II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Bangunan Gedung Struktur Bangunan gedung terdiri atas dua bangunan utama, yaitu struktur bangunan bawah dan struktur bangunan atas. Struktur bangunan bawah, yaitu struktur bangunan yang berada di bawah permukaan tanah yang lazim disebut fondasi. Fondasi berfungsi sebagai pendukung struktur bangunan diatasnya untuk diteruskan ke tanah dasar. Sedangkan struktur bangunan atas yaitu struktur bangunan yang berada diatas permukaan tanah, yang meliputi : struktur atap, struktur pelat lantai, struktur balok, struktur kolom, dan struktur dinding geser. Struktur balok dan kolom menjadi satu kesatuan yang kokoh dan sering disebut sebagai kerangka (portal) dari suatu gedung (Asroni 2010). Pada struktur bangunan atas, kolom merupakan komponen struktur yang paling penting untuk diperhatikan, karena apabila kolom ini mengalami kegagalan, maka dapat berakibat keruntuhan struktur bangunan atas dari gedung secara keseluruhan (Asroni 2010). 2.2 Program Komputer Rekayasa Program komputer rekayasa (SAP2000, ETABS, STAD-III, GT-STRUDL, ANSYS, ABAQUS) berbeda dengan program komputer umum (Word, Photoshop,Excel, AutoCAD), karena pengguna program komputer rekayasa dituntut untuk memahami latar belakang metode penyelesaian dan batasan-batasan yang dihasilkan dari program tersebut. Pada umumnya, developer program tidak mau bertanggung jawab untuk setiap kesalahan yang timbul dari pemakaian program, hal itu dapat dilihat dari berbagai kutipan disclaimer yang dinyatakan pada setiap manualnya (Dewobroto 2004). Tahapan paling awal sebelum dapat dilakukan analisa struktur adalah pembuatan model struktur, yaitu membuat simulasi perilaku fisik struktur yang nyata sehingga dapat diproses melalui pendekatan numerik menggunakan bantuan komputer. Permodelan tidak terbatas hanya pada bagaimana menyiapkan data komputer, tetapi model yang dibuat harus disesuaikan dengan struktur yang akan dianalisis, apakah itu tegangan, thermal, atau apa saja. Jadi, pembuat model dituntut harus memahami permasalahan yang akan diselesaikan, apakah problem yang ditinjau dipengaruhi waktu (misal creep), apakah ada unsur-unsur non linier (mendekati runtuh), maupun teori-teori pendukung dalam penyelesaian problem yang ditinjau. Dengan demikian, dapat menentukan apakah suatu parameter harus ada atau dapat dihilangkan dan tidak mempengaruhi hasil (Dewobroto 2004). Dengan memahami permasalahan, maka dapat disusun suatu model analisis, tentu saja pembuatan model dibatasi dengan ketersediaan metode penyelesaiannya. Semakin sederhana model yang dibuat, semakin mudah penyelesaiannya, demikian juga sebaliknya. Meskipun demikian, suatu model yang kompleks tidak menjamin dapat memberi simulasi yang terbaik dari perilaku fisik aslinya (Dewobroto 2004). 2.3 Desain Penampang Pada umumnya berguna untuk mengetahui apakah dimensi penampang yang digunakan pada analisis struktur memenuhi persyaratan kekuatan, kekakuan, atau daktilitas yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku. Sedangkan pada konstruksi beton bertulang, desain penampang juga digunakan untuk mencari berapa banyak tulangan memanjang maupun sengkang yang harus dipasang pada penampang yang direncanakan. Untuk mengevaluasi tersebut digunakan design code yang berlaku dan umumnya dapat dikatagorikan dalam dua cara yaitu, elastik atau tegangan izin, misal 3 allowable stress design dari AISC, peraturan baja atau kayu Indonesia yang lama dan ultimit ( gayagaya dalam batas maksimum yang dapat ditahan oleh struktur kayu, struktur beton, atau struktur baja) atau limit state design, ACI 318-2002 untuk struktur beton atau AISC-LFRD 1993 untuk struktur baja yang diadopsi di Indonesia sebagai SNI 03-1729-2000 yang baru (Dewobroto 2004). 2.4 Beton Beton merupakan bahan dari campuran antara air, semen, agregat halus (pasir) dan agregat kasar (kerikil), dengan tambahan adanya rongga-rongga udara. Campuran bahan-bahan pembentuk beton harus ditetapkan sedemikian rupa, sehingga menghasilkan beton basah yang mudah dikerjakan, memenuhi kekuatan tekan rencana setelah mengeras dan cukup ekonomis (Nasution 2009). Secara umum proporsi pembentuk beton adalah : Tabel 1 Unsur beton Agregat kasar + Agregat halus [60%-80%] semen : 7% - 15% udara : 1 % - 8% Air [14% - 21 %] 2.4.1 Beton Bertulang Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan tertentu untuk mendapatkan tanggap suatu penampang berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja bersamasama dalam menahan gaya yang kerja. Apabila beton mempunyai berat isi 2200-2500 kg/m3 maka disebut beton-normal (Nasution 2009). 2.4.2 Kuat Tekan Beton yang Disyaratkan Kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) adalah kuat tekan yang ditetapkan oleh perencana struktur dari benda uji berbentuk silinder berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm, yang dinyatakan dalam megapascal (Mpa). Untuk definisi parameter kekuatan beton bertulang, kuat tarik leleh f y sebesar 400 Mpa merupakan tarik leleh minimum yang disyaratkan atau titik leleh dari tulangan (Nasution 2009). Satuan dari kuat tarik leleh ini dalam megapascal (Mpa). 2.4.3 Kuat Nominal Kuat nominal didefinisikan sebagai kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi metode perencanaan sebelum dikalikan dengan suatu faktor reduksi yang sesuai. Sedangkan kuat perlu adalah kekuatan komponen struktur atau penampang yang diperlukan menahan beban terfaktor atau momen dan gaya dalam akibat suatu kombinasi beban (Nasution 2009). 2.4.4 Kuat Rencana Kuat rencana didefinisikan sebagai kuat nominal yang dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan Ф. Dalam perencanaan diperlukan parameter modulus elastisitas yang dinyatakan dari rasio antara tegangan normal tarik atau tekan dengan regangan dari unsur elemen dibawah batas proporsional dari material (Nasution 2009). 4 2.4.5 Modulus Elastisitas Modulus Elastisitas adalah perbandingan antara tegangan dan regangan dari suatu benda. Modulus Elastisitas dilambangkan dengan E dan satuannya Nm-2. Bagi analisis dan desain beton bertulang, Modulus Elastisitas bahan merupakan parameter yang perlu ditetapkan terlebih dahulu sebelum dilakukan proses perhitungan (Nasution 2009). Nilai modulus elastisitas beton dan baja tulangan ditentukan menurut ketentuan sebagai berikut : a. untuk nilai wc diantara 1500-2500 kg/m3, nilai modulus elastisitas beton Ec dapat diambil sebesar Ec = 0.043*(wc)1.5√fc’ dalam MPa. Untuk beton normal Ec dapat diambil sebesar 4.700√fc’. ini berarti jika kekuatan tekan rencana beton normal fc’ = 22.5 Mpa, maka Ec = 22295 MPa (218500 kg/cm2). Bagi analisis struktur, secara umum banyak digunakan nilai modulus elastisitas yang tetap, yaitu sebesar 21000 Mpa. b. Modulus elastisitas untuk tulangan non pra-tekan Es boleh diambil sebesar 200 Gpa = 200.000 Mpa = 2.1*106 kg/cm2. c. Modulus elastisitas untuk tendon pratekan, Es ditentukan melalui pengujian atau dari data pabrik (factory manifestation). 2.5 Konsep Perencanaan Bangunan Tahan Gempa Dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa, diperlukan standar dan peraturan perencanaan bangunan untuk menjamin keselamatan penghuni terhadap gempa besar yang mungkin terjadi serta menghindari dan meminimalisasi kerusakan struktur bangunan dan korban jiwa terhadap gempa bumi yang sering terjadi (Nasution 2009). Oleh karena itu bangunan tahan gempa harus memiliki kekuatan, kekakuan, dan stabilitas yang cukup untuk mencegah terjadinya keruntuhan bangunan. Filosofi dan konsep dasar perencanaan bangunan tahan gempa adalah : a. Pada saat terjadi gempa ringan, struktur bangunan dan fungsi bangunan harus dapat tetap berjalan (servicable) sehingga struktur harus kuat dan tidak ada kerusakan baik pada elemen struktur dan elemen non struktur bangunan. b. Pada saat terjadi gempa moderat atau medium, struktur diperbolehkan mengalami kerusakan pada elemen non struktural, tetapi tidak diperbolehkan terjadi kerusakan pada elemen struktur. c. Pada saat terjadi gempa besar, diperbolehkan terjadi kerusakan pada elemen struktur dan non struktural, namun tidak boleh sampai menyebabkan bangunan runtuh sehingga tidak ada korban jiwa atau dapat meminimalkan jumlah korban jiwa. 2.6 Analisis Gaya Lateral Ekivalen 2.6.1 Gaya Geser Dasar Seismik Beban geser dasar untuk arah pembebanan sumbu x dan sumbu y dihitung dengan rumus : Vb = ........................................................ (1) dengan : Vb : gaya geser dasar horizontal total akibat gempa (KN) C : koefisien gempa dasar seperti ditentukan spektrum tanggap percepatan I : faktor keutamaan R : faktor reduksi gempa Wt : berat total bangunan (KN) 5 Untuk menentukan koefisien gempa dasar (C), maka harus mengetahui jenis tanah di lokasi proyek dan periode alami struktur pada arah pembebanan gempa sumbu x dan sumbu y yang dominan. Tabel 2 Faktor keutamaan ( I ) untuk berbagai kategori gedung dan bangunan. Katagori Gedung Faktor Keutamaan I1 I2 I Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan, dan perkantoran 1 1 1 Monumen dan bangunan monimental 1 1,6 1,6 gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darura, fasilitas radio dan televisi 1,4 1 1,4 gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, dan asam, bahan beracun. 1,6 1 1,6 Cerobong, tangki diatas menara 1,5 1 1,5 Dari SNI Gempa 03-1726-2003, untuk gedung apartemen I = 1. Faktor reduksi gempa (R) dengan asumsi struktur gedung apartemen berupa sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK) dari beton bertulang, maka nilai R sebesar = 6.5. 2.6.2 Pembatasan Waktu Getar Alami Menurut Peraturan Gempa (Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002 dari Badan Standarnisasi Nasional) waktu getar alami struktur dibatasi agar tidak terlalu fleksibel sehingga kenyamanan penghuni tidak terganggu khususnya untuk bangunan ini diharapkan bangunan cukup kaku. Pembatasan yang dilakukan yakni: Tabel 3 Koefisien (δ) yang membatasi waktu getar alami fundamental struktur gedung Wilayah Gempa ζ 1 0,2 2 0,19 3 0,18 4 0,17 5 0,16 6 0,15 T < δ n ......................................................... (2) dimana : n : jumlah lapis struktur bangunan yang ada T : waktu getar struktur mode pertama (T-1) yang dominan. 2.6.3 Distribusi Vertikal Gaya Gempa Beban geser dasar nominal (Vb) harus dibagikan sepanjang tinggi struktur bangunan gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen (Fi) yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i, persamaan : 6 ∑ ..................................................... (3) Wi dihitung sebagai berat lantai ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral menurut pasal 5.1.2 dan pasal 5.1.3 menurut SNI 03-1726-2003 Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk bangunan Gedung. Berat lantai yang dihitung adalah beban mati ditambah beban hidup tereduksi. Perhitungan beban lantai dilihat melalui tributary area beban lantai. 2.6.4 Arah Pembebanan Gempa Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh gempa rencana harus ditentukan sedemikian rupa sehingga memberikan pengaruh terbesar terhadap unsur-unsur subsistem dan sistem struktur gedung secara keseluruhan. Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan harus dianggap efektif 100 % dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan efektifitas 30 %. Hal ini berlaku baik untuk SNI 03-1726-2002 pasal 5.8.2. 2.6.5 Wilayah Gempa Berdasarkan SNI 03-1726-2002 pasal 4.7 Indonesia ditetapkan dalam 6 wilayah gempa seperti ditunjukan dalam Gambar 1 wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Gambar 1 Wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun 7 2.7 Analisis Struktur Saat sekarang ini telah banyak ditemukan program-program analisa struktur yang dapat menganalisis struktur dalam waktu yang singkat dan tepat. Program tersebut antara lain SAP90, GRASP, ETABS, STAAD III, dan lain sebagainya. Untuk menganalisa struktur pada tugas akhir ini digunakan program ETABS v 9.0.6. Program ETAB v 9.0.7 secara khusus difungsikan untuk menganalisis lima perencanaan struktur, yaitu : analisis struktur baja, analisis struktur beton, analisis balok komposit, analisis baja rangka batang (cremona), dan analisis dinding geser. Penggunaan program ini untuk menganalisis struktur, terutama untuk bangunan tinggi. Program ini sangat tepat bagi perencana struktur karena ketepatan dari output yang dihasilkan dan efektifitas waktu untuk menganalisisnya. 2.7.1 Analisis Struktur Pelat Pelat beton bertulang yaitu struktur tipis yang dibuat dari beton bertulang dengan bidang yang arahnya horizontal, dan beban yang bekerja tegak lurus pada bidang struktur tersebut. Ketebalan bidang pelat ini relatif sangat kecil apabila dibandingkan dengan bentang panjang atau lebar bidangnya. Pelat beton bertulang ini sangat kaku dan arahnya horizontal, sehingga pada bangunan gedung, pelat ini berfungsi sebagai diafragma atau unsur pengaku horizontal yang sangat bermanfaat untuk mendukung ketegaran balok portal. Beban yang bekerja pada pelat umumnya diperhitungkan terhadap beban gravitasi (beban mati dan beban hidup). Beban tersebut mengakibatkan terjadinya momen lentur. Oleh karena itu, pelat juga direncanakan terhadap beban lentur. Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan saja, tetapi juga jenis perletakan dan jenis penghubung di tempat tumpuan. Kekakuan hubungan antara pelat dan tumpuan akan menentukan besarnya momen lentur yang terjadi pada pelat. Untuk bangunan gedung, umumnya pelat tersebut ditumpu oleh balok-balok secara monolit, yaitu pelat dan balok dicor bersama-sama sehingga menjadi satu-kesatuan. Sistem perencanaan tulangan pelat pada dasarnya dibagi menjadi dua macam, yaitu sistem perencanaan pelat dengan tulangan pokok satu arah atau one way slab dan sistem perencanaan pelat dua arah atau two way slab. Dalam analisis struktur pelat pada bangunan ini menggunakan sistem perencanaan two way slab. Terdapat tiga jenis pelat yang digunakan pada bangunan ini yaitu, pelat hunian, pelat parkir, dan pelat water torn, dengan spesifikasi bahan yang berbeda-beda. Langlahlangkah dalam merencanakan tebal pelat adalah sebagai berikut (ref: SKSNI 15-1991-03) Keterangan : Iy = bentang pelat yang terpanjang diukur diantara as balok (mm) Ix = bentang pelat yang terpendek diukur diantara as balok (mm) Iyn = bentang bersih pelat yang terpanjang (mm) = ly-1/2b3-1/2b4 .......................................... (4) Ixn = bentang bersih pelat yang terpanjang (mm) = lx-1/2b3-1/2b4 .......................................... (5) 1. Menentukan tulangan bersih pelat arah x dan arah y 2. Menentukan nilai β β = Iyn/Ixn ............................................................... (6) 3. Menaksir tebal plat (h awal) dan menentukan lx dan ly Ix pelat = (1/12).Ix.h3 (mm4) ............................................... (7) Iy pelat = (1/12).Iy.h3 (mm4)............................................. (7.1) 8 4. Menentukan nilai lx balok 1, lx balok 2, nilai ly balok 3, ly balok 4 Ix B1 = (1/12).b1.h13 .................................................... (8) Ix B2 = (1/12).b2.h23 .................................................. (8.a) Iy B3 = (1/12).b3.h33 .................................................. (8.b) Iy B4 = (1/12).b4.h43 .................................................. (8.c) 5. Menentukan nilai a α1 = Ix B1/Ix pelat ....................................................... (9) α2 = Ix B2/Ix pelat ..................................................... (9.a) α3 = Ix B3/Ix pelat ..................................................... (9.b) α4 = Ix B4/Ix pelat ..................................................... (9.c) αm = ∑(αi)/n = (α1+ α2+ α3+ α4)/n ................................. (9.d) 6. Menentukan tebal pelat yang dibutuhkan h (mm) h= ............................................ (10) dengan fy adalah mutu tulangan pelat (Mpa) 7. Menentukan tebal pelat minimum (hmin) dan tebal pelat maksimum (hmaks) hmin = hmaks = .................................................... (11) ............................................... (11.a) Selain tebal pelat, jenis perletakan juga merupakan faktor penting dalam perencanaan pelat berotasi bebas tumpuan, maka pelat dikatakan ditumpu bebas (misal : pelat yang ditumpu pada tembok bata). Bila tumpuan mencegah pelat berotasi dan relative sangat kaku terhadap momen puntir, maka pelat itu terjepit penuh (monolit dengan balok). Bila balok tepi tidak cukup kuat untuk mencegah rotasi sama sekali, maka pelat terjepit sebagian. Selain mencegah atau memungkinkan terjadinya rotasi, tumpuan mungkin dapat atau tidak mengijinkan lendutan. Bila tidak mungkin terjadi lendutan pada tumpuan, yaitu tumpuan merupakan sebuah dinding atau balok yang kaku, dikatakan bahwa pelat tertumpu kaku. Bila tumpuan dapat melendut, pelat itu tertumpu elastis. Dalam beberapa hal, sebuah pelat mungkin tidak mempunyai tumpuan garis yang menerus, seperti halnya dinding atau balok, tetapi tumpuan hanya beberapa tempat, misalnya suatu deretan kolom sepanjang tepinya, dalam hal ini tumpuan disebut tumpuan titik. 2.7.2 Analisis Struktur Balok Sifat dari bahan beton, yaitu sangat kuat untuk menahan tekan, tetapi tidak kuat (lemah) untuk menahan tarik. Oleh karena itu, beton dapat mengalami retak jika beban yang dipikulnya menimbulkan tegangan tarik yang melebihi kuat tariknya. Jika sebuah balok beton (tanpa tulangan) ditumpu oleh tumpuan sederhana (sendi-rol), dan di atas balok tersebut bekerja beban terpusat P serta beban merata q, maka akan timbul momen luar, sehingga balok akan melengkung ke bawah. Pada balok yang melengkung ke bawah akibat beban luar ini pada dasarnya ditahan oleh kopel gaya-gaya 9 dalam yang berupa tegangan tekan dan tarik. Jadi pada serat-serat balok bagian tepi-atas akan menahan tegangan tekan, dan semakin ke bawah tegangan tekan tersebut akan semakin kecil. Sebaliknya, pada serat-serat bagian tepi-bawah akan menahan tegangan tarik, dan semakin ke atas tegangan tariknya akan semakin kecil pula (Nasution, 2009). Pada bagian tengah, yaitu pada batas antara tegangan tekan dan tarik, serat-serat balok tidak mengalami tegangan sama sekali (tegangan tekan maupun tariknya bernilai nol). Serat-serat yang tidak mengalami tegangan tersebut membentuk suatu garis yang disebut garis netral. Jika beban diatas balok cukup besar, maka serat-serat beton pada bagian tepi bawah akan mengalami tegangan tarik cukup besar pula, sehingga dapat terjadi retak beton pada bagian bawah. Keadaan ini terjadi terutama pada daerah beton yang momennya besar, yaitu pada bagian tengah bentang (Asroni, 2010). Untuk menahan gaya tarik yang cukup besar pada serat-serat balok bagian tepi-bawah, maka perlu diberikan baja tulangan sehingga disebut dengan istilah beton bertulang. Pada balok beton bertulang ini, tulangan baja ditanam di dalam beton sedemikian rupa, sehingga gaya tarik yang dibutuhkan untuk menahan momen pada penampang retak dapat ditahan oleh baja tulangan. Beban yang bekerja pada balok biasanya berupa beban lentur, beban geser maupun torsi (momen puntir), sehingga perlu baja tulangan untuk menahan beban-beban tersebut. Tulangan ini berupa tulangan memanjang atau tulangan longitudinal (yang menahan beban lentur) serta tulangan geser (yang menahan beban geser dan torsi) (Asroni, 2010). Pada portal bangunan gedung, biasanya balok yang menahan momen lentur besar terjadi di daerah lapangan (bentang tengah) dan ujung balok (tumpuan jepit balok). Di bentang tengah balok terjadi momen positif (M(+)), berarti penampang beton daerah tarik berada di bagian bawah, sedangkan diujung (dekat kolom) terjadi momen negatif (M (-)), berarti penampang beton daerah tarik berada di bagian atas. Oleh karena itu biasanya di daerah lapang dipasang tulangan longitudinal bawah lebih banyak daripada tulangan longitudinal atas, sedangkan di ujung terjadi sebaliknya, yaitu dipasang tulangan longitudinal atas yang lebih banyak daripada tulangan longitudinal bawah. Beberapa rumus yang digunakan sebagai dasar untuk perhitungan momen lentur rencana balok yang dicantum dalam pasal-pasal SNI 03-2847-2002, yaitu sebagai berikut : Mn = Mnc + Mns ..................................................... (12) Mnc = Cc. (d-a/2) .................................................... (13) Cc = 0,85.fc’.a.b ................................................... (13.a) ........................................................14) Cs = As’.fs’........................................................... (14.a) Mr = Ф.Mn ............................................................. (15) Mns = Cs. (d-ds) dengan Ф = 0,8 dimana : Mn : momen nominal aktual penampang balok, KNm Mnc : momen nominal yang dihasilkan oleh gaya tekan beton, KNm Mns : momen nominal yang dihasilkan oleh gaya tekan tulangan, KNm Mr : momen rencana pada penampang balok, KNm Beberapa rumus yang digunakan sebagai dasar untuk perhitungan tulangan geser balok yang dicantum dalam pasal-pasal SNI 03-2847-2002, yaitu sebagai berikut : Vr = Ф. Vn dan ФVn ≥ Vu ........................................ (16) Vn = Vc + Vs ......................................................... (17) 10 dimana : Vr : gaya geser rencana, KN Vn : gaya geser nomional, KN Vc : gaya geser yang ditahan oleh beton, KN Vs : gaya geser yang ditahan oleh begel, KN Ф : faktor reduksi geser sebesar 0,75 Gaya geser yang ditahan oleh beton (Vc) dihitung dengan rumus : Vc = 1/6. b.d. √fc’................................................... (18) Gaya geser yang ditahan oleh begel (Vs) dihitung dengan rumus : Vs = (Vu- Ф.Vc)/ Ф ................................................ (19) Vs harus ≤ 2/3.b.d√fc’ ............................................ (20) Vs > 2/3.b.d√fc’ .................................................... (21) maka ukuran penampang balok diperbesar. Tu ≤ 1/12.Ф.√fc’(Acp2/Pcp) ....................................... (22) dengan : Acp : luas penampang keseluruhan, termasuk rongga pada penampang berongga, mm 2 Pcp : keliling penampang keseluruhan (keliling batas terluar ), mm2 Ф : 0,75 (untuk geser dan torsi ) Tulangan yang dibutuhkan untuk torsi ditentukan berdasarkan : Tr = Ф.Tn .............................................................. (23) Tr ≥ Tu ................................................................ (24) dengan : Tr : momen puntir atau torsi rencana, KNm Tn :kuat torsi rencana, KNm Tu :torsi terfaktor atau torsi perlu, KNm Tulangan longitudinal tambahan untuk menahan torsi : At = Avt/s.Ph. (fyv/fyl)cot2 Ф ........................................ (25) dengan : At : luas tulangan longitudinal torsi, mm2 Ph : keliling daerah yang dibatasi oleh sengkang tertutup, mm2 Fyl : tegangan leleh tulangan longitudinal, Mpa Luas total begel (untuk geser dan torsi ) per meter panjang balok (S = 1000 mm) (Avs + Avt ) ≥ (Avs + Avt ) ≥ √ ....................................... (26) ................................................... (27) 11 2.7.3 Analisis Struktur Kolom Pada struktur konstruksi bangunan gedung, kolom berfungsi sebagai pendukung beban-beban dari balok dan pelat, untuk diteruskan ke tanah dasar melalui fondasi (Asroni, 2010). Beban dari balok dan pelat ini berupa beban aksial tekan, serta momen lentur (akibat kontinuitas konstruksi). Oleh karena itu, dapat didefinisikan, kolom adalah suatu struktur yang mendukung beban aksial dengan atau momen lentur. Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengan kolom. Umumnya kegagalan atau keruntuhan komponen desak bersifat mendadak, tanpa diawali dengan tanda peringatan yang jelas. Oleh karena itu, merencanakan struktur kolom harus diperhitungkan secara cermat cadangan kekuatan yang lebih tinggi daripada komponen struktur lainnya. Kolom tidak hanya menerima beban aksial vertikal tetapi juga momen lentur, sehingga analisis kolom diperhitungkan untuk menyangga beban aksial desak dengan eksentrisitas tertentu. Jenis kolom yang digunakan pada bangunan ini yaitu kolom segi empat, baik berbentuk empat persegi panjang maupun bujur sangkar, dan susunan tulangan yang digunakan berupa tulangan memanjang dan tulangan sengkang atau begel. Kolom yang sering dijumpai atau digunakan pada bangunan gedung yaitu kolom dengan penampang segi empat. Jika kolom menahan beban eksentris Pn, maka pada penampang kolom sebelah kiri menahan beban tarik yang akan ditahan oleh baja tulangan, sedangkan sebelah kanan menahan beban tekan yang akan ditahan oleh beton dan baja tulangan (Asroni, 2010). Gaya tekan yang ditahan beton bagian kanan sebesar : Ccb = 0,85. fc’. ab. B ............................................... (28) Dimana : Ccb : gaya tekan beton, KN b : ukuran lebar penampang struktur, mm fc’ : kuat tekan yang ditetapkan oleh perencanaan struktur dari benda uji berbentuk silinder diameter 150 mm dan tinggi 300 mm, yang dinyatakan dalam megapascal (Mpa) ab :β. cb , nilai a untuk penampang struktur pada kondisi regangan seimbang (balance), mm. Jarak c yaitu jarak antara garis netral dan batas tepi beton tekan pada penampang kolom dengan kondisi beton tekan menentukan adalah relatif besar . jika beban P di geser ke kanan sedikit demi sedikit, maka jarak c akan berkurang secara pelan-pelan, dan suatu saat pada penampang kolom ini akan terjadi kondisi seimbang dengan jarak c dinotasikan cb. cb = ........................................................... (29) dimana : cb : jarak antara garis netral dan tepi serat beton tekan pada kondisi regangan penampang seimbang (balance), mm. d : tinggi efektif penampang struktur (kolom dan balok) yang diukur dari tepi serat beton tekan sampai pusat berat tulangan tarik,mm. fy : tarik leleh minimum yang disyaratkan atau titik leleh dari tulangan. Satuan dari kuat tarik leleh ini dalam megapascal (Mpa) Pada Penampang kolom pada kondisi beban sentris, berarti beban tersebut tepat bekerja pada sumbu (as) longitudinal kolom, sehingga beton maupun baja tulangan (semuanya) menahan beban tekan. Kekuatan penampang kolom dengan beban sentris ditentukan dengan menganggap bahwa semua baja tulangan sudah mencapai leleh, disamping itu regangan tekan beton sudah mencapai batas 12 maksimal, yaitu εc’= εcu ‘= 0,003. Dengan mempertimbangkan gaya vertikal harus nol, maka diperoleh: Pnb = Ccb +Csb +Tsb ................................................... (30) Pada kenyataannya, beban yang betul-betul sentris itu jarang sekali dijumpai, dan dianggap tidak ada. Oleh karena itu, Pasal 12.3.5 SNI 03-2847-2002 memberikan batasan kuat tekan nominal maksimal sebesar 80% dari beban sentris untuk kolom dengan tulangan sengkang, atau 85% dari beban sentris untuk kolom dengan tulangan spiral. Sehingga diperoleh persamaan di bawah ini. Prb = 0,65. Pnb ....................................................... (31) Kontrol keluluhan baja dalam persamaan, sebagai berikut : εs = ....................................................... (32) Tu ≤ Ф.1/24. √fc’.∑x2y ............................................ (33) Faktor kegagalan kolom dapat pula disebabkan oleh ketidakmampuan kolom dalam menerima gaya geser atau gaya lintang yang bekerja pada kolom. Besarnya gaya geser ini sangat erat kaitannya dengan besarnya momen yang bekerja pada kedua ujung kolom. Gaya geser yang dipikul beton (Vc) sebesar : Vc = 1/6. b.d. √fc’ .................................................... (34) Vs =Vu/Ф –Vc ........................................................ (35) Vs ≤ 2/3.b.d√fc’ ..................................................... (36) maka dimensi kolom memenuhi syarat perencanaan, tidak perlu penambahan dimensi kolom, namun bila dalam kondisi seperti di bawah ini. Vs > 2/3.b.d√fc’ ..................................................... (37) maka harus ada penambahan dimensi kolom atau hal ini menggambarkan ukuran kolom terlalu kecil. 13