Ria | Servisitis Kronis yang Diduga sebagai Kanker Serviks Servisitis Kronis yang Diduga sebagai Kanker Serviks Ria Renta Uli Sirait, Muhartono Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Servisitis kronik adalah penyakit ginekologi yang terjadi selama periode reproduksi dan mengenai 50% wanita. Kanker serviks adalah kasus keganasan nomor dua yang menyerang wanita dan disebabkan oleh infeksi virus Human Papilloma Virus tipe 16 dan 18. Studi ini merupakan laporan kasus. Didapatkan data wanita, 44 tahun, mengeluh sering keluar darah sejak 1 tahun, terjadi terutama setelah berhubungan suami istri. Pasien juga mengeluh sering keluar cairan putih yang tidak berbau dari kemaluan, menstruasi yang berkepanjangan, terasa sakit saat setelah berkemih. Lalu pasien berobat ke dokter dan dianjurkan untuk dilakukan PAP Smear dan hasilnya tumor jinak. Enam bulan yang lalu pasien mengeluhkan hal yang sama dengan intensitas yang lebih sering. Satu bulan yang lalu, pasien juga mengaku menstruasi yang lama. Lalu, pasien berobat ke dokter kembali dan dilakukan PAP Smearyang hasilnya curiga suatu keganasan. Dari pemeriksaan fisik TD 120/80 0 mmHg, N 80 x/menit reguler, RR 16 kali per menit, T 36,5 C. Pada status ginekologis didapatkan abdomen: datar, lemas, simetris, fundus uteri tidak teraba, massa (-), nyeri tekan pada simpisis pubis (+), tanda cairan bebas (-). Inspekulo: Portio tampak massa berdungkul-dungkul eksofilik, rapuh, mudah berdarah, ukuran 1x0,5 cm, flour (-), fluksus (+) darah tak aktif. VT: portio teraba massa berdungkul-dungkul, mukosa licin, ukuran 1x0,5 cm. RT: tonus sphingter ani baik, mukosa licin, massa intra lumen (-), CUT normal, CFS kanan 100%, dan CFS kiri 100%. Penegakkan diagnosis yang tepat akan berhubungan dengan penatalaksanaan yang diberi serta prognosis dari penyakit tersebut. Kata kunci: kanker serviks, servisitis kronik, virus human papilloma Chronic Cervicitis that Suspected as Cervical Cancer Abstract Chronic cervicitis is the most common gynecological disease and occursduring the reproductive period of life in 50% of women. Cervical cancer is the number two cases of malignancy that affects women and is caused by a viral infection Human Papilloma Virus (HPV) types 16 and 18. This study is a case report. Data obtained woman, 44 years old, complained of frequent blood out since 1 year, occurred mainly after having a husband and wife. Patients also complained of frequent white discharge that does not smell of genitals, prolonged menstruation, hurt when after urinating. Then the patient went to the doctor and PAP smear is recommended to be done and the results are benign tumors. Six months ago the patient complained of the same thing with intensity more often. One month ago, the patient also admitted periods of time. Then, the patient went to the doctor back and done PAP Smear the result suspicious of a malignancy. From a physical o examination BP 120/80 mmHg, N 80 x/min regular, RR 16 times per minute, T 36,5 C. At gynecological status obtained abdomen: flat, limp, symmetrical, fundus not palpable, mass (-), tenderness at the pubic simpisis (+), mark-free fluid(-). Inspekulo: Portio looked mass abnormal exofilic, fragile, easily bleeding, size 1x0,5 cm, flour(-), fluxus(+, blood inactive. Vaginal Toucher: portio abnormal palpable mass, slippery mucous, size 1x0,5 cm. Rectal Toucher: ani sphingter good tone, mucosal slick, mass intra lumen (-), CUT normal, right CFS 100% and 100% CFS left. Proper diagnosis related to management and prognosis given of the disease. Keywords: cervix cancer, chronic cervicitis, human papilloma virus Korespondensi: Ria Renta Uli Siraitria, S. Ked, e-mail [email protected] Pendahuluan Servisitis kronik merupakan penyakit ginekologi yang paling umum dan terjadi selama periode reproduksi pada 50% wanita. Meskipun kasus penyakit ini sering terjadi namun terdapat masalah penting dalam hal mendiagnosis, mendeteksi etiologi dan pengobatan.1,2 Bila servisitis terlambat diobati, dapat menyebabkan penyakit radang panggul, infertilitas, kehamilan ektopik, nyeri panggul kronis, aborsi spontan, dan kanker serviks. Kanker serviks adalah kanker yang berasal dan tumbuh pada serviks, khususnya epitel atau lapisan luar permukaan serviks dan disebabkan oleh infeksi virus Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16 dan 18.3 Kanker serviks merupakan kasus keganasan yang ada di seluruh dunia dan menduduki urutan ketiga dunia dalam hal malignansi yang menyerang wanita.4 Pada negara yang berkembang, GLOBOCAN (2002) menyebutkan bahwa 80% dari kanker serviks menyebabkan kematian sedangkan pada GLOBOCAN (2008) menyebutkan sekitar 88% dan kemungkinan pada 2030 akan meningkat menjadi 98% (ACCP, 2011).5 Tahun 2008, diperkirakan terdapat 529.000 kasus baru yang teridentifikasi secara global dan tercatat ada J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 161 Ria | Servisitis Kronis yang Diduga sebagai Kanker Serviks 275.000 kematian dari kasus tersebut.6 Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit diketahui bahwa kanker serviks menempati urutan kedua pada pasien rawat inap 11,78% dan pasien rawat jalan 17% setelah kanker payudara.7,8 Sedangkan menurut laporan tahunan Kementrian Kesehatan RI tahun 2011, kanker serviks menduduki peringkat kedua setelah kanker payudara dari tahun 2004-2007.8 Pada tahun 2011, American Cancer Society melaporkan bahwa ada sekitar 12.710 kasus baru dan 4.290 meninggal akibat keganasan ini.9 Laporan The International Federation of Ginecology and Obstetrics (FIGO) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69 tahun, terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun; sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun.3,10 Faktor risiko terjadinya kanker serviks yang telah dibuktikan antara lain: Hubungan seks dengan umur, karateristik pasangan, riwayat ginekologi, agen infeksius, merokok, dan tingkat pendidikan rendah.11 Penegakan diagnosis pada karsinoma serviks sangat penting karena menentukan terapi yang akan diberi dan prognosisnya. Diagnosis karsinoma serviks meliputi tanda dan gejala, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (sitologi, IVA, kolposkopi, dan biopsi).6 Sedangkan, penatalaksanaan karsinoma serviks sendiri dibagi berdasarkan stadium yang meliputi kemoterapi, radioterapi, dan tindakan operatif yaitu histerektomi radikal. Semakin dini diketahui stadiumnya maka angka 7 kesembuhannya tinggi. Kasus Wanita, 44 tahun, bekerja sebagai ibu rumah tangga datang dengan keluhan sejak ±1 tahun yang lalu sering keluar darah dari kemaluan, tidak terus menerus, terjadi terutama setelah berhubungan suami istri. Pasien juga mengeluh sering keluar cairan putih yang tidak berbau dari kemaluan, menstruasi yang berkepanjangan. Nafsu makan biasa, buang air besarnormal, dan terasa sakit saat setelah berkemih. Pasien berobat ke dokter SpOG di Rumah Sakit J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 162 Kalianda dan dianjurkan untuk dilakukan PAP Smear dan hasilnya negative intraepitelial lesion or malingancy dan dianjurkan untuk kontrol 6 bulan kemudian. Pasien mengeluh perdarahan semakin sering dari kemaluan setelah berhubungan suami istri sejak 6 bulan yang lalu. Pasien juga merasakan sakit setelah berkemih dan terasa nyeri diatas simpisis pubis. 1 bulan yang lalu, pasien juga mengaku menstruasi yang lama. Lalu, pasien berobat ke SpOG di Rumah Sakit Kalianda dan dilakukan PAP Smear yang kedua dan hasilnya curiga suatu keganasan. Lalu, dokter SpOG merujuk ke Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSAM) untuk diperiksa lebih lanjut dan setelah di periksa poli RSAM, pasien disarankan dirawat di bangsal untuk dilakukan biopsi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit reguler, isi dan tegangan cukup, RR 16 kali per menit, T 36,5 0C. Pada status ginekologis didapatkan pemeriksaan luar yaitu abdomen: datar, lemas, simetris, fundus uteri tidak teraba, massa (-), nyeri tekan pada simpisis pubis (+), tanda cairan bebas (-). Inspekulo: Portio tampak massa berdungkul-dungkul eksofilik, rapuh, mudah berdarah, ukuran 1x0,5 cm, flour (-), fluksus (+) darah tak aktif.Vaginal Toucher: portio teraba massa berdungkul-dungkul, mukosa licin, ukuran 1x0,5 cm. Rectal Toucher: tonus sphingter ani baik, mukosa licin, massa intra lumen (-), Corpus Uteri Tinggi (CUT) normal, Cancer Free Space (CFS) kanan 100%, dan CFS kiri 100%. Hasil pemeriksaan PAP Smear pada tanggal 6 November 2014 didapatkan kesan sel endoservik atipik dengan displasia keras curiga adenokarsinoma. Lalu, dilakukan biopsi dan pada tanggal 10 Desember 2014 didapatkan kesan tidak tampak sel tumor ganas dan kesimpulan servisitis kronik. Dari hasil pemeriksaan tersebut diagnosa suspek karsinoma serviks stadium IA. Penatalaksanaan sementara yang dilakukan Perbaikan keadaan umum Cefadroxil 500 mg tab 2x1, Asam Traneksamat 500mg tab 2x1, B complex tab 2x1 sambil terus memantau keadaan umum dan tanda vital pasien. Pembahasan Ria | Servisitis Kronis yang Diduga sebagai Kanker Serviks Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapat,diagnosis sementara pada pasien ini mengarah pada curiga kanker serviks. Hal ini didasari bahwa menurut Setiati (2009) gejala stadium awal sulit terdeteksi pada tahap prakanker sampai stadium 1 tidak ada keluhan yang di rasakan klien. Tanda gejala umum dari kanker serviks adalah keputihan yang sulit sembuh dan berbau busuk, sering terjadi perdarahan dan nyeri saat bersenggama dan pada stadium dini, keadaan penderita masih baik tetapi pada stadium lanjut keadaan umum penderita dapat mengalami kemerosotan kesehatan.12,13 Sedangkan, untuk menegakan diagnosa pasti dari kanker serviks adalah melalui pemeriksaan histopatologi. Pada pasien ini telah dilakukan sebelumnya pemerikasaan PAP Smear sebanyak 2 kali dan didapatkan kesan curiga suatu keganasan serta saat di RSAM pasien dianjurkan untuk pemeriksaan biopsi dan hasilnya servisitis. Hasil kedua pemeriksaan penunjang menunjukkan perbedaan yang mungkin dapat disebabkan karena: 1. Tampilan klinis yang hampir sama antara servitis kronis dengan kanker serviks stadium awal. Berdasarkan Sarwono (2009) dijelaskan bahwa gambaran servisitis kronik sering kali pada pemeriksaan biasa sukar dibedakan dari karsinoma serviks uteri dalam tingkat permulaan.Oleh sebab itu sebelum dilakukan pengobatan, perlu dilakukan pemeriksaan apusan menurut Papanicolaou yang jika perlu diikuti oleh biopsi untuk kepastian bahwa tidak ada karsinoma.14-16 2. Ketidaktepatan dalam pengambilan spesimen jaringan pada saat biopsi.Berdasarkan Sarwono (2009) dijelaskan bahwa untuk pemeriksaan biopsi sebaiknya dibantu dengan kolposkopi.14,21 3. Pada tingkat klinik 0, 1a, 1b-occ, penentuan tingkat keganasan secara klinis didasarkan atas hasil pemeriksaan histologik. Oleh karena itu, untuk konfirmasi diagnosis yang tepat sering diperlukan tindak lanjut seperti kuretase endoserviks (endocervical curretage/ECC) atau konisasi serviks.14,18 Dijelaskan bahwa berdasarkan literatur yang ada terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis kanker serviks yaitu Pap Smear, biopsi, Kolposkopi, dan tes HPV.17 Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan Pap Smear yaitu pemeriksaan sitologi epitel porsio dan leher rahim untuk menentukan tingkat praganas dan ganas pada portio dan leher rahim serta diagnosa dini karsinoma leher rahim. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 51% dan spesifisitas 66,6% dimana bila ditemukan adanya abnormalitas pada hasilnya maka pemeriksaan seperti biopsi, kolposkopi, endoservikal kuretase dapat dilakukan.19-22 Biopsi adalah gold standard dalam mendeteksi lesi servikal dimana pemeriksaan ini dikerjakan dengan mata telanjang pada beberapa tempat di leher rahim yaitu dengan cara mengambil sebagian/seluruh tumor dengan menggunakan tang oligator, sampai jaringan lepas dari tempatnya.20,21 Kolposkopi adalah alat yang disamakan dengan mikroskop bertenaga rendah pembesaran antara 6-40 x dan terdapat sumber cahaya didalamnya.20 Pemeriksaan dilakukan dengan caramemulas porsio dengan larutan Lugol dan jaringan yang akan diambil hendaknya pada batas antara jaringan normal (berwarna coklat tua karena menyerap Iodium) dengan bagian porsio yang pucat (jaringan abnormal yang tidak menyerap Iodium). Kemudian jaringan direndam dalam larutan Formalin 10% untuk dikirim ke Laboratorium PA. Perlu disadari mengerjakan biopis yang benar dan tidak mengambil bagian yang nekrotik.14,20 Pada penelitian Zarchi dkk (2013) yang membandingkan tingkat sentivitas antara kolposkopi, Pap Smear, dan Liquid Based Citology (LBC) didapatkan bahwa tingkat sensitivitas paling baik adalah kolposkopi 70,9% sedangkan Pap Smear 51% dan LBC 55,3%.21 Berdasarkan literatur tersebut, dapat dijelaskan bahwa terjadinya perbedaan hasil pada pemeriksaan penunjang antara Pap Smear dan biopsi dikarenakan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kolposkopi, ketepatan pengambil spesimen, dan adanya kemiripan tampilan klinis antara servisitis kronik dengan J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 163 Ria | Servisitis Kronis yang Diduga sebagai Kanker Serviks kanker serviks stadium dini. Sehingga pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu kolposkopi untuk lebih menegakkan diagnosa pastinya.22 Selain itu terdapat pemeriksaan tes HPV yang dapat juga dilakukan pada pasien ini namun memerlukan biaya yang mahal dan ketersediaan alat. Tes HPV merupakan tes yang lebih baik tingkat sensitivitasnya dibandingkan pemeriksaan sitologi untuk mengidentifikasi high-grade cervical lesions namun biayanya mahal.Menurut Agorastos dkk (2015) dijelaskan bahwa tes HPV dengan individual genotipe HPV-16/HPV-18 dapat merepresentasikan keakuratan yang lebih baik pada metodelogi skrining awal lesi servikal dibandingkan LBC, terutama pada wanita usia lanjut.23-25 Terapi yang diberikan pada pasien ini hanya berupa simptomatik saja dan belum sesuai dengan etiologinya. Berdasarkan literatur dijelaskan pengobatan servisitis kronis terdiri dari dua tahap. Tahap pertama terdiri dari pengobatan medis sesuai etiologinya, yang bertujuan untuk membasmi infeksi. Langkah selanjutnya adalah menggunakan prosedur pembedahan, diantaranya electrocauterization, cryotherapy, terapi laser, loop eksisi (electrorezection), conization, dan amputasi serviks.26 Sedangkan, penatalaksaan pada pasien dengan kanker serviks didasari atas stadiumnya.6 4 Gambar 1. Tatalaksana kanker serviks berdasarkan stadium. Simpulan Servisitis kronik adalah penyakit ginekologi yang paling umum dan terjadi selama periode reproduksi pada 50% wanita. Sedangkan, kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV). Untuk menegakan J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 164 diagnosa dari kedua penyakit tersebut perlu dilakukan pemeriksaan Pap Smear, biopsi, kolposkopi, dan tes HPV. Daftar Pustaka 1. Lusk MJ, Konecny P. Cervicitis: a review. Curr Opin Infect Dis. 2008; 21(1):49-55. 2. Kara M, Tatar A, Borekci B, Dagli F, Oztas S. Mitochondrial DNA 4977 bp Ria | Servisitis Kronis yang Diduga sebagai Kanker Serviks 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Deletion in Chronic Cervicitis and Cervix Cancers. BJMG. 2012; 15(1):25-9. Lusiana A. Faktor risiko kanker serviks di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tahun 2013. Banda Aceh: STIKes Ubudiyah; 2013. Ferlay J, Shin HR, Bray F, et al. Estimates of worldwide burden of cancer in 2008: GLOBOCAN 2008. Int J Cancer. 2010; 127(12):2893-917. ACCP. Recent evidence on cervical cancer screening in Low-Resource setting. 2013 [Diakses 5 Desember 2014]. Tersedia darihttp://www.alliance.cxca.org/files/ ACCP_cxca_screening_2011.pdf. Cunningham FG, et al. William Gynecology second edition: Cervical Cancer. USA: The McGraw-Hill; 2012. Dumesti R. Komparasi implementasi kebijakan pengendalian kanker serviks pada program skrining rutin dan pilot project bulan cegah Kanker serviks di suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan 2011-2012. Jakarta: FKM UI; 2012. Kemenkes. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 796/Menkes/SK/VI/2010 tentang pedoman teknik pengendalian kanker payudaran dan kanker leher rahim. Jakarta: Kemenkes; 2010. Siegel R, Ward E, Brawley O, Jemal A. Cancer statistics, 2011: the impact of eliminating socioeconomic and racial disparities on premature cancer deaths. CA Cancer J Clin. 2011; 61(4):212-36 Yatim F. Penyakit Kandungan, miom, kista, indung telur, kanker rahim/leher rahim, serta gangguan lainnya, Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2005. Rasjidi I. Manual Prakanker Serviks. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2008. Tilong AD. Bebas dari ancaman kanker serviks, mengatasi dan mencegah penyakit ganas dan mematikan bagi kaum wanita. Jakarta: FlashBook; 2012. Setiati E. Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita; Kanker Rahim, Kanker Indung Telur, Kanker Leher Rahim, Kanker Payudara. Edisi 1. Jakarta: Penerbit Andi; 2009. Wiknjosastro H. Karsinoma Serviks Uterus. Dalam: Wiknjosastro H. Ilmu 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. Royal College of Pathologists. Minimum dataset for the histopathological reporting of cervical neoplasia. Edisi ke3. London: The College; 2011. (Standards and minimum datasets for reporting cancers). [disertasi 14 Mei 2015]. Available from url: http://www.rcpath.org/resources/RCpa th/Migrated%20Resources/Documents/ G/G071CervicalDatasetApril11.pdf. Scorttish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN): Management of cervical cancer. 2008 [disitasi 5 Desember 2014]. Tersedia dari: http://www.sign.ac.uk/pdf/sign99.pdf. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Pencegahan Kanker leher Rahim dan Kanker Payudara. Jakarta; Depkes RI; 2009. Cervix uteri. Dalam: Edge SB, Byrd DR, Compton CC, et al. AJCC Cancer Staging Manual. Edisi ke-7. New York: Springer; 2010. hlm. 395-402. Aziz MF, Andrijono, Saifuddin AB. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: Yayasan Bina PustakaSarwono Prawirohardjo; 2006. Winarni, Kustiyati S. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Dengan metode IVA di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan Surakarta. Surakarta: Gaster. 2011; 8(1):681-94. Zarchi MK, Peighmbari F, Karimi N, Rohi M, Chiti Z. A Comparison of 3 Ways of Conventional Pap Smear, Liquid-Based Cytology and Colposcopy vs Cervical Biopsy for EarlyDiagnosis of Premalignant Lesions or Cervical Cancer inWomen with Abnormal Conventional Pap Test. International Journal of Biomedical science. 2013; 9(4):205-10. Asotic A, Taric S, Asotic J. Correlation of Cervical Smear and Pathohistological Findings. Med Arh. 2014; 68(2):106-9. Agorastos T, Chatzistamatiou K, Katsamagkas T, Koliopoulos G, Daponte A, Constantinidis T, Constantinidis TC. Primary Screening for Cervical Cancer Based on High-Risk Human Papillomavirus (HPV) Detection and HPV 16 and HPV 18 Genotyping, in J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 165 Ria | Servisitis Kronis yang Diduga sebagai Kanker Serviks 24. 25. 26. Comparison to Cytology. Journal PLoS ONE. 2015; 10(3):1-23. Warner KH, Kevin AA, David C, Diane DD, Robert AG, Francisco AR, et al. Use of primary hifh-risk human papillomavirus testing for cervical cancer screening: Interim clinical guidance. Gynecologic Oncology. 2015; 136:S178-82. Saslow D, Solomon D, Lawson HW, Killackey M, Kulasingam SL, Cain J, et al. American Cancer Society, American Society for Colposcopy and Cervical Pathology, and American Society for Clinical Pathology screening guidelines for the prevention and early detection of cervical cancer. CA Cancer J Clin. 2012; 62(3):147–72. Diseases characterized by urethritis and cervicitis. Sexually transmitted diseases treatment guidelines 2006. Update to CDC's sexually transmitted diseases treatment guidelines. 2006: fluoroquinolones no longer recommended for treatment of gonococcal infections. [Diakses 29 Juli 2015]. Tersedia dari: www.guidelines.gov. J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 166