pola komunikasi antara penyuluh agama dengan residen dalam

advertisement
POLA KOMUNIKASI ANTARA PENYULUH AGAMA DENGAN
RESIDEN DALAM PEMBINAAN SOSIAL KEAGAMAAN DI BALAI
BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) LIDO
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
DEUIS NUR APRIANTI
NIM: 1110052000027
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H./2014 M.
ABSTRAK
Deuis Nur Aprianti
Pola Komunikasi antara Penyuluh Agama dengan Residen dalam Pembinaan
Sosial Keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional
(BNN) Lido
Penyuluh agama merupakan agen perubahan yang membawa ide, gagasan serta
memberikan inovasi bagi perubahan kehidupan masyarakat dari apa yang ada kini
menuju keadaan yang lebih baik. Sebagai agen perubahan diperlukan banyak
kemampuan agar memungkinkan penyuluh dapat sukses merubah masyarakat
dalam hal pengetahuan, sikap, dan perilaku salah satunya kemampuan
berkomunikasi. Dengan kemampuan komunikasinya maka penyuluh agama tidak
terkecuali dapat juga merubah pengetahuan, sikap dan perilaku residen yang ada
di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido. Melalui pola
komunikasi yang efektif dalam kegiatan pembinaan sosial keagamaan penyuluh
agama dapat masuk memberikan informasi dan gagasannya untuk merubah
residen menjadi orang yang taat dan bertakwa kepada Allah SWT dan diterima
oleh masyarakat lainnya.
Dari pemaparan di atas tersebut ditemukan rumusan masalah: Bagaimana pola
komunikasi penyuluh agama terhadap proses pembinaan sosial di Balai Besar
Rehabilitasi BNN Lido? Bagaimana pola komunikasi penyuluh agama terhadap
proses pembinaan keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido?
Kemudian, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang
menghasilkan data deskriptif dan teknik analisis data yang digunakan yaitu
triangulasi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan berupa observasi,
wawancara, dan dokumentasi.
Teori yang digunakan adalah pola komunikasi menurut H.A.W. Widjaja dalam
bukunya Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Ada empat pola komunikasi, yaitu
pola roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola bintang.
Hasil dari penelitian yang dilakukan yaitu, dalam pembinaan sosial menggunakan
pola komunikasi bintang, ini terjadi ketika residen dan juga staff saling
memberikan pendapat, ide dan gagasan. Pola komunikasi roda, pola bintang dan
komunikasi antarpribadi terjadi dalam kegiatan pembinaan keagamaan, pola
komunikasi roda terjadi dikarenakan penyuluh agama merupakan orang yang
sentral dalam memberikan informasi kepada residen. Penerapan pola bintang
menimbulkan proses komunikasi dua tahap menimbulkan komunikasi
antarpribadi.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah. Semoga rahmat serta salam penghormatan
senantiasa tercurah bagi Rasul utusan Allah berikut segenap keluarga, sahabat,
dan orang-orang yang mengikuti petunjuknya.
Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT karena skripsi yang
menjadi syarat kelulusan sudah sampai pada kesimpulannya. Selama penulisan
skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari
itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Keluarga penulis, khususnya mamah dan bapak yang selalu memberikan
ridhonya, dan selalu menghantarkan anaknya dengan doa. Adik-adik yang
selalu menyemangati penulis.
2. Kepada orang tua penulis Ibu Sri Rezeki Houtman dan Alm. Bapak
Houtman Zainal Arifin yang memberikan doa dan memberikan
kesempatan kepada penulis untuk tinggal di Yayasan Pondok Sruni
sebagai rumah penulis yang ke dua, serta seluruh keluarga penulis di
Yayasan Pondok Sruni.
3. Kepada Bagian Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengelola Beasiswa BIDIK MISI yang sudah memberikan bantuan kepada
penulis selama masa kuliah jenjang S1.
4. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
5. Ibu Dra. Rini L. Prihatini, M.Si. selaku ketua jurusan dan Bapak Drs.
Sugiharto, MA. selaku sekretaris jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam.
6. Bapak Drs. Jumroni, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak membantu memberikan arahan dalam penyusunan sampai pada
akhir skripsi
7. Kepada seluruh staff Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido khususnya Bapak
Solihun, Mbak Tuti, Ustadzah Musciner, Ustadz Jajang, Ustadz Jamal,
Ustadz Muslim, Ustadz Luthfi dan residen yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian dan banyak membantu penulis sehingga
penelitian ini berjalan dengan baik dan lancar.
8. Teman-teman penulis Mela Silviana yang telah menemani penulis
beriringan menuju tempat penelitian. Fatmala Dewi, Intan Mayasari, Kiki
Rizki Amelia, Sri Mulyanti, Eka Fitri Yana, Haula Sofiana, Sabatini Ayu
Sentani, Juairiyah, Ida Handayani serta teman-teman yang lain yang tidak
penulis sebutkan satu persatu, terimakasih.
Semoga Allah meridhoi setiap waktu, langkah dan pengorbanan yang telah
dilakukan selama penyelesaian skripsi ini. Amiin.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca dan
khususnya untuk jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, mohan maaf atas
segala kekurangan penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.
Jakarta, 23 Juli 2014
Deuis Nur Aprianti
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .........................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 7
D. Metodologi Penelitian............................................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 14
F. Sistematika Penulisan .............................................................................. 16
BAB II TINJAUAN TEORITIS ......................................................................................... 17
A. Pola Komunikasi ...................................................................................... 17
1. Pengertian Pola Komunikasi ............................................................. 17
2. Metode Komunikasi........................................................................... 22
3. Teknik Komunikasi........................................................................... 23
4. Macam-macam Bentuk Komunikasi ................................................. 24
5. Unsur-unsur Komunikasi dalam Penyuluhan .................................... 28
B. Penyuluh Agama........................................................................................ 35
1. Pengertian Penyuluh Agama ............................................................. 35
2. Tugas Penyuluh Agama .................................................................... 36
C. Pembinaan Sosial Keagamaan .................................................................. 38
1. Pengertian Pembinaan Sosial............................................................. 38
2. Pengertian Pembinaan Keagamaan ................................................... 40
D. Rehabilitasi Residen................................................................................. 43
1. Pengertian Rehabilitasi ..................................................................... 43
iv
2. Pengertian Residen ............................................................................ 44
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA.................................................................... 46
A. Sejarah berdirinya Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido .......................... 46
B. Visi dan Misi Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido ................................. 49
C. Dasar Hukum, Kedudukan Tugas Pokok dan Fungsi ............................. 50
D. Sumber Daya............................................................................................ 50
1. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Kesehatan . .......................... 50
2. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Rehabilitasi Sosial ............... 51
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA ............................................ 53
A. Gambaran Umum Informan..................................................................... 53
1. Penyuluh Agama................................................................................ 53
2. Residen .............................................................................................. 59
B. Kegiatan Pembinaan Sosial Keagamaan Balai Besar Rehabilitasi
BNN Lido................................................................................................ 63
1. Kegiatan Pembinaan Sosial................................................................ 63
2. Kegiatan Pembinaan Keagamaan ...................................................... 64
C. Analisa Hasil Temuan.............................................................................. 66
1. Analisa Pola Komunikasi dalam Pembinaan Sosial.................. ......... 67
2. Analisa Pola Komunikasi dalam Pembinaan Keagamaan .................. 69
BAB V PENUTUP............................................................................................................... 78
A. Kesimpulan ............................................................................................. 78
B. Saran ....................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 81
LAMPIRAN-LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyuluh agama sebagaimana tercantum dalam Keputusan
Menteri Agama RI Nomor 791 tahun 1985, adalah pembimbing umat
beragama dalam rangka pembinaan mental, moral dan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Penyuluh Agama Islam, yaitu
pembimbing umat Islam dalam rangka pembinaan mental, moral dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, serta
menjabarkan segala aspek pembangunan melalui pintu dan bahasa
agama.1
Secara umum, istilah penyuluhan dalam bahasa sehari-hari
sering digunakan
untuk menyebut
pada
kegiatan pemberian
penerangan kepada masyarakat, baik oleh lembaga pemerintah
maupun oleh lembaga non-pemerintah. Istilah ini diambil dari kata
dasar suluh yang searti dengan obor dan berfungsi sebagai
penerangan.
Pada hakikatnya penyuluhan adalah bagian dari komunikasi,
yaitu proses penyampaian pesan oleh penyuluh kepada mereka yang
di suluh sejak mengetahui, meminati, dan kemudian menerapkannya
1
Ujang Jaenal Mutakin, Penyuluh Agama Islam Cilegon
http://pokjaluhclg.blogspot.com/2011/08/quo-vadis-peran-dan-fungsi-penyuluh.html. di akses
tanggal 19-01-2014, pukul 20.00 WIB
1
2
dalam kehidupan yang nyata.2 Bagi seorang penyuluh, kemampuan
yang benar-benar dikuasai dalam berkomunikasi tidak diragukan lagi
merupakan sesuatu yang mutlak dibutuhkan. Tanpa kemampuan
berkomunikasi yang memadai, sedikit kemungkinan bagi penyuluh
untuk dapat sukses dalam tugasnya menyampaikan informasi dan
mengajak anggota masyarakat berubah dalam hal pengetahuan, sikap,
dan perilaku.
Sebagai salah satu agen perubahan, maka diperkirakan
kompetensi komunikasi merupakan hal yang penting yang paling
diperlukan penyuluh. Penyuluh datang ke tengah suatu masyarakat
membawa sejumlah ide dan gagasan, umumnya ide dan gagasan
tersebut mengandung hal-hal yang baru bagi masyarakat yang
didatanginya. Tujuan penyebarluasan ide dan gagasan itu adalah untuk
melakukan perubahan kehidupan masyarakat dari apa yang ada kini
menuju keadaan yang lebih baik lagi. Usaha perubahan tersebut
termasuk ke dalam apa yang dikenal dengan perubahan sosial (social
change), sedangkan orang yang mempelopori perubahan sosial seperti
yang dilakukan oleh para penyuluh disebut sebagai agen perubahan
(agent of change).
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, dengan
berkomunikasi manusia melakukan suatu hubungan, karena manusia
adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri melainkan saling
2
Zulkarimein Nasution, Prinsip-prinsip Komunikasi untuk Penyuluhan, (Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990), h. 10
3
membutuhkan satu sama lain. Tanpa berkomunikasi manusia tidak
akan bisa menjalankan fungsinya sebagai pembawa amanah dari Allah
di muka bumi (khalifah).
Dalam setiap peristiwa komunikasi tidak terlepas dari unsurunsur komunikasi, A. W. Widjaya dalam bukunya Komunikasi dan
Hubungan Masyarakat mengatakan “bahwa unsur-unsur komunikasi
terdiri atas sumber (orang, lembaga, buku, dokumen, dan lain
sebagainya), komunikator (orang, kelompok, surat kabar, radio,
televisi, film, dll), pesan (bisa melalui lisan, tatap muka langsung),
saluran media umum dan media massa (media umum seperti radio,
OHP, dll sedangkan media massa seperti pers, radio, film, dan TV),
komunikan (orang, kelompok atau negara), efek atau pengaruh
(perbedaan antara apa yang dirasakan atau apa yang dipikirkan, dan
dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan)”.3
Pola komunikasi merupakan gambaran atau rancangan
bagaimana proses komunikasi antara komunikan dengan komunikator
dapat berjalan dengan efektif ketika pesan yang disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan itu dapat sampai dan bisa mengubah
sikap, pendapat, dan perilaku komunikan secara face to face
communication dan dapat juga melalui sebuah medium telepon atau
menggunakan media komunikasi (komunikasi massa) baik secara
3
A. W. Widjaya, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997),
cet. Ke-3, h. 13
4
lisan ataupun tulisan dan baik yang terjadi secara individu, antar
individu, maupun kelompok.
Setidaknya ada empat pola komunikasi yang dapat terjadi
dalam suatu kegiatan termasuk dalam kegiatan sosial keagamaan,
yaitu komunikasi pola roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola
bintang.4
Mantan narapidana adalah orang yang pernah menjalani
hukuman karena tindak pidana. Sedangkan narapidana adalah orang
hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak
pidana).5 Ruang lingkupnya sangat terbatas, mereka tidak dapat
bergaul dengan masyarakat luas selama menjalani hukuman dalam
waktu yang telah ditentukan dan kehidupan mereka sering diliputi
stress, merasa tidak diperhatikan, mudah tersinggung, acuh tak acuh
dan mudah putus asa.
Meskipun mantan narapidana pernah melakukan tindak
kriminal yang melanggar hukum, tapi mereka semua adalah manusia
biasa yang tetap memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Begitu pula
terhadap residen yang berada di Balai Besar Rehabilitasi Badan
Narkotika Nasional (BNN) Lido, Bogor, Jawa Barat yang terkait
dengan narkoba. Kebanyakan persepsi orang menyatakan bahwa
pengguna narkoba adalah mereka yang rusak moralnya dan tidak
4
H.A.W. widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000)
edisi revisi, h. 102-103
5
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), h. 136
5
memiliki akhlak yang terpuji hingga mereka bisa melakukan tindak
kejahatan.
Mereka juga hamba Allah yang memiliki kesempatan
bertaubat untuk membenahi diri agar kembali pada jalan yang benar
dan tidak mengulangi tindak pidana lagi, maka seharusnya selaku
sesama manusia sesuai fitrahnya untuk saling mengingatkan agar
menjalankan segala hal kebaikan dan mencegah kemunkaran di dunia.
Selain dari itu, agama juga sangat berperan penting terhadap
perubahan perilaku manusia. Sebuah agama dipandang sebagai
pedoman, petunjuk serta pegangan hidup dalam bersikap dan
mengaplikasikannya dalam berperilaku. Bagaimanapun keadaan
manusia tidak lepas dari agama, karena manusia adalah “homo
religius” atau makhluk beragama.6
Berdasarkan unsur-unsur fitrah tersebut maka umumnya umat
Islam dan khusunya penyuluh agama sebagai agent of change dituntut
berusaha sesuai kemampuannya mengemban amanat dari Allah yakni
amar ma’ruf nahi munkar, kewajiban dan tanggung jawab untuk selalu
menebarkan kebaikan.
Ada upaya untuk menangani para penyalahgunaan narkotika
yakni dengan rehabilitasi serta berkomunikasi dengan mereka agar
6
Frang G. Goble, Mazhab Ke-Tiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow,
(Yogya:Kanisius, 1987), h. 155
6
penyalahguna narkotika dapat memantapkan kepribadian untuk
kembali bersosialisasi dengan masyarakat.
Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido dengan memiliki tujuan
awal, sebagai pusat rujukan dalam hal pelayanan secara terpadu
meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial terhadap korban
penyalahguna dan atau pecandu narkotika, psikotropika, dan bahan
adiktif
lainnya,
memfasilitasi
pengkajian
dan
pengembangan
rehabilitasi, serta memberikan bantuan informasi dalam rangka
pemutusan jaringan peredaran gelap narkoba. Balai Besar Rehabilitasi
BNN Lido yang melaksanakan tugas pelayanan masyarakat berupa
rehabilitasi penyalah guna dan atau pecandu narkoba secara terpadu
berdasarkan aspek medis, psikologis, dan sosial.
Berpijak
berkesimpulan
dari
dan
pemikiran
merasa
perlu
di
atas,
membahas
akhirnya
penulis
mengenai
pola
komunikasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido. Maka untuk
menjawab semua persoalan tersebut penulis mengambil judul: “Pola
Komunikasi antara Penyuluh Agama dengan Residen dalam
Pembinaan Sosial Keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi Badan
Narkotika Nasional (BNN) Lido”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pola komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi
pada beberapa aspek, yaitu:
7
a) Pola
komunikasi
penyuluh
agama
terhadap
proses
pembinaan sosial di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido.
b) Pola
komunikasi
penyuluh
agama
terhadap
proses
pembinaan keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi BNN
Lido.
2. Perumusan Masalah
Agar dalam pembatasannya lebih terarah dan terfokus, maka
penulis perlu membuat perumusan masalah, yang tersusun dalam
kerangka pernyataan sebagai berikut:
a) Bagaimana pola komunikasi penyuluh agama terhadap
proses pembinaan sosial di Balai Besar Rehabilitasi BNN
Lido?
b) Bagaimana pola komunikasi penyuluh agama terhadap
proses pembinaan keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi
BNN Lido?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
a) Untuk mengetahui pola komunikasi penyuluh agama
terhadap
proses
pembinaan
Rehabilitasi BNN Lido.
sosial
di
Balai
Besar
8
b) Untuk mengetahui pola komunikasi penyuluh agama
terhadap proses pembinaan keagamaan di Balai Besar
Rehabilitasi BNN Lido.
2. Manfaat Penelitian
a) Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif
bagi pengembangan keilmuan dakwah selanjutnya, serta dapat
menambah wawasan berpikir dalam upaya meningkatkan ilmu
pengetahuan.
b) Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi
Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido guna meningkatkan mental dan
keagamaannya terhadap residen sesuai dengan fungsinya yaitu
memperbaiki diri residen sehingga dapat kembali menjadi warga
negara baik dan berguna.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menggunakan
paradigma ilmiah. Artinya, penelitian ini mengasumsikan bahwa
kenyataan-kenyataan empiris terjadi dalam suatu konteks sosialkultural yang saling terkait satu sama lain. Karena itu menurut
paradigma ilmiah setiap fenomena sosial harus diungkap secara
9
holistik.7 Sedangkan desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah desain deskriptif, yaitu metode yang bertujuan
untuk membuat gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diteliti.8
Pemilihan desain penelitian ini didasarkan atas beberapa
pertimbangan, diantaranya penelitian kualitatif digunakan untuk
mendeskripsikan pola komunikasi yang kompleks dari informan dan
juga memberikan informasi yang lebih mendalam sehingga dapat
memberikan pemahaman yang lebih besar dibandingkan dengan
penelitian kuantitatif. Di sampaing itu, alasan pragmatis juga menjadi
pertimbangan dalam penelitian ini, yaitu biaya murah, waktu yang
cukup singkat, dan rancangan dapat dimodifikasi selama penelitian
berlangsung.
2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Balai Besar Rehabilitasi
BNN Lido Jawa Barat selama kurang lebih enam minggu lamanya,
terhitung mulai minggu ke empat bulan April 2014 sampai bulan Juni
2014 minggu pertama. Sebelumnya penulis telah melakukan survei
izin penelitian yang dilakukan pada tanggal 13 November 2013.
7
M. Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama, (Pendekatan Teori dan Praktek), (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 59
8
Sandjaja Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian, (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2006),
h. 110
10
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik
purposive
sampling
dimana
pemilihan
informan
didasarkan
pertimbangan atau kriteria tertentu dari peneliti sehingga akhirnya
mendapatkan sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber.
Adapun yang menjadi kriteria informan ialah mereka yang
terlibat langsung dalam kegiatan pembinaan sosial keagamaan di Balai
Besar Rehabilitasi BNN Lido. Informan dalam penelitian ini adalah 5
penyuluh agama dan 5 residen selaku penerima penyuluhan. Hal ini
dikarenakan penyuluh agama di BNN Lido berjumlah 5 orang dan
residen dalam penelitian ini hanya sebagai cross chek data dengan
fakta dari sumber lain sehingga peneliti memutuskan untuk mengambil
5 residen.
Pemilihan informan tersebut berdasarkan pada prinsip:
a) Kesesuaian (appropiateness) :
informan
dipilih
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki berkaitan dengan
topik penelitian.
b) Kecukupan (adequency)
: data yang diperoleh dari
informan harus menggambarkan seluruh fenomena yang
berkaitan dengan topik penelitian.
11
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
penting dalam sebuah penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
tersebut adalah memperoleh data.
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan:
a) Observasi
Observasi adalah berusaha untuk memperoleh dan
mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan terhadap
sesuatu kegiatan secara akurat, serta fenomena yang muncul
dan mempertimbangkan hubungan
antara
aspek dalam
fenomena tersebut.9 Dalam hal ini peneliti mengadakan
penelitian langsung dengan mengamati objek yang diteliti,
yakni bagaimana pola komunikasi antara penyuluh agama
dengan residen dalam pembinaan sosial keagamaan di Balai
Besar Rehabilitasi BNN Lido.
b) Wawancara
Peneliti melakukan tanya jawab secara langsung dengan
orang-orang yang terlibat sebagai penyuluh agama di Balai
Besar Rehabilitasi BNN maupun residennya, dengan tujuan
untuk mendapatkan keterangan secara jelas berupa pola
komunikasi dalam proses pembinaan sosial keagamaan sesuai
dengan tujuan dalam penelitian ini. Wawancara tersebut untuk
9
Lexi J. Moleong, Metode penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2006), Cet. Edisi Revisi, h. 37
12
dijadikan sebagai data primer, semua pembicaraan direkam di
dalam alat perekam suara.
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua
orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi
dari
seorang
lainnya
dengan
mengajukan
pertanyaan-
pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara sebagai
garis besar dibagi dua, yakni wawancara tak terstruktur dan
wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering
disebut juga wawancara mendalam, wawancara intensif,
wawancara kualitatif, dan wawancara terbuka (openended
interview), wawancara etnografis. Sedangkan wawancara
terstruktur sering disebut juga wawancara baku (standardized
interview), yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan
sebelumnya (biasanya tertulis) dengan pilihan-pilihan jawaban
yang juga sudah disedikan.10
c) Dokumentasi
Peneliti mengumpulkan, membaca dan mempelajari
berbagai macam data seperti yang tertulis, mengambil foto, dan
statistik dan data-data di perpustakaan atau instansi terkait
lainnya yang dapat dijadikan analisa untuk hasil dalam
penelitian ini.
10
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnya), (Bandung: PT. Rosdakarya, 2004), h. 180
13
5. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Data atau informasi yang telah dikumpulkan perlu diuji
keabsahannya melalui teknik-teknik berikut:
a) Triangulasi metode, yaitu menguji data atau informasi
dengan menggunakan metode yang berbeda.
b) Triangulasi peneliti, yaitu memeriksa data atau informasi
dengan peneliti yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk
menguji kejujuran, subjektivitas dan kemampuan merekam
data oleh peneliti di lapangan.
c) Triangulasi sumber, yaitu membandingkan hasil wawancara
dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Hasil dari
perbandingan yang diharapkan adalah berupa kesamaan
atau alasan-alasan terjadinya perbedaan.
d) Triangulasi situasi, yaitu bagaimana penuturan seorang
informan jika dalam keadaan ada orang lain dibandingkan
dengan dalam keadaan sendiri.
e) Triangulasi teori, yaitu apakah ada hubungan penjelasan
dan analisis atau tidak antara satu teori dengan teori yang
lain terhadap data hasil penelitian.11
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi triangulasi sumber, yaitu melakukan pengecekkan data antara
penyuluh agama dengan residen dan triangulasi situasi, yaitu
11
Hamadi, Metode Penelitian Kualitatif: Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan
Laporan Penelitian. (Malang: UMM Press, 2008), h. 68
14
melakukan pengecekkan terhadap kenyataan lapangan dengan
penuturan penyuluh agama dan residen.
6. Pedoman Penulisan
Penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Desertasi) yang diterbitkan oleh
CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
E. Tinjauan Pustaka
Penulis menemukan beberapa tema yang sama dengan
penelitian yang ditulis oleh penulis sendiri, yaitu sebagai berikut:
1. Nama Penulis : Shochibul Hujjah
Judul Penelitian
: Pola Komunikasi Guru Agama dalam Pembinaan
Akhlak Siswa SMK Negeri 1 Pasuruan. Hasil penelitiannya adalah:
Guru Agama merupakan komunikator dalam menyampaikan pesan
(materi pelajaran/pembinaan akhlak) kepada para siswanya. Pesan
berupa materi pelajaran/pembinaan akhlak. Media yang digunakan
adalah sekolah yang menjadi tempat terjadinya komunikasi antara guru
dan siswanya. Maka dari situlah timbul efek komunikasi dimana
seorang guru menjadi teladan yang baik bagi para siswanya dalam
bersikap dan berucap.
Adapun perbedaan dari penelitian di atas dengan penelitian ini adalah
sasaran, dan tempat penelitian. Serta penelitian diatas fokus
15
penelitiannya terhadap pembinaan akhlak, sedangkan penelitian ini
fokus pada pembinaan sosial keagamaan.
2. Nama Penulis : Armillatussholihah
Judul Penelitian
: Pola Komunikasi Perawat dan Pasien Rawat Inap
dalam Pelayanan Medis di Rumah Sakit Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitiannya: Proses komunikasi
yang berlangsung di ruang perawatan merupakan komunikasi yang
bersifat
antarpribadi,
serta
perawat
dan
pasien
rawat
inap
menggunakan komunikasi yang bersifat langsung (tatap muka) secara
verbal dan non verbal dan menggunakan pendekatan komunikasi antar
pribadi secara sosiologis, psikologis dan kultural. Perbedaan dari
penelitian di atas adalah sasaran dan tempat penelitian. Penelitian di
atas hanya fokus kepada aspek sosial dan kejiwaannya, sedangkan
penulis menambahkan aspek keagamaannya. Persamaannya yaitu,
ingin melihat bagaimana dengan komunikasi mampu mempengaruhi
pasien yang sedang sakit atau ketergantungan obat.
Menarik dan penting dari penelitian yang dilakukan untuk
penulisan skripsi ini adalah penelitian ini dilakukan di Balai Besar
Rehabilitasi BNN Lido yang merupakan pusat Rehabilitasi di
Indonesia bagi penyalahguna narkoba. Menurut penulis itu adalah
salah satu lembaga yang sangat memiliki peran penting dalam
menumbuhkan kesadaran masayarkat agar tidak terjerumus kepada
narkoba.
16
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi
ini disesuaikan dengan pokok masalah yang akan dibahas dalam lima
bab, yaitu:
BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari enam sub,
antara
lain: Latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan teori terdiri dari empat sub, antara lain: Pola
komunikasi, penyuluh agama, pembinaan sosial keagamaan
dan rehabilitasi residen.
BAB III : Menjelaskan tentang gambaran umum lembaga, meliputi:
sejarah Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido, visi & misi Balai
Besar Rehabilitasi BNN Lido, dasar hukum, kedudukan tugas
pokok dan fungsi dan sumber daya Balai Besar Rehabilitasi
BNN Lido.
BAB IV: Analisis hasil penelitian, terdiri dari tiga sub, yaitu:
Gambaran umum informan, kegiatan pembinaan sosial
keagamaan Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido dan analisa
hasil temuan pola komunikasi dalam pembinaan sosial
keagamaan.
BAB V: Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pola Komunikasi
1. Pengertian Pola Komunikasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola memiliki arti
model, corak, sistem dan bentuk.1 Sedangkan dalam Kamus Bahasa
Indonesia Kontemporer pola diartikan sebagai model, corak, cara kerja
dan bentuk.2
Menurut H.A.W. widjaja di dalam bukunya Ilmu Komunikasi
Pengantar Studi, ada empat pola komunikasi, yaitu komunikasi pola
roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola bintang (Mudjito). Keempat
pola tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:3
Gambar.1
Pola Komunikasi Roda
B
E
A
C
D
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005) edisi ke-3, h. 884
2
Peter Salim, Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern
English Press, 2002), h.
3
H.A.W. widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000)
edisi revisi, h. 102-103
17
18
Gambar.2
Pola Komunikasi Rantai
A
B
C
D
Gambar.3
Pola Komunikasi Lingkaran
A
B
E
D
C
Gambar.4
Pola Komunikasi Rantai
A
B
E
D
C
E
19
Pola roda adalah pola yang mengarahkan seluruh informasi
kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang yang dalam
posisi sentral menerima kontak dan informasi yang disediakan oleh
anggota lainnya dan memecahkan masalah dengan saran dan
persetujuan anggota lainnya. Pola rantai adalah pola yang
mengarahkan seseorang berkomunikasi pada seseorang yang lain
dan kepada anggota yang lainnya dan anggota seterusnya. Pola
lingkaran memungkinkan semua anggota berkomunikasi satu
dengan yang lainnya hanya melalui sejenis sistem pengulangan
pesan. Tidak seorang anggota pun yang dapat berhubungan
langsung dengan semua anggota lainnya, demikian pula tidak ada
anggota yang memiliki akses langsung terhadap seluruh informasi
yang diperlukan untuk memecahkan persoalan. Sedangkan pola
bintang adalah pola yang memungkinkan semua anggota bisa
berkomunikasi dengan semua anggota lainnya.
Istilah
komunikasi
atau
dalam
bahasa
inggris
communication berasal dari kata Latin communicatio, dan
bersumber dari kata communis yang berarti sama, dalam hal ini
ialah sama makna.4 Dalam komunikasi minimal harus mengandung
kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan
minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni
agar orang mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar
4
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009), h. 9
20
orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan dan
melakukan suatu perbuatan atau kegiatan.
Menurut Onong Uchjana Effendi komunikasi adalah proses
pernyataan antarmanusia. Hal yang dinyatakan itu adalah pikiran
atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
bahasa sebagai alat penyalurnya.Sedangkan menurut penuturan
Agus M. Hardjana adalah komunikasi adalah proses penyampaian
makna dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada
orang lain melalui media tertentu”.5
Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan arti dari pola
komunikasi itu, merupakan gabungan dua kata antara Pola dan
Komunikasi, sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah cara atau
struktur yang tetap dalam penyampaian pesan yang terjadi atau
berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa dan siapa
yang dipercakapkan. Dapat disimpulkan juga bahwa komunikasi
ialah proses penyampaian pesan dari seseorang (komunikator)
kepada orang lain (komunikan) untuk tujuan tertentu. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang yang berkomunikasi
berarti mengharapkan agar orang lain ikut berpartisispasi atau
bertindak sesuai dengan tujuan dan harapan dari isi pesan yang
disampaikan.
5
Ngainun Naim, Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2011), h. 18
21
Dengan
mengetahui
gambaran
pada
sebuah
proses
komunikasi maka kita dapat mengetahui komunikasi apa yang
digunakan sehingga apabila terjadi sebuah kekurangan dan
kelemahan kita dapat meminimalisasikannya sehingga tidak
menjadi sebuah kesalahan penyampaian sebuah informasi dalam
sebuah proses komunikasi.
Teori komunikasi dari Harold Laswell menjelaskan bahwa
cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah
menjawab pertanyaan: Why says what in which channel to whom
with what effect? (Siapa mengatakan apa melalui saluran apa
kepada siapa dengan efek apa).6
Teori ini berkaitan dengan adanya pembinaan sosial
keagamaan atau program Religious Session yang dilakukan di
BNN, di mana teori ini menekankan adanya perubahan pada
komunikan terhadap aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya.
Serta adanya hubungan-hubungan, dan lingkungan yang berubah.
Oleh karena itu dengan adanya pembinaan sosial keagamaan di
lembaga BNN maka diharapkan adanya perubahan terhadap
residen baik dari segi perilaku, akhlak, peningkatan ibadah dll.
Dengan adanya komunikasi yang dilakukan oleh penyuluh agama
ini dapat berjalan dengan baik. Serta adanya kesinambungan dalam
teori, dengan penelitian yang penulis gunakan.
6
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009), h. 10
22
2. Metode Komunikasi
Dalam hal penyampaian pesan dari komunikator kepada
komunikan banyak metode yang ditempuh, hal ini tergantung pada
macam-macam tingkat pengetahuan, pendidikan, sosial budaya, dan
latar belakang dari komunikan sehingga komunikator harus dapat
melihat metode atau cara apa yang akan dipakai supaya pesan yang
disampaikan mengenai sasaran.
Metode tersebut antara lain:7
a) Komunikasi satu tahap
Komunikator
mengirimkan
pesan
langsung
kepada
komunikan sehingga timbul kemungkinan terjadi proses
komunikasi satu arah.
b) Komunikasi dua tahap
Komunikator
dalam
menyampaikan
pesannya
tidak
langsung kepada komunikan, tetapi melalui orang-orang
tertentu dan kemudian mereka ini meneruskan pesan
kepada komunikan.
c) Komunikasi banyak tahap
Dalam menyampaikan pesan, komunikator melakukan
dengan cara-cara lain, tidak selalu mempergunakan
komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah akan tetapi
dengan cara lain, yakni dengan melalui berbagai tahap.
7
H.A.W. widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, h. 103-104
23
3. Teknik Komunikasi
Teknik bekomunikasi adalah cara atau “seni” penyampaian
suatu pesan yang dilakukan seorang komunikator sedemikian rupa,
sehingga menimbulkan dampak tertentu pada komunikan.8
Berdasarkan keterampilan berkomunikasi yang dilakukan
komunikator, teknik komunikasi diklasifikasikan menjadi:9
a) Komunikasi Informatif, yaitu memberikan keteranganketerangan (fakta-fakta), kemudian komunikan mengambil
kesimpulan dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu
pesan informatif justru lebih berhasil dari pada persuasif,
misalnya jika audiensi adalah kalangan cendikiawan.
b) Komunikasi Persuasif, yaitu berisikan bujukan, yakni
membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa
apa yang kita sampaikan akan memberikan perubahan
sikap, tetapi perubahan ini adalah atas kehendak sendiri
(bukan dipaksakan). Perubahan tersebut diterima atas
kesadaran sendiri.
c) Komunikasi Instruktif/koersif, yaitu penyampaian pesan
yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi
apabila tidak terlaksana. Bentuk yang terkenal dari
penyampaian model ini adalah agitasi dengan penekananpenekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan
8
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Kelompok, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008)
cet. Ke-7, h. 6
9
H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. h. 32
24
di kalangan khalayak. Koersif dapat berbentuk perintahperintah, instruksi, dan sebagainya.
d) Hubungan manusiawi, yaitu bila ditinjau dari ilmu
komunikasi hubungan manusiawi ini termasuk ke dalam
komunikasi antarpersona (interpersonal communication)
sebab berlangsung pada umumnya antara dua orang secara
dialogis. Dikatakan bahwa hubungan manusiawi itu
komunikasinya bersifat action oriented, mengandung
kegiatan untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku
seseorang.
4. Macam-macam Bentuk Komunikasi
Pada dasarnya ada 4 bentuk komunikasi, diantaranya:
komunikasi
intrapersonal,
komunikasi
antarpribadi,
komunikasi
kelompok, dan komunikasi massa. Namun komunikasi yang paling
diperlukan oleh seorang penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya,
antara lain yang menyangkut:
a) Komunikasi antarpribadi
Komunikasi antarpribadi yaitu komunikasi antara
orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik
secara verbal ataupun nonverbal.10
10
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005) cet. Ke-8, h. 73
25
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh penyuluh agar
bisa menjalin komunikasi antarpribadi dengan masyarakat seperti
yang semestinya:11
1) Kemampuan empati
2) Menciptakan situasi homopholy dengan khalayak
3) Menegakkan keserasian (kompatibilitas) program yang
dijalankannya dengan kebudayaan masyarakat setempat
b) Komunikasi Kelompok
Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam bukunya,
Human Communication, A Revisian of Approaching Speech
Communication, yang disadur oleh Sasa Djuarsa, memberi
batasan komunikasi kelompok sebagai “interaksi tatap muka
dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau
tujuan
yang
dikehendaki
seperti
berbagi
informasi,
pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua
anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota
lainnya dengan akurat.12
Komunikasi kelompok bisa diartikan sebagai suatu
sekumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama, yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan
bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka
11
Zulkarimein Nasution, Prinsip-prinsip Komunikasi untuk Penyuluhan, h. 22
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2007), cet.
Ke-1. h. 124
12
26
menjadi salah satu bagian dari kelompok tersebut, komunikasi
ini dengan sendirinya melibatkan komunikasi interpersonal.13
Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa
sedikit, bisa juga banyak. Jika jumlah orang dalam kelompok
itu sedikit, disebut komunikasi kelompok kecil. Jika jumlah
komunikannya banyak, dinamakan komunikasi kelompok
besar.14
1) Komunikasi
kelompok
kecil
(small
group
communication), yaitu komunikasi yang ditujukan
kepada
kognisi
komunikan.
Dalam
komunikasi
kelompok kecil pelaku komunikasi berjumlah sedikit.
Dalam komunikasi ini, logika berpikir memiliki
peranan yang sangat penting. Prosesnya terjadi secara
dialogis, tidak linear, tetapi sirkular.
2) Komunikasi
kelompok
besar
(large
group
communication) lebih cenderung ditujukan kepada
afeksi (perasaan) komunikan, jadi tidak pada logis
komunikan. Komunikasi kelompok besar bersifat
heterogen, berbeda dengan komunikasi kelompok kecil
yang homogen. Proses komunikasi dalam komunikasi
kelompok besar bersifat linear, satu arah.
13
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009),
h.65
14
h. 177-178
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, ( Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010),
27
Dapat disimpulkan bahwa, dalam komunikasi kelompok
jumlah komunikan tidak dapat ditentukan secara eksak, berapa
jumlah
orang
yang
termasuk
dalam
small
group
communication atau berapa orang yang termasuk dalam large
group communication.
c) Komunikasi Massa
Komunikasi
massa
adalah
salah
satu
konteks
komunikasi antar-manusia yang sangat besar perannya dalam
perubahan sosial atau masyarakat. Sebagai salah satu konteks
komunikasi, komunikasi massa adalah komunikasi antaramanusia yang memanfaatkan media (massa) sebagai alat
komunikasi.15
Komunikasi massa pada dasarnya mempunyai proses
yang melibatkan beberapa komponen. Dua komponen yang
berinteraksi (sumber dan penerima) terlibat: pesan yang diberi
kode oleh sumber (encoded), disalurkan melalui sebuah saluran
dan diberi kode oleh penerima (decode): tanggapan yang
diamati penerima: umpan balik yang memungkinkan interaksi
berlanjut antara sumber dan penerima.
Definisi awal dari komunikasi massa sebagai suatu
bidang kajian memfokuskan pada “masyarakat massa” seperti
khalayak
15
komunikasi.
Masyarakat
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 191
massa
merupakan
28
lingkunagan dimana komunikasi massa berfungsi. Herbert
Blumer, dengan menggunakan konsep-konsep yang berasal
dari
teori-teori
masyarakat
massa
memberikan
ciri-ciri
khalayak massa sebagai:
1) Heterogen dalam komposisi, anggota-anggotanya
berasal dari kelompok-kelompok yang berbeda
dalam masyarakat.
2) Kelompok individu yang tidak mengetahui satu
sama lain, yang terpisah berdasarkan kekhususan
satu sama lain, dan yang tidak dapat berinteraksi
satu sama lain.
Dari pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa,
komunikasi massa tidak dapat dilepaskan dari media massa
sebagai alat bantu dan massa sebagai kumpulan masyarakat
yang jumlahnya banyak.
5. Unsur-unsur Komunikasi dalam Penyuluhan
Unsur-unsur komunikasi dalam penyuluhan yaitu semua unsur
(faktor) yang terlibat, turut serta atau diikutsertakan ke dalam kegiatan
penyuluhan, antara unsur yang satu dengan unsur lainnya tidak dapat
dipisahkan karena semuanya tunjang-menunjang dalam satu aktifitas.
Unsur-unsur tersebut adalah:
29
a) Penyuluh (communicator, source, sender)
Penyuluh adalah orang yang menyampaikan pesan.
Penyuluh sebagai pihak yang berinisiatif menyampaikan
gagasannya harus dilandasi adanya kepercayaan (source
credibility), dan daya tarik (source attractiveness). Dalam
hal ini kepercayaan dalam diri penyuluh ialah memiliki
keahlian (expertise) sesuai bidangnya sehingga materi yang
dikomunikasikan memiliki daya penetrasi yang tinggi
dalam mendorong dan merangsang perubahan yang
diinginkan.
Penyuluh dalam hal ini komunikator sebagai unsur
yang
sangat
menentukan
proses
komunikasi
harus
mempunyai persyaratan dan menguasai bentuk, model, dan
startegi komunikasi untuk mencapai tujuannya. Faktorfaktor tersebut akan dapat menimbulkan kepercayaan dan
daya tarik komunikan atau sasaran kepada komunikator
dalam hal ini adalah penyuluh.
Syarat
yang
diperlukan
penyuluh
untuk
berkomunikasi, di antaranya:
1) Mempunyai
kredibilitas yang tinggi bagi
sasarannya
2) Kemampuan berkomunikasi yang baik
3) Mempunyai pengetahuan yang luas
30
4) Sikap
5) Memiliki daya tarik, dalam arti memiliki
kemampuan untuk melakukan perubahan sikap
atau
perubahan
pengetahuan
pada
diri
komunikan.16
b) Sasaran (communicant, communicatee)
Sasaran adalah orang yang menerima materi.
Sasaran di sini adalah sasaran komunikasi, yang merupakan
faktor kunci untuk mendapatkan efek perubahan yang kita
inginkan.
Kelompok sasaran penyuluh agama terbagi ke
dalam tiga kelompok, yaitu:
1) Kelompok sasaran masyarakat umum:
a) Masyarakat pedesaan
b) Masyarakat transmigrasi
2) Kelompok sasaran masyarakat perkotaan:
a) Komplek perumahan
b) Real estate
c) Masyarakat pasar
d) Masyarakat industri, dll
3) Kelompok sasaran masyarakat khusus:
a) Cendekiawan
16
Onong Uchjana Effendy, Kepemimpinan dan Komunikasi, (Yogyakarta: Al-Amin
Press, 1996), cet. Ke-1, h. 59
31
b) Generasi muda
c) Lembaga Pengembangan Masyarakat
d) Binaan Khusus; LP, WTS, Rumah Sakit, dll
e) Daerah terpencil
c) Materi
Materi adalah pernyataan yang didukung oleh
lambang. Materi harus dirumuskan secara apik dan
sederhana karena dalam isi materi terkandung makna dan
maksud tertentu, juga menghindari munculnya makna
bersayap dan terselubung sehingga sulit dijelaskan dan
dipahami oleh pihak penerima.
Materi penyuluhan Agama islam pada dasarnya
meliputi
materi
agama
dan
materi
pembangunan,
meliputi:17
a) Materi Agama: Aqidah, syari’ah, muamalah,
akhlak
b) Materi pembangunan: Pembinaan wawasan
kebangsaan, kesadaran hukum, kerukunan antar
umat beragama, reformasi kehidupan nasional,
partisipasi masyarakat dalam pembangunan
17
Mohammad Idris Abdul Shomad, disampaikan dalam Seminar Nasional:
“Implementasi Kebijakan Pengembangan Profesionalisme Penyuluh Agama Islam” UIN Jakarta,
29 April 2014
32
d) Media (channel)
Media adalah sarana atau saluran yang mendukung
kegiatan komunikasi jika sasaran jauh tempatnya atau
banyak jumlahnya.18 Saluran adalah wahana atau alat yang
digunakan sebagai media perantara dalam komunikasi, baik
bahasa, gambar, bunyi, maupun cahaya.19
Media komunikasi di sini ialah alat komunikasi,
seperti berbicara, gerak badan, kontak mata, sentuhan,
radio, televisi, surat kabar, buku dan gambar. Media
komunikasi
ini
sengaja
dipilih
penyuluh
untuk
menghantarkan pesannya agar sampai ke sasaran.
e) Metode
Metode ialah cara penyuluh dalam menyampaikan
materi agar materi yang disampaikan mengenai sasaran.
f) Waktu
Waktu
dikatakan
sebagai
unsur
kegiatan
penyuluhan karena hal ini terkait dengan kesempatan. Itu
artinya bahwa dalam kegiatan penyuluhan itu tidak hanya
kesiapan dari penyuluh saja yang diperhatikan namun lebih
kepada waktu luang yang dimiliki oleh sasaran sehingga
membuat mereka lebih nyaman dan bisa serius dalam
18
19
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 8
Sumadi Dilla, Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu, h. 31
33
mengikuti kegiatan penyuluhan yang ditujukan bagi
mereka. Dengan kata lain jika kita ingin kegiatan
penyuluhan itu berjalan dengan semestinya, terkait dengan
waktu selain yang menyangkut kesempatan maka yang juga
harus diperhatikan yaitu materi apa yang dibutuhkan oleh
sasaran waktu itu.
g) Tempat
Tempat tidak jauh berbeda dengan waktu, tempat
dikatakan
sebagai
unsur
penyuluhan
karena
juga
menunjang kegiatan penyuluhan itu sendiri. Tempat dapat
mempengaruhi jalannya kegiatan penyuluhan karena
berkaitan dengan suasana hati dari sasaran dan penyuluh.
Maksudnya adalah tempat itu bisa membangun suasana,
suasana kegiatan penyuluhan yang dilakukan dalam suatu
ruangan akan berbeda dengan kegiatan penyuluhan yang
dilakukan di luar ruangan.
Dalam komunikasi ada satu unsur yang menjadi standar
keberhasilan pesan yang disampaikan dari komunikator kepada
komunikan, yaitu:
h) Efek (effect, impact, influence)
Efek yaitu dampak sebagai pengaruh pesan. Efek
komunikasi adalah tujuan akhir komunikasi. Komunikasi
dianggap berhasil atau efektif apabila pesan yang
34
disampaikan dan diterima mampu membuka cakrawala
berpikir sehingga mampu memberi kesan baik atau citra
positif dalam setiap diri khalayak. Efek inilah yang mampu
menuntun khalayak mengambil keputusan yang tepat. Pada
tingkat ini, mungkin terjadi penambahan, penguatan,
bahkan perubahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku di
antara peserta komunikasi.20
Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan
menurut kadarnya, yaitu:
1) Dampak kognitif, adalah yang timbul pada
komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu
atau meningkat intelektualitasnya
2) Dampak afektif, lebih tinggi kadarnya dari pada
dampak kognitif. Tujuan komunikator bukan
hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi
bergerak hatinya, menimbulkan pesan tertentu,
misalnya perasaan iba, terharu, sedih, gembira,
marah, dan sebagainya
3) Dampak behavioral/psikomotorik, yang paling
tinggi kadarnya, yakni dampak yang timbul pada
komunikan dalam bentuk perilaku tindakan atau
kegiatan.
20
Sumadi Dilla, Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu, h. 32
35
Dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang ada dalam
penyuluhan merupakan unsur-unsur yang ada dalam komunikasi juga,
keduanya
saling
berkaitan.
Unsur-unsur
di
atas
menunjang
keberhasilan suatu kegiatan penyuluhan.
B. Penyuluh Agama
1. Pengertian Penyuluh Agama
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menggambarkan
dinamika penggunaan kata penyuluh. Kata penyuluh berasal dari kata
dasar suluh, yang berarti barang yang dipakai untuk menerangi, dalam
hal ini penyuluh berarti pemberi penerangan atau orang yang bertugas
melaksanakan kegiatan.21
Secara khusus, kata penyuluh terkait dengan istilah bimbingan
yaitu bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling) satu
istilah dari cabang disiplin ilmu psikologi. Arti penyuluhan secara
khusus ialah proses pemberian bantuan kepada individu atau kelompok
dengan menggunakan metode psikologi agar yang bersangkutan dapat
keluar dari masalahnya dengan kekuatan sendiri, baik bersifat prefentif
(pencegahan), kuratif, korektif maupun perkembangan.22
Seorang penyuluh harus memahami teknik praktis penyuluhan
berupa kemampuan menjadi narasumber atau penceramah (retorik),
21
Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1100
Isep zainal Arifin, Bimbingan dan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah Melalui
Psikoterapi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 50
22
36
penguasa substansi persoalan, maupun menganalisis kondisi audien,
dan mengoptimalkan penampilan.
Dapat penulis tarik kesimpulan bahwa penyuluha agama adalah
orang yang berperan dalam bertugas atau berprofesi yang memberikan
pendidikan, bimbingan dan penerangan kepada masyarakat untuk
mengatasi berbagai masalah dengan menggunakan bahasa agama.
2. Tugas Penyuluh Agama
Sebagai konsekuensi dari tugas yang diembannya, maka pada
setiap penyuluh pada dasarnya tercermin beberapa fungsi yang melekat
pada dirinya.23
a) Seorang penyuluh dapat dilihat sebagai seorang pemimpin
yang membina dan meningkatkan kemampuan anggota
masyarakat dalam usaha bersama mengubah kehidupan
menjadi lebih baik.
b) Seorang penyuluh juga dapat dilihat sebagai seorang
motivator, agar masyarakat yang dibinanya bersemangat
untuk berusaha mencapai cita-cita kehidupan bersama.
c) Dalam
proses
perubahan
itu,
penyuluh
sekaligus
merupakan fasilitator yang membantu anggota masyarakat
melaksanakan proses kegiatan yang dimaksud.
d) Penyuluh juga dapat dikatakan sebagai agen perubahan atau
orang-orang yang menyebarserapkan inovasi ke tengah23
Zulkarimein Nasution, Prinsip-prinsip Komunikasi untuk Penyuluhan, h. 19
37
tengah masyarakat. Dengan gagasan-gagasan dan ide-ide
yang disebarluaskannya.
Tugas pokok penyuluh agama Islam adalah melakukan dan
mengembangkan kegiatan penyuluhan agama dan pembangunan
melalui bahasa agama.
Ada beberapa fungsi penyuluh agama Islam, menurut standar
Kementerian Agama, yaitu:24
a) Fungsi Informatif dan Edukatif, penyuluh agama Islam
memposisikan dirinya sebagai da’i yang berkewajiban
mendakwahkan Islam, menyampaikan penerangan agama
dan mendidik masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan tuntutan al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
b) Fungsi Konsultatif, penyuluh agama Islam menyediakan
dirinya
untuk
turut
memikirkan
dan
memecahkan
persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat secara
umum.
c) Fungsi Advokatif, penyuluh agama Islam memiliki
tanggung jawab moral dan sosial untuk melakukan kegiatan
pembelaan terhadap umat/masyarakat binaannya terhadap
berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang
merugikan akidah, mengganggu ibadah dan merusak
akhlak.
24
Makalah Administrasi Penyuluhan, semester 7. Tentang Dasar-dasar dan Tujuan
Serta Ruang Lingkup Administrasi dan Penyuluhan.
38
Beberapa al-Qur’an dan Hadis menyebutkan bahwa:
Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kabaikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang
yang beruntung” (QS. Al-Imran:104)
Hadits Rasulullah SAW: “Barang siapa yang melihat
kemunkaran, maka rubahlah dengan tangan, apabila tidak kuasa
dengan tangan, maka rubahlah dengan lisan, dan apabila tidak
bisa dengan lisan maka dengan hati, walaupun itulah selemahlemahnya iman”.
Semua fungsi yang dikemukakan di atas tadi menuntut satu
hal yang tidak bisa dielakkan oleh seorang penyuluh, ialah
kemampuan berkomunikasi dengan khalayak, karena penyuluh
juga tidak lain (idealnya) adalah seorang komunikator yang handal.
Bagi
seorang
penyuluh
kemampuan
berkomunikasi
merupakan hal yang harus dikuasai, salah satunya dalam
pengembangan sosial keagamaan, karena dengan kemampuan
komunikasi berpangaruh untuk perubahan residen.
C. Pembinaan Sosial Keagamaan
1. Pengertian Pembinaan Sosial
Dalam
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
“pembinaan”
mengandung arti penyempurnaan, pembaharuan usaha, tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk
memperoleh hasil yang baik.25
25
W. J. S Purwadaminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Bulan Bintang,
1979) Cet ke-3, h. 23
39
Pembinaan merupakan segala usaha, ikhtiar, dan kegiatan yang
berhubungan
dengan
perencanaan,
pengorganisasian,
dan
pengendalian segala sesuatu secara teratur dan terarah.26
Pembinaan sosial merupakan kegiatan yang mengandung
tujuan utama yaitu memperkenankan serta memberi jalan agar bakatbakat yang dimiliki oleh setiap manusia itu dapat berkembang, dalam
hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan sosial manusia itu
sendiri. Kehidupan sosial menurut Islam didasarkan pada keluhuran
budi dan ketinggian akhlak, bahkan dianggap sebagai salah satu bagian
penting dalam aqidahnya, juga memperkuat kepribadian manusia itu
dalam segala segi dan persoalannya, baik keruhanian, kecerdasan akal,
kesucian hati, budi pekerti dan juga tubuhnya.27
Pembinaan sosial merupakan salah satu kegiatan yang
diselenggarakan sebuah lembaga tertentu dalam hal ini ialah lembaga
rehabilitasi
korban
penyalahguna
narkoba/pecandu
narkotika,
psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Pembinaan sosial menjadi
saran bagi residen atau orang yang sedang dalam masa rehabilitasi
dalam implementasi nilai-nilai sosial. Pembentukan pribadi residen
menjadi manusia seutuhnya akan dapat diwujudkan jika residen
memperoleh kesempatan menghayati kehidupan manusia, baik secara
universal maupun khusus bagi suatu bangsa. Pengalaman dan
26
Masdar Hilmi, Dakwah dalam Alam Pembangunan, (Semarang: Toha Putra, 1973), h.
53
27
Musthafa Husni Assiba’i, Kehidupan Sosial Menurut Islam, (Bandung: Diponegoro,
1988), h. 323 dan 329
40
kepercayaan itu diperoleh oleh residen secara langsung ketika masa
rehabilitasi dan dari materi-materi yang disampaikan. Disamping itu,
sebagian besar lainnya pengalaman itu diperoleh di luar kegiatan dan
materi yang disampaikan.
Dengan pembinaan sosial ini dimaksudkan agar residen dapat
kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan sosialnya, yaitu di
rumah, di sekolah/di kampus dan di tempat kerja. Program rehabilitasi
sosial merupakan persiapan untuk kembali kemasyarakat dan diterima
oleh masyarakat.28
2. Pengertian Pembinaan Keagamaan
Pembinaan
keagamaan
(psikoreligius)
terhadap
para
penyalahguna NAPZA ternyata memegang peranan penting, baik dari
segi pencegahan, terapi maupun rehabilitasi.
Keagamaan berasal dari kata “agama” yang telah diberi awalan
“ke” dan akhiran “an”. Kata agama berasal dari bahasa sangsekerta.
Satu pendapat megatakan bahwa agama terdiri dari dua suku kata yaitu
“a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti pergi. Jadi agama
berarti tidak pergi, tetapi ditempat atau diwarisi turun temurun.
Pendapat lain mengatakan agama berarti teks atau kitab suci, karena
setiap agama memang mempunyai kitab suci.
28
Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol dan
Zat Adiktif), (Jakarta: FKUI, 2006), h. 138
41
Agama dipandang sebagai suatu institusi yang lain, yang
mengemban tugas agar masyarakat berfungsi dengan baik, baik dalam
lingkup lokal, regional, nasional maupun mondial. Maka dalam
tinjauannya yang dipentingkan ialah daya guna dan pengaruh agama
terhadap masyarakat, sehingga berkat eksistensi dan fungsi agama
(agama-agama) cita-cita masyarakat (akan keadilan dan kedamaian,
dan akan kesejahteraan jasmani dan rohani) dapat terwujud.
Menurut Khodijah Salim sebagaimana dikutip Mujahid Abdul
Manaf, agama adalah peraturan Allah SWT, yang diturunkan kepada
Rasulnya yang telah lalu, yang berisikan suruhan, larangan dan lain
sebagainya yang wajib ditaati manusia dan menjadi pedoman serta
pegangan hidup agar selamat dunia akhirat.29
Termasuk dalam pembinaan keagamaan ini adalah semua
bentuk ritual keagamaan, misalnya dalam agama Islam antara lain:
a) Menjalankan sembahyang wajib 5 waktu dan ditambah
dengan sembahyang sunah.
b) Berdo’a dan berdzikir (memohon dan mengingat Allah
SWT).
c) Membaca dan mempelajari isi kandungan al-Qur’an.
29
Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996) Cet ke-2,
42
d) Pendalaman keagamaan dari pembimbing agama yang
terkait khususnya di bidang keimanan, kesehatan dan
perilaku yang sholeh dan terpuji (akhlakul karimah).30
Pendalaman, penghayatan dan pengalaman keagamaan ini akan
menumbuhkan kekuatan kerohanian (spiritual power) pada diri
seseorang sehingga mampu menekan resiko seminimal mungkin
terlibat kembali dalam penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA.
Hawari (2000) dalam penelitiannya memperoleh data bahwa para
mantan penyalahguna/ketergantungan NAPZA apabila taat dan rajin
menjalankan ibadah, resiko kambuh hanya 6,83 %, bila kadangkadang beribadah, resiko kekambuhan 21,50 %, dan apabila tidak
sama sekali menjalankan ibadah agama, resiko kekambuhan mencapai
71,67 %.31
Penelitian yang dilakukan oleh Cancerellaro, Larson dan
Wilson (1982) manyatakan bahwa terapi keagamaan dalam arti
sembahyang, do’a dan dzikir (mengingat Tuhan) terhadap para pasien
penyalahguna/ketergantungan NAPZA ternyata membawa hasil yang
jauh lebih baik daripada hanya terapi medik-psikiatrik saja.32
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa agama
adalah suatu kepercayaan yang dianut oleh manusia dalam usahanya
mencari hakikat diri hidupnya dan yang mengajarkan kepadanya
30
Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol dan
Zat Adiktif), h. 140
31
Ibid, h. 141
32
Ibid, h. 126
43
dengan Tuhan. Unsur agama dalam rehabilitasi residen mempunyai
arti penting dalam mencapai keberhasilan penyembuhan. Unsur agama
yang mereka terima akan memulihkan dan memperkuat rasa percaya
diri, harapan dan keimanan. Sedangkan keagamaan merupakan suatu
kegiatan yang berhubungan dengan agama, serta mempunyai peranan
penting dalam penyembuhan residen di dalam masa rehabnya. Maka
fungsinya Islam dalam pembinaan sosial keagamaan adalah dengan
tugas menguatkan agamanya, mendidik pribadinya, membersihkan
ruhaninya dan mempertinggi mutu akhlaknya, semua itu agar residen
tidak lagi terlibat dan memakai narkoba dan zat adiktif lainnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan pembinaan sosial
keagamaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan
nilai-nilai sosial dan agama yang diarahkan pada peningkatan
pemahaman kesadaran tentang nilai-nilai sosial dan nilai-nilai agama,
baik dari segi akhlak, syariah maupun aqidah serta tataran kehidupan.
D. Rehabilitasi Residen
1. Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah program untuk membantu memulihkan
orang yang memiliki penyakit kronis baik dari fisik maupun
psikologinya.33
Rehabiliatsi
bisa disebut
sebagai
tempat
untuk mulai
membebaskan diri dari ketergantungan narkoba, sebagai modal awal
33
http://www.anneahira.com/narkoba-rehabilitasi.htm/diunduh tgl 18-03-2014,
pukul:22:43
44
untuk bisa bertahan dan bebas dari pengaruh ikut-ikutan atau
keterkaitan dengan keberadaan narkoba, dan untuk selanjutnya dapat
hidup produktif dengan pola hidup sehat (BNN, 2006)
Adapun hasil yang diharapkan setelah residen selesai menjalani
program rehabilitasi adalah antara lain:
a) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME.
b) Memiliki kekebalan fisik maupun mental terhadap NAPZA.
c) Memiliki keterampilan.
d) Dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan
sehari-hari baik di rumah (keluarga), di sekolah/kampus, di
tempat kerja maupun masyarakat.34
Dapat diambil kesimpulan bahwa rehabilitasi tidak hanya
memulihkan kondisi fisik pecandu semata, melainkan pemulihan
mental, emosional, dan spritual. Dengan detoksifikasi fisik pecandu
mengalami perubahan dimana adanya penghilangan racun dari narkoba
yang
dapat
meniadakan
akibat-akibat
fisik,
namun
dengan
detoksifikasi bukan berarti pecandu dinyatakan pulih dari narkoba
(BNN, 2006)35
2. Pengertian Residen
Residen narkoba dapat diartikan sebagai seseorang yang
sedang
34
mengikuti
proses
pemulihan
agar
dapat
lepas
dari
Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol dan
Zat Adiktif), h. 133
35
Maulani KSG IV (2006) Rehabilitasi Tidak seseram yang Kita Bayangkan, polres
multply.com
45
ketergantungan narkoba. Pemulihan yang dimaksud adalah upaya yang
dilakukan secara bertahap, untuk mempelajari keterampilan baru dan
tugas-tugas yang mempersiapkannya menghadapi tantangan hidup
bebas tanpa narkoba. Jika gagal, ia beresiko untuk relapse (kambuh).
BAB III
GAMBARAN UMUM BALAI BESAR REHABILITASI BNN
A. Sejarah Berdirinya Balai Besar Rehabilitasi BNN
Sejarah
penanggulangan
bahaya
Narkotika
dan
kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat
dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor
6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional
(BAKIN) untuk menanggulangi enam permasalahan nasional yang
menonjol,
yaitu
penyalahgunaan
pemberantasan
narkoba,
uang
palsu,
penanggulangan
penanggulangan
penyelundupan,
penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, dan
pengawasan orang asing.
Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk
Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya
adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah
badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari
Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri,
Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan
bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini tidak
mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi
anggaran sendiri dari ABPN melainkan disediakan berdasarkan
kebijakan internal BAKIN.
46
47
Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan
terus meningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut,
Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan
Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden
Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi
penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah
terkait.
BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia
(Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak
mempunyai personel dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN
diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan
tugas dan fungsinya secara maksimal.
BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi
untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh
karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002
tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan
Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum
dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan
ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan
fungsi: 1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam
48
perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan
narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional
penanggulangan narkoba.
Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran
dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus
berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNP
(Badan
Narkotika
Provinsi)
dan
BNK
(Badan
Narkotika
Kabupaten/Kota). Namun karena tanpa struktur kelembagaan yang
memilki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif
(kesamaan fungsional semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja
optimal dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba
yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena itu pemegang
otoritas dalam hal ini segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor
83 Tahun 2007 tentang BNN, BNP dan BNK , yang memiliki
kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait
dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan
mitra kerja pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang
masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan
Bupati/Walikota, dan yang masing-masing (BNP dan BNKab/Kota)
tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN.
Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus
meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor
VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan
Rakyat
Republik
Indonesia
(MPR-RI)
Tahun
2002
telah
49
merekomendasikan kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan
perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan
mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997.
Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan
kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan
prekursor narkotika. Yang diperjuangkan BNN saat ini adalah cara
untuk MEMISKINKAN para bandar atau pengedar narkoba, karena
disinyalir dan terbukti pada beberapa kasus penjualan narkoba sudah
digunakan untuk pendanaan teroris (Narco Terrorism) dan juga untuk
menghindari kegiatan penjualan narkoba untuk biaya politik (Narco
for Politic).
B. Visi dan Misi Balai Besar Rehabilitasi BNN
VISI:
Menjadi Pusat Rujukan Nasional Pelaksana Rehabilitasi Bagi
Penyalahguna dan/atau Pecandu Narkoba Secara Profesional.
MISI:
1. melaksanakan pelayanan secara terpadu rehabilitasi medis dan
sosial bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba;
2. memfasilitasi pengkajian dan pengembangan rehabilitasi;
3. melaksanakan pelayanan program wajib lapor pecandu;
50
4. memberikan dukungan informasi dalam rangka pelaksanaan
pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba.
C. Dasar Hukum, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi
1. Dasar hukum Balai Besar Rehabilitasi BNN sudah tertera dalam
dasar hukum, yakni:
a) Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
b) Peraturan Presiden RI Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
Narkotika Nasional.
c) Peraturan
Kepala
Badan
Narkotika
Nasional
Nomor:
PER/03/V/2010/BNN tentang Organisasi dan Tata Kerja
(OTK) Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.
d) Peraturan
Katua
Badan
Narkotika
Nasional
Nomor:
PER/02/XI/2007/BNN tanggal 15 November 2007 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Terapi dan
Rehabilitasi BNN.
e) Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.
D. Sumber Daya
1. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Kesehatan
a. Dokter umum yang sudah dilatih menangani korban NAPZA
b. Perawat
c. Psikiater (sebagai konsultan)
51
d. Psikolog
e. Peksos
f. Pembimbing Keagamaan
g. Sopir
h. Satpam
2. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Rehabilitasi Sosial
1. Tenaga Pelayanan Resos
a. Peksos, 1:5 dengan klien (Rasio)
b. Psikolog
c. Pembimbing agama
d. Infrastruktur keterampilan
e. Pendidik/Guru
2. Tenaga Administrasi
a. Tenaga TU
b. Tenaga perpustakaan
c. Bendahara
d. Pembina asrama
e. Juru masak
f. Tukang kebun
g. Satpam
h. Pesuruh
i. Sopir
52
3. Sarana dan Prasarana
a. Gedung Perkantoran
b. Guest House
c. Asrama Residen
d. Asrama Staff
e. Ruang Kelas
f. Sarana Ibadah (Masjid, Gereja, Vihara)
g. Sarana Olahraga (Futsal, Basket, Bulutangkis, Bilyard, Fitness
Center)
h. Sarana Kesehatan (ICU, Laboratorium Klinik, Radiologi,
Dental Unit, Apotik, VCT, CD 4 unit, USG, EEG, Ambulance)
i. Sarana broadcasting (Radio, audio, dan video)
j. Sarana Percetakan dan Sablon
k. Laboratorium Komputer
l. Perpustakaan
4. Dana
a. Dana dari Orang Tua Klien
b. Subsidi Pemerintah
c. Donatur/masyarakat
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum Informan
1. Penyuluh Agama
Penyuluh Agama di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido
merupakan pembimbing agama yang bertugas memberikan pembinaan
dan menyampaikan materi tentang agama. Tenaga penyuluh agama di
Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido keseluruhan ada 5 orang terdiri
dari 4 Ustadz dan 1 Ustadzah.
Dari 5 penyuluh agama yang saya wawancarai dengan waktu
yang berbeda-beda, rata-rata bukan lulusan dari penyuluh mereka
merupakan alumni dari perguruan tinggi Universitas Surya Laya.
Secara keilmuan keagamaan mereka sudah mampu menjangkau dan
masuk ke dalam kriteria penyuluh agama, karena mereka lulusan dari
Universitas-universitas Islam, selain dari itu pengalaman kerja dan
mengajar mereka sudah memenuhi syarat keilmuan bahkan salah satu
dari pembimbing agama di sana pernah menjadi salah satu Penyuluh
Agama Honorer (PAH) di Jakarta. Serta dari pembimbing agama di
sana mempunyai pengalaman menjadi pembimbing penyalahguna dan
ketergantungan narkoba di luar Negeri sejak tahun 1988. Penyuluh
agama di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido tidak masuk melalui
jalur PNS Penyuluh, akan tetapi mereka masuk karena diminta oleh
pihak BNN dan adanya kerjasama antara BNN dengan pesantren Surya
53
54
Laya Tasik yang merupakan tempat mereka menimba ilmu dan
mengajar. Dengan adanya kerja sama itu metode yang digunakan di
BNN mengikuti metode yang digunakan di Surya Laya, yaitu metode
Inabah. Namun dengan adanya perubahan dihapuslah metode Inabah
menjadi metode yang umum yaitu Terapheutic Community.
Materi keagamaan yang disampaikan tentang akidah akhlak,
fikih, sejarah islam, serta menekankan residennya untuk selalu shalat
berjamaah. Mereka memberikan bimbingan pada Religious Session
yang merupakan bagian dari program TC. Penyuluh agama di Balai
Besar Rehabilitasi BNN Lido antara lain:
a. Ustadzah Musciner
Ustadzah Musciner adalah satu-satunya penyuluh agama
perempuan yang ada di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido. Ustadzah
Musciner membimbing residen female yang berada di TC female untuk
mengisi religious session. Berasal dari Tasikmalaya Jawa Barat, lahir
di Serang 15 April 1979. Beliau masuk BNN pada tahun 2013.
“Saya masuk ke BNN tahun 2013 karena ikut suami dan suami sudah
lima tahun di sini. Saya diminta untuk mengisi religious session karena
belum ada ustadzahnya...”1
Meskipun ustadzah Musciner bukan lulusan dari Penyuluh
Agama, tapi secara keilmuan dan pengalaman mengajar beliau mampu
memberikan dampak kepada residen terutama dalam pengetahuan
agama.
1
Wawancara dengan Utadzah Musciner (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014
55
“Saya dulu ambil D2 PAI di Universitas Surya Laya, setelah lulus saya
mengabdi di Pesantren Surya Laya. Saya selama di Pesantren sudah
mulai ngajar ngaji santri ada juga ibu-ibu yang punya masalah, depresi,
nah....saya yang tangani jadi sudah terbiasa sudah banyak pengalaman.
Mungkin dilihat dari situ juga saya diminta ngisi di BNN, dan
kebetulan juga Surya Laya bekerjasama dengan BNN.”2
Ustadzah Musciner masih berstatus sebagai PHL (Pekerja
Harian Lepas) di BNN, namun tidak menyuruti langkah dan niatnya
untuk berdakwah dan mengabdi kepada agama dan negara.
“.....Saya mah kerja di sini niatnya ngabdi buat negara karena BNN
kan punya negara, kalau dulu saya ngabdi di Pesantren buat agama
kalau sekarang buat negara. Mudah-mudahan kalau niatnya seperti itu
anak-anak pada berubah.”3
b. Ustadz Jajang Gunawan
Ustadz Jajang adalah seorang penyuluh agama yang lahir di
Bogor, 25 Februari 1978. Beliau sudah 5 tahun di BNN membimbing
residen male (residen khusus laki-laki) di gedung TC Green II pada
kegiatan pembinaan keagamaan.
“Saya di BNN sedah lima tahun, masuk ke sini berarti 2009. Saya
masuk ke BNN karena saya diminta untuk mengisi pembinaan agama
di sini, kebetulan ada kerjasama antara pesantren Surya Laya dengan
BNN. Saya tidak melalui jalur lowongan kerja atau PNS, karena ada
MOU BNN dengan Surya Laya yang memakai metode Inabah, yang di
terapkan juga di BNN.”4
Beliau bukan lulusan dari penyuluh agama, namun secara
keilmuan agama dan cara menyampaikan materi beliau mampu di
fahami oleh residen.
2
Wawancara dengan Utadzah Musciner (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014
Wawancara dengan Utadzah Musciner (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014
4
Wawancara dengan Ustadz Jajang (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014
3
56
“Saya ambil S1 Agama Islam Fakultas Dakwah di Universitas Surya
Laya.”5
Beliau sangat berharap agar di kegiatan religious session
ditambah waktunya, karena sangat berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan keagamaan dan ibadah residen di BNN.
“Masih sedikit waktunya di sini, anak-anak juga bilang waktunya
kurang. Mungkin karena di sini bukan pesantren dan di sini umum, dan
yang diutamakan dalam pembinaan agama di sini shalat 5 waktunya.
Kalau misalkan shalat hanya 5 menit kemudian kultumnya 10 menit
sudah 15 menit, ditambah dzikirnya 5 menit dan persiapannya paling
untuk religious session 30 menit. Kecuali untuk waktu maghrib sampai
isa kuarng lebih satu jam. Jadi waktu untuk religious session masih
kurang. Anak-anak suka meminta tambahan waktu, karena yang latar
belakang agamanya kuat masih belum bisa menerima dengan materi
keagamaan yang waktunya sedikit.”6
c. Ustadz Muslim
Ustadz Muslim adalah penyuluh agama yang membimbing
agama kepada residen di unit hope. Sama halnya dengan Ustadz
Jajang, beliau juga mengisi kegiatan religious session.
“Saya di sini pegang residen hope, karena kita sudah dibagi-bagi untuk
jadi imamnya gitu, untuk menjadi staff religinya gitu.”7
Ustadz Muslim sudah 6 tahun membimbing residen di BNN,
beliau juga merupakan lulusan Universitas Surya Laya.
“Awal masuk kesini itu...mmmhh.. kira-kiara 6 tahun yang lalu, 2008
lah. Melalui jalur....yayasan pondok pesantren Surya Laya, yang di
Tasikmalaya. Naaahhh... begini, dulukan BNN ini kerjasama dengan
eeeehhh Pondok Pesantren Surya Laya dalam rangka untuk terapi
rehabilitasi di BNN ini. Naaaahhh... dengan adanya kerjasama itu
5
Wawancara dengan Ustadz Jajang (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014
Wawancara dengan Ustadz Jajang (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014
7
Wawancara dengan Ustadz Muslim (penyuluh agama), Bogor, 21 Mei 2014
6
57
maka dibutuhkanlah ustadz sebagai pembina, pembimbing untuk
terapi di BNN ini, nah begitu.”8
Ustadz lulusan keagamaan Universitas Surya Laya ini berharap
agar residen dalam masa rehabilitasi di sini mendapatkan hasil yang
positif ketika di masayarakat nanti.
“Ya jelas dong...harapan kita adalah semoga mereka menjadi anak
yang soleh dan solehah. Berbakti kepada orang tua, agama dan negara.
Mudah-mudahan mereka itu bisa berubah. Nahhh..kan kata Allah juga
“ Allah tidak akan merubah suatu kaum terkecuali oleh dirinya
sendiri” mudah-mudahan hasil mereka disini sekian bulan
mendapatkan hasil yang positif ketika mereka nanti di masyarakat.” 9
d. Ustadz Luthfi
Penyuluh agama kelahiran 25 September 1970 ini merupakan
salah satu staff Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido yang dipercayai
untuk memberikan bimbingan agama kepada residen yang berada di
gedung TC male Green II. Beliau merupakan pembimbing agama yang
lebih awal masuk ke BNN di bandingkan dengan pembimbing agama
yang lainnya.
“Emmhhh...kalau dulu itu namanya bukan BNN ya, sekitar tahun 2004
baru namanya BNN. Saya juga awalnya bukan di tugasin di sini,
nah..saya pindah kesini tahun 2006. Saya masuk ke sini juga di minta
oleh Balai Kasih Sayang, Emmmhh dulu namanya itu Balai Kasih
Sayang. Sebetulnya pembinaan agama sudah ada dari dulu, tapi
waktunya sedikit sekitar seminggu sekali itu 2 jam. Makanya saya
diminta untuk ngisi.”10
Pengalaman beliau sebagai pembimbing agama sudah tidak
diragukan lagi, apalagi beliau pernah mewakili Penyuluh Agama di
Jakarta meskipun latar belakang pendidikannya bukan penyuluh.
8
Wawancara dengan Ustadz Muslim (penyuluh agama), Bogor, 21 Mei 2014
Wawancara dengan Ustadz Muslim (penyuluh agama), Bogor, 21 Mei 2014
10
Wawancara dengan Ustadz Luthfi (penyuluh agama), Bogor, 23 April 2014
9
58
“Saya lulusan IAIN, Tarbiyah jurusan Bahasa Arab. Tapi, saya cerita
pengalaman saya sedikit, maaf ya. Saya tahun 2001 itu dapat jasa
untuk mewakili tingkat nasional jadi penyuluh agama, lebih tepatnya
Penyuluh Agama Honorer atau PAH di Jakarta.”11
e. Ustadz Jamal
Ustadz Jamal merupakan salah satu pembimbing agama di
BNN yang disalurkan melalui MOU Pesantren Surya Laya dengan
BNN. Beliau masuk karena diminta untuk mengisi kegiatan
keagamaan.
“Masuk BNN eeuhh sekitar tahun 2007. Ada kerja sama dari Surya
Laya dengan BNN. Saya dulunya pembimbing di Pesantren Surya
Laya, dan diminta untuk ngisi bagian keagamaan di BNN. Nah, ketika
saya masuk di sini saya pakai program Inabah yang ada di Surya Laya.
Sebelum masuk ke BNN Alhamdulillah pengalaman saya sudah
mempuni, pengalaman bergelut di dunia narkoba itu sudah dari tahun
1988. Sempat membimbing narapidana narkoba ke Singapura dan
Brunei. Alhamdulillah kalau pengalaman.”12
Pengalaman menjadi pembimbing agama untuk menangani
orang-orang yang terkena narkoba sudah banyak ditempuh. Bahkan
beliau sampai ke negara lain untuk menangani narapidana narkoba.
Sarjana UNPAD ini merupakan pembimbing agama BNN yang
ditugaskan untuk membimbing residen di unit hope. Beliau
berpendapat bahwa dengan berdzikir insyaallah residen akan tenang
hatinya, dan yang ditekankan oleh beliau adalah residen mau
melaksanakan shalat 5 waktu.
“...Jadi yang penting mereka itu sholat dan diajarkan dzikir. Hasil dari
zikir itukan yang pertama ketenangan, nah kalau sudah tenang baru
mau diajak sekolah belajar aktifitas lainnya bias, nah sekarang ini
11
12
Wawancara dengan Ustadz Luthfi (penyuluh agama), Bogor, 23 April 2014
Wawancara dengan Ustadz Jamal (penyuluh agama), Bogor, 13 Mei 2014
59
mereka pinter-pinter teori agama. Bahkan pengalaman saya di Brunei
ada anak yang berumur 14 tahun sudah hattam al-Qur’an, tetapi
kenapa masih kena juga. Jadi ada sesuatu yang kosong. Menurut kita
orang Surya Laya itu hatinya yang kosong. Nah, ternyata setelah di
talkin zikir perkembangnnya lebih cepet gitu, kalau saya mengatakan
baca surat ini dia langsung ini surat anu ayat sekian terjemahannya
seperti ini. Jadi hanya kerangkanya isinya gak dapet gitu. Seperti
itu.”13
2. Residen
Selanjutnya residen yang menjadi sample dalam penelitian ini
berjumlah 5 orang, 3 residen male dan 2 residen female. Dari lima
residen tersebut adalah residen yang sedang dalam tahap re-entry.
Tahap re-entry merupakan tahap dimana residen sedang memasuki
masa penyesuaian akhir dan telah memasuki tahap rekonstilasi
sebelum memasuki tahap bina lanjutan dan back to family. Residen
yang peneliti wawancarai antara lain:
a. M. Fikri Azhar
Fikri nama panggilannya adalah salah satu residen male
yang sedang menjalani rehabilitasi di BNN dalam masa rehabilitasi reentry. Fikri berasal dari Jambi, usianya masih belasan tahun namun
sudah mencoba obat-obatan terlarang ketika usianya 15 tahun. Fikri
masuk rehabilitasi BNN pada tahun 2014.
“Saya masuk BNN 2014, kenal obat-obatan baru 2 tahun.”14
Fikri masuk rehabilitasi karena perintah orangtuanya. Dia
tidak mau lagi mengecewakan orangtuanya, setelah keluar dari
13
14
Wawancara dengan Ustadz Jamal (penyuluh agama), Bogor, 13 Mei 2014
Wawancara dengan M. Fikri Azhar (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014
60
rehabilitasi Fikri ingin mengembalikan kepercayaan orangtuanya
kembali.
“Iya, saya disuruh orangtua masuk sini, karena kan di sini bagus juga
saya berfikir kan umpamanya di sini kan dzikir dan sholat itu jadi
tenang, karena itu lah saya bisa berubah terus juga supaya kalau keluar
dari sini kan bisa kembaliin kepercayaan orang tua ku.”15
b. Surya Darma
Sama halnya dengan Fikri, Surya masuk rehabilitasi tahun
2014. Surya mengenal obat-obatan terlarang ketika usianya 22 tahun.
“2014 saya masuk BNN. Kalau dulu punya masalah dan belum tahu
narkoba paling melampiaskannya sholat, kalau sekarang dari umur 22
kemaren kalau ada maalah sekarang lampiaskannya kesitu, ke narkoba,
sudah kenal dari 2005..”16
Bapak dari 2 anak ini terkadang tidak bisa menerima dengan
aturan-aturan yang ada di BNN. Namun akhirnya dengan kesadaran
sendiri bahwa ini untuk dirinya lebih baik dia mengikutinya.
“ya kalau kita ngikutin aturan yang ada hati kecil kita itu memang agak
bertentangan tapi tujuannya itukan untuk diri kita jadi pelanggaranpelanggaran lama-lama kita bisa menerimanya pokoknya istilahnya
ada yang disimpan untuk diri kita sendiri, ada maknanya gitu jadi ya
gimanapaun ya kita harus menuruti peraturan yang ada di sini.”17
Dia sangat menyesali perbuatannya karena akibat dari obatobatan terlarang dia harus berpisah dengan anak dan juga istrinya. Dia
hanya bisa berdoa agar keluarganya mampu menerima dia ketika
keluar dari rehabilitasi.
15
Wawancara dengan M. Fikri Azhar (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014
16
Wawancara dengan Surya Darma (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014
Wawancara dengan Surya Darma (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014
17
61
c. M. Afryan
M. Afryan adalah residen asal Kualasimpang Aceh. Dia baru
berusia 18 tahun, namun sudah terbawa oleh teman-temannya untuk
mencoba obat-obatan terlarang. Afryan masuk rehabilitasi pada tahun
2014.
“Masuk BNN tahun 2014, itu juga di suruh ibu. Karena dari anak-anak
ibu yang pake obat-obatan cuma saya.”18
Afryan pernah mondok di salah satu pesantren yang ada di
Aceh. Dia selalu bertanya-tanya, kenapa orang-orang yang terkena
narkoba itu kebanyakan adalah orang-orang yang mengerti agama.
Bahkan ketika dia di pondok pesantre.
“Saya kenal narkoba tahun 2009, waktu saya mondok SMP, heran aja
kenapa yang kena narkoba itu orang-orang yang ngerti agama.”19
Di tempat rehabilitasi Afrian merasa harus saling membantu,
memotivasi dan memberi masukan karena dia merasa semua di tempat
rehabilitasi mempunyai masalah yang sama.
“Iya saling membantu satu sama lain. Di sinikan prinsipnya, yang jelas
semua yang di sini mempunyaii masalah yang sama cara
menyelesaikan masalah yang sama itu ya saling membantu kan, saling
memotivasi.”20
18
Wawancara dengan M. Afryan (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014
19
Wawancara dengan M. Afryan (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014
Wawancara dengan M. Afryan (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014
20
62
d. Iren Ary Muriyanti, S.E
Sarjana ekonomi asal Kepulauan Riau ini merupakan residen
re-entry female. Dia merupakan sarjana dari salah satu Universitas di
Bekasi.
“Aku kuliahnya 2 kali, iya di bekasi, terus ahamdulillah jadi
sarjana.”21
Dia berharap dengan di binanya di Balai Besar Rehabilitasi
BNN ini dia bisa berubah, dan mempunyai harapan ke depan agar
menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya serta anak yang berbakti
kepada orangtunya.
“Aku sih pengen berubah, jujur sih pengen berubah dari awal juga aku
pengen berubah cuman memang kayanya sulit banget ya buat berubah
. euuh tapi planning aku waktu itu aku pengen nerusin kerja aku terus
aku pengen jadi ibu yang baik buat anak aku terus jadi anak yang baik
buat mama aku . semoga ya.”22
e. Aci Abdawiyah
Perempuan 24 tahun ini merupakan salah satu residen yang
berada di Balai Besar Rehabilitasi BNN dalam masa rehabilitasi reentry. Dia pernah mengambil kuliah di Universitas Pasundan Bandung,
namun tidak sampai selesai. Dia juga sempat belajar di pesantren besar
yaitu Gontor.
“Kuliahnya di Bandung di UNPAS, Universitas Pasundan terus pernah
pesantren juga di Gontor satu setengah tahun.”23
21
Wawancara dengan Iren (residen re-entry), Bogor, 21 Mei 2014
22
Wawancara dengan Iren (residen re-entry), Bogor, 21 Mei 2014
Wawancara dengan Aci (residen re-entry), Bogor, 21 Mei 2014
23
63
Perempuan
asal
Kalimantan
Timur
ini
berharap
agar
Rehabilitasi BNN ini mampu merubah dirinya menjadi lebih baik.
“Ya harapannya sih jauh lebih baik ya yang pasti, jadi rileks lagi gitu
ya bisa lebih membuat yang terbaik untuk keluarga juga pasti kalau
misalkan planning juga ya pasti kan yang positif-positif.”24
Selanjutnya peneliti akan memaparkan hasil temuan lapangan
berdasarkan fokus penelitian yang telah dituliskan pada bab 1 yaitu,
pola komunikasi penyuluh agama dengan residen dalam pembinaan
sosial dan pola komunikasi penyuluh agama dalam pembinaan
keagamaan.
B. Kegiatan Pembinaan Sosial Keagamaan Balai Besar Rehabilitasi BNN
Lido
1. Kegiatan Pembinaan Sosial
Kegiatan pembinaan sosial yang dimaksud di sini ialah
kegiatan yang bersifat umum yang mengarahkan residen untuk lebih
mengenal diri mereka dan berinteraksi sosial dengan rekan sebaya dan
komunitas. Kegiatan yang bersifat sosial di sana antar lain:
a) Function:
kegiatan
yang
dilakukan
dalam
rangka
menumbuhkan kepedulian dan rasa tanggung jawab terhadap
lingkungan disekitar.
b) Morning meeting: kegiatan yang wajib diikuti oleh residen
untuk membahas masalah yang ada di dalam rumah mereka.
c) Seminar: kegiatan ini adalah pemberian materi dari staff untuk
bekal hidup residen kedepan.
24
Wawancara dengan Aci (residen re-entry), Bogor, 21 Mei 2014
64
d) Conflic Relation Grup (CRG): merupakan kegiatan yang
dirancang khusus untuk mengekpresikan perasaan sedih,
kecewa, senang dll yang membentuk kelompok-kelompok
kecil.
Kegiatan yang bersifat sosial ini dilakukan setiap hari seninjum’at dengan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan
pembinaan keagamaan.
2. Kegiatan Pembinaan Keagamaan
Sebelum metode therapeutic community atau TC digunakan di
BNN ini metode dari Surya Laya lah yaitu Innabah yang digunakan.
Hampir semua penyuluh agama di BNN berasal dari pesantren Surya
Laya karena adanya kerjasama antara BNN dengan Surya Laya yang
pada akhirnya memakai metode Innabah. Innabah adalah satu metode
yang membimbing residen untuk kembali ke jalan Allah, dengan cara
mengaji, sholat dan berdzikir.
“Inabah diambil dari bahasa Arab yang artinya kembali kepada Allah
gitu, jadi orang-orang yang kembali kejalan Allah kemudian disebutlah
Inabah. Nah, dulu kan Inabah itu metodenya ngaji, sholat, dzikir,
residen dibangunkan jam 2 pagi, mandi, sholat tahajud, dzikir sampai
jam 6 pagi setelah itu mereka sarapan setelah sarapan mereka tidur
nanti kembali lagi jam 9, gitu program Inabah. Inabah sempat berjalan
sekitar dua tahun lebih. Saya kurang mengerti juga kenapa program
Inabah dihilangkan dan diganti. Sekarang semenjak tidak dipakai
program itu kami ini hanya pelengkap. Tapi yang penting meskipun
sebagai pelengkap kalau waktunya sholat mereka harus ada dan harus
ada imamnya.”25
25
Wawancara dengan Ustadz Jamal (penyuluh agama), Bogor, 13 Mei 2014
65
Semenjak metode Innabah ini tidak digunakan lagi oleh Balai
Besar Rehabilitasi BNN pada tahun 2009 Balai Besar Rehabilitasi
BNN menggunakan metode TC dalam
kegiatan pembinaan
keagamaan atau yang disebut religious session.
“Religious session kan di bawah struktur TC, jadi metodenya metode
TC, therapeutic community, biasanya disitu temanya itu dikaitkan
antara TC sama Islam. Misalkan di sini, eeuhh ada namanya Cardinal
Rules, yang memiliki aturan utamanya no drugs, no sexs, no volence,
nah di dalam al-Qur’an juga drugs atau narkoba hukumnya ada, zinah
kemudian mencuri ada dalam al-Qur’an. Jadi hal-hal yang ada di TC
saya masukkan Islamnya.”26
Dalam sesi religi ada beberapa hal mengenai keagamaan yang
diberikan oleh penyuluh agama kepada residen, antara lain:
a) TC Male
1) Ba’da shalat subuh: Dzikir, shalat subuh berjamaah dan
berdoa
2) Ba’da shalat dzuhur: Dzikir, shalat dzuhur berjamaah
dan kultum
3) Ba’da shalat ashar : Dzikir, shalat ashar berjamaah dan
materi keagamaan seperti fikih, aqidah, akhlak atau
kisah-kisah nabi
4) Ba’da shalat maghrib sampai isa membaca al-Qur’an
Khusus untuk hari kamis malam jum’at rutin membaca surat
Yaasin.
b) TC Female
26
Wawancara dengan Ustadz Jajang (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014
66
1) Senin: Tausiyah yang di pimpin oleh Ustadzah
Musciner
2) Selasa: Kultum, yang mengisi adalah residen yang
bertugas
3) Rabu: Tadarus atau membaca al-Qur’an
4) Kamis: Belajar kaligrafi
5) Jum’at: Membaca surat Yaasin
Semua jadwal pembinaan keagamaan di TC male dan TC
female berlangsung selama 5 hari, dari hari senin sampai dengan hari
jum’at. Semua materi yang diberikan oleh penyuluh agama telah
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan baik dari penyuluhnya
sebagai sumber informasi dan residennya sebagai tersuluh.
C. Analisa Hasil Temuan
Analisa hasil temuan dalam penelitian kualitatif deskriptif
analisis yang tidak terlepas dari nilai-nilai objektifitas. Perangkat
analisa
yang
digunakan
selain
pengamatan
dan
penelitian
menggunakan referensi untuk memperkuat dan melegitimasi secara
akademis-ilmiah
hasil
tujuan.
Dengan
hasil
dari
penelitian
menjelaskan deskriptif analisis terkait dengan hasil temuan lapangan.
Fokus analisanya terletak pada pola komunikasi penyuluh agama
dengan residen dalam pembinaan sosial keagamaan baik pola
komunikasi roda, bintang, dan antarpribadi yang terjadi di Balai Besar
Rehabilitasi BNN Lido.
67
Analisa hasil temuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisa Pola Komunikasi dalam Pembinaan Sosial
Komunikasi dapat dijadikan alat dalam pembinaan sosial,
khususnya di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido bagi residen yang
terkait kasus narkoba. Kebanyakan persepsi orang menyatakan bahwa
narapidana adalah mereka yang rusak moralnya dan tidak memiliki
akhlak terpuji hingga mereka bisa melakukan tindakan kejahatan.
Telah dibahas pada landasan teori bahwa pola komunikasi
menurut H.A.W Widjaja yaitu, komunikasi pola roda, pola rantai, pola
lingkaran, dan pola bintang.27 Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido
dalam pembinaan sosial menggunakan pola komunikasi bintang, yaitu
semua anggota berkomunikasi dengan semua anggota. Maksudnya
adalah
komunikasi
staff-residen,
residen-staff,
residen-residen.
Ditinjau dari kegiatan morning meeting yang dilakukan setiap hari oleh
residen dan staff. Morning meeting merupakan salah satu kegiatan
yang ada di dalam TC. Kegiatan ini wajib diikuti oleh seluruh residen
pada tahap re-entry. Dalam kegiatan ini peneliti ikut berpartisipasi
dalam kelompok. Sebelumnya seorang konselor dalam kegiatan ini
meminta izin terlebih dahulu kepada seluruh residen dan diizinkan.
Dalam kegiatan morning meeting pola bintang terlihat ketika
residen dan staff menyampaikan kegiatan sehari-harinya secara
individu. Tujuan dari diadakannya morning meeting agar residen
27
H.A.W. widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000)
edisi revisi, h. 102-103
68
mengawali harinya dengan positif, dan segala hal permasalahan dari
yang terkecil sampai yang besar harus dibahas dalam forum ini. Untuk
mempersentasikan pendapat atau mengawali hal-hal yang ingin
disampaikan, residen harus berdiri terlebih dahulu dan membuka
dengan kalimat “good morning family”, residen yang lain harus respect
dan menjawab dengan “good morning”.
Morning meeting dilaksanakan setiap hari senin-kamis mulai
pukul 07.30-10.00 WIB. Tata cara morning meeting yaitu:
1) Seluruh residen dan staff berkumpul di satu ruangan yang
luas dan membentuk lingkaran.
2) Residen duduk di atas kursi namun terkadang duduk di atas
lantai tanpa alas.
3) Morning meeting di awali dengan sesi announcement,
dilanjutkan dengan awarenes, lalu pull ups, kemudian
interuption, issue, dan di akhiri dengan second half.
4) Morning meeting di tutup dengan do’a.
5) Sebelum residen meninggalkan ruangan, residen saling
bersalaman dan berpelukan (hugh each other).
Pola bintang yang terjadi adalah terjadinya dalam tataran
memberikan announcement, awarness, menyampaikan interuption dan
juga issue. Ketika residen menyampaikan awarness residen atau staff
bisa menanggapi, begitupun sebaliknya. Dalam kegiatan ini residen
69
dan juga staff melebur, tidak ada perbedaan antara staff dengan
residen.
Hal yang paling mengikat dalam kegiatan ini adalah ketika
residen dan juga staff saling berpelukan dan membacakan doa serta
membacakan ikrar bersama-sama dengan suara yang lantang.
Isi dari doanya atau mereka menyebutnya dengan serenity
prayer yaitu:
“God grent me the serenity. To accept the things I can not change.
Courage to change. The things I can and the wisdom. God, to know the
difference”.
Dalam kegiatan pembinaan sosial atau kegiatan TC lainnya,
penyuluh agama tidak ikut serta di dalamnya, dikarenakan sudah
mempunyai tanggung jawab masing-masing dalam pekerjaannya.
2. Analisa Pola Komunikasi dalam Pembinaan Keagamaan
a. Penerapan Pola Komunikasi Roda
Dalam pembinaan keagamaan yang terjadi di Balai Besar
Rehabilitasi BNN Lido menggunakan pola komunikasi roda dalam
proses komunikasinya. Ditinjau dari proses pembinaan keagamaan
atau yang disebut religious session, penyuluh agama berkomunikasi
kepada banyak komunikan yaitu residen tanpa adanya umpan balik
dari si pendengar. Seperti penuturan ustadz Jamal.
70
“....saya menempatkan posisi seperti bapak sama anak lah. Contohnya,
kalau ada yang mengeluh. Mereka langsung bilang gitu, ustadz saya
kangen keluarga, saya nyesel dan lain-lain, ya semacam itu. Nah,
sesudah itu di kasih saran gitu, kadang-kadang mereka dengerin dan
mau ngelaksanain yang saya nasihatin gitu, macem-macem lah.”28
Dengan residen melaksanakan apa yang disarankan oleh
penyuluh agama menandakan bahwa komunikasi yang terjadi satu
tahap atau satu arah karena residen tidak memberikan interpretasinya
dan hanya melaksanakan.
Pola komunikasi roda adalah pola yang mengarahkan seluruh
informasi kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang yang
dalam posisi sentral menerima kontak dan informasi yang disediakan
oleh anggota lainnya dan memecahkan masalah dengan saran dan
persetujuan anggota lainnya. Pola komunikasi roda yang terjadi dalam
kegiatan keagamaan adalah terjadinya dalam tataran ceramah,
tausiyah, atau kultum yang disampaikan oleh penyuluh agama secara
kelompok kepada residen. Seperti halnya penyuluh agama di BNN
Lido yang memposisikan dirinya sebagai pusat informasi untuk
residen.
Hal ini diperkuat oleh pengakuan Ustadz Muslim.
“...nahhhh cara kita menyampaikan materi itu....melalui tausiyah,
ceramah. disamping tausiyah dan ceramah itu kita isi dengan sharing.
Residen itu duduk di depan semua, ketika saya menyampaikan
materi.”29
Hal ini juga diakui oleh Ustadz Luthfi yang membina residen di
Green I gedung TC.
28
29
Wawancara dengan Ustadz Jamal (penyuluh agama), Bogor, 13 Mei 2014
Wawancara dengan Ustadz Muslim (penyuluh agama), Bogor, 21 Mei 2014
71
“Kalau saya biasanya selesai sholat tausiah, ceramah, atau kultum
kalau waktunya sempit. Anak-anak ngumpul di musholla....”
Tidak hanya dari penyuluh yang mengakui bahwa pembinaan
keagamaan ini menggunakan pola komunikasi roda, namun residen
Iren juga berpendapat seperti itu.
“Kalau lagi materi ada kelompok ada per orang ada, tapi masih di situsitu juga tempatnya.”30
Pola roda bersifat satu arah. Dimana komunikator memberikan
stimulus dan komunikan memberikan respon atau tanggapan yang
diharapkan tanpa adanya seleksi dan interpretasi. Ini menyebabkan
komunikasi antara komunikator dan komunikan lebih di dominasi oleh
komunikator, sehingga komunikan hanya bersifat sebagai pendengar
tanpa adanya umpan balik.
Dengan pola komunikasi roda, penyuluh agama sebagai orang
yang sentral harus mampu menyampaikan materinya dengan cara-cara
yang halus agar mudah difahami oleh residen, menjadi orang yang
sentral dalam menyampaikan materi menjadi lebih mudah bagi
penyuluh agama untuk memberikan pendapat, ide-ide kepada residen
guna mengubah kognitif, afektif dan psikomotorik residen ke arah
yang lebih baik.
“Saya sadar mereka itu kan latar belakangnya tidak sama, jadi saya
tidak pernah memberikan pelajaran seperti di kelas, gituu.. heueum,
jadi siapa yang butuh yaa nanya. Misalkan, saya kalau seperti di kelaskelas di depan kelas menerangkan bagaimana wudhu kan orang bosen,
udah biasa. Nah jadi mereka yang nanya saya jawab gitu. Awalnya si
30
Wawancara dengan Iren (residen re-entry), Bogor, 21 Mei 2014
72
A nanya setelah saya jawab barang kali ada yang lain yang belum pas
atau belum paham, naah, yang lain juga kadang-kadang ikut nanya.”31
b. Penerapan Pola Komunikasi Bintang
Selain pola komunikasi roda, pola komunikasi yang digunakan
oleh penyuluh agama dalam pembinaan keagamaan adalah pola
komunikasi bintang, yaitu semua anggota berkomunikasi dengan
semua anggota. Maksudnya adalah komunikasi penyuluh-residen,
residen-penyuluh agama, residen-residen. Hal ini diperkuat oleh
pengakuan dari ustadzah Musciner.
“Dialog, sharing atau tanya jawab. Engga saya terus yang harus
didengerin, tapi mereka juga harus menyampaikan, baik itu pendapat,
pertanyaan atau ide-ide mereka. Jadi tanya jawab biar mereka juga
aktif, saya kasih anak-anak materi kultum supaya mereka belajar
menyampaikan. Seperti kemarin nanda menyampaikan kultum. ”32
Pola seperti ini menjelaskan bahwa komunikasi yang terjadi
yaitu dua arah dan semua pihak terlibat. Komunikasi dua arah yaitu
komunikasi yang bersifat informatif dan persuasif serta memerlukan
hasil (feed back).33 Pada kegiatan pembinaan keagamaan ini dapat
diketahui bahwa residen memberikan feedback kepada penyuluh
agama dengan baik. Menurut penyuluh agama, residen sejauh ini
sangat respon dengan apa yang sudah diberikan oleh penyuluh dan
mereka mulai mengaplikasikan serta mengikuti apa yang penyuluh
berikan.
31
Wawacara dengan Ustadz Jamal (penyuluh agama), Bogor, 13 Mei 2014
32
Wawancara dengan Utadzah Musciner (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014
H.A.W.Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta), h.
33
100
73
“Kalau kita melihat ukuran, ini kan ada dua macam lahiriah dan
batiniah. Kita melihat tekstualnya aja, lahiriahnya aja. Ketika sholat
berjamaah mereka itu semuanya disiplin, dalam melaksanakan shalat
tidak bergurau, tidak canda. Naaahh kemudian ketika wiridan
walaupun sebentar mereka itu khusu, walaupun satu dua wajar. Tetapi
mayoritas melaksanakan. Jadi ketahuan bahwa mereka itu, eeeuuhhhh
melaksanakan apa yang kita sampaikan dan diamalkan.”34
Jika melihat sifat dari komunikasi dua tahap ini adalah
informatif dan memerlukan feed back pesan yang disampaikan secara
umum bernilai positif, artinya residen merasa ada penambahan
pengetahuan, setuju terhadap materi yang disampaikan serta perubahan
keyakinan bahkan perilaku.
Pada saat pembinaan keagamaan dilakukan, penyuluh agama
biasanya membuka dengan salam dan menanyakan “feeling” residen
pada hari itu. Seperti:
“Bagaimana feeling hari ini, bad or good?” tanya penyuluh. Lalu
residen menjawab “bad.... dan ada juga yang menjawab good... “
35
mereka menjawab sesuai dengan perasaannya masing-masing.
Ketika feeling residen sedang buruk, penyuluh agama
memberikan nasihat agar mereka selalu melaksanakan sholat, jangan
membenci Allah sehingga shalat lima waktunya ditinggalkan. “Jika
kalian sedang dalam feeling bad karena tidak menerima keadaan kalian
di sini, jangan sekali-kali kalian membenci Allah dan akhirnya
meninggalkan shalat”36 Hal ini dilakukan agar memberi motivasi dan
34
Wawancara dengan Ustadz Muslim (penyuluh agama), Bogor, 21 Mei 2014
35
Catatan lapangan ke-3 pembinaan keagamaan gedung TC green I
Catatan lapangan ke-3, pembinaan keagamaan gedung TC green I, Bogor, 13 Mei 2014
36
74
mempersuasi residen agar merasa betah dalam masa rehabilitasi ini
dan berusaha untuk lebih baik.
Dalam komunikasi penyuluh agama dengan residen, residen
tidak sungkan untuk menegur dan bertanya kepada penyuluh agama.
Penyuluh agama membebaskan mereka untuk curhat, penyuluh agama
juga tidak mengekang mereka berinteraksi dan mengungkapkan
pendapatnya.
“...disamping tausiyah dan ceramah itu kita isi dengan sharing.
Sharing itu nanti ada semacam tanya jawab masalah pribadi mereka,
naaahh kemudian kita kaitkan dan hubungkan dengan masalah Islami.
Residen itu duduk di depan semua, ketika saya menyampaikan materi
kemudian saya persilahkan apa yang mau ditanyakan terus saya
memberikan kesempatan saat itu kepada residen untuk bertanya. Tidak
ada sifatnya sendiri-sendiri atau empat mata, engga. Kita keseluruhan
karena selesai shalat berjamaah kita isi dengan tausiyah ataupun
sharing bersama residen.”37
Bahkan residen tidak sungkan dan tidak malu untuk
mengungkapkan apa yang mereka rasakan dan alami. Karena
kesabaran para penyuluh agama dan hasilnya adalah memberikan
kenyamanan kepada residen. Seperti yang diungkapkan iren.
“Sabar, sabar banget malah ngadepin kita dengan tingkah laku kita.
Padahal kalau kaya kita satu orang aja udah kaya puluhan orang.”38
Komunikasi seperti ini sudah bisa dikatakan efektif karena
semua orang yang terlibat dalam ruangan dapat melakukan komunikasi
secara dua arah, baik itu komunikasi antara penyuluh agama dengan
residen, maupun komunikasi residen dengan residen dan adanya
37
Wawancara dengan Ustadz Muslim (penyuluh agama), Bogor, 21 Mei 2014
38
Wawancara dengan Iren (residen re-entry), Bogor, 21 Mei 2014
75
kesamaan makna sehingga komunikasi berlangsung dalam situasi yang
menyenangkan kedua belah pihak. Yaaa yang paling efektif sih kita
memberikan ceramah sambil tanya jawab, kita berikan ceramah dan
kemudian berikan waktu anak-anak untuk bertanya.”39
Ada pula komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh
penyuluh agama terhadap residen. Komunikasi antarpribadi yang
dilakukan ketika di luar dari kegiatan pembinaan keagamaan. Seperti
sapaan-sapaan ketika bertemu dengan residen.
“Kalau ketemu saya assalamu’alaikum, tapi kalau masuk ke ruang
COD atau klinikal beda lagi, sapaannya communicate. Maksudnya itu
adalah permisi...kalau masuk musollah assalamu’alaikum. Kalau lakilaki masuk ke female lain lagi sapaannya, male on the floor harusnya
kalau muslim kan assalamu’alaikum.”40
Meskipun pembinaan keagamaan ini di bawah program TC dan
hanya mempunyai waktu yang sangat terbatas dalam kegiatannya,
namun tidak menyurutkan semangat penyuluh agama untuk selalu
menyampaikan materi agama di sela-sela waktu yang sedikit. Serta
selalu memakai bahasa agama dalam kegiatan sehari-harinya. Hal ini
dilakukan agar residen terbiasa dengan kultur yang Islami.
Dalam proses komunikasinya, beberapa dari penyuluh agama
menggunakan alat bantu, agar mempermudah dan menarik perhatian
residen. Seperti halnya yang diungkapkan oleh ustadz Jajang dan
ustadz Luthfi.
39
40
Wawancara dengan Ustadz Luthfi (penyuluh agama), Bogor, 23 April 2014
Wawancara dengan Utadzah Musciner (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014
76
“Ya, saya memakai komputer, dan kebanyakan dari mereka juga suka
kalau menggunakan bentuknya audio visual, vidio. Nahh saya
download acara khazanah yang ada di trans 7 itu kemudian saya
sampaikan di situ. Saya pilih materi tentang wudhu, shalat berjamaah
terus nanti ada kisah-kisah para nabi seperti nabi ibrahim, nabi isa.”41
“Untuk saat ini kita menggunakan vcd, itu pun yang banyak khusus
untuk nilai-nilai agama, itu aja sih yang lain belum. Satu lagi pake
komputer.”42
Namun berbeda dengan ustadz Jamal dan ustadz Muslim
mereka sama sekali tidak menggunakan alat bantu.
“Nggak, cuman cerita aja begini.”
“Engga engga, kita langsung aja yang alami aja.”
Hal ini diakui oleh residen bahwa mereka sangat tertarik
menyimak materi ketika menggunakan alat bantu.
“Pake komputer, buat nyeritain kisah para nabi... tapi kadang gak
kebaca, kadang ustadz ngejelasin kalo ada gambar-gambar,kalo pake
komputer kadang family pada ngikutin, rame jadinya.”43
Penggunaan alat bantu sebagai media dalam kegiatan
pembinaan keagamaan menjadi salah satu hal yang mampu mendorong
residen untuk mengikuti kegiatan keagamaan. Lima orang residen
yang saya wawancarai mengaku lebih senang memakai alat bantu
khususnya audio visual dalam kegiatan keagamaan.
Dari hasil penelitian tersebut penulis menemukan gambaran
bahwa pola komunikasi antara penyuluh agama dengan residen adalah
pola komunikasi roda, pola komunikasi bintang, dan komunikasi
41
Wawancara dengan Ustadz Jajang (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014
Wawancara dengan Ustadz Luthfi (penyuluh agama), Bogor, 23 April 2014
43
Wawancara dengan M. Afryan (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014
42
77
antarpribadi. Pola komunikasi roda terjadi ketika penyuluh agama
menyampaikan
pesan-pesannya
(materi)
kepada
residen
yang
menempatkan posisinya sebagai orang yang sentral di depan khalayak
yang banyak. Sedangkan pola komunikasi bintang terjadi ketika
penyuluh agama mempersilahkan residennya untuk terlibat dalam
kegiatan pembinaan keagamaan, penyuluh agama juga merasa perlu
residennya memberikan pendapat, ide-ide agar komunikasi yang
terjadi lebih efektif. Komunikasi antrapribadi terjadi ketika sharing
antara penyuluh agama dengan beberapa residen yang membutuhkan
nasihat-nasihat dari penyuluh agama serta di luar dari kegiatan
pembinaan keagamaan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan hasil penelitian yang dilakukan
mengenai pola komunikasi antara penyuluh agama dengan residen
dalam pembinaan sosial keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi
Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1) Pola komunikasi yang terjadi pada kegiatan pembinaan sosial
adalah pola komunikasi bintang. Dengan pola bintang semua
residen beserta staff melebur dalam satu ruangan untuk samasama memecahkan masalah, mendengarkan masalah residen
lainnya dan saling memberi masukan satu sama lain. Dalam
pembinaan sosial penyuluh agama tidak ikut terlibat, karena
sudah mempunyai tugas masing-masing.
2) Pola komunikasi pada kegiatan pembinaan keagamaan yang
terjalin antara penyuluh agama dengan residen adalah pola
komunikasi roda, pola komunikasi bintang, dan komunikasi
antarpribadi. Pola komunikasi roda terjadi dikarenakan
penyuluh agama adalah orang yang menduduki posisi sentral
sebagai pusat informasi. Hal tersebut sangat membantu dalam
kesuksesan
penyampaian materi-materi yang disampaikan.
Karena diharapkan residen akan menerapkannya dalam
78
79
kehidupan dan memberikan perubahan kepada residen baik dari
kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Pola komunikasi
bintang terjadi ketika adanya sesi tanya jawab dari residen, hal
ini menyebabkan komunikasi terjadi secara dua tahap dan
memerlukan feedback.
3) Sebagian penyuluh agama menggunakan alat bantu dalam
proses penyampaian materinya. Alat bantu tersebut berupa
komputer dan VCD.
B. Saran-saran
Penulis perlu memberikan saran sebagai masukan untuk
penyuluh agama serta pihak Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido
dalam upaya pembinaan sosial keagamaan. Ini bukan berarti kami
menggurui, namun hanya sebagai bahan pertimbangan bagi pihak
terkait.
1) Perlu adanya kebijakan dari Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido
untuk setiap penyuluh agama agar mengikuti pelatihanpelatihan public speaking dan penyuluhan narkoba demi
menambah ilmu teori komunikasi dan membuka wawasan
dalam bidang komunikasi dan penyuluhan.
2) Dalam melakukan pembinaan sosial keagamaan terhadap
residen hendaknya tidak dilakukan secara monoton dengan
melakukan ceramah agama, fariasi bentuk kegiatan pembinaan
akan menghilangkan kejenuhan pada residen.
80
3) Alat bantu yang digunakan sebaiknya menggunakan yang lebih
efektif seperti infocus, mengingat residen berjumlah puluhan.
4) Perlu adanya buku prestasi sebagai tolak ukur peningkatan
wawasan agama dan kemampuan mempraktekkan ibadah
setelah mengikuti kegiatan pembinaan keagamaan.
5) Bagi residen, agar tidak lagi dan berhenti mengkonsumsi
narkoba karena hal tersebut akan merusak masa depan pribadi,
keluarga maupun bangsa.
Harapan penulis, semua ini bisa dijadikan sebagai masukan
guna meningkatkan mutu pembinaan sosial keagamaan residen,
sehingga mampu mengembalikan residen menjadi manusia yang
bermoral, taat dan berakhlak mulia, yang akhirnya mereka siap
dijadikan sebagai pemimpin negeri ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. Sayuti, 2002. Metodologi Penelitian Agama (Pendekatan Teori
dan Praktek), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Departemen Pendidikan Nasional, 2005 edisi Ke-3. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Depdikbud, 1992. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Rajawali Press
Dilla, Sumadi, 2007. Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu,
Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Effendy, Onong Uchjana, 1996 Cet. Ke-1. Kepemimpinan dan
Komunikasi, Yogyakarta: Al-Amin Press
Effendy, Onong Uchjana, 2007 Cet. Ke-3. Ilmu teori dan Filsafat
Komunikasi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007
Effendy, Onong Uchjana, 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Fajar, Marhaeni, 2009. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik, Yogyakarta:
Graha Ilmu
Goble, Frang G, 1987. Mazhab Ke-Tiga, Psikologi Humanistik Abraham
Maslow, Yogya: Kanisius
Hawari, Dadang, 2000. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza,
Jakarta: FKUI
Heriyanto, Sandjaja Albertus, 2006. Panduan Penelitian, Jakarta: Prestasi
Pustakarya
Hilmi, Masdar, 1973. Dakwah dalam Alam Pembangunan, Semarang:
Toha Putra
Ilaihi, Wahyu, 2010. Komunikasi Dakwah, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Makalah Administrasi Penyuluhan, semester 7. Tentang Dasar-dasar dan
Tujuan Serta Ruang Lingkup Administrasi dan Penyuluhan.
Manaf, Mujahid Abdul, 1996 Cet. Ke-2. Sejarah Agama-agama, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
81
82
Moleong, Lexi J, 2006 Cet, edisi revisi. Metode Penelitian Kualitatif,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy, 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradigma
Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya), Bandung: PT.
Rosdakarya
Naim, Ngainun, 2011. Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan, Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media
Nasution, Zulkarimein, 1990. Prinsip-prinsip Komunikas untuk
Penyuluhan, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Purwadaminta, W. J. S, 1979 Cet. Ke-3. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta, Bulan Bintang
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, 2007 Cet. Ke-1. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta
Salim, Peter, Yenny Salim, 2002. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer,
Jakarta: Modern English Press
Soyomukti, Nurani, 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jogjakarta: ArRuzz Media
Usman, Husnaini dan Purnomo Setiady Akbar, 2008 Cet. Ke-1 edisi 2.
Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara
Widjaya, A. W, 1997 Cet. Ke-3. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat,
Jakarta: Bumi Aksara, 1997
Widjaya, H. A. W, 2000 Cet. Ke-2. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi,
Jakarta: PT.Rineka Cipta
Website:
UjangJaenalMutakin,PenyuluhAgamaIslamhttp://pokjaluhclg.blogspot.co
m/2011/08/quo-vadis-peran-dan-fungsi-penyuluh.html. di akses tanggal
19-01-2014, pukul 20.00 WIB
http://www.anneahira.com/narkoba-rehabilitasi.htm/diunduh
2014,pukul:22:43 WIB
tgl
18-03-
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/rehabilitasi-untuk-penggunanarkoba/diunduh tgl 18-03-2014, pukul: 22:47
83
84
85
Download