POLA KOMUNIKASI ANTARPRIBADI NONVERBAL PENYANDANG TUNA RUNGU (STUDI KASUS DI YAYASAN TUNA RUNGU SEHJIRA DEAF FOUNDATION JOGLO-KEMBANGAN JAKARTA BARAT) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: HAMIDAH NIM: 1110051000054 JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Srta satu (SI) di Uinversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ndi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil Plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, makka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 06 Mei 2014 Hamidah ABSTRAK Hamidah Pola Komunikasi Antarpribadi Nonverbal Penyandang Tuna rungu (Studi Kasus Di Yayasan Tuna Rungu Sehjira Deaf Foundation) Joglo Kembangan Jakarta-Barat Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Oleh karena itu manusia dalam hidupnya tidak akan pernah terlepas dari komunikasi. Salah satu bentuk komunikasi yakni komunikasi antarpribadi nonverbal yang digunakan dalam sebuah lingkup seseorang yang mengalami keterbatasan fisik seperti tunarungu dalam menggunakan komunikasi nonverbal. Adapun pertanyaan mayornya adalah bagaimana pola komunikasi antarpribadi tunarungu di yayasan tuna rungu dalam Meaning, Language dan thought untuk tuna rungu ringan dan tuna rungu berat? Pertanyaan minornya Apa faktor pendukung dan penghambat dalam komunikasi bagi penyandang tunarungu di yayasan Sehjira Deaf Foundation dari segi intelegensi, bahasa dan bicara emosi dan sosial? Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian studi kasus, yakni metode penelitian yang menggunakan sumber data dengan sebanyak mungkin agar dapat digunakan untuk meneliti, menguraikan serta menjelaskan bagaimana aspek dari individu, kelompok atau peristiwa secara sistematis. Studi kasus ini menggunakan tipe deskriptif dengan cara ini peneliti berlandaskan pada teori dan kerangka konseptual sehingga peneliti dapat menghasilkan suatu analisis yang terkonsep melalui teori dengan studi kasus tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori interaksionisme simbolik George Herbert Mead, yang memandang cara bagaimana seseorang dapat tergerak dan bertindak berdasarkan makna yang diberikan kepada orang lain, serta makna tercipta karena adanya bahasa dan interaksi yang dilakukan. Penelitian ini menemukan bahwa proses komunikasi antarpribadi nonverbal bagi penyandang tuna rungu ringan menggunakan kinesik dan vokalik, yakni dimana bahasa tubuh digunakan untuk interaksi dan difungsikan sebagai repetisi atau pengulangan dari tindakan verbal. Sedangkan penyandang tuna rungu berat menggunakan kinesik dan ruang dalam melakukan komunikasi mereka sebab tuna rungu berat lebih membutuhkan jarak dalam berkomunikasi. Dan bahasa nonverbal yang difungsikan bagi penyandang tuna rungu berat sebagai subtitusi atau bahasa nonverbal dipergunakan untuk mengganti bahasa verbal yang ada. Penyandang tuna rungu mempunyai faktor penghambat dalam proses komunikasi yakni dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, serta emosi dan sosial. Serta gangguan semantik dan noice yang menjadi penghambat dalam proses komunikasi. Bahasa nonverbal menjadi salah satu komunikasi yang efektif bagi mereka. Karena menjadi salah satu alat bantu mereka dalam melakukan komunikasi. Peneliti juga menemukan pola komunikasi interaksionisme simbolik pada tuna rungu ringan dan berat dalam memaknai dirinya sebagai I, self dan other inklusif bagi kalangan tuna rungu, karena mereka berkomunikasi hanya pada sesama tuna rungu, tidak banyak melakukan interaksi dengan masyarakat luas. Tuna rungu ringan dan berat menggunakan bahasa isyarat SIBI dibandingkan BISINDO. Keyword: Komunikasi, Antarpribadi nonverbal, Kinesik, Ruang,Repetisi, Subtitusi. i KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang senantiasa menuntun kita ke jalan yang diridhai Allah SWT. Penulis menyadari tanpa bimbingan, bantuan, dan saran serta dukungan dari semua pihak, tidak mungkin skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Maka haturan terimakasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak sebagai berikut: 1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. H. Arief Subhan M.A. Bapak Suparto Ph,D. M.Ed selaku Wakil Dekan Bidang Akademik. Bapak Drs. Jumroni M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Bapak Dr. Sunandar, M.Ag selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama 2. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah memberikan ilmu yang tak ternilai, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Rachmat Baihaky, M.A dan Umi Musyarrofah, M.A selaku Ketua Prodi dan Sekertaris Prodi Komunikasi Penyiaran Islam. 4. Ibu Fita Fathurokhmah M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan meluangkan waktunya di tengah-tengah kesibukannya dan tidak pernah bosan memberikan ide, nasihat bimbingan serta motivasi dan kritik ii yang diberikan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik pada waktunya. 5. Segenap staf akademik dan staf perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Yang mulia kedua orang tua, Ayahanda Kholid dan Ibunda Maimunah, yang senantiasa memberikan cinta, kasih dan perhatiannya di kala sehat maupun sakit, di kala penulis membutuhkan dorongan dan doa dalam sholatnya, doa yang selalu mengiringi tiap langkah kaki ini sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 7. Adik-adik Badrussalam, Liyanah Kholid, dan Ahmad Rifa’i yang banyak memberikan doa serta dukungan untuk penulis, kalian adalah inspirasi Kakak untuk terus berusaha menjadi Kakak yang baik buat kalian semua. 8. Abang M. Adi Suryadi yang banyak membantu penulis dalam meluangkan waktu dan tenaga serta motivasi dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 9. Ibu Ir. Rachmita Maun Harahap M.Sn selaku Pimpinan Yayasan Tunarungu Sehjira Deaf Foundation dan Kaka Sabrina, Ka Chairunisa dan seluruh anggota Yayasan yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan kemudahan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian dalam jangka waktu yang panjang. 10. Untuk para sahabat terdekat Ulva, Dwi, Iin, yang telah banyak memberikan support serta doa yang menjadikan semangat tersendiri bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Serta 11. Sahabat-sahabat KPI B Angkatan 2010 yang tidak penulis sebutkan namanya satupersatu tetapi sangat berarti bagi penulis serta yang telah banyak memberikan support serta doa, canda tawa kalian memberikan semangat tersendiri bagi penulis iii sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. terima kasih untuk kalian semua. Terima kasih atas semua yang telah meluangkan waktunya untuk sekedar sharing dan memberikan berbagai info serta memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini sehingga skripsi dapat terselesaikan. semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan budi baik mereka dengan rahmat dan kasih sayang-Nya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya dapat menjadi referensi mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penelitian skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Sebab kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt. Jakarta, 24 april 2014 Penulis iv DAFTAR ISI ABSTRAK ..................................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................. ii DAFTAR ISI ................................................................................................. v BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................. 8 C. Tujuan Penelitian ................................................................ 9 D. Manfaat Penelitian .............................................................. 9 E. Metodologi Penelitian ......................................................... 10 1. Paradigma penelitian ..................................................... 10 2. Pendekatan penelitian .................................................... 11 3. Metode penelitian ........................................................... 12 4. Subjek dan objek penelitian ............................................ 13 5. Teknik pengumpulan data ............................................. 13 6. Teknik analisis data ....................................................... 15 7. Teknik penulisan ............................................................ 15 F. Tinjauan Pustaka ................................................................. 16 G. Sistematika Penulisan ......................................................... 17 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP A. Teori Symbolic Interactionism George Herbert Mead ......... 20 B. Pola Komunikasi .................................................................. 26 1. Pengertian Komunikasi .................................................. 26 2. Karakteristik Komunikasi .............................................. 27 3. Unsur-Unsur Komunikasi .............................................. 28 4. Bentuk-Bentuk Komunikasi .......................................... 29 5. Faktor Hambatan Komunikasi ....................................... 33 v BAB III C. Komunikasi Antarpribadi .................................................. 35 1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi .......................... 35 2. Jenis-jenis Komunikasi Antarpribadi ........................ ... 37 3. Fungsi Komunikasi Antarpribadi ................................. 38 D. Komunikasi Nonverbal ...................................................... 39 1. Pengertian Komunikasi Nonverbal .............................. 39 2. Bentuk-bentuk Komunikasi Nonverbal ....................... 40 3. Jenis-jenis Komunikasi Nonverbal .............................. 42 4. Fungsi Komunikasi Nonverbal .................................... 44 E. Tuna Rungu ....................................................................... 45 1. Pengertian Tuna Rungu ............................................... 45 2. Karakteristik Tuna Rungu ........................................... 47 3. Klasifikasi Penyandang Tuna Rungu .......................... 48 GAMBARAN UMUM YAYASAN TUNA RUNGU SEHJIRA A. Profil Umum Yayasan Sehjira ............................................ 51 B. Sejarah Berdirinya Yayasan Tuna Rungu Sehjira .............. 54 1. Visi dan Misi Yayasan Tuna Rungu Sehjira ................ 55 2. Kegiatan Utama Yayasan Sehjira ................................. 56 3. Kegiatan Sosial Yayasan Sehjira ................................... 57 4. Prestasi Yayasan Sehjira ............................................... 58 C. Susunan Pengurus Yayasan Sehjira Deaf Foudation ........... BAB IV 59 HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Pola Komunikasi Nonverbal Penyandang Tuna Rungu Ringan dan Berat .............................................................................. 63 1. Pola Komunikasi Nonverbal Tuna Rungu Ringan ......... 79 2. Pola Komunikasi Nonverbal Tuna Rungu Berat ............ 84 B. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Proses Komunikasi Penyandang Tuna Rungu ...................................................... 92 1. Gangguan Semantik ....................................................... 95 2. Gangguan Noice .............................................................. vi 97 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................... 102 B. Saran ................................................................................... 106 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Draft Wawancara dengan Pimpinan Yayasan 2. Draft Wawancara dengan Tuna Rungu Ringan 3. Draft Wawancara dengan Tuna Rungu Berat 4. Daftar Riwayat Hidup (Curiculum Vitae) 5. Foto Wawancara Peneliti dengan Ketua Yayasan dan Tuna Rungu Berat 6. Foto Peneliti dengan Anggota Tuna Rungu dan Kegiatan Tari Diyayasan vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial terkadang manusia bagaimanapun juga tidak terlepas dari individu lain. Secara kodrati manusia akan selalu hidup berdampingan. Hidup bersama tidak terlepas dengan berbagai bentuk komunikasi salah satunya komunikasi secara langsung. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu berkeinginan untuk berbicara, saling berbagi gagasan, mengirim dan menerima informasi, dan berbagai pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan sebagainya. Berbagai kegiatan tersebut hanya dapat terpenuhi melalui kegiatan interaksi dengan orang lain dalam suatu sistem sosial tertentu. Naluri ini merupakan salah satu yang paling mendasar dalam kebutuhan manusia, di samping kebutuhan akan afeksi (kebutuhan akan kasih sayang), inklusi (kebutuhan akan kepuasan), dan kontrol (kebutuhan akan pengawasan). Semuanya mendorong manusia untuk melakukan kegiatan berkomunikasi.1 Komunikasi terjadi apabila ada komunikator (orang yang menyampaikan pesan atau informasi) dan komunikan (orang yang menerima pesan atau informasi). Komunikasi pada dasarnya adalah penyampaian atau pengiriman pesan yang berupa pikiran atau perasaan 1 Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: PT. Graha Ilmu, 2011), h. 1. 1 2 oleh seseorang (komunikator) untuk memberitahu guna merubah sikap, pendapat dan prilaku baik secara langsung atau tidak, dan yang terpenting adalah dalam proses penyampaian pesan itu harus jelas, agar tidak terjadi salah faham.2 Salah satu jenis komunikasi yang frekuensi terjadinya cukup tinggi adalah komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila banyak orang yang menganggap bahwa komunikasi interpersonal mudah dilakukan, semudah orang makan dan minum. Komunikasi adalah suatu proses interaksi yang secara langsung dilakukan oleh perorangan dan bersifat pribadi melalui medium (tidak langsung) atau tidak (menggunakan medium). Kegiatan-kegiatan seperti percakapan tatap muka face to face communication, percakapan melalui telepon, surat menyurat, merupakan salah satu bentuk komunikasi.3 LittleJohn (1991) mendefinisikan komunikasi adalah suatu interaksi antar individu-individu. Agus M. Hardjana mengatakan komunikasi sebagai interaksi tatap muka antara dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung pula.4 Deddy Mulyana juga mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang terjadi antara orang secara tatap 2 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 11. 3 Liliweri, Alo, Komunikasi Antar Pribadi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), h. 8. 4 Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 35 3 muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung baik secara verbal ataupun nonverbal. Menurut Joseph A. Devito dalam bukunya. “The interpersonal communication book” mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai suatu proses penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.5 Komunikator yang efektif adalah komunikator yang mampu mengendalikan interaksi untuk kepuasan kedua belah pihak dalam interaksi yang efektif.6 Apabila komunikasi berlangsung dalam tatanan interpersonal tatap muka dialogis timbal balik (face to face dialogical reciprocal) ini dinamakan interaksi simbolik. Dengan demikian komunikasi didefinisikan sebagai interaksi atau aksi sosial bersama individu-individu mengenai apa yang mereka lakukan.7 Komunikasi adalah pertukaran informasi, sehingga setiap individu yang berinteraksi dapat dengan mudah dalam penyampaian dan penerimaan pesan. Namun, berbeda bagi yang memiliki keterbatasan kemampuan secara fisik maupun mental yang demikian, serta kecacatan pendengaran seperti tuna rungu. Bahkan ada kalanya 5 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 30. 6 Joseph A. Devito, Komunikasi AntarManusia, (Tangerang selatan: PT. Karisma Publishing Group, 2011), h. 5. 7 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2007), h. 390. 4 orang yang memiliki keterbatasan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang.8 Penyandang tuna rungu yang mempunyai keterbatasan pendengaran adalah orang yang berbeda dengan orang lain pada umumnya, tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Dan tuna rungu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa verbal dan isyarat pada umumnya, akan tetapi kebanyakan bahasa verbal yang digunakan didorong dengan bahasa nonverbal yaitu bentuk isyarat (simbol). Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung baik secara verbal ataupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication) yang hanya melibatkan antara dua orang. Keberhasilan dari komunikasi menjadi tanggung jawab para anggota komunikasi. Komunikasi antarpribadi bebas mengubah topik pembahasan tanpa terikat suatu topik.9 Pendengaran dan pengelihatan sebagai panca indra primer, akan tetapi sentuhan dan penciuman juga sama pentingnya dalam menyampaikan pesan-pesan bersifat intim. Jelas sekali bahwa 8 Kartini Kartono, Psikologi Anak, (Bandung : PT. Bandar Maju, 2011), h. 236. Dedy Mulyana, Ilmu komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 81. 9 5 komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk memengaruhi dan membujuk orang lain, karena kita dapat membujuk orang lain dari beberapa alat panca indra tersebut.10 Namun, bagaimana bagi orang yang memiliki keterbatasan fisik secara permanen seperti penyandang tuna rungu. Dalam penelitian ini akan menjelaskan komunikasi antarpribadi penyandang tuna rungu dalam menggunakan komunikasi nonverbal, karena komunikasi nonverbal dianggap sebagai salah satu bentuk bahasa yang dapat memudahkan penyandang tuna rungu dalam melakukan interaksi serta mempertegas bahasa verbal yang kurang jelas. Sehingga isi pesan yang disampaikan dan dimaksud dapat dengan mudah dipahami dalam sebuah interaksi bagi penyandang tuna rungu. Tuna rungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam hal pendengaran, baik secara permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tuna rungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran diantaranya adalah sangat ringan, dan gangguan terberat, atau gangguan pendengaran ekstrem atau tuli. Karena memiliki keterbatasan dalam pendengaran individu tuna rungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka bisa disebut tuna wicara. Dan cara berkomunikasi mereka dengan individu lainnya menggunakan bahasa isyarat dan abjad jari yang telah di patenkan 10 Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 81. 6 secara internasional. Sedangkan, untuk isyarat bahasa berbeda-beda disetiap negara. Saat ini di beberapa sekolah telah mengembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal bagi penyandang tuna rungu dengan bantuan bahasa isyarat tentunya. Sehingga lebih mempertegas bahasa verbal yang disampaikan. Individu tuna rungu lebih cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.11 Hal inilah yang mengakibatkan keterbatasan dalam menerima informasi yang disampaikan oleh lawan bicara. Fenomena yang terjadi dalam komunikasi penyandang tuna rungu adalah salah satu bentuk komunikasinya yang bersifat nonverbal, yakni dengan menggunakan bahasa-bahasa serta metode yang menunjang bagi kemampuan komunikasinya. Salah satunya adalah komunikasi total yakni komunikasi yang berusaha menggabungkan berbagai bentuk komunikasi untuk mengembangkan konsep dan bahasa pada penderita gangguan pendengaran atau tuna rungu. Didalamnya terdapat gerakan-gerakan, suara yang diperkeras, ejaan jari, bahasa isyarat, membaca dan menulis. Akan tetapi dalam penelitian ini penulis akan mencoba meneliti pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu yakni dimana komunikasi yang lebih mengutamakan bantuan gerakan atau simbol 11 Artikel ini diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/anak_berkebutuhan_khusus.com, pada tanggal 28/11/2013 pukul 20:25 WIB. 7 yang dapat membantu penyandang tuna rungu. Dan penelitian ini lebih memfokuskan komunikasi diadik yakni komunikasi yang terjadi antara dua orang secara langsung dan tatap muka. Penelitian ini sangat penting diteliti karena pola komunikasi tuna rungu berbeda dengan cara komunikasi orang normal pada umumnya, mereka menggunakan bahasa isyarat atau nonverbal sebagai bahasa yang mereka gunakan dalam interaksi sehari-hari, sebab penyandang tuna rungu sangat sulit berkomunikasi dan melakukan feedback dalam berkomunikasi. Terlebih lagi untuk memahami isi dan maksud dari pembicara atau komunikator. Selain itu juga penyandang tuna rungu sangat sulit dalam mempersepsikan konseptual bahasa yang disampaikan oleh orang lain. Dengan demikian, sangat penting untuk mengetahui pola komunikasi penyandang tuna rungu menggunakan komunikasi nonverbal dan isyarat tertentu dalam berkomunikasi, agar dapat dengan mudah dipahami serta memudahkan penyandang dalam berkomunikasi. Dengan adanya sebuah pola komunikasi tertentu melalui komunikasi nonverbal diharapkan mampu memberikan kemudahan dalam menyampaikan fikiran, dan perasaan penyandang tuna rungu. Yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation adalah lembaga yang membina penyandang tuna rungu dengan memberikan edukasi, bimbingan, serta dukungan penuh dengan keterampilan-keterampilan khusus seperti keterampilan manusia normal pada umumnya. Yayasan Sehjira juga berperan dalam membantu penyandang tuna rungu dalam 8 berkomunikasi, memberikan arahan terhadap kemudahan berkomunikasi. Oleh karena itu, penulis memilih yayasan tuna rungu sebagai subjek dalam penelitian karena yayasan ini bergerak pada kegiatan sosial dengan tujuan memberdayakan kaum tuna rungu agar bisa mencapai hak-haknya yang setara dengan orang yang mendengar pada umunya. Memberdayakan dari segala bidang serta meningkatkan sumber daya tuli melalui pendidikan informal dan keterampilan baik di lingkungan keluarga maupun individu.12 Dalam hal ini, penulis melakukan penelitian tentang pola komunikasi tuna rungu antarpribadi nonverbal yang diterapkan dalam keseharian penyandang tuna rungu. Apakah efektif komunikasi yang dilakukan melalui bantuan komunikasi nonverbal seperti bahasa dan isyarat. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis memilih skripsi dengan judul “Pola Komunikasi AntarPribadi Nonverbal Penyandang Tuna Rungu (Studi Kasus Di Yayasan Tuna Rungu Sehjira Deaf Fondation Joglo-Kembangan Jakarta Barat). B. Pembatasan dan Perumusan Masalah a. Pembatasan masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis membatasi pola komunikasi penyandang tuna rungu melalui 12 Artikel ini Diakses dari www.Sehjira-yayasan-keluarga-tuna-rungu.compada tanggal 28/11/2013 pukul 08:52 pm. 9 komunikasi antarpribadi bersifat nonverbal serta difokuskan kepada penyandang tuna rungu ringan dan tuna rungu berat. b. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimana pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu ringan dan berat di yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation dalam Meaning, Language, dan Thought untuk penyandang tuna rungu ringan dan berat? b. Apa faktor penghambat dan pendukung dalam komunikasi bagi penyandang tuna rungu di Yayasan Sehjira Deaf Foundationdari segi intelegensi, bahasa dan bicara, segi emosi dan sosial? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu ringan dan berat secara langsung dalam kegiatan sehari-hari di Yayasan Sehjira Deaf Foundation. b. Untuk mengetahui faktor hambatan dan pendukung dalam berkomunikasi bagi penyandang tuna rungu ringan dan berat 10 dari segi intelegensi, bahasa dan bicara serta dari segi emosi dan sosial diYayasan Sehjira Deaf Foundation. D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Secara akademis dan ilmiah skripsi ini dapat dijadikan dan digunakan sebagai bahan pengetahuan terutama dalam bidang komunikasi. Penelitian ini juga di harapkan agar dapat menjadi sumber informasi tentang pola komunikasi penyandang tuna rungu melalui komunikasi nonverbal mereka berupa bahasa isyarat dan simbol. Melalui komunikasi antarpribadi yakni komunikasi yang dilakukan secara langsung bagi penyandang tuna rungu di Yayasan Tuna Rungu Sehjira Deaf Foundation. b. Manfaat Praktis Secara praktis skripsi ini diharapkan dapat menambah wawasan dan membuka pemikiran baru khusus bagi penulis dalam rangka mengetahui langkah dan respon positif bagi penyandang tuna rungu, yang berbeda dengan manusia normal pada umumnya dalam hal pendengaran. Umumnya bagi orang-orang yang tertarik dengan penelitian pola komunikasi penyandang tuna rungu serta dapat memberikan gambaran bagi pembaca, dan menambah khazanah pengetahuan tentang komunikasi dan bentuk komunikasi lainnya. 11 E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Karena paradigma konstruktivis merupakan antitesis dari paham yang meletakan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Sebab, suatu realitas yang diamati oleh seseorang tidak bisa digeneralisasikan ke semua orang. Karena dasar paradigma ini memfokuskan pada pengamatan dan objektivitas. Maka hubungan antara pengamatan dan objek bersifat kesatuan, subjektif dan merupakan hasil perpaduan interaksi di antara keduanya. 13 Dalam penelitian ini penulis menggunakan paradigma konstruktivis untuk mengetahui dan mengamati secara mendalam pada objek penelitian yakni penyandang tuna rungu sebagai objek utama. Agar penelitian yang dihasilkan dari objek tersebut bisa menemukan suatu kebenaran terhadap suatu realitas atau ilmu pengetahuan yang benar. Maka pengamatan yang dilakukan di lapangan terhadap objektivitas mempunyai kesatuan yang subjektif. 2. Pendekatan Penelitian 13 Norman K. Dezin, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, (Yogyakarta: PT. Tiara wacana yogya, 2001), h. 41. 12 Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Jika data yang sudah terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Dalam penelitian ini lebih memfokuskan kedalaman atau kualitas data. Dalam penelitian ini penulis menjadi bagian integral dari data, artinya periset ikut aktif dalam menentukan jenis data yang diinginkan. Dengan demikian penulis menjadi instrumen riset yang harus terjun langsung ke lapangan. Penulis mewawancarai subjek penelitian untuk mendapatkan data dan melakukan wawancara mendalam agar mendapatkan data yang mendalam. Selama proses ini terjadi dialog bebas antara penulis dan masing-masing subjek penelitian. dan hasil dialog ini kemudian diinterpretasikan oleh penulis dengan teori-teori yang relevan. 3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus, yakni metode penelitian yang menggunakan berbagai sumber data sebanyak mungkin yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan, menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok atau peristiwa secara sistematis. 13 Studi kasus ini menggunakan tipe deskriptif secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat populasi atau objek tertentu. Penulis terlebih dahulu membuat konsep dan kerangka konseptual. Melalui kerangka konseptual atau landasan teori.14Penulis melakukan operasionalisasi konsep yang akan menghasilkan variabel beserta indikatornya. Studi kasus ini menggunakan desain studi kasus tunggal yakni penelitian yang menyajikan uji kritis suatu teori yang signifikan. Desain kasus tunggal ini lebih menekankan pada penentuan unit analisis atau kasus itu sendiri.15 4. Subjek dan Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi subjek utama adalah penyandang tuna rungu ringan dan tuna rungu berat, sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyadang tuna rungu, bagaimana mereka menggunakan bahasa nonverbal sebagai alat dalam berkomunikasi. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan yakni melalui tahapan sebagai berikut: a. Wawancara Mendalam 14 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 68 15 Robert K, Studi Kasus Desain dan Metode, (Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), h. 48. 14 Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dimana penulis melakukan kegiatan wawancara tatap muka secara mendalam dan terus.16 Wawancara yang dilakukan selama proses penelitian ini lebih menggunakan tipe openended dan wawancara terfokus, tipe open-ended yang dimaksud yakni dimana penulis dapat bertanya kepada responden kunci guna mengetahui fakta-fakta dari suatu peristiwa. Sedangkan wawancara tipe terfokus yakni dimana responden diwawancarai dalam waktu yang sangat singkat. Wawancara yang peneliti lakukan melibatkan selaku pengasuh yayasan Ir. Rachmita Maun Harahap dan salah satu anggota tunarugu berat dan ringan di yayasan tunarungu Sehjira Deaf Foundation. Sehingga dapat membantu dalam memberikan informasi dan kelengkapan data yang diperlukan oleh penulis. b. Dokumentasi Pada tahap dokumentasi ini penulis berusaha mengumpulkan informasi dokumenter sebanyak-banyaknya guna mendapatkan hasil yang relevan. Dokumentasi yang dilakukan sebagai teknik pengumpulan data melalui dokumendokumen seperti buku bacaan, jurnal, majalah, studi pustaka, artikel, dan hasil data survei seperti rekaman gambar dan data 16 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 186 15 lainnya yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk kelengkapan penelitian ini. Tahap dokumentasi ini dilakukan guna mendapatkan kelengkapan data dan menghasilkan penelitian dengan reliabilitas yang baik mengenai pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu di Yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation. Dalam riset ini peneliti menggunakan dokumen yang berupa dokumen pribadi yayasan, artikel dan blog yayasan tunarungu Sehjira Deaf Foundation. 6. Teknik Analisis Data Setelah peneliti mendapatkan data-data dan informasi yang dibutuhkan, maka teknik analisis yang dilakukan didahului oleh upaya mengungkapan trustworthiness dari para subjek penelitian. Untuk mengetahui sumber data yang akurat yakni dengan cara menguji kebenaran dan kejujuran subjek penelitian dalam mengungkapkan realitas. Setelah penulis merasa data sudah cukup terkumpul maka dilakukan analisis dengan membuat kategorikategori tertentu. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data melalui filling system yakni dimana data sudah terkumpul dan dirasa sudah cukup maka dilakukan analisis dengan membuat kategori pola komunikasi antarpribadi nonverbal tunarungu berat dan pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tunarungu ringan. Dengan menggabungkan teori 16 interaksionisme simbolik terhadap pola komunikasi antarpribadi melalui konsep Meaning, language, dan thought. 7. Teknik Penulisan Dalam penulisan dan transliterasi skripsi ini menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skipsi, Tesis dan Disertasi” yang disusun oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh CeQDA April 2007. F. Tinjauan Pustaka Judul yang digunakan dalam skripsi ini banyak kesamaan dengan judul-judul skripsi lain yang mencoba menganalisis tentang pola komunikasi diantaranya skripsi Fitri Novita Sari mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta yang ditulis pada tahun 2013 berjudul, “Pola Komunikasi Terapis Dengan Anak Autisme Di Klinik Khusus Tumbuh Kembang RS Anak dan Bunda Harapan kita Jakarta Barat”17 dalam skripsi novita sari membahas pola komunikasi antara terapis dengan anak autisme disebuah klinik khusus tumbuh kembang anak yang memfokuskan pola komunikasi diadik. Kemudian skripsi yang ditulis oleh Abdul hamid mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta yang ditulis pada tahun 2013 17 Fitri Novita Sari, “Pola Komunikasi Terapis Dengan Anak Autisme Di Klinik Khusus Tumbuh Kembang RS Anak Dan Bunda Harapan Kita Jakarta Barat” (Skripsi SI Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah). 17 yang berjudul “Pola Komunikasi Volunter dan Anak Didik Dalam Membina Akhlak di Komunitas Kandank Jurang Doank Ciputat”18 dalam skripsi tersebut banyak membahas pola komunikasi antara pengasuh dan anak didik serta pembinaan akhlak. Dengan mengedepankan komunikasi antarpribadi dan komunikasi instruksional, perbedaannya dengan judul skripsi ini adalah pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu studi kasus di Yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation, yang lebih menganalisis kepada sisi komunikasi antara peyandang tuna rungu dalam percakapan sehari-hari. Dengan komunikasi antarpribadi atau interpersonal. Dan komunikasi dipandang sebagai suatu sistem yang dapat mentranformasikan isi pesan kepada komunikan atau lawan bicara. Setelah penulis melakukan tinjauan pustaka yang ada, maka penulis memutuskan untuk melakukan penelitian dengan judul Pola Komunikasi Antarpribadi Nonverbal Penyandang tuna rungu studi kasus di Yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation. G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini bersifat sistematis, maka peneliti membaginya menjadi lima bab dan tiap-tiap babnya terdiri dari sub-sub bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: 18 Abdul Hamid, “Pola Komunikasi Volunter Dan Anak Didik Dalam Membina Akhlak Dikomunitas Kandank Jurang Doank Ciputat” (Skripsi SI Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). 18 BAB I PENDAHULUAN Membahas tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP Dalam bab ini terdiri dari sejarah teori interaksionisme simbolik George Herbert Mead, ruang lingkup komunikasi, pengertian komunikasi, bentuk-bentuk komunikasi, unsur-unsur komunikasi, faktor hambatan komunikasi, pengetian komunikasi antarpribadi, karakteristik komunikasi antarpribadi, jenis-jenis komunikasi antarpribadi, pengertian komunikasi nonverbal, bentuk-bentuk komunikasi nonverbal, jenis-jenis komunikasi nonverbal, fungsi komunikasi nonverbal, pengertian tuna rungu dan karakteristik tuna rungu. BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN TUNA RUNGU Dalam bab ini membahas gambaran umum objek penelitian yang berisi tentang profil latar belakang berdirinya yayasan, visi dan misi, bentuk kegiatan bagi penyandang tunarungu, kegiatan utama yayasan, prestasi yayasan, Susunan pengurus yayasan. BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini akan menganalisis mengenai teori interaksionisme simbolik sebagai pembentuk makna dalam proses interaksi melalui 19 komunikasi antarpribadi verbal dan nonverbal bagi penyandang tuna rungu ringan dan berat, sertafaktor penghambat dan pendukung proses komunikasi dari segi intelegensi, bahasa emosi dan sosial. BAB V PENUTUP Meliputi kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian yang berkaitan dengan pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu ringan dan berat dalam Meaning, language dan thought or mind serta komunikasi antarpribadi yang dilakukan diyayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation. BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP A. Teori Symbolic Interactionism George Herbert Mead Sejarah teori interaksi simbolik lahir pada dua universitas yang berbada: Universitas of lowa dan Universitas of Chicago. Di lowa, Manford Kuhn dan mahasiswanya merupakan tokoh penting dalam memperkenalkan ide-ide asli dari interaksi simbolik sekaligus memberikan kontribusi terhadap teori ini. Selain itu pemikir Universitas of lowa mengembangkan beberapa cara pandang mengenai konsep diri, tetapi pendekatan mereka dianggap sebagai pendekatan yang tidak biasa, karenanya kebanyakan prinsip dan pengembangannya yang berakar pada Mahzab Chicago.1 George Herbert Mead dan temannya John Dewey merupakan teman sefakultas di Universitas of Chicago. Mead memainkan suatu peran yang penting dalam membangun perspektif dari Mahzab Chicago, yang difokuskan pada pendekatan terhadap teori sosial yang menekankan pentingnya komunikasi bagi kehidupan dan interaksi sosial.2 Asumsi dari teori Interaksi 1 Richard West, dkk, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta:Salemba Humanika, 2008), h. 96. 2 Richard West, dkk, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta:Salemba Humanika, 2008), h. 95. 20 21 simbolik ini memandang cara seseorang tergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikannya kepada orang lain melalui peristiwa. Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa yang diciptakan dalam bahasa yang digunakan oleh orang baik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Dengan bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan perasaan mengenai diri dan untuk berinteraksi dengan orang lainnya dalam sebuah komunitas.3 Bagi Mead tidak ada pikiran yang terlepas dar situasi sosial. Berpikir adalah hasil internalisasi proses interaksi dengan orang lain.4 Teori-teori sosiokultural tentang percakapan membahas mengenai pemahaman apa yang dibuat dan dibangun dalam percakapan, bagaimana suatu makna muncul dalam percakapan, dan bagaimana suatu simbol dapat diartikan melalui interaksi. Dan juga berfokus pada bagaimana pelaku komunikasi bekerjasama dalam sebuah cara yang tersusun untuk mengatur pembicaraan mereka. Dalam tradisi sosiokultural terdapat empat jenis teori yakni: interaksionisme simbolis, teori pemusatan simbolis, analisis percakapan, dan teori perundingan.5 Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Symbolis Interactionism atau Interaksionisme Simbolik, yakni sebuah 3 Richard West, dkk, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, h. 96. Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), cet. ke-3, h. 392. 5 Stephen W. LittleJohn, Teori Komunikasi Theories Of Human Communication, (Jakarta: Salemba, 2009), h. 231. 4 22 pergerakan dalam sosiologi, berfokus pada cara-cara manusia membentuk makna dan susunan dalam masyarakat melalui percakapan. George Herbert Mead dianggap sebagai pendiri gerakan interaksionisme simbolis dan karya-karyanya membentuk inti dari Chicago School. Herbert Blumer menemukan istilah interaksionisme simbolis sebuah tindakan sosial didasari oleh sebuah proses umum, yang merupakan sebuah kesatuan tingkah laku yang tidak dapat dianalisis ke dalam bagian-bagian tertentu. Dari sebuah tindakan sosial mendasar melibatkan sebuah hubungan dari tiga bagian yakni: gerakan tubuh awal dari sebuah individu, respon orang lain terhadap gerak tubuh tersebut, dan sebuah hasil. Hasilnya adalah arti tindakan tersebut bagi pelaku komunikasi.6 Tindakan individu yang tetap, seperti berjalan sendirian atau membaca sebuah interaksional karena didasarkan pada gerak tubuh serta respon yang banyak terjadi di masa lalu dan terus berlanjut dalam pikiran individu. Mead menyebutkan bahwa gerakan tubuh sebagai simbol signifikan. Di sini kata gerak tubuh (gesture) mengacu pada setiap tindakan yang dapat memiliki makna. Hal ini bersifat verbal atau berhubungan dengan bahasa, tetapi dapat juga berupa gerak tubuh nonverbal. Masyarakat terdiri atas sebuah jaringan interaksi sosial di mana anggotanya menempatkan makna bagi tindakan mereka dan tindakan orang lain dengan menggunakan simbol-simbol. Manusia 6 Stephen W. LittleJohn, Teori Komunikasi Theories Of Human Communication, h. 232. 23 selalu menggunakan simbol-simbol yang berbeda untuk menamai objek, objek menjadi objek melalui proses pemikiran kita. Oleh karena itu sebagai sebuah objek sosial, makna ganda diciptakan dalam proses interaksi. Bagaimana manusia berpikir ditentukan oleh makna-makna tersebut dan juga merupakan hasil dari interaksi.7 Apabila komunikasi berlangsung dalam tatanan interpersonal tatap muka dialogis timbal balik (face to face dialogical reciprocal) ini dinamakan interaksi simbolik. Dengan demikian komunikasi didefinisikan sebagai interaksi atau aksi sosial bersama individu-individu mengenai apa yang mereka lakukan.8 Dalam teori ini penulis menggali makna serta pesan yang terkandung dalam interaksi yang berlangsung secara tersirat baik pesan yang diterima akan memberikan makna dan tafsiran yang berbeda melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya. Konsep dari teori ini, interaksi sosial dianggap sebagai komunikasi dan dipengaruhi, difokuskan pada isi dan memfokuskan pada makna diri kita sendiri, jati diri atau sosialisasi individu kepada komunitas yang lebih besar. Menurut George Herbert Mead ada tiga prinsip dari teori ini diantaranya adalah: 7 Stephen W. LittleJohn, Teori Komunikasi Theories Of Human Communication, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h. 236. 8 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), h. 390. 24 1. Meaning the social reality construction of self atau diri menjadi sebuah realitas sosial yang terkonsep Kegiatan saling memengaruhi antara merespon pada orang lain dan diri sendiri ini adalah sebuah konsep penting dalam teori Mead, karena dengan diri seseorang akan dapat merespon diri sendiri sebagai sebuah objek. Diri memiliki dua segi masing-masing menjalankan fungsi yang penting I adalah bagian dari diri yang menurutkan kata hati, tidak teratur, tidak terarah, dan tidak dapat ditebak. Me adalah refleksi umum orang lain yang terbentuk dari pola-pola yang teratur dan tetap, yang dibagi dengan orang lain. Jadi setiap tindakan yang dimulai dengan sebuah dorongan I dan selanjutnya akan dikendalikan oleh Me.9 2. Language the sourch of meaning symbol atau bahasa sebagai sumber makna Mead menyebutkan gerak tubuh sebagai simbol signfikan. Di sini kata gerak tubuh mengacu pada (gesture) yang artinya mengacu pada setiap tindakan yang dapat memiliki makna. Biasanya hal ini bersifat verbal atau berhubungan dengan bahasa, tetapi dapat 9 Stephen W. LittleJohn, Teori Komunikasi Theories Of Human Communication, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h. 234. 25 juga gerak tubuh seperti non-verbal. Gerak tubuh menjadi nilai dan simbol yang signifikan. Masyarakat ada karena simbol kita dapat mendengar diri kita sendiri dan meresponnya seperti yang orang lain lakukan kepada kita karena adanya kemampuan untuk menyuarakan simbol.10 3. Thought or Mind atau pikiran menjadi sebuah proses Kemampuan untuk menggunakan simbol untuk merespon pada diri sendiri menjadikan berpikir adalah sesuatu yang mungkin. Berpikir adalah konsep ketiga Mead yang ia sebut pikiran. Pikiran bukanlah sebuah benda, tetapi merupakan sebuah proses. kemampuan ini yang berjalan dengan diri, sangat penting bagi kehidupan manusia, karena merupakan bagian dari tindakan manusia. Oleh karena itu, teori interaksionisme simbolik lebih menekankan pada pemaknaan dari setiap bahasa yang digunakan. Karena setiap manusia menggunakan simbol-simbol yang berbeda untuk menamai suatu objek tertentu.11 10 11 Stephen W. LittleJohn, Teori Komunikasi Theories Of Human Communication, h. 233. Stephen W. LittleJohn, Teori Komunikasi Theories Of Human Communication, h. 235. 26 B. Pola Komunikasi a. Pengertian Komunikasi Hakikat komunikasi adalah sebuah proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam “bahasa” komunikasi dinamakan pesan atau (message), orang yang menerima pesan disebut (komunikator) sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama (komunikan). Komunikasi berarti mempunyai makna yakni proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Pesan komunikasi memiliki dua aspek diantaranya pertama, isi pesan ( the content of message), kedua lambang (symbol). Kongkritnya pesan itu adalah pikiran atau perasaan, lambang adalah bahasa.12 Komunikasi menjadi sebuah proses berbagi makna melalu perilaku verbal dan nonverbal.13segala prilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim. Agar pesan yang tersampaikan dapat efektif yakni, pertama, kita harus mengusahakan agar pesan-pesan yang kita kirim mudah dipahami. Kedua, sebagai pengirim kita harus memiliki kredibilitas di mata penerima. Ketiga, 12 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), h. 28. 13 Dedy Mulyana, Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan LintasBudaya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 3 27 kita harus berusaha mendapatkan umpan balik atau feedback secara optimal tentang pengaruh pesan kita itu dalam diri penerima. Dengan kata lain, kita harus memiliki kredibilitas dan keterampilan mengirim pesan.14 Definisi komunikasi secara bahasa atau etimologi berasal dari bahasa inggris yaitu communication. Communication berasal dari bahasa latin yaitu communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran.15 Adapun definisi komunikasi secara istilah banyak dikemukakan oleh para ahli komunikasi dan salah salah satunya Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika komunikasi adalah “proses dimana suatu ide dilahirkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”.16 b. Karakteristik Komunikasi Dalam definisi komunikasi yang telah dijelaskan. komunikasi mempunyai beberapa karakteristik yakni, komunikasi sebagai suatu proses, komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan, serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Sebagai suatu proses, komunikasi akan terus 14 Supratiknya, Komunikasi antarpribadi tinjauan psikologis, h. 35 Astrid S. Sutanto, Komunikasi dalam Teori dan Praktik, (Bandung: PT. Bina Cipta, 1998), h. 1. 16 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h. 20. 15 28 mengalami perubahan dan berlangsung secara terus menerus. Komunikasi melibatkan beberapa unsur, seperti yang diungkapkan Laswell, lima unsur tersebut yang melibatkan dalam komunikasi who, say what, in which channel, to whom, with what effect. Komunikasi juga bersifat transaksional yakni menuntut tindakan memberi dan menerima. Kedua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam komunikasi.17 c. Unsur-unsur Komunikasi Dalam komunikasi terdapat beberapa unsur komunikasi, selama proses komunikasi berlangsung unsur komunikasi ini tidak terlepas dari perannya masing-masing. Diantaranya sebagai berikut: a. Komunikator, adalah pelaku atau orang yang menyampaikan pesan kepada orang lain. b. Pesan, yakni suatu gagasan atau ide, informasi, pengalaman yang disampaikan baik berupa kata-kata, lambang-lambang, isyarat, tanda-tanda, atau gambar untuk disebarkan kepada orang lain dalam proses komunikasi berlangsung. c. Komunikan, yakni orang yang menerima pesan dari komunikator. d. Media, adalah alat yang digunakan untuk berkomunikasi, agar komunikasi dapat berlangsung secara efektiv. 17 Sasa Djuarsa, dkk, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: UT, 1999), h. 111. 29 e. Tujuan (Destination), tujuan atau harapan yang ingin dicapai dalam proses komunikasi berlangsung. 18 f. Feedback (umpan balik), yakni tanggapan atau respon dari komunikan kepada komunikator. g. Efek, yakni bagaimana pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat memberikan efek tertentu pada komunikan, sehingga pesan yang disampaikan dapat mengubah perilaku dan sikap. d. Bentuk-bentuk Komunikasi Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Ada beberapa bentuk komunikasi yaitu komunikasi pribadi (intrapribadi dan antarpribadi), komunikasi kelompok (kelompok besar dan kecil), komunikasi massa dan komunikasi media.19 a. Komunikasi Pribadi Komunikasi pribadi (personal communication) adalah komunikasi seputar diri seseorang, baik fungsinya sebagai komunikator maupun sebagai komunikan. Dalam tatanannya komunikasi pribadi dibagi menjadi dua bagian yakni komunikasi intrapribadi dan komunikasi antarpribadi. 18 Pawit M. Yusuf, Komunikasi Instruksional Teori Dan Praktik, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), h. 213. 19 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 7. 30 1) Komunikasi intrapribadi Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang berlangsung dalam diri seseorang, dia berkomunikasi dan berdialog dengan dirinya sendiri. Dan dia bertanya pada dirinya sendiri. Ronald L. Applbaum dalam bukunya “Fundamental concept In Human Communication” mendefinisikan komunikasi intrapribadi sebagai komunikasi yang berlangsung dalam diri kita, ia meliputi kegiatan berbicara kepada diri kita sendiri dan kegiatan-kegiatan mengamati dan memberikan makna (intelektual dan emosional) kepada lingkungan kita.20 2) Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication book” sebagaimana yang dikutip dalam buku Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.21 Berdasarkan definisi itu komunikasi antarpribadi dapat berlangsung antara dua orang yang memang sedang berdua-duaan seperti suami istri yang sedang bercakap-cakap atau antara dua 20 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 58. Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007, h. 58 21 31 orang dalam satu pertemuan. Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat mempunyai fungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar.22 b. Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok (Group Communication) adalah komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang.23Komunikasi kelompok biasanya terjadi dalam satu lingkungan organsisasi. Dalam komunikasi kelompok pesan mempunyai fungsi yang berkenaan dengan hubungan interpersonal, konsep diri, perasaan dan moral. c. Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio, televisi yang ditunjukan kepada khalayak menyiarkan umum. informasi, Komunikasi gagasan, dan massa sikap juga kepada komunikan yang beragam dan jumlahnya sangat banyak dengan menggunakan media. 22 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 60. Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 75. 23 32 Ada beberapa ciri-ciri khusus komunikasi massa, yang membedakannya dengan komunikasi lainnya. Diantaranya adalah: 1) Orang yang terlibat dalam berkomunikasi atau menjadi komunikan sangat banyak jumlahnya. 2) Audience, khalayak, dan publik yang terlibat komunikasi itu tersebar dimana-mana (di berbagai wilayah atau daerah). 3) Hal-hal yang disampaikan bersifat umum dan menyangkut kepentingan orang banyak.24 Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang berlangsung pada orang dengan jumlah banyak atau lebih dari 2 orang dengan menggunakan media sebagai alat penyalur informasi, dan komunikasi massa bersifat satu arah (one way traffic). d. Komunikasi Media Komunikasi massa atau (mass communication) yang dimaksud adalah komunikasi melalui media massa modern, hal tersebut dijelaskan oleh pakar salah satunya Evertt M. Rogers, yang menyatakan selain media modern terdapat media massa tradisional. Lazimnya media massa modern menunjukan seluruh sistem di mana pesan-pesan diproduksikan, dipilih, disiarkan dan di terima serta ditanggapi. 24 Teuku May Rudy, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Internasional, (Bandung: Refika Aditya, 2005), h. 13. 33 Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan media. Kegiatan komunikasi massa jauh lebih sukar dari pada komunikasi pribadi. Karena, komunikasi massa dapat menyampaikan pesan kepada ribuan pribadi yang berbeda dalam waktu yang sama.25 Karakteristik dari komunikasi massa itu sendiri mempunyai perbedaan dengan komunikasi lainnya, diantaranya komunikasi massa bersifat umum artinya pesan yang disampaikan melalui media massa terbuka untuk semua orang, komunikasi massa juga bersifat heterogen yakni perpaduan antara jumlah komunikan yang besar dalam keterbukaan dalam mendapatkan pesan-pesan komunikasi.26 e. Faktor Hambatan Komunikasi Dalam komunikasi melakukan menyatakan komunikasi bahwa tidak ada beberapa mungkin ahli seseorang melakukan komunikasi yang sebenarnya secara efektif. Ada beberapa hambatan yang terjadi selama proses komunikasi berlangsung diantaranya: 1. Gangguan, ada beberapa gangguan selama proses komunikasi berlangsung dan menurut sifatnya dapat 25 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), h. 79. 26 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 81. 34 diklasifikasikan sebagai berikut, yakni gangguan mekanik dan gangguan semantik. a. Gangguan mekanik adalah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. b. Gangguan semantik adalah gangguan pada pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Biasanya hal ini terjadi dalam konsep atau makna yang diberikan pada komunikator yang lebih banyak gangguan semantik dalam proses pesannya. 2. Kepentingan, interest atau kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Seseorang akan lebih memperhatikan perangsang dengan kepentingannya sendiri. 3. Motivasi, motivasi yang terjadi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. 4. Prasangka, prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi. Sehingga komunikasi yang terjalin akan terasa kurang efektif. 27 Dasar gangguan dan penentangan inilah yang biasanya disebabkan karena adanya pertentangan kepentingan, prejudge, tamak dan sebagainya, sehingga komunikasi yang dilakukan sangat berlawanan dengan tujuan dan pesan yang disampaikan. 27 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), h. 49. 35 C. Komunikasi Antarpribadi a. Pengertian Komunikasi Antarpribadi Menurut Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication book” mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih atau di antara sekelompok kecil orang, dengan beberapa efek dan adanya umpan balik atau feedback.28 Berdasarkan definisi di atas, komunikasi antarpribadi berlangsung antara dua orang yang sedang bercakap dengan bertatap wajah dalam satu pertemuan. Pentingnya komunikasi antarpribadi ialah karena prosesnya berlangsung secara dialogis. Menunjukan suatu bentuk komunikasi di mana seorang berbicara, dan yang lain mendengarkan. Dialog dalam bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukan adanya interaksi secara langsung. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang Suranto, Aw, Komunikasi Antarpribadi, (Yogyakarta: PT. Graha Ilmu, 2011), h. 1 28 36 saling berkomunikasi. Komunikasi yang terjadi secara tatap muka (face to face) antara dua individu. 29 Komunikasi antarpribadi juga dibedakan berdasarkan tingkatan analisis yang digunakan untuk melakukan prediksi guna mengetahui apakah komunikasi itu bersifat non-antarpribadi atau antarpribadi. Menurut Miller dan Stainberg seperti yang dikutip dalam buku Muhammad Budyana dalam buku Teori Komunikasi Antarpribadi terdapat tiga tingkatan analisis dalam diantaranya yaitu kultural, sosiologis, dan psikologis. a. Analisis pada tingkat kultural Kultur merupakan keseluruhan kerangka kerja komunikasi berupa kata-kata, tindakan, postur, gerak, nada suara, ekspresi wajah, penggunaan waktu dan ruang. Semuanya merupakan sistem-sistem komunikasi yang lengkap dengan makna-makna yang hanya dapat dibaca secara tepat apabila seseorang akrab dengan perilaku dalam konteks sejarah, sosial, dan kultural. Terdapat dua kultur yang membedakannya yakni homogeneous yang artinya apabila orang-orang disuatu kultur berperilaku kurang lebih sama dan menilai sesuatu juga sama. Sedangkan heterogeneous yakni adanya perbedaan didalam pola perilaku dan nilai-nilai yang dianutnya. Jadi apabila Dr. Muhammad Budyatna, dkk, Teori Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2011), h. 110. 29 37 seorang komunikator melakukan prediksi terhadap reaksi penerima atau receiver sebagai akibat menerima pesan dengan menggunakan dasar kultural.30 b. Analisis pada tingkat sosiologis Analisis pada tingkat sosiologis ini apabila prediksi komunikator tentang reaksi penerima terhadap pesan-pesan yang ia sampaikan didasarkan kepada keanggotaan penerima didalam kelompok sosial tertentu, maka komunikator melakukan prediksi melalui tingkat sosiologis. c. Analisis pada tingkat psikologis Pada analisis tinkat psikologis komunikator memprediksi reaksi pihak lain atau penerima terhadap perilaku komunikasi didasarkan pada analisis dari pengalaman-pengalaman belajar individual yang unik, maka prediksi itu didasarkan pada tingkat psikologis. 31 b. Jenis-jenis Komunikasi Antarpribadi Berdasarkan diklasifikasikan jenisnya menjadi dua komunikasi jenis antarpribadi menurut sifatnya. Diantaranya adalah: 1) Komunikasi diadik (dyadic communication) 30 Muhammad Budyatna, dkk, Teori Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2011), h. 2. 31 Muhammad Budyatna, dkk, Teori Komunikasi Antarpribadi, h. 5. 38 Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara dua orang yakni seorang berlaku sebagai komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi sebagai komunikan yang menerima pesan. 2) Komunikasi triadik (triadic communication) Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika dibandingan dengan komunikasi diadik maka komunikasi diadik lebih efektif karena komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada seorang komunikan.32 c. Fungsi Komunikasi Antarpribadi Menurut definisinya, fungsi adalah sebagai tujuan dimana komunikasi digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi utama dari komunikasi ialah mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi dan sosial. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa komunikasi insani atau human communication baik yang nonantarpribadi maupun antarpibadi semuanya mengenai pengendalian lingkungan guna mendapatkan imbalan seperti dalam bentuk fisik, ekonomi, dan sosial. Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), h. 63. 32 39 Keberhasilan yang relatif dalam melakukan pengendalian lingkungan melalui komunikasi menambah kemungkinan menjadi bahagia, kehidupan pribadi yang produktif. Namun, kegagalan dalam komunikasi relatif mengarah kepada ketidakbahagiaan yang dapat mengakibatkan krisis identitas.33 D. Komunikasi Nonverbal a. Pengertian Komunikasi Nonverbal Pengertian komunikasi nonverbal dalam buku “Cultural and Communication Studies”, yang dikutip dari buku Muhammad Budyatna dalam bukunya yang berjudul Teori Komunikasi Antarpribadi menyatakan, komunikasi nonverbal adalah semua ekspresi eksternal selain kata-kata terucap atau tertulis, termasuk gerak tubuh karakteristik penampilan, karakteristik suara, dan penggunaan ruang dan jarak. Sedangkan komunikasi sejumlah alat indra seperti nonverbal dapat memicu pendengaran, penglihatan, penciuman dan perasaan untuk menyebutkan beberapa kalimat yang terlihat dengan gerakan tubuh. Dengan demikian seseorang akan merespon isyarat-isyarat nonverbal secara emosional, sedangkan orientasi mereka hanya kepada kata-kata Muhammad Budyatna, dkk, Teori Komunikasi Antarprib adi, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2011), h. 27. 33 40 lebih bersifat rasional.34 Intinya komunikasi nonverbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang pada umumnya digunakan untuk memperkuat atau memperjelas pesan-pesan verbal. b. Bentuk-Bentuk Komunikasi Nonverbal Komunikasi nonverbal dapat berbentuk bahasa tubuh, tanda, tindakan atau perbuatan (action), atau objek (object).35 Secara sederhana bahasa tubuh dapat diartikan penyampaian pesan nonlisan yang menggunakan seluruh kemampuan anggota badan untuk menyampaikan pesan, seperti gerak tubuh, mimik wajah, isyarat tangan, dan jarak tubuh. Tanda dalam komunikasi nonverbal mengganti kata-kata, sedangkan tindakan atau perbuatan tidak khusus dimaksudkan untuk mengganti kata-kata akan tetapi hanya sebuah penghantar makna tersembunyi. Sedangkan objek sebagai bentuk komunikasi nonverbal tidak untuk mengganti kata-kata akan tetapi hanya sebagai penyampaian arti tertentu. 34 Dr. Muhamma d Budyatna, dkk, Teori Komunikasi Antarpribadii, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2011), h. 110. 35 M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), h. 27. 41 Terdapat banyak bentuk komunikasi nonverbal menurut Venderber, et al. Yang dikutip dalam buku M. Hardjana Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal Diantaranya: a. Kontak mata, menyampaikan banyak makna. Hal ini menunjukan apakah kita menaruh perhatian dengan orang yang berbicara dengan kita. Bagaimana kita melihat dan menatap pada seseorang yang menyampaikan serangkaian emosi, seperti rasa marah, takut, dan rasa sayang. b. Ekspresi wajah, merupakan pengaturan otot-otot wajah untuk berkomunikasi dalam keadaan emosional atau reaksi terhadap pesan-pesan. c. Emosi, merupakan kecenderungan yang dirasakan terhadap rangsangan. Karena emosi adalah perasaan dan perasaan merupakan satu bentuk emosi. d. Gerakan isyarat atau gestur merupakan gerakan tangan, lengan, dan jari-jari yang kita gunakan untuk menjelaskan atau untuk menegaskan. e. Sikap badan atau posture merupakan posisi dan gerakan tubuh istilah lainnya untuk sikap badan dalam bahasa indonesia adalah postur. 42 f. Sentuhan atau touch secara formal dikenal sebagai haptics, sentuhan menempatkan bagian dari tubuh dalam kontak dengan sesuatu. 36 c. Jenis-jenis Komunikasi Nonverbal Dalam komunikasi nonverbal terdapat beberapa jenisjenis komunikasi nonverbal diantaranya: 1. Komunikasi objek Komunikasi objek yang paling umum adalah penggunaan pakaian. Dalam berkomunikasi tentu seseorang akan melihat dari jenis pakaian yang dipergunakan. 2. Sentuhan Dalam bagian sentuhan ini dapat berupa, bersalaman, menggenggam tangan dan pukulan. Masing-masing bentuk komunikasi ini mempunyai tujuan yaitu menyampaikan pesan tentang tujuan atau perasaan dari penyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan suatu perasaan pada sang penerima pesan baik positif ataupun negatif. 3. Kronemik Kronemik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal. Penggunaan waktu dalam M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), h. 29. 36 43 komunikasi nonverbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas. 4. Gerakan tubuh Dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh meliputi kontak mata dan ekspresi wajah, isyarat dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frasa.37 5. Proxemik Proxemik adalah bahasa ruang, yang dimaksud yaitu jarak yang digunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain, termasuk juga tempat atau lokasi posisi keberadaan. Dalam ruang personal, dapat dibedakan menjadi 4 ruang interpersonal. Diantaranya adalah: 1) Jarak intim yakni jarak dari bersentuhan sampai jarak satu setengah kaki. 2) Jarak personal, yakni jarak yang menunjukan perasaan masing-masing pihak yang berkomunikasi dan juga menunjukan keakraban dalam suatu hubungan, jarak ini berkisar antara satu setengah kaki sampai empat kaki. 3) Jarak sosial, dalam jarak ini pembicara menyadari betul kehadiran orang lain dalam pembicaraan. Oleh karena itu, Ekmen, P, dkk, Semiotika, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 1969 ), h. 49. 37 44 dalam jarak ini pembicara berusaha tidak terlibat dalam komunikasi dan menekan orang lain. 4) Jarak publik, yakni jarak yang berkisar antara dua belas kaki sampai tak terhingga. 6. Vokalik Vokalik atau paralanguage adalah unsur nonverbal dalam suatu ucapan, yaitu cara berbicara. 7. Lingkungan Lingkungan juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Diantaranya adalah penggunaan ruang, jarak, temperatur dan sebagainya.38 d. Fungsi Komunikasi Nonverbal Ada beberapa fungsi komunikasi nonverbal dalam berkomunikasi diantaranya adalah: 1. Repetisi yakni perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal. 2. Subtitusi adalah perilaku nonverbal dapat mengganti perilaku verbal jadi tanpa berbicara kita dapat berinteraksi dengan orang lain. Ekmen, P, dkk, Semiotika, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 1969 ), h. 50. 38 45 3. Kontradiksi adalah perilaku nonverbal yang dapat digunakan untuk membantah dan bertentangan dengan perilaku verbal dan bisa memberikan makna lain terhadap pesan verbal. 4. Aksentuasi adalah memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal. 5. Komplemen yakni perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal. E. Tuna Rungu a. Pengertian Tuna rungu Istilah tuna rungu diambil dari kata “tuna” yang artinya kurang dan “rungu” yang berarti pendengaran. Istilah tuna rungu digunakan untuk orang yang memiliki cacat atau kelainan pada pendengaran yaitu organ pendengaran tidak berfungsi dengan normal. Terkadang kita menyebut dengan istilah ‘tuli’ atau pekak. Namun sebutan yang lazim digunakan adalah tuna rungu. Menurut Andreas Dwidjosumanto mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tuna rungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) atau kurang mendenger (hard of hearing). Tuli adalah seseorang yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pengdengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah orang yang mengalami kerusakan dalam hal pendengaran, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar. Baik 46 dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids) seperti alat bantu pendengaran. Bila dilihat secara fisik penyandang tuna rungu tidak berbeda dengan manusia normal pada umumnya. Namun, setelah berkomunikasi barulah diketahui bahwa seseorang tersebut mengalami gangguan pada pendengarannya.39 Murni Winarsih mengemukakan bahwa tuna rungu adalah suatu istilah umum yang menunjukan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang yang menyandang status tuli akan kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran. Sedangkan menurut Tin Suharmini mengemukakan tunarungu dapat diartikan sebagai keadaan dari seseorang individu yang mengalami kerusakan pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai rangsang suara, atau rangsang lain melalui suara sejenis komunikasi verbal pada umumnya.40 Sutjihati Somantri, Tuna Rungu Dalam Pandangan sosial, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 1996), h. 74. 40 Sutjihati Somantri, Tuna Rungu Dalam Pandangan sosial, h. 74. 39 47 Beberapa dan definisi diatas telah jelas bahwa tuna rungu adalah seseorang yang memiliki gangguan dalam pendengaran baik secara keseluruhan maupun memiliki sedikit pendengeran yang masih sedikit berfungsi.41 b. Karakteristik Tuna Rungu Karakteristik penyandang tuna rungu dari segi fisik tidak memiliki karakteristik yang berbeda. Karena secara fisik tunarungu tidak mengalami gangguan yang terlihat. Sebagai dampak dari kekurangan pendengaran penyandang tuna rungu memiliki karakteristik yang berbeda dilihat dari berbagai aspek menurut Permanarian Somad dan Tati Hernawati diantaranya yaitu dari segi: intelegensi, bahasa bicara, emosi dan sosial.42 a. Segi intelegensi Penyandang tuna rungu tidak berbeda dari orang lain kebanyakan namun penyandang tuna rungu memiliki intelegensi yang sangat rendah dari pada anak normal kebanyakan karena dipengaruhi oleh kemampuan penyandang tuna rungu dalam interaksi yang kurang di fahami melalui bahasa verbal. Aspek intelegensi yang bersumber pada verbal seringkali sulit dipahami. Sedangkan bahasa yang bersumber pada penglihatan dan gerakan akan mudah ditanggapi. 41 Murni Winarsih, Pembinaan Tuna Rungu Dalam Lingkungan Sosial, (Yogjakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 23. 42 Murni Winarsih, Pembinaan Tuna Rungu dalam Lingkungan Sosial, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 24. 48 b. Segi bahasa dan bicara Kemampuan penyandang tunarungu dalam berbahasa dan berbicara berbeda dengan anak normal pada umumnya. Sehingga penyandang tuna rungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan alat dan sarana utama dalam berkomunikasi. Kemampuan berbicara pada penyandang tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh penyandang tuna rungu tersebut. Sehingga mereka dapat dengan mudah berbicara sama dengan orang lain pada umumnya. c. Segi emosi dan sosial Mempunyai kekurangan dalam hal pendengaran akan menyebabkan keterasingan lingkungan bagi penyandang cacat fisik seperti tuna rungu, keterasingan tersebut akan mempunyai efek tersendiri seperti: egosentrisme yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas, dan ketergantungan terhadap orang lain, dan lebih mudah tersinggung.43 d. Klasifikasi Penyandang Tuna Rungu Klasifikasi bagi penyandang tuna rungu diperlukan karena hal ini sangat menentukan dalam pemilihan alat bantu mendengar yang sesuai dengan sisa pendengarannya dan menunjang komunikasi yang efektif. Murni Winarsih, Pembinaan Tuna Rungu dalam lingkungan sosial, (Yogjakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 25. 43 49 Menurut Boothroyd seperti yang dikutip dalam buku Murni Winarsih Pembinaan Tuna Rungu dalam Lingkungan Sosial klasifikasi tuna rungu adalah sebagai berikut: a. Kelompok I : kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan ringan; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal. b. Kelompok II : kehilangan 31-60, moderate hearing losses atau ketunarunguan atau sedang; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia hanya sebagian. c. Kelompok III : kehilangan 61-90 dB, severe hearing losses atau ketunarunguan berat; daya tangakap terhadap suara cakapan manusia tidak ada. d. Kelompok IV : kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali. e. Kelompok V : kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing lossesatau ketunarunguan total; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.44 Penyanang tuna rungu dalam proses pemahaman akan terlambat karena informasi yang diterima tidak sebanyak informasi yang diterima oleh orang yang mendengar pada umumnya. Informasi yang didapatkan penyandang tuna rungu akan menjadi tidak bermakna 44 Murni Winarsih, Pembinaan Tuna Rungu dalam lingkungan sosial, (Yogjakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 23 50 apa-apa jika mereka tidak memahami apa maksud dari informasi tersebut. Infomasi yang disampaikan harus dikongkritkan sesuai dengan bahasa yang sudah mereka mengerti.45 45 Artikel ini diakses melalui www.unas-dokumen-komunikasitunarungu.com, pada tanggal 7 maret 2014, pukul. 13.45. BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN TUNA RUNGU SEHJIRA A. Profil Umum Yayasan Sehjira Deaf Foundation Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam pergaulan hidup manusia di mana masing-masing individu satu sama lain terjadi interaksi, saling mempengaruhi demi kepentingan dan keuntungan pribadi masing-masing.1 Yayasan tuna rungu SehjiraDeaf Foundation adalah sebuah yayasan yang menaungi dan memberikan perlindungan bagi para penyandang tunarungu atau tuli. Yayasan ini bergerak dalam bidang sosial khususnya memberikan advokasi dan pelatihan khusus bagi penyandang tunarungu yang memiliki keterbatasan dan hambatan dalam berkomunikasi.2 Yayasan tunarungu SehjiraDeaf Foundation berlokasi di Komplek DPR RI-Pribadi Blok C No.40 Joglo Jakarta Barat, lokasi yang berada tidak jauh dari jalan raya ini yang memungkinkan kenyamanan bagi para penyandang tunarungu untuk melakukan aktivitas dan mengembangkan segala bentuk kegiatan di yayasan Sehjira. 1 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2003), h. 28. 2 Wawancara Pribadi dengan Rachmita, Pada tanggal 7 Maret 2014, pukul. 16.45. 51 52 Sebagai lembaga non-profit dengan anggota yang semakin banyak, yayasan sehjira dihadapkan pada suatu tantangan untuk mengembangkan organisasi agar eksistensinya dapat membantu pengembangan potensi para anggota untuk mendapatkan hak dan kehidupan yang layak dimasyarakat. Untuk mencapai hal tersebut pihak yayasan menyari pentingnya suatu tujuan dan kerangka kerja yayasan sehjira yang sesuai dengan visi misi serta ciri khas dan keadaan saat ini.3 Pelatihan dan kemandirian yang diadakan diyayasan Sehjira Deaf Foundation sangat memberikan sisi positif bagi para penyandang tunarungu. Karena dengan adanya kegiatan yang dilakukan tersebut dapat membantu mereka dalam bersosialisasi dengan masyarakat lingkungan luas. Menurut Rachmita Maun Harahap mengatakan bahwa “Penyandang tunarungu harus memiliki sedikitnya potensi untuk pengembangan diri, agar mampu bersaing dengan manusia normal pada umumnya, yang tidak mempunyai latarbelakang kecacatan fisik. Dan mereka juga lebih percaya diri”.4 Penyandang tunarungu memang jauh berbeda untuk melakukan komunikasi dengan manusia pada umumnya, karena tunarungu ini mengalami kekurangan pendengaran yang jauh dari kata normal. Kecacatan seperti ini dialami bisa karena sejak lahir, dan ada juga 3 4 Dokumen Pribadi Yayasan Sehjira Deaf Foundation. Wawancara Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 7 Maret 2014, pukul. 16.57. 53 karena faktor usia. Namun hal tersebut tidak mengurangi bahwa penyandang tunarungu juga sama halnya dengan manusia normal kebanyakan ingin mendapatkan kehidupan yang layak dan setara seperti masyarakat pada umumnya. Yayasan Sehjira memberikan dukungan dan perlindungan terhadap penyandang tuna rungu agar mereka merasa terlindungi dari segala macam bentuk diskrimisi. Advokasi yang diberikan yayasan sehjira mendapat perhatian juga dari segala macam bentuk lembaga yang membantu para penyandang tuna rungu dalam menggapai kelayakan hidup serta dapat menerima segala macam bentuk tantangan dari lingkungan sosial. Pelatihan dan advokasi yang diberikan yayasan sehjira tidak memandang golongan dan status sosial. Karena yayasan ini bergerak dibidang sosial dan sebagai lembaga non-profit maka yayasan ini tidak membeda-bedakan siapapun yang ingin bergabung dalam lembaga ini. Komunikasi yang dilakukan pengurus yayasan kepada para anggota yayasan Sehjira terkadang mengalami hambatan dalam komunikasi baik bahasa dan gerak isyarat yang dilakukan penyandang tunarungu berat dengan ringan. Mereka masing-masing mempunyai gerak dan isyarat tertentu agar si pembicara dapat memahami maksud dan tujuan kita. 54 Oleh karena itu, yayasan ini memberikan pelatihan bahasa isyarat yang berbasis internasional agar gerak dan bahasa tubuh yang digunakan penyandang tunarungu dapat dipahami dengan sempurna.5 B. Sejarah Berdirinya Yayasan Tuna Rungu Yayasan Tunarungu Sehjira (Sehat Jiwa Raga) adalah lembaga swadaya sosial yang didirikan pada tanggal 5 desember 2001 oleh sekumpulan relawan yang memiliki hambatan pendengaran, sebagai upaya menggalang dana dan menyediakan informasi seputar pendidikan dan lapangan kerja bagi penyandang hambatan pendengaran (tuli). Sehjira juga memberikan dukungan kepada keluarga penyandang tuli untuk mendapatkan kesetaraan.6 Sebagai lembaga non-profit dengan anggota yang semakin banyak, sehjira dihadapkan pada suatu tantangan untuk mengembangkan organisasi agar eksistensinya dapat membantu pengembangan potensi para anggota untuk mendapatkan hak dan kehidupan yang layak dimasyarakat. Semenjak berdiri pada tahun 2001, sehjira telah beranggotakan sekitar 780 orang yang terdiri dari para penyandang tuli dan keluarganya serta beberapa pemerhati atau volunter. Untuk mencapai hal tersebut, yayasan sehjira menyadari pentingnya suatu tujuan dan Wawancara Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 7 Maret 2014, pukul. 16.57. Artikel ini diakses melalui [email protected], Pada tanggal 05 Maret 2014, pukul 5 6 22:35. 55 kerangka kerja Yayasan Sehjira Deaf Foundation yang sesuai dengan visi, misi serta ciri khas dan keadaan saat ini. Rachmita Maun Harahap adalah anak ke empat dari enam bersaudara yang mendirikan yayasan tunarungu sejak pertengahan tahun 2001. Pada awalnya yayasan ini hanya beranggotakan 20 orang penyandang tunarungu, hingga saat ini anggota yayasan sudah mencapai 223 penyandang tunarungu yang seluruhnya berasal dari wilayah jabodetabek yang sudah ikut dalam program sehjira. Hasil yang mereka raih selama mengikuti pelatihan dan keterampilan diyayasan ini penyandang tunarungu sudah mampu menjahit dan membuka usaha mandiri dan sudah mampu bekerja diperusahaan garmen. Dan salah satu dari mereka sudah mampu mendapatkan prestasi menjadi juara pertama lomba dalam membuat jas tingkat nasional. Selain dari keterampilan menjahit, para penyandang tunarungu sudah mampu bersaing dengan para pekerja dibagian marketing, auditing keuangan, administrasi dan juga berbagai keahlian lainnya.7 1. Visi dan Misi Yayasan Sehjira Deaf Foundation. a. Visi Yayasan Sehjira adalah: 1. Mencapai pemberdayaan dalam segala bidang 2. Meningkatkan sumber daya tuli melalui pendidikan dan keterampilan baik dilingkungan keluarga maupun individu. 7 Wawancara Pribadi dengan rachmita, (di yayasan Tuna rungu Sehjira Deaf Foundation), Jum’at 05 maret 2014, pukul 14.30. 56 3. Menciptakan sumber daya manusia Tuli yang terampil, cerdas dan mandiri. b. Misi Yayasan Sehjira adalah: 1. Berusaha membantu keluarga tuli dengan pemberian advokasi atau perlindungan terutama menjembatani penyandang disabilitas dengan organisasi kemitraan. 2. Menjalin kerjasama antar lembaga misalnya lembaga kesehatan, tenaga kerja, olah raga, organisasi, hubungan masyarakat, pendidikan, kesenian dan 3. Pemberdayaan tuli agar turut serta berpartisipasi dalam pembangunan dan memberikan sosialisasi kepada masyarakat umum mengenai ketulian.8 2. Kegiatan Utama Yayasan Sehjira 1. Pelatihan kemandirian bagi remaja tuna rungu. 2. Pelatihan kemandirian tuna rungu bekerja. Yang meliputi kegiatan sebagai bentuk program diversifikasi peluang tuna rungu untuk bekerja antara lain adalah: a. Pelatihan usaha mebel bagi tuna rungu yang belum bekerja. b. Pelatihan pembuatan film (sablon) bagi tuna rungu c. Pelatihan origami bagi perempuan tuna rungu d. Pelatihan manajemen organisasi bagi pengurus dan anggota sehjira e. Pelatihan soft skill bagi tuna rungu 8 22.37. Artikel ini diakses melalui [email protected], pada tanggal 05 Maret 2014, pukul 57 f. Pelatihan pengembangan SDM bagi pengurus dan anggota sehjira g. Kursus bahasa isyarat ASL or internasional h. Kursus komputer tingkat dasar dan mahir i. Kursus bahasa inggris j. Kursus mengaji dan sebagainya9 3. Kegiatan Sosial dari Yayasan Sehjira Dari beberapa bentuk kegiatan SDM dan pengembangan keterampilan tersebut, ada beberapa kegiatan utama yang rutin dilakukan oleh pengurus dan anggota sehjira, antara lain adalah: 1. Menggalang pengadaan dana 2. Menyediakan informasi tentang pendidikan dan lapangan kerja 3. Memberikan beasiswa kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu 4. Pelatihan kemandirian remaja tunarungu untuk dapat mengaktualisasikan diri dengan cara yang positif 5. Penyaluran tenaga kerja tunarungu yang belum bekerja 6. Pengenalan bahasa isyarat (American Sign Language), mengaji dan kursus komputer.10 9 Wawancara Pribadi dengan Rachmita, Jum’at 05 Maret 2014, pukul 15.30. Artikel ini diakses melalui [email protected], pada tanggal 05 maret 2014, pukul 10 22.37. 58 4. Prestasi Yang Dicapai Yayasan Tuna Rungu Sehjira a. Penghargaan dalam bentuk prestasi Yayasan Tunarungu SehjiraDeaf Foundation telah mendapatkan beberapa penghargaan dari berbagai instansi dan menyalurkan berbagai macam kreatifitas diantaranya: 1. Penghargaan dari pemda DKI Jakarta dalam rangka memperingati hari internasional penyandang cacat (Hipenca) melalui lembaga Pelita. Dalam penghargaan ini melalui Dinas Sosial memberikan penghargaan kepada para penyandang cacat berprestasi. 2. Penghargaan yang diberikan secara perorangan yakni kepada Ir. Rachmita Maun Harahap (selaku pimpinan yayasan sehjira), ia adalah sebagian dari penyandang tunarungu pembicaraan yang berprestasi dalam dibidang seminar-seminar akademisi, dan seorang motivator. 3. Penghargaan dari GERKATIN (gerakan kesejahteraan untuk tunarungu indonesia), dalam rangka advokasi bagi penyandang tunarungu melalui disabilitas. Penghargaan dalam kategori individu kepada Ir. Rachmitaa Maun Harahap sebagai First President APFHO.11 11 Wawancara dengan Rachmita, pada tanggal 05 Maret 2014, pukul 15.30. 59 Pemberian penghargaan disampaikan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta Prijanto di TMII. Penghargaan tersebut diberikan penyandang cacat berprestasi dan non penyandang cacat secara perorangan, kelembagaan yang telah mengabdikan hidupnya bagi kepentingan kesejahteraan bagi penyandang cacat. Selain itu, bakti sosial pengobatan gratis juga dilakukan, guna memberikan alat bantu penunjang fisik dan santunan uang serta bingkisan natural.12 Penghargaan yang diberikan oleh berbagai macam lembaga termasuk pemprop DKI Jakarta yang turut memberikan berbagai macam penghargaan. Diharapkan mampu memberikan dorongan dan motivasi bagi penyandang cacat untuk terus memberikan sebuah kreatifitas serta mengembagkan potensi yang dimiliki, agar dapat menyatu dengan masyarakat dan jauh dari kata diskriminasi bagi penyandang cacat khususnya tuna rungu.13 C. Susunan Pengurus Yayasan Sehjira Deaf Foundation Pimpinan Yayasan : Ir. Rachmita Maun Harahap, M.Sn Dewan Pengawas : Ahmad Fachri S., S.Sos Irwan Ibrahim Dewan Pengurus : Ketua: Ir. Rachmita Maun Harahap, M.Sn Sekretariat: Revita Alvi, A.Md 12 13 Wawancara Pribadi dengan Rachmita, Jum’at 05 Maret 2014, pukul 15.30. Wawancara Pribadi dengan Rachmita, Jum’at 05 Maret 2014, pukul 15.30 60 Bendahara : Dian Inggrawati, S.Ds. Amrina Lugina Pagar Alam.14 Divisi-divisi pengurus yayasan a. Pendidikan dan Peningkatan SDM 1. Angkie Yudistia, S.Si 2. Fuad Tanjung, A.Md 3. Erwin Syafrudin Harahap 4. Endro suseno b. Pemberdayaan 5. Renny Nazir 6. Revita Alvi c. Hubungan Masyarakat 7. Angkie Yudistia 8. Mecky Kurniawan d. Advokasi Pelayanan Publik 9. Muhaemin Bahnadi, S.Ag 10. Sutan kemasjah, A.Md e. Relawan 11. Gempita Group 12. Bravo Penyandang Disabilitas.15 14 Artikel ini dikutip melalui brosur yayasan Sehjira deaf foundation, pada tanggal 8 Maret 2014, pukul. 12.53. 15 Artikel ini diakses melalui [email protected], pada tanggal 05 Maret 2014, pukul 23.32. 61 Yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation ini memberikan sedikit banyaknya pelatihan dan keterampilan bagi penyandang cacat khususnya tuna rungu, karena dengan pelatihan dan soft skill menjadikan penyandang cacat siap untuk mendapatkan hak dan kehidupan yang layak dimasyarakat. Sehingga mampu bersaing dengan kemampuan yang dimilikinya.16 Sesuai dengan visi misi yayasan, yayasan ini bergerak untuk membantu para penyandang tuna rungu dengan memberikan advokasi atau perlindungan terutama untuk menjembatani penyandang dengan organisasi kemitraan. Dengan bantuan dan campur tangan dari berbagai macam instansi seperti DPO, lembaga pemerintah, lembaga swasta dan perusahaan, agar dapat membantu dalam pengaktualisasian skill dan kemampuan di berbagai macam bidang. Pentingnya pemberdayaan kaum tuna rungu bagi yayasan Sehjira Deaf Foundation sangat berarti, karena selama ini penyandang cacat hanya dilihat sebelah mata, dikucilkan, serta terdiskriminasi dari lingkungan masyarakat. Itu sebabnya yayasan ini didirikan untuk membantu para penyandang tuna rungu dalam rangka memberikan dorongan dan motivasi bagi para penyandang cacat. 16 Wawancara pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 7 Maret 2014, pukul. 16.00. 62 Tuna berkomunikasi rungu sendiri dengan mempunyai masyarakat lainnya hambatan yang dalam memiliki penampilan fisik yang baik. Sehingga perlu adanya pembinaan serta arahan yang diberikan yayasan kepada penyandang tunarungu. Seperti bahasa isyarat yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.17 17 Wawancara pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 7 Maret 2014, pukul. 16.00. BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Pola Komunikasi Nonverbal Penyandang Tuna Rungu Ringan dan Berat Komunikasi adalah sebuah proses pengiriman pesan yang terjadi antara dua orang atau lebih dengan tujuan agar sesama anggota yang berkomunikasi dapat memberikan umpan balik atau feedback secara langsung dan umpan balik seketika. Namun lain halnya dengan penyandang tuna rungu ringan dan berat, komunikasi mereka berbeda dengan komunikasi normal pada umumnya. Sebab, penyandang tuna rungu memiliki keterbatasan dalam hal pendengaran, sehingga menyulitkan mereka dalam melakukan proses umpan balik dan memaknai isi pesan yang terkandung dalam sebuah informasi. Dalam komunikasi antarpribadi di mana pesan terkirim dari pengirim dan penerima keduanya sama-sama berperan ganda menjadi pembicara dan pendengar. Oleh karena itu penulis meneliti lebih dalam proses interaksi yang berlangsung bagi penyandang tuna rungu agar mengetahui Feedback atau umpan balik yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam proses komunikasinya. 63 64 Komunikasi antarpribadi menjadi proses komunikasi yang sangat lazim dilakukan bagi semua orang. Begitu juga dengan penyandang tuna rungu. Melalui komunikasi antarpribadi nonverbal, mereka dapat menyampaikan pesan secara langsung dan lebih mudah dalam memahami makna dan isi pesan yang terkandung dalam isi pesan tersebut. Komunikasi yang berlangsung bagi penyandang tuna rungu dengan menggunakan bahasa nonverbal menjadi sebuah bantuan dari komunikasi yang dilakukan. Karena bahasa nonverbal adalah salah satu bentuk pengganti kalimat verbal seperti ucapan yang kurang jelas dalam proses komunikasi. Dalam hal ini peneliti melihat dari hasil analisis selama wawancara berlangsung bahwa fungsi dari komunikasi nonverbal yang digunakan bagi penyandang tuna rungu memiliki dua fungsi yang berbeda, sebab fungsi bahasa nonverbal bagi penyandang tuna rungu ringan dan berat jelas berbeda. Fungsi komunikasi nonverbal bagi penyandang tuna rungu ringan berpotensi hanya sebagai repetisi yakni dimana pesan yang tersampaikan melalui pesan verbal dapat dibantu dan diulang dengan bahasa nonverbal. Bagi penyandang tuna rungu ringan penggunaan kinesik hanya sebagai penunjang kalimat verbal yang kurang jelas jika didengar. Makna dari komunikasi verbal bagi penyandang tuna rungu adalah kalimat atau ucapan yang terucap dari lisan, atau yang disebut sebagai mimik mulut. Sedangkan komunikasi nonverbal yang mereka gunakan disebut sebagai bahasa isyarat atau simbol. Seperti gerakan tangan, tubuh, dan ekspresi wajah serta kontak mata yang terdapat dalam proses komunikasi mereka. 65 Sebagaimana dari hasil analisis yang penulis lakukan selama dilapangan diketahui bahwa penyandang tuna rungu berat memilih komunikasi nonverbal sebagai salah satu fungsi sebagai subtitusi yakni dimana perilaku nonverbal dapat mengganti perilaku verbal jadi tanpa kita berbicara dengan orang lain maka kita dapat berinteraksi melalui pesan nonverbal.1 Fungsi komunikasi nonverbal yang berbeda bagi penyandang tuna rungu ringan dan berat memberi pengertian akan fungsi komuniikasi nonverbal sebagaimana sesuai dengan hasil wawancara dengan Chairunisa mengatakan bahwa: “Kalau seperti kita yah pasti lebih gunain gerak tangan biar mudah, kalau sabrina nahh baru ngobrol lebih dari 4 meter ajah udah ga jelas, gak ngerti gitu apa yang diomongin”.2 Seperti hasil wawancara diketahui bahwa pengguanaan ruang atau yang lebih dikenal dalam bahasa komunikasi proxemik dalam proses komunikasi nonverbal bagi penyandang tuna rungu berat sangat diperlukan karena jarak yang digunakan ketika berkomunikasi tidak boleh lebih dari 4 meter, agar proses komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa penyandang tuna rungu diyayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation berkomunikasi dengan menggunakan komunikasi nonverbal sebagai bahasa untuk berkomunikasi. Dalam penelitian ditemukan bahwa penyandang tuna rungu ringan menggunakan kinesik dalam proses komunikasi atau yang lebih dipahami sebagai komunikasi nonverbal 1 Ekmen, P, dkk, Semiotiika, h. 47. Wawancara Pribadi dengan Chairunisa Tuna Rungu Ringan, pada tanggal 06 April 2014, pukul 16.00. 2 66 seperti gerak tangan dan ekpresi wajah sedangkan, penyandang tuna rungu berat lebih menggunakan kinesik dan ruang dalam proses komunikasi yang mereka lakukan. Sebab, tuna rungu berat lebih sulit memahami pesan yang disampaikan dengan jarak tertentu sehingga membutuhkan kedekatan jarak untuk berkomunikasi dan lebih memudahkan mereka dalam berkomunikasi dibandingkan berkomunikasi hanya mengandalkan bahasa verbal dan nonverbal sebagai alat komunikasinya. Secara teori komunikasi nonverbal sepeti jenis gerakan tubuh dan kinesik meliputi ruang dan vokalik hal ini sesuai dengan analisis peneliti yang dilakukan peneliti selama proses wawancara berlangsung. Pernyataan dari Rachmita Maun Harahap mengatakan bahwa:3 “Kalau buat komunikasi tuna rungu lebih gampang dipahamin pake bahasa isyarat dari pada sekedar ucapan ajah, kan gak semua orang paham apa yang kita ucapin, seenggaknya kan kalo pake bahasa isyarat lebih jelas pesan yang dimaksud dan buat mereka yang dengar gak salah paham”4 Dalam proses komunikasi antarpribadi nonverbal tuna rungu ini menggunakan tiga tahapan yang sesuai dengan teori interaksionisme simbolik yang digunakan dalam penelitian ini. Teori yang diperkenalkan oleh George Herbert Mead ini lebih menekankan pada pentingnya komunikasi. George memandang bagaimana seseorang tergerak dan bertindak sesuai makna yang diberikannya kepada orang lain melalui peristiwa tertentu melalui interaksi selama proses komunikasi itu berlangsung. Sebab teori ini muncul karena adanya interaksi dalam masyarakat, George Herbert Mead memandang bahwa sebuah interaksi 3 Ekmen, P, dkk, Semiotika, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 1969), h. 46. Wawancara pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 7 maret 2014, pukul 15.45. 4 67 dapat memberikan makna tersendiri terhadap pesan yang disampaikan dan mereka terima.5 Berdasarkan teori tersebut penulis memandang suatu proses informasi dan pesan yang disampaikan seseorang itu berdasarkan pemaknaan yang mereka buat sendiri. Dengan begitu akan mudah lawan bicara memberikan penekanan makna terhadap suatu objek tertentu. Bagi penyandang tuna rungu komunikasi bukan hanya saja berfungsi sebagai alat bantu dalam proses komunikasi akan tetapi dapat memberikan ruang dalam menyampaikan perasaan dan makna dibalik tujuan pesan. Bagaimana pesan dilakukan melalui konsep diri yang menjadikan diri sebagai pembentukan dari sebuah makna, bagaimana pesan dikemas dengan menggunakan bahasa verbal dan nonverbal bagi penyandang tuna rungu dengan menggunakan pikiran sebagai proses berpikir terhadap pesan yang disampaikan. Perbedaan jenis komunikasi nonverbal yang didapatkan dari hasil penelitian, penulis memberikan gambaran bahwa komunikasi nonverbal yang meliputi jenis kinesik dan vokalik hanya dilakukan bagi penyandang tuna rungu ringan. Dengan fungsi komunikasi nonverbal hanya sebagai repetisi. Sebab, tuna rungu ringan tidak memerlukan ruang atau jarak sebagai batasan dalam berkomunikasi. Hanya saja bagi penyandang tuna rungu ringan mimik wajah dan kontak mata diperlukan agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik melalui komunikasi antarpribadi 5 Richard West, dkk, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), cet. Ke-3, h. 96. 68 nonverbal. Yang dimaksud dengan komunikasi verbal bagi penyandang tuna rungu adalah kalimat atau ucapan yang terucap dari mulut mereka meski kalimat yang terucap tidak sejelas dengan komunikasi verbal yang dilakukan pada manusia normal pada umumnya yang tidak mempunyai kekurangan fisik dari segi pendengaran. Sehingga, bahasa verbal yang diucapkan dibantu dengan bahasa nonverbal sebagai pengganti dari bahasa verbal yang kurang dapat dipahami bagi lawan bicara pada penyandang tuna rungu. Yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation membantu penyandang tuna rungu dalam memberikan dukungan dan pelatihan khusus dalam hal keterampilan berbicara dengan menggunakan bahasa nonverbal yang disesuaikan dengan taraf Internasional. Bahasa simbol yang digunakan bagi penyandang tuna rungu memberikan kemudahan dalam proses komunikasi, sesuai dengan wawancara yang peneliti lakukan terhadap penyandang tuna rungu berat Amrina Lugina mengatakan bahwa: “Awalnya saya susah banget buat ngomong sama orang lain, karena mereka susah banget buat pahamin bahasa saya, itu saya ngomong tanpa gerak tubuh, tapi selama saya coba diajarkan sama bu mita bahasa simbol alhmdulillah sekarang lebih gampang buat komunikasinya, kadang kalo kesulitan sih masih ada.”.6 Jelas sekali dalam wawancara yang dilakukan penulis, penyandang tuna rungu mengatakan bahwa komunikasi yang dibantu dengan bahasa isyarat atau simbol dapat memudahkan mereka memberikan umpan balik dan pemaknaan dengan benar dari pada harus menggunakan bahasa verbal 6 Wawancara Pribadi dengan Sabrina penyandang tuna rungu berat, pada tanggal 06 April 2014, pukul. 15. 43. 69 saja. Sebab penyandang tuna rungu berbeda dari manusia normal pada umumnya, pendengaran mereka jauh dari kata normal sehingga terkadang jika berkomunikasi dengan mereka harus menggunakan bahasa isyarat tertentu dan jarak tentu lebih dekat. Kedekatan atau ruang yang diperlukan dalam berkomunikasi bagi penyandang tuna rungu memang dibutuhkan karena mereka membutuhkan kedekatan fisik atau bicara secara dekat sehingga pesan yang diterima maupun yang disampaikan dapat dipahami dengan baik. Keterbatasan yang dimiliki penyandang tuna rungu tidak memudarkan semangat dan kerja keras mereka dalam segi intelegensi, hal ini dapat dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa penyandang tuna rungu ringan dan berat sama-sama melakukan hal yang sama seperti manusia normal pada umumnya, yakni belajar dan aktif dalam kegiatan apapun. Sebab, tuna rungu melakukan hal tersebut agar status mereka diakui oleh lingkungan hal ini sesuai dengan pernyataan Rachmita mengatakan bahwa: “Buat masalah diasingkan atau enggak dipeduliin sama orang lain, dianggap remeh itu udah pasti ada, tapi bagaimana kita menyikapinya ajah, kan enggak semua orang bisa terima kekurangan kita. Ya begitu juga kita harus bisa terima baik buruknya, sisi positif dan negatif lingkungan luar”.7 Keterbatasan yang dimiliki penyandang tuna rungu tidak menghambat mereka dalam mengasah kemampuan yang dimilikinya, sebab dengan adanya keterampilan dan soft skill yang diberikan yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation menjadikan keterampilan tersebut 7 Wawancara Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 April 2014, pukul. 16.42. 70 sebagai modal utama bagi penyandang tuna rungu untuk menyatu dengan masyarakat luas tanpa adanya kesenggangan. Sesuai dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Rachmita mengatakan bahwa “Kita memberikan pelatihan khusus buat tuna rungu agar mereka bisa bersaing dalam bidang pekerjaan, masyarakat, sama menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada, seenggaknya kan kalau ada keterampilan mereka enggak minder, kalau yang saya tangkap dari beberapa anggota diyayasan ini yah” ujar bu mita selaku pimpinan yayasan sehjira deaf foundation”8 Keterasingan dan diskriminasi dari lingkungan luar kerap kali dirasakan oleh penyandang tuna rungu karena keterbatasan mereka. Namun, Rachmita beranggapan bahwa sesuai dari pernyataan wawancara mengatakan bahwa “Buat masalah diasingkan atau enggak dipeduliin sama orang lain, dianggap remeh itu udah pasti ada, tapi bagaimana kita menyikapinya ajah, kan enggak semua orang bisa terima kekurangan kita. Ya begitu juga kita harus bisa terima baik buruknya, sisi positif dan negatif lingkungan luar”9 Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa adanya peran dari lingkungan sosial dalam pembentukan jati diri seorang penyandang tuna rungu, apabila lingkungan mengasingkan atau mendiskriminasikan keberadaan tuna rungu dengan segala keterbatasan mereka, maka disitulah mereka akan merasa terasingkan dan tidak diperdulikan. Sebab lingkungan sosial lah yang dapat membantu penyandang tuna rungu untuk mendapatkan kepercayaan diri untuk berinteraksi dan menyatu dengan masyarakat luas. Sesuai dengan konsep dari teori George Herbert Mead 8 Wawancara Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 april 2014, pukul. 16.42. Wawancara Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 april 2014, pukul. 16.42. 9 71 mengatakan bahwa adanya sebuah simbol dalam tatanan masyarakat karena adanya sebuah interaksi dalam suatu masyarakat.10. Komunikasi yang digunakan bagi penyandang tuna rungu melalui komunikasi antarpribadi nonverbal yang berupa kinesik atau semacam gerakan tubuh mereka, secara tidak langsung mereka mengisyaratkan bahwa komunikasi yang mereka lakukan dalam keseharian mereka lebih banyak melakukannya dengan pemahaman bagi pihak lawan bicara yakni pemahaman pesan dari makna yang disampaikan melalui pesan nonverbal mereka, baik pesan yang berbentuk gerak tubuh, tangan, mimik wajah, dan ekspresi selama proses komunikasi berlangsung. Seperti gerakan tangan yang tidak pernah berhenti dilakukan selama proses komunikasi berlangsung. Komunikasi dapat terbentuk karena adanya proses dan begitu pula proses terbentuk karena adanya pemahaman dari dalam diri. Sebab pesan komunikasi yang disampaikan akan mudah terbentuk apabila kita dapat memaknai maksud dan tujuan yang menjadi peran penting dalam proses komunikasi. Jika dilihat dari sisi sosial komunikasi menjadi sebuah aktivitas rutin yang dilakukan semua orang. Sebab tanpa adanya komunikasi seseorang akan merasakan ketidakbahagiaan karena mereka tidak dapat membagi rasa senang dan sedih. Jika dilihat dari pentingnya komunikasi, komunikasi bisa memberikan isyarat bahwa komunikasi penting dalam membentuk konsep diri, dan untuk kelangsungan hidup 10 Richard West, dkk, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), cet. Ke-3, h. 96. 72 seseorang dalam memperoleh kebahagiaan. Jadi lewat komunikasi kita dapat bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Sebab ada pepatah mengatakan bahwa jika seseorang tidak berkomunikasi dengan manusia lainnya dipastikan ia akan tersesat karena mereka tidak dapat menata dirinya dalam lingkungan sosial. oleh karena itu komunikasi menjadi penting apabila kita dapat menyesuaikannya dalam lingkungan sosial. Sesuai dengan karakteristik komunikasi, komunikasi mempunyai karakteristik sebagai suatu proses, yakni dimana komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan dan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu.11 Sesuai dengan karakteristik tersebut komunikasi dilakukan untuk proses pendekatan sosial dan interaksi yang dilakukan dalam kurun waktu yang lama. Karena komunikasi akan mengalami perubahan dan akan berlangsung secara terus menerus. Sebab manusia akan terus membutuhkan komunikasi sebagai alat penyalur perasaan dan pikiran seseorang. Proses komunikasi yang berlangsung melibatkan diri sebagai subjek yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut. Sebab dari dirilah yang dapat memengaruhi lawan bicara dalam komunikasi. Begitu juga yang dilakukan penyandang tuna rungu, sebelum pesan yang terkirim melalui bahasa verbal dan gerak tubuh mereka meyakinkan bahwa diri Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 20. 11 73 mereka terlibat langsung dalam pemaknaan yang ditimbulkan dari pesan yang disampaikan dan direspon balik oleh lawan bicara mereka. Pola komunikasi tuna rungu menggunakan bahasa isyarat dan simbol menjadi keunikan tersendiri dari komunikasi pada umumnya, sebab komunikasi yang dilakukan penyandang tuna rungu diyayasan Sehjira Deaf Foundation menggabungkan antara bahasa verbal dan nonverbal sebagai sumber pemaknaan pesan yang disampaikan. Yang dimaksud dengan komunikasi verbal adalah segala bentuk kalimat yang terucap dari mimik mulut, meski kalimat yang terucap tidak jelas sebagaimana makna kalimat verbal menurut pengertiannya. Sebagaimana hasil wawancara yang peneliti lakukan kepada bu Rachmita, ia mengatakan bahwa: “Memang komunikasi isyarat ini sulit dipahami banyak orang tapi kita berusaha untuk bisa dipahamin orang lain dengan bahasa isyarat sama simbol, buat ngeyakinin lawan bicara kita sendiri harus benar-benar yakin sama pesan yang kita sampaikan”12 Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi nonverbal dengan bahasa isyarat dan simbol tertentu tidak selamanya dapat membantu proses komunikasi. Fungsi dari diri sendiri menjadi penting dalam pembentukan makna terhadap pesan yang ingin disampaikan dalam proses interaksi yang sedang berlangsung. Diri menjadi fungsi yang melibatkan antara tindakan dan kata hati. Karena keduanya berjalan secara bersamaan dalam menjalankan fungsinya masing-masing. Sehingga pesan komunikasi yang berlangsung antara penyandang tuna rungu dapat berlangsung dengan baik. 12 Wawancaea Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 april 2014, pukul. 15.00. 74 Bagi penyandang tuna rungu ada dua penggunaan bahasa isyarat yang diterapkan bagi penyandang tuna rungu, yakni SIBI dan BISINDO keduanya memiliki fungsi yang sama, yakni untuk berkomunikasi melalui gerak tangan serta bahasa tubuh yang digunakan. Namun, dalam penggunaan dan pemaknaan keduanya jelas berbeda. SIBI dalam penggunaan dan pemaknaan yang ada dalam gerakannya lebih memudahkan penyandang tuna rungu, sebab gerakan yang terlihat lebih mudah dipahami tanpa memakan waktu yang lama dalam menjelaskan pesan dengan gerakan tersebut. Sedangkan isyarat BISINDO penggunaan dan gerakan yang dilakukan lebih sulit dan memakan waktu yang lama. Tidak singat seperti SIBI. Penyandang tuna rungu ringan dan berat lebih memilih menggunakan bahasa isyarat SIBI sebab menurut Amrina Lugina dan Chairunisa bahwa: “Kalau kita cari yang mudah ajah, kaya SIBI semua tuna rungu juga pake isyarat SIBI ketimbang BISINDO, soalnya enggak lama buat kita pake gerakannya”13 Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada dua penyandang tuna rungu ringan dan berat diketahui bahwa mereka lebih banyak menggunakan bahasa isyarat SIBI karena mudah dalam gerakan yang dilakukan tidak seperti BISINDO yang mempunyai makna sama dengan SIBI namun gerakannya sulit dilakukan dan memakan waktu. Keterbatasan yang dimiliki penyandang tuna rungu dalam melakukan komunikasi tidak memberikan batasan kepada mereka dalam 13 Wawancara Pribadi dengan Sabrina dan Chairunisa penyandang tuna rungu ringan dan berat, pada tanggal 19 April 2014, pukul. 16.00. 75 melakukan kegiatan sosial. sebab diyayasan tuna rungu Sehjira ini memberikan arahan serta edukasi yang menjadikan penyandang tuna rungu dapat disetarakan dengan masyarakat lainnya, tanpa melihat sisi kekurangannya. Diketahui dari segi Intelegensi pada penyandang tuna rungu ringan seperti Chairunisa bahwa tingkat Intelegensi sangat baik sama dengan manusia normal pada umumnya yang tidak memiliki kekurangan fisik satu pun, ia adalah salah satu Alumni Universitas Mercu Buana Jakarta ini mengakui dalam wawancara mengatakan bahwa: “Pas waktu kuliah ya saya kalau dosen bicara emang ga dengar, tapi kan selalu pake slide bahan pelajaran, jadi saya sedikit banyaknya paham”14 Menurut Chairunisa penyandang tuna rungu ringan sepertinya tidaklah mudah dalam melakukan komunikasi, seperti halnya selama ia kuliah mengatakan kesulitan dalam hal pendengaran membuatnya kesulitan dalam memahami materi yang diberikan oleh dosennya. Akan tetapi penggunaan alat bantu seperti slide show (power point) memudahkan ia dalam memahami pelajaran. Penggunaan bahasa nonverbal dalam interaksi yang dilakukan bagi penyandang tuna rungu akan lebih memudahkan mereka dalam berkomunkasi dengan komunitas yang lebih luas, bukan hanya kepada sesama penyandang tuna rungu saja, akan tetapi komunikasi yang dilakukan pada lingkungan sosial. 14 Wawancara Pribadi dengan Chairunisa penyandang tuna rungu ringan, pada tanggal 06 April 2014, pukul. 15.46. 76 Bentuk dari sebuah proses adalah bagaimana seseorang penyandang tuna rungu dapat melakukan interaksi sebagai sebuah proses sosial, karena dengan adanya interaksi yang dilakukan penyandang tuna rungu mereka akan lebih mudah menyatu dengan masyarakat lainnya. bentuk dari interaksi sosial menurut perspektif sosiologi dapat dibangun melalui kerjasama dan bahkan dapat berbentuk semacam pertikaian. Oleh karena itu fungsi dari komunikasi antarpribadi yang dibangun akan mudah berlangsung dan dapat dipahami oleh satu sama lain antara penyandang tuna rungu.15 Jika tuna rungu dilihat dari sisi intelegensi baik namun sisi emosi dan sosial tuna rungu dapat dilihat lebih mudah tersinggung apabila pesan yang mereka sampaikan tidak mudah dipahami dengan lawan bicara normal dengan baik. Akan tetapi jika dilihat dari segi sosial tuna rungu lebih banyak tertutup dengan masyarat luar. Berkomunikasi hanya dengan menggunakan alat bantu lainnya seperti handphone. Keterbatasan dalam hal pendengaran menjadi salah satu faktor penyandang tuna rungu merasa berbeda dengan manusia normal pada umumnya, seseorang yang mempunyai fakor hambatan fisik akan lebih mudah tersinggung dan tingkat emosi mereka jauh lebih tinggi dari pada manusia normal pada umumnya. Pemaknaan dari jati diri menjadi peran utama yang diungkapkan oleh George Herbert Mead dalam teori interaksionisme simbolik, Mead memandang bahwa tindakan sosial itu didasarkan pada proses umum yang 15 h. 61. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 77 merupakan sebuah kesatuan tingkah laku yang tidak dapat dianalisis kedalam bagian-bagaian tertentu.16 Pernyataan dari teori tersebut diketahui bahwa proses komunikasi yang berlangsung secara bersamaan melalui kata hati yang kemudian dibentuk dengan sebuah tindakan yang dapat menjadikan pesan disampaikan dengan makna yang berbeda-beda. Bahasa simbol dan pemaknaan menjadi dua alat penting dalam proses komunikasi yang dilakukan penyandang tuna rungu agar pesan yang disampaikan dapat dipahami dengan baik dan mendapatkan makna yang lebih luas. Teori interaksionisme simbolik dalam penerapan komunikasi antarpribadi verbal dan nonverbal bagi penyandang tuna rungu sangat dibutuhkan dalam pengkonsepan diri. Bagaimana penyandang tuna rungu mengembangkan pesan dan makna melalui bahasa nonverbal yang digunakan agar lawan bicara (komunikan) sesama penyandang tuna rungu dalam memahami pesan yang disampaikan oleh mereka dengan menggunakan bahasa isyarat. Makna yang terkandung dalam pesan nonverbal bagi penyandang tuna rungu akan muncul selama adanya proses interaksi berlangsung. Dengan menggunakan bahasa nonverbal tersebut maka lawan bicara akan memahami isi pesan yang ditujukan dengan gerakan tertentu seperti gerakan kinesik dan ekspresi wajah. Gerakan simbol yang dilakukan penyandang tuna rungu akan dapat diartikan melalui interaksi yang mereka lakukan seperti komunikasi antarpribadi. 16 Richard West, dkk, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h. 97. 78 Dimana tuna rungu berinteraksi lebih banyak dengan teman mereka sesama penyandang tuna rungu dengan menggunakan bahasa isyarat mereka. Dengan demikian, pesan yang disampaikan dapat dipahami dengan sebagaimana mestinya dengan makna dari komunikasi itu sendiri. Menurut dari analisis yang penulis lakukan diketahui bahwa teori interaksionisme simbolik menjadi sumber utama sebagai pemaknaan yang dibuat dengan menggunakan bahasa nonverbal. dengan begitu penyandang tuna rungu dapat mengerti dan memahami dan memberikan feedback terhadap pesan yang disampaikan. Bagaimana penyandang tuna rungu memaknai pesan yang diterima serta disampaikan melalui konsep diri yang mereka buat sehingga dengan bahasa nonverbal yang ada dapat membantu mereka dalam memberikan makna dari setiap pesan yang diterima. Segala bentuk simbol yang dilihat dari bahasa tubuh dan segala bentuk tindakan yang digunakan dalam interaksi tuna rungu akan memiliki makna karena dengan simbol kita dapat mendengar dan memberikan umpan balik dengan kemampuan untuk menyuarakan simbol. Begitu pun penyandang tuna rungu dengan pemaknaan serta konsep diri yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan respon yang positif dalam interaksi yang berlangsung. Proses yang selanjutnya digunakan dalam proses interaksi tuna rungu adalah dengan menggunakan pikiran sebagai alat bantu dalam merespon pesan yang disampaikan. dimana pikiran menjadi salah satu bentuk dalam proses komunikasi dan pengembangan dari makna yang tersirat melalui bahasa nonverbal. Ketika pesan yang disampaikan akan 79 terdapat perubahan maka disitulah proses berfikir dilakukan oleh penyandang tuna rungu. Oleh karena itu analisis pada penelitian ini lebih menekankan pada tingkat pemaknaan dari setiap bahasa yang digunakan oleh penyandang tuna rungu. Karena semua tuna rungu tidak sama dalam menafsirkan sebuah simbol. Peneliti meneliti penyandang tuna rungu : 1. Chairunisa Eka A.R (Penyandang Tuna Rungu Ringan atauHard Of Hearing) Bagi Chairunisa komunikasi menggunakan bahasa nonverbal sangat membantu dalam pesan yang disampaikan fungsi yang ada pada komunikasi nonverbal seperti repetisi sebagai pengganti perilaku nonverbal. Jika pesan tidak tersampaikan dengan baik maka pengulangan yang dilakukan hanya dua kali pengulangan bagi Chairunisa selaku penyandang tuna rungu ringan. Vokalik atau yang lebih dikenal sebagai paralanguage adalah salah satu unsur ucapan dalam cara berbicara.17 Sebagai tuna rungu ringan Chairunisa menyadari bahwa kekurangannya dalam hal pendengaran untuk berkomunikasi yang mengharuskan ia menggunakan bahasa nonverbal sebagai repetisi dalam mengungkapkan sesuatu melalui perilaku yang dilakukannya. Gerakan kinesik yang lebih banyak digunakan pada penyandang tuna rungu ringan hanya sebagai alat bantu dari kalimat verbal yang kurang jelas dalam pengucapannya. Sebab 17 Ekmen, P, dkk, Semiotika, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 1969), h. 50. 80 tuna rungu ringan seperti Chairunisa hanya membutuhkan kinesik dan kontak mata sebagai alat bantu dalam proses komunikasi. Pemaknaan pesan yang dilakukan bagi penyandang tuna rungu ringan Chairunisa memaknai pesan dengan diri sebagai konsep utama dalam memahami pesan. Yang kemudian peran bahasa nonverbal menjadi sebuah alat bantu dalam memahami isi pesan dengan gerakan tertentu yang kemudian diolah dengan pikiran sebagai proses dalam memahami makna melalui interaksi. Komunikasi yang dilakukan penyandang tuna rungu ringan seperti Chairunisatidak selamanya berjalan dengan baik dan sama, perbedaan dalam hal pendengaran juga memberikan efek yang berbeda dari pesan yang disampaikan serta pesan yang diutarakan. Bagi penyandang tuna rungu ringan dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa tuna rungu ringan lebih mudah berkomunikasi tanpa adanya alat bantu seperti gerakan tangan dan mimik wajah yang mengharuskan ekspresi secara jelas. Sesuai dengan wawancara yang dilakukan dengan bu Rachmita selaku pimpinan yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation mengatakan bahwa: “Komunikasi bagi penyandang tuna rungu ringan jelas beda, mereka (tuna rungu ringan) masih mudah dan bisa berkomunikasi meski enggak pakai bahasa isyarat, kan mereka masih bisa dengar jelas meski ada sedikit 81 hambatan, mungkin bisa dua kali omongan diulang, itu juga seandainya ada yang enggak faham”18 Bahasa isyarat dan simbol tertentu bagi penyandang tuna rungu ringan tidak harus dilakukan akan tetapi dalam berbicara perlu dua kali pengulangan agar memperjelas dari pesan komunikasi yang disampaikan. Menurut Rachmita mengatakan bahwa: “Ada dua gaya bahasa isyarat yang dipake tuna rungu buat komunikasi ada SIBI dan BISINDO, itu sama ajah bahasa isyarat-isyarat juga tapi beda dalam penggunaan gerak yang dilakukan, biasanya kalo tunarungu pake yang sibi keliatan lebih gampang enggak ribet, kalau bisindo biasanya banyak dipake buat tunarungu berat semacem tuli gitu lah”19 Penggunaan isyarat tersebut tergantung masing-masing kebutuhan penyandang tuna rungu, bagi penyandang tuna rungu ringan seperti Chairunisa lebih banyak menggunakan bahasa isyarat SIBI yang lebih mudah dipahami dengan gerakan yang simpel dan tidak terlalu menunjukan ekspresi wajah. Seperti penjelasan yang peneliti paparkan diatas, ada dua penggunaan bahasa isyarat bagi tuna rungu yang memiliki kemudahan dan kerumitan tersendiri. Penyandang tuna rungu seperti Chairunisa menggunakan SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) dalam berkomunikasi sebab gerakan SIBI sangat mudah dan tidak rumit sehingga banyak digunakan oleh penyandang tuna rungu lainnya. 18 19 Wawancara pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 April 2014, pukul 15.35. Wawancara pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 April 2014, pukul 15.35. 82 Sesuai dengan pernyataan dari Chairunisa dalam wawancara mengatakan bahwa: “Kalau saya pake gerakan SIBI karna kan lebih mudah padahal artinya sama ajah, cuma gerakannya lebih mudah dari pada BISINDO”20 Penggunaan gerak sebagai penunjang komunikasi penyandang tuna rungu dapat mempertegas dalam komunikasi yang disampaikan. oleh karena itu keefektifan komunikasi antarpribadi nonverbal sangat menunjang dalam proses komunikasi sehari-hari penyandang tuna rungu diyayasan tuna rungu sehjira. Dalam penelitian ini peneliti mengambil satu partisipan penyandang tuna rungu ringan sebagai objek riset yakni Chairunnisa Eka A.R, nisa adalah salah satu dari sekian banyak penyandang tuna rungu ringan diyayasan Sehjira yang berjumlah 70 orang. Kemampuan Chairunisa dalam mendengar masih sedikit berfungsi dengan normal. Tidak seperti penyandang tuna rungu berat yang tidak dapat mendengar sama sekali. Alumni Universitas Mercu Buana ini mengakui bahwa: “Kekurangan fisik yang saya punya sejak lahir emang susah banget buat saya komunikasi, enggak kaya orang lain ajah, tapi kan yahh gimana lagi saya terima kekurangan saya ini.”21 Menurutnya hambatan dalam komunikasi dan sulitnya memahami apa yang dimaksudkan orang lain menjadi salah satu 20 Wawancara Pribadi dengan Chairunisa penyandang tuna rungu ringan, pada tanggal 19 April 2014, pukul 13.00. 21 Wawancara pribadi dengan Chairunisa penyandang tuna rungu ringan, pada tanggal 07 Maret 2014, pukul 16.48. 83 masalah dalam dirinya. Akan tetapi mahasiswi ini tidak pernah putus asa. Sebab dengan komunikasi menggunakan bahasa nonverbal seperti gerak tangan, mimik wajah dan gestur tubuh semua dapat mendukung proses komunikasi. Nisa mengatakan dalam wawancaranya bahwa: “Mmm.. kalo bicara sama orang normal pastilah ada hambatan, kan gak semua orang ngerti apa yang kita omongin, lagian kalo tuna rungu kaya saya pasti beda harus pake isyarat tangan dan bahasa isyarat juga.”22 Dari segi intelegensi penyandang tuna rungu tidak jauh berbeda dengan orang normal pada umumnya, akan tetapi setelah kita berkomunikasi dengan mereka, barulah kita tahu bahwa mereka memiliki hambatan dalam hal pendengaran. Oleh sebab itu, bahasa nonverbal yang digunakan dapat menunjang komunikasi yang dilakukan bagi penyandang tuna rungu. Penyandang tuna rungu diyayasan tuna rungu sehjira berjumlah sekitar 125 penyandang tuna rungu dengan perbedaan gangguan pendengaran yang berbeda-beda. Menurut bu Rachmita selaku pimpinan yayasan mengatakan bahwa: “Penyandang tuna rungu disini memang beda-beda tergantung gangguan pendengaran yang mereka alami, biasanya pelatihan bahasa isyarat juga beda, penyandang tuna rungu ringan ada sekitar 68 orang kalau penyandang tuna rungu berat 57 orang”. 23 22 Wawancara pribadi dengan Chairunisa penyandang tuna rungu ringan, pada tanggal 07 Maret 2014, pukul 16.40. 23 Wawancara Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 April 2014, pukul. 16.44. 84 Sesuai dengan pernyataan diatas dari hasil wawancara, diketahui bahwa pelatihan bahasa nonverbal untuk tuna rungu berat lebih diintensifkan dalam hal penggunaan. Sebab, tuna rungu berat lebih sulit dalam memahami bahasa isyarat. Penggunaan bahasa isyarat yang digunakan dalam proses interaksi sehari-hari dapat membantu bagi penyandang tuna rungu dalam memaknai pesan yang mereka terima maupun pesan yang mereka sampaikan dapat dengan mudah mereka pahami. Dengan begitu komunikasi antarpribadi nonverbal menjadi salah satu bentuk komunikasi yang efektif yang mereka gunakan dalam interaksi. 2. Amrina Lugina Pagar Alam (penyandang tuna rungu berat atau Deaf Of Hearing) Pola komunikasi nonverbal yang digunakan bagi penyandang tuna rungu berat seperti Amrina Lugina ini lebih banyak menggunakan bahasa nonverbal sebagai alat berkomunikasi. Sebab, menurut pengakuannya, kesulitan dalam pengucapan bahasa verbal menjadi penghambat dalam proses komunikasi. Baginya, fungsi komunikasi nonverbal selain sebagai alat bahasa nonverbal juga sebagai subtitusi atau pengganti kalimat verbal yang kurang jelas. Peneliti mengamati bahwa pola komunikasi nonverbal bagi penyandang tuna rungu berat seperti sabrina bahasa verbal tidak terlalu banyak digunakan dalam proses 85 interaksi sebab sulit sekali dalam pengucapan yang mereka lakukan membuatnya memilih bahasa nonverbal dan gerak tubuh serta tangan yang dilakukan untuk menyampaikan pesan secara langsung. Penggunaan bahasa nonverbal bagi penyandang tuna rungu difungsikan dalam bentuk kinesik dan ruang. Kinesik atau gerak tubuh, serta kontak mata yang dilakukan penyandang tuna rungu berat memungkinkan untuk memahami dan memberikan pesan sesuai dengan pemahaman yang dilakukan mereka (penyandang tuna rungu berat), sedangkan penggunaan ruang, dilakukan untuk memberikan jarak dalam berkomunikasi. Batas bagi penyandang tuan rungu berat sesuai analisis yang didapatkan dilapangan menunjukan bahwa tidak boleh lebih dari empat meter dalam melakukan interaksi agar dapat dipahami. Bagi penyandang tuna rungu berat tingkat emosional dan intelegensi yang ada, menjadi faktor hambatan dalam komunikasi, sebab menurut pengakuan bu Rachmita tentang Amrina selaku penyandang tuna rungu berat, diketahui bahwa: “Kalau Amrina kan sulit buat komunikasi, jadi dia jarang juga buat ngomong sama orang banyak”.24 Kesulitan dalam interaksi dan menyampaikan serta mendengarkan pesan yang total membuat Sabrina kesulitan, sehingga terkadang emosi suka terlontar dari sikap dan ucapan ia. 24 Wawancara dengan Rachmita selaku pimpinan yayasan, pada tanggal 19 april 2014, pukul. 16.07. 86 Karena lawan bicara tidak dapat memahami isi pesan yang ingin dia sampaikan. Seperti yang sudah peneliti jelaskan diatas, bahwa pola komunikasi penyandang tuna rungu diyayasan tuna rungu sehjira lebih menggunakan komunikasi antarpribadi nonverbal sebagai komunikasi yang digunakan dalam interaksi bagi penyandang tuna rungu. Karena bahasa nonverbal menjadi bahasa pengganti dari pesan verbal sehingga pesan yang disampaikan dapat dimengerti dan dipahami bagi lawan bicara yang sama-sama berinteraksi dengan penyandang tuna rungu tersebut. Salah satu penyandang tuna rungu berat adalah Amrina, hambatan dan kesulitan dalam berkomunikasi yang dilakukan bagi penyandang tuna rungu berat berbeda dengan tuna rungu ringan yang masih dapat mendengar meski bahasa nonverbal tidak digunakan. Sesuai pernyataan dalam wawancara peneliti dengan Amrina mengatakan bahwa: “Saya kalau bicara enggak bisa kalau enggak pake gerak sama mimik wajah, saya harus jelas melihat sama gerak yang digunain sama teman bicara saya, jarak pandang kalau saya enggak bisa lebih dari empat meter”.25 Komunikasi yang digunakan penyandang tuna rungu berat memang harus lebih memfokuskan pada komunikasi nonverbalnya dengan menggunakan jenis komunikasi nonverbal kinesik dan ruang.26 Sebagai 25 Wawancara Pribadi dengan Sabrina penyandang tuna rungu berat, pada tanggal 06 April 2014, pukul. 14.33. 26 Ekmen, P, dkk, Semiotika, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 1969), h. 50. 87 bahasa penunjang karena pendengaran yang ada pada mereka tidak berfungsi dengan baik atau bisa dikatakan tuli. Sehingga jika mereka berbicara harus melihat mimik mulut dan ekspresi wajah. Komunikasi antarpribadi yang dilakukan seluruh penyandang tuna rungu diyayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation dengan interaksi seperti berbicara dalam percakapan sehari-hari, sharing dan seluruh bentuk kegiatan lainnya yang dilakukan penyandang tuna rungu diyayasan. Penggunaan Meaning sebagai konsep diri sangat dibutuhkan oleh penyandang tuna rungu ringan, sebab diri menjadi hal utama untuk meyakinkan pesan yang ingin disampaikan karena keterbatasan pemahaman pesan yang terdapat pada penyandang tuna rungu berat seperti Amrina, language atau bahasa yang digunakan dalam proses komunikasi adalah alat yang sangat dibutuhkan bahasa yang bersifat verbal ataupun nonverbal sehingga komunikan dapat dengan baik memahami isi pesan. Kekurangan dalam hal pendengaran yang dimiliki Amrina menjadi hambatan dalam komunikasi yang ia lakukan. Sebab dalam mengutarakan pesan nonverbal pun Amrina masih terlihat sulit. Karena bahasa verbal yang terucap darinya sama sekali tidak jelas. Sebagaimana sesuai dengan pernyataan yang diutarakan oleh bu Rachmita mengatakan bahwa “Kalau Amrina kan memang pendengarannya total tidak bisa digunakan, nah jadi kalau ada orang lain bicara sama dia biasanya gunain buku sama pulpen kalau kurang jelas”27 27 Wawancara pribadi dengan bu rachmita selaku pimpinan yayasan, pada tanggal 07 maret 2014, pukul 16.00. 88 Komunikasi yang dilakukan Amrina Lugina Pagar Alam terkadang pun suka menggunakan alat bantu seperti buku dan pulpen jika kalimat dan bahasa isyarat yang ia gunakan kurang jelas dan sulit dipahami. Sehingga pesan komunikasi dan umpan balik dapat dengan mudah dilakukan. Dan menghasilkan makna yang sesuai dengan harapan Amrina sebagai pembicara. Kinesik dan ruang yang diperlukan bagi penyandang tuna rungu berat sangat dibutuhkan sebab jarak dari komunikasi tidak boleh lebih dari empat meter. Gangguan yang terdapat dalam pesan komunikasi atau yang lebih dikenal sebagai noise terkadang menghambat proses interaksi yang sedang berlangsung. Menurut Amrina mengatakan dalam wawancaranya bahwa: “Kadang kalau saya bicara yang saya maksud enggak sampai sama orang yang saya ajak bicara, kadang yang saya maksud A tapi dia anggapnya b. Kadang benda-benda disekitar saya buat tempat biar mereka paham sama pesan saya”28 Terkadang pesan yang tersampaikan tidak sesuai atau yang lebih dikenal dalam komunikasi antarpribadi gangguan semantik, yakni dimana penafsiran makna pesan berbeda dari maksud pesan dan tujuan tersebut. Biasanya pesan yang disampaikan memiliki gangguan baik terhadap komunikator (Amrina) dan komunikannya (lawan bicara). Dalam pesan komunikasi yang tersampaikan makna dan interaksi terus berjalan yang kemudian dipengaruhi adanya interaksi sosial. keterbatasan yang dimiliki Amrina tidak menghambat ia dalam mengaktualisasikan keterampilannya dalam kegiatan-kegiatan yang bermanfaat sebagai contoh Amrina 28 Wawancara pribadi dengan sabrina penyandang tuna rungu berat, pada tanggal 07 maret 2014, pukul 16.56. 89 memegang peranan penting sebagai bendahara yayasan yang menjadi sebuah aktivitas kesenggangan waktu baginya. Kegiatan komunikasi yang dilakukan bagi penyandang tuna rungu diyayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation memang terbilang lebih banyak berinteraksi lewat komunikasi antarpribadi nonverbal. dari pada komunikasi yang dilakukan lewat komunikasi media, hal ini terbukti dari hasil pengamatan yang peneliti lakukan selama proses penelitian. komunikasi yang dilakukan antara penyandang tuna rungu dengan tuna rungu lainnya dengan menggunakan bahasa nonverbal sebagai bahasa yang digunakan dalam proses interaksinya. Baik dengan ekspresi wajah, gerak tangan, gerak tubuh dan tangan. Proses analisis yang penulis lakukan dalam proses komunikasi agar dapat mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan bersifat antarpribadi atau non-antarpribadi, analisis yang penulis lakukan dengan beberapa pendekatan seperti analisis pada tingkat kultural yang lebih dianalisis dalam komunikasi penyandang tuna rungu melalui kata-kata yang mereka gunakan dalam proses interakasi, melalui tindakan dari bahasa tubuh mereka, postur tubuh, gerak suara dan semua makna-makna yang tersirat dari komunikasi yang mereka lakukan.29 Sehingga peneliti dapat mengetahui tingkat kedekatan komunikasi antarpribadi yang dilakukan penyandang tuna rungu diyayasan sehjira. Semua bentuk komunikasi nonverbal yang digunakan oleh penyandang 29 Muhammad Budyatna, dkk, Teori Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2011), h. 5. 90 tuna rungu tidak semuanya dapat berbentuk bahasa tubuh dan tanda saja, akan tetapi semacam tindakan dan perbuatan , atau objek sebagai komunikasi nonverbal. hal ini sesuai dengan wawancara dengan bu Rachmita mengatakan bahwa “Biasanya kita dalam bicara gak semua pake bahasa isyarat kadang bahasa yang kita gunakan dalam gerakan kita menggunakan tindakan atau barang mati seperti gelas, bangku atau pulpen gitu”30 Dalam hal ini proses komunikasi menjadi penting karena pemaknaan dari konsep diri yang terkonstruk dengan baik akan menghasilkan komunikasi yang efektif bagi penyandang tuna rungu. Sebagaimana yang peneliti jelaskan diatas, bahwa seseorang akan membentuk kesadaran atas keterlibatannya dalam proses komunikasi akan menjadikan diri seseorang akan mudah terkonsep dalam perannya sebagai komunikator atau komunikan. Begitu pula dengan penyandang tuna rungu apabila mereka memahami isi pesan dengan menggunakan bahasa nonverbal dan komunikasi antarpribadi, tujuan dan harapan dari pesan akan tersampaikan dengan baik. Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan bahwa diketahui proses komunikasi yang dilakukan bagi penyandang tuna rungu berat seperti Amrina lebih banyak menggunakan bahasa nonverbal sebagai penunjang dalam berkomunikasi dengan menggunakan jenis kinesik dan ruang sebagai proses interaksi dengan fungsi komunikasi nonverbal bagi penyandang tuna rungu sebagai subtitusi yakni dimana pesan nonverbal 30 Wawancaea pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 april 2014, pukul 15.30. 91 mewakilkan bahasa verbal yang kurang jelas dengan menggunakan bahasa isyarat sebagai bentuk komunikasi yang Amrina lakukan. Dari segi intelegensi yang memengaruhi proses komunikasi bagi penyandang tuna rungu berat menjadi sangat penting dengan pengetahuan dan pemahaman dari penggunaan bahasa simbol sebagai pemaknaan dari pesan tersebut. Meskipun bahasa menjadi faktor penghambat dalam komunikasi mereka, dengan adanya bahasa verbal dan nonverbal seperti bahasa isyarat memudahkan mereka dalam melakukan interaksi mereka. Jika dilihat dari segi emosional bagi penyandang tuna rungu berat sisi emosional mereka cenderung lebih tinggi. Karena penyandang tuna rungu berat lebih sulit untuk berinteraksi karena kekurangan pendengaran total yang mereka alami. Sehingga mereka membutuhkan kedekatan jarak dalam berkomunikasi dengan dua kali pengulangan kalimat. Jika dilihat dari sisi sosial penyandang tuna rungu berat memiliki perbedaan dengan penyandang tuna rungu ringan. Tuna rungu berat lebih tertutup dalam hal pergaulan dengan masyarakat yang luas. Sebab, menurut pengakuan dari Amrina mengatakan dalam wawancaranya bahwa: “Kalau saya lebih banyak diyayasan, enggak terlalu sering bergaul sama tetangga. Kecuali sama anggota yayasan juga” Hal ini dibuktikan karena adanya keterasingan yang dirasakan Amrina. Sehingga berkomunikasi hanya dengan lingkungan kelompok saja, tidak menyatu dengan masyarakat yang lebih luas. 92 B. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Proses Komunikasi Penyandang Tuna Rungu 1. Faktor Penghambat Proses Komunikasi Penyandang Tuna Rungu Dalam proses komunikasi penyandang tuna rungu tidak selamanya mengalami kelancaran, sebab komunikasi yang normal pada umumnya saja dapat mengalami hambatan, sudah tentu bagi penyandang tuna rungu yang memiliki kekurangan dalam hal pendengaran. Sudah tentu ada faktor yang dapat menghambat dalam proses komunikasi. Dalam penelitian yang peneliti lakukan terdapat beberapa faktor hambatan dalam proses komunikasi yang berlangsung bagi penyandang tuna rungu. Salah satunya adalah gangguan semantik yakni gangguan yang bisa saja terjadi dari komunikator dan komunikan biasanya pesan yang disampaikan penyandang tuna rungu ringan (komunikator) bisa berbeda makna jika pesan yang sudah tersampaikan ke lawan bicara (komunikan) penyandang tuna rungu berat. Dari analisis yang dilakukan penulis terhadap penyandang tuna rungu ringan dan berat terhadap faktor penghambat dan pendukung dapat dianalisis melalui beberapa segi yakni, segi intelegensi, segi bahasa dan bicara serta segi emosi dan sosial. Jika dilihat dari segi intelegensi penyandang tuna rungu mempunyai intelegensi yang berbeda-beda, tingkat intelegensi dapat memengaruhi sikap dan prilaku serta tingkat emosional mereka, semakin tinggi tingkat intelegensi yang mereka miliki maka akan 93 semakin mudah penyandang tuna rungu bergaul dengan masyarakat luas seperti halnya ungkapan yang dinyatakan dari Rachmita selaku pimpinan mengatakan dalam wawancara bahwa: “Enggak semua tuna rungu itu kurang, bisa dilihat banyak tuna rungu yang potensinya diatas rata-rata, tetap kuliah dan kerja sama seperti orang lain. Cuma bedanya kan, kalau kita ini punya kekurangan dalam hal pendengaran”.31 Tingkat intelegensi bagi penyandang tuna rungu menjadikan dirinya lebih dapat terkonsep dengan baik, baik dari segi bahasa dan bicara serta pengkontrolan emosi pada diri mereka sehingga mereka lebih dapat bersosialisasi dengan masyarakat luas. Kekurangan pendengaran bagi penyandang tuna rungu ringan seperti Chairunisa yang masih mempunyai daya tangkap terhadap suara dari interaksi manusia normal memungkinkan dirinya mampu melakukan interaksi dengan masyarakat luas. Faktor hambatan ini terjadi selama proses komunikasi berlangsung menurut ungkapan bu Rachmita dalam wawancaranya mengatakan bahwa: “Memang komunikasi isyarat ini sulit dipahami banyak orang tapi kita berusaha untuk bisa dipahamin orang lain dengan bahasa isyarat sama simbol, buat ngeyakinin lawan bicara kita sendiri harus benar-benar jelas sama pesan yang kita sampaikan”32 Ada beberapa faktor penghambat dalam proses komunikasi yang berlangsung pada penyandang tuna rungu, peneliti menganalisis dalam beberapa proses diantaranya adalah: Selain dari faktor segi intelegensi, ada faktor pendukung dari segi bahasa dan bicara, hambatan yang ada pada penyandang tuna rungu pasti tidak jauh berbeda dengan pendengara, serta bahasa yang digunakan dalam 31 32 Wawancara Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 19 April 2014, pukul 15.00. Wawancara pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 07 Maret 2014, pukul 16.54. 94 percakapan sehari-hari. Faktor hambatan jika dilihat dari segi bahasa adalah bahasa verbal dalam bahasa ilmu komunikasi bahasa verbal adalah semua kalimat yang terucap melalui kata-kata. Namun, bagi penyandang tuna rungu kalimat verbal tidak ubahnya dengan ucapan yang tidak jelas sehingga memaksakan penyandang tuna rungu menggunakan bahasa nonverbal sebagai alat bantu dalam berkomunikasi. Bahasa nonverbal yang dimaksud disini bagi penyandang tuna rungu yakni gerak tubuh yang meliputi gerak tangan, mimik wajah, ekspresi dan kontak mata. Hal tersebut termasuk kedalam bentuk kinesik. Yang digunakan selama proses komunikasi berlangsung. Bahasa nonverbal bagi penyandang tuna rungu adalah sebuah alat pendukung dalam proses komunikasi. Sebab tanpa bahasa nonverbal akan sulit bagi penyandang tuna rungu melakukan komunikasi. Faktor hambatan yang selanjutnya dapat dilihat dari segi emosi dan sosial. Penyandang tuna rungu atau lebih dikenal dengan (tuli) mempunyai tingkat emosi yang relatif tinggi hal ini dapat dilihat selama proses komunikasi berlangsung. Jika pesan yang mereka sampaikan tidak dapat dipahami dengan baik maka mereka akan mudah merasa kecewa karena ketidakpahaman lawan bicara terhadap pesan yang mereka berikan. Hal ini menjadi salah satu penghambat dalam proses komunikasi antarpribadi sebab komunikasi yang berlangsung dapat dihentikan secara langsung dengan adanya pemutusan. 95 Faktor sosial dapat mempengaruhi keterbatasan dalam berkomunikasi. Karena tuna rungu memiliki kekurangan dari segi pendengaran maka keterasingan yang dirasakan cukup dirasakan sebab tidak semua masyarakat mampu berkomunikasi dengan baik terhadap tuna rungu. Peneliti mengamati selama proses kegiatan yang ada diyayasan tuna rungu Sehjira dapat diketahui bahwa komunikasi atau interaksi yang dilakukan lebih banyak melibatkan sesama penyandang tuna rungu. Dari pada melibatkan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu faktor sosial dapat mempengaruhi mereka dalam melakukan komunikasi. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan salah satu penyandang tuna rungu diyayasan mas Eko mengatakan bahwa: “Kita kalau bicara lebih nyaman sama tuna rungu ajah, kan mereka sama-sama ngerti bahasa kita, tapi kalau orang lain kan belum tentu”.33 Selain dilihat dari beberapa faktor dari empat segi tersebut. Ada beberapa faktor hambatan lainnya dalam proses komunikasi bagi penyandang tuna rungu diantaranya adalah: a. Gangguan semantik Gangguan semantik atau yang lebih difahami dengan gangguan pada pesan, dimana pesan yang disampaikan oleh penyandang tuna rungu mengalami perubahan dan kesalahan pada penafsiran makna dan pesan. Baik pesan yang disampaikan dari penyandang tuna rungu (komunikator) ataupun pesan yang 33 15.23. Wawancara Pribadi dengan mas Eko anggota Sehjira, pada tanggal 19 april 2014, pukul 96 diterima oleh lawan bicara (komunikan) tuna rungu. Keduanya sama-sama mengalami kesalahfahaman dalam pentafsiran makna pesan. Dalam hal ini penyandang tuna rungu bisa terbilang sering dalam salah penafsiran. Sebab, pesan yang disampaikan harus diucapkan dua kali. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dalam pemahaman pesan yang disampaikan oleh penyandang tuna rungu sesuai dengan wawancara peneliti dengan Rachmita mengatakan bahwa: “Kalau memang lawan bicara kita enggak faham sama apa yang kita bicarakan ya kita harus ulang kembali pesan yang tadi diucap”. 34 Jadi dapat diketahui bahwa proses komunikasi penyandang tuna rungu di yayasan sehjira mengalami proses hambatan terhadap pesan yang disampaikan maupun pesan yang diterima seperti (gangguan semantik) hal itu terjadi karena adanya gangguan pada diri komunikator yang menyebabkan pesan yang diterima oleh lawan bicara mengalami kesalahfahaman dalam memberikan makna pesan tersebut 34 Wawancara pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 april 2014, pukul 13.46. 97 b. Noice Faktor hambatan yang kedua noice atau yang disebut gangguan suara, penghambat ini bisa berupa suara-suara gaduh atau perilaku dari pihak lawan bicara selama proses komunikasi berlangsung. Gangguan ini sering terjadi pada proses komunikasi lainnya yang berbentuk verbal bagi orang normal. Namun, penyandang tuna rungu juga mengalami gangguan noice sebagai salah satu faktor penghambat dalam proses komunikasi sebagai contoh kehadiran orang ketiga dalam proses interaksi berlangsung. Pesan dan interaksi yang dilakukan akan berhenti dan akan adanya pemutusan pesan dari salah satu pihak penyandang tuna rungu yang melakukan interaksi. Menurut hasil analisis penulis dalam proses wawancara yang dilakukan bahwa terdapat hambatan komunikasi melalui noice yakni gangguan yang disebabkan adanya suara gaduh dan gangguan orang ketiga dalam sebuah interaksi yang dilakukan penyandang tuna rungu selama proses komunikasi berlangsung menurut ungkapan Chairunisa penyandang tuna rungu ringan mengatakan bahwa “Kadang pesan yang kita ungkapin enggak gampang direspon balik kadang ada ajah gangguan ya, kaya semacem temen ikut nimbrung ngomong gitu, kan bahasan kita udah pasti beda kan yah”35 35 Wawancara pribadi dengan Chairunisa penyandang tuna rungu ringan, pada tanggal 06 April 2014, pukul 14. 54. 98 Bahwa kehadiran orang ketiga juga dapat mengubah sebuah interaksi yang sedang berlangsung antara dua orang penyandang tuna rungu, seperti interaksi yang dilakukan semacam sharing, percakapan kecil, dan obrolan jarak jauh. Oleh sebab itu faktor hambatan ini harus dijauhkan agar terhindar dari kesalahfahaman dalam pesan yang disampaikan dan diterima. 2. Faktor Pendukung dalam Proses Komunikasi Penyandang Tuna Rungu Faktor pendukung dalam komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu menurut analisis peneliti yang sesuai dengan hasil temuan data terdapat dalam bahasa isyarat dan simbol atau lebih disebut (Media) proses komunikasi antarpribadi nonverbal tuna rungu sudah jelas lebih banyak menggunakan bahasa isyarat dengan bantuan beberapa simbol pengenal sebagai proses interaksi yang mereka lakukan. Sebab, komunikasi yang mereka lakukan jika hanya mengandalkan bahasa verbal maka mereka akan mengalami hambatan sebab bahasa nonverbal salah satu bahasa atau sebagai alat pembantu dalam proses interaksi mereka. Sebagaimana hasil wawancara yang diungkapkan oleh Rachmita mengatakan bahwa: “Ya untuk tuna rungu seperti kita lebih banyak menggunakan bahasa isyarat kaya gini ketimbang bahasa ucapan ya, karna kan kalau bahasa aja yang kita ucapin 99 agak sulit dipahamin sama orang lain, belum tentu kita bicara mereka paham ya kan? Jadi sedikit banyaknya kita pake simbol sih.”36 Simbol dan bahasa isyarat tertentu dalam mengenali sebuah benda atau sebagai pengganti ungkapan verbal memanglah tidak mudah untuk dipahami bagi kita selaku orang normal, namun jika kita sering melakukan interaksi secara terus menerus maka kita akan paham dengan sendirinya bahasa isyarat yang mereka gunakan selama proses interaksi berlangsung. Bahasa isyarat sebagai media pendukung dalam proses komunikasi nonverbal tuna rungu telah menjadi salah satu kemudahan dalam melakukan interaksi dan kemudahan dalam memahami isi pesan yang disampaikan penyandang tuna rungu kepada lawan bicaranya atau tuna rungu dengan lawan bicara yang berperan sebagai (komunikator). Vokalik dalam menyampaikan pesan sangat dibutuhkan dalam proses komunikasi karena kejelasan ekspresi mulut dan wajah sangat berperan besar dalam proses pesan dan pemahaman pesan. Ada beberapa faktor pendukung dalam proses komunikasi nonverbal penyandang tuna rungu diantaranya bahasa isyarat dan simbol yang meliputi gerak tubuh, mimik wajah, ekspresi, vokalik dan gerak mata. Faktor yang telah disebutkan diatas bahwa ada beberapa faktor lain yang dapat memengaruhi dalam proses komunikasi diantaranya adalah dari segi intelegensi, bahasa , emosi dan sosial. 36 Wawancara Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 april 2014, pukul 13.56. 100 Yang dimaksud dari intelegensi dari hasil penemuan data dilapangan bahwa kemampuan intelegensi dari penyandang tuna rungu ringan dan berat sama seperti manusia normal pada umumnya bahkan kepintaran mereka lebih dari rata-rata. Sebab, tekat mereka yang kuat dan kemauan yang tinggi dan kekurangan mereka menjadi sebuah pacuan untuk berkembang dari segi integensi. Sesuai dengan pernyataan dari bu Rachmita bahwa: “Saya dapat nilai camlaude pas waktu kuliah dimercu,”.37 Salah satu gerak tubuh yang ditunjukan selama proses komunikasi dengan gerak tangan serta ekspresi wajah menunjukan bahwa pesan yang disampaikan memiliki makna dan tujuan pesan yang diharapkan oleh penyandang tuna rungu agar pihak dari lawan bicara dapat memahami isi pesan tersebut. Sebagaimana hal ini disampaikan melalui wawancara dengan bu Rachmita yang mengungkapkan bahwa: “Gerak tubuh selama pembicaraan berlangsung setidaknya dapat ngebantu kita buat sampein pendapat kita, aspirasi, tujuan dan kita harap orang yang paham sama bahasa kita ya ini melalui ekspresi wajah sama gerak ya agar mereka paham.”38 Sesuai pernyataan diatas peneliti penyimpulkan bahwa pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu mendapatkan kemudahan dengan menggunakan bahasa isyarat dan simbol tertentu dalam memberikan makna tertentu terhadap benda ataupun ucapan yang disampaikan melalui pesan verbal mereka. 37 38 Wawancara Pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 April 2014, pukul 17.00. Wawancara pribadi dengan Rachmita, pada tanggal 06 April 2014, pukul 14.00. 101 Pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu di yayasan tuna rungu sehjira dapat disimpulkan bahwa memiliki faktor pendukung dalam proses komunikasinya. Dari segi intelegensi bahasa dan faktor emosi dan sosial. Faktor pendukung bagi penyandang tuna rungu diyayasan tuna rungu sehjira menurut hasil analisis dan hasil data yang didapatkan adalah bahasa nonverbal atau bahasa isyarat dan simbol yang digunakan dalam proses komunikasi. Sebab bahasa simbol atau bahasa nonverbal yang meliputi berbagai gerakan dan simbol adalah sebagai alat pendukung dalam kelancaran proses komunikasi mereka. Sehingga pesan dapat tersampaikan dengan baik dan dapat dipahami oleh kedua belah pihak selama proses komunikasi berlangsung. Menurut wawancara dengan ka Chairunisa mengatakan bahwa: “Yang kita pake ya gerakan tangan, muka, mata sama ngomong ajah kaya biasanya diucap gitu”.39 Sangat jelas bahasa yang digunakan selama proses komunikasi berlangsung dengan menggunakan bahasa verbal dan nonverbal dapat membantu dalam penyampaian pesan mereka sebab gerakan atau kinesik yang meliputi beberapa anggota tubuh dapat menyalurkan perasaan dan inti dari isi pesan yang dimaksud dari komunikator (penyandang tuna rungu ringan dan berat). 39 Wawancara Pribadi dengan Chairunisa penyandang tuna rungu ringan, pada tanggal 06 April 2014, pukul. 16.32. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan data maka penulis menyimpulkan tentang pola komunikasi antarpribadi nonverbal penyandang tuna rungu di yayasan tuna rungu Sehjira Deaf Foundation, penulis mempunyai kesimpulan sebagai berikut: 1. Komunikasi yang digunakan dalam interaksi bagi penyandang tunarungu menggunakan komunikasi antarpribadi nonverbal dengan menggunakan tiga (3) dasar prinsip dari teori interaksionisme simbolik yang diperkenalkan oleh George Herbert Mead yakni meaning, language dan thought atau mind. Dengan tiga (3) dasar prinsip tersebut diketahui bahwa pengkonsepan diri dari penyandang tuna rungu sangat dibutuhkan dalam membuat konsep yang berpengaruh terhadap pesan yang disampaikan, serta pemaknaan yang terdapat selama proses interaksi berlangsung. Yang artinya kesimpulan dari hasil analisis yang peneliti lakukan bahwa diketahui penyandang tuna rungu ringan dan berat seperti Chairunisa dan Amrina Lugina melakukan proses komunikasi dengan penggunaan makna dalam mengkonsep diri mereka dalam sebuah interaksi dengan menggunakan bahasa nonverbal mereka untuk memahami makna serta didukung dengan pikiran sebagai proses berfikir dalam sebuah interaksi. Serta bagaimana bahasa nonverbal yang mereka gunakan untuk 102 103 memahami makna dari pesan yang disampaikan oleh lawan bicara mereka. Yang kemudian pesan yang mereka terima dapat dipahami kembali dengan menggunakan Thought untuk berpikir dari hasil porses pesan tersebut. Diketahui bahwa pola komunikasi yang dilakukan penyandang tuna rungu ringan lebih menggunakan kinesik dan vokalik serta kontak mata sebagai proses dalam komunikasi dengan bantuan gerakan tubuh dan kontak mata yang dilakukan maka pesan dapat tersampaikan dengan baik, penyandang tuna rungu ringan juga menggunakan bahasa verbal yakni dimana kalimat yang terucap dari mulut menjadi salah satu pesan verbal mereka. Jadi komunikasi nonverbal bagi penyandang tuna rungu ringan tidak terlalu diperlukan. Sedangkan pola komunikasi yang diterapkan bagi penyandang tuna rungun berat lebih menitik beratkan pada kinesik dan ruang. Dimana penggunaan bahasa tubuh seperti gerak tangan dan ekprsesi wajah sangat dibutuhkan dalam proses komunikasi serta penggunaan jarak dalam komunikasi bagi penyandang tuna rungu berat tidak boleh lebih dari 4 meter. Sebab kedekatan jarak intim lah yang memberikan kemudahan serta pehaman dalam proses komunikasi bagi penyandang tuna rungu berat. Dalam proses komunikasi bagi penyandang tuna rungu ringan dan berat menggunakan bahasa isyarat SIBI (Sistem Isyarat bahasa Indonesia) keduanya, karena dianggap lebih mudah dari pada menggunakan BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia) yang terlalu rumit dalam melakukan gerakan tersebut yang memakan waktu. 2. Komunikasi antarpribadi merupakan pola komunikasi yang paling efektif digunakan dalam interaksi penyandang tunarungu dalam penunjang 104 komunikasi mereka sebab dengan penggunaan bahasa simbol dan makna realitas pesan yang tersampaikan akan dapat diterima dengan baik serta feedback yang dapat dimengerti. 3. Sedangkan fungsi komunikasi nonverbal bagi penyandang tuna rungu berat lebih digunakan untuk subtitusi yakni menggunaan bahasa nonverbal semata-mata hanya sebagai pengganti bahasa verbal yang terucap kurang jelas agar dipertegas dalam tindakan nonverbal mereka. Penggunaan komunikasi nonverbal mereka bagi penyandang tuna rungu berat menitik beratkan pada kinesik dan penggunaan ruang atau proxemik. Dimana jarak antara penyandang tuna rungu berat harus dekat tidak boleh berjauhan agar komunikasi nonverbal mereka dapat dimengerti dengan baik. Serta mendapatkan feedback dengan cepat. 4. Faktor hambatan dari pola komunikasi antarpribadi nonverbal bagi penyandang tunarungu diyayasan tunarungu Sehjira Deaf Foundation yakni dilihat dari segi intelegensia, bahasa serta emosi dan sosial. Ketiga segi ini sama-sama dapat memengaruhi hambatan serta kelancaran dalam berkomunikasi. Segi intelegensi dapat memengaruhi bahwa dengan tingkat kecerdasan tuna rungu yang berbeda-beda dapat menghambat dalam proses komunikasi, 5. Sedangkan faktor pendukung dalam proses komunikasi bagi penyandang tuna rungu adanya bahasa isyarat atau nonverbal yang digunakan selama proses komunikasi berlangsung. Akan tetapi segi emosional juga dapat memengaruhi untuk lingkungan sosial. Karena keterbatasan mereka dalam hal pendengaran membuat mereka sulit 105 berinteraksi dengan masyarakat luas sehingga tingkat sosial mereka bisa terbilang cukup rendah sehingga mereka berinteraksi atau bersosialisasi dengan komunitas kecil saja seperti sesama penyandang tuna rungu. 5. Adanya gangguan semantik dalam komunikasi ini berupa gangguan pada pesan yang disampaikan baik dari penyandang tuna rungu atau pesan yang diterima memiliki perbedaan makna yang terdapat dalam pesan tersebut, yang menjadi rusak dalam pengertiannya serta makna yang tersampaikan. Biasanya hal ini terjadi dalam konsep atau makna yang diberikan pada komunikator (tuna rungu ringan atau berat) seperti Chairunisa dan Amrina Lugina yang lebih banyak mengalami gangguan semantik dalam proses komunikasi mereka. Diantaranya segi intelegensi yakni dimana penyandang tuna rungu tidak semuanya memiliki intelegensi yang sama dan pasti berbeda. Dan faktor dari segi emosional mereka lebih tinggi dari pada manusia normal pada umumnya, mereka terkadang tidak dapat mengkontrol emosi disaat lawan bicara tidak dapat memahami makna dan isi pesan yang mereka sampaikan. Sehingga terkadang membuat mereka merasa malu dan menjauh dari lingkungan luar. Bahasa yang dipergunakan tuna rungu berbeda dari komunikasi pada umumnya dengan menggunakan bahasa verbal. Sebab itulah faktor bahasa dan bicara yang menjadi penghambat mereka dalam melakukan komunikasi. Dalam hal ini teori interaksionisme simbolik mengambil peran penting dalam pembentukan makna dalam proses interaksi yang dilakukan penyandang tuna rungu ringan dan berat melalui konsep dasar diri sebagai 106 penentuan sikap dalam berkomunikasi yang kemudian dilanjutkan dengan Language sebagai simbol atau pemaknaan dari bahasa yang digunakan dengan peran thought sebagai proses berpikir dari sebuah pemaknaan yang dibuat. Dengan begitu pesan yang tersampaikan serta interaksi yang berlangsung dapat memudahkan tujuan serta memberikan effeck dan feedback yang baik bagi pembicara atau pendengar. B. Saran 1. Bagi penyandang tuna rungu sebaiknya dalam melakukan proses interaksi atau komunikasi harus menggunakan bahasa nonverbal yang mudah dan dapat dipahami dengan lawan bicara seperti penyandang tuna rungu ringan lebih harus menggunakan bahasa kinesik dan vokalik. Sedangkan bagi penyandang tuna rungu berat sebaiknya menggunakan bahasa nonverbal dan penggunaan ruang sebagai batas jarak dalam berkomunikasi sehingga tidak ada kesulitan bagi tuna rungu berat selama proses berlangsung. 2. Saran umum yakni bagaimana kita memahami jika berkomunikasi dengan penyandang tuna rungu, baik tuna rungu berat ataupun tuna rungu ringan. kita harus memperhatikan bahasa yang mereka gunakan, sehingga kita dapat memahami dengan mudah maksud dari tujuan pesan yang mereka sampaikan. (penyandang Sehingga tuna tidak rungu) ada untuk rasa keterasingan melakukan bagi mereka komunikasi dengan masyarakat yang lebih luas. Serta melihat dari segi intelegensi, bahasa dan emosi serta sosial yang mereka miliki. Untuk dapat menyetarakan bahasa yang mereka pergunakan sehingga tercapainya sebuah pesan dan tujuan yang sama dari penyandang tuna rungu kepada lawan bicara mereka. Dan 107 jangan memandang serta merendahkan penyandang tuna rungu karena mereka sama seperti kita, mereka ingin disama ratakan dengan manusia normal pada umumnya, tidak ada pengkucilan, diskriminatif serta mengasingkan mereka dari lingkungan sosial. Sebab semua makhluk yang ada dimuka bumi ini semuanya adalah Ciptaan Allah SWT. َّاس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأُنْثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل ُ يَا أَيُّ َها الن ِ ِلِتَ َعارفُوا إِ َّن أَ ْكرَم ُكم ِعْن َد اللَّ ِو أَتْ َقا ُكم إِ َّن اللَّوَ َعل ٌيم َخبي ٌ ْ ْ َ َ “Wahai Manusia sungguh kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu saling mengenal sungguh yang [aling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa sungguh Allah maha mengetahui Maha teliti” (Qs. Al-Hujarat: 13). ِِ ِْ لََق ْد َخلَ ْقنَا إََِّّل.ي َ َس َف َل َسافل ْ اْلنْ َسا َن ِِف أ ْ ُُثَّ َرَد ْدنَاهُ أ.َح َس ِن تَ ْق ِو ٍي ِ الص ِ اِل ِ الَّ ِذين آمنُوا وع ٍ ُات فَلَهم أَجر َغي ر َمَْن ون ا و ل م ُ َّ ََ َ َ ُْ ٌ ْ ْ ُ َ “Sungguh kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya, kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendahrendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan menggerakan kebaikan maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putusputusnya” (Qs. At-tin: 4-6) 3. Saran yang terakhir bagi Yayasan Tuna Rungu Sehjira Deaf Foundation bahwa proses komunikasi penyandang tuna rungu tidak semua memiliki kesamaan dalam penggunaan komunikasi nonverbal mereka. Karena dengan kita memahami apa yang mereka butuhkan dalam berkomunikasi 108 dengan begitu pesan yang diterima dapat dipahami dengan baik. Tanpa adanya hambatan dalam proses komunikasi. Dan terus kembangkan kemampuan dan pelatihan soft skill yang ada untuk pemberdayaan kaum tuna rungu agar mereka mendapatkan hak yang setara dengan kita. DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku: Aw, Suranto, Komunikasi Interpersonal, (PT. Ghalia Ilmu, Yogyakarta, 2011) Budyatna, Muhammad. Teori Komunikasi AntarPribadi, PT. Kencana Prenada Jakarta, 2011. Group, Canggara Hafidz, Pengantar Ilmu Komunikasi, (PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2007). Devito, Joseph, A. Komunikasi Antarmanusia, (PT. Karisma Publishing Group, pamulang tangerang Selatan,2011). Denzin, K. Norman, Teori Dan Paradigma Penelitian Sosial, (PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2001). Djuarsa Sasa, dkk, Pengantar Komunikasi, ( Universitas Terbuka, Jakarta, 1999). Effendy,Uchjana, Onong. Ilmu Komunikasi,Teori Dan Praktek, (PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005). Effendy, Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003). Effendy, Uchjana Onong, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007). Hardjana, M, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, (Kanisius, Yogyakata, 2009). Kriyantono, Rachmat, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (PT. Kencana Prenada Media Group,Jakarta,2010). LittleJohn, W Stephen, Teori Komunikasi Theories Of Human Communication, (Salemba Humanika, Jakarta, 2011). Moleong, Lexy J. Devito, Joseph, A. Komunikasi antarmanusia, (PT. Karisma Publishing Group, pamulang Tangerang Selatan, 2011). Mulyana Dedy, M.A, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (PT. Remaja rosdakarya, Bandung, 2010). Mulyana Dedy, Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan LintasBudaya, (Remaja Rosdakarya, 2005). P, Ekmen, dkk, Semiotika, (Kencana Prenada Group, Jakarta, 1969). Rudy May Teuku, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Internasional, (Refika Aditya, Bandung, 2005). Supratiknya, Komunikasi antarpribadi tinjauan psikologi, (PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2009). Sutanto, S Astrid, Komunikasi dalam Teori dan Praktik, (PT. Bina Cipta, Bandung, 1998). Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005). Somantri Sutjihati, Tuna Rungu Dalam Pandangan sosial, (Graha Ilmu, Yogyakarta, 1996). West Richard, dkk, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Salemba Humanika, Jakarta, 2008). Winarsih Murni, Pembinaan Tuna Rungu dalam lingkungan sosial, (Graha Ilmu, Yogyakarta, 2007). Yin, Robert, Studi Kasus Desain Dan Metode, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013). Yusuf, M Pawit, Komunikasi Instruksional Teori Dan Praktik, (PT. Bumi Aksara, 2010). Sumber lain: http://id.wikipedia.org/wiki/anak_berkebutuhan_khusus.com www.Sehjira-yayasan-keluarga-tuna-rungu.com www.unas.dokumen.komunikasitunarungu.com [email protected] LAMPIRAN 1 Wawancara Penelitian Pewawancara : Hamidah (Mahasiswi UIN Jakarta) Narasumber : Ir. Rachmita Maun Harahap (Selaku Pimpinan Yayasan Sehjira Deaf Foundation) Pelaksanaan Wawancara : Hari : Jumat 07 Maret 2014 Pukul : 14.00 s/d selesai WIB Tempat : Yayasan Sehjira Deaf Foundation Kembangan Jak-bar T : Apa itu Yayasan Sehjira Deaf Foundation? (Gambaran Umum mengenai yayasan mencakup sejarah berdirinya, visi dan misi yayasan) J : (jawaban terlampir melalui file pribadi yayasan) T : Jasa apa saja yang ditawarkan Yayasan Sehjira Deaf Foundation kepada Penyandang tuna rungu? J : diyayasan kami itu memberikan pelatihan khusus untuk penyandang tuna rungu, mmm,,, yaa seperti pelatihan keterampilan dukungan moril, advokasi dan bimbingan dalam tahap sosial. T : Apa saja bidang pekerjaan pengurus Yayasan Sehjira Deaf Foundation? (Lampiran Struktur Organisasi) J : jawaban terlampir dokumen pribadi yayasan, T : Apa keunggulan Yayasan Sehjira Deaf Foundation dari yayasan tuna tungu lainnya? J : mungkin yayasan ini berbeda dari yayasan tunarungu pada umumnya yaa, soalnya kita memberikan berbagai macam pelatihan khusus yang bisa dilakukan tunarungu agar bisa bersaing diluar sama masyararakat,, kaya pelatihan soft skill dan kegiatan lainnya masih banyak ko” T : Bagaimana komunikasi yang diterapkan pengasuh terhadap penyandang tuna rungu dalam pemberdayaan kaum tuna rungu? J : kalau bicara soal bagaimana komunikasi kita, ya biasa ajah,, kita menerapkan komunikasi bahasa isyarat dan belajar simbol tertentu buat kemudahan mereka dalam komunikasi, simbol yang simple ajah yang biasa dilakukan penyandang tunarungu (di praktekan dalam gerakan oleh bu mita), biasanya komunikasi buat anggota baru itu sulit diterapkan, tapi lama-kelamaan akan mudah dilakuin, kan semua ada prosesnya, kita juga sering belajar komunikasi bagi penyandang berat sama ringan biar semua pada ngerti simbol masing-masing yang digunain. T :Apa saja tugas Yayasan Tuna rungu Sehjira Deaf Foundation? J : tugas kita seperti awal visi misi kita yahh,,memberdayakan kaum tunarungu untuk mendapatkan haknya agar setara dengan orang lain. Ya kan setidaknya kalau ada keterampilan dan kemampuan pasti gak di sepelehin sama orang, ya kan.. ? T : Seberapa penting pemberdayaan kaum tuna rungu bagi pihak yayasan? J : penting sekali sebab memang visi misi kami diawal mendirikan yayasan untuk memberikan perlindungan dan memajukan tunarungu, agar lebih mandiri dan bisa berkarya dengan lingkungan sosial. T : Bagaimana yayasan tuna rungu menjalin komunikasi yang baik terhadap para penyandang tuna rungu, serta arahan apa saja yang diberikan? J : kita biasanya, mengadakan pertemuan seminggu sekali, sebulan sekali.. share bareng temen-temen tunarungu lainnya, agar kita semua tuh bisa menyatu gitu sama yang lain.. agar kedekatan kita makin akrab, saling kasih support dan masukan juga. Arahan yang kita beri biasanya arahan yang memang akan ada manfaatnya buat tunarungu sama lingkungan sosialnya juga mmmm...udah gitu ajah. T : Siapa saja pihak yang terlibat dalam Yayasan Tuna Rungu Sehjira Deaf Foundation dalam membantu kegiatan sosial? J : kalau buat kegiatan sosial kan kita ada kegiatan tahunan kaya semacam hari Disabilitas Nasional, nah itu yang bantu dalam kegiatan itu banyak dari pihak pemerintah DKI dan lembaga sosial lainnya. Kalau dari pihak dalam yayasan seperti anggota dan pihak yayasan. T : Adakah media yang digunakan dalam komunikasi tahap awal bagi penyandang di yayasan sehjira ? J : media yang digunakan untuk tahap awal tunarungu belajar simbol, biasanya kita menggunakan alat peraga seperti benda dan bantuan tangan ajah untuk penunjang komunikasi kita. T : Prestasi apa saja yang didapatkan yayasan sehjira Deaf Foundation? J : hehhehhe (partisipan tertawa), yaa kalau buat prestasi ada beberapa sih (terlampir) dan diperlihatkan beberapa penghargaan T : Lembaga apa saja yang bekerjasama dengan pihak yayasan sehjira Deaf Foundation? J : kalau untuk lembaga pemerintah, kita bekerjasama dengan lembaga sosial GERKATIN khusus tunarungu, masih banyak lainnya. Tapi untuk even-even tertentu yah. T : Hambatan apa saja yang terjadi selama proses komunikasi berlangsung pada penyandang tuna rungu ? J : biasanya susah gitu kalau bicara yang bukan sama penyandang tunarungu. contohnya kaya aku sama kamu nih, bahasa simbol yang digunakan enggak semua orang tau kan apalagi orang normal, ya makanya kita kadang suka dibantu sama alat tulis ajah. Gerakan tangan mimik wajah sama bibir yang kita pakai. T : Adakah perbedaan pola komunikasi nonverbal yang diterapkan bagi penyandang tuna rungu ringan dengan penyandang tuna rungu yang mengalami gangguan berat? J : ada karena kan bahasa simbol yang digunain juga beda, kadang kalau komunikasi yang diterapin sama penyandang tunarungu berat jarak komunikasi harus dekat enggak boleh lebih dari 4 meter dan ekspresi wajah juga harus lebih terbuka. Kalau penyandang tunarungu ringan itu dia masih bisa komunikasi dengan jarak pandang yang jauh dan gerak tangan dalam komunikasi engga terlalu dipakai gitu. T : Sejauh ini hal apa yang dapat memberikan ruang bagi penyandang tuna rungu dalam mengembangkan potensinya? J : yang buat kita merasa lebih nyaman ya dengan keterampilan dan skill yang kita miliki, kalau emang seandainya engga ada yayasan ini siapa yang mau memberikan wadah dan perhatian khusus bagi tunarungu. pemerintah ajah engga ada lembaga khusus yang menaungi penyandang tunarungu. Wawancara Penelitian Pewawancara : Hamidah (Mahasiswi UIN Jakarta) Narasumber : Ir. Rachmita Maun Harahap (Selaku Pimpinan Yayasan Sehjira Deaf Foundation) Pelaksanaan Wawancara : Hari : Minggu 06 april 2014 Pukul : 15.00 s/d selesai WIB Tempat : Yayasan Sehjira Deaf Foundation Kembangan Jak-bar T : Bagaimana komunikasi nonverbal yang digunakan dalam interaksi seharihari bagi penyandang tuna rungu? J : kalau buat komunikasi tuna rungu lebih gampang dipahamin pake bahasa isyarat dari pada sekedar ucapan ajah, kan gak semua orang paham apa yang kita ucapin, seenggaknya kan kalo pake bahasa isyarat lebih jelas pesan yang dimaksud dan buat mereka yang dengar gak salah paham. T : Adakah kesulitan dalam menggunakan bahasa nonverbal dalam interaksi sehari-hari bagi penyandang tuna rungu? J : awalnya saya susah banget buat ngomong sama orang lain, karena mereka susah banget buat pahamin bahasa saya, itu saya ngomong tanpa gerak tubuh, tapi selama saya coba diajarkan sama bu mita bahasa simbol alhmdulillah sekarang lebih gampang buat komunikasinya, kadang kalo kesulitan sih masih ada. T : Bagaimana pengaktualisasian diri penyandang tuna rungu kepada masyarakat luas? J : kita memberikan pelatihan khusus buat tuna rungu agar mereka bisa bersaing dalam bidang pekerjaan, masyarakat, sama menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada, seenggaknya kan kalau ada keterampilan mereka enggak minder, kalau yang saya tangkap dari beberapa anggota diyayasan ini yah” ujar bu mita selaku pimpinan yayasan sehjira deaf foundation. T : Adakah kesulitan dalam komunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau (bahasa nonverbal) selama proses komunikasi berlangsung? J : memang komunikasi isyarat ini sulit dipahami banyak orang tapi kita berusaha untuk bisa dipahamin orang lain dengan bahasa isyarat sama simbol, buat ngeyakinin lawan bicara kita sendiri harus benar-benar yakin sama pesan yang kita sampaikan. T : Apakah ada perbedaan pola komunikasi nonverbal yang digunakan bagi penyandang tuna rungu ringan dan penyandang tuna rungu berat? J : komunikasi bagi penyandang tuna rungu ringan jelas beda, mereka (tuna rungu ringan) masih mudah dan bisa berkomunikasi meski enggak pakai bahasa isyarat, kan mereka masih bisa dengar jelas meski ada sedikit hambatan, mungkin bisa dua kali omongan diulang, itu juga seandainya ada yang enggak faham. Tapi kalau buat tuna rungu berat lebih kebahasa isyarat digunain. T : Apa bahasa isyarat yang paling mudah yang dapat digunakan bagi penyandang tuna rungu? J : ada dua gaya bahasa isyarat yang dipake tuna rungu buat komunikasi ada SIBI dan BISINDO, itu sama ajah bahasa isyarat-isyarat juga tapi beda dalam penggunaan gerak yang dilakukan, biasanya kalo tunarungu pake yang sibi keliatan lebih gampang enggak ribet, kalau bisindo biasanya banyak dipake buat tunarungu berat semacem tuli gitu lah. T : Bagaimana bentuk kesulitan yang dirasakan selama proses komunikasi antarpribadi nonverbal berlangsung? J : mmm.. kalo bicara sama orang normal pastilah ada hambatan, kan gak semua orang ngerti apa yang kita omongin, lagian kalo tuna rungu kaya saya pasti beda harus pake isyarat tangan dan bahasa isyarat juga. T : Bagaimana komunikasi yang dilakukan bagi sabrina dalam interaksi sehari-hari dalam menggunakan bahasa isyarat? J : saya kalau bicara enggak bisa kalau enggak pake gerak sama mimik wajah, saya harus jelas melihat sama gerak yang digunain sama teman bicara saya, jarak pandang kalau saya enggak bisa lebih dari empat meter. T : Apakah ada alat yang digunakan selain menggunakan bahasa isyarat sebagai alat dalam berkomunikasi bagi penyandang tuna rungu berat? J : kalau sabrina kan memang pendengarannya total tidak bisa digunakan, nah jadi kalau ada orang lain bicara sama dia biasanya gunain buku sama pulpen kalau kurang jelas. biasanya kita dalam bicara gak semua pake bahasa isyarat kadang bahasa yang kita gunakan dalam gerakan kita menggunakan tindakan atau barang mati seperti gelas, bangku atau pulpen gitu. T : Bagaimana respon yang diberikan lawan bicara saat proses interaksi berlangsung? J : kadang kalau saya bicara yang saya maksud enggak sampai sama orang yang saya ajak bicara, kadang yang saya maksud A tapi dia anggapnya b. Kadang benda-benda disekitar saya buat tempat biar mereka paham sama pesan saya. T : Seperti apa hambatan yang dirasakan selama proses komunikasi berlangsung? J : memang komunikasi isyarat ini sulit dipahami banyak orang tapi kita berusaha untuk bisa dipahamin orang lain dengan bahasa isyarat sama simbol, buat ngeyakinin lawan bicara kita sendiri harus benar-benar jelas sama pesan yang kita sampaikan. T : Apa saja faktor hambatan yang dirasakan selama proses komunikasi berlangsung? J : kadang pesan yang kita ungkapin enggak gampang direspon balik kadang ada ajah gangguan ya, kaya semacem temen ikut nimbrung ngomong gitu, kan bahasan kita udah pasti beda kan yah. T : Apakah ada perbedaan komunikasi dengan menggunakan bahasa nonverbal dan bahasa verbal? J : ya untuk tuna rungu seperti kita lebih banyak menggunakan bahasa isyarat kaya gini ketimbang bahasa ucapan ya, karna kan kalau bahasa aja yang kita ucapin agak sulit dipahamin sama orang lain, belum tentu kita bicara mereka paham ya kan? Jadi sedikit banyaknya kita pake simbol sih. T : Bahasa nonverbal seperti apa yang sering digunakan dalam proses komunikasi penyandang tuna rungu? J : gerak tubuh selama pembicaraan berlangsung setidaknya dapat ngebantu kita buat sampein pendapat kita, aspirasi, tujuan dan kita harap orang yang paham sama bahasa kita ya ini melalui ekspresi wajah sama gerak ya agar mereka paham. LAMPIRAN 2 DRAFT WAWANCARA Pewawancara : Hamidah (Mahasiswi UIN Jakarta) Narasumber : Chairunisa Eka (Penyandang Tuna Rungu Ringan atau Hard Of Hearing) Pelaksanaan Wawancara : Hari : Minggu 06 april 2014 Pukul : 13:00 WIB Tempat : Yayasan Sehjira Deaf Foundation Kembangan Jak-bar T : Bagaimana komunikasi nonverbal yang digunakan dalam interaksi seharihari bagi penyandang tuna rungu? T : Adakah kesulitan dalam menggunakan bahasa nonverbal dalam interaksi sehari-hari bagi penyandang tuna rungu? T : Adakah kesulitan dalam komunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau (bahasa nonverbal) selama proses komunikasi berlangsung? T : Bagaimana bentuk kesulitan yang dirasakan selama proses komunikasi antarpribadi nonverbal berlangsung? T : Apakah ada alat yang digunakan selain menggunakan bahasa isyarat sebagai alat dalam berkomunikasi bagi penyandang tuna rungu berat? T : Bagaimana respon yang diberikan lawan bicara saat proses interaksi berlangsung? T : bagaimana proses interaksi dengan masyarakat lain yang bukan penyandang tuna rungu? T : menggunakan bahasa isyarat SIBI atau BISINDO dalam komunikasi sehari-hari? Biodata Narasumber Nama : Chairunisa Eka a.r, s. Ds (Penyandang Tuna Rungu Ringan Hard Of Hearing) Tanggal Lahir : Jakarta, 1 April 1987 Alamat : Jl. Komplek DPR RI-pribadi Blok C No. 40 joglo kembangan jakarta barat Pendidikan : Alumni Jurusan Design Grafis Universitas Mercu Buana sebagai anggota Yayasan Sehjira Deaf Foundation dan menjabat sebagai sekretariat diyayasan (Penyandang Tuna Rungu Ringan atau Hard Of Hearing) Agama : Islam No. Tlp : 0896-0291-6140 Email : [email protected] LAMPIRAN 3 Draft Wawancara Pewawancara : Hamidah (Mahasiswi UIN Jakarta) Narasumber : Amrina Lugina Pagar Alam (Penyandang Tuna Rungu Berat atau Deaf of Hearing) Pelaksanaan Wawancara : Hari : Minggu 06 april 2014 Pukul : 13:00 WIB Tempat : Yayasan Sehjira Deaf Foundation Kembangan Jak-bar T : Bagaimana komunikasi nonverbal yang digunakan dalam interaksi seharihari bagi penyandang tuna rungu? T : Bagaimana jika teman yang diajak berbicara tidak memberikan tanggapan selain tuna rungu? T : Adakah kesulitan dalam memahami pesan verbal bagi tuna rungu? T : Adakah kesulitan dalam menggunakan bahasa nonverbal dalam interaksi sehari-hari bagi penyandang tuna rungu? T : Adakah kesulitan dalam komunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau (bahasa nonverbal) selama proses komunikasi berlangsung? T : Bagaimana bentuk kesulitan yang dirasakan selama proses komunikasi antarpribadi nonverbal berlangsung? T : Apakah ada alat yang digunakan selain menggunakan bahasa isyarat sebagai alat dalam berkomunikasi bagi penyandang tuna rungu berat? T : Bagaimana respon yang diberikan lawan bicara saat proses interaksi berlangsung? Biodata Narasumber Nama : Amrina Lugina Pagar Alam (Penyandang Tuna Rungu Berat Deaf of Hearing) Tanggal Lahir : Bandar lampung, 22 mei 1984 Alamat : Jl. Komplek DPR RI-pribadi Blok C No. 40 joglo kembangan jakarta barat Pendidikan : SMALB SLBM-B Pembina tingkat Provinsi Sumedang-Jawa Barat, 2003. Agama : Islam No. Tlp : 0852-2226-6331 Email : [email protected] LAMPIRAN 4 DAFTAR RIWAYAT HIDUP CURICULUM VITAE Nama : Hamidah Tmpt/tgl lahir : Jakarta, 11 Juli 1991 Alamat : Jl. Utan Jati Rt. 002/011, Pegadungan Kalideres, Jakarta Barat Pendidikan : Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al-amanah Al-Gontory, Perigi Baru, Pondok-Aren Tangerang Selatan, 2010. Agama : Islam Judul Skripsi : Pola Komunikasi Antarpribadi Nonverbal Penyandang Tuna Rungu (Studi Kasus Di yayasan Tuna Rungu Sehjira Deaf Foundation). Email : [email protected]/ [email protected] Facebook : Midach Kamelia Aouesira/ twitter @MidachKamelia No. Tlp : 0838-7557-1889/ 0812-1958-0224 LAMPIRAN 6 Bersama Ka Widya dan Mas Eko Anggota Yayasan Sehjira Deaf Foundation Salah Satu Kegiatan Tari Diyayasan Tuna Rungu Sehjira LAMPIRAN 5 Bersama Bu Rachmita Maun Harahap M.Sn Selaku Pimpinan Yayasan Sehjira Bersama Ka Amrina Lugina Penyandang Tuna Rungu Berat Diyayasan Sehjira