File - e-jurnal

advertisement
Hubungan Terapi Kejang Listrik dengan
Perkembangan Kesembuhan Pasien Skizofrenia
di Ruang Rawat Inap RSJ. HB. Saanin
Padang Tahun 2013
Asmawati 1, Amelia Susanti2, and Aulia Safitri 3
1
STIKes Alifah Padang, Indonesia
Email: [email protected]
2
STIKes Alifah Padang
Email: [email protected]
3
STIKes Alifah Padang
Email: [email protected]
Abstract - Totally of patients with schizophrenia in Indonesia are
three to five per 1000 population , in West Sumatra is estimated
that 20 % to 40 % . Based on the initial survey researchers on June
10, 2013 , obtained from 144 patients who had Schizophrenia
Electric Convulsive Therapy in general has received a packet and
18 patients receiving repeated package , such as two to three
packets . It has an impact on the condition of Schizophrenia
patients who experience long healing process. The purpose of this
study was to determine the relationship of Electric Convulsive
Therapy with the development of Schizophrenia in the patient's
recovery inpatient Psychiatric Hospital of Prof. H.B Sa'anin
Padang in 2013. The study design is cross sectional analytic study.
The study was conducted in the inpatient ward psychiatric hospital
of Prof. HB. Saanin Padang. The populations were 57 people.
Sample of 57 people were taken with a total sampling. Processing
data thorough data analysis using univariate and bivariate with
chi-square test with 95% confidence level p<0.005. The result based
on univariate analysis showed that of the 57 respondents are less
than half 45.6 received Electric convulsive therapy measures 1 and
more than half (63.2) low schizophrenia patients recovery progress.
Based on bivariate analysis there is a significant association
between the frequency of electric convulsive Therapy and the
development of schizophrenia patients recovery. Based on the
results can be recommended to the hospital that is expected to
further optimize Electric Convulsive therapy
Keywords— Electrical Seizure Theraphy, Shizopherenia
I.
PENDAHULUAN
Kesehatan jiwa adalah sikap yang positif terhadap diri
sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri,
keutuhan, kebebasan diri, memiliki presepsi sesuai kenyataan
dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan. Apabila
seseorang tidak mampu menjaga kesehatan jiwanya maka dia
akan mengalami gangguan jiwa (Yosep, 2007). Salah satu
gangguan jiwa yang banyak dialami pasien adalah Skizofrenia.
Penyakit Skizofrenia merupakan gangguan yang terjadi pada
fungsi otak, dan penyakit neurologis yang mempengaruhi
persepsi pasien, cara berfikir, bahasa, emosional, dan perilaku
sosialnya. Gejala Skizofrenia meliputi Halusinasi, Harga Diri
Rendah, Isolasi sosial, Prilaku Kekerasan, Waham, Depresi
dan sebagainya (Yosep, 2007).
WHO (2009) memperkirakan gangguan jiwa yang cukup
berat akan di alami sekurang-kurangnya 10 % penduduk dunia.
Berdasarkan riset kesehatan 2010 dasar menyebutkan bahwa
14,1 % penduduk dunia mengalami gangguan jiwa yang
ringan hingga berat. Prevalensi angka pasien Skizofrenia di
Amerika Serikat cukup tinggi (lifetime prevalence rates)
mencapai 1/100 penduduk maka proyeksinya pada PJPT I
angka adalah 1/1000 maka proyeksinya pada PJPT II, 3/1000
penduduk, bahkan bisa lebih besar lagi. Berdasarkan data di
Amerika serikat setiap tahun terdapat 300.000 pasien
Skizofrenia mengalami episode akut, prevalensi Skizofrenia
lebih tinggi dari penyakit Alzheimer, multipel skelosis, pasien
diabetes yang memakai insulin, dan penyakit otot, 20 %-50 %
pasien Skizofrenia melakukan percobaan bunuh diri, dan 10 %
diantaranya berhasil (mati bunuh diri) dan angka kematian
Skizofrenia 8 kali lebih tinggi dari angka kematian penduduk
pada umumnya (Yosep, 2007).
Jumlah penderita skizofrenia di Indonesia adalah tiga
sampai lima per 1000 penduduk. Apabila penduduk Indonesia
sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 1 juta jiwa
menderita skizofrenia (Arif, 2006). Jadi angka penderita
skizofrenia di Indonesia masih tergolong tinggi. Sedangkan di
Sumatera Barat sendiri diperkirakan 20 % hingga 40 %
penduduknya yang mengalami gangguan jiwa Skizofrenia
(Kompas, 2010). Dalam penanganan penyakit Skizofrenia
dilakukan berbagai macam pengobatan salah satunya terapi
kejang listrik. Terapi kejang listrik adalah suatu jenis
pengobatan somatik. Terapi ini dilakukan dengan pemberian
arus listrik yang berkekuatan cukup rendah yang diberikan
secara singkat melalui elektroda yang di tempelkan pada
temporal kepala (pelipis kiri & kanan). Terapi kejang listrik
digunakan untuk menghasilkan suatu kejang tonik klonik
umum (berlangsung 25-150 detik) dengan efek terapeutik
(Gail Wiscarz Sundeen, 1998). Terapi ini berupa paket
dimana satu paket itu terdapat tiga kali tindakan terapi kejang
listrik. Terapi ini merupakan pengobatan kedua yang di
anggap sebagai pengobatan yang aman dan efektif untuk
pasien dengan skizofrenia (Martin Szuba & Alison Doupe,
1997).
Sampai saat ini terapi kejang listrik masih banyak
digunakan, di Amerika Serikat 70 % pasien dengan gangguan
bipolar dan 17 % dengan gangguan skizofrenia telah
mendapatkan pengobatan terapi kejang listrik. Sedangkan di
Indonesia hampir seluruh Rumah Sakit Jiwa melaksanakan
terapi kejang listrik sebagai pengobatan yang dilakukan pada
pasien gangguan jiwa selain dengan terapi psikofarmaka
(Pridick, 2005). Pengalaman terapi kejang listrik signifikan
dapat berdampak pada pasien dan ini dapat memiliki pengaruh
negatif jangka panjang. Dari hasil study Melissa Dahl Health
writer, (2009) Shock therapy makes a quiet comeback Despite
the stigma, 100,000 desperate patients a year now seek
treatment, dampak dari pasien yang telah mendapatkan terapi
kejang
listrik
adalah
mengalami
kebingungan,
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan kehilangan
memori jangka pendek selama menjalani perawatan.
Berdasarkan survey awal peneliti pada tanggal 10 Juni
2013, didapatkan dari 144 orang pasien Skizofrenia yang telah
mendapatkan terapi kejang listrik pada umumnya telah
mendapatkan satu paket dan 18 orang pasien yang
mendapatkan paket yang berulang, seperti dua sampai tiga
paket. Setelah dilakukan observasi awal di Wisma Melati dan
Wisma Gelatik ditemukan pasien yang mengalami Skizofrenia
mendapatkan terapi dengan frekuensi enam sampai sembilan
kali terapi kejang listrik, sedangkan Wisma Merpati, Wisma
Flamboyan, Wisma Cendrawasih dan Wisma Nuri
mendapatkan terapi dengan frekuensi tiga sampai enam kali.
Berdasarkan wawancara dengan perawat ruangan Melati
frekuensi pemberian terapi kejang listrik ini tidak harus 20-30
kali, frekuensi pemberian terapi kejang listrik ini dicukupkan
apabila perkembangan kesembuhan pasien yang telah
mendapatkan terapi kejang listrik sudah ada atau sudah
tampak. Biasanya perkembangan kesembuhan pasien itu akan
tampak apabila telah mendapatkan terapi lebih dari satu atau
dua kali. Dari hasil observasi awal
pasien setelah
mendapatkan terapi kejang listrik ini akan tampak bingung,
menyendiri, dan lebih banyak diam, tetapi perkembangan
kesembuhan pasien yang telah mendapatkan terapi kejang
listrik ini akan mulai tampak pada satu hari setelah terapi ini
dilakukan seperti pasien sudah mulai tenang dan pasien sudah
mampu beradaptasi dengan lingkungan.
Pengalaman terapi kejang listrik signifikan dapat
berdampak pada pasien dan ini dapat memiliki pengaruh
negatif jangka panjang. Dari hasil study Melissa Dahl Health
writer, (2009) Shock therapy makes a quiet comeback Despite
the stigma, 100,000 desperate patients a year now seek
treatment, dampak dari pasien yang telah mendapatkan terapi
kejang
listrik
adalah
mengalami
kebingungan,
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan kehilangan
memori jangka pendek selama menjalani perawatan.
II.
METODA PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif
analitik dengan pendekatan cross sectional study, yaitu untuk
mempelajari di hubungan frekuensi pemberian terapi terapi
kejang listrik dengan perkembangan kesembuhan pasien
Skizofrenia di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang. Populasi dalam
penelitian ini adalah pasien dengan gangguan jiwa Skizofrenia
yang mendapatkan tindakan terapi kejang listrik pada periode
April sampai Juni 2013 diruang rawat inap RSJ. Prof.
HB.Sa’anin Padang yang berjumlah 57 orang. Sampel dalam
penelitian ini adalah total population yaitu semua pasien
dengan gangguan jiwa Skizofrenia yang mendapatkan
tindakan terapi kejang listrik sebanyak 57 orang yang berada
diruang rawat inap Prof. HB. Sa’anin Padang Tahun 2013.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian
ini adalah total sampling seluruh populasi menjadi sampel,
yaitu seluruh pasien dengan gangguan Skizofrenia yang
dirawat di ruang rawat inap RSJ. Prof. HB.Sa’anin Padang.
III. HASIL
Berdasarkan tabel 3.1 dibawah terlihat bahwa dari 57 orang
responden yaitu kurang dari separoh 45,6% terapi kejang
listrik responden dalam pemberian paket 1, lebih dari separoh
50,9 % perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia rendah.
Berdasarkan tabel 3.3 dibawah dapat dilihat bahwa dari 26
responden dengan terapi kejang listrik pemberian paket 1,
didapatkan 19 orang 73,1% perkembangan kesembuhan
pasien skizofrenia rendah. Dari hasil uji statistic chi-square
didapatkan nilai pvalue sebesar 0,006 (P<0,05), dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang
bermakna antara frekuensi pemberian terapi kejang listrik
dengan perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia.
Tabel 3.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Frekuensi Pemberian TerapiKejang Listrik di Ruang Rawat Inap
RSJ. Prof. HB. Sa’anin Pdang
Frekuensi Pemberian Terapi
Kejang Listrik
Paket 1
Paket 2
Paket 3
Total
F
%
26
18
13
57
45,6
31,6
22,8
100
Tabel 3.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Perkembangan Kesembuhan Pasien Skizofreniadi
Ruang Rawat Inap RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang
Perkembangan Kesembuhan
Pasien Skizofrenia
F
%
Rendah
Tinggi
29
50,9
28
49,1
Total
57
100
Tabel 3.3
Distribusi Frekuensi Hubungan Frekuensi Pemberian
Terapi Kejang Listrik Dengan Perkembangan Kesembuhan
Pasien SkizofreniaDi Ruang Rawat Inap
RSJ. PROF. HB. Sa’anin Padang Tahun 2013
Frekuensi Perkembangan Kesembuhan
Pasien Skizofrenia
Pemberian
Terapi
Rendah
Tinggi
Kejang
Jumlah
Listrik
f
%
f
%
f
%
Paket 1
19
73,1
7
26,9
26
100
Paket 2
7
38,9
11
61,1
18
100
Paket 3
3
23,1
10
76,9
13
100
Jumlah
29
50,9
28
49,1
57
100
P value
2,006
IV. PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel 3.1 terlihat bahwa dari 57 responden
yaitu lebih separoh, (45,6%) terapi kejang listrik responden
dalam pemberian paket 1. Dari hasil penelitian yang telah
diperoleh diatas diperolehnya pasien skizofrenia yang
menjalani terapi kejang listrik masih dalam pemberian terapi
kejang listrik dengan jumlah 1 paket. Dengan frekuensi
pemberian tindakan terapi kejang listrik dalam tindakan 1
tersebut akan berdampak masih kurang efektifnya
kesembuhan yang dialami oleh pasien skizofrenia itu sendiri.
Terapi kejang listrik merupakan salah satu cara terapi dalam
kelompok terapi total. Terapi ini berupa terapi fisik dengan
pasien-pasien psikiatri dengan indikasi dan cara tertentu.
Terapi kejang listrik adalah suatu pengobatan untuk
menimbulkan kejang gran mal secara artificial dengan
melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang dipasang
pada satu atau dua “temples” (Stuard, 2007). Menurut teori
Stuard (2007) berpendapat bahwa terapi kejang listrik
merupakan terapi yang menginduksi kejang (grandmal) secara
buatan dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
dipasang satu atau kedua pelipis. Jumlah terapi yang diberikan
dalam satu rangkaian bervariasi sesuai dengan masalah awal
pasien dan respon terapeutik yang dikaji selama terapi.
Terapi kejang listrik dalam pemberian tindakan terapi ECT
merupakan salah satu terapi yang diperuntukkan bagi pasien
skizofrenia. Dalam hal ini dimana terapi yang digerakan oleh
suatu benda tersebut merupakan salah satu terapi untuk
memberikan kesembuhan terhadap pasien yang mengalami
skizofrenia. Dalam hal ini dimana pemberian terapi kejang
listrik tersebut lebih optimal kalau frekuensi pemberian
tindakan sebanyak 7 – 9 kali (3 paket). Namun dari penelitian
yang telah uraikan diatas memperlihatkan masih banyaknya
pasien skizofrenia yang mendapatkan frekuensi pemberian
terapi kejang pada pemberian tindakan 1 – 3 kali (1 paket).
Sehingga dengan pemberian tindakan sebanyak tersebut
memungkinkan tidak efektifnya kesembuhan yang dialami
oleh pasien skizofrenia sendiri untuk lebih cepat sembuh dari
kejadian skizofrenia tersebut. Dalam hal ini tingginya
persentase pasien yang mendapatkan pemberian terapi kejang
listrik dengan tindakan 1 -3 kali (1 paket) tersebut lebih
terbukti dari pernyataan yang dipaparkan dikuesioner, dalam
hal ini menunjukkan bahwa frekuen pemberian terapi kejang
listrik lebih terdapat pada jumlah pemberian tindakan terapi
kejang listrik sebanyak 1 – 3 kali (1 paket). Menurut asumsi
peneliti bahwa lebih banyak pasien skizofrenia yang berada
pada terapi kejang listrik dengan frekuensi pemberian
tindakan 1 – 3 kali (1 paket), sehingga perkembangan
kesembuhan pasien Skizofrenia tersebut rendah. Dalam hal
ini perlunya petugas kesehatan atau pihak dirumah sakit jiwa
tersebut agar lebih mengoptimalkan dalam pemberian terapi
kejang listrik yang sesuai dengan kebutuhan pasien
skizofrenia dan prosedur yang berlaku.
Berdasarkan tabel 3.2 terlihat bahwa lebih separuh,
(50,9%) perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia
rendah. Sedangkan kurang dari separuh, (49,1%)
perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia tinggi Setelah
diperoleh hasil pada distribusi fekuensi yang didapatkan
diatas, ternyata masih banyaknya pasien skizofrenia yang
mengalami tidak mengalami kesembuhan. Hal ini
menampakkan bahwa dengan kesembuhan pasien skizofrenia
masih rendah ini dikarenakan tidak optimalnya terapi kejang
listrik yang masih dalam pemberian tindakan 1 – 3 kali (1
paket). Sehingga hal tersebut berdampak terhadap kondisi
pasien skizofrenia sendiri mengalami proses kesembuhan yang
lebih lama. Menurut pendapat Sheila L. Videbeck (2008)
mengungkapkan bahwa skizofrenia adalah suatu penyakit
yang mempengaruhi otak dan timbulnya pikiran, persepsi,
emosi, gerakan dan prilaku yang aneh dan terganggu.
Skizofrenia tidak dapat didefenisikan sebagai penyakit
tersendiri, melainkan diduga sebagai suatu sindrom atau
proses penyakit yang mencakup banyak jenis dengan berbagai
gejala seperti jenis kanker.
Dampak dari penyakit skizofrenia tersebut juga berefek
terhadap psikologis dan fisik yang mengalami skizofrenia itu
sendiri. Kalau tidak cepat diatasi maka penyakit skizofrenia
tersebut akan lebih parah berdampak selama hidup. Seperti
dari hasil penelitian yang diperoleh diatas yaitu lebih dari
separoh (50,9%) perkembangan kesembuhan pasien
skizofrenia yang rendah. Rendahnya kesembuhan yang
dijalami oleh pasien dikarenakan oleh faktor frekuensi
pemberian kejang listrik dengan pemberian tindakan 1 – 3 kali
(1 paket). Dalam hal ini dari observasi yang diperoleh oleh
peneliti yang menyatakan beberapa pernyataan. Hal ini
dimana diperolehnya pasien dengan keadaan tidak jauh lebih
baik setelah mendapatkan terapi kejang listrik. Pernyataan
berikutnya yaitu klien tidak mampu membina hubungan saling
percaya dengan orang lain. Pernyataan yang lain yaitu pasien
tidak mampu berinteraksi dengan baik. Dari pernyataan yang
terungkap tersebut merupakan suatu hal yang akan berdampak
buruk terhadap kesembuhan pasien dari penyakit jiwa yang
dialami pasien tersebut.
Menurut asumsi peneliti bahwa dari hasil penelitian yang
telah diuraikan, menunjukkan bahwa masih banyak pasien
skizofrenia yang harus dirawat sedini mungkin untuk
mencapai kesembuhan dari penyakit yang mereka alami. Hal
ini dimana masih banyaknya kendala yang dialami oleh pasien
skizofrenia tersebut menjalani terapi kejang listrik yang tidak
sesuai dengan aturan yang berlaku untuk menunjang untuk
memberikan ketentangan dan mampu berinteraksi dengan
baik terhadap pasien tersebut.
Berdasarkan tabel 3.3 dapat dilihat bahwa dari 26
responden dengan terapi kejang listrik pemberian paket 1,
didapatkan 19 orang (73,1%) perkembangan kesembuhan
pasien skizofrenia rendah. Sedangkan dari 18
responden
dengan terapi kejang lisrik pemberian tindakan 2, didapatkan
7 orang (38,9%) perkembangan kesembuhan pasien
skizofrenia sedang. Dan dari 13 orang dengan terapi kejang
listrik pemberian tindakan 3 didapatkan 3 orang (23,1%)
perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia rendah. Dari
hasil uji statistik chi-square didapatkan nilai pvalue sebesar
0,006 (P<0,05), adanya hubungan yang bermakna antara
frekuensi pemberian terapi kejang listrik dengan
perkembangan kesembuhan pasien skizofrenia.
Salah satu gangguan jiwa yang banyak dialami pasien
adalah skizofrenia. Penyakit Skizofrenia merupakan gangguan
yang terjadi pada fungsio otak, dan penyakit neurologis yang
mempengaruhi persepsi pasien, cara befikir, bahasa,
emosianal, dan perilaku sosialnya. Gejala Skizofrenia meliputi
Halusinasi, Harga Diri Rendah, Isolasi sosia, Prilaku
Kekerasan, Wahan, Depresi dan sebagainya (Yosep, 2007).
Dari hasil penelitian yang telah diuraikan diatas, hal tersebut
menunjukkan banyak pasien yang mengalami penyakit
skizofrenia. Hal ini tersebut dimana banyaknya pihak keluarga
yang ingin salah keluarganya yang mengalami penyakit
skizofrenia tersebut untuk diberikan terapi kejang listrik atau
terapi kejang listrik. Menggunakan fungsi terapi kejang listrik
tersebut akan dapat memberikan kesembuhan yang lebih cepat.
Namun kenyataan yang telah diperoleh dari hasil penelitian
pada distribusi frekuensi yang diperoleh diatas bahwa masih
banyaknya pasien skizofrenia yang tidak mengalami
kesembuhan. Hal ini tersebut bisa jadi dikarenakan oleh faktor
terapi kejang listrik yang tidak efektif dalam melakukan
tindakan pemberian yang tidak sesuai dengan prosedur yang
sebaiknya dilakukan.
Efek samping yang timbul dari tindakan terapi kejang
listrik secara konvensional adalah antara lain fraktur
vertebrata dan esktremitas, kehilangan daya ingat terhadap
kejadian yang baru saja terjadi dan menimbulkan kebingungan
bagi penderita (hal ini karena terjadinya vasokontriksi/PD
pada mata sehingga mata penderita jadi merah dan kabur,
terapi pederita masih dapat emdengar) (Farida kusumawati &
Yudi Hartono, 2010). Kenyataan yang terjadi ditempat
penelitian menunjukkan bahwa belum optimalnya pemberian
terapi kejang listrik yang dilaksanakan oleh pihak rumah sakit
jiwa terhadap penderita skizofrenia. Hal tersebut diketahui
bahwa terapi kejang listrik yang diberikan berada pada
frekuensi pemberian tindakan 1-3 kali (1 paket). Sehingga hal
dimana diperolehnya (79,4%) perkembangan kesembuhan
yang rendah dialami oleh pasien skizofrenia itu sendiri. Dalam
hal ini bahwa adanya pengaruh dari frekuensi pemberian
terapi kejang listrik dengan pemberian tindakan 1 paket akan
berdampak terhadap tidak sembuhnya pasien secara baik
untuk menjalani terapi tersebut. Sehingga hal ini akan
berdampak proses kesembuhan yang lebih yang dialami oleh
pasien skizofrenia tersebut. Dalam hal ini perlunya pihak
rumah sakit jiwa agar mengintropeksi kesalahan dalam tata
cara penangganan dalam pemberian terapi kejang listrik yang
sebaiknya dilakukan sesuai prosedur yang sebaiknya
dijalankan. Dimana dalam pemberian terapi kejang listrik
yang sebaiknya dengan pemberian tindakan 7-9 kali (3 paket).
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kurang dari separoh (45,6%) terapi kejang listrik
responden dalam pemberian paket 1 di RSJ. Prof. HB. Sa’anin
Padang tahun 2013. Lebih separoh (50,9%) perkembangan
kesembuhan pasien skizofrenia rendah dalam pemberian paket
1 di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013. Terdapatnya
hubungan yang bermakna terapi kejang listrik dengan
perkembangan kesembuhan pasien di RSJ. Prof. HB. Sa’anin
Padang 2013.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Arif, 2006 Skizofrenia memahami dinamika keluarga pasien,
Bandung : Refika.
[2] Abdul Nasir, 2011. Dasar-dasar keperawatan jiwa pengantar dan
teori, Jakarta : Salemba Medika.
[3] Hawari, D, 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa
Skizofrenia. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
[4] Kusuma farida dan Yudi Hartono, 2010. Keperawatan Jiwa,
Jakarta : Salemba Medika.
[5] Kaplan, H.I, Saddock, B.J. Grebb, J.A, 2002. Sinopsis Psikiatri
Jilid I. (Terjemahan Kusuma, W). Jakarta : Binarupa Aksara.
[6] Kompas.com, 2010. Kasus Gangguan Jiwa Ringan
Meningkat,http://kesehatan.kompas.com/read/2010/05/01/14412
61/Kasus.Gangguan.Jiwa.Ringan.Meningkat,
diperoleh
2
Februari, 2013).
[7] Martin Szuba dan Alison doupe, 1997. Buku Saku Psikiatri,
Residen Bagian Psikiatri. Jakarta : EGC.
[8] Melissa Dahl Health Writer, 2009. Shock therapy makes a quiet
comeback Despite the stigma, 100,000 desperate patients a year
now seek treatment.
[9] Mansjoer, A, 2001. Kapita Selekta kedokteran. Bandung: Refika.
[10] Pridick, 2005. Study Banding Keefektifan Kombinasi Terapi
Neuroletptik. RSJ Surakarta.
[11] Stuart, 2006. Pocket Guide to Psychiatric Nursing, Edisi kelima.
Jakarta : EGC.
[12] Townsend C, Mary, 2002. Diagnosis Keperawatan Psikiatri,
Edisi kelima, Jakarta : EGC
[13] Videbeck, S, 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
[14] WHO,
2009.
(www.slideshare.net/INEL44/bab-i-proposal,
diperoleh 4 Februari 2013)
[15] Yosep, 2007. Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC
Download