BAB II TINJAUAN UMUM AKOMODASI WISATA DAN KONSEP INVESTASI SEMI KELOLA DALAM PENGEMBANGAN AKOMODASI WISATA 2.1 Pengertian Pariwisata Sebagai Bentuk Perdagangan Jasa 2.1.1 Pengertian Pariwisata Gareth Shaw dan Allan M. Williams menyatakan bahwa pariwisata merupakan kegiatan untuk tujuan bersantai.48 Burkart dan Medlik menyatakan bahwa istilah pariwisata menunjuk pada perpindahan orang dalam waktu singkat dan bersifat sementara menuju suatu daerah tujuan yang berada di luar tempat tinggal maupun tempat ia bekerja sehari-hari. Burkart dan Medlik menyatakan: “Tourism denotes the temporary, short-term movement of people to destinations outside the places where they normaly live and work and their activities during the stay at the destinations.”49 (Terjemahan: Pariwisata menunjukkan sementara, sebuah perpindahan manusia dengan jangka waktu singkat menuju tempat tujuan diluar tempat mereka biasanya hidup dan bekerja dan kegiatan-kegiatan mereka, selama tinggal di tempat tujuan). Pengertian pariwisata menurut Burkart dan Medlik, mencakup unsur-unsur sebagai berikut: (a) orang yang melakukan perjalanan; (b) perjalanan yang merupakan perpindahan orang dari tempat tinggal dan tempat di mana biasanya 48 Shaw, Gareth and Williams, Allan M., 1994, Critical Issues in Tourism : A Geographical Perspective, Blackwell, hal. 6 49 Burkart and Medlik, Op.cit., hal. v 46 47 dia bekerja; (c) sifat sementara dan singkat dari perjalanan itu; (d) daerah tujuan yang menjadi tujuan perjalanan; dan (e) kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan selama tinggal di daerah tujuannya. Hal ini menunjukkan bahwa pengertian pariwisata yang dikemukakan oleh Burkat dan Medlik mengandung unsur perdagangan jasa. Para penyedia jasa, seperti: (1) jasa angkutan yang menjadi media perpindahan orang dari daerah asalnya menuju daerah tujuannya berwisata; (2) jasa pengurusan keberangkatan atau perpindangan itu; (3) jasa boga untuk memenuhi kebutuhan makan dan minuman orang yang melakukan perjalanan, baik sepanjang perjalanan maupun pada daerah tujuannya; serta (4) jasa akomodasi untuk melayani kebutuhan akomodasi orang yang melakukan perjalanan, baik sepanjang perjalanan maupun ketika ia berada di daerah tujuannya. Pergerakan orang demikian itu, serta jasa yang disediakan selama proses perpindahan dan selama ia tinggal di daerah tujuannya merupakan suatu kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan penyediaan jasa oleh pihak penyedia jasa dan kegiatan mengonsumsi atau menikmati jasa oleh pihak konsumen jasa, dalam hal orang yang melakukan perjalanan atau kegiatan wisata. Kegiatan penyediaan jasa pariwisata merupakan sumber pendapatan bagi para penyedia jasa, baik yang menyediakan jasa selama proses perjalanan maupun selama wisatawan berada di daerah tujuan wisata. International Association of Scientific Experts in Tourism (AIEST) menyatakan bahwa “Tourism is the sum of the phenomena and relationships arising from the travel and stay of non-residents, in so far as they do not lead to 48 permanent residence and are not connected with any earning activity.”50 (Terjemahan: Pariwisata adalah akibat dari peristiwa dan suatu hubungan yang timbul dari perjalanan wisata dan menetap di bukan rumah tinggal mereka, sepanjan mereka tidak memiliki tempat tinggal tetap dan tidak terhubung dengan kegiatan mereka sehari-hari). Definisi ini lebih mengacu pada peristiwa atau kegiatan pariwisata itu. Pariwisata diartikan sebagai keseluruhan fenomena (aktivitas) dan memiliki ikatan dengan perjalanan dan menetapnya para “bukan penduduk” (wisatawan), yang lebih jauh dikategorikan sebagai penduduk sementara serta tidak memiliki kaitan dengan kegiatan sehari-hari yang terjadi di tempat tujuan wisata. Berdasarkan definisi AIEST tersebut maka hal terpenting dari pariwisata adalah (1) mengenai tujuannya, apakah bertujuan untuk bisnis ataupun liburan; (2) mengenai jangka waktu menetapnya (the terms of length of stay at a particular dedstination); serta (3) Mengidentifikasi seseorang dalam bagian dari suatu peristiwa (to recognize particular situations) seperti dalam perjalanan pelayaran (sea cruises) dan transit di sebuah negara (transit traffic). United Nations World Tourism Organization (selanjutnya disebut UNWTO)51, yang merupakan sebuah organisasi dunia di bidang pariwisata yang bertanggung jawab dengan berbagai kegiatan pariwisata dunia serta promosipromosi di bidang pariwisata, mendefinisikan tourism sebagai berikut: 50 Ibid., hal. 41 UNWTO, 2010, (cited 2015 February 15th), available from : URL http://www2.unwto.org/. UNWTO merupakan organisasi dunia bidang pariwisata yang bertanggung jawab dengan berbagai kegiatan pariwisata dunia serta promosi-promosi di bidang pariwisata. 51 49 “Tourism comprises the activities of persons traveling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes not related to the exercise of an activity remunerated from within the place visited…..” (Terjemahan: Pariwisata mengacu pada kegiatan para wisatawan dan menetap diluar tempat tinggal mereka sehari-hari dan tidak lebih dari satu tahun untuk tujuan berlibur, bisnis dan tujuan lainnya dimana kegiatan ini tidak membayar para wisatawan selama mereka di tempat wisata). Pengertian tersebut lebih menekankan jangka waktu perjalanan atau tinggalnya seseorang pada suatu daerah tujuan yang berbeda dengan tempat tinggal biasanya dan mempertegas tentang makna pariwisata, yaitu suatu kegiatan untuk beristirahat, tidak termasuk kegiatan bisnis dan tujuan lainnya. Mengenai masa tinggal, UNWTO menggunakan batas waktu paling lama 1 (satu) tahun. Pengertian ini mempertegas esensi kegiatan pariwisata dibandingkan dengan kegiatan lainnya. UNWTO juga menegaskan kembali unsur orang-orang melakukan perjalanan wisata dan unsur menetap di daerah di luar lingkungan mereka tinggal. Pengertian di atas menunjukkan bahwa pariwisata merupakan kegiatan perdagangan jasa. Adanya penawaran dan permintaan yang tinggi dari para konsumen jasa menunjukkan bahwa sektor perdagangan jasa pariwisata termasuk kegiatan perekonomian yang dapat menghasilkan keuntungan (profit) yang tinggi. 50 2.1.2 Pengertian dan Konsep Perdagangan Jasa Pariwisata Perdagangan atau perniagaan merupakan kegiatan tukar menukar barang, jasa atau keduanya yang berdasarkan kesepakatan.52 Konsep perdagangan dalam bidang ekonomi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan menggunakan alat tukar resmi. Alat tukar resmi yang kini digunakan adalah uang. Pengertian jasa secara umum adalah kegiatan ekonomi yang melibatkan sejumlah interaksi dengan konsumen atau dengan barang-barang milik namun tidak menghasilkan transfer kepemilikan.53 Bussiness Directory menyatakan bahwa pengertian jasa atau service adalah ”……intangible products such as accounting, banking, cleaning, consultancy, education, insurance, expertise, medical treatment, or transportation”.54 (Terjemahan: … Produk tidak berwujud seperti bidang akuntansi, perbankan, kebersihan, konseling, pendidikan, asuransi, keahlian, bidang kedokteran maupun transportasi). 52 Wikipedia, (cited 2015 February 16th), available from http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan 53 Wikipedia, (cited 2015 February 16th), available from http://id.wikipedia.org/wiki/Jasa 54 Anonim, 2010, (cited 2015, February 18), available from http://www.businessdictionary.com/definition/services.html : URL : URL : URL 51 Jasa merupakan bagian utama dari penjualan. Jasa merupakan salah satu komponen utama dalam kegiatan ekonomi dimana komponen utama lainnya adalah barang. Jasa akan disertakan dan dihitung menjadi satu dengan nilai suatu barang, seperti dalam pengiriman paket ataupun surat. Jasa memiliki empat karakteristik utama, yaitu (1) tidak berwujud; (2) memiliki banyak variasi; (3) tidak dapat dipisahkan dengan konsumen; dan (4) tidak tahan lama. Jasa merupakan salah satu sektor utama perekonomian Indonesia. Saat ini seluruh lapisan kehidupan masyarakat tidak bisa hidup tanpa adanya jasa, seperti jasa di bidang transportasi, komunikasi, keuangan, pendidikan dan sebagainya. Dikarenakan sifat jasa yang tidak berwujud (intangible) maka jasa diperdagangkan dengan beberapa cara, salah satunya adalah melalui perdagangan jasa yang dilakukan oleh konsumen dengan cara melakukan perjalanan wisata ke luar negeri serta konsumen berstatus bukan penduduk, dimana mereka mengonsumsi jasa. Perdagangan jasa atau trade in services merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari pemasok jasa (supplier) yang bertanggung jawab dalam menyediakan berbagai macam jasa untuk para konsumen jasa dan para supplier bertanggung jawab untuk menyalurkannya kepada pengguna jasa (konsumen jasa, turis) tersebut.55 Kegiatan perdagangan jasa semacam ini tentunya akan tetap menggunakan prinsip transaksi bisnis pada umumnya dimana akan tetap ada kegiatan transaksi pembayaran (payment system) dalam kegiatan ini berdasarkan 55 Ida Bagus Wyasa Putra, 2010, “Fungsi Hukum Dalam Pengaturan Pariwisata Sebagai Bentuk Perdagangan Jasa: Inkonsistensi Konsep Dalam Kebijakan Pariwisata dan Penyerapan General Agreement on Trade In Services Dalam Pengaturan Perdagangan Jasa Pariwisata Internasional Indonesia”, Disertasi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, hal. 415 52 kesepakatan masing-masing pihak. Pariwisata yang merupakan bentuk perdagangan jasa tentunya memiliki sistem tersendiri. Sistem perdagangan jasa tersebut adalah adanya sistem transaksi yang dilakukan oleh komponen perdagangan jasa pariwisata dimana transaksi ini dilakukan antara penyedia jasa (supplier) dengan pemakai jasa (consumer, konsumen, wisatawan). Bentuk komponen penyedia jasa (supplier) memiliki tujuan untuk memberikan ciri mengenai jenis jasa yang ada untuk selanjutnya ditawarkan kepada konsumen jasa melalui transaksi jasa pariwisata.56 Jasa-jasa yang ditawarkan para penyedia jasa kepada pemakai jasa umumnya merupakan jasajasa yang memang dibutuhkan para pemakai jasa selama mereka berada di daerah wisata. Adapun beberapa jenis jasa yang umum ditawarkan yaitu (a) jasa angkutan wisata (transportation); (b) jasa akomodasi (accommodation); (c) jasa boga (food and restaurant services); (d) jasa atraksi-atraksi wisata (tourism attractions); (e) jasa informasi wisata (tourism information services).57 Adanya hubungan yang tidak terpisahkan antara supplier dengan consumer dikaitkan dengan hubungan antara keduanya. Penyedia jasa (supplier) melakukan penawaran kepada pihak konsumen (consumer, tourists, visitors). Selanjutnya pihak konsumen akan melakukan penerimaan dari penawaran yang dilakukan supplier. Setelah mencapai kesepakatan antarpihak, maka selanjutnya akan dituangkan kedalam sebuah perjanjian yang selanjutnya berlaku untuk memenuhi kewajiban dan hak yang harus mereka laksanakan. 56 57 Ibid. Ibid. 53 2.2 Akomodasi Pariwisata Sebagai Komponen Jasa Pariwisata Primer 2.2.1 Akomodasi Wisata Akomodasi wisata merupakan hal penting dalam memenuhi kebutuhan wisatawan yang sedang berwisata. Para wisatawan cenderung membutuhkan akomodasi yang memiliki beragam varian harga maupun macamnya. Bentuk akomodasi primer yang dibutuhkan wisatawan yaitu adanya tempat untuk menginap saat mereka melakukan perjalanan wisata. Setzer Munavizt58 menyatakan bahwa “Akomodasi adalah sesuatu yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan, misalnya tempat menginap atau tempat tinggal sementara bagi orang yang bepergian.” Lebih jauh Munavizt menyatakan bahwa akomodasi wisata dapat berupa tempat dimana wisatawan dapat beristirahat, menginap, mandi, makan, minum serta menikmati jasa pelayanan yang disediakan. Kegiatan pariwisata yang didasari kegiatan bisnis disebut dengan akomodasi komersil.59 Akomodasi komersil di bidang pariwisata bertujuan mencari keuntungan dengan menawarkan barang maupun jasa kepada wisatawan untuk mendapatkan keuntungan (profit). Setzer Munavizt menyatakan, terdapat beberapa jenis akomodasi wisata yang biasa dipakai untuk tujuan komersil, yaitu : a) Hotel Hotel kembali dibagi menjadi empat berdasarkan jumlah kamarnya yaitu (1) hotel kecil yaitu hotel yang memiliki kurang dari dua puluh lima kamar , (2) hotel sedang yaitu hotel yang memiliki kapasitas lebih dari duapuluh lima kamar dan kurang dari seratus kamar, (3) Hotel menengah yaitu hotel yang memiliki seratus kamar dan kurang dari tiga ratus kamar; serta (4) hotel besar yaitu hotel yang memiliki lebih dari tiga ratus kamar. b) Motel (motor hotel) 58 Setzer Munavizt, 2009, (cited 2015 March 4th), available from : http://pariwisatadanteknologi.blogspot.com/2010/05/jenis-jenis-akomodasi-pariwisata.html 59 Ibid. URL 54 Penginapan yang didesain bagi mereka yang sedang bepergian jauh (biasanya motel ini terletak di jalur highway di Amerika Serikat) dan harus memiliki fasilitas parkir kendaraan bermotor (private garage) dan juga akses yang mudah menuju highway. c) Hostel (Youth Hostel) Merupakan sarana akomodasi yang diminati anak muda dan disediakan bagi mereka yang bepergian serta memiliki tarif yang murah serta dengan fasilitas yang terkesan seadanya. d) Cottage dan Bungalow Cottage merupakan akomodasi yang cukup banyak disediakan di kawasan pariwisata yang memiliki pantai. Bangunan cottage biasanya terpisah satu sama lain dan dekat dengan pantai. Bungalow lebih mengacu pada bangunan-bangunan yang disediakan di kawasan dataran tinggi dan disewakan untuk keluarga maupun aktivitas semiformal maupun formal, seperti rapat, pesta, seminar maupun lokakarya. e) Inn Biasanya terdapat di sebuah daerah yang menjadi penghubung dua kota besar. Inn memiliki fasilitas yang cukup lengkap untuk sebuah akomodasi dimana pihak Inn menyediakan penginapan, makanan-minuman dan pelayanan umum lainnya. Para tamu Inn biasanya hanya beristirahat selama 2 atau 3 jam sebelum kembali melanjutkan perjalanan. f) Guest House Guest house merupakan jenis akomodasi yang biasanya dimiliki oleh instansi pemerintahan maupun swasta, perusahaan (company). Guest house ini digunakan oleh pemiliknya sebagai tempat untuk para tamu mereka yang sedang menginap. Guest house yang dimiliki pemerintah akan menanggung semua biaya akomodasi tamunya, namun guest house yang dimiliki perusahaan swasta yang disewakan kepada tamunya semata-mata untuk mencari keuntungan saja; dan g) Condominium Hotel (Condotel) Condominium hotel merupakan bangunan yang dimiliki oleh beberapa pengusaha properti dan bangunan tersebut dapat dijual maupun disewakan untuk pengusaha maupun perusahaan yang bergerak di bidang lainnya. Akomodasi wisata menurut Burkart dan Medlik mengacu pada dua komponen yang tidak terpisahkan. Dua komponen tersebut adalah adanya penawaran dan permintaan. Hal ini menunjukkan bahwa akomodasi wisata mengacu pada siapa yang melayani kebutuhan turis atau konsumen jasa 55 pariwisata. Akomodasi wisata menurut Burkart dan Medlik dibagi menjadi empat kategori60, yaitu : a) Akomodasi jasa (service accommodation), merupakan akomodasi berbentuk jasa termasuk hotel, apartemen, guest house, dan boarding house; b) Akomodasi self-catering (self-catering accommodation), merupakan akomodasi yang mengharuskan para konsumennya untuk menyiapkan makanannya sendiri, seperti kegiatan berkemah (camping), caravans, ruangan yang disewa (rented flats) dan rumah (houses); c) House of friends and relatives, dalam hal ini akomodasi tidak membutuhkan biaya karena akomodasi telah disediakan oleh teman, kerabat maupun keluarga di daerah tujuan; dan d) Akomodasi lain-lain (other accommodations) termasuk di dalamnya hostels, youth hostels, boats, dan lain-lain. Wikitravel61 mengartikan akomodasi (accommodation) sebagai “A concern of every traveler, whether looking to place for a tent or a luxury suite in a fancy resort.” (Terjemahan: Akomodasi wisata merupakan hal yang menjadi masalah utama yang harus dipersiapkan oleh para wisatawan, seperti misalnya mencari tempat untuk berkemah maupun tinggal di sebuah kamar yang mewah di sebuah tempat peristirahatan yang nyaman). Tentunya mereka harus melakukan pemesanan (booking) terlebih dahulu melalui prosedur internet, agen perjalanan (travel agent) maupun melalui telepon yang ditawarkan oleh penyedia jasa akomodasi wisata. Bentuk-bentuk akomodasi wisata menurut Wikitravel yaitu (a) hostels; (b) hotels; (c) capsule hotels; (d) bed & breakfasts and guesthouses; (e) camping; dan (f) villas.62 60 Burkart and Medlik, op.cit. hal. 140 Wikitravel, 2015, (cited 2015 March http://wikitravel.org/en/Travel_accommodation 62 Ibid. 61 12th), available from : URL : 56 Undang-Undang Kepariwisataan yang mengatur tentang mekanisme pelaksanaan kegiatan pariwisata di Indonesia mengatur tentang usaha-usaha yang dapat dilakukan di bidang pariwisata. Tidak diaturnya pengertian tentang akomodasi wisata dalam Undang-Undang Kepariwisataan membuatnya tidak adanya pengertian akomodasi wisata tersebut. Aturan yang melandasi pentingnya pengadaan jasa akomodasi wisata terdapat pada Pasal 14 UU Kepariwisataan mengenai usaha-usaha wisata. Usaha-usaha yang diatur pada Pasal 14 Ayat (1) menyebutkan bahwa : “Usaha pariwisata meliputi : (a) daya tarik wisata; (b) kawasan pariwisata; (c) jasa transportasi wisata; (d) jasa perjalanan wisata; (e) jasa makanan dan minuman; (f) penyediaan akomodasi; (g) penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi; (h) penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran; (i) jasa informasi pariwisata; (j) jasa konsultan pariwisata; (k) jasa pramuwisata, (l) wisata tirta; dan (m) spa.” Penyediaan akomodasi sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 14 Ayat (1) huruf (a) UU Kepariwisataan tersebut menunjukkan bahwa penyediaan akomodasi wisata merupakan hal yang perlu disediakan oleh penyedia jasa pariwisata bagi wisatawan untuk menunjang kegiatan wisatawan selama berlibur di tujuan wisata mereka. Kegiatan pariwisata yang mencakup berbagai hal penting membutuhkan pengaturan tersendiri. Sebagaimana diketahui bahwa UU Kepariwisataan belum mengatur secara tegas mengenai pengelolaan akomodasi wisata dengan bentuk semi kelola (return on investment). Komponen-komponen yang belum diatur tersebut, termasuk komponen akomodasi wisata dengan sistem semi kelola, 57 seharusnya dapat segera diatur dengan peraturan menteri, sebagaimana pada Pasal 14 Ayat (2) UU Kepariwisataan yang menyatakan bahwa “Usaha pariwisata lain sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.” Namun hingga saat ini belum ada peraturan yang mengatur mengenai investasi di bidang akomodasi wisata semi kelola dengan model ROI, baik dari sisi investasi maupun pariwisata. 2.2.2 Akomodasi Wisata sebagai Komponen Jasa Pariwisata Primer Kegiatan yang berkaitan dengan penawaran dan perdagangan dalam bentuk jasa di Indonesia merupakan hal yang sudah seharusnya terjadi. Hal ini merupakan usaha perdagangan jasa yang memang dapat dilakukan secara berkelanjutan di Indonesia. Usaha-usaha di bidang pariwisata dalam bentuk jasa (perdagangan jasa) merupakan sebuah sistem.63 Pariwisata yang merupakan sebuah sistem ini terdiri dari dua bentuk sistem yaitu sistem internal (internal system) dan sistem eksternal (external system).64 Sistem menurut Henry Frat Fairchild dan Eric Kohler sebagaimana dikutip dari buku karangan Inu Kencana Syafiie dan Azhari, bahwa “Sistem adalah suatu rangkaian yang saling kait mengait antarbeberapa bagian sampai kepada bagian yang paling kecil, bila suatu bagian atau subbagian terganggu maka bagian yang lain juga ikut merasakan ketergantungan tersebut.”65 63 Ida Bagus Wyasa Putra, Op.cit., hal. 417 Seaton, et.all, 1994, Tourism : The State of The Art, Wiley, New York, hal. 22 65 Inu Kencana Syafiie dan Azhari, 2006, Sistem Politik Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, hal. 13 64 58 Pengertian sistem menurut Poerwadarminta sebagaimana dikutip dari sumber literatur yang sama menyatakan bahwa “Sistem merupakan sekelompok bagian-bagian, yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud. Apabila salah satu bagian saja yang rusak atau tidak dapat menjalankan tugasnya maka maksud yang hendak dicapai tidak dapat terpenuhi atau setidak-tidaknya sistem yang sudah terwujud akan mendapatkan gangguan.”66 Pamudji juga memberikan sebuah pengertian tentang sistem, dimana “Sistem adalah suatu kebulatan dan keseluruhan yang komplek dan terorganisir, dimana suatu himpunan atau perpaduan antara hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek dan utuh.” 67 Pengertian sistem diartikan pula oleh Prajudi dimana “Sistem adalah suatu jaringan daripada prosedur-prosedur yang berhubungan satu sama lain menurut skema atau pola yang bulat untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama dari suatu usaha atau urusan.”68 Berdasarkan pada pengertian-pengertian sistem tersebut, maka sistem merupakan suatu jaringan, kebulatan, keseluruhan yang saling berkaitan, membentuk suatu pola yang berfungsi untuk menggerakkan suatu fungsi dan suatu sistem dapat menjadi tidak berfungsi apabila salah satu bagiannya rusak atau hilang. Sistem internal atau internal system di bidang pariwisata adalah sistem yang berkaitan dengan pariwisata yang terdiri dari : (1) pemasok jasa, penyedia jasa (supplier); (2) jasa-jasa yang dipasok; (3) pemakai jasa pariwisata (consumer, 66 Ibid. Ibid., hal. 14 68 Ibid. 67 59 tourists, visitors). Ketiga bagian dari sistem internal di bidang pariwisata ini memiliki keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan untuk membantu menjalankan kegiatan pariwisata agar tetap berlangsung dengan semestinya. Penawaran dan permintaan terjadi apabila adanya interaksi. Interaksi yang dilakukan dalam bidang pariwisata biasanya terjadi antara (1) penyedia jasa dengan pemakai jasa (the interactions between the supplier and the consumer); dan (2) antarpenyedia jasa (between the suppliers). Apabila mengonstruksikan sistem internal dan dikaitkan dengan kegiatan perdagangan jasa di Indonesia maka akan melibatkan komponen-komponen dari sistem internal. Komponen ketiga dalam sistem internal pariwisata, yaitu pemakai jasa pariwisata (consumers, tourists, visitors), terdiri dari pemakai jasa pariwisata internasional dan domestik, dimana para pemakai jasa tersebut membutuhkan komponen kedua dari sistem internal pariwisata, yaitu jasa-jasa yang dipasok oleh penyedia jasa. Bentuk-bentuk jasa yang dipasok oleh penyedia jasa ada 7 (tujuh) jenis69, yaitu (1) penyedia jasa transportasi; (2) penyedia jasa penginapan; (3) penyedia jasa boga; (4) penyedia jasa keagenan; (5) penyedia jasa atraksi wisata; (6) penyedia jasa pariwisata baru yang baru berkembang; jasa pengorganisasian konvensi; dan (7) penyedia jasa yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan pariwisata, seperti jasa dokumentasi, penukaran uang (money changer), asuransi (insurance), dan lain-lain. Pemenuhan permintaan dari pihak pemakai jasa pariwisata terhadap jasa-jasa yang dipasok dari para penyedia jasa pariwisata inilah yang akan menjadi landasan untuk mereka melakukan interaksi 69 Ida Bagus Wyasa Putra, Op.cit., hal. 419 60 sebagaimana tersebut diatas. Berdasarkan pada komponen-komponen dalam sistem internal tersebut maka akomodasi, yaitu dalam konteks ini merupakan akomodasi wisata, merupakan bagian dari sistem internal internal (internal system) yang berperan penting dalam kegiatan pariwisata. Sistem kedua dalam perdagangan jasa pariwisata adalah sistem eksternal (external system). Sistem eksternal memiliki pengaruh yang besar untuk sistem internal karena sistem eksternal bertujuan agar komponen-komponen yang ada pada sistem internal berfungsi secara berlanjut. David P. Baron menyatakan bahwa sistem eksternal merupakan lingkungan bisnis (environment of business)70. Lingkungan bisnis yang terdiri dari (1) lingkungan pasar (business environment) dan (2) lingkungan nonpasar (non-market environment) telah terbentuk dan bergerak yang disebabkan adanya sebuah hubungan, keterikatan, relasi (relation) satu sama lain secara langsung. Hubungan, keterikatan atau relasi yang dimaksud adalah hubungan langsung dengan bisnis yang sedang dilakukan. Relasi yang terbentuk ini disebabkan oleh adanya ikatan-ikatan dalam bidang bisnis, terutama di bidang perdagangan, yang diselenggarakan berdasarkan perjanjian dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis. Bisnis ini dilakukan oleh para pelaku bisnis dengan pelaku bisnis pendukung. Bentuk-bentuk pelaku bisnis pendukung, antara lain firma, penyedia barang atau jasa (supplier) dan konsumen. Bentuk lingkungan bisnis nonpasar (non-market environment) adalah lingkungan bisnis yang terdiri dari beberapa komponen diluar komponen bisnis dan perdagangan. Komponen lingkungan bisnis nonpasar yaitu (1) komponen 70 P. Baron, David, 2003, Business and Its Environment, Upper Saddle River, New Jersey, hal. 2 61 sosial; (2) komponen budaya; (3) komponen politik; (4) komponen hukum; dan (5) komponen lingkungan hidup. Sistem internal dan sistem eksternal di bidang pariwisata ini memiliki sifat ketergantungan yang besar antarsistemnya. Ketergantungan tersebut dapat dilihat dari pemberian kontribusi dari sistem internal terhadap sistem eksternal. Demikian juga dengan sistem eksternal yang turut berperan untuk menentukan kehidupan dari sistem internal. Adanya hubungan atau korelasi antara sistem internal dan sistem eksternal di bidang pariwisata memunculkan inti dari kedua sistem ini. Inti dari sistem internal adalah sistem perdagangan jasa pariwisata, sedangkan inti dari sistem eksternalnya adalah lingkungan bisnis pariwisata. Sistem internal dan sistem eksternal ini kemudian membentuk kesatuan yang tersusun secara bertingkat dan saling menunjukkan ketergantungan. 2.3 Pengertian dan Konsep Investasi Langsung Sebagai Sumber Daya Ekonomi Dalam Perdagangan Jasa Pariwisata 2.3.1 Pengertian Investasi Langsung Investasi merupakan kegiatan penanaman modal dalam bentuk uang maupun modal lainnya. Investasi memiliki pengertian yang luas dan mencakup investasi langsung (direct investment) dan investasi tidak langsung (portofolio investment).71 Berkaitan dengan penanaman modal di bidang akomodasi wisata maka investasi yang digunakan adalah bentuk investasi langsung (direct investment). 71 Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, 2009, Hukum Investasi & Pasar Modal, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 3 62 Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman menyatakan bahwa investasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pribadi maupun badan hukum dan berkeinginan untuk meningkatkan nilai modalnya, baik dalam bentuk mata uang, peralatan, aset tidak bergerak, hak kekayaan intelektual dan keahlian tertentu.72 Kegiatan investasi ditujukan untuk meningkatkan modal dan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Pengaturan investasi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM). Pasal 1 angka 1 UU PM menyatakan bahwa “Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.” Pengertian mengenai penanam modal menurut Pasal 1 angka 4 UU PM menyatakan bahwa “Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.” Berdasarkan pengertian penanam modal menurut UU PM, maka seseorang maupun badan usaha berbentuk badan hukum yang dapat menanamkan modalnya di Indonesia adalah penanam modal yang berasal dari Indonesia dan juga penanam modal luar negeri (penanam modal asing). Hal penting dalam kegiatan investasi adalah modal (capital) yang ditanam oleh para investor. Pengaturan tentang modal diatur dalam Pasal 1 Angka 9 UU PM tentang modal, dimana “Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai 72 Ibid. 63 ekonomis. Modal terdiri dari modal asing dan modal dalam negeri yang masingmasing diatur dalam Pasal 1 Angka 8 dan Pasal 1 angka 9 UU PM. Aturan mengenai penanam modal asing pada Pasal 1 angka 8 tentang modal asing yaitu “Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.” Dijabarkan dalam Pasal 1 angka 9 bahwa “Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, perseorangan Warga Negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.” Modal asing dan modal dalam negeri yang diatur dalam UU PM inilah yang berperang penting dalam pergerakan ekonomi dan bisnis di Indonesia. Investasi langsung (direct investment) merupakan bentuk investasi jangka panjang. Pengertian investasi langsung atau direct investment dalam konteks investasi langsung yang dilakukan oleh pihak asing atau foreign direct investment dalam Pasal 1 Cartagena Agreement sebagaimana dikutip dari buku Hukum dan Ekonomi karangan T. Mulya Lubis yang diartikan sebagai “Foreign direct investment is contribution coming from abroad, owned by foreign individuals or corcerns to the capital of an enterprise must be freely convertible currencies, industrial plants, machinery or equipment with the right to re-export their value and to remit profit abroad. Also considered as direct foreign investment are those investments in local currency originating from resources which have the right to be remitted abroad.”73 Berdasarkan pada pernyataan Pasal 1 Cartagena 73 T. Mulya Lubis, 1987, Hukum dan Ekonomi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal. 31. 64 Agreement tersebut, dijelaskan bahwa investasi asing langsung adalah penanaman modal yang dikontribusi langsung oleh pihak asing, dimiliki oleh perseorangan (warga negara) asing maupun mengacu pada modal perusahaan yang dapat diinvestasikan di bidang perencanaan industri, mesin maupun peralatan dengan aturan-aturan untuk mengembalikan dana mereka dan untuk meningkatkan keuntungan investor asing. Investasi asing langsung juga diartikan sebagai investasi yang menggunakan mata uang negara tempat berinvestasi yang tetap memiliki hak untuk disetorkan kepada pihak asing. Kegiatan di bidang apapun yang memerlukan bantuan modal dan terkait dengan investasi, memiliki resiko yang dapat mengakibatkan berkurangnya nilai modal. Modal yang memiliki peranan penting bagi pelaksanaan kegiatan bisnis dan menjalankan usaha. Peranan modal lainnya adalah untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan maupun usaha yang dilakukan serta mengembalikan besaran modal yang dikeluarkan. Terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan kegiatan investasi74, seperti: (a) faktor risiko; (b) rentang birokrasi; (c) transparansi dan kepastian hukum; (d) alih teknologi; (e) jaminan dan perlindungan investasi; (f) ketenagakerjaan; (g) ketersediaan infrastruktur; (h) sumber daya alam; (i) akses pasar; (j) insentif perpajakan; dan (k) penyelesaian sengketa yang efektif. Risiko penanaman modal (Country Risk) merupakan faktor yang dominan ditemukan dalam kegiatan penanaman modal. Faktor ini berasal dari aspek stabilitas politik dan keamanan yang dapat menimbulkan risiko menanam modal. 74 Ida Bagus Rahmadi Supancana, Op.cit., hal. 4 65 Stabilitas politik dan keamanan negara tempat investasi berbanding lurus dengan risiko kegagalan investasi. Beberapa aspek lain yang juga mendapat perhatian yang besar dari calon investor, antara lain: (1) aspek kebijaksanaan; (2) aspek ekonomi; (3) aspek neraca pembayaran dan hutang luar negeri; dan (4) aspek jaminan kepastian hukum dan penegakan hukum. Aspek jaminan kepastian hukum dan penegakan hukum menjadi perhatian calon investor. Dalam kasus Indonesia, salah satu faktor penyebab kemerosotan investasi langsung adalah tidak adanya jaminan kepastian hukum.75 Rentang Investasi (Red Tape) atau birokrasi yang panjang biasanya memunculkan situasi kurang kondusif bagi kegiatan investasi dan mengurungkan niat calon investor untuk menanamkan modalnya. Waktu yang lama akan mengakibatkan usaha menjadi tidak dapat dikerjakan dengan maksimal. Transparansi dalam pelaksanaan investasi, baik dari segi aturan dan tata cara pelaksanaan investasi menciptakan kepastian hukum. Kepastian hukum memudahkan investor mudah memprakirakan risiko yang akan dihadapi. Tidak adanya transparansi dan kepastian hukum membuat calon investor bingung dengan biaya mahal yang harus dikeluarkan, yang cenderung membingunkan calon investor. Salah satu contohnya adalah daftar skala prioritas yang sering berubah-ubah di bidang penanaman modal.76 75 Ida Bagus Rahmadi Supancana, Op.cit., hal. 5 Jeffrey A. Winters, 1999, Power In Motion, Modal Berpindah, Modal Berkuasa, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal. 273 76 66 Sulitnya mengalihkan teknologi dari negara calon investor asing dapat mengurangi minat penanam modal.77 Sebuah kegiatan usaha yang berupaya untuk menghasilkan suatu teknologi baru biasanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan para calon investor menginginkan alih teknologi dari negara mereka karena teknologi tersebut yang menjadi modal utama untuk mengembangkan usahanya. Jangka waktu yang panjang biasanya menjadi pertimbangan juga bagi para calon investor sehingga calon investor akan mempertimbangkan untuk mencari perusahaan-perusahaan dari negara yang memiliki kelonggaran dalam pengaturan alih teknologi tersebut. Jaminan dan Perlindungan Investasi78 merupakan faktor yang diperhatikan oleh calon investor. Calon investor menginginkan adanya jaminan dan perlindungan investasi dalam kaitannya dengan adanya hal-hal yang tidak diinginkan seperti kerusuhan, penyitaan (confiscation), maupun pengambilalihan. Calon investor pun menginginkan jaminan tentang penarikan keuntungan (profit remmitance). Kondisi ketenagakerjaan79 merupakan faktor penting. Ketersediaan tenaga kerja yang terampil dan memiliki kemampuan di bidangnya merupakan faktor yang sangat diperhatikan bagi calon investor. Terhadap investasi asing langsung terdapat beberapa permasalahan yang sering muncul, yaitu : (1) adanya pelanggaran ijin kerja tenaga kerja asing; (2) keterampilan dan produktivitas Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dianggap masih rendah; dan (3) kuantitas TKI yang 77 Ida Bagus Rahmadi Supancana, loc.cit. Ida Bagus Rahmadi Supancana, loc.cit. 79 Ida Bagus Rahmadi Supancana, op.cit., hal 7 78 67 sangat besat namun tidak sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia. Ketersediaan infrastruktur80 yang memadai memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang kegiatan investasi. Infrastruktur transportasi, sarana komunikasi dan energi juga menjadi pertimbangan penting para calon investor demi kelancaran usaha dan produksi. Keberadaan Sumber Daya Alam81 di suatu negara juga menjadi faktor penentu bagi calon investor dalam melakukan investasi. Negara-negara yang memiliki sumber daya alam yang besar akan menjadi tujuan utama mereka untuk berinvestasi. Akses Pasar82 yang besar juga tujuan utama investor. Terbukanya akses pasar akan mendatangkan produk yang dihasilkan dari suatu usaha, misalnya di bidang industri. Insentif Perpajakan83 merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Insentif di bidang perpajakan tentu akan membantu biaya produksi yang nantinya mampu untuk meningkatkan keuntungan dari investasi tersebut. Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang Efektif84 merupakan komponen yang selalu menjadi pertimbangan utama investor. Kegiatan investasi harus diikuti dengan mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif. Mekanisme penyelesaian sengketa ini melingkupi (1) adanya forum penyelesaian sengketa; (2) efektifitas berlakunya hukum yang diterapkan dalam sengketa tersebut; dan (3) efektifitas dari pelaksanaan putusan apabila terjadi sengketa. Adanya penyelesaian sengketa yang efektif ini akan menjamin kepastian hukum, meningkatkan niat para investor 80 Ida Bagus Rahmadi Supancana, loc.cit. Ida Bagus Rahmadi Supancana, op.cit., hal 8 82 Ida Bagus Rahmadi Supancana, loc.cit. 83 Ida Bagus Rahmadi Supancana, loc.cit. 84 Ida Bagus Rahmadi Supancana, loc.cit. 81 68 untuk berinvestasi serta menghindari para investor yang berupaya untuk melakukan relokasi atau pelarian modal ke negara lain. 2.3.2 Konsep Modal Sebagai Sumber Daya Ekonomi dalam Perdagangan Jasa Pariwisata Kegiatan penanaman modal atau investasi bertujuan untuk mendapatkan nilai lebih dari hasil investasi serta bertujuan untuk mengembalikan nilai investasi yang telah dilakukan. Investasi juga merupakan salah satu sumber daya ekonomi. Selain investasi, dimana modal merupakan salah satu bagian dari sumber daya ekonomi, maka sumber daya ekonomi lainnya terdiri dari (1) sumber daya manusia; (2) sumber daya manusia; (3) sumber daya kewirausahaan; serta (4) sumber daya modal. Kegiatan bisnis, khususnya di bidang perdagangan, merupakan kegiatan usaha yang memiliki prospek keberlanjutan. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan masing-masing aspek sumber daya ekonomi di Indonesia. Sumber daya ekonomi digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang berupa barang dan jasa. Berkaitan dengan konteks bisnis pariwisata maka keempat aspek sumber daya ekonomi tersebut memiliki peranan yang penting, terutama sumber daya modal. Sumber daya modal dalam kegiatan bisnis perdagangan jasa pariwisata, khususnya di bidang akomodasi jasa wisata menjadi salah satu aspek penting. Akomodasi jasa wisata membutuhkan investasi dalam bentuk modal yang sangat besar karena usaha di bidang akomdasi jasa wisata memerlukan sarana dan 69 prasarana untuk menyewa lokasi, mendirikan bangunan akomodasi, maupun memasarkannya. Kegiatan inilah yang menjadi alasan pentingnya sumber daya modal dalam kegiatan perdagangan jasa pariwisata di Indonesia. Kegiatan bisnis pariwisata membutuhkan modal dari para investor. Modal yang dibutuhkan ini berasal dari tiga macam modal85, yaitu: (1) modal milik Warga Negara Indonesia; (2) modal asing atau modal dalam negeri; dan (3) modal asing dan modal dalam negeri. Jenis usaha di bidang akomodasi wisata yang biasanya menggunakan modal dalam negeri antara lain: (1) pondok wisata; (2) losmen; (3) penginapan remaja; (4) perkemahan.86 Jenis usaha dengan menggunakan modal asing atau modal dalam negeri di bidang akomodasi wisata, yaitu : (1) biro perjalanan umum; (2) pramuwisata; (3) konvensi; (4) restoran atau jasa boga; (5) wisata tirta; (6) konsultan perjalanan wisata; (7) kawasan rekreasi atau hiburan; (8) usaha kawasan.87 Jenis usaha dengan modal asing atau modal dalam negeri ini juga dapat memilih hanya menggunakan modal asing atau modal dalam negeri saja untuk dapat berinvestasi di delapan jenis usaha tersebut. 2.4 Konsep Investasi Semi Kelola Dalam Pengembangan Akomodasi Wisata 2.4.1 Istilah dan Pengertian Investasi Semi Kelola Pengertian return88 yang berkaitan dengan investasi dalam Black’s Law Dictionary adalah “Profit on sale, or income from investments.” (Terjemahan: Keuntungan yang didapat dari penjualan, atau pendapat dari kegiatan investasi). 85 Ida Bagus Wyasa Putra I, op.cit., hal. 29 Ida Bagus Wyasa Putra I, loc.cit. 87 Ida Bagus Wyasa Putra, loc.cit. 88 Black, Henry Campbell, 1979, Black Law’s Dictionary : Fifth Edition, West Publishing Co., United States of America, hal. 1184 86 70 Pengertian return ini mengacu juga pada pengertian income, profit, dan revenue. Pengertian income89 menurut Black’s Law Dictionary adalah “The return in money from one’s business, labor, or capital invested, gains, profits, salary, wages, ets.” (Terjemahan: Pengembalian uang dari salah satu bisnis, tenaga kerja, atau modal yang diinvestasikan, kemajuan, keuntungan, penjualan, upah dan lainlain). Pengertian revenue90 adalah “Return or yield, as a land; profit as that which returns or comes back from an investment; the annual or periodical rents, profits, interest, or issues of any species of property, real or personal;….”. (Terjemahan: Pengembalian atau hasil, dari sebuah tanah; keuntungan yang diperoleh dari sebuah investasi). Pengertian investment91 menurut Black’s Law Dictionary adalah “An expenditure to acquire property or other assets in order to produce revenue; the asset so acquired.” (Terjemahan: Sebuah pengeluaran untuk memperoleh properti atau aset lainnya dengan tujuan untuk menghasilkan pendapatan; aset diperoleh). Berdasarkan pada pengertian tersebut diatas maka Return on Investment adalah keuntungan yang diperoleh dari pengeluaran yang dilakukan untuk mendapatkan suatu properti maupun aset lain yang dikelola dan bertujuan untuk mendapatkan pengembalian dari investasi yang telah dilakukan. Istilah Investasi Semi Kelola (ISK) atau Return on Investment (ROI) semula merupakan istilah yang menunjuk pada suatu bentuk perhitungan yang digunakan untuk mengukur efisiensi dari suatu investasi, yaitu menghitung manfaat atau pengembalian (return) yang dihasilkan dari suatu investasi 89 Ibid., hal. 687 Ibid., hal. 1185 91 Ibid., hal. 741 90 71 dibandingkan dengan biaya (cost) yang dikeluarkan. Hasil dari perhitungan itu disebut rasio investasi yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan keputusan melakukan investasi atau tidak oleh investor. Alexei Botchkarev dan Peter Andru menyatakan bahwa “ROI is a performance measure used to evaluate the efficiency of an investment or to compare the efficiency of a number of different investments. To calculate ROI, the benefit (return) of an investment is divided by the cost of the investment; the result is expressed as a percentage or a ratio.92” (Terjemahan: ROI adalah sebuah hasil yang digunakan untuk mengevaluasi efektifitas sebuah investasi atau untuk membandingkan efektifitas jumlah investasi yang berbeda. Untuk menghitung ROI, keuntungan sebuah investasi dibagi biaya investasi. Hasil perhitungan menunjukkan sebuah presentase atau rasio). Para praktisi investasi atau konsultan investasi dalam praktek seringkali menggunakan berbagai istilah yang berbeda, seperti Rate of Return (RoR) atau Goetzel,93 Internal Rate of Return (IRR), dan Return on Capital Employed (ROCE),94 atau istilah lainnya, sebagai akibat dari perbedaan pendekatan, pemusatan perhatian para penggunanya atau penekaran pada aspek tertentu dari investasi itu. Namun demikian, pengertian utama ROI adalah suatu perhitungan yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung penghasilan bersih (net gain), seperti: pengembalian investasi (return), keuntungan (profit), dan manfaat 92 Alexei Botchkarev and Peter Andru, 2011, A return on Investment as a Metric for Evaluating Information Systems: Taxonomy and Application, Interdisciplinary Journal of Information, Knowledge, and Management, Vol. 6, hal. 246. 93 Ibid. 94 Marty Schmidt, 2004, Return on Investment: Definition, Meaning, and Example Calculation, Business Encyclopedia, Solution Matrix Limited, (cited 2015 April 13th), available from : URL http://www.business-case-analysis.com/return-on-investment.html 72 (benefit) yang dihasilkan dari penyelenggaraan proyek, termasuk: kegiatan (activity) dan sistem pelaksanaan (system operation), dan denominator atau alat ukurnya adalah biaya (cost, investment) yang digunakan untuk mencapai hasil (result) dari investasi itu. Alexei Botchkarev dan Peter Andru menyatakan: Despite the diversity of definition, the primary notion is the same: ROI is a fraction, the numerator of which is “net gain” (return, profit, benefit) earned as a result of the project (activity, system operations), while the denominator is the “cost” (investment) spent to achieve the result.95 (Terjemahan: Meskipun ada banyak definisi, yang menjadi hal utama adalah ROI merupakan sebuah pecahan, pembilang dimana “keuntungan bersih” (pengembalian, keuntungan, manfaat) diperoleh sebagai sebuah hasil dari proyeknya (aktifitas, sistem operasi), selama penyebutnya adalah “biaya” (investasi) yang digunakan untuk memperoleh hasil). ROI means not only the return of the money invested but also gaining the same amount as profit.”96 (Terjemahan: ROI tidak hanya berarti pengembalian uang yang diinvestasikan namun juga meningkatkan jumlah keuntungan di waktu yang sama). Federal Geographic Data Committee (FGDC) Sekretariat Amerika Serikat mendefinisikan ROI sebagai “… a calculation of the most tangible financial gains or benefits that can be expected from a project versus the costs for implementing 95 96 Ibid. Ibid. 73 the suggested program or solution.97” (Terjemahan: ROI adalah perhitungan dalam bentuk perbandingan antara biaya dengan hasil (pemulihan investasi, keuntungan, dan kemanfaatan) yang dihasilkan dari suatu kegiatan investasi.) Berdasarkan pengertian tersebut diatas maka istilah ROI sesungguhnya merupakan istilah yang merujuk pada konsep pengembalian investasi (return on investment) yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan investasi oleh investor. Sehingga istilah investasi semi kelola sebagai padanan ROI lebih merupakan akibat dari perkembangan praktek yang terjadi dalam pengembangan properti atau akomodasi yang pembiayaannya atau investasinya dilakukan oleh atau dimiliki oleh pemilik proyek. Pengertian ini muncul dari praktek pengembangan akomodasi wisata yang dibiayai oleh para pemilik properti yang umumnya adalah juga wisatawan. Dalam pengertian yang kedua ini ROI digunakan sebagai istilah yang merujuk pada pengembalian investasi yang dihasilkan dari pengelolaan properti. Gagasan dasar investasi semi kelola sesungguhnya juga sama dengan gagasan dasar ROI yaitu bahwa perhitungan investasi yang dilakukan oleh pengembang digunakan sebagai dasar untuk melakukan atau tidak melakukan investasi oleh calon pembeli properti atau investor. Dalam perkembangannya, pengertian ROI dalam investasi semi kelola mencakup dua aspek, yaitu: (1) Perhitungan investasi yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan keputusan investasi oleh calon pembeli properti atau investor; dan 97 US Federal Geographic Data Committee (FGDC), 2009, Advancing Statewide Data Infrastructures in Support of the National Spatial Data Infrastructure (NSDI), h. 1. 74 (2) Pengembalian investasi yang diperoleh dari hasil pengelolaan properti yang dikembangkan oleh pengembang. 2.4.2. Konsep Investasi Semi Kelola Menurut FGDC, ROI merupakan turunan dari konsep Cost Benefit Analysis (CBA) yang memiliki sifat lebih komprehensif yang umum digunakan sebagai dasar untuk menghitung perbandingan antara biaya dan manfaat dari suatu kegiatan, termasuk investasi. ROI juga digunakan untuk menghitung aspek kegiatan yang bersifat nyata (tangible) maupun tidak nyata (intangible). Dibandingkan dengan konsep lain maka ROI merupakan perhitungan yang mencakup aspek-aspek biaya dan manfaat yang lebih bersifat nyata atau mencakup aspek-aspek nyata dari investasi. FGDC menyatakan: “Cost Benefit Analysis (CBA) is more comprehensive than ROI, and attempts to quantify both tangible and intangible (or “soft”) cost and benefits.98” (Terjemahan: Analisis Keuntungan adalah lebih luas dibandingkan ROI, dan berupaya untuk mengukur biaya serta manfaat dari aspek yang bersifat nyata maupun aspek yang tidak nyata). ROI diwujudkan dalam bentuk “rasio” dari pendapatan finansial (financial gain - benefits) dari proyek yang diselenggarakan oleh penyelenggara investasi yang dibagi dalam bentuk rincian biaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan proyek itu. “Rasio” adalah rasio investasi yang dihasilkan dari perbandingan antara biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang dihasilkan. Perbandingan ini dapat diperhitungkan sebagai berikut: 98 Ibid. 75 Jika keuntungan bersih dari pengoperasian suatu obyek investasi sama dengan Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) per unit dan biaya proyek pengembangan akomodasi wisata adalah Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) maka perhitungan ROI-nya adalah 5.000.000.000/2.500.000.000. ROI pada contoh ini menampilkan bahwa keuntungan bersih dari nilai investasi adalah 50% (limapuluh persen) dari total investasi yang berarti bahwa investasi itu bersifat positif (positive return on investment). Keuntungan dalam jumlah demikian itu menunjukkan bahwa “Rasio” ROI lebih besar dari nol (0), yang berarti proyek tersebut memiliki daya tarik yang sangat tinggi bagi investor.99 Berdasarkan konsep ini, konsep dasar ROI adalah konsep tentang RASIO INVESTASI. konsep ini digunakan sebagai dasar bagi investor untuk menentukan keputusan untuk melakukan investasi atau tidak. Konsep dasar ini sekaligus menggambarkan komponen struktur dari sistem ROI, yaitu bahwa suatu investasi yang menggunakan sistem ROI mencakup komponen struktur sebagai berikut, yaitu: (a) Pengembang; (b) Calon investor; (c) Perancangan desain, penyelenggaraan proyek, dan pengelolaan, serta model pengembalian investasi oleh pengembang, termasuk kedalamnya perhitungan tentang rasio investasinya; 99 Ibid. 76 (d) Penawaran dan penerimaan, serta pembentukan perjanjian ROI antara pengembang dengan investor; (e) Penyelenggaraan pengembangan oleh pengembang dengan biaya investor; (f) Penyerahan properti hasil pengembangan oleh pengembang kepada investor; (g) Penyerahan kembali properti oleh investor kepada pengembang untuk dikelola; (h) Pengelolaan oleh pengembang; (i) Pengembalian hasil pengelolaan kepada investor, sebagai bentuk pemulihan investasi. Pengembang atau penyelenggara proyek adalah pihak yang mengambil inisiatif dalam perencanaan proyek. Penyelenggara proyek tidak membiayai sendiri proyek yang akan dikembangkannya, melainkan menawarkan atau melakukan penawaran (offer) pembiayaan proyek itu kepada investor. Penawaran itu menggunakan rasio investasi, yaitu rasio yang dihitung berdasarkan perbandingan antara pendapatan untuk pengembalian investasi dengan biaya yang akan dikeluarkan. Dalam perhitungan pengembalian investasi itu, penyelenggara proyek menentukan jenis skema pengelolaan yang akan digunakan dalam pengelolaan proyek, pasca terselesaikannya proyek, sebagai media untuk menghasilkan pendapatan yang akan digunakan sebagai alat untuk mengembalikan investasi. Dalam hal rasio investasi lebih besar dari nol, apalagi jauh lebih besar dari nol, maka proyek tersebut mempunyai peluang besar untuk menarik perhatian investor untuk mendapat pembiayaan dari investor. 77 Investor umumnya melakukan investasi terhadap suatu proyek berdasarkan rasio yang bersifat positif. Dalam hal demikian, investor memberikan jawaban (penerimaan, acceptance) atas penawaran yang dilakukan oleh penyelenggara proyek, dan berdasarkan penawaran dan penerimaan itu dibentuklah kesepakatan (ROI Agreement) antara penyelenggara proyek dengan investor. Melihat pola investasi demikian ini, penyelenggara proyek bukanlah pemilik proyek, melainkan sekedar perancang atau perencana, penyelenggara proyek, dan pengelola bangunan yang dihasilkan dari proyek yang diselenggarakan. Pengelolaan bangunan yang dihasilkan dari penyelenggaraan proyek bertujuan untuk menghasilkan pendapatan, yang dimaksudkan untuk melakukan pengembalian investasi. Investor adalah pemilik proyek, namun tidak mengelola sendiri bangunan yang dihasilkan dari proyek tersebut. Investor sekedar melakukan investasi dan berdasarkan investasi itu memperoleh status sebagai pemilik bangunan yang dihasilkan dari penyelenggaraan proyek. Pengelolaan bangunan yang dihasilkan dari penyelenggaraan proyek dikelola oleh penyelenggara proyek dan hasil dari pengelolaan bangunan yang dihasilkan dari penyelenggaraan proyek itu digunakan untuk tujuan pengembalian investasi. Kedudukan dan fungsi masing-masing komponen di dalam penyelenggaraan proyek demikian itu membentuk suatu sistem investasi yang pengelolaan investasi itu tidak dilakukan oleh investor atau pemilik bangunan, melainkan dilakukan pihak penyelenggara proyek. Pengelolaan investasi yang tidak dilakukan sendiri oleh investor di dalam praktek ROI di Indonesia disebut dengan nama investasi semi kelola (ISK), misalnya penamaan perjanjian investasi dan pengelolaan yang 78 digunakan PT Cakra Buana dan PT Wahana Surya. Penggunaan istilah investasi semi kelola dalam pengembangan akomodasi wisata pada kedua PT itu berkenaan dengan sifat dasar investasi dan sifat dasar pengelolaan di dalam pengembangan akomodasi wisata dengan model ROI, yaitu bahwa kegiatan investasi di dalam model tersebut tidak sepenuh merupakan kegiatan investasi, melainkan dipercampurkan dengan kegiatan jual-beli properti. Demikian juga dengan penggunaan istilah semi kelola dalam kegiatan dengan model ROI itu, bahwa kegiatan pengelolaan di dalam pengelolaan akomodasi wisata berdasarkan model ROI tidak sepenuhnya merupakan kegiatan pengelolaan properti, melainkan dipercampurkan dengan pengelolaan akomodasi wisata. Berdasarkan karakteristik demikian itu, maka kegiatan pengembangan properti yang menggunakan model ROI disebut dengan nama investasi semi kelola, yang sesungguhnya berasal dari akar kata “semi investasi” dan kata “semi pengelolaan properti”. Perjanjian ROI (ROI Agreement) yang dibentuk oleh PT Wahana Surya dengan para investornya dalam versi Bahasa Indonesianya menggunakan nama Perjanjian Investasi Semi Kelola (ISK). Demikian juga Perjanjian penyelenggaraan investasi, pengembangan, dan pengelolaan obyek investasi oleh PT Cakra Buana dengan investornya juga menggunakan nama yang sama. Berdasarkan konsep ini maka ROI pada dasarnya merupakan suatu bentuk investasi yang didasarkan pada inisiatif pihak lain untuk membangun obyek investasi dan kemudian obyek yang dibangun itu tidak dikelola sendiri oleh investor sebagai pemilik investasi, melainkan oleh pihak yang melakukan insiatif untuk membangun obyek investasi. Pengelolaan obyek investasi itu digunakan 79 sebagai cara untuk melakukan pengembalian investasi dari investor atau pemilik obyek investasi. Penyelenggara proyek adalah pihak yang melakukan inisiatif perencanaan obyek investasi, termasuk menghitung nilai investasi dan cara pengembaliannya; menyelenggarakan pembangunan obyek investasi; dan kemudian mengelola obyek investasi untuk mengembalikan investasi investor. Investor adalah pihak yang membiaya pembangunan obyek investasi, sebagai pemilik obyek investasi, dan sebagai pihak yang berhak atas pemulihan investasi. Penyelenggara proyek menerima manfaat dari ongkos-ongkos perencanaan, penyelenggaraan pembangunan dan penyelenggaraan pengelolaan akomodasi, sedangkan investor menerima manfaat dalam bentuk kepemilikan obyek investasi dan pemulihan investasi. Penggunaan istilah Investasi Semi Kelola (ISK) sebagai padanan ROI lebih merupakan akibat dari perkembangan penerapan ROI dalam pengembangan dan pengelolaan akomodasi wisata di Indonesia. Suatu obyek investasi semula dikembangkan dengan skema pengembangan properti, kemudian setelah properti itu selesai dikembangkan, properti itu dikelola dengan konsep pengelolaan akomodasi wisata yang bertujuan untuk memperoleh pengembalian investasi. Pengelolaan tersebut bersifat tidak penuh, sebagian tertentu dari akomodasi itu, baik dalam bentuk kamar (room) atau bangunan (villa), oleh pengelola diserahkan kembali kepada pemilik atau pihak tertentu untuk digunakan oleh pihak bersangkutan sebagai akomodasi wisata. Misalnya A adalah pengelola sebuah akomodasi wisata. A kemudian menyerahkan hak penggunaan bagian tertentu 80 akomodasi itu kepada pemilik atau pihak lain (B) untuk menggunakan bagian akomodasi itu untuk jangka waktu tertentu. Penggunaan bagian akomodasi itu untuk jangka waktu tertentu oleh B disertai hak untuk mengalihkan penggunaan bagian properti itu kepada C dan seterusnya. Hak atas penggunaan bagian properti itu oleh B dan C dan seterunya dalam jangka waktu dikenal dengan nama “timesharing” atau hak penggunaan paroh waktu. Atas dasar pengelolaan yang tidak bersifat penuh itu, ROI dalam pengembangan dan pengelolaan akomodasi wisata disetarakan dengan istilah ISK, yaitu investasi yang pengelolaan oleh pengelola bersifat tidak penuh (semi). 2.4.3. Perbedaan Investasi Semi Kelola (ISK) dengan Build Operate Transfer (BOT) Investasi semi kelola (ISK) berbeda dengan BOT (build, operate and transfer). BOT merupakan salah satu bentuk konsesi (consession), yaitu pemberian hak, ijin atau tanah oleh pemerintah, perusahaan dan individu kepada penerima konsesi (investor) yang mengembangkan obyek investasi untuk memperoleh pengembalian investasi dari hasil pengelolaan obyek investasi.100 Dengan demikian sistem BOT mencakup komponen struktur sebagai berikut: (a) Pemilik proyek investasi; (b) Penawaran investasi oleh pemilik proyek kepada calon investor, penerimaan oleh calon investor terhadap penawaran pemilik proyek, dan kesepakatan pemilik dengan investor dalam bentuk BOT; 100 Wikipedia, Konsesi, 2015, (cited 2015 April 12th), available from : URL http://id.wikipedia.org/wiki/Konsesi 81 (c) Investor, pembiaya proyek yang juga berposisi sebagai penyelenggara proyek atau pengembang obyek investasi; (d) Investasi oleh investor yang juga adalah penyelenggara proyek; (e) Penyelenggaraan proyek oleh penyelenggara proyek, adalah juga investor ; (f) Properti yang dihasilkan dari penyelenggaraan proyek; (g) Pengelolaan properti oleh penyelenggara proyek; dan (h) Penyerahan kembali properti kepada pemilik proyek paska pengelolaan oleh penyelenggara proyek. Berdasarkan konsep dasar tersebut, maka struktur BOT dapat digambarkan dalam struktur dasar sebagai berikut: h a INVESTOR PEMILIK PROYEK b PENYELENGGARA PROYEK PENGELOLA PROYEK f OBYEK INVESTASI g h Skema 1 : Struktur Dasar BOT Sumber : Bahan Hukum Primer Diolah c,d,e 82 Struktur dasar BOT itu dapat diperbandingkan dengan struktur dasar ROI. Struktur dasar ROI mencakup komponen sebagai berikut: (a) Pengembang, merancang desain properti, biaya, dan model pengelolaan serta pengembalian investasi dari hasil pengelolaan itu; (b) Calon pembeli atau investor; (c) Penyelenggara proyek menawarkan pembiayaan proyek kepada calon pembeli; (d) Penerimaan penawaran oleh investor dan pembentukan ROI; (e) Pengembang menyelenggarakan pembangunan; (f) Properti, yang dihasilkan dari penyelenggaraan proyek; (g) Pengembang menyerahkan properti kepada investor (g1), investor menyerahkan kembali properti kepada pengembang untuk dikelola (g2); (h) Pengelolaan properti oleh pengembang. Pendapatan (keuntungan) dari hasil pengelolaan dikembalikan kepada pemilik properti/investor. Berdasarkan komponen tersebut, maka strukdtur dasar ROI dapat digambarkan sebagai berikut: b c INVESTOR d (1) PENGEMBANG (2) PENYELENGGARA PROYEK (3) PENGELOLA a 83 g2 e, h g1 g1 g2 OBYEK INVESTASI PROPERTI f Skema 2 : Struktur Dasar ROI Sumber : Bahan Hukum Primer Diolah Berdasarkan identifikasi terhadap karakteristik BOT, maka perbedaan BOT dengan ROI dapat dibedakan dari segi sumber investasi atau asal-usul modal, kepemilikan modal, kedudukan para pihak, sifat kerjasama, pihak dan model pengelolaannya. Sumber investasi dalam BOT adalah penyelenggara proyek, sedangkan modal dalam ROI berasal dari pemilik proyek. Modal di dalam BOT dimiliki oleh penyelenggara proyek, sedangkan modal dalam ROI dimiliki pemilik proyek. Para pihak di dalam BOT adalah pemilik proyek dan penyelenggara proyek atau pemberi konsesi dan penerima konsesi, sedangkan pihak di dalam ROI adalah pemilik proyek dan penyelenggara proyek atau pemilik modal dan penyelenggara proyek atau pembeli dan pengembang. Kerjasama dalam BOT bersifat konsesi, sedangkan kerjasama dalam ROI bersifat kerjasama pengembangan properti dalam bentuk pembiayaan oleh pembeli. Pihak pengelola di dalam BOT adalah penyelenggara proyek yang juga adalah investor, pihak pengelola di dalam ROI adalah penyelenggara proyek yang hanya menyelenggarakan proyek dan bukan 84 investor. Model pengelolaan di dalam BOT adalah konsesi, yaitu pengelolaan oleh penyelenggara proyek untuk memulihkan investasinya, sedangkan model pengelolaan di dalam ROI oleh pengembangan properti dan pengelolaan oleh pengembang untuk memulihkan investasi pemilik properti. Pengertian properti di dalam bentuk kerjasama ROI mencakup 2 (dua) varian, yaitu: (a) Lahan dan bangunan; atau (b) Bangunannya saja. Berdasarkan analisis terhadap karakter kedua jenis kerjasama investasi itu, maka perbedaan BOT dengan ROI dapat digambarkan dalam bagan berikut: NO. KOMPONEN SKEMA Build-Operate-Transfer (BOT) Return on Investment (ROI) 1. SUMBER INVESTASI Penyelenggara proyek Pemilik proyek 2. KEPEMILIKAN MODAL Penyelenggara proyek Pemilik proyek 3. PARA PIHAK Pemilik proyek dan penyelenggara proyek atau pemberi konsesi dan penerima konsesi Pembeli dan pengembang atau pemilik proyek dan penyelenggara proyek atau pemilik modal dan penyelenggara proyek 4. SIFAT KERJASAMA 5. PIHAK PENGELOLA Konsesi Pihak pengelola di dalam BOT adalah penyelenggara proyek yang juga adalah Kerjasama pengembangan dan pengelolaan properti Pihak pengelola di dalam ROI adalah penyelenggara proyek yang hanya 85 investor PENYELENGGARA PROYEK = INVESTOR 6 MODEL PENGELOLAAN KONSESI, yaitu pengelolaan obyek investasi oleh penyelenggara proyek untuk memulihkan investasi dirinya menyelenggarakan proyek dan bukan investor PENYELENGGARA PROYEK ≠ INVESTOR PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN PROPERTI, yaitu pengembangan dan pengelolaan properti oleh pengembang untuk memulihkan investasi pemilik properti Tabel 1 : Perbedaan Skema BOT dan ROI Sumber: Bahan Hukum Primer Diolah Bagan tersebut menunjukkan bahwa ISK berbeda dengan BOT dari segi: (a) sumber investasi; (b) kepemilikan modal; (c) para pihak; (d) sifat kerjasama; (e) pihak pengelola obyek investasi dan statusnya; dan (f) model pengelolaannya. Lebih dari itu, perbedaan utama ISK dengan BOT adalah perbedaan dari segi konsepnya, bahwa BOT merupakan bentuk konsesi, yaitu hak pengelolaan obyek investasi oleh pihak investor untuk mengambalikan investasinya, sedangkan ISK merupakan bentuk investasi dalam pengembangan properti dimana pengelolaan properti dilakukan oleh pengembang dan pengelolaan itu bertujuan untuk mengembalikan investasi investor yang digunakan oleh pengembang untuk mengembangkan properti yang dikembangkan untuk kepentingan investor. 86 ISK dalam pengembangan akomodasi pariwisata mencakup unsur-unsur yang sama dengan unsur-unsur ISK pada umumnya. Perbedaannya terletak pada area bisnis tempat di mana ISK itu dioperasikan dan jenis bisnis yang digerakkan di bawah model ISK itu. ISK dalam pengembangan akomodasi pariwisata adalah ISK yang dioperasikan dalam bidang perdagangan jasa pariwisata dalam jenis jasa akomodasi wisata. Dalam penerapan ISK dalam bidang akomodasi wisata itu, pengembang mengembangkan properti dan mengoperasikan properti yang dibangunnya sebagai akomodasi wisata. Tujuan pengoperasian propertinya sebagai akomodasi wisata adalah untuk memperoleh pendapatan dari hasil pengoperasian itu untuk mengembalikan investasi yang dikeluarkan oleh investor. Berdasarkan ciri khas pengoperasian properti itu, maka karakteristik komponen sistem ISK dalam pengenbangan akomodasi wisata dapat diidentifikasi sebagai berikut: (a) Pengembang; (b) Investor; (c) Properti yang dikembangkan; (d) Perjanian pengembangan dan pengelolaan properti (ROI agreement); (e) Pengembangan properti oleh pengembang; (f) Pengelolaan properti yang dikembangkan sebagai akomodasi wisata oleh pengembang; dan (g) Pemulihan investasi oleh pengembang kepada investor dari hasil pengelolaan obyek investasi. Komponen tersebut memiliki kedudukan dan fungsi sebagai berikut: 87 (a) Pengembang pengembangan, merancang desain merencanakan properti, pengelolaan, merencanakan penghasilan dari pengelolaan, dan rencana pengembalian investasi. Rancangan desain properti yang dirandang adalah properti yang akan dioperasikan sebagai akomodasi wisata, sehingga rancangan desain properti tersebut adalah rancangan desain akomodasi wisata; (b) Investor berkedudukan sebagai pemilik modal dan pihak yang akan membiayai pengembangan, serta pihak yang berhak atas pemulihan investasi; (c) Pengembang dan investor membentuk ROI agreement; (d) Pengembangan berdasarkan ROI Agreement menyelenggarakan pengembangan; (e) Pengembang menyerahkan properti yang telah dibangun kepada investor segera setelah pembangunan selesai; (f) Investor menyerahkan kembali properti yang diserahkan investor kepada pengembang untuk dikelola, segera setelah inspeksi properti yang dibangun; (g) Pengembang berubah status dari pengembang menjadi pengelola dan mengelola properti, mengoperasikan properti sebagai akomodasi wisata; (h) Pengembang menyerahkan hasil pengelolaan kepada investor sebagai bentuk pengembalian investasi. 88 Komponen sistem dan fungsi setiap komponen di dalam sistem ROI dalam pengembangan akomodasi wisata itu menunjukkan ketercampuran antara kegiatan pengembangan properti dan pengelolaan properti yang dikembangkan itu sebagai akomodasi wisata. Ketercampuran antara kedua jenis kegiatan usaha itu mengakibat kegiatan pengembangan akomodasi wisata di bawah skema ISK ini tidak terjangkau oleh UU PM dan UU Kepariwisataan. Ketercampuran antara kedua jenis kegiatan usaha itu melahirkan karakter khusus kegiatan pengembangan akomodasi wisata yang mengakibatkan UU PM dan UU Kepariwisataan tidak dapat menjangkau kegiatan pengembangan ini. UU PM yang mengatur perijinan investasi tidak mengatur tentang wajib perijinan investasi bagi pengembangan akomodasi wisata di bawah ISK ini. Ketiadaan kewajiban ini merupakan akibat dari bentuk awal dari pengembangan akomodasi wisata ini yang tidak secara tegas menyebutkan bahwa kegiatannya merupakan kegiatan pengembangan akomodasi wisata, melainkan murni kegiatan pengembangan properti. Bentuk awal skema pengembangan dalam pengembangan akomodasi wisata di bawah skema ISK ini adalah skema murni pengembangan properti layaknya pengembangan properti pada umumnya, sehingga tidak termasuk kedalam kategori kegiatan wajib ijin kegiatan investasi pengembangan akomodasi wisata. Karakter jasa akomodasi wisata baru muncul dalam skema pengelolaan propertinya dan skema pemulihan investasinya, yaitu bahwa pemulihan investasi dari investor akan dilakukan dengan cara mengoperasikan dan mengelola properti itu sebagai penginapan bagi wisatawan. Skema demikian itu mengakibatkan 89 kegiatan pengembangan akomodasi wisata ini tidak masuk kedalam kategori wajib ijin investasi pengembangan akomodasi wisata. Kewajiban untuk mengurus ijin investasi dalam pengembangan akomodasi wisata hanya diwajibkan bagi investor yang akan membangun akomodasi wisata. Sedangkan UU Kepariwisataan yang mengatur tentang akomodasi wisata, tidak mengatur perijinan investasi dan ijin kegiatan usaha akomodasi wisata. Hal perijinan kegiatan investasi dalam pembangunan hotel, demikian juga pengoperasiannya masuk kedalam kategori ijin investasi akomodasi wisata sebagaimana diatur di dalam Perka BKPM Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. Demikianlah karakteristik ISK dalam pengembangan akomodasi wisata yang menimbulkan kebutuhan pengaturan sebagai akibat kegiatan ini belum tercakup kedalam kategori kegiatan investasi sebagaimana diatur di dalam UU PM, UU Kepariwisataan dan aturan pelaksanaan dari kedua undang-undang tersebut.