Sejarah Tuhan perintah Musa kepada orang-orang Israel, "Sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya. "34 Ketika menyebut kembali Shema pada masa sekarang, orang Yahudi memberinya interpretasi monoteistik: Yahweh Allah kami yang Satu dan unik. Tradisi Deuteronomis belum lagi mencapai perspektif ini. "Yahweh ehad" tidak berarti Allah itu Esa, melainkan bahwa Yahweh adalah satu-satunya allah yang diizinkan untuk disembah. Tuhan-tuhan lain masih merupakan sebuah ancaman: pemujaan mereka sangat atraktif dan bisa memalingkan orang Israel dari Yahweh, Tuhan yang pencemburu. Jika mereka mematuhi hukumhukum Yahweh, dia akan memberkati mereka dan menganugerahkan kesejahteraan, tetapi jika mereka berkhianat, akibatnya akan sangat merusak: TUHAN akan menyerakkan engkau ke antara segala bangsa dari ujung bumi ke ujung bumi; di sanalah engkau akan beribadah kepada allah lain yang tidak dikenal olehmu ataupun oleh nenek moyangmu, yakni kepada kayu dan batu .... Hidupmu akan terkatung-katung .... Pada waktu pagi engkau akan berkata: Ah, kalau malam sekarang! Dan pada waktu malam engkau akan berkata: Ah kalau pagi sekarang! Karena kejut memenuhi hatimu, dan karena apa yang dilihat matamu.35 Ketika Raja Yosia dan rakyatnya mendengar ini di akhir abad ketujuh, mereka sedang menghadapi sebuah ancaman politik baru. Mereka telah berhasil menahan serangan tentara Asyur dan dengan demikian telah terhindar dari nasib seperti sepuluh suku utara, yang harus memikul hukuman yang digambarkan oleh Musa. Akan tetapi, pada 606 SM, Raja Nabupolasar dari Babilonia akan menghancurkan Asyur dan mulai membangun kerajaannya sendiri. Dalam iklim yang sangat tidak aman ini, kebijakan Kitab Ulangan memberi pengaruh besar. Bukannya mematuhi perintah-perintah Yahweh, dua raja terakhir Israel secara sengaja justru mencumbui bencana. Yosia segera memulai sebuah pembaruan, bertindak dengan semangat yang patut diteladani. Semua gambaran, berhala, dan simbol-simbol kesuburan dicampakkan keluar Kuil dan dibakar. Yosia juga meruntuhkan patung besar Asyera dan menghancurkan kamarkamar pelacur Kuil, yang menenun pakaian untuk Asyera di sana. Semua tempat suci kuno di negeri itu, yang telah menjadi pusat 88 Tuhan yang Satu paganisme, dihancurkan. Sejak saat itu para rahib hanya diizinkan melakukan upacara kurban untuk Yahweh di Kuil Yerusalem yang telah disucikan. Para penulis tawarikh, yang merekam pembaruan Yosia sekitar 300 tahun kemudian, memberikan deskripsi yang lugas: Mezbah-mezbah para Baal dirobohkan di hadapannya [Yosia]; ia menghancurkan pedupaan-pedupaan yang ada di atasnya; ia meremukkan dan menghancurluluhkan tiang-tiang suci berhala, patung-patung pahatan dan patung-patung tuangan, dan menghamburkannya ke atas kuburan orang-orang yang mempersembahkan kurban kepada berhalaberhala itu. Tulang-tulang para imam dibakarnya di atas mezbah-mezbah mereka. Demikianlah ia mentahrirkan Yehuda dan Yerusalem. Juga di kota-kota Manasye, Efraim dan Simeon, sampai di kota-kota Naftali, yang di mana-mana telah menjadi reruntuhan, ia merobohkan segala mezbah dan tiang berhala, meremukkan segala patung pahatan serta menghancurkan semua pedupaan di seluruh tanah Israel.* Ini jauh dari kekhidmatan penerimaan Buddha atas dewa-dewa yang dia rasa tidak diinginkannya lagi. Penghancuran habis-habisan ini tumbuh dari kebencian yang berakar dari rasa cemas dan takut yang terpendam. Para pembaru telah menulis ulang sejarah Israel. Kitab-kitab sejarah Yosua, Hakim-hakim, Samuel, dan Raja-raja direvisi sesuai dengan ideologi baru dan, kemudian, para editor Pentateukh menambahkan bagian-bagian yang memberi tafsiran Deuteronomis atas mitos Pembebasan kepada narasi J dan E yang lebih tua. Yahweh kini adalah perancang perang suci pemusnahan di Kanaan. Orang Israel diberi tahu bahwa pribumi Kanaan tidak akan berdiam di negeri mereka,37 sebuah kebijakan yang oleh Yosua diimplementasikan melalui cara yang betul-betul tidak suci: Pada waktu itu Yosua datang dan melenyapkan orang Enak dari pegunungan, dari Hebron, Debir, dan Anab, dari seluruh pengunungan Yehuda dan dari seluruh pegunungan Israel. Mereka dan kota-kota mereka ditumpas oleh Yosua. Tidak ada lagi orang Enak ditinggalkan hidup di negeri orang Israel; hanya di Gaza, di Gat, dan di Asdod masih ada yang tertinggal.38 Sebenarnya kita tidak tahu apa-apa tentang penaklukan Kanaan oleh Yosua dan Hakim-hakim, meski tak diragukan bahwa banyak darah yang telah ditumpahkan. Akan tetapi, sekarang pertumpahan 89 Sejarah Tuhan darah itu telah diberi alasan religius. Bahaya dari teologi keterpilihan semacam itu, yang tidak dibenarkan dalam perspektif transenden seorang Yesaya, diperlihatkan dengan jelas dalam peperangan suci yang telah mencoreng sejarah monoteisme. Alih-alih menjadikan Tuhan sebagai simbol untuk menantang prasangka kita dan memaksa kita untuk berkontemplasi tentang kekurangan din sendiri, teologi itu bisa digunakan untuk menguatkan kebencian egoistik kita dan membuatnya menjadi absolut. Teologi ini menggambarkan Tuhan berperilaku persis seperti kita, seakan-akan dia hanyalah seorang manusia lain. Tuhan semacam itu tampaknya akan lebih menarik dan populer daripada Tuhannya Amos dan Yesaya, yang menuntut kritik diri yang keras. Orang Yahudi acap dikritik atas kepercayaan bahwa mereka adalah Umat Pilihan, namun para pengkritik melakukan kesalahan yang sama melalui penyangkalan yang menghasut kebencian terhadap penyembahan berhala di masa biblikal. Ketiga agama monoteistik telah mengembangkan teologi keterpilihan yang mirip pada periode-periode berbeda dalam sejarah mereka, kadang dengan akibat yang lebih parah daripada yang dibayangkan dalam kitab Yosua. Orang Kristen Barat khususnya agak terlalu yakin bahwa mereka adalah umat pilihan Tuhan. Selama abad kesebelas dan kedua belas, Pasukan Salib mencari alasan untuk membenarkan perang suci mereka melawan Yahudi dan Muslim dengan menyebut diri sebagai Umat Pilihan baru, yang mengambil alih tugas yang telah gagal dijalankan oleh Yahudi. Teologi keterpilihan kaum Calvinis telah banyak berperan dalam mendorong orang Amerika untuk mempercayai bahwa mereka sebangsa dengan Tuhan. Seperti dalam Kerajaan Yehudanya Yosia, kepercayaan semacam itu cenderung tumbuh pada masa kerawanan politik ketika orang-orang dihantui ketakutan akan kehancuran mereka sendiri. Mungkin karena alasan ini, kepercayaan itu tampak mendapatkan nyawa baru dalam berbagai bentuk fundamentalisme yang lazim di kalangan Yahudi, Kristen, dan Muslim pada saat tulisan ini dibuat. Tuhan yang personal seperti Yahweh dapat dimanipulasi untuk menegaskan dirinya yang terkepung dengan cara ini, sedangkan tuhan yang impersonal seperti Brahman tidak dapat melakukan hal itu. Kita mesti mencatat bahwa tidak semua orang Israel memegang Deuteronomisme pada masa-masa yang menggiring ke penghancuran Yerusalem oleh Nebukadnezar pada 587 SM dan pengusiran orang 90