1 POTENSI EKSTRAK KULIT BATANG Rhizophora mucronata SEBAGAI ANTIBAKTERI UNTUK MENANGGULANGI SERANGAN BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA BENIH IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) Potential of Extract of Rhizophora mucronata Bark As Antibacterials To Reduce Bacterial Disease of Aeromonas hydrophila On Gurami Seeds (Osphronemus gouramy) 1 Ellizabet Nababan, 2Dwi Suryanto dan 3Febrina Arli 1 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155 2 Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155 3 Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155 ABSTRACT Motile Aeromonas Septicaema (MAS) disease is a bacterial disease effecting of gurami fish of culture, seeds and adults. One alternative to prevent the disease is to use extract of plant. This study aimed to know the effectiveness of R.mucronata bark extract in decresing MAS in gurami seeds in vitro and in vivo, and to determine its LC50 in the fish. Extraction of the bark was done using solvents such as methanol, ethyl acetate and n-heksane. LC50 assay of the extract was done to gurami seeds for 48 hours. The extract was assayed to gurami seeds to know the fish tolerance. Assay on ability of the extract to decrease A.hydrophila growth was conducted, by dropping the extracts on disc blanc and putting the disc into the bacterial lawn. The result showed the extract methanol of the bark was more effective in inhibiting grow of A.hydrophila, however its ability in reducing the disease was least. LC50 of the methanol was in 62,6 ppm. Keywords: Aeromonas hydrophila, antimicrobial activity, Rhizophora mucronata, Seeds Gurami PENDAHULUAN Jumlah penduduk Indonesia meningkat tiap tahunnya. Seiring dengan itu kebutuhan pangan seperti protein ikan meningkat. Kegiatan budidaya ikan gurami merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk memenuhi akan kebutuhan protein tersebut. Kendala yang dihadapi pada kegiatan usaha budidaya ikan gurami adalah serangan akan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Kesehatan ikan merupakan faktor yang perlu diperhatikan pada berhasil atau tidaknya suatu kegiatan budidaya ikan. Apabila kesehatan ikan tidak di kontrol maka akan menimbulkan penyakit pada ikan yang dibudidayakan. Penyakit pada ikan dapat ditimbulkan dari lingkungan perairan yang tercemar. Bakteri Aeromonas hydrophila adalah salah satu penyebab penyakit Motil Aeromonas Septicemia (MAS) atau penyakit bercak merah. A.hydrophila merupakan bakteri patogen yang bersifat gram negatif. Jika 2 penyakit tersebut tidak segera diatasi dapat membuat benih ikan Gurami menjadi cacat bahkan mengalami kematian yang akhirnya dapat menyebabkan harga jualnya turun selanjutnya dapat mengurangi pendapatan ataupun keuntungan dari kegiatan usaha budidaya. Upaya penanggulangan serangan penyakit dapat dilakukan melalui tindakan pencegahan maupun pengobatan. Upaya pencegahan dapat dilakukan diantaranya dengan cara mengontrol kualitas air agar sesuai, pemberian pakan yang sesuai baik kualitas maupun kuantitasnya, sedangkan pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia atau antibiotik (Prapanza dan Marianto, 2003). Upaya yang sering dilakukan para pembudidaya untuk menanggulangi penyakit ikan akibat bakteri A. hydrophila yaitu dengan menggunakan antibiotik. Zat antibiotik dapat menghambat bahkan membunuh mikroorganisme patogen, tetapi pemakaian antibiotik ternyata menimbulkan masalah baru karena sifatnya yang tidak ramah lingkungan. Zat-zat antibiotik tersebut dapat meningkatkan resistensi hama yang ingin ditanggulangi sehingga semakin tidak mempan atau dosis yang digunakan akan terus meningkat (Trianto dkk, 2004). Oleh karena itu perlu dilakukan pencarian metode lain yang aman bagi biota dan lingkungannya, seperti memanfaatkan bahan-bahan alami dari tanaman. Beberapa keuntungan menggunakan bahan-bahan alami dari tanaman antara lain relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi, danrelatif tidak berbahaya terhadap lingkungan sekitarnya. Salah satu bahan alami yang dapat dimanfaatkan adalah dari tanaman mangrove jenis Rhizophora sp. Hampir semua bagian tanaman Rhizophora sp. mengandung senyawa alkaloid, saponin, flavonoid dan tannin dimana senyawa ini merupakan antibakteri (Rohaetidkk, 2010).Oleh karena itu Rhizophora sp. memiliki potensi yang sangat baik untuk dikelola dan dikembangkan, terutama sebagai antibiotik alami (Apriyanto, 2013). METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2015. Kegiatan ekstraksi kulit batang R. mucronata dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan uji efektivitas antibakteri terhadap A. hydrophila dilakukan di Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Medan II, sedangkan untuk uji LC50 48 jam dan uji tantang dilakukan di Laboratorium Budidaya Perairan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Persiapan dan Ekstraksi Kulit Batang Mangrove R. mucronata Kulit batang tumbuhan R. Mucronata diambil dari kawasan hutan mangrove desa Denai Kuala, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang sebanyak 10 kg. Pemanenan kulit batang R. mucronatahanya dilakukan pada pohon dengan diameter lebih dari 30 cm. Kulit batang R. mucronata dicuci dengan air mengalir dan dipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan selama 7 hari dengan cara diangin-anginkan untuk mengurangi penguapan yang mengikutkan senyawa yang terkandung didalamnya (Pradana dkk, 2014). Proses 3 pengeringan ini bertujuan menurunkan kadar air sehingga tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri serta menghilangkan aktivitas enzim yang dapat menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif yang terdapat dikulit batang tumbuhan tersebut (Gunawan dan Sri, 2004). Kulit batang yang sudah kering selanjutnya dipotong menjadi potongan yang lebih kecil agar mudah dihaluskan dengan blender hingga berbentuk serbuk. Serbuk selanjutnya diayak menggunakan ayakan hingga diperoleh serbuk yang halus dan seragam. Serbuk hasil ayakan sebanyak 4,2 kg kemudian disimpan ke dalam stoples kaca karena tidak langsung digunakan untuk proses selanjutnya. Proses ekstraksi bahan aktif yaitu ekstraksi dari kulit batang mangrove dalam penelitian ini dilakukan dengan metode maserasi yaitu proses pengambilan senyawa zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai dengan kepolarannya. Dalam penelitian ini digunakan tiga pelarut dengan kepolaran berbeda yaitu nheksana yang bersifat non polar, etil asetat yang bersifat semi polar dan metanol yang bersifat polar. Serbuk sampel masing-masing sebanyak 1,1kg direndam dengan 3 liter pelarut etil asetat, 1 kg direndam dengan 3 liter pelarut metanol dan sebanyak 2,1 kg direndam dengan 6 liter n-heksana di dalam tabung kaca. Tabung kaca yang berisi rendaman tersebut kemudian ditutup dengan alumunium foil selama 24 jam sambil sesekali diaduk untuk mempercepat kontak antara sampel dengan pelarut. Setelah itu sampel disaring dengan kapas sehingga diperoleh filtrat dan ampas. Hasil filtrat yang diperoleh tersebut dipekatkan dengan penangas air (water bath) agar seluruh pelarutnya habis menguap dan diperoleh ekstrak pekat/kering. Ekstrak tersebut kemudian disimpan di dalam refrigenerator. Peremajaan bakteri Bakteri A.hydropila diremajakan masing-masing pada media TSA dengan cara menggoreskan jarum ose yang mengandung bakteri A.hydropila pada 1 cawan petri yang berisi media TSA. Penggoresan dilakukan secara aseptis yaitu membakar jarum ose dengan api Bunsen sampai berpijar sebelum dan sesudah penggoresan, selalu dekat dengan api Bunsen selama proses penggoresan berlangsung dengan mengatur jarak jarum ose yang mengandung bakteri dengan api Bunsen agar bakteri yang akan diremajakan tidak mati. Setelah itu media yang berisi bakteri tersebut dinkubasi selama 24 – 48 jam pada suhu 37oC. Pembuatan suspensi bakteri dan konsentrasi uji Setelah bakteri tumbuh saat peremajaan, bakteri siap untuk dilakukan uji antibakteri. Tahap pertama yang dilakukan adalah pembuatan suspensi bakteri dengan cara mengambil biakan menggunakan sengkelit (ose) dan disuspensikan dengan cara dimasukan ke dalam tabung berisi 3 ml larutan NaCl 0,9%. Suspensi yang terbentuk disetarakan dengan larutan baku Mc. Farland 0.5 yang ekuivalen dengan suspensi sel bakteri dengan konsentrasi 1,5 × 108 cfu/ml (Andrews, 2008). Pengujian zona hambat sebagai antibakteri Pengujian antibakteri dilakukan dengan metode disc diffusion. Prinsipnya adalah piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi 4 pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008). Pada penelitian ini pengujian antibakteri menggunakan blank disc (kertas cakram kosong) berdiameter 6 mm. Cutton buds steril dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi suspensi bakteri dan diguncang sedikit agar bakteri teraduk rata kemudian Cutton buds yang mengandung bakteri dioleskan pada media TSA. Setelah olesan bakteri mengering, kertas cakram yang telah direndampada ekstrak selama 1 jam diberbagai konsentrasi, kemudian ditiriskan dan diletakkan diatas media yang berisi olesan bakteri dengan sedikit ditekan agar cakram menempel pada permukaan media. Semua pengerjaan dilakukan dengan aseptis,selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam di inkubator. Penentuan zona hambatan Diameter zona hambat yang diperoleh lalu di kurangkan dengan diameter kertas cakram. Diameter zona hambatdapat dideskripsikan dengan Gambar 1. a c b Gambar 1. Perhitungan diameter zona hambat antibakteri Keterangan: a = Diameter kertas cakram (mm) b = Diameter zona hambat yang terbentuk (mm) c = Daerah yang ditumbuhi bakteri Uji Toksisitas dengan Metode LC50 48 jam Ekstrak kulit batang R.mucronata yang diperoleh dari ekstraksi pelarut metanol (sesuai hasil uji daya hambat) kemudian diuji toksisitasnya terhadap benih ikan Gurami ukuran 4-6 cm untuk mengetahui bioaktivitas dari senyawa yang terkandung di dalam ekstrak kulit batang R. mucronata tersebut dengan metode LC50 selama 48 jam. Benih ikan Gurami diaklimatisasi didalam akuarium yang dilengkapi dengan alat aerasi dan benih dibiarkan hidup pada suhu 25-28 oC, setelah 48 jam hewan uji siap untuk digunakan. Uji LC50 dilakukan dengan 5 perlakuan sesuai perbedaan konsentrasi yaitu 0 ppm, 250 ppm, 500 ppm, 600 ppm dan 750 ppm dan dengan 3 kali ulangan. Setelah benih ikan di aklimatisasi, dilakukan pembuatan konsentrasi uji. Jumlah air tiap akuariumnya adalah 10 liter dan benih ikan adalah 10 ekor tiap akuariumnya. Selama perlakuan ikan tetap diberikan aerator untuk mencegah kematian ikan yang disebabkan oleh kekurangan Oksigen. Uji Ekstrak Kulit Batang R.mucronata Terhadap Ikan yang Terserang Penyakit Pengujian kerentanan ikan Gurami terhadap bakteri A. hydrophila dilakukan dengan menggunakan metode uji tantang terhadap bakteri. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap penyakit MAS pada ikan. Benih ikan Gurami yang berukuran 10 cm dimasukkan ke dalam akuarium yang berdimensi 60x30x30 cm3 yang berisi air 10 L sebanyak 10 ekor ikan perakuarium. Selanjutnya sebanyak 1,0 mL kultur uji 8 A.hydrophila dengan kepadatan 10 cfu 5 disuntikan secara intramuscular. Kondisi benih ikan dipantau setiap hari. Parameter yang diamati adalah gejala klinis benih ikan Gurami (meliputi perubahan tingkah laku ikan yang dapat dijadikan sebagai indikator kesehatan ikan, tingkah laku renang, gejala klinis anatomi tubuh eksternal, morfologi tubuh, kecerahan warna tubuh dan mata, pendarahan pada tubuh, dan penjernihan operculum). Setelah munculnya gejala penyakit pada benih ikan, maka benih ikan direndamkan pada konsentrasi ekstrak hasil uji LC50 selama 7 hari. Setelah muncul gejala penyakit, dilakukan pengambilan sampel untuk dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri, dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri dari benih ikan setelah perendaman 7 hari. Pengamatan Kualitas Air Pengamatan kualitas air dilakukan untuk menghilangkan resiko error penelitian yang diakibatkan oleh faktorfaktor kualitas air yang tidak mendukung kehidupan benih ikan Gurami dalam akuarium. Untuk menjaga kualitas air selama percobaan dilakukan penyiponan setiap hari. Analisis Data Pada pengujian aktivitas antibakteri data hasil pengukuran zona bening dirata-ratakan dan dianalisis dengan metode deskipstif dalam bentuk tabel. Pengaruh pemberian ekstrak kulit batang R. mucronata pada berbagai konsentrasi uji terhadap toksisitas benih ikan Gurami dapat dihitung dengan analisis probit untuk menetukan LC50. Perhitungan LC50 dilakukan dengan persamaan regresi linear y = a + bx yang didapatkan dari grafik hubungan antar log konsentrasi dengan mortalitas probit menggunakan program Microsoft excel. Data pengujian kerentanan benih ikan Gurami terhadap infeksi bakteri A. hydrophila meliputi perhitungan jumlah koloni bakteri dianalisis secara deskriptif. Data pendukung berupa data kualitas air dicatat untuk memberikan informasi kisaran minimum dan maksimum kualitas air selama pemeliharaan benih ikanyang diinterpretasikan secara deskriptif sesuai dengan kelayakan hidup benih ikan Gurami. HASIL Uji Biokimia Bakteri Aeromonas hydrophila Dari hasil uji biokimia pada masingmasing media uji, diketahui bahwa bakteri yang diidentifikasi adalah bakteri Aeromonas hydrophila. Hasil uji biokimia bakteri A. hydrophila dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Hasil Uji Biokimia Bakteri A.hydrophila 6 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kulit Batang Mangrove R. mucronata Pengujian aktivitas antimikroba ekstrak kulit batang mangrove R.mucronata dilakukan dengan metode difusi cakram dengan menggunakan kertas cakram berdiameter 6 mm. Ekstrak kulit batang mangrove R.mucronata menunjukan adanya zona hambat pada isolat bakteri A.hydrophila. Aktivitas antimikroba dapat dilihat dengan mengamati zona bening yang terbentuk di sekitar kertas cakram setelah masa inkubasi selama 24 jam. Hasil uji aktivitas antimikroba dapat dilihat pada Gambar 2 dan Tabel 2. Gambar 2. Uji aktivitas antimikroba pada ekstrak kulit batang mangrove R.mucronata (metanol, n-heksane, e-asetat, kloroamphenicol dan DMSO). Tabel 2. Hasil pengamatan aktivitas antimikroba zona hambat Uji Toksisitas LC50 Ekstrak Kulit Batang Mangrove R.mucronata Terhadap Benih Ikan Gurami Dari hasil pengujian LC50 (48 jam) ekstrak kulit batang mangrove R.mucronata terhadap benih ikan gurami memperlihatkan jumlah kematian benih ikan gurami pada beberapa tingkat konsentrasi. Hasil uji toksisitas LC50(48 jam) berdasarkan kontrasi ekstrak kulit batang mangrove R.mucronata dengan pelarut metanol dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil uji toksisitas LC50ekstrak kulit batang mangrove R.mucronata dengan pelarut metanol. 7 Pengukuran kualitas air pada saat uji LC50 selama 48 jam Pengukuran parameter kualitas air yang dilakukan adalah suhu, pH dan DO yang dilakukan setiap 1 kali sehari selama 2 hari. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil pengukuran kualitas air selama uji LC5048 jam Uji Ekstrak Kulit Batang R. mucronata Terhadap Ikan yang Terserang Penyakit Dari hasil uji tantang rendaman ekstrak kulit batang mangrove R. mucronata selama 7 hariterhadap benih ikan gurami yang telah diinfeksikan (penyuntikan bakteri A. hydrophila secara intramuskular 1 mL x 108), memperlihatkan adanya pengaruh rendaman ekstrak kulit batang mangrove R. mucronata dengan konsentrasi 626,6 ppm sesuai dengan uji LC50 yang telah dilakukan terhadap jumlah koloni bakteri pada benih ikan gurami. Hasil perhitungan jumlah koloni bakteri dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil perhitungan jumlah koloni bakteri pada benih ikan gurami (inkubasi selama 48 jam) Pengukuran kualitas air pada saat uji tantang (in vivo) selama 7 hari Pengukuran parameter kualitas air yang dilakukan adalah suhu, pH dan DO yang dilakukan setiap 1 kali sehari selama 7 hari. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil pengukuran kualitas air selama uji LC5048 jam 8 Pembahasan Uji Konfirmasi Bakteri A. hydrophila Uji biokimia merupakan cara atau perlakuan yang dilakukan untuk mengidentifikasi suatu biakan murni bakteri hasil isolasi melalui sifat-sifat fiologisnya. Uji biokimia yang dilakukan menggunakan isolasi bakteri yaitu A.hydrophila. Uji biokimia pada bakteri A. hydrophila dengan menggunakan 11 parameter menunjukan perubahan pada parameter MIO, SIM, Oksidase, Katalase, LIA, Mr/VP, dan gula-gula (glukosa, inositol, sorbitol dan manitol). Hasil pengamatan uji biokimia yang dilakukan sesuai dengan Tantu dkk (2013) dalam penelitiannya yang menggunakan bakteri A. hydrophila pada ikan nila yang dibudidayakan di keramba jaring apung (KJA). Tujuan dilakukannya uji motilitas adalah untuk mengetahui gerak dari suatu bakteri yang diuji dengan menggunakan media MIO dan SIM. Pada media SIM selain untuk melihat motilitas juga untuk mengetahui pembentukan H2S. Adanya penyebaran warna putih seperti akar disekitar inokulasi, menunjukkan adanya pergerakan dari bakteri yang diinokulasikan, yang berarti bakteri memiliki flagel. Uji Mr digunakan untuk mengetahui adanya fermentasi asam campuran (metilen glikon). Adanya perubahan warna media menjadi merah setelah ditambahkan methyl red 1 % menunjukkan bahwa bakteri menghasilkan asam campuran (metilen glikon) dari proses fermentasi glukosa yang terkandung dalam media Mr. Uji VP digunakan untuk mengetahui pembentukan asetil metal karbinol dari hasil fermentasi glukosa. Tujuan prngujian TSIA adalah untuk mengetahui kemampuan bakteri untuk memfermentasikan karbohidrat. Pada media TSIA berisi 3 macam karbohidrat yaitu glukosa, laktosa dan sukrosa. Indikatornya adalah phenol red yang menyebabkan perubahan warna dari merah oren menjadi kuning dalam suasana asam. Glukosa berada di dasar media sedangan laktosa dan sukrosa berada pada bagian lereng / kemiringan. Bakteri hanya memfermentasikan glukosa bila pada dasar (butt) media berwarna kuning maka bersifat asam dan lereng (slant) berwarna kuning maka bersifat asam. Uji gula-gula digunakan untuk mengetahui apakah bakteri memfermentasikan masing-masing gula diatas membentuk asam. Tidak terjadi perubahan warna merah menjadi kuning, artinya bakteri tidak memfermentasikan gula dan sebaliknya. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kulit Batang Mangrove Uji aktivitas antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan oleh ukuran areal bening yang membentuk lingkaran disekitar kertas cakram yang kemudian dapat dihitung diameter penghambatnya. Terbentuknya area bening disebabkan karena adanya senyawa antimikroba pada ekstrak dari kulit batang mangrove R. mucronata sehingga pertumbuhan bakteri menjadi terhambat. Hasil uji aktivitas antimikroba terhadap A. hydrophila menunjukkan bahwa control negatif menggunakan DMSO yang pada hasil pengujian tidak membentuk zona bening atau zona hambat di sekitar kertas cakram pada media TSA. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut DMSO tidak memiliki aktivitas antimikroba. Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan khloroamphenicol sebagai control positif dimana pada hasil pengujian, menunjukkan zona hambat sebesar 32 mm. Hal ini sesuai 9 dengan pernyataan Siswandono dan Soekardjo (1995) yang menyatakan bahwa khloroamphenicol digunakan sebagai antibiotik yang bersifat bakteriostatik yang mempunyai spectrum luas. Berdasarkan zona hambat yang terbentuk maka aktivitas antibakteri dapat digolongkan menjadi beberapa golongan yaitu antibakteri yang aktivitasnya tergolong lemah jika zona hambat kurang dari 5 mm, jika zona hambat berkisar antara 5 – 10 mm digolongkan sedang, kuat jika zona hambat berkisar antara 10 – 20 mm, dan tergolong sangat kuat jika lebih dari 20 mm (Indriani, 2007). Dari kriteria tersebut maka zona hambat yang terbentuk oleh kontrol positif (kloramfenikol) termasuk ke dalam golongan antibakteri yang memiliki aktivitas sangat kuat karena zona hambat yang terbentuk pada bakteri uji tersebut berdiameter lebih dari 20 mm. Dapat dikatakan bahwa kloramfenikol efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Dari pengukuran zona hambat ekstrak n-heksana, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol terhadap bakteri A. hydrophila didapatkan hasil bahwa dengan konsentrasi yang sama ekstrak metanol memiliki aktivitas antibakteri yang paling besar karena memiliki zona bening yang paling besar pada kedua bakteri uji tersebut. Aktivitas antibakteri ekstrak metanol pada bakteri A. hydrophila tergolong kuat karena zona bening yang dihasilkan berkisar antara 10 – 20 mm. Pengujian antibakteri ekstrak etil asetat dan n-heksane hanya mampu menghambat bakteri A. hydrophila dengan aktivitas antibakteri yang tergolong lemah karena berkisar antara 5 – 10 mm. Zona bening yang terbentuk ini disebabkan karena adanya aktifitas senyawa aktif dari golongan alkaloid, saponin dan fenolik yang dikandung ekstrak dari kulit batang mangrove R. mucronata ini sebagai anti bakteri. Hal ini sesuai dengan pemaparan Pradana dkk, (2014) yang menyatakan bahwa dari hasil analisis fitokimia diketahui ekstrak metanol dari kulit batang mangrove R. mucronata menunjukkan adanya alkaloid, senyawa fenolik, dan saponin. Rahman (2008) menjelaskan bahwa cara kerja zat antimikrobial alkaloid dan flavonoid terhadap bakteri A. hydrophila diduga dengan menghambat kerja enzim bakteri sehingga mengganggu reaksi biokimiawi dan mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel bakteri A. hydrophila dan diduga pula adanya penghambatan pembentukan enzim berupa toksin ekstra seluler yang merupakan faktor virulensi bakteri A. hydrophila. Uji Toksisitas LC50 Ekstrak Kulit Batang Mangrove Terhadap Benih Ikan Gurami Pengujian LC50 48 jam ekstrak kulit batang mangrove R. mucronata terhadap benih ikan gurami memperlihatkan mortalitas 50% berada pada konsentrasi 600 ppm. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kulit batang mangrove R. mucronata, maka jumlah kematian benih ikan gurami pun semakin banyak yang dapat dilihat pada Lampiran 6. Hal ini terjadi karena ekstrak kulit batang mangrove R. mucronata mengandung senyawa aktif sebagai antimikroba, namun dalam konsentrasi yang tinggi dapat meracuni benih ikan gurami. Senyawa antimikroba yang bersifat racun bagi ikan jika dalam konsentrasi tinggi adalah saponin. Sebagaimana pendapat Robinson (1995) bahwa saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat bekerja sebagai antimikroba dan dalam 10 larutan yang sangat kental saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun. Uji toksisitas terhadap benih ikan gurami dengan ekstrak metanol dilakukan dengan 3 kali ulangan pada masing-masing konsentrasi yaitu kontrol (0 ppm), 250 ppm, 500 ppm, 600 ppm dan 750 ppm. Pada konsentrasi tersebut, jumlah kematian berturut-turut yaitu 0, 0, 3, 4 dan 10 ekor (rata-rata) dengan total populasi 10 ekor pada tiap konsentrasi. Hasil analisis persen kematian dikonversikan ke nilai probit dan menghitung dengan persamaan regresi linier untuk mendapatkan nilai LC50. Setelah dihitung,didapatkan nilai LC50 pada ekstrak metanol sebesar 626,6 ppm dan uji toksisitas ini dikategorikan bersifat daya toksis sedang (Official Jurnal of European Community, 1993). Uji Ekstrak Kulit Batang R.mucronata Terhadap Ikan yang Terserang Penyakit Gejala klinis yang timbul pada ikan ujiselama penelitian berlangsung adalah gerakan ikan menjadi lamban, ikan cenderung diam di dasar akuarium; luka/borok pada daerah suntikan; perdarahan padabagian pangkal sirip ekor dan sirip punggung, dan pada perut bagian bawah terlihat buncit dan terjadi pembengkakan. Ikan sebelum mati naik ke permukaan air dengan sikap berenang yang labil. Gejala ini pernah pula dilaporkan oleh Rahmaningsih (2012) , bahwa tanda-tanda umum dariikan yang terinfeksi bakteri A. hydrophilla adalah ikan bergerak lamban, mengambil oksigen di permukaan air atau diam didasar perairan, tidak mau makan, sirip rusak, luka pada kulit sampaike otot, exopthalamus (mata menonjol), perut membengkak berisi cairan kemerahan, darah dan jaringan yang terserang menjadi tidak berfungsi. Gejala penyakit tersebut timbul 48 jam setelah ikan terinfeksi. Setelah direndam padahari ke-2 pasca infeksi, gejala klinis ikan uji mulai terlihat semakin berkurang dan ikan menjadi pulih pada hari ke-7 pasca perendaman pada perlakuan konsentrasi 626,6 ppm. Walaupun pada uji in vitro, ekstrak kulit batang mangrove R.mucronata mampu menghambat bakteri secara efektif,akan tetapi pada uji in vivo, ekstrak kulit batang mangrove R. mucronata bersifat kurang efektif. Kurang efektifnya kemampuan efek antibakteri ekstrak kulit batang mangrove R mucronata, diduga karena pada uji in vivo, bahan aktif dalam ekstrak kulit batang mangrove R. mucronata tidak semuanya dapat diserap oleh tubuh dan terjadi metabolisme oleh hati, sedangkan pada uji in vitro, diuji hanya berhadapan dengan bakteri A.hydrophilla. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anief dkk (1995) , bahwa pada aktivitas obat antimikroba invivo lebih rumit daripada in vitro, sebab hal tersebut tidak saja meliputi obat dan parasit tetapi ada pula faktor ketiga, yaitu inang (ikan). Jadi kurang efektifnya pemberian antibakteri alami ekstrak kulit batang mangrove R.mucronata pada konsentrasi yang 626,6 ppm, secara peredaman, dapat disebabkan oleh adanya penetrasi obat ke dalam tubuh dan daya absorbsi tubuh terhadap obat dan relatif rendah. Penetrasi obat dan daya absorbsi yang relatif rendah dapat disebabkan karena konsentrasi obat yang kurang tinggi, kontak obat yang kurang lama, kelarutan obat yang relatif rendah, kemampuan obat berdifusi melintasi sel membran yang relatif rendah, serta bentuk obat, rute dan cara 11 pemberianyang kurang tepat (Puspita dkk, 2001). Pengukuran Kualitas Air Pada Uji LC50 48 Jam dan In Vivo Menurut Kamaludin (2011), kualitas air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit pada ikan, karena penyakit muncul dari interaksi antara inang, patogen, dan lingkungan. Kualitas air yang berada di luar kisaran optimum kebutuhan hidup ikan akan menyebabkan ikan mengalami stress, sehingga akibatnya ikan lebih mudah terserang penyakit. Oleh karena itu kondisi kualitas air selama perlakuan harus diperhatikan, agar tetap berada pada kisaran normal. Hasil pengukuran kualitas air pada saat uji LC50 pada tabel 4 yaitu nilai DO menunjukkan kandungan oksigen yang terrendah yakni 2,5 ppm berada pada konsentrasi tertinggi yaitu 750 ppm. Kandungan oksigen terendah ini memberikan efek terhadap jumlah mortalitas ikan gurami yang mengalami peningkatan bersamaan dengan semakin besarnya konsentrasi esktrak kulit batang mangrove R. mucronata sebagai perlakuan, dan menunjukkan bahwa kandungan oksigen terlarut mengalami penurunan bersamaan dengan semakin besarnya konsentrasi esktrak kulit batang mangrove R. mucronata yang diberikan. Dapat disimpulkan bahwa semakin rendah kandungan oksigen uji LC50 ekstrak kulit batang mangrove R.mucronata terhadap benih ikan gurami, semakin tinggi pula mortalitas benih ikan gurami tersebut.Pada uji in vivo (tabel 6), nilai DO adalah 4,0 – 4,5 ppm pada tiap harinya dengan konsentrasi ekstrak 626,6 ppm. Oksigen terlarut merupakan kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi pada media pemeliharaan ikan. Berdasarkan tabel 4 dan tabel 6, diketahui bahwa kisaran oksigen terlarut media pengujian LC50dan uji in vivo masih berada pada kisaran 2,5 – 6,0 ppm. Menurut Boyd (1982), kandungan oksigen terlarut kurang dari 1 mg/L akan mematikan ikan, pada kandungan 1-5 mg/L cukup mendukung kehidupan ikan tetapi pertumbuhan ikan lambat, dan pada kandungan oksigen lebih dari 5 mg/L pertumbuhan ikan akan berjalan normal. Hasil pengukuran suhu menunjukkan tidak adanya perbedaan temperatur terhadap setiap media uji dengan berbeda konsentrasi. Tabel 4 menunjukkan suhu media uji pada konsentrasi 0 ppm sampai 750 ppm selama masa percobaan masih berada dalam kisaran optimum kebutuhan hidup ikan gurami yaitu 26°C. Pada uji in vivo juga menunjukkan kisaran suhu pada 25-26 °C yang dapat dilihat pada tabel 6. Hal ini sesuai dengan kualitas air yang dipaparkan menurut Standar Nasional Indonesia (2000) yaitu kisaran suhu optimal untuk ikan gurami berada pada kisaran 25oC – 30oC. Menurut Nirmala dan Rasmawan (2010), suhu yang optimal untuk pertumbuhan ikan gurami adalah pada kisaran 24.9 – 28°C. Hasil pengukuran pH media uji pada konsentrasi 0 ppm sampai 600 ppm adalah 4,9 - 7. Kadar pH tersebut masih berada dalam kisaran optimum kebutuhan hidup ikan gurami. Sedangkan pada konsentrasi 750 ppm, nilai pH berada pada nilai terendah berada dibawah standar kelayakan pH untuk kegiatan budidaya yakni 3,96 – 5,87. Pada uji in vivo (tabel 6) kisaran pH adalah 6,8 – 7,1 yaitu pada konsentrasi 626,6 ppm . Hal ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (2000) yang menetapkan, secara umum nilai pH 6.5 – 8.5 merupakan kualitas air yang dianjurkan untuk kelayakan budidaya perikanan. Menurut Augusta 12 (2012), pH sebesar 5 – 6 masih dapat di tolerir oleh ikan. Boyd (1982) menyatakan nilai pH yang mematikan bagi ikan yaitu lebih kecil dari 4 dan lebih besar dari 11. Pada pH lebih kecil dari 6.5 atau lebih besar dari 9.5 dalam waktu lama akan mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi pada ikan. 1. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ekstrak kulit batang R. mucronata secara in vitro terbukti efektif menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila sedangkan secara in vivo kurang efektif dalam menghambat dan menanggulangi penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila. 2. Konsentrasi yang aman digunakan dalam pencegahan dan penanggulangan serangan bakteri A. hydrophila adalah 10% dari konsentrasi LC50 yang didapatkan yaitu 62,6 ppm Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sebaiknya dilakukan penerapan secara langsung kepada kegiatan budidaya ikan air tawar yaitu ikan gurami dan dilakukan penelitian selanjutnya untuk mendapatkan nilai konsentrasi yang lebih rendah namun tetap efektif dalam menghabat pertumbuhan bakteri A. hydrophila. DAFTAR PUSTAKA Andrews, J. M. 2008. BSAC Standardized Disc Susceptibility Testing Method (version 7). Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 62: 256 – 278. Anief, M. 1995. Prinsip Umum dan DasarFarmakologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 145 hlm. Apriyanto, H. 2013. Pemanfaatan Ekstrak Buah Rhizophora sp. Sebagai Anti Bakteri Terhadap Bakteri PatogenIkan Air Tawar. [Skripsi]. Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung. Augusta, T . S. 2012. Aklimatisasi Benih Ikan Nila (Oreochromis spp.) dengan Pencampuran Air Gambut. Jurnal Ilmu Hewan Tropika. 1 (2): 78-82. Boyd, C. E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Else Vier Scientific Publishing Company. Amsterdam. Indriani, N. 2007. Aktivitas Antibakteri Daun Senggugu (Cleodendron serratum [L] Spr.). [Skripsi]. Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kamaludin. 2011. Efektifitas Ekstrak Lidah Buaya Aloe vera Untuk Mengobati Infeksi Aeromonas hydrophila Pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp. Melalui Pakan. Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nirmala dan Rasmawan. 2010. Kinerja Pertumbuhan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) yang dipelihara pada media bersalinitas dengan pemaparan medan listrik. Jurnal Akuakultur Indonesia.9 (1): 46-55. Official Journal Of European Community. 1993. Halaman : 67 – 72 Pradana, D., D. Suryanto dan Yunasfi. 2014. Uji Daya Hambat Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata Terhadap Pertumbuhan Bakteri 13 Aeromonas hydrophila, Streptococcus agalactiae dan Jamur Saprolegnia sp. Secara In Vitro. [Skripsi]. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Prapanza, I. E. P., dan L. A. Marianto. 2003. Khasiat dan Manfaat Sambiloto: Raja Pahit Penakluk Aneka Penyakit. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta. Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Penerbit Erlangga. Jakarta. Rahman, M. F. 2008. Potensi Antibakteri Ekstrak Buah Pepaya Pada Ikan Gurami Yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB. Bandung. Rohaeti, E., I. Batubara., A. Lieke, dan L. K. Darusman. 2010. Potensi Ekstrak Rhizophora sp. Sebagai Inhibitor Tirosinase. Prosiding Semnas Sains III. IPB, Bogor. Hlm. 196-201. Siswandono dan Soekardjo,B. 1995. Kimia Medisinal. Hlm. 28-29, dan 157.Universitas Airlangga Press, Surabaya. Gunawan,D dan Sri, M. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognodi) Jilid I. Penebar Swadaya. Jakarta. Standar Nasional Indonesia. 2000. Produksi benih ikan gurami (Osphronemus goramy, Lac) kelas benih sebar. SNI : 01 – 6485. 3 – 2000. Tantu,W., Tumbol,RA., Longdong,SNJ. 2013. Deteksi Keberadaan Bakteri Aeromonas sp pada Ikan Nila yang Dibudidayakan di Karamba Jaring Apung Danau Tondano. Budidaya Perairan. 1 (3) : 74-80 Trianto, A., E. Wibowo, R. Suryono dan S. Sapta. 2004. Ekstrak Daun Mangrove Aegiceras corniculatum Sebagai Antibakteri Vibrio harveyi dan Vibrio parahaemolyticus. 9 (4) : 186 – 189.