IMPLIKASI PERKEMBANGAN HUKUM JAMINAN TERHADAP URGENSI PEMBAHARUAN HUKUM BENDA DI INDONESIA* Oleh : Lastuti Abubakar I. Pendahuluan Berlakunya Undang-Undang No : 9 Tahun 2011 tentang Perubahan UndangUndang No : 9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang ( UU SRG) yang di dalamnya mengatur Jaminan Resi Gudang sebagai pranata jaminan kebendaan baru, dan PP No 78 Tahun 2010 Tentang Penjaminan Infrakstruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur1 yang memunculkan PT Perjaminan Infrastruktur sebagai penjamin dalam kerangka Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 2, serta berkembangnya objek dan lembaga penjaminan dalam aktivitas ekonomi, telah mengubah peta hukum jaminan di Indonesia. Dapat dikatakan, hukum jaminan Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik kelembagaan, subjek maupun objek jaminan. Undang-undang SRG misalnya, secara tegas menyebutkan bahwa Jaminan Resi Gudang merupakan lembaga jaminan kebendaan baru, sejajar dengan jaminanjaminan kebendaan yang sudah ada seperti Hak Tanggungan, Hipotik, Gadai dan Fidusia.3 Hal ini menimbulkan perbedaan pendapat mengenai kedudukan jaminan resi gudang sebagai jaminan kebendaan baru mengingat bahwa UU SRG tidak mengatur tentang jaminan, namun mengatur Sistem Resi Gudang , yang didalamnya mengatur Resi Gudang sebagai objek jaminan, sebagai bagian dari sistem resi gudang. Selain itu, munculnya berbagai lembaga Penjaminan dalam aktivitas ekonomi seperti PT Penjamin Infrastruktur,Lembaga Penjamin Simpanan dan Penjamin Kredit di Perbankan, Lembaga Kliring dan Penjaminan baik di Pasar Modal maupun Bursa Berjangka turut mewarnai perkembangan hukum Jaminan di Indonesia, khususnya perkembangan jaminan perorangan atau penanggungan *Tulisan ini dimuat dalam buku Mieke Komar Kantaatmadja, Perkembangan Hukum Di Indonesia; Tinjauan Retrospeksi dan Prospektif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2012 1 Berdasarkan PP No : 35 Tahun 2009 Tentang Penyertaan Modal Negara RI untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur. Pembentukan PT Penjaminan Infrastruktur ini tidak dapat dipisahkan dari PP No : 13 tahun 2010 tentang Perubahan PP No : 67 tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Selanjutnya PT Penjaminan Infrastruktur ini 2 Lihat Peraturan pemerintah No : 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. 3 Penamaan Undang-undang No : 9 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang-undang No : 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang (UU SRG) menjadi salah satu alasan bahwa jaminan Resi Gudang bukanlah jaminan kebendaan baru, mengingat UU SRG tidak ditujukan untuk mengatur secara khusus jaminan SRG, melainkan mengatur tentang sistem resi gudang. sebagaimana diatur dalam Pasal 1820- Pasal 1850 KUHPerdata4 . Terdapat anggapan bahwa eksistensi lembaga penjamin tersebut bukanlah pengembangan dari penanggungan sebagaimana halnya corporate guarantee atau bank guarantee. Penulis dapat memahami perbedaan pendapat tersebut mengingat perkembangan jaminan dalam praktik tidak diikuti oleh pembaruan hukum jaminan, khususnya hukum perdata sebagai aturan umum (lex generalis), sehingga menimbulkan keraguan terhadap eksistensi pranata jaminan dan lembaga tersebut. Hal ini tentu berdampak terhadap jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi para kreditor. Jaminan kepastian hukum bagi kreditor ini menjadi urgen mengingat jaminan berfungsi untuk memberikan kepastian hukum bagi kreditor (pihak yang berpiutang) bahwa debitor ( pemilik utang) akan melaksanakan kewajibannya atau membayar utang-utangnya5. Oleh karena itu, keberadaan jaminan dalam hubungan hukum timbal balik , khususnya dalam transaksi bisnis hampir dapat dipastikan, selalu diperjanjikan oleh para pihak . Eksistensi dan fungsi jaminan ini sangat mudah diidentifikasi dalam aktivitas bisnis khususnya dalam kredit perbankan dan pembiayaan, transaksi perdagangan dan kontrak-kontrak bisnis lainnya dengan membuat perjanjian jaminan atau guarantee agreemeent.6 Hukum membedakan jaminan menjadi jaminan umum dan jaminan khusus. Dimaksudkan dengan jaqminan umum adalah jaminan yang diberikan oleh undangundang dan jaminan khusus adalah jaminan yang diperjanjikan oleh para pihak dan dituangkan dalam perjanjian jaminan 7. Dalam praktik, jaminan kebendaan lebih disukai oleh para kreditor mengingat tersedianya benda tertentu yang disendirikan guna menjamin pelunasan utang debitor. Sifat kebendaan yang melekat pada jaminan kebendaan memberikan kedudukan yang kuat bagi kreditor, yakni kekuasaan langsung terhadap benda jaminan dan hak tersebut dapat dipertahankan 4 Penanggungan atau borgtoch adalah jenis perjanjian bernama yang diatur dalam Buku III KUHPerdata, yang pada prinsipnya perjanjian antara penanggung dengan kreditor, yang objeknya adalah kesanggupan pihak penanggung untuk menjamin dalam hal debitor tidak sanggup membayar atau wanprestasi, maka penanggung akan membayar melakukan prestasi debitor. 5 Berdasarkan terminology hukum, utang diartikan sebagai kewajiban (prestasi) debitor baik yang timbul dari perjanjian maupun undang-undang. Secara tegas pengertian utang dalam arti luas tersebut dapat dilihat dalam Undang-undang No : 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 6 Wijmeersh. E.O, Bank Guarantees on First Demand Under Belgian Law dalam Hague- Zagreb Essays 6 on The Law of International Trade- Credit And Guarantee Financing Transfer of Technology, TMC Asser InstitutMartinus Nijhoff Publishers, Netherlands, 1987, hlm. 92. 7 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia –Pokok Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1980,hlm.44. lihat pula Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Jaminan, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2008, hlm. 77, yang membedakan jaminan dari terhadap siapapun.8 Dalam hal debitor tidak melaksanakan kewajiban baik yang timbul dari perjanjian maupun perbuatan melawan hukum, maka kreditor dapat mengeksekusi sesuai ketentuan yang berlaku dan mengambil pelunasan dari objek jaminan tersebut. Sejalan dengan perkembangan aktivitas bisnis, kebutuhan terhadap kepastian dan perlindungan hukum dalam bertransaksi semakin menguat. Para pengelola dana seperti perbankan dan lembaga pembiayaan atau pemilik dana (investor) yang ingin berinvestasi senantiasa berharap bahwa dana yang dikucurkan dan return yang diharapkan dijamin kepastiannya akan diterima. Khusus bagi dunia perbankan dan lembaga pembiayaan, fungsi intermediary mengharuskan mereka menyalurkan kredit/pembiayaan sebanyak-banyak nya tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian (prudential banking principle). Salah satu wujud kepatuhan terhadap prinsip tersebut, sebelum memberikan kredit/pembiayaan, diperlukan analisa9 terhadap beberapa faktor, antara lain ketersediaan collateral atau jaminan. Saat ini perbankan/lembaga pembiayaan berpeluang menyalurkan dana bagi para pelaku agribisnis dengan jaminan resi gudang. Undang undang Resi Gudang mengatur perihal hak kreditor dan mekanisme eksekusi jaminan Resi Gudang dalam hal debitor wanprestasi. Namun di sisi lain , masih banyak anggapan bahwa jaminan resi gudang bukan merupakan jaminan baru , melainkan jaminan kebendaan yang objeknya adalah surat berharga Resi Gudang, sehingga cukup menggunakan gadai10 atau fidusia 11 , mengingat ke 2 pranata jaminan tersebut memberikan kemungkinan bagi surat berharga, termasuk Resi Gudang untuk menjadi objek jaminan. Sejalan dengan perkembangan jenis jaminan kebendaan dengan munculnya jaminan Resi Gudang, muncul pertanyaan lainnya, apakah lembaga-lembaga penjaminan, khususnya lembaga penjaminan infrastruktur yang dibentuk oleh pemerintah untuk menjamin para investor dapat dikatagorikan sebagai pengembangan dari jaminan 8 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1974, hlm. 96. Lihat pula Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm . 236. 9 Dalam praktik pemberian kredit/pembiayaan perbankan, analisa dalam pemberian kredit diatur dalam Pasal 8 dan penjelasan Pasal 8 UU Perbankan ( UU no : 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan UU no : 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan), yang mengatur bahwa dalam hal debitor beriktikad baik dan mempunyai kemampuan membayar Bank dapat memberikan kredit. Selain itu, Bank wajib melakukan analisa terhadap character, capital, capacity, collateral dan condition of economic ( the 5 C’s analysis of credit) 10 Gadai adalah jaminan kebendaan yang objeknya berupa benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud. Berdasarkan Pasal 1152 KUHPerdata, benda bergerak tidak beruwjud meliputi juga surat berharga. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 1152 KIUHperdata, Benda jaminan gadai harus selalu berada dalam penguasaan kreditor. 11 Berdasarkan Pasal 1 sub 1 UU No : 42 tahun 1999 tentang Fidusia, berbeda dengan syarat sahnya gadai, dapat disimpulkan bahwa objek jaminan fidusia tetap dalam penguasaan debitor. Selanjutnya Pasal 1 sub 2 UU Fidusia mencakup juga surat perorangan seperti halnya corporate guarantee atau bank guarantee? Ke dua permasalahan tersebut menarik untuk dicermati dari sudut pandang hukum, khususnya kesiapan hukum dalam mengantisipasi perkembangan hukum jaminan dalam praktik. II. PENGATURAN HUKUM JAMINAN DI INDONESIA Hukum jaminan merupakan bagian dari hukum perdata, khususnya bagian dari hukum benda dan hukum perikatan sebagaimana diatur dalam buku II dan buku III KUHPerdata. Berbeda dengan terbuka Buku III KUHPerdata yang menganut sistem 12 , maka buku II KUHPerdata menganut sistem tertutup 13 . Hal ini berarti tidak diperkenankan menciptakan hak kebendaan baru selain yang sudah diatur dalam KUHPerdata, termasuk hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan, kecuali berdasarkan undang-undang. Pitlo dan Hofmann sepakat bahwa selain yang disebutkan oleh Undang-undang, tidak ada hak kebendaan lain.14 Berdasarkan pendapat tersebut maka pengaturan hukum jaminan di Indonesia harus diwadahi oleh Undang-undang. Dalam perkembangannya pengaturan hukum jaminan kebendaan di luar KUHPerdata dapat ditemukan dalam bentuk Undang-undang yang mengatur jaminan kebendaan selain Gadai dan Hipotik, yakni UU Hak Tanggungan 15 , UU Fidusia16 dan UU Sistem Resi Gudang. Saat ini pengaturan hukum jaminan di Indonesia tersebar dalam beberapa aturan. Jaminan umum diatur dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata, sedangkan jaminan khusus berupa jaminan perorangan diatur Buku III KUHPerdata tentang perjanjian penanggungan( borgtoch). Jenis jaminan perorangan ini bahkan sudah dikenal sebelum abad modern dalam lapangan hukum keluarga ketika seorang istri menjamin utang suami, dan dituangkan dalam contract of guarantee.17 dan dalam perkembangannya diperjanjikan oleh para pihak sesuai kebutuhan. Dalam praktik, 12 Sistem terbuka buku II KUHPerdata mengacu pada asas kebebasan berkontrak yang di atur dalam Pasal 1338 ayat (1) dan Pasal 1319 KUHPerdata, yang memberikan kebebasan bagi para pihak untuk membuat perjanjianperjanjian di luar KUHPerdata, sepanjang memenuhi syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata. Di samping itu, seluruh ketentuan dalam buku III KUHPerdata berlaku untuk perjanjian-perjanjian yang di buat para pihak . Dalam literatur perjanjian yang demikian disebut perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenskomsten). Lihat Riduan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 212. 13 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, cet. VI, 1979, hlm . 13 14 J. Satrio, Hukum jaminan- Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 7 Undang-Undang Nomor : 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah. 16 Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia. 17 James O Donovan & john Phillips, The Modern Contract of Guarantee, The Law Book Company Limited, Sidney, 1985, hlm.14. 15 jaminan perorangan berkembang dengan digunakannya corporate guarantee dan bank guarantee yang dituangkan dalam perjanjian jaminan. Perkembangan jaminan perorangan dalam bentuk corporate guarantee di Indonesia dipertegas dengan hadirnya PT Penjaminan Infrastruktur yang sengaja dibentuk untuk memberikan jaminan kepastian investasi bagi para investor yang berinvestasi di Indonesia. Pasal 1 Angka 1 PP No : 78 Tahun 2010 secara tegas mengatur bahwa penjaminan infrastruktur adalah pemberian jaminan atas kewajiban finasial penaggung jawab Proyek Kerjasama yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian jaminan. Hal ini berarti PT Penjaminan akan bertindak sebagai penanggung (borg). Hal ini berarti, hukum jaminan perorangan di Indonesia bertransformasi menjadi corporate guarantee. Selanjutnya, jaminan kebendaan berupa hipotik dan gadai di atur dalam buku II KUHPerdata. Berlakunya Undang-undang No : 4 Tahun 1996 Tentang Hak tanggungan atas Tanah dan Benda-benda yang Terkait dengan Tanah, mencabut ketentuan dalam Buku II Tentang Hipotik atas benda tidak bergerak tanah dan bangunan di atas tanah. Dengan demikian, hipotik hanya mengatur jaminan yang objeknya benda tidak bergerak selain tanah .Lebih lanjut, berlakunya Undangundang No : 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia, menyudahi kontroversi praktik Fiduciaire Eigendom Overdracht, yang selama ini dilakukan berdasarkan kebutuhan praktik. Semula jaminan Fidusia pun dipertanyakan eksistensinya sebagai jaminan kebendaan mengingat jaminan Fidusia tidak diwadahi oleh Undang-undang. Dengan demikian, saat ini pengaturan hukum jaminan kebendaan di Indonesia bertambah dengan hadirnya jaminan Resi Gudang. III. PERKEMBANGAN HUKUM JAMINAN DI INDONESIA Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, perkembangan hukum jaminan di Indonesia ditandai dengan munculnya jaminan kebendaan Resi Gudang, dan semakin banyak digunakannya mekanisme perjanjian penanggungan dalam bentuk corporate guarantee dalam berbagai aktivitas bisnis. Selain perkembangan pranata jaminan kebendaan dan perorangan, dalam praktik banyak ditemukan perkembanga n objek jaminan kebendaan. Sebagai contoh hak manfaat atas suatu benda 18 , hak 19 sewa atau hak pakai atas benda, piutang yang akan ada , efek berbentuk opsi atau 18 Lihat UU No : 19 Tahun 2008 Tentang SUrat Berharga Syariah Negara. Dalam praktik penerbitan SBSN atau sukuk berbasis akad ijarah, maka asset yang dialihkan dari penerbit kepada investor adalah hak manfaat atas asset. 19 Piutang merupakan hak yang bersifat relative (persoonlijk), sehingga tdak memiliki sifat absolute dan tidak dapat dipertahankan kepada siapapun kecuali pihak yang terikat dalam perjanjian. kontrak berjangka , saham PT yang tidak dicetak 20 , bahkan Surat Keputusan Pengangkatan sebagai anggota DPR. Sangat menarik mencermati perkembangan objek jaminan dalam praktik saat ini, mengingat objek-objek tersebut secara yuridis tidak diakomodasikan dalam sistem hukum benda di Indonesia. Dengan demikian, perkembangan hukum jaminan di Indonesia secara garis besar dapat dipetakan sebagai berikut : a. PT Penjamin Infrastruktur sebagai salah bentuk perkembangan penanggung dalam jaminan perorangan Jaminan perorangan yang diatur dalam Pasal 1820 – Pasal 1850 KUHPerdata , dalam praktik mengalami perkembangan dengan hadirnya jaminan perusahaan corporate guarantee) dan jaminan Bank (Bank Guarantee). Ke dua bentuk jaminan perorangan ini dalam praktik didasarkan pada perjanjian para pihak. Khusus untuk bank guarantee selain tunduk pada pihak,KUHPerdata, juga tunduk pada ketentuan Perbankan perjanjian 21 para . Sementara itu, terhadap corporate guarantee berlaku perjanjian para pihak, KUHPerdata dan asas-asas dalam hukum korporasi .22 Berlakunya UU No : 78 Tahun 2010 Tentang Penjaminan Infrastruktur melahirkan lembaga jaminan perorangan berbentuk corporate guarantee yakni PT Penjamin Infrastruktur sebagai badan usaha yang diberi tugas khusus untuk melaksanakan penjaminan infrastruktur . Penulis berpendapat dan menyimpulkan dari regulasi yang terkait dengan eksistensi lembaga penjaminan ini , bahwa PT Penjamin Infrastruktur merupakan perkembangan dari jaminan perorangan dan karenanya dapat mengacu pada Buku III Tentang Perjanjian penanggungan sebagai lex generalis. Pendapat ini didasarkan pada beberapa hal : 1. Mekanisme penjaminan ini dituangkan dalam kesepakatan tertulis yang memuat hak dan kewajiban antara penjamin dan penerima jaminan dalam rangka penjaminan infrastruktur. Secara khusus, PT Penjamin Infrastruktur ditujukan untuk memberikan kepastian hukum bagi para investor dalam 20 Dimaksudkan dengan saham PT dalam tulisan ini bukan saham yang diperdagangkan di pasar modal yang menganutscripless trading system 21 Lihat Surat Keputusan direksi Direksi Bank Indonesia tertanggal 18 Maret 1992 Tentang Pemberian Garansi Bank dan Surat Edaran Bank Indonesia No : 3/7/UKU tertanggal 18 Maret 1991 Tentang Pemberian Bank Garansi oleh Bank. 22 Pengertian korporasi di Indonesia ditafsirkan secara luas yakni mencakup kelompok terstruktur yang terdiri dari 3 orang atau lebih , yang eksistensinya untuk waktu tertentu, dan bertindak dengan tujuan melakukan satu atau lebih tindak pidana yang diatur daalm undang-undang ini dengan tujuan memperoleh keuntungan finasial atau non financial baik secara langsung maupun tidak langsung. Lihat Pasal 6 UU Tindak Pidana Pencucian Uang. kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam pembangunan infrastruktur terkait dengan perluasan dan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia. Hal ini sejalan dengan Fungsi penjaminan secara umum. 2. PT Penjamin Infrastruktur sebagai penjamin mempunyai hak regres, yaitu hak untuk menagih debitur (dalam hal ini penanggung jawab proyek Kerjasama) atas apa yang telah dibayarkannya kepada penerima jaminan dalam rangka memenuhi kewajiban financial penanggung jawab proyek kerjasama dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang yang dibayarkan tersebut (time value of money).23 Hak regres atau subrogasi ini menjadi ciri yang melekat dalam jaminan perorangan. Ke dua hal tersebut di atas memenuhi syarat untuk dibuatnya perjanjian penanggungan sebagaimana di atur dalam Pasal 1820 KUHPerdata Tentang perjanjian penanggungan (borgtocht), dan secara teori dapat digolongkan sebagai Jaminan Perusahaan (corporate guarantee). Dalam praktik bisnis, selain PT Penjamin Infrastruktur, masih banyak lagi kehadiran pranata jaminan perusahaan yang digunakan. Adakalanya perkembangan bentuk jaminan perorangan ini diikuti dengan memasukkan unsure lainnya, seperti mekanisme asuransi.24 b. Perkembangan pranata jaminan kebendaan Resi Gudang. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa pengaturan jaminan Resi Gudang dalam UU SRG berlebihan, dengan pemikiran bahwa masih dapat digunakan jaminan yang sudah ada yakni Gadai atau Fidusia. Penulis sependapat bahwa sepanjang dapat dimasukkan dalam katagori Gadai atau Fidusia, sebaiknya tidak dibuat jaminan kebendaan baru. Oleh karena itu, sebelum memutuskan apakah Jaminan Resi Gudang dapat diakui sebegai jaminan kebendaan baru ada baiknya dilihat perbedaan antara jaminan Resi Gudang dengan Gadai dan Fidusia. Apakah memang jaminan Resi Gudang memenuhi criteria salah satu pranata jaminan tersebut. Berikut beberapa perbedaan antara jaminan Resi Gudang dengan Gadai dan Fidusia : 23 Lihat Pasal Pasal 1 Angka 20 Peraturan Presiden No : 78 tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha. 24 Lihat pula UU No :T entang Lembaga Penjamin Simpanan yang mengatur kedudukan Lembaga Penjamin Simpanan dalam aktivitas perbankan, yang berfungsi sebagai lembaga yang menjamin simpanan nasabah selaku kreditur Bank. Lihat Pula UU No : 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, yang mengatur kedudukan Lembaga Kliring dan Penjaminan, yang salah satu fungsinya adalah menjamin bahwa para pihak dalam transaksi akan melakukan kewajiban dan mendapatkan haknya. 1. Para Pihak dalam perjanjian Jaminan Resi Gudang adalah Debitor sebagai pemegang surat berharga Resi Gudang, yang merupakan pemilik barang di gudang dan kreditor (perbankan atau lembaga pembiayaan) sebagai penerima jaminan resi gudang . Selain para pihak dalam perjanjian jaminan yang dibuat, mekanisme jaminan resi gudang melibatkan juga pengelola gudang yang melakukan penyimpanan, pemeliharaan, dan pengawasan barang yang disimpan oleh pemilik barang serta menerbitkan resi gudang; Pusat Registrasi Resi Gudang yang berfungsi melakukan penatausahaan Resi Gudang yang meliputi pencatatan, penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan, pelaporan serta penyediaan sistem dan jaringan informasi; dan Lembaga Jaminan Resi Gudang yang menjamin hak dan kepentingan pemegang Resi Gudang atau penerima hak jaminan dari kegagalan , kelalaian dan ketidakmampuan pengelola gudang dalam melaksanakan kewajibannya dalam menyimpan dan menyerahkan barang. Keberadaan seluruh lembaga-lembaga tersebut merupakan satu kesatuan dalam sistem resi gudang. 2. Objek Jaminan resi Gudang adalah surat berharga Resi Gudang, yang memberikan hak kebendaan pada pemilik/pemegangnya terhadap barang di gudang. Hal ini mirip dengan jaminan Fidusia atas efek yang diperdagangkan di bursa efek, atau piutang (hak tagih). Perbedaannya dengan Fidusia adalah bahwa dalam jaminan resi Gudang, objek jaminan yaitu Resi Gudang harus diserahkan atau berada dalam penguasaan kreditor. Mekanisme ini mirip dengan Gadai surat berharga. 3. Perjanjian jaminan resi gudang harus dituangkan dalam Akta Perjanjian Hak Jaminan dan diberitahukan sebagai Hak Jaminan kepada Pusat Registrasi dan Pengelola Gudang. Hal ini tidak diperlukan dalam Gadai Surat Berharga lainnya. 4. UU Resi Gudang mengakui Hak-hak kebendaan yang diberikan kepada penerima jaminan resi gudang sama halnya dengan jaminan kebendaan lain, seperti hak yang bersifat absolute, memiliki droit de suite dan droit de preference. 5. Jaminan Resi Gudang diatur secara khusus, dan tunduk pada mekanisme penjaminan dan eksekusi yang diatur dalam UU SRG, dan tidak pada ketentuan Gadai pada Buku II KUHPerdata. Demikian pula halnya dengan UU Fidusia, tidak dapat diterapkan secara utuh bagi jaminan Resi Gudang. 6. Mengingat jaminan Resi Gudang memiliki unsur-unsur khas yang tidak dimiliki oleh Gadai dan Fidusia, maka selama diatur dalam Undang-undang khusus dan memiliki sifat-sifat kebendaan, secara teori resi gudang dapat diterima sebagai jaminan kebendaan baru. Penulis cenderung berpendapat, sangat sulit bagi jaminan Resi Gudang untuk memilih salah satu dari jaminan yang telah ada yakni Gadai atau Fidusia mengingat terdapat hal-hal khusus yang harus ada dalam jaminan Resi Gudang. Berdasarkan pemikiran tersebut, penerimaan jaminan Resi Gudang sebagai pranata jaminan kebendaan baru bukanlah hal yang tidak mungkin. Hukum perlu mengantisipasi perkembangan dalam praktik yang tujuan dan manfaatnya jelas.25 Penerimaan jaminan Resi Gudang sebagai pranata jaminan kebendaan baru sangat bermanfaat bagi perbankan dan lembaga pembiayaan lain sebagai bentuk jaminan kepastian dan perlindungan hukum , di sisi yang lain, pelaku usaha, khususnya para petani pemilik komoditi dimudahkan untuk mendapatkan akses pembiayaan baik melalui perbankan maupun lembaga pembiayaan lain karena memiliki salah satu unsure yang lazim diperlukan dalam pemberian kredit atau pembiayaan, yakni ketersediaan collateral. Mengacu pada pemikiran tersebut, penulis cenderung dapat menerima keberadaan jaminan Resi Gudang sebagai pranata jaminan kebendaan baru dengan catatan, diperlukan regulasi khusus tentang jaminan Resi Gudang, dan memisahkannya dari regulasi sistem resi gudang. Hal ini perlu dilakukan untuk menerobos sistem tertutup yang dianut oleh hukum benda. c. Perkembangan objek jaminan kebendaan Sebagai bagian dari sistem hukum benda, objek jaminan kebendaan mengacu pada pengertian benda yang masih merujuk pada Buku II KUHPerdata. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 499 KUHPerdata, benda didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat dijadikan objek hak milik. Termasuk ke dalam pengertian benda adalah barang ( goederen, lichamelijke zaken) dan hak-hak (rechten, onlichamelijke zaken) yang berupa hak atas suatu barang tidak berwujud seperti hak kekayaan intelektual, yang dapat dimiliki dan diperlakukan sama dengan kekayaan lainnya, seperti diperjualbelikan atau disewakan 26 , sepanjang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Lebih lanjut, jenis benda yang dapat menjadi objek jaminan, bergantung pada jenis jaminan kebendaan yang digunakan. Gadai misalnya diperuntukkan untuk benda bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud; Hak Tanggungan diperuntukkan 25 Manfaat paling besar akan dirasakan oleh pelaku usaha di bidang agribisnis atau komoditi pertanian yang selama ini sulit untuk mendapatkan akses pembiayaan karena tidak tersedianya jaminan. Melalui sistem resi gudang, komoditi atau hasil pertanian dikonversi menjadi surat berharga yang dapat dijaminkan dan dialihkan. 26 Tim Lindsay, Hak Kekayaan Intelektual-Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, 2003,hlm. 4. bagi benda tidak bergerak tanah dan benda-benda yang melekat dengan tanah. satu hal yang harus diperhatian bahwa objek jaminan apapun mensyaratkan bahwa objek jaminan haruslah memenuhi syarat sebagai benda. Dalam praktik bisnis, objek transaksi berkembang jauh meninggalkan sifat kebendaan. Ambil saja sebagai contoh ,derivatif surat berharga, termasuk Resi Gudang yang dapat dijadikan objek transaksi. Hal ini juga terjadi di dalam praktik pembebanan jaminan kebendaan. Banyak sekali objek transaksi atau objek jaminan yang semakin sulit untuk digolongkan sebagai benda. Satu hal yang penulis simpulkan adalah interpretasi luas dari para pihak, khususnya pelaku bisnis bahwa saat ini benda dinilai sebagai segala sesuatu yang bernilai komersial dan dapat dikonversi menjadi sejumlah uang. Hal ini berdampak pula pada perjanjian jaminan kebendaan dalam praktik. Objek jaminan kebendaan dalam praktik pun berkembang sejalan dengan perkembangan pengertian benda. Pembebanan Hak atas tanah, yang semula hanya terhadap hak milik, HGB, HGU dan Hak pakai, meluas menjadi Hak sewa atas tanah, ijin menggunakan lahan. Surat berharga yang semula merupakan benda bergerak tidak berwujud, dan memiliki sifat-sifat kebendaan bergerak ke arah surat yang mempunyai harga , dan memunculkan jaminan Sk pengangkatan, jaminan derivatif surat berharga yang jauh meninggalkan sifat kebendaannya seperti kontrak opsi saham atau kontrak berjangka indeks efek, bahkan resi yang menyatakan bahwa seseorang mempunyai saham di suatu Perseroan Terbatas. Sistem tertutup yang dianut oleh buku II KUHPerdata, menegaskan bahwa hak kebendaan tidak dapat timbul selain ditentukan dengan undang-undang. Perkembangan benda sebagaimana diuraikan di atas, menyisakan permasalahan hukum yakni apakah objek tersebut dapat dimasukkan dalam pengertian benda berdasarkan hukum positif Indonesia, khususnya hukum benda? Penuli s berpendapat, tidak ada jalan lain kecuali melakukan pembahruan hukum perdata, khususnya hukum benda untuk mengantisipasi perkembangan dalam praktik. IV. URGENSI PEMBAHARUAN HUKUM BENDA DI INDONESIA Pembaharuan hukum perdata, khususnya Buku II dan Buku III merupakan kebutuhan mendesak untuk menciptakan kepastian dan perlindungan hukum serta memberikan landasan hukum yang kokoh bagi para pihak dalam aktivitas ekonomi. Hukum Perdata Indonesia yang masih mengacu Pada KUHPerdata sudah tidak sepenuhnya relevan dengan perkembangan aktivitas ekonomi dewasa ini. Berkaitan dengan perkembangan hukum jaminan, perlu disadari bahwa KUHPerdata tidak mampu lagi mengantisipasi perkembangan objek jaminan. Salah satu hambatan yuridis dalam mengantisipasi perkembangan objek jaminan adalah sistem hukum benda yang bersifat tertutup, yang membatasi interpretasi terhadap benda. Mengacu pada pengertian benda dalam KUHPerdata yang dibatasi pada “segala sesuatu yang dapat dimiliki”, perkembangan objek transaksi dalam lapangan hukum ekonomi dapat dikatakan tidak mempunyai dasar hukum. Hal ini berbeda dengan pembaharuan hukum perdata di Belanda, yang menjadi acuan bagi hukum perdata Indonesia. Pengaturan benda dalam Niuewe Burgerlijk Wetbook (NBW), tidak lagi menggunakan istilah zakenrecht, melainkan Goederenrecht yang meliputi semua benda dan hak-hak kekayaan. Selanjutnya dalam NBW dikatakan bahwa “goederen zijn alle actieve vermogens bestandelen” ( barang adalah semua unsure aktif harta kekayaan ).27 Semula, sistem hukum benda di Belanda pun menganggap bahwa zaak atau benda dalam sistem hukum benda diartikan secara sempit, yakini tidak meliputi pengertian zaak dalam lapangan hukum perikatan. Hal ini terlihat dalam Arrest Hoge Raad tanggal 27 Mei 1910, yang membatalkan sewa menyewa luas pagar, dengan pertimbangan bahwa luas pagar bukanlah benda menurut hukum benda, sehingga sewa perjanjian sewa luas pagar tersebut tidak ada.28 Namun demikian, tidak demikian halnya dengan hukum perikatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1548 KUHPerdata yang memperkenankan kenikmatan suatu barang menjadi objek sewa menyewa. Para ahli hukum , termasuk Pitlo berbendapat lebih luas, bahwa setiap penyerahan suatuzaak untuk dipakai dan sebaliknya menerima suatu harga disebut sewa. Mengacu pada pengertian barang menurut NBW terlihat bahwa NBW memperluas pengertian benda pada segala sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi dan menghilangkan sifat” dapat dimiliki”. Penulis mencermati bahwa pembaharuan hukum perdata di Belanda mempengaruhi juga bidang hukum lainnya yang selaras dengan hukum bendanya. Hal ini dapat dilihat dari diaturnya perjanjian khusus yang mengatur tentang naik turunnya nilai uang, yang dalam BW lama dikategorikan sebagai perjanjian untung-untungan. Sejalan dengan pembaharuan dalam NBW, maka perkembangan objek transaksi yang semula diragukan keabsahannya menjadi legal. Naik turunnya harga saham atau derivatif saham atau surat berharga lainnya 27 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, Citra Aditya, Bandung, 1996,hlm . 52. 28 Sri Soedewi, Hukum Perdata : Hukum Benda,Liberty, Jogyakarta, 200, hlm .18. lihat pula M Moerasad, Tafiran Singkat Tentang Beberapa Bab dalam Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1977. dipastikan masuk dalam pengertian benda menurut NBW. Hal ini memberikan rasa mana bagi para investor atau para pihak yang bertransaksi. Tentu saja, bukan lagi menjadi masalah hukum apabila jaminan kebendaan di Belanda pun mengacu pada objek yang semakin meluas. Penulis berpendapat, pembaharuan hukum perdata di Belanda dapat dijadikan acuan dalam melakukan pembaharuan hukum benda di Indonesia. Diperlukan perubahan ruang lingkup benda dalam KUHPerdata agar dapat memenuhi kebutuhan praktik yang sejalan dengan arah pembaharuan hukum di Indonesia.29 Walaupun pembaharuan hukum dapat dilakukan melalui penemuan-penemuan hukum, penulis lebih menyarankan pembaharuan hukum benda dilakukan dengan memperbaharui KUHPerdata atau melakukan kodifikasi parsial melalui hukukm kebendaan nasional mengingat Indonesia menganut civil law system yang mengutamakan peraturan perundang-undangan sebagai sumber hukum utama. Berbeda dengan common law system, pembaharuan hukum melalui yurisprudensi lebih mudah dilakukan. Penulis berpendapat,pembaharuan buku II KUHPerdata dapat dilakukan dengan mengubah (amandemen) Buku II KUHPerdata atau membuat kodifikasi parsial tentang Hukum Benda Nasional dengan memperhatikan asas-asas yang berlaku universal dengan tetap memiliki ciri yang sesuai dengan filosofi bangsa dan kebutuhan masyarakat. Beberapa asas dalam hokum benda nasional yang harus diperhatikan dalam pembaharuan hokum benda antara lain 30: 1. Asas tertutup , yaitu bahwa tidak dapat dibuat hak kebendaan baru selain yang disebut secara limitatif dalam undang-undang, untuk mewujudkan kepastian hokum dalam hak kebendaan. 2. Asas absolut, bahwa setiap orang harus menghormati hak tersebut. 3. Asas dapat diserahkan, bahwa pemilkan benda mengandung wewenang benda untuk menyerahkan bendanya. 4. Asas mengikuti (droit de suite), bahwa hak kebendaan akan mengikuti benda ditangan siapapun benda berada. 5. Asas publisitas, bahwa pendaftaran merupakan bukti kepemilikan, 29 Penulis mengusulkan bahwa sekurang-kurangnya pengertian benda meliputi segala sesuatu yang bernilai ekonomi dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Lihat Lastuti Abubakar, Transaksi Derivatif Di Indonesia_ Tinjauan Hukum Tentang Perdagangan Derivatif di Bursa Efek, Book Terrace & Library, Bandung, 2009. 30 Lihat Djuhaendah Hasan, op.cit, hlm .61. llihat pula Sri Soedewi Masychoen Sofwan, op.cit,hlm. 27 dst. Bandingkan pula dengan Mafriam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 1983.hlm 36-40. 6. Asas individual , bahwa objek hak kebendaan hanya terhadap benda yang dapat ditentukan. 7. Asas totalitas , bahwa hak milik hanya dapat diletakkan pada terhadap benda secara totalitas atau secara keseluruhan dan tidak pada bagian benda. 8. Asas pelekatan ( asesi), yaitu asas yang melekatkan benda pelengkap pada benda pokoknya, dan 9. Asas bezit merupakan title yang sempurna bagi benda bergerak. Selain asas-asas hokum benda di atas, perluasan pengertian benda tentu mengacu kepada tujuan pembaharuan hokum di Indonesia, antara lain memperhatikan kebutuhan masyarakat dengan rambu-rambu tidak bertentangan dengan filosofi bangsa. Berdasarkan hal itu, tentu eksploitasi benda atau unsur benda semata-mata untuk memenuhi kepentingan ekonomi namun menimbulkan kehancuran manusia maupun alam ,tanpa batas tidak diperkenankan. Disinilah hokum berfungsi sebagai sarana pembaharuan dengan tetap memperhatikan tujuannya yaitu terjadinya perubahan dengan tetap memelihara ketertiban (keteraturan).31 Selanjutnya, mekanisme Pembaharuan Buku II KUHPerdata atau gagasan membentuk Hukum Benda Nasiona lebih tepat dilalkukan dengan pembahruan KUHPerdata atau pembentukan UU yang mengatur tentang hokum benda agar sejalan dengan sistem tertutup yang dianut oleh hukum benda. Hal ini tidak berarti bahwa pembaharuan hukum melalui penemuan hukum yang menjelma dalam yurisprudensi tidak dapat dilakukan. Penulis berpendapat yurisprudensi akan sangat relevan dan berperan untuk memberikan penafsiran dan menerjemahkan pembaharuan Buku II KUHPerdata atau Undang-Undang Tentang hukum benda tersebut dalam praktik. PENUTUP Perkembangan objek jaminan dalam praktik perlu diikuti oleh pembaharuan hukum perdata, khususnya Buku II Tentang Benda. Urgensi pembaharuan hukum perdata, semata mata ditujukan untuk memberikan landasan hukum yang semakin kokoh bagi aktivitas ekonomi, khususnya perkembangan jaminan sebagai pendukung aktivitas ekonomi. Beberapa hal yang selayaknya dipertimbangkan terkait dengan perkembangan hokum jaminan adalah : 1. Perkembangan pranata jaminan yang meliputi kelembagaan (pranata), subjek dan objek jaminan perlu disikapi secara positif. Fungsi jaminan yang ditujukan 31 Lihat Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan (kumpulan Karya Tulis), Alumni, Bandung, 2002, hlm. 20. untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi kreditor selayaknya diberi landasan hukum yang kokoh mengingat kreditor dan investor berkontribusi terhadap ketersediaan pembiayaan dan investasi, yang pada gilirannya akan menggerakkan perekonomian bangsa. 2. Untuk memberikan landasan hukum yang kokoh, diperlukan pembaharuan hukum perdata, khususnya hukum benda terkait dengan objek transaksi yakni benda. Berkaitan dengan pengaturan benda, perlu didefinisikan kembali tentang ruang lingkup benda sehingga meliputi juga semua unsure aktif dari harta kekayaan yang bernilai ekonomi dengan tetap memperhatikan filosofi bangsa.disamping itu pembaharuan hukum melalui penemuan hukum yang menjelma dalam yurisprudensi perlu tetap dikembangkan untuk memperkuat pembaharuan hukum benda. 3. Mekanisme pembaharuan hukum benda dilakukan dengan mengubah atau memrbaharui buku II KUHPerdata atau membuat kodifikasi parsial tentang Hukum Benda Nasional yang antisipatif terhadap perkembangan dengan tetap memperhatikan asas-asas dan filosofi bangsa. DAFTAR PUSTAKA