1 POTENSI EKSTRAK KULIT BATANG Rhizophora mucronata

advertisement
1
POTENSI EKSTRAK KULIT BATANG Rhizophora mucronata SEBAGAI
ANTIBAKTERI UNTUK MENANGGULANGI SERANGAN BAKTERI
Aeromonas hydrophila PADA BENIH IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)
Potential of Extract of Rhizophora mucronata Bark As Antibacterials To Reduce
Bacterial Disease of Aeromonas hydrophila On Gurami Seeds
(Osphronemus gouramy)
1
Ellizabet Nababan, 2Dwi Suryanto dan 3Febrina Arli
1
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155
2
Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
20155
3
Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155
ABSTRACT
Motile Aeromonas Septicaema (MAS) disease is a bacterial disease effecting of gurami
fish of culture, seeds and adults. One alternative to prevent the disease is to use extract
of plant. This study aimed to know the effectiveness of R.mucronata bark extract in
decresing MAS in gurami seeds in vitro and in vivo, and to determine its LC50 in the
fish. Extraction of the bark was done using solvents such as methanol, ethyl acetate and
n-heksane. LC50 assay of the extract was done to gurami seeds for 48 hours. The extract
was assayed to gurami seeds to know the fish tolerance. Assay on ability of the extract
to decrease A.hydrophila growth was conducted, by dropping the extracts on disc blanc
and putting the disc into the bacterial lawn. The result showed the extract methanol of
the bark was more effective in inhibiting grow of A.hydrophila, however its ability in
reducing the disease was least. LC50 of the methanol was in 62,6 ppm.
Keywords: Aeromonas hydrophila, antimicrobial activity, Rhizophora mucronata,
Seeds Gurami
PENDAHULUAN
Jumlah penduduk Indonesia
meningkat tiap tahunnya. Seiring
dengan itu kebutuhan pangan seperti
protein ikan meningkat. Kegiatan
budidaya ikan gurami merupakan salah
satu usaha yang dilakukan untuk
memenuhi akan kebutuhan protein
tersebut. Kendala yang dihadapi pada
kegiatan usaha budidaya ikan gurami
adalah serangan akan penyakit yang
dapat menyebabkan kematian.
Kesehatan ikan merupakan
faktor yang perlu diperhatikan pada
berhasil atau tidaknya suatu kegiatan
budidaya ikan. Apabila kesehatan ikan
tidak
di
kontrol
maka
akan
menimbulkan penyakit pada ikan yang
dibudidayakan. Penyakit pada ikan
dapat ditimbulkan dari lingkungan
perairan yang tercemar.
Bakteri Aeromonas hydrophila
adalah salah satu penyebab penyakit
Motil Aeromonas Septicemia (MAS)
atau
penyakit
bercak
merah.
A.hydrophila
merupakan
bakteri
patogen yang bersifat gram negatif. Jika
2
penyakit tersebut tidak segera diatasi
dapat membuat benih ikan Gurami
menjadi cacat bahkan mengalami
kematian
yang
akhirnya
dapat
menyebabkan harga jualnya turun
selanjutnya
dapat
mengurangi
pendapatan ataupun keuntungan dari
kegiatan usaha budidaya.
Upaya penanggulangan serangan
penyakit dapat dilakukan melalui
tindakan
pencegahan
maupun
pengobatan. Upaya pencegahan dapat
dilakukan diantaranya dengan cara
mengontrol kualitas air agar sesuai,
pemberian pakan yang sesuai baik
kualitas
maupun
kuantitasnya,
sedangkan pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan bahan kimia atau
antibiotik (Prapanza dan Marianto,
2003).
Upaya yang sering dilakukan
para
pembudidaya
untuk
menanggulangi penyakit ikan akibat
bakteri A. hydrophila yaitu dengan
menggunakan antibiotik. Zat antibiotik
dapat menghambat bahkan membunuh
mikroorganisme
patogen,
tetapi
pemakaian
antibiotik
ternyata
menimbulkan masalah baru karena
sifatnya yang tidak ramah lingkungan.
Zat-zat antibiotik tersebut dapat
meningkatkan resistensi hama yang
ingin ditanggulangi sehingga semakin
tidak mempan atau dosis yang
digunakan akan terus meningkat
(Trianto dkk, 2004). Oleh karena itu
perlu dilakukan pencarian metode lain
yang
aman
bagi
biota
dan
lingkungannya, seperti memanfaatkan
bahan-bahan alami dari tanaman.
Beberapa
keuntungan
menggunakan bahan-bahan alami dari
tanaman antara lain relatif lebih aman,
mudah
diperoleh,
murah,
tidak
menimbulkan resistensi, danrelatif tidak
berbahaya
terhadap
lingkungan
sekitarnya. Salah satu bahan alami yang
dapat dimanfaatkan adalah dari tanaman
mangrove jenis Rhizophora sp. Hampir
semua bagian tanaman Rhizophora sp.
mengandung
senyawa
alkaloid,
saponin, flavonoid dan tannin dimana
senyawa ini merupakan antibakteri
(Rohaetidkk, 2010).Oleh karena itu
Rhizophora sp. memiliki potensi yang
sangat baik untuk dikelola dan
dikembangkan,
terutama
sebagai
antibiotik alami (Apriyanto, 2013).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan
Agustus
sampai
dengan
Desember 2015. Kegiatan ekstraksi
kulit batang R. mucronata dilakukan di
Laboratorium Kimia Bahan Alam
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan
Alam
Universitas
Sumatera Utara dan uji efektivitas
antibakteri terhadap A. hydrophila
dilakukan di Stasiun Karantina Ikan
Pengendalian Mutu dan Keamanan
Hasil Perikanan Kelas I Medan II,
sedangkan untuk uji LC50 48 jam dan
uji tantang dilakukan di Laboratorium
Budidaya
Perairan
Manajemen
Sumberdaya
Perairan
Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Persiapan dan Ekstraksi Kulit
Batang Mangrove R. mucronata
Kulit batang tumbuhan R.
Mucronata diambil dari kawasan hutan
mangrove
desa
Denai
Kuala,
Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten
Deli Serdang sebanyak 10 kg.
Pemanenan
kulit
batang
R.
mucronatahanya dilakukan pada pohon
dengan diameter lebih dari 30 cm. Kulit
batang R. mucronata dicuci dengan air
mengalir dan dipotong kecil-kecil
kemudian dikeringkan selama 7 hari
dengan cara diangin-anginkan untuk
mengurangi
penguapan
yang
mengikutkan senyawa yang terkandung
didalamnya (Pradana dkk, 2014). Proses
3
pengeringan ini bertujuan menurunkan
kadar air sehingga tidak mudah
ditumbuhi kapang dan bakteri serta
menghilangkan aktivitas enzim yang
dapat
menguraikan
lebih lanjut
kandungan zat aktif yang terdapat
dikulit batang tumbuhan tersebut
(Gunawan dan Sri, 2004).
Kulit batang yang sudah kering
selanjutnya dipotong menjadi potongan
yang lebih kecil agar mudah dihaluskan
dengan blender hingga berbentuk
serbuk. Serbuk selanjutnya diayak
menggunakan ayakan hingga diperoleh
serbuk yang halus dan seragam. Serbuk
hasil ayakan sebanyak 4,2 kg kemudian
disimpan ke dalam stoples kaca karena
tidak langsung digunakan untuk proses
selanjutnya.
Proses ekstraksi bahan aktif
yaitu ekstraksi dari kulit batang
mangrove
dalam
penelitian
ini
dilakukan dengan metode maserasi
yaitu proses pengambilan senyawa zat
aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang
sesuai dengan kepolarannya. Dalam
penelitian ini digunakan tiga pelarut
dengan kepolaran berbeda yaitu nheksana yang bersifat non polar, etil
asetat yang bersifat semi polar dan
metanol yang bersifat polar. Serbuk
sampel masing-masing sebanyak 1,1kg
direndam dengan 3 liter pelarut etil
asetat, 1 kg direndam dengan 3 liter
pelarut metanol dan sebanyak 2,1 kg
direndam dengan 6 liter n-heksana di
dalam tabung kaca. Tabung kaca yang
berisi rendaman tersebut kemudian
ditutup dengan alumunium foil selama
24 jam sambil sesekali diaduk untuk
mempercepat kontak antara sampel
dengan pelarut. Setelah itu sampel
disaring dengan kapas sehingga
diperoleh filtrat dan ampas. Hasil filtrat
yang diperoleh tersebut dipekatkan
dengan penangas air (water bath) agar
seluruh pelarutnya habis menguap dan
diperoleh ekstrak pekat/kering. Ekstrak
tersebut kemudian disimpan di dalam
refrigenerator.
Peremajaan bakteri
Bakteri A.hydropila diremajakan
masing-masing pada media TSA
dengan cara menggoreskan jarum ose
yang mengandung bakteri A.hydropila
pada 1 cawan petri yang berisi media
TSA. Penggoresan dilakukan secara
aseptis yaitu membakar jarum ose
dengan api Bunsen sampai berpijar
sebelum dan sesudah penggoresan,
selalu dekat dengan api Bunsen selama
proses penggoresan berlangsung dengan
mengatur jarak jarum ose yang
mengandung bakteri dengan api Bunsen
agar bakteri yang akan diremajakan
tidak mati. Setelah itu media yang berisi
bakteri tersebut dinkubasi selama 24 –
48 jam pada suhu 37oC.
Pembuatan suspensi bakteri dan
konsentrasi uji
Setelah bakteri tumbuh saat
peremajaan,
bakteri
siap
untuk
dilakukan uji antibakteri. Tahap
pertama yang dilakukan adalah
pembuatan suspensi bakteri dengan cara
mengambil
biakan
menggunakan
sengkelit (ose) dan disuspensikan
dengan cara dimasukan ke dalam
tabung berisi 3 ml larutan NaCl 0,9%.
Suspensi yang terbentuk disetarakan
dengan larutan baku Mc. Farland 0.5
yang ekuivalen dengan suspensi sel
bakteri dengan konsentrasi 1,5 × 108
cfu/ml (Andrews, 2008).
Pengujian zona hambat sebagai
antibakteri
Pengujian antibakteri dilakukan
dengan
metode
disc
diffusion.
Prinsipnya adalah piringan yang berisi
agen antimikroba diletakkan pada
media agar yang telah ditanami
mikroorganisme yang akan berdifusi
4
pada media agar tersebut. Area jernih
mengindikasikan adanya hambatan
pertumbuhan mikroorganisme oleh
agen antimikroba pada permukaan
media agar (Pratiwi, 2008).
Pada penelitian ini pengujian
antibakteri menggunakan blank disc
(kertas cakram kosong) berdiameter 6
mm. Cutton buds steril dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang berisi
suspensi bakteri dan diguncang sedikit
agar bakteri teraduk rata kemudian
Cutton buds yang mengandung bakteri
dioleskan pada media TSA. Setelah
olesan bakteri mengering, kertas
cakram yang telah direndampada
ekstrak selama 1 jam diberbagai
konsentrasi, kemudian ditiriskan dan
diletakkan diatas media yang berisi
olesan bakteri dengan sedikit ditekan
agar cakram menempel pada permukaan
media. Semua pengerjaan dilakukan
dengan aseptis,selanjutnya diinkubasi
pada suhu 37oC selama 24 jam di
inkubator.
Penentuan zona hambatan
Diameter zona hambat yang
diperoleh lalu di kurangkan dengan
diameter kertas cakram. Diameter zona
hambatdapat dideskripsikan dengan
Gambar 1.
a
c
b
Gambar 1. Perhitungan diameter
zona hambat antibakteri
Keterangan:
a = Diameter kertas cakram (mm)
b = Diameter zona hambat yang
terbentuk (mm)
c = Daerah yang ditumbuhi bakteri
Uji Toksisitas dengan Metode LC50
48 jam
Ekstrak
kulit
batang
R.mucronata yang diperoleh dari
ekstraksi pelarut metanol (sesuai hasil
uji daya hambat) kemudian diuji
toksisitasnya terhadap benih ikan
Gurami ukuran 4-6 cm untuk
mengetahui bioaktivitas dari senyawa
yang terkandung di dalam ekstrak kulit
batang R. mucronata tersebut dengan
metode LC50 selama 48 jam. Benih ikan
Gurami
diaklimatisasi
didalam
akuarium yang dilengkapi dengan alat
aerasi dan benih dibiarkan hidup pada
suhu 25-28 oC, setelah 48 jam hewan uji
siap untuk digunakan.
Uji LC50 dilakukan dengan 5
perlakuan sesuai perbedaan konsentrasi
yaitu 0 ppm, 250 ppm, 500 ppm, 600
ppm dan 750 ppm dan dengan 3 kali
ulangan. Setelah benih ikan di
aklimatisasi, dilakukan pembuatan
konsentrasi uji. Jumlah air tiap
akuariumnya adalah 10 liter dan benih
ikan adalah 10 ekor tiap akuariumnya.
Selama perlakuan ikan tetap diberikan
aerator untuk mencegah kematian ikan
yang disebabkan oleh kekurangan
Oksigen.
Uji
Ekstrak
Kulit
Batang
R.mucronata Terhadap Ikan yang
Terserang Penyakit
Pengujian
kerentanan
ikan
Gurami terhadap bakteri A. hydrophila
dilakukan dengan menggunakan metode
uji tantang terhadap bakteri. Pengujian
ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap
penyakit MAS pada ikan.
Benih ikan Gurami yang
berukuran 10 cm dimasukkan ke dalam
akuarium yang berdimensi 60x30x30
cm3 yang berisi air 10 L sebanyak 10
ekor ikan perakuarium. Selanjutnya
sebanyak
1,0
mL
kultur
uji
8
A.hydrophila dengan kepadatan 10 cfu
5
disuntikan
secara
intramuscular.
Kondisi benih ikan dipantau setiap hari.
Parameter yang diamati adalah gejala
klinis benih ikan Gurami (meliputi
perubahan tingkah laku ikan yang dapat
dijadikan sebagai indikator kesehatan
ikan, tingkah laku renang, gejala klinis
anatomi tubuh eksternal, morfologi
tubuh, kecerahan warna tubuh dan
mata, pendarahan pada tubuh, dan
penjernihan
operculum).
Setelah
munculnya gejala penyakit pada benih
ikan, maka benih ikan direndamkan
pada konsentrasi ekstrak hasil uji LC50
selama 7 hari.
Setelah muncul gejala penyakit,
dilakukan pengambilan sampel untuk
dilakukan perhitungan jumlah koloni
bakteri, dibandingkan dengan jumlah
koloni bakteri dari benih ikan setelah
perendaman 7 hari.
Pengamatan Kualitas Air
Pengamatan kualitas air dilakukan
untuk menghilangkan resiko error
penelitian yang diakibatkan oleh faktorfaktor kualitas air yang tidak
mendukung kehidupan benih ikan
Gurami dalam akuarium. Untuk
menjaga kualitas air selama percobaan
dilakukan penyiponan setiap hari.
Analisis Data
Pada
pengujian
aktivitas
antibakteri data hasil pengukuran zona
bening dirata-ratakan dan dianalisis
dengan metode deskipstif dalam bentuk
tabel. Pengaruh pemberian ekstrak kulit
batang R. mucronata pada berbagai
konsentrasi uji terhadap toksisitas benih
ikan Gurami dapat dihitung dengan
analisis probit untuk menetukan LC50.
Perhitungan LC50 dilakukan dengan
persamaan regresi linear y = a + bx
yang didapatkan dari grafik hubungan
antar log konsentrasi dengan mortalitas
probit menggunakan program Microsoft
excel.
Data pengujian kerentanan
benih ikan Gurami terhadap infeksi
bakteri
A.
hydrophila
meliputi
perhitungan jumlah koloni bakteri
dianalisis secara deskriptif. Data
pendukung berupa data kualitas air
dicatat untuk memberikan informasi
kisaran minimum dan maksimum
kualitas air selama pemeliharaan benih
ikanyang
diinterpretasikan
secara
deskriptif sesuai dengan kelayakan
hidup benih ikan Gurami.
HASIL
Uji Biokimia Bakteri Aeromonas
hydrophila
Dari hasil uji biokimia pada masingmasing media uji, diketahui bahwa
bakteri yang diidentifikasi adalah
bakteri Aeromonas hydrophila. Hasil uji
biokimia bakteri A. hydrophila dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Hasil Uji Biokimia Bakteri
A.hydrophila
6
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak
Kulit Batang Mangrove R. mucronata
Pengujian aktivitas antimikroba
ekstrak
kulit
batang
mangrove
R.mucronata dilakukan dengan metode
difusi cakram dengan menggunakan
kertas cakram berdiameter 6 mm.
Ekstrak
kulit
batang
mangrove
R.mucronata menunjukan adanya zona
hambat
pada
isolat
bakteri
A.hydrophila. Aktivitas antimikroba
dapat dilihat dengan mengamati zona
bening yang terbentuk di sekitar kertas
cakram setelah masa inkubasi selama
24 jam. Hasil uji aktivitas antimikroba
dapat dilihat pada Gambar 2 dan Tabel
2.
Gambar 2. Uji aktivitas antimikroba pada ekstrak kulit batang mangrove R.mucronata
(metanol, n-heksane, e-asetat, kloroamphenicol dan DMSO).
Tabel 2. Hasil pengamatan aktivitas antimikroba zona hambat
Uji Toksisitas LC50 Ekstrak Kulit
Batang
Mangrove
R.mucronata
Terhadap Benih Ikan Gurami
Dari hasil pengujian LC50 (48
jam) ekstrak kulit batang mangrove
R.mucronata terhadap benih ikan
gurami
memperlihatkan
jumlah
kematian benih ikan gurami pada
beberapa tingkat konsentrasi. Hasil uji
toksisitas LC50(48 jam) berdasarkan
kontrasi ekstrak kulit batang mangrove
R.mucronata dengan pelarut metanol
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji toksisitas LC50ekstrak
kulit batang mangrove R.mucronata
dengan pelarut metanol.
7
Pengukuran kualitas air pada saat uji
LC50 selama 48 jam
Pengukuran parameter kualitas
air yang dilakukan adalah suhu, pH dan
DO yang dilakukan setiap 1 kali sehari
selama 2 hari. Hasil pengukuran
kualitas air dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil pengukuran kualitas air selama uji LC5048 jam
Uji Ekstrak Kulit Batang R.
mucronata Terhadap Ikan yang
Terserang Penyakit
Dari hasil uji tantang rendaman
ekstrak kulit batang mangrove R.
mucronata selama 7 hariterhadap benih
ikan gurami yang telah diinfeksikan
(penyuntikan bakteri A. hydrophila
secara intramuskular 1 mL x 108),
memperlihatkan
adanya
pengaruh
rendaman
ekstrak
kulit
batang
mangrove R. mucronata dengan
konsentrasi 626,6 ppm sesuai dengan
uji LC50 yang telah dilakukan terhadap
jumlah koloni bakteri pada benih ikan
gurami. Hasil perhitungan jumlah
koloni bakteri dapat dilihat pada Tabel
5.
Tabel 5. Hasil perhitungan jumlah koloni bakteri pada benih ikan gurami (inkubasi
selama 48 jam)
Pengukuran kualitas air pada saat uji
tantang (in vivo) selama 7 hari
Pengukuran parameter kualitas
air yang dilakukan adalah suhu, pH dan
DO yang dilakukan setiap 1 kali sehari
selama 7 hari. Hasil pengukuran
kualitas air dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil pengukuran kualitas air
selama uji LC5048 jam
8
Pembahasan
Uji Konfirmasi Bakteri A. hydrophila
Uji biokimia merupakan cara
atau perlakuan yang dilakukan untuk
mengidentifikasi suatu biakan murni
bakteri hasil isolasi melalui sifat-sifat
fiologisnya.
Uji
biokimia
yang
dilakukan menggunakan isolasi bakteri
yaitu A.hydrophila.
Uji biokimia pada bakteri A.
hydrophila dengan menggunakan 11
parameter menunjukan perubahan pada
parameter MIO, SIM, Oksidase,
Katalase, LIA, Mr/VP, dan gula-gula
(glukosa, inositol, sorbitol dan manitol).
Hasil pengamatan uji biokimia yang
dilakukan sesuai dengan Tantu dkk
(2013) dalam penelitiannya yang
menggunakan bakteri A. hydrophila
pada ikan nila yang dibudidayakan di
keramba jaring apung (KJA).
Tujuan
dilakukannya
uji
motilitas adalah untuk mengetahui
gerak dari suatu bakteri yang diuji
dengan menggunakan media MIO dan
SIM. Pada media SIM selain untuk
melihat motilitas juga untuk mengetahui
pembentukan H2S. Adanya penyebaran
warna putih seperti akar disekitar
inokulasi,
menunjukkan
adanya
pergerakan
dari
bakteri
yang
diinokulasikan, yang berarti bakteri
memiliki flagel.
Uji Mr digunakan untuk
mengetahui adanya fermentasi asam
campuran (metilen glikon). Adanya
perubahan warna media menjadi merah
setelah ditambahkan methyl red 1 %
menunjukkan
bahwa
bakteri
menghasilkan asam campuran (metilen
glikon) dari proses fermentasi glukosa
yang terkandung dalam media Mr. Uji
VP digunakan untuk mengetahui
pembentukan asetil metal karbinol dari
hasil fermentasi glukosa.
Tujuan prngujian TSIA adalah
untuk mengetahui kemampuan bakteri
untuk memfermentasikan karbohidrat.
Pada media TSIA berisi 3 macam
karbohidrat yaitu glukosa, laktosa dan
sukrosa. Indikatornya adalah phenol red
yang menyebabkan perubahan warna
dari merah oren menjadi kuning dalam
suasana asam. Glukosa berada di dasar
media sedangan laktosa dan sukrosa
berada pada bagian lereng / kemiringan.
Bakteri
hanya
memfermentasikan
glukosa bila pada dasar (butt) media
berwarna kuning maka bersifat asam
dan lereng (slant) berwarna kuning
maka bersifat asam.
Uji gula-gula digunakan untuk
mengetahui
apakah
bakteri
memfermentasikan masing-masing gula
diatas membentuk asam. Tidak terjadi
perubahan warna merah menjadi
kuning,
artinya
bakteri
tidak
memfermentasikan gula dan sebaliknya.
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak
Kulit Batang Mangrove
Uji aktivitas antimikroba dalam
menghambat pertumbuhan bakteri
ditunjukkan oleh ukuran areal bening
yang membentuk lingkaran disekitar
kertas cakram yang kemudian dapat
dihitung diameter penghambatnya.
Terbentuknya area bening disebabkan
karena adanya senyawa antimikroba
pada ekstrak dari kulit batang mangrove
R. mucronata sehingga pertumbuhan
bakteri menjadi terhambat.
Hasil uji aktivitas antimikroba
terhadap A. hydrophila menunjukkan
bahwa control negatif menggunakan
DMSO yang pada hasil pengujian tidak
membentuk zona bening atau zona
hambat di sekitar kertas cakram pada
media TSA. Hal ini menunjukkan
bahwa pelarut DMSO tidak memiliki
aktivitas antimikroba.
Pengujian aktivitas antibakteri
menggunakan
khloroamphenicol
sebagai control positif dimana pada
hasil pengujian, menunjukkan zona
hambat sebesar 32 mm. Hal ini sesuai
9
dengan pernyataan Siswandono dan
Soekardjo (1995) yang menyatakan
bahwa khloroamphenicol digunakan
sebagai antibiotik yang bersifat
bakteriostatik
yang
mempunyai
spectrum luas.
Berdasarkan zona hambat yang
terbentuk maka aktivitas antibakteri
dapat digolongkan menjadi beberapa
golongan yaitu antibakteri yang
aktivitasnya tergolong lemah jika zona
hambat kurang dari 5 mm, jika zona
hambat berkisar antara 5 – 10 mm
digolongkan sedang, kuat jika zona
hambat berkisar antara 10 – 20 mm, dan
tergolong sangat kuat jika lebih dari 20
mm (Indriani, 2007). Dari kriteria
tersebut maka zona hambat yang
terbentuk
oleh
kontrol
positif
(kloramfenikol) termasuk ke dalam
golongan antibakteri yang memiliki
aktivitas sangat kuat karena zona
hambat yang terbentuk pada bakteri uji
tersebut berdiameter lebih dari 20 mm.
Dapat dikatakan bahwa kloramfenikol
efektif
dalam
menghambat
pertumbuhan bakteri tersebut.
Dari pengukuran zona hambat
ekstrak n-heksana, ekstrak etil asetat
dan ekstrak metanol terhadap bakteri A.
hydrophila didapatkan hasil bahwa
dengan konsentrasi yang sama ekstrak
metanol memiliki aktivitas antibakteri
yang paling besar karena memiliki zona
bening yang paling besar pada kedua
bakteri uji tersebut. Aktivitas antibakteri
ekstrak metanol pada bakteri A.
hydrophila tergolong kuat karena zona
bening yang dihasilkan berkisar antara
10 – 20 mm. Pengujian antibakteri
ekstrak etil asetat dan n-heksane hanya
mampu menghambat bakteri A.
hydrophila dengan aktivitas antibakteri
yang tergolong lemah karena berkisar
antara 5 – 10 mm.
Zona bening yang terbentuk ini
disebabkan karena adanya aktifitas
senyawa aktif dari golongan alkaloid,
saponin dan fenolik yang dikandung
ekstrak dari kulit batang mangrove R.
mucronata ini sebagai anti bakteri. Hal
ini sesuai dengan pemaparan Pradana
dkk, (2014) yang menyatakan bahwa
dari hasil analisis fitokimia diketahui
ekstrak metanol dari kulit batang
mangrove R. mucronata menunjukkan
adanya alkaloid, senyawa fenolik, dan
saponin.
Rahman (2008) menjelaskan
bahwa cara kerja zat antimikrobial
alkaloid dan flavonoid terhadap bakteri
A.
hydrophila
diduga
dengan
menghambat kerja enzim bakteri
sehingga
mengganggu
reaksi
biokimiawi
dan
mengakibatkan
terganggunya metabolisme atau matinya
sel bakteri A. hydrophila dan diduga
pula
adanya
penghambatan
pembentukan enzim berupa toksin
ekstra seluler yang merupakan faktor
virulensi bakteri A. hydrophila.
Uji Toksisitas LC50 Ekstrak Kulit
Batang Mangrove Terhadap Benih
Ikan Gurami
Pengujian LC50 48 jam ekstrak
kulit batang mangrove R. mucronata
terhadap
benih
ikan
gurami
memperlihatkan mortalitas 50% berada
pada konsentrasi 600 ppm. Semakin
tinggi konsentrasi ekstrak kulit batang
mangrove R. mucronata, maka jumlah
kematian benih ikan gurami pun
semakin banyak yang dapat dilihat pada
Lampiran 6. Hal ini terjadi karena
ekstrak kulit batang mangrove R.
mucronata mengandung senyawa aktif
sebagai antimikroba, namun dalam
konsentrasi yang tinggi dapat meracuni
benih
ikan
gurami.
Senyawa
antimikroba yang bersifat racun bagi
ikan jika dalam konsentrasi tinggi
adalah saponin. Sebagaimana pendapat
Robinson (1995) bahwa saponin adalah
senyawa aktif permukaan yang kuat
bekerja sebagai antimikroba dan dalam
10
larutan yang sangat kental saponin
sangat beracun untuk ikan, dan
tumbuhan yang mengandung saponin
telah digunakan sebagai racun.
Uji toksisitas terhadap benih
ikan gurami dengan ekstrak metanol
dilakukan dengan 3 kali ulangan pada
masing-masing
konsentrasi
yaitu
kontrol (0 ppm), 250 ppm, 500 ppm,
600 ppm dan 750 ppm. Pada
konsentrasi tersebut, jumlah kematian
berturut-turut yaitu 0, 0, 3, 4 dan 10
ekor (rata-rata) dengan total populasi 10
ekor pada tiap konsentrasi. Hasil
analisis persen kematian dikonversikan
ke nilai probit dan menghitung dengan
persamaan
regresi
linier
untuk
mendapatkan nilai LC50. Setelah
dihitung,didapatkan nilai LC50 pada
ekstrak metanol sebesar 626,6 ppm dan
uji toksisitas ini dikategorikan bersifat
daya toksis sedang (Official Jurnal of
European Community, 1993).
Uji
Ekstrak
Kulit
Batang
R.mucronata Terhadap Ikan yang
Terserang Penyakit
Gejala klinis yang timbul pada
ikan ujiselama penelitian berlangsung
adalah gerakan ikan menjadi lamban,
ikan cenderung diam di dasar akuarium;
luka/borok pada daerah suntikan;
perdarahan padabagian pangkal sirip
ekor dan sirip punggung, dan pada perut
bagian bawah terlihat buncit dan terjadi
pembengkakan. Ikan sebelum mati naik
ke permukaan air dengan sikap
berenang yang labil. Gejala ini pernah
pula dilaporkan oleh Rahmaningsih
(2012) , bahwa tanda-tanda umum
dariikan yang terinfeksi bakteri A.
hydrophilla adalah ikan bergerak
lamban,
mengambil
oksigen
di
permukaan air atau diam didasar
perairan, tidak mau makan, sirip rusak,
luka pada kulit sampaike otot,
exopthalamus (mata menonjol), perut
membengkak berisi cairan kemerahan,
darah dan jaringan yang terserang
menjadi tidak berfungsi. Gejala
penyakit tersebut timbul 48 jam setelah
ikan terinfeksi. Setelah direndam
padahari ke-2 pasca infeksi, gejala
klinis ikan uji mulai terlihat semakin
berkurang dan ikan menjadi pulih pada
hari ke-7 pasca perendaman pada
perlakuan konsentrasi 626,6 ppm.
Walaupun pada uji in vitro,
ekstrak
kulit
batang
mangrove
R.mucronata mampu menghambat
bakteri secara efektif,akan tetapi pada
uji in vivo, ekstrak kulit batang
mangrove R. mucronata bersifat kurang
efektif. Kurang efektifnya kemampuan
efek antibakteri ekstrak kulit batang
mangrove R mucronata, diduga karena
pada uji in vivo, bahan aktif dalam
ekstrak kulit batang mangrove R.
mucronata tidak semuanya dapat
diserap oleh tubuh dan terjadi
metabolisme oleh hati, sedangkan pada
uji in vitro, diuji hanya berhadapan
dengan bakteri A.hydrophilla.
Hal
ini
sesuai
dengan
pernyataan Anief dkk (1995) , bahwa
pada aktivitas obat antimikroba invivo
lebih rumit daripada in vitro, sebab hal
tersebut tidak saja meliputi obat dan
parasit tetapi ada pula faktor ketiga,
yaitu inang (ikan). Jadi kurang
efektifnya pemberian antibakteri alami
ekstrak
kulit
batang
mangrove
R.mucronata pada konsentrasi yang
626,6 ppm, secara peredaman, dapat
disebabkan oleh adanya penetrasi obat
ke dalam tubuh dan daya absorbsi tubuh
terhadap obat dan relatif rendah.
Penetrasi obat dan daya absorbsi yang
relatif rendah dapat disebabkan karena
konsentrasi obat yang kurang tinggi,
kontak obat yang kurang lama,
kelarutan obat yang relatif rendah,
kemampuan obat berdifusi melintasi sel
membran yang relatif rendah, serta
bentuk
obat,
rute
dan
cara
11
pemberianyang kurang tepat (Puspita
dkk, 2001).
Pengukuran Kualitas Air Pada Uji
LC50 48 Jam dan In Vivo
Menurut Kamaludin (2011),
kualitas air merupakan salah satu faktor
yang
mempengaruhi
timbulnya
penyakit pada ikan, karena penyakit
muncul dari interaksi antara inang,
patogen, dan lingkungan. Kualitas air
yang berada di luar kisaran optimum
kebutuhan
hidup
ikan
akan
menyebabkan ikan mengalami stress,
sehingga akibatnya ikan lebih mudah
terserang penyakit. Oleh karena itu
kondisi kualitas air selama perlakuan
harus diperhatikan, agar tetap berada
pada kisaran normal.
Hasil pengukuran kualitas air
pada saat uji LC50 pada tabel 4 yaitu
nilai DO menunjukkan kandungan
oksigen yang terrendah yakni 2,5 ppm
berada pada konsentrasi tertinggi yaitu
750 ppm. Kandungan oksigen terendah
ini memberikan efek terhadap jumlah
mortalitas ikan gurami yang mengalami
peningkatan bersamaan dengan semakin
besarnya konsentrasi esktrak kulit
batang mangrove R. mucronata sebagai
perlakuan, dan menunjukkan bahwa
kandungan oksigen terlarut mengalami
penurunan bersamaan dengan semakin
besarnya konsentrasi esktrak kulit
batang mangrove R. mucronata yang
diberikan. Dapat disimpulkan bahwa
semakin rendah kandungan oksigen uji
LC50 ekstrak kulit batang mangrove
R.mucronata terhadap benih ikan
gurami, semakin tinggi pula mortalitas
benih ikan gurami tersebut.Pada uji in
vivo (tabel 6), nilai DO adalah 4,0 – 4,5
ppm pada tiap harinya dengan
konsentrasi ekstrak 626,6 ppm.
Oksigen terlarut merupakan
kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi
pada media pemeliharaan ikan.
Berdasarkan tabel 4 dan tabel 6,
diketahui bahwa kisaran oksigen
terlarut media pengujian LC50dan uji in
vivo masih berada pada kisaran 2,5 –
6,0 ppm. Menurut Boyd (1982),
kandungan oksigen terlarut kurang dari
1 mg/L akan mematikan ikan, pada
kandungan 1-5 mg/L cukup mendukung
kehidupan ikan tetapi pertumbuhan ikan
lambat, dan pada kandungan oksigen
lebih dari 5 mg/L pertumbuhan ikan
akan berjalan normal.
Hasil
pengukuran
suhu
menunjukkan tidak adanya perbedaan
temperatur terhadap setiap media uji
dengan berbeda konsentrasi. Tabel 4
menunjukkan suhu media uji pada
konsentrasi 0 ppm sampai 750 ppm
selama masa percobaan masih berada
dalam kisaran optimum kebutuhan
hidup ikan gurami yaitu 26°C. Pada uji
in vivo juga menunjukkan kisaran suhu
pada 25-26 °C yang dapat dilihat pada
tabel 6. Hal ini sesuai dengan kualitas
air yang dipaparkan menurut Standar
Nasional Indonesia (2000) yaitu kisaran
suhu optimal untuk ikan gurami berada
pada kisaran 25oC – 30oC. Menurut
Nirmala dan Rasmawan (2010), suhu
yang optimal untuk pertumbuhan ikan
gurami adalah pada kisaran 24.9 –
28°C.
Hasil pengukuran pH media uji
pada konsentrasi 0 ppm sampai 600
ppm adalah 4,9 - 7. Kadar pH tersebut
masih berada dalam kisaran optimum
kebutuhan
hidup
ikan
gurami.
Sedangkan pada konsentrasi 750 ppm,
nilai pH berada pada nilai terendah
berada dibawah standar kelayakan pH
untuk kegiatan budidaya yakni 3,96 –
5,87. Pada uji in vivo (tabel 6) kisaran
pH adalah 6,8 – 7,1 yaitu pada
konsentrasi 626,6 ppm . Hal ini sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia
(2000) yang menetapkan, secara umum
nilai pH 6.5 – 8.5 merupakan kualitas
air yang dianjurkan untuk kelayakan
budidaya perikanan. Menurut Augusta
12
(2012), pH sebesar 5 – 6 masih dapat di
tolerir oleh ikan. Boyd (1982)
menyatakan nilai pH yang mematikan
bagi ikan yaitu lebih kecil dari 4 dan
lebih besar dari 11. Pada pH lebih kecil
dari 6.5 atau lebih besar dari 9.5 dalam
waktu lama akan mempengaruhi
pertumbuhan dan reproduksi pada ikan.
1. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Ekstrak kulit batang R. mucronata
secara in vitro terbukti efektif
menghambat pertumbuhan bakteri
A. hydrophila sedangkan secara in
vivo
kurang
efektif
dalam
menghambat dan menanggulangi
penyakit ikan yang disebabkan oleh
bakteri A. hydrophila.
2. Konsentrasi yang aman digunakan
dalam
pencegahan
dan
penanggulangan serangan bakteri A.
hydrophila adalah 10% dari
konsentrasi LC50 yang didapatkan
yaitu 62,6 ppm
Saran
Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan, sebaiknya dilakukan
penerapan secara langsung kepada
kegiatan budidaya ikan air tawar yaitu
ikan gurami dan dilakukan penelitian
selanjutnya untuk mendapatkan nilai
konsentrasi yang lebih rendah namun
tetap
efektif
dalam
menghabat
pertumbuhan bakteri A. hydrophila.
DAFTAR PUSTAKA
Andrews, J. M. 2008. BSAC
Standardized Disc Susceptibility
Testing Method (version 7).
Journal
of
Antimicrobial
Chemotherapy. 62: 256 – 278.
Anief, M. 1995. Prinsip Umum dan
DasarFarmakologi.
Gadjah
Mada
University
Press,
Yogyakarta, 145 hlm.
Apriyanto, H. 2013. Pemanfaatan
Ekstrak Buah Rhizophora sp.
Sebagai Anti Bakteri Terhadap
Bakteri PatogenIkan Air Tawar.
[Skripsi]. Jurusan Budidaya
Perairan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. Lampung.
Augusta, T . S. 2012. Aklimatisasi
Benih Ikan Nila (Oreochromis
spp.) dengan Pencampuran Air
Gambut. Jurnal Ilmu Hewan
Tropika. 1 (2): 78-82.
Boyd, C. E. 1982. Water Quality
Management for Pond Fish
Culture. Else Vier Scientific
Publishing
Company.
Amsterdam.
Indriani, N. 2007. Aktivitas Antibakteri
Daun Senggugu (Cleodendron
serratum [L] Spr.). [Skripsi].
Program
Studi
Biokimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Kamaludin. 2011. Efektifitas Ekstrak
Lidah Buaya Aloe vera Untuk
Mengobati Infeksi Aeromonas
hydrophila Pada Ikan Lele
Dumbo Clarias sp. Melalui
Pakan.
Skripsi.
Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nirmala dan Rasmawan. 2010. Kinerja
Pertumbuhan
Ikan
Gurami
(Osphronemus gouramy) yang
dipelihara
pada
media
bersalinitas dengan pemaparan
medan listrik. Jurnal Akuakultur
Indonesia.9 (1): 46-55.
Official
Journal
Of
European
Community. 1993. Halaman : 67
– 72
Pradana, D., D. Suryanto dan Yunasfi.
2014. Uji Daya Hambat Ekstrak
Kulit
Batang
Rhizophora
mucronata
Terhadap
Pertumbuhan
Bakteri
13
Aeromonas
hydrophila,
Streptococcus agalactiae dan
Jamur Saprolegnia sp. Secara In
Vitro. [Skripsi]. Program Studi
Manajemen
Sumberdaya
Perairan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Prapanza, I. E. P., dan L. A. Marianto.
2003. Khasiat dan Manfaat
Sambiloto: Raja Pahit Penakluk
Aneka Penyakit. PT AgroMedia
Pustaka, Jakarta.
Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi
Farmasi. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Rahman, M. F. 2008. Potensi
Antibakteri
Ekstrak
Buah
Pepaya Pada Ikan Gurami Yang
Diinfeksi Bakteri Aeromonas
hydrophila. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor: Bogor.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik
Tumbuhan Tinggi. Penerbit
ITB. Bandung.
Rohaeti, E., I. Batubara., A. Lieke, dan
L. K. Darusman. 2010. Potensi
Ekstrak Rhizophora sp. Sebagai
Inhibitor Tirosinase. Prosiding
Semnas Sains III. IPB, Bogor.
Hlm. 196-201.
Siswandono dan Soekardjo,B. 1995.
Kimia Medisinal. Hlm. 28-29,
dan 157.Universitas Airlangga
Press, Surabaya.
Gunawan,D dan Sri, M. 2004. Ilmu
Obat Alam (Farmakognodi) Jilid
I. Penebar Swadaya. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia. 2000.
Produksi benih ikan gurami
(Osphronemus goramy, Lac)
kelas benih sebar. SNI : 01 –
6485. 3 – 2000.
Tantu,W., Tumbol,RA., Longdong,SNJ.
2013.
Deteksi
Keberadaan
Bakteri Aeromonas sp pada Ikan
Nila yang Dibudidayakan di
Karamba Jaring Apung Danau
Tondano. Budidaya Perairan. 1
(3) : 74-80
Trianto, A., E. Wibowo, R. Suryono dan
S. Sapta. 2004. Ekstrak Daun
Mangrove
Aegiceras
corniculatum
Sebagai
Antibakteri Vibrio harveyi dan
Vibrio parahaemolyticus. 9 (4) :
186 – 189.
Download