HUBUNGAN PEMAHAMAN NILAI-NILAI PANCASILA DENGAN KENAKALAN REMAJA DI DUSUN SELOREJO DESA KARANGDIYENG KECAMATAN KUTOREJO KABUPATEN MOJOKERTO ARTIKEL OLEH MUHAMAD MASRURRI NIM 106811402048 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN KEWARGANEGARAAN AGUSTUS 2012 HUBUNGAN PEMAHAMAN NILAI-NILAI PANCASILA DENGAN KENAKALAN REMAJA DI DUSUN SELOREJO DESA KARANGDIYENG KECAMATAN KUTOREJO KABUPATEN MOJOKERTO Muhamad Masrurri Program Studi Pendidikan dan Kewarganegaraan Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang latar belakang mengetahui hubungan pemahaman nilai-nilai Pancasila dengan kenakalan remaja di dusun Selorejo desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo-Mojokerto. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan angket. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah hubungan pemahaman nilai-nilai Pancasila dengan kenakalan remaja yang mencapai 70,73%. Untuk itu pemerintah pusat maupun daerah melakukan pemberdayan nilai-nilai Pancasila lewat memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum kembali. Supaya nilai-nilai Pancasila terserap mulai sejak dini kenakalan remaja. Kata kunci: Nilai-nilai Pancasila, Pancasila Margono (2002:65) mengatakan bahwa nilai adalah apa yang dianggap bernilai atau berharga yang menjadi landasan, pedoman, dan semangat seseorang dalam melakukan sesuatu. Sofa (2008) mengemukakan,stilah moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata moral yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebasaan, adat. Rumusan arti kata moral adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sesuatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Margono (2002:66), berpendapat bahwa moral itu berkaitan dengan penilaian baik buruk menurut ukuran manusia yang berlandaskan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat manusia dan yang menjunjung tinggi oleh masyarakat manusia pula. Jadi nilai-nilai moral yang terkandung dalam Pancasila adalah bagian inti kebudayaan nasional Indonesia. Moral Pancasila bukanlah semata-mata suatu bagian di samping bagian-bagin lain kebudayaan kita, melainkan bagian inti dan jiwanya. Moral Pancasila mengarahkan kebudayaan kita pada tujuan dan memberikan dimensi manusiawi. Menurut Hamimnova (2010), deskripsi nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa terdapat 18 nilai yaitu:1.religius, 2.jujur, 3. toleransi, 4. disiplin, 5. kerja keras, 6. kreatif, 7. mandiri, 8. demokratis,9. rasa ingin tahu, 10. semangat kebangsaan, 11. cinta tanah air, 12. menghargai prestasi, 13. bersahabat atau komuniktif, 14. cinta damai, 15. gemar membaca, 16. peduli lingkungan, 17. peduli sosial, 18. tanggung-jawab. Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Menjalankan apa yang diperintah dan menjauhi apa yang dilarang. Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Dengan melakukan kejujuran hidup seakan tidak ada beban dan juga bamyak yang menyukai kita. Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Dengan toleransi mungkin tidak terjadi peerpecahan baik suku, ras, agama, dan golongan. Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Dengan hidup disiplin, hidup terasa teratur dan tidak tergesa-gesa dalam menjalankan aktifitas. Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai habatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Kerja keras merupakan salah satu alat untuk menghadapi tantangan. Sehingga kita tidak mudah putus asa. Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari apa yang telah dimiliki. Kreatif juga dapat memunjulkan ide-ide kita dan mudak mencari pekerjaan bahakan uang. Mandiri adalah sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.dengan sikap mandiri kita akan nterlatih lebih kreatif dalam melakukan pekerjaan. Demokratis adalah cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Dimana demokrasi berisikan kebebasan tapi di dalam kebebasan tersebut terdapat hak dan kewajiban. Sehingga tidak sebasbebasnya, tapi ada batasannya. Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Karena manusia diberi akal atau pikiran, nafsu, hati nurani sehingga manusia merasa kurang puas. Semangat kebangsa adalah cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Misalnya ikut dalam kerja bakti untuk membersihkan selkan meskipun kita ada keperluan yang tidak penting. Cinta tanah air adalah cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya. Cinta tanah air juga bisa dikatan rasa nasionalisme. Misalnya, cinta produk dalam negeri. Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain. Bersahabat atau komuniktif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain. Dengan komunikasi kita dapat menjalin kerjasama denga siapapun. Cinta damai adalah sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Dunia serasa indah dengan adanya kedamain dan tiak ada perusakan. Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. Dengan membaca kita bisa memprediksi dan juga menambah wawasan. Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Dengan kita peduli terhadap lingkungan maka kita juga akan di hormati dengan alam atau lingkungan. Tidak terjadi banyak benca alam. Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Karena anusia adalah makhluk sosial , dimana kita saling membutuhkan satu sama lain. Tanggung-jawab adalah sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME. Dari 18 nilai diatas dapat disimpulkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah jabaran dari kandungan nilai-nilai Pancasila. Moedjanto (Wahana, 1993:76), berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila memuat suatu daya tarik bagi manusia untuk diwujudkan, mengandung sutu keharusan untuk dilaksanakan. Niali-nilai merupakan cita-cita yang menjadi motifasi sebagai segala sikap. Tingkah laku dan perbuatan manusia yang mendukungnya, karena bagi pendiri negara telah menggali, menemukan, melihat begitu pentingnya nilai-nilai Pancasila. Maka mereka berharap agar seluruh bangsa Indonesia yang telah memiliki kebebasan untuk menentukan tujuan hidupnya dan mendukung terwujudnya niali-nilai Pancasila. Sehingga nilai-nilai tersebut memberikan daya tarik. Nilai-nilai tersebut perlu di munculkan dalam suatu rumus yang jelas tujuan hidupnya bersama bangsa Indonesia. Nilai-nilai terebut secara formal telah dirumuskan dan ditetapkan dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 dan secara tegas menjadi tujuan ideal bagi bangsa Indonesia. Secara formal nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai yang harus diterima, didukung serta dihargai oleh seluruh bangsa Indonesia dan nilai-nilai Pancasila yang menjiwai harapan serta damban bagi bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila akan memberikan daya tarik bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan dalam sikap dan tindakan hidup sehari-hari. Menurut Kartono (2008:6) kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologi sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Menurut Daradjat (1972:111) Orang mengatakan apakah seorang anak itu dikatan nakal atau tidak berbeda-beda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa anak yang keras kepala, tidak patuh dengan orang tua, sering bertengkar atau berkelahi, suka menyakiti dan mengganggu orang lain, mencuri, melakukan hal-hal yang terlarang, malas sekolah, tidak mau belajar dan sebagainya adalah nakal. Menurut Sudarsono (2004:343) berpendapat perbuatan anak remaja yang bersifat asusila, yakni durhaka kepada orang tua, sesaudara saling bertengkar atau bermusuhan. Disamping itu dapat dikayakan kenakalan remaja, jika perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma agama yang dianutnya, misalnya remaja muslim enggan berpuasa, padahal sudah baliqh. Menurut Katini Kartono (1981: 167) berpendapat definisi moral adalah kondisi individu yang hidupnya delinquent ( nakal, jahat), selalu melakukan kejahatan, dan bertingkah laku a sosial atau anti sosial: tanpa adanya penyimpangan atau gangguan organis pada fungsi inteleknya, namun inteleknya tidak berfungsi, hingga terjadi kebekuan moral yang khronis. Tingkah lakunya selalu salah dan jahat misalnya: melakukan kekerasan, melanggar hukum, kejahatan. Menurut kartini Kartono (2002:109) kenakalan remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Menurut Spranger ( 2001:85) berpendapat macam roh di beadakan 2 macam: subjektive geist, objektif geist. Subjektive Geist ( roh individu) adalah roh yang terdapat pada manusia masing-masing. Roh individu ini bertujuan untuk mencapai atau menjelmakan nilai-nilai tertentu, kerena itu juga hanya dapat dipahami dengan jalan memahami sistem nilai-nilai itu. objektif geist ( roh obyektif atau kebudayaan ) adalah roh seuruh umat manusia, yang dalam hakekatnya merupakan kebudayaan yang telah menjelma dan berkembang selama berabad-abad bersama-sama manusia-manusia individual. Menurut Sudarsono (2004:165) mengatakan perikehidupan lingkungan anak delequen memiliki peranan penting di dalam uapaya resosialisasi, sebab secara individual anak delequen dihadapkan kepada ide-ide dan nilai-nilai baru yang terencana secara edukatif. Lebih-lebih untuk menjadi siswa atau anggota masyarakat dalam arti yang lebih luas. Keteladanan yang secara baik perlu diciptakan sedemikian rupa dengan maksud agar anak-anak delequent memiliki kepribadian yang mantap untuk hidup bermasyarakat, misalnya gotong-royong, selalu cendrung melakukan perbuatan yang baik-baik. Sedangkan menurut Bertens (2002:29) setiap masyarakat mengenal nilai-nilai dan norma-norma. Dalam masyarakat yang homogen dan agak tertutup masyarakat tradisional, katakanlah nilai-nilai dan norma-norma itu praktis tidak pernah dipersoalkan. Dalam keadaan seperti itu secara otomatis orang menerima nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku. Individu yang ada di masyarakat tradisional itu tidak berpikir lebih jauh. Tapi nilai-nilai yang ada di masyarakat tradisional pada umumnya tinggal implisit saja, setiap saat bisa eksplisit. Terutama bila nilai-nilai itu ditantang atau dilanggar karena perkembangan baru, kita melihat bahwa nilai-nilai yang terpendam dalam hidup kita, dengan agak mendadak tampil ke permukaan. Banyak nilai-nilai dan norma-norma berasal dari agama. Tidak bisa diragugan, agama merupakan salah satu sumber nilai yang paling penting. Menurut Zakiah Darajat (Sudarsono, 1990:160), secara teoritis nilai-nilai lihir religius seperti: keadilan, kebaikan, kebeneran dan kejujuran tersebut sesuai denga napas ajara setiap agama wahyu maupun agama lainnya. Melalui media pendidikan yang sebaik-baiknya, nilainilai luhur tadi mudahtertanam dalam jiwa anak remaja dan kemudian dapat dijadikan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan melakukan dan melaksanakan nilai- nilai luhur tadi akan berpengaruh positif bagi pembentukan mentl anak remaja sehinggahati nurani mereka menjadi kuat, demikian pula yang terjadi pada anak delequent. Jika hati nurani itu kuat, maka unsur-unsur pengontroldalam diri mereka penuh degan sifat-sifat terpuji baik secara vertical maupun secara horizontal. Dengan demikian akibat yang lebih jauhmereka tidak akan mudah terperosok ke dalam perbuatan yang melanggar hukum, social, susila dan agama. Jika proses pembinan anak remaja khususnya anak-anak delequent berjaan dengan baik maka diharapkan mreka menjadi individu bermental sehat. Anak remaja yang memiliki ”kesehatan mental” dapat dipastikan mereka sanggup menjadi anggota masyarakat tanpa perbuatanperbuatan yang merugikan dan meresahka masyarakat. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel-variabel yang menjadi kajian dalam penelitian ini. Penelitian korelasional menurut Sanapiah Faizal (Sanapiah Faizal, 1982 : 295), adalah : Korelasi adalah hubungan dua atau lebih variable yang berpasangan, hubungan antara dua perangkat data atau lebih. Derajat hubungannya bias diukur dan digambarkan dengan koefisien korelasi, yang dikenali lewat lambing huruf Yunani rho ( r ), lambang r maupun lambang lainnya, tergantung pada asumsi tertentu yang lain mengenai distribusi data dan cara dalam menghitung koefisiennya. Variable bebas dipadukan dengan variable terikat untuk mendapatkan ada tidaknya hubungan antara variable tersebut. Kalaupun ada hubungan antara variabel tersebut akan dicari seberapa besar hubungan tersebut dengan menggunakan teknik korelasi product moment. Berdasarkan rancangan penelitian ini, dapat digambarkan sebagai berikut: Variabel Bebas Hubungan X Variable Terikat Y Keterangan: Variabel X : Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila Variabel Y : Kenakalan Remaja di Dusun Selorejo Desa Karangdiyeng Kecamatan Kutorejo Kabupaten Mojokerto Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Menurut Arikunto (2006:118) di dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang dijadikan sebagai acuan dalam pengamatan, guna memperoleh data dan kesimpulan empiris mengenai korelasi pemahaman nilai-nilai pancasila sebagai pandangan hidup terhadap kenakalan remaja di desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo kabupaten Mojokerto, yaitu: 1. Variabel bebas (Variabel Independen), yaitu variabel yang dapat memberikan pengaruh terhadap variabel lain, yaitu pemahaman nilai-nilai Pancasila (variabel X) 2. Variabel terikat (Variabel Dependen), yaitu variabel yang yang dipengaruhi oleh variabel bebas, yaitu kenakalan remaja di desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo kabupaten Mojokerto (variabel Y). Tempat Penelitian: Sesuai dengan judul skripsi ini maka penelitian akan dilakukan di lokasi desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo kabupaten Mojokerto. Waktu Penelitian: Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal November 2010 Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam peneletian ini adalah angket. Angket yaitu sejumlah pertanyaan tetulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang sesuatu yang akan diteliti. Yang diteliti adalah pemahaman nilai-nilai Pancasila dengan kenakalan remaja di desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo kabupaten Mojokerto, dengan kenakalan asusila dan kenakalan asosial remaja dengan menyediakan alternatif jawaban dan yang terpilih hanya diminta untuk diberi tanda silang. Secara umum angket digunakan untuk mengungkap data yang berkaitan dengan data pribadi responden, pendapat atau informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian. Angket dibuat anonim sehingga responden bebas jujur dan tidak malu-malu menjawabnya. Untuk menganalisa setiap variabel yang digunakan penulis menggunakan teknik analisa secara deskriptif dengan menggunakan rumus prosentase sebagai berikut: P= F X 100% N Keterangan: P = Prosentase F = Frekuensi Jawaban Responden N = Jumlah Responden 2. Kemudian untuk menggolongkan (mengklasifikasikan) hubungan pemahaman nilai-nilai Pancasila terhadap kenakalan remaja di desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo kabupaten Mojokerto, penulis membuat kriteria penggolongannya yang didasarkan atas skor akhir angket yang diperoleh masing-masing anak, yaitu sebagai berikut: Skor nilai pilihan A = 20 x 4 = 80 ( tinggi) Skor nilai pilihan B = 20 x 3 = 60 (cukup) Skor nilai pilihan C = 20 x 2 = 40 (rendah) Skor nilai pilihan D = 20 x 1 = 20 (sangat rendah) Skor Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila Tabel Posisi Perolehan Skor Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila Keterangan 61-80 I Tinggi 41-60 II III Cukup 21-40 Rendah IV ≤ 20 Sangat Rendah Skor nilai pilihan A = 20 x 4 = 80 ( tinggi) Skor nilai pilihan B = 20 x 3 = 60 (cukup) Skor nilai pilihan C = 20 x 2 = 40 (rendah) Skor nilai pilihan D = 20 x 1 = 20 (sangat rendah) Skor Kenakalan Remaja Tabel Perolehan Skor Posisi Kenakalan Remaja Keterangan 61-80 I Tinggi 41-60 II Cukup 21-40 III Rendah ≤ 20 IV Sangat Rendah Teknik analisa korelasional adalah teknik analisa statistik mengenai hubungan antara dua variabel. Adapun rumus yang digunakan untuk mengolah data tersebut adalah rumus product moment. Rumus tersebut adalah sebagai berikut: rxy = {N N . S XY .S X 2 - (S X - S X .S Y ) 2 }× {N .S Y 2 - (S Y )2 } Keterangan: rxy : Angka indeks korelasi “r” product moment N : Number Of Cases SX SY : Jumlah keseluruhan skor X : Jumlah keseluruhan skor Y S XY : Jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y Interpretasi menggunakan skor “r” yaitu df= N- nr hasilnya dikonsultasikan pada tabel skor “r” product moment dari person untuk taraf df signifikansi 5 % Setelah diperoleh angka indeks korelasi “r” product moment maka dilakukan interpretasi secara sederhana yaitu dengan mencocokkan hasil penelitian dengan angka indeks korelasi “r” product moment Setelah ini hasilnya dicocokkan dengan tabel skor koefisien korelasi “r” product moment baik pada taraf signifikansi 5% ataupun pada taraf 1%, kemudian dibuat kesimpulan apakah terdapat korelasi positif yang signifikan atau tidak. Untuk lebih memudahkan pemberian interpretasi angka indeks korelasi “r” product moment, prosedurnya adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan Hipotesa Alternatif (Ha) dan Hipotesa Skor (Ho) 2. Menguji kebenaran hipotesa yang telah diajukan, dengan cara membandingkan besarnya “r” product moment dengan “r” yang tercantum dalam Nr = Banyaknya variabel yang dikorelasikan Untuk mencari kontribusi variabel X terdapat variabel Y penulis menggunakan rumus sebagai berikut: KD = r2 x 100% Keterangan: KD = Kontribusi variabel X terhadap variabel Y r2 = Koefisien korelasi antara variabel X terhadap variabel Y HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Dusun Selorejo Desa KarangDiyeng Kecamatan Kotorejo Kabupatem Mojokerto Dari hasil penelitian diproleh data sebagai berikut: dusun Selorejo desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo kota administratif Mojosari kabupaten Mojokerto propinsi Mojokerto luas desa 361.480 Ha. Bebatasan dengan sebelah sebelah Utara desa Kepuhpandak, sebelah timur desa Gedangan, sebelah selatan desa Kutorejo, sebelah barat desa Sawo. Dengan ketianggian tanah dari permukaan laut 120 m, banyaknya curah hujan 1510 mm/Tahun, berada pada dataran rendah, suhu rata-rata 28ºC. Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan 4 Km, jarak dari pusat pemerintahan kota administrasi 10 Km, jarak dari ibukota kabupaten 18 Km, jarak dari ibukota propinsi 50 Km, jarak dari ibukota Negara 150 Km. Jumlah penduduk dalam data monografi desa Karangdiyeng pada tahun 2010 tercatat sebagaimana table berikut berikut :(a) jenis kelamin: perempuan 49% dan laki-laki 51%. (b) Kepala keluarga 1269. (c) Kewarganegaraan 100% warga Negara Indonesia (WNI). (d) Jumlah Penduduk Menurut Agama/Penghayat Terhadap Tuhan Yang Maha Esa:agama islam 98% dan agama Kristen 2%. (e) Jumlah Penduduk Menurut Usia: 1) kelompok pendidikan: usia 00 –03 tahun 2%, usia 04-06 tahun 4%, usia 07-12 tahun 7%, usia13-15 tahun 6%, usia16-18 tahun 13%, usia19- keatas sebagai penganguran 68%. 2) Kelompok Tenaga Kerja: usia 10-14 tahun 17%, usia 15-19 tahun 28%, usia 20-26 tahun 23%, usia 27-40 tahun 15%, usia 41-56 tahun 10%,usia 57-keatas 7%. (f) Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan: 1) lulusan pendidikan umum: Taman Kanak-Kanak 7%, Sekolah Dasar 28%, SMP/SLTP 30%, SMA/SLTA 13%, Akademi/D1-D3 5%, Sarjana/S1-S3 8%. 2) lulusan pendidikan khusus: Pondok Pesantren 3%, Madrasah 6%. (g) Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian: Pegawai Negeri Sipil 2%, ABRI 0.1%, Swasta 43%, Wiraswasta / Pedagang 6%, Tani 38%, Pertukangan 0.8%, jasa 1%, Pensiunan 1%, Nelayan 0, Pemulung 0.1%, Buruh Tani 8%. Data kuantitatif yang berkaitan dengan variabel pemahaman nilainilai Pancasila diperoleh dari penyebaran angket kenakalan remaja (tersaji dalam terlampir). Data yang diperoleh dikorelasikan dengan data variabel hubungan pemahaman nilai-nilai Pancasila dengan kenakalan remaja di dusun Selorejo desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo kabupaten Mojokerto. Pada tabel 4.6 dijelaskan bahwa pemahaman nilai-nilai Pancasila berada pada interval 61-80 sebanyak 15 (44,1%) berada pada interval yang tinggi berarti tingkat pemahaman nilai-nilai Pancasila tinggi, pada interval 41-60 sebanyak 19 (55,9%) berada pada interval yang cukup berarti tingkat pemahaman nilai-nilai Pancasila cukup, pada interval 21-40 sebanyak 0 (0%) berada pada interval yang rendah dan pada interval dibawah 20 sebanyak 0 (0%). Dijelaskan bahwa kenakalan remaja di dusun selorejo desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo kabupaten Mojokerto berada pada interval tinggi yakni antara 61-80 sebanyak 28 (82.35%) tinggi, pada interval 41-60 sebanyak 6 (17,65%) berada pada interval yang cukup berarti tingkat kenakalan remaja cukup, pada interval 21-40 sebanyak 0 (0%) berada pada interval yang rendah, dan pada interval sangat rendah 20 sebanyak 0 (0%). Modus dalam analisa ini menujukkan 28 (82.35%) responden pada interval tinggi 61-80 sehingga angka tersebut dapat dijadikan dasar dalam menarik kesimpulan. Karena sebagian besar angket yang digunakan dalam meneliti tentang kenakalan remaja adalah angket negatif maka semakin tinggi nilai yang diperoleh maka semakin rendah kenakalan remaja, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahwa kenakalan remaja di dusun selorejo desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo kabupaten Mojokerto sangat rendah. Untuk mengukur reliabilitas instrumen penelitian digunakan rumus Cronbach`s Alpha dari indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini. Apabila nilai yang diperoleh antara 0,600 hingga 1 maka instrumen penelitian dikatakan reliabel dan sebaliknya apabila nilai yang diperoleh kurang dari 0,600 maka instrumen penelitian tidak reliabel. Dalam penelitian ini pengolahan data menggunakan program SPSS 15.0, dari pengolahan item-item tersebut didapatkan nilai sebesar 0,975 untuk variabel X, dan nilai 0,976 untuk variabel Y. Nilai ini berada antara 0,600-1 maka angket penelitian ini dapat dikatakan reliabel. Berdasarkan hasil análisis korelasi pada tabel 4.12 di atas dapat diketahui bahwa r hitung sebesar 0.841 dan nilai signifikan sebesar 0.000, dalam kaidah pengambilan keputusan dinyatakan jika probesitasnya lebih besar dari 0,05 (p >0.05) dan r hitung lebih kecil dari r tabel (r-hitung< r tabel) maka hipotesis alternativ (Ha) ditolak. Sedangkan probalitasnya lebih kecil dari 0.05 dan r hitung lebih besar dari r tabel (r-hitung>r tabel), maka hipotesis alternativ (Ha) di terima. Jadi kesimpulannya besarnya hubungan antara pemahaman nilai-nilai Pancasila dengan kenakalan remaja adalah sebesar 70,73% dan 29,27 % dipengaruhi faktor lainnya. Sedangkan pada hipotesis diasumsikan bahwa pemahaman nilai-nilai Pancasila dengan kenakalan remaja dibawah 50%, padahal data yang diperolah menunjukkan bahwa pemahaman nilai-nilai Pancasila dengan kenakalan remaja sebesar 70,73% hal ini berarti Ho ditolak. Pemahaman Remaja Di Dusun Selorejo Desa Karangdiyeng Kecamatan Kutorejo Kabupaten Mojokerto Terhadap Nilai-nilai Pancasila Moedjanto (Wahana, 1993:76), berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila memuat suatu daya tarik bagi manusia untuk diwujudkan, mengandung suatu keharusan untuk dilaksanakan. Nilai-nilai merupakan cita-cita yang menjadi motifasi sebagai segala sikap. Tingkah laku dan perbuatan manusia yang mendukungnya, karena bagi pendiri negara telah menggali, menemukan, melihat begitu pentingnya nilai-nilai Pancasila. Maka mereka berharap agar seluruh bangsa Indonesia yang telah memiliki kebebasan untuk menentukan tujuan hidupnya dan mendukung terwujudnya nilai-nilai Pancasila. Sehingga nilai-nilai tersebut memberikan daya tarik. Nilai-nilai tersebut perlu di munculkan dalam suatu rumus yang jelas tujuan hidupnya bersama bangsa Indonesia. Nilai-nilai terebut secara formal telah dirumuskan dan ditetapkan dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 dan secara tegas menjadi tujuan ideal bagi bangsa Indonesia. Secara formal nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai yang harus diterima, didukung serta dihargai oleh seluruh bangsa Indonesia dan nilai-nilai Pancasila yang menjiwai harapan serta damban bagi bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila akan memberikan daya tarik bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan dalam sikap dan tindakan hidup sehari-hari. Berdasarkan penelitian yang telah dilukan diketahui bahwa pemahaman nilai-nilai Pancasila berada pada interval 61-80 sebanyak 15 (44,1%) berada pada interval yang sangat tinggi, pada interval 41-60 sebanyak 19 (55,9%) berada pada interval yang tinggi, pada interval 21-40 sebanyak 0 (0%) berada pada interval yang cukup/sedang dan pada interval dibawah 20 sebanyak 0 (0%). Hasil penelitian ini juga di kemukakan Sudarsono (2004:165) mengatakan perikehidupan lingkungan anak delequen memiliki peranan penting di dalam upaya resosialisasi, sebab secara individual anak delequen dihadapkan kepada ide-ide dan nilai-nilai baru yang terencana secara edukatif. Lebih-lebih untuk menjadi remaja atau anggota masyarakat dalam arti yang lebih luas. Keteladanan yang secara baik perlu diciptakan sedemikian rupa dengan maksud agar anak-anak delequen memiliki kepribadian yang mantap untuk hidup bermasyarakat, misalnya gotongroyong, selalu cendrung melakukan perbuatan yang baik-baik. Tingkat Kenakalan Remaja Di Dusun Selorejo Desa Karangdiyeng Kecamatan Kutorejo Kabupaten Mojokerto Perasaan moral atau susila adalah persaan yang kita alami pada penghayatan benar atau baik dan salah atau jahat. Kadar ukuran untuk merasakannya ialah hati nurani daconscience. Perbuatan baik akan memberikan rasa senang dan bahagia, sedangkan perbuatan jahat menimbulkan rasa bersalah, bedosa atau penyesalan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa kenakalan remaja di dusun selorejo desa karangdiyeng kecamatan kutorejo kabupaten mojokerto berada pada interval 31-40 sebanyak 28 (82.35%) sangat tinggi, pada interval 21-30 sebanyak 6 (17,65%) berada pada interval yang tinggi, pada interval 11-20 sebanyak 0 (0%) berada pada interval yang sedang/cukup, dan pada interval rendah 10 sebanyak 0 (0%). Modus dalam analisa ini menujukkan 28 (82.35%) responden pada interval tinggi 61-80 sehingga angka tersebut dapat dijadikan dasar dalam menarik kesimpulan. Karena sebagian besar angket yang digunakan dalam meneliti tentang kenakalan remaja adalah angket negatif maka semakin tinggi nilai yang diperoleh maka semakin rendah kenakalan remaja, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahwa kenakalan remaja di dusun selorejo desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo kabupaten Mojokerto sangat rendah. Sedangkan menurut Kartini Kartono ( 1996:93) mengatakan perasaan moral atau susila adalah yang kita alami pada penghayatan benar atau baik dan salah atau jahat. Kadar untuk merasakannya ialah : hati nurani, perbuatan baik akan memberikan rasa senang bahagia, sedangkan perbuatan jahat menimbulkan rasa bersalah, berdosa dan penyesalan. Menurut Daradjat (1972:111) Orang mengatakan apakah seorang anak itu dikatan nakal atau tidak berbeda-beda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa anak yang keras kepala, tidak patuh engan orang tua, sering bertengkar atau berkelahi, suka menyakiti dan mengganggu orang lain, mencuri, melakukan hal-hal yang terlarang, malas sekolah, tidak mau belajar dan sebagainya adalah nakal. Kenakalan remaja terdapat dalam setiap masyarakat, hanya yang berbeda adalah berapa besar tingkat kenakalan remaja itu di kalangan remaja itu sendiri. Di Negara kita persoalan ini diduga sangat menarik perhatian, kita mendengar remaja belasan tahun berbuat jahat, mengganggu kepentingan masyarakat tidak menghormati orang tua dan guru. Mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang cukup mengganggu ketentraman umum. Misalnya: merokok, ngebut-ngebutan, berkelahi, minum-minuman keras, main wanita dan sebagainya. Terjadinya kenakalan remaja dan lunturnya rasa hormat. Hubungan Pemahaman Remaja Terhadap Nilai-nilai Pancasila Dengan Kenakalan Remaja di Dusun Selorejo Desa Karangdiyeng Kecamatan Kutorejo Kabupaten Mojokerto Berdasarkan hasil análisis korelasi pada tabel di atas dapat diketahui bahwa r hitung sebesar 0.834 dan nilai signifikan sebesar 0.000, dalam kaidah pengambilan keputusan dinyatakan jika probesitasnya lebih besar dari 0,05 (p >0.05) dan r hitung lebih kecil dari r tabel (r-hitung< r tabel) maka hipotesis alternativ (Ha) ditolak. Sedangkan probalitasnya lebih kecil dari 0.05 dan r hitung lebih besar dari r tabel (rhitung>r tabel), maka hipotesis alternativ (Ha) di terima. Jadi kesimpulan besarnya hubungan antara pemahaman nilai-nilai Pancasila dengan kenakalan remaja adalah sebesar 70.73% dan 29.27% dipengaruhui faktor lainnya. Sedangkan pada hipotesis diasumsikan bahwa pemahaman nilai-nilai Pancasila dengan kenakalan remaja dibawah 50%, padahal data yang diperoleh menunjukkan bahwa pemahaman nilai-nilai Pancasila dengan kenalan remaja sebesar 70.73%. Hal ini berati Ho ditolak. Seperti yang di kemukakan oleh Bertens (2002:29). Setiap masyarakat mengenal nilai-nilai dan norma-norma etis. Dalam masyarakat yang homogen dan agak tertutup atau masyarakat tradisonal. Katakanlah nilai-nilai dan norma-norma itu praktis dan tidak pernah dipersoalkan. Dalam keadaan seperti itu secara otomatis orang menerima nilai dan norma yang berlaku. Individu-individu dalam masyarakat itu tidak berfikir lebih jauh. Tapi nilai-nilai dan norma etis yang dalam masyarakat tradisional umunya tinggal emplisit saja, setiap saat bisa menjadi eksplisit. Terutama nilai-nilai itu ditentang atau norma-norma itu dilanggar karena perkembangan baru, kita melihat bahwa nilai atau norma yang tadinya terpendam dalam hidup tuli, dengan agak mendadak tampil kepermukaan. Banyak nilai dan norma etis berasal dari agama. Tidak diragukan, agama merupakan salah satu sumber nilai dan norma yang paling penting. Oleh sebab itu, agama berada paling tinggi dalam Pancasila. Jadi kesimpulannya dilihat dari hasil penelitian dan teori-teori terjadi hubungan antara hubungan antara pemahaman remaja terhadap nilai-nilai Pancasila dengan kenakalan asusila remaja di dusun Selorejo desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo kabupaten Mojokerto. PENUTUP KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah disajikan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini peneliti mengambil kesimpulan tentang hubungan pemahaman remaja terhadap nilai-nilai Pancasila dengan kenakalan remaja di dusun Selorejo desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo kabupaten Mojokerto, sebagai berikut: Pemahaman remaja di dusun Selorejo desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo kabupaten Mojokerto terhadap nilai-nilai Pancasila pada tinggkat tinggi. Sebagian besar angket yang digunakan dalam meneliti tentang kenakalan remaja adalah angket negatif maka semakin tinggi nilai yang diperoleh maka semakin rendah kenakalan remaja, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahwa kenakalan remaja di dusun selorejo desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo kabupaten Mojokerto sangat rendah. Hubungan pemahaman remaja terhadap nilai-nilai Pancasila dengan kenakalan remaja di dusun Selorejo desa Karangdiyeng kecamatan Kutorejo kabupaten Mojokerto berpengaruh positif dan signifikan. SARAN Untuk menurunkan tingkat kenakalan remaja maka lingkungan masyarakat sekitar memberikan perhatian yang lebih pada remaja yang masih mencari jati diri dengan membuat banyak kegiatan yang bersifat positif seperti: pengajian, kegiatan kesenian dan keterampilan. Ditujukan kepada orang tua. Jika ingin remaja kenakalannya berkurang harus lebih memperhatikan tingkah laku remaja dan menunjukkan contoh sikap yang baik. Ditujukan kepada peneliti yang tertarik untuk melanjutkan penelitian ini. Jika ingin melanjutkan penelitian ini, bisa mencoba melakukan penelitian di tempat dan populasi yang berbeda. Perbedaan ini bisa digunakan sebagai perbandingan hubungan pemahaman nilai-nilai Pancasila terhadap kenakalan remaja. Selain meneliti pemahaman nilai-nilai Pancasila terhadap kenakalan remaja penelitian selanjutnya bisa menggunakan atau menambah variabel lain di luar variabel ini misalnya norma agama, norma kesusilaan, norma hukum dan norma kesopanan. Sehingga penelitian selanjutnya bisa lebih berkembang dan variatif. DAFTAR RUJUKAN Abdulsyani. 1987. Sosiologi Kriminalitas. Bandung: CV Remadja karya Bakry, Noor, MS. 2001. Orientasi Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Liberty Bungin, Burhan, 2009, Metodologi Penelitian Kuantitatfi,cet. Ke-4 Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Elisabeth B. Hurlock.1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Airlangga. Kartini kartono.1981. Gangguan-Gangguan Psikhis. Bandung: Sinar Baru. 1981 Kartini kartono. 1996. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju. Kartini kartono.2002. Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. K. Bertens.2002. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Ninik Widiyanti dan Pandji Anoraga.1987. Perkembangan Kejahatan Dan Masalahnya. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Paulus, wahana.1993. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Kanisius Roucek, Joseph S dan roland L. walerren.1984. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Bina Aksara Solomon, Robert C. 1987. Etika Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga Sudarsono.2004. Kenakalan Remaja. Jakarta :PT Rineka Cipta 2004 Sumadisuryabrata. 2001. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sunoto. 2003. Mengenal Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Hanindita Grahawidya Willis, Sofyan S. 2005. Remaja Dan Masalahnya, Mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja Seperti Narkoba, Free Sex Dan Pemecahannya. Bandung: CV Alfabeta.