Mengapa atom-atom saling berinteraksi satu sama lain? Atom membentuk ikatan karena senyawa yang dihasilkan lebih stabil dibandingkan atom tunggal. Saat berikatan, orbital masing-masing atom bergabung membentuk orbital baru, yaitu orbital molekul. Saat atom-atom berinteraksi, hanya elektron valensi yang terlibat dalam proses pembentukan ikatan kimia Pada umumnya unsur-unsur dijumpai tidak dalam keadaan bebas (kecuali pada suhu tinggi), melainkan sebagai suatu kelompok-kelompok atom yang disebut sebagai molekul. Gaya yang mengikat atom-atom dalam molekul atau gabungan ion dalam setiap senyawa disebut ikatan kimia. Konsep Ikatan Kimia pertama kali dikemukakan pada tahun 1916 oleh Gilbert Newton Lewis (1875-1946) dari Amerika dan Albrecht Kossel (1853-1927) dari Jerman (Martin S. Silberberg, 2000). Konsep tersebut adalah: 1. Kenyataan bahwa gas-gas mulia (He, Ne, Ar, Kr, Xe, dan Rn) sukar membentuk senyawa merupakan bukti bahwa gas-gas mulia memiliki susunan elektron yang stabil. 2. Setiap atom mempunyai kecenderungan untuk memiliki susunan elektron yang stabil seperti gas mulia. Caranya dengan melepaskan elektron atau menangkap elektron. 3. Untuk memperoleh susunan elektron yang stabil hanya dapat dicapai dengan cara berikatan dengan atom lain, yaitu dengan cara melepaskan elektron, menangkap elektron, maupun pemakaian elektron secara bersama-sama. Sebagian besar unsur di alam ingin mencapai suatu kestabilan. Kestabilan diperoleh dengan cara bergabung dengan unsur lain, lalu membentuk suatu molekul atau senyawa yang stabil. Kemampuan bergabung tersebut terjadi karena gaya tarik-menarik antar unsur (atom). Dengan demikian, setiap atom atau unsur dapat membentuk senyawa yang khas dan berbeda, karena kekuatan daya tarikmenarik antar atom mempengaruhi sifat senyawa yang terbentuk. Daya tarik-menarik antar atom yang menyebabkan suatu senyawa kimia dapat bersatu disebut ikatan kimia. Ikatan kimia ditemukan pertama kali oleh ilmuwan asal Amerika Serikat bernama Gilbert Newton Lewis pada tahun 1916. Konsep ikatan kimia yang dikemukakan sebagai berikut. 1. Gas mulia (He, Ne, Ar, Xe, dan Rn) sukar membentuk senyawa karena gas mulia memiliki susunan elektron yang stabil (tidak melepas dan menerima elektron di kulit terluarnya), sehingga disebut inert. 2. Setiap atom ingin memiliki susunan elektron yang stabil dengan cara melepaskan atau menangkap elektron. 3. Susunan elektron yang stabil dicapai dengan cara berikatan antar atom lain. Antara dua atom atau lebih dapat saling berinteraksi dan membentuk molekul. Interaksi ini selalu disertai dengan pelepasan energi, sedangkan gaya gaya yang menahan atom-atom dalam molekul merupakan suatu ikatan yang dinamakan ikatan kimia. Ikatan kimia terbentuk karena unsur-unsur ingin memiliki struktur elektron stabil. Struktur elektron stabil yang dimaksud yaitu struktur elektron gas mulia (Golongan VIII A). Dibandingkan dengan unsur-unsur lain, unsur gas mulia merupakan unsur yang paling stabil. Kestabilan ini disebabkan karena susunan elektronnya berjumlah 8 elektron di kulit terluar, kecuali helium (mempunyai konfigurasi elektron penuh). Hal ini dikenal dengan konfigurasi oktet, kecuali helium dengan konfigurasi duplet. Unsur-unsur lain dapat mencapai konfigurasi oktet dengan membentuk ikatan agar dapat menyamakan konfigurasi elektronnya dengan konfigurasi elektron gas mulia terdekat. Kecenderungan ini disebut aturan oktet. Konfigurasi oktet (konfigurasi stabil gas mulia) dapat dicapai dengan melepas, menangkap, atau memasangkan elektron. Jika masing-masing atom sukar untuk melepaskan elektron (memiliki keelektronegatifan tinggi), maka atom-atom tersebut cenderung menggunakan elektron secara bersama dalam membentuk suatu senyawa. Cara Ini merupakan peristiwa yang terjadi pada pembentukan ikatan kovalen. Misalnya atom fluorin dan fluorin, keduanya sama-sama kekurangan elektron, sehingga lebih cenderung memakai bersama elektron terluarnya. Jika suatu atom melepaskan elektron, berarti atom tersebut memberikan elektron kepada atom lain. Sebaliknya, jika suatu atom menangkap elektron, berarti atom itu menerima elektron dari atom lain. Jadi, susunan elektron yang stabil dapat dicapai dengan berikatan dengan atom lain. Ada tiga jenis ikatan kimia yang nantinya kita bahas secara mendetail di artikel terpisah. Ke tiga jenis ikatan kimia yang akan kita pelajari adalah: 1. Ikatan Ion 2. Ikatan Kovalen 3. Ikatan Logam Konfigurasi elektron memperlihatkan bagaimana pengisian elektron dalam orbital. Elektron yang tersedia diisikan ke dalam orbital dengan mengikuti tiga aturan: 1. Orbital dengan energi paling rendah diisi pertama kali (prinsip Aufbau) 2. Hanya ada dua elektron yang dapat mengisi orbital yang sama, dan keduanya harus memiliki spin yang berlawanan (larangan Pauli) 3. Jika ada dua atau lebih orbital pada tingkat energi yang sama, satu elektron mengisi masing-masing orbital secara paralel hingga semua orbital setengah penuh (aturan Hund) Perkembangan Teori Ikatan Kimia Pada pertengahan abad 18, ilmu kimia berkembang dengan pesat. Para ahli kimia mulai menyelidiki tentang kekuatan dalam molekul. Pada tahun 1858, August Kekule dan Archibald Couper secara terpisah mengusulkan bahwa di dalam senyawa organik, atom karbon selalu memiliki empat unit afinitas. Dengan demikian, atom karbon adalah tetravalen, selalu membentuk empat ikatan ketika berinteraksi dengan unsur lain membentuk senyawa. Lebih dari itu, Kekule menyatakan bahwa atom karbon dapat berikatan satu dengan lainnya membentuk rantai panjang. Teori Kekule-Couper kemudian diperluas karena adamya kemungkinan suatu atom membentuk ikatan rangkap. Emil Erlenmeyer mengusulkan ikatan rangkap tiga pada ikatan karbon-karbon pada senyawa asetilen, dan Alexander Crum Brown mengusulkan ikatan karbon-karbon rangkap dua pada senyawa etilen. Pada tahun 1865, Kekule menjelaskan bahwa rantai karbon dapat membentuk double back membentuk cincin. Interaksi non-kovalen adalah prinsip dasar pada partikel nano (Mansoori, 2005, Ratner dan Ratner, 2003, Kelsall, dkk., 2005). Untuk mempelajari interaksi non-kovalen dapat dilakukan dengan eksperimen pada fasa gas, mekanika kuantum hingga dinamika molekul dengan ukuran kluster yang makin besar (Dethlefs dan Hobza, 2000, Apra, dkk., 2003, Hobza, dkk., 2006). Kerapatan elektron, konformasi molekul hingga folding protein adalah kajian sangat penting struktur dan dinamika makromolekul biologi dan partikel nano karena dapat mempengaruhi sifat-sifat fisikokimianya. Oleh karena itu, memahami molekul kompleks seperti protein perlu diawali dengan memahami sistem sederhana. Pemahaman interaksi non-kovalen diawali dengan pemahaman tentang atom tetapi bukan lagi teori atom Dalton, Joule Thomson, Rutherford, dan bahkan teori atom Bohr. Teori Bohr diperoleh berdasarkan penemuan spektrum atom hidrogen dan teori kuantum Planck, dan berhasil merumuskan persamaan (1) bahwa elektron pada atom adalah terkuantisasi dan mempunyai energi tertentu (Atkins dan Paula, 2006), Ikatan Kimia, Interaksi Antarmolekul, Bentuk Molekul, Orbital Atom dan Hibridisasi 20 Agustus 2009Materi Pembelajaran Kimia SMUAturan Oktet, Bentuk Molekul, Chemistry for Grade XI Students, Gaya London, Hibridisasi, Ikatan Hidrogen, Ikatan Ionik, Ikatan Kovalen, Keelektronegatifan, Simbol Lewis Dot, Van Der Waals, VSEPR Dalam tulisan ini, kita akan mempelajari dua jenis utama ikatan kimia, interaksi yang terjadi sesama molekul, proses pembentukan ikatan kimia melalui penggabungan orbital-orbitan atom pusat (hibridisasi), serta meramalkan bentuk suatu molekul berdasarkan jumlah pasangan elektron yang mengelilingi atom pusat molekul tersebut. Penyusunan tabel periodik dan konsep konfigurasi elektron telah membantu para ahli kimia menjelaskan proses pembentukan molekul dan ikatan yang terdapat dalam suatu molekul. Gilbert Lewis, seorang kimiawan berkebangsaan Amerika, mengajukan teori bahwa atom akan bergabung dengan sesama atom lainnya membentuk molekul dengan tujuan untuk mencapai konfigurasi elektron yang lebih stabil. Kestabilan dicapai saat atom-atom memiliki konfigurasi elektron seperti gas mulia (semua kulit dan subkulit terisi penuh oleh elektron serta memiliki 8 elektron valensi). Saat atom-atom berinteraksi, hanya elektron valensi yang terlibat dalam proses pembentukan ikatan kimia. Untuk menunjukkan elektron valensi yang terlibat dalam pembentukan ikatan, para ahli kimia menggunakan simbol Lewis dot, yaitu simbol suatu unsur dan satu dot untuk mewakili tiap elektron valensi unsur bersangkutan. Jumlah elektron valensi suatu unsur sama dengan golongan unsur bersangkutan. Sebagai contoh, unsur Mg terletak pada golongan IIA, sehingga memiliki 2 elektron valensi (2 dot). Sementara, unsur S yang terletak pada golongan VIA, akan memiliki 6 elektron valensi (6 dot). Unsur yang terletak pada golongan yang sama akan memiliki struktur Lewis dot yang serupa. Natrium termasuk unsur logam yang cukup umum. Unsur ini berkilau, lunak, dan merupakan konduktor yang baik, selain itu juga sangat reaktif. Umumnya, natrium disimpan di dalam minyak untuk mencegahnya bereaksi dengan air yang berasal dari udara. Jika kita melelehkan sepotong logam natrium dan meletakannya ke dalam beaker glass yang terisi penuh oleh gas klorin yang berwarna kuning kehijauan, sesuatu yang sangat menakjubkan akan terjadi. Natrium mulai memancarkan cahaya putih yang semakin terang dan gas klorin mulai bercampur, yang disertai dengan hilangnya warna. Beberapa saat kemudian, reaksi selesai, dan kita akan mendapatkan garam meja atau NaCl yang terendapkan di dasar beaker glass. Natrium adalah logam alkali, golongan IA pada tabel periodik. Natrium memiliki 1 elektron valensi. Sebaliknya, klorin adalah unsur nonlogam, unsur golongan halogen (VIIA) pada tabel periodik. Unsur ini memiliki 7 elektron valensi. Unsur-unsur di golongan A pada tabel periodik akan mendapatkan, kehilangan, atau berbagi elektron valensi untuk mengisi tingkat energi valensinya dan menjadi sempurna (meniru konfigurasi gas mulia). Pada umumnya, proses ini melibatkan pengisian orbital s dan p terluar yang disebut sebagai aturan oktet, yaitu unsur akan mendapatkan atau kehilangan elektron untuk mencapai keadaan penuh delapan elektron valensi (oktet). Natrium memiliki satu elektron valensi. Menurut hukum oktet, unsur ini akan bersifat stabil ketika memiliki 8 elektron valensi. Dengan demikian, natrium akan kehilangan elektron 3snya. Dengan demikian, atom natrium akan berubah menjadi ion natrium dengan muatan positif satu (Na+). Ion tersebut isoelektronik dengan neon (gas mulia) sehingga ion Na + bersifat stabil. Sementara, untuk memenuhi aturan oktet, unsur klorin membutuhkan satu elektron untuk melengkapi pengisian elektron pada 3p. Setelah menerima satu elektron tambahan, unsur ini berubah menjadi ion dengan muatan negatif satu (Cl –). Ion Cl– isoelektronik dengan argon (gas mulia) sehingga bersifat stabil. Jika natrium dicampurkan dengan klorin, jumlah elektron natrium yang hilang akan sama dengan jumlah elektron yang diperoleh klorin. Satu elektron 3s pada natrium akan dipindahkan ke orbital 3p pada klorin. Peristiwa serah-terima elektron terjadi dalam proses pembentukan senyawa NaCl. Ini merupakan contoh dari ikatan ionik, yaitu ikatan kimia (gaya tarik-menarik yang kuat yang tetap menyatukan dua unsur kimia) yang berasal dari gaya tarik elektrostatik (gaya tarik-menarik dari muatan-muatan yang berlawanan) antara ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Ikatan ionik terbentuk saat unsur logam bereaksi dengan unsur nonlogam. Di sisi lain, tidak semua ikatan kimia terbentuk melalui mekanisme serah-terima elektron. Atom-atom juga dapat mencapai kestabilan melalui mekanisme pemakaian bersama pasangan elektron. Ikatan yang terbentuk dikenal dengan istilah ikatan kovelen. Senyawa kovelen adalah senyawa yang hanya memiliki ikatan kovelen. Sebagai contoh, atom hidrogen memiliki satu elektron valensi. Untuk mencapai kestabilan (isoelektronik dengan helium), atom hidrogen membutuhkan satu elektron tambahan. Saat dua atom hidrogen membentuk ikatan kimia, tidak terjadi peristiwa serah-terima elektron. Yang akan terjadi adalah kedua atom akan menggunakan elektronnya secara bersama-sama. Kedua elektron (satu dari masing-masing hidrogen) menjadi milik kedua atom tersebut. Dengan demikian, molekul H2 terbentuk melalui pembentukan ikatan kovelen, yaitu ikatan kimia yang berasal dari penggunaan bersama satu atau lebih pasangan elektron antara dua atom. Ikatan ini terjadi di antara dua unsur nonlogam. Ikatan kovalen dapat dinyatakan dalam bentuk Struktur Lewis, yaitu representasi ikatan kovelen, dimana elektron yang digunakan bersama digambarkan sebagai garis atau sepasang dot antara dua atom; sementara pasangan elektron yang tidak digunakan bersama (lone pair) digambarkan sebagai pasangan dot pada atom bersangkutan. Pada umumnya, proses ini melibatkan pengisian orbital s dan p (bahkan orbital d) terluar yang disebut sebagai aturan oktet, yaitu unsur akan berbagi elektron untuk mencapai keadaan penuh delapan elektron valensi (oktet), kecuali hidrogen dengan dua elektron valensi (duplet). Atom-atom dapat membentuk berbagai jenis ikatan kovelen. Ikatan tunggal terjadi saat dua atom menggunakan sepasang elektron bersama. Ikatan rangkap dua (ganda) terjadi saat dua atom menggunakan menggunakan dua pasangan elektron bersama. Sementara, ikatan rangkap tiga terjadi saat dua atom menggunakan tiga pasangan elektron bersama. Senyawa ionik memiliki sifat yang berbeda dari senyawa kovalen. Senyawa ionik, pada suhu kamar, umumnya berbentuk padat, dengan titik didih dan titik leleh tinggi, serta bersifat elektrolit. Sebaliknya, senyawa kovelen, pada suhu kamar, dapat berbentuk padat, cair, maupun gas. Selain itu, senyawa kovalen memiliki titik didih dan titik leleh yang relatif rendah bila dibandingkan dengan senyawa ionik serta cenderung bersifat nonelektrolit. Ketika atom klorin berikatan secara kovalen dengan atom klorin lainnya, pasangan elektron akan digunakan bersama secara seimbang. Kerapatan elektron yang mengandung ikatan kovalen terletak di tengah-tengah di antara kedua atom. Setiap atom menarik kedua elektron yang berikatan secara sama. Ikatan seperti ini dikenal dengan istilah ikatan kovalen nonpolar. Sementara, apa yang akan terjadi bila kedua atom yang terlibat dalam ikatan kimia tidak sama? Kedua inti yang bermuatan positif yang mempunyai gaya tarik berbeda akan menarik pasangan elektron dengan derajat (kekuatan) yang berbeda. Hasilnya adalah pasangan elektron cenderung ditarik dan bergeser ke salah satu atom yang lebih elektronegatif. Ikatan semacam ini dikenal dengan istilah ikatan kovalen polar. Sifat yang digunakan untuk membedakan ikatan kovalen polar dengan ikatan kovalen nonpolar adalah elektronegativitas (keelektronegatifan), yaitu kekuatan (kemampuan) suatu atom untuk menarik pasangan elektron yang berikatan. Semakin besar nilai elektronegativitas, semakin besar pula kekuatan atom untuk menarik pasangan elektron pada ikatan. Dalam tabel periodik, pada satu periode, elektronegativitas akan naik dari kiri ke kanan. Sebaliknya, dalam satu golongan, akan turun dari atas ke bawah. Ikatan kovelen nonpolar terbentuk bila dua atom yang terlibat dalam ikatan adalah sama atau bila beda elektronegativitas dari atom-atom yang terlibat pada ikatan sangat kecil. Sementara, pada ikatan kovelen polar, atom yang menarik pasangan elektron pengikat dengan lebih kuat akan sedikit lebih bermuatan negatif; sedangkan atom lainnya akan menjadi sedikit lebih bermuatan positif. Ikatan ini terbentuk bila atom-atom yang terlibat dalam ikatan adalah berbeda. Semakin besar beda elektronegativitas, semakin polar pula ikatan yang bersangkutan. Sebagai tambahan, apabila beda elektronegativitas atom-atom sangat besar, maka yang akan terbentuk justru adalah ikatan ionik. Dengan demikian, beda elektronegativitas merupakan salah satu cara untuk meramalkan jenis ikatan yang akan terbentuk di antara dua unsur yang berikatan. Perbedaan Elektronegativitas Jenis Ikatan yang Terbentuk 0,0 sampai 0,2 Kovalen nonpolar 0,3 sampai 1,4 Kovalen polar > 1,5 Ionik Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, aturan oktet berlaku pada unsur-unsur periode 2 dalam tabel periodik. Akan tetapi, terdapat pula sejumlah penyimpangan aturan oktet yang terjadi dalam proses pembentukan ikatan. Ada tiga tipe penyimpangan aturan oktet, antara lain: 1. The incomplete octet Contoh : BeH2, BeCl2, BF3, dan BCl3 (catatan: BF3maupun BCl3 dapat berikatan dengan molekul lain yang memiliki lone pair (seperti NH3) membentuk ikatan kovalen koordinasi (datif) untuk mencapai konfigurasi oktet) 2. Odd electron molecules Contoh : NO dan NO2 (disebut sebagai radikal karena memiliki sebuah elektron yang tidak berpasangan) 3. The expanded octet Contoh : PCl5 dan SF6 (atom pusat dikelilingi oleh lebih dari 8 elektron valensi dengan memanfaatkan orbital d yang kosong) Molekul-molekul umumnya berinteraksi satu sama lainnya. Gaya tarik-menarik antarmolekul ini terjadi dan merupakan jenis interaksi antarmolekul (gaya antar molekul-molekul yang berbeda). Interaksi ini bertanggung jawab terhadap sifat fisik suatu zat, seperti titik didih, titik leleh, serta fasa (wujud) zat. Berbeda dengan interaksi antarmolekul, interaksi intramolekul (ikatan kimia) merupakan ikatan yang terbentuk saat atom-atom bergabung membentuk molekul. Ikatan kimia berperan dalam menjaga kestabilan molekul sekaligus dapat digunakan dalam meramalkan bentuk suatu molekul. Interaksi antarmolekul lebih lemah dibandingkan ikatan kimia. Terdapat lima jenis interaksi antarmolekul, yang disusun berdasarkan kekuatan, dari yang terlemah hingga yang terkuat, yaitu: 1. Gaya London atau Gaya Dispersi Jenis gaya tarik yang sangat lemah ini umumnya terjadi di antara molekul-molekul kovalen nonpolar, seperti N2, H2, atau CH4. Ini dihasilkan oleh menyurut dan mengalirnya orbitalorbital elektron, sehingga memberikan pemisahan muatan yang sangat lemah dan sangat singkat di sekitar ikatan. Gaya London meningkat seiiring bertambahnya jumlah elektron. Gaya London juga meningkat seiiring bertambahnya massa molar zat, sebab molekul yang memiliki massa molar besar cenderung memiliki lebih banyak elektron. Adanya percabangan pada molekul akan menurunkan kekuatan Gaya London, sebab adanya percabangan akan memperkecil area kontak antarmolekul. Titik didih senyawa sebanding sekaligus mencerminkan kekuatan Gaya London. 2. Interaksi Dipol Terimbas (Dipol Terinduksi) Gaya antarmolekul ini terjadi saat molekul polar mengimbas (menginduksi) molekul nonpolar. Sebagai contoh, molekul air (H 2O) yang bersifat polar dapat menginduksi molekul oksigen (O2) yang bersifat nonpolar. Dipol terimbas inilah yang menyebabkan gas oksigen larut dalam air. 3. Interaksi Dipol-Dipol Gaya antarmolekul ini terjadi bila ujung positif dari salah satu molekul dipol ditarik ke ujung negatif dari dipol molekul lainnya. Gaya ini lebih kuat dari Gaya London, namun tetap saja sangat lemah. Interaksi ini terjadi pada senyawa kovelen polar, seperti HCl dan HBr. 4. Interaksi Ion-Dipol Gaya antarmolekul ini terjadi saat ion (kation maupun anion) berinteraksi dengan molekul polar. Kekuatan interaksi ini bergantung pada muatan dan ukuran ion serta kepolaran dan ukuran molekul polar. Kation memiliki interaksi yang lebih kuat dengan molekul polar dibandingkan anion. Salah satu contoh interaksi ini adalah hidrasi senyawa NaCl dalam air (proses ion-ion dikelilingi oleh molekul air). 5. Ikatan Hidrogen Interaksi dipol-dipol yang sangat kuat, yang terjadi bila atom hidrogen terikat pada salah satu dari ketiga unsur yang sangat elektronegatif, yaitu F, O, dan N. Ketiga unsur ini memiliki tarikan yang sangat kuat pada pasangan elektron yang berikatan sehingga atom yang terlibat pada ikatan mendapatkan muatan parsial yang sangat besar. Ikatan ini sangat polar, sehingga interaksi antarmolekul menjadi sangat kuat. Akibatnya, titik didih senyawa yang memiliki ikatan hidrogen relatif tinggi (walapun massa molarnya paling rendah) bila dibandingkan senyawa lain pada golongan yang sama. Bentuk molekul (geometri molekul) dari suatu molekul adalah cara atom-atom tersusun dalam ruang tiga dimensi. Hal ini penting untuk diketahui oleh para ahli kimia, sebab hal ini sering menjelaskan mengapa reaksi-reaksi tertentu dapat terjadi, sedangkan yang lain tidak. Sebagai contoh, dalam ilmu farmasi, geometri molekul dari suatu obat dapat mengakibatkan reaksi-reaksi samping. Selain itu, geometri molekul juga menjelaskan mengapa air mempunyai dwikutub (ujung positif pada atom H dan ujung negatif pada atom O), sementara karbondioksida tidak. Teori VSEPR (Valence Shell Electron-Pair Repulsion) atau Tolakan Pasangan Elektron Kulit Valensi memungkinkan para ahli kimia untuk meramalkan geometri molekul dari molekulmolekul. Teori ini mengasumsikan bahwa pasangan elektron di sekitar atom, baik itu bonding pair maupun lone pair (nonbonding pair), akan berada dalam jarak sejauh mungkin untuk meminimalkan gaya tolakan di antara elektron tersebut. Geometri pasangan elektron (domain elektron) adalah susunan pasangan elektron, baik bonding pair maupun lone pair di sekitar atom pusat. Berdasarkan jumlah domain elektron, kita dapat meramalkan bentuk molekul. Untuk menentukan geometri molekul atau bentuk molekul dengan menggunakan teori VSEPR, kita dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tentukan struktur Lewis molekul tersebut 2. Tentukan jumlah keseluruhan pasangan elektron total (domain elektron) yang berada di sekitar atom pusat (ikatan rangkap dua dan rangkap tiga masing-masing dianggap satu domain) 3. Dengan menggunakan tabel di bawah ini, tentukanlah geometri pasangan elektron (domain elektron) Dengan menggunakan tabel di bawah ini, tentukan pula bentuk molekulnya. Class of Number of Arrangement Molecule Electron Pairs (Geometry) AB2 AB3 AB4 AB5 Electron Pairs Linear Trigonal Planar Tetrahedral Trigonal AB6 Class 2 3 4 5 Molecular Shape Examples of Linear Trigonal Planar Tetrahedral Trigonal BeCl2 BF3 CH4 PCl5 Bipyramidal Bipyramidal 6 Octahedral Octahedral SF6 ofNumber Number Number ofArrangement Molecular Examples Molecule of AB2E of Lone Electron (Geometry) of Shape Bonding Pairs Pairs Electron Pairs Pairs 2 3 Trigonal Bent SO2 Trigonal NH3 1 AB3E 3 1 4 Planar Tetrahedral AB2E2 AB4E 2 4 2 1 4 5 Tetrahedral Trigonal Pyramidal Bent H2O Seesaw SF4 AB3E2 3 2 5 Bipyramidal Trigonal T-shaped ClF3 AB2E3 2 3 5 Bipyramidal Trigonal Linear I3– Square BrF5 Pyramidal Square XeF4 AB5E 5 1 6 Bipyramidal Octahedral AB4E2 4 2 6 Octahedral Planar Selain menggunakan teori VSEPR, bentuk molekul juga dapat diramalkan melalui pembentukan orbital hibrida, yaitu orbital-orbital suatu atom yang diperoleh saat dua atau lebih orbital atom bersangkutan yang memiliki tingkat energi yang berbeda, bergabung membentuk orbital-orbital baru dengan tingkat energi sama (terjadi pada proses pembentukan ikatan kovalen). Hibridisasi adalah proses penggabungan orbital-orbital atom (biasanya pada atom pusat) untuk mendapatkan orbital hibrida. Hubungan antara jumlah dan jenis orbital atom pusat yang digunakan pada proses hibridisasi terhadap geometri molekul senyawa bersangkutan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Pure Hybridization Number Shape of Hybrid Examples Atomic of the Central of Hybrid Orbitals Orbitals of Atom Orbitals (Geometry the Arrangement) Central Atom s,p s, p, p s, p, p, p s, p, p, p, d sp sp2 sp3 sp3d 2 3 4 5 Linear Trigonal Planar Tetrahedral Trigonal Bipyramidal BeCl2 BF3 CH4 PCl5 s, p, p, p, d, sp3d2 6 Octahedral SF6 d Dengan mengetahui jenis dan jumlah orbital atom pusat yang terlibat dalam proses pembentukan ikatan, kita hanya dapat menentukan bentuk geometri (domain elektron) molekul bersangkutan. Sementara untuk menentukan bentuk molekul, kita dapat menggunakan teori VSEPR. Dengan demikian, teori hibridisasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari teori VSEPR. Melalui kombinasi kedua teori tersebut, kita dapat mempelajari jenis dan jumlah orbital yang terlibat dalam pembentukan ikatan sekaligus meramalkan bentuk molekulnya. Referensi: Andy. 2009. Pre-College Chemistry. Chang, Raymond. 2007. Chemistry Ninth Edition. New York: Mc Graw Hill. Moore, John T. 2003. Kimia For Dummies. Indonesia:Pakar Raya