BAB I - ritapurnamasari93

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu pembangunan kesehatan adalah memelihara Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA). Indikator derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
ditandai dengan menurunnya angka kematian ibu, kematian bayi dan
panjangnya umur harapan hidup. Kehamilan dan persalinan merupakan hal
yang wajar terjadi pada seorang perempuan. Kedua hal tersebut berperan
penting dalam proses reproduksi guna mempertahankan kelestarian
manusia (http://www.ypkp.net). Problematika yang ada sampai saat ini
adalah, kematian ibu masih merupakan masalah prioritas di Indonesia.
Penyebab tidak langsung kematian ibu tersebut antara lain rendahnya
tingkat pendidikan masyarakat terutama kaum ibu, rendahnya tingkat
sosial ekonomi, kondisi dan latar belakang sosial budaya yang tidak
mendukung, rendahnya status gizi dan tingginya prevalensi anemia
khususnya pada ibu hamil. Selain itu disebabkan karena terbatasnya akses
ibu dan bayi di pedesaan yang memperoleh layanan kesehatan, miss
opportunity terhadap pelayanan ibu dan anak.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu faktor yang
menunjukkan rendahnya indikator status kesehatan masyarakat. Dewasa
ini angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi dibandingkan negara
Association of Southeast Asia Nations (ASEAN) lainnya. Menurut statistik
1
2
kesehatan World Health Organization (WHO) tahun 2009, setiap tahun
diperkirakan sebanyak 536.000 wanita meninggal dunia akibat masalah
persalinan dan 99% kematian ibu akibat masalah persalinan terjadi di
negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu secara global 400 per
100.000 kelahiran hidup (http://www.alernet.org).
Kematian ibu tertinggi terjadi diwilayah Afrika diikuti oleh Asia
Selatan dan Timur sedangkan terendah diwilayah Eropa (WHO, 2005).
Dinegara Asia Tenggara tahun 2003 seperti Negara Vietnam AKI sebesar
95 per 100.000 kelahiran hidup, Malaysia AKI sebesar 30 per 100.000
kelahiran hidup dan Singapura AKI sebesar 9 per 100.000 kelahiran hidup.
(Siswono, 2003, Depkes R1 2008). AKI di Indonesia masih tertinggi
dibandingkan negara ASEAN lainnya.
Menurut Badan Penelitian Dan Pengembangan Depkes RI, AKI tahun
2010 mencapai 229 per 100.000 kelahiran hidup (BPP, Depkes RI 2010).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2009, di
Indonesia AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup (PWS-KIA, 2009).
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan (Atonia uteri) (30%), eklamsia
(25%) dan infeksi (12%). (SDKI 2009)
Di Propinsi Lampung pada tahun 2011 dilaporkan terdapat 121 kasus
kematian ibu dari 151.716 kelahiran hidup dengan penyebab terbanyak
adalah perdarahan (42%), eklamsia (13%) infeksi (10%) Aborsi (11%)
partus lama (9%) dan lain-lain (15%) . Kematian bayi pada tahun 2011
sebesar 906 kasus dimana yang terbanyak terjadi pada masa perinatal
3
(72,63%) dan sisanya (17,37%) usia diatas 28 hari (Dinkes Propinsi
Lampung , 2011).
Berdasarkan data-data diatas dapat ditarik asumsi bahwa kasus
kematian ibu pasca melahirkan didominasi oleh faktor perdarahan.
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan
dalam waktu 1 jam setelah melahirkan, oleh karena itu penilaian dan
penatalaksanaan yang cermat selama kala III dan IV persalinan sangat
penting. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk
menilai kondisi ibu setelah melahirkan upaya yang paling penting adalah
dengan memeriksa ibu secara berkala dan lebih sering selama kala IV dan
menilai
kehilangan
darahnya
serta
cara
memantau
tanda
vital,
mengevaluasi kondisi terkini, memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan
dan menilai tonus uterus, penting sekali untuk tetap berada di samping ibu
dan bayinya selama 2 jam pasca persalinan. (Prawirohardjo,2010;h.122)
Berdasarkan prasurvey data yang penulis lakukan di dua BPS yaitu di
BPS Nurmala Dewi dan BPS Martini pada tanggal 28 April 2013
diketahui bahwa, pada BPS Nurmala Dewi dari 201 ibu yang melahirkan
periode tahun 2012 secara keseluruhan (100%) ibu bersedia dilakukan
asuhan perawatan 6-8 jam post partum, dengan kata lain asuhan perawatan
6-8 jam post partum berjalan efektif. Sedangkan pada BPS Martini
diketahui dari 78 ibu yang melahirkan periode tahun 2012, didapat 5 orang
ibu (6,4%) tidak bersedia dilakukan asuhan kunjungan 6-8 jam setelah
4
persalinan. Setelah diberikan penjelasan oleh bidan, ibu baru bersedia
dilakukan asuhan perawatan 6-8 jam post partum.
Berdasarkan latar belakang di atas, penyusun sangat tertarik untuk
melakukan penelitian dalam rangka penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan
judul “Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas 6 Jam Post Partum Normal
Terhadap Ny. I Umur 27 Tahun P3A1 di BPS Martini Raja Basa Bandar
Lampung Tahun 2013”
B.
Perumusan Masalah
“Bagaimanakah Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas 6 Jam Post Partum
Normal Terhadap Ny. I umur 27 tahun P3A1 di BPS Martini Raja Basa
Bandar Lampung Tahun 2013?”
C.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui bagaimana Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas 6 Jam Post
Partum Normal Terhadap Ny. I umur 27 tahun P3A1 di BPS Martini
Raja Basa Bandar Lampung Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian data baik data subyektif maupun
obyektif pada ibu nifas 6 jam post partum normal terhadap Ny. I
5
umur 27 tahun P3A1 di BPS Martini Raja Basa Bandar Lampung
Tahun 2013.
b. Dapat membuat interpretasi data dengan tepat pada ibu nifas 6 jam
post partum normal terhadap Ny. I umur 27 tahun P3A1 di BPS
Martini Raja Basa Bandar Lampung Tahun 2013.
c. Dapat menentukan diagnosa/masalah potensial dan antisipasi pada
ibu nifas 6 jam post partum normal terhadap Ny. I umur 27 tahun
P3A1 di Martini Raja Basa Bandar Lampung Tahun 2013.
d. Dapat menentukan tindakan segera yang tepat pada ibu nifas 6 jam
post partum normal terhadap Ny. I umur 27 tahun P3A1 di BPS
Martini Raja Basa Bandar Lampung Tahun 2013.
e. Dapat membuat perencanaan tindakan yang tepat pada ibu nifas 6
jam post partum normal terhadap Ny. I umur 27 tahun P3A1 di
BPS Martini Raja Basa Bandar Lampung Tahun 2013.
f. Dapat melaksanakan rencana tindakan yang telah dibuat dengan
baik pada ibu nifas 6 jam post partum normal terhadap Ny. I umur
27 tahun P3A1 di Martini Raja Basa Bandar Lampung Tahun
2013.
g. Dapat melakukan evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan dari
awal sampai akhir pada ibu nifas 6 jam post partum normal
terhadap Ny. I umur 27 tahun P3A1 di BPS Martini Raja Basa
Bandar Lampung Tahun 2013.
6
D.
Ruang Lingkup
Mengingat luasnya masalah dilihat dari berbagai aspek, maka penulis
membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut.
E.
1. Sasaran
: Ibu Post Partum 6 Jam.
2. Tempat
: BPS Martini Raja Basa Bandar Lampung.
3. Waktu
: Bulan April-Mei 2013.
Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi
Menambah bahan bacaan dan sebagai bahan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
2. Bagi Lahan Praktek
Sebagai bahan masukan dalam rangka memberikan Asuhan
Kebidanan 6 Jam pada ibu Post Partum Normal dan untuk tindak lanjut
Asuhan kunjungan 6 Jam Post Partum.
3. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan dan wawasan khususnya bagi ibu Post
Partum Normal dalam rangka mengurangi AKI (Angka Kematian Ibu).
4. Bagi Mahasiswa/Peneliti
Sebagai bahan bacaan dan untuk menambah wawasan keilmuan
dan pengalaman dalam menganalisa serta melatih pola pikir untuk
memecahkan masalah khususnya dalam bidang ilmu Kebidanan.
7
F.
Metodelogi dan Teknik Memperoleh Data
1. Metedologi Penulisan
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan
metode penulisan. Dimana metode penulisan yang digunakan yaitu
metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu
metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk
membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara
obyektif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan
atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi
sekarang. Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah
pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan/analisis data, membuat
kesimpulan, dan laporan (Notoatmodjo, 2005; h. 138).
2.
Teknik Memperoleh Data
Untuk memperoleh data, teknik yang digunakan sebagai berikut:
a. Data Primer
1) Wawancara
Adalah
suatu
mengumpulkan
metode
data,
yang
dimana
dipergunakan
penelitian
untuk
mendapatkan
keterangan atau pendirian secara lisan dari seseorang sasaran
penelitian
(responden).
(Notoatmodjo,
2005:
h.
102)
Wawancara dilakukan dengan cara auto anamnesa yaitu
8
wawancara yang langsung dilakukan kepada klien mengenai
keluhannya. (Sulistyawati, 2009;h.21)
2) Pengkajian Fisik
Adalah suatu pengkajian yang dapat dipandang sebagai
bagian tahap pengkajian pada proses asuhan kebidanan atau
tahap pengkajian seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi (Prihardjo, 2007; h.2-3).
b. Data Sekunder
1) Studi Pustaka
Adalah metode pengumpulan data dengan mempelajari
catatan tentang pasien yang ada (Notoatmodjo, 2005; h.63).
2) Studi Dokumenter
Adalah semua bentuk dokumen baik yang diterbitkan
maupun yang tidak diterbitkan, yang ada dibawah tanggung
jawab instansi resmi, misalnya buku KMS ibu (Notoatmodjo,
2005; h.62).
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Teori Medis
1.
Nifas
a. Pengertian Nifas
Masa Nifas (puerpurium) dimulai setelah kelahiran plasenta
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Masa Nifas atau puerpurium dimulai sejak 2 jam
setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu atau 42 hari
setelah itu. Puerpurium adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti
prahamil. (Dewi dkk, 2011;h.1)
Nifas (peurpurium) kala puerpurium berlangsung selama 6
minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk
pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal. Dijumpai dua
kejadian penting pada puerpurium, yaitu involusi uterus dan proses
laktasi (Manuaba,1998;h.11). Masa nifas (puerpurium) dimulai
setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu (Wiknjosastro, 2001;h.23).
9
10
Periode masa nifas (puerpurium) adalah periode waktu selama
6-8 minggu setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah
selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi
kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat
dari adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena proses
persalinan. (Saleha,2009;h.2).
Masa nifas atau peurpurium dimulai sejak setelah lahirnya
plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan
pasca persalinan harus terselenggara pada masa itu untuk
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya
pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit
yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI,
cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu
(Prawiharjdjo,2008;h.356). Masa nifas (puerpurium) adalah masa
pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini 6-8
minggu.(Ambarwati dkk, 2009;h.55).
Masa nifas merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga
kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan
yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami
berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa
nifas, seperti sepsis puerpuralis, jika di tinjau dari penyebab
kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab kematian
11
terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika
para tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada
masa ini (Sulistyawati, 2009;h.1).
Menurut Mochtar (1998;h.49) masa nifas (puerpurium) adalah
masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 –
8 minggu. Nifas dibagi dalam 3 periode :
a. Puerpurium
dini
yaitu
kepulihan
dimana
ibu
telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam,
dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerpurium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
genitalia yang lamanya 6 – 8 minggu.
c. Remote puerpurium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih
dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu
persalinan
mempunyai
komplikasi.
Waktu
untuk
sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan
b. Prinsip dan Sasaran Asuhan Masa Nifas
Prinsip asuhan kebidanan bagi ibu pada masa nifas harus yang
bermutu tinggi serta tanggap terhadap budaya setempat, jika
dijabarkan lebih luas sasaran asuhan kebidanan masa nifas meliputi
hal-hal sebagai berikut:
12
1) Peningkatan kesehatan fisik dan psikologi.
2) Identifikasi penyimpangan dari kondisi normal baik fisik
maupun psikis.
3) Mendorong agar dilaksanakan metode yang sehat tentang
pemberian makan anak dan peningkatan pengembangan
hubungan antara ibu dan anak yang baik.
4) Mendukung
dan
memperkuat
percaya
diri
ibu
dan
memungkinkan ia melaksanakan peran ibu dalam situasi
keluarga dan budaya khusus.
5) Pencegahan, diagnosis dini, dan pengobatan komplikasi pada
ibu.
6) Merujuk ibu ke dokter spesialis bila perlu.
c. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena
merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya, diperkirakan
60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan
50% kematian masa nifas terjadi dalam jam pertama. Adapun
tujuan asuhan masa nifas berdasarkan berbagai sumber yaitu :
1) Tujuan Umum
Membantu ibu dan pasangan selama masa transisi awal
mengasuh anak.
13
2) Tujuan khusus
a) Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun
psikologinya.
b) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi
masalah, mengobati /merujuk bila terjadi komplikasi pada
ibu dan bayinya.
c) Memberikan pendidikan kesehatan, tentang perawatan
kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi
dan perawatan bayi sehat.
d) Memberikan pelayanan keluarga berencana.
(Ambarwati dkk, 2009;h.2)
Tujuan Asuhan Masa Nifas
1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun
psikologik.
2) Melaksanakan
skrening
yang
komprehensif,
mendeteksi
masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada
ibu maupun bayinya.
3) Memberikan
kesehatan
pendidikan
diri,
nutrisi,
kesehatan
keluarga
tentang
perawatan
berencana,
menyusui,
pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
4) Memberikan pelayanan keluarga berencana (Saleha, 2009;h.45).
14
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena
merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan
bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam
pertama. Masa neonatus merupakan masa kritis dari kehidupan
bayi, dua pertiga kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah
persalinan dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7
hari setelah lahir. Dengan pemantauan melekat dan asuhan pada
ibu dan bayi masa nifas dapat mencegah beberapa kematian ini.
Menurut Depkes RI (2009), asuhan masa nifas normal
dilakukan dengan asuhan kunjungan 6-8 jam setelah persalinan
dengan tujuan:
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila
perdarahan berlanjut.
3) Memberikan konseling pada ibu dan keluarganya tentang
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia
uteri.
4) Pemberian ASI awal.
5) Melakukan hubungan antara ibu dan BBL.
6) Menjaga bayi tetap sehat dan cara mencegah hipotermi.
15
7) Memberikan penyuluhan tentang :
a) Kebersihan diri
(1)
Menganjurkan ibu untuk membersihkan diri pada
seluruh tubuh.
(2)
Menganjurkan ibu bagaimana membersihkan daerah
kelamin dengan sabun dan air.
(3)
Menyarankan
ibu
untuk
mengganti
pembalut
setidaknya 2x sehari.
(4)
Menyarankan ibu apabila mempunyai luka episiotomi
atau laserasi, untuk menghindari menyentuh luka.
b) Istirahat
Memberitahukan ibu untuk beristirahat yang cukup
untuk mencegah kelelahan yang berlebihan karena apabila
ibu kurang istirahat akan mempengaruhi jumlah ASI yang
diproduksi, memperlambat involusi uterus, menyebabkan
depresi serta ketidakmampuan untuk merawat bayinya dan
dirinya sendiri.
c) Nutrisi
Menjelaskan gizi pada ibu menyusui. Ibu menyusui
memerlukan tambahan 500 kalori setiap hari, minum
sedikitnya 3 liter setiap hari, anjurkan ibu untuk minum
setiap kali menyusui.
16
d) Perawatan payudara
Melakukan perawatan payudara agar tetap bersih
dan kering, menggunakan BH yang menyokong payudara.
Apabila puting payudara lecet oleskan colostrum atau ASI
yang keluar pada sekitar puting setiap kali selesai
menyusui.
e) Hubungan perkawinan/rumah tangga
Memberikan penjelasan tentang hubungan suami
istri sudah dapat dilakukan dengan aman apabila begitu
darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan dua jarinya
ke dalam vagina tanpa rasa nyeri.
f) KB (Keluarga Berencana)
Memberikan konseling tentang Keluarga Berencana
idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2
tahun sebelum ibu hamil kembali
d. Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas dari berbagai
macam sumber.
1) Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas
a) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
b) Memberikan
konseling
untuk
ibu
dan
keluarganya
mengenai cara mencegah perdarahan, mengenal tanda
bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan
kebersihan diri yang aman.
17
c) Memfasilitasi hubungan dan ikatan batin antara ibu dan
bayi.
d) Memulai dan mendorong pemberian ASI.
(Ambarwati dkk, 2009;h.3)
2) Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas
a) Teman terdekat, sekaligus pendamping ibu nifas dalam
menghadapi saat-saat kritis masa nifas.
b) Pendidik dalam usaha pemberian pendidikan kesehatan
terhadap ibu dan keluarga.
c) Pelaksanaan asuhan kepada pasien dalam hal tindakan
perawatan, pemantauan, penanganan masalah, rujukan, dan
deteksi dini komplikasi masa nifas. (Jannah, 2011;h.14)
e. Kunjungan masa nifas
Kunjungan masa nifas dilakukan paling sedikit empat kali.
Kunjungan ini bertujuan untuk menilai status ibu dan bayi baru
lahir juga untuk mencegah, mendeteksi, serta menangani masalahmasalah yang terjadi. Kunjungan masa nifas dibagi menjadi 4 kali
kunjungan yaitu menurut berbagai sumber:
18
Tabel 2.1 Frekuensi Kunjungan Masa Nifas
Kunjungan Waktu
1
6-8 jam
setelah
persalinan -
-
Tujuan
Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia
uteri.
Mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan rujuk bila perdarahan berlanjut.
Memberikan konseling pada ibu atau salah satu
anggota
keluarga
bagaimana
mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
Pemberian ASI awal
Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru
lahir
Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah
hipotermia.
- Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia
harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir
untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau
sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
2
6 hari
setelah
persalinan
-
3
4
Memastikan involusi uterus berjalan normal,
uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus,
tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal.
Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan,
cairan dan istirahat.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
Memberikan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap
hangat dan merawat bayi sehari-hari.
2 minggu Sama seperti di atas (6 hari setelah persalinan)
setelah
persalinan
6 minggu - Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit
setelah
yang ia atau bayi alami
persalinan - Memberikan konseling untuk KB secara dini.
(Saleha,2009;h.6-7).
19
Asuhan yang diberikan sewaktu melakukan kunjungan masa
nifas (Ambarwati dkk,2009;h.57)
1) 6-8 jam post partum
a) Mencegah perdarahan pada masa nifas karena atonia uteri.
b) Mendeteksi penyebab lain perdarahan, jika berlanjut rujuk.
c) Konseling cara mencegah atonia uteri.
d) Pemberian ASI awal.
e) Memberikan bounding attachment.
f) Jaga bayi, cegah hipotermi.
2) 6 hari post partum
a) Memastikan involusi berjalan normal.
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi/perdarahan
abnormal.
c) Memastikan ibu menyusui dengan baik.
d) Memastikan ibu mendapatkan nutrisi yang cukup.
e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan bayi
sehari-hari.
3) 2 minggu post partum
Sama seperti diatas.
4) 6 minggu post partum
a) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang
dialaminya dan bayinya.
b) Konseling KB.
20
f. Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas
Selama masa nifas, alat-alat interna maupun ekterna berangsurangsur kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan
keseluruhan alat genitalia ini disebut involusi. Pada masa ini terjadi
juga perubahan penting lainnya. Perubahan-perubahan yang terjadi
antara lain sebagai berikut:
1) Perubahan sistem reproduksi
a) Uterus
Segera setelah plasenta lahir pada uterus yang berkontraksi
posisi fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara
umbilikus dan simpisis, atau sedikit lebih tinggi. Dua hari
kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut,
sehingga dalam dua minggu telah turun masuk kedalam
rongga pelvis dan tidak dapat di raba lagi dari luar. (Saleha,
2009;h.54).
Tabel 2.2 Tinggi Fundus Uteri dan Berat Uterus
Menurut Masa Involusi
Involusi
Plasenta lahir
2 jari di bawah pusat
Berat
Uterus
1000 gram
1 minggu
Pertengahan pusat simpisis
750 gram
2 minggu
Tidak teraba di atas
simpisis
Normal
500 gram
6 minggu
8 minggu
TFU
Normal saat sebelum
hamil
(Saleha,2009;h.55)
50 gram
30 gram
21
b) Pengerutan rahim
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus
pada kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini,
lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta
akan menjadi neurotic (layu/mati). Perubahan ini dapat
diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi untuk
meraba dimana TFU nya (tinggi fundus uteri).
(1) Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan
berat 1000 gram.
(2) Pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari di bawah pusat.
(3) Pada 1 minggu post partum, TFU teraba pertengahan
pusat simpisis dengan berat 500 gram.
(4) Pada 2 minggu post partum, TFU teraba di atas simpisis
dengan berat 350 gram.
(5) Pada 6 minggu postpartum, fundus uteri mengecil (tak
teraba) dengan berat 50 gram. (Sulistyawati,2009;h.27)
Involusi uterus terjadi melalui 3 proses yang bersamaan,
antara lain :
(a) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri
sendiri yang terjadi didalam otot uteri.
22
(b) Atrofi jaringan
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen
dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi
sebagai reaksi terhadap penghentian produksi
estrogen yang menyertai pelepasan plasenta.
(c) Efek oksitosin (kontraksi)
Intensitas
kontraksi
uterus
meningkat
secara
bermakna segara setelah bayi lahir. Hal tersebut
diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan
volume intrauterine yang sangat besar. Hormon
oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat
dan
mengatur
kontraksi
uterus,
mengompresi pembuluh darah, dan membantu
proses homeostatis (Sulistyawaty, 2009;h.75).
c) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.
Lokhea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang
nekrotik dari dalam uterus. Lokhea di bedakan menjadi 4
jenis berdasarkan warna dan waktu keluarnya :
(1) Lokhea rubra/merah
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari
keempat masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna
merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-sisa
23
plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut
bayi), dan mekonium.
(2) Lokhea sanguilenta
Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir,
serta berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post
partum.
(3) Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena
mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi
plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14.
(4) Lokhea alba/putih
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel
selaput lendir servik, dan serabut jaringan yang mati.
Lokhea alba ini dapat berlangsung selama 2-6 minggu
post partum. (Sulistyawaty, 2009;h.76).
2) Perubahan pada servik
Perubahan yang terjadi pada servik ialah bentuk servik agak
mengangga seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini
disebabkan oleh corvus uteri yang dapat mengadakan kontraksi,
sedangkan servik tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada
perbatasan antara corvus dan servik berbentuk semacam cincin.
Muara servik yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan
24
akan menutup secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir,
tangan dapat masuk ke dalam rongga rahim. Setelah 2 jam,
hanya dapat dimasuki 2-3 jari. Pada minggu ke 6 post partum,
servik sudah menutup kembali.
a) Vulva dan vagina
Vulva
dan
vagina
mengalami
penekanan,
serta
peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan
bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut,
kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak
hamil dan rugae dalam vagina secara barangsur-angsur
akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih
menonjol. (Sulistyawaty, 2009;h.77).
b) Perenium
Segera setelah melahirkan, perenium menjadi kendur
karena sebelumnya teregang oleh takanan bayi yang
bergerak maju, pada post natal hari ke 5 perineum sudah
mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap
lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil.
3) Perubahan sistem pencernaan
Biasanya ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan,
hal ini disebabkan karena pada waktu persalinan, alat
pencernaan mengalami penekanan yang menyebabkan kolon
25
menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada waktu
persalinan, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta
kurangnya aktifitas tubuh. Supaya buang air besar kembali
normal, dapat diatasi dengan diet tinggi serat, peningkatan
asupan cairan, dan ambulasi awal.
4) Perubahan sistem perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan
sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama.
Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat
spasma sfingter dan edema leher kandung kemih sesudah
bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin
dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Urine dalam
jumlah besar akan di hasilkan dalam 13-36 jam post partum.
Kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan
mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut
disebut “dieresis” ureter yang berdilatasi akan kembali normal
dalam 6 minggu (Sulistyawaty, 2009;h.78).
5) Perubahan sistem muskuloskeletal
Ligament, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada
waktu persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur
menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus
jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligament
26
rotundum menjadi kendor, stabilisasi secara sempurna terjadi
pada
6-8
munggu
setelah
persalinan
(Ambarwati
dkk,2009;h.78).
6) Perubahan sistem endokrin
a) Hormon plasenta
Selama periode pasca partum terjadi perubahan yang
besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan
signifikan hormon-hormon yang di produksi oleh plasenta.
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan.
Human chorionic gonadotropin (HCG) menurun dengan
cepat dan menetap sampai 10 % dalam 3 jam hingga hari ke
7 postpartum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada
hari ke 3 post partum (Ambarwati dkk,2009;h.82).
b) Hormon pituitary
Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada
wanita yang tidak menyusui, prolaktin menurun dalam
waktu 2 minggu. FSH dan LH akan meningkat pada fase
konsentrasi folikuler (minggu ke 3) dan LH tetap lebih
rendah hingga ovulasi terjadi (Sulistyawaty, 2009;h.80).
c) Hypotalamik pituitary ovarium
Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga di
pengaruhi oleh faktor menyusui. Seringkali menstruasi
pertama ini bersifat anovulasi karena rendahnya kadar
27
estrogen
dan
progesteron
(Sulistyawaty,2009;h.81)
Diantara wanita laktasi sekitar 15% memproleh menstruasi
selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu. Diantara
wanita yang tidak laktasi 40% menstruasi setelah 6 minggu,
65% setelah 12 minggu. Untuk laktasi 80% menstruasi
pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50%
siklus pertama anovulasi.
d) Hormon oksitosin
Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian
belakang (posterior), bekerja terhadap otot uterus dan
jaringan payudara, selama tahap ketiga persalinan, oksitosin
menyebabkan pemisahan plasenta. Kemudian seterusnya
bertindak atas otot yang menahan kontraksi, mengurangi
tempat plasenta dan mencegah perdarahan (Ambarwati
dkk,2009;h.80)
e) Kadar estrogen
Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen
yang bermakna sehingga aktifitas prolaktin yang juga
sedang meningkat dapat mempengaruhi kelenjar mamae
dalam menghasilkan ASI (Sulistyawati, 2009;h.82).
28
7) Perubahan tanda vital
a) Suhu badan
24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit
(37,50C
-380C)
sebagai
akibat
kerja
keras
waktu
melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan, apabila
keadaan normal suhu badan akan biasa lagi (Ambarwati
dkk,2009;h.84). Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari
37,20C, pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang
lebih 0,5 oC dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini
akibat dari kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan
cairan maupun kelelahan (Rukiyah dkk,2011;h.68).
b) Nadi dan pernafasan
Nadi berkisar antara 60-80 denyutan permenit setelah
partus, dan dapat terjadi bradikardi, bila terdapat takikardi
dan suhu tubuh tidak panas
mungkin ada perdarahan
berlebihan atau ada vitium kordis pada penderita (Saleha,
2009;h.61). Denyut nadi dan curah jantung tetap tinggi
selama jam pertama setelah bayi lahir, kemudian mulai
menurun dengan frekuensi yang tidak diketahui. Pada
minggu ke-8 sampai ke-10 setelah melahirkan, denyut nadi
kembali ke frekuensi sebelum hamil.
29
c)
Tekanan darah
Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara
90-120 mmHg, dan diastolik 60-80 mmHg. Pasca
melahirkan pada kasus normal tekanan darah biasanya tidak
berubah. (Rukiyah dkk,2011;h.69).
8) Perubahan Hematologi dan kardiovaskuler
Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah
putih sampai sebanyak 15.000 selama masa persalinan.
Leukosit akan tetap tinggi jumlahnya selama beberapa hari
pertama masa post partum, jumlah sel-sel darah putih tersebut
masih bisa naik lebih tinggi lagi hingga 25.000 - 30.000 tanpa
adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami
persalinan lama. Sering dikatakan bahwa jika hematokrit pada
hari pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2% atau lebih
tinggi dari pada saat memasuki persalinan awal. Rincian jumlah
darah yang terbuang pada klien ini kira-kira 200-500 ml hilang
selama masa persalinan, 500-800 ml hilang selama minggu
pertama post partum, dan terakhir 500 ml selama sisa masa
nifas (Saleha, 2009;h.61).
30
g. Kebutuhan Dasar Masa Nifas
1) Gizi
Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh
untuk keperluan metabolismenya. Kebutuhan nutrisi pada
masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat 25%,
karena berguna untuk proses kesembuhan karena sehabis
melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk
menyehatkan bayi. Semua itu akan meningkat tiga kali dari
kebutuhan biasa. (Ambarwati dkk,2008;h.97)
2) Ambulasi dini
Disebut juga early ambulation. Early ambulation adalah
kebijakan untuk selekas mungkin untuk membimbing klien
keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas
mungkin berjalan. Klien sudah diperbolehkan bangun dari
tempat tidur dalam 24-48 jam post partum. Keuntungan early
ambulation adalah:
a) Ibu merasa lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat dengan
early ambulation.
b) Faal usus dan kandung kecing lebih baik.
c) Dapat lebih memungkinkan dalam mengajari ibu untuk
merawat atau memelihara anaknya, memandikan dan lainlain selama ibu masih dalam perawatan.
31
d) Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (social ekonomis).
(Saleha,2009;h.72)
3) Eliminasi
a) Miksi
Miksi disebut normal bila dapat buang air kecil spontan
setiap 3-4 jam. Ibu diusahakan dapat buang air kecil
sendiri, bila tidak dilakukan dengan tindakan:
(1) Dirangsang dengan mengalirkan air kran di dekat
dengan klien.
(2) Mengompres air hangat di atas simpisis.
b) Defekasi
Biasanya 2-3 hari post partum masih sulit buang air
besar. Jika klien pada hari ketiga belum juga bisa buang
besar maka diberi laksan supositoria dan minum air hangat.
Agar dapat buang air besar secara teratur dapat dilakukan
dengan diit teratur, pemberian cairan yang banyak,
makanan cukup serat, olahraga.
4) Kebersihan diri
Mandi ditempat tidur dilakukan sampai ibu dapat mandi
sendiri dikamar mandi, yang terutama dibersihkan adalah
puting susu dan mamae dilanjutkan perawatan perineum.
32
5) Istirahat
Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah
kelelahan yang berlebihan. Sarankan pada ibu untuk kembali
pada kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan serta untuk
tidur siang untuk beristirahat selama bayi tidur. Kurang
istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal antara
lain mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat
proses
involusi
uteri
dan
memperbanyak
perdarahan,
menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat
bayi dan dirinya sendiri
6) Seksual
Apabila perdarahan telah berhenti dan episiotomy sudah
sembuh maka coitus bisa dilakukan pada 3-4 minggu post
partum. Hasrat seksual pada bulan pertama baik kecepatannya
maupun lamanya, juga orgasmepun akan menurun.
7) Latihan senam nifas
Senam yang pertama paling baik, paling aman untuk
memperkuat dasar panggul adalah senam kegel. Segera lakukan
senam kegel pada hari pertama post partum bila memang
memungkinkan.
8) Keluarga berencana
a) Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2
tahun sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus
33
menentukan sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin
merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada
mereka tentang cara mencegah kehamilan yang tidak
diinginkan.
b) Biasanya ibu postpartum tidak akan menghasilkan telur
(ovulasi) sebelum mendapatkan haidnya selama meneteki,
oleh karena aminore laktasi dapat dipakai sebelum haid
pertama kembali untuk mencegah terjadinya kehamilan.
c) Sebelum menggunakan KB, hal-hal berikut sebaiknya
dijelaskan dahulu pada ibu, meliputi :
(1) Bagaimana metode ini dapat mencegah kehamilan serta
metodenya.
(2) Kelebihan dan keuntungan.
(3) Efek samping.
(4) Bagaimana memakai metode itu.
(5) Kapan metode itu dapat dimulai digunakan untuk
wanita pasca persalinan yang menyusu.
Jika pasangan memilih metode KB tertentu, ada baiknya
untuk bertemu dengannya lagi dalam dua minggu untuk
mengetahui apakah ada yang ingin ditanyakan oleh ibu atau
pasangan dan untuk melihat apakah metode tersebut bekerja
dengan baik (Ambarwati dkk,2009;h.105 ).
34
2. Kebiasaan yang Tidak Bermanfaat, Bahkan Dapat Membahayakan
Kebiasaan yang tidak bermanfaat, bahkan dapat membahayakan
persalinan (Prawirohardjo,2002;h.130-131)
a.
Menghindari makanan berprotein seperti ikan atau telur, karena ibu
menyusui perlu tambahan kalori sebesar 500 perharinya.
b.
Penggunaan bebat perut segera pada masa nifas (2 – 4 jam
pertama) karena selama 1 jam pertama, petugas perlu memeriksa
fundus setiap 15 menit dan melakukan masase jika kontraksi tidak
kuat; selama 1 jam kedua masa nifas petugas-petugas perlu
memeriksa fundus setiap 30 menit dan melakukan masase jika
kontraksi tidak kuat. Penggunaan pembabat perut selama masa
kritis membuat sulit bagi petugas kesehatan untuk menilai tonus
dan posisi uterus, untuk melakukan masase uterus jika diperlukan
dan memperkirakan banyaknya darah yang keluar.
c.
Penggunaan kantong es atau pasir untuk menjaga uterus
berkontraksi, karena merupakan perawatan yang tidak efektif untuk
atonia uteri.
d.
Memisahkan bayi dari ibunya untuk masa yang lama pada 1 jam
pertama setelah kelahiran, karena masa transisi adalah masa kritis
untuk ikatan batin ibu dan bayi untuk memulai menyusu bayi baru
lahir pada 2 jam pertama setelah kelahiran merupakan masa paling
siaga.
35
3.
Masalah yang Lazim Timbul Pada Masa Nifas
Masalah yang sering timbul pada masa nifas (Manuaba, 1998; h.33)
a. Infeksi Nifas
Istilah infeksi nifas mencakup semua peradangan yang
disebabkan oleh masuknya kuman-kuman kedalam alat genital
pada waktu persalinan dan nifas. Infeksi nifas merupakan
morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin. Derajat
komplikasi bervariasi sangat tajam, mulai dari mastitis hingga
adanya koagulasi intravakular diseminata.
Golongan infeksi nifas :
1) Infeksi
yang
terbatas
pada
lukanya
(infeksi
luka
perineum,vagina, cerviks atau endometrium).
2) Infeksi yang menjalar dari luka ke jaringan sekitarnya
(thrombophlebitis, parametritis, salpingintis, peritonitis).
Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang
merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Bila
pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses
pelvik, peritonitis, syok septik, thrombosis vena yang dalam,
emboli pulmonal, infeksi pelvik yang menahun, dispareunia,
penyumbatan tuba dan infertilitas.
36
b. Tanda-tanda bahaya pada masa nifas :
Tanda-tanda bahaya pada masa nifas menurut Manuaba, (1998;h.
76)
1) Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah
banyak (lebih dari perdarahan haid biasa atau penggantian
pembalut 2 kali dalam setengah jam).
2) Pengeluaran vagina yang baunya busuk / menusuk.
3) Pembengkakan di tangan atau di wajah.
4) Sakit kepala yang terus-menerus, nyeri epigastrik.
5) Masalah penglihatan.
6) Demam, muntah, rasa sakit waktu buang air kecil.
7) Payudara yang berubah menjadi merah, panas dan terasa sakit.
8) Kehilangan nafsu makan dalam waktu lama.
9) Rasa sakit, merah, lunak dan pembengkakan di kaki.
10) Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri
bayinya atau diri sendiri.
11) Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah.
12) Suhu > 380C dan tekanan darah meningkat.
B.
Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
1.
Pengertian Asuhan Kebidanan
Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan
dan seni yang mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas
37
dan menyusui, masa interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium
dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi–fungsi reproduksi
manusia serta memberikan bantuan/dukungan pada perempuan,
keluarga dan komunitasnya
Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka
pikir yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode
pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data,
analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi (Saleha,2009;h.23). Lebih lanjut menurut Saleha, (2009;h.34)
Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan
yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup
praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan.
Asuhan kebidanan adalah aktifitas/interaksi yang dilakukan oleh
bidan kepada klien yang membutuhkan atau mempunyai permasalahan
dalam bidang pengetahuan, (Ambarwati dkk, 2009;h.34).
2.
Langkah atau Metode Asuhan Kebidanan
Dalam
memberikan
asuhan
kebidanan
pada
klien,
bidan
menggunakan metode pendekatan pemecahan masalah dengan
difokuskan pada suatu proses sistematis dan analisis dalam
memberikan asuhan kebidanan menggunakan metode Varney yaitu:
Langkah dalam manajemen kebidanan menurut varney
38
a. Pengumpulan data dasar
Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi yang
akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara:
1)
Anamnesa
Anamnesa
dilakukan
untuk
mendapatkan
data
anamnesa terdiri dari beberapa kelompok penting sebagai
berikut:
a) Identitas pasien
(1)
Nama pasien dikaji untuk membedakan pasien satu
dengan yang lain.
(2)
Umur pasien dikaji untuk menentukan apakah
pasien dalam usia reproduksi atau tidak: Umur
dicatat untuk mengetahui adanya resiko seperti
kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum
matang, mental dan psikis belum siap. Sedangkan
umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi
perdarahan dalam masa nifas (Ambarwati dkk,
2009;h.130).
(3)
Agama pasien dikaji sebagai pedoman asuhan yang
diberikan sesuai dengan kepercayaan yang dianut.
39
(4)
Suku pasien dikaji untuk mengetahui adat dan
kebiasaan yang berhubungan dengan masalah yang
dialami.
(5)
Pendidikan pasien dikaji untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dan metode komunikasi yang akan
disampaikan.
(5)
Pekerjaan pasien dikaji untuk mengetahui tingkat
sosial ekonomi pasien.
(6)
Alamat pasien dikaji untuk mengetahui keadaan
lingkungan sekitar pasien.
b) Keluhan utama dikaji untuk mengetahui keluhan yang
dirasakan pesien.
c) Riwayat obstetri dikaji untuk mengetahui kesehatan
reproduksi yang dialami oleh pasien baik riwayat
menstruasi, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas.
d) Riwayat ginekologi dengan mengkaji perdarahan diluar
haid, riwayat keputihan, perdarahan post coitus, riwayat
tumor ganas. Riwayat kesehatan merupakan sumber data
subjektif
tentang
status
kesehatan
pasien
yang
memberikan gambaran tentang masalah kesehatan aktual
maupun psikososial. (Prihardjo, 2007; h.15)
40
e) Riwayat prilaku kesehatan.
f) Perilaku kebutuhan sehari-hari.
g) Data psikososial dan spiritual.
2)
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
fisik
sesuai
dengan
kebutuhan
dan
pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi: pemeriksaan khusus
(terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi) dan
pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium dan catatan
terbaru serta catatan sebelumnya.(Soepardan, 2008; h. 97-98)
Menurut Asri (2009) teknik pengumpulan data ada tiga,
yaitu: observasi, wawancara, dan pemeriksaan. Observasi
adalah data yang didapat melalui panca indera : pengihatan
(perilaku, tanda fisik, kecatatan, dan ekspresi wajah),
pendengaran (batuk, bunyi nafas), penciuman dan perabaan.
Wawancara adalah pembicaraan terarah yang umumnya
dilakukan pada pertemuan tatap muka, dalam wawancara
yang terpenting adalah data yang ditanyakan diarahkan
kedata yang relevan. Pemeriksaan dilakukan dengan
mamakai instrument/ alat pengukur. Tujuannya untuk
memastikan batas normal dimensi angka, irama dan
kuantitas. Secara garis besar data dikelompokkan menjadi
data subjektif dan data objektif. (Asri dkk, 2009; h. 75-76)
41
Pemeriksaan yang dilakukan kepada pasien sebagai berikut:
a)
Keadaan umum pasien apakah baik atau tidak
b)
Kesadaran apakah compos mentis, apatis, latergi,
somnolen, sopor atau koma
c)
Tinggi badan dan berat badan sebagai penilaian
keadaan gizi pasien apakah normal, kurang dan lebih
d)
Tanda-tanda vital mengatahui keadaan tekanan darah,
nadi pernafasan dan suhu apakah normal atau tidak:
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali
permenit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu
akan lebih cepat. Biasanya tekanan darah tidak berubah,
biasanya tekanan darah akan rendah setelah melahirkan
karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post
partum dapat menandakan terjadinya preeklamsi post
partum (Dewi dkk,2011;h.40 )
e)
Pemeriksaan fisik
Kepala
:
Bentuk simetris atau tidak,
keadaan rambut, kebersihan
kepala, terdapat rasa nyeri atau
tidak.
Muka
:
Terdapat edema atau tidak,
kebersihan muka dan nyeri
tekan atau tidak
42
Mata
:
Konjungtiva, pupil, sklera, dan
kebersihan mata
Telinga
:
Bentuk, kebersihan telinga dan
nyeri tekan pada telinga
Hidung
:
Kebersihan
hidung,
dan
terdapat pembesaran polip atau
tidak
Mulut
:
Bibir, gusi dan gigi, bau mulut,
lidah
Leher
:
Bentuk
kulit,
pembesaran
kelenjar
Dada
:
Bentuk dada, suara jantung,
suara
paru-paru,bentuk
payudara, benjolan, nyeri tekan
Perut
Bekas operasi, nyeri tekan,
nyeri ketuk, bising usus
Ekstermitas
:
Bentuk, oedema, nyeri tekan
Punggung
:
Nyeri tekan, nyeri ketuk
Genitalia
:
Kebersihan,
massa, bau
(Prihardjo, 2007; h.50-154)
pengeluaran,
43
3)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboraturium : Hb, glukosa urine, protein
Urine.
b. Interpretasi data dasar
Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis
atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data
yang telah dikumpulkan. (Soepardan, 2008; h.99) Langkah awal
dari perumusan masalah atau diagnosa kebidanan adalah
pengolahan
atau
analisa
data
yaitu
menggabungkan
dan
menghubungkan data satu dengan lainya sehingga tergambar fakta.
(Asri dkk, 2009; h.77)
c. Identifikasi
diagnosa/masalah
potensial
dan
antisipasi
penanganannya.
Pada langkah ketiga ini mengidentifikasikan masalah
potensial
diidentifikasi.
berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah
Langkah
ini
membutuhkan
antisipasi
bila
memungkinkan dilakukan pencegahan (Soepardan, 2008; h.99)
d. Mengidentifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
Beberapa data menunjukan situasi emergensi dimana kita
perlu bertindak demi keselamatan klien. (Asri dkk, 2009; h.75-76)
44
e. Merencanakan asuhan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyuluh
ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen kebidanan terhadap diagnosa atau masalah
yang telah diidentifikasikan atau di antisipasi (Soepardan,2008;
h.99)
f. Melaksanakan perencanaan
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang
telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efesien
mungkin. Perencanaan ini boleh seluruhnya dilakukan oleh bidan,
namun juga boleh dilakukan secara kolaborasi. (Asri dkk, 2009;
h.75-76)
g. Evaluasi
Dalam langkah ini dilakukan evaluasi keefektivan dari
asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan
bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnose.
(Asri dkk, 2009; h.79)
45
C.
Teori Landasan Hukum
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
(Permenkes)
Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan,
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
1.
Kewenangan normal:
a. Pelayanan kesehatan ibu
b. Pelayanan kesehatan anak
c. Pelayanan
kesehatan
reproduksi
perempuan
dan
keluarga
berencana
2.
Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah
3.
Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak
memiliki dokter
Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh
bidan. Kewenangan ini meliputi:
1.
Pelayanan kesehatan ibu
a. Ruang lingkup:
1)
Pelayanan konseling pada masa pra hamil
2)
Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
3)
Pelayanan persalinan normal
4)
Pelayanan ibu nifas normal
5)
Pelayanan ibu menyusui
6)
Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
46
b. Kewenangan:
1)
Episiotomi
2)
Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
3)
Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
4)
Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
5)
Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
6)
Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan
promosi air susu ibu (ASI) eksklusif
7)
Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum
2.
8)
Penyuluhan dan konseling
9)
Bimbingan pada kelompok ibu hamil
10)
Pemberian surat keterangan kematian
11)
Pemberian surat keterangan cuti bersalin
Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana,
dengan kewenangan:
a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana
b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom
Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi
bidan yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan
tambahan untuk melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi:
47
1.
Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan
memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit.
2.
Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis
tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter).
3.
Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang
ditetapkan.
4.
Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu
dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan.
5.
Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan
anak sekolah.
6.
Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas.
7.
Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan
terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom,
dan penyakit lainnya.
8.
Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi.
9.
Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.
(http://www.kesehatanibu.depkes.go.id.)
Download