BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi pasar modal di Indonesia saat ini semakin berkembang sehingga membuat persaingan antar perusahaan semakin ketat. Perusahaan berusaha meningkatkan nilai perusahaannya agar dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya. Investor yang rasional akan memilih berinvestasi di perusahaan yang memiliki prospek yang bagus di masa depan. Oleh karena itu para investor menaruh perhatian yang besar mengenai informasi – informasi yang diungkapkan oleh perusahaan. SFAC No. 1 menyebutkan bahwa informasi laba pada umumnya merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau pertanggungjawaban manajemen dan juga membantu pemilik untuk melakukan penaksiran atas earning power perusahaan di masa yang akan datang. Investor cenderung hanya memperhatikan angka laba yang tersaji dalam laporan keuangan tanpa memperhatikan proses yang digunakan untuk mencapai tingkat laba tersebut (Algery, 2013). Begitu pentingnya informasi laba ini membuat manajer sering melakukan tindakan dysfunctional behavior (perilaku yang tidak semestinya) dalam mengatur laba yang diterima perusahaan. Tindakan manajer ini disebut dengan manajemen laba. Manajemen laba terjadi ketika para manajer dengan sengaja mengubah laporan keuangan perusahaan dengan tujuan untuk menyesatkan pihak – pihak pengambil keputusan terutama pihak eksternal mengenai kondisi ekonomi perusahaan. 1 Terdapat beberapa kasus mengenai skandal pelaporan keuangan yang ada di luar negeri yaitu kasus Enron dan Word Com. Dalam kasus Enron terbukti sejumlah eksekutif Enron melakukan manipulasi pembukuan melalui KAP Arthur Anderson yang menyebabkan laba Enron terdongkrak US$ 1 Miliar untuk menyesatkan para investornya. Enron melakukan penjualan fiktif agar pendapatan perusahaan dapat meningkat. Word Com juga mengakui telah menggelembungkan keuntungan sebesar US$ 3,85 Miliar antara periode Juni 2001 sampai dengan Maret 2002. Hal itu dilakukan dengan memanipulasi pembukuan dimana angka tersebut dimasukkan ke dalam pos investasi yang seharusnya merupakan biaya operasi. Akibatnya pos investasi seolah – olah terlihat sangat besar dan pos biaya terlihat sangat kecil sehingga membuat harga sahamnya menjadi meningkat (Tuanakotta, 2007) dalam Bestivano (2013). Di Indonesia juga terdapat beberapa kasus mengenai skandal manipulasi laporan keuangan, salah satunya yaitu kasus PT. Kimia Farma. PT Kimia Farma telah melakukan penggelembungan (mark up) laporan keuangan pada tahun 2001. KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa menemukan kesalahan pencatatan laba bersih PT. Kimia Farma pada tahun buku 2001. Perusahaan awalnya mempublikasikan laba bersih perusahaan sebesar Rp 132 Miliar, namun setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa menemukan bahwa laba perusahaan hanya Rp 99 Miliar (Syafrul,2002). Penelitian yang dilakukan oleh Leuz et al. (2003) mengenai perbandingan antara manajemen laba dan proteksi investor dengan sampel 31 negara, yang meliputi periode pengamatan dari tahun 1990 sampai tahun 1999. Berdasarkan 2 penelitian tersebut, menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam kelompok negara – negara dengan perlindungan investor yang lemah sehingga mempunyai praktek manajemen laba yang lebih intensif. Nilai rata-rata skor manajemen laba Indonesia termasuk sebagai sampel dan berada pada urutan ke 15 dari 31 negara dari berbagai kawasan. Di negara ASEAN Indonesia berada pada tingkat pertama yang mempraktikkan manajemen laba yang paling besar jika dibandingkan dengan Malaysia, Filipina, dan Thailand yang juga menjadi sampel (dalam Mambraku dan Basuki, 2014). Dari banyaknya kasus mengenai manipulasi laporan keuangan membuat penulis tertarik untuk meneliti mengenai perilaku perusahaan di dalam memanipulasi laporan keuangannya. Salah satu praktik manipulasi laporan keuangan yang dapat dilakukan manajer yaitu income smoothing (perataan laba). Perataan laba merupakan salah satu dari tindakan manajemen laba yang dilakukan pihak manajer untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga laba terlihat stabil dari periode ke periode setelahnya. Laba yang terlihat stabil ini akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan, karena laba yang stabil mengindikasikan bahwa kondisi perusahaan terlihat baik. Dalam perataan laba, manajer berusaha untuk membuat pergerakan atau naik turunnya laba terlihat smooth dalam batas – batas yang diijinkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Hal ini berarti manajer dapat mengganti metode akuntansi yang digunakan dengan metode lain yang tersedia dalam standar akuntansi dengan asumsi bahwa metode sebelumnya sudah tidak relevan lagi untuk digunakan. Walaupun demikian tindakan perataan laba tetap merugikan 3 pemegang saham karena informasi yang dihasilkan berbeda dengan kondisi yang sebenarnya sehingga dapat membuat pemegang saham menjadi salah mengambil keputusan. Jin dan Machfoedz (1998) mengemukakan bahwa terjadinya praktik perataan laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara pihak internal (manajemen) dan pihak eksternal (pemegang saham, kreditur dan pemerintah). Sehingga masing-masing pihak akan berusaha untuk mengoptimalkan kepentingannya terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan isi teori keagenan yang menyebutkan bahwa konflik kepentingan yang terjadi diantara prinsipal dan agen ini mendorong agen melakukan tindakan yang tidak semestinya agar dapat meningkatkan kepentingan pribadinya. Faktor yang akan diteliti pada penelitian mengenai perataan laba ini adalah cash holding, profitabilitas dan reputasi auditor. Cash holding merupakan jumlah kas yang dipegang perusahaan untuk menjalankan berbagai kegiatan perusahaan (Ginglinger dan Saddour, 2007). Berdasarkan teori agensi adanya konflik antara manajemen dan pemegang saham menimbulkan keinginan manajemen untuk memegang kas (cash holding). Perusahaan yang memiliki free cash flow yang tinggi akan menghadapi agency problem yang tinggi sehingga mengakibatkan manajer semakin termotivasi untuk melakukan tindakan opportunistik yang salah satunya yaitu perataan laba. Tindakan manajer yang mengendalikan kebijakan cash holding dengan motif penggelapan dana akan berusaha memperkaya dirinya dengan cara mempertahankan jumlah kas di perusahaan. Talebnia dan Darvis (2012) dalam Cendy (2013) menyatakan bahwa cash holdings berhubungan signifikan dan 4 langsung dengan perataan laba, semakin tinggi kepemilikan kas atau kas yang ada di perusahaan maka semakin tinggi perataan laba. Sifat cash holding yang sangat likuid membuat kas sangat mudah dicairkan dan mudah untuk dipindah tangankan sehingga membuat kas mudah disembunyikan atau digunakan untuk tindakan yang tidak semestinya. Penelitian yang dilakukan Mambraku dan Basuki (2014), Cendy (2013) dan Mohammadi, et al (2013) menunjukkan bahwa cash holding berpengaruh signifikan terhadap perataan laba. Walaupun sama – sama berpengaruh tetapi penelitian terdahulu menggunakan model perhitungan yang berbeda – beda di dalam menghitung perataan laba. Selain itu penelitian mengenai pengaruh cash holding terhadap perataan laba masih jarang dilakukan di Indonesia. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti kembali mengenai pengaruh cash holding pada perataan laba, selain itu peneliti menggunakan Indeks Eckel di dalam menghitung perataan laba yang berbeda dengan penelitian – penelitian terdahulu. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan di dalam menghasilkan laba, dari hal tersebut membuat investor menaruh perhatian yang besar terhadap tingkat profitabilitas perusahaan. Perhatian yang besar dari investor ini memicu pihak manajer melakukan tindakan dysfunctional behavior dalam mengatur labanya. Perusahaan yang memiliki ROA yang lebih tinggi cenderung melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan yang lebih rendah karena manajer mengetahui kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba pada masa mendatang sehingga memudahkan dalam menunda atau mempercepat laba (Assih dan Gudono, 2000) .Selain itu perataan laba dilakukan agar laba berada dalam 5 tingkat yang stabil karena laba yang berfluktuasi menunjukkan resiko yang tinggi. Berdasarkan hipotesis biaya politik (political cost hypothesis), tingkat profitabilitas yang semakin tinggi akan membuat perusahaan dikenakan pajak yang lebih besar oleh pemerintah, maka dari itu perusahaan berusaha mengurangi laba yang dilaporkan untuk mengurangi pajaknya. Pada bonus plan hypothesis disebutkan bahwa penggunaan angka akuntansi dalam kontrak bonus akan mendorong manajer untuk menyesuaikan tingkat laba agar dapat memaksimalkan jumlah bonus yang diperoleh (Healy, 1985) dalam Sukartha (2007). Penelitian yang dilakukan Yulia (2013), Ramanuja dan Mertha (2013) dan Xu et. al (2013) menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap perataan laba. Namun penelitian Ramdani (2012), Algery (2013) dan Bestivano (2013) menemukan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara profitabilitas terhadap praktik perataan laba. Reputasi auditor juga ikut memengaruhi tindakan manajer untuk melakukan tindakan perataan laba. Perusahaan yang menggunakan Kantor Akuntan Publik (KAP) yang tergolong KAP Big Four cenderung tidak akan melakukan praktik perataan laba karena KAP Big Four memiliki kualitas audit yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik sehingga resiko terungkapnya kecurangan yang dilakukan manajemen lebih besar dibandingkan KAP Non Big Four (Marpaung dan Yeni, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Marpaung dan Yeni (2014), Saputra (2015), Gayatri dan Wirakusuma (2013) dan Ebrahim (2001) menemukan bahwa kualitas audit berpengaruh terhadap perataan laba. Namun penelitian Sulistiyawati (2013) dan Prabayanti dan Gerianta (2011) menemukan 6 bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Rachmawati (2013) menemukan bahwa auditor The Big Four juga tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Berdasarkan ketidakkonsistenan hasil mengenai tiga variabel tersebut yaitu cash holding, profitabilitas dan reputasi auditor membuat peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai variabel – variabel tersebut. Perusahaan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Alasan memilih semua perusahaan dikarenakan agar dapat menggambarkan kondisi semua perusahaan yang sebenarnya sehingga hasil yang diperoleh akan menyeluruh. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pokok masalah penelitian ini yaitu: 1) Apakah cash holding berpengaruh pada perataan laba? 2) Apakah profitabilitas berpengaruh pada perataan laba? 3) Apakah reputasi auditor berpengaruh pada perataan laba? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan yang telah diuraikan maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu: 1) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh cash holding pada perataan laba. 7 2) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh profitabilitas pada perataan laba. 3) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh reputasi auditor pada perataan laba. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1 Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran, pengetahuan serta pemahaman yang lebih mendalam mengenai pengaruh cash holding, profitabilitas dan reputasi auditor pada praktik perataan laba. Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang mengambil topik serupa. 1.4.2 Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan dalam peningkatan kewaspadaan bagi para pihak eksternal perusahaan terhadap praktik perataan laba dan juga sebagai bahan pertimbangan bagi para investor dalam mengambil keputusan untuk menginvestasikan dananya di suatu perusahaan. 1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang telah disusun secara sistematis dan terperinci. Sistematika penulisan skripsi diuraikan sebagai berikut : 8 BAB I : Pendahuluan Menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Memuat tentang tinjauan teoritis yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Teori – teori tersebut meliputi teori keagenan, manajemen laba, perataan laba, cash holding, profitabilitas dan reputasi auditor serta penjelasan hipotesis. BAB III : Metode Penelitian Menguraikan tentang desain penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis data, sumber data, populasi, sampel, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV : Pembahasan Hasil Penelitian Memaparkan gambaran umum perusahaan yang diteliti dan hasil penelitian yang diperoleh setelah dianalisis dengan menggunakan metode analisis yang sesuai dengan tujuan penelitian. BAB V : Simpulan dan Saran Bagian akhir dari laporan penelitian yang memberikan simpulan dari hasil pembahasan dan saran – saran yang sesuai dengan topik penelitian. 9