1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan hasil dari kegiatan operasional yang dilakukan oleh perusahaan yang dilakukan kepada pihak internal maupun eksternal perusahaan. Salah satu parameter yang paling sering digunakan untuk mengukur peningkatan atau penurunan kinerja perusahaan adalah laba. Belkaoui (1993) mengatakan ”laporan keuangan merupakan sarana untuk mempertanggung-jawabkan apa yang lakukan oleh manajemen atas sumber daya pemilik dan dari laporan keuangan tersebut salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen adalah laba”. Dalam Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) nomor 1 menyatakan bahwa informasi laba merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau pertanggung-jawaban manajemen dan informasi laba dapat membantu pemilik atau pihak lain melakukan penaksiran atas earning power perusahaan di masa yang akan datang. Pemakai laporan keuangan dibedakan menjadi beberapa pihak yaitu manajemen, pemegang saham, kreditur, karyawan perusahaan, konsumen dan masyarakat lainnya yang pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar yaitu pihak internal dan pihak eksternal. Media komunikasi yang digunakan untuk untuk menghubungkan pihak-pihak ini adalah laporan keuangan yang disusun oleh manajemen sebagai pihak internal untuk mempertanggungjawabkan hasil kerjanya kepada pihak eksternal. Laporan keuangan terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan laba ditahan, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. 2 Beattie.et.al. (1994) mengemukakan bahwa ”investor sering terpusat pada informasi laba tanpa memperhatikkan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba perusahaan”. Hal ini dapat mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba (earning management) atau manipulasi laba (earnig manipulation). Salah satu hipotesis yang dapat diajukan untuk menjelaskan manajemen laba adalah ”eraning-smoothing-hypothesis atau income smoothing hypothesis yang menaksir bahwa laba dimanipulasi untuk mengurangi fluktuasi sekitar tingkat yang dipertimbangkan normal bagi perusahaan dengan tujuan menarik perhatian investor untuk berinvestasi” (Bartov, 1993). Konsep income smoothing menurut Fudenberg dan Tirole (1995) mengasumsikan bahwa investor adalah orang yang menolak resiko. Hal ini dapat dikatakan bahwa laba perusahaan yang tidak normal atau tidak stabil memungkinkan investor menganggap investasi yang akan dilakukan memiliki resiko, sehingga dapat mempengaruhi motivasi investor untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. Lamberth (1984) dan Dye (1998) mengemukakan pula bahwa ”manajer juga cenderung menolak resiko, dimana manajer menghindari adanya peminjaman dan pemberian pinjaman di pasar modal, sehingga terdorong untuk melakukan income smoothing”. Di negara lain, banyak penelitian mengenai income smoothing yang telah dilakukan diantaranya: Smith (1976), Trueman et.al (1988), dan Suh (1990) memberikan bukti empiris bahwa manajemen perusahaan telah melakukan ”tindakan perataan laba (income smoothing)”. Sedangkan di Indonesia penelitian Income smoothing juga telah dilakukan oleh Ilmainir (1993), Zuhroh (1996), Jin dan Machfoedz (1998) dan Samlawi (2000) dalam penelitiannya menemukan bahwa 3 “praktik perataan laba telah terdapat pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta”. Beberapa penelitian di atas hanya dilakukan dari aspek intenal perusahaan yaitu motivasi manajemen dalam melakukan income smoothing serta implikasinya terhadap laporan laba rugi. Praktek perataan laba tentu saja tidak terlepas dari beberapa faktor yang telah dijelaskan di atas, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kinerja perusahaan baik kinerja saham maupaun kinerja keuangan serta karakteristik perusahaan seperti tingkat profitabilitas dan ukuran perusahaan, resiko keuangan maupun resiko pasar perusahaan. Carlson dan Bathala (1997) menyimpulkan “beberapa variabel penentu perataan laba antara lain tingkat profitabilitas dan ukuran perusahaan dimana semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin tinggi kemungkinan perusahaan melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang rendah”. Bitner dan Dolan (1996) menambahkan ”perusahaan yang cenderung memeliki rasio keuangan yang tinggi menyebabkan manajer cenderung untuk tidak melakukan perataan laba”. Meskipun telah banyak penelitian mengenai perataan laba, namun penelitian mengenai reaksi pasar atas tindakan perataan laba masih sedikit dilakukan. Moses (1987) menyatakan bahwa ”perataan laba mengandung arti suatu hubungan penyebab antara fluktuasi laba dengan resiko pasar”. Michelson et al (1995) melaporkan bahwa ”perusahaan yang melakukan perataan laba mempunyai rata-rata return yang secara signifikan lebih rendah, mempunyai beta lebih rendah, dan nilai pasar aktiva yang lebih tinggi”. 4 Praktek perataan laba merupakan fenomena yang umum dilakukan dibanyak negara. Namun demikian, praktek perataan laba jika dilakukan dengan sengaja dan dibuat-buat dapat menyebabkan pengungkapan laba yang tidak memadai atau menyesatkan. ”Perataan laba merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend atau level tertentu” (Belkaoui.1984). menurut Beidleman (1973) bahwa ”usaha yang disengaja untuk meratakan atau memfluktuasikan tingkat laba sehingga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan”. Dengan mempertimbangkan bahwa tindakan perataan laba dapat menyediakan signal yang meningkatkan keakuratan prediksi laba, maka tujuan penelitian ini adalah meneliti pengaruh tindakan perataan laba pada reaksi pasar atas pengumuman laba dan diharapkan bahwa pasar akan bereaksi lebih kuat atas pengumuman laba perusahaan yang tidak melakukan perataan laba dari pada atas pengumuman laba perusahaan yang melakukan perataan laba. Perataan laba merupakan fenomena umum yang bertujuan mengurangi variabilitas atas laba yang dilaporkan guna mengurangi resiko pasar atas saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga perusahaan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana reaksi pasar terhadap pengumuman informasi laba yang dilakukan oleh perusahaan yang melakukan praktek perataan laba dan apakah praktik perataan laba yang dilakukan berhasil meredam besarnya reaksi pasar ketika perusahaan mengumumkan labanya. 5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis ingin mengajukan permasalahan yaitu bagaimana reaksi pasar terhadap informasi laba pada kasus perataan laba pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan apakah unexpected earning dan unexpected return mempengaruhi perataan laba 1.3 Batasan Penelitian Penelitian ini difokuskan pada perusahaan manufaktur yang telah go public atau listed di Bursa Efek Jakarta yang telah mempublikasikan laporan keuangan per 31 desember 2002 sampai dengan 2005, sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdapat di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yaitu data saham dan data akuntansi. Data saham yang digunakan adalah harga pasar saham, beta saham dan return saham. Sedangkan data akuntansi yang digunakan adalah data laba ( laba operasi dan laba bersih) dan data penjualan. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana reaksi pasar terhadap informasi laba pada kasus perataan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakartan dan apakah unexpected earning dan unexpected return pengaruh terhadap perataan laba (Indek Eckel). 1.5 Manfaat Penelitian. ¾ Bagi Akademisi Untuk meneliti perusahaan di Indonesia yang melakukan perataan laba dan bukan perataan laba serta reaksi pasar terhadap informasi perataan laba. 6 ¾ Bagi Praktisi Untuk membantu para investor dalam mengambil keputusan untuk menilai kinerja perusahaan yang melakukan perataan laba agar dapat menentukan apakah harus membeli atau menjual saham. ¾ Bagi Penulis Sebagai pengalaman pertama dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat dan untuk mengetahui bagaimana reaksi pasar terhadap informasi perataan laba.