6 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sistem pengaturan

advertisement
BAB II
DASAR TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
Sistem pengaturan suhu memegang peranan yang sangat penting dalam
kehidupan ini. Sebagai contoh dalam dunia peternakan, khususnya peternakan
unggas diperlukan pengaturan suhu yang tepat dan stabil untuk proses inkubasi
telur tetas. Disamping itu kondisi kelembaban juga harus diperhatikan, dalam
proses penetasan telur, kelembaban ruangan memegang peranan yang sangat
penting, maka dari itu pengontrolan kelembaban udara harus dilakukan secara
teliti. Hal ini diperlukan untuk menjaga hilangnya kandungan air dari dalam telur
secara berlebihan. Oleh karena itu diperlukan suatu alat yang bisa mengatur suhu
dan kelembaban pada inkubator penetas telur. Sensor suhu dan kelembaban
DHT11 membaca suhu dan kelembaban pada inkubator kemudian diubah dalam
bentuk sinyal digital yang menjadi masukan bagi mikrokontroler untuk mengatur
heater dan kipas ventilasi, agar bekerja sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Selain faktor suhu dan kelembaban, proses pemerataan panas telur juga
tidak bisa diabaikan. Karena inkubator berfungsi untuk menggantikan proses
pengeraman yang dilakukan oleh indukan. Dalam proses penetasan telur
dibutuhkan kondisi panas yang merata ke seluruh permukaan telur. Untuk
mengoptimalkan pemerataan suhu maka diperlukan proses pemutaran telur.
Penelitian tentang pembuatan inkubator otomatis yang dibuat oleh
Gunawan Prangbakti (2011) dalam Tugas Akhir yang berjudul “Rancang bangun
6
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
7
mesin penetas telur otomatis berbasis mikrokontroler”. Dalam Tugas Akhir
tersebut hanya digunakan sistem kontrol on – off dengan rentang suhu antara
37℃ sampai dengan 39℃. Dalam Tugas Akhir kali ini dikembangkan lagi dengan
menggunakan sistem kontrol yang lebih stabil yaitu dengan menggunakan kontrol
PID disamping itu juga diterapkanya setpoint sehingga suhu yang diharapkan bisa
ditentukan.
Dalam Tugas Akhir yang disusun Basuki Aji (2015) menyimpulkan
bahwa algoritma kontrol PID terbukti bisa menghasilkan respon kontrol yang
lebih stabil jika dibandingkan dengan kontrol On/Off karena mampu menjaga
suhu sesuai dengan referensinya.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Murie Dwiyaniti (2013) menyimpulkan
bahwa tuning parameter PID dengan menggunakan metode Ciancone sangat
mudah, sederhana, dan telah berhasil mengendalikan suhu pada plant heat
exchanger. Kesimpulan tersebut diperoleh dari Tugas Akhirnya yang meneliti
tentang “Tuning Parameter PID dengan Metode Ciancone pada Plant Heat
Exchanger”.
Tulisan tersebut dijadikan acuan dalam konsep pembuatan Tugas Akhir ini,
akan tetapi banyak perbedaan dari segi perancangan sistem, perangkat keras,
perangkat lunak dan teknik pemrograman mikrokontroler. Selain itu juga
dilakukan proses tunning PID dengan metode trial and error dan juga Integral of
Absolute Error untuk menentukan nilai konstanta PID agar kinerja kontrol bisa
maksimal. Perancangan sistem inkubator penetas telur pada Tugas Akhir ini
didesain fleksibel dalam pengaturan parameter suhu dan kelembaban, range
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
8
pengaturan suhu bisa disetting 30oC sampai dengan 40oC. Sedangkan range
pengaturan kelembaban bisa disetting 40% sampai dengan 70%, menggunakan
interface LCD dan potensiometer untuk mempermudah mengatur setpoint suhu
dan kelembaban pada inkubator penetas telur ini.
2.2
2.2.1
Landasan Teori
Inkubator Penetas Telur
Inkubator penetas telur berfungsi untuk menggantikan proses pengeraman
yang dilakukan oleh indukan. Dengan menggunakan inkubator, keuntungan yang
diperoleh adalah kapasitas penetasan yang lebih besar, tentunya tergantung pada
kapasitas inkubator itu sendiri.
Standar suhu pengeraman telur ayam adalah 38℃ disamping itu telur
biasanya diputar sebanyak 4 - 6 kali dalam sehari dengan derajat pemutaran 30° –
45°. Selain itu kondisi kelembaban relatif (relative humidity) pada inkubator 18
hari pertama harus dijaga pada 45 – 55 %. Dan pada hari 19 – 21 sebelum
penetasan, kelembaban harus dinaikan menjadi 60 – 65 %. (Rudi, 2014)
Dalam proses penetasan telur dibutuhkan kondisi-kondisi yang optimal
untuk mendapatkan prosentase keberhasilan yang baik. Kondisi yang disyaratkan
adalah distribusi suhu, kondisi kelembaban, dan juga jumlah putaran telur untuk
memberikan panas yang merata pada permukaan telur. Untuk itu pemasangan
sensor harus sesuai, lebih baik ditempatkan di sisi telur dengan jarak tidak lebih
dari 5cm dari kulit telur. Disamping itu inkubator juga harus tertutup, untuk
menghindari pengaruh suhu di luar inkubator sehingga bisa mencegah terjadinya
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
9
perubahan suhu yang drastis dan bisa mempengaruhi perkembangan embrio telur.
Tapi bukan berarti harus tertutup total, lubang ventilasi juga sangat diperlukan
sebagai jalan masuknya 𝑂2 dan keluarnya 𝐢𝑂2 karena pada dasarnya telur juga
adalah makhluk hidup yang memerlukan oksigen untuk perkembangan embrio.
Toleransi suhu ±1℃ tidaklah menjadi masalah, tetapi pengontrolan berkala juga
perlu sekali dilakukan untuk memastikan suhu tetap berada di batas aman.
Sebagai catatan suhu sekitar 42℃ selama 30 menit dapat mematikan embrio di
dalam telur. Sedangkan suhu dibawah 35℃ selama 3 – 4 jam dapat memperlambat
perkembangan embrio dalam telur. (Rudi, 2014)
Kondisi kelembaban yang rendah akan menyebabkan anak ayam sulit
memecah kulit telur karena lapisannya akan menjadi keras dan berakibat anak
ayam melekat/lengket di selaput bagian dalam telur sehingga menyebabkan
kematian. Sedangkan kelembaban yang terlalu tinggi dapat menyebabkan anak
ayam sulit untuk memecah kulit telur, kalaupun kulit telur dapat dipecahkan maka
anak ayam akan tetap berada didalam kulit ari telur yang akan mengakibatkan
kematian karena tenggelam dalam cairan telur itu sendiri. Untuk meningkatkan
kelembaban bisa ditambahkan dengan memberikan nampan berisi air, dan apabila
diperlukan bisa juga ditambahkan sponge di dalam nampan untuk meningkatkan
kelembaban udara. Atau pada prinsipnya, menaikan kelembaban bisa dengan cara
menambahkan luas penampang airnya. Sebagai acuan bisa dilihat pada tabel 2.1.
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
10
Tabel 2.1 Kondisi inkubator
2.2.2
Sensor Suhu dan Kelembaban DHT11
Sensor DHT11 adalah komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk
mendeteksi suhu dan kelembaban udara secara kompleks. Sinyal output yang
dihasilkan dari sensor ini adalah sinyal digital yang sudah terkalibrasi. Teknologi
penyensoran sinyal digital pada DHT11 sudah terakuisisi secara terpisah antara
suhu dan kelembaban, juga dapat dipastikan sensor ini tahan uji dan memiliki
kestabilan yang baik dalam jangka waktu yang lama. Sensor ini menggunakan
nilai resistansi untuk membaca nilai kelembaban dan menggunakan komponen
NTC (Negative Suhue Coefficient) untuk membaca nilai suhu, yang dikoneksikan
pada mikrokontroler 8-bit, memberikan kualitas yang baik, respon cepat, minim
gangguan/noise, dan juga dengan harga yang relatif lebih murah.
Gambar 2.1 Sensor DHT11
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
11
Setiap elemen pada sensor DHT11 sudah terkalibrasi sehingga keakurasian
dalam pembacan kelembaban sudah cukup baik. Koefisiensi kalibrasi sudah
diprogramkan dalam OTP (One Time Programming) memory, yang berarti
pendeteksian/pembacaan nilai kelembaban dilakukan dalam komponen tersebut.
Sensor ini dilengkapi dengan interface data secara serial sehingga proses
pengiriman sinyal bisa lebih cepat dan lebih mudah. Komponen ini relatif kecil
sehingga tidak terlalu memakan tempat dalam penggunaannya. Selain itu juga
hanya membutuhkan daya kecil namun memiliki kemampuan pengiriman sinyal
dalam jarak yang jauh ±20meter sehingga bisa mudah diaplikasikan. Komponen
ini memiliki 4-pin, namun untuk saat ini juga sudah diproduksi hanya dengan 3pin saja, tentunya dengan kemampuan yang sama persis, sehingga bisa dapat lebih
mudah dan praktis dalam penggunaannya.
Gambar 2.2 Koneksi pin DHT11
Tabel 2.2 Karakteristik DHT11
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
12
Power sensor DHT11 menggunakan 3 - 5,5volt DC. Satu
jalur data
digunakan untuk komunikasi dan mensinkronkan antara mikrokontroler dan
sensor DHT11. Sekali proses memakan waktu sekitar 4ms. DHT11 akan berubah
dari low power consumption mode ke running mode ketika mikrokontroler
mengirim sinyal trigger. Setelah sinyal trigger selesai dikirim, DHT11 akan
merespon dengan mengirim balik sinyal 40-bit yang berisi informasi data
kelembaban dan suhu ke mikrokontroler. Setelah data selesai dikirim, DHT11
akan merubah kembali ke low power consumption mode sampai mikrokontroler
mengirimkan sinyal trigger kembali.
Gambar 2.3 Proses komunikasi DHT11
Saat terdeteksi sinyal trigger dari mikrokontroler, sensor DHT11 akan
merespon dengan mengirim sinyal low level selama 80πœ‡s. Kemudian data akan
dikirimkan lagi melalui single bus yang berupa sinyal low level voltage dan high
level voltage. Saat DHT11 mengirimkan sinyal ke mikrokontroler, setiap bit data
akan diawali dengan sinyal low selama 50πœ‡s dan akan di ikuti oleh sinyal high,
menyesuaikan bit data “0” ataupun “1” (lihat gambar 2.4 dan gambar 2.5).
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
13
Gambar 2.4 Pengiriman data bit “0”
Gambar 2.5 Pengiriman data bit “1”
Jika sinyal respon dari DHT11 selalu berada di level high, bisa diartikan
sensor tidak merespon, koneksi yang tidak baik, maupun sensor rusak.
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
14
2.2.3 Kontrol PID Digital
Di dalam sistem kontrol PID terdapat adanya beberapa macam aksi
kontrol, yaitu aksi kontrol proporsional, aksi kontrol integral dan aksi kontrol
derivative. Masing-masing aksi kontrol ini mempunyai keunggulan-keunggulan
tertentu dan aksi yang berbeda, dimana aksi kontrol proporsional mempunyai
keunggulan rise time yang cepat, aksi kontrol integral mempunyai keunggulan
untuk memperkecil error, dan aksi kontrol derivative mempunyai keunggulan
untuk memperkecil error atau meredam overshot/undershot. Untuk itu agar dapat
menghasilkan output dengan rise time yang cepat dan error seminimal mungkin
dapat dengan menggabungkan ketiga aksi kontrol ini menjadi aksi kontrol PID.
Pada awalnya, kontroler PID umumnya diimplementasikan dengan
menggunakan rangkaian elektronika analog. Seiring dengan berkembangnya
dunia digital (memasuki era mikroprosesor dan mikrokontroler), algoritma
kontrol PID dapat direalisasikan ke dalam bentuk persamaan PID digital. Sinyal
referensi kontrol (biasanya dalam bentuk analog) dan sinyal hasil sampling
keluaran sensor dibandingkan sehingga akan didapatkan sinyal selisih (error),
sinyal error inilah menjadi masukan bagi kontroler. Selanjutnya kontroler akan
mengolah sinyal error menjadi sinyal kendali digital yang akan diubah menjadi
sinyal kendali analog oleh D/A konverter. Sinyal keluaran D/A konverter
(biasanya dalam bentuk PWM) ini nantinya akan digunakan untuk mengendalikan
plant. Tanggapan dari plant dibaca oleh sensor, keluaran sensor kemudian akan
dijadikan referensi kembali dan selanjutnya proses akan berulang terus menerus.
Sehingga nantinya dapat ditentukan jenis kendali yang akan diterapkan untuk
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
15
mendapatkan kontrol yang diharapkan. Jika kendali PID dapat dimodelkan dalam
bentuk analog maka versi digitalnya juga dapat dibuat. Secara analisa matematis
rumusan fungsi alih sistem dalam bentuk laplace diubah ke model diskrit lewat
pencuplikan, kemudian diubah lagi ke bentuk z menggunakan transformasi z.
Pada intinya secara matematis proses proporsional, integral dan diferensial dapat
diimplementasikan dengan pendekatan numeris. Jika diimplementasikan, kontrol
kendali PID hanya berupa sebuah program saja yang ditanamkan ke dalam
embedded system (mikroprosesor atau mikrokontroler)
Kontrol Proporsional (P)
Kontrol proporsional merupakan perkalian antara konstanta proposional
dengan nilai error yang didapatkan pada sistem, atau dalam artian nilai output
sebanding dengan besarnya nilai error sehingga akan mempercepat keluaran
sistem mencapai titik referensi. Hubungan antara input kontroler u(t) dengan
sinyal error e(t) terlihat pada Persamaan berikut.
u(t) = Kp e(t)
(Persamaan 2.1)
Apabila persamaan diatas diubah dalam bentuk diskrit maka akan menjadi:
u(t) = Kp e(k)
(Persamaan 2.2)
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
16
Secara
eksperimen,
pengguna
pengontrol
proporsional
harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini :
1. Jika nilai Kp kecil, pengontrol proposional hanya mampu melakukan koreksi
kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat.
2. Jika nilai Kp tepat/sesuai, respon sistem menunjukan semakin cepat mencapai
setpoint dan keadaan stabil.
3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan,
akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan
berisolasi.
Kontrol Integral (I)
Kontrol integral pada prinsipnya bertujuan untuk menghilangkan
kesalahan keadaan tunak (offset) yang biasanya dihasilkan oleh kontrol
proporsional. Kontrol integral dapat memperbaiki respon sistem untuk menjamin
keluaran sistem dengan kesalahan keadaan stabilnya nol. Output sangat
dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai error. Hubungan antara
output kontrol integral u(t) dengan sinyal error e(t) terlihat pada persamaan
berikut.
u(t) = 𝐾𝑖
𝑑
𝑒
𝑒
(𝑑)dt
(Persamaan 2.3)
Apabila persamaan diatas diubah ke dalam bentuk diskrit maka akan menjadi:
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
17
π‘˜
𝑖=0 𝑒
u(k) = 𝐾𝑖
u(k) = 𝐾𝑖 𝑇𝑐
𝑖 𝑇𝑐
π‘˜
𝑖=0 𝑒
𝑖 = 𝐾𝑖 𝑇𝑐 [e(0) + e(1). . +e(k – 1) + e(k)]
u(k) = 𝐾𝑖 𝑇𝑐 [e (k – 1) + e(k)]
(Persamaan 2.4)
Dimana :
Tc = waktu pencuplikan (sampling time)
Integral ( Κƒ ) adalah suatu operator matematis dalam kawasan kontinyu,
jika didiskritkan maka akan menjadi sigma ( ∑ ). Fungsi dari operator sigma
adalah menjumlahkan nilai ke-1 sampai dengan nilai ke-k. Berdasarkan
perhitungan diatas, variabel error (e) yang di integralkan dalam kawasan diskrit
akan menjadi e(0)+e(1)+....+e(k-1)+e(k), atau dengan kata lain error yang
diperoleh sebelumnya akan dijumlahkan dengan error yang sekarang.
Kontrol derivatif (D)
Kontrol derivatif dapat disebut juga dengan pengendali laju, karena output
kontroler sebanding dengan laju perubahan sinyal error. Perubahan yang
mendadak pada masukan pengontrol, akan mengakibatkan perubahan sinyal
kontrol yang besar dan cepat. Hubungan antara output kontrol derivatif u(t)
dengan sinyal error e(t) terlihat pada persamaan berikut.
u(t) = 𝐾𝑑
𝑑𝑒 (𝑑)
𝑑𝑑
(Persamaan 2.5)
Apabila persamaan diatas diubah menjadi bentuk diskrit maka akan menjadi:
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
18
u(t) = 𝐾𝑑
𝑒 π‘˜ – 𝑒(π‘˜−1)
𝑇𝑐
(Persamaan 2.6)
dimana:
Tc = waktu pencuplikan (sampling time)
Derivatif (dx/dt) adalah suatu operator matematis pada area kontinyu,
apabila diubah menjadi bentuk diskrit maka akan menjadi limit. Fungsi dari
operator limit adalah mengurangi nilai ke-k dengan nilai ke-[k-1].
Aksi kontrol Proporsional + Integral + Derivatif (PID)
Gambungan dari ketiga kontroler tersebut disebut dengan “kontroler PID”.
Diagram Blok dari kontroler PID ditunjukan pada Gambar berikut.
Gambar 2.6 Blok sistem kontrol PID
Kontroler ini dapat digunakan untuk memperbaiki respon transien dengan
memprediksi error yang akan terjadi. Aksi kontrol gabungan ini menghasilkan
performasi serta keuntungan dari aksi kontrol sebelumnya. PID mempunyai
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
19
karakteristik reset control dan rate control yaitu meningkatkan respon dan
stabilitas sistem serta mengeliminasi atau memperkecil steady state error.
Berikut ini adalah kombinasi dari ketiga aksi kontrol P, I, dan D:
Vo = Kp e(t) + 𝐾𝑖
𝑑
𝑒
𝑒 (𝑑)dt + 𝐾𝑑
𝑑𝑒 (𝑑)
𝑑𝑑
(Persamaan 2.7)
Dari persamaan 2.7 dapat dirumuskan menjadi bentuk PID digital sehingga
diperoleh bentuk digital diskritnya menjadi:
u(k) = Kp e(k) + 𝐾𝐼 𝑇
2.2.4
π‘˜
0 π‘’π‘˜
1
+ 𝑇 𝐾𝐷 (π‘’π‘˜ − π‘’π‘˜−1 )
(Persamaan 2.8)
Pemodelan Sistem Orde 1 dengan Metode Ciancone
Identifikasi sistem digunakan untuk menentukan model dari suatu sistem
yang disusun berdasarkan kurva reaksi yang diperoleh dari uji tanggapan sistem
terbuka(open loop) dengan fungsi step. Dari data sampel sistem terbuka maka bisa
dibuat grafik dengan model ciancone. Selanjutnya dari grafik sistem tersebut akan
didapatkan model matematis dengan pendekatan sistem orde satu. Model grafik
reaksi kurva ciancone ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
20
Gambar 2.7 (a) Reaksi kurva metode I (b) Reaksi kurva metode II
Langkah – langkah untuk menentukan pemodelan matematis sistem adalah
sebagai berikut:
a.
Melakukan pendekatan orde 1 terhadap data dengan pemodelan grafik
ciancone dengan menghitung penguatan proporsional (Kp) yang merupakan
nilai keluaran (PV) pada saat mapan dibagi nilai masukan(δ).
𝐾𝑝 =
b.
π›₯ 𝑃𝑉
(Persamaan 2.9)
π›₯𝛿
Menentukan konstanta waktu(τ) dengan mencari waktu yang diperlukan
untuk mencapai 28% dari keadaan mapan (t28%) dan waktu yang diperlukan
untuk mencapai 63% keadaan mapan (t63%).
τ = 1,5(𝑑63% - 𝑑28% )
(Persamaan 2.10)
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
21
c.
Mencari waktu tunda(θ) dengan persamaan:
θ = 𝑑63% - τ
d.
(Persamaan 2.11)
Membuat model orde 1 dengan persamaan:
𝐺(𝑠) =
2.2.5
𝐾𝑝 .𝑒 −πœƒπ‘ 
(Persamaan 2.12)
πœπ‘ +1
Mikrokontroler AT-MEGA328
AT-MEGA328 adalah mikrokontroler keluaran dari atmel yang memiliki
arsitektur RISC (Reduce Instruction Set Computer) yang dimana setiap proses
data dieksekusi lebih cepat daripada arsitektur CISC (Completed Instruction Set
Computer). AT-MEGA328 merupakan mikrokontroler keluarga AVR 8-bit.
Beberapa tipe mikrokontroler yang sama dengan AT-MEGA328 ini antara lain
AT-MEGA8, AT-MEGA16, AT-MEGA32, AT-MEGA8535, yang membedakan
antara mikrokontroler antara lain adalah, ukuran memori, banyaknya GPIO
(input-output pin), periperal (USART, timer, counter, etc). Dari segi ukuran fisik,
ATMega328 memiliki ukuran fisik lebih kecil dibandingkan dengan beberapa
mikrokontroler diatas. Namun untuk segi memori dan periperial lainnya
ATMega328 tidak kalah dengan yang lainnya karena ukuran memori dan
periperialnya relatif sama dengan ATMega8535, ATMega32, hanya saja jumlah
GPIO lebih sedikit dibandingkan mikrokontroler diatas.
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
22
Mikrokontroler AT-MEGA328 memiliki beberapa fitur antara lain:
1.
130 macam instruksi yang hampir semuanya dieksekusi dalam satu siklus
clock.
2.
32 x 8-bit register serba guna.
3.
Kecepatan mencapai 16 MIPS dengan clock 16MHz.
4.
32 KB Flash memory dan pada arduino memiliki bootloader yang
menggunakan 2 KB dari flash memori sebagai bootloader.
5.
Memiliki EEPROM (Electrically Erasable Programmable Read Only
Memory) sebesar 1KB sebagai tempat penyimpanan data semi permanent
karena EEPROM tetap dapat menyimpan data meskipun catu daya dimatikan.
6.
Memiliki SRAM(Static Random Access Memory) sebesar 2KB.
7.
Memiliki pin I/O digital sebanyak 14 pin 6 diantaranya PWM (Pulse Width
Modulation) output.
8.
Master / Slave SPI Serial interface.
Mikrokontroler
AT-MEGA328
memiliki
arsitektur
Harvard,
yaitu
memisahkan memori untuk kode program dan memori untuk data sehingga dapat
memaksimalkan kerja dan parallelism. Instruksi-instruksi dalam memori program
dieksekusi dalam satu alur tunggal, dimana pada saat satu instruksi dikerjakan
instruksi berikutnya sudah diambil dari memori program. Konsep inilah yang
memungkinkan instruksi-instruksi dapat dieksekusi dalam setiap satu siklus clock.
32 x 8-bit register serba guna digunakan untuk mendukung operasi pada ALU
(Arithmatic Logic unit ) yang dapat dilakukan dalam satu siklus. 6 dari register
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
23
serbaguna ini dapat digunakan sebagai 3 buah register pointer 16-bit pada mode
pengalamatan tidak langsung untuk mengambil data pada ruang memori data.
Ketiga register pointer 16-bit ini disebut dengan register X ( gabungan
R26 dan R27 ), register Y ( gabungan R28 dan R29 ), dan register Z ( gabungan
R30 dan R31 ). Hampir semua instruksi AVR memiliki format 16-bit. Setiap
alamat memori program terdiri dari instruksi 16-bit atau 32-bit.
Selain register serba guna di atas, terdapat register lain yang terpetakan
dengan teknik memory mapped I/O selebar 64 byte. Beberapa register ini
digunakan untuk fungsi khusus antara lain sebagai register control Timer/
Counter, Interupsi, ADC, USART, SPI, EEPROM, dan fungsi I/O lainnya.
Register-register ini menempati memori pada alamat 0x20h- 0x5Fh.
Gambar 2.8 Diagram blok arsitektur MCU AVR
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
24
2.2.6 TRIAC
Triac, atau Triode for Alternating Current (Trioda untuk arus bolakbalik) adalah sebuah komponen elektronik yang ekivalen dengan dua SCR yang
disambungkan antiparalel dan kaki gerbangnya disambungkan bersama. Nama
resmi untuk Triac adalah Bidirectional Triode Thyristor. Ini menunjukkan saklar
dua arah yang dapat mengalirkan arus listrik ke kedua arah ketika dipicu
(dihidupkan). Triac dapat dinyalakan baik dengan tegangan positif ataupun negatif
pada elektrode gerbang. Triac tersusun dari lima buah lapis semikonduktor yang
banyak digunakan pada penyaklaran elektronik. Berbeda dengan SCR yang hanya
melewatkan tegangan dengan polaritas positif saja, Triac banyak digunakan pada
rangkaian pengendali dan pensaklaran.
Gambar 2.9 Konfigurasi pin Triac
Jika terminal MT1 dan MT2 diberi tegangan jala-jala PLN dan gate
dalam kondisi mengambang maka tidak ada arus yang dilewatkan oleh Triac
(kondisi idlle) sampai pada tegangan break over Triac tercapai. Kondisi ini
dinamakan kondisi off Triac. Apabila gate diberi arus positif atau negatif maka
tegangan break over ini akan turun. Semakin besar nilai arus yang masuk ke gate
maka semakin rendah pula tegangan break over-nya. Kondisi ini dinamakan
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
25
sebagai kondisi on Triac. Apabila Triac sudah on maka Triac akan dalam kondisi
on selama tegangan pada MT1 dan MT2 di atas nol volt. Apabila tegangan pada
MT1 dan MT2 sudah mencapai nol volt maka kondisi kerja Triac akan berubah
dari on ke off. Apabila Triac sudah menjadi off kembali, Triac akan selamanya off
sampai ada arus trigger ke gate dan tegangan MT1 dan MT2 melebihi tegangan
break over-nya.
Triac akan aktif ketika polaritas pada anoda lebih positif daripada
katodanya. Dan gate-nya diberi polaritas positif, begitu juga sebaliknya. Setelah
terkonduksi, sebuah Triac akan tetap bekerja selama arus yang mengalir pada
Triac (IT) lebih besar dari arus penahan (IH) walaupun arus gate dihilangkan.
Satu-satunya cara untuk membuka (meng-off-kan) Triac adalah dengan paralel
bolak-balik, sehingga dapat melewatkan arus dua arah. Kurva karakteristik dari
Triac dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Kurva karakteristik Triac
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
26
Kelebihan dari penggunaan Triac:
1. Dapat mengalirkan arus listrik dari dua arah.
2. Dapat digunakan untuk mengendalikan tegangan listrik AC (Alternating
Current).
3. Dapat digunakan sebagai interface antara sistem kendali digital pada
beban dengan tegangan AC.
2.2.7
Optocoupler MOC 3022
MOC3022 adalah driver Triac yang didalamnya menggunakan isolasi
optis (optocoupler). Driver ini menjembatani sinyal trigger yang berasal dari
kontroler yang umumnya memiliki level tegangan dan arus kecil dengan bagian
beban yang memiliki tegangan dan arus yang relatif tinggi. Skema dalam
MOC3022 ini terlihat di Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Skema dan pin seri MOC3020 – MOC3023
Komponen ini memiliki 6 kaki dengan 2 kaki yang tidak digunakan. Kaki
anoda (1) dihubungkan ke Vcc, kaki katoda (2) dihubungkan dengan pulsa trigger
active low. Fungsi trigger dengan active low ini adalah untuk menghindari
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
27
kontroler melakukan sourcing(mengeluarkan arus) sehingga tidak membebani
kontroler yang umumnya hanya mampu mengeluarkan arus yang sangat kecil.
Kaki 4 dan 6 dihubungkan dengan beban. Kaki 3 dan 5 tidak digunakan.
Pada saat ada pulsa low di kaki 2 maka dioda dalam MOC3022 akan
memancarkan cahaya sehingga arus dari beban dapat mengalir dari kaki 6 melalui
driver dan keluar melalui kaki 4 yang akan mentrigger kaki gate Triac yang
bersangkutan. Pada saat itulah Triac dalam keadaan ON sehingga dapat
mengalirkan daya sesuai dengan waktu firing-nya. Lebih jelasnya dalam
penggunaannya bisa dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 skema penggunaan MOC3022 pada kontrol beban resistive
2.2.8
Zero Crossing Detector
Zero crossing detector adalah rangkaian yang digunakan untuk
mendeteksi apakah tegangan fasa berada pada posisi positif atau negatif dilihat
dari acuan netral dan berfungsi untuk memulai melakukan pemicuan dan berapa
besar sudut picu yang akan disulutkan pada thyristor. Prinsip kerja zero detector
adalah dengan membandingkan tengangan AC dengan tegangan referensi nol volt.
Apabila tegangannya tidak sama dengan nol volt maka output zero detector akan
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
28
high dan apabila sama dengan nol volt maka outputnya akan low. Perubahan
kondisi low inilah saat terjadi zero.
Gambar 2.13 Rangkaian zero crossing detector
Gambar
2.13
merupakan
rangkaian
zero-crossing-detector
yang
menggunakan sistem terisolasi dengan menggunakan transformer step down.
Teknik ini paling aman digunakan namun biaya pembuatannya relatif lebih mahal
karena masih menggunakan transformer. Disamping itu juga digunakan
optocoupler 4N25 untuk mengisolasi rangkaian mikrokontroler dengan bagian
rangkaian listrik AC.
Gambar 2.14 Optocoupler 4N25
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
29
Dengan adanya rangkaian sistem interface antara arus AC dan arus DC
menggunakan optocoupler, maka kerusakan port mikrokontroler atau PC karena
mendapat imbas tegangan tinggi bisa diminimalisir.
2.2.9 Relay
Relay adalah saklar mekanik yang dikendalikan atau dikontrol secara
elektronik (elektromagnetik). Saklar pada relay akan terjadi perubahan posisi off
ke on pada saat diberikan energi elektromagnetik pada armature relay tersebut.
Relay pada dasarnya terdiri dari 2 bagian utama yaitu bagian kumparan dan
contact point. Ketika kumparan diberikan tegangan DC, maka akan terbentuklah
medan elektromagnetik yang mengakibatkan contact point akan mengalami
switch ke bagian lain. Keadaan ini akan bertahan selama arus masih mengalir pada
kumparan relay. Contact point akan kembali switch ke posisi semula jika tidak
ada lagi arus yang mengalir pada kumparan relay. Relay memiliki kondisi contact
point dalam 2 posisi. Kedua posisi ini akan berubah pada saat relay mendapat
tegangan sumber pada kumparan. Kedua posisi tersebut adalah:
1. Posisi NO (Normally Open), yaitu posisi contact point yang terhubung ke
terminal NO (Normally Open). Kondisi ini akan terjadi pada saat relay
mendapat tegangan sumber pada elektromagnetnya.
2. Posisi NC (Normally Close), yaitu posisi contact point yang terhubung ke
terminal NC (Normally Close). Kondisi ini terjadi pada saat relay tidak
mendapat tegangan sumber pada elektromagnetnya.
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
30
Jika dilihat dari desain saklarnya maka relay dibedakan menjadi:
1. SPST (Single Pole Single Throw), relay ini memiliki 4 terminal yaitu 2
terminal untuk input kumparan elektromagnetik dan 2 terminal saklar. Relay
ini hanya memiliki posisi NO (Normally Open) saja.
2. SPDT (Single Pole Double Throw), relay ini memiliki 5 terminal yaitu terdiri
dari 2 terminal untuk input kumparan elektromagnetik dan 3 terminal saklar,
relay jenis ini memiliki 2 kondisi NO dan NC.
3. DPST (Double Pole Single Throw), relay jenis ini memiliki 6 terminal yaitu
terdiri dari 2 terminal untuk input kumparan elektromagnetik dan 4 terminal
saklar untuk 2 saklar yang masing-masing saklar hanya memiliki kondisi NO
saja.
4. DPDT (Double Pole Double Throw), relay jenis ini memiliki 8 terminal yang
terdiri dari 2 terminal untuk kumparan elektromagnetik dan 6 terminal untuk
2 saklar dengan 2 kondisi NC dan NO untuk masing- masing saklarnya.
Gambar 2.15 Skema relay
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
31
2.2.10 LCD 16x2
Banyak sekali kegunaan LCD (liquid crystal display) dalam perancangan
suatu sistem yang menggunakan mikrokontroler. LCD berfungsi menampilkan
suatu nilai hasil sensor, menampilkan teks, atau menampilkan menu pada aplikasi
mikrokontroler. LCD yang digunakan adalah jenis LCD 16x2. LCD 16x2
merupakan modul LCD dengan tampilan 16 kolom dan 2 baris dengan konsumsi
daya rendah. Modul tersebut dilengkapi dengan mikrokontroler yang didesain
khusus untuk mengendalikan LCD. LCD ini dapat menampilkan total 32 karakter
termasuk spasi. Adapun konfigurasi pin nya yakni terdapat 16 pin yang harus
dicocokkan agar mendapatkan keluaran yang sesuai. Fungsi pin-pin pada LCD
16x2 adalah:
1. Pin 1 dihubungkan ke Ground.
2. Pin 2 dihubungkan ke Vcc +5V.
3. Pin 3 dihubungkan ke bagian tengah daerah potensiometer 10 kOhm
sebagai pengatur kontras.
4. Pin 4 memberitahu LCD bahwa sinyal yang dikirim adalah data, jika pin
4 ini diset ke logika 1 (high, +5) atau memberitahu bahwa sinyal yang
dikirim adalah perintah jika pin ini diset dengan logika 0 (low, 0V).
5. Pin 5 berfungsi mengatur fungsi LCD. Jika diset ke logika 1, (high, +5)
maka LCD berfungsi untuk menerima data (membaca data) dan berfungsi
untuk mengeluarkan data. Jika pin ini diset ke logika 0 (low, 0V). Namun
kebanyakan aplikasi hanya digunakan untuk menerima data sehingga pin
5 ini selalu dihubungkan ke Gnd.
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
32
6. Pin
6
dihubungkan
ke
enable.
Berlogika
1
setiap
kali
penerimaan/pembacaan data.
7. Pin 7-14 dihubungkan ke data 8 bit data bus (aplikasi ini menggunakan 4
bit MSB saja, sehingga pin data yang digunakan hanya pin 11 sampai pin
14).
8. Pin 15-16 adalah tegangan untuk menyalakan lampu LCD.
Gambar 2.16 Konfigurasi LCD 16x2
2.2.11 Motor AC low-rpm
Motor listrik AC adalah motor listrik yang digerakkan oleh arus listrik AC
(Alternating Current) atau arus bolak-balik. Umumnya motor listrik AC terdiri
dari dua komponen yaitu stator dan rotor. Seperti pada motor DC, stator adalah
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
33
bagian yang diam dan terletak pada bagian luar. Pada stator terdapat coil yang
nantinya akan dialiri arus listrik dan akan menghasilkan medan magnet yang
berputar. Bagian kedua yaitu rotor. Bagian ini terletak di bagian dalam dan
nantinya akan berputar. Rotor dapat berputar dikarenakan adanya torsi yang
bekerja pada poros, dimana torsi tersebut dihasilkan oleh medan magnet yang
berputar.
Gambar 2.17 Rotor dan Stator
Dalam motor AC low-rpm terdapat juga komponen tambahan berupa gearset yang sudah disusun didalamnya sehingga motor akan memiliki torsi yang
besar namun dengan kecepatan rpm kecil, kemampuan inilah yang banyak
digunakan sebagai penggerak mekanik yang memiliki beban besar. Sebagai
contoh, motor ini juga digunakan pada penggerak leher kipas angin yang
memerlukan gerakan yang lambat namun teratur.
Gambar 2.18 Motor AC low-rpm
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
34
2.2.12 Lampu Pijar
Lampu pijar adalah sumber cahaya buatan yang dihasilkan melalui
penyaluran arus listrik yang dialirkan melewati kawat filamen yang kemudian
memanas dan menghasilkan cahaya. Dikarenakan didalam bola kaca tidak
terdapat udara (hampa udara) maka kawat filamen tidak akan mudah terbakar dan
rusak karena tidak terjadinya proses oksidasi.
Gambar 2.19 Lampu pijar AC
Rancang Bangun Sistem..., Dzuni Arsy Rixy Amanto, Fakultas Teknik UMP, 2016
Download