naskah-publikasi-013.. - Program Studi Psikologi Universitas Islam

advertisement
PENGANTAR
Perkembangan jaman yang semakin modern, telah membawa dampak
yang cukup berarti pada taraf kesehatan di Indonesia. Ditemukannya alat– alat
kesehatan untuk mendeteksi penyakit serta ditemukan berbagai macam obat–
obatan telah menyebabkan adanya peningkatan usia harapan hidup dan
menurunnya angka kematian di Indonesia. Menurut Suwoko (2004) meningkatnya
usia harapan hidup penduduk Indonesia membawa konsekuensi bertambahnya
jumlah lansia. Abad 21 ini merupakan abad lansia (era of population ageing),
karena pertumbuhan lansia di Indonesia akan lebih cepat dibandingkan dengan
negara-negara lain. Indonesia diperkirakan mengalami aged population boom
pada dua dekade permulaan abad 21 ini (Suara Merdeka, 2005).
Di Indonesia, jumlah penduduk yang berusia lanjut atau diatas 60 tahun
terus meningkat. Bahkan tahun 2005 ini hingga tahun 2010 diperkirakan
menyamai jumlah anak balita yakni 8,5 persen dari total jumlah penduduk atau
sekitar 19 juta jiwa (Kompas, 2005) . Selain itu, data tentang usia harapan hidup
di Indonesia juga menunjukkan peningkatan. Tahun 1980– 2000 telah terjadi
penambahan usia harapan hidup dari rata – rata 52,2 pertahun menjadi rata– rata
64, 5 pertahun (tahun 2000) bahkan diprediksikan menjadi rata– rata 67, 4
pertahun (tahun 2010) dan rata– rata 71,1 pertahun (tahun 2020), hal ini tentunya
semakin memperkuat data tentang adanya peningkatan jumlah lanjut usia di
Indonesia. Pada gilirannya hal ini akan membawa konsekuensi timbulnya
berbagai masalah yang berkaitan dengan kehidupan lanjut usia seperti dalam hal
kesehatan, sosial, ekonomi, dan rohani. (www.waspada–online.co.id / serba –
serbi kesehatan / lansia / 19 Januari 2005).
Menurut Rochmah (2004) menjadi tua atau menua (aging) adalah suatu
keadaan yang terjadi karena suatu proses yang disebut dengan proses menua.
Menua adalah proses sepanjang hidup yang dimulai sejak permulaan kehidupan
itu sendiri, tidak dimulai dari umur 55 tahun, atau umur 60 tahun, atau dari umur
65 tahun sebagai batas umur usia lanjut menurut WHO.
Hasil penelitian Prawitasari (1993) menyatakan bahwa masa lanjut usia
merupakan masa yang sukar ditentukan batasannya meskipun dapat dikatakan
bahwa umur 65 tahun keatas merupakan lanjut usia. Perkembangan terakhir
kehidupan manusia ditandai oleh berhasil tidaknya tugas perkembangan
sebelumnya. Apabila tugas– tugas tersebut dapat dipenuhinya dengan baik, maka
dapat diharapkan bahwa dimasa lanjut usia individu dapat selalu melakukan
penyesuaian terhadap apa yang dihadapinya.
Timbulnya berbagai persoalan yang dialami oleh individu lanjut usia
sebagai dampak dari adanya berbagai perubahan yang terjadi seringkali
mengakibatkan lanjut usia mengalami krisis. Terjadinya krisis yang dialami
individu lanjut usia disebabkan karena kurangnya penyesuaian diri individu lanjut
usia. Erikson (Hardywinoto&Setyabudhi,1999) membagi kehidupan menjadi
delapan fase dan lanjut usia masuk dalam fase integritas ego dan rasa
keputusasaan. Lanjut usia yang mengalami krisis, mereka akan mengalami rasa
putus asa dengan proses penuaannya. Adanya rasa putus asa tersebut ditandai
dengan adanya rasa takut mati, timbulnya rasa penyesalan yang besar terhadap
dirinya dan hidupnya, serta merasakan bahwa dirinya sudah terlambat untuk
memperbaiki hidupnya.
Penilaian masyarakat terhadap lanjut usia masih sangat beragam. Ada
yang positif dan ada yang negatif. Tanggapan positif diungkapkan dengan “makin
tua makin berisi“. Ungkapan ini berarti bahwa lanjut usia adalah seseorang yang
telah banyak makan asam garam kehidupan atau banyak pengalaman sehingga
lanjut usia pantas untuk dijadikan teladan, panutan bagi orang– orang yang lebih
muda. Sebaliknya tanggapan negatif tentang lanjut usia juga ada. Adanya
stereotype bahwa lanjut usia mundur dalam segala aspek diri, termasuk
kecerdasan dan inteligensinya, anggapan bahwa menjadi lanjut usia berarti
menjadi jompo, orang lanjut usia tidak membutuhkan apa– apa lagi kecuali
kebutuhan fisik, istirahat dan mempersiapkan diri untuk mati serta adanya
anggapan bahwa semua orang lanjut usia mempunyai citra diri dan kepribadian
yang sama yaitu kaku, sulit dan depresif (Haditono, 1989).
Selain anggapan negatif tentang lanjut usia, seringkali warga lanjut usia
termasuk dalam kelompok minoritas. Adanya status kelompok minoritas adalah
sebagai akibat dari adanya anggapan negatif terhadap lanjut usia. Sebagai contoh
kelompok minoritas adalah dalam hal kesempatan memperoleh pekerjaan. Di
Indonesia masih sangat sedikitnya lapangan pekerjaan bagi lanjut usia. Hal
tersebut terjadi dikarenakan alasan
bahwa individu lanjut usia lambat dalam
bekerja, berfikir dan bertindak. Contoh yang dapat diambil adalah seorang
seniman tari dari Caruban, Mbah Ardja yang sekarang berusia 72 tahun. Sewaktu
masih muda beliau banyak mendapatkan tawaran untuk menari di berbagai
tempat, namun ketika usianya memasuki senja tawaran itu berkurang bahkan
sekarang bisa dihitung dengan jari berapa kali beliau mendapat tawaran. Sekarang
ini beliau banyak merasakan kesepian dengan kehidupan yang beliau jalani.
(Kompas,2005). Hal tersebut sebenarnya dapat diantisipasi dengan memberikan
kesempatan bekerja bagi lanjut usia dengan disesuaikan kondisi lanjut usia
Terjadinya krisis, adanya anggapan negatif tentang lanjut usia yang beredar di
masyarakat dan masuknya lanjut usia dalam kelompok minoritas akan membawa
dampak tersendiri bagi kehidupan psikologis lanjut usia. Lanjut usia yang
menelan mentah – mentah hal tersebut akan mempunyai citra diri yang negatif
yaitu adanya perasaan tidak berharga, perasaan tidak berguna, dan juga lanjut usia
akan mempunyai rasa pesimis terhadap kehidupannya sehingga dapat timbulnya
rasa putus asa atau despair.
Timbulnya rasa putus asa dalam diri individu lanjut usia akan
menyebabkan lanjut usia kehilangan makna hidup yang telah dijalani sepanjang
masa kehidupannya. Menurut Frankl (http:www.mizan.online.co.id/selisik/portal)
makna hidup bisa ditemukan bahkan saat seseorang dihadapkan pada situasi yang
tidak membawa harapan, saat kita dihadapkan pada nasib yang tidak bisa diubah.
Pada saat – saat itu, seorang individu menjadi saksi adanya potensi manusia yang
unik, yang bisa mengubah tragedi menjadi menjadi kemenangan, mengubah
kemalangan menjadi keberhasilan. Frankl percaya bahwa beberapa bentuk
gangguan mental dan emosional dipicu oleh kegagalan penderita dalam
menemukan makna dan rasa tanggung jawab dalam kehidupan mereka
Uraian diatas memberikan makna bahwa proses penuaan yang dialami
oleh individu lanjut usia dapat dikatakan sebagai situasi yang tidak membawa
harapan dan tidak dapat diubah, namun dari teori Frankl justru dengan proses
penuaan tersebut individu lanjut usia dapat menemukan makna hidupnya. Lanjut
usia yang menyadari akan adanya proses penuaan yang dialaminya diharapkan
mempunyai kebermaknaan hidup yang positif dalam hidupnya.
Kebermaknaan hidup yang ada pada individu lanjut usia akan membantu
lanjut usia tehindar dari rasa putus asa sehingga lanjut usia akan mempunyai citra
diri yang positif dan juga akan mempunyai rasa optimis. Untuk melihat citra diri
yang positif dan juga optimisme dalam lanjut usia maka digunakan konsep
successful aging. Menurut Palmore (1995) successful aging adalah kombinasi dari
kelangsungan hidup ( umur panjang ), kesehatan (terhindar dari ketidakmampuan)
dan kepuasaan hidup ( kebahagiaan ) (Bearon,1996).
Wong (2000), berpendapat bahwa kebermaknaan hidup menjadi unsur
vital bagi successful aging pada lanjut usia. Wong menyebutkan bahwa
kebermaknaan hidup merupakan dimensi tersembunyi (hidden dimension) dari
successful aging diantara dimensi – dimensi lain yang digunakan dalam melihat
successful aging. Pendapat ini berdasarkan asumsinya bahwa seseorang yang
memiliki kebermaknaan hidup tidak hanya akan bertambah umurnya saja dalam
kehidupannya tetapi juga bertambah pula kehidupannya yang penuh makna
seiring dengan bertambahnya umur.
Makna yang diperoleh lanjut usia tentunya dapat berasal dari berbagai
macam sumber. Contohnya Nyi Mujiono Probopranowo yang berusia 81 tahun.
Sehari – harinya beliau masih tetap melakukan aktivitas baik didalam rumah
ataupun diluar rumah. Baginya dengan melakukan kegiatan maka hal itu dapat
dijadikan tonik atau penambah kekuatan dalam menghadapi ketuannya
(Kedaulatan Rakyat,2005). Kekuatan yang dipunyai Nyi Mujiono ini adalah salah
satu contoh bagaimana lanjut usia mampu menemukan makna dari hidup yang
telah dijalaninya. Sebaliknya apa yang dialami oleh Nyi Mujiono tidak dialami
oleh Mbah Ngadiwiyono yang berumur 75 tahun. Beliau adalah seorang warga
Kabupaten Bantul yang sehari – harinya hanyalah duduk menanti uluran bantuan
dari tetangga. Setelah ditinggal suaminya, Mbah Ngadiwijoyo hidup sebagai
buruh harian, namun belakangan ini karena fisik yang sudah tidak mendukung
ditambah lagi keadaan ekonomi yang buruk, maka hidupnya kini bergantung pada
tetangga sekitarnya (Kompas,2005)
Dari dua contoh diatas, dapat diketahui bahwa tidak semua lanjut usia
merasakan makna dari hidup yang telah dijalaninya. Sehingga untuk mencapai
successful aging tergantung pada banyak hal, diantaranya kondisi kehidupan
lanjut usia di masa tuanya.
Bertambah umur dan mempunyai kepribadian yang sehat adalah dambaan
setiap orang. Kepribadian yang sehat untuk lanjut usia ditandai oleh adanya
integrasi tanpa adanya stagnasi seperti yang diungkapkan Erikson (Setyabudhi dan
Hardywinoto, 1999). Integrasi dalam diri lanjut usia akan membawa pengaruh
positif dalam kehidupannya. Lanjut usia yang mempunyai integrasi yang baik
mampu mencari makna dalam hidupnya. Integrasi yang baik akan membawa
individu lanjut usia menjadi seorang lanjut usia yang sukses atau dikatakan
mencapai successful aging.
Menurut Lalefar & Lin (2000) successful aging diartikan sebagai menua
dengan kesehatan yang baik, kuat, dan mempunyai vitalitas. Definisi tersebut
menggunakan pendekatan dari Rowe dan Khan. Menurut Rowe dan Khan (1987)
successful aging adalah suatu kemampuan mengelola tiga kunci karakteristik atau
perilaku yaitu : meminimalisir resiko munculnya berbagai penyakit dan akibat
yang berhubungan dengan penyakit tersebut, mengelola secara baik fungsi –
fungsi fisik maupun mental, memanfaatkan waktu yang ada secara aktif
(Seeman,2000).
Baltes & Baltes (1990) mendefinisikan successful aging sebagai
perpaduan antara fungsi – fungsi biologis (kesehatan dan daya tahan tubuh),
psikologis (kesehatan mental) dan aspek – aspek positif seseorang sebagai
manusia (kompetensi sosial, kontrol diri dan kepuasan hidup). Sedangkan
menurut Roos & Havens (1991) successful aging didasarkan pada criteria
personal seperti fungsi kognitif yang bagus dan kemandirian (Cerrato & de
Troconis,1998).
Model Successful Aging
Beberapa literatur mengenai successful aging, menjelaskan tentang model
successful aging dengan model SOC (Selection, Optimization, Compensation).
Model ini dikemukakan oleh Baltes dan Baltes (1990), berdasarkan pada
banyaknya minat para peneliti sosial untuk menjelaskan konsep successful aging
secara lengkap (Gignac,dkk 2002 ).
Selection lebih menunjuk pada orientasi perilaku yang akan dipilih oleh
lanjut usia untuk mengembangkan hidupnya seiring dengan berbagai keterbatasan
yang ada pada dirinya karena proses menjadi senior tersebut (Baltes & Baltes,
1990). Orientasi ini berimplikasi pada pembatasan sejumlah kompetensi dan
fungsi yang dimiliki oleh seseorang yang mengalami berbagai kemunduran akibat
proses mereka menjadi senior. Itulah sebabnya seseorang yang mengalami
berbagai kemunduran fisik dan perannya perlu membuat seleksi kegiatan sesuai
dengan kapasitas dirinya.
Optimization secara umum didefinisikan sebagai pengalokasian dan
pemurnian sejumlah sumber untuk mencapai tahapan yang lebih tinggi atas proses
seleksi (Freund & Baltes, 1998). Oleh karena itu, proses optimization seringkali
dipahami sebagai latihan dan perencanaan aktivitas yang memungkinkan lanjut
usia melanjutkan tugas perkembangannya dengan mengurangi berbagai resiko
yang kemungkinan akan muncul (Gignac,dkk, 2002).
Compenzation dipahami sebagai sejumlah usaha untuk menemukan tujuan
dengan pemaknaan yang baru (Gignac,dkk,2002). Apabila sumber – sumber yang
dimiliki lanjut usia untuk menemukan tujuan hidupnya semakin berkurang, maka
lanjut usia akan mengganti dan mengolah sumber yang ada sehingga memberikan
kepuasan sesuai dengan tujuannya (Freund & Baltes,1998).
Kebermaknaan hidup dipahami Frankl (Debats,1995) sebagai suatu proses
pencarian (A process of discovery) dalam setiap pengalaman yang secara intrinsik
bermakna. Oleh karena itu kebermaknaan bukan diciptakan tetapi dapat
dikembangkan di luar individu tersebut (outside the person), sehingga seorang
individu harus menciptakan kebermaknaan dalam hidupnya dari dirinya sendiri
(Steger,2003).
Dittman – Kohli & Westerhof (Kim,2001) berpendapat bahwa di dalam
term kebermaknaan itu sendiri terdapat 2 arti dasar yaitu :
a. Kebermaknaan lebih menunjuk pada apa yang ditandakan dan dihadirkan oleh
pikiran – pikiran yang berhubungan dengan sesuatu, misalnya suatu kejadian /
pengalaman. Pada bagian ini kebermaknaan hidup dapat diartikan sebagai
interpretasi terhadap pengalaman / hidup pada umumnya.
b. Kebermaknaan lebih menunjuk pada tujuan – tujuan dan motivasi – motivasi
yang membuat individu memiliki respek terhadap pengalamannya / hidupnya.
Pada bagian ini kebermaknaan hidup dapat diartikan sebagai penafsiran
terhadap apa yang berarti untuk hidup bagi kehidupan seseorang serta dapat
berarti tujuan dan harapan yang dimiliki oleh individu dalam hidupnya.
Berdasarkan pada perkembangan sepanjang hidup, keadaan masa tengah
baya berpengaruh pada masa usia lanjut. Perasaan generativitas yang ditandai
dengan integrasi pengalaman – pengalaman yang kreatif akan menumbuhkan
perasaan integritas pada masa usia lanjut. Perasaan integritas ini memungkinkan
individu mampu menerima dan mengerti kehidupan masa lalunya dengan
bijaksana dan tidak ada ketakutan dalam menghadapi kematian yang akan segera
dijalani. Menurut Jehoda (Ryff,1989) bahwa integritas sebagai kriteria kesehatan
mental dari individu termasul lanjut usia. Jika individu mampu mempunyai
mental yang sehat maka individu tersebut akan memiliki tujuan dan makna hidup.
Lanjut usia yang mempunyai kekuatan untuk mengontrol hidupnya dan
memilih kegiatan – kegiatan untuk mengisi hari – harinya secara tidak langsung
akan membangun makna dalam hidupnya sehingga kegiatan – kegiatan yang
dilakukan oleh individu lanjut usia akan dirasakan berguna. Lanjut usia akan
mempunyai suatu makna hidup yang positif tentang apa yang sudah dilakukan
sehingga lanjut usia mampu mengelola seluruh aspek kehidupannya meskipun
terbatas sehingga mampu menjadi lanjut usia yang sukses atau successful aging
(Glanz & Neikrug, 2003)
HIPOTESIS
Ada hubungan positif antara kebermaknaan hidup dengan successful
aging. Semakin tinggi kebermaknaan hidup maka semakin tinggi successful aging
pada lanjut usia.
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah individu yang memiliki karakteristik sama
dengan atau lebih dari 60 tahun (Hurlock,1980), masih dapat memberikan respon
terhadap penyataan, tidak tinggal di panti werdha, tinggal dengan pasangan,
keluarga atau tinggal sendiri.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini mengunakan skala. Skala
adalah kumpulan pernyataan – pernyataan sikap yang ditulis, disusun dan
dianalisis sedemikian rupa sehingga respon individu terhadap pernyataan tersebut
dapat diberi skor dan kemudian dapat diinterpretasikan.
Metode penskalaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
metode rating yang dijumlahkan yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang
menggunakan
distribusi
respon
sebagai
dasar
penentuan
skala
sikap
(Azwar, 1996). Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah sbagai
berikut :
1. Skala successful aging
Skala successful aging merupakan alat ukur yang digunakan untuk
mengungkap successful aging yang dialami oleh lanjut usia. Skala ini dibuat
berdasarkan kesimpulan peneliti berdasarkan pada beberapa indikator yang
digunakan oleh para ahli dalam mendefinisikan successful aging. Indikator
successful aging adalah sehat secara fisiologis, psikologis dan sehat secara
lingkungan atau sosial. Sehat secara fisik yang dimaksud adalah jauh dari
penyakit kronis, mempunyai kondisi fisik yang baik dan mempunyai vitalitas atau
semangat hidup. Sehat secara psikologis artinya individu lanjut usia mempunyai
kesehatan mental yang baik, hilangnya rasa kesepian, merasakan kepuasan hidup,
sadar dengan proses penuaan yang dialami. Sedangkan sehat dalam kehidupan
lingkungan atau sosial adalah dengan tetap berperan dalam lingkungan dan
mandiri.
Dari beberapa indikator
tersebut nantinya akan dibuat sejumlah butir dalam
bentuk skala dengan empat alternatif jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S
(Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Pemberian skor
dilakukan dengan melihat sifat butir. Pemberian skor bergerak dari 4 (SS) s/d 1
(STS) untuk butir favorabel, sedangkan pemberian skor bergerak dari 1 (SS)
sampai dengan 4 (STS) untuk butir tidak favorabel.
Uji coba skala successful aging diperoleh hasil yaitu dari 62 aitem yang
diujicobakan, 16 aitem dinyatakan gugur. Namun karena dalam salah satu sub
aspek aitem yang tersisa tinggal 1, maka aitem yang mempunyai validitas 0.261
tetap digunakan dengan mengganti susunan kalimat dalam butir skala sehingga
aitem yang sahih berjumlah 47 aitem. Butir yang dinyatakan valid nilai
validitasnya bergerak antara 0.320 sampai dengan 0.681. sedangkan dalam uji
reliabilitas menggunakan pendekatan dari Cronbach Alpha diperoleh harga alpha
0.947 setelah butir dihilangkan dan 0.934 sebelum butir dihilangkan.
2. Skala kebermaknaan hidup lanjut usia
Skala kebermaknaan hidup lanjut usia dibuat untuk mengungkap
kebermaknaan hidup lanjut usia. Skala ini dibuat dengan modifikasi dari skala
LRI yang dikemukakan oleh Battista dan Almond yang diadaptasi oleh
Setiyartomo (2004). LRI terdiri dari dua indikator dalam melihat kebermaknaan
hidup, yaitu visi hidup dan pemenuhan terhadap visi hidup. Visi hidup lanjut usia
adalah mampu mencapai aktualisasi diri, hidup dekat dengan Tuhan, produktif
dan mempunyai motivasi. Sedangkan proses pemenuhan dari visi dapat dilakukan
dengan adanya proses kreatif dan interpretasi terhadap pengalaman hidup yang
telah dijalani. Pemberian skor untuk skala kebermaknaan hidup sama dengan
pemberian skor pada skala successful aging.
Uji coba skala kebermaknaan hidup diperoleh hasil yaitu dari 63 aitem
yang diujicobakan, 16 aitem dinyatakan gugur, sehingga aitem yang sahih
berjumlah 47 aitem. Butir yang dinyatakan valid nilai validitasnya bergerak antara
0.308 sampai dengan 0.745. sedangkan dalam uji reliabilitas menggunakan
pendekatan dari Cronbach Alpha diperoleh harga alpha 0.949 setelah butir
dihilangkan dan 0.935 sebelum butir dihilangkan.
Metode Analisis Data
Penelitian ini termasuk penelitian korelasional yaitu ingin mengetahui
hubungan antara kebermaknaan hidup dengan successful aging Jenis data dalam
penelitian ini adalah termasuk data interval. Oleh karena itu metode analisis data
yang digunakan adalah teknik korelasi Product Moment dari Pearson. Pengolahan
data dilakukan dengan program komputer SPSS versi 12.00
HASIL PENELITIAN
Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi. Uji
asumsi yang dilakukan meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Uji normalitas
dilakukan pada variabel successful aging ,dan kebermaknaan hidup dengan
menggunakan teknik One sample Kolmogorov Smirnov. Hasil uji normalitas dapat
dilihat dalam tabel
Tabel 1
Hasil uji normalitas
Variabel
Successful aging
Kebermaknaan
hidup
Skor KS-Z
0.878
0.926
p
0.424
0.357
Kategori
Normal
Normal
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa successful aging mempunyai skor KS-Z =
0.878 dan p = 0.424 (p=0.05) sehingga data normal. Sedangkan kebermaknaan
hidup mempunyai KS-Z = 0.926 dan p = 0.357 (p=0.05) sehingga data normal.
Uji
linieritas
dilakukan
pada
variabel
successful
aging
dan
kebermaknaan hidup. Hasil uji linieritas dapat dilihat dalam tabel
Tabel 2
Hasil uji linieritas
Variabel
Successful aging
Kebermaknaan hidup
F
133.843
p
0.000
Kategori
Linier
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa antara successful aging dan kebermaknaan
hidup mempunyai nilai F = 133.843 dan p = 0.0000 (p= 0.05) sehingga data linier.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan korelasi product
moment dari Pearson, didapatkan hasil bahwa nilai r = 0.755 dan p = 0.000 ( p<
0.01 ) dengan demikian hipotesis diterima. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada
hubungan psitif yang sangat signifikan antara kebermaknaan hidup successful
aging .
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis didapatkan hasil bahwa ada hubungan positif
yang sangat signifikan antara successful aging dengan kebermaknaan hidup.
Dengan demikian maka hipotesis di terima dan ditunjukkan dengan nilai r = 0.755
dan p = 0.000 ( p< 0.01 ). Adanya hubungan yang positif antara successful aging
dengan kebermaknaan hidup senada dengan pendapat Wong (2000) bahwa
kebermaknaan hidup merupakan salah satu unsur vital bagi terbentuknya
successful aging pada lanjut usia. Dengan kebermaknaan hidup yang dimiliki oleh
individu lanjut usia maka baik langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi kehidupan psikologis individu lanjut usia. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Debats (1995) yang menyatakan bahwa kebermaknaan hidup
sangat penting bagi terbentuknya aspek – apek positif dalam diri manusia dan
tidak terkecuali lanjut usia. Selain itu dari hasil analisis menunjukkan mean
empirik successful aging dan kebermaknaan hidup lebih tinggi dari mean
hipotetik yaitu sebesar 149.8 dan 151.35, sehingga bila dikategorikan maka
successful aging dan kebermaknaan hidup subyek dalam penelitian ini termasuk
dalam kategori yang sangat tinggi.
Tingginya skor successful aging dan kebermaknaan hidup dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa subyek dalam penelitian ini hampir semuanya
merasa bermakna dan merasa sukses dalam prose penuaannya. Skor tertinggi
successful aging dalam penelitian ini yang diperoleh subyek sebesar 178 dan skor
terendah yang diperoleh subyek dalam penelitian ini yaitu 126. Sedangkan skor
kebermaknaan hidup yang diperoleh subyek yang memperoleh nilai tertinggi dan
terendah dalam penelitian ini yaitu sebesar 166 dan 123.
Adanya perbedaan yang dapat dilihat dari skor yang diperoleh subyek
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa memang kebermaknaan hidup
mempengaruhi successful aging lanjut usia. Rata – rata subyek dalam penelitian
ini mempunyai skor successful aging dan kebermaknaan hidup yang tidak jauh
beda. Hal ini dibuktikan dengan subyek yang mempunyai skor successful aging
153 mempunyai skor kebermaknaan hidup 156.
Dalam penelitian ini, banyaknya data yang dapat diungkap dari identitas
subyek diantaranya jumlah cucu, riwayat pekerjaan, riwayat penyakit dan
sebagainya menunjukkan bahwa sebagian besar subyek mempunyai cucu, tidak
menderita penyakit dan dulu pernah bekerja sedikit banyak memberikan
sumbangan pada terbentuknya successful aging. Kehadiran cucu bagi lanjut usia
adalah suatu kebahagiaan tersendiri yang dirasakan oleh lanjut usia. Dalam suatu
penelitian yang dilakukan oleh Brubaker (Santrock,1999) menyebutkan bahwa
80% dari kakek atau nenek mengatakan bahwa lanjut usia bahagia dalam
hubungannya dengan cucu – cucunya. Kebahagiaan yang dirasakan oleh lanjut
usia dengan kehadiran cucu akan mempengaruhi kehidupan psikologis lanjut usia
dalam hal ini adalah lanjut usia merasa sukses dalam proses penuaannya karena
menjadi
kakek
atau
nenek
merupakan
sumber
pemenuhan
emosional,
membangkitkan perasaan akan relasi awal orang dewasa dengan anak – anak
(Santrock,1999). Meskipun didalam penelitian ini bahwa kehadiran cucu bukan
hal yang dapat digunakan sebagai acuan tinggi rendahnya successful aging yang
dialami subyek, namun setidaknya cucu memberikan arti bagi kehidupan lanjut
usia.
Sumbangan efektif kebermaknaan hidup terhadap successful aging
sebesesar 57%, sedangkan 43% adalah faktor lain yang mempengaruhi successful
aging yang dialami oleh individu lanjut usia. Faktor lain tersebut diantaranya jenis
kelamin, tingkat religiusitas, dan sebagainya. Tingginya angka korelasi dan
tingginya sumbangan efektif dalam penelitian sosial bisa disebabkan karena
variabel bebas merupakan indikator variabel tergantung. Dalam penelitian ini
membuktikan bahwa kebermaknaan merupakan dimensi tersembunyi dari
successful aging (Wong,2000).
Hasil penelitian Setiyartomo (2004) menunjukkan bahwa ada perbedaan
successful aging ditinjau dari jenis kelamin. Hal ini disebabkan karena
penyesuaian diri yang dilakukan lanjut usia pria dan wanita berbeda. Lanjut usia
pria lebih sulit menyesuaikan diri dibandingkan penyesuaian diri lanjut usia
wanita. Akan tetapi dalam penelitian ini dari hasil analisis tambahan yang
dilakukan terhadap jenis kelamin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
successful aging bila ditinjau dari jenis kelamin. Hal ini menunjukkan bahwa
meskipun jenis kelamin ikut mempengaruhi successful aging pada lanjut usia,
namun hal itu tidak dapat menjadi patokan bahwa antara lanjut usia pria dan
wanita berbeda dalam merasakan sukses tidaknya terdap proses penuaan yang
dialami. Untuk itu bahwa successful aging yang dialami oleh lanjut usia dapat
dikatakan bersifat personal.
Dari identitas subyek juga dapat kita ketahui bahwa sebagian besar
subyek masih melakukan aktivitas baik aktivitas fisik, sosial dan kognitif.
Aktivitas – aktivitas yang dilakukan oleh subyek dalam penelitian ini contohnya
olahraga, pengajian, kegiatan sosial, kegiatan rumah tangga, merawat cucu dan
sebagainya. Hal itu menunjukkan bahwa lanjut usia yang merasa sukses dengan
proses penuaan yang dialami maka lanjut usia masih tetap melakukan aktivitas.
Karena dengan beraktivitas maka lanjut usia akan banyak memperoleh manfaat
diantaranya lanjut usia akan merasa berguna, merasa masih dibutuhkan atau tidak
dibuang sehingga hal tersebut dapat menumbuhkan sikap positif yang ada dalam
diri lanjut usia. Sikap positif itulah yang akan membawa lanjut usia mampu
menemukan makna hidup yang telah dijalani.
Kebermaknaan hidup yang menurut Wong (2000) merupakan dimensi
tersembunyi dari successful aging dalam penelitian ini memberikan gambaran
konkret terhadap pandangan tersebut. Model dari successful aging yaitu seleksi,
optimisasi, dan kompensasi merupakan suatu kaitan yang kuat. Individu lanjut
usia akan memilih dalam mereka beraktifitas karena hilangnya fungsi – fungsi
tertentu dalam diri individu lanjut usia dan berusaha untuk mempertahankan
kemampuan yang ada dalam diri individu dengan cara masing – masing yang
sesuai. Lanjut usia juga akan membutuhkan kompensasi bila lanjut usia berada
dalam situasi yang menuntut kemampuan fisik dan mental yang tinggi.
Keberadaan cucu, adanya pengalaman dalam berorganisasi, ada tidaknya
penyakit yang diderita, status perkawinan, riwayat pekerjaan, aktivitas yang dapat
diungkap dari subyek membawa suatu pemahaman tersendiri bahwa successful
aging dapat terjadi karena beberapa hal yang akan membawa lanjut usia
menemukan makna dalam hidupnya yang akan menyebabkan lanjut usia mencapai
penuaan yang sukses seperti yang banyak diharapkan oleh individu pada
umumnya.
Keterbatasan penelitian ini adalah bahwa kebermaknaan hidup merupakan
indikator dari successful aging meskipun menurut wong (2000) kebermaknaan
hidup merupakan dimensi tersembunyi dari successful aging yang dialami oleh
individu lanjut usia.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan yang positif dan sangat signifikan antara kebermaknaan hidup
dengan successful aging. Semakin tinggi kebermaknaan hidup maka semakin
tinggi pula successful aging pada individu lanjut usia. Artinya bahwa lanjut usia
yang sukses didalam hidupnya karena lanjut usia merasa bermakna dalam hidup.
Makna hidup yang dipeoleh lanjut usia berasal dari kehadiran cucu, adanya
pengalaman organisasi dan sebagainya
Saran
Saran bagi peneliti selanjutnya :
1.
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan memperluas variabel – variabel
yang diperhitungkan dalam penelitian misalnya religiusitas, interaksi sosial,
dukungan sosial dan sebagainya.
2.
Menggunakan metode penelitian kualitatif sehingga data yang diperoleh
lebih lengkap dan mendalam.
3.
Tidak menggunakan variabel kebermaknaan hidup karena kebermaknaan
hidup merupakan salah satu indikator successful aging.
DAFTAR PUSTAKA
Bearon,L.B.1996. Successful Aging: what does good life look like?.The Forum
Vol 1 No3. http://www.ces.ncsu.edu/depts/fcs.pub/aging.html.28 Januari
2005
Cerrato & de Troconis. 1998. Successful Aging. But Why Don’t The Elderly get
More Depressed
http://www.psychologyinspain.com/content/full/1998/4bis.html. 5 Februari
2005
Debats.1995. Meaning in Life Theory and Research
http://www.ub.rug.nl/eldoc/dis/ppsw/d.l.n.m.debats/c1.pdf. 5 Juni 2005
Freund, A.M & Baltes, P.B. 1998. Selection, Optimization, And Compensation as
Strategies of Life Management : Correlation With Subjective Indicator of
Succesful Aging. Journal Psychology and Aging. Vol 13. 4. 531 – 543
Gignac dkk. 2002. Adaptation to Dissability : Applying Selective Optimization
with Compensation to the Behaviors of Older Adults with Ostheoarthritis.
Journal Psychology and Aging. Vol 17. 3. 520 – 524
Glanz,D & Neikrug,S. 2003. Making Aging Meaningful
http://www.biu.ac.id.il/community/brokdale/articles-en/meaing.doc. 3 Juni
2005
Haditono, S.R. 1989. Beberapa Persepsi Terhadap Usia Lanjut. Fakta Atau Fiksi.
Pidato Ilmiah. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Hardywinoto, Setiabudhi, T. 1999. Panduan Gerontologi. Tinjauan Dari
Berbagai Aspek. Jakarta : PT Gramnedia Pustaka Utama
Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. (Terjemahan oleh Istiwidaianti dan Soedjarwo ).
Jakarta : Penerbit Erlangga
Kim,M. 2001. Exploring sources of Life Meaning Among Korean
http://www.twu.ca/cpsy/documents/theses.html. 3 Juni 2005
Lalefar,N.R & Lin, J. 1999. Aging Successfully
http://www.ocf.berkeley.edu/~bsj. 20 Mei 2005
Prawitasari, J.E. 1994. Aspek Sosio Psikologis Lansia Di Indonesia. Dalam
Bulletin Psikologi. No. 1, 27 – 34. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM
Seeman, T. 2000. Successful Aging : Fact or Fiction ?
http://www.aging.ucla.edu/successfulaging.html. 20 Mei 2005
Setiyartomo,P.W. 2004. Successful Aging ditinjau dari Kebermaknaan Hidup dan
Orientasi Religius Pada Lanjut Usia. Tesis (Tidak Diterbitkan).
Yogyakarta : Fakultas Psikologi Gajah Mada
Steger,M.F. 2002. The Meaning in Life Questionaire the Presence of and Search
for Meaning in Life
http://www.psych.umn.edu/courses/fall 04/ hick sb/psy 4133.html. 1 Juli
2005
Rochmah, W. 2004. Dampak Perubahan Fisiologis Tubuh terhadap Kualitas
Hidup Pada Periode Segmen Akhir Kehidupan. Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Penyakit Dalam. 27 September 2004.
Yogyakarta : Fakultas Kedokteran UGM
Rybash, J.W, Roddin, P.A, Santrock, J.W. 1991. Adult Development and Aging.
6th ed. New York : Wm. C Brown Publishing.
Ryff, C.D. 1989. Happines Is Everything, Or Is It ? Explorations On The Meaning
of Psychologycal Well Being. Journal of Personality and Social
Psychology. Vol 57. 6. 1069 – 1081
Santrock, J.W. 1999. Life Span Development. 7th edition. North America : Mc
Graww Hill
Schaie, K.W & Willis, S.L. 1991. Adult Development and Aging. 3rd ed. New
York : Harpers Collins Publishers
Suwoko. 2004. Lansia Indonesia Tercepat
http://suaramerdeka.co.id/wacana/lansia. 5 Februari 2005
Wong,P.T.P. 2000. Meaning of Life and Meaning of Death in Successful Aging
http://www.meaning.ca/articles/successful_aging.html. 5 Mei 2005
_________ 2004. Hari lanjut Usia Nasional Kewajiban Negara Menjamin
Kesehatan Lansia
http://www.waspada.co.id/serba-serbi kesehatan. 19 Januari 2005
_________ 2005. Booming Angkatan Usia Lanjut Perlu Perhatian
http://www.kompas.com/humaniora. 19 Januari 2005
_________.2005. Jangan Biarkan Ortu Cepat Pikun
http://www.intisari-online.com/artikel/lansia. 1 Februari 2005
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN
SUCCESSFUL AGING PADA LANJUT USIA
Oleh :
KARTIKA EMBRIAMANINGSIH
AISAH INDATI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2005
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN
SUCCESSFUL AGING PADA LANJUT USIA
Telah Disetujui Pada Tanggal
________________________
Dosen Pembimbing Utama
( Dra. Aisah Indati,MS )
HUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN
SUCCESSFUL AGING PADA LANJUT USIA
Kartika Embriamaningsih
Aisah Indati
INTISARI
Successful aging adalah suatu kondisi penuaan yang sukses yang dimiliki
oleh inidividu lanjut usia. Kebermaknaan hidup lanjut usia merupakan kondisi
yang menyertai perjalanan hidup lanjut usia.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif
antara kebermaknaan hidup dengan successful aging. Dugaan awal yang diajukan
dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kebermaknaan hidup
dengan successful aging. Semakin tinggi kebermaknaan hidup semakin tinggi
successful aging. Sebaliknya semakin rendah kebermaknaan hidup semakin
rendah successful aging.
Subjek dalam penelitian adalah lanjut usia yang berusia lebih dari atau
sama dengan 60 tahun (Hurlock,1980), masih dapat memberikan respon terhadap
penyataan, tidak tinggal di panti werdha, tinggal dengan pasangan, keluarga atau
tinggal sendiri. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala successful
aging yang dibuat oleh peneliti berdasarkan kesimpulan peneliti dari indikator –
indikator yang digunakan ahli dalam mendefinisikan successful aging dan
modifikasi skala kebermaknaan hidup dari Setiyartomo (2004) mengacu pada
skala LRI yang dikemukakan oleh Batista dan Almond.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
fasilitas program SPSS versi 12.00 untuk menguji apakah terdapat hubungan
antara kebermaknaan hidup dengan successful aging. Korelasi product moment
dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0.755 yang artinya ada hubungan
positif yang sangat signifikan antara kebermaknaan hidup dengan successful
aging. Artinya bahwa lanjut usia yang sukses adalah lanjut usia yang mempunyai
makna didalam hidupnya. Jadi hipotesis yang diajukan diterima.
Kata Kunci : Successful Aging, Kebermaknaan Hidup
Download