1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu pembangunan kesehatan adalah memelihara Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Indikator derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat ditandai dengan menurunnya angka kematian ibu, kematian bayi dan panjangnya umur harapan hidup. Kehamilan dan persalinan merupakan hal yang wajar terjadi pada seorang perempuan. Kedua hal tersebut berperan penting dalam proses reproduksi guna mempertahankan kelestarian manusia (http://www.ypkp.net). Problematika yang ada sampai saat ini adalah, kematian ibu masih merupakan masalah prioritas di Indonesia. Penyebab tidak langsung kematian ibu tersebut antara lain rendahnya tingkat pendidikan masyarakat terutama kaum ibu, rendahnya tingkat sosial ekonomi, kondisi dan latar belakang sosial budaya yang tidak mendukung, rendahnya status gizi dan tingginya prevalensi anemia khususnya pada ibu hamil. Selain itu disebabkan karena terbatasnya akses ibu dan bayi di pedesaan yang memperoleh layanan kesehatan, miss opportunity terhadap pelayanan ibu dan anak. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu faktor yang menunjukkan rendahnya indikator status kesehatan masyarakat. Dewasa ini angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi dibandingkan negara Association of Southeast Asia Nations (ASEAN) lainnya. Menurut statistik 1 2 kesehatan World Health Organization (WHO) tahun 2009, setiap tahun diperkirakan sebanyak 536.000 wanita meninggal dunia akibat masalah persalinan dan 99% kematian ibu akibat masalah persalinan terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu secara global 400 per 100.000 kelahiran hidup (http://www.alernet.org). Kematian ibu tertinggi terjadi diwilayah Afrika diikuti oleh Asia Selatan dan Timur sedangkan terendah diwilayah Eropa (WHO, 2005). Dinegara Asia Tenggara tahun 2003 seperti Negara Vietnam AKI sebesar 95 per 100.000 kelahiran hidup, Malaysia AKI sebesar 30 per 100.000 kelahiran hidup dan Singapura AKI sebesar 9 per 100.000 kelahiran hidup. (Siswono, 2003, Depkes R1 2008). AKI di Indonesia masih tertinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya. Menurut Badan Penelitian Dan Pengembangan Depkes RI, AKI tahun 2010 mencapai 229 per 100.000 kelahiran hidup (BPP, Depkes RI 2010). Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2009, di Indonesia AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup (PWS-KIA, 2009). Penyebab kematian ibu adalah perdarahan (Atonia uteri) (30%), eklamsia (25%) dan infeksi (12%). (SDKI 2009) Di Propinsi Lampung pada tahun 2011 dilaporkan terdapat 121 kasus kematian ibu dari 151.716 kelahiran hidup dengan penyebab terbanyak adalah perdarahan (42%), eklamsia (13%) infeksi (10%) Aborsi (11%) partus lama (9%) dan lain-lain (15%) . Kematian bayi pada tahun 2011 sebesar 906 kasus dimana yang terbanyak terjadi pada masa perinatal 3 (72,63%) dan sisanya (17,37%) usia diatas 28 hari (Dinkes Propinsi Lampung , 2011). Berdasarkan data-data diatas dapat ditarik asumsi bahwa kasus kematian ibu pasca melahirkan didominasi oleh faktor perdarahan. Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu 1 jam setelah melahirkan, oleh karena itu penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama kala III dan IV persalinan sangat penting. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi ibu setelah melahirkan upaya yang paling penting adalah dengan memeriksa ibu secara berkala dan lebih sering selama kala IV dan menilai kehilangan darahnya serta cara memantau tanda vital, mengevaluasi kondisi terkini, memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai tonus uterus, penting sekali untuk tetap berada di samping ibu dan bayinya selama 2 jam pasca persalinan. (Prawirohardjo,2010;h.122) Berdasarkan prasurvey data yang penulis lakukan di dua BPS yaitu di BPS Nurmala Dewi dan BPS Martini pada tanggal 28 April 2013 diketahui bahwa, pada BPS Nurmala Dewi dari 201 ibu yang melahirkan periode tahun 2012 secara keseluruhan (100%) ibu bersedia dilakukan asuhan perawatan 6-8 jam post partum, dengan kata lain asuhan perawatan 6-8 jam post partum berjalan efektif. Sedangkan pada BPS Martini diketahui dari 78 ibu yang melahirkan periode tahun 2012, didapat 5 orang ibu (6,4%) tidak bersedia dilakukan asuhan kunjungan 6-8 jam setelah 4 persalinan. Setelah diberikan penjelasan oleh bidan, ibu baru bersedia dilakukan asuhan perawatan 6-8 jam post partum. Berdasarkan latar belakang di atas, penyusun sangat tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas 6 Jam Post Partum Normal Terhadap Ny. I Umur 27 Tahun P3A1 di BPS Martini Raja Basa Bandar Lampung Tahun 2013” B. Perumusan Masalah “Bagaimanakah Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas 6 Jam Post Partum Normal Terhadap Ny. I umur 27 tahun P3A1 di BPS Martini Raja Basa Bandar Lampung Tahun 2013?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahui bagaimana Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas 6 Jam Post Partum Normal Terhadap Ny. I umur 27 tahun P3A1 di BPS Martini Raja Basa Bandar Lampung Tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a. Dapat melakukan pengkajian data baik data subyektif maupun obyektif pada ibu nifas 6 jam post partum normal terhadap Ny. I 5 umur 27 tahun P3A1 di BPS Martini Raja Basa Bandar Lampung Tahun 2013. b. Dapat membuat interpretasi data dengan tepat pada ibu nifas 6 jam post partum normal terhadap Ny. I umur 27 tahun P3A1 di BPS Martini Raja Basa Bandar Lampung Tahun 2013. c. Dapat menentukan diagnosa/masalah potensial dan antisipasi pada ibu nifas 6 jam post partum normal terhadap Ny. I umur 27 tahun P3A1 di Martini Raja Basa Bandar Lampung Tahun 2013. d. Dapat menentukan tindakan segera yang tepat pada ibu nifas 6 jam post partum normal terhadap Ny. I umur 27 tahun P3A1 di BPS Martini Raja Basa Bandar Lampung Tahun 2013. e. Dapat membuat perencanaan tindakan yang tepat pada ibu nifas 6 jam post partum normal terhadap Ny. I umur 27 tahun P3A1 di BPS Martini Raja Basa Bandar Lampung Tahun 2013. f. Dapat melaksanakan rencana tindakan yang telah dibuat dengan baik pada ibu nifas 6 jam post partum normal terhadap Ny. I umur 27 tahun P3A1 di Martini Raja Basa Bandar Lampung Tahun 2013. g. Dapat melakukan evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan dari awal sampai akhir pada ibu nifas 6 jam post partum normal terhadap Ny. I umur 27 tahun P3A1 di BPS Martini Raja Basa Bandar Lampung Tahun 2013. 6 D. Ruang Lingkup Mengingat luasnya masalah dilihat dari berbagai aspek, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut. E. 1. Sasaran : Ibu Post Partum 6 Jam. 2. Tempat : BPS Martini Raja Basa Bandar Lampung. 3. Waktu : Bulan April-Mei 2013. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Menambah bahan bacaan dan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya. 2. Bagi Lahan Praktek Sebagai bahan masukan dalam rangka memberikan Asuhan Kebidanan 6 Jam pada ibu Post Partum Normal dan untuk tindak lanjut Asuhan kunjungan 6 Jam Post Partum. 3. Bagi Masyarakat Menambah pengetahuan dan wawasan khususnya bagi ibu Post Partum Normal dalam rangka mengurangi AKI (Angka Kematian Ibu). 4. Bagi Mahasiswa/Peneliti Sebagai bahan bacaan dan untuk menambah wawasan keilmuan dan pengalaman dalam menganalisa serta melatih pola pikir untuk memecahkan masalah khususnya dalam bidang ilmu Kebidanan. 7 F. Metodelogi dan Teknik Memperoleh Data 1. Metedologi Penulisan Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan metode penulisan. Dimana metode penulisan yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang. Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan/analisis data, membuat kesimpulan, dan laporan (Notoatmodjo, 2005; h. 138). 2. Teknik Memperoleh Data Untuk memperoleh data, teknik yang digunakan sebagai berikut: a. Data Primer 1) Wawancara Adalah suatu mengumpulkan metode data, yang dimana dipergunakan penelitian untuk mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seseorang sasaran penelitian (responden). (Notoatmodjo, 2005: h. 102) Wawancara dilakukan dengan cara auto anamnesa yaitu 8 wawancara yang langsung dilakukan kepada klien mengenai keluhannya. (Sulistyawati, 2009;h.21) 2) Pengkajian Fisik Adalah suatu pengkajian yang dapat dipandang sebagai bagian tahap pengkajian pada proses asuhan kebidanan atau tahap pengkajian seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (Prihardjo, 2007; h.2-3). b. Data Sekunder 1) Studi Pustaka Adalah metode pengumpulan data dengan mempelajari catatan tentang pasien yang ada (Notoatmodjo, 2005; h.63). 2) Studi Dokumenter Adalah semua bentuk dokumen baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, yang ada dibawah tanggung jawab instansi resmi, misalnya buku KMS ibu (Notoatmodjo, 2005; h.62). 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis 1. Nifas a. Pengertian Nifas Masa Nifas (puerpurium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa Nifas atau puerpurium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu atau 42 hari setelah itu. Puerpurium adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. (Dewi dkk, 2011;h.1) Nifas (peurpurium) kala puerpurium berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal. Dijumpai dua kejadian penting pada puerpurium, yaitu involusi uterus dan proses laktasi (Manuaba,1998;h.11). Masa nifas (puerpurium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Wiknjosastro, 2001;h.23). 9 10 Periode masa nifas (puerpurium) adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena proses persalinan. (Saleha,2009;h.2). Masa nifas atau peurpurium dimulai sejak setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan pasca persalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu (Prawiharjdjo,2008;h.356). Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini 6-8 minggu.(Ambarwati dkk, 2009;h.55). Masa nifas merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas, seperti sepsis puerpuralis, jika di tinjau dari penyebab kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab kematian 11 terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini (Sulistyawati, 2009;h.1). Menurut Mochtar (1998;h.49) masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu. Nifas dibagi dalam 3 periode : a. Puerpurium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. b. Puerpurium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6 – 8 minggu. c. Remote puerpurium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan b. Prinsip dan Sasaran Asuhan Masa Nifas Prinsip asuhan kebidanan bagi ibu pada masa nifas harus yang bermutu tinggi serta tanggap terhadap budaya setempat, jika dijabarkan lebih luas sasaran asuhan kebidanan masa nifas meliputi hal-hal sebagai berikut: 12 1) Peningkatan kesehatan fisik dan psikologi. 2) Identifikasi penyimpangan dari kondisi normal baik fisik maupun psikis. 3) Mendorong agar dilaksanakan metode yang sehat tentang pemberian makan anak dan peningkatan pengembangan hubungan antara ibu dan anak yang baik. 4) Mendukung dan memperkuat percaya diri ibu dan memungkinkan ia melaksanakan peran ibu dalam situasi keluarga dan budaya khusus. 5) Pencegahan, diagnosis dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu. 6) Merujuk ibu ke dokter spesialis bila perlu. c. Tujuan Asuhan Masa Nifas Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya, diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam jam pertama. Adapun tujuan asuhan masa nifas berdasarkan berbagai sumber yaitu : 1) Tujuan Umum Membantu ibu dan pasangan selama masa transisi awal mengasuh anak. 13 2) Tujuan khusus a) Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologinya. b) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati /merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya. c) Memberikan pendidikan kesehatan, tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi dan perawatan bayi sehat. d) Memberikan pelayanan keluarga berencana. (Ambarwati dkk, 2009;h.2) Tujuan Asuhan Masa Nifas 1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik. 2) Melaksanakan skrening yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. 3) Memberikan kesehatan pendidikan diri, nutrisi, kesehatan keluarga tentang perawatan berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat. 4) Memberikan pelayanan keluarga berencana (Saleha, 2009;h.45). 14 Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Masa neonatus merupakan masa kritis dari kehidupan bayi, dua pertiga kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan melekat dan asuhan pada ibu dan bayi masa nifas dapat mencegah beberapa kematian ini. Menurut Depkes RI (2009), asuhan masa nifas normal dilakukan dengan asuhan kunjungan 6-8 jam setelah persalinan dengan tujuan: 1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. 2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut. 3) Memberikan konseling pada ibu dan keluarganya tentang bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. 4) Pemberian ASI awal. 5) Melakukan hubungan antara ibu dan BBL. 6) Menjaga bayi tetap sehat dan cara mencegah hipotermi. 15 7) Memberikan penyuluhan tentang : a) Kebersihan diri (1) Menganjurkan ibu untuk membersihkan diri pada seluruh tubuh. (2) Menganjurkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. (3) Menyarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya 2x sehari. (4) Menyarankan ibu apabila mempunyai luka episiotomi atau laserasi, untuk menghindari menyentuh luka. b) Istirahat Memberitahukan ibu untuk beristirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan karena apabila ibu kurang istirahat akan mempengaruhi jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat involusi uterus, menyebabkan depresi serta ketidakmampuan untuk merawat bayinya dan dirinya sendiri. c) Nutrisi Menjelaskan gizi pada ibu menyusui. Ibu menyusui memerlukan tambahan 500 kalori setiap hari, minum sedikitnya 3 liter setiap hari, anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui. 16 d) Perawatan payudara Melakukan perawatan payudara agar tetap bersih dan kering, menggunakan BH yang menyokong payudara. Apabila puting payudara lecet oleskan colostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting setiap kali selesai menyusui. e) Hubungan perkawinan/rumah tangga Memberikan penjelasan tentang hubungan suami istri sudah dapat dilakukan dengan aman apabila begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. f) KB (Keluarga Berencana) Memberikan konseling tentang Keluarga Berencana idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali d. Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas dari berbagai macam sumber. 1) Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas a) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan. b) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenal tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan diri yang aman. 17 c) Memfasilitasi hubungan dan ikatan batin antara ibu dan bayi. d) Memulai dan mendorong pemberian ASI. (Ambarwati dkk, 2009;h.3) 2) Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas a) Teman terdekat, sekaligus pendamping ibu nifas dalam menghadapi saat-saat kritis masa nifas. b) Pendidik dalam usaha pemberian pendidikan kesehatan terhadap ibu dan keluarga. c) Pelaksanaan asuhan kepada pasien dalam hal tindakan perawatan, pemantauan, penanganan masalah, rujukan, dan deteksi dini komplikasi masa nifas. (Jannah, 2011;h.14) e. Kunjungan masa nifas Kunjungan masa nifas dilakukan paling sedikit empat kali. Kunjungan ini bertujuan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir juga untuk mencegah, mendeteksi, serta menangani masalahmasalah yang terjadi. Kunjungan masa nifas dibagi menjadi 4 kali kunjungan yaitu menurut berbagai sumber: 18 Tabel 2.1 Frekuensi Kunjungan Masa Nifas Kunjungan Waktu 1 6-8 jam setelah persalinan - - Tujuan Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan rujuk bila perdarahan berlanjut. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Pemberian ASI awal Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia. - Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil. 2 6 hari setelah persalinan - 3 4 Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari. 2 minggu Sama seperti di atas (6 hari setelah persalinan) setelah persalinan 6 minggu - Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit setelah yang ia atau bayi alami persalinan - Memberikan konseling untuk KB secara dini. (Saleha,2009;h.6-7). 19 Asuhan yang diberikan sewaktu melakukan kunjungan masa nifas (Ambarwati dkk,2009;h.57) 1) 6-8 jam post partum a) Mencegah perdarahan pada masa nifas karena atonia uteri. b) Mendeteksi penyebab lain perdarahan, jika berlanjut rujuk. c) Konseling cara mencegah atonia uteri. d) Pemberian ASI awal. e) Memberikan bounding attachment. f) Jaga bayi, cegah hipotermi. 2) 6 hari post partum a) Memastikan involusi berjalan normal. b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi/perdarahan abnormal. c) Memastikan ibu menyusui dengan baik. d) Memastikan ibu mendapatkan nutrisi yang cukup. e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan bayi sehari-hari. 3) 2 minggu post partum Sama seperti diatas. 4) 6 minggu post partum a) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang dialaminya dan bayinya. b) Konseling KB. 20 f. Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas Selama masa nifas, alat-alat interna maupun ekterna berangsurangsur kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genitalia ini disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan penting lainnya. Perubahan-perubahan yang terjadi antara lain sebagai berikut: 1) Perubahan sistem reproduksi a) Uterus Segera setelah plasenta lahir pada uterus yang berkontraksi posisi fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara umbilikus dan simpisis, atau sedikit lebih tinggi. Dua hari kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut, sehingga dalam dua minggu telah turun masuk kedalam rongga pelvis dan tidak dapat di raba lagi dari luar. (Saleha, 2009;h.54). Tabel 2.2 Tinggi Fundus Uteri dan Berat Uterus Menurut Masa Involusi Involusi Plasenta lahir 2 jari di bawah pusat Berat Uterus 1000 gram 1 minggu Pertengahan pusat simpisis 750 gram 2 minggu Tidak teraba di atas simpisis Normal 500 gram 6 minggu 8 minggu TFU Normal saat sebelum hamil (Saleha,2009;h.55) 50 gram 30 gram 21 b) Pengerutan rahim Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi neurotic (layu/mati). Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana TFU nya (tinggi fundus uteri). (1) Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat 1000 gram. (2) Pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari di bawah pusat. (3) Pada 1 minggu post partum, TFU teraba pertengahan pusat simpisis dengan berat 500 gram. (4) Pada 2 minggu post partum, TFU teraba di atas simpisis dengan berat 350 gram. (5) Pada 6 minggu postpartum, fundus uteri mengecil (tak teraba) dengan berat 50 gram. (Sulistyawati,2009;h.27) Involusi uterus terjadi melalui 3 proses yang bersamaan, antara lain : (a) Autolysis Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot uteri. 22 (b) Atrofi jaringan Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. (c) Efek oksitosin (kontraksi) Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segara setelah bayi lahir. Hal tersebut diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu proses homeostatis (Sulistyawaty, 2009;h.75). c) Lokhea Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lokhea di bedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan waktu keluarnya : (1) Lokhea rubra/merah Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari keempat masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-sisa 23 plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan mekonium. (2) Lokhea sanguilenta Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum. (3) Lokhea serosa Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14. (4) Lokhea alba/putih Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel selaput lendir servik, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat berlangsung selama 2-6 minggu post partum. (Sulistyawaty, 2009;h.76). 2) Perubahan pada servik Perubahan yang terjadi pada servik ialah bentuk servik agak mengangga seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corvus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara corvus dan servik berbentuk semacam cincin. Muara servik yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan 24 akan menutup secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir, tangan dapat masuk ke dalam rongga rahim. Setelah 2 jam, hanya dapat dimasuki 2-3 jari. Pada minggu ke 6 post partum, servik sudah menutup kembali. a) Vulva dan vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara barangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol. (Sulistyawaty, 2009;h.77). b) Perenium Segera setelah melahirkan, perenium menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh takanan bayi yang bergerak maju, pada post natal hari ke 5 perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil. 3) Perubahan sistem pencernaan Biasanya ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan, hal ini disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan mengalami penekanan yang menyebabkan kolon 25 menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada waktu persalinan, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktifitas tubuh. Supaya buang air besar kembali normal, dapat diatasi dengan diet tinggi serat, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi awal. 4) Perubahan sistem perkemihan Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasma sfingter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Urine dalam jumlah besar akan di hasilkan dalam 13-36 jam post partum. Kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “dieresis” ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam 6 minggu (Sulistyawaty, 2009;h.78). 5) Perubahan sistem muskuloskeletal Ligament, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligament 26 rotundum menjadi kendor, stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 munggu setelah persalinan (Ambarwati dkk,2009;h.78). 6) Perubahan sistem endokrin a) Hormon plasenta Selama periode pasca partum terjadi perubahan yang besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon yang di produksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human chorionic gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10 % dalam 3 jam hingga hari ke 7 postpartum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke 3 post partum (Ambarwati dkk,2009;h.82). b) Hormon pituitary Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang tidak menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan meningkat pada fase konsentrasi folikuler (minggu ke 3) dan LH tetap lebih rendah hingga ovulasi terjadi (Sulistyawaty, 2009;h.80). c) Hypotalamik pituitary ovarium Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga di pengaruhi oleh faktor menyusui. Seringkali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi karena rendahnya kadar 27 estrogen dan progesteron (Sulistyawaty,2009;h.81) Diantara wanita laktasi sekitar 15% memproleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu. Diantara wanita yang tidak laktasi 40% menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah 12 minggu. Untuk laktasi 80% menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama anovulasi. d) Hormon oksitosin Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang (posterior), bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara, selama tahap ketiga persalinan, oksitosin menyebabkan pemisahan plasenta. Kemudian seterusnya bertindak atas otot yang menahan kontraksi, mengurangi tempat plasenta dan mencegah perdarahan (Ambarwati dkk,2009;h.80) e) Kadar estrogen Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna sehingga aktifitas prolaktin yang juga sedang meningkat dapat mempengaruhi kelenjar mamae dalam menghasilkan ASI (Sulistyawati, 2009;h.82). 28 7) Perubahan tanda vital a) Suhu badan 24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,50C -380C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan, apabila keadaan normal suhu badan akan biasa lagi (Ambarwati dkk,2009;h.84). Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,20C, pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5 oC dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan (Rukiyah dkk,2011;h.68). b) Nadi dan pernafasan Nadi berkisar antara 60-80 denyutan permenit setelah partus, dan dapat terjadi bradikardi, bila terdapat takikardi dan suhu tubuh tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada vitium kordis pada penderita (Saleha, 2009;h.61). Denyut nadi dan curah jantung tetap tinggi selama jam pertama setelah bayi lahir, kemudian mulai menurun dengan frekuensi yang tidak diketahui. Pada minggu ke-8 sampai ke-10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil. 29 c) Tekanan darah Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120 mmHg, dan diastolik 60-80 mmHg. Pasca melahirkan pada kasus normal tekanan darah biasanya tidak berubah. (Rukiyah dkk,2011;h.69). 8) Perubahan Hematologi dan kardiovaskuler Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sampai sebanyak 15.000 selama masa persalinan. Leukosit akan tetap tinggi jumlahnya selama beberapa hari pertama masa post partum, jumlah sel-sel darah putih tersebut masih bisa naik lebih tinggi lagi hingga 25.000 - 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Sering dikatakan bahwa jika hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2% atau lebih tinggi dari pada saat memasuki persalinan awal. Rincian jumlah darah yang terbuang pada klien ini kira-kira 200-500 ml hilang selama masa persalinan, 500-800 ml hilang selama minggu pertama post partum, dan terakhir 500 ml selama sisa masa nifas (Saleha, 2009;h.61). 30 g. Kebutuhan Dasar Masa Nifas 1) Gizi Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolismenya. Kebutuhan nutrisi pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat 25%, karena berguna untuk proses kesembuhan karena sehabis melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk menyehatkan bayi. Semua itu akan meningkat tiga kali dari kebutuhan biasa. (Ambarwati dkk,2008;h.97) 2) Ambulasi dini Disebut juga early ambulation. Early ambulation adalah kebijakan untuk selekas mungkin untuk membimbing klien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan. Klien sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam post partum. Keuntungan early ambulation adalah: a) Ibu merasa lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat dengan early ambulation. b) Faal usus dan kandung kecing lebih baik. c) Dapat lebih memungkinkan dalam mengajari ibu untuk merawat atau memelihara anaknya, memandikan dan lainlain selama ibu masih dalam perawatan. 31 d) Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (social ekonomis). (Saleha,2009;h.72) 3) Eliminasi a) Miksi Miksi disebut normal bila dapat buang air kecil spontan setiap 3-4 jam. Ibu diusahakan dapat buang air kecil sendiri, bila tidak dilakukan dengan tindakan: (1) Dirangsang dengan mengalirkan air kran di dekat dengan klien. (2) Mengompres air hangat di atas simpisis. b) Defekasi Biasanya 2-3 hari post partum masih sulit buang air besar. Jika klien pada hari ketiga belum juga bisa buang besar maka diberi laksan supositoria dan minum air hangat. Agar dapat buang air besar secara teratur dapat dilakukan dengan diit teratur, pemberian cairan yang banyak, makanan cukup serat, olahraga. 4) Kebersihan diri Mandi ditempat tidur dilakukan sampai ibu dapat mandi sendiri dikamar mandi, yang terutama dibersihkan adalah puting susu dan mamae dilanjutkan perawatan perineum. 32 5) Istirahat Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. Sarankan pada ibu untuk kembali pada kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan serta untuk tidur siang untuk beristirahat selama bayi tidur. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal antara lain mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat proses involusi uteri dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri 6) Seksual Apabila perdarahan telah berhenti dan episiotomy sudah sembuh maka coitus bisa dilakukan pada 3-4 minggu post partum. Hasrat seksual pada bulan pertama baik kecepatannya maupun lamanya, juga orgasmepun akan menurun. 7) Latihan senam nifas Senam yang pertama paling baik, paling aman untuk memperkuat dasar panggul adalah senam kegel. Segera lakukan senam kegel pada hari pertama post partum bila memang memungkinkan. 8) Keluarga berencana a) Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus 33 menentukan sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka tentang cara mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. b) Biasanya ibu postpartum tidak akan menghasilkan telur (ovulasi) sebelum mendapatkan haidnya selama meneteki, oleh karena aminore laktasi dapat dipakai sebelum haid pertama kembali untuk mencegah terjadinya kehamilan. c) Sebelum menggunakan KB, hal-hal berikut sebaiknya dijelaskan dahulu pada ibu, meliputi : (1) Bagaimana metode ini dapat mencegah kehamilan serta metodenya. (2) Kelebihan dan keuntungan. (3) Efek samping. (4) Bagaimana memakai metode itu. (5) Kapan metode itu dapat dimulai digunakan untuk wanita pasca persalinan yang menyusu. Jika pasangan memilih metode KB tertentu, ada baiknya untuk bertemu dengannya lagi dalam dua minggu untuk mengetahui apakah ada yang ingin ditanyakan oleh ibu atau pasangan dan untuk melihat apakah metode tersebut bekerja dengan baik (Ambarwati dkk,2009;h.105 ). 34 2. Kebiasaan yang Tidak Bermanfaat, Bahkan Dapat Membahayakan Kebiasaan yang tidak bermanfaat, bahkan dapat membahayakan persalinan (Prawirohardjo,2002;h.130-131) a. Menghindari makanan berprotein seperti ikan atau telur, karena ibu menyusui perlu tambahan kalori sebesar 500 perharinya. b. Penggunaan bebat perut segera pada masa nifas (2 – 4 jam pertama) karena selama 1 jam pertama, petugas perlu memeriksa fundus setiap 15 menit dan melakukan masase jika kontraksi tidak kuat; selama 1 jam kedua masa nifas petugas-petugas perlu memeriksa fundus setiap 30 menit dan melakukan masase jika kontraksi tidak kuat. Penggunaan pembabat perut selama masa kritis membuat sulit bagi petugas kesehatan untuk menilai tonus dan posisi uterus, untuk melakukan masase uterus jika diperlukan dan memperkirakan banyaknya darah yang keluar. c. Penggunaan kantong es atau pasir untuk menjaga uterus berkontraksi, karena merupakan perawatan yang tidak efektif untuk atonia uteri. d. Memisahkan bayi dari ibunya untuk masa yang lama pada 1 jam pertama setelah kelahiran, karena masa transisi adalah masa kritis untuk ikatan batin ibu dan bayi untuk memulai menyusu bayi baru lahir pada 2 jam pertama setelah kelahiran merupakan masa paling siaga. 35 3. Masalah yang Lazim Timbul Pada Masa Nifas Masalah yang sering timbul pada masa nifas (Manuaba, 1998; h.33) a. Infeksi Nifas Istilah infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman kedalam alat genital pada waktu persalinan dan nifas. Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin. Derajat komplikasi bervariasi sangat tajam, mulai dari mastitis hingga adanya koagulasi intravakular diseminata. Golongan infeksi nifas : 1) Infeksi yang terbatas pada lukanya (infeksi luka perineum,vagina, cerviks atau endometrium). 2) Infeksi yang menjalar dari luka ke jaringan sekitarnya (thrombophlebitis, parametritis, salpingintis, peritonitis). Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses pelvik, peritonitis, syok septik, thrombosis vena yang dalam, emboli pulmonal, infeksi pelvik yang menahun, dispareunia, penyumbatan tuba dan infertilitas. 36 b. Tanda-tanda bahaya pada masa nifas : Tanda-tanda bahaya pada masa nifas menurut Manuaba, (1998;h. 76) 1) Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari perdarahan haid biasa atau penggantian pembalut 2 kali dalam setengah jam). 2) Pengeluaran vagina yang baunya busuk / menusuk. 3) Pembengkakan di tangan atau di wajah. 4) Sakit kepala yang terus-menerus, nyeri epigastrik. 5) Masalah penglihatan. 6) Demam, muntah, rasa sakit waktu buang air kecil. 7) Payudara yang berubah menjadi merah, panas dan terasa sakit. 8) Kehilangan nafsu makan dalam waktu lama. 9) Rasa sakit, merah, lunak dan pembengkakan di kaki. 10) Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya atau diri sendiri. 11) Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah. 12) Suhu > 380C dan tekanan darah meningkat. B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan 1. Pengertian Asuhan Kebidanan Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas 37 dan menyusui, masa interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi–fungsi reproduksi manusia serta memberikan bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga dan komunitasnya Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Saleha,2009;h.23). Lebih lanjut menurut Saleha, (2009;h.34) Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Asuhan kebidanan adalah aktifitas/interaksi yang dilakukan oleh bidan kepada klien yang membutuhkan atau mempunyai permasalahan dalam bidang pengetahuan, (Ambarwati dkk, 2009;h.34). 2. Langkah atau Metode Asuhan Kebidanan Dalam memberikan asuhan kebidanan pada klien, bidan menggunakan metode pendekatan pemecahan masalah dengan difokuskan pada suatu proses sistematis dan analisis dalam memberikan asuhan kebidanan menggunakan metode Varney yaitu: Langkah dalam manajemen kebidanan menurut varney 38 a. Pengumpulan data dasar Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara: 1) Anamnesa Anamnesa dilakukan untuk mendapatkan data anamnesa terdiri dari beberapa kelompok penting sebagai berikut: a) Identitas pasien (1) Nama pasien dikaji untuk membedakan pasien satu dengan yang lain. (2) Umur pasien dikaji untuk menentukan apakah pasien dalam usia reproduksi atau tidak: Umur dicatat untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan psikis belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas (Ambarwati dkk, 2009;h.130). (3) Agama pasien dikaji sebagai pedoman asuhan yang diberikan sesuai dengan kepercayaan yang dianut. 39 (4) Suku pasien dikaji untuk mengetahui adat dan kebiasaan yang berhubungan dengan masalah yang dialami. (5) Pendidikan pasien dikaji untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan metode komunikasi yang akan disampaikan. (5) Pekerjaan pasien dikaji untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi pasien. (6) Alamat pasien dikaji untuk mengetahui keadaan lingkungan sekitar pasien. b) Keluhan utama dikaji untuk mengetahui keluhan yang dirasakan pesien. c) Riwayat obstetri dikaji untuk mengetahui kesehatan reproduksi yang dialami oleh pasien baik riwayat menstruasi, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas. d) Riwayat ginekologi dengan mengkaji perdarahan diluar haid, riwayat keputihan, perdarahan post coitus, riwayat tumor ganas. Riwayat kesehatan merupakan sumber data subjektif tentang status kesehatan pasien yang memberikan gambaran tentang masalah kesehatan aktual maupun psikososial. (Prihardjo, 2007; h.15) 40 e) Riwayat prilaku kesehatan. f) Perilaku kebutuhan sehari-hari. g) Data psikososial dan spiritual. 2) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi: pemeriksaan khusus (terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi) dan pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium dan catatan terbaru serta catatan sebelumnya.(Soepardan, 2008; h. 97-98) Menurut Asri (2009) teknik pengumpulan data ada tiga, yaitu: observasi, wawancara, dan pemeriksaan. Observasi adalah data yang didapat melalui panca indera : pengihatan (perilaku, tanda fisik, kecatatan, dan ekspresi wajah), pendengaran (batuk, bunyi nafas), penciuman dan perabaan. Wawancara adalah pembicaraan terarah yang umumnya dilakukan pada pertemuan tatap muka, dalam wawancara yang terpenting adalah data yang ditanyakan diarahkan kedata yang relevan. Pemeriksaan dilakukan dengan mamakai instrument/ alat pengukur. Tujuannya untuk memastikan batas normal dimensi angka, irama dan kuantitas. Secara garis besar data dikelompokkan menjadi data subjektif dan data objektif. (Asri dkk, 2009; h. 75-76) 41 Pemeriksaan yang dilakukan kepada pasien sebagai berikut: a) Keadaan umum pasien apakah baik atau tidak b) Kesadaran apakah compos mentis, apatis, latergi, somnolen, sopor atau koma c) Tinggi badan dan berat badan sebagai penilaian keadaan gizi pasien apakah normal, kurang dan lebih d) Tanda-tanda vital mengatahui keadaan tekanan darah, nadi pernafasan dan suhu apakah normal atau tidak: Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat. Biasanya tekanan darah tidak berubah, biasanya tekanan darah akan rendah setelah melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post partum dapat menandakan terjadinya preeklamsi post partum (Dewi dkk,2011;h.40 ) e) Pemeriksaan fisik Kepala : Bentuk simetris atau tidak, keadaan rambut, kebersihan kepala, terdapat rasa nyeri atau tidak. Muka : Terdapat edema atau tidak, kebersihan muka dan nyeri tekan atau tidak 42 Mata : Konjungtiva, pupil, sklera, dan kebersihan mata Telinga : Bentuk, kebersihan telinga dan nyeri tekan pada telinga Hidung : Kebersihan hidung, dan terdapat pembesaran polip atau tidak Mulut : Bibir, gusi dan gigi, bau mulut, lidah Leher : Bentuk kulit, pembesaran kelenjar Dada : Bentuk dada, suara jantung, suara paru-paru,bentuk payudara, benjolan, nyeri tekan Perut Bekas operasi, nyeri tekan, nyeri ketuk, bising usus Ekstermitas : Bentuk, oedema, nyeri tekan Punggung : Nyeri tekan, nyeri ketuk Genitalia : Kebersihan, massa, bau (Prihardjo, 2007; h.50-154) pengeluaran, 43 3) Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Laboraturium : Hb, glukosa urine, protein Urine. b. Interpretasi data dasar Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. (Soepardan, 2008; h.99) Langkah awal dari perumusan masalah atau diagnosa kebidanan adalah pengolahan atau analisa data yaitu menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan lainya sehingga tergambar fakta. (Asri dkk, 2009; h.77) c. Identifikasi diagnosa/masalah potensial dan antisipasi penanganannya. Pada langkah ketiga ini mengidentifikasikan masalah potensial diidentifikasi. berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan (Soepardan, 2008; h.99) d. Mengidentifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera Beberapa data menunjukan situasi emergensi dimana kita perlu bertindak demi keselamatan klien. (Asri dkk, 2009; h.75-76) 44 e. Merencanakan asuhan Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyuluh ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen kebidanan terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasikan atau di antisipasi (Soepardan,2008; h.99) f. Melaksanakan perencanaan Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efesien mungkin. Perencanaan ini boleh seluruhnya dilakukan oleh bidan, namun juga boleh dilakukan secara kolaborasi. (Asri dkk, 2009; h.75-76) g. Evaluasi Dalam langkah ini dilakukan evaluasi keefektivan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnose. (Asri dkk, 2009; h.79) 45 C. Teori Landasan Hukum Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi: 1. Kewenangan normal: a. Pelayanan kesehatan ibu b. Pelayanan kesehatan anak c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana 2. Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah 3. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini meliputi: 1. Pelayanan kesehatan ibu a. Ruang lingkup: 1) Pelayanan konseling pada masa pra hamil 2) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal 3) Pelayanan persalinan normal 4) Pelayanan ibu nifas normal 5) Pelayanan ibu menyusui 6) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan 46 b. Kewenangan: 1) Episiotomi 2) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II 3) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan 4) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil 5) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas 6) Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif 7) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum 2. 8) Penyuluhan dan konseling 9) Bimbingan pada kelompok ibu hamil 10) Pemberian surat keterangan kematian 11) Pemberian surat keterangan cuti bersalin Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, dengan kewenangan: a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi: 47 1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit. 2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter). 3. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan. 4. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan. 5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah. 6. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas. 7. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya. 8. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi. 9. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah. (http://www.kesehatanibu.depkes.go.id.)