FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT TAHUN KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014 Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh : AYU WULAN SARI NIM : 1110101000045 PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/ 2014 M LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, Juni 2014 Ayu Wulansari UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Juli 2014 Ayu Wulansari, NIM : 1110101000045 FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (Voluntary Counseling and Testing) Di WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT, KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014 xvii + 155 halaman, 20 tabel, 3 bagan, 4 lampiran ABSTRAK Saat ini di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi HIV/AIDS pada ibu rumah tangga, disusul dengan tingginya prevalensi HIV pada anak. HIV/AIDS telah mengurangi harapan hidup selama lebih dari 20 tahun yang menyebabkan terhambatnya perkembangan ekonomi dan memperburuk kemiskinan rumah tangga. Selain itu, HIV/AIDS menyebabkan kehilangan produktivitas yang lebih besar dibandingkan penyakit lainnya, dan mendorong 6 juta keluarga lagi ke jurang kemiskinan . Oleh karena itu, dilakukannya upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak melalui program Voluntary Counseling and Testing khususnya pada kelompok ibu hamil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan desain studi crosssectional dengan sampel penelitiannya adalah 76 ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Ciputat yang dipilih secara acak dengan metode cluster random sampling. Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah umur, status pekerjaan, tingkat pendidikan, pengetahuan tentang VCT, sikap, norma subyektif, dan persepsi kontrol perilaku yang dihubungkan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Variabel tersebut diukur dengan menggunakan kuesioner yang diolah sampai bivariat dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menujukkan 50% ibu hamil memiliki niat untuk memanfaatkan layanan VCT dan berdasarkan uji bivariat ditemukan bahwa variabel pengetahuan, sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku berhubungan secara signifikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Dengan demikian disarankan kepada Puskesmas Ciputat untuk mengoptimalkan sosialisasi kesehatan melalui kerjasama dengan instansi kesehatan swasta, kader, dan kelurahan dengan melakukan penyuluhan mengenai layanan VCT, untuk meningkatkan niat ibu hamil dalam memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Kata kunci : Niat VCT, HIV/AIDS Daftar Bacaan : 69 (1960 – 2014) ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM Undergraduate, July 2014 Ayu Wulan Sari, NIM: 1110101000045 FACTORS RELATED WITH MATERNAL INTENTION TO UTILIZE THE SERVICES OF VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING IN THE REGION OF CIPUTAT HEALTH CENTER, SOUTH TANGERANG IN 2014 xvii + 155 pages, 20 tables, 4 figures, 4 attachments ABSTRACT Nowadays in Indonesia, there is an increase in the prevalence of HIV/AIDS among housewife, followed by the high prevalence of HIV in children. HIV/AIDS has reduced life expectancy for over than 20 years that cause hampered the economic development and aggravate of households. Other than that, the HIV/AIDS cause loss of productivity larger than any other disease, and 6 million families pushed back into poverty again. Therefore, made efforts prevention of HIV transmission from mother to children through a program of voluntary counseling and testing, especially on the group of pregnant woman. This research aims to determine the factor of related to maternal intention to utilize VCT service in the region of Ciputat Health Center in 2014. This research used a cross-sectional study design with sample of this research was 76 pregnant women in the region of Ciputat Health Center randomly selected by the method of cluster random sampling. Variables examined in this study were age, employment status, education level, knowledge of VCT, attitude, subjective norm, and perception of behavioral control were related with maternal intention to utilize VCT services. These variables were measured using a questionnaire that processed by bivariate test using chi-square test. The results showed 50% of pregnant women have the intention to utilize VCT services and based on bivariate tests found that variables of knowledge, attitude, subjective norm, and perception of behavioral control were significantly related with maternal intention to utilize VCT services. Thereby it is suggested to Ciputat Health Center to optimize health socialization through cooperation with private health instance, cadres, and village chief to conduct information about VCT service, to increase maternal intention to utilize VCT service in the region of Ciputat Health Center. Keywords : VCT Intention, HIV/AIDS Reading List Of : 69 (1960 – 2014) PENYATAAN PERSETUJUAN JUDUL SKRIPSI FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (Voluntary Counseling and Testing) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014 Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Ciputat, 11 Juli 2014 Mengetahui PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Ciputat, 11 Juli 2014 Anggota I DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Tempat, lahir : Ayu Wulan Sari tanggal : Palembang, 27 Juli 1991 Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Jl. Sedap Malam No. 80 Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan 15419 Agama : Islam Status Pernikahan : Lajang Nomor Handphone : +62 85269051331 atau +6289624632662 Email : [email protected] RIWAYAT PENDIDIKAN 2010-Sekarang S1-Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2006-2009 Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang 2003-2006 SMP Negeri 52 Palembang 1996-2003 SD Negeri 357 Palembang LEMBAR PERSEMBAHAN Kebahagiaan yang selalu kalian berikan Kasih sayang yang berlimpah setiap harinya Doa terbaik yang selalu kalian panjatkan Jika itu motivasi yang kalian berikan untukku Dengan skripsi ini caraku membalas semuanya. Tiada kata yang pernah bisa kusampaikan pada kalian, namun selalu kan ku kenang kasih sayang yang tak pernah berujung itu…………. I dedicate this work to “My belove parents, My Family, and My Honey” Whose untiring care and endles love have constantly surrounded me and been a powerfull source of inspiration of which this is a partial reflection. Written by Ayuwulansari KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, puji serta syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang bejudul Faktor–Faktor Yang Berhubungan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT (Voluntary Counseling And Testing Hiv) Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2014. Adapun skripsi ini penulis buat untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA selaku penanggung jawab peminatan promosi kesehatan serta dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini. 3. Ibu Ratri Ciptaningtyas, S.sn. Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini. 4. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D dan Ibu Julie Rostina, SKM, MKM yang telah menguji dan memberikan masukan yang sangat bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan penulis. 6. Dr. Derly, Bidan Popy, Bidan Rahma dan segenap staff, serta ibu kader Puskesmas Ciputat terima kasih telah mau berbagi ilmu dan pengalaman selama berinteraksi ketika penulis melakukan pengumpulan data. 7. Keluarga tercinta, khususnya buat mama dan papa serta kakak dan adik tersayang yang selalu memberikan motivasi dan do‟a dari awal kuliah sampai penyusunan skripsi ini. 8. Andy Agusta Triwardana terima kasih untuk motivasinya, bantuannya dan do‟anya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 9. Sahabat seperjuangan Santri Jadi Dokter 2010 (Bayu, Zata, Harun, Rosi, Rusti, Ana, Rendy), Sahabat-sahabatku di Prodi Kesehatan Masyarakat angkatan 2010 (Fitria, Fitri), Sahabat terbaikku Promkes 2010 terima kasih atas kebersamaan yang telah kita lalui dua tahun ini semoga kebersamaan ini selalu terjaga. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih kurang dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin. Ciputat, Juli 2014 Penulis DAFTAR ISI ABSTRAK…………………………………………………………………….. i ABSTRACT…………………………………………………………………… ii LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………… iii LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………. iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP……………………………………………… v KATA PENGANTAR……………………………………………................... vii DAFTAR ISI………………………………………………………….............. ix DAFTAR TABEL…………………………………………………................. xiv DAFTAR BAGAN……………………………………………………………. xv DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………….. xvi DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xvii BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1 1.1. Latar Belakang……………………………………………………............. 1 1.2. Rumusan Masalah………………………………………………................ 7 1.3. Pertanyaan Penelitian…………………………………………..…………. 8 1.4. Tujuan Penelitian………………………………………………................. 9 1.5. Manfaat Penelitian…………………………………………….………….. 10 1.6. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………..…............. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………. 13 2.1. HIV/AIDS………………………………………………………………… 13 2.1.1. Definisi HIV/AIDS…………………………………………………… 13 2.1.2. Patogenisis HIV/AIDS………………………………………………. 14 2.1.3. Manifestasi Klinis……………………………………………………. 14 2.1.4. Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Laboraturium…………………… 15 2.2. HIV Pada Kehamilan……………………………………………………… 15 2.2.1. Definisi Kehamilan……………………………………………………… 15 2.2.2. Cara Penularan HIV Pada Kehamilan……………………………….. 15 2.2.3. Penatalaksanaan………………………………………………................ 16 2.2.4. Pencegahan HIV……………………………………………………... 16 2.3. Voluntary Counseling And Testing (VCT)……………………………..... 17 2.3.1. Definisi Konseling Dalam VCT……………………………………... 17 2.3.2. Tujuan Voluntary Counseling and Testing…………………………… 19 2.3.3. Peran Voluntary Counseling and Testing…………………………..... 20 2.3.4. Prinsip Voluntary Counseling and Testing…………………………... 23 2.3.5. Struktur Organisasi Voluntary Counseling and Testing……………... 25 2.3.6. Model Pelayanan Voluntary Counseling and Testing……………….. 28 2.3.7. Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)………... 29 2.3.8. Ketersediaan Sarana dan Prasarana VCT …………………………… 30 2.3.8.1. Klinik Konseling Voluntary Counseling and Testing …………… 30 2.3.8.2. Konselor Untuk Voluntary Counseling and Testing …………..... 34 2.3.9. Tahapan Pelayanan Voluntary Counseling and Testing……………... 36 2.3.9.1. Konseling Pra Testing……………………………………………. 36 2.3.9.2. Informed Consent………………………………………………… 38 2.3.9.3. Testing HIV dalam Voluntary Counseling and Testing ………… 39 2.3.9.4. Konseling Pasca Testing…………………………………………. 41 2.4. Teori Perilaku Berencana (Theory Of Planned Behavior)……………... 42 2.4.1. Niat…………………………………………………………………... 47 2.4.2. Sikap…………………………………………………......................... 48 2.4.3. Norma Subyektif………………………………………...................... 50 2.4.4. Persepsi Kontrol Diri………………………………………………… 51 2.5. Pendidikan………………………………………………………………... 52 2.6. Umur………………………………………………….…………………... 54 2.7. Status Pekerjaan…………………………………………………………... 55 2.8. Pengetahuan………………………………………………………………. 56 2.9. Kerangka Teori…………………………………………………………… 58 BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN…………. 60 3.1. Kerangka Konsep………………………………………………………..... 62 3.2. Definisi Operasional…………………………………………..................... 63 3.3. Hipotesis Penelitian……………………………………………………….. 66 BAB IV METODELOGI PENELITIAN……………………………………… 67 4.1. Desain Penelitian………………………………………………………….. 67 4.2. Lokasi Penelitian………………………………………………………..... 67 4.3. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………………... 67 4.3.1. Populasi Penelitian…………………………………………………… 67 4.3.2. Sampel Penelitian…………………………………………………..... 68 4.3.2.1. Jumlah Sampel…………………………………………………..... 69 4.4. Metode Pengumpulan Data………………………………………………. 72 4.5. Pengumpulan Data……………………………………………………….. 75 4.6. Instrumen Penelitian……………………………………………………… 75 4.5.1. Uji Validitas dan Reabilitas…………………………………………... 78 4.6. Pengolahan Data dan Analisis Data…………………………………….. 80 4.6.1. Analisis Data……………………………………………………….. 82 BAB V HASIL PENELITIAN………………………………………………… 84 5.1. Univariat…………………………………………………………………... 84 5.1.1. Umur Ibu Hami Untuk Memanfaatkan Layanan VCT………………….. 84 5.1.2. Pendidikan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT………… 85 5.1.3. Status Pekerjaan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT…… 86 5.1.4. Pengetahuan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT……...... 86 5.1.5. Sikap Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT………………. 87 5.1.6. Norma Subyektif Ibu hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT…... 88 5.1.7. Persepsi Kontrol Diri Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT 89 5.1.8. Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT………………... 90 5.2. Bivariat…………………………………………………………………..... 91 5.2.1. Hubungan Umur dengan Niat………………………………………… 92 5.2.2. Hubungan Pendidikan dengan Niat………………………………….. 93 5.2.3. Hubungan Status Pekerjaan dengan Niat…………………………….. 94 5.2.4. Hubungan Pengetahuan dengan Niat………………………….……… 95 5.2.5. Hubungan Sikap dengan Niat………………………………………… 96 5.2.6. Hubungan Norma Subyektif dengan Niat……………………………. 97 5.2.7. Hubungan Persepsi Kontrol Diri dengan Niat……………………….. 99 BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………………...... 101 6.1. Keterbatasan Penelitian…………………………………………………… 101 6.2. Hasil Penelitian.......………………………………………………….……. 101 6.2.1. Gambaran Umur Responden…………………………………….……. 102 6.2.2. Gambaran Pendidikan Responden…………………………………… 103 6.2.3. Gambaran Status Pekerjaan Responden……………………………… 104 6.2.4. Gambaran Pengetahuan Responden……………………………..…… 106 6.2.5. Gambaran Sikap Responden…………………………………………. 108 6.2.6. Gambaran Norma Subyektif Responden………………………………... 110 6.2.7. Gambaran Persepsi Kontrol Diri Responden………………………… 112 6.2.8. Gambaran Niat Responden…………………………………………… 113 6.3. Hubungan Antara Faktor Penyebab Dengan Niat………………………… 115 6.3.1. Hubungan Umur dengan Niat VCT………………………………....... 115 6.3.2. Hubungan Pendidikan dengan Niat VCT…………………………….. 119 6.3.3. Hubungan Status Pekerjaan dengan Niat VCT………………………. 122 6.3.4. Hubungan Pengetahuan dengan Niat VCT…………………………… 125 6.3.5. Hubungan Sikap dengan Niat VCT………………………………....... 129 6.3.6. Hubungan Norma Subyektif dengan Niat VCT………………………. 134 6.3.7. Hubungan Persepsi Kontrol Diri dengan Niat VCT………………….. 138 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN………………………………………… 141 7.1. Simpulan……………………………………………………....................... 141 7.2. Saran………………………………………………………………………. 142 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………............. 145 DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman Tabel 3.2 Definisi Operasional 63 Tabel 4.1 Sampel Rw Terpilih 68 Tabel 4.2 Uji Validitas Dan Reabilitas 78 Tabel 5.1 Frekuensi Umur Ibu Hamil 84 Tabel 5.2 Frekuensi Pendidikan Ibu Hamil 85 Tabel 5.3 Frekuensi Status Pekerjaan Ibu Hamil 86 Tabel 5.4 Frekuensi Pengetahuan Ibu Hamil 87 Tabel 5.5 Frekuensi Sikap Ibu Hamil 88 Tabel 5.6 Frekuensi Norma Subyektif Ibu Hamil 89 Tabel 5.7 Frekuensi Persepsi Control Diri Ibu Hamil 90 Tabel 5.8 Frekuens Niat Ibu Hamil 91 Tabel 5.9 Hubungan Umur Dengan Niat Ibu Hamil 92 Tabel 5.10 Hubungan Pendidikan Dengan Niat Ibu Hamil 93 Tabel 5.11 Hubungan Status Pekerjaan Dengan Niat Ibu Hamil 94 Tabel 5.12 Hubungan Pengetahuan Dengan Niat Ibu Hamil 96 Tabel 5.13 Hubungan Sikap Dengan Niat Ibu Hamil 97 Tabel 5.14 Hubungan Norma Subyektif Dengan Niat Ibu Hamil 98 Tabel 5.15 Hubungan Persepsi Control Diri Dengan Niat Ibu Hamil 99 DAFTAR BAGAN Nomor Judul Halaman Bagan 2.1. Kerangka Teori 59 Bagan 3.1. Kerangka Konsep 62 Bagan 4.1. Alur Pengumpulan Data 75 DAFTAR SINGKATAN AIDS : Aqciured Immunodeficiency syndrome ANC : Antenatal Care ARV : Anti Retrovirus ELISA : Enzyme Linked Imunosorbent Assay HIV : Human Immunodeficiency Virus IMS : Infeksi Menular Seksual KIE : Komunikasi Informasi Edukasi ODHA : Orang Dengan Hiv/Aids PMTCT : Prevention Of Mother To Child Transmition TB : Tuberculosis TPB : Theory Planned Behavior TRA : Theory Reaction Action UNAIDS : United Nations VCT : Voluntary Counseling and Testing WHO : World Health Organization WPS : Wanita Pekerja Seksual DAFTAR LAMPIRAN 1. Kuisioner Penelitian 2. Ouput Penelitian 3. Izin Penelitian 4. Surat Permohonan Permintaan Data BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian peringkat atas dengan angka kematian (mortalitas) dan angka kejadian penyakit (morbiditas) yang tinggi serta membutuhkan diagnosis dan terapi yang cukup lama (WHO, 2006). HIV merupakan virus yang menyerang sel darah putih (limfosit) di dalam tubuh yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan Aqciured Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Sejak dilaporkan pertama kali pada tahun 1981 di Amerika Serikat, penyebaran HIV/AIDS di seluruh dunia termasuk Indonesia berkembang sangat pesat. Kasus ini telah mengakibatkan kematian 25 juta orang serta menginfeksi lebih dari 40 juta orang lainnya. Berdasarkan laporan global, pada tahun 2012 jumlah penderita HIV mencapai 35,3 juta orang (Global Report UNAIDS, 2013). Data dari Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah komulatif kasus HIV yang telah dilaporkan hingga September 2013 sebanyak 118.787 kasus yang tersebar di 33 provinsi dengan 348 kab/kota di Indonesia. Sejak tahun 1998 sampai dengan Maret 2013 tercatat sebanyak 1.844 warga Banten telah terdeteksi terjangkit HIV. Provinsi Banten masuk ke dalam sepuluh besar provinsi dengan jumlah komulatif kasus HIV/AIDS sebesar 851 orang (KPA, 2013). Menurut laporan triwulan III Juli – September 2013 dari Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Lingkungan Kemenkes, di Tangerang Selatan jumlah kasus HIV/AIDS terdata 99 kasus (Kemenkes, 2013). Di Indonesia persentase kumulatif HIV paling banyak ditemukan kasus pada kelompok umur 25-49 tahun (73,4%). Dan pada kasus AIDS yang paling banyak terdeteksi yaitu pada kelompok umur 30-39 tahun (39,5%). Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa kelompok umur yang paling berisiko terhadap penularan HIV dan kejadian AIDS adalah kelompok umur produktif yaitu rentan umur 20-39 tahun (Kemenkes, 2013). Saat ini ibu rumah tangga merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan HIV/AIDS. Secara global, di dunia setiap harinya sekitar 2000 anak usia 15 tahun ke bawah terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke bayinya. Sementara itu, sekitar 1.400 anak – anak usia 15 tahun meninggal akibat AIDS (WHO, 2011). Prevalensi HIV pada ibu hamil diproyeksikan meningkat dari 0,38% (2012) menjadi 0,49% (2016), dan jumlah ibu hamil HIV positif yang memerlukan layanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) juga akan meningkat dari 13.189 orang pada tahun 2012 menjadi 16.191 orang pada tahun 2016. Demikian pula jumlah anak berusia di bawah 15 tahun yang tertular HIV dari ibunya pada saat dilahirkan ataupun saat menyusui akan meningkat dari 4.361 (2012) menjadi 5.565 (2016), yang berarti terjadi peningkatan angka kematian anak akibat AIDS. Hingga September 2013, prevalensi kasus HIV pada Ibu rumah tangga sebanyak 43% atau 108 kasus. Peningkatan ini juga diikuti dengan meningkatnya persentase kasus HIV pada anak dari 1,8% pada tahun 2010 menjadi 4,3% akhir tahun 2013 (Kemenkes, 2013). Dari data tersebut terlihat bahwa Indonesia telah memasuki populasi umum dimana masyarakat umum mulai terjangkit. Hal ini terlihat dari peningkatan kasus HIV/AIDS di Indonesia tidak hanya terjadi pada kelompok beresiko tinggi, namun kini kasus HIV/AIDS meningkat setiap tahunnya pada kelompok populasi rendah seperti ibu rumah tangga (Dame, 2011). Tingginya jumlah kasus HIV/AIDS berdampak terhadap populasi umum, seperti ibu hamil sehingga meningkatkan resiko penularan HIV dari Ibu ke bayi. Kementrian Kesehatan RI memperkirakan jika di Indonesia setiap tahunnya terdapat 9.000 ibu hamil positif HIV yang melahirkan bayi, berarti akan lahir sekitar 3.000 bayi dengan HIV positif tiap tahun (Kemenkes, 2013). HIV/AIDS telah mengurangi harapan hidup selama lebih dari 20 tahun yang menyebabkan terhambatnya perkembangan ekonomi dan memperburuk kemiskinan rumah tangga. Selain itu, HIV/AIDS menyebabkan kehilangan produktivitas yang lebih besar dibandingkan penyakit lainnya, dan mendorong 6 juta keluarga lagi ke jurang kemiskinan sampai tahun 2015 (Komisi AIDS di Asia, 2008). Resiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar 24 – 25%. Namun, resiko ini dapat diturunkan menjadi 1-2% dengan tindakan intervensi bagi ibu hamil HIV positif, yaitu melalui layanan konseling dan tes HIV sukarela, pemberian obat antiretroviral, persalinan sectio caesaria, serta pemberian susu formula untuk bayi (Depkes, 2008). Oleh karena itu, untuk meminimalisir resiko penularan HIV, WHO mengembangkan program penanggulangan HIV/AIDS berupa Guideline on HIV infection and AIDS in Prison Geneva dan juga HIV testing and Counseling in Prison and other closed setting yang dilaksanakan sejak tahun 2007. Indonesia telah mengembangkan upaya pencegahan HIV melalui pelayanan Voluntary Counselling and testing atau yang dikenal dengan singkatan VCT (WHO, 2007). Berdasarkan kebijakan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan HIV dan AIDS pasal 17 disebutkan bahwa semua ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilannya diharuskan mengikuti pemeriksaan diagnostis HIV dengan tes dan konseling (VCT) sebagai upaya pencegahan dan penularah HIV dari ibu ke anak yang di kandungnya (Kemenkes, 2013). Konseling dan tes sukarela atau Voluntary Counseling and Testing (VCT) merupakan pintu masuk (entry point) untuk membantu masyarakat mendapatkan akses ke semua pelayanan, baik informasi, edukasi, terapi dan dukungan psikososial (Depkes, 2008). Dengan terbukanya akses, maka kebutuhan akan informasi yang tepat dan akurat akan tercapai, sehingga proses berpikir dan perilaku dapat diarahkan menjadi lebih sehat. Pelayanan VCT dapat digunakan untuk mengubah perilaku berisiko, memberikan informasi yang benar tentang pencegahan dan penularan HIV, seperti penggunaan kondom, tidak berbagi alat suntik, pengetahuan tentang IMS (infeksi menular seksual) dan lain-lain (Kemenkes, 2006). Jumlah institusi pelayanan kesehatan di Indonesia yang melayani VCT terus mengalami peningkatan. Hingga Desember 2011, Kementerian Kesehatan melaporkan 500 tempat VCT aktif di 33 provinsi, meningkat dari 156 di 27 provinsi pada tahun 2009. Di Indonesia layanan HIV/AIDS yang aktif melaporkan kasus sebanyak 503 layanan Konseling dan Tes HIV (Kemenkes, 2013). Sementara itu, di Provinsi Banten, sebanyak 3,709 orang bersiko yang berkunjung ke klinik VCT. Akan tetapi, hal ini tidak sebanding dengan estimasi populasi berisiko HIV/AIDS tahun 2012 di Provinsi Banten yaitu, 20.000 orang (Kemenkes, 2012). Kota Tangerang Selatan, terdapat dua instansi pemerintah yang menyediakan layanan VCT yaitu Puskesmas Jombang dan Puskesmas Ciputat. Berdasarkan laporan tahunan Kementerian Kesehatan tahun 2013, dari 98 orang yang memanfaatkan layanan VCT, dinyatakan 17 orang yang terdeteksi HIV positif yang berasal dari populasi beresiko di Puskesmas Ciputat. Dari uraian data tersebut terlihat bahwa Puskesmas Ciputat termasuk satu – satunya Puskesmas di Tangerang Selatan yang aktif menjaring infeksi HIV melalui layanan VCT. Namun, hasil wawancara peneliti dengan bidan di Puskesmas Ciputat, selama ini pemeriksaan VCT masih didominasi oleh kelompok populasi kunci, terdiri dari wanita pekerja seks (WPS) yang sebelumnya telah melakukan terapi metadon. Artinya, pelayanan tes VCT hanya dilakukan oleh sejumlah kecil kelompok, belum secara umum dimanfaatkan oleh masyarakat luas sekitar Ciputat. Layanan VCT di Puskesmas Ciputat sudah beroperasi dari tahun 2010, namun terdapat hambatan dalam peningkatan layanan VCT. Hambatan tersebut berupa rendahnya jumlah kunjungan masyarakat umum yang memanfaatkan layanan VCT. Di tahun 2013 Puskesmas Ciputat memperluas layanan VCT pada kelompok ibu hamil yang melakukan layanan Antenatal care (ANC). Namun, layanan ini belum aktif. Dari hasil wawancara dengan bidan di Puskesmas Ciputat, hal ini dipengaruhi oleh faktor informasi mengenai layanan VCT yang belum diterima oleh masyarakat setempat, khususnya ibu rumah tangga. Faktor tersebut dilatarbelakangi oleh minimnya sosialisasi dari petugas kesehatan tentang keberadaan layanan VCT dikarenakan keterbatasan SDM di Puskesmas Ciputat. Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Ermarini (2013) terlihat bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam pemanfaatan layanan VCT yaitu keyakinan seseorang dengan pemanfaatan layanan VCT, motivasi atau dukungan dari LSM dan petugas kesehatan serta akses ke layanan VCT. Berdasarkan hasil analisis multivariat terdapat dua variabel yang paling berhubungan dengan pemanfaatan layanan VCT yaitu usia dan pengetahuan terkait VCT, yaitu tentang manfaat VCT dan tahapan dalam layanan VCT. Menurut Kementerian Kesehatan, di tahun 2010 sebanyak 6 persen penduduk usia di atas 15 tahun yang mengetahui tentang layanan VCT. Kelompok dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi memiliki informasi yang lebih baik tentang pelayanan VCT maupun penanggulangan HIV dibandingkan dengan kelompok ekonomi rendah. Hal di atas didukung oleh penelitian yang dilakukan Abebe (2006), melaporkan bahwa responden yang memiliki persepsi kerentanan yang tinggi menyatakan niatnya untuk melakukan VCT dari pada mereka yang memiliki persepsi kerentanan yang rendah (48,9%). Terlihat dari jumlah responden dengan persepsi yang tinggi terhadap keparahan HIV/AIDS menyatakan niatnya untuk VCT sebanyak (52,6%) orang. Menurut Mugisha (2010) dalam Wati (2013) adapun yang diperlukan untuk mendukung seseorang memanfaatkan layanan VCT meliputi sensitifitas terhadap pengujian, mobilisasi masyarakat, dan peningkatan kualitas dan kuantitas VCT. Dari penelitian Nguyen (2007) dalam Wati (2013) beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang memanfaatkan layanan VCT yaitu informasi mengenai keberadaan layanan VCT. Oleh karena itu, hasil penelitian ini menekankan pentingnya peran pembangunan jaringan dengan rumah sakit, lembaga swadya masyarakat, serta masyarakat perkotaan dan pedesaan dalam menyebarluaskan informasi terkait VCT. Dari hasil studi pendahuluan bahwa pemanfaatan layanan VCT oleh kelompok ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat rendah < 26,7%. Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan rendah ibu hamil terkait manfaat layanan VCT sebanyak 66,7%. Dari uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan faktor – faktor yang berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014. 1.2. Rumusan masalah Peningkatan kasus AIDS pada Ibu Rumah Tangga kemudian disusul dengan terjadinya peningkatan prevalensi HIV pada anak menjadi perhatian khusus bagi tenaga kesehatan dan pemerintah. Untuk menghindari terjadinya peningkatan kasus HIV dari ibu ke anak, kelompok ibu hamil dianjurkan melakukan konseling dan testing HIV secara periodik untuk mengetahui status HIV dirinya. Berdasarkan studi pendahuluan terlihat bahwa masih rendahnya pemanfaatan layanan VCT oleh kelompok ibu hamil di Puskesmas Ciputat. Kemudian disusul dengan rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh kelompok ibu hamil. Hal ini didukung oleh faktor informasi mengenai layanan VCT yang belum diterima oleh masyarakat umum khususnya ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Faktor tersebut dilatarbelakangi oleh minimnya sosialisasi dari petugas kesehatan tentang keberadaan layanan VCT dan bagaimana cara mengaksesnya. Selain itu, praktik pelayanan kesehatan dan ketersediaan sumber daya dalam pelayanan VCT juga mempengaruhi tindakan ibu hamil dalam melakukan VCT. oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT diwilayah kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan tahun 2014. 1.3. Pertanyaan penelitian 1. Bagiamana gambaran karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan status pekerjaan ) terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ? 2. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ? 3. Bagaimana gambaran sikap ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ? 4. Bagaimana gambaran norma subyektif ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ? 5. Bagaimana gambaran persepsi kontrol diri ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ? 6. Bagaimana gambaran niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ? 7. Adakah hubungan antara karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan status pekerjaan ) terhadap niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ? 8. Adakah hubungan antara sikap ibu hamil terhadap niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ? 9. Adakah hubungan antara norma subyektif ibu hamil terhadap niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ? 10. Adakah hubungan antara persepsi ibu hamil terhadap niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ? 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan niat Ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014. 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan,dan status pekerjaan ) terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. 2. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. 3. Diketahuinya gambaran sikap ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. 4. Diketahuinya gambaran norma subyektif ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 5. Diketahuinya gambaran persepsi kontrol diri ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 6. Diketahuinya gambaran niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 7. Diketahuinya hubungan antara karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan status pekerjaan) dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 8. Diketahuinya hubungan antara sikap ibu hamil terhadap niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 9. Diketahuinya hubungan antara norma subyektif ibu hamil terhadap niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 10. Diketahuinya hubungan antara persepsi ibu hamil terhadap niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah : 1.5.1. Bagi Masyarakat Umum Penelitian ini dapat memberikan informasi yang lebih luas kepada masyarakat umum mengenai keberadaan klinik VCT dan layanannya serta prosedur untuk mengaksesnya sehingga masyarakat dapat memanfaatkan layanan klinik VCT. 1.5.2. Bagi Pusat Kesehatan Masyarakat 1.5.2.1. Manajemen Sebagai masukan dalam mengembangkan manajemen yang baik dalam efektivitas pelaksanaan program layanan VCT di Puskesmas Ciputat khususnya pada kelompok ibu hamil. 1.5.2.2. Petugas Kesehatan Sebagai salah satu sumber informasi dalam melakukan perencanaan kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat, khususnya pencegahan dan penanggulangan penularan HIV dari ibu ke anak yang saat ini mengalami peningkatan. 1.5.3. Bagi Dinas Kesehatan Sebagai masukan dalam menindaklanjuti pengembangan sosialisasi program pencegahan penularan HIV dan AIDS dari Ibu ke anak. Selain itu, sebagai masukan dalam meningkatkan upaya kerjasama yang baik guna meningkatkan efektifitas program layanan VCT di Kota Tangerang Selatan. 1.5.4. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Diperolehnya ilmu pengetahuan baru terkait aplikasi promosi kesehatan di lingkungan masyarakat khusunya pada program pencegahan penularan HIV dan AIDS dari ibu ke anak, serta terciptanya kerjasama yang menguntungkan dan bermanfaat dengan institusi lain. 1.5.5. Bagi Peneliti a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian terkait pemanfaatan layanan VCT. b. Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terkait perilaku kesehatan yang telah didapatkan di perkuliahan. c. Melatih pola pikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah khusunya dalam bidang Kesehatan. 1.6. Ruang lingkup penelitian Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan Provinsi Banten tahun 2014. Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswi Promosi kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat angkatan 2010 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Januari sampai dengan Juni 2014. Populasi penelitian ini adalah semua ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Ciputat dengan alasan Puskesmas Ciputat merupakan Puskesmas yang memiliki layanan VCT di Kota Tangerang Selatan dan sosialisasi VCT oleh petugas kesehatan belum berjalan optimal. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan survei cross sectional. Data ini didapat dari data primer dan sekunder yaitu melalui kuisioner dan data kunjungan ibu hamil pada layanan Antenatal Care (ANC). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HIV/AIDS 2.1.1. DEFINISI HIV DAN AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Orang yang dalam darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan belum membutuhkan pengobatan. Namun orang tersebut dapat menularkan virusnya kepada orang lain bila melakukan hubungan seks beresiko dan berbagi alat suntik dengan orang lain (KPAN, 2012). AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) merupakan sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Daili et al, 2009). HIV merupakan virus sitopatik diklasifikasikan dalam Famili retrovirus, subfamili lentivirinae, genus lentivirus. AIDS disebabkan oleh infeksi HIV manifestasi dari menurun kekebalan tubuh akibat Virus HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh pada seseorang maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit seperti TBC, kandidiasis, berbagai radang pada kulit, paru, saluran pencernaan, otak dan kanker. Stadium AIDS membutuhkan pengobatan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh sehingga bisa sehat kembali (KPAN, 2012). 2.1.2. PATOGENESIS HIV/AIDS Mekanisme utama infeksi HIV dimulai setelah virus masuk ke dalam tubuh pejamu. Setelah masuk ke dalam tubuh pejamu, HIV menyerang sel darah putih (limfosit Th) yang merupakan sumber kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi. Dengan memasuki limfosit Th, virus memaksa limfosit Th untuk memperbanyak dirinya, sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit Th, kematian limfosit Th itu membuat daya tahan tubuh berkurang, sehingga mudah terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur, atau parasit) sehingga hal itu menyebabkan kematian pada orang dengan HIV/AIDS. Selain menyerang limfosit Th, virus HIV juga memasuki sel tubuh yang lain, organ yang sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. Virus HIV diliputi oleh selubung protein pembungkus yang sifatnya toksik (racun) terhadap sel, khususnya sel otak serta susunan saraf pusat dan tepi lainnya, sehingga terjadilah kematian sel otak (Hidayat, 2008). 2.1.3. Manifestasi Klinis Gejala – gejala (symptom) secara klinis pada seseorang penderita AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada umumnya adalah bermula dari gejala – gejala umum yang lazim didapati seperti rasa lelah dan lesu, berat badan menurun secara drastis, demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam, kurang nafsu makan, bercak- bercak putih di lidah dan di dalam mulut, pembengkakan leher, radang paru – paru, kanker kulit. Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 3 hal antara lain tumor, infeksi oportunistik, dan manifestasi neurologi. 2.1.4. Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Laboraturium Diagnosis adanya infeksi dengan HIV dapat ditegakkan dilaboraturium dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut. Pemeriksaan untuk menemukan adanya antibodi tersebut menggunakan metode ELISA (Enzym Linked Imunosorbent Assay). Bila hasil tes ELISA positif maka dilakukan pengulangan. Jika masih tetap positif maka selanjutnya dikonfirmasi dengan test yang lebih spesifik yaitu metode Western Blott. 2.2. HIV PADA KEHAMILAN 2.2.1. DEFINISI KEHAMILAN Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis, akan tetapi pentingnya diagnosis kehamilan tidak dapat diabaikan (Cunningham, 2005) 2.2.2. Cara Penularan HIV pada kehamilan Banyak penelitian membuktikan bahwa penularan HIV terjadi pada masa intrauterine dan masa intrapartum (Setiawan, 2009). Distribusi penularan dari ibu ke bayi diperkirakan sebagian terjadi beberapa hari sebelum persalinan, dan pada saat plasenta mulai terpisah dari dinding uterus pada waktu melahirkan. Penularan diperkirakan terjadi karena bayi terpapar oleh darah dan sekresi saluran genital ibu. Suatu penelitian memberikan proporsi kemungkinan penularan HIV dari ibu ke anaknya saat dalam kandungan sebesar 23 – 30%, ketika proses persalinan 50 – 65% dan saat menyusui 12 – 20%. Di negara maju, transmisi HIV dari ibu ke fetus sebesar 15 – 25% sementara di negara berkembang sebesar 25 – 35%. Tingginya angka transmisi ini berkaitan dengan tingginya kadar virus dalam plasma ibu (Setiawan, 2009). 2.2.3. Penatalaksanaan HIV pada Kehamilan Untuk mengurangi resiko penularan dari ibu ke bayi maka penanganan pencegahan infeksi bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV sebaiknya dimulai sejak saat bayi di dalam kandungan. Ibu yang sudah diketahui terinfeksi HIV sebelum hamil, perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui jumlah virus di dalam plasma, jumlah sel T CD4+, dan genotype virus. Juga perlu diketahui, apakah ibu tersebut sudah mendapat anti retrovirus (ARV) atau belum. Data tersebut kemudian dapat digunakan sebagai bahan informasi kepada ibu tentang resiko penularan terhadap pasangan seks, bayi, serta cara pencegahannya (Setiawan, 2009). 2.2.4. Pencegahan HIV Upaya pencegahan HIV/AIDS hanya dapat efektif bila dilaksanakan dengan komitmen seluruh lapisan masyarakat dan komitmen politik yang tinggi untuk mencegah dan atau mengurangi perilaku risiko tinggi terhadap penuluran HIV. Adapun upaya pencegahan meliputi : 1. Abstinence – Tidak berhubungan seks (selibat) 2. Be Faithful – Selalu setia pada pasangan 3.Condom – Gunakan kondom disetiap hubungan seks berisiko 4. Drugs – Jauhi narkoba 2.3. VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT) 2.3.1. Definisi Konseling dalam VCT Konseling menyediakan dalam dukungan VCT adalah psikologis, kegiatan informasi konseling dan yang pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Depkes, 2008). Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai VCT (Voluntary Conseling and Testing) adalah proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat rahasia dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV yang penting untuk pencegahan dan perawatannya (Anastasya, 2010). Menurut haruddin dkk (2007), VCT juga merupakan salah satu model untuk memberikan informasi secara menyeluruh dan dukungan untuk mengubah perilaku berisiko serta mencegah penularan HIV/AIDS. Kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Depkes, 2006). Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis contohnya meyakinkan bahwa terjamin kerahasiaanya, informasi dan pengetahuan HIV dan AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS. 1. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik, dan ART. 2. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV/AIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku beresiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat. 3. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi, dan risiko. Di dalam VCT ada dua kegiatan utama yakni konseling dan tes HIV. Konseling dilakukan oleh seorang konselor khusus yang telah dilatih untuk memberikan konseling VCT. Tidak semua konselor bisa dan oleh memberikan konseling VCT. Oleh karena itu, seorang konselor VCT adalah orang yang telah mendapat pelatihan khusus dengan standar pelatihan nasional. Konseling dalam rangka VCT utamanya dilakukan sebelum dan sesudah tes HIV. Konseling setelah tes HIV dapat dibedakan menjadi dua yakni konseling untuk hasil tes positif dan konseling untuk hasil tes negatif. Namum demikian sebenarnya masih banyak jenis konseling lain yang sebenarnya perlu diberikan kepada pasien berkaitan dengan hasil VCT yang positif seperti konseling pencegahan, konseling kepatuhan berobat, konseling keluarga, konseling berkelanjutan, konseling menghadapi kematian, dan konseling untuk masalah psikiatris yang menyertai klien/keluarga dengan HIV dan AIDS. 2.3.2. Tujuan Voluntary Counseling and Testing (VCT) a. Mendorong orang sehat, tanpa keluhan / asimtomatik untuk mengetahui tentang HIV, sehingga mereka dapat mengurangi kemungkinan tertular HIV. b. Merupakan sebuah strategi kesehatan masyarakat yang efektif, karena mereka dapat mengetahui status HIV mereka, sehingga tidak melalukan hal-hal yang dapat ikut menyebarkan virus HIV bila mereka masih berisiko sebagai penyebar HIV. c. Mendorong seseorang yang sudah ODHA ( Orang Dengan HIV/AIDS) untuk mengubah pendirian yang sangat merugikan seperti: ODHA merupakan penyakit keturunan atau penyakit kutukan, atau HIV/AIDS merupakan vonis kematian. d. Memberi informasi tentang HIV/AIDS, tes, pencegahan dan pengobatan ODHA. e. Mengenali perilaku atau kegiatan yang menjadi sarana yang memudahkan penularan HIV. f. Memberikan dukungan moril untuk mengubah prilaku ke arah yang lebih sehat dan aman dari infeksi HIV. Tujuan dari VCT ini merupakan suatu langkah awal yang penting menuju program pelayanan HIV/AIDS lainnya yaitu pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak, pencegahan dan manajemen klinis penyakit – penyakit yang berhubungan dengan HIV, pengendalian penyakit TBC (tuberculosis) serta dukungan psikologis dan hukum (Anastasya, 2010). 2.3.3. Peran Voluntary Counselling and Testing (VCT) a. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik, dan ART. b. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih,menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat. c. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi, dan risiko. Konseling dan tes HIV sukarela yang dikenal sebagai Voluntary Counseling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV dan AIDS berkelanjutan. Program VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk pencegahan primer melalui konseling dan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) seperti pemahaman HIV, pencegahan penularan dari ibu ke anak (Prevention of Mother To Child Transmission – PMTCT) dan akses terapi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis (TBC) dan infeksi menular seksual. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya, mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan mencegah penularan infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat. VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan kerahasiaan, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di laboratoruim. Test HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar. VCT merupakan hal penting karena : 1. Merupakan pintu masuk ke seluruh layanan HIV dan AIDS 2. Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif maupun negatif, dengan fokus pada pemberian dukungan atas kebutuhan klien seperti perubahan perilaku, dukungan mental, dukungan terapi ARV, pemahaman faktual dan terkini atas HIV dan AIDS. 3. Mengurangi stigma masyarakat. 4. Merupakan pendekatan menyeluruh: kesehatan fisik dan mental. 5. Memudahkan akses ke berbagai pelayanan yang dibutuhkan klien baik kesehatan maupun psikososial. Meskipun VCT adalah sukarela namun utamanya diperuntukkan bagi orang-orang yang sudah terinfeksi HIV atau AIDS, dan keluarganya, atau semua orang yang mencari pertolongan karena merasa telah melakukan, tindakan berisiko di masa lalu dan merencanakan perubahan di masa depannya, dan mereka yang tidak mencari pertolongan namun berisiko tinggi. 2.3.4. Prinsip Pelayanan VCT Menurut pedoman VCT yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2008, prinsip pelayanan konseling VCT adalah : 1. Sukarela Dalam Melaksanakan Testing HIV Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa paksaan, dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukannya testing terletak ditangan klien, kecuali testing HIV pada darah donor di unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja seksual,penasun, rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia, dan asuransi kesehatan. 2. Saling Mempercayai Dan Terjamin Konfidensialitas Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaanya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari klien dapat diketahui. 3. Mempertahankan Hubungan Relasi Konselor-Klien Yang Efektif Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi perilaku beresiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif. 4. Testing Merupakan Salah Satu Komponen Dari VCT WHO dan Departeman Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien (Depkes, 2008). Begitu pula yang diutarakan dalam artikel internet dari situs perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, ada beberapa prinsip yang harus dipatuhi dalam pelayanan VCT, yakni VCT harus dilakukan dengan : a. Sukarela, tanpa paksaan b. Kerahasiaan terjamin : proses dan hasil tes rahasia dalam arti hanya diketahui dokter/konselor dan klien c. Harus dengan konseling d. VCT tidak boleh dilakukan tanpa adanya konseling atau dilakukan secara diam – diam e. Harus ada persetujuan dari pasien dalam bentuk penandatanganan ‘ Lembar Persetujuan’ (informed consent) Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT) bukan hanya pasien penderita HIV/AIDS saja, tetapi semua masyarakat yang membutuhkan pemahaman diri tentang HIV agar dapat mencegah dirinya dari penularan infeksi penyakit yang lain dan penularan kepada orang lain. Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT disebut dengan klien. Di klinik VCT, klien dapat bersama dengan konselor mendiskusikan hal – hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS, perilaku beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negatif atau positif. 2.3.5. Struktur Organisasi Struktur organisasi pelayanan VCT menurut pedoman pelayanan VCT Depkes RI tahun 2008 terdiri dari : 1. Kepala Klinik VCT Kepala klinik VCT adalah seorang yang memiliki keahlian manajerial dan program terkait dengan pengembangan layanan VCT dan penanganan program perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS. Kepala klinik VCT bertanggung jawab terhadap Direktur Utama atau Direktur Pelayanan. Kepala klinik VCT mengelola seluruh pelaksanaan kegiatan didalam/diluar unit, serta bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan dengan institusi pelayanan lain yang berkaitan dengan HIV. 2. Sekretaris / Administrasi Petugas administrasi atau sekretaris adalah seorang yang memiliki keahlian di bidang administrasi dan berlatarbelakang minimal setingkat SLTA. 3. Koordinasi Pelayanan Medis Koordinator pelayanan medis adalah seorang dokter yang bertanggung jawab secara teknis medis dalam penyelenggaraan layanan VCT. Koordinator pelayanan medis bertanggungjawab langsung kepada kepala klinik VCT. 4. Koordinator Pelayanan Non Medis Koordinator pelayanan non medis adalah seorang yang mampu mengembangkan program perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS terkait psikologis, sosial, dan hukum. Koordinator pelayan non medis minimal sarjana kesehatan/non kesehatan yang berlatarbelakang pendidikan sarjana psikologis atau sarjana ilmu sosial yang sudah terlatih VCT. Secara administrasi bertanggung jawab terhadap kepala unit VCT. 5. Konselor Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non kesehatan yang telah mengikuti pelatihan VCT. Tenaga konselor VCT minimal dua orang dan tingkat pendidikan konselor VCT adalah SLTA. Seorang konselor sebaiknya menangani untuk 5 – 8 orang klien perhari terbagi antara klien konseling pra testing dan klien konseling pasca testing. Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang konselor : a. Jika konselor VCT bukan seorang dokter tidak diperbolehkan melakukan tindakan medik. b. Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah klien. c. Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV d. Jika konselor VCT berhalangan melaksanakan Pasca konseling dapat dilimpahkan ke konselor VCT lain dengan persetujuan klien. Kualifikasi dasar seorang konselor VCT adalah : a. Berlatar belakang kesehatan atau non kesehatan yang mengerti tentang HIV/AIDS secara menyeluruh, yaitu yang berkaitan dengan gangguan kesehatan fisik dan mental. b. Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar modul pelatihan konseling dan testing sukarela HIV yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2000. 6. Petugas Penanganan Kasus Petugas penanganan kasus yang berasal dari tenaga on kesehatan yang telah mengikuti pelatihan managemen kasus. minimal pendidikan tenaga petugas penanganan kasus adalah SLTA. Seorang petugas penanganan kasus menangani 20 orang klien dalam satu kali periode penanganan. 7. Petugas Laboraturium Petugas laboraturium minimal seorang petugas pengambil darah yang berlatarbelakang perawat. Petugas laboraturium atu teknisi telah mengikuti pelatihan tentang teknik memproses testing HIV dengan cara ELISA, testing cepat, dan mengikuti algoritma testing yang diadopsi dari WHO. 2.3.6. Model Pelayanan VCT Pelayanan VCT dapat dikembangkan diberbagai layanan terkait yang dibutuhkan, misalnya klinik IMS, klinik TB, ART, dan sebagainya. Lokasi layanan VCT hendaknya perl petunjuk atau tanda yang jelas hingga mudah diakses dan mudah diketahui oleh klien VCT. Nama klinik cukup mudah dan dimengerti sesuai dengan etika dan budaya setempat dimana pemberian nama tidak mengundang stigma dan diskriminasi. Layanan VCT dapat diimplementasikan dalam berbagai setting, dan sangat bergantung pada kondisi dan situasi daerah setempat, kebutuhan masyarakat dan profil klien, seperti individual atau pasangan, perempuan atau laki – laki, dewasa atau anak muda. Model layanan VCT terdiri dari : 1. Mobile VCT (Penjangkaun Dan Keliling) Layanan konseling dan testing HIV/AIDS sukarela model penjangkaun dan keliling (mobile VCT) dapat dilaksanakan oleh LSM atau layanan kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok masyarakat yang memiliki perilaku berisiko atau berisiko tertular HIV/AIDS di wilayah tertentu. Layanan ini diawali dengan survey atau penelitian atas kelompok masyarakat di wilayah tersebut dan survey tentang layanan kesehatan dan layanan dukungan lainnya di daerah setempat. 2. Statis VCT (Klinik VCT Tetap) Pusat konseling dan testing HIV/AIDS Sukarela teintegrasi dalam sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, artinya bertempat dan menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada. Sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan konseling dan testing HIV/AIDS, layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan terkait dengan HIV/AIDS. 2.3.7. Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT) Masyarakat yang membutuhkan pemahaman diri akan status HIV agar dapat mencegah dirinya dari penularan infeksi penyakit yang lain dan penularan kepada orang lain. Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT disebut dengan klien. Sebuatan klien dan bukan pasien merupakan salah satu pemberdayaan dimana klien akan berperan aktif didalam proses konseling. Tanggung jawab klien dalam konseling adalah bersama mendiskusikan hal – hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS. Perilaku berisiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negatif atau positif (Depkes, 2006). 2.3.8. Ketersediaan Sarana Dan Prasarana 2.3.8.1. Klinik Konseling VCT Keterbatasan sarana dan prasarana akan sangat berpengaruh dalam proses konseling dan testing HIV secara sukarela. VCT adalah pelayanan yang mengutamakan kenyamanan dan kerahasiaan orang yang melakukan VCT oleh karena itu sarana yang tersedia harus betul – betul dapat menjamin kerahasiaan dan kenyamanan. Menurut Kepmenkes RI Nomor:1507/Menkes/SK/X/2005 bahwa sarana dan prasarana yang harus tersedia di layanan VCT adalah : 1. Papan nama / petunjuk Papan petunjuk lokasi dipasang secara jelas sehingga memudahkan akses klien ke klinik VCT, demikian juga di depan ruang klinik VCT dipasang papan bertuliskan pelayanan VCT. 2. Jam Kerja Layanan Jam kerja layanan konseling dan testing terintegrasi dalam jam kerja institusi pelayanan kesehatan setempat. Dibutuhkan jumlah konselor yang cukup agar layanan dapat dilakukan sehingga klien tidak harus menunggu terlalu lama. Layanan konseling penjangkauan dilakukan atas kesanggupan jam kerja para penjangkauan dan ketersediaan waktu klien. Sebaiknya tersedia jam kerja pada pagi hari maupun sore hari sehingga mempermudah akses klien yang bekerja maupun bersekolah. Di fasilitas kesehatan dengan keterbatasan sumber daya, maka konseling dan testing tidak dapat dilakukan setiap hari kerja. Oleh karena itu, jam kerja VCT disesuaikan dengan jam kerja pelayanan kesehatan lain yang terkait konseling dan testing seperti KIA, TB, IMS, dan PENASUN. 3. Ruang Tunggu Ruang tunggu layanan konseling seharusnya dilengkapi dengan materi komunikasi, Infoemasi dan Edukasi (KIE) : Poster, Leaflet, brosur yang berisi bahan pengetahuan tentang HIV dan AIDS, Infeksi Menular Seksual (IMS), Keluarga Berencana, Antenatal Care (ANC), tuberculosa (TB), hepatitis, penyalahgunaan napza, perilaku sehat, nutrisi, pencegahan penularan dan seks aman; Informasi prosedur konseling dan testing; Kotak Saran; Tempat sampah, tisu dan persedian air minum; Bila mungkin sediakan TV, video dan mainan anak; Buku catatan resepsionis untuk perjanjian klien kalau mungkin komputer untuk mencatat data; Meja dan kursi yang nyaman dan kalender. 4. Ruang konseling dilengkapi dengan : Tempat duduk bai klien dan konselor; Buku catatan perjanjian klien dan catatan harian, formulir informed consent; catatan medis klien; formulir pra dan pasca testing; buku rujukan; formulir rujukan; kalender dan alat tulis; kondom dan alat peraga penis; jika memungkinkan alat peraga reproduksi perempuan; alat peraga lainnya misalnya gambar berbagai infeksi oportunistik dan alat peraga menunyuntik yang aman; Buku resep gizi seimbang; Tisu; Air minum; Kartu rujukan; Lemari arsip atau lemari dokumen yang dapat dikunci. 5. Ruang pengambilan darah dilengkapi dengan : Jarum dan speril steril; Tabung dan botol tempat penyimpanan darah; Stiker kode; Kapas alkohol; Cairan desinfektan; Sarung tangan karet; Apron plastik; Sabun dan tempat cuci tangan dengan air mengalir; Tempat sampah barang terinfeksi; barang tidak terinfeksi dan barang tajam; petunjuk pajanan okupasional dan alur permintaan pertolongan pasca pajanan okupasional. 6. Ruang petugas kesehatan dan petugas non kesehatan dilengkapi dengan : Meja dan kursi; tempat pemeriksaan fisik; stetoskop dan tensi meter; kondom dan alat peraga penggunaanya; KIE HIV dan AIDS serta infeksi oppurtunistik; blangko resep; Alat timbangan berat badan. 7. Ruang Laboraturium dilengkapi dengan : Reagen untuk testing dan peralatannya; sarung tangan karet; Jas laboraturium; Lemari pendingin; Alat sentrifusi; Ruang penyimpanan testing kit; Buku – buku register; Cap tanda positif atau negatif; Pedoman testing HIV; Pedoman pajanan okupasi; Lemari untuk menyimpan arsip yang dapat dikunci. Ruang konseling harus memenuhi persyaratan aman dan nyaman oleh karena konseling merupakan waktu yang lama serta harus menjaga kerahasiaan, ruangan tertutup dan suara tidak dapat didengar dari ruangan lain, satu alur dengan pintu masuk dan keluar yang berbeda, akses mudah dan cukup pencahayaan agar proses konseling dan edukasi menggunakan alat peraga dapat dengan jelas dilakukan. Ruang konseling harus nyaman, terjaga kerahasiaanya, dan terpisah dari ruang tunggu dan ruang pengambilan darah. Terdapat pintu masuk dan pintu keluar bagi klien yang berlainan yang letaknya sedemikian rupa sehingga klien yang selesai konseling dan klien berikutnya yang akan konseling tidak saling bertemu. 2.3.8.2. Konselor untuk VCT Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non kesehatan yang tealh mengikuti pelatihan VCT. Tenaga Konselor VCT minimal dua orang dan tingkat pendidikan konselor VCT adalah SLTA. Seorang konselor sebaiknya menangani untuk 5-8 orang klien perhari terbagi antara klien konseling pra testing dan klien konseling pasca testing. Tugas konselor VCT : a. Mengisi kelengkapan pengisian formulir pendokumentasian dan pencatatan konseling menimpannya agar terjaga kerahasiaannya. b. Pembaruan data dan pengetahuan HIV/AIDS klien, klien dan c. Membuat jejaring eksternal dengan layanan pencegahan dan dukungan di masyarakat dan jejaring internal dengan berbagai bagian rumah sakit yang terkait. d. Memberikan informasi HIV/AIDS yang relevan dan akurat, sehingga klien merasa berdaya untuk membuat pilihan untuk melaksanakan testing atau tidak. Bila klien setuju melakukan testing, konselor perlu mendapat jaminan bahwa klien betul menyetujui melalui penandatanganan informed consent tertulis. e. Menjaga bahwa informasi yang disampaikan klien kepadanya adalah bersifat pribadi dan rahasia. Selama konseling pasca testing konselor harus memberikan informasi lebih lanjut seperti, dukungan pskososial dan rujukan. Informasi ini diberikan baik kepada klien dengan HIV positif maupun negatif. f. Pelayanan khusus diberikan kepada kelompok perempuan dan mereka yang dipinggirkan, sebab mereka sangat rawan terhadap tindakan kekerasan dan diskriminasi. Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang konselor : a. Jika konselor VCT bukan seorang dokter tidak diperolehkan melakukan tindakan medik. b. Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah klien. c. Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV. d. Jika konselor VCT berhalangan melaksanakan pasca konseling dapat dilimpahkan ke konselor VCT lain dengan persetujuan klien. Kualifikasi dasar seorang konselor VCT adalah : a. Berlatar belakang kesehatan non kesehatan yang mengerti tantang HIV/AIDS secara menyeluruh, yaitu yang berkaitan dengan gangguan kesehatan fisik dan mental. b. Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar modul pelatihan konseling dan testing sukarela HIV yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2000. 2.3.9. Tahapan Pelayanan VCT 2.3.9.1. Konseling Pra Testing Alur pelaksanaan VCT dan ketrampilan melakukan konseling pra testing dan konseling pasca testing perlu memperhatikan tahapan berkut ini : a. Penerimaan klien - Informasikan kepada klien tentang pelayanan tanpa nama (anonimus) sehingga nama tidak dinyatakan. - Pastikan klien datang tepat waktu dan usahakan tidak menunggu - Jelaskan tentang prosedur VCT - Buat catatan rekam medik klien dan pastikan setiap klien mempunyai nomor kodenya sendiri. Kartu periksa konseling dan testing. Klien mempunyai kartu dengan nomer kode. Data ditulis oleh konselor. Untuk meminimalkan kesalahan, kode harus diperiksa ulang oleh konselor dan perawat/pengambil darah. Tanggung jawab klien dalam konseling adalah sebagai berikut : - Bersama konselor mendiskusikan hal – hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS, perilaku beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negatif atau positif - Sesudah melakukan konseling lanjutan, diharapkan dapat melindungi dirinya sendiri dan keluarganya dari penyebaran infeksi, dengn cara mengunakan berbagai informasi dan alat preverensi yang tersedia bagi mereka. - Untuk klien dengan HIV positif memberitahu pasangan atau keluarganya akan status HIV dirinya dan merencanakan kehidupan lebih lanjut. b. Konseling pra testing HIV/AIDS - Periksa ulang nomor kode klien dalam formulir. - Perkenalan dan arahan. - Membangun kepercayaan klien pada konselor yang merupakan dasar utama bagi terjaganya kerahasiaan sehingga terjalin hubungan baik dan terbina sikap saling memahami. - Alasan kunjungan dan klarifikasi tentang fakta dan mitos tentang HIV/AIDS - Penilaian risiko untuk membantu klien mengetahui faktor risiko dan menyiapkan diri untuk pemeriksaaan darah - Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan status HIV. - Di dalam konseling pra testing seorang konselor VCT harus dapat membuat keseimbangan antara pemberian informasi, penilaian risiko dan merespon kebutuhan emosi klien. - Konselor VCT melakukan penilaian sistem dukungan. - Klien memberikan persetujuan tertulisnya (Informed consent) sebelum dilakukan testing HIV/AIDS. 2.3.9.2. Informed Consent a. Semua klien sebelum menjalani testing HIV harus memberikan persetujuan tertulisnya. Aspek penting didalam persetujuan tertulis itu adalah sebagai berikut : - Klien telah diberi penjelasan cukup tentang risiko dan dampak sebagai akibat dari tindakannya dan klien menyetujuinya. - Klien mempunyai kemampuan menangkap pengertian dan mampu menyatakan persetujuannya (secara intelektual dan psikiatris). - Klien tidak dalam paksaan untuk memberikan persetujuan bagi dirinya karena keterbatasan dalam memahami informasi maka tugas konselor untuk berlaku jujur dan obyektif dalam menyampaikan informasi sehingga klien memahami dengan benar dan dapat menyatakan persetujuannya. b. Batasan Umur Untuk Dapat Menyatakan Persetujuan Testing HIV. Umur anak untuk dapat menyatakan persetujuan pemeriksaan ketika anak telah dapat berkembang pikiran abstarak dan logikanya, yakni pada umur 12 tahun. Secara hukum seseorang dianggap dewasa ketika seorang laki – laki berumur 19 tahun dan perempuan berumur 16 tahun atau pernah menikah. Antara umur 12 tahun sampai usia dewasa secara hukum, persetujuan dapat dilakukan dengan persetujuan orang tua. Ketika anak berumur dibawah 12 tahun, orang tua atau pengampunya yang menandatangani surat persetujuan (informed consent), jika ia tidak punya orang tua atau pengempu, maka kepala institusi, kepala puskesmas, kepala rumah sakit, kepala klinik atau siapa yang bertanggung jawab atas diri anak harus menandatangani informed consent. Jika anak dibawah umur 12 tahun memerlukan testing HIV, maka orangtua atau pengampunya harus mendampingi secara penuh. 2.3.9.3. Testing HIV dalam VCT Prinsip testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaanya. Testing diimaksud untuk menegakkan diagnosis. Terdapat serangkaian testing yang berbeda – beda karena perbedaan prinsipp metoda yang digunakan. Testing yang digunakan adalah testing serologis untuk mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma. Spesimen adalah darah klien yang diambil secara intervena, plasma atau serumnya. Pada saat ini belum digunakan spesiemen lain seperti saliva, urin, dan spot darah kering. Penggunaan metode testing cepat (rapid testing) memungkinkan klien medapatkan hasil testing pada hari yang sama. Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis, pengamanan darah donor (skrining), untuk surveilans, dan untuk penelitian. Hasil testing yang disampaikan kepada klien adalah benar milik klien. Petugas laboraturium harus menjaga mutu dan konfidensialitas. Hindari terjadinya kesalahan, baik teknis (tehnical error) dan admisintratif (administratif error). Petugas laboraturium (perawat) (mengambil) darah setelah klien mnejalani konseling par testing. Bagi pengambil darah dan teknisi laboraturium harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut : a. Sebelum testing harus didahului dengan konseling dan penandatanganan informed concent b. Hasil testing HIV harus dierifikasi oleh dokter patologi klinis atau dokter terlatih atau dokter penanggung jawab laboraturium. c. Hasil diberikan kepada konselor dalam amplop tertutup. d. Dalam laporan pemeriksaan hanya ditulis nomor atau kode pengenal. e. Jangan memberi tanda berbeda yang mencolok terhadap hasil yang psotif dan negatif. f. Meskipun spesimen berasal dari sarana kesehatan lainnya yang berbeda, tetap harus dipastikan bahwa klien telah menerima konseling dan menandatangani informed consent. 2.3.9.4. Konseling Pasca Testing Konseling pasca testing membantu klien memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil testing. Konselor mempersiapkan klien untuk menerima hasil testing, memberikan hasil testing. Konselor mempersiapkan klien untuk menerima hasil testing, memberikan hasil testing, dan menyediakan informasi selanjutnya. Konselor mengajak klien mendiskusikan startegi untuk menurunkan penuluran HIV. Kunci utama dalam menyampaikan hasil testing adalah sebagai berikut : a. Periksa ulang seluruh hasil klien catatan medik. Lakukan hal ini sebelum bertemu klien, untuk memastikan kebenarannya. b. Sampaikan hasil hanya kepada klien secara tatap muka. c. Berhati – hatilah dalam memanggil klien dari ruang tunggu. d. Seorang konselor tak diperkenankan memberikan hasil pada klien atau lainnya secara verbal dan non verbal selagi berada di ruang tunggu. e. Hasil testing tertulis. 2.4. TEORI PERILAKU BERENCANA (Theory Of Planned Behavior) Theory of Planned Behaviour (TPB) ini adalah pengembangan dari Theory of Reasoned Action (1975) dan keduanya dikemukakan oleh Icek Ajzen. Menurut Theory of Reasoned Action (TRA), seseorang akan berperilaku tertentu yang didasari oleh niat melakukan perilaku tersebut. Niat perilaku ini dipengaruhi oleh norma subyektif dan sikap terhadap perilaku tersebut. Sikap individu terhadap suatu perilaku ini berasal dari keyakinan individu terhadap perilaku tersebut, sedangkan norma subyektif berasal dari keyakinan normatif. Theory Of Planned Behaviour memiliki 3 variabel independen. Pertama adalah sikap terhadap perilaku dimana seseorang melakukan penilaian atas sesuatu yang menguntungkan dan tidak menguntungkan. Kedua adalah faktor sosial disebut norma subyektif, hal tersebut mengacu pada tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan. Ketiga anteseden niat adalah tingkat persepsi pengendalian perilaku yang, seperti yang kita lihat sebelumnya, mengacu pada persepsi kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku, dan diasumsikan untuk mencerminkan pengalaman masa lalu sebagai antisipasi hambatan dan rintangan (Ajzen, 1991). Sama dengan TRA, Theory Of Planned Behaviour ini berasal dari asumsi bahwa manusia akan berperilaku berdasarkan akal sehat mereka, manusia menyerap informasi dan baik secara implisit ataupun eksplisit, manusia akan mempertimbangkan implikasi dari perbuatan mereka. Dalam TPB, niat dan perilaku memiliki 3 determinan, yaitu faktor personal, faktor pengaruh sosial dan faktor isu kontrol (Ajzen, 2005). Faktor personal adalah sikap individu terhadap perilaku tertentu. Sikap ini dipengaruhi oleh pandangan individu baik secara negatif maupun positif terkait melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Faktor pengaruh sosial yang mempengaruhi niat seseorang adalah pertimbangan dan persepsi individu tersebut terhadap tekanan sosial untuk melakukan perilaku tertentu. Hal ini disebutkan sebagai norma subyektif. Faktor terakhir yang mempengaruhi niat seseorang adalah kemampuan individu untuk melakukan perilaku tersebut. Oleh karena itu, faktor ini disebut sebagai persepsi kemampuan mengontrol. Secara general, seseorang berniat melakukan suatu perilaku apabila mereka memiliki pandangan positif terkait perilaku tersebut, menerima tekanan sosial untuk melakukan perilaku tersebut dan mempercayai mereka mempunyai kesempatan dan bisa melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 1991). Ketiga faktor yang telah disebutkan berasal dari beberapa faktor – faktor lain yang melatarbelakangi. Faktor latar belakang ini dibagi menjadi 3 katagori yaitu personal, sosial, dan informasi. Banyak variabel yang berhubungan atau mempengaruhi seseorang yaitu dari usia, jenis kelamin, etnik, status sosioekonomi, tingkat pendidikan, kewarganegaraan, agama, afiliasi, kepribadian, suasana hati, emosi, sikap, keyakinan, tingkat kecerdasan, pengalaman masa lalu, paparan terhadap informasi, dukungan sosial, cara mengatasi masalah dan lain – lain. Pada dasarnya orang membesar di lingkungan sosial yang berbeda akan memperoleh informasi yang berbeda mengenai berbagai isu, informasi berbeda yang menjadi dasar keyakinan individu terhadap dampak dari suatu perilaku, harapan normatif atau tekanan sosial yang berbeda terhadap suatu perilaku dan hambatan yang berbeda untuk melakukan perilaku tertentu. Sama halnya dengan pria yang memiliki pengalaman berbeda dengan wanita, orang tua yang memperoleh informasi dengan cara yang berbeda dengan anak muda, dan suasana hati dan pikiran sementara yang bisa memengaruhi persepsi kita terhadap sesuatu. Seluruh faktor – faktor tersebut dapat memengaruhi perilaku, normatif, dan keyakinan mengontrol diri sehingga memengaruhi niat dan perbuatan kita. Menurut Ajzen (1991) dalam Putri (2009) Model teoritik dari Theory of Planned Behavior mengandung berbagai variabel yaitu : 1. Latar belakang (background factors), seperti usia jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian, dan pengetahuan mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Faktor latar belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri seseorang, yang dalam model Kurt Lewin dikatagorikan ke dalam aspek organism. Di dalam katagori ini Ajzen memasukkan tiga faktor latar belakang, yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia dan jenis kelamin (gender). 2. Keyakinan perilaku atau behavioral belief yaitu hal – hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif, sikap terhadap perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku tersebut. 3. Keyakinan Normatif yang berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan yang secara tegas dikemukakan oleh Lewin dalam Field Theory. Pendapat Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui PBT. Menurut Ajzen, faktor lingkungan sosial khususnya orang – orang yang berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others) dapat mempengaruhi keputusan individu. 4. Normatif subjektif atau Subjective Norm adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya (normative beliefs). Kalau individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya. Fishben dan Ajzen (1975) menggunakan istilah motivation to comply untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh dalam hidupnya atau tidak. 5. Keyakinan bahwa suatu perilaku dapat dilaksanakan (control beliefs) diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman melakukan perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena melihat orang lain (misalnya teman, keluarga dekat) melaksanakan perilaku itu sehingga ia memiliki keyakinan bahwa ia pun akan dapat melaksanakannya. Selain pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman, keyakinan individu mengenai suatu perilaku akan dapat dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya, dan memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat pelaksanaan perilaku. 6. Persepsi kemampuan mengontrol (perceived behavioral control), yaitu keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi atas kemampuan untuk melaksanakan perilaku itu. Ajzen menanamkan kondisi ini dengan “persepsi kemampuan mengontrol” (perceived behavioral control). 7. Niat untuk melakukan perilaku (intention) adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku tertentu, dan sejauh mana kalu dia memilih untuk melakukan perilaku tertentu itu dia mendapat dukungan dari orang – orang lain yang berpengaruh dalam kehidupanya. 2.4.1. Niat Niat dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan maksud atau tujuan perbuatan, atau kehendak (keinginan dalam hati) akan melakukan sesuatu. Niat merupakan naluri yang timbul dalam diri, untuk melakukan suatu tindakan (Putri, 2009). Niat juga bisa dikatakan sebagai kecenderungan seseorang untuk memilih, melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Menurut Fishbein dan Azjen (1991) niat berperilaku dapat memprediksi tentang bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu. Niat untuk melaksanakan sesuatu atau berperilaku tertentu akan muncul apabila adanya sikap yang positif, dukungan norma subyektif dan kemampuan diri untuk melakukan hal tersebut. Sebuah perilaku cenderung akan dilakukan apabila individu mempunyai dasar pengetahuan dan secara emosional berkomitmen untuk melakukan perilaku tersebut. Niat adalah prediktor kuat untuk menunjukkan seberapa jauh seseorang akan mencoba membuat keinginannya terwujud. Menurut Azjen (1991), setiap individu memiliki pilihan untuk mengambil keputusan untuk berperilaku tertentu atau tidak, tergantung seberapa jauh individu akan menampilkan perilaku, yang mana perilaku tersebut juga dipengaruhi kesempatan, waktu, uang, dan bantuan dari pihak lain. Faktor utama dari terbentuknya suatu perilaku yang ditampilkan individu adalah pada niat seseorang untuk menampilkan perilaku tertentu (Putri, 2009). Menurut Ajzen (1991), niat diasumsikan juga faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku dimana niat menjadi indikasi kuat yang menentukan seberapa keras usaha individu untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Semakin keras niat seseorang untuk berperilaku, maka akan semakin besar pula kecenderungannya untuk benar – benar melakukan perilaku tersebut. Niat seseorang untuk berperilaku merupakan kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak suatu perilaku yang ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku tersebut, dan sejauh mana dia mendapatkan dukungan dari orang – orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya. Menurut Ajzen (1991), semakin menyenangkan suatu sikap dan norma subyektif terhadap perilaku, serta semakin besar control terhadap perilaku yang diterima, maka akan semakin besar pula niat individu untuk menampilkan suatu perilaku tertentu / pentingnya sikap, norma subyektif dan control pribadi dalam memprediksi niat seseorang tergantung pada situasi yang dihadapi seseorang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Saptari (2013) yaitu dari hasil penelitian seseorang yang memiliki dorongan norma subyektif yang kuat diikuti dengan kontrol persepsi diri yang kuat akan memiliki sikap yang positif sehingga menimbulkan niat untuk berperilaku tertentu. 2.4.2. Sikap (Attitude) Sikap dalam bahasa inggris disebut „attitude‟ pertama kali digunakan oleh Herber Spencer (1862), yang menggunakan kata ini untuk menunjukkan suatu status mental seseorang (putri, 2009). Sikap menurut Thustone (1946) (dalam putri, 2009) adalah tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek psikologi. Obyek psikologi disini meliputi simbol, kata – kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebaginya. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari – hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap dapat menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Biasanya sikap diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap juga membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain. Sikap tidak dapat langsung dilihat, namun belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas. Selain itu, sikap dikatakan sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Jilia, 2013). Sikap yang utuh dibentuk oleh ketiga komponen ini sehingga pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi berperan penting dalam penentuan sikap yang utuh. Sikap juga terbagi dalam tingkatan – tingkatan, yaitu : menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab. Pengukuran sikap dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsug dan tidak langsung. Secara langsung dapat dilakukan dengan ditanyakan pendapat atau pernyataan responden mengenai suatu objek. Sedangkan untuk secara tidak langsung, responden ditanyakan dengan pertanyaan – pertanyaan hipotesis (Jilia, 2013). 2.4.3. Norma Subjektif (Subjective norm) Norma subjektif juga diasumsikan sebagai suatu fungsi dari beliefs yang secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk menampilkan suatu perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang termasuk dalam norma-norma subjektif disebut juga kepercayaan normatif (normative beliefs). Seorang individu akan berniat menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsi bahwa orang-orang lain yang penting berfikir bahwa ia seharusnya melakukan hal itu. Orang lain yang penting tersebut bisa pasangan, sahabat, dokter, dsb. Hal ini diketahui dengan cara menanyai responden untuk menilai apakah orang-orang lain yang penting tadi cenderung akan setuju atau tidak setuju jika ia menampilkan perilaku yang dimaksud (Saptari, 2013). Norma subjektif (subjective norm) adalah persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku (Ajzen, 1991). Norma subjektif merupakan fungsi dari harapan yang dipersepsikan individu dimana satu atau lebih orang di sekitarnya (misalnya, saudara, teman sejawat) menyetujui perilaku tertentu dan memotivasi individu tersebut untuk mematuhi mereka (Ajzen, 1991). Dari penelitian yang dilakukan Saptari (2013), yang menyatakan bahwa proporsi seseorang yang berada di lingkungan yang memiliki dorongan kuat untuk mengambil keputusan. Selain itu, dalam menentukan keputusan seseorang yang memiliki dorongan dari pandangan keluarga, teman, tenaga kesehatan, dan paparan informasi dari media massa dapat mempengaruhi mengambil keputusan. Semakin seseorang percaya bahwa orang – orang terdekatnya berpendapat ia harus melakukan perilaku tersebut, namun sebaliknya jika orang – orang terdekatnya berpendapat ia tidak perlu berperilaku tertentu, maka individu cenderung tidak melakukan perilaku tersebut (Ludin, 2010). 2.4.4. Persepsi Kontrol Diri Theory of planned behavior (TPB) mengasumsikan bahwa persepsi kontrol diri memiliki implikasi motivasional terhadap niat (Achmat, 2010). Orang-orang yang percaya bahwa mereka tidak memiliki sumber daya yang ada dan kesempatan untuk melakukan perilaku tertentu mungkin tidak akan membentuk niat-niat perilaku yang kuat untuk melakukannya meskipun mereka memiliki sikap yang positif terhadap perilakunya dan percaya bahwa orang lain akan menyetujui seandainya mereka melakukan persepsian yang telah berubah perilaku tersebut. Kontrol perilaku akan memengaruhi perilaku yang ditampilkan sehingga tidak sama lagi dengan yang diniatkan. Persepsi kontrol diri (perceived behavioral control) didefinisikan oleh Ajzen (1991) sebagai kemudahan atau kesulitan persepsi untuk melakukan perilaku. Kontrol perilaku persepsi ini merefleksikan pengalaman masa lalu dan mengantisipasi halangan-halangan yang ada sehingga semakin menarik sikap dan norma subjektif terhadap perilaku, semakin besar kontrol perilaku persepsi, semakin kuat pula niat seseorang untuk melakukan perilaku yang Kontrol sedang dipertimbangkan. perilaku persepsian yang telah berubah akan memengaruhi perilaku yang ditampilkan sehingga tidak sama lagi dengan yang diniatkan. Persepsi pengendalian perilaku memainkan peran penting dalam teori direncanakan perilaku. Bahkan, teori perilaku terencana berbeda dari teori tindakan beralasan selain atas persepsi pengendalian perilaku. Menurut Saptari (2013) persepsi kontrol diri seseorang dikatagorikan menjadi persepsi kontrol diri lemah dan kuat. Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki persepsi kontrol diri yang kuat akan lebih bersikap positif. Persepsi kontrol diri berhubungan signifikan dengan niat seseorang dalam melakukan suatu tindakan tertentu. 2.5. Pendidikan Pendidikan adalah sebuah proses untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan formal yang ditempuh seseorang pada dasarnya adalah merupakan suatu proses menuju kematangan intelektual, untuk itu pendidikan tidak dapat terlepas dari proses belajar. Dengan belajar pada hakikatnya merupakan upaya penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia dengan luar dan hidup masyarakat. Pendidikan merupakan upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif (Notoadmodjo, 2003). Pendidikan erat kaitannya dengan pengetahuan seseorang (KBBI, 2005). Semakin tinggi pendidikan, maka pengetahuan seseorang akan semakin tinggi. Pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku dalam kehidupan sehari – hari. Hal ini juga mempengaruhi perilaku beresiko atau tidak beresikonya pada seseorang (Roza, 2013). Pendidikan mempunyai peranan dalam menurunkan penularan HIV, seperti yang dilaporkan oleeh beberapa penelitain berikut Walque, Nakiying Miiro, Bosingye, dan Whitworth (2005) dalam Roza (2013) yang melakukan studi kohort retrospektif antara tahun 1990 – 2000, melaporkan bahwa pada tahun 1989 – 1990 risiko terinfeksi HIV lebih besar pada mereka yang berpendidikan lebih tinggi, namun akhirnya menurun pada tahun 1999 – 2000. Studi ini menunjukkan bahwa penurunan itu terjadi karena mereka yang berpendidikan lebih banyak terpapar dengan informasi terkait HIV (cara penularan dan pencegah), termasuk bagaimana melakukan hubungan seks yang aman. Tingkat pendidikan seseorang berhubungan dengan pemanfaatan klinik VCT (Setiawan, 2011). Seseorang dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi, maka tingkat pemanfaatan klinik VCT akan semakin baik, begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, semakin rendah pula tingkat pemanfaatan layanan VCT-nya. 2.6. Umur Menurut pendapat Andersen (1995) umur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pemanfaatan layanan kesehatan. Menurut Comenius (1961) dalam Santrock (2003) rentang umur 18-24 tahun adalah tahapan perkembangan fungsi kemampuan untuk mandiri dan belajar mengontrol diri, sedangkan kelompok umur di atas 24 tahun merupakan tahapan ketika intelektual individu mengarahkan perkembangan seluruh aspek kepribadian menuju kematangan diri. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saptari (2013), bahwa seseorang yang berada pada kelompok di atas 24 tahun lebih banyak memiliki sikap positif dan pengetahuan tinggi terhadap pemanfaatan layanan kesehatan. Umur yang muda menyebabkan mereka belum memikirkan efek dari penyakit HIV yang menyebabkan daya tahan menurun, dikarenakan masa terjadi transmisi dan penjalaran penularan virus pada kurun waktu 5 – 10 tahun. Sehingga mereka belum memikirikan kondisi lain setelah mereka dinyatakan positif HIV. Sebagai asumsi dengan umur dewasa maka semakin berfikir ulang untuk melakukan setiap pemeriksaan (Safitri, 2012). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ermarini (2013), adanya hubungan bermakna antara umur dengan pemanfaatan layanan VCT dengan umur ≥ 30 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Safitri (2012) yang menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang maka kecenderungan untuk melakukan pemeriksaan juga semakin besar. Di Afrika, HIV menyerang 25 – 40% orang dewasa dan lebih dari 10% disebagian besar negara Afrika lainnya, kecuali Afrika Utara (Mandal, 2008). Salah satu efek jangka panjang endemi HIV dan AIDS yang telah meluas adalah dampak pada indikator demografi. Karena tingginya proporsi kelompok umur yang lebih muda terkena penyakit yang membahayakan ini, dapat diperkirakan nantinya akan menurunkan angka harapan hidup. Hal ini disebabkan semakin banyak orang yang diperkirakan hidup dalam jangka waktu yang lebih pendek, kontribusi yang diharapkan dari mereka pada ekonomi nasional dan perkembangan sosial menjadi semakin kecil dan kurang dapat diandalkan (Roza, 2013). Berdasarkan WHO dan UNAIDS (2006), estimasi global kasus HIV/AIDS sampai dengan tahun 2006, jumlah orang hidup dengan HIV pada kelompok umur 15-49 tahun (dewasa) sebesar 37,2 juta. 2.7. Status Pekerjaan Bekerja adalah salah satu upaya untuk mendapatkan pamasukan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan. Tingkat kesejahteraan yang baik dapat meningkatkan akses seseorang ke layanan kesehatan untuk menjaga status kesehatannya agar tetap baik (Indriyani, 2012). Menurut penelitian Khairrurahmi (2009), yang menyebutkan bahwa status pekerjaan memiliki hubungan dengan pemanfaatan klinik VCT. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Su-Rin Shin et al (2005), mayoritas pengunjung klinik VCT berstatus sebagai pekerja, dan sangat sedikit sekali yang berstatus sebagai pengangguran. Pekerjaan membuat seseorang sering berpindah tempat. Selain itu, dampak dari perpindahan penduduk ini dalam hal penyebaran penyakit menular tampak sangat jelas. penyakit menular dapat menyebar melalui hubungan antar manusia. oleh karena itu, jika manusia yang telah terjangkit pindah, maka mereka kemungkinan besar akan menyebarkan penyakit tersebut. Dalam perpindahan penduduk, tidak ada yang lebih penting dari perilaku para pendatang. Hal ini merupakan kombinasi dari perpindahan penduduk dengan perilaku yang beresiko tinggi yang merupakan persoalan utama. Kelompok yang paling beresiko bukanlah hanya pendatang yang telah teridentifikasi secara konvensional, tapi juga pendatang non permanen. Mobilitas dapat membuat seseorang masuk ke dalam situasi yang beresiko tinggi (Roza, 2013). 2.8. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Sedangkan menurut WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2005) bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku karena adanya 4 alasan pokok yaitu pemikiran dan perasaan, acuan dan referensi dari seseorang, sumber daya, dan sosio budaya. Bentuk dari pemikiran dan perasaan salah satunya adalah pengetahuan. Seseorang akan berperilaku didasarkan beberapa pertimbangan yang diperoleh dari tingkat pengetahuannya. Dalam penelitian Sumarlin (2013), yang menyatakan ada pengaruh pengetahuan terhadap perubahan perilaku pada pasien HIV/AIDS. Pengetahuan baik lebih besar kemungkinan untuk melakukan perubahan perilaku dengan persentase (65,7%) dan berpengetahuan rendah (13,2%). Didukung pula dengan penjelasan menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan merupakan strategi perubahan perilaku yang penting untuk menimbulkan kesadaran dan akhirnya berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Berdasarkan teori adaptasi, apabila seseorang memiliki tingkat pengetahuan yang baik setidaknya dapat mendorong untuk mempunyai sikap dan perilaku yang baik pula. Menurut Maslow (1984) dalam Cicio (2006) juga menyatakan bahwa individu lebih menyukai sesuatu yang dikenal atau diketahuinya terlebih dahulu dari pada yang belum ia kenal atau diketahuinya. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cicio (2006) hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar informan yang ditelitinya tidak memanfaatkan layanan VCT dikarenakan mereka tidak tahu apa itu VCT dan untuk apa layanan VCT. Sehingga disimpulkan ketertarikan seseorang terhadap layanan VCT dilatarbelakangi oleh pengetahuan seseorang tentang layanan VCT. 2.9. KERANGKA TEORI Berdasarkan teori yang dikatakan oleh Ajzen (2005) Theory of planned behavior (TPB) dalam teori ini niat dan perilaku memiliki 3 determinan yaitu sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku. Menurut Ajzen, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Subjective Norms merupakan faktor dari luar individu yang berisi persepsi seseorang tentang apakah orang lain akan menyetujui atau tidak menyetujui suatu tingkah laku yang ditampilkan. Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief). Percieved Behavior Control merupakan persepsi individu mengenai kontrol yang dimiliki individu tersebut sehubungan dengan tingkah laku tertentu, perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kemampuan dalam mengontrol (control beliefs). Ketiga determinan yang telah disebutkan berasal dari beberapa faktor – faktor lain yang melatarbelakangi, yakni personal, sosial, dan informasi. Untuk penjelasan yang lebih jelas, dapat dilihat kerangka teori di bawah ini : Faktor latar belakang: Pribadi - Sikap general Kepribadian Nilai Emosi kecerdasan Sosial Demografi - Sikap terhadap perilaku Keyakinan normatif Norma subjektif umur, ras, etnik dan gender pendidikan pendapatan agama Informasi - Keyakinan pada perilaku pengalaman pengetahuan eksposur media Kemampuan mengontrol Persepsi kontrol perilaku Bagan 2.1 Kerangka Teori Theory of Planned Behaviour (Ajzen, 2005) Niat Perilaku BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 3.1. KERANGKA KONSEP Kerangka konsep penelitian ini berasal dari kerangka Theory of Planned Behavior (TPB) (Ajzen1991). Menurut teori ini, niat seseorang untuk berperilaku akan terbentuk dari tiga domain yaitu sikap seseorang tersebut terhadap perilaku tertentu, norma subyektif, dan kontrol perilaku. Ketiga domain tersebut dilatarbelakangi oleh faktor sosial demografi meliputi, umur, pendidikan, status pekerjaan, jenis kelamin, dan status pernikahan. Selain itu, dipengaruhi juga oleh faktor informasi berupa pengetahuan. Kerangka konsep ini terdiri dari variabel terikat (dependen) yaitu niat ibu hamil untuk memanfatkan layanan VCT dan variabel bebas (independen) yang terdiri dari variabel sikap, norma subyektif, dan persepsi pengendalian perilaku, umur, pendidikan, pengetahuan dan status pekerjaan. Berdasarkan kerangka teori pada tinjauan pustaka, tidak semua masuk dalam kerangka konsep, hal ini disebabkan bahwa faktor-faktor yang masuk dalam kerangka konsep merupakan faktor-faktor terpenting yang harus diketahui dan diamati lebih dahulu sebagai faktor yang mempengaruhi niat ibu hamil dalam memanfaatkan layanan VCT. Adapun variabel yang tidak diteliti yaitu : - variabel perilaku Perilaku tidak diteliti karena belum ada ibu hamil yang melakukan VCT di Puskesmas tersebut. - Jenis kelamin Jenis kelamin tidak diteliti karena ditempat penelitian homogen atau seluruh responden berjenis kelamin perempuan. - Status pernikahan Status pernikahan tidak diteliti karena homogen yaitu mayoritas seluruh ibu berstatus menikah. - Sikap general, kepribadian, nilai, emosi, kecerdasan Cara ukur variabel diatas bisa di ukur dengan pengukuran psikologi. - Pendapatan Pendapatan tidak teliti karena variable status pekerjaan sudah diteliti. - Pengalaman dan eksposur media Pengalaman dan eksposur media tidak di teliti karena pertanyaan variable tersebut telah masuk ke dalam variable pengetahuan. Berdasarkan kerangka teori maka kerangka konsep yang akan digunakan dapat digambarkan dalam bagan dibawah ini : Sikap ibu hamil terhadap layanan VCT Norma Subyektif terhadap layanan VCT Persepsi kontrol diri terhadap layanan VCT Pengetahuan tentang layanan VCT Usia Pendidikan Status pekerjaan Gambar 3.1 Kerangka Konsep Niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT 3.2. DEFINISI OPERASIONAL Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Sikap Ibu hamil mengenai Pendapat atau penilaian ibu terhadap Wawancara Kuisioner yang 0 = Negatif ( <median) Ordinal VCT layanan VCT yang ditanyakan dengan dibagikan dan diisi 1 = Positif (≥ median) jawaban kuisioner oleh responden Norma Subyektif Pandangan orang – orang terdekat Wawancara Kuisioner yang 0 = Dorongan lemah responden (keluarga, orang tua, dibagikan dan diisi jika jumlah skor < nilai suami, dan teman) terhadap layanan oleh responden median VCT dan seberapa berpengaruh 1 = Dorongan Kuat, pandangan orang – orang terhadap jika jumlah skor ≥ nilai keputusan responden untuk median memanfaatkan layanan VCT Ordinal Persepsi kontrol diri Penilaian dan pertimbangan Wawancara Kuisioner yang 0 = Persepsi Lemah, responden pada kemampuan dirinya dibagikan dan diisi jika jumlah skor < nilai untuk memanfaatkan layanan VCT oleh responden median yang ditanyakan dengan jawaban 1= Persepsi Kuat jika kuisioner jumlah skor ≥ nilai Ordinal median Usia Lamanya responden hidup yang Wawancara Kuisioner yang 0= Dewasa muda ≤ 24 dihitung dalam tahun sejak lahir dibagikan dan diisi 1 = Dewasa > 24 sampai pada saat penelitian dilakukan oleh responden (Comenius, 2005) Kuisioner yang Katagori : pernah diselesaikan responden yang dibagikan dan diisi 0 = Rendah ≤ ditanyakan dengan jawaban kuisioner oleh responden SMP/Sederajat Ordinal dalam hitungan genap yang ditanyakan dengan jawaban kuisioner Pendidikan Jenjang belajar formal terakhir yang Wawancara 1 = Tinggi ≥ SMA Ordinal Status Pekerjaan Kegiatan responden formal/informal Wawancara Kuisioner yang 0 = tidak bekerja (ibu yang bisa menghasilkan pendapatan dibagikan dan diisi rumah tangga, yang bersifat tetap atau non tetap oleh responden pengangguran) yang ditanyakan dengan jawaban 1 = bekerja kuisioner (PNS,TNI,POLRI, Swasta Nominal dll) Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui Wawancara Kuisioner yang 0 = Kurang , jika skor < 60 responden mengenai layanan VCT dibagikan dan diisi 1 = Baik, jika skor ≥ 60 yang ditanyakan dengan jawaban oleh responden (Saptari, 2013) Kuisioner yang 0 = Tidak Berniat (skor < Ordinal kuisioner Niat ibu hamil untuk Keinginan atau kecenderungan memanfaatkan layanan responden untuk memanfaatkan atau dibagikan dan diisi 2) VCT tidak memanfaatkan layanan VCT yang oleh responden 1 = Berniat (skor ≥ 2) ditanyakan dengan jawaban kuisioner Wawancara Ordinal 3.3. HIPOTESIS 3.3.1. Ada hubungan antara status pekerjaan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014 3.3.2. Ada hubungan antara usia dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014 3.3.3. Ada hubungan antara pendidikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014 3.3.4. Ada hubungan antara pengetahuan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014 3.3.5. Ada hubungan antara sikap ibu hamil terhadap layanan VCT dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014 3.3.6. Ada hubungan antara norma subyektif ibu hamil terhadap layanan VCT dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014 3.3.7. Ada hubungan antara persepsi kontrol diri ibu hamil terhadap layanan VCT dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional, dimana pengumpulan data dan pengukuran variabel independen dan variabel dependen dilakukan pada waktu yang bersamaan. Pemilihan desain ini didasarkan pada tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing) di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan tahun 2014. 4.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Juni 2014 di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan. 4.3. Populasi Dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian Populasi merupakan keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang akan kita lakukan (Sabri dan Hastono, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang ada di di wilayah kerja Puskesmas Ciputat. Populasi ibu hamil dalam penelitian ini berjumlah 1.408 di tahun 2013. 4.3.2. Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah ibu hamil yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Ciputat. Teknik sampling atau teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara acak kelompok (Cluster random sampling) karena pada teknik ini sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Budiarto, 2002). Adapun sampel yang diambil pada penelitian ini adalah beberapa ibu hamil yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Ciputat. Pengambilan sampel dilakukan dengan melihat propotional jumlah RW yang ada di Kelurahan Ciputat dan Cipayung. Kelurahan Ciputat memiliki 15 RW dan Kelurahan Cipayung memiliki 12 RW, perbandingan dari kedua kelurahan tersebut adalah 5: 4, sehingga jumlah yang diambil dari Kelurahan Ciputat sebanyak 3 RW dan dari Kelurahan Cipayung sebanyak 2 RW. Berikut ini adalah sampel yang terpilih dari 5 RW di Kelurahan Ciputat dan Kelurahan Cipayung dari metode cluster random sampling : Tabel 4.1 Sampel RW Terpilih dari Metode Cluster Random Sampling No Kelurahan RW terpilih 1 Ciputat RW 03 RW 09 RW 14 2 Cipayung RW 01 RW 04 4.3.2.1. Jumlah Sampel Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan berdasarkan perhitungan rumus uji hipotesis beda dua proporsi mengingat bahwa tujuan penelitian adalah untuk menguji hipotesis, dengan asumsi penelitian sebelumnya yaitu bahwa proporsi motivasi keluarga tinggi dengan pemanfaatan layanan VCT yang baik 75,7% dan proporsi motivasi keluarga rendah dengan pemanfaatan layanan VCT yang baik 18,2% (Titi, 2012). Pada penelitian ini, peneliti menginginkan tingkat kepercayaan sebesar 95% dengan kekuatan uji 90% sebagai berikut : [ √ ( n= ) √ ( ( ) ( )] ) Keterangan : n : Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian Z2 Z 1-α/2 : Derajat 1-β P1 kepercayaan (Confident Interval / CI) = 95% : Kekuatan uji 90% : Proporsi Motivasi keluarga tinggi dengan pemanfaatan layanan VCT yang baik 75,7% (Titi, 2012). P2 : Proporsi Motivasi keluarga rendah dengan pemanfaatan layanan VCT yang baik 18,2% (Titi, 2012). P : (P1+P2)/2 = 0,4695 Tabel 4.2 Perhitungan Populasi Sampel Penelitian Terdahulu Variabel Indikator Motivasi keluarga dengan Baik pemanfaatan layanan VCT Buruk P1 P2 Hasil 75,7% 18,2% 14 (Titi, 2012) Pengetahuan tentang VCT Baik dengan pemanfaatan Buruk 18,5% 78,5% 13 layanan VCT (Indriyani, 2012) Pendidikan dengan Tinggi pemanfaatan layanan VCT Rendah 14,8% 85,2% 9 (Indriyani, 2012) Umur dengan pemanfaatan Kurang baik layanan VCT Baik 60,7% 72,7% 323 (Ermarini, 2013) Keyakinan dengan Kurang baik pemanfaatan layanan VCT Baik 52,6% 70,8% 243 (Ermarini, 2013) Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, diperoleh sampel minimal 14 orang, kemudian sampel minimal dibagi dengan proporsi penelitian terdahulu terkait pemanfaatan layanan VCT yang baik 51,1% (Titi, 2012) diperoleh total sampel yaitu 28 orang. kemudian dikalikan dengan deff 2 karena penelitian ini termasuk penelitian survei. Untuk meminimalisir adanya bias, maka 28 x 2 = 56 orang. Untuk menghindari drop out atau missing jawaban dari responden sehingga jumlah sampel keseluruhan sebesar 76 orang. Penelitian ini menggunakan cluster random sampling dengan melihat propotional jumlah RW terbanyak di dua kelurahan yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat, setelah itu RW yang terpilih di random berdasarkan jumlah propotional RW. Selanjutnya peneliti membuat kerangka sampel dari semua ibu hamil. Kemudian dari kerangka sampel inilah peneliti memilih sampel secara acak sederhana. Adapun proporsi sampel di dapat dari perhitungan (jumlah total ibu hamil per RW pertotal populasi ibu hamil) dikali jumlah sampel minimum. Hasil dari perhitungan sampel secara cluster random sampling yaitu terlihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.3 Jumlah Sampel Pada Masing – Masing Rukun Warga Terpilih No 1. 2 3 4 5 6 7 Rukun warga RW 03 Kelurahan Ciputat RW 09 Kelurahan Ciputat RW 08 Kelurahan Ciputat RW 06 Kelurahan Ciputat RW 13 Kelurahan Ciputat RW 04 Kelurahan Ciputat RW 01 Kelurahan Jumlah Jumlah ibu Sampel RT hamil per RW 4 10 8 3 6 4 3 6 4 4 4 3 5 12 10 2 2 1 4 8 6 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Ciputat RW 02 Kelurahan Ciputat RW 10 Kelurahan Ciputat RW 14 KelurahanCiputat RW 01 Kelurahan Cipayung RW 03 Kelurahan Cipayung RW 02 Kelurahan Cipayung RW 05 Kelurahan Cipayung RW 07 Kelurahan Cipayung RW 09 Kelurahan Cipayung RW 04 Kelurahan Cipayung Total 4 3 2 4 2 1 2 9 7 8 5 4 4 4 3 6 5 4 5 8 6 6 4 3 5 3 2 5 10 8 101 76 4.4. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder : 4.4.1. Data Primer, Adapun data yang dikumpulkan yaitu : 1. Data karakteristik ibu hamil (Usia, pendidikaan, pekerjaan) yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data ini di ambil melalui kuisioner oleh responden. Kuisioner diambil dari penelitian Ermarini et.al (2013). 2. Data pengetahuan ibu hamil mengenai layanan VCT yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data ini diambil melalui pengisian kuisioner oleh responden. Kuisioner di ambil dari penelitian Ermarini (2013) yang sudah dimodifikasi. 3. Data sikap ibu hamil mengenai layanan VCT yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data ini diambil melalui pengisian kuisioner oleh responden. Kusioner diambil dari penelitian Saptari (2013) yang sudah dimodifikasi. 4. Data norma subjektif ibu hamil mengenai layanan VCT yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data ini diambil dengan pengisian kuisioner oleh responden. Kuisioner dimodifikasi dari penelitian Saptari dan Ermarini (2013). 5. Data persepsi kontrol perilaku ibu hamil mengenai layanan VCT yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data diperoleh dengan pengisian kuisioner oleh responden. Kuisioner diadaptasi dari penelitian Saptari (2013). 6. Data niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data ini diperoleh melalui pengisian kuisioner oleh responden. Kuisioner dimodifikasi dari penelitian Ermarini dan Saptari (2013). Data primer dikumpulkan dengan cara mendatangi responden langsung yang sedang yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Ketika mengisi kuisioner, responden didampingi oleh peneliti untuk mengantisipasi jika ada pertanyaan dalam kuisioner yang kurang dimengerti. Instrumen yang dipakai adalah kuisioner yang harus diisi sendiri oleh responden. Dalam pengumpulan data, peneliti dibantu oleh kader di masing – masing RW yang terpilih. Proses pengumpulan data dilaksanakan dari mulai tanggal 19 Mei sampai 2 Juni 2014 di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yang terbagi menjadi dua kelurahan dengan jumlah sampel 76 responden. Hasil pengisian kuesioner langsung diperiksa kelengkapannya, dan apabila ada yang belum terisi, diminta untuk melengkapi jawabannya. 4.4.2. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen, catatan, dan laporan dari puskesmas mengenai data kunjungan ibu hamil pada layanan ANC di Puskesmas Ciputat. Seperti populasi ibu hamil trisemester 1 dan jumlah orang yang melakukan VCT di wilayah puskesmas Ciputat. 4.5. Pengumpulan Data Adapun tahapan – tahapan yang dilakukan dalam pengumpulan data dapat dilihat pada bagan dibawah ini : Bagan 4.1. Alur Pengumpulan Data Pengambilan data jumlah RW di Dua Kelurahan Pengambilan data jumlah RT di masing – masing RW per Kelurahan Pengambilan data jumlah ibu hamil di masing – masing Posyandu Pengambilan data penelitian di masing – masing RW terpilih secara door to door 4.6. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2002). Pada penelitian ini pengukuran variabel dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang terdiri dari beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan variabel independen dan dependen. Instrumen penelitian ini adalah kuisioner yang diisi sendiri oleh responden. Kuisioner yang digunakan merupakan gabungan dari penelitian terdahulu di Depok dan Propinsi Banten Kota Tangerang Selatan. Kuisioner dibagi menjadi 5 bagian, yaitu data personal, pengetahuan, sikap, norma subyektif, persepsi pengendalian perilaku dan niat. Penentuan variabel niat untuk memanfaatkan atau tidak memanfaatkan layanan VCT ditentukan dari jawaban responden pada kuisioner. Kategori untuk variabel ini adalah : 1. Berniat untuk memanfaatkan layanan VCT skor ≥ 2 2. Tidak berniat untuk memanfaatkan layanan VCT skor < 2 Penentuan variabel sikap positif terhadap layanan VCT atau sikap negatif terhadap layanan VCT ditentukan dari jawaban responden pada kuisioner. Kuisioner ini menggunakan skala 4 Likert dimana apabila responden memilih sangat tidak setuju bernilai poin 1 hingga sangat setuju bernilai 4 poin. Katagori untuk variabel ini adalah : 1. Sikap positif jika nilai total ≥ median 2. Sikap negatif jika nilai total < median Penentuan variabel norma subyektif dengan dorongan kuat atau norma subyektif dengan dorongan lemah terhadap layanan VCT ditentukan dari jawaban responden pada kuisioner. Kuisioner ini menggunakan skala 5 Likert dimana apabila responden memilih sangat tidak setuju bernilai poin 1 hingga sangat setuju bernilai 5 poin. Katagori untuk variabel ini adalah : 1. Dorongan norma subyektif kuat jika nilai total ≥ median 2. Dorongan norma subyektif lemah jika nilai total < median Penentuan variabel persepsi kontrol perilaku kuat atau persepsi kontrol perilaku lemah terhadap layanan VCT ditentukan dari jawaban responden pada kuisioner. Katagori untuk variabel ini adalah : 1. Persepsi kontrol diri kuat jika nilai total ≥ median 2. Persepsi kontrol diri lemah jika nilai total < median Penentuan variabel pengetahuan baik atau pengetahuan kurang baik terhadap layanan VCT ditentukan dari jawaban responden pada kuisioner. Katagori untuk variabel ini adalah : 1. Pengetahuan baik jika skor ≥ 60% 2. Pengetahuan buruk jika skor < 60% Penentuan variabel karakteristik responden (umur, pendidikan dan status pekerjaan) ditentukan dari jawaban responden pada kuisioner. Katagori untuk variabel umur adalah : 1. Umur responden dewasa muda jika umur responden ≤ 24 tahun 2. Dewasa jika umur responden > 24 tahun Untuk katagori pendidikan yaitu : 1. Responden yang berpendidikan tinggi ≥ SMA 2. Responden yang berpendidikan rendah ≤ SMP/ Sederajat Untuk katagori status pekerjaan yaitu : 1. Responden yang bekerja (PNS,TNI,POLRI, Swasta dll)) 2. Responden yang tidak bekerja (ibu rumah tangga, pengangguran, dll) 4.6.1. Uji Coba Kuisioner Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini di uji cobakan kepada 15 responden. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah pertanyaan – pertanyaan dalam kuisioner tersebut sudah jelas dan dapat dimengerti serta untuk menguji validitas dan reabilitas dari variabel – variabel yang terdapat dalam kuisioner tersebut. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan kuisioner untuk mengukur data yang dibutuhkan. Sedangkan, uji reabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten jika dilakukan pengukuran berulang dengan menggunakan kuisioner yang sama. Seluruh pertanyaan pada kuisioner ini telah reliabel dengan nilai Cronbach’s Alfa sebesar 0,916 > dari 0,6. Sedangkan uji validitas menghasilkan pertanyaan yang valid jika nilai Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari nilai r-tabel pada df = n – 2 , df = 13 yaitu 0,5140. Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Kuisioner Penelitian Variabel B1 B2 B3 B4 B5 Corrected Valid atau Keterangan item-total tidak valid correlation Pengetahuan VCT 0,000 Tidak valid Pertanyaan diperbaiki 0,000 Tidak valid Pertanyaan diperbaiki 0,000 Tidak valid Pertanyaan diperbaiki 0,000 Tidak valid Pertanyaan diperbaiki 0,000 Tidak valid Pertanyaan diperbaiki B6 0,000 Tidak valid B7 0,127 Tidak valid B8 0,000 Tidak valid B9 B10 B11 B12 C1 C2 C3 1,000 Valid 0,632 Valid 1,000 Valid 1,000 Valid Persepsi Kontrol Diri 0,874 Valid 0,782 Valid 0,508 Tidak valid C4 0,191 Tidak valid C5 0,279 Tidak Valid C6 C7 C8 0,622 0,670 0,390 Valid Valid Tidak Valid C9 0,263 Tidak Valid C10 0,439 Tidak Valid E1 Sikap terhadap VCT 0,012 Tidak valid E2 E3 E4 0,615 0,638 0,498 E5 0,669 Valid Norma subyektif terhadap VCT 0,815 Valid 0,859 Valid 0,859 Valid 0,787 Valid 0,748 Valid 0,861 Valid F1 F2 F3 F4 F5 F6 Valid Valid Tidak Valid Pertanyaan diperbaiki Pertanyaan diperbaiki Pertanyaan diperbaiki - Pertanyaan diperbaiki Pertanyaan diperbaiki Pertanyaan diperbaiki - Pertanyaan diperbaiki Pertanyaan diperbaiki Pertanyaan diperbaiki Pertanyaan diperbaiki - Pertanyaan diperbaiki - F7 0,489 Tidak Valid Pertanyaan diperbaiki Kuisioner yang digunakan merujuk kepada kerangka teori dan kerangka konsep, dan kuisioner peneliti – peneliti sebelumnya yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan penelitian ini. 4.7. Pengolahan Data Dan Analisis Data Pengolahan atau manajemen data terdiri dari serangkaian tahapan yang harus dilakukan agar data siap untuk diuji statistik dan dilakukan analisi atau interpretasi (Amran, 2012). Pengolahan data dapat dikelompokan menjadi : 1. Data Coding (mengkode data) Data coding yaitu merupakan kegiatan mengklasifikasikan data dan memberi kode untuk masing – masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data. Pada kuisioner penelitian ini, dilakukan pemberian kode data. Kode data dilakukan dengan memberi kode pada tiap jawaban responden. Untuk pertanyaan tertutup kode 1 untuk jawaban iya dan kode 2 untuk jawaban tidak. Sebaliknya untuk kuisioner dengan pertanyaan skala likert, kode 1 untuk jawaban sangat tidak setuju, kode 2 untuk jawaban tidak setuju, kode 3 untuk jawaban setuju, dan kode 4 untuk jawaban sangat setuju. Setelah semua kuisioner dikodekan, kemudian dijumlahkan berdasarkan niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat dikelompokkan menjadi : Tidak berniat : <2 Berniat :≥2 2. Data Editing (menyunting data) Data editing adalah penyuntingan data dilakukan sebelum proses pemasukan data. Pengolahan data selanjutnya masuk kedalam tahap dimana peneliti memeriksa kelengkapan data yang telah terkumpul. Pemeriksaan meliputi pengisian kuisioner, konsistensi, validitas, dan jumlah pertanyaan yang di jawab. 3. Data Structure Data structure dikembangkan sesuai dengan analisis yang akan dilakukan dan jenis perangkat lunak yang dipergunakan. Pada saat melakukan data structure, bagi masing – masing variabel perlu ditetapkan ; nama, skala ukur variabel, jumlah digit. 4. Data Entry (memasukkan data) Data entry merupakan proses memasukkan data ke dalam program atau fasilitas analisis data. Dalam penelitian ini entry data dilakukan dengan program SPSS (Statistical Program for social Siences). Pada penelitian ini memasukkan data ke dalam program komputer dengan menggunakan SPSS setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga sudah melewati pengkodian. 5. Data Cleaning (membersihkan data) Data cleaning merupakan proses pembersihan data setelah data di entri. Cara yang dilakukan yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel – variabel dan menilai kelogisannya. Sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis. Setelah data di cleaning di komputer maka data siap untuk di analisis dengan menggunakan komputer sebagai alat bantu dan menggunakan program analisis data yaitu SPSS. 4.7.1. Analisa Data Analisa data Univariat dilakukan pada setiap variabel hasil penelitian, dan analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel independen dan variabel dependen yang saling berhubungan (Notoadmodjo, 2005). 1. Analisa Univariat digunakan untuk mengetahui gambaran variabel independen dan variabel dependen. Dalam penelitian ini, analisis univariat dapat memberikan gambaran karakteristik responden (umur, pendidikan, status pekerjaan), pengetahuan, sikap, norma subyektif, persepsi kontrol diri dan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. 2. Analisa Bivariat yaitu analisa yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen dan variabel dependen. Dalam penelitian ini, analisis bivariat digunakan untuk melihat adanya hubungan antara umur, pendidikan, status pekerjaan, pengetahuan, sikap, norma subyektif, persepsi kontrol diri dengan niat untuk memanfaatkan layanan VCT pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Data penelitian ini merupakan data katagorik sehingga uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-square. Hasil dari uji chi-square berupa nilai probabilitas (p value). Penelitian ini menggunakan tingkat kemagnaan (α) sebesar 0,05 (derajat kepercayaan 95%), sehingga apabila hasil uji chi- square didapatkan nilai p ≤ 0,05 maka terdapat hubungan yang signifikan diantara kedua variabel tersebut. Namun jika nilai p > 0,05 maka dapat dikatakan tidak ada hubungan signifikan antara kedua variabel tersebut. BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Analisis Univariat Analisis Univariat pada penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran distribusi frekuensi dari tiap variabel yang diteliti baik dependen maupun independen. 5.1.1. Gambaran Umur Ibu Hamil Variabel umur ibu hamil dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu dewasa muda dan dewasa. Seorang ibu hamil dimasukkan ke dalam kategori dewasa muda apabila umur ibu hamil ≤ 24 tahun. Sedangkan masuk dalam katagori dewasa apabila umur ibu hamil > 24 tahun. Distribusi frekuensi variabel umur ibu hamil dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Umur Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 Umur N % Dewasa muda ≤ 24 21 27.6 Dewasa > 24 55 72.4 Total 76 100 Berdasarkan umur responden bervariasi dari umur terendah 18 tahun dan tertinggi 44 tahun. Jika dilihat dari tabel 5.1. diketahui dari 76 sampel yang diteliti terlihat 72,4% ibu hamil yang berusia dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat berusia di atas 24 tahun. 5.1.2. Gambaran Pendidikan Ibu Hamil Terlihat pendidikan tertinggi ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat adalah tingkat SMA dan pendidikan terendah yaitu SD.Variabel pendidikan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua, yaitu pendidikan rendah dan tinggi. Seorang ibu hamil dimasukkan ke dalam kategori pendidikan rendah apabila ibu hamil berpendidikan ≤ SMP/Sederajat. Sedangkan ibu hamil masuk dalam katagori pendidikan tinggi apabila ibu hamil berpendidikan ≥ SMA. Distribusi frekuensi pendidikan ibu hamil dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 Pendidikan N % Rendah 25 32.9 Tinggi 51 67.1 Total 76 100 Berdasarkan tabel 5.2. dari 76 sampel yang diteliti terlihat 67,1% ibu hamil berpendidikan tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat berpendidikan tinggi yaitu SMA. 5.1.3. Gambaran Status Pekerjaan Ibu Hamil Berdasarkan status pekerjaan responden terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil berstatus sebagai Ibu Rumah Tangga. Variabel status pekerjaan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu tidak bekerja dan bekerja. Distribusi frekuensi status pekerjaan ibu hamil dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 Status Pekerjaan N % Tidak bekerja 59 77.6 Bekerja 17 22.4 Total 76 100 Berdasarkan tabel 5.3. terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil tidak bekerja. Dari 76 sampel yang diteliti terdapat 77,6% ibu hamil yang tidak bekerja. Artinya sebagian besar ibu hamil berstatus sebagai ibu rumah tangga. 5.1.4. Gambaran Pengetahuan VCT Ibu Hamil Variabel pengetahuan VCT ibu hamil dalam penelitian ini dikategorikan dalam pengetahuan kurang dan pengetahuan baik yang dinilai berdasarkan soal yang diberikan pada responden. Terdapat 10 soal yang tiap soalnya bernilai 10 poin. Cut of point untuk pengetahuan VCT terdiri dari dua kelompok, yaitu pengetahuan tentang VCT kurang dan pengetahuan tentang VCT baik. Responden yang dapat menjawab dengan benar soal lebih dari lima, atau mendapatkan nilai ≥ 60 maka masuk ke dalam kategori memiliki pengetahuan yang baik, dan responden yang hanya dapat menjawab kurang dari lima soal dengan benar, atau mendapatkan nilai < 60 maka akan masuk ke dalam kategori memiliki pengetahuan kurang. Distribusi frekuensi pengetahuan VCT ibu hamil dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan VCT Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 Pengetahuan VCT N % Kurang 70 92.1 Baik 6 7.9 Total 76 100 Berdasarkan tabel 5.4. diketahui bahwa sebagian besar ibu hamil memiliki pengetahuan kurang tentang VCT. Dari 76 sampel yang diteliti terlihat 7,9% ibu hamil yang berpengetahuan baik tentang VCT. artinya Sebagian besar responden berpengetahuan rendah tentang VCT dalam hal manfaat VCT, layanan apa saja yang diberikan dari layanan VCT, tahapan – tahapan yang seharusnya dilakukan pasien dalam mengikuti layanan VCT, dan materi apa yang diberikan dilayanan konseling VCT. 5.1.5. Gambaran Sikap Ibu Hamil Variabel sikap ibu hamil terhadap VCT dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu sikap negatif dan sikap positif. Ibu hamil dimasukkan kedalam kategori sikap negatif apabila skor sikap < median sedangkan ibu hamil yang memiliki sikap positif terhadap VCT apabila skor sikap ≥ median. Distribusi frekuensi sikap ibu hamil terhadap VCT dapat dilihat pada tabel 5.5. Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Hamil Terhadap VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 Sikap N % Negatif 25 32.9 Positif 51 67.1 Total 76 100 Berdasarkan tabel 5.5. terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil memiliki sikap positif terhadap layanan VCT. Dari 76 sampel yang diteliti terlihat 67,1% ibu hamil memiliki sikap positif terhadap VCT. Artinya sebagian besar responden sudah memiliki sikap positif bahwa layanan VCT bermanfaat untuk mengetahui status HIV pada dirinya untuk mencegah penularan kepada anak yang dikandungnya. 5.1.6. Gambaran Norma Subyektif Ibu Hamil Variabel norma subyektif dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua, yaitu dorongan lemah dan dorongan kuat. Ibu hamil dimasukkan ke dalam kategori dorongan lemah apabila skor norma subyektif dengan dorongan lemah < median sedangkan apabila skor ≥ median termasuk dalam kategori norma subyektif memiliki dorongan kuat. Distribusi frekuensi norma subyektif ibu hamil dapat dilihat pada tabel 5.6. Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Norma Subyektif Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 Norma subyektif N % Dorongan lemah 36 47.4 Dorongan kuat 40 52.6 Total 76 100 Berdasarkan tabel 5.6. terlihat bahwa ibu hamil yang memiliki dorongan lemah dan dorongan kuat masih terlihat berimbang. Dari 76 sampel yang diteliti terlihat 52,6% ibu hamil yang memiliki norma subyektif dengan dorongan kuat. Artinya responden memiliki norma subyektif berimbang terhadap pandangan – pandangan orang terdekat mengenai VCT memberi pengaruh pada keputusannya untuk memanfaatkan layanan VCT. 5.1.7. Gambaran Persepsi Kontrol Diri Ibu Hamil Variabel persepsi kontrol diri dalam penelitian ini dikategorikan ke dalam dua kategori, yaitu kategori persepsi lemah dan persepsi kuat. Ibu hamil yang memiliki persepsi lemah apabila skor nilai < median sedangkan ibu hamil yang dimasukkan ke dalam kategori persepsi kuat apabila skor nilai ≥ median. Distribusi frekuensi persepsi kontrol diri dapat dilihat pada tabel 5.7. Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Persepsi Kontrol Diri Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 Persepsi Kontrol Diri N % Lemah 32 42.1 Kuat 44 57.9 Total 76 100 Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa dari 76 sampel ibu hamil terlihat bahwa 57,9% ibu hamil memiliki persepsi kontrol diri kuat. Artinya sebagian responden merasa dirinya mampu untuk memanfaatkan layanan VCT dan sebaliknya sebagian responden merasa dirinya memiliki hambatan untuk memanfaatkan layanan VCT. Dalam hal ini hambatan itu bisa berupa takut akan stigma masyarakat tentang HIV dan ODHA. 5.1.8. Gambaran Niat Ibu Hamil Ibu Hamil Variabel niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dalam penelitian ini dikategorikan ke dalam dua kategori yaitu, ibu hamil yang tidak punya niat dan ibu hamil yang punya niat. Cut of poin untuk niat ibu hamil memiliki dua kelompok, yaitu ibu hamil yang tidak berniat dan ibu hamil yang berniat. Seorang ibu hamil yang dimasukkan ke dalam kategori tidak punya niat apabila skor < 2 sedangkan ibu hamil dengan skor ≥ 2 dimasukkan ke dalam kategori berniat. Distribusi frekuensi niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dapat dilihat pada tabel 5.8. Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT N % Tidak Berniat 38 50.0 Berniat 38 50.0 Total 76 100 Berdasarkan tabel 5.8. terlihat bahwa ibu hamil yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT berimbang antara ibu hamil yang tidak berniat dengan ibu hamil yang berniat. Dari 76 sampel yang diteliti terlihat 50,0% ibu hamil mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Semakin kuatnya dorongan dari orang – orang terdekat responden maka semakin kuat persepsi kontrol diri responden sehingga mereka merasa mampu untuk melakukan layanan VCT. Artinya untuk mencapai hal tersebut didukung dengan pengetahuan baik responden terhadap layanan VCT maka semakin besar niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. 5.2. Analisis Bivariat Tahap analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji chi-square, dimana variabelvariabel yang diteliti baik variabel independen maupun dependennya berbentuk data kategorik, sehingga dapat dilihat ada-tidaknya asosiasi antara dua variabel tersebut. Dikatakan bermakna jika nilai p ≤ 0,05 dan tidak bemakna jika mempunyai nilai p > 0,05. 5.2.1. Hubungan Umur dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Hubungan antara umur dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.9. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari 21 ibu hamil yang berusia dewasa muda terdapat 57,1% ibu hamil mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan dari 55 ibu hamil yang berusia dewasa terdapat 47,3% ibu hamil yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Tabel 5.9. Hubungan Umur dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 Umur Niat Tidak niat Dewasa Total Berniat N % N % N % 9 42.9 12 57.1 21 100 muda p- OR value 95%CI 0.672 0.608 (0.2441.853) Dewasa 29 52.7 26 47.3 55 100 Total 38 50.0 38 50.0 76 100 Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,608 artinya Pvalue > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Artinya umur tidak mempengaruhi ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. 5.2.2. Hubungan Pendidikan dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Hubungan antara pendidikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.10. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa responden berpendidikan tinggi mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan responden yang berpendidikan rendah. Dari 25 responden yang berpendidikan rendah terdapat 48,0% yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan dari 51 responden yang memiliki pendidikan tinggi terdapat 51,0% responden yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Tabel 5.10. Hubungan Pendidikan dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 Pendidikan Niat Tidak niat Total P-value OR 95%CI Berniat N % N % N % Rendah 13 52.0 12 48.0 25 100 Tinggi 25 49.0 26 51.0 51 100 Total 38 50.0 38 50.0 76 100 1.127 1.000 (0.4322.935) Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 1 artinya P-value > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Artinya pendidikan responden tidak mempengaruhi terhadap niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh jenjang pendidikan tertinggi dari responden yaitu SMA. 5.2.3. Hubungan Status Pekerjaan dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Hubungan antara status pekerjaan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.11. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa antara responden yang tidak bekerja dengan bekerja berimbang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Dari 59 responden yang tidak bekerja terdapat 50,8% responden mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan dari 17 responden yang bekerja terdapat 47,1% responden mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Tabel 5.11. Hubungan Status Pekerjaan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 Status Pekerjaan Tidak Niat Tidak niat Total P-value OR 95%CI Berniat N % N % N % 29 49.2 30 50.8 59 100 bekerja 0.859 1.000 (0.2922.532) Bekerja 9 52.9 8 47.1 17 100 Total 38 50.0 38 50.0 76 100 Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 1 artinya Pvalue > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status pekerjaan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Dalam hal ini status pekerjaan tidak mempengaruhi niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Artinya status pekerjaan bisa juga dilihat dari jenis pekerjaanya, jenis pekerjaan responden dalam penelitian ini yaitu pegawai toko. 5.2.4. Hubungan Pengetahuan dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Hubungan antara pengetahuan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.12. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa ibu hamil dengan pengetahuan baik mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil dengan pengetahuan kurang. Dari 70 ibu hamil dengan pengetahuan kurang terdapat 45,7% yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan dari 6 ibu hamil dengan pengetahuan baik terdapat 100% yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Tabel 5.12. Hubungan Pengetahuan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 Pengetahuan Niat Total P-value OR 95%CI Tidak niat N % Kurang 38 54.3 Baik 0 Total 38 Berniat N 0.467 % N % 32 45.7 70 100 0.0 6 100.0 6 100 50.0 38 50.0 76 100 (0.3540.025 0.590) Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 0,025 artinya Pvalue > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Ibu hamil yang berpengetahuan baik sebesar 0.467 kali untuk berniat untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang berpengetahuan buruk. 5.2.5. Hubungan Sikap dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Hubungan antara sikap dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.13. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa ibu hamil yang bersikap positif terhadap layanan VCT mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang bersikap negatif terhadap layanan VCT. Dari 25 responden yang memiliki sikap negatif terhadap layanan VCT terdapat 28,0% yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan dari 51 responden yang memiliki sikap positif terhadap layanan VCT terdapat 60,8% yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Tabel 5.13. Hubungan Sikap Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 Sikap Niat Total P-value OR 95%CI Tidak niat Berniat 3.986 N % N % N % Negatif 18 72.0 7 28.0 25 100 Positif 20 39.2 31 60.8 51 100 Total 38 50.0 38 50.0 76 100 (1.4110.015 11.258) Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 0,015 artinya Pvalue > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Ibu hamil yang bersikap positif mempunyai peluang sebesar 3.986 kali untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang bersikap negatif. 5.2.6. Hubungan norma subyektif dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Hubungan antara norma subyektif dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.14. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa ibu hamil yang memiliki norma subyektif dengan dorongan kuat terhadap layanan VCT mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki norma subyektif dengan dorongan lemah terhadap layanan VCT. Dari 36 responden yang memiliki norma subyektif dengan dorongan lemah terhadap layanan VCT terdapat 36,1% yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan dari 40 responden yang memiliki norma subyektif dengan dorongan kuat terhadap layanan VCT terdapat 62,5% yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Tabel 5.14. Hubungan Norma Subyektif Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 Norma Niat Total P-value Subyektif 95%CI Tidak niat Dorongan OR Berniat 2.949 N % N % N % 23 63.9 13 36.1 36 100 15 37.5 25 62.5 40 100 38 50.0 38 50.0 76 100 (1.1590.039 7.503) Lemah Dorongan Kuat Total Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 0,039 artinya Pvalue > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara norma subyektif dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Ibu hamil yang memiliki dorongan norma subyektif kuat mempunyai peluang sebesar 2.949 kali untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki dorongan norma subyektif lemah. 5.2.7. Hubungan persepsi kontrol diri dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Hubungan antara persepsi kontrol diri dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.15. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri kuat terhadap layanan VCT mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri lemah terhadap layanan VCT. Dari 32 responden yang memiliki persepsi kontrol diri lemah terhadap layanan VCT terdapat 25,0% yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan dari 44 responden yang memiliki persepsi kontrol diri kuat terhadap layanan VCT terdapat 68,2% yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Tabel 5.15. Hubungan Persepsi Kontrol Diri Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 Persepsi Kontrol Niat Total Tidak niat Berniat Diri N % N % N % Lemah 24 75.0 8 25.0 32 100 Kuat 14 31.8 30 68.2 44 100 Total 38 50.0 38 50.0 76 100 P- OR value 95%CI 6.429 0.000 (2.31617.848) Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 0,000 artinya Pvalue > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara persepsi kontrol diri dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri kuat mempunyai peluang 6.429 kali berniat untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri lemah. BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian Pada setiap penelitian pasti terdapat keterbatasan, begitu juga pada penelitian ini. Pada penelitian ini, peneliti sadar masih banyak sekali terdapat kekurangan karena adanya keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti sehingga hal tersebut akan mempengaruhi hasil penelitian. Di antara keterbatasan tersebut adalah : 1. Keterbatasan dalam mencari literatur sehingga peneliti menggunakan literatur penelitian dari luar sebagai referensi namun penelitian dari luar memiliki keterbatasan dalam hal karakteristik demografi dan budaya yang berkembang. Hal ini memungkinkan dalam penelitian ini terdapat perbedaan dalam hasil statistik. 2. Pada variabel yang ditanyakan dengan pertanyaan tertutup sehingga bersifat subjektif dan relative membuat responden memilih jawaban sesuai keinginannya. 6.2. Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu hasil penelitian dalam bentuk gambaran deskriptif dan hasil penelitian dari analisis hubungan variabel independen dengan variabel dependen. 6.2.1. Umur Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Menurut Comenius (2005) rentang umur 18-24 tahun adalah tahapan perkembangan fungsi kemampuan untuk mandiri dan belajar mengontrol diri, sedangkan kelompok umur di atas 24 tahun merupakan tahapan ketika intelektual individu mengarahkan perkembangan seluruh aspek kepribadian menuju kematangan diri. Menurut Sedioetama (2006) dalam Fauji (2010), umur merupakan salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan keinginannya untuk memanfaatkan layanan kesehatan. Umur berpengaruh terhadap terbentuknya kemampuan, karena kemampuan yang dimiliki dapat diperoleh melalui pengalaman sehari – hari yang didukung dengan pengetahuan yang dimilikinya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 76 sampel yang diteliti terdapat 72,4% ibu hamil yang berusia dewasa. Artinya frekuensi ibu hamil dalam penelitian ini didominasi oleh kelompok umur di atas 25 tahun. Jika dilihat dari umur responden, usia terendah responden hamil yaitu umur 18 tahun dan usia yang paling tua yaitu 44 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa ibu hamil lebih didominasi oleh kelompok usia produktif, yaitu rentang 25 – 45 tahun (Widoyono, 2008). Dalam kaitannya dengan usia reproduktif, seseorang yang memiliki usia reproduktif sangat perlu memperhatikan sistem, fungsi dan proses produksi yang mereka miliki, karena orang dengan usia reproduktif sangat membutuhkan layanan kesehatan. Salah satu layanan kesehatan yang seharusnya didapat ibu hamil yaitu kesehatan reproduksi. Oleh karena itu, ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat membutuhkan layanan VCT sebagai upaya pencegahan penularan HIV dari Ibu ke anak. 6.2.2. Pendidikan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Pendidikan adalah sebuah proses untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Saptari, 2013). Pendidikan formal yang ditempuh seseorang pada dasarnya adalah merupakan suatu proses menuju kematangan intelektual, untuk itu pendidikan tidak dapat terlepas dari proses belajar. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu hamil berpendidikan SMA. Dari 76 sampel yang diteliti terdapat 67,1% ibu hamil berpendidikan tinggi. Artinya ibu hamil di Wilayah kerja Puskesmas Ciputat dengan tingkat pendidikan tinggi. Jika dilihat dari hasil wawancara pendidikan tertinggi ibu hamil didominasi tingkat menengah atas (SMA). Hal ini terlihat bahwa tingkat pendidikan ibu hamil sebanding dengan usia yang dimilikina didominasi oleh kelompok usia dewasa. Pendidikan mempunyai peranan dalam menurunkan penularan HIV, seperti yang dilaporkan oleeh beberapa penelitain berikut Walque, Nakiying Miiro, Bosingye, dan Whitworth (2005) dalam Roza (2013) yang melakukan studi kohort retrospektif antara tahun 1990 – 2000, melaporkan bahwa pada tahun 1989 – 1990 risiko terinfeksi HIV lebih besar pada mereka yang berpendidikan lebih tinggi, namun akhirnya menurun pada tahun 1999 – 2000. Studi ini menunjukkan bahwa penurunan itu terjadi karena mereka yang berpendidikan lebih banyak terpapar dengan informasi terkait HIV (cara penularan dan pencegah), termasuk bagaimana melakukan hubungan seks yang aman. Artinya tingkat pendidikan seseorang mendukung niat seseorang untuk melakukan upaya penularan dan pencegahan terhadap HIV/AIDS. Hal ini sejalan dengan Setiawan (2011), seseorang dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi, maka tingkat pemanfaatan klinik VCT akan semakin baik, begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, semakin rendah pula tingkat pemanfaatan layanan VCT-nya. Sehingga disimpulkan bahwa tingkat pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi pengetahuan seseorang. Oleh karena itu, pendidikan yang semakin tinggi maka tingkat pemanfaatan layanan VCT akan semakin tinggi. 6.2.3. Status Pekerjaan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Bekerja adalah salah satu upaya untuk mendapatkan pamasukan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan. Tingkat kesejahteraan yang baik dapat meningkatkan akses seseorang ke layanan kesehatan untuk menjaga status kesehatannya agar tetap baik (Indriyani, 2012). Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil tidak bekerja atau ibu rumah tangga. Dari 76 sampel yang diteliti terdapat 77,6% ibu hamil berstatus sebagai ibu rumah tangga atau tidak bekerja dan 22,4% ibu hamil yang bekerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat dengan tingkat ekonomi rendah. Sehingga sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka tidak tahu apakah perilakunya dapat berisiko untuk terinfeksi HIV/AIDS. Hal ini sejalan dengan Maulana (2009), menyatakan bahwa variabel struktural yang salah satu di antaranya merupakan pengalaman yang dimiliki individu, termasuk pengalaman pekerjaan (riwayat pekerjaan) dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap kesehatannya. Dengan demikian, kerentanan terhadap HIV/AIDS yang dirasakan orang risiko tinggi yang memanfaatkan VCT dapat dipengaruhi oleh riwayat pekerjaan yang dimiliki. Dari penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih (2011), menyatakan bahwa individu yang memiliki riwayat pekerjaan yang jelas berisiko terinfeksi HIV/AIDS mungkin akan lebih mudah memotivasi dirinya untuk memanfaatkan VCT karena ia menyadari bahaya yang akan dialami sedangkan individu yang beranggapan bahwa dirinya tidak berisiko, kemungkinan tidak akan melakukan VCT. Hal ini secara tidak langsung dapat memperluas penularan HIV/AIDS karena individu yang menganggap bahwa dirinya tidak memiliki pekerjaan yang berisiko cenderung untuk tidak melakukan VCT. Adanya anggapan tersebut dapat menyebabkan individu tidak menyadari bahwa dirinya telah tertular HIV/AIDS. 6.2.4. Pengetahuan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Menurut Ermarini (2013), pengetahuan VCT yang sangat umum untuk diketahui diantaranya berupa pengetahuan tentang pengertian VCT, tujuan dan manfaat VCT, serta dimana layanan VCT dapat di akses. Seseorang yang memiliki pengetahuan VCT rendah cenderung tidak mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Dalam penelitian ini, pengetahuan VCT yang ditanyakan kepada responden adalah pertanyaan – pertanyaan terkait tujuan dan manfaat VCT yang diambil dari penelitian terdahulu yang telah dimodifikasi serta diuji kevalidan datanya. Pertanyaan terdiri dari 11 soal dan bagi responden yang mampu menjawab menimal enam soal akan dimasukkan ke dalam kategori berpengetahuan baik. Berdasarkan tabel 5.4. diketahui bahwa sebagian besar ibu hamil memiliki pengetahuan kurang tentang layanan VCT. Dari 76 sampel yang diteliti terdapat 92,1% ibu hamil yang berpengetahuan rendah tentang VCT. artinya ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat berpengetahuan rendah tentang layanan VCT. Berdasarkan hasil tabulasi silang, didapatkan bahwa responden yang mempunyai pengetahuan baik 100% mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan responden yang mempunyai pengetahuan kurang 45,7% mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Hal ini sejalan dengan penelitian Sumarlin (2013), yang menyatakan ada pengaruh pengetahuan terhadap perubahan perilaku pada pasien HIV/AIDS. Pengetahuan baik lebih besar kemungkinan untuk melakukan perubahan perilaku dengan persentase (65,7%) dan berpengetahuan rendah (13,2%). Didukung pula dengan penjelasan menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan merupakan strategi perubahan perilaku yang penting untuk menimbulkan kesadaran dan akhirnya berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Berdasarkan teori adaptasi, apabila seseorang memiliki tingkat pengetahuan yang baik setidaknya dapat mendorong untuk mempunyai sikap dan perilaku yang baik pula. Sedangkan menurut WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2005) bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku karena adanya 4 alasan pokok yaitu pemikiran dan perasaan, acuan dan referensi dari seseorang, sumber daya, dan sosio budaya. Bentuk dari pemikiran dan perasaan salah satunya adalah pengetahuan. Seseorang akan berperilaku didasarkan beberapa pertimbangan yang diperoleh dari tingkat pengetahuannya. Menurut Maslow (1984) dalam Cicio (2006) juga menyatakan bahwa individu lebih menyukai sesuatu yang dikenal atau diketahuinya terlebih dahulu dari pada yang belum ia kenal atau diketahuinya. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cicio (2006) hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar informan yang ditelitinya tidak memanfaatkan layanan VCT dikarenakan mereka tidak tahu apa itu VCT dan untuk apa layanan VCT. Sehingga disimpulkan ketertarikan seseorang terhadap layanan VCT dilatarbelakangi oleh pengetahuan seseorang tentang layanan VCT. 6.2.5. Sikap Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Sikap merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap dapat menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Biasanya sikap diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Dalam penelitian ini, sikap ditanyakan dalam kuisioner dengan skala 4 likert yang diambil dari penelitian terdahulu dan dimodifikasi serta telah diuji kevalidan datanya. Pertanyaan sikap terdiri dari 5 soal apabila responden menjawab sangat tidak setuju diberi dengan skor 1 sampai dengan sangat setuju diberi skor 4, responden yang mampu menjawab dengan nilai skor ≥ median akan dimasukkan ke dalam kategori sikap positif terhadap VCT. Jika dilihat dari tabel 5.5. terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil memiliki sikap positif terhadap layanan VCT. Dari 76 sampel yang diteliti terdapat 32,9% ibu hamil memiliki sikap negatif terhadap VCT dan 67,1% ibu hamil memiliki sikap positif terhadap VCT. Berdasarkan hasil tabulasi silang, didapatkan bahwa responden dengan sikap positif mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT 60,8% sebaliknya 28,0% responden dengan sikap negatif mempunyai niat untuk melakukan VCT. Menurut hasil penelitian untuk dua pertanyaan “status HIV dapat diketahui dengan cara mengunjunginya dan manfaat VCT dapat diketahui dengan cara mengunjunginya” responden cenderung menjawab setuju. Hal ini menunjukkan bahwa responden bersikap positif terhadap layanan VCT. Namun, maih ada responden yang bersikap negatig terhadap layanan VCT. Hal ini terlihat dari pertanyaan “saya perlu layanan VCT meskipun saya tidak merasakan sakit” responden cenderung menjawab tidak setuju. Pernyataan ini didukung juga dengan hasil univariat terlihat bahwa 32,9% ibu hamil bersikap negatif terhadap layanan VCT. Artinya sikap negatif ibu hamil terhadap layanan VCT secara tidak langsung dipengaruhi oleh pengetahuan ibu hamil tentang layanan VCT. Menurut Ajzen (1991), faktor latar belakang (background factors), seperti usia jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian, dan pengetahuan mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Hal ini sejalan dengan karakteristik responden mayoritas responden berstatus sebagai ibu rumah tangga dengan pengetahuan buruk tentang layanan VCT, secara tidak langsung kedua faktor tersebut mempengaruhi responden untuk bersikap negatif terhadap VCT. 6.2.6. Norma Subyektif Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Norma subjektif (subjective norm) adalah persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku (Ajzen, 1991). Norma subjektif merupakan fungsi dari harapan yang dipersepsikan individu dimana satu atau lebih orang di sekitarnya (misalnya, saudara, teman sejawat) menyetujui perilaku tertentu dan memotivasi individu tersebut untuk mematuhi mereka (Ajzen, 1991). Dalam penelitian ini, norma subyektif ditanyakan dalam bentuk kuisioner dengan skala 4 likert yang diambil dari penelitian terdahulu yang telah dimodifikasi dan diuji kevalidan datanya. Pertanyaan dalam kuisioner ini terdiri dari 7 soal apabila responden menjawab sangat tidak setuju diberi skor 1 sampai dengan sangat setuju diberi skor 4, responden yang mampu menjawab ≥ median akan dimasukkan ke dalam kategori dorongan kuat. Menurut hasil penelitian terlihat bahwa ibu hamil yang memiliki dorongan lemah dan dorongan kuat seimbang. Dari 76 sampel yang diteliti terdapat 47,4% ibu hamil yang memiliki norma subyektif dengan dorongan lemah dan 52,6% ibu hamil yang memiliki norma subyektif dengan dorongan kuat. Dari beberapa pertanyaan yang menanyakan “seberapa pentingkah pandangan dari orang terdekat akan memberi pengaruh pada keputusan responden untuk memanfaatkan layanan VCT” responden cenderung menjawab penting mengenai keputusan keluarga dan tenaga kesehatan. Dan sebaliknya untuk pertanyaan mengenai keputusan teman responden cenderung menjawab kurang penting. Artinya keputusan responden untuk berniat memanfaatkan layanan VCT akan dapat berpengaruh jika keluarga dan petugas kesehatan bersikap positif terhadap layanan VCT. Hasil yang sama dilakukan oleh Swanson et al (2006) dalam Saptari (2013), pengaruh sosial sangat berpengaruh kepada keputusan individu untuk mendukung atau melakukan suatu perilaku tertentu. Penelitian ini sejalan dengan Nurlina (2009), faktor dukungan orang terdekat mempengaruhi individu untuk memanfaatkan layanan VCT. Menurut Rogers (1971), seseorang melewati tahap pengetahun, persepsi, pengambilam keputusan, dan tahap akhir yaitu konfirmasi, ditahap inilah individu akan mulai mencari dukungan atau tanggapan positif dari orang terdekat yang kemungkinan besar akan merubah perilakunya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin responden percaya bahwa orang memanfaatkan – orang terdekatnya layanan VCT, maka berpendapat ia tidak perlu responden cenderung tidak memanfaatkan layanan VCT. Norma subyektif responden kemungkinan besar akan berpengaruh pada niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT jika sebelumnya responden mempunyai pengalaman dari orang terdekat. 6.2.7. Persepsi Kontrol Diri Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Menurut Saptari (2013) persepsi kontrol diri seseorang dikatagorikan menjadi persepsi kontrol diri lemah dan kuat. Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki persepsi kontrol diri yang kuat akan lebih bersikap positif. Persepsi kontrol diri berhubungan signifikan dengan niat seseorang dalam melakukan suatu tindakan tertentu. Dalam penelitian ini, persepsi kontrol diri (perilaku) ditanyakan dalam kuisioner skala 4 likert yang diambil dari penelitian terdahulu yang sudah dimodifikasi dan diuji kevalidan datanya. Pertanyan persepsi kontrol perilaku terdiri dari 5 soal apabila responden menjawab sangat tidak setuju diberi skor 1 sampai dengan sangat setuju diberi skor 4, responden yang mampu menjawab ≥ median dimaukkan ke dalam kategori persepsi kontrol kuat. Hasil univariat terlihat bahwa dari 76 sampel ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri lemah sebanyak 42,1% sedangkan sebanyak 57,9% ibu hamil memiliki persepsi kontrol diri kuat. Artinya berimbang antara responden dengan proporsi persepsi kontrol diri kuat dan sebaliknya. Responden cenderung setuju jika keputusan untuk memanfaatkan layanan VCT merupakan keinginan dari dirinya sendiri. Selain itu, sebagian responden juga merasa yakin akan mengikuti semua proses tahapan VCT jika hasil tes dinyatakan HIV. Artinya pada penelitian ini 57,9% responden mempunyai keyakinan diri untuk memanfaatkan layanan VCT dan yakin terhadap dirinya akan mampu mengikuti semua proses tahapan VCT jika dinyatakan HIV. 6.2.8. Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Niat merupakan naluri yang timbul dalam diri, untuk melakukan suatu tindakan (Putri, 2009). Niat juga bisa dikatakan sebagai kecenderungan seseorang untuk memilih, melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Menurut Fishbein dan Azjen (1991) niat berperilaku dapat memprediksi tentang bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu. Niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan kesehatan dibagi menjadi dua yaitu “berniat” dan “tidak berniat”. Ibu hamil dikatakan berniat apabila menjawab “ya” pada dua pertanyaan di akhir kusioner bagian D. Dalam penelitian ini, niat ditanyakan dalam bentuk kuisioner yang diambil dari penelitian terdahulu yang sudah dimodifikasi dan diuji kevalidan datanya. Pertanyaan niat terdiri dari 8 soal apabila responden mampu menjawab soal ≥ 2 akan dimasukkan dalam kategori berniat untuk melakukan VCT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berimbang antara ibu hamil yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT dan yang tidak berniat untuk memanfaatkan layanan VCT. Dari 76 sampel yang diteliti terdapat 50,0% ibu hamil yang tidak mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT dan 50,0% ibu hamil yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dalam penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Finsa (2013), tetapi hasil yang sama jika dibandingkan dengan penelitian Titi (2012). Dari hasil penelitian Finsa mendapati proporsi niat untuk memanfaatkan layanan VCT pada kelompok ibu hamil di RS Soewandhi adalah 62%. Pada penelitian Titi menemukan proporsi ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT sebesar 51,1%. Dalam theory of planned behavior (Ajzen, 2005), niat seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor dominan yaitu sikap, norma subyektif, dan persepsi kontrol diri. Selain itu, pengetahuan juga secara tidak langsung berperan penting karena dapat mempengaruhi ketiga faktor tersebut. Jika dilihat dari hasil penelitian Finsa (2013), menjelaskan bahwa niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu hamil tentang HIV/AIDS. Hasil yang sama juga dilakukan oleh Titi (2012), niat ibu hamil dalam memanfaatkan layanan VCT adalah faktor pengetahuan. Kemudian disusul dengan faktor persepsi kerentanan, persepsi halangan, persepsi manfaat,isyarat bertindak, akses informasi, dukungan suami, dukungan bidan dan dukungan kader. Berdasarkan penelitian yang sedang dilakukan Ilmiyah (2014), secara umum faktor yang mempengaruhi individu untuk memanfaatkan layanan VCT adalah diskriminasi yang timbul dari masyarakat tentang HIV. Sebagian besar individu yang sudah diberikan penyuluhan masih membutuhkan waktu untuk meyakinkan dirinya bahwa VCT bermanfaat bagi dirinya. Hal ini sejalan dengan Nurlina (2009), sebagian besar responden yang tidak memanfaatkan layanan VCT dipengaruhi oleh takut akan hasil yang diperoleh setelah tes, tidak mengetahui adanya layanan VCT, dan dukungan dari orang terdekat yang kurang baik terhadap VCT. Dalam penelitian ini 50% ibu hamil sudah mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Hasil penelitian ini Ibu hamil memiliki pengetahuan rendah tentang VCT, hal ini secara tidak langsung mempengaruhi niat ibu untuk memanfaatkan layanan VCT. Artinya ada hubungan antara rendahnya pengetahuan ibu hamil dengan minimnya sosialisasi yang dilakukan petugas kesehatan di Puskesmas Ciputat. 6.3. Hubungan Antara Faktor Penyebab Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat dipengaruhi oleh faktor penyebab yang diteliti dalam penelitian ini meliputi : karaktristik demografi responden, pengetahuan tentang VCT, sikap, norma subyektif, dan persepsi kontrol diri. Masing – masing variabel dijelaskan dalam pembahasan dibawah ini. 6.3.1. Hubungan Umur Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Menurut Kwong et al (2003), yang menemukan bahwa umur seseorang secara signifikan berpengaruh terhadap niat untuk menentukan suatu keinginan. Hasil yang sama didapat oleh Hurlock (2008) dalam Fauji (2010) menyatakan bahwa seseorang yang masuk dalam kategori usia muda cenderung bertindak sesuai dengan keinginan diri sendiri dan sebaliknya. Kemudian diperjelas oleh World Health Organization (WHO), batasan umur remaja adalah rentang dari 12 – 24 tahun. Umur yang muda menyebabkan mereka belum memikirkan efek dari suatu penyakit, sehingga mereka belum berfikir kondisi lain setelah mereka dinyatakan sakit. Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori umur dewasa muda adalah 57,1% dan proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori umur dewasa adalah 47,3%. Sehingga disimpulkan bahwa berimbang antara ibu hamil dengan usia muda dan usia dewasa dengan niatnya untuk memanfaatkan layanan kesehatan. Namun menurut Andersen (1995), umur merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi seseorang untuk memanfaatkan layanan kesehatan. Dari hasil univariat didapatkan bahwa penelitian ini, didominasi oleh kelompok umur di atas 25 tahun yaitu umur dewasa. Padahal menurut penelitian Ermarini (2013), semakin tua umur seseorang maka semakin mempengaruhi pemikiran mereka terhadap tindakan apa yang harus dilakukan untuk melindungi dirinya dari ancaman penyakit. Artinya, umur mempengaruhi tindakan seseorang dalam menyelesaikan masalah. Hal ini didukung oleh Hurlock (1980), sekitar awal atau pertengahan umur tiga puluh tahun kebanyakan orang dewasa telah mampu memecahkan masalah yang dihadapi secara emosional menjadi stabil dan tenang. Hasil uji statistik disimpulkan bahwa pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014. Jika dilihat dari hasil analisis bivariat terlihat bahwa umur seseorang tidak mempengaruhi orang tersebut untuk bertindak atau berprilaku sesuai dengan kategori usianya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauji (2010) yang menyatakan bahwa umur seseorang tidak ada hubungannya dengan pemanfaatan layanan kesehatan. Faktor lain yang mendukung seseorang untuk memanfaatkan layanan VCT seperti lingkungan. Dimana orang tersebut tinggal maka budaya yang berkembang dapat mempengaruhi pengetahuan yang dia miliki. Sebagai asumsi bahwa umur seseorang belum tentu mempengaruhi tindakan seseorang untuk memanfaatkan layanan kesehatan khususnya VCT. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih (2011) dari hasil penelitian didapatkan bahwa umur tidak mempengaruhi seseorang untuk memanfaatkan layanan VCT, ada faktor lain yang secara tidak langsung mempengaruhi seseorang untuk memanfaatkan layanan VCT seperti persepsi kerentanan tentang HIV/AIDS. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suliatiadi (2000) yang menyatakan bahwa seseorang dengan usia lebih muda frekuensi dalam pemanfaatan layanan kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan usia lebih tua. Hasil yang sama dari penelitian Ermarini (2013), berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ada hubungan bermakna antara umur ≥ 30 tahun dengan pemanfaatan layanan VCT. Umur yang muda menyebabkan mereka belum memikirkan efek dari penyakit HIV yang menyebabkan daya tahan menurun, dikarenakan masa terjadi transmisi dan penjalaran penularan virus pada kurun waktu 5 – 10 tahun. Penelitian Ermarini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Saptari (2012) yang menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang maka kecenderungan untuk melakukan pemeriksaan juga semakin besar. Dari kedua penelitian ini diasumsikan bahwa semakin dewasa umur seseorang membuatnya lebih berfikir untuk memanfaatkan layanan kesehatan. Jika dilihat dari uraian tersebut, maka disimpulkan bahwa umur akan berpengaruh terhadap tindakan seseorang untuk memanfaatkan layanan kesehatan yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal. Selain itu, perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Ermarini dan Saptari yaitu pada jenis sampel dan karakteristik responden. Pada penelitian ini, umur terendah yaitu 18 tahun dan tertinggi 44 tahun sedangkan pada penelitian sebelumnya umur terendah 16 tahun dan tertinggi 51 tahun . Selain itu, penelitian sebelumnya mengelompokkan umur responden menjadi dua yaitu dibawah 30 tahun dan di atas 30 tahun. Sehingga mempengaruhi hasil statistik yang dilakukan. Menurut Simanjuntak (2010), umur yang paling beresiko terhadap penyebaran HIV/AIDS adalah rentang umur 25 – 34 tahun, 15 – 24 tahun, dan 35 – 44 tahun. Jika dilihat dari rentang umur yang paling beresiko terhadap penularan HIV/AIDS adalah usia remaja dan usia produktif. Usia remaja identik dengan semangat bergelora, terjadinya peningkatan libido. Kemudian disusul dengan faktor lingkungan remaja yang mempengaruhi perilaku remaja (Tanjung, 2004). Maka intervensi yang sebaiknya dilakukan pada penelitian ini diberikannya pengetahuan yang baik tentang manfaat VCT. Ibu hamil yang memiliki pengetahuan baik tentang VCT dapat merubah pola pikir mereka untuk bertindak sesuai dengan pengetahuaanya. Diasumsikan yaitu seseorang yang mengetahui kerentanan penyakit HIV/AIDS pada kelompok usia produktif meskipun tidak memiliki pengalaman beresiko HIV/AIDS, cenderung bersikap positif untuk memanfaatkan layanan VCT. 6.3.2. Hubungan Pendidikan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Menurut Notoatmodjo (2003) berpendapat bahwa pendidikan merupakan upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif. Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori pendidikan rendah adalah 48,0% dan proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori pendidikan tinggi adalah 51,0%. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan akan semakin baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa ibu hamil dengan pendidikan tinggi proporsi untuk melakukan VCT lebih banyak dibandingkan dengan ibu hamil yang berpendidikan rendah. Pada penelitian lain oleh Ermarini (2013), mendapatkan hasil yang serupa yaitu responden dengan pendidikan tinggi 67,3% cenderung memanfaatkan pelayanan VCT. Akan tetapi, dari hasil uji statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014. Penelitian ini didukung dengan Ermarini (2013), tingkat pendidikan seseorang tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan layanan VCT. Sejalan dengan penelitian Jilia (2013), bahwa tingkat pendidikan seseorang tidak berpengaruh terhadap upaya pencegahan tentang HIV/AIDS ada faktor pendukung yang secara tidak langsung mempengaruhi yaitu jenjang pendidikan dan status pekerjaan. Namun, menurut Sumarlin (2013), pendidikan memiliki pengaruh terhadap perilaku seseorang untuk memanfaatkan layanan kesehatan. Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang baik dalam merespon pelayanan kesehatan. Hal ini diperjelas, menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan merupakah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Tingginya pendidikan seseorang secara tidak langsung mempengaruhi pengetahuan yang dimilikinya. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan pengetahuan yang rendah pula mengenai HIV/AIDS sehingga dimungkinkan lebih rentan menderita HIV/AIDS akibat ketidaktahuan mengenai faktor resiko penularan HIV (Sumarlin, 2013). Hal ini diperjelas oleh Aggleton (1999) dalam Anggia (2013), pendidikan yang kurang menjadi penghambat seseorang dalam merespon pentingnya pengetahuan HIV serta pemanfaatan pencegahannya. Orang dengan pendidikan yang tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih baik dalam mengenali penyakit tertentu sehingga memungkinkan seseorang dengan pendidikan tinggi lebih cepat merespon pelayanan VCT. Berdasarkan penelitian Purwaningsih (2011), mendapatkan hasil yang sama bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu variabel yang tidak begitu mempengaruhi seseorang untuk memanfaatkan layanan VCT. Kejadian ini secara tidak langsung disebabkan juga oleh masih kurangnya pengetahuan VCT pada kelompok orang yang berpendidikan tinggi seperti tujuan VCT, manfaat VCT, dan akses layanan VCT. Tingkat Pendidikan seseorang relevansinya akan mempengaruhi dalam memahami suatu informasi atau pengetahuan yang diperolehnya. Sebagai asumsi bahwa berpendidikan tinggi belum tentu memiliki pengetahuan yang baik terkait VCT, karena secara tidak langsung pengetahuan dapat didukung oleh faktor lingkungan seperti dorongan dan motivasi dari orang terdekat. Jika dilihat dari urain diatas, secara tidak langsung jenjang pendidikan tertinggi akan berpengaruh pada keputusan seseorang untuk memanfaatkan layanan kesehatan. Seseorang dengan jenjang pendidikan yang semakin tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih baik. Selain jenjang pendidikan, faktor pendukung dan motivasi dari orang terdekat juga mempengaruhi niat seseorang dalam memanfaatkan layanan VCT. Hal ini sejalan dengan Setiawan, (2011) tingkat pendidikan seseorang memiliki hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan klinik VCT. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi, maka tingkat pemanfaatan klinik VCT akan semakin baik, begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, semakin rendah pula tingkat pemanfaatan layanan VCT-nya. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Sumarlin dan Aggleton yaitu pada jenjang pendidikan yang ditempuh oleh responden, pada penelitian ini jenjang pendidikan tidak bervariasi, pendidikan ibu hamil didominasi oleh tingkat SMA. Sedangkan pada penelitian sebelumnya tingkat pendidikan responden terlihat bervariasi dari SD sampai perguruan tinggi dan tidak didominasi. Oleh karena itu, hal ini menjadi permasalahan yang dimiliki oleh instansi terkait bahwa untuk meningkatkan perilaku ibu hamil dalam memanfaatkan layanan VCT didukung dengan upaya – upaya penyebaran informasi terhadap pencegahan HIV/AIDS. Biasanya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan lebih mudah menangkap dan memahami infromasi yang didapat. Sehingga sosialisasi yang dilakukan sebaiknya mempertimbangkan media komunikasi yang dipakai, informasi yang akan disampaikan disesuaikan dengan tingkat pendidikan masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. 6.3.3. Hubungan Status Pekerjaan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bekerja adalah salah satu upaya untuk mendapatkan pamasukan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan. Tingkat kesejahteraan yang baik dapat meningkatkan akses seseorang ke layanan kesehatan untuk menjaga status kesehatannya agar tetap baik (Indriyani, 2012). Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori ibu yang tidak bekerja adalah 50,8% dan proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori ibu yang bekerja adalah 47,1%. Sehingga disimpulkan bahwa ibu hamil yang tidak bekerja dengan ibu hamil yang bekerja berimbang dengan niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT. Hal ini didukung oleh tingkat pendidikan ibu hamil dengan status pekerjaan yang dimiliki. Sebagian besar ibu hamil yang tidak bekerja memiliki pendidikan yang sama dengan ibu hamil yang bekerja. Selain itu, status pekerjaan yang dimiliki oleh ibu hamil mayoritas adalah pegawai toko. Dari hasil uji statistik status disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fauji (2010), status pekerjaan ibu dengan pemanfaatan layanan kesehatan tidak memiliki hubungan yang bermakna. Hal ini dipengaruhi faktor lain, yaitu tingkat pendidikan. Asumsinya bahwa status pekerjaan dapat berpengaruh dengan tindakan seseorang dalam pemanfaatan layanan kesehatan apabila orang yang bekerja memiliki pengetahuan yang lebih baik dari orang yang tidak bekerja. Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Khairrurahmi (2009), yang menyebutkan bahwa status pekerjaan memiliki hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan klinik VCT. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Su-Rin Shin et al (2005), mayoritas pengunjung klinik VCT berstatus sebagai pekerja, dan sangat sedikit sekali yang berstatus sebagai pengangguran. Sama halnya dengan Jilia (2013), bahwa ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan upaya pencegahan HIV/AIDS. Status pekerjaan memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku seseorang dalam memanfaatkan layanan kesehatan apabila dilihat dari jenis pekerjaannya. Dalam penelitian ini terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil tidak bekerja dan berstatus sebagai ibu rumah tangga. Namun sebagian besar ibu hamil yang bekerja merupakan pegawai toko di daerah pasar Ciputat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khairrurahmi dan Jilia yaitu pada sampel penelitian, penelitian ini sampel pada semua ibu hamil sedangkan pada penelitian sebelumnya pada kelompok wanita pekerja seksual. Artinya jenis pekerjaan seseorang yang secara tidak langsung mempengaruhi bahwa status pekerjaan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT. Hal ini sejalan dengan penelitian Gunawan (2011), bahwa orang dengan jenis pekerjaan yang tidak menetap dirumah atau lokasi tempat kerja di luar kota cenderung mempunyai risiko cukup tinggi untuk tertular dan menularkan HIV/AIDS mengingat karakteristik dan sifat pekerjaan mereka. Sehingga disimpulkan bahwa seseorang dengan jenis pekerjaan yang cenderung bersiko akan mempengaruhi niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT. 6.3.4. Hubungan Pengetahuan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Sedangkan menurut WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2005) bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku karena adanya 4 alasan pokok yaitu pemikiran dan perasaan, acuan dan referensi dari seseorang, sumber daya, dan sosio budaya. Bentuk dari pemikiran dan perasaan salah satunya adalah pengetahuan. Seseorang akan berperilaku didasarkan beberapa pertimbangan yang diperoleh dari tingkat pengetahuannya. Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori pengetahuan buruk adalah 45,7% dan proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori pengetahuan baik adalah 100%. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Sumarlin (2013) bahwa perubahan perilaku didukung dengan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Didukung pula dengan penjelasan menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan merupakan strategi perubahan perilaku yang penting untuk menimbulkan kesadaran dan akhirnya berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hasil uji statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014. Hal ini sejalan dengan Purwaningsih (2011), faktor pengetahuan mempengaruhi keseriusan yang dirasakan orang risiko tinggi terhadap HIV/AIDS untuk melakukan upaya pencegahannya dalam hal ini memanfaatkan layanan VCT. Orang risiko tinggi yang memiliki pengetahuan tinggi tentang HIV/AIDS akan merasakan keseriusan yang sangat kuat terhadap HIV/AIDS sehingga dengan keseriusan yang dirasakannya, orang risiko tinggi tersebut akan terdorong untuk melakukan VCT. Hal yang sama dilakukan Pusponegoro et al (2013), terjadinya peningkatan minat responden untuk memanfaatkan layanan kesehatan setelah dilakukannya intervensi. Pengetahuan responden sangat rendah terkait VCT hanya 4%, setelah di intervensi pengetahuan meningkat menjadi 52%. Dengan meningkatnya pengetahuan responden terkait VCT memberi efek terhadap minat responden untuk memanfaatkan layanan VCT. Perubahan perilaku didukung oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang. Seorang ODHA yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS, kemudian mengubah perilakunya untuk berperilaku agar mencegah terjadi peningkatan kasus HIV/AIDS. Dengan pengetahuan tersebut diharapkan pasien HIV/AIDS melakukan perubahan perilaku dalam hal mencegah penularan HIV/AIDS. Hal ini sejalan dengan Anggipita (2010) dalam Sumarlin (2013), ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan ARV. Begitu juga dengan ibu hamil yang memiliki pengetahuan baik tentang manfaat VCT untuk bayi yang dikandungnya, akan berperilaku untuk mencegah penularan HIV/AIDS dari dirinya kepada bayi yang dikandungnya. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Wijayanti et al (2013) menyatakan pengetahuan yang tinggi tentang VCT mempengaruhi minat seseorang untuk memanfaatkan layanan VCT. Berdasarkan wawancara dengan petugas kesehatan di Puskesmas Ciputat layanan VCT merupakan program baru yang dilaksanakan terhitung awal bulan di tahun 2014. Sehingga dari hasil pengumpulan data yang dilakukan kepada semua ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat didapatkan bahwa mayoritas ibu hamil belum paham dengan istilah VCT, bahkan sebagian besar responden tidak mengetahui ketersediaan fasilitas VCT yang sebenarnya dilaksanakan gratis. Sebagai asumsi bahwa mempengaruhi minat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT diperlukan upaya promosi yang seharusnya dilakukan oleh pihak puskesmas terkait VCT misalnya melalui beberapa media. Dari hasil observasi peneliti terlihat bahwa belum dilakukannya upaya promosi layanan VCT melalui alat bantu berupa media. Rendahnya pengetahuan yang dimiliki ibu hamil tentang layanan VCT didukung dengan minimnya sosialisasi yang dilakukan Puskesmas Ciputat. Menurut penelitian yang dilakukan Donkor ES dan Alemu et al di Etiopia, dalam penelitian Pusponegoro (2013), 80 - 89% respondennya memiliki tingkat pengetahuan yang baik terhadap VCT karena pemerintah Etiopia melakukan promosi terhadap penyakit AIDS maupun VCT melalui media elektronik. Pengaruh promosi yang digalakkan pemerintah ternyata juga memberikan efek edukatif terhadap masyarakat sehingga dapat meningkatkan pengetahuan. Sementara itu, dari penelitian yang di lakukan oleh Saputra (2008), hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan terhadap HIV/AIDS. Artinya responden dengan tingkat pengetahuan rendah berimbang dengan responden yang berpengetahuan tinggi untuk melakukan upaya pencegahan terhadap HIV/AIDS. Hal yang sama pada penelitian Dewi (2011) dalam Aisyah (2012), bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku seseorang terhadap upaya pencegahan HIV. Beberapa hasil penelitian di atas, diasumsikan bahwa seseorang dengan tingkat pengetahuan tinggi maupun rendah tentang pencegahan dan penularan HIV dapat saja berperilaku mendukung atau tidak mendukung untuk melakukan upaya pencegahan. Sedangkan Menurut Green (1990), faktor pengetahuan yang termasuk dalam faktor predisposisi mempunyai pengaruh sebagai motivasi awal bagi seseorang dalam berperilaku. Artinya dalam hal ini perilaku seseorang sejalan dengan pengetahuan yang dimiliki. Jadi, seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik tentang manfaat VCT maka akan mendukung minatnya untuk memanfaatkan layanan VCT. Aspek pengetahuan akan sejalan dengan minatnya untuk berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Dari hasil univariat niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT sebanyak 50%. Hal ini sejalan dengan hasil tingkat pengetahuan responden, sebagian besar ibu hamil berpengetahuan buruk tentang VCT sebesar 92,1%. Pengetahuan ini meliputi manfaat VCT, tahapan – tahapan dalam layanan VCT, layanan apa saja yang diberikan dalam layanan VCT, dan materi apa saja yang diberikan konselor dalam layanan VCT. Artinya untuk menaikkan niat ibu hamil menjadi 70% harus diimbangi dengan pengetahuan baik ibu hamil terhadap VCT. Sehingga upaya yang dilakukan dalam mendukung minat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan memberikan intervensi melalui peningkatan pengetahuan. Salah satu upaya peningkatan pengetahuan dengan mengembangkan sosialisasi VCT. Sosialisasi dapat dikembangkan melalui kerjasama dengan instansi kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat, kader, dan kelurahan. Sosialisasi ini bisa dilaksanakan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. 6.3.5. Hubungan Sikap Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap belum merupakan suatu perbuatan, tetapi dari sikap dapat diramalkan perbuatannya (Fauji, 2010). Hal ini didukung menurut Rosenstock (1974), suatu tindakan akan dipengaruhi oleh keyakinan tentang efektivitas relatif dari alternatif yang tersedia yang dikenal dapat mengurangi ancaman penyakit yang dirasakan individu. Dijelaskan juga oleh Green (1991), bahwa mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Faktor yang mendukung adalah : 1) faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, keyakinan persepsi), (2) faktor pendukung ( akses pada pelayanan kesehatan, keterampilan dan adanya referensi), (3) faktor pendorong terwujud dalam bentuk dukungan dari keluarga, tetangga dan tokoh masyarakat. Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori sikap negatif adalah 28,0% dan kategori sikap positif adalah 60,8%. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa yang tidak menggunakan layanan VCT lebih tinggi pada kelompok yang bersikap negatif dibandingkan dengan yang bersikap positif. Sejalan dengan pernyataan Jilia (2013), yang menyatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku seseorang meskipun sikap tidak dapat dilihat langsung. Selain itu, sikap dikatakan sebagai suatu penghayatan terhadap objek sehingga sikap dapat menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Hasil uji statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014. Penelitian ini sejalan dengan Aswar (2012), yang menunjukkan adanya hubungan antara sikap dengan pemanfaatan layanan VCT yakni semakin tinggi penerimaan seseorang terhadap layanan VCT maka semakin tinggi minat seseorang untuk memanfaatkan layanan VCT. Hal yang sama diperjelas oleh Pranadji (1988) dalam Fauji (2010), bahwa sikap akan sangat berpengaruh bagi keputusan seseorang, sebab sikap akan mengarahkan perilaku seseorang secara langsung. Artinya sikap seseorang dapat mempengaruhi keputusan orang tersebut untuk melakukan atau tidak melakukan dalam hal ini yaitu memanfaatkan layanan VCT. Beberapa hasil penelitian diatas, dapat diartikan bahwa untuk merubah sikap negatif ibu hamil terhadap layanan VCT diberikan pengetahuan lebih mengenai layanan VCT sebagai upaya pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Penelitian ini sejalan menurut Getachew, (2005) yang menunjukkan bahwa sikap positif ibu hamil didukung dengan pengetahuan yang baik tentang layanan VCT, yakni ibu hamil akan memanfaatkan layanan VCT secara sukarela dengan alasan untuk mengurangi risiko transmisi HIV ke anaknya. Hal tersebut diperjelas dalam penelitian Zubairu et.al (2006), menyatakan bahwa adanya pengetahuan yang baik tentang pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak melalui VCT yang menimbulkan sikap positif ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Oleh karena itu, pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Jika dilihat dari theory of planned behavior pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap. Namun, menurut Pusponegoro (2013), sikap negatif seseorang terhadap layanan VCT dipengaruhi oleh stigma negatif yang berkembang di lingkungan masyarakat. Penyakit HIV dipandang sebagai penyakit menular dimana penderitanya dianggap menakutkan. Oleh karena itu, mereka menganggap bila melakukan pemeriksaan, akan dicap oleh orang sekitarnya memiliki riwayat promiskuitas atau positif menderita AIDS. Padahal menurut Depkes (2008), kegiatan konseling yang bertujuan untuk mengurangi stigma masyarakat tentang HIV/AIDS dengan menyediakan dukungan psikologis, informasi, pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS. Sementara itu, menurut Solehah (2008) dalam Aisyah (2012), menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap seseorang dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS. Artinya antara responden yang bersikap positif dengan responden yang bersikap negatif terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS tidak mempengaruhi keputusannya untuk berperilaku. Diasumsikan bahwa seseorang mempunyai sikapnya masing – masing terhadap suatu objek, dan perbedaan sikap mereka itu merupakan hal yang sewajarnya. Hal ini secara tidak langsung bisa dipengaruhi oleh karateristik yang berbeda – beda dari setiap individu. Selain itu, setiap individu mempunyai perbedaan dalam pengalaman belajar, tingkat pendidikan, status sosial, bahkan budaya yang berbeda dalam lingkungannya. Sikap seseorang terhadap niatnya untuk memanfaatkan layanan kesehatan secara tidak langsung dipengaruhi oleh budaya yang berkembang dilingkungannya. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Solehah yaitu pada karakteristik demografi. Pada penelitian ini dilakukan pada kelompok ibu hamil yang belum melakukan layanan VCT, sedangkan penelitian sebelumnya pada kelompok ibu hamil yang sudah melakukan layanan VCT. Menurut Sarwono (2012), sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat cara : adopsi yaitu melalui budaya yang berkembang dilingkungannya, diferensiasi yaitu pengalaman individu yang dialaminya didukung dengan bertambahnya usia, integrasi yaitu melalui pengalaman yang didukung dengan pengetahuan yang berhubungan dengan suatu objek, trauma yaitu pengalaman yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Sehingga untuk melakukan perubahan terhadap sikap seseorang bisa didukung dengan motivasi. Artinya untuk merubah sikap ibu hamil terhadap layanan VCT dapat dilakukan dengan suatu proses pendekatan internal melalui sosialisasi secara terus menerus antara individu dengan individu lain di lingkungannya. Misalnya melalui kader di tempat tinggalnya yang lebih memiliki dipercaya memiliki pengaruh terhadap kondisi lingkungannya. Perubahan sikap tidak dapat dilakukan hanya dari faktor internal melainkan dari faktor eksternal. Oleh karena itu, sosialisasi yang dilakukan kader dapat dibantu dengan media komunikasi seperti leaflet atau lainnya. Dan didukung juga dengan pendekatan melalui orang – orang terdekat ibu hamil yang bisa mendukung dalam pembentukan sikap positif terhadap layanan VCT. 6.3.6. Hubungan Norma Subyektif Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Normatif subjektif atau subjective norm adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya (normative beliefs). Kalau individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya (Ajzen, 2005). Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa nilai proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori norma subyektif dorongan lemah adalah 36,1% dan kategori norma subyektif dengan dorongan kuat adalah 62,5%. Hal ini membuktikan bahwa ibu hamil dengan norma subyektif dorongan kuat proporsinya untuk melakukan VCT lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki norma subyektif dorongan lemah. Pernyataan ini sejalan dengan Achmat (2010), seseorang akan berniat menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsikan bahwa orang lain berfikir bahwa seharusnya ia melakukan hal tersebut. Sehingga orang tersebut termotivasi untuk memenuhi harapan orang lain yang relevan. Harapan orang – orang yang bisa mempengaruhi keputusan ibu hamil dalam penelitian ini yaitu orang tua, suami, keluarga, anak, teman, petugas kesehatan dan media massa. Oleh karena itu, yang disebut dengan norma subjektif dorongan kuat , apabila orang lain melihat perilaku yang akan ditampilkan sebagai sesuatu yang positif dan seseorang tersebut ingin memenuhi harapan orang lain tersebut dan sebaliknya itu yang disebut dengan norma subjektif lemah. Dari hasil uji statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara norma subyektif dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014. Hal ini didukung dengan penelitian Fathimah (2014), norma subyektif yang memiliki dorongan kuat dari orang terdekat memberi pengaruh yang besar dalam menentukan suatu perilaku. Menurut Ajzen (2005), secara umum semakin seseorang mempersepsikan bahwa rujukan sosial merekomendasikan untuk melakukan suatu perilaku maka orang tersebut akan cenderung merasakan tekanan sosial untuk berniat melakukan perilaku tersebut dan sebaliknya. Teori tersebut sejalan dengan Saptari (2013), seseorang yang berada di lingkungan dorongan kuat untuk mengambil keputusan maka proporsi niat orang tersebut akan berperilaku positif. Sementara itu, menurut Durkheim (1960), perubahan seseorang terjadi dengan cepat dipengaruhi oleh semakin meningkatnya dorongan dari lingkungan sekitar yang menghasilkan suatu kebingungan tentang norma, sehingga akhirnya mengakibatkan simpang siurnya norma – norma sosial yang mengatur perilaku. Oleh karena itu, norma dan nilai menjadi relatif, khususnya dalam era modern sekarang ini (Bauman, 1993) dalam Meilisa et al (2010). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Meilisa et al (2010), bahwa norma subyektif tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan niat seseorang untuk sadar akan kesehatan. Ada faktor lain yang secara tidak langsung mempengaruhi norma subyektif yaitu lingkungan tempat tinggal seseorang yang mempengaruhi unsur budaya. Sehingga intervensi yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan adalah dengan memberikan dukungan serta motivasi kepada ibu hamil melalui orang – orang terdekat responden terkait manfaat layanan VCT. Hal ini sejalan dengan Purwaningsih (2011), faktor lingkungan mungkin dapat menjadi salah satu faktor pendorong yang membuat responden merasakan keseriusan yang kuat terhadap HIV/AIDS sehingga dapat memotivasi dirinya untuk memanfaatkan layanan VCT. Menurut Kwan et al (2012), mayoritas pasien merasa kecewa terhadap antrian yang sering terjadi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Diasumsikan bahwa kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan secara tidak langsung mendorong individu untuk memanfaatkan layanan kesehatan. Artinya jika petugas kesehatan bisa memberikan kepuasan terhadap pelayanan yang pasien dapatkan, maka secara tidak langsung petugas kesehatan telah berhasil memberikan motivasi kepada pasiennya. Jika dilihat dari penelitian Sumarlin (2013), faktor dukungan serta motivasi keluarga berpengaruh terhadap perubahan perilaku penderita yang beresiko HIV untuk memanfaatkan layanan VCT. Selama ini, dukungan dari keluarga dapat meningkatkan kelompok beresiko tinggi HIV/AIDS untuk memanfaatkan layanan VCT, misalnya dapat diwujudkan dengan memberikan perhatian, informasi, memberikan semangat kepada penderita HIV/AIDS. Manfaat dari dukungan keluarga ini yaitu dapat menekan munculnya stress karena informasi dan perhatian yang diberikan keluarga dapat memberikan semangat pada diri penderita HIV/AIDS. Menurut Ajzen (2005), motivasi orang terdekat yang mereka anggap penting juga mempengaruhi norma subyektif seseorang dalam mengambil keputusan untuk berperilaku. Sehingga dukungan orang terdekat ibu hamil yang menganggap bahwa layanan VCT penting memberi pengaruh pada keputusan ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Dengan adanya saran dari orang terdekat, dapat memberikan informasi serta pengetahuan baru terhadap responden yang bisa memotivasi responden agar dapat memanfaatkan layanan VCT. Dalam penelitian ini terlihat bahwa sebagian responden yang memiliki informasi dari motivasi orang – orang terdekat memberi pengaruh pada keputusan ibu hamil untuk berniat memanfaatkan layanan VCT. Oleh karena itu, perlunya kerjasama antara Puskesmas Ciputat dengan instansi kesehatan swasta, kader, dan kelurahan dalam memberikan penyuluhan, membangun kepercayaan pasien dengan pelayanan kesehatan yang didapatkan dan informasi positif yang memberikan dukungan kepada ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. 6.3.7. Hubungan Persepsi Kontrol Diri Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Persepsi kontrol diri (perceived behavioral control) didefinisikan oleh Ajzen (1991) sebagai kemudahan atau kesulitan persepsi untuk melakukan perilaku. Kontrol perilaku persepsi ini merefleksikan pengalaman masa lalu dan mengantisipasi halangan-halangan yang ada sehingga semakin menarik sikap dan norma subjektif terhadap perilaku, semakin besar kontrol perilaku persepsi, semakin kuat pula niat seseorang untuk melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan. Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan persepsi kontrol diri kuat adalah 68,2%. Ibu hamil dengan persepsi kontrol diri yang kuat lebih cenderung berniat untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri yang lemah. Hasil penelitian ini sejalan dengan Saptari (2013), seseorang dengan persepsi kontrol diri yang kuat akan lebih bersikap positif sehingga menimbulkan perubahan perilaku yang positif. Untuk memanfaatkan layanan kesehatan yang dianggap seseorang penting maka ia akan berpersepsi sesuai dengan kemampuannya untuk mengontrol. Hasil uji statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi kontrol diri dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014. Hal ini sejalan dengan Meilisa et al (2010), dari ketiga faktor domain yang mendukung intensi, persepsi kontrol perilaku yang memegang peranan penting mempengaruhi seseorang dalam menentukan minatnya untuk memanfaatkan layanan kesehatan. Menurut Achmat (2010), persepsi atas kontrol perilaku menunjuk suatu derajat dimana individu merasa bahwa tampil tidaknya suatu perilaku yang diinginkannya dibawah kontrol kendali dirinya sendiri. Orang cenderung tidak akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu apabila seseorang percaya bahwa dirinya tidak memiliki kemampuan atau kesempatan untuk berperilaku meskipun sudah didukung dengan sikap yang positif. Berdasarkan penelitian Fathimah (2014), persepsi kontrol perilaku secara tidak langsung dipengaruhi oleh kekuatan faktor dalam memfasilitasi atau menghambat perilaku seseorang. Kekuatan yang dapat memfasilitas atau menghambat perilaku seseorang dalam berperilaku yaitu kemampuan bagaimana dirinya mempersepsikan tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku. Sebagai asumsi bahwa untuk membuat seseorang berpersepsi bahwa dirinya mampu menghadapi hambatan yang dialaminya untuk melakukan atau tidak melakukan VCT. Sehingga upaya intervensi yang bisa dilakukan dengan memberikan pengetahuan tentang VCT. Menurut Achmat (2012) dalam Fathimah (2014), salah satu faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi motivasi dalam diri seseorang adalah pengetahuan. Sehingga untuk mendukung ibu hamil memiliki kontrol persepsi perilaku kuat yang mempersepsikan bahwa layanan VCT bermanfaat bagi dirinya dengan memberikan motivasi dengan memberi informasi terkait tahapan – tahapan yang dilakukan dalam layanan VCT. Jika dilihat dari hasil univariat ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri lemah berimbang dengan ibu hamil yang memiliki kontrol persepsi kuat. Artinya untuk meningkatkan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT, didukung dengan meningkatkan persepsi kontrol diri responden. Berdasarkan peneltian Nuri (2012) dalam Fathimah (2014), seseorang dapat dimotivasi untuk melakukan perubahan suatu perilaku dengan memberikan pengetahuan. Pengetahuan yang baik tentang layanan VCT membuat mereka merasa yakin mampu menghadapi hambatan – hambatan yang ada dalam dirinya untuk mendorongnya melakukan VCT. Adapun hambatan yang mereka hadapi yaitu takut akan stigma negatif dari masyarakat tentang HIV dan ODHA. Oleh karena itu, intervensi yang sebaiknya dilakukan dengan meningkatan pengetahuan melalui media komunikasi, bisa berupa poster, leaflet dan lembar balik terkait tahapan – tahapan dalam layanan VCT. BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1. SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 76 ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 diperoleh simpulan sebagai berikut : 1. Gambaran umur ibu hamil dalam penelitian ini bervariasi, umur terendah dimulai dari 18 tahun dan tertinggi 44 tahun. Namun, sebagian besar ibu hamil dalam penelitian ini berusia dewasa yaitu >24 tahun sebanyak 72,4%. Artinya ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat berusia diatas 24 tahun sampai dengan 44 tahun. 2. Gambaran status pekerjaan ibu hamil dalam penelitian ini didominasi oleh kelompok ibu rumah tangga sebanyak 77,6%, artinya sebagian besar ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tidak bekerja. 3. Gambaran tingkat pendidikan ibu hamil dalam penelitian ini bervariasi, pendidikan terendah responden adalah SD dan tertinggi adalah Perguruan Tinggi. Namun, sebagain besar ibu hamil berpendidikan tinggi sebanyak 67,1%, yang didominasi oleh tingkat SMA. 4. Ibu hamil memiliki pengetahuan buruk tentang VCT 92,1%, dari hasil analisis terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil tidak mengetahui manfaat VCT, layanan apa saja yang diberikan di layanan VCT, tahapan – tahapan dalam layanan VCT dan materi apa saja yang diberikan oleh konselor dalam layanan VCT. 5. Ibu hamil memiliki sikap positif terhadap layanan VCT 67,1%. Artinya ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat menyadari bahwa layanan VCT akan dapat diketahui dengan cara mengunjunginya. 6. Gambaran ibu hamil yang tidak berniat untuk memanfaatkan layanan VCT berimbang dengan ibu hamil yang berniat untuk memanfaatkan layanan VCT. Hasil yang sama juga diperoleh dari variabel norma subyektif dan persepsi kontrol diri yang dimiliki oleh responden. Artinya untuk meningkatkan minat ibu terhadap layanan VCT, diperlukannya dorongan norma subyketif dan persepsi kontrol diri yang kuat dari responden. 7. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 7 variabel yang diteliti, empat variabel yang berhubungan secara signifikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yaitu pengetahuan, sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku. 8. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 7 variabel yang diteliti, tiga variabel yang tidak berhubungan secara signifikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yaitu umur, pendidikan dan status pekerjaan. 7.2. SARAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka adapun saran yang dianjurkan yaitu : 7.2.1. Kepada Puskesmas Ciputat 1. Mengembangkan sosialisasi Voluntary Counseling and Testing (VCT) bekerjasama dengan instansi kesehatan swasta, kader, dan kelurahan dalam memberikan informasi mengenai layanan VCT. melalui penyuluhan terkait manfaat VCT, tahapan – tahapan dalam layanan VCT, materi upaya pencegahan HIV/AIDS. Penyuluhan dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat, dalam bentuk lokmin, pengajian ibu – ibu, posyandu dll. Untuk menunjang efektifitas sosialisasi VCT bisa dibantu dengan menggunakan media komunikasi seperti leaflet, poster dll. 2. Efektifitas Puskesmas Ciputat dalam mensosialisasikan layanan VCT, sehingga ibu hamil mengetahui keberadaan layanan VCT dan cara mengaksesnya. Selain itu, petugas kesehatan harus membangun kepercayaan kepada ibu hamil yang melakukan pelayanan VCT. Hal ini dapat dilakukan dengan terbinanya hubungan komunikasi yang efektif antara konselor VCT dengan pasien, seperti lakukan kontak mata, berperilaku positif dan tunjukkan perhatian dengan isyarat. Sehingga mereka merasa tenang dan aman dalam melakukan layanan. Pasien akan patuh menjalankan tahapan dalam layanan VCT karena yakin bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Keterbukaan, rasa aman, dan jaminan kerahasiaan informasi hanya mungkin dilaksanakan pada suasana yang bersifat pribadi. Contohnya dengan ruangan yang tertutup dan komunikasi dilakukan oleh dua orang yaitu konselor dan pasien. 3. Media yang diberikan sesuai dengan sasaran. Misalnya dalam melakukan komunikasi antara konselor dan pasien menggunakan media lembar balik yang disertakan gambar dan penjelasan tentang HIV/AIDS. Sebaiknya media menggunakan bahasa yang mudah dimengerti jangan menggunakan bahasa istilah kedokteran. Sehingga materi yang diberikan membuat penerima pesan mengerti dan memahami. 7.2.2. Kepada Peneliti Lain Peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat melakukan analisis lebih lanjut sampai ke uji multivariate dengan popualasi yang lebih banyak. Hal ini berguna untuk mengetahui seberapa besar faktor dominan yang berkontribusi terhadap niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. DAFTAR PUSTAKA Abebe. 2006. Perception Of High School Students Towards Vouluntary Hiv Counseling And Testing, Using Helath Belief Model In Butajira, SNNPR. Thesis, Master Of Public Health, Addis Ababa University. Achmat, Zakarija. 2010. Theory Of Planned Behavior, Masihkah Relevan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Ajzen, I. 2005. Attitudes, Personality And Behavior 2nd Edition. New York:Open University Press, Mcgraw-Hill Education. Amran, Yuli. 2012. Pengolahan Dan Analisis Data Statistik Di Bidang Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Andersen, R. 1995. A Behavioral Model Of Families Use Of Health Services. 25. Center For Health Administrasi Studies, Research Series. Diakses dari: www. Ssa.uchicago.edu. 2014 Aisyah, Siti. 2012. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Terhadap HIV/AIDS Pada Siswa SMK Nusantara 01 Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2012. Jakarta: Sripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhamadiyah Jakarta Ariawan, I. 1998. Besar Dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan. Depok: Jurusan Biostatistik Dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Aswar, Shopian. 2012. Artikel. Determinan Penggunaan Pelayanan Voluntary Counseling And Testing (Vct) Oleh Ibu Rumah Tangga Berisiko Tinggi Hiv Positif Di Kabupaten Biak Numfor Papua. Keperawatan Poltekes Kemenkes Jayapura Biak Numfor Papua Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Kementerian Kesehatan R.I. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Kemenkes. Jakarta. Cicio, Elvriza. 2006. Analisis Kualitatif Perilaku Pemanfaatan Layanan VCT Oleh Pekerja Seks Komersial Di Kota Pontianak Tahun 2006. Pontianak : Skripsi. Program Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Cunningham CK, Chaix M-L, Rekacewicz C, Britto P, Rouzioux C, Gelber RD, et al. 2005. Development of Resistant Mutations in Women Receiving Standard Antiretroviral Therapy Who Received Intrapartum Nevirapine ti Prevent Perinatal Human Immunodeficiency Virus Type-1 Transmission: A Substudy of Pediatric AIDS Clinical Trials GroupProtocol 316. J Infect Dis 2002;186:181-8. Departemen kesehatan Republik Indonesia, 2008. Pedoman Pelayanan Konseling Dan Testing HIV/AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counselling And Testing). Dirjen P2PL : Jakarta. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2013. Laporan Kementrian Kesehatan Terkait HIV/AIDS, Triwulan III, Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI. Durkheim, Erwin. 1960. The Division Of Labor In Society. New York : The Free Press. Ermarini, Anggia. 2013. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Layanan VCT Pada Populasi Beresiko Tinggi Hiv/Aids Di Provinsi Banten Tahun 2013. Depok: Tesis. Magister Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Fauji, Ahmad. 2010. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Ibu Dalam Pemanfaatan Layanan Imunisasi Di Desa Beberan Kecamatan Ciruas Banten. Skripsi. Kesehatan Masyarakat. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Finsa, Riri. 2013. Hubungan Pengetahuan Dan Persepsi Ibu Hamil Mengenai HIV/AIDS Dengan Niat Melakukan VCT Menggunakan Teori Pendekatan Health Bealief Model Di RSUD Dr. M. Soewandhi Tahun 2013. Surabaya: Skripsi. Pendidikan Bidan Fakultas Kedoktera Universitas Airlangga. Fathimah, Fetty. 2014. Gambaran Orang Tua/ Pengasuh Dalam Memberikan Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013. Skripsi: Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Green, W. Lawrence dan Marshall W. Kreuter. 1991. Health Promotion Planning; An Education And Ecological Approach Third Edition. United States Of America : Mayfield Publishing Company. Green,L.,Kreuter, M. W., Deeds, S. G.,& Patridge, K. 1995. Health Promotion Planning An Educational And Environmental Approach, Second Edition, California: Mayfield Publishing Company;2000. Getachew W. 2005. Factor Determining Acceptance Of Voluntary Hiv Testing Among Pregnant Women Attending Antenatal Clinic At Armed Force Hospitals In Addis Ababa. Harziah, Fifit. 2008. Gambaran Kepuasan Pasien Hiv/Aids Terhadap Pelayanan Yang Diberikan Di Klinik Vct Melalui Pengukuran Selisih Persepsi Dan Harapan Pasien Hiv/Aids Di Rsud Arifin Ahmad Pekanbaru Tahun 2008. Depok: Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Hastono, S. Priyo. 2007. Analisis Data Kesehatan. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hurlock, B. Elizabeth. 1980. Development Psychology Alife-Span Approach, Fifth Edition. Pt Gelora Aksara Pratama, Erlangga. Jakarta Indriyani, Ayu L. 2012. Gambaran Dan Faktor Yang Berhubungan Dengan Partisipasi VCT (Voluntary Counselling Testing HIV) Pada Warga Binaan Pemasyarakatan Di Rumah Tahanan Negara Klas IIA Pondok Rambu Tahun 2012. Depok. Skripsi: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Ilmiyah, Surotul. 2014. Gambaran Pemasaran Sosial Program Voluntary Counseling and Testing HIV-AIDS di Puskesmas Ciputat Tahun 2014. Ciputat: Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. 2011. Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku Tahun 2011. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. 2012. Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional : Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV Dari Ibu Ke Anak. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Rencana Aksi Nasional Pengendalian HIV DAN AIDS Sektor Kesehatan 2014-2019. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta. Khairrurahmi. 2009. Pengaruh Faktor Predisposisi, Dukungan Keluarga Dan Level Penyakit Orang Dengan HIV/AIDS Terhadap Pemanfaatan Layanan VCT Di Kota Medan Tahun 2012. Medan:Tesis. Universitas Sumatera Utara. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2003. Penanggulangan HIV/AIDS 2003 – 2007. Jakarta. Strategi Nasional Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2009. Strategi Dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV Dan AIDS 2010-2014. Jakarta. Kwan Chow, Maria Yui. Li, Mu. Quine, Susan. 2012. Client Satisfaction and Unmet Needs Assessment : Evaluation of an HIV Ambulatory Health Care Facility In Sydney, Australia. Asia Pasific Journal of Public Health. Kwong, Kenneth K.., Oliver H.M. Yau, Jenny S,Y. Lee, Leo Y.M. Sin, & Alan C.B. Tse. 2003. The Effect of Attitudinal and Demographic Factors on Intention to Buy Pirated CDs : The Case of Chinese Consumers. Journal of Business Ethic, 47 (3), pp 223 – 235. Lembaga Kesehatan Nadhatul Ulama. 2013. Laporan Tahunan Capaian Program Penanggulangan HIV dan AIDS tahun 2013. Jakarta. Legiati, Titi. 2012. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Ibu Hamil Untuk Tes HIV Di Kelurahan Bandarharjo Dan Tanjungmas Kota Semarang Tahun 2012. Bandung : Skripsi : Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Bandung. Ludin, H.B. 2010. Pengaruh Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Tindakan Pemberian Asi Ekslusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru. Medan: Tesis. Sekolah Pascararjana Universitas Sumatera Utara. Mandal, dkk. 2008. Penyakit infeksi. Erlangga: Jakarta. Maulana, 2009. Teori dan Aplikasi Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hlm.52-57. Meilisa, M. Anwar Prabu. 2010. Peran Sikap, Norma Subyektif, Dan Persepsi Kontrol Perilaku Dalam Memprediksi Intensi Wanita Melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri Di Universitas Mercu Buana Tahun 2010. Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Jakarta. Nayar, K.R. and Razum, Oliver, Millenium Development Goals and Health: Another Selective Development. (Download from http://isq.sagepub.comat University Maastricht on March 22, 2009). Nurliana. 2009. Pemanfaatan Layanan VCT (Voluntary Counselling and Testing) Oleh Pekerja Seks Komersial Di Kabupaten Sintang Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Notoadmodjo. 2007. Perilaku Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Cetakan Pertama PT. Rineka Cipta : Jakarta. Putri, Rindiarni inten. 2009. Pengetahuan, Sikap, Dan Niat Ibu Hamil Untuk Melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Di Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Garut Tahun 2009. Depok: Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Purwaningsih. 2011. Skripsi. Analisis Faktor Pemanfaatan Vct Pada Orang Risiko Tinggi Hiv/Aids Di RSU Dr Soetomo Surabaya. Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Pusponegoro, et al. 2013. Hubungan Penyuluhan Dengan Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Ibu Hamil Tentang HIV Dan Program Voluntary Counseling And Testing Di Puskesmas Pulo Gadung Tahun 2013. Departemen Obstetri Dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Roza, Jilia. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Status HIV Klien VCT (Voluntary Counselling And Testing HIV) Di RSUD Mandau Kabupaten Bengkalis Tahun 2013. Depok: Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Rosenstock, IM. 1974. The Health Belief Model and preventive health behavior. Health Educ Monogr. Diakses dari : http://www.med.uottawa.ca/courses/epi6181/images/Health_Belief_Model _review.pdf. Tanggal 23 Juni 2014, Pukul 13.00 WIB. Rogers, Shoemaker. 1971. Communication of innovation : A Cross Cultural Approach. The Free Press. A division of macmillan publishing Co. Ine. New York. Safitri, Nurmalia. 2013. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Niat Untuk Memilih Pelayanan Rawat Inap Di Rumah Sakit Bogor Medical Center Tahun 2011. Depok: Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Santrock, W. John. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja Edisi Keenam. PT Gelora Aksara Pratama, Erlangga. Jakarta Saptari, Adila Fahmida. 2013. Hubungan Sikap Dan Pengetahuan Dengan Niat Mendukung Praktikan Pemberian Asi Ekslusif Pada Mahasiswa Magister Pria Universitas Indonesia Tahun 2013. Depok: Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Saputra, Ginto. 2008. Gambaran Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Terkait HIV/AIDS Pada Siswa Kelas III SMA PGRI I Kota Bogor Tahun 2008. Depok : Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Sarwono, W. Sarlito. 2012. Pengantar Psikologi Umum. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Setiawan, Made. 2009. Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan Tahun 2009. Jakarta: Majalah Kedokteran. Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof DR. Sulianti Saroso, Jakarta. Setiawan, Budi. 2011. Determinan Pemanfaatan Pelayanan Klinik Voluntary Counselling And Testing (VCT) Keliling Bagi Wanita Pekerja Seks (WPS) Di Kabupaten Pelalawan-Provinsi Riau Tahun 2011. Depok:Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Sumarlin, Hestri. 2013. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perubahan Perilaku Pada Pasien Hiv/Aids Di Klinik Vct Bunga Harapan RSUD Banyumas Tahun 2013. Purwokerto : Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Jurusan Keperawatan Universitas Jendral Soedirman. Su-Rin Shin, Hee Sun Kang & Linda Moneyham. 2007. Characteristics Of Individuals Seeking Voluntary Counselling And Testing For Hiv Infection In South Korea. Journal of the association of nurse in aids care, vol 18. Suliatiadi, Agus. 2000. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perilau Ibu Dalam Mengimunisasikan Campak Anaknya Di Kabupaten Belitung Tahun 2000. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Depok Tanjung, 2004. Kenali Kejahatan Narkoba Hiv/Aids. Lembaga Terpadu Permasyarakatan Anti Narkoba : Jakarta UNAIDS. 2013. UNAIDS Report On The Global AIDS Epidemic 2013. Global Report. UNAIDS. World Health Organization, UNAIDS And UNODC (2004). Policy brief:Reduction Of Hiv Transmission In Prions. Geneva:WHO. Wati, Maya Trisis. 2013. Analisis Kebijakan VCT Dalam Upaya Utilisasi Layanan VCT Di Rumah Tahanan Kelas II A Jakarta Timur Tahun 2013. Depok: Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan Pembrantasannya. PT. Gelora Aksara Pratama, Jakarta. Widiyanto, Gunawan. 2008. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Wanita Pekerja Seks (WPS) Dalam VCT (Voluntary Counselling and Testing) Ulang Di Lokalisasi Sunan Kuning, Semarang. Universitas Diponogoro : Semarang. Wijayanti, et al. 2013. Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Tentang Hiv/Aids Dan Minat Untuk Mengikuti VCT (Voluntary Counselling and Testing) Di Kelurahan Semampir Kota Kediri Tahun 2013. Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Malang. Zubairu L, Isa S.A, Mohammed K & Muktar H.A. 2006. Knowledge Of HIV/AIDS And Attitude Towards Counseling And Testing Among Adults. KUISIONER PENELITIAN FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (Voluntary Counseling and Testing) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014 Assalam‟mualaikum Wr.Wb. Saya Ayu Wulansari dari Kesehatan Masyarakat Departeman Promosi Kesehatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sedang melakukan penelitian untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing) atau tes dan konseling HIV secara sukarela. Wawancara ini akan berlangsung 15 menit. Infomasi yang anda berikan kepada saya akan saya rahasiakan sehingga tidak seorangpun akan mengetahuinya. Saya berharap anda dapat berpartisipasi karena pendapat anda sangat penting untuk penelitian saya. Setelah penelitian selesai, kuesioner ini akan dimusnahkan. Apakah anda bersedia mengisi kuisioner ini ? Apakah saya dapat memberikan kuisioner ini pada anda ? Nama Responden :________________________________ Tanda Tangan :_________________________________ Identitas Responden Isilah data berikut sesuai dengan identitas diri anda yang baik dan benar ! IDENTITAS RESPONDEN IRT1 No Responden IRT2 No HP/Email IDENTITAS PEWAWANCARA IP1 Nama Pewawancara IP2 Tanggal wawancara KODING / / Jawablah Pertanyaan Dibawah Ini Dengan Memberi Tanda ( X ) Pada Kolom Jawaban, Sesuai Dengan Kriteria Diri Anda ! A. Demografi A1 Berapa usia ibu saat ini ? ................................tahun [ ] A1 A2 [ ] A2 [ ] A3 A3 Apa pendidikan terakhir ibu ? 1. Tidak sekolah / tidak tamat SD 2. Tamat SD 3. Tamat SMP 4. Tamat SMA 5. Tamat Perguruan tinggi Apa pekerjaan ibu saat ini ? 1. Tidak bekerja/ibu rumah tangga 2. PNS/GURU/DOSEN 3. TNI/ POLRI 4. Wiraswasta / swasta 5. Buruh 6. Lain – lain, sebutkan .................................................. Petunjuk Pengisian : Berilah Tanda Silang ( X ) Terhadap Pilihan Anda, Sesuai Dengan Pilihan Yang Tepat Pada Jawaban Yang Tersedia. B. Pengetahuan tentang VCT B1 Apakah ibu pernah mendengar tentang VCT (Voluntary Counseling Test) atau [ tes dan konseling HIV secara sukarela? ]B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 1. Ya 2. Tidak Lanjut ke B3 Dari mana ibu mendengar VCT ? * boleh menjawab lebih dari satu 1. TV/Radio 2. Majalah / surat kabar 3. Bidan di Puskesmas 4. Petugas Lapangan (LSM) 5. Kader 6. Teman 7. Lain – lain, sebutkan.............................................................................. Menurut ibu dengan mengikuti VCT, apakah seseorang dapat mengetahui status HIVnya ? 1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu / tidak jawab Menurut ibu, untuk mendapatkan layanan VCT seseorang memerlukan beberapa kali pertemuan ? 1. Satu kali 3. Tiga kali 2. Dua kali 4. Tidak tahu Apakah dalam mengikuti layanan VCT harus menandatangani informed consent atau lembar persetujuan ? 1. Ya 2. Tidak Sebelum pengambilan sampel darah, apakah petugas memberikan konseling pre test atau edukasi sebelum tes ? 1. Ya 2. Tidak Lanjut ke B8 Materi apa saja yang diberikan oleh konselor VCT dalam memberikan konseling pre test atau edukasi sebelum tes ? * boleh jawab lebih dari satu 1. Informasi perilaku pencegahan 2. Informasi prosedur VCT 3. Informasi persetujuan informed consent 4. Informasi kerahasiaan hasil tes HIV Pada saat pengambilan hasil, apakah petugas memberikan konseling post test atau edukasi setelah tes ? 1. Ya 2. Tidak Lanjut ke B10 Materi apa saja yang diberikan oleh konselor VCT dalam memberikan konseling post test atau edukasi setelah tes ? * boleh jawab lebih dari satu 1. Informasi hasil test HIV 2. Informasi kepatuhan minum obat 3. Informasi strategi penularan HIV [ ]B2 [ ]B3 [ ]B4 [ ]B5 [ ]B6 [ ]B7 [ ]B8 [ ]B9 B10 B11 Menurut ibu, apakah dengan mengikuti layanan VCT, seseorang akan aman [ ]B10 tertular HIV ? 1. Ya 2. Tidak Bila hasil test negative apakah perlu dilakukan VCT lagi 3 bulan kemudian ? [ ]B11 1. Ya 2. Tidak C. Persepsi Kontrol Diri Terhadap Layanan VCT Petunjuk Pengisian : Berilah tanda ceklist ( ) terhadap pilihan anda sesuai dengan pilihan yang tepat pada kolom yang tersedia. Keterangan pilihan Jawaban : STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju S : Setuju SS : Sangat Setuju STS TS S SS ( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) C1 Keinginan dari saya sendiri untuk memanfaatkan layanan VCT tidak ada paksaan atau dorongan dari orang lain C2 Memanfaatkan layanan VCT dan melakukan VCT merupakan hal yang seharusnya saya lakukan, meskipun saya tidak beresiko HIV C3 Saya yakin akan mengikuti semua proses tahapan VCT, jika hasil tes saya dinyatakan HIV positif C4 Saya yakin untuk mengikuti hasil rekomendasi VCT, jika hasil tes saya dinyatakan HIV positif C5 Saya yakin akan mengikuti VCT lagi 3 bulan kemudian, Jika hasil tes saya dinyatakan HIV negatif. D. Pertanyaan Niat Untuk Memanfaatkan Layanan VCT D1 Pernakah ibu melakukan VCT ? 1. Pernah [ ]D1 2. Tidak Pernah Loncat ke D6 D2 Berapa kali tahun ini ibu mengunjungi klinik VCT ? [ ]D2 ......................................................................................................................... D3 Alasan apa yang mendorong ibu untuk mau melakukan VCT di Puskesmas [ ]D3 Ciputat ? 1. Kewajiban dari Puskesmas Ciputat 2. Kesadaran diri sendiri 3. Rujukan dokter 4. Ajakan teman 5. Dorongan keluarga Pelayanan apa yang diberikan di klinik VCT ? 1. Konseling 2. Pengobatan 3. Lainnya, sebutkan........................................................................................... Apakah ibu akan memanfaatkan layanan VCT untuk seterusnya ? 1. Ya 2. Tidak Mengapa ibu tidak pernah melakukan VCT ? *boleh jawab lebih dari satu 1. Tidak tahu 2. Takut akan stigma masyarakat tentang HIV dan Odha 3. Tidak ada sosialisasi dari pelayanan kesehatan 4. Lainnya, .................................................................................... Apakah ibu bersedia untuk melakukan VCT ? 1. Ya 2. Tidak Loncat ke E1 Jika bersedia, apakah ibu akan mengikuti tahapan – tahapan dalam layanan VCT secara rutin ? 1. Ya 2. Tidak D4 D5 D6 D7 D8 [ ]D4 [ ]D5 [ ]D6 [ ]D7 [ ]D8 E. Pertanyaan Sikap Untuk Memanfaatkan Layanan VCT Petunjuk Pengisian : Berilah tanda ceklist ( ) terhadap pilihan anda sesuai dengan pilihan yang tepat pada kolom yang tersedia. Keterangan pilihan Jawaban : STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju S : Setuju SS : Sangat Setuju STS (1) E1 E2 E3 VCT bermanfaat bagi orang yang berisiko tertular HIV Saya perlu layanan VCT meskipun saya tidak merasakan sakit Mengikuti pelayanan VCT membuat saya jadi tenang TS (2) S (3) SS (4) E4 E5 Saya tidak pernah tahu status HIV saya jika tidak mengikuti VCT Manfaat klinik VCT akan dapat diketahui dengan cara mengunjunginya F. Pertanyaan Norma Subyektif (Faktor Pendukung ) Untuk Mengakses Layanan VCT STS TS (1) (2) F1 F2 F3 Pertanyaan F4 Seberapa pentingkah pandangan dari keluarga ibu akan memberi pengaruh mengenai keputusan ibu untuk memanfaatkan layanan VCT ? Seberapa pentingkah pandangan dari teman ibu akan memberi pengaruh pada keputusan ibu untuk memanfaatkan layanan VCT? Seberapa pentingkah pandangan tenaga kesehatan akan memberi pengaruh pada keputusan ibu untuk memanfaatkan layanan VCT ? F6 SS (4) Orang – orang terdekat saya mendukung saya untuk memanfaatkan layanan VCT Anggota keluarga saya mendukung saya untuk memanfaatkan layanan VCT Teman – teman saya mendukung saya untuk memanfaatkan layanan VCT No F5 S (3) Tidak penting (1) Kurang penting ( 2) Penting Sangat penting (3) (4) No Pertanyaan F7 Apakah media massa (TV/internet/Koran/majalah/radio dll) memberi pengaruh pada keputusan ibu untuk memanfaatkan layanan VCT ? 1. Tidak berpengaruh 2. Kurang berpengaruh 3. Berpengaruh 4. Sangat berpengaruh [ ] F7 OUTPUT DISTRIBUSI FREKUENSI 1. UMUR IBU HAMIL katagori_umur Frequency Valid dewasa Percent Valid Percent Cumulative Percent 21 27.6 27.6 27.6 Dewasa 55 72.4 72.4 100.0 Total 76 100.0 100.0 muda 2. PENDIDIKAN IBU HAMIL Kat_didikbaru Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent rendah 25 32.9 32.9 32.9 tinggi 51 67.1 67.1 100.0 Total 76 100.0 100.0 3. STATUS PEKERJAAN kat_kerjabaru Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent tidak bekerja 59 77.6 77.6 77.6 bekerja 17 22.4 22.4 100.0 Total 76 100.0 100.0 4. PENGETAHUAN katagori_tahu Frequency Valid kurang baik Percent Valid Percent Cumulative Percent 70 92.1 92.1 92.1 baik 6 7.9 7.9 100.0 Total 76 100.0 100.0 5. SIKAP katagori_sikap Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent negatif 25 32.9 32.9 32.9 positif 51 67.1 67.1 100.0 Total 76 100.0 100.0 6. NORMA SUBYEKTIF katagori_norma Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent lemah 36 47.4 47.4 47.4 kuat 40 52.6 52.6 100.0 Total 76 100.0 100.0 7. PERSEPSI KONTROL DIRI katagori_persepsi Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent lemah 32 42.1 42.1 42.1 tinggi 44 57.9 57.9 100.0 Total 76 100.0 100.0 8. NIAT IBU HAMIL katagori_niat Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent tidak niat 38 50.0 50.0 50.0 niat 38 50.0 50.0 100.0 Total 76 100.0 100.0 OUPUT ANALISIS BIVARIAT 1. UMUR DENGAN NIAT IBU HAMIL UMUR_BARU * katagori_niat Crosstabulation katagori_niat tidak niat UMUR_ MUDA Count BARU % within UMUR_BARU DEWASA Total 12 21 42.9% 57.1% 100.0% 29 26 55 52.7% 47.3% 100.0% 38 38 76 50.0% 50.0% 100.0% Count % within UMUR_BARU Total 9 Count % within UMUR_BARU niat Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- sided) sided) .592a 1 .442 .263 1 .608 .594 1 .441 Fisher's Exact Test Linear-by-Linear N of Valid Cases .609 .584 Association b Exact Sig. (1-sided) 1 .445 76 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,50. b. Computed only for a 2x2 table .304 Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for katagori_umur (dewasa muda / .672 .244 1.853 .813 .467 1.414 1.209 .760 1.922 dewasa) For cohort katagori_niat = tidak niat For cohort katagori_niat = niat N of Valid Cases 76 2. PENDIDIKAN DENGAN NIAT IBU HAMIL Kat_didikbaru * katagori_niat Crosstabulation katagori_niat tidak niat Kat_di rendah dikbar Count % within Kat_didikbaru niat Total 13 12 25 52.0% 48.0% 100.0% 25 26 51 49.0% 51.0% 100.0% 38 38 76 50.0% 50.0% 100.0% u tinggi Count % within Kat_didikbaru Total Count % within Kat_didikbaru Chi-Square Tests Value Pearson Chi- df Continuity Correctionb Likelihood Ratio Exact Sig. (2- sided) sided) a 1 .807 .000 1 1.000 .060 1 .807 .060 Square Asymp. Sig. (2- Fisher's Exact Exact Sig. (1-sided) 1.000 Test Linear-by-Linear .059 Association N of Valid Casesb 1 .500 .808 76 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,50. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for Kat_didikbaru 1.127 .432 2.935 1.061 .664 1.696 .942 .578 1.535 (rendah / tinggi) For cohort katagori_niat = tidak niat For cohort katagori_niat = niat Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for Kat_didikbaru 1.127 .432 2.935 1.061 .664 1.696 .942 .578 1.535 (rendah / tinggi) For cohort katagori_niat = tidak niat For cohort katagori_niat = niat N of Valid Cases 76 3. STATUS PEKERJAAN DENGAN NIAT IBU HAMIL kat_kerjabaru * katagori_niat Crosstabulation katagori_niat tidak niat kat_k tidak bekerja erjab Count % within kat_kerjabaru niat Total 29 30 59 49.2% 50.8% 100.0% 9 8 17 52.9% 47.1% 100.0% 38 38 76 50.0% 50.0% 100.0% aru bekerja Count % within kat_kerjabaru Total Count % within kat_kerjabaru Chi-Square Tests Value Pearson Chi- Continuity Correctionb Likelihood Ratio Exact Sig. (2- sided) sided) df a 1 .783 .000 1 1.000 .076 1 .783 .076 Square Asymp. Sig. (2- Fisher's Exact 1.000 Test Linear-by-Linear .075 Association N of Valid Cases Exact Sig. (1-sided) b 1 .500 .785 76 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,50. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for kat_kerjabaru (tidak bekerja / .859 .292 2.532 .928 .553 1.558 1.081 .615 1.898 bekerja) For cohort katagori_niat = tidak niat For cohort katagori_niat = niat N of Valid Cases 76 4. PENGETAHUAN DENGAN NIAT IBU HAMIL katagori_tahu * katagori_niat Crosstabulation katagori_niat tidak niat katag kurang baik ori_ta Count % within katagori_tahu Niat Total 38 32 70 54.3% 45.7% 100.0% 0 6 6 .0% 100.0% 100.0% 38 38 76 50.0% 50.0% 100.0% hu baik Count % within katagori_tahu Total Count % within katagori_tahu Chi-Square Tests Value Pearson Chi- Continuity b Likelihood Ratio Exact Sig. (2- sided) sided) a 1 .011 4.524 1 .033 8.833 1 .003 6.514 Square Correction df Asymp. Sig. (2- Fisher's Exact .025 Test Linear-by-Linear 6.429 Association N of Valid Cases Exact Sig. (1-sided) b 1 .011 76 a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00. b. Computed only for a 2x2 table .013 katagori_sikap * katagori_niat Crosstabulation katagori_niat tidak niat katagori negatif _sikap Count % within katagori_sikap positif Count % within katagori_sikap Total Count % within katagori_sikap niat Total 18 7 25 72.0% 28.0% 100.0% 20 31 51 39.2% 60.8% 100.0% 38 38 76 50.0% 50.0% 100.0% Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper For cohort katagori_niat = .457 .354 .590 niat N of Valid Cases 76 5. SIKAP DENGAN NIAT IBU HAMIL Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- sided) sided) 7.213a 1 .007 5.961 1 .015 7.401 1 .007 Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb Exact Sig. (1-sided) .014 7.118 1 .008 76 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,50. b. Computed only for a 2x2 table .007 Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for katagori_sikap 3.986 1.411 11.258 1.836 1.206 2.795 .461 .237 .897 (negatif / positif) For cohort katagori_niat = tidak niat For cohort katagori_niat = niat N of Valid Cases 76 6. NORMA SUBYEKTIF DENGAN NIAT IBU HAMIL Chi-Square Tests Value Pearson ChiSquare Continuity Correctionb Likelihood Ratio df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- sided) sided) 5.278a 1 .022 4.275 1 .039 5.341 1 .021 Fisher's Exact .038 Test Linear-by-Linear 5.208 Association N of Valid Cases Exact Sig. (1-sided) b 1 .022 76 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,00. b. Computed only for a 2x2 table .019 katagori_norma * katagori_niat Crosstabulation katagori_niat tidak niat katagori lemah _norma Count % within katagori_norma kuat Count % within katagori_norma Total Count % within katagori_norma niat Total 23 13 36 63.9% 36.1% 100.0% 15 25 40 37.5% 62.5% 100.0% 38 38 76 50.0% 50.0% 100.0% Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for katagori_norma 2.949 1.159 7.503 1.704 1.065 2.724 .578 .352 .949 (lemah / kuat) For cohort katagori_niat = tidak niat For cohort katagori_niat = niat N of Valid Cases 76 Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- sided) sided) df 13.818a 1 .000 12.145 1 .000 14.326 1 .000 Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association Exact Sig. (1-sided) .000 13.636 N of Valid Casesb 1 .000 .000 76 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,00. b. Computed only for a 2x2 table 7. PERSEPSI KONTROL DIRI DENGAN NIAT IBU HAMIL katagori_persepsi * katagori_niat Crosstabulation katagori_niat tidak niat katagori_persepsi lemah Count % within katagori_persepsi tinggi Count % within katagori_persepsi Total Count % within katagori_persepsi niat Total 24 8 32 75.0% 25.0% 100.0% 14 30 44 31.8% 68.2% 100.0% 38 38 76 50.0% 50.0% 100.0% Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for katagori_persepsi 6.429 2.316 17.848 2.357 1.464 3.796 .367 .195 .691 (lemah / tinggi) For cohort katagori_niat = tidak niat For cohort katagori_niat = niat N of Valid Cases 76