MS Word Export To Multiple PDF Files Software

advertisement
MS Word Export To Multiple PDF Files Software - Please
purchase license.PERAN GURU DALAM MENANAMKAN
KONSEP SAINS
SEDERHANA PADA ANAK KELOMPOK B
DI TK NEGERI PEMBINA KECAMATAN SIPATANA
KOTA GORONTALO
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Prasyarat Untuk Mengikuti
Ujian Skripsi SI Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini
Pada Fakultas Ilmu Pendidikan
OLEH:
IYAM DAUD
NIM. 153 409 060
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
2013
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Hakikat Guru
2.1.1 Pengertian Guru
Menurut para ahli pendidikan di luar negeri telah melakukan penelitian
tentang peran guru yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah
diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan Young (1988:11), Manan (1990:10) serta
Yelon dan Weinstein (1997:9-12). Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Guru Sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi
para anak didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar
kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.
Seorang ahli berpendapat bahwa guru itu dikatakan sebagai ”pendidik”. Guru
memang seorang “pendidik” sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya “mengajar”
seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melatihkan beberapa
keterampilan dan terutama sikap mental anak didik. “Mendidik” sikap mental
seseorang tidak cukup hanya “mengajarkan” sesuatu pengetahuan, tetapi
bagaimana pengetahuan itu bisa di didikan dengan guru sebagai idolanya.
Weinstein (1997:9-12).
Mendidik berarti mentransfer nilai-nilai kepada siswanya. Nilai-nilai
tersebut harus diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu pribadi
guru itu sendiri merupakan perwujudan dari nilai yang akan ditransfer. Mendidik
adalah mengantarkan anak didk agar menemukan dirinya, menemukan
kemanusiaannya. Mendidik adalah memanusiakan manusia. Dengan demikian
secara esensial dalam proses pendidikan, guru itu bukan hanya berperan sebagai
“pengajar” yang transfer of knowledge tetapi juga “pendidik” yang transfer of
value. Ia bukan saja membawa ilmu pengetahuan, akan tetapi juga menjadi contoh
bagi seorang pribadi manusia. Weinstein (1997:9-12).
2. Guru Sebagai Pengajar.
Mengajar adalah menyampaikan/memberikan/mentransfer ilmu pengetahuan
kepada anak didik/murid. Pengajaran hanya menekankan pada aspek pengetahuan,
sehingga ketika anak didik telah mengerti dan memahami materi pelajaran yang
diajarkan maka pengajaran bisa dikatakan berhasil. Sehingga bagi seorang
pengajar tidak begitu risau dengan sikap dan perilaku anak-anak didiknya, karena
hal tersebut bukanlah merupakan tanggung jawabnya. seorang pengajar tidak
mempersoalkan tentang tingkah lakunya, apakah tingkah laku mereka patut ditiru
oleh anak atau tidak. Mereka bisa melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya
dilakukan sebagai seorang panutan.
Sebagai seorang pengajar di kelas seorang guru hendaknya ; (1) Memiliki
informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran (guru sebagai manusia
sumber), (2) Mampu menyampaikan informasi dengan tepat (guru sebagai
komunikator), (3) Mampu mengarahkan kegiatan pembelajaran (guru sebagai
moderator), (4) Mampu menilai keberhasilan pembelajaran (guru sebagai
evaluator), (5) Mampu membantu siswa mengatasi masalah (guru sebagai
pembimbing), (6) Mampu mengatur dan memonitor pelaksanaan pembelajaran
(guru sebagai organisator). Santrock dan Yussen (dalam Djam’an 2002:55).
3. Guru Sebagai Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya bertanggungjawab atas kelancaran perjalanan
itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga
perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan spiritual yang lebih dalam
dan kompleks. (Manan, 1990:10).
Sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang
tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut :
a.
Pertama,
guru
harus
merencanakan
tujuan
dan
mengidentifikasi
kompetensi yang hendak dicapai.
b.
Kedua, guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran,
dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan
belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat
secara psikologis.
c.
Ketiga, guru harus memaknai kegiatan belajar.
d.
Keempat, guru harus melaksanakan penilaian.
4. Guru Sebagai Pelatih
Proses pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual
maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini
lebih ditekankan lagi dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, karena
tanpa latihan tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar dan
tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan
materi standar. Menurut Tutko dan Richards (dalam Djam’an 2005:99)
menegaskan bahwa tugas guru sebagai pelatih adalah membantu anak agar pada
akhirnya dapat menolong dirinya sendiri atau dapat berdiri sendiri. Ini penting
sekali untuk dipahami sebagai pelatih karena anak adalah individu yang sering
mengalami persaingan, stress, perasaan gagal. Sukses dan sebagainya.
Kewajiban dan tugas seorang guru sebagai pelatih sangat luas dan
komplek, maka dalam kehidupan sehari-hari guru sebagai seorang pelatih atau
panutan para anak didiknya serta senantiasa bertindak sebagai orang tua atau
seorang teman yang merupakan tempat tumpuan curahan isi hati setiap anak.
Kepelatihan merupakan usaha atau kegiatan memberi perlakuan untuk membantu
anak agar pada akhirnya anak dapat mengembangkan dirinya sendiri dan
meningkatkan bakat kemampuan, keterampilan, kondisi fisik, pengetahuan, sikapsikap, penguasaan emosi serta kepribadian pada umumnya.
5. Guru Sebagai Penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi anak didik juga bagi orang tua,
meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam
beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Anak didik senantiasa
berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan dan dalam prosesnya
akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang
kepercayaan dan penasihat secara lebih mendalam, ia harus memahami psikologi
kepribadian dan ilmu kesehatan mental. (Manan, 1990:11).
6. Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan
yang bermakna bagi anak didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan
luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya pengalaman
orang tua memiliki arti lebih banyak daripada nenek kita. Seorang anak didik yang
belajar sekarang, secara psikologis berada jauh dari pengalaman manusia yang
harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam pendidikan. (Manan, 1990:12)
Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang
berharga ini kedalam istilah atau bahasa moderen yang akan diterima oleh anak
didik. Sebagai jembatan antara generasi tua dan genearasi muda, yang juga
penerjemah pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang terdidik.
7. Guru Sebagai Model dan Teladan
Guru merupakan model atau teladan bagi para anak didik dan semua orang
yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk
menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak.
Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat
sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau
mengakuinya sebagai guru. (Pullias dan Young, 1988:12).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru : Sikap dasar, Bicara
dan gaya bicara, Kebiasaan bekerja, Sikap melalui pengalaman dan kesalahan,
Pakaian, Hubungan kemanusiaan, Proses berfikir, Perilaku neurotis, Selera,
Keputusan, Kesehatan, Gaya hidup secara umum perilaku guru sangat
mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik harus berani mengembangkan
gaya hidup pribadinya sendiri. Guru yang baik adalah yang menyadari
kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya,
kemudian menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan harus diikuti
dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya.
8. Guru Sebagai Pribadi
Guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik.
Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa “guru bisa digugu dan ditiru”.
Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya
untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani. Jika ada nilai
yang bertentangan dengan nilai yang dianutnya, maka dengan cara yang tepat
disikapi sehingga tidak terjadi benturan nilai antara guru dan masyarakat yang
berakibat terganggunya proses pendidikan bagi anak didik. (Pullias dan Young,
1988:13).
Guru perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat
melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olah raga, keagamaan dan
kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya
akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh
masyarakat.
9. Guru Sebagai Peneliti
Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya memerlukan
penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan
berbagai penelitian, yang didalamnya melibatkan guru. Oleh karena itu guru
adalah seorang pencari atau peneliti.
Menyadari akan kekurangannya guru berusaha mencari apa yang belum
diketahui untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas.
Sebagai orang yang telah mengenal metodologi tentunya ia tahu pula apa yang
harus dikerjakan, yakni penelitian. (Pullias dan Young, 1988:15).
10. Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran dan
guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreatifitas
tersebut. Kreatifitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan
cirri aspek dunia kehidupan di sekitar kita.
Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang
sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya
kecenderungan untuk menciptakan sesuatu. Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa
berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik,
sehingga peserta didik akan menilaianya bahwa ia memang kreatif dan tidak
melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang
akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan
sebelumnya. (Pullias dan Young,1988:15).
11. Guru Sebagai Pembangkit Pandangan
Dunia ini panggung sandiwara, yang penuh dengan berbagai kisah dan
peristiwa, mulai dari kisah nyata sampai yang direkayasa. Dalam hal ini, guru
dituntut untuk memberikan dan memelihara pandangan tentang keagungan kepada
pesarta didiknya. Mengembangkan fungsi ini guru harus terampil dalam
berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur, sehingga setiap langkah dari
proses pendidikan yang dikelolanya dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini
(Pullias dan Young, 1988:16).
12. Guru Sebagai Pekerja Rutin
Guru bekerja dengan keterampilan dan kebiasaan tertentu, serta kegiatan
rutin yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan. Jika kegiatan tersebut
tidak dikerjakan dengan baik, maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan
guru pada semua peranannya, (Pullias dan Young,1988:17).
13. Guru Sebagai Pemindah Kemah
Hidup ini selalu berubah dan guru adalah seorang pemindah kemah, yang
suka memindah-mindahkan dan membantu peserta didik dalam meninggalkan hal
lama menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami. Guru berusaha keras
untuk mengetahui masalah peserta didik, kepercayaan dan kebiasaan yang
menghalangi kemajuan serta membantu menjauhi dan meninggalkannya untuk
mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai. Guru harus memahami hal yang
bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi peserta didiknya. (Pullias dan Young
1988:17).
14. Guru Sebagai Pembawa Cerita
Sudah menjadi sifat manusia untuk mengenal diri dan menanyakan
keberadaannya serta bagaimana berhubungan dengan keberadaannya itu. Tidak
mungkin bagi manusia hanya muncul dalam lingkungannya dan berhubungan
dengan lingkungan, tanpa mengetahui asal usulnya. Semua itu diperoleh melalui
cerita. Guru tidak takut menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita tentang
kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu sangat bermanfaat bagi
manusia. (Pullias dan Young, 1988:18).
Cerita adalah cermin yang bagus dan merupakan tongkat pengukur.
Dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana memecahkan masalah yang
sama dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan dan kehidupan yang
nampak diperlukan oleh manusia lain, yang bisa disesuaikan dengan kehidupan
mereka. Guru berusaha mencari cerita untuk membangkitkan gagasan kehidupan
di masa mendatang.
15. Guru Sebagai Aktor
Sebagai seorang aktor, guru melakukan penelitian tidak terbatas pada
materi yang harus ditransferkan, melainkan juga tentang kepribadian manusia
sehingga mampu memahami respon-respon pendengarnya, dan merencanakan
kembali pekerjaannya sehingga dapat dikontrol. Sebagai aktor, guru berangkat
dengan jiwa pengabdian dan inspirasi yang dalam yang akan mengarahkan
kegiatannya. Tahun demi tahun sang actor berusaha mengurangi respon bosan dan
berusaha meningkatkan minat para pendengar. (Pullias dan Young,1988:18).
16. Guru Sebagai Emansipator
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik,
menghormati setiap insane dan menyadari bahwa kebanyakan insan merupakan
“budak” stagnasi kebudayaan. Guru mengetahui bahwa pengalaman, pengakuan
dan dorongan seringkali membebaskan peserta didik dari “self image” yang tidak
menyenangkan, kebodohan dan dari perasaan tertolak dan rendah diri. Guru telah
melaksanakan peran sebagai emansipator ketika peserta didik yang dicampakkan
secara moril dan mengalami berbagai kesulitan dibangkitkan kembali menjadi
pribadi yang percaya diri. (Pullias dan Young,1988:19).
17. Guru Sebagai Evaluator
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling
kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variable
lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak
mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Teknik apapun yang
dipilih, dalam penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang
meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut. Penilaian harus
adil dan objektif. (Pullias dan Young, 1988:18-19).
18. Guru Sebagai Pengawet
Salah satu tugas guru adalah mewariskan kebudayaan dari generasi ke
generasi berikutnya, karena hasil karya manusia terdahulu masih banyak yang
bermakna bagi kehidupan manusia sekarang maupun di masa depan. Sarana
pengawet terhadap apa yang telah dicapai manusia terdahulu adalah kurikulum.
Guru juga harus mempunyai sikap positif terhadap apa yang akan diawetkan.
(Pullias dan Young, 1988:18).
19. Guru Sebagai Kulminator
Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari
awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya anak didik akan melewati
tahap kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap anak didik bisa
mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini peran kulminator terpadu dengan peran
sebagai evaluator. Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus serba bisa
dan serba tahu. Serta mampu mentransferkan kebisaan dan pengetahuan pada
muridnya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi anak didik.
Menurut (Pullias dan Young, 1988:18). Peran yang begitu berat dipikul di
pundak guru hendaknya tidak menjadikan calon guru mundur dari tugas mulia
tersebut. Peran-peran tersebut harus menjadi tantangan dan motivasi bagi calon
guru. Dia harus menyadari bahwa di masyarakat harus ada yang menjalani peran
guru. Bila tidak, maka suatu masyarakat tidak akan terbangun dengan utuh. Penuh
ketimpangan dan akhirnya masyarakat tersebut bergerak menuju kehancuran.
Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangat
signifikan dalam proses belajar mengajar. Membawa konsekuensi kepada guru
untuk meningkatkan peran dan kompetensinya karena proses belajar mengajar dan
hasil belajar anak sebagian besar ditentukan oleh peran dan kompetensi guru.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa peran adalah
seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang
sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Dari sekian banyak peran guru yang
dijelaskan maka yang diangkat pada penelitian ini adalah peran guru sebagai
evaluator.
2.1.2 Peranan Guru Dalam Pembelajaran sains
Menurut Gagne dan Berliner (2001:30), bahwa efektivitas dan efisien
belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Dalam
pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang idealnya dapat berperan
sebagai :
1. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma
kedewasaan;
2. Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan;
3. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik;
4. Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebutmelalui penjelmaan
dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran
didik;
5. Organisator
(penyelenggara) terciptanya
proses
edukatif
yang
dapat
dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat
dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan
yang menciptakannya).
Pada pengertian pendidikan yang terbatas, dengan mengutip pemikiran
dari Gagne dan Berliner (2001:39-40), mengemukakan peran guru dalam proses
pembelajaran peserta didik, yang mencakup :
1. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan
dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).;
2. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi,
memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar
mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber
(resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti
demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during
teaching problems).
3. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa,
menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas
tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan,
baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, satu
peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher counsel), di mana guru dituntut
untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan
dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas
kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching).
Di lain pihak, Surya (1997:99) mengemukakan tentang peranan guru di
sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang
pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik,
pengarah pembelajaran dan pembimbing anak didik. Sedangkan dalam keluarga,
guru berperan sebagaipendidik dalam keluarga (family educator). Sementara itu di
masyarakat,guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer),
penemu masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent).
Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan
dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self
oriented), dan dari sudut pandang psikologis.
Sementara itu, Doyle ( dalam Danim, 2002:22) mengemukan dua peran
utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing
order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Pada keteraturan di
sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses
pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin anak didik di kelas,
interaksi anak didik dengan sesamanya, interaksi anak didik dengan guru, jam
masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar,
pengelolaan bahan belajar, prosedur dan system yang mendukung proses
pembelajaran,lingkungan belajar, dan lain-lain.
2.1.3 Ciri-ciri Guru yang Berkualitas
Menurut Doyle ( dalam Danim 2002:30-31) bahwa guru memiliki ciri-ciri
yang sangat berkualitas, antara lain sebagai berikut:
1. Berkualitas dari segi intelek
Seorang guru haruslah berilmu pengetahuan yang tinggi. Ini karena guru
adalah member ikan dan menyampaikan maklumat kepada anak didiknya.
Cabaran pada hari ini memerlukan guru yang memiliki pelbagai lmu pengetahuan
dan kepakaran.
2. Berkualitas dari segi Kerohanian
Guru juga perlu memiliki sahsiah atau tingkah laku yang baik dan terpuji.
Di antara ciri-ciri seorang guru bersahsiah yang baik ialah menjalankan tugas
tepat pada masanya, ikhlas dalam menjalankan tugas, menghormati rakan guru
serta pelajar, rajin dan lain-lain.
Guru juga perlu memiliki pegangan agama yang kukuh. Dalam
pembentukan Falsafah Pendidikan Negara, agama diletakkan di tempat yang
tertinggi. Pegangan agama yang kuat akan menyebabkan seseorang guru itu
menjadi bertanggungjawab terhadap tugasnya, berilmu, berprinsip serta amanah.
3. Berkualitas dari segi jasmani.
Guru yang berkualiti sentiasa menjaga kesehatan diri. Kesehatan yang baik
adalah penting agar dapat menjalankan tugas sebagai guru yang berkualiti
sehingga tamat tempoh perkhidmatan. Kita hendaklah mengamalkan cara hidup
yang sihat bagi mengekalkan kesihatan yang baik.
Seorang guru, harus menonjolkan penampilan diri yang baik Sebagai
seorang guru, kita sentiasa diperhatikan oleh anak didik untuk dijadikan contoh
tauladan. Cara berpakaian, gaya tutur kata dan tingkah laku kita mestilah
menampakkan ketrampilan dan kewibawaan kita sebagai seorang guru yang
berkualitas.
2.2 Pengertian Pembelajaran Sains
2.2.1 Pengertian Pembelajaran Sains bagi anak TK
Secara konseptual terdapat sejumlah pengertian dan batasan sains yang
dikemukakan oleh para ahli. Amien (dalam Nugraha 2008: 3), mendefinisikan
bahwa pembelajaran sains sebagai bidang ilmu alamiah, dengan ruang lingkup zat
dan energi, baik yang terdapat pada makhluk hidup maupun tak hidup, lebih
banyak mendiskusikan tentang alam (natural science). Sedangkan James Conanr
(dalam Holton dan Roller 1998:7), mendefinisikan pembelajaran sains sebagai
suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain,
yang tumbuh sebagai hasil serangkaian percobaan dan pengamatan serta dapat
diamati dan di ujicoba lebih lanjut.
Pengertian sains menurut Conant ( Ahmadi, 1991: 2) adalah sebagai ilmu
teoritis yang didasarkan oleh pengamatan, percobaan-percobaan terhadap gejala
alam berupa makrokosmos (alam semesta) dan mikrokosmos (isi alam semesta,
yang lebih terbatas, khususnya tentang manusia dan sifat-sifatnya). Sedangkan
menurut Fisher (1975: 30) mengartikan pembelajaran sains sebagai suatu
kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode
yang didasarkan pada pengamatan dengan penuh ketelitian.
Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang pokok bahasannya
adalah alam dengan segala isinya. Hal yang dipelajari dalam sains adalah sebabakibat, hubungan kausal dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam. Menurut
Powler (dalam Winataputra 1993:78), pembelajaran sains adalah ilmu yang
sistematis dan dirumuskan dengan mengamati gejala-gejala kebendaan, dan
didasarkan terutama atas pengamatan induksi. Carin dan Sund (1993:88)
mendefinisikan pembelajaran sains sebagai pengetahuan yang sistematis atau
tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data hasil observasi
dan eksperimen.
Aktivitas dalam sains selalu berhubungan dengan percobaan-percobaan
yang membutuhkan keterampilan dan kerajinan. Secara sederhana, pembelajaran
sains dapat juga didefinisikan sebagai apa yang dilakukan oleh para ahli sains.
Dengan demikian, sains bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang benda atau
makhluk hidup, tetapi menyangkut cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan
masalah.
Ilmuwan sains selalu tertarik dan memperhatikan peristiwa alam, selalu
ingin mengetahui apa, bagaimana, dan mengapa tentang suatu gejala alam dan
hubungan kausalnya. Dalam sains, terdapat tiga unsur utama, yaitu sikap manusia,
proses atau metodologi, dan hasil yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan.
Sikap manusia yang selalu ingin tahu tentang benda-benda, makhluk hidup, dan
hubungan sebab-akibatnya akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang
selalu ingin dipecahkan dengan prosedur yang benar. Prosedur tersebut meliputi
metode ilmiah. Metode ilmiah mencakup perumusan hipotesis, perancangan
percobaan, evaluasi atau pengukuran, dan akhirnya menghasilkan produk berupa
fakta-fakta, prinsip-prinsip, teori, hukum, dan sebagainya.
2.2.2 Tujuan pembelajaran sains untuk anak TK
Menurut Leeper (1994:99-100) bahwa pembelajaran sains untuk usia TK
bertujuan antara lain sebagai berikut:
1. Membantu anak dalam pengenalan dan penguasaan fisika dasar/sains seperti
melakukan eksplorasi/penyelidikan dan percobaan sederhana dengan berbagai
benda (air, angin, api dan magnet).
2. Membantu anak mengenali, menguasai kumpulan pengetahuan, menjelaskan
yang diketahuinya itu secara memadai kepada orang lain dan menyampaikan
cara-cara yang digunakannya.
3. Membantu pemahaman anak tentang konsep sains dan keterkaitannya dengan
kehidupan sehari-sehari.
4. Memfasilitasi dan mengembangkan sikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis,
mawas diri, bertanggung jawab, bekerja sama, dan mandiri dalam kehidupan.
5. Membantu anak untuk dapat mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap
alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang
Maha Esa.
Pembelajaran sains untuk anak usia TK menurut Leeper (1994:103)
bertujuan menyampaikan bahwa :
1. Pengembangan
pembelajaran
sains
ditujukan
agar
anak
memiliki
kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui pengguanaan
metode sains, sehingga anak-anak terbantu dan menjadi terampil dalam
menyelesaikan berbagai hal yang dihadapi.
2. Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak anak memiliki sikap ilmiah. Hal ini mendasar misalkan; tidak cepat-cepat
dalam mengambil keputusan, dapat melihat segala sesuatu dari berbagai sudut
pandang, berhati-hati terhadap informasi-informasi yang diterimanya serta
bersifat terbuka.
3. Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak anak mendapatkan pengetahuan dan informasi ilmiah.
4. Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak anak menjadi lebih berminat dan tertarik untuk menghayati sains yang berada
dan ditemukan di lingkungan dan alam sekitarnya.
Kegiatan pengenalan sains untuk usia TK sebaiknya disesuaikan dengan
tingkat perkembangan anak. Guru tidak menjejalkan konsep sains pada anak tetapi
memberikan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan anak menemukan
sendiri fakta dan konsep sederhana tersebut. Fungsi guru ialah memfasilitasi dan
membantu anak agar belajar secara optimal. Berikut kriteria pembelajaran sains
untuk anak TK :
1.
Bersifat konkret
2.
Hubungan sebab akibat terlihat lansung
3.
Memungkinkan anak melakukan eksplorasi, seperti menghadirkan kucing
kedalam kelas
4. Memungkinkan
anak
mengkonstruksipengetahuan
sendiri,
melakukan
eksplorasi secara lansung akan memberikan pengalaman yang tidak
terlupakan oleh anak dan memberikan pengertian apa adanya.
5.
Memungkinkan anak menjawap persoalan “apa” daripada “mengapa”.
6.
Lebih menekankan pada proses daripada produk
7.
Memunngkinkan anak menggunakan bahasa dan matematika, pengenalan
sains hendaknya terpadu dengan disiplin ilmu yang lain seperti, bahasa,
matematika dan seni.
8.
Menyajikan kegiatan yang menarik (the wonder of science), sains menyajikan
berbagai percobaan yang menarik seperti sulap.
Menurut Leeper (1994:105) bahwa dalam pembelajaran sains anak
mencoba melakukan proses antara lain :
a. Mengamati, yaitu melihat dan memperhatikan dengan teliti.
b. Menggolongkan, yaitu membagi-bagi atas beberapa golongan.
c. Mengukur, yaitu menghitung ukurannya (panjang, besar, luas, tinggi, dsb)
dengan alat tertentu.
d. Menguraikan, yaitu melepaskan hubungan bagian-bagian dari induk atau
pusatnya.
e. Menjelaskan, yaitu menerangkan; mennguraikan secara terang.
f. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting tentang alam.
g.
Merumuskan problem, yaitu menyebutkan (menyimpulkan) suatu masalah
dengan ringkas dan tepat.
h. Merumuskan hipotesis, yaitu menyebutkan (menyimpuklan) sesuatu yang
dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat, meskipun
kebenarannya masih harus dibuktikan; anggapan dasar.
i. Merancang penyelidikan termasuk eksperimen, yaitu membuat percobaan yang
bersistem dan berencana untuk membuktikan kebenaran suatu teori.
j. Mengumpulkan dan menganalisis data, yaitu mengumpulkan dan melakukan
penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya
k. Menarik kesimpulan yaitu mengambil keputusan yang diperoleh dari
pembelajaran.
2.2.3 Peranan Guru dalam Pembelajaran Sains di TK
Menurut Montolalu dkk, (2007: 9-10) bahwa orang tua adalah guru
pertama dan utama bagi anak usia dini termasuk anak usia Taman Kanak-Kanak.
Sedangkan guru adalah pemegang kendali dalam proses pendidikan anak usia
dini. Karena memegang peranan penting dalam proses pendidikan, maka dalam
upaya mengembangkan seluruh potensi anak didik, seorang guru harus bisa
merencanakan, mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan belajar yang
disesuaikan dengan karakteristik anak Taman Kanak-Kanak,
misalnya anak
diajak untuk mengamati fenomena alam yang terjadi di sekitarnya atau anak
diajak untuk menggolongkan benda sesuai kategori masing-masing ataupun anak
diajak untuk proses pencampuran warna. Dengan cara seperti ini diharapkan anak
dapat mengetahui dan memahami konsep-konsep sains sederhana.
Guru harus mengatur penempatan semua peralatan dan perabotan yang
akan digunakan dalam kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan keamanan anak. Hal
ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan anak mengingat bahwa anak usia dini
sedang dalam masa emas perkembangan otaknya dan mempunyai rasa ingin tahu
yang sangat besar.
Selain itu dalam mempersiapkan semua kegiatan yang akan dilakukan,
sebaiknya memiliki tingkat kesulitan yang berbeda yaitu ada yang sulit, tidak
terlalu sulit atau sedang, dengan tujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana
tingkat pemahaman dan penguasaan anak terhadap konsep-konsep dasar yang
telah diajarkan. Montolalu dkk, (2007:12-13).
Hal yang perlu diperhatikan juga oleh guru adalah memantau setiap
kegiatan yang dilakukan oleh anak, apakah kegiatan tersebut membosankan atau
menyenangkan. Guru harus memperhatikan perilaku anak selama kegiatan
berlangsung. Dengan perhatian perulaku anak, guru bisa mengetahui apakah anak
mengalami kesulitan atau tidak pada saat melakukan kegiatan.
Peran guru dalam bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain
adalah sebagai fasilitator dan ikut berpartisipasi aktif selama anak bermaian
Hughes (dalam Yulianti, 2010:41). Peran guru dalam kegiatan bermain di
sekolah/kelas sangat penting guru harus dapat berperan sebagai berikut :
1.
Guru sebagai Perencana
Sebagai perencana, guru harus merencanakan suatu pengalaman yang baru
agar murid-murid terdorong untuk mengembangkan minat dan kemampuannya.
Perencanaan yang disusun guru meliputi hal-hala berikut:
a. Tujuan/sasaran yang ingin dicapai
b. Bentuk kegiatan bermain yang akan dilakukan
c. Alat dan bahan diperlukan (jenis dan jumlahnya)
d. Tempat kegiatan tesebut akan dilakukan (di dalam aau di luar ruangan)
e. Alokasi waktu, berapa lama waktu yang disediakan untuk kegiatan
bemaian tersebut
f.
Penilain dan evaluasi untuk mengetahui ketercapaian tujuan/sasaran dan
keberhasilan pelaksanaan kegiatan tersebut.
2.
Guru sebagai fasilitator
Guru sebagai fasilitator artinya guru harus mampu menfasilitasi seluruh
kebutuhan anak pada saat kegiatan bermain dan belajar langsung. Guru harus
berperan dengan aktif, kreatif, dan dinamis. Apabila anak-anak yang bemain
dengan air maka guru harus menyediakan berbagai peralatan yang dibutuhkan
untuk bermain dengan air jika anak-anak bemain peran maka tugas gurulah untuk
menyiapkan alat dan bahan untuk bermain peran.
3.
Guru sebagai pengamat
Dalam tugasnya sebagai pengamat, guru harus mengobservasi/mengamati
hal-hal berikut;
a. Bagaiaman anak berinteraksi dengan anak lain dan interaksi anak dengan
benda-benda/mainan disekitarnya?
b. Berapa lama seorang anak melakukan suatu permainan?
c. Adakah anak-anak yang mengalami kesulitan dalam bermain atau bergaul
dengan teman sebayanya sehingga dapat memberi bantuan jika diperlukan?
d. Apakah ada anak yang menggangu/terganggu ketika kegiatan bermain
sedang berlangsung?
4.
Guru sebagai model
Anak usia TK adalah masa meniru. Oleh karena itu, sebagaian besar
kegiatan TK dilaksanakan melalui peniruan/imitasi. Pada masa ini anak akan
menirukan segala tindak-tanduk guru disekolah.
5.
Guru sebagai Motivator
Guru sebagai motivator artinya guru harus dapat menjadi pendorong bagi
anak untuk melakukan kegiatan bermain. Guru mendorong anak untuk lebih aktif
ketiaka bermain, mendorong anak untuk melakukan eksplorasi, discovery, dan
melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan penemuan-penemuan dan
mendorong anak untuk menyalurkan rasa ingin tahunya dan mencari jawaban atau
rasa ingin tahunya tersebut, membangkitkan semangat dan membujuk anak yang
tidak mau bermain.
Misalnya ketika bermain harta karun di area pasir. Guru memotivsi anak
untuk berlomba dengan semangat untuk menemukan harta sebanyak-banyaknya.
Dorongan bisa dilakukan dengan ucapan “Ayo Adit, kamu pasti bisa menemukan
lebih banyak lagi”. Bisa pula dilakukan dengan mengacungkan ibu jari pada anak
yang baru saja menemukan satu harta karun.
6.
Guru sebagai teman
Selain sebagai pendidik guru juga harus dapat berperan sebagai
teman/sahabat bagi anak dalam bermain. Dalam hal ini guru bertindak sebagai
coplayer, artinya guru mempunyai peran yang setara dengan anak. Sebagai
seorang teman bermain, guru menempatkan diri sebagai teman yang baik sehingga
situasi bermain dan belajar menjadi akrab serta penuh kesenangan dan
kegembiraan. Jika hubungan guru dan teman terbentuk, seperti teman/sahabat
maka anak akan lebih membuka diri pada gurunya. Hal ini dapat membantu anak
mengembangkan sosialisasinya dengan lebih baik.
Guru
sebagai teman/sahabat
berarti guru
harus
bersedia
terjun
berpartisipasi bermain bersama anak-anak, berbaur dalam kegiatan yang
dilakukan anak-anak. Di sini guru jangan selalu memberikan instruksi/perintah,
tetapi mengikuti aturan yang dibuat anak-anak. (Montolalu, dkk, 2007:15).
Dari hasil uraian diatas maka guru dapat dikatakan bahwa Seorang guru
yang benar-benar sadar dengan tugas dan tanggung jawab serta kewajibannya
dalam proses belajar mengajar, tentunya akan slalu introspeksi diri, selalu
berusaha ingin maju agar mampu menyelesaikan tugasnya sebagai seorang
pendidik. Untuk itu guru dituntut agar selalu berusaha meningkatkan kualitas
kemampuannya dengan menambah pengetahuan, memperkaya pengalaman,
memperbanyak buku bacaan, mengikuti seminar, lokakarya dan lain-lain.
2.2.4 Contoh-contoh Kegiatan Sains bagi anak TK
Menurut Yulianti (2010:66) bahwa pada bidang pengembangan:
kemampuan dasar kognitif, maka dapat meningkatkan capaian perkembangan bagi
anak agar dapat mengenal berbagai konsep sederhana dalam kehidupan seharihari, agar capaian perkembangan anak dapat lebih mengenal konsep sains
sederhana, berikut ini adalah contoh-contoh kegiatan sains bagi anak TK:
Jenis Kegiatan:
1.
Penggabungan Warna
Indikatornya :
1. anak dapat membedakan warna primer (merah, kuning, biru)
2. anak dapat menyebutkan warna baru hasil penggabungan (warna sekunder)
3. anak dapat memberikan contoh benda yang berwarna merah, kuning, biru,
hijau, oranye dan ungu
Alat dan bahan yang harus disediakan :
1. Plastik mika berwarna merah, kuning dan biru
2. Kertas HVS putih
3. Steples
Cara kerja:
1. Letakkan kertas HVS putih di atas meja dan tempelkan mika kuning di atas
kertas HVS. Kemudian tempelkan mika biru di atas mika kuning. Apa
yang terjadi?
2. Dengan langkah sama, tempelkan mika merah di atas mika kuning. Apa
yang terjadi?
3. Sekarang, tempelkan mika merah di atas mika biru. Apa yang terjadi?
2. Penggabungan Warna
Indikator:
1. anak dapat membedakan warna primer (merah, kuning, biru)
2. anak dapat menyebutkan warna baru hasil penggabungan (warna sekunder)
3. anak dapat memberi contoh benda yang berwarna merah, kuning, biru,
hijau, oranye dan ungu
Alat dan bahan:
Gelas aqua (9 buah), Air, Pewarna makanan merah, kuning, biru
Cara kerja:
1. Isi 3 gelas aqua dengan air bening (tidak berwarna)
2. Teteskan pewarna merah ke dalam gelas pertama, kuning ke dalam gelas
kedua dan biru ke dalam gelas ketiga. Apa yang terjadi?
3. Bagilah cairan berwarna merah, kuning dan biru tadi masing-masing
menjadi tiga.
4. Campukan cairan merah dengan kuning, apa yang terjadi?
5. Campurkan cairan merah dengan biru, apa yang terjadi?
6. Campurkan cairan kuning dengan biru, apa yang terjadi?
Konsep :
Warna primer
Warna sekunder
: hasil pencampuran warna primer
Merah + kuning
= oranye
b.
Merah + biru
= ungu
c.
Kuning + biru
= hijau
a.
3.
: warna dasar, yaitu merah, kuning, biru
Magnet
Indikator:
1. Anak dapat membedakan benda yang disebut magnet dan benda bukan
magnet
2. Anak dapat membedakan benda-benda yang dapat ditarik oleh magnet dan
yang tidak dapat ditarik magnet.
Alat dan bahan :
Magnet, Penggaris, Gunting, Permen, Pensil, Kertas, Peniti, Paku kecil, Klip
Kertas, Penghapus
Cara kerja :
1. Dekatkan magnet dengan benda-benda di atas satu per satu sambil
berteriak “Kamu kena…..”
2. Amati apa yang terjadi? Jika benda tidak dapat ditarik magnet, semua
berteriak “Huuuu……”
4.
Sulap Bunga
Indikator:
a. Anak dapat mengenal salah satu sifat air, yaitu dapat masuk ke
dalam pori-pori yang halus
Alat dan bahan:
Kertas marmer, Pensil warna atau krayon, Gunting, Mangkok yang bagian
mulutnya lebar, Air.
Cara kerja :
1. Gambarlah pola bunga pada kertas marmer seperti gambar di bawah,
kemudian warnai.
2. Guntinglah bagian tepinya.
3. Lipatlah “mahkota bunga” sehingga seperti bunga yang sedang kuncup.
4. Isilah air ke wadah mangkok hingga tiga per empat
5. Letakkan bunga teratai kertasmu secara perlahan di atas permukaan air.
Perlahan tetapi pasti, bunga terataimu akan mekar.
Konsep :
1. Kertas memiliki pori-pori yang sangat halus yang terletak di antara serat
kertas sehingga tidak terlihat oleh mata kita.
2. Air memiliki kemampuan masuk ke pori-pori kertas. Kemampuan ini
disebut daya kapilaritas.
3. Masuknya air ke pori-pori kertas menyebabkan serat kertas mengembang
termasuk bagian lipatan kertas. Inilah yang menyebabkan bunga terataimu
menjadi mekar.
5.
Kapur Barus Lompat
Indikator:
a. Anak dapat mengenal posisi benda dalam air (tenggelam, terapung,
melayang)
Alat dan bahan:
Kapur barus berbentuk bola, Cuka, Soda kue, Air, Botol selai, Sendok
Cara kerja :
1. Isilah botol selai dengan air hingga tiga per empat bagian.
2. Tuangkan dua sendok cuka dan dua sendok soda kue, kemudian aduk
sampai merata.
3. Ketuk-ketukkan kapur barus ke meja sehingga permukaannya yang halus
menjadi kasar.
4. Masukkan kapur barus ke dalam botol selai. Apa yang terjadi?
Konsep :
Pertama kali kapur barus akan tenggelam karena lebih berat dibandingkan
air. Kemudian akan tampak gelembung-gelembung di permukaan kapur barus.
Gelembung tersebut adalah gas karbon dioksida yang dihasilkan larutan campuran
cuka dan soda kue. Sifat gas karbon dioksida adalah lebih ringan dibandingkan
air. Karena gas ini menempel pada kapur barus, maka kapur barus akan tampak
seperti berlompatan.
6.
Telur Ajaib
Indikator:
a. Anak dapat mengenal posisi benda dalam air (tenggelam, terapung,
melayang)
Alat dan bahan:
Telur ayam mentah, Air, Garam, Gelas kaca bening.
Cara kerja:
1. Isilah gelas dengan air hingga tiga per empat bagian.
2. Masukkan telur, tomat dan wortel ke dalam gelas. Apa yang terjadi?
3. Masukkan garam ke dalam gelas. Apa yang terjadi?
Konsep :
Telur di dalam air akan tenggelam karena telur lebih berat dari pada air.
Telur di dalam larutan garam akan melayang karena telur sama berat dengan
larutan garam.
7.
Paru-paru Plastik
Indikator:
1. Anak dapat mengenal cara kerja paru-paru (bernafas)
2. Anak dapat mempraktikkan gerakan nmenarik nafas dan membuang nafas
Alat dan bahan:
Botol air mineral bekas, Sedotan, Balon karet, Pisau kertas, Lilin mainan,
Double tip
Cara kerja:
1. Potonglah bagian tengah botol plastik.
2. Ikatkan sebuah balon di salah satu ujung sedotan, kemudian lingkari mulut
botol dengan lilin mainan.
3. Masukkan sedotan melalui mulut botol dan gunakan lilin untuk menutup
sela-selanya.
4. Potonglah balon kedua, kemudian pasang menutupi dasar botol. Paru-paru
plastic sudah jadi.
5. Jika balon di dasar botol ditarik, balon di dalam botol akan mengembang.
6. Jika balon di dasar botol dilepaskan, balon di dalam botol akan
mengempis.
8. Cetakan Daun Gugur
Indikator :
1. Siswa dapat membedakan bermacam-macam bentuk daun (…… macam)
2. Siswa dapat menyebutkan bentuk daun (melebar, memanjang, menjari)
3. Siswa dapat menyebutkan warna daun
Alat dan bahan:
Berbagai bentuk daun-daun gugur, Alumunium foil tipis, Penghapus, Karton, Lem
Cara kerja:
1.
Letakkan daun-daun dengan rata di atas meja.
2.
Tutupi tiap helai daun dengan alumunium foil tipis.
3.
Gosok-gosokkan penghapus maju mundur secara perlahan alufoil sampai
motif daun tercetak di sana.
4.
Untuk memajangnya, rekatkan tiap alufoil bermotif daun pada kertas
karton, dan rekatkan daun di sebelahnya.
Pada penjelasan diatas maka pada, penanaman konsep sains yang akan di
lihat dilapangan nanti yaitu bagaimana anak-anak mengadakan praktek langsung
bagaimana pencampuran warna yang baik untuk anak didik.
2.3
Kajian yang relevan
1.
Judulnya Pemanfaatan Permainan Tradisional sebagai media pembelajaran
pada mata pelajaran sains, oleh Moh. Arief, tahun
2010,
Hasil.
Penelitiannya Dalam kegiatan pembelajaran berlangsung selalu menoton,
anak pasif, guru yang aktif, dan kemampuan anak hanya pada konteks
hafalan mengenai fakta-fakta dan rumus-rumus. Kemudian ceramah menjadi
pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar
yang dapat memperdayakan siswa, mendorong siswa dan mengaktifkan
siswa dalam kegiatan pembelajaran sains. Media sangat penting dalam
membantu siswa dalam proses pembelajaran sains di TK, termasuk dalam
dalam pemanfaatan media permainan tradisional. Permainan tradisional
merupakan warisan antar generasi yang mempunyai makna simbolis di balik
gerakan, ucapan, maupun alat-alat yang digunakan. Permainan tradisional
disini adalah permainan anak-anak dari bahan sederhana sesuai aspek
budaya dalam kehidupan masyarakat, hal tersebut dengan karakteristik anak
sekolah dasar, dimana dunia anak sekolah dasar adalah bermain.
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran sains merupakan media yang sangat penting dalam membantu
anak untuk lebih mengetahui secara konseptual terdapat sejumlah pengertian
dan batasan sains sebagai bidang ilmu alamaiah, dengan ruang lingkup zat
dan energy, baik itu terdapat pada makhluk hidup maupun tak hidup. Lebih
banyak mendiskusikan tentang alam.
2.
Judulnya Peran Kompetensi Profesional
Guru Dalam Mengembangkan
Pembelajaran Sains di TK seKecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo, Oleh
Anita Massa, tahun 2012, Penelitian ini bermaksud untuk mendiskripsikan
Peran Kompetensi Profesional Guru dalam Mengembangkan Pembelajaran
Sains di TK seKecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo. Metode yang
digunakan adalah penelitian kualitatif dengan sumber data primer 3 orang
guru, dan seluruh orang anak didik dan sumber data sekunder berupa
dokumen, tulisan serta arsip-arsip yang mendukung penelitian ini. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara dan
dokumentasi. Selanjutnya data di analisis dengan langkah-langkah reduksi
data, penyajian data dan verifikasi dan pengumpulan keputusan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran kompetensi profesional guru
dalam mengembangkan pembelajaran sains di TK seKecamatan Kota
Tengah Kota Gorontalo adalah guru sebagai (1) pengamat, (2) perencanaan
pembelajaran (3) fasilitator kegiatan belajar anak, (4) model (memberikan
contoh melalui tindakan dan perkataan) bagi anak didik dalam berperilaku,
serta konselor bagi masalah pembelajaran sains yang dihadapi anak, sudah
optimal.
Download