BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang dihadapkan pada berbagai pilihan dalam menentukan proporsi dana atau sumber daya yang mereka miliki untuk konsumsi saat ini dan di masa mendatang. Kapan saja seseorang memutuskan untuk tidak menghabiskan seluruh penghasilan saat ini, maka dia dihadapkan pada keputusan investasi. Menurut Tandelilin (2010), investasi dapat diartikan sebagai komitmen untuk menanamkan sejumlah dana pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa mendatang. Dengan kata lain, investasi merupakan komitmen untuk mengorbankan konsumsi sekarang (sacrifice current consumption) dengan tujuan memperbesar konsumsi di masa mendatang. Inflasi mengandalkan tahunan akan instrumen menggerus perbankan dana sebagai masyarakat tempat yang hanya menyimpan dana. Menyimpan uang di bank hanya untuk kebutuhan kas jangka pendek. Sementara untuk kebutuhan di atas lima tahun (jangka panjang), pasar modal bisa menjadi tempat berinvestasi terbaik dalam memperbanyak dana yang menjanjikan peluang keuntungan yang lebih baik. Menurut Harianto dan Sudomo (1998) untuk melakukan analisis dan memilih saham terdapat dua pendekatan dasar, yaitu Analisis Fundamental dan Analisis Teknikal. Analisis Fundamental mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan (i) memperkirakan nilai faktor-faktor fundamental 1 yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang dan (ii) menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham sangat banyak, maka untuk melakukan analisis fundamental diperlukan beberapa tahapan analisis. Tahapan yang dilakukan diawali dengan analisis dari (1) kondisi makro ekonomi atau kondisi pasar, (2) kemudian diikuti dengan analisis industri, dan (3) akhirnya analisis kondisi spesifik perusahaan (Harianto & Sudomo, 1998). Indeks pasar dapat digunakan sebagai indikator dalam mengetahui kondisi pasar. Apabila kondisi perekonomian mempengaruhi kondisi pasar, maka pada gilirannya kondisi pasar akan mempengaruhi para pemodal. Sulit bagi pemodal untuk memperoleh hasil investasi yang berkebalikan dengan kecenderungan pasar. Apabila pasar membaik atau memburuk, umumnya saham-saham juga akan terpengaruh dengan arah yang sama. Lebih lanjut, Harianto dan Sudomo (1998) menyebutkan bahwa para pemodal yang percaya bahwa kondisi ekonomi dan pasar cukup baik untuk melakukan investasi, selanjutnya perlu menganalisis industri-industri apa yang diharapkan akan memberikan hasil yang paling baik. Taksiran tentang seberapa besar risiko suatu industri, bagaimana pertumbuhan industri tersebut, merupakan variabel-variabel penting untuk analisis valuasi saham. Suatu industri yang mempunyai kepekaan lebih tinggi dari pasar mengindikasikan bahwa industri tersebut mempunyai risiko pasar yang tinggi (artinya lebih tinggi dari rata-rata). Kalau kondisi pasar membaik, maka sektor/industri yang mempunyai kepekaan tinggi juga akan membaik lebih besar dari pasar. 2 Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk melakukan analisis industri adalah dengan mengidentifikasi tahap kehidupan produknya. Langkah berikutnya adalah menganalisis industri dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian. Langkah ketiga adalah analisis kualitatif terhadap industri tersebut yang dimaksudkan untuk membantu pemodal menilai prospek industri di masa yang akan datang. Idealnya, analis hendaknya dapat melakukan estimasi sebagaimana yang dilakukan dalam analisis pasar, yaitu menaksir berapa laba yang diharapkan dalam suatu industri, dan berapa PER untuk industri tersebut, sehingga dapat memperkirakan nilai industri itu (Harianto & Sudomo, 1998). Seorang analis perlu memahami variabel-variabel yang mempengaruhi nilai intrinsik saham untuk melakukan analisis yang bersifat fundamental. Apabila harga di bursa lebih rendah dari nilai intrinsik yang kita taksir, maka saham tersebut merupakan saham yang seharusnya dibeli, begitu pula sebaliknya. Sepanjang tahun 2010 lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) naik dari level 2.534,356 ke level 3.703,512. Artinya, ratarata harga saham yang diperdagangkan di BEI naik 46,13%. Bila pemodal menginvestasikan uangnya Rp100 juta di awal 2010, misalnya, maka uangnya akan bertambah menjadi Rp146,13 juta di akhir tahun. Tahun sebelumnya, IHSG BEI naik lebih tinggi mencapai 86,98%, tetapi pada 2008, IHSG sempat terjungkal alias turun 50,64% akibat imbas krisis global, setelah naik tinggi pada 2007. Namun, bila dirunut dalam jangka panjang, selama kurun waktu per sepuluh tahun, hasil hitungan sejumlah analis pasar modal, rata-rata return investasi di pasar saham sebesar 20% per tahun. Itu berarti, bila pemodal mendiamkan saja 3 uang investasinya pada saham dalam jangka panjang, tanpa terlalu menghiraukan naik turun IHSG per tahun, maka dana investasinya akan bertumbuh rata-rata 20% (Sumber: IDX News Letter, 2011). Gambar 1.1 Grafik pergerakan IHSG dan IHSKeu periode 2006-2011 Sumber: Hasil pengolahan data Grafik di atas menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan indeks harga saham sektor keuangan (IHSKeu) dari tahun 2006 hingga tahun 2011. Sepanjang periode tahun itu, terjadi kembali krisis keuangan global yaitu pada tahun 2008 yang berimbas juga kepada kondisi perekonomian Indonesia, sehingga IHSG pun mengalami penurunan yang cukup dalam. Pasar modal sebagai salah satu instrumen ekonomi dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian suatu negara serta menunjang ekonomi negara yang bersangkutan. Bagi perekonomian suatu negara, pasar modal memiliki peran yang sangat penting karena pasar modal dianggap dapat menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal atau investor. Dana tersebut 4 dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja, dan lain-lain. Fungsi kedua pasar modal adalah pasar modal dapat menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan, seperti saham, obligasi, reksadana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masingmasing instrumen keuangan di atas. Di Indonesia investor yang berminat untuk berinvestasi di pasar modal dapat melakukan transaksinya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap bagi investor tentang perkembangan bursa, BEI menyebarkan data pergerakan harga saham melalui media cetak dan elektronik. Indikator untuk mengamati pergerakan harga saham tersebut adalah indeks harga saham. Salah satu indeks yang sering diperhatikan investor ketika berinvestasi pada instrumen yang tercatat (listing) di BEI adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Indeks ini berisikan seluruh saham yang tercatat di BEI. Oleh karena itu, melalui pergerakan IHSG, seorang investor dapat melihat kondisi pasar apakah sedang bergairah atau lesu. Perbedaan kondisi pasar ini tentu saja memerlukan strategi yang berbeda dari investor dalam berinvestasi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi indeks harga saham, antara lain perubahan tingkat suku bunga bank sentral, keadaan ekonomi global, tingkat harga energi dunia, kestabilan politik suatu negara, dan lain sebagainya. Selain itu, perilaku investor sendiri juga akan memberi pengaruh terhadap pergerakan indeks harga saham. 5 Secara umum, berdasarkan analisis fundamental, terdapat dua aspek yang mempengaruhi harga saham, yaitu kondisi internal perusahaan, seperti volum penjualan, debt to equity ratio, earning per share, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kebijakan manajemen perusahaan. Risiko yang disebabkan oleh aspek ini disebut risiko spesifik atau risiko tidak sistematis (unsystematic risk) karena bersifat spesifik bagi perusahaan yang hanya akan berpengaruh terhadap perusahaan bersangkutan saja. Dalam kinerja suatu perusahaan, bukan hanya faktor internal yang berimbas pada faktor sosial, faktor eksternal pun turut mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan tersebut. Faktor eksternal ini adalah aspek kedua yang dapat mempengaruhi harga saham dimana faktor tersebut tidak bisa dikendalikan perusahaan, sehingga sering disebut dengan systematic risk bila risikonya muncul karena faktor eksternal tersebut. Faktor eksternal sendiri dapat dikelompokkan menjadi faktor eksternal yang datang dari dalam negeri dan faktor eksternal dari luar negeri. Faktor eksternal yang datang dari dalam negeri adalah Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar mata uang, sedangkan faktor eksternal dari luar negeri seperti aliran modal asing yang masuk ke Indonesia. Di Indonesia kebijakan tingkat suku bunga dikendalikan secara langsung oleh Bank Indonesia melalui BI rate. BI rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI rate sendiri dapat mempengaruhi pergerakan saham di pasar modal Indonesia. Penurunan BI rate secara otomatis akan memicu 6 penurunan tingkat suku bunga kredit maupun deposito. Bagi para investor, penurunan tingkat suku bunga deposito akan mengurangi tingkat keuntungan yang diperoleh bila dana yang mereka miliki diinvestasikan dalam bentuk deposito. Sementara itu, dengan penurunan suku bunga kredit, biaya modal akan menjadi kecil, sehingga perusahaan dapat lebih mudah memperoleh tambahan dana dengan biaya yang murah untuk meningkatkan produktivitasnya. Peningkatan produktivitas ini akan mendorong peningkatan laba perusahaan dimana hal tersebut dapat menjadi daya tarik bagi para investor untuk berinvestasi di pasar modal. Gambar 1.2 Grafik pergerakan indikator ekonomi Indonesia Sumber: Hasil pengolahan data Grafik di atas memperlihatkan beberapa indikator ekonomi di Indonesia selama periode 2006-2011. Pergerakan BI rate dari angka 11.8% pada tahun 2006 menjadi sekitar 6.5% pada tahun 2011 serta fluktuasi tingkat inflasi yang cukup signifikan menyertai laju pertumbuhan ekonomi (PDB) yang juga mengalami naik 7 turun. PDB tercatat mengalami penurunan dari 6.01% pada tahun 2008 menjadi 4.6% pada tahun 2009 karena krisis global, naik kembali menjadi 6.2% pada tahun 2010. Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun Indonesia ikut mengalami krisis keuangan global akibat kasus subprime mortgage di US, namun Indonesia cepat bangkit kembali dan mengalami pertumbuhan ekonomi yang baik. Saat ini industri di Indonesia masih mengalami masa pertumbuhan. Banyak perusahaan yang aktif melakukan kegiatan ekspor dan impor. Salah satu faktor yang melancarkan kegiatan ekspor dan impor tersebut adalah adanya mata uang sebagai alat transaksi dan yang umum digunakan dalam perdagangan internasional adalah Dollar Amerika Serikat (USD). Kestabilan nilai kurs USD terhadap Rupiah menjadi hal yang penting, ketika nilai Rupiah terdepresiasi terhadap USD, hal ini akan mengakibatkan barang-barang impor menjadi mahal. Apabila sebagian besar bahan baku perusahaan menggunakan bahan impor, secara otomatis ini akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi ini tentunya akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan, sehingga akan mempengaruhi minat beli investor terhadap saham perusahaan yang bersangkutan. Secara umum, hal ini akan mendorong pelemahan indeks harga saham di Indonesia (Witjaksono, 2010). Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat tercermin dari nilai PDB (Produk Domestik Bruto) negara tersebut. Di negara-negara yang pertumbuhan ekonominya mulai meningkat, indeks harga saham di negara tersebut juga akan menguat. Saat ini, laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia terus meningkat. Hal ini dapat menjadikan Indonesia secara potensi ekonomi sebagai salah satu negara 8 tujuan investasi yang paling menarik di dunia. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Indonesia tersebut tidak diikuti dengan pertumbuhan jumlah perusahaan yang melakukan IPO (Initial Public Offering) dimana IPO tersebut dapat menjadi indikator pertumbuhan pasar modal di Indonesia. Salah satu sektor yang diminati oleh investor dalam berinvestasi di pasar modal untuk menempatkan investasinya adalah saham-saham sektor keuangan. Sektor keuangan merupakan salah satu sektor yang terus menjadi fenomena dalam BEI mengingat sektor ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor makroekonomi dan banyaknya perusahaan yang tumbuh dan bergerak dalam sektor keuangan. Dilihat dari data kapitalisasi pasar, maka perusahaan yang bergerak dalam sektor perbankan merupakan pemimpin dalam indeks sektor keuangan. Namun demikian, sektor keuangan merupakan salah satu sektor yang paling terpuruk sejak krisis ekonomi. Hal ini mengakibatkan harga saham perusahaan keuangan di bursa efek juga terpuruk, dalam keadaan ekonomi yang seperti sekarang ini banyak masyarakat yang menginvestasikan modalnya di bisnis keuangan dikarenakan bisnis keuangan merupakan bisnis yang menjanjikan di masa depan. Penyebabnya adalah supply di perusahaan keuangan meningkat sedangkan demand akan selalu bertambah seiring dengan banyaknya masyarakat yang menginvestasikan dananya di perusahaan keuangan seperti banking, financial, institution securities company, insurance, dan investment fund. Investasi di bidang keuangan pada umumnya bersifat jangka panjang dan akan tumbuh sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Namun, sejak krisis ekonomi tahun 1998, banyak perusahaan keuangan mengalami kesulitan ekonomi karena memiliki hutang 9 Dollar Amerika Serikat dalam jumlah yang besar. Selain itu, tindakan Bank Indonesia yang melikuidasi 16 Bank di Indonesia menyebabkan para investor enggan atau bahkan takut untuk berinvestasi di sektor keuangan ini. Suku bunga kredit yang melonjak hingga 50% menyebabkan para pengusaha kesulitan untuk membayar cicilan kredit (Wulandari, 2009). Secara umum kinerja perbankan di Indonesia mengalami peningkatan dimana laba perbankan mengalami kenaikan selama tahun 2010 yang dipicu oleh perbaikan kondisi ekonomi global. Sektor keuangan merupakan salah satu sektor yang volatilistasnya tinggi. Selain itu, sektor keuangan merupakan sektor yang sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro ekonomi, seperti nilai tukar/kurs mata uang yang sangat berfluktuatif, suku bunga, dan inflasi. Atas dasar hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melihat bagaimana reaksi pasar, berupa perubahan harga saham yang menggambarkan adanya intervensi dari aspek-aspek yang mempengaruhinya terhadap saham perusahaan industri keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Salah satu penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah penelitian oleh Hardianto (2008). Penelitian tersebut mengkaji pengaruh perubahan kurs Rupiah per Dollar AS, suku bunga domestik, suku bunga internasional, pertumbuhan ekonomi terhadap perkembangan indeks harga saham sektor keuangan di Indonesia. Dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya, terdapat perbedaan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, ada lima variabel yang dianggap sebagai variabel-variabel independen yang mempengaruhi indeks harga saham sektor keuangan (IHSKEU), 10 yaitu IHSG, kurs Rupiah terhadap USD (KURS), inflasi (INFLASI), BI rate (BIRATE), dan Produk Domestik Bruto (PDB). Selain variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini, perbedaan yang nyata dari penelitian Hardianto (2008) adalah periode penelitian. Penelitian ini menggunakan data dari tahun 2006 hingga tahun 2011. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan analisis Vector Error Correction Model (VECM) untuk mengestimasi persamaan kointegrasi. Dengan latar belakang seperti diuraikan di atas, maka penulis melakukan penelitian ini dengan mengambil judul ”Analisis Pengaruh PDB, Kurs Rupiah terhadap USD, Tingkat Inflasi, BI Rate, dan IHSG terhadap Indeks Harga Saham Sektor Keuangan (Periode Pengamatan Tahun 2006-2011)”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah pertumbuhan ekonomi (PDB) berpengaruh terhadap indeks harga saham sektor keuangan? 2. Bagaimana pengaruh variabel-variabel ekonomi (nilai kurs, inflasi, BI rate) terhadap indeks harga saham sektor keuangan? 3. Apakah terdapat hubungan jangka panjang dan jangka pendek antar variabel IHSKeu, PDB, nilai kurs Rupiah per Dollar AS, inflasi, BI rate, dan IHSG? 11 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan utama penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi (PDB) terhadap indeks harga saham sektor keuangan (IHSKeu). 2. Menganalisis pengaruh variabel-variabel ekonomi (nilai kurs Rupiah per Dollar AS, inflasi, BI rate,dan IHSG) terhadap IHSKeu. 3. Menganalisis hubungan jangka panjang dan jangka pendek antar variabel IHSKeu, PDB, nilai kurs Rupiah per Dollar AS, inflasi, BI rate, dan IHSG. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut: 1. Memberikan pemahaman kepada investor sehingga dapat menggunakan informasi yang tersedia dalam pengambilan keputusan investasi. 2. Memberikan masukan kepada para peneliti lainnya untuk penelitian lebih lanjut mengenai pasar modal Indonesia yang berkaitan dengan pengaruh peristiwa yang terjadi baik di lingkungan eksternal maupun internal dari pasar modal tersebut. 1.5 Sistematika Penulisan Penelitian ini akan dibahas dalam lima bab, yaitu: Bab I merupakan bab pendahuluan, terdiri dari sub-bab: 1. Latar belakang 12 2. Masalah penelitian, memuat identifikasi masalah, batasan penelitian, dan rumusan masalah. 3. Tujuan penelitian 4. Manfaat penelitian 5. Susunan penelitian Bab II berisi tinjauan pustaka memuat teori serta uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang didapat oleh peneliti terdahulu dan yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Bab III berisi metode penelitian. Metode penelitian mengandung uraian tentang: bahan atau materi penelitian, alat, jalan penelitian, variabel, dan data yang akan dikumpulkan. Tujuan dari bagian ini adalah untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data. Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini memuat hasil penelitian dan pembahasan yang sifatnya terpadu. Bab V yang memuat simpulan dan saran. Kesimpulan merupakan pernyataan singkat dan tepat yang dijabarkan dari hasil penelitian, sementara saran dibuat berdasarkan pengalaman dan pertimbangan penulis, ditujukan kepada para peneliti dalam bidang sejenis yang ingin melanjutkan atau mengembangkan penelitian yang sudah diselesaikan. 13