1 rancangan undang-undang republik indonesia nomor…

advertisement
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR…TAHUN…
TENTANG
KEWIRAUSAHAAN NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
berdasar nilai-nilai Pancasila dan demokrasi ekonomi
dengan
prinsip
kebersamaan,
efisiensi
berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi
nasional
perlu
ditumbuhkembangkan
semangat
berwirausaha melalui pembentukan wirausaha baru dengan
didorong oleh program-program kewirausahaan nasional
yang tangguh, mandiri, kreatif, dan profesional;
b. bahwa kewirausahaan nasional merupakan semangat, sikap,
perilaku, dan kemampuan warga Negara Indonesia dalam
menciptakan nilai tambah dan menerapkan kreativitas dan
inovasi yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang
lebih besar;
c. bahwa pengaturan mengenai kewirausahaan saat ini masih
tersebar dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan
dan belum diatur secara terpadu dan komprehensif;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Kewirausahaan Nasional;
Mengingat: Pasal 20, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEWIRAUSAHAAN NASIONAL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kewirausahaan Nasional adalah hal-hal yang berkaitan dengan
kewirausahaan dan Kewirausahaan Sosial dalam lingkup seluruh wilayah
Indonesia.
2. Wirausaha adalah warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan
dalam mengenali dan mengelola diri serta berbagai peluang maupun
sumber daya sekitarnya secara kreatif untuk menciptakan nilai tambah
bagi diri dan lingkungannya secara berkelanjutan.
3. Wirausaha Sosial adalah Wirausaha yang menjalankan kegiatan usaha
Kewirausahaan Sosial.
1
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Wirausaha Pemula adalah Wirausaha atau Wirausaha Sosial yang
memulai kegiatan berwirausaha dalam kategori usaha mikro dan kecil
dengan jangka waktu kurang dari 42 (empat puluh dua) bulan sejak
terdaftar di lembaga perizinan usaha.
Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan warga
negara Indonesia dalam menangani usaha dan/atau kegiatan yang
mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja
teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka
memberikan pelayanan yang lebih baik dan/atau memperoleh
keuntungan yang lebih besar.
Kewirausahaan Sosial adalah Kewirausahaan yang memiliki visi dan misi
untuk menyelesaikan masalah sosial dan/atau memberikan perubahan
positif terhadap kesejahteraan masyarakat dan lingkungan melalui
perencanaan, pembinaan, pengembangan dan pemberdayaan yang
memiliki dampak terukur, dan menginvestasikan kembali sebagian besar
keuntungannya untuk mendukung misi tersebut.
Rencana Induk Kewirausahaan Nasional yang selanjutnya disebut RIKN
adalah pedoman bagi pemerintah dan wirausaha dalam perencanaan dan
pembangunan kewirausahaan nasional yang disusun untuk jangka waktu
tertentu dalam rangka percepatan penumbuhkembangan kewirausahaan
yang dibuat oleh Gugus Tugas Kewirausahaan Nasional.
Gerakan Kewirausahaan Nasional adalah keseluruhan program dan
kegiatan kewirausahaan yang bersifat terpadu, terstruktur dan sistematis
guna mewujudkan kemandirian bangsa.
Pendidikan Kewirausahaan adalah proses pembentukan nilai, kultur,
mental, dan karakter kewirausahaan yang terdiri atas pendidikan formal,
nonformal, dan informal.
Inovasi adalah kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka
pemecahan masalah dan menemukan peluang.
Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir
yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk
manusia.
Insentif adalah suatu sarana untuk memotivasi wirausaha dan wirausaha
sosial baik berupa materi maupun bentuk lainnya yang diberikan dengan
sengaja untuk meningkatkan produktivitas kerja.
Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dunia usaha, dan masyarakat melalui lembaga keuangan bank
dan bukan bank, serta koperasi untuk mengembangkan dan memperkuat
permodalan kewirausahaan.
Penjaminan adalah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur tentang penjaminan.
Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dunia usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk
penumbuhkembangan kewirausahaan.
Sistem Informasi Kewirausahaan adalah tatanan, prosedur, dan
mekanisme untuk pengumpulan, pengolahan, penyampaian, pengelolaan,
dan penyebarluasan data dan/atau informasi kewirausahaan yang
terintegrasi dalam mendukung kebijakan mengenai kewirausahaan
nasional.
Kemitraan adalah kerja sama antara wirausaha pemula dengan usaha
menengah dan usaha besardisertai pembinaan dan pengembangan yang
memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan
saling menguntungkan.
Sistem Inovasi Nasional adalah suatu jaringan rantai antara institusi
publik, lembaga riset dan teknologi, universitas serta sektor swasta
2
19.
20.
21.
22.
23.
24.
dalam suatu pengaturan kelembagaan yang secara sistemik dan
berjangka panjang dapat mendorong, mendukung, dan menyinergikan
kegiatan untuk menghasilkan, mendayagunakan, merekayasa inovasiinovasi di berbagai sektor, dan menerapkan serta mendiseminasikan
hasilnya dalam skala nasional agar manfaat nyata temuan dan produk
inovatif dapat dirasakan masyarakat.
Inkubator Kewirausahaan adalah suatu lembaga intermediasi yang
melakukan proses inkubasi terhadap Peserta Inkubasi.
Inkubasi adalah suatu proses pembinaan, pendampingan, dan
pengembangan yang diberikan oleh Inkubator Wirausaha kepada Peserta
Inkubasi.
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam
bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang usaha kecil dan menengah.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Kewirausahaan Nasional berasaskan:
a. kekeluargaan;
b. demokrasi ekonomi;
c. kebersamaan;
d. efisiensi berkeadilan;
e. kesejahteraan;
f. berkelanjutan;
g. kemandirian;
h. keseimbangan;
i. kesatuan ekonomi nasional;
j. kreativitas;
k. inovasi;
l. pendayagunaan; dan
m. pemberdayaaan.
Pasal 3
Kewirausahaan Nasional bertujuan menumbuhkembangkan semangat
Kewirausahaan yang inovatif dalam rangka membangun perekonomian
nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
BAB III
RENCANA INDUK KEWIRAUSAHAAN NASIONAL
(1) Perencanaan
dilakukan
kewirausahaan.
Pasal 4
melalui
3
penyusunan
rencana
induk
(2) Rencana induk kewirausahaan ditetapkan untuk jangka waktu 10
(sepuluh) tahun.
Pasal 5
Penyusunan rencana induk kewirausahaan dilakukan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
Pasal 6
(1) Rencana induk kewirausahaan secara nasional disusun oleh Pemerintah.
(2) Rencana induk kewirausahaan di provinsi disusun oleh gubernur.
(3) Rencana induk kewirausahaan di kabupaten/kota disusun oleh
bupati/walikota.
Pasal 7
(1) Rencana induk kewirausahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) diwujudkan dengan Rencana Induk Kewirausahaan Nasional.
(2) Dalam penyusunan Rencana Induk Kewirausahaan Nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri melakukan koordinasi lintas sektor, lintas
wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.
(3) Rencana Induk Kewirausahaan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 8
Rencana Induk Kewirausahaan Nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) menjadi dasar rencana induk kewirausahaan di provinsi.
Perencanaan Pengelolaan Kewirausahaan tingkat daerah provinsi
diwujudkan dengan rencana induk kewirausahaan provinsi.
Rencana induk kewirausahaan provinsi disusun berdasarkan potensi
kewirausahaan provinsi.
Rencana induk kewirausahaan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 9
Rencana induk kewirausahaan provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (2) menjadi dasar rencana induk kewirausahaan di
kabupaten/kota.
Rencana induk kewirausahaan di kabupaten/kota diwujudkan dengan
rencana induk kewirausahaan kabupaten/kota.
Rencana induk kewirausahaan kabupaten/kota disusun berdasarkan
potensi kewirausahaan di kabupaten/kota.
Rencana induk kewirausahaan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan bupati/walikota.
BAB IV
KEWIRAUSAHAAN SOSIAL
Pasal 10
Kewirausahaan Sosial memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Memiliki visi dan misi sosial untuk menyelesaikan masalah sosial
masyarakat
dan/atau
memberikan
perubahan
positif
terhadap
kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup;
b. Memiliki kegiatan usaha yang sebagian besar keuntungannya digunakan
kembali untuk menjalankan visi dan misi sosial;
c. Melibatkan partisipasi dan memberdayakan masyarakat atau komunitas
yang menjadi fokus kegiatan usahanya; dan
d. Menerapkan prinsip-prinsip tata kelola usaha yang baik.
4
Pasal 11
(1) Kewirausahaan Sosial dilakukan oleh Wirausaha Sosial dengan bentuk
entitas antara lain Yayasan, perkumpulan, dan koperasi.
(2) Bentuk entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan kegiatan
usahanya dengan menerapkan karakteristik Kewirausahaan Sosial
sebagaimana dimaksud pada Pasal 10.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai Kewirausahaan Sosial diatur dengan
Peraturan Pemerintah
BAB V
TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 13
Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas :
a. membimbing,
mendukung,
dan
memfasilitasi
penyelenggaraan
penumbuhkembangan Kewirausahaan Nasional secara berkelanjutan dan
berkesinambungan; dan
b. membantu ketersediaan infrastruktur Kewirausahaan yang diperlukan
untuk menumbuhkembangan Kewirausahaan Nasional.
Bagian Kedua
Wewenang
Pasal 14
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berwenang untuk melakukan pengawasan
terhadap penyelenggaraan Kewirausahaan Nasional sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Gugus Tugas Kewirausahaan Nasional
Pasal 15
(1) Untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang Kewirausahaan
Nasional sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral, Pemerintah
membentuk sebuah gugus tugas Kewirausahaan Nasional sebagai wadah
koordinasi.
(2) Gugus tugas Kewirausahaan Nasional dipimpin oleh Menteri Koordinator
yang membidangi perekonomian dengan beranggotakan antara lain
Menteri, menteri yang membidangi urusan keuangan, dan menteri teknis
terkait.
(3) Keanggotaan gugus tugas Kewirausahaan Nasional sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 16
(1) Gugus tugas Kewirausahaan Nasional bertugas untuk:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan umum Kewirausahaan
Nasional melalui Rencana Induk Kewirausahaan Nasional;
b. menetapkan langkah-langkah yang diperlukan terkait Kewirausahaan
Nasional;
c. membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis
5
yang timbul dalam hal Kewirausahaan Nasional, termasuk yang
berhubungan dengan kebijakan sektoral Pemerintah.
(2) Gugus tugas kewirausahaan nasional dalam melaksanakan tugasnya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengundang, meminta
masukan, dan/atau bantuan instansi pemerintah atau pihak lain yang
dipandang perlu.
(3) Ketua gugus tugas kewirausahaan nasional secara berkala melaporkan
perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden.
Pasal 17
Menteri yang tergabung dalam gugus tugas Kewirausahaan Nasional, bertugas
untuk:
a. menyusun program tahunan gugus tugas Kewirausahaan Nasional;
b. mengajukan program tahunan gugus tugas Kewirausahaan Nasional
kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk memperoleh
arahan;
BAB VI
PEMBANGUNAN SUMBER DAYA WIRAUSAHA
Bagian Kesatu
Inovasi
Pasal 18
(1) Pemerintah mendorong terciptanya inovasi untuk mendukung program
Kewirausahaan Nasional.
(2) Inovasi sebagaimana pada ayat (1), dilaksanakan dengan menetapkan
Sistem Inovasi Nasional yang disusun dalam Rencana Induk
Kewirausahaan Nasional.
Pasal 19
Dalam
melaksanakan
Sistem Inovasi Nasional,
Menteri melakukan
konsultasi, koordinasi, dan kerja sama dengan lembaga pemerintah dan
non pemerintah, wakil-wakil kelompok masyarakat, serta komunitas ilmiah
dan universitas, peneliti, pakar teknologi dan inovator dalam rangka
keterpaduan penguatan Sistem Inovasi Nasional.
Pasal 20
Penguatan Sistem Inovasi Nasional sebagaimana dimaksud pada pasal 18
ayat (2) diutamakan meliputi inovasi-inovasi di bidang kesehatan,
ketahanan pangan, ketahanan energi, bioteknologi, industri manufaktur,
teknologi infrastruktur, transportasi dan industri pertahanan, teknologi
pemrosesan pertanian dan pemrosesan ikan laut dalam, manajemen
bencana alam, serta inovasi lainnya yang berbasis ilmu pengetahuan yang
dikaitkan dengan penumbuhkembangan Wirausaha dan Wirausaha Sosial.
Bagian Kedua
Gerakan Kewirausahaan Nasional
Pasal 21
Gerakan Kewirausahaan Nasional berfungsi sebagai wadah untuk mencapai
tujuan menumbuhkembangkan mental Kewirausahaan dan meningkatkan
jumlah Wirausaha dan Wirausaha Sosial di Indonesia, melalui:
a. pendidikan dan pelatihan Kewirausahaan;
b. pengembangan Kewirausahaan;
6
c. pembudayaan Kewirausahaan;dan
d. peran serta keluarga dan masyarakat.
Pasal 22
Gerakan Kewirausahaan Nasional bertujuan untuk menumbuhkembangkan
Wirausaha dan Wirausaha Sosial yang handal untuk menjadi sarana
pengembangan produk lokal dan potensi daerah yang berdaya saing global.
Bagian Ketiga
Pendidikan Kewirausahaan
Pasal 23
Pendidikan dan pelatihan Kewirausahaan sebagaimana dimaksud Pasal 21
huruf a dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai dan karakter dalam upaya
membentuk kepribadian dan keahlian Wirausaha dan Wirausaha Sosial.
Pasal 24
sebagaimana
(1) Nilai-nilai Kewirausahaan
dimaksud dalam Pasal 23
mencakup :
a. keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. kedisiplinan, keberanian, pantang menyerah, kerja keras, kreatif, dan
inovatif;
c. amanah, mandiri, dan tanggung jawab; dan
d. kepedulian pada alam dan sesama manusia.
(2) Nilai-nilai Kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan inti kurikulum Pendidikan Kewirausahaan.
Pasal 25
Nilai-nilai dan karakter yang ingin dibentuk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 adalah :
a. Instrumental;
b. Prestatif;
c. Keluwesan Bergaul;
d. Kerja Keras;
e. Efikasi Diri;
f. Pengambilan Resiko;
g. Swakendali;
h. Inovatif; dan
i. Kemandirian.
Pasal 26
(1) Pendidikan Kewirausahaan dapat dituangkan dalam kurikulum pendidikan
meliputi substansi komponen muatan wajib, muatan lokal dan
pengembangan diri pada jalur pendidikan formal dan nonformal serta jenis
pendidikan khusus lainnya yang memfokuskan pada Kewirausahaan.
(2) Pendidikan Kewirausahaan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) terdiri
dari tiga muatan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dilaksanakan
secara terpadu dan kontekstual sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pendidikan Kewirausahaan dilaksanakan sejak Pendidikan Anak Usia Dini
hingga Pendidikan Tinggi.
7
Bagian Keempat
Inkubator Kewirausahaan
Pasal 27
Inkubator Kewirausahaan bertujuan untuk:
a. menciptakan dan mengembangkan usaha baru yang mempunyai nilai
ekonomi dan berdaya saing tinggi;
b. mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia terdidik dalam
menggerakkan perekonomian dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Pasal 28
(1) Sasaran pengembangan Inkubator Kewirausahaan adalah:
a. Penciptaan dan penumbuhan Wirausaha baru dan Wirausaha Sosial
baru dan penguatan kapasitas Wirausaha Pemula yang berdaya saing
tinggi;
b. penciptaan dan penumbuhan usaha baru yang mempunyai nilai
ekonomi dan berdaya saing tinggi;
c. peningkatan nilai tambah pengelolaan potensi ekonomi melalui
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. peningkatan aksesibilitas Wirausaha Pemula untuk mengikuti program
inkubasi;
e. peningkatan
kemampuan
dan
keahlian
pengelola Inkubator
Kewirausahaan
untuk
memperkuat
kompetensi Inkubator
Kewirausahaan; dan
f. pengembangan jejaring untuk memperkuat akses sumber daya
manusia, kelembagaan, permodalan, pasar, informasi, dan teknologi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Inkubator Kewirausahaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA
Bagian Kesatu
Hak Kekayaan Intelektual
Pasal 29
(1) Wirausaha dan Wirausaha Sosial dapat mendaftarkan Hak Kekayaan
Intelektual atas produk, jasa, atau desain yang dihasilkan dari kegiatan
usahanya sebagai sarana promosi efektif yang memberikan nilai tambah
pada kegiatan usahanya.
(2) Menteri bekerja sama dengan kementerian, lembaga pemerintah non
kementerian lainnya, dan/atau Pemerintah Daerah untuk memberikan
bantuan terhadap Wirausaha dan Wirausaha Sosial dalam upaya
sosialisasi, penyuluhan terhadap kesadaran atas Hak Kekayaan
Intelektual.
Pasal 30
(1) Pemerintah melalui kementerian yang terkait mendorong para Wirausaha
dan Wirausaha Sosial untuk mendaftarkan hak kekayaan intelektualnya
atas produk, jasa, atau desain yang dihasilkan dari kegiatan usahanya;
(2) Dukungan Pemerintah dalam pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
8
a. upaya pendataan produk, jasa, atau desain yang dihasilkan dari
Kewirausahaan;
b. memfasilitasi pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual ke Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual; dan
c. pemberian Insentif bagi Wirausaha dan Wirausaha Sosial atas
kepemilikan Hak Kekayaan Intelektual tersebut;
(3) Kegiatan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual didorong agar
Kewirausahaan yang berbasis produk, jasa, atau desain dapat memperoleh
perlindungan hukum dan dapat memperoleh manfaat ekonomi dari
eksploitasi atas produk, jasa, atau desain tersebut.
Pasal 31
(1) Pemerintah memberikan kemudahan kepada Wirausaha Pemula dalam
pengurusan Hak Kekayaan Intelektual, antara lain berupa fasilitas
pembiayaan proses pendaftaran dan pemeliharaan Hak Cipta dan Hak
Kekayaan Intelektual.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurusan Hak Kekayaan Intelektual
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah
Bagian Kedua
Infrastruktur Kewirausahaan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pasal 32
Pemerintah berkewajiban mengembangkan Kewirausahaan dengan
menciptakan infrastruktur Kewirausahaan Nasional yang meliputi aspekaspek sebagai berikut:
a. Informasi usaha;
b. Sarana dan prasarana;
c. Pembiayaan;
d. Perizinan;
e. Kemitraan; dan
f. Sosialisasi dan Promosi.
Informasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditujukan
untuk:
a. membuat dan memberikan kemudahan pemanfaatan bank data dan
jaringan informasi usaha.
b. menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber pembiayaan dan
pendanaan, penjaminan, serta teknologi.
c. memberikan jaminan
transparansi akses dana tanpa adanya
diskriminasi.
Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
mencakup pengadaan prasarana umum yang dapat meningkatkan
penumbuhkembangan usaha.
Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mencakup:
a. perluasan sumber Pembiayaan dengan memfasilitasi dunia usaha untuk
dapat mengakses kredit perbankan, lembaga keuangan bukan bank, dan
sumber pembiayaan lainnya serta pemberian jaminan risiko kredit dari
pemerintah.
b. memperbanyak jaringan lembaga Pembiayaan yang dapat diakses oleh
dunia usaha dengan menggunakan sistem konvensional maupun sistem
syariah dengan jaminan Pemerintah.
c. pemberian kemudahan Pembiayaan secara cepat dan murah dengan
akses agunan dan tanpa agunan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Perizinan usaha dimaksud pada ayat (1) huruf d dimaksudkan untuk:
9
a. menyederhanakan perizinan dan tata cara usaha dengan sistem
pelayanan terpadu.
b. memberikan keringanan biaya perizinan.
c. ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(6) Kemitraan yang dimaksud pada ayat (1) huruf e dimaksudkan untuk:
a. mewujudkan Kemitraan antar wirausaha.
b. mewujudkan
hubungan
yang
saling
menguntungkan
dalam
pelaksanaan transaksi usaha.
c. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin pertumbuhan
persaingan usaha yang sehat dan perlindungan terhadap konsumen.
d. mencegah terjadinya monopoli usaha oleh perorangan atau kelompokkelompok tertentu yang merugikan aktivitas usaha.
(7) Sosialisasi dan promosi pada ayat (1) huruf f ditujukan untuk:
a. meningkatkan sosialisasi dan promosi produk di dalam dan di luar
negeri.
b. memberikan Insentif melalui pembiayaan secara mandiri dalam kegiatan
sosialisasi dan promosi produk di dalam dan di luar negeri.
Bagian Ketiga
Perizinan bagi Wirausaha Pemula
Pasal 33
Perizinan bagi Wirausaha Pemula dimaksud untuk memberikan kepastian
hukum dan sarana pemberdayaan bagi pelaku usaha mikro dan kecil dalam
mengembangkan usahanya.
Pasal 34
Tujuan pengaturan mengenai perizinan bagi Wirausaha Pemula untuk:
a. mendapatkan kepastian dan perlindungan dalam berwirausaha di lokasi
yang telah ditetapkan;
b. mendapatkan pendampingan untuk pengembangan usaha;
c. mendapatkan kemudahan dalam akses pembiayaan ke lembaga keuangan
bank dan non-bank; dan
d. mendapatkan kemudahan dalam pemberdayaan dari pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau lembaga lainnya.
Pasal 35
(1) Perizinan diberikan kepada Wirausaha Pemula sesuai persyaratan yang
ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri.
(2) Perizinan bagi Wirausaha Pemula diberikan dalam bentuk naskah satu
lembar.
(3) Pemberian perizinan bagi Wirausaha Pemula tidak dikenakan biaya,
retribusi, dan/atau pungutan lainnya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan bagi Wirausaha Pemula
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Bidang Usaha Yang Dicadangkan
Pasal 36
(1) Untuk menumbuhkan iklim usaha dan kesempatan berusaha, maka
disusun daftar bidang usaha yang dicadangkan untuk Wirausaha Pemula,
mikro, dan kecil.
10
(2) Daftar bidang usaha yang dicadangkan untuk Wirausaha Pemula, mikro,
dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.
(3) Ketentuan mengenai sektor usaha yang dibatasi diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PEMBERDAYAAN KEWIRAUSAHAAN
Pasal 37
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendukung dan memfasilitasi
Wirausaha dan Wirausaha Sosial baik di tingkat pusat maupun daerah
untuk bersinergi, mencari dan menggunakan potensi lokal daerah agar
menjadi produk unggulan nasional.
(2) Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup:
a. pengelolaan Kewirausahaan dengan sistem zonasi berdasarkan potensi
dan keunggulan daerah.
b. pembentukan etalase bisnis berbasis potensi produk Kewirausahaan.
c. pemberian dukungan teknis berupa pelatihan, penyuluhan, dan
pendampingan kepada Wirausaha dan Wirausaha Sosial.
d. peningkatan fungsi inkubator sebagai lembaga layanan pengembangan
usaha terhadap Wirausaha dan Wirausaha Sosial.
(3) Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB IX
INSENTIF
Bagian Kesatu
Pembiayaan
Pasal 38
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib memberikan insentif untuk
kegiatan kewirausahaan dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan,
hibah, dan pembiayaan lainnya.
(2) Dalam memberikan insentif Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat
bekerjasama dengan BUMN, BUMD, BUM Desa dan pelaku usaha.
(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan insentif dalam bentuk
antara lain:
a. kemudahan persyaratan perizinan;
b. penyederhanaan tata cara dalam memperoleh pendanaan;
c. pemberian keringanan persyaratan jaminan tambahan;
d. penyebarluasan informasi mengenai kemudahan, penyelenggaraan
pelatihan;
e. keringanan suku bunga; dan
f. loket khusus untuk layanan dan informasi kredit kecil.
11
Bagian Kedua
Penjaminan
(1)
(2)
Pasal 39
Untuk
mewujudkan
Kewirausahaan
Nasional,
Pemerintah
dan
Pemerintah Daerah bekerjasama dengan lembaga Penjamin yang
memberikan jaminan untuk mendapatkan kemudahan permodalan.
Pelaksanaan pemberian jaminan untuk mendapatkan kemudahan
permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pendampingan dan Pembinaan
(1)
(2)
Pasal 40
Pemerintah melakukan pendampingan dan pembinaan bagi Wirausaha
dan Wirausaha Sosial melalui program konsultasi, pendidikan, pelatihan,
Kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan
perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendampingan dan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Insentif Pajak dan Insentif lainnya
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 41
Insentif pajak dan insentif lainnya diberikan kepada pelaku usaha yang
bermitra dengan Wirausaha Pemula dalam melakukan pembinaan yang
meliputi soal pemasaran, pengembangan sumber daya manusia,
permodalan, manajemen, dan teknologi.
Insentif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pengurangan pajak penghasilan;
b. pembebasan bea masuk atas impor;
c. pembebasan penangguhan pajak impor;
d. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan/atau
e. keringanan pajak bumi dan bangunan.
Insentif lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengutamaan kesempatan dalam pengadaan barang atau jasa
pemerintah, memberikan kelonggaran untuk memanfaatkan bidang
usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil, pengeluaran dalam rangka
pembinaan dan pengembangan kemitraan diperhitungkan sebagai biaya
yang dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Insentif pajak dan Insentif lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 42
Dalam hubungan Kemitraan pelaku usaha dilarang memiliki dan/atau
menguasai Wirausaha Pemula sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan
hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1).
12
Bagian Kelima
Sinergi Wirausaha
Pasal 43
Pemerintah memprioritaskan sinergi antar BUMN, BUMD, BUM Desa dengan
Wirausaha dan/atau Wirausaha Sosial sepanjang sinergi tersebut dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 44
Tujuan sinergi BUMN, BUMD, dan BUM Desa dengan Wirausaha dan/atau
Wirausaha Sosial adalah untuk memperkuat perekonomian nasional dengan
memperhatikan fleksibilitas, efisiensi dan efektivitas serta ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut tentang sinergi antara BUMN, BUMD, BUM Desa
dengan Wirausaha dan/atau Wirausaha Sosial sebagaimana dimaksud pada
Pasal 36 dan Pasal 37 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
SISTEM INFORMASI KEWIRAUSAHAAN NASIONAL
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
Pasal 46
Pemerintah
dan/atau
Pemerintah
Daerah
berkewajiban
menyelenggarakan Sistem Informasi Kewirausahaan yang terintegrasi
dengan sistem informasi yang dikembangkan oleh kementerian atau
lembaga Pemerintah nonkementerian.
Sistem informasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) digunakan
untuk kebijakan dan evaluasi tentang Kewirausahaan Nasional
Pasal 47
Sistem Informasi Kewirausahaan mencakup pengumpulan, pengolahan,
penyampaian, pengelolaan, dan penyebarluasan data dan/atau informasi
tentang kewirausahaan.
Data dan/atau informasi Kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit memuat data dan/atau informasi mengenai jumlah,
jenis usaha, omset dan program inkubasi.
Data dan informasi Kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disajikan secara akurat, cepat, dan tepat guna serta mudah diakses oleh
masyarakat.
Pasal 48
Menteri dalam menyelenggarakan Sistem Informasi Kewirausahaan dapat
meminta data dan informasi di bidang Kewirausahaan kepada
kementerian, lembaga Pemerintah nonkementerian, dan Pemerintah
Daerah, termasuk penyelenggara urusan Pemerintahan di bidang bea dan
cukai, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pusat Statistik,
dan badan/lembaga lainnya.
Kementerian, lembaga Pemerintah nonkementerian, dan Pemerintah
Daerah, termasuk penyelenggara urusan pemerintahan di bidang bea dan
cukai, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pusat Statistik,
dan badan/lembaga lainnya berkewajiban memberikan data dan
informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mutakhir, akurat,
dan cepat.
13
Pasal 49
Data dan informasi Kewirausahaan yang dipublikasikan melalui sistem
informasi Kewirausahaan bersifat terbuka dan transparan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain oleh menteri.
Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem Informasi Kewirausahaan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 48 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA
Bagian Kesatu
Sanksi Administratif
(1)
(2)
Pasal 51
Setiap pelaku usaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 dikenakan sanksi administratif berupa
pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
Setiap orang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
mengaku atau memakai nama Wirausaha Pemula sehingga mendapatkan
kemudahan untuk memperoleh dana, Insentif atau fasilitas yang
diperuntukkan bagi Wirausaha Pemula dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah).
Bagian Kedua
Ketentuan Pidana
Pasal 53
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundangundangan yang mengatur mengenai Kewirausahaan Nasional, dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama
1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 55
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara.
14
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal …
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN…NOMOR…
15
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR…TAHUN…
TENTANG
KEWIRAUSAHAAN NASIONAL
I. UMUM
Kewirausahaan merupakan gerakan ekonomi yang salah satu perannya
menciptakan peluang kerja yang diinisiasi oleh masyarakat berdasarkan
potensi dan keunggulannya masing-masing. Untuk mengoptimalkan fungsi
kewirausahaan sebagai pilar yang kokoh dalam perekonomian Indonesia,
diperlukan langkah-langkah untuk mengembangkan paradigma baru dalam
pembangunan kewirausahaan. Pembudayaan kewirausahaan sebagai
gerakan ekonomi rakyat harus didukung oleh politik hukum negara. Untuk
menyusun rencana strategis dalam menggagas kewirausahaan dan
kemitraan berdasarkan manajemen yang terintegrasi.
Peran negara dibutuhkan untuk mengelola dan mengorganisasikan
perekonomian agar masyarakat memperoleh pelayanan kesejahteraan
dengan standar yang baik. Negara berkewajiban untuk menciptakan derajat
kesejahteraan yang optimal bagi warganya dengan meningkatkan kualitas
pelayanan publik dan reformasi kebijakan publik. Negara juga harus adaptif
terhadap perubahan sosial dan ekonomi yang fluktuatif dalam reformasi
negara kesejahteraan.
Manusia Indonesia sebagai subjek dan objek pembangunan memiliki
peranan yang strategis. Oleh karena itu, penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, keterampilan, dan keahlian dalam proses pembangunan mutlak
diperlukan. Upaya penguasaan tersebut dapat ditempuh melalui
pengembangan sistem pendidikan formal dan non-formal yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan ekonomi pada umumnya dan
pembangunan di bidang skill kewirausahaan pada khususnya.
Keberadaan Undang-Undang tentang Kewirausahaan Nasional disusun agar
masyarakat dapat memperoleh akses informasi, pendidikan, keterampilan,
dan keahlian yang bermuara pada upaya peningkatan kesejahteraan dan
kemakmuran bersama dengan mendorong masyarakat agar memiliki
kemampuan berwirausaha. Pengaturan tentang kewirausahaan secara
terencana, terpadu, dan komprehensif dengan mempertimbangkan semua
aspek untuk memaksimalkan potensi ekonomi, politik, budaya, lingkungan,
dan kemandirian bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Undang-Undang
tentang Kewirausahaan Nasional merupakan bagian dari pemenuhan tujuan
bernegara yang termaktub dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945.
Filosofi dan semangat tersebut menjadi landasan dalam penyusunan materi
dan substansi Rancangan Undang-Undang tentang Kewirausahaan Nasional
ini.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
16
Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah asas yang
melandasi upaya pengambilan keputusan dalam hal
penumbuhkembangan wirausaha yang dicapai secara musyawarah.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas demokrasi ekonomi” adalah asas yang
melandasi upaya pemberdayaan wirausaha sebagai satu kesatuan
pembangunan
perekonomian
nasional
untuk
mewujudkan
kemakmuran rakyat.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah asas yang
mendorong peran wirausaha agar secara bersama-sama dalam
kegiatannya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas efisiensi berkeadilan” adalah asas yang
mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha mewujudkan
iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas kesejahteraan” adalah asas yang
melandasi upaya pembangunan yang mewujudkan peningkatan
kualitas hidup rakyat.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas berkelanjutan” adalah asas yang
melandasi proses pembangunan yang berkesinambungan sehingga
terbentuk perekonomian yang tangguh dan mandiri.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah asas yang
melandasi pemberdayaan wirausaha dengan tetap menjaga dan
mengedepankan potensi, kemampuan, dan kemandirian wirausaha.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan” adalah asas yang
melandasi adanya proses pembangunan ekonomi nasional yang
seimbang antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan
bangsa dan negara.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas kesatuan ekonomi nasional” adalah
asas yang melandasi pemberdayaan wirausaha agar menjadi bagian
dari pembangunan kesatuan ekonomi nasional.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas kreatifitas” adalah asas yang
mendorong pembangunan kreatifitas wirausaha yang tinggi agar
mampu bertahan dalam berbagai macam kondisi.
Huruf k
Yang dimaksud dengan “asas inovasi” adalah asas yang mendorong
munculnya wirausaha baru yang mewarnai perekonomian nasional.
Huruf l
Yang dimaksud dengan “asas pendayagunaan” adalah asas yang
mendorong penggunan potensi dan sumber daya yang ada menjadi
sebuah entitas yang menghasilkan keuntungan.
Huruf m
Yang dimaksud dengan “asas pemberdayaan” adalah asas yang
mendorong pemberdayaan semua pihak yang relevan dalam
pengembangan wirausaha nasional.
Pasal 3
Cukup jelas.
17
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup Jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Instrumental adalah karakter yang bisa memanfaatkan segala
sesuatu yang ada dalam lingkungannya dan bisa melihat peluang
yang ada.
Ayat (2)
Prestatif adalah karakter selalu tampil lebih baik, lebih efektif
dibandingkan dengan hasil yang tercapai sebelumnya.
Ayat (3)
Keluwesan Bergaul adalah karakter selalu berusaha untuk cepat
menyesuaikan diri dalam berbagai situasi hubungan antar
manusia.
18
Ayat (4)
Kerja Keras adalah karakter yang selalu ingin terlibat dalam
situasi kerja, tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai,
mengutamakan kerja dan mengisi waktu yang ada dengan
perbuatan nyata untuk mencapai tujuan.
Ayat (5)
Efikasi Diri adalah karakter selalu percaya pada kemampuan diri,
tidak ragu-ragu dalam bertindak, bahkan berkecenderungan
untuk melibatkan diri secara langsung dalam berbagai situasi
dengan optimisme untuk berhasil.
Ayat (6)
Pengambilan
Resiko
adalah
karakter
yang
selalu
memperhitungkan keberhasilan dan kegagalan dalam setiap
kegiatannya khususnya untuk mencapai keinginannya.
Ayat (7)
Swakendali adalah karakter siap menghadapi berbagai situasi
dengan mengacu pada kekuatan dan kelemahan pribadi dan
batas-batas kemampuan dalam berusaha sehingga kegiatannya
menjadi lebih terarah dalam mencapai tujuannya.
Ayat (8)
Inovatif adalah karakter yang selalu mendekati berbagai masalah
dengan berusaha menggunakan cara-cara baru yang lebih
bermanfaat, terbuka terhadap gagasan, pandangan, dan
penemuan baru yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
kinerjanya.
Ayat (9)
Kemandirian adalah karakter yang selalu mengembalikan
perbuatannya sebagai tanggung jawab pribadi atas keberhasilan
dan kegagalannya yang merupakan konsekuensi pribadi
wirausaha.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
19
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
yang dimaksud dengan “memiliki dan/atau menguasai” adalah
kepemilikan saham mayoritas dari pelaku usaha menengah dan besar
terhadap wirausaha pemula.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
20
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR…
21
Download