Hubungan Terapi Kejang Listrik dengan Perkembangan Kesembuhan Pasien Skizofrenia di Ruang Rawat Inap RSJ. HB. Saanin Padang Tahun 2013 Asmawati 1, Amelia Susanti2, and Aulia Safitri 3 1 STIKes Alifah Padang, Indonesia Email: [email protected] 2 STIKes Alifah Padang Email: [email protected] 3 STIKes Alifah Padang Email: [email protected] Abstract - Totally of patients with schizophrenia in Indonesia are three to five per 1000 population , in West Sumatra is estimated that 20 % to 40 % . Based on the initial survey researchers on June 10, 2013 , obtained from 144 patients who had Schizophrenia Electric Convulsive Therapy in general has received a packet and 18 patients receiving repeated package , such as two to three packets . It has an impact on the condition of Schizophrenia patients who experience long healing process. The purpose of this study was to determine the relationship of Electric Convulsive Therapy with the development of Schizophrenia in the patient's recovery inpatient Psychiatric Hospital of Prof. H.B Sa'anin Padang in 2013. The study design is cross sectional analytic study. The study was conducted in the inpatient ward psychiatric hospital of Prof. HB. Saanin Padang. The populations were 57 people. Sample of 57 people were taken with a total sampling. Processing data thorough data analysis using univariate and bivariate with chi-square test with 95% confidence level p<0.005. The result based on univariate analysis showed that of the 57 respondents are less than half 45.6 received Electric convulsive therapy measures 1 and more than half (63.2) low schizophrenia patients recovery progress. Based on bivariate analysis there is a significant association between the frequency of electric convulsive Therapy and the development of schizophrenia patients recovery. Based on the results can be recommended to the hospital that is expected to further optimize Electric Convulsive therapy Keywords— Electrical Seizure Theraphy, Shizopherenia I. PENDAHULUAN Kesehatan jiwa adalah sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki presepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan. Apabila seseorang tidak mampu menjaga kesehatan jiwanya maka dia akan mengalami gangguan jiwa (Yosep, 2007). Salah satu gangguan jiwa yang banyak dialami pasien adalah Skizofrenia. Penyakit Skizofrenia merupakan gangguan yang terjadi pada fungsi otak, dan penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi pasien, cara berfikir, bahasa, emosional, dan perilaku sosialnya. Gejala Skizofrenia meliputi Halusinasi, Harga Diri Rendah, Isolasi sosial, Prilaku Kekerasan, Waham, Depresi dan sebagainya (Yosep, 2007). WHO (2009) memperkirakan gangguan jiwa yang cukup berat akan di alami sekurang-kurangnya 10 % penduduk dunia. Berdasarkan riset kesehatan 2010 dasar menyebutkan bahwa 14,1 % penduduk dunia mengalami gangguan jiwa yang ringan hingga berat. Prevalensi angka pasien Skizofrenia di Amerika Serikat cukup tinggi (lifetime prevalence rates) mencapai 1/100 penduduk maka proyeksinya pada PJPT I angka adalah 1/1000 maka proyeksinya pada PJPT II, 3/1000 penduduk, bahkan bisa lebih besar lagi. Berdasarkan data di Amerika serikat setiap tahun terdapat 300.000 pasien Skizofrenia mengalami episode akut, prevalensi Skizofrenia lebih tinggi dari penyakit Alzheimer, multipel skelosis, pasien diabetes yang memakai insulin, dan penyakit otot, 20 %-50 % pasien Skizofrenia melakukan percobaan bunuh diri, dan 10 % diantaranya berhasil (mati bunuh diri) dan angka kematian Skizofrenia 8 kali lebih tinggi dari angka kematian penduduk pada umumnya (Yosep, 2007). Jumlah penderita skizofrenia di Indonesia adalah tiga sampai lima per 1000 penduduk. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 1 juta jiwa menderita skizofrenia (Arif, 2006). Jadi angka penderita skizofrenia di Indonesia masih tergolong tinggi. Sedangkan di Sumatera Barat sendiri diperkirakan 20 % hingga 40 % penduduknya yang mengalami gangguan jiwa Skizofrenia (Kompas, 2010). Dalam penanganan penyakit Skizofrenia dilakukan berbagai macam pengobatan salah satunya terapi kejang listrik. Terapi kejang listrik adalah suatu jenis pengobatan somatik. Terapi ini dilakukan dengan pemberian arus listrik yang berkekuatan cukup rendah yang diberikan secara singkat melalui elektroda yang di tempelkan pada temporal kepala (pelipis kiri & kanan). Terapi kejang listrik digunakan untuk menghasilkan suatu kejang tonik klonik umum (berlangsung 25-150 detik) dengan efek terapeutik (Gail Wiscarz Sundeen, 1998). Terapi ini berupa paket dimana satu paket itu terdapat tiga kali tindakan terapi kejang listrik. Terapi ini merupakan pengobatan kedua yang di anggap sebagai pengobatan yang aman dan efektif untuk pasien dengan skizofrenia (Martin Szuba & Alison Doupe, 1997). Sampai saat ini terapi kejang listrik masih banyak digunakan, di Amerika Serikat 70 % pasien dengan gangguan bipolar dan 17 % dengan gangguan skizofrenia telah mendapatkan pengobatan terapi kejang listrik. Sedangkan di Indonesia hampir seluruh Rumah Sakit Jiwa melaksanakan terapi kejang listrik sebagai pengobatan yang dilakukan pada pasien gangguan jiwa selain dengan terapi psikofarmaka (Pridick, 2005). Pengalaman terapi kejang listrik signifikan dapat berdampak pada pasien dan ini dapat memiliki pengaruh negatif jangka panjang. Dari hasil study Melissa Dahl Health writer, (2009) Shock therapy makes a quiet comeback Despite the stigma, 100,000 desperate patients a year now seek treatment, dampak dari pasien yang telah mendapatkan terapi kejang listrik adalah mengalami kebingungan, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan kehilangan memori jangka pendek selama menjalani perawatan. Berdasarkan survey awal peneliti pada tanggal 10 Juni 2013, didapatkan dari 144 orang pasien Skizofrenia yang telah mendapatkan terapi kejang listrik pada umumnya telah mendapatkan satu paket dan 18 orang pasien yang mendapatkan paket yang berulang, seperti dua sampai tiga paket. Setelah dilakukan observasi awal di Wisma Melati dan Wisma Gelatik ditemukan pasien yang mengalami Skizofrenia mendapatkan terapi dengan frekuensi enam sampai sembilan kali terapi kejang listrik, sedangkan Wisma Merpati, Wisma Flamboyan, Wisma Cendrawasih dan Wisma Nuri mendapatkan terapi dengan frekuensi tiga sampai enam kali. Berdasarkan wawancara dengan perawat ruangan Melati frekuensi pemberian terapi kejang listrik ini tidak harus 20-30 kali, frekuensi pemberian terapi kejang listrik ini dicukupkan apabila perkembangan kesembuhan pasien yang telah mendapatkan terapi kejang listrik sudah ada atau sudah tampak. Biasanya perkembangan kesembuhan pasien itu akan tampak apabila telah mendapatkan terapi lebih dari satu atau dua kali. Dari hasil observasi awal pasien setelah mendapatkan terapi kejang listrik ini akan tampak bingung, menyendiri, dan lebih banyak diam, tetapi perkembangan kesembuhan pasien yang telah mendapatkan terapi kejang listrik ini akan mulai tampak pada satu hari setelah terapi ini dilakukan seperti pasien sudah mulai tenang dan pasien sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan. Pengalaman terapi kejang listrik signifikan dapat berdampak pada pasien dan ini dapat memiliki pengaruh negatif jangka panjang. Dari hasil study Melissa Dahl Health writer, (2009) Shock therapy makes a quiet comeback Despite the stigma, 100,000 desperate patients a year now seek treatment, dampak dari pasien yang telah mendapatkan terapi kejang listrik adalah mengalami kebingungan, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan kehilangan memori jangka pendek selama menjalani perawatan. II. METODA PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional study, yaitu untuk mempelajari di hubungan frekuensi pemberian terapi terapi kejang listrik dengan perkembangan kesembuhan pasien Skizofrenia di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dengan gangguan jiwa Skizofrenia yang mendapatkan tindakan terapi kejang listrik pada periode April sampai Juni 2013 diruang rawat inap RSJ. Prof. HB.Sa’anin Padang yang berjumlah 57 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah total population yaitu semua pasien dengan gangguan jiwa Skizofrenia yang mendapatkan tindakan terapi kejang listrik sebanyak 57 orang yang berada diruang rawat inap Prof. HB. Sa’anin Padang Tahun 2013. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah total sampling seluruh populasi menjadi sampel, yaitu seluruh pasien dengan gangguan Skizofrenia yang dirawat di ruang rawat inap RSJ. Prof. HB.Sa’anin Padang. III. HASIL Berdasarkan tabel 3.1 dibawah terlihat bahwa dari 57 orang responden yaitu kurang dari separoh 45,6% terapi kejang listrik responden dalam pemberian paket 1, lebih dari separoh 50,9 % perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia rendah. Berdasarkan tabel 3.3 dibawah dapat dilihat bahwa dari 26 responden dengan terapi kejang listrik pemberian paket 1, didapatkan 19 orang 73,1% perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia rendah. Dari hasil uji statistic chi-square didapatkan nilai pvalue sebesar 0,006 (P<0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara frekuensi pemberian terapi kejang listrik dengan perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia. Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi Pemberian TerapiKejang Listrik di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof. HB. Sa’anin Pdang Frekuensi Pemberian Terapi Kejang Listrik Paket 1 Paket 2 Paket 3 Total F % 26 18 13 57 45,6 31,6 22,8 100 Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perkembangan Kesembuhan Pasien Skizofreniadi Ruang Rawat Inap RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang Perkembangan Kesembuhan Pasien Skizofrenia F % Rendah Tinggi 29 50,9 28 49,1 Total 57 100 Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Hubungan Frekuensi Pemberian Terapi Kejang Listrik Dengan Perkembangan Kesembuhan Pasien SkizofreniaDi Ruang Rawat Inap RSJ. PROF. HB. Sa’anin Padang Tahun 2013 Frekuensi Perkembangan Kesembuhan Pasien Skizofrenia Pemberian Terapi Rendah Tinggi Kejang Jumlah Listrik f % f % f % Paket 1 19 73,1 7 26,9 26 100 Paket 2 7 38,9 11 61,1 18 100 Paket 3 3 23,1 10 76,9 13 100 Jumlah 29 50,9 28 49,1 57 100 P value 2,006 IV. PEMBAHASAN Berdasarkan tabel 3.1 terlihat bahwa dari 57 responden yaitu lebih separoh, (45,6%) terapi kejang listrik responden dalam pemberian paket 1. Dari hasil penelitian yang telah diperoleh diatas diperolehnya pasien skizofrenia yang menjalani terapi kejang listrik masih dalam pemberian terapi kejang listrik dengan jumlah 1 paket. Dengan frekuensi pemberian tindakan terapi kejang listrik dalam tindakan 1 tersebut akan berdampak masih kurang efektifnya kesembuhan yang dialami oleh pasien skizofrenia itu sendiri. Terapi kejang listrik merupakan salah satu cara terapi dalam kelompok terapi total. Terapi ini berupa terapi fisik dengan pasien-pasien psikiatri dengan indikasi dan cara tertentu. Terapi kejang listrik adalah suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang gran mal secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau dua “temples” (Stuard, 2007). Menurut teori Stuard (2007) berpendapat bahwa terapi kejang listrik merupakan terapi yang menginduksi kejang (grandmal) secara buatan dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang dipasang satu atau kedua pelipis. Jumlah terapi yang diberikan dalam satu rangkaian bervariasi sesuai dengan masalah awal pasien dan respon terapeutik yang dikaji selama terapi. Terapi kejang listrik dalam pemberian tindakan terapi ECT merupakan salah satu terapi yang diperuntukkan bagi pasien skizofrenia. Dalam hal ini dimana terapi yang digerakan oleh suatu benda tersebut merupakan salah satu terapi untuk memberikan kesembuhan terhadap pasien yang mengalami skizofrenia. Dalam hal ini dimana pemberian terapi kejang listrik tersebut lebih optimal kalau frekuensi pemberian tindakan sebanyak 7 – 9 kali (3 paket). Namun dari penelitian yang telah uraikan diatas memperlihatkan masih banyaknya pasien skizofrenia yang mendapatkan frekuensi pemberian terapi kejang pada pemberian tindakan 1 – 3 kali (1 paket). Sehingga dengan pemberian tindakan sebanyak tersebut memungkinkan tidak efektifnya kesembuhan yang dialami oleh pasien skizofrenia sendiri untuk lebih cepat sembuh dari kejadian skizofrenia tersebut. Dalam hal ini tingginya persentase pasien yang mendapatkan pemberian terapi kejang listrik dengan tindakan 1 -3 kali (1 paket) tersebut lebih terbukti dari pernyataan yang dipaparkan dikuesioner, dalam hal ini menunjukkan bahwa frekuen pemberian terapi kejang listrik lebih terdapat pada jumlah pemberian tindakan terapi kejang listrik sebanyak 1 – 3 kali (1 paket). Menurut asumsi peneliti bahwa lebih banyak pasien skizofrenia yang berada pada terapi kejang listrik dengan frekuensi pemberian tindakan 1 – 3 kali (1 paket), sehingga perkembangan kesembuhan pasien Skizofrenia tersebut rendah. Dalam hal ini perlunya petugas kesehatan atau pihak dirumah sakit jiwa tersebut agar lebih mengoptimalkan dalam pemberian terapi kejang listrik yang sesuai dengan kebutuhan pasien skizofrenia dan prosedur yang berlaku. Berdasarkan tabel 3.2 terlihat bahwa lebih separuh, (50,9%) perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia rendah. Sedangkan kurang dari separuh, (49,1%) perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia tinggi Setelah diperoleh hasil pada distribusi fekuensi yang didapatkan diatas, ternyata masih banyaknya pasien skizofrenia yang mengalami tidak mengalami kesembuhan. Hal ini menampakkan bahwa dengan kesembuhan pasien skizofrenia masih rendah ini dikarenakan tidak optimalnya terapi kejang listrik yang masih dalam pemberian tindakan 1 – 3 kali (1 paket). Sehingga hal tersebut berdampak terhadap kondisi pasien skizofrenia sendiri mengalami proses kesembuhan yang lebih lama. Menurut pendapat Sheila L. Videbeck (2008) mengungkapkan bahwa skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan prilaku yang aneh dan terganggu. Skizofrenia tidak dapat didefenisikan sebagai penyakit tersendiri, melainkan diduga sebagai suatu sindrom atau proses penyakit yang mencakup banyak jenis dengan berbagai gejala seperti jenis kanker. Dampak dari penyakit skizofrenia tersebut juga berefek terhadap psikologis dan fisik yang mengalami skizofrenia itu sendiri. Kalau tidak cepat diatasi maka penyakit skizofrenia tersebut akan lebih parah berdampak selama hidup. Seperti dari hasil penelitian yang diperoleh diatas yaitu lebih dari separoh (50,9%) perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia yang rendah. Rendahnya kesembuhan yang dijalami oleh pasien dikarenakan oleh faktor frekuensi pemberian kejang listrik dengan pemberian tindakan 1 – 3 kali (1 paket). Dalam hal ini dari observasi yang diperoleh oleh peneliti yang menyatakan beberapa pernyataan. Hal ini dimana diperolehnya pasien dengan keadaan tidak jauh lebih baik setelah mendapatkan terapi kejang listrik. Pernyataan berikutnya yaitu klien tidak mampu membina hubungan saling percaya dengan orang lain. Pernyataan yang lain yaitu pasien tidak mampu berinteraksi dengan baik. Dari pernyataan yang terungkap tersebut merupakan suatu hal yang akan berdampak buruk terhadap kesembuhan pasien dari penyakit jiwa yang dialami pasien tersebut. Menurut asumsi peneliti bahwa dari hasil penelitian yang telah diuraikan, menunjukkan bahwa masih banyak pasien skizofrenia yang harus dirawat sedini mungkin untuk mencapai kesembuhan dari penyakit yang mereka alami. Hal ini dimana masih banyaknya kendala yang dialami oleh pasien skizofrenia tersebut menjalani terapi kejang listrik yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku untuk menunjang untuk memberikan ketentangan dan mampu berinteraksi dengan baik terhadap pasien tersebut. Berdasarkan tabel 3.3 dapat dilihat bahwa dari 26 responden dengan terapi kejang listrik pemberian paket 1, didapatkan 19 orang (73,1%) perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia rendah. Sedangkan dari 18 responden dengan terapi kejang lisrik pemberian tindakan 2, didapatkan 7 orang (38,9%) perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia sedang. Dan dari 13 orang dengan terapi kejang listrik pemberian tindakan 3 didapatkan 3 orang (23,1%) perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia rendah. Dari hasil uji statistik chi-square didapatkan nilai pvalue sebesar 0,006 (P<0,05), adanya hubungan yang bermakna antara frekuensi pemberian terapi kejang listrik dengan perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia. Salah satu gangguan jiwa yang banyak dialami pasien adalah skizofrenia. Penyakit Skizofrenia merupakan gangguan yang terjadi pada fungsio otak, dan penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi pasien, cara befikir, bahasa, emosianal, dan perilaku sosialnya. Gejala Skizofrenia meliputi Halusinasi, Harga Diri Rendah, Isolasi sosia, Prilaku Kekerasan, Wahan, Depresi dan sebagainya (Yosep, 2007). Dari hasil penelitian yang telah diuraikan diatas, hal tersebut menunjukkan banyak pasien yang mengalami penyakit skizofrenia. Hal ini tersebut dimana banyaknya pihak keluarga yang ingin salah keluarganya yang mengalami penyakit skizofrenia tersebut untuk diberikan terapi kejang listrik atau terapi kejang listrik. Menggunakan fungsi terapi kejang listrik tersebut akan dapat memberikan kesembuhan yang lebih cepat. Namun kenyataan yang telah diperoleh dari hasil penelitian pada distribusi frekuensi yang diperoleh diatas bahwa masih banyaknya pasien skizofrenia yang tidak mengalami kesembuhan. Hal ini tersebut bisa jadi dikarenakan oleh faktor terapi kejang listrik yang tidak efektif dalam melakukan tindakan pemberian yang tidak sesuai dengan prosedur yang sebaiknya dilakukan. Efek samping yang timbul dari tindakan terapi kejang listrik secara konvensional adalah antara lain fraktur vertebrata dan esktremitas, kehilangan daya ingat terhadap kejadian yang baru saja terjadi dan menimbulkan kebingungan bagi penderita (hal ini karena terjadinya vasokontriksi/PD pada mata sehingga mata penderita jadi merah dan kabur, terapi pederita masih dapat emdengar) (Farida kusumawati & Yudi Hartono, 2010). Kenyataan yang terjadi ditempat penelitian menunjukkan bahwa belum optimalnya pemberian terapi kejang listrik yang dilaksanakan oleh pihak rumah sakit jiwa terhadap penderita skizofrenia. Hal tersebut diketahui bahwa terapi kejang listrik yang diberikan berada pada frekuensi pemberian tindakan 1-3 kali (1 paket). Sehingga hal dimana diperolehnya (79,4%) perkembangan kesembuhan yang rendah dialami oleh pasien skizofrenia itu sendiri. Dalam hal ini bahwa adanya pengaruh dari frekuensi pemberian terapi kejang listrik dengan pemberian tindakan 1 paket akan berdampak terhadap tidak sembuhnya pasien secara baik untuk menjalani terapi tersebut. Sehingga hal ini akan berdampak proses kesembuhan yang lebih yang dialami oleh pasien skizofrenia tersebut. Dalam hal ini perlunya pihak rumah sakit jiwa agar mengintropeksi kesalahan dalam tata cara penangganan dalam pemberian terapi kejang listrik yang sebaiknya dilakukan sesuai prosedur yang sebaiknya dijalankan. Dimana dalam pemberian terapi kejang listrik yang sebaiknya dengan pemberian tindakan 7-9 kali (3 paket). V. KESIMPULAN DAN SARAN Kurang dari separoh (45,6%) terapi kejang listrik responden dalam pemberian paket 1 di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013. Lebih separoh (50,9%) perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia rendah dalam pemberian paket 1 di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013. Terdapatnya hubungan yang bermakna terapi kejang listrik dengan perkembangan kesembuhan pasien di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang 2013. DAFTAR PUSTAKA [1] Arif, 2006 Skizofrenia memahami dinamika keluarga pasien, Bandung : Refika. [2] Abdul Nasir, 2011. Dasar-dasar keperawatan jiwa pengantar dan teori, Jakarta : Salemba Medika. [3] Hawari, D, 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. [4] Kusuma farida dan Yudi Hartono, 2010. Keperawatan Jiwa, Jakarta : Salemba Medika. [5] Kaplan, H.I, Saddock, B.J. Grebb, J.A, 2002. Sinopsis Psikiatri Jilid I. (Terjemahan Kusuma, W). Jakarta : Binarupa Aksara. [6] Kompas.com, 2010. Kasus Gangguan Jiwa Ringan Meningkat,http://kesehatan.kompas.com/read/2010/05/01/14412 61/Kasus.Gangguan.Jiwa.Ringan.Meningkat, diperoleh 2 Februari, 2013). [7] Martin Szuba dan Alison doupe, 1997. Buku Saku Psikiatri, Residen Bagian Psikiatri. Jakarta : EGC. [8] Melissa Dahl Health Writer, 2009. Shock therapy makes a quiet comeback Despite the stigma, 100,000 desperate patients a year now seek treatment. [9] Mansjoer, A, 2001. Kapita Selekta kedokteran. Bandung: Refika. [10] Pridick, 2005. Study Banding Keefektifan Kombinasi Terapi Neuroletptik. RSJ Surakarta. [11] Stuart, 2006. Pocket Guide to Psychiatric Nursing, Edisi kelima. Jakarta : EGC. [12] Townsend C, Mary, 2002. Diagnosis Keperawatan Psikiatri, Edisi kelima, Jakarta : EGC [13] Videbeck, S, 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC [14] WHO, 2009. (www.slideshare.net/INEL44/bab-i-proposal, diperoleh 4 Februari 2013) [15] Yosep, 2007. Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC