bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut definisi World Bank [1], terdapat tiga poin pokok dalam
pengertian
e-government.
Pertama,
dalam
e-government,
pemerintah
memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang merupakan
teknologi baru yang berkembang sangat pesat dalam 50 tahun terakhir. Kedua,
TIK digunakan untuk mengubah hubungan antara pemerintah dengan masyarakat,
pemerintah dengan swasta dan hubungan antara lembaga pemerintah. Ketiga,
tujuan penggunaan TIK adalah untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat
dan pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas serta meningkatkan efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan. Dari definisi tersebut, dampak implementasi egovernment yang tepat dapat memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat di suatu
negara secara signifikan, termasuk di Indonesia.
Penerapan e-government di Indonesia dimulai sejak dikeluarkannya
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan
Strategi Nasional Pengembangan E-Government. Menurut informasi dari IDNIC
[2], pada akhir tahun 2002 setidaknya terdapat 321 website milik pemerintah pada
saat itu.
Hingga tahun 2011 menurut data Kementerian Komunikasi dan
Informatika [3] sudah terdapat 2.487 website institusi pemerintahan yang
menggunakan domain go.id. Adanya Instruksi Presiden tersebut telah membuat
pemerintah baik pusat maupun daerah seakan berlomba-lomba menyediakan
anggaran untuk mengimplementasikan e-government.
Dari data Kementerian Keuangan [4], diketahui bahwa sejak tahun 2006
hingga tahun 2012 Pemerintah telah mengalokasikan anggaran dalam bidang TIK
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp. 4.670,5
milyar. Diperkirakan anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk pengembangan
e-government jauh lebih besar, karena dana sebesar Rp. 4.670,5 milyar tersebut
tidak termasuk anggaran yang dikeluarkan pemerintah daerah melalui Anggaran
1
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan tidak termasuk pula anggaran yang
dikeluarkan sejak tahun 2003 hingga 2006. Anggaran yang dikeluarkan
pemerintah dalam bidang TIK ini dapat pula dikatakan suatu bentuk investasi.
Layaknya dalam dunia bisnis, setiap bentuk investasi harus menghasilkan
keuntungan atau manfaat yang sebanding dengan nilai investasi yang diberikan.
Pemerintah
harus
dapat
mempertanggunjawabkan
setiap investasi
yang
dikeluarkan, termasuk investasi di bidang TIK. Investasi TIK tidak hanya meliputi
pembelian peralatan, tetapi termasuk juga dengan perancangan sistem informasi
untuk pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan. Usaha untuk
memperkirakan seberapa besar manfaat dari nilai investasi TIK penting untuk
dilakukan, dalam konteks seberapa jauh investasi tersebut mempengaruhi atau
mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan memberikan nilai tambah bagi
layanan publik, sehingga pemerintah dapat menyimpulkan bahwa investasi atau
anggaran TIK yang dikeluarkan tidak sia-sia [5].
Namun demikian, evaluasi investasi TIK bukanlah hal yang mudah.
Menurut suatu hasil survey [6] menunjukkan 51% perusahaan tidak pernah
melakukan evaluasi investasi TIK bahkan 68% perusahaan tidak membandingkan
manfaat yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Sehingga wajar apabila
hingga saat ini pemerintah masih mengalami kesulitan untuk membuktikan atau
memperlihatkan bahwa anggaran sebesar itu benar-benar tidak percuma atau
secara nyata terlihat adanya peningkatan manfaat yang signifikan. Sesuai dengan
definisi World Bank diatas, terlihat bahwa manfaat dari penerapan e-government
merupakan variabel yang sulit dilihat dan diukur (intangible) [7]. Sehingga sulit
mencari rumusan yang merepresantasikan manfaat yang diberikan oleh penerapan
e-government terhadap anggaran yang dialokasikannya.
Kesulitan untuk mengukur manfaat penerapan e-government ini membuat
pemerintah sulit membuat prioritas program kerja dalam bidang TIK [5].
Sehingga kadang kala program kerja TIK terlihat bersifat sporadis, seakan tidak
memiliki arah yang jelas karena program kerja TIK yang tidak penting justru
dikerjakan terlebih dahulu. Hal tersebut terjadi karena sebelum membuat program
2
kerja TIK pemerintah tidak melakukan kajian manfaat terlebih dahulu, sekedar
ada anggaran untuk bidang TIK kemudian dibuatkan program kerja yang
berkaitan dengan TIK.
Selain itu pula, kesulitan ini juga membuat penerapan e-government
seperti fenomena gunung es [8], dimana hanya sebagian kecil saja manfaat yang
terlihat secara kasat mata padahal sebenarnya masih banyak manfaat yang belum
tergali. Sehingga program dalam bidang TIK sering kali dianggap sebagai cost
center, yang menghabiskan anggaran yang besar tanpa diikuti manfaat yang
signifikan. Anggapan seperti ini membuat program kerja TIK mendapatkan porsi
anggaran yang relatif kecil apabila dibandingkan dengan anggaran untuk
pendidikan, kesehatan, perdagangan dan sebagainya. Padahal menurut kajian [9]
yang dilakukan di 120 negara antara tahun 1980 dan 2006 dengan metode analisis
econometric TIK dapat mendorong pertumbuhan ekonomi (Gambar 1.1). Apabila
pemerintah dapat menggali manfaat TIK dan memperlihatkannya secara lebih
nyata, maka pemerintah bisa memperoleh porsi anggaran dalam bidang TIK yang
lebih besar dan laju pertumbuhan ekonomi dapat berlari lebih cepat.
Gambar 1.1. Hubungan dampak pembangunan TIK
dengan pertumbuhan ekonomi [9]
Akan tetapi dalam beberapa tahun terakhir, telah dilakukan survei oleh
ITGI (Information Technology Governance Institute) yang menunjukkan bahwa
perusahaan yang mengalami kerugian akibat penerapan investasi TIK pada skala
3
besar sebanyak 20% hingga 70%, sedangkan sisanya kurang dari 8% yang
berhasil mendapatkan manfaat dan nilai dari investasi TIK tersebut [10]. The
Standish Group International juga telah melakukan survei yang menunjukkan
pada tahun 2004-2012 sebanyak 18% hingga 24% proyek TIK mengalami
kegagalan
[11]. Sehingga penting sekali bagi pemerintah untuk melakukan
analisis manfaat investasi TIK sebelum proyek TIK tersebut dilaksanakan agar
investasi TIK yang diberikan oleh pemerintah tidak mengalami kerugian dan
dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu diperlukan metode untuk melakukan analisis manfaat
investasi
TIK
bagi
instansi
pemerintah.
Rumusan
ini
harus
dapat
memperhitungkan manfaat yang sulit dilihat dan diukur (intangible) pada
penerapan e-government dalam suatu instansi pemerintah. Dan yang paling
penting rumusan ini dapat merepresentasikan rasio manfaat yang diberikan oleh
penerapan e-government terhadap anggaran yang dialokasikannya. Sehingga
pemerintah dapat membuat prioritas program dalam bidang TIK berdasarkan
manfaat yang akan diberikannya. Selain itu pula pemerintah dapat memiliki posisi
daya tawar yang tinggi dalam hal pengajuan anggaran di bidang TIK.
Balai Standardisasi Metrologi Legal (BSML) Regional II merupakan salah
satu Unit Pelaksana Teknik (UPT) di Kementerian Perdagangan yang baru
didirikan setelah adanya otonomi daerah yang bertujuan mendukung percepatan
perkembangan sistem metrologi legal di wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
BSML Regional II memiliki wilayah kerja yang cukup luas yang mencakup 9
propinsi dan 160 kabupaten/kota, sehingga diperlukan sistem informasi yang
handal untuk mendukung kenerja BSML Regional II. Saat ini terdapat tiga
aplikasi yang akan diterapkan di BSML Regional II, yaitu Sistem Informasi
Pelayanan Kemetrologian (SIPEK), Sistem Monitoring Tera/Tera Ulang UTTP
(SIMTU) dan Sistem Database UPTD Metrologi Legal (SIDAMEL).
Evaluasi investasi TIK sangat penting untuk dilakukan pada BSML
Regional II untuk mengetahui seberapa jauh manfaat yang dapat diberikan.
Manfaat yang terukur dari evaluasi investasi TIK dapat digunakan sebagai data
4
dukung
untuk
meyakinkan
ketersediaan
anggaran
dalam
melakukan
pengembangan sistem informasi. Evaluasi investasi TIK juga dapat memberikan
urutan prioritas sistem informasi yang akan diterapkan terlebih dahulu. Sehingga
penerapan TIK di BSML Regional II dapat berjalan dengan efektif dan terarah
dengan baik.
1.2
Perumusan masalah
Hingga saat ini BSML Regional II belum melakukan analisis manfaat dari
suatu investasi TIK yang meliputi manfaat dari aspek finansial maupun nonfinansial. Keadaan ini menyebabkan BSML Regional II sulit untuk memperoleh
ketersediaan anggaran dalam pengembangan sistem informasi dan menentukan
prioritas program dalam bidang TIK. Oleh karena itu, penelitian ini akan
melakukan evaluasi investasi TIK di BSML Regional II dengan menggunakan
metode Information Economics untuk mengetahui kelayakan investasi TIK yang
akan dilakukan oleh Balai Standardisasi Metrologi Legal Regional II dan urutan
prioritas penerapannya.
1.3
Keaslian penelitian
Penelitian dengan tema analisis investasi TIK telah banyak dilakukan.
Pada tahun 2009 telah dilakukan penelitian [12] untuk melakukan analisis dan
strategi penentuan prioritas investasi TIK di BKD Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Analisis
menggunakan
metode
Strategic
Distincion
Model
memposisikan pengembangan TIK berdasarkan skala prioritas dan keterbatasan
sumber daya yang dimiliki. Data diperoleh dengan menggunakan 30 orang sampel
yang terdiri dari 10 orang mewakili konstituen pimpinan, 10 orang mewakili
pengelola TI dan 10 orang pengguna (user). Kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian tersebut adalah pemanfaatan TIK di BKD Propinsi DIY telah
memenuhi harapan dan membuat urutan prioritas investasi TIK di BKD Propinsi
DIY.
Penelitian dengan tema analisis investasi TIK juga telah dilakukan pada
PT. Simplimobile Indonesia. Metode yang digunakan adalah Economic Value
5
Added yaitu dengan melakukan pengurangan keuntungan yang diperoleh dengan
biaya yang dikeluarkan untuk melakukan investasi TIK. Dari hasil kajian investasi
TIK di PT. Simplimobile Indonesia, diperoleh nilai Economic Value Added yang
positif sehingga investasi TIK layak untuk dijalankan [13].
Pada penelitian [14] telah dilakukan analisis kelayakan investasi aplikasi
sistem informasi finansial menggunakan metode Information Economics pada CV.
Rinjani Agro Sentosa. Dari hasil pembahasan, diperoleh kesimpulan aplikasi
sistem informasi finansial memperoleh nilai sebesar 14,56 dari nilai minimal -50
dan nilai maksimal 100. Nilai akhir ini menandakan kelayakan investasi aplikasi
sistem informasi finansial di CV. Rinjani Agro Sentosa perlu ditinjau ulang.
Penelitian yang serupa dengan [14] juga telah dilakukan penelitian [15]
pada PT. Indo Sumber Kencana. Penelitian [15] menggunakan metode
Information Economics untuk menganalisis investasi pengembangan teknologi
jaringan yakni penggunaan WAN dan WLAN. Dari hasil perhitungan diperoleh
nilai Information Economics untuk WAN sebesar 29 dari nilai minimal -23 dan
nilai maksimal 52 serta untuk WLAN diperoleh nilai sebesar 27 dari nilai minimal
-23 dan nilai maksimal 50. Dari nilai tersebut diperoleh kesimpulan investasi
penggembangan teknologi jaringan di PT. Indo Sumber Kencara layak dijalankan
dengan prioritas WAN terlebih dahulu atas WLAN.
Metode Information Economics juga telah digunakan dalam melakukan
analisis investasi TIK di instansi pemerintahan. Penelitian
[16] menganalisis
penerapan Sistem Informasi Manajeman Bina Marga (SIMBM) yaitu aplikasi
untuk melakukan monitoring pelaksanaan proyek pembangunan pada Direktorat
Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum. Pada penelitian ini diperoleh
kesimpulan pengembangan SIMBM bermanfaat untuk menunjang kinerja
Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yang sama dengan penelitian yang
telah dilakukan oleh [16], yakni penggunaan metode Information Economics
untuk melakukan analisis investasi TIK di instansi pemerintah. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian [16] adalah objek penelitian. Penelitian [16]
6
hanya melakukan analisis terhadap satu sistem informasi dan kelayakan
manfaatnya, sedangkan penelitian ini melakukan analisis terhadap tiga sistem
informasi yang akan diterapkan pada BSML Regional II, mengkuantifikasi
manfaatnya secara lebih terukur dan membuat urutan prioritas penerapannya.
Pembuatan prioritas penerapan TIK dalam penelitian seperti pembuatan urutan
proiritas yang dilakukan oleh penelitian [15]. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian [15] pada objek penelitian, penelitian [15] dilakukan pada perusahaan
swasta sedangkan penelitian ini fokus pada instansi pemerintah. Analisis manfaat
dan prioritas investasi TIK pada instansi pemerintah juga dilakukan pada
penelitian [12]. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian [12] terletak pada
penggunaan metode, penelitian ini menggunakan metode information economics
sedangkan penelitian 12] menggunakan metode Strategic Distincion Model.
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kelayakan investasi TIK berupa
tiga aplikasi yang akan diterapkan di BSML Regional II, yaitu Sistem Informasi
Pelayanan Kemetrologian (SIPEK), Sistem Monitoring Tera/Tera Ulang UTTP
(SIMTU) dan Sistem Database UPTD Metrologi Legal (SIDAMEL) beserta
urutan prioritas penerapannya.
1.5
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:
1.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran seberapa jauh
kelayakan investasi TIK yang akan dilakukan oleh BSML Regional II.
2.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pedoman bagi BSML
Regional II dalam membuat prioritas penerapan TIK.
3.
Nilai kelayakan yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan pimpinan BSML Regional II dalam
mengajukan anggaran untuk mengimplementasikan sistem informasi di
BSML Regional II
7
Download