POLA KOMUNIKASI ANTARA PENYULUH AGAMA DENGAN RESIDEN DALAM PEMBINAAN SOSIAL KEAGAMAAN DI BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) LIDO Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: DEUIS NUR APRIANTI NIM: 1110052000027 JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H./2014 M. ABSTRAK Deuis Nur Aprianti Pola Komunikasi antara Penyuluh Agama dengan Residen dalam Pembinaan Sosial Keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido Penyuluh agama merupakan agen perubahan yang membawa ide, gagasan serta memberikan inovasi bagi perubahan kehidupan masyarakat dari apa yang ada kini menuju keadaan yang lebih baik. Sebagai agen perubahan diperlukan banyak kemampuan agar memungkinkan penyuluh dapat sukses merubah masyarakat dalam hal pengetahuan, sikap, dan perilaku salah satunya kemampuan berkomunikasi. Dengan kemampuan komunikasinya maka penyuluh agama tidak terkecuali dapat juga merubah pengetahuan, sikap dan perilaku residen yang ada di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido. Melalui pola komunikasi yang efektif dalam kegiatan pembinaan sosial keagamaan penyuluh agama dapat masuk memberikan informasi dan gagasannya untuk merubah residen menjadi orang yang taat dan bertakwa kepada Allah SWT dan diterima oleh masyarakat lainnya. Dari pemaparan di atas tersebut ditemukan rumusan masalah: Bagaimana pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses pembinaan sosial di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido? Bagaimana pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses pembinaan keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido? Kemudian, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dan teknik analisis data yang digunakan yaitu triangulasi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang digunakan adalah pola komunikasi menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Ada empat pola komunikasi, yaitu pola roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola bintang. Hasil dari penelitian yang dilakukan yaitu, dalam pembinaan sosial menggunakan pola komunikasi bintang, ini terjadi ketika residen dan juga staff saling memberikan pendapat, ide dan gagasan. Pola komunikasi roda, pola bintang dan komunikasi antarpribadi terjadi dalam kegiatan pembinaan keagamaan, pola komunikasi roda terjadi dikarenakan penyuluh agama merupakan orang yang sentral dalam memberikan informasi kepada residen. Penerapan pola bintang menimbulkan proses komunikasi dua tahap menimbulkan komunikasi antarpribadi. i KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah. Semoga rahmat serta salam penghormatan senantiasa tercurah bagi Rasul utusan Allah berikut segenap keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti petunjuknya. Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT karena skripsi yang menjadi syarat kelulusan sudah sampai pada kesimpulannya. Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Keluarga penulis, khususnya mamah dan bapak yang selalu memberikan ridhonya, dan selalu menghantarkan anaknya dengan doa. Adik-adik yang selalu menyemangati penulis. 2. Kepada orang tua penulis Ibu Sri Rezeki Houtman dan Alm. Bapak Houtman Zainal Arifin yang memberikan doa dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk tinggal di Yayasan Pondok Sruni sebagai rumah penulis yang ke dua, serta seluruh keluarga penulis di Yayasan Pondok Sruni. 3. Kepada Bagian Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pengelola Beasiswa BIDIK MISI yang sudah memberikan bantuan kepada penulis selama masa kuliah jenjang S1. 4. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. ii 5. Ibu Dra. Rini L. Prihatini, M.Si. selaku ketua jurusan dan Bapak Drs. Sugiharto, MA. selaku sekretaris jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. 6. Bapak Drs. Jumroni, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu memberikan arahan dalam penyusunan sampai pada akhir skripsi 7. Kepada seluruh staff Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido khususnya Bapak Solihun, Mbak Tuti, Ustadzah Musciner, Ustadz Jajang, Ustadz Jamal, Ustadz Muslim, Ustadz Luthfi dan residen yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan banyak membantu penulis sehingga penelitian ini berjalan dengan baik dan lancar. 8. Teman-teman penulis Mela Silviana yang telah menemani penulis beriringan menuju tempat penelitian. Fatmala Dewi, Intan Mayasari, Kiki Rizki Amelia, Sri Mulyanti, Eka Fitri Yana, Haula Sofiana, Sabatini Ayu Sentani, Juairiyah, Ida Handayani serta teman-teman yang lain yang tidak penulis sebutkan satu persatu, terimakasih. Semoga Allah meridhoi setiap waktu, langkah dan pengorbanan yang telah dilakukan selama penyelesaian skripsi ini. Amiin. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca dan khususnya untuk jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, mohan maaf atas segala kekurangan penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Jakarta, 23 Juli 2014 Deuis Nur Aprianti iii DAFTAR ISI ABSTRAK ............................................................................................................................. i KATA PENGANTAR .........................................................................................................ii DAFTAR ISI......................................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................................... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 7 D. Metodologi Penelitian............................................................................... 8 E. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 14 F. Sistematika Penulisan .............................................................................. 16 BAB II TINJAUAN TEORITIS ......................................................................................... 17 A. Pola Komunikasi ...................................................................................... 17 1. Pengertian Pola Komunikasi ............................................................. 17 2. Metode Komunikasi........................................................................... 22 3. Teknik Komunikasi........................................................................... 23 4. Macam-macam Bentuk Komunikasi ................................................. 24 5. Unsur-unsur Komunikasi dalam Penyuluhan .................................... 28 B. Penyuluh Agama........................................................................................ 35 1. Pengertian Penyuluh Agama ............................................................. 35 2. Tugas Penyuluh Agama .................................................................... 36 C. Pembinaan Sosial Keagamaan .................................................................. 38 1. Pengertian Pembinaan Sosial............................................................. 38 2. Pengertian Pembinaan Keagamaan ................................................... 40 D. Rehabilitasi Residen................................................................................. 43 1. Pengertian Rehabilitasi ..................................................................... 43 iv 2. Pengertian Residen ............................................................................ 44 BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA.................................................................... 46 A. Sejarah berdirinya Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido .......................... 46 B. Visi dan Misi Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido ................................. 49 C. Dasar Hukum, Kedudukan Tugas Pokok dan Fungsi ............................. 50 D. Sumber Daya............................................................................................ 50 1. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Kesehatan . .......................... 50 2. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Rehabilitasi Sosial ............... 51 BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA ............................................ 53 A. Gambaran Umum Informan..................................................................... 53 1. Penyuluh Agama................................................................................ 53 2. Residen .............................................................................................. 59 B. Kegiatan Pembinaan Sosial Keagamaan Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido................................................................................................ 63 1. Kegiatan Pembinaan Sosial................................................................ 63 2. Kegiatan Pembinaan Keagamaan ...................................................... 64 C. Analisa Hasil Temuan.............................................................................. 66 1. Analisa Pola Komunikasi dalam Pembinaan Sosial.................. ......... 67 2. Analisa Pola Komunikasi dalam Pembinaan Keagamaan .................. 69 BAB V PENUTUP............................................................................................................... 78 A. Kesimpulan ............................................................................................. 78 B. Saran ....................................................................................................... 79 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 81 LAMPIRAN-LAMPIRAN v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyuluh agama sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 791 tahun 1985, adalah pembimbing umat beragama dalam rangka pembinaan mental, moral dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Penyuluh Agama Islam, yaitu pembimbing umat Islam dalam rangka pembinaan mental, moral dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, serta menjabarkan segala aspek pembangunan melalui pintu dan bahasa agama.1 Secara umum, istilah penyuluhan dalam bahasa sehari-hari sering digunakan untuk menyebut pada kegiatan pemberian penerangan kepada masyarakat, baik oleh lembaga pemerintah maupun oleh lembaga non-pemerintah. Istilah ini diambil dari kata dasar suluh yang searti dengan obor dan berfungsi sebagai penerangan. Pada hakikatnya penyuluhan adalah bagian dari komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan oleh penyuluh kepada mereka yang di suluh sejak mengetahui, meminati, dan kemudian menerapkannya 1 Ujang Jaenal Mutakin, Penyuluh Agama Islam Cilegon http://pokjaluhclg.blogspot.com/2011/08/quo-vadis-peran-dan-fungsi-penyuluh.html. di akses tanggal 19-01-2014, pukul 20.00 WIB 1 2 dalam kehidupan yang nyata.2 Bagi seorang penyuluh, kemampuan yang benar-benar dikuasai dalam berkomunikasi tidak diragukan lagi merupakan sesuatu yang mutlak dibutuhkan. Tanpa kemampuan berkomunikasi yang memadai, sedikit kemungkinan bagi penyuluh untuk dapat sukses dalam tugasnya menyampaikan informasi dan mengajak anggota masyarakat berubah dalam hal pengetahuan, sikap, dan perilaku. Sebagai salah satu agen perubahan, maka diperkirakan kompetensi komunikasi merupakan hal yang penting yang paling diperlukan penyuluh. Penyuluh datang ke tengah suatu masyarakat membawa sejumlah ide dan gagasan, umumnya ide dan gagasan tersebut mengandung hal-hal yang baru bagi masyarakat yang didatanginya. Tujuan penyebarluasan ide dan gagasan itu adalah untuk melakukan perubahan kehidupan masyarakat dari apa yang ada kini menuju keadaan yang lebih baik lagi. Usaha perubahan tersebut termasuk ke dalam apa yang dikenal dengan perubahan sosial (social change), sedangkan orang yang mempelopori perubahan sosial seperti yang dilakukan oleh para penyuluh disebut sebagai agen perubahan (agent of change). Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, dengan berkomunikasi manusia melakukan suatu hubungan, karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri melainkan saling 2 Zulkarimein Nasution, Prinsip-prinsip Komunikasi untuk Penyuluhan, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990), h. 10 3 membutuhkan satu sama lain. Tanpa berkomunikasi manusia tidak akan bisa menjalankan fungsinya sebagai pembawa amanah dari Allah di muka bumi (khalifah). Dalam setiap peristiwa komunikasi tidak terlepas dari unsurunsur komunikasi, A. W. Widjaya dalam bukunya Komunikasi dan Hubungan Masyarakat mengatakan “bahwa unsur-unsur komunikasi terdiri atas sumber (orang, lembaga, buku, dokumen, dan lain sebagainya), komunikator (orang, kelompok, surat kabar, radio, televisi, film, dll), pesan (bisa melalui lisan, tatap muka langsung), saluran media umum dan media massa (media umum seperti radio, OHP, dll sedangkan media massa seperti pers, radio, film, dan TV), komunikan (orang, kelompok atau negara), efek atau pengaruh (perbedaan antara apa yang dirasakan atau apa yang dipikirkan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan)”.3 Pola komunikasi merupakan gambaran atau rancangan bagaimana proses komunikasi antara komunikan dengan komunikator dapat berjalan dengan efektif ketika pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan itu dapat sampai dan bisa mengubah sikap, pendapat, dan perilaku komunikan secara face to face communication dan dapat juga melalui sebuah medium telepon atau menggunakan media komunikasi (komunikasi massa) baik secara 3 A. W. Widjaya, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), cet. Ke-3, h. 13 4 lisan ataupun tulisan dan baik yang terjadi secara individu, antar individu, maupun kelompok. Setidaknya ada empat pola komunikasi yang dapat terjadi dalam suatu kegiatan termasuk dalam kegiatan sosial keagamaan, yaitu komunikasi pola roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola bintang.4 Mantan narapidana adalah orang yang pernah menjalani hukuman karena tindak pidana. Sedangkan narapidana adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana).5 Ruang lingkupnya sangat terbatas, mereka tidak dapat bergaul dengan masyarakat luas selama menjalani hukuman dalam waktu yang telah ditentukan dan kehidupan mereka sering diliputi stress, merasa tidak diperhatikan, mudah tersinggung, acuh tak acuh dan mudah putus asa. Meskipun mantan narapidana pernah melakukan tindak kriminal yang melanggar hukum, tapi mereka semua adalah manusia biasa yang tetap memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Begitu pula terhadap residen yang berada di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido, Bogor, Jawa Barat yang terkait dengan narkoba. Kebanyakan persepsi orang menyatakan bahwa pengguna narkoba adalah mereka yang rusak moralnya dan tidak 4 H.A.W. widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000) edisi revisi, h. 102-103 5 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), h. 136 5 memiliki akhlak yang terpuji hingga mereka bisa melakukan tindak kejahatan. Mereka juga hamba Allah yang memiliki kesempatan bertaubat untuk membenahi diri agar kembali pada jalan yang benar dan tidak mengulangi tindak pidana lagi, maka seharusnya selaku sesama manusia sesuai fitrahnya untuk saling mengingatkan agar menjalankan segala hal kebaikan dan mencegah kemunkaran di dunia. Selain dari itu, agama juga sangat berperan penting terhadap perubahan perilaku manusia. Sebuah agama dipandang sebagai pedoman, petunjuk serta pegangan hidup dalam bersikap dan mengaplikasikannya dalam berperilaku. Bagaimanapun keadaan manusia tidak lepas dari agama, karena manusia adalah “homo religius” atau makhluk beragama.6 Berdasarkan unsur-unsur fitrah tersebut maka umumnya umat Islam dan khusunya penyuluh agama sebagai agent of change dituntut berusaha sesuai kemampuannya mengemban amanat dari Allah yakni amar ma’ruf nahi munkar, kewajiban dan tanggung jawab untuk selalu menebarkan kebaikan. Ada upaya untuk menangani para penyalahgunaan narkotika yakni dengan rehabilitasi serta berkomunikasi dengan mereka agar 6 Frang G. Goble, Mazhab Ke-Tiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow, (Yogya:Kanisius, 1987), h. 155 6 penyalahguna narkotika dapat memantapkan kepribadian untuk kembali bersosialisasi dengan masyarakat. Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido dengan memiliki tujuan awal, sebagai pusat rujukan dalam hal pelayanan secara terpadu meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial terhadap korban penyalahguna dan atau pecandu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, memfasilitasi pengkajian dan pengembangan rehabilitasi, serta memberikan bantuan informasi dalam rangka pemutusan jaringan peredaran gelap narkoba. Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido yang melaksanakan tugas pelayanan masyarakat berupa rehabilitasi penyalah guna dan atau pecandu narkoba secara terpadu berdasarkan aspek medis, psikologis, dan sosial. Berpijak berkesimpulan dari dan pemikiran merasa perlu di atas, membahas akhirnya penulis mengenai pola komunikasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido. Maka untuk menjawab semua persoalan tersebut penulis mengambil judul: “Pola Komunikasi antara Penyuluh Agama dengan Residen dalam Pembinaan Sosial Keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Pola komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi pada beberapa aspek, yaitu: 7 a) Pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses pembinaan sosial di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido. b) Pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses pembinaan keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido. 2. Perumusan Masalah Agar dalam pembatasannya lebih terarah dan terfokus, maka penulis perlu membuat perumusan masalah, yang tersusun dalam kerangka pernyataan sebagai berikut: a) Bagaimana pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses pembinaan sosial di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido? b) Bagaimana pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses pembinaan keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a) Untuk mengetahui pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses pembinaan Rehabilitasi BNN Lido. sosial di Balai Besar 8 b) Untuk mengetahui pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses pembinaan keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido. 2. Manfaat Penelitian a) Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan keilmuan dakwah selanjutnya, serta dapat menambah wawasan berpikir dalam upaya meningkatkan ilmu pengetahuan. b) Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido guna meningkatkan mental dan keagamaannya terhadap residen sesuai dengan fungsinya yaitu memperbaiki diri residen sehingga dapat kembali menjadi warga negara baik dan berguna. D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menggunakan paradigma ilmiah. Artinya, penelitian ini mengasumsikan bahwa kenyataan-kenyataan empiris terjadi dalam suatu konteks sosialkultural yang saling terkait satu sama lain. Karena itu menurut paradigma ilmiah setiap fenomena sosial harus diungkap secara 9 holistik.7 Sedangkan desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif, yaitu metode yang bertujuan untuk membuat gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diteliti.8 Pemilihan desain penelitian ini didasarkan atas beberapa pertimbangan, diantaranya penelitian kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan pola komunikasi yang kompleks dari informan dan juga memberikan informasi yang lebih mendalam sehingga dapat memberikan pemahaman yang lebih besar dibandingkan dengan penelitian kuantitatif. Di sampaing itu, alasan pragmatis juga menjadi pertimbangan dalam penelitian ini, yaitu biaya murah, waktu yang cukup singkat, dan rancangan dapat dimodifikasi selama penelitian berlangsung. 2. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Jawa Barat selama kurang lebih enam minggu lamanya, terhitung mulai minggu ke empat bulan April 2014 sampai bulan Juni 2014 minggu pertama. Sebelumnya penulis telah melakukan survei izin penelitian yang dilakukan pada tanggal 13 November 2013. 7 M. Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama, (Pendekatan Teori dan Praktek), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 59 8 Sandjaja Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian, (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2006), h. 110 10 3. Subjek Penelitian Subjek penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dimana pemilihan informan didasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu dari peneliti sehingga akhirnya mendapatkan sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber. Adapun yang menjadi kriteria informan ialah mereka yang terlibat langsung dalam kegiatan pembinaan sosial keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido. Informan dalam penelitian ini adalah 5 penyuluh agama dan 5 residen selaku penerima penyuluhan. Hal ini dikarenakan penyuluh agama di BNN Lido berjumlah 5 orang dan residen dalam penelitian ini hanya sebagai cross chek data dengan fakta dari sumber lain sehingga peneliti memutuskan untuk mengambil 5 residen. Pemilihan informan tersebut berdasarkan pada prinsip: a) Kesesuaian (appropiateness) : informan dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki berkaitan dengan topik penelitian. b) Kecukupan (adequency) : data yang diperoleh dari informan harus menggambarkan seluruh fenomena yang berkaitan dengan topik penelitian. 11 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam sebuah penelitian, karena tujuan utama dari penelitian tersebut adalah memperoleh data. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan: a) Observasi Observasi adalah berusaha untuk memperoleh dan mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan terhadap sesuatu kegiatan secara akurat, serta fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena tersebut.9 Dalam hal ini peneliti mengadakan penelitian langsung dengan mengamati objek yang diteliti, yakni bagaimana pola komunikasi antara penyuluh agama dengan residen dalam pembinaan sosial keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido. b) Wawancara Peneliti melakukan tanya jawab secara langsung dengan orang-orang yang terlibat sebagai penyuluh agama di Balai Besar Rehabilitasi BNN maupun residennya, dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan secara jelas berupa pola komunikasi dalam proses pembinaan sosial keagamaan sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini. Wawancara tersebut untuk 9 Lexi J. Moleong, Metode penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Edisi Revisi, h. 37 12 dijadikan sebagai data primer, semua pembicaraan direkam di dalam alat perekam suara. Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara sebagai garis besar dibagi dua, yakni wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering disebut juga wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, dan wawancara terbuka (openended interview), wawancara etnografis. Sedangkan wawancara terstruktur sering disebut juga wawancara baku (standardized interview), yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya (biasanya tertulis) dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disedikan.10 c) Dokumentasi Peneliti mengumpulkan, membaca dan mempelajari berbagai macam data seperti yang tertulis, mengambil foto, dan statistik dan data-data di perpustakaan atau instansi terkait lainnya yang dapat dijadikan analisa untuk hasil dalam penelitian ini. 10 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya), (Bandung: PT. Rosdakarya, 2004), h. 180 13 5. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Data atau informasi yang telah dikumpulkan perlu diuji keabsahannya melalui teknik-teknik berikut: a) Triangulasi metode, yaitu menguji data atau informasi dengan menggunakan metode yang berbeda. b) Triangulasi peneliti, yaitu memeriksa data atau informasi dengan peneliti yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk menguji kejujuran, subjektivitas dan kemampuan merekam data oleh peneliti di lapangan. c) Triangulasi sumber, yaitu membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Hasil dari perbandingan yang diharapkan adalah berupa kesamaan atau alasan-alasan terjadinya perbedaan. d) Triangulasi situasi, yaitu bagaimana penuturan seorang informan jika dalam keadaan ada orang lain dibandingkan dengan dalam keadaan sendiri. e) Triangulasi teori, yaitu apakah ada hubungan penjelasan dan analisis atau tidak antara satu teori dengan teori yang lain terhadap data hasil penelitian.11 Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi triangulasi sumber, yaitu melakukan pengecekkan data antara penyuluh agama dengan residen dan triangulasi situasi, yaitu 11 Hamadi, Metode Penelitian Kualitatif: Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan Laporan Penelitian. (Malang: UMM Press, 2008), h. 68 14 melakukan pengecekkan terhadap kenyataan lapangan dengan penuturan penyuluh agama dan residen. 6. Pedoman Penulisan Penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Desertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. E. Tinjauan Pustaka Penulis menemukan beberapa tema yang sama dengan penelitian yang ditulis oleh penulis sendiri, yaitu sebagai berikut: 1. Nama Penulis : Shochibul Hujjah Judul Penelitian : Pola Komunikasi Guru Agama dalam Pembinaan Akhlak Siswa SMK Negeri 1 Pasuruan. Hasil penelitiannya adalah: Guru Agama merupakan komunikator dalam menyampaikan pesan (materi pelajaran/pembinaan akhlak) kepada para siswanya. Pesan berupa materi pelajaran/pembinaan akhlak. Media yang digunakan adalah sekolah yang menjadi tempat terjadinya komunikasi antara guru dan siswanya. Maka dari situlah timbul efek komunikasi dimana seorang guru menjadi teladan yang baik bagi para siswanya dalam bersikap dan berucap. Adapun perbedaan dari penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sasaran, dan tempat penelitian. Serta penelitian diatas fokus 15 penelitiannya terhadap pembinaan akhlak, sedangkan penelitian ini fokus pada pembinaan sosial keagamaan. 2. Nama Penulis : Armillatussholihah Judul Penelitian : Pola Komunikasi Perawat dan Pasien Rawat Inap dalam Pelayanan Medis di Rumah Sakit Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitiannya: Proses komunikasi yang berlangsung di ruang perawatan merupakan komunikasi yang bersifat antarpribadi, serta perawat dan pasien rawat inap menggunakan komunikasi yang bersifat langsung (tatap muka) secara verbal dan non verbal dan menggunakan pendekatan komunikasi antar pribadi secara sosiologis, psikologis dan kultural. Perbedaan dari penelitian di atas adalah sasaran dan tempat penelitian. Penelitian di atas hanya fokus kepada aspek sosial dan kejiwaannya, sedangkan penulis menambahkan aspek keagamaannya. Persamaannya yaitu, ingin melihat bagaimana dengan komunikasi mampu mempengaruhi pasien yang sedang sakit atau ketergantungan obat. Menarik dan penting dari penelitian yang dilakukan untuk penulisan skripsi ini adalah penelitian ini dilakukan di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido yang merupakan pusat Rehabilitasi di Indonesia bagi penyalahguna narkoba. Menurut penulis itu adalah salah satu lembaga yang sangat memiliki peran penting dalam menumbuhkan kesadaran masayarkat agar tidak terjerumus kepada narkoba. 16 F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan pokok masalah yang akan dibahas dalam lima bab, yaitu: BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari enam sub, antara lain: Latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan teori terdiri dari empat sub, antara lain: Pola komunikasi, penyuluh agama, pembinaan sosial keagamaan dan rehabilitasi residen. BAB III : Menjelaskan tentang gambaran umum lembaga, meliputi: sejarah Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido, visi & misi Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido, dasar hukum, kedudukan tugas pokok dan fungsi dan sumber daya Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido. BAB IV: Analisis hasil penelitian, terdiri dari tiga sub, yaitu: Gambaran umum informan, kegiatan pembinaan sosial keagamaan Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido dan analisa hasil temuan pola komunikasi dalam pembinaan sosial keagamaan. BAB V: Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pola Komunikasi 1. Pengertian Pola Komunikasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola memiliki arti model, corak, sistem dan bentuk.1 Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer pola diartikan sebagai model, corak, cara kerja dan bentuk.2 Menurut H.A.W. widjaja di dalam bukunya Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, ada empat pola komunikasi, yaitu komunikasi pola roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola bintang (Mudjito). Keempat pola tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:3 Gambar.1 Pola Komunikasi Roda B E A C D 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005) edisi ke-3, h. 884 2 Peter Salim, Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2002), h. 3 H.A.W. widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000) edisi revisi, h. 102-103 17 18 Gambar.2 Pola Komunikasi Rantai A B C D Gambar.3 Pola Komunikasi Lingkaran A B E D C Gambar.4 Pola Komunikasi Rantai A B E D C E 19 Pola roda adalah pola yang mengarahkan seluruh informasi kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang yang dalam posisi sentral menerima kontak dan informasi yang disediakan oleh anggota lainnya dan memecahkan masalah dengan saran dan persetujuan anggota lainnya. Pola rantai adalah pola yang mengarahkan seseorang berkomunikasi pada seseorang yang lain dan kepada anggota yang lainnya dan anggota seterusnya. Pola lingkaran memungkinkan semua anggota berkomunikasi satu dengan yang lainnya hanya melalui sejenis sistem pengulangan pesan. Tidak seorang anggota pun yang dapat berhubungan langsung dengan semua anggota lainnya, demikian pula tidak ada anggota yang memiliki akses langsung terhadap seluruh informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan. Sedangkan pola bintang adalah pola yang memungkinkan semua anggota bisa berkomunikasi dengan semua anggota lainnya. Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, dalam hal ini ialah sama makna.4 Dalam komunikasi minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar 4 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 9 20 orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan dan melakukan suatu perbuatan atau kegiatan. Menurut Onong Uchjana Effendi komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Hal yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.Sedangkan menurut penuturan Agus M. Hardjana adalah komunikasi adalah proses penyampaian makna dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui media tertentu”.5 Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan arti dari pola komunikasi itu, merupakan gabungan dua kata antara Pola dan Komunikasi, sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah cara atau struktur yang tetap dalam penyampaian pesan yang terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa dan siapa yang dipercakapkan. Dapat disimpulkan juga bahwa komunikasi ialah proses penyampaian pesan dari seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) untuk tujuan tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang yang berkomunikasi berarti mengharapkan agar orang lain ikut berpartisispasi atau bertindak sesuai dengan tujuan dan harapan dari isi pesan yang disampaikan. 5 Ngainun Naim, Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 18 21 Dengan mengetahui gambaran pada sebuah proses komunikasi maka kita dapat mengetahui komunikasi apa yang digunakan sehingga apabila terjadi sebuah kekurangan dan kelemahan kita dapat meminimalisasikannya sehingga tidak menjadi sebuah kesalahan penyampaian sebuah informasi dalam sebuah proses komunikasi. Teori komunikasi dari Harold Laswell menjelaskan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan: Why says what in which channel to whom with what effect? (Siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa).6 Teori ini berkaitan dengan adanya pembinaan sosial keagamaan atau program Religious Session yang dilakukan di BNN, di mana teori ini menekankan adanya perubahan pada komunikan terhadap aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Serta adanya hubungan-hubungan, dan lingkungan yang berubah. Oleh karena itu dengan adanya pembinaan sosial keagamaan di lembaga BNN maka diharapkan adanya perubahan terhadap residen baik dari segi perilaku, akhlak, peningkatan ibadah dll. Dengan adanya komunikasi yang dilakukan oleh penyuluh agama ini dapat berjalan dengan baik. Serta adanya kesinambungan dalam teori, dengan penelitian yang penulis gunakan. 6 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 10 22 2. Metode Komunikasi Dalam hal penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan banyak metode yang ditempuh, hal ini tergantung pada macam-macam tingkat pengetahuan, pendidikan, sosial budaya, dan latar belakang dari komunikan sehingga komunikator harus dapat melihat metode atau cara apa yang akan dipakai supaya pesan yang disampaikan mengenai sasaran. Metode tersebut antara lain:7 a) Komunikasi satu tahap Komunikator mengirimkan pesan langsung kepada komunikan sehingga timbul kemungkinan terjadi proses komunikasi satu arah. b) Komunikasi dua tahap Komunikator dalam menyampaikan pesannya tidak langsung kepada komunikan, tetapi melalui orang-orang tertentu dan kemudian mereka ini meneruskan pesan kepada komunikan. c) Komunikasi banyak tahap Dalam menyampaikan pesan, komunikator melakukan dengan cara-cara lain, tidak selalu mempergunakan komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah akan tetapi dengan cara lain, yakni dengan melalui berbagai tahap. 7 H.A.W. widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, h. 103-104 23 3. Teknik Komunikasi Teknik bekomunikasi adalah cara atau “seni” penyampaian suatu pesan yang dilakukan seorang komunikator sedemikian rupa, sehingga menimbulkan dampak tertentu pada komunikan.8 Berdasarkan keterampilan berkomunikasi yang dilakukan komunikator, teknik komunikasi diklasifikasikan menjadi:9 a) Komunikasi Informatif, yaitu memberikan keteranganketerangan (fakta-fakta), kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu pesan informatif justru lebih berhasil dari pada persuasif, misalnya jika audiensi adalah kalangan cendikiawan. b) Komunikasi Persuasif, yaitu berisikan bujukan, yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan perubahan sikap, tetapi perubahan ini adalah atas kehendak sendiri (bukan dipaksakan). Perubahan tersebut diterima atas kesadaran sendiri. c) Komunikasi Instruktif/koersif, yaitu penyampaian pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi apabila tidak terlaksana. Bentuk yang terkenal dari penyampaian model ini adalah agitasi dengan penekananpenekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan 8 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Kelompok, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008) cet. Ke-7, h. 6 9 H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. h. 32 24 di kalangan khalayak. Koersif dapat berbentuk perintahperintah, instruksi, dan sebagainya. d) Hubungan manusiawi, yaitu bila ditinjau dari ilmu komunikasi hubungan manusiawi ini termasuk ke dalam komunikasi antarpersona (interpersonal communication) sebab berlangsung pada umumnya antara dua orang secara dialogis. Dikatakan bahwa hubungan manusiawi itu komunikasinya bersifat action oriented, mengandung kegiatan untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku seseorang. 4. Macam-macam Bentuk Komunikasi Pada dasarnya ada 4 bentuk komunikasi, diantaranya: komunikasi intrapersonal, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa. Namun komunikasi yang paling diperlukan oleh seorang penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya, antara lain yang menyangkut: a) Komunikasi antarpribadi Komunikasi antarpribadi yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.10 10 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) cet. Ke-8, h. 73 25 Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh penyuluh agar bisa menjalin komunikasi antarpribadi dengan masyarakat seperti yang semestinya:11 1) Kemampuan empati 2) Menciptakan situasi homopholy dengan khalayak 3) Menegakkan keserasian (kompatibilitas) program yang dijalankannya dengan kebudayaan masyarakat setempat b) Komunikasi Kelompok Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam bukunya, Human Communication, A Revisian of Approaching Speech Communication, yang disadur oleh Sasa Djuarsa, memberi batasan komunikasi kelompok sebagai “interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dengan akurat.12 Komunikasi kelompok bisa diartikan sebagai suatu sekumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka 11 Zulkarimein Nasution, Prinsip-prinsip Komunikasi untuk Penyuluhan, h. 22 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2007), cet. Ke-1. h. 124 12 26 menjadi salah satu bagian dari kelompok tersebut, komunikasi ini dengan sendirinya melibatkan komunikasi interpersonal.13 Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa sedikit, bisa juga banyak. Jika jumlah orang dalam kelompok itu sedikit, disebut komunikasi kelompok kecil. Jika jumlah komunikannya banyak, dinamakan komunikasi kelompok besar.14 1) Komunikasi kelompok kecil (small group communication), yaitu komunikasi yang ditujukan kepada kognisi komunikan. Dalam komunikasi kelompok kecil pelaku komunikasi berjumlah sedikit. Dalam komunikasi ini, logika berpikir memiliki peranan yang sangat penting. Prosesnya terjadi secara dialogis, tidak linear, tetapi sirkular. 2) Komunikasi kelompok besar (large group communication) lebih cenderung ditujukan kepada afeksi (perasaan) komunikan, jadi tidak pada logis komunikan. Komunikasi kelompok besar bersifat heterogen, berbeda dengan komunikasi kelompok kecil yang homogen. Proses komunikasi dalam komunikasi kelompok besar bersifat linear, satu arah. 13 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h.65 14 h. 177-178 Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, ( Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), 27 Dapat disimpulkan bahwa, dalam komunikasi kelompok jumlah komunikan tidak dapat ditentukan secara eksak, berapa jumlah orang yang termasuk dalam small group communication atau berapa orang yang termasuk dalam large group communication. c) Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah salah satu konteks komunikasi antar-manusia yang sangat besar perannya dalam perubahan sosial atau masyarakat. Sebagai salah satu konteks komunikasi, komunikasi massa adalah komunikasi antaramanusia yang memanfaatkan media (massa) sebagai alat komunikasi.15 Komunikasi massa pada dasarnya mempunyai proses yang melibatkan beberapa komponen. Dua komponen yang berinteraksi (sumber dan penerima) terlibat: pesan yang diberi kode oleh sumber (encoded), disalurkan melalui sebuah saluran dan diberi kode oleh penerima (decode): tanggapan yang diamati penerima: umpan balik yang memungkinkan interaksi berlanjut antara sumber dan penerima. Definisi awal dari komunikasi massa sebagai suatu bidang kajian memfokuskan pada “masyarakat massa” seperti khalayak 15 komunikasi. Masyarakat Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 191 massa merupakan 28 lingkunagan dimana komunikasi massa berfungsi. Herbert Blumer, dengan menggunakan konsep-konsep yang berasal dari teori-teori masyarakat massa memberikan ciri-ciri khalayak massa sebagai: 1) Heterogen dalam komposisi, anggota-anggotanya berasal dari kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. 2) Kelompok individu yang tidak mengetahui satu sama lain, yang terpisah berdasarkan kekhususan satu sama lain, dan yang tidak dapat berinteraksi satu sama lain. Dari pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa, komunikasi massa tidak dapat dilepaskan dari media massa sebagai alat bantu dan massa sebagai kumpulan masyarakat yang jumlahnya banyak. 5. Unsur-unsur Komunikasi dalam Penyuluhan Unsur-unsur komunikasi dalam penyuluhan yaitu semua unsur (faktor) yang terlibat, turut serta atau diikutsertakan ke dalam kegiatan penyuluhan, antara unsur yang satu dengan unsur lainnya tidak dapat dipisahkan karena semuanya tunjang-menunjang dalam satu aktifitas. Unsur-unsur tersebut adalah: 29 a) Penyuluh (communicator, source, sender) Penyuluh adalah orang yang menyampaikan pesan. Penyuluh sebagai pihak yang berinisiatif menyampaikan gagasannya harus dilandasi adanya kepercayaan (source credibility), dan daya tarik (source attractiveness). Dalam hal ini kepercayaan dalam diri penyuluh ialah memiliki keahlian (expertise) sesuai bidangnya sehingga materi yang dikomunikasikan memiliki daya penetrasi yang tinggi dalam mendorong dan merangsang perubahan yang diinginkan. Penyuluh dalam hal ini komunikator sebagai unsur yang sangat menentukan proses komunikasi harus mempunyai persyaratan dan menguasai bentuk, model, dan startegi komunikasi untuk mencapai tujuannya. Faktorfaktor tersebut akan dapat menimbulkan kepercayaan dan daya tarik komunikan atau sasaran kepada komunikator dalam hal ini adalah penyuluh. Syarat yang diperlukan penyuluh untuk berkomunikasi, di antaranya: 1) Mempunyai kredibilitas yang tinggi bagi sasarannya 2) Kemampuan berkomunikasi yang baik 3) Mempunyai pengetahuan yang luas 30 4) Sikap 5) Memiliki daya tarik, dalam arti memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan sikap atau perubahan pengetahuan pada diri komunikan.16 b) Sasaran (communicant, communicatee) Sasaran adalah orang yang menerima materi. Sasaran di sini adalah sasaran komunikasi, yang merupakan faktor kunci untuk mendapatkan efek perubahan yang kita inginkan. Kelompok sasaran penyuluh agama terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1) Kelompok sasaran masyarakat umum: a) Masyarakat pedesaan b) Masyarakat transmigrasi 2) Kelompok sasaran masyarakat perkotaan: a) Komplek perumahan b) Real estate c) Masyarakat pasar d) Masyarakat industri, dll 3) Kelompok sasaran masyarakat khusus: a) Cendekiawan 16 Onong Uchjana Effendy, Kepemimpinan dan Komunikasi, (Yogyakarta: Al-Amin Press, 1996), cet. Ke-1, h. 59 31 b) Generasi muda c) Lembaga Pengembangan Masyarakat d) Binaan Khusus; LP, WTS, Rumah Sakit, dll e) Daerah terpencil c) Materi Materi adalah pernyataan yang didukung oleh lambang. Materi harus dirumuskan secara apik dan sederhana karena dalam isi materi terkandung makna dan maksud tertentu, juga menghindari munculnya makna bersayap dan terselubung sehingga sulit dijelaskan dan dipahami oleh pihak penerima. Materi penyuluhan Agama islam pada dasarnya meliputi materi agama dan materi pembangunan, meliputi:17 a) Materi Agama: Aqidah, syari’ah, muamalah, akhlak b) Materi pembangunan: Pembinaan wawasan kebangsaan, kesadaran hukum, kerukunan antar umat beragama, reformasi kehidupan nasional, partisipasi masyarakat dalam pembangunan 17 Mohammad Idris Abdul Shomad, disampaikan dalam Seminar Nasional: “Implementasi Kebijakan Pengembangan Profesionalisme Penyuluh Agama Islam” UIN Jakarta, 29 April 2014 32 d) Media (channel) Media adalah sarana atau saluran yang mendukung kegiatan komunikasi jika sasaran jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.18 Saluran adalah wahana atau alat yang digunakan sebagai media perantara dalam komunikasi, baik bahasa, gambar, bunyi, maupun cahaya.19 Media komunikasi di sini ialah alat komunikasi, seperti berbicara, gerak badan, kontak mata, sentuhan, radio, televisi, surat kabar, buku dan gambar. Media komunikasi ini sengaja dipilih penyuluh untuk menghantarkan pesannya agar sampai ke sasaran. e) Metode Metode ialah cara penyuluh dalam menyampaikan materi agar materi yang disampaikan mengenai sasaran. f) Waktu Waktu dikatakan sebagai unsur kegiatan penyuluhan karena hal ini terkait dengan kesempatan. Itu artinya bahwa dalam kegiatan penyuluhan itu tidak hanya kesiapan dari penyuluh saja yang diperhatikan namun lebih kepada waktu luang yang dimiliki oleh sasaran sehingga membuat mereka lebih nyaman dan bisa serius dalam 18 19 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 8 Sumadi Dilla, Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu, h. 31 33 mengikuti kegiatan penyuluhan yang ditujukan bagi mereka. Dengan kata lain jika kita ingin kegiatan penyuluhan itu berjalan dengan semestinya, terkait dengan waktu selain yang menyangkut kesempatan maka yang juga harus diperhatikan yaitu materi apa yang dibutuhkan oleh sasaran waktu itu. g) Tempat Tempat tidak jauh berbeda dengan waktu, tempat dikatakan sebagai unsur penyuluhan karena juga menunjang kegiatan penyuluhan itu sendiri. Tempat dapat mempengaruhi jalannya kegiatan penyuluhan karena berkaitan dengan suasana hati dari sasaran dan penyuluh. Maksudnya adalah tempat itu bisa membangun suasana, suasana kegiatan penyuluhan yang dilakukan dalam suatu ruangan akan berbeda dengan kegiatan penyuluhan yang dilakukan di luar ruangan. Dalam komunikasi ada satu unsur yang menjadi standar keberhasilan pesan yang disampaikan dari komunikator kepada komunikan, yaitu: h) Efek (effect, impact, influence) Efek yaitu dampak sebagai pengaruh pesan. Efek komunikasi adalah tujuan akhir komunikasi. Komunikasi dianggap berhasil atau efektif apabila pesan yang 34 disampaikan dan diterima mampu membuka cakrawala berpikir sehingga mampu memberi kesan baik atau citra positif dalam setiap diri khalayak. Efek inilah yang mampu menuntun khalayak mengambil keputusan yang tepat. Pada tingkat ini, mungkin terjadi penambahan, penguatan, bahkan perubahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku di antara peserta komunikasi.20 Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yaitu: 1) Dampak kognitif, adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya 2) Dampak afektif, lebih tinggi kadarnya dari pada dampak kognitif. Tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi bergerak hatinya, menimbulkan pesan tertentu, misalnya perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah, dan sebagainya 3) Dampak behavioral/psikomotorik, yang paling tinggi kadarnya, yakni dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku tindakan atau kegiatan. 20 Sumadi Dilla, Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu, h. 32 35 Dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang ada dalam penyuluhan merupakan unsur-unsur yang ada dalam komunikasi juga, keduanya saling berkaitan. Unsur-unsur di atas menunjang keberhasilan suatu kegiatan penyuluhan. B. Penyuluh Agama 1. Pengertian Penyuluh Agama Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menggambarkan dinamika penggunaan kata penyuluh. Kata penyuluh berasal dari kata dasar suluh, yang berarti barang yang dipakai untuk menerangi, dalam hal ini penyuluh berarti pemberi penerangan atau orang yang bertugas melaksanakan kegiatan.21 Secara khusus, kata penyuluh terkait dengan istilah bimbingan yaitu bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling) satu istilah dari cabang disiplin ilmu psikologi. Arti penyuluhan secara khusus ialah proses pemberian bantuan kepada individu atau kelompok dengan menggunakan metode psikologi agar yang bersangkutan dapat keluar dari masalahnya dengan kekuatan sendiri, baik bersifat prefentif (pencegahan), kuratif, korektif maupun perkembangan.22 Seorang penyuluh harus memahami teknik praktis penyuluhan berupa kemampuan menjadi narasumber atau penceramah (retorik), 21 Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1100 Isep zainal Arifin, Bimbingan dan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah Melalui Psikoterapi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 50 22 36 penguasa substansi persoalan, maupun menganalisis kondisi audien, dan mengoptimalkan penampilan. Dapat penulis tarik kesimpulan bahwa penyuluha agama adalah orang yang berperan dalam bertugas atau berprofesi yang memberikan pendidikan, bimbingan dan penerangan kepada masyarakat untuk mengatasi berbagai masalah dengan menggunakan bahasa agama. 2. Tugas Penyuluh Agama Sebagai konsekuensi dari tugas yang diembannya, maka pada setiap penyuluh pada dasarnya tercermin beberapa fungsi yang melekat pada dirinya.23 a) Seorang penyuluh dapat dilihat sebagai seorang pemimpin yang membina dan meningkatkan kemampuan anggota masyarakat dalam usaha bersama mengubah kehidupan menjadi lebih baik. b) Seorang penyuluh juga dapat dilihat sebagai seorang motivator, agar masyarakat yang dibinanya bersemangat untuk berusaha mencapai cita-cita kehidupan bersama. c) Dalam proses perubahan itu, penyuluh sekaligus merupakan fasilitator yang membantu anggota masyarakat melaksanakan proses kegiatan yang dimaksud. d) Penyuluh juga dapat dikatakan sebagai agen perubahan atau orang-orang yang menyebarserapkan inovasi ke tengah23 Zulkarimein Nasution, Prinsip-prinsip Komunikasi untuk Penyuluhan, h. 19 37 tengah masyarakat. Dengan gagasan-gagasan dan ide-ide yang disebarluaskannya. Tugas pokok penyuluh agama Islam adalah melakukan dan mengembangkan kegiatan penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama. Ada beberapa fungsi penyuluh agama Islam, menurut standar Kementerian Agama, yaitu:24 a) Fungsi Informatif dan Edukatif, penyuluh agama Islam memposisikan dirinya sebagai da’i yang berkewajiban mendakwahkan Islam, menyampaikan penerangan agama dan mendidik masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tuntutan al-Qur’an dan Sunnah Nabi. b) Fungsi Konsultatif, penyuluh agama Islam menyediakan dirinya untuk turut memikirkan dan memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat secara umum. c) Fungsi Advokatif, penyuluh agama Islam memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk melakukan kegiatan pembelaan terhadap umat/masyarakat binaannya terhadap berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang merugikan akidah, mengganggu ibadah dan merusak akhlak. 24 Makalah Administrasi Penyuluhan, semester 7. Tentang Dasar-dasar dan Tujuan Serta Ruang Lingkup Administrasi dan Penyuluhan. 38 Beberapa al-Qur’an dan Hadis menyebutkan bahwa: Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kabaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Al-Imran:104) Hadits Rasulullah SAW: “Barang siapa yang melihat kemunkaran, maka rubahlah dengan tangan, apabila tidak kuasa dengan tangan, maka rubahlah dengan lisan, dan apabila tidak bisa dengan lisan maka dengan hati, walaupun itulah selemahlemahnya iman”. Semua fungsi yang dikemukakan di atas tadi menuntut satu hal yang tidak bisa dielakkan oleh seorang penyuluh, ialah kemampuan berkomunikasi dengan khalayak, karena penyuluh juga tidak lain (idealnya) adalah seorang komunikator yang handal. Bagi seorang penyuluh kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang harus dikuasai, salah satunya dalam pengembangan sosial keagamaan, karena dengan kemampuan komunikasi berpangaruh untuk perubahan residen. C. Pembinaan Sosial Keagamaan 1. Pengertian Pembinaan Sosial Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “pembinaan” mengandung arti penyempurnaan, pembaharuan usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang baik.25 25 W. J. S Purwadaminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Bulan Bintang, 1979) Cet ke-3, h. 23 39 Pembinaan merupakan segala usaha, ikhtiar, dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian segala sesuatu secara teratur dan terarah.26 Pembinaan sosial merupakan kegiatan yang mengandung tujuan utama yaitu memperkenankan serta memberi jalan agar bakatbakat yang dimiliki oleh setiap manusia itu dapat berkembang, dalam hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan sosial manusia itu sendiri. Kehidupan sosial menurut Islam didasarkan pada keluhuran budi dan ketinggian akhlak, bahkan dianggap sebagai salah satu bagian penting dalam aqidahnya, juga memperkuat kepribadian manusia itu dalam segala segi dan persoalannya, baik keruhanian, kecerdasan akal, kesucian hati, budi pekerti dan juga tubuhnya.27 Pembinaan sosial merupakan salah satu kegiatan yang diselenggarakan sebuah lembaga tertentu dalam hal ini ialah lembaga rehabilitasi korban penyalahguna narkoba/pecandu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Pembinaan sosial menjadi saran bagi residen atau orang yang sedang dalam masa rehabilitasi dalam implementasi nilai-nilai sosial. Pembentukan pribadi residen menjadi manusia seutuhnya akan dapat diwujudkan jika residen memperoleh kesempatan menghayati kehidupan manusia, baik secara universal maupun khusus bagi suatu bangsa. Pengalaman dan 26 Masdar Hilmi, Dakwah dalam Alam Pembangunan, (Semarang: Toha Putra, 1973), h. 53 27 Musthafa Husni Assiba’i, Kehidupan Sosial Menurut Islam, (Bandung: Diponegoro, 1988), h. 323 dan 329 40 kepercayaan itu diperoleh oleh residen secara langsung ketika masa rehabilitasi dan dari materi-materi yang disampaikan. Disamping itu, sebagian besar lainnya pengalaman itu diperoleh di luar kegiatan dan materi yang disampaikan. Dengan pembinaan sosial ini dimaksudkan agar residen dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/di kampus dan di tempat kerja. Program rehabilitasi sosial merupakan persiapan untuk kembali kemasyarakat dan diterima oleh masyarakat.28 2. Pengertian Pembinaan Keagamaan Pembinaan keagamaan (psikoreligius) terhadap para penyalahguna NAPZA ternyata memegang peranan penting, baik dari segi pencegahan, terapi maupun rehabilitasi. Keagamaan berasal dari kata “agama” yang telah diberi awalan “ke” dan akhiran “an”. Kata agama berasal dari bahasa sangsekerta. Satu pendapat megatakan bahwa agama terdiri dari dua suku kata yaitu “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti pergi. Jadi agama berarti tidak pergi, tetapi ditempat atau diwarisi turun temurun. Pendapat lain mengatakan agama berarti teks atau kitab suci, karena setiap agama memang mempunyai kitab suci. 28 Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif), (Jakarta: FKUI, 2006), h. 138 41 Agama dipandang sebagai suatu institusi yang lain, yang mengemban tugas agar masyarakat berfungsi dengan baik, baik dalam lingkup lokal, regional, nasional maupun mondial. Maka dalam tinjauannya yang dipentingkan ialah daya guna dan pengaruh agama terhadap masyarakat, sehingga berkat eksistensi dan fungsi agama (agama-agama) cita-cita masyarakat (akan keadilan dan kedamaian, dan akan kesejahteraan jasmani dan rohani) dapat terwujud. Menurut Khodijah Salim sebagaimana dikutip Mujahid Abdul Manaf, agama adalah peraturan Allah SWT, yang diturunkan kepada Rasulnya yang telah lalu, yang berisikan suruhan, larangan dan lain sebagainya yang wajib ditaati manusia dan menjadi pedoman serta pegangan hidup agar selamat dunia akhirat.29 Termasuk dalam pembinaan keagamaan ini adalah semua bentuk ritual keagamaan, misalnya dalam agama Islam antara lain: a) Menjalankan sembahyang wajib 5 waktu dan ditambah dengan sembahyang sunah. b) Berdo’a dan berdzikir (memohon dan mengingat Allah SWT). c) Membaca dan mempelajari isi kandungan al-Qur’an. 29 Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996) Cet ke-2, 42 d) Pendalaman keagamaan dari pembimbing agama yang terkait khususnya di bidang keimanan, kesehatan dan perilaku yang sholeh dan terpuji (akhlakul karimah).30 Pendalaman, penghayatan dan pengalaman keagamaan ini akan menumbuhkan kekuatan kerohanian (spiritual power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan resiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA. Hawari (2000) dalam penelitiannya memperoleh data bahwa para mantan penyalahguna/ketergantungan NAPZA apabila taat dan rajin menjalankan ibadah, resiko kambuh hanya 6,83 %, bila kadangkadang beribadah, resiko kekambuhan 21,50 %, dan apabila tidak sama sekali menjalankan ibadah agama, resiko kekambuhan mencapai 71,67 %.31 Penelitian yang dilakukan oleh Cancerellaro, Larson dan Wilson (1982) manyatakan bahwa terapi keagamaan dalam arti sembahyang, do’a dan dzikir (mengingat Tuhan) terhadap para pasien penyalahguna/ketergantungan NAPZA ternyata membawa hasil yang jauh lebih baik daripada hanya terapi medik-psikiatrik saja.32 Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa agama adalah suatu kepercayaan yang dianut oleh manusia dalam usahanya mencari hakikat diri hidupnya dan yang mengajarkan kepadanya 30 Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif), h. 140 31 Ibid, h. 141 32 Ibid, h. 126 43 dengan Tuhan. Unsur agama dalam rehabilitasi residen mempunyai arti penting dalam mencapai keberhasilan penyembuhan. Unsur agama yang mereka terima akan memulihkan dan memperkuat rasa percaya diri, harapan dan keimanan. Sedangkan keagamaan merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan agama, serta mempunyai peranan penting dalam penyembuhan residen di dalam masa rehabnya. Maka fungsinya Islam dalam pembinaan sosial keagamaan adalah dengan tugas menguatkan agamanya, mendidik pribadinya, membersihkan ruhaninya dan mempertinggi mutu akhlaknya, semua itu agar residen tidak lagi terlibat dan memakai narkoba dan zat adiktif lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan pembinaan sosial keagamaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan nilai-nilai sosial dan agama yang diarahkan pada peningkatan pemahaman kesadaran tentang nilai-nilai sosial dan nilai-nilai agama, baik dari segi akhlak, syariah maupun aqidah serta tataran kehidupan. D. Rehabilitasi Residen 1. Pengertian Rehabilitasi Rehabilitasi adalah program untuk membantu memulihkan orang yang memiliki penyakit kronis baik dari fisik maupun psikologinya.33 Rehabiliatsi bisa disebut sebagai tempat untuk mulai membebaskan diri dari ketergantungan narkoba, sebagai modal awal 33 http://www.anneahira.com/narkoba-rehabilitasi.htm/diunduh tgl 18-03-2014, pukul:22:43 44 untuk bisa bertahan dan bebas dari pengaruh ikut-ikutan atau keterkaitan dengan keberadaan narkoba, dan untuk selanjutnya dapat hidup produktif dengan pola hidup sehat (BNN, 2006) Adapun hasil yang diharapkan setelah residen selesai menjalani program rehabilitasi adalah antara lain: a) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME. b) Memiliki kekebalan fisik maupun mental terhadap NAPZA. c) Memiliki keterampilan. d) Dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah (keluarga), di sekolah/kampus, di tempat kerja maupun masyarakat.34 Dapat diambil kesimpulan bahwa rehabilitasi tidak hanya memulihkan kondisi fisik pecandu semata, melainkan pemulihan mental, emosional, dan spritual. Dengan detoksifikasi fisik pecandu mengalami perubahan dimana adanya penghilangan racun dari narkoba yang dapat meniadakan akibat-akibat fisik, namun dengan detoksifikasi bukan berarti pecandu dinyatakan pulih dari narkoba (BNN, 2006)35 2. Pengertian Residen Residen narkoba dapat diartikan sebagai seseorang yang sedang 34 mengikuti proses pemulihan agar dapat lepas dari Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif), h. 133 35 Maulani KSG IV (2006) Rehabilitasi Tidak seseram yang Kita Bayangkan, polres multply.com 45 ketergantungan narkoba. Pemulihan yang dimaksud adalah upaya yang dilakukan secara bertahap, untuk mempelajari keterampilan baru dan tugas-tugas yang mempersiapkannya menghadapi tantangan hidup bebas tanpa narkoba. Jika gagal, ia beresiko untuk relapse (kambuh). BAB III GAMBARAN UMUM BALAI BESAR REHABILITASI BNN A. Sejarah Berdirinya Balai Besar Rehabilitasi BNN Sejarah penanggulangan bahaya Narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi enam permasalahan nasional yang menonjol, yaitu penyalahgunaan pemberantasan narkoba, uang palsu, penanggulangan penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, dan pengawasan orang asing. Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari ABPN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN. 46 47 Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus meningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait. BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak mempunyai personel dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal. BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi: 1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam 48 perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba. Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNP (Badan Narkotika Provinsi) dan BNK (Badan Narkotika Kabupaten/Kota). Namun karena tanpa struktur kelembagaan yang memilki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja optimal dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena itu pemegang otoritas dalam hal ini segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang BNN, BNP dan BNK , yang memiliki kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, dan yang masing-masing (BNP dan BNKab/Kota) tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN. Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah 49 merekomendasikan kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. Yang diperjuangkan BNN saat ini adalah cara untuk MEMISKINKAN para bandar atau pengedar narkoba, karena disinyalir dan terbukti pada beberapa kasus penjualan narkoba sudah digunakan untuk pendanaan teroris (Narco Terrorism) dan juga untuk menghindari kegiatan penjualan narkoba untuk biaya politik (Narco for Politic). B. Visi dan Misi Balai Besar Rehabilitasi BNN VISI: Menjadi Pusat Rujukan Nasional Pelaksana Rehabilitasi Bagi Penyalahguna dan/atau Pecandu Narkoba Secara Profesional. MISI: 1. melaksanakan pelayanan secara terpadu rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba; 2. memfasilitasi pengkajian dan pengembangan rehabilitasi; 3. melaksanakan pelayanan program wajib lapor pecandu; 50 4. memberikan dukungan informasi dalam rangka pelaksanaan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. C. Dasar Hukum, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi 1. Dasar hukum Balai Besar Rehabilitasi BNN sudah tertera dalam dasar hukum, yakni: a) Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. b) Peraturan Presiden RI Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional. c) Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor: PER/03/V/2010/BNN tentang Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. d) Peraturan Katua Badan Narkotika Nasional Nomor: PER/02/XI/2007/BNN tanggal 15 November 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi BNN. e) Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. D. Sumber Daya 1. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Kesehatan a. Dokter umum yang sudah dilatih menangani korban NAPZA b. Perawat c. Psikiater (sebagai konsultan) 51 d. Psikolog e. Peksos f. Pembimbing Keagamaan g. Sopir h. Satpam 2. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Rehabilitasi Sosial 1. Tenaga Pelayanan Resos a. Peksos, 1:5 dengan klien (Rasio) b. Psikolog c. Pembimbing agama d. Infrastruktur keterampilan e. Pendidik/Guru 2. Tenaga Administrasi a. Tenaga TU b. Tenaga perpustakaan c. Bendahara d. Pembina asrama e. Juru masak f. Tukang kebun g. Satpam h. Pesuruh i. Sopir 52 3. Sarana dan Prasarana a. Gedung Perkantoran b. Guest House c. Asrama Residen d. Asrama Staff e. Ruang Kelas f. Sarana Ibadah (Masjid, Gereja, Vihara) g. Sarana Olahraga (Futsal, Basket, Bulutangkis, Bilyard, Fitness Center) h. Sarana Kesehatan (ICU, Laboratorium Klinik, Radiologi, Dental Unit, Apotik, VCT, CD 4 unit, USG, EEG, Ambulance) i. Sarana broadcasting (Radio, audio, dan video) j. Sarana Percetakan dan Sablon k. Laboratorium Komputer l. Perpustakaan 4. Dana a. Dana dari Orang Tua Klien b. Subsidi Pemerintah c. Donatur/masyarakat BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Informan 1. Penyuluh Agama Penyuluh Agama di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido merupakan pembimbing agama yang bertugas memberikan pembinaan dan menyampaikan materi tentang agama. Tenaga penyuluh agama di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido keseluruhan ada 5 orang terdiri dari 4 Ustadz dan 1 Ustadzah. Dari 5 penyuluh agama yang saya wawancarai dengan waktu yang berbeda-beda, rata-rata bukan lulusan dari penyuluh mereka merupakan alumni dari perguruan tinggi Universitas Surya Laya. Secara keilmuan keagamaan mereka sudah mampu menjangkau dan masuk ke dalam kriteria penyuluh agama, karena mereka lulusan dari Universitas-universitas Islam, selain dari itu pengalaman kerja dan mengajar mereka sudah memenuhi syarat keilmuan bahkan salah satu dari pembimbing agama di sana pernah menjadi salah satu Penyuluh Agama Honorer (PAH) di Jakarta. Serta dari pembimbing agama di sana mempunyai pengalaman menjadi pembimbing penyalahguna dan ketergantungan narkoba di luar Negeri sejak tahun 1988. Penyuluh agama di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido tidak masuk melalui jalur PNS Penyuluh, akan tetapi mereka masuk karena diminta oleh pihak BNN dan adanya kerjasama antara BNN dengan pesantren Surya 53 54 Laya Tasik yang merupakan tempat mereka menimba ilmu dan mengajar. Dengan adanya kerja sama itu metode yang digunakan di BNN mengikuti metode yang digunakan di Surya Laya, yaitu metode Inabah. Namun dengan adanya perubahan dihapuslah metode Inabah menjadi metode yang umum yaitu Terapheutic Community. Materi keagamaan yang disampaikan tentang akidah akhlak, fikih, sejarah islam, serta menekankan residennya untuk selalu shalat berjamaah. Mereka memberikan bimbingan pada Religious Session yang merupakan bagian dari program TC. Penyuluh agama di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido antara lain: a. Ustadzah Musciner Ustadzah Musciner adalah satu-satunya penyuluh agama perempuan yang ada di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido. Ustadzah Musciner membimbing residen female yang berada di TC female untuk mengisi religious session. Berasal dari Tasikmalaya Jawa Barat, lahir di Serang 15 April 1979. Beliau masuk BNN pada tahun 2013. “Saya masuk ke BNN tahun 2013 karena ikut suami dan suami sudah lima tahun di sini. Saya diminta untuk mengisi religious session karena belum ada ustadzahnya...”1 Meskipun ustadzah Musciner bukan lulusan dari Penyuluh Agama, tapi secara keilmuan dan pengalaman mengajar beliau mampu memberikan dampak kepada residen terutama dalam pengetahuan agama. 1 Wawancara dengan Utadzah Musciner (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014 55 “Saya dulu ambil D2 PAI di Universitas Surya Laya, setelah lulus saya mengabdi di Pesantren Surya Laya. Saya selama di Pesantren sudah mulai ngajar ngaji santri ada juga ibu-ibu yang punya masalah, depresi, nah....saya yang tangani jadi sudah terbiasa sudah banyak pengalaman. Mungkin dilihat dari situ juga saya diminta ngisi di BNN, dan kebetulan juga Surya Laya bekerjasama dengan BNN.”2 Ustadzah Musciner masih berstatus sebagai PHL (Pekerja Harian Lepas) di BNN, namun tidak menyuruti langkah dan niatnya untuk berdakwah dan mengabdi kepada agama dan negara. “.....Saya mah kerja di sini niatnya ngabdi buat negara karena BNN kan punya negara, kalau dulu saya ngabdi di Pesantren buat agama kalau sekarang buat negara. Mudah-mudahan kalau niatnya seperti itu anak-anak pada berubah.”3 b. Ustadz Jajang Gunawan Ustadz Jajang adalah seorang penyuluh agama yang lahir di Bogor, 25 Februari 1978. Beliau sudah 5 tahun di BNN membimbing residen male (residen khusus laki-laki) di gedung TC Green II pada kegiatan pembinaan keagamaan. “Saya di BNN sedah lima tahun, masuk ke sini berarti 2009. Saya masuk ke BNN karena saya diminta untuk mengisi pembinaan agama di sini, kebetulan ada kerjasama antara pesantren Surya Laya dengan BNN. Saya tidak melalui jalur lowongan kerja atau PNS, karena ada MOU BNN dengan Surya Laya yang memakai metode Inabah, yang di terapkan juga di BNN.”4 Beliau bukan lulusan dari penyuluh agama, namun secara keilmuan agama dan cara menyampaikan materi beliau mampu di fahami oleh residen. 2 Wawancara dengan Utadzah Musciner (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014 Wawancara dengan Utadzah Musciner (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014 4 Wawancara dengan Ustadz Jajang (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014 3 56 “Saya ambil S1 Agama Islam Fakultas Dakwah di Universitas Surya Laya.”5 Beliau sangat berharap agar di kegiatan religious session ditambah waktunya, karena sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan keagamaan dan ibadah residen di BNN. “Masih sedikit waktunya di sini, anak-anak juga bilang waktunya kurang. Mungkin karena di sini bukan pesantren dan di sini umum, dan yang diutamakan dalam pembinaan agama di sini shalat 5 waktunya. Kalau misalkan shalat hanya 5 menit kemudian kultumnya 10 menit sudah 15 menit, ditambah dzikirnya 5 menit dan persiapannya paling untuk religious session 30 menit. Kecuali untuk waktu maghrib sampai isa kuarng lebih satu jam. Jadi waktu untuk religious session masih kurang. Anak-anak suka meminta tambahan waktu, karena yang latar belakang agamanya kuat masih belum bisa menerima dengan materi keagamaan yang waktunya sedikit.”6 c. Ustadz Muslim Ustadz Muslim adalah penyuluh agama yang membimbing agama kepada residen di unit hope. Sama halnya dengan Ustadz Jajang, beliau juga mengisi kegiatan religious session. “Saya di sini pegang residen hope, karena kita sudah dibagi-bagi untuk jadi imamnya gitu, untuk menjadi staff religinya gitu.”7 Ustadz Muslim sudah 6 tahun membimbing residen di BNN, beliau juga merupakan lulusan Universitas Surya Laya. “Awal masuk kesini itu...mmmhh.. kira-kiara 6 tahun yang lalu, 2008 lah. Melalui jalur....yayasan pondok pesantren Surya Laya, yang di Tasikmalaya. Naaahhh... begini, dulukan BNN ini kerjasama dengan eeeehhh Pondok Pesantren Surya Laya dalam rangka untuk terapi rehabilitasi di BNN ini. Naaaahhh... dengan adanya kerjasama itu 5 Wawancara dengan Ustadz Jajang (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014 Wawancara dengan Ustadz Jajang (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014 7 Wawancara dengan Ustadz Muslim (penyuluh agama), Bogor, 21 Mei 2014 6 57 maka dibutuhkanlah ustadz sebagai pembina, pembimbing untuk terapi di BNN ini, nah begitu.”8 Ustadz lulusan keagamaan Universitas Surya Laya ini berharap agar residen dalam masa rehabilitasi di sini mendapatkan hasil yang positif ketika di masayarakat nanti. “Ya jelas dong...harapan kita adalah semoga mereka menjadi anak yang soleh dan solehah. Berbakti kepada orang tua, agama dan negara. Mudah-mudahan mereka itu bisa berubah. Nahhh..kan kata Allah juga “ Allah tidak akan merubah suatu kaum terkecuali oleh dirinya sendiri” mudah-mudahan hasil mereka disini sekian bulan mendapatkan hasil yang positif ketika mereka nanti di masyarakat.” 9 d. Ustadz Luthfi Penyuluh agama kelahiran 25 September 1970 ini merupakan salah satu staff Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido yang dipercayai untuk memberikan bimbingan agama kepada residen yang berada di gedung TC male Green II. Beliau merupakan pembimbing agama yang lebih awal masuk ke BNN di bandingkan dengan pembimbing agama yang lainnya. “Emmhhh...kalau dulu itu namanya bukan BNN ya, sekitar tahun 2004 baru namanya BNN. Saya juga awalnya bukan di tugasin di sini, nah..saya pindah kesini tahun 2006. Saya masuk ke sini juga di minta oleh Balai Kasih Sayang, Emmmhh dulu namanya itu Balai Kasih Sayang. Sebetulnya pembinaan agama sudah ada dari dulu, tapi waktunya sedikit sekitar seminggu sekali itu 2 jam. Makanya saya diminta untuk ngisi.”10 Pengalaman beliau sebagai pembimbing agama sudah tidak diragukan lagi, apalagi beliau pernah mewakili Penyuluh Agama di Jakarta meskipun latar belakang pendidikannya bukan penyuluh. 8 Wawancara dengan Ustadz Muslim (penyuluh agama), Bogor, 21 Mei 2014 Wawancara dengan Ustadz Muslim (penyuluh agama), Bogor, 21 Mei 2014 10 Wawancara dengan Ustadz Luthfi (penyuluh agama), Bogor, 23 April 2014 9 58 “Saya lulusan IAIN, Tarbiyah jurusan Bahasa Arab. Tapi, saya cerita pengalaman saya sedikit, maaf ya. Saya tahun 2001 itu dapat jasa untuk mewakili tingkat nasional jadi penyuluh agama, lebih tepatnya Penyuluh Agama Honorer atau PAH di Jakarta.”11 e. Ustadz Jamal Ustadz Jamal merupakan salah satu pembimbing agama di BNN yang disalurkan melalui MOU Pesantren Surya Laya dengan BNN. Beliau masuk karena diminta untuk mengisi kegiatan keagamaan. “Masuk BNN eeuhh sekitar tahun 2007. Ada kerja sama dari Surya Laya dengan BNN. Saya dulunya pembimbing di Pesantren Surya Laya, dan diminta untuk ngisi bagian keagamaan di BNN. Nah, ketika saya masuk di sini saya pakai program Inabah yang ada di Surya Laya. Sebelum masuk ke BNN Alhamdulillah pengalaman saya sudah mempuni, pengalaman bergelut di dunia narkoba itu sudah dari tahun 1988. Sempat membimbing narapidana narkoba ke Singapura dan Brunei. Alhamdulillah kalau pengalaman.”12 Pengalaman menjadi pembimbing agama untuk menangani orang-orang yang terkena narkoba sudah banyak ditempuh. Bahkan beliau sampai ke negara lain untuk menangani narapidana narkoba. Sarjana UNPAD ini merupakan pembimbing agama BNN yang ditugaskan untuk membimbing residen di unit hope. Beliau berpendapat bahwa dengan berdzikir insyaallah residen akan tenang hatinya, dan yang ditekankan oleh beliau adalah residen mau melaksanakan shalat 5 waktu. “...Jadi yang penting mereka itu sholat dan diajarkan dzikir. Hasil dari zikir itukan yang pertama ketenangan, nah kalau sudah tenang baru mau diajak sekolah belajar aktifitas lainnya bias, nah sekarang ini 11 12 Wawancara dengan Ustadz Luthfi (penyuluh agama), Bogor, 23 April 2014 Wawancara dengan Ustadz Jamal (penyuluh agama), Bogor, 13 Mei 2014 59 mereka pinter-pinter teori agama. Bahkan pengalaman saya di Brunei ada anak yang berumur 14 tahun sudah hattam al-Qur’an, tetapi kenapa masih kena juga. Jadi ada sesuatu yang kosong. Menurut kita orang Surya Laya itu hatinya yang kosong. Nah, ternyata setelah di talkin zikir perkembangnnya lebih cepet gitu, kalau saya mengatakan baca surat ini dia langsung ini surat anu ayat sekian terjemahannya seperti ini. Jadi hanya kerangkanya isinya gak dapet gitu. Seperti itu.”13 2. Residen Selanjutnya residen yang menjadi sample dalam penelitian ini berjumlah 5 orang, 3 residen male dan 2 residen female. Dari lima residen tersebut adalah residen yang sedang dalam tahap re-entry. Tahap re-entry merupakan tahap dimana residen sedang memasuki masa penyesuaian akhir dan telah memasuki tahap rekonstilasi sebelum memasuki tahap bina lanjutan dan back to family. Residen yang peneliti wawancarai antara lain: a. M. Fikri Azhar Fikri nama panggilannya adalah salah satu residen male yang sedang menjalani rehabilitasi di BNN dalam masa rehabilitasi reentry. Fikri berasal dari Jambi, usianya masih belasan tahun namun sudah mencoba obat-obatan terlarang ketika usianya 15 tahun. Fikri masuk rehabilitasi BNN pada tahun 2014. “Saya masuk BNN 2014, kenal obat-obatan baru 2 tahun.”14 Fikri masuk rehabilitasi karena perintah orangtuanya. Dia tidak mau lagi mengecewakan orangtuanya, setelah keluar dari 13 14 Wawancara dengan Ustadz Jamal (penyuluh agama), Bogor, 13 Mei 2014 Wawancara dengan M. Fikri Azhar (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014 60 rehabilitasi Fikri ingin mengembalikan kepercayaan orangtuanya kembali. “Iya, saya disuruh orangtua masuk sini, karena kan di sini bagus juga saya berfikir kan umpamanya di sini kan dzikir dan sholat itu jadi tenang, karena itu lah saya bisa berubah terus juga supaya kalau keluar dari sini kan bisa kembaliin kepercayaan orang tua ku.”15 b. Surya Darma Sama halnya dengan Fikri, Surya masuk rehabilitasi tahun 2014. Surya mengenal obat-obatan terlarang ketika usianya 22 tahun. “2014 saya masuk BNN. Kalau dulu punya masalah dan belum tahu narkoba paling melampiaskannya sholat, kalau sekarang dari umur 22 kemaren kalau ada maalah sekarang lampiaskannya kesitu, ke narkoba, sudah kenal dari 2005..”16 Bapak dari 2 anak ini terkadang tidak bisa menerima dengan aturan-aturan yang ada di BNN. Namun akhirnya dengan kesadaran sendiri bahwa ini untuk dirinya lebih baik dia mengikutinya. “ya kalau kita ngikutin aturan yang ada hati kecil kita itu memang agak bertentangan tapi tujuannya itukan untuk diri kita jadi pelanggaranpelanggaran lama-lama kita bisa menerimanya pokoknya istilahnya ada yang disimpan untuk diri kita sendiri, ada maknanya gitu jadi ya gimanapaun ya kita harus menuruti peraturan yang ada di sini.”17 Dia sangat menyesali perbuatannya karena akibat dari obatobatan terlarang dia harus berpisah dengan anak dan juga istrinya. Dia hanya bisa berdoa agar keluarganya mampu menerima dia ketika keluar dari rehabilitasi. 15 Wawancara dengan M. Fikri Azhar (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014 16 Wawancara dengan Surya Darma (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014 Wawancara dengan Surya Darma (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014 17 61 c. M. Afryan M. Afryan adalah residen asal Kualasimpang Aceh. Dia baru berusia 18 tahun, namun sudah terbawa oleh teman-temannya untuk mencoba obat-obatan terlarang. Afryan masuk rehabilitasi pada tahun 2014. “Masuk BNN tahun 2014, itu juga di suruh ibu. Karena dari anak-anak ibu yang pake obat-obatan cuma saya.”18 Afryan pernah mondok di salah satu pesantren yang ada di Aceh. Dia selalu bertanya-tanya, kenapa orang-orang yang terkena narkoba itu kebanyakan adalah orang-orang yang mengerti agama. Bahkan ketika dia di pondok pesantre. “Saya kenal narkoba tahun 2009, waktu saya mondok SMP, heran aja kenapa yang kena narkoba itu orang-orang yang ngerti agama.”19 Di tempat rehabilitasi Afrian merasa harus saling membantu, memotivasi dan memberi masukan karena dia merasa semua di tempat rehabilitasi mempunyai masalah yang sama. “Iya saling membantu satu sama lain. Di sinikan prinsipnya, yang jelas semua yang di sini mempunyaii masalah yang sama cara menyelesaikan masalah yang sama itu ya saling membantu kan, saling memotivasi.”20 18 Wawancara dengan M. Afryan (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014 19 Wawancara dengan M. Afryan (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014 Wawancara dengan M. Afryan (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014 20 62 d. Iren Ary Muriyanti, S.E Sarjana ekonomi asal Kepulauan Riau ini merupakan residen re-entry female. Dia merupakan sarjana dari salah satu Universitas di Bekasi. “Aku kuliahnya 2 kali, iya di bekasi, terus ahamdulillah jadi sarjana.”21 Dia berharap dengan di binanya di Balai Besar Rehabilitasi BNN ini dia bisa berubah, dan mempunyai harapan ke depan agar menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya serta anak yang berbakti kepada orangtunya. “Aku sih pengen berubah, jujur sih pengen berubah dari awal juga aku pengen berubah cuman memang kayanya sulit banget ya buat berubah . euuh tapi planning aku waktu itu aku pengen nerusin kerja aku terus aku pengen jadi ibu yang baik buat anak aku terus jadi anak yang baik buat mama aku . semoga ya.”22 e. Aci Abdawiyah Perempuan 24 tahun ini merupakan salah satu residen yang berada di Balai Besar Rehabilitasi BNN dalam masa rehabilitasi reentry. Dia pernah mengambil kuliah di Universitas Pasundan Bandung, namun tidak sampai selesai. Dia juga sempat belajar di pesantren besar yaitu Gontor. “Kuliahnya di Bandung di UNPAS, Universitas Pasundan terus pernah pesantren juga di Gontor satu setengah tahun.”23 21 Wawancara dengan Iren (residen re-entry), Bogor, 21 Mei 2014 22 Wawancara dengan Iren (residen re-entry), Bogor, 21 Mei 2014 Wawancara dengan Aci (residen re-entry), Bogor, 21 Mei 2014 23 63 Perempuan asal Kalimantan Timur ini berharap agar Rehabilitasi BNN ini mampu merubah dirinya menjadi lebih baik. “Ya harapannya sih jauh lebih baik ya yang pasti, jadi rileks lagi gitu ya bisa lebih membuat yang terbaik untuk keluarga juga pasti kalau misalkan planning juga ya pasti kan yang positif-positif.”24 Selanjutnya peneliti akan memaparkan hasil temuan lapangan berdasarkan fokus penelitian yang telah dituliskan pada bab 1 yaitu, pola komunikasi penyuluh agama dengan residen dalam pembinaan sosial dan pola komunikasi penyuluh agama dalam pembinaan keagamaan. B. Kegiatan Pembinaan Sosial Keagamaan Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido 1. Kegiatan Pembinaan Sosial Kegiatan pembinaan sosial yang dimaksud di sini ialah kegiatan yang bersifat umum yang mengarahkan residen untuk lebih mengenal diri mereka dan berinteraksi sosial dengan rekan sebaya dan komunitas. Kegiatan yang bersifat sosial di sana antar lain: a) Function: kegiatan yang dilakukan dalam rangka menumbuhkan kepedulian dan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan disekitar. b) Morning meeting: kegiatan yang wajib diikuti oleh residen untuk membahas masalah yang ada di dalam rumah mereka. c) Seminar: kegiatan ini adalah pemberian materi dari staff untuk bekal hidup residen kedepan. 24 Wawancara dengan Aci (residen re-entry), Bogor, 21 Mei 2014 64 d) Conflic Relation Grup (CRG): merupakan kegiatan yang dirancang khusus untuk mengekpresikan perasaan sedih, kecewa, senang dll yang membentuk kelompok-kelompok kecil. Kegiatan yang bersifat sosial ini dilakukan setiap hari seninjum’at dengan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan pembinaan keagamaan. 2. Kegiatan Pembinaan Keagamaan Sebelum metode therapeutic community atau TC digunakan di BNN ini metode dari Surya Laya lah yaitu Innabah yang digunakan. Hampir semua penyuluh agama di BNN berasal dari pesantren Surya Laya karena adanya kerjasama antara BNN dengan Surya Laya yang pada akhirnya memakai metode Innabah. Innabah adalah satu metode yang membimbing residen untuk kembali ke jalan Allah, dengan cara mengaji, sholat dan berdzikir. “Inabah diambil dari bahasa Arab yang artinya kembali kepada Allah gitu, jadi orang-orang yang kembali kejalan Allah kemudian disebutlah Inabah. Nah, dulu kan Inabah itu metodenya ngaji, sholat, dzikir, residen dibangunkan jam 2 pagi, mandi, sholat tahajud, dzikir sampai jam 6 pagi setelah itu mereka sarapan setelah sarapan mereka tidur nanti kembali lagi jam 9, gitu program Inabah. Inabah sempat berjalan sekitar dua tahun lebih. Saya kurang mengerti juga kenapa program Inabah dihilangkan dan diganti. Sekarang semenjak tidak dipakai program itu kami ini hanya pelengkap. Tapi yang penting meskipun sebagai pelengkap kalau waktunya sholat mereka harus ada dan harus ada imamnya.”25 25 Wawancara dengan Ustadz Jamal (penyuluh agama), Bogor, 13 Mei 2014 65 Semenjak metode Innabah ini tidak digunakan lagi oleh Balai Besar Rehabilitasi BNN pada tahun 2009 Balai Besar Rehabilitasi BNN menggunakan metode TC dalam kegiatan pembinaan keagamaan atau yang disebut religious session. “Religious session kan di bawah struktur TC, jadi metodenya metode TC, therapeutic community, biasanya disitu temanya itu dikaitkan antara TC sama Islam. Misalkan di sini, eeuhh ada namanya Cardinal Rules, yang memiliki aturan utamanya no drugs, no sexs, no volence, nah di dalam al-Qur’an juga drugs atau narkoba hukumnya ada, zinah kemudian mencuri ada dalam al-Qur’an. Jadi hal-hal yang ada di TC saya masukkan Islamnya.”26 Dalam sesi religi ada beberapa hal mengenai keagamaan yang diberikan oleh penyuluh agama kepada residen, antara lain: a) TC Male 1) Ba’da shalat subuh: Dzikir, shalat subuh berjamaah dan berdoa 2) Ba’da shalat dzuhur: Dzikir, shalat dzuhur berjamaah dan kultum 3) Ba’da shalat ashar : Dzikir, shalat ashar berjamaah dan materi keagamaan seperti fikih, aqidah, akhlak atau kisah-kisah nabi 4) Ba’da shalat maghrib sampai isa membaca al-Qur’an Khusus untuk hari kamis malam jum’at rutin membaca surat Yaasin. b) TC Female 26 Wawancara dengan Ustadz Jajang (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014 66 1) Senin: Tausiyah yang di pimpin oleh Ustadzah Musciner 2) Selasa: Kultum, yang mengisi adalah residen yang bertugas 3) Rabu: Tadarus atau membaca al-Qur’an 4) Kamis: Belajar kaligrafi 5) Jum’at: Membaca surat Yaasin Semua jadwal pembinaan keagamaan di TC male dan TC female berlangsung selama 5 hari, dari hari senin sampai dengan hari jum’at. Semua materi yang diberikan oleh penyuluh agama telah disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan baik dari penyuluhnya sebagai sumber informasi dan residennya sebagai tersuluh. C. Analisa Hasil Temuan Analisa hasil temuan dalam penelitian kualitatif deskriptif analisis yang tidak terlepas dari nilai-nilai objektifitas. Perangkat analisa yang digunakan selain pengamatan dan penelitian menggunakan referensi untuk memperkuat dan melegitimasi secara akademis-ilmiah hasil tujuan. Dengan hasil dari penelitian menjelaskan deskriptif analisis terkait dengan hasil temuan lapangan. Fokus analisanya terletak pada pola komunikasi penyuluh agama dengan residen dalam pembinaan sosial keagamaan baik pola komunikasi roda, bintang, dan antarpribadi yang terjadi di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido. 67 Analisa hasil temuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Analisa Pola Komunikasi dalam Pembinaan Sosial Komunikasi dapat dijadikan alat dalam pembinaan sosial, khususnya di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido bagi residen yang terkait kasus narkoba. Kebanyakan persepsi orang menyatakan bahwa narapidana adalah mereka yang rusak moralnya dan tidak memiliki akhlak terpuji hingga mereka bisa melakukan tindakan kejahatan. Telah dibahas pada landasan teori bahwa pola komunikasi menurut H.A.W Widjaja yaitu, komunikasi pola roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola bintang.27 Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido dalam pembinaan sosial menggunakan pola komunikasi bintang, yaitu semua anggota berkomunikasi dengan semua anggota. Maksudnya adalah komunikasi staff-residen, residen-staff, residen-residen. Ditinjau dari kegiatan morning meeting yang dilakukan setiap hari oleh residen dan staff. Morning meeting merupakan salah satu kegiatan yang ada di dalam TC. Kegiatan ini wajib diikuti oleh seluruh residen pada tahap re-entry. Dalam kegiatan ini peneliti ikut berpartisipasi dalam kelompok. Sebelumnya seorang konselor dalam kegiatan ini meminta izin terlebih dahulu kepada seluruh residen dan diizinkan. Dalam kegiatan morning meeting pola bintang terlihat ketika residen dan staff menyampaikan kegiatan sehari-harinya secara individu. Tujuan dari diadakannya morning meeting agar residen 27 H.A.W. widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000) edisi revisi, h. 102-103 68 mengawali harinya dengan positif, dan segala hal permasalahan dari yang terkecil sampai yang besar harus dibahas dalam forum ini. Untuk mempersentasikan pendapat atau mengawali hal-hal yang ingin disampaikan, residen harus berdiri terlebih dahulu dan membuka dengan kalimat “good morning family”, residen yang lain harus respect dan menjawab dengan “good morning”. Morning meeting dilaksanakan setiap hari senin-kamis mulai pukul 07.30-10.00 WIB. Tata cara morning meeting yaitu: 1) Seluruh residen dan staff berkumpul di satu ruangan yang luas dan membentuk lingkaran. 2) Residen duduk di atas kursi namun terkadang duduk di atas lantai tanpa alas. 3) Morning meeting di awali dengan sesi announcement, dilanjutkan dengan awarenes, lalu pull ups, kemudian interuption, issue, dan di akhiri dengan second half. 4) Morning meeting di tutup dengan do’a. 5) Sebelum residen meninggalkan ruangan, residen saling bersalaman dan berpelukan (hugh each other). Pola bintang yang terjadi adalah terjadinya dalam tataran memberikan announcement, awarness, menyampaikan interuption dan juga issue. Ketika residen menyampaikan awarness residen atau staff bisa menanggapi, begitupun sebaliknya. Dalam kegiatan ini residen 69 dan juga staff melebur, tidak ada perbedaan antara staff dengan residen. Hal yang paling mengikat dalam kegiatan ini adalah ketika residen dan juga staff saling berpelukan dan membacakan doa serta membacakan ikrar bersama-sama dengan suara yang lantang. Isi dari doanya atau mereka menyebutnya dengan serenity prayer yaitu: “God grent me the serenity. To accept the things I can not change. Courage to change. The things I can and the wisdom. God, to know the difference”. Dalam kegiatan pembinaan sosial atau kegiatan TC lainnya, penyuluh agama tidak ikut serta di dalamnya, dikarenakan sudah mempunyai tanggung jawab masing-masing dalam pekerjaannya. 2. Analisa Pola Komunikasi dalam Pembinaan Keagamaan a. Penerapan Pola Komunikasi Roda Dalam pembinaan keagamaan yang terjadi di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido menggunakan pola komunikasi roda dalam proses komunikasinya. Ditinjau dari proses pembinaan keagamaan atau yang disebut religious session, penyuluh agama berkomunikasi kepada banyak komunikan yaitu residen tanpa adanya umpan balik dari si pendengar. Seperti penuturan ustadz Jamal. 70 “....saya menempatkan posisi seperti bapak sama anak lah. Contohnya, kalau ada yang mengeluh. Mereka langsung bilang gitu, ustadz saya kangen keluarga, saya nyesel dan lain-lain, ya semacam itu. Nah, sesudah itu di kasih saran gitu, kadang-kadang mereka dengerin dan mau ngelaksanain yang saya nasihatin gitu, macem-macem lah.”28 Dengan residen melaksanakan apa yang disarankan oleh penyuluh agama menandakan bahwa komunikasi yang terjadi satu tahap atau satu arah karena residen tidak memberikan interpretasinya dan hanya melaksanakan. Pola komunikasi roda adalah pola yang mengarahkan seluruh informasi kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang yang dalam posisi sentral menerima kontak dan informasi yang disediakan oleh anggota lainnya dan memecahkan masalah dengan saran dan persetujuan anggota lainnya. Pola komunikasi roda yang terjadi dalam kegiatan keagamaan adalah terjadinya dalam tataran ceramah, tausiyah, atau kultum yang disampaikan oleh penyuluh agama secara kelompok kepada residen. Seperti halnya penyuluh agama di BNN Lido yang memposisikan dirinya sebagai pusat informasi untuk residen. Hal ini diperkuat oleh pengakuan Ustadz Muslim. “...nahhhh cara kita menyampaikan materi itu....melalui tausiyah, ceramah. disamping tausiyah dan ceramah itu kita isi dengan sharing. Residen itu duduk di depan semua, ketika saya menyampaikan materi.”29 Hal ini juga diakui oleh Ustadz Luthfi yang membina residen di Green I gedung TC. 28 29 Wawancara dengan Ustadz Jamal (penyuluh agama), Bogor, 13 Mei 2014 Wawancara dengan Ustadz Muslim (penyuluh agama), Bogor, 21 Mei 2014 71 “Kalau saya biasanya selesai sholat tausiah, ceramah, atau kultum kalau waktunya sempit. Anak-anak ngumpul di musholla....” Tidak hanya dari penyuluh yang mengakui bahwa pembinaan keagamaan ini menggunakan pola komunikasi roda, namun residen Iren juga berpendapat seperti itu. “Kalau lagi materi ada kelompok ada per orang ada, tapi masih di situsitu juga tempatnya.”30 Pola roda bersifat satu arah. Dimana komunikator memberikan stimulus dan komunikan memberikan respon atau tanggapan yang diharapkan tanpa adanya seleksi dan interpretasi. Ini menyebabkan komunikasi antara komunikator dan komunikan lebih di dominasi oleh komunikator, sehingga komunikan hanya bersifat sebagai pendengar tanpa adanya umpan balik. Dengan pola komunikasi roda, penyuluh agama sebagai orang yang sentral harus mampu menyampaikan materinya dengan cara-cara yang halus agar mudah difahami oleh residen, menjadi orang yang sentral dalam menyampaikan materi menjadi lebih mudah bagi penyuluh agama untuk memberikan pendapat, ide-ide kepada residen guna mengubah kognitif, afektif dan psikomotorik residen ke arah yang lebih baik. “Saya sadar mereka itu kan latar belakangnya tidak sama, jadi saya tidak pernah memberikan pelajaran seperti di kelas, gituu.. heueum, jadi siapa yang butuh yaa nanya. Misalkan, saya kalau seperti di kelaskelas di depan kelas menerangkan bagaimana wudhu kan orang bosen, udah biasa. Nah jadi mereka yang nanya saya jawab gitu. Awalnya si 30 Wawancara dengan Iren (residen re-entry), Bogor, 21 Mei 2014 72 A nanya setelah saya jawab barang kali ada yang lain yang belum pas atau belum paham, naah, yang lain juga kadang-kadang ikut nanya.”31 b. Penerapan Pola Komunikasi Bintang Selain pola komunikasi roda, pola komunikasi yang digunakan oleh penyuluh agama dalam pembinaan keagamaan adalah pola komunikasi bintang, yaitu semua anggota berkomunikasi dengan semua anggota. Maksudnya adalah komunikasi penyuluh-residen, residen-penyuluh agama, residen-residen. Hal ini diperkuat oleh pengakuan dari ustadzah Musciner. “Dialog, sharing atau tanya jawab. Engga saya terus yang harus didengerin, tapi mereka juga harus menyampaikan, baik itu pendapat, pertanyaan atau ide-ide mereka. Jadi tanya jawab biar mereka juga aktif, saya kasih anak-anak materi kultum supaya mereka belajar menyampaikan. Seperti kemarin nanda menyampaikan kultum. ”32 Pola seperti ini menjelaskan bahwa komunikasi yang terjadi yaitu dua arah dan semua pihak terlibat. Komunikasi dua arah yaitu komunikasi yang bersifat informatif dan persuasif serta memerlukan hasil (feed back).33 Pada kegiatan pembinaan keagamaan ini dapat diketahui bahwa residen memberikan feedback kepada penyuluh agama dengan baik. Menurut penyuluh agama, residen sejauh ini sangat respon dengan apa yang sudah diberikan oleh penyuluh dan mereka mulai mengaplikasikan serta mengikuti apa yang penyuluh berikan. 31 Wawacara dengan Ustadz Jamal (penyuluh agama), Bogor, 13 Mei 2014 32 Wawancara dengan Utadzah Musciner (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014 H.A.W.Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta), h. 33 100 73 “Kalau kita melihat ukuran, ini kan ada dua macam lahiriah dan batiniah. Kita melihat tekstualnya aja, lahiriahnya aja. Ketika sholat berjamaah mereka itu semuanya disiplin, dalam melaksanakan shalat tidak bergurau, tidak canda. Naaahh kemudian ketika wiridan walaupun sebentar mereka itu khusu, walaupun satu dua wajar. Tetapi mayoritas melaksanakan. Jadi ketahuan bahwa mereka itu, eeeuuhhhh melaksanakan apa yang kita sampaikan dan diamalkan.”34 Jika melihat sifat dari komunikasi dua tahap ini adalah informatif dan memerlukan feed back pesan yang disampaikan secara umum bernilai positif, artinya residen merasa ada penambahan pengetahuan, setuju terhadap materi yang disampaikan serta perubahan keyakinan bahkan perilaku. Pada saat pembinaan keagamaan dilakukan, penyuluh agama biasanya membuka dengan salam dan menanyakan “feeling” residen pada hari itu. Seperti: “Bagaimana feeling hari ini, bad or good?” tanya penyuluh. Lalu residen menjawab “bad.... dan ada juga yang menjawab good... “ 35 mereka menjawab sesuai dengan perasaannya masing-masing. Ketika feeling residen sedang buruk, penyuluh agama memberikan nasihat agar mereka selalu melaksanakan sholat, jangan membenci Allah sehingga shalat lima waktunya ditinggalkan. “Jika kalian sedang dalam feeling bad karena tidak menerima keadaan kalian di sini, jangan sekali-kali kalian membenci Allah dan akhirnya meninggalkan shalat”36 Hal ini dilakukan agar memberi motivasi dan 34 Wawancara dengan Ustadz Muslim (penyuluh agama), Bogor, 21 Mei 2014 35 Catatan lapangan ke-3 pembinaan keagamaan gedung TC green I Catatan lapangan ke-3, pembinaan keagamaan gedung TC green I, Bogor, 13 Mei 2014 36 74 mempersuasi residen agar merasa betah dalam masa rehabilitasi ini dan berusaha untuk lebih baik. Dalam komunikasi penyuluh agama dengan residen, residen tidak sungkan untuk menegur dan bertanya kepada penyuluh agama. Penyuluh agama membebaskan mereka untuk curhat, penyuluh agama juga tidak mengekang mereka berinteraksi dan mengungkapkan pendapatnya. “...disamping tausiyah dan ceramah itu kita isi dengan sharing. Sharing itu nanti ada semacam tanya jawab masalah pribadi mereka, naaahh kemudian kita kaitkan dan hubungkan dengan masalah Islami. Residen itu duduk di depan semua, ketika saya menyampaikan materi kemudian saya persilahkan apa yang mau ditanyakan terus saya memberikan kesempatan saat itu kepada residen untuk bertanya. Tidak ada sifatnya sendiri-sendiri atau empat mata, engga. Kita keseluruhan karena selesai shalat berjamaah kita isi dengan tausiyah ataupun sharing bersama residen.”37 Bahkan residen tidak sungkan dan tidak malu untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan dan alami. Karena kesabaran para penyuluh agama dan hasilnya adalah memberikan kenyamanan kepada residen. Seperti yang diungkapkan iren. “Sabar, sabar banget malah ngadepin kita dengan tingkah laku kita. Padahal kalau kaya kita satu orang aja udah kaya puluhan orang.”38 Komunikasi seperti ini sudah bisa dikatakan efektif karena semua orang yang terlibat dalam ruangan dapat melakukan komunikasi secara dua arah, baik itu komunikasi antara penyuluh agama dengan residen, maupun komunikasi residen dengan residen dan adanya 37 Wawancara dengan Ustadz Muslim (penyuluh agama), Bogor, 21 Mei 2014 38 Wawancara dengan Iren (residen re-entry), Bogor, 21 Mei 2014 75 kesamaan makna sehingga komunikasi berlangsung dalam situasi yang menyenangkan kedua belah pihak. Yaaa yang paling efektif sih kita memberikan ceramah sambil tanya jawab, kita berikan ceramah dan kemudian berikan waktu anak-anak untuk bertanya.”39 Ada pula komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh penyuluh agama terhadap residen. Komunikasi antarpribadi yang dilakukan ketika di luar dari kegiatan pembinaan keagamaan. Seperti sapaan-sapaan ketika bertemu dengan residen. “Kalau ketemu saya assalamu’alaikum, tapi kalau masuk ke ruang COD atau klinikal beda lagi, sapaannya communicate. Maksudnya itu adalah permisi...kalau masuk musollah assalamu’alaikum. Kalau lakilaki masuk ke female lain lagi sapaannya, male on the floor harusnya kalau muslim kan assalamu’alaikum.”40 Meskipun pembinaan keagamaan ini di bawah program TC dan hanya mempunyai waktu yang sangat terbatas dalam kegiatannya, namun tidak menyurutkan semangat penyuluh agama untuk selalu menyampaikan materi agama di sela-sela waktu yang sedikit. Serta selalu memakai bahasa agama dalam kegiatan sehari-harinya. Hal ini dilakukan agar residen terbiasa dengan kultur yang Islami. Dalam proses komunikasinya, beberapa dari penyuluh agama menggunakan alat bantu, agar mempermudah dan menarik perhatian residen. Seperti halnya yang diungkapkan oleh ustadz Jajang dan ustadz Luthfi. 39 40 Wawancara dengan Ustadz Luthfi (penyuluh agama), Bogor, 23 April 2014 Wawancara dengan Utadzah Musciner (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014 76 “Ya, saya memakai komputer, dan kebanyakan dari mereka juga suka kalau menggunakan bentuknya audio visual, vidio. Nahh saya download acara khazanah yang ada di trans 7 itu kemudian saya sampaikan di situ. Saya pilih materi tentang wudhu, shalat berjamaah terus nanti ada kisah-kisah para nabi seperti nabi ibrahim, nabi isa.”41 “Untuk saat ini kita menggunakan vcd, itu pun yang banyak khusus untuk nilai-nilai agama, itu aja sih yang lain belum. Satu lagi pake komputer.”42 Namun berbeda dengan ustadz Jamal dan ustadz Muslim mereka sama sekali tidak menggunakan alat bantu. “Nggak, cuman cerita aja begini.” “Engga engga, kita langsung aja yang alami aja.” Hal ini diakui oleh residen bahwa mereka sangat tertarik menyimak materi ketika menggunakan alat bantu. “Pake komputer, buat nyeritain kisah para nabi... tapi kadang gak kebaca, kadang ustadz ngejelasin kalo ada gambar-gambar,kalo pake komputer kadang family pada ngikutin, rame jadinya.”43 Penggunaan alat bantu sebagai media dalam kegiatan pembinaan keagamaan menjadi salah satu hal yang mampu mendorong residen untuk mengikuti kegiatan keagamaan. Lima orang residen yang saya wawancarai mengaku lebih senang memakai alat bantu khususnya audio visual dalam kegiatan keagamaan. Dari hasil penelitian tersebut penulis menemukan gambaran bahwa pola komunikasi antara penyuluh agama dengan residen adalah pola komunikasi roda, pola komunikasi bintang, dan komunikasi 41 Wawancara dengan Ustadz Jajang (penyuluh agama), Bogor, 22 April 2014 Wawancara dengan Ustadz Luthfi (penyuluh agama), Bogor, 23 April 2014 43 Wawancara dengan M. Afryan (residen re-entry), Bogor, 15 Mei 2014 42 77 antarpribadi. Pola komunikasi roda terjadi ketika penyuluh agama menyampaikan pesan-pesannya (materi) kepada residen yang menempatkan posisinya sebagai orang yang sentral di depan khalayak yang banyak. Sedangkan pola komunikasi bintang terjadi ketika penyuluh agama mempersilahkan residennya untuk terlibat dalam kegiatan pembinaan keagamaan, penyuluh agama juga merasa perlu residennya memberikan pendapat, ide-ide agar komunikasi yang terjadi lebih efektif. Komunikasi antrapribadi terjadi ketika sharing antara penyuluh agama dengan beberapa residen yang membutuhkan nasihat-nasihat dari penyuluh agama serta di luar dari kegiatan pembinaan keagamaan. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan hasil penelitian yang dilakukan mengenai pola komunikasi antara penyuluh agama dengan residen dalam pembinaan sosial keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Pola komunikasi yang terjadi pada kegiatan pembinaan sosial adalah pola komunikasi bintang. Dengan pola bintang semua residen beserta staff melebur dalam satu ruangan untuk samasama memecahkan masalah, mendengarkan masalah residen lainnya dan saling memberi masukan satu sama lain. Dalam pembinaan sosial penyuluh agama tidak ikut terlibat, karena sudah mempunyai tugas masing-masing. 2) Pola komunikasi pada kegiatan pembinaan keagamaan yang terjalin antara penyuluh agama dengan residen adalah pola komunikasi roda, pola komunikasi bintang, dan komunikasi antarpribadi. Pola komunikasi roda terjadi dikarenakan penyuluh agama adalah orang yang menduduki posisi sentral sebagai pusat informasi. Hal tersebut sangat membantu dalam kesuksesan penyampaian materi-materi yang disampaikan. Karena diharapkan residen akan menerapkannya dalam 78 79 kehidupan dan memberikan perubahan kepada residen baik dari kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Pola komunikasi bintang terjadi ketika adanya sesi tanya jawab dari residen, hal ini menyebabkan komunikasi terjadi secara dua tahap dan memerlukan feedback. 3) Sebagian penyuluh agama menggunakan alat bantu dalam proses penyampaian materinya. Alat bantu tersebut berupa komputer dan VCD. B. Saran-saran Penulis perlu memberikan saran sebagai masukan untuk penyuluh agama serta pihak Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido dalam upaya pembinaan sosial keagamaan. Ini bukan berarti kami menggurui, namun hanya sebagai bahan pertimbangan bagi pihak terkait. 1) Perlu adanya kebijakan dari Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido untuk setiap penyuluh agama agar mengikuti pelatihanpelatihan public speaking dan penyuluhan narkoba demi menambah ilmu teori komunikasi dan membuka wawasan dalam bidang komunikasi dan penyuluhan. 2) Dalam melakukan pembinaan sosial keagamaan terhadap residen hendaknya tidak dilakukan secara monoton dengan melakukan ceramah agama, fariasi bentuk kegiatan pembinaan akan menghilangkan kejenuhan pada residen. 80 3) Alat bantu yang digunakan sebaiknya menggunakan yang lebih efektif seperti infocus, mengingat residen berjumlah puluhan. 4) Perlu adanya buku prestasi sebagai tolak ukur peningkatan wawasan agama dan kemampuan mempraktekkan ibadah setelah mengikuti kegiatan pembinaan keagamaan. 5) Bagi residen, agar tidak lagi dan berhenti mengkonsumsi narkoba karena hal tersebut akan merusak masa depan pribadi, keluarga maupun bangsa. Harapan penulis, semua ini bisa dijadikan sebagai masukan guna meningkatkan mutu pembinaan sosial keagamaan residen, sehingga mampu mengembalikan residen menjadi manusia yang bermoral, taat dan berakhlak mulia, yang akhirnya mereka siap dijadikan sebagai pemimpin negeri ini. DAFTAR PUSTAKA Ali, M. Sayuti, 2002. Metodologi Penelitian Agama (Pendekatan Teori dan Praktek), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Departemen Pendidikan Nasional, 2005 edisi Ke-3. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka Depdikbud, 1992. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Rajawali Press Dilla, Sumadi, 2007. Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu, Bandung: Simbiosa Rekatama Media Effendy, Onong Uchjana, 1996 Cet. Ke-1. Kepemimpinan dan Komunikasi, Yogyakarta: Al-Amin Press Effendy, Onong Uchjana, 2007 Cet. Ke-3. Ilmu teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007 Effendy, Onong Uchjana, 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Fajar, Marhaeni, 2009. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu Goble, Frang G, 1987. Mazhab Ke-Tiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow, Yogya: Kanisius Hawari, Dadang, 2000. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza, Jakarta: FKUI Heriyanto, Sandjaja Albertus, 2006. Panduan Penelitian, Jakarta: Prestasi Pustakarya Hilmi, Masdar, 1973. Dakwah dalam Alam Pembangunan, Semarang: Toha Putra Ilaihi, Wahyu, 2010. Komunikasi Dakwah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Kamus Besar Bahasa Indonesia Makalah Administrasi Penyuluhan, semester 7. Tentang Dasar-dasar dan Tujuan Serta Ruang Lingkup Administrasi dan Penyuluhan. Manaf, Mujahid Abdul, 1996 Cet. Ke-2. Sejarah Agama-agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 81 82 Moleong, Lexi J, 2006 Cet, edisi revisi. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Mulyana, Deddy, 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya), Bandung: PT. Rosdakarya Naim, Ngainun, 2011. Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Nasution, Zulkarimein, 1990. Prinsip-prinsip Komunikas untuk Penyuluhan, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Purwadaminta, W. J. S, 1979 Cet. Ke-3. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Bulan Bintang Roudhonah, Ilmu Komunikasi, 2007 Cet. Ke-1. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta Salim, Peter, Yenny Salim, 2002. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English Press Soyomukti, Nurani, 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jogjakarta: ArRuzz Media Usman, Husnaini dan Purnomo Setiady Akbar, 2008 Cet. Ke-1 edisi 2. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara Widjaya, A. W, 1997 Cet. Ke-3. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi Aksara, 1997 Widjaya, H. A. W, 2000 Cet. Ke-2. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Jakarta: PT.Rineka Cipta Website: UjangJaenalMutakin,PenyuluhAgamaIslamhttp://pokjaluhclg.blogspot.co m/2011/08/quo-vadis-peran-dan-fungsi-penyuluh.html. di akses tanggal 19-01-2014, pukul 20.00 WIB http://www.anneahira.com/narkoba-rehabilitasi.htm/diunduh 2014,pukul:22:43 WIB tgl 18-03- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/rehabilitasi-untuk-penggunanarkoba/diunduh tgl 18-03-2014, pukul: 22:47 83 84 85