Lentera, Jurnal Studi Perempuan Vol. 9. No. 1, Juni 2013 PEMBERDAYAAN LANSIA SURABAYA MELALUI AKTIVITAS KOGNITIF DAN AKTIVITAS SOSIAL SEBAGAI UPAYA MENGATASI KONDISI FISIK DAN PSIKOLOGIS Nindria Untarini Fakultas Ekonomi, Uiversitas Negeri Surabaya Abstract The aim of this research is to identify the physical and psychological problems face by female elderly, and the solutions to overcome the problems through cognitive and social activities. The cognitive activities include the activity of painting and art skills. While, the social act is participating in “Karang Weda Paguyuban”. The research targets are thirty female elderly who participate in “Karang Wreda Barata Jaya RW V Surabaya”. The data collection is done by using several techniques such as observation, interview, and questionnaire The data were analyzed using descriptive qualitative with percentage technique. The finding shows that the activities of painting and creativity can train physical and cognitive organs. While social activities in “paguyuban” become the media of sharing ideas, experiences, and affections. These activities help them to cope with psychological problems and help them to achieve the maximum quality of life. Keywords: elderly needs, physical deterioration, brain decline, elderly empowerment, training. Pendahuluan Memasuki abad ke-21 mendatang, jumlah Lansia (kaum lanjut usia berumur 60 tahun keatas) mencapai hampir setengah miliar jiwa. Bahkan diproyeksikan pada tahun 2025, jumlahnya mencapai 1,2 miliar jiwa. Setiap bulan, orang yang melewati ambang batas 60 tahun mencapai hampir satu juta jiwa. Di Indonesia, diperkirakan mulai tahun 2010 akan terjadi ledakan jumlah penduduk lanjut usia. Berdasarkan data dari Badan kesehatan dunia WHO, menunjukkan bahwa penduduk lansia di Indonesia mendatang (tahun 2020) sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta orang, dan balitanya tinggal 6,9%, hal ini yang menyebabkan jumlah penduduk lansia terbesar di dunia (Badan Pusat Statistik, 2009). Peningkatan jumlah usia lanjut ini berpotensi menimbulkan beberapa masalah pokok seperti meningkatnya beban keluarga, masyarakat, dan pemerintah, khususnya berhubungan dengan kebutuhan layanan khusus, penyediaan dan perluasan lapangan kerja, pelayanan konsultatif sosial psikologis, bantuan sosial ekonomi, upaya pelestarian sosial budaya, dan pelayanan rekreatif (Cunha, 2001). Pada tahun 2010, penduduk lansia lebih banyak didominasi oleh perempuan disegala usia dibanding laki-laki. Berikut ini gambar prosentase perbandingan jumlah lansia berdasarkan jenis kelamin. 76 Lentera, Jurnal Studi Perempuan Vol. 9. No. 1, Juni 2013 Gambar 1. Jumlah Prosentase Penduduk Lansia berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur, Tahun 2010 (Sumber: BPS-SUSESNAS, 2007) Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa usia harapan hidup perempuan lebih panjang dibandingkan laki-laki, sehingga jumlah penduduk lanjut usia perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki (11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta jiwa). Oleh karena itu, permasalahan lanjut usia secara umum di Indonesia, sebenarnya tidak lain adalah permasalahan yang lebih didominasi oleh perempuan. Perempuan lansia berpotensi mengalami diskriminasi ganda, baik karena statusnya sebagai perempuan maupun karena statusnya sebagai penduduk yang usianya sudah lanjut. Sebagai perempuan, diskriminasi yang disebabkan oleh struktur sosial dan budaya masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak usia muda. Karena usia harapan hidup perempuan yang lebih panjang dibandingkan laki-laki, maka lebih banyak lanjut usia perempuan yang ditinggal meninggal lebih dulu oleh suaminya, dan karena perbedaan gender menyebabkan perempuan terbiasa mengurus dirinya sendiri, sehingga lebih siap untuk tinggal sendiri (BPS-SUSENAS, 2007). Masa Lansia sering dimaknai sebagai masa kemunduran, terutama pada keberfungsian fungsi-fungsi fisik dan psikologis. Kemunduran fisik maupun psikis manusia terjadi secara alamiah, begitu pula sesuatu menyangkut pemenuhan kebutuhan hidup. Kondisi tersebut juga dialami perempuan lansia yang tergabung Karang Werda RW V Barata Jaya. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, ada beberapa permasalahan yang bersifat fisik maupun psikologis yang sering mereka rasakan. Kondisi fisik dialami dengan kemunduran fungsi organ tubuh sehingga rentang terhadap penyakit. Sedangkan, kondisi psikologis yang sering dirasakan adalah yaitu rasa jenuh,bosan, dan kesepian dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Survai menunjukkan bahwa wanita menjadi kelompok yang paling hirau dengan masa depan keluarganya di mana 24% wanita ingin masa kerja yang lebih panjang, karena mereka takut kekurangan uang, kehilangan pekerjaan, menguapnya tunjangan kesehatan, atau merasa bosan dan frustrasi ada di rumah terus (Adawiyah, 2011). Sekalipun mengalami kemunduran pada beberapa aspek kehidupannya, bukan berarti lansia tidak bisa menikmati kehidupannya. Lansia pasti memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan untuk mengisi hari-harinya dengan hal-hal yang bermanfaat dan menghibur. Banyak lansia yang masih potensial serta memiliki energi dan semangat untuk berprestasi. Bahkan justru mereka dapat mencapai puncak prestasi dalam karirnya ketika di usia lansia (optimum aging). 77 Lentera, Jurnal Studi Perempuan Vol. 9. No. 1, Juni 2013 Berdasarkan kondisi sebelumnya, maka sebagai upaya mengatasi permasalahan yang terjadi pada perempuan lansia yang tergabung dalam Karang Werda RW V perlu suatu pemberdayaan melalui aktivitas kognitif dan aktivitas sosial. Aktivitas kognitif dilakukan dengan aktivitas ketrampilan seni melukis, sehingga bermanfaat bagi perempuan lansia untuk mempertahankan fungsi kognitifnya, sebab otak yang sering dilatih dan dirangsang akan semakin berfungsi baik, berbeda jika fungsi otaknya tidak pernah dilatih akan mempercepat lansia mengalami masa dimensi dini. Sedangkan, aktivitas sosial dilakukan dengan bergabung dalam paguyuban lansia, sehingga dapat digunakan sebagai ajang bagi mereka untuk saling bertukar pikiran, berbagi pengalaman dan saling memberikan perhatian. Diharapkan dengan memberdayakan perempuan lansia melalui transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan beserta penerapannya dapat mengurangi masalah kondisi psikologis disamping fisik para perempuan lansia sehingga diharapkan dapat menuju kehidupan yang lebih berdaya guna bagi lingkungan keluarga maupun masyarakat. Berdasar atas pemikiran di atas, permasalahan yang hendak diungkapkan dalam penelitian ini adalah apakah dengan pemberdayaan perempuan lansia melalui aktivitas kognitif dan aktivitas sosial dapat mengatasi kondisi psikologis (rasa sepi, jenuh, dan bosan) dari para perempuan lansia RW V Baratajaya di Surabaya. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di Balai RW V Baratajaya, jalan Baratajaya VII Surabaya, pada bulan Oktober 2011 dengan target sasarannya adalah perempuan lansia yang tergabung dalam Karang werda RW V Baratajaya. Jumlah perempuan lansia yang tergabung dalam Karang Werda RW V Baratajaya berjumlah ± 198, namun karena keterbatasan tempat untuk pelaksanaan kegiatan pelatihan, maka yang digunakan sebagai subjek penelitian ini hanya berjumlah 30 orang. Jumlah ini telah memenuhi syarat dari suatu penelitian sosial bahwa subjek penelitian minimal berjumlah 30 responden (Sugiyono, 2010). Sumber data penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terkait (pengurus Karang Werda RW V Baratajaya, instruktur kerudung lukis, dan perempuan lansia di RW V Baratajaya) dan melalui penyebaran kuesioner/angket untuk mengetahui respon dari perempuan lansia dalam menilai seberapa penting peran dari aktivitas kognitif dan aktivitas social dalam mengatasi masalah kondisi fisik dan psikologis mereka. Sedangkan, data sekunder diperoleh dari artikel, jurnal, majalah karang werda sebagai sumber referensi dalam memperkaya kajian teori dan membantu menjawab permasalahan penelitian. Adapun teknik pengumpulan datanya menggunakan observasi, wawancara, dan penyebaran kuesioner. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk mengetahui keberhasilan program pemberdayaan perempuan lansia melalui kegiatan pelatihan ketrampilan seni melukis kerudung dalam mengatasi kondisi psikologis mereka. Kerangka pemecahan masalah dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 2. 78 Lentera, Jurnal Studi Perempuan IDENTIFIKASI MASALAH PEREMPUAN Vol. 9. No. 1, Juni 2013 PEMBERDAYAAN PEREMPUAN LANSIA PEMECAHAN MASALAH PSIKOLOGIS PELATIHAN KETRAMPILAN SENI MELUKIS KERUDUNG Gambar 2. Kerangka Pemecahan Masalah dalam Penelitian Secara rinci alur kerangka pemecahan masalah ini dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Identifikasi permasalahan adalah berdasarkan data dilapangan yang dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut: (1) kurangnya pemanfaatan waktu luang para lansia yang tergabung dalam Karang Werda Barata Jaya V (khususnya perempuan) secara maksimal, (2) Kegiatan para lansia yang tergabung dalam Karang Werda Barata Jaya V Surabaya masih berfokus pada kesehatan fisik belum pada kondisi psikologis, (3) Para Lansia khususnya perempuan belum memperoleh pembinaan dan pelatihan ketrampilan yang berkaitan dengan kemampuan kognitif maupun psikomotorik. 2. Pemberdayaan perempuan lansia adalah upaya meningkatkan kemampuan fisik, mental spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan agar para lanjut usia siap didayagunakan sesuai dengan kemampuan masing-masing melalui pelatihan seni melukis kerudung. 3. Pemecahan masalah fisik dan psikologis perempuan lansia adalah mencari solusi dalam mengatasi kepikunan, rasa sepi, jenuh, dan bosan, karena banyaknya waktu luang yang dimiliki perempuan lansia. Untuk itu, perlu dilakukan suatu aktivitas yang bersifat kognitif dan sosial. Dengan aktivitas yang bersifat kognitif melalui seni melukis dapat membantu perempuan lansia untuk mempertahankan fungsi organ fisik kognitif otaknya agar tidak cepat pikun dan dengan aktivitas yang bersifat sosial melalui aktif bergabung dalam paguyuban Karang Werda akan menjadi ajang bagi mereka untuk saling bertukar pikiran, berbagi pengalaman dan saling memberikan care kegiatan ini sangat membantu para lansia guna mengatasi masalah psikologisnya, yakni rasa jenuh, bosan, sepi. Dalam kegiatan penelitian ini langkah-langkah yang akan dilakukan sebagai berikut. 1. Kegiatan Persiapan Penelitian Kegiatan persiapan ini dilakukan dengan melakukan koordinasi antara pihak peneliti dengan khalayak sasaran penelitian yang membahas tentang persiapan tempat, waktu, jumlah peserta pelatihan, dan materi pelatihan, akomodasi dan transportasi untuk pelatihan. 79 Lentera, Jurnal Studi Perempuan Vol. 9. No. 1, Juni 2013 2. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan di balai RW V jalan Baratajaya VII Surabaya, dengan peserta berjumlah 30 orang yang dikumpulkan dalam suatu ruangan untuk mendengarkan pemaparan materi dan diskusi yang dilanjutkan dengan praktek langsung melukis kerudung . Adapun materi yang disampaikan adalah teknik pemilihan alat, bahan, dan cara pembuatan kerudung lukis. 3. Evaluasi Pelaksanaan Penelitian Untuk mengevaluasi pelaksanaan penelitian ini, maka pada akhir penelitian dalam bentuk kegiatan pelatihan peserta diminta untuk menunjukkan hasil kreasinya kepada pemateri/pelatih, dimana pelatih/pemateri akan memberi penilaian dari hasil melukis kerudung tiap peserta. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan di Balai RW V Baratajaya VII, Kelurahan Baratajaya, Kecamatan Gubeng, Surabaya, dalam bentuk pelatihan ketrampilan seni melukis kerudung yang diikuti oleh perempuan lansia berjumlah 30 orang. Kegiatan pelatihan ketrampilan seni melukis kerudung dipandu oleh pakar kerudung lukis dibantu dengan tim pelaksana penelitian. Perempuan lansia yang mengikuti kegiatan pelatihan ini sebagian besar berusia 60 tahun meskipun ada beberapa peserta yang usianya berkisar 50 tahun. Semua peserta yang mengikuti pelatihan ini merupakan anggota dari Karang Werda Baratajaya RW V, sehingga dari target sasaran penelitian ini terpenuhi. Pihak pengurus Karang Werda memberikan apresiasi yang positif dari pelaksanaan kegiatan pelatihan ini, pihak pengurus memandang kegiatan pelatihan ini merupakan alternative program kegiatan lainnya yang sangat menarik dan belum pernah dilakukan sebelumnya. Pihak pengurus juga sangat antusias untuk bekerjasama dengan membantu dan menyediakan tempat pelatihan. Pihak pimpinan Karang Werda berupaya untuk selalu merancang program-program kegiatan dan mewadahi aktivitas bagi para lansia (laki-laki/perempuan) yang bermanfaat guna meningkatkan kualitas hidup mereka. Kebutuhan Perempuan Lansia Masa lansia sering dimaknai sebagai masa kemunduran, terutama pada keberfungsian kebutuhan fisik, aspek sosial ekonomi, dan psikologis. Kemunduran fisik ditandai dengan kondisi tubuh yang rentan terhadap penyakit-penyakit tertentu berakibat kondisi organorgan tubuh yang telah aus atau mengalami kemunduran juga fungsi imun (kekebalan tubuh) yang juga menurun. Secara ekonomi, lansia merupakan masa pensiun, produktivitas menurun, otomatis penghasilan juga berkurang bahkan bisa jadi nihil. Kondisi ini yang menyebabkan lansia menjadi tergantung atau menggantungkan diri pada orang lain seperti anak atau keluarga yang lain. Kemunduran dari segi sosial ditandai dengan kehilangan jabatan atau posisi tertentu dalam sebuah organisasi atau masyarakat yang telah menempatkan dirinya sebagi individu dengan status terhormat, dihargai, memiliki pengaruh, dan didengarkan pendapatnya. 80 Lentera, Jurnal Studi Perempuan Vol. 9. No. 1, Juni 2013 Sekalipun mengalami kemunduran pada beberapa aspek kehidupannya, bukan berarti lansia tidak bisa menikmati kehidupannya. Lansia pasti memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan untuk mengisi hari-harinya dengan hal-hal yang bermanfaat dan menghibur. Segala potensi yang dimiliki oleh lansia bisa dijaga, dipelihara, dirawat dan dipertahankan bahkan diaktualisasikan untuk mencapai kualitas hidup lansia yang optimal (optimum Aging). Optimum aging bisa diartikan sebagai kondisi fungsional lansia berada pada kondisi maksimum atau optimal, sehingga memungkinkan mereka bisa menikmati masa tuanya dengan penuh makna, membahagiakan, berguna dan berkualitas (Syamsudin, 2008). Setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang lansia untuk tetap bisa berguna dimasa tuanya, yakni kemampuan menyesuaikan diri dan menerima segala perubahan dan kemunduran yang dialami, adanya penghargaan dan perlakuan yang wajar dari lingkungan lansia tersebut, lingkungan yang menghargai hak-hak lansia serta memahami kebutuhan dan kondisi psikologis lansia dan tersedianya media atau sarana bagi lansia untuk mengaktualisasikan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Kesempatan yang diberikan akan memiliki fungsi memelihara dan mengembangkan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh lansia. Secara alamiah setiap manusia akan menjadi tua atau mengalami proses penuaan. Di Indonesia usia lanjut adalah mereka yang berumur 60 tahun atau lebih dan merupakan kelompok penduduk yang menjadi fokus perhatian para ilmuwan, masyarakat, dan pemerintah belasan tahun terakhir ini. Jumlah usia lanjut terus meningkat baik di Indonesia maupun di dunia dan membawa berbagai permasalahan yang harus diantisipasi dan dicarikan jalan keluarnya. Seperti halnya yang dialami perempuan lansia yang tergabung dalam karang werda Baratajaya RW V Surabaya, sebagian besar masalah yang mereka alami berkaitan dengan bagaimana mengatasi masalah fisik dan psikologi yang timbul dikarenakan (1) longgarnya kegiatan dalam mengasuh anak-anak karena anak-anak sudah dewasa dan bersekolah tinggi sehingga tidak memerlukan penanganan yang terlampau rumit, (2) Berkurangnya teman/relasi akibat kurangnya aktifitas di luar rumah, (3) kurangnya aktifitas sehingga waktu luang bertambah banyak, (4) Meninggalnya pasangan hidup, (5) Anak-anak yang meninggalkan rumah karena menempuh pendidikan yang lebih tinggi, anak-anak yang meninggalkan rumah untuk bekerja, dan (6) Anak-anak telah dewasa dan membentuk keluarga sendiri. Dari segi inilah lanjut usia mengalami masalah psikologis, yang banyak mempengaruhi kesehatan fisik, sehingga menyebabkan orang lanjut usia kurang mandiri. Karena usia harapan hidup perempuan lebih panjang dibandingkan laki-laki, maka jumlah penduduk lanjut usia perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki, yaitu 11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta jiwa (BPS-SUSENAS, 2007). Survai menunjukkan bahwa wanita menjadi kelompok yang paling hirau dengan masa depan keluarganya di mana 24% wanita ingin masa kerja yang lebih panjang, karena mereka takut kekurangan uang, kehilangan pekerjaan, menguapnya tunjangan kesehatan, atau merasa bosan dan frustrasi ada di rumah terus sehingga berdampak pada kemunduran kondisi fisik (Adawiyah, 2011). Kondisi inilah yang mengakibatkan perempuan lansia lebih mengalami masalah fisik dan psikologis, karena kesempatan mengisi waktu terbatas oleh keadaan. 81 Lentera, Jurnal Studi Perempuan Vol. 9. No. 1, Juni 2013 Pemberdayaan Perempuan Lansia Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dijelaskan bahwa pemberdayaan adalah setiap upaya meningkatkan kemampuan fisik, mental spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan agar para lanjut usia siap didayagunakan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Secara sepintas arah pemberdayaan tersebut sepertinya hanya memberdayakan para lanjut usia agar mempunyai kemampuan, mental spiritual, sosial, pengetahuan dan keterampilan. Oleh karena itu, bagaimana pemberdayaan tidak saja terhadap para lanjut usia, dan keluarganya namun juga kepada seluruh komponen bangsa ini agar diberdayakan sehingga upaya-upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia dapat terwujud. Pemberdayaan harus diselenggarakan menjadi suatu gerakan. Pemberdayaan mempunyai tahapan-tahapan yaitu mulai penyadaran, pengembangan potensi, dan pendayagunaan Agar kesejahteraan lanjut usia dapat meningkat, maka seluruh departemen/kementerian/ instansi pemerintah lainnya, PKK, Karang Taruna, Posyandu, PSM, PLKB, PPL, Karang Lansia, kelompok- kelompok masyarakat harus diberdayakan sehingga kegiatan pemberdayaan tersebut menjadi suatu gerakan secara nasional Pembekalan kepada anggota masyarakat ini adalah sebagai salah satu kunci keberhasilan gerakan nasional pemberdayaan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lanjut usia. Dengan diberikannya pengetahuan bagaimana merawat lanjut usia, diharapkan akan banyak relawan-relawan yang peduli terhadap lanjut usia. Dengan demikian keberadaan panti bukanlah sebagai tempat hunian bagi lanjut usia untuk selamanya, namun sebagai tempat rehabilitasi dan setelah lanjut usia direhabilitasi dikembalikan kepada keluarga dan masyarakatnya. Pemberdayaan yang disertai dengan kepedulian, pembekalan pengetahuan, sosialisasi, dan dorongan untuk menjadi relawan adalah suatu kunci sehingga upaya mempersiapkan hari esok yang baik bukan sesuatu yang harus ditakuti oleh kita yang pasti akan menjadi lanjut usia juga. Pemberdayaan adalah setiap upaya meningkatkan kemampuan fisik, mental spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan agar para lanjut usia siap didayagunakan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Pemberdayaan harus diselenggarakan menjadi suatu gerakan. Pemberdayaan dapat dilakukan dengan pengembangan dan menggerakkan kelompokkelompok dari berbagai instansi melalui pertama-tama, yang harus diberikan kepada masyarakat maupun kelompok agar mereka sadar bahwa masalah lanjut usia adalah masalah bangsa yang harus ditangani dengan segera. Kemudian tahap berikutnya adalah pengetahuan tentang bagaimana merawat lanjut usia dan bentuk-bentuk kegiatan apa yang dapat diberikan kepada lanjut usia sehingga mereka tetap menjadi aktif, berdayaguna, dan keberadaannya bermanfaat bagi keluarga dan lingkungannya. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang bagaimana memberdayakan perempuan lansia sesuai dengan kemampuan fisik dan mental mereka. Lansia sering dimaknai dengan berbagai kemuduran baik secara fisik maupun psikologis. Keterbatasan kondisi tersebut haruslah kita atasi dengan memberi bekal tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan melalui pelaksanaan berbagai kegiatan. Berdasarkan latar belakang masalah sebelumnya maka salah satunya cara untuk mengatasi masalah pada perempuan lansia di RW V Baratajaya Surabaya adalah dengan kegiatan 82 Lentera, Jurnal Studi Perempuan Vol. 9. No. 1, Juni 2013 ketrampilan seni melukis kerudung. Pembekalan ketrampilan tersebut merupakan salah satu alternative kegiatan lainnya disamping kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik. Diharapkan dengan pembekalan ketrampilan seni melukis kerudung, para perempuan lansia yang tergabung dalam Karang Werda RW V dapat memperoleh aktivitas yang bersifat kognitif dan social. Aktifitas kognitif melalui kegiatan ketrampilan seni melukis dan berdiskusi dapat membantu lansia untuk mempertahanakan fungsi organ fisik kognitif otaknya sebab otak yang sering dilatih dan drangsang maka akan semakin berfungsi baik, berbeda jika fungsi otaknya tidak pernah dilatih maka itu akan mempercepat lansia mengalami masa dimensi dini (kepikunan). Sedangkan, aktifitas social dengan bergabung dalam paguyuban lansia atau karang werdha akan menjadi ajang bagi mereka untuk saling bertukar pikiran, berbagi pengalaman dan saling memberikan care (aktivitas social) kegiatan ini akan sangat membantu para lansia untuk mengatasi rasa bosan, jenuh, dan sendiri dalam mencapai kualitas hidup yang maksimal. Disamping itu, hasil produk melukis kerudung mereka ini nantinya dapat dijual sehingga dapat menambah penghasilan mereka. Disamping itu, jika mereka sudah terampil dan ahli dalam pembuatan kerudung lukis dengan modal yang besar, mereka dapat membentuk usaha kerudung lukis. Kondisi ini sekaligus dapat menciptakan lapangan kerja bagi orang lain, sehingga secara langsung dapat membantu pemerintah dalam mengatasi masalah pengangguran. Pemberdayaan Lansia melalui Aktivitas Kognitif dan Aktivitas Sosial Pemberdayaan harus diselenggarakan menjadi suatu gerakan. Pemberdayaan tidak saja terhadap para lanjut usia, dan keluarganya namun juga kepada seluruh komponen bangsa ini agar diberdayakan sehingga upaya-upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia dapat terwujud. Penelitian terhadap usia lanjut mengungkapkan bahwa aktivitas rangsangan dapat membantu mencegah kemunduran fisik dan mental (Hurlock dalam adawiyah, 2011). Aktivitas fisiknya misalnya olah – raga yang dilakukan secara rutin dan teratur akan sangat membantu kebugaran dan menjaga kemampuan psikomotorik lansia. Aktivitas-aktivitas kognitif seperti membaca, berdiskusi, mengajar, akan sangat bermanfaat bagi lansia untuk mempertahankan fungsi kognitifnya sebab otak yang sering dilatih dan dirangsang maka akan semakin berfungsi baik. Aktivitas-aktivitas spiritualitas dan sosial akan memberikan nilai tertinggi bagi lansia untuk menemukan kebermaknaan dan rasa harga dirinya, dengan banyak berdzikir dan melaksanakan ibadah sehari-hari lansia akan menjadi lebih tenang dalam hidupnya kecemasan akan kematian bisa direduksi. Dengan aktif dalam aktivitas sosial, seperti tergabung dalam paguyuban lansia atau karang werdha akan menjadi ajang bagi mereka untuk saling bertukar pikiran, berbagi pengalaman dan saling memberikan care kegiatan ini akan sangat membantu para lansia untuk mencapai kualitas hidup yang maksimal. Salah satu aktivitas kognitif yang dapat membantu mempertahankan fungsi kognitif otak perempuan lansia adalah dengan seni ketrampilan melukis kerudung. Melukis di atas kain belakangan ini menjadi trend di kalangan para ibu. Pasalnya bukan hanya bisa dijadikan sekadar hiasan, tetapi ternyata bisa dikembangkan sebagai usaha yang memberikan pemasukan yang cukup lumayan bagi para ibu rumah tangga. Bahkan, di beberapa tempat sudah ada yang menjadikan melukis di atas kain sebagai penghasilan utama atau sebagai home industri walau masih kecil-kecilan. 83 Lentera, Jurnal Studi Perempuan Vol. 9. No. 1, Juni 2013 Gambar 2. Kerudung Paris dengan Hiasan Beraneka Corak Lukis Dengan pemberdayaan ini melalui program transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan serta komunitas paguyuban lansia diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan para perempuan lansia agar mandiri, sehat dan berdaya guna sehingga dapat mengurangi atau bahkan tidak menjadi beban bagi keluarga maupun masyarakat. Untuk mengetahui apakah hasil pemberdayaan melalui kedua aktivitas ini yaitu aktivitas kognitif dan aktivitas sosial mampu mengatasi masalah fisik dan psikologi perempuan lansia seperti kepikunan, rasa kesepian, jenuh, dan bosan. Berdasarkan hasil penelitian melalui interaksi dan angket dari respon para peserta pelatihan kerudung lukis yang berjumlah 30 orang tersebut diketahui bahwa sebagian besar peserta menjawab setuju (46,7%) dan sangat setuju (46,7%) bahwa pemateri atau pelatih telah menjelaskan materi dengan baik tentang bagaimana membuat kerudung lukis. Sedangkan hanya 6,6% peserta yang menanggapi bahwa pemateri menjelaskan dengan cara yang biasa saja. Pemateri telah menjelaskan secara rinci bagaimana memilih alat dan bahan kerudung lukis yang baik sehingga dapat menghasilkan kerudung yang sempurna direspon baik dengan jawaban setuju dan sangat setuju oleh 86,9% peserta, hanya 3,3% peserta merespon biasa saja dan tidak setuju tentang pernyataan tersebut. Ada 86,6% yang merespon bahwa pemateri/pelatih mampu menjawab pertanyaan peserta dengan baik, dan ada peserta menjawab biasa saja (6,7%) dan tidak setuju (6,7%) tentang pernyataan tersebut. Sebagian peserta 93,3% merespon bahwa tim pelaksana (panitia) telah dengan sabar membantu mendampingi peserta yang kesulitan selama proses pelatihan dan hanya 6,7% peserta yang menjawab tidak setuju. Seluruh peserta merasa senang dan nyaman dalam mengikuti proses pelatihan pembuatan kerudung lukis. Dan mereka setuju (53,3%)dan sangat setuju (46,7%) bahwa pelatihan pembuatan kerudung lukis ini sebagai alternatif pilihan kegiatan lainnya yang tepat. Hampir seluruh peserta (96,7%) menanggapi bahwa pelatihan pembuatan kerudung lukis ini membantu para perempuan lansia dalam mengatasi masalah fisik seperti kepikunan dan masalah psikologi seperti rasa jenuh, bosan, dan sepi. Dan hampir sebagian peserta (>80%) menanggapi bahwa kegiatan pelatihan ini mudah dilakukan dan mereka merasa mampu membuat sendiri di rumah walaupun tanpa ada pendampingan. Berikut ini tabel yang menunjukkan hasil respon para perempuan lansia setelah menggikuti program kegiatan pelatihan. 84 Lentera, Jurnal Studi Perempuan Vol. 9. No. 1, Juni 2013 Tabel 2. Respon Para Perempuan Lansia terhadap Kegiatan Pelatihan Kerudung Lukis NO URAIAN % SS S BS JML TS STS % 1 Pemateri/pelatih telah menjelaskan materi dengan baik 46,7 46,7 6,6 2 Pemateri/pelatih telah menjelaskan secara detail bagaimana cara memilih alat dan bahan yang tepat untuk melukis kerudung 43,4 50 3,3 3,3 100 3 Pemateri/pelatih mampu menjawab pertanyaan dengan baik 33,3 53,3 6,7 6,7 100 4 Panitia dengan sabar mendampingi para peserta sampai selesai pelatihan 26,7 66,6 6,7 100 5 Peserta mampu mengikuti proses pembuatan kerudung lukis 26,7 56,6 6 Peserta merasa senang dan nyaman megikuti pelatihan kerudung lukis 33,3 66,7 100 7 Kegiatan pelatihan ini merupakan kegiatan alternative pilihan lain yang tepat dengan kondisi peserta 46,7 53,3 100 8 Kegiatan pelatihan ini mampu mengatasi kepikunan (kemunduruan fungsi fisik) dan rasa sepi, jenuh, bosan (kondisi psikologis) bagi para perempuan lansia 50 46,7 3,3 9 Kegiatan pelatihan ini mudah dilakukan bagi peserta 46,7 43,4 3,3 10 Teknik pembuatan kerudung lukis mudah diingat bagi peserta sehingga peserta mampu melakukan sendiri pasca pelatihan 50 50 6,7 100 3,3 6,7 100 100 6,6 100 100 Berdasarkan hasil penilaian dan pendapat dari pemateri/pelatih bahwa kreasi kerudung lukis sebagian peserta menunjukkan hasil yang memuaskan. Peserta mampu memahami setiap penjelasan materi yang disampaikan oleh pelatih dan kemudian mampu mengaplikasikannya dalam praktek langsung membuat kerudung lukis. Sebagian besar peserta mampu mengkombinasikan pilihan warna yang tepat dan menarik sehingga 85 Lentera, Jurnal Studi Perempuan Vol. 9. No. 1, Juni 2013 diperoleh hasil kerudung yang sangat cantik. Begitu pula pada praktek melukis, sebagian peserta tidak canggung dalam menentukan pilihan gambar dan menuangkan pilihan gambar tersebut ke kerudung mereka. Meskipun sebagian besar peserta adalah perempuan lansia, namun mereka terlihat tanggap, serius, dan antusias mengikuti proses pembuatan kerudung lukis. Para peserta juga memberi respon yang baik atas pelaksanaan kegiatan pelatihan ini. Dan mereka berharap ada kegiatan-kegiatan pelatihan lainnya yang dapat memotivasi mereka guna meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Penutup Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa respon peserta menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan lansia merasa senang, dan sangat menikmati suasana selama pelatihan melukis kerudung ini. Pelaksanaan kegiatan ketrampilan kerudung lukis ini mudah diikuti, dilakukan, dan diingat sehingga para peserta merasa nyaman. Perasaan senang, nyaman, saling bertukar pikiran, berbagi pengalaman dan saling memberikan care inilah diharapkan dapat mengatasi rasa jenuh, sepi, dan kebosanan perempuan lansia. Pemberdayaan perempuan lansia dengan aktifitas kognitif melalui kegiatan ketrampilan seni melukis mampu mengatasi masalah kemunduran fisik yang berkaitan dengan mempertahankan fungsi organ fisik kognitif otak. Sebab otak yang sering dilatih dan dirangsang akan semakin berfungsi baik, berbeda jika fungsi otaknya tidak pernah dilatih, maka akan mempercepat lansia mengalami masa dimensi dini (kepikunan). Dengan aktivitas kognitif melalui kegiatan melukis ini dirasakan peserta sebagai alternatif pilihan kegiatan lain yang menarik dan memberi tambahan pengetahuan tentang seni melukis. Pemberdayaan perempuan lansia dengan aktifitas sosial dengan berkumpul bersama melalui paguyuban karang werda dapat mengatasi rasa kesepian, jenuh, dan bosan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Daftar Rujukan Azkiyah Nur Adawiyah. 2011. Perkembangan Fisik dan Kognitif Dewasa Akhir. Badan Pusat Statistik. 2009. “Pedoman Pencacahan Susenas Kor Juli, 2009”. Jakarta. Mohammad, Adib. 2000. Penelitian Lansia di Perkotaan: Tinggal Bersama Keluarga Lebih Nyaman. Maria G. dan Cunha. 2001. Usia Lanjut di Indonesia: Potensi, Masalah, dan Kebutuhan (Suatu Kajian Literatur). Universitas Indonesia Katolik Atma Jaya. Jakarta. Hurlock Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Erlangga: Ciracas, Jakarta. Profil Penduduk Lansia, 2009, Komisi Nasional Lanjut Usia, Jakarta. Santrock W. John. 1995, Life Span development perkembangan masa hidup jilid 2, Erlangga: Jakarta. 86 Lentera, Jurnal Studi Perempuan Vol. 9. No. 1, Juni 2013 Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Sosial, Syamsuddin, 2008, Mencapai Optimum Aging pada Lansia. “Jumlah Penduduk Lansia Meningkat”, (http://www.rand.org/labor/bps/susenas/2007) BPS, Susenas, 2007. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. 87