faktor – faktor yang berhubungan dengan niat ibu hamil untuk

advertisement
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU
HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (VOLUNTARY
COUNSELING AND TESTING) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
CIPUTAT TAHUN KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN
TAHUN 2014
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh :
AYU WULAN SARI
NIM : 1110101000045
PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/ 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juni 2014
Ayu Wulansari
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Juli 2014
Ayu Wulansari, NIM : 1110101000045
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU
HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (Voluntary
Counseling and Testing) Di WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT,
KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014
xvii + 155 halaman, 20 tabel, 3 bagan, 4 lampiran
ABSTRAK
Saat ini di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi HIV/AIDS pada ibu
rumah tangga, disusul dengan tingginya prevalensi HIV pada anak. HIV/AIDS
telah mengurangi harapan hidup selama lebih dari 20 tahun yang menyebabkan
terhambatnya perkembangan ekonomi dan memperburuk kemiskinan rumah
tangga. Selain itu, HIV/AIDS menyebabkan kehilangan produktivitas yang lebih
besar dibandingkan penyakit lainnya, dan mendorong 6 juta keluarga lagi ke
jurang kemiskinan . Oleh karena itu, dilakukannya upaya pencegahan penularan
HIV dari ibu ke anak melalui program Voluntary Counseling and Testing
khususnya pada kelompok ibu hamil.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang
berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan
desain studi crosssectional dengan sampel penelitiannya adalah 76 ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas Ciputat yang dipilih secara acak dengan metode cluster
random sampling. Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah umur, status
pekerjaan, tingkat pendidikan, pengetahuan tentang VCT, sikap, norma subyektif,
dan persepsi kontrol perilaku yang dihubungkan dengan niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT. Variabel tersebut diukur dengan menggunakan
kuesioner yang diolah sampai bivariat dengan menggunakan uji chi-square.
Hasil penelitian menujukkan 50% ibu hamil memiliki niat untuk
memanfaatkan layanan VCT dan berdasarkan uji bivariat ditemukan bahwa
variabel pengetahuan, sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku
berhubungan secara signifikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT.
Dengan demikian disarankan kepada Puskesmas Ciputat untuk
mengoptimalkan sosialisasi kesehatan melalui kerjasama dengan instansi
kesehatan swasta, kader, dan kelurahan dengan melakukan penyuluhan mengenai
layanan VCT, untuk meningkatkan niat ibu hamil dalam memanfaatkan layanan
VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.
Kata kunci : Niat VCT, HIV/AIDS
Daftar Bacaan : 69 (1960 – 2014)
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
Undergraduate, July 2014
Ayu Wulan Sari, NIM: 1110101000045
FACTORS RELATED WITH MATERNAL INTENTION TO UTILIZE
THE SERVICES OF VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING IN
THE REGION OF CIPUTAT HEALTH CENTER, SOUTH TANGERANG
IN 2014
xvii + 155 pages, 20 tables, 4 figures, 4 attachments
ABSTRACT
Nowadays in Indonesia, there is an increase in the prevalence of
HIV/AIDS among housewife, followed by the high prevalence of HIV in children.
HIV/AIDS has reduced life expectancy for over than 20 years that cause
hampered the economic development and aggravate of households. Other than
that, the HIV/AIDS cause loss of productivity larger than any other disease, and 6
million families pushed back into poverty again. Therefore, made efforts
prevention of HIV transmission from mother to children through a program of
voluntary counseling and testing, especially on the group of pregnant woman.
This research aims to determine the factor of related to maternal intention
to utilize VCT service in the region of Ciputat Health Center in 2014. This
research used a cross-sectional study design with sample of this research was 76
pregnant women in the region of Ciputat Health Center randomly selected by the
method of cluster random sampling. Variables examined in this study were age,
employment status, education level, knowledge of VCT, attitude, subjective norm,
and perception of behavioral control were related with maternal intention to utilize
VCT services. These variables were measured using a questionnaire that
processed by bivariate test using chi-square test.
The results showed 50% of pregnant women have the intention to utilize
VCT services and based on bivariate tests found that variables of knowledge,
attitude, subjective norm, and perception of behavioral control were significantly
related with maternal intention to utilize VCT services.
Thereby it is suggested to Ciputat Health Center to optimize health
socialization through cooperation with private health instance, cadres, and village
chief to conduct information about VCT service, to increase maternal intention to
utilize VCT service in the region of Ciputat Health Center.
Keywords : VCT Intention, HIV/AIDS
Reading List Of : 69 (1960 – 2014)
PENYATAAN PERSETUJUAN
JUDUL SKRIPSI
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU
HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (Voluntary
Counseling and Testing) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT
KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputat, 11 Juli 2014
Mengetahui
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Ciputat, 11 Juli 2014
Anggota I
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
Tempat,
lahir
: Ayu Wulan Sari
tanggal : Palembang, 27 Juli 1991
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jl. Sedap Malam No. 80 Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat
Kota Tangerang Selatan 15419
Agama
: Islam
Status Pernikahan
: Lajang
Nomor Handphone
: +62 85269051331 atau +6289624632662
Email
: [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
2010-Sekarang
S1-Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2006-2009
Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang
2003-2006
SMP Negeri 52 Palembang
1996-2003
SD Negeri 357 Palembang
LEMBAR PERSEMBAHAN
Kebahagiaan yang selalu kalian berikan
Kasih sayang yang berlimpah setiap harinya
Doa terbaik yang selalu kalian panjatkan
Jika itu motivasi yang kalian berikan untukku
Dengan skripsi ini caraku membalas semuanya.
Tiada kata yang pernah bisa kusampaikan pada
kalian,
namun selalu kan ku kenang kasih sayang yang
tak pernah berujung itu………….
I dedicate
this work to
“My belove parents, My Family, and
My Honey”
Whose untiring care and endles love have constantly
surrounded me and been a powerfull source of inspiration of
which this is a partial reflection.
Written by Ayuwulansari
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji serta syukur kehadirat Allah SWT. yang
telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga
akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang bejudul Faktor–Faktor Yang
Berhubungan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT
(Voluntary Counseling And Testing Hiv) Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2014.
Adapun skripsi ini penulis buat untuk memenuhi persyaratan mendapatkan
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari bahwa skripsi ini
tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA selaku penanggung jawab peminatan
promosi kesehatan serta dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.
3. Ibu Ratri Ciptaningtyas, S.sn. Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.
4. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D dan Ibu Julie
Rostina, SKM, MKM yang telah menguji dan memberikan masukan yang
sangat bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan
ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan
penulis.
6. Dr. Derly, Bidan Popy, Bidan Rahma dan segenap staff, serta ibu kader
Puskesmas Ciputat terima kasih telah mau berbagi ilmu dan pengalaman
selama berinteraksi ketika penulis melakukan pengumpulan data.
7. Keluarga tercinta, khususnya buat mama dan papa serta kakak dan adik
tersayang yang selalu memberikan motivasi dan do‟a dari awal kuliah sampai
penyusunan skripsi ini.
8. Andy Agusta Triwardana terima kasih untuk motivasinya, bantuannya dan
do‟anya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
9. Sahabat seperjuangan Santri Jadi Dokter 2010 (Bayu, Zata, Harun, Rosi, Rusti,
Ana, Rendy), Sahabat-sahabatku di Prodi Kesehatan Masyarakat angkatan
2010 (Fitria, Fitri), Sahabat terbaikku Promkes 2010 terima kasih atas
kebersamaan yang telah kita lalui dua tahun ini semoga kebersamaan ini selalu
terjaga.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih kurang dari
sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan
di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Amin.
Ciputat, Juli 2014
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………………..
i
ABSTRACT……………………………………………………………………
ii
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………
iii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………………………………………
v
KATA PENGANTAR……………………………………………...................
vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………..............
ix
DAFTAR TABEL………………………………………………….................
xiv
DAFTAR BAGAN…………………………………………………………….
xv
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………..
xvi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xvii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..
1
1.1. Latar Belakang…………………………………………………….............
1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………................
7
1.3. Pertanyaan Penelitian…………………………………………..………….
8
1.4. Tujuan Penelitian……………………………………………….................
9
1.5. Manfaat Penelitian…………………………………………….…………..
10
1.6. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………..….............
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….
13
2.1. HIV/AIDS…………………………………………………………………
13
2.1.1. Definisi HIV/AIDS……………………………………………………
13
2.1.2. Patogenisis HIV/AIDS……………………………………………….
14
2.1.3. Manifestasi Klinis…………………………………………………….
14
2.1.4. Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Laboraturium……………………
15
2.2. HIV Pada Kehamilan………………………………………………………
15
2.2.1. Definisi Kehamilan………………………………………………………
15
2.2.2. Cara Penularan HIV Pada Kehamilan………………………………..
15
2.2.3. Penatalaksanaan………………………………………………................
16
2.2.4. Pencegahan HIV……………………………………………………...
16
2.3. Voluntary Counseling And Testing (VCT)…………………………….....
17
2.3.1. Definisi Konseling Dalam VCT……………………………………...
17
2.3.2. Tujuan Voluntary Counseling and Testing……………………………
19
2.3.3. Peran Voluntary Counseling and Testing………………………….....
20
2.3.4. Prinsip Voluntary Counseling and Testing…………………………...
23
2.3.5. Struktur Organisasi Voluntary Counseling and Testing……………...
25
2.3.6. Model Pelayanan Voluntary Counseling and Testing………………..
28
2.3.7. Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)………...
29
2.3.8. Ketersediaan Sarana dan Prasarana VCT ……………………………
30
2.3.8.1. Klinik Konseling Voluntary Counseling and Testing ……………
30
2.3.8.2. Konselor Untuk Voluntary Counseling and Testing ………….....
34
2.3.9. Tahapan Pelayanan Voluntary Counseling and Testing……………...
36
2.3.9.1. Konseling Pra Testing…………………………………………….
36
2.3.9.2. Informed Consent…………………………………………………
38
2.3.9.3. Testing HIV dalam Voluntary Counseling and Testing …………
39
2.3.9.4. Konseling Pasca Testing………………………………………….
41
2.4. Teori Perilaku Berencana (Theory Of Planned Behavior)……………...
42
2.4.1. Niat…………………………………………………………………...
47
2.4.2. Sikap………………………………………………….........................
48
2.4.3. Norma Subyektif………………………………………......................
50
2.4.4. Persepsi Kontrol Diri…………………………………………………
51
2.5. Pendidikan………………………………………………………………...
52
2.6. Umur………………………………………………….…………………...
54
2.7. Status Pekerjaan…………………………………………………………...
55
2.8. Pengetahuan……………………………………………………………….
56
2.9. Kerangka Teori……………………………………………………………
58
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN………….
60
3.1. Kerangka Konsep……………………………………………………….....
62
3.2. Definisi Operasional………………………………………….....................
63
3.3. Hipotesis Penelitian………………………………………………………..
66
BAB IV METODELOGI PENELITIAN………………………………………
67
4.1. Desain Penelitian…………………………………………………………..
67
4.2. Lokasi Penelitian……………………………………………………….....
67
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………………...
67
4.3.1. Populasi Penelitian……………………………………………………
67
4.3.2. Sampel Penelitian………………………………………………….....
68
4.3.2.1. Jumlah Sampel………………………………………………….....
69
4.4. Metode Pengumpulan Data……………………………………………….
72
4.5. Pengumpulan Data………………………………………………………..
75
4.6. Instrumen Penelitian………………………………………………………
75
4.5.1. Uji Validitas dan Reabilitas…………………………………………...
78
4.6. Pengolahan Data dan Analisis Data……………………………………..
80
4.6.1. Analisis Data………………………………………………………..
82
BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………………
84
5.1. Univariat…………………………………………………………………...
84
5.1.1. Umur Ibu Hami Untuk Memanfaatkan Layanan VCT…………………..
84
5.1.2. Pendidikan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT…………
85
5.1.3. Status Pekerjaan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT……
86
5.1.4. Pengetahuan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT……......
86
5.1.5. Sikap Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT……………….
87
5.1.6. Norma Subyektif Ibu hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT…...
88
5.1.7. Persepsi Kontrol Diri Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT
89
5.1.8. Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT………………...
90
5.2. Bivariat………………………………………………………………….....
91
5.2.1. Hubungan Umur dengan Niat…………………………………………
92
5.2.2. Hubungan Pendidikan dengan Niat…………………………………..
93
5.2.3. Hubungan Status Pekerjaan dengan Niat……………………………..
94
5.2.4. Hubungan Pengetahuan dengan Niat………………………….………
95
5.2.5. Hubungan Sikap dengan Niat…………………………………………
96
5.2.6. Hubungan Norma Subyektif dengan Niat…………………………….
97
5.2.7. Hubungan Persepsi Kontrol Diri dengan Niat………………………..
99
BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………………......
101
6.1. Keterbatasan Penelitian……………………………………………………
101
6.2. Hasil Penelitian.......………………………………………………….…….
101
6.2.1. Gambaran Umur Responden…………………………………….…….
102
6.2.2. Gambaran Pendidikan Responden……………………………………
103
6.2.3. Gambaran Status Pekerjaan Responden………………………………
104
6.2.4. Gambaran Pengetahuan Responden……………………………..……
106
6.2.5. Gambaran Sikap Responden………………………………………….
108
6.2.6. Gambaran Norma Subyektif Responden………………………………...
110
6.2.7. Gambaran Persepsi Kontrol Diri Responden…………………………
112
6.2.8. Gambaran Niat Responden……………………………………………
113
6.3. Hubungan Antara Faktor Penyebab Dengan Niat…………………………
115
6.3.1. Hubungan Umur dengan Niat VCT……………………………….......
115
6.3.2. Hubungan Pendidikan dengan Niat VCT……………………………..
119
6.3.3. Hubungan Status Pekerjaan dengan Niat VCT……………………….
122
6.3.4. Hubungan Pengetahuan dengan Niat VCT……………………………
125
6.3.5. Hubungan Sikap dengan Niat VCT……………………………….......
129
6.3.6. Hubungan Norma Subyektif dengan Niat VCT……………………….
134
6.3.7. Hubungan Persepsi Kontrol Diri dengan Niat VCT…………………..
138
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………
141
7.1. Simpulan…………………………………………………….......................
141
7.2. Saran……………………………………………………………………….
142
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….............
145
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
Tabel 3.2
Definisi Operasional
63
Tabel 4.1
Sampel Rw Terpilih
68
Tabel 4.2
Uji Validitas Dan Reabilitas
78
Tabel 5.1
Frekuensi Umur Ibu Hamil
84
Tabel 5.2
Frekuensi Pendidikan Ibu Hamil
85
Tabel 5.3
Frekuensi Status Pekerjaan Ibu Hamil
86
Tabel 5.4
Frekuensi Pengetahuan Ibu Hamil
87
Tabel 5.5
Frekuensi Sikap Ibu Hamil
88
Tabel 5.6
Frekuensi Norma Subyektif Ibu Hamil
89
Tabel 5.7
Frekuensi Persepsi Control Diri Ibu Hamil
90
Tabel 5.8
Frekuens Niat Ibu Hamil
91
Tabel 5.9
Hubungan Umur Dengan Niat Ibu Hamil
92
Tabel 5.10
Hubungan Pendidikan Dengan Niat Ibu Hamil
93
Tabel 5.11
Hubungan Status Pekerjaan Dengan Niat Ibu Hamil
94
Tabel 5.12
Hubungan Pengetahuan Dengan Niat Ibu Hamil
96
Tabel 5.13
Hubungan Sikap Dengan Niat Ibu Hamil
97
Tabel 5.14
Hubungan Norma Subyektif Dengan Niat Ibu Hamil
98
Tabel 5.15
Hubungan Persepsi Control Diri Dengan Niat Ibu Hamil
99
DAFTAR BAGAN
Nomor
Judul
Halaman
Bagan 2.1.
Kerangka Teori
59
Bagan 3.1.
Kerangka Konsep
62
Bagan 4.1.
Alur Pengumpulan Data
75
DAFTAR SINGKATAN
AIDS
: Aqciured Immunodeficiency syndrome
ANC
: Antenatal Care
ARV
: Anti Retrovirus
ELISA
: Enzyme Linked Imunosorbent Assay
HIV
: Human Immunodeficiency Virus
IMS
: Infeksi Menular Seksual
KIE
: Komunikasi Informasi Edukasi
ODHA
: Orang Dengan Hiv/Aids
PMTCT
: Prevention Of Mother To Child Transmition
TB
: Tuberculosis
TPB
: Theory Planned Behavior
TRA
: Theory Reaction Action
UNAIDS : United Nations
VCT
: Voluntary Counseling and Testing
WHO
: World Health Organization
WPS
: Wanita Pekerja Seksual
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuisioner Penelitian
2. Ouput Penelitian
3. Izin Penelitian
4. Surat Permohonan Permintaan Data
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit
infeksi penyebab kematian peringkat atas dengan angka kematian (mortalitas) dan
angka kejadian penyakit (morbiditas) yang tinggi serta membutuhkan diagnosis
dan terapi yang cukup lama (WHO, 2006). HIV merupakan virus yang menyerang
sel darah putih (limfosit) di dalam tubuh yang mengakibatkan turunnya kekebalan
tubuh manusia sehingga menyebabkan Aqciured Immunodeficiency Syndrome
(AIDS).
Sejak dilaporkan pertama kali pada tahun 1981 di Amerika Serikat,
penyebaran HIV/AIDS di seluruh dunia termasuk Indonesia berkembang sangat
pesat. Kasus ini telah mengakibatkan kematian 25 juta orang serta menginfeksi
lebih dari 40 juta orang lainnya. Berdasarkan laporan global, pada tahun 2012
jumlah penderita HIV mencapai 35,3 juta orang (Global Report UNAIDS, 2013).
Data dari Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah komulatif kasus
HIV yang telah dilaporkan hingga September 2013 sebanyak 118.787 kasus yang
tersebar di 33 provinsi dengan 348 kab/kota di Indonesia. Sejak tahun 1998
sampai dengan Maret 2013 tercatat sebanyak 1.844 warga Banten telah terdeteksi
terjangkit HIV. Provinsi Banten masuk ke dalam sepuluh besar provinsi dengan
jumlah komulatif kasus HIV/AIDS sebesar 851 orang (KPA, 2013). Menurut
laporan triwulan III Juli – September 2013 dari Direktorat Jendral Pengendalian
Penyakit dan Lingkungan Kemenkes, di Tangerang Selatan jumlah kasus
HIV/AIDS terdata 99 kasus (Kemenkes, 2013).
Di Indonesia persentase kumulatif HIV paling banyak ditemukan kasus
pada kelompok umur 25-49 tahun (73,4%). Dan pada kasus AIDS yang paling
banyak terdeteksi yaitu pada kelompok umur 30-39 tahun (39,5%). Berdasarkan
data tersebut terlihat bahwa kelompok umur yang paling berisiko terhadap
penularan HIV dan kejadian AIDS adalah kelompok umur produktif yaitu rentan
umur 20-39 tahun (Kemenkes, 2013). Saat ini ibu rumah tangga merupakan salah
satu kelompok yang sangat rentan HIV/AIDS. Secara global, di dunia setiap
harinya sekitar 2000 anak usia 15 tahun ke bawah terinfeksi HIV akibat penularan
dari ibu ke bayinya. Sementara itu, sekitar 1.400 anak – anak usia 15 tahun
meninggal akibat AIDS (WHO, 2011).
Prevalensi HIV pada ibu hamil diproyeksikan meningkat dari 0,38%
(2012) menjadi 0,49% (2016), dan jumlah ibu hamil HIV positif yang
memerlukan layanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) juga
akan meningkat dari 13.189 orang pada tahun 2012 menjadi 16.191 orang pada
tahun 2016. Demikian pula jumlah anak berusia di bawah 15 tahun yang tertular
HIV dari ibunya pada saat dilahirkan ataupun saat menyusui akan meningkat dari
4.361 (2012) menjadi 5.565 (2016), yang berarti terjadi peningkatan angka
kematian anak akibat AIDS. Hingga September 2013, prevalensi kasus HIV pada
Ibu rumah tangga sebanyak 43% atau 108 kasus. Peningkatan ini juga diikuti
dengan meningkatnya persentase kasus HIV pada anak dari 1,8% pada tahun 2010
menjadi 4,3% akhir tahun 2013 (Kemenkes, 2013).
Dari data tersebut terlihat bahwa Indonesia telah memasuki populasi
umum dimana masyarakat umum mulai terjangkit. Hal ini terlihat dari
peningkatan kasus HIV/AIDS di Indonesia tidak hanya terjadi pada kelompok
beresiko tinggi, namun kini kasus HIV/AIDS meningkat setiap tahunnya pada
kelompok populasi rendah seperti ibu rumah tangga (Dame, 2011). Tingginya
jumlah kasus HIV/AIDS berdampak terhadap populasi umum, seperti ibu hamil
sehingga meningkatkan resiko penularan HIV dari Ibu ke bayi.
Kementrian Kesehatan RI memperkirakan jika di Indonesia setiap
tahunnya terdapat 9.000 ibu hamil positif HIV yang melahirkan bayi, berarti akan
lahir sekitar 3.000 bayi dengan HIV positif tiap tahun (Kemenkes, 2013).
HIV/AIDS telah mengurangi harapan hidup selama lebih dari 20 tahun yang
menyebabkan
terhambatnya
perkembangan
ekonomi
dan
memperburuk
kemiskinan rumah tangga. Selain itu, HIV/AIDS menyebabkan kehilangan
produktivitas yang lebih besar dibandingkan penyakit lainnya, dan mendorong 6
juta keluarga lagi ke jurang kemiskinan sampai tahun 2015 (Komisi AIDS di
Asia, 2008).
Resiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar 24 – 25%. Namun, resiko
ini dapat diturunkan menjadi 1-2% dengan tindakan intervensi bagi ibu hamil HIV
positif, yaitu melalui layanan konseling dan tes HIV sukarela, pemberian obat
antiretroviral, persalinan sectio caesaria, serta pemberian susu formula untuk bayi
(Depkes, 2008). Oleh karena itu, untuk meminimalisir resiko penularan HIV,
WHO mengembangkan program penanggulangan HIV/AIDS berupa Guideline on
HIV infection and AIDS in Prison Geneva dan juga HIV testing and Counseling in
Prison and other closed setting yang dilaksanakan sejak tahun 2007. Indonesia
telah mengembangkan upaya pencegahan HIV melalui pelayanan Voluntary
Counselling and testing atau yang dikenal dengan singkatan VCT (WHO, 2007).
Berdasarkan kebijakan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 Tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS pasal 17 disebutkan bahwa semua ibu hamil yang
melakukan pemeriksaan kehamilannya diharuskan mengikuti pemeriksaan
diagnostis HIV dengan tes dan konseling (VCT) sebagai upaya pencegahan dan
penularah HIV dari ibu ke anak yang di kandungnya (Kemenkes, 2013).
Konseling dan tes sukarela atau Voluntary Counseling and Testing (VCT)
merupakan pintu masuk (entry point) untuk membantu masyarakat mendapatkan
akses ke semua pelayanan, baik informasi, edukasi, terapi dan dukungan
psikososial (Depkes, 2008). Dengan terbukanya akses, maka kebutuhan akan
informasi yang tepat dan akurat akan tercapai, sehingga proses berpikir dan
perilaku dapat diarahkan menjadi lebih sehat. Pelayanan VCT dapat digunakan
untuk mengubah perilaku berisiko, memberikan informasi yang benar tentang
pencegahan dan penularan HIV, seperti penggunaan kondom, tidak berbagi alat
suntik, pengetahuan tentang IMS (infeksi menular seksual) dan lain-lain
(Kemenkes, 2006).
Jumlah institusi pelayanan kesehatan di Indonesia yang melayani VCT
terus mengalami peningkatan. Hingga Desember 2011, Kementerian Kesehatan
melaporkan 500 tempat VCT aktif di 33 provinsi, meningkat dari 156 di 27
provinsi pada tahun 2009. Di Indonesia layanan HIV/AIDS yang aktif melaporkan
kasus sebanyak 503 layanan Konseling dan Tes HIV (Kemenkes, 2013).
Sementara itu, di Provinsi Banten, sebanyak 3,709 orang bersiko yang berkunjung
ke klinik VCT. Akan tetapi, hal ini tidak sebanding dengan estimasi populasi
berisiko HIV/AIDS tahun 2012 di Provinsi Banten yaitu, 20.000 orang
(Kemenkes, 2012).
Kota Tangerang Selatan, terdapat dua instansi pemerintah yang
menyediakan layanan VCT yaitu Puskesmas Jombang dan Puskesmas Ciputat.
Berdasarkan laporan tahunan Kementerian Kesehatan tahun 2013, dari 98 orang
yang memanfaatkan layanan VCT, dinyatakan 17 orang yang terdeteksi HIV
positif yang berasal dari populasi beresiko di Puskesmas Ciputat. Dari uraian data
tersebut terlihat bahwa Puskesmas Ciputat termasuk satu – satunya Puskesmas di
Tangerang Selatan yang aktif menjaring infeksi HIV melalui layanan VCT.
Namun, hasil wawancara peneliti dengan bidan di Puskesmas Ciputat,
selama ini pemeriksaan VCT masih didominasi oleh kelompok populasi kunci,
terdiri dari wanita pekerja seks (WPS) yang sebelumnya telah melakukan terapi
metadon. Artinya, pelayanan tes VCT hanya dilakukan oleh sejumlah kecil
kelompok, belum secara umum dimanfaatkan oleh masyarakat luas sekitar
Ciputat. Layanan VCT di Puskesmas Ciputat sudah beroperasi dari tahun 2010,
namun terdapat hambatan dalam peningkatan layanan VCT. Hambatan tersebut
berupa rendahnya jumlah kunjungan masyarakat umum yang memanfaatkan
layanan VCT.
Di tahun 2013 Puskesmas Ciputat memperluas layanan VCT pada
kelompok ibu hamil yang melakukan layanan Antenatal care (ANC). Namun,
layanan ini belum aktif. Dari hasil wawancara dengan bidan di Puskesmas
Ciputat, hal ini dipengaruhi oleh faktor informasi mengenai layanan VCT yang
belum diterima oleh masyarakat setempat, khususnya ibu rumah tangga. Faktor
tersebut dilatarbelakangi oleh minimnya sosialisasi dari petugas kesehatan tentang
keberadaan layanan VCT dikarenakan keterbatasan SDM di Puskesmas Ciputat.
Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Ermarini (2013) terlihat
bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam pemanfaatan layanan
VCT yaitu keyakinan seseorang dengan pemanfaatan layanan VCT, motivasi atau
dukungan dari LSM dan petugas kesehatan serta akses ke layanan VCT.
Berdasarkan hasil analisis multivariat terdapat dua variabel yang paling
berhubungan dengan pemanfaatan layanan VCT yaitu usia dan pengetahuan
terkait VCT, yaitu tentang manfaat VCT dan tahapan dalam layanan VCT.
Menurut Kementerian Kesehatan, di tahun 2010 sebanyak 6 persen
penduduk usia di atas 15 tahun yang mengetahui tentang layanan VCT. Kelompok
dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi memiliki informasi yang lebih baik
tentang pelayanan VCT maupun penanggulangan HIV dibandingkan dengan
kelompok ekonomi rendah.
Hal di atas didukung oleh penelitian yang dilakukan Abebe (2006),
melaporkan bahwa responden yang memiliki persepsi kerentanan yang tinggi
menyatakan niatnya untuk melakukan VCT dari pada mereka yang memiliki
persepsi kerentanan yang rendah (48,9%). Terlihat dari jumlah responden dengan
persepsi yang tinggi terhadap keparahan HIV/AIDS menyatakan niatnya untuk
VCT sebanyak (52,6%) orang.
Menurut Mugisha (2010) dalam Wati (2013) adapun yang diperlukan
untuk mendukung seseorang memanfaatkan layanan VCT meliputi sensitifitas
terhadap pengujian, mobilisasi masyarakat, dan peningkatan kualitas dan kuantitas
VCT. Dari penelitian Nguyen (2007) dalam Wati (2013) beberapa faktor yang
mempengaruhi seseorang memanfaatkan layanan VCT yaitu informasi mengenai
keberadaan layanan VCT. Oleh karena itu, hasil penelitian ini menekankan
pentingnya peran pembangunan jaringan dengan rumah sakit, lembaga swadya
masyarakat, serta masyarakat perkotaan dan pedesaan dalam menyebarluaskan
informasi terkait VCT.
Dari hasil studi pendahuluan bahwa pemanfaatan layanan VCT oleh
kelompok ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat rendah < 26,7%. Hal ini
dipengaruhi oleh pengetahuan rendah ibu hamil terkait manfaat layanan VCT
sebanyak 66,7%. Dari uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berkaitan dengan faktor – faktor yang berhubungan dengan niat
ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Puskesmas Ciputat Kota
Tangerang Selatan tahun 2014.
1.2. Rumusan masalah
Peningkatan kasus AIDS pada Ibu Rumah Tangga kemudian disusul
dengan terjadinya peningkatan prevalensi HIV pada anak menjadi perhatian
khusus bagi tenaga kesehatan dan pemerintah. Untuk menghindari terjadinya
peningkatan kasus HIV dari ibu ke anak, kelompok ibu hamil dianjurkan
melakukan konseling dan testing HIV secara periodik untuk mengetahui status
HIV dirinya.
Berdasarkan studi pendahuluan terlihat
bahwa
masih rendahnya
pemanfaatan layanan VCT oleh kelompok ibu hamil di Puskesmas Ciputat.
Kemudian disusul dengan rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh kelompok
ibu hamil. Hal ini didukung oleh faktor informasi mengenai layanan VCT yang
belum diterima oleh masyarakat umum khususnya ibu hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat. Faktor tersebut dilatarbelakangi oleh minimnya sosialisasi
dari petugas kesehatan tentang keberadaan layanan VCT dan bagaimana cara
mengaksesnya.
Selain itu, praktik pelayanan kesehatan dan ketersediaan sumber daya
dalam pelayanan VCT juga mempengaruhi tindakan ibu hamil dalam melakukan
VCT. oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja
yang berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT
diwilayah kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan tahun 2014.
1.3.
Pertanyaan penelitian
1. Bagiamana gambaran karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan status
pekerjaan ) terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?
2. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah
Kerja Puskesmas Ciputat ?
3. Bagaimana gambaran sikap ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat ?
4. Bagaimana gambaran norma subyektif ibu hamil terhadap layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?
5. Bagaimana gambaran persepsi kontrol diri ibu hamil terhadap layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?
6. Bagaimana gambaran niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?
7. Adakah hubungan antara karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan status
pekerjaan ) terhadap niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat ?
8. Adakah hubungan antara sikap ibu hamil terhadap niatnya untuk memanfaatkan
layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?
9. Adakah hubungan antara norma subyektif ibu hamil terhadap niatnya untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?
10. Adakah hubungan antara persepsi ibu hamil terhadap niatnya untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?
1.4.
Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan niat Ibu
hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Tahun 2014.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan,dan status
pekerjaan ) terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.
2. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil terhadap layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.
3. Diketahuinya gambaran sikap ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat.
4. Diketahuinya gambaran norma subyektif ibu hamil terhadap layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
5. Diketahuinya gambaran persepsi kontrol diri ibu hamil terhadap layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
6. Diketahuinya gambaran niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
7. Diketahuinya hubungan antara karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan
status pekerjaan) dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
8. Diketahuinya hubungan antara sikap ibu hamil terhadap niatnya untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
9. Diketahuinya hubungan antara norma subyektif ibu hamil terhadap niatnya
untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
10. Diketahuinya hubungan antara persepsi ibu hamil terhadap niatnya untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah :
1.5.1. Bagi Masyarakat Umum
Penelitian ini dapat memberikan informasi yang lebih luas kepada
masyarakat umum mengenai keberadaan klinik VCT dan layanannya serta
prosedur untuk mengaksesnya sehingga masyarakat dapat memanfaatkan
layanan klinik VCT.
1.5.2. Bagi Pusat Kesehatan Masyarakat
1.5.2.1. Manajemen
Sebagai masukan dalam mengembangkan manajemen yang baik
dalam efektivitas pelaksanaan program layanan VCT di Puskesmas
Ciputat khususnya pada kelompok ibu hamil.
1.5.2.2. Petugas Kesehatan
Sebagai salah satu sumber informasi dalam melakukan perencanaan
kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat, khususnya pencegahan dan penanggulangan penularan HIV
dari ibu ke anak yang saat ini mengalami peningkatan.
1.5.3. Bagi Dinas Kesehatan
Sebagai masukan dalam menindaklanjuti pengembangan sosialisasi
program pencegahan penularan HIV dan AIDS dari Ibu ke anak. Selain itu,
sebagai masukan dalam meningkatkan upaya kerjasama yang baik guna
meningkatkan efektifitas program layanan VCT di Kota Tangerang Selatan.
1.5.4. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Diperolehnya ilmu pengetahuan baru terkait aplikasi promosi
kesehatan di lingkungan masyarakat khusunya pada program pencegahan
penularan HIV dan AIDS dari ibu ke anak, serta terciptanya kerjasama
yang menguntungkan dan bermanfaat dengan institusi lain.
1.5.5. Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang akan
melakukan penelitian terkait pemanfaatan layanan VCT.
b. Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terkait perilaku kesehatan
yang telah didapatkan di perkuliahan.
c. Melatih pola pikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah
khusunya dalam bidang Kesehatan.
1.6.
Ruang lingkup penelitian
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang
berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di wilayah
kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan Provinsi Banten tahun 2014. Penelitian
ini dilakukan oleh Mahasiswi Promosi kesehatan Program Studi Kesehatan
Masyarakat angkatan 2010 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada
bulan Januari sampai dengan Juni 2014. Populasi penelitian ini adalah semua ibu
hamil di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan
diwilayah kerja Puskesmas Ciputat dengan alasan Puskesmas Ciputat merupakan
Puskesmas yang memiliki layanan VCT di Kota Tangerang Selatan dan sosialisasi VCT
oleh petugas kesehatan belum berjalan optimal. Penelitian ini dilakukan dengan
metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan survei cross sectional. Data ini
didapat dari data primer dan sekunder yaitu melalui kuisioner dan data kunjungan
ibu hamil pada layanan Antenatal Care (ANC).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. HIV/AIDS
2.1.1. DEFINISI HIV DAN AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang
menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan
turunnya kekebalan tubuh manusia. Orang yang dalam darahnya terdapat
virus HIV dapat tampak sehat dan belum membutuhkan pengobatan.
Namun orang tersebut dapat menularkan virusnya kepada orang lain bila
melakukan hubungan seks beresiko dan berbagi alat suntik dengan orang
lain (KPAN, 2012).
AIDS (Acquired
immunodeficiency
syndrome)
merupakan
sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker
tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV
(Human Immunodeficiency Virus) (Daili et al, 2009). HIV merupakan
virus
sitopatik diklasifikasikan dalam
Famili retrovirus, subfamili
lentivirinae, genus lentivirus. AIDS disebabkan oleh infeksi HIV
manifestasi dari menurun kekebalan tubuh akibat Virus HIV. Akibat
menurunnya kekebalan tubuh pada seseorang maka orang tersebut sangat
mudah terkena penyakit seperti TBC, kandidiasis, berbagai radang pada
kulit, paru, saluran pencernaan, otak dan kanker. Stadium AIDS
membutuhkan pengobatan
Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan
jumlah virus HIV di dalam tubuh sehingga bisa sehat kembali (KPAN,
2012).
2.1.2. PATOGENESIS HIV/AIDS
Mekanisme utama infeksi HIV dimulai setelah virus masuk ke
dalam tubuh pejamu. Setelah masuk ke dalam tubuh pejamu, HIV
menyerang sel darah putih (limfosit Th) yang merupakan sumber
kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi. Dengan
memasuki limfosit Th, virus memaksa limfosit Th untuk memperbanyak
dirinya, sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit Th, kematian
limfosit Th itu membuat daya tahan tubuh berkurang, sehingga mudah
terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur, atau parasit)
sehingga hal itu menyebabkan kematian pada orang dengan HIV/AIDS.
Selain menyerang limfosit Th, virus HIV juga memasuki sel tubuh yang
lain, organ yang sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya.
Virus HIV diliputi oleh selubung protein pembungkus yang sifatnya toksik
(racun) terhadap sel, khususnya sel otak serta susunan saraf pusat dan tepi
lainnya, sehingga terjadilah kematian sel otak (Hidayat, 2008).
2.1.3. Manifestasi Klinis
Gejala – gejala (symptom) secara klinis pada seseorang penderita
AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada
umumnya adalah bermula dari gejala – gejala umum yang lazim didapati
seperti rasa lelah dan lesu, berat badan menurun secara drastis, demam
yang sering dan berkeringat diwaktu malam, kurang nafsu makan, bercak-
bercak putih di lidah dan di dalam mulut, pembengkakan leher, radang
paru – paru, kanker kulit. Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS
pada umumnya ada 3 hal antara lain tumor, infeksi oportunistik, dan
manifestasi neurologi.
2.1.4. Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Laboraturium
Diagnosis
adanya
infeksi
dengan
HIV
dapat
ditegakkan
dilaboraturium dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus
tersebut. Pemeriksaan untuk menemukan adanya antibodi tersebut
menggunakan metode ELISA (Enzym Linked Imunosorbent Assay). Bila
hasil tes ELISA positif maka dilakukan pengulangan. Jika masih tetap
positif maka selanjutnya dikonfirmasi dengan test yang lebih spesifik yaitu
metode Western Blott.
2.2. HIV PADA KEHAMILAN
2.2.1. DEFINISI KEHAMILAN
Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam
tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan
kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Kehamilan merupakan
suatu keadaan fisiologis, akan tetapi pentingnya diagnosis kehamilan tidak
dapat diabaikan (Cunningham, 2005)
2.2.2. Cara Penularan HIV pada kehamilan
Banyak penelitian membuktikan bahwa penularan HIV terjadi pada
masa intrauterine dan masa intrapartum (Setiawan, 2009). Distribusi
penularan dari ibu ke bayi diperkirakan sebagian terjadi beberapa hari
sebelum persalinan, dan pada saat plasenta mulai terpisah dari dinding
uterus pada waktu melahirkan. Penularan diperkirakan terjadi karena bayi
terpapar oleh darah dan sekresi saluran genital ibu. Suatu penelitian
memberikan proporsi kemungkinan penularan HIV dari ibu ke anaknya
saat dalam kandungan sebesar 23 – 30%, ketika proses persalinan 50 –
65% dan saat menyusui 12 – 20%. Di negara maju, transmisi HIV dari ibu
ke fetus sebesar 15 – 25% sementara di negara berkembang sebesar 25 –
35%. Tingginya angka transmisi ini berkaitan dengan tingginya kadar
virus dalam plasma ibu (Setiawan, 2009).
2.2.3. Penatalaksanaan HIV pada Kehamilan
Untuk mengurangi resiko penularan dari ibu ke bayi maka
penanganan pencegahan infeksi bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV
sebaiknya dimulai sejak saat bayi di dalam kandungan. Ibu yang sudah
diketahui terinfeksi HIV sebelum hamil, perlu dilakukan pemeriksaan
untuk mengetahui jumlah virus di dalam plasma, jumlah sel T CD4+, dan
genotype virus. Juga perlu diketahui, apakah ibu tersebut sudah mendapat
anti retrovirus (ARV) atau belum. Data tersebut kemudian dapat
digunakan sebagai bahan informasi kepada ibu tentang resiko penularan
terhadap pasangan seks, bayi, serta cara pencegahannya (Setiawan, 2009).
2.2.4. Pencegahan HIV
Upaya
pencegahan
HIV/AIDS
hanya
dapat
efektif
bila
dilaksanakan dengan komitmen seluruh lapisan masyarakat dan komitmen
politik yang tinggi untuk mencegah dan atau mengurangi perilaku risiko
tinggi terhadap penuluran HIV. Adapun upaya pencegahan meliputi :
1. Abstinence – Tidak berhubungan seks (selibat)
2. Be Faithful – Selalu setia pada pasangan
3.Condom – Gunakan kondom disetiap hubungan seks berisiko
4. Drugs – Jauhi narkoba
2.3. VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT)
2.3.1. Definisi Konseling dalam VCT
Konseling
menyediakan
dalam
dukungan
VCT
adalah
psikologis,
kegiatan
informasi
konseling
dan
yang
pengetahuan
HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan
perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan
pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Depkes, 2008).
Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai VCT
(Voluntary Conseling and Testing) adalah proses konseling pra testing,
konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat
rahasia dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV yang
penting untuk pencegahan dan perawatannya (Anastasya, 2010). Menurut
haruddin dkk (2007), VCT juga merupakan salah satu model untuk
memberikan informasi secara menyeluruh dan dukungan untuk mengubah
perilaku berisiko serta mencegah penularan HIV/AIDS. Kegiatan
konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan
pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan
perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan
memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS
(Depkes, 2006).
Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling
yang
menyediakan dukungan psikologis contohnya meyakinkan bahwa terjamin
kerahasiaanya, informasi dan pengetahuan HIV dan AIDS, mencegah
penularan
HIV,
mempromosikan
perubahan
perilaku
yang
bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan
berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS.
1. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada
saat mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan
memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan
HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling,
dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik,
dan ART.
2. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk
memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan
bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko
infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV/AIDS, mempelajari status
dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku
beresiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna
mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.
3. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan,
segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi,
dan risiko.
Di dalam VCT ada dua kegiatan utama yakni konseling dan tes
HIV. Konseling dilakukan oleh seorang konselor khusus yang telah dilatih
untuk memberikan konseling VCT. Tidak semua konselor bisa dan oleh
memberikan konseling VCT. Oleh karena itu, seorang konselor VCT
adalah orang yang telah mendapat pelatihan khusus dengan standar
pelatihan nasional. Konseling dalam rangka VCT utamanya dilakukan
sebelum dan sesudah tes HIV.
Konseling setelah tes HIV dapat dibedakan menjadi dua yakni
konseling untuk hasil tes positif dan konseling untuk hasil tes negatif.
Namum demikian sebenarnya masih banyak jenis konseling lain yang
sebenarnya perlu diberikan kepada pasien berkaitan dengan hasil VCT
yang positif seperti konseling pencegahan, konseling kepatuhan berobat,
konseling keluarga, konseling berkelanjutan, konseling menghadapi
kematian, dan konseling untuk masalah psikiatris yang menyertai
klien/keluarga dengan HIV dan AIDS.
2.3.2. Tujuan Voluntary Counseling and Testing (VCT)
a.
Mendorong orang sehat, tanpa keluhan / asimtomatik untuk
mengetahui tentang HIV, sehingga mereka dapat mengurangi
kemungkinan tertular HIV.
b.
Merupakan sebuah strategi kesehatan masyarakat yang efektif,
karena mereka dapat mengetahui status HIV mereka, sehingga tidak
melalukan hal-hal yang dapat ikut menyebarkan virus HIV bila
mereka masih berisiko sebagai penyebar HIV.
c.
Mendorong seseorang yang sudah ODHA ( Orang Dengan HIV/AIDS)
untuk mengubah pendirian yang sangat merugikan seperti: ODHA
merupakan penyakit keturunan atau penyakit kutukan, atau
HIV/AIDS merupakan vonis kematian.
d.
Memberi informasi tentang HIV/AIDS, tes, pencegahan dan
pengobatan ODHA.
e.
Mengenali perilaku atau kegiatan yang menjadi sarana yang
memudahkan penularan HIV.
f.
Memberikan dukungan moril untuk mengubah prilaku ke arah yang
lebih sehat dan aman dari infeksi HIV.
Tujuan dari VCT ini merupakan suatu langkah awal yang penting
menuju program pelayanan HIV/AIDS lainnya yaitu pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak, pencegahan dan manajemen klinis
penyakit – penyakit yang berhubungan dengan HIV, pengendalian
penyakit TBC (tuberculosis) serta dukungan psikologis dan hukum
(Anastasya, 2010).
2.3.3. Peran Voluntary Counselling and Testing (VCT)
a.
Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat
klien mencari pertolongan
medik dan testing yaitu dengan
memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan
HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling,
dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik, dan
ART.
b.
VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk
memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan
bantuan konselor terlatih,menggali dan memahami diri akan risiko
infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status
dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku
berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna
mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.
c.
Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan,
segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi,
dan risiko.
Konseling dan tes HIV sukarela yang dikenal sebagai Voluntary
Counseling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan
masyarakat sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV dan
AIDS berkelanjutan. Program VCT dapat dilakukan berdasarkan
kebutuhan klien dengan memberikan layanan dini dan memadai baik
kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk
pencegahan primer melalui konseling dan KIE (komunikasi, informasi
dan edukasi) seperti pemahaman HIV, pencegahan penularan dari ibu ke
anak (Prevention of Mother To Child Transmission – PMTCT) dan akses
terapi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis (TBC) dan infeksi menular
seksual.
VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk
memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan
bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko infeksi
HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya,
mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan
mencegah penularan infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan
meningkatkan perilaku sehat.
VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela
dan
kerahasiaan, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di
laboratoruim. Test HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami
dan menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah
mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar. VCT merupakan hal
penting karena :
1.
Merupakan pintu masuk ke seluruh layanan HIV dan AIDS
2.
Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif
maupun negatif, dengan fokus pada pemberian dukungan atas
kebutuhan klien seperti perubahan perilaku, dukungan mental,
dukungan terapi ARV, pemahaman faktual dan terkini atas HIV dan
AIDS.
3.
Mengurangi stigma masyarakat.
4.
Merupakan pendekatan menyeluruh: kesehatan fisik dan mental.
5.
Memudahkan akses ke berbagai pelayanan yang dibutuhkan klien
baik kesehatan maupun psikososial.
Meskipun VCT adalah sukarela namun utamanya diperuntukkan
bagi orang-orang yang sudah terinfeksi HIV atau AIDS, dan keluarganya,
atau semua orang yang mencari pertolongan karena merasa telah
melakukan, tindakan berisiko di masa lalu dan merencanakan perubahan di
masa depannya, dan mereka yang tidak mencari pertolongan namun
berisiko tinggi.
2.3.4. Prinsip Pelayanan VCT
Menurut pedoman VCT yang diterbitkan oleh Departemen
Kesehatan RI tahun 2008, prinsip pelayanan konseling VCT adalah :
1. Sukarela Dalam Melaksanakan Testing HIV
Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien,
tanpa paksaan, dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukannya
testing terletak ditangan klien, kecuali testing HIV pada darah donor di
unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing
dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk
testing
wajib
pada
pasangan
yang
akan
menikah,
pekerja
seksual,penasun, rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia, dan
asuransi kesehatan.
2. Saling Mempercayai Dan Terjamin Konfidensialitas
Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan
martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus
dijaga kerahasiaanya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak
diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua
informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat
dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus
klien selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari klien dapat
diketahui.
3. Mempertahankan Hubungan Relasi Konselor-Klien Yang Efektif
Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil
testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk
mengurangi perilaku beresiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan
perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan
hasil testing positif.
4. Testing Merupakan Salah Satu Komponen Dari VCT
WHO dan Departeman Kesehatan RI telah memberikan
pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV.
Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing
oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien
(Depkes, 2008).
Begitu pula yang diutarakan dalam artikel internet dari situs
perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, ada beberapa prinsip yang
harus dipatuhi dalam pelayanan VCT, yakni VCT harus dilakukan dengan
:
a. Sukarela, tanpa paksaan
b. Kerahasiaan terjamin : proses dan hasil tes rahasia dalam arti hanya
diketahui dokter/konselor dan klien
c. Harus dengan konseling
d. VCT tidak boleh dilakukan tanpa adanya konseling atau dilakukan
secara diam – diam
e. Harus ada persetujuan dari pasien dalam bentuk penandatanganan ‘
Lembar Persetujuan’ (informed consent)
Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT) bukan
hanya pasien penderita HIV/AIDS saja, tetapi semua masyarakat yang
membutuhkan pemahaman diri tentang HIV agar dapat mencegah dirinya
dari penularan infeksi penyakit yang lain dan penularan kepada orang lain.
Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT disebut dengan klien. Di
klinik VCT, klien dapat bersama dengan konselor mendiskusikan hal – hal
yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS,
perilaku beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil
negatif atau positif.
2.3.5. Struktur Organisasi
Struktur organisasi pelayanan VCT menurut pedoman pelayanan
VCT Depkes RI tahun 2008 terdiri dari :
1. Kepala Klinik VCT
Kepala klinik VCT adalah seorang yang memiliki keahlian manajerial
dan program terkait dengan pengembangan layanan VCT dan
penanganan program perawatan, dukungan dan pengobatan
HIV/AIDS. Kepala klinik VCT bertanggung jawab terhadap Direktur
Utama atau Direktur Pelayanan. Kepala klinik VCT mengelola seluruh
pelaksanaan kegiatan didalam/diluar unit, serta bertanggung jawab
terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan dengan institusi
pelayanan lain yang berkaitan dengan HIV.
2. Sekretaris / Administrasi
Petugas administrasi atau sekretaris adalah seorang yang memiliki
keahlian di bidang administrasi dan berlatarbelakang minimal
setingkat SLTA.
3. Koordinasi Pelayanan Medis
Koordinator pelayanan medis adalah seorang dokter yang
bertanggung jawab secara teknis medis dalam penyelenggaraan
layanan VCT. Koordinator pelayanan medis bertanggungjawab
langsung kepada kepala klinik VCT.
4. Koordinator Pelayanan Non Medis
Koordinator pelayanan non medis adalah seorang yang mampu
mengembangkan program perawatan, dukungan dan pengobatan
HIV/AIDS terkait psikologis, sosial, dan hukum. Koordinator pelayan
non medis minimal sarjana kesehatan/non kesehatan yang
berlatarbelakang pendidikan sarjana psikologis atau sarjana ilmu
sosial yang sudah terlatih VCT. Secara administrasi bertanggung
jawab terhadap kepala unit VCT.
5. Konselor
Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non
kesehatan yang telah mengikuti pelatihan VCT. Tenaga konselor VCT
minimal dua orang dan tingkat pendidikan konselor VCT adalah
SLTA. Seorang konselor sebaiknya menangani untuk 5 – 8 orang
klien perhari terbagi antara klien konseling pra testing dan klien
konseling pasca testing.
Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang konselor :
a. Jika konselor VCT bukan seorang dokter tidak diperbolehkan
melakukan tindakan medik.
b. Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah klien.
c. Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV
d. Jika konselor VCT berhalangan melaksanakan Pasca konseling
dapat dilimpahkan ke konselor VCT lain dengan persetujuan
klien.
Kualifikasi dasar seorang konselor VCT adalah :
a. Berlatar belakang kesehatan atau non kesehatan yang mengerti
tentang HIV/AIDS secara menyeluruh, yaitu yang berkaitan
dengan gangguan kesehatan fisik dan mental.
b. Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar modul
pelatihan konseling dan testing sukarela HIV yang diterbitkan
oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2000.
6. Petugas Penanganan Kasus
Petugas penanganan kasus yang berasal dari tenaga on kesehatan
yang telah mengikuti pelatihan managemen kasus. minimal
pendidikan tenaga petugas penanganan kasus adalah SLTA. Seorang
petugas penanganan kasus menangani 20 orang klien dalam satu
kali periode penanganan.
7. Petugas Laboraturium
Petugas laboraturium minimal seorang petugas pengambil darah
yang berlatarbelakang perawat. Petugas laboraturium atu teknisi
telah mengikuti pelatihan tentang teknik memproses testing HIV
dengan cara ELISA, testing cepat, dan mengikuti algoritma testing
yang diadopsi dari WHO.
2.3.6. Model Pelayanan VCT
Pelayanan VCT dapat dikembangkan diberbagai layanan terkait
yang dibutuhkan, misalnya klinik IMS, klinik TB, ART, dan sebagainya.
Lokasi layanan VCT hendaknya perl petunjuk atau tanda yang jelas hingga
mudah diakses dan mudah diketahui oleh klien VCT. Nama klinik cukup
mudah dan dimengerti sesuai dengan etika dan budaya setempat dimana
pemberian nama tidak mengundang stigma dan diskriminasi.
Layanan VCT dapat diimplementasikan dalam berbagai setting,
dan sangat bergantung pada kondisi dan situasi daerah setempat,
kebutuhan masyarakat dan profil klien, seperti individual atau pasangan,
perempuan atau laki – laki, dewasa atau anak muda.
Model layanan VCT terdiri dari :
1. Mobile VCT (Penjangkaun Dan Keliling)
Layanan konseling dan testing HIV/AIDS sukarela model
penjangkaun dan keliling (mobile VCT) dapat dilaksanakan oleh LSM
atau layanan kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok
masyarakat yang memiliki perilaku berisiko atau berisiko tertular
HIV/AIDS di wilayah tertentu. Layanan ini diawali dengan survey atau
penelitian atas kelompok masyarakat di wilayah tersebut dan survey
tentang layanan kesehatan dan layanan dukungan lainnya di daerah
setempat.
2. Statis VCT (Klinik VCT Tetap)
Pusat konseling dan testing HIV/AIDS Sukarela teintegrasi dalam
sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, artinya bertempat dan
menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada. Sarana
kesehatan dan sarana kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan
memenuhi kebutuhan masyarakat akan konseling dan testing HIV/AIDS,
layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan terkait
dengan HIV/AIDS.
2.3.7. Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)
Masyarakat yang membutuhkan pemahaman diri akan status HIV
agar dapat mencegah dirinya dari penularan infeksi penyakit yang lain dan
penularan kepada orang lain. Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT
disebut dengan klien. Sebuatan klien dan bukan pasien merupakan salah
satu pemberdayaan dimana klien akan berperan aktif didalam proses
konseling. Tanggung jawab klien dalam konseling adalah bersama
mendiskusikan hal – hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap
tentang HIV/AIDS. Perilaku berisiko, testing HIV dan pertimbangan yang
terkait dengan hasil negatif atau positif (Depkes, 2006).
2.3.8. Ketersediaan Sarana Dan Prasarana
2.3.8.1. Klinik Konseling VCT
Keterbatasan sarana dan prasarana akan sangat berpengaruh
dalam proses konseling dan testing HIV secara sukarela. VCT adalah
pelayanan yang mengutamakan kenyamanan dan kerahasiaan orang
yang melakukan VCT oleh karena itu sarana yang tersedia harus betul
– betul dapat menjamin kerahasiaan dan kenyamanan. Menurut
Kepmenkes RI Nomor:1507/Menkes/SK/X/2005 bahwa sarana dan
prasarana yang harus tersedia di layanan VCT adalah :
1. Papan nama / petunjuk
Papan petunjuk lokasi dipasang secara jelas sehingga
memudahkan akses klien ke klinik VCT, demikian juga di depan
ruang klinik VCT dipasang papan bertuliskan pelayanan VCT.
2. Jam Kerja Layanan
Jam kerja layanan konseling dan testing terintegrasi
dalam jam kerja institusi pelayanan kesehatan setempat.
Dibutuhkan jumlah konselor yang cukup agar layanan dapat
dilakukan sehingga klien tidak harus menunggu terlalu lama.
Layanan konseling penjangkauan dilakukan atas kesanggupan
jam kerja para penjangkauan dan ketersediaan waktu klien.
Sebaiknya tersedia jam kerja pada pagi hari maupun sore hari
sehingga mempermudah akses klien yang bekerja maupun
bersekolah. Di fasilitas kesehatan dengan keterbatasan sumber
daya, maka konseling dan testing tidak dapat dilakukan setiap
hari kerja. Oleh karena itu, jam kerja VCT disesuaikan dengan
jam kerja pelayanan kesehatan lain yang terkait konseling dan
testing seperti KIA, TB, IMS, dan PENASUN.
3. Ruang Tunggu
Ruang tunggu layanan konseling seharusnya dilengkapi
dengan materi komunikasi, Infoemasi dan Edukasi (KIE) : Poster,
Leaflet, brosur yang berisi bahan pengetahuan tentang HIV dan
AIDS, Infeksi Menular Seksual (IMS), Keluarga Berencana, Antenatal Care (ANC), tuberculosa (TB), hepatitis, penyalahgunaan
napza, perilaku sehat, nutrisi, pencegahan penularan dan seks
aman; Informasi prosedur konseling dan testing; Kotak Saran;
Tempat sampah, tisu dan persedian air minum; Bila mungkin
sediakan TV, video dan mainan anak; Buku catatan resepsionis
untuk perjanjian klien kalau mungkin komputer untuk mencatat
data; Meja dan kursi yang nyaman dan kalender.
4. Ruang konseling dilengkapi dengan :
Tempat duduk bai klien dan konselor; Buku catatan
perjanjian klien dan catatan harian, formulir informed consent;
catatan medis klien; formulir pra dan pasca testing; buku
rujukan; formulir rujukan; kalender dan alat tulis; kondom dan
alat peraga penis; jika memungkinkan alat peraga reproduksi
perempuan; alat peraga lainnya misalnya gambar berbagai
infeksi oportunistik dan alat peraga menunyuntik yang aman;
Buku resep gizi seimbang; Tisu; Air minum; Kartu rujukan;
Lemari arsip atau lemari dokumen yang dapat dikunci.
5. Ruang pengambilan darah dilengkapi dengan :
Jarum dan speril steril; Tabung dan botol tempat
penyimpanan darah; Stiker kode; Kapas alkohol; Cairan
desinfektan; Sarung tangan karet; Apron plastik; Sabun dan
tempat cuci tangan dengan air mengalir; Tempat sampah
barang terinfeksi; barang tidak terinfeksi dan barang tajam;
petunjuk pajanan okupasional dan alur permintaan pertolongan
pasca pajanan okupasional.
6. Ruang petugas kesehatan dan petugas non kesehatan
dilengkapi dengan :
Meja dan kursi; tempat pemeriksaan fisik; stetoskop
dan tensi meter; kondom dan alat peraga penggunaanya;
KIE HIV dan AIDS serta infeksi oppurtunistik; blangko resep;
Alat timbangan berat badan.
7. Ruang Laboraturium dilengkapi dengan :
Reagen untuk testing dan peralatannya; sarung tangan
karet; Jas laboraturium; Lemari pendingin; Alat sentrifusi; Ruang
penyimpanan testing kit; Buku – buku register; Cap tanda positif
atau negatif; Pedoman testing HIV; Pedoman pajanan okupasi;
Lemari untuk menyimpan arsip yang dapat dikunci.
Ruang konseling harus memenuhi persyaratan aman dan
nyaman oleh karena konseling merupakan waktu yang lama serta
harus menjaga kerahasiaan, ruangan tertutup dan suara tidak dapat
didengar dari ruangan lain, satu alur dengan pintu masuk dan
keluar yang berbeda, akses mudah dan cukup pencahayaan agar
proses konseling dan edukasi menggunakan alat peraga dapat
dengan jelas dilakukan.
Ruang konseling harus nyaman, terjaga kerahasiaanya, dan
terpisah dari ruang tunggu dan ruang pengambilan darah. Terdapat
pintu masuk dan pintu keluar bagi klien yang berlainan yang
letaknya sedemikian rupa sehingga klien yang selesai konseling
dan klien berikutnya yang akan konseling tidak saling bertemu.
2.3.8.2. Konselor untuk VCT
Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non
kesehatan yang tealh mengikuti pelatihan VCT. Tenaga Konselor VCT
minimal dua orang dan tingkat pendidikan konselor VCT adalah
SLTA. Seorang konselor sebaiknya menangani untuk 5-8 orang klien
perhari terbagi antara klien konseling pra testing dan klien konseling
pasca testing. Tugas konselor VCT :
a. Mengisi
kelengkapan
pengisian
formulir
pendokumentasian dan pencatatan konseling
menimpannya agar terjaga kerahasiaannya.
b. Pembaruan data dan pengetahuan HIV/AIDS
klien,
klien dan
c. Membuat jejaring eksternal dengan layanan pencegahan dan
dukungan di masyarakat dan jejaring internal dengan berbagai
bagian rumah sakit yang terkait.
d. Memberikan informasi HIV/AIDS yang relevan dan akurat,
sehingga klien merasa berdaya untuk membuat pilihan untuk
melaksanakan testing atau tidak. Bila klien setuju melakukan
testing, konselor perlu mendapat jaminan bahwa klien betul
menyetujui melalui penandatanganan informed consent tertulis.
e. Menjaga bahwa informasi yang disampaikan klien kepadanya
adalah bersifat pribadi dan rahasia. Selama konseling pasca
testing konselor harus memberikan informasi lebih lanjut
seperti, dukungan pskososial dan rujukan. Informasi ini
diberikan baik kepada klien dengan HIV positif maupun negatif.
f.
Pelayanan khusus diberikan kepada kelompok perempuan dan
mereka yang dipinggirkan, sebab mereka sangat rawan
terhadap tindakan kekerasan dan diskriminasi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang konselor :
a. Jika konselor VCT bukan seorang dokter tidak diperolehkan
melakukan tindakan medik.
b. Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah klien.
c. Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV.
d. Jika konselor VCT berhalangan melaksanakan pasca konseling dapat
dilimpahkan ke konselor VCT lain dengan persetujuan klien.
Kualifikasi dasar seorang konselor VCT adalah :
a. Berlatar belakang kesehatan non kesehatan yang mengerti tantang
HIV/AIDS secara menyeluruh, yaitu yang berkaitan dengan
gangguan kesehatan fisik dan mental.
b. Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar modul pelatihan
konseling dan testing sukarela HIV yang diterbitkan oleh
Departemen Kesehatan RI tahun 2000.
2.3.9. Tahapan Pelayanan VCT
2.3.9.1. Konseling Pra Testing
Alur pelaksanaan VCT dan ketrampilan melakukan konseling
pra testing dan konseling pasca testing perlu memperhatikan tahapan
berkut ini :
a. Penerimaan klien
-
Informasikan kepada klien tentang pelayanan tanpa
nama (anonimus) sehingga nama tidak dinyatakan.
-
Pastikan klien datang tepat waktu dan usahakan tidak
menunggu
-
Jelaskan tentang prosedur VCT
-
Buat catatan rekam medik klien dan pastikan setiap
klien mempunyai nomor kodenya sendiri.
Kartu periksa konseling dan testing. Klien mempunyai
kartu dengan nomer kode. Data ditulis oleh konselor. Untuk
meminimalkan kesalahan, kode harus diperiksa ulang oleh
konselor dan perawat/pengambil darah. Tanggung jawab klien
dalam konseling adalah sebagai berikut :
-
Bersama konselor mendiskusikan hal – hal yang terkait
dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS,
perilaku beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang
terkait dengan hasil negatif atau positif
-
Sesudah melakukan konseling lanjutan, diharapkan
dapat melindungi dirinya sendiri dan keluarganya dari
penyebaran infeksi, dengn cara mengunakan berbagai
informasi dan alat preverensi yang tersedia bagi
mereka.
-
Untuk klien dengan HIV positif memberitahu pasangan
atau keluarganya akan status HIV dirinya dan
merencanakan kehidupan lebih lanjut.
b. Konseling pra testing HIV/AIDS
-
Periksa ulang nomor kode klien dalam formulir.
-
Perkenalan dan arahan.
-
Membangun kepercayaan klien pada konselor yang
merupakan dasar utama bagi terjaganya kerahasiaan
sehingga terjalin hubungan baik dan terbina sikap saling
memahami.
-
Alasan kunjungan dan klarifikasi tentang fakta dan mitos
tentang HIV/AIDS
-
Penilaian risiko untuk membantu klien mengetahui
faktor risiko dan menyiapkan diri untuk pemeriksaaan
darah
-
Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau
tidak terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi tentang
cara menyesuaikan diri dengan status HIV.
-
Di dalam konseling pra testing seorang konselor VCT
harus dapat membuat keseimbangan antara pemberian
informasi, penilaian risiko dan merespon kebutuhan
emosi klien.
-
Konselor VCT melakukan penilaian sistem dukungan.
-
Klien memberikan persetujuan tertulisnya (Informed
consent) sebelum dilakukan testing HIV/AIDS.
2.3.9.2. Informed Consent
a. Semua klien sebelum menjalani testing HIV harus memberikan
persetujuan tertulisnya. Aspek penting didalam persetujuan
tertulis itu adalah sebagai berikut :
-
Klien telah diberi penjelasan cukup tentang risiko dan
dampak sebagai akibat dari tindakannya dan klien
menyetujuinya.
-
Klien mempunyai kemampuan menangkap pengertian
dan mampu menyatakan persetujuannya (secara
intelektual dan psikiatris).
-
Klien
tidak
dalam
paksaan
untuk
memberikan
persetujuan bagi dirinya karena keterbatasan dalam
memahami informasi maka tugas konselor untuk
berlaku jujur dan obyektif dalam menyampaikan
informasi sehingga klien memahami dengan benar dan
dapat menyatakan persetujuannya.
b. Batasan Umur Untuk Dapat Menyatakan Persetujuan Testing
HIV.
Umur anak untuk dapat menyatakan persetujuan
pemeriksaan ketika anak telah dapat berkembang pikiran
abstarak dan logikanya, yakni pada umur 12 tahun. Secara
hukum seseorang dianggap dewasa ketika seorang laki –
laki berumur 19 tahun dan perempuan berumur 16 tahun
atau pernah menikah. Antara umur 12 tahun sampai usia
dewasa secara hukum, persetujuan dapat dilakukan dengan
persetujuan orang tua.
Ketika anak berumur dibawah 12 tahun, orang tua
atau pengampunya yang menandatangani surat persetujuan
(informed consent), jika ia tidak punya orang tua atau
pengempu, maka kepala institusi, kepala puskesmas, kepala
rumah sakit, kepala klinik atau siapa yang bertanggung
jawab atas diri anak harus menandatangani informed
consent. Jika anak dibawah umur 12 tahun memerlukan
testing HIV, maka orangtua atau pengampunya harus
mendampingi secara penuh.
2.3.9.3. Testing HIV dalam VCT
Prinsip testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaanya.
Testing diimaksud untuk menegakkan diagnosis. Terdapat serangkaian
testing yang berbeda – beda karena perbedaan prinsipp metoda yang
digunakan. Testing yang digunakan adalah testing serologis untuk
mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma. Spesimen adalah
darah klien yang diambil secara intervena, plasma atau serumnya. Pada
saat ini belum digunakan spesiemen lain seperti saliva, urin, dan spot
darah kering. Penggunaan metode testing cepat (rapid testing)
memungkinkan klien medapatkan hasil testing pada hari yang sama.
Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menegakkan
diagnosis, pengamanan darah donor (skrining), untuk surveilans, dan
untuk penelitian. Hasil testing yang disampaikan kepada klien adalah
benar milik klien. Petugas laboraturium harus menjaga mutu dan
konfidensialitas. Hindari terjadinya kesalahan, baik teknis (tehnical
error) dan admisintratif (administratif error). Petugas laboraturium
(perawat) (mengambil) darah setelah klien mnejalani konseling par
testing.
Bagi pengambil darah dan teknisi laboraturium harus
memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
a. Sebelum testing harus didahului dengan konseling dan
penandatanganan informed concent
b. Hasil testing HIV harus dierifikasi oleh dokter patologi klinis
atau dokter terlatih atau dokter penanggung jawab
laboraturium.
c. Hasil diberikan kepada konselor dalam amplop tertutup.
d. Dalam laporan pemeriksaan hanya ditulis nomor atau kode
pengenal.
e. Jangan memberi tanda berbeda yang mencolok terhadap
hasil yang psotif dan negatif.
f.
Meskipun spesimen berasal dari sarana kesehatan lainnya
yang berbeda, tetap harus dipastikan bahwa klien telah
menerima
konseling
dan
menandatangani
informed
consent.
2.3.9.4. Konseling Pasca Testing
Konseling pasca testing membantu klien memahami dan
menyesuaikan diri dengan hasil testing. Konselor mempersiapkan klien
untuk menerima hasil testing, memberikan hasil testing. Konselor
mempersiapkan klien untuk menerima hasil testing, memberikan hasil
testing, dan menyediakan informasi selanjutnya. Konselor mengajak
klien mendiskusikan startegi untuk menurunkan penuluran HIV. Kunci
utama dalam menyampaikan hasil testing adalah sebagai berikut :
a. Periksa ulang seluruh hasil klien catatan medik. Lakukan hal ini
sebelum bertemu klien, untuk memastikan kebenarannya.
b. Sampaikan hasil hanya kepada klien secara tatap muka.
c. Berhati – hatilah dalam memanggil klien dari ruang tunggu.
d. Seorang konselor tak diperkenankan memberikan hasil pada
klien atau lainnya secara verbal dan non verbal selagi berada di
ruang tunggu.
e. Hasil testing tertulis.
2.4. TEORI PERILAKU BERENCANA (Theory Of Planned Behavior)
Theory of Planned Behaviour (TPB) ini adalah pengembangan dari
Theory of Reasoned Action (1975) dan keduanya dikemukakan oleh Icek
Ajzen. Menurut Theory of Reasoned Action (TRA), seseorang akan
berperilaku tertentu yang didasari oleh niat melakukan perilaku tersebut.
Niat perilaku ini dipengaruhi oleh norma subyektif dan sikap terhadap
perilaku tersebut. Sikap individu terhadap suatu perilaku ini berasal dari
keyakinan individu terhadap perilaku tersebut, sedangkan norma subyektif
berasal dari keyakinan normatif.
Theory Of Planned Behaviour memiliki 3 variabel independen.
Pertama
adalah sikap terhadap perilaku dimana seseorang melakukan
penilaian atas sesuatu yang menguntungkan dan tidak menguntungkan.
Kedua
adalah
faktor sosial disebut norma subyektif, hal
tersebut
mengacu pada tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu tindakan. Ketiga anteseden niat adalah tingkat persepsi
pengendalian perilaku yang, seperti yang kita lihat sebelumnya, mengacu
pada persepsi kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku, dan
diasumsikan untuk mencerminkan pengalaman masa lalu sebagai
antisipasi hambatan dan rintangan (Ajzen, 1991).
Sama dengan TRA, Theory Of Planned Behaviour ini berasal dari
asumsi bahwa manusia akan berperilaku berdasarkan akal sehat mereka,
manusia menyerap informasi dan baik secara implisit ataupun eksplisit,
manusia akan mempertimbangkan implikasi dari perbuatan mereka. Dalam
TPB, niat dan perilaku memiliki 3 determinan, yaitu faktor personal,
faktor pengaruh sosial dan faktor isu kontrol (Ajzen, 2005).
Faktor personal adalah sikap individu terhadap perilaku tertentu.
Sikap ini dipengaruhi oleh pandangan individu baik secara negatif maupun
positif terkait melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Faktor
pengaruh sosial yang mempengaruhi niat seseorang adalah pertimbangan
dan persepsi individu tersebut terhadap tekanan sosial untuk melakukan
perilaku tertentu. Hal ini disebutkan sebagai norma subyektif. Faktor
terakhir yang mempengaruhi niat seseorang adalah kemampuan individu
untuk melakukan perilaku tersebut. Oleh karena itu, faktor ini disebut
sebagai persepsi kemampuan mengontrol. Secara general, seseorang
berniat melakukan suatu perilaku apabila mereka memiliki pandangan
positif terkait perilaku tersebut, menerima tekanan sosial untuk melakukan
perilaku tersebut dan mempercayai mereka mempunyai kesempatan dan
bisa melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 1991).
Ketiga faktor yang telah disebutkan berasal dari beberapa faktor –
faktor lain yang melatarbelakangi. Faktor latar belakang ini dibagi menjadi
3 katagori yaitu personal, sosial, dan informasi. Banyak variabel yang
berhubungan atau mempengaruhi seseorang yaitu dari usia, jenis kelamin,
etnik, status sosioekonomi, tingkat pendidikan, kewarganegaraan, agama,
afiliasi, kepribadian, suasana hati, emosi, sikap, keyakinan, tingkat
kecerdasan, pengalaman masa lalu, paparan terhadap informasi, dukungan
sosial, cara mengatasi masalah dan lain – lain.
Pada dasarnya orang membesar di lingkungan sosial yang berbeda
akan memperoleh informasi yang berbeda mengenai berbagai isu,
informasi berbeda yang menjadi dasar keyakinan individu terhadap
dampak dari suatu perilaku, harapan normatif atau tekanan sosial yang
berbeda terhadap suatu perilaku dan hambatan yang berbeda untuk
melakukan perilaku tertentu. Sama halnya dengan pria yang memiliki
pengalaman berbeda dengan wanita, orang tua yang memperoleh
informasi dengan cara yang berbeda dengan anak muda, dan suasana hati
dan pikiran sementara yang bisa memengaruhi persepsi kita terhadap
sesuatu. Seluruh faktor – faktor tersebut dapat memengaruhi perilaku,
normatif, dan keyakinan mengontrol diri sehingga memengaruhi niat dan
perbuatan kita.
Menurut Ajzen (1991) dalam Putri (2009) Model teoritik dari
Theory of Planned Behavior mengandung berbagai variabel yaitu :
1. Latar belakang (background factors), seperti usia jenis kelamin, suku, status
sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian, dan pengetahuan
mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Faktor
latar belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri
seseorang, yang dalam model Kurt Lewin dikatagorikan ke dalam aspek
organism. Di dalam katagori ini Ajzen memasukkan tiga faktor latar
belakang, yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap
umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits),
nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial
antara lain adalah usia dan jenis kelamin (gender).
2. Keyakinan perilaku atau behavioral belief yaitu hal – hal yang diyakini oleh
individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif, sikap
terhadap perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif
terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku
tersebut.
3. Keyakinan Normatif yang berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan
yang secara tegas dikemukakan oleh Lewin dalam Field Theory. Pendapat
Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui PBT. Menurut Ajzen, faktor
lingkungan sosial khususnya orang – orang yang berpengaruh bagi
kehidupan individu (significant others) dapat mempengaruhi keputusan
individu.
4. Normatif subjektif atau Subjective Norm adalah sejauh mana seseorang
memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang
akan dilakukannya (normative beliefs). Kalau individu merasa itu adalah hak
pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan
oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabikan pandangan orang
tentang perilaku yang akan dilakukannya. Fishben dan Ajzen (1975)
menggunakan istilah motivation to comply untuk menggambarkan
fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang
berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.
5. Keyakinan bahwa suatu perilaku dapat dilaksanakan (control beliefs)
diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman melakukan
perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena
melihat orang lain (misalnya teman, keluarga dekat) melaksanakan perilaku
itu sehingga ia memiliki keyakinan bahwa ia pun akan dapat
melaksanakannya. Selain pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman,
keyakinan individu mengenai suatu perilaku akan dapat dilaksanakan
ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan perilaku
tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya, dan memiliki
kemampuan untuk
mengatasi
setiap kesulitan yang
menghambat
pelaksanaan perilaku.
6. Persepsi kemampuan mengontrol (perceived behavioral control), yaitu
keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah
melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk
melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi atas
kemampuan untuk melaksanakan perilaku itu. Ajzen menanamkan kondisi
ini dengan “persepsi kemampuan mengontrol” (perceived behavioral
control).
7. Niat untuk melakukan perilaku (intention) adalah kecenderungan seseorang
untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini
ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku
tertentu, dan sejauh mana kalu dia memilih untuk melakukan perilaku
tertentu itu dia mendapat dukungan dari orang – orang lain yang
berpengaruh dalam kehidupanya.
2.4.1. Niat
Niat dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan maksud atau tujuan
perbuatan, atau kehendak (keinginan dalam hati) akan melakukan sesuatu.
Niat merupakan naluri yang timbul dalam diri, untuk melakukan suatu
tindakan (Putri, 2009). Niat juga bisa dikatakan sebagai kecenderungan
seseorang untuk memilih, melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku.
Menurut Fishbein dan Azjen (1991) niat berperilaku dapat memprediksi
tentang bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu. Niat
untuk melaksanakan sesuatu atau berperilaku tertentu akan muncul apabila
adanya sikap yang positif, dukungan norma subyektif dan kemampuan diri
untuk melakukan hal tersebut. Sebuah perilaku cenderung akan dilakukan
apabila individu mempunyai dasar pengetahuan dan secara emosional
berkomitmen untuk melakukan perilaku tersebut. Niat adalah prediktor
kuat untuk menunjukkan seberapa jauh seseorang akan mencoba membuat
keinginannya terwujud.
Menurut Azjen (1991), setiap individu memiliki pilihan untuk
mengambil keputusan untuk berperilaku tertentu atau tidak, tergantung
seberapa jauh individu akan menampilkan perilaku, yang mana perilaku
tersebut juga dipengaruhi kesempatan, waktu, uang, dan bantuan dari
pihak lain.
Faktor utama dari terbentuknya suatu perilaku yang ditampilkan
individu adalah pada niat seseorang untuk menampilkan perilaku tertentu
(Putri, 2009). Menurut Ajzen (1991), niat diasumsikan juga faktor
motivasional yang mempengaruhi perilaku dimana niat menjadi indikasi
kuat yang menentukan seberapa keras usaha individu untuk menampilkan
suatu perilaku tertentu. Semakin keras niat seseorang untuk berperilaku,
maka akan semakin besar pula kecenderungannya untuk benar – benar
melakukan perilaku tersebut.
Niat seseorang untuk berperilaku merupakan kecenderungan
seseorang untuk memilih melakukan atau tidak suatu perilaku yang
ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku
tersebut, dan sejauh mana dia mendapatkan dukungan dari orang – orang
lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.
Menurut Ajzen (1991), semakin menyenangkan suatu sikap dan
norma subyektif terhadap perilaku, serta semakin besar control terhadap
perilaku yang diterima, maka akan semakin besar pula niat individu untuk
menampilkan suatu perilaku tertentu / pentingnya sikap, norma subyektif
dan control pribadi dalam memprediksi niat seseorang tergantung pada
situasi yang dihadapi seseorang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Saptari (2013) yaitu dari hasil penelitian seseorang yang
memiliki dorongan norma subyektif yang kuat diikuti dengan kontrol
persepsi diri yang kuat akan memiliki sikap yang positif sehingga
menimbulkan niat untuk berperilaku tertentu.
2.4.2. Sikap (Attitude)
Sikap dalam bahasa inggris disebut „attitude‟ pertama kali
digunakan oleh Herber Spencer (1862), yang menggunakan kata ini untuk
menunjukkan suatu status mental seseorang (putri, 2009). Sikap menurut
Thustone (1946) (dalam putri, 2009) adalah tingkatan kecenderungan yang
bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek psikologi.
Obyek psikologi disini meliputi simbol, kata – kata, slogan, orang,
lembaga, ide dan sebaginya.
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari – hari
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap
belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan reaksi tertutup,
bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Sikap
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003).
Sikap dapat menggambarkan suka atau tidak suka seseorang
terhadap objek. Biasanya sikap diperoleh dari pengalaman sendiri atau
orang lain yang paling dekat. Sikap juga membuat seseorang mendekati
atau menjauhi orang lain. Sikap tidak dapat langsung dilihat, namun belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas. Selain itu, sikap dikatakan
sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Jilia, 2013).
Sikap yang utuh dibentuk oleh ketiga komponen ini sehingga
pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi berperan penting dalam
penentuan sikap yang utuh. Sikap juga terbagi dalam tingkatan –
tingkatan, yaitu : menerima, merespon, menghargai dan bertanggung
jawab. Pengukuran sikap dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsug
dan tidak langsung. Secara langsung dapat dilakukan dengan ditanyakan
pendapat atau pernyataan responden mengenai suatu objek. Sedangkan
untuk secara tidak langsung, responden ditanyakan dengan pertanyaan –
pertanyaan hipotesis (Jilia, 2013).
2.4.3. Norma Subjektif (Subjective norm)
Norma subjektif juga diasumsikan sebagai suatu fungsi dari
beliefs yang secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk
menampilkan suatu perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang termasuk
dalam norma-norma subjektif disebut
juga
kepercayaan
normatif
(normative beliefs). Seorang individu akan berniat menampilkan suatu
perilaku tertentu jika ia mempersepsi bahwa orang-orang lain yang
penting berfikir bahwa ia seharusnya melakukan hal itu. Orang lain
yang penting
tersebut bisa pasangan,
sahabat, dokter, dsb. Hal
ini
diketahui dengan cara menanyai responden untuk menilai apakah
orang-orang lain yang penting tadi cenderung akan setuju atau tidak
setuju jika ia menampilkan perilaku yang dimaksud (Saptari, 2013).
Norma
subjektif
(subjective
norm)
adalah
persepsi
atau
pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang lain yang
akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan
suatu perilaku (Ajzen, 1991). Norma subjektif merupakan fungsi dari
harapan yang dipersepsikan individu dimana satu atau lebih orang di
sekitarnya (misalnya, saudara, teman sejawat) menyetujui perilaku
tertentu dan memotivasi individu tersebut untuk mematuhi mereka
(Ajzen, 1991).
Dari penelitian yang dilakukan Saptari (2013), yang menyatakan
bahwa proporsi seseorang yang berada di lingkungan yang memiliki
dorongan kuat untuk mengambil keputusan. Selain itu, dalam menentukan
keputusan seseorang yang memiliki dorongan dari pandangan keluarga,
teman, tenaga kesehatan, dan paparan informasi dari media massa dapat
mempengaruhi mengambil keputusan. Semakin seseorang percaya bahwa
orang – orang terdekatnya berpendapat ia harus melakukan perilaku
tersebut, namun sebaliknya jika orang – orang terdekatnya berpendapat ia
tidak perlu berperilaku tertentu, maka individu cenderung tidak melakukan
perilaku tersebut (Ludin, 2010).
2.4.4. Persepsi Kontrol Diri
Theory of planned behavior (TPB) mengasumsikan bahwa
persepsi kontrol diri memiliki implikasi motivasional terhadap niat
(Achmat, 2010). Orang-orang
yang
percaya
bahwa mereka
tidak
memiliki sumber daya yang ada dan kesempatan untuk melakukan
perilaku tertentu mungkin tidak akan membentuk niat-niat perilaku yang
kuat untuk melakukannya meskipun mereka memiliki sikap yang positif
terhadap perilakunya dan percaya bahwa orang lain akan menyetujui
seandainya mereka melakukan
persepsian
yang
telah
berubah
perilaku tersebut. Kontrol perilaku
akan memengaruhi perilaku
yang
ditampilkan sehingga tidak sama lagi dengan yang diniatkan.
Persepsi kontrol diri (perceived behavioral control) didefinisikan
oleh Ajzen (1991) sebagai kemudahan atau kesulitan persepsi untuk
melakukan perilaku. Kontrol perilaku persepsi ini merefleksikan
pengalaman masa lalu dan mengantisipasi halangan-halangan yang ada
sehingga semakin menarik
sikap
dan
norma
subjektif
terhadap
perilaku, semakin besar kontrol perilaku persepsi, semakin kuat pula niat
seseorang untuk melakukan perilaku yang
Kontrol
sedang
dipertimbangkan.
perilaku persepsian yang telah berubah akan memengaruhi
perilaku yang ditampilkan sehingga tidak sama
lagi dengan yang
diniatkan. Persepsi pengendalian perilaku memainkan peran penting dalam
teori direncanakan perilaku. Bahkan, teori perilaku terencana berbeda dari
teori tindakan beralasan selain atas persepsi pengendalian perilaku.
Menurut
Saptari
(2013)
persepsi
kontrol
diri
seseorang
dikatagorikan menjadi persepsi kontrol diri lemah dan kuat. Hasil dari
penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki
persepsi kontrol diri yang kuat akan lebih bersikap positif. Persepsi kontrol
diri berhubungan signifikan dengan niat seseorang dalam melakukan suatu
tindakan tertentu.
2.5. Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses untuk mengubah sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan secara umum adalah
segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik
individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa
yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan formal yang
ditempuh seseorang pada dasarnya adalah merupakan suatu proses menuju
kematangan intelektual, untuk itu pendidikan tidak dapat terlepas dari
proses belajar. Dengan belajar pada hakikatnya merupakan upaya
penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan
psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia dengan luar dan hidup
masyarakat.
Pendidikan
merupakan
upaya
atau
kegiatan
untuk
menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif (Notoadmodjo, 2003).
Pendidikan erat kaitannya dengan pengetahuan seseorang (KBBI,
2005). Semakin tinggi pendidikan, maka pengetahuan seseorang akan
semakin tinggi. Pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku dalam
kehidupan sehari – hari. Hal ini juga mempengaruhi perilaku beresiko atau
tidak beresikonya pada seseorang (Roza, 2013).
Pendidikan mempunyai peranan dalam menurunkan penularan
HIV, seperti yang dilaporkan oleeh beberapa penelitain berikut Walque,
Nakiying Miiro, Bosingye, dan Whitworth (2005) dalam Roza (2013)
yang melakukan studi kohort retrospektif antara tahun 1990 – 2000,
melaporkan bahwa pada tahun 1989 – 1990 risiko terinfeksi HIV lebih
besar pada mereka yang berpendidikan lebih tinggi, namun akhirnya
menurun pada tahun 1999 – 2000. Studi ini menunjukkan bahwa
penurunan itu terjadi karena mereka yang berpendidikan lebih banyak
terpapar dengan informasi terkait HIV (cara penularan dan pencegah),
termasuk bagaimana melakukan hubungan seks yang aman.
Tingkat pendidikan seseorang berhubungan dengan pemanfaatan
klinik VCT (Setiawan, 2011). Seseorang dengan tingkat pendidikan yang
semakin tinggi, maka tingkat pemanfaatan klinik VCT akan semakin baik,
begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang,
semakin rendah pula tingkat pemanfaatan layanan VCT-nya.
2.6. Umur
Menurut pendapat Andersen (1995) umur merupakan salah satu
faktor yang memengaruhi pemanfaatan layanan kesehatan. Menurut
Comenius (1961) dalam Santrock (2003) rentang umur 18-24 tahun adalah
tahapan perkembangan fungsi kemampuan untuk mandiri dan belajar
mengontrol diri, sedangkan kelompok umur di atas 24 tahun merupakan
tahapan ketika intelektual individu mengarahkan perkembangan seluruh
aspek kepribadian menuju kematangan diri. Sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Saptari (2013), bahwa seseorang yang berada pada
kelompok di atas 24 tahun lebih banyak memiliki sikap positif dan
pengetahuan tinggi terhadap pemanfaatan layanan kesehatan.
Umur yang muda menyebabkan mereka belum memikirkan efek
dari penyakit HIV yang menyebabkan daya tahan menurun, dikarenakan
masa terjadi transmisi dan penjalaran penularan virus pada kurun waktu 5
– 10 tahun. Sehingga mereka belum memikirikan kondisi lain setelah
mereka dinyatakan positif HIV. Sebagai asumsi dengan umur dewasa
maka semakin berfikir ulang untuk melakukan setiap pemeriksaan (Safitri,
2012).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ermarini (2013),
adanya hubungan bermakna antara umur dengan pemanfaatan layanan
VCT dengan umur ≥ 30 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Safitri
(2012) yang menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang maka
kecenderungan untuk melakukan pemeriksaan juga semakin besar.
Di Afrika, HIV menyerang 25 – 40% orang dewasa dan lebih dari
10% disebagian besar negara Afrika lainnya, kecuali Afrika Utara
(Mandal, 2008). Salah satu efek jangka panjang endemi HIV dan AIDS
yang telah meluas adalah dampak pada indikator demografi. Karena
tingginya proporsi kelompok umur yang lebih muda terkena penyakit yang
membahayakan ini, dapat diperkirakan nantinya akan menurunkan angka
harapan hidup. Hal ini disebabkan semakin banyak orang yang
diperkirakan hidup dalam jangka waktu yang lebih pendek, kontribusi
yang diharapkan dari mereka pada ekonomi nasional dan perkembangan
sosial menjadi semakin kecil dan kurang dapat diandalkan (Roza, 2013).
Berdasarkan WHO dan UNAIDS (2006), estimasi global kasus
HIV/AIDS sampai dengan tahun 2006, jumlah orang hidup dengan HIV
pada kelompok umur 15-49 tahun (dewasa) sebesar 37,2 juta.
2.7. Status Pekerjaan
Bekerja adalah salah satu upaya untuk mendapatkan pamasukan,
sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan.
Tingkat kesejahteraan yang baik dapat meningkatkan akses seseorang ke
layanan kesehatan untuk menjaga status kesehatannya agar tetap baik
(Indriyani,
2012).
Menurut
penelitian
Khairrurahmi
(2009),
yang
menyebutkan bahwa status pekerjaan memiliki hubungan dengan pemanfaatan
klinik VCT. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Su-Rin Shin et
al (2005), mayoritas pengunjung klinik VCT berstatus sebagai pekerja, dan
sangat sedikit sekali yang berstatus sebagai pengangguran.
Pekerjaan membuat seseorang sering berpindah tempat. Selain itu,
dampak dari perpindahan penduduk ini dalam hal penyebaran penyakit
menular tampak sangat jelas. penyakit menular dapat menyebar melalui
hubungan antar manusia. oleh karena itu, jika manusia yang telah terjangkit
pindah, maka mereka kemungkinan besar akan menyebarkan penyakit
tersebut. Dalam perpindahan penduduk, tidak ada yang lebih penting dari
perilaku para pendatang. Hal ini merupakan kombinasi dari perpindahan
penduduk dengan perilaku yang beresiko tinggi yang merupakan persoalan
utama. Kelompok yang paling beresiko bukanlah hanya pendatang yang telah
teridentifikasi secara konvensional, tapi juga pendatang non permanen.
Mobilitas dapat membuat seseorang masuk ke dalam situasi yang beresiko
tinggi (Roza, 2013).
2.8. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Berdasarkan pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Sedangkan menurut WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2005) bahwa
yang menyebabkan seseorang itu berperilaku karena adanya 4 alasan pokok
yaitu pemikiran dan perasaan, acuan dan referensi dari seseorang, sumber
daya, dan sosio budaya. Bentuk dari pemikiran dan perasaan salah satunya
adalah pengetahuan. Seseorang akan berperilaku didasarkan beberapa
pertimbangan yang diperoleh dari tingkat pengetahuannya.
Dalam penelitian Sumarlin (2013), yang menyatakan ada pengaruh
pengetahuan
terhadap
perubahan
perilaku
pada
pasien
HIV/AIDS.
Pengetahuan baik lebih besar kemungkinan untuk melakukan perubahan
perilaku dengan persentase (65,7%) dan berpengetahuan rendah (13,2%).
Didukung pula dengan penjelasan menurut Notoatmodjo (2007) bahwa
pengetahuan merupakan strategi perubahan perilaku yang penting untuk
menimbulkan kesadaran dan akhirnya berperilaku sesuai dengan pengetahuan
yang dimilikinya. Berdasarkan teori adaptasi, apabila seseorang memiliki
tingkat pengetahuan yang baik setidaknya dapat mendorong untuk mempunyai
sikap dan perilaku yang baik pula.
Menurut Maslow (1984) dalam Cicio (2006) juga menyatakan bahwa
individu lebih menyukai sesuatu yang dikenal atau diketahuinya terlebih
dahulu dari pada yang belum ia kenal atau diketahuinya. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Cicio (2006) hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar informan yang ditelitinya tidak
memanfaatkan layanan VCT dikarenakan mereka tidak tahu apa itu VCT dan
untuk apa layanan VCT. Sehingga disimpulkan ketertarikan seseorang
terhadap layanan VCT dilatarbelakangi oleh pengetahuan seseorang tentang
layanan VCT.
2.9. KERANGKA TEORI
Berdasarkan teori yang dikatakan oleh Ajzen (2005) Theory of planned
behavior (TPB) dalam teori ini niat dan perilaku memiliki 3 determinan yaitu
sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku. Menurut Ajzen, sikap
individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap
konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang diistilahkan
dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Subjective Norms
merupakan faktor dari luar individu yang berisi persepsi seseorang tentang
apakah orang lain akan menyetujui atau tidak menyetujui suatu tingkah laku
yang ditampilkan. Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan
normatif (normative belief). Percieved Behavior Control merupakan persepsi
individu mengenai kontrol yang dimiliki individu tersebut sehubungan dengan
tingkah laku tertentu, perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh
dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kemampuan dalam mengontrol
(control beliefs).
Ketiga determinan yang telah disebutkan berasal dari beberapa faktor –
faktor lain yang melatarbelakangi, yakni personal, sosial, dan informasi.
Untuk penjelasan yang lebih jelas, dapat dilihat kerangka teori di bawah ini :
Faktor latar belakang:
Pribadi
-
Sikap general
Kepribadian
Nilai
Emosi
kecerdasan
Sosial Demografi
-
Sikap
terhadap
perilaku
Keyakinan
normatif
Norma
subjektif
umur, ras, etnik
dan gender
pendidikan
pendapatan
agama
Informasi
-
Keyakinan
pada
perilaku
pengalaman
pengetahuan
eksposur media
Kemampuan
mengontrol
Persepsi
kontrol
perilaku
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Theory of Planned Behaviour (Ajzen, 2005)
Niat
Perilaku
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep penelitian ini berasal dari kerangka Theory of
Planned Behavior (TPB) (Ajzen1991). Menurut teori ini, niat seseorang
untuk berperilaku akan terbentuk dari tiga domain yaitu sikap seseorang
tersebut terhadap perilaku tertentu, norma subyektif, dan kontrol perilaku.
Ketiga domain tersebut dilatarbelakangi oleh faktor sosial demografi
meliputi, umur, pendidikan, status pekerjaan, jenis kelamin, dan status
pernikahan. Selain itu, dipengaruhi juga oleh faktor informasi berupa
pengetahuan.
Kerangka konsep ini terdiri dari variabel terikat (dependen) yaitu
niat ibu hamil untuk memanfatkan layanan VCT dan variabel bebas
(independen) yang terdiri dari variabel sikap, norma subyektif, dan
persepsi pengendalian perilaku, umur, pendidikan, pengetahuan dan status
pekerjaan.
Berdasarkan kerangka teori pada tinjauan pustaka, tidak semua
masuk dalam kerangka konsep, hal ini disebabkan bahwa faktor-faktor
yang masuk dalam kerangka konsep merupakan faktor-faktor terpenting
yang harus diketahui dan diamati lebih dahulu sebagai faktor yang
mempengaruhi niat ibu hamil dalam memanfaatkan layanan VCT. Adapun
variabel yang tidak diteliti yaitu :
-
variabel perilaku
Perilaku tidak diteliti karena belum ada ibu hamil yang
melakukan VCT di Puskesmas tersebut.
-
Jenis kelamin
Jenis kelamin tidak diteliti karena ditempat penelitian
homogen atau seluruh responden berjenis kelamin perempuan.
-
Status pernikahan
Status pernikahan tidak diteliti karena homogen yaitu
mayoritas seluruh ibu berstatus menikah.
-
Sikap general, kepribadian, nilai, emosi, kecerdasan
Cara ukur variabel diatas bisa di ukur dengan pengukuran
psikologi.
-
Pendapatan
Pendapatan tidak teliti karena variable status pekerjaan
sudah diteliti.
-
Pengalaman dan eksposur media
Pengalaman dan eksposur media tidak di teliti karena
pertanyaan variable tersebut telah masuk ke dalam variable
pengetahuan.
Berdasarkan kerangka teori maka kerangka konsep yang akan digunakan
dapat digambarkan dalam bagan dibawah ini :
Sikap ibu hamil terhadap layanan
VCT
Norma Subyektif terhadap layanan
VCT
Persepsi kontrol diri terhadap
layanan VCT
Pengetahuan tentang layanan VCT
Usia
Pendidikan
Status pekerjaan
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Niat ibu hamil untuk
memanfaatkan
layanan VCT
3.2. DEFINISI OPERASIONAL
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Sikap Ibu hamil mengenai
Pendapat atau penilaian ibu terhadap
Wawancara
Kuisioner yang
0 = Negatif ( <median)
Ordinal
VCT
layanan VCT yang ditanyakan dengan
dibagikan dan diisi
1 = Positif (≥ median)
jawaban kuisioner
oleh responden
Norma Subyektif
Pandangan orang – orang terdekat
Wawancara
Kuisioner yang
0 = Dorongan lemah
responden (keluarga, orang tua,
dibagikan dan diisi
jika jumlah skor < nilai
suami, dan teman) terhadap layanan
oleh responden
median
VCT dan seberapa berpengaruh
1 = Dorongan Kuat,
pandangan orang – orang terhadap
jika jumlah skor ≥ nilai
keputusan responden untuk
median
memanfaatkan layanan VCT
Ordinal
Persepsi kontrol diri
Penilaian dan pertimbangan
Wawancara
Kuisioner yang
0 = Persepsi Lemah,
responden pada kemampuan dirinya
dibagikan dan diisi
jika jumlah skor < nilai
untuk memanfaatkan layanan VCT
oleh responden
median
yang ditanyakan dengan jawaban
1= Persepsi Kuat jika
kuisioner
jumlah skor ≥ nilai
Ordinal
median
Usia
Lamanya responden hidup yang
Wawancara
Kuisioner yang
0= Dewasa muda ≤ 24
dihitung dalam tahun sejak lahir
dibagikan dan diisi
1 = Dewasa > 24
sampai pada saat penelitian dilakukan
oleh responden
(Comenius, 2005)
Kuisioner yang
Katagori :
pernah diselesaikan responden yang
dibagikan dan diisi
0 = Rendah ≤
ditanyakan dengan jawaban kuisioner
oleh responden
SMP/Sederajat
Ordinal
dalam hitungan genap yang
ditanyakan dengan jawaban kuisioner
Pendidikan
Jenjang belajar formal terakhir yang
Wawancara
1 = Tinggi ≥ SMA
Ordinal
Status Pekerjaan
Kegiatan responden formal/informal
Wawancara
Kuisioner yang
0 = tidak bekerja (ibu
yang bisa menghasilkan pendapatan
dibagikan dan diisi
rumah tangga,
yang bersifat tetap atau non tetap
oleh responden
pengangguran)
yang ditanyakan dengan jawaban
1 = bekerja
kuisioner
(PNS,TNI,POLRI, Swasta
Nominal
dll)
Pengetahuan
Segala sesuatu yang diketahui
Wawancara
Kuisioner yang
0 = Kurang , jika skor < 60
responden mengenai layanan VCT
dibagikan dan diisi
1 = Baik, jika skor ≥ 60
yang ditanyakan dengan jawaban
oleh responden
(Saptari, 2013)
Kuisioner yang
0 = Tidak Berniat (skor <
Ordinal
kuisioner
Niat ibu hamil untuk
Keinginan atau kecenderungan
memanfaatkan layanan
responden untuk memanfaatkan atau
dibagikan dan diisi
2)
VCT
tidak memanfaatkan layanan VCT yang
oleh responden
1 = Berniat (skor ≥ 2)
ditanyakan dengan jawaban kuisioner
Wawancara
Ordinal
3.3. HIPOTESIS
3.3.1. Ada hubungan antara status pekerjaan dengan niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun
2014
3.3.2. Ada hubungan antara usia dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014
3.3.3. Ada hubungan antara pendidikan dengan niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun
2014
3.3.4. Ada hubungan antara pengetahuan dengan niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun
2014
3.3.5. Ada hubungan antara sikap ibu hamil terhadap layanan VCT dengan niat
ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat tahun 2014
3.3.6. Ada hubungan antara norma subyektif ibu hamil terhadap layanan VCT
dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah
Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014
3.3.7. Ada hubungan antara persepsi kontrol diri ibu hamil terhadap layanan
VCT dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah
Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan
desain penelitian cross sectional, dimana pengumpulan data dan pengukuran
variabel independen dan variabel dependen dilakukan pada waktu yang
bersamaan. Pemilihan desain ini didasarkan pada tujuan penelitian, yaitu
untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan niat ibu hamil
untuk memanfaatkan layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing) di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan tahun 2014.
4.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Juni 2014 di Wilayah
Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan.
4.3. Populasi Dan Sampel
4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan dari unit di dalam pengamatan
yang akan kita lakukan (Sabri dan Hastono, 2009). Populasi dalam
penelitian ini adalah semua ibu hamil yang ada di di wilayah kerja
Puskesmas Ciputat. Populasi ibu hamil dalam penelitian ini berjumlah
1.408 di tahun 2013.
4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah ibu hamil yang bertempat
tinggal di wilayah kerja Puskesmas Ciputat. Teknik sampling
atau
teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah secara acak kelompok (Cluster random sampling) karena pada
teknik ini sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit
penelitian dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk
dipilih sebagai sampel (Budiarto, 2002).
Adapun sampel yang diambil pada penelitian ini adalah
beberapa ibu hamil yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas
Ciputat. Pengambilan sampel dilakukan dengan melihat propotional
jumlah RW yang ada di Kelurahan Ciputat dan Cipayung. Kelurahan
Ciputat memiliki 15 RW dan Kelurahan Cipayung memiliki 12 RW,
perbandingan dari kedua kelurahan tersebut adalah 5: 4, sehingga
jumlah yang diambil dari Kelurahan Ciputat sebanyak 3 RW dan dari
Kelurahan Cipayung sebanyak 2 RW. Berikut ini adalah sampel yang
terpilih dari 5 RW di Kelurahan Ciputat dan Kelurahan Cipayung dari
metode cluster random sampling :
Tabel 4.1
Sampel RW Terpilih dari Metode Cluster Random Sampling
No
Kelurahan
RW terpilih
1
Ciputat
RW 03
RW 09
RW 14
2
Cipayung
RW 01
RW 04
4.3.2.1. Jumlah Sampel
Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan berdasarkan
perhitungan rumus uji hipotesis beda dua proporsi mengingat bahwa
tujuan penelitian adalah untuk menguji hipotesis, dengan asumsi
penelitian sebelumnya yaitu bahwa proporsi motivasi keluarga tinggi
dengan pemanfaatan layanan VCT yang baik 75,7% dan proporsi
motivasi keluarga rendah dengan pemanfaatan layanan VCT yang baik
18,2% (Titi, 2012). Pada penelitian ini, peneliti menginginkan tingkat
kepercayaan sebesar 95% dengan kekuatan uji 90% sebagai berikut :
[
√
(
n=
)
√
(
(
)
(
)]
)
Keterangan :
n
: Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian
Z2
Z
1-α/2 : Derajat
1-β
P1
kepercayaan (Confident Interval / CI) = 95%
: Kekuatan uji 90%
: Proporsi Motivasi keluarga tinggi dengan pemanfaatan
layanan VCT yang baik 75,7% (Titi, 2012).
P2
: Proporsi Motivasi keluarga rendah dengan pemanfaatan
layanan VCT yang baik 18,2% (Titi, 2012).
P
: (P1+P2)/2 = 0,4695
Tabel 4.2
Perhitungan Populasi Sampel Penelitian Terdahulu
Variabel
Indikator
Motivasi keluarga dengan
Baik
pemanfaatan layanan VCT
Buruk
P1
P2
Hasil
75,7% 18,2% 14
(Titi, 2012)
Pengetahuan tentang VCT
Baik
dengan pemanfaatan
Buruk
18,5% 78,5% 13
layanan VCT
(Indriyani, 2012)
Pendidikan dengan
Tinggi
pemanfaatan layanan VCT
Rendah
14,8% 85,2% 9
(Indriyani, 2012)
Umur dengan pemanfaatan
Kurang baik
layanan VCT
Baik
60,7% 72,7% 323
(Ermarini, 2013)
Keyakinan dengan
Kurang baik
pemanfaatan layanan VCT
Baik
52,6% 70,8% 243
(Ermarini, 2013)
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut,
diperoleh sampel minimal 14 orang, kemudian sampel minimal dibagi
dengan proporsi penelitian terdahulu terkait pemanfaatan layanan VCT
yang baik 51,1% (Titi, 2012) diperoleh total sampel yaitu 28 orang.
kemudian dikalikan dengan deff 2 karena penelitian ini termasuk
penelitian survei. Untuk meminimalisir adanya bias, maka 28 x 2 = 56
orang. Untuk menghindari drop out atau missing jawaban dari responden
sehingga jumlah sampel keseluruhan sebesar 76 orang.
Penelitian ini menggunakan cluster random sampling dengan
melihat propotional jumlah RW terbanyak di dua kelurahan yang ada di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat, setelah itu RW yang terpilih di random
berdasarkan jumlah propotional RW. Selanjutnya peneliti membuat
kerangka sampel dari semua ibu hamil. Kemudian dari kerangka sampel
inilah peneliti memilih sampel secara acak sederhana. Adapun proporsi
sampel di dapat dari perhitungan (jumlah total ibu hamil per RW pertotal
populasi ibu hamil) dikali jumlah sampel minimum. Hasil dari perhitungan
sampel secara cluster random sampling yaitu terlihat pada tabel di bawah
ini :
Tabel 4.3
Jumlah Sampel Pada Masing – Masing Rukun Warga Terpilih
No
1.
2
3
4
5
6
7
Rukun warga
RW 03 Kelurahan
Ciputat
RW 09 Kelurahan
Ciputat
RW 08 Kelurahan
Ciputat
RW 06 Kelurahan
Ciputat
RW 13 Kelurahan
Ciputat
RW 04 Kelurahan
Ciputat
RW 01 Kelurahan
Jumlah
Jumlah ibu
Sampel
RT
hamil per RW
4
10
8
3
6
4
3
6
4
4
4
3
5
12
10
2
2
1
4
8
6
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Ciputat
RW 02 Kelurahan
Ciputat
RW 10 Kelurahan
Ciputat
RW 14
KelurahanCiputat
RW 01 Kelurahan
Cipayung
RW 03 Kelurahan
Cipayung
RW 02 Kelurahan
Cipayung
RW 05 Kelurahan
Cipayung
RW 07 Kelurahan
Cipayung
RW 09 Kelurahan
Cipayung
RW 04 Kelurahan
Cipayung
Total
4
3
2
4
2
1
2
9
7
8
5
4
4
4
3
6
5
4
5
8
6
6
4
3
5
3
2
5
10
8
101
76
4.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder :
4.4.1. Data Primer, Adapun data yang dikumpulkan yaitu :
1. Data karakteristik ibu hamil (Usia, pendidikaan, pekerjaan) yang
bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data ini di
ambil melalui kuisioner oleh responden. Kuisioner diambil dari
penelitian Ermarini et.al (2013).
2. Data pengetahuan ibu hamil mengenai layanan VCT yang bertempat
tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data ini diambil melalui
pengisian kuisioner oleh responden. Kuisioner di ambil dari
penelitian Ermarini (2013) yang sudah dimodifikasi.
3. Data sikap ibu hamil mengenai layanan VCT yang bertempat tinggal
di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data ini diambil melalui
pengisian kuisioner oleh responden. Kusioner diambil dari penelitian
Saptari (2013) yang sudah dimodifikasi.
4. Data norma subjektif ibu hamil mengenai layanan VCT yang
bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data ini
diambil dengan pengisian kuisioner oleh responden. Kuisioner
dimodifikasi dari penelitian Saptari dan Ermarini (2013).
5. Data persepsi kontrol perilaku ibu hamil mengenai layanan VCT yang
bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data
diperoleh dengan pengisian kuisioner oleh responden. Kuisioner
diadaptasi dari penelitian Saptari (2013).
6. Data niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT yang
bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data ini
diperoleh melalui pengisian kuisioner oleh responden. Kuisioner
dimodifikasi dari penelitian Ermarini dan Saptari (2013).
Data primer
dikumpulkan dengan cara
mendatangi
responden langsung yang sedang yang bertempat tinggal di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Ketika mengisi kuisioner,
responden didampingi oleh peneliti untuk mengantisipasi jika ada
pertanyaan dalam kuisioner yang kurang dimengerti. Instrumen
yang dipakai adalah kuisioner yang harus diisi sendiri oleh
responden.
Dalam pengumpulan data, peneliti dibantu oleh kader di
masing – masing RW yang terpilih. Proses pengumpulan data
dilaksanakan dari mulai tanggal 19 Mei sampai 2 Juni 2014 di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yang terbagi menjadi dua
kelurahan dengan jumlah sampel 76 responden. Hasil pengisian
kuesioner langsung diperiksa kelengkapannya, dan apabila ada
yang belum terisi, diminta untuk melengkapi jawabannya.
4.4.2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran
dokumen, catatan, dan laporan dari puskesmas mengenai data
kunjungan ibu hamil pada layanan ANC di Puskesmas Ciputat.
Seperti populasi ibu hamil trisemester 1 dan jumlah orang yang
melakukan VCT di wilayah puskesmas Ciputat.
4.5. Pengumpulan Data
Adapun tahapan – tahapan yang dilakukan dalam pengumpulan data
dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
Bagan 4.1.
Alur Pengumpulan Data
Pengambilan data jumlah RW
di Dua Kelurahan
Pengambilan data jumlah RT di
masing – masing RW per
Kelurahan
Pengambilan data jumlah ibu
hamil di masing – masing
Posyandu
Pengambilan data penelitian di
masing – masing RW terpilih
secara door to door
4.6. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan
data (Notoatmodjo, 2002). Pada penelitian ini pengukuran variabel dilakukan
dengan menggunakan instrumen kuesioner yang terdiri dari beberapa
pertanyaan yang berkaitan dengan variabel independen dan dependen.
Instrumen penelitian ini adalah kuisioner yang diisi sendiri oleh responden.
Kuisioner yang digunakan merupakan gabungan dari penelitian terdahulu di
Depok dan Propinsi Banten Kota Tangerang Selatan. Kuisioner dibagi
menjadi 5 bagian, yaitu data personal, pengetahuan, sikap, norma subyektif,
persepsi pengendalian perilaku dan niat.
Penentuan variabel niat untuk memanfaatkan atau tidak memanfaatkan
layanan VCT ditentukan dari jawaban responden pada kuisioner. Kategori
untuk variabel ini adalah :
1. Berniat untuk memanfaatkan layanan VCT skor ≥ 2
2. Tidak berniat untuk memanfaatkan layanan VCT skor < 2
Penentuan variabel sikap positif terhadap layanan VCT atau sikap
negatif terhadap layanan VCT ditentukan dari jawaban responden pada
kuisioner. Kuisioner ini menggunakan skala 4 Likert dimana apabila
responden memilih sangat tidak setuju bernilai poin 1 hingga sangat setuju
bernilai 4 poin. Katagori untuk variabel ini adalah :
1. Sikap positif jika nilai total ≥ median
2. Sikap negatif jika nilai total < median
Penentuan variabel norma subyektif dengan dorongan kuat atau norma
subyektif dengan dorongan lemah terhadap layanan VCT ditentukan dari
jawaban responden pada kuisioner. Kuisioner ini menggunakan skala 5 Likert
dimana apabila responden memilih sangat tidak setuju bernilai poin 1 hingga
sangat setuju bernilai 5 poin. Katagori untuk variabel ini adalah :
1. Dorongan norma subyektif kuat jika nilai total ≥ median
2. Dorongan norma subyektif lemah jika nilai total < median
Penentuan variabel persepsi kontrol perilaku kuat atau persepsi kontrol
perilaku lemah terhadap layanan VCT ditentukan dari jawaban responden
pada kuisioner. Katagori untuk variabel ini adalah :
1. Persepsi kontrol diri kuat jika nilai total ≥ median
2. Persepsi kontrol diri lemah jika nilai total < median
Penentuan variabel pengetahuan baik atau pengetahuan kurang baik
terhadap layanan VCT ditentukan dari jawaban responden pada kuisioner.
Katagori untuk variabel ini adalah :
1. Pengetahuan baik jika skor ≥ 60%
2. Pengetahuan buruk jika skor < 60%
Penentuan variabel karakteristik responden (umur, pendidikan dan
status pekerjaan) ditentukan dari jawaban responden pada kuisioner. Katagori
untuk variabel umur adalah :
1. Umur responden dewasa muda jika umur responden ≤ 24 tahun
2. Dewasa jika umur responden > 24 tahun
Untuk katagori pendidikan yaitu :
1. Responden yang berpendidikan tinggi ≥ SMA
2. Responden yang berpendidikan rendah ≤ SMP/ Sederajat
Untuk katagori status pekerjaan yaitu :
1. Responden yang bekerja (PNS,TNI,POLRI, Swasta dll))
2. Responden yang tidak bekerja (ibu rumah tangga, pengangguran, dll)
4.6.1. Uji Coba Kuisioner
Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini di uji
cobakan kepada 15 responden. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui apakah pertanyaan – pertanyaan dalam kuisioner
tersebut sudah jelas dan dapat dimengerti serta untuk menguji
validitas dan reabilitas dari variabel – variabel yang terdapat dalam
kuisioner tersebut. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana ketepatan dan kecermatan kuisioner untuk mengukur data
yang dibutuhkan. Sedangkan, uji reabilitas dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten jika
dilakukan pengukuran berulang dengan menggunakan kuisioner
yang sama.
Seluruh pertanyaan pada kuisioner ini telah reliabel dengan
nilai Cronbach’s Alfa sebesar 0,916 > dari 0,6. Sedangkan uji
validitas menghasilkan pertanyaan yang valid jika nilai Corrected
Item-Total Correlation lebih besar dari nilai r-tabel pada df = n – 2
, df = 13 yaitu 0,5140.
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Kuisioner Penelitian
Variabel
B1
B2
B3
B4
B5
Corrected
Valid atau Keterangan
item-total
tidak valid
correlation
Pengetahuan VCT
0,000
Tidak valid
Pertanyaan
diperbaiki
0,000
Tidak valid
Pertanyaan
diperbaiki
0,000
Tidak valid
Pertanyaan
diperbaiki
0,000
Tidak valid
Pertanyaan
diperbaiki
0,000
Tidak valid
Pertanyaan
diperbaiki
B6
0,000
Tidak valid
B7
0,127
Tidak valid
B8
0,000
Tidak valid
B9
B10
B11
B12
C1
C2
C3
1,000
Valid
0,632
Valid
1,000
Valid
1,000
Valid
Persepsi Kontrol Diri
0,874
Valid
0,782
Valid
0,508
Tidak valid
C4
0,191
Tidak valid
C5
0,279
Tidak Valid
C6
C7
C8
0,622
0,670
0,390
Valid
Valid
Tidak Valid
C9
0,263
Tidak Valid
C10
0,439
Tidak Valid
E1
Sikap terhadap VCT
0,012
Tidak valid
E2
E3
E4
0,615
0,638
0,498
E5
0,669
Valid
Norma subyektif terhadap VCT
0,815
Valid
0,859
Valid
0,859
Valid
0,787
Valid
0,748
Valid
0,861
Valid
F1
F2
F3
F4
F5
F6
Valid
Valid
Tidak Valid
Pertanyaan
diperbaiki
Pertanyaan
diperbaiki
Pertanyaan
diperbaiki
-
Pertanyaan
diperbaiki
Pertanyaan
diperbaiki
Pertanyaan
diperbaiki
-
Pertanyaan
diperbaiki
Pertanyaan
diperbaiki
Pertanyaan
diperbaiki
Pertanyaan
diperbaiki
-
Pertanyaan
diperbaiki
-
F7
0,489
Tidak Valid
Pertanyaan
diperbaiki
Kuisioner yang digunakan merujuk kepada kerangka teori
dan kerangka konsep, dan kuisioner peneliti – peneliti sebelumnya
yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan penelitian ini.
4.7. Pengolahan Data Dan Analisis Data
Pengolahan atau manajemen data terdiri dari serangkaian tahapan yang
harus dilakukan agar data siap untuk diuji statistik dan dilakukan analisi atau
interpretasi (Amran, 2012). Pengolahan data dapat dikelompokan menjadi :
1.
Data Coding (mengkode data)
Data coding yaitu merupakan kegiatan mengklasifikasikan data
dan memberi kode untuk masing – masing kelas sesuai dengan tujuan
dikumpulkannya data. Pada kuisioner penelitian ini, dilakukan
pemberian kode data. Kode data dilakukan dengan memberi kode pada
tiap jawaban responden. Untuk pertanyaan tertutup kode 1 untuk
jawaban iya dan kode 2 untuk jawaban tidak. Sebaliknya untuk kuisioner
dengan pertanyaan skala likert, kode 1 untuk jawaban sangat tidak
setuju, kode 2 untuk jawaban tidak setuju, kode 3 untuk jawaban setuju,
dan kode 4 untuk jawaban sangat setuju. Setelah semua kuisioner
dikodekan,
kemudian
dijumlahkan
berdasarkan
niat
untuk
memanfaatkan layanan VCT. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat
dikelompokkan menjadi :
Tidak berniat
: <2
Berniat
:≥2
2.
Data Editing (menyunting data)
Data editing adalah penyuntingan data dilakukan sebelum
proses pemasukan data. Pengolahan data selanjutnya masuk kedalam
tahap dimana peneliti memeriksa kelengkapan data yang telah
terkumpul. Pemeriksaan meliputi pengisian kuisioner, konsistensi,
validitas, dan jumlah pertanyaan yang di jawab.
3.
Data Structure
Data structure dikembangkan sesuai dengan analisis yang akan
dilakukan dan jenis perangkat lunak yang dipergunakan. Pada saat
melakukan data structure, bagi masing – masing variabel perlu
ditetapkan ; nama, skala ukur variabel, jumlah digit.
4.
Data Entry (memasukkan data)
Data entry merupakan proses memasukkan data ke dalam
program atau fasilitas analisis data. Dalam penelitian ini entry data
dilakukan dengan program SPSS (Statistical Program for social Siences).
Pada penelitian ini memasukkan data ke dalam program komputer
dengan menggunakan SPSS setelah semua isian kuesioner terisi penuh
dan benar, dan juga sudah melewati pengkodian.
5.
Data Cleaning (membersihkan data)
Data cleaning merupakan proses pembersihan data setelah data
di entri. Cara yang dilakukan yaitu dengan melihat distribusi frekuensi
dari variabel – variabel dan menilai kelogisannya. Sehingga dengan
demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.
Setelah data di cleaning di komputer maka data siap untuk di analisis
dengan menggunakan komputer sebagai alat bantu dan menggunakan program
analisis data yaitu SPSS.
4.7.1.
Analisa Data
Analisa data Univariat dilakukan pada setiap variabel hasil penelitian,
dan analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel independen dan variabel
dependen yang saling berhubungan (Notoadmodjo, 2005).
1.
Analisa Univariat digunakan untuk mengetahui gambaran variabel
independen dan variabel dependen. Dalam penelitian ini, analisis
univariat dapat memberikan gambaran karakteristik responden (umur,
pendidikan, status pekerjaan), pengetahuan, sikap, norma subyektif,
persepsi kontrol diri dan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan
VCT.
2.
Analisa Bivariat yaitu analisa yang dilakukan untuk mengetahui
hubungan variabel independen dan variabel dependen. Dalam
penelitian ini, analisis bivariat digunakan untuk melihat adanya
hubungan antara umur, pendidikan, status pekerjaan, pengetahuan,
sikap, norma subyektif, persepsi kontrol diri dengan niat untuk
memanfaatkan layanan VCT pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat, Kota
Tangerang Selatan. Data penelitian ini merupakan data katagorik
sehingga uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-square. Hasil dari uji
chi-square
berupa
nilai
probabilitas
(p
value).
Penelitian
ini
menggunakan tingkat kemagnaan (α) sebesar 0,05 (derajat kepercayaan
95%), sehingga apabila hasil uji chi- square didapatkan nilai p ≤ 0,05
maka terdapat hubungan yang signifikan diantara kedua variabel
tersebut. Namun jika nilai p > 0,05 maka dapat dikatakan tidak ada
hubungan signifikan antara kedua variabel tersebut.
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Analisis Univariat
Analisis Univariat pada penelitian ini dilakukan untuk memberikan
gambaran distribusi frekuensi dari tiap variabel yang diteliti baik dependen
maupun independen.
5.1.1. Gambaran Umur Ibu Hamil
Variabel umur ibu hamil dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi
dua, yaitu dewasa muda dan dewasa. Seorang ibu hamil dimasukkan ke
dalam kategori dewasa muda apabila umur ibu hamil ≤ 24 tahun. Sedangkan
masuk dalam katagori dewasa apabila umur ibu hamil > 24 tahun. Distribusi
frekuensi variabel umur ibu hamil dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1.
Distribusi Frekuensi Umur Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Tahun 2014
Umur
N
%
Dewasa muda ≤ 24
21
27.6
Dewasa > 24
55
72.4
Total
76
100
Berdasarkan umur responden bervariasi dari umur terendah 18
tahun dan tertinggi 44 tahun. Jika dilihat dari tabel 5.1. diketahui dari 76
sampel yang diteliti terlihat 72,4% ibu hamil yang berusia dewasa. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat berusia di atas 24 tahun.
5.1.2. Gambaran Pendidikan Ibu Hamil
Terlihat pendidikan tertinggi ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat adalah tingkat SMA dan pendidikan terendah yaitu SD.Variabel
pendidikan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua, yaitu pendidikan
rendah dan tinggi. Seorang ibu hamil dimasukkan ke dalam kategori
pendidikan rendah apabila ibu hamil berpendidikan ≤ SMP/Sederajat.
Sedangkan ibu hamil masuk dalam katagori pendidikan tinggi apabila ibu
hamil berpendidikan ≥ SMA. Distribusi frekuensi pendidikan ibu hamil dapat
dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2.
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Tahun 2014
Pendidikan
N
%
Rendah
25
32.9
Tinggi
51
67.1
Total
76
100
Berdasarkan tabel 5.2. dari 76 sampel yang diteliti terlihat 67,1% ibu
hamil berpendidikan tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat berpendidikan tinggi yaitu
SMA.
5.1.3. Gambaran Status Pekerjaan Ibu Hamil
Berdasarkan status pekerjaan responden terlihat bahwa sebagian besar
ibu hamil berstatus sebagai Ibu Rumah Tangga. Variabel status pekerjaan
dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu tidak bekerja dan
bekerja. Distribusi frekuensi status pekerjaan ibu hamil dapat dilihat pada
tabel 5.3.
Tabel 5.3.
Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Tahun 2014
Status Pekerjaan
N
%
Tidak bekerja
59
77.6
Bekerja
17
22.4
Total
76
100
Berdasarkan tabel 5.3. terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil tidak
bekerja. Dari 76 sampel yang diteliti terdapat 77,6% ibu hamil yang tidak
bekerja. Artinya sebagian besar ibu hamil berstatus sebagai ibu rumah tangga.
5.1.4. Gambaran Pengetahuan VCT Ibu Hamil
Variabel
pengetahuan
VCT
ibu
hamil
dalam
penelitian
ini
dikategorikan dalam pengetahuan kurang dan pengetahuan baik yang dinilai
berdasarkan soal yang diberikan pada responden. Terdapat 10 soal yang tiap
soalnya bernilai 10 poin. Cut of point untuk pengetahuan VCT terdiri dari dua
kelompok, yaitu pengetahuan tentang VCT kurang dan pengetahuan tentang
VCT baik. Responden yang dapat menjawab dengan benar soal lebih dari lima,
atau mendapatkan nilai ≥ 60 maka masuk ke dalam kategori memiliki
pengetahuan yang baik, dan responden yang hanya dapat menjawab kurang
dari lima soal dengan benar, atau mendapatkan nilai < 60 maka akan masuk ke
dalam kategori memiliki pengetahuan kurang. Distribusi frekuensi pengetahuan
VCT ibu hamil dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4.
Distribusi Frekuensi Pengetahuan VCT Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Tahun 2014
Pengetahuan VCT
N
%
Kurang
70
92.1
Baik
6
7.9
Total
76
100
Berdasarkan tabel 5.4. diketahui bahwa sebagian besar ibu hamil
memiliki pengetahuan kurang tentang VCT. Dari 76 sampel yang diteliti
terlihat 7,9% ibu hamil yang berpengetahuan baik tentang VCT. artinya
Sebagian besar responden berpengetahuan rendah tentang VCT dalam hal
manfaat VCT, layanan apa saja yang diberikan dari layanan VCT, tahapan –
tahapan yang seharusnya dilakukan pasien dalam mengikuti layanan VCT, dan
materi apa yang diberikan dilayanan konseling VCT.
5.1.5.
Gambaran Sikap Ibu Hamil
Variabel sikap ibu hamil terhadap VCT dalam penelitian ini
dikategorikan menjadi dua yaitu sikap negatif dan sikap positif. Ibu hamil
dimasukkan kedalam kategori sikap negatif apabila skor sikap < median
sedangkan ibu hamil yang memiliki sikap positif terhadap VCT apabila skor
sikap ≥ median. Distribusi frekuensi sikap ibu hamil terhadap VCT dapat
dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5.
Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Hamil Terhadap VCT
di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014
Sikap
N
%
Negatif
25
32.9
Positif
51
67.1
Total
76
100
Berdasarkan tabel 5.5. terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil
memiliki sikap positif terhadap layanan VCT. Dari 76 sampel yang diteliti
terlihat 67,1% ibu hamil memiliki sikap positif terhadap VCT. Artinya
sebagian besar responden sudah memiliki sikap positif bahwa layanan VCT
bermanfaat untuk mengetahui status HIV pada dirinya untuk mencegah
penularan kepada anak yang dikandungnya.
5.1.6.
Gambaran Norma Subyektif Ibu Hamil
Variabel norma subyektif dalam penelitian ini dikategorikan menjadi
dua, yaitu dorongan lemah dan dorongan kuat. Ibu hamil dimasukkan ke
dalam kategori dorongan lemah apabila skor norma subyektif dengan
dorongan lemah < median sedangkan apabila skor ≥ median termasuk dalam
kategori norma subyektif memiliki dorongan kuat. Distribusi frekuensi norma
subyektif ibu hamil dapat dilihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.6.
Distribusi Frekuensi Norma Subyektif Ibu Hamil
di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014
Norma subyektif
N
%
Dorongan lemah
36
47.4
Dorongan kuat
40
52.6
Total
76
100
Berdasarkan tabel 5.6. terlihat bahwa ibu hamil yang memiliki
dorongan lemah dan dorongan kuat masih terlihat berimbang. Dari 76 sampel
yang diteliti terlihat 52,6% ibu hamil yang memiliki norma subyektif dengan
dorongan kuat. Artinya responden memiliki norma subyektif berimbang
terhadap pandangan – pandangan orang terdekat mengenai VCT memberi
pengaruh pada keputusannya untuk memanfaatkan layanan VCT.
5.1.7. Gambaran Persepsi Kontrol Diri Ibu Hamil
Variabel persepsi kontrol diri dalam penelitian ini dikategorikan ke
dalam dua kategori, yaitu kategori persepsi lemah dan persepsi kuat. Ibu
hamil yang memiliki persepsi lemah apabila skor nilai < median sedangkan
ibu hamil yang dimasukkan ke dalam kategori persepsi kuat apabila skor nilai
≥ median. Distribusi frekuensi persepsi kontrol diri dapat dilihat pada tabel
5.7.
Tabel 5.7.
Distribusi Frekuensi Persepsi Kontrol Diri Ibu Hamil di Wilayah
Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014
Persepsi Kontrol Diri
N
%
Lemah
32
42.1
Kuat
44
57.9
Total
76
100
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa dari 76 sampel ibu hamil
terlihat bahwa 57,9% ibu hamil memiliki persepsi kontrol diri kuat. Artinya
sebagian responden merasa dirinya mampu untuk memanfaatkan layanan VCT
dan sebaliknya sebagian responden merasa dirinya memiliki hambatan untuk
memanfaatkan layanan VCT. Dalam hal ini hambatan itu bisa berupa takut
akan stigma masyarakat tentang HIV dan ODHA.
5.1.8.
Gambaran Niat Ibu Hamil Ibu Hamil
Variabel niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dalam
penelitian ini dikategorikan ke dalam dua kategori yaitu, ibu hamil yang tidak
punya niat dan ibu hamil yang punya niat. Cut of poin untuk niat ibu hamil
memiliki dua kelompok, yaitu ibu hamil yang tidak berniat dan ibu hamil yang
berniat. Seorang ibu hamil yang dimasukkan ke dalam kategori tidak punya
niat apabila skor < 2 sedangkan ibu hamil dengan skor ≥ 2 dimasukkan ke
dalam kategori berniat. Distribusi frekuensi niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT dapat dilihat pada tabel 5.8.
Tabel 5.8.
Distribusi Frekuensi Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan
VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014
Niat Ibu Hamil Untuk
Memanfaatkan Layanan VCT
N
%
Tidak Berniat
38
50.0
Berniat
38
50.0
Total
76
100
Berdasarkan tabel 5.8. terlihat bahwa ibu hamil yang mempunyai niat
untuk memanfaatkan layanan VCT berimbang antara ibu hamil yang tidak
berniat dengan ibu hamil yang berniat. Dari 76 sampel yang diteliti terlihat
50,0% ibu hamil mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Semakin
kuatnya dorongan dari orang – orang terdekat responden maka semakin kuat
persepsi kontrol diri responden sehingga mereka merasa mampu untuk
melakukan layanan VCT. Artinya untuk mencapai hal tersebut didukung
dengan pengetahuan baik responden terhadap layanan VCT maka semakin
besar niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT.
5.2. Analisis Bivariat
Tahap analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen. Analisis bivariat pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji chi-square, dimana variabelvariabel yang diteliti baik variabel independen maupun dependennya
berbentuk data kategorik, sehingga dapat dilihat ada-tidaknya asosiasi antara
dua variabel tersebut. Dikatakan bermakna jika nilai p ≤ 0,05 dan tidak
bemakna jika mempunyai nilai p > 0,05.
5.2.1. Hubungan Umur dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan
VCT
Hubungan antara umur dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT disajikan pada tabel 5.9. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa
dari 21 ibu hamil yang berusia dewasa muda terdapat 57,1% ibu hamil
mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan dari 55 ibu
hamil yang berusia dewasa terdapat 47,3% ibu hamil yang mempunyai niat
untuk memanfaatkan layanan VCT.
Tabel 5.9.
Hubungan Umur dengan Niat Ibu Hamil
Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Tahun 2014
Umur
Niat
Tidak niat
Dewasa
Total
Berniat
N
%
N
%
N
%
9
42.9
12
57.1
21
100
muda
p-
OR
value
95%CI
0.672
0.608
(0.2441.853)
Dewasa
29
52.7
26
47.3
55
100
Total
38
50.0
38
50.0
76
100
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,608 artinya Pvalue > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara umur dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan
VCT. Artinya umur tidak mempengaruhi ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT.
5.2.2. Hubungan Pendidikan dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan
Layanan VCT
Hubungan antara pendidikan dengan
niat
ibu
hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.10. Dari tabel tersebut
dapat dilihat bahwa responden berpendidikan tinggi mempunyai niat untuk
memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan responden
yang
berpendidikan rendah. Dari 25 responden yang berpendidikan rendah terdapat
48,0% yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan
dari 51 responden yang memiliki pendidikan tinggi terdapat 51,0% responden
yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT.
Tabel 5.10.
Hubungan Pendidikan dengan Niat Ibu Hamil
Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Tahun 2014
Pendidikan
Niat
Tidak niat
Total
P-value
OR
95%CI
Berniat
N
%
N
%
N
%
Rendah
13
52.0
12
48.0
25
100
Tinggi
25
49.0
26
51.0
51
100
Total
38
50.0
38
50.0
76
100
1.127
1.000
(0.4322.935)
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 1 artinya P-value >
0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
pendidikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Artinya
pendidikan responden tidak mempengaruhi terhadap niat untuk memanfaatkan
layanan VCT. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh jenjang pendidikan tertinggi dari
responden yaitu SMA.
5.2.3. Hubungan Status Pekerjaan dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan
Layanan VCT
Hubungan antara status pekerjaan dengan niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.11. Dari tabel tersebut dapat
dilihat bahwa antara responden yang tidak bekerja dengan bekerja berimbang
mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Dari 59 responden yang tidak
bekerja terdapat 50,8% responden mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan
VCT sedangkan dari 17 responden yang bekerja terdapat 47,1% responden
mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT.
Tabel 5.11.
Hubungan Status Pekerjaan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk
Memanfaatkan Layanan VCT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Tahun 2014
Status
Pekerjaan
Tidak
Niat
Tidak niat
Total
P-value
OR
95%CI
Berniat
N
%
N
%
N
%
29
49.2
30
50.8
59
100
bekerja
0.859
1.000
(0.2922.532)
Bekerja
9
52.9
8
47.1
17
100
Total
38
50.0
38
50.0
76
100
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 1 artinya Pvalue > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara status pekerjaan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT. Dalam hal ini status pekerjaan tidak mempengaruhi niat ibu
hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Artinya status pekerjaan bisa juga
dilihat dari jenis pekerjaanya, jenis pekerjaan responden dalam penelitian ini
yaitu pegawai toko.
5.2.4. Hubungan Pengetahuan dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan
Layanan VCT
Hubungan antara pengetahuan dengan niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.12. Dari tabel tersebut
dapat dilihat bahwa ibu hamil dengan pengetahuan baik mempunyai niat
untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil dengan
pengetahuan kurang. Dari 70 ibu hamil dengan pengetahuan kurang terdapat
45,7% yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan
dari 6 ibu hamil dengan pengetahuan baik terdapat 100% yang mempunyai
niat untuk memanfaatkan layanan VCT.
Tabel 5.12.
Hubungan Pengetahuan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk
Memanfaatkan Layanan VCT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Tahun 2014
Pengetahuan
Niat
Total
P-value
OR
95%CI
Tidak niat
N
%
Kurang
38
54.3
Baik
0
Total
38
Berniat
N
0.467
%
N
%
32
45.7
70
100
0.0
6
100.0
6
100
50.0
38
50.0
76
100
(0.3540.025
0.590)
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 0,025 artinya Pvalue > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT.
Ibu hamil yang berpengetahuan baik sebesar 0.467 kali untuk berniat untuk
memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang
berpengetahuan buruk.
5.2.5. Hubungan Sikap dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan
VCT
Hubungan antara sikap dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT disajikan pada tabel 5.13. Dari tabel tersebut dapat dilihat
bahwa ibu hamil yang bersikap positif terhadap layanan VCT mempunyai
niat untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang
bersikap negatif terhadap layanan VCT. Dari 25 responden yang memiliki
sikap negatif terhadap layanan VCT terdapat 28,0% yang mempunyai niat
untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan dari 51 responden yang
memiliki sikap positif terhadap layanan VCT terdapat 60,8% yang
mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT.
Tabel 5.13.
Hubungan Sikap Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan
Layanan VCT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014
Sikap
Niat
Total
P-value
OR
95%CI
Tidak niat
Berniat
3.986
N
%
N
%
N
%
Negatif
18
72.0
7
28.0
25
100
Positif
20
39.2
31
60.8
51
100
Total
38
50.0
38
50.0
76
100
(1.4110.015
11.258)
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 0,015 artinya Pvalue > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara sikap dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Ibu
hamil yang bersikap positif mempunyai peluang sebesar 3.986 kali untuk
memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang bersikap
negatif.
5.2.6.
Hubungan norma subyektif dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan
Layanan VCT
Hubungan antara norma subyektif dengan niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.14. Dari tabel tersebut
dapat dilihat bahwa ibu hamil yang memiliki norma subyektif dengan dorongan
kuat terhadap layanan VCT mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan
VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki norma subyektif dengan
dorongan lemah terhadap layanan VCT. Dari 36 responden yang memiliki
norma subyektif dengan dorongan lemah terhadap layanan VCT terdapat
36,1% yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan
dari 40 responden yang memiliki norma subyektif dengan dorongan kuat
terhadap layanan VCT terdapat 62,5% yang mempunyai niat untuk
memanfaatkan layanan VCT.
Tabel 5.14.
Hubungan Norma Subyektif Dengan Niat Ibu Hamil Untuk
Memanfaatkan Layanan VCT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Tahun 2014
Norma
Niat
Total
P-value
Subyektif
95%CI
Tidak niat
Dorongan
OR
Berniat
2.949
N
%
N
%
N
%
23
63.9
13
36.1
36
100
15
37.5
25
62.5
40
100
38
50.0
38
50.0
76
100
(1.1590.039
7.503)
Lemah
Dorongan
Kuat
Total
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 0,039 artinya Pvalue > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara norma subyektif dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan
VCT. Ibu hamil yang memiliki dorongan norma subyektif kuat mempunyai
peluang sebesar 2.949 kali untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan
dengan ibu hamil yang memiliki dorongan norma subyektif lemah.
5.2.7. Hubungan persepsi kontrol diri dengan Niat Ibu Hamil Untuk
Memanfaatkan Layanan VCT
Hubungan antara persepsi kontrol diri dengan niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.15. Dari tabel tersebut
dapat dilihat bahwa ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri kuat
terhadap layanan VCT mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT
dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri lemah
terhadap layanan VCT. Dari 32 responden yang memiliki persepsi kontrol
diri lemah terhadap layanan VCT terdapat 25,0% yang mempunyai niat untuk
memanfaatkan layanan VCT sedangkan dari 44 responden yang memiliki
persepsi kontrol diri kuat terhadap layanan VCT terdapat 68,2% yang
mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT.
Tabel 5.15.
Hubungan Persepsi Kontrol Diri Dengan Niat Ibu Hamil Untuk
Memanfaatkan Layanan VCT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Tahun 2014
Persepsi
Kontrol
Niat
Total
Tidak niat
Berniat
Diri
N
%
N
%
N
%
Lemah
24
75.0
8
25.0
32
100
Kuat
14
31.8
30
68.2
44
100
Total
38
50.0
38
50.0
76
100
P-
OR
value
95%CI
6.429
0.000
(2.31617.848)
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 0,000 artinya Pvalue > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara persepsi kontrol diri dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT. Ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri kuat mempunyai
peluang 6.429 kali berniat untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan
dengan ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri lemah.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Pada setiap penelitian pasti terdapat keterbatasan, begitu juga pada
penelitian ini. Pada penelitian ini, peneliti sadar masih banyak sekali
terdapat kekurangan karena adanya keterbatasan yang dimiliki oleh
peneliti sehingga hal tersebut akan mempengaruhi hasil penelitian. Di
antara keterbatasan tersebut adalah :
1. Keterbatasan
dalam
mencari
literatur
sehingga
peneliti
menggunakan literatur penelitian dari luar sebagai referensi namun
penelitian dari luar memiliki keterbatasan dalam hal karakteristik
demografi dan budaya yang berkembang. Hal ini memungkinkan
dalam penelitian ini terdapat perbedaan dalam hasil statistik.
2. Pada variabel yang ditanyakan dengan pertanyaan tertutup sehingga
bersifat subjektif dan relative membuat responden memilih jawaban
sesuai keinginannya.
6.2. Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu hasil penelitian dalam
bentuk gambaran deskriptif dan hasil penelitian dari analisis hubungan variabel
independen dengan variabel dependen.
6.2.1. Umur Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT
Menurut Comenius (2005) rentang umur 18-24 tahun adalah
tahapan perkembangan fungsi kemampuan untuk mandiri dan belajar
mengontrol diri, sedangkan kelompok umur di atas 24 tahun merupakan
tahapan ketika intelektual individu mengarahkan perkembangan seluruh
aspek kepribadian menuju kematangan diri.
Menurut Sedioetama (2006) dalam Fauji (2010), umur merupakan
salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi seseorang dalam
menentukan keinginannya untuk memanfaatkan layanan kesehatan. Umur
berpengaruh terhadap terbentuknya kemampuan, karena kemampuan yang
dimiliki dapat diperoleh melalui pengalaman sehari – hari yang didukung
dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 76 sampel yang diteliti
terdapat 72,4% ibu hamil yang berusia dewasa. Artinya frekuensi ibu
hamil dalam penelitian ini didominasi oleh kelompok umur di atas 25
tahun. Jika dilihat dari umur responden, usia terendah responden hamil
yaitu umur 18 tahun dan usia yang paling tua yaitu 44 tahun. Hal ini
mengindikasikan bahwa ibu hamil lebih didominasi oleh kelompok usia
produktif, yaitu rentang 25 – 45 tahun (Widoyono, 2008). Dalam
kaitannya dengan usia reproduktif, seseorang yang memiliki usia
reproduktif sangat perlu memperhatikan sistem, fungsi dan proses
produksi yang mereka miliki, karena orang dengan usia reproduktif sangat
membutuhkan layanan kesehatan. Salah satu layanan kesehatan yang
seharusnya didapat ibu hamil yaitu kesehatan reproduksi. Oleh karena itu,
ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat membutuhkan layanan
VCT sebagai upaya pencegahan penularan HIV dari Ibu ke anak.
6.2.2. Pendidikan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT
Pendidikan adalah sebuah proses untuk mengubah sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan secara umum adalah
segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik
individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa
yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Saptari, 2013). Pendidikan
formal yang ditempuh seseorang pada dasarnya adalah merupakan suatu
proses menuju kematangan intelektual, untuk itu pendidikan tidak dapat
terlepas dari proses belajar.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu
hamil berpendidikan SMA. Dari 76 sampel yang diteliti terdapat 67,1%
ibu hamil berpendidikan tinggi. Artinya ibu hamil di Wilayah kerja
Puskesmas Ciputat dengan tingkat pendidikan tinggi. Jika dilihat dari hasil
wawancara pendidikan tertinggi ibu hamil didominasi tingkat menengah
atas (SMA). Hal ini terlihat bahwa tingkat pendidikan ibu hamil sebanding
dengan usia yang dimilikina didominasi oleh kelompok usia dewasa.
Pendidikan mempunyai peranan dalam menurunkan penularan
HIV, seperti yang dilaporkan oleeh beberapa penelitain berikut Walque,
Nakiying Miiro, Bosingye, dan Whitworth (2005) dalam Roza (2013)
yang melakukan studi kohort retrospektif antara tahun 1990 – 2000,
melaporkan bahwa pada tahun 1989 – 1990 risiko terinfeksi HIV lebih
besar pada mereka yang berpendidikan lebih tinggi, namun akhirnya
menurun pada tahun 1999 – 2000. Studi ini menunjukkan bahwa
penurunan itu terjadi karena mereka yang berpendidikan lebih banyak
terpapar dengan informasi terkait HIV (cara penularan dan pencegah),
termasuk bagaimana melakukan hubungan seks yang aman.
Artinya tingkat pendidikan seseorang mendukung niat seseorang
untuk melakukan upaya penularan dan pencegahan terhadap HIV/AIDS.
Hal ini sejalan dengan Setiawan (2011), seseorang dengan tingkat
pendidikan yang semakin tinggi, maka tingkat pemanfaatan klinik VCT
akan semakin baik, begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat
pendidikan seseorang, semakin rendah pula tingkat pemanfaatan layanan
VCT-nya. Sehingga disimpulkan bahwa tingkat pendidikan secara tidak
langsung mempengaruhi pengetahuan seseorang. Oleh karena itu,
pendidikan yang semakin tinggi maka tingkat pemanfaatan layanan VCT
akan semakin tinggi.
6.2.3. Status Pekerjaan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT
Bekerja adalah salah satu upaya untuk mendapatkan pamasukan,
sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan.
Tingkat kesejahteraan yang baik dapat meningkatkan akses seseorang ke
layanan kesehatan untuk menjaga status kesehatannya agar tetap baik
(Indriyani, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa sebagian besar ibu
hamil tidak bekerja atau ibu rumah tangga. Dari 76 sampel yang diteliti
terdapat 77,6% ibu hamil berstatus sebagai ibu rumah tangga atau tidak
bekerja dan 22,4% ibu hamil yang bekerja. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa mayoritas ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat dengan
tingkat ekonomi rendah. Sehingga sebagian besar responden menyatakan
bahwa mereka tidak tahu apakah perilakunya dapat berisiko untuk
terinfeksi HIV/AIDS. Hal ini sejalan dengan Maulana (2009), menyatakan
bahwa variabel struktural yang salah satu di antaranya merupakan
pengalaman yang dimiliki individu, termasuk pengalaman pekerjaan
(riwayat pekerjaan) dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap
kesehatannya. Dengan demikian, kerentanan terhadap HIV/AIDS yang
dirasakan orang risiko tinggi yang memanfaatkan VCT dapat dipengaruhi
oleh riwayat pekerjaan yang dimiliki.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih (2011),
menyatakan bahwa individu yang memiliki riwayat pekerjaan yang jelas
berisiko terinfeksi HIV/AIDS mungkin akan lebih mudah memotivasi
dirinya untuk memanfaatkan VCT karena ia menyadari bahaya yang akan
dialami sedangkan individu yang beranggapan bahwa dirinya tidak
berisiko, kemungkinan tidak akan melakukan VCT. Hal ini secara tidak
langsung dapat memperluas penularan HIV/AIDS karena individu yang
menganggap bahwa dirinya tidak memiliki pekerjaan yang berisiko
cenderung untuk tidak melakukan VCT. Adanya anggapan tersebut dapat
menyebabkan individu tidak menyadari bahwa dirinya telah tertular
HIV/AIDS.
6.2.4. Pengetahuan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Pengetahuan merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Ermarini (2013), pengetahuan VCT yang sangat umum untuk
diketahui diantaranya berupa pengetahuan tentang pengertian VCT, tujuan
dan manfaat VCT, serta dimana layanan VCT dapat di akses. Seseorang
yang memiliki pengetahuan VCT rendah cenderung tidak mempunyai niat
untuk memanfaatkan layanan VCT.
Dalam penelitian ini, pengetahuan VCT yang ditanyakan kepada
responden adalah pertanyaan – pertanyaan terkait tujuan dan manfaat VCT
yang diambil dari penelitian terdahulu yang telah dimodifikasi serta diuji
kevalidan datanya. Pertanyaan terdiri dari 11 soal dan bagi responden yang
mampu menjawab menimal enam soal akan dimasukkan ke dalam kategori
berpengetahuan baik. Berdasarkan tabel 5.4. diketahui bahwa sebagian
besar ibu hamil memiliki pengetahuan kurang tentang layanan VCT. Dari
76 sampel yang diteliti terdapat 92,1% ibu hamil yang berpengetahuan
rendah tentang VCT. artinya ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat berpengetahuan rendah tentang layanan VCT.
Berdasarkan hasil tabulasi silang, didapatkan bahwa responden
yang mempunyai pengetahuan baik 100% mempunyai niat untuk
memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan responden yang
mempunyai
pengetahuan
kurang
45,7%
mempunyai
niat
untuk
memanfaatkan layanan VCT. Hal ini sejalan dengan penelitian Sumarlin
(2013), yang menyatakan ada pengaruh pengetahuan terhadap perubahan
perilaku pada pasien HIV/AIDS. Pengetahuan baik lebih besar
kemungkinan untuk melakukan perubahan perilaku dengan persentase
(65,7%) dan berpengetahuan rendah (13,2%). Didukung pula dengan
penjelasan menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan merupakan
strategi perubahan perilaku yang penting untuk menimbulkan kesadaran
dan akhirnya berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Berdasarkan
teori
adaptasi,
apabila
seseorang
memiliki
tingkat
pengetahuan yang baik setidaknya dapat mendorong untuk mempunyai
sikap dan perilaku yang baik pula.
Sedangkan menurut WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2005)
bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku karena adanya 4
alasan pokok yaitu pemikiran dan perasaan, acuan dan referensi dari
seseorang, sumber daya, dan sosio budaya. Bentuk dari pemikiran dan
perasaan salah satunya adalah pengetahuan. Seseorang akan berperilaku
didasarkan
beberapa
pertimbangan
yang
diperoleh
dari
tingkat
pengetahuannya.
Menurut Maslow (1984) dalam Cicio (2006) juga menyatakan
bahwa individu lebih menyukai sesuatu yang dikenal atau diketahuinya
terlebih dahulu dari pada yang belum ia kenal atau diketahuinya. Hal ini
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cicio (2006) hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar informan yang ditelitinya
tidak memanfaatkan layanan VCT dikarenakan mereka tidak tahu apa itu
VCT dan untuk apa layanan VCT. Sehingga disimpulkan ketertarikan
seseorang terhadap layanan VCT dilatarbelakangi oleh pengetahuan
seseorang tentang layanan VCT.
6.2.5. Sikap Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT
Sikap merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka
atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap
objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap dapat menggambarkan suka atau tidak
suka seseorang terhadap objek. Biasanya sikap diperoleh dari pengalaman
sendiri atau orang lain yang paling dekat.
Dalam penelitian ini, sikap ditanyakan dalam kuisioner dengan
skala 4 likert yang diambil dari penelitian terdahulu dan dimodifikasi serta
telah diuji kevalidan datanya. Pertanyaan sikap terdiri dari 5 soal apabila
responden menjawab sangat tidak setuju diberi dengan skor 1 sampai
dengan sangat setuju diberi skor 4, responden yang mampu menjawab
dengan nilai skor ≥ median akan dimasukkan ke dalam kategori sikap
positif terhadap VCT. Jika dilihat dari tabel 5.5. terlihat bahwa sebagian
besar ibu hamil memiliki sikap positif terhadap layanan VCT. Dari 76
sampel yang diteliti terdapat 32,9% ibu hamil memiliki sikap negatif
terhadap VCT dan 67,1% ibu hamil memiliki sikap positif terhadap VCT.
Berdasarkan hasil tabulasi silang, didapatkan bahwa responden
dengan sikap positif mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT
60,8% sebaliknya 28,0% responden dengan sikap negatif mempunyai niat
untuk melakukan VCT. Menurut hasil penelitian untuk dua pertanyaan
“status HIV dapat diketahui dengan cara mengunjunginya dan manfaat
VCT dapat diketahui dengan cara mengunjunginya” responden cenderung
menjawab setuju. Hal ini menunjukkan bahwa responden bersikap positif
terhadap layanan VCT. Namun, maih ada responden yang bersikap negatig
terhadap layanan VCT.
Hal ini terlihat dari pertanyaan “saya perlu
layanan VCT meskipun saya tidak merasakan sakit” responden cenderung
menjawab tidak setuju. Pernyataan ini didukung juga dengan hasil
univariat terlihat bahwa 32,9% ibu hamil bersikap negatif terhadap
layanan VCT.
Artinya sikap negatif ibu hamil terhadap layanan VCT secara tidak
langsung dipengaruhi oleh pengetahuan ibu hamil tentang layanan VCT.
Menurut Ajzen (1991), faktor latar belakang (background factors), seperti
usia jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat
kepribadian, dan pengetahuan mempengaruhi sikap dan perilaku individu
terhadap sesuatu hal. Hal ini sejalan dengan karakteristik responden
mayoritas responden berstatus sebagai ibu rumah tangga dengan
pengetahuan buruk tentang layanan VCT, secara tidak langsung kedua
faktor tersebut mempengaruhi responden untuk bersikap negatif terhadap
VCT.
6.2.6. Norma Subyektif Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT
Norma
subjektif
(subjective
norm)
adalah
persepsi
atau
pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang lain yang
akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan
suatu perilaku (Ajzen, 1991). Norma subjektif merupakan fungsi dari
harapan yang dipersepsikan individu dimana satu atau lebih orang di
sekitarnya (misalnya, saudara, teman sejawat) menyetujui perilaku
tertentu dan memotivasi individu tersebut untuk mematuhi mereka
(Ajzen, 1991).
Dalam penelitian ini, norma subyektif ditanyakan dalam bentuk
kuisioner dengan skala 4 likert yang diambil dari penelitian terdahulu yang
telah dimodifikasi dan diuji kevalidan datanya. Pertanyaan dalam
kuisioner ini terdiri dari 7 soal apabila responden menjawab sangat tidak
setuju diberi skor 1 sampai dengan sangat setuju diberi skor 4, responden
yang mampu menjawab ≥ median akan dimasukkan ke dalam kategori
dorongan kuat.
Menurut hasil penelitian terlihat bahwa ibu hamil yang memiliki
dorongan lemah dan dorongan kuat seimbang. Dari 76 sampel yang diteliti
terdapat 47,4% ibu hamil yang memiliki norma subyektif dengan
dorongan lemah dan 52,6% ibu hamil yang memiliki norma subyektif
dengan dorongan kuat. Dari beberapa pertanyaan yang menanyakan
“seberapa pentingkah pandangan dari orang terdekat akan memberi
pengaruh pada keputusan responden untuk memanfaatkan layanan VCT”
responden cenderung menjawab penting mengenai keputusan keluarga dan
tenaga kesehatan. Dan sebaliknya untuk pertanyaan mengenai keputusan
teman responden cenderung menjawab kurang penting. Artinya keputusan
responden untuk berniat memanfaatkan layanan VCT akan dapat
berpengaruh jika keluarga dan petugas kesehatan bersikap positif terhadap
layanan VCT. Hasil yang sama dilakukan oleh Swanson et al (2006)
dalam Saptari (2013), pengaruh sosial sangat berpengaruh kepada
keputusan individu untuk mendukung atau melakukan suatu perilaku
tertentu. Penelitian ini sejalan dengan Nurlina (2009), faktor dukungan
orang terdekat mempengaruhi individu untuk memanfaatkan layanan
VCT. Menurut Rogers (1971), seseorang melewati tahap pengetahun,
persepsi, pengambilam keputusan, dan tahap akhir yaitu konfirmasi,
ditahap inilah individu akan mulai mencari dukungan atau tanggapan
positif dari orang terdekat yang kemungkinan besar akan merubah
perilakunya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin responden percaya
bahwa
orang
memanfaatkan
–
orang terdekatnya
layanan
VCT,
maka
berpendapat
ia tidak
perlu
responden
cenderung
tidak
memanfaatkan layanan VCT. Norma subyektif responden kemungkinan
besar akan berpengaruh pada niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT
jika sebelumnya responden mempunyai pengalaman dari orang terdekat.
6.2.7. Persepsi Kontrol Diri Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT
Menurut
Saptari
(2013)
persepsi
kontrol
diri
seseorang
dikatagorikan menjadi persepsi kontrol diri lemah dan kuat. Hasil dari
penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki
persepsi kontrol diri yang kuat akan lebih bersikap positif. Persepsi kontrol
diri berhubungan signifikan dengan niat seseorang dalam melakukan suatu
tindakan tertentu.
Dalam penelitian ini, persepsi kontrol diri (perilaku) ditanyakan
dalam kuisioner skala 4 likert yang diambil dari penelitian terdahulu yang
sudah dimodifikasi dan diuji kevalidan datanya. Pertanyan persepsi
kontrol perilaku terdiri dari 5 soal apabila responden menjawab sangat
tidak setuju diberi skor 1 sampai dengan sangat setuju diberi skor 4,
responden yang mampu menjawab ≥ median dimaukkan ke dalam kategori
persepsi kontrol kuat.
Hasil univariat terlihat bahwa dari 76 sampel ibu hamil yang
memiliki persepsi kontrol diri lemah sebanyak 42,1% sedangkan sebanyak
57,9% ibu hamil memiliki persepsi kontrol diri kuat. Artinya berimbang
antara responden dengan proporsi persepsi kontrol diri kuat dan
sebaliknya.
Responden
cenderung
setuju
jika
keputusan
untuk
memanfaatkan layanan VCT merupakan keinginan dari dirinya sendiri.
Selain itu, sebagian responden juga merasa yakin akan mengikuti semua
proses tahapan VCT jika hasil tes dinyatakan HIV. Artinya pada penelitian
ini 57,9% responden mempunyai keyakinan diri untuk memanfaatkan
layanan VCT dan yakin terhadap dirinya akan mampu mengikuti semua
proses tahapan VCT jika dinyatakan HIV.
6.2.8. Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT
Niat merupakan naluri yang timbul dalam diri, untuk melakukan
suatu tindakan (Putri, 2009). Niat juga bisa dikatakan sebagai
kecenderungan seseorang untuk memilih, melakukan atau tidak melakukan
suatu perilaku. Menurut Fishbein dan Azjen (1991) niat berperilaku dapat
memprediksi tentang bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi
tertentu. Niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan kesehatan dibagi
menjadi dua yaitu “berniat” dan “tidak berniat”. Ibu hamil dikatakan
berniat apabila menjawab “ya” pada dua pertanyaan di akhir kusioner
bagian D.
Dalam penelitian ini, niat ditanyakan dalam bentuk kuisioner yang
diambil dari penelitian terdahulu yang sudah dimodifikasi dan diuji
kevalidan datanya. Pertanyaan niat terdiri dari 8 soal apabila responden
mampu menjawab soal ≥ 2 akan dimasukkan dalam kategori berniat untuk
melakukan VCT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berimbang antara
ibu hamil yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT dan
yang tidak berniat untuk memanfaatkan layanan VCT. Dari 76 sampel
yang diteliti terdapat 50,0% ibu hamil yang tidak mempunyai niat untuk
memanfaatkan layanan VCT dan 50,0% ibu hamil yang mempunyai niat
untuk memanfaatkan layanan VCT. Proporsi niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT dalam penelitian ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan penelitian Finsa (2013), tetapi hasil yang sama jika
dibandingkan dengan penelitian Titi (2012). Dari hasil penelitian Finsa
mendapati proporsi niat untuk memanfaatkan layanan VCT pada
kelompok ibu hamil di RS Soewandhi adalah 62%. Pada penelitian Titi
menemukan proporsi ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT sebesar
51,1%.
Dalam theory of planned behavior (Ajzen, 2005), niat seseorang
dipengaruhi oleh 3 faktor dominan yaitu sikap, norma subyektif, dan
persepsi kontrol diri. Selain itu, pengetahuan juga secara tidak langsung
berperan penting karena dapat mempengaruhi ketiga faktor tersebut. Jika
dilihat dari hasil penelitian Finsa (2013), menjelaskan bahwa niat ibu
hamil untuk memanfaatkan layanan VCT sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan ibu hamil tentang HIV/AIDS. Hasil yang sama juga
dilakukan oleh Titi (2012), niat ibu hamil dalam memanfaatkan layanan
VCT adalah faktor pengetahuan. Kemudian disusul dengan faktor persepsi
kerentanan, persepsi halangan, persepsi manfaat,isyarat bertindak, akses
informasi, dukungan suami, dukungan bidan dan dukungan kader.
Berdasarkan penelitian yang sedang dilakukan Ilmiyah (2014),
secara umum faktor yang mempengaruhi individu untuk memanfaatkan
layanan VCT adalah diskriminasi yang timbul dari masyarakat tentang
HIV. Sebagian besar individu yang sudah diberikan penyuluhan masih
membutuhkan waktu untuk meyakinkan dirinya bahwa VCT bermanfaat
bagi dirinya. Hal ini sejalan dengan Nurlina (2009), sebagian besar
responden yang tidak memanfaatkan layanan VCT dipengaruhi oleh takut
akan hasil yang diperoleh setelah tes, tidak mengetahui adanya layanan
VCT, dan dukungan dari orang terdekat yang kurang baik terhadap VCT.
Dalam penelitian ini 50% ibu hamil sudah mempunyai niat untuk
memanfaatkan layanan VCT. Hasil penelitian ini Ibu hamil memiliki
pengetahuan rendah tentang VCT, hal ini secara tidak langsung
mempengaruhi niat ibu untuk memanfaatkan layanan VCT. Artinya ada
hubungan antara rendahnya pengetahuan ibu hamil dengan minimnya
sosialisasi yang dilakukan petugas kesehatan di Puskesmas Ciputat.
6.3. Hubungan Antara Faktor Penyebab Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan
Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat dipengaruhi oleh faktor penyebab yang diteliti dalam penelitian ini
meliputi : karaktristik demografi responden, pengetahuan tentang VCT, sikap,
norma subyektif, dan persepsi kontrol diri. Masing – masing variabel
dijelaskan dalam pembahasan dibawah ini.
6.3.1. Hubungan Umur Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Menurut Kwong et al (2003), yang menemukan bahwa umur
seseorang secara signifikan berpengaruh terhadap niat untuk menentukan
suatu keinginan. Hasil yang sama didapat oleh Hurlock (2008) dalam Fauji
(2010) menyatakan bahwa seseorang yang masuk dalam kategori usia
muda cenderung bertindak sesuai dengan keinginan diri sendiri dan
sebaliknya. Kemudian diperjelas oleh World Health Organization (WHO),
batasan umur remaja adalah rentang dari 12 – 24 tahun. Umur yang muda
menyebabkan mereka belum memikirkan efek dari suatu penyakit,
sehingga mereka belum berfikir kondisi lain setelah mereka dinyatakan
sakit.
Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu
hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori umur dewasa
muda adalah 57,1% dan proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT dengan kategori umur dewasa adalah 47,3%. Sehingga
disimpulkan bahwa berimbang antara ibu hamil dengan usia muda dan
usia dewasa dengan niatnya untuk memanfaatkan layanan kesehatan.
Namun menurut Andersen (1995), umur merupakan salah satu faktor yang
bisa mempengaruhi seseorang untuk memanfaatkan layanan kesehatan.
Dari hasil univariat didapatkan bahwa penelitian ini, didominasi oleh
kelompok umur di atas 25 tahun yaitu umur dewasa. Padahal menurut
penelitian Ermarini (2013), semakin tua umur seseorang maka semakin
mempengaruhi pemikiran mereka terhadap tindakan apa yang harus
dilakukan untuk melindungi dirinya dari ancaman penyakit. Artinya, umur
mempengaruhi tindakan seseorang dalam menyelesaikan masalah. Hal ini
didukung oleh Hurlock (1980), sekitar awal atau pertengahan umur tiga
puluh tahun kebanyakan orang dewasa telah mampu memecahkan masalah
yang dihadapi secara emosional menjadi stabil dan tenang.
Hasil uji statistik disimpulkan bahwa pada alpha 5% tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara umur dengan niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun
2014. Jika dilihat dari hasil analisis bivariat terlihat bahwa umur seseorang
tidak mempengaruhi orang tersebut untuk bertindak atau berprilaku sesuai
dengan kategori usianya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Fauji (2010) yang menyatakan bahwa umur seseorang tidak ada
hubungannya dengan pemanfaatan layanan kesehatan. Faktor lain yang
mendukung seseorang untuk memanfaatkan layanan VCT seperti
lingkungan.
Dimana orang tersebut
tinggal
maka budaya
yang
berkembang dapat mempengaruhi pengetahuan yang dia miliki. Sebagai
asumsi bahwa umur seseorang belum tentu mempengaruhi tindakan
seseorang untuk memanfaatkan layanan kesehatan khususnya VCT. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih (2011)
dari hasil penelitian didapatkan bahwa umur tidak mempengaruhi
seseorang untuk memanfaatkan layanan VCT, ada faktor lain yang secara
tidak langsung mempengaruhi seseorang untuk memanfaatkan layanan
VCT seperti persepsi kerentanan tentang HIV/AIDS.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Suliatiadi (2000) yang menyatakan bahwa seseorang dengan usia lebih
muda frekuensi dalam pemanfaatan layanan kesehatan lebih banyak
dibandingkan dengan usia lebih tua. Hasil yang sama dari penelitian
Ermarini (2013), berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ada
hubungan bermakna antara umur ≥ 30 tahun dengan pemanfaatan layanan
VCT. Umur yang muda menyebabkan mereka belum memikirkan efek
dari penyakit HIV yang menyebabkan daya tahan menurun, dikarenakan
masa terjadi transmisi dan penjalaran penularan virus pada kurun waktu 5
– 10 tahun. Penelitian Ermarini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Saptari (2012) yang menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang maka
kecenderungan untuk melakukan pemeriksaan juga semakin besar. Dari
kedua penelitian ini diasumsikan bahwa semakin dewasa umur seseorang
membuatnya lebih berfikir untuk memanfaatkan layanan kesehatan.
Jika dilihat dari uraian tersebut, maka disimpulkan bahwa umur
akan berpengaruh terhadap tindakan seseorang untuk memanfaatkan
layanan kesehatan yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh
lingkungan tempat tinggal. Selain itu, perbedaan hasil penelitian ini
dengan penelitian yang dilakukan Ermarini dan Saptari yaitu pada jenis
sampel dan karakteristik responden. Pada penelitian ini, umur terendah
yaitu 18 tahun dan tertinggi 44 tahun sedangkan pada penelitian
sebelumnya umur terendah 16 tahun dan tertinggi 51 tahun . Selain itu,
penelitian sebelumnya mengelompokkan umur responden menjadi dua
yaitu dibawah 30 tahun dan di atas 30 tahun. Sehingga mempengaruhi
hasil statistik yang dilakukan.
Menurut Simanjuntak (2010), umur yang paling beresiko terhadap
penyebaran HIV/AIDS adalah rentang umur 25 – 34 tahun, 15 – 24 tahun,
dan 35 – 44 tahun. Jika dilihat dari rentang umur yang paling beresiko
terhadap penularan HIV/AIDS adalah usia remaja dan usia produktif. Usia
remaja identik dengan semangat bergelora, terjadinya peningkatan libido.
Kemudian disusul dengan faktor lingkungan remaja yang mempengaruhi
perilaku remaja (Tanjung, 2004). Maka intervensi yang sebaiknya
dilakukan pada penelitian ini diberikannya pengetahuan yang baik tentang
manfaat VCT. Ibu hamil yang memiliki pengetahuan baik tentang VCT
dapat merubah pola pikir mereka untuk bertindak sesuai dengan
pengetahuaanya.
Diasumsikan
yaitu
seseorang
yang
mengetahui
kerentanan penyakit HIV/AIDS pada kelompok usia produktif meskipun
tidak memiliki pengalaman beresiko HIV/AIDS, cenderung bersikap
positif untuk memanfaatkan layanan VCT.
6.3.2. Hubungan Pendidikan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan
VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Menurut Notoatmodjo (2003) berpendapat bahwa pendidikan merupakan
upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang
kondusif.
Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu
hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori pendidikan
rendah adalah 48,0% dan proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT dengan kategori pendidikan tinggi adalah 51,0%. Semakin
tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan akan semakin baik. Hal ini
dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa ibu hamil dengan pendidikan
tinggi proporsi untuk melakukan VCT lebih banyak dibandingkan dengan
ibu hamil yang berpendidikan rendah. Pada penelitian lain oleh Ermarini
(2013), mendapatkan hasil yang serupa yaitu responden dengan
pendidikan tinggi 67,3% cenderung memanfaatkan pelayanan VCT.
Akan tetapi, dari hasil uji statistik tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara pendidikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014. Penelitian
ini didukung dengan Ermarini (2013), tingkat pendidikan seseorang tidak
berpengaruh terhadap pemanfaatan layanan VCT. Sejalan dengan
penelitian Jilia (2013), bahwa tingkat pendidikan seseorang tidak
berpengaruh terhadap upaya pencegahan tentang HIV/AIDS ada faktor
pendukung yang secara tidak langsung mempengaruhi yaitu jenjang
pendidikan dan status pekerjaan.
Namun, menurut Sumarlin (2013), pendidikan memiliki pengaruh
terhadap perilaku seseorang untuk memanfaatkan layanan kesehatan.
Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang
baik dalam merespon pelayanan kesehatan. Hal ini diperjelas, menurut
Notoatmodjo (2003), pendidikan merupakah salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Tingginya pendidikan seseorang
secara tidak langsung mempengaruhi pengetahuan yang dimilikinya.
Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan pengetahuan yang rendah
pula mengenai HIV/AIDS sehingga dimungkinkan lebih rentan menderita
HIV/AIDS akibat ketidaktahuan mengenai faktor resiko penularan HIV
(Sumarlin, 2013). Hal ini diperjelas oleh Aggleton (1999) dalam Anggia
(2013), pendidikan yang kurang menjadi penghambat seseorang dalam
merespon pentingnya pengetahuan HIV serta pemanfaatan pencegahannya.
Orang dengan pendidikan yang tinggi cenderung memiliki pengetahuan
yang
lebih
baik
dalam
mengenali
penyakit
tertentu
sehingga
memungkinkan seseorang dengan pendidikan tinggi lebih cepat merespon
pelayanan VCT.
Berdasarkan penelitian Purwaningsih (2011), mendapatkan hasil
yang sama bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu variabel yang
tidak begitu mempengaruhi seseorang untuk memanfaatkan layanan VCT.
Kejadian ini secara tidak langsung disebabkan juga oleh masih kurangnya
pengetahuan VCT pada kelompok orang yang berpendidikan tinggi seperti
tujuan VCT, manfaat VCT, dan akses layanan VCT. Tingkat Pendidikan
seseorang relevansinya akan mempengaruhi dalam memahami suatu
informasi atau pengetahuan yang diperolehnya. Sebagai asumsi bahwa
berpendidikan tinggi belum tentu memiliki pengetahuan yang baik terkait
VCT, karena secara tidak langsung pengetahuan dapat didukung oleh
faktor lingkungan seperti dorongan dan motivasi dari orang terdekat.
Jika dilihat dari urain diatas, secara tidak langsung jenjang
pendidikan tertinggi akan berpengaruh pada keputusan seseorang untuk
memanfaatkan layanan kesehatan. Seseorang dengan jenjang pendidikan
yang semakin tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih baik. Selain
jenjang pendidikan, faktor pendukung dan motivasi dari orang terdekat
juga mempengaruhi niat seseorang dalam memanfaatkan layanan VCT.
Hal ini sejalan dengan Setiawan, (2011) tingkat pendidikan seseorang
memiliki hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan klinik VCT.
Seseorang dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi, maka tingkat
pemanfaatan klinik VCT akan semakin baik, begitupun sebaliknya,
semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, semakin rendah pula tingkat
pemanfaatan layanan VCT-nya. Perbedaan hasil penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan Sumarlin dan Aggleton yaitu pada jenjang
pendidikan yang ditempuh oleh responden, pada penelitian ini jenjang
pendidikan tidak bervariasi, pendidikan ibu hamil didominasi oleh tingkat
SMA. Sedangkan pada penelitian sebelumnya tingkat pendidikan
responden terlihat bervariasi dari SD sampai perguruan tinggi dan tidak
didominasi.
Oleh karena itu, hal ini menjadi permasalahan yang dimiliki oleh
instansi terkait bahwa untuk meningkatkan perilaku ibu hamil dalam
memanfaatkan layanan VCT didukung dengan upaya – upaya penyebaran
informasi terhadap pencegahan HIV/AIDS. Biasanya semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang akan lebih mudah menangkap dan
memahami infromasi yang didapat. Sehingga sosialisasi yang dilakukan
sebaiknya mempertimbangkan media komunikasi yang dipakai, informasi
yang akan disampaikan disesuaikan dengan tingkat pendidikan masyarakat
di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.
6.3.3. Hubungan Status Pekerjaan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan
Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Bekerja adalah salah satu upaya untuk mendapatkan pamasukan,
sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan.
Tingkat kesejahteraan yang baik dapat meningkatkan akses seseorang ke
layanan kesehatan untuk menjaga status kesehatannya agar tetap baik
(Indriyani, 2012).
Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu
hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori ibu yang tidak
bekerja adalah 50,8% dan proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT dengan kategori ibu yang bekerja adalah 47,1%. Sehingga
disimpulkan bahwa ibu hamil yang tidak bekerja dengan ibu hamil yang
bekerja berimbang dengan niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT. Hal
ini didukung oleh tingkat pendidikan ibu hamil dengan status pekerjaan
yang dimiliki. Sebagian besar ibu hamil yang tidak bekerja memiliki
pendidikan yang sama dengan ibu hamil yang bekerja. Selain itu, status
pekerjaan yang dimiliki oleh ibu hamil mayoritas adalah pegawai toko.
Dari hasil uji statistik status disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan niat ibu hamil
untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
tahun 2014. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fauji (2010), status
pekerjaan ibu dengan pemanfaatan layanan kesehatan tidak memiliki
hubungan yang bermakna. Hal ini dipengaruhi faktor lain, yaitu tingkat
pendidikan. Asumsinya bahwa status pekerjaan dapat berpengaruh dengan
tindakan seseorang dalam pemanfaatan layanan kesehatan apabila orang
yang bekerja memiliki pengetahuan yang lebih baik dari orang yang tidak
bekerja.
Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Khairrurahmi (2009), yang menyebutkan bahwa status
pekerjaan memiliki hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan klinik
VCT. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Su-Rin Shin et al
(2005), mayoritas pengunjung klinik VCT berstatus sebagai pekerja, dan
sangat sedikit sekali yang berstatus sebagai pengangguran. Sama halnya
dengan Jilia (2013), bahwa ada hubungan bermakna antara pekerjaan
dengan upaya pencegahan HIV/AIDS. Status pekerjaan memiliki
hubungan yang bermakna dengan perilaku seseorang dalam memanfaatkan
layanan kesehatan apabila dilihat dari jenis pekerjaannya.
Dalam penelitian ini terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil tidak
bekerja dan berstatus sebagai ibu rumah tangga. Namun sebagian besar ibu
hamil yang bekerja merupakan pegawai toko di daerah pasar Ciputat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Khairrurahmi dan Jilia yaitu pada sampel penelitian,
penelitian ini sampel pada semua ibu hamil sedangkan pada penelitian
sebelumnya pada kelompok wanita pekerja seksual. Artinya jenis
pekerjaan seseorang yang secara tidak langsung mempengaruhi bahwa
status pekerjaan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan niatnya
untuk memanfaatkan layanan VCT. Hal ini sejalan dengan penelitian
Gunawan (2011), bahwa orang dengan jenis pekerjaan yang tidak menetap
dirumah atau lokasi tempat kerja di luar kota cenderung mempunyai risiko
cukup tinggi untuk tertular dan menularkan HIV/AIDS mengingat
karakteristik dan sifat pekerjaan mereka. Sehingga disimpulkan bahwa
seseorang dengan jenis pekerjaan yang cenderung bersiko akan
mempengaruhi niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT.
6.3.4. Hubungan Pengetahuan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan
VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian
ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Sedangkan menurut WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2005) bahwa yang
menyebabkan seseorang itu berperilaku karena adanya 4 alasan pokok
yaitu pemikiran dan perasaan, acuan dan referensi dari seseorang, sumber
daya, dan sosio budaya. Bentuk dari pemikiran dan perasaan salah satunya
adalah pengetahuan. Seseorang akan berperilaku didasarkan beberapa
pertimbangan yang diperoleh dari tingkat pengetahuannya.
Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu
hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori pengetahuan
buruk adalah 45,7% dan proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT dengan kategori pengetahuan baik adalah 100%. Hasil
penelitian ini didukung oleh penelitian Sumarlin (2013) bahwa perubahan
perilaku didukung dengan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.
Didukung pula dengan penjelasan menurut Notoatmodjo (2007) bahwa
pengetahuan merupakan strategi perubahan perilaku yang penting untuk
menimbulkan kesadaran dan akhirnya berperilaku sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya.
Hasil uji statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014. Hal ini
sejalan dengan Purwaningsih (2011), faktor pengetahuan mempengaruhi
keseriusan yang dirasakan orang risiko tinggi terhadap HIV/AIDS untuk
melakukan upaya pencegahannya dalam hal ini memanfaatkan layanan
VCT. Orang risiko tinggi yang memiliki pengetahuan tinggi tentang
HIV/AIDS akan merasakan keseriusan yang sangat kuat terhadap
HIV/AIDS sehingga dengan keseriusan yang dirasakannya, orang risiko
tinggi tersebut akan terdorong untuk melakukan VCT. Hal yang sama
dilakukan Pusponegoro et al (2013), terjadinya peningkatan minat
responden untuk memanfaatkan layanan kesehatan setelah dilakukannya
intervensi. Pengetahuan responden sangat rendah terkait VCT hanya 4%, setelah di
intervensi pengetahuan meningkat menjadi 52%. Dengan meningkatnya pengetahuan
responden terkait VCT memberi efek terhadap minat responden untuk memanfaatkan
layanan VCT.
Perubahan perilaku didukung oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki
seseorang. Seorang ODHA yang mempunyai pengetahuan yang baik
tentang HIV/AIDS, kemudian mengubah perilakunya untuk berperilaku
agar mencegah terjadi peningkatan kasus HIV/AIDS. Dengan pengetahuan
tersebut diharapkan pasien HIV/AIDS melakukan perubahan perilaku
dalam hal mencegah penularan HIV/AIDS. Hal ini sejalan dengan
Anggipita (2010) dalam Sumarlin (2013), ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dengan kepatuhan ARV. Begitu juga dengan ibu hamil
yang memiliki pengetahuan baik tentang manfaat VCT untuk bayi yang
dikandungnya, akan berperilaku untuk mencegah penularan HIV/AIDS
dari dirinya kepada bayi yang dikandungnya. Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan Wijayanti et al (2013) menyatakan pengetahuan
yang tinggi tentang VCT mempengaruhi minat seseorang untuk
memanfaatkan layanan VCT.
Berdasarkan wawancara dengan petugas kesehatan di Puskesmas
Ciputat layanan VCT merupakan program baru yang dilaksanakan
terhitung awal bulan di tahun 2014. Sehingga dari hasil pengumpulan data
yang dilakukan kepada semua ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat didapatkan bahwa mayoritas ibu hamil belum paham dengan
istilah VCT, bahkan sebagian besar responden tidak mengetahui
ketersediaan fasilitas VCT yang sebenarnya dilaksanakan gratis. Sebagai
asumsi bahwa mempengaruhi minat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT diperlukan upaya promosi yang seharusnya dilakukan oleh
pihak puskesmas terkait VCT misalnya melalui beberapa media. Dari hasil
observasi peneliti terlihat bahwa belum dilakukannya upaya promosi
layanan VCT melalui alat bantu berupa media. Rendahnya pengetahuan
yang dimiliki ibu hamil tentang layanan VCT didukung dengan minimnya
sosialisasi yang dilakukan Puskesmas Ciputat. Menurut penelitian yang
dilakukan Donkor ES dan Alemu et al di Etiopia, dalam penelitian Pusponegoro
(2013), 80 - 89% respondennya memiliki tingkat pengetahuan yang baik terhadap
VCT karena pemerintah Etiopia melakukan promosi terhadap penyakit AIDS
maupun VCT melalui media elektronik. Pengaruh promosi yang digalakkan
pemerintah ternyata juga memberikan efek edukatif terhadap masyarakat sehingga
dapat meningkatkan pengetahuan.
Sementara itu, dari penelitian yang di lakukan oleh Saputra (2008),
hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan terhadap HIV/AIDS.
Artinya responden dengan tingkat pengetahuan rendah berimbang dengan
responden
yang
berpengetahuan
tinggi
untuk
melakukan
upaya
pencegahan terhadap HIV/AIDS. Hal yang sama pada penelitian Dewi
(2011) dalam Aisyah (2012), bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dengan perilaku seseorang terhadap upaya pencegahan
HIV.
Beberapa hasil penelitian di atas, diasumsikan bahwa seseorang
dengan tingkat pengetahuan tinggi maupun rendah tentang pencegahan
dan penularan HIV dapat saja berperilaku mendukung atau tidak
mendukung untuk melakukan upaya pencegahan. Sedangkan Menurut
Green (1990), faktor pengetahuan yang termasuk dalam faktor predisposisi
mempunyai pengaruh sebagai motivasi awal bagi seseorang dalam
berperilaku. Artinya dalam hal ini perilaku seseorang sejalan dengan
pengetahuan yang dimiliki. Jadi, seseorang yang memiliki pengetahuan
yang baik tentang manfaat VCT maka akan mendukung minatnya untuk
memanfaatkan layanan VCT. Aspek pengetahuan akan sejalan dengan
minatnya untuk berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Dari hasil univariat niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan
VCT sebanyak 50%. Hal ini sejalan dengan hasil tingkat pengetahuan
responden, sebagian besar ibu hamil berpengetahuan buruk tentang VCT
sebesar 92,1%. Pengetahuan ini meliputi manfaat VCT, tahapan – tahapan
dalam layanan VCT, layanan apa saja yang diberikan dalam layanan VCT,
dan materi apa saja yang diberikan konselor dalam layanan VCT. Artinya
untuk menaikkan niat ibu hamil menjadi 70% harus diimbangi dengan
pengetahuan baik ibu hamil terhadap VCT. Sehingga upaya yang
dilakukan dalam mendukung minat ibu hamil untuk
memanfaatkan
layanan VCT dengan memberikan intervensi melalui peningkatan
pengetahuan. Salah satu upaya peningkatan pengetahuan dengan
mengembangkan sosialisasi VCT. Sosialisasi dapat dikembangkan melalui
kerjasama dengan instansi kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat,
kader, dan kelurahan. Sosialisasi ini bisa dilaksanakan melalui berbagai
kegiatan yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.
6.3.5. Hubungan Sikap Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan
tertentu
sebagai
suatu
penghayatan
terhadap
objek
(Notoatmodjo, 2003). Sikap belum merupakan suatu perbuatan, tetapi dari
sikap dapat diramalkan perbuatannya (Fauji, 2010). Hal ini didukung
menurut Rosenstock (1974), suatu tindakan akan dipengaruhi oleh
keyakinan tentang efektivitas relatif dari alternatif yang tersedia yang
dikenal dapat mengurangi ancaman penyakit yang dirasakan individu.
Dijelaskan juga oleh Green (1991), bahwa mewujudkan sikap menjadi
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang
memungkinkan. Faktor yang mendukung adalah : 1) faktor predisposisi
(pengetahuan, sikap, keyakinan persepsi), (2) faktor pendukung ( akses
pada pelayanan kesehatan, keterampilan dan adanya referensi), (3) faktor
pendorong terwujud dalam bentuk dukungan dari keluarga, tetangga dan
tokoh masyarakat.
Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu
hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori sikap negatif
adalah 28,0% dan kategori sikap positif adalah 60,8%. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa yang tidak menggunakan layanan VCT lebih tinggi
pada kelompok yang bersikap negatif dibandingkan dengan yang bersikap
positif. Sejalan dengan pernyataan Jilia (2013), yang menyatakan bahwa
sikap mempengaruhi perilaku seseorang meskipun sikap tidak dapat dilihat
langsung. Selain itu, sikap dikatakan sebagai suatu penghayatan terhadap
objek sehingga sikap dapat menggambarkan suka atau tidak suka
seseorang terhadap objek.
Hasil uji statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara sikap dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan
VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014. Penelitian ini
sejalan dengan Aswar (2012), yang menunjukkan adanya hubungan antara
sikap dengan pemanfaatan layanan VCT yakni semakin tinggi penerimaan
seseorang terhadap layanan VCT maka semakin tinggi minat seseorang
untuk memanfaatkan layanan VCT. Hal yang sama diperjelas oleh
Pranadji (1988) dalam Fauji (2010), bahwa sikap akan sangat berpengaruh
bagi keputusan seseorang, sebab sikap akan mengarahkan perilaku
seseorang secara langsung. Artinya sikap seseorang dapat mempengaruhi
keputusan orang tersebut untuk melakukan atau tidak melakukan dalam
hal ini yaitu memanfaatkan layanan VCT.
Beberapa hasil penelitian diatas, dapat diartikan bahwa untuk
merubah sikap negatif ibu hamil terhadap layanan VCT diberikan
pengetahuan lebih mengenai layanan VCT sebagai upaya pencegahan
penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Penelitian ini sejalan menurut
Getachew, (2005) yang menunjukkan bahwa sikap positif ibu hamil
didukung dengan pengetahuan yang baik tentang layanan VCT, yakni ibu
hamil akan memanfaatkan layanan VCT secara sukarela dengan alasan
untuk mengurangi risiko transmisi HIV ke anaknya. Hal tersebut diperjelas
dalam penelitian Zubairu et.al (2006), menyatakan bahwa adanya
pengetahuan yang baik tentang pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu
ke anak melalui VCT yang menimbulkan sikap positif ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT. Oleh karena itu, pengetahuan merupakan
salah satu
faktor
yang
mempengaruhi
sikap
ibu
hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT. Jika dilihat dari theory of planned behavior
pengetahuan
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi
terbentuknya sikap.
Namun, menurut Pusponegoro (2013), sikap negatif seseorang
terhadap layanan VCT dipengaruhi oleh stigma negatif yang berkembang
di lingkungan masyarakat. Penyakit HIV dipandang sebagai penyakit
menular dimana penderitanya dianggap menakutkan. Oleh karena itu,
mereka menganggap bila melakukan pemeriksaan, akan dicap oleh orang
sekitarnya memiliki riwayat promiskuitas atau positif menderita AIDS.
Padahal menurut Depkes (2008), kegiatan konseling yang bertujuan untuk
mengurangi stigma masyarakat tentang HIV/AIDS dengan menyediakan
dukungan psikologis, informasi, pengetahuan HIV/AIDS, mencegah
penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung
jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah
terkait dengan HIV/AIDS.
Sementara itu, menurut Solehah (2008) dalam Aisyah (2012),
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap
seseorang dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS. Artinya antara
responden yang bersikap positif dengan responden yang bersikap negatif
terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS tidak mempengaruhi keputusannya
untuk berperilaku. Diasumsikan bahwa seseorang mempunyai sikapnya
masing – masing terhadap suatu objek, dan perbedaan sikap mereka itu
merupakan hal yang sewajarnya. Hal ini secara tidak langsung bisa
dipengaruhi oleh karateristik yang berbeda – beda dari setiap individu.
Selain itu, setiap individu mempunyai perbedaan dalam pengalaman
belajar, tingkat pendidikan, status sosial, bahkan budaya yang berbeda
dalam lingkungannya.
Sikap seseorang terhadap niatnya untuk memanfaatkan layanan
kesehatan secara tidak langsung dipengaruhi oleh budaya yang
berkembang dilingkungannya. Perbedaan hasil penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan Solehah yaitu pada karakteristik demografi.
Pada penelitian ini dilakukan pada kelompok ibu hamil yang belum
melakukan layanan VCT, sedangkan penelitian sebelumnya pada
kelompok ibu hamil yang sudah melakukan layanan VCT. Menurut
Sarwono (2012), sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat cara :
adopsi yaitu melalui budaya yang berkembang dilingkungannya,
diferensiasi yaitu pengalaman individu yang dialaminya didukung dengan
bertambahnya usia, integrasi yaitu melalui pengalaman yang didukung
dengan pengetahuan yang berhubungan dengan suatu objek, trauma yaitu
pengalaman yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang
bersangkutan. Sehingga untuk melakukan perubahan terhadap sikap
seseorang bisa didukung dengan motivasi.
Artinya untuk merubah sikap ibu hamil terhadap layanan VCT
dapat dilakukan dengan suatu proses pendekatan internal melalui
sosialisasi secara terus menerus antara individu dengan individu lain di
lingkungannya. Misalnya melalui kader di tempat tinggalnya yang lebih
memiliki dipercaya memiliki pengaruh terhadap kondisi lingkungannya.
Perubahan sikap tidak dapat dilakukan hanya dari faktor internal
melainkan dari faktor eksternal. Oleh karena itu, sosialisasi yang
dilakukan kader dapat dibantu dengan media komunikasi seperti leaflet
atau lainnya. Dan didukung juga dengan pendekatan melalui orang – orang
terdekat ibu hamil yang bisa mendukung dalam pembentukan sikap positif
terhadap layanan VCT.
6.3.6. Hubungan Norma Subyektif Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan
Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Normatif subjektif atau subjective norm adalah sejauh mana
seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap
perilaku yang akan dilakukannya (normative beliefs). Kalau individu
merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia
lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan
mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya
(Ajzen, 2005).
Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa nilai proporsi niat ibu
hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori norma subyektif
dorongan lemah adalah 36,1% dan kategori norma subyektif dengan
dorongan kuat adalah 62,5%. Hal ini membuktikan bahwa ibu hamil
dengan norma subyektif dorongan kuat proporsinya untuk melakukan
VCT lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki norma
subyektif dorongan lemah. Pernyataan ini sejalan dengan Achmat (2010),
seseorang akan berniat menampilkan suatu
perilaku tertentu jika ia
mempersepsikan bahwa orang lain berfikir bahwa seharusnya ia
melakukan hal tersebut. Sehingga orang tersebut termotivasi untuk
memenuhi harapan orang lain yang relevan. Harapan orang – orang yang
bisa mempengaruhi keputusan ibu hamil dalam penelitian ini yaitu orang
tua, suami, keluarga, anak, teman, petugas kesehatan dan media massa.
Oleh karena itu, yang disebut dengan norma subjektif dorongan kuat ,
apabila orang lain melihat perilaku yang akan ditampilkan sebagai sesuatu
yang positif dan seseorang tersebut ingin memenuhi harapan orang lain
tersebut dan sebaliknya itu yang disebut dengan norma subjektif lemah.
Dari hasil uji statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara norma subyektif dengan niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun
2014. Hal ini didukung dengan penelitian Fathimah (2014), norma
subyektif yang memiliki dorongan kuat dari orang terdekat memberi
pengaruh yang besar dalam menentukan suatu perilaku. Menurut Ajzen
(2005), secara umum semakin seseorang mempersepsikan bahwa rujukan
sosial merekomendasikan untuk melakukan suatu perilaku maka orang
tersebut akan cenderung merasakan tekanan sosial untuk berniat
melakukan perilaku tersebut dan sebaliknya. Teori tersebut sejalan dengan
Saptari (2013), seseorang yang berada di lingkungan dorongan kuat untuk
mengambil keputusan maka proporsi niat orang tersebut akan berperilaku
positif.
Sementara itu, menurut Durkheim (1960), perubahan seseorang
terjadi dengan cepat dipengaruhi oleh semakin meningkatnya dorongan
dari lingkungan sekitar yang menghasilkan suatu kebingungan tentang
norma, sehingga akhirnya mengakibatkan simpang siurnya norma – norma
sosial yang mengatur perilaku. Oleh karena itu, norma dan nilai menjadi
relatif, khususnya dalam era modern sekarang ini (Bauman, 1993) dalam
Meilisa et al (2010). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Meilisa et al (2010), bahwa norma subyektif tidak memiliki hubungan
yang signifikan dengan niat seseorang untuk sadar akan kesehatan. Ada
faktor lain yang secara tidak langsung mempengaruhi norma subyektif
yaitu lingkungan tempat tinggal seseorang yang mempengaruhi unsur
budaya.
Sehingga intervensi yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan
adalah dengan memberikan dukungan serta motivasi kepada ibu hamil
melalui orang – orang terdekat responden terkait manfaat layanan VCT.
Hal ini sejalan dengan Purwaningsih (2011), faktor lingkungan mungkin
dapat menjadi salah satu faktor pendorong yang membuat responden
merasakan keseriusan yang kuat terhadap HIV/AIDS sehingga dapat
memotivasi dirinya untuk memanfaatkan layanan VCT. Menurut Kwan et
al (2012), mayoritas pasien merasa kecewa terhadap antrian yang sering
terjadi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Diasumsikan bahwa
kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
petugas kesehatan secara tidak langsung mendorong individu untuk
memanfaatkan layanan kesehatan. Artinya jika petugas kesehatan bisa
memberikan kepuasan terhadap pelayanan yang pasien dapatkan, maka
secara tidak langsung petugas kesehatan telah berhasil memberikan
motivasi kepada pasiennya.
Jika dilihat dari penelitian Sumarlin (2013), faktor dukungan serta
motivasi keluarga berpengaruh terhadap perubahan perilaku penderita
yang beresiko HIV untuk memanfaatkan layanan VCT. Selama ini,
dukungan dari keluarga dapat meningkatkan kelompok beresiko tinggi
HIV/AIDS
untuk
memanfaatkan
layanan
VCT,
misalnya
dapat
diwujudkan dengan memberikan perhatian, informasi, memberikan
semangat kepada penderita HIV/AIDS. Manfaat dari dukungan keluarga
ini yaitu dapat menekan munculnya stress karena informasi dan perhatian
yang diberikan keluarga dapat memberikan semangat pada diri penderita
HIV/AIDS.
Menurut Ajzen (2005), motivasi orang terdekat yang mereka
anggap penting juga mempengaruhi norma subyektif seseorang dalam
mengambil keputusan untuk berperilaku. Sehingga dukungan orang
terdekat ibu hamil yang menganggap bahwa layanan VCT penting
memberi pengaruh pada keputusan ibu hamil untuk memanfaatkan layanan
VCT. Dengan adanya saran dari orang terdekat, dapat memberikan
informasi serta pengetahuan baru terhadap responden yang bisa
memotivasi responden agar dapat memanfaatkan layanan VCT. Dalam
penelitian ini terlihat bahwa sebagian responden yang memiliki informasi
dari motivasi orang – orang terdekat memberi pengaruh pada keputusan
ibu hamil untuk berniat memanfaatkan layanan VCT. Oleh karena itu,
perlunya kerjasama antara Puskesmas Ciputat dengan instansi kesehatan
swasta, kader, dan kelurahan dalam memberikan penyuluhan, membangun
kepercayaan pasien dengan pelayanan kesehatan yang didapatkan dan
informasi positif yang memberikan dukungan kepada ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT.
6.3.7. Hubungan Persepsi Kontrol Diri Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan
Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Persepsi kontrol diri (perceived behavioral control) didefinisikan
oleh Ajzen (1991) sebagai kemudahan atau kesulitan persepsi untuk
melakukan perilaku. Kontrol perilaku persepsi ini merefleksikan
pengalaman masa lalu dan mengantisipasi halangan-halangan yang ada
sehingga semakin menarik
sikap
dan
norma
subjektif
terhadap
perilaku, semakin besar kontrol perilaku persepsi, semakin kuat pula niat
seseorang untuk melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan.
Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu
hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan persepsi kontrol diri kuat
adalah 68,2%. Ibu hamil dengan persepsi kontrol diri yang kuat lebih
cenderung berniat untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan
dengan ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri yang lemah. Hasil
penelitian ini sejalan dengan Saptari (2013), seseorang dengan persepsi
kontrol diri yang kuat akan lebih bersikap positif sehingga menimbulkan
perubahan perilaku yang positif. Untuk memanfaatkan layanan kesehatan
yang dianggap seseorang penting maka ia akan berpersepsi sesuai dengan
kemampuannya untuk mengontrol.
Hasil uji statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara persepsi kontrol diri dengan niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun
2014. Hal ini sejalan dengan Meilisa et al (2010), dari ketiga faktor
domain yang mendukung intensi, persepsi kontrol perilaku yang
memegang peranan penting mempengaruhi seseorang dalam menentukan
minatnya untuk memanfaatkan layanan kesehatan. Menurut Achmat
(2010), persepsi atas kontrol perilaku menunjuk suatu derajat dimana
individu merasa bahwa tampil tidaknya suatu perilaku yang diinginkannya
dibawah kontrol kendali dirinya sendiri. Orang cenderung tidak akan
membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku
tertentu apabila seseorang percaya bahwa dirinya tidak memiliki
kemampuan atau kesempatan untuk berperilaku meskipun sudah didukung
dengan sikap yang positif.
Berdasarkan penelitian Fathimah (2014), persepsi kontrol perilaku
secara tidak
langsung dipengaruhi oleh kekuatan faktor
dalam
memfasilitasi atau menghambat perilaku seseorang. Kekuatan yang dapat
memfasilitas atau menghambat perilaku seseorang dalam berperilaku yaitu
kemampuan bagaimana dirinya mempersepsikan tingkat kesulitan atau
kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku. Sebagai asumsi bahwa
untuk membuat seseorang berpersepsi bahwa dirinya mampu menghadapi
hambatan yang dialaminya untuk melakukan atau tidak melakukan VCT.
Sehingga upaya intervensi yang bisa dilakukan dengan memberikan
pengetahuan tentang VCT. Menurut Achmat (2012) dalam Fathimah
(2014), salah satu faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi
motivasi dalam diri seseorang adalah pengetahuan.
Sehingga untuk mendukung ibu hamil memiliki kontrol persepsi
perilaku kuat yang mempersepsikan bahwa layanan VCT bermanfaat bagi
dirinya dengan memberikan motivasi dengan memberi informasi terkait
tahapan – tahapan yang dilakukan dalam layanan VCT. Jika dilihat dari
hasil univariat ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri lemah
berimbang dengan ibu hamil yang memiliki kontrol persepsi kuat. Artinya
untuk meningkatkan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT,
didukung dengan meningkatkan persepsi kontrol diri responden.
Berdasarkan peneltian Nuri (2012) dalam Fathimah (2014), seseorang
dapat dimotivasi untuk melakukan perubahan suatu perilaku dengan
memberikan pengetahuan. Pengetahuan yang baik tentang layanan VCT
membuat mereka merasa yakin mampu menghadapi hambatan – hambatan
yang ada dalam dirinya untuk mendorongnya melakukan VCT. Adapun
hambatan yang mereka hadapi yaitu takut akan stigma negatif dari
masyarakat tentang HIV dan ODHA. Oleh karena itu, intervensi yang
sebaiknya dilakukan dengan meningkatan pengetahuan melalui media
komunikasi, bisa berupa poster, leaflet dan lembar balik terkait tahapan –
tahapan dalam layanan VCT.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 76 ibu hamil di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 diperoleh simpulan sebagai berikut
:
1. Gambaran umur ibu hamil dalam penelitian ini bervariasi, umur terendah
dimulai dari 18 tahun dan tertinggi 44 tahun. Namun, sebagian besar ibu hamil
dalam penelitian ini berusia dewasa yaitu >24 tahun sebanyak 72,4%. Artinya
ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat berusia diatas 24 tahun sampai
dengan 44 tahun.
2. Gambaran status pekerjaan ibu hamil dalam penelitian ini didominasi oleh
kelompok ibu rumah tangga sebanyak 77,6%, artinya sebagian besar ibu hamil di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tidak bekerja.
3. Gambaran tingkat pendidikan ibu hamil dalam penelitian ini bervariasi,
pendidikan terendah responden adalah SD dan tertinggi adalah Perguruan
Tinggi. Namun, sebagain besar ibu hamil berpendidikan tinggi sebanyak 67,1%,
yang didominasi oleh tingkat SMA.
4. Ibu hamil memiliki pengetahuan buruk tentang VCT 92,1%, dari hasil analisis
terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil tidak mengetahui manfaat VCT, layanan
apa saja yang diberikan di layanan VCT, tahapan – tahapan dalam layanan VCT
dan materi apa saja yang diberikan oleh konselor dalam layanan VCT.
5. Ibu hamil memiliki sikap positif terhadap layanan VCT 67,1%. Artinya ibu hamil
di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat menyadari bahwa layanan VCT akan dapat
diketahui dengan cara mengunjunginya.
6. Gambaran ibu hamil yang tidak berniat untuk memanfaatkan layanan VCT
berimbang dengan ibu hamil yang berniat untuk memanfaatkan layanan VCT.
Hasil yang sama juga diperoleh dari variabel norma subyektif dan persepsi
kontrol diri yang dimiliki oleh responden. Artinya untuk meningkatkan minat ibu
terhadap layanan VCT, diperlukannya dorongan norma subyketif dan persepsi
kontrol diri yang kuat dari responden.
7. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 7 variabel yang diteliti, empat
variabel yang berhubungan secara signifikan dengan niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yaitu
pengetahuan, sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku.
8. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 7 variabel yang diteliti, tiga variabel
yang tidak berhubungan secara signifikan dengan niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yaitu umur,
pendidikan dan status pekerjaan.
7.2. SARAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka adapun saran yang dianjurkan
yaitu :
7.2.1. Kepada Puskesmas Ciputat
1. Mengembangkan sosialisasi Voluntary Counseling and Testing (VCT)
bekerjasama dengan instansi kesehatan swasta, kader, dan kelurahan dalam
memberikan informasi mengenai layanan VCT. melalui penyuluhan terkait
manfaat VCT, tahapan – tahapan dalam layanan VCT, materi upaya
pencegahan HIV/AIDS. Penyuluhan dapat dilakukan melalui berbagai
kegiatan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat, dalam bentuk lokmin,
pengajian ibu – ibu, posyandu dll. Untuk menunjang efektifitas sosialisasi
VCT bisa dibantu dengan menggunakan media komunikasi seperti leaflet,
poster dll.
2. Efektifitas Puskesmas Ciputat dalam mensosialisasikan layanan VCT,
sehingga ibu hamil mengetahui keberadaan layanan VCT dan cara
mengaksesnya.
Selain
itu,
petugas
kesehatan
harus
membangun
kepercayaan kepada ibu hamil yang melakukan pelayanan VCT. Hal ini dapat
dilakukan dengan terbinanya hubungan komunikasi yang efektif antara
konselor VCT dengan pasien, seperti lakukan kontak mata, berperilaku
positif dan tunjukkan perhatian dengan isyarat. Sehingga mereka merasa
tenang dan aman dalam melakukan layanan. Pasien akan patuh
menjalankan tahapan dalam layanan VCT karena yakin bahwa semua yang
dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Keterbukaan, rasa aman, dan
jaminan kerahasiaan informasi hanya mungkin dilaksanakan pada suasana
yang bersifat pribadi. Contohnya dengan ruangan yang tertutup dan
komunikasi dilakukan oleh dua orang yaitu konselor dan pasien.
3. Media yang diberikan sesuai dengan sasaran. Misalnya dalam melakukan
komunikasi antara konselor dan pasien menggunakan media lembar balik
yang disertakan gambar dan penjelasan tentang HIV/AIDS. Sebaiknya media
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti jangan menggunakan bahasa
istilah kedokteran. Sehingga materi yang diberikan membuat penerima
pesan mengerti dan memahami.
7.2.2. Kepada Peneliti Lain
Peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat melakukan analisis
lebih lanjut sampai ke uji multivariate dengan popualasi yang lebih
banyak. Hal ini berguna untuk mengetahui seberapa besar faktor dominan
yang berkontribusi terhadap niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan
VCT.
DAFTAR PUSTAKA
Abebe. 2006. Perception Of High School Students Towards Vouluntary Hiv
Counseling And Testing, Using Helath Belief Model In Butajira, SNNPR.
Thesis, Master Of Public Health, Addis Ababa University.
Achmat, Zakarija. 2010. Theory Of Planned Behavior, Masihkah Relevan.
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang
Ajzen, I. 2005. Attitudes, Personality And Behavior 2nd Edition. New York:Open
University Press, Mcgraw-Hill Education.
Amran, Yuli. 2012. Pengolahan Dan Analisis Data Statistik Di Bidang
Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Andersen, R. 1995. A Behavioral Model Of Families Use Of Health Services. 25.
Center For Health Administrasi Studies, Research Series. Diakses dari:
www. Ssa.uchicago.edu. 2014
Aisyah, Siti. 2012. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku
Terhadap HIV/AIDS Pada Siswa SMK Nusantara 01 Ciputat Kota
Tangerang Selatan Tahun 2012. Jakarta: Sripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhamadiyah Jakarta
Ariawan, I. 1998. Besar Dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan. Depok:
Jurusan Biostatistik Dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Aswar, Shopian. 2012. Artikel. Determinan Penggunaan Pelayanan Voluntary
Counseling And Testing (Vct) Oleh Ibu Rumah Tangga Berisiko Tinggi
Hiv Positif Di Kabupaten Biak Numfor Papua. Keperawatan Poltekes
Kemenkes Jayapura Biak Numfor Papua
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Kementerian Kesehatan
R.I. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Kemenkes. Jakarta.
Cicio, Elvriza. 2006. Analisis Kualitatif Perilaku Pemanfaatan Layanan VCT
Oleh Pekerja Seks Komersial Di Kota Pontianak Tahun 2006. Pontianak :
Skripsi. Program Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Cunningham CK, Chaix M-L, Rekacewicz C, Britto P, Rouzioux C, Gelber RD, et
al. 2005. Development of Resistant Mutations in Women Receiving
Standard Antiretroviral Therapy Who Received Intrapartum Nevirapine ti
Prevent Perinatal Human Immunodeficiency Virus Type-1 Transmission:
A Substudy of Pediatric AIDS Clinical Trials GroupProtocol 316. J Infect
Dis 2002;186:181-8.
Departemen kesehatan Republik Indonesia, 2008. Pedoman Pelayanan Konseling
Dan Testing HIV/AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counselling And
Testing). Dirjen P2PL : Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2013.
Laporan Kementrian Kesehatan Terkait HIV/AIDS, Triwulan III, Tahun
2013. Jakarta: Kemenkes RI.
Durkheim, Erwin. 1960. The Division Of Labor In Society. New York : The Free
Press.
Ermarini, Anggia. 2013. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan
Pemanfaatan Layanan VCT Pada Populasi Beresiko Tinggi Hiv/Aids Di
Provinsi Banten Tahun 2013. Depok: Tesis. Magister Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia.
Fauji, Ahmad. 2010. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Ibu
Dalam Pemanfaatan Layanan Imunisasi Di Desa Beberan Kecamatan
Ciruas Banten. Skripsi. Kesehatan Masyarakat. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Finsa, Riri. 2013. Hubungan Pengetahuan Dan Persepsi Ibu Hamil Mengenai
HIV/AIDS Dengan Niat Melakukan VCT Menggunakan Teori Pendekatan
Health Bealief Model Di RSUD Dr. M. Soewandhi Tahun 2013. Surabaya:
Skripsi. Pendidikan Bidan Fakultas Kedoktera Universitas Airlangga.
Fathimah, Fetty. 2014. Gambaran Orang Tua/ Pengasuh Dalam Memberikan
Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013. Skripsi:
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Green, W. Lawrence dan Marshall W. Kreuter. 1991. Health Promotion
Planning; An Education And Ecological Approach Third Edition. United
States Of America : Mayfield Publishing Company.
Green,L.,Kreuter, M. W., Deeds, S. G.,& Patridge, K. 1995. Health Promotion
Planning An Educational And Environmental Approach, Second Edition,
California: Mayfield Publishing Company;2000.
Getachew W. 2005. Factor Determining Acceptance Of Voluntary Hiv Testing
Among Pregnant Women Attending Antenatal Clinic At Armed Force
Hospitals In Addis Ababa.
Harziah, Fifit. 2008. Gambaran Kepuasan Pasien Hiv/Aids Terhadap Pelayanan
Yang Diberikan Di Klinik Vct Melalui Pengukuran Selisih Persepsi Dan
Harapan Pasien Hiv/Aids Di Rsud Arifin Ahmad Pekanbaru Tahun 2008.
Depok: Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Hastono, S. Priyo. 2007. Analisis Data Kesehatan. Depok : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Hurlock, B. Elizabeth. 1980. Development Psychology Alife-Span Approach, Fifth
Edition. Pt Gelora Aksara Pratama, Erlangga. Jakarta
Indriyani, Ayu L. 2012. Gambaran Dan Faktor Yang Berhubungan Dengan
Partisipasi VCT (Voluntary Counselling Testing HIV) Pada Warga Binaan
Pemasyarakatan Di Rumah Tahanan Negara Klas IIA Pondok Rambu
Tahun 2012. Depok. Skripsi: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Indonesia.
Ilmiyah, Surotul. 2014. Gambaran Pemasaran Sosial Program Voluntary
Counseling and Testing HIV-AIDS di Puskesmas Ciputat Tahun 2014.
Ciputat: Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku
Tahun 2011. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan : Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI. 2012. Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia
Tahun 2012. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional :
Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV
Dari Ibu Ke Anak. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan : Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Rencana Aksi Nasional Pengendalian HIV DAN
AIDS Sektor Kesehatan 2014-2019. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta.
Khairrurahmi. 2009. Pengaruh Faktor Predisposisi, Dukungan Keluarga Dan
Level Penyakit Orang Dengan HIV/AIDS Terhadap Pemanfaatan Layanan
VCT Di Kota Medan Tahun 2012. Medan:Tesis. Universitas Sumatera
Utara.
Komisi
Penanggulangan
AIDS
Nasional.
2003.
Penanggulangan HIV/AIDS 2003 – 2007. Jakarta.
Strategi
Nasional
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2009. Strategi Dan Rencana Aksi
Nasional Penanggulangan HIV Dan AIDS 2010-2014. Jakarta.
Kwan Chow, Maria Yui. Li, Mu. Quine, Susan. 2012. Client Satisfaction and
Unmet Needs Assessment : Evaluation of an HIV Ambulatory Health Care
Facility In Sydney, Australia. Asia Pasific Journal of Public Health.
Kwong, Kenneth K.., Oliver H.M. Yau, Jenny S,Y. Lee, Leo Y.M. Sin, & Alan
C.B. Tse. 2003. The Effect of Attitudinal and Demographic Factors on
Intention to Buy Pirated CDs : The Case of Chinese Consumers. Journal
of Business Ethic, 47 (3), pp 223 – 235.
Lembaga Kesehatan Nadhatul Ulama. 2013. Laporan Tahunan Capaian Program
Penanggulangan HIV dan AIDS tahun 2013. Jakarta.
Legiati, Titi. 2012. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Ibu
Hamil Untuk Tes HIV Di Kelurahan Bandarharjo Dan Tanjungmas Kota
Semarang Tahun 2012. Bandung : Skripsi : Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Bandung.
Ludin, H.B. 2010. Pengaruh Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Tindakan
Pemberian Asi Ekslusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai
Pesisir Kota Pekanbaru. Medan: Tesis. Sekolah Pascararjana Universitas
Sumatera Utara.
Mandal, dkk. 2008. Penyakit infeksi. Erlangga: Jakarta.
Maulana, 2009. Teori dan Aplikasi Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, hlm.52-57.
Meilisa, M. Anwar Prabu. 2010. Peran Sikap, Norma Subyektif, Dan Persepsi
Kontrol Perilaku Dalam Memprediksi Intensi Wanita Melakukan
Pemeriksaan Payudara Sendiri Di Universitas Mercu Buana Tahun 2010.
Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Jakarta.
Nayar, K.R. and Razum, Oliver, Millenium Development Goals and Health:
Another Selective Development. (Download from http://isq.sagepub.comat
University Maastricht on March 22, 2009).
Nurliana. 2009. Pemanfaatan Layanan VCT (Voluntary Counselling and Testing)
Oleh Pekerja Seks Komersial Di Kabupaten Sintang Tahun 2009. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Notoadmodjo. 2007. Perilaku Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Cetakan
Pertama PT. Rineka Cipta : Jakarta.
Putri, Rindiarni inten. 2009. Pengetahuan, Sikap, Dan Niat Ibu Hamil Untuk
Melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Di Kecamatan Sukaresmi
Kabupaten Garut Tahun 2009. Depok: Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia.
Purwaningsih. 2011. Skripsi. Analisis Faktor Pemanfaatan Vct Pada Orang
Risiko Tinggi Hiv/Aids Di RSU Dr Soetomo Surabaya. Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga
Pusponegoro, et al. 2013. Hubungan Penyuluhan Dengan Pengetahuan, Sikap,
Dan Perilaku Ibu Hamil Tentang HIV Dan Program Voluntary Counseling
And Testing Di Puskesmas Pulo Gadung Tahun 2013. Departemen
Obstetri Dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Roza, Jilia. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Status HIV Klien VCT
(Voluntary Counselling And Testing HIV) Di RSUD Mandau Kabupaten
Bengkalis Tahun 2013. Depok: Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Indonesia.
Rosenstock, IM. 1974. The Health Belief Model and preventive health behavior.
Health
Educ
Monogr.
Diakses
dari
:
http://www.med.uottawa.ca/courses/epi6181/images/Health_Belief_Model
_review.pdf. Tanggal 23 Juni 2014, Pukul 13.00 WIB.
Rogers, Shoemaker. 1971. Communication of innovation : A Cross Cultural
Approach. The Free Press. A division of macmillan publishing Co. Ine.
New York.
Safitri, Nurmalia. 2013. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Niat Untuk
Memilih Pelayanan Rawat Inap Di Rumah Sakit Bogor Medical Center
Tahun 2011. Depok: Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Santrock, W. John. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja Edisi Keenam. PT
Gelora Aksara Pratama, Erlangga. Jakarta
Saptari, Adila Fahmida. 2013. Hubungan Sikap Dan Pengetahuan Dengan Niat
Mendukung Praktikan Pemberian Asi Ekslusif Pada Mahasiswa Magister
Pria Universitas Indonesia Tahun 2013. Depok: Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Saputra, Ginto. 2008. Gambaran Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Terkait
HIV/AIDS Pada Siswa Kelas III SMA PGRI I Kota Bogor Tahun 2008.
Depok : Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Sarwono, W. Sarlito. 2012. Pengantar Psikologi Umum. PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Setiawan, Made. 2009. Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu
Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan Tahun 2009. Jakarta: Majalah
Kedokteran. Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof DR. Sulianti Saroso,
Jakarta.
Setiawan, Budi. 2011. Determinan Pemanfaatan Pelayanan Klinik Voluntary
Counselling And Testing (VCT) Keliling Bagi Wanita Pekerja Seks (WPS)
Di Kabupaten Pelalawan-Provinsi Riau Tahun 2011. Depok:Tesis.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Sumarlin, Hestri. 2013. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perubahan Perilaku
Pada Pasien Hiv/Aids Di Klinik Vct Bunga Harapan RSUD Banyumas
Tahun 2013. Purwokerto : Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu-Ilmu
Kesehatan Jurusan Keperawatan Universitas Jendral Soedirman.
Su-Rin Shin, Hee Sun Kang & Linda Moneyham. 2007. Characteristics Of
Individuals Seeking Voluntary Counselling And Testing For Hiv Infection
In South Korea. Journal of the association of nurse in aids care, vol 18.
Suliatiadi, Agus. 2000. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perilau Ibu Dalam
Mengimunisasikan Campak Anaknya Di Kabupaten Belitung Tahun 2000.
Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Depok
Tanjung, 2004. Kenali Kejahatan Narkoba Hiv/Aids. Lembaga Terpadu
Permasyarakatan Anti Narkoba : Jakarta
UNAIDS. 2013. UNAIDS Report On The Global AIDS Epidemic 2013. Global
Report. UNAIDS.
World
Health
Organization,
UNAIDS
And
UNODC
(2004).
Policy
brief:Reduction Of Hiv Transmission In Prions. Geneva:WHO.
Wati, Maya Trisis. 2013. Analisis Kebijakan VCT Dalam Upaya Utilisasi
Layanan VCT Di Rumah Tahanan Kelas II A Jakarta Timur Tahun 2013.
Depok: Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan
Pembrantasannya. PT. Gelora Aksara Pratama, Jakarta.
Widiyanto, Gunawan. 2008. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik
Wanita Pekerja Seks (WPS) Dalam VCT (Voluntary Counselling and
Testing) Ulang Di Lokalisasi Sunan Kuning, Semarang. Universitas
Diponogoro : Semarang.
Wijayanti, et al. 2013. Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Tentang Hiv/Aids Dan
Minat Untuk Mengikuti VCT (Voluntary Counselling and Testing) Di
Kelurahan Semampir Kota Kediri Tahun 2013. Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan Malang.
Zubairu L, Isa S.A, Mohammed K & Muktar H.A. 2006. Knowledge Of HIV/AIDS
And Attitude Towards Counseling And Testing Among Adults.
KUISIONER PENELITIAN FAKTOR – FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU HAMIL UNTUK
MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (Voluntary Counseling and Testing)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT KOTA TANGERANG
SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014
Assalam‟mualaikum Wr.Wb. Saya Ayu Wulansari dari Kesehatan
Masyarakat Departeman Promosi Kesehatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya
sedang melakukan penelitian untuk mengetahui faktor – faktor yang
berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT
(Voluntary Counseling and Testing) atau tes dan konseling HIV secara
sukarela. Wawancara ini akan berlangsung 15 menit. Infomasi yang anda
berikan kepada saya akan saya rahasiakan sehingga tidak seorangpun akan
mengetahuinya.
Saya berharap anda dapat berpartisipasi karena pendapat anda sangat
penting untuk penelitian saya. Setelah penelitian selesai, kuesioner ini akan
dimusnahkan.
Apakah anda bersedia mengisi kuisioner ini ? Apakah saya dapat
memberikan kuisioner ini pada anda ?
Nama Responden
:________________________________
Tanda Tangan
:_________________________________
Identitas Responden
Isilah data berikut sesuai dengan identitas diri anda yang baik dan benar !
IDENTITAS RESPONDEN
IRT1
No Responden
IRT2
No HP/Email
IDENTITAS PEWAWANCARA
IP1
Nama Pewawancara
IP2
Tanggal wawancara
KODING
/
/
Jawablah Pertanyaan Dibawah Ini Dengan Memberi Tanda ( X ) Pada Kolom Jawaban,
Sesuai Dengan Kriteria Diri Anda !
A. Demografi
A1
Berapa usia ibu saat ini ? ................................tahun
[
] A1
A2
[
] A2
[
] A3
A3
Apa pendidikan terakhir ibu ?
1. Tidak sekolah / tidak tamat SD
2. Tamat SD
3. Tamat SMP
4. Tamat SMA
5. Tamat Perguruan tinggi
Apa pekerjaan ibu saat ini ?
1. Tidak bekerja/ibu rumah tangga
2. PNS/GURU/DOSEN
3. TNI/ POLRI
4. Wiraswasta / swasta
5. Buruh
6. Lain – lain, sebutkan ..................................................
Petunjuk Pengisian :
Berilah Tanda Silang ( X ) Terhadap Pilihan Anda, Sesuai Dengan Pilihan Yang Tepat
Pada Jawaban Yang Tersedia.
B. Pengetahuan tentang VCT
B1
Apakah ibu pernah mendengar tentang VCT (Voluntary Counseling Test) atau [
tes dan konseling HIV secara sukarela?
]B1
B2
B3
B4
B5
B6
B7
B8
B9
1. Ya
2. Tidak  Lanjut ke B3
Dari mana ibu mendengar VCT ? * boleh menjawab lebih dari satu
1. TV/Radio
2. Majalah / surat kabar
3. Bidan di Puskesmas
4. Petugas Lapangan (LSM)
5. Kader
6. Teman
7. Lain – lain, sebutkan..............................................................................
Menurut ibu dengan mengikuti VCT, apakah seseorang dapat mengetahui
status HIVnya ?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu / tidak jawab
Menurut ibu, untuk mendapatkan layanan VCT seseorang memerlukan
beberapa kali pertemuan ?
1. Satu kali
3. Tiga kali
2. Dua kali
4. Tidak tahu
Apakah dalam mengikuti layanan VCT harus menandatangani informed
consent atau lembar persetujuan ?
1. Ya
2. Tidak
Sebelum pengambilan sampel darah, apakah petugas memberikan konseling
pre test atau edukasi sebelum tes ?
1. Ya
2. Tidak  Lanjut ke B8
Materi apa saja yang diberikan oleh konselor VCT dalam memberikan
konseling pre test atau edukasi sebelum tes ? * boleh jawab lebih dari satu
1. Informasi perilaku pencegahan
2. Informasi prosedur VCT
3. Informasi persetujuan informed consent
4. Informasi kerahasiaan hasil tes HIV
Pada saat pengambilan hasil, apakah petugas memberikan konseling post test
atau edukasi setelah tes ?
1. Ya
2. Tidak  Lanjut ke B10
Materi apa saja yang diberikan oleh konselor VCT dalam memberikan
konseling post test atau edukasi setelah tes ? * boleh jawab lebih dari satu
1. Informasi hasil test HIV
2. Informasi kepatuhan minum obat
3. Informasi strategi penularan HIV
[ ]B2
[ ]B3
[ ]B4
[ ]B5
[ ]B6
[ ]B7
[ ]B8
[ ]B9
B10
B11
Menurut ibu, apakah dengan mengikuti layanan VCT, seseorang akan aman [ ]B10
tertular HIV ?
1. Ya
2. Tidak
Bila hasil test negative apakah perlu dilakukan VCT lagi 3 bulan kemudian ?
[ ]B11
1. Ya
2. Tidak
C. Persepsi Kontrol Diri Terhadap Layanan VCT
Petunjuk Pengisian :
Berilah tanda ceklist (  ) terhadap pilihan anda sesuai dengan pilihan yang tepat
pada kolom yang tersedia.
Keterangan pilihan Jawaban :
STS : Sangat Tidak Setuju
TS
: Tidak Setuju
S
: Setuju
SS
: Sangat Setuju
STS
TS
S
SS
( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 )
C1
Keinginan dari saya sendiri untuk memanfaatkan
layanan VCT tidak ada paksaan atau dorongan dari
orang lain
C2
Memanfaatkan layanan VCT dan melakukan VCT
merupakan hal yang seharusnya saya lakukan,
meskipun saya tidak beresiko HIV
C3
Saya yakin akan mengikuti semua proses tahapan
VCT, jika hasil tes saya dinyatakan HIV positif
C4
Saya yakin untuk mengikuti hasil rekomendasi VCT,
jika hasil tes saya dinyatakan HIV positif
C5
Saya yakin akan mengikuti VCT lagi 3 bulan
kemudian, Jika hasil tes saya dinyatakan HIV negatif.
D. Pertanyaan Niat Untuk Memanfaatkan Layanan VCT
D1
Pernakah ibu melakukan VCT ?
1. Pernah
[ ]D1
2. Tidak Pernah  Loncat ke D6
D2
Berapa kali tahun ini ibu mengunjungi klinik VCT ?
[ ]D2
.........................................................................................................................
D3
Alasan apa yang mendorong ibu untuk mau melakukan VCT di Puskesmas [ ]D3
Ciputat ?
1. Kewajiban dari Puskesmas Ciputat
2. Kesadaran diri sendiri
3. Rujukan dokter
4. Ajakan teman
5. Dorongan keluarga
Pelayanan apa yang diberikan di klinik VCT ?
1. Konseling
2. Pengobatan
3. Lainnya,
sebutkan...........................................................................................
Apakah ibu akan memanfaatkan layanan VCT untuk seterusnya ?
1. Ya
2. Tidak
Mengapa ibu tidak pernah melakukan VCT ? *boleh jawab lebih dari satu
1. Tidak tahu
2. Takut akan stigma masyarakat tentang HIV dan Odha
3. Tidak ada sosialisasi dari pelayanan kesehatan
4. Lainnya, ....................................................................................
Apakah ibu bersedia untuk melakukan VCT ?
1. Ya
2. Tidak  Loncat ke E1
Jika bersedia, apakah ibu akan mengikuti tahapan – tahapan dalam layanan
VCT secara rutin ?
1. Ya
2. Tidak
D4
D5
D6
D7
D8
[ ]D4
[ ]D5
[ ]D6
[
]D7
[
]D8
E. Pertanyaan Sikap Untuk Memanfaatkan Layanan VCT
Petunjuk Pengisian : Berilah tanda ceklist (  ) terhadap pilihan anda sesuai dengan
pilihan yang tepat pada kolom yang tersedia.
Keterangan pilihan Jawaban :
STS
: Sangat Tidak Setuju
TS
: Tidak Setuju
S
: Setuju
SS
: Sangat Setuju
STS
(1)
E1
E2
E3
VCT bermanfaat bagi orang yang berisiko
tertular HIV
Saya perlu layanan VCT meskipun saya tidak
merasakan sakit
Mengikuti pelayanan VCT membuat saya
jadi tenang
TS
(2)
S
(3)
SS
(4)
E4
E5
Saya tidak pernah tahu status HIV saya jika
tidak mengikuti VCT
Manfaat klinik VCT akan dapat diketahui
dengan cara mengunjunginya
F. Pertanyaan Norma Subyektif (Faktor Pendukung ) Untuk
Mengakses Layanan VCT
STS
TS
(1)
(2)
F1
F2
F3
Pertanyaan
F4
Seberapa pentingkah pandangan dari
keluarga ibu akan memberi pengaruh
mengenai
keputusan
ibu
untuk
memanfaatkan layanan VCT ?
Seberapa pentingkah pandangan dari teman
ibu akan memberi pengaruh pada keputusan
ibu untuk memanfaatkan layanan VCT?
Seberapa pentingkah pandangan tenaga
kesehatan akan memberi pengaruh pada
keputusan ibu untuk memanfaatkan layanan
VCT ?
F6
SS
(4)
Orang – orang terdekat saya mendukung saya
untuk memanfaatkan layanan VCT
Anggota keluarga saya mendukung saya
untuk memanfaatkan layanan VCT
Teman – teman saya mendukung saya untuk
memanfaatkan layanan VCT
No
F5
S
(3)
Tidak
penting
(1)
Kurang
penting
( 2)
Penting Sangat
penting
(3)
(4)
No
Pertanyaan
F7
Apakah media massa (TV/internet/Koran/majalah/radio dll) memberi
pengaruh pada keputusan ibu untuk memanfaatkan layanan VCT ?
1. Tidak berpengaruh
2. Kurang berpengaruh
3. Berpengaruh
4. Sangat berpengaruh
[ ] F7
OUTPUT DISTRIBUSI FREKUENSI
1. UMUR IBU HAMIL
katagori_umur
Frequency
Valid
dewasa
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
21
27.6
27.6
27.6
Dewasa
55
72.4
72.4
100.0
Total
76
100.0
100.0
muda
2. PENDIDIKAN IBU HAMIL
Kat_didikbaru
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
25
32.9
32.9
32.9
tinggi
51
67.1
67.1
100.0
Total
76
100.0
100.0
3. STATUS PEKERJAAN
kat_kerjabaru
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak bekerja
59
77.6
77.6
77.6
bekerja
17
22.4
22.4
100.0
Total
76
100.0
100.0
4. PENGETAHUAN
katagori_tahu
Frequency
Valid
kurang baik
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
70
92.1
92.1
92.1
baik
6
7.9
7.9
100.0
Total
76
100.0
100.0
5. SIKAP
katagori_sikap
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
negatif
25
32.9
32.9
32.9
positif
51
67.1
67.1
100.0
Total
76
100.0
100.0
6. NORMA SUBYEKTIF
katagori_norma
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
lemah
36
47.4
47.4
47.4
kuat
40
52.6
52.6
100.0
Total
76
100.0
100.0
7. PERSEPSI KONTROL DIRI
katagori_persepsi
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
lemah
32
42.1
42.1
42.1
tinggi
44
57.9
57.9
100.0
Total
76
100.0
100.0
8. NIAT IBU HAMIL
katagori_niat
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak niat
38
50.0
50.0
50.0
niat
38
50.0
50.0
100.0
Total
76
100.0
100.0
OUPUT ANALISIS BIVARIAT
1. UMUR DENGAN NIAT IBU HAMIL
UMUR_BARU * katagori_niat Crosstabulation
katagori_niat
tidak niat
UMUR_ MUDA
Count
BARU
% within UMUR_BARU
DEWASA
Total
12
21
42.9%
57.1%
100.0%
29
26
55
52.7%
47.3%
100.0%
38
38
76
50.0%
50.0%
100.0%
Count
% within UMUR_BARU
Total
9
Count
% within UMUR_BARU
niat
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
sided)
sided)
.592a
1
.442
.263
1
.608
.594
1
.441
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
N of Valid Cases
.609
.584
Association
b
Exact Sig. (1-sided)
1
.445
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,50.
b. Computed only for a 2x2 table
.304
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for
katagori_umur
(dewasa muda /
.672
.244
1.853
.813
.467
1.414
1.209
.760
1.922
dewasa)
For cohort
katagori_niat =
tidak niat
For cohort
katagori_niat =
niat
N of Valid Cases
76
2. PENDIDIKAN DENGAN NIAT IBU HAMIL
Kat_didikbaru * katagori_niat Crosstabulation
katagori_niat
tidak niat
Kat_di rendah
dikbar
Count
% within Kat_didikbaru
niat
Total
13
12
25
52.0%
48.0%
100.0%
25
26
51
49.0%
51.0%
100.0%
38
38
76
50.0%
50.0%
100.0%
u
tinggi
Count
% within Kat_didikbaru
Total
Count
% within Kat_didikbaru
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-
df
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
sided)
sided)
a
1
.807
.000
1
1.000
.060
1
.807
.060
Square
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact
Exact Sig. (1-sided)
1.000
Test
Linear-by-Linear
.059
Association
N of Valid Casesb
1
.500
.808
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,50.
b. Computed only for a 2x2
table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for
Kat_didikbaru
1.127
.432
2.935
1.061
.664
1.696
.942
.578
1.535
(rendah / tinggi)
For cohort
katagori_niat =
tidak niat
For cohort
katagori_niat =
niat
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for
Kat_didikbaru
1.127
.432
2.935
1.061
.664
1.696
.942
.578
1.535
(rendah / tinggi)
For cohort
katagori_niat =
tidak niat
For cohort
katagori_niat =
niat
N of Valid Cases
76
3. STATUS PEKERJAAN DENGAN NIAT IBU HAMIL
kat_kerjabaru * katagori_niat Crosstabulation
katagori_niat
tidak niat
kat_k tidak bekerja
erjab
Count
% within kat_kerjabaru
niat
Total
29
30
59
49.2%
50.8%
100.0%
9
8
17
52.9%
47.1%
100.0%
38
38
76
50.0%
50.0%
100.0%
aru
bekerja
Count
% within kat_kerjabaru
Total
Count
% within kat_kerjabaru
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
sided)
sided)
df
a
1
.783
.000
1
1.000
.076
1
.783
.076
Square
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact
1.000
Test
Linear-by-Linear
.075
Association
N of Valid Cases
Exact Sig. (1-sided)
b
1
.500
.785
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,50.
b. Computed only for a 2x2
table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for
kat_kerjabaru
(tidak bekerja /
.859
.292
2.532
.928
.553
1.558
1.081
.615
1.898
bekerja)
For cohort
katagori_niat =
tidak niat
For cohort
katagori_niat =
niat
N of Valid Cases
76
4. PENGETAHUAN DENGAN NIAT IBU HAMIL
katagori_tahu * katagori_niat Crosstabulation
katagori_niat
tidak niat
katag kurang baik
ori_ta
Count
% within katagori_tahu
Niat
Total
38
32
70
54.3%
45.7%
100.0%
0
6
6
.0%
100.0%
100.0%
38
38
76
50.0%
50.0%
100.0%
hu
baik
Count
% within katagori_tahu
Total
Count
% within katagori_tahu
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-
Continuity
b
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
sided)
sided)
a
1
.011
4.524
1
.033
8.833
1
.003
6.514
Square
Correction
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact
.025
Test
Linear-by-Linear
6.429
Association
N of Valid Cases
Exact Sig. (1-sided)
b
1
.011
76
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00.
b. Computed only for a 2x2
table
.013
katagori_sikap * katagori_niat Crosstabulation
katagori_niat
tidak niat
katagori negatif
_sikap
Count
% within katagori_sikap
positif
Count
% within katagori_sikap
Total
Count
% within katagori_sikap
niat
Total
18
7
25
72.0%
28.0%
100.0%
20
31
51
39.2%
60.8%
100.0%
38
38
76
50.0%
50.0%
100.0%
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
For cohort
katagori_niat =
.457
.354
.590
niat
N of Valid Cases
76
5. SIKAP DENGAN NIAT IBU HAMIL
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
sided)
sided)
7.213a
1
.007
5.961
1
.015
7.401
1
.007
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Casesb
Exact Sig. (1-sided)
.014
7.118
1
.008
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,50.
b. Computed only for a 2x2 table
.007
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for
katagori_sikap
3.986
1.411
11.258
1.836
1.206
2.795
.461
.237
.897
(negatif / positif)
For cohort
katagori_niat = tidak
niat
For cohort
katagori_niat = niat
N of Valid Cases
76
6. NORMA SUBYEKTIF DENGAN NIAT IBU HAMIL
Chi-Square Tests
Value
Pearson ChiSquare
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
sided)
sided)
5.278a
1
.022
4.275
1
.039
5.341
1
.021
Fisher's Exact
.038
Test
Linear-by-Linear
5.208
Association
N of Valid Cases
Exact Sig. (1-sided)
b
1
.022
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,00.
b. Computed only for a 2x2
table
.019
katagori_norma * katagori_niat Crosstabulation
katagori_niat
tidak niat
katagori lemah
_norma
Count
% within katagori_norma
kuat
Count
% within katagori_norma
Total
Count
% within katagori_norma
niat
Total
23
13
36
63.9%
36.1%
100.0%
15
25
40
37.5%
62.5%
100.0%
38
38
76
50.0%
50.0%
100.0%
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for
katagori_norma
2.949
1.159
7.503
1.704
1.065
2.724
.578
.352
.949
(lemah / kuat)
For cohort
katagori_niat =
tidak niat
For cohort
katagori_niat =
niat
N of Valid Cases
76
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
sided)
sided)
df
13.818a
1
.000
12.145
1
.000
14.326
1
.000
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
Exact Sig. (1-sided)
.000
13.636
N of Valid Casesb
1
.000
.000
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,00.
b. Computed only for a 2x2 table
7. PERSEPSI KONTROL DIRI DENGAN NIAT IBU HAMIL
katagori_persepsi * katagori_niat Crosstabulation
katagori_niat
tidak niat
katagori_persepsi
lemah
Count
% within katagori_persepsi
tinggi
Count
% within katagori_persepsi
Total
Count
% within katagori_persepsi
niat
Total
24
8
32
75.0%
25.0%
100.0%
14
30
44
31.8%
68.2%
100.0%
38
38
76
50.0%
50.0%
100.0%
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for
katagori_persepsi
6.429
2.316
17.848
2.357
1.464
3.796
.367
.195
.691
(lemah / tinggi)
For cohort
katagori_niat = tidak
niat
For cohort
katagori_niat = niat
N of Valid Cases
76
Download