ANALISIS HOMONIM (MUSYTARAK LAFZI)

advertisement
1
ANALISIS HOMONIM (MUSYTARAK LAFZI) TERHADAP
TERJEMAHAN Tafsîr As-Sa’dî
(Studi Kasus Surah Al-Baqarah dan Surah Ali-Imran)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)
Oleh:
Dewi Utami
NIM: 105024000866
PROGRAM STUDI TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009
2
ANALISIS HOMONIM (MUSYTARAK LAFZI) TERHADAP
TERJEMAHAN Tafsîr As-Sa’dî
(Studi Kasus Surah Al-Baqarah dan Surah Ali-Imran)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)
Oleh:
Dewi Utami
NIM: 105024000866
Pembimbing
Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum.
NIP:150 370 229
PROGRAM STUDI TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009
3
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul ”Analisis Homonim (Musyatark Lafzi) terhadap Terjemahan
Tafsîr As-Sa’dî (Studi Kasus Surah Al-Baqarah dan Surah Ali-Imran)”, telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humanioran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 3 Agustus. Skirpsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.
Jakarta, 3 Agustus 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. Ikhwan Azizi, M. A.
Ahmad Syaekhuddin, M. Ag.
NIP:19570816 1994031001
NIP: 19700505 2000031003
Anggota
Anggota
Dr. Syukron Kamil, M. Ag.
Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum.,
NIP: 19690415 1997031004
NIP: 150 370 229
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah, Zat yang MahaKuasa dan MahaMengetahui atas segalaNya. Selawat dan salam pada Rasulullah Saw. Terima kasih saya ucapkan kepada
Orangtua saya, terutama Mamah yang sudah memberikan kepada saya yang
terbaik, yang sudah menjaga dan merawat saya dari kecil hingga saat ini. Beliau
adalah seorang ibu yang sangat kuat dalam menghadapi hidup ini, karena Mamah
adalah seorang singgle parent, yang dengan sabar dan tabah menghadapi dan
merawat anak-anaknya, dan telah menjadikan saya seperti saat ini, semua berkat
dorongan beliau. Selain Mamah, saya juga mengucapkan terima kasih kepada
Nenek dan Kakek saya yang selama ini sudah mengizinkan saya untuk tinggal
dirumah mereka. Kakek yang sangat sayang kepada saya, beliau telah
menganggap saya seperti anaknya, bukan sebagai cucunya, sampai-sampai kalau
setiap Penulis belum pulang atau tidak ada di rumah, Kakek selalu menunggu saya
sampai saya sampai di rumah.
Terima kasih juga kepada guru-guru MI, MTs. N 3, dan MAN 4, yang
telah memberikan saya banyak ilmu pengetahuan dan dengan sabar mengajar dan
membimbing saya dalam menuntut ilmu, semoga ilmu yang telah saya dapat, bisa
berguna saya dan masa depan saya kela. Amîn.
Selain karena rahmat-Nya, serta doa restu Orangtua, Kakek dan Nenek,
dan guru-guru di sekolah. Penyelesaian penulisan skripsi ini dapat dilaksanakan
berkat, dorongan, bimbingan, bantuan, serta doa dari berbagai pihak. Tanpa semua
itu, upaya saya tidak akan pernah berarti apa-apa, saya mengucapkan terima kasih
sedalam-dalamnya kepada:
5
1) Bapak. Dr. Abdul Chaer, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2) Bapak. Drs. Abdullah. M,Ag., yang telah menghantarkan Jurusan
Tarjamah mendapatkan akreditasi A.
3) Bapak. Irfan Abu Bakar, selaku Pembimbing Akademik.
4) Bapak. Drs. Ikwan Azizi, selaku ketua Jurusan Tarjamah yang telah
berusaha membangun Tarjamah untuk menjadi lebih baik.
5) Bapak. Drs. Syaekhuddin. M,Ag., selaku Sekretaris Jurusan Tarjamah.
6) Bapak. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum., selaku Pembimbing materi
dan teknis dalam penyusunan skirpsi ini, yang dengan sabar membimbing
dan mengarahkan Penulis dalam penyusunan skirpsi ini.
7) Bapak. Syukron Kamil, M,Ag., dan Ibu Karlina Helmanita, M.Hum,
selaku Dosen Seminar Skripsi.
8) Para dosen Tarjamah, yang telah mengajar mahasiswa Tarjamah, tanpa
kenal lelah, dan seluruh Staf Fakultas Adab dan Humaniora. Mohon maaf
Penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu.
9) Terima kasih juga kepada teman-temanku yang ada di Fakultas Adab dan
Humaniora, khususnya Jurusan Tarjamah angkatan 2005, di antaranya:
Aida, yang sudah menjadi sahabat, dan teman curhat Penulis. Zainab (Zey)
yang memberika motivasi, dan dengan setia menemani penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Ria, Lina, Dwi, Ade, Leli, Yupi, Yusa, terima
kasih atas, masukan-masukan dalam penyelesaian skipsi. Hasbi yang telah
mengizinkan Penulis mengetik di Laptop, Agus, Musa (Moses), Fauzi
6
(ta’thonk), Asep, hilman, Rahmat, Yudi, Deni, mohon maaf kalau akhirakhir ini Penulis jarang kumpul bareng bersama kalian semua
Terima kasih juga, untuk kakak-kakakku: Kak Rosyid, Kak Isil, kak
Tatam, Kak Reina yang telah memberikan Penulis banyak masukan-masukan,
motivasi, saran-saran dalam penulisan skripsi ini.
Terima kasih juga untuk sahabat-sahabatku: Elmaya, Intan Sweety, yang
telah denga setia menemani Penulis ke Penerbit, dan dengan setia mendengarkan
curhatan Penulis. Ema, Yalia, Eka, Lena, mereka selalu ada ketika Penulis senang
maupun sedih, selalu mendengarkan curhatan Penulis, dan selalu memberikan
Penulis motivasi dalam segala hal. Terima kasih juga untuk Eros, Fitri dan Dwi
Fitri Asih, yang sudah mengizinkan Penulis untuk menggunakan komputernya
untuk mengerjakan skripsi ini. Terima kasih juga untuk adik-adik Tarjamah:
Elida, Aini, Erna yang telah mendoakan Penulis, agar penulisan skripsi ini
berjalan dengan lancar. Terima kasih juga untuk “AN” yang sudah memberikan
Penulis motivasi, masukan-masukan skripsi, doanya sehingga Penulis dapat
dengan tenang dan semangat mengerjakan skripsi ini.
Penulis merasa skripsi ini masih banyak kekurangan, tapi Penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan, baik
sebagai rujukan penulisan skripsi, penulisan makalah dan lain-lain. Semoga kita
semua yang selalu berusaha untuk menambah ilmu diberikan kemudahan oleh
Allah Swt. Amîn.
Jakarta, September 2009
Dewi Utami
7
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
KATAPENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .....................................
4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................
5
D. Tinjauan Pustaka....................................................................
6
E. Metodologi Penelitian ...........................................................
7
F. Sistematika Penulisan.............................................................
7
BAB II KERANGKA TEORI ........................................................................ 10
A. Teori Penerjemahan Tafsîr As-Sa’dî ....................................... 10
1. Definisi Penerjemahan Tafsîr As-Sa’dî ....................... 10
2. Metode penerjemahan Tafsîr As-Sa’dî ........................ 11
B. Wawasan Polisemi dan Homonym dalam Bahasa Indonesia... 13
1. Pengertian Polisemi .................................................... 13
2. Contoh Kata-kata yang Mengandung Makna Polisemi ............. 15
3. Pengertian Homonimi................................................. 16
8
4. Contoh Kata-kata yang Mengandung Makna Homonimi ......... 19
C. Wawasan Homonim (mustarak lafzi)....................... ............. 20
1. Homonim (musyatak lafzi)........................................ 21
2. Contoh kata-kata yang mengandung makna homonim
(mustarak lafzi) dalam bahasa Arab.............................22
BAB III BIOGRAFI SYAIKH ABDURRAHMAN BIN NASHIR
AS-SA’DÎ.................................................................................. 23
A. Latar Belakang Penulisan Tafsîr As-Sa’dî............................... 23
B. Penulis Tafsîr As-Sa’dî........................................................... 26
1. Biografi Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’dî................. 26
2. Pendidikan Syaikh Abdurrahaman Bin Nashir As-Sa’dî ........ 27
3. Karya-karya Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’dî......... 28
C. Penerjemah Tafsîr As-Sa’dî .....................................................30
1. Biografi Penerjemah Tafsîr As-Sa’dî........................... 31
2. Pendidikan Penerjemah Tafsîr As-Sa’dî ...................... 31
3. Karya-karya Penerjemah Tafsîr As-Sa’dî .................... 32
D. Editor atau Murajaah Tafsîr As-Sa’dî..................................... 35
1. Biografi Editor atau Murajaah Tafsîr As-Sa’dî ........... 35
2. Pendidikan Editor atau Murajaah Tafsîr As-Sa’dî....... 36
3. Karya-karya Editor atau Murajaah Tafsîr As-Sa’dî...... 36
E. Sekilas Tafsîr As-Sa’dî.......................................................... 36
9
BAB IV Analisis Homonim (Mustarak Lafzi)Terjemahan Tafsîr As-Sa’dî
(Studi kasus Surah al-Baqarah dan Surah Ali-Imran)..................... 42
A. Kata-kata dalam Bahasa Arab yang Mengandung Makna
Homonim
(Mustarak
Lafzi)
berkaitan
dengan
masalah
”Ibadah”.................................................................................... 44
B. Kata-kata dalam Bahasa Arab yang Mengandung Makna
Homonim
(Mustarak
”Peringatan
Lafzi)
berkaitan dengan masalah
Allah
Terhadap
Nikmat”....................................................................................59
C. Kata-kata dalam Bahasa Arab yang Mengandung Makna
Homonim
(Mustarak
Lafzi)
berkaitan dengan masalah
”MenetapkanHukum
Kenegaraan”.............................................................................64
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 76
A. Kesimpulan ........................................................................... 77
B. Saran/ rekomendasi ................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 79
10
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat keterangan wawancara penerjemah Tafsîr As-Sa’dî
Lampiran 2
Hasil wawancara dengan penerjemah Tafsîr As-Sa’dî (Ahmad
Zuhdi Amin, Lc.)
Lampiran 3
Surat keterangan wawancara Editor atau Murâja’ah Tafsîr AsSa’dî
Lampiran 4
Hasil wawancara dengan Editor atau Murâja’ah Tafsîr As-Sa’dî
(Abdurrahman Nuryaman, Lc.)
Lampiran 5
Ayat-ayat makna homonim (mustarak lafzi) Terhadap Terjemahan
Tafsîr As-Sa’dî
11
PEDOMAN TRANSLITERSI
Huruf Arab
Huruf Latin
Huruf Arab
Huruf Latin
‫ا‬
a
‫ط‬
t
‫ب‬
be
‫ظ‬
z
‫ت‬
t
‫ع‬
‘
‫ث‬
ts
‫غ‬
gh
‫ج‬
j
‫ف‬
f
‫ح‬
h
‫ق‬
q
‫خ‬
kh
‫ك‬
k
‫د‬
d
‫ل‬
l
‫ذ‬
dz
‫م‬
m
‫ر‬
r
‫ن‬
n
‫ز‬
z
‫و‬
w
‫س‬
s
‫ه‬
h
‫ش‬
sy
‫ء‬
‘
‫ص‬
s
‫ي‬
y
‫ض‬
d
12
Vokal Tunggal
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
a
fathah
i
kasrah
u
dammah
Vokal Rangkap
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
‫أي‬
ai
a dan i
‫أو‬
au
a dan u
Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
â
a dengan topi di atas
ْ ‫ــ‬
î
i dengan topi di atas
ْ#‫ـــ‬
û
u dengan topi di atas
13
ABSTRAK
Dewi Utami, judul ”Analisis Homonim (Mustarak Lafzi) terhadap
Terjemahan Tafsîr As-Sa’dî (Studi Kasus Surah al-Baqarah dan Surah AliImran)”, dibimbing oleh: Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum.
Di zaman sekarang ini banyak sekali buku-buku hasil terjemahan, yang
diterjemahkan dengan metode terjemahan yang berbeda-beda, sesuai dengan
penerjemahnya. Menerjemahkan mengalihkan bahasa Sumber ke dalam bahasa
Sasaran, dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca, atau pesan-pesan
yang inigin disampaikan pengarang asli dapat diterima oleh pembaca. Kitab
Tafsîr As-Sa’dî, yang Penulis gunakan untuk penelitian ini merupakan salah satu
kitab hasil terjemahan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
bahasa yang sanngat sederhana. Tafsîr As-Sa’dî dikarang oleh Syaikh
Abdurrahman bin Nashit As-Sa’di, yang diterjemahkan oleh tim penerjemah di
penerbit Putaka Sahifa.
Penelitian yang Penulis lakukan saat ini bertujuan agar menemukan katakata dalam bahasa Arab, yang terdapat di dalam ayat-ayat al-Quran yang
mengandung makna homonim (Mustarak Lafzi)yang terdapata di dalam surah alBaqarah dan surah Ali Imran yang terdapat di dalam Tafsîr As-Sa’dî.
Penulis menemukan kta-kata dalam bahasa Arab di dalam ayat al-Quran,
pada surah al-Baqarah, Penulis menemukan lima kata yang mengandung makna
homonim di antaranya: (1); Salat (2) Khusyu’; (3) Duriba; (4) ’Adlu; (5) Wajhu;
(6) Ru’usun, sedangkan pada surah Ali-Imran Penulis menemukan satu kata yang
mengandung makna homonim (musytarak lafzi) yaitu: (1) Hukmun.
Tafsîr As-Sa’dî memiliki banyak keistimewaan yaitu bahasa yang
digunakan sanagt sederhana, Tafsîr As-Sa’dî juga memiliki kekurangan yaitu
dalam menerjemahkan suatu kata dalam bahasa Arab, Tafsîr As-Sa’dî
menerjemahkna makna kata secara harfiyah, hal ini membuat bahasa yang
digunakan terlihat kaku.
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Relasi makna dalam suatu bahasa Indonesia diantaranya: homonim dan
polisemi. Polisemi dan homonim sangat berkaitan dengan kata atau frasa. Kata
atau frasa banyak ditemukan di dalam teks-teks berbahasa arab ataupun teks-teks
klasik, banyak sekali buku bahasa Arab yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, salah satunya yaitu Tafsîr As-Sa’dî yang saat ini Penulis jadikan bahan
untuk melakukan analisis. Tafsîr As-Sa’dî adalah salah satu kitab hasil terjemahan
yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashîr As-Sa’dî.dan diterjemahkan
oleh tim penerjemah di Penerbit Pustaka Sahifa.
Berkaitan dengan kata atau frasa, di dalam teks bahasa Arab ataupun ayatayat al-Quran. Penelitian yang penulis lakukan saat ini adalah menganalisis atau
meneliti kata-kata yang terdapat di dalam ayat-ayat al-Quran yang terdapat di
dalam Tafsîr As-Sa’dî, dengan cara mencari kata-kata yang terdapat di dalam
ayat-ayat al-Quran yang mengandung makna homonim atau dalam bahasa Arab
disebut Musytarak lafzi.1
Dalam menerjemahkan kata-kata yang mengandung makna homonim dan
polisemi , seorang penerjemah harus pandai dalam memilih makna suatu kata atau
frasa, karena menerjemahkan mengalihkan bahasa Sumber (Bsu) ke bahasa
1
h. 147.
Ahmad Mukhtâr ‘Umar, ‘Ilmu Ad-Dilâlah (Kuwait: Maktabah Dâr Al-Arabiyah, 1982),
15
Sasaran (Bsa) dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pembaca
dengan cara memahami karakteristik setiap bahasa.2
Homonim dalam bahasa Indonesia mengenal istilah homofon yaitu dua
ujaran dalam bentuk kata yang sama lafalnya tapi tulisannya, contonya kata bang
yang berarti ”singkatan dari kata abang/ kakak laki-laki,” dan kata bang yang
berarti ”suatu tempat untuk menyimpan dan mengambil uang.” Dan homonim
juga mengenal istilah homograf yaitu dua bentuk bahasa yang sama ejaannya,
tetapi lafalnya berbeda, contohnya kata gang yang berarti ”jalan”, dan kata gang
yang berarti ”sekelompok orang.”3
Dalam Bahasa Arab, contoh homonim dapat Penulis temukan pada kasus
berikut ini, seperti yang terdapat di dalam surah An-Nisa ayat 34 di bawah ini:
 ... Terjemahan Tafsîr As-Sa’dî pada penggalan ayat di atas, "Kaum lelaki itu
adalah qawâmûn (pemimpin) bagi kaum wanita…"
Berdasarkan penggalan terjemahan ayat di atas, Penulis menemukan katakata yang mengandung makna homonimdalam bahasa arab yaitu pada kata ArRijâl yang memiliki makna lebih dari satu. Kata Ar-Rijâl adalah bentuk jamak
dari kata Ar-Rajul, yang bermakna "orang laki-laki dan tokoh (pemuka)."
Penulis mencoba menganalisis kata Ar-Rijâl dengan melihat Ar-Rijâl di
dalam kamus Hans Wehr, bermakna "orang penting (tokoh/pemuka), seorang laki2
M. Syarif Hidayatullah, M. Hum, Teori dan Permasalahan Penerjemahan Arab-
Indonesia ( Jakarta: 2006), h. 1.
3
J. D. Parera, Teori Semantik (Jakarta: Erlangga, 2004), Cet. 2. h. 81.
16
laki, dan suami."4 Kalau dilihat dari kata yang setelahnya kata Ar-Rijâl, bermakna
"kaum lelaki" maksudnya, seorang lelaki adalah pemimpin bagi wanita karena
lelaki di dalam rumah tangga di sebut sebagai imam atau pemimpin yang
mengatur dan menjaga wanita. Di dalam buku Wawasan al-Quran, karya
M.Quraish Shihab, bahwa makna kata Ar-Rijâl berarti "lelaki,"dalam hal ini
maksudnya “suami”, karena lelaki pasti lelaki, berkewajiban memberikan nafkah
kepada wanita dan membela mereka, karena hanya lelaki yang berkuasa, hakim
dan juga ikut bertempur, sedangkan semua itu tidak terdapat pada wanita.5
Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa lelaki berkewajiban mengatur, mendidik,
dan melarang istrinya untuk keluar rumah. Jadi secara garis besar kata Ar-Rijâl
mempunyai makna lebih dari satu yaitu "pemimpin dan suami." Penulis juga
menggunakan Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, untuk memperkuat pendapat
Penulis bahwa kata Ar-Rijâl mengandung maknahomonim dalam bahasa Arab,
Penulis melihat makna kata laki-laki yang mengandung makna “seorang laki-laki
atau berjenis kelamin laki-laki”.
Penelitian ini bertujuan untuk memnedakan antara makna homonim dalam
bahasa Indonesia dan makna homonim dalam bahasa Arab berbeda, dalam
memahami makna suatu kata, homonim dalam bahasa Indonesia dalam
memahami kata dapat dilihat dari lafal, dan tulisannya yang berbeda-beda,
4
Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic “Arabic-English” (Libraire du
Liban, 1980), h. 381.
5
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran (Bandung: 1996), h. 313.
17
sedangkan homonim dalam bahasa Arab (Musytarak Lafzi) dapat dilihat dari
makna kata, sebab terjadinya, sebab suara dan sebab keluarnya. 6
Analisis ini Penulis menggunakan Tafsîr As’Sa’dî, Taisir al-Karîm arRahmân fi Tafsir Kalâm al-Mannâ, Kamus Hans Wehr, Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia. Dalam menganalisis Penulis juga menggunakan teori penerjemahan,
seperti penerjemahan semantik, pragmatik, komunikatif dan lain sebagainya, oleh
sebab itu, menurut Penulis masalah homonim sangat menarik untuk dibahas, maka
Penulis mengambil judul "Analisis Homonim terhadap Terjemahan Tafsîr AsSa’dî (Studi Kasus Surah Al-Baqarah dan Surah Ali-Imran)."
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, Penulis hanya menganalisis ayat-ayat
yang terdapat pada Tafsîr As-Sa’dî yang mengandung makna homonim, lalu
mencari makna kata-kata tersebut di dalam kamus bahasa Arab, Kamus Bahasa
Arab-Indonesia, kamus Lengkap Bahasa Indonesia, dengan cara menganalisis
semua kata-kata yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi) dan
menggunakan teori-teori penerjemahan, karena tidak semua makna kata yang
terdapat di dalam kamus, dapat langsung digunakan oleh penerjemah, karena
dapat menyebabkan kesalah pahaman antara pembaca dan penerjemah apabila
tidak tepat dalam mengambil makna kata.
Pada penelitian ini, Penulis tidak menganalisis semua surah yang terdapat
pada terjemahan Tafsîr As-Sa’dî jilid 1 (satu), tetapi Penulis hanya menganalisis
6
Ahmad Mukhtâr, ‘Umar, ‘Ilmu Ad-Dilâlah (Kuwait: Jâmiatul Kuwait, 1982), h. 116.
18
ayat-ayat yang mengandung makna homonim, yaitu surah Al-Baqarah, dan surah
Ali-Imran. Penulis juga tidak menganalisis kata-kata yang berada di dalam ayat
yang memiliki makna sama karena sudah dianalisis pada ayat sebelumnya,
sebagai bahan yang akan Penulis analisis, tujuannya agar penelitian menjadi
terstruktur dan tidak melebar pada pembahasan lain, maka Penulis merumuskan
dan membatasi penelitian ini sebagai berikut:
1.
Apakah ayat-ayat yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi)
diterjemahkan secara tepat atau tidak di dalam terjemahan Tafsîr As-Sa’dî ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, penelituian ini memiliki tujuan yaitu:
1.
Untuk mengetahui ayat-ayat yang mengandung makna homonim
diterjemahkan secara tepat atau tidak di dalam terjemahan Tafsîr As-Sa’dî.
Penelitian ini memiliki manfaat di antaranya:
1.
Untuk memperbaiki penerjemahan yang kurang tepat dalam pemilihan
diksi yang terdapat di dalam Tafsîr As-Sa’dî.
2.
Untuk disadari bahwa
dalam menerjemahkan susunan kalimat bahasa
Sasaran tidak sama dengan susunan kalimat bahasa Sumber. Bahasa Sasaran harus
lebih indah dibandingkan bahasa Sumber, sehingga apabila dibaca akan terasa
bukan sebuah hasil terjemahan, yaitu dengan menggunakan kata-kata atau bahasa
yang lebih mudah dipahami oleh pembaca. Semoga pendapat ini dapat diterima
sebagai suatu yang harus diterpakan dalam karya terjemahan.
19
D. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian yang saat ini akan Penulis lakukan, sebelumnya belum ada
yang yang meneliti, maka Penulis mencoba mengangkat peneltian ini dengan
judul “Analisis Homonim Terhadap Terjemahan Tafsîr As-Sa’dî (Studi Kasus
Surah Al-Baqarah dan Ali-Imran).”
Sumber-sumber data yang Penulis peroleh untuk melakukan penelitian ini
yaitu, kitab tafsir asli versi bahasa Arab yang berjudul “Taisîr al-Karîm arRahmân fi Tafsîr Kalâm al-Mannân, buku terjemahan versi Indonesia yang
berjudul “Tafsîr As-Sa’dî,” buku-buku yang berhubungan dengan relasi makna
(dalam bahasa Indonesia) antara homonimi dan polisemi, Kamus Linguistik,
Kamus Arab-Indonesia, buku-buku yang membahas Musytarak Lafzi, dan
disertasi, setelah mengumpulkan data-data tersebut, Penulis mencatat teori-teori
tentang relasi makna seperti polisemi, homonim, mencari ayat-ayat yang
mengandung makna homonym (musytarak lafzi), kemudian menganalisis ayatayat tersebut, dengan cara mencari kata-kata di dalam ayat yang mengandung
makna homonym (musytarak lafzi), yang terdapat di dalam “Taisîr al-Karîm arRahmân fi Tafsîr Kalâm al-Mannân” atau “Tafsîr As-Sa’dî,” dan melihat
bagaimana Tafsîr As-Sa’dî dalam hal memilih dan menerjemahkan makna suatu
kata, sehingga Penulis mudah menemukan kata atau frasa, yang memiliki makna
homonym.
20
E. Metodologi Penelitian
Penelitian ini, Penulis menggunakan metode kualitatif, dengan analisis
deskriptif. Metdo deskriptif adalah metode yang berusaha memberikan pemecahan
masalah yaitu dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan dan
menganalisis data. Penulis mengumpulkan data-data yang dijadikan sumbr
penelitian seperti, buku-buku yang membahas homonym (musytarak lafzi),
Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Kamus Bahasa-Arab, kata-kata berbahasa Arab
yang terdapat di dalam terjemahan Tafsîr As-Sa’dî yang mengandung makna
homonim, penelitian ini Penulis menganalisis kata-kata yang berbahasa Arab,
melihat makna kata-kata di dalam kamus, lalu mengelompokkan ayat-ayat yang
terdapat kata-kata homonym tersebut, setelah itu melihat kedua tafsir yang
dijadikan sumber penelitian, apakah kedua tafsir tersebut sudah benar dalam
menerjemahkan sebuah kata dalam ayat al-Quran.
Secara keseluruhan, penulisan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), yang berlaku di lingkungan
UIN Syarif Hidayatullah, yang ditulis oleh Azyumardi Azra, yang diterbitkan oleh
CeQDA "Center for Quality Development and Assurance "UIN Jakarta 2007."
F. Sistematika Penulisan
Bab I merupakan bab yang terdiri atas: Pendahuluan, latar
belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
sistematika penulisan.
21
Bab II merupakan bab yag terdiri atas: Kerangka teori yang berisi tentang,
Teori penerjemahan al-Quran,
definisi penerjemahan
al-Quran,
metode
penerjemahan al-Quran. Wawasan homonim dan polisemi dalam bahasa
Indonesia, pengertian homonim dan polisemi dalam bahasa Indonesia, contoh
kata-kata yang mengandung makna homonim dan polisemi. Wawasan homonim
(musytarak lafzi), pengertian homonim dalam bahasa Arab, contoh kata-kata yang
mengandung makna homonim (musytarak lafzi),.
Bab III merupakan bab yang terdiri atas: Latar belakang penulisan Tafsîr
As-Sa’dî. Penulis Tafsîr As-Sa’dî, biografi Syaikh Abdurrahman bin Nashir AsSa’dî, pendidikan Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, karya-karya Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî. Penerjemah Tafsîr As-Sa’dî, biografi
penerjemah Tafsîr As-Sa’dî, pendidikan para penerjemah Tafsîr As-Sa’dî, karyakarya para penerjemah Tafsîr As-Sa’dî. Editor atau Murâja’ah Tafsîr As-Sa’dî,
biografi editor Tafsîr As-Sa’dî, pendidikan editor Tafsîr As-Sa’dî, dan karya-karya
editor Tafsîr As-Sa’dî. Sekilas Tafsîr As-Sa’dî.
Bab IV merupakan bab yang terdiri atas: Analisis Homonim (musytarak
lafzi) terhadap terjemahan Tafsîr As-Sa’dî (Studi Kasus Surah Al-Baqarah dan Ali
–Imran). Ayat-ayat yang berkaitan dengan ibadah. Ayat ayat yang berkaitan
dengan peringatan Allah terhadap nikmat dan kedurhakaan Banî Isrâil. Ayat-ayat
yang berkaitan dengan masalah menetapkan suatu hukum kenegaraan.
Bab V merupakan bab yang terdiri atas: Penutup dan saran/ rekomendasi .
Pada halaman terakhir ini, Penulis melampirkan daftar pustaka yang
dijadikan sebagai sumber yang digunakan pada penelitian ini.
22
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Teori Penerjemahan Al-Quran
1. Definisi Penerjemahan Al-Quran
Secara harfiah, terjemahan al-Quran berarti menyalin atau memindahkan
sesuatu pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa yang lain, sedangkan
penerjemahan adalah suatu proses, perbuatan; cara menerjemahkan; menyalin
bahasakan. 7
Menurut Az-Zarqani (t.t. II: 107-111) mengemukakan bahwa secara
etimologi istilah terjemah memiliki empat makna: (a) Menyampaikan tuturan
kepada orang yang tidak menerima tuturan itu. (b) Menjelaskan tuturan dengan
bahasa yang sama, misalnya bahasa Arab dijelaskan dengan bahasa Arab atau
bahasa Indonesia dijelaskan dengan bahasa Indonesia pula. Berkaitan dengan
terjemah Ibnu Abbas diberi gelar “Tarjamah al-Quran” yang berarti “penerjemah
Al-Quran.”(C) Menafsirkan tuturan dengan bahasa yang berbeda, misalnya bahasa
Arab dijelaskan dengan bahasa Indonesia atau sebaliknya. (d) Memindahkan
tuturan dari satu bahasa ke bahasa lain, seperti mengalihkan bahasa Arab ke
bahasa Indonesia, karena itu penerjemah disebut pula pengalih bahasa.8
Berdasarkan
penjelasan
di
atas,
bahwa
makna-makna
tersebut,
memperlihatkan adanya satu karakteristik yang menyatukan keempat makna
7
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 938.
8
Shihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia :Teori dan Praktek (Bandung: Humaniora,
2005), Cet. 1. h. 8.
23
terjemahan tersebut, yaitu bahwa menerjemahkan berarti menjelaskan dan
menerangkan tuturan, baik penjelasan itu sama dengan tuturan yang dijelaskannya
maupun berbeda.
Adapun
secara
istilah,
menerjemahkan
didefinisikan
sebagai
mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa di dalam bahasa lain dengan
memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan tersebut.
Kata terjemahan dalam bahasa Arab juga umum diartikan dengan biografi
(riwayat hidup seseorang). Misalnya, dalam ungkapan “Tarjamah Al-Imâm AlBukhârî dan Tarjamah Al-Imâm Hanafî,” yang masing-masing berarti “biografi
Imâm Bukhârî dan Imâm Hanafi.”
2. Metode Penerjemahan Al-Quran
Metode penerjemahan berarti cara penerjemahan yang digunakan oleh
penerjemah dalam mengungkapkan makna nas sumber secara keseluruhan di
dalam bahasa penerima. Jika sebuah nas, misalnya al-Quran, diterjemahkan
dengan metode harfiah, maka makna yang terkandung dalam surah pertama
hingga surah terkhir diungkapkan secara harfiah, yaitu kata-per-kata hingga
selesai.
Dalam khazanah penerjemahan di dunia Arab, metode terjemahan terbagi
dua macam di antaranya:
Pertama, Metode harfiah yaitu menerjemahkan dengan cara mengalihkan
kata-kata dari bahasa sumber ke dalam kata-kata yang serupa, dari bahasa lain
sedemikian rupa, sehingga sususnan bahasa pertama dalam menerjemahkan kata-
24
per-kata atau disebut juga penerjemahan leksikal atau metode lafziyah atau
musaawiyah, yang menjadi sasaran penerjemahan harfiah ialah kata.9
Metode harfiyah ini, hasilnya terlihat kaku, karena hasil terjemahannya
masih terlihat dari makna dan susunan kata yang terdapat di dalam sebuah
terjemahan., karena masih mementingkan susunan Bahasa Sumber, tanpa
mementingkan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang aslinya.
Metode harfiah ini, memiliki kelemahan dengan dua alasan, yaitu:
pertama, tidak seluruh kosa kata bahasa Arab berpadanan dengan bahasa lain,
sehingga banyak dijumpai kosa kata asing. Kedua, struktur dan hubungan antar
unit linguistik dalam bahasa berbeda dengan struktur bahasa lain.10
Kedua, Metode tafsiriyah yaitu metode penerjemahan yang dalam
mengungkapkan makna tidak terlihat dengan susunan kata-per-kata yang terdapat
dalam bahasa pertama. Metode ini lebih mengutamakan pengungkapan pesan
yang ingin disampaikan oleh pengarang asli, kepada pembaca dengan bahasa yang
mudah dipahami oleh pembaca, maka yang menjadi sasaran metode ini ialah
“makna”
yang ditunjukkan oleh struktur bahasa Sumber. Dalam menerapkan
metode ini, dengan cara memahami makna bahasa Sumber, kemudian
menuangkan kata-kata tersebut ke dalam stuktur bahasa lain sesuai dengan tujuan
penulis, jadi hasil terjemahannya bukan seperti hasil terjemahan lagi dan
bahasanya tidak terlihat kaku, karena menerjemahkannya tidak kata-per-kata.11
9
Manna Khalil Qattan, Studi Ilmu-ilmu Quran (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2004),
Cet. 8. h. 433
10
Shihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia :Teori dan Praktek (Bandung: Humaniora,
2005), Cet. 1. h. 69.
11
M. Ali HAsan dan Rif’at Syauqi Nawawi, Pengantar lmu Tafsîr (Jakarta: Bulan
Bintang, 1988), Cet. 1. h. 173.
25
Menurut Adz-Zhahaby mengenai terjemahan tafsiriah untuk Al-Quran
mengemukakan syarat sebagai berikut:
(1) Terjemah harus menurut persyaratan tafsir dengan bersandarkan
kepada hadis-hadis nabi, ilmu-ilmu bahasa Arab dan prinsi-prinsip
syariat Islam.
(2) Penerjemah tidak berkecenderungan pada akidah yang
justru
berlawanan dengan al-Quran.
(3) Penerjemah mengetahui benar dengan mendalam tentang asal-usul
kedua bahasa.
(4) Ayat-ayat al-Quran ditulis dahulu, lalu difahami maksu makna
tafsirnya.12
Berkenaaan dengan terjemahan tafsiriyah ini perlu ditegaskan bahwa,
terjemahan tafsiriyah adalah terjemahan bagi pemahaman pribadi yang terbatas.
Terjemahan tersebut tidak mengandung semua aspek penta’wilan yang dapat
diterapkan pada makna al-Quran, tetapi hanya sebagai penta’wilan yang dapat
dipahami penafsiran tersebut. Dengan cara inilah akidah Islam dan dasar-dasar
syari’atnya diterjemahkan sebagaimana dipahami dari al-Quran.
Berdasarkan penjelasan keduanya, dapat diambil kesimpulan tentang
perbedaan antara keduanya yaitu:
1.
Metode harfiah, metode ini dalam menerjemahkan sebuah teks akan
terlihat kaku, karena masih mementingkan susunan kata-kata yang terdapat di
dlam teks sumber, tidak mementingkan isi atau pesan yang ingin disampaikan
12
Muhammad Ali Hasan dan Rif’at Syauqi Nawawi, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta:
Bulan Bintang, 1988), Cet. 1. h. 174.
26
oleh pengarang aslinya, menerjemahkannya secara kata-per-kata, sehingga tidak
terlihat suatu hasil terjemahan.
2.
Metode tafsiriah. Metode ini dalam menerjemahkan sebuah teks tidak
terpaku oleh susunan bahasa Sumber atau teks Sumber, sehingga hasilnya tidak
terlihat kaku, metode ini lebih mementingkan isi atau pesan yang ingin
disampaikan oleh pengarang asli, seghingga hasil terjemahannya menjadi lebih
ringkas daripada penerjemahan harfiah, karena penerjemahannya tidak kata-perkata.
B. Wawasan Homonim dan Polisemi dalam Bahasa Indonesia
1. Pengertian Polisemi dalam Bahasa Indonesia
Sebelumnya, Penulis telah menjelaskan mengenai pengertian polisemi dan
homonimi, serta contoh-contoh kata yang mengandung makna polisemi dan
homonimi. Polisemi adalah kata-kata yang maknanya lebih dari satu, sebagai
akibat terdapatnya lebih dari sebuah komponen konsep makna pada kata-kata
tersebut.13 Hal tersebut dapat kita simak dari pendapat Palmer (1976: 45)
mengatakan:... its also the case that same word may have a set of different
meaning,” demikian juga ada yang mengatakan bahwa, “ a word which have two
(or more) related meaning” adalah Polisemi (Simpson, 1979:79). Karena makna
ganda itulah maka pendengar atau pembaca ragu akan makna kata (kalimat).14
13
Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),
Cet. 1, h. 386.
14
Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 (Bandung: Refika Aditama, 1999), Cet. 2, h. 45.
27
Polisemi juga merupakan satu ujaran dalam bentuk kata-kata yang
mempunyai makna berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan dan kaitannya antara
makna-makna yang berlainan tersebut, maksudnya masih daalm satu bidang.
Analisis hubungan makna secara himonim harus bersifat sinkronis, maksudnya
bersangkutan dengan peristiwa yang terjadi dalam suatu masa terbatas atau
tertentu, dan tidak mengakibatkan perkembangan historis atau disebut juga
deskriptif.
Pengertian polisemi bertumpang tindih dengan pengertian homonimi, yaitu
kesamaan kata-kata yang berbeda. Homonimi dan polisemi tumbuh oleh faktor
kesejarahan dan faktor perluasan makna.
Pada dasarnya Polisemi dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu:
a. Ketepatan melafalkan kata, misalnya, [ban tuan] atau [bantuan] (apakah ban
kepunyaan tuan, atau pertolongan].
b. Faktor gramatikal, misalnya, “pemukul” dapat bermakna “alat yang digunakan
untuk memukul” atau bermakna “orang yang memukul”, orang-tua “ibubapak” atau “ orang yang sudah tua.”
c. Faktor leksikal, yang dapat bersumber dari:
1) Sebuah
kata
yang
mengalami
perubahan
penggunaan,
sehingga
memperoleh makna baru, misalnya kata makan yang berhubungan dengan
kegiatan manusia atau binatang, kini dapat berhubungan dengan benda tak
bernyawa (misalnya, makan angin, makan riba, dimakan api, remnya
tidak makan, makan batu, makan kawan, makan keringat orang, makan
malam, makan sogokan, makan tangan dan sebagainya.)
28
2) Sebuah kata yang digunakan pada lingkungan yang berbeda, misalnya kata
operasi bagi dokter “bedah”, “bedel” (untuk mengobati penyakit); bagi
militer misalnya, “ Jendral Suharto memimpin operasi penumpasan G-30S, sekarang muncul “operasi kebersihan”, “operasi sapu jagat.”15
d. Faktor pengaruh bahasa asing. Misalnya’ kata butir digunakan untuk
mengganti kata unsur atau dari bahasa inggris item, dan butir bermakna “barang
yang kecil-kecil, seperti: beras, intan, pemotong bilangan untuk barang yang
bulat-bulat atau kecil-kecil “salah satu bagian dari keseluruhan.” Dengan
demikian yang digunakan adalah makna yang terakhir, yang berpadanan dengan
item (point).
2. Contoh Kata-kata yang Mengandung Makna Polisemi
Kata-kata yang mengandung makna polisemi, yaitu: kata kepala, yang
antara lain mengandung komponen konsep makna:
a. Anggota tubuh manusia (binatang), contohnya: “bahu dan kepalanya kena
pecahan kaca.”
b. Sangat penting (orang bisa hidup tanpa kaki tetapi tidak mungkin tanpa
kepala)
c. Terletak disebelah atas, contohnya: anggota tubuh yang terletak di atas adalah
kepala.”
d. Bentuknya bulat, contohnya: “kepala Budi bulat sekali.”
e. Pemimpin atau ketua, contohnya: “Pak Budi seorang kepala di PT. Angkasa.”
15
Ibid., h. 46.
29
f. Sesuatu yang bentuknya bulat atau menyerupai kepala, contohnya: “terdapat
bintik-bintik di kulitnya Andi sebesar kepala jarum.”
Maka dengan demikian kata kepala itu selain berarti (1) anggota tubuh
manusia (binatang), juga memiliki arti (2) pemimpin atau ketua, (3) orang atau
jiwa, (4) bagian yang sangat penting, (5) bagian yang berada di sebelah atas, (6)
sesuatu yang bentuknya bulat atau menyerupai kepala. Selain kata kepala yang
mengandung makna polisemi, selanjutnya ada juga kata yang mengandung makna
polisemi yaitu kata bunga, yang antara lain mengandung komponen konsep
makna:
a. Tumbuhan atau tanaman, contohnya: “bunga mawar di taman saya sedang
berkembang.”
b. Julukan yang diberikan kepada seseorang yang dianggap istimewa, contohnya:
“ Ani adalah bunga desa di kampungnya.”
c. Denda atau hukuman , contohnya: “Ani dikenakan bunga bank sebesar 10
persen dari jumlah uang yang dipinjamnya.”
Kata tulisan, Bermakna hasil karya atau buah ulasan singkat, contohnya”
“Beberapa tulisan beliau pernah dimuat dalam majalah Femina.” Kalimat yang
mengandung makna tulisan yang dihasilkan oleh tangan atau anggota tubuh,
contohnya: “Tulisan Akbar belum dapat dibaca: antara huruf u, n, dan m tidak
dapat dibedakan.”
3. Pengertian Homonimi dalam Bahasa Indonesia
Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang artinya
“nama” dan homo yang artinya “sama”. Secara harfiah homonimi adalah nama
30
sama untuk benda atau hal lain. Secara semantik Verhaar (1978) memberikan
definisi homonimi sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat) tetapi
maknanya tidak sama.16
Homonim terjadi antara kata, contohnya dalam bahasa Indonesia kata
mengukur diturunkan dari dasar kata kukur dan mengukur diturunkan dari dasar
ukur, contoh dalam kalimat “Ibu sedang mengukur kelapa”. Homonim antar
frasa, contoh frasa"guru bahasa Inggris" dapat diparafrasiskan dengan "guru
mengenai atau tentang bahasa Inggris," dan "guru bahasa Inggris," parafrasis
“guru bahasa orang Inggris”, pada contoh "pidato presiden yang terkhir"
maksudnya sama dengan parafrasis “pidato yang terakhir dari presiden”, dan
parafrasis “presiden yang terakhir". Contoh lain pada "lukisan Toni " maksudnya
"lukisan milik Toni" dan bisa juga lukisan karya Toni." Homonim antar klausa
dan antar kalimat. Antar klausa contohnya "baju orang yang pendek itu putih,"
maksudnya parafrasis "baju orang itu putih dan orang itu pendek," atau "orang
yang memakai baju putih itu pendek" dan “baju orang yang pendek itu putih”,
parafrasis "orang itu memakai baju yang pendek dan putih atau baju putih orang
itu pendek."
17
Homonim adalah dua ujaran kata yang sama bunyi dan sama ejaannya,
telah diketahui berasal dari sumber bahasa yang berbeda atau berbeda bidang
makna. Analisis homonim harus bersifat singkronis, maksudnya bersangkutan
16
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994),
Cet. 2. h. 93.
17
J.D. Parera, Teori Semantik (Jakarta: Erlangga, 2004), et. 2. h. 85.
31
dengan peristiwa yang terjadi dalam suatu masa terbatas atau tertentu, dan tidak
mengakibatkan perkembangan historis atau disebut juga deskriptif 18
Di samping itu, ada pula homonim juga mengenal istilah homofoni (lafal)
dan homografi (tulisan), biasanya istilah tersebut dibicarakan bersama karena
kesamaan objek pembicaranya.
Homofoni sebenarnya sama dengan istilah homonimi, karena realisasi
bentuk-bentuk bahasa adalah berupa bunyi. Jadi kata bisa yang berarti “racun
ular” dan kata bisa yang berarti “ dapat atau sanggup,” selain merupakan bentuk
yang homonimi adalah juga bentuk homofoni, dan juga homografi, karena
tulisannya juga sama.19
Kata-kata yang berhomonimi ini sesungguhnya memang merupakan katakata yang berlainan yang kebetulan saja bentuknya sama. Oleh karena itu,
maknanya juga tidak sama. Contohnya kata buku yang berarti “ kitab” dengan
kata buku yang berarti “ ruas pada bambu (tebu), dan juga kata buku yang berarti
“tulang atau persendiaan.” Semua itu mempunyai makna yang berbeda-beda,
meskipun bentuk dan ucapannya sama. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia yang
disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departeman
Pendidikan dan Kebudayaan, kata-kata yang berhomonim itu dibedakan dengan
angka Arab di muka kata-kata tersebut. Jadi:
1 buku ..........
2 buku ..........
18
Ibid., h. 81
19
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 1994),
Cet. 2. 97.
32
3 buku ..........
Sedangkan di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang disusun oleh W.
J.S Poerwadaminta, kata-kata yang berhomonimi ini diberi tanda pembeda,
dengan memberikan angka Romawi, contohnya:
Buku.......I
Buku.......II
Buku.......II
4. Contoh Kata-kata yang Mengandung Makna Homonimi dalam
Bahasa Indonesia
kata masa (waktu) contoh kalimatnya “pada masa lalu Nenek moyang
bangsa Indonesia adalah seorang pelaut.” Kata masa tersebut berhomofoni dengan
kata massa (jumlah besar yang menjadi satu kesatuan), contoh kalimatnya “massa
datang ke KPU untuk memprotes berkaitan dengan pemilihan umum tahun ini.”
Adakalanya kata-kata yang berhomonim ini hanya sama lafalnya, tetapi
tulisannya berbeda, ini disebut homofon, misalnya kata sangsi yang berarti “ragu”
dan kata sanksi yang berart “akibat atau konsekuensi,” contoh kata bang sebagai
kependekan dari kata abang dan kata bank yang berarti “lembaga yang mengatur
peredaran uang.”
Adakalanya kata-kata yang berhomonim ini sama ejaannya, tetapi berbeda
lafalnya dan maknanya ini disebut dengan homograf, contohnya kata “gang” yang
berarti “jalan” “gang“ yang berarti “sekelompok orang”, contoh kata pacar yang
artinya berarti “Inai” dengan pacar yang berarti “kekasih,” hubungan kata pacar
dengan arti “inai” dan kata pacar yang berarti “kekasih,” inilah yang disebut
33
homonim, maksudnya, kata pacar yang pertama berhomonim dengan kata pacar
yang kedua, begitu juga sebaliknya, karena hubungan homonim ini bersifat dua
arah. Kata baku yang berarti “standar” dengan kata baku yang berarti “saling”
atau antara kata bandar yang berarti “pelabuhan.” Kata bandar yang berarti
“parit” dan bandar yang berarti “pemegang uang dalam perjudian.” Dalam kasus
kata bandar di atas, homonim itu terjadi pada tiga buah kata, dalam bahasa
Indonesia banyak juga homonim yang terdiri lebih dari tiga buah kata. Contoh
lain homonim yaitu kata “mengukur” dalam kalimat (1) Ibu mengukur kelapa
setelah mencuci kelapa tersebut, (2) petugas agraria
sedang mengukur tanah
yang akan dijual.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata-kata yang termasuk
homonimi muncul sebagai lema (entri) yang terpisah, contoh, kata tahu dalam
Kamus Bahasa Indonesia muncul dua lema
a. tahu v mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami dan lain
sebagainya)
b. tahu n makanan dari kedelai putih yang digiling halus lalu direbus dan
dicetak.20
C. Wawasan Homonim (Musytarak Lafzi) dalam Bahasa Arab
Penelitian yang saat ini Penulis lakukan adalah penelitian terhadap katakata berbahasa Arab yang terdapat di dalam ayat al-Quran yang mengandung
20
Kushartanti dkk, Pesona Bahasa; Langkah Awal Memahami Linguistik (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 116.
34
makna homonim atau musytarak lafzi. Pengertian homonimdalam bahsa Aran dan
homonim dalam bahasa Indonesia. Berikut penjelasannya.
1. Pengertian Homonim (usytarak Lafzi) dalam Bahasa Arab
Pengertian homonim (musytarak lafzi) dalam bahasa Aarab sama dengan
definisi Polisemi dalam bahasa Indonesia, yaitu kata atau frasa yang memiliki
makna lebih dari satu, atau memiliki makna yang berbeda-beda.21
Pengertian homonim Musytarak lafzi di dalam buku ‘Inda al-Arab dibagi
menjadi dua bagian yaitu polisemi dan homonim, sedangkan di dalam buku Ilmu
Ad-Dilâlah, musytarak lafzi banyak dipelajari di dalam al-Quran, hadis, nabi dan
di dalam bahasa Arab. Menurut salah satu ahli bahasa Ushul, musytarak lafzi
adalah satu kata yang mempunyai makna lebih dari satu, pengertian ini sama
dengan definisi polisemi dalam bahasa Indonesia.22
Berbeda pengertian musytarak lafzi di dalam kitab Muzakkar al-Lughah
al-Arabiyah bahwa homonim adalah lawan kata dari sinonim, homonimadalah
setiap kata yang memiliki beberapa makna, homonim juga dapat dikatakan setiap
kata yang memiliki beberapa makna, baik makna yang sebenarnya atau makna
kiasan. Para ahli bahasa, berbeda pendapat tentabng definisi homonim musytarak
lafzi tersebut, ada yang menolaknyadan ada juga yang mengakui keberadaannya,
dengan menunjukkan berbagai fakta yang ada dan tidak dapat diragukan lagi.
Pada dasarnya bahasa dunia, dan yang pasti juga terjadi pada bahasa Arab.
Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya homonim
musytarak
lafzi di antaranya:
21
22
Abdul Karîm Mujâhid, Ad-Dilâlah al-Lughawiyah ‘Inda al-Arab . h. 113.
Ahmad Mukhtar ‘Umar, Ilmu Dilâlah (Kuwait: Jâmiaatul Kuwait, 1982). Cet. 1. h. 147.
35
1. Perbedaan dialek-dialek Arab klasik, maka adanya homonim menampakkan
implikasi dari perbedaan penggunaan kata oleh berbagai suku.
2. Bergesernya beberapa kata dari makna yang asli pada makna kiasan, dengan
adanya hubungan tertentu, seringnya kata-kata itu digunakan, sehingga kata
kiasan menjadi sekuat kata yang sebenarnya.
3. Adanya dua kata yang hampir sama dan sighatnya juga sama. Dari situ
muncullah beraneka ragam makna.
2. Contoh Kata-Kata yang Mengandung Makna Homonim Musytarak
Lafzi
Kata quru’ mengandung makna “haid atau suci, kata ‘Ainun berarti “mata
penglihatan, mata air, uang logam dari emas atau perak, awal mula sesuatu, dan
mata hati.” Kata wajada berarti “menemukan sesuatu, atau mabuk cinta.” Kata see
dalam bahasa Arabnya yara’ berarti melihat, bisa juga dibaca “sea” artinya laut.
Kata Read berarti “membaca”, Red berarti “merah” (ini disebut dengan homograf)
karena sama lafal, beda tulisan dan maknanya..kata basyar yang berarti “bumi”
atau disebut juga dengan makna berikut di antaranya: (1) kaki; (2) bintang; (3)
selesma atau pilek; (4) gemuruh atau gemetar. Kata sa’ala berarti bertanya dan
kata sâla yang berarti “pencuri.”23
23
Ibid., h. 49.
36
BAB III
A. Latar Belakang Penulisan Tafsîr As-Sa’dî
Allah menurunkan al-Quran dengan bahasa Arab dan diterjemahkan dan
ditafsirkan oleh para ahlinya agar manusia dapat memahami dan mendalami alQuran, Allah juga memerintahkan manusia untuk merenungkan, memikirkan isi
al-Quran dan menyimpulkan segala ilmu, dan semua hal tersebut tidaklah
demikian kecuali karena penelaahannya merupakan kunci dari segala kebaikan,
jalan menuju pengetahuan dan rahasia, oleh karena itu milik Allah segala pujian
dan rasa syukur, yang telah menjadikan al-Quran sebagai petunjuk, penyembuh,
rahmat, cahaya, pencerahan, peringatan, keberkahan, hidayah, dan berita gembira
bagi kaum Muslim, maka sangatlah pantas bagi seorang hamba untuk berusaha
keras, mengeluarkan segala dayanya dalam mempelajari, dan mendalamnya
dengan metode yang paling dekat, yang dapat menyampaikannya kepada hal
tersebut.
Banyak sekali para ulama yang menafsirkan kitabullah ini yaitu al-Quran,
ada mufassir yang panjang lebar, hingga tarsir tersebut keluar pada sebagian besar
pembahasan dari yang dimaksudkan. Ada pula yang menafsirkan dengan sangat
sederhana sekali, yang hanya mencukupkan dengan menyelesaikan makna bahasa
saja, terlepas dari makna yang dikehendaki, seharusnya untuk menjadikan makna
yang dimaksudkan, sedangkan lafaz-lafaz hanyalah sebagai jembatan kepadanya,
maka harus memperhatikan konteks pembicaraan, dan apa gunanya konteks
tersebut dipakai, lalu membandingkan dengan hal yang serupa objek pembahasan
37
tempat yang lainnya, sehingga penafsir mengetahui, bahwa hal tersebut dipakai
untuk memberikan petunjuk kepada seluruh makhluk, yang berilmu atau tidak
berilmu.24
Orang-orang yang diberi taufik dengan segala hal itu, maka wajiblah
baginya mulai merenungkan, mendalami, memikirkan lafaz-lafaz, makna-maknaNya, segala perkara yang terdapat didalamnya, dan segala hal yang dimaksudkan
oleh konteks maupun teksnya, karena Allah akan membuka baginya dari ilmuilmu Allah yang berupa perkara yang mungkin dapat diperoleh hanya dari
pencarian.
Allah menganugerahkan kepada Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî
dan saudara-saudara untuk menyibukkan diri dengan kitab-Nya yang mulia, sesuai
dengan kondisi yang ada pada kami, Syaikh senang sekali dalam menguraikan
Tafsîr As-Sa’dî ini dengan segala sesuatu yang dianugerahkan kepadanya, agar
menjadi kenang-kenangan bagi orang-orang yang berusaha, alat bantu bagi para
cendekiawan, penolong bagi para penjelajah, dan Syaikh akan menulis Tafsîr AsSa’dî ini, karena takut akan hilang dan tujuan Syaikh menulis tafsir ini hanya
untuk menjelaskan makna ynag dimaksud. Syaikh tidak hanya memfokuskan pada
permasalahan lafaz-lafaz tata bahasa, bagi makna yang telah Syaikh sebutkan,
karena penafsiran al-Quran telah cukup bagi orang-orang setelahnya dalam hal
seperti itu, kepada Allah Syaikh mengharap dan bersandar, agar Allah
memudahkan semua yang Syaikh inginkan, agar menjadikan usaha ini ikhlas
hanya untuk Allah semata.
24
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, Tafsîr As-Sa’dî (Jakarta: Pustaka Sahifa,
2006), Cet. 1. h. 49.
38
Ilmu tafsir al-Quran adalah sebaik-baiknya ilmu secara mutlak, paling
penting dan pang patut untuk diteliti makna-maknanya, serta dipahami polapolanya, karena al-Quran merupakan perkara yang diturunkan dari Zat Yang
MahaBijaksana dan MahaTerpuji. Allah menurunkan al-Quran sebagai petunjuk
dan rahmat bagi manusia, pemberi keterangan bagi seluruh perkara yang manusia
butuhkan dalam agama, dunia, atau akhirat.25
Para sahabat Syaikh, meminta agar Syaikh menyebarluaskan Tafîir AsSa’dî ini secara keseluruhan, dan mereka mendasar untuk itu karena melihat
faedah-faedah yang begitu besar, namun Syaikh mohon maaf kepada para
sahabatnya akan hal itu, karena apa yang para sahabat Syaikh pinta sangatlah sulit
sekali, karena panjang sekali dan juga pada masa-masa sekarang ini
kecenderungan masyarakat sangat minim terhadap tulisan-tulisan yang panjang
lebar, dengan demikian Syaikh bahagia sekali untuk memenuhi beberapa
keinginan mereka untuk menerbitkan tafsir tersebut, Syaikh hanya menerbitkan
satu jilid dari tafsir ini, akhirnya terpilih jilid pertengahan dari surah al-Kahfi
hingga akhir surah an-Naml, karena hal yang tidak dapat dihasilkan semuanya,
tidaklah harus ditinggalkan semuanya.26 Syaikh juga memohon dan berharap
kepada Allah, agar Allah menjadikan usaha ini semata-mata hanya karena Allah,
semoga tafsir ini berguna bagi semua orang.
Syikh juga mencantumkan dalam Tafsîr As-Sa’dî ini dengan hal-hal umum
(kulliyat) tafsir agar mengusulkan sesuatu yang mungkin saja tertinggal bagi
pembaca yang budiman, pada jilid-jilid buku selain jilid ini, Syaikh berharap agar
25
Ibid., h. 50.
26
Ibid., h. 51.
39
tafsir ini dapat memberi faedah, walaupun dengan penjelasan yang singkat, di
mana faedah atau manfaat tidak diperoleh pada penjelasan yang panjang.
B. Penulis Tafsîr As-Sa’dî
1. Biografi Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî
Dia adalah Syaikh al-Allamah al-Faqih yang memiliki banyak karangan
yang berguna dan indah, Abdurrahman bin Nashir bin Abdullah al-Sa’di, Dia
dilahirkan pada bulan Muharram tahun 1307 H, di kota ‘Unaizah
yang
merupakan salah satu daerah kekuasaan di wilayah Qashim. Ibunya telah
meninggal pada saat Dia masih berumur 4 tahun.27
Ayahnya juga meninggal pada tahun 1314 hijriyah, ketika beliau
menginjak umur tujuh
tahun, dan kemudian istri ayahnya (ibu tiri Dia)
memberikan perhatian yang amat besar kepada Dia, sehingga beliau amat
disayang melebihi kasih sayangnya kepada anak-anaknya sendiri, demikian juga
saudaranya, yang bernama Hamad dirawat olehnya, sehingga tumbuhlah Syaikh
dengan baik. Dia keturunan Bani Amar, salah satu suku terkemuka dari suku Bani
Tamim.
Syaikh dikenal dalam dunia Islam sebagai ulama yang memiliki akidah
yang bersih dari noda-noda hitam golongan Al-mu’uththilah, Al-Musyabbihah
maupun Al-Mufawwidhah. Dia mempunyai akhlak yang baik, seperti pemurah
hati, terbuka, wajahnya berseri-seri terhadap anak-anak maupun orang dewasa,
orang yang dikenal maupun selain mereka. Dia sejak kecil tidak memperhatikan
27
Ibid., h. 21.
40
dunia. Dia adalah seseorang yang rendah hati, terhadap yang kecil maupun yang
besar, terhadap yang kaya maupun yang miskin, semuanya sama, beliau sangat
suka berkumpul bersama masyarakat umum maupun para tokoh pada berbagai
kegiatan maupun perkumpulan mereka, dan apabila Dia berkumpul bersama yang
itu maupun yang ini niscaya perkumpulan itu akan berubah menjadi perkumpulan
ilmu, oleh karena keistimewaan inilah –yang menunjukkan pada keterbukaan
kesadarannya. 28 Terangnya kecerdasannya dan keluasan cakrawalanya- maka
niscaya niscaya kamu akan dapatkan orang-orang yang menghadiri majelismajelis ilmunya mengambil ilmu yang banyak dan manfaat yang besar darinya.
Pada tahun 1371 H, Dia tertimpa sakit tekanan darah dan penyempitan
pembuluh darah, dengan kondisi seperti itu pada tahun 1372 H Dia berangkat ke
Lebanon berobat, dan dibiyai oleh Pemerintah arab Saudi. Pada tahun 1376 H Dia
merasakan sakit yang pernah beliau alami pada tahun 1371 H.29
Dia wafat pada malam kamis 23 Jumadil Akhir 1376 H dalam usia 69
tahun, yang dipenuhi dengan ibadah kepada Allah SWT, memberikan manfaat
kepada hamba-hamba-Nya, baik dengan ilmu, pelajaran, fatwa maupun
pengarangan buku.30
2. Pendidikan Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî
Dia masuk "Madrasah Tahfidz Quran" dan sudah bisa menghafal pada
usia 11 tahun, dan beliau mampu menghafal al-Quran di luar kepala ketika
28
Ibid., h. 23.
29
www. muslim.or.id. Diambil pada bulan Januari 2009.
30
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, Tafsir As-Sa’di, (Jakarta: Pustaka Sahifa,
2006), Cet. 1. h. 24.
41
mencapai usia 14 tahun. Dia menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Dia
menghafal al-Quran pada saat Dia masih kecil diusia sebelum baligh, cara Dia
menghafal al-Quran dengan melihat mushaf atau di luar kepala maka Diapun
menyibukkan diri dengan menuntut ilmu Syar’I, Dia mempelajari hadis kepada
Ibrahim bin Hamd bin Jasir, belajar fikih dan nahwu kepada Muhammad bin
Abdul Karim Asy Syibl, belajar tauhid, tafsir, fikih, dan nahwu kepada Syaikh
Salih bin Utsman Qadhi di ‘Unaizah beliau guru yang banyak di ambil ilmunya
oleh Syaikh, Dia belajar terus menerus kapadanya sampai tamat, hingga ia wafat.
Dia belajar kepada Syaikh Abdullah at-Tawaijiri, Syaikh Ali As-Sinani, Syaikh
Ali bin Nashir Abu Wadi; Dia belajar hadis dan kitab-kitab induk hadis yang
enam, maka ia pun memberi ijazah kepada Dia untuk meriwayatkan hadis. Dia
juga belajar kepada Syaikh Muhammad asy-Syinqithi ketika masih tinggal di
Hijaz dahulu, kemudian beliau pindah ke kota az-Zubair, Dia mempelajari tafsir,
hadis dan mushtahalah hadits kepadanya sewaktu ia menetap di kota ‘Unaizah.
Dia juga belajar membaca al-Quran kepada kakeknya dari ibunya yaitu:
Abdurrahman Bin Sulaiman Ali Damigh Rahimahullah, hingga Dia hafal, setelah
itu Dia mulai mencari ilmu dan belajar khat (ilmu tulis menulis), ilmu hitung dan
beberapa bidang ilmu Sastra. Dia belajar ilmu faraidh (waris) dan fikih kepada
Syaikh Abdurrahman Bin Ali Bin ‘Audan.
3. Karya-karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî
Dia telah menulis karya yang bermanfaat, seperti: (1) Tafsîr al-Karîm arRahmân fi Tafsîr Kalâm al-Mannân yang berjumlah 8 jilid, Dia selesai
menulisnya pada tahun 1344 H, yang telah diterbitkan oleh Maktabah Salafiyah di
42
Mesir. (2) Hasyiyah ‘alal Fiqh sebagai koreksi atas berbagai kitab yang tersebar
dan pernah ditulis dikalangan Mazhab Hambali. (3) Iryad Ulil Basya’ir wa Al-Bab
li Ma’rifat al-Fiqh bi Aqrabî Turuq wa Aisar al-Asbab yang disusun dalam bentuk
Tanya-jawab, buku ini dicetak di Maktabah At-Taraqi di Damaskus pada tahun
1365 H. (4) Tanzih ad-Dîn wa Hamlatihi wa Rijâlihi min Maftarahu Al-Qashimi fi
Al-Aglâlihi. Buku ini dicetak di Dâr Ihyâ al-Kitâb al-Arabî pada tahun 1366 H. (5)
Ad-Durrah Al-Mukhtasharah fi Mahasin al-Islam, dicetak oleh percetakan
Ansaru As-Sunnah pada tahun 1366 H. (6) Al-Kutub Al ‘Asyriyah dicetak oleh
percetakan Ansaru As-Sunnah pada tahun 1366 H. (7) Al Qawa’idu Al-Hisan fi
Tafsîri Al-Quran, dicetak oleh percetakan Ansarus As-Sunnah pada tahun 1366 H.
(8) Al-Haq Al-Mubîn fi Syar’i Tauhîd Al-Anbiya’ wal Mursalîn, ia merupakan
penjelasan Nuniyah karya Imâm Ibnul Qayyim Rohimahullah, dicetak oleh
percetakan As-Salafiyah di Mesir. (9) Taudihu Al -Kafiyah Asy-Syafi’iyah, dicetak
oleh percetakan As-Salafiyah di Mesir. (10) Wujubu At-Ta’awun baina Al-Muslîm
wa Maudu’ul Jihâd ad-Dinî, dicetak oleh percetakan As-Salafiyah di Mesir . (11)
Al-Qaul As-Syadid fi Maqashid At-Tauhîd, dicetak oleh percetakan Al-Imâm,
pada tahun 1367 H. (11) Manhâj As-Salikin sebuah ringkas dalam Ushul Fiqh.
(12) Taisîr Latif Al-Mannân fi Kulasati Al-Imâm di Mesir pada 1368 H. (13) ArRiyad An-Nadirah. (14) Bahjatu Al-Abrâr. (15) Al- Irsyâd ila Ma’rifat Ahkam.
(16) Al-Fawakih as-Sahiyah fi Al-Kutab al-Minbariyah. (16) Manhâj as-Salikîn
wa Taudih al-Fiqh fi ad-Dîn. (17) Tariq al-Wushul ila ‘Ilmi al-Ma’mul bi
Ma’rifât qawa’id wa Dawabit wa Ushul. (18) Ad-Dîn as-Sahîh Yahullu Jâmi’al
Masyakil. (19) Al-Furuq wa Taqasim al-Badi’ah an-Nafi’ah. (20) Al-Adillah al-
43
Qawaiti’ wa Al-Barahin fi Ibtali Ushul al-Mulhidîn. (21) Fawa’id Mustanbitah.
(22) Al-Wasâil al-Mufîdah. (23) Syuru’ Syaikh Islam Ibnu Taimiyah allati Radda
Bihâ ‘alal Qadariyah. (24) Al-Fatawa As-Sa’diyah. (25) At-Taudih wal Bayan li
Syajarati Imân. (26) Fathu Rabb al-Hamid fi Ushuli Al-‘Aqa’id wa Tauhîd. (27)
at-Tanbihat al-Latifah ‘ala Mahtawat ‘alahi Al-Wasitiyah fil Mabahits alMunifah. (28) Su’al wa Jawab bi Ahammil Muhimmat.31
C. Penerjemah Tafsîr As-Sa’dî
Berdasarkan hasil wawancara Penulis terhadap salah satu penerjemah
Tafsîr As-Sa’dî yang bernama Ahmad Zuhdi Amin, Lc. Berdasarkan data yang
Penulis dapatkan dari Penerbit Pustaka Sahifa bahwa penerjemah Tafsîr As-Sa’dî
terdiri dari lima orang penerjemah, di antaranya: (1) Muhammad Iqbal, Lc, (2)
Izzudin Karim, Lc, (3) Mustafa Aini, Lc, (4) Muhammad Ashim, Lc, dan (5)
Ahmad Zuhdi Amin, Lc, dari lima orang penerjemah yang telah Penulis sebutkan
di atas, hanya satu orang yang dapat Penulis wawancarai, tetapi sebagian lagi
Penulis memperoleh data-data mereka saja, karena mereka tidak dapat
diwawancarai. Berikut ini Penulis akan menjelaskan biografi, pendidikan, dan
karya-karya mereka dalam bidang menerjemahkan buku.
1. Ahmad Zuhdi Amin, Lc.
a. Biografi Ahmad Zuhdi Amin, Lc.
Dia lahir pada 10 Juli 1980, di Tegal. Pekerjaan Dia saat ini adalah
seorang penerjemah dan seorang editor atau murâj’ah di Dârul Haq atau Pustaka
31
www. muslim.or.id. Diambil pada bulan Januari 2009
44
Sahifa, waktu Dia untuk menerjemahkan lebih banyak dilakukan di rumah. Dia
mulai menerjemahkan sejak beliau kuliah semester V, hingga saat ini. Oleh sebab
itu Dia lebih suka menerjemah daripada mengedit. Dia lebih suka menerjemahkan
buku yang bertema Fikih.32
b. Pendidikan Ahmad Zuhdi Amin, Lc.
Dia sekolah di SDN.3 di daerah Tegal, MTS Muhammadiyah 2, PondokPesantren “Al-Irsyad” di daerah Salatiga, lalu yang terakhir Dia kuliah di LIPIA,
Jurusan Syariah Program S1.
c. Karya-karya Ahmad Zuhdi Amin
Berdasarkan hasil wawancara Penulis kepada Ahmad Zuhdi Amin, di
Penerbit Pustaka Sahifa bahwa Dia mulai menerjemahkan sejak Dia kuliah di
LIPIA pada semester V hingga saat ini. Saat ini Dia telah menerjemahkan 6
(enam) buku dengan judul dan penerbit yang berbeda-beda. Berdasarkan
penjelasan Dia bahwa ada beberapa judul buku yang belum diterbitkan oleh
penerbit, karena ada sesuatu yang menghambat proses pendistribusian buku
tersebut. Adapun buku-buku yang telah Dia terjemahkan di antaranya, yaitu: 1)
Panduan Shalat Bagi yang Safar, penerbit Ibnu Katsir, 2) Panduan Praktis
Amalan Sunnah, penerbit Ibnu Katsir, 3) Rahasia dan Keutamaan Shalat Shubuh,
penerbit Azzam, 4) Delapan Puluh Kesalahan dalam Azan dan Iqmah, penerbit
Azzam, 5) Bolehkah Menjama’ Salat Karena Hujan, penerbit Azzam, dan 6)
Meraih Kesempurnaan Shalat, penerbit Darul Haq.
32
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Zuhdi Amin, Bekasi, 7 Mei 2009.
45
2. Muhammad Iqbal Amrullah, Lc.
a. Biografi Muhammad Iqbal Amrullah, Lc.
Dia lahir pada 9 April 1977 di Jayapura. Saat ini beliau tinggal di daerah
Kampung Pasir Tengah, Desa Sukaharja Pondok Bitung Cijeruk Bogor. Pekerjaan
Dia saat ini adalah sebagai seorang penerjemah di Drul Haq atau Pustaka Sahifa
dan Dia juga bekerja sebagai seorang guru, Dia lebih suka menerjemahkan buku
yang bertema “Fikih dan Hadis.” Kemampuannya Dia menerjemahkan buku 4-8
lembar dalam waktu satu hari.
b. Pendidikan Muhammad Iqbal Amrullah, Lc
Berdasarkan data yang Penulis peroleh dari Penerbit Pustaka Sahifa bahwa
Dia lulus S1, jurusan Syariah.
c. Karya-karya Muhammad Iqbal Amrullah, Lc.
Dia telah menerjemahkan buku sebanyak satu buah buku yang berjudul “
Kunci Sukses Berumah Tangga” dengan judul Asli yaitu :-./‫و‬0(‫*) ا('&دةا‬+,
penerbit Pustaka Azzam.
3. Musthafa Aini, Lc.
a. Biografi Musthafa Aini, Lc.
Dia lahir pada 4 Februari 1967, di Sampit. Saat ini beliau tinggal di daerah
Cimanggis, pekerjaan Dia saat ini adalah sebagai seorang penerjemah di Pustaka
Sahifa atau Dârul Haq, dan beliau juga bekerja sebagai seorang guru mengaji.
Beliau
berpengalaman bekerja di Penerbit
Al-Sofwa. Dia
lebih suka
46
menerjemahkan buku yang bertema "Akidah, Pemikiran-pemikiran dan Syariah."
Dia mampu menerjemahkan 15-20 halaman dalam waktu satu hari.
b. Pendidikan Musthafa Aini, Lc.
Secara singkat, pendidikan terakhir Dia di jurusan “Pemikiran Islam,”
program S1.
c. Karya-karya Musthafa Aini, Lc.
Berdasarkan data yang Penulis peroleh dari Pustaka Sahifa bahwa Dia
telah menerjemahkan buku sebanyak delapan buah buku di antaranya: 1) judul asli
“-3'(‫ ا‬5‫ أه‬234 -4+1(‫”ا‬, penerbit Ibnu Katsir, 2) judul asli “ ‫ح‬7‫ ﺵ‬9.:;<(‫ ا‬-‫ ه‬0‫ﻥ‬
9.?(=(‫ “ ریض ا‬, penerbit Trigenda Bandung, 3) judul asli “ 5@ A B.&3(‫ ا‬C3D(‫ا‬
‫م‬E‫ﺱ‬G‫ “ ا‬dengan judul Indonesia “ Wanita di antara Fitrah dan Kewajiban,”
penerbit Darul Haq, 4) judul Indonesia "31 Sebab Lemahnya Iman," penerbit Drul
Haq, 5) judul Indonesia "Fatwa Terkini," penerbit Dârul Haq, 6) judul Indonesia
"Fikih Ibadah," penerbit Al-Sofwa, 7) judul Indonesia "Gerakan Dakwah Islam,"
penerbit Dârul Haq, 8) judul Indonesia "Fiqh Islam Syariah Bulughul Marram,"
penerbit Dârul Haq.
4. Muhammad Iqbal, Lc.
a. Biografi Muhammad Iqbal, Lc.
Dia lahir pada 6 Juni 1971, saat ini beliau tinggal di daerah Demak, JawaTengah, Dia bekerja sebagai penerjemah di Pustaka sahifa, Dia lebih suka
menerjemahkan buku yang bertema "Hadis dan Akhlak," Dia mampu
menerjemahkan buku 6 hal dalam waktu satu hari, pengalaman Dia pernah
bekerja di majalah “As-Sunah.”
47
b. Pendidikan Muhammad Iqbal, Lc.
Penulis memperoleh data singkat tentang pendidikan Dia dari Penerbit
Pustaka Sahifa bahwa Dia kuliah di Universitas Islam Madinah, fakultas “hadis”,
program S1.
c. Karya-karya Muhammad Ashim, Lc.
Buku-buku yang telah Dia terjemahkan di antaranya: 1) judul asli " -:+3(‫م ا‬H‫أﺡ‬
-./‫و‬0(‫" ا‬, penerbit Dârus-Sunah, 2) judul Indonesia "Hadis-hadis Lemah dan
Palsu,"penerbit Pustaka Azam, 3) judul Indonesia "Ruqya," penerbit DarusSunah, 4) judul Indonesia "Bertakwa kepada Orangtua," penerbit Dâr-Tauhid, 5)
judul Indonesia "Harapan-harapan,” Penerbit Dârus-Sunah, 6) judul Indonesia
"Mendidik anak," penerbit Dârus-Sunah.
5. Izzudin Karimi, Lc.
a. Biografi Izzudin Karimi, Lc.
Dia lahir pada 27 Oktober 1971 di Lamongan. Saat ini Dia tinggal di
daerah Jawa-Tengah. Dia bekerja sebagai guru di "Ma'had Ali Imâm Syafi'i," Dia
mampu menerjemahkan 10 halaman dalam waktu satu hari.
b. Pendidikan Izzudin Karimi, Lc.
Penulis memperoleh data singkat tentang Dia dari Penerbit Pustaka Sahifa,
Dia kuliah di LIPIA Jakarta, jurusan Syari'ah pada tahun 1995.
c. Karya-karya Izzudin Karimi, Lc.
Dia telah menerjemahkan buku sebanyak lima buah buku di antaranya: 1)
judul asli “Kado Istimewa Untuk Muslimah,” penerbit Dârul Haq, 2) judul
Indonesia “Menjadi Guru Yang Sukses dan Berpengaruh,” penerbit Dârul Haq, 3)
48
judul Indonesia “Korban-korban Lelaki hidung Belang,” penerbit Elba Surabaya,
4) judul Indonesia “Kisah Teladan Generasi Salaf,” 5) judul Asli “ ‫م‬E‫ﺱ‬G‫ ا‬J:A
‫م‬7<(‫غ ا‬#KL ‫ح‬7‫ “ ﺵ‬penerbit Dârul Haq.
D. Editor atau Murâja’ah33 Tafsîr As-Sa'dî
Berdasarkan hasil wawancara Penulis kepada salah satu Editor Tafsîr AsSa'dî, di Penerbit Pustaka Sahifa, pada hari Kamis, tanggal 7 Mei 2009. Editor
Tafsîr As-Sa'dî adalah Tim Pustaka Sahifa, tetapi Penulis hanya mewawancarai
salah satu dari mereka. Berikut ini Penulis akan menguraikan editor Tafsîr AsSa’dî tersebut.
1. Biografi Abdurrahman Nuryaman, Lc.
Dia lahir pada 31 Desember 1969, di Lombok (NTB), saat ini Dia bekerja
sebagai editor di penerbit Pustaka Sahifa, Dia sudah bekarja sekitar 3 tahun yang
lalu. Kemudian pada tahun 1993 Dia direkrut oleh Yayasan “Al-Sofwa AlIslamiyah,” yang merupakan lembaga dakwah yang merupakan induk dari
Pustaka Sahifa. Selama bekerja di Pustaka Sahifa, Dia sempat menjadi Imam di
Masjid "Al-Furqân" yang berada di Bekasi, dan juga Dia menangani PondokPesantren "Al-Amîn" di Bogor. Pada tahun 1998 Dia bekerja di Madinah, ketika
Dia berada di Madinah, sesekali waktu Dia sempat mendengarkan pengajian
seorang ulama besar (Dia tidak menyebutkan nama ulama tersebut) di Masjid
33
Istilah yang dipakai dalam kitab Tafsîr As-Sa’dî pada kata editor adalah “murâja’ah”
49
Nabawi. Dia bekerja di Pustaka Sahifa, mulai hari senin-jumat, jam 08:15-17:00
WIB. Dia suka mengedit buku yang bertema "Sejarah dan Akidah." 34
2. Pendidikan Abdurrahman Nuryaman, Lc.
Dia sekolah selama enam tahun di Pondok-Pesantren "Nurul Hakim," di
daerah Lombok, lalu Dia kuliah di LIPIA di Jakarta, yang merupakan cabang dari
Jâmiatul Imam di Saudi Arabia, selama tiga tahun, jurusan I'dad al-Lughawi dan
At-Tatmili.35
3. Karya-karya Abdurrahman Nuryaman, Lc.
Berdasarkan hasil wawancara Penulis kepada Dia bahwa beliau tidak
dapat menghitung jumlah buku yang telah Dia edit, karena menurut Dia, terlalu
banyak buku yang sudah beliau edit, dan karena tugas dan tanggung jawab Dia di
Penerbit Pustaka Sahifa, adalah mengedit naskah yang diajukan oleh direktur atau
atasan di Penerbit Pustaka Sahifa, jam kerja beliau setiap hari Senin-Jumat adalah
mengedit naskah-naskah. 36
E. Sekilas Tafsîr As-Sa’dî
Tafsîr As-Sa’dî adalah salah satu di antara sekian banyak kitab-kitab tafsir
yang merupakan kekayaan ilmiah dunia Islam; memiliki keunggulan sebagai kitab
tafsir paling simple; padat makna, dan tidak banyak menyuguhkan ikhtilaf
(perbedaan pendapat) dari sisi penafsiran. Tafsir ini memiliki keistimewaan
diantaranya; gaya bahasa yang sederhana dan jelas yang dapat langsung
dimengerti oleh orang yang berilmu maupun orang yang tidak berilmu,
34
Wawancara Pribadi dengan Abdurrahman Nuryaman, Bekasi, 7 Mei 2009.
Ibid.,
36
Ibid.,
35
50
keistimewaan lainya adalah menghindari kalimat-kalimat sisipan dan kata-kata
yang hanya nyulitkan pembaca untuk memahaminya, menghindari penyebutan
perselisihan pendapat kecuali perselisihan yang mendasar yang harus disebutkan,
tafsir ini berjalan di atas Manhâj Salaf pada ayat-ayat sifat yang tidak ada
penyimpangan dan tidak ada ta'wil yang bertentangan dengan maksud Allah di
dalam firman-Nya.37 Pendapat ini didukung pula oleh salah satu editor yang
Penulis wawancarai, yaitu Bapak Abdurrahman Nuryaman, Lc. Dia mengatakan
bahwa Tafsîr As-Sa’dî ini adalah tafsir yang paling ringkas yang ada di dunia
Islam, sekaligus tafsir yang paling selamat dari unsur-unsur tangan manusia
(penafsiran yang tidak bertanggung jawab), tafsir yang lebih dekat dengan Manhâj
Salafu Salih.38
Tafsîr As-Sa’dî ini memiliki keistimewaan yang paling penting bagi
pembaca yaitu; keterincian pengambilan kesimpulan yang ditunjukkan oleh ayatayat yang berupa faedah, hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya, hal ini sangatlah
nampak jelas, dalam beberapa ayat, seperti ayat wudhu dalam surah Al-Maidah, di
mana Syaikh mengambil kesimpulan darinya sebanyak lima puluh hikmah,
sebagaimana juga dala kisah daud dan Sulaiman dalam surah Shad.
Keistimewaan lainnya, dalam buku tafsir ini ada panduan pendidikan
terhadap akhlak-akhlak yang luhur.39
37
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, Tafsîr As-Sa’dî (Jakarta: Pustaka Sahifa,
2006), Cet. 1. h. 9.
38
Wawancara pribadi dengan Abdurrahman Nuryaman, Lc.
39
Ibid., h.10.
51
Manuskrip Tafsîr As-Sa’dî ini terdiri dari dua manuskrip, yaitu: Naskah
pertama adalah naskah yang dikirim oleh Penulis sebagai acuan dalam penerbitan
buku tersebut, naskah ini terdiri atas sembilan jilid, yang merupakan dasar acuan
Syaikh dan Syaikh berikan tanda (A). Naskah ini menjadi naskah dasar acuan bagi
Syaikh dalam menerbitkan buku ini. Naskah kedua terdiri atas sembilan jilid,
yang merupakan naskah yang berada pada Syaikh dan Beliau menjaganya,
kemudian setelah itu dibawa ke Universitas al-Imâm lewat Syaikh Muhammad
bin Shalih al-Utsaimin. Naskah ini ditulis dengan tulisan tangan Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, kecuali jilid keenam dengan tukisan tangan
Muhammad bin Manshur bin Ibrahim bin Zamil, dan naskah ini Syaikh berikan
dengan tanda (B).
Naskah ini sesuai dengan naskah pertama, kecuali jilid terakhir dari surah
Al-Baqarah pada akhir tafsir ayat 238 hingga akhir tafsir naskah pertama, bahwa
penulis telah mengoreksi kembali jilid ini di sela-sela penerbitan terhadap naskah
tersebut, dan selain itu kebanyakan hanya perbedaan-perbedaan kecil saja yang
telah Syaikh jelaskan pada catatan kaki di dalam tafsir ini. 40
Naskah acuan ini terdiri atas, delapan jilid di antaranya: 41
Jilid Pertama:
Dimulai dengan pendahuluan dan diakhiri pada akhir tafsir ayat 129 surah
Ali Imran, jilid ini ditulis dengan tulisan pengarangnya, dan sebagian dari naskah
ini ditulis dengan tulisan orang lain, pengarangnya dapat menyelesaikannya pada
40
Ibid., h. 39.
41
Ibid., h. 41.
52
akhir jilid ini ada tambahan sebagai koreksi, jilid ini memiliki catatan-catatan kaki
dan koreksi-koreksi dengan tulisan Syaikh pengarangnya.
Jilid kedua:
Dimulai dengan tafsir ayat 130 surah Ali-Imrân dan berakhir pada tafsir
surah al-An’am, dalam jilid ini ada catatan kaki dari tulisan Syaikh pengarangnya
atas aslinya.
Jilid Ketiga:
Dimulai dengan tafsir surah al-A’raf dan berakhir surah Hûd, dalam jilid
ini ada catatan kaki dengan tulisan Syaikh pengarang dan diselesaikan salinannya
pada hari sabtu 21 Rabi’ul Awwal tahun1347 H.
Jilid Keempat:
Dimulai dengan surah Yusuf dan berakhir dengan akhir dari tafsir surah alIsra’. Pada akhir jilid ini ada tambahan sebagai perbandingan atas aslinya.
Jilid Kelima:
Dimulai dengan tafsir surah al-Kahfi dan berakhir pada akhir tafsir surah
an-Naml, pada akhir jilid ini ada tulisan yang dimasukkan oleh pengmpulnyadan
pengejanya Abdurrahman bin Nashir bin Abdullah as-Sa’dî.
Pada awal jilid ini ada pendahuluan dengan tulisan pengarangnya,dan
ditambah dengan kaidah kaidah-kaidah dari tafsir ini dengan tulisan beliau sendiri.
Jilid Keenam:
Dimulai dengan tafsir surah al-Qashash dan berkhir pada tafsir surah ashShafat, pada akhir jilid ini tertulis “Telah sempurna tafsir surah ash-Shaffat pada
tanggal 6 Syawwal tahun 1343 H.
53
Jilid Ketujuh:
Dimulai dari tafsir surah Shad dan berakhir pada tafsir akhir surah al-Fath.
Jilid Kedelapan:
Dimulai dari tafsir surah al-Hujurat hingga akhir tafsir, yang pada akhir
jilid ini tertulis “Tertulis sempurna tafsir kitabullah dengan pertolongan-Nya dan
kebaikan bimbingan-Nya terhadap pengumpulan dan penulisannya Abdurrahman
bin Nashir bin Abdullah yang terkenal dengan sebutan "Ibnu Sa’di." Pada catatan
kakinya tertulis (tambahan perbandingan), dan pada catatan kakinya banyak
tambahan dan koreksian dengan tulisan pengarangnya.
Keistimewaan lain Tafsîr As-Sa’dî ini di antaranya: 42
Pertama, Kesungguhan Penulis dalam membuat tafsirnya ringkas hanya
sebatas makna global, di mana mayoritas penafsir al-Quran itu tidak terlepas
membahas panjang lebar, bahkan hingga menyimpang dari topik tafsirnya dari
kitabullah, atau mereka membatasi diri membahas makna-makna bahasa atau
fiqhiyyah saja.
Kedua, Syaikh menggunakan kecerdikan akal, kejernihakn hati, kecepatan
pikiran terhadap perkataan-perkataan para salaf dari para sahabat, tabîn dan para
ulama uamat yang disebut dalam tafsir, sehingga Syaikh mengumpulkan
perkataan dan pendapat yang muncul dalam tafsir makna ayat kemudian beliau
mengungkapkannya dengan gaya bahasa yang telah diketahui.
Ketiga, Tafsîr As-Sa’dî ini diistimewakan juga dengan kata-kata yang
sederhana, penjelasan yang mudah dimengerti, dan tidak memanjangkan bahasa,
42
Ibid., 19.
54
yaitu dengan suatu gaya yang dapat dipahami oleh orang yang berilmu ataupun
tidak berilmu.
Keempat, Penyusunnan kalimat yang sangat rapi dan mengaitkan suatu
kalimat dengan kalimat lain yang sesuai tanpa ada kesusahan dalam merangkai
ungkapanny.
Kelima, Tafsir ini mengandung banyak faedah ilmiah dan pendidikan yang
disarikan dari kitabullah yang dijelaskan oleh Penulis, ketika membahas tafsir
ayat, faedah-faedah sangat bermacam-macam baik dari segi tauhid, fikih, sirah,
nasihat-nasihat, dan akhlak.
Keenam, Keistimewan yang terpenting adalah tafsir ini terhindar dari
ta’wil yang keliru, hawa nafsu, bid’ah dan Israiliyat. Syaikh bersandar kepada alQuran dan ash-Sunah, dan beliau juga mengikuti riwayat-riwayat yang disebutkan
dari ash-Salaf ash-Salih.
Di dalam Tafsîr As-Sa’dî ini, Syaikh memperhatikan hal-hal seperti,
harakat, menghindarkan dari kalimat yang hilang, menyimpang, dan kesalahan
cetak yang terdapat pada cetakan sebelumnya. Syaikh juga melakukan
pengoreksian terhadap ayat-ayat yang dijadikan sebagai bukti penguat keterangan
dari Penulis, ada beberapa ayat yang tidak ditafsirkan, tetapi hal ini telah beliau
jelaskan pada catatan kaki, dan yang terakhir Syaikh juga memberikan sandaransandaran bagi hadis yang disebutkan dalam tafsir ini.43
Tafsîr As-sa’dî ini memiliki kekurangan pula di antaranya: dalam
menerjemahkan sebuah kata, tafsîr ini menggunakan bahasa yang sanangat kaku
43
Ibid., h. 19.
55
atau dalam menerjemahkan sebuah ayat menggunakan metode terjemahan
harfiyah, dan tafsîr ini dalam menerjemahkan lebih mementingakan bahasa
Sumber, sehingga hasil terjemahannya masih terlihat sebuah hasil terjemahan,
menerjemahknannya dengan cara kata-per-kata, tanpa membuang satu kata pun
yang terdapat di dalam teks asli. Hal ini dapat membuat pembaca sulit untuk
memahami hasil terjemahannya.
56
BAB IV
ANALISIS HOMONIM (MUSYTARAK LAFZI) TERHADAP
TERJEMAHAN TAFSîR AS-SA’Dî
Pada bab ini, Penulis akan menganalisis kitab versi Bahasa Arab yang
berjudul “Taisîr Al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân,” dan “Tafsîr
As-Sadî” yang dikarang oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, dan
diterjemahkan oleh tim penerjemah di penerbit “Pustaka Sahifa” di antaranya:
Ahmad Zuhdi Amin, Lc, dkk.
Penulis juga membatasi analisis ini hanya pada surah al-Baqarah dan Ali
Imran, yang terdapat pada jilid I. Penulis juga membatasi analisis ini, dengan
menganalisis ayat-ayat yang mengandung makna homonim (Mustarak Lafzi) yang
terdapat di dalam “Tafsîr As-Sadî”, dengan cara melihat makna dari kata-kata
yang mengandung makna lebih yang berbeda-beda, lalu melihat makna kata-kata
tersebut di dalam Kamus Arab –Indonesia, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Kamus Hans Wehr sebagai bahai untuk menganalisi, Penulis juga menggunakan
Tafsîr Al-Mishbâh dan Tafsîr Al-Azhar, dan Penulis juga melihat segi
Penerjemahan Tafsir apakah makna yang digunakan di dalam Tafsîr As-Sadî
sudah tepat atau malah membuat pembaca menjadi tidak memahami
terjemahannya. Berikut ini Penulis akan menganalisisnya.
Penulis mengkategorikan kata-kata yang mengandung makna homonim
(musytarak lafzi)di antaranya:
57
A.
Kata-kata dalam bahasa Arab yang Mengandung Makna Homonim
(Musytarak Lafzi) Berkaitan dengan Ibadah, yang terdapat di dalam Tafsîr
As-Sadî di antaranya:
1. Kata ‫ة‬#K‫ﺹ‬
$%&'
!"#
$2,10'/.
-*,+* )(
... 65-43
“Mereka yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan salat...” (QS.
Al-Baqarah [2]: 3).
Penulis menemukan kata yang mengandung makna homonim musytarak
lafzi, yaitu pada kata ‫ة‬#K‫ﺹ‬
berikut ini Penulis akan menganalisis kata ‫ة‬#K‫ﺹ‬
dengan melihat makna kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬di dalam Al-Mu’jam al-Wasit makna kata ‫ة‬#K‫ﺹ‬
di antaranya:
-‫ و‬.-&‫ی‬71(‫ ا‬A T*U‫ود أو‬2‫ ﺡ‬-3.R<(‫ ا‬-‫ﺹ‬#=S<(‫دة ا‬R&(‫ ا‬-‫ و‬.‫ء‬42(‫ ا‬:(‫ة‬E=(‫)ا‬
44
Jadi, kata ‫ة‬#K‫ﺹ‬
.-<‫ﺡ‬7(‫ا‬
berarti: (1) doa; (2) ibadah khusus yang waktunya
ditentukan; (3) rahmat.
Penulis juga melihat makna kata salat di dalam Al-Mu’jam Al-Lughah AlArabî Al-Asasî di antaranya:
-‫رﺽ‬7+<( ‫ات‬#K=(‫ وا‬,-&‫ی‬71(‫ ا‬YA ‫ود‬2?(‫ ا‬-Z#R[, -;U\, -‫ﺹ‬#=?, ‫دة‬R4 ,ِ‫ء‬4‫ د‬:‫ة‬E‫"ﺹ‬
45
44
."_‫ ا‬9, -‫آ‬7R(‫ﻥ وا‬a(‫ ا‬9'‫ ﺡ‬,C<‫ﺥ‬
Ibrahim Anîs, Al-Mu’jam al-Wasit (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1972), h. 522.
58
Jadi, kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬berarti: (1) doa; (2) salat (salat lima waktu/ ibadah khusus
yang dibatasi waktunya dalam hukum Islam); (3) berkah dari Allah.
Penulis juga melihat makna kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬di dalam Kamus Hans Wehr, yaitu:
(1) Intercession (safa’at); (2) blessing (doa); (3) grace of God (kemurahan hati
dari Tuhan).46
Berdasarkan makna kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬dari berbagai sumber kamus di atas, maka
secara umum, kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬bermakna: (1) doa; (2) salat wajib (lima waktu); (3)
rahmat (berkah/ safaat/ kemurahan hati dari Tuhan); (4) ibadah khusus yang
waktunya dibatasi di dalam hukum Islam.
Penulis menemukan surah dan ayat yang terdapat kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬di antaranya:
(1) Surah al-Baqarah 45, 83, 177 dan 277. (2) Surah An-Nisâ 103. (3) Surah atTaubah ayat 5, 11 dan 71. (4) Surah Ibrahîm ayat 40. (5)Surah al-Anbiyâ ayat 73.
(6) Surah al-Hajj ayat 35. (7) Surah an-Nûr ayat 37.
Berdasarkan surah dan ayat-ayat yang terdapat pada kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬telah
Penulis temukan di atas, maka Penulis mengelompokkan surah dan ayat-ayat
sesuai dengan makna yang terkandung di dalamnya.
a) Ayat-ayat yang terdapat kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬yang mengandung makna doa di
antaranya:
1. Surah al-Baqarah: 45
; %:98+7 /.
… 65-43 /. )=<43)(
45
Ahmad al-Aid dkk, Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî al-Asâsî (Tunisia: Departemen
Pendidikan Arab dan Ilmu Kebudayaan, 2003), h. 746.
46
Hans Wehr , A Dictionary of Modern Written Arabic ”Arabic-English” (Libraire du
Liban, 1980), h. 612.
59
“Meminta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan salat...”
Berdasarkan ayat di atas, kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬diterjemahkan dengan makna ”doa”
dijelaskan Allah memerintahkan kepada manusia untuk ”meminta pertolongan
dengan cara sabar dan salat,” kata ”salat” di sini maksudnya ”Doa”, karena
dengan salat manusia dapat menjadi sabar, sabar di sini dalam arti tekun dalam
menjalankan salat yang bermakna doa dan meminta kepada-Nya. Karena
apabila kita tekun berdoa niscaya Allah akn mengabulkan segala yang manusia
inginkan.
b) Ayat-ayat yang terdapat kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬yang mengandung makna salat
yang sebenarnya (yaitu ucapan dan perbuatan yang di awali dengan takbir dan
di akhiri dengan salam) di antaranya:
1. Surah al-Baqarah: 177
/@.?/.
65-43
… 65ABCD //.
“Mendirikan salat, dan menunaikan zakat”
2. Surah al-Baqarah: 277
;.?/.
65-43
... 65ABCD ;E//.
“... dan mendirikan salat dan menunaikan zakat.”
3. Surah al-Baqarah: 83
65-43
;☺:.?/.…
… 65ABCD ;9//.
“Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat…
4. Surah at-Taubah:5
;.?/. ;( $)IH …5
;E//.
65-43
… 65ABCD
“Jika mereka bertaubat dan mendirikan salat dan menunaikan zakat...”
5. Surah at-Taubah: 11
60
;.?/.
;E//.
;( $)IH
65-43
… 65ABCD
"Jika mereka bertaubat, mendirikan salat dan menunaikan zakat...”
6. Surah at-Taubah: 71
65-43
☺:10'/.…
65⌧LCD
9&'/.
…?7/N/ # 9:M'/.
“…mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan RasulNya...”
7.Surah Ibrahim: 40
TS:10 RPH-9QP
1$O/N
R1WV' N9U /. 65-43
5…
“Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap
mendirikan salat...”
8. Surah al-Anbiyâ: 73
65-43
/@ )0/.…
...; 65ABCD /8')0/.
“...Mendirikan sembahyang, menunaikan zakat…”
9. Surah al-Mu’minûn: 2
<Y\A⌧Z
)!
<Y9X
!"#
$9]^T
“Orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya.”
10. Surah an-Nûr: 37
65-43 @)0/.…
… 65⌧LCD _')0/.
“...mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat...”
Berdasarkan pengelompokkan di atas, bahwa kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬pada setiap ayat
di atas mengandung makna “salat yang di mulai dengan takbir dan di akhiri
dengan salam”, oleh karena itu Penulis tidak menjelaskan makna setiap ayat di
atas.
61
Berdasarkan pengelompokkan di atas, kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬di dalam al-Quran ada
yang bermakna salat dalam arti yang sebenarnya, yaitu salat wajib (lima waktu)
yang diwajibkan oleh orang Islam yang waktunya ditentukan, dan kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬yang
bermakna doa.
Di dalam tafsir asli, kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬diterjemahkan dengan kalimat berikut ini:
,‫ة‬7‫ه‬e(‫ ا‬T*‫ر‬#=L ‫ن‬.;‫ی‬G‫د ا‬7D, T.A +H‫ ی‬d J‫ﻥ‬c ,‫ة‬E=(L ‫ن‬#*b‫أو ی‬, ‫ة‬E=(‫ن ا‬#K&+‫“ی‬
-,UgL ,3ZL T;,U‫ وإ‬TZ‫و‬7‫ وﺵ‬T*R/‫ ووا‬T‫*<م ارآﻥ‬gL ‫ا‬7‫ة @ه‬E=(‫ ا‬T;,U‫ إ‬f,UgA
_‫ل ا‬U ;(‫ة ه ا‬E=(‫ ا‬jkTA ,T3, JK&+‫ وی‬J(#:‫ ی‬, 7L2*‫ و‬T.A iK:(‫ر ا‬#[‫ ﺡ‬#‫ وه‬,T‫روﺡ‬
b 5Na&% 65-43 `)0 ); :T.A
d d%☺*/. ]+⌧c*
…(
A 5‫ﺥ‬2‫ وی‬,T3, 5:4 , d‫ إ‬J*E‫ ﺹ‬9, , ‫ﻥ'ن‬m( ‫اب‬#‫ ﺙ‬EA ‫اب‬#a(‫ ا‬T.K4 i*7;‫وه ا(; ی‬
”.47TKA‫ا‬#‫ وﻥ‬T[n‫ا‬7A ‫ة‬E=(‫ا‬
Penjelasan dari Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân,
kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬di atas, Penulis melihat terjemahannya di dalam Tafsîr As-Sadî pada
penggalan ayat kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬di atas diterjemahkan “mereka yang beriman kepada
yang ghaib dan mendirikan salat”, maksudnya “orang-orang yang mengerjakan
salat, karena sesungguhnya mengerjakan salat tidaklah cukup hanya sekedar
menjalankan dengan bentuk yang lahir saja, tetapi mendirikan salat dengan
menyempurnakan rukun-rukun, wajib-wajib, syarat-syarat. Mendirikan salat harus
47
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dî, Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm
al-Mannân (Riyadh: Dârul al-Manâr, 1999), h. 37.
62
secara batin, yaitu dengan menghadirkan hati pada-Nya, merenungi apa yang
dibaca, dan mengamalkannya, sebagaimana yang dijelaskan Allah di dalam
firmannya: ”sesungguhnya salat mencegah perbuatan keji dan munkar,” jadi,
makna kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬yang terdapat di dalam Tafsîr As-Sadî adalah salat yang di
mulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam, dan mengerjakannya harus
menyempurnakan
syarat-syarat,
wajib-wajib,
rukun-rukun
dan
harus
menghadirkan hati padanya dengan cara merenungi apa yang dibaca (khusyu).”48
Berdasarkan penjelasan kata salat di dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi
Tafsîr Kalâm al-Mannân ataupun Tafsîr As-Sadî, kemudian Penulis menganalisis
kedua tafsir tersebut, kedua tafsir menerjemahkan kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬secara harfiyah,
maksudnya menerjemahkan sudah jelas, yaitu menerjemahkannya secara harfiyah,
yaitu semua kata-kata yang terdapat di dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr
Kalâm al-Mannân langsung diterjemahkan ke dalam Bahasa Sasaran yang
terdapat di dalam Tafsîr As-Sadî. Dalam penjelasan pada kata ‫ة‬#K‫ ﺹ‬tersebut dapat
dipahami oleh pembaca, karena salat adalah kegiatan yang selalu dilakukan oleh
orang-orang khususnya bagi Agama Islam.
2. Kata o1‫ﺥ‬
)=<43)( ;%:98+7/.
e\Cf)0/.
5
65-43/.
`i)0
h6/=)gd
)
48
!k9]^'*j
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, Tafsîr As-Sa’dî (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2006),
Cet. 1. h. 65.
63
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu." (QS. AlBaqarah [2]: 45).
Penulis menemukan kata yang mengandung makna homonim (musytarak
lafzi), yaitu pada kata “o1‫ “ﺥ‬berikut penjelasannya di bawah ini:
Penulis melihat makna kata o1‫ ﺥ‬di dalam Al-Mu’jam Al-Wasit yaitu:
49
" J[q .j7=RL Y,‫ ر‬o‫ رآ‬- ‫ و‬.J*#‫ ﺹ‬p+‫ ﺥ‬- ‫ و‬.‫ ﺥف‬-‫ و‬.o[‫ ﺥ‬:o1‫"ﺥ‬
Jadi, makna o1‫ ﺥ‬berarti: (1) takut; (2) merendahkan diri; (3) tuduk; (4)
mengecilkan suara; (5) melempar pandangan (memperhatikan/ fokus).
Penulis melihat makna “o1‫ “ﺥ‬di dalam Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî alAsasî, di antaranya:
J*‫و‬#‫ ﺹ‬p+‫ ﺥ‬:BKH;<(‫ ا‬.J*E‫ ﺹ‬YA 9,\<(‫ اا‬.‫ن‬H;‫ و اﺱ‬o[‫ ﺥ‬: 4‫و‬#1‫ )ج( ﺥ‬o1S‫ی‬- r1‫"ﺥ‬
50
"0,‫ا‬7;‫ﺡ‬G‫ ا‬94 -‫ی‬3‫ آ‬:‫=ر‬Lc‫ دون ا‬f&1‫)ﺥ‬J[q :j7=RL s=S1(‫ ا‬.
Jadi, kata o1‫ ﺥ‬berarti : (1) takut (tunduk, khusyu ketika salat); (2)
menunduk; (3) menahan pandangan (menghormati orang yang lebih tinggi
statusnya).
Penulis melihat makna kata o1‫ ﺥ‬di dalam Kamus Hans Wehr yang berarti:
(1) to be submissive (menjadi patuh, suka mengalah); (2) to be humble (merendah,
remeh, hina); (3) to fade voice (memudar, luntur, menghilang).51
49
50
Ibrahim Anîs, Al-Mu’jam al-Wasit (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1972), h. 235.
Ahmad al-Aid dkk, Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî al-Asâsî (Tunisia: Departemen
Pendidikan Arab dan Ilmu Kebudayaan, 2003), h. 396.
64
Berdasarkan berbeda-beda makna pada kata o1‫ ﺥ‬tersebut, Penulis
membuktikan bahwa makna-makna o1‫ ﺥ‬berbeda-beda pengertiannya, maka
Penulis melihat Kamus Besar Bahasa Indonesia kata o1‫ ﺥ‬yang bermakna “patuh”
(taat, disiplin).52 Kata o1‫ ﺥ‬bermakna “suka mengalah” (suka mengaku kalah
dengan sengaja kalah, tidak mempertahankan pendapat.53 Kata o1‫ ﺥ‬bermakna
“remeh” (tidak penting, tidak berharga, kecil). Kata o1‫ﺥ‬
bermakna “hina”
(rendah kedudukannya, keji, tercela, tidak baik).54 Kata o1‫ ﺥ‬makna “memudar”
(menjadi pudar, menyuramkan, membuyarkan.)55 berdasarkan berbeda makna
tersebut, tidak semua makna kata yang terdapat di dalam kamus langsung dapat
digunakan dalam menerjemahkan.
Penulis tidak menemukan ayat atau surah yang terdapat kata o1‫ﺥ‬, selain
pada suarh al-Baqarah ayat 45 ini, oleh karena itu Penulis tidak dapat
mengelompokkan ayat-ayat yang terdapat kata o1‫ﺥ‬.
Kata o1‫ ﺥ‬dijelaskan di dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm
al-Mannân sebagai berikut:
_‫ع ا‬#1S(‫ا‬T‫ﻥ‬c ,-+.+‫ ﺥ‬BT.K4 -KT‫ ﺱ‬T‫ﻥ‬gA (9‫ی‬7‫ﺵ‬S(‫ى‬K4 d‫)إ‬-U‫ ﺵ‬:‫ة( اى‬7.RH(‫ة )ا‬E=(‫"اا‬
‫ف‬ESL ,‫ب‬:&(‫ ا‬9, J;.1‫ وﺥ‬,‫اب‬#aK( JRU7;( j‫ر‬2‫ﺡ ﺹ‬713, TK&A J( i/#‫ ی‬j234, ‫ء‬/‫ور‬
51
Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic ”Arabic-English” (Libraire du
Liban, 1980), h. 278.
52
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 654
53
Ibid., h. 740.
54
Ibid., 308.
55
Ibid., 14.
65
J.K4 ‫ء‬.‫ﺵ‬c‫ ا‬5:‫ اﺹ‬9, ‫ ﺹرت‬T;K&A ‫ وإذا‬,T.(‫ ا‬j#42‫ ی‬J( 4‫ دا‬d J‫ﻥ‬gA ,u(k‫ آ‬9H‫ ی‬B( 9,
‫ وإی<ﻥ‬,‫ا‬:;A‫ وا‬d‫ ذ‬J‫ی‬2‫ ی‬9.L ‫'ر‬H‫ وإﻥ‬,Y(&* _ J‫ﻥ‬#H‫ ﺱ‬J;3.‫ﻥ‬b<Z‫ و‬iK:(‫ع ا‬#[‫ ﺥ‬:#‫ع ه‬#1‫ﺥ‬
56
Jn:KL‫و‬
Berdasarkan kalimat di atas tersebut, Penulis melihat penjelasan di atas
diterjemahkan di dalam Tafsîr As-Sadî yang terdapat pasa surah al-Baqarah ayat
45 di atas, yatu “melaksanakan salat harus dengan khusyu, karena khusyu sangat
sulit dilakukan bagi manusia, kecuali bagi mereka yang takut kepada Allah,
khusyu mengharuskan adanya realisasi perbuatan dengan lapang dada, demi
mencari pahala dan takut dari hukuman.57 Khusyu’ adalah ketundukan hati, dan
ketenangannya karena Allah serta pasrah dihadapan-Nya dengan segala hina,
butuh dan iman kepada-Nya dan kepada pertemuan dengan-Nya.”58
Penulis melihat penjelasan surah al-Baqarah ayat 45 di dalam Tafsîr alMisbah bahwa kata o1‫ ﺥ‬di dala ayat tersebut adalah “orang-orang yang yang
menekan kehendak nafsunya dan membiasakan dirinya menerima dan merasa
tenang dalam menghadapi ketentuan Alla, serta selalu mengharapkan kesudahan
yang baik.59 Dijelaskan bahwa kata o1‫ ﺥ‬ditegaskan mereka bukan orang yang
terperdaya oleh rayuan nafsu, mereka adalah yang mempersiapkan dirinya untuk
menerima dan mengamalkan kebajikan, lebih ditegaskan lagi kata o1‫ ﺥ‬di sini
adalah mereka yang takut, lagi mengarahkan pandangannya kepada kesudahan
56
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dî, Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm
al-Mannân (Riyadh: Dârul al-Manâr, 1999), h. 47.
57
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, Tafsir As-Sa’di, (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2006), Cet. 1.
h. 118.
58
Ibid., h. 119.
59
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 182.
66
segala sesuatu, sehingga dengan demikian mudah baginya meminta bantuan
dengan sabar yang membutuhkan penekanna gejolak nafsu dan mudah bagi orang
yang khusyu malaksanakan salat karena merupakan kewajiban ini mengharuskan
disiplin waktu dan kesucian jasmani, meskipun sedang melakukan segala macam
kesinukan. Demikian Thahir ibn ‘Âsyur.
Ayat ini, bukan tidak membatasi kekhusyuan hanya dalam salat, tetapi
menyangkut segala aktivitas manusia. Khusyu dalam salat menuntut manusia
untuk menghadirkan kebesaran dan keagungan Alla, sekaligus kelemahan
manusia sebagai makhluknya. Puncak khusyu di sini adalah ketundukan dan
kepatuhan seluruh anggota tubuhdalam keadaan pikiran dan bisiskan hati secara
keseluruhan menuju kehadirat ilahi, tetapi ada peringkat-peringkat terendah
adalah sekedar pengamalan yang tulus kepada-nya, walau diselingi oleh pikiran
yang melayang kepada hal-hal yang tidak bersifat negatif. Nabi Muhammad Sa,
ketika salat, beliau masih mendengar suara tangis anaknya, sehingga beliau
mempersingkat waktu salatnya, di lain waktu beliau memperlama sujudnya,
karena cucu beliau anak Fatimah dan Ali ibn Abi Talib –menunggang pundak
beliau-, ketika sedang salat. Jadi, kekhusyuan tidak selalu berarti hilangnya segala
ingatan, kecuali kepada Allah Swt.60
Dengan demikian kata o1‫ ﺥ‬mengandung makna homonim (musytarak
lafzi), karena memiliki makna yang berbeda-beda di dalam kamus, tapi dalam
menerjemahkna tidak semua makna kata yang terdapat di dalam kamus dapat
langsung digunakan dalam menerjemahkan suatu kata, karena hasil terjemahnya
60
Ibid., h. 183.
67
akan terlihat kau, dan kadang tidak sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan
oleh pengarang asli.
Tafsîr As-Sa’dî menerjemahkan kata o1‫ ﺥ‬secara leksikal, yaitu
menerjemahkan sesuai dengan makna yang terdapat di dalam kamus, dan jelas
dalam hal ini khusyu yang dimaksud di sini adalah tunduk yaitu tingkat keimanan
yang sangat tinggi. Meskipun menerjemahkannya dengan makna “khusyu”, tapi
tidak membuat pembaca bingung dalam memahami terjemahannya. Ayat di atas,
lebih menekannkan pada seseorang yang melaksnakan “salat malam,” dalam
salatnya mereka menangis karena terlalu khusyu dan tunduk kepada Allah.
3. Kata J/‫و‬
mQ]enH@
☺/%&'.oH
l/.
5
MO*+enH@/.
`)0 5 s  rQP/. YqH ;p/9 xx)
vS:)-w ttu7/. #
“Kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka kemanapun kamu menghadap di
situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah MahaLuas (rahmat-Nya) lagi
MahaMengetahui." (QS. Al-Baqarah [2]: 115).
Penulis menemukan kata yang mengandung makna hmonim (musytarak
lafzi) pada kata J/‫ و‬. Penulis melihat makna kata tersebut di dalam Al-Mu’jam alWasit, yaitu:
61
".bD;(‫ ا‬:?/‫)( و‬/#‫ )ی‬:‫ن‬EA - ‫ و‬.)‫ و وﺽ‬7T@ .(‫ ء‬1(‫ )ا‬:J/‫"و‬
61
Ibrahim Anîs, Al-Mu’jam al-Wasit (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1972), h. 1013.
68
Jadi, kata J/‫ و‬berarti: (1) wajah (bagian anggota tubuh);(2) nampak (jelas/
kelihatan); (3) kedatangan.
Penulis melihat makna kata J/‫ و‬di dalam Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî
al-Asâsî yaitu:
62
" .‫م‬#:(‫ ا‬2.‫ ﺱ‬.v‫ﻥ‬c‫ و ا‬B+(‫ن وا‬3.&(‫ ا‬J.A‫أس و‬7(‫ ا‬9, uT/ ‫ا‬#‫ ی‬, :J/‫"و‬
Jadi, kata J/‫ و‬berarti: (1)wajah (bagian anggota tubuh); (2) pemimpin
suatu kaum; (3) nampak.
Penulis juga melihat makna tersebut di dalam Kamus Hans Wehr, kata
tersebut bermakna (1) face (wajah); (2) façade (tampak); (3) surface (permukaan);
(4) dail (memutar); (5) purpose (tujuan); (6) side (bagian); (7) objective (tujuan,
sasaran); (8) way (jalan).63
Penulis menemukan ayat-ayat yang terdapat kata J/‫ و‬di antaranya: (1)
Surah al-Baqarah ayat 149; (2) Surah ar-Rûm ayat 30.
Penulis mengelompokkan ayat-ayat yang terdapat kata J/‫ و‬sesuai dengan
makna yang terdapat di dalamnya.
Kata J/‫ و‬yang bermakna "menghadap" yaitu:
1. Surah al-Baqarah: 149
QM⌧#
gzQP/.
1y
/H
; @* {1|+☺*
“Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram...”
62
Ahmad al-Aid dkk, Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî al-Asâsî (Tunisia: Departemen
Pendidikan Arab dan Ilmu Kebudayaan, 2003), h. 1294.
63
Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic ”Arabic-English” (Libraire du
Liban, 1980), h. 486.
69
Berdasarkan ayat di atas, kata J/‫ و‬diterjemahkan dengan ”menghadap”,
dengan melihat kata sebelumnya yaitu kata /H
makna
kata
gzQP/.
1y
/H
yang menjadi penjelas
selain
itu
juga
menerjemahknanya harus melihat kalimat”dari mana saja kamu keluar” sehingga
maka yang dimaksud di sini adalah menghadap kiblat ketika melaksanakan salat.
Hal ini menjelaskan bahwa dalam memahami makna kata J/‫ و‬dapat
menggunakan penerjemahan semantik, yaitu dengan bahasa tersirat dari kata J/‫و‬
tersebut adalah menghadap.64
Berkaitan dengan kata J/‫ و‬yang terdapat pada ayat di atas, ayat ini ditutup
dengan peringatan halus kepada siapapun, baik orang Yahudi, maupun Munafik
“Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan, untuk lebih
menekankan dan menghilangkan kesalah pahaman yang dapat ditimbulkan dari
ayat 149, maka ayat 150 ini mengulani perintah ayat 194 yaitu ”maka
palingkanlah wajah-wajahmu ke arahnya”, dengan demikian ayat ini mencakup
semua tempat dan keadaan, dari mana saja engkau keluar wahai Muhammad dan
umatnya dari Madinah menuju Makkah atau kemana saja, maka arahkan wajahmu
ke Kiblat. 65
Kata J/‫ و‬yang bermakna "tegakkan" yaitu:
1. Surah ar-Rûm ayat 30
!"y
+S.oH
gzQP/.
… 5 %c,%r
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah...”
64
65
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 356.
Ibid., h. 357.
70
Maksud dari ayat di atas, yaitu manusia diciptakan Allah mempunyai
naluri beragama yaitu agama tauhid, kalau ada manusia tidak beragama tauhid,
maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran
pengaruh lingkungan.
Berdasarkan ayat di atas, Penulis melihat penjelasan di dalam Tafsîr AlAzhar yang berarti”tegakkanlah wajahmu,” maksudnya tetap berjalan di atas jalan
agama yang telah dijadikan syari’at oleh Allah untuk manusia. Agama itu adala
agama yang lurus, tidak membelok ke kiri ataupun ke kanan. Agama disebut juga
dengan “hanif” yang disebut juga dengan agama Nabi Ibrahim, bahkan dijelaskan
bahwa yang ditegakkan oleh Muhammad sekarang ini, sesudah banyak
diselewengkan dari tujuan semula oleh anak cucunya, baik anak cucu keturunan
bani israil lalu mereka beri nama Yahudi, kemudiaan mereka menyelewengkan
kagi dengan memesukkan ajaran mythos agama-agama kuno “trimurti” atau
“trinitas.”66
Penulis juga melihat penjelasan ayat tersebut di dalam Tafsîr al-Misbâh.
Kata J/‫ و‬diterjemahkan dengan makna ”hadapkanlah wajah”, maksudnya adalah
perintah untuk mempertahankan dan meningkatkan upaya menghadapkan diri
kepada Allah, secara sempurna, karena selama ini kaum Muslimin apalagi Nabi
Muhammad Saw telah menghadapkan wajahnya kepada tuntunan agama-Nya.
Maksudnya mengikuti semua perintah Allah yang terdapat di dalam agama Islam.
Berdasarkan hal itu, perintah di atas tersirat juga perintah tidak menghiraukan
gangguan kaum Musyrikin yang ketika turun ayat ini di makkah, makna tersirat
66
Hamka, Tafsîr Al-Azhar (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1984), h. 77.
71
itu dipahami dari redaksi ayat di atas yang memerintahkan untuk menghadapkan
wajah.
67
Hal ini memerintahkan kita untuk selalu berjalan normal di jalan Allah
sesuai dengan hukum-hukum yang ditetapkan-Nya.68
Kata J/‫ و‬dijelaskan di dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm
al-Mannân sebagai berikut:
, Y(&* _‫ ا‬J/#(‫ت ا‬R‫ إﺙ‬J.3A ", JL‫ ر‬uK, 94 -/‫ ﺥر‬,TD(‫ ا‬9, -T/ 5R:;‫<اﺱ‬A ,‫ ﺡل‬5HL‫"و‬
5[+(‫ ا‬o‫ واﺱ‬- Y(&* - #‫ وه‬,j#/#(‫ ا‬JR1* d T/‫ وأن ا_ و‬,Y(&* JL wxK(‫ ا‬J/#(‫ ا‬YK4
BH3, 5RU‫ و‬,7,d‫ ا‬BH( o‫ وﺱ‬,J<K4‫ و‬J;&‫ ﺱ‬9<A "BH*R‫ﻥ‬#<‫آ‬7n‫ا‬7'L B.K4 ,T<.e4 ‫ت‬+=(‫وا‬
"‫ز‬7H1(‫ ا‬2<?(‫ ا‬JKA ,‫ر‬#,b<(‫ا‬,69
Penulis melihat penjelasan di atas,
di dalam
Tafsîr As-Sa’dî,
menerjemahkan makna kalimat tersebut, secara harfiyah, yaitu semua kata-kata
yang terdapat di dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân
langsung diterjemahkan di dalam Tafsîr As-Sa’dî. Penjelasan ayat di bawah ini:
mQ]enH@
☺/%&'.oH
l/.
5
MO*+enH@/.
`)0 5 s  rQP/. YqH ;p/9 xx)
vS:)-w ttu7/. #
"di situlah wajah Allah, sesungguhnya Allah MahaLuas (rahmat-Nya) lagi
MahaMengetahui."
Di dalam Tafsîr As-Sa’dî Ayat tersebut dijelaskan bahwa merupakan dalil
tentang penetapan akan wajah Allah, hal ini menunjukkan bahwa Tafsîr As-Sa’dî
67
Ibid., h. 52.
Ibid., h. 43.
69
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dî, Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm
al-Mannân (Riyadh: Dârul al-Manâr, 1999), h. 59.
68
72
dalam menerjemahkan kata J/‫ و‬di dalam ayat ini sangat tidak pas, karena apabila
orang awam yang membacanya akan menjadi bingung, karena mereka akan
beranggapan Allah memiliki wajah seperti manusia biasa, padahal dalam ayat
tersebut maksud dari kata J/‫” و‬kekuasaan Allah”, maka di manapun manusia
berada Allah pasti ada dan maha melihat apa yang manusia lakukan. Dalam
menerjemahkan sebuah kata, Penerjemah harus pintar dalam mengambil makna
dari suatu kata, agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima pembaca
dengan baik.
Penulis mengambil kesimpulan bahwa kata J/‫ و‬memiliki makna “wajah
(bagian dari anggota tubuh), menghadap, tujuan, nampak (jelas, kelihatan),
pemimpin, kedatangan.
B.
Kata-kata yang Mengandung Makna Homonim (musytarak lafzi),
yang Berkaitan dengan “Peringatan Allah terhadap nikmat” di antaranya:
1. Kata ‫ب‬7‫ﺽ‬
€S)z*:-w
9e/%⌧‚+☺*/.
s
b
...d
Q()=~/.
ƒ-Av+)(
o#1,
.E(/.
x
...
"Ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat
kemurkaan dari Allah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 61).
73
Berdasarkan
ayat
tersebut,
Penulis
menemukan
kata-kata
yang
menhandung makna homonim (mustarak lafzi), yaitu kata ‫ب‬7‫ ﺽ‬Penulis melihat
makna kata tersebut di dalam Al-Mu’jam al-Wasit yaitu:
70
".j‫ إی‬J,0(‫ ا‬-‫ و‬.pR‫ ﻥ‬:iK:(‫ ا‬- ‫ و‬.‫ك‬7?* :‫ب‬7‫"ﺽ‬
Jadi, kata ‫ب‬7‫ ﺽ‬berarti: (1) merubah; (2) melimpahkan; (3)mewajibkan.
Penulis melihat makna kata ‫ب‬7‫ ﺽ‬di dalam Al-Mu’jam al-Lughah alArabî al-Asasî yaitu:
71
."‫ب‬#;H<(‫ ا‬K4 .oU‫ أو‬.u',‫ أ‬.2&L‫ و أ‬i‫ ذه‬.iK:(‫ ا‬:‫ب‬7‫"ﺽ‬
Jadi, kata ‫ب‬7‫ ﺽ‬berarti: (1) mengubah; (2) meleburkan; (3) membunyikan;
(4) memecahkan rekor; (5) mewajibkan; (6) menyetempel; (7) menghapus; (8)
pergi dan menjauh; (9) meletakkan; (10) membuka; (11) mengetik; (12)
menentukan.
Penulis juga melihat kata ‫ب‬7‫ ﺽ‬di dalam Kamus Hans Wehr, berarti: (1)
beating (kekalahan, hukuman dera); (2) striking (cantik, elok); (3) hitting rapping
(memukul); (4) shooting (mengetuk, melempar). 72
Penulis hanya menemukan satu surah yang terdapat kata ‫ب‬7‫ ﺽ‬yaitu:
surah al-Hajj ayat 73 yang bermakna "dibuat" berikut ini Penulis akan
menjelaskan ayat yang terdapat pada kata ‫ب‬7‫ﺽ‬, yaitu:
TO)=~
70
ECC%
z…'.o„^'
Ibrahim Anîs, Al-Mu’jam al-Wasit (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1972), h. 536.
71
Ahmad al-Aid dkk, Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî al-Asâsî (Tunisia: Departemen
Pendidikan Arab dan Ilmu Kebudayaan, 2003), h. 767.
72
Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic ”Arabic-English” (Libraire du
Liban, 1980), h. 538.
74
...c? ;9☺_+7H †‡ˆ
”Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu
perumpamaan itu.”
Berdasarkan ayat di atas bahwa kata O)=~ Penulis melihat
penjelasannya di dalam Tafsîr al-Misbâh bahwa ayat tersebut diterjemahkan”hai
manusia kususnya kaum Musyrikin”, telah dibuat suatu perumpamaan yakini
Kami (Allah) yang akan menampakkan suatu yang aneh di depan kalian maka
dengarkanlah perumpamaan itu.73Kata O)=~ diambil dari kata (duriba)
yang terambil dari bentuk pasif atau dalam bahasa Arab disebut fi’il majhul. Ayat
ini berbeda dengan ayat-ayat lain yang menyebutkan pelakunya. Pelaku itu
terkadang Allah dan terkadang manusia.74Jika memahami pelaku O)=~
adalah Allah, maka maknanya lebih kurang seperti yang dijelaskan sebelumnya,
jika memahaminya pelakunya orang-orang musyrik, maka mereka menjadikan
berhala-berhala mereka serupa dengan Allah, sehingga merekamenyembah para
berhalanya itu.
Penjelasan di dalam Tafsîr Al-Azhar, Kata O)=~ dijelaskan bahwa
“orang-orang yang beriman dapat mempertebal imannya apabila ia mendengar
perumpamaan itu, suatu perumpamaan bagi orang yang berakal agar mempercepat
memahami sesuatu” “sesungguhnya orang-orang yang menyeru kepada selain
Allah,” berdasarkan penjelasan tersebut bahwa tidak ada yang dapat membuat
perumpamaan selain Allah, maka hanya Allah yang patut disembah, karena Dia
MahaMenguasai semua yang ada di langit dan di bumi.75
Penulis melihat makna kata "‫ب‬7‫ "ﺽ‬di dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahman
fi Tafsîr Kalâm al-Mannân yang terdapat pada surah al-Baqarah ayat 61 di bawah
ini:
73
M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 125.
74
Ibid., h. 126.
Hamka, Tafsîr Al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas), h. 210.
75
75
€S)z*:-w Q()=~/. …d
9e/%⌧‚+☺*/. o#1,
…76 s b ƒ-Av+)( .E(/.
"Ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat
kemurkaan dari Allah."
Penulis melihat penjelasan Ayat di atas, di dalam Tafsîr As-Sa’dî yaitu
“lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista.”77 Ayat tersebut menceritaka kisah
Nabi Musa yang bosan terhadap nikmat yang telah ada padanya, dan mereka telah
menghina Allah, mereka tidak sabar karena hanya diberi satu jenis makanan,
walaupun sebenarnya mereka diberi banyak nikmat, hal ini menunjukkan bahwa
mereka akan ditimpahkan nista yang terlihat pada tubuh mereka dan kehinaan
pada hati mereka, hingga diri mereka tidaklah mulia. Berdasarkan penjelasan dari
kedua
tafsir
tersebut
kata
‫ب‬7‫ ﺽ‬diterjemahkan komunikatif, dengan
menambahkan imbuhan di. Pada ayat di atas, kata ‫ب‬7‫ ﺽ‬diterjemahkan dengan
memberikan imbuhan di+kata kerja, karena menggunakan fiil majhul dan
diterjemahkan dengan cara dipasifkan, jadi kedua tafsir tersebut sudah benar
dalam menerjemahkan makna kata ‫ب‬7‫ﺽ‬, sehingga pembaca dapat memahami
makna yang dimaksud.
Penulis melihat makna kata ‫ب‬7‫ ﺽ‬di dalam Tafsîr al-Misbah pada surah
al-Baqarah ayat 61, dijelaskan seperti penjelasan yang terdapat di dalam Tafsîr
76
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dî, Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm
al-Mannân (Riyadh: Dârul al-Manâr, 1999), h. 49.
77
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Tafsîr As-Sa’dî, (Jakarta: Pustaka Sahifa,
2006), Cet. 1. h. 128.
76
As-Sa’dî, yaitu bentuk tidak syukur yang dilakukan oleh Nabi musa dan
Pengikutnya, maka kata ‫ب‬7‫ ﺽ‬di dalam Tafsir ini juga diterjemahklan dengan
makna “ditimpahkan”. 78
Penulis memberikan contoh kalimat yang terdapat kata ‫ب‬7‫ﺽ‬. Kata ‫ب‬7‫ﺽ‬
yang bermakna mengubah, contohnya: "f.R(‫ ا‬2<‫ب أﺡ‬7‫ "ﺽ‬kalimat tersebut
bermakna “Ahmad merubah atau merenovasi rumah.” Kata ‫ب‬7‫ ﺽ‬bermakna
menghapus, contohnya "‫رة‬#R'(‫ ا‬u'<‫ "ی‬kalimat tersebut bermakna“dia (sedang)
menghapus papan tulis.” Berdasarkan cotoh tersebut kata ‫ب‬7‫ ﺽ‬menggunakan
kata u'<‫ی‬. Kata ‫ب‬7‫ ﺽ‬bermakna menyetempel, contohnya: ‫ب‬#;H<(‫ ا‬YK4 2<‫"أﺡ‬
"‫ص‬#=3(‫ ا‬kalimat tersebut bermakna “Ahmad menyetempel tek-teks.” Kata
‫ب‬7‫ ﺽ‬mengandung makna membuka, contohnya: "J:+(‫;ب ا‬H(‫? ا‬+‫ ﺹ‬K4 ‫ب‬7‫"ﺽ‬,
makna kalimat tersebut “Ali membuka buku
memecah rekor, contohnya
fikih.” Kata ‫ب‬7‫ ﺽ‬bermakna
"-:L'<(‫ ا‬YA YK4 BU7(‫ب ا‬7‫ "ﺽ‬kalimat tersebut
bemakna “Ali memecahkan rekor pada sebuah perlombaan.” Kata
‫ب‬7‫ﺽ‬
bermakna membunyikan, contohnya "‫س‬7D(‫ ا‬YK4 ‫ب‬7‫ "ﺽ‬kalimat tersebut “Ali
membunyikan bel.” Kata ‫ب‬7‫ ﺽ‬bermakna mewajibkan, contohnya: ‫ب‬7‫"ﺽ‬
"‫;ب‬H(‫ ا‬5<?.( ‫<ن‬a4 YK4 -R‫ی‬7[(‫ ا‬kalimat tersebut bermakna “Usman diwajibkan
untuk membawa buku.”
Berdasarkan contoh-contoh pada kalimat yang terdapat pada kata ‫ب‬7‫ﺽ‬
mengandung makna homonim, karena memiliki makna yang banyak, dan
78
M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 212.
77
penggunaan makna tersebut sesuai dengan kalimat, jadi menerjemakan kata
"‫ب‬7‫ "ﺽ‬harus sesuai dengan kalimat atau kontek yang terdapat di dalam sebuah
teks.
C.
Kata-kata yang Mengandung Makna Homonim (Musytarak Lafzi),
yang Berkaitan dengan “Menetapkan Hukum Kenegaraan, di antaranya:
1). Kata ‫ل‬24
DD*z.
`i
<'
Ai/.
‹s*,⌧#
Ai / .
†
Q{
<Y9X
Ai/.
;~0C/.
Š*c„n
e\&Œ
†e9^⌧c⌧#
x
*cn
‡‚*0 '
z9⌧c%
$.=%'
"Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat
menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan..."
(QS. Al-baqarah [2]: 123).
Penulis menemukan kata yang mengandung makna homonim (musytarak
lafzi) yaitu pada kata ‫ل‬24
Penulis malihat makna kata ‫ل‬24 di dalam Al-Mu’jam al-Wasit yaitu:
7,‫ أ‬YA -‫ و‬.o/‫ ر‬:J.(‫ إ‬-‫ و‬.‫ ﺡد‬:w‫ی‬7y(‫ ا‬94 ‫ل‬24 :‫ل‬:‫ و ی‬.‫ل‬, :d‫و‬24 (‫ )ج‬d24 -‫ل‬24"
79
".J+y4 :J:‫ ری‬Y(‫ إ‬J(24 ‫ و‬.J&/‫ ر‬.‫ل‬2&(L BH‫ ﺡ‬:YA -‫ و‬.‫م‬:;‫ إﺱ‬:-(2&, ‫ و‬,-(‫ و دا‬,d24
Jadi, kata ‫ل‬24 berarti: (1) keadilan; (2) kembali; (3) hukum keadilan; (4)
hikmah; (5) keputusan; (6) condong (cenderung).
79
Ibrahim Anîs, Al-Mu’jam al-Wasit (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1972), h. 588.
78
Penulis melihat makna kata ‫ل‬24 di dalam Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî
al-Asasî sebagai berikut:
80
".7:, .J‫ رأی‬94 ‫ل‬24 .(‫ان‬0.<(‫ل ا‬24) J,U‫ أ‬,j‫ا‬#‫ ﺱ‬:‫ء‬Y1(‫ ا‬.Y‫ﺽ‬:(‫ ا‬:‫ل‬24"
Jadi, kata ‫ل‬24 bermakna: (1) keadilan; (2) ketetapan; (3) menegakkan; (4)
bermusyawarah (tidak berat sebelah); (5) undang-undang.
Penulis mencari makna kata tersebut di dalam Kamus Hans Wehr, berarti:
(1) straightness (keanehan); (2) fair (adil); (3) honesty (ketulusan/ kejujuran).81
Ayat-ayat yang terdapat kata ‫ل‬24 di antarnya: (1) Surah an-Nisâ ayat 58.
(2) Surah an-Nahl ayat 76.82
Penulis mengelompokkan makna yang terdapat di dalam kata ‫ل‬24 sesuai
dengan makna yang terkandung
di dalamnya, kata ‫ل‬24 bermakna "adil/
keadilan".
1. Surah an-Nahl: 76
H o' /. /9X D _+6Ž <‡X…
1 Q {9*)(
“…samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan,”
Penulis melihat penjelasan ayat tersebut di dalam Tafsîr Al-Misbah, ayat di atas
membandingkan antara Kafir dan Muslim, dengan menyatakan dan di samping
itu perumpamaan yang ada pada ayat sebelumnya Allah membuat suatu
perumpamaan, dua orang yang salah satu di antara keduanya bisu sejak
kelahirannya, tidak dapat berbuat sesuatupun karena dia tidak dapat memberi dan
80
Ahmad al-Aid dkk, Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî al-Asâsî (Tunisia: Departemen
Pendidikan Arab dan Ilmu Kebudayaan, 2003), h. 725.
81
Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic ”Arabic-English” (Libraire du
Liban, 1980), h. 697.
82
Azharuddin Salih, Indeks Al-quran (Bandung: Mizan, 1994), h. 3.
79
menerima infomasi atau pemahaman, dengan demikian dia menjadi beban atas
penaggungannya, dia tidak dapat memberika suatu kebajikanpun, yakni tidak
memenuhi, bahkan tidak dpat melakukan apa yang diharapkan darinya. Maka
samakah orang itu dengan orang yang bijaksanadalam ucapan dan tindakannya,
tidak menjadi beban bagi siapapun, bahkan mampu menyuruh untuk melakukan
keadilan dan menetapkan sesuatupada tempatnya., saat yang sama yang
bersangkutan tidak hanya pandai menyuruh, tapi juga berada di atas jalan yang
lurus, sehingga mampu melaksanakan yang baik dan bermanfaat dan
meninggalkan yang buruk dan berbahaya.83
2. Surah an-Nisâ: 58
!&k(
S8Q☺dr
;☺d*.
$ .?
U)0/.…
C C%
1
Q{9*)(
“...dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil.”
Maksud ayat di atas, Allah memerintahkan manusia untuk menegakkan
keadilan dalam menjalankan hukum dan tidak berat sebelah.
Berdasarkan pengelompokkan di atas bahwa kata ‫ل‬24 mengandung makna
homonim (musytarak lafzi), karena memiliki makna lebih dari satu.
Kata ‫ل‬24 dijelaskan di dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm
al-Mannân dan Tafsîr As-Sa'dî dengan makna “tebusan”. Hal ini menujukkan
bahwa Tafsîr As-Sa'dî menerjemahkan kata ‫ل‬24 secara bebas dengan bahasa yang
83
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 300.
80
komunikatif dengan tetap mementingkan Bsu, dan dengan bahasa yang mudah
dipahami pembaca. Karena menerjemahkan banyak memiliki metode, jadi harus
pandai dalam menggunakan makna kata dalam menerjemahkanKedua tafsir
tersebut Menerjemahkannya dengan cara melihat kalimat sebelumnya yaitu kata
"...T3, 5R:‫ ی‬d‫"و‬, maksudnya “takutlah kamu kepada suatu hari yang pada waktu
seseorang tidak dapat menggantikan orang lain sedikitpun…” Penjelasannya
yaitu: orang yang telah diberi Kitab, tapi mereka ingkar”.84
Berdasarkan penjelasan di dalam kedua tafsir tersebut, bahwa kedua tafsir
tersebut tidak menerjemahkan kata ‫ل‬24 dengan makna yang terdapat di dalam
kamus. Tetapi secara maknawiyah, tujuannya agar pesan dapat diterima oleh
pembaca dengan baik. Berdasarkan pengelompokkan yang telah Penulis lakukan
terhadap makna pada kata ‫ل‬24, kata tersebut mempunyai makna lebih dari satu,.
Penulis melihat penjelasan ayat etrsebut di dalam Tafsîr Al-Misbah, pada
ayat tersebut kata ‫ل‬24 juga diterjemahkan dengan makna “tebusan”, kata ‫ل‬24 di
dahulukan oleh kata e9^⌧c⌧# disebut sesudahnya, karena pada ayat
ini membicarakan tentang dua orang yang, ada yang menebus dan ada pula yang
ditebus. Ada yang menerima dan ada yang yang memberi. Pada surah al-Baqarah
ayat 123 sangat berkaitan dengan ayat 48 yang membicarakan tentang jiwa yang
bermaksud memberikan safa’at, sehingga tidak wajar jika safa’at di dahuluka
dengan menyatakan, kalau safa’at tigak diterima, maka saat orang yang
84
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, Tafsîr As-Sa’dî (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2006),
Cet. 1. h. 191.
81
memberikan safa’at itu mengajukan alternatif lain, yaitu membayar tebusan. Saat
itu, sekali lagi dikatakan kepadanaya “tidak ada tebusan”.85
Pada ayat 123 di atas, yang mendahulukan kata tebusan “berbicara tentang
jiwa yang ingin ditolong diberi safaat” dan yang bersangkutan bergelimang dosa,
mereka untuk menghindari siksa ia menyatakan kesediaan untuk membayar
tebusan, bahwa tidak ada yang menerima tebusan dan tidak ada yang memberi
tebusan. Karena semua tergantung amal ibada dari masing-masing orang. Maka
tidak berguna safaat. Demikianlah terlihat masing-masing ayat menyesuaikan
susunan kata-kayta nya sesuai dengan konteks yang dibicarakan. Degan
membandingkan kedua ayat tersebut. Terlihat jelas, pada pada akhir ayat –ayat
tentang Ahli Kitab dalam selaan kelompok ayat-ayat di atas, ditutup sebagaimana
awalnya dimulai, dan di akhir ayat ini mengajak Yahudi untuk mengingat nikmat
Allah serta takut akan siksa-Nya.86
2. Kata ‫رءوس‬
EC.EEN <Y~‚-H +S8<‚9 $)0/. …;
Ai/.
☺)-Q~
Ai
<Y~‚/*.?
v
☺-Q~9
"...Maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu
tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. Al-Baqarah [2]: 279).
Berdasarkan penggalan ayat di atas. Penulis menemukan kata yang
berpotensial mengandung makna polisemi yaitu pada kata ‫رءوس‬
85
86
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 313.
Ibid., h. 314.
82
Penulis melihat makna pada kata ‫ رءوس‬di dalam Al-Mu’jam al-Wasit
diantaranya:
‫م‬#‫ أول ی‬:-3'(‫ و ا‬7T1(‫ رأس ا‬.‫ و‬.‫م‬#:(‫ ا‬2.‫ ﺱ‬- ‫ و‬.jE4‫ أ‬:‫ء‬Y‫ ﺵ‬5‫ آ‬9, "‫" رءوس" )م( "رأس‬
87
".‫ ارؤس‬-'<‫ ﺥ‬j234 ‫ و‬T‫دﻥ‬7A :Bz(‫ ا‬9, ‫ رأس‬j234 :‫ل‬:‫ ی‬-‫ و‬.T3,
Jadi, kata ‫ رءوس‬berarti: (1) kepala (bagian tubuh ayag terletak di atas),
kekuasaan tertinggi; (2) pemimpin; (3) bulan pemulaan tahun.
Penulis melihat makna kata ‫ رءوس‬di dalam Al-Mu’jam al-Lughah alArabî al-Asâsî yaitu:
.‫م‬#:(‫ رأس ا‬J‫ أﺱﺱ‬.(5RD(‫ﻥ'ن(و )رأس ا‬G‫ ء )رأس ا‬1(‫ ا‬YK4‫ أ‬:‫" رءوس" )م( "رأس‬
‫ رأس‬:7?R(‫ ا‬A 2;<, 7R(‫ ا‬9, ‫ء‬0/ :&A‫ا‬7zD(‫ ا‬A.‫ﻥ'ن‬G‫أس ا‬7‫ر آ‬#H<(‫ ء ا‬1(‫ ا‬.‫رأس ا(<ل‬
88
".)(=(‫ء ا‬/7(‫ا‬
Jadi, kata ‫ رءوس‬berarti: (1) pemimpin; (2) kepala (bagian anggota tubuh
yang teletak di atas) puncak gunung; (3) tanjung harapan; (4) puncak kebaikan;
(5) dasar-dasar kepemimpinan; (6) modal pokok.
Penulis juga melihat makna kata tersebut di dalam Kamus Hans Wehr,
kata ‫ رءوس‬berarti: (1) head (kepala bagian tubuh atau kepala pimpinan); (2)
leader (pemimpin); (3) beginning (mulai).89
87
88
Ibrahim Anîs, Al-Mu’jam al-Wasit (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1972), h. 319.
Ahmad al-Aid dkk, Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî
Pendidikan Arab dan Ilmu Kebudayaan, 2003), h. 493.
89
al-Asâsî (Tunisia: Departemen
Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic ”Arabic-English” (Libraire du
Liban, 1980), h. 317.
83
Ayat-ayat yang tedapat kata ‫ رءوس‬hanya terdapat pada Surah al-Fat ayat
27.
Kata ‫ رءوس‬yang bermakna "kepala( anggota tubuh manusia)" yaitu:
1. Surah al-Fat ayat 27
{1|+☺*
“
/⌧#
‘9-TQ{_
$)0
…;
’*
!k10\-e9•
”k% /
... <Yd7.E EN
"...Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam
Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala..."
Penulis melihat penjelasan ayat tersebut i dalam Tafsîr Al-Misbah yaitu
ayat etrsebut menyuruh manusia untuk menguraikan pengetahuan Allah menyuruh
dan merinci, menyangkut segala hal. Nabi bermimpi masuk lewat pintu sebelum
perang Hudaibiyah, pada saat itu Beliau bersama sahabatnyamemasuki Baitul
Haram dan berumrah. Allah bersumpah bahwa mimpi mereka pasti akan
terwujud, yakni sesungguhnya
”Kamu wahai sahabat-sahabat nabi yang
diajaknnya ke Hudaibiyah, pasti akan memasuki al-Haram, dalam keadaan aman
sbagian dari kaum memasukinua dengan mencukur habis rambut kepala mereka.90
Penulis melihat penjelasan kata ‫ رءوس‬pada penggalan ayat berikut
dijelaskan di dalam Tasîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân yaitu:
90
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 213.
84
EC.EEN <Y~‚-H +S8<‚9 $)0/. …;
Ai/.
☺)-Q~
Ai
<Y~‚/*.?
v
☺-Q~9
Penggalan ayat di atas, dijelaskan di dalam Tasîr al-Karîm ar-Rahman fi
Tafsîr Kalâm al-Mannân yaitu:
(‫ن‬#<Ke*d‫ )و‬L7(‫ ا‬Y‫ ه‬Y;(‫یدة ا‬0(‫ا ا‬k‫ﺥ‬bL j#<;K,q 9, (‫ن‬#<Ke*d) T.K4 ‫ا‬#(0‫ أﻥ‬:‫"أى‬
91
"...‫ء‬A‫و‬2D‫ ی‬d (‫ة‬7'4 ‫ )ذو‬9‫ی‬2<(‫ )وإن آن ا‬BH(‫ا‬#,‫ رؤوس أ‬s:3L.
Berdasarkan kalimat tersebut, Penulis melihat penjelasannya di dalam
Tafsîr As-Sa’dî bahwa kata ‫ رءوس‬di dalam Tafsîr As-Sa’dî dengan makna “ayat
di atas, adalah bukti akibat dari kebusukan riba, orang yang suka melakukan riba
adalah orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya.” Pada penggalan ayat di
bawah ini:
EC.EENY~‚-H
“…maka bagimu pokok hartamu..” Kata ‫ رءوس‬di dalam penggalan ayat tersebut
diterjemahkan dengan makna pokok,92 hal tersebut membuktikan bahwa kedua
tafsir tersebut telah menerjemahkan kata ‫ رءوس‬secara semantis, yaitu
menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca, meskipun tidak
menggunakan makna kata di dalam kamus. Kata ‫ رءوس‬memiliki banyak makna,
oleh karena itu kata ‫ رءوس‬makna homonim (musytarak lafzi).
3. Kata BH‫ﺡ‬
91
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di, Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm
al-Mannnân (Riyadh: Dârul al-Manâr, 1999), h. 113.
92
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, Tafsîr As-Sa’dî (Jakarta: Pustaka Sahifa,
2006), Cet. 1. h. 440.
85
r/:&' $.? ‡]/– $⌧L TYd*/.
-^_ud*
“
… 6g/.
”Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab,
hikmah dan kenabian...” (QS. Ali-Imran [3]: 79).
Penulis kata menemukan kata yang mengandung makna homonim
(musytarak lafzi). yaitu pada kata BH‫ ﺡ‬di dalam Al-Mu’jam al-Wasit makna kata
tersebut di antaranya:
5&/ :C+(‫ا‬-‫ و‬.BT3.L BH‫ وﺡ‬,J.K4 BH‫ و ﺡ‬,J( BH‫ل ﺡ‬:‫ ی‬:Y[U :<H‫ ﺡ‬- 7,c‫ ا‬L "BH‫"ﺡ‬
93
".-<H‫ ﺡ‬J&,DK(
Jadi, kata BH‫ ﺡ‬berarti: (1) hukum; (2) ketetapan; (3) penguasa (dictator).
Penulis melihat makna kata BH‫ ﺡ‬di dalam Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî
al-Asâsî yaitu:
94
".9.‫اﻥ‬#:(‫ ا‬.‫ر‬#*;H‫ی‬2‫ره‬2=‫ ی‬BH‫ ﺡ‬.-<H?(‫ ا‬#T:+(‫ ا‬5&(‫ ا‬:‫م‬H‫" )ج( أﺡ‬BH‫"ﺡ‬
Jadi, kata BH‫ ﺡ‬berarti: (1) hukum-hukum; (2) hakim; (3) dictator; (4)
undang-undang.
Penulis juga melihat makna kata tersebut di dalam Kamus Hans Wehr,
kata tersebut bermakna: (1) judgment (keputusan); (2) rule (cara, adat dan
kebiasaan undang-undang); (3) impose (memaksa). 95
93
94
Ibrahim Anîs, Al -Mu’jam al-Wasit (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1972), h. 190.
Ahmad al-Aid dkk, Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî al-Asâsî (Tunisia: Departemen
Pendidikan Arab dan Ilmu Kebudayaan, 2003), h. 341.
86
Penulis melihat makna dari kata-kata tersebut di dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata BH‫ ﺡ‬yang mengandung bermakna keputusan artinya hasil,
pemutusan, yang telah ditetapkan, ketetapan, hasil pemeriksaan (tentang ujian).96
Kata BH‫ ﺡ‬yang bermakna cara, adat atau kebiasaan artinya aturan-aturan yang
lazim diturut atau dilaksanakan sejak dahulu kala, kebiasaan, wujud gagasan
kebutuhan yang terdiri atas nilai-nilai budaya). 97
Kata BH‫ ﺡ‬bermakna memaksa artinya mendesak sesuatu pada, memaksa
agar seseorang mau menerima, berbuat melebihi batas kenyataan yang
sebenarnya.98
Ayat-ayat yang terdapat pada kata BH‫ ﺡ‬di antaranya: (1) Surah Yusuf ayat
67. (2) Surah Maryam ayat 12.
Penulis mengelompokkan ayat-ayat sesuai dengan makna yang terkandung
di dalamnya di antaranya:
Ayat-ayat yang terdapat kata BH‫ ﺡ‬yang bermakna "pengetahuan atau
kecerdasan akal"
1. Surah Maryam: 12
TYd*j
r^6&™//.
…;
i:)‚Z
“...Penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-hamba-Nya.”
95
Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic ”Arabic-English” (Libraire du
Liban, 1980),
96
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 715.
97
Ibid., h. 152.
98
Ibid., h. 638.
87
Pada ayat di atas, kata BH‫ ﺡ‬berbeda-beda diterjemahkannya, para ulama
berbeda penadapat dalam menerjemahkan kata BH‫ ﺡ‬di dalam Tafsîr Al-Misbah
yaitu ada yang menerjemahkannya ”kecerdasan akal, firasat, adajuga yang
menerjemahkannya dengan”kenabian atau pengetahuan, etika pergaulan.”99
Ayat-ayat yang terdapat kata BH‫ ﺡ‬yang bermakna "menetapkan keputusan"
1. Surah Yusuf: 67
… l `i)0 Yd *j
$)0 …;
“…Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah…”
Pada ayat di atas, Allah yang berhak menentukan segala sesuatu yang akan
terjadi di dunia. Di dalam Tafsîr Al-Misbah dijelaskan bahwa ayat tersebut
menceritakan kisah Nabi Ya'qub bahwa ia berpesan sebelum berangkat ke mesir,
dengan berpesan bahwa yang berhak menntukan keputusan hanya Allah Swt,
karena itu hanya kepada-Nya aku bertawakal.100
Berdasarkan pengelompokkan ayat-ayat yang terdapat pada kata BH‫ﺡ‬
bahwa kata tersebut diterjemahkan di dalam Tafsir As-Sa’di dengan makna
“hikmah-hikmah” hal ini sangat sesuai dengan makna kata BH‫ ﺡ‬yang terdapat di
dalam kamus. Kata tersebut sangat mudah dipahami, dalam ayat ini
memerintahkan kepada manusia untuk mentaati hukum-hukum yang telah Allah
perintahkan kepada manusia. Pada dasarnya hukum yang kekal di bumi ini adalah
hukum yang telah Allah tetapkan untuk manusia. Allah adalah seorang hakim
yang paling adil di bumi ini, maka apapun yang diperbuat manusia Allah
MahaMelihat segalanya.
99
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 160.
Ibid., h. 160.
100
88
Berdasarkan dari pengelompokkan ayat-ayat yang terdapat di atas bahwa
kata BH‫ ﺡ‬mengandung makna homonym (musytarak lafzi), karena memiliki
banyak makna, dan berbeda-beda.
Kata BH‫ ﺡ‬di dalam Tafsîr As-Sa’dî dijelaskan dengan penjelasan bahwa
pada ayat ini manusia diberikan oleh Allah al-Kitab, hikmah kenabian,
maksudnya Allah memerintahkan untuk beribadah kepada Allah, para Nabi dan
malaikat serta menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan lain, karena sesungguhnya
itu merupakan bentuk kekufuran.
Berdasarkan
penjelasan
di
atas
bahwa
kedua
tafsir
tersebut
menerjemahkan kata BH‫ ﺡ‬sudah sesuai dengan makna yang terdapat di dalam
kamus, hal ini menunjukkan bahwa dalam menerjemahkan suatu kata
menerjemahkannya secara harfiyah dan lebih mementingkan Bsu daripada Bsa.
Dan menerjemahhkannya secara kata-per-kata.
89
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bab terakhir ini, Penulis dapat menggambarkan secara ringkas
penelitian yang dilakukan terhadap Tafsîr As-Sa’dî yang dikarang oleh Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî.
Berdasarkan analisis yang telah Penulis lakukan pada BAB IV, Penulis
menemukan ayat-ayat yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi), yang
terdapat di dalam surah al-Baqarah terdapat 6 kata yang mengandung makna
homonim (musytarak lafzi), sedangkan pada surah Ali-Imran terdapat 1 kata yang
mengandung makna homonim (musytarak lafzi), yang terdapat di dalam Tafsîr
As-Sa’dî. Ada kata-kata di dalam Tafsîr As-Sa’dî yang diterjemahkan secara
harfiyah, di antaranya: (1) Salat; (2) Khusyu; (3) wajhu; (4) hukmun; dan ada juga
yang yang diterjemahkan tidak secara maknawiyah di antaranya: (1)‘adlu; (2)
ru’ûs; (3) Daraba
Berdasarkan analisis yang telah Penulis lakukan bahwa kualitas
terjemahan ayat-ayat yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi) yang
terdapat di dalam Tafsîr As-Sa’dî cukup baik, tetapi ada juga kata-kata yang tidak
sesuai dengan makna yang ingin disampaikan oleh pengarang nya.
90
B. Saran/ rekomendasi
Penelitian yang saat ini Penulis lakukan, masih perlu dilanjutkan lagi oleh
rekan-rekan yang memang berminat membahas tentang relasi makna, khususnya
masalah homonim (musytarak lafzi) yang menganalisis kata-kata dalam ayat alQuran yang memiliki makna lebih dari satu. Penelitian ini sangat menarik untuk
dibahas.
Penelitian yang saat ini Penulis lakukan, hanya membahas jilid I, Tafsîr
As-Sa’dî Penulis juga membatasi penelitian ini hanya membahas pada surah alBaqarah dan Ali-Imran saja, karena Tafsîr As-Sa’dî ini memiliki delapan jilid
buku, oleh karena itu penelitian ini masih perlu dilanjutkan pada jilid selanjutnya,
hal ini bertujuan agar Penulis khususnya dapat mengetahui kata-kata yang
homonim (musytarak lafzi), karena setelah Penulis melakukan penelitian ini,
Penulis banyak mengetahui ayat-ayat yang homonim (musytarak lafzi).
91
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattân, Mannâ Khalîl. Studi Ilmu-ilmu Quran. Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, 2000. Cet. 5.
Aid, Ahmad, dkk. Al-Mu’jam Al-Lughah al-Arâbî al-Asâsî. Tunis: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 2003.
As-Sa’di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dî. Tafsîr As-Sa’dî. Jakarta:
Pustaka Sahifa, 2007. Cet. 2.
As-Sa’di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir. Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr
Kalâm al-Mannân. Riyadh: Dâr Al- Minâdi, 1999. Cet. 1.
Azra, Azyumardi. Pedoman Penulisan karya Ilmiah. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
2000. Cet. 8.
Artmanda W, Frista. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang: Lintas Media.
Ali, Tabik. Kamus Inggris Indonesia Arab. Yogyakarta: Multi Karya Grafika,
2003. Cet. 1.
Anis, Ibrahim, dkk. Al-Mu’jam al-Wasith. Dârul Ma’arif Mesir: Kairo, 1972.
Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta,
1995.
_ _ _ _ _. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Djajasudarma, Fatimah. Semantik I. Bandung: Refika Aditama, 1999.
Hanafi, Nurachman. Teori dan Seni Menerjemahkan. Flores: Nusa Indah, 1986.
Cet.1.
Hamka, Tafsîr Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
92
Hasan, Muhammad Ali, dan Nawawi, Rif'at Syauqi. Pengantar Imu Tafsîr.
Jakarta: Bulan Bintang, 1988. Cet.1.
Hidayatullah, M. Syarif. Diktat Teori dan Permasalahan Arab-Indonesia. 2006.
Hidayah, Muzakkirah. Fiqh al-Lughah al-Arabiyah. Jakarta, 1993.
Kerap, Gorys. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah, 1969.
_ _ _ _ _ _ _ _ . Komposisi. Jakarta: Nusa Indah, 1989.
Kridalaksana, Harimurti. Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1996. Cet. 2.
_ _ _ _ _ _ _ _Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia pustaka Utama, 1993. Cet. 3.
Kushartanti, Untung Yuwono, Mu’tamia RMT Lauder. Pesona Bahasa. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Muhsin, Amina Wadud. Wanita di dalam Al-Quran. Bandung: Pustaka, 1994. Cet.
1.
Mujâhid, Abdul Karîm. Ad-Dilâlah al-Lughawiyah 'Inda al-Arab. Jakarta.
Parera, J. D. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga, 2004. Cet. 2.
Pateda, Mansoer. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta, 2001. Cet. 1.
Salim, Abdul Malik Kamal bin As-Sayyid. Ensiklopedi Fikih Wanita. Bogor:
Pustaka Ibnu Katsir, 2007.
Salîh, Azharuddin, Indeks Al-Quran. Bandung: Mizan, 1994.
Shihab, Muhammad Quraish. Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan, 1996.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _Tafsîr Al-Misbah. Jakarta: Lentera hati, 2002.
Shihabuddîn, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktek). Bandung:
Humaniora, 2005.
93
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
1989.
'Umar, Ahmad Mukhtâr. Ilmu Ad-Dilâlah. Kuwait: Maktabah Dâr al-Arâbiyah,
1982.
Widyamartaya, A. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius, 1994. Cet. 4.
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Zuhdi Amin. Bekasi, 7 Mei 2009.
Wawancara Pribadi dengan Abdurrahman Nuryaman. Bekasi, 7 Mei 2009.
W. Frista Armanda. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang: Lintas Media.
94
Lampiran 3
95
Lampiran 4
Hasil Wawancara dengan Abdurrahman Nuryaman, Lc. (Editor), di Pustaka
Sahifa, pada 7 Mei 2009, pukul: 14:30 WIB
+ Anda lahir pada tanggal, bulan dan tahun berapa ?
- Saya lahir pada 31 Desember 1969
+ Anda berasal dari mana ?
+Saya berasal dari Lombok
+ Anda lulus dari sekolah mana dan universitas mana ?
- Saya sekolah di Pondok-Pesantren Nurul Hakim, selama enam tahun, lalu Saya
kuliah di LIPIA Jakarta, selama tiga tahun yang merupakan cabang Jâmiatul
Imam, jurusan I’dad al-Lughawiyah dan at-Tatmili di Saudi Arabia. Pada tahun
1993, Saya direkrut oleh Yayasan al-Sofwa al-Islamiyah, yang merupakan
lembaga Dakwah Islamiyah, yaitu induk dari penerbit Pustaka Sahifa, selama
saya tinggal di Bekasi Saya sempat menjadi Imam di salah satu masjid yang
bernama “Al-Furqân,” Saya juga sempat menangani Pondok-Pesantren “AlAmin,” yang berada di Bogor. Pada tahun 1998 Saya bekerja di Madinah, dan
sesekali waktu Saya sempat mendengarkan pengajian ulama besar di Masjid
Nabawi.
+ Sejak kapan Anda mulai melakukan kegiatan murâja’ah atau mengedit ?
- Saya mulai mengedit, sejak setelah masuk di penerbit Dârul Haq atau pustaka
Sahifa, sekitar tiga tahun lalu yaitu sekitar tahun 2007.
+ Berapa banyak buku yang sudah Anda edit hingga saat Tafsîr As-Sa’dî ini ?
96
- Sudah terlalu banyak dan tidak dapat Saya hitung, karena setiap waktu atau hari,
tanggung jawab dan pekerjaan Saya adalah mengedit sebuh naskah.
+ Apa kesulitan Anda dalam mengedit sebuh buku ?
- yang paling pentinng dalam mengedit adalah membahasakan sebuah naskah
menjadi bahasa yang paling mudah dimengerti, sehingga buku yang terbit dapat
dinikmati dan diambil manfaatnya oleh semua kalangan, maksudnya Kami
penerjemah dan editor mengalami kesilitan yaitu dari seorang penerjemah
kepada penerjemah lainnya, atau dari satu naskah ke naskah lainnya yaitu
apabila suatu naskah memiliki bahasa Arab yang kuat dan sulit, maka bahasa
Indonesianya juga menjadi sulit, sehingga tugas Kami adalah merubah bahasa
tersebut menjadi bahasa yang mudah dimengerti oleh orang awam sekalipun
insyaallah dapat memahami.
+ Apakah ada waktu khusus yang Anda siapkan untuk mengedit ?
- Tidak ada waktu khusus, karena di Pustaka Sahifa mulai bekerja dari jam 08:1517-00, mulai dari hari Senin-Jumat. Setiap hari tugas atau pekerjan Saya adalah
mengedit naskah, dan tentu ada hal-hal lain yang perlu Kami tangani atau
kerjakan, seperti menjawab pertanyaan-pertanyaan, mengoreksi, dan membuat
surat yang diajukan oleh konsumen (pembaca) dan hal-hal yang berkaitan
dengan kegiatan kantor.
+ Metode apa yang Anda gunakan dalam mengedit sebuah buku ?
- Metode yang Kami (Pustaka Sahifa) gunakan dalam mengedit sebuah buku
yaitu, apabila telah menerima sebuah naskah dari penerjemah, lalu Kami edit
lagi hasil terjemahanya, karena Editor tidak menyerahkan sepenuhnya tanggung
97
jawab ilmiah atau kebenaran terjemahan kepada seorang penerjemah, karena
kami akan melakukan setting berdasarkan setting standar
buku di Pustaka
Sahifa, lalu Kami mencetak, lalu kami edit lagi kata-perkata, baik dari segi
keshahihan terjemahannya, lalu Kami membandingkan dengan buku aslinya dari
segi kata-per-kata dan Kami mencocokan kata-kata standar yang telah Kami
bakukan di Pustaka Sahifa ini. Tanggung jawab sebuah buku yaitu apabila ada
kata dalam tafsir ada sesuatu yang tidak jelas atau ada kata-kata yang
mengandung syubhat, maka Kami memberikan catatan kaki agar pembaca dapat
memahami tafsir dengan baik.
+ Apa alasan Anda untuk menerbitkan Tafsîr As-Sa’dî ini ?
- alasan Kami (Pustaka Sahifa) menerbitkan Tafsîr As-Sa’dî ini yaitu, (1) tafsir
adalah tafsir yang paling ringkas yang ada di dunia Islam, sekaligus tafsir yang
paling selamat dari unsur-unsur tangan manusia atau penafsiran yang tidak
bertanggung jawab, tafsir ini sangat dekat dengan “Manhâj Salafu Salîh.” (2)
Penulis yaitu, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî adalah seorang ulama
besar, yang memiliki akidah yang lurus, yang benar berdasarkan “Ahli Sunah
wal Jamaah as-Slafu Saleh.” (3) tafsir ini memang diajukan oleh pimpinan atau
direktur Darul Haq atau Pustaka Sahifa, karena Kami menganggap tafsir ini
tafsir yang paling ringkas, padat makna yang belum pernah dimiliki oleh orang lain.
+ Menurut Anda, cara mengedit yang baik seperti apa ?
- Kami (Pustaka sahifa) dalam mengedit mengesampingkan bahasa yang baik,
bagus, karena yang paling penting dalam mengedit adalah tanggung jawab
ilmiah yaitu benar atau tidaknya suatu hasil terjemah, jangan sampai bahasa
98
yang bagus, dengan istilah-istilah memukau, tetapi terjemahannya melenceng
(keluar) dari pesan yang diinginkan (dimaksud) Penulis.
+ Apakah Anda mendiskusikan hasil murâja’ah yang telah Anda lakukan kepada
ahli ?
- Saya tidak mendiskusikan hasil murâja’ah yang telah Saya lakukan kepada
ahlinya, tetapi apabila ada kesulitan ilmiah dan sebagainya, Kami (Pustaka
Sahifa) memiliki orang-orang yang tertentu yang Kami anggap tepat atau
capable utuk Kami bertanya dan berhadapan dengan mereka. Apabila Kami
berhadapan dengan masalah akidah dan tafsir, yang Kami anggap Kami tidak
mampu untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka kami menyerahkannya
kepda yang memahaminya, karena mu’alifnya telah diakui oleh para ulama.
+ Jenis buku apa yang paling Anda suka untuk diedit?
- Saya lebih suka mengedit buku Sejarah dan Akidah.
Penulis
Dewi Utami
Editor
AbdurrahmanNuryaman,Lc.
99
Lampiran 5
LAMPIRAN-LAMPIRAN AYAT-AYAT YANG MENGANDUNG MAKNA
HOMONIM (MUSTARAK LAFZI) YANG TERDAPAT PADA
TAFSÎR AS-SA’DÎ
No
Ayat
1.
$2,10'/.…
65-43
šcx/.
<Yz^/%*p/N
$~0c%'
e\Cf)0/.
…5
`i)0 h6/=)gd
... !k9]^'*j
Surah
Makna
al-Baqarah
ayat 3
“Doa, salat, safaat, kemurahan
hati dari tuhan dan berkah.”
al-Baqarah
ayat 45
“Patuh, menghormati, merendah
(hina, remeh, takut, tunduk),
khusyu,
dan memudar
(hilang).”
3.
Q()=~/.
…d al-Baqarah
€S)z*:-w ayat 61
… o#1,
4.
l/.
mQ]enH@
MO*+enH@/.
☺/%&'.oH
5
YqH ;p/9
… s  rQP/.
‡‚*0'
Ai/.…
†
Q{
e\&Œ
z9⌧c% Ai/.
Ai/.
†e9^⌧c⌧#
$.=%' <Y9X
+S8<‚9 $)0/.…
EC.E EN
<Y~‚-H
… <Y~‚/*.?
“kekelahan (hukuman dera),
cantik, memukul, mengetuk,
melempar,
meletakkan,
menjilid,
pergi/
menjauh,
mengubah,
megontrol,
membunyikan,
mengetik,
mewajibkan, memecahkan dan
membuka .”
“Wajah, tampak, jelas, tujuan
dan jalan.”
2
5.
6.
7.
al-Baqarah
ayat 115
al-Baqarah
ayat 123
“Keanehan, keadilan, hukum,
undang-undang,condong, dan
ketetapan dan ketulusan hati.”
al-Baqarah
ayat 279
“Kepala (bagian anggota tubuh),
pemimpin, mulai.”
$⌧L
Ali- Imran
$.?
‡]/– ayat 79
r/:&'
“
-^_ud*
TYd* /.
“Keputusan hakim, cara (adat,
atau undang-undang), diktator,
penguasa mutlak, hukum dan
paksaan.”
100
6g/.
…
101
Download