IPA

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1
Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA )
IPA dapat dipandang sebagai suatu proses dari upaya manusia untuk
memahami berbagai gejala alam. Untuk itu diperlukan cara tertentu yang sifatnya
analisis, cermat, lengkap dan menghubungkan gejala alam yang satu dengan gejala
alam yang lain. IPA dapat dipandang sebagai suatu produk dari upaya manusia
memahami berbagai gejala alam. IPA dapat pula dipandang sebagai fakta yang
menyebabkan sikap dan pandangan yang mitologis menjadi sudut pandang ilmiah.
H.W Flowler (dalam Trianto, 2012:8) berpendapat bahwa ‘’IPA merupakan
pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejalagejala kebendaan dan didasarkan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan
deduksi. Sedangkan Trianto (2012:136) mengatakan bahwa:
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengatahuan atau Sains
yang semula berasal dari bahasa Inggris science. Kata science berasal dari bahasa
Latin scientia yang berarti saya tahu. Science terdiri dari sosial sciences (ilmu
pengetahuan sosial)dan natural sciences (ilmu pengetahuan alam). Namun science
sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Menurut Sumanto dkk. (dalam Putra, 2013:40), “IPA merupakan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah”.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa alam dan gejala-gejalanya melalui
proses ilmiah dibangun dengan sikap ilmiah sehingga menghasilkan produk ilmiah
(fakta, konsep dan prinsip).
6
7
2.1.2
Pembelajaran IPA
Menurut Trianto (2010:53) “Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari
seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi yang
intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah diterapkan sebelumnya”.
Menurut Ahmad (2012:12) “pembelajaran adalah suatu proses interaksi antar
guru dan peserta didik yang berisi berbagai kegiatan yang bertujuan agar terjadi
proses belajar (perubahan tingkah laku) pada diri peserta didik”. Kegiatan dalam
pembelajaran meliputi penyampaian pesan (pengetahuan, nilai-nilai, dan ketrampilanketrampilan) kepada siswa, penciptaan lingkungan yang kondusif dan edukatif bagi
proses belajar siswa, dan pemberdayaan potensi siswa melalui interaksi perilaku guru
dan siswa yang dilakukan secara bertahap. Pembelajaran mempunyai tujuan yaitu
adanya perubahan tingkah laku siswa. Jika proses pembelajaran telah dilakukan,
tetapi tidak ada perubahan tingkah laku pada siswa maka tujuan pembelajaran belum
dapat tercapai. Oleh karena itu, setiap guru tidak boleh merasa puas dengan proses
pembelajaran yang telah dilakukan apabila tidak ada perubahan tingkah laku.
Hamalik (dalam Putra, 2013:17), menambahkan bahwa pembelajaran ialah
suatu kombinasi yang tersusun dari unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Berdasarkan beberapa definisi pembelajaran para ahli tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan guru kepada
siswa untuk menyampaikan pesan (pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan)
dengan menggunakan berbagai model agar tercipta lingkungan yang kondusif
sehingga tercapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Pembelajaran yang ada di
Sekolah Dasar, yang proses dan materi pelajarannya dekat dengan lingkungan adalah
pembelajaran IPA.
Pembelajaran IPA pada tingkat manapun harus dikembangkan dengan
memahami berbagai pandangan tentang makna IPA, yang dalam konteks pandangan
hidup dipandang sebagai suatu instrument untuk mencapai kesejahteraan dan
kebahagiaan sosial manusia. Pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan
8
ketrampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman,
kebiasaan dan apresiasi dalam mencari jawaban terhadap suatu permasalahan karena
ciri-ciri tersebut membedakan dengan pembelajaran lainnya (Trianto, 2012:142).
Nilai-nilai IPA yang ditanamkan dalam pembelajaran IPA menurut Laksmi
(Trianto, 2012:142) antara lain sebagai berikut:
1) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut
langkah-langkah metode ilmiah.
2) Ketrampilan
dan
kecakapan
dalam
mengadakan
pengamatan,
mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
3) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik
dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan.
Laksmi (Trianto, 2012:142) mengungkapkan bahwa pembelajaran IPA di
sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yaitu:
1) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan
bagaimana bersikap.
2) Menanamkan sikap hidup ilmiah.
3) Memberikan ketrampilan untuk melakukan pengamatan
4) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai
para ilmuwan penemunya.
5) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan
permasalahan.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA
adalah aktivitas belajar yang tidak hanya sekedar pemberian materi secara
keseluruhan tetapi lebih penting daripada itu adalah bagaimana seorang siswa dapat
mengerti mengenai konsep yang ada di dalam IPA melalui apa yang mereka dengar
dan mereka lihat.
9
2.1.3
Ruang Lingkup IPA di SD
Ruang lingkup mata pelajaran IPA di SD meliputi dua dimensi yaitu:
a)
Kerja Ilmiah
Pendidikan IPA menekankan pada pemberian belajar langsung. Hal ini dijelaskan
dalam Effendi dan Malihah (2007:120) bahwa “ pendidikan sains (IPA) menekankan
pada pengalaman secara langsung”. Dalam pembelajaran IPA siswa dapat
mengembangkan sejumlah keterampilan proses (keterampilan atau kerja ilmiah) dan
sikap ilmiah dalam memperoleh pengetahuan ilmiah tentang dirinya dan alam sekitar.
Kerja ilmiah sains(IPA) dalam kurikulum SD terdiri dari penyelidikan berkomunikasi
ilmiah, pengembangan kreativitas dan pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah.
b)
Pemahaman Konsep dan Penerapannya
Adapun dimensi pemahaman konsep dan penerapannya mencakup:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi cair, padat dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan
pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit
lainnya.
5. Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (Salingtemas) merupakan
penerapan konsep IPA dan saling keterkaitan dengan lingkungan, teknologi dan
masyarakat melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk
merancang dan membuat.
2.2 Tujuan Pendidikan IPA di Sekolah Dasar
Pembelajaran IPA I SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut (Depdiknas, 2006:162):
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
10
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
4) Mengembangkan
keterampilan
proses
untuk
menyelidiki
alam
sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwadalam penelitian ini
tujuan mata pelajaran IPA adalah untuk melatih siswa dalam mempelajari konsep IPA
melalui aktivitas belajar yang mereka lakukan sendiri dimana siswa akan menemukan
fakta-fakta, membangun konsep, teori-teori dengan sikap ilmiah sehingga mampu
memberikan pengalaman belajar IPA yang bermakna bagi siswa melalui
pembelajaran Discovery.
2.3 Pengukuran Hasil Belajar IPA
Menurut Endang Purwanti (2008: 4) pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan
atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau
peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka.
Menurut Sutrisno Hadi (Sugihartono, 2007:129) pengukuran dapat diartikan
sebagai suatu tindakan untuk mengidentifikasikan besar kecilnya gejala. Hasil
pengukuran dapat berupa angka atau uraian tentang kenyataan yang menggambarkan
derajat kualitas, kuantitas dan eksistensi keadaan yang diukur. Dalam kegiatan belajar
mengajar, pengukuran dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan
11
tingkah laku siswa setelah melakukan proses belajar. Dengan kata lain pengukuran
dalam kegiatan belajar mengajar dimaksudkan untuk menilai hasil belajar siswa
setelah melakukan proses belajar mengajar.
Penilaian hasil belajar (Sudjana, 2016:3) adalah proses pemberian nilai terhadap
hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan
bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada
hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam
pengertian yang luas mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek
berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
Ranah afektif
berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yaitu gerakan refleks,
keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan,
gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga
ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah
karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan
pengajaran.
Dalam penelitian ini, penulis juga bermaksud untuk melakukan penelitian pada
ranah kognitif mata pelajaran IPA. Ranah kognitif yang diambil sebagai bahan
penelitian yaitu hasil belajar pengetahuan. Hasil belajar pengetahuan termasuk tingkat
kognitif yang paling rendah. Namun tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe
hasil belajar berikutnya.
12
Minat Belajar
2.4
2.4.1 Pengertian Minat Belajar
Poerwadarminta (dalam Mudzofir, 2007:15) Minat secara terminologi adalah
perhatian, kesukaan (kecendurungan hati) kepada sesuatu.
Menurut Slameto (2010:180), Minat adalah “Suatu rasa lebih suka dan rasa
keterkaitan pada suatu hal atau aktifitas tanpa ada yang menyuruh”
Menurut Djamaroh (dalam Mudzofir, 2007:16) “Minat adalah kecendurungan
yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas.
Berdasarkan pengertian minat menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa minat
belajar adalah kecendurungan seseorang untuk memperhatikan sesuatu yang dianggap
penting.
2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Belajar
Menurut Taufani (2008:38), ada tiga faktor yang mendasari timbulnya minat
yaitu:
1. Faktor dorongan dalam, yaitu dorongan dari individu itu sendiri, sehingga timbul
minat untuk melakukan aktivitas atau tindakan tertentu untuk memenuhinya.
Misalnya, dorongan untuk belajar dan menimbulkan minat untuk belajar.
2. Faktor motivasi sosial, yaitu faktor untuk melakukan suatu aktivitas agar dapat
diterima dan diakui oleh lingkungannya. Minat ini merupakan semacam kompromi
pihak individu dengan lingkungan sosialnya. Misalnya, minat pada studi karena
ingin mendapatkan penghargaan dari orangtuanya.
3. Faktor emosional, yakni minat erat hubungannya dengan emosi karena faktor
emosional selalu menyertai seseorang dalam berhubungan dengan objek minatnya.
Kesuksesan seseorang pada suatu aktivitas disebabkan karena aktivitas tersebut
menimbulkan perasaan suka atau puas, sedangkan kegagalan akan menimbulkan
perasaan tidak senang dan mengurangi minat seseorang terhadap kegiatan yang
bersangkutan.
13
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa ada tiga faktor yang
mendasari timbulnya minat yaitu faktor dalam, faktor motivasi sosial, dan faktor
emosional.
2.4.3
Unsur-Unsur Minat Belajar
Reber dalam Syah (1995:136) mengemukakan bahwa minat mempunyai
ketergantungan pada faktor internal seperti perhatian, kemauan dan kebutuhan.
Berikut uraian dari beberapa komponen minat tersebut.
1. Perhatian
Perhatian sangatlah penting dalam mengikuti kegiatan dengan baik, dan hal ini
akan berpengaruh pula terhadap minat siswa dalam belajar. Menurut Suryabrata
(2007:14) perhatian dalam belajar yaitu pemusatan atau konsentrasi dari seluruh
aktifitas seseorang yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek belajar.
2. Kemauan
Kemauan yaitu kondisi dimana seorang siswa cenderung untuk melakukan suatu
aktifitas tanpa adanya paksaan.
3. Kebutuhan
Menurut Suryabrata (2007:70) kebutuhan (motif) yaitu keadaan dalam diri
pribadi seorang siswa yang mendorongnya untuk melakukan aktifitas-aktifitas
tertentu guna mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa unsur yang mendasari
minat belajar yaitu perhatian, kemauan, dan kebutuhan.Unsur-unsur inilah yang
akan digunakan dalam penelitian ini.
2.5 Hasil Belajar
2.5.1
Pengertian Hasil Belajar
Winkel (Purwanto, 2013:39) mengungkapkan bahwa belajar adalah aktivitas
mental/psikis yang berlangsung dalam interakti aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan (kognitif), ketrampilan
(psikomotorik) dan sikap (afektif). Proses belajar merupakan proses yang unik dan
14
kompleks. Keunikan disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang
belajar, setiap individu pasti akan menampilkan perilaku belajar yang berbeda.
Perbedaan penampilan disebabkan karena setiap individu memiliki karakteristik yang
khas dan kemampuan yang berbeda dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
(Purwanto, 2013:43). Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi
hasil belajar.
Menurut Sudjana (2010:22) Hasil Belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar
merupakan perubahan tingkah laku yang baru setelah proses belajar. Perolehan aspekaspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari. Hasil belajar
adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif,
afektif dan psikomotor (Rusman 2012:123).
Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada
guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui
kegiatan belajar oleh karena itu guru di tuntut untuk memperbaiki setiap proses
pembelajaran agar dapat menghasilkan pembelajaran yang bermutu. Hasil belajar
memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran Sudjana (2011:22).
Dimyati (2009:20) mengatakan bahwa dalam pembelajaran, pengukuran hasil
belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa
setelah menghayati proses belajar. Maka pengukuran yang dilakukan guru lazimnya
menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Hasil pengukuran tersebut berwujud angka
ataupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi
para siswa (Sugihartono, 2007:130).
Berdasarkan pengertian menurut para ahli tentang hasil belajar diatas dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang baru setelah
proses pembelajaran, dan mencakup beberapa aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Jadi dalam pembelajaran sangat penting untuk mencangkup semua aspek
agar proses pembelajaran lebih efektif.
15
Berdasarkan pengertian tentang hasil belajar menurut para ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa uraian tentang hasil belajar semua mengarah pada perubahan
perilaku saat melakukan proses pembelajaran. Hasil belajar dapat memberikan
informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan belajar,
pengukuran hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan menggunakan tes sebagai alat
ukurnya.
2.5.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Daryanto (2010:36-50) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
hasil belajar, yaitu:
1) Faktor internal
a) Faktor jasmani misalnya kesehatan dan cacat tubuh.
b) Faktor psikologis misalnya intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, kesiapan.
c) Faktor kelelahan.
2) Faktor eksternal
a) Keluarga, merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi seorang anak,
oleh karena itu kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian anak
sangatlah dominan.
b) Masyarakat sekitar, merupakan situasi atau kondisi interaksi sosial yang secara
potensial berpengaruh terhadap perkembangan anak yang akan menimbulkan
aspek atau dampak yang positif terhadap perkembangan anak kelak.
c) Lingkungan sekolahsangat diperlukan untuk menentukan tingkat keberhasilan
belajar siswa, halini dipengaruhi juga oleh cakupan kurikulum, metode
mengajar, relasi guru dengan siswa, pelajaran waktu sekolah serta tata tertib
dan disiplin yang ditegakkan secara konsisten dan konsekuen.
Menurut Munadi (Rusman,2012:124) faktor yang mempengaruhi hasil belajar
antara lain:
16
1. Faktor Internal
-
Faktor Fisiologis
Secara umum kondisi fisiologis,seperti kesehatan yang prima, tidak dalam
keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya.
Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi
pelajaran.
-
Faktor Psikologis
Setiap individu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki
kondisi psikologis yang berbeda-beda , tentunya hali ini turut mempengaruhi
hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ),
perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.
2.
Faktor Eksternal
a. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini
meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya
suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang kurang
akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada
pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dengan ruangan yang
cukup untuk bernafas lega.
b. Faktor Instrumental
Faktor-faktor Instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya
dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini
diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan
belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum,
sarana dan guru.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi hasil belajar faktor internal mencakup(faktor fisiologis dan
faktorpsikologis) dan faktor eksternal mencakup(faktor lingkungan dan faktor
instrumental).
17
2.6 Model Pembelajaran Discovery
2.6.1
Pengertian Discovery
Menurut Hamalik dalam (Ilahi, Moh. Takdir 2012:29),belajar penemuan
(Discovery) adalah belajar yang terjadi sebagai proses pembelajaran yang menitik
beratkan pada mental intelektual para peserta didik dalam memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang
dapat diterapkan di lapangan. Model pembelajaran Discovery adalah cara penyajian
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan
informasi dengan atau tanpa bantuan guru (Sumantri. Dkk, 2001).Pendapat lain
mengatakan bahwa model discovery adalah penyajian bahan ajar dengan
menghadapkan siswa pada suatu masalah, untuk menemukan penyebabnya dengan
melalui pelacakan data atau informasi pemikiran logis, kritis, dan sistematis dalam
rangka mencapai tujuan pengajaran (Rahardja :2002 ).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
Discovery adalah suatu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk
menggunakan kemampuannya mencari jawaban atas suatu masalah atau pertanyaan.
Dengan demikian siswa diharapkan mampu menemukan konsep dan prinsip sendiri,
bukan dijejali dengan pengetahuan. Proses Discovery menuntut guru bertindak
sebagai fasilitator, narasumber dan penyuluh kelompok. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa model penemuan (Discovery) itu adalah suatu model pembelajaran
di mana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya
menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau
diceramahkan saja.
2.6.2
Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery
Menurut
Hanafiah
dan
Suhana
(2009:78)
langkah-langkah
pembelajaran Discovery adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi kebutuhan siswa
2. Seleksi pendahuluan terhadap konsep yang akan dipelajari
3. Seleksi bahan atau masalah yang akan dipelajari
model
18
4. Menentukan peran yang akan dilakukan masing-masing peserta didik
5. Mengecek pemahaman peserta didik terhadap masalah yang akan diselidiki dan
ditemukan
6. Mempersiapkan setting kelas
7. Mempersiapkan fasilitas yang diperlukan
8. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan pentelidikan dan
penemuan
9. Menganalisis sendiri atas data temuan
10. Merangsang terjadinya dialog interaktif antar peserta didik
11. Memberikan penguatan kepada peserta didik untuk giat dalam melakukan
penemuan
12. Memfasilitasi peserta didik dalam merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi
atas hasil temuannya
Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model pembelajaran
Discovery di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan
belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
a. Stimulation (Stimulasi/ Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul
keinginan untuk menyelidiki sendiri
b. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah
yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan
dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah
2004:244),
c. Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa
untuk
mengumpulkan
informasi
sebanyak-banyaknya
yang
relevan
untuk
19
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini
berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.
d. Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan
informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu
(Djamarah, 2002:22).
e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut
Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
f. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan
yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah
yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan
hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi
Sedangkan langkah-langkah penggunaan model Discovery menurut Ibrahim
(2010:9) adalah sebagai berikut :
1.
Perumusan masalah untuk dipecahkan peserta didik
2.
Penetapan jawaban sementara atau pengajuan hipotesis
3.
Peserta didik mencari informasi, data, fakta, yang diperlukan untuk menjawab
atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis.
4.
Menganalisis atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis
20
5.
Menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi
6.
Aplikasi kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model Discovery
menurut
para
ahli,
penulis
menyimpulkan
langkah-langkah
pembelajaran
menggunakan model Discovery yaitu :
1. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Stimulasi pada
tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat
mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
2. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis
permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam
membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
3. Data Collection (Pengumpulan Data)
Dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati
objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan
sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk
menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi,
dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan
pengetahuan yang telah dimiliki.
4. Data Processing (Pengolahan Data)
Data processing sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari
generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang
alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5. Verification (Pembuktian)
21
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada,
pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek,
apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
6. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan berdasarkan hasil verifikasi maka
dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik
kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan
pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip
yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses
pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
2.6.3
Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery
Di dalam pemanfaatan dan penggunaanya model Discovery juga memiliki
kelebihan dan kekurangan. Menurut Roestiyah (2008:20-21) ada 7 kelebihan dan 5
kekurangan model Discovery, yaitu sebagai berikut:
a. Kelebihan model Discovery dibandingkan model lain, yaitu:
1. Tekhnik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan memperbanyak
kesiapan serta penggunaan ketrampilan dalam proses kognitif/pengenalan
siswa
2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual
sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
3. Dapat membangkitkan kegairahan para siswa.
4. Tekhnik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang
dan maju sesuai dengan kemampuan masing-masing
5. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi
yang kuat untuk belajar lebih giat
6. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri
sendiri dengan proses penemuan sendiri
22
7. Strategi ini berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman
belajar saja membantu bila diperlukan
2.6.4
Kelemahan Model Discovery
1. Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental tntuk cara belajar ini
siswa harus berani dan kerkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya
dengan baik
2. Bila kelas terlalu besar penggunaan tekhnik ini akan kurang berhasil
3. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran
tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan tekhnik penemuan
4. Dengan tekhnik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu
mementingkan
proses
pengertian
saja,
kurang
memperhatikan
perkembangan/pembentukan sikap dan ketrampilan bagi siswa
5. Tekhnik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berfikir secara
kreatif
Guru harus merencanakan pembelajaran supaya dapat berlangsung dengan
baik. Guru juga harus mengetahui kelemahan dari model yang dipilih agar dapat
mencari solusi dari kelemahan model tersebut. Solusi dari kelemahan model
Discovery adalah (1) Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya antara guru dan
siswa membuat sebuah kesepakatan. Kesepakatan tersebut mengenai keaktifan
siswa dalam kelompok, siswa yang tidak aktif dalam kelompok maka akan
mengurangi poin kelompok. Dengan demikian akan mendorong siswa aktif dalam
kelompok agar poin kelompoknya tidak berkurang, (2) Guru harus membagi siswa
dalam kelompok secara heterogen agar antarkelompok dapat seimbang. (3) Guru
sebelum memilih model Discovery yang ingin digunakan dalam pembelajaran
terlebih dahulu guru harus melihat materi yang akan disampaikan. (4) Guru harus
kreatif dalam menyampaikan pembelajaran sehingga siswa dapat lebih aktif dan
tidak terpaku pada pengajaran yang lama.
23
2.7 Penelitian yang Relevan
Adapun hasil penelitian lain yang relevan dan mendekati judul penelitian ini
adalah hasil penelitian yang berjudul Studi eksperimenal tentang pengaruh
penggunaan metode discovery terhadap hasil belajar siswa pada pelajaran IPA kelas
IV SDN Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun Ajaran
2010/2011 (Dewi Kurnia Sari ). Memperoleh hasil sebagai berikut, hasil belajara
kelompok eksperimen yang diberi treatmen pembelajaran dengan model discovery
memperoleh nilai 79.38, sedangkan nilai rata-rata kelompok yang diberi treatmen
pembelajaran dengan metode konvensional sebesar 69,69. Hal ini berarti ada
perbedaan hasil belajar sebesar 9,69. Dimana kelompok yang diberi treatmen
pembelajaran dengan metode discovery memiliki hasil belajar lebih tinggi
dibandingkan kelompok yang diberi treatmen pembelajaran dengan metode
konvensional.
Penelitian Tindakan Kelas di SDN 3 Ampel yang dilakukan Trisnawati (2009)
menunjukkan adanya pengaruh penggunaan model discovery dalam pembelajaran
IPA untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Pada PTK ini dilakukan 2 siklus
dengan subjek penelitian siswa kelas IV yang terdiri dari 34 siswa, 16 siswa laki-laki
dan 18 siswa perempuan. Pada siklus I nilai rata rata siswa adalah 76,47 dan pada
siklus II rata-rata siswa 92,40. Selain itu pada siklus I ketuntasan belajar yang dicapai
siswa sebesar 65% sedangkan pada siklus II ketuntasannya sebesar 100%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa model discovery berpengaruh terhadap pembelajaran
IPA di SD.
Pada penelitian yang pertama dapat dilihat bahwa model discovery
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Dan pada penelitian yang kedua, meskipun
penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas, tapi dalam penelitian ini diterapkan
model discovery pada mata pelajaran IPA. Nilai siswa terus meningkat pada setiap
siklus, sehingga dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan model
discovery pada mata pelajaran IPA berpengaruh terhadap hasil belajar.
24
2.8 Kerangka Berpikir
Pada pembahasan mengenai model Discovery di atas, dikemukakan bahwa
menurut Mulyani S model Discovery adalah cara penyajian pembelajaran yang
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau
tanpa bantuan guru. Berdasar pada teori tersebut, penulis memilih model Discovery
untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Candirejo 02 Kabupaten.
Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 pada mata pelajaran IPA.
Gambar 2.1 Peta Konsep Kerangka Berpikir
Kelas
kontrol
Metode
konvensional
Pre-test
Kelas
eksperimen
Posttest
Metode
discovery
Keefektifan
model
pembelajaran
discovery
learning
terhadap
minat dan
hasil belajar
IPA
2.9 Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian yaitu terdapat:
1. Keefektifan Model Pembelajaran Discovery Learning Terhadap Minat Belajar
Pada Siswa kelas IV SDN Candirejo 02 Kabupaten Semarang Semester II
Tahun Ajaran 2015/2016.
2. Keefektifan Model Pembelajaran Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar
IPA Pada Siswa kelas IV SDN Candirejo 02 Kabupaten Semarang Semester II
Tahun Ajaran 2015/2016.
Download