BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Peradilan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Peradilan administrasi merupakan salah satu perwujudan
negara
hukum, peradilan administrasi di Indonesia dikenal dengan sebutan
Pengadilan Tata Usaha Negara. Keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara
(selanjutnya disingkat PTUN) di berbagai negara modern terutama pada
negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu
tonggak yang menjadi tumpuan harapan masyarakat atau warga negara untuk
mempertahankan hak-haknya yang dirugikan oleh perbuatan hukum publik
pejabat administrasi yang diakibatkan keputusan atau kebijakan yang
dikeluarkannya, dalam upaya untuk memberikan perlindungan hukum bagi
masyarakat luas, Pengadilan dalam hal ini Hakim sebagai pemegang
kekuasaan yudisial kadangkala melakukan sebuah terobosan hukum dalam
bentuk amar putusan yang mengandung unsur ultra petita, berangkat dari hal
tersebut pula penulis melakukan penelitian ini. Sebelum lebih lanjut
menjabarkan tentang Peradilan Administrasi terlebih dahulu penulis akan
menjabarkan tentang konsep negara hukum di Indonesia.
Indonesia merupakan negara hukum yang bertujuan mencapai
masyarakat adil dan makmur, spiritual dan material yang merata, tidak hanya
bertugas memelihara ketertiban masyarakat saja, akan tetapi lebih luas dari
1
pada itu, sebab berkewajiban turut serta dalam semua sektor kehidupan dan
penghidupan.1
Istilah negara hukum sering digandengkan dengan istilah rechtsstaat,
namun patut dipertanyakan apakah konsep negara hukum selalu identik
dengan konsep rechtsstaat? Oleh sebab itu akan dikemukakan tentang
konsep-konsep dasar yang terkait dengan negara hukum.
Gagasan negara hukum sudah lama adanya namun tenggelam dalam
waktu yang sangat lama, kemudian muncul kembali secara lebih eksplisit
pada abad ke-XIX, yaitu dengan munculnya konsep rechtsstaat dari Freidrich
Julius Stahl yang diilhami oleh Immanuel Kant.
Freidrich Julius Stahl, sebagaimana dikutip oleh Oemar Seno Adji,
merumuskan unsur-unsur rechtsstaat dalam arti klasik sebagai berikut:
a. Perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;
b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan negara untuk menjamin hakhak asasi manusia;
c. Pemerintahan berdasarkan peraturan; dan
d. Adanya peradilan administrasi.2
Pada tahun 1885 muncul pula konsep negara hukum dengan istilah the
rule of law dari Albert Venn Dicey yang lahir dalam naungan sistem hukum
Anglo-Saxon. Albert Venn Dicey, sebagaimana dikutip oleh Miriam
Budiardjo, mengemukakan unsur-unsur the rule of law sebagai berikut :
a. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law), yaitu tidak
adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power),
dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar
aturan hukum;
1
2
Sjahran Basah, 1997, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di
Indonesia, Alumni, Bandung, hal.11.
Oemar Seno Adji, 1966, Seminar Ketatanegaraan Undang-Undang Dasar 1945, Seruling
Masa, Jakarta, hal. 24.
2
b. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before
the law). Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk
pejabat ; dan
c. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain
oleh Undang Undang Dasar ) serta keputusan-keputusan
pengadilan.3
Munculnya “unsur peradilan administrasi” pada konsep rechtsstaat
menunjukkan adanya hubungan historis antara negara hukum Eropa
Kontinental dengan Hukum Romawi. Philipus M. Hadjon, memberikan
pendapat berikut ini :
“Konsep rechtsstaat bertumpu pada sistem hukum kontinental yang
disebut “civil law” atau “modern roman law”, sedangkan konsep the
rule of law bertumpu atas sistem hukum yang disebut “common law”.
Karakteristik civil law adalah administrative, sedangkan karakteristik
common law adalah judicial. Perbedaan karakteristik yang demikian
disebabkan karena latar belakang daripada kekuasaan raja. Pada zaman
Romawi, kekuasaan yang menonjol dari raja ialah membuat peraturan
melalui dekrit. Kekuasaan itu kemudian didelegasikan kepada pejabatpejabat administratif yang membuat pengarahan-pengarahan tertulis
bagi hakim tentang bagaimana memutus suatu sengketa. Begitu besar
peranan administrasi, sehingga tidaklah mengherankan kalau dalam
sistem Kontinental pertama muncul cabang hukum baru yang disebut
“droit administratif”.4
Konsep rechtsstaat lahir dari perjuangan menentang absolutisme
sehingga sifatnya revolusioner, sebaliknya
konsep the rule of law
berkembang secara evolusioner. Hal ini nampak dari isi atau kriteria
rechtsstaat dan kriteria the rule of law5.
Unsur-unsur yang terdapat dalam kedua macam konsep negara hukum
tersebut di atas, baik rechtsstaat maupun the rule of law mempunyai
persamaan dan perbedaan.
3
4
5
Miriam Budiardjo, 1982, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, hal. 58.
Philipus M. Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia Edisi Khusus,
Peradaban, Surabaya, hal. 67-68.
Ibid., hal. 67.
3
Persamaan pokok antara konsep rechtsstaat dengan konsep the rule of
law adalah, adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia6. Pemberian
perlindungan dan penghormatan yang besar, yang disebabkan oleh adanya
penindasan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia oleh kekuasaan
negara yakni raja atau negara yang absolut. Adanya pemisahan pembagian
kekuasaan negara kepada beberapa badan atau lembaga negara, merupakan
salah satu cara untuk menghindari terjadinya pelanggaran terhadap hak asasi
manusia dan sekaligus memberikan jaminan serta perlindungan terhadap hak
asasi manusia. Demikian pula harapan agar pemerintah dijalankan
berdasarkan hukum atas dasar persamaan di hadapan hukum, terkandung
maksud untuk mewujudkan pemerintahan yang berdasarkan hukum.
Sedangkan perbedaan pokok antara rechtsstaat dengan the rule of law
adalah adanya unsur peradilan administrasi7. Di dalam the rule of law tidak
ditemukan adanya unsur peradilan administrasi, sebab prinsip persamaan di
hadapan hukum (equality before the law) di negara-negara Anglo-Saxon lebih
diutamakan, sehingga tidak diperlukan peradilan administrasi. Prinsip
equality before the law menghendaki agar prinsip persamaan antara rakyat
dengan pejabat administrasi, harus juga tercermin dalam penyelenggaraan
peradilan, pejabat administrasi dan rakyat sama-sama taat kepada hukum dan
mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum.
Konsep negara hukum Indonesia adalah negara hukum Pancasila.
Apabila titik sentral dalam rechtsstaat dan the rule of law adalah pengakuan
6
S.F. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia,
Liberty, Yogyakarta, hal. 10.
7
Ibid., hal. 11.
4
dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, maka dalam negara hukum
Pancasila titik sentralnya adalah keserasian hubungan antara pemerintah dan
rakyat berdasarkan asas kerukunan. Untuk melindungi hak-hak asasi manusia,
dalam konsep “the rule of law” mengedepankan prinsip “equality before the
law”
dan
dalam
konsep
“rechtsstaat”
mengedepankan
prinsip
“wetmatigheid” kemudian menjadi “rechtmatigheid”8. Sedangkan untuk
negara hukum Pancasila yang menghendaki keserasian hubungan antara
pemerintah dan rakyat, yang mengedepan adalah asas kerukunan dalam
hubungan antara pemerintah dan rakyat.
Lebih lanjut Philipus M. Hadjon menarik kesimpulan bahwa elemen
atau ciri Negara Hukum Pancasila adalah :
a. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas
kerukunan ;
b. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan
negara ;
c. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan
merupakan sarana terakhir ; dan
d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban9.
Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban tersebut dalam negara
hukum Indonesia, diharapkan akan melahirkan asas kerukunan. Asas
kerukunan akan menciptakan keserasian hubungan antara pemerintah dan
rakyat10.
Konsep negara hukum Indonesia terdapat
dalam Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan
bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang dimaksud
8
Philipus M. Hadjon, Op. Cit., hal. 80.
Ibid., hal. 85.
10
S.F. Marbun, Op. Cit., hal. 10.
9
5
adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan
kebenaran dan keadilan, dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan.
Selaras dengan semangat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, negara hukum dimaksud bukanlah sekedar negara
hukum dalam arti formil, yaitu negara yang hanya bertujuan untuk menjamin
keserasian dan ketertiban sehingga tercipta stabilitas keamanan dalam
masyarakat, negara baru bertindak apabila stabilitas keamanan terganggu.
Pengertian negara hukum menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah negara hukum dalam arti materiil, yaitu negara
bukan saja menjaga stabilitas keamanan semata-mata melainkan juga secara
aktif ikut serta dalam urusan kemasyarakatan demi kesejahteraan rakyatnya.
Hal tersebut dapat dilihat dari tujuan negara Indonesia sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa Pemerintah Negara
Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
Dalam mewujudkan tata kehidupan yang sejahtera, aman, tenteram, dan
tertib diantaranya dilakukan melalui pembangunan nasional yang diarahkan
untuk membina, menyempurnakan, dan menertibkan aparatur negara agar
mampu bertindak secara efisien, efektif, bersih, dan berwibawa dalam
6
melaksanakan tugasnya berdasarkan hukum dengan dilandasi semangat
pengabdian yang tinggi kepada masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya
ada kemungkinan timbulnya benturan kepentingan, perselisihan atau sengketa
antara warga masyarakat dan aparat pemerintah. Untuk itu dibutuhkan adanya
kekuasaan kehakiman sebagai lembaga kontrol terhadap tindakan aparat
pemerintah.
Dalam penerapan konsep negara hukum Indonesia maka dibentuklah
Undang-Undang untuk mengatur tentang kekuasaan kehakiman yang terdapat
dalam Pasal 24 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang berbunyi:
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan;
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi;
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dalam undang-undang.
Kekuasaan Kehakiman juga diatur lebih lanjut dalam Pasal 18 Undangundang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang
berbunyi :
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi”.
7
Negara Indonesia mengakui adanya peradilan administrasi sebagai
salah satu unsur negara hukum yang bertujuan untuk memberikan
perlindungan hukum bagi warga masyarakat terhadap tindakan pemerintah
yang
melanggar
hak
asasi
dalam
menyelenggarakan
pemerintahan.
Keberadaan peradilan administrasi akan memberikan perlindungan hukum
yang sama kepada pejabat administrasi yang bertindak sesuai dengan hukum.
Dalam negara hukum harus memberikan perlindungan hukum tanpa adanya
perbedaan kepada warga maupun pejabat tata usaha negara.
Sistem peradilan tata usaha negara di Indonesia merupakan konsekuensi
dari dianutnya konsep negara hukum. Tujuan pembentukan peradilan tata
usaha negara adalah untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara warga
masyarakat dengan aparat pemerintah dalam suatu negara.
Pembentukan peradilan tata usaha negara adalah dalam rangka
memberikan perlindungan hukum kepada rakyat pencari keadilan yang
merasa kepentingannya dirugikan sebagai akibat dikeluarkannya suatu
keputusan tata usaha negara oleh Badan / Pejabat Tata Usaha Negara.
Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada rakyat pencari
keadilan oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara adalah sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 1
angka 4, yang menyebutkan bahwa Badan / Pejabat Tata Usaha Negara dalam
mengambil keputusan pada dasarnya mengemban kepentingan umum dan
masyarakat, tetapi dalam hal atau kasus tertentu dapat saja keputusan itu
dirasakan dan mengakibatkan kerugian bagi orang atau badan hukum perdata.
8
Oleh karena itu kepada yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
mengajukan gugatan ke pengadilan. Selanjutnya bentuk perlindungan hukum
tersebut diatur dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 yang berbunyi :
“Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya
dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan
gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi
tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu
dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa tuntutan ganti rugi
dan/atau direhabilitasi.”
Menurut ketentuan Pasal 47 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatur kompetensi / kewenangan
mengadili Peradilan Tata Usaha Negara adalah memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa tata usaha negara.
Sengketa tata usaha negara merupakan sengketa yang diajukan oleh
orang atau badan hukum perdata yang timbul dalam bidang tata usaha negara
sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan /
Pejabat Tata Usaha Negara baik di pusat maupun di daerah.
Tujuan pembentukan peradilan administrasi secara filosofis, adalah
untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan dan hak-hak
masyarakat, sehingga tercapai keserasian, keseimbangan dan keselarasan
antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat atau
kepentingan umum11.
11
Ibid., hal. 27.
9
Menurut Prajudi Atmosudirdjo, tujuan peradilan administrasi adalah
untuk mengembangkan dan memelihara administrasi negara yang tepat
menurut hukum atau tepat menurut undang-undang atau tepat secara
fungsional dan atau berfungsi secara efisien.12
Menurut Sjachran Basah, tujuan peradilan administrasi adalah untuk
memberikan pengayoman hukum dan kepastian hukum, baik bagi rakyat
maupun bagi administrasi negara dalam arti terjaganya keseimbangan
kepentingan masyarakat dengan kepentingan individu.13
Tujuan peradilan administrasi dapat pula dirumuskan, secara preventif
untuk mencegah tindakan-tindakan administrasi negara yang melawan hukum
dan merugikan, sedangkan secara represif ditujukan terhadap tindakantindakan administrasi negara yang melawan hukum dan merugikan rakyat
perlu dan harus dijatuhi sanksi14.
Ultra petita dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),
dalam pandangan hukum progresif dapat merupakan suatu terobosan hukum
dalam konteks hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi hukum
yang berkeadilan dan bermanfaat bagi masyarakat. Hukum adalah institusi
yang secara terus menerus membangun dan mengubah dirinya menuju kepada
tingkat kesempurnaan yang lebih baik. Namun muncul permasalahan apakah
ultra petita dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dapat
memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat pencari keadilan secara
12
Prajudi Atmosudirdjo, 1997, Masalah Organisasi Peradilan Administrasi Negara BPHN
Simposium Peradilan Tata Usaha Negara, Bina Cipta, Bandung, hal. 69.
13
Sjahran Basah, Op.Cit., hal. 154.
14
Phillipus, Op.Cit., hal. 27.
10
maksimal. Dan bagaimana pula prinsip dan penerapan ultra petita dalam
putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapatlah dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana implikasi dari aturan normatif yang mengatur tentang ultra
petita dalam Peradilan Tata Usaha Negara terhadap putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN)?
2. Bagaimana penerapan ultra petita dalam putusan Peradilan Tata Usaha
Negara dalam upaya perlindungan hukum bagi masyarakat pencari
keadilan dipandang dari segi kebutuhan hukum yang ada saat ini (tinjauan
hukum progresif)?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi
bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan hukum, khususnya
mengenai bidang hukum administrasi negara dan peradilan tata usaha negara
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji dasar normatif yang mengatur tentang asas ultra petita dalam
Peradilan Tata Usaha Negara terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN).
2. Mengkaji dan mengetahui penerapan asas ultra petita dalam putusan
Peradilan Tata Usaha Negara dalam upaya perlindungan hukum bagi
11
masyarakat pencari keadilan dipandang dari segi kebutuhan hukum yang
ada saat ini (tinjauan hukum progresif).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki kegunaan sebagai
bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan upaya
penyempurnaan terhadap kajian hukum dalam bidang hukum perdata
khususnya dalam bidang hukum administrasi negara maupun peradilan
tata usaha negara.
2. Manfaat Praktis
Memberikan manfaat bagi kalangan praktisi dan akademisi terutama
yang berkecimpung dalam bidang Hukum Administrasi Negara dan
Peradilan Tata Usaha Negara.
E. Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian dapat diartikan bahwa masalah yang dipilih belum
pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya, atau harus dinyatakan dengan tegas
bedanya dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan.15
Dari penelusuran pustaka yang dilakukan penulis di beberapa
perpustakaan meliputi Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada (UGM), Perpustakaan Pusat UGM, Perpustakaan Pascasarjana UGM,
Perpustakaan Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta, Perpustakaan
Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang, Perpustakaan fakultas hukum
15
Maria S.W., Soemardjono, 2011, Bahan Kuliah Metodologi Penelitian Hukum, Program
Magister Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hal. 18.
12
Universitas Diponegoro dan sebagainya, sepengetahuan penulis belum ada
penelitian ( skripsi, tesis, disertasi ) yang secara spesifik meneliti tentang
permasalahan di atas.
Namun apabila penelitian yang dicari mengenai tesis mengenai Ultra
Petita dalam Putusan Mahkamah Konstitusi maka dapat ditemukan judul :
Putusan Ultra Petita Mahkamah Konstitusi Dalam Pengujian UndangUndang (Suatu Perspektif Hukum Progresif) yang ditulis oleh Hery
Abduh Sasmito,S.H. yang telah berhasil dipertahankan di depan dewan
penguji pada tanggal 27 Desember 2010 pada Program studi Ilmu Hukum
Universitas Diponegoro.
Tesis tersebut membahas mengenai putusan Ultra Petita yang terjadi
dalam putusan tentang pengujian Undang-Undang yang terjadi pada
Mahkamah Konstitusi. penelitian tersebut mengkaji doktrin larangan ultra
petita bagi hakim konstitusi dan didapatkan hasil bahwa doktrin larangan
ultra petita tidaklah berlaku mutlak dan umum. Dalam penelitian tersebut
dilakukan dengan pendekatan normatif dan penafsiran sistemik dan
mendapatkan hasil penelitian bahwa ketentuan dalam Undang-Undang MK
maupun Peraturan MK tidak memberikan kemungkinan bagi hakim konstitusi
untuk membuat putusan ultra petita. Dalam menerbitkan putusan yang
mengandung ultra petita, pada umumnya MK mendasarkan adanya
keterkaitan yang tidak terpisahkan antara pasal yang diuji dengan pasal-pasal
lain yang tidak diuji, sehingga karenanya pasal atau seluruh undang-undang
tersebut harus dinyatakan tidak berkekuatan hukum, di samping karena alasan
13
untuk menghindari kekacauan hukum dan menegakkan keadilan subtantif.
Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa terobosan MK dalam membuat
putusan ultra petita pada prinsipnya adalah bentuk dari penegakan hukum
yang progresif.
Berdasar uraian mengenai Penelitian yang pernah dilakukan tersebut
diatas, dapat terlihat adanya perbedaan dalam fokus penelitian yang
dilakukan. Dalam penelitian yang akan penulis lakukan, penulis menekankan
pada praktek putusan yang mengandung Ultra Petita dalam ranah hukum
Administrasi negara dalam konteks putusan pada Pengadilan tata usaha
negara, sedangkan pokok penelitian di atas lebih terfokus dalam praktek
putusan yang mengandung Ultra Petita pada Mahkamah Konstitusi
khususnya dalam putusan tentang pengujian Undang-undang.
14
Download