BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Manajemen Energi Sistem manajemen energi merupakan metode perbaikan efisiensi energi yang berkelanjutan dengan mengintegrasikan kegiatan efisiensi energi dalam sistem manajemen yang sudah ada sehingga dapat memperhitungkan faktor biaya, lingkungan, ketersediaan energi, risiko usaha. Kegiatan pengelolaan energi di suatu perusahaan yang terorganisasi dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang dilakukan melalui audit energi (Gambar 1). Sumber : PT Energy Management Indonesia, 2011 Gambar 1. Audit Energi dalam Sistem Manajemen Energi Tahapan Sistem Manajemen Energi (SME) sebagai berikut: 1. Perencanaan Energi (Plan), meliputi: a. Pemilihan atau penetapan target tujuan perusahaan b. Penentuan strategi untuk rencana tujuan : 1) Proyek yang akan dilaksanakan 2) Dana yang diperlukan 3) Peralatan yang diperlukan 4) Organisasi dan karyawan yang diperlukan 4 5 2. Implementasi (Do) meliputi: a. Penyusunan Program yang terdiri atas: 1) Proyek-proyek yang akan dilaksanakan 2) Target yang ingin dicapai dengan proyek tersebut 3) Strategi yang ingin digunakan 4) Struktur organisasi dan personel yang diperlukan 5) Biaya yang diperlukan b. Pelaksanaan Program, terdiri dari: 1) Meningkatkan kesadaran karyawan mengenai pentingnya program dengan tatap muka, leaflet, poster dan stiker 2) Melakukan pelatihan untuk personel yang secara langsung akan turut berperan dalam pelaksanaan program 3) Menyusun SOP dan format-format pelaporan pelaksanaan 4) Melakukan uji coba pelaksanaan program yang sudah ditetapkan 5) Melakukan pengarahan, pengawasan dan monitoring uji coba 6) Menyiapkan peralatan dan melakukan modifikasi 3. Monitoring dan Evaluasi (Check), meliputi kegiatan: a. Memperoleh gambaran/pola pemakaian energi, produksi, limbah produksi, emisi GRK, dll. b. Tersedianya Database c. Terbangunnya baseline penggunaan energi/IKE. d. Kemudahan untuk menemukan sumber-sumber inefisiensi dan PPE. e. Dapat mengetahui dampak biaya yang terjadi. f. pengelolaan energi yang efektif dan efisien. g. Menumbuhkan budaya hemat energi bagi seluruh lapisan karyawan. 4. Perbaikan dan Penyesuaian (Action), terdiri atas: a. Grade prioritas dari hasil monitoring dan perlakuan. b. Fokus monitoring dan analisis energi pada peluang penghematan energi mulai dari yang terbesar. c. Kemudahan dalam pengambilan keputusan dan tindakan terkait perbaikan efisiensi dan IKE. 6 2.1.1 Audit Energi Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang manajemen energi, audit energi merupakan proses evaluasi pemanfaatan energi dan identifikasi peluang penghematan energi serta rekomendasi peningkatan efisiensi pada pengguna energi dan pengguna sumber energi dalam rangka konservasi energi. Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009, Pasal 12 tentang konservasi energi yang berisi : 1. Pemanfaatan energi oleh pengguna sumber energi dan pengguna energi wajib dilakukan secara hemat dan efisien. 2. Pengguna energi/sumber energi yang mengkonsumsi energi lebih besar atau sama dengan 6.000 (enam ribu) setara ton minyak per tahun wajib dilakukan konservasi energi melalui manajemen energi. 3. Manajemen energi sebagaimana dimaksud dilakukan dengan : a. menunjuk manajer energi b. menyusun program konservasi energi c. melaksanakan audit energi secara berkala d. melaksanakan rekomendasi hasil audit energi e. melaporkan pelaksanaan konservasi energi setiap tahun kepada menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya masing–masing Tujuan audit energi untuk menentukan cara yang terbaik untuk mengurangi penggunaan energi per satuan output (produk) dan mengurangi biaya operasi (biaya produksi). Pentingnya audit energi dikarenakan alasan berikut: a. Kurangnya awareness konsumen terhadap efisiensi energi b. Kompleksitas peralatan pengguna energi (di industri/komersial) c. Prosedur pemeriksaan energi lebih efektif dan komprehensif d. Identifikasi penghematan energi dapat dilakukan secara cermat e. Accountability terhadap pengelolaan energi lebih baik f. Kuantifikasi didalam program penurunan beban lebih akurat g. Program pengurangan/manajemen beban lebih terarah 7 Keuntungan yang diperoleh setelah audit energi diantaranya: dapat mengkuantifikasi kebutuhan energi dan biaya energi disetiap kelompok fasilitas pengguna energi (pusat biaya energi), mengidentifikasi distribusi dan porsi penggunaan energi di setiap pusat biaya energi melalui neraca energi, memonitor pemakaian energi secara periodik (harian, mingguan, bulanan, tahunan), mengidentifikasi kerugian (losses) energi, mengambil langkah-langkah konservasi energi, menunjang prosedur (SOP) pemeliharaan fasilitas energi, memberikan sistem pelaporan energi yang efisien dan efektif, membantu meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan. 2.1.2 Jenis Kategori Audit Energi Jenis kategori audit energi (Parlindungan Marpaung, 2014) ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu: 1. Target penghematan energi 2. Lingkup area 3. Kedalaman audit (analisis data) yang diperlukan 4. Sumber daya yang tersedia Berdasarkan faktor tersebut, audit energi terdiri dari tiga bagian yaitu: 1. Audit energi singkat (walk-through audit) 2. Audit energi awal (preliminary audit) 3. Audit energi rinci (detailed audit) Audit energi singkat merupakan audit energi dengan tingkat kegiatan paling rendah yaitu level 1. Aktifitasnya melalui pengumpulan data (bersifat umum), pengamatan singkat secara visual dan wawancara. Analisis dan evaluasi data sistem pemanfaat energi, intensitas pemakaian energi dan kecendrungannya, serta benchmark intensitas energi rata-rata terhadap perusahaan sejenis dan menggunakan peralatan atau teknologi serupa. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran umum pengelolaan energi di area terkait. Audit awal merupakan level kedua dari tingkat kegiatan audit energi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya potensi penghematan energi. yang lebih lengkap dari audit level satu, data dan informasi yang 8 digunakan sudah didasarkan dengan hasil pengukuran, mengenali sumber-sumber pemborosan energi dan tindakan-tindakan sederhana yang dapat diambil untuk meningkatkan efisiensi energi dalam jangka pendek. Audit energi terinci merupakan level ke 3 dan tertinggi dalam kegiatan audit energi. Audit ini lebih mendalam dengan lingkup yang lebih luas, rekomendasi didasarkan atas kajian engineering dengan urutan prioritas yang jelas. Output audit rinci adalah uraianlengkaptentang jenis dan sumber energi, rugi-rugi energi, faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi energi, karakteristik operasi peralatan/sistem energi, potensi penghematan energi berdasarkananalisis data secara lengkap dan rekomendasi. Audit ini dilakukan apabila nilai IKE lebih besar dari nilai standar. Rekomendasi yang disampaikan oleh Tim Hemat Energi (THE) yang dibentuk oleh industri, dilaksanakan hingga diperolehnya nilai IKE sama atau lebih kecil dari nilai standar sebelumnya dan selalu diupayakan agar dipertahankan ataupun lebih rendah di masa mendatang (Parlindungan Marpaung, 2014). Perbandingan level kedalaman audit energi ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1. Level Kedalaman Audit Energi Aktifitas Mengumpulkan data energi dan wawancara Dokumen teknikal Interview Pengukuran peralatan utama Pengukuran semua level Evaluasi dasar sistem teknikal Heat balance Potensi penghematan Usulan investment : guiding Usulan investment : well-grounded 1) meteran pengukur energi terpasang Level Audit Level 1 Level 2 Level 3 x1) x1) x1) x x x x x x x x x x x1) x1) x x x x x Sumber : Parlindungan Marpaung, 2014 Proses audit energi yang disarankan seperti ditunjukkan dalam bagan berikut ini (Gambar 2) 9 Mulai Audit Energi Awal Pengumpulan dan penyusunan data historisis energi tahun sebelumnya Data historis energi tahun sebelumnya Menghitung besar IKE Tahun sebelumnya Tidak IKE> target Ya Lakukan penelitian dan pengukuran konsumsi energi Data konsumsi energi hasil pengukuran Tidak Periksa IKE> target Ya Audit Energi Terinci Mengenali kemungkinan Peluang Hemat Energi (PHE) Analisa Peluang Hemat Energi (PHE) Rekomendasi Peluang Hemat Energi (PHE) Implementasi Peluang Hemat Energi (PHE) Ya Periksa IKE> target Tidak Selesai Sumber : Kementerian Perindustrian, 2011 Gambar 2. Bagan Alur Proses Pelaksanaan Audit Energi Implementasi dan monitoring 10 2.1.3 Rincian Langkah Audit Energi 2.1.3.1 Penentuan Target dan Sasaran Audit Energi (Persiapan) Target adalah besaran penghematan energi yang ingin dicapai (%). Sedangkan sasaran berarti cakupan area kegiatan audit energi yang dibatasi berdasarkan target penghematan dan kemampuan untuk melakukannya (Parlindungan Marpaung, 2014): 1. Penentuan Target Penentuan Target dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu : a. Tanpa Kriteria Metode ini sulit atau terlalu mudah dicapai karena metode ini menentukan target tanpa pertimbangan internal maupun eksternal. b. Berdasarkan Informasi Internal Cara ini adalah cara yang terbaik dalam menentukan target penghematan energi yang digunakan karena target yang didapatkan berdasarkan informasi baseline EEI (Energy Efficiency Index) atau rekomendasi hasil audit energi. c. Berdasarkan Informasi External Penentuan target dengan cara ini berdasarkan benchmarking (EEI) dengan perusahaan yang sejenis. Misalnya EEI adalah 425 kWh/kg, sedangkan di perusahaan lain yang sejenis industrinya memiliki EEI rata–rata 400 kWh/kg, EEI tertinggi 450 kWh/kg dan EEI terbaik yaitu 350 kWh/kg. Maka target dapat diset misalnya 400 kWh/kg. 2. Target Penghematan Audit Energi Target Penghematan Audit Energi harus dinyatakan secara spesifik pada area tertentu dengan besaran yang dapat dijangkau dalam suatu periode yang ditentukan. Target memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi (Parlindungan Marpaung, 2014) yaitu : a. Harus sesuai dan memenuhi kriteria kebijakan perusahaan b. Besarnya target harus realistis c. Target harus terukur dan bisa dilakukan d. Mendapat dukungan dari seluruh unit kerja terkait. 11 3. Metode Penentuan Target dan Sasaran Metode–metode berikut ini dapat digunakan dalam pelaksanaan asesmen energi (Kementerian Perindustrian, 2011) antara lain adalah : a. Goal Seek Methode/Intensitas Konsumsi Energi (IKE) Intensitas Konsumsi Energi merupakan parameter utama yang harus dicari dan ditentukan, baik pada sistem proses produksi maupun pada peralatan utility (boiler, chiller, compressor, pompa, dll). Dengan besaran/nilai IKE tersebut dapat dikembangkan menjadi formulasi dan simulasi analisis peluang penghematan energi. b. Pareto Chart/Distribusi Pareto Distribusi Pareto merupakan grafik yang dapat dijadikan alat/tools untuk menentukan permasalahan utama atau identifikasi masalah inti. Mekanisme pendekatan masalah menggunakan pareto chart, sebagai berikut : 1) Tentukan karakteristik mutu, misalnya teknologi pengguna energi terbesar sebagai kunci untuk diasumsikan bahwa persentase penghematan yang akan diperoleh memiliki nilai energi yang besar, meskipun untuk sementara belum diketahui berapa persen potensi hemat energi yang akan didapat. Apabila presentase potensi yang diperoleh kecil, dikalikan dengan kapasitas yang besar, maka nilai yang diperoleh cukup signifikan. 2) Memperoleh bobot pengguna energi terbesar, maka dilakukan stratifiksasi objek peralatan. 3) Hasil stratifikasi diperoleh sebaran objek (peralatan pengguna energi) mulai pengguna energi terbesar hingga ke peralatan pengguna energi yang terkecil. c. Metode 5W+1H Metode ini digunakan untuk mencari akar masalah (sumber pemborosan yang dapat dikonversi menjadi potensi/peluang hemat energi) pada peralatan pengguna energi yang telah ditentukan dari hasil pareto chart. Mekanisme pendekatan masalah menggunakan metode 5W+1H, sebagai berikut : 1) Where, untuk menentukan dimana sumber yang berpotensi terjadinya pemborosan energi. 12 2) What,untuk mengidentifikasi apa yang menyebabkan hingga terjadinya pemborosan energi. 3) Why, untuk mengidentifikasi penyebab hal itu terjadi. 4) Who,untuk mengidentifikasi siapa yang menjadi trigger (aktor utama) terjadinya potensi pemborosan energi pada peralatan yang sedang diteliti. Analisa berdasarkan 5M (Man/Manpower, Machine, Material, Metode, Mother Nature/Lingkungan Kerja). 5) When,untuk mengidentifikasi waktu terjadinya masalah, dapat didiskusikan dengan operator apakah kejadiannya bersifat siklus, tidak menentu ataukah ada pengaruh dari proses operasi peralatan lain. 6) How, bagaimana mengatasi akar masalah (sumber pemborosan yang dapat dikonversi menjadi potensi/peluang hemat energi) tersebut. d. Metode Pengamatan dan Pengukuran 1) Metode pengamatan (observasi) Maksud oservasi adalah melihat secara langsung fisik dan kelainan yang terjadi pada peralatan energi, jenis teknologi peralatan yang digunakan sudah hemat energi serta mengetahui kondisi operasi, pemeliharaan apakah sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Beberapa metode observasi yang dilakukan yaitu: a) Observasi langsung Observasi langsung dilakukan dengan mengamati secara langsung kondisi fisik peralatan energi, data operasi (P,T) dan pemeliharaan. b) Observasi instalasi Kerugian energi sering terjadi dalam praktek mulai dari yang kecil hingga ukuran yang cukup besar seperti bocoran uap, radiasi panas dan lain-lain. Kerugian energi akibat bocoran tersebut dapat terjadi karena masalah instalasi dan pemeliharaan. Jika dihitung dalam satu tahun dapat mencapai nilai ratusan hingga ribuan juta rupiah pertahun. 2) Metoda pengukuran Metode Pengukuran digunakan untuk melihat efektifitas, dan performansi operasi peralatan yang ada. Data–data primer (pengamatan langsung dan hasil pengukuran) dan data sekunder (log-sheet dan hasil wawancara) sangat diperlukan 13 untuk membantu dalam analisa peluang penghematan energi (PPE). Hasil pengukuran yang diambil berdasarkan pertimbangan peningkatan efektifitas dan efisiensi peralatan (menghindari terjadinya penurunan performa akibat efek kegiatan efisiensi energi). Metoda pengukuran dapat menggunakan instrumen ukur audit energi seperti thermogan, clamp meter, water flow meters. 3) Metode pemeriksaan Metode pemeriksaan didasarkan analisis suara dengan menggunakan visual, alat ukur pendengar (sound device) dan infra red (thermography). Setelah dilakukan pemeriksaan (steam trap), jika steam trap berfungsi dengan baik/normal suara yang dihasilkan adalah siklus, dan dengan menggunakan alat pendengar (sound device) seseorang dapat mendengarkannya secara fisik. Alat pendengar suara sangat bervariasi dalam hal kecanggihan mulai dari yang sederhana seperti handmade steel welding rod hingga yang canggih seperti ultrasonic testing equipment (Kementerian Perindustrian, 2011) 2.1.3.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui pengumpulan berbagai kebutuhan data yang dapat mendukung analisis dalam penggunaan energi baik data sistem manajemen energi maupun data di lapangan. Adapun pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara, dilakukan melalui sistem manajemen energi terkait, yang terdiri dari senior management, manager/engineer (plant engineer), dan operator. Pihak terkait tersebut diberikan pertanyaan berupa historis penggunaan energi, bahan baku, produk yang dihasilkan, spesifikasi peralatan, serta informasiinformasi pendukung lainnya. Sedangkan pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan berbagai aktifitas seperti melihat, mencatat, mengukur, wawancara dan diskusi (Parlindungan Marpaung, 2014). Data yang dikumpulkan berupa data primer, data sekunder, data historisis, data teknis, serta informasi lainnya. a. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu seperti hasil pengisian kuesioner maupun pengukuran. Data primer 14 dapat berupa data primer sistem kelistrikan, data primer sistem termal serta data primer proses produksi. b. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut yang disajikan baik oleh pengumpul data primer atau pihak lain. c. Data historis merupakan informasi umum tentang obyek audit konsumsi energi beberapa tahun terakhir. d. Data teknis merupakan data tentang peralatan utama pemanfaat energi seperti kapasitas, jumlah unit serta performance (aktual dan design). e. Informasi lain berupa konsumen energi utama, tingkat produksi, beban peralatan, jam kerja, standar (SOP) yang digunakan, petugas energi, kompetensi, sistem manajemen energi, pemeliharaan (jadwal dan pelaksanaan) serta indikator keberhasilan kinerja. 2.1.3.3 Analisis/Evaluasi Data Analisis data dilakukan melalui teknik analisis data, seperti membuat matrik manajemen energi, tabulasi data, penggambaran data, benchmarking, analisis statistik, kecenderungan, kinerja sistem energi, faktor yang mempengaruhi kinerja, diagram sebab akibat serta cost benefit (A. Roni Alwis, 2014). 1. Matrik manajemen energi Matriks manajemen energi teridiri dari 6 kolom dan 5 baris, dimana: a. Setiap kolom berkaitan dengan satu dari enam aspek pilar manajemen energi dalam organisasi. b. Baris matrik menggambarkan posisi penerapan manajemen energi organisasi. c. Semakin ke atas baris dalam tiap kolom semakin baik pengendalian aspek manajemen energi di organisasi tersebut. Analisis profil organisasional akan mengindikasikan kekuatan dan kelemahan dari manajemen energi. Terdapat lima tingkat, “0-4”, yang menggambarkan tingkatan terburuk hingga terbaik. Bentuk yang berbeda dari profil organisasional berarti permasalahan yang berbeda untuk pengambilan tindakan. Bentuk matrik manajemen energi yang menggambarkan profil organisasional yaitu status implementasi sistem manajemen energi organisasi (Tabel 2) 15 Tabel 2. Matrik manajemen energi Sumber : HAKE Ir. Parlindungan Marpaung (Melakukan Audit Energi di Industri) Baris 0 s/d 4 merepresentasikan tingkat perbaikan status masing–masing isu manajemen energi. Salah satu tujuan penerapan matriks adalah untuk memetakan level atau status diri (Tabel 3). a. Level 0 Pada level ini manajemen energi belum merupakan agenda dari organisasi. Artinya tidak ada kebijakan manajemen energi, tidak ada struktur manajemen energi formal, tidak ada pelaporan, tidak ada orang yang khusus menangani energi. b. Level 1 Status pada level ini sudah selangkah lebih maju dalam manajemen energi. Namun perusahaan belum memiliki kebijakan resmi tentang manajemen energi. Penugasan/penunjukan manajer energi sudah dilakukan. Manajer energi mempromosikan kesadaran energi melalui jaringan informal yang longgar dan berhubungan langsung dengan konsumsi energi. Manajer memberikan saran dan rekomendasi perbaikan efisiensi energi. 16 c. Level 2 Pentingnya manajemen energi sudah dipahami oleh pihak manajemen senior di perusahaan. Akan tetapi dalam prakteknya komitmen atau dukungan dalam aktifitas manajemen energi belum ada. d. Level 3 Manajer senior perusahaan sudah memahami nilai dan manfaat program penghematan energi. Isu konsumsi energi sudah masuk secara terintegrasi dalam struktur organisasi. Sistem informasi dan pelaporan yang lengkap juga sudah diterapkan. Selain itu juga sudah disetujui sistem manajemen energi dan investasi. e. Level 4 Pada level ini konsumsi energi sudah merupakan prioritas utama di seluruh organisasi. Kinerja aktual dipantau secara rutin dan dibandingkan dengan target, keuntungan finansial dari setiap langkah-langkah efisiensi dihitung. Pencapaian dibidang manajemen energi dilaporkan dengan baik dan konsumsi energi dihubungkan dengan isu lingkungan hidup. Manajer senior sangat berkomitmen dengan efisiensi energi. Setelah status manajemen energi dalam organisasi (profil organisasional) diketahui, maka kelemahan dan kelebihan dari tiap elemen sistem manajemen energi sudah diketahui. Rekomendasi perbaikan dibuat sesuai potret profil organisasional manajemen energi tersebut yaitu: menggeser profil organisasional ke level atas dan menyeimbangkan level masing-masing isu pada kolomnya (Parlindungan Marpaung, 2014). 17 Tabel 3. Diagnosa Umum Bentuk Matrik Manajemen No Bentuk 1 Diskripsi Diagnosa Nilai 3 atau lebih Kinerja sangat bagus, pada semua kolom masalahnya adalah dalam mempertahankannya Seimbang Tinggi 2 Nilai Kurang dari 3 Terjadi stagnasi pada semua kolom Seimbang Rendah 3 Ada 2 kolom di dalam Ekspektasi menaik nilai rendah Bentuk U 4 Ada 2 kolom diluar Pencapaian di tengah sia-sia nilai rendah Bentuk N 5 Ada 1 kolom sangat Pencapaian yang sangat rendah dibanding lain rendah pada kolom ini akan menghambat keberhasilan Bentuk V 6 Ada 1 kolom sangat Usaha pada area ini akan sia- tinggi dibanding lain sia karena kekurangan pada area-area yang lain Bentuk Puncak 7 Ada 2 atau 3 kolom Semakin besar mempunyai nilai ketidakseimbangan akan kurang dari 2 semakin sulit mengatasinya Tidak Seimbang sumber: Parlindungan Marpaung, 2014 18 2. Analisis Data Historis Analisis data historis dilakukan dengan membuat tabulasi data, pengelompokkan data serta penggambaran data (bentuk gambar/grafik), baik data sistem kelistrikan maupun data sistem termal. 3. Analisis Teknis Analisis teknis dilakukan dengan menganalisa kondisi operasi produksi, neraca energi, serta potensi penghematan energi. 4. Analisa Biaya/Cost Analisa biaya mempertimbangkan besaran dari potensi penghematan energi terhadap investasi yang harus dikeluarkan untuk menjalankan proyek tersebut termasuk rekomendasi yang diusulkan. Berdasarkan UU No 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Energi pasal 10,11, 12 disebutkan bahwa rekomendasi terdiri atas: a. Rekomendasi Tanpa Investasi Rekomendasi hasil audit energi yang tidak membutuhkan biaya dalam pengimplementasiannya b. Rekomendasi Investasi Rendah Rekomendasi hasil analisis biaya dengan kriteria penghematan energi sampai dengan 10% sampai 20% dari waktu pengembalian investasi antara 2 tahun sampai 4 tahun c. Rekomendasi Investasi Menengah Rekomendasi hasil analisis biaya dengan kriteria penghematan energi sampai dengan 10% sampai 20% dari waktu pengembalian investasi antara 2 tahun sampai 4 tahun d. Rekomendasi Investasi Tinggi Rekomendasi hasil analisis biaya dengan kriteria penghematan energi lebih dari 20% dari waktu pengembalian investasi lebih dari 4 tahun 19 2.2 Gambaran Umum Penggunaan Energi di Industri Pulp Salah satu sektor industri dengan intensitas energi yang tinggi adalah industri pulp. PT. Tanjungenim Lestari Pulp and Paper merupakan pabrik pulp yang pertama di Sumatera Selatan. Pabrik PT.TEL PP berlokasi di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan dan mulai memproduksi pulp pada Desember 1999. Produksi utama perusahaan ini adalah market pulp yang dibuat dari pohon Acasia Manginum, dengan produksi rata-rata 450.000 ton pulp per tahun dan konsumsi energi rata-rata sebesar 365.000 TOE per tahun (A. Roni Alwis, 2014) Karakteristik teknologi yang digunakan untuk industri pulp bergantung dari jenis bahan baku, proses pembuatan pulp dan kualitas produk yang dihasilkan. PT TEL PP memiliki pembangkit energi yang diperlukan untuk proses pembuatan pulp dengan memanfaatkan limbah kayu sebagai sumber energi utamanya, yaitu kulit kayu (bark) dan black liquor. Selain itu, digunakan pula sumber energi lain, yaitu gas alam untuk proses pembakaran di lime kiln dan NCG Treatment Plant serta MFO (Marine Fuel Oil) dan Solar untuk memenuhi kekurangan bahan bakar di pembangkit listrik (Power Boiler dan Recovery Boiler). Jenis energi utama yang digunakan di proses pembuatan pulp adalah energi thermal (steam) dan listrik. Steam digunakan terutama diproses pemasakan, chemical recovery dan pengeringan pulp. Ada dua jenis steam yang digunakan dalam proses produksi Pulp, yaitu Medium Pressure Steam (tekanan 12,45 bar dan suhu 253,6 0C) dan Low Pressure Steam (temperatur tekanan 3,46 bar dan suhu 150,89 0C). Steam yang diproduksi selain digunakan untuk membangkitkan listrik juga didistribusikan untuk proses pembuatan pulp maupun di proses Chemical plant dan Chemical recovery. Energi Listrik digunakan untuk menggerakkan motor-motor listrik yang digunakan pada proses produksi pulp. Secara umum, konsumsi energi di industri ini digunakan dalam produksi pulp yang dideskripsikan pada Gambar 3. 20 Sumber : A. Roni Alwis, 2014 Gambar 3. Distribusi Proses PT TEL Pulp and Paper Area Chemical Plant Department merupakan department pendukung dalam penyediaan bahan kimia yang akan digunakan di PT TEL PP. Area ini juga paling banyak mengkonsumsi energi terutama energi listrik. 2.2.1 Pemetaan Energi Area Chlor Alkali Plant 2.2.1.1 Pemetaan Energi Listrik Area Chlor Alkali Plant Chlor alkali plant merupakan plant yang menghasilkan produk NaOH dan Chlorine. Produk tersebut dihasilkan melalui proses elektrolisis menggunakan electrolyzer FM 1500 yang tersusun atas katoda dan anoda yang dipisahkan oleh membran. Sebuah cell elektrokimia dibentuk oleh sebuah membrane dan anoda serta katoda yang bersebelahan. Compartment anoda diisi dengan anolyte dan compartment katoda berisi catholyte. Katoda (elektrode yang bermuatan negatif), fungsinya memproduksi hidrogen dan caustic. Anoda (elektrode yang bermuatan positif), fungsinya memproduksi chlorine. Ruang sel terdiri dari electrolyzer FM 1500. Ruang sel berisi 18 electrolyzer yang disusun dalam dua jalur yang masingmasing terdapat 9 electrolyzer. Arus listrik mengalir ke electrolyzer yang pertama dan mengalir dari satu electrolyzer ke electrolyzer lain hingga electrolyzer yang 21 terakhir. Brine mengalir melalui electrolyzer secara paralel. Electrolyzer secara elektrik dihubungkan secara seri terhadap reactifier. Arus listrik disuplai oleh transformer/reactifier. Elektron mengalir melalui penghantar ke flexible connector dan menuju ke anoda cell yang pertama dan menghasilkan gas hidrogen dan caustic. Elektron dilepaskan di anoda sehingga chlorine dihasilkan. Membran menjaga agar brine dan chlorine tidak mengalir ke compartment katoda (PT. TEL PP, 1998). Pemetaan energi listrik area Chlor Alkali Plant terdapat pada Gambar 3 berikut ini. hydrogen Garam (Brine) Caustic Brine Preparation Brine Filtration Brine Exchanger to HCl synthesis Chlorine Compression Electrolyzer FM 1500 Chlorine cooling and drying Electricity Gambar 4. Pemetaan Energi Listrik Area Chlor Alkali Plant Elektrolisis merupakan penguraian senyawa kimia oleh arus listrik searah. Elektrolisis ini mengkonsumsi listrik sebesar 3.0 V di setiap cell membrane electrolyzer yang berjumlah 18 buah. Reaksi yang terjadi: 2NaCl + 2H2O + electricity 2NaOH + Cl2 + H2 (1) Chlor alkali plant menggunakan bahan baku NaCl (garam) untuk menghasilkan larutan NaOH dan gas chlorine melalui sel elektrolisis yang digunakan untuk mengubah energi listrik menjadi energi kimia. NaOH yang dihasilkan akan digunakan di cooking dan di bleaching plant, sedangkan gas chlorine digunakan untuk sintesa HCl pada unit Chlorine Dioxide plant 22 2.2.1.2 Pemetaan Energi Steam Chlor Alkali Plant Area chlor alkali plant menggunakan LP-steam pada salt transfer pit (brine preparation), deionized brine tank (brine ion exchange), catholyte tank (electrolyzer FM 1500) (PT. TEL PP, 1998) Pemetaan energi steam area Chlor Alkali Plant terdapat pada Gambar 4 berikut ini. hydrogen Garam (Brine) Caustic Brine Filtration Brine Preparation to HCl synthesis Brine Exchanger Chlorine Compression Electrolyzer FM 1500 Chlorine cooling and drying LP-STEAM Gambar 5. Pemetaan Energi Steam Area Chlor Alkali Plant Bahan baku yang digunakan berupa garam (NaCl) yang diimpor dari Australia. Garam tersebut dipreparasi menjadi brine (larutan garam). 1. Brine Preparation Penghilangan kandungan senyawa pengotor pada garam seperti Ca, Mg yang harus dihilangkan agar tidak merusak membran pada electrolyzer, dengan menggunakan Na2CO3 sebagai senyawa yang memisahkan pengotor tersebut. dengan menggunakan LP-Steam untuk menjenuhkan brine. 2. Brine Filtration Filtrasi merupakan proses yang fungsinya untuk memisahkan padatan yang terbentuk selama pengolahan Brine Exchanger 3. Brine exchanger merupakan proses pemurnian dalam ion exchange untuk menjaga konsentrasi brine 30 gr/L dengan kandungan Mg, Ca <30 ppb. 23 2.2.2 Pemetaan Energi Area Chlor Dioxide Plant 2.2.2.1 Pemetaan Energi Listrik Area Chlorine Dioxide Plant Sodium chlorate electrolyzer berfungsi menghasilkan produk intermediate berupa NaClO3 melalui elektrolisis larutan NaCl yang akan digunakan sebagai pembuatan ClO2 dalam ClO2 plant. Elektrolisis ini juga mengkonsumsi listrik di setiap cell electrolyzer yang berjumlah 44 buah. Setiap sel dari electrolyzer dipisahkan dari sel sebelahnya oleh plat penghantar yang terbuat dari logam. Plat ini terdiri atas plat titanium (anoda) dan plat baja (katoda) yang saling terhubung membentuk susunan elektroda kecil sebanyak 11 sel pada chlorate cell room yang memiliki 4 electrolyzer. Aliran cairan dalam electrolyzer mengalir secara paralel, sedangkan arus listrik mengalir secara seri. Larutan klorat/garam masuk dari bagian bawah sel dan mengalir ke atas diantara elektroda, dimana terjadi elektrolisis. Cairan dan hidrogen yang dihasilkan keluar dibagian atas sel dan mengalir ketas riser, kemudian gasifier. Arus searah mengalir dari ujung electrolyzer yang satu ke yang lainnya melewati sel ke sel. Dengan susunan ini, arus mengalir dari plat penghantar ke anoda melalui elektrolit dan menuju ke katoda dari plat penghantar selanjutnya. Ketika arus searah dialirkan ke sel, terjadi elektrolisis garam. Hidrogen terbentuk di katoda dan klorin di anoda (PT. TEL PP, 1998). Klorin dan NaOH bereaksi cepat membentuk sodium klorat. NaCl + 3H2O NaClO3 + 3H2 (2) Pada unit HCl, dilakukan reaksi antara gas hidrogen dan gas chlorine untuk menghasilkan HCl melalui combustion. Gas chlorine yang dihasilkan dari chlor alkali plant direaksikan dengan gas hidrogen yang berasal dari sodium chlorate plant di dalam HCl burner. Reaksi yang terjadi: H2 + Cl2 2HCl (3) HC1 yang terbentuk berupa gas yang kemudian diserap oleh air. HCl yang dihasilkan dengan konsentrasi 32% selanjutnya akan digunakan dalam ClO2 plant untuk menghasilkan ClO2. Reaksi ini berlangsung di dalam chlorine dioxide generator. Generator ialah bejana yang didesain khusus sengan 9 ruangan (compartment). Gas ClO2 meninggalkan bagian atas generator menuju bagian bawah chlorine dioxide absorber. Dalam absorber, gas ClO2 menuju ke atas tower 24 dan diserap chilled water yang mengalir turun dari atas tower. Larutan ClO2 berkumpul dibagian bawah absorber dan dipompakan ke storage tank sebelum digunakan untuk proses bleaching di Bleaching Plant. Gas yang tidak terserap keluar dari atas tower masuk ke weak chlorine blower untuk direcycle sebagian ke generator sebagai pengencer gas klorin dioksida. NaClO3 + 2HC1 ClO2 + 1/2Cl2 + NaCl + H2O (4) Pemetaan energi listrik area Chlorine Dioxide Plant terdapat pada Gambar 5 berikut ini. Hydrogen Sodium Chlorate Electrolysis HCl Synthesis Chlorine from Chlor Alkali Electricty Sodium Chlorate Chloride Acid Chlorine Dioxide Gambar 6. Pemetaan Energi Listrik Area Chlorine Dioxide Plant 2.2.2.2 Pemetaan Energi Steam Chlorine Dioxide Plant Area chlorine dioxide plant menggunakan MP-steam pada weak chlorate evaporator (chlorine dioxide production). Cairan depleted weak chlorate yang overflow dari compartment terakhir generator dialirkan masuk ke weak chlorate evaporator. Evaporator menggunakan steam untuk memanaskan cairan weak chlorate dan menguapkan sebagian air dari larutan. Air yang berlebih yang berasal dari HCL dan yang dihasilkan dari reaksi klorin dioksida, harus diuapkan dan dikeluarkan untuk menjaga konsentrasi cairan klorat yang tepat. Uap air dikondensasi dan didinginkan dalam evaporator condenser yang kemudian ditransfer ke absorber. Cairan weak chlorate dipompakan dari evaporator kembali ke chlorate reactor untuk diproses kembali. Konsumsi LP-steam pada ClO2 generator #1 dan ClO2 generator #2 (chlorine dioxide production), water chiller (chilled water system), new water chiller (new chilled water system). Sebagaimana terdapat pada Gambar 6. 25 Hydrogen Sodium Chlorate Electrolysis Chlorine from Chlor Alkali HCl Synthesis Sodium Chlorate Chloride Acid Chlorine Dioxide Production LP-STEAM MP-STEAM Chilled Water System New Chilled Water System Gambar 7. Pemetaan Energi Steam Area Chlorine Dioxide Plant NaClO3 yang dihasilkan dari NaClO3 plant dialirkan kedalam ClO2 generator. Selanjutnya dalam suasana asam NaClO3 tersebut akan mengalami reduksi menghasilkan ClO2. Reaksi yang terjadi: NaClO3 + 2HC1 NaClO + 6HC1 ClO2 + 1/2Cl2 + NaCl + H2O (5) 3Cl2 + NaCl + 3H2O (6) Gas ClO2 dan gas chlorine yang tercampur dipisahkan melalui absorb dengan air dingin pada 7°C untuk menghasilkan larutan ClO2. Gas chlorine yang tidak diserap digunakan dalam HC1 plant. Larutan ClO2 yang terbentuk digunakan untuk proses bleaching (PT. TEL PP, 1998). 2.3 Intensitas Penggunaan Energi di Industri Pulp dan Kertas Intensitas energi di industri pulp dan kertas ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: teknologi, bahan baku, product mix, dan tingkat kapasitas produksi. Perbandingan penggunaan energi (benchmark) pada pembuatan pulp dan kertas di beberapa negara dapat terlihat pada tabel 4 berikut ini. Dibandingkan industri kertas, industri pulp dapat menggunakan hampir seluruh byproduct-nya (black liquor dan biomassa) untuk memenuhi kebutuhan energi bagi seluruh mill. Hal ini menyebabkan biaya energi per ton produk akan lebih rendah dibandingkan dengan industri kertas yang masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar fosil. 26 Tabel 4. Konsumsi Energi Industri Pulp dan Kertas di beberapa Negara Konsumsi Listrik (kWh/Ton) Unit Proses Konsumsi Steam (ton steam / ton produk) Brazil (Mill A) Jepang LPSteam MPSteam Total Steam 1 0,55 0,72 0,4 Scandinavia Brazil Jepang 60 275 - 24 – 32 266 - 302 - 290 - - - - 120 - - 0,04 0,85 - - 304 - 2,6 0,48 - Wood Handling Fiber Line Digester– Bleaching, Chemical Plant Pulp Drying Recovery dan Utilitas Sumber : A.Roni Alwis, 2014 2.4 Parameter Utama Analisis Audit Energi 2.4.1 Konsumsi Energi (kWh, Kkal, MMBTU) Energi didefinisikan sebagai kemampuan suatu benda/alat untuk melakukan kerja atau usaha. Sedangkan energi listrik adalah energi yang ditimbulkan oleh muatan listrik (statis) sehingga mengakibatkan gerakan muatan listrik (dinamis). Dalam teorinya dicontohkan yaitu beda potensial (tegangan) menimbulkan (membutuhkan) energi untuk menggerakkan muatan elektron dari titik potensial rendah menuju titik potensial tinggi (Hanapi Gunawan, 1999: 39) 2.4.1.1 Konsumsi Energi Listrik (kWh) Apabila dalam sebuah rangkaian diberi potensial V sehingga menyebabkan aliran muatan listrik Q dan arus sebesar I, maka disebut energi listrik, berdasarkan persamaan (Eugene C. Lister, 1993: 40): W = Q x V.........................(7) dengan Q = I x t..............................(8) maka rumus energi listrik dapat pula ditulis : W = V x I x t.......................(9) 27 dimana : W = Energi listrik dengan satuan Joule (J) Q = Muatan listrik dengan satuan Coulomb (C) V = Beda potensial dengan satuan volt (V) I = Kuat arus dengan satuan Ampere (A) t = waktu dengan satuan Second (s) W merupakan energi listrik dalam satuan Joule. Dimana diketahui bahwa 1 Joule adalah energi yang diperlukan untuk memindahkan muatan sebesar 1 Coulomb (6.24 x 1018muatan), dengan beda potensial sebesar 1 volt. Daya listrik adalah kemampuan suatu alat untuk mengubah energi listrik menjadi energi lain persatuan waktu menggunakan persamaan (Eugene C. Lister, 1993: 40): P= π π‘ P= π. π ........ (11) ......... (10) W= P.t .......(12) Ket. P = Daya (watt) W = energi (joule) V = tegangan ( volt) I = kuat arus ( Ampere) t = waktu (sekon) Satuan untuk Daya listrik adalah Joule/secon atau Watt. Dalam dunia kelistrikan, terdapat 3 jenis daya listrik yaitu : 1. Daya Aktif (P) 2. Daya Reaktif (Q) 3. Daya Semu (S) Ketiganya saling berkaitan dan berhubungan dalam Segitiga Daya. Segitiga Daya atau Power Triangle adalah sebuah istilah yang menggambarkan hubungan antara 3 jenis daya listrik. Daya yang dimaksud adalah daya aktif, daya reaktif dan daya semu. Dalam hal ini yang memiliki hubungan adalah vektor dari daya-daya tersebut yang pada umumnya digambarkan dalam sebuah diagram kartesius (cartesius) sebagaimana Gambar 8. (Hanapi Gunawan, 1999: 169) 28 Sumber : Hanapi Gunawan, 1999 Gambar 8. Diagram Kartesius Segitiga Daya Pada dasarnya segitiga daya adalah hubungan antara dua vektor dari dua jenis daya yaitu daya aktif dan daya reaktif yang digambarkan ke dalam diagram kartesius (Gambar 9). Masing masing-masing daya diserap oleh resistansi yang berbeda. Daya aktif diserap oleh hambatan R dan daya reaktif diserap oleh reaktansi X (induktor atau kapasitor). Sedangkan daya semu adalah total dari daya secara keseluruhan (Hanapi Gunawan, 1999: 169). Sumber : Hanapi Gunawan, 1999 Gambar 9. Konsep Segitiga Daya 1. Daya aktif adalah daya nyata (real), vektor untuk daya aktif selalu bernilai positif. Pada diagram kartesius vektor daya aktif berada pada sumbu horizontal (x-axis). Daya listrik yang diserap oleh hambatan (R) murni ketika dialiri arus listrik pada persamaan (Hanapi Gunawan, 1999: 169). P = V x I x √3 x cos φ..................(13) Satuan untuk daya aktif adalah watt. 29 2. Sementara daya reaktif adalah daya imajiner, vektor untuk daya reaktif bisa bernilai positif atau negatif bergantung dari reaktansi X (induktor atau kapasitor). Pada diagram kartesius vektor daya reaktif berada pada sumbu vertikal (y-axis) persamaan (Hanapi Gunawan, 1999: 169). P = V x I sin π..................(14) Satuan untuk daya reaktif adalah Volt Ampere Reactive (VAR) 3. Daya semu merupakan resultan dari vektor dari daya aktif dan daya reaktif. Pada diagram kartesius digambarkan menyesuaikan dari vektor daya aktif dan daya reaktif. Daya semu hanya berada pada kuadran 1 dan 4 dikarenakan nilai daya aktif yang selalu bernilai postif. (Hanapi Gunawan, 1999: 39) S= V x I ..................(15) 2 S = P2 + Q2 ..................(16) Satuan untuk daya semu adalah Volt Ampere Reactive (VAR) 2.4.1.2 Konsumsi Energi Steam (Kkal) Banyaknya Steam yang dihasilkan sama dengan banyaknya listrik yang digunakan sehingga banyaknya kalor yang dihasilkan maupun listrik yang digunakan dapat dihitung dengan persamaan (Hougen:255) Q = n . Cp . ΔT.................. (17) Q = n. ΔHf........................ (18) Keterangan: Q = Kalor (kkal) Cp = kapasitas panas (kkal/kmol K) ΔT = Selisih Temperatur (K) n = mol ΔHf = entalpi yang dihasilkan (kkal/mol) Sistem distribusi steam yang efisien adalah penting untuk pemasokan steam dengan kualitas dan tekanan yang benar ke peralatan yang menggunakan steam. Komponen penting pada sistem distribusi akan dijelaskan pada bagian berikut: 30 1. Pipa-pipa Pipa steam biasanya dibuat dari steel. Bahan yang sama juga dapat digunakan untuk jalur kondensat, walaupun pipa tembaga lebih disukai oleh beberapa industri. Untuk saluran pipa steam lewat jenuh yang bersuhu tinggi, ditambahkan bahan campuran seperti chromium dan molybdenum untuk memperbaiki kuat tarik dan resistansi terhadap lelehan pada suhu tinggi. Biasanya pipa dipasok dengan panjang 6 meter. Tujuan dari sistem distribusi steam adalah untuk memasok steam pada tekanan yang benar sampai ke titik penggunaan. Ukuran saluran pemipaan merupakan faktor penting (Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asi – www.energyefficiencyasia.org.) 2. Titik pengeluaran Titik pengeluaran harus menjamin bahwa kondensat dapat mencapai steam trap. Titik-titik pengeluaran kondensat harus dipertimbangan dengan baik pada saat perencanaan. Pertimbangan harus juga diberikan pada kondensat yang tertinggal dalam saluran pipa steam pada saat operasi dimatikan, dimana aliran steam mati. Gravitasi akan menjamin bahwa air (kondensat) akan berjalan sepanjang pipa miring dan mengumpul pada titik terendah pada sistim.Oleh karena itu steam traps harus diletakkan pada titik-titik terendah pada sistem tersebut. Sejumlah besar kondensat akan terbentuk dalam saluran pipa steam pada kondisi start-up sehingga titik-titik pengeluaran kondensat dibuat untuk setiap panjang pipa 30m sampai 50m, dan juga pada titik terendah seperti pada bagian terbawah aliran pipa. Dalam operasi yang normal, steam mengalir sepanjang saluran pipa pada kecepatan sampai mencapai 145 km/jam, menarik kondensat bersamaan dengannya. (Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia– www.energyefficiencyasia.org.) 3. Jalur cabang Jalur cabang 7 biasanya lebih pendek dari pipa saluran utama steam. Oleh karena itu, sebagaimana aturan umum, selama panjang jalur cabang tidak lebih dari 10 meter, dan tekanan dalam pipa saluran cukup, maka memungkinkan untuk memperkirakan pipa tetap pada kecepatan 25 sampai 40 m/detik, dan tidak perlu 31 khawatir terhadap penurunan tekanananny (Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asi – www.energyefficiencyasia.org.). 4. Steam traps Sistem steam tidak dapat dikatakan lengkap tanpa adanya komponen penting „steam trapβ (atau trap). Ini merupakan hubungan yang paling penting dalam loop kondensat sebab alat ini menghubungkan penggunaan steam dengan pengembalian kondensat. Steam trap benar-benar secara harfiah berarti „membersihkanβ kondensat, (juga udara dan gas- gas yang tidak dapat terkondensasi), keluar sistem, membiarkan steam mencapai tujuannya sedapat mungkin dalam keadaan/kondisi kering untuk memperlihatkan kerjanya yang efisien dan ekonomis.. 2.4.2 Intensitas Konsumsi Energi (kWh, GJ/satuan produk) Berdasarkan pedoman audit energi untuk intensitas konsumsi energi diperoleh persamaan (Kementerian Perindustrian, 2014: 13) IKE = πππ‘ππ πΈπππππ π π‘πππ πππ’ππ’π πππ π‘πππ π¦πππ πππ πππ π’ππ π (πΊπ½ ,ππ€ ,π‘ππ ) πππ‘ππ πππππ’ππ π π¦πππ ππβππ πππππ (π΄ππ‘ ) ..... (19) 2.4.3 Pengkajian Kehilangan Panas dari Permukaan yang Tidak Diisolasi dari Sistem Distribusi Steam Pengkajian terhadap steam traps, terhadap kehilangan panas dari permukaan yang tidak diisolasi dan terhadap penghematan dari pemanfaatan kembali kondensat. Keefektifan isolasi mengikuti hukum pengembalian menurun. Hal ini berarti bahwa isolasi menghasilkan penghematan biaya dan energi, namun dengan meningkatnya ketebalan isolasi tambahan jumlah energi dan biaya yang dapat dihemat menjadi menurun. Pada tingkatan tertentu, penambahan isolasi tidak lagi secara ekonomis dapat diterima. Titik dimana jumlah isolasi memberikan pengembalian investasi terbesar dinamakan “ketebalan ekonomis isolasi” (KEI) KEI dihitung berdasarkan faktor- faktor berikut (UNEP, 2014): 1. Biaya bahan bakar 2. Jam operasi setiap tahunnya 32 3. Kandungan panas bahan bakar dan efisiensi boiler 4. Suhu operasi permukaan 5. Diameter/tebal permukaan pipa 6. Perkiraan biaya isolasi 7. Suhu udara rata-rata yang terbuka ke ambien Rugi Panas Akibat Konduksi dari pipa dan katup tanpa isolasi Heat Loss akibat konduksi dapat dihitung dengan persamaan (Kern: 17) ππ π1 ln ( ) Rth = .................... (20) 2 πππΏ Q konduksi = Keterangan: βπ Rth .............. (21) Q = kalor yang dihasilkan (Kkal) Rth = resistansi termal (W°C) ro = jari-jari pipa bagian luar r1 = jari-jari pipa bagian dalam (m) ΔT = Selisih Temperatur (oC) k = konduktivitas termal (W/m oC) L = Panjang pipa (m) (m) Kehilangan bahan bakar ekivalen/konsumsi steam setara solar: Eq. Solar = Sumber: Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia – (www.energyefficiencyasia.org.) Hs x Jam Operasi / tahun GCV Solar x Ζboiler (22) Biaya Tahunan kerugian bahan bakar: Rugi Solar (liter/tahun) = Eq Solar x harga bahan bakar Sumber: Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia – (www.energyefficiencyasia.org............(23) Persentase Penghematan (Kementerian Perindustrian, 2014) yang diperoleh: Persentase Penghematan steam = Peluang Penghematan Energi (PPE ) Konsumsi Steam PraAudit x 100%.(24) Waktu pengembalian modal Investasi (Kementerian Perindustrian, 2014): Waktu pengembalian modal = Biaya Investasi Penghematan Biaya pertahun x 100% ........(25)