A. Latar Belakang Masalah Bentuk perjanjian baku, telah muncul

advertisement
A. Latar Belakang Masalah
Bentuk perjanjian baku, telah muncul pada setiap level transaksi bisnis,
mulai dari transaksi bisnis yang berskala besar sampai pada ”kaki lima”.
Munculnya perjanjian baku sebenarnya merupakan akibat tidak langsung dari
introduksi asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 KUHPerdata). Tidak adanya
restriksi-restriksi substsansial yang mampu menyeimbangkan posisi tawar
(bargaining position) di antara para pihak yang mengadakan perjanjian, maka
melahirkan penguasaan oleh satu pihak dan keterpaksaan pada pihak lainnya.
Hal tersebut menyebabkan posisi kedua belah pihak dalam suatu negosiasi
tidak seimbang, yang pada akhirnya melahirkan suatu perjanjian yang tidak
terlalu menguntungkan bagi salah satu pihak. Dalam praktek dunia usaha juga
menunjukkan bahwa “keuntungan” kedudukan tersebut sering diterjemahkan
dengan pembuatan perjanjian baku dan atau klausula baku dalam setiap dokumen
atau perjanjian yang dibuat oleh salah satu pihak yang “lebih dominan” dari pihak
lainnya. Dikatakan bersifat “baku” karena, baik perjanjian maupun klausula
tersebut, tidak dapat dan tidak mungkin dinegosiasikan atau ditawar- tawar oleh
pihak lainnya. (Gunawan, 2001: 53). Salah satu hal yang menonjol dalam
perjanjian baku adalah terjadinya penekanan secara sepihak. Oleh karena itu
perjanjian baku cenderung menjadi perjanjian yang berat sebelah atau perjanjian
sepihak, dengan kata lain transaksi antara konsumen dengan pelaku usaha
cenderung bersifat tidak balance.
Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang,
maka pihak yang lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul
bebas untuk menentukan apa yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal yang
demikian, pihak yang memiliki posisi lebih kuat biasanya menggunakan
kesempatan tersebut untuk menentukan klausula-klusula tertentu dalam perjanjian
baku, sehingga perjanjian yang seharusnya dibuat atau dirancang oleh para pihak
yang terlibat dalam perjanjian, tidak ditemukan lagi dalam perjanjian baku, karena
format dan isi perjanjian dirancang oleh yang kedudukannya lebih kuat. (Ahmadi
Miru, 2004: 114) . Perjanjian baku semacam ini sering ada istilah take it or leave
it (ambil atau tidak ambil).
Produsen sebagai pihak yang posisinya lebih kuat tidak jarang menetapkan
akibat pelaksanaan suatu perjanjian dengan klausula eksemsi (exemption clause)
atau klausula eksonerasi (exoneratie clause), yakni klausula yang berisi
pembatasan tanggung jawab produsen yang memberatkan atau merugikan
konsumen, yaitu pihak yang posisi tawarnya kuat cenderung menghapuskan
tanggung jawab dan mengalihkan beban risiko kepada pihak yang posisi tawarnya
lebih lemah. Ironisnya, konsumen acapkali tidak terlalu mempersoalkan, baik
pada saat negosiasi maupun pada waktu penutupan perjanjian, terutama dalam
bisnis eceran (retail business).
Bagi produsen, upaya protektif atau penghindaran atas tanggung jawab
bila terjadi risiko melalui perjanjian baku tersebut didasari oleh faktor posisi
tawar yang lebih kuat daripada konsumen. Adapun bagi konsumen, keengganan
mempersoalkan hal tersebut karena pertimbangan kebutuhan, sementara
kompetisi harga pasar begitu longgar bisa juga karena pertimbangan kerugian
yang tidak terlampau besar apabila terjadi risiko. Kondisi ini juga didukung oleh
persepsi konsumen yang cenderung menganggap perjanjian hanya sebagai
formalitas. Hal ini terlihat dari keengganan masyarakat konsumen pada waktu
negosiasi dan menutup perjanjian, tanpa mempersoalkan syarat-syarat baku dari
perjanjian yang disetujuinya, padahal di kemudian hari apabila terjadi kekurang
puasan pada pelaksanaan perjanjian tersebut, baru mempersoalkan syarat-syarat
yang telah dituangkan dalam
perjanjian baku tersebut, seperti misalnya
pembatasan tanggung jawab oleh produsen.
Hal tersebut terjadi karena faktor perundang-undangan, realitas ini
mungkin dipengaruhi dan merupakan bias dari ketiadaan restriksi yang
menjadikan mekanisme pembetukan dan penutupan perjanjian baku. Namun
demikian apabila dicermati dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, telah mengatur larangan pencantuman klausula baku
pada setiap dokumen dan/ atau perjanjian apabila berisi tentang pengalihan
tanggung jawab pelaku usaha (Pasal 18), namun dalam kenyataannya masih
sering dijumpai adanya pencantuman klausula baku yang memuat klausula
eksemsi. Berdasarkan konteks tersebut, diperlukan suatu perlindungan hukum
bagi pihak yang posisi tawarnya lemah, agar tidak terjerumus pada keterpaksaan
menerima perjanjian yang dibuat oleh yang posisi tawarnya lebih kuat secara
baku yang berat sebelah.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis bermaksud melakukan
penelitian dengan mengangkat suatu topik yang berkenaan dengan perlindungan
konsumen dalam perjanjian baku. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
bentuk perlindungan hukum bagi konsumen dalam hubungan hukum yang
diciptakan dengan menggunakan mekanisme perjanjian baku. Di samping itu,
yang lebih penting adalah, sebagai sumbangan yang berharga bagi perkembangan
hukum, karena hal itu merefleksikan tuntutan dan kebutuhan atas hukum yang
mampu menciptakan proses-proses yang berlangsung secara adil di dalam
masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan pokok dalam penelitian ini dilandasi adanya kenyataan yang
tidak adil dan demokratisnya proses negosiasi dan penutupan perjanjian baku,
maka rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:
1. Mengapa para pelaku usaha sering mencantumkan klausula baku, khususnya
klausula esemsi ?
2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada
konsumen dalam perjanjian baku ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui alasan pelaku usaha menerapkan klausula baku, khususnya
klausula esemsi.
2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada
konsumen dalam perjanjian baku.
D. Tinjauan Pustaka
1. Perjanjian:
a. Pengertian Perjanjian
Pengertian perjanjian dapat dilihat dalam pasal 1313 KUH Perdata yang
berbunyi: “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”.
Menurut Subekti (1979: 1), “perjanjian adalah suatu peristiwa di mana
seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji
untuk
melaksanakan
sesuatu
hal”.
Adapun
menurut
pendapat
Sudikno
Mertokusumo (2003: 118), “perjanjian itu adalah merupakan hubungan hukum
antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.
Kata “hubungan hukum” dalam definisi yang diberikan Sudikno
mempertegas makna bahwa hubungan antara para pihak dalam perjanjian
merupakan hubungan hukum yang menimbulkan akibat hukum, menimbulkan pula
hak dan kewajiban, sehingga apabila salah satu pihak melanggarnya maka si
pelanggar akan dikenakan sanksi.
b. Syarat sahnya Perjanjian
Syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri. Untuk adanya perjanjian harus
ada dua kehendak yang mencapai kata sepakat atau konsensus. Tanpa kata
sepakat tidak mungkin ada perjanjian. Jadi dengan adanya persesuaian
kehendak telah terjadi perjanjian (Mertokusumo, 2003: 118-119).
2) Cakap untuk membuat suatu perikatan. Untuk membuat suatu perjanjian,
ke dua belah pihak harus cakap atau mampu membuat perjanjian, artinya
anak yang belum dewasa, orang yang berada di bawah pengampuan
dianggap tidak mampu membuat perjanjian.
3) Suatu hal tertentu. Untuk adanya perjanjian harus ada objek tertentu,
harus ada sesuatu yang diperjanjikan yang pasti atau dapat dipastikan
(Mertokusumo, 2003: 118).
4) Suatu sebab yang halal. Bahwa isi perjanjian tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. (pasal 1337
KUH Perdata).
2. Perjanjian Baku
Perjanjian baku sudah dikenal luas oleh dunia usaha. Beberapa istilah dalam
perjanjian baku antara lain adalah yang dikenal di negeri Belanda dengan nama
standaard contract; di Jerman dikenal dengan nama standard vertrag; dan di
Inggris serta negara-negara Anglo Saxon lainnya dikenal dengan istilah standard
forms of contract.
Di samping istilah-istilah tersebut, perjanjian baku juga mendapat sebutan
khusus karena sifatnya, yaitu disebut sebagai unconcious bargain, karena
perjanjian ini dianggap tidak berperikemanusiaan. Selain itu juga diberi nama
dengan sebutan agrement d’adhesion, karena bersifat menekan salah satu pihak.
Adapun sebutan konfeksi sering ditujukan pada perjanjian baku karena format
perjanjian (biasanya dalam bentuk formulir) yang telah tersedia dalam jumlah
yang banyak dan siap untuk diisi jika akan membuat perjanjian.
Pasal 1 angka 10 Undang- undang Perlidungan Konsumen, menjelaskan
klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat- syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha
yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/ atau perjanjian yang mengikat dan
wajib dipenuhi oleh konsumen.
Sutan Remi Sjahdeni mengartikan perjanjian standar sebagai perjanjian yang
hampir seluruh klausul-klausulnya dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang
lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta
perubahan. Adapun yang belum dibakukan hanya beberapa hal, misalnya yang
menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu, dan beberapa hal yang
spesifik dari objek yang dipejanjikan. (Shidarta, 2006: 146- 147)
Perjanjian baku ini lazim digunakan dalam ”kontrak baku” atau ”kontrak
standar”. Dalam kontrak baku selalu dipersiapkan oleh pihak kreditur secara
sepihak. Di dalam kontrak itu lazimnya dimuat syarat-syarat yang membatasi
kewajiban kreditur. Syarat-syarat itu dinamakan eksonerasi klausules atau
exemption clause. Syarat ini sangat merugikan debitur, tetapi debitur tidak dapat
membantah syarat tersebut, karena kontrak itu hanya memberi 2 (dua) alternatif,
diterima atau ditolak oleh debitur. Mengingat debitur sangat membutuhkan
kontrak itu, maka debitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak
baku ini disebut perjanjian paksaan (dwang kontrak) atau take it or leave it
contract. (Mariam Darus Badrulzaman, 2001: 285)
Selanjutnya bahwa yang disebut dengan syarat-syarat baku dalam
perjanjian adalah syarat-syarat konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa
perjanjian yang masih akan dibuat, yang jumlahnya tidak tentu, tanpa
membicarakan lebih dahulu isinya; demikian dikatakan Hendius, yang dikutip
oleh Purwahid Patrik, SH. dalam bukunya Asas Iktikad Baik Dan Kepatutan
Dalam Perjanjian.
Adapun ciri-ciri dari perjanjian baku adalah: isinya ditetapkan secara
sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya) kuat; masyarakat (debitur) sama
sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian; terdorong oleh
kebutuhan, sehingga debitur terpaksa menerima perjanjian itu; bentuk
perjanjiannya tertentu (tertulis); dipersiapkan terlebih dahulu secara masal dan
konfektif.
Perjanjian baku ini sering kali dikaitkan dengan masalah keberadaan
syarat-syarat eksemsi (eksonerasi). Hal ini juga sering disebut dengan ”perjanjian
adhesi” karena isinya sering kali menekan salah satu pihak (umumnya pihak yang
lemah). Dalam upaya penekanan itulah, biasanya dilakukan dengan cara
mencantumkan syarat-syarat eksemsi yang memberatkan salah satu pihak ke
dalam bentuk syarat- syarat baku.
Meskipun demikian, ternyata ada juga perjanjian baku yang tidak memuat
syarat-syarat eksemsi yang memberatkan salah satu pihak. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa tidak semua perjanjian baku memuat syarat-syarat eksemsi.
Hanya saja syarat-syarat eksemsi umumnya dibuat dalam bentuk perjanjian baku.
Untuk melindungi lemahnya kedudukan masyarakat konsumen, dalam
upaya perlindungan hukum yang selama ini hanya menyangkut tanggung jawab
produsen atas produk yang dihasilkannya, yaitu yang dikenal dengan tanggung
gugat produsen. Oleh karena itu perlu adanya upaya perlindungan konsumen,
dengan mencari alternatif jalan keluarnya.
Dalam proses litigasi khususnya dan pembentukan hubungan hukum
umumnya, pihak yang mempunyai kekuatan tawar kuat cenderung dalam posisi
”di atas angin”. Kaitannya dengan perjanjian baku, dalam pembentukan hubungan
hukum, pihak konsumen tampak dan terkesan lebih bersikap ”pasif”, sementara
pihak produsen lebih bersifat ”aktif”, dalam arti lebih mempunyai kekuatan
menentukan.
Dalam kerangka sistem
hukum
pancasila, pembangunan hukum
dihadapkan pada terciptanya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan di antara
kepentingan-kepentingan masyarakat. Dengan kata lain, bahwa proses pembuatan
perjanjian yang terjadi di dalam masyarakat diharapkan berlangsung secara adil
dan demokratis.
Oleh karena itu maka penelitian tentang hubungan antara perjanjian baku
yang berat sebelah dengan kekuatan tawar produsen, persepsi konsumen tentang
perjanjian, kebutuhan, dan risiko, serta ketiadaan restriksi pembentukan perjanjian
baku menjadi sangat penting, baik secara teoritis maupun praktis.
Secara teoritis, hasil penelitian ini akan memperluas pengetahuan tentang
konsep kebebasan berkontrak (freedom of contract), khususnya perjanjian baku
yang implementasinya dipengaruhi oleh sistem hukum setempat.
Secara praktis, diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pembuat
kebijakan
yudisial,
khususnya
pembentuk
undang-undang
dalam
menyempurnakan kebijakan dalam bidang hukum perjanjian. Di samping itu,
temuan yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagai titik tolak untuk melakukan
penelitian serupa dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan tambahan dalam
memahami masalah perjanjian baku.
E. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Dilihat dari sifatnya penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif,
yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum dan sistematika
hukum. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, yaitu untuk memperoleh
data sekunder, di samping dilakukan penelitian lapangan guna memperoleh data
primer secara langsung sebagai pendukung data sekunder. (Soekanto, 1986: 52)
2. Spesifikasi Penelitian
Adapun dari segi sifat laporannya adalah penelitian deskriptif analitis.
Bersifat
deskriptif
artinya
dari
hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
mendeskripsikan atau memberikan gambaran secara menyeluruh dan sistematis
mengenai perlindungan hukum bagi konsumen pada perjanjian baku dalam
hubungan antara kekuatan tawar dan penerimaan. Bersifat analitis karena dari
hasil penelitian ini akan dilakukan suatu analisis terhadap hal tersebut.
3. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dsengan dua cara, yaitu:
a. Penelitian Kepustakaan
1) Bahan Pustaka
Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan adalah merupakan
data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tertier
a). Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat
terdiri dari:
(1). KUHPerdata
(2). Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan
Konsumen.
b). Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder, adalah bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer (Soekanto, 1986: 52), yang
terdiri dari berbagai bahan kepustakaan (literatur), yaitu buku-buku
yang berkaitan dengan hukum perlindungan konsumen, hukum
perjanjian, perjanjian baku.
c). Bahan hukum tertier
Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk
maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder.(Soekanto, 1986: 52), yang meliputi:
(1). Kamus hukum.
(2). Kamus bahasa Indonesia.
2). Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumenter, yaitu dengan cara
mengkaji secara sistematis bahan-bahan yang berupa data yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti.
b. Penelitian Lapangan
1). Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Magelang.
2). Subyek Penelitian
Subyek penelitian terdiri atas:
a). Responden, yaitu pihak yang terlibat dalam perjanjian baku. Mereka ini
adalah pelaku usaha dan konsumen.
Pemilihan pelaku usaha sebagai responden, karena berdasarkan kenyataan
yang mempunyai posisi tawar yang kuat. Hal ini ditentukan berdasarkan
pada pembuatan klausula baku yang dibuat secara sepihak oleh pelaku
usaha/ produsen.
Pemilihan konsumen sebagai responden, karena mereka ini adalah pihak
yang dalam posisi keterpaksaan menerima syarat-syarat yang ditentukan
oleh pelaku usaha. Hal ini karena konsumen tidak mempunyai bargaining
position, sehingga sering menderita kerugian.
Dalam penelitian ini karena populasinya belum diketahui, maka peneliti mengunakan
metode sampling. Teknik sampling atau cara pengambilan sampel dilakukan dengan
“non random sampling” yaitu tidak semua individu atau elemen dalam populasi
mendapat peluang atau kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel, jadi
bersifat subyektif, dan tergantung dari kebutuhan. Jenis sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah “Quota Sampling” yaitu jumlah subyek yang akan
diselidiki ditetapkan terlebih dahulu.
Adapun “ Quota Sampling” tersebut meliputi :
(1). Lokasi Penelitian. Penelitian ini mengambil lokasi di kota Magelang dan
sekitarnya.
(2). Subyek yang diselidiki meliputi:
(a). Produsen, meliputi Perusahaan dagang, industri jasa, bank dan perusahaan
asuransi.
(b). Konsumen, yaitu pihak pembeli, pengguna jasa, debitur dan tertanggung.
(c). Notaris dan pengacara.
b). Nara sumber, yaitu pihak yang mampu memberikan penjelasan
mengenai masalah yang diteliti. Mereka ini adalah notaris, pengacara,
hakim.
d). Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara secara
terarah
dengan
menggunakan
daftar
pertanyaan
sebagai
pedoman,
yang
dikembangklan selama wawancara berlangsung agar memperoleh keterangan yang
menyeluruh dan lengkap.
e). Jalannya Penelitian
Pelaksanaan penelitian di lapangan ditempuh melalui langkah-langkah yang terdiri
atas tiga tahap, yaitu:
(1). Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ini dimulai dengan pengumpulan bahan kepustakaan dan
pra survey untuk mencari data awal, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan
usulan penelitian. Setelah usulan tersebut mendapat persetujuan kemudian
dilanjutkan dengan menyususn pedoman wawancara dan pengurusan izin
penelitian.
(2). Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan penelitian kepustakaan berupa pengkajian data sekunder,
yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tertier. Penelitian lapangan dilakukan dengan penentuan responden dan nara
sumber sebagai data primer. Pengumpulan data ini dilakukan dengan wawancara
berdasarkan
daftar
pertanyaan
yang
telah
dipersiapkan,
yaitu
dengan
menggunakan interview guide yang merupakan catatan-catatan pokok yang telah
diarahkan pada persoalan yang sedang diteliti. Tipe pertanyaan yang digunakan
adalah pertanyaan terbuka, sehingga responden bebas menjawan dengan katakatanya sendiri serta menyatakan ide-ide yang dianggap tepat (free answer
question).
(3). Tahap Penyelesaian
Pada tahap penyelesaian ini dilakukan berbagai kegiatan, yaitu penulisan laporan
awal dari hasil penelitian dan menganalisis hasil penelitian, kemudian diakhiri
dengan penyusunan laporan akhir.
4. Analisis Data.
Setelah semua bahan terkumpul, baik data primer maupun data sekunder diseksi/
dipilih yang relevan dengan penelitian yang dilakukan, kemudian dianalisis secara
kualitatif-normatif. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode
deduktif. Dengan menggunakan metode ini diharapkan diperoleh gambaran yang jelas
tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam perlindungan hukum terhadap
konsumen atas proses-proses pembentukan dan penutupan perjanjian baku.
E. Jadual Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan kurang lebih selama 5 (lima) bulan dengan perincian
kegiatan sebagai berikut:
Tabel 1. Rencana Jadwal Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
Jenis
Kegiatan
Pembuatan
Instrumen
Penelitian
Penentuan
sampel
penelitian
Pengurusan
perizinan
Pengumpulan
data
Analisis data
Penulisan
Laporan
penelitian
1
*
*
Bulan ke
3
2
4
5
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
F. Daftar Pustaka
1.BUKU-BUKU
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlidungan Konsumen, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, 2001, Hukum Tentang Perlindungan
Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kansil C.S.T dan Christine S.T. Kansil, 2002, Pokok- Pokok Pengetahuan Hukum
Dagang Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta
M. Yahya Harahap,dkk, 2001, Hukum Perikatan yang Lahir dari Perjanjian
Buku I, Citra Aditya bakti, Bandung
Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya
Bakti, Bandung
Ridwan Khairandy. Iktikat Baik Dalam Kebebasan Berkontrak. Jakarta:
Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pascasarjana, 2003.
Suryodiningrat, RM, 1982, Perikatan yang bersumber pada undang-undang,
Bandung
Salim, 2002, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar graha, Jakarta
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta
Shidarta, 2006, Hukum Perlidungan Konsumen Indonesia, Gramedia Widiasarana
Indonesia (Grasindo), Jakarta.
Subekti, 1991, Hukum Perjanjian , Intermassa, Jakarta.
2.PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
-
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
-
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
H. Personalia Penelitian
1. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap
: Heniyatun, SH. MHum
b. Jenis Kelamin
: Perempuan
c. NIS
: 865907035
d. Disiplin Ilmu
: Ilmu Hukum
e. Pangkat / Golongan
: Penata Tk. I / IIId
f. Jabatan Fungsional
: Lektor
g. Fakultas / Program Studi : Hukum / Ilmu Hukum
h. Waktu Penelitian
: 12 jam /minggu
2. Anggota Peneliti
a. Nama Lengkap
: Nurul Maghfiroh, SH
b. Jenis Kelamin
: Perempuan
c. NIS
: 946908068
d. Disiplin Ilmu
: Ilmu Hukum
e. Pangkat / Golongan
: Penata Tk. I / IIId
f. Jabatan Fungsional
: Lektor
g. Fakultas / Program Studi : Hukum / Ilmu Hukum
h. Waktu Penelitian
: 12 jam / minggu.
I. Perkiraan Beaya Penelitian
1. Persiapan Penelitian:
a. Pembuatan instrumen penelitian
: Rp
500. 000,00
b. Penggandaan instrumen penelitian
: Rp
150. 000,00
c. Pengurusan perijinan penelitian
: Rp
300. 000,00
1) Transportasi
: Rp
1.000. 000,00
2) Akomodasi
: Rp
1.000. 000,00
3) ATK
: Rp
500. 000,00
5) Fotokopi
: Rp
300. 000,00
1). Pengetikan Laporan
: Rp
750. 000,00
2). Penggandaan Laporan
: Rp
500. 000,00
Jumlah -------------------------------------: Rp
5. 000. 000,00
2. Pelaksaan Penelitian:
a. Pengumpulan Data
b. Penulisan Laporan
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian
: Aspek Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pada
Perjanjian Baku dalam Hubungan Antara Kekuatan Tawar
dengan Penerimaan
2. Bidang Penelitian
: Ilmu Hukum
3. Ketua Peneliti
:
a. Nama
: Heniyatun, SH., MHum
b. Jenis Kelamin
: Permpuan
c. NIS
: 865907035
d. Disiplin Ilmu
: Ilmu Hukum
e. Pangkat / Golongan
: Penata Tk.I/ IIId
f. Jabatan
: Lektor
g. Fakultas / Program Studi: Hukum / Ilmu Hukum
h. Alamat
: Jalan Tidar Nomor 21 Magelang
i. Telephon / Faks / E-mail : 0293-362082 / 0293-361004 / webummgl @ ummgl.ac.id.
j. Alamat Rumah
: Jln.Duku III/ 226 Kalinegoro Magelang
: 2 (dua) Orang
4. Jumlah Tim Peneliti
a. Nama Anggota
: Nurul Maghfiroh, SH
5. Lokasi Penelitian
: Kota Magelang
6. Jumlah Beaya yang
: Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
Diusulkan
Magelang,
Nopember 2009
Mengetahui,
Dekan Fakultas Hukum
Ketua Peneliti,
Bambang Tjatur Iswanto, SH.MH
NIS. 866003011
Heniyatun, SH,MHum
NIS. 865907035
Menyetujui,
Ketua LP3M
Drs. Suliswiyadi, M.Ag.
NIS. 966610111
Lampiran :
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI
1. Ketua Peneliti
a.
Nama
: Heniyatun, SH.MHum
b.
Tempat dan tanggal lahir
: Surakarta, 13 Maret 1959
c.
Pendidikan Terakhir
: Program Pascasarjana Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta
d.
Pengalaman Penelitian
: 1) Sebagai Anggota dalam penelitian yang berjudul:
Tingkat Usia Perkawinan dalam Kaitannya dengan
Pendidikan
Seseorang
di
Daerah
Kabupaten
Magelang.
2) Sebagai Anggota dalam penelitian yang berjudul:
Tanggapan Peserta Asuransi Kesehatan di Kotamadia
Magelang.
3) Sebagai Ketua dalam penelitian yang berjudul: Tugas
Kewajiban dan Wewenang Hakim dalam Proses
Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Magelang.
4) Sebagai Ketua dalam penelitian yang berjudul:
Tanggung Gugat Risiko dalam Tindakan Medis pada
Rumah Sakit di Magelang.
5) Sebagai Ketua dalam penelitian yang berjudul :
Tanggung Rumah Sakit terhadap Pasien Akibat
Medical Malpractice di Rumah Sakit Magelang.
Daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya, dan jika ada kesalahan saya akan bertanggung
jawab sepenuhnya.
Magelang, Nopember 2009
Heniyatun, SH. MHum
NIS. 865907035
2. Anggota Peneliti
a.
Nama
: Nurul Maghfiroh, SH.,LL.M.
b.
Tempat dan tanggal lahir
: Magelang, 05 Januari 1969
c.
Pendidikan Terakhir
: S1 Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Universitas Muhammadiyah Magelang.
d.
Pengalaman Penelitian
: 1) Sebagai Ketuadalam penelitian yang berjudul:
Persepsi Mahasiswa Fakultas Hukum Semester II
Universitas
Muhammadiyah
Magelang
tentang
Pelaksaan Sanksi Pidana dalam Hukum Adat.
2) Sebagai Ketua dalam penelitian yang berjudul:
Kejahatan-kejahatan yang Timbul Akibat Terjadinya
Hubungan Luar Nikah (Suatu Kajian Empiris).
3) Sebagai Ketua dalam penelitian yang berjudul:
Putusan Pengadilan
“Ne Bis In Idem” dan
Permasalahannya dalam Praktek. (Studi Kasus di
Pengadilan Negeri Magelang)
4) Sebagai Anggota dalam penelitian yang berjudul :
Asimilasi
sebagai
Pengaruhnya
Program
Terhadap
Pembinaan
Tingkat
dan
Kesadaran
Narapidana.
5) Sebagai Ketua dalam penelitian yang berjudul:
Aspek
Hukum
Putusanya
Perkawinan
Akibat
Fasakh.
Daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya, dan jika ada kesalahan saya akan bertanggung
jawab sepenuhnya.
Magelang, Nopember 2009
Nurul Maghfiroh, SH.,LL.M
NIS. 946908068
USULAN PENELITIAN
ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PADA
PERJANJIAN BAKU DALAM HUBUNGAN ANTARA
KEKUATAN TAWAR DENGAN PENERIMAAN
Oleh:
HENIYATUN, SH.,MHum
NURUL MAGHFIROH, SH.,LL.M
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2009
Download