Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Bab I Masalah Dua Benda Gerak planet mengitari Matahari. Satelit yang mengelilingi Bumi dan bintang-bintang yang mengitari pusat Galaksi, diatur oleh gaya sentral yang bekerja sepanjang garis lurus yang menghubungkan benda langit terhadap sumber gaya tersebut. Aturan untuk menerangkan gaya sentral ini lazim disebut hukum gravitasi Newton, “ Gaya tarik menarik antara dua titik massa adalah berbanding langsung dengan hasil kali massa mereka serta berbanding terbalik dengan jarak kuadratnya”. Dinyatakan dalam pernyataan, Hukum Newton → m1m2 r2 Dengan G = konstanta gravitasi mi massa ke – i r jarak m1 ke m2 F = −G (1-1) Satuan yang dipilih mengikuti aturan berikut; 1. Jika m dalam gram dan r dalam sentimeter maka G=6,67 10-8 cgs 2. Jika m dalam massa matahari dan r dalam satuan astronomi maka nilai G adalah 0,017202 (disebut konstanta Gauss, simbol, k) 1.1 Vektor Didefinisikan vektor posisi, r, vector kecepatan v dan vector percepatan a, sebagai → v= dr dv d 2 r ,a = = dt dt dt 2 (1-2) Vektor satuan dalam arah r dan sudut θ dinyatakan dalam simbol Ur dan Uθ dalam hal ini hubungan antara Ur dan Uθ adalah; → • → → • → U r = θ θθ ,θθ = − θ θ r (1-3) Vektor Ur tegak lurus Uθ ,selain itu dari gabungan persamaan vektor diatas dapat ditulis kembali; → v= → a= → → dr = r U r + rθ U θ dt (1-4) → • • • → d 2 r •• 2 = ( r − r θ ) U + (2 r θ + r θ ) U r θ dt 2 (1-5) ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-1 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Ilustrasi vektor ini diragakan dalam Gb 1-1 berikut ini Gb. 1-1 Titik massa m bergerak dalam pengaruh gaya sentral yang berpusat pada titik O 1.2 Momentum linier, momentum sudut, momen dan gaya Berikut didefinisikan beberapa besaran vector; Momentum linier (vektor) : massa kali kecepatan → → p = mv (1-6) Momentum sudut (vektor) adalah jarak kali momentum linier → → → L = r xm v (1-7) Momen/Torque/torka(vektor): jarak kali gaya ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-2 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ → → → N = r xF (1-8) Gaya Newton; → → d2r dv F=m 2 =m dt dt → (1-9) Turunkan momentum sudut terhadap waktu t, diperoleh; ∗ → → → dL d ( r xm v) d → → → → → L= = = m ( r x v) = r x F = N dt dt dt → (1-10) Tinjau suatu titik massa m, bergerak dengan percepatan konstan a, sepanjang garis lurus. Gaya yang bekerja pada titik massa m akan menghasilkan kerja W sebesar; S v (t ) W = ∫ Fds = m ∫ vdv S0 (1-11) v (t 0) atau dapat ditulis kembali sebagai W (s) − W (s ) = 1 m(v 2 − v02 ) 2 (1-12) Jadi kerja yang dilakukan untuk memindahkan titik massa m dari posisi awal s0 pada kedudukan s pada saat t adalah perubahan energi kinetis titik massa tersebut dalam selang waktu (t-t0 ). Fungsi kerja W(s) dapat diganti dengan fungsi skalar yang lain ,yaitu energi potensial V(s) dimana V(s) = - W(s). Dengan perkataan lain (1-12) dapat dinyatakan sebagai 1 1 2 mv + V ( s ) = mv02 + V ( s0 ) = E 2 2 (1-13) Dalam hal ini E merupakan energi total sistem. Pernyataan ini menunjukkan bila energi kinetis mengecil maka energi potensial akan membesar demikian pula sebaliknya. Untuk lebih jelas perhatikan contoh berikut. Misalkan ada dua titik massa M dan m yang berada dalam pengaruh gaya sentral berjarak s satu sama lain pada saat t lihat Gb 1-2 ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-3 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Gb1.2 Perpindahan titik massa m dari posisi S0 ke posisi S Gaya gravitasi yang bekerja pada m adalah; F = −G Mm s2 (1-14) Kerja yang dilakukan oleh F untuk memindahkan titik massa m sejauh ds adalah; dW ( s ) = −G Mm ds s2 (1-15) Jika pada saat; t1=t0 → s1 = r dan v1 = v0 t2=t → s2 = s dan v2 = v Maka diperoleh ; v s v0 s0 ∫ mvdv = − ∫ G Mm ds s2 (1-16) atau ; 1 2 Mm 1 Mm 2 mv − G = mv0 − G 2 s 2 s0 (1-17) ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-4 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Jika partikel diletakkan pada s → ∞ , ganti s0 dengan r, maka diperoleh Mm 1 2 1 2 mv = mv0 − G 2 2 r (1-18) Energi potensial pada jarak r, didefinisikan V ( r ) = −G Mm r (1-19) Dalam hal ini, V(r) adalah kerja yang dilakukan untuk memindahkan titik massa m dari kedudukan r, keposisi tak terhingga, keadaan ini dikenal sebagai potensial titik massa M terhadap m, lazim dinyatakan dalam bentuk; U (r ) = −G M r (1-20) Pernyataan diatas menunjukkan bahwa gaya gravitasi pada kedua titik massa yang berjarak r satu sama lain adalah; → F = −G Mm → Ur r2 (1-21) Gabungkan (1-20) dengan (1-21) diperoleh; → F = −m dU → Ur dr (1-22) Perlu diingat bahwa besaran U-fungsi skalar dan F menyatakan fungsi vektor → → → → dalam hal ini F = F x + Fy + Fz terdiri dari komponen pada sumbu x,y dan z 1.3 Potensial bola padat Salah satu hal penting dalam membicarakan persamaan gerak sistim dua benda adalah potensial benda padat yang diterima oleh suatu titik massa m. Bumi kita berbentuk elipsoid, dalam telaah ini dianggap merupakan bola padat sempurna dengan distribusi massa yang homogen. Untuk itu tinjaulah suatu irisan bola padat seperti yang diperlihatkan pada gambar 1-3 ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-5 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Gb.1-3 Irisan seperdelapan bola padat. Potensial bola padat M terhadap titik massa m. Massa total M, se-olah olah terkonsentrasi pada pusat bola Untuk menurunkan sifat potensial suatu bola padat misalkan, a menyatakan radius bola, dσ elemen luas kulit bola, ρ density dan m-massa satu satuan yang diletakkan pada posisi (0,0,h), sedangkan p-jarak dσ dari massa m. gaya tarik gravitasi antara elemen kulit bola dan titik massa m dapat dinyatakan sebagai; dF = −G ρdσ (1-23) p2 dalam hal ini dσ = a2 sin ϕ dϕ dθ (1-24) Karena bentuk bola ini simetri maka komponen elemen vektor yang sejajar terhadap bidang xy akan saling meniadakan. Sedangkan komponen dalam arah sumbu z dapat dijumlahkan, jadi gaya total yang diterima oleh satu satuan massa m adalah; Fz = ∫ dFz = = − ∫ G ρdσ p2 Cosα (1-25) tetapi; p2 = a2 + h2 –2ah Cos ϕ (1-26) ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-6 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ sedangkan; Cosα = h − aCosϕ p (1-27) Gabungkan persamaan (1-26) dengan (1-27) kita peroleh; h2 − a 2 + p 2 Cosα = 2 ph (1-28) dari pernyataan (1-26) dapat diturunkan; pdp = ah Sin ϕdϕ jadi persamaan (1.24) dapat a ditulis sebagai; dσ = pdpdθ h Oleh sebab itu gaya total sepanjang sumbu z dapat dinyatakan kembali dalam bentuk; Fz = −G ∫∫ R ρ(h 2 − a 2 + p 2 ) adpdθ 2p 2 h 2 (1-29) dalam hal ini, R adalah himpunan pasangan terurut (p,θ), dengan sifat yang dapat ditulis sebagai; R={ (p,θ) | h-a ≤p ≤ h+ a, 0 ≤ θ ≤ 2π }. Integral (1-29) memberikan solusi; a2 ρ Fz = −4πG 2 h (1-30) Persamaan (1-30 ) menyatakan gaya total yang diterima oleh titik massa m dari seluruh permukaan bola. Sedangkan gaya total yang diterima massa m dari kulit bola setebal da adalah; a2 ρ dF = −4πG 2 da (1-31) h Dengan demikian gaya total dari seluruh isi bola adalah; r F = −4πG ∫ 0 a2 ρ da h2 (1-32) Massa total bola adalah ; r M = 4π ∫ ρa 2 da (1-33) 0 ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-7 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Gabungkan (1-32) dengan (1-33) diperoleh; F = −G M h2 (1-34) Persamaan ini menunjukkan bahwa untuk bola padat homogen dengan distribusi kerapatan yang simetri, gaya gravitasi itu se-olah olah hanya disebabkan oleh massa bola yang terkonsentrasi pada pusatnya. Bentuk umum yang dikenal ialah bila notasi h kita ganti dengan ∂U r dan mengingat relasi F = maka potensial U dari bola homogen tersebut dapat ditulis ∂r sebagai; GM U = (1-35) r Dalam hal ini M massa total bola dan r jarak titik massa m, ke pusat bola tersebut 1.4 Persamaan gerak dua titik massa Tinjau dua titik massa m1 dan m2 yang terletak pada jarak r1 dan r2 dari pusat koordinat seperti yang ditunjukkan oleh Gb 1-4 Gb.1-4 Dua titik massa m1 dan m2 pada posisi r1 dan r2 . Titik P menyatakan pusat massa sistim dan r jarak m1 dan m2 Untuk mempelajari gerak dari sistem dua benda ini kita mulai dengan melihat kembali hukum gravitasi Newton. Persamaan gerak sistem dapat dinyatakan dalam bentuk dua pasang pernyataaan berikut ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-8 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ 1. Gaya gravitasi oleh m1 terhadap m2 ; uuur mm → F21 = −G 1 2 2 U r r (1-36) 2. Gaya gravitasi oleh m2 terhadap m1 ; uuur mm → F12 = G 2 2 1 U r r (1-37) Jika kedua persamaan (1-36) dan (1-37) kita jumlahkan maka akan memberikan uuur uuur F12 + F21 = 0 , dapat juga ditulis dalam bentuk lain; •• → •• → m1 r 1 + m2 r 2 = 0 Dengan melakukan dua kali integrasi terhadap pernyataan ini, diperoleh; → → → → m1 r 1 + m2 r 2 = c 1 t + c 2 (1-38) Dalam hal ini konstanta vektor c1 dan c2 berasal dari dua kali integrasi persamaan diatas. Selain itu pusat massa dapat diturunkan dari definisi; → → → → m r 1 + m2 r R= 1 m1 + m 2 2 → c t + c2 = 1 M (1-39) dalam hal ini M = m1 + m2 . Jadi jelas bahwa persamaan ini adalah suatu persamaan garis lurus, dengan perkataan lain pusat massa bergerak menurut suatu garis lurus sebagai fungsi dari waktu t. Untuk menentukan gerak relatif m1 dan m2 terhadap pusat massa tulislah; → → → → → → → → dan r2 = R + r2′ dengan r1′ dan r2′ menyatakan vektor posisi m1 dan m2 terhadap pusat massa. Dari gambar diatas vektor yang menghubungkan m1 dan m2 memenuhi kaedah; r1 = R + r1′ → → → → → (1-40) r = r2 − r1 = r2′− r1′ Karena persamaan pusat massa(1-39) adalah linier maka turunan kedua dari vektor pusat massa adalah vektor nol •• → → •• → •• → •• → •• → R = O maka diperoleh r1 = r1′ dan r2 = r2′ . Selanjutnya diperoleh pula; ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-9 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ → •• → m m (r ′− r ′) m1 r1′ = G 1 2 32 1 r → (1-41) hal yang sama berlaku pula; → •• → m m (r ′− r ′) m2 r2′ = −G 1 2 32 1 r → (1-42) Karena; •• → •• •• → •• → → → m1 r1 + m2 r 2 = m1 r1′+ m2 r2′ = O (1-43) → maka r2′ dapat dieliminasi dari pernyataan (1-42), hasilnya; •• → m1 r1′ = −G m1m2 m1 → (1 ) r1′ + r3 m2 (1-44) → Hal yang sama untuk (1-42) dengan mengeliminasi r1' diperoleh hasil sebagai berikut; •• → m2 r2′ = −G m1m2 m2 → (1 ) r2′ + r3 m1 (1-45) Dengan mengingat bahwa M = m1 + m2 maka persamaan (1-44) dan (1-45) dapat dinyatakan dalam bentuk; •• → M→ r1′ = −G 3 r1′ r •• dan → r2′ = −G M → r2′ r3 Selanjutnya akan diambil sebagai pusat koordinat diragakan pada Gambar 1-5 berikut ini. (1-46) adalah titik massa m1 seperti yang ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-10 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Gb. 1-5 Kedudukan titik massa m1 dan m2 dalam sistim koordinat kartesis,sebagai pusat koordinat dipilih titik massa m1 Konsekuensi dari adanya gaya gravitasi, massa yang lebih kecil akan mempunyai jarak yang lebih besar ke titik pusat massa dibandingkan dengan massa yang lebih besar, dalam hal m1 jauh lebih besar dari m2 , maka m1 akan menjadi pusat gaya sentral. Pernyataan (1-46) dapat diubah dalam bentuk yang lebih umum. Dengan menggabungkan bentuk persamaan (1-46) diperoleh; •• → •• → M → → r2′− r1′ = G 3 (r2′− r1′) r •• atau → r ′ = −G M → r′ r3 (1-47) Ini adalah persamaan yang menunjukkan vektor percepatan m2 relatif terhadap m1. Vektor → posisi r bila dinyatakan dalam bentuk kartesis x,y dan z menjadi; → → → → → → → r = x i + y j + z k dalam hal ini i , j , dan k adalah vektor satuan pada sumbu x,y dan z. Persamaan (1-47) dapat diuraikan dalam bentuk kartesis yaitu; •• x = −GMx( x 2 + y 2 + z 2 ) −3/ 2 •• y = −GMy ( x 2 + y 2 + z 2 ) −3/ 2 (1-48) •• z = −GMz ( x 2 + y 2 + z 2 ) −3/ 2 ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-11 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Ketiga bentuk persamaan (1-48) menyatakan percepatan titik massa m2 relatif terhadap m1 yang bekerja dalam arah sumbu x,y dan z. Selanjutnya kalikan bentuk •• •• •• x, y dan z dari persamaan (1-48) dengan x,y dan z kemudian jumlahkan maka akan diperoleh pernyataan ; •• •• •• •• •• •• y x− x y = 0 z y− y z = 0 (1-49) x z− z x = 0 Integrasikan ketiga persamaan (1-49) terhadap waktu dt memberikan; • • • • • • x y − y x = a1 y z − z y = a2 (1-50) z x − x z = a3 Simbol a1,a2, dan a3 pada pernyataan (1-50) adalah konstanta integrasi. Kalikan masing-masing pernyataan diatas berturut-turut dengan z, x dan y, selanjutnya kita jumlahkan maka diperoleh; a1x + a 2 y + a 3z = 0 (1-51) Bentuk persamaan (1-51) dalam ilmu ukur analitik dikenal sebagai persamaan bidang datar yang melalui titik pusat koordinat x = 0, y = 0 dan z = 0. Dengan lain perkataan m2 bergerak pada satu bidang lintasan yang melalui titik massa m1 dan m2 1.5 Konstanta Luas, Momentum Sudut dan Energi Berbagai sifat penting dapat kita turunkan dari pengaruh gaya sentral yang bekerja pada titik massa, dari persamaan (1-47) dapat diturunkan hubungan berikut; •• → r = −G → → M→ r r3 •• → lakukan perkalian vektor dengan r maka diperoleh; → • → r xm2 r = r xm2 v •• → Mm → → d → atau −G 3 2 r x r = ( r xm2 v ) = 0 r dt (1-52) ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-12 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ → → → dengan lain perkataan, momentum sudut L = r xm2 v selama m2 bergerak melintasi m1 adalah → → konstan, boleh juga dikatakan bahwa L tidak berubah arah selama m2 melintasi m1 atau L → → selalu ortogonal (tegak lurus) terhadap bidang dimana r dan v berada. Selanjutnya tinjau pernyataan momentum sudut berikut, dalam berbagai bentuk yang identik; → → → L = r xm2 v → → → → (1-53) • → L = r xm2 r (1-54) • → • → L = r xm2 (rU r + r θ U θ ) → (1-55) • → L = m2 r 2 θ U L (1-56) → Dimana (r,θ) adalah koordinat polar pada bidang orbit dan U L adalah vektor satuan yang → → → tegak lurus terhadap U r dan U θ dengan demikian U L selalu tegak lurus pada bidang orbit. • Selanjutnya misalkan, h = r 2 θ dalam hal ini h menyatakan dua kali luas daerah yang disapu oleh radius vektor r persatuan waktu. Karena L adalah konstan maka dapat dikatakan • h = r 2 θ adalah suatu konstanta, secara analitik pernyataan ini merupakan pengejawantahan hukum Kepler II, kadangkala h disebut juga konstanta Kepler. Kemudian,dari bentuk persamaan; • → → Mm2 r m2 v = −G , bila kita ambil perkalian skalar terhadap r3 sebagai berikut; → v , maka diperoleh uraian • → → Mm → → m2 v • v = −G 3 2 r • v r (1-57) atau dapat juga ditulis dalam bentuk lain; d 1 d 1 ( m2v 2 ) = GMm2 ( ) dt 2 dt r (1-58) Akibatnya, bila diintegrasikan terhadap waktu dt, diperoleh; Mm2 1 =E m2v 2 − G 2 r (1-59) ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-13 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Dalam hal ini E adalah konstanta integrasi yang menyatakan energi total sistim. Makna dari persamaan (1-59) memperlihatkan bahwa energi total sistim tidak berubah terhadap waktu dan merupakan jumlah energi kinetik (bentuk pertama ruas kiri) dan energi potensial (bentuk kedua dari ruas kiri). 1.6 Orbit dalam bentuk polar Dalam bentuk komponen radial dan transversal pernyataan tentang hukum Newton dapat ditulis dalam bentuk berikut; •• •2 → • • •• → ( r − r θ ) U r + (2 r θ + r θ ) U θ = −G M → Ur r2 Persamaan ini tentu harus memenuhi pasangan; •• •2 M ( r − r θ ) = −G 2 r • • •• → (2 r θ + r θ ) U θ = 0 (1-60) (1-61) (1-62) Pernyataan (1-61) diatas dapat ditulis kembali dalam bentuk berikut; •• •2 M (r − r θ ) + G 2 = 0 r (1-63) Untuk menyederhanakan persamaan (1-63) ambillah pemisalan berikut; 1 μ = GM dan r = . Substitusi kedua besaran ini kedalam pernyataan (1-63) diperoleh; u μ d 2u +u = 2 (1-64) 2 dθ h Penyelesaian persamaan diferensial tingkat dua ini merupakan penjumlahan solusi bentuk homogen dan solusi khusus hasilnya adalah; u = ACos(θ − ω ) + μ h2 (1-65) atau dapat juga ditulis dalam bentuk h2 r= μ Ah μ 2 (1-66) Cos (θ − ω ) + 1 ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-14 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ A dan ω merupakan konstanta integrasi. Bila kita bandingkan dengan pernyataan irisan kerucut dalam bentuk polar; p (1-67) r= 1 + eCos (θ − ω ) Maka diperoleh kesimpulan bahwa; h2 Ah 2 dan e = p= μ μ (1-68) Dalam hal ini e dan p akan menentukan bentuk dan jenis irisan kerucut. Simbol e dikenal sebagai eksentrisitas, yaitu besaran yang menunjukkan jenis irisan kerucut. Harga e selalu positif, sedangkan r selalu bergantung pada nila ω dan θ. Apabila kita tinjau ketentuan berikut; p 1) Nilai ω = θ maka r = dan ini merupakan jarak r minimum yang dapat dicapai oleh 1+ e titik massa m2 terhadap m1 dalam lintasannya, diberi simbol rp p 2) Nilai ω - θ = 1800 maka r = kita lihat bahwa ini adalah jarak maksimum titik massa 1− e m2 terhadap m1 dalam orbitnya, diberi simbol ra. Tinjau pula bila pada ketentuan diatas kita ambil nilai e untuk bermacam macam harga; a) Eksentrisitas e =0 maka rp = ra titik terjauh sama besarnya dengan jarak titik terdekat. Bentuk lintasan seperti ini adalah suatu lingkaran p b) Eksentrisitas e =1 maka; rp = dan ra → ∞ titik terjauh berlokasi ditak terhingga. 2 Bentuk lintasan seperti ini dikenal sebagai suatu parabola c) Eksentrisitas berada diantara 0 dan 1, 0 < e <1, maka; rp < p dan ra > 0 d) Eksentrisitas e > 1 maka rp < p dan ra < 0 Masing-masing bentuk pernyataan c) dan d) dalam ilmu ukur analitik dikenal berturut-turut sebagai lintasan elips dan hiperbola. Bentuk lintasan dalm uraian a), b), c) dan d) diragakan dalam Gb 1.6 Lintasan berbentuk elips mendominasi gerak dan lintasan anggota Tata Surya kita. Apabila gaya sentral menguat orbit berkecendrungan menjadi lingkaran, namun jika gaya sentral melemah maka lintasan akan menuju ke eksentrisitas yang lebih besar. Ketika kecepatan orbit sama atau lebih besar dari 2 kecepatan lingkaran maka benda langit tersebut akan lepas dari Tata Surya kita. Itulah sebabnya mengapa planet dengan temperatur tinggi tidak mempunyai atmosfer. Kecepatan thermal partikel telah melewati kecepatan lepasnya. Makin besar jarak partikel dari permukaan Bumi, semakin tinggi pula peluangnya untuk lepas. Berbeda dengan di lapisan troposphere yang rapat massa udara relatif padat, pada lapisan stratosphere udara ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-15 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ menjadi lebih renggang, temperatur meningkat dengan bertambahnya ketinggian dan mencapai maksimum pada lapisan teratasnya yang disebut stratopause. Gb 1-6 Gerak m2 melintasi m1 dalam berbagai bentuk lintasan (a) lingkaran, (b) parabola, (c) elips dan (d) hiperbola. Massa m2 bergerak melintasi m1 dalam pengaruh gaya sentral yang mengarah ke massa m1 Satelit buatan maupun alami(natural) bergerak dalam orbit elips, demikian pula anggota Tata Surya kita namun ada beberapa yang bergerak dalam orbit hiperbolik misalnya gerak batu meteor. Beberapa contoh benda langit yang bergerak dalam lintasan hiperbolik antara lain, komet Iras Araki dan komet Kohoutek Andaikan dalam geraknya, titik massa m2 mempunyai lintasan berbentuk elips dan misalkan juga a menyatakan setengah sumbu panjang elips, maka hubungan setengah sumbu panjang dengan jarak terjauh dan terdekat m2 terhadap m1 dapat ditulis 2a = ra + rp . Akibat pernyataan ini nilai parameter p tersebut harus memenuhi hubungan p= a(1-e2 ) . Sehingga persamaan irisan kerucut (1-50) dapat ditulis lagi sebagai; a(1 − e 2 ) r= 1 + eCos (θ − ω ) (1-69) Energi total sistem dapat kita hubungkan untuk berbagai nilai eksentrisitas e, demikian pula sebaliknya. Untuk keperluan ini tulis kembali pernyataan energi dalam bentuk; 1 Mm2 1 − E = 0 dan dengan mengingat μ = GM , v= hr dan r = m2v 2 − G 2 r u ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-16 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ kita peroleh pernyataan; 1 m2 h 2u 2 − μm2u − E = 0 2 (1-70) Ini merupakan persamaan kuadrat dalam bentuk variabel u, sehingga akar dari persamaan kuadrat ini adalah, u12 = μ h2 ± μ h2 2 Eh 2 1+ 2 μ m2 (1-71) Nilai maksimum akan berbentuk; μ μ 2 Eh 2 h2 h2 μ 2 m2 sedangkan nilai minimum adalah; umax = umin = + μ h2 − μ h2 1+ 1+ 2 Eh 2 μ 2 m2 (1-72) (1-73) Tetapi dari bentuk polar yang telah diturunkan pada paragraf sebelumnya; u = ACos (θ − ω ) + μ h2 , nilai maksimum terjadi bila θ - ω = 00 dan nilai minimum terjadi bila selisih nilai θ - ω = 1800 dan kedua pernyataan ini setara dengan; umax = A + μ (1-74) h2 Bandingkan pernyataan (1-74) ini dengan pernyataan (1-72), kesimpulan yang diperoleh adalah; A= Tetapi nilai , A = μ h2 1+ 2 Eh 2 μ 2 m2 (1-75) μe oleh sebab itu eksentrisitas dapat juga dinyatakan sebagai fungsi dari h2 energi total sistim, bentuk persamaannya adalah; ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-17 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ e = 1+ 2 Eh 2 μ 2 m2 (1-76) Dari pernyataan ini jelaslah bahwa bila; a) Energi total sistem E = 0 , maka e = 1 jadi orbit berbentuk suatu parabola b) Energi total sistem E < 0 , maka e < 1 jadi orbit berbentuk suatu elips c) Energi total sistem E > 0 , maka e > 1 jadi orbit berbentuk suatu hiperbola Untuk lintasan yang berbentuk elips, konstanta kecepatan luas h dapat ditentukan atau dinyatakan dalam elemen orbit, yaitu; p = a(1 − e ) 2 atau h2 μ = a(1 − e 2 ) (1-77) Bentuk kedua (1-60) dapat juga ditulis sebagai; • h = r 2 θ = GMa (1 − e 2 ) (1-78) Selanjutnya ingin ditentukan kecepatan m2 dalam geraknya melintasi m1 dalam orbit yang eliptis. Untuk itu gabunglah pernyataan (1- 76) dengan (1-78) maka diperoleh; h 2 = GMa(− 2 Eh 2 ) m2 μ 2 atau E = − μm2 2a (1-79) Pernyataan (1-79) memperlihatkan semakin besar setengah sumbu panjang lintasan, semakin kecil pula energi total sistem. Selanjutnya bila energi total E ini disubstitusikan kedalam persamaan energi, maka kita peroleh; 1 1 V 2 = 2GM ( − ) r 2a (1-80) Persamaan ini menunjukkan bahwa jika a = r, kecepatan tersebut merupakan kecepatan orbit lingkaran, jika a → ∞ memperlihatkan kecepatan lepas/parabola Andaikan K menyatakan luas daerah yang disapu oleh radius vektor r, dalam satu periode P, dK dengan demikian daerah yang disapu persatuan waktu oleh radius vektor r adalah , yang dt memenuhi pernyataan; dK 1 2 • 1 = r θ= GMa(1 − e 2 ) dt 2 2 (1-81) ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-18 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Integrasikan dalam selang waktu dt dari 0 sampai t, maka diperoleh; K= 1 GMa(1 − e 2 )t + K 0 2 (1-82) K0 adalah konstanta integrasi yang dapat ditentukan. Dengan mengingat bahwa K= 0 bila t = dK 0, maka dalam satu periode t = P, luas daerah yang disapu adalah P dan ini sama dengan dt luas elips, yaitu πab. Jadi dapat dinyatakan bahwa; πab = 1 GMa(1 − e 2 ) P 2 Selanjutnya dari rasio setengah sumbu pendek dan sumbu panjang elips; (1-83) b = (1 − e 2 ) maka a tempo yang diperlukan oleh m2 untuk melengkapi satu putaran adalah; 2πa 3 / 2 P= GM (1-84) Pernyataan ini menunjukkan bahwa bila setengah sumbu panjang membesar maka periode akan membesar, demikian pula sebaliknya jika setengah sumbu panjang elips mengecil maka tempo yang diperlukan oleh partikel untuk melengkapi orbitnya mengecil pula. Bentuk diatas dapat juga ditulis dalam bentuk lain yaitu; P 2 4π 2 = a 3 GM (1-85) Karena ruas kanan suatu konstanta maka dapat disimpulkan bahwa dalam sistem dua benda P2 rasio selalu tetap dan pernyataan ini tidak lain merupakan pengejawantahan hukum a3 Kepler ketiga yang dikenal sebagai hukum harmoni. Dalam sistim Tata Surya simbol M menyatakan jumlah massa Matahari + massa pengikutnya(misalnya; planet, asteroid,komet). Bila diambil P dalam tahun dan a dinyatakan dalam satu satuan astronomi, maka untuk planet Bumi, ruas kanan persamaan diatas bernilai satu. Untuk keperluan peraktis yang tidak memerlukan ketelitian yang tinggi, pernyataan (1-85) dapat digunakan buat menghitung jarak satelit terhadap bumi, bila periode satelit diketahui. Demikian juga untuk jarak planet dalam Tata Surya. Syarat yang harus dipenuhi adalah; ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-19 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ P12 P2 2 Pn 2 = = .… = = kons tan a13 a23 an 3 (1-86) Persamaan ini dikenal dengan jargon persamaan harmonik. Berikut diberikan beberapa contoh penerapan hukum Kepler. a) Menentukan waktu dan kecepatan awal yang diperlukan oleh sebuah roket untuk mencapai Bulan Sebuah roket dapat dianggap sebagai benda langit yang bergerak dari satu titik ke titik yang lain dalam ruang. Semua hukum Kepler diandaikan dipenuhi oleh gerak roket. Untuk menyelesaikan persoalan ini kita berpegang pada kenyataan bahwa titik perige roket terletak dipermukaan Bumi. Sedangkan apoge adalah titik targetnya, yaitu Bulan. Teknologi roket, faktor gangguan bersifat gravitasional maupun non-gravitasonal tidak diperhitungkan, sehingga untuk estimasi awal mengenai tempo yang diperlukan oleh roket untuk mencapai Bulan dapat dihitung dari hukum gerak dua-benda yang telah kita ketahui Gb.1-7 Lintasan roket dari permukaan Bumi bergerak menuju Bulan dalam bentuk lintasan setengah elips. Gerak roket dianggap taat pada kaedah hukum Kepler. Bumi bergerak mengitari Matahari. Bulan bergerak mengelilingi Bumi, sekaligus melakukan rotasi Dari gambar 1-7 di atas jelas terlihat bahwa sumbu panjang lintasan roket, ar yang berbentuk elips tidak lain dari setengah sumbu panjang lintasan Bulan, ab dengan lain perkataan ar = ab/2 dengan demikian Jika kita misalkan PR periode roket yaitu tempo yang diperlukan roket untuk melengkapi satu kali putaran mengelilingi Bumi dan PB periode Bulan yaitu, tempo yang diperlukan Bulan untuk melengkapi putarannya mengelilingi Bumi yaitu 27,32 hari. Maka dapat dinyatakan bahwa; 2 2 2 P PR P 2 (1-87) = B 3 → PR = B 3 8 aR aB ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-20 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Jadi PR= 9,65 hari. Ini merupakan tempo yang diperlukan roket tadi untuk melengkapi satu kali lintasannya. Dengan demikian tempo yang diperlukan untuk mencapai Bulan adalah setengah PR atau 4,83 hari. Selanjutnya untuk menentukan kecepatan yang diperlukan guna mencapai Bulan kita lakukan hal berikut; 1) Pada titik perige yang terletak dipermukaan Bumi, jarak roket dari pusat gaya sentral (pusat Bumi); a(1 - e 2 ) R 0 = rp = = a(1 − e) 1+ e 2) Ganti r dengan rp dari persamaan energi, diperoleh; ⎡1 + e ⎤ V 2 = 2GM ⎢ ⎥ ⎣ R0 ⎦ Bandingkan kecepatan roket untuk mencapai Bulan, V, terhadap kecepatan lepas partikel dari gaya tarik Bumi Ve V 2 ⎡1 + e ⎤ 1+ e =⎢ atau V = Ve 2 ⎥ 2 Ve ⎣ 2 ⎦ Kita tahu bahwa kecepatan lepas partikel dari Bumi dengan massa M adalah Ve = 2GM = 11,2km / det R0 Kecepatan ini cukup besar, Itulah sebabnya kenapa Bumi masih mempunyai atmosfer. Partikel tidak akan dapat lepas dari gravitasi Bumi, apabila kecepatan kinetiknya lebih kecil dari kecepatan lepas ini. Jadi kecepatan awal roket yang diperlukan untuk mencapai Bulan bergantung pada desain orbit yang diinginkan. Tabel 1-1 berikut meragakan kecepatan awal V yang dibutuhkan untuk berbagai nilai eksentrisitas Tabel 1-1 Kecepatan roket untk menuju Bulan dalam berbagai nilai eksentrisitas No e V(km/det) Ket 1. 0 7.920 Lingkaran 2. 0.1 8.306 Elips 3. 0.2 8.675 Elips 4. 0.3 9.030 Elips 5. 0.4 9.371 Elips 6. 0.5 9.699 Elips ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-21 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ 7. 8. 9. 10. 11. 0.6 0.7 0.8 0.9 1 10.018 10.326 10.625 10.916 11.200 Elips Elips Elips Elips Parabola Dalam bentuk yang lebih rinci grafik e versus V dan sebaliknya diragakan dalam gambar 1-8 berikut; 1.2 12 e v/s V 1 10 0.8 8 0.6 6 0.4 V v/s e 4 0.2 2 0 0 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 Gb 1-8 Profil desain orbit yang dinyatakan oleh eksentrisitas versus kecepatan dalam kilometer/detik yang dibutuhkan roket untuk mencapai Bulan b) Menentukan periode revolusi planet Asteroid Pallas mempunyai jarak rerata(rata-rata) dari Matahari 2,77 SA. Ingin ditentukan selang waktu yang diperlukan untuk melakukan satu kali putaran mengelilingi Matahari. Untuk menyelesaikan soal ini, mula-mula dihitung dulu periode revolusi dan jarak Matahari dari Hukum Kepler III, yaitu; 2 2 2 P1 P P 2 3 = 2 3 → P2 = 13 a2 3 a1 a1 a2 Andaikan P1 dan a1 menyatakan harga P dan a untuk sistem Bumi-Matahari, sedangkan P2 dan a2 nilai P dan a untuk sistim Pallas dan Matahari, jadi dapat kita hitung yaitu 2 P2 = (2,73)3 atau P = 4,61 tahun ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-22 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ c) Menghitung periode lintasan satelit Diketahui Satelit ke III Jupiter mengitari planet induk dalam jarak 14,9 R dan tempo yang diperlukan untuk melengkapi satu kali putar adalah 7 hari 3 jam dan 7 menit. Persoalan yang ingin diselesaikan adalah ingin dicari berapa waktu yang diperlukan oleh Satelit ke-V dan Satelit ke VIII untuk melengkapi lintasannya, bila masing-masing satelit jaraknya dari planet induk adalah 2,52 R dan 3, 28 R. Dalam hal ini R menyatakan jari-jari planet. Untuk menyelesaikan soal ini dapat kita gunakan hukum Kepler III, yaitu 2 2 2 P1 P P = 2 3 = 33 3 a1 a2 a3 Jadi bila kita misalkan P1, a1, P2, a2 dan P3, a3, masing-masing menunjukkan periode revolusi dan setengah sumbu panjang elips dari satelit ke-III, ke-V dan ke VIII. Kita peroleh persamaan berikut; P32 P2 2 (7,13) 2 = = 3 3 (14,9) (2,52) (3, 28)3 dari pernyataan ini kita peroleh periode satelit ke-V dan ke VIII sebagai berikut; i) Satelit ke-V periodenya 11 jam 54 menit ii) Satelit ke VIII periodenya 736 hari Selain itu apabila periode dan setengah sumbu panjang lintasannya yang berbentuk elip diketahui, dari hukum harmonik dapat juga kita gunakan untuk menghitung massa planet dari P 2 4π 2 pernyataan; 13 = a1 GM Dalam hal ini, P menyatakan periode satelit dan M massa planet, a jarak satelit ke planet induknya. Jika P dan a dalam c.g.s maka G adalah 6,68 10-8 d) Menentukan perubahan massa roket yang berpindah dari orbit lingkaran ke lintasan parabola Sifat dan bentuk lintasan sebuah roket ditentukan oleh kedudukan awal dan kecepatan roket itu sendiri. Impuls yang ditimbulkan sebagai akibat dari pelepasan sebagian massanya menyebabkan roket bergerak dengan kecepatan tertentu yang bergantung pada kecepatan dorong, dalam hal ini kita menganggap kecepatan dorong Vg selalu tetap. Selanjutnya misalkan pula; mo = massa awal (massa diam) roket mf = massa akhir setelah sebagian materi dilepaskan untuk mendorong gerak roket V = kecepatan relatif roket tersebut terhadap suatu sistem kerangka acuan yang kita pilih. Dari hukum kekekalan momentum diketahui bahwa perubahan momentum pada saat roket bergerak adalah sama dengan perubahan momentum yang diberikan oleh massa yang terlempar. Kita hanya meninjau kasus yang ideal, gesekan dengan angkasa dan gaya ganggu lainnya diabaikan selama proses ini berlangsung, demikian pula dengan teknologi ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-23 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ teknologinya. Roket dianggap sebagai objek ideal yang memenuhi semua syarat sebagai benda langit Gb 1-9 Ilustrasi perubahan momentum sebuah roket yang bergerak dengan gaya dorong Akibat massa yang dilepaskan timbul momentum sebesar dp1 yang mendorong roket bergerak maju ke depan dengan perubahan momentum dp2 Hukum kekekalan momentum(lihat gambar 1-9) memberikan; dp1 + dp2 = 0 → Vg dm dV +m =0 dt dt (1-88) Bentuk ini dapat juga kita tulis dalam pernyataan dV = −Vg dm m (1-89) dalam hal ini Vg adalah kecepatan dorong massa yang dilepaskan oleh roket. Selanjutnya tinjau syarat batas sebagai berikut; i) Sebelum didorong pada saat t = 0 kecepatan roket V0 , sedangkan massa total roket adalah m0 ii) Sesudah didorong pada saat t, kecepatan roket adalah V ′ dan massanya mf Gunakan syarat batas ini pada pernyataan (1-89) diperoleh; t mf dm m m0 ∫ dV = −Vg ∫ 0 (1-90) ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-24 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ jadi dapat kita tulis; mf V = Exp(− ) m0 Vg (1-91) dalam hal ini besaran V = V ′ − V0 Kita lihat bahwa perbandingan massa akhir dan massa awal mengikuti suatu bentuk persamaan eksponensial, jika Vg >> V maka mf = m0, atau massa tersisa m = mf – m0 = 0, dengan kata lain semua massa akan digunakan untuk mendorong roket tersebut. Selanjutnya masalah berikut dapat kita selesaikan. Ilustrasi : Sebuah roket mula-mula bergerak dalam lintasan berbentuk lingkaran dengan kecepatan 5 km/det. Kemudian lintasan roket tersebut diubah menjadi parabola dengan kecepatan dorong Vg =2,8 km/det. Berapa prosen massa awal yang harus dipergunakan untuk membuat lintasan parabola ? Penyelesaian Kecepatan lingkaran Vc = GM R+h Kecepatan parabola (kecepatan lepas) Ve = 2GM R+h Dalam hal ini M = M0+m, karena massa roket jauh lebih kecil dari massa Bumi, maka M = M0 sedangkan R dan h, masing-masing menyatakan radius Bumi dan tinggi objek dari permukaan Bumi, kedua pernyataan diatas jika digabung menjadi Ve = 2Vc substitusi harga G dan M serta radius Bumi R maka Vc dapat dihitung. Karena diberikan Vc = 5 km/det, soal diatas dengan mudah dapat kita selesaikan, sebab telah diketahui; V = V ′ − V0 = Ve − Vc = ( 2 − 1)Vc =2,07 km/det dari pernyataan (1-91) dapat dilihat bahwa rasio massa akhir dan massa awal roket tersebut adalah; mf m0 = e − 2,07 / 2,8 ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-25 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ jadi massa yang habis terlempar adalah; m = m0 - mf = 0,524 m0 atau kira-kira 52,4% dari massa awal Dalam Tabel 1-2 diperlihatkan perbandingan massa mf/m0 untuk berbagai kecepatan dorong, pada saat roket mengubah lintasan dari lingkaran ke bentuk parabola, sebagai fungsi ketinggian h. Tabel ini meragakan bahwa roket yang diluncurkan pada posisi ketinggian h<0,1 R dari permukaan Bumi akan kehilangan semua massanya walaupun kecepatan lontarnya kita perbesar. Makin tinggi roket dari permukaan Bumi massa yang harus dibuang semakin kecil. Untuk h= 2R dan Vg = 4 km/det massa yang harus dilemparkan oleh roket untuk membentuk lintasan parabola paling sedikit adalah 40% dari massa awal Tabel 1-2 Rasio mf /m0 untuk berbagai kecepatan dorong Vg dalam km/det, sebagai fungsi dari h/R. Kolom tiga menunjukkan kecepatan lingkaran. Vc dalam km/det No h/R Vc Vg=2 Vg= 3 Vg= 4 Vg=5 1 0 7.92 0.19 0.34 0.44 0.52 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 7.55 7.23 6.95 6.69 6.47 6.26 6.07 5.90 5.75 5.60 0.21 0.22 0.24 0.25 0.26 0.27 0.28 0.29 0.30 0.31 0.35 0.37 0.38 0.40 0.41 0.42 0.43 0.44 0.45 0.46 0.46 0.47 0.49 0.50 0.51 0.52 0.53 0.54 0.55 0.56 0.53 0.55 0.56 0.57 0.59 0.60 0.60 0.61 0.62 0.63 Relasi antara rasio massa final dan massa awal versus rasio ketinggian satelit terhadap radius bumi untuk berbagai Vg diperlihatkan pada gambar 1-10 berikut Pernyataan mf m0 = Exp(− V ) memberikan beberapa kesimpulan antara lain; Vg V → ∞ maka mf << m0 artinya massa yang dibuang m = mf - m0 ∼ m0, tidak Vg diperlukan melemparkan massa untuk mendorong roket V b) Jika → 0 maka mf ∼ m0 artinya massa yang dibuang m = mf - m0 ∼ 0, semua massa Vg habis terbakar untuk mendorong roket a) Jika ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-26 Mf/Mo Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 Vg 1km/det Vg 2 km/det Vg 3 km/det Vg 4 km/det 0 1 2 3 4 5 6 7 8 h/R . Gb 1-10 Jumlah massa yang hilang sebagai fungsi ketinggian satelit dari permukaan Bumi untuk berbagai kecepatan dorong Grafik diatas meragakan bahwa pada nilai Vg yang membesar maka rasio antara massa final dan massa awal semakin kecil dan grafik berkecendrungan berimpit. Artinya pada kecepatan dorong yang sangat besar pembahasan rasio massa awal terhadap massa final tidak lagi signifikan. Pada jarak h≥ 8R, gradient cendrung mendekati nol, dengan perkataan lain titik stasioner dicapai pada nilai h ∼ 8R ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-27 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ 1. Aplikasi Hukum Harmonik untuk menentukan massa planet Mars mempunyai dua buah satelit Phobos dan Deimos. Jika diketahui Deimos bergerak mengelilingi Mars dengan jarak a=23490 km dan periode revolusinya P=30jam 18 menit. Berapakah massa planet Mars bila dinyatakan dalam satuan massa Matahari ?. Jika Periode revolusi Phobos 7jam39menit, berapakah jaraknya dari Mars? Penyelesaian Gunakan hukum harmonik; a 3 G (m1 + m2 ) = P2 4π 2 Nyatakan dulu besaran dalam Satuan Astronomi untuk jarak, tahun untuk waktu dan Massa Matahari untuk massa planet/satelit , agar G/4π2 = 1 No 1 2 Satelit Deimos Phobos P 30h18m=1d2625 7h39m=0d31875 a(km) 23490 ? a(SA) 0.000157 ? P(Tahun) 0,00351 0,0008848 Massa satelit (m2) dapat diabaikan terhadap massa planet m1 Dari Deimos; a3 = mmars → Mmars = 3.148 10-7 massa matahari 2 P Selanjutnya nyatakan periode dan setengah sumbu panjang Deimos sebagai P1 dan a1 sedangkan untuk Phobos adalah P2 dan a2 maka kita peroleh; ( 0.000157 ) = a13 a23 a23 = → → a2 = 6.265610-5 2 2 2 2 P1 P2 ( 0.00351) ( 0.0008848) 3 Jadi jarak Phobos dari Mars adalah = 6.265610-5 SA = 9397.585 km ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-28 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Satelit 24 jam 2. Gerak satelit melewati meridian pengamat Pada jam 20:00 WIB, ketika Ahmad sedang berada di Observatorium Bosscha Lembang ia melihat sebuah satelit melewati meridian dengan latar belakang Centaurus. Jika satelit itu mempunya periode 10 jam. Pukul berapa satelit itu akan melewati kembali meridian Ahmad apakah masih dengan latar belakang Centaurus ?, dapatkah Ahmad melihatnya ? Penyelesaian Soal ini dapat diselesaikan dengan mengambil analogi. Satelit sebagai planet luar dan Bumi adalah planet dalamnya. Pusat Bumi sebagai Matahari. Hubungan periode sinodis dan sideris planet luar adalah; 1 1 1 = − PSin P⊕ PSid Dalam hal satelit bumi berevolusi lebih cepat dari rotasi Bumi, hubungan diatas menjadi; 1 1 1 = − dalam soal ini periode revolusi/sideris satelit = 10 jam PSin PSid P⊕ Sedangkan periode revolusi Ahmad = 24 jam Jadi, dapat dihitung 1 1 1 1 1 1 7 = − jadi = − = → Psin = 17 h.14 PSin PSid P⊕ PSin 10 24 120 ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-29 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Dengan perkataan lain. Satelit akan melewati meridian yang sama pada jam (20h+17h.14)24h=13h.14, atau jam 13:08:24 bukan dengan latar belakang Centaurus, karena siang hari jadi sulit untuk diamati dengan mata bugil. 3. Gerak Sputnik Berapakah tinggi h, dari sebuah satelit geostasioner. Hitunglah periode yang dibutuhkn Sputnik I(diluncurkan tahun 1957) dengan ketinggian orbit h=200 kilometer dari permukaan Bumi, agar ia menjadi satelit geostasioner Penyelesaian Satelit geostasioner adalah satelit yang selalu berada pada satu titik yang tetap di langit terhadap titik yang ada di Bumi; Rotasi Bumi, P= 24 jam = 1440 menit Kec lingkaran titik massa m yang terletak di Bumi GM = 7,9 km/det R periode Satelit dekat Bumi; Vc = Ps = 2πR 40000 = = 84 menit Vc 7,9 Dari Hukum Kepler III P12 P22 P12 a 13 → 3 = 3 → 2 = 3 a1 a 2 P2 a 2 jadi dapat ditulis kembali ⎡1440 ⎤ ⎢ 84 ⎥ ⎣ ⎦ 2/3 = R R Bumi →R=6,7 RBumi Jadi jarak satelit stasioner dari pusat Bumi adalah 6,7 radius Bumi atau h = 5,7 RBumi Untuk kasus Sputnik, diketahui ketinggiannya dari permukaan Bumi h= 200 kilometer, jadi jaraknya dari pusat Bumi R=Rbumi+200 Jadi agar Sputnik menjadi satelit geostasioner haruslah; ⎡ R ⎤ ⎢ ⎥ ⎣ R Bumi ⎦ 3/ 2 = PSputnik PS ⎡ 6370 + 200 ⎤ →⎢ ⎣ 6370 ⎥⎦ 3/ 2 = PSputnik 84 →PSputnik= 88 menit = 1h 28m ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-30 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Sputnik akan selalu berada diatas sebuah titik di permukaan Bumi bila periodenya 1 jam 28 menit 4. Satelit yang berubah lintasan Sebuah satelit bergerak dengan orbit lingkaran, dengan jejari R1 mengitari Bumi. Sesaat kemudian sebuah roket kecil pada satelit dihidupkan untuk mengubah arahnya sehingga menjadi elips. Perubahan ini mengakibatkan satelit kehilangan setengah momentum sudutnya tetapi energi total tetap konstan. Berapakah jarak titik terdekat (perige)dan titik terjauh (apoge) satelit ini dari pusat Bumi, bila dinyatakan sebagai fungsi dari R1 ? Penyelesaian Mula-mula orbit berbentuk lingkaran dan momentum sudutnya; L C = mVC R 1 = mR 1 GM R1 Kemudian orbit menjadi elips kecepatan lingkaran VC menjadi kecepatan elips, V R GM R 1 m L = mVR → L = LC → mVR = VC R1 → V = 1 VC = 1 2 2 2R 2 R R1 (1) Hukum kekekalan energi ketika orbit satelit berujud lingkaran dan berjarak R1 dari pusat gaya sentral di titik O dan pada suatu titik sembarang S, ketika orbitnya berubah menjadi elips dan berjarak R dari pusat gaya sentral, menyatakan; ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-31 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ 1 GMm 1 GMm mVC2 − = mV 2 − 2 R1 2 R V2 = atau dapat juga ditulis sebagai; 2GM 2GM 2GM 2GM + VC2 − = + VC2 − 2VC2 = − VC2 R R1 R R (2) Gabungkan (1) pada (2) 2 ⎛ R1 ⎞ 2 2GM − VC2 ⎜ ⎟ VC = R ⎝ 2R ⎠ (3) Jabarkan kembali(3) dan nyatakan GM sebagai fungsi kecepatan lingkaran VC ⎡⎛ R1 ⎞ 2 ⎡⎛ R1 ⎞ 2 ⎤ 2VC2 R1 2R ⎤ → ⎢⎜ V ⎢⎜ ⎟ +1− 1 ⎥ = 0 ⎟ + 1⎥ = R R ⎥⎦ ⎢⎣⎝ 2 R ⎠ ⎢⎣⎝ 2 R ⎠ ⎥⎦ 2 C (4) Cari R dari persamaan diatas, setelah dimodifikasi kita peroleh; R12 + 4 R 2 − 8 RR1 = 0 → 4 R 2 − 8 RR1 + R12 = 0 2 4R (5) Dari rumus “abc” kita peroleh nilai R 8 R1 ± 64 R12 − 16 R12 ⎛ 1 ⎞ R12 = = ⎜1 ± 3 ⎟ R1 8 ⎝ 2 ⎠ (6) Jarak maksimum adalah titik Apoge RA dan jarak minimum adalah, perige RP dari satelit; ⎛ 1 ⎞ R A = ⎜1 + 3 ⎟ R1 ⎝ 2 ⎠ ⎛ 1 ⎞ RP = ⎜1 − 3 ⎟ R1 2 ⎠ ⎝ (7) Selain itu bisa dihitung setengah sumbu panjang elips, a dan eksentrisitas e, R A + RP = 2a → a = R1 1 3 2 ____________________________________________________________________________ Eksentrisitas dapa dicari dari pernyataan R A = a (1 + e) → e = KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-32 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ 5. Problem tentang elongasi maksimum dan minimum Jika, a menyatakan setengah sumbu panjang dan e, menyatakan eksentrisitas telah diketahui bahwa Bumi mempunyai, a=1 SA dan e =0,017. Sedangkan Merkurius mempunyai a = 0,39 SA dan e = 0,206. Pertanyaannya hitunglah elongasi maksimum dan elongasi minimum planet Merkurius? Penyelesaian Dari hubungan goniometri pada gambar diatas kita ketahui; Sinϕ = SP1 SB ϕ menjadi maksimum bila SB minimum(Bumi di Perihelium) dan SP1 maksimum (Merkurius di Aphelium) ϕ menjadi minimum bila SB maksimum(Bumi di Aphelium) dan SP1 minimum (Merkurius di Perihelium) Dari hukum Kepler kita ketahui bahwa nilai ekstrim jarak sebuah planet adalah; R A = a(1 + e ) RP = a (1 − e ) Jadi untuk ϕ maksimum maka; Sinϕ = a M (1 + eM ) 0,39(1 + 0,206) = = 0,47847059 →ϕ=280,6 1(1 − 0,017) a B (1 − eB ) Jadi untuk ϕ minimum maka; Sinϕ = a M (1 − eM ) 0,39(1 − 0,206) = = 0,30448377 →ϕ=170,7 1(1 + 0,017) a B (1 + eB ) ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-33 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ 6. Problem tentang keubahan orbit akibat tekanan radiasi Matahari Diketahui sebuah wahana bergerak mengitari Matahari. Pada saat berada di perihelium wahana menerima energi matahari persatuan luas persatuan waktu sebesar F1 sedangkan ketika di aphelium 0,25 F1. Akibat tekanan radiasi yang berubah-ubah setengah sumbu panjangnya a= 2 SA, mengalami pengurangan sebesar 0.001 SA/priode. Berapakah a) eksentrisitas b) perubahan periodenya setiap kali mengitari Matahari Penyelesaian a) Di perihelium Fp = L L → rp = 2 4π rp 4π Fp Di Aphelium Fa = L L L L → ra = = = 2 4π ra 4π Fa π Fp 4π ( 0.25 Fp ) Kita ketahui; 4 Fp (1 + e) ra a(1 + e) (1 + e) (1 + e) = = → = →2= rp a (1 − e) (1 − e) Fp (1 − e) (1 − e) Atau 2(1-e)=(1+e) jadi e= 1/3 3 12 a Δa 2 Dengan memasukkan a = 2 dan Δa=0.001 maka kita peroleh b) P = a 3 2 → ΔP = → ΔP = 0.002 tahun/periode 7. Problem tentang kecepatan dan periode orbit elips Sebuah satelit bergerak dalam orbit eliptik dengan setengah sumbu panjang a. satelit dapat dianggap sebagai partikel yang bergerak dalam pengaruh gaya gravitasi Bumi. Jika kecepatannya di perigee adalah VP dan di Apogee , VA. Buktikan periode orbitnya adalah ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-34 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ πa 1 − e2 (VP + VA ) P= VP VA Penyelesaian Momentum sudut adalah konstant, jadi berlaku xmVP = ( 2a − x ) mVA ⎡ 2aVA ⎤ xVP = ⎢ ⎥ VP ⎣ VP + VA ⎦ Konstanta luas 1 1 dθ 1 ⎛ dθ ⎞ 1 h = x2 = x ⎜ x ⎟ = xVP 2 2 dt 2 ⎝ dt ⎠ 2 Luas elips = periode x konstanta luas; πab ( VA + VP ) πa 1 − e2 ( VA + VP ) ⎛1 ⎞ πab = P ⎜ xVP ⎟ → P = = aVA VP VA VP ⎝2 ⎠ 8. Problem gerak dibawah pengaruh gaya sentral yang berbanding terbalik dengan jarak pangkat-4 ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-35 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Sebuah partikel dilempar dengan kecepatan V1 = μ radius vektor dari pusat gaya sentral f = r4 2μ 3a 3 dengan sudut tertentu terhadap persatuan massa. Pertanyaannya; a) tentukan energi potensialnya EP ? b) tunjukkan persaman lintasannya berbentuk r = c) buktikan periodenya; P = a (1 + Sinθ ) 2 3π 3a 5 8 2μ Penyelesaian a) Energi potensial dan gaya ; f= dV →V= dr ∫ ∫r fdr = μ 4 dr = − μ 3r 3 + V0 Syarat batas, jika r→ ∞ maka V0 = 0 Jadi energi potensialnya adalah E P = − μ 3r 3 b) Energi total sistem; EK+EP = C ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-36 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ 1 2 μ =C V1 − 2 3r 3 Untuk r = a maka 1 ⎛ 2μ ⎞ μ − =C→C=0 2 ⎜⎝ 3a 3 ⎟⎠ 3a 3 Jadi energi total pada jarak r sembarang adalah; 1 2 μ 2μ = 0 → V2 = V − 3 2 3r 3r 3 (1) tetapi ; 2 2 2 2 ⎛ dr ⎞ ⎛ dθ ⎞ ⎛ dr dθ ⎞ ⎛ dθ ⎞ 2 ⎛ dθ ⎞ V = ⎜ ⎟ +⎜r ⎟ = ⎜ ⎟ +r ⎜ ⎟ =⎜ ⎟ ⎝ dt ⎠ ⎝ dt ⎠ ⎝ dθ dt ⎠ ⎝ dt ⎠ ⎝ dt ⎠ 2 2⎡ 2 ⎤ ⎛ dr ⎞ ⎢⎜ ⎟ + r 2 ⎥ ⎢⎣⎝ dθ ⎠ ⎥⎦ 2 (2) Momentum sudut persatuan massa = konstanta luas h , ⎛ dθ ⎞ dengan h = r 2 ⎜ ⎟ ⎝ dt ⎠ jadi gabungkan (3), (2) ke pernyataan (1), kita peroleh ⎡⎛ dr ⎞2 ⎤ 2μ ⎢⎜ ⎟ + r 2 ⎥ = ⎢⎣⎝ dθ ⎠ ⎥⎦ 3r 3 r4 h 2 = 2μr (3) (4) 3h 2 Tetapi momentum sudut pada jarak, r = a adalah, 2μ 2μ = , substitusi besaran ini kedalam persamaan (4), diperoleh; h = aV1 = a 3a 3a 3 2 dr ⎛ dr ⎞ 2 →θ= ⎜ ⎟ = ar − ar → dθ = 2 ⎝ dθ ⎠ ar − r sehingga θ = ∫ dr ar − r 2 2 ⎛ 2r − a ⎞ ArcSin ⎜ ⎟ + θ0 a ⎝ a ⎠ Syarat batas bila θ = 0 → r = a jadi θ0 = 0 Persamaan gerak partikel adalah; Sinθ = 2r − a a → r = (1 + Sinθ ) a 2 ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-37 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ c) Luas daerah yang disapu persatuan waktu; 2 dA 1 2 dθ 1 ⎡a ⎤ = r → dA = ⎢ (1 + Sinθ ) ⎥ dθ dt 2 dt 2 ⎣2 ⎦ jadi ½ luas daerah yang ditempuh adalah A= 2 a 8 π ∫ ⎡1 + 2Sinθ + Sin 2θ ⎤dθ = 3πa ⎣ ⎦ 16 2 0 Jadi periode partikel tersebut adalah; P= ⎛ 3πa 2 ⎞ 3a 3π 3a 5 2A = 2⎜ = ⎟ ⎜ 16 ⎟ 2μ h 8 2μ ⎝ ⎠ 9. Problem gerak satelit yang diganggu oleh tekanan radiasi matahari dan gaya gravitasi asteroid Sebuah satelit mengelilingi Matahari, berbentuk bola dan dianggap sebagai benda hitam sempurna(black body). Satelit ini secara berkesinambungan memberikan informasi tentang suhu permukaannya(temperatur efektif) ke stasiun pengontrol di Bumi. Suhu tertinggi yang tercatat di permukaannya 5000 K, sedangkan temperatur minimumnya 4500K. Pertanyaannya; a) Tentukanlah eksentrisitas e, dan setengah sumbu panjang orbitnya, a dan periode P b) Andaikan ketika di aphelium tiba-tiba ada asteroid lewat sehingga impulse yang diterimanya menyebabkan ia terlepas dari gaya tarik gravitasi Matahari, berapakah kecepatannya ? Penyelesaian a) Benda hitam mempunyai sifat; Energi yang diterima, Ein = Energi yang dipancarkan kembali, Eout Ein = Luas penampang bola kali fluks matahari(solar constant) Eout = Luas permukaan bola kali σT4 Misal; L0 =luminositas matahari, r- jarak matahari ke satelit, σ-konstanta Stefan-Boltzmann, T-temperatur efektif satelit,R-jejari satelit ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-38 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ ⎡ L ⎤ Ein = πR 2 ⎢ 0 ⎥ ⎣ 4πr 2 ⎦ (1) Eout = 4πR 2σT 4 (2) Dari syarat benda hitam maka persamaan (1) = pernyataan (2), diperoleh 1/ 2 ⎡ L0 ⎤ r=⎢ ⎥ ⎣ 4πσT 4 ⎦ (3) Dari pernyataan ini jelas terlihat bahwa temperatur minimum akan dicapat apabila r maksimum (pada titik aphelium), sedangkan pada titik perihelium temperatur akan menjadi maksimum Misal; rp – jarak perihelium, Tp – temperatur efektif di perihelium ra - jarak aphelium, Ta – temperatur efektif di aphelium Ta 4 Ta 2 a (1 − e ) 2 ⎡9⎤ = = → = ⎢ ⎥ = 0,81 Jadi 4 2 ra a (1 + e ) ⎣10 ⎦ Tp Tp rp (4) atau e=0,105 sumbu panjang elips= ra+rp 2a = ra + 0,81 ra = 1,81ra atau a = 0,905 ra (5) Hitung jarak aphelium ra dari (3) dengan data yang diberikan pada daftar konstanta maka kita peroleh; 1/ 2 ⎡ L0 ⎤ r=⎢ ⎥ ⎣ 4πσT 4 ⎦ 1/ 2 ⎡ ⎤ 3,86 × 1026 =⎢ ⎥ −8 4 ⎢⎣ 4 × 3,14 × 5, 67 × 10 × 450 ⎥⎦ = 1,14969 × 1011 meter atau dalam SA, jarak apheliumnya adalah ra = 0,766 SA Dengan demikian setengah sumbu panjang satelit, a = 0,905 x 0,766 SA = 0, 69323 SA ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-39 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ jadi periodenya adalah; P= a3/2 = 0.58 tahun Substitusi data dari daftar konstanta; Kecepatan lepas; 2GM 2 × 6, 67 ×10−11 ×1,99 × 1030 Vesc = = ra 1,14969 × 1011 atau Vesc= 48052,28852 m/s = 48.05 km/s 10. Problem tentang lepasnya galaksi Suatu gugus galaksi mengisi suatu bola dengan jejari R dan rapat massa rata-rata ρ. Semua galaksi dianggap mempunyai rapat massa seragam. Ada sebuah galaksi bermassa M yang terletak dipermukaan bola. Pertanyaannya; a. Tuliskan persamaan energi galaksi tersebut b. Dalam model big-bang tentang asal muasal alam semesta, kecepatan galaksi mengarah radial dan menjauhi pusat bola. Kecepatannya adalah V=HR dimana H=(15km/s)/(106 ly) adalah konstanta Huble. Berapakah ρ agar galaksi yang ada pada kulit bola tersebut bisa lepas ? Penyelesaian Soal ini bisa dianggap sebagai two-body problem dua massa M dan m. Persamaan energi system adalah GMm mV 2 Et = E k + E p = − + R 2 Galaksi bisa lepas dari gugusnya bila 2GM GMm mV 2 Et = 0 → − + = 0 →V 2 = 2 R R atau ⎡ 4π 3 ⎤ 2G ⎢ R ρ ⎥M 2 2GM 3 ⎣ ⎦ → ρ = 3H 2 2 H R = = R R 8πG Gunakan satuan cgs G=6,6710-8 H=15km/s/106 tahun cahaya=1,58410-18/s ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-40 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ Jadi ρ = 4,5 10-30 gram/cm3 11. Gosip tentang terlihatnya Mars sebesar Bulan Beberapa waktu yang lalu media gosip memberitakan planet Mars akan terlihat sebesar Bulan. Pertanyaannya berapakah diameter sudut maksimum planet Mars yang bisa kita amati?. Sebagai acuan ambil setengah sumbu panjang dan eksenrtisitas Bumi dan Mars masing-masing (a=1 SA, e = 0,017) dan (a=1,5 SA, e = 0,093) sedangkan jejari Mars, adalah R= 3393,4 kilometer Penyelesaian Posisi terdekat Mars adalah pada saat oposisi. Misalkan d, menyatakan jarak terdekat Mars ke Bumi pada saat oposisi (Mars di perihelium dan Bumi di aphelium); d = a M (1 − e) − a B (1 + e) =1,5(1-0,093)- (1+0,017)=0,3435 SA = 51,525 106 km Diameter linier Mars = 6786,8 km 6786,8 360 = 0 o ,0075 = 27" ,1689 6 51,52510 2π Bandingkan dengan diameter sudut Bulan α=30’=1800” jadi rasionya cuma 0,15 diameter sudut Bulan. Tidak benar Mars terlihat sebesar Bulan Jadi diameter sudut Mars α= Soal Latihan 1) Sebuah satelit bergerak dalam orbit berbentuk lingkaran mengelilingi Bumi. Tentukan jarak satelit tersebut dari pusat bola Bumi jika periodenya; a) 1.5 kali periode Bulan b) 2 kali periode Bulan c) 0.05 kali periode Bulan Jaw: a) 2,42 108 meter, b) 6,09 108 meter, c) 5,2 107 meter 2) Sebuah satelit dengan massa 1000 kg berada pada ketinggian 400 km dari permukaan Bumi. satelit bergerak dalam orbit lingkaran. Berapakah a) Kecepatan orbitnya b) Energi kinetiknya c) Momentum sudutnya Jaw: a) 7,68 m/s tangent terhadap orbit; b) 2,95 1010 J ; c) 5,2 1013 kg m2/s tegak lurus terhadap orbit 3) Ada satelit yang bergerak dengan periode 90 menit dan tingginya tetap sebesar 280 km dari permukaan Bumi. Agar satelit ini menjadi geosinkron/geostasioner berapakah seharusnya tinggi satelit ini dari permukaan Bumi ? ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-41 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ 4) Diketahui massa bulan7,35 1022 kg dan radiusnya R= 1740 km. Berapakah periode satelit yang bergerak pada ketinggian 95 km diatas permukaan Bulan? Jaw: 1,96 jam 5) Bulan bergerak mengelilingi Bumi sekali dalam 27,3 hari . Berapakah jarak Bulan-Bumi 6) Jupiter berputar pada porosnya dengan periode 10 jam. Berapakah tinggi sebuah satelit dari permukaan planet agar satelit yang bergerak pada bidang ekuator menjadi stasioner ? 7) Sebuah asteroid bergerak dari suatu tempat di tak terhingga menuju Tata Surya menurut suatu garis lurus dengan laju 10 km/det, massanya 5 1015 kg. Posisi terdekatnya ke Matahari adalah sekitar 2 108 km. Pada titik ini radius vektor objek tegak lurus terhadap kecepatan lintasan. Pertanyaannya; a) gambarkan orbit benda ini b) gunakan konsevasi energi dan momentum sudut untuk menghitung kecepatan objek pada titik terdekat c) hitung jarak terdekatnya 8) Sebuah satelit dengan massa 500 kg bergerak dengan orbit lingkaran pada ketinggian 1000 km diatas permukaan bumi(Massa Bumi = 6 1024 kg dan R= 6370 km) a) berapakah kecepatan orbit satelit b) berapakah momentum sudut satelit c) kemudian roket ditembakkan, sehingga mengurangi kecepatan satelit menjadi ½ kecepatan awal, tetapi arah gerak tidak berubah, berapakah momentum sudutnya sekarang ? d) apakah satelit akan pecah sebagai akibat manuver dalam soal c) ? Jelaskan jawaban anda dengan ringkas dan sertai sedikut perhitungan sebagai ilustrasi 9) Jarak terdekat komet Halley ke Matahari adalah 8,9 1010 km, periodenya 76 tahun Hitunglah ; a) setengah sumbu panjang elips b) eksentrisitas c) aphelion komet ini Jaw: a) 2,67 1012 m; b) 0,967; c) 5,25 1012 m 10) Sebuah satelit dengan massa 4000 kg bergerak dalam orbit lingkaran pada ketinggian 500 km dari permukaan Bumi. Berapakah a) kecepatan satelit dalam orbitnya b) momentum sudut satelit sekitar pusat bumi c) energi total satelit d) pengatur di bumi ingin memindahkan satelit ini ke posisi 1000 km diatas permukaan bumi. Untuk ini mesin roket yang ada pada satelit ditembakkan beberapa detik dalam arah dari pusat ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-42 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit ___________________________________________________________________________ bumi( oleh sebab itu arah satelit menjauhi pusat bumi) berapakah torque satelit sekitar pusat orbit e) dapatkah orbit lingkaran terjadi ? 11) Berapakah rasio percepatan gravitasi g, di permukaan laut dengan di puncak gunung yag tingginya 7620 meter . Andaikan Bumi mempunyai rapat massa konstan dan ambillah jejari Bumi sebagai radius di permukaan laut? Jaw: 2,4 10-3g ____________________________________________________________________________ KK-Astronomi, FMIPA-ITB 1-43