RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR…TAHUN… TENTANG KEWIRAUSAHAAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar nilai-nilai Pancasila dan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional perlu ditumbuhkembangkan semangat berwirausaha melalui pembentukan wirausaha baru dengan didorong oleh program-program kewirausahaan nasional yang tangguh, mandiri, kreatif, dan profesional; b. bahwa kewirausahaan nasional merupakan semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan warga Negara Indonesia dalam menciptakan nilai tambah dan menerapkan kreativitas dan inovasi yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar; c. bahwa pengaturan mengenai kewirausahaan saat ini masih tersebar dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan dan belum diatur secara terpadu dan komprehensif; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kewirausahaan Nasional; Mengingat: Pasal 20, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEWIRAUSAHAAN NASIONAL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Kewirausahaan Nasional adalah hal-hal yang berkaitan dengan kewirausahaan dan Kewirausahaan Sosial dalam lingkup seluruh wilayah Indonesia. 2. Wirausaha adalah warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan dalam mengenali dan mengelola diri serta berbagai peluang maupun sumber daya sekitarnya secara kreatif untuk menciptakan nilai tambah bagi diri dan lingkungannya secara berkelanjutan. 3. Wirausaha Sosial adalah Wirausaha yang menjalankan kegiatan usaha Kewirausahaan Sosial. 1 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Wirausaha Pemula adalah Wirausaha atau Wirausaha Sosial yang memulai kegiatan berwirausaha dalam kategori usaha mikro dan kecil dengan jangka waktu kurang dari 42 (empat puluh dua) bulan sejak terdaftar di lembaga perizinan usaha. Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan warga negara Indonesia dalam menangani usaha dan/atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan/atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Kewirausahaan Sosial adalah Kewirausahaan yang memiliki visi dan misi untuk menyelesaikan masalah sosial dan/atau memberikan perubahan positif terhadap kesejahteraan masyarakat dan lingkungan melalui perencanaan, pembinaan, pengembangan dan pemberdayaan yang memiliki dampak terukur, dan menginvestasikan kembali sebagian besar keuntungannya untuk mendukung misi tersebut. Rencana Induk Kewirausahaan Nasional yang selanjutnya disebut RIKN adalah pedoman bagi pemerintah dan wirausaha dalam perencanaan dan pembangunan kewirausahaan nasional yang disusun untuk jangka waktu tertentu dalam rangka percepatan penumbuhkembangan kewirausahaan yang dibuat oleh Gugus Tugas Kewirausahaan Nasional. Gerakan Kewirausahaan Nasional adalah keseluruhan program dan kegiatan kewirausahaan yang bersifat terpadu, terstruktur dan sistematis guna mewujudkan kemandirian bangsa. Pendidikan Kewirausahaan adalah proses pembentukan nilai, kultur, mental, dan karakter kewirausahaan yang terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal. Inovasi adalah kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka pemecahan masalah dan menemukan peluang. Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Insentif adalah suatu sarana untuk memotivasi wirausaha dan wirausaha sosial baik berupa materi maupun bentuk lainnya yang diberikan dengan sengaja untuk meningkatkan produktivitas kerja. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat melalui lembaga keuangan bank dan bukan bank, serta koperasi untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan kewirausahaan. Penjaminan adalah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur tentang penjaminan. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhkembangan kewirausahaan. Sistem Informasi Kewirausahaan adalah tatanan, prosedur, dan mekanisme untuk pengumpulan, pengolahan, penyampaian, pengelolaan, dan penyebarluasan data dan/atau informasi kewirausahaan yang terintegrasi dalam mendukung kebijakan mengenai kewirausahaan nasional. Kemitraan adalah kerja sama antara wirausaha pemula dengan usaha menengah dan usaha besardisertai pembinaan dan pengembangan yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Sistem Inovasi Nasional adalah suatu jaringan rantai antara institusi publik, lembaga riset dan teknologi, universitas serta sektor swasta 2 19. 20. 21. 22. 23. 24. dalam suatu pengaturan kelembagaan yang secara sistemik dan berjangka panjang dapat mendorong, mendukung, dan menyinergikan kegiatan untuk menghasilkan, mendayagunakan, merekayasa inovasiinovasi di berbagai sektor, dan menerapkan serta mendiseminasikan hasilnya dalam skala nasional agar manfaat nyata temuan dan produk inovatif dapat dirasakan masyarakat. Inkubator Kewirausahaan adalah suatu lembaga intermediasi yang melakukan proses inkubasi terhadap Peserta Inkubasi. Inkubasi adalah suatu proses pembinaan, pendampingan, dan pengembangan yang diberikan oleh Inkubator Wirausaha kepada Peserta Inkubasi. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang usaha kecil dan menengah. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Kewirausahaan Nasional berasaskan: a. kekeluargaan; b. demokrasi ekonomi; c. kebersamaan; d. efisiensi berkeadilan; e. kesejahteraan; f. berkelanjutan; g. kemandirian; h. keseimbangan; i. kesatuan ekonomi nasional; j. kreativitas; k. inovasi; l. pendayagunaan; dan m. pemberdayaaan. Pasal 3 Kewirausahaan Nasional bertujuan menumbuhkembangkan semangat Kewirausahaan yang inovatif dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. BAB III RENCANA INDUK KEWIRAUSAHAAN NASIONAL (1) Perencanaan dilakukan kewirausahaan. Pasal 4 melalui 3 penyusunan rencana induk (2) Rencana induk kewirausahaan ditetapkan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun. Pasal 5 Penyusunan rencana induk kewirausahaan dilakukan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pasal 6 (1) Rencana induk kewirausahaan secara nasional disusun oleh Pemerintah. (2) Rencana induk kewirausahaan di provinsi disusun oleh gubernur. (3) Rencana induk kewirausahaan di kabupaten/kota disusun oleh bupati/walikota. Pasal 7 (1) Rencana induk kewirausahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diwujudkan dengan Rencana Induk Kewirausahaan Nasional. (2) Dalam penyusunan Rencana Induk Kewirausahaan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri melakukan koordinasi lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. (3) Rencana Induk Kewirausahaan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (1) (2) (3) (4) (1) (2) (3) (4) Pasal 8 Rencana Induk Kewirausahaan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) menjadi dasar rencana induk kewirausahaan di provinsi. Perencanaan Pengelolaan Kewirausahaan tingkat daerah provinsi diwujudkan dengan rencana induk kewirausahaan provinsi. Rencana induk kewirausahaan provinsi disusun berdasarkan potensi kewirausahaan provinsi. Rencana induk kewirausahaan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Pasal 9 Rencana induk kewirausahaan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) menjadi dasar rencana induk kewirausahaan di kabupaten/kota. Rencana induk kewirausahaan di kabupaten/kota diwujudkan dengan rencana induk kewirausahaan kabupaten/kota. Rencana induk kewirausahaan kabupaten/kota disusun berdasarkan potensi kewirausahaan di kabupaten/kota. Rencana induk kewirausahaan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan bupati/walikota. BAB IV KEWIRAUSAHAAN SOSIAL Pasal 10 Kewirausahaan Sosial memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Memiliki visi dan misi sosial untuk menyelesaikan masalah sosial masyarakat dan/atau memberikan perubahan positif terhadap kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup; b. Memiliki kegiatan usaha yang sebagian besar keuntungannya digunakan kembali untuk menjalankan visi dan misi sosial; c. Melibatkan partisipasi dan memberdayakan masyarakat atau komunitas yang menjadi fokus kegiatan usahanya; dan d. Menerapkan prinsip-prinsip tata kelola usaha yang baik. 4 Pasal 11 (1) Kewirausahaan Sosial dilakukan oleh Wirausaha Sosial dengan bentuk entitas antara lain Yayasan, perkumpulan, dan koperasi. (2) Bentuk entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan kegiatan usahanya dengan menerapkan karakteristik Kewirausahaan Sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 10. Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai Kewirausahaan Sosial diatur dengan Peraturan Pemerintah BAB V TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH Bagian Kesatu Tugas Pasal 13 Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas : a. membimbing, mendukung, dan memfasilitasi penyelenggaraan penumbuhkembangan Kewirausahaan Nasional secara berkelanjutan dan berkesinambungan; dan b. membantu ketersediaan infrastruktur Kewirausahaan yang diperlukan untuk menumbuhkembangan Kewirausahaan Nasional. Bagian Kedua Wewenang Pasal 14 Pemerintah dan Pemerintah Daerah berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Kewirausahaan Nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Gugus Tugas Kewirausahaan Nasional Pasal 15 (1) Untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang Kewirausahaan Nasional sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral, Pemerintah membentuk sebuah gugus tugas Kewirausahaan Nasional sebagai wadah koordinasi. (2) Gugus tugas Kewirausahaan Nasional dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan beranggotakan antara lain Menteri, menteri yang membidangi urusan keuangan, dan menteri teknis terkait. (3) Keanggotaan gugus tugas Kewirausahaan Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 16 (1) Gugus tugas Kewirausahaan Nasional bertugas untuk: a. merumuskan dan menetapkan kebijakan umum Kewirausahaan Nasional melalui Rencana Induk Kewirausahaan Nasional; b. menetapkan langkah-langkah yang diperlukan terkait Kewirausahaan Nasional; c. membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis 5 yang timbul dalam hal Kewirausahaan Nasional, termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral Pemerintah. (2) Gugus tugas kewirausahaan nasional dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengundang, meminta masukan, dan/atau bantuan instansi pemerintah atau pihak lain yang dipandang perlu. (3) Ketua gugus tugas kewirausahaan nasional secara berkala melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden. Pasal 17 Menteri yang tergabung dalam gugus tugas Kewirausahaan Nasional, bertugas untuk: a. menyusun program tahunan gugus tugas Kewirausahaan Nasional; b. mengajukan program tahunan gugus tugas Kewirausahaan Nasional kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk memperoleh arahan; BAB VI PEMBANGUNAN SUMBER DAYA WIRAUSAHA Bagian Kesatu Inovasi Pasal 18 (1) Pemerintah mendorong terciptanya inovasi untuk mendukung program Kewirausahaan Nasional. (2) Inovasi sebagaimana pada ayat (1), dilaksanakan dengan menetapkan Sistem Inovasi Nasional yang disusun dalam Rencana Induk Kewirausahaan Nasional. Pasal 19 Dalam melaksanakan Sistem Inovasi Nasional, Menteri melakukan konsultasi, koordinasi, dan kerja sama dengan lembaga pemerintah dan non pemerintah, wakil-wakil kelompok masyarakat, serta komunitas ilmiah dan universitas, peneliti, pakar teknologi dan inovator dalam rangka keterpaduan penguatan Sistem Inovasi Nasional. Pasal 20 Penguatan Sistem Inovasi Nasional sebagaimana dimaksud pada pasal 18 ayat (2) diutamakan meliputi inovasi-inovasi di bidang kesehatan, ketahanan pangan, ketahanan energi, bioteknologi, industri manufaktur, teknologi infrastruktur, transportasi dan industri pertahanan, teknologi pemrosesan pertanian dan pemrosesan ikan laut dalam, manajemen bencana alam, serta inovasi lainnya yang berbasis ilmu pengetahuan yang dikaitkan dengan penumbuhkembangan Wirausaha dan Wirausaha Sosial. Bagian Kedua Gerakan Kewirausahaan Nasional Pasal 21 Gerakan Kewirausahaan Nasional berfungsi sebagai wadah untuk mencapai tujuan menumbuhkembangkan mental Kewirausahaan dan meningkatkan jumlah Wirausaha dan Wirausaha Sosial di Indonesia, melalui: a. pendidikan dan pelatihan Kewirausahaan; b. pengembangan Kewirausahaan; 6 c. pembudayaan Kewirausahaan;dan d. peran serta keluarga dan masyarakat. Pasal 22 Gerakan Kewirausahaan Nasional bertujuan untuk menumbuhkembangkan Wirausaha dan Wirausaha Sosial yang handal untuk menjadi sarana pengembangan produk lokal dan potensi daerah yang berdaya saing global. Bagian Ketiga Pendidikan Kewirausahaan Pasal 23 Pendidikan dan pelatihan Kewirausahaan sebagaimana dimaksud Pasal 21 huruf a dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai dan karakter dalam upaya membentuk kepribadian dan keahlian Wirausaha dan Wirausaha Sosial. Pasal 24 sebagaimana (1) Nilai-nilai Kewirausahaan dimaksud dalam Pasal 23 mencakup : a. keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. kedisiplinan, keberanian, pantang menyerah, kerja keras, kreatif, dan inovatif; c. amanah, mandiri, dan tanggung jawab; dan d. kepedulian pada alam dan sesama manusia. (2) Nilai-nilai Kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan inti kurikulum Pendidikan Kewirausahaan. Pasal 25 Nilai-nilai dan karakter yang ingin dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 adalah : a. Instrumental; b. Prestatif; c. Keluwesan Bergaul; d. Kerja Keras; e. Efikasi Diri; f. Pengambilan Resiko; g. Swakendali; h. Inovatif; dan i. Kemandirian. Pasal 26 (1) Pendidikan Kewirausahaan dapat dituangkan dalam kurikulum pendidikan meliputi substansi komponen muatan wajib, muatan lokal dan pengembangan diri pada jalur pendidikan formal dan nonformal serta jenis pendidikan khusus lainnya yang memfokuskan pada Kewirausahaan. (2) Pendidikan Kewirausahaan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) terdiri dari tiga muatan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dilaksanakan secara terpadu dan kontekstual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pendidikan Kewirausahaan dilaksanakan sejak Pendidikan Anak Usia Dini hingga Pendidikan Tinggi. 7 Bagian Keempat Inkubator Kewirausahaan Pasal 27 Inkubator Kewirausahaan bertujuan untuk: a. menciptakan dan mengembangkan usaha baru yang mempunyai nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi; b. mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia terdidik dalam menggerakkan perekonomian dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 28 (1) Sasaran pengembangan Inkubator Kewirausahaan adalah: a. Penciptaan dan penumbuhan Wirausaha baru dan Wirausaha Sosial baru dan penguatan kapasitas Wirausaha Pemula yang berdaya saing tinggi; b. penciptaan dan penumbuhan usaha baru yang mempunyai nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi; c. peningkatan nilai tambah pengelolaan potensi ekonomi melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi; d. peningkatan aksesibilitas Wirausaha Pemula untuk mengikuti program inkubasi; e. peningkatan kemampuan dan keahlian pengelola Inkubator Kewirausahaan untuk memperkuat kompetensi Inkubator Kewirausahaan; dan f. pengembangan jejaring untuk memperkuat akses sumber daya manusia, kelembagaan, permodalan, pasar, informasi, dan teknologi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Inkubator Kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VII PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA Bagian Kesatu Hak Kekayaan Intelektual Pasal 29 (1) Wirausaha dan Wirausaha Sosial dapat mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual atas produk, jasa, atau desain yang dihasilkan dari kegiatan usahanya sebagai sarana promosi efektif yang memberikan nilai tambah pada kegiatan usahanya. (2) Menteri bekerja sama dengan kementerian, lembaga pemerintah non kementerian lainnya, dan/atau Pemerintah Daerah untuk memberikan bantuan terhadap Wirausaha dan Wirausaha Sosial dalam upaya sosialisasi, penyuluhan terhadap kesadaran atas Hak Kekayaan Intelektual. Pasal 30 (1) Pemerintah melalui kementerian yang terkait mendorong para Wirausaha dan Wirausaha Sosial untuk mendaftarkan hak kekayaan intelektualnya atas produk, jasa, atau desain yang dihasilkan dari kegiatan usahanya; (2) Dukungan Pemerintah dalam pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 8 a. upaya pendataan produk, jasa, atau desain yang dihasilkan dari Kewirausahaan; b. memfasilitasi pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual; dan c. pemberian Insentif bagi Wirausaha dan Wirausaha Sosial atas kepemilikan Hak Kekayaan Intelektual tersebut; (3) Kegiatan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual didorong agar Kewirausahaan yang berbasis produk, jasa, atau desain dapat memperoleh perlindungan hukum dan dapat memperoleh manfaat ekonomi dari eksploitasi atas produk, jasa, atau desain tersebut. Pasal 31 (1) Pemerintah memberikan kemudahan kepada Wirausaha Pemula dalam pengurusan Hak Kekayaan Intelektual, antara lain berupa fasilitas pembiayaan proses pendaftaran dan pemeliharaan Hak Cipta dan Hak Kekayaan Intelektual. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurusan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Bagian Kedua Infrastruktur Kewirausahaan (1) (2) (3) (4) (5) Pasal 32 Pemerintah berkewajiban mengembangkan Kewirausahaan dengan menciptakan infrastruktur Kewirausahaan Nasional yang meliputi aspekaspek sebagai berikut: a. Informasi usaha; b. Sarana dan prasarana; c. Pembiayaan; d. Perizinan; e. Kemitraan; dan f. Sosialisasi dan Promosi. Informasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditujukan untuk: a. membuat dan memberikan kemudahan pemanfaatan bank data dan jaringan informasi usaha. b. menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber pembiayaan dan pendanaan, penjaminan, serta teknologi. c. memberikan jaminan transparansi akses dana tanpa adanya diskriminasi. Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup pengadaan prasarana umum yang dapat meningkatkan penumbuhkembangan usaha. Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mencakup: a. perluasan sumber Pembiayaan dengan memfasilitasi dunia usaha untuk dapat mengakses kredit perbankan, lembaga keuangan bukan bank, dan sumber pembiayaan lainnya serta pemberian jaminan risiko kredit dari pemerintah. b. memperbanyak jaringan lembaga Pembiayaan yang dapat diakses oleh dunia usaha dengan menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan Pemerintah. c. pemberian kemudahan Pembiayaan secara cepat dan murah dengan akses agunan dan tanpa agunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perizinan usaha dimaksud pada ayat (1) huruf d dimaksudkan untuk: 9 a. menyederhanakan perizinan dan tata cara usaha dengan sistem pelayanan terpadu. b. memberikan keringanan biaya perizinan. c. ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah. (6) Kemitraan yang dimaksud pada ayat (1) huruf e dimaksudkan untuk: a. mewujudkan Kemitraan antar wirausaha. b. mewujudkan hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha. c. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin pertumbuhan persaingan usaha yang sehat dan perlindungan terhadap konsumen. d. mencegah terjadinya monopoli usaha oleh perorangan atau kelompokkelompok tertentu yang merugikan aktivitas usaha. (7) Sosialisasi dan promosi pada ayat (1) huruf f ditujukan untuk: a. meningkatkan sosialisasi dan promosi produk di dalam dan di luar negeri. b. memberikan Insentif melalui pembiayaan secara mandiri dalam kegiatan sosialisasi dan promosi produk di dalam dan di luar negeri. Bagian Ketiga Perizinan bagi Wirausaha Pemula Pasal 33 Perizinan bagi Wirausaha Pemula dimaksud untuk memberikan kepastian hukum dan sarana pemberdayaan bagi pelaku usaha mikro dan kecil dalam mengembangkan usahanya. Pasal 34 Tujuan pengaturan mengenai perizinan bagi Wirausaha Pemula untuk: a. mendapatkan kepastian dan perlindungan dalam berwirausaha di lokasi yang telah ditetapkan; b. mendapatkan pendampingan untuk pengembangan usaha; c. mendapatkan kemudahan dalam akses pembiayaan ke lembaga keuangan bank dan non-bank; dan d. mendapatkan kemudahan dalam pemberdayaan dari pemerintah, pemerintah daerah dan/atau lembaga lainnya. Pasal 35 (1) Perizinan diberikan kepada Wirausaha Pemula sesuai persyaratan yang ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri. (2) Perizinan bagi Wirausaha Pemula diberikan dalam bentuk naskah satu lembar. (3) Pemberian perizinan bagi Wirausaha Pemula tidak dikenakan biaya, retribusi, dan/atau pungutan lainnya. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan bagi Wirausaha Pemula sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Bidang Usaha Yang Dicadangkan Pasal 36 (1) Untuk menumbuhkan iklim usaha dan kesempatan berusaha, maka disusun daftar bidang usaha yang dicadangkan untuk Wirausaha Pemula, mikro, dan kecil. 10 (2) Daftar bidang usaha yang dicadangkan untuk Wirausaha Pemula, mikro, dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. (3) Ketentuan mengenai sektor usaha yang dibatasi diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. BAB VIII PEMBERDAYAAN KEWIRAUSAHAAN Pasal 37 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendukung dan memfasilitasi Wirausaha dan Wirausaha Sosial baik di tingkat pusat maupun daerah untuk bersinergi, mencari dan menggunakan potensi lokal daerah agar menjadi produk unggulan nasional. (2) Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. pengelolaan Kewirausahaan dengan sistem zonasi berdasarkan potensi dan keunggulan daerah. b. pembentukan etalase bisnis berbasis potensi produk Kewirausahaan. c. pemberian dukungan teknis berupa pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan kepada Wirausaha dan Wirausaha Sosial. d. peningkatan fungsi inkubator sebagai lembaga layanan pengembangan usaha terhadap Wirausaha dan Wirausaha Sosial. (3) Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IX INSENTIF Bagian Kesatu Pembiayaan Pasal 38 (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib memberikan insentif untuk kegiatan kewirausahaan dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya. (2) Dalam memberikan insentif Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan BUMN, BUMD, BUM Desa dan pelaku usaha. (3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan insentif dalam bentuk antara lain: a. kemudahan persyaratan perizinan; b. penyederhanaan tata cara dalam memperoleh pendanaan; c. pemberian keringanan persyaratan jaminan tambahan; d. penyebarluasan informasi mengenai kemudahan, penyelenggaraan pelatihan; e. keringanan suku bunga; dan f. loket khusus untuk layanan dan informasi kredit kecil. 11 Bagian Kedua Penjaminan (1) (2) Pasal 39 Untuk mewujudkan Kewirausahaan Nasional, Pemerintah dan Pemerintah Daerah bekerjasama dengan lembaga Penjamin yang memberikan jaminan untuk mendapatkan kemudahan permodalan. Pelaksanaan pemberian jaminan untuk mendapatkan kemudahan permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Pendampingan dan Pembinaan (1) (2) Pasal 40 Pemerintah melakukan pendampingan dan pembinaan bagi Wirausaha dan Wirausaha Sosial melalui program konsultasi, pendidikan, pelatihan, Kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendampingan dan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Insentif Pajak dan Insentif lainnya (1) (2) (3) (4) Pasal 41 Insentif pajak dan insentif lainnya diberikan kepada pelaku usaha yang bermitra dengan Wirausaha Pemula dalam melakukan pembinaan yang meliputi soal pemasaran, pengembangan sumber daya manusia, permodalan, manajemen, dan teknologi. Insentif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. pengurangan pajak penghasilan; b. pembebasan bea masuk atas impor; c. pembebasan penangguhan pajak impor; d. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan/atau e. keringanan pajak bumi dan bangunan. Insentif lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengutamaan kesempatan dalam pengadaan barang atau jasa pemerintah, memberikan kelonggaran untuk memanfaatkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil, pengeluaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan kemitraan diperhitungkan sebagai biaya yang dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak. Ketentuan lebih lanjut mengenai Insentif pajak dan Insentif lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 42 Dalam hubungan Kemitraan pelaku usaha dilarang memiliki dan/atau menguasai Wirausaha Pemula sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1). 12 Bagian Kelima Sinergi Wirausaha Pasal 43 Pemerintah memprioritaskan sinergi antar BUMN, BUMD, BUM Desa dengan Wirausaha dan/atau Wirausaha Sosial sepanjang sinergi tersebut dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 44 Tujuan sinergi BUMN, BUMD, dan BUM Desa dengan Wirausaha dan/atau Wirausaha Sosial adalah untuk memperkuat perekonomian nasional dengan memperhatikan fleksibilitas, efisiensi dan efektivitas serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 45 Ketentuan lebih lanjut tentang sinergi antara BUMN, BUMD, BUM Desa dengan Wirausaha dan/atau Wirausaha Sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 dan Pasal 37 diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB X SISTEM INFORMASI KEWIRAUSAHAAN NASIONAL (1) (2) (1) (2) (3) (1) (2) Pasal 46 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban menyelenggarakan Sistem Informasi Kewirausahaan yang terintegrasi dengan sistem informasi yang dikembangkan oleh kementerian atau lembaga Pemerintah nonkementerian. Sistem informasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) digunakan untuk kebijakan dan evaluasi tentang Kewirausahaan Nasional Pasal 47 Sistem Informasi Kewirausahaan mencakup pengumpulan, pengolahan, penyampaian, pengelolaan, dan penyebarluasan data dan/atau informasi tentang kewirausahaan. Data dan/atau informasi Kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat data dan/atau informasi mengenai jumlah, jenis usaha, omset dan program inkubasi. Data dan informasi Kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disajikan secara akurat, cepat, dan tepat guna serta mudah diakses oleh masyarakat. Pasal 48 Menteri dalam menyelenggarakan Sistem Informasi Kewirausahaan dapat meminta data dan informasi di bidang Kewirausahaan kepada kementerian, lembaga Pemerintah nonkementerian, dan Pemerintah Daerah, termasuk penyelenggara urusan Pemerintahan di bidang bea dan cukai, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pusat Statistik, dan badan/lembaga lainnya. Kementerian, lembaga Pemerintah nonkementerian, dan Pemerintah Daerah, termasuk penyelenggara urusan pemerintahan di bidang bea dan cukai, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pusat Statistik, dan badan/lembaga lainnya berkewajiban memberikan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mutakhir, akurat, dan cepat. 13 Pasal 49 Data dan informasi Kewirausahaan yang dipublikasikan melalui sistem informasi Kewirausahaan bersifat terbuka dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain oleh menteri. Pasal 50 Ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem Informasi Kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 48 diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB XI SANKSI ADMINISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA Bagian Kesatu Sanksi Administratif (1) (2) Pasal 51 Setiap pelaku usaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 52 Setiap orang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan mengaku atau memakai nama Wirausaha Pemula sehingga mendapatkan kemudahan untuk memperoleh dana, Insentif atau fasilitas yang diperuntukkan bagi Wirausaha Pemula dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 53 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundangundangan yang mengatur mengenai Kewirausahaan Nasional, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 54 Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 55 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara. 14 Disahkan di Jakarta pada tanggal ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal … MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN…NOMOR… 15 PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR…TAHUN… TENTANG KEWIRAUSAHAAN NASIONAL I. UMUM Kewirausahaan merupakan gerakan ekonomi yang salah satu perannya menciptakan peluang kerja yang diinisiasi oleh masyarakat berdasarkan potensi dan keunggulannya masing-masing. Untuk mengoptimalkan fungsi kewirausahaan sebagai pilar yang kokoh dalam perekonomian Indonesia, diperlukan langkah-langkah untuk mengembangkan paradigma baru dalam pembangunan kewirausahaan. Pembudayaan kewirausahaan sebagai gerakan ekonomi rakyat harus didukung oleh politik hukum negara. Untuk menyusun rencana strategis dalam menggagas kewirausahaan dan kemitraan berdasarkan manajemen yang terintegrasi. Peran negara dibutuhkan untuk mengelola dan mengorganisasikan perekonomian agar masyarakat memperoleh pelayanan kesejahteraan dengan standar yang baik. Negara berkewajiban untuk menciptakan derajat kesejahteraan yang optimal bagi warganya dengan meningkatkan kualitas pelayanan publik dan reformasi kebijakan publik. Negara juga harus adaptif terhadap perubahan sosial dan ekonomi yang fluktuatif dalam reformasi negara kesejahteraan. Manusia Indonesia sebagai subjek dan objek pembangunan memiliki peranan yang strategis. Oleh karena itu, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan, dan keahlian dalam proses pembangunan mutlak diperlukan. Upaya penguasaan tersebut dapat ditempuh melalui pengembangan sistem pendidikan formal dan non-formal yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan ekonomi pada umumnya dan pembangunan di bidang skill kewirausahaan pada khususnya. Keberadaan Undang-Undang tentang Kewirausahaan Nasional disusun agar masyarakat dapat memperoleh akses informasi, pendidikan, keterampilan, dan keahlian yang bermuara pada upaya peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran bersama dengan mendorong masyarakat agar memiliki kemampuan berwirausaha. Pengaturan tentang kewirausahaan secara terencana, terpadu, dan komprehensif dengan mempertimbangkan semua aspek untuk memaksimalkan potensi ekonomi, politik, budaya, lingkungan, dan kemandirian bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Undang-Undang tentang Kewirausahaan Nasional merupakan bagian dari pemenuhan tujuan bernegara yang termaktub dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945. Filosofi dan semangat tersebut menjadi landasan dalam penyusunan materi dan substansi Rancangan Undang-Undang tentang Kewirausahaan Nasional ini. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a 16 Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah asas yang melandasi upaya pengambilan keputusan dalam hal penumbuhkembangan wirausaha yang dicapai secara musyawarah. Huruf b Yang dimaksud dengan “asas demokrasi ekonomi” adalah asas yang melandasi upaya pemberdayaan wirausaha sebagai satu kesatuan pembangunan perekonomian nasional untuk mewujudkan kemakmuran rakyat. Huruf c Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah asas yang mendorong peran wirausaha agar secara bersama-sama dalam kegiatannya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Huruf d Yang dimaksud dengan “asas efisiensi berkeadilan” adalah asas yang mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. Huruf e Yang dimaksud dengan “asas kesejahteraan” adalah asas yang melandasi upaya pembangunan yang mewujudkan peningkatan kualitas hidup rakyat. Huruf f Yang dimaksud dengan “asas berkelanjutan” adalah asas yang melandasi proses pembangunan yang berkesinambungan sehingga terbentuk perekonomian yang tangguh dan mandiri. Huruf g Yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah asas yang melandasi pemberdayaan wirausaha dengan tetap menjaga dan mengedepankan potensi, kemampuan, dan kemandirian wirausaha. Huruf h Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan” adalah asas yang melandasi adanya proses pembangunan ekonomi nasional yang seimbang antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara. Huruf i Yang dimaksud dengan “asas kesatuan ekonomi nasional” adalah asas yang melandasi pemberdayaan wirausaha agar menjadi bagian dari pembangunan kesatuan ekonomi nasional. Huruf j Yang dimaksud dengan “asas kreatifitas” adalah asas yang mendorong pembangunan kreatifitas wirausaha yang tinggi agar mampu bertahan dalam berbagai macam kondisi. Huruf k Yang dimaksud dengan “asas inovasi” adalah asas yang mendorong munculnya wirausaha baru yang mewarnai perekonomian nasional. Huruf l Yang dimaksud dengan “asas pendayagunaan” adalah asas yang mendorong penggunan potensi dan sumber daya yang ada menjadi sebuah entitas yang menghasilkan keuntungan. Huruf m Yang dimaksud dengan “asas pemberdayaan” adalah asas yang mendorong pemberdayaan semua pihak yang relevan dalam pengembangan wirausaha nasional. Pasal 3 Cukup jelas. 17 Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup Jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1) Instrumental adalah karakter yang bisa memanfaatkan segala sesuatu yang ada dalam lingkungannya dan bisa melihat peluang yang ada. Ayat (2) Prestatif adalah karakter selalu tampil lebih baik, lebih efektif dibandingkan dengan hasil yang tercapai sebelumnya. Ayat (3) Keluwesan Bergaul adalah karakter selalu berusaha untuk cepat menyesuaikan diri dalam berbagai situasi hubungan antar manusia. 18 Ayat (4) Kerja Keras adalah karakter yang selalu ingin terlibat dalam situasi kerja, tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai, mengutamakan kerja dan mengisi waktu yang ada dengan perbuatan nyata untuk mencapai tujuan. Ayat (5) Efikasi Diri adalah karakter selalu percaya pada kemampuan diri, tidak ragu-ragu dalam bertindak, bahkan berkecenderungan untuk melibatkan diri secara langsung dalam berbagai situasi dengan optimisme untuk berhasil. Ayat (6) Pengambilan Resiko adalah karakter yang selalu memperhitungkan keberhasilan dan kegagalan dalam setiap kegiatannya khususnya untuk mencapai keinginannya. Ayat (7) Swakendali adalah karakter siap menghadapi berbagai situasi dengan mengacu pada kekuatan dan kelemahan pribadi dan batas-batas kemampuan dalam berusaha sehingga kegiatannya menjadi lebih terarah dalam mencapai tujuannya. Ayat (8) Inovatif adalah karakter yang selalu mendekati berbagai masalah dengan berusaha menggunakan cara-cara baru yang lebih bermanfaat, terbuka terhadap gagasan, pandangan, dan penemuan baru yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerjanya. Ayat (9) Kemandirian adalah karakter yang selalu mengembalikan perbuatannya sebagai tanggung jawab pribadi atas keberhasilan dan kegagalannya yang merupakan konsekuensi pribadi wirausaha. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. 19 Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 yang dimaksud dengan “memiliki dan/atau menguasai” adalah kepemilikan saham mayoritas dari pelaku usaha menengah dan besar terhadap wirausaha pemula. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. 20 Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR… 21