345 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur - BPPBAP

advertisement
345
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015
OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI MAGGOT DENGAN PAKAN BUATAN (PELET)
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SINTASAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)
Murni*) dan Early Septiningsih**)
*)
Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Muhammadiyah, Makassar
**)
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau
E-mail: [email protected]; [email protected]
ABSTRAK
Pakan merupakan komponen terbesar dalam produksi. Tingginya biaya pembelian pakan merupakan
tantangan tersendiri bagi pembudidaya, satu diantara upaya untuk menekan biaya pakan untuk ikan nila
adalah dengan pemberian kombinasi maggot dengan pakan buatan dalam pakan ikan nila. Penelitian ini
bertujuan Untuk menentukan pengaruh optimasi pemberian maggot dengan pakan buatan (pelet), sehingga
menghasilkan pertumbuhan dan sintasan yang optimal terhadap benih ikan nila. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Maret sampai Desember 2013, di Balai Benih Ikan (BBI) Bontomanai. Metode penelitian adalah
ikan uji dipelihara selama 60 hari. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan dengan perlakuan sebagai berikut: perlakuan A = pemberian 75%
pakan pelet dan 25% maggot; perlakuan B = pemberian 50% pakan pelet dan 50% maggot; perlakuan C =
pemberian 25% pakan pelet dan 75% maggot. Selama pemeliharaan berlangsung pakan uji yang diberikan
berupa pelet dengan kadar protein 38% ukuran 1 mm dan larva maggot. Hasil Penelitian menunjukkan
bahwa pemberian kombinasi maggot dengan pelet memberikan pengaruh sangat nyata (F hitung > F table
1%) terhadap pertumbuhan mutlak hewan uji. Sedangkan uji BNT memperlihatkan perlakuan A, berpengaruh
sangat nyata terhadap perlakuan B, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap perlakukan C, sedangkan
perlakuan B berpengaruh sangat nyata dengan perlakukan C.
KATA KUNCI: pakan kombinasi, ikan nila, larva maggot
PENDAHULUAN
Ikan nila (Oreochhromis niloticus) banyak dibudidayakan di berbagai daerah di Indonesia karena
kemampuan adaptasi yang bagus, tahan terhadap perubahan lingkungan, pertumbuhannya cepat,
dapat dibudidayakan pada lahan yang sempit, efisien terhadap pemberian makanan tambahan serta
dapat hidup di lingkungan perairan yang kritis.
Maggot merupakan organisme yang berasal dari telur black soldier yang mengalami metamorfosis
pada fase kedua setelah fase telur dan sebelum fase pupa yang kemudian berubah menjadi lalat
dewasa (Gambar 1). Maggot mengalami beberapa tahapan selama siklus hidupnya, yang diawali
dengan telur yang dihasilkan oleh black soldier, telur menetas menjadi larva, larva berkembang menjadi
pupa, dan menjadi black soldier dewasa.
Hermetia illucens.
Gambar 1. Morfologi Black Soldier (Hermetia
illucens) (Anonim, 2010)
Optimasi pemberian kombinasi maggot dengan pakan buatan ..... (Murni)
346
Maggot (Hermetia Illuscens) mudah dibudidayakan dan mempunyai berbagai keunggulan.
Diantaranya adalah mempunyai kadar proteinnya tinggi sekitar 40% dan kadar lemak 30% sehingga
dapat dimanfaatkan untuk pakan ikan dan unggas.
Maggot larva lalat hijau (Calliphora sp.) merupakan organisme yang berasal dari telur black soldier
(Hermetia illucens) yang dikenal sebagai organisme pembusuk karena kebiasaannya mengkonsumsi
bahan-bahan organik. Syarat bahan yang dapat dijadikan bahan baku pakan yaitu : tidak berbahaya
bagi ikan, tersedia sepanjang waktu, mengandung nutrisi sesuai dengan kebutuhan ikan, dan bahan
tersebut tidak berkompetisi dengan kebutuhan manusia. Berdasarkan persyaratan tersebut, maka
maggot dapat dikombinasikan dengan pakan buatan (pelet). Maggot dapat tumbuh dan berkembang
pada media yang mengandung nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya.
Maggot atau belatung dari black soldier fly atau Hermetia Illuscens dapat mengubah sampah menjadi
protein dan lemak dan mengurangi massa sampah sampai 50% sampai 60% sehingga dapat digunakan
sebagai solusi untuk mengurangi pencemaran limbah organik. Maggot umumnya dikenal sebagai
organisme pembusuk karena kebiasaannya mengkonsumsi bahan-bahan organik. Maggot mengunyah
makanannya dengan mulutnya yang berbentuk seperti pengait (hook). Maggot dapat tumbuh pada
bahan organik yang membusuk di wilayah temperate dan tropis. Maggot dewasa tidak makan, tetapi
hanya membutuhkan air sebab nutrisi hanya diperlukan untuk reproduksi selama fase larva. Hermetia
illucens dalam siklus hidupnya tidak hinggap dalam makanan yang langsung dikonsumsi manusia.
Budidaya maggot dapat dilakukan dengan menggunakan media yang mengandung bahan organik
dan berbasis limbah ataupun hasil sampingan kegiatan agroindustri (Tomberlin, 2009). Penggunaan
maggot sebagai pakan ikan, bisa diberikan dalam dua cara,. yakni langsung (maggot hidup) dan ke
dua tepung maggot sebagai sumber protein pakan menggantikan tepung ikan. Penggunaan pakan
maggot telah dilakukan pada beberapa ikan di BBAT Jambi. Antara lain pada ikan patin, nila merah,
nila hitam, mas, toman, gabus dan arwana. Juga pada beberapa ikan konsumsi lainnya di BBPBAT
Sukabumi dan ikan hias di LR-BIHAT di Depok, Jawa Barat.
Hasilnya cukup sangat memuaskan, misalnya pada ikan patin, substitusi maggot segar dengan
pakan komersial pada ikan patin jambal menunjukan bahwa benih patin jambal yang diberi pakan
substitusi maggot hidup 25% dan pakan komersial 75%, menghasilkan laju pertumbuhan terbaik.
Pada ikan lele, penggunaan maggot segar 70% ditambah pakan komersial 30% akan menghasilkan
laju pertumbuhan terbaik. Substitusi maggot masih bisa ditingkatkan sampai 80% tanpa menurunkan
performan pertumbuhan dan efisiensi pakan. Masalah yang dihadapi dalam membudidayakan ikan
nila adalah tingginya biaya produksi khususnya pakan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk
menekan biaya pakan ikan nila adalah dengan pemberian pakan yang memiliki nilai nutrisi yang
sesuai dengan kebutuhan ikan nila. Upaya lain yang dilakukan yaitu pemberian kombinasi maggot
dengan pakan buatan dalam pakan ikan nila. Maggot memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi
dan baik untuk dijadikan bahan pakan bagi ikan, antara lain kandungan protein 42,1% dan lemak
34,8% (Oliver, 2004). Maggot juga merupakan bahan pakan yang murah dan mudah didapat serta
belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat bahkan masih bersifat sebagai limbah. Hal ini menjadi
dasar pemikiran sehingga kami mencoba melakukan riset tentang optimasi pemberian kombinasi
maggot dengan pelet terhadap pertumbuhan dan sintasan ikan nila hitam, sehingga diharapkan
produksi ikan nila hitam dapat ditingkatkan dan biaya produksi dapat ditekan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh kombinasi maggot dengan pakan buatan,
sehingga menghasilkan pertumbuhan dan sintasan yang optimal terhadap benih ikan nila. anfaat
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembudidaya ikan tentang pakan alternatif
untuk benih ikan nila yang dapat menekan biaya produksi khsusunya pakan, sehingga dapat
meningkatkan produksi dan kualitas benih ikan nila.
METODE PENELITIAN
Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah benih Ikan nila hitam yang berumur ± 3-4 minggu dengan
panjang 3 - 5cm dengan bobot rata-rata ± 4 g/ekor. Padat tebar 20 ekor/m2.
347
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015
Wadah dan Peralatan
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah waring hijau dengan ukuran 1x1x1 meter
sebanyak 9 buah, alat pengukuran parameter kualitas air dan timbangan digital.
Pakan Uji
Jenis pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pakan buatan (pelet) dengan kadar
protein 38 % dan larva maggot umur 2- 4 hari. Pakan maggot dibudidaya sendiri.
Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian meliputi kegiatan antara lain: persiapan, aklimatisasi, penebaran,
selanjutnya pengamatan terhadap efisiensi pakan, laju pertumbuhan, kelangsungan hidup (sintasan)
hewan uji, dan pengukuran kualitas air sebagai data penunjang.
Wadah penelitian yang digunakan terlebih dahulu disiapkan. Kolam dicuci kemudian dikeringkan
selama 2 hari. Sebelum benih ikan nila dimasukkan ke dalam kolam, terlebih dahulu dilakukan
penimbangan bobot tubuh hewan uji dan pengukuran panjang hewan uji dengan menggunakan
timbangan elektrik dan mistar serta mengukur kualitas air sebagai data awal.
Setelah ditebar, ikan uji diadaptasikan terlebih dahulu baik terhadap lingkungan maupun pakan
uji yang diberikan. Adaptasi ini bertujuan agar ikan uji telah benar-benar beradaptasi dengan
lingkungan barunya dan terbiasa dengan pakan uji yang diberikan.
Ikan uji dipelihara selama 60 hari. Selama pemeliharaan berlangsung pakan uji yang diberikan
berupa pelet dengan kadar protein 38% ukuran 1 mm dan larva maggot umur 5-10 hari. Frekuensi
pemberian pakan diberikan 3 kali sehari yaitu pada pukul 07.00, 12.00 dan 17.00 dengan dosis 5%
dari biomassa. Pemberian pakan uji secara adlibitum (sedikit demi sedikit).
Sebagai data penunjang, pada awal dan akhir penelitian dilakukan pengukuran terhadap beberapa
parameter kualitas air yaitu suhu, pH, oksigen terlarut, kadar amoniak. Pengukuran suhu dilakukan
dengan termometer, pH dengan kertas lakmus atau pH meter, oksigen terlarut dengan DO meter dan
amoniak dengan spektrofometer.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan
dan 3 ulangan dengan perlakuan sebagai berikut : perlakuan A = pemberian 75% pakan pelet dan
25% maggot; perlakuan B = pemberian 50% pakan pelet dan 50% maggot; dan perlakuan C =
pemberian 25% pakan pelet dan 75% maggot
Penempatan setiap unit lakukan secara acak (Gazper,1991) seperti terlihat pada Gambar 2.
A2
B1
B3
A1
A3
C3
A1
C2
C1
Gambar 2. Tata letak unit percobaan setelah pengacakan
Optimasi pemberian kombinasi maggot dengan pakan buatan ..... (Murni)
348
Peubah yang Diamati
Pertumbuhan Mutlak
Pertambahan bobot benih diukur dengan menggunakan timbangan elektrik dengan ketelitian
0,01 gram dan dilakukan setiap minggu sampai akhir penelitian. Untuk menghitung laju pertumbuhan
mutlak dilakukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Zonneveld et al. (1991) yaitu:
W = Wt - Wo
di mana:
W = Pertumbuhan Mutlak
Wt = Bobot Individu rata-rata ikan pada akhir penelitian (g)
W o = Bobot Individu rata-rata ikan pada awal penelitian (g)
Laju Pertumbuhan Relatif Harian
Untuk menghitung laju pertumbuhan harian dilakukan dengan menggunakan rumus yang
dikemukakan oleh Zonneveld et al. (1991), yaitu:
SGR =
Wt - W o
x 100%
T
di mana:
SGR= Pertambahan Bobot Individu rata-rata relatif (%)
Wt = Bobot individu rata-rata Ikan pada akhir penelitian (g)
W o = Bobot individu rata-rata ikan pada awal penelitian (g)
T = Lama pemeliharaan (hari)
Sintasan
Untuk menghitung sintasan hewan uji selama penelitian, dilakukan dengan menggunakan rumus
yang dikemukakan oleh Effendi (1997), yaitu
S =
Nt
x 100%
No
di mana:
S = Tingkat sintasan benih (%)
Nt = Jumlah benih yang hidup pada akhir penelitian (ekor)
No = Jumlah benih yang ditebar pada awal penelitian (ekor)
Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan (EP) dianalisis dengan menggunakan rumus Takeuchi (1988) sebagai berikut :
EP =
(B t
+ Bd ) - Bo
x 100%
F
di mana:
EP = Efisiensi pakan (%)
Bt = biomassa mutlak ikan pada akhir percobaan (g)
B 0 = biomassa mutlak ikan pada awal percobaan (g)
Bd = biomassa mutlak yang mati selama penelitian(g)
F = jumlah (bobot) pakan yang dikonsumsi selama penelitian (g)
349
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015
Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap sintasan dan laju pertumbuhan ikan nila, maka
data di analisa dengan menggunakan analisis ragam. Apabila hasilnya berpengaruh terhadap
perubahan yang diukur, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) berdasarkan petunjuk
Sudjana (1992).
HASIL DAN BAHASAN
Pertumbuhan Mutlak
Pertumbuhan mutlak benih Ikan nila tiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata laju pertumbuhan mutlak ikan uji (g)
setiap perlakuan selama penelitian
Ulangan
1
2
3
Total
Rata-rata
A
11,26
12,22
12,98
36,46
12,15
Perlakuan
B
17,18
17,02
18,86
53,06
17,68
C
11,28
10,02
11,98
33,28
11,09
Sumber : Data primer diolah, 2013
Hasil analisis sidik ragam pertumbuhan mutlak benih ikan nila menunjukkan bahwa pemberian
kombinasi pelet dan maggot memberikan pengaruh sangat nyata (F hitung > F tabel 1%) terhadap
pertumbuhan mutlak hewan uji. Sedangkan uji BNT memperlihatkan perlakuan A berpengaruh sangat
nyata terhadap perlakuan B, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan C, sedangkan
perlakuan B berpengaruh sangat nyata dengan perlakuan C.
Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1), memperlihatkan bahwa pertumbuhan yang tertinggi diperoleh
pada perlakuan B (17,68) kemudian perlakuan A (12,15) dan yang terendah perlakuan C (11,09).
Pertumbuhan Relatif
Pertumbuhan relatif benih ikan nila tiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Hasil analisis ragam pertumbuhan relatif benih ikan nila menunjukkan bahwa pemberian kombinasi
pelet dan maggot berpengaruh sangat nyata (F hitung > F tabel 1%) terhadap pertumbuhan relatif
hewan uji. Sedangkan uji BNT memperlihatkan bahwa perlakuan A berpengaruh nyata terhadap
perlakuan B, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan C, sedangkan perlakuan B,
berpengaruh nyata dengan perlakuan C.
Tabel 2. Pertumbuhan relatif ikan nila pada semua
perlakuan selama penelitian
Ulangan
1
2
3
Total
Rata-rata
A (%)
28,15
30,55
32,45
91,15
30,38
Sumber : Data primer diolah, 2013
Perlakuan
B (%)
42,95
42,55
47,15
132,65
44,21
C (%)
28,2
25,05
29,95
83,20
27,73
Optimasi pemberian kombinasi maggot dengan pakan buatan ..... (Murni)
350
Hasil analisis ragam dapat dilihat bahwa pertumbuhan relatif yang terbaik yaitu pada perlakuan
B (44,21%), kemudian perlakuan A (30,38) dan perlakuan C (27,73). Untuk lebih jelasnya maka laju
pertumbuhan benih ikan nila setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada grafik Gambar 3.
Laju pertumbuhan (g)
25
20
15
10
5
0
0
1
2
3
4
Waktu pemeliharaan (minggu)
A
B
C
Gambar 3. Grafik laju pertumbuhan benih ikan nila
Dari hasil analisis ragam pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan relatif memperlihatkan adanya
peningkatan pertumbuhan, ini dapat dilihat dari grafik pertumbuhan yang semakin meningkat, tetapi
terjadi perbedaan peningkatan pertumbuhan antara setiap perlakuan. Hal tersebut diduga karena
perbandingan jumlah kombinasi kedua pakan yang diberikan dimana peningkatan pertumbuhan
tertinggi yaitu pada perlakuan B yang diberi kombinasi pakan buatan 50% dan maggot segar 50%,
kemudian disusul perlakuan A yang diberi kombinasi pakan buatan 75% dan maggot segar 25% dan
peningkatan pertumbuhan terendah pada perlakuan C yang diberi pakan buatan 25% dan maggot
segar 75%.
Dari hasil percobaan yang dilakukan, menunjukkan bahwa penggunaan maggot sebagai kombinasi
pakan buatan untuk ikan nila direkomendasikan hanya sampai 50% saja, karena semakin tinggi jumlah
maggot yang diberikan maka pertumbuhan akan semakin menurun. Hal ini diduga pada perlakuan B
jumlah kombinasi maggot dan pellet seimbang sehingga nutrisi kedua pakan tersebut saling
melengkapi sehingga pertumbuhan optimal, sedangkan perlakuan A kombinasi pakan buatan lebih
banyak dibandingkan maggot sehingga kemungkinan keunggulan dari maggot yaitu memiliki
kandungan nutrisi tinggi terutama kandungan proteinnya.
Sementara pada perlakuan C justru penggunaan kombinasi maggotnya lebih banyak dibanding
pakan buatan akan tetapi laju pertumbuhannya sangat rendah jika dibandingkan perlakuan A dan B,
hal ini diduga bahwa komposisi kombinasi kedua pakan tersebut tidak optimal selain itu diduga
maggot memiliki kandungan khitin yaitu semacam kulit cangkang pada tubuhnya sehingga sangat
sulit untuk dicerna oleh ikan. Hal ini menyebabkan ikan membutuhkan lebih banyak energi untuk
pencernaannya sehingga nutrisi untuk pertumbuhan tidak optimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Priyadi (2008) yang menyatakan bahwa maggot memiliki keunggulan yaitu nilai nutrisi yang tinggi
dan lengkap sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan,
akan tetapi maggot memiliki faktor pembatas (khitin) sehingga pada penggunaannya sebagai subtitusi
pengganti pakan buatan hanya dalam jumlah terbatas.
Pertumbuhan erat kaitannya dengan konsumsi pakan, Pemberian pakan memegang peranan yang
paling tinggi. Kandungan nutrisi yang terkandung dalam pakan dan jumlah dosis yang mencukupi
dan ditunjang kualitas air yang baik menjadi kunci utamanya.
351
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015
Sintasan
Sintasan benih Ikan nila pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Sintasan benih ikan nila pada setiap perlakuan
selama penelitian
Ulangan
1
2
3
Total
Rata-rata
A
100
100
100
300
100
Perlakuan
B
100
100
100
300
100
C
100
100
100
300
100
Sumber : Data primer diolah, 2013
Hasil analisis ragam sintasan benih Ikan nila menunjukkan bahwa pemberian kombinasi pelet
dan maggot segar memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (F hitung < F tabel 5%) terhadap
sintasan hewan uji. Sintasan benih ikan nila selama penelitian adalah 100% pada setiap perlakuan.
Hal tersebut diduga disebabkan karena kombinasi kedua jenis pakan yang diberikan memiliki
kandungan nutrisi yang baik dan lengkap sehingga memenuhi kebutuhan nutrisi benih ikan nila,
waktu dan jumlah pemberian pakan yang teratur dan pengelolaan kualitas air yang terkontrol.
Hal ini diduga karena pakan yang diberikan adalah maggot hidup sehingga tidak menurunkan
kualitas air pada media pemeliharaan. selain itu, pemberian maggot dapat meningkatkan daya tahan
tubuh ikan nila terhadap lingkungan dan serangan penyakit. Hasil penelitian Fahmi & Subamia
(2007) memperlihatkan bahwa kesehatan benih ikan akan lebih baik jika diberi pakan ikan komersial
(60%) dan maggot segar (40%), jumlah sel darah merah, sel darah putih, limposit dan jumlah sel yang
melakukan aktifitas fagosit jauh lebih tinggi pada ikan yang diberi pakan kombinasi pakan komersial
dan maggot segar dibandingkan pada ikan yang hanya diberikan pakan komersial saja.
Effendie (1997) menyatakan bahwa survival rate atau derajat kelangsungan hidup dipengaruhi
oleh faktor biotik yaitu persaingan, parasit, umur, predator, kepadatan dan penanganan manusia,
sedangkan faktor abiotik adalah sifat fisika dan kimia dalam perairan.
Rasio Konversi Pakan
Nilai konversi pakan benih ikan nila untuk setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Nilai konversi pakan benih ikan nila untuk setiap
perlakuan selama penelitian
Ulangan
1
2
3
Total
Rata-rata
A
1,93
2,03
1,93
5,89
1,96
Sumber : Data primer diolah, 2013
Perlakuan
B
1,59
1,65
1,65
4,89
1,63
C
1,88
2,14
1,93
5,95
1,98
Optimasi pemberian kombinasi maggot dengan pakan buatan ..... (Murni)
352
Hasil analisis ragam konversi pakan benih ikan nila menunjukkan bahwa pemberian kombinasi
pelet dan maggot memberikan pengaruh sangat nyata (F hitung > F tabel 1%) terhadap nilai konversi
pakan hewan uji. Sedangkan uji BNT memperlihatkan bahwa perlakuan A sangat nyata berpengaruh
terhadap perlakuan B, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan C sedangkan perlakuan B
berpengaruh nyata terhadap perlakuan C. Hasil analisis ragam tersebut, memperlihatkan bahwa FCR
terbaik terdapat pada perlakuan B (1,63), kemudian perlakuan A (1,96) dan perlakuan C (1,98), pada
perlakuan B memperlihatkan FCR sebesar 1,63 artinya untuk menghasilkan daging ikan 1 kg
membutuhkan 1,63 kg, pakan. sementara perlakuan A membutuhkan pakan 1,96 dan disusul
perlakuan C yang membutuhkan 1,98.
Perbedaan nilai FCR dari tiap perlakuan diduga kuantitas kombinasi dari kedua pakan yang
digunakan berbeda dimana pada perlakuan B diberikan kombinasi pakan buatan (50%) dan maggot
segar (50%) sedangkan pada perlakuan A diberikan kombinasi pakan buatan (75%) dan maggot segar
(25%) dan pada perlakuan C diberikan kombinasi pakan buatan (25%) dan maggot segar (75%) kualitas
kedua jenis pakan yang diberikan sangat baik karena kandungan nutrisinya tinggi dan lengkap. Dari
hasil penelitian ini menunjukkan penggunaan maggot untuk dikombinasikan dengan pakan buatan
yang optimal hanya sampai 50% hal ini dapat dilihat bahwa nilai FCR terbaik yaitu pada perlakuan B
sementara pada perlakuan C yang jumlah kombinasi maggotnya lebih banyak justru menunjukkan
nilai FCR yang lebih tinggi dibanding perlakuan A dan B. dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa
pada perlakuan B nilai konversi pakannya lebih baik jika dibandingkan perlakuan A dan C ini
menunjukkan bahwa pada perlakuan B kombinasi antara pakan buatan dan maggot dapat dikonversi
secara optimal untuk pertumbuhan yang dilihat dari selisih penggunaan pakan dan jumlah berat
daging ikan yang dihasilkan, sementara pada perlakuan A dan C justru nilai konversi pakannya lebih
tinggi ini artinya pemanfaatan pakan tidak optimal sehingga nutrisi dari kombinasi kedua pakan
tersebut tidak dapat dikonfersi untuk pertumbuhan sehingga jumlah pakan yang digunakan lebih
banyak jika dibandingkan berat daging ikan yang dihasilkan.
Menurut Effendie, (1979) besar kecilnya konversi menunjukkan tinggi rendahnya kualitas pakan.
Pakan ikan kualitas baik mempunyai nilai konversi rendah. Sebaliknya, pakan yang kurang baik, nilai
konversinya tinggi. Maggot memiliki kandungan protein 40 – 50%. Seperti yang diketahui bahwa
pakan yang banyak mengandung protein akan menjadi salah satu faktor pemacu pertumbuhan ikan.
Selain itu maggot juga memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi yaitu 34,8%. Lemak memiliki
peranan penting sebagai sumber energi. Sementara pada pakan buatan yang digunakan kandungan
protein mencapai 38% dan memiliki kandungan karbohidrat hingga 30,6%. Lemak dan karbohidrat
yang terkandung dalam pakan buatan dan maggot digunakan sebagai sumber energi, sehingga
protein hanya digunakan untuk proses pertumbuhan. Hal ini sesuai pendapat Peres & Teles, (1999),
bahwa karbohidrat dan lemak dalam pakan dapat mengurangi penggunaan protein sebagai sumber
energi yang dikenal sebagai protein sparing effect. Terjadinya protein sparing effect oleh karbohidrat
dan lemak dapat menurunkan biaya produksi (pakan) dan mengurangi pengeluaran limbah nitrogen
ke lingkungan.
Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan ikan benih ikan nila untuk setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada
Tabel 5.
Hasil analisis ragam efisiensi pakan benih ikan nila menunjukkan bahwa nilai efisiensi pakan dari
perlakuan B (42,85%) lebih baik dari pada perlakuan A (34,73%) dan perlakuan C (34,7%). Besar kecilnya
persentase efisiensi pakan dapat dilihat dari nilai konversi pakan setiap perlakuan, dimana pada
perlakuan B nilai konversi pakannya 1,63 lebih baik dari perlakuan A dimana nilai konversi pakannya
1,96 dan pada perlakuan C nilai konversi pakannya 1,98. Artinya semakin rendah nilai konversi
pakannya berarti nilai efisiensinya akan semakin tinggi.
Sedangkan uji BNT memperlihatkan perlakuan A berpengaruh sangat nyata terhadap perlakuan
B, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan C, sedangkan perlakuan B sangat berpengaruh
nyata dengan perlakuan C. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa dalam budidaya ikan nila
penggunaan maggot 50% memberikan nilai efisiensi pakan yang terbaik dibandingkan hanya diberikan
353
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015
Tabel 5. Efisiensi pakan benih ikan nila selama penelitian
Ulangan
1
2
3
Total
Rata-rata
A (%)
35,64
33,37
35,18
104,19
34,73
Perlakuan
B (%)
42,29
40,69
45,57
128,55
42,85
C (%)
36,55
32,17
35,4
104,12
34,7
Sumber : Data primer diolah, 2013
25% dan 75% maggot. Hal ini dapat dilihat dari nilai konversi pakannya yaitu semakin rendah nilai
konversi pakan maka semakin tinggi kualitas pakan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Watanabe (1988 dalam Hasanah, 2003) bahwa Efisiensi pakan adalah bobot basah daging ikan yang
diperoleh per satuan berat kering pakan yang diberikan. Hal ini sangat berguna untuk membandingkan
nilai pakan yang mendukung pertambahan bobot. Efisien pakan berubah sejalan dengan tingkat
pemberian pakan dan ukuran ikan. Menurut Schmitou (1992 dalam Hasanah, 2003) efisiensi pakan
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kualitas pakan, jumlah pakan, spesies ikan, ukuran
ikan dan kualitas air.
Ikan nila tergolong organisme yang bersifat omnivora tetapi cenderung bersifat herbivora sehingga
dalam budidayanya dapat diberikan pakan yang berasal dari protein hewani maupun nabati. Maka
dari itu, maggot sangat cocok sebagai pakan ikan nila tetapi dengan jumlah tertentu karena memiliki
kadar protein yang tinggi, selain itu maggot juga mengandung lemak yang tinggi sehingga sumber
energi hanya menggunakan lemak dan protein digunakan untuk pertumbuhan saja. Sementara itu,
jika dibandingkan antara kadar protein antara kedua jenis pakan yang digunakan maka maggot
memiliki kandungan protein lebih tinggi. Kelebihan yang dapat dilihat dari pakan buatan yaitu
kadar karbohidratnya tinggi, sementara sumber karbohidrat yang digunakan pada pakan buatan
berasal dari bahan nabati.
Menurut Hadadi et al. (2007) pengaruh positif pemberian kombinasi maggot dan pelet terhadap
pertumbuhan dan efisiensi pakan pada ikan nila, diduga karena kandungan nutrisi yang terdapat
dalam maggot mudah dicerna dan diserap oleh tubuh ikan yang selanjutnya akan berdampak terhadap
cepatnya pertumbuhan dan pakan akan semakin efisien. Kemungkinan lain yaitu semakin lengkapnya
komposisi asam amino esensial antara yang ada dalam pelet dengan maggot sehingga saling sinergi
sehingga berdampak positif terhadap pertumbuhan.
Kualitas Air
Selama penelitian berlangsung dilakukan pula pengukuran beberapa parameter kualitas air yang
meliputi suhu, pH, dan oksigen terlarut. Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Kisaran parameter kualitas air setiap perlakuan selama
penelitian
Parameter
o
Suhu ( C)
pH air
DO (ppm)
A
26 – 31
7 – 7,6
6 – 8,7
Sumber : Data primer diolah, 2012
Perlakuan
B
26 – 30
7 – 7,6
6 – 8,7
C
26 – 31
7 – 7,6
6 – 8,7
Kisaran
toleransi
20 - 30
7 –8
5-6
Optimasi pemberian kombinasi maggot dengan pakan buatan ..... (Murni)
354
Air berperan sangat penting sebagai media hidup bagi ikan, maka dalam budidaya perairan,
kualitas air atau media hidup bagi ikan mutlak diperhatikan demi menjaga kehidupan yang sesuai
bagi ikan budidaya.
Hasil pengukuran suhu selama penelitian adalah 26–31oC, telah sesuai dengan suhu yang optimal
bagi pertumbuhan benih ikan nila, seperti yang dijelaskan oleh Cahyono (2009), bahwa suhu air
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan ikan. Ikan nila dapat hidup pada suhu air
berkisar antara 20–30 oC. Suhu air yang sesuai akan meningkatkan aktivitas makan ikan, sehingga
menjadikan ikan nila cepat tumbuh.
Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah
larutan tersebut bersifat asam atau basa. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada
umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5 (Barus, 2002). Kisaran pH yang terukur selama penelitian
berkisar 7–7,6, merupakan pH yang optimal bagi ikan nila. Sebagaimana dinyatakan oleh Khairuman
et al. (2008), umumnya ikan nila dapat hidup di perairan dengan pH berkisar antara 6,5-8.
Oksigen merupakan satu parameter yang sangat penting bagi seluruh organisme dalam
kehidupannya, kadar oksigen terlarut selama penelitian 6 ppm – 8,7 ppm menunjukkan kadar yang
layak bagi pertumbuhan ikan nila, dimana oksigen sangat diperlukan untuk pernapasan dan
metabolisme ikan. Kandungan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ikan dapat menyebabkan
penurunan daya hidup ikan yang mencakup seluruh aktivitas ikan, seperti berenang, pertumbuhan
dan reproduksi. Kandungan oksigen terlarut dalam air yang ideal untuk kehidupan dan pertumbuhan
ikan nila adalah 5-6 ppm (Cahyono, 2009).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Pemberian kombinasi pakan buatan (pelet) 50% dan maggot 50% memberikan hasil sintasan,
pertumbuhan, FCR dan efisiensi pakan yang baik.
2. Maggot (Hermetia illucens) layak dijadikan pakan alternatif pada usaha budidaya ikan nila.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan dalam usaha budidaya ikan nila, sebaiknya menggunakan
pakan tambahan maggot (Hermetia illucens) sebagai pakan alternatif sehingga penggunaan pakan
komersil dapat dikurangi sehingga biaya produksi khususnya biaya pembelian pakan dapat dikurangi.
DAFTAR ACUAN
Anonim. (2010. Maggot Pakan Alternatif. Diakses dari (http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id/
index.php?option=com_content&view=article&id=113:maggot-pakanalternatif&catid=117:berita&Itemid=126)
Boyd, C.E. (1982). Water Quality Management for Pond Fish Culture. ElsevierScientific Publishing
Company, Amsterdam the Netherland.
Britz, P.J., &. Hecht, T. (1987). Temperature Preference and optimum Temperature for Growth of African
Sharptooth Catfish (Clarias gariepinus) Larvae and Postlarvae. Aquaculture, 63: 203-214.
Barus, T.A. (2002). Pengantar Limnologi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Cho, C.Y., Cowey C.B., & Watanabe, T. (1985). Finfish nutrition in asia: methodological approaches to
research and development. IDRC, Ottawa, 154 pp.
Chuapoehuk, W. (1987). Protein requirement of walking catfish, Clarias batrachus (Linnaeus) fry.
Aquaculture, 63 : 215-219
Djarijah, S. (1995). Nila Merah. Pemberian dan Pembesaran Secara Intensif. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Diener, S. (2007). Conversion of Organic Refuse by Saprophages. Eawag: Swiss Federal Institute of
Aquatic Science and Technology. Costa Rica p.1. DMSI. 2009. Kebutuhan Riset Kelapa Sawit di
Indonesia. Dewan Minyak Sawit Indonesia
355
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015
Effendi, M.I. (1979). Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Effendi, M.I. (1997). Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. 188 hal.
Effendi, M.I. (2004). Pengantar Akuakultur. PT.Penebar Swadaya, Jakarta.
Fahmi, M.R., & Subamia, I.W. (2007). Prospek maggot untuk peningkatan pertumbuhan dan status
kesehatan ikan. Instalasi Ikan Hias Air Tawar, Depok. 13 hal.
Gustav, F. (1988). Pengaruh Tingkat Kepadatan Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih
Ikan Nila dalam Sistem Resirkulasi. Skripsi, Jurusan Budidaya Perairan, Fak. Perikanan IPB. Bogor.
Gasper, E.V. (1991). Metode Perancangan Percobaan. Amrioo. Jakarta.
Gusrina. (2008). Budidaya Ikan. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Hastings, W.H. (1976). Fish nutrition and fish feed manufacture, Rep. From FAO, FIR: AQ/Conf?76?R,
73. Rome, Italy. 13 p.
Hepher, B. (1978). Ecological Aspects of Warm-Water Fishpond Management. Hal 447-468. Dalam
Geeking. S. D. (Ed). Ecology of Freshwater Fish Production. New York.
Halver, J.E. (1989). Fish nutrition. Academic Press, Inc. California. 113-149p
Harianti. (1989). Prinsip-prinsip budidaya ikan. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. 336 hlm.
Huet, M. (1994). Textbook of Fish Culture: Breeding and Cultivation of Fish. Two edition. Fishing
News Books Ltd. London.
Hadadi, A., Herry, Setyorini, Surahman A., & Ridwan E. (2007). Pemanfaatan Limbah Sawit untuk
Pakan Ikan.
Mudjiman, A. (1998). Makanan Ikan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
NRC. (1983). Nutrient requirement of warmwater fishes dan shellfishes (Rev. Ed.). Acad. Press.
Washington DC. 86pp.
Oliver, P.A. (2004). The Bio-Conversion of Putrescent Wastes. ESR LLC. Washington. P. 1-90
Pillay, T.V.R. (1990). Aquaculture, Principles and Practices. Fishing News Books, Oxford, London,
Edinburgh, Cambridge, Victoria.
Peres, H., & Teles, A.O. (1999). Effect of Dietary Lipid Level On Growth Performance and Feed Utilization
By European Sea Bass Juvenil (Dicentrarchus labrax). Aquaculture, 179 : 325-334.
Priyadi, A., Azwar, Z. I., Subamia, I.W., & Hem S. (2008). Pemanfaatan Maggot Sebagai Pengganti
Tepung Ikan Dalam Pakan Buatan Untuk Benih Ikan Balashark (Balanthiocheilus Melanopterus Bleeker).
Rahardjo, M.F., & Muniarti. (1984). Anatomi beberapa jenis Ikan ekonomis penting di Indonesia.Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
Sudjana, M. (1992). Metode Statistik. Tarsito. Bandung.
Sheppard, D.C., & Newton, G.L. (1999). Valuable by-products of a manure management system using
the black soldier ßy - a literature review with some current results. Proceedings, 8th International
Symposium - Animal, Agricultural and Food Processing Wastes, 9Ð11 Octoer 2000. Des Moines,
IA. American Society of Agricultural Engineering, St. Joseph, MI.
Songbesan, O.A., Ajuau, N.D., Ugwumba, A.A.A., & Madu C.T. (2005) Cost benefits of maggot meal as
supplemented feed in the diets of @&Hererobranchus longifilis x B&Clarias gariepinus (Pisces
Clariidae) hybrid fingerlings in outdoor concrete tan Joumal of Industrial and Scientific Research,
3; 51-55
Safitri (2007). Pengaruh Pengaruh Substitusi Tepung Ikan Oleh Tepung Belatung Terhadap Pertmbuhan
Benih Nila (Oreochromis niloticus) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Panjadjaran,
Jatinangor, Bandung.
Sugianto, D. (2007). Pengaruh Tingkat Pemberian Maggot Terhadap Pertumbuhan dan Efisiensi
Pemberian Pakan Benih Ikan Gurame (Osphronemus gouramy). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Takeuchi, T. (1988). Laboratory work, Chemical Evaluation of Dietary Nutriens. P. 179-288. In T.
Watanabe (Ed). Fish Nutrition and Mariculture. JICA Texbook, the General Aquaculture Cource.
Watanabe, T. (1988). Fish Nutrition and Mariculture. JICA Text Book. The General Aquculture Course.
Department of Aquatic Bioscince, Tokyo University of Fisheries. Tokyo.
Download