PENGANTAR Perkembangan jaman yang semakin modern, telah membawa dampak yang cukup berarti pada taraf kesehatan di Indonesia. Ditemukannya alat– alat kesehatan untuk mendeteksi penyakit serta ditemukan berbagai macam obat– obatan telah menyebabkan adanya peningkatan usia harapan hidup dan menurunnya angka kematian di Indonesia. Menurut Suwoko (2004) meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia membawa konsekuensi bertambahnya jumlah lansia. Abad 21 ini merupakan abad lansia (era of population ageing), karena pertumbuhan lansia di Indonesia akan lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain. Indonesia diperkirakan mengalami aged population boom pada dua dekade permulaan abad 21 ini (Suara Merdeka, 2005). Di Indonesia, jumlah penduduk yang berusia lanjut atau diatas 60 tahun terus meningkat. Bahkan tahun 2005 ini hingga tahun 2010 diperkirakan menyamai jumlah anak balita yakni 8,5 persen dari total jumlah penduduk atau sekitar 19 juta jiwa (Kompas, 2005) . Selain itu, data tentang usia harapan hidup di Indonesia juga menunjukkan peningkatan. Tahun 1980– 2000 telah terjadi penambahan usia harapan hidup dari rata – rata 52,2 pertahun menjadi rata– rata 64, 5 pertahun (tahun 2000) bahkan diprediksikan menjadi rata– rata 67, 4 pertahun (tahun 2010) dan rata– rata 71,1 pertahun (tahun 2020), hal ini tentunya semakin memperkuat data tentang adanya peningkatan jumlah lanjut usia di Indonesia. Pada gilirannya hal ini akan membawa konsekuensi timbulnya berbagai masalah yang berkaitan dengan kehidupan lanjut usia seperti dalam hal kesehatan, sosial, ekonomi, dan rohani. (www.waspada–online.co.id / serba – serbi kesehatan / lansia / 19 Januari 2005). Menurut Rochmah (2004) menjadi tua atau menua (aging) adalah suatu keadaan yang terjadi karena suatu proses yang disebut dengan proses menua. Menua adalah proses sepanjang hidup yang dimulai sejak permulaan kehidupan itu sendiri, tidak dimulai dari umur 55 tahun, atau umur 60 tahun, atau dari umur 65 tahun sebagai batas umur usia lanjut menurut WHO. Hasil penelitian Prawitasari (1993) menyatakan bahwa masa lanjut usia merupakan masa yang sukar ditentukan batasannya meskipun dapat dikatakan bahwa umur 65 tahun keatas merupakan lanjut usia. Perkembangan terakhir kehidupan manusia ditandai oleh berhasil tidaknya tugas perkembangan sebelumnya. Apabila tugas– tugas tersebut dapat dipenuhinya dengan baik, maka dapat diharapkan bahwa dimasa lanjut usia individu dapat selalu melakukan penyesuaian terhadap apa yang dihadapinya. Timbulnya berbagai persoalan yang dialami oleh individu lanjut usia sebagai dampak dari adanya berbagai perubahan yang terjadi seringkali mengakibatkan lanjut usia mengalami krisis. Terjadinya krisis yang dialami individu lanjut usia disebabkan karena kurangnya penyesuaian diri individu lanjut usia. Erikson (Hardywinoto&Setyabudhi,1999) membagi kehidupan menjadi delapan fase dan lanjut usia masuk dalam fase integritas ego dan rasa keputusasaan. Lanjut usia yang mengalami krisis, mereka akan mengalami rasa putus asa dengan proses penuaannya. Adanya rasa putus asa tersebut ditandai dengan adanya rasa takut mati, timbulnya rasa penyesalan yang besar terhadap dirinya dan hidupnya, serta merasakan bahwa dirinya sudah terlambat untuk memperbaiki hidupnya. Penilaian masyarakat terhadap lanjut usia masih sangat beragam. Ada yang positif dan ada yang negatif. Tanggapan positif diungkapkan dengan “makin tua makin berisi“. Ungkapan ini berarti bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah banyak makan asam garam kehidupan atau banyak pengalaman sehingga lanjut usia pantas untuk dijadikan teladan, panutan bagi orang– orang yang lebih muda. Sebaliknya tanggapan negatif tentang lanjut usia juga ada. Adanya stereotype bahwa lanjut usia mundur dalam segala aspek diri, termasuk kecerdasan dan inteligensinya, anggapan bahwa menjadi lanjut usia berarti menjadi jompo, orang lanjut usia tidak membutuhkan apa– apa lagi kecuali kebutuhan fisik, istirahat dan mempersiapkan diri untuk mati serta adanya anggapan bahwa semua orang lanjut usia mempunyai citra diri dan kepribadian yang sama yaitu kaku, sulit dan depresif (Haditono, 1989). Selain anggapan negatif tentang lanjut usia, seringkali warga lanjut usia termasuk dalam kelompok minoritas. Adanya status kelompok minoritas adalah sebagai akibat dari adanya anggapan negatif terhadap lanjut usia. Sebagai contoh kelompok minoritas adalah dalam hal kesempatan memperoleh pekerjaan. Di Indonesia masih sangat sedikitnya lapangan pekerjaan bagi lanjut usia. Hal tersebut terjadi dikarenakan alasan bahwa individu lanjut usia lambat dalam bekerja, berfikir dan bertindak. Contoh yang dapat diambil adalah seorang seniman tari dari Caruban, Mbah Ardja yang sekarang berusia 72 tahun. Sewaktu masih muda beliau banyak mendapatkan tawaran untuk menari di berbagai tempat, namun ketika usianya memasuki senja tawaran itu berkurang bahkan sekarang bisa dihitung dengan jari berapa kali beliau mendapat tawaran. Sekarang ini beliau banyak merasakan kesepian dengan kehidupan yang beliau jalani. (Kompas,2005). Hal tersebut sebenarnya dapat diantisipasi dengan memberikan kesempatan bekerja bagi lanjut usia dengan disesuaikan kondisi lanjut usia Terjadinya krisis, adanya anggapan negatif tentang lanjut usia yang beredar di masyarakat dan masuknya lanjut usia dalam kelompok minoritas akan membawa dampak tersendiri bagi kehidupan psikologis lanjut usia. Lanjut usia yang menelan mentah – mentah hal tersebut akan mempunyai citra diri yang negatif yaitu adanya perasaan tidak berharga, perasaan tidak berguna, dan juga lanjut usia akan mempunyai rasa pesimis terhadap kehidupannya sehingga dapat timbulnya rasa putus asa atau despair. Timbulnya rasa putus asa dalam diri individu lanjut usia akan menyebabkan lanjut usia kehilangan makna hidup yang telah dijalani sepanjang masa kehidupannya. Menurut Frankl (http:www.mizan.online.co.id/selisik/portal) makna hidup bisa ditemukan bahkan saat seseorang dihadapkan pada situasi yang tidak membawa harapan, saat kita dihadapkan pada nasib yang tidak bisa diubah. Pada saat – saat itu, seorang individu menjadi saksi adanya potensi manusia yang unik, yang bisa mengubah tragedi menjadi menjadi kemenangan, mengubah kemalangan menjadi keberhasilan. Frankl percaya bahwa beberapa bentuk gangguan mental dan emosional dipicu oleh kegagalan penderita dalam menemukan makna dan rasa tanggung jawab dalam kehidupan mereka Uraian diatas memberikan makna bahwa proses penuaan yang dialami oleh individu lanjut usia dapat dikatakan sebagai situasi yang tidak membawa harapan dan tidak dapat diubah, namun dari teori Frankl justru dengan proses penuaan tersebut individu lanjut usia dapat menemukan makna hidupnya. Lanjut usia yang menyadari akan adanya proses penuaan yang dialaminya diharapkan mempunyai kebermaknaan hidup yang positif dalam hidupnya. Kebermaknaan hidup yang ada pada individu lanjut usia akan membantu lanjut usia tehindar dari rasa putus asa sehingga lanjut usia akan mempunyai citra diri yang positif dan juga akan mempunyai rasa optimis. Untuk melihat citra diri yang positif dan juga optimisme dalam lanjut usia maka digunakan konsep successful aging. Menurut Palmore (1995) successful aging adalah kombinasi dari kelangsungan hidup ( umur panjang ), kesehatan (terhindar dari ketidakmampuan) dan kepuasaan hidup ( kebahagiaan ) (Bearon,1996). Wong (2000), berpendapat bahwa kebermaknaan hidup menjadi unsur vital bagi successful aging pada lanjut usia. Wong menyebutkan bahwa kebermaknaan hidup merupakan dimensi tersembunyi (hidden dimension) dari successful aging diantara dimensi – dimensi lain yang digunakan dalam melihat successful aging. Pendapat ini berdasarkan asumsinya bahwa seseorang yang memiliki kebermaknaan hidup tidak hanya akan bertambah umurnya saja dalam kehidupannya tetapi juga bertambah pula kehidupannya yang penuh makna seiring dengan bertambahnya umur. Makna yang diperoleh lanjut usia tentunya dapat berasal dari berbagai macam sumber. Contohnya Nyi Mujiono Probopranowo yang berusia 81 tahun. Sehari – harinya beliau masih tetap melakukan aktivitas baik didalam rumah ataupun diluar rumah. Baginya dengan melakukan kegiatan maka hal itu dapat dijadikan tonik atau penambah kekuatan dalam menghadapi ketuannya (Kedaulatan Rakyat,2005). Kekuatan yang dipunyai Nyi Mujiono ini adalah salah satu contoh bagaimana lanjut usia mampu menemukan makna dari hidup yang telah dijalaninya. Sebaliknya apa yang dialami oleh Nyi Mujiono tidak dialami oleh Mbah Ngadiwiyono yang berumur 75 tahun. Beliau adalah seorang warga Kabupaten Bantul yang sehari – harinya hanyalah duduk menanti uluran bantuan dari tetangga. Setelah ditinggal suaminya, Mbah Ngadiwijoyo hidup sebagai buruh harian, namun belakangan ini karena fisik yang sudah tidak mendukung ditambah lagi keadaan ekonomi yang buruk, maka hidupnya kini bergantung pada tetangga sekitarnya (Kompas,2005) Dari dua contoh diatas, dapat diketahui bahwa tidak semua lanjut usia merasakan makna dari hidup yang telah dijalaninya. Sehingga untuk mencapai successful aging tergantung pada banyak hal, diantaranya kondisi kehidupan lanjut usia di masa tuanya. Bertambah umur dan mempunyai kepribadian yang sehat adalah dambaan setiap orang. Kepribadian yang sehat untuk lanjut usia ditandai oleh adanya integrasi tanpa adanya stagnasi seperti yang diungkapkan Erikson (Setyabudhi dan Hardywinoto, 1999). Integrasi dalam diri lanjut usia akan membawa pengaruh positif dalam kehidupannya. Lanjut usia yang mempunyai integrasi yang baik mampu mencari makna dalam hidupnya. Integrasi yang baik akan membawa individu lanjut usia menjadi seorang lanjut usia yang sukses atau dikatakan mencapai successful aging. Menurut Lalefar & Lin (2000) successful aging diartikan sebagai menua dengan kesehatan yang baik, kuat, dan mempunyai vitalitas. Definisi tersebut menggunakan pendekatan dari Rowe dan Khan. Menurut Rowe dan Khan (1987) successful aging adalah suatu kemampuan mengelola tiga kunci karakteristik atau perilaku yaitu : meminimalisir resiko munculnya berbagai penyakit dan akibat yang berhubungan dengan penyakit tersebut, mengelola secara baik fungsi – fungsi fisik maupun mental, memanfaatkan waktu yang ada secara aktif (Seeman,2000). Baltes & Baltes (1990) mendefinisikan successful aging sebagai perpaduan antara fungsi – fungsi biologis (kesehatan dan daya tahan tubuh), psikologis (kesehatan mental) dan aspek – aspek positif seseorang sebagai manusia (kompetensi sosial, kontrol diri dan kepuasan hidup). Sedangkan menurut Roos & Havens (1991) successful aging didasarkan pada criteria personal seperti fungsi kognitif yang bagus dan kemandirian (Cerrato & de Troconis,1998). Model Successful Aging Beberapa literatur mengenai successful aging, menjelaskan tentang model successful aging dengan model SOC (Selection, Optimization, Compensation). Model ini dikemukakan oleh Baltes dan Baltes (1990), berdasarkan pada banyaknya minat para peneliti sosial untuk menjelaskan konsep successful aging secara lengkap (Gignac,dkk 2002 ). Selection lebih menunjuk pada orientasi perilaku yang akan dipilih oleh lanjut usia untuk mengembangkan hidupnya seiring dengan berbagai keterbatasan yang ada pada dirinya karena proses menjadi senior tersebut (Baltes & Baltes, 1990). Orientasi ini berimplikasi pada pembatasan sejumlah kompetensi dan fungsi yang dimiliki oleh seseorang yang mengalami berbagai kemunduran akibat proses mereka menjadi senior. Itulah sebabnya seseorang yang mengalami berbagai kemunduran fisik dan perannya perlu membuat seleksi kegiatan sesuai dengan kapasitas dirinya. Optimization secara umum didefinisikan sebagai pengalokasian dan pemurnian sejumlah sumber untuk mencapai tahapan yang lebih tinggi atas proses seleksi (Freund & Baltes, 1998). Oleh karena itu, proses optimization seringkali dipahami sebagai latihan dan perencanaan aktivitas yang memungkinkan lanjut usia melanjutkan tugas perkembangannya dengan mengurangi berbagai resiko yang kemungkinan akan muncul (Gignac,dkk, 2002). Compenzation dipahami sebagai sejumlah usaha untuk menemukan tujuan dengan pemaknaan yang baru (Gignac,dkk,2002). Apabila sumber – sumber yang dimiliki lanjut usia untuk menemukan tujuan hidupnya semakin berkurang, maka lanjut usia akan mengganti dan mengolah sumber yang ada sehingga memberikan kepuasan sesuai dengan tujuannya (Freund & Baltes,1998). Kebermaknaan hidup dipahami Frankl (Debats,1995) sebagai suatu proses pencarian (A process of discovery) dalam setiap pengalaman yang secara intrinsik bermakna. Oleh karena itu kebermaknaan bukan diciptakan tetapi dapat dikembangkan di luar individu tersebut (outside the person), sehingga seorang individu harus menciptakan kebermaknaan dalam hidupnya dari dirinya sendiri (Steger,2003). Dittman – Kohli & Westerhof (Kim,2001) berpendapat bahwa di dalam term kebermaknaan itu sendiri terdapat 2 arti dasar yaitu : a. Kebermaknaan lebih menunjuk pada apa yang ditandakan dan dihadirkan oleh pikiran – pikiran yang berhubungan dengan sesuatu, misalnya suatu kejadian / pengalaman. Pada bagian ini kebermaknaan hidup dapat diartikan sebagai interpretasi terhadap pengalaman / hidup pada umumnya. b. Kebermaknaan lebih menunjuk pada tujuan – tujuan dan motivasi – motivasi yang membuat individu memiliki respek terhadap pengalamannya / hidupnya. Pada bagian ini kebermaknaan hidup dapat diartikan sebagai penafsiran terhadap apa yang berarti untuk hidup bagi kehidupan seseorang serta dapat berarti tujuan dan harapan yang dimiliki oleh individu dalam hidupnya. Berdasarkan pada perkembangan sepanjang hidup, keadaan masa tengah baya berpengaruh pada masa usia lanjut. Perasaan generativitas yang ditandai dengan integrasi pengalaman – pengalaman yang kreatif akan menumbuhkan perasaan integritas pada masa usia lanjut. Perasaan integritas ini memungkinkan individu mampu menerima dan mengerti kehidupan masa lalunya dengan bijaksana dan tidak ada ketakutan dalam menghadapi kematian yang akan segera dijalani. Menurut Jehoda (Ryff,1989) bahwa integritas sebagai kriteria kesehatan mental dari individu termasul lanjut usia. Jika individu mampu mempunyai mental yang sehat maka individu tersebut akan memiliki tujuan dan makna hidup. Lanjut usia yang mempunyai kekuatan untuk mengontrol hidupnya dan memilih kegiatan – kegiatan untuk mengisi hari – harinya secara tidak langsung akan membangun makna dalam hidupnya sehingga kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh individu lanjut usia akan dirasakan berguna. Lanjut usia akan mempunyai suatu makna hidup yang positif tentang apa yang sudah dilakukan sehingga lanjut usia mampu mengelola seluruh aspek kehidupannya meskipun terbatas sehingga mampu menjadi lanjut usia yang sukses atau successful aging (Glanz & Neikrug, 2003) HIPOTESIS Ada hubungan positif antara kebermaknaan hidup dengan successful aging. Semakin tinggi kebermaknaan hidup maka semakin tinggi successful aging pada lanjut usia. METODE PENELITIAN Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah individu yang memiliki karakteristik sama dengan atau lebih dari 60 tahun (Hurlock,1980), masih dapat memberikan respon terhadap penyataan, tidak tinggal di panti werdha, tinggal dengan pasangan, keluarga atau tinggal sendiri. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data pada penelitian ini mengunakan skala. Skala adalah kumpulan pernyataan – pernyataan sikap yang ditulis, disusun dan dianalisis sedemikian rupa sehingga respon individu terhadap pernyataan tersebut dapat diberi skor dan kemudian dapat diinterpretasikan. Metode penskalaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode rating yang dijumlahkan yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan skala sikap (Azwar, 1996). Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah sbagai berikut : 1. Skala successful aging Skala successful aging merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengungkap successful aging yang dialami oleh lanjut usia. Skala ini dibuat berdasarkan kesimpulan peneliti berdasarkan pada beberapa indikator yang digunakan oleh para ahli dalam mendefinisikan successful aging. Indikator successful aging adalah sehat secara fisiologis, psikologis dan sehat secara lingkungan atau sosial. Sehat secara fisik yang dimaksud adalah jauh dari penyakit kronis, mempunyai kondisi fisik yang baik dan mempunyai vitalitas atau semangat hidup. Sehat secara psikologis artinya individu lanjut usia mempunyai kesehatan mental yang baik, hilangnya rasa kesepian, merasakan kepuasan hidup, sadar dengan proses penuaan yang dialami. Sedangkan sehat dalam kehidupan lingkungan atau sosial adalah dengan tetap berperan dalam lingkungan dan mandiri. Dari beberapa indikator tersebut nantinya akan dibuat sejumlah butir dalam bentuk skala dengan empat alternatif jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Pemberian skor dilakukan dengan melihat sifat butir. Pemberian skor bergerak dari 4 (SS) s/d 1 (STS) untuk butir favorabel, sedangkan pemberian skor bergerak dari 1 (SS) sampai dengan 4 (STS) untuk butir tidak favorabel. Uji coba skala successful aging diperoleh hasil yaitu dari 62 aitem yang diujicobakan, 16 aitem dinyatakan gugur. Namun karena dalam salah satu sub aspek aitem yang tersisa tinggal 1, maka aitem yang mempunyai validitas 0.261 tetap digunakan dengan mengganti susunan kalimat dalam butir skala sehingga aitem yang sahih berjumlah 47 aitem. Butir yang dinyatakan valid nilai validitasnya bergerak antara 0.320 sampai dengan 0.681. sedangkan dalam uji reliabilitas menggunakan pendekatan dari Cronbach Alpha diperoleh harga alpha 0.947 setelah butir dihilangkan dan 0.934 sebelum butir dihilangkan. 2. Skala kebermaknaan hidup lanjut usia Skala kebermaknaan hidup lanjut usia dibuat untuk mengungkap kebermaknaan hidup lanjut usia. Skala ini dibuat dengan modifikasi dari skala LRI yang dikemukakan oleh Battista dan Almond yang diadaptasi oleh Setiyartomo (2004). LRI terdiri dari dua indikator dalam melihat kebermaknaan hidup, yaitu visi hidup dan pemenuhan terhadap visi hidup. Visi hidup lanjut usia adalah mampu mencapai aktualisasi diri, hidup dekat dengan Tuhan, produktif dan mempunyai motivasi. Sedangkan proses pemenuhan dari visi dapat dilakukan dengan adanya proses kreatif dan interpretasi terhadap pengalaman hidup yang telah dijalani. Pemberian skor untuk skala kebermaknaan hidup sama dengan pemberian skor pada skala successful aging. Uji coba skala kebermaknaan hidup diperoleh hasil yaitu dari 63 aitem yang diujicobakan, 16 aitem dinyatakan gugur, sehingga aitem yang sahih berjumlah 47 aitem. Butir yang dinyatakan valid nilai validitasnya bergerak antara 0.308 sampai dengan 0.745. sedangkan dalam uji reliabilitas menggunakan pendekatan dari Cronbach Alpha diperoleh harga alpha 0.949 setelah butir dihilangkan dan 0.935 sebelum butir dihilangkan. Metode Analisis Data Penelitian ini termasuk penelitian korelasional yaitu ingin mengetahui hubungan antara kebermaknaan hidup dengan successful aging Jenis data dalam penelitian ini adalah termasuk data interval. Oleh karena itu metode analisis data yang digunakan adalah teknik korelasi Product Moment dari Pearson. Pengolahan data dilakukan dengan program komputer SPSS versi 12.00 HASIL PENELITIAN Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi. Uji asumsi yang dilakukan meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Uji normalitas dilakukan pada variabel successful aging ,dan kebermaknaan hidup dengan menggunakan teknik One sample Kolmogorov Smirnov. Hasil uji normalitas dapat dilihat dalam tabel Tabel 1 Hasil uji normalitas Variabel Successful aging Kebermaknaan hidup Skor KS-Z 0.878 0.926 p 0.424 0.357 Kategori Normal Normal Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa successful aging mempunyai skor KS-Z = 0.878 dan p = 0.424 (p=0.05) sehingga data normal. Sedangkan kebermaknaan hidup mempunyai KS-Z = 0.926 dan p = 0.357 (p=0.05) sehingga data normal. Uji linieritas dilakukan pada variabel successful aging dan kebermaknaan hidup. Hasil uji linieritas dapat dilihat dalam tabel Tabel 2 Hasil uji linieritas Variabel Successful aging Kebermaknaan hidup F 133.843 p 0.000 Kategori Linier Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa antara successful aging dan kebermaknaan hidup mempunyai nilai F = 133.843 dan p = 0.0000 (p= 0.05) sehingga data linier. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan korelasi product moment dari Pearson, didapatkan hasil bahwa nilai r = 0.755 dan p = 0.000 ( p< 0.01 ) dengan demikian hipotesis diterima. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan psitif yang sangat signifikan antara kebermaknaan hidup successful aging . PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis didapatkan hasil bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara successful aging dengan kebermaknaan hidup. Dengan demikian maka hipotesis di terima dan ditunjukkan dengan nilai r = 0.755 dan p = 0.000 ( p< 0.01 ). Adanya hubungan yang positif antara successful aging dengan kebermaknaan hidup senada dengan pendapat Wong (2000) bahwa kebermaknaan hidup merupakan salah satu unsur vital bagi terbentuknya successful aging pada lanjut usia. Dengan kebermaknaan hidup yang dimiliki oleh individu lanjut usia maka baik langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan psikologis individu lanjut usia. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Debats (1995) yang menyatakan bahwa kebermaknaan hidup sangat penting bagi terbentuknya aspek – apek positif dalam diri manusia dan tidak terkecuali lanjut usia. Selain itu dari hasil analisis menunjukkan mean empirik successful aging dan kebermaknaan hidup lebih tinggi dari mean hipotetik yaitu sebesar 149.8 dan 151.35, sehingga bila dikategorikan maka successful aging dan kebermaknaan hidup subyek dalam penelitian ini termasuk dalam kategori yang sangat tinggi. Tingginya skor successful aging dan kebermaknaan hidup dalam penelitian ini menunjukkan bahwa subyek dalam penelitian ini hampir semuanya merasa bermakna dan merasa sukses dalam prose penuaannya. Skor tertinggi successful aging dalam penelitian ini yang diperoleh subyek sebesar 178 dan skor terendah yang diperoleh subyek dalam penelitian ini yaitu 126. Sedangkan skor kebermaknaan hidup yang diperoleh subyek yang memperoleh nilai tertinggi dan terendah dalam penelitian ini yaitu sebesar 166 dan 123. Adanya perbedaan yang dapat dilihat dari skor yang diperoleh subyek dalam penelitian ini menunjukkan bahwa memang kebermaknaan hidup mempengaruhi successful aging lanjut usia. Rata – rata subyek dalam penelitian ini mempunyai skor successful aging dan kebermaknaan hidup yang tidak jauh beda. Hal ini dibuktikan dengan subyek yang mempunyai skor successful aging 153 mempunyai skor kebermaknaan hidup 156. Dalam penelitian ini, banyaknya data yang dapat diungkap dari identitas subyek diantaranya jumlah cucu, riwayat pekerjaan, riwayat penyakit dan sebagainya menunjukkan bahwa sebagian besar subyek mempunyai cucu, tidak menderita penyakit dan dulu pernah bekerja sedikit banyak memberikan sumbangan pada terbentuknya successful aging. Kehadiran cucu bagi lanjut usia adalah suatu kebahagiaan tersendiri yang dirasakan oleh lanjut usia. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Brubaker (Santrock,1999) menyebutkan bahwa 80% dari kakek atau nenek mengatakan bahwa lanjut usia bahagia dalam hubungannya dengan cucu – cucunya. Kebahagiaan yang dirasakan oleh lanjut usia dengan kehadiran cucu akan mempengaruhi kehidupan psikologis lanjut usia dalam hal ini adalah lanjut usia merasa sukses dalam proses penuaannya karena menjadi kakek atau nenek merupakan sumber pemenuhan emosional, membangkitkan perasaan akan relasi awal orang dewasa dengan anak – anak (Santrock,1999). Meskipun didalam penelitian ini bahwa kehadiran cucu bukan hal yang dapat digunakan sebagai acuan tinggi rendahnya successful aging yang dialami subyek, namun setidaknya cucu memberikan arti bagi kehidupan lanjut usia. Sumbangan efektif kebermaknaan hidup terhadap successful aging sebesesar 57%, sedangkan 43% adalah faktor lain yang mempengaruhi successful aging yang dialami oleh individu lanjut usia. Faktor lain tersebut diantaranya jenis kelamin, tingkat religiusitas, dan sebagainya. Tingginya angka korelasi dan tingginya sumbangan efektif dalam penelitian sosial bisa disebabkan karena variabel bebas merupakan indikator variabel tergantung. Dalam penelitian ini membuktikan bahwa kebermaknaan merupakan dimensi tersembunyi dari successful aging (Wong,2000). Hasil penelitian Setiyartomo (2004) menunjukkan bahwa ada perbedaan successful aging ditinjau dari jenis kelamin. Hal ini disebabkan karena penyesuaian diri yang dilakukan lanjut usia pria dan wanita berbeda. Lanjut usia pria lebih sulit menyesuaikan diri dibandingkan penyesuaian diri lanjut usia wanita. Akan tetapi dalam penelitian ini dari hasil analisis tambahan yang dilakukan terhadap jenis kelamin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan successful aging bila ditinjau dari jenis kelamin. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jenis kelamin ikut mempengaruhi successful aging pada lanjut usia, namun hal itu tidak dapat menjadi patokan bahwa antara lanjut usia pria dan wanita berbeda dalam merasakan sukses tidaknya terdap proses penuaan yang dialami. Untuk itu bahwa successful aging yang dialami oleh lanjut usia dapat dikatakan bersifat personal. Dari identitas subyek juga dapat kita ketahui bahwa sebagian besar subyek masih melakukan aktivitas baik aktivitas fisik, sosial dan kognitif. Aktivitas – aktivitas yang dilakukan oleh subyek dalam penelitian ini contohnya olahraga, pengajian, kegiatan sosial, kegiatan rumah tangga, merawat cucu dan sebagainya. Hal itu menunjukkan bahwa lanjut usia yang merasa sukses dengan proses penuaan yang dialami maka lanjut usia masih tetap melakukan aktivitas. Karena dengan beraktivitas maka lanjut usia akan banyak memperoleh manfaat diantaranya lanjut usia akan merasa berguna, merasa masih dibutuhkan atau tidak dibuang sehingga hal tersebut dapat menumbuhkan sikap positif yang ada dalam diri lanjut usia. Sikap positif itulah yang akan membawa lanjut usia mampu menemukan makna hidup yang telah dijalani. Kebermaknaan hidup yang menurut Wong (2000) merupakan dimensi tersembunyi dari successful aging dalam penelitian ini memberikan gambaran konkret terhadap pandangan tersebut. Model dari successful aging yaitu seleksi, optimisasi, dan kompensasi merupakan suatu kaitan yang kuat. Individu lanjut usia akan memilih dalam mereka beraktifitas karena hilangnya fungsi – fungsi tertentu dalam diri individu lanjut usia dan berusaha untuk mempertahankan kemampuan yang ada dalam diri individu dengan cara masing – masing yang sesuai. Lanjut usia juga akan membutuhkan kompensasi bila lanjut usia berada dalam situasi yang menuntut kemampuan fisik dan mental yang tinggi. Keberadaan cucu, adanya pengalaman dalam berorganisasi, ada tidaknya penyakit yang diderita, status perkawinan, riwayat pekerjaan, aktivitas yang dapat diungkap dari subyek membawa suatu pemahaman tersendiri bahwa successful aging dapat terjadi karena beberapa hal yang akan membawa lanjut usia menemukan makna dalam hidupnya yang akan menyebabkan lanjut usia mencapai penuaan yang sukses seperti yang banyak diharapkan oleh individu pada umumnya. Keterbatasan penelitian ini adalah bahwa kebermaknaan hidup merupakan indikator dari successful aging meskipun menurut wong (2000) kebermaknaan hidup merupakan dimensi tersembunyi dari successful aging yang dialami oleh individu lanjut usia. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan sangat signifikan antara kebermaknaan hidup dengan successful aging. Semakin tinggi kebermaknaan hidup maka semakin tinggi pula successful aging pada individu lanjut usia. Artinya bahwa lanjut usia yang sukses didalam hidupnya karena lanjut usia merasa bermakna dalam hidup. Makna hidup yang dipeoleh lanjut usia berasal dari kehadiran cucu, adanya pengalaman organisasi dan sebagainya Saran Saran bagi peneliti selanjutnya : 1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan memperluas variabel – variabel yang diperhitungkan dalam penelitian misalnya religiusitas, interaksi sosial, dukungan sosial dan sebagainya. 2. Menggunakan metode penelitian kualitatif sehingga data yang diperoleh lebih lengkap dan mendalam. 3. Tidak menggunakan variabel kebermaknaan hidup karena kebermaknaan hidup merupakan salah satu indikator successful aging. DAFTAR PUSTAKA Bearon,L.B.1996. Successful Aging: what does good life look like?.The Forum Vol 1 No3. http://www.ces.ncsu.edu/depts/fcs.pub/aging.html.28 Januari 2005 Cerrato & de Troconis. 1998. Successful Aging. But Why Don’t The Elderly get More Depressed http://www.psychologyinspain.com/content/full/1998/4bis.html. 5 Februari 2005 Debats.1995. Meaning in Life Theory and Research http://www.ub.rug.nl/eldoc/dis/ppsw/d.l.n.m.debats/c1.pdf. 5 Juni 2005 Freund, A.M & Baltes, P.B. 1998. Selection, Optimization, And Compensation as Strategies of Life Management : Correlation With Subjective Indicator of Succesful Aging. Journal Psychology and Aging. Vol 13. 4. 531 – 543 Gignac dkk. 2002. Adaptation to Dissability : Applying Selective Optimization with Compensation to the Behaviors of Older Adults with Ostheoarthritis. Journal Psychology and Aging. Vol 17. 3. 520 – 524 Glanz,D & Neikrug,S. 2003. Making Aging Meaningful http://www.biu.ac.id.il/community/brokdale/articles-en/meaing.doc. 3 Juni 2005 Haditono, S.R. 1989. Beberapa Persepsi Terhadap Usia Lanjut. Fakta Atau Fiksi. Pidato Ilmiah. Yogyakarta : Gajah Mada University Press Hardywinoto, Setiabudhi, T. 1999. Panduan Gerontologi. Tinjauan Dari Berbagai Aspek. Jakarta : PT Gramnedia Pustaka Utama Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Terjemahan oleh Istiwidaianti dan Soedjarwo ). Jakarta : Penerbit Erlangga Kim,M. 2001. Exploring sources of Life Meaning Among Korean http://www.twu.ca/cpsy/documents/theses.html. 3 Juni 2005 Lalefar,N.R & Lin, J. 1999. Aging Successfully http://www.ocf.berkeley.edu/~bsj. 20 Mei 2005 Prawitasari, J.E. 1994. Aspek Sosio Psikologis Lansia Di Indonesia. Dalam Bulletin Psikologi. No. 1, 27 – 34. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM Seeman, T. 2000. Successful Aging : Fact or Fiction ? http://www.aging.ucla.edu/successfulaging.html. 20 Mei 2005 Setiyartomo,P.W. 2004. Successful Aging ditinjau dari Kebermaknaan Hidup dan Orientasi Religius Pada Lanjut Usia. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Gajah Mada Steger,M.F. 2002. The Meaning in Life Questionaire the Presence of and Search for Meaning in Life http://www.psych.umn.edu/courses/fall 04/ hick sb/psy 4133.html. 1 Juli 2005 Rochmah, W. 2004. Dampak Perubahan Fisiologis Tubuh terhadap Kualitas Hidup Pada Periode Segmen Akhir Kehidupan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Penyakit Dalam. 27 September 2004. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran UGM Rybash, J.W, Roddin, P.A, Santrock, J.W. 1991. Adult Development and Aging. 6th ed. New York : Wm. C Brown Publishing. Ryff, C.D. 1989. Happines Is Everything, Or Is It ? Explorations On The Meaning of Psychologycal Well Being. Journal of Personality and Social Psychology. Vol 57. 6. 1069 – 1081 Santrock, J.W. 1999. Life Span Development. 7th edition. North America : Mc Graww Hill Schaie, K.W & Willis, S.L. 1991. Adult Development and Aging. 3rd ed. New York : Harpers Collins Publishers Suwoko. 2004. Lansia Indonesia Tercepat http://suaramerdeka.co.id/wacana/lansia. 5 Februari 2005 Wong,P.T.P. 2000. Meaning of Life and Meaning of Death in Successful Aging http://www.meaning.ca/articles/successful_aging.html. 5 Mei 2005 _________ 2004. Hari lanjut Usia Nasional Kewajiban Negara Menjamin Kesehatan Lansia http://www.waspada.co.id/serba-serbi kesehatan. 19 Januari 2005 _________ 2005. Booming Angkatan Usia Lanjut Perlu Perhatian http://www.kompas.com/humaniora. 19 Januari 2005 _________.2005. Jangan Biarkan Ortu Cepat Pikun http://www.intisari-online.com/artikel/lansia. 1 Februari 2005 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SUCCESSFUL AGING PADA LANJUT USIA Oleh : KARTIKA EMBRIAMANINGSIH AISAH INDATI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2005 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SUCCESSFUL AGING PADA LANJUT USIA Telah Disetujui Pada Tanggal ________________________ Dosen Pembimbing Utama ( Dra. Aisah Indati,MS ) HUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SUCCESSFUL AGING PADA LANJUT USIA Kartika Embriamaningsih Aisah Indati INTISARI Successful aging adalah suatu kondisi penuaan yang sukses yang dimiliki oleh inidividu lanjut usia. Kebermaknaan hidup lanjut usia merupakan kondisi yang menyertai perjalanan hidup lanjut usia. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara kebermaknaan hidup dengan successful aging. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kebermaknaan hidup dengan successful aging. Semakin tinggi kebermaknaan hidup semakin tinggi successful aging. Sebaliknya semakin rendah kebermaknaan hidup semakin rendah successful aging. Subjek dalam penelitian adalah lanjut usia yang berusia lebih dari atau sama dengan 60 tahun (Hurlock,1980), masih dapat memberikan respon terhadap penyataan, tidak tinggal di panti werdha, tinggal dengan pasangan, keluarga atau tinggal sendiri. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala successful aging yang dibuat oleh peneliti berdasarkan kesimpulan peneliti dari indikator – indikator yang digunakan ahli dalam mendefinisikan successful aging dan modifikasi skala kebermaknaan hidup dari Setiyartomo (2004) mengacu pada skala LRI yang dikemukakan oleh Batista dan Almond. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12.00 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara kebermaknaan hidup dengan successful aging. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0.755 yang artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kebermaknaan hidup dengan successful aging. Artinya bahwa lanjut usia yang sukses adalah lanjut usia yang mempunyai makna didalam hidupnya. Jadi hipotesis yang diajukan diterima. Kata Kunci : Successful Aging, Kebermaknaan Hidup