BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Aedes

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi Aedes aegypti
Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dan
masuk ke dalam subordo Nematocera. Menurut Sembel (2009) Ae. aegypti dan
Ae. albopictus berperan dalam penularan penyakit demam chikungunya. Penyebab
penyakit chikungunya adalah virus chikungunya yang tergolong dalam grup
arbovirus. Kedua spesies Aedes spp. ini termasuk dalam subgenus Stegomya.
2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes spp.
Telur
Telur Aedes spp. memiliki bentuk oval dengan salah satu ujung lebih
tumpul daripada bagian ujung lainnya, berwarna hitam, berukuran 1 mm. Telur
diletakkan satu persatu oleh induknya di permukaan atau sedikit di bawah
permukaan air dalam jarak 2,5 cm dari dinding tempat perindukan. Telur tahan
sampai berbulan-bulan pada suhu 2o- 42oC. Dalam keadaan kering, telur tahan
sampai enam bulan. Dalam keadaan optimal, perkembangan telur sampai menjadi
nyamuk dewasa berlangsung sekurang-kurangnya selama sembilan hari. Tiga hari
sesudahnya, nyamuk betina yang menghisap darah manusia dapat bertelur hingga
100 butir. Telur dapat menetas menjadi larva setelah dua hari, kemudian larva
akan berubah menjadi pupa setelah enam sampai delapan hari (Soedarmo, 2009).
Menurut
Clements
(1963)
nyamuk
Ae.
albopictus
memiliki
kecenderungan meletakkan telurnya pada wadah air yang terbuka dengan
permukaan dasar yang kasar. Saat meletakkan telur, nyamuk ini lebih menyukai
wadah air yang berwarna gelap. Peletakan telur biasanya dilakukan pada siang
hari disaat intensitas cahaya matahari yang rendah (Gubler, 1971). Hal yang sama
juga dilaporkan oleh Hadi & Koesharto (2006) yang menyatakan bahwa nyamuk
Ae. aegypti berkembang biak dalam tempat penampungan air yang tidak
beralaskan tanah seperti bak mandi, tempayan, drum, vas bunga dan barang bekas
yang dapat menampung air hujan di dalam rumah, sedangkan nyamuk Ae.
albopictus lebih banyak berkembang biak pada wadah-wadah air di luar rumah.
16
Larva
Menurut Hadi & Koesharto (2006) larva Ae. aegypti memiliki bentuk
silindris dengan kepala membulat, dilengkapi dengan antena pendek yang halus.
Abdomen terdiri atas delapan segmen dan pada segmen terakhir terdapat pekten
yang bergerigi serta sifon sebagai alat untuk bernapas. Bagian kepala dilengkapi
dengan rambut yang berbentuk sikat yang berfungsi sebagai alat untuk mengambil
makanan. Perbedaan antara kedua jenis larva nyamuk Aedes spp. hanya dapat
dilihat dibawah mikroskop dengan melihat bentuk pekten sifon dan comb pada
ruas terkahir abdomen. Larva nyamuk akan tumbuh menjadi pupa setelah 6-8
hari.
Tempat perindukan nyamuk ini biasanya ada di dalam atau sekitar rumah
dalam radius 100 m dari rumah. Kebiasaan hidup stadium pradewasa Ae. aegypti
adalah pada bejana buatan manusia berisi air jernih yang berada di dalam rumah
dan tidak terkena cahaya matahari langsung serta tidak berhubungan langsung
dengan tanah (Hadi & Koesharto, 2006).
Umumnya Ae. albopictus lebih
menyukai tempat perindukan berup wadah non TPA contohnya yaitu pada
potongan-potongan pangkal bambu, tempurung kelapa dan wadah-wadah air
seperi kaleng bekas dan ban bekas di lapang ataupun tempat perindukan alamiah
seperti ketiak daun yang dibuktikan pada penelitian yang pernah dilakukan di
Brazil. Penelitian dilakukan dengan meletakkan ovitrap di daerah perkotaan dan
pedesaan. Dari hasil penelitian tersebut didapat bahwa Ae. albopictus lebih
banyak ditemukan di daerah pedesaan daripada perkotaan yang pada umumnya
tidak memiliki pekarangan atau kebun di sekitar rumah (Braks et al., 2003).
Tempat perindukan nyamuk Ae. albopictus di Cina yang memiliki iklim sub tropis
pun sama dengan daerah tropis diantaranya terdapat di kolam-kolam ukuran kecil,
bak mandi, guci, kaleng bekas, pecahan botol, ban bekas, drum bekas, vas bunga
dan talang air di luar rumah (Pan et al., 2005).
Pupa
Menurut Hadi & Koesharto (2006) pupa Aedes spp. merupakan stadium
tidak makan dan berbentuk seperti koma yaitu abdomen melengkung ke bawah
17
dan mengarah ke anterior, juga memiliki sefalotoraks yang dilengkapi dengan
kutikula yang tebal dan dilengkapi dengan terompet pernapasan. Pupa yang baru
menetas berwarna keputihan, kemudian secara bertahap akan menjadi kecokelatan
dan sesaat sebelum menjadi imago, pupa berubah warna menjadi kehitaman.
Gerakan yang dihasilkan adalah gerakan vertikal setengah lingkaran. Pupa jantan
lebih kecil dibandingkan pupa betina. Di dalam air pupa masih bisa aktif bergerak,
dan memerlukan waktu 1-2 hari untuk menjadi nyamuk dewasa.
Nyamuk yang baru muncul dari pupa akan mencari pasangan. Setelah
perkawinan, nyamuk betina akan segera mencari darah untuk perkembangan
telurnya. Nyamuk betina yang sudah menghisap darah akan bertelur setelah
menghisap darah.
Dewasa
Menurut Gubler (1971) pupa jantan tumbuh dan berkembang lebih cepat
dari pada pupa betina. Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa akan berhenti
sejenak di atas permukaan air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayapsayapnya. Nyamuk dewasa memiliki dua pasang sayap. Pasangan sayap yang
pertama tipis dan terletak pada mesothorax. Pasangan sayap kedua berukuran
kecil terdapat di metothorax dan disebut halter yang berfungsi untuk menjaga
keseimbangan tubuh pada waktu serangga terbang. Serangga ini memiliki antena
yang lebih panjang daripada kepala dan thoraxnya. Antena terdiri atas delapan
ruas, yang hampir sama besarnya kecuali ruas yang pertama dan kedua yang dekat
dengan kepala. Struktur tubuh nyamuk Ae. aegypti memiliki dua strip putih
keperakan pada bagian dorsal skutum membentuk garis sejajar di bagian dorsal
tengah dan diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih, sedangkan nyamuk Ae.
albopictus hanya memiliki satu garis putih tebal pada bagian dorsal skutumnya.
Perilaku nyamuk Aedes spp. sama seperti perilaku nyamuk pada
umumnya, yaitu mempunyai dua cara beristirahat yaitu istirahat yang sebenarnya
yaitu selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara
yaitu sebelum dan sesudah mencari darah. Tempat-tempat istirahat yang
disukainya yaitu tempat yang lembab, teduh dan aman.
18
Perilaku nyamuk untuk beristirahat berbeda-beda tergantung jenisnya. Ada
nyamuk masuk ke rumah hanya untuk menghisap darah lalu beristirahat di luar
rumah ada pula nyamuk yang sebelum maupun sesudah mengisap darah hinggap
di dinding untuk beristirahat. Menurut Marisa (2007) tempat yang lebih disukai
Ae. aegypti untuk beristirahat adalah pada barang-barang yang menggantung dan
memiliki permukaan licin seperti pakaian, gorden, tas atau alat-alat rumah tangga,
tempat yang gelap, berbau apek dan lembab. Nyamuk Ae. albopictus lebih
memilih beristirahat di luar rumah, seperti rumput-rumputan dekat tempat
perindukan yang tidak terpapar sinar matahari, tanaman hias di halaman rumah
(Chan et al., 1971).
Menurut Hadi & Koesharto (2006) nyamuk yang telah kenyang darah
tidak memerlukan darah lagi hingga saat peletakkan telurnya. Nyamuk Aedes
aktif menggigit pada pukul 07.30 dan pukul 17.30 - 18.30 WIB. Nyamuk betina
menghisap darah sebanyak 12 kali dengan selang waktu tiga hari.
Aktivitas
menghisap darah pada sore hari lebih tinggi 2,4 kali dari pada pagi hari.
2.3 Vektor Penyebaran Penyakit Chikungunya
Penyebab penyakit chikungunya adalah virus chikungunya yang tergolong
dalam grup arbovirus. Virus chikungunya (CHIKV) termasuk dalam kelompok
famili Togaviridae (kelompok A arbovirus)
genus Alphavirus dan tergolong
genom RNA positif. Selain menyerang manusia dalam berbagai umur, juga dapat
menyerang burung, orang utan, dan jenis mamalia lainnya. Penyebaran penyakit
ini tersebar luas di daerah tropis terutama di Afrika, India, dan Asia Tenggara
(Powers & Logue, 2007).
Menurut Soedarmo (2009) gejala awal penderita
chikungunya mirip dengan DBD yaitu ruam (bintik-bintik merah pada kulit), sakit
kepala yang parah, kedinginan, demam dengan suhu tubuh di atas 40oC, sakit
pada persendian, mual, dan muntah-muntah, Gejala chikungunya dibedakan
dengan DBD, yaitu pada DBD terjadi pendarahan pada gusi, melena (berak darah)
dan shock, sedangkan pada penderita penyakit chikungunya tidak pernah terjadi
pendarahan
Laju penyebaran penyakit ini ditentukan oleh jenis dan populasi nyamuk.
Penyebaran penyakit ini akan semakin cepat. Distribusi geografi virus
19
chikungunya telah meluas hampir di seluruh dunia meliputi benua Eropa, Afrika,
Amerika, dan Asia (De Lamballerie et al., 2008). Dengan demikian strategi yang
menentukan
dalam
penyebaran
penyakit
chikungunya
adalah
dengan
pengendalian vektor. Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya yaitu secara kimiawi atau biotik. Pengendalian secara kimiawi yaitu
dengan penggunaan insekitisida sedangkan pengendalian biotik dilakukan dengan
menggunakan predator pemakan larva nyamuk. Penelitian Taviv et al., (2010)
yang melaporkan bahwa pengendalian vektor chikungunya adalah melakukan
pengendalian biotik dengan pemanfaatan ikan cupang (Ctenops vittatus) di suatu
wadah TPA yang diikuti dengan peningkatan frekuensi kunjungan juru pemantau
jentik dapat menurunkan indeks CI, HI dan BI di suatu wilayah.
2.4 Indeks Larva
Indeks larva digunakan sebagai indikator penilaian untuk mengetahui
angka kepadatan larva di suatu wilayah. Populasi larva dapat diukur dengan
pemeriksaan terhadap semua tempat air (TPA) baik di dalam dan luar rumah
terhadap jumlah rumah yang diamati (Soedarmo, 2009). Menurut WHO (1992)
terdapat tiga indeks larva yaitu Container Index (CI) atau indeks kontainer yaitu
persentase kontainer yang positif larva Aedes spp. dari total kontainer yang
diperiksa; House Index (HI) atau indeks rumah menggambarkan persentase rumah
yang ditemukan larva Aedes dari sejumlah rumah yang diperiksa dan Breteau
Index (BI) atau indeks Breteau adalah jumlah kontainer yang positif mengandung
larva dalam sejumlah rumah yang diperiksa.
20
Download