KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP PERILAKU ANAK DALAM PENCABUTAN GIGI DI PUSKESMAS SINDANG JATI Yovita Nefri Asuis STIKes Bhakti Husada Bengkulu Jl.Kinibalu 8 Kebun Tebeng Bengkulu Telp (0736) 23422 email : [email protected] ABSTRACT Indonesia as many as 89% of children under 12 years of suffering from gum disease. Reactions to dental care and dental extractions in children of elementary school age children will usually not be afraid and do not want to cooperate so doing tooth extraction formulation of the problem in this study is the persistence of the child who is uncooperative behavior at school age in tooth extraction in Public Health Center Sindang Jati. The purpose of this study is known therapeutic effect of communication on behavior in school-aged children of dental extractions in the Public Health Center Sindang Jati. Type of research is to use the analytic design Sectinal Cross, which was held on 22 May-22 June 2014 The analysis technique used is the Chi-Square test is presented in table form and narrative with a sample of 35 respondents using accidental sampling techniques. Based on the results of the univariate that of the 35 respondents that most of the respondents (60.00%) nurses who communicate less therapeutic. most of the respondents (54.30%) children who are not cooperative. Bivariate results with ρ values: 0.005 <α of 0.05 means that there is a therapeutic effect of communication on behavior in school-aged children at the health center dental extractions Sindang Jati. Sindang Jati health center is expected to increase again therapeutic communication techniques and improve oral hygiene programs, by doing good therapeutic communication with children are expected to behave cooperatively, so that the implementation of the tooth extraction went well. Keywords: therapeutic communication, the behavior of children, teeth PENDAHULUAN Apabila tidak segera dilakukan upaya pencegahan, seiring dengan meningkatnya usia, kerusakan gigi dan jaringan pendukungnya akan menjadi lebih berat, bahkan dapat mengakibatkan terlepasnya gigi pada usia muda, sehingga diperlukan biaya perawatan gigi yang semakin mahal (WHO, 2010). Pemerintah telah mencanangkan ”Indonesia Sehat 2025” sebagai paradigma baru, yaitu paradigma sehat melalui pendekatan promotif dan preventif dalam mengatasi permasalahan kesehatan masyarakat termasuk kesehatan gigi dan mulut (Depkes RI, 2009). 20 Riset Kesehatan Indonesia 2012, prevalensi karies gigi aktif tertinggi di Indonesia mencapai 74,1%. Melalui program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) merupakan salah satu bentuk kegiatan untuk melihat kondisi kesehatan gigi dan mulut pada anak sekolah terutama sekolah dasar karena pada usia sekolah dasar (umur 12 tahun) merupakan indikator keberhasilan kesehatan gigi dan mulut (Kemenkes RI, 2012). Indonesia sebanyak 89% anak di bawah 12 tahun menderita penyakit gigi dan mulut. Penyakit gigi dan mulut, akan sangat berpengaruh pada derajat kesehatan, proses tumbuh kembang, bahkan masa depan anak. Dampak lainnya, kemampuan belajar mereka pun turun sehingga akan berpengaruh pada prestasi belajar hingga hilangnya masa depan anak (Kemenkes RI, 2012). Menanggulangi masalah tersebut dibutuhkan perhatian dan penanganan yang serius dari tenaga kesehatan, baik dokter gigi dan perawat gigi. Agar target pencapaian gigi sehat tahun 2010 dapat tercapai, anak umur 12 tahun sebesar 1, maka diperlukan suatu tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan penyakit gigi dan mulut terutama ditujukan kepada murid sekolah melalui suatu program kesehatan yang terencana dan terpadu di Sekolah Dasar (WHO, 2010). Salah satu usaha yang telah dilaksanakan untuk mengatasi masalah kesehatan gigi pada anak adalah melalui program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS), pelayanan dalam bentuk peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang ditujukan bagi anak usia sekolah di lingkungan sekolah binaan dengan maksud agar mendapatkan generasi yang sehat (Depkes, 2009). Perawat menggunakan kemampuan komunikasi interpersonal untuk mengembangkan hubungan dengan klien yang meningkatkan pemahaman mereka sebagai manusia seutuhnya. Hubungan yang membantu ini adalah terapeutik, yang meningkatkan iklim psikologis yang membawa perubahan dan pertumbuhan klien yang positif (Momadmin, 2011). Reaksi terhadap perawatan gigi dan pencabutan gigi pada anak usia SD biasanya dipersepsikan sebagai hukuman, sehingga ada perasaan malu dan takut yang menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak bahkan beberapa diantaranya akan menolak perawatan dan secara terbuka menangis tidak mau dilakukan tindakan pencabutan gigi. Ekspresi verbal yang ditampilkan oleh anak bisa dengan mengucapkan kata-kata marah dan tidak kooperatif (tidak mau bekerja sama) dengan petugas kesehatan gigi (Safitri, 2010). Puskesmas Sindang Jati tentang pencabutan gigi pada anak usia sekolah dasar tahun 2011 berjumlah 302 orang. Tahun 2012 berjumlah 336 orang. Tahun 2013 berjumlah 418 orang (Puskesmas Sindang Jati, 2011). Hasil survey awal pada tanggal 14 Januari 2014 terhadap 5 anak, 4 diantaranya menunjukkan sikap tidak kooperatif seperti: menangis, berontak, ingin pulang, menolak tindakan, menjerit, berteriak dan 1 responden memberikan respon 2 kooperatif terhadap anak, diberikan komunikasi terapeutik terhadap 4 anak yang menolak untuk dilakukan pencabutan gigi, terdapat 3 yang berperilaku kooperatif dan 1 orang yang masih menolak dan menunjukkan perilaku kooperatif terhadap perawat yang mencabut gigi anak tersebut. Indrawati (2012), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang atau cinta memiliki tujuan, yaitu membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada pada pasien. Hal-hal yang diperlukan dengan tehnik-tehnik komunikasi interpersonal perawat dan pasien (terapeutik) : mendengarkan dengan aktif (Aktive Listening), pertanyaan terbuka (Broad Opening), mengulang kembali (Restating), klarifikasi (Johnson, 2010). Perilaku anak dalam lingkungan gigi, didefinisikan sebagai kemampuan seorang anak untuk bekerjasama dan menerima seluruh prosedur perawatan gigi yang dilakukan oleh dokter gigi dengan terbuka. Masalah menejemen perilaku anak dalam lingkungan perawatan gigi merupakan istilah kolektif untuk menunjukkan tingkat kooperatif dan perilaku “mengacau” anak selama perawatan gigi (Christina, 2011) Dalam memberikan perawatan, perawat memerlukan tindakan kooperatif dari anak dan keluarga. Hal ini biasanya tidak terlalu sulit pada anak yang lebih besar tetapi mungkin akan menjadi masalah pada anak yang lebih mudah. Adapun respon yang diperlihatkan anak pada saat anak tidak kooperatif seperti menangis, berteriak, menjerit, meronta-ronta memeluk ibunya, menarik diri dan tidak memberikan anggota tubuhnya untuk dilakukan tindakan. Berdasarkan uraian diatas penulis merasa tertarik untuk meneliti “Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Anak Usia Sekolah Dalam Pencabutan Gigi Di Puskesmas Sindang Jati”. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan analitik dengan desain Cross Sectional, variabel independen komunikasi terapeutik dan variabel dependen adalah perilaku (Notoatmodjo, 2010). Definisi operasional komunikasi terapeutik adalah Komunikasi yang dilakukan oleh perawat, yang bertujuan menghilangkan kecemasan pada anak dengan hasil ukur 0 = Kurang, bila jawaban ya < 50% dan 1= Baik, bila jawaban ya ≥ 50%. Perilaku adalah Sesuatu tindakan kerja sama antar anak dengan petugas kesehatan untuk satu tujuan yang sama dengan hasil ukur 0= tidak kooperatif dan 1= kooperatif. 3 Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sindang Jati dari tanggal 22 Mei sampai dengan 22 Juni 2014. Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). dengan menggunakan teknik Accidental sampling yang sampel yang di dapat berjumlah 35 responden. Analisis yang di gunakan adalah analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi square untuk melihat ada atau tidaknya hubungan kedua variabel. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis univariat variabel komunikasi terapeutik sebagian besar responden (60,00%) perawat yang berkomunikasi teraputik kurang dan variabel perilaku sebagian besar responden (54,30%) anak yang tidak kooperatif. Tabel 1 Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Anak Usia Sekolah Dalam Pencabutan Gigi Di Puskesmas Sindang Jati Komunikasi No Perilaku Jumlah ρ Terapeutik Tidak % Kooperatif % F % 0,002 Kooperatif 1 Kurang 16 76,20 5 23,80 21 100 2 Baik 3 21,40 11 78,60 14 100 Total 19 54,30 16 45,70 35 100 Berdasarkan tabel 1 di atas dari 21 perawat yang berkomunikasi terapeutik kurang terdapat 16 (76,20%) anak yang berperilaku tidak kooperatif dan 5 (23,80%) anak yang berperilaku kooperatif. Dari hasil uji statistik yaitu uji Chi Square di dapatkan nilai ρ = 0,002 < @0,005 artinya, ada pengaruh komunikasi terapeutik terhadap perilaku anak usia sekolah dalam pencabutan gigi di Puskesmas Sindang Jati. tersebut kurang adanya kesadaran untuk melakukan komunikasi terapeutik. Kemauan perawat juga kurang ada untuk melakukan komunikasi terapeutik, dan masih adanya perawat yang memikirkan uang transprot terlebih dahulu dari pada bekerja, selain itu perawat yang sibuk dengan pekerjaan yang lainnya sehingga perawat tersebut tidak sempat untuk melakukan komunikasi terapeutik, selain itu ada perawat yang tidak menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, tidak memberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan keluarga pasien dan tidak menyimpulkan informasi dan tindakan yang telah dilakukan oleh perawat tersebut. PEMBAHASAN Hasil analisis menunjukan sebagian besar responden (60,00%) perawat yang berkomunikasi teraputik kurang, karena perawat 4 Tetapi ada perawat yang baik dalam melakukan komunikasi teraputik, hal ini terjadi karena perawat tersebut perduli dengan keadaan anak yang akan dicabut gigi, perawat tersebut paham tentang komunikasi yang baik kepada anak, perawat tersebut mengungkapkan bahwa dengan komunikasi yang baik maka pekerjaan yang akan dilakukan akan berjalan dengan baik dan optimal. Perawat harus menciptakan suasana pasien tidak takut agar komunikasi interpersonal dapat berjalan dengan baik.. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia. Hasil analisis menunjukan 54,30% anak yang tidak kooperatif. Hal ini terjadi karena anak-anak sudah beranggapan bahwa tindakan pencabutan gigi merupakan tindakan yang akan menyakiti dirinya sehingga banyak yang menangis karena melihat perawatan yang dibawa oleh perawat, trauma karena alat-alat yang dibawa oleh perawat mebuat anak berontak dan takut sehingga ada anak yang kabur bahkan ada yang lari dari perawat. Penarikan diri dan bersikap menyudut tidak mau menghadapi perawat karena takut dengan baju yang dikenaka oleh perawat, kecemasan yang berlebihan akan membuat anak menjadi tidak mau utnuk dilakukan tindakan komunikasi terapeutik, dan hasilnya banyak anak yang berperilaku tidak kooperatif, selain itu ada anak-anak yang lambat dalam berfikir, sehingga sulit untuk memahami apa maksud tindakan yang dilakukan Tetapi ada anak yang bersikap kooperatif pada saat pelaksanaan pencabutan gigi, anak tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan yang diberikan oleh orang tua sehingga pada saat dilakukan tindakan pencabutan gigi anak tersebut sudah siap dan bersikap kooperatif. Selain pengetahuan ada anak yang diberikan pola asuh yang baik dari orang tua dengan cara diberikan pengertian anak tersebut mau untuk dilakukan komunikasi teraputik ada anak mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dan tidak menarik diri dari suatu situasi baru yang sedang dihadapinya, selain itu ada anak-anak yang cepat dalam berfikir, sehingga gampang untuk memahami apa manfaat dilakukan pencabutan gigi. Tindakan perawatan yang dilakukan tanpa melalui pendekatan dan menimbulkan ketakutan pada anak yang selanjutnya menjadi trauma psikologis yang akan berpengaruh pada perkembangan selanjutnya. Dalam memberikan perawatan, perawat memerlukan tindakan kooperatif dari anak dan keluarga. Didapat sebanyak 21 perawat berkomunikasi terapeutik kurang baik terdapat 16 tersponden anak yang perilaku tidak kooperatif dan 5 responden anak kooperatif sedangkan dari 14 responden komunikasi terapeutik baik terdapat 11 berperilaku kooperatif dan 3 berprilaku tidak kooperatif. Dari penelitian yang dilakukan di ketahui bahwa komunikasi terapeutik diberikan pada anak untuk memperoleh kepercayaan dari anak sehingga anak bersikap kooperatif pada saat pencabutan gigi. 20 Mott (2011), menyatakan pentingnya tindakan kooperatif dalam pelaksanaan keperawatan adalah ketakutan timbul oleh lingkungan asing serta orang-orang yang tidak dikenal, juga prosedurprosedur selama dirawat. Tindakan perawatan yang dilakukan tanpa melalui pendekatan dan menimbulkan ketakutan pada anak yang selanjutnya menjadi trauma psikologis yang akan berpengaruh pada perkembangan selanjutnya. Dalam memberikan perawatan, perawat memerlukan tindakan kooperatif dari anak dan keluarga. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ngudi Waluyo tahun 2011 dengan hasil menunjukkan bahwa ada hubungan komunikasi terapeutik terhadap perilaku anak usia sekolah dalam pencabutan gigi Di Puskesmas Ambarawa, dengan ρ-value sebesar 0,003. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Nabila Amran dari Universitas Sumatera Utara tahun 2010, yang dimuat dalam majalah maslah dan kesehatan anak, jika tidak dilakukan komunikasi terapeutik atau tidak menerapkan komunikasi terapeutik dengan baik bahwa sekita 65% anak berperilaku tidak kooperatif atau tidak mau diajak kerjasama. komunikasi terapeutik terhadap perilaku anak usia sekolah dalam pencabutan gigi di Puskesmas Sindang Jati. SARAN Di sarankan kepada kepala puskesmas untuk memotivasi dengan cara memberikan bimbingan setiap minggunya, agar perawat menerapkan tekhnik komunikasi terapeutik setiap kali ketemu pasien, dengan baik dan bagi perawat agar mempertahakan komunikasi terapeutik yang baik setiap saat. DAFTAR PUSTAKA Christina, 2011, Perilaku Kooperatif Anak Dalam Pemberian Tidanakan Perawatan. Surabaya. Airlangga Depkes, RI. 2009. Tumbuh dan Kembang Anak. Jakarta Kemenkes RI, 2012. Profil Angka Kesakitan Pada Anak. Jakarta Indrawati, 2012. Komuniakasi Terapeutik : Teoti Dan Praktik. Jakarta. EGC Johnson, 2010. Ilmu Komuniasi Dalam Konteks Keperawatan. Jakarta TIM Momadmin, 2011. Komunikasi Terapeutik Pada Anak. Salemba. Jakarta Mott, Nabilah Amran, 2010. Faktorfaktor yang mempengaruhi Dental Fobia Pada Anak Usia 3-6 Tahun. Universitas Sumatera Utara. Medan Notoadmojo. 2010. Metode Penelitian. Jakarta : EGC SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Sebagian besar perawat berkomunikasi teraputik kurang dan sebagian besar anak yang tidak kooperatif serta ada pengaruh 21 Ngudi Waluyo, 2011. Hubungan komunikasi therapeutik terhadap prilaku anak usia sekolah dalam pencabutan gigi di Puskesmas Ambarawa. eJournal Keperawatan. Unibraw. Puskesmas Sindang Jati, 2011. Profil Kesehatan Puskesmas Sindang Jati. Rejang Lebong Safitri, 2010. Kesulitan Anak untuk Melakukan Pencabutan Gigi. Jakarta, Salemba Medika 22