1 ANALISIS HOMONIM (MUSYTARAK LAFZI) TERHADAP TERJEMAHAN Tafsîr As-Sa’dî (Studi Kasus Surah Al-Baqarah dan Surah Ali-Imran) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.) Oleh: Dewi Utami NIM: 105024000866 PROGRAM STUDI TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 2 ANALISIS HOMONIM (MUSYTARAK LAFZI) TERHADAP TERJEMAHAN Tafsîr As-Sa’dî (Studi Kasus Surah Al-Baqarah dan Surah Ali-Imran) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.) Oleh: Dewi Utami NIM: 105024000866 Pembimbing Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum. NIP:150 370 229 PROGRAM STUDI TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 3 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Analisis Homonim (Musyatark Lafzi) terhadap Terjemahan Tafsîr As-Sa’dî (Studi Kasus Surah Al-Baqarah dan Surah Ali-Imran)”, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humanioran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 3 Agustus. Skirpsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah. Jakarta, 3 Agustus 2009 Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota Dr. Ikhwan Azizi, M. A. Ahmad Syaekhuddin, M. Ag. NIP:19570816 1994031001 NIP: 19700505 2000031003 Anggota Anggota Dr. Syukron Kamil, M. Ag. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum., NIP: 19690415 1997031004 NIP: 150 370 229 4 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah, Zat yang MahaKuasa dan MahaMengetahui atas segalaNya. Selawat dan salam pada Rasulullah Saw. Terima kasih saya ucapkan kepada Orangtua saya, terutama Mamah yang sudah memberikan kepada saya yang terbaik, yang sudah menjaga dan merawat saya dari kecil hingga saat ini. Beliau adalah seorang ibu yang sangat kuat dalam menghadapi hidup ini, karena Mamah adalah seorang singgle parent, yang dengan sabar dan tabah menghadapi dan merawat anak-anaknya, dan telah menjadikan saya seperti saat ini, semua berkat dorongan beliau. Selain Mamah, saya juga mengucapkan terima kasih kepada Nenek dan Kakek saya yang selama ini sudah mengizinkan saya untuk tinggal dirumah mereka. Kakek yang sangat sayang kepada saya, beliau telah menganggap saya seperti anaknya, bukan sebagai cucunya, sampai-sampai kalau setiap Penulis belum pulang atau tidak ada di rumah, Kakek selalu menunggu saya sampai saya sampai di rumah. Terima kasih juga kepada guru-guru MI, MTs. N 3, dan MAN 4, yang telah memberikan saya banyak ilmu pengetahuan dan dengan sabar mengajar dan membimbing saya dalam menuntut ilmu, semoga ilmu yang telah saya dapat, bisa berguna saya dan masa depan saya kela. Amîn. Selain karena rahmat-Nya, serta doa restu Orangtua, Kakek dan Nenek, dan guru-guru di sekolah. Penyelesaian penulisan skripsi ini dapat dilaksanakan berkat, dorongan, bimbingan, bantuan, serta doa dari berbagai pihak. Tanpa semua itu, upaya saya tidak akan pernah berarti apa-apa, saya mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada: 5 1) Bapak. Dr. Abdul Chaer, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2) Bapak. Drs. Abdullah. M,Ag., yang telah menghantarkan Jurusan Tarjamah mendapatkan akreditasi A. 3) Bapak. Irfan Abu Bakar, selaku Pembimbing Akademik. 4) Bapak. Drs. Ikwan Azizi, selaku ketua Jurusan Tarjamah yang telah berusaha membangun Tarjamah untuk menjadi lebih baik. 5) Bapak. Drs. Syaekhuddin. M,Ag., selaku Sekretaris Jurusan Tarjamah. 6) Bapak. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum., selaku Pembimbing materi dan teknis dalam penyusunan skirpsi ini, yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan Penulis dalam penyusunan skirpsi ini. 7) Bapak. Syukron Kamil, M,Ag., dan Ibu Karlina Helmanita, M.Hum, selaku Dosen Seminar Skripsi. 8) Para dosen Tarjamah, yang telah mengajar mahasiswa Tarjamah, tanpa kenal lelah, dan seluruh Staf Fakultas Adab dan Humaniora. Mohon maaf Penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu. 9) Terima kasih juga kepada teman-temanku yang ada di Fakultas Adab dan Humaniora, khususnya Jurusan Tarjamah angkatan 2005, di antaranya: Aida, yang sudah menjadi sahabat, dan teman curhat Penulis. Zainab (Zey) yang memberika motivasi, dan dengan setia menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ria, Lina, Dwi, Ade, Leli, Yupi, Yusa, terima kasih atas, masukan-masukan dalam penyelesaian skipsi. Hasbi yang telah mengizinkan Penulis mengetik di Laptop, Agus, Musa (Moses), Fauzi 6 (ta’thonk), Asep, hilman, Rahmat, Yudi, Deni, mohon maaf kalau akhirakhir ini Penulis jarang kumpul bareng bersama kalian semua Terima kasih juga, untuk kakak-kakakku: Kak Rosyid, Kak Isil, kak Tatam, Kak Reina yang telah memberikan Penulis banyak masukan-masukan, motivasi, saran-saran dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih juga untuk sahabat-sahabatku: Elmaya, Intan Sweety, yang telah denga setia menemani Penulis ke Penerbit, dan dengan setia mendengarkan curhatan Penulis. Ema, Yalia, Eka, Lena, mereka selalu ada ketika Penulis senang maupun sedih, selalu mendengarkan curhatan Penulis, dan selalu memberikan Penulis motivasi dalam segala hal. Terima kasih juga untuk Eros, Fitri dan Dwi Fitri Asih, yang sudah mengizinkan Penulis untuk menggunakan komputernya untuk mengerjakan skripsi ini. Terima kasih juga untuk adik-adik Tarjamah: Elida, Aini, Erna yang telah mendoakan Penulis, agar penulisan skripsi ini berjalan dengan lancar. Terima kasih juga untuk “AN” yang sudah memberikan Penulis motivasi, masukan-masukan skripsi, doanya sehingga Penulis dapat dengan tenang dan semangat mengerjakan skripsi ini. Penulis merasa skripsi ini masih banyak kekurangan, tapi Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan, baik sebagai rujukan penulisan skripsi, penulisan makalah dan lain-lain. Semoga kita semua yang selalu berusaha untuk menambah ilmu diberikan kemudahan oleh Allah Swt. Amîn. Jakarta, September 2009 Dewi Utami 7 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN SKIPSI LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN KATAPENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR LAMPIRAN PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA ABSTRAK BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................... 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 5 D. Tinjauan Pustaka.................................................................... 6 E. Metodologi Penelitian ........................................................... 7 F. Sistematika Penulisan............................................................. 7 BAB II KERANGKA TEORI ........................................................................ 10 A. Teori Penerjemahan Tafsîr As-Sa’dî ....................................... 10 1. Definisi Penerjemahan Tafsîr As-Sa’dî ....................... 10 2. Metode penerjemahan Tafsîr As-Sa’dî ........................ 11 B. Wawasan Polisemi dan Homonym dalam Bahasa Indonesia... 13 1. Pengertian Polisemi .................................................... 13 2. Contoh Kata-kata yang Mengandung Makna Polisemi ............. 15 3. Pengertian Homonimi................................................. 16 8 4. Contoh Kata-kata yang Mengandung Makna Homonimi ......... 19 C. Wawasan Homonim (mustarak lafzi)....................... ............. 20 1. Homonim (musyatak lafzi)........................................ 21 2. Contoh kata-kata yang mengandung makna homonim (mustarak lafzi) dalam bahasa Arab.............................22 BAB III BIOGRAFI SYAIKH ABDURRAHMAN BIN NASHIR AS-SA’DÎ.................................................................................. 23 A. Latar Belakang Penulisan Tafsîr As-Sa’dî............................... 23 B. Penulis Tafsîr As-Sa’dî........................................................... 26 1. Biografi Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’dî................. 26 2. Pendidikan Syaikh Abdurrahaman Bin Nashir As-Sa’dî ........ 27 3. Karya-karya Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’dî......... 28 C. Penerjemah Tafsîr As-Sa’dî .....................................................30 1. Biografi Penerjemah Tafsîr As-Sa’dî........................... 31 2. Pendidikan Penerjemah Tafsîr As-Sa’dî ...................... 31 3. Karya-karya Penerjemah Tafsîr As-Sa’dî .................... 32 D. Editor atau Murajaah Tafsîr As-Sa’dî..................................... 35 1. Biografi Editor atau Murajaah Tafsîr As-Sa’dî ........... 35 2. Pendidikan Editor atau Murajaah Tafsîr As-Sa’dî....... 36 3. Karya-karya Editor atau Murajaah Tafsîr As-Sa’dî...... 36 E. Sekilas Tafsîr As-Sa’dî.......................................................... 36 9 BAB IV Analisis Homonim (Mustarak Lafzi)Terjemahan Tafsîr As-Sa’dî (Studi kasus Surah al-Baqarah dan Surah Ali-Imran)..................... 42 A. Kata-kata dalam Bahasa Arab yang Mengandung Makna Homonim (Mustarak Lafzi) berkaitan dengan masalah ”Ibadah”.................................................................................... 44 B. Kata-kata dalam Bahasa Arab yang Mengandung Makna Homonim (Mustarak ”Peringatan Lafzi) berkaitan dengan masalah Allah Terhadap Nikmat”....................................................................................59 C. Kata-kata dalam Bahasa Arab yang Mengandung Makna Homonim (Mustarak Lafzi) berkaitan dengan masalah ”MenetapkanHukum Kenegaraan”.............................................................................64 BAB V PENUTUP ......................................................................................... 76 A. Kesimpulan ........................................................................... 77 B. Saran/ rekomendasi ................................................................ 78 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 79 10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat keterangan wawancara penerjemah Tafsîr As-Sa’dî Lampiran 2 Hasil wawancara dengan penerjemah Tafsîr As-Sa’dî (Ahmad Zuhdi Amin, Lc.) Lampiran 3 Surat keterangan wawancara Editor atau Murâja’ah Tafsîr AsSa’dî Lampiran 4 Hasil wawancara dengan Editor atau Murâja’ah Tafsîr As-Sa’dî (Abdurrahman Nuryaman, Lc.) Lampiran 5 Ayat-ayat makna homonim (mustarak lafzi) Terhadap Terjemahan Tafsîr As-Sa’dî 11 PEDOMAN TRANSLITERSI Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin ا a ط t ب be ظ z ت t ع ‘ ث ts غ gh ج j ف f ح h ق q خ kh ك k د d ل l ذ dz م m ر r ن n ز z و w س s ه h ش sy ء ‘ ص s ي y ض d 12 Vokal Tunggal Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan a fathah i kasrah u dammah Vokal Rangkap Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan أي ai a dan i أو au a dan u Vokal Panjang Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan â a dengan topi di atas ْ ــ î i dengan topi di atas ْ#ـــ û u dengan topi di atas 13 ABSTRAK Dewi Utami, judul ”Analisis Homonim (Mustarak Lafzi) terhadap Terjemahan Tafsîr As-Sa’dî (Studi Kasus Surah al-Baqarah dan Surah AliImran)”, dibimbing oleh: Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum. Di zaman sekarang ini banyak sekali buku-buku hasil terjemahan, yang diterjemahkan dengan metode terjemahan yang berbeda-beda, sesuai dengan penerjemahnya. Menerjemahkan mengalihkan bahasa Sumber ke dalam bahasa Sasaran, dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca, atau pesan-pesan yang inigin disampaikan pengarang asli dapat diterima oleh pembaca. Kitab Tafsîr As-Sa’dî, yang Penulis gunakan untuk penelitian ini merupakan salah satu kitab hasil terjemahan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan bahasa yang sanngat sederhana. Tafsîr As-Sa’dî dikarang oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashit As-Sa’di, yang diterjemahkan oleh tim penerjemah di penerbit Putaka Sahifa. Penelitian yang Penulis lakukan saat ini bertujuan agar menemukan katakata dalam bahasa Arab, yang terdapat di dalam ayat-ayat al-Quran yang mengandung makna homonim (Mustarak Lafzi)yang terdapata di dalam surah alBaqarah dan surah Ali Imran yang terdapat di dalam Tafsîr As-Sa’dî. Penulis menemukan kta-kata dalam bahasa Arab di dalam ayat al-Quran, pada surah al-Baqarah, Penulis menemukan lima kata yang mengandung makna homonim di antaranya: (1); Salat (2) Khusyu’; (3) Duriba; (4) ’Adlu; (5) Wajhu; (6) Ru’usun, sedangkan pada surah Ali-Imran Penulis menemukan satu kata yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi) yaitu: (1) Hukmun. Tafsîr As-Sa’dî memiliki banyak keistimewaan yaitu bahasa yang digunakan sanagt sederhana, Tafsîr As-Sa’dî juga memiliki kekurangan yaitu dalam menerjemahkan suatu kata dalam bahasa Arab, Tafsîr As-Sa’dî menerjemahkna makna kata secara harfiyah, hal ini membuat bahasa yang digunakan terlihat kaku. 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Relasi makna dalam suatu bahasa Indonesia diantaranya: homonim dan polisemi. Polisemi dan homonim sangat berkaitan dengan kata atau frasa. Kata atau frasa banyak ditemukan di dalam teks-teks berbahasa arab ataupun teks-teks klasik, banyak sekali buku bahasa Arab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, salah satunya yaitu Tafsîr As-Sa’dî yang saat ini Penulis jadikan bahan untuk melakukan analisis. Tafsîr As-Sa’dî adalah salah satu kitab hasil terjemahan yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashîr As-Sa’dî.dan diterjemahkan oleh tim penerjemah di Penerbit Pustaka Sahifa. Berkaitan dengan kata atau frasa, di dalam teks bahasa Arab ataupun ayatayat al-Quran. Penelitian yang penulis lakukan saat ini adalah menganalisis atau meneliti kata-kata yang terdapat di dalam ayat-ayat al-Quran yang terdapat di dalam Tafsîr As-Sa’dî, dengan cara mencari kata-kata yang terdapat di dalam ayat-ayat al-Quran yang mengandung makna homonim atau dalam bahasa Arab disebut Musytarak lafzi.1 Dalam menerjemahkan kata-kata yang mengandung makna homonim dan polisemi , seorang penerjemah harus pandai dalam memilih makna suatu kata atau frasa, karena menerjemahkan mengalihkan bahasa Sumber (Bsu) ke bahasa 1 h. 147. Ahmad Mukhtâr ‘Umar, ‘Ilmu Ad-Dilâlah (Kuwait: Maktabah Dâr Al-Arabiyah, 1982), 15 Sasaran (Bsa) dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pembaca dengan cara memahami karakteristik setiap bahasa.2 Homonim dalam bahasa Indonesia mengenal istilah homofon yaitu dua ujaran dalam bentuk kata yang sama lafalnya tapi tulisannya, contonya kata bang yang berarti ”singkatan dari kata abang/ kakak laki-laki,” dan kata bang yang berarti ”suatu tempat untuk menyimpan dan mengambil uang.” Dan homonim juga mengenal istilah homograf yaitu dua bentuk bahasa yang sama ejaannya, tetapi lafalnya berbeda, contohnya kata gang yang berarti ”jalan”, dan kata gang yang berarti ”sekelompok orang.”3 Dalam Bahasa Arab, contoh homonim dapat Penulis temukan pada kasus berikut ini, seperti yang terdapat di dalam surah An-Nisa ayat 34 di bawah ini: ... Terjemahan Tafsîr As-Sa’dî pada penggalan ayat di atas, "Kaum lelaki itu adalah qawâmûn (pemimpin) bagi kaum wanita…" Berdasarkan penggalan terjemahan ayat di atas, Penulis menemukan katakata yang mengandung makna homonimdalam bahasa arab yaitu pada kata ArRijâl yang memiliki makna lebih dari satu. Kata Ar-Rijâl adalah bentuk jamak dari kata Ar-Rajul, yang bermakna "orang laki-laki dan tokoh (pemuka)." Penulis mencoba menganalisis kata Ar-Rijâl dengan melihat Ar-Rijâl di dalam kamus Hans Wehr, bermakna "orang penting (tokoh/pemuka), seorang laki2 M. Syarif Hidayatullah, M. Hum, Teori dan Permasalahan Penerjemahan Arab- Indonesia ( Jakarta: 2006), h. 1. 3 J. D. Parera, Teori Semantik (Jakarta: Erlangga, 2004), Cet. 2. h. 81. 16 laki, dan suami."4 Kalau dilihat dari kata yang setelahnya kata Ar-Rijâl, bermakna "kaum lelaki" maksudnya, seorang lelaki adalah pemimpin bagi wanita karena lelaki di dalam rumah tangga di sebut sebagai imam atau pemimpin yang mengatur dan menjaga wanita. Di dalam buku Wawasan al-Quran, karya M.Quraish Shihab, bahwa makna kata Ar-Rijâl berarti "lelaki,"dalam hal ini maksudnya “suami”, karena lelaki pasti lelaki, berkewajiban memberikan nafkah kepada wanita dan membela mereka, karena hanya lelaki yang berkuasa, hakim dan juga ikut bertempur, sedangkan semua itu tidak terdapat pada wanita.5 Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa lelaki berkewajiban mengatur, mendidik, dan melarang istrinya untuk keluar rumah. Jadi secara garis besar kata Ar-Rijâl mempunyai makna lebih dari satu yaitu "pemimpin dan suami." Penulis juga menggunakan Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, untuk memperkuat pendapat Penulis bahwa kata Ar-Rijâl mengandung maknahomonim dalam bahasa Arab, Penulis melihat makna kata laki-laki yang mengandung makna “seorang laki-laki atau berjenis kelamin laki-laki”. Penelitian ini bertujuan untuk memnedakan antara makna homonim dalam bahasa Indonesia dan makna homonim dalam bahasa Arab berbeda, dalam memahami makna suatu kata, homonim dalam bahasa Indonesia dalam memahami kata dapat dilihat dari lafal, dan tulisannya yang berbeda-beda, 4 Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic “Arabic-English” (Libraire du Liban, 1980), h. 381. 5 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran (Bandung: 1996), h. 313. 17 sedangkan homonim dalam bahasa Arab (Musytarak Lafzi) dapat dilihat dari makna kata, sebab terjadinya, sebab suara dan sebab keluarnya. 6 Analisis ini Penulis menggunakan Tafsîr As’Sa’dî, Taisir al-Karîm arRahmân fi Tafsir Kalâm al-Mannâ, Kamus Hans Wehr, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Dalam menganalisis Penulis juga menggunakan teori penerjemahan, seperti penerjemahan semantik, pragmatik, komunikatif dan lain sebagainya, oleh sebab itu, menurut Penulis masalah homonim sangat menarik untuk dibahas, maka Penulis mengambil judul "Analisis Homonim terhadap Terjemahan Tafsîr AsSa’dî (Studi Kasus Surah Al-Baqarah dan Surah Ali-Imran)." B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, Penulis hanya menganalisis ayat-ayat yang terdapat pada Tafsîr As-Sa’dî yang mengandung makna homonim, lalu mencari makna kata-kata tersebut di dalam kamus bahasa Arab, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, kamus Lengkap Bahasa Indonesia, dengan cara menganalisis semua kata-kata yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi) dan menggunakan teori-teori penerjemahan, karena tidak semua makna kata yang terdapat di dalam kamus, dapat langsung digunakan oleh penerjemah, karena dapat menyebabkan kesalah pahaman antara pembaca dan penerjemah apabila tidak tepat dalam mengambil makna kata. Pada penelitian ini, Penulis tidak menganalisis semua surah yang terdapat pada terjemahan Tafsîr As-Sa’dî jilid 1 (satu), tetapi Penulis hanya menganalisis 6 Ahmad Mukhtâr, ‘Umar, ‘Ilmu Ad-Dilâlah (Kuwait: Jâmiatul Kuwait, 1982), h. 116. 18 ayat-ayat yang mengandung makna homonim, yaitu surah Al-Baqarah, dan surah Ali-Imran. Penulis juga tidak menganalisis kata-kata yang berada di dalam ayat yang memiliki makna sama karena sudah dianalisis pada ayat sebelumnya, sebagai bahan yang akan Penulis analisis, tujuannya agar penelitian menjadi terstruktur dan tidak melebar pada pembahasan lain, maka Penulis merumuskan dan membatasi penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah ayat-ayat yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi) diterjemahkan secara tepat atau tidak di dalam terjemahan Tafsîr As-Sa’dî ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, penelituian ini memiliki tujuan yaitu: 1. Untuk mengetahui ayat-ayat yang mengandung makna homonim diterjemahkan secara tepat atau tidak di dalam terjemahan Tafsîr As-Sa’dî. Penelitian ini memiliki manfaat di antaranya: 1. Untuk memperbaiki penerjemahan yang kurang tepat dalam pemilihan diksi yang terdapat di dalam Tafsîr As-Sa’dî. 2. Untuk disadari bahwa dalam menerjemahkan susunan kalimat bahasa Sasaran tidak sama dengan susunan kalimat bahasa Sumber. Bahasa Sasaran harus lebih indah dibandingkan bahasa Sumber, sehingga apabila dibaca akan terasa bukan sebuah hasil terjemahan, yaitu dengan menggunakan kata-kata atau bahasa yang lebih mudah dipahami oleh pembaca. Semoga pendapat ini dapat diterima sebagai suatu yang harus diterpakan dalam karya terjemahan. 19 D. Tinjauan Pustaka Pada penelitian yang saat ini akan Penulis lakukan, sebelumnya belum ada yang yang meneliti, maka Penulis mencoba mengangkat peneltian ini dengan judul “Analisis Homonim Terhadap Terjemahan Tafsîr As-Sa’dî (Studi Kasus Surah Al-Baqarah dan Ali-Imran).” Sumber-sumber data yang Penulis peroleh untuk melakukan penelitian ini yaitu, kitab tafsir asli versi bahasa Arab yang berjudul “Taisîr al-Karîm arRahmân fi Tafsîr Kalâm al-Mannân, buku terjemahan versi Indonesia yang berjudul “Tafsîr As-Sa’dî,” buku-buku yang berhubungan dengan relasi makna (dalam bahasa Indonesia) antara homonimi dan polisemi, Kamus Linguistik, Kamus Arab-Indonesia, buku-buku yang membahas Musytarak Lafzi, dan disertasi, setelah mengumpulkan data-data tersebut, Penulis mencatat teori-teori tentang relasi makna seperti polisemi, homonim, mencari ayat-ayat yang mengandung makna homonym (musytarak lafzi), kemudian menganalisis ayatayat tersebut, dengan cara mencari kata-kata di dalam ayat yang mengandung makna homonym (musytarak lafzi), yang terdapat di dalam “Taisîr al-Karîm arRahmân fi Tafsîr Kalâm al-Mannân” atau “Tafsîr As-Sa’dî,” dan melihat bagaimana Tafsîr As-Sa’dî dalam hal memilih dan menerjemahkan makna suatu kata, sehingga Penulis mudah menemukan kata atau frasa, yang memiliki makna homonym. 20 E. Metodologi Penelitian Penelitian ini, Penulis menggunakan metode kualitatif, dengan analisis deskriptif. Metdo deskriptif adalah metode yang berusaha memberikan pemecahan masalah yaitu dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan dan menganalisis data. Penulis mengumpulkan data-data yang dijadikan sumbr penelitian seperti, buku-buku yang membahas homonym (musytarak lafzi), Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Kamus Bahasa-Arab, kata-kata berbahasa Arab yang terdapat di dalam terjemahan Tafsîr As-Sa’dî yang mengandung makna homonim, penelitian ini Penulis menganalisis kata-kata yang berbahasa Arab, melihat makna kata-kata di dalam kamus, lalu mengelompokkan ayat-ayat yang terdapat kata-kata homonym tersebut, setelah itu melihat kedua tafsir yang dijadikan sumber penelitian, apakah kedua tafsir tersebut sudah benar dalam menerjemahkan sebuah kata dalam ayat al-Quran. Secara keseluruhan, penulisan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), yang berlaku di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah, yang ditulis oleh Azyumardi Azra, yang diterbitkan oleh CeQDA "Center for Quality Development and Assurance "UIN Jakarta 2007." F. Sistematika Penulisan Bab I merupakan bab yang terdiri atas: Pendahuluan, latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan. 21 Bab II merupakan bab yag terdiri atas: Kerangka teori yang berisi tentang, Teori penerjemahan al-Quran, definisi penerjemahan al-Quran, metode penerjemahan al-Quran. Wawasan homonim dan polisemi dalam bahasa Indonesia, pengertian homonim dan polisemi dalam bahasa Indonesia, contoh kata-kata yang mengandung makna homonim dan polisemi. Wawasan homonim (musytarak lafzi), pengertian homonim dalam bahasa Arab, contoh kata-kata yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi),. Bab III merupakan bab yang terdiri atas: Latar belakang penulisan Tafsîr As-Sa’dî. Penulis Tafsîr As-Sa’dî, biografi Syaikh Abdurrahman bin Nashir AsSa’dî, pendidikan Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, karya-karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî. Penerjemah Tafsîr As-Sa’dî, biografi penerjemah Tafsîr As-Sa’dî, pendidikan para penerjemah Tafsîr As-Sa’dî, karyakarya para penerjemah Tafsîr As-Sa’dî. Editor atau Murâja’ah Tafsîr As-Sa’dî, biografi editor Tafsîr As-Sa’dî, pendidikan editor Tafsîr As-Sa’dî, dan karya-karya editor Tafsîr As-Sa’dî. Sekilas Tafsîr As-Sa’dî. Bab IV merupakan bab yang terdiri atas: Analisis Homonim (musytarak lafzi) terhadap terjemahan Tafsîr As-Sa’dî (Studi Kasus Surah Al-Baqarah dan Ali –Imran). Ayat-ayat yang berkaitan dengan ibadah. Ayat ayat yang berkaitan dengan peringatan Allah terhadap nikmat dan kedurhakaan Banî Isrâil. Ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah menetapkan suatu hukum kenegaraan. Bab V merupakan bab yang terdiri atas: Penutup dan saran/ rekomendasi . Pada halaman terakhir ini, Penulis melampirkan daftar pustaka yang dijadikan sebagai sumber yang digunakan pada penelitian ini. 22 BAB II KERANGKA TEORI A. Teori Penerjemahan Al-Quran 1. Definisi Penerjemahan Al-Quran Secara harfiah, terjemahan al-Quran berarti menyalin atau memindahkan sesuatu pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa yang lain, sedangkan penerjemahan adalah suatu proses, perbuatan; cara menerjemahkan; menyalin bahasakan. 7 Menurut Az-Zarqani (t.t. II: 107-111) mengemukakan bahwa secara etimologi istilah terjemah memiliki empat makna: (a) Menyampaikan tuturan kepada orang yang tidak menerima tuturan itu. (b) Menjelaskan tuturan dengan bahasa yang sama, misalnya bahasa Arab dijelaskan dengan bahasa Arab atau bahasa Indonesia dijelaskan dengan bahasa Indonesia pula. Berkaitan dengan terjemah Ibnu Abbas diberi gelar “Tarjamah al-Quran” yang berarti “penerjemah Al-Quran.”(C) Menafsirkan tuturan dengan bahasa yang berbeda, misalnya bahasa Arab dijelaskan dengan bahasa Indonesia atau sebaliknya. (d) Memindahkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa lain, seperti mengalihkan bahasa Arab ke bahasa Indonesia, karena itu penerjemah disebut pula pengalih bahasa.8 Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa makna-makna tersebut, memperlihatkan adanya satu karakteristik yang menyatukan keempat makna 7 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 938. 8 Shihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia :Teori dan Praktek (Bandung: Humaniora, 2005), Cet. 1. h. 8. 23 terjemahan tersebut, yaitu bahwa menerjemahkan berarti menjelaskan dan menerangkan tuturan, baik penjelasan itu sama dengan tuturan yang dijelaskannya maupun berbeda. Adapun secara istilah, menerjemahkan didefinisikan sebagai mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa di dalam bahasa lain dengan memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan tersebut. Kata terjemahan dalam bahasa Arab juga umum diartikan dengan biografi (riwayat hidup seseorang). Misalnya, dalam ungkapan “Tarjamah Al-Imâm AlBukhârî dan Tarjamah Al-Imâm Hanafî,” yang masing-masing berarti “biografi Imâm Bukhârî dan Imâm Hanafi.” 2. Metode Penerjemahan Al-Quran Metode penerjemahan berarti cara penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam mengungkapkan makna nas sumber secara keseluruhan di dalam bahasa penerima. Jika sebuah nas, misalnya al-Quran, diterjemahkan dengan metode harfiah, maka makna yang terkandung dalam surah pertama hingga surah terkhir diungkapkan secara harfiah, yaitu kata-per-kata hingga selesai. Dalam khazanah penerjemahan di dunia Arab, metode terjemahan terbagi dua macam di antaranya: Pertama, Metode harfiah yaitu menerjemahkan dengan cara mengalihkan kata-kata dari bahasa sumber ke dalam kata-kata yang serupa, dari bahasa lain sedemikian rupa, sehingga sususnan bahasa pertama dalam menerjemahkan kata- 24 per-kata atau disebut juga penerjemahan leksikal atau metode lafziyah atau musaawiyah, yang menjadi sasaran penerjemahan harfiah ialah kata.9 Metode harfiyah ini, hasilnya terlihat kaku, karena hasil terjemahannya masih terlihat dari makna dan susunan kata yang terdapat di dalam sebuah terjemahan., karena masih mementingkan susunan Bahasa Sumber, tanpa mementingkan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang aslinya. Metode harfiah ini, memiliki kelemahan dengan dua alasan, yaitu: pertama, tidak seluruh kosa kata bahasa Arab berpadanan dengan bahasa lain, sehingga banyak dijumpai kosa kata asing. Kedua, struktur dan hubungan antar unit linguistik dalam bahasa berbeda dengan struktur bahasa lain.10 Kedua, Metode tafsiriyah yaitu metode penerjemahan yang dalam mengungkapkan makna tidak terlihat dengan susunan kata-per-kata yang terdapat dalam bahasa pertama. Metode ini lebih mengutamakan pengungkapan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang asli, kepada pembaca dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca, maka yang menjadi sasaran metode ini ialah “makna” yang ditunjukkan oleh struktur bahasa Sumber. Dalam menerapkan metode ini, dengan cara memahami makna bahasa Sumber, kemudian menuangkan kata-kata tersebut ke dalam stuktur bahasa lain sesuai dengan tujuan penulis, jadi hasil terjemahannya bukan seperti hasil terjemahan lagi dan bahasanya tidak terlihat kaku, karena menerjemahkannya tidak kata-per-kata.11 9 Manna Khalil Qattan, Studi Ilmu-ilmu Quran (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2004), Cet. 8. h. 433 10 Shihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia :Teori dan Praktek (Bandung: Humaniora, 2005), Cet. 1. h. 69. 11 M. Ali HAsan dan Rif’at Syauqi Nawawi, Pengantar lmu Tafsîr (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), Cet. 1. h. 173. 25 Menurut Adz-Zhahaby mengenai terjemahan tafsiriah untuk Al-Quran mengemukakan syarat sebagai berikut: (1) Terjemah harus menurut persyaratan tafsir dengan bersandarkan kepada hadis-hadis nabi, ilmu-ilmu bahasa Arab dan prinsi-prinsip syariat Islam. (2) Penerjemah tidak berkecenderungan pada akidah yang justru berlawanan dengan al-Quran. (3) Penerjemah mengetahui benar dengan mendalam tentang asal-usul kedua bahasa. (4) Ayat-ayat al-Quran ditulis dahulu, lalu difahami maksu makna tafsirnya.12 Berkenaaan dengan terjemahan tafsiriyah ini perlu ditegaskan bahwa, terjemahan tafsiriyah adalah terjemahan bagi pemahaman pribadi yang terbatas. Terjemahan tersebut tidak mengandung semua aspek penta’wilan yang dapat diterapkan pada makna al-Quran, tetapi hanya sebagai penta’wilan yang dapat dipahami penafsiran tersebut. Dengan cara inilah akidah Islam dan dasar-dasar syari’atnya diterjemahkan sebagaimana dipahami dari al-Quran. Berdasarkan penjelasan keduanya, dapat diambil kesimpulan tentang perbedaan antara keduanya yaitu: 1. Metode harfiah, metode ini dalam menerjemahkan sebuah teks akan terlihat kaku, karena masih mementingkan susunan kata-kata yang terdapat di dlam teks sumber, tidak mementingkan isi atau pesan yang ingin disampaikan 12 Muhammad Ali Hasan dan Rif’at Syauqi Nawawi, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), Cet. 1. h. 174. 26 oleh pengarang aslinya, menerjemahkannya secara kata-per-kata, sehingga tidak terlihat suatu hasil terjemahan. 2. Metode tafsiriah. Metode ini dalam menerjemahkan sebuah teks tidak terpaku oleh susunan bahasa Sumber atau teks Sumber, sehingga hasilnya tidak terlihat kaku, metode ini lebih mementingkan isi atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang asli, seghingga hasil terjemahannya menjadi lebih ringkas daripada penerjemahan harfiah, karena penerjemahannya tidak kata-perkata. B. Wawasan Homonim dan Polisemi dalam Bahasa Indonesia 1. Pengertian Polisemi dalam Bahasa Indonesia Sebelumnya, Penulis telah menjelaskan mengenai pengertian polisemi dan homonimi, serta contoh-contoh kata yang mengandung makna polisemi dan homonimi. Polisemi adalah kata-kata yang maknanya lebih dari satu, sebagai akibat terdapatnya lebih dari sebuah komponen konsep makna pada kata-kata tersebut.13 Hal tersebut dapat kita simak dari pendapat Palmer (1976: 45) mengatakan:... its also the case that same word may have a set of different meaning,” demikian juga ada yang mengatakan bahwa, “ a word which have two (or more) related meaning” adalah Polisemi (Simpson, 1979:79). Karena makna ganda itulah maka pendengar atau pembaca ragu akan makna kata (kalimat).14 13 Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), Cet. 1, h. 386. 14 Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 (Bandung: Refika Aditama, 1999), Cet. 2, h. 45. 27 Polisemi juga merupakan satu ujaran dalam bentuk kata-kata yang mempunyai makna berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan dan kaitannya antara makna-makna yang berlainan tersebut, maksudnya masih daalm satu bidang. Analisis hubungan makna secara himonim harus bersifat sinkronis, maksudnya bersangkutan dengan peristiwa yang terjadi dalam suatu masa terbatas atau tertentu, dan tidak mengakibatkan perkembangan historis atau disebut juga deskriptif. Pengertian polisemi bertumpang tindih dengan pengertian homonimi, yaitu kesamaan kata-kata yang berbeda. Homonimi dan polisemi tumbuh oleh faktor kesejarahan dan faktor perluasan makna. Pada dasarnya Polisemi dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu: a. Ketepatan melafalkan kata, misalnya, [ban tuan] atau [bantuan] (apakah ban kepunyaan tuan, atau pertolongan]. b. Faktor gramatikal, misalnya, “pemukul” dapat bermakna “alat yang digunakan untuk memukul” atau bermakna “orang yang memukul”, orang-tua “ibubapak” atau “ orang yang sudah tua.” c. Faktor leksikal, yang dapat bersumber dari: 1) Sebuah kata yang mengalami perubahan penggunaan, sehingga memperoleh makna baru, misalnya kata makan yang berhubungan dengan kegiatan manusia atau binatang, kini dapat berhubungan dengan benda tak bernyawa (misalnya, makan angin, makan riba, dimakan api, remnya tidak makan, makan batu, makan kawan, makan keringat orang, makan malam, makan sogokan, makan tangan dan sebagainya.) 28 2) Sebuah kata yang digunakan pada lingkungan yang berbeda, misalnya kata operasi bagi dokter “bedah”, “bedel” (untuk mengobati penyakit); bagi militer misalnya, “ Jendral Suharto memimpin operasi penumpasan G-30S, sekarang muncul “operasi kebersihan”, “operasi sapu jagat.”15 d. Faktor pengaruh bahasa asing. Misalnya’ kata butir digunakan untuk mengganti kata unsur atau dari bahasa inggris item, dan butir bermakna “barang yang kecil-kecil, seperti: beras, intan, pemotong bilangan untuk barang yang bulat-bulat atau kecil-kecil “salah satu bagian dari keseluruhan.” Dengan demikian yang digunakan adalah makna yang terakhir, yang berpadanan dengan item (point). 2. Contoh Kata-kata yang Mengandung Makna Polisemi Kata-kata yang mengandung makna polisemi, yaitu: kata kepala, yang antara lain mengandung komponen konsep makna: a. Anggota tubuh manusia (binatang), contohnya: “bahu dan kepalanya kena pecahan kaca.” b. Sangat penting (orang bisa hidup tanpa kaki tetapi tidak mungkin tanpa kepala) c. Terletak disebelah atas, contohnya: anggota tubuh yang terletak di atas adalah kepala.” d. Bentuknya bulat, contohnya: “kepala Budi bulat sekali.” e. Pemimpin atau ketua, contohnya: “Pak Budi seorang kepala di PT. Angkasa.” 15 Ibid., h. 46. 29 f. Sesuatu yang bentuknya bulat atau menyerupai kepala, contohnya: “terdapat bintik-bintik di kulitnya Andi sebesar kepala jarum.” Maka dengan demikian kata kepala itu selain berarti (1) anggota tubuh manusia (binatang), juga memiliki arti (2) pemimpin atau ketua, (3) orang atau jiwa, (4) bagian yang sangat penting, (5) bagian yang berada di sebelah atas, (6) sesuatu yang bentuknya bulat atau menyerupai kepala. Selain kata kepala yang mengandung makna polisemi, selanjutnya ada juga kata yang mengandung makna polisemi yaitu kata bunga, yang antara lain mengandung komponen konsep makna: a. Tumbuhan atau tanaman, contohnya: “bunga mawar di taman saya sedang berkembang.” b. Julukan yang diberikan kepada seseorang yang dianggap istimewa, contohnya: “ Ani adalah bunga desa di kampungnya.” c. Denda atau hukuman , contohnya: “Ani dikenakan bunga bank sebesar 10 persen dari jumlah uang yang dipinjamnya.” Kata tulisan, Bermakna hasil karya atau buah ulasan singkat, contohnya” “Beberapa tulisan beliau pernah dimuat dalam majalah Femina.” Kalimat yang mengandung makna tulisan yang dihasilkan oleh tangan atau anggota tubuh, contohnya: “Tulisan Akbar belum dapat dibaca: antara huruf u, n, dan m tidak dapat dibedakan.” 3. Pengertian Homonimi dalam Bahasa Indonesia Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang artinya “nama” dan homo yang artinya “sama”. Secara harfiah homonimi adalah nama 30 sama untuk benda atau hal lain. Secara semantik Verhaar (1978) memberikan definisi homonimi sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama.16 Homonim terjadi antara kata, contohnya dalam bahasa Indonesia kata mengukur diturunkan dari dasar kata kukur dan mengukur diturunkan dari dasar ukur, contoh dalam kalimat “Ibu sedang mengukur kelapa”. Homonim antar frasa, contoh frasa"guru bahasa Inggris" dapat diparafrasiskan dengan "guru mengenai atau tentang bahasa Inggris," dan "guru bahasa Inggris," parafrasis “guru bahasa orang Inggris”, pada contoh "pidato presiden yang terkhir" maksudnya sama dengan parafrasis “pidato yang terakhir dari presiden”, dan parafrasis “presiden yang terakhir". Contoh lain pada "lukisan Toni " maksudnya "lukisan milik Toni" dan bisa juga lukisan karya Toni." Homonim antar klausa dan antar kalimat. Antar klausa contohnya "baju orang yang pendek itu putih," maksudnya parafrasis "baju orang itu putih dan orang itu pendek," atau "orang yang memakai baju putih itu pendek" dan “baju orang yang pendek itu putih”, parafrasis "orang itu memakai baju yang pendek dan putih atau baju putih orang itu pendek." 17 Homonim adalah dua ujaran kata yang sama bunyi dan sama ejaannya, telah diketahui berasal dari sumber bahasa yang berbeda atau berbeda bidang makna. Analisis homonim harus bersifat singkronis, maksudnya bersangkutan 16 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), Cet. 2. h. 93. 17 J.D. Parera, Teori Semantik (Jakarta: Erlangga, 2004), et. 2. h. 85. 31 dengan peristiwa yang terjadi dalam suatu masa terbatas atau tertentu, dan tidak mengakibatkan perkembangan historis atau disebut juga deskriptif 18 Di samping itu, ada pula homonim juga mengenal istilah homofoni (lafal) dan homografi (tulisan), biasanya istilah tersebut dibicarakan bersama karena kesamaan objek pembicaranya. Homofoni sebenarnya sama dengan istilah homonimi, karena realisasi bentuk-bentuk bahasa adalah berupa bunyi. Jadi kata bisa yang berarti “racun ular” dan kata bisa yang berarti “ dapat atau sanggup,” selain merupakan bentuk yang homonimi adalah juga bentuk homofoni, dan juga homografi, karena tulisannya juga sama.19 Kata-kata yang berhomonimi ini sesungguhnya memang merupakan katakata yang berlainan yang kebetulan saja bentuknya sama. Oleh karena itu, maknanya juga tidak sama. Contohnya kata buku yang berarti “ kitab” dengan kata buku yang berarti “ ruas pada bambu (tebu), dan juga kata buku yang berarti “tulang atau persendiaan.” Semua itu mempunyai makna yang berbeda-beda, meskipun bentuk dan ucapannya sama. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, kata-kata yang berhomonim itu dibedakan dengan angka Arab di muka kata-kata tersebut. Jadi: 1 buku .......... 2 buku .......... 18 Ibid., h. 81 19 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), Cet. 2. 97. 32 3 buku .......... Sedangkan di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang disusun oleh W. J.S Poerwadaminta, kata-kata yang berhomonimi ini diberi tanda pembeda, dengan memberikan angka Romawi, contohnya: Buku.......I Buku.......II Buku.......II 4. Contoh Kata-kata yang Mengandung Makna Homonimi dalam Bahasa Indonesia kata masa (waktu) contoh kalimatnya “pada masa lalu Nenek moyang bangsa Indonesia adalah seorang pelaut.” Kata masa tersebut berhomofoni dengan kata massa (jumlah besar yang menjadi satu kesatuan), contoh kalimatnya “massa datang ke KPU untuk memprotes berkaitan dengan pemilihan umum tahun ini.” Adakalanya kata-kata yang berhomonim ini hanya sama lafalnya, tetapi tulisannya berbeda, ini disebut homofon, misalnya kata sangsi yang berarti “ragu” dan kata sanksi yang berart “akibat atau konsekuensi,” contoh kata bang sebagai kependekan dari kata abang dan kata bank yang berarti “lembaga yang mengatur peredaran uang.” Adakalanya kata-kata yang berhomonim ini sama ejaannya, tetapi berbeda lafalnya dan maknanya ini disebut dengan homograf, contohnya kata “gang” yang berarti “jalan” “gang“ yang berarti “sekelompok orang”, contoh kata pacar yang artinya berarti “Inai” dengan pacar yang berarti “kekasih,” hubungan kata pacar dengan arti “inai” dan kata pacar yang berarti “kekasih,” inilah yang disebut 33 homonim, maksudnya, kata pacar yang pertama berhomonim dengan kata pacar yang kedua, begitu juga sebaliknya, karena hubungan homonim ini bersifat dua arah. Kata baku yang berarti “standar” dengan kata baku yang berarti “saling” atau antara kata bandar yang berarti “pelabuhan.” Kata bandar yang berarti “parit” dan bandar yang berarti “pemegang uang dalam perjudian.” Dalam kasus kata bandar di atas, homonim itu terjadi pada tiga buah kata, dalam bahasa Indonesia banyak juga homonim yang terdiri lebih dari tiga buah kata. Contoh lain homonim yaitu kata “mengukur” dalam kalimat (1) Ibu mengukur kelapa setelah mencuci kelapa tersebut, (2) petugas agraria sedang mengukur tanah yang akan dijual. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata-kata yang termasuk homonimi muncul sebagai lema (entri) yang terpisah, contoh, kata tahu dalam Kamus Bahasa Indonesia muncul dua lema a. tahu v mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami dan lain sebagainya) b. tahu n makanan dari kedelai putih yang digiling halus lalu direbus dan dicetak.20 C. Wawasan Homonim (Musytarak Lafzi) dalam Bahasa Arab Penelitian yang saat ini Penulis lakukan adalah penelitian terhadap katakata berbahasa Arab yang terdapat di dalam ayat al-Quran yang mengandung 20 Kushartanti dkk, Pesona Bahasa; Langkah Awal Memahami Linguistik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 116. 34 makna homonim atau musytarak lafzi. Pengertian homonimdalam bahsa Aran dan homonim dalam bahasa Indonesia. Berikut penjelasannya. 1. Pengertian Homonim (usytarak Lafzi) dalam Bahasa Arab Pengertian homonim (musytarak lafzi) dalam bahasa Aarab sama dengan definisi Polisemi dalam bahasa Indonesia, yaitu kata atau frasa yang memiliki makna lebih dari satu, atau memiliki makna yang berbeda-beda.21 Pengertian homonim Musytarak lafzi di dalam buku ‘Inda al-Arab dibagi menjadi dua bagian yaitu polisemi dan homonim, sedangkan di dalam buku Ilmu Ad-Dilâlah, musytarak lafzi banyak dipelajari di dalam al-Quran, hadis, nabi dan di dalam bahasa Arab. Menurut salah satu ahli bahasa Ushul, musytarak lafzi adalah satu kata yang mempunyai makna lebih dari satu, pengertian ini sama dengan definisi polisemi dalam bahasa Indonesia.22 Berbeda pengertian musytarak lafzi di dalam kitab Muzakkar al-Lughah al-Arabiyah bahwa homonim adalah lawan kata dari sinonim, homonimadalah setiap kata yang memiliki beberapa makna, homonim juga dapat dikatakan setiap kata yang memiliki beberapa makna, baik makna yang sebenarnya atau makna kiasan. Para ahli bahasa, berbeda pendapat tentabng definisi homonim musytarak lafzi tersebut, ada yang menolaknyadan ada juga yang mengakui keberadaannya, dengan menunjukkan berbagai fakta yang ada dan tidak dapat diragukan lagi. Pada dasarnya bahasa dunia, dan yang pasti juga terjadi pada bahasa Arab. Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya homonim musytarak lafzi di antaranya: 21 22 Abdul Karîm Mujâhid, Ad-Dilâlah al-Lughawiyah ‘Inda al-Arab . h. 113. Ahmad Mukhtar ‘Umar, Ilmu Dilâlah (Kuwait: Jâmiaatul Kuwait, 1982). Cet. 1. h. 147. 35 1. Perbedaan dialek-dialek Arab klasik, maka adanya homonim menampakkan implikasi dari perbedaan penggunaan kata oleh berbagai suku. 2. Bergesernya beberapa kata dari makna yang asli pada makna kiasan, dengan adanya hubungan tertentu, seringnya kata-kata itu digunakan, sehingga kata kiasan menjadi sekuat kata yang sebenarnya. 3. Adanya dua kata yang hampir sama dan sighatnya juga sama. Dari situ muncullah beraneka ragam makna. 2. Contoh Kata-Kata yang Mengandung Makna Homonim Musytarak Lafzi Kata quru’ mengandung makna “haid atau suci, kata ‘Ainun berarti “mata penglihatan, mata air, uang logam dari emas atau perak, awal mula sesuatu, dan mata hati.” Kata wajada berarti “menemukan sesuatu, atau mabuk cinta.” Kata see dalam bahasa Arabnya yara’ berarti melihat, bisa juga dibaca “sea” artinya laut. Kata Read berarti “membaca”, Red berarti “merah” (ini disebut dengan homograf) karena sama lafal, beda tulisan dan maknanya..kata basyar yang berarti “bumi” atau disebut juga dengan makna berikut di antaranya: (1) kaki; (2) bintang; (3) selesma atau pilek; (4) gemuruh atau gemetar. Kata sa’ala berarti bertanya dan kata sâla yang berarti “pencuri.”23 23 Ibid., h. 49. 36 BAB III A. Latar Belakang Penulisan Tafsîr As-Sa’dî Allah menurunkan al-Quran dengan bahasa Arab dan diterjemahkan dan ditafsirkan oleh para ahlinya agar manusia dapat memahami dan mendalami alQuran, Allah juga memerintahkan manusia untuk merenungkan, memikirkan isi al-Quran dan menyimpulkan segala ilmu, dan semua hal tersebut tidaklah demikian kecuali karena penelaahannya merupakan kunci dari segala kebaikan, jalan menuju pengetahuan dan rahasia, oleh karena itu milik Allah segala pujian dan rasa syukur, yang telah menjadikan al-Quran sebagai petunjuk, penyembuh, rahmat, cahaya, pencerahan, peringatan, keberkahan, hidayah, dan berita gembira bagi kaum Muslim, maka sangatlah pantas bagi seorang hamba untuk berusaha keras, mengeluarkan segala dayanya dalam mempelajari, dan mendalamnya dengan metode yang paling dekat, yang dapat menyampaikannya kepada hal tersebut. Banyak sekali para ulama yang menafsirkan kitabullah ini yaitu al-Quran, ada mufassir yang panjang lebar, hingga tarsir tersebut keluar pada sebagian besar pembahasan dari yang dimaksudkan. Ada pula yang menafsirkan dengan sangat sederhana sekali, yang hanya mencukupkan dengan menyelesaikan makna bahasa saja, terlepas dari makna yang dikehendaki, seharusnya untuk menjadikan makna yang dimaksudkan, sedangkan lafaz-lafaz hanyalah sebagai jembatan kepadanya, maka harus memperhatikan konteks pembicaraan, dan apa gunanya konteks tersebut dipakai, lalu membandingkan dengan hal yang serupa objek pembahasan 37 tempat yang lainnya, sehingga penafsir mengetahui, bahwa hal tersebut dipakai untuk memberikan petunjuk kepada seluruh makhluk, yang berilmu atau tidak berilmu.24 Orang-orang yang diberi taufik dengan segala hal itu, maka wajiblah baginya mulai merenungkan, mendalami, memikirkan lafaz-lafaz, makna-maknaNya, segala perkara yang terdapat didalamnya, dan segala hal yang dimaksudkan oleh konteks maupun teksnya, karena Allah akan membuka baginya dari ilmuilmu Allah yang berupa perkara yang mungkin dapat diperoleh hanya dari pencarian. Allah menganugerahkan kepada Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî dan saudara-saudara untuk menyibukkan diri dengan kitab-Nya yang mulia, sesuai dengan kondisi yang ada pada kami, Syaikh senang sekali dalam menguraikan Tafsîr As-Sa’dî ini dengan segala sesuatu yang dianugerahkan kepadanya, agar menjadi kenang-kenangan bagi orang-orang yang berusaha, alat bantu bagi para cendekiawan, penolong bagi para penjelajah, dan Syaikh akan menulis Tafsîr AsSa’dî ini, karena takut akan hilang dan tujuan Syaikh menulis tafsir ini hanya untuk menjelaskan makna ynag dimaksud. Syaikh tidak hanya memfokuskan pada permasalahan lafaz-lafaz tata bahasa, bagi makna yang telah Syaikh sebutkan, karena penafsiran al-Quran telah cukup bagi orang-orang setelahnya dalam hal seperti itu, kepada Allah Syaikh mengharap dan bersandar, agar Allah memudahkan semua yang Syaikh inginkan, agar menjadikan usaha ini ikhlas hanya untuk Allah semata. 24 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, Tafsîr As-Sa’dî (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2006), Cet. 1. h. 49. 38 Ilmu tafsir al-Quran adalah sebaik-baiknya ilmu secara mutlak, paling penting dan pang patut untuk diteliti makna-maknanya, serta dipahami polapolanya, karena al-Quran merupakan perkara yang diturunkan dari Zat Yang MahaBijaksana dan MahaTerpuji. Allah menurunkan al-Quran sebagai petunjuk dan rahmat bagi manusia, pemberi keterangan bagi seluruh perkara yang manusia butuhkan dalam agama, dunia, atau akhirat.25 Para sahabat Syaikh, meminta agar Syaikh menyebarluaskan Tafîir AsSa’dî ini secara keseluruhan, dan mereka mendasar untuk itu karena melihat faedah-faedah yang begitu besar, namun Syaikh mohon maaf kepada para sahabatnya akan hal itu, karena apa yang para sahabat Syaikh pinta sangatlah sulit sekali, karena panjang sekali dan juga pada masa-masa sekarang ini kecenderungan masyarakat sangat minim terhadap tulisan-tulisan yang panjang lebar, dengan demikian Syaikh bahagia sekali untuk memenuhi beberapa keinginan mereka untuk menerbitkan tafsir tersebut, Syaikh hanya menerbitkan satu jilid dari tafsir ini, akhirnya terpilih jilid pertengahan dari surah al-Kahfi hingga akhir surah an-Naml, karena hal yang tidak dapat dihasilkan semuanya, tidaklah harus ditinggalkan semuanya.26 Syaikh juga memohon dan berharap kepada Allah, agar Allah menjadikan usaha ini semata-mata hanya karena Allah, semoga tafsir ini berguna bagi semua orang. Syikh juga mencantumkan dalam Tafsîr As-Sa’dî ini dengan hal-hal umum (kulliyat) tafsir agar mengusulkan sesuatu yang mungkin saja tertinggal bagi pembaca yang budiman, pada jilid-jilid buku selain jilid ini, Syaikh berharap agar 25 Ibid., h. 50. 26 Ibid., h. 51. 39 tafsir ini dapat memberi faedah, walaupun dengan penjelasan yang singkat, di mana faedah atau manfaat tidak diperoleh pada penjelasan yang panjang. B. Penulis Tafsîr As-Sa’dî 1. Biografi Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî Dia adalah Syaikh al-Allamah al-Faqih yang memiliki banyak karangan yang berguna dan indah, Abdurrahman bin Nashir bin Abdullah al-Sa’di, Dia dilahirkan pada bulan Muharram tahun 1307 H, di kota ‘Unaizah yang merupakan salah satu daerah kekuasaan di wilayah Qashim. Ibunya telah meninggal pada saat Dia masih berumur 4 tahun.27 Ayahnya juga meninggal pada tahun 1314 hijriyah, ketika beliau menginjak umur tujuh tahun, dan kemudian istri ayahnya (ibu tiri Dia) memberikan perhatian yang amat besar kepada Dia, sehingga beliau amat disayang melebihi kasih sayangnya kepada anak-anaknya sendiri, demikian juga saudaranya, yang bernama Hamad dirawat olehnya, sehingga tumbuhlah Syaikh dengan baik. Dia keturunan Bani Amar, salah satu suku terkemuka dari suku Bani Tamim. Syaikh dikenal dalam dunia Islam sebagai ulama yang memiliki akidah yang bersih dari noda-noda hitam golongan Al-mu’uththilah, Al-Musyabbihah maupun Al-Mufawwidhah. Dia mempunyai akhlak yang baik, seperti pemurah hati, terbuka, wajahnya berseri-seri terhadap anak-anak maupun orang dewasa, orang yang dikenal maupun selain mereka. Dia sejak kecil tidak memperhatikan 27 Ibid., h. 21. 40 dunia. Dia adalah seseorang yang rendah hati, terhadap yang kecil maupun yang besar, terhadap yang kaya maupun yang miskin, semuanya sama, beliau sangat suka berkumpul bersama masyarakat umum maupun para tokoh pada berbagai kegiatan maupun perkumpulan mereka, dan apabila Dia berkumpul bersama yang itu maupun yang ini niscaya perkumpulan itu akan berubah menjadi perkumpulan ilmu, oleh karena keistimewaan inilah –yang menunjukkan pada keterbukaan kesadarannya. 28 Terangnya kecerdasannya dan keluasan cakrawalanya- maka niscaya niscaya kamu akan dapatkan orang-orang yang menghadiri majelismajelis ilmunya mengambil ilmu yang banyak dan manfaat yang besar darinya. Pada tahun 1371 H, Dia tertimpa sakit tekanan darah dan penyempitan pembuluh darah, dengan kondisi seperti itu pada tahun 1372 H Dia berangkat ke Lebanon berobat, dan dibiyai oleh Pemerintah arab Saudi. Pada tahun 1376 H Dia merasakan sakit yang pernah beliau alami pada tahun 1371 H.29 Dia wafat pada malam kamis 23 Jumadil Akhir 1376 H dalam usia 69 tahun, yang dipenuhi dengan ibadah kepada Allah SWT, memberikan manfaat kepada hamba-hamba-Nya, baik dengan ilmu, pelajaran, fatwa maupun pengarangan buku.30 2. Pendidikan Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî Dia masuk "Madrasah Tahfidz Quran" dan sudah bisa menghafal pada usia 11 tahun, dan beliau mampu menghafal al-Quran di luar kepala ketika 28 Ibid., h. 23. 29 www. muslim.or.id. Diambil pada bulan Januari 2009. 30 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, Tafsir As-Sa’di, (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2006), Cet. 1. h. 24. 41 mencapai usia 14 tahun. Dia menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Dia menghafal al-Quran pada saat Dia masih kecil diusia sebelum baligh, cara Dia menghafal al-Quran dengan melihat mushaf atau di luar kepala maka Diapun menyibukkan diri dengan menuntut ilmu Syar’I, Dia mempelajari hadis kepada Ibrahim bin Hamd bin Jasir, belajar fikih dan nahwu kepada Muhammad bin Abdul Karim Asy Syibl, belajar tauhid, tafsir, fikih, dan nahwu kepada Syaikh Salih bin Utsman Qadhi di ‘Unaizah beliau guru yang banyak di ambil ilmunya oleh Syaikh, Dia belajar terus menerus kapadanya sampai tamat, hingga ia wafat. Dia belajar kepada Syaikh Abdullah at-Tawaijiri, Syaikh Ali As-Sinani, Syaikh Ali bin Nashir Abu Wadi; Dia belajar hadis dan kitab-kitab induk hadis yang enam, maka ia pun memberi ijazah kepada Dia untuk meriwayatkan hadis. Dia juga belajar kepada Syaikh Muhammad asy-Syinqithi ketika masih tinggal di Hijaz dahulu, kemudian beliau pindah ke kota az-Zubair, Dia mempelajari tafsir, hadis dan mushtahalah hadits kepadanya sewaktu ia menetap di kota ‘Unaizah. Dia juga belajar membaca al-Quran kepada kakeknya dari ibunya yaitu: Abdurrahman Bin Sulaiman Ali Damigh Rahimahullah, hingga Dia hafal, setelah itu Dia mulai mencari ilmu dan belajar khat (ilmu tulis menulis), ilmu hitung dan beberapa bidang ilmu Sastra. Dia belajar ilmu faraidh (waris) dan fikih kepada Syaikh Abdurrahman Bin Ali Bin ‘Audan. 3. Karya-karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî Dia telah menulis karya yang bermanfaat, seperti: (1) Tafsîr al-Karîm arRahmân fi Tafsîr Kalâm al-Mannân yang berjumlah 8 jilid, Dia selesai menulisnya pada tahun 1344 H, yang telah diterbitkan oleh Maktabah Salafiyah di 42 Mesir. (2) Hasyiyah ‘alal Fiqh sebagai koreksi atas berbagai kitab yang tersebar dan pernah ditulis dikalangan Mazhab Hambali. (3) Iryad Ulil Basya’ir wa Al-Bab li Ma’rifat al-Fiqh bi Aqrabî Turuq wa Aisar al-Asbab yang disusun dalam bentuk Tanya-jawab, buku ini dicetak di Maktabah At-Taraqi di Damaskus pada tahun 1365 H. (4) Tanzih ad-Dîn wa Hamlatihi wa Rijâlihi min Maftarahu Al-Qashimi fi Al-Aglâlihi. Buku ini dicetak di Dâr Ihyâ al-Kitâb al-Arabî pada tahun 1366 H. (5) Ad-Durrah Al-Mukhtasharah fi Mahasin al-Islam, dicetak oleh percetakan Ansaru As-Sunnah pada tahun 1366 H. (6) Al-Kutub Al ‘Asyriyah dicetak oleh percetakan Ansaru As-Sunnah pada tahun 1366 H. (7) Al Qawa’idu Al-Hisan fi Tafsîri Al-Quran, dicetak oleh percetakan Ansarus As-Sunnah pada tahun 1366 H. (8) Al-Haq Al-Mubîn fi Syar’i Tauhîd Al-Anbiya’ wal Mursalîn, ia merupakan penjelasan Nuniyah karya Imâm Ibnul Qayyim Rohimahullah, dicetak oleh percetakan As-Salafiyah di Mesir. (9) Taudihu Al -Kafiyah Asy-Syafi’iyah, dicetak oleh percetakan As-Salafiyah di Mesir. (10) Wujubu At-Ta’awun baina Al-Muslîm wa Maudu’ul Jihâd ad-Dinî, dicetak oleh percetakan As-Salafiyah di Mesir . (11) Al-Qaul As-Syadid fi Maqashid At-Tauhîd, dicetak oleh percetakan Al-Imâm, pada tahun 1367 H. (11) Manhâj As-Salikin sebuah ringkas dalam Ushul Fiqh. (12) Taisîr Latif Al-Mannân fi Kulasati Al-Imâm di Mesir pada 1368 H. (13) ArRiyad An-Nadirah. (14) Bahjatu Al-Abrâr. (15) Al- Irsyâd ila Ma’rifat Ahkam. (16) Al-Fawakih as-Sahiyah fi Al-Kutab al-Minbariyah. (16) Manhâj as-Salikîn wa Taudih al-Fiqh fi ad-Dîn. (17) Tariq al-Wushul ila ‘Ilmi al-Ma’mul bi Ma’rifât qawa’id wa Dawabit wa Ushul. (18) Ad-Dîn as-Sahîh Yahullu Jâmi’al Masyakil. (19) Al-Furuq wa Taqasim al-Badi’ah an-Nafi’ah. (20) Al-Adillah al- 43 Qawaiti’ wa Al-Barahin fi Ibtali Ushul al-Mulhidîn. (21) Fawa’id Mustanbitah. (22) Al-Wasâil al-Mufîdah. (23) Syuru’ Syaikh Islam Ibnu Taimiyah allati Radda Bihâ ‘alal Qadariyah. (24) Al-Fatawa As-Sa’diyah. (25) At-Taudih wal Bayan li Syajarati Imân. (26) Fathu Rabb al-Hamid fi Ushuli Al-‘Aqa’id wa Tauhîd. (27) at-Tanbihat al-Latifah ‘ala Mahtawat ‘alahi Al-Wasitiyah fil Mabahits alMunifah. (28) Su’al wa Jawab bi Ahammil Muhimmat.31 C. Penerjemah Tafsîr As-Sa’dî Berdasarkan hasil wawancara Penulis terhadap salah satu penerjemah Tafsîr As-Sa’dî yang bernama Ahmad Zuhdi Amin, Lc. Berdasarkan data yang Penulis dapatkan dari Penerbit Pustaka Sahifa bahwa penerjemah Tafsîr As-Sa’dî terdiri dari lima orang penerjemah, di antaranya: (1) Muhammad Iqbal, Lc, (2) Izzudin Karim, Lc, (3) Mustafa Aini, Lc, (4) Muhammad Ashim, Lc, dan (5) Ahmad Zuhdi Amin, Lc, dari lima orang penerjemah yang telah Penulis sebutkan di atas, hanya satu orang yang dapat Penulis wawancarai, tetapi sebagian lagi Penulis memperoleh data-data mereka saja, karena mereka tidak dapat diwawancarai. Berikut ini Penulis akan menjelaskan biografi, pendidikan, dan karya-karya mereka dalam bidang menerjemahkan buku. 1. Ahmad Zuhdi Amin, Lc. a. Biografi Ahmad Zuhdi Amin, Lc. Dia lahir pada 10 Juli 1980, di Tegal. Pekerjaan Dia saat ini adalah seorang penerjemah dan seorang editor atau murâj’ah di Dârul Haq atau Pustaka 31 www. muslim.or.id. Diambil pada bulan Januari 2009 44 Sahifa, waktu Dia untuk menerjemahkan lebih banyak dilakukan di rumah. Dia mulai menerjemahkan sejak beliau kuliah semester V, hingga saat ini. Oleh sebab itu Dia lebih suka menerjemah daripada mengedit. Dia lebih suka menerjemahkan buku yang bertema Fikih.32 b. Pendidikan Ahmad Zuhdi Amin, Lc. Dia sekolah di SDN.3 di daerah Tegal, MTS Muhammadiyah 2, PondokPesantren “Al-Irsyad” di daerah Salatiga, lalu yang terakhir Dia kuliah di LIPIA, Jurusan Syariah Program S1. c. Karya-karya Ahmad Zuhdi Amin Berdasarkan hasil wawancara Penulis kepada Ahmad Zuhdi Amin, di Penerbit Pustaka Sahifa bahwa Dia mulai menerjemahkan sejak Dia kuliah di LIPIA pada semester V hingga saat ini. Saat ini Dia telah menerjemahkan 6 (enam) buku dengan judul dan penerbit yang berbeda-beda. Berdasarkan penjelasan Dia bahwa ada beberapa judul buku yang belum diterbitkan oleh penerbit, karena ada sesuatu yang menghambat proses pendistribusian buku tersebut. Adapun buku-buku yang telah Dia terjemahkan di antaranya, yaitu: 1) Panduan Shalat Bagi yang Safar, penerbit Ibnu Katsir, 2) Panduan Praktis Amalan Sunnah, penerbit Ibnu Katsir, 3) Rahasia dan Keutamaan Shalat Shubuh, penerbit Azzam, 4) Delapan Puluh Kesalahan dalam Azan dan Iqmah, penerbit Azzam, 5) Bolehkah Menjama’ Salat Karena Hujan, penerbit Azzam, dan 6) Meraih Kesempurnaan Shalat, penerbit Darul Haq. 32 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Zuhdi Amin, Bekasi, 7 Mei 2009. 45 2. Muhammad Iqbal Amrullah, Lc. a. Biografi Muhammad Iqbal Amrullah, Lc. Dia lahir pada 9 April 1977 di Jayapura. Saat ini beliau tinggal di daerah Kampung Pasir Tengah, Desa Sukaharja Pondok Bitung Cijeruk Bogor. Pekerjaan Dia saat ini adalah sebagai seorang penerjemah di Drul Haq atau Pustaka Sahifa dan Dia juga bekerja sebagai seorang guru, Dia lebih suka menerjemahkan buku yang bertema “Fikih dan Hadis.” Kemampuannya Dia menerjemahkan buku 4-8 lembar dalam waktu satu hari. b. Pendidikan Muhammad Iqbal Amrullah, Lc Berdasarkan data yang Penulis peroleh dari Penerbit Pustaka Sahifa bahwa Dia lulus S1, jurusan Syariah. c. Karya-karya Muhammad Iqbal Amrullah, Lc. Dia telah menerjemahkan buku sebanyak satu buah buku yang berjudul “ Kunci Sukses Berumah Tangga” dengan judul Asli yaitu :-./و0(*) ا('&دةا+, penerbit Pustaka Azzam. 3. Musthafa Aini, Lc. a. Biografi Musthafa Aini, Lc. Dia lahir pada 4 Februari 1967, di Sampit. Saat ini beliau tinggal di daerah Cimanggis, pekerjaan Dia saat ini adalah sebagai seorang penerjemah di Pustaka Sahifa atau Dârul Haq, dan beliau juga bekerja sebagai seorang guru mengaji. Beliau berpengalaman bekerja di Penerbit Al-Sofwa. Dia lebih suka 46 menerjemahkan buku yang bertema "Akidah, Pemikiran-pemikiran dan Syariah." Dia mampu menerjemahkan 15-20 halaman dalam waktu satu hari. b. Pendidikan Musthafa Aini, Lc. Secara singkat, pendidikan terakhir Dia di jurusan “Pemikiran Islam,” program S1. c. Karya-karya Musthafa Aini, Lc. Berdasarkan data yang Penulis peroleh dari Pustaka Sahifa bahwa Dia telah menerjemahkan buku sebanyak delapan buah buku di antaranya: 1) judul asli “-3'( ا5 أه234 -4+1(”ا, penerbit Ibnu Katsir, 2) judul asli “ ح7 ﺵ9.:;<( ا- ه0ﻥ 9.?(=( “ ریض ا, penerbit Trigenda Bandung, 3) judul asli “ 5@ A B.&3( اC3D(ا مEﺱG “ اdengan judul Indonesia “ Wanita di antara Fitrah dan Kewajiban,” penerbit Darul Haq, 4) judul Indonesia "31 Sebab Lemahnya Iman," penerbit Drul Haq, 5) judul Indonesia "Fatwa Terkini," penerbit Dârul Haq, 6) judul Indonesia "Fikih Ibadah," penerbit Al-Sofwa, 7) judul Indonesia "Gerakan Dakwah Islam," penerbit Dârul Haq, 8) judul Indonesia "Fiqh Islam Syariah Bulughul Marram," penerbit Dârul Haq. 4. Muhammad Iqbal, Lc. a. Biografi Muhammad Iqbal, Lc. Dia lahir pada 6 Juni 1971, saat ini beliau tinggal di daerah Demak, JawaTengah, Dia bekerja sebagai penerjemah di Pustaka sahifa, Dia lebih suka menerjemahkan buku yang bertema "Hadis dan Akhlak," Dia mampu menerjemahkan buku 6 hal dalam waktu satu hari, pengalaman Dia pernah bekerja di majalah “As-Sunah.” 47 b. Pendidikan Muhammad Iqbal, Lc. Penulis memperoleh data singkat tentang pendidikan Dia dari Penerbit Pustaka Sahifa bahwa Dia kuliah di Universitas Islam Madinah, fakultas “hadis”, program S1. c. Karya-karya Muhammad Ashim, Lc. Buku-buku yang telah Dia terjemahkan di antaranya: 1) judul asli " -:+3(م اHأﺡ -./و0(" ا, penerbit Dârus-Sunah, 2) judul Indonesia "Hadis-hadis Lemah dan Palsu,"penerbit Pustaka Azam, 3) judul Indonesia "Ruqya," penerbit DarusSunah, 4) judul Indonesia "Bertakwa kepada Orangtua," penerbit Dâr-Tauhid, 5) judul Indonesia "Harapan-harapan,” Penerbit Dârus-Sunah, 6) judul Indonesia "Mendidik anak," penerbit Dârus-Sunah. 5. Izzudin Karimi, Lc. a. Biografi Izzudin Karimi, Lc. Dia lahir pada 27 Oktober 1971 di Lamongan. Saat ini Dia tinggal di daerah Jawa-Tengah. Dia bekerja sebagai guru di "Ma'had Ali Imâm Syafi'i," Dia mampu menerjemahkan 10 halaman dalam waktu satu hari. b. Pendidikan Izzudin Karimi, Lc. Penulis memperoleh data singkat tentang Dia dari Penerbit Pustaka Sahifa, Dia kuliah di LIPIA Jakarta, jurusan Syari'ah pada tahun 1995. c. Karya-karya Izzudin Karimi, Lc. Dia telah menerjemahkan buku sebanyak lima buah buku di antaranya: 1) judul asli “Kado Istimewa Untuk Muslimah,” penerbit Dârul Haq, 2) judul Indonesia “Menjadi Guru Yang Sukses dan Berpengaruh,” penerbit Dârul Haq, 3) 48 judul Indonesia “Korban-korban Lelaki hidung Belang,” penerbit Elba Surabaya, 4) judul Indonesia “Kisah Teladan Generasi Salaf,” 5) judul Asli “ مEﺱG اJ:A م7<(غ ا#KL ح7 “ ﺵpenerbit Dârul Haq. D. Editor atau Murâja’ah33 Tafsîr As-Sa'dî Berdasarkan hasil wawancara Penulis kepada salah satu Editor Tafsîr AsSa'dî, di Penerbit Pustaka Sahifa, pada hari Kamis, tanggal 7 Mei 2009. Editor Tafsîr As-Sa'dî adalah Tim Pustaka Sahifa, tetapi Penulis hanya mewawancarai salah satu dari mereka. Berikut ini Penulis akan menguraikan editor Tafsîr AsSa’dî tersebut. 1. Biografi Abdurrahman Nuryaman, Lc. Dia lahir pada 31 Desember 1969, di Lombok (NTB), saat ini Dia bekerja sebagai editor di penerbit Pustaka Sahifa, Dia sudah bekarja sekitar 3 tahun yang lalu. Kemudian pada tahun 1993 Dia direkrut oleh Yayasan “Al-Sofwa AlIslamiyah,” yang merupakan lembaga dakwah yang merupakan induk dari Pustaka Sahifa. Selama bekerja di Pustaka Sahifa, Dia sempat menjadi Imam di Masjid "Al-Furqân" yang berada di Bekasi, dan juga Dia menangani PondokPesantren "Al-Amîn" di Bogor. Pada tahun 1998 Dia bekerja di Madinah, ketika Dia berada di Madinah, sesekali waktu Dia sempat mendengarkan pengajian seorang ulama besar (Dia tidak menyebutkan nama ulama tersebut) di Masjid 33 Istilah yang dipakai dalam kitab Tafsîr As-Sa’dî pada kata editor adalah “murâja’ah” 49 Nabawi. Dia bekerja di Pustaka Sahifa, mulai hari senin-jumat, jam 08:15-17:00 WIB. Dia suka mengedit buku yang bertema "Sejarah dan Akidah." 34 2. Pendidikan Abdurrahman Nuryaman, Lc. Dia sekolah selama enam tahun di Pondok-Pesantren "Nurul Hakim," di daerah Lombok, lalu Dia kuliah di LIPIA di Jakarta, yang merupakan cabang dari Jâmiatul Imam di Saudi Arabia, selama tiga tahun, jurusan I'dad al-Lughawi dan At-Tatmili.35 3. Karya-karya Abdurrahman Nuryaman, Lc. Berdasarkan hasil wawancara Penulis kepada Dia bahwa beliau tidak dapat menghitung jumlah buku yang telah Dia edit, karena menurut Dia, terlalu banyak buku yang sudah beliau edit, dan karena tugas dan tanggung jawab Dia di Penerbit Pustaka Sahifa, adalah mengedit naskah yang diajukan oleh direktur atau atasan di Penerbit Pustaka Sahifa, jam kerja beliau setiap hari Senin-Jumat adalah mengedit naskah-naskah. 36 E. Sekilas Tafsîr As-Sa’dî Tafsîr As-Sa’dî adalah salah satu di antara sekian banyak kitab-kitab tafsir yang merupakan kekayaan ilmiah dunia Islam; memiliki keunggulan sebagai kitab tafsir paling simple; padat makna, dan tidak banyak menyuguhkan ikhtilaf (perbedaan pendapat) dari sisi penafsiran. Tafsir ini memiliki keistimewaan diantaranya; gaya bahasa yang sederhana dan jelas yang dapat langsung dimengerti oleh orang yang berilmu maupun orang yang tidak berilmu, 34 Wawancara Pribadi dengan Abdurrahman Nuryaman, Bekasi, 7 Mei 2009. Ibid., 36 Ibid., 35 50 keistimewaan lainya adalah menghindari kalimat-kalimat sisipan dan kata-kata yang hanya nyulitkan pembaca untuk memahaminya, menghindari penyebutan perselisihan pendapat kecuali perselisihan yang mendasar yang harus disebutkan, tafsir ini berjalan di atas Manhâj Salaf pada ayat-ayat sifat yang tidak ada penyimpangan dan tidak ada ta'wil yang bertentangan dengan maksud Allah di dalam firman-Nya.37 Pendapat ini didukung pula oleh salah satu editor yang Penulis wawancarai, yaitu Bapak Abdurrahman Nuryaman, Lc. Dia mengatakan bahwa Tafsîr As-Sa’dî ini adalah tafsir yang paling ringkas yang ada di dunia Islam, sekaligus tafsir yang paling selamat dari unsur-unsur tangan manusia (penafsiran yang tidak bertanggung jawab), tafsir yang lebih dekat dengan Manhâj Salafu Salih.38 Tafsîr As-Sa’dî ini memiliki keistimewaan yang paling penting bagi pembaca yaitu; keterincian pengambilan kesimpulan yang ditunjukkan oleh ayatayat yang berupa faedah, hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya, hal ini sangatlah nampak jelas, dalam beberapa ayat, seperti ayat wudhu dalam surah Al-Maidah, di mana Syaikh mengambil kesimpulan darinya sebanyak lima puluh hikmah, sebagaimana juga dala kisah daud dan Sulaiman dalam surah Shad. Keistimewaan lainnya, dalam buku tafsir ini ada panduan pendidikan terhadap akhlak-akhlak yang luhur.39 37 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, Tafsîr As-Sa’dî (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2006), Cet. 1. h. 9. 38 Wawancara pribadi dengan Abdurrahman Nuryaman, Lc. 39 Ibid., h.10. 51 Manuskrip Tafsîr As-Sa’dî ini terdiri dari dua manuskrip, yaitu: Naskah pertama adalah naskah yang dikirim oleh Penulis sebagai acuan dalam penerbitan buku tersebut, naskah ini terdiri atas sembilan jilid, yang merupakan dasar acuan Syaikh dan Syaikh berikan tanda (A). Naskah ini menjadi naskah dasar acuan bagi Syaikh dalam menerbitkan buku ini. Naskah kedua terdiri atas sembilan jilid, yang merupakan naskah yang berada pada Syaikh dan Beliau menjaganya, kemudian setelah itu dibawa ke Universitas al-Imâm lewat Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. Naskah ini ditulis dengan tulisan tangan Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, kecuali jilid keenam dengan tukisan tangan Muhammad bin Manshur bin Ibrahim bin Zamil, dan naskah ini Syaikh berikan dengan tanda (B). Naskah ini sesuai dengan naskah pertama, kecuali jilid terakhir dari surah Al-Baqarah pada akhir tafsir ayat 238 hingga akhir tafsir naskah pertama, bahwa penulis telah mengoreksi kembali jilid ini di sela-sela penerbitan terhadap naskah tersebut, dan selain itu kebanyakan hanya perbedaan-perbedaan kecil saja yang telah Syaikh jelaskan pada catatan kaki di dalam tafsir ini. 40 Naskah acuan ini terdiri atas, delapan jilid di antaranya: 41 Jilid Pertama: Dimulai dengan pendahuluan dan diakhiri pada akhir tafsir ayat 129 surah Ali Imran, jilid ini ditulis dengan tulisan pengarangnya, dan sebagian dari naskah ini ditulis dengan tulisan orang lain, pengarangnya dapat menyelesaikannya pada 40 Ibid., h. 39. 41 Ibid., h. 41. 52 akhir jilid ini ada tambahan sebagai koreksi, jilid ini memiliki catatan-catatan kaki dan koreksi-koreksi dengan tulisan Syaikh pengarangnya. Jilid kedua: Dimulai dengan tafsir ayat 130 surah Ali-Imrân dan berakhir pada tafsir surah al-An’am, dalam jilid ini ada catatan kaki dari tulisan Syaikh pengarangnya atas aslinya. Jilid Ketiga: Dimulai dengan tafsir surah al-A’raf dan berakhir surah Hûd, dalam jilid ini ada catatan kaki dengan tulisan Syaikh pengarang dan diselesaikan salinannya pada hari sabtu 21 Rabi’ul Awwal tahun1347 H. Jilid Keempat: Dimulai dengan surah Yusuf dan berakhir dengan akhir dari tafsir surah alIsra’. Pada akhir jilid ini ada tambahan sebagai perbandingan atas aslinya. Jilid Kelima: Dimulai dengan tafsir surah al-Kahfi dan berakhir pada akhir tafsir surah an-Naml, pada akhir jilid ini ada tulisan yang dimasukkan oleh pengmpulnyadan pengejanya Abdurrahman bin Nashir bin Abdullah as-Sa’dî. Pada awal jilid ini ada pendahuluan dengan tulisan pengarangnya,dan ditambah dengan kaidah kaidah-kaidah dari tafsir ini dengan tulisan beliau sendiri. Jilid Keenam: Dimulai dengan tafsir surah al-Qashash dan berkhir pada tafsir surah ashShafat, pada akhir jilid ini tertulis “Telah sempurna tafsir surah ash-Shaffat pada tanggal 6 Syawwal tahun 1343 H. 53 Jilid Ketujuh: Dimulai dari tafsir surah Shad dan berakhir pada tafsir akhir surah al-Fath. Jilid Kedelapan: Dimulai dari tafsir surah al-Hujurat hingga akhir tafsir, yang pada akhir jilid ini tertulis “Tertulis sempurna tafsir kitabullah dengan pertolongan-Nya dan kebaikan bimbingan-Nya terhadap pengumpulan dan penulisannya Abdurrahman bin Nashir bin Abdullah yang terkenal dengan sebutan "Ibnu Sa’di." Pada catatan kakinya tertulis (tambahan perbandingan), dan pada catatan kakinya banyak tambahan dan koreksian dengan tulisan pengarangnya. Keistimewaan lain Tafsîr As-Sa’dî ini di antaranya: 42 Pertama, Kesungguhan Penulis dalam membuat tafsirnya ringkas hanya sebatas makna global, di mana mayoritas penafsir al-Quran itu tidak terlepas membahas panjang lebar, bahkan hingga menyimpang dari topik tafsirnya dari kitabullah, atau mereka membatasi diri membahas makna-makna bahasa atau fiqhiyyah saja. Kedua, Syaikh menggunakan kecerdikan akal, kejernihakn hati, kecepatan pikiran terhadap perkataan-perkataan para salaf dari para sahabat, tabîn dan para ulama uamat yang disebut dalam tafsir, sehingga Syaikh mengumpulkan perkataan dan pendapat yang muncul dalam tafsir makna ayat kemudian beliau mengungkapkannya dengan gaya bahasa yang telah diketahui. Ketiga, Tafsîr As-Sa’dî ini diistimewakan juga dengan kata-kata yang sederhana, penjelasan yang mudah dimengerti, dan tidak memanjangkan bahasa, 42 Ibid., 19. 54 yaitu dengan suatu gaya yang dapat dipahami oleh orang yang berilmu ataupun tidak berilmu. Keempat, Penyusunnan kalimat yang sangat rapi dan mengaitkan suatu kalimat dengan kalimat lain yang sesuai tanpa ada kesusahan dalam merangkai ungkapanny. Kelima, Tafsir ini mengandung banyak faedah ilmiah dan pendidikan yang disarikan dari kitabullah yang dijelaskan oleh Penulis, ketika membahas tafsir ayat, faedah-faedah sangat bermacam-macam baik dari segi tauhid, fikih, sirah, nasihat-nasihat, dan akhlak. Keenam, Keistimewan yang terpenting adalah tafsir ini terhindar dari ta’wil yang keliru, hawa nafsu, bid’ah dan Israiliyat. Syaikh bersandar kepada alQuran dan ash-Sunah, dan beliau juga mengikuti riwayat-riwayat yang disebutkan dari ash-Salaf ash-Salih. Di dalam Tafsîr As-Sa’dî ini, Syaikh memperhatikan hal-hal seperti, harakat, menghindarkan dari kalimat yang hilang, menyimpang, dan kesalahan cetak yang terdapat pada cetakan sebelumnya. Syaikh juga melakukan pengoreksian terhadap ayat-ayat yang dijadikan sebagai bukti penguat keterangan dari Penulis, ada beberapa ayat yang tidak ditafsirkan, tetapi hal ini telah beliau jelaskan pada catatan kaki, dan yang terakhir Syaikh juga memberikan sandaransandaran bagi hadis yang disebutkan dalam tafsir ini.43 Tafsîr As-sa’dî ini memiliki kekurangan pula di antaranya: dalam menerjemahkan sebuah kata, tafsîr ini menggunakan bahasa yang sanangat kaku 43 Ibid., h. 19. 55 atau dalam menerjemahkan sebuah ayat menggunakan metode terjemahan harfiyah, dan tafsîr ini dalam menerjemahkan lebih mementingakan bahasa Sumber, sehingga hasil terjemahannya masih terlihat sebuah hasil terjemahan, menerjemahknannya dengan cara kata-per-kata, tanpa membuang satu kata pun yang terdapat di dalam teks asli. Hal ini dapat membuat pembaca sulit untuk memahami hasil terjemahannya. 56 BAB IV ANALISIS HOMONIM (MUSYTARAK LAFZI) TERHADAP TERJEMAHAN TAFSîR AS-SA’Dî Pada bab ini, Penulis akan menganalisis kitab versi Bahasa Arab yang berjudul “Taisîr Al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân,” dan “Tafsîr As-Sadî” yang dikarang oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, dan diterjemahkan oleh tim penerjemah di penerbit “Pustaka Sahifa” di antaranya: Ahmad Zuhdi Amin, Lc, dkk. Penulis juga membatasi analisis ini hanya pada surah al-Baqarah dan Ali Imran, yang terdapat pada jilid I. Penulis juga membatasi analisis ini, dengan menganalisis ayat-ayat yang mengandung makna homonim (Mustarak Lafzi) yang terdapat di dalam “Tafsîr As-Sadî”, dengan cara melihat makna dari kata-kata yang mengandung makna lebih yang berbeda-beda, lalu melihat makna kata-kata tersebut di dalam Kamus Arab –Indonesia, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hans Wehr sebagai bahai untuk menganalisi, Penulis juga menggunakan Tafsîr Al-Mishbâh dan Tafsîr Al-Azhar, dan Penulis juga melihat segi Penerjemahan Tafsir apakah makna yang digunakan di dalam Tafsîr As-Sadî sudah tepat atau malah membuat pembaca menjadi tidak memahami terjemahannya. Berikut ini Penulis akan menganalisisnya. Penulis mengkategorikan kata-kata yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi)di antaranya: 57 A. Kata-kata dalam bahasa Arab yang Mengandung Makna Homonim (Musytarak Lafzi) Berkaitan dengan Ibadah, yang terdapat di dalam Tafsîr As-Sadî di antaranya: 1. Kata ة#Kﺹ $%&' !"# $2,10'/. -*,+* )( ... 65-43 “Mereka yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan salat...” (QS. Al-Baqarah [2]: 3). Penulis menemukan kata yang mengandung makna homonim musytarak lafzi, yaitu pada kata ة#Kﺹ berikut ini Penulis akan menganalisis kata ة#Kﺹ dengan melihat makna kata ة#K ﺹdi dalam Al-Mu’jam al-Wasit makna kata ة#Kﺹ di antaranya: - و.-&ی71( اA T*Uود أو2 ﺡ-3.R<( ا-ﺹ#=S<(دة اR&( ا- و.ء42( ا:(ةE=()ا 44 Jadi, kata ة#Kﺹ .-<ﺡ7(ا berarti: (1) doa; (2) ibadah khusus yang waktunya ditentukan; (3) rahmat. Penulis juga melihat makna kata salat di dalam Al-Mu’jam Al-Lughah AlArabî Al-Asasî di antaranya: -رﺽ7+<( ات#K=( وا,-&ی71( اYA ود2?( ا-Z#R[, -;U\, -ﺹ#=?, دةR4 ,ِء4 د:ةE"ﺹ 45 44 ."_ ا9, -آ7R(ﻥ واa( ا9' ﺡ,C<ﺥ Ibrahim Anîs, Al-Mu’jam al-Wasit (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1972), h. 522. 58 Jadi, kata ة#K ﺹberarti: (1) doa; (2) salat (salat lima waktu/ ibadah khusus yang dibatasi waktunya dalam hukum Islam); (3) berkah dari Allah. Penulis juga melihat makna kata ة#K ﺹdi dalam Kamus Hans Wehr, yaitu: (1) Intercession (safa’at); (2) blessing (doa); (3) grace of God (kemurahan hati dari Tuhan).46 Berdasarkan makna kata ة#K ﺹdari berbagai sumber kamus di atas, maka secara umum, kata ة#K ﺹbermakna: (1) doa; (2) salat wajib (lima waktu); (3) rahmat (berkah/ safaat/ kemurahan hati dari Tuhan); (4) ibadah khusus yang waktunya dibatasi di dalam hukum Islam. Penulis menemukan surah dan ayat yang terdapat kata ة#K ﺹdi antaranya: (1) Surah al-Baqarah 45, 83, 177 dan 277. (2) Surah An-Nisâ 103. (3) Surah atTaubah ayat 5, 11 dan 71. (4) Surah Ibrahîm ayat 40. (5)Surah al-Anbiyâ ayat 73. (6) Surah al-Hajj ayat 35. (7) Surah an-Nûr ayat 37. Berdasarkan surah dan ayat-ayat yang terdapat pada kata ة#K ﺹtelah Penulis temukan di atas, maka Penulis mengelompokkan surah dan ayat-ayat sesuai dengan makna yang terkandung di dalamnya. a) Ayat-ayat yang terdapat kata ة#K ﺹyang mengandung makna doa di antaranya: 1. Surah al-Baqarah: 45 ; %:98+7 /. … 65-43 /. )=<43)( 45 Ahmad al-Aid dkk, Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî al-Asâsî (Tunisia: Departemen Pendidikan Arab dan Ilmu Kebudayaan, 2003), h. 746. 46 Hans Wehr , A Dictionary of Modern Written Arabic ”Arabic-English” (Libraire du Liban, 1980), h. 612. 59 “Meminta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan salat...” Berdasarkan ayat di atas, kata ة#K ﺹditerjemahkan dengan makna ”doa” dijelaskan Allah memerintahkan kepada manusia untuk ”meminta pertolongan dengan cara sabar dan salat,” kata ”salat” di sini maksudnya ”Doa”, karena dengan salat manusia dapat menjadi sabar, sabar di sini dalam arti tekun dalam menjalankan salat yang bermakna doa dan meminta kepada-Nya. Karena apabila kita tekun berdoa niscaya Allah akn mengabulkan segala yang manusia inginkan. b) Ayat-ayat yang terdapat kata ة#K ﺹyang mengandung makna salat yang sebenarnya (yaitu ucapan dan perbuatan yang di awali dengan takbir dan di akhiri dengan salam) di antaranya: 1. Surah al-Baqarah: 177 /@.?/. 65-43 … 65ABCD //. “Mendirikan salat, dan menunaikan zakat” 2. Surah al-Baqarah: 277 ;.?/. 65-43 ... 65ABCD ;E//. “... dan mendirikan salat dan menunaikan zakat.” 3. Surah al-Baqarah: 83 65-43 ;☺:.?/.… … 65ABCD ;9//. “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat… 4. Surah at-Taubah:5 ;.?/. ;( $)IH …5 ;E//. 65-43 … 65ABCD “Jika mereka bertaubat dan mendirikan salat dan menunaikan zakat...” 5. Surah at-Taubah: 11 60 ;.?/. ;E//. ;( $)IH 65-43 … 65ABCD "Jika mereka bertaubat, mendirikan salat dan menunaikan zakat...” 6. Surah at-Taubah: 71 65-43 ☺:10'/.… 65⌧LCD 9&'/. …?7/N/ # 9:M'/. “…mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan RasulNya...” 7.Surah Ibrahim: 40 TS:10 RPH-9QP 1$O/N R1WV' N9U /. 65-43 5… “Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat...” 8. Surah al-Anbiyâ: 73 65-43 /@ )0/.… ...; 65ABCD /8')0/. “...Mendirikan sembahyang, menunaikan zakat…” 9. Surah al-Mu’minûn: 2 <Y\A⌧Z )! <Y9X !"# $9]^T “Orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya.” 10. Surah an-Nûr: 37 65-43 @)0/.… … 65⌧LCD _')0/. “...mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat...” Berdasarkan pengelompokkan di atas, bahwa kata ة#K ﺹpada setiap ayat di atas mengandung makna “salat yang di mulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam”, oleh karena itu Penulis tidak menjelaskan makna setiap ayat di atas. 61 Berdasarkan pengelompokkan di atas, kata ة#K ﺹdi dalam al-Quran ada yang bermakna salat dalam arti yang sebenarnya, yaitu salat wajib (lima waktu) yang diwajibkan oleh orang Islam yang waktunya ditentukan, dan kata ة#K ﺹyang bermakna doa. Di dalam tafsir asli, kata ة#K ﺹditerjemahkan dengan kalimat berikut ini: ,ة7هe( اT*ر#=L ن.;یGد ا7D, T.A +H یd Jﻥc ,ةE=(L ن#*bأو ی, ةE=(ن ا#K&+“ی -,UgL ,3ZL T;,U وإTZو7 وﺵT*R/ وواT*<م ارآﻥgL ا7ة @هE=( اT;,U إf,UgA _ل اU ;(ة ه اE=( اjkTA ,T3, JK&+ ویJ(#: ی, 7L2* وT.A iK:(ر ا#[ ﺡ# وه,Tروﺡ b 5Na&% 65-43 `)0 ); :T.A d d%☺*/. ]+⌧c* …( A 5ﺥ2 وی,T3, 5:4 , d إJ*E ﺹ9, , ﻥ'نm( اب# ﺙEA اب#a( اT.K4 i*7;وه ا(; ی ”.47TKAا# وﻥT[nا7A ةE=(ا Penjelasan dari Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân, kata ة#K ﺹdi atas, Penulis melihat terjemahannya di dalam Tafsîr As-Sadî pada penggalan ayat kata ة#K ﺹdi atas diterjemahkan “mereka yang beriman kepada yang ghaib dan mendirikan salat”, maksudnya “orang-orang yang mengerjakan salat, karena sesungguhnya mengerjakan salat tidaklah cukup hanya sekedar menjalankan dengan bentuk yang lahir saja, tetapi mendirikan salat dengan menyempurnakan rukun-rukun, wajib-wajib, syarat-syarat. Mendirikan salat harus 47 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dî, Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân (Riyadh: Dârul al-Manâr, 1999), h. 37. 62 secara batin, yaitu dengan menghadirkan hati pada-Nya, merenungi apa yang dibaca, dan mengamalkannya, sebagaimana yang dijelaskan Allah di dalam firmannya: ”sesungguhnya salat mencegah perbuatan keji dan munkar,” jadi, makna kata ة#K ﺹyang terdapat di dalam Tafsîr As-Sadî adalah salat yang di mulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam, dan mengerjakannya harus menyempurnakan syarat-syarat, wajib-wajib, rukun-rukun dan harus menghadirkan hati padanya dengan cara merenungi apa yang dibaca (khusyu).”48 Berdasarkan penjelasan kata salat di dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân ataupun Tafsîr As-Sadî, kemudian Penulis menganalisis kedua tafsir tersebut, kedua tafsir menerjemahkan kata ة#K ﺹsecara harfiyah, maksudnya menerjemahkan sudah jelas, yaitu menerjemahkannya secara harfiyah, yaitu semua kata-kata yang terdapat di dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân langsung diterjemahkan ke dalam Bahasa Sasaran yang terdapat di dalam Tafsîr As-Sadî. Dalam penjelasan pada kata ة#K ﺹtersebut dapat dipahami oleh pembaca, karena salat adalah kegiatan yang selalu dilakukan oleh orang-orang khususnya bagi Agama Islam. 2. Kata o1ﺥ )=<43)( ;%:98+7/. e\Cf)0/. 5 65-43/. `i)0 h6/=)gd ) 48 !k9]^'*j Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, Tafsîr As-Sa’dî (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2006), Cet. 1. h. 65. 63 "Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu." (QS. AlBaqarah [2]: 45). Penulis menemukan kata yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi), yaitu pada kata “o1 “ﺥberikut penjelasannya di bawah ini: Penulis melihat makna kata o1 ﺥdi dalam Al-Mu’jam Al-Wasit yaitu: 49 " J[q .j7=RL Y, رo رآ- و.J*# ﺹp+ ﺥ- و. ﺥف- و.o[ ﺥ:o1"ﺥ Jadi, makna o1 ﺥberarti: (1) takut; (2) merendahkan diri; (3) tuduk; (4) mengecilkan suara; (5) melempar pandangan (memperhatikan/ fokus). Penulis melihat makna “o1 “ﺥdi dalam Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî alAsasî, di antaranya: J*و# ﺹp+ ﺥ:BKH;<( ا.J*E ﺹYA 9,\<( اا.نH; و اﺱo[ ﺥ: 4و#1 )ج( ﺥo1Sی- r1"ﺥ 50 "0,ا7;ﺡG ا94 -ی3 آ:=رLc دون اf&1)ﺥJ[q :j7=RL s=S1( ا. Jadi, kata o1 ﺥberarti : (1) takut (tunduk, khusyu ketika salat); (2) menunduk; (3) menahan pandangan (menghormati orang yang lebih tinggi statusnya). Penulis melihat makna kata o1 ﺥdi dalam Kamus Hans Wehr yang berarti: (1) to be submissive (menjadi patuh, suka mengalah); (2) to be humble (merendah, remeh, hina); (3) to fade voice (memudar, luntur, menghilang).51 49 50 Ibrahim Anîs, Al-Mu’jam al-Wasit (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1972), h. 235. Ahmad al-Aid dkk, Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî al-Asâsî (Tunisia: Departemen Pendidikan Arab dan Ilmu Kebudayaan, 2003), h. 396. 64 Berdasarkan berbeda-beda makna pada kata o1 ﺥtersebut, Penulis membuktikan bahwa makna-makna o1 ﺥberbeda-beda pengertiannya, maka Penulis melihat Kamus Besar Bahasa Indonesia kata o1 ﺥyang bermakna “patuh” (taat, disiplin).52 Kata o1 ﺥbermakna “suka mengalah” (suka mengaku kalah dengan sengaja kalah, tidak mempertahankan pendapat.53 Kata o1 ﺥbermakna “remeh” (tidak penting, tidak berharga, kecil). Kata o1ﺥ bermakna “hina” (rendah kedudukannya, keji, tercela, tidak baik).54 Kata o1 ﺥmakna “memudar” (menjadi pudar, menyuramkan, membuyarkan.)55 berdasarkan berbeda makna tersebut, tidak semua makna kata yang terdapat di dalam kamus langsung dapat digunakan dalam menerjemahkan. Penulis tidak menemukan ayat atau surah yang terdapat kata o1ﺥ, selain pada suarh al-Baqarah ayat 45 ini, oleh karena itu Penulis tidak dapat mengelompokkan ayat-ayat yang terdapat kata o1ﺥ. Kata o1 ﺥdijelaskan di dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân sebagai berikut: _ع ا#1S(اTﻥc ,-+.+ ﺥBT.K4 -KT ﺱTﻥgA (9ی7ﺵS(ىK4 d)إ-U ﺵ:ة( اى7.RH(ة )اE=("اا فESL ,ب:&( ا9, J;.1 وﺥ,اب#aK( JRU7;( jر2ﺡ ﺹ713, TK&A J( i/# یj234, ء/ور 51 Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic ”Arabic-English” (Libraire du Liban, 1980), h. 278. 52 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 654 53 Ibid., h. 740. 54 Ibid., 308. 55 Ibid., 14. 65 J.K4 ء.ﺵc ا5: اﺹ9, ﺹرتT;K&A وإذا,T.( اj#42 یJ( 4 داd JﻥgA ,u(k آ9H یB( 9, وإی<ﻥ,ا:;A واd ذJی2 ی9.L 'رH وإﻥ,Y(&* _ Jﻥ#H ﺱJ;3.ﻥb<Z وiK:(ع ا#[ ﺥ:#ع ه#1ﺥ 56 Jn:KLو Berdasarkan kalimat di atas tersebut, Penulis melihat penjelasan di atas diterjemahkan di dalam Tafsîr As-Sadî yang terdapat pasa surah al-Baqarah ayat 45 di atas, yatu “melaksanakan salat harus dengan khusyu, karena khusyu sangat sulit dilakukan bagi manusia, kecuali bagi mereka yang takut kepada Allah, khusyu mengharuskan adanya realisasi perbuatan dengan lapang dada, demi mencari pahala dan takut dari hukuman.57 Khusyu’ adalah ketundukan hati, dan ketenangannya karena Allah serta pasrah dihadapan-Nya dengan segala hina, butuh dan iman kepada-Nya dan kepada pertemuan dengan-Nya.”58 Penulis melihat penjelasan surah al-Baqarah ayat 45 di dalam Tafsîr alMisbah bahwa kata o1 ﺥdi dala ayat tersebut adalah “orang-orang yang yang menekan kehendak nafsunya dan membiasakan dirinya menerima dan merasa tenang dalam menghadapi ketentuan Alla, serta selalu mengharapkan kesudahan yang baik.59 Dijelaskan bahwa kata o1 ﺥditegaskan mereka bukan orang yang terperdaya oleh rayuan nafsu, mereka adalah yang mempersiapkan dirinya untuk menerima dan mengamalkan kebajikan, lebih ditegaskan lagi kata o1 ﺥdi sini adalah mereka yang takut, lagi mengarahkan pandangannya kepada kesudahan 56 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dî, Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân (Riyadh: Dârul al-Manâr, 1999), h. 47. 57 Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, Tafsir As-Sa’di, (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2006), Cet. 1. h. 118. 58 Ibid., h. 119. 59 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 182. 66 segala sesuatu, sehingga dengan demikian mudah baginya meminta bantuan dengan sabar yang membutuhkan penekanna gejolak nafsu dan mudah bagi orang yang khusyu malaksanakan salat karena merupakan kewajiban ini mengharuskan disiplin waktu dan kesucian jasmani, meskipun sedang melakukan segala macam kesinukan. Demikian Thahir ibn ‘Âsyur. Ayat ini, bukan tidak membatasi kekhusyuan hanya dalam salat, tetapi menyangkut segala aktivitas manusia. Khusyu dalam salat menuntut manusia untuk menghadirkan kebesaran dan keagungan Alla, sekaligus kelemahan manusia sebagai makhluknya. Puncak khusyu di sini adalah ketundukan dan kepatuhan seluruh anggota tubuhdalam keadaan pikiran dan bisiskan hati secara keseluruhan menuju kehadirat ilahi, tetapi ada peringkat-peringkat terendah adalah sekedar pengamalan yang tulus kepada-nya, walau diselingi oleh pikiran yang melayang kepada hal-hal yang tidak bersifat negatif. Nabi Muhammad Sa, ketika salat, beliau masih mendengar suara tangis anaknya, sehingga beliau mempersingkat waktu salatnya, di lain waktu beliau memperlama sujudnya, karena cucu beliau anak Fatimah dan Ali ibn Abi Talib –menunggang pundak beliau-, ketika sedang salat. Jadi, kekhusyuan tidak selalu berarti hilangnya segala ingatan, kecuali kepada Allah Swt.60 Dengan demikian kata o1 ﺥmengandung makna homonim (musytarak lafzi), karena memiliki makna yang berbeda-beda di dalam kamus, tapi dalam menerjemahkna tidak semua makna kata yang terdapat di dalam kamus dapat langsung digunakan dalam menerjemahkan suatu kata, karena hasil terjemahnya 60 Ibid., h. 183. 67 akan terlihat kau, dan kadang tidak sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang asli. Tafsîr As-Sa’dî menerjemahkan kata o1 ﺥsecara leksikal, yaitu menerjemahkan sesuai dengan makna yang terdapat di dalam kamus, dan jelas dalam hal ini khusyu yang dimaksud di sini adalah tunduk yaitu tingkat keimanan yang sangat tinggi. Meskipun menerjemahkannya dengan makna “khusyu”, tapi tidak membuat pembaca bingung dalam memahami terjemahannya. Ayat di atas, lebih menekannkan pada seseorang yang melaksnakan “salat malam,” dalam salatnya mereka menangis karena terlalu khusyu dan tunduk kepada Allah. 3. Kata J/و mQ]enH@ ☺/%&'.oH l/. 5 MO*+enH@/. `)0 5 s rQP/. YqH ;p/9 xx) vS:)-w ttu7/. # “Kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah MahaLuas (rahmat-Nya) lagi MahaMengetahui." (QS. Al-Baqarah [2]: 115). Penulis menemukan kata yang mengandung makna hmonim (musytarak lafzi) pada kata J/ و. Penulis melihat makna kata tersebut di dalam Al-Mu’jam alWasit, yaitu: 61 ".bD;( ا:?/)( و/# )ی:نEA - و.) و وﺽ7T@ .( ء1( )ا:J/"و 61 Ibrahim Anîs, Al-Mu’jam al-Wasit (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1972), h. 1013. 68 Jadi, kata J/ وberarti: (1) wajah (bagian anggota tubuh);(2) nampak (jelas/ kelihatan); (3) kedatangan. Penulis melihat makna kata J/ وdi dalam Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî al-Asâsî yaitu: 62 " .م#:( ا2. ﺱ.vﻥc و اB+(ن وا3.&( اJ.Aأس و7( ا9, uT/ ا# ی, :J/"و Jadi, kata J/ وberarti: (1)wajah (bagian anggota tubuh); (2) pemimpin suatu kaum; (3) nampak. Penulis juga melihat makna tersebut di dalam Kamus Hans Wehr, kata tersebut bermakna (1) face (wajah); (2) façade (tampak); (3) surface (permukaan); (4) dail (memutar); (5) purpose (tujuan); (6) side (bagian); (7) objective (tujuan, sasaran); (8) way (jalan).63 Penulis menemukan ayat-ayat yang terdapat kata J/ وdi antaranya: (1) Surah al-Baqarah ayat 149; (2) Surah ar-Rûm ayat 30. Penulis mengelompokkan ayat-ayat yang terdapat kata J/ وsesuai dengan makna yang terdapat di dalamnya. Kata J/ وyang bermakna "menghadap" yaitu: 1. Surah al-Baqarah: 149 QM⌧# gzQP/. 1y /H ; @* {1|+☺* “Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram...” 62 Ahmad al-Aid dkk, Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî al-Asâsî (Tunisia: Departemen Pendidikan Arab dan Ilmu Kebudayaan, 2003), h. 1294. 63 Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic ”Arabic-English” (Libraire du Liban, 1980), h. 486. 69 Berdasarkan ayat di atas, kata J/ وditerjemahkan dengan ”menghadap”, dengan melihat kata sebelumnya yaitu kata /H makna kata gzQP/. 1y /H yang menjadi penjelas selain itu juga menerjemahknanya harus melihat kalimat”dari mana saja kamu keluar” sehingga maka yang dimaksud di sini adalah menghadap kiblat ketika melaksanakan salat. Hal ini menjelaskan bahwa dalam memahami makna kata J/ وdapat menggunakan penerjemahan semantik, yaitu dengan bahasa tersirat dari kata J/و tersebut adalah menghadap.64 Berkaitan dengan kata J/ وyang terdapat pada ayat di atas, ayat ini ditutup dengan peringatan halus kepada siapapun, baik orang Yahudi, maupun Munafik “Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan, untuk lebih menekankan dan menghilangkan kesalah pahaman yang dapat ditimbulkan dari ayat 149, maka ayat 150 ini mengulani perintah ayat 194 yaitu ”maka palingkanlah wajah-wajahmu ke arahnya”, dengan demikian ayat ini mencakup semua tempat dan keadaan, dari mana saja engkau keluar wahai Muhammad dan umatnya dari Madinah menuju Makkah atau kemana saja, maka arahkan wajahmu ke Kiblat. 65 Kata J/ وyang bermakna "tegakkan" yaitu: 1. Surah ar-Rûm ayat 30 !"y +S.oH gzQP/. … 5 %c,%r “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah...” 64 65 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 356. Ibid., h. 357. 70 Maksud dari ayat di atas, yaitu manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid, kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. Berdasarkan ayat di atas, Penulis melihat penjelasan di dalam Tafsîr AlAzhar yang berarti”tegakkanlah wajahmu,” maksudnya tetap berjalan di atas jalan agama yang telah dijadikan syari’at oleh Allah untuk manusia. Agama itu adala agama yang lurus, tidak membelok ke kiri ataupun ke kanan. Agama disebut juga dengan “hanif” yang disebut juga dengan agama Nabi Ibrahim, bahkan dijelaskan bahwa yang ditegakkan oleh Muhammad sekarang ini, sesudah banyak diselewengkan dari tujuan semula oleh anak cucunya, baik anak cucu keturunan bani israil lalu mereka beri nama Yahudi, kemudiaan mereka menyelewengkan kagi dengan memesukkan ajaran mythos agama-agama kuno “trimurti” atau “trinitas.”66 Penulis juga melihat penjelasan ayat tersebut di dalam Tafsîr al-Misbâh. Kata J/ وditerjemahkan dengan makna ”hadapkanlah wajah”, maksudnya adalah perintah untuk mempertahankan dan meningkatkan upaya menghadapkan diri kepada Allah, secara sempurna, karena selama ini kaum Muslimin apalagi Nabi Muhammad Saw telah menghadapkan wajahnya kepada tuntunan agama-Nya. Maksudnya mengikuti semua perintah Allah yang terdapat di dalam agama Islam. Berdasarkan hal itu, perintah di atas tersirat juga perintah tidak menghiraukan gangguan kaum Musyrikin yang ketika turun ayat ini di makkah, makna tersirat 66 Hamka, Tafsîr Al-Azhar (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1984), h. 77. 71 itu dipahami dari redaksi ayat di atas yang memerintahkan untuk menghadapkan wajah. 67 Hal ini memerintahkan kita untuk selalu berjalan normal di jalan Allah sesuai dengan hukum-hukum yang ditetapkan-Nya.68 Kata J/ وdijelaskan di dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân sebagai berikut: , Y(&* _ اJ/#(ت اR إﺙJ.3A ", JL رuK, 94 -/ ﺥر,TD( ا9, -T/ 5R:;<اﺱA , ﺡل5HL"و 5[+( اo واﺱ- Y(&* - # وه,j#/#( اJR1* d T/ وأن ا_ و,Y(&* JL wxK( اJ/#( اYK4 BH3, 5RU و,7,d اBH( o وﺱ,J<K4 وJ;& ﺱ9<A "BH*Rﻥ#<آ7nا7'L B.K4 ,T<.e4 ت+=(وا "ز7H1( ا2<?( اJKA ,ر#,b<(ا,69 Penulis melihat penjelasan di atas, di dalam Tafsîr As-Sa’dî, menerjemahkan makna kalimat tersebut, secara harfiyah, yaitu semua kata-kata yang terdapat di dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân langsung diterjemahkan di dalam Tafsîr As-Sa’dî. Penjelasan ayat di bawah ini: mQ]enH@ ☺/%&'.oH l/. 5 MO*+enH@/. `)0 5 s rQP/. YqH ;p/9 xx) vS:)-w ttu7/. # "di situlah wajah Allah, sesungguhnya Allah MahaLuas (rahmat-Nya) lagi MahaMengetahui." Di dalam Tafsîr As-Sa’dî Ayat tersebut dijelaskan bahwa merupakan dalil tentang penetapan akan wajah Allah, hal ini menunjukkan bahwa Tafsîr As-Sa’dî 67 Ibid., h. 52. Ibid., h. 43. 69 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dî, Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân (Riyadh: Dârul al-Manâr, 1999), h. 59. 68 72 dalam menerjemahkan kata J/ وdi dalam ayat ini sangat tidak pas, karena apabila orang awam yang membacanya akan menjadi bingung, karena mereka akan beranggapan Allah memiliki wajah seperti manusia biasa, padahal dalam ayat tersebut maksud dari kata J/” وkekuasaan Allah”, maka di manapun manusia berada Allah pasti ada dan maha melihat apa yang manusia lakukan. Dalam menerjemahkan sebuah kata, Penerjemah harus pintar dalam mengambil makna dari suatu kata, agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima pembaca dengan baik. Penulis mengambil kesimpulan bahwa kata J/ وmemiliki makna “wajah (bagian dari anggota tubuh), menghadap, tujuan, nampak (jelas, kelihatan), pemimpin, kedatangan. B. Kata-kata yang Mengandung Makna Homonim (musytarak lafzi), yang Berkaitan dengan “Peringatan Allah terhadap nikmat” di antaranya: 1. Kata ب7ﺽ S)z*:-w 9e/%⌧+☺*/. s b ...d Q()=~/. -Av+)( o#1, .E(/. x ... "Ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 61). 73 Berdasarkan ayat tersebut, Penulis menemukan kata-kata yang menhandung makna homonim (mustarak lafzi), yaitu kata ب7 ﺽPenulis melihat makna kata tersebut di dalam Al-Mu’jam al-Wasit yaitu: 70 ".j إیJ,0( ا- و.pR ﻥ:iK:( ا- و.ك7?* :ب7"ﺽ Jadi, kata ب7 ﺽberarti: (1) merubah; (2) melimpahkan; (3)mewajibkan. Penulis melihat makna kata ب7 ﺽdi dalam Al-Mu’jam al-Lughah alArabî al-Asasî yaitu: 71 ."ب#;H<( اK4 .oU أو.u', أ.2&L و أi ذه.iK:( ا:ب7"ﺽ Jadi, kata ب7 ﺽberarti: (1) mengubah; (2) meleburkan; (3) membunyikan; (4) memecahkan rekor; (5) mewajibkan; (6) menyetempel; (7) menghapus; (8) pergi dan menjauh; (9) meletakkan; (10) membuka; (11) mengetik; (12) menentukan. Penulis juga melihat kata ب7 ﺽdi dalam Kamus Hans Wehr, berarti: (1) beating (kekalahan, hukuman dera); (2) striking (cantik, elok); (3) hitting rapping (memukul); (4) shooting (mengetuk, melempar). 72 Penulis hanya menemukan satu surah yang terdapat kata ب7 ﺽyaitu: surah al-Hajj ayat 73 yang bermakna "dibuat" berikut ini Penulis akan menjelaskan ayat yang terdapat pada kata ب7ﺽ, yaitu: TO)=~ 70 ECC% z '.o^' Ibrahim Anîs, Al-Mu’jam al-Wasit (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1972), h. 536. 71 Ahmad al-Aid dkk, Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî al-Asâsî (Tunisia: Departemen Pendidikan Arab dan Ilmu Kebudayaan, 2003), h. 767. 72 Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic ”Arabic-English” (Libraire du Liban, 1980), h. 538. 74 ...c? ;9☺_+7H ”Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu.” Berdasarkan ayat di atas bahwa kata O)=~ Penulis melihat penjelasannya di dalam Tafsîr al-Misbâh bahwa ayat tersebut diterjemahkan”hai manusia kususnya kaum Musyrikin”, telah dibuat suatu perumpamaan yakini Kami (Allah) yang akan menampakkan suatu yang aneh di depan kalian maka dengarkanlah perumpamaan itu.73Kata O)=~ diambil dari kata (duriba) yang terambil dari bentuk pasif atau dalam bahasa Arab disebut fi’il majhul. Ayat ini berbeda dengan ayat-ayat lain yang menyebutkan pelakunya. Pelaku itu terkadang Allah dan terkadang manusia.74Jika memahami pelaku O)=~ adalah Allah, maka maknanya lebih kurang seperti yang dijelaskan sebelumnya, jika memahaminya pelakunya orang-orang musyrik, maka mereka menjadikan berhala-berhala mereka serupa dengan Allah, sehingga merekamenyembah para berhalanya itu. Penjelasan di dalam Tafsîr Al-Azhar, Kata O)=~ dijelaskan bahwa “orang-orang yang beriman dapat mempertebal imannya apabila ia mendengar perumpamaan itu, suatu perumpamaan bagi orang yang berakal agar mempercepat memahami sesuatu” “sesungguhnya orang-orang yang menyeru kepada selain Allah,” berdasarkan penjelasan tersebut bahwa tidak ada yang dapat membuat perumpamaan selain Allah, maka hanya Allah yang patut disembah, karena Dia MahaMenguasai semua yang ada di langit dan di bumi.75 Penulis melihat makna kata "ب7 "ﺽdi dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân yang terdapat pada surah al-Baqarah ayat 61 di bawah ini: 73 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 125. 74 Ibid., h. 126. Hamka, Tafsîr Al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas), h. 210. 75 75 S)z*:-w Q()=~/. …d 9e/%⌧+☺*/. o#1, …76 s b -Av+)( .E(/. "Ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah." Penulis melihat penjelasan Ayat di atas, di dalam Tafsîr As-Sa’dî yaitu “lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista.”77 Ayat tersebut menceritaka kisah Nabi Musa yang bosan terhadap nikmat yang telah ada padanya, dan mereka telah menghina Allah, mereka tidak sabar karena hanya diberi satu jenis makanan, walaupun sebenarnya mereka diberi banyak nikmat, hal ini menunjukkan bahwa mereka akan ditimpahkan nista yang terlihat pada tubuh mereka dan kehinaan pada hati mereka, hingga diri mereka tidaklah mulia. Berdasarkan penjelasan dari kedua tafsir tersebut kata ب7 ﺽditerjemahkan komunikatif, dengan menambahkan imbuhan di. Pada ayat di atas, kata ب7 ﺽditerjemahkan dengan memberikan imbuhan di+kata kerja, karena menggunakan fiil majhul dan diterjemahkan dengan cara dipasifkan, jadi kedua tafsir tersebut sudah benar dalam menerjemahkan makna kata ب7ﺽ, sehingga pembaca dapat memahami makna yang dimaksud. Penulis melihat makna kata ب7 ﺽdi dalam Tafsîr al-Misbah pada surah al-Baqarah ayat 61, dijelaskan seperti penjelasan yang terdapat di dalam Tafsîr 76 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dî, Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân (Riyadh: Dârul al-Manâr, 1999), h. 49. 77 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Tafsîr As-Sa’dî, (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2006), Cet. 1. h. 128. 76 As-Sa’dî, yaitu bentuk tidak syukur yang dilakukan oleh Nabi musa dan Pengikutnya, maka kata ب7 ﺽdi dalam Tafsir ini juga diterjemahklan dengan makna “ditimpahkan”. 78 Penulis memberikan contoh kalimat yang terdapat kata ب7ﺽ. Kata ب7ﺽ yang bermakna mengubah, contohnya: "f.R( ا2<ب أﺡ7 "ﺽkalimat tersebut bermakna “Ahmad merubah atau merenovasi rumah.” Kata ب7 ﺽbermakna menghapus, contohnya "رة#R'( اu'< "یkalimat tersebut bermakna“dia (sedang) menghapus papan tulis.” Berdasarkan cotoh tersebut kata ب7 ﺽmenggunakan kata u'<ی. Kata ب7 ﺽbermakna menyetempel, contohnya: ب#;H<( اYK4 2<"أﺡ "ص#=3( اkalimat tersebut bermakna “Ahmad menyetempel tek-teks.” Kata ب7 ﺽmengandung makna membuka, contohnya: "J:+(;ب اH(? ا+ ﺹK4 ب7"ﺽ, makna kalimat tersebut “Ali membuka buku memecah rekor, contohnya fikih.” Kata ب7 ﺽbermakna "-:L'<( اYA YK4 BU7(ب ا7 "ﺽkalimat tersebut bemakna “Ali memecahkan rekor pada sebuah perlombaan.” Kata ب7ﺽ bermakna membunyikan, contohnya "س7D( اYK4 ب7 "ﺽkalimat tersebut “Ali membunyikan bel.” Kata ب7 ﺽbermakna mewajibkan, contohnya: ب7"ﺽ ";بH( ا5<?.( <نa4 YK4 -Rی7[( اkalimat tersebut bermakna “Usman diwajibkan untuk membawa buku.” Berdasarkan contoh-contoh pada kalimat yang terdapat pada kata ب7ﺽ mengandung makna homonim, karena memiliki makna yang banyak, dan 78 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 212. 77 penggunaan makna tersebut sesuai dengan kalimat, jadi menerjemakan kata "ب7 "ﺽharus sesuai dengan kalimat atau kontek yang terdapat di dalam sebuah teks. C. Kata-kata yang Mengandung Makna Homonim (Musytarak Lafzi), yang Berkaitan dengan “Menetapkan Hukum Kenegaraan, di antaranya: 1). Kata ل24 DD*z. `i <' Ai/. s*,⌧# Ai / . Q{ <Y9X Ai/. ;~0C/. *cn e\& e9^⌧c⌧# x *cn *0 ' z9⌧c% $.=%' "Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan..." (QS. Al-baqarah [2]: 123). Penulis menemukan kata yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi) yaitu pada kata ل24 Penulis malihat makna kata ل24 di dalam Al-Mu’jam al-Wasit yaitu: 7, أYA - و.o/ ر:J.( إ- و. ﺡد:wی7y( ا94 ل24 :ل: و ی.ل, :dو24 ( )جd24 -ل24" 79 ".J+y4 :J: ریY( إJ(24 و.J&/ ر.ل2&(L BH ﺡ:YA - و.م:; إﺱ:-(2&, و,-( و دا,d24 Jadi, kata ل24 berarti: (1) keadilan; (2) kembali; (3) hukum keadilan; (4) hikmah; (5) keputusan; (6) condong (cenderung). 79 Ibrahim Anîs, Al-Mu’jam al-Wasit (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1972), h. 588. 78 Penulis melihat makna kata ل24 di dalam Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî al-Asasî sebagai berikut: 80 ".7:, .J رأی94 ل24 .(ان0.<(ل ا24) J,U أ,jا# ﺱ:ءY1( ا.Yﺽ:( ا:ل24" Jadi, kata ل24 bermakna: (1) keadilan; (2) ketetapan; (3) menegakkan; (4) bermusyawarah (tidak berat sebelah); (5) undang-undang. Penulis mencari makna kata tersebut di dalam Kamus Hans Wehr, berarti: (1) straightness (keanehan); (2) fair (adil); (3) honesty (ketulusan/ kejujuran).81 Ayat-ayat yang terdapat kata ل24 di antarnya: (1) Surah an-Nisâ ayat 58. (2) Surah an-Nahl ayat 76.82 Penulis mengelompokkan makna yang terdapat di dalam kata ل24 sesuai dengan makna yang terkandung di dalamnya, kata ل24 bermakna "adil/ keadilan". 1. Surah an-Nahl: 76 H o' /. /9X D _+6 <X… 1 Q {9*)( “…samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan,” Penulis melihat penjelasan ayat tersebut di dalam Tafsîr Al-Misbah, ayat di atas membandingkan antara Kafir dan Muslim, dengan menyatakan dan di samping itu perumpamaan yang ada pada ayat sebelumnya Allah membuat suatu perumpamaan, dua orang yang salah satu di antara keduanya bisu sejak kelahirannya, tidak dapat berbuat sesuatupun karena dia tidak dapat memberi dan 80 Ahmad al-Aid dkk, Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî al-Asâsî (Tunisia: Departemen Pendidikan Arab dan Ilmu Kebudayaan, 2003), h. 725. 81 Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic ”Arabic-English” (Libraire du Liban, 1980), h. 697. 82 Azharuddin Salih, Indeks Al-quran (Bandung: Mizan, 1994), h. 3. 79 menerima infomasi atau pemahaman, dengan demikian dia menjadi beban atas penaggungannya, dia tidak dapat memberika suatu kebajikanpun, yakni tidak memenuhi, bahkan tidak dpat melakukan apa yang diharapkan darinya. Maka samakah orang itu dengan orang yang bijaksanadalam ucapan dan tindakannya, tidak menjadi beban bagi siapapun, bahkan mampu menyuruh untuk melakukan keadilan dan menetapkan sesuatupada tempatnya., saat yang sama yang bersangkutan tidak hanya pandai menyuruh, tapi juga berada di atas jalan yang lurus, sehingga mampu melaksanakan yang baik dan bermanfaat dan meninggalkan yang buruk dan berbahaya.83 2. Surah an-Nisâ: 58 !&k( S8Q☺dr ;☺d*. $ .? U)0/.… C C% 1 Q{9*)( “...dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” Maksud ayat di atas, Allah memerintahkan manusia untuk menegakkan keadilan dalam menjalankan hukum dan tidak berat sebelah. Berdasarkan pengelompokkan di atas bahwa kata ل24 mengandung makna homonim (musytarak lafzi), karena memiliki makna lebih dari satu. Kata ل24 dijelaskan di dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân dan Tafsîr As-Sa'dî dengan makna “tebusan”. Hal ini menujukkan bahwa Tafsîr As-Sa'dî menerjemahkan kata ل24 secara bebas dengan bahasa yang 83 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 300. 80 komunikatif dengan tetap mementingkan Bsu, dan dengan bahasa yang mudah dipahami pembaca. Karena menerjemahkan banyak memiliki metode, jadi harus pandai dalam menggunakan makna kata dalam menerjemahkanKedua tafsir tersebut Menerjemahkannya dengan cara melihat kalimat sebelumnya yaitu kata "...T3, 5R: یd"و, maksudnya “takutlah kamu kepada suatu hari yang pada waktu seseorang tidak dapat menggantikan orang lain sedikitpun…” Penjelasannya yaitu: orang yang telah diberi Kitab, tapi mereka ingkar”.84 Berdasarkan penjelasan di dalam kedua tafsir tersebut, bahwa kedua tafsir tersebut tidak menerjemahkan kata ل24 dengan makna yang terdapat di dalam kamus. Tetapi secara maknawiyah, tujuannya agar pesan dapat diterima oleh pembaca dengan baik. Berdasarkan pengelompokkan yang telah Penulis lakukan terhadap makna pada kata ل24, kata tersebut mempunyai makna lebih dari satu,. Penulis melihat penjelasan ayat etrsebut di dalam Tafsîr Al-Misbah, pada ayat tersebut kata ل24 juga diterjemahkan dengan makna “tebusan”, kata ل24 di dahulukan oleh kata e9^⌧c⌧# disebut sesudahnya, karena pada ayat ini membicarakan tentang dua orang yang, ada yang menebus dan ada pula yang ditebus. Ada yang menerima dan ada yang yang memberi. Pada surah al-Baqarah ayat 123 sangat berkaitan dengan ayat 48 yang membicarakan tentang jiwa yang bermaksud memberikan safa’at, sehingga tidak wajar jika safa’at di dahuluka dengan menyatakan, kalau safa’at tigak diterima, maka saat orang yang 84 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, Tafsîr As-Sa’dî (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2006), Cet. 1. h. 191. 81 memberikan safa’at itu mengajukan alternatif lain, yaitu membayar tebusan. Saat itu, sekali lagi dikatakan kepadanaya “tidak ada tebusan”.85 Pada ayat 123 di atas, yang mendahulukan kata tebusan “berbicara tentang jiwa yang ingin ditolong diberi safaat” dan yang bersangkutan bergelimang dosa, mereka untuk menghindari siksa ia menyatakan kesediaan untuk membayar tebusan, bahwa tidak ada yang menerima tebusan dan tidak ada yang memberi tebusan. Karena semua tergantung amal ibada dari masing-masing orang. Maka tidak berguna safaat. Demikianlah terlihat masing-masing ayat menyesuaikan susunan kata-kayta nya sesuai dengan konteks yang dibicarakan. Degan membandingkan kedua ayat tersebut. Terlihat jelas, pada pada akhir ayat –ayat tentang Ahli Kitab dalam selaan kelompok ayat-ayat di atas, ditutup sebagaimana awalnya dimulai, dan di akhir ayat ini mengajak Yahudi untuk mengingat nikmat Allah serta takut akan siksa-Nya.86 2. Kata رءوس EC.EEN <Y~-H +S8<9 $)0/. …; Ai/. ☺)-Q~ Ai <Y~/*.? v ☺-Q~9 "...Maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. Al-Baqarah [2]: 279). Berdasarkan penggalan ayat di atas. Penulis menemukan kata yang berpotensial mengandung makna polisemi yaitu pada kata رءوس 85 86 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 313. Ibid., h. 314. 82 Penulis melihat makna pada kata رءوسdi dalam Al-Mu’jam al-Wasit diantaranya: م# أول ی:-3'( و ا7T1( رأس ا. و.م#:( ا2. ﺱ- و.jE4 أ:ءY ﺵ5 آ9, "" رءوس" )م( "رأس 87 ". ارؤس-'< ﺥj234 وTدﻥ7A :Bz( ا9, رأسj234 :ل: ی- و.T3, Jadi, kata رءوسberarti: (1) kepala (bagian tubuh ayag terletak di atas), kekuasaan tertinggi; (2) pemimpin; (3) bulan pemulaan tahun. Penulis melihat makna kata رءوسdi dalam Al-Mu’jam al-Lughah alArabî al-Asâsî yaitu: .م#:( رأس اJ أﺱﺱ.(5RD(ﻥ'ن(و )رأس اG ء )رأس ا1( اYK4 أ:" رءوس" )م( "رأس رأس:7?R( اA 2;<, 7R( ا9, ء0/ :&Aا7zD( اA.ﻥ'نGأس ا7ر آ#H<( ء ا1( ا.رأس ا(<ل 88 ".)(=(ء ا/7(ا Jadi, kata رءوسberarti: (1) pemimpin; (2) kepala (bagian anggota tubuh yang teletak di atas) puncak gunung; (3) tanjung harapan; (4) puncak kebaikan; (5) dasar-dasar kepemimpinan; (6) modal pokok. Penulis juga melihat makna kata tersebut di dalam Kamus Hans Wehr, kata رءوسberarti: (1) head (kepala bagian tubuh atau kepala pimpinan); (2) leader (pemimpin); (3) beginning (mulai).89 87 88 Ibrahim Anîs, Al-Mu’jam al-Wasit (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1972), h. 319. Ahmad al-Aid dkk, Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî Pendidikan Arab dan Ilmu Kebudayaan, 2003), h. 493. 89 al-Asâsî (Tunisia: Departemen Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic ”Arabic-English” (Libraire du Liban, 1980), h. 317. 83 Ayat-ayat yang tedapat kata رءوسhanya terdapat pada Surah al-Fat ayat 27. Kata رءوسyang bermakna "kepala( anggota tubuh manusia)" yaitu: 1. Surah al-Fat ayat 27 {1|+☺* /⌧# 9-TQ{_ $)0 …; * !k10\-e9 k% / ... <Yd7.E EN "...Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala..." Penulis melihat penjelasan ayat tersebut i dalam Tafsîr Al-Misbah yaitu ayat etrsebut menyuruh manusia untuk menguraikan pengetahuan Allah menyuruh dan merinci, menyangkut segala hal. Nabi bermimpi masuk lewat pintu sebelum perang Hudaibiyah, pada saat itu Beliau bersama sahabatnyamemasuki Baitul Haram dan berumrah. Allah bersumpah bahwa mimpi mereka pasti akan terwujud, yakni sesungguhnya ”Kamu wahai sahabat-sahabat nabi yang diajaknnya ke Hudaibiyah, pasti akan memasuki al-Haram, dalam keadaan aman sbagian dari kaum memasukinua dengan mencukur habis rambut kepala mereka.90 Penulis melihat penjelasan kata رءوسpada penggalan ayat berikut dijelaskan di dalam Tasîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân yaitu: 90 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 213. 84 EC.EEN <Y~-H +S8<9 $)0/. …; Ai/. ☺)-Q~ Ai <Y~/*.? v ☺-Q~9 Penggalan ayat di atas, dijelaskan di dalam Tasîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân yaitu: (ن#<Ke*d )وL7( اY هY;(یدة ا0(ا اkﺥbL j#<;K,q 9, (ن#<Ke*d) T.K4 ا#(0 أﻥ:"أى 91 "...ءAو2D یd (ة7'4 )ذو9ی2<( )وإن آن اBH(ا#, رؤوس أs:3L. Berdasarkan kalimat tersebut, Penulis melihat penjelasannya di dalam Tafsîr As-Sa’dî bahwa kata رءوسdi dalam Tafsîr As-Sa’dî dengan makna “ayat di atas, adalah bukti akibat dari kebusukan riba, orang yang suka melakukan riba adalah orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya.” Pada penggalan ayat di bawah ini: EC.EENY~-H “…maka bagimu pokok hartamu..” Kata رءوسdi dalam penggalan ayat tersebut diterjemahkan dengan makna pokok,92 hal tersebut membuktikan bahwa kedua tafsir tersebut telah menerjemahkan kata رءوسsecara semantis, yaitu menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca, meskipun tidak menggunakan makna kata di dalam kamus. Kata رءوسmemiliki banyak makna, oleh karena itu kata رءوسmakna homonim (musytarak lafzi). 3. Kata BHﺡ 91 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di, Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannnân (Riyadh: Dârul al-Manâr, 1999), h. 113. 92 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî, Tafsîr As-Sa’dî (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2006), Cet. 1. h. 440. 85 r/:&' $.? ]/ $⌧L TYd*/. -^_ud* … 6g/. ”Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah dan kenabian...” (QS. Ali-Imran [3]: 79). Penulis kata menemukan kata yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi). yaitu pada kata BH ﺡdi dalam Al-Mu’jam al-Wasit makna kata tersebut di antaranya: 5&/ :C+(ا- و.BT3.L BH وﺡ,J.K4 BH و ﺡ,J( BHل ﺡ: ی:Y[U :<H ﺡ- 7,c اL "BH"ﺡ 93 ".-<H ﺡJ&,DK( Jadi, kata BH ﺡberarti: (1) hukum; (2) ketetapan; (3) penguasa (dictator). Penulis melihat makna kata BH ﺡdi dalam Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî al-Asâsî yaitu: 94 ".9.اﻥ#:( ا.ر#*;Hی2ره2= یBH ﺡ.-<H?( ا#T:+( ا5&( ا:مH" )ج( أﺡBH"ﺡ Jadi, kata BH ﺡberarti: (1) hukum-hukum; (2) hakim; (3) dictator; (4) undang-undang. Penulis juga melihat makna kata tersebut di dalam Kamus Hans Wehr, kata tersebut bermakna: (1) judgment (keputusan); (2) rule (cara, adat dan kebiasaan undang-undang); (3) impose (memaksa). 95 93 94 Ibrahim Anîs, Al -Mu’jam al-Wasit (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1972), h. 190. Ahmad al-Aid dkk, Al-Mu’jam al-Lughah al-Arabî al-Asâsî (Tunisia: Departemen Pendidikan Arab dan Ilmu Kebudayaan, 2003), h. 341. 86 Penulis melihat makna dari kata-kata tersebut di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata BH ﺡyang mengandung bermakna keputusan artinya hasil, pemutusan, yang telah ditetapkan, ketetapan, hasil pemeriksaan (tentang ujian).96 Kata BH ﺡyang bermakna cara, adat atau kebiasaan artinya aturan-aturan yang lazim diturut atau dilaksanakan sejak dahulu kala, kebiasaan, wujud gagasan kebutuhan yang terdiri atas nilai-nilai budaya). 97 Kata BH ﺡbermakna memaksa artinya mendesak sesuatu pada, memaksa agar seseorang mau menerima, berbuat melebihi batas kenyataan yang sebenarnya.98 Ayat-ayat yang terdapat pada kata BH ﺡdi antaranya: (1) Surah Yusuf ayat 67. (2) Surah Maryam ayat 12. Penulis mengelompokkan ayat-ayat sesuai dengan makna yang terkandung di dalamnya di antaranya: Ayat-ayat yang terdapat kata BH ﺡyang bermakna "pengetahuan atau kecerdasan akal" 1. Surah Maryam: 12 TYd*j r^6&//. …; i:)Z “...Penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-hamba-Nya.” 95 Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic ”Arabic-English” (Libraire du Liban, 1980), 96 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 715. 97 Ibid., h. 152. 98 Ibid., h. 638. 87 Pada ayat di atas, kata BH ﺡberbeda-beda diterjemahkannya, para ulama berbeda penadapat dalam menerjemahkan kata BH ﺡdi dalam Tafsîr Al-Misbah yaitu ada yang menerjemahkannya ”kecerdasan akal, firasat, adajuga yang menerjemahkannya dengan”kenabian atau pengetahuan, etika pergaulan.”99 Ayat-ayat yang terdapat kata BH ﺡyang bermakna "menetapkan keputusan" 1. Surah Yusuf: 67 … l `i)0 Yd *j $)0 …; “…Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah…” Pada ayat di atas, Allah yang berhak menentukan segala sesuatu yang akan terjadi di dunia. Di dalam Tafsîr Al-Misbah dijelaskan bahwa ayat tersebut menceritakan kisah Nabi Ya'qub bahwa ia berpesan sebelum berangkat ke mesir, dengan berpesan bahwa yang berhak menntukan keputusan hanya Allah Swt, karena itu hanya kepada-Nya aku bertawakal.100 Berdasarkan pengelompokkan ayat-ayat yang terdapat pada kata BHﺡ bahwa kata tersebut diterjemahkan di dalam Tafsir As-Sa’di dengan makna “hikmah-hikmah” hal ini sangat sesuai dengan makna kata BH ﺡyang terdapat di dalam kamus. Kata tersebut sangat mudah dipahami, dalam ayat ini memerintahkan kepada manusia untuk mentaati hukum-hukum yang telah Allah perintahkan kepada manusia. Pada dasarnya hukum yang kekal di bumi ini adalah hukum yang telah Allah tetapkan untuk manusia. Allah adalah seorang hakim yang paling adil di bumi ini, maka apapun yang diperbuat manusia Allah MahaMelihat segalanya. 99 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 160. Ibid., h. 160. 100 88 Berdasarkan dari pengelompokkan ayat-ayat yang terdapat di atas bahwa kata BH ﺡmengandung makna homonym (musytarak lafzi), karena memiliki banyak makna, dan berbeda-beda. Kata BH ﺡdi dalam Tafsîr As-Sa’dî dijelaskan dengan penjelasan bahwa pada ayat ini manusia diberikan oleh Allah al-Kitab, hikmah kenabian, maksudnya Allah memerintahkan untuk beribadah kepada Allah, para Nabi dan malaikat serta menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan lain, karena sesungguhnya itu merupakan bentuk kekufuran. Berdasarkan penjelasan di atas bahwa kedua tafsir tersebut menerjemahkan kata BH ﺡsudah sesuai dengan makna yang terdapat di dalam kamus, hal ini menunjukkan bahwa dalam menerjemahkan suatu kata menerjemahkannya secara harfiyah dan lebih mementingkan Bsu daripada Bsa. Dan menerjemahhkannya secara kata-per-kata. 89 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pada bab terakhir ini, Penulis dapat menggambarkan secara ringkas penelitian yang dilakukan terhadap Tafsîr As-Sa’dî yang dikarang oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî. Berdasarkan analisis yang telah Penulis lakukan pada BAB IV, Penulis menemukan ayat-ayat yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi), yang terdapat di dalam surah al-Baqarah terdapat 6 kata yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi), sedangkan pada surah Ali-Imran terdapat 1 kata yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi), yang terdapat di dalam Tafsîr As-Sa’dî. Ada kata-kata di dalam Tafsîr As-Sa’dî yang diterjemahkan secara harfiyah, di antaranya: (1) Salat; (2) Khusyu; (3) wajhu; (4) hukmun; dan ada juga yang yang diterjemahkan tidak secara maknawiyah di antaranya: (1)‘adlu; (2) ru’ûs; (3) Daraba Berdasarkan analisis yang telah Penulis lakukan bahwa kualitas terjemahan ayat-ayat yang mengandung makna homonim (musytarak lafzi) yang terdapat di dalam Tafsîr As-Sa’dî cukup baik, tetapi ada juga kata-kata yang tidak sesuai dengan makna yang ingin disampaikan oleh pengarang nya. 90 B. Saran/ rekomendasi Penelitian yang saat ini Penulis lakukan, masih perlu dilanjutkan lagi oleh rekan-rekan yang memang berminat membahas tentang relasi makna, khususnya masalah homonim (musytarak lafzi) yang menganalisis kata-kata dalam ayat alQuran yang memiliki makna lebih dari satu. Penelitian ini sangat menarik untuk dibahas. Penelitian yang saat ini Penulis lakukan, hanya membahas jilid I, Tafsîr As-Sa’dî Penulis juga membatasi penelitian ini hanya membahas pada surah alBaqarah dan Ali-Imran saja, karena Tafsîr As-Sa’dî ini memiliki delapan jilid buku, oleh karena itu penelitian ini masih perlu dilanjutkan pada jilid selanjutnya, hal ini bertujuan agar Penulis khususnya dapat mengetahui kata-kata yang homonim (musytarak lafzi), karena setelah Penulis melakukan penelitian ini, Penulis banyak mengetahui ayat-ayat yang homonim (musytarak lafzi). 91 DAFTAR PUSTAKA Al-Qattân, Mannâ Khalîl. Studi Ilmu-ilmu Quran. Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2000. Cet. 5. Aid, Ahmad, dkk. Al-Mu’jam Al-Lughah al-Arâbî al-Asâsî. Tunis: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2003. As-Sa’di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dî. Tafsîr As-Sa’dî. Jakarta: Pustaka Sahifa, 2007. Cet. 2. As-Sa’di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir. Taisîr al-Karîm ar-Rahman fi Tafsîr Kalâm al-Mannân. Riyadh: Dâr Al- Minâdi, 1999. Cet. 1. Azra, Azyumardi. Pedoman Penulisan karya Ilmiah. Jakarta: Lentera Hati, 2002. 2000. Cet. 8. Artmanda W, Frista. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang: Lintas Media. Ali, Tabik. Kamus Inggris Indonesia Arab. Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003. Cet. 1. Anis, Ibrahim, dkk. Al-Mu’jam al-Wasith. Dârul Ma’arif Mesir: Kairo, 1972. Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 1995. _ _ _ _ _. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Djajasudarma, Fatimah. Semantik I. Bandung: Refika Aditama, 1999. Hanafi, Nurachman. Teori dan Seni Menerjemahkan. Flores: Nusa Indah, 1986. Cet.1. Hamka, Tafsîr Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984. 92 Hasan, Muhammad Ali, dan Nawawi, Rif'at Syauqi. Pengantar Imu Tafsîr. Jakarta: Bulan Bintang, 1988. Cet.1. Hidayatullah, M. Syarif. Diktat Teori dan Permasalahan Arab-Indonesia. 2006. Hidayah, Muzakkirah. Fiqh al-Lughah al-Arabiyah. Jakarta, 1993. Kerap, Gorys. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah, 1969. _ _ _ _ _ _ _ _ . Komposisi. Jakarta: Nusa Indah, 1989. Kridalaksana, Harimurti. Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996. Cet. 2. _ _ _ _ _ _ _ _Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia pustaka Utama, 1993. Cet. 3. Kushartanti, Untung Yuwono, Mu’tamia RMT Lauder. Pesona Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005. Muhsin, Amina Wadud. Wanita di dalam Al-Quran. Bandung: Pustaka, 1994. Cet. 1. Mujâhid, Abdul Karîm. Ad-Dilâlah al-Lughawiyah 'Inda al-Arab. Jakarta. Parera, J. D. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga, 2004. Cet. 2. Pateda, Mansoer. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta, 2001. Cet. 1. Salim, Abdul Malik Kamal bin As-Sayyid. Ensiklopedi Fikih Wanita. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2007. Salîh, Azharuddin, Indeks Al-Quran. Bandung: Mizan, 1994. Shihab, Muhammad Quraish. Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan, 1996. _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _Tafsîr Al-Misbah. Jakarta: Lentera hati, 2002. Shihabuddîn, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktek). Bandung: Humaniora, 2005. 93 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989. 'Umar, Ahmad Mukhtâr. Ilmu Ad-Dilâlah. Kuwait: Maktabah Dâr al-Arâbiyah, 1982. Widyamartaya, A. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius, 1994. Cet. 4. Wawancara Pribadi dengan Ahmad Zuhdi Amin. Bekasi, 7 Mei 2009. Wawancara Pribadi dengan Abdurrahman Nuryaman. Bekasi, 7 Mei 2009. W. Frista Armanda. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang: Lintas Media. 94 Lampiran 3 95 Lampiran 4 Hasil Wawancara dengan Abdurrahman Nuryaman, Lc. (Editor), di Pustaka Sahifa, pada 7 Mei 2009, pukul: 14:30 WIB + Anda lahir pada tanggal, bulan dan tahun berapa ? - Saya lahir pada 31 Desember 1969 + Anda berasal dari mana ? +Saya berasal dari Lombok + Anda lulus dari sekolah mana dan universitas mana ? - Saya sekolah di Pondok-Pesantren Nurul Hakim, selama enam tahun, lalu Saya kuliah di LIPIA Jakarta, selama tiga tahun yang merupakan cabang Jâmiatul Imam, jurusan I’dad al-Lughawiyah dan at-Tatmili di Saudi Arabia. Pada tahun 1993, Saya direkrut oleh Yayasan al-Sofwa al-Islamiyah, yang merupakan lembaga Dakwah Islamiyah, yaitu induk dari penerbit Pustaka Sahifa, selama saya tinggal di Bekasi Saya sempat menjadi Imam di salah satu masjid yang bernama “Al-Furqân,” Saya juga sempat menangani Pondok-Pesantren “AlAmin,” yang berada di Bogor. Pada tahun 1998 Saya bekerja di Madinah, dan sesekali waktu Saya sempat mendengarkan pengajian ulama besar di Masjid Nabawi. + Sejak kapan Anda mulai melakukan kegiatan murâja’ah atau mengedit ? - Saya mulai mengedit, sejak setelah masuk di penerbit Dârul Haq atau pustaka Sahifa, sekitar tiga tahun lalu yaitu sekitar tahun 2007. + Berapa banyak buku yang sudah Anda edit hingga saat Tafsîr As-Sa’dî ini ? 96 - Sudah terlalu banyak dan tidak dapat Saya hitung, karena setiap waktu atau hari, tanggung jawab dan pekerjaan Saya adalah mengedit sebuh naskah. + Apa kesulitan Anda dalam mengedit sebuh buku ? - yang paling pentinng dalam mengedit adalah membahasakan sebuah naskah menjadi bahasa yang paling mudah dimengerti, sehingga buku yang terbit dapat dinikmati dan diambil manfaatnya oleh semua kalangan, maksudnya Kami penerjemah dan editor mengalami kesilitan yaitu dari seorang penerjemah kepada penerjemah lainnya, atau dari satu naskah ke naskah lainnya yaitu apabila suatu naskah memiliki bahasa Arab yang kuat dan sulit, maka bahasa Indonesianya juga menjadi sulit, sehingga tugas Kami adalah merubah bahasa tersebut menjadi bahasa yang mudah dimengerti oleh orang awam sekalipun insyaallah dapat memahami. + Apakah ada waktu khusus yang Anda siapkan untuk mengedit ? - Tidak ada waktu khusus, karena di Pustaka Sahifa mulai bekerja dari jam 08:1517-00, mulai dari hari Senin-Jumat. Setiap hari tugas atau pekerjan Saya adalah mengedit naskah, dan tentu ada hal-hal lain yang perlu Kami tangani atau kerjakan, seperti menjawab pertanyaan-pertanyaan, mengoreksi, dan membuat surat yang diajukan oleh konsumen (pembaca) dan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan kantor. + Metode apa yang Anda gunakan dalam mengedit sebuah buku ? - Metode yang Kami (Pustaka Sahifa) gunakan dalam mengedit sebuah buku yaitu, apabila telah menerima sebuah naskah dari penerjemah, lalu Kami edit lagi hasil terjemahanya, karena Editor tidak menyerahkan sepenuhnya tanggung 97 jawab ilmiah atau kebenaran terjemahan kepada seorang penerjemah, karena kami akan melakukan setting berdasarkan setting standar buku di Pustaka Sahifa, lalu Kami mencetak, lalu kami edit lagi kata-perkata, baik dari segi keshahihan terjemahannya, lalu Kami membandingkan dengan buku aslinya dari segi kata-per-kata dan Kami mencocokan kata-kata standar yang telah Kami bakukan di Pustaka Sahifa ini. Tanggung jawab sebuah buku yaitu apabila ada kata dalam tafsir ada sesuatu yang tidak jelas atau ada kata-kata yang mengandung syubhat, maka Kami memberikan catatan kaki agar pembaca dapat memahami tafsir dengan baik. + Apa alasan Anda untuk menerbitkan Tafsîr As-Sa’dî ini ? - alasan Kami (Pustaka Sahifa) menerbitkan Tafsîr As-Sa’dî ini yaitu, (1) tafsir adalah tafsir yang paling ringkas yang ada di dunia Islam, sekaligus tafsir yang paling selamat dari unsur-unsur tangan manusia atau penafsiran yang tidak bertanggung jawab, tafsir ini sangat dekat dengan “Manhâj Salafu Salîh.” (2) Penulis yaitu, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dî adalah seorang ulama besar, yang memiliki akidah yang lurus, yang benar berdasarkan “Ahli Sunah wal Jamaah as-Slafu Saleh.” (3) tafsir ini memang diajukan oleh pimpinan atau direktur Darul Haq atau Pustaka Sahifa, karena Kami menganggap tafsir ini tafsir yang paling ringkas, padat makna yang belum pernah dimiliki oleh orang lain. + Menurut Anda, cara mengedit yang baik seperti apa ? - Kami (Pustaka sahifa) dalam mengedit mengesampingkan bahasa yang baik, bagus, karena yang paling penting dalam mengedit adalah tanggung jawab ilmiah yaitu benar atau tidaknya suatu hasil terjemah, jangan sampai bahasa 98 yang bagus, dengan istilah-istilah memukau, tetapi terjemahannya melenceng (keluar) dari pesan yang diinginkan (dimaksud) Penulis. + Apakah Anda mendiskusikan hasil murâja’ah yang telah Anda lakukan kepada ahli ? - Saya tidak mendiskusikan hasil murâja’ah yang telah Saya lakukan kepada ahlinya, tetapi apabila ada kesulitan ilmiah dan sebagainya, Kami (Pustaka Sahifa) memiliki orang-orang yang tertentu yang Kami anggap tepat atau capable utuk Kami bertanya dan berhadapan dengan mereka. Apabila Kami berhadapan dengan masalah akidah dan tafsir, yang Kami anggap Kami tidak mampu untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka kami menyerahkannya kepda yang memahaminya, karena mu’alifnya telah diakui oleh para ulama. + Jenis buku apa yang paling Anda suka untuk diedit? - Saya lebih suka mengedit buku Sejarah dan Akidah. Penulis Dewi Utami Editor AbdurrahmanNuryaman,Lc. 99 Lampiran 5 LAMPIRAN-LAMPIRAN AYAT-AYAT YANG MENGANDUNG MAKNA HOMONIM (MUSTARAK LAFZI) YANG TERDAPAT PADA TAFSÎR AS-SA’DÎ No Ayat 1. $2,10'/.… 65-43 cx/. <Yz^/%*p/N $~0c%' e\Cf)0/. …5 `i)0 h6/=)gd ... !k9]^'*j Surah Makna al-Baqarah ayat 3 “Doa, salat, safaat, kemurahan hati dari tuhan dan berkah.” al-Baqarah ayat 45 “Patuh, menghormati, merendah (hina, remeh, takut, tunduk), khusyu, dan memudar (hilang).” 3. Q()=~/. …d al-Baqarah S)z*:-w ayat 61 … o#1, 4. l/. mQ]enH@ MO*+enH@/. ☺/%&'.oH 5 YqH ;p/9 … s rQP/. *0' Ai/.… Q{ e\& z9⌧c% Ai/. Ai/. e9^⌧c⌧# $.=%' <Y9X +S8<9 $)0/.… EC.E EN <Y~-H … <Y~/*.? “kekelahan (hukuman dera), cantik, memukul, mengetuk, melempar, meletakkan, menjilid, pergi/ menjauh, mengubah, megontrol, membunyikan, mengetik, mewajibkan, memecahkan dan membuka .” “Wajah, tampak, jelas, tujuan dan jalan.” 2 5. 6. 7. al-Baqarah ayat 115 al-Baqarah ayat 123 “Keanehan, keadilan, hukum, undang-undang,condong, dan ketetapan dan ketulusan hati.” al-Baqarah ayat 279 “Kepala (bagian anggota tubuh), pemimpin, mulai.” $⌧L Ali- Imran $.? ]/ ayat 79 r/:&' -^_ud* TYd* /. “Keputusan hakim, cara (adat, atau undang-undang), diktator, penguasa mutlak, hukum dan paksaan.” 100 6g/. … 101