politik pencitraan partai gerindra terhadap prabowo subianto pada

advertisement
POLITIK PENCITRAAN PARTAI GERINDRA TERHADAP
PRABOWO SUBIANTO PADA PILPRES 2009
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)
Oleh
Ridho Abdi Winahyu
NIM: 1006033201190
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji
syukur
saya
ucapkan
kehadirat
Allah
SWT
yang
telah
menganugerahkan nikmat Islam dan Iman. Shalawat dan salam semoga senantiasa
dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasul pembawa misi pembebasan
dari pemujaan terhadap berhala, Rasul dengan misi suci untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia. Semoga kesejahteraan senantiasa menyelimuti keluarga dan
sahabat Nabi beserta seluruh ummat Islam.
Dengan tetap mengharapkan pertolongan, karunia dan hidayah-Nya,
alhamdulillah penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk
melengkapi salah satu syarat memperolah gelar sarjana dalam Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, dengan judul: “Politik Pencitraan Partai Gerindra terhadap Prabowo
Subianto pada Pilpres 2009.”
Penulis menyadari, penyusunan skripsi ini tentunya tidak bisa lepas dari
kelemahan dan kekurangan serta menjadi pekerjaan yang berat bagi penulis yang
jauh dari kesempurnaan intelektual. Namun, berkat pertolongan Allah SWT dan
bantuan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Karena itu,
dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya
kepada:
Bapak Prof. DR. Bahtiar Effendy, MA. selaku
Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. Bapak Ali Munhanif, Ph. D. sebagai kepala Jurusan Ilmu Politik yang
telah mendidik penulis untuk lebih teliti dan sabar dalam menyusun skripsi ini.
iii
iv
Bapak M. Zaki Mubarak, M. Si. sebagai Sekertaris jurusan Ilmu Politik, dengan
semangat dan masukan yang bapak berikan membuat penulis termotivasi untuk
mneyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Bapak Idris Thaha, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi, yang dengan
sabar dan bijak terus membimbing, menasehati dan mengarahkan penulis untuk
menghasilkan karya terbaik yang penulis miliki. Penulis
mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya. Kepada dosen-dosen
Jurusan Ilmu Politik yaitu Bapak Saleh, Bapak Agus, Ibu Suryani, Ibu Haniah
Hanafie, Ibu Ghefarina Djohan, dan dosen-dosen Ilmu Politik yang lainnya yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu namanya. Selanjutnya, penulis mengucapkan
terimakasih kepada Bapak Jajang dan para staf ilmu politik atas kemudahan dan
keramahan dalam membantu administrasi akademik dan skripsi penulis.
Bapak Adam Muhammad, ST, sebagai Wakil Kepala Sekretariat DPP
Partai Gerindra dan Bapak Wendra Wizar sebagai Sekretaris Redaksi GEMA
Indonesia Raya , yang telah menjembatani penulis untuk bertemu dengan Bapak
Fadli Zon, SS, MSc sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Politik dan Keamanan
DPP Partai Gerindra. Penulis ucapkan terima kasih atas bantuan yang telah
diberikan kepada penulis untuk mendapatkan data-data dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Wahino Widiantoro dan Ibunda
Kuswandari, Spd terima kasih atas kasih sayang, bimbingan dan motivasi yang
tak kenal henti dari mereka berdua sehingga penulis mampu mengenyam
pendidikan yang layak untuk bekal masa depan. Sebagai wujud terima kasih,
penulis persembahkan skripsi ini untuk mereka berdua. Do’a ayah dan ibu
v
khususnya, senantiasa penulis harapkan dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.
Terima kasih juga untuk adikku Rizka Ayustinandini yang telah memberikan
semangat kepada penulis, teruslah berjuang sampai titik darah penghabisan.
Terima kasih kepada sahabat-sahabat seperjuangan penulis di Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Politik tahun 2006/2007 yaitu Haikal,
Haris, Hasyim, Hadi, Irdia, Rahmat, Thoriq, Eko, Anwar, Hawasi, Aryo, Fikri,
Yebi, Bara, Rikih dan kawan-kawan sekelas lainnya yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu namanya.
Terima Kasih kepada pengurus Sanggar Kreatif Anak Bangsa (SKAB) dan
pengurus PAUD Delima Jaya yang selalu memberikan semangat kepada penulis
dalam membuat skripsi. Terimakasih juga kepada Siti Masitoh yang menjadi
teman seperjuangan penulis dan Rijal yang telah meminjamkan laptopnya. Dan
buat calon istri Silmy Adiyati yang telah meminjamkan hati, pikiran, dan
tenaganya untuk mempermudah penulis dalam menyusun skripsi. Tak lupa
penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Firdaus Alamhudi atas motivasi
dan bimbingannya.
Akhirnya penulis ucapkan terima kasih banyak kepada seluruh komponen
yang telah berjasa memberikan kontribusinya, semoga Allah SWT membalas
segala kebaikan amal budi baik mereka dengan sebaik-baiknya balasan. Dan
skripsi ini walaupun masih banyak kekurangan semoga dapat bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin.
Jakarta, 26 September 2012
Ridho Abdi Winahyu
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………...…………i
HALAMAN PERNYATAAN …………………………………………..………ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………….………iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………........……vi
ABSTRAKSI ……………………………………………………………..…..…ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………..…..………………..1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………….………...11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………..…………12
D. Metode Penelitian……………………………………………..…………13
E. Sistematika Penulisan……………………………………………..……..14
BAB II KERANGKA TEORI POLITIK PENCITRAAN
A. Politik Pencitraan……………………………………………….….…….19
B. Komunikasi Politik…………………………………………….….…..….23
C. Wacana Politik…………………………………………………………...27
D. Kampanye Politik…………………………………………………….…..34
E. Media Massa dalam Politik Pencitraan………………………….….……40
1. Iklan Politik……………………………………………………...…….43
BAB III SEKILAS TENTANG PARTAI GERINDRA DAN PRABOWO
SUBIANTO
A. Sejarah Singkat Partai Gerindra…………………………………..….….50
vi
vii
B. Visi dan Misi, AD/ART, dan Struktur Organisasi Partai Gerindra…........56
C. Potret Prabowo Subianto………………………………………...…...…..62
1. Biografi Prabowo Subianto…………………………………..…...…..63
2 Kontroversi dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia……………………66
3. Kiprah Politik Prabowo Pasca Orde Baru……………………...……..68
BAB IV POLITIK PENCITRAAN PARTAI GERINDRA TERHADAP
PRABOWO SUBIANTO PADA PILPRES 2009
A. Peran Partai Gerindra dalam Politik Pencitraan Prabowo Subianto….….72
B. Langkah-langkah Strategi Politik Partai Gerindra dalam Melakukan Politik
Pencitraan Prabowo Subianto………..…………………...………….......73
1. Komunikasi Politik Partai Gerindra dalam Politik Pencitraan Prabowo
Subianto………………………………………………………………75
2. Mengembangkan Wacana Ekonomi Kerakyatan sebagai Strategi
Politik Pencitraan Prabowo Subianto………………………………..77
3. Partai Gerindra dalam Mengkampanyekan Politik Pencitraan Prabowo
Subianto…………………………………………………..…….…….80
4. Penggunaan Media Massa dalam Politik Pencitraan Prabowo
Subianto………………………………………………………………86
5. Mengkonstruksi
Citra
Prabowo
Subianto
Melalui
Iklan
Politik……………………………………………………………...…89
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………….…..93
B. Saran………………………………………………………..…………....95
viii
DAFTAR PUSTAKA
A. Daftar Pustaka…………………………………………………………..97
LAMPIRAN – LAMPIRAN
A. Print Screen dan Foto Dokumentasi........................................................102
1. Print Screen Website Pribadi Prabowo Subianto...............................102
2. Print Screen Website Partai Gerindra................................................102
3. Print Screen Video Iklan Politik Prabowo Subianto.........................103
4. Foto Dokumentasi Kampanye Politik Partai Gerindra dan Prabowo
Subianto Pada Pemilu 2009...............................................................103
5. Poster Kampanye Koalisi Mega-Prabowo Pada Pemilihan Presiden
2009...................................................................................................104
6. Foto Buku Prabowo Subianto “Membangun Kembali Indonesia
Raya”.................................................................................................104
7. Foto Majalah Tani Merdeka..............................................................105
8. Foto Dokumentasi Penulis dengan Narasumber (Fadli Zon)............105
B. Deklarasi Partai Gerindra........................................................................106
C. Susunan Pengurus Partai Gerindra…………………………..................107
D. Transkrip Wawancara.............................................................................108
ABSTRAKSI
Partai Gerindra merupakan bagian dari 18 partai politik baru yang ikut
pemilu 2009, dan mengusung figur kontroversial Prabowo Subianto sebagai
capresnya. Kondisi tersebut menempatkan Partai Gerindra pada dua masalah
sekaligus. Pertama, berada dalam posisi limited populerities (popularitas
terbatas), dikarenakan posisinya sebagai partai yang relatif baru. Kedua, berkaitan
dengan persepsi publik terhadap capres yang diusung Partai Gerindra (Prabowo
Subianto), sebagai figur kontroversial. Mengusung figur kontoversial di panggung
politik bukanlah pekerjaan mudah, sebab di dalam politik, citra politik kandidat
sangat diperhitungkan oleh konstituen. Oleh karena itu, Partai Gerindra
memerlukan intensitas kerja yang tinggi, profesionalitas, serta perencanaan yang
matang agar konstruksi citra positif pada figur politik yang diusungnya (Prabowo
Subianto) bisa kembali diterima oleh masyarakat.
Dalam skripsi ini penulis merumuskan masalah sebagai acuan penulis,
adapun rumusan masalahnya adalah apa yang dilakukan Partai Gerindra dalam
membangun politik pencitraan Parabowo Subianto pada pilpres 2009. Perumusan
masalah itu dijabarkan dengan menggunakan metode penelitian. Metode
penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan jenis penelitiaan
kualitatif. Penelitian kualitatif ini menggunakan teknik wawancara individu
intensif (mendalam). Wawancara mendalam didasarkan pada sebuah panduan
wawancara, pertanyaan-pertanyaan terbuka, dan penyelidikan informal untuk
memfasilitasi diskusi tentang isu-isu dengan cara yang setengah terstruktur atau
tidak terstruktur. Pertanyaan terbuka digunakan untuk memungkinkan
terwawancara berbicara panjang lebar mengenai sesuatu topik. Selain data dari
wawancara mendalam, penelian ini menggunakan data-data dari buku beserta
artikel yang berhubungan dengan AD/ART partai Gerindra, catatan pemerintah,
media massa, internet, dan sumber lain yang relevan dengan penelitian.
Pada saat musim kampanye politik 2009 Partai Gerindra berperan dalam
melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto. Langkah politik pencitraan yang
dilakukan Partai Gerindra terhadap Prabowo diantaranya adalah Partai Gerindra
melakukan kampanye politik yang cukup intens di berbagai media publik, baik
internal maupun lokal. Selain menggunakan jasa media, Partai Gerindra juga
melakukan komunikasi politik secara dialogis keberbagai segmentasi masyarakat
misalnya kaum buruh, mahasiswa, petani, nelayan dan guru. Langkah-langkah
strategi politik pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra terhadap Prabowo
Subianto diantaranya adalah Partai Gerindra melakukan komunikasi politik secara
dialogis keberbagai segmentasi masyarakat misalnya kaum buruh, mahasiswa,
petani, nelayan dan guru. Intensitas komunikasi politik yang dibangun Partai
Gerindra dengan masyarakat menghasilkan kebijakan-kebijakan politik yang prorakyat seperti gagasan mengenai wacana ekonomi kerakyatan. Selain komunikasi
secara dialogis, Partai Gerindra melakukan kampanye politik yang cukup intens di
berbagai media massa (televisi, koran, jurnal, radio dan jejaring sosial), baik
internal maupun lokal. Di media televisi Prabowo sering ditampilkan melalui
iklan-iklan politiknya bersama Partai Gerindra mengajak keseluruh masyarakat
Indonesia untuk kembali memperhatikan ekonomi kerakyatan, dengan harapan
akan tercipta persepsi baik terhadap Prabowo
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) merupakan bagian dari 18
partai politik baru pada pemilu 2009.1 Partai ini (Gerindra) dideklarasikan secara
resmi pada 6 Februari 2008.2 Salah satu faktor yang melatarbelakangi
didirikannya Partai Gerindra adalah sebagai respon terhadap kondisi sosial,
politik, dan ekonomi yang dianggap semakin melemah. Bahkan menurut para
inisiator Partai Gerindra, upaya yang dilakukan para pemegang kebijakan dalam
membangun bangsa justru terjebak pada arus ekonomi pasar, sehingga yang
terjadi malah kemunduran sistem perekonomian kita (Indonesia) dan kehidupan
masyarakat malah menjadi lebih sulit.3 Maka dari itu, ide untuk mendirikan partai
politik oleh para elit Partai Gerindra menjadi sebuah keniscayaan.
Pokok-pokok perjuangan platform4 yang ditawarkan oleh Partai Gerindra
tidak berbeda dengan partai politik di Indonesia yaitu mencakup beberapa sektor
diantaranya adalah di bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, pertanian dan
perikanan, lingkungan hidup, sosial dan budaya, hukum dan HAM (Hak Asasi
Manusia), pertahanan dan keamanan, otonomi daerah, politik luar negeri,
1
Selanjutnya, menurut catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada 38 partai politik dan
6 partai lokal di Aceh yang bisa lolos menjadi peserta pemilu 2009. Kemudian dari 38 partai
tersebut, terdapat 18 partai politik yang benar-benar baru dan kompetisi pada pemilu 2009
merupakan pengalaman pertamanya. Lihat, Arief Mujayatno, Gagalnya Upaya Penyederhanaan
Jumlah
Parpol,
artikel
diakses
pada
15
Agustus
2011
http://www.antaranews.com/view/?i=1215515162&c=ART&s=
2
DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Tanya Jawab Seputar Partai Gerindra,
(Jakarta: Gerindra, 2008), h. 3.
3
Ibid.
4
Definiisi platform adalah pernyataan sekelompok orang atau partai tentang prinsip atau
kebijakan. Lihat, Pusat Bahasa Departement Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia, 2008), h. 1085.
1
2
perburuhan, pengembangan riset, teknologi dan sebagainya.5 Dengan adanya
perhatian terhadap masalah tersebut (sebagaimana tercantum di dalam platform
Gerindra), Partai Gerindra yakin bahwa berbagai masalah sosial di Indonesia akan
mudah teratasi.
Meskipun keberadaan Partai Gerindra masih baru di kancah perpolitikan
nasional, namun Partai Gerindra memiliki perhatian yang tinggi terhadap
perubahan system dan pendekatan dalam pembangunan ekonomi. Pendekatan
yang dilakukan Partai Gerindra adalah dengan mengganti pendekatan neo-liberal
dengan pendekatan ekonomi kerakyatan.6
Gagasan
ekonomi
kerakyatan
yang
ditawarkan
Partai
Gerindra
diaplikasikan melaluli berbagai kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti
melaksanakan pelatihan keberbagai daerah, melakukan penyuluhan terhadap para
pedagang tradisional serta mempererat relasi dengan berbagai organisasiorganisasi ekonomi.7 Orientasi dari usaha yang dibangun tersebut ialah untuk
meperoleh pengertian, kepercayaan, penghargaan, mengembangkan citra positif
partai, dari suatu badan khusus dan masyarakat pada umumnya.8 Organisasi yang
dekat dengan Gerindra diantaranya adalah APPSI (Asosiasi Pedagang
SeIndonesia), HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), terlebih lagi
Prabowo Subianto secara personal memiliki kedekatan dengan kedua organisasi
tersebut.9
5
DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab, h. 19-39.
A. Pambudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, (Jakarta: Penerbit Narasi, 2009), h. 124.
7
DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Acuan Kampanye Menejemen
Pemasaran Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009,(Jakarta: Gerindra, 2008), h. 40-42.
8
Ibid,
9
A. Pambudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 103-105.
6
3
Dalam kampanye politik pada pemilu (pemilihan umum) 2009, Partai
Gerindra mengangkat isu ekonomi kerakyatan sebagai bagaian dari produk
politiknya. Hal ini terlihat pada tulisan Prabowo Subianto yang berjudul
“Membangun Kembali Kemakmuran Indonesia Raya, Delapan Program Aksi
untuk Kemakmuran Rakyat”, delapan aksi yang dimaksud semua berisi masalah
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi kerakyatan.10
Pemilu 2009 merupakan ajang pertama Partai Gerindra menjadi kontestan
politik di pentas nasional. Berbekal kerja keras para elit partai, kharismatik
ketokohan, serta dukungan finansial yang cukup tinggi hingga mencapai 15 Miliar
untuk biaya oprasional kepartaian, maka Partai Gerindra tergolong sebagai partai
yang diperhitungkan oleh kontestan lainnya (partai peserta pilpres 2009).11
Termasuk oleh partai-partai besar yang telah lebih dahulu berkecimpung di politik
Indonesia, seperti Golkar (Partai Golongan Karya), PDIP (Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan), maupun Partai Demokrat.
Perolehan kursi di legislatif yang di dapat Partai Gerindra pada pemilu
2009 merupakan bukti rill kekuatan Partai Gerindra. Berkisar 26 kursi (4,8 %)
DPR dari 560 kursi (100 %) yang diperebutkan berhasil diperoleh oleh Partai
Gerindra.12 Jumlah ini merupakan prestasi yang luar biasa untuk kategori partai
baru dan sekaligus menempatkan Partai Gerindra pada posisi setrategis dalam
persaingan antar partai.
10
Sidik Suhada, Gaya Retorika Komunikasi Politik Prabowo, (Malang: Lembaga
Suprimasi Media Indonesia, 2009), h. 58.
11
Mohammad Choiruman, Dana Kampanye Gerindra Paling Besar, Rp 15 Miliar, artikel
diakses pada 15 Agustus 2011 http://forum.detik.com/ t90781.html.
12
Inke Suharni, “Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi
pemilu 2009,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2009), h. 12.
4
Faktor keberhasialan Partai Gerindra pada pemilu 2009 tidak hanya
dipengaruhi oleh kehebatan dalam menajemen pemasaran partai, atau besarnya
ketersediaan finansial saja. Hal lain yang penting diperhatikan adalah keberadaan
figur politik sekelas Prabowo Subianto di dalam kepengurusan partai tersebut
(Gerindra). Kehadiran Prabowo berpengaruh besar terhadap peningkatan
popularitas partai. Inilah yang menjadi salah satu inisiatif Partai Gerindra
mengusung Prabowo Subianto sebagai salah satu figur utama politiknya. Telah
umum ketahui bahwa Prabowo Subianto adalah figur kontroversial yang telah
berpengaruh sejak reformasi awal 1998, maka Prabowo Subianto sedikit banyak
telah dikenal publik. Realitas seperti ini memberikan keuntungan bagi Partai
Gerindra untuk mendongkrak popularitas partai serta kandidatnya (Prabowo
Subianto).13
Dalam pilpres (pemilihan presiden) maupun pilkada (pemilihan kepala
daerah) langsung, kepopuleran sangat mendominasi dan menentukan bagi pilihanpilihan yang dilakukan oleh rakyat.14 Selain itu garis ideologis Prabowo Subianto
memiliki kesamaan visi dan misi dengan Partai Gerindra yaitu memperjuangkan
konsep ekonomi kerakyatan.15 Paling tidak, inilah yang menjadi alasan Partai
Gerindra mengusung Prabowo Subianto sebagai figur politik dan capresnya pada
pilpres 2009.
13
Selanjutnya, sepuluh tahun sejak reformasi 1998, Prabowo Subianto masih memiliki
popularitas. Survei yang dilakukan Pride Indonesia (Political Research Institute For Democracy)
periode Juni-Juli 2008 menunjukan bahwa Prabowo meraih popularitas paling tinggi. Survei ini
ditujukan untuk mengetahui tingkat popularitas para mantan tentara dan polisi. Sebanyak 89,9 %
responden mengaku mengenal nama Prabowo. Berturut-turut eks militer yang dikenal publik
adalah Adang daradjatun (78,3%), Sutanto (75,3 %), Mardiyanto (50,4%), Ryamizard Ryacudu
(49,2%). Lihat, A. Pambudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 139.
14
Pahmy Sy, Politik Pencitraan, ( Jakarta: Gaung Persada Pers 2010), h. 37.
15
Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana, (Yogyakarta:
Galangpress, 2009), h. 195-196.
5
Sepak terjang Prabowo di belantika politik Indonesia memang penuh
dengan kontroversial, berbagai spekulasi negatif tidak jarang dilontarkan pada
pribadinya, terutama isu tentang pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia).16
Kemudian Prabowo Subianto pernah menjadi bagian dari keluarga penguasa
otoriter yaitu mantan presiden Soeharto. Posisi Prabowo sebagai bagian dari
mantan keluarga Soeharto jelas berpengaruh pada citranya sebagai figur politik.
Mengusung figur kontoversial di panggung politik bukanlah pekerjaan
mudah, sebab di dalam politik, citra politik kandidat sangat diperhitungkan oleh
konstituen. Oleh karena itu, Partai Gerindra memerlukan intensitas kerja yang
tinggi, profesionalitas, serta perencanaan yang matang agar konstruksi citra positif
pada figur politik yang diusungnya (Prabowo Subianto) bisa kembali diterima
oleh masyarakat. Upaya membangun citra agar sampai di masyarakat sesuai
dengan apa yang diharapkan, maka diperlukan adanya komunikasi politik.
Komunikasi politik di sini dipahami sebagai usaha terus-menerus oleh
suatu partai untuk melakukan komunikasi yang bersifat dialogis maupun
monologis dengan masyarakat. Komunikasi politik yang dibangun tidak hanya
berisifat temporal (dilakukan hanya pada waktu kampanye politik), melainkan
melekat juga pada pemberitaan dan publikasi atas apa saja yang telah, sedang, dan
akan dilakukan oleh partai politik bersangkutan. Tujuan dari komunikasi politik
ini menciptakan kesamaan pemahaman politik (misalnya pesan, permasalahan,
16
Selanjutnya, Prabowo di duga kuat terkait isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
di Timor Timur. Dia mengirimkan pasukan “ninja” ke Timor Timur pada tahun 1995, untuk
melancarkan aksi teror yang membuat Komandan Korem Timor Timur saat itu, Kolonel Inf Kiki
Sjahnakrie, geram dan nyaris baku hantam dengan Prabowo di kantor Pangdam IX Udayana,
Mayjen TNI Adang Ruchiatna. Lihat, Siar Xpos,” Prabowo Come Back,” Artikel diakses pada
tanggal 21 Maret 2011 dari http://laleristana.dagdigdug.com/2009/02/09.html. Selanjutnya, dia
juga di duga mendalangi penculikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis proReformasi dan dalang kerusuhan pada Mei 1998. Lihat, Arifin Asydhad, 14 Korban Penculikan
yang Diyakini Sudah Meninggal, artikel diakses pada 21 Maret 2011 dari
http://www.detiknews.com/read/2005/06/14.html.
6
isu, kebijakan politik) antara satu partai politik dengan masyarakat.17 Apabila
proses komunikasi ini dibangun, maka konstruksi citra (image) akan terbentuk
pada masyarakat.18
Keputusan Partai Gerindra mengusung figur Prabowo Subianto sebagai
kandidat Presiden pada pemilu 2009, tentunya membutuhkan strategi politik yang
baik. Karena telah menjadi rahasia umum bahwa Prabowo memiliki latar
belakang sejarah yang bermasalah (kasus HAM) pada saat dia masih aktif di
militer, maka sedikit banyak telah mempengaruhi citra positifnya. Skripsi ini
berusaha mengangkat fenomena politik pencitraan Prabowo Subianto oleh Partai
Gerindra pada pilpres 2009. Dan penulis menggunakan sebagian dari metodelogi
marketing politik, seperti iklan politik (adverstising), pendekatan citra politik
(political image), untuk dijadikan sebagai salah satu kerangka teoritisnya.
Meskipun istilah marketing politik baru berkembang akhir-akhir ini, namun
aktifitas marketing dalam politik telah dilakukan sebelum kaum intelektual dan
akademisi mempelajarinya.19
Di Indonesia sendiri aktivitas marketing politik dijadikan strategi handal
untuk membangun citra dan popularitas partai maupun kandidatnya. Di dalam
17
Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2006), h. 242.
18
Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 176.
19
Selanjutnya, di Inggris pada pemilu 1929, aktivitas marketing politik (political
Marketing) telah banyak dilakukan oleh partai politik Inggris. Partai Konservatif menjadi partai
pertama yang menggunakan agen biro iklan (Holford-Bottomley Adverstising Service) dalam
membantu mendesain dan mendistribusiakn poster dan pamfletnya. Lihat, Firmanzah, Marketing
Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 149-150. Sementara Partai Buruh mulai
menggunakan marketing nya pada saat diresmikanya departemen publikasi ditahun 1917 dan
dibantu oleh agen publikasi Egerton Wake yang kemudian berperan aktif dalam kampanye Partai
Buruh. Selain itu, media-media massa seperti TV, radio, koran juga turut mewarnai kehidupan
politik di inggris. Media massa bernama Saatchi dan Saatchi sangat berperan dalam penciptaan
slogan “Labour isn’t Working” yang mampu mempengaruhi penurunan tingkat kepercayaan
massa Partai Buruh dan mengantarkan Parati Konservatif memenangkan pemilu di tahun 1979 .
Ibid, h. 150.
7
konstelasi politik, citra dan popularitas menduduki posisi penting. Selain
bertujuan untuk menjaring suara konstituen, popularitas juga berperan sebagai
jalan untuk mengkonstruksi citra partai atau kandidat. Hasil studi Fritz Plasser e
al, menunjukan bahwa faktor pertama yang mempengaruhi peluang kandidat
untuk menang pemilu di Eropa adalah image atau citra.20 Citra sebagai kunci
kemenangan pemilu juga menjadi keniscayaan di Indonesia sejak pemilu 2004.
Citra adalah gambaran manusia mengenai sesuatu, atau jika mengacu pada
Lippman, citra adalah persepsi akan sesuatu yang ada di benak seseorang dan citra
tersebut tidak selamanya sesuai dengan realitas sesungguhnya.21
Pentingnya citra diri dalam peta politik juga dikemukakan oleh Yasraf
Amir Piliang. Ia menyatakan:
“Dalam politik abad informasi, citra politik seorang tokoh yang dibangun melalui
aneka media cetak dan elektronik seakan menjadi mantra yang menentukan pilihan
politik. Melalui mantra elektronik itu, maka presepsi, pandangan dan sikap politik
masyarakat dibentuk bahkan dimanipulasi. Ia juga telah menghanyutkan para elit politik
dalam gairah mengkonstruksi citra diri, tanpa peduli relasi citra itu dengan realitas
sebenarnya. Politik kini menjelma menjadi politik pencitraan, yang merayakan citra
ketimbang kompetensi politik”.22
Berkaitan dengan Partai Gerindra, dari awal telah di singgung bahwa
Partai Gerindra merupakan partai baru dari 38 partai politik yang ikut pemilu
2009, dan mengusung figur kontroversial Prabowo Subianto sebagai Capres.
Kondisi tersebut menempatkan Partai Gerindra pada dua masalah sekaligus.
Pertama, berada dalam posisi limited populerities (popularitas terbatas),
dikarenakan posisinya sebagai partai yang relatif baru. Kedua, berkaitan dengan
20
Adam Nursal, Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 75.
21
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Ramaja Rosdaka, 2001), h. 223.
22
Sumbo Tinarbuko, Iklan politik dalam realitas media, (Yogyakarta: Jalasutra,
2009),h.7.
8
persepsi publik terhadap Capres yang diusung Partai Gerindra (Prabowo
Subianto), sebagai figur kontroversial. Kehadiran tokoh dalam partai juga
memiliki pengaruh besar terhadap politik pencitraan partai. Neil Postman, seorang
pedagang dan kritikus media mengatakan bahwa politik adalah bisnis. Dalam
masyarakat, citra, kesan dan penampilan luar adalah segalanya. Di Indonesia tipe
pemilih masih termasuk tradisional. Dalam politik tradisional, politik ditandai
oleh ketergantungan partai pada kharisma individu pemimpinnya. Realitas yang
diperoleh dari survei yang dilakukan majalah MIX-MarketingXtra menujukan,
citra yang dibangun oleh partai sebagian besar ditentukan oleh tokohnya. 23 Oleh
kerena itu, wajar apabila Partai Gerindra sangat gencar melakukan pencitraan
tokoh dan promosi partai karena terdapat kecenderuangan simbiosis mutualistik
(saling menguntungkan) antara keduanya (Gerindra dan Parbowo).
Untuk merekam usaha politik pencitraan Prabowo Subianto oleh Partai
Gerindra pada pilpres 2009, bisa terlihat pada strategi kampanye Partai Gerindra
terutama melalui berbagai media massa. Dengan memanfaatkan kelebihan media
inilah Partai Gerindra mampu mempromosikan pesan, gagasan, ideologi,
pandangan politik, serta pencitraan figur Parbowo Subianto yang dikemas dalam
iklan politiknya.24
Hasil dari usaha politik pencitraan Prabowo oleh Partai Gerindra pada
pemilu 2009, mengalami peningkatan cukup baik atau dengan kata lain, Partai
23
Aruman, “Tirani Citra”, Majalah Mix Marketing Xtra, edisi 01/VI/12 Januari-8 Februari
2009, h 28.
24
Selanjutnya, iklan politik pencitraan pertama Prabowo Subianto adalah, Parbowo
ditampilkan sebagai Ketua Umum HKTI yang berusaha mempopulerkan pengutamaan produksi
petani. Iklan kedua Prabowo, sebagai Ketua Umum Assosiasi Pedagang Pasar Tradisional,
mengajak masyarakat membeli prodak dalam negeri. Kemudian pada iklan ketiga Prabowo
mengenalkan visi dan misi Partai Gerindra dan iklan ini diperkirakan AC Nielsen telah
menghabiskan biaya sekitar Rp 8 Miliar per-bulan pada periode Juli-Oktober. Lihat, Rusady
Ruslan, Kiat dan Strategi Kampanye Publik Relations (Jakarta: PT Grafindo, 2007), h. 61.
9
Gerindra berhasil melakukan politik pencitraan tokoh Parbowo Subianto. Hasil ini
bisa dilihat pada hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI)
pada 2008. Berdasarkan Survei menyebutkan, simpati dan dukungan massa
terhadap Partai Gerindra beserta Prabowo pada Juni 2008 berada pada tingkatan
1,0 %. Namun, pada September dan November mengalami peningkatan menjadi
3,0 % dan 4,0 %. Kemudian hasil survei Cirus Surveior Group pada November
menunjukan, dukungan terhadap Gerindra sekitar 5,5 %.25
Di luar media, upaya pencitraan Prabowo tercermin pada keputusan Partai
Gerindra untuk berkoalisi dengan PDI Perjuangan. Landasan paling fundamental
dari koalisi yang dibangun oleh kedua partai ini (Gerindra dan PDIP) ialah adanya
kesamaan ideologi nasionalis di antara keduanya. Dalam teori koalisi, corak
koalisi seperti ini disebut koalisi berbasis ideologi yang menekankan pentingnya
ideologi partai dalam pembentukan koalisi.26 Meraih kekuasaan dipemerintahan
bukanlah tujuan akhir politisi partai, tetapi sarana untuk menjalankan program
ideologis dan menerapkan berbagai kebijakan yang didasarkan pada ideologi.
Kemudian koalisi yang dibangun bertujuan agar membentuk pemerintahan yang
kompak.27
Dilihat dari target pemilih atau basis massa, kedua partai ini juga memiliki
kesamaan yaitu kalangan menengah ke bawah atau biasa di sebut wong cilik, yang
tinggal di pelosok desa maupun pelosok kota seperti kaum petani, nelayan, buruh
dan lainya. Identitas wong cilik yang sebelumnya identik dengan PDI Perjuangan,
kini mengalami perluasan. Partai Gerindra juga turut mempromosikan dirinya
25
Soempeno, Prabowo Berbintang Tiga: Dari Cijantung Bergerak ke Istana, h. 209.
Kuskridho Ambardi, Mengungkap Politik Kartel: Stadi tentang Sistem Kepartaian di
Indonesia Era Reformasi, (Jakrta: Gramedia, 2009), h. 26.
27
Ibid, h. 27.
26
10
sebagai bagian dari partai untuk masyarakat kecil atau wong cilik. Seperti
disebutkan oleh M. Asrian Mirza ketika memberikan argumentasinya mengenai
positioning Partai Gerindra mengatakan :
“Pencitraan partai baru, sebagai partai baru kita ingin memperkenalkan ini partai
kita, partai kita adalah partai wong cilik, partai untuk petani, partai untuk pedagang pasar,
partai untuk nelayan, itu yang akan kita bela. Nah itu semua kita citrakan melalui media.
Ini yang membedakan perjuangan partai kita dengan partai lain. Kita memposisikan partai
kita sebagai partai wong cilik yang ingin memperjuangkan nasib rakyat kecil. Semuanya
berusaha kita rangkul”.28
Dari argumentasi ini semakin mempertegas bahwa Partai Gerindra
memposisikan dirinya sebagai partai untuk rakyat kecil (wong cilik). Pembelaan
terhadap rakyat kecil ini sekaligus menjadi positioning Partai Gerindra yang
bertujuan untuk memberikan kesan di benak masyarakat agar bisa membedakan
pesan-pesan yang berkaitan dengan nilai, visi, misi tujuan dan cita-cita politik
Partai Gerindra sehingga dapat diterima oleh masyarakat. 29 Dengan positioning
masyarakat dapat membedakan karakterristik Partai Gerindra dengan partai lain
dan karakteristik partai menjadi image (citra) di mata msyarakat.
Berdasarkan analisa di atas, memberikan deskripsi bahwa pilpres 2009
merupakan ajang bagi Partai Gerindra untuk melakukan konstruksi image (citra)
ketokohannya (Parbowo Subianto), untuk proyek masa depan partai. Besarnya
28
Arifi Bambani Amri, “Kepak Syap Gerindra”. Artikel diakses 4 Agustus 2011 dari
http://sorot.vivanews.com/news/read/27935-kepak_sayap_gerindra.
29
Positioning dalam marketing di definisikan sebagai semua aktivitas untuk menanamkan
kesan di benak para konsumen agar mereka bisa membedakan produk dan jasa yang dihasilkan
oleh organisasi bersangkutan. Dalam positioning, atribut produk dan jasa yang dihasilkan akan di
rekam dalam bentuk image (citra) yang terdapat dalam sistem kognitif konsumen. Dengan
demikian, konsumen akan mudah mengidentifikasi dan membedakan produk dan jasa yang
dihasilkan oleh suatu perusahaan dengan produk yang lainnya. Dalam konteks politik, pemahaman
positioning adalah usaha untuk memasukan pesan politik atau menjejalkan suatu citra politik
(kesan) mengenai sebuah partai politik kedalam jendela benak para konstituen atau calon
konstituen. Lihat Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 189. Lihat
juga, DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Acuan Kompanye manajemen Pemasaran
Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009, h. 28.
11
suara yang diperoleh Partai Gerindra hingga mencapai 26 kursi (4,8 %) di DPR
dari 560 kursi (100 %) yang diperebutkan pada pemilu 2009. Serta meningkatnya
presentasi simpati publik terhadap Prabowo Subianto (LSI Juli 2008, 1,0 %.
September dan November 2008 3,0 % dan 4,0 %. Cirus Surveror. November
2008, 5,5 %), mengindikasikan bahwa Partai Gerindra telah berhasil membangun
citra (image) figur Prabowo Subianto di mata publik. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk meneliti lebih dalam fenomena politik pencitraan Prabowo Subianto
oleh Partai Gerindra. Judul yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah “Politik
Pencitraan Partai Gerindra terhadap Prabowo Subianto pada Pilpres 2009.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pesatnya arus perkembangan media informasi, serta diberikannya hak
masyarakat untuk dapat memilih secara langsung pemimpin nasional dan daerah
di legeslatif serta eksekutif, maka semakin memperketat persaingan antar partai
dan kandidatnya pada arena-arena politik. Realitas seperti ini menuntut hampir
semua institusi politik dan figur-figur politik untuk terjun secara langsung ke
masyarakat serta berupaya keras membangun citra politik yang baik, berwibawa,
populis, cerdas, bermoral dan lain-lain. Konstruksi citra yang dikembangkan di
percaya sebagai strategi positif untuk menarik simpati masyarakat. Sehingga
ketika pemilu digelar, masyarakat sudah dapat mengenali figur mana yang telah di
kenal dan akan dipilihnya.
Pemilu 2009 adalah ajang di mana aktivitas politik pencitraan begitu
mendominasi politik Indonesia. Fenomena ini bisa terlihat pada peningkatan
jumlah iklan politik dibeberapa media massa yang ditampilkan pada saat pemilu
12
akan diselenggarakan. Hasil riset AC Nielsen dalam kuartal pertama pemilu 2009
memperlihatkan, Partai Golkar menempati posisi teratas dengan belanja iklan
sebanyak Rp. 185 Miliar dengan 16 ribu spot iklan. Kemudian disusul oleh Partai
Demokrat Rp. 123 Miliar dalam 11 ribu spot dan Partai Gerindra Rp. 66 Miliar
yakni 4 ribu spot iklan.30
Analisa Neilsen di atas, tidak hanya memprediksiakan partai-partai lama
yang sibuk melakukan pencitraan, namun terlihat jelas Partai Gerindra sebagai
kontestan baru pada pemilu 2009, turut terlibat didalamnya. Upaya Partai
Gerindra melakukan sebuah pencitraan dipengharuhi oleh adanya figur politik
Prabowo Subianto yang identik dengan figur kontroversial.
Agar pembahasan skripsi ini tidak melebar, penulis akan memfokuskan
pada penelitian tentang politik pencitraan Parbowo Subianto oleh Partai Gerindra
pada pilpres 2009. Maka dari itu, pertanyaan yang akan diteliti pada skripsi ini
adalah apa yang dilakukan Partai Gerindra dalam membangun politik pencitraan
Parabowo Subianto pada pilpres 2009. Itulah yang menjadi fokus perumusan
masalah dalam penelitian ini.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian skripsi ini penulis mencoba untuk mengetahui
bagaimana peran dan strategi politik Partai Gerindra dalam mengkonstruksi
reputasi image (citra) positif Prabowo Subianto yang dianggap buruk pada masa
30
Vennie Melyani,”Belanja Iklan Partai Politik Mencapai Rp 1 triliun”, Artikel diakses
pada 6 Agustus 2011 http://www.tempo.co/hg/bisnis/2009/04/28/brk,20090428-173209,id.html.
13
lalu karena terkait isu-isu pelanggaran HAM dan kedekatannya dengan keluraga
Soeharto yang menjadi penguasa pada saat itu.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini untuk menambah wawasan mahasiswa pada
umumnya dan bagi penulis pribadi pada khususnya bahwa keberhasilan politik
pencitraan Prabowo Subianto tidak terlepas dari peran Partai Gerindra yang
menjadi instrumen untuk membentuk politik pencitraanya. Maka dari itu, perlu
kita ambil hikmah dari fenomena tersebut bahwa perlu adanya kerjasama yang
baik antara partai dengan figur yang akan diusungnya, sehingga pencitraan yang
dibentuk dapat diterima di benak masyarakat.
D. Metode Penelitian
Penelitian skripsi ini menggunakan metode kualitatif. Metode ini lebih
memengedepankan kualitas data yang diperoleh. Metode penelitian kualitatif
menghasilkan data deskriptif . Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
teknik
pembahasan
deskriptif
analsis
yaitu
dengan
memaparkan
dan
menggambarkan serta menganalisa data-data yang diperoleh. Penelitian deskriptif
mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku
dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu.
“Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif, ucapan atau tulisan, dan prilaku yang dapat diamati dari subjek itu sendiri.
Pendekatan ini menunjukan langsung dari seting itu secara keseluruhan. Subjek setudi
baik berupa organisasi, lembaga, atau pun individu tidak dipersempit menjadi variabel
yang terpisah atau menjadi hipotesis, tetapi dipandang sebagai bagian dari satu
keseluruhan”.31
31
Burhan Bungin, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodelogis Ke Arah
Ragam Farian Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h. 31.
14
Penelitian kualitatif ini menggunakan teknik wawancara individu intensif
(mendalam). Wawancara mendalam didasarkan pada sebuah panduan wawancara,
pertanyaan-pertanyaan terbuka, dan penyelidikan informal untuk memfasilitasi
diskusi tentang isu-isu dengan cara yang setengah terstruktur atau tidak
terstruktur. Pertanyaan terbuka digunakan untuk memungkinkan terwawancara
berbicara panjang lebar mengenai sesuatu topik.32
Data wawancara dalam penelitian ini adalah narasumber dari Partai
Gerindra, Bapak Fadli Zon (Wakil Ketua Umum Partai Gerindra). Selain data dari
wawancara mendalam, penelian ini menggunakan data-data dari buku beserta
artikel yang berhubungan dengan AD/ART partai Gerindra, catatan pemerintah,
media massa, internet, dan sumber lain yang relevan dengan penelitian.
Mengenai teknik penulisan dalam skripsi ini, penulis mengacu sepenuhnya
pada buku standar penulisan skripsi untuk pedoman penulisan skripsi pada buku
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Desertasi) yang diterbitkan oleh
CeQDA (Center for Quality Development and Anssurance).
E. Sistematika Penulisan
Agar penulisan ini menjadi lebih sistematis, maka penulis membagi isi
skripsi ini menjadi lima bab, tiap bab yang di dalamnya terdiri dari
beberapa sub-bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut:
Penulisan ini di mulai dari bab pertama, yang menjelaskan latar belakang
masalah. Di mana di dalamnya mendeskripsikan usaha Partai Gerindra dalam
32
David Marsh dan Gerry Stoker, Teori dan Metode Dalam Ilmu Politik, (Bandung:
Penerbit Nusa Media, 2010), h. 240
15
melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto, latar belakang Partai Gerindra
mengusung Prabowo Subianto, sekilas menguraikan tentang figur Prabowo
Subianto, memotret fenomena koalisi antara Gerindra dengan PDI Perjuangan dan
mengidentifikasi Partai Gerindra sebagai partai wong cilik. Bab pendahuluan juga
berisikan pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian dan teknik penulisan, serta sistematika penulisan.
Selanjutnya dalam bab kedua, berisi teori-teori politik yang berkenaan
dengan rumusan masalah yang hendak diteliti. Dalam penelitian ini penulis ingin
meneliti langkah_langkah strategi politik Partai Gerindra dalam melakukan politik
pencitraan terhadap Prabowo Subianto. Sehingga teori-teori yang penulis gunakan
diantaranya adalah teori politik pencitraan yang dalam substansi pembahasannya
berisikan pendekatan teori citra politik
dan teori-teori pendukung seperti
komunikasi politik, wacana politik, dan kampanye politik. Selanjutnya
keterlibatan media massa sebagai penunjang saluran informasi dalam membentuk
pencitraan Partai Gerindra memiliki peran penting karena kecepatan informasi
yang didapatkan masyarakat melalui iklan-iklan politik, maka dari itu teori media
massa turut melengkapi pada pembahasan bab ini.
Selanjutnya pada bab ketiga, menjelaskan secara umum gambaran dari
Partai Gerindra sebagai partai baru pada pilpres 2009. Dari sejarah singkat
berdirinya Partai Gerindra, partai ini termasuk partai termuda di belantika politik
Indonesia. Partai Gerindra membawa visi-misi kerakyatan yang membedakan
partai ini dengan partai-partai lainnya. Bab ini menjelaskan sekilas tentang
AD/ART, struktur organisasi Partai Gerindra. Kemudian bab ini juga
16
menguraikan tentang profil Prabowo Subianto sampai pada kiprahnya di politik
pasca Orde Baru.
Kemudian pada bab keempat (isi), merupakan inti dari skripsi ini, penulis
akan menguraikan peran Partai Gerindra dalam melakukan politik pencitraan
Prabowo Subianto, serta strategi politik yang terekam dalam langkah-langkah
Partai Gerindra dalam membentuk politik pencitraan Prabowo Subianto pada
pilpres 2009. Peran Partai Gerindra dalam melakukan politik pencitraan Prabowo
Subianto terekam dari langkah-langkah srategi politik pencitraan yang dilakukan
partai, diantaranya adalah Partai Gerindra melakukan komunikasi politik kepada
masyarakat untuk menampung aspirasi dan membuat kebijakan politik yang
populer (pro-rakyat) seperti gagasan mengenai wacana ekonomi kerakyatan.
Untuk menyalurkan gagasan dan wacana politik nya (ekonomi kerakyatan) Partai
Gerindra memanfaatkan momentum kampanye dengan cukup baik dengan
menggunakan jasa media massa (media cetak dan media elektronik) untuk
mempromosikan (iklan) Partai Gerindra dan kandidatnya (Prabowo Subianto).
Selanjutnya dalam bab kelima adalah bab penutup, di mana dalam bab ini
penulis mencoba menyimpulkan, serta menjelaskan substansi dari bab-bab
sebelumnya yang menjelaskan tentang apa yang menjadi tema sekripsi ini.
Ternyata politik pencitraan sangat diperlukan di era demokrasi dan teknologi
informasi. Momentum tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Partai Gerindra
dalam membentuk dan menjaga citra (pencitraan) Prabowo Subianto. Tujuan
utama Partai Gerindra pada pilpres 2009 adalah menjadikan partai ini sebagai
partai pemenang dan penguasa di negeri ini (Republik Indonesia). Untuk
mencapai tujuan tersebut harus dibangun pencitraan positif
dengan langkah-
17
langkah politik yang baik (tahapan strategi politik Partai Gerindra; membangun
komunikasi politik dengan masyarakat, menciptakan kebijakan publik yang prorakyat, dan memanfaatkan momentum kampanye dengan baik dengan
menggunakan jasa media massa) sehingga mendapat simpatik dari rakyat
Indonesia. Walaupun cita-cita tersebut belum terlaksana, Partai Gerindra sebagai
partai baru yang mengusung figur kontroversi (Prabowo Subianto) telah berhasil
membentuk dan menjaga citra partai. Hal ini terlihat dengan perolehan suara pada
pemilu 2009, Partai Gerindra menduduki urutan kedelapan dalam perolehan suara
dengan meraih 26 kursi (4,5%) dari 560 kursi (100%) di DPR (Dewan Perwakilan
Rakyat) Republik Indonesia.
Selanjutnya bab penutup berisi saran-saran dari penulis yang nanti bisa
bermanfaat. Terkai politik pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra terhadap
Prabowo Subianto pada pilpres selanjutnya. Agar sebaiknya Partai Gerindra dan
Prabowo Subianto lebih mengedepankan program-program nyata yang langsung
berdampak positif kepada masyarakat, karena pencitraan tidak selamanya sesuai
dengan realitas sesungguhnya. Pada bagian akhir penulis juga mencantumkan
daftar pustaka yang digunakan penulis sebagai rujukan dalam penulisan skripsi
ini.
BAB II
KERANGKA TEORI POLITIK PENCITRAAN
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan dalam Bab I bahwa
yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Partai
Gerindra dalam membangun politik pencitraan Parbowo Subianto pada pilpres
2009. Partai Gerindra merupakan infrastruktur politik yang melakukan proses
politik pencitraan pada Prabowo Subianto. Untuk itu, penulis mengawali analisa
bab ini dengan teori-teori yang mendukung pembahasan tentang usaha Partai
Gerindra dalam melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto. Teori yang
dikemukakan penulis diawali dari fakta teori yang kemudian diikuti dengan teoriteori yang lebih spesifik penujang skripsi ini.
Tuntutan untuk membentuk strategi politik yang handal bagi para
kontestan politik (partai atau kandidat partai) adalah indikator bahwa persaingan
politik semakin menguat. Pengalaman di berbagai negara yang menerapkan
pemilihan umum yang terbuka dan kompetitif menujukan bahwa yang paling
penting di atas segalanya adalah citra si kandidat. Menurut Armando, seorang
kandidat yang sudah tercemar namanya secara serius di kalangan luas, tidak akan
lolos dalam kompetisi terbuka dan objektif.1 Oleh karena itu, pembentukan citra
kandidat atau partai politik memegang peran penting. Ide mengembangkan politik
pencitraan juga diyakini oleh Partai Gerindra sebagai strategi politik yang efektif
untuk mengkonstruksi image positif beserta mendongkrak popularitas Prabowo
Subianto ketengah-tengah masyarakat.
1
Ade Armando, Kampanye Melalui Media Massa: Keniscayaaan di Abad 21,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.185.
18
19
A. Politik Pencitraan
Hasil studi Fritz Plasser, menunjukan faktor pertama yang mempengaruhi
peluang kandidat untuk kemenangan pemilu di Eropa adalah image atau citra.2
Citra sebagai kunci kemenangan pemilu juga menjadi keniscayaan di Indonesia
sejak pemilu 2004 hingga pilpres 2009. Partai Gerindra yang merupakan bagian
dari 18 partai baru juga terlibat dalam usaha pembentukan citra untuk
memperoleh dukungan di masyarakat.
Keputusan Partai Gerindra untuk mengusung figur Prabowo subianto
sebagai kandidat presiden pada pilpres 2009, tentunya membutuhkan strategi
politik yang baik. Karena telah menjadi rahasia umum bahwa Prabowo Subianto
memiliki latar belakang sejarah yang bermasalah (kasus HAM) pada saat Dia
masih aktif di militer dan sedikit banyak telah mempengaruhi citranya. Citra
kurang baik yang melekat di masyarakat mengenai Prabowo akan berdampak
pada popularitas yang kurang baik juga terhadap Partai Gerindra. Untuk
meningkatkan
popularitas
partai
beserta
kandidatnya,
Partai
Gerindra
membutuhkan strategi politik pencitraan untuk membentuk image positif agar
mendapatkan kesan yang baik di benak masyarakat dan memperoleh suara yang
signifikan pada pilpres 2009.
Pengertian citra (image) itu sendiri adalah gambaran manusia mengenai
sesuatu, atau jika mengacu pada Lippman, citra adalah presepsi akan sesuatu yang
ada di benak seseorang dan citra tersebut tidak selamanya sesuai dengan realitas
2
Nursal, Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu, h. 75.
20
sesungguhnya.3 Sementara menurut Peteraf dan Shanley yang dikutip oleh
Firmanzah menyebutkan, citra bukan sekedar masalah persepsi atau identifikasi
saja, tetapi juga memerlukan pelekatan (attachment) suatu individu terhadap
kelompok atau grup. Pendekatan ini dapat dilakukan secara rasional (kognitif)
maupun emosional (afektif).4
Dalam konteks politik,
pendekatan kognitif beranggapan bahwa
masyarakat akan menilai dan kemudian memilih partai politik yang program
kerjanya paling rasional. Maka dari itu, yang menjadi perhatian Partai Gerindra
ketika membangun relasi dengan masyarakat seperti ini adalah dengan menyusun
dan mengimplementasikan program kerja objektif yang sesuai dengan apa yang
diharapkan masyarakat, salah satu program kerja tersebut Partai Gerindra
menawarkan konsep wacana ekonomi kerakyatan yang akan dibahas pada Bab IV.
Selain pendekatan kognitif Partai Gerindra juga menggunkan pendekatan
afektif. Menurut prespektif ini bahwa tidak semua masyarakat memiliki kapasitas
untuk berfikir dan menganalisa apa yang mereka butuhkan dan bagaimana
memenuhinya. Masyarakat tipe ini adalah masyarakat yang tidak memiliki
pendidikan tinggi serta berpemahaman relatif rendah mengenai hak dan kewajiban
politiknya. Untuk membangun relasi dengan masyarakat seperti ini Partai
Gerindra membangun ikatan emosional dengan menggunakan media informasi,
salah satu nya dengan pemanfaatan iklan politik.
“Coba perhatikan iklan Partai Gerindra di TV, lewat iklan dengan tema
kerakyatan berhasil menyentuh emosional dan rasional masyarakat. Dalam iklan itu
3
Rahmat, Psikologi Komunikasi, h. 223.
Selanjutnya, pendekatan kognitif dan akfektif berawal dari dualisme cara pandang
terhadap masyarakat. Pendekatan kognitif lebih menekankan bahwa masyarakat adalah entitas
yang rasional dan bisa berfikir.. Pendekatan afektif menekankan pada dimensi emosional. Lihat
Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 233-240.
4
21
diangkat fenomena yang ada di Indonesia lengkap dengan solusi yang kita
tawarkan. Tidak salah kalau iklan Partai Gerindra menjadi iklan terpopuler pada
pemilu 2009”.5
Untuk meningkatkan popularitas partai berserta kandidatnya, Partai
Gerindra membutuhkan strategi positioning6 yang baik. Dalam konteks politik
pembentukan positioning partai sangat dibutuhkan untuk mempermudah
konstituen mengidentifikasi sekaligus membedakan prodak dan jasa yang
dihasilkan oleh suatu partai atau kandidat politik. Semakin tinggi image yang
direkam dalam benak konstituen, semakin mudah pula mengigat partai dan
kandidat bersangkutan.
Untuk melakukan positioning Partai Gerindra menggunakan media
reputasi partai. Salah satu positioning Partai Partai Gerindra adalah dengan
menempatkan posisi partai sebagai partai wong cilik atau partai yang
memperjuangkan rakyat kecil. Terbukti dengan terjalinnya hubungan baik antara
Partai Gerindra maupun Prabowo Subianto dengan kelompok-kelompok
masyarakat, baik itu dari golongan petani, nelayan, dan kelompok lainnya.
Positioning yang dilakukan Partai Gerindra dengan menampilkan nilai-nilai
5
Inke Suharni, “Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi
pemilu 2009”, h. 86
6
Positioning dalam marketing didefinisikan sebagai semua aktivitas untuk menanamkan
kesan di benak para konsumen agar mereka bisa membedakan produk dan jasa yang dihasilkan
oleh organisasi bersangkutan. Dalam positioning, atribut produk dan jasa yang dihasilkan akan di
rekam dalam bentuk image (citra) yang terdapat dalam sistem kognitif konsumen. Dengan
demikian, konsumen akan mudah mengidentifikasi dan membedakan produk dan jasa yang
dihasilkan oleh suatu perusahaan dengan produk yang lainnya. Dalam konteks politik, pemahaman
positioning adalah usaha untuk memasukan pesan politik atau menjejalkan suatu citra politik
(kesan) mengenai sebuah partai politik kedalam jendela benak para konstituen atau calon
konstituen. Lihat Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 189. Lihat
juga, DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Acuan Kompanye manajemen Pemasaran
Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009, h. 28.
22
ekonomi kerakyatan yang menjadi identitas partai.7 Sebagaimana dikemukakan
oleh M. Asrian Mirza:
“Pencitraan partai baru, sebagai partai baru kita ingin memperkenalkan ini partai
kita, partai kita adalah partai wong cilik, partai untuk petani, partai untuk pedagang pasar,
partai untuk nelayan, itu yang akan kita bela. Nah itu semua kita citrakan melalui media.
Ini yang membedakan perjuangan partai kita dengan partai lain. Kita memposisikan partai
kita sebagai partai wong cilik yang ingin memperjuangkan nasib rakyat kecil. Semuanya
berusaha kita rangkul”.8
Seperti yang dikemukakan oleh Joe Marconi orang yang memandang
suatu benda yang sama dapat mempunyai persepsi yang berlainan terhadap benda
itu.9 Maka dari itu, dalam konteks politik pembentukan positioning partai sangat
dibutuhkan
untuk
mempermudah
konstituen
mengidentifikasi
sekaligus
membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh suatu partai atau kandidat
politik. Semakin tinggi image yang direkam dalam benak konstituen, semakin
mudah pula mengingat produk dan jasa bersangkutan.
Politik pencitraan dalam era demokrasi dan informasi menjadi keniscayaan
semua partai politik di Indonesia termasuk Partai Gerindra dalam menghadapi
pertarungan politik pada pilpres 2009. Hal itu dikarenakan politik pencitraan itu
sendiri adalah konstruksi atas representasi dan presepsi masyarakat (publik) akan
suatu partai politik atau individu mengenai semua hal yang terkait dengan
aktivitas politik.10 Dari uraian tesebut dapat dipahami bahwa Partai Gerindra
7
Suharni, “Humas dalam Kampanye Politik: Studi Partai Partai Gerindra Menghadapi
pemilu 2009,” h. 81-13.
8
Arifi Bambani Amri, “Kepak Syap Gerindra”. Artikel diakses 4 Agustus 2011 dari
http://sorot.vivanews.com/news/read/27935-kepak_sayap_gerindra.
9
Siswanto Sutojo, Manajemen Perusahaan Indonesia: Sebuah Pendekatan Filosofis dan
Akademis Praktis, (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 2004), h. 18.
10
Selanjutnya, Citra politik tidak selalu mencerminkan realitas objektif. Suatu citra politik
juga dapat mencerminkan hal yang tidak nyata atau imajinasi yang terkadang bisa berbeda dengan
kenyataan fisik. Citra politik dapat diciptakan, dibangun, dan diperkuat, namun bisa juga
23
menggunakan politik pencitraan sebagai salah satu strategi untuk membangun
image (citra) partai beserta kandidat (Prabowo Subianto) agar ingatan akan
reputasi Prabowo yang buruk pada masa lalu dapat dilupakan, selain itu Partai
Gerindra juga membentuk image positif supaya popularitas partai meningkat
sehingga berkorelasi pada perolehan suara yang signifikan pada pilpres 2009.
Dalam mengkonstruksi image (citra) partai politik atau konstestan individu
membutuhkan strategi komunikasi agar citra yang dibangun bisa sampai pada
konstituen. Maka dari itu usaha pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra
membutuhkan strategi komunikasi politik dalam penyampaiannya.
B. Komunikasi Politik
Tugas dari partai politik dalam negara yang menganut demokrasi adalah
sebagai lembaga penyalur aspirasi masyarakat. Dalam konteks politik di Indonesia
Partai Gerindra merupakan salah satu partai politik yang ikut berpartisipasi dalam
demokrasi dan sebagai penampung aspirasi masyarakat. Oleh sebab itu, untuk
menjalankan sistem demokrasi yang maksimal Partai Gerindra membangun
komunikasi yang efektif antara masyarakat dengan para elit politiknya begitu pula
sebaliknya. Semakin optimal komunikasi yang dibagun oleh Partai Gerindra maka
semakin penting eksistensinya dimasyarakat. Bentuk komunikasi yang dilakukan
oleh Partai Gerindra yaitu sebagai penyalur aspirasi merupakan bagian dari
komunikasi politik.
melemah, luntur dan hilang dalam sistem kognitif masyarakat. Citra politik memiliki kekuatan
untuk memotivasi aktor atau individu agar melakukan suatu hal. Disamping itu, citra politik dapat
pula mempengaruhi opini publik sekaligus menyebarkan makna-makana tertentu. Firmanzah Ph.D.
Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 230-231.
24
Membangun suatu image politik tidak dapat dilakukan tanpa adanya
komunikasi politik. Komunikasi politik yang dimaksud disini adalah semua hal
yang dilakukan oleh partai politik untuk mentransfer sekaligus menerima unpanbalik (feedback) tentang isu-isu politik berdasarkan semua aktivitas yang
dilakukannya terhadap masyarakat. Isu politik ini dilihat dalam prespektif yang
sangat luas dan sangat terkait dengan usaha partai politik untuk memposisikan
dirinya dan membangun identitas dalam rangka memperkuat citra di benak
masyarakat. Isu politik tersebut dapat berupa ideologi partai, program kerja, figur
pemimpin partai, latarbelakang pendirian partai, visi dan tujuan jangka panjang
partai dan permasalahan-permasalahan yang diungkapkanya.
Komunikasi dalam hal ini diartikan sebagai komunikasi dyadic
communication, (komunikasi dua arah). Dyadic communication bekerja tidak
hanya dilakukan oleh suatu partai politik kepada masyarakat, tetapi ada timbal
balik (feedback) dari masyarakat kepada partai yang bersangkutan.11 Melihat
realitas masyarakat moderen yang cenderung plural (terdiri dari berbagai
segmentasi masyarakat), tersebar dan terkadang tidak terorganisir, maka akan sulit
membayangkan
adanya
sistematisasi
komunikasi
pesan
yang dilakukan
masyarakat terhadap partai politik. Hal ini membuat partai politik harus
mengambil inisiatif untuk mentransfer sekaligus merumuskan signal-signal atau
pesan yang disampaikan oleh masyarakat. Berbagai permasalahan sosial-politik
yang terjadi dalam masyarakat harus dipahami secara detil oleh suatu partai
politik untuk kemudian dianalisis lebih dalam berdasarkan data dan peristiwa, lalu
kemudian natinya akan dijadikan input sistem politik.
11
Ibid. h. 257.
25
Komunikasi politik adalah suatu proses dan kegiatan-kegiatan membentuk
sikap dan prilaku politik yang terintegrasi kedalam sebuah sistem politik dengan
menggunakan
simbol-simbol.12
Aplikasi
dari
komunikasi
politik
akan
berpengaruh pada dinamisasi sistem politik kemudian akan berdampak juga pada
sistem sosial yang berkembang dalam masyarakat. Komunikasi politik terjalin dan
terdistribusi antar sistem politik dengan sistem politik lainya, seperti halnya
tergambarkan antara sistem politik dan sistem sosial. Partai Gerindra
memposisikan komunikasi politik menjadi hal yang penting karena komunikasi
politik menjadi dasar pelaksana fungsi partai seperti sosialisasi politik, partisipasi
politik, rekrutmen dan lain sebagainya.
Seperti telah disinggung di atas, bahwa komunikasi politik sebagai alat
untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan politik masyarakat, kemudian
dijadikan input sistem politik dan pada waktu yang sama ia juga menyalurkan
kebijakan yang diambil atau output sistem politik itu.13 Proses input dalam sebuah
sistem politik melibatkan partai dalam hal ini Partai Gerindra sebagai infrastruktur
untuk mengumpulkan aspirasi agar Partai Gerindra mendapatkan dukungan dari
masyarakat. Melalui proses komunikasi politik itu pula masyarakat akan
mengetahui apakah dukungan, aspirasi, dan pengawasan itu tersalur atau tidak
sebagaimana dapat mereka simpulkan dari aplikasi sebagai kebijakan politik yang
diambil pemerintah.
Lord Windelesham mengemukakan bahwa tujuan komunikasi adalah suatu
penyampaian pesan politik yang secara sengaja dilakukan oleh komunikator
12
Rochajat Harun dan Sumarno AP, Komunikasi politik (Bandung: Madar Maju, 2006), h.
5.
13
Maswardi Rauf dan Mappa Nasrun, Indonesia dan Komunikasi Politik (Jakarta: PT
Gramedia Utama, 1993), h. 3.
26
kepada komunikan dengan tujuan membuat yang terlibat komunikasi berprilaku
tertentu.14 Komunikasi politik juga dijadikan alat untuk menghubungkan pikiran
politik yang hidup dalam masyarakat, baik pikiran intern golongan, instansi,
asosiasi, atau sektor kehidupan politik pemerintahan. Menempatkan komunikasi
politik sebagai pendekatan politik yang merupakan alat untuk penyampain pesanpesan yang bercirikan politik oleh para aktor-aktor politik pada pihak lain.15
Partai Gerindra sebagai Partai Politik juga melakukan komunikasi politik
dengan melakukan penyampaian ide-ide dengan cara menghubungkan gagasangagasan politiknya kepada masyarakat agar terciptanya perubahan di masyarakat
sesuai dengan cita-cita politik yang di usung. Tujuan komunikasi politik adalah
menjalankan proses komunikasi secara optimal untuk mencapai kesamaan
persepsi tentang isu-isu atau ide-ide politik antara para elit politik dengan
masyarakat. Komunikasi politik dianggap gagal apabila kesamaan persepsi antara
komunikator dan komunikan tidak menemukan titik temu dalam kesamaan
persepsi. Sebagai partai politik, Gerindra merupakan subjek dalam komunikasi
politik dan Partai Gerindra membutuhkan dukungan dari masyarakat untuk
mempertahankan eksistensinya serta dukungan terhadap Prabowo Subianto.
Dukungan tersebut tidak akan diberikan oleh masyarakat apabila nilai utama
dalam komunikasi yaitu kesamaan ide dan gagasan tidak tebentuk.
Pada paruh musim pemilu 2009 gagasan tentang ekonomi kerakyatan
mendominasi isu politik yang diangkat oleh Partai Gerindra. Kesenjangan sosial
dan ekonomi yang terjadi pada masyarakat Indonesia dianggap menjadi titik
14
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004), h.158.
15
Rochajat Harun dan Sumarmo AP, Komunikasi Politik, h. 3.
27
permasalahan utama. Isu sosial dan ekonomi yang di dapat di lapangan adalah
bagian dari hasil komunikasi politik Partai Gerindra dengan masyarakat.
Kemudian temuan tersebut dijadikan input yang menghasilkan output tentang
gagasan ekonomi kerakyatan. Komunikasi politik yang dibangun Partai Gerindra
juga mengandung unsur pencitraan politik (image), di mana output tentang
gagasan ekonomi kerakyatan yang disosialisasikan kepada masyarakat selalu
dikaitkan dengan figur Prabowo Subianto. Hal ini bisa terlihat pada beberapa
iklan politik Partai Gerindra yang ditampilkan di beberapa media. Iklan politik
tersebut dikemas lalu kemudian menampilkan Prabowo Subianto bersama Partai
Gerindra, yang kemudian memberikan ajakan kepada publik untuk mencintai
produk lokal, mengembangkan prasar tradisional dan lain sebaginya.
Seperti telah disinggung di atas, komunikasi yang dibangun oleh Partai
Gerindra adalah Komunikasi dua arah (dyadic communication), yang melibatkan
Partai Gerindra dengan masyarakat dan masyarakat terhadap Partai Gerindra.
Proses analisis terhadap masalah publik yang dilakukan Partai Gerindra kepada
masyarakat untuk dijadikan input dan output yang dihasilkan Partai Gerindra, lalu
kemudian disosialisasikan kepada masyarakat termasuk proses komunikasi
politik. Dengan demikian feedback yang akan didapatkan Partai Gerindra serta
Prabowo adalah terbentuknya image positif di masyarakat.
C. Wacana Politik
Partai Gerindra merupakan partai baru di kancah perpolitikan nasional,
namun peran Partai Gerindra dalam mempromosikan gagasan-gagasan politiknya
kepada masyarakat cukup signifikan. Terbukti dari beberapa program politik yang
28
ditawarkan oleh Partai Gerindra sebagian telah mendapatkan tempat di hati
masyarakat. Sebagai contoh ide tentang wacana ekonomi kerakyatan, melalui
gagasan ini Partai Gerindra mampu menjalin hubungan langsung dengan elemen
masyarakat
secara
luas.
Wacana
ekonomi
kerakyatan
Partai
Gerindra
diaplikasikan melaluli berbagai kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti
melaksanakan pelatihan keberbagai daerah, melakukan penyuluhan terhadap para
pedagang tradisional serta mempererat relasi dengan berbagai organisasiorganisasi ekonomi.16
Ide mengenai wacana ekonomi kerakyatan17 menjadi popular menjelang
pilpres 2009. Wacana ini menjadi serangan balik terhadap kebijakan ekonomi
pemerintah yang dinilai terlalu liberal dalam kebijakan ekonominya. Sehingga
masyarakat Indonesia terjebak pada sistem ekonomi pasar (sistem ekonomi
liberal)18 yang telah memporak-porandakan perekonomian bangsa. Kemudian
yang terjadi malah sebaliknya masyarakat semakin terpojokan oleh struktur
16
DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Acuan Kampanye Menejemen
Pemasaran Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009,(Jakarta: Gerindra, 2008), h. 40-42.
17
Selanjutnya, Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan
ekonomi rakyat. Di mana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha
yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola
sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut
sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan,
kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan
keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Lihat, Sarbini
Sumawinata, Politik ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 161.
18
Selanjutnya, sistem ekonomi pasar atau liberal adalah sebuah sistem di mana adanya
kebebasan baik untuk produsen maupun konsumen untuk berusaha yang didalamnya tidak ada
campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi mekanisme pasar, jadi semua mekanisme
pengaturan harga diserahkan ke pasar (tergantung mekanisme supply dan demand). Umumnya
sistem ekonomi liberal di anut oleh negara-negara yang berada di kawasan barat (Amerika dan
Eropa) seperti yang paling terkenal adalah negara adi daya Amerika Serikat yang belakangan
terkena krisis keuangan. Ekonomi pasar (liberal) adalah teori ekonomi yang diuraikan oleh tokohtokoh penemu liberal klasik seperti Adam Smith atau French Physiocrats. Sistem ekonomi liberal
tersebut mempunyai kaitannya dengan "Kebebasan alami" yang dipahami oleh tokoh-tokoh
ekonomi liberal klasik tersebut. Lihat Deliarnov, Ekonomi Politik,(Jakarta: Erlangga, 2006), h.
211.
29
ekonomi tersebut (ekonomi liberal) yang berkembang jauh dari nilai keadilan.
Pada situasi demikian, Partai Gerindra ingin memberikan alternatif kepada bangsa
dan negara agar tercipta Indonesia makmur dan sejahtera.19
Istilah wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut pada saat ini
selain demokrasi, hak asasi manusia, masyarakat sipil dan lingkungan hidup. Kata
wacana juga sering digunakan oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa,
psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya. Banyaknya
perbedaan lingkup dan disiplin ilmu yang memakai istilah wacana maka
mempengaruhi terhadap perluasan makna atas wacana itu sendiri.
Wacana atau discourse berasal dari bahasa latin yang berati lari kian
kemari. Alex Sobur memberikan definisi wacana sebagai Komunikasi pemikiran
dengan kata-kata, ekspresi, ide, gagasan, konservasi atau percakapan.20 Samsuri,
mendefinisikan wacana sebagai rekaman kebahasaan yang utuh tentang suatu
peristiwa komunikasi, terdiri dari seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan
pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu bisa menggunakan bahasa
lisan maupun tulisan.21
Michel Foucault mengartikan wacana tidaklah dipahami sebagai
serangkaian kata atau proposisi dalam teks, tetapi sesuatu yang memproduksi
yang lain (sebuah gagasan, konsep, atau efek). Wacana dapat di deteksi karena
secara sistematis suatu ide, opini, konsep, dan pandangan hidup dibentuk dalam
suatu konteks tertentu sehingga mempengaruhi cara berfikir dan bertindak
19
DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab, h. 3
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 9-10.
21
Ibid. h. 10.
20
30
tertentu.22 Kemudian menurut Emile Benveniste, wacana sebagai modus
komunikasi verbal (kebahasaan) tempat posisi si penutur tampak dengan jelas.23
Dari sebagian penjelasan di atas, bahasa merupakan unsur pokok dan
penting dalam sebuah wacana. Menurut Nimmo, bahasa adalah proses komunikasi
makna melalui lambang. Bahasa salah satu sistem komunikasi yang tersusun dari
kombinasi lambang-lambang signifikan (tanda dengan makna dan tanggapan
bersama bagi orang-orang), didalamnya signifikasi lambang-lambang itu lebih
penting daripada situasi langsung tempat bahasa itu digunakan, dan lambanglambang itu digabungkan menurut peraturan tertentu.24
Karena wacana memiliki keterkaitan yang erat dengan bahasa, bahkan
wacana sering disebut peristiwa bahasa. Maka dari itu, usaha untuk menganalisa
wacana banyak melibatkan bahasa atau studi kebahasaan sebagai pisau
analisisnya. Dalam hal ini, penulis tidak akan terlalu memfofuskan pada kajian
kebahasaan atau analisis bahasa
yang begitu mendalam, akan tetapi dalam
pandangan penulis ada bagian yang menarik untuk diperhatikan dalam studi
kebahasaan yaitu karakter bahasa itu sendiri yang memberikan ruang bebas pada
subjek (penutur) untuk mengungkapkan suatu pernyataan atau dengan kata lain
bahasa tidak bebas nilai. Jadi unsur subjektifitas dalam penggunaan bahasa sangat
mungkin terjadi sehingga di dalam penggunaan bahasa maupun wacana sangat
mungkin mengandung maksud tersendiri dari subjek (penulis/penutur). Maksud
tersembunyi dari subjek tersebut bisa berupa politisasi, ideologis, kuasa,
22
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS , 2001),
h. 65.
23
Pahmi Sy, Politik pencitraan, h. 48.
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1999), h. 84-85.
24
31
dominasi, marjinalisasi, bahkan upaya mengkontstruksi citra dengan cara
memanipulasi bahasa yang didesain sedemikian rupa.
Dalam teori analisis bahasa kritis (Critical Liguistics), yang berkembang
di Universitas East Angelo pada 1970-an melihat bagaimana gramatika (tata
bahasa) membawa posisi dan makna ideologi tertentu. Dengan kata lain, aspek
ideologi itu diamati dengan melihat pilihan bahasa dan struktur tata bahasa yang
dipakai. Bahasa baik pilihan kata maupun struktur gramatika, dipahami sebagai
pilihan, oleh seseorang untuk diungkapkan membawa makna ideologis. Ideologi
itu dalam taraf yang umum menunjukan bagaimana suatu kelompok berusaha
memenangkan dukungan publik, dan bagaimana kelompok lain berusaha
dimarjinalkan lewat pemakaian bahasa dan struktur gramatika tertentu.25
Pemikir analisis wacana seperti Norman Fairclough melihat bahwa bahasa
sebagai praktek kekuasaan. Bagi Fairclough bahasa secara sosial dan historis
adalah bentuk tindakan, dalam hubungan dialektik dengan struktur sosial. Maka
dari itu, usaha analisis wacana yang dibangun dipusatkan pada bagaimana bahasa
itu terbentuk dan dibentuk dari relasi sosial dan konteks sosial tertentu. Terhadap
wacana Fairclough melihat wacana menunjuk pada pemakaian bahasa sebagai
praktek sosial, lebih daripada aktivitas individu atau untuk merefleksikan sesuatu.
Wacana adalah Bentuk dari tindakan, seseorang menggunakan bahasa sebagai
sesuatu tindakan pada dunia dan khususnya sebagai bentuk representasi ketika
melihat dunia atau realitas. Praktek wacana bagi Fairlough bisa jadi menampilkan
efek ideologis artinya wacana dapat memproduksi hubungan kekuasaan yang
25
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 15.
32
tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan
minoritas dimana perbedaan itu direpresentasikan dalam praktek sosial.26
Apabila ditarik pada wilayah wacana politik, telah umum diketahui bahwa
wacana politik merupakan arena sosial yang mengandung kepentingankepentingan berbeda atau wacana politik sangat erat hubungannya dengan
kepentingan dan kekuasaan yang bisa saja dominan dan juga terpinggirkan
tergatung kekuatan-kekuatan yang mengendalikannya. Praktek wacana yang
melibatkan disain bahasa akan diproduksi sedemikian rupa oleh subjek
(pengguna) baik secara individual, kelompok, isntitusi atau pengusa dengan
maksud tersendiri baik itu status quo, pencitraan, mobilisasi dan lain-lain.
Dalam skripsi ini penulis sengaja mengangkat teori wacana politik untuk
digunakan sebagai bagian dari kerangka teoritis. Penulis berusaha mencari
berbagai kasus yang dilakukan Partai Gerindra pada saat melakukan politik
pencitraan Prabowo Subianto dan kemudian penulis hubungkan dengan kerangka
teori wacana politik yang penulis gunakan. Secara umum penulis sudah sedikit
memaparkan perihal wacana baik secara definitif, karakteristik maupun
hubungannya dengan bahasa. Fenomena pencitraan Prabowo Sobianto adalah
fenomena politik, jelaslah bahwa motif kepentingan merupakan unsur yang
dominan dalam segala usaha yang dilakukan Partai Gerindra.
Peristiwa penggunaan wacana politik yang dilakukan Partai Gerindra pada
saat pencitraan Prabowo Subianto diantaranya adalah memproduksi wacana
pembelaaan terhadap wong cilik, peduli ekonomi kerakyatan, pengembangan
pasar tradisional dan lain-lain. Figur Prabowo sengaja banyak ditampilkan
26
Ibid. h. 285-286.
33
dibeberapa statsiun televisi di tanah air sambil melakukan ajakan terhadap publik
untuk kembali mencintai produksi lokal. Dengan gaya bahasa dan gaya retorika
yang terlebih dahulu dipersiapkan, Prabowo Subianto terlihat lebih arif, bijaksana,
dan rendah hati. Bahkan karakter militeristik yang identik dengan Prabowo seperti
keras, tegas, menyeramkan sedikit pun tidak tampak. Dalam analisis wacana
pemikir Sara Mills banyak berbicara tentang potret wacana seperti ini. Mills
memberikan gambaran bagaimana aktor ditempatkan dalam teks, gambar, ataupun
berita di media televisi. Hanya saja objek analisis Mills lebih mengarah pada
wacana feminisme, namun secara umum bentuk pewacanaan yang digambarkan
Mills memiliki kemiripan dengan gambaran pewacanaan Prabowo. Sudut pandang
Mills terhadap wacana lebih pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan
dalam teks atau media. Posisi-posisi ini dalam arti siapa yang menjadi subjek dan
siapa yang menjadi objek penceritaan akan menentukan bagimana struktur teks
dan bagaimana makna diperlakukan secara keseluruhan.27
Dalam konteks politik wacana sengaja di produksi dengan sebaik mungkin
lalu kemudian disosialisasikan ke publik dengan tujuan untuk mempertahankan
kekuasaan, pencitraan, kritik terhadap penguasa, dan lain sebagainya. Pada kasus
Partai Gerindra, pemanfaatan wacana sebagai alat politik pencitraan dapat terlihat
pada saat menjelang kampanye pemilu 2009. Di mana hampir di seluruh statsiun
televisi Prabowo sering ditampilkan bahkan dibeberapa daerah Partai Gerindra
serta Prabowo melakukan kunjungan secara langsung untuk mengkampanyekan
ide ekonomi kerakyatan, aksi solidaritas bencana, pembelaan terhadap wong cilik
27
Ibid. h 200.
34
dan lain sebaginya.28 Kampanye yang dilakukan tidak semata-mata sebatas
kampanye dan sosialisasi program partai, namun di lain pihak terselipkan muatan
polititis yang dikemas melalui wacana-wacanya dan bertujuan untuk membentuk
citra khusus citra ikon politiknya (Prabowo), agar lebih melekat di hati
masyarakat.
D. Kampanye Politik
Partai Gerindra melakukan kampanye politik untuk menarik simpati
masyarakat dengan menonjolkan daya tarik identitas partai, yang dimiliki Partai
Gerindra. Partai Gerindra menonjolkan identitas sebagai partai rakyat kecil,
sehingga dalam kampanye Partai Gerindra menonjolkan pembelaan nasib rakyat
kecil dengan tema-tema kampanye ekonomi kerakyatan. Kesuksesan dari
kampanye politik yang dilakukan Partai Gerindra dipengaruhi oleh seberapa jauh
partai ini dikenal masyarakat dan seberapa banyak pesan kampanye itu
disebarluaskan melalui media massa.29
Dalam perspektif komunikasi politik, kampanye didefinisikan sebagai
bagian dari aktivitas komunikasi yang terorganisasi, secara langsung ditunjukan
khalayak, pada periode waktu yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan.30 Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kampanye merupakan proses
komunikasi yang dilakukan secara terorganisir dengan periode waktu tertentu
untuk mempengaruhi publik dalam mengambil keputusn. Maka dari itu, masingmasing partai politik harus melakukan proses komunikasi seperti ini untuk
28
Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon, Jakarta, 27 Maret 2012
DPP Partai Gerindra, Acuan Kampanye Menejemen Pemasaran Partai Politik, h. 79.
30
Rosady Ruslan, Kampanye Public Relation (Jakarta: PT Grafindo, 2007), h. 21.
29
35
mensosialisasikan pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada publik termasuk
oleh Partai Gerindra menjelang pilpres 2009.
Menurut P. Norris, kampanye politik adalah Suatu proses komunikasi
politik,
di
mana
partai
politik
atau
konstestan
individu
berusaha
mengkomunikasikan ideologi ataupun program kerja yang mereka tawarkan.
Tidak hanya itu, komunikasi politik juga mengkomunikasikan pesan dan motivasi
partai politik atau konstituen dalam memperbaiki kondisi masyarakat. Partaipartai politik berusaha membentuk image bahwa partai merekalah yang paling
peduli atas permasalahan sosial.
31
Hal ini dilakukan Partai Gerindra melalui
serangkaian aktivitas harian partai. Semua hal yang dilakukan Partai Gerindra
merupakan informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat, cara ini
merupakan bentuk kampanye politik Partai Gerindra untuk menyampaikan pesan
ideologi dan program kerja untuk membentuk image positif partai dan Prabowo
Subianto.
Fungsi kampanye politik diantaranya adalah pertama, proses komunikasi
politik dialogis antara partai politik dengan masyarakat. Kedua, proses edukasi
politik yang secara kolektif dilakukan oleh partai politik dan pihak-pihak yang
memiliki pengetahuan politik kepada pihak yang kurang paham dengan politik.32
Sedangkan hukum komunikasi, kampanye memiliki fungsi sebagai berikut.
Pertama, menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif
dan instruktif secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang
optimal.
31
32
Kedua.
Menjembatani
kesenjangan
budaya
akibat
kemudahan
Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 271.
Ibid. h. 271-272.
36
diperolehnya dengan kemudahan dioprasionalkanya media massa yang begitu
ampuh, yang dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya.33
Kampanye politik yang dilakukan oleh berbagai partai politik memiliki
orientasi yang berbeda-beda tergantung pada masing-masing organisasi atau
lembaga yang menjalankannya. Tujuan tersebut akan beriringan dengan identitas
kepartaian (possitioning). Kampanye politik yang dilakukan dengan menonjolkan
image positif partai maka memudahkan masyarakat dalam memilih partai yang
sesuai dengan ideologi dan program kerja yang mereka tawarkan. Seperti halnya
Partai Gerindra, partai ini lebih menonjolkan atau memposisikan dirinya sebagai
partai rakyat kecil, oleh karena itu dalam kampanyenya Partai Gerindra selalu
menonjolkan sisi perjuangannya terhadap rakyat kecil dengan tema-tema seperti
ekonomi kerakyatan.
Secara umum kampanye bisa diklasifikasikan ke dalam dua bentuk
kampanye. Pertama, kampanye menjelang pemilu (Short-term). Kampanye ini
digunakan sebagai ajang kompetisi jangka pendek menjelang pemilu untuk
mengingatkan, membentuk dan mengarahkan opini publik dalam waktu yang
singkat. Kedua, kampanye yang bersifat permanen dan berlaku untuk jangka
panjang.34 Asumsi ini hadir karena semua aktivitas yang dilakukan Partai
Gerindra akan mengundang perhatian masyarakat atau menjadi pusat perhatian
publik kemudian akan direkam dalam memori kolektif masyarakat. Maka dari itu,
masyarakat tidak akan mengevaluasi partai-partai politik termasuk Partai Gerindra
berdasarkan hal-hal yang dilakukan partai pada saat ini, melainkan selalu
33
34
Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 28.
Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 275.
37
memakai pula kesan-kesan yang mereka tangkap dimasa lalu (reputasi kurang
baik Prabowo Subianto). Konsekuensinya, Partai Gerindra perlu memikirkan dan
terus menerus mengevaluasi setiap aktivitasnya, karena Partai Gerindra akan terus
menerus diamati dan dianalisa oleh publik. Disiinilah letak terpenting kampanye
yang bersifat permanen dan terus menerus dilakukan oleh Partai Gerindra.
Dalam kampanye politik yang bersifat pemanen titik perhatian tidak hanya
terbatas pada periode menjelang pemilu, tetapi sebelum dan sesudah pemilu juga
berperan amat penting dalam pembentukan image politik yang nantinya akan
mempengaruhi prilaku pemilih dan mengevaluasi kualitas para kontestan.
Kampanye politik merupakan kampanye yang berorientasi pada kepentingankepentingan politik dan kekuasaan. Pihak penyelenggara kampanye politik
biasanya partai politik yang ingin memperoleh dukungan suara untuk menduduki
jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan. Kampanye politik yang dilakukan
oleh partai politik biasanya menggunakan instrumen internal partai bersangkutan
seperti humas, organisasi sayap partai, media internal atau ekstenal partai dan
lain-lain.
Di antara intumen partai tersebut masing-masing memiliki strategi
kampanye tersendiri. Seperti halnya humas, menurut Harwood Childs, terdapat
beberapa strategi dalam kegiatan humas untuk merancang suatu pesan dalam
bentuk informasi atau berita yaitu :
1. Strategi of Publicy
Strategi ini menitik beratkan pada penggunaan media masa sebagai
instrumen untuk penyampaian pesan partai atau kontestan individu pada saat
melakukan kampanye. Dalam kasus Partai Gerindra menjelang pilpres 2009,
38
partai ini begitu intens tampil di beberapa media massa baik media cetak maupun
elektronik untuk melakukan penyampaian jargon politik (ekonomi kerakyatan)
beserta visi-misi kepartaian nya. Pada saat itu Partai Gerindra dianggap berhasil
menarik perhatian masyarakat, dan cara ini cukup efektif menghantarkan Partai
Partai Gerindra ke kursi DPR RI dengan mendapatkan 26 kursi (4,8 %) dari 560
kursi (100 %) yang diperebutkan.
2. Strategi of Persuation
Stretegi ini menekankan pada sisi emosional (afektif), di mana partai
politik yang bersangkutan dituntut untuk melakukan hubungan emosional dengan
masyarakat. Tujuannya adalah agar masyarakat lebih lebih akrab serta mengenal
lebih dalam mengenai visi-misi maupun kandidat yang di usung oleh Partai
Gerindra.
3. Strategi of Argumentation
Langkah seperti ini umumnya dilakukan sebagai upaya mengantisipasi
informasi yang kurang menguntungkan bagi partai bersangkutan. Dalam hal ini,
Partai Gerindra melalui humas membentuk berita tandingan yang memuat
argumentasi yang lebih rasional agar opini publik tetap pada posisi
menguntungkan.
4. Strategi of Image
Strategi ini bagian dari upaya pembentukan citra positif untuk menjaga
citra lembaga atau organisasi serta calon yang diusungnya. Langkah seperti ini,
tidak hanya menampilkan segi promosi, tetapi bagaimana membentuk publikasi
non-komersial dengan menampilkan kepedulian terhadap lingkungan sosial
(humanity relations and social marketing) yang nantinya akan memberikan
39
keuntungan bagi citra lembaga atau organisasi serta kandidat secara keseluruhan
(corporate image).35
Polarisasi dari strategi kampanye yang dikemukakan tersebut, akan
mempermudah Partai Gerindra beserta kandidat (Prabowo Subianto) untuk
mencapai tujuan kampanye. Kampanye juga memiliki keterkaitan yang erat
dengan pembentukan citra. Dalam konteks kampanye pemilihan, citra adalah
bayangan, kesan, atau gambaran tentang suatu objek terutama partai politik,
kandidat, elit politik, dan pemerintah. Citra positif diyakini sebagai bagian
terpenting dari tumbuhnya preferensi-preferensi calon pemilih terhadap partai atau
kandidat. Citra terbentuk oleh paduan antara informasi dengan pengalaman.36
A. Lock dan P. Harris, memberikan tanggapan bahwa dalam kampanye
politik terdapat dua hubungan yang akan dibangun, yaitu, internal dan eksternal.
Hubungan internal adalah suatu proses antara anggota-anggota partai dengan
pendukung untuk memperkuat ikatan ideologis dan identitas mereka. Sementara
hubungan eksternal dilakukan untuk mengkomunikasikan image yang akan
dibangun kepada pihak luar partai, termasuk media massa dan masyarakat secara
luas. Karena image politik harus didukung oleh konsistensi aktivitas politik
jangka panjang, maka kampanye politik pun harus dilakukan secara permanen dan
tidak terbatas pada waktu menjelang pemilu saja. Image politik yang akan
dibangun harus memiliki karakteristik sendiri dibandingkan dengan para
pesaingnya.37
35
Rusady Ruslan, Kiat dan Strategi Kampanye Public Relation (Jakarta: PT Grafindo,
2007), h. 28.
36
Pawito, Komunikasi Politik: Media Massa dan kampanye Pemilihan, (Yogyakarta:
Jalasutra, 2009), h. 264.
37
Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 275-275.
40
Terkait dengan politik pencitraan Prabowo oleh Partai Gerindra,
sebagaimana telah dikemukakan bahwa proses kampanye adalah momentum di
mana pesan, gagasan dan program-program kepartaian disosialisasikan pada
masyarakat dengan harapan bisa mempengaruhi persepsi masyarakat sehingga
partai atau kandidat yang dicalonkan mendapat citra positif di masyarakat. Dalam
beberapa kasus Partai Gerindra telah melakukan kampanye khususnya untuk
menjelang pilpres 2009. Adapun cara yang digunakan Partai Gerindra dalam aksi
kampanyenya adalah dengan menggunakan media massa sebagai instrument
politiknya.
B. Media Massa dalam Politik Pencitraan
Image (citra) politik terbentuk karena adanya komunikasi politik karena
komunikasi politik berperan sebagai distribusi informasi dari elit politik kepada
masyarakat. Untuk mendistribusikan informasi tersebut dibutuhkan media38
sebagai sarana penunjang proses komunikasi politik. Komunikasi yang dilakukan
Partai Gerindra begitu beragam, salah satu bentuk komunikkasi tersebut adalah
menciptakan, menjaga dan melindungi citra partai. Oleh karena itu, keberadaan
media massa sangat penting sebagai penunjang agenda politik Partai Gerindra
untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat luas dan sebaliknya.
38
Selanjutnya mengutip pandangan McLuhan bahwa media merupakan perluasan dari
alat indra manusia. Dalam bahasa lain bisa dikatakan bahwa, kehadiran media dalam
berkomunikasi tidak lain dari upaya untuk melakukan perpanjangan dari telinga dan mata, seperti
halnya telepon adalah perpanjangan telinga dan televisi adalah perpanjangan mata. Pandangan
demikian lebih populer sebagai teori perpanjangan alat indra (sense extension theory). Lihat Suf
Kasman, “Perss dan Pencitraan Umat Islam di Indonesia: Analisis isi Pemberitaan Harian Kompas
dan Republika,” (Desertasi S3 Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2008), h. 38
41
Dalam komunikasi politik, proses kerja pembentukan citra kandidat politik
dapat dilakukan dengan cara mengemas pesan politik untuk kemudian disebarkan
kepada masyarakat. Kemudian keberadaan media massa dijadikan bagian dari
instrumen pembentukan dan penyampaian pesan politik tersebut. Potret seperti
inilah
yang
disebut
Stayer
sebagi
bagian
dari
cara
baru
dalam
mengkomunikasikan politik. Artinya kampanye yang dilakukan melalui
komunikasi interpersonal (direct-campaign), mulai ditinggalkan dan digantikan
oleh bentuk kampanye di media (mediated-campaign).39 Langkah politik
pencitraan serupa juga dilakukan oleh Partai Gerindra terhadap Prabowo.
Penggunaan media sosial dan media interaktif telah membuktikan
efektifitasnya dalam komunikasi sosial dan komunikasi politik. Akurasi pesan
yang disampaikan melalui telepon seluler (layanan pesan pendek), twitter,
facebook, koran, radio dan televisi sangat mumpuni. Peran strategis media sosial
dan media massa dalam komunikasi politik, telah ditunjukan keberhasilan dan
kemampuanya untuk menggalang kekuatan, dukungan terhadap gerakan
prodemokrasi, dan usaha untuk membangun citra positif.
Melalui media massa seseorang akan memperoleh informasi tentang
benda, orang, citra dan tempat yang tidak dialami secara langsung. Realitas terlalu
luas untuk dijamah semuanya, dan keberadaan media sengaja dihadirkan untuk
menyampaikan berbagai pesan tentang lingkungan sosial dan politik. Semua
pesan yang mengandung muatan politik dapat membentuk dan mempertahankan
citra politik dan opini publik.
39
Akhmad Danial, Iklan Politik tv: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru,
(Yogyakarta: Lkis Yogyakarta, 2009), h.35.
42
McLuhan menyebutkan bahwa yang mempengaruhi khalayak bukan apa
yang disampaikan media, tetapi jenis media komunikasi yang dipergunakan yaitu
antar persona, media sosial (internet, media cetak, atau media elektronik). Dalam
prespektif komunikasi politik pandangan seperti ini merupakan pesan politik yang
akan berguna untuk membentuk citra politik dan opini publik.40 Kemudian Ade
Armando mengatakan di era banjir informasi saat ini, seorang kandidat yang tidak
menggunakan sarana media massa dengan baik hampir pasti akan gagal meraih
dukungan publik. 41
Argumentasi di atas mempertegas bahwa keberadaan media memiliki
peran penting terhadap efektivitas penyampaian pesan politik serta membentuk
citra dan opini publik yang positif bagi partai politik atau kandidatnya. Oleh
karena itu, Partai Gerindra tahu betul bahwa media memiliki peran penting dalam
mengkontuksi citra politik dan memperoleh dukungan publik.
Potret pemanfaatan media massa oleh para aktor politik yang cukup
fenomenal adalah ketika Indonesia pertama kalinya menyelenggarakan pemilihan
presiden secara langsung, tepatnya pada musim pemilu 2004. Pada fase ini, media
mempromosikan para aktor politik dengan cara membuat iklan politik. Dalam hal
ini, beberapa televisi mulai membuat dan mengenalkan iklan kandidat dari partai
politik.42 Pasca pemilu 2004 masyarakat juga dapat menyaksikan iklan politik
para kandidat pemimpin daerah yang bertarung dalam pemilihan kepala daerah
yang juga diselenggarakan secara langsung hingga sekarang.
40
Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat, Paradigma, Teori, Tujuan, Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia, h. 157.
41
Maswadi Rauf, Sistem Presidensial dan Sosok Presiden Ideal (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), h. 181-183.
42
Danial, Iklan Politik TV, h. 186.
43
Pada kampanye pilpres 2009, Partai Gerindra banyak memanfaatkan
beberapa media massa baik nasional maupun internal untuk mempublikasikan
pesan politiknya. Media internal yang berada di bawah koordinasi Partai Gerindra
adalah media center. Media ini melakukan publikasi, membantu aktivitas-aktivitas
politik yang dilakukan Bapilu (badan pemenangan pemilu) Partai Gerindra. Media
ini juga banyak berperan pada saat musim kampanye pemilu 2009.43
Selain media center Partai Gerindra juga menggunakan jasa media
nasional seperti media televisi seperti Metro Tv, RCTI, SCTV, TV7, TRANS TV,
TVRI dan stasiun yang lain.44 Beberapa iklan politik Prabowo yang ditampilkan di
berbagai media massa khususnya televisi yang menurut Nielsen menghabiskan
dana sekitar Rp 8 miliar per bulan pada periode Juli-Oktober, diasumsikan sebagai
salah satu strategi untuk membentuk citra Parbowo melalui jasa media massa.
Bentuk sosialisasi pesan politik Partai Gerindra untuk pencitraan politik Prabowo
adalah iklan politik.45
1. Iklan Politik
Dinamika politik pencitraan pada Pilpres 2009 ditandai oleh semakin
banyaknya parpol dan kandidat presiden yang menggunakan biro iklan dan jasa
konsultan untuk pengolahan pesan politik serta untuk mengkonstruksi citranya di
mata publik. Riset AC Nielsen menujukan bahwa sepanjang 2008 iklan politik
menghabiskan dana Rp 2,2 triliun atau naik 66 persen dibandingkan tahun 2007.
43
Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon,
Ibid.
45
Tim Liputan 6 SCTV, “Belanja iklan politik Habiskan Dana Rp 2,2 Triliun”, Artikel
diakses pada 7 September 2011 dari http://berita.liputan6.com/read/172256/belanja-iklan-politikhabiskan-dana-rp-22-triliun
44
44
Sebesar Rp. 1,31 triliun masuk media cetak, sisanya Rp 862 miliar di televisi dan
Rp 86 miliar di majalah.46 Sedangkan belanja iklan partai politik di media massa
dalam kuartal pertama 2009 sudah mencapai Rp 1,065 triliun. Angka ini
meningkat tiga kali lipat dibanding pemilu 2004.47
Pemanfaatan iklan politik dianggap sebagai alat yang efektif untuk
mengangkat popularitas dan mengkontruksi citra politik partai serta kandidatnya.
Dengan kecepatan penyampaian pesanya, iklan menjadi alternatif utama sebagai
alat kampanye partai. Politik pencitraan sendiri menduduki posisi penting untuk
mempengaruhi sikap politik para konstituen dan opini publik terutama dalam hal
menentukan pilihan politiknya yang diekspresikan melalui tindakan menjelang
pemilihan umum. Menjelang pilpres 2009 Partai Gerindra pun turut terlibat ke
dalam iklim politik tersebut (politik pencitraan). Konstruksi pencitraan yang
dilakukan Partai Gerindra bertujuan untuk membentuk image (citra) positif
Parbowo Subianto yang menjadi kandidat Presiden dari Partai Gerindra pada
pilpres 2009. Oleh karena itu, Partai Gerindra berusaha mengemas sedemikian
rupa citra tokoh (Prabowo) agar mampu memikat masyarakat.
Penggunaan iklan sebagai penyalur informasi politik disebabkan karena
meluasnya arus moderenisasi atau globalisasi ke beberapa negara di dunia dan
telah melahirkan perubahan mendasar terhadap cara-cara politik dikomunikasikan,
khususnya dalam strategi kampanye. Salah satu perubahan tersebut menurut
Stayer adalah ditinggalkannya kampanye dalam bentuk komunikasi interpersonal
46
Tim Liputan 6 SCTV, “Belanja iklan politik Habiskan Dana Rp 2,2 Triliun”,
Vennie Melyani, “Belanja Iklan Partai Politik Mencapai Rp 1 Triliun”, Artikel diakses
pada 31 Agustus 2011 dari http://www.tempo.co/read/news/2009/04/28/090173209/Belanja-IklanPartai-Politik-Mencapai-Rp-1-Triliun
47
45
langsung (direct campaign) dan digantikan oleh bentuk kampanye media
(mediated-campaign). 48
Kemudian Fritz Plasser menjelaskan, paling tidak terdapat lima faktual
global yang menandai perubahan praktek dan gaya kampanye di dunia saat ini,
yaitu:
1. Meningkatnya komunikasi kampanye yang berpusat pada televisi.
2. Makin pentingnya iklan politik di televisi dengan konsekuensi makin
meningkatnya anggaran dana kampanye.
3. Debat antara para pemimpin politik di televisi makin dianggap penting.
4. Kampanye saat ini makin berpusat pada kandidat, bahkan di negara-negara
yang menganut sistem pemilihan daftar partai, bukan daftar orang.
5. Makin meningkatnya peran manajer kampanye profesional dan konsultan
politik dari luar partai.49
Apa yang di analisis Plasser pada poin kedua yaitu pentingnya iklan
politik juga sangat relevan apabila ditarik pada konstelasi politik di Indonesia,
khususnya pada era reformasi ini. Di Indonesia periklanan politik telah menjadi
alat kampanye yang diprioritaskan para kandidat atau partai politik menjelang
pemilihan umum. Kemunculan iklan politik di Indonesia mulai terlihat pada saat
pemilu 1999 berlangsung. Peristiwa ini didukung oleh aturan kampanye yang di
adopsi oleh KPU dan tertuang dalam Surat Keputusan KPU Nomor 11 Tahun
1999 tentang tata cara kampanye pemilu, khususnya di media elektronik.50
48
Danial. Iklan Politik TV, h. 36.
Ibid. h. 36-37.
50
Selanjutnya, aturan ini menegaskan bahwa kampanye dilakukan secara monologis dan
dialogis yang disiarkan di TVRI dan RRI dengan keharusan bagi televisi-televisi swasta untuk
menyiarkannya. Menurut mantan Mentri Penerangan Yunus Yosfiah, berdasarkan koordinasi
49
46
Kemudian pada pemilu 2004 dan pemilu 2009 pertumbuhan iklan politik ini
semakin subur. Jumlah spot iklan di media massa meningkat berkali-kali lipat.
Televisi menjadi media yang paling diminati untuk beriklan karena dinilai
lebih efektif menjangkau konstituen. Dalam ilmu marketing, iklan adalah setiap
bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi seseorang pembeli
potensial dan mempromosikan penjual suatu produk atau jasa, untuk
mempengaruhi pendapat publik, memenangkan dukungan publik untuk berpikir
atau bertindak sesuai dengan keinginan si pelaku pemasang iklan.51
Pada umumnya iklan dibuat dengan tujuan yang sama yaitu untuk
memberi informasi dan membujuk para konsumen untuk mencoba atau mengikuti
apa yang ada di iklan tersebut, dapat berupa aktivitas mengkonsumsi produk dan
jasa yang ditawarkan.52 Kemudian dalam konteks politik iklan juga sering
dijadikan alat untuk mengkomunikasikan program-program, visi-misi partai serta
untuk membangun citra partai dan kandidat. Dalam marketing politik “iklan” bisa
disebut “iklan politik”, hal ini sengaja dibedakan karena umumnya iklan politik
berbeda dengan iklan komersial bisnis. Iklan politik memainkan peran strategis
dalam politik. Riset Falkow dan Cwalian dan Kaid menunjukan, Iklan politik
berguna untuk beberapa hal:
1. Membentuk citra kontestan dan sikap emosional terhadap kandididat.
2. Membantu para pemilih untuk terlepas dari ketidak pastian pilihan
karena mempunyai kecenderungan untuk memilih kontestan tertentu.
antara Departemen Penerangan dan KPU diatur bahwa setiap partai politik berhak mendapat jatah
siaran kampanye monologis selama 10 menit dan 30 menit untuk kampanye dialogis. Ibid. h. 169
51
Phyrman, “Definisi Iklan, Efek dan Iklan Korporat”, diakses pada 15 November 2011
dari http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/12/definisi-iklan-efek-dan-iklan-korporat.html
52
Ibid.
47
3. Alat untuk melakukan rekonfigurasi (memperbaiki figur) citra kontestan.
4. Mengarahkan minat untuk memilih kontestan tertentu.
5. Mempengaruhi opini publik tentang isu-isu tertentu.
6. Memberi pengaruh terhadap evaluasi dan interpretasi para konstituen
terhadap kandidat dan program politik.53
Konten atau muatan dalam iklan politik memiliki dua macam fokus utama
isi iklan, yaitu iklan isu atau program dan iklan citra kandidat. Yang dimaksud
dengan iklan isu adalah ilkan-iklan politik televisi kandidat yang fokus pada isusiu yang menjadi concern (perhatian) masyarakat secara umum atau posisi
kebijakan, seperti kebijakan ekonomi, pajak, kebijakan luar negeri, topik-topik
yang terkait dengan kesejahtraan sosial, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud
dengan iklan yang lebih menjual citra adalah iklan-iklan politik televisi yang lebih
menjual karakteristik personal atau kualitas yang ada pada sang kandidat, seperti
latar belakang, pengalaman, langkah atau prestasi yang telah dibuat sebelum
pencalonan, karakter, dan sebaginya.54
Wiranto, dalam diskusi bertajuk, “Dengan Iklan Politik Menuju Kontrak
Politik”, mengatakan iklan-iklan politik TV lahir karena arus perkembangan
politik di Indonesia memang menempatkan citra sebagai prioritas penting. Hal ini
disebabkan oleh perkembangan media yang telah sedemikian maju dibandingkan
pada pemilu-pemilu sebelumnya. Media telah digunakan untuk menjangkau target
konstituen politik, mencapai tujuan politik, dan mengatasi hambatan-hambatan
53
Budi Setiyono, Iklan dan Politik: Menjaring Suara dalam Pemilihan Umum, (Jakarta:
AdGoal Com, 2008), h. 346-347.
54
Danial. Iklan Politik TV, h.93-94.
48
komunikasi secara geografis ataupun psikografis mengingat besarnya jumlah dan
luasnya sebaran konstituen.55
Pada saat ajang persaingan politik khususnya pada persiapan menjelang
Pilpres 2009, semarak iklan politik tumbuh subur menghiasi berbagai media
massa nasional maupun lokal. Riset AC Nelsen yang dilakukan sepanjang 2008,
dimana iklan politik menghabiskan dana Rp 2,2 triliun atau naik 66 persen
dibandingkan 2007. Sebesar 1,31 triliun yang masuk media cetak, sisanya Rp 862
miliar di televisi dan Rp 86 miliar di majalah.56 Kemudian pada kuartal 2009 iklan
partai politik dimedia massa mencapai 1, 065 miliar.57 Temuan Nilsen tersebut
menjadi bukti bahwa pada pemilu di Indonesia beberapa biro iklan atau iklan
politik di percaya dan digunakan sebagai alat yang efektif untuk memperoleh
dukungan publik. Masing-masing partai politik dan kandidatnya berusaha untuk
menghimpun dukungan publik dengan menggunakan jasa iklan politik. Partai
Gerindra juga turut serta tampil sebagai partai yang melakukan promosi dan
pembentukan citra melalui iklan politik. Masih mengutip riset Nielsen, tidak
kurang dari Rp 66 miliar Partai Gerindra menghabiskan dana untuk mendapatkan
kurang lebih 4 ribu spot iklan.58
55
Ibid. h. 190.
Tim Liputan 6 SCTV, “Belanja iklan politik Habiskan Dana Rp 2,2 Triliun”,
57
Vennie Melyani, “Belanja Iklan Partai Politik Mencapai Rp 1 Triliun”,
58
Ibid.
56
BAB III
SEKILAS TENTANG PARTAI GERINDRA
dan
PRABOWO SUBIANTO
Berdasarkan sistematika penulisan, pada Bab II telah dikemukakan
beberapa teori yang mendukung skripsi ini. Kemudian pada Bab III ini akan
langsung menuju objek penelitian dalam skripsi ini. Berdasarkan batasan masalah,
penulis akan membatasi kajian seputar politik pencitraan Parbowo Subianto oleh
Partai Gerindra. Dengan demikian, fokus penelitiannya hanya pada Partai
Gerindra dan tidak melibatkan partai lain. Partai Gerindra sebagai salah satu partai
yang pernah ikut dalam kontelasi politik Indonesia, telah melakukan politik
pencitraan pada Prabowo Subianto, khususnya pada persiapan pilpres 2009.
Dalam mengkontruksi citra politik Prabowo, Partai Gerindra melakukan berbagai
langkah-langkah politik diantaranya dengan melakukan komunikasi dan publikasi
yang bersifat dialogis maupun monologis.
Pendekatan dialogis terlihat pada saat Partai Gerindra dan Prabowo
melakukan sapaan langsung terhadap masyarakat dan membangun hubungan
kerjasama dengan beberapa organisasi di tanah air. Kemudian pendekatan
monologis
yang
dibangun
Partai
Gerindra
diantaranya
adalah
dengan
memanfaatkan beberapa media massa baik dari internal partai maupun media
nasional. Iklan politik merupakan salah satu komponen produk media yang
bekerja sama dengan suatu partai politik atau kandidat politik. Iklan ini sengaja
dibuat untuk menciptakan popularitas serta mengkontruksi citra politik Prabowo
agar bisa diterima oleh masyarakat. Maka, konten iklan politik yang dilakukan
Partai Gerindra berupa pemaparan visi-misi, program-program kerja, dan ajakan
49
50
untuk peduli terhadap produk-produk lokal dengan melibatkan Prabowo Subianto
sebagai tokoh utama dalam iklan tersebut.
A. Sejarah Singkat Partai Gerindra
Partai Gerindra merupakan partai termuda dari 38 partai politik yang ikut
bersaing dalam pemilu 2009. Partai Gerindra didirikan pada 6 Februari 2008.
Latar belakang pendirian Partai Gerindra berangkat dari rasa empati para pendiri
Partai Gerindra karena melihat kondisi bangsa Indonesia yang mayoritas
rakyatnya masih terjerat dalam penderitaan, sistem politik yang tidak kunjung
mampu
merumuskan
dan
melaksanakan
perekonomian
nasional
untuk
mengangkat harkat dan martabat mayrarakat dari kemelaratan. Kemudian usaha
yang selama ini dibangun oleh para elit bangsa, khususnya pada pembangunan
ekonomi dinilai terlalu liberal dalam kebijakan ekonominya. Sehingga kita justru
terjebak pada sistem ekonomi pasar (sistem ekonomi liberal) yang telah
memporak-porandakan perekonomian bangsa. Kemudian yang terjadi malah
sebaliknya masyarakat semakin terpojokan oleh struktur ekonomi tersebut
(ekonomi liberal) yang berkembang jauh dari nilai keadilan. Pada situasi
demikian, Partai Gerindra ingin memberikan alternatif kepada bangsa dan negara
agar tercipta Indonesia Raya yang makmur dan sejahtera.1
Partai Gerindra didirikan untuk melakukan perubahan besar bagi
kesejahteraan rakyat Indonesia. Dalam sosialisai politiknya Partai Gerindra
mengusung tema keberpihakan pada rakyat kecil atau lebih populer dengan
1
DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab, h. 3
51
sebuatan wong clik. Partai Gerindra tampil membawa terobosan baru untuk
memperbaiki kekeliruan sistem ekonomi yang dilaksanakan ekonomi kapitalis.2
Partai Gerindra banyak mendukung ide-ide nasionalis sehingga paratai ini
termasuk salah satu partai nasionalis. Indikator dari dekatannya Partai Gerindra
dengan partai nasionalis adalah terlihat pada jati diri partai Partai Gerindra yaitu
kebangsaan. Partai Gerindra merupakan partai yang berwawasan kebangsaan yang
memegang teguh karakter nasionalisme yang kuat, tangguh, dan mandiri.
Wawasan ini menjadi jiwa dalam segala aspek kehidupan berbangsa, berpolitik,
ekonomi, sosial, dan budaya maupun keagamaan.3 Walaupun dalam realitasnya
bangsa telah dihadapkan pada tekanan globalisasi yang begitu kuat, Partai
Gerindra tetap konsisten terhadap identitas dan jati diri bangsa sebagai pondasi
utama untuk memperjuangkan kepentingan nasional dan tatanan baru. Partai
Gerindra mengusung moto kepartaian dengan sebutan “Haluan baru, pemimpin
baru bagi Indonesia Raya”. Hal ini sengaja diproyeksikan untuk membangun
haluan baru sebagai upaya koreksi total terhadap sistem politik, sistem ekonomi,
sosial dan pertahanan dalam dan luar negeri. Yang menjadi prioritas utama Partai
2
Selanjutnya, menurut pemikiran para pendukung sistem ekonomi kapitalis, pemerintah
harus seminimal mungkin memungut pajak dari perusahaan. Upah buruh juga jangan terlalu besar,
secukupnya saja untuk menutupi biaya hidupnya. Perusahaan juga harus diberi berbagai fasilitas
kemudahan agar dapat berkembang pesat dalam waktu singkat. Dengan demikian, perusahaan
akan mendapat untung yang besar, yang setelah terkumpul sampai jumlah tertentu, dapat
digunakan untuk membangun perusahaan baru. Oleh karena itu, kebijakan ekonomi negara yang
menganut sistem ekonomi kapitalis, mengutamakan investasi besar-besaran, baik yang berasal dari
modal domestik maupun modal asing. Ekonomi liberal adalah pengembangan lebih lanjut dari
sistem ekonomi kapitalis, yang intinya menuntut pemerintah agar tidak turut campur dalam urusan
bisnis, alasannya akan mematikan kreatifitas yang dikembangkan oleh dunia usaha, sehingga akan
menghambat efisiensi usaha dan pencapaian laba (untung) serta pembukaan lapangan kerja baru.
Neo liberal adalah bentuk paling akhir dari sistem ekonomi liberal, sehubungan dengan gagasan
globalisasi yang berkembang pesat pada dekade terakhir ini. Lihat Jimly Asshiddiqie, Konstitusi
ekonomi, (Jakarta: Kompas, 2010), h. 339-341.
3
Suharni,“Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi pemilu
2009,” h. 49
52
Gerindra dalam mengoreksi permasalahan bangsa adalah koreksi terhadap sistem
politik ketatanegaraan yang dianggap terlalu memberikan ruang kebebasan secara
total tanpa memberikan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. 4
Kemudian, seperti pada umumnya terjadi dibeberapa negara-negara yang
baru lepas dari rezim otoriter, maka liberalisasi politik di Indonesia bergerak
berdampingan dengan liberalisasi ekonomi atau dengan kata lain, liberalisasi
politik datang dalam satu paket bersama liberalisasi ekonomi. Maka dari itu,
Partai Gerindra melakukan koreksi total terhadap sistem ekonomi liberal yang
telah gagal meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam aksinya Partai Gerindra
mengembangkan gagasan pembentukan koprasi dan sistem ekonomi kerakyatan
yang mengarah pada pengembangan di sektor pertanian. Konsep koprasi dianggap
sebagai model yang relevan dengan susunan perekonomian Indonesia dan
diharapkan akan mengimbangi corak individualistik dan model kapitalistik yang
sekarang berkembang di Indonesia.
Selain berkomitmen untuk membangun perekonomian sesuai dengan
motonya “haluan baru dan pemimpin baru”, Partai Gerindra berkomitmen untuk
memperbaiki sistem hukum di Indonesia. Bagi Partai Gerindra hukum harus
dijadikan sebagai panglima dalam mengawal dan menjalankan roda pemerintahan.
Oleh karena itu, hukum dalam penegakannya harus tegas dan tidak tebang pilih
agar tercipta keadialan dan kepastian hukum. Kemudian hukum juga harus
dijalankan oleh para penegak hukum yang bersih agar tidak terjadi manipulasi
4
DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab, h. 9
53
hukum serta mengembalikan keutuhan UUD (Undang-undang Dasar) 1945
sebelum di amandemen haluan baru hukum Indonesia.5
Selanjutnya di sektor kepemimpinan nasional Partai Gerindra melihat
perlu ada pembenahan. Masalah kepemimipinan merupakan komponen yang
harus diprioritaskan dalam konteks bernegara. Karena selain pemimpin adalah
simbol negara, otoritas pemimpin dalam penentuan kebijakan sangat berpengaruh
terhadap kemajuan bangsa. Untuk itu, Partai Gerindra memberikan arahan bahwa
sosok pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat dan kemampuan
memimpin yang handal. Jiwa kepemimpinan yang digambarkan Partai Gerindra
adalah seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan, tegas, kuat, visioner berjiwa
nasionailsme, peka terhadap berbagai permasalahan bangsa, serta mampu
membawa perubahan menuju kesejahteraan rakyat. Dan sosok kandidat pemimpin
yang dipercaya Partai Gerindra untuk memimpin bangsa ini (Indonesia) melekat
pada Prabowo Subianto.
Paling tidak terdapat tiga alasan yang membuat Partai Gerindra memilih
Prabowo Subianto menjadi kandidat presidennya. Pertama, dari sisi intelektual
Prabowo adalah sosok yang cerdas, berintegritas, dan dia berjiwa visioner,
berkarakter tegas, berjiwa nasionalisme tinggi dan peka terhadap masalah-masalah
bangsa. Kedua, ide-ide dan gagasan Prabowo yang dicantumkan dalam visimisinya khusunya tentang gagasan ekonomi kerakyatan memiliki banyak
kesamaan dengan agenda Partai Gerindra. Terdapat delapan agenda Partai
Gerindra yang sengaja dibuat untuk kemakmuran rakyat diantaranya terkait
dengan ekonomi kerakyatan, kedaulatan pangan dan energi, pendidikan,
5
Suharni, “Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi pemilu
2009,” h. 51
54
kesehatan, menjaga kelestarian alam serta membangun infrastruktur untuk rakyat.6
Ketiga, Parabowo Subiantao adalah figur politik yang telah lekat namanya di
telinga masyarakat. Paling tidak, hal ini lebih memudahkan Partai Gerindra untuk
membangun popularitas kandidat politiknya. Kemudian Prabowo memiliki
kedekatan dengan beberapa organisasi seperti Himpunan Kerukunan Tani
Indonesia (HKTI), Asosiasi Pemerintahan Daerah Seindonesia (APDSI), Asosiasi
Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) dan Kotak Tani dan Nelayan Andalan
(KTNA).7 Dengan adanya relasi keberbagai organisasi tersebut, setidaknya Partai
Gerindra akan lebih mudah mengkontruksi citra politik dan membangun
popularitas partai. Terlebih Partai Gerindra adalah partai baru yang jelas-jelas
membutuhkan media dan strategi untuk membangun popularitasnya.
Dalam possitioning politik Partai Gerindra adalah dengan mengidentifikasi
dirinya sebagai partai untuk masyarakat bawah atau lebih populer dikenal dengan
sebutan “Partai wong cilik”. Sikap politik Partai Gerindara ini pada umumnya
tidak memberikan warna yang berbeda dengan partai-partai sebelumnya. Partai
Demokrasi Indonesia Parjuangan (PDIP) adalah partai yang bergaris ideologis
nasionalis sama halnya dengan Partai Gerindra. Kemudian possitioning PDIP juga
sama yaitu partai untuk rakyat kecil “wong cilik”, bahkan istilah tersebut
sebelumnya lebih dekat ke PDIP. Di paruh musim pilpres 2009 popularitas dan
pencitraan Partai Gerindra mengalami peningkatan. Bahkan pencitraan sebagai
partai wong cilik berhasil mengalahkan PDIP sebagai partai yang terlebih dahulu
mempopulerkan istilah tersebut (wong cilik). Hasil survey yang dilakukan
6
Humas Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Delapan Program Aksi Untuk
Kemakmuran Rakyat, (Jakrta: DPP Partai Partai Gerindra 2009).
7
Pamudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 101-105
55
Lembaga Survey Nasional (LSN) menunjukan, sebanyak 18,4 persen responden
menyebutkan Partai Gerindra sebagai partai yang paling peduli terhadap nasib
petani.8 Partai Gerindra mengusung prabowo Subianto sejalan dengan perjuangan
Partai Gerindra. Putra dari begawan ekonomi Soemitro Djojohhadikusumo ini di
nilai publik sebagai tokoh yang peduli terhadap masalah petani.
Keberhasilan politik pencitraan Partai Gerindra tidak terlepas dari
keberadaan Prabowo Subiantao sebagai figur politik yang sering ditonjolkan
dengan membawa visi-misi pembelaan terhadap nasib petani, para pedagang dan
nelayan. Usaha ini dilakukan secara permanen baik melalui iklan politiknya
maupun secara dialogis atau membangun emosional dengan melakukan
kunjungan langsung terhadap masyarakat. Tema utama yang sering ditampilkan
dibeberapa iklan politiknya adalah tema kerakyatan seperti ajakan untuk kembali
membeli produk-produk dalam nengri, perhatian terhadap nasib para nelayan
Indonesia dan lain sebaginya. Usaha yang dilakukan Partai Gerindra pada musim
pemilu 2009 mendapatkan hasil yang cukup efektif , sebanyak 4.646.406 suara
atau 4,46% dan menempatkan 26 legislatornya di DPR. Untuk kategori partai
baru, hasil yang didapatkan Partai Gerindra sangatlah ideal.9
Adapun orientasi didirikannya Partai Partai Gerindra adalah untuk
mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka mengembangkan iklim demokrasi,
yang menjungjung tinggi dan menghormati kebenaran, hukum dan keadilan serta
8
Suharni, “Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi pemilu
2009,” h. 52
9
Munawar Am, “Fenomena Partai Gerindra”, diakses pada 23 November 2009 dari
http://74.125.153/search?qcache:U6Gx4MlucJ:kangnawar.com/politikpemilu/fenomenapraboParta
iGerindra+komunikasi*politik*partai*PartaiGerindra&cd=8&hl=id&ct+clnk&gl+id
56
merealisasikan ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada kekuatan bangsa yang
mengarah pada kedaulatan dan kemandirian bangsa.10
B. Visi dan Misi, AD/ART, dan Struktur Organisasi Partai Gerindra
Kehadiran Partai Gerindra dalam pentas politik nasional memiliki visi
menjadi partai politik yang mampu menciptakan kesejahteraan rakyat, keadilan
sosial, dan tatanan politik negara yang melandaskan diri pada nilai-nilai
nasionalisme dan religiusitas dalam wadah Negara Keatuan Republik Indonesia.
Untuk mewujudkan visi tesebut Paratai Partai Gerindra mengemban misi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain :
1. Mempertahankan kedaulatan dan tegaknya Negara Ksatuan Republik
Indonesia yang berdasarakan Pancasila dan UUD 1945.
2. Mendorong
pembangunan
pembangunan
ekonomi
nasional
kerakyatan,
yang
menitikberatkan
pertumbuhan
ekonomi
pada
yang
berkelanjutan, dan pemerataan hasil-hasil pembangunan bagi seluruh
warga bangsa dengan mengurangi ktergantungan pada pihak lain.
3. Membentuk tatanan sosial dan politik masyarakat yang kondusif untuk
mewujudkan kedaulatan rakyat dan kesejahteraan rakyat.
4. Menegakan supremasi hukum dengan mengedepankan praduga tak
bersalah dan persamaan hak di depan hukum.
5. Merebut kekuasaan pemerintah secara konstitusional melalui Pemilu
Legislatif dan Pemilu Presiden untuk menciptakan lapisan kepemimpinan
yang kuat.11
10
DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab h. 12.
57
Dalam upaya menjalankan dan merealisasikan tujuan kepartaian, setiap
partai politik dituntut untuk membentuk struktur organisasi secara jelas dan
terarah agar agenda serta tujuan partai bisa tercapai dengan baik. Begitu pula
dengan Partai Gerindra, sebagai partai politik yang legal Partai Gerindra telah
merumuskan struktur organisasinya. Selain setruktur organisasi hal lain yang
harus dimiliki oleh partai politik adalah pedoman bersama untuk menjalankan
roda organisasi politiknya. Pedoman tersebut dapat berpijak pada visi dan misi
yang dimiliki oleh partai politik (Partai Gerindra). Berbagai instrumen kepartaian
seperti visi-misi, struktur organisasi, tujuan, jati diri, fungsi serta kelengkapan
yang lainnya dirumuskan dalam bentuk Anggaran Dasar Rumah Tangga
(AD/ART).
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) memuat
substansi penguatan kelembagaan Partai Gerindra. AD/ART memiliki fungsi
strategis dalam memperkuat konstitusi Partai Gerindra. Konstitusi yang kuat tentu
saja ikut memperkuat kedudukan partai sebagai salah satu partai politik yang ikut
pemiilu 2009. Dengan membawa visi-misi dan tujuan politik yang konkrit diatur
secara terorganisir dari tingkat pusat sampai daerah dalam AD/ART. Terkait
dengan struktur organisasi Partai Gerindra, dalam AD/ART Partai Gerindra
disebutkan bahwa setiap warga negara Republik Indonesia yang setia kepada
Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang dengan sukarela mengajukan permohonan menjadi anggota.12
11
DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindra), Manifesto Perjuangan Partai
Gerindra, (Jakarta: Partai Partai Gerindra), h. 16-17.
12
Ibid. h. 15
58
Partai Gerindra hadir di tengah masyarakat karena terpanggil untuk
memberikan dedikasinya kepada negara dan rakyat Indonesia. Partai Gerindra
berjuang untuk tegaknya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dua pokok
perjuangan Partai Gerindra diatur dalam AD/ART menjadi asas Partai Gerindra,
yaitu: Kebangsaan, Kerkayatan, Religius dan Keadilan Sosial.13
Wawasan kebangsaan yang dimiliki oleh Partai Gerindra berpegang teguh
pada karakter nasionalisme yang kuat, teguh dan mandiri. Wawasan kebangsaan
ini menjadi jiwa dalam segala aspek kehidupan berbangsa, baik kehidupan poliitk,
ekonomi, sosial, budaya maupun keagamaan. Dan diperkuat dengan jati diri
kerakyatan, di mana Partai Gerindra hadir sebagai sebuah media bagi rakyat
dengan melakukan keberpihakan kepada kepntingan rakyat. Tidak heran
kemudian Partai Gerindra disebut sebagai partai kerakyatan untuk rakyat kecil.
Untuk menjalankan cita-cita politik, Partai Gerindra memperteguh dirinya
dengan jati diri religius. Partai Gerindra memegang teguh nilai-nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa dengan kebebasan menjalankan agma dan kepercayaan masingmasing. Nilai-nilai religius senantiasa menjadi landasan bagi setiap ajaran
pengurus, anggota dan kader Partai Gerindra dalam bersikap dan bertindak. Jati
diri Partai Gerindra yang keempat adalah partai yang mencita-citakan suatu
tatanan masyarakat yang berkeadilan sosial, yakni msayarakat yang adil secara
ekonomi, politik, hukum, pendidikan, dan kesetaraan gender. Keadailan sosial
harus didasari atas persamaan hak, pemerataan, dan penghargaan terhadap hak
asasi manusia.14
13
14
Ibid.
DPP Partai Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai, h. 9.
59
Sebagai partai yang modern, Partai Gerindra memiliki pokok perjuangan
(platform) yang jelas di setiap bidang kehidupan yang termaktub dalam manifesto
perjuangan Partai Gerindra. Salah satu fokus perjuangan Partai Gerindra yang
dominan adalah mengembangkan ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan
menjadi rujukan pokok dalam pencitraan sebagai realisasi dari visi Partai
Gerindra. Ekonomi kerakyatan termasuk salah atau dari 8 program aksi untuk
kemakmuran rakyat. Tujuh program aksi sisanya antara lain :
1. Prioritas penyaluran kredit perbankan kepada petani, nelayan, pedagang
tradisional dan pedagang kecil.
2. Meperbesar permodalan lembaga keuangan mikro untuk menyalurkan
kredit bagi rakyat kecil.
3. Melindungi pedagang pasar tradisional dengan melarang pembangunan
pasar swalayan berskala besar yang tidak sesui dengan undang-undang.
4. Melindungi dan memperjuangkan hak-hak buruh, termasuk buruh
migran (TKI dan TKW).
5. Modernisasi pasar tradisional untuk pedagang kecil.
6. Meningkatkan anggaran untuk petani, nelayan, buruh, pedagang pasar
tradisional dan pedagang kecil.
7. Memberikan jaminan sosial untuk fakir miskin, penyandang cacat dan
fakir miskin.
Tujuh program aksi di atas untuk kemakmuran rakyat lainnya, meliputi:
pemerintahan yang tegas, kekayaan negara, perekonomian yang adil dan makmur,
bidang pangan, kesehatan, kelestarian alam, serta usaha untuk membangun
infrastruktur untuk rakyat di pedesaan. Semua program yang menjadi fokus
60
perjuangan Partai Gerindra menjadi tema dalam komunukasi politik yang
dibangun pada masa kampanye politik menghadapi pemilu 2009. Di antrara
kedelapan program aksi untuk kemakmuran rakyat itu yang menjadi tema dalam
membangun citra positif partai ini.
Komunikasi politik adalah bagian dari fungsi suatu partai politik. Oleh
kerena itu, Partai Gerindra sebagai partai politik melakukan komunikasi politik
dalam memperjuangkan visi, misi, program, dan tujuan Partai Partai Gerindra.
Komunikasi politik yang dibangun Partai Gerindra yaitu melalui kerjasama
dengan organisasi kemasyarakatan yang membantu mendukung perjuangan Partai
Gerindra. Serta menjalin hubungan kerjasama dengan partai politik lain untuk
mencapai tujuan bersama dalam rangka memperjuangkan aspirasi dan
kepentingan rakyat. Semua itu diatur secara tegas dalam praturan organisasi Partai
Gerindra. Hubungan kerjasama tersebut dibangun oleh Partai Gerindra dalam
menghadapi pemilu 2009. Partai Gerindra menjalin kerjasama dengan kelompokkelompok masyarakat seperti Himpunan kerukunan Tani Indonesia (HKTI),
Asosiasi Pemerintahan Daerah Seluruh Indonesia (APDESI), Asosiasi Pedagang
Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) dan Kontak Tani dan Nelayan Andalan
(KTNA). Serta melakukan koalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) untuk maju sebagai capres dan cawapres pada pemilu presiden 2009.
Selain itu untuk memperoleh kekokohan partai perlu melakukan komunikasi
politik dalam internal partai. Penguatan identitas di internal partai meliputi seluruh
komponen yang terlibat dalam struktur organisasi.
Struktur organisasi Partai Gerindra terdiri dari tingkat Pusat, tingkat
Propinsi,
tingkat
Kabupaten/Kota,
tingkat
Kecamatan,
dan
Tingkat
61
Desa/Kelurahan yang masing-masing berturut-turut dipimpin oleh Dewan
Pembina (DP) dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Daerah
(DPD), Dewan Pimpinan Cabang (DPC), Pimpinan Anak Cabang (PAC) dan
Pimpinan Ranting (PR).15
Disamping itu dalam menjalankan perjuangannya
dipentas politik, Partai Gerindra di bantu oleh Dewan Penasihat. Selaras dengan
namanya Dewan Penasehat bertugas memberikan saran dan nasehat kepada
Dewan Pimpinan sesuai dengan tingkatannya. Saran dan nasehat dari Dewan
Penasehat kepada Dewan Pimpinan memiliki keutamaan untuk dijadikan
pertimbangan yang diatur.
Badan Pimpinan tertinggi dalam struktur Partai Gerindra adalah Dewan
Pembina. Otoritas Dewan Pembina adalah memberikan pengarahan, petunjuk,
pertimbangan, saran dan nasehat kepada anggota dan pengurus di tingkat pusat.
Dewan Pembina ikut bagian dalam pengesahan komposisi struktur organisasi
DPP, DPD, dan DPC. Serta penetapan dan pengajuan calon presiden dan wakil
presiden. Dewan Pembina adalah lembaga baru yang bertugas menjalankan
fungsi-fungsi strategis dalam pembinaan stretegis.
Selanjutnya lembaga tersebut perlu dipimpin oleh sosok pemimpin yang
kuat dan berkarakter. Dari rekam jejak perjuangan Prabowo Subianto dalam
berbakti untuk kepentingan berbangsa dan bernegara, dipandang memenuhi
karakter sosok yang tepat untuk memperkuat kelembagaan Partai Partai Gerindra.
Sehingga Kongres luar biasa menetapkan Prabowo Subianto sebagai ketua Dewan
15
DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Anggaran Dasar Anggran Rumah
Tangga Partai Gerindra, (Jakarta: Partai Gerindra, 2008), h.31.
62
Pembina dengan kewenangan yang diatur dalam Anggaran Dasar dang Anggaran
Rumah Tangga Partai Partai Gerindra.16
C. Potret Prabowo Subianto
Salah-satu sosok dan ikon politik yang pernah mewarnai belantika
perpolitikan Indonesia pada awal transisi 1998 adalah Prabowo Subianto. Nama
Prabowo Subianto kerap sekali diidentikan dengan keluarga Soeharto, pasukan
komando, Kopasus, Timur Timur, Papua, rencana kudeta presiden dan penculikan
aktivis pro-demokrasi tahun 1998. Sulit diingkari, figur Prabowo Subianto
memang kompleks. Peranannya dalam reformasi 1998 cukup membingungkan,
banyak kontradiksi disana-sini. Nama Prabowo Subianto sering disandingkan
dengan mantan mertuanya yaitu mantan Presiden Soeharto bahkan tidak sedikit
orang beranggapan bahwa potret muda Soeharto tergambar dalam diri Prabowo
Subianto meski mereka hidup di zaman yang berbeda. Mulai dari pilihan hidup
untuk menjadi seorang perajurit, prinsip hidup yang sangat kuat, membukukan
catatan perjalanan karir yang cukup mulus, meninggalkan jejak tudingan
kejahatan hak asasi manusia, dan menjadi orang yang pernah sangat berpengaruh
di Indonesia.
Dalam torehan catatan kehidupan Prabowo, ia kerap disebut sebagai anak
emas Soeharto. Bahkan bukan hanya karena ia menikahi Siti Hadijati Harijadi
(Titik), anak ke empat Soeharto. Lebih dari itu, Prabowo dianggap sebagai orang
yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata perajurit kebanyakan. Bisa jadi, inilah
yang menjadi nilai lebih Parabowo dalam pandangan Soeharto. Di angkatnya
16
Ibid, h.4.
63
Prabowo sebagai menantu oleh Soeharto seolah memberikan warna tersendiri bagi
Prabowo. Sebagaimana diketahui bahwa Prabowo lahir dalam keluarga yang
beraliran kiri yaitu dari Soemitro Djojohadikusumo yang dikenal sebagai ikon PSI
(Partai Sosialis Indonesia). Soemitro juga pernah menjadi buron di masa
pemerintahan Soekarno dan di masa pemerintahan Orde Baru ia juga dianggap
terlalu kritis.17 Sementara mertuanya mantan presiden Soeharto dikenal sebagai
figur yang beraliran ultra-kanan. Hal ini mengundang spekulasi bahwa bisa jadi,
sejak perkawinan pun ia sudah mengundang kontroversinya sendiri.
Untuk mencermati lebih jauh anak bengawan ekonomi Indonesia Soemitro
Djojohadikusumi ini. Berkaiatan dengan nama Soemitro, Parabowo juga tidak
bisa dilepaskan dari kakeknya, Margono Djojohadikusumo, pengikut Boedi
Oetomo dan pendiri Bank Negara Indonesia (BNI) 1944.18
1. Biografi Prabowo Subianto
Jendral Purnawirawan Prabowo Subianto Djojohadikusumo lahir di
Jakarta pada 17 Oktober 1951, Dia adalah mantan Danjen Kopasus dan menantu
dari Mantan Presiden Indonesia Soeharto.19 Ayah kandung Prabowo adalah
seorang begawan ekonomi Indonesia, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo.
Sementara itu Prabowo memiliki tiga saudara kandung yaitu Biantiningsih
Djiwandono, Maryani Lc Maistre dan Hasim Suyono Djojohadikusumo. Keempat
anak Soemitro ini lahir dan dibesarkan dikalangan intelektual. Namun,
17
Sidik Suhada, Gaya Retorika Komunikasi Politik Prabowo, h. 15-14.
Soempeno, Prabowo Bintang Tiga: Dari Cijantung Bergerak ke Istana, h. 170.
19
Pamudi, Kalau Parbowo Jadi Presiden, h. 22.
18
64
keempatnya memilih titik pijak karir yang berbeda-beda.20 Diantara semua
saudaranya, Prabowo dikenal sebagai anak yang paling gemar mengoleksi dan
membaca buku. Dari koleksi perpustakaan milik pribadi di kantor maupun
dirumahnya, Prabowo paling menyukai buku tentang sejarah dan militer. Konon,
ia selalu belanja banyak buku jika berpergian keluar negeri. Masa kecil Prabowo
memang lebih banyak dihabiskan di luar negeri seperti Singapura tiga tahun,
Malaysia dua tahun, Hong Kong dua tahun, Swis dua tahun, Inggiris dua tahun
dan di Inggris inilah Prabowo menyelesaikan sekolah menengahnya. 21 Berkat
pengalaman hidup yang berpindah-pindah tersebut penguasaan terhadap bahasa
asingnya Prabowo terbilang baik. Bahasa asing yang prabowo kuasaian
diantaranya adalah bahasa Inggris, bahasa Prancis, bahasa Jerman, dan bahasa
Belanda.
Prabowo menyelesaikan bangku sekolah menengahnya pada usia 16 tahun
di American School di London, Inggris. Konon Prabowo terkenal rewel di
kelasnya. Maka dari itu, ia di hukum dengan dinaikan kelasnya ke satu level yang
lebih tinggi. Kemudian setelah lulus sekolah Prabowo di terima di tiga universitas
di Amerika Serikat, salah satunya adalah Universitas Colorado.22 Namun, karena
usianya yang masih terlalu muda Soemitro mengusung Prabowo kembali ke tanah
air dan memintanya menunda untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Setelah kembali ketanah air justru mencuatkan cita-cita lama Prabowo,
yaitu sekolah dibidang militer dan atas pendiriannya tersebut Prabowo pun
melanjutkan sekolahnya di Akademi Militer Nasional (AMN), sebagai Taruna
20
Ibid, 108
Soempeno, Prabowo Bintang Tiga, h. 108
22
Ibid, 109
21
65
Akabri Darat Magelang. Prabowo menamatkan pendidikanya di AMN tahun
1974, seangkatan dengan Kolonel Syafrie Syamsudin, Kolonel Mahidin Simbolan
dan Kolonel Eddi Budianto.23
Di lingkungan kemiliteran karir Prabowo Subianto terbilang mulus, pada
1976 ia menjadi Komandan Peleton Grup I Kopasandha (nama lawas Kopasus).
Setahun kemudian, naik menjadi Komandan Kompi di lingkungan Grup I
kesatuan yang sama, Kompi Naggala 28, hingga tahun 1980. 24 Dalam beberapa
oprasi militer Prabowo terbilang pernah beberapa kali menoreh keberhasilan. Pada
oprasi militier tahun 1979, Prabowo beserta anak buahnya di batalion 744 berhasil
membunuh Presiden dan Mentri Pretahanan Fretilin Nicolao Dos Reis Labato di
Timur Timur. Ini pula yang membuat Prabowo mendapat kenaikan pangkat.25
Pada 1990 jabatan Prabowo naik menjadi Perwira Oprasi di Grup I.
Jabatan ini di embannya samapai 1983. Pada 1993, prabowo kembali ditugaskan
di Kopasus (Komando pasukan khusus) dengan jabatan Pejabat Sementara
Komandan Grup II Pusdik Kopasus. Tidak lama kemudian menjadi Komandan
Grup III Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (Pusdikpasus). Tahun 1994, kembali
dipromosikan untuk mendampingi Brigjen Soebagyo Hari Siswoyo, yang saat itu
menjabat Komandan Kopasus, sebagai wakil Komandan Kopasus. Hanya butuh
waktu 14 bulan, Prabowo naik satu level lagi menggantikan komandannya,
Soebagyo, yang dipromosikan menjadi Panglima Kodam IV/Diponogoro dan dua
23
Ibid, 109-113
Ibid, 110
25
Pamudi, Kalau Parbowo Jadi Presiden, h. 26-27.
24
66
bintang di bahu.26 Demikian karir militer Prabowo dan dia tercatat sebagai Jendral
pertama alumni angkatan 1974 dan pada waktu itu Prabowo berusia 44 tahun.
2. Kontroversi dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Sisi lain dari catatan hitam kehidupan Prabowo adalah figur kontroversial
dan tudingan pelanggaran hak asasi manusia. Pada 1983, kala itu Prabowo masih
berpangkat Kapten, Prabowo di duga pernah mencoba melakukan upaya
penculikan sejumlah petinggi militer, termasuk jendral LB. Moerdiani, namun
upaya ini digagalkan oleh Mayor Luhut Panjaitan, Komandan Den 81/Antiteror.
Prabowo sendiri pada saat itu menjabat sebagai wakil Luhut.27 Kemudian pada
1990-an Prabowo terkait oleh kasus pelanggaran HAM di Timur Timur. Pada
1995, Dia sempat menggerakan pasukan ilegal yang melancarkan aksi teror
kewarga sipil. Peristiwa ini nyaris membuat dirinya baku hantam dengan
Komandan Korem Timur Timur yaitu Kolonel Inf Kiki Sjahnakrie, di kantor
Pangdam IX Udayana, Mayjen TNI Adang Ruchiyatna.28
Kemudian pada 1998 Prabowo juga diduga kuat mendalangi beberapa
penculikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis pro-reformasi.29
Peristiwa penculikan tersebut diawali dengan meledaknya bom di rumah susun
Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, 18 Januari 1998. Hasil penyelidikan peledakan bom
tersebut menemukan dokumen rencana revolusi yang melibatkan empat kelompok
26
Ibid, 112-113
Nurul Hidayati,” Gagalkan Penculikan Jenderal, Luhut Layak Dapat Bintang”, artikel
diaksespadaKamis1Desember2011darihttp://preview.detik.com/detiknews/read/2009/03/12/12142
6/1098307/10/gagalkan-penculikan-jenderal-luhut-layak-dapat-bintang
28
Soepomo, Prabowo Bintang Tiga: Dari cijantung Bergerak ke Istana, h. 121.
29
Agus Suprianto. “Prabowo dan Sjafrie Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM”, artikel
diakses pada 7 Desember 2011 darihttp://www.tempo.co.id/hg/nasional/2005/06/03/brk,2005060362010,id.html
27
67
kunci: CSIS, Jendral (Purn) L.B. Moerdani, kelompok masa PDIP Megawati, dan
pengusaha Sofyan Wanadi-Yusuf Wannadi. Kemudian beredarlah nama-nama
“kelompok kiri” yang dianggap berpotensi membuat rusuh menjelang dan selama
sidang umum MPR. Orang-orang yang tercantum dalam daftar nama itu satu demi
satu menghilang. Dalam penyidikan yang dilakukan secara intensif pasca
lengsernya Soeharto oleh TPFG (Tim Pencari Fakta Gabungan), pelaku
penculikan kemudian diketahui yaitu Tim Mawar, satu dari tiga yang dibentuk
oleh Komandan Batalion 42 Group VI Kopassus, Mayor infantri Bambang
Kristono atas perintah Prabowo Subianto.30 Sejumlah aktivis yang diculik tim
Mawar diantaranya adalah Desmond Mahesa, Pius Lustrilanang, Haryanto
Taslam, Waluyo Jati, Faisal Reza, Aan Rusdiayanto, Mugianto, Nezar Patria, dan
Andi Arif.31
Kesembilan orang inilah yang diakui Prabowo sebagai korban penculikan
dirinya atau tim Mawar dengan motif sebagai tindakan preventif (pencegahan
dini) agar tidak terjadi lagi peledakan bom seperti di Tanah Tinggi dan bukan
bertujuan untuk membunuh.32 Diluar sembilan orang tersebut, masih ada 14 orang
termasuk seniman “Teater Rakyat” Widji Thukul, aktivis Herman Hendarwan,
dan Pitrus Bima masih hilang dan belum ditemukan hingga sekarang. 33 Tuduhan
terhadap Prabowo sebagai dalang dibalik beberapa peristiwa pelanggaran HAM
tidak hanya terjadi pada bulan Februari hingga Maret, namun pada bulan Mei
1998 terjadi penembakan terhadap empat mahasiswa Trisakti. Tragedi inilah yang
30
Pamudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 64-65.
Ibid, h. 66
32
Ibid, h. 66-67
33
Arifin Asydhad, “14 Korban Penculikan Diyakini Sudah Meninggal” diakses pada 10
Desember
2011.
http://www.detiknews.com/read/2005/06/14/145425/381113/10/14-korbanpenculikan-yang-diyakini-sudah-meninggal.
31
68
kemudian melahirkan kerusuhan massal 13-15 Mei 1998, yang akhirnya
meruntuhkan rezim Soeharto dari kekuasaannya.
Geof Forrster dalam bukunya The Fall of Soeharto 1998 menunjuk
Parabowo sebagai mastermind (dalang) penembakan mahasiswa Trisakti, juga
kerusuhan yang menyusulnya selama tiga hari kedepan. Begitu pula dengan
pendapat Adam Schwartz.34 Dari pengakuan Prabowo sendiri dibenarkan bahwa
keterlibatan dirinya terhadap penculikan sembilan aktivis pro-demokrasi, namun
para korban tersebut telah dilepaskan kembali dan terkait dengan para aktivis yang
hilang disinyalir bahwa adanya kelompok lain yang bermain pada tragedi
penculikan itu.35
3. Kiprah Politik Prabowo Subianto Pasca Ode Baru
Nama Prabowo Subianto dibelantika perpolitikan Indonesia terbilang
sanagat fenomenal, khususnya pada saat menjelang keruntuhan rezim Soeharto
pada 1998. Hal ini dipicu tidak hanya karena ulahnya dalam beberapa kasus
penculikan, namun dibalik itu Prabowo adalah bagian dari keluarga presiden
Soeharto yang pada era politik 1998 menjadi pusat kebencian masyarakat.
Perjalanan politik Prabwo tidak berhenti setelah Orde Baru runtuh dari
panggung kekuasaannya. Polemik politik 1998 memang menuntun Prabowo untuk
mengakhiri karir militernya dan membawanya untuk pergi keluar negeri. Masa
kepergian Prabowo dari Indonesia di penuhi dengan berbagai spekulasi, dia
dianggap sengaja melarikan diri dari berbagai kasus yang membelitnya
(pelanggaran HAM). Ada beberapa negara yang sempat disinggahi Prabowo
34
35
Pamudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 68
Ibid, h. 67.
69
setelah kepergiannya dari Indonesia, diantaranya adalah Yordania, Jerman, dan
Inggris.36 Di Yordania kehadiran Prabowo disambut dengan baik oleh sahabatnya
yaitu Raja Yordania Pangeran Abdullah. Kedekatan Prabowo dengan Pangeran
Abdullah terjalin ketika mereka sama-sama menempuh pendidikan infanteri di
Amerika Serikat dan saat menjalani latihan anti teror di Jerman Barat.37 Dari
rumor yang berkembang, saat kepergiannya keluar negeri Prabowo menggeluti
dunia bisnis di Jazirah Arab. Lewat PT Tirtamas yang dimiliki Hasyim
Djojohadikusumo Prabowo menjalankan kegiatan ekspor, karet, kopi, dan
rempah-rempah karena bahan-bahan ini merupakan komoditi yang amat dicari di
sana. Yordania merupakan pintu terbuka menuju seantero Timur Tengah, bahkan
bisa menembus Eropa dan Asia Tengah.38
Setelah berkecimpung di dunia bisnis ambisi politik Prabowo ternyata
masih kuat dibenaknya. Dinamika politik yang berkembang di Indonesia
khususnya di era pemerintahan KH. Abdurahman Wahid (Gus Dur) nampaknya
memberikan ruang lebar kepada Prabowo untuk kembali ke tanah air.
Sekembalinya Prabowo ke Indonesia, dia tetap menekuni dunia bisnis. Kemudian
selain sibuk berbisnis, Parbowo juga berpengalaman dalam berbagai organisasi.
Mislanya sebagai Dewan Penasehat Organisasi Kosgoro (organisasi massa yang
berafiliasi ke Golkar), Di bidang pendidikan, sebagai Ketua Yayasan Pendidikan
Kebangsaan (Universitas Kebangsaan). Juga sebagai Ketua Majlis Perhimpunan
Keluarga Mahasiswa dan Alumni Supersemar. Dalam bidang olahraga, ia sebagai
Ketua Umum PB Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI). Di bidang
36
Soempeno, Prabowo Bintang Tiga, h.177-189
Ibid, 178
38
Ibid, 181
37
70
ekonomi rakyat, menjadi pendiri Koprasi Swadesi Indonesia (KSI) dan juga
sebagai Ketua Yayasan 25 Januari.39
Pada 2004 Prabowo sempat ikut serta dalam Konvensi Partai Golkar yang
menyaring kandidat-kandidat kuatnya untuk berlaga di panggung pemilihan calon
presiden dan wakil presiden. Namun, ia gagal dicalonkan melangkah ke pentas
nasional.40 Kegagalan Prabowo dalam Konvensi Partai Golkar tidak menyurutkan
niatnya untuk terus berjuang dalam ranah politik. Pada tanggal 12 Juli 2008,
Prabowo resmi keluar dari Golkar dan Parbowo aktif dibeberapa organisasi
kerakyatan diantaranya adalah Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), dan
Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI).41 Dengan keterlibatannya
Prabowo di beberapa organisasi ini semakin menegaskan positioning Prabowo
sebagai pembela rakyat kelas menengah kebawah (wong cilik).
Usaha untuk mengartikulasikan gagasan-gagasan politik tentunya sangat
sulit bagi siapapun tanpa terlibat di dalam partai politik sebagai instrumen atau
kendaraan politiknya. Realitas seperti ini diyakini oleh Prabowo, maka dari itu
setelah keluar dari Golkar Prabowo segera bergabung dengan Partai Gerakan
Indonesia Raya (Gerindra).42 Partai Gerindra adalah partai yang memiliki
kesamaan visi-misi dengan ide-ide Prabowo. Atas dasar itulah Parabowo memilih
Partai Gerindra sebagai kendaraan politik barunya.43 Di Partai Gerindra Prabowo
menjadi ikon politik dan pada musim pilpres 2009, Prabowo dicalonkan menjadi
kandidat Cawapres bersama Megawati Soekarno Putri sebagai Capres dari Partai
Demokrasi Indonesia (PDIP).
39
Pamudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 101
Soempeno, Prabowo Bintang Tiga, h. 193.
41
Pamudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 102-105
42
Soempeno, Prabowo Bintang Tiga, h. 195.
43
Ibid, h.196.
40
BAB IV
POLITIK PENCITRAAN PARTAI GERINDRA TERHADAP PRABOWO
SUBIANTO PADA PILPRES 2009
Beradasarkan sistematika penulisan
pada Bab
III penulis telah
menjelaskan scara spesifik objek penelitian yang dikembangkan dalam skripsi ini.
Lingkup pembahasan dalam Bab III meliputi pembahasan mengenai gambaran
umum tentang Partai Gerindra yang didalamnya melipiti sub bagian sejarah
berdirinya Partai Gerindra dan visi-misi, AD/ART serta struktur organisasi Partai
Gerindra. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan ketokohan yang dalam hal
ini mengangkat figur politik Prabowo Subianto yang diikuti dengan penjelasan
biografi Prabowo Subianto, Kontroversi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) dan kiprah politik Prabowo pasca Orde Baru. Dari penjelasan Bab III ini
paling tidak penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Partai Gerindra merupakan
partai yang telah tertata dengan baik menurut aturan strategi keorganisasian. Dari
sisi struktur keorganisasian Partai Gerindra telah mengsolidkan berbagai bidang
struktur organisasinya. Sehingga dalam menjalankan roda organisasi kepartaian
Partai Gerindra cukup baik, termasuk ketika Partai Gerindra melakukan politik
pencitraan Prabowo Subianto pada pilpres 2009.
Selanjutnya pada Bab ke IV akan dibahas inti dari penelitian yang
dilakukan. Pada bab ini penulis memperoleh informasi terkait politik pencitraan
Prabowo Subianto oleh Partai Gerindra melalui analisis kepustakaan serta
wawancara langsung dengan pengurus Partai Gerindra. Objek wawancara yang
dilibatkan dalam penelitian ini disebut informan dan informan penelitian ini
71
72
adalah Bapak Fadli Zon selaku Wakil Ketua Umum Bidang Politik dan Keamanan
dalam struktur kepengurusan Partai Gerindra. Pembuktian peran Partai Gerindra
untuk melakukan politik pencitraan Prabowo secara teoritis yang dibahas pada
Bab II akan diperkuat melalui wawancara yang dijabarkan pada Bab IV ini.
A. Peran Partai Gerindra dalam Politik Pencitraan Prabowo Subianto
Pemilu presiden 2009 merupakan ajang pertama Partai Gerindra
melakukan langkah-langkah politik pada level eksekutif. Sebagai Partaii politik
yang telah terkonsolidasikan dengan baik, Partai Gerindra tentunya memiliki
kapasitas yang mumpuni ketika harus membangun image (citra) tokoh yang
dipromosikannya. Pada saat musim kampanye politik 2009 keterlibatan Partai
Gerindra ketika melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto terlihat dengan
jelas, hal ini tidaklah mengherankan khalayak karena secara keanggotaan
Prabowo Subianto adalah kader Partai Gerindra itu sendiri.
Keberadaan Partai Gerindra diposisikan sebagai kendaraan politik yang
bertugas menjaga dan membangun citra serta membentuk opini positif agar
Prabowo Subianto mendapatkan kepercayaan dan dukungan masyarakat.
Langkah politik pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra terhadap
Prabowo diantaranya adalah Partai Gerindra melakukan kampanye politik yang
cukup intens di berbagai media publik, baik internal maupun lokal. Selain
menggunakan jasa media, Partai Gerindra juga melakukan komunikasi politik
secara dialogis keberbagai segmentasi masyarakat misalnya kaum buruh,
mahasiswa, petani, nelayan dan lain-lain. Seperti apa yang disampaikan pengurus
Partai Gerindra dalam sebuah wawancara yang dilakukan penulis. Dalam
73
wawancara tersebut Fadli Zon selaku wakil ketua umum bidang politik dan
keamanan mengatakan :
“Kami melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh partai politik atau kandidat
melakukan suatu kampanye melalui televisi, media sosial, koran, radio dan laian-lain.
Juga kampanye yang dilakukan secara tatap muka melalui rapat-rapat umum. Kami
berusaha untuk menyentuh hampir seluruh rakyat indonesia dari berbagai segmentasi
masyarakat. Minggu pertama kampanye dilakukan keluar jawa. Dibagi dua Gerindra di
utara dan Mega Wati serta PDIP berpusat di selatan. Kami kemudian juga membangun
komunikasi dialogis dengan kelompok-kelompok strategis seperti kaum buruh,
mahasiswa, petani, guru dan nelaiyan”.1
Berbagai langkah politik di atas, adalah bagian dari peran Partai Gerindra
ketika melakukan politik pencitraan Parabowo Subianto. Agenda politik seperti
ini tidak hanya dilakukan temporer namun sampai hari ini Partai Gerindra terus
berupaya membangun citra politik Parabowo di tengah-tengah masyarakat agar
Prabowo semakin diterima, untuk kemudian di musim pemilu berikutnya cita-cita
politik Prabowo Subianto serta Partai Gerindra bisa terealisasikan.
B. Langkah-langkah Partai Gerindra dalam Melakukan Politik Pencitraan
Prabowo Subianto.
Sistem multi partai yang sekarang berkembang telah memberikan ruang
bebas pada setiap masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam politik
Indonesia. Berbagai partai politik pun banyak bermunculan sebagai konsekuensi
diberikannya hak-hak warga negara untuk berpartisipasi dalam politik, termasuk
politik kepartaian. Pada pemilu 2009 terdapat sekitar 38 partai politik yang ikut
1
Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon, Jakarta, 27 Maret 2012.
74
berkompetisi memperebutkan kursi kekuasaan.2 Banyaknya partai politik yang
ikut bertanding maka akan semakin memperketat pula persaingan politik untuk
meraih simpati masyarakat. Maka dari itu, masing-masing partai politik dituntut
untuk bekerja ekstra dalam menjalankan tugas, fungsi, dan membangun strategistrategi politik agar mendapatkan dukungan dari publik.
Dalam upaya mengembangkan strategi politik, citra memiliki kedudukan
yang cukup penting untuk dibangun karena image (citra) akan mempengaruhi
persepsi masyarakat terhadap partai atau kandidat partai yang akan dipilihnya.
Mengutip pada apa yang dikemukakan oleh Fadli Zon ketika melakukan
wawancara pribadi dengan penulis dia mengatakan :
“pencitraan itu adalah bagian yang penting dalam politik, tetapi jangan sampai
politik itu hanya untuk pencitraan saja. Pencitraan ini adalah alat untuk menyampaikan
pesan. Citra itu sebenarnya hanya sesuatu yang positif saja. Citra positif penting bagi
seorang politisi, politics is perception. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap calon
sangatlah penting dan itu hanya bisa dilakukan dengan public relation yang baik dan
pencitraan yang baik. Kesemuanya diperlukan dalam kampanye, kalau tidak melakukan
politik pencitraan, bagaimana mendapatkan dukungan dari rakyat. Jadi kita harus
menempatkan politik pencitraan sebagai strategi politik atau alat politik kita. Namun
perlu dipahami dalam berpolitik kita tidak hanya selesai pada tataran pencitraan saja
namun program partai yang jelas inilah yang akan menentukan penyingkapan terhadap
kepentingan masyarakat”3
Salah satu strategi politik yang dikembangkan oleh Partai Gerindra
menjelang pemilihan Presiden pada 2009 yaitu, mengkontruksi citra positf
Prabowo Subianto agar presepsi masyarakat terhadap Prabowo Subianto menjadi
baik. Membentuk citra positif kandidat partai bukanlah hal yang mudah
2
Arief Mujayatno,” Gagalnya Upaya Penyederhanaan Jumlah Parpol, “Artikel diakses
pada tanggal 15 Agustus 2011 http://www.antaranews.com/view/?i=1215515162&c=ART&s=
3
Ibid.
75
dilakukan, terlebih Prabowo Subianto pernah menjadi figur kontoversial di benak
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Partai Gerindra melakukan langkahlangkan politik yang di spesialisasikan untuk pencitraan Prabowo Subianto.
1. Komunikasi Politik Partai Gerindra dalam Pencitraan Prabowo
Subianto
Membanguan suatu image (citra) politik tentunya tidak dapat dilakukan
tanpa adanya sebuah komunikasi politik yang dilakukan partai politik atau
kandidat politik kepada publik. Maka dari itu, bagi Partai Gerindra membangun
komunkasi
politik
merupakan
prasarat
utama
ketika
Partai
Gerindra
mempromosikan Prabowo Subianto sebagai Wapres pada Pilpres 2009. Secara
teoritis
komunikasi
politik
yang
dikembangkan
oleh
Partai
Gerindra
menggunakan komunikasi dua arah (dyadic communication).
Komunikasi politik dua arah sengaja dibentuk oleh Partai Gerindra karena
Partai Gerindra menyadari bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang
plural (terdiri dari berbagai segmentasi masyarakat), tersebar luas dan terkadang
tidak terorganisir dengan baik. Realitas seperti ini tentunya akan mempersulit
sistematisasi panyampaian pesan yang dilakukan masyarakat terhadap Partai
Gerindra sebagai partai politik. Hal itu menuntut Partai Gerindra untuk
mengambil inisiatif dengan cara mentransfer sekaligus merumuskan signal-signal
atau pesan yang disampaikan oleh Masyarakat. Berbagai permasalahan sosialpolitik yang terjadi di masyarakat dipahami secara menyeluruh oleh Partai
Gerindra untuk kemudian dianalisis lebih dalam berdasarkan data dan peristiwa,
untuk kemudian akan dijadikan input dalam merumuskan kebijakan partai.
76
Sebagai partai politik dan sesuai dengan fungsi kepartaian ketika proses
input dilakukan maka, Partai Gerindra akan terlibat sebagai media untuk
mengumpulkan aspirasi. Melalui proses komunikasi itu masyarakat akan
mengetahui apakah dukungan, aspirasi, dan pengawasan itu tersalur atau tidak
sebagaimana disimpulkan lewat aplikasi kebijakan politik. Dalam tataran aplikasi
komunikasi politik seperti ini Partai Gerindra terus berusaha mempertahankannya.
Selama ini Partai Gerindra telah setia menjalankan fungsi komunikasi politik
dengan masyarakat seperti dikatakan oleh Fadli Zon dalam wawancara khusus
dengan penulis beliau mengatakan,
“Gagasan ekonomi kerakyatan adalah hasil komunikasi politik antara Partai
Gerindra dengan rakyat. Gagasan itu sebagai agregasi dari masukan-masukan yang
menjadi keinginan masyarakat. Kemudian, Gerindra menjadikan itu sebagai input serta
tercantum dalam visi Gerindra yang nantinya akan diperjuangkan secara politik agar
menjadi sebuah kebijakan khususnya kebijakan ekonomi yang pro terhadap kepentingan
rakyat”.4
Konsistensi Partai Gerindra untuk menjalankan fungsi kepartaian
termasuk melakukan komunikasi politik dengan baik maka akan membentuk citra
politik yang baik pula di masyarakat. Intensitas komunikasi politik yang dibangun
Partai Gerindra juga sangat berhubungan dengan upaya pencitraan kandidat
politiknya yaitu Prabowo Subianto. Dalam beberapa kunjungan Partai Gerindra
mensosialisasikan gagasan ekonomi kerakyatan di hampir seluruh Indonesia
Partai Gerindra selalu menampilkan Prabowo Subianto sebagai sosok pejuang
ekonomi kerakyatan. Sebagai contoh menjelang Pilpres 2009, Partai Gerindra
melakukan komunikasi politik ke hampir seluruh daerah di Indonesia.5
4
Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon,
5
Ibid,
77
Selain melakukan komunikasi politik secara langsung Prabowo juga
ditampilkan melalui berbagai media massa (televisi, koran, jurnal, radio dan
jejaring sosial). Di media televisi Prabowo sering ditampilkan melalui iklan-iklan
politiknya bersama Partai Gerindra mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk
kembali memperhatikan ekonomi kerakyatan. Inilah sebagaian dari komunikasi
politik yang dilakukan Partai Gerindra ketika mengkontruksi citra Prabowo
Subianto menjelang pilpres 2009, dengan harapan akan tercipta persepsi baik
terhadap Prabowo Subianto. Apabila image politik kandidat diterima dengan baik
oleh publik maka kemungkinan besar akan mempermudah kandidat dalam
mendapatkan simpati masyarakat.
2. Mengembangkan Wacana Ekonomi Kerakyatan Sebagai Strategi
Politik Pencitraan Prabowo Subianto.
Menetapkan suatu strategi merupakan agenda yang cukup sulit dalam
perencanaan program kampanye sebuah partai politik karena strategi tersebut
dapat terlihat dari keberhasilan proses pencapaian tujuannya dalam kurun waktu
yang relatif panjang. Disamping itu diperlukan program yang terencana,
terkoordinasi dengan melibatkan suatu tim kerja, memiliki prinsip, dan termasuk
gagasan, kegiatan, alokasi dana besar serta dengan taktik pencapaiaan tujuan
program yang terukur secara rasional atau spesifik. Secara definisi seperti yang
dikemukakan Greogry, strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang
berkaitan dengan pelaksanaan perencanaan program kampanye dalam kurun
waktu tertentu, mengoordinasikan tim kerja, memiliki tema, faktor pendukung
yang sesuai dengan prinsip-prinsip untuk melaksanakan gagasan strategis secara
78
rasional dan dapat dilaksanakan melalui taktik program kampanye public relation
(humas) secara efektif dan efesien.6
Mengkampanyekan gagasan ekonomi kerakyatan yang dilakukan Partai
Gerindra adalah bagian dari strategi politik untuk mendongkrak popularitas
Parbowo Subianto pada musim pilpres 2009. Konsep ekonomi kerakyatan juga
termaktub dalam substansi yang terkandung pada visi-misi dan menjadi
positioning Partai Gerindra. Dalam kampanye penyebaran pesan yang dilakukan
dengan
melibatkan
menampilkan
kerjasama
visi-misi
yang
media
massa,
bernuansa
hampir
ajakan
untuk
disetiap
iklannya
peduli
terhadap
pengembangan ekonomi kerakyatan.
Gagasan
ekonomi
kerakyatan
Partai
Gerindra
bertujuan
untuk
mengembangkan pasar domestik dan mengembangkan produk pasar lokal
kenegara-negara
lain.
Cara
yang
di
tempuh
Partai
Gerindra
untuk
mengembangkan ekonomi kerakyatan dimulai dari membentuk keyakinan
masyarakat sebagai bangsa yang berdaulat. Kemudian dilanjutkan dengan
pengambil alihan potensi-potensi kekayaan sumber daya alam yang telah dikuasai
asing baik migas, mineral, pertanian dan hasil laut. Selanjutnya, mengembangkan
pasar domestik dan mengembangkan produk-produk dalam negeri secara mandiri
untuk kemudian dikembangkan ke pasar internasional. Dengan begitu Partai
Gerindra yakin bahwa bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang berdaulat,
mampu dan layak menjadi bangsa besar, maju, disegani, adil dan makmur.
”Gagasan ekonomi kerakyatan bukan politik pencitraan tetapi memang
itu adalah usaha pencitraan. Partai Gerindra akan memperjuangkan ekonomi
6
Silih Agung Wasesa, Strategi Public Relation, h. 177
79
kerakyatan, di mana kebijakan perekonomian harus berdasar pada UUD 1945
pasal 33 ayat (1), (2), dan (3), sebagai ruh dari setiap kebijakan ekonomi. Sistem
ekonomi liberal-kapitalistik yang selama ini diterapkan di Indonesia harus
dikoreksi karena gagal mensejahterakan rakyat. Salah satu cara yang dilakukan
Gerindra dengan meyakinkan rakyat untuk berdaulat di negara sendiri dengan
cara mengembangkan pasar-paar tradional agar naik kelas dan diterima produkproduknya tidak hanya di dalam negeri maupun di luar negeri. Selain itu,
Gerindra menolak segala bentuk liberalisasi perdagangan dan mengembangkan
proteksi, menolak kebijakan penjualan BUMN kepada pihak asing.”7
Untuk mempertegas pengembangan gagasan ekonomi kerakyatan agar
mampu diterima dan berjalan efektif di masyarakat. Partai Gerindra juga
bergabung dengan organisasi-organisasi yang memiliki keterkaitan dengan
pengembangan ekonomi kerakyatan diantaranya adalah HKTI (Himpunan
Kerukunan Tani Indonesia), APPSI (Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia),
KTNA (Kotak Tani dan Nelayan Andalan) dan lain-lain.8 Dengan adanya relasi
keberbagai organisasi tersebut, Partai Gerindra bisa lebih mudah mengajak
masyarakat agar mau menerima dan mempraktekan ekonomi kerakyatan.
Kemudian usaha itu juga dijadikan momentum dan strategi yang tepat untuk
mempromosikan Prabowo Subianto pada saat dicalonkan sebagai Wapres bersama
Megawati sebagai Capres pada pilpres 2009.
3. Partai Gerindra dalam Mengkampanyekan Politik Pencitraan
Prabowo Subianto
7
8
Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon,
Pambudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 103-105.
80
Momentum kampanye merupakan sebuah periode yang sengaja diberikan
oleh panitia pemilu kepada semua kontestan, baik partai politik maupun
kandidatnya untuk memaparkan program-program kerja dan mempengaruhi opini
publik sekaligus memobilisasi masyarakat agar memberikan suara pada saat
pencoblosan. Dalam presfektif komunikasi politik, kampanye didefinisikan
sebagai bagian dari aktivitas komunikasi yang terorganisasi secara langsung
ditunjukan pada khalayak, pada periode waktu yang telah ditetapkan atau tidak
yang guna mencapai tujuan.9 Selain itu, kampanye juga bisa diartikan sebagai,
keinginan seseorang untuk mempengaruhi kepercayaan dan tingkah laku orang
lain dengan daya tarik yang komunikatif. Kampanye dalam kaitan ini dialamatkan
pada proses pencitraan Prabowo Subianto oleh Partai Gerindra menjelang pilpres
2009. Jadi orientasi kampanye yang dilakukan Partai Gerindra mengarah pada
upaya untuk mengkontrusksi citra Prabowo Subianto.
Secara teoritis kampanye bisa di kembangkan menjadi dua bentuk yaitu
pertama, kampanye menjelang pemilu (Short-tern), yang digunakan pada saat
menjelang pemilu untuk mengingatkan, membentuk dan mengarahkan opini
publik. Kedua, kampanye bersifat permanen dan berlaku untuk jangka panjang.10
Kampanye ini dilakukan tidak hanya terbatas pada periode menjelang pemilu,
tetapi sebelum dan setelah pemilu berperan amat penting dalam pembentukan
image politik kandidat yang nantinya akan mempengaruhi perilaku pemilih pada
saat dibutuhkan. Kampanye politik yang dilakukan oleh tiap-tiap partai politik
9
Rosady Ruslan, Kampanye Public Relation h. 21.
10
Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 275
81
memiliki orientasi yang berbeda-beda tergantung pada masing-masing partai yang
bersangkutan.
Pada tataran aplikasi Partai Gerindra melakukan kedua bentuk kampanye
tersebut dengan harapan pesan-pesan politik dan promosi yang disampaikan tidak
hanya terjadi menjelang pemilu saja namun bisa diterima pada saat sebelum dan
sesudah pemilu. Metode kampanye Partai Gerindra dilakukan secara berencana,
sistematis, memotifatif, psikologis dan dilakukan berulang serta berkelanjutan.
Seperti halnya telah disinggung dalam bab teoritisasi, terdapat beberapa
strategi kampanye ketika mempromosikan Prabowo sebagai Wapres pada pilpres
2009, diantaranya yaitu;
1. Strategy of Publicity
Strategi ini tetap dijalankan dengan melakukan kerjasama kepada media
massa. Di hampir setiap media massa Partai Gerindra beserta Prabowo hadir
menyapa pemirsah untuk mengsosialisasikan program partai dan tentunya terdapat
misi membangun pencitraan. Selain melakukan publikasi sendiri, Partai Gerindra
juga membangun hubungan dengan media massa melalui konferensi pers antara
pemimpin partai dengan wartawan
“Pada Pemilu 2009, Partai Gerindra memiliki media center. Media center
berperan melakukan publikasi fokus pada kampanye politik. Tugas media center
mulai dari persiapan kampanye politik sampai pada masa kampanye pemilihan
presiden. Namun pada saat kampanye pilpres media center Partai Gerindra
digabung dengan media center PDIP publikasi untuk kampanye dilakukan di bawah
tanggung jawab media center.”11
11
Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon.
82
Terdapat tiga bentuk publikasi yang dilakukan dalam kampanye Partai
Gerindra: pertama, pure publicity (publisitas murni) yaitu bentuk publisitas yang
sama dengan nilai berita yang muncul di media pers. Partai Gerindra
mengeluarkan berita atau konfrensi press, terkait satu kegiatan atau peristiwa
tertentu yang mengandung nilai berita dan kemudian diberitakan oleh media pers
nasional maupun lokal.
Kedua, tie in publicity (publisitas yang sengaja) yaitu bentuk publisitas
yang sengaja dilaksanakan oleh Partai Gerindra yakni mengadakan seminar,
kegiatan kepedulian sosial, sumbang sembako, dan kegiatan lainya yang
kemudian kegiatan tersebut diliput oleh media massa.
Ketiga, paid publicity (publisitas yang dibayar) ini merupakan bagian
bentuk dari publisitas yang membutuhkan dana, misalnya membuat artikel
sponsor (advertial), sisipan (supplement) atau pariwara dan informensial yang
kemudian dimuat di media pers dan pemuatan tersebut sama dengan tarif iklan.12
Partai Gerindra juga melalui humasnya melakukan monitoring, yaitu
sebuah usaha melakukan pemantauan terhadap informasi yang beredar di
masyarakat. Monitoring ini dilakukan dalam rangka menganalisis setiap situasi
yang terjadi dengan permasalahan yang dihadapi untuk kemudian Partai Gerindra
ikut mengambil bagian dalam memberikan penjelasan atau klarifikasi kepada
masyarakat terkait isu yang berkembang (dyadic communication). Dari
keseluruhan strategi ini sosok Perabowo Subianto selalu ditampilkan dan tentunya
memiliki orientasi terhadap pembangunan citra Prabowo Subianto.
12
Rusady Ruslan, Kiat dan Strategi Kampanye Public Relation, h. 61.
83
2. Strategy of Persuation
Partai Gerindra melakukan langkan persuasi dalam berkampanye melalui
teknik sugesti atau persuasi untuk mengubah opini publik dengan mengedepankan
sisi emosional dari suatu cerita, artikel, atau fature berlandaskan humanity
interest. Realisasi langkah ini Partai Gerindra melakukan iklan di media cetak
maupu elektronik, melakukan kunjungan langsung keberbagai segemtasi
masyarakat dalam bentuk berbagai program seperti bantuan sembako, pelatihan
dan lain-lain. Kemudian dalam kampanye tersebut disosialisasikan visi-misi,
program kepartaian, platform dan yang terpenting sosialisasi tokoh yang
diperjuangkan (Parabowo Subianto), dengan harapan dapat diterima oleh
masyarakat. Dalam hal ini seperti dikatakan oleh M. Asrian Mirza selaku Ketua
Bidang Humas dan Media Massa Partai Gerindra yaitu:
“Humas Partai Gerindra menampilkan sebuah informasi di media massa
melibatkan unsur emosional dan rasional yang tinggi. Coba perhatikan iklan Partai
Gerindra di TV, lewat iklan dengan tema kerakyatan berhasil menyentuh emosional
dan rasional masyarakat. Dalam iklan itu diangkat fenomena yang ada di indonesia
lengkap dengan solusi yang kita tawarkan. Tidak salah kalau iklan partai gerindra
menjadi iklan terpopuler pada pemilu 2009”.13
3.Strategy of Argumentation
Dunia politik merupakan wilayah yang rentan terjadi berbagai peristiwa
yang kurang menguntungkan bagi partai maupun kandidatnya. Berbagai
perristiwa politik setidaknya harus direspon dan dianalisis lebih teliti karena tidak
menuntut kemungkinan hal-hal yang negatif sering dialamatkan pada suatu paratai
13
Inke Suharni, “Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi
pemilu 2009”, h. 86
84
yang bersangkutan seperti pengemasan isu negatif yang diarahkan pada partai
maupun kandidat tertentu. Apabila ini terjadi sudah jelas akan melahirkan
implikasi negatif dan tidak menguntungkan bagi partai yang dijadikan objek dari
strategi politik partai lain. Partai Gerindra dalam hal ini menggunakan strategy of
argumentation dengan tujuan agar mengantisipasi berita negatif yang kurang
menguntungkan. Berita negatif itu kemudian dianalisis lebih dalam dan detail oleh
sebagaian
elemen
partai.
Selanjutnya
dibentuk
berita
tandingan
yang
mengemukakan argumentasi rasional agar opini publik tetap dalam posisi yang
menguntungkan.
Keberadaan Prabowo Subianto yang rentan terhadap isu-isu negatif
menjadikan Partai Gerindra harus senantiasa bersikap rekatif terhadap segala isu
yang berkembang di dalam masyarakat. Reaksi ini harus diaplikasikan menjadi
sebuah rumusan argumentasi yang nanti dikembangkan kembali kepada
masyarakat.
Berkat
kerja
keras
dan
keahlian
dalam
membuat
dan
mengembangkan strategi, Partai Gerindra cukup berhasil dalam menjaga image
politiknya serta image politik tokoh Prabowo Subianto. Seperti dikemukakan oleh
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra dalam wawancara khusus dengan penulis
yaitu:
“Ketika Partai Gerindra bersaing dan mengusung Prabowo dan Mega pada
pilpres 2009, banyak usaha-usaha pencitraan negatif yang dilakukan oleh lawan
politik kami. Di dalam pemilihan presiden dimanapun, mereka akan mencari titik
lemah dari lawan-lawan politiknya termasuk di Indonesia. Saya kira itu hal yang
sangat wajar, tetapi dalam pilpres 2009, upaya untuk mencitrakan citra negatif
terhadap Mega-Prabowo itu gagal. Pada waktu itu tidak ada pencitraan negatif
terhadap Prabowo misalnya persoalan HAM, justru yang terjadi sebaliknya.
Prabowo sering muncul sebagai sosok yang membela kepentingan rakyat, yang
memang kami yang membingkainya. Sebagai sekertairis umum dan tim kampanye
85
nasional, jadi saya yang mengendalikan tim kampanye ketika itu. Jadi pencitraan
yang ingin kita tunjukan adalah Mega-Parbowo “pro-rakyat”pro dalam pemikiran,
tindakan dan juga kebijakan, kesemuanya di kemas oleh tim untuk mencitrakan
Prabowo dan Mega”.14
4. Strategy of Image
Menyadari pentingnya citra di dalam politik, Partai Gerindra dituntut
untuk memperhatikan lebih dalam persoalan pencitraan partai maupun
kandidatnya. Kesadaran tersebut diartikulasikan pada pembentukan strategy of
image sebagai bagaian dari strategi kampanye sebelumnya. Strategi ini menuntut
pada pembentukan citra positif dalam publikasi untuk menjaga lembaga, produk
partai dan kandidatnya. Misalnya partai tidak hanya menampilkan segi promosi,
tetapi bagaimana menciptakan publikasi non komersial dengan menampilkan
kepedulian terhadap lingkungan dan sosial yang menguntungkan citra bagi
lembaga, organisasi serta kandidat secara keseluruhan.
Untuk melakukan pemembentukan image dan penjagaan image partai dan
kandidatnya, Partai Gerindra melakukan hal-hal sebagai berikut: Pertama,
mendirikan posko Partai Gerindra peduli rakyat untuk membantu para korban
bencana alam dan aktif memberikan bantuan kepada masyarakat yang kurang
mampu yang sedang terkena bencana. Kedua, melakukan kampanye terbuka
selama masa kampanye yang telah ditetapkan oleh KPU dengan pengarahan masa
untuk menyampaikan program yang ditawarkan partai dengan mengusung tema
yang menarik hati masyarakat. Ketiga, menjalin hubungan yang baik dengan
14
Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon.
86
kelompok-kelompok masyarakat manapun juga. Misalnya hubungan baik yang
dibangun oleh Prabowo Subianto dengan kelompok_kelompok masyarakat seperti
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Asosiasi Pemerintahan Daerah Se
Indonesia (APDESI), Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), dan
Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA). Dan keempat, membuat buku hasil
pikiran Prabowo Subianto yang berjudul “Membangun Kembali Indonesia Raya”,
sebagai wujud kepedulian Prabowo terhadap nasib para petani di Indonesia. 15
Dalam tatanan praktis, meskipun kegiatan-kegiatan di atas tidak
dilaksanakan sepenuhnya oleh Partai Gerindra, namun stretegi kampanye inilah
yang kemudian dijadikan sebagai cara untuk membangun pencitraan Prabowo
Subianto di tengah-tengah masyarakat, dimana Prabowo Subianto kerap terlibat
langsung pada saat kampanye ini dilaksanakan.
4. Penggunaan Media Massa dalam Politik Pencitraan Prabowo Subianto
Usaha mengkonstruksi citra positif kandidat partai bukanlah hal yang
mudah dilakukan oleh paratai politik manapun, tidak terkecuali oleh Partai
Gerindra. Menjelang pilpres 2009 Partai Gerindra temasuk salah satu partai baru
yang siap dan efektif dalam melakukan politik pencitraan terutama untuk figur
politiknya (Prabowo Subianto). Keberadaan tim ahli yang memiliki Sumber Daya
Manusia (SDM) dan pendanaan besar yang dimiliki Partai Gerindra nampaknya
memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan Partai termasuk
pembentukan image partai dan kandidatnya. Kemudian, elemen lain yang menjadi
15
Ibid.
87
penyokong pembentukan image Prabowo Subianto yaitu dengan adanya
keterlibatan dengan berbagai media massa baik cetak maupun elektronik
didalamnya. Inilah yang kemudian mejadi alat efektif untuk melakukan publikasi
kepada masyarakat.
Dalam melaksanakan program-program kepartaian serta politik pencitraan,
Partai Grindra membutuhkan media untuk kemudian dipublikasikan pada
masyarakat. Partai Gerindra menganalisa dan mengamati media masa yang efektif
digunakan sebagai media penghubung informasi dengan publik. Fungsi dari media
sendiri adalah sebagai sarana atau alat untuk menyampaikan pesan atau sebagai
mediator antara komunikator dengan komunikan. Penggunaan media massa
sebagai sarana membantu untuk mencitrakan Prabowo oleh Partai Gerindra
merupakan usaha mencapai tujuan seefektif mungkin.
“Partai Gerindra menggunakan media seperti media tv, karena media ini
dapat disaksikan oleh masyarakat secara cepat, kemudian ada koran, radio,
pamflet dan media sosial, namun ketika itu penggunaan media sosial sangat tidak
sehebat sekarang. Media sosial yang kami punya dulu seperti situs pribadi pak
Prabowo dan kita juga memiliki Facebook, namanya FPS (Facebook Prabowo
Subianto). Ketika fans Prabowo di Facebook mencapai 100 ribu lebih tiba-tiba
dari pihak Facebook menutup akun tersebut dengan alasan yang tidak jelas”. 16
Untuk lebih spesifik, berbagai media pendukung politik pencitraan Partai
Gerindra terhadap Prabowo Subianto diantaranya adalah pertama, media virtual
internet, penggunaan media ini dengan mendayagunakan kemajuan teknologi
melalui pembuatan dan pengelolaan website partai, e-mail partai dan blog partai.
Pada saat pemilu 2009, Prabowo Subianto memiliki akun Facebook sebagai
16
Ibid.
88
instrumen politik agar lebih dekat dengan masyarakat dan kader partai. Partai
Gerindra juga memiliki website yang bebas diakses oleh masyarakat yaitu
http//www.gerindra.or.id. dan website tersebut bermuatan tentang informasi
terkait Partai Gerindra yang dimuai dari profil partai, aktivitas partai baik di pusat
maupun di daerah, berita seputar partai Gerindra dalam pemilu. Selanjutnya
kedua, penggunaan media radio, selama kurun waktu 2008 sampai April 2009
iklan partai serta iklan Prabowo Subianto ditampilkan di radio-radio yang populer
di tingkat nasional dan lokal. Partai Gerindra bekerjasama dengan Himpunan
Radio Lokal Indonesia (HRLI). Kampanye politik melalui radio efektif untuk
masyarakat di Pedesaan. Ketiga, penggunaan media televisi menjadi media yang
paling efektif bagi Partai Gerindra. Partai Gerindra menampilkan iklan politiknya
di statsiun televisi nasional maupun local, baik swasta maupun negeri. Iklan Partai
Gerindra beserta Prabowo hadir di hampir seluruh statsiun televisi seperti di
Metro TV, Trans TV, Trans 7, RCTI, SCTV, TPI, TVRI dan lain-lain.17
Selain pengggunaan media elektronik sebagai pendukung politik
pencitraan Prabowo Subianto, Partai Gerindra juga menggunakan media cetak
sebagai media sosialisasi dan promosi seperti penerbitan buku langsung.
Penerbitan buku yang dilakukan Partai Gerindra untuk memperkokoh eksistensi
Partai Gerindra dan memudahkan sosialisasi dan promosi citra Prabowo ketengahtengah masyarakat menjelang pemilu 2009. Buku tersebut bertemakan
“Membangun Kembali Indonesia Raya”, yang ditulis langsung oleh Prabowo
17
Ibid.
89
Subianto. Buku tersebut mengangkat berbagai problemmatika terkait dengan isuisu ekonomi dan menawarkan konsep ekonomi kerakyatan.18
Partai Gerindra juga membuat majalah-majalah yang relevan dengan
perjuangan partainya. Adapaun nama dari majalah tersebut adalah “Tani
Merdeka” majalah ini berisi mengenai latar belakang dan solusi pertanian yang
dipimpin langsung oleh Prabowo sebagai Ketua Redaksinya. Selain majalah Partai
Gerindra juga menggunakan media cetak seperti koran. Bentuk dari penggunaan
media ini adalah untuk pemasangan spot iklan Partai Gerindra dan Prabowo baik
koran nasional maupun lokal. Partai Gerindra melakukan iklan-iklan politiknya di
Koran Kompas, Media Indonesia, Rakyat Merdeka, Republika dan lain-lain.19
Dari paparan di atas, nampak jelas keterlibatan media dalam usaha Partai
Gerindra ketika mengkonstruksi image (citra) Prabowo Subianto menjelang
pilpres 2009. Mendayagunakan kekuatan media massa sebenarnya tidak hanya
dilakukan oleh Partai Gerindra saja, namun seluruh partai politik yang bersaing
menggunakan media massa sebagai salah satu alat untuk mempermudah
sosialisasi politiknya.
5. Mengkonstruksi Citra Parbowo Subianto Melalui Iklan Politik
Dalam konteks politik pencitraan, iklan politik menjadi alat yang sangat
efektif untuk digunakan. Menurut Pawito, upaya membangun citra dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, meberikan penonjolan-penonjolan pada
kesuksesan atau keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai di masa lampau.
18
19
Ibid.
Ibid.
90
Kedua, menumbuhkan asosiasi pemikiran tentang partai atau kandidat dengan
kebesaran sejarah di masa lampau, seperti kejayaan bangsa, pemimpin
kharismatik yang pernah ada, dan bentuk-bentuk simbolik baik kata-kata maupun
gambar-gambar. Ketiga, memberikan penonjolan orientasi ke depan, misalnya
dengan kecanggihan teknologi dan optimisme kemajuan-kemajuan di masa yang
akan datang. Keempat, menghadirkan tokoh-tokoh tertentu demi menumbuhkan
dan memperkokoh keyakinan akan kuat atau luasnya dukungan termasuk tokohtokoh adat, dan pemimpin atau tokoh-tokoh negara lain.20 Kesemua bangunan
pencitraan tersebut bisa dikemas dan dipublikasikan melalui desain iklan politik
untuk disampaikan kepada masyarakat sehingga akan terbangun citra positif, baik
partai maupun kandidatnya.
Terkait dengan politik pencitraan Prabowo Subianto, Partai Gerindra turut
menggunakan iklan sebagai alat untuk mengkonstruksi citra Prabowo.
Sebagaimana disebutkan oleh Fadli Zon dalam wawancara pribadi dengan
penulis:
“ Iklan politik adalah alat yang paling efektif karena melalui iklan politik itu
jangkauannya sangat luas, yang menonton tv rakyat Indonesia disinyalir lebih dari
90%. Sehingga kalau ada ilkan tv yang menyaksikan jauh lebih banyak. Banyagkan
misalnya kita hanya mendatangi lapangan untuk rapat umum, paling banyak
terkumpul 20-30 ribu orang. Iklan adadal salah satu sarana untuk menyampaikan
pesan yang paling efektif sekarang ini dan Gerindra menggunakan iklan sebagai
salah satu strategi membangun citra Prabowo”.21
Secara teoritis promosi dengan menggunakan iklan poitik mengunakan
dua cara pertama, lewat cara-cara gratis melalui peliputan reguler media terhadap
20
21
Pawito, Komunikasi Politik: Media Massa dan kampanye Pemilihan, h. 265.
Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon,
91
kegiatan partai atau kandidat. Kemudian kedua, dengan membayar ke media
tersebut kareena memasang iklan politik. Dalam iklan politik, kandidat atau partai
politiklah yang memutuskan bagaimana mereka ditampilkan. Karena itulah, dua
bentuk penggunaan media televisi itu (free and paid media) kerap juga di
istilahkan dengan controlled media dan uncontrolled media. Mengingat adanya
prinsip seperti ini Partai Gerindra secara rasional dan setiap partai politik tentunya
banyak mengeluarkan dana untuk biaya iklan. Penelitian AC Nielsen
menyebutkan pada 2008 sampai menjelang pilpres 2009 biaya iklan yang
dikeluarkan Partai Gerindra dalam mengiklankan Prabowo Subianto dan partainya
menghabiskan dana hingga Rp 66 miliar dan mendapatkan sekitar 4 ribu spot
iklan yang tersebar di hampir seluruh media televisi.22
Selanjutnya masih dalam analisis Nielsen pada saat Prabowo diatampilkan
pertama kali dengan bersamaan memperkenalkan berbagai organisasi seperti
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional, dan
sebagai ketua dewan Pembina Partai Gerindra, dana yang dihabiskan mencapai 8
miliar per-bulan periode Juli-Oktober 2008.23 Namun dari jumlah biaya iklan ini
Partai Gerindra menurut Fadli Zon tergolong paling sedikit dari dua kandidat
lainnya, seperti ungkapannya:
“ Waktu pilpres kami tidak menampilkan seperti dua kandidat lain (SBYBoediono dan Jusup Kala-Wiranto). Dua kandidat lain mungkin dananya lebih
besar daripada kami. Sehingga jumlah durasi iklannya juga lebih banyak. Dari tiga
kandidat itu, kami yang frekuensi iklannya paling jarang meskipun kami tampil di
22
Vennie Melyani,”Belanja Iklan Partai Politik Mencapai Rp 1 triliun”, Artikel diakses
pada 6 Agustus 2011 http://www.tempo.co/hg/bisnis/2009/04/28/brk,20090428-173209,id.html.
23
ibid
92
semua statsiun televisi. Kami juga tidak melanggar, frekuensi iklan SBY-Boediono
mereka jauh lebih banyak ketimbang kami”.24
Di lihat dari kisaran dana yang dikeluarkan Partai Gerindra di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa Partai Gerindra adalah Partai yang terlibat dalam
penggunaan iklan sebagai strategi politiknya. Kemudian Prabowo sebagai produk
yang ditawarkan Partai Gerindra untuk bisa diterima oleh masyarakat. Melalui
memanfaatkan iklan politik, citra Prabowo Subianto di bangun lalu dikembangkan
agar mempengaruhi persepsi positif di benak masyarakat.
24
Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon,
BAB V
PENUTUP
Bab V merupakan bab penutup pada skripsi ini. Bab ini menyimpulkan
pembahasan bab-bab sebelumnya yang selaras dengan rumusan masalah skripsi
ini. Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini adalah untuk menjawab
pertanyaan dasar yaitu mengapa Partai Gerindra melakukan politik pencitraan
terhadap Prabowo Subianto dan bagaimana peran Partai Gerindra untuk
membentuk politik pencitraan Prabowo Subianto pada pilpres 2009. Untuk
menjawab pertanyaan dasar tersebut, didahului dengan dengan menjabarkan teoriteori yang berkaitan dengan variabel pada rumusan masalah pada Bab II skripsi
ini. Selanjutnya Bab IV menjadi bab pembuktian mengapa Partai Gerindra
melakukan politik pencitraan terhadap Prabowo Subianto dan bagaimana peran
Partai Gerindra dalam membentuk pencitraan Prabowo Subianto pada pilpres
2009. Informasi diperoleh melalui wawancara langsung yang dilakukan oleh
penulis dengan Bapak Fadli Zon selaku Wakil Ketua Umum Bidang Politik dan
Keamanan Partai Gerindra. Selanjutnya di Bab V ini penuli akan menyimpulkan
hasil penelitian yang dilakukan penulis.
A. Kesimpulan
Pemilu Presiden 2009 merupakan kontestasi pertama Partai Gerindra
melakukan langkah-langkah strategi politik pada level eksekutif. Sebagai Partai
politik yang telah terkonsolidasikan dengan baik, Partai Gerindra tentunya
memiliki kapasitas yang mumpuni ketika harus membangun image (citra) tokoh
93
94
yang dipromosikannya. Pada saat musim kampanye politik 2009 Partai Gerindra
berperan dalam melakukan politik pencitraan terhadap Prabowo Subianto. Peran
Partai Gerindra terekam dari Langkah-langkah strategi politik pencitraan yang
dilakukan Partai Gerindra terhadap Prabowo Subianto diantaranya adalah Partai
Gerindra melakukan kampanye politik yang cukup intens di berbagai media
publik, baik internal maupun lokal. Selain menggunakan jasa media, Partai
Gerindra juga melakukan komunikasi politik secara dialogis keberbagai
segmentasi masyarakat misalnya kaum buruh, mahasiswa, petani, nelayan dan
guru.
Strategi politik yang dikembangkan oleh Partai Gerindra menjelang
pemilihan Presiden pada 2009 yaitu, mengkontruksi image (citra) positf Prabowo
Subianto agar presepsi masyarakat terhadap Prabowo Subianto menjadi baik.
Membentuk image positif kandidat partai bukanlah hal yang mudah dilakukan,
terlebih Prabowo Subianto pernah menjadi figur kontoversial di benak masyarakat
Indonesia. Oleh karena itu, Partai Gerindra melakukan langkah-langkan politik
yang di spesialisasikan untuk pencitraan Prabowo Subianto. Langkah-langkah
terebut adalah sebagai berikut pertama, Partai Gerindra melakukan fungsi
komunikasi politik. Seacara teoritis komunikasi politik yang dikembangkan oleh
Partai Gerindra menggunakan komunikasi dua arah (dyadic communication).
Komunikasi dua arah yang dilakukan oleh Partai Gerindra adalah dengan
mengumpulkan aspirasi dari masyarakat yang nantinya akan dijadikan input untuk
membuat kebijakan-kebijakan politik partai seperti gagasan ekonomi kerakyatan.
Selanjutnya yang kedua, Partai Gerindra menggunakan wacana ekonomi
kerakyatan untuk meningkatkan popularitas Prabowo Subianto pada pilpres 2009,
95
konsep wacana ini termaktub kedalam visi-misi dan menjadi positioning partai.
Ketiga, Partai Gerindra memanfaatkan momentum kampanye, baik kampanye
jangka pendek (short tern) maupun kampanye yang bersifat permanen dengan
tujuan
untuk
menyalurkan
informasi
terkait
kebijakan-kebijakan
partai,
pemebentukan opini agar Partai Gerindra dan Prabowo Subianto mendapatkan
kesan yang baik dibenak masyarakat, klarifikasi berita-berita kurang baik
(negative campaign) yang beredar di masyarakat, dan yang paling utama untuk
pembentukan citra positif Partai Gerindra maupun kandidatnya (Prabowo
Subianto). Keempat, Partai Gerindra mengguanakan media massa sebagai alat
politik dan dianggap sangat efektif karena ruang lingkup dan kecepatan informasi
yang akan diperoleh masyarakat melalui pemanfaatan iklan di tv, radio, koran,
dan internet. Keempat strategi tersebut merupakan bentuk dari langkah-langkah
Partai Gerindra dalam membentuk politik pencitraan Prabowo Subianto pada
pilpres 2009.
B. Saran-Saran
Di penghujung penelitian skripsi ini, sepertinya perlu juga untuk berbagi
saran-saran dan kritik dalam rangka menilai fenomena politik pencitraan yang
berkembang pesat di era teknologi informasi kini. Hal ini penting, karena politik
pencitraan dapat menjadi buruk apabila relasi anatara citra dan aplikasinya tidak
sesuai, yang ada hanya janji palsu dari kemasan pencitraan dan masyarakat
menjadi korban manipulasi citra. Mengkonstruksi dan menjaga citra yang
dilakukan Partai Gerindra terhadap Prabowo Subianto agar mendapat simpatik
96
rakyat sah-sah saja, asal pencitraan yang dilakukan harus sesuai dengan
aplikasinya.
Partai Gerindra dan Prabowo Subianto diharapkan untuk tidak berlebihan
dalam menggunakan pencitraan iklan politik di media massa. Sebaiknya Partai
Gerindra dan Prabowo Subianto lebih mengedepankan program-program nyata
yang langsung berdampak positif kepada masyarakat, karena pencitraan tidak
selamanya sesuai dengan realitas sesungguhnya. Ketika seorang kandidat atau
partai politik hanya mengandalkan pencitraan untuk mengambil simpatik
masyarakat, hampir dapat dipastikan bahwa kandidat dan partai politik tersebut
menggunakan pencitraan hanya sebagai alat manipulasi politik untuk mengambil
simpatik masyarakat.
Dan tentunya, berkaitan dengan skripsi ini penulis mengharapkan saran
dan kritik para pembaca guna memperbaiki kesalahan atau kekurangan yang ada.
Selain itu penulis sendiri sadar bahwa karya ini merupakan buah pertama dari
proses panjang pendewasaan intelektual penulis, sehingga masih sangat
dimungkinkan jauh dari kesempurnaan.
A. Daftar Pustaka
Adi Soempeno, Femi. Prabowo Bintang Tiga: Dari Cijantung Bergerak ke Istana.
Yogyakarta: Galangpress, 2009.
Agung Wasesa, Silih. Strategi Public Relation. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama, 2006.
Ambardi, Kuskridho. Mengungkap Politik Kartel: Stadi tentang Sistem
Kepartaian di Indonesia Era Reformasi Jakrta: Gramedia, 2009.
Armando, Ade. Kampanye Melalui Media Massa: Keniscayaaan di Abad 21.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Arifin, Anwar. Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi
dan Komunikasi Politik Indonesi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
Bungin, Burhan. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodelogis Ke
Arah Ragam Farian Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2001.
Danial, Akhmad. Iklan Politik tv: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde
Baru. Yogyakarta: Lkis Yogyakarta, 2009.
Deliarnov. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga, 2006.
DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Tanya Jawab Seputar Partai
Gerindra. Jakarta: Gerindra, 2008.
-------------------, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra. Jakarta: Partai Partai
Gerindra, 2008.
------------------. Acuan Kampanye Menejemen Pemasaran Partai Politik: Strategi
Pemenangan Pemilu 2009. Jakarta: Gerindra, 2008.
97
98
------------------, Anggaran Dasar Anggran Rumah Tangga Partai Gerindra.
Jakarta: Partai Gerindra, 2008.
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS,
2001.
Firmanzah. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2006.
Harun, Rochajat dan AP, Sumarno. Komunikasi politik. Bandung: Madar Maju,
2006.
Kasiram, Mohamad. Metodelogi Penelitian: Refleksi Pengembangan Pemahaman
dan Penguasaan Metodelogi Penelitian. Malang: UIN Press, 2008.
Kasman, Suf. “Perss dan Pencitraan Umat Islam di Indonesia: Analisis isi
Pemberitaan Harian Kompas dan Republika,” Desertasi S3 Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Nimmo, Dan. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1999.
Nursal, Adam. Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Pambudi, A. Kalau Prabowo Jadi Presiden. Jakarta: Penerbit Narasi, 2009.
Pawito, Komunikasi Politik: Media Massa dan kampanye Pemilihan. Yogyakarta:
Jalasutra, 2009.
Pusat Bahasa Departement Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia, 2008.
99
Rahmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Ramaja Rosdaka, 2001.
Rauf, Maswadi. Sistem Presidensial dan Sosok Presiden Ideal (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009.
Rauf, Maswardi dan Nasrun, Mappa. Indonesia dan Komunikasi Politik. Jakarta:
PT Gramedia Utama, 1993.
Ruslan, Rusady. Kampanye Public Relation. Jakarta: PT Grafindo, 2007.
-------------------, Kiat dan Strategi Kampanye Publik Relations. Jakarta: PT
Grafindo, 2007.
Setiyono, Budi. Iklan dan Politik: Menjaring Suara dalam Pemilihan Umum.
Jakarta: AdGoal Com, 2008.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.
Sumawinata, Sarbini. Politik ekonomi Kerakyatan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2004.
Suhada, Sidik. Gaya Retorika Komunikasi Politik Prabowo. Malang: Lembaga
Suprimasi Media Indonesia, 2009.
Suharni, Inke. “Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra
Menghadapi pemilu 2009.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2009.
Sutojo, Siswanto. Manajemen Perusahaan Indonesia: Sebuah Pendekatan
Filosofis dan Akademis Prakti. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo,
2004.
100
Sy, Pahmy. Politik Pencitraan. Jakarta: Gaung Persada Pers 2010.
Tinarbuko, Sumbo. Iklan politik dalam realitas media. Yogyakarta: Jalasutra,
2009.
Uchjana Effendy, Onong. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004.
Website :
Am, Munawar “Fenomena Partai Gerindra” diakses pada 23 November 2009 dari
http://74.125.153/search?qcache:U6Gx4MlucJ:kangnawar.com/politikpe
milu/fenomenapraboPartaiGerindra+komunikasi*politik*partai*PartaiGer
indra&cd=8&hl=id&ct+clnk&gl+id
Asydhad, Arifin. “14 Korban Penculikan Diyakini Sudah Meninggal” diakses
pada
10
Desember
2011.
http://www.detiknews.com/read/2005/06/14/145425/381113/10/14korban-penculikan-yang-diyakini-sudah-meninggal
Bambani Amri, Arifi. “Kepak Syap Gerindra”. Artikel diakses 4 Agustus 2011
dari http://sorot.vivanews.com/news/read/27935-kepak_sayap_gerindra
Hidayati, Nurul. ” Gagalkan Penculikan Jenderal, Luhut Layak Dapat Bintang”
diakses pada Kamis 1 Desember 2011 dari
http://preview.detik.com/detiknews/read/2009/03/12/121426/1098307/10/
gagalkan-penculikan-jenderal-luhut-layak-dapat-bintang
Melyani, Vennie. ”Belanja Iklan Partai Politik Mencapai Rp 1 triliun” diakses
pada
6
Agustus
2011
http://www.tempo.co/hg/bisnis/2009/04/28/brk,20090428-173209,id.html
Mujayatno, Arief. “Gagalnya Upaya Penyederhanaan Jumlah Parpol” diakses
pada
15
Agustus
2011
http://www.antaranews.com/view/?i=1215515162&c=ART&s
Phyrman. “Definisi Iklan, Efek dan Iklan Korporat” diakses pada 15 November
2011 dari http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/12/definisi-iklanefek-dan-iklan-korporat.html
101
Suprianto, Agus. “Prabowo dan Sjafrie Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM”
diakses
pada
7
Desember
2011
dari
http://www.tempo.co.id/hg/nasional/2005/06/03/brk,2005060362010,id.html
Tim Liputan 6 SCTV. “Belanja iklan politik Habiskan Dana Rp 2,2 Triliun”
diakses
pada
7
September
2011
dari
http://berita.liputan6.com/read/172256/belanja-iklan-politik-habiskandana-rp-22-triliun
Xpos, Siar. ” Prabowo Come Back,” diakses pada tanggal 21 Maret 2011 dari
http://laleristana.dagdigdug.com/2009/02/09.html
A. Print Screen dan Foto Dokumentasi
1. Print Screen Website Pribadi Prabowo Subianto
2. Print Screen Website Partai Gerindra
102
103
3. Print Screen Video Iklan Politik Prabowo Subianto
4. Foto Dokumentasi Kampanye Politik Partai Gerindra Pada Pemilu 2009
104
5. Poster Kampanye Koalisi Mega-Prabowo Pada Pemilihan Presiden 2009
6. Foto Buku Prabowo Subianto “Membangun Kembali Indonesia Raya”.
105
7. Foto Majalah Tani Merdeka
8. Foto Dokumentasi Penulis dengan Narasumber (Fadli Zon)
106
B. Deklarasi Partai Gerakan Indonesia Raya
DEKLARASI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA
GERINDRA
Bismillahirrahmanirrahim
Terwujudnya tatanan masyarakat Indonesia yang merdeka,
berdaulat, bersatu, demokratis, adil dan makmur serta beradab dan
berketuhanan yang berlandaskan Pancasila, sebagaimana termaktub di
dalam Pembukaan UUD 1945, merupakan cita-cita bersama dari seluruh
rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, hanya dapat
dicapai dengan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa, dengan
landasan Pancasila.
Budaya bangsa dan wawasan kebangsaan harus menjadi modal
utama untuk mengeratkan persatuan dan kesatuan. Sehingga perbedaan di
antara kita justru menjadi rahmat dan menjadi kekuatan bangsa Indonesia.
Namun demikian, mayoritas rakyat masih berkubang dalam penderitaan,
sistem politik kita tak kunjung mampu merumuskan dan melaksanakan
perekonomian Nasional untuk mengangkat harkat dan martabat mayoritas
rakyat Indonesia dari kemelaratan.
Bahkan dalam upaya membangun bangsa, dalam perjalanannya
kita telah terjebak sistem ekonomi pasar. Sistem ekonomi pasar telah
memporak-porandakan perekonomian bangsa, yang menyebabkan situasi
yang sulit bagi kehidupan rakyat dan bangsa. Hal itu berakibat
menggelembungnya jumlah rakyat yang miskin dan menganggur. Pada
situasi demikian, tidak ada pilihan lain bagi bangsa ini kecuali harus
menciptakan suasana kemandirian bangsa dengan membangun sistem
ekonomi kerakyatan.
Terpanggil untuk memberikan amal baktinya kepada negara dan
rakyat Indonesia, atas Rahmat Allah Yang Maha Esa, kami yang bertanda
tangan di bawah ini MENDEKLARASIKAN BERDIRINYA PARTAI
GERAKAN INDONESIA RAYA (GERINDRA).
Partai Gerakan Indonesia Raya adalah partai rakyat yang
mendambakan Indonesia yang bangun jiwanya, dan bangun badannya.
Partai Gerakan Indonesia Raya adalah partai rakyat yang bertekad
memperjuangkan kemakmuran dan keadilan di segala bidang.
Jakarta, Pebruari 2008
107
C. Susunan Pengurus Partai Gerakan Indonesia Raya
SUSUNAN PENGURUS PARTAI GERINDRA
DEWAN PIMPINAN PUSAT 2008 - 2012
Ketua Dewan Pembina
Ketua Umum
Wakil Ketua Umum
: Prabowo Subianto
: Prof. Dr. Ir. Suhardi, M.Sc
: Fadli Zon
Muchdi Purwopranjoto
Halida Hatta
Ketua-ketua Bidang
:Sufmi Dasko
Sapto Murtiono
Gleni Kairupan
Tabrani Syabirin
Durotun Nafisah
Maman Suparman
Epi Sapari Daskian
Irmawaty Habie
Anita Aryani
Fami Fachrudin
Asrian Mirza
Tanya Alwi
Aulia Bonanza
Hairuddin
Sekretaris Jendral
Wakil Sekretaris Jendral
: Ahmad Muzani
: Budi Heryadi
Husna
Taslim Azis
Siti Haryani
Nesya Fitriani Gayo
Abdul Haris Bobihoe
Noura Dian
Eva Nur Fajriyah
Mahmud F. Rakasima
Eko Susilo
Sri Handiarti Hartono M
Bendahara Umum
Wakil Bendahara Umum
: T.A Muliatna Djiwandono
: Dwi Sasongko
Nuroji
Resiya Syafari
108
Wawancara Pribadi
Biodata Informan :
Nama
: Fadli Zon, SS, MSc
Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 1 Juni 1971
Agama
: Islam
Email
: [email protected]
Website
: www.fadlizon.com
Jabatan di Gerindra
: Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia
Raya (Gerindra)
Waktu Wawancara
: Selasa, 27 Maret 2012
Tempat
: Badan Komunikasi (Bakom) Partai Gerindra
1. Bisakah anda menjelaskan mengapa Partai Gerindra mengusung Prabowo
Subianto sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2009 ?
Jawaban:
Ketika itu kami sebagai partai politik, baru berusia satu tahun dan lahir 6
Februari 2008 dan baru menjadi peserta pemilu pada Juni 2008 setelah
verifikasi faktual. Jadi prosesnya ada verifikasi dari Departemen Hukam
dan HAM pada bulan april-juni verifikasi administrasi dan verifikasi
faktual. Setelah itu partai Gerindra dinyatakan lolos dan kami ikut
bertarung di dalam Pemilu legislatif pada bulan April 2009. Setelah itu
sebetulnya Partai Gerindra ingin mengusung pak Prabowo sebgai Capres,
tetapi terhambat karena untuk mencalonkan presiden, berdasarkan undangundang itu harus mendapatkan dukungan dari partai politik atau gabungan
parpol yg mencapai 20% kursi di DPR atau 25% suara dan itu syarat yg
cukup berat bagi kami sebagai partai baru, sehingga partai-partai harus
109
berkoalisi kecuali partai-partai yg memperoleh di atas 20% dan partai yg
memperoleh suara di atas 20% hanya partai Demokrat,yg lainnya
berkoalisi. Aturan 20% itu sebernanrnya menghambat munculnya caloncalon yg potensial termasuk Pak Prabowo. Karena protes politik pada saat
itu tidak memungkinkan, kami mencalonkan Pak Prabowo karena dari
partai-partai yang ada sudah mempuyai calon . Partai Demokrat – Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY), Golkar – Jusuf Kalla (JK), berkoalisi dengan
Hanura, opsi yang tertinggal adalah Partai Gerindra dengan PDIP. Pada
mulanya kami ingin berkoalisi dengan Partai Amanat Nasional (PAN) &
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), tetapi sebelum pengumuman
Mahkamah Konstitusi (MK) itu, memang MK menyatakan sebelum
dikoreksi kurang satu sehingga sulit untuk mengusung koalisi tiga partai.
Akhirnya kami berkoalisi dengan PDIP. Karena mandat kongres di PDIP
ibu Mega adalah Capres, mereka tidak mau mengambil opsi lain kecuali itu
dan akhirnya dengan keadaan seperti itu Prabowo menjadi Cawapres. Ini
adalah bagian dari usaha untuk ikut mempengaruhi keputusan-keputusan
politik yg ada ketika itu, karena kami yakin kalau menang ibu Mega dan
pak Prabowo ikut berpihak kepada rakyat kecil.
2. Menjelang Pilpres 2009, wacana politik pencitraan menjadi bagian dari
wacana yang banyak dibicarakan publik. Bagimana komentar anda tentang
politik pencitraan ?..
Jawaban :
Pencitraan itu adalah bagian yang penting dari politik, tetapi jangan sampai
politik
itu
hanya
pencitraan.
Pencitraan
ini
adalah
alat
untuk
menyampaikan pesan. Citra itu sebenarnya hanya sesuatu yang positif saja.
Citra positif penting bagi seorang politisi, “Politics is perception”.
110
Bagaimana persepsi masyarakat terhadap calon menjadi sangat penting dan
itu hanya bisa dilakukan dengan
public relation yang baik, dengan
pencitraan yg baik. Dan itu diperlukan di dalam suatu kampanye, kalau
tidak melakukan politik pencitraan, bagaimana mau mendapatkan
dukungan dari rakyat. Jadi kita harus menempatkan pencitraan itu bagi kita
adalah suatu alat saja, tetapi yang sesungguhnya adalah program, program
itulah yang akan menentukan penyikapan terhadap kepentingan rakyat.
3. Menurut Anda seberapa penting citra dalam politik.?..
Jawaban:
Penting sekali.
4. Sebagaimana telah banyak diketahui bahwa Prabowo adalah salah satu
figur yang dianggap
kontroversial di Indonesia, bagaimana Partai
Gerindra memperbaiki citra negatif yang diarahkan pada Prabowo
khususnya menjelang Pilpres 2009 ?..
Jawaban:
Ketika Partai Gerindra bersaing dan mengusung Prabowo dan Mega pada
pilpres 2009, banyak usaha-usaha pencitraan negatif yang dilakukan oleh
lawan politik kami. Kami sadar Prabowo memiliki latar belakang yang
kontroversi karena pernah dibesarkan dilingkungan militer, kedekatan dengan
keluarga cendana, persoalan HAM dan kepergian prabowo ke luar negeri
pasca kerusuhan Mei 1998 pada saat itu. Di dalam pemilihan presiden
dimanapun, mereka akan mencari titik lemah dari lawan-lawan politiknya
termasuk di Indonesia. Saya kira itu hal yang sangat wajar, tetapi dalam
pilpres 2009, upaya untuk mencitrakan citra negatif terhadap mega-Prabowo
itu gagal. Pada waktu itu tidak ada pencitraan negatif terhadap Prabowo
111
misalnya persoalan HAM, justru yang terjadi sebaliknya. Prabowo sering
muncul sebagai sosok yang membela kepentingan rakyat, yang memang kami
yang membingkainya. Sebagai sekertairis umum dan tim kampanye nasional,
jadi saya yang mengendalikan tim kampanye ketika itu. Jadi pencitraan yang
ingin kita tunjukan adalah Mega-Parbowo “pro-rakyat”pro dalam pemikiran,
tindakan dan juga kebijakan, kesemuanya di kemas oleh tim untuk
mencitrakan Prabowo dan Mega.
5. Apa hambatan Partai Gerindra ketika mengusung Prabowo Subianto
sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2009 ?..
Jawaban :
Tidak ada hambatan, karena kami memang semula tadinya mau memberikan
begitu saja kursi pada PDIP, karena kami tidak bisa mengusung Prabowo
sebagai Capres. Karena tdk mungkin dengan perolehan suara dan konfigurasi
politik ketika itu, jadi kita turunkanlah menjadi Wapres.
6. Bagimana komunikasi politik yang dibangun Partai Gerindra pada saat
mempromosikan Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden pada
Pilpres 2009 ?..
Jawaban :
Kami melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh partai politik atau
kandidat
melakukan
suatu
kampanye
melalui
TV,
media
sosial,
koran,radio,dll. Juga kampanye yang dilakukan secara tatap muka melalui
rapat-rapat umum. Kami berusaha untuk menyentuh hampir seluruh
Indonesia, minggu pertama kampanye ke luar Jawa sampai Jawa. Di bagi
dua, Prabowo di utara dan Mega di selatan. Kemudian kami juga membangun
112
komunikasi politik dengan kelompok-kelompok strategis, misalnya; dengan
buruh melakukan kontrak politik, dengan mahasiswa, petani, guru dan
nelayan juga melakukan kontrak politik. Itu bagian dari usaha untuk
transparan di dalam penyikapan tehadap berbagai kebijakan. Selain itu,
gagasan ekonomi kerakyatan merupakan hasil komunikasi politik antara
Partai Gerindra dengan rakyat. Gagasan itu sebagai agregasi dari masukanmasukan yang menjadi keinginan masyarakat. Kemudian, Gerindra
menjadikan itu sebagai input serta tercantum dalam visi Gerindra yang
nantinya akan diperjuangkan secara politik agar menjadi sebuah kebijakan
khususnya kebijakan ekonomi yang pro terhadap kepentingan rakyat
7. Banyak spekulasi yang mengatakan bahwa dalam beberapa iklan politik
Prabowo terutama iklan yang berisi ajakan untuk mengembangkan
ekonomi kerakyatan adalah bagian dari politik pencitraan. Bagaimana
anda mengomentari hal ini ?..
Jawaban :
Gagasan ekonomi kerakyatan bukan politik pencitraan tetapi memang itu
adalah usaha pencitraan. Partai Gerindra akan memperjuangkan ekonomi
kerakyatan, di mana kebijakan perekonomian harus berdasar pada UUD 1945
pasal 33 ayat (1), (2), dan (3), sebagai ruh dari setiap kebijakan ekonomi.
Sistem ekonomi liberal-kapitalistik yang selama ini diterapkan di Indonesia
harus dikoreksi karena gagal mensejahterakan rakyat. Salah satu cara yang
dilakukan partai Gerindra dengan meyakinkan rakyat untuk berdaulat di
negara sendiri dengan cara mengembangkan pasar-paar tradional agar naik
kelas dan diterima produk-produknya tidak hanya di dalam negeri maupun di
luar negeri. Selain itu, Partai Gerindra menolak segala bentuk liberalisasi
113
perdagangan dan mengembangkan proteksi, menolak kebijakan penjualan
BUMN kepada pihak asing.
8. Bisakah anda memberikan contoh kampanye politik yang telah dilakukan
Partai Gerindra pada saat mengusung Prabowo sebagai calaon wakil
Presiden pada Pilpres 2009 ?..
Jawaban :
Pada Pilpres 2009 Partai Gerindra melakukan bentuk-bentuk kampanye
politik seperti mendirikan posko-posko sosial untuk bencana alam, ketika itu
2008-2009 terdapat beberapa musibah bencana di negeri ini, dan partai
Gerindra berusaha menjangkau dan membantu dengan cepat dan tepat. Selain
itu kami juga melakukan kampanye terbuka yang telah dijadwalkan oleh
KPU untuk menyapa para kader dan simpatisan kami. Kami juga menjalin
hubungan baik dengan kelompok-kelompok masyarakat seperti HKTI, APSI
dan lain-lain. Dan salah satu cara agar gagasan ekonomi kerakyatan dapat
tersalur dengan baik ke masyarakat, kami membuat buku yang berjudul
“Membangun Kembali Indonesia Raya”, tentunya buku tersebut hasil buah
pemikiran Prabowo yang kami kemas menjadi sebuah buku.
9. Media apa saja yang digunakan Partai Gerindra ketika mengusung
Prabowo sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2009 ?..
Jawaban :
Seperti yang saya katakan tadi ada media TV, karena media yang paling
banyak ditonton oleh masyarakat, ada koran, radio, pamflet dan media sosial,
ketika itu penggunaan media sosial tidak sehebat sekarang. Media sosial yang
kami punya dulu seperti situs pribadi pak Prabowo dan kita juga mempunyai
114
Facebook, namanya FPS (Facebook Prabowo Subianto). Ketika fans pak
Prabowo di Facebook mencapai 100 ribu lebih tiba-tiba dari pihak Facebook
menutup akun tersebut dengan alasan yang tidak jelas. Pada Pemilu 2009,
Partai Gerindra juga memiliki media center. Media center ini berperan
melakukan publikasi dan fokus pada kampanye politik. Tugas media center
mulai dari persiapan kampanye politik sampai pada masa kampanye
pemilihan presiden. Namun pada saat kampanye pilpres media center Partai
Gerindra digabung dengan media center PDIP publikasi untuk kampanye
dilakukan di bawah tanggung jawab media center.
10. Pada persiapan Pilpres 2009, masing-masing partai politik serta
kandidatnya menjadikan iklan dalam media elektronik maupun cetak
menjadi alat yang seolah dianggap efektif agar mudah dikenal dan
diterima di masyarakat. Bagimana anda mengomentari terkait iklan politik
?..
Jawaban :
Iklan politik adalah alat yang paling efektif karena melalui iklan politik itu
jangkauannya sangat luas, yang menonton TV rakyat Indonesia lebih dari
90%. Sehingga kalau ada iklan TV yang menonton jauh lebih banyak.
Bayangkan misalnya kita hanya mendatangi lapangan untuk rapat umum,
paling banyak yang terkumpul 20-30 ribu orang. Iklan adalah salah satu
sarana untuk menyampaikan pesan yang paling efektif sekarang ini.
11. Partai Gerindra adalah salah-satu dari partai politik yang juga
menggunakan jasa biro iklan dalam televisi pada Pilpres 2009. Apakah
115
anda masih ingat kira-kira seberapa banyak Prabowo ditampilkan dalam
iklan politik menjelang Pilpres 2009 ?..
Jawaban :
Waktu Pilpres kita tidak menampilkan seperti dua kandidat lain (SBYBoediono dan JK Wiranto). Dua kandidat lain mungkin dananya lebih besar
dari pada kami. Sehingga jumlah durasi iklan juga lebih banyak. Dari tiga
kandidat itu kami yang frekuensi iklannya paling jarang. Tetapi kita juga
tidak melanggar, frekuensi iklan SBY-Boediono itu jauh lebih banyak
ketimbang kami.
12. Bisakan anda sebutkan statsiun televisi apa saja yang digunakan Partai
Gerindra pada saat mengkampanyekan Prabowo Subianto dalam Pilpres
2009 ?..
Jawaban :
Semua stasiun TV
Download