MS Word Export To Multiple PDF Files Software - Please purchase license.PERAN GURU DALAM MENANAMKAN KONSEP SAINS SEDERHANA PADA ANAK KELOMPOK B DI TK NEGERI PEMBINA KECAMATAN SIPATANA KOTA GORONTALO SKRIPSI Diajukan Sebagai Prasyarat Untuk Mengikuti Ujian Skripsi SI Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini Pada Fakultas Ilmu Pendidikan OLEH: IYAM DAUD NIM. 153 409 060 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI 2013 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Guru 2.1.1 Pengertian Guru Menurut para ahli pendidikan di luar negeri telah melakukan penelitian tentang peran guru yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan Young (1988:11), Manan (1990:10) serta Yelon dan Weinstein (1997:9-12). Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut : 1. Guru Sebagai Pendidik Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para anak didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Seorang ahli berpendapat bahwa guru itu dikatakan sebagai ”pendidik”. Guru memang seorang “pendidik” sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya “mengajar” seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melatihkan beberapa keterampilan dan terutama sikap mental anak didik. “Mendidik” sikap mental seseorang tidak cukup hanya “mengajarkan” sesuatu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan itu bisa di didikan dengan guru sebagai idolanya. Weinstein (1997:9-12). Mendidik berarti mentransfer nilai-nilai kepada siswanya. Nilai-nilai tersebut harus diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu pribadi guru itu sendiri merupakan perwujudan dari nilai yang akan ditransfer. Mendidik adalah mengantarkan anak didk agar menemukan dirinya, menemukan kemanusiaannya. Mendidik adalah memanusiakan manusia. Dengan demikian secara esensial dalam proses pendidikan, guru itu bukan hanya berperan sebagai “pengajar” yang transfer of knowledge tetapi juga “pendidik” yang transfer of value. Ia bukan saja membawa ilmu pengetahuan, akan tetapi juga menjadi contoh bagi seorang pribadi manusia. Weinstein (1997:9-12). 2. Guru Sebagai Pengajar. Mengajar adalah menyampaikan/memberikan/mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik/murid. Pengajaran hanya menekankan pada aspek pengetahuan, sehingga ketika anak didik telah mengerti dan memahami materi pelajaran yang diajarkan maka pengajaran bisa dikatakan berhasil. Sehingga bagi seorang pengajar tidak begitu risau dengan sikap dan perilaku anak-anak didiknya, karena hal tersebut bukanlah merupakan tanggung jawabnya. seorang pengajar tidak mempersoalkan tentang tingkah lakunya, apakah tingkah laku mereka patut ditiru oleh anak atau tidak. Mereka bisa melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya dilakukan sebagai seorang panutan. Sebagai seorang pengajar di kelas seorang guru hendaknya ; (1) Memiliki informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran (guru sebagai manusia sumber), (2) Mampu menyampaikan informasi dengan tepat (guru sebagai komunikator), (3) Mampu mengarahkan kegiatan pembelajaran (guru sebagai moderator), (4) Mampu menilai keberhasilan pembelajaran (guru sebagai evaluator), (5) Mampu membantu siswa mengatasi masalah (guru sebagai pembimbing), (6) Mampu mengatur dan memonitor pelaksanaan pembelajaran (guru sebagai organisator). Santrock dan Yussen (dalam Djam’an 2002:55). 3. Guru Sebagai Pembimbing Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggungjawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks. (Manan, 1990:10). Sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut : a. Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai. b. Kedua, guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis. c. Ketiga, guru harus memaknai kegiatan belajar. d. Keempat, guru harus melaksanakan penilaian. 4. Guru Sebagai Pelatih Proses pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagi dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, karena tanpa latihan tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar. Menurut Tutko dan Richards (dalam Djam’an 2005:99) menegaskan bahwa tugas guru sebagai pelatih adalah membantu anak agar pada akhirnya dapat menolong dirinya sendiri atau dapat berdiri sendiri. Ini penting sekali untuk dipahami sebagai pelatih karena anak adalah individu yang sering mengalami persaingan, stress, perasaan gagal. Sukses dan sebagainya. Kewajiban dan tugas seorang guru sebagai pelatih sangat luas dan komplek, maka dalam kehidupan sehari-hari guru sebagai seorang pelatih atau panutan para anak didiknya serta senantiasa bertindak sebagai orang tua atau seorang teman yang merupakan tempat tumpuan curahan isi hati setiap anak. Kepelatihan merupakan usaha atau kegiatan memberi perlakuan untuk membantu anak agar pada akhirnya anak dapat mengembangkan dirinya sendiri dan meningkatkan bakat kemampuan, keterampilan, kondisi fisik, pengetahuan, sikapsikap, penguasaan emosi serta kepribadian pada umumnya. 5. Guru Sebagai Penasehat Guru adalah seorang penasehat bagi anak didik juga bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Anak didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaan dan penasihat secara lebih mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental. (Manan, 1990:11). 6. Guru Sebagai Pembaharu (Inovator) Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi anak didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak daripada nenek kita. Seorang anak didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh dari pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam pendidikan. (Manan, 1990:12) Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang berharga ini kedalam istilah atau bahasa moderen yang akan diterima oleh anak didik. Sebagai jembatan antara generasi tua dan genearasi muda, yang juga penerjemah pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang terdidik. 7. Guru Sebagai Model dan Teladan Guru merupakan model atau teladan bagi para anak didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. (Pullias dan Young, 1988:12). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru : Sikap dasar, Bicara dan gaya bicara, Kebiasaan bekerja, Sikap melalui pengalaman dan kesalahan, Pakaian, Hubungan kemanusiaan, Proses berfikir, Perilaku neurotis, Selera, Keputusan, Kesehatan, Gaya hidup secara umum perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri. Guru yang baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan harus diikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya. 8. Guru Sebagai Pribadi Guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa “guru bisa digugu dan ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani. Jika ada nilai yang bertentangan dengan nilai yang dianutnya, maka dengan cara yang tepat disikapi sehingga tidak terjadi benturan nilai antara guru dan masyarakat yang berakibat terganggunya proses pendidikan bagi anak didik. (Pullias dan Young, 1988:13). Guru perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olah raga, keagamaan dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat. 9. Guru Sebagai Peneliti Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang didalamnya melibatkan guru. Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti. Menyadari akan kekurangannya guru berusaha mencari apa yang belum diketahui untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Sebagai orang yang telah mengenal metodologi tentunya ia tahu pula apa yang harus dikerjakan, yakni penelitian. (Pullias dan Young, 1988:15). 10. Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreatifitas tersebut. Kreatifitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan cirri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu. Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan menilaianya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya. (Pullias dan Young,1988:15). 11. Guru Sebagai Pembangkit Pandangan Dunia ini panggung sandiwara, yang penuh dengan berbagai kisah dan peristiwa, mulai dari kisah nyata sampai yang direkayasa. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memberikan dan memelihara pandangan tentang keagungan kepada pesarta didiknya. Mengembangkan fungsi ini guru harus terampil dalam berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur, sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini (Pullias dan Young, 1988:16). 12. Guru Sebagai Pekerja Rutin Guru bekerja dengan keterampilan dan kebiasaan tertentu, serta kegiatan rutin yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan. Jika kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik, maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan guru pada semua peranannya, (Pullias dan Young,1988:17). 13. Guru Sebagai Pemindah Kemah Hidup ini selalu berubah dan guru adalah seorang pemindah kemah, yang suka memindah-mindahkan dan membantu peserta didik dalam meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami. Guru berusaha keras untuk mengetahui masalah peserta didik, kepercayaan dan kebiasaan yang menghalangi kemajuan serta membantu menjauhi dan meninggalkannya untuk mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai. Guru harus memahami hal yang bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi peserta didiknya. (Pullias dan Young 1988:17). 14. Guru Sebagai Pembawa Cerita Sudah menjadi sifat manusia untuk mengenal diri dan menanyakan keberadaannya serta bagaimana berhubungan dengan keberadaannya itu. Tidak mungkin bagi manusia hanya muncul dalam lingkungannya dan berhubungan dengan lingkungan, tanpa mengetahui asal usulnya. Semua itu diperoleh melalui cerita. Guru tidak takut menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita tentang kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu sangat bermanfaat bagi manusia. (Pullias dan Young, 1988:18). Cerita adalah cermin yang bagus dan merupakan tongkat pengukur. Dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana memecahkan masalah yang sama dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan dan kehidupan yang nampak diperlukan oleh manusia lain, yang bisa disesuaikan dengan kehidupan mereka. Guru berusaha mencari cerita untuk membangkitkan gagasan kehidupan di masa mendatang. 15. Guru Sebagai Aktor Sebagai seorang aktor, guru melakukan penelitian tidak terbatas pada materi yang harus ditransferkan, melainkan juga tentang kepribadian manusia sehingga mampu memahami respon-respon pendengarnya, dan merencanakan kembali pekerjaannya sehingga dapat dikontrol. Sebagai aktor, guru berangkat dengan jiwa pengabdian dan inspirasi yang dalam yang akan mengarahkan kegiatannya. Tahun demi tahun sang actor berusaha mengurangi respon bosan dan berusaha meningkatkan minat para pendengar. (Pullias dan Young,1988:18). 16. Guru Sebagai Emansipator Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik, menghormati setiap insane dan menyadari bahwa kebanyakan insan merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Guru mengetahui bahwa pengalaman, pengakuan dan dorongan seringkali membebaskan peserta didik dari “self image” yang tidak menyenangkan, kebodohan dan dari perasaan tertolak dan rendah diri. Guru telah melaksanakan peran sebagai emansipator ketika peserta didik yang dicampakkan secara moril dan mengalami berbagai kesulitan dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang percaya diri. (Pullias dan Young,1988:19). 17. Guru Sebagai Evaluator Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variable lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Teknik apapun yang dipilih, dalam penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut. Penilaian harus adil dan objektif. (Pullias dan Young, 1988:18-19). 18. Guru Sebagai Pengawet Salah satu tugas guru adalah mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi berikutnya, karena hasil karya manusia terdahulu masih banyak yang bermakna bagi kehidupan manusia sekarang maupun di masa depan. Sarana pengawet terhadap apa yang telah dicapai manusia terdahulu adalah kurikulum. Guru juga harus mempunyai sikap positif terhadap apa yang akan diawetkan. (Pullias dan Young, 1988:18). 19. Guru Sebagai Kulminator Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya anak didik akan melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap anak didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini peran kulminator terpadu dengan peran sebagai evaluator. Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus serba bisa dan serba tahu. Serta mampu mentransferkan kebisaan dan pengetahuan pada muridnya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi anak didik. Menurut (Pullias dan Young, 1988:18). Peran yang begitu berat dipikul di pundak guru hendaknya tidak menjadikan calon guru mundur dari tugas mulia tersebut. Peran-peran tersebut harus menjadi tantangan dan motivasi bagi calon guru. Dia harus menyadari bahwa di masyarakat harus ada yang menjalani peran guru. Bila tidak, maka suatu masyarakat tidak akan terbangun dengan utuh. Penuh ketimpangan dan akhirnya masyarakat tersebut bergerak menuju kehancuran. Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangat signifikan dalam proses belajar mengajar. Membawa konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peran dan kompetensinya karena proses belajar mengajar dan hasil belajar anak sebagian besar ditentukan oleh peran dan kompetensi guru. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Dari sekian banyak peran guru yang dijelaskan maka yang diangkat pada penelitian ini adalah peran guru sebagai evaluator. 2.1.2 Peranan Guru Dalam Pembelajaran sains Menurut Gagne dan Berliner (2001:30), bahwa efektivitas dan efisien belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang idealnya dapat berperan sebagai : 1. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan; 2. Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan; 3. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik; 4. Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebutmelalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik; 5. Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya). Pada pengertian pendidikan yang terbatas, dengan mengutip pemikiran dari Gagne dan Berliner (2001:39-40), mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup : 1. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).; 2. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems). 3. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya. Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching). Di lain pihak, Surya (1997:99) mengemukakan tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan pembimbing anak didik. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagaipendidik dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat,guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent). Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis. Sementara itu, Doyle ( dalam Danim, 2002:22) mengemukan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Pada keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin anak didik di kelas, interaksi anak didik dengan sesamanya, interaksi anak didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan system yang mendukung proses pembelajaran,lingkungan belajar, dan lain-lain. 2.1.3 Ciri-ciri Guru yang Berkualitas Menurut Doyle ( dalam Danim 2002:30-31) bahwa guru memiliki ciri-ciri yang sangat berkualitas, antara lain sebagai berikut: 1. Berkualitas dari segi intelek Seorang guru haruslah berilmu pengetahuan yang tinggi. Ini karena guru adalah member ikan dan menyampaikan maklumat kepada anak didiknya. Cabaran pada hari ini memerlukan guru yang memiliki pelbagai lmu pengetahuan dan kepakaran. 2. Berkualitas dari segi Kerohanian Guru juga perlu memiliki sahsiah atau tingkah laku yang baik dan terpuji. Di antara ciri-ciri seorang guru bersahsiah yang baik ialah menjalankan tugas tepat pada masanya, ikhlas dalam menjalankan tugas, menghormati rakan guru serta pelajar, rajin dan lain-lain. Guru juga perlu memiliki pegangan agama yang kukuh. Dalam pembentukan Falsafah Pendidikan Negara, agama diletakkan di tempat yang tertinggi. Pegangan agama yang kuat akan menyebabkan seseorang guru itu menjadi bertanggungjawab terhadap tugasnya, berilmu, berprinsip serta amanah. 3. Berkualitas dari segi jasmani. Guru yang berkualiti sentiasa menjaga kesehatan diri. Kesehatan yang baik adalah penting agar dapat menjalankan tugas sebagai guru yang berkualiti sehingga tamat tempoh perkhidmatan. Kita hendaklah mengamalkan cara hidup yang sihat bagi mengekalkan kesihatan yang baik. Seorang guru, harus menonjolkan penampilan diri yang baik Sebagai seorang guru, kita sentiasa diperhatikan oleh anak didik untuk dijadikan contoh tauladan. Cara berpakaian, gaya tutur kata dan tingkah laku kita mestilah menampakkan ketrampilan dan kewibawaan kita sebagai seorang guru yang berkualitas. 2.2 Pengertian Pembelajaran Sains 2.2.1 Pengertian Pembelajaran Sains bagi anak TK Secara konseptual terdapat sejumlah pengertian dan batasan sains yang dikemukakan oleh para ahli. Amien (dalam Nugraha 2008: 3), mendefinisikan bahwa pembelajaran sains sebagai bidang ilmu alamiah, dengan ruang lingkup zat dan energi, baik yang terdapat pada makhluk hidup maupun tak hidup, lebih banyak mendiskusikan tentang alam (natural science). Sedangkan James Conanr (dalam Holton dan Roller 1998:7), mendefinisikan pembelajaran sains sebagai suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain, yang tumbuh sebagai hasil serangkaian percobaan dan pengamatan serta dapat diamati dan di ujicoba lebih lanjut. Pengertian sains menurut Conant ( Ahmadi, 1991: 2) adalah sebagai ilmu teoritis yang didasarkan oleh pengamatan, percobaan-percobaan terhadap gejala alam berupa makrokosmos (alam semesta) dan mikrokosmos (isi alam semesta, yang lebih terbatas, khususnya tentang manusia dan sifat-sifatnya). Sedangkan menurut Fisher (1975: 30) mengartikan pembelajaran sains sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode yang didasarkan pada pengamatan dengan penuh ketelitian. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dengan segala isinya. Hal yang dipelajari dalam sains adalah sebabakibat, hubungan kausal dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam. Menurut Powler (dalam Winataputra 1993:78), pembelajaran sains adalah ilmu yang sistematis dan dirumuskan dengan mengamati gejala-gejala kebendaan, dan didasarkan terutama atas pengamatan induksi. Carin dan Sund (1993:88) mendefinisikan pembelajaran sains sebagai pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Aktivitas dalam sains selalu berhubungan dengan percobaan-percobaan yang membutuhkan keterampilan dan kerajinan. Secara sederhana, pembelajaran sains dapat juga didefinisikan sebagai apa yang dilakukan oleh para ahli sains. Dengan demikian, sains bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi menyangkut cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah. Ilmuwan sains selalu tertarik dan memperhatikan peristiwa alam, selalu ingin mengetahui apa, bagaimana, dan mengapa tentang suatu gejala alam dan hubungan kausalnya. Dalam sains, terdapat tiga unsur utama, yaitu sikap manusia, proses atau metodologi, dan hasil yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Sikap manusia yang selalu ingin tahu tentang benda-benda, makhluk hidup, dan hubungan sebab-akibatnya akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang selalu ingin dipecahkan dengan prosedur yang benar. Prosedur tersebut meliputi metode ilmiah. Metode ilmiah mencakup perumusan hipotesis, perancangan percobaan, evaluasi atau pengukuran, dan akhirnya menghasilkan produk berupa fakta-fakta, prinsip-prinsip, teori, hukum, dan sebagainya. 2.2.2 Tujuan pembelajaran sains untuk anak TK Menurut Leeper (1994:99-100) bahwa pembelajaran sains untuk usia TK bertujuan antara lain sebagai berikut: 1. Membantu anak dalam pengenalan dan penguasaan fisika dasar/sains seperti melakukan eksplorasi/penyelidikan dan percobaan sederhana dengan berbagai benda (air, angin, api dan magnet). 2. Membantu anak mengenali, menguasai kumpulan pengetahuan, menjelaskan yang diketahuinya itu secara memadai kepada orang lain dan menyampaikan cara-cara yang digunakannya. 3. Membantu pemahaman anak tentang konsep sains dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-sehari. 4. Memfasilitasi dan mengembangkan sikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, bekerja sama, dan mandiri dalam kehidupan. 5. Membantu anak untuk dapat mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Pembelajaran sains untuk anak usia TK menurut Leeper (1994:103) bertujuan menyampaikan bahwa : 1. Pengembangan pembelajaran sains ditujukan agar anak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui pengguanaan metode sains, sehingga anak-anak terbantu dan menjadi terampil dalam menyelesaikan berbagai hal yang dihadapi. 2. Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak anak memiliki sikap ilmiah. Hal ini mendasar misalkan; tidak cepat-cepat dalam mengambil keputusan, dapat melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang, berhati-hati terhadap informasi-informasi yang diterimanya serta bersifat terbuka. 3. Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak anak mendapatkan pengetahuan dan informasi ilmiah. 4. Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak anak menjadi lebih berminat dan tertarik untuk menghayati sains yang berada dan ditemukan di lingkungan dan alam sekitarnya. Kegiatan pengenalan sains untuk usia TK sebaiknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Guru tidak menjejalkan konsep sains pada anak tetapi memberikan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan anak menemukan sendiri fakta dan konsep sederhana tersebut. Fungsi guru ialah memfasilitasi dan membantu anak agar belajar secara optimal. Berikut kriteria pembelajaran sains untuk anak TK : 1. Bersifat konkret 2. Hubungan sebab akibat terlihat lansung 3. Memungkinkan anak melakukan eksplorasi, seperti menghadirkan kucing kedalam kelas 4. Memungkinkan anak mengkonstruksipengetahuan sendiri, melakukan eksplorasi secara lansung akan memberikan pengalaman yang tidak terlupakan oleh anak dan memberikan pengertian apa adanya. 5. Memungkinkan anak menjawap persoalan “apa” daripada “mengapa”. 6. Lebih menekankan pada proses daripada produk 7. Memunngkinkan anak menggunakan bahasa dan matematika, pengenalan sains hendaknya terpadu dengan disiplin ilmu yang lain seperti, bahasa, matematika dan seni. 8. Menyajikan kegiatan yang menarik (the wonder of science), sains menyajikan berbagai percobaan yang menarik seperti sulap. Menurut Leeper (1994:105) bahwa dalam pembelajaran sains anak mencoba melakukan proses antara lain : a. Mengamati, yaitu melihat dan memperhatikan dengan teliti. b. Menggolongkan, yaitu membagi-bagi atas beberapa golongan. c. Mengukur, yaitu menghitung ukurannya (panjang, besar, luas, tinggi, dsb) dengan alat tertentu. d. Menguraikan, yaitu melepaskan hubungan bagian-bagian dari induk atau pusatnya. e. Menjelaskan, yaitu menerangkan; mennguraikan secara terang. f. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting tentang alam. g. Merumuskan problem, yaitu menyebutkan (menyimpulkan) suatu masalah dengan ringkas dan tepat. h. Merumuskan hipotesis, yaitu menyebutkan (menyimpuklan) sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat, meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan; anggapan dasar. i. Merancang penyelidikan termasuk eksperimen, yaitu membuat percobaan yang bersistem dan berencana untuk membuktikan kebenaran suatu teori. j. Mengumpulkan dan menganalisis data, yaitu mengumpulkan dan melakukan penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya k. Menarik kesimpulan yaitu mengambil keputusan yang diperoleh dari pembelajaran. 2.2.3 Peranan Guru dalam Pembelajaran Sains di TK Menurut Montolalu dkk, (2007: 9-10) bahwa orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak usia dini termasuk anak usia Taman Kanak-Kanak. Sedangkan guru adalah pemegang kendali dalam proses pendidikan anak usia dini. Karena memegang peranan penting dalam proses pendidikan, maka dalam upaya mengembangkan seluruh potensi anak didik, seorang guru harus bisa merencanakan, mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan belajar yang disesuaikan dengan karakteristik anak Taman Kanak-Kanak, misalnya anak diajak untuk mengamati fenomena alam yang terjadi di sekitarnya atau anak diajak untuk menggolongkan benda sesuai kategori masing-masing ataupun anak diajak untuk proses pencampuran warna. Dengan cara seperti ini diharapkan anak dapat mengetahui dan memahami konsep-konsep sains sederhana. Guru harus mengatur penempatan semua peralatan dan perabotan yang akan digunakan dalam kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan keamanan anak. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan anak mengingat bahwa anak usia dini sedang dalam masa emas perkembangan otaknya dan mempunyai rasa ingin tahu yang sangat besar. Selain itu dalam mempersiapkan semua kegiatan yang akan dilakukan, sebaiknya memiliki tingkat kesulitan yang berbeda yaitu ada yang sulit, tidak terlalu sulit atau sedang, dengan tujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat pemahaman dan penguasaan anak terhadap konsep-konsep dasar yang telah diajarkan. Montolalu dkk, (2007:12-13). Hal yang perlu diperhatikan juga oleh guru adalah memantau setiap kegiatan yang dilakukan oleh anak, apakah kegiatan tersebut membosankan atau menyenangkan. Guru harus memperhatikan perilaku anak selama kegiatan berlangsung. Dengan perhatian perulaku anak, guru bisa mengetahui apakah anak mengalami kesulitan atau tidak pada saat melakukan kegiatan. Peran guru dalam bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain adalah sebagai fasilitator dan ikut berpartisipasi aktif selama anak bermaian Hughes (dalam Yulianti, 2010:41). Peran guru dalam kegiatan bermain di sekolah/kelas sangat penting guru harus dapat berperan sebagai berikut : 1. Guru sebagai Perencana Sebagai perencana, guru harus merencanakan suatu pengalaman yang baru agar murid-murid terdorong untuk mengembangkan minat dan kemampuannya. Perencanaan yang disusun guru meliputi hal-hala berikut: a. Tujuan/sasaran yang ingin dicapai b. Bentuk kegiatan bermain yang akan dilakukan c. Alat dan bahan diperlukan (jenis dan jumlahnya) d. Tempat kegiatan tesebut akan dilakukan (di dalam aau di luar ruangan) e. Alokasi waktu, berapa lama waktu yang disediakan untuk kegiatan bemaian tersebut f. Penilain dan evaluasi untuk mengetahui ketercapaian tujuan/sasaran dan keberhasilan pelaksanaan kegiatan tersebut. 2. Guru sebagai fasilitator Guru sebagai fasilitator artinya guru harus mampu menfasilitasi seluruh kebutuhan anak pada saat kegiatan bermain dan belajar langsung. Guru harus berperan dengan aktif, kreatif, dan dinamis. Apabila anak-anak yang bemain dengan air maka guru harus menyediakan berbagai peralatan yang dibutuhkan untuk bermain dengan air jika anak-anak bemain peran maka tugas gurulah untuk menyiapkan alat dan bahan untuk bermain peran. 3. Guru sebagai pengamat Dalam tugasnya sebagai pengamat, guru harus mengobservasi/mengamati hal-hal berikut; a. Bagaiaman anak berinteraksi dengan anak lain dan interaksi anak dengan benda-benda/mainan disekitarnya? b. Berapa lama seorang anak melakukan suatu permainan? c. Adakah anak-anak yang mengalami kesulitan dalam bermain atau bergaul dengan teman sebayanya sehingga dapat memberi bantuan jika diperlukan? d. Apakah ada anak yang menggangu/terganggu ketika kegiatan bermain sedang berlangsung? 4. Guru sebagai model Anak usia TK adalah masa meniru. Oleh karena itu, sebagaian besar kegiatan TK dilaksanakan melalui peniruan/imitasi. Pada masa ini anak akan menirukan segala tindak-tanduk guru disekolah. 5. Guru sebagai Motivator Guru sebagai motivator artinya guru harus dapat menjadi pendorong bagi anak untuk melakukan kegiatan bermain. Guru mendorong anak untuk lebih aktif ketiaka bermain, mendorong anak untuk melakukan eksplorasi, discovery, dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan penemuan-penemuan dan mendorong anak untuk menyalurkan rasa ingin tahunya dan mencari jawaban atau rasa ingin tahunya tersebut, membangkitkan semangat dan membujuk anak yang tidak mau bermain. Misalnya ketika bermain harta karun di area pasir. Guru memotivsi anak untuk berlomba dengan semangat untuk menemukan harta sebanyak-banyaknya. Dorongan bisa dilakukan dengan ucapan “Ayo Adit, kamu pasti bisa menemukan lebih banyak lagi”. Bisa pula dilakukan dengan mengacungkan ibu jari pada anak yang baru saja menemukan satu harta karun. 6. Guru sebagai teman Selain sebagai pendidik guru juga harus dapat berperan sebagai teman/sahabat bagi anak dalam bermain. Dalam hal ini guru bertindak sebagai coplayer, artinya guru mempunyai peran yang setara dengan anak. Sebagai seorang teman bermain, guru menempatkan diri sebagai teman yang baik sehingga situasi bermain dan belajar menjadi akrab serta penuh kesenangan dan kegembiraan. Jika hubungan guru dan teman terbentuk, seperti teman/sahabat maka anak akan lebih membuka diri pada gurunya. Hal ini dapat membantu anak mengembangkan sosialisasinya dengan lebih baik. Guru sebagai teman/sahabat berarti guru harus bersedia terjun berpartisipasi bermain bersama anak-anak, berbaur dalam kegiatan yang dilakukan anak-anak. Di sini guru jangan selalu memberikan instruksi/perintah, tetapi mengikuti aturan yang dibuat anak-anak. (Montolalu, dkk, 2007:15). Dari hasil uraian diatas maka guru dapat dikatakan bahwa Seorang guru yang benar-benar sadar dengan tugas dan tanggung jawab serta kewajibannya dalam proses belajar mengajar, tentunya akan slalu introspeksi diri, selalu berusaha ingin maju agar mampu menyelesaikan tugasnya sebagai seorang pendidik. Untuk itu guru dituntut agar selalu berusaha meningkatkan kualitas kemampuannya dengan menambah pengetahuan, memperkaya pengalaman, memperbanyak buku bacaan, mengikuti seminar, lokakarya dan lain-lain. 2.2.4 Contoh-contoh Kegiatan Sains bagi anak TK Menurut Yulianti (2010:66) bahwa pada bidang pengembangan: kemampuan dasar kognitif, maka dapat meningkatkan capaian perkembangan bagi anak agar dapat mengenal berbagai konsep sederhana dalam kehidupan seharihari, agar capaian perkembangan anak dapat lebih mengenal konsep sains sederhana, berikut ini adalah contoh-contoh kegiatan sains bagi anak TK: Jenis Kegiatan: 1. Penggabungan Warna Indikatornya : 1. anak dapat membedakan warna primer (merah, kuning, biru) 2. anak dapat menyebutkan warna baru hasil penggabungan (warna sekunder) 3. anak dapat memberikan contoh benda yang berwarna merah, kuning, biru, hijau, oranye dan ungu Alat dan bahan yang harus disediakan : 1. Plastik mika berwarna merah, kuning dan biru 2. Kertas HVS putih 3. Steples Cara kerja: 1. Letakkan kertas HVS putih di atas meja dan tempelkan mika kuning di atas kertas HVS. Kemudian tempelkan mika biru di atas mika kuning. Apa yang terjadi? 2. Dengan langkah sama, tempelkan mika merah di atas mika kuning. Apa yang terjadi? 3. Sekarang, tempelkan mika merah di atas mika biru. Apa yang terjadi? 2. Penggabungan Warna Indikator: 1. anak dapat membedakan warna primer (merah, kuning, biru) 2. anak dapat menyebutkan warna baru hasil penggabungan (warna sekunder) 3. anak dapat memberi contoh benda yang berwarna merah, kuning, biru, hijau, oranye dan ungu Alat dan bahan: Gelas aqua (9 buah), Air, Pewarna makanan merah, kuning, biru Cara kerja: 1. Isi 3 gelas aqua dengan air bening (tidak berwarna) 2. Teteskan pewarna merah ke dalam gelas pertama, kuning ke dalam gelas kedua dan biru ke dalam gelas ketiga. Apa yang terjadi? 3. Bagilah cairan berwarna merah, kuning dan biru tadi masing-masing menjadi tiga. 4. Campukan cairan merah dengan kuning, apa yang terjadi? 5. Campurkan cairan merah dengan biru, apa yang terjadi? 6. Campurkan cairan kuning dengan biru, apa yang terjadi? Konsep : Warna primer Warna sekunder : hasil pencampuran warna primer Merah + kuning = oranye b. Merah + biru = ungu c. Kuning + biru = hijau a. 3. : warna dasar, yaitu merah, kuning, biru Magnet Indikator: 1. Anak dapat membedakan benda yang disebut magnet dan benda bukan magnet 2. Anak dapat membedakan benda-benda yang dapat ditarik oleh magnet dan yang tidak dapat ditarik magnet. Alat dan bahan : Magnet, Penggaris, Gunting, Permen, Pensil, Kertas, Peniti, Paku kecil, Klip Kertas, Penghapus Cara kerja : 1. Dekatkan magnet dengan benda-benda di atas satu per satu sambil berteriak “Kamu kena…..” 2. Amati apa yang terjadi? Jika benda tidak dapat ditarik magnet, semua berteriak “Huuuu……” 4. Sulap Bunga Indikator: a. Anak dapat mengenal salah satu sifat air, yaitu dapat masuk ke dalam pori-pori yang halus Alat dan bahan: Kertas marmer, Pensil warna atau krayon, Gunting, Mangkok yang bagian mulutnya lebar, Air. Cara kerja : 1. Gambarlah pola bunga pada kertas marmer seperti gambar di bawah, kemudian warnai. 2. Guntinglah bagian tepinya. 3. Lipatlah “mahkota bunga” sehingga seperti bunga yang sedang kuncup. 4. Isilah air ke wadah mangkok hingga tiga per empat 5. Letakkan bunga teratai kertasmu secara perlahan di atas permukaan air. Perlahan tetapi pasti, bunga terataimu akan mekar. Konsep : 1. Kertas memiliki pori-pori yang sangat halus yang terletak di antara serat kertas sehingga tidak terlihat oleh mata kita. 2. Air memiliki kemampuan masuk ke pori-pori kertas. Kemampuan ini disebut daya kapilaritas. 3. Masuknya air ke pori-pori kertas menyebabkan serat kertas mengembang termasuk bagian lipatan kertas. Inilah yang menyebabkan bunga terataimu menjadi mekar. 5. Kapur Barus Lompat Indikator: a. Anak dapat mengenal posisi benda dalam air (tenggelam, terapung, melayang) Alat dan bahan: Kapur barus berbentuk bola, Cuka, Soda kue, Air, Botol selai, Sendok Cara kerja : 1. Isilah botol selai dengan air hingga tiga per empat bagian. 2. Tuangkan dua sendok cuka dan dua sendok soda kue, kemudian aduk sampai merata. 3. Ketuk-ketukkan kapur barus ke meja sehingga permukaannya yang halus menjadi kasar. 4. Masukkan kapur barus ke dalam botol selai. Apa yang terjadi? Konsep : Pertama kali kapur barus akan tenggelam karena lebih berat dibandingkan air. Kemudian akan tampak gelembung-gelembung di permukaan kapur barus. Gelembung tersebut adalah gas karbon dioksida yang dihasilkan larutan campuran cuka dan soda kue. Sifat gas karbon dioksida adalah lebih ringan dibandingkan air. Karena gas ini menempel pada kapur barus, maka kapur barus akan tampak seperti berlompatan. 6. Telur Ajaib Indikator: a. Anak dapat mengenal posisi benda dalam air (tenggelam, terapung, melayang) Alat dan bahan: Telur ayam mentah, Air, Garam, Gelas kaca bening. Cara kerja: 1. Isilah gelas dengan air hingga tiga per empat bagian. 2. Masukkan telur, tomat dan wortel ke dalam gelas. Apa yang terjadi? 3. Masukkan garam ke dalam gelas. Apa yang terjadi? Konsep : Telur di dalam air akan tenggelam karena telur lebih berat dari pada air. Telur di dalam larutan garam akan melayang karena telur sama berat dengan larutan garam. 7. Paru-paru Plastik Indikator: 1. Anak dapat mengenal cara kerja paru-paru (bernafas) 2. Anak dapat mempraktikkan gerakan nmenarik nafas dan membuang nafas Alat dan bahan: Botol air mineral bekas, Sedotan, Balon karet, Pisau kertas, Lilin mainan, Double tip Cara kerja: 1. Potonglah bagian tengah botol plastik. 2. Ikatkan sebuah balon di salah satu ujung sedotan, kemudian lingkari mulut botol dengan lilin mainan. 3. Masukkan sedotan melalui mulut botol dan gunakan lilin untuk menutup sela-selanya. 4. Potonglah balon kedua, kemudian pasang menutupi dasar botol. Paru-paru plastic sudah jadi. 5. Jika balon di dasar botol ditarik, balon di dalam botol akan mengembang. 6. Jika balon di dasar botol dilepaskan, balon di dalam botol akan mengempis. 8. Cetakan Daun Gugur Indikator : 1. Siswa dapat membedakan bermacam-macam bentuk daun (…… macam) 2. Siswa dapat menyebutkan bentuk daun (melebar, memanjang, menjari) 3. Siswa dapat menyebutkan warna daun Alat dan bahan: Berbagai bentuk daun-daun gugur, Alumunium foil tipis, Penghapus, Karton, Lem Cara kerja: 1. Letakkan daun-daun dengan rata di atas meja. 2. Tutupi tiap helai daun dengan alumunium foil tipis. 3. Gosok-gosokkan penghapus maju mundur secara perlahan alufoil sampai motif daun tercetak di sana. 4. Untuk memajangnya, rekatkan tiap alufoil bermotif daun pada kertas karton, dan rekatkan daun di sebelahnya. Pada penjelasan diatas maka pada, penanaman konsep sains yang akan di lihat dilapangan nanti yaitu bagaimana anak-anak mengadakan praktek langsung bagaimana pencampuran warna yang baik untuk anak didik. 2.3 Kajian yang relevan 1. Judulnya Pemanfaatan Permainan Tradisional sebagai media pembelajaran pada mata pelajaran sains, oleh Moh. Arief, tahun 2010, Hasil. Penelitiannya Dalam kegiatan pembelajaran berlangsung selalu menoton, anak pasif, guru yang aktif, dan kemampuan anak hanya pada konteks hafalan mengenai fakta-fakta dan rumus-rumus. Kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar yang dapat memperdayakan siswa, mendorong siswa dan mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran sains. Media sangat penting dalam membantu siswa dalam proses pembelajaran sains di TK, termasuk dalam dalam pemanfaatan media permainan tradisional. Permainan tradisional merupakan warisan antar generasi yang mempunyai makna simbolis di balik gerakan, ucapan, maupun alat-alat yang digunakan. Permainan tradisional disini adalah permainan anak-anak dari bahan sederhana sesuai aspek budaya dalam kehidupan masyarakat, hal tersebut dengan karakteristik anak sekolah dasar, dimana dunia anak sekolah dasar adalah bermain. Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran sains merupakan media yang sangat penting dalam membantu anak untuk lebih mengetahui secara konseptual terdapat sejumlah pengertian dan batasan sains sebagai bidang ilmu alamaiah, dengan ruang lingkup zat dan energy, baik itu terdapat pada makhluk hidup maupun tak hidup. Lebih banyak mendiskusikan tentang alam. 2. Judulnya Peran Kompetensi Profesional Guru Dalam Mengembangkan Pembelajaran Sains di TK seKecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo, Oleh Anita Massa, tahun 2012, Penelitian ini bermaksud untuk mendiskripsikan Peran Kompetensi Profesional Guru dalam Mengembangkan Pembelajaran Sains di TK seKecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan sumber data primer 3 orang guru, dan seluruh orang anak didik dan sumber data sekunder berupa dokumen, tulisan serta arsip-arsip yang mendukung penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya data di analisis dengan langkah-langkah reduksi data, penyajian data dan verifikasi dan pengumpulan keputusan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran kompetensi profesional guru dalam mengembangkan pembelajaran sains di TK seKecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo adalah guru sebagai (1) pengamat, (2) perencanaan pembelajaran (3) fasilitator kegiatan belajar anak, (4) model (memberikan contoh melalui tindakan dan perkataan) bagi anak didik dalam berperilaku, serta konselor bagi masalah pembelajaran sains yang dihadapi anak, sudah optimal.