Penggunaan Formula Imunomodulator pada

advertisement
Artikel Penelitian
Penggunaan Formula Imunomodulator
pada Pengobatan Radiasi Kanker
Kepala dan Leher
Cholid Badri,* Dewi S. Soeis,** Demak L. Tobing,***
Sri Hartini,*** Defrizal,** Siti Budina Kresno,***
*Departemen Radiologi FKUI, **Bagian Radioterapi Rumah Sakit Kanker Dharmais
***Bagian Laboratorium Klinik, RS Kanker Dharmais, Jakarta
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh formula imunomodulator pada
penderita kanker leher dan kepala yang sedang mendapat radioterapi. Penelitian dilakukan
secara consecutive sampling, dalam bentuk uji klinis pada dua kelompok pasien. Kelompok
perlakuan mendapat formula imunomodulator 3 kali 2 kapsul @ 250 mg per hari selama
radiasi, sedangkan kelompok kontrol tidak mendapat bahan tersebut. Pada kedua kelompok
diperiksa parameter terkait kondisi klinis yaitu berat badan dan performance status, kondisi
imunologik pasien berupa jumlah leukosit dan limfosit darah tepi, imunologik khusus yaitu
jumlah CD4, CD8 dan fungsi fagosit. Pemeriksaan dilakukan sebelum dan sesudah radiasi.
Digunakan statistik parametrik untuk distribusi sampel yang merata, yang telah diuji dengan
Kolmogorov-Smirnov. Digunakan Uji t Sampel Independen dan Uji t Sampel berpasangan untuk
menguji perbedaan bermakna antara 2 sampel yang bebas maupun berhubungan. Mann-Whitney
Test untuk menguji kemaknaan perbedaan hasil pada parameter yang tak dapat dilakukan uji
parametrik. Terdapat penurunan bermakna setelah radiasi pada berat badan dan performance
status pasien. Penurunan lebih tajam pada kelompok kontrol dibandingkan perlakuan (masingmasing p=0,000 dan 0,006 pada berat badan dan p=0,000 dan 0,046 performance status).
Respons radiasi pada kelompok perlakuan lebih baik secara bermakna dari pada kelompok
kontrol (p=0,03). Efek samping pada kelompok perlakuan lebih rendah secara bermakna
dibandingkan kelompok kontrol (p=0,046). Disimpulkan formula imunomodulator terbukti
bermanfaat pada pengobatan radiasi kanker leher dan kepala dengan meningkatkan respons
terhadap radiasi dan mengurangi efek samping radiasi.
Kata kunci: radioterapi, kanker kepala dan leher, respons imun, imunomodulator
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 6, Juni 2007
179
Penggunaan Formula Imunomodulator pada Pengobatan Radiasi Kanker
The Use of Immunomodulator Formula in Radiotherapy of
Head and Neck Cancer
Cholid Badri,* Dewi S. Soeis,** Demak L. Tobing,***
Sri Hartini,***Defrizal,** Siti Budina Kresno
*Dept. of Radiology Faculty of Medicine, University of Indonesia, Jakarta
**Dept of Radiotherapy Dharmais Cancer Hospital, Jakarta
***Dept. of Clinical Laboratory, Dharmais Cancer Hospital, Jakarta
Abstract: This study was intended to evaluate effects of immunomodulator formula on head and
neck cancer patients who were treated with radiation therapy. The study was performed using
consecutive sampling method in a controlled clinical trial on two groups of patients. The treatment
group received immunomodulator formula with a dose of 3 times 2 capsule @ 250 mg per day
during the radiation therapy, while the control group did not consume the formula. Several
parameters were observed on the both groups, including clinical performance i.e body weight and
performance status, immunological state i.e leukocyte and lymphocyte count of peripheral blood
and special immunological state parameters such as CD4, CD8 and the phagocyte function. The
examination was performed before and after treatment and results were analyzed using parametric tests for homogenous sample distribution which was previously tested using KolmogorovSmirnov test. Independent T- test and paired T-test were applied for independent as well as paired
samples. Mann-Whitney test was performed to examine the signification of different parameters’
results those could not be done by parametric tests. A significant decreased of body weight and
performance status were noted after irradiation as compared to those before irradiation. The both
parameters were sharply decreased in control group as compared with the treatment group; (p
0.000 vs p 0.046 for body weight and p 0.000 vs p 0.006 for performance status). Radiation
response was significantly better in the treatment group rather than control group (p 0.03). Side
effects of the treatment were significantly lower in the treatment group as compared to the control
group (p 0.046). It was concluded that immunomodulator formula has proven it’s benefit by
increasing radiation response and decreasing the side effects of the treatment.
Key words: Radiotherapy, head and neck cancer, immunoresponse, immunomodulator
Pendahuluan
Kanker cukup sering ditemukan di Indonesia dengan
perkiraan terdapat 100 penderita kanker di antara 100.000
penduduk.1 Sebagian besar penderita datang berobat dalam
stadium lanjut2 sehingga pengobatan radiasi memegang
peranan yang sangat penting dalam penanggulangan kanker.
Di Amerika Serikat, sebagian besar penderita kanker ditemukan dalam stadium awal, lebih dari 60% penderita kanker
akan mendapat pengobatan radiasi.3
Penderita kanker stadium lanjut sering mengalami
penurunan status imun yang selain disebabkan oleh kanker
itu sendiri juga dapat disebabkan oleh pengobatan yang
diberikan termasuk pengobatan radiasi.4 Penurunan status
imun tersebut disebabkan terganggunya mekanisme respons
imun pada penderita kanker khususnya pada imunitas
seluler.5 Di samping itu pengobatan radiasi pada tumor-tu180
mor di daerah leher dan kepala dapat menimbulkan efek
samping berupa gangguan menelan, peradangan mukosa
mulut dan hilangnya rasa pengecap pada sebagian besar
pasien sehingga akan menimbulkan penurunan status gizi
yang kemungkinan akan menurunkan imunitas seluler.6 Salah
satu cara untuk mengatasi penurunan imunitas seluler itu
adalah dengan pemberian zat yang meningkatkan respons
imun yang disebut sebagai imunomodulator. 7 Sejumlah bahan
yang digunakan sebagai suplemen sering dianggap dapat
memberi efek peningkatan kesehatan secara umum atau
sebagai pendukung pada pengobatan terhadap berbagai
penyakit. Perbaikan tersebut diperkirakan karena peningkatan
imunitas yang dihasilkan oleh bahan-bahan yang dianggap
sebagai imunomodulator.8 Penggunaan bahan tersebut pada
penelitian binatang dan penelitian awal pada manusia
menunjukkan hasil yang memberikan harapan.9 Salah satu
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 6, Juni 2007
Penggunaan Formula Imunomodulator pada Pengobatan Radiasi Kanker
suplemen yang disebut formula imunomodulator, terdiri atas
bahan yang diperkirakan dapat meningkatkan imunitas pada
manusia untuk menghadapi berbagai penyakit yaitu
Kolostrum, laktoferin, dan echinaceae.10,11 Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak
penggunaan zat aktif dalam formula imunomodulator pada
penderita kanker yang sedang mendapat radioterapi,
khususnya pada penderita kanker leher dan kepala.
Metode
Penelitian dilakukan dalam bentuk uji klinis dengan
kontrol pada 2 kelompok pasien yang diradiasi di Rumah
Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Pasien tersebut adalah
penderita kanker leher dan kepala yang belum mendapat
radiasi. Penelitian dilakukan secara consecutive sampling,
dengan pasien dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok
perlakuan, yang selama radiasi akan mengkonsumsi bahan
imunomodulator yang disebut formula imunomodulator dan
kelompok kontrol yang tidak mengkonsumsi bahan tersebut.
Kedua kelompok dibandingkan secara klinis dan laboratoris
terhadap berbagai parameter baik sebelum maupun sesudah
radiasi.
Parameter klinis yang akan diperiksa berupa performance status menurut UICC, berat badan, berat-ringan
keluhan dan respons terhadap radiasi. Efek samping yang
akan dinilai adalah gangguan menelan, mukositis, dan
hilangnya rasa pengecap. Keluhan dibagi dalam 4 tingkat,
yaitu tidak ada keluhan sesuai tingkat 0, ringan sesuai tingkat
1, sedang sesuai tingkat 2 dan berat sesuai tingkat 3. Respons
terhadap pengobatan radiasi ditentukan berdasarkan kriteria
UICC yaitu tak ada respons, respons tak lengkap, respons
lengkap, dan penyakit progresif.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 dan CD8
yang berperan dalam mekanisme imunitas seluler. Selain itu
juga dilakukan uji fungsi fagosit, untuk menilai fungsi fagositosis sel netrofil. Fungsi fagosit baru dapat diperiksa pada
periode separuh akhir penelitian dikarenakan masalah teknis.
Sesuai protokol penelitian, pasien kelompok perlakuan
mengkonsumsi formula imunomodulator dengan dosis 3
kali 2 kapsul @ 250 mg per hari selama penyinaran sedangkan
kelompok kontrol tidak mengkonsumsi formula imuno-modulator. Pada kedua kelompok dilakukan pemeriksaan klinis
dan laboratoris rutin setiap minggu, dimulai pada awal
penyinaran hingga akhir radiasi. Pemeriksaan darah khusus
CD4 dan CD8 serta fungsi fagosit dilakukan sebelum, dan
sesudah radiasi.
Analisis Statistik
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan
statistik parametrik karena distribusi sampel normal yang
dibuktikan dengan tes Kolmogorov-Smirnov. Digunakan Uji
t Sampel Independen (Independent-Sample t Test) dan Uji t
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 6, Juni 2007
Sampel berpasangan (Paired-Sample t-Test) untuk menguji
perbedaan bermakna antara dua sampel yang berhubungan
dan bebas. Selain itu dilakukan pengujian statistik menggunakan Mann-Whitney Test untuk menguji kemaknaan pada
parameter yang tak dapat diuji statistik parametrik.
Hasil
Sejak 1 September 2002 sampai dengan Nopember 2004,
terdapat 43 pasien yang memenuhi syarat penelitian, yaitu
23 pasien dari kelompok perlakuan dan 20 pasien dari
kelompok kontrol. Dari kelompok perlakuan terdapat 20 pasien
yang dapat menyelesaikan terapi, 3 pasien yang tidak
menyelesaikan terapi, sehingga hanya 20 pasien yang dapat
dievaluasi. Pada kelompok kontrol terdapat 20 orang yang
memenuhi syarat untuk penelitian, 2 orang di antaranya tidak
menyelesaikan penyinaran sehingga terdapat 18 orang dari
kelompok kontrol yang dapat dievaluasi. Sampel yang tidak
begitu besar disebabkan kurangnya pasien yang memenuhi
syarat untuk penelitian, antara lain pasien dengan penyakit
residif, telah mendapat pengobatan sebelumnya di tempat
lain dan teknis radiasi yang menyebabkan pasien perlu
dipindahkan ke sentra radioterapi lainnya. Selain itu masalah
kerusakan alat dan kurangnya sumber daya manusia di
laboratorium berpengaruh sekali pada jumlah pasien yang
dapat diikutsertakan dalam penelitian ini.
Pada pasien yang dapat dievaluasi dilakukan analisis
terhadap berbagai parameter termasuk gambaran klinis,
laboratorium rutin dan khusus, respons terhadap radiasi dan
efek samping radiasi serta toleransi pasien terhadap pemakaian formula imunomodulator.
Karakteristik Pasien
Pasien kelompok perlakuan sebagian besar terdiri atas
laki-laki, berumur antara 16-71 tahun, sebagian besar penderita
Ca nasofaring stadium lokal lanjut. Pasien umumnya datang
dengan keadaan umum yang baik, dengan keadaan gizi yang
pada umumnya baik atau sedang, berat badan berkisar antara
34 sampai 71 kg. Sebagian besar pasien mendapat kemoradiasi yang diberikan bersama-sama (concomitant) dan
selebihnya mendapat radiasi saja.
Pasien dari kelompok kontrol sebagian terdiri atas lakilaki, berumur antara 33-73 tahun, sebagian besar penderita
Ca nasofaring stadium lokal lanjut. Umumnya pasien datang
dengan keadaan umum yang baik dengan keadaan gizi
umumnya baik atau sedang, berat badan berkisar antara 42
sampai 69 kg. Sebagian besar penderita pada kelompok
kontrol mendapat kemoradiasi secara concomitant. dan
sisanya hanya mendapat radioterapi (Tabel 1)
Tidak terdapat perbedaan yang mencolok di antara
kedua kelompok dalam berbagai parameter kecuali umur dan
berat badan namun pada pengujian statistik tidak
menunjukkan perbedaan bermakna.
181
Penggunaan Formula Imunomodulator pada Pengobatan Radiasi Kanker
Table 1. Karakteristik Pasien Kelompok Perlakuan dan
Kontrol Sebelum Radiasi
Perlakuan
Jumlah
Kelamin Laki-laki
Perempuan
Umur
Rata-rata
(SD)
Perfor- Rata-rata
mance (SD)
status
Berat
Rata-rata
Badan
(SD)
Jenis Ca KNF
Laring
Limfoma
Ka. palat
Liang telinga
Maksila
Lidah
Tiroid
Stadium I
II
III
IV
Pengo- Radiasi
batan
Kemoradiasi
Kontrol
20
16
4
44,05 (15,76)
18
11
7
52,27 (13,34)
81,00 (7,18)
79,44 (2,35)
55,15 (10,22)
57,70 (12,17)
13
2
1
1
2
1
4
8
8
7
13
14
1
2
1
3
9
6
6
12
Umur
44,05 (15,6)
Berat badan
55,15 (10,22)
St perform
81,00 (7,18)
Leukosit
8035,15 (3089,24)
Limfosit
1518,66 (1141,32)
Fagosit
8,56 (11,65)
CD4
533,66 (423,22)
CD8
433,08 (253,46)
Uji T sampel Independen (sig 2 tail)
182
52,27
57,7
79,44
8561,11
1287,88
17,90
587,02
622,06
(13,34)
(12,17)
(2,35)
(2771,94)
(649,80)
(18,89)
(315,23)
(363,52)
Sesudah
(Mean ± SD)
52,55 (10,37)
76,25 (9,58)
5660,00
(1727,30)
623,90
(381,43)
12,75 (15,56)
240,22 (158,74)
266,50 (126,11)
Nilai p
.006*
.046*
.000*
.001*
.495*
.003*
.001*
*Signifikan untuk p<0,05
Tabel 2. Hasil Pemantauan Parameter Penelitian pada Pasien sebelum Radiasi pada Kedua Kelompok P e n e litian (n = 38)
Kelompok
Kontrol
Sebelum
(Mean ± SD)
Berat Badan
55,15 (10,22)
Perform. Status
81,00 (7,18)
Leukosit
8035,00
(3089,24)
Limfosit
1518,66
(1141,32)
Fagosit
8,56 (11,65)
CD 4
533,66 (423,22)
CD 8
433,00 (253,46)
Hasil Pemantauan Klinis dan Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan terhadap beberapa parameter
yang merupakan indikator dari keadaan umum dan status
imunologik pasien yaitu: berat badan, performance status,
jumlah leukosit, jumlah limfositosis, fungsi fagositosis, jumlah
CD4 dan CD8. Pemeriksaan terhadap parameter tersebut
dilakukan sebelum radiasi, kemudian dibandingkan pasienpasien kelompok perlakuan yang hasilnya tidak ada
perbedaan bermakna (Tabel 2).
Pemeriksaan parameter yang sama setelah radiasi,
terlihat perbedaan bermakna dengan hasil pemeriksaan
Kelompok
Perlakuan
Tabel 3. Perbandingan Parameter Sebelum dan Sesudah Pengobatan Radiasi pada Kelompok Perlakuan
Parameter
Uji T sampel independen
Ns: not significant
Parameter
sebelum radiasi, baik pada kelompok perlakuan maupun
kontrol.
Pada kelompok perlakuan tampak penurunan yang
bermakna pada berbagai parameter yang diukur setelah radiasi
dibandingkan dengan sebelum radiasi yaitu pada berat badan,
performance status, jumlah leukosit, jumlah limfosit, jumlah
CD4 dan CD8. Tidak terlihat penurunan yang bermakna pada
fungsi fagosit (Tabel 3).
Nilai p
.093
.487
.387
.586
.597
.122
.618
.699
Penurunan lebih bermakna setelah radiasi pada kelompok kontrol yaitu pada berat badan, performance status,
jumlah limfosit, jumlah CD4 dan CD8. Jumlah leukosit juga
menurun secara bermakna walau seberat pada kelompok
perlakuan (Tabel 4).
Tabel 4. Perbandingan Parameter Sebelum dan Sesudah Pengobatan Radiasi pada Kelompok Kontrol
Parameter
Sebelum
(Mean ± SD)
Berat Badan
57,70 (12,17)
Perform. Status
79,44 (2,35)
Leukosit
8561,11
(2771,94)
Limfosit
1454,57 (627,40)
Fagosit
20,43 (19,91)
CD 4
643,30 (330,36)
CD 8
731,00 (351,16)
Sesudah
(Mean ± SD)
53,00 (10,20)
71,94 (5,72)
6480,00
(3255,87)
552,00 (322,71)
20,78 (18,04)
132,07 (58,55)
293,50 (175,87)
Nilai p
.000*
.000*
.012
.000
.953
.000
.000
Uji T sampel berpasangan (sig 2 tail)
Hasil pemeriksaan sesudah radiasi pada kedua kelompok
pada umumnya tidak berbeda bermakna kecuali pada hasil
CD4, yang menunjukkan bahwa penurunan CD4 pada
kelompok perlakuan lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol (Tabel 5).
Pada kedua kelompok ini terdapat perbedaan bermakna
pada efek samping dan respons radiasi, yaitu terdapat efek
samping yang lebih ringan dan respons radiasi yang lebih
baik secara bermakna pada kelompok perlakuan (Tabel 6).
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 6, Juni 2007
Penggunaan Formula Imunomodulator pada Pengobatan Radiasi Kanker
Tabel 5. Hasil Pemantauan Parameter Penelitian pada Pasien
sesudah Radiasi (n = 38)
Parameter
Kelompok
Perlakuan
Kelompok
Kontrol
Nilai p
Berat badan
Performance
status
Leukosit
52,55 (10,37)
76,25 (9,58)
53,00 (10,20)
71,94 (5,72)
.894
.106
Limfosit
Fagosit
CD4
CD8
5660,34
(1727,30)
623,90 (381,43)
12,75 (15,56)
533,66 (423,22)
433,08 (253,46)
6840,25
(3255,76)
552,06
20,78
240,22
266,50
.332
(322,71)
(18,04)
(157,74)
(126,11)
.576
.122
.022*
.699
Uji T sampel Independen (sig 2 tail)
*Signifikan untuk p<0,05
Pemantauan Efek samping, Respons dan Keraturan
Radiasi
Tabel 6. Perbandingan Efek Samping, Keteraturan Radiasi
dan Respons Radiasi
Parameter
Kelompok
Perlakuan
Efek samping
Tidak ada
Ringan
Sedang
Berat
Respons radiasi
Lengkap
Sebagian
Tidak berubah
Progresif
Keteraturan
Teratur
Tak teratur
Kelompok
Kontrol
Nilai p
2
9
9
-
2
9
5
2
.046*
16
4
-
9
5
4
.030*
20
-
16
2
Mann-Whitney test (sig 2 tail)
*Signifikan untuk p<0,05
Pemeriksaan Laboratorium Khusus
Pemeriksaan laboratorium khusus berupa CD4, CD8
sebagai subset limfosit dan fungsi fagosit yang berperan
dalam imunitas seluler diperiksa sebelum dan sesudah radiasi
penyinaran. Hasil pemeriksaan CD4 dan CD8 ini akan
Tabel 7.
dikaitkan dengan hasil hitung limfosit total dan jumlah
leukosit. Hasil pemeriksaan pada kelompok perlakuan
menunjukkan terdapat penurunan dari 5 parameter tersebut
kecuali pada fungsi fagosit pascaradiasi bila dibandingkan
sebelum radiasi. Hal yang serupa terjadi pada kelompok
kontrol walaupun penurunan lebih tajam dari kelompok
perlakuan.
Penurunan nilai setelah radiasi juga diperlihatkan pada
pemeriksaan limfosit, yang menurun dari 1518,66 ± 1141,32
sebelum radiasi menjadi 623,90 ± 381,43 sesudah radiasi pada
kelompok perlakuan dan 1454,57 ± 627,40 menjadi 552,00 ±
322,71 pada kelompok kontrol yang juga terletak di bawah
nilai normal.
Pada pemeriksaan leukosit terlihat kecenderungan yang
sama dengan limfosit yaitu terdapat penurunan sesudah
radiasi pada masing-masing kelompok penelitian yaitu dari
8035,00 ± 3089,24 menjadi 5660,00 ± 17227,30 pada kelompok
perlakuan dan dari 8561,11 ± 2771,94 menjadi 6480,00 3255,87
± 1727,30).
Salah satu indikator keseimbangan imunologik yang
dapat diamati adalah rasio CD4 dan CD 8 sebelum dan sesudah
radiasi. Pada penelitian ini terlihat rasio CD4/CD8 sebelum
radiasi masing-masing 1,23 dan 0,94 untuk kelompok perlakuan
dan control; setelah radiasi masing-masing menjadi 1,23 dan
0,90 untuk kelompok perlakuan dan control. Tidak ada
perbedaan bermakna rasio CD4/CD8 pada masing-masing
kelompok, baik sebelum maupun sesudah radiasi (Tabel 7).
Toleransi Obat
Pada umumnya tidak terdapat keluhan pada pasien yang
mengkonsumsi formula imunomodulator walaupun dengan
dosis yang cukup tinggi. Keluhan terjadi pada seorang pasien
yang merasa palpitasi dan seorang lainnya merasa agak mual,
namun apakah gejala ini disebabkan oleh faktor lain perlu
diselidiki lebih lanjut.
Diskusi
Bahan-bahan yang terdapat dalam formula imunomodulator terdiri atas tiga jenis bahan yang mempunyai efek
imunomodulator yang saling melengkapi, yaitu:
1. Kolostrum: Bahan ini mengandung dua komponen utama
yaitu sistem imun dan faktor pertumbuhan. Kolostrum
Gambaran Parameter Imunologik Khusus Sebelum dan Sesudah Radiasi
Parameter
Kelompok Sebelum
Perlakuan Sesudah
Leukosit
Limfosit
CD4
CD8
CD4/CD 8
Fungsi
fagosit
8035,00±3089,24
1518,66±1141,32
533,66± 423,22
433,00± 253,46
1,23
8,56±
11,65
5660,00±1727,30
623,90± 381,43
240,22 (158,74)
266,50 (126,11)
0,90
12,75±
15,56
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 6, Juni 2007
p
.000
.001
.003
.001
.060
.495
Kelompok Sebelum
Kontrol Sesudah
8561,11±2771,94
1454,57± 627,40
643,30±
30,36
731,00± 351,16
0,88
20,43±
19,91
6480,00±3255,87
552,00± 322,71
132,07±
58,55
293,50± 175,87
0,44
20,78±
18,04
p
.012*
.000*
.000
.000
.004
.953
183
Penggunaan Formula Imunomodulator pada Pengobatan Radiasi Kanker
mengandung berbagai imunogoblin antara lain IgG yang
bersifat antitoksin dan antimikroba. Kolostrum menunjukkan aktivitas mengembalikan sistem imun,
menghancurkan bakteri dan virus. Dengan kemampuan
itu, kolostrum digunakan pada penyakit kanker. Untuk
memperoleh efektivitas imun diperlukan dosis 200-400
mg per hari.
2. Laktoferin: Adalah bahan yang terdapat dalam Kolostrum
yang memberikan efek antara lain memberikan antibodi
murni, menghalangi nutrisi sel kanker, menghambat
produksi radikal bebas dan mengaktifkan DNA yang akan
mengeluarkan respons imun. Penggunaan laktoferin pada
terapi suportif adalah sebagai imunostimulan, antijamur,
anti inflamasi dan antiparasit. Laktoferin mengikat zat besi
bebas, dan bekerja pada tumor padat, tetapi hal yang terpenting adalah zat tersebut bekerja terhadap metastasis.
3. Echinacea: Bahan ini berasal dari tumbuhan dengan
berbagai nama antara lain Purple coneflower. Bahan ini
bekerja sebagai imunostimulan, antiradang, antimikroba,
dan antiseptik. Penggunaan obat tradisional pada
pengobatan karsinoma nasofaring memberikan perbaikan
terhadap gejala penyakit, menurunkan efek samping,
cenderung memperbaiki respons terhadap radiasi dan
kemoterapi.12
Berdasarkan hal itu maka dipertimbangkan peng-gunaan
bahan tersebut dalam radiasi terutama pada kanker di daerah
leher dan kepala untuk meningkatkan efektivitas radiasi dan
mengurangi efek samping yang biasanya terjadi. Pemeriksaan
klinis sering digunakan sebagai parameter keberhasilan
pengobatan dengan imunomodulator akan tetapi hasil-hasil
sering bersifat kontroversial. Parameter yang lebih dapat
diandalkan adalah parameter biologik dengan melihat keadaan
atau fungsi sel-sel imunomodulator.13
Hasil pemantauan klinis menunjukkan kelompok
penelitian yang mengkonsumsi formula imunomodulator
mempunyai kecenderungan mengalami efek samping radiasi
yang lebih ringan sesuai dengan asumsi bahwa formula
imunomodulator meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
gangguan dari luar berupa radiasi yang mempunyai dampak
negatif terhadap sel-sel yang sehat. Hal ini juga sesuai
dengan perubahan nilai CD4 sebelum dan sesudah radiasi
pada kelompok kontrol yang secara bermakna menurun lebih
tajam daripada kelompok perlakuan. Baik pada kelompok
perlakuan maupun pada kelompok kontrol terjadi penurunan
CD4 sampai di bawah nilai normal yaitu 410-1590/ mm3.
Dengan demikian formula imunomodulator dapat
mengurangi dampak pengobatan radiasi terhadap CD4
sebagai komponen utama imunitas seluler yang memegang
peranan yang sangat penting dalam sistem imunologi. 14
CD8 sebagai suatu sistem penyeimbang terhadap CD4
menunjukkan penurunan nilai sesudah radiasi secara bermakna, baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol
184
statistik ternyata tidak bermakna.
Dengan demikian radiasi menyebabkan penurunan CD8
yang tidak begitu besar pengaruhnya karena masih dalam
rentang harga normal. Secara relatif terdapat penurunan rasio
antara CD4 dan CD8 sehingga peranan T supresor lebih
menonjol. Pada kelompok perlakuan rasio antara CD4 dan
CD8 adalah 533,66±423,22 dibagi 433,00±253,46, yaitu 1,23
sebelum radiasi dan 240,22±158,74 dibagi 266,50±126,11 yaitu
0,90 sesudah radiasi.
Pada kelompok kontrol terdapat perbandingan T helper
dan T supresor sebelum radiasi adalah 643,30±330,36 dibagi
731,30±351,16 yaitu sebesar 0,88 dibanding setelah radiasi
selesai adalah 132,07±58,55 dibagi 293,50±175,87 yaitu
sebesar 0,44.
Rasio sel Th/Ts lebih rendah pada pasien kontrol yaitu
0,44 dibandingkan dengan pasien perlakuan sebesar 0,90,
walaupun rasio ini memang lebih tinggi pada kelompok
perlakuan sebelum radiasi.
Bila hasil pemeriksaan khusus imunologik ini dibandingkan dengan gambaran klinis tampak kesesuaian yaitu
respons radiasi yang lebih baik dan efek samping yang lebih
sedikit pada kelompok perlakuan dibandingkan kontrol.
Salah satu parameter imunologik yang diperiksa adalah
fungsi fagosit yaitu untuk mengukur kemampuan makrofag
untuk melakukan fagositosis pada kuman. Terlihat bahwa
tidak ada perbedaan yang bermakna antara fungsi fagosit
sebelum dan sesudah radiasi, baik pada kelompok perlakuan
maupun kontrol.
Walaupun jumlah pasien masih terbatas khususnya
untuk memantau salah satu indikator respons imun akan
tetapi sudah jelas menunjukkan manfaat pemakaian imunomodulator formula imunomodulator ini pada pasien kanker
leher dan kepala yang mendapat pengobatan radiasi.
Diharapkan bila jumlah pasien yang dapat dievaluasi
cukup banyak kecenderungan tersebut dapat dibuktikan
secara lebih bermakna.
CD4 yang berfungsi mengaktifkan sel fagosit diharapkan berkorelasi dengan fungsi fagosit sehingga penurunan CD4 akan berkorelasi dengan penurunan fungsi fagosit
pada keadaan sesudah radiasi, namun hal itu belum dibuktikan karena jumlah pasien terbatas jumlahnya. Penelitian ini
menunjukkan kecenderungan bahwa fungsi fagositosis sel
netrofil tidak dipengaruhi oleh perubahan jumlah CD4 atau
CD8, yang berarti bahwa perubahan pada sistem imun yang
bersifat innate khususnya pada netrofil bersifat independen
terhadap perubahan dalam imunitas seluler.15
Kesimpulan
Penggunaan formula imunomodulator dapat meningkatkan respons terhadap radiasi dan mengurangi efek samping pengobatan radiasi, selain mengendalikan performance
status dan penurunan berat badan.
Selanjutnya penelitian ini perlu dikembangkan lebih jauh
dengan penambahan jumlah pasien dan penambahan paraMaj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 6, Juni 2007
Penggunaan Formula Imunomodulator pada Pengobatan Radiasi Kanker
meter imunulogik lainnya seperti natural cell killer, berbagai
interleukin dan antibody sehingga lebih menunjukkan peran
bahan imunomodulator ini terhadap respon imun penderita
kanker
7.
8.
9.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan pada Prof. Dr. dr.
Sudigdo Sastroasmoro, SpA(K) yang telah berkenan
melakukan koreksi atas metodologi dan perhitungan statistik
dan kepada PT. Mahakam Beta Farma yang telah membantu
menyediakan bahan imunomodulator untuk penelitian ini.
10.
11.
12.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Direktorat Jendral Medik Depkes RI. Badan Registrasi Kanker
Ikatan Ahli Patologi Indonesia. Yayasan Kanker Indonesia. Kanker
di Indonesia tahun 1993. Data Histopatologik. Jakarta; 1995.
Roezin A. Deteksi dan Pencegahan Karsinoma Nasofaring. Dalam:
Pencegahan dan Deteksi Dini Penyakit Kanker. Jakarta: Yayasan
Kanker Indonesia. & Perhimpunan Onkologi Indonesia; 2001.
Perez CA, Brady LW. Preface. Principles and Practice of Radiation Oncology. 3 rd ed. Philadelphia: Lippincott Raven; 1998.
Badri C. Impact of radiation and chemoradiation with Mitomycin-C on cellular immunity of patients with locally advanced
cervical cancer. The Asean Journal of Radiology. 1999;2:103-16
Bast RC Jr., Mills GB, Gibson S, Boyer C. Tumor immunology. In
: Holland JF, Frei E III, Bast R et al. eds. Cancer medicine ed 4.
Baltimore; Williams and Wilkins, 1997:207-42
Bratawidjaja KG. Biological Responsse Modifier pada aktifasi
fagosit. Allergy and Clinical Immunology Meeting. Jakarta, Juni
2003.
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 6, Juni 2007
13.
14.
15.
Abbas, AK., Lichtman AH (eds). Cellular and Molecular Immunology Fifth Edition, Philadelphia : Elsevier Publisher 2005
Effendy S, Reksodiputro H. Biological Responsse Modifier pada
viabilitas sel dari kultur sel limfoid dan myeloid penderita leukemia myeloblastik akut. Semarang, September 2001.
Badri C, Ramli I, Hasanuddin. Peran imunomodulator dalam
pengobatan radiasi penyakit kanker. Dalam: Seminar Terapi Hepatitis, Infeksi Kronik dan Kanker. Bandung, Nopember 2001.
Luettig B, Steinmuller C, Gifford GE, Wagner H, LohmannMathess ML. Macrophage activation by the polysaccharide
arabinogalactan isolated from plant cell cultures of Echinacea
purpure. J Natl Cancer Inst 1998;81(9):669-75
Rona Z. Clinical Application: Bovine Colostrum As Immune
System Modulator. Am, J Nat Med 1998;5(2):19-23.
Huang Z, Zhang C, Wei J, Li Z, Zhang Z, Tan Z et al. Clinical
result in the treatment of 38 patients of nasopharyngeal carcinoma with gan lu fu zheng soup plus radiotherapy and
hemotherapy. Cancer Reviews:Asia-Pacific 2003;1:103-8 .
Badri C, Soeis DS, Tobing DL, Hartini S, Defrizal, Kresno SB. Use
of Immunodulator in The Radiotherapy of Cancer of The Head
and Neck. Indonesian Journal of Oncology 2004; (15)1:52-8.
Mate TP, Ruddle NH. Suppresor cells induced by total lymphoid
irradiation affect proliferation and lymphokine production of
murine T helper cell clones. Int J Radiat Oncol. Biol Phys
1987;13:61-8
Berg-Brown NN, Nguyen LH, Ohashi PS. Cancer and the immune system. In: Tannock IF, Hill RP, Bristow RG, Harrington L.
eds. The Basic Science of Oncology. 4th Ed.New York; McGrawHill, 2005:431-452.
SS
185
Download