BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran Pada bab ini diawali dengan kesimpulan mengenai hasil keseluruhan dari penelitian yang dilakukan. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi mengenai hasil penelitian yang berhubungan dengan temuan yang didapatkan saat penelitian berlangsung. Selain itu, penulis juga menambahkan saran-saran guna memperkaya penelitian ini. 5.1 Simpulan Penelitian ini ingin menggambarkan modelling perilaku seksual pranikah dan bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah pada remaja SMPN “X” Jakarta. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa modelling perilaku seksual pranikah termasuk dalam yang tinggi. Hal ini berarti bahwa remaja sering meniru perilaku seksual pranikah teman-temannya. Hal ini juga diikuti oleh tingginya tingkat perilaku seksual pranikah itu sendiri. Selanjutnya dilakukan juga analisa terhadap bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh tiaptiap remaja. Dari data tersebut didapatkan perilaku seksual pranikah yang paling banyak dilakukan adalah touching, kemudian diikuti oleh petting, kissing, dan sexual intercourse. 5.2 Diskusi Grinman (1977) mengatakan keinginan untuk meniru perilaku teman sebaya biasanya menjadi sangat kuat ketika remaja. Dari hasil penelitian ini didapatkan umumnya tingkat perilaku modelling perilaku seksual pranikah remaja cenderung tinggi yakni sebesar 57,7% dengan tingkat perilaku seksual yang tinggi yakni sebanyak 52,6%. Hal ini berarti bahwa remaja yang menjadi subyek dalam penelitian ini cenderung meniru perilaku teman-temannya dalam berperilaku seksual. Perilaku meniru ini juga dipandang sebagai cara agar remaja dapat dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan kelompoknya (Santrock, 2003). Sejalan dengan itu, peneliti juga melakukan wawancara terhadap salah satu responden 37 38 dalam penelitian ini. Pada wawancara tersebut, subyek menjabarkan bahwa beberapa teman-temannya sudah melakukan aktivitas seksual pranikah, bahkan diantaranya sudah pernah sampai pada aktivitas intercourse. Ia juga menambahkan salah satu alasannya melakukan aktivitas seksual pranikah dengan pasangannya adalah karena dorongan teman-teman dan rasa ingin tahu. Dalam wawancara tersebut pula ia menyebutkan bahwa salah satu dari temannya sudah pernah aborsi tetapi hal tersebut tidak mengurangi keinginan untuk melakukan aktivitas seksual pranikah. Remaja yang melakukan modelling perilaku seksual pranikah temannya dalam penelitian ini dipandang sebagai kehendak atau keinginan mereka sendiri untuk berbaur dan menyatu dengan teman-temannya. Dengan kata lain, jika perilaku seksual pranikah dilihat sebagai hal yang umum dan wajar dilakukan, maka remaja juga akan melakukan perilaku yang serupa dengan teman-temannya tanpa adanya tekanan dari pihak manapun. Sehingga modelling perilaku merupakan keinginannya sendiri. Dengan demikian, peran teman sebaya dalam kehidupan remaja menjadi sangat penting dalam pembentukan identitas dan perilaku remaja. Rathus, Nevid, dan Rathus (2009) menyebutkan ketika remaja memiliki teman yang sudah terlibat dalam sejumlah aktivitas seksual, khususnya intercourse, maka remaja cenderung akan melakukan hal serupa. Sejalan dengan pernyataan tersebut, dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebanyak 33,3% remaja sudah melakukan touching, 32,1% remaja sudah melakukan petting, 23,1% remaja sudah melakukan kissing¸dan sebanyak 11,5% sudah melakukan sexual intercourse. Dapat dilihat dari data tersebut bahwa mereka sudah melakukan aktivitas seksual pranikah yang dikemukakan, sehingga mereka dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Sesuai dengan teori modelling yang dikemukakan Bandura (1977) bahwa memang perilaku yang dimunculkan individu merupakan hasil dari mengamati dan meniru perilaku orang lain. Bandura menambahkan (1977) ketika individu memiliki motivasi yang kuat, maka perilaku modelling akan cenderung lebih sering ditampilkan. Dalam hal ini dorongan teman sebaya dilihat sebagai tolak ukur bagian dari tahapan modelling yakni motivasi yang dikemukakan Bandura. O’Donnell (dalam Rathus, S., Nevid, J., Rathus, L., 2009) menyebutkan dalam berperilaku seksual pranikah selain perasaan ingin diterima dan diakui oleh 39 kelompoknya, remaja juga merasakan perasaan cinta terhadap pasangannya. Sesuai dengan karakteristik perkembangan pada masa remaja yang sudah mengalami pubertas, mereka juga telah matang secara seksual. Hurlock (dalam Santrock, 2012) mengatakan remaja yang telah matang secara seksual memiliki keinginan untuk berinteraksi dan menjalin hubungan yang lebih dalam dengan lawan jenisnya. Sehingga pengalaman seksual yang menyenangkan saat pacaran menyebabkan remaja menganggap aktivitas seksual yang dilakukan dengan lawan jenis sebagai suatu hal yang menyenangkan untuk dilakukan. Pada masa remaja pula, remaja mengalami sejumlah perubahan sosio-emosional yang menyebabkan meningkatnya konflik antara remaja dan orang tua, karena mereka ingin meluangkan lebih banyak waktu dengan teman-temannya. Dalam penelitian ini juga tidak terluput dari kekurangan dan keterbatasan. Beberapa diantaranya, dalam penelitian ini peneliti tidak mengukur interaksi remaja dengan orang tua maupun pola asuh orang tua. Imanudin (dalam Banun & Setyorogo, 2013) menyebutkan selain teman sebaya, orang tua juga memiliki peranan yang penting dalam proses pembentukan identitas dan perilaku remaja. Pada penelitian yang dilakukan oleh Afiah (dalam Banun & Setorogo, 2013) menunjukkan peran keluarga mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Hal ini berarti peran orang tua ataupun keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh besar bagi tumbuh kembang remaja. Sejalan dengan itu, dalam penelitian yang dilakukan Rachman (2011) terdapat hubungan antara pola asuh permisif orang tua terhadap perilaku seksual pranikah. Mundy (dalam Rathus, S., Nevid, J., Rathus, L., 2009) menambahkan remaja yang memiliki orang tua yang permisif cenderung akan terlibat dalam aktivitas seksual intercourse. Selain itu Willets (dalam Miller, R., Perlman, D., Brehm, S., 2007) menyebutkan struktur kelurga juga berperan dalam perilaku seksual pranikah. Mendukung pernyataan tersebut Banun & Setyorogo (2013) menyebutkan dalam penelitian terdapat hubungan antara keharmonisan kelurga dengan perilak seksual pranikah. Hal ini berarti bahwa keharmonisan antara orang tua memiliki peranan yang penting pula dalam perilaku seksual pranikah yang ditunjukkan oleh remaja. Bandura (1977) menjelaskan bahwa lingkungan yang diamati dan ditiru oleh remaja dapat berupa teman sebaya dan orang tua. 40 Dalam penelitian ini peran keluarga atau orang tua dan pola asuh orang tua tidak diukur sehingga menjadi keterbatasan studi peneliian ini. Selain itu keterbatasan penelitian ini juga meliputi alat ukur yang digunakan, yakni alat ukur tidak mengukur perilaku modelling secara umum yang dikaitkan dengan perilaku seksual pranikah. Keterbatasan lain juga seperti tidak mencantumkan data demografis reponden yang lebih dalam sehingga tidak dapat mengukur faktor-faktor penentu lain dari munculnya perilaku seksual pranikah. 5.3 Saran Peneliti menyadari bahwa masih banyak keterbatasan yang harus diperbaiki dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti mengajukan beberapa saran-saran yang dirasa akan dapat lebih memperkaya penelitian ini. Dikarenakan sudah banyaknya penelitian yang dilakukan mengenai faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah, sebaiknya penelitian selanjutnya lebih mengarah pada berbagai faktor yang membuat remaja tidak melakukan perilaku seksual pranikah. Sehingga jika penelitian tersebut dilakukan, dapat mencegah remaja dalam berperilaku seksual pranikah. Selain itu, dikarenakan tidak dilakukannya pendataan terhadap latar belakang responden maupun data demografis, status sosial, latar belakang budaya, ataupun agama maka sebaiknya data-data tersebut dapat ikut diteliti guna memperkaya penelitian ini. Setelah dilakukannya penelitian ini dan terlihat adanya perilaku seks pranikah antar remaja maka sebaiknya pihak sekolah dapat memberikan penyuluhan atau pendidikan seks lebih dini pada remaja baik penjelasan mengenai kesehatan reproduksi serta akibat-akibat dari perilaku seksual pranikah. Bagi orang tua remaja, sebaiknya komunikasi yang terjadi antara anak dan orang tua bersifat lebih terbuka dan komunikatif. Selain itu ada baiknya orang tua menunjukkan minat terhadap aktivitas sehari-hari yang dilakukan remaja. Orang tua juga disarankan untuk mengkomunikasikan harapannya kepada remaja dengan penuh kasih sayang dang saling menghargai tanpa menghakimi. Selain itu juga kelompok sosial lain seperti guru ataupun masyarakat perlu saling bekerjasama dalam mengembangkan norma-norma, pengawasan, dan kesadaran remaja akan dampak negatif dari perilaku seksual pranikah.