KADAR PROKALSITONIN SERUM YANG TINGGI PADA KETUBAN PECAH DINI PRETERM MENINGKATKAN RISIKO PERSALINAN dr. Tjok G A Suwardewa, Sp.OG(K) BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH DENPASAR 2013 RINGKASAN Persalinan preterm merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas perinatal yang belum terpesahkan. Ketuban pecah dini memberikan kontribusi terbesar pada persalinan preterm. Dan banyak bukti menunjukkan bahwa kejadian persalinan preterm berkaitan dengan infeksi. Prokalsitonin adalah protein yang terdiri dari 116 asam amino dengan berat molekul 13kDa, yang disandi oleh gen Calc-I yang terletak pada kromosom 11 dan diproduksi pada sel C kelenjar tiroid sebagai prohormon dari kalsitonin, yang merupakan reaksi awal dari respon humoral terhadap rangsangan inflamasi, khususnya pada infeksi bakteri. Sehingga prokalsitonin dapat digunakan sebagai marker yang baik terhadap terjadinya infeksi. Metode penelitian ini adalah kohort prospektif yang dilaksanankan di ruang bersalin RSUP Sanglah dari januari 2012 sampai dengan juli 2013. Diperoleh 67 sampel dimana 37 sampel dengan procalsitonin tinggi dan 30 dengan procalsitonin rendah, yang diikuti selama 12 jam setelah terjadinya pecah ketuban, untuk menilai efek persalinan preterm. Hasil penelitian didapatkan 22 kelahiran preterm pada kelompok dengan kadar procalcitonin tinggi, dan enam kelahiran preterm pada kelompok procalcitonin rendah. Dari hasil analisis didapatkan kadar procalsitonin yang tinggi meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm sebesar 3 kali (RR = 2,97, IK 95% = 1,38-6,38, p=0,001). Penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian lain yang menunjukakan peningkatan kadar procalcitonin serum yang meningkat pada persalinan preterm dengan pecah ketuban. Penelitian Brainne,dkk (2011) menunjukkan peningkatan 40% kadar procalcitonin pada persalinan preterm dengan gejala klinis chorioamnionitis. Torbe ,dkk (2004) juga mendapakkan perbedaan kadar procalcitonin yang signifikan pada persalinan preterm dibandingkan dengan kehamilan normal. Dengan demikian disimpulkan bahwa procalcitonin serum ibu yang tinggi pada ketuban pecah dini meningkatkan terjadinya persalinan preterm sebanyak 3 kali. ABSTRAK Latar Belakang: Kelahiran preterm mencapai 9,6 % dari seluruh kelahiran di dunia, dan 75% merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas perinatal. Ketuban pecah dini menyumbang 25% dari seluruh kelahiran preterm yang dikaitkan dengan infeksi. Prokalsitonin yang merupakan marker terjadinya infeksi dirangsang oleh adanya endotoksin, eksotosin dan oleh pelepasan sitokin merupakan reaksi awal dari respon humoral. Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh kadar prokalsitonin serum pada ketuban pecah dini dengan persalinan preterm. Metode Penelitian: Rancangan penelitian ini adalah kohort prospektif yang dilakukan di kamar bersalin RSUP Sanglah dengan 67 sampel kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini, dibagi menjadi dua kelompok yaitu kadar procalcitonin tinggi, dan Kadar procalcitonin rendah. Kadar serum procalcitonin diperiksa di laboratorium Prodia denpasar dengan metode Luminometer LIAMAT system 300. Sampel diikuti selama 12 jam sejak saat pecah ketuban, dinilai efeknya berupa terjadinya tanda-tanda persalinan. Hasil penelitian dikumpulkan dan dilakukan uji statistic dengan proram SPSS for Windows. Uji analisis yang digunakan adalah t-independence sample test dengan tinggkat kemaknaan α<0.05. Hasil: Terdapat 22 kasus persalinan preterm pada kadar prokalsitonin tinggi, dan 6 kasus persalinan preterm pada kelompok prokalsitonin rendah. Dimana Relative risk sebesar 2,97 (IK 95% = 1,38-6,38, p=0,001). Simpulan: Kadar prokalsitonin serum yang tinggi pada pecah ketuban dini, meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm. Kata kunci: prokalsitonin, ketuban pecah dini, persalinan preterm ABSTRACT Background: Preterm birth reach 9,6 % of total birth, and 75% cause of perinatal mortality and morbidity. Premature rupture of the membrane gives 25% of total preterm birth which correlated with infection. Procalcitonin is infection marker which stimulated by endotoxin, exotoxin and cytokines release is early reaction from humoral response. Objective: Measure serum procalcitonin level in preterm rupture of the membrane with preterm birth. Method: research design is prospective cohort done at Sanglah Hospital delivery room with 67 preterm pregnancy samples with premature rupture of the membrane, divided into two groups in which high procalcitonin level and low procalcitonin level Serum procalcitonin level was checked in Prodia Laboratory Denpasar using Luminometer LIA-MAT system 300 method. Samples were followed by 12 hours since rupture of the membrane, watched the effect such as labor sign. The result was collected and statistically calculated using SPSS program for windows. Analytic test using t-independence sample test with degree of value α<0.05 Result: 22 cases of preterm birth with high procalcitonin level, and 6 cases of preterm birth in low procalcitonin level. With Relative risk 2,97 (IK 95%=1,386,38, p=0.001) Conclusion: High serum procalcitonin level in preterm rupture of the membrane, increasing risk for preterm birth. Keywords: procalcitonin, preterm rupture of the membrane, preterm birth BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persalinan preterm sampai saat ini merupakan salah satu masalah penting di dunia yang belum terpecahkan dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal. Dan persalinan preterm juga membawa beban tersendiri baik secara medis, psikologis, dan ekonomi bagi keluarga dan bagi ahli kebidanan. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu atau 259 hari gestasi, dihitung dari hari pertama haid terakhir. Angka kejadiannya cenderung meningkat pada tahun – tahun terakhir. Dimana terjadi peningkatan yang bermakna pada negara industri seperti USA , yaitu 5-9% pada tahun 1981 menjadi 7-12% pada tahun 2005. Dengan data tersebut, kelahiran persalinan preterm menyumbang 75 % dari kematian neonatus dan lebih dari setengah kecacatan jangka panjang ( Robert, 2008). Pada tahun 2005, sebanyak 12,5 juta kelahiran atau 9,6% dari semua kelahiran di seluruh dunia adalah kelahiran preterm. Kejadian tertinggi kelahiran preterm berada di Afrika dan Amerika Utara (11,9% dan 10,6% dari semua kelahiran), dan terendah berada di Eropa (6,2%) (WHO, 2010). Di Indonesia diperkirakan persalinan preterm terjadi 10% dari sekitar 4 juta kelahiran, dan angka kematian neonatal sebanyak 20% dari seluruh persalinan preterm (HKFM, 2005). Sedangkan di RSUP Sanglah angka kelahiran preterm sebanyak 8,3 % ( Udiarta, 2004). Dan ketuban pecah dini (KPD) preterm menjadi kontribusi terbanyak bagi seluruh kelahiran preterm (Getahun, 2010). Insidensi Ketuban Pecah Dini (KPD) berkisar dari sekitar 5% sampai 10% dari semua kelahiran dan KPD Preterm terjadi pada sekitar 2-5% dari seluruh kehamilan. Sekitar 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan aterm, tetapi di pusatpusat rujukan, Lebih dari 50% kasus dapat terjadi pada kehamilan preterm. Bayi preterm terutama yang lahir dengan usia kehamilan < 32 minggu, mempunyai risiko kematian 70 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang lahir cukup bulan karena imaturitas sistem organ tubuhnya. Komplikasi yang sering timbul adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS), Intraventricular Hemorrhage (IVH), displasia bronkopulmoner, sepsis dan enterokolitis nekrotikans (John, 2009). Masalah lain yang dapat timbul adalah kecacatan jangka panjang berupa masalah perkembangan neurologis seperti serebral palsi, gangguan intelektual, retardasi mental, gangguan sensoris, kelainan perilaku, dan gangguan konsentrasi. Hal ini dapat mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Selain itu,perawatan bayi preterm juga membutuhkan teknologi kedokteran canggih dan biaya yang mahal (Greer, 2005). Telah banyak penelitian mengungkapkan bahwa infeksi merupakan penyebab 25-50% dari seluruh persalinan preterm. Invasi mikroorganisme ke dalam cairan amnion terjadi 12,8% pada persalinan preterm dengan selaput ketuban utuh dan 32% pada selaput ketuban pecah dini preterm, dan 51% terjadi pada pasien dengan insufisiensi servik ( Creasy, 2009). Seiring kemajuan di bidang ilmu kedokteran modern, banyak penelitian mencurahkan perhatian kepada usaha-usaha untuk dapat menemukan petanda infeksi intra uterin pada wanita hamil yang bisa diperiksa dari cairan amnion, lendir serviks atau vagina dan dari serum ibu, namun belum ada yang memiliki sensitivitas dan spesifitas yang baik untuk digunakan klinisi dalam praktek seharihari(Masset, 2003). Prokalsitonin adalah suatu peptida asam amino-116 dan prekursor dari kalsitonin, yang merupakan reaksi awal dari respon humoral terhadap rangsangan inflamasi, khususnya pada infeksi bakteri. Dimana terjadi peningkatan kadar serum prokalsitonin pada pasien dengan infeksi bakteri . Peningkatan kadar serum Prokalsitonin terjadi lebih awal daripada CRP ( C-Reactive Protein), yaitu 2-3 jam pada Prokalsitonin sedangkan CRP akan mengalami peningkatan lebih dari batas normal dalam waktu 6 jam setelah infeksi. Produksi Prokalsitonin dirangsang oleh endotoksin dan sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor-α (TNF- α), interleukin-1 (IL-1), interleukin-2 (IL-2) dan interleukin-6 (IL-6), yang kadarnya diukur pada serum dengan menggunakan pemeriksaan imunoluminometrik. Walaupun prokalsitonin memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dalam mendeteksi adanya infeksi bakteri namun penelitian terhadap persalinan preterm belum banyak dikerjakan. Maka dari itu penelitian ini perlu dikerjakan dengan harapan dapat memberikan sumbangan pada pendidikan dan pelayanan antenatal yang lebih baik guna mencegah terjadinya persalinan preterm. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas maka terdapat permasalahan sebagai berikut : Apakah kadar Prokalsitonin serum yang tinggi pada ketuban pecah dini meningkatkan resiko persalinan preterm ? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh Prokalsitonin serum terhadap terjadinya persalinan. 1.3.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui pengaruh Prokalsitonin serum pada ketuban pecah dini preterm terhadap terjadinya persalinan . 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan Apabila kadar Prokalsitonin serum tinggi pada persalinan preterm membuktikan adanya infeksi intra uterin. 1.4.2 Manfaat bagi Pelayanan Apabila hasilnya sesuai dengan hipotesis maka pada wanita hamil yang berisiko tinggi dapat dianjurkan melakukan pemeriksaan prokalsitonin sehingga dapat diantisipasi terjadinya persalinan preterm. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Persalinan Preterm Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu atau 259 hari gestasi, dihitung dari haid pertama hari terakhir (WHO, 2009). Creasy dan Herron (2009) mendefinisikan persalinan preterm sebagai persalinan pada usia gestasi 20 – 36 minggu, dengan kontraksi uterus empat kali setiap 20 menit atau delapan kali setiap 60 menit selama enam hari, dan diikuti oleh satu dari beberapa hal berikut: ketuban pecah dini (premature rupture of membrane/ PROM), dilatasi serviks ≥ 2 cm, penipisan serviks > 50%, atau perubahan dalam hal dilatasi dan penipisan serviks pada pemeriksaan secara serial. Definisi persalinan preterm lainnya yaitu munculnya kontraksi uterus dengan intensitas dan frekuensi yang cukup untuk menyebabkan penipisan dan dilatasi serviks sebelum memasuki usia gestasi yang matang, antara 20 sampai 37 minggu (Ross, 2009). Di Indonesia, persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi antara usia kehamilan diatas 28 minggu sampai dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu,dihitung dari hari pertama haid terakhir dengan siklus 28 hari yang dihitung berdasarkan rumus neagle (Sarwono, 2008). Indikator yang sering dipakai untuk menyatakan terjadinya persalinan adalah kontraksi uterus dengan frekuensi paling sedikit 4 kali setiap 20 menit dengan lama setiap kontraksi 30 detik atau lebih, disertai perubahan serviks yang progresif, dilatasi serviks > 1 cm dan penipisian ≥ 80 % (Cunningham , 2005). 2.2 Insiden Persalinan Preterm Insiden persalinan preterm berbeda-beda pada berbagai negara tergantung populasi. Insiden persalinan preterm di Amerika Serikat berkisar antara 12-13%, Afrika 11,9%, Asia 9,1%, Australia 6,4% dan Eropa 6,2%. Pengetahuan tentang faktor risiko dan mekanisme persalinan preterm terus dipelajari, namun angka kejadian persalinan preterm cenderung meningkat, di Amerika Serikat dari 9,5% pada tahun 1981 menjadi 12,7% pada tahun 2005 (Hamilton,2005). Insiden persalinan preterm di beberapa rumah sakit pemerintah di Indonesia beberapa tahun terakhir bervariasi antara 3-9%, di RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun 1998-2000 sebesar 8,2%, di RS Sanglah Denpasar tahun 2001-2003, persalinan preterm sebesar 8,3% dari seluruh persalinan (Udiarta,2004). 2.3 Ketuban Pecah Dini Ketuban pecah dini atau premature rupture of membranes (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tandatanda persalinan/inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Bila pecahnya selaput ketuban terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm premature rupture of membrane (PPROM). Ketuban pecah dini terjadi pada 6-20% kehamilan. Komplikasi seperti korioamnionitis terjadi samnpai 30% dari kasus ketuban pecah dini. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus ketuban pecah dini preterm akan bersalin kurang dari 7 hari. Dan tidak jarang akan mengalami persalinan dalam 24 jam. Infeksi bakteri dapat menyebabkan ketuban pecah dini . Beberapa flora vagina seperti Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus,Trokomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membrane dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag bahkan mediator inflamasi hormonal juga teraktivasi. Interleukin-1 TNF α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membrane. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan precursor prostaglandin dari membrane fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin E2 mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP3. Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel terprogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama di sekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. 2.4 Etiologi Persalinan Preterm Persalinan preterm terjadi oleh karena berbagai mekanisme, termasuk infeksi, inflamasi, iskemi atau perdarahan uteroplasenta, peregangan uterus yang berlebihan, stres, dan berbagai macam proses imunologi. (Romero,2006). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari faktor-faktor risiko persalinan preterm, namun adanya faktor risiko tersebut tidak selalu menyebabkan terjadinya persalinan preterm, bahkan sebagian persalinan preterm yang terjadi spontan tidak mempunyai faktor risiko yang jelas (Goldenberg,2005). Beberapa faktor risiko yang diketahui meningkatkan kejadian persalinan preterm yaitu (Smith,2007;Thompson,2006;Hendler,2005) : 1. Faktor infeksi a. Infeksi intra uterin : 1) Ascenden dari vagina dan servik 2) Hematogen melewati plasenta 3) Iatrogenic akibat prosedur invasif 4) Penyebaran melalui saluran telur b. Infeksi Ekstra uterin 1) Pielonefritis 2) Bakteriuria asimptomatis 3) Pneumonia 4) Periodontitis 5) Infeksi virus (varicella,malaria) c. Infeksi Genital 1) Bakterial vaginosis 2) Chlamydia trachomatis 2. Faktor psiko-sosio demografik a. Sosial, ekonomi dan pendidikan rendah b. Status perkawinan c. Usia ibu (< 16 tahun atau > 35 tahun) d. Ras dan etnis e. Status gizi f. Perilaku ibu g. Stres 3. Faktor ibu a. Riwayat kehamilan sebelumnya (persalinan prematur, abortus, interval kehamilan) b. Inkompetensi serviks c. Kelainan uterus d. Kelainan medis pada ibu (hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan hipertiroid) e. Peregangan uterus yang berlebihan (kehamilan kembar, polihidramnion) f. Perdarahan pervaginam ( plasenta previa atau solusio plasenta) g. Faktor genetik dan biologis 2.5 Patogenesis Persalinan Preterm 2.5.1 Infeksi dan Inflamasi Infeksi merupakan penyebab tersering dari persalinan preterm, dimana bakteri dapat menyebar ke uterus dan cairan amnion sehingga memicu terjadinya inflamasi dan mengakibatkan persalinan preterm dan ketuban pecah dini. Terdapat beberapa macam bakteri yang dihubungkan dengan persalinan preterm yaitu : Gardrenella vaginalis, Mycoplasma homnis, Chlamydia, Ureaplasma urealyticum, Fusobacterium, Trichomonas vaginalis, Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli dan Hemophilus vaginalis (Romero, 2000). Persalinan spontan yang terjadi pada trimester kedua dihubungkan oleh infeksi virus pada jaringan plasenta. Menurut beberapa penelitian, infeksi Human Papilloma Virus (HPV) dan Cytomegalovirus (CMV) dapat merangsang kematian sel trofoblas ekstravilli dan mengurangi invasi plasenta pada dinding uterus sehingga menyebabkan disfungsi plasenta dan berakibat pada keluaran bayi, termasuk persalinan preterm (Gomez, 2008). Infeksi intrauterin seringkali bersifat kronis dan biasanya tanpa gejala sampai mulai terjadi persalinan atau pecah selaput ketuban. Selama proses persalinan, sebagian korioamnionitis besar wanita (berdasarkan bukti yang kemudian terbukti histologis atau kultur) mengalami tetap tidak menunjukkan gejala selain kontraksi preterm, tidak ada demam, nyeri perut atau leukositosis pada darah tepi dan biasanya tidak didapatkan takikardia janin. Jalur ketiga melibatkan janin itu sendiri. Pada janin yang terinfeksi, terjadi peningkatan produksi CRH (Corticotropin Releasing Hormone) oleh hipotalamus janin dan plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi kortikotropin janin, yang selanjutnya meningkatkan produksi kortisol oleh adrenal janin. Pada akhirnya sekresi kortisol akan meningkatkan produksi prostaglandin dan menyebabkan timbulnya kontraksi uterus. Pada janin yang terinfeksi terjadi peningkatan produksi sitokin dan waktu persalinan semakin cepat. Pada 88 % kasus janin terinfeksi dan terjadinya peningkatan produksi sitokin, terjadi persalinan dalam waktu 48-72 jam kemudian. Perbedaan waktu antara terjadinya infeksi dengan kejadian persalinan preterm belum diketahui. Gambar 2.1 Peran infeksi dalam mekanisme terjadinya ketuban pecah dini (Gillian D,2000) Inflamasi kronis dan sama halnya dengan infeksi yang akut yang timbul pada uterus dapat menyebabkan produksi hormon, baik hormon autokrin ataupun parakrin dan juga sitokin. Hal ini selanjutnya akan menyebabkan persalinan preterm ataupun pecahnya selaput ketuban yang dini. Mekanisme ini terjadi oleh karena infeksi bakteri ascendens dari saluran genitalia bagian bawah ke lapisan korio-desidua dan selanjutnya menuju rongga amnion dan janin, yang dijelaskan sebagai berikut (Perkin, 2009) : a. Mikroorganisme menghasilkan enzim protease dan musinase yang menghidrolisis barier mukus serviks dan melemahkan jaringan kolagen pada selaput membran korioamnion sehingga mikroorganisme dapat menembus serviks b. Bakteri juga menghasilkan fosfolipase yang berperan dalam pembentukan asam arakidonat (senyawa yang membentuk prostaglandin). Prostaglandin merupakan mediator penting terjadinya kontraksi otot polos uterus dan pembukaan servik. c. Mikroorganisme menghasilkan sitokin dan kemokin inflamasi seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6) dan tumor necrosis factor (TNF) yang merangsang pembentukan prostaglandin dan matrix metalloproteinase (MMP) yang menyebabkan kerusakan membran, preterm premature rupture of the membrane (PPROM), pembukaan serviks dan kontraksi uterus. d. Pada janin yang terinfeksi, terjadi peningkatan produksi corticotropin releasing hormone (CRH) oleh hipotalamus janin dan plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi kortikotropin janin, yang selanjutnya meningkatkan produksi kortisol oleh adrenal janin. Sekresi kortisol akan meningkatkan produksi prostaglandin dan menyebabkan timbulnya kontraksi uterus. Gambar 2.2 Lokasi Potensial Infeksi bakteri (Goldenberg , 2000) 2.6 Prokalsitonin Prokalsitonin adalah protein yang terdiri dari 116 asam amino dengan berat molekul 13kDa, yang disandi oleh gen Calc-I yang terletak pada kromosom 11 dan diproduksi pada sel C kelenjar tiroid sebagai prohormon dari kalsitonin, yang merupakan reaksi awal dari respon humoral terhadap rangsangan inflamasi, khususnya pada infeksi bakteri (Bekker, 2004). Sejak tahun 1990an, Prokalsitonin menjadi alat diagnostik untuk mengidentifikasi adanya infeksi bakteri sistemik. Pada keadaan fisiologis, kadar Prokalsitonin rendah bahkan tidak terdeteksi (dalam ng/mL), tetapi akan meningkat bila terjadi bakteremia atau fungimia yang timbul sesuai dengan berat infeksi. Pada kondisi sehat, serum Prokalsitonin tidak terdeteksi namun akan meningkat dalam keadaan infeksi. Kepekatan serum Prokalsitonin sangat rendah pada orang sehat yaitu < 0,05 ng/ml, tetapi dapat mencapai 1000 ng/mL saat sepsis berat dan syok sepsis. Pada keadaan infeksi, Prokalsitonin berasal dari ekstra tiroidal (Chan,2004). Produksi Prokalsitonin oleh jaringan plasenta atau Prokalsitonin dapat melewati tahanan plasenta masih belum diketahui. Assuma dkk (2000) menyatakan bahwa peningkatan Prokalsitonin pada neonatus menunjukkan pertukaran transplasenta Prokalsitonin ibu. Akhir-akhir ini, penggunaan Prokalsitonin sebagai deteksi awal terjadinya infeksi meningkat oleh karena sensitivitas, spesifisitas, respon cepat, dan waktu paruh yang pendek. Prokalsitonin dirangsang oleh endotoksin yang dihasilkan bakteri selama infeksi sistemik. Sedangkan infeksi yang disebabkan protozoa, virus, dan penyakit autoimun tidak menginduksi pelepasan Prokalsitonin. Kadar Prokalsitonin muncul cepat dalam 2 jam setelah rangsangan, puncaknya setelah 12 sampai 24 jam dan secara perlahan menurun dalam 48 sampai 72 jam. Pada keadaan inflamasi akibat bakteri kadar Prokalsitonin > 0,05 ng/ml, dengan nilai rata-rata sebesar 1,9 ng/ml (Torbe, 2007). Pada kasus akibat infeksi virus kadar Procalcitonin > 0,05 ng/ml tetapi biasanya < 1ng/ml. Peningkatan plasma Prokalsitonin terjadi secara singkat sesudah kadar sitokin mencapai puncak. Peningkatan kadar serum Prokalsitonin terjadi lebih awal daripada CRP, dimana 2-3 jam pada Prokalsitonin sedangkan CRP meningkat lebih dari batas normal dalam waktu 6 jam. Pada neonatus, Prokalsitonin merupakan petanda infeksi bakteri yang lebih akurat dibandingkan dengan CRP. Ten Chin dkk (2006) ,mengemukakan bahwa kadar Prokalsitonin bayi lebih tinggi pada ibu dengan korioamnionitis dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan serum Prokalsitonin janin dari ibu dengan korioamnionitis terjadi melalui mekanisme endogen. Prokalsitonin merupakan variabel uji laboratorium yang paling tepat untuk diagnosis infeksi dengan sensitifitas 89 %, spesifisitas 94 %. Greksova dkk (2009) mendapatkan kadar Prokalsitonin yang tinggi pada persalinan pretem sebesar 27,41%, pada korioamnionitis yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan histologi plasenta sebesar 16,12% dan PPROM sebesar 24,19%. Prokalsitonin diukur pada serum dengan menggunakan pemeriksaan imunoluminometrik. Pemeriksaan menggunakan dua antibodi monoklonal antigen spesifik, satu diarahkan ke calcitonin (menggunakan label luminescence) dan lainnya ke katacalcin. Batas untuk mengetahui pemeriksaan adalah 0,05ng/mL dan koefisien variasinya 5 sampai 10 % dengan rentang 0,05 sampai 1000 ng/mL. Pemeriksaan juga tidak dipengaruhi antibiotika, sedatif, dan agen vasoaktif yang secara umum digunakan di dalam unit perawatan intensif . Inflamatory triggers (luka bakar,endotoksin,infeksi,cedera,dll) Activation of host Leucocytes, Lymphocytes, Endothelial cells and various Parenchymal cells (CD14,toll like receptors,AP-1,NF-kB,dll) Humoral Response Repertoire Coagulati on & compleme nt cascade activation Immuno- Cytokines and related factors Pro- regulatory inflamatory Acute phase proteins Antiinflamatory Stress hormones Hormokin es α1-acid ACTH ADM heat shock glycoprotein AVP CGRP proteins CTpr HMG-1 Angiotensinogen Cathecolamin IFN-γ MIF Adhesion- IL-4 CRP Cortisol IL-6 IL-2 IL-1ß molecules IL-6 Ferritin Endorphine Leptin IL-4 IL-6 Chemokines IL-10 Fibronectin GH MIF IL-5 IL-8 Elastase IL-11 Haptoglobin Histamine IL-7 IL-12 Endothelin IL-13 Lipopolysaccharide IL-11 IL-15 Growth factor IL-ra Phospolipaseα2 IL-18 IL-1 decoy Leptin PTX-3 NO RO Proteases Serum amyloid A PAF RANTES TNFγ PGs TGF-ß ROI Intracellul ar factors TNF-α TBs Local Inflamation Systemic Inflamation Prolactin NO Gambar 2.3. Skema Kejadian dan Faktor Humoral Dalam Respon Inflamasi (Sumber : Becker, 2004) Gambar 2. 4. Skema Pemeriksaan PCT dengan Imunoluminometric Assay (Sumber : Leclerc, 2002) Kegunaaan pengukuran serum Prokalsitonin sebagai petanda infeksi adalah sebagai berikut: 1. Prokalsitonin dapat membedakan antara infeksi dan non infeksi pada SIRS 2. Prokalsitonin dapat membedakan antara sepsis bakteri dan virus 3. Cut off point prokalsitonin memberikan sensitifitas dan spesifisitas optimum untuk mendiagnosis beragam infeksi dengan keadaan yang berbeda 4. Pengaruh antibiotika, vasoaktif dan obat-obatan terhadap prokalsitonin sangat rendah Kadar prokalsitonin tinggi telah banyak di laporkan baik pada pasien dewasa ataupun anak-anak yang mengalami infeksi bakteri berat. BAB III KERANGKA PIKIR, KONSEP PENELITIAN, DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikir Sepertiga penyebab dari persalinan preterm berhubungan dengan proses infeksi bakteri intra uterin. Infeksi tersebut akan menghasilkan mediator inflamasi seperti interleukin, sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag bahkan mediator inflamasi hormonal juga teraktivasi . Prokalsitonin adalah protein yang terdiri dari 116 asam amino dengan berat molekul 13kDa, yang disandi oleh gen Calc-I yang terletak pada kromosom 11 dan diproduksi pada sel C kelenjar tiroid sebagai prohormon dari kalsitonin, yang merupakan reaksi awal dari respon humoral terhadap rangsangan inflamasi, khususnya pada infeksi bakteri (Bekker, 2004). Peningkatan kadar prokalsitonin yang merupakan respons inflamasi dapat digunakan sebagai penanda terjadinya infeksi pada ketuban pecah dini preterm. Peningkatan kadar serum Prokalsitonin terjadi lebih awal daripada CRP, dimana 2-3 jam pada Prokalsitonin sedangkan CRP meningkat lebih dari batas normal dalam waktu 6 jam. Selain proses tersebut ada juga beberapa faktor perancu yang juga dianggap dapat menyebabkan persalinan preterm yaitu : umur ibu, usia kehamilan, paritas, anemia, hipertensi dalam kehamilan, uterus overdistensi, riwayat perslalinan preterm. 3.2 Konsep Penelitian Ketuban Pecah Dini Preterm Umur ibu Paritas Umur kehamilan Anemia Hipertensi dalam kehamilan Uterus Overdistensi Riwayat persalinan preterm Prokalsitonin Persalinan Preterm Gambar 3.1 Konsep Penelitian 3.3 Hipotesis Penelitian Kadar prokalsitonin dalam serum yang tinggi pada ketuban pecah dini pretem meningkatkan risiko persalinan. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan kohort prospektif. Dimana ketuban pecah dini preterm sebagai subyek penelitian yang selanjutnya diperiksa kadar prokalsitonin serum . Kemudian subyek diikuti selama 12 jam untuk melihat efek yang timbul berupa tanda-tanda persalinan. Persalinan Preterm (+) Prokalsitonin tinggi Persalinan Preterm (-) Ketuban pecah dini preterm Persalinan Preterm (+) Prokalsitonin rendah Persalinan Preterm (-) Gambar 4.1 Rancangan Penelitian 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dikerjakan di Ruang Bersalin dan Poliklinik Kebidanan RSUP Sanglah dari bulan Januari 2012 sampai bulan juli 2013. 4.3 Populasi Penelitian Semua ibu hamil yang datang ke kamar bersalin RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis kehamilan preterm yang mengalami ketuban pecah dini. 4.4 Sampel Penelitian Semua ibu hamil yang datang ke kamar bersalin RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis kehamilan preterm yang mengalami ketuban pecah dini dan memenuhi kriteria inklusi. 4.4.1 Kriteria Inklusi 1. Kehamilan tunggal dengan umur kehamilan dari 28 minggu sampai kurang dari 37 minggu. 2. Janin hidup 3. Ketuban pecah dini 4. Bersedia mengikuti penelitian 4.4.2 Kriteria Eksklusi : 1. Perdarahan ante partum 2. Kelainan kongenital 3. Penyakit sistemik yang menyertai ibu hamil (kelainan jantung, diabetes melitus, penyakit paru menahun, anemia, hipertensi kronik, dll) 4. Riwayat tindakan operatif pada servik 5. Pernah dirawat dengan partus prematurus iminens pada kehamilan ini dan telah diambil sampelnya 6. Polihidramnion dan hamil kembar 4.4.3 Perhitungan besar sampel Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : P1 : prokalsitonin tinggi = 0,23 P2 : peokalsitonin rendah = 0,46 Dengan menggunakan rumus diatas didapatkan sampel minimal sebanyak 67 sampel . 4.4.4 Cara pengambilan sampel Kelompok ditentukan dengan cara consecutive sampling pada ibu hamil preterm yang dirawat karena ketuban pecah dini diruang bersalin RSUP Sanglah Denpasar dan telah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. 4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Identifikasi Variabel 4.5.1.1 Variabel bebas : Kadar Prokalsitonin serum 4.5.1.2 Variabel tergantung Persalinan preterm 4.5.1.3 Variabel terkontrol Umur ibu, umur kehamilan dan paritas 4.5.2 Definisi Operasional Variabel a. Persalinan preterm spontan adalah adanya kontraksi uterus minimal 2 kali dalam 10 menit dengan pembukaan serviks ≥ 2 cm disertai penipisan serviks ≥ 50%, keluar lendir campur darah pada umur kehamilan dari 28 minggu sampai kurang dari 37 minggu. b. Prokalsitoni adalah kadar prokalsitonin serum yang kadarnya diukur secara imunoluminometrik dengan menggunakan LUMItest prokalsitonin (BRAHMS R ,Berlin German) dilaboratorium klinik Prodia Denpasar. Kadar Procalcitonin positif (+) adalah hasil pemeriksaan yang nilainya diatas 0,05 x10-9 g/ml. Kadar Procalcitonin negatif (-) adalah hasil pemeriksaan yang nilainya dibawah 0,05 x10-9 g/ml. c. Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, bila dalam satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 28 minggu sampai kurang dari 37 minggu. d. Umur ibu adalah jumlah tahun komplit yang dihitung dari tanggal lahir atau yang tercantum dalam kartu tanda penduduk (KTP). e. Paritas adalah jumlah anak viabel yang pernah dilahirkan. f. Umur kehamilan adalah jumlah minggu komplit yang dihitung dari HPHT menurut rumus Neagle. g. Anemia adalah kadar hemoglobin ibu < 11g/dl yang diukur dengan alat Cell-Dyn 3700 di Laboratorium RSUP sanglah. h. Hipertensi dalam kehamilan adalah peningkatan tekanan darah yang terjadi pada saat kehamilan yang meliputi superimposed preeklapmsiaa, gestasional hipertensi, preeklampsia, eklapmsia. i. Uterus overdistensi adalah peregangan berlebih pada uterus yang disebabkan oleh kehamilan berupa Polihidramnion dan kehamilan kembar. j. Riwayat persalinan preterm sebelumnya, ialah ibu hamil yang pada kehamilan sebelumnya pernah melahirkan pada umur kehamilan 28 sampai kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir < 2500 gram. Dan pernah mengalami partus prematorus iminens. 4.6 Alur Penelitian Ibu hamil preterm dengan diagnosis ketuban pecah dini yang datang ke ruang bersalin RSUP Sanglah Inform consent Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Consecutive Sampling Pengambilan serum untuk pemeriksaan kadar prokalsitonin Kohort Prospektif inpartu Tidak inpartu Analisa data Gambar 4.2 Alur Penelitian Pemilihan kelompok yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan dengan cara pemeriksaan pada ibu hamil preterm yang mengalami ketuban pecah dini yang datang ke kamar bersalin RSUP Sanglah Denpasar. Pemeriksaan meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, obstetri dan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Selanjutnya diminta untuk mengisi informed consent. Setelah itu pasien diambil sampel serum darah . Sampel darah dikirim ke laboratorium klinik Prodia untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan kadar prokalsitonin. Pasien kemudian diikuti untuk melihat efek berupa keadaan inpartu. Dilanjutkan dengan analisa hasil pemeriksaan kadar procalcitonin . 4.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pemeriksaan 4.7.1 Instrumen penelitian a. Spignomanometer air raksa merk Reister b. Stetoskop merk Reister c. Spuit 5cc merk Terumo d. Kapas alcohol 70% e. Kertas lakmus merah f. Kuisioner penelitian g. Lebel nama dan alat tulis h. LUMItest procalcitonin kit (BRAHMS . Berlin German) 4.7.2 Metode pemeriksaan Ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia mengikuti penelitian ini, setelah mendapat inform consent , diminta untuk menandatangani formulir pernyataan bersedia mengikuti penelitian. Selanjutnya semua sampel penelitian tersebut dikelola sesuai dengan pedoman terapi bagian / SMF Obstetri dan ginekologi FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar. Langkah-langkah yang dilakukan adalah: a. Anamnesa meliputi : nama , umur, paritas, HPHT b. Pemeriksaan fisik meliputi kesadaran, berat badan dan tinggi badan, tekanan darah. c. Sampel darah akan diambil oleh petugas laboratorium klinik Prodia untuk dilakukan pemeriksaan kadar prokalsitonin. d. Dilakukan pengambilan sampel darah vena kubiti yang sebelumnya telah diantisepsis dengan alcohol 70% menggunakan spuit sekali pakai sebanyak 5cc dan dibiarkan membeku selama 30 menit. e. Selanjutnya sampel darah dikirim ke laboratorium Prodia untuk dilakukan analisa. Sampel darah yang telah membeku dilakukan sentrifuge 1500g selama 10 menit dan selanjutnya pemeriksaan kadar procalcitonin dengan menggunakan metode Enzyme-linked Fluorescent Assay (ELFA). Prinsip pemeriksaan yaitu menggabungkan metode immunoassay sandwich dengan deteksi akhir secara fluorescent. Intensitas fluorescent sebanding dengan jumlah antigren yang terdapat didalam sampel. Nilai deteksi terendah kadar procalcitonin dengan menggunakan metode ini adalah 0.05 ng/ml. f. Pasien kemudian diikuti selama 12 jam dari waktu pecah ketuban dan dinilai apakah ada tanda-tanda persalinan. g. Hasil pemeriksaan kadar serum prokalsitonin selanjutnya dilakukan analisis statistik dengan menggunakan program SPSS 16.0 version for Windows. 4.8 Pengumpulan dan Analisis Data 4.8.1 Pengumpulan Data Data yang didapatkan di ruang bersalin bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam formulir penelitian. 4.8.2 Analisis Data Analisis data dengan menggunakan SPSS 16.0 version for windows. 1. Analisis komparasi dengan uji t –independent 2. Uji homogenitas dengan Levene’s 3. Uji OR dengan Chi-square. Hasil uji disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian kohort prospektif pada 67 orang sampel di Ruang Bersalin RSUP Sanglah dari bulan Januari 2012 sampai dengan Juli 2013. 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian Sebanyak 67 orang sampel, terdiri atas 37 kelompok kohor risiko kadar prokalsitonin tinggi dan 30 orang kelompok risiko kadar prokalsitonin rendah. Data karakteristik subjek pada kedua kelompok disajikan pada Tabel 5.1. Table 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian pada Kelompok Procalsitonin Tinggi dan Kelompok Procalsitonin Rendah Variabel Kelompok Prokalsitonin tinggi Prokalsitonin rendah P Umur (th) 26,22±5,79 23,97±5,30 0,381 Paritas 0,70±0,81 0,50±0,73 0,573 Umur Kehamilan (mgg) 33,05±2,25 33,83±1,12 0,067 Tabel 5.1 di atas, menunjukkan bahwa dengan uji t-independent didapatkan nilai p > 0,05 pada ketiga variabel, hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan rerata umur, paritas, dan umur kehamilan antara kelompok prokalsitonin tinggi dengan kelompok prokalsitonin rendah. 5.2 Kadar Prokalsitonin Tinggi Meningkatkan Risiko Terjadinya Persalinan Preterm Dari seluruh jumlah sampel, 22 sampel dengan kadar prokalsitonin serum yang tinggi, mengalami tanda–tanda persalinan (22/37). Dan 6 sampel pada kelompok risiko dengan kadar prokalsitonin rendah mengalami tanda–tanda persalinan (6/30). Untuk mengetahui peranan kadar prokalsitonin terhadap terjadinya persalinan preterm digunakan uji Chi-Square. Hasil analisis disaji pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Kadar Procalsitonin Tinggi Meningkatkan Risiko Terjadinya Persalinan Preterm Kelompok Persalinan Preterm Tinggi (+) (-) 22 15 Procalsitonin Rendah 6 RR IK 95% p 2,97 1,38-6,38 0,001 24 Tabel 5.2 diatas menunjukkan bahwa kadar procalsitonin yang tinggi meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm sebesar 3 kali (RR = 2,97, IK 95% = 1,38-6,38, p=0,001). BAB VI PEMBAHASAN Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu atau 259 hari gestasi, dihitung dari haid pertama hari terakhir (WHO,2009). Persalinan prematur berkisar 6-10% dari seluruh kehamilan dan 75% merupakan penyebab kematian dan kesakitan perinatal tanpa kelainan kongenital (Husslein P, 2003). Bayi preterm terutama yang lahir dengan usia kehamilan < 32 minggu, mempunyai risiko kematian 70 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang lahir cukup bulan karena imaturitas sistem organ tubuhnya (John, 2009). Di Indonesia diperkirakan persalinan preterm terjadi 10% dari sekitar 4 juta kelahiran, dan angka kematian neonatal sebanyak 20% dari seluruh persalinan preterm (HKFM, 2005). Sedangkan di RSUP Sanglah angka kelahiran preterm sebanyak 8,3 % ( Udiarta,2004). Penyebab dari persalinan preterm sering kali tidak diketahui secara pasti. Beberapa konsep yang menjelaskan penyebab terjadinya persalinan preterm pada dasarnya selalu dihubungkan dengan kejadian-kejadian infeksi didalam cairan amnion, utero-placental ischemia, regangan uterus yang berlebihan, kelainankelainan endokrin dan suatu immune response yang tidak normal dari ibu maupun janin. Lockwood, mengemukakan tentang hubungan antara kejadian persalinan preterm tersebut dengan proses keradangan yang terjadi pada jaringan desidua, korion dan amnion (Lockwood, 2001). Atas dasar pertimbangan dan kontroversi diatas, kami tertarik untuk melakukan penelitian mengenai peranan prokalsitonin terhadap terjadinya persalinan preterm. Prokalsitonin adalah protein yang terdiri dari 116 asam amino dengan berat molekul 13kDa, yang disandi oleh gen Calc-I yang terletak pada kromosom 11 dan diproduksi pada sel C kelenjar tiroid sebagai prohormon dari kalsitonin, yang merupakan reaksi awal dari respon humoral terhadap rangsangan inflamasi, khususnya pada infeksi bakteri (Bekker, 2004). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan prokalsitonin pada ketuban pecah dini terhadap terjadinya persalinan preterm. 6.1 Karakteristik Sampel Penelitian kohort prospektif ini melibatkan 67 sampel penelitian yang dikelompokkan menjadi 37 sampel dengan kelompok kadar prokalsitonin tinggi dan 30 sampel dengan kadar prokalsitonin rendah. Variable yang dinilai dari karakteristik sampel penelitian ini adalah umur ibu, umur kehamilan dan paritas. Distribusi umur ibu berdasarkan hasil analisis yang mengalami ketuban pecah dini dengan kadar prokalsitonin tinggi memiliki rerata umur 26,22 ± 5,79 tahun. Sedangkan umur ibu yang mengalami ketuban pecah dini dengan kadar prokalsitonin rendah memiliki rerata umur 23,97 ± 5,30 tahun. Berdasarkan hasil analisis umur kehamilan dengan kadar prokalsitonin tinggi memiliki rerata 33,05 ± 2,25 minggu. Sedangkan distribusi umur kehamilan pada kelompok dengan kadar prokalsitonin rendah memiliki rerata 33,83 ±1,17 minggu . Berdasarkan hasil analisis faktor paritas pada subjek penelitian didapatkan bahwa ibu hamil dengan kadar prokalsitonin tinggi didapatkan rerata 0,70±0,81. Sedangkan ibu hamil dengan kadar prokalsitonin rendah didapatkan rerata 0,50 ±0,73. Bedasarkan hasil analisis dengan uji t- independent didapatkan bahwa karakteristik subjek pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna (p.0,05). pada penelitian ini menunjukkan bahwa umur, usia kehamilan dan paritas bukan merupakan faktor risiko terjadinya persalinan preterm. 6.2 Pengaruh prokalsitonin pada persalinan preterm Banyak bukti yang menunjukan bahwa mungkin sepertiga kejadian persalian preterm pada populasi (wanita hamil) berkaitan dengan infeksi intra uteri. Dikemukaan oleh Goldenberg (2000), invasi bakteri pada koriodesidua yang merangsang pelepasan endotoksin, eksotoksin, dan mengaktifkan desidua dan membran janin untuk menghasilkan berbagai sitokin yaitu TNF-α, IL-1α, IL-1β, IL-6, IL-8 dan granulocyte colony-stimulating factor (GCSF) merangsang pelepasan prokalsitonin. Sesuai dengan peneliatian Brainne,dkk (2011), yang meneliti secara kohort prospektif 48 wanita dengan kehamilan tunggal dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu, diteliti kadar prokalsitonin dengan cut off >0,01 ng/ml , didapatkan peningkatan 40% kadar prokalsitonin pada pasien dengan gejala klinis khorioamnionitis. Dan tidak terjadi peningkatan kadar prokalsitonin pada persalinan preterm yang tidak mengalami pecah ketuban. Begitu juga dengan penelitian Fabrizio,dkk (2002) yang meneliti kadar prokalsitonin pada 231 wanita yang melahirkan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mengalami pecah ketuban didapatkan peningkatan kadar prokalsitonin sebanyak 2,98 (p<0.001). Dan peningkatan sebanyak 13,5 (p<0.001) pada mereka yang dengan gejala klinis korioamnionitis. Seperti juga disebutkan pada penelitian Torbe,dkk(2005), didapatkan kadar prokalsitonin pada sekret vagina wanita dengan ketuban pecah dini pada usia kehamilan preterm lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan dengan kehamilan aterm (1,50: 0,83ng/ml, p<0.001). Penelitian lain dari Torbe,dkk (2004) yang meneliti 84 wanita dengan rentang usia kehamilan 24 sampai dengan 36 minggu, kehamilan tunggal dengan selaput ketuban utuh, didapatkan kadar prokalsitonin plasma lebih tinggi secara signifikan pada persalinan preterm dibandingkan dengan kehamilan normal (1,66:1.06ng/ml, p<0,05). Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 22 persalinan preterm terjadi pada kelompok dengan kadar procalcitonin tinggi, sementara enam persalinan preterm terjadi pada kelompok dengan kadar prokalsitonin rendah. Dari hasil analisis dengan menggunakan uji chi-square didapatkan Relative Risk sebesar 2,97 (IK 95% = 1,38-6,38, p= 0,001). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kadar prokalsitonin yang tinggi meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm sebesar 3 kali. BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar prokalsitonin serum yang tinggi pada ketuban pecah dini meningkatkan terjadinya persalinan preterm sebanyak 3 kali. 7.2 Saran 1. Pemeriksaan kadar prokalsitonin disarankan pada wanita hamil sebagai salah satu marker akan terjadinya persalinan preterm sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan terjadinya persalinan preterm agar dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas perinatal. 2. Diperlukan penelitian lanjutan yang tidak berbatas waktu, dan dengan jumlah sampel yang lebih banyak serta dengan metode penelitian yang berbeda, sehingga mendapatkan arti klinis yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Amany M. E. 2011. Role of Maternal Serum Procalcitonin, Interleukin-6 and hs-C Reactive Protein in Prediciton of Subclinical (Intrauterine) Infection in Preterm Premature Rupture of Membranes. The Egyptian Journal of Hospital Medicine ; 42 : 12 – 20. Assicot. M. et al. 1993. High serum procalcitonin consentrations in patient with sepsis and infections. Lancet ; 342 : 515-518. Assuma. M. et al.2000. Serum procalcitonin concentration in term delivering mothers and their healthy offspring ; 46 : 1583-1587. Becker. K. L. et al . 2004. Procalcitonin and the calcitonin gene family of peptides in inflammation, infection and sepsis. Journal of clinical endocrinology and metabolism ; 89 : 1512-1525. Brianne. B. G. et al. 2011. Procalcitonin for assesment of chorioamnionitis in preterm premature rupture of membrane. American Journal of Obstetric and Gynaecologic ; 187 : 466-470. Buchori, Prihartini. 2006. Sepsis diagnosis by procalcitonin. Indonesian journal of clinical pathology and medical laboratory ; 12(3) : 131-137. Carroll. et al. 1996. Lower genital tract swabs in the prediction of intrauterine infection in PPROM. Br J Obstet Gynaecol ; 103 : 54-59. Chan. Y. L. et al.2004. Procalcitonin as a marker of bacterial infection in the emergency departement ; 8(1) : 12-20 Cunningham, F.G.et al. Preterm delivery in Williams Obstetric, 22nd Ed, The McGraw Hill Comp, New York,p 763-808. Dandona. P. et al. 1994. Procalcitonin increase after endotoxin injection in normal subjects. J Clin Endocrinol Metab ; 79 : 1605-1608. Getahun D, Strickland D, Ananth CV, et al. 2010. “Recurrence of preterm premature rupture of membranes in relation to interval between pregnancies”. Am J Obstet Gynecol, vol.202, pp. 570.e1-6. Gillian D,Bryant-Greenwood,Lynnae K Millar. (2000), “Human Fetal Membranes: Their Preterm Premature Rupture.” Biology of Reproduction,vol 63,pp.1575-79 Goldenberg, Culhane. 2005. Prepregnancy health status and the risk of preterm delivery. Arch Pediatr Adolesc Med, vol 159:89 -90. Goldenberg. et al. 2000. Intrauterine Infection and Preterm Delivery. New England Journal of Medicine, vol 342:1500-1507. Goldenring. 2009. Gestasional Age. MedlinePlus Medical Encyclopedia, vol 121:322-326 Gomez. et al. 2008 . The role of infection in preterm labor and delivery,Churchill Livingstone.p. 85-125. Greksova. et al. 2009. Procalcitonin, neopterin and C-reactive protein in diagnostics of intrauterine infection and preterm delivery. Bratisl lek listy, 110 (10): 623-626. Greer, I. Norman, J. 2005. Preterm Labor, Managing Risk in Clinical Practice, Cambridge University Press. p.1-26 Hamilton. et al . 2005. Births : preliminary data for 2005 . Health E stats.p.10-14 Hatherill. M. et al. 1999. Diagnostic markers of infection: comparison of procalcitonin with C reactive protein and leucocyte count. Arch Dis Child ; 81 ; 417-421. Hendler. et al. 2005. The preterm prediction study : association between body mass index and spontaneous preterm birth.vol 192: 882 -886. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. 2005. Manajemen Persalinan Preterm. Janota. J. et al. 2001. Postnatal increase of procalcitonin in premature newborns is enhanced by chorioamnionitis and neonatal sepsis. Eur J Clin Invest ; 31 : 978983. Lockwood, C. Kuczynski, E. 2009. Markers of risk for preterm delivery. J Perinat Med, vol 27 :5-20. Lockwood. et al. 1991. Fetal fibronectin in cervical and vaginal secretions as a predictor of preterm delivery. N Engl J Med ; 325 : 669-674. Massett, H. A. et al. 2003. Public perceptions about prematurity: a national survey. Am J Prev Med, vol 24 :120-127. Meisner. M. 2002. Pathobiochemistry and clinical use of procalcitonin. Clin Chim Acta ; 323 : 17-29 Muller. B. et al. 2000. Calcitonin precursors are reliable markers of sepsis in a medical intensive care units. Crit Care Med ; 28 : 977-983. Romero.et al. 2008. Epidemiology and causes of preterm birth. Lancet. vol 371: 75-84. Romero, R. Mazor, M. 2005. Infection and preterm labor. Clin Obstet Gynecol, vol 31: 553. Thompson.et al.2006. Secular trends in sosioeconomic status and the implications for preterm birth. Paediatr Perinat Epidemiology, vol 20:182-187. Torbe. et al. 2004. Are vaginal fluid procalcitonin levels useful for the prediction of subclinical infection in patients with preterm premature rupture of the membranes? Journal Obstet gynecol res ; 31 : 464-470. Torbe. et al. 2005. Maternal plasma procalcitonin concentrations in pregnancy complicated by preterm premature rupture of membranes. Hindawi publishing corporation of inflammation ;10 : 1-5. Udiarta & Suwardewa, T.G.A. 2004. Profil Persalinan Preterm di RS Sanglah periode Januari 2001 sampai Desember 2003. Lab/SMF Obstetri Ginekologi RS Sanglah Denpasar. WHO Bulletin. 2009. The worldwide incidence of preterm birth: a systematic review of maternal mortality and morbidity, vol 88: 31-38. NO NO.CM NAMA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9 10. 11. 12. 13. 14. 15 16 17 18. 19. 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 01262112 01554001 01554225 01224790 01554884 01555815 01556080 01556080 01556449 01557166 01558471 01558766 01561194 01562537 01563202 01563650 01563219 01555165 01564030 01565983 01565642 01565496 01500039 01567319 01568654 01568668 01569732 01570479 01570730 01573039 01573431 01575076 01575792 01576413 01579061 01582008 01582624 01581756 01583780 01590096 01590472 01592916 01594590 01594679 01596961 01546400 SAIDAH ARI SYARINI RINI WULANDARI DWI RITA PRAHESTI SUDARMINI VIVI DYAH SUKARATI SRI SUKA ARIATI NI RETI NI SUSI NURLAILA MURINA SURYANI SUINI KETUT APRIANI ANITA MALO PARWATI SUARTINI ANITA SULIS SUKARINI SITI MAKMUNAH KHOLIFAH WISWANA YENI TUSI RAKA YULIANA JUHAIRYAH HESTI SUHERTANTI RIMAWATI RINI ARTINI CITRA RUKIYAH DEWI MISWATI SAWIYAH ARMADI HANDAYANI SRINADI UMUR 24 27 17 19 22 18 23 24 17 20 19 34 21 30 22 23 25 38 17 24 26 30 21 20 32 25 29 35 29 21 28 21 30 20 25 37 20 19 41 39 19 30 28 25 18 30 DIAGNOSA G3P0200 28-29MG T/H KPD G2P1001 31-32MG T/H KPD G2P1000 33-34 MG T/H KPD G2P1001 34-35MG T/H KPD G1P0000 30-31 NG T/H KPD G1P0000 34-35 MG T/H KPD G3P1101 32-33 MG T/H KPD G2P0010 36-37MH T/H KPD G2P0010 32-33 MG T/H KPD G1P0000 36-37 MG T/H KPD G1P0000 35-36 MG T/H KPD G4P2012 35-36 MG T/H KPD G1P0000 36-37 MG T/H KPD G1P0000 35-36 MG T/H KPD G1P0000 34-35MG T/H KPD G1P0000 33 -34 MG T/H KPD G2P1001 33-34 MG T/H KPD G4P1021 30 MG T/H KPD G1P0000 35-36 MG T/H PKD G1P0000 36-37 MT T/H KPD G2P1001 31-32 MG T/H KPD G2P1001 30 MG T/H KPD G1P0000 34-35 MG T/H KPD G2P100134-35 MG T/H KPD G2P1001 34-35 MG T/H KPD G1P0000 32-33 MG T/H KPD G2P1001 31-32 MG T/H KPD G2P1001 31-32 MG T/H KPD G2P1001 33 MG T/H KPD G1P0000 35-36 MG T/H KPD G1P0000 36-37 MG T/H KPD G2P0101 32-33 MG T/H KPD G4P3003 31-32 MG T/H KPD G1P0000 35-36 MG T/H KPD G1P0000 30-31 MG T/H PKD G5P3012 34-35 MG T/H KPD G1P0000 34-35 MG T/H KPD G1P0000 34-35 MG T/H KPD G3P0202 34-35 MG T/H KPD G2P1001 32-33 MG T/H KPD G1P0000 32-33 MG T/H KPD G3P2002 30-31 MG T/H KPD G3P2002 35-36 NG T/H KPD G1P0000 34-35 MG T/H KPD G1P0000 33 MG T/H KPD G2P10001 34-35 MG T/H KPD PARITAS PROCAL SITONIN TINGGI( > 0,05) 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 3 0 0 3 0 0 0 1 0 2 2 0 0 1 0,4 0,08 PROCALSI TONIN RENDAH( <0.05) <0,05 0,06 0.08 <0,05 0.07 0.1 0.4 <0,05 <0,05 0.2 0.09 <0,05 0.1 0.4 <0,05 0.08 <0,05 0.08 <0,05 0.06 0.09 <0,05 0.1 <0,05 0.2 0.2 <0,05 <0,05 0.08 <0,05 0.08 <0,05 0.06 <0,05 0.08 <0,05 0.1 <0,05 0.2 0.4 0.4 <0,05 0.08 0.06 I N P A R T U + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + - 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 01549442 01550116 01552592 01552806 01553026 01553728 01645879 01645963 01645814 01628432 01645008 01644537 01646098 01644148 01644150 13008214 13007803 01644701 01645429 01645260 01646238 WIDIARTINI ELISABETH SEKARINI NI BAIQ MANIS AMBU JIARA SUWINI TETY FILOMINA NI KOMANG WIHELNIMA PIHARINI WYN LADRI WIDYAWATI TAMI AMINAH NERVIS SUNARTI KARMILA SAWITRI ANISA AYU ARI 28 26 31 28 28 22 35 29 28 32 31 27 27 29 29 27 28 27 21 26 21 G3P2002 35 MG T/H KPD G1P0000 35-36 MG T/H PKD GP0000 35-36 MG T/H KPD G3P1101 31-32 MG T/H KPD G1P0000 36-37 MG T/H KPD G1P0000 34-35 MG T/H KPD G5P3013 33-34 MG T/H KPD G2P1001 32-33 MG T/H KPD G3P1101 35-36 MG T/H KPD G3P2002 36-37 MG T/H KPD G2P1001 32-33 MG T/H KPD G1P0000 34-35 MG T/H KPD G2P1001 32-33 MG T/H KPD G3P2001 36-37 MG T/H KPD G2P1001 33-34 MG T/H KPD G1P0000 34-35 MG T/H KPD G2P1001 30-31 MG T/H KPD.. G2P1001 36-37 MG T/H KPD G1P0000 36-37 MG T/H KPD G2P1010 36-37 MG T/H KPD G2P1001 34-35 MG T/H KPD 2 0 0 1 0 0 3 1 1 2 1 0 1 2 1 0 1 1 0 1 1 <0,05 0.1 <0,05 0,2 <0,05 0.07 <0,05 0.09 <0,05 0.06 0.2 <0,05 <0,05 0.2 <0,05 <0,05 0.4 <0,05 0.06 <0,05 <0,05 + + + + + + + - Group Statistics Procalsitoni n1 Umur Paritas Umur_kehamilan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Tinggi 37 26.22 5.789 .952 Rendah 30 23.97 5.301 .968 Tinggi 37 .70 .812 .133 Rendah 30 .50 .731 .133 Tinggi 37 33.05 2.248 .370 Rendah 30 33.83 1.117 .204 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Umur Equal variances assumed .366 Sig. .547 Equal variances not assumed Paritas Equal variances assumed .678 Equal variances not assumed Umur_ke Equal variances 22.03 hamilan assumed 4 Equal variances not assumed .413 t-test for Equality of Means t 1.642 df 95% Confidence Std. Interval of the Sig. Mean Error Difference (2- Differe Differe tailed) nce nce Lower Upper 65 .105 2.250 1.370 -.487 4.986 1.657 63.99 .102 2.250 1.357 -.462 4.961 1.062 65 .292 .203 .191 -.178 .584 1.074 64.24 .287 .203 .189 -.174 .580 65 .088 -.779 .450 -1.678 .119 -1.846 54.93 .070 -.779 .422 -1.625 .067 .000 -1.732 Procalsitonin1 * Inpartu Crosstabulation Count Inpartu Positif Procalsitonin1 Negatif Total Tinggi 22 15 37 Rendah 6 24 30 28 39 67 Total Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction 10.604a 1 .001 9.044 1 .003 11.083 1 .001 b Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2sided) sided) df Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb Exact Sig. (1sided) .001 10.446 1 .001 .001 67 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.54. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for Procalsitonin1 (Tinggi / Rendah) 5.867 1.934 17.793 For cohort Inpartu = Positif 2.973 1.385 6.380 For cohort Inpartu = Negatif .507 .330 .778 N of Valid Cases 67