BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) IPA dapat dipandang sebagai suatu proses dari upaya manusia untuk memahami berbagai gejala alam. Untuk itu diperlukan cara tertentu yang sifatnya analisis, cermat, lengkap dan menghubungkan gejala alam yang satu dengan gejala alam yang lain. IPA dapat dipandang sebagai suatu produk dari upaya manusia memahami berbagai gejala alam. IPA dapat pula dipandang sebagai fakta yang menyebabkan sikap dan pandangan yang mitologis menjadi sudut pandang ilmiah. H.W Flowler (dalam Trianto, 2012:8) berpendapat bahwa ‘’IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejalagejala kebendaan dan didasarkan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi. Sedangkan Trianto (2012:136) mengatakan bahwa: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengatahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris science. Kata science berasal dari bahasa Latin scientia yang berarti saya tahu. Science terdiri dari sosial sciences (ilmu pengetahuan sosial)dan natural sciences (ilmu pengetahuan alam). Namun science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Menurut Sumanto dkk. (dalam Putra, 2013:40), “IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah”. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa alam dan gejala-gejalanya melalui proses ilmiah dibangun dengan sikap ilmiah sehingga menghasilkan produk ilmiah (fakta, konsep dan prinsip). 6 7 2.1.2 Pembelajaran IPA Menurut Trianto (2010:53) “Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah diterapkan sebelumnya”. Menurut Ahmad (2012:12) “pembelajaran adalah suatu proses interaksi antar guru dan peserta didik yang berisi berbagai kegiatan yang bertujuan agar terjadi proses belajar (perubahan tingkah laku) pada diri peserta didik”. Kegiatan dalam pembelajaran meliputi penyampaian pesan (pengetahuan, nilai-nilai, dan ketrampilanketrampilan) kepada siswa, penciptaan lingkungan yang kondusif dan edukatif bagi proses belajar siswa, dan pemberdayaan potensi siswa melalui interaksi perilaku guru dan siswa yang dilakukan secara bertahap. Pembelajaran mempunyai tujuan yaitu adanya perubahan tingkah laku siswa. Jika proses pembelajaran telah dilakukan, tetapi tidak ada perubahan tingkah laku pada siswa maka tujuan pembelajaran belum dapat tercapai. Oleh karena itu, setiap guru tidak boleh merasa puas dengan proses pembelajaran yang telah dilakukan apabila tidak ada perubahan tingkah laku. Hamalik (dalam Putra, 2013:17), menambahkan bahwa pembelajaran ialah suatu kombinasi yang tersusun dari unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan beberapa definisi pembelajaran para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan guru kepada siswa untuk menyampaikan pesan (pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan) dengan menggunakan berbagai model agar tercipta lingkungan yang kondusif sehingga tercapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Pembelajaran yang ada di Sekolah Dasar, yang proses dan materi pelajarannya dekat dengan lingkungan adalah pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA pada tingkat manapun harus dikembangkan dengan memahami berbagai pandangan tentang makna IPA, yang dalam konteks pandangan hidup dipandang sebagai suatu instrument untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan sosial manusia. Pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan 8 ketrampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi dalam mencari jawaban terhadap suatu permasalahan karena ciri-ciri tersebut membedakan dengan pembelajaran lainnya (Trianto, 2012:142). Nilai-nilai IPA yang ditanamkan dalam pembelajaran IPA menurut Laksmi (Trianto, 2012:142) antara lain sebagai berikut: 1) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah. 2) Ketrampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah. 3) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan. Laksmi (Trianto, 2012:142) mengungkapkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yaitu: 1) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap. 2) Menanamkan sikap hidup ilmiah. 3) Memberikan ketrampilan untuk melakukan pengamatan 4) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya. 5) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA adalah aktivitas belajar yang tidak hanya sekedar pemberian materi secara keseluruhan tetapi lebih penting daripada itu adalah bagaimana seorang siswa dapat mengerti mengenai konsep yang ada di dalam IPA melalui apa yang mereka dengar dan mereka lihat. 9 2.1.3 Ruang Lingkup IPA di SD Ruang lingkup mata pelajaran IPA di SD meliputi dua dimensi yaitu: a) Kerja Ilmiah Pendidikan IPA menekankan pada pemberian belajar langsung. Hal ini dijelaskan dalam Effendi dan Malihah (2007:120) bahwa “ pendidikan sains (IPA) menekankan pada pengalaman secara langsung”. Dalam pembelajaran IPA siswa dapat mengembangkan sejumlah keterampilan proses (keterampilan atau kerja ilmiah) dan sikap ilmiah dalam memperoleh pengetahuan ilmiah tentang dirinya dan alam sekitar. Kerja ilmiah sains(IPA) dalam kurikulum SD terdiri dari penyelidikan berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas dan pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah. b) Pemahaman Konsep dan Penerapannya Adapun dimensi pemahaman konsep dan penerapannya mencakup: 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan. 2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi cair, padat dan gas 3. Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. 4. Bumi dan alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. 5. Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (Salingtemas) merupakan penerapan konsep IPA dan saling keterkaitan dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang dan membuat. 2.2 Tujuan Pendidikan IPA di Sekolah Dasar Pembelajaran IPA I SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (Depdiknas, 2006:162): 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 10 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwadalam penelitian ini tujuan mata pelajaran IPA adalah untuk melatih siswa dalam mempelajari konsep IPA melalui aktivitas belajar yang mereka lakukan sendiri dimana siswa akan menemukan fakta-fakta, membangun konsep, teori-teori dengan sikap ilmiah sehingga mampu memberikan pengalaman belajar IPA yang bermakna bagi siswa melalui pembelajaran Discovery. 2.3 Pengukuran Hasil Belajar IPA Menurut Endang Purwanti (2008: 4) pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Menurut Sutrisno Hadi (Sugihartono, 2007:129) pengukuran dapat diartikan sebagai suatu tindakan untuk mengidentifikasikan besar kecilnya gejala. Hasil pengukuran dapat berupa angka atau uraian tentang kenyataan yang menggambarkan derajat kualitas, kuantitas dan eksistensi keadaan yang diukur. Dalam kegiatan belajar mengajar, pengukuran dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan 11 tingkah laku siswa setelah melakukan proses belajar. Dengan kata lain pengukuran dalam kegiatan belajar mengajar dimaksudkan untuk menilai hasil belajar siswa setelah melakukan proses belajar mengajar. Penilaian hasil belajar (Sudjana, 2016:3) adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Dalam penelitian ini, penulis juga bermaksud untuk melakukan penelitian pada ranah kognitif mata pelajaran IPA. Ranah kognitif yang diambil sebagai bahan penelitian yaitu hasil belajar pengetahuan. Hasil belajar pengetahuan termasuk tingkat kognitif yang paling rendah. Namun tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. 12 Minat Belajar 2.4 2.4.1 Pengertian Minat Belajar Poerwadarminta (dalam Mudzofir, 2007:15) Minat secara terminologi adalah perhatian, kesukaan (kecendurungan hati) kepada sesuatu. Menurut Slameto (2010:180), Minat adalah “Suatu rasa lebih suka dan rasa keterkaitan pada suatu hal atau aktifitas tanpa ada yang menyuruh” Menurut Djamaroh (dalam Mudzofir, 2007:16) “Minat adalah kecendurungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Berdasarkan pengertian minat menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah kecendurungan seseorang untuk memperhatikan sesuatu yang dianggap penting. 2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Belajar Menurut Taufani (2008:38), ada tiga faktor yang mendasari timbulnya minat yaitu: 1. Faktor dorongan dalam, yaitu dorongan dari individu itu sendiri, sehingga timbul minat untuk melakukan aktivitas atau tindakan tertentu untuk memenuhinya. Misalnya, dorongan untuk belajar dan menimbulkan minat untuk belajar. 2. Faktor motivasi sosial, yaitu faktor untuk melakukan suatu aktivitas agar dapat diterima dan diakui oleh lingkungannya. Minat ini merupakan semacam kompromi pihak individu dengan lingkungan sosialnya. Misalnya, minat pada studi karena ingin mendapatkan penghargaan dari orangtuanya. 3. Faktor emosional, yakni minat erat hubungannya dengan emosi karena faktor emosional selalu menyertai seseorang dalam berhubungan dengan objek minatnya. Kesuksesan seseorang pada suatu aktivitas disebabkan karena aktivitas tersebut menimbulkan perasaan suka atau puas, sedangkan kegagalan akan menimbulkan perasaan tidak senang dan mengurangi minat seseorang terhadap kegiatan yang bersangkutan. 13 Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa ada tiga faktor yang mendasari timbulnya minat yaitu faktor dalam, faktor motivasi sosial, dan faktor emosional. 2.4.3 Unsur-Unsur Minat Belajar Reber dalam Syah (1995:136) mengemukakan bahwa minat mempunyai ketergantungan pada faktor internal seperti perhatian, kemauan dan kebutuhan. Berikut uraian dari beberapa komponen minat tersebut. 1. Perhatian Perhatian sangatlah penting dalam mengikuti kegiatan dengan baik, dan hal ini akan berpengaruh pula terhadap minat siswa dalam belajar. Menurut Suryabrata (2007:14) perhatian dalam belajar yaitu pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktifitas seseorang yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek belajar. 2. Kemauan Kemauan yaitu kondisi dimana seorang siswa cenderung untuk melakukan suatu aktifitas tanpa adanya paksaan. 3. Kebutuhan Menurut Suryabrata (2007:70) kebutuhan (motif) yaitu keadaan dalam diri pribadi seorang siswa yang mendorongnya untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa unsur yang mendasari minat belajar yaitu perhatian, kemauan, dan kebutuhan.Unsur-unsur inilah yang akan digunakan dalam penelitian ini. 2.5 Hasil Belajar 2.5.1 Pengertian Hasil Belajar Winkel (Purwanto, 2013:39) mengungkapkan bahwa belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interakti aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikomotorik) dan sikap (afektif). Proses belajar merupakan proses yang unik dan 14 kompleks. Keunikan disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang belajar, setiap individu pasti akan menampilkan perilaku belajar yang berbeda. Perbedaan penampilan disebabkan karena setiap individu memiliki karakteristik yang khas dan kemampuan yang berbeda dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor (Purwanto, 2013:43). Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Menurut Sudjana (2010:22) Hasil Belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang baru setelah proses belajar. Perolehan aspekaspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari. Hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor (Rusman 2012:123). Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar oleh karena itu guru di tuntut untuk memperbaiki setiap proses pembelajaran agar dapat menghasilkan pembelajaran yang bermutu. Hasil belajar memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran Sudjana (2011:22). Dimyati (2009:20) mengatakan bahwa dalam pembelajaran, pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah menghayati proses belajar. Maka pengukuran yang dilakukan guru lazimnya menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Hasil pengukuran tersebut berwujud angka ataupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi para siswa (Sugihartono, 2007:130). Berdasarkan pengertian menurut para ahli tentang hasil belajar diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang baru setelah proses pembelajaran, dan mencakup beberapa aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Jadi dalam pembelajaran sangat penting untuk mencangkup semua aspek agar proses pembelajaran lebih efektif. 15 Berdasarkan pengertian tentang hasil belajar menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa uraian tentang hasil belajar semua mengarah pada perubahan perilaku saat melakukan proses pembelajaran. Hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan belajar, pengukuran hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan menggunakan tes sebagai alat ukurnya. 2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Daryanto (2010:36-50) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu: 1) Faktor internal a) Faktor jasmani misalnya kesehatan dan cacat tubuh. b) Faktor psikologis misalnya intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan. c) Faktor kelelahan. 2) Faktor eksternal a) Keluarga, merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi seorang anak, oleh karena itu kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian anak sangatlah dominan. b) Masyarakat sekitar, merupakan situasi atau kondisi interaksi sosial yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan anak yang akan menimbulkan aspek atau dampak yang positif terhadap perkembangan anak kelak. c) Lingkungan sekolahsangat diperlukan untuk menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa, halini dipengaruhi juga oleh cakupan kurikulum, metode mengajar, relasi guru dengan siswa, pelajaran waktu sekolah serta tata tertib dan disiplin yang ditegakkan secara konsisten dan konsekuen. Menurut Munadi (Rusman,2012:124) faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain: 16 1. Faktor Internal - Faktor Fisiologis Secara umum kondisi fisiologis,seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran. - Faktor Psikologis Setiap individu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda , tentunya hali ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik. 2. Faktor Eksternal a. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega. b. Faktor Instrumental Faktor-faktor Instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar faktor internal mencakup(faktor fisiologis dan faktorpsikologis) dan faktor eksternal mencakup(faktor lingkungan dan faktor instrumental). 17 2.6 Model Pembelajaran Discovery 2.6.1 Pengertian Discovery Menurut Hamalik dalam (Ilahi, Moh. Takdir 2012:29),belajar penemuan (Discovery) adalah belajar yang terjadi sebagai proses pembelajaran yang menitik beratkan pada mental intelektual para peserta didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan di lapangan. Model pembelajaran Discovery adalah cara penyajian pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru (Sumantri. Dkk, 2001).Pendapat lain mengatakan bahwa model discovery adalah penyajian bahan ajar dengan menghadapkan siswa pada suatu masalah, untuk menemukan penyebabnya dengan melalui pelacakan data atau informasi pemikiran logis, kritis, dan sistematis dalam rangka mencapai tujuan pengajaran (Rahardja :2002 ). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Discovery adalah suatu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk menggunakan kemampuannya mencari jawaban atas suatu masalah atau pertanyaan. Dengan demikian siswa diharapkan mampu menemukan konsep dan prinsip sendiri, bukan dijejali dengan pengetahuan. Proses Discovery menuntut guru bertindak sebagai fasilitator, narasumber dan penyuluh kelompok. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model penemuan (Discovery) itu adalah suatu model pembelajaran di mana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja. 2.6.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery Menurut Hanafiah dan Suhana (2009:78) langkah-langkah pembelajaran Discovery adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi kebutuhan siswa 2. Seleksi pendahuluan terhadap konsep yang akan dipelajari 3. Seleksi bahan atau masalah yang akan dipelajari model 18 4. Menentukan peran yang akan dilakukan masing-masing peserta didik 5. Mengecek pemahaman peserta didik terhadap masalah yang akan diselidiki dan ditemukan 6. Mempersiapkan setting kelas 7. Mempersiapkan fasilitas yang diperlukan 8. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan pentelidikan dan penemuan 9. Menganalisis sendiri atas data temuan 10. Merangsang terjadinya dialog interaktif antar peserta didik 11. Memberikan penguatan kepada peserta didik untuk giat dalam melakukan penemuan 12. Memfasilitasi peserta didik dalam merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil temuannya Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut: a. Stimulation (Stimulasi/ Pemberian Rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri b. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah) Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244), c. Data Collection (Pengumpulan Data) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk 19 membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. d. Data Processing (Pengolahan Data) Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). e. Verification (Pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. f. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi Sedangkan langkah-langkah penggunaan model Discovery menurut Ibrahim (2010:9) adalah sebagai berikut : 1. Perumusan masalah untuk dipecahkan peserta didik 2. Penetapan jawaban sementara atau pengajuan hipotesis 3. Peserta didik mencari informasi, data, fakta, yang diperlukan untuk menjawab atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis. 4. Menganalisis atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis 20 5. Menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi 6. Aplikasi kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model Discovery menurut para ahli, penulis menyimpulkan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model Discovery yaitu : 1. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. 2. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah) Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. 3. Data Collection (Pengumpulan Data) Dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. 4. Data Processing (Pengolahan Data) Data processing sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis. 5. Verification (Pembuktian) 21 Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. 6. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu. 2.6.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Di dalam pemanfaatan dan penggunaanya model Discovery juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Roestiyah (2008:20-21) ada 7 kelebihan dan 5 kekurangan model Discovery, yaitu sebagai berikut: a. Kelebihan model Discovery dibandingkan model lain, yaitu: 1. Tekhnik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan memperbanyak kesiapan serta penggunaan ketrampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa 2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. 3. Dapat membangkitkan kegairahan para siswa. 4. Tekhnik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan masing-masing 5. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat 6. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri 22 7. Strategi ini berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja membantu bila diperlukan 2.6.4 Kelemahan Model Discovery 1. Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental tntuk cara belajar ini siswa harus berani dan kerkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik 2. Bila kelas terlalu besar penggunaan tekhnik ini akan kurang berhasil 3. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan tekhnik penemuan 4. Dengan tekhnik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan ketrampilan bagi siswa 5. Tekhnik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berfikir secara kreatif Guru harus merencanakan pembelajaran supaya dapat berlangsung dengan baik. Guru juga harus mengetahui kelemahan dari model yang dipilih agar dapat mencari solusi dari kelemahan model tersebut. Solusi dari kelemahan model Discovery adalah (1) Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya antara guru dan siswa membuat sebuah kesepakatan. Kesepakatan tersebut mengenai keaktifan siswa dalam kelompok, siswa yang tidak aktif dalam kelompok maka akan mengurangi poin kelompok. Dengan demikian akan mendorong siswa aktif dalam kelompok agar poin kelompoknya tidak berkurang, (2) Guru harus membagi siswa dalam kelompok secara heterogen agar antarkelompok dapat seimbang. (3) Guru sebelum memilih model Discovery yang ingin digunakan dalam pembelajaran terlebih dahulu guru harus melihat materi yang akan disampaikan. (4) Guru harus kreatif dalam menyampaikan pembelajaran sehingga siswa dapat lebih aktif dan tidak terpaku pada pengajaran yang lama. 23 2.7 Penelitian yang Relevan Adapun hasil penelitian lain yang relevan dan mendekati judul penelitian ini adalah hasil penelitian yang berjudul Studi eksperimenal tentang pengaruh penggunaan metode discovery terhadap hasil belajar siswa pada pelajaran IPA kelas IV SDN Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2010/2011 (Dewi Kurnia Sari ). Memperoleh hasil sebagai berikut, hasil belajara kelompok eksperimen yang diberi treatmen pembelajaran dengan model discovery memperoleh nilai 79.38, sedangkan nilai rata-rata kelompok yang diberi treatmen pembelajaran dengan metode konvensional sebesar 69,69. Hal ini berarti ada perbedaan hasil belajar sebesar 9,69. Dimana kelompok yang diberi treatmen pembelajaran dengan metode discovery memiliki hasil belajar lebih tinggi dibandingkan kelompok yang diberi treatmen pembelajaran dengan metode konvensional. Penelitian Tindakan Kelas di SDN 3 Ampel yang dilakukan Trisnawati (2009) menunjukkan adanya pengaruh penggunaan model discovery dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Pada PTK ini dilakukan 2 siklus dengan subjek penelitian siswa kelas IV yang terdiri dari 34 siswa, 16 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Pada siklus I nilai rata rata siswa adalah 76,47 dan pada siklus II rata-rata siswa 92,40. Selain itu pada siklus I ketuntasan belajar yang dicapai siswa sebesar 65% sedangkan pada siklus II ketuntasannya sebesar 100%. Hal tersebut menunjukkan bahwa model discovery berpengaruh terhadap pembelajaran IPA di SD. Pada penelitian yang pertama dapat dilihat bahwa model discovery berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Dan pada penelitian yang kedua, meskipun penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas, tapi dalam penelitian ini diterapkan model discovery pada mata pelajaran IPA. Nilai siswa terus meningkat pada setiap siklus, sehingga dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan model discovery pada mata pelajaran IPA berpengaruh terhadap hasil belajar. 24 2.8 Kerangka Berpikir Pada pembahasan mengenai model Discovery di atas, dikemukakan bahwa menurut Mulyani S model Discovery adalah cara penyajian pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Berdasar pada teori tersebut, penulis memilih model Discovery untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Candirejo 02 Kabupaten. Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 pada mata pelajaran IPA. Gambar 2.1 Peta Konsep Kerangka Berpikir Kelas kontrol Metode konvensional Pre-test Kelas eksperimen Posttest Metode discovery Keefektifan model pembelajaran discovery learning terhadap minat dan hasil belajar IPA 2.9 Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu terdapat: 1. Keefektifan Model Pembelajaran Discovery Learning Terhadap Minat Belajar Pada Siswa kelas IV SDN Candirejo 02 Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2015/2016. 2. Keefektifan Model Pembelajaran Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar IPA Pada Siswa kelas IV SDN Candirejo 02 Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2015/2016.