Ikatan Koordinasi (Kovalen Dativ) Kata Kunci: ikatan koordinasi, ikatan kovalen Ditulis oleh Jim Clark pada 08-10-2007 Halaman ini menjelaskan apa yang dimaksud dengan ikatan koordinasi (juga disebut dengan kovalen dativ). Kamu membutuhkan pemahaman yang baik tentang ikatan kovalen sederhana sebelum kamu memulainya Ikatan Koordinasi (kovalen dativ) Ikatan kovalen terbentuk melalui dua atom yang saling membagikan (sharing) pasangan elektron. Atom berikatan satu sama lain karena pasangan elektron ditarik oleh kedua inti atom. Pada pembentukan ikatan kovalen yang sederhana, tiap atom mensuplai satu elektron pada ikatan – tetapi hal itu tidak terjadi pada kasus disini. Ikatan koordiansi (biasa juga disebut dengan ikatan kovalen dativ) adalah ikatan kovalen (penggunaan bersama pasangan elektron) yang mana kedua elektron berasal dari satu atom. Untuk memudahkan halaman ini, kita akan menggunakan istilah ikatan koordinasi ? tetapi jika kamu lebih menyukai untuk mengebutnya dengan ikatan kovalen dativ, itu bukanlah suatu masalah! Reaksi antara amonia dan hidrogen klorida Jika kedua gas tak berwarna tersebut dicampurkan, maka akan terbentuk padatan berwarna putih seperti asap amonium klorida. Ion amonium, NH4+, terbentuk melalui transfer ion hidrogen dari hidrogen klorida ke pasangan elektron mandiri pada molekul amonia. Ketika ion amonium, NH4+, terbentuk, empat hidrogen ditarik melalui ikatan kovalen dativ, karena hanya inti hidrogen yang ditransferkan dari klor ke nitrogen. Elektron kepunyaan hidrogen tertinggal pada klor untuk membentuk ion klorida negatif. Sekali saja ion amonium terbentuk hal ini menjadikannya tidak mungkin untuk membedakan antara kovalen dativ dengan ikatan kovalen biasa. Meskipun elektron ditunjukkan secara berlainan pada diagram, pada kenyataannya tidak ada perbedaan diantara keduanya. Penggambaran ikatan koordinasi Pada diagram yang sederhana, ikatan koordinasi ditunjukkan oleh tanda panah. Arah panah berasal dari atom yang mendonasikan pasangan elektron mandiri menuju atom yang menerimanya. Proses pelarutan hidrogen klorida di air untuk membuat asam hidroklorida Terjadi sesuatu hal yang mirip. Ion hidrogen (H+) ditransferkan dari klor ke salah satu pasangan elektron mandiri pada atom oksigen. Ion H3O+ sering kali disebut dengan ion hidroksonium, ion hidronium atau ion oksonium. Pada pelajaran pengantar kimia, meskipun kamu berbicara tentang ion hidrogen (sebagai contoh pada asam), kamu sesungguhnaya membicarakan mengenai ion hidroksonium. Ion hidrogen secara sederhana adalah sebuah proton, dan terlalu reaktif untuk eksis dalam bentuk yang sebenarnya pada tabung reaksi. Jika kamu menuliskan ion hidrogen dengan H+(aq), "(aq)" menunjukkan molekul air yang mana ion hidrogen tertarik pada molekul air tersebut. Ketika ion hidrogen bereaksi dengan sesuatu (alkali, misalnya), secara sederhana ion hidrogen menjadi terlepas dari molekul air lagi. Catatan bahwa sekali saja ikatan koordinasi terbentuk, semua atom hidrogen yang menempel pada oksigen semuanya sepadan. Ketika ion hidrogen diuraikan kembali, ion hidrogen dapat menjadi yang tiga. Reaksi antara amonia dan boron trifluorida, BF3 Jika sebelumnya kamu membaca halaman sebelumnya mengenai ikatan kovalen, kamu dapat mengingat bahwa boron trifluorida merupakan suatu senyawa yang tidak memiliki struktur gas mulia di sekeliling atom boronnya. Boron hanya mempunyai 3 pasangan elektron pada tingkat ikatannya, sedangkan boron sendiri memiliki ruangan untuk ditempati 4 pasang elektron. BF3 digambarkan sebagai molekul yang kekurangan elektron. Pasangan elektron mandiri pada nitrogen dari molekul amonia dapat digunakan untuk menanggulangi kekurangan ini, dan senyawa yang terbentuk melibatkan ikatan koordinasi. Penggunaan garis untuk menunjukkan ikatan, hal ini dapat digambarkan dengan lebih sederhana sebagai: Diagram yang kedua menunjukkan cara lain yang dapat kamu gunakan untuk menggambarkan ikatan koordinasi. Ujung nitrogen pada ikatan menjadi positif karena pasangan elektron bergerak menjauh dari nitrogen menuju ke arah boron ? yang karena itu menjadi negatif. Kita tidak akan menggunakan metode ini lagi ? metode ini lebih membingungkan dibandingkan dengan metode yang hanya menggunakan tanda panah. Struktur alumunium klorida Alumunium klorida menyublim (berubah dari keadaan padat menjadi gas) pada suhu sekitar 180°C. Jika senyawa ini mengandung ion maka senyawa ini akan memiliki titik leleh dan titik didih yang tinggi karena dayatarik yang kuat antara ion positif dengan ion negatif. Akibat hal ini ketika alumunium klorida menyublim pada temperatur yang relatif rendah, maka harus kovalen. Diagram titik-silang menunjukkan elektron terluar saja. AlCl3, seperti BF3, merupakan molekul yang kekurangan elektron. Keduanya mirip, karena alumunium dan boron terletak pada golongan yang sama pada tabel periodik, sama halnya juga dengan fluor dan klor. Pengukuran massa atom relatif rumus alumunium klorida menunjukkan bahwa rumus alumunium klorida dalam bentuk uap pada temperatur sublimasi bukan AlCl3, melainkan Al2Cl6. Alumuniun klorida eksis sebagai dimer (dua molekul bergabung menjadi satu). Ikatan antara dua molekul ini merupakan ikatan koordinasi, penggunaan pasangan elektron mandiri pada atom klor. Tiap-tiap atom klor memiliki tiga pasangan elektron mandiri, akan tetapi hanya dua yang penting saja yang ditunjukkan pada diagram. Energi dilepaskan ketika dua ikatan koordinasi terbentuk, dan karena itu dimer lebih stabil dibandingkan dua molekul AlCl3 yang terpisah. Ikatan pada ion logan yang terhidrasi Molekul air ditarik dengan kuat ke arah ion dalam larutan – molekul air berkelompok di sekeliling ion positif atau ion negatif. Pada banyak kasus, dayatarik yang terjadi sangat besar yang mana terjadi pembentukan ikatan formal, dan ini hampir selalu benar pada semua ion logam positif. Ion dengan molekul air yang tertarik dinyatakan sebagai ion terhidrasi. Meskipun alumunium klorida kovalen, ketika alumunium klorida dilarutkan dalam air, dapat terbentuk ion. Ikatan enam molekul air pada alumunium menghasilkan sebuah ion dengan rumus kimia Al(H2O)63+. Ion ini disebut ion heksaaquoalumunium – yang diterjemahkan sebagai enam ("hexa") molekul air (“aquoâ€) yang membungkus ion aluminium. Ikatan yang terjadi disini (dan juga ion yang sejenis yang terbentuk dari sebagian besar logam yang lain) adalah koordinasi (kovalen dativ) dengan menggunakan pasangan elektron mandiri pada molekul air. Aluminium adalah 1s22s22p63s23px1. Ketika terbentuk ion Al3+ alumunium kehilangan elektron pada tingkat ketiga menghasilkan 1s22s22p6. Hal tersebut berarti bahwa semua orbital tingkat-3 sekarang menjadi kosong. Alumunium mereorganisasi (hibridisasi) enam orbital (3s, tiga 3p, dan dua 3d) untuk menghasilkan enam orbital baru yang semuanya memiliki energi yang sama. Keenam orbital hibrida tersebut menerima pasangan elektron mandiri dari enam molekul air. Kamu mungkin heran kenapa alumunium memilih untuk menggunakan enam orbital dibandingkan empat atau delapan atau berapapun. Enam merupakan angka maksimal bagi molekul air yang memungkinkan untuk tepat mengelilingi ion alumunium (dan juga kebanyakan ion logan). Dengan membentuk jumlah ikatan maksimal, kondisi ini melepaskan paling banyak energi dan karena itu menjadikan paling stabil secara energetik. . Hanya satu pasangan elektron mandiri yang ditunjukkan pada tiap molekul. Pasangan elektron mandiri yang lain terletak menjauh dari alumunium dan karena itu tidak terlibat dalam ikatan. Ion yang dihasilkan terlihat seperti ini: Karena pergerakan elektron mengarah ke tengah ion, muatan 3+ tidak lagi berlokasi sepenuhnya pada alumunium, tetapi sekarang melebar meliputi keseluruhan ion. Dua molekul lebih Karbon monoksida, CO Karbon monoksida dapat diperhatikan sebagai molekul yang memiliki dua ikatan kovalen biasa antara karbon dan oksigen ditambah ikatan koordinasi dengan menggunakan pasangan elektron mandiri pada atom oksigen. Asam nitrat, HNO3 Pada kasus ini, satu atom oksigen dapat tertarik pada nitrogen melalui ikatan koordinasi dengan menggunakan pasangan elektron mandiri pada atom nitrogen. Pada faktanya struktur seperti ini menyesatkan karena memberikan kesan bahwa dua atom oksigen pada bagian sebelah kanan diagram bergabung ke atom nitrogen dengan cara yang berbeda. Kedua ikatan merupakan ikatan yang identik pada panjang dan kekuatannya, dan karena itu penata-ulangan elektron harus identik. Tidak ada cara untuk menunjukan hal ini dengan mengunakan gambar titik-silang. Ikatan mengalami delokalisasi. Batasan Pengertian Kimia Koordinasi : Bagian dari Ilmu Kimia yang mempelajari senyawa- senyawa koordinasi. Senyawa koordinasi/senyawa kompleks : Senyawa yang terbentuk melalui ikatan koordinasi (ikatan kovalen koordinasi) antara ion/atom pusat dengan ligan (gugus pelindung). Disebut juga sebagai senyawa kompleks karena sulit dipahami (pada awal penemuannya) Ikatan kovalen koordinasi : Ikatan kovalen (terdapat pasangan elektron yang digunakan bersama) di mana pasangan elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom. Ikatan koordinasi bisa terdapat pada kation atau anion senyawa tersebut. Ion/atom pusat : Ion/atom bagian dari senyawa koordinasi yang berada di pusat (bagian tengah) sebagai penerima pasangan elektron (Asam Lewis), umumnya berupa logam (terutama logam-logam transisi). Ligan (gugus pelindung) : atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang berada di bagian luar sebagai pemberi pasangan elektron (Basa Lewis). Banyak materi penting yang merupakan senyawa kompleks, misalnya : klorofil, hemoglobin, vitamin B12, Katalis Ziegler – Nata, tinta cina, dll Beberapa contoh fenomena yang terkait dengan eksistensi senyawa kompleks adalah : • · Ag(aq)+ + Cl(aq)- ↔ AgCl(s)putih (1) AgCl(s)putih + 2 NH3(g) ↔ [Ag(NH3)2] (aq)+ + Cl(aq)- (2) Keterangan : Jika ke dalam larutan yang mengandung Ag+ ditambahkan Cl- maka akan terbentuk endapan putih AgCl. Jika ke dalam endapan tersebut ditambahkan NH3 maka endapan larut membentuk ion kompleks [Ag(NH3)2]+ . Jika selanjutnya ditambahkan larutan HNO3, maka endapan putih akan terbentuk kembali. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pergeseran kesetimbangan pada reaksi (2) ke arah kiri. Kesetimbangan bergeser ke kiri karena terjadi pengurangan NH3 membentuk NH4+. • Pembentukan ion kompleks seringkali disertai dengan timbulnya warna tertentu pada larutan, misalnya pada penggunaan tinta rahasia. Tulisan yang dibuat dengan tinta tersebut hanya dapat dilihat jika kertas dipanaskan. Pada suhu kamar tulisan akan kembali tak kasat mata. Hal ini terkait dengan perubahan warna yang menyertai pembentukan senyawa kompleks seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut : 2 [Co(H2O)6]Cl2 ↔ Co[CoCl4] + 12 H2O merah jambu biru (jika encer : transparan) I.2 Sejarah Penemuan • Senyawa kompleks pertama kali ditemukan oleh Tassert (1798), yaitu CoCl3.6NH3. Senyawa tersebut dianggap aneh karena terbentuk oleh 2 senyawa stabil yang masing-masing valensinya sudah jenuh. Hal ini baru bisa dipahami setelah waktu berlalu sekitar 100 tahun. Selama waktu tersebut banyak senyawa kompleks telah dibuat dan dikaji sifat-sifatnya, misalnya : Kompleks Rumus Kimia (sekarang) Cr(SCN)2.NH4SCN.2NH3 NH4[Cr (NH3)2(NCS)4] PtCl2.2NH3 [Pt(NH3)4][PtCl4] Co(NO2)3.KNO2.2NH3 K[Co(NH3)2(NO2)4] PtCl2.KCl.C2H4 K[Pt(C2H4)Cl3] • Banyak senyawa kompleks memperlihatkan warna yang khas, oleh karena itu warna pernah dijadikan dasar dalam pemberian nama senyawa kompleks, misalnya : Kompleks warna Nama CoCl3.6NH3 Kuning Luteocobaltic chloride CoCl3.5NH3 Ungu/merah lembanyung (purple) Purpureocobaltic chloride CoCl3.4NH3 Hijau Praseocobaltic chloride CoCl3.4NH3 Lembayung (violet) Violeocobaltic chloride CoCl3.5NH3.H2O Merah Roseocobaltic chloride IrCl3.6NH3*) Putih Luteoiridium chloride *) Bukan karena bewarna kuning, melainkan karena mengikat 6 molekul NH3 • Kompleks kloroamin kobal(III) [demikian juga Cr(III)] tidak hanya memperlihatkan perbedaan warna, melainkan juga perbedaan reaktivitas Cl yang terdapat dalam molekul-molekul tersebut. Misalnya, jika ke dalamnya ditambahkan larutan AgNO3, maka jumah ion yang terendap sebagai AgCl bervariasi seperti ditunjukkan pada tabel berikut : Kompleks Jumlah Cl- terendap Rumus Kimia (sekarang) CoCl3.6NH3 3 [Co(NH3)6]Cl3 CoCl3.5NH3 2 [Co(NH3)5Cl]Cl2 CoCl3.4NH3 1 [Co(NH3)4Cl2]Cl IrCl3.3NH3 0 [Ir(NH3)3Cl3] Hal tersebut menunjukkan bahwa pada CoCl3.6NH3 dan IrCl3.3NH3 semua atom Cl identik, akan tetapi pada CoCl3.5NH3 dan CoCl3.4NH3 terdapat perbedaan di antara atom-atom Cl (terdapat 2 jenis). • Data konduktivitas molar larutan dapat dimanfaatkan untuk memprediksikan jumah ion yang dihasilkan oleh tiap 1 molekul solut sebagaimana ditunjuukan pada tabel berikut : Kompleks Konduktivitas molar (ohm-1) Jumlah ion terindikasi Rumus Kimia (sekarang) PtCl4.6NH3 523 5 [Pt(NH3)6]Cl4 PtCl4.5NH3 404 4 [Pt(NH3)5Cl]Cl3 PtCl4.4NH3 229 3 [Pt(NH3)6Cl2]Cl2 PtCl4.3NH3 97 2 [Pt(NH3)3Cl3]Cl PtCl4.2NH3 0 0 [Pt(NH3)2Cl4] PtCl4.NH3.KCl 109 2 K[Pt(NH3)Cl5] PtCl4.2KCl 256 3 K2[Pt(NH3)6Cl6] • Senyawa-senyawa tertentu dengan komposisi kimia yang sama memiliki warna yang berbeda, misalnya CoCl3.4NH3 ada yang bewarna hijau dan ada yang bewarna lembayung. Ada kalanya yang berbeda bukan warnanya, akan tetapi sifat-sifat yang lain. Misalnya α-PtCl4.2NH3 dan βPtCl4.2NH3 memiliki warna yang sama (krem), akan tetapi berbeda dalam kelarutan dan reaktifitas kimianya. I.3 Teori Rantai (Bomstrand-Jorgenson), 1869 Terilhami oleh konsep teravalensi karbon dan pembentukan rantai karbon dalam senyawa organik. Ditinjau kompleks kloroamin kobal : CoCl3.6NH3 : • • • Unsur hanya memiliki 1 macam valensi, jadi Co(III) hanya dapat membentuk 3 ikatan dalam senyawa kompleks Cl dapat terikat langsung pada Co atau dengan perantara NH3. Cl yang terikat langsung oleh Co tak teruon dan tak dapat diendapkan, sedang yang terikat melalui perantara NH3 dapat terion dan dapat diendapkan dengan penambahan Ag+. NH3 dapat membentuk rantai (seperti C dalam senyawa karbon). Berdasarkan asumsi tersebut maka struktur CoCl3.6NH3, CoCl3.5NH3, CoCl3.4NH3, dan CoCl3.3NH3 masing-masing adalah sbb: NH3 – Cl CoCl3.6NH3 : Co – NH3 – NH3 – NH3 – NH3 – Cl NH3 – Cl Cl CoCl3.5NH3 : Co – NH3 – NH3 – NH3 – NH3 – Cl NH3 – Cl Cl CoCl3.4NH3 : Co – NH3 – NH3 – NH3 – NH3 – Cl Cl Cl CoCl3.4NH3 : Co – NH3 – NH3 – NH3 – Cl ( ? ? ?) Cl I.4 Teori Koordinasi (Alfred Werner), 1893 3 postulat Werner adalah : 1. Unsur logam memiliki 2 macam valensi, yaitu valensi primer dan valensi sekunder (dalam istilah sekarang masing-masing disebut bilangan oksidasi dan bilangan koordinasi). 2. Setiap unsur cenderung memenuhi valensi primer maupun valensi sekundernya. 3. Valensi sekunder diarahkan kepada posisi tertentu dalam ruangan. Berdasarkan 3 postulat tersebut maka struktur CoCl3.6NH3, CoCl3.5NH3, CoCl3.4NH3, dan CoCl3.3NH3 masing-masing adalah sbb: Cl NH3 NH3 NH3 CoCl3.6NH3 : Cl —————-Co Rumus kimia : [Co(NH3)6]Cl3 Cl —————-Co Rumus kimia : [Co(NH3)5Cl]Cl2 NH3 NH3 NH3 Cl Cl NH3 NH3 CoCl3.5NH3 : NH3 NH3 NH3 Cl Cl NH3 NH3 CoCl3.4NH3 Cl —————-Co Rumus kimia : [Co(NH3)4Cl2]Cl NH3 Cl NH3 Cl NH3 NH3 CoCl3.4NH3 : Co Rumus kimia : [Co(NH3)3Cl3] Cl Cl NH3 I.5 Tatanama 1. Urutan ion : kation disebut lebih dulu sebelum anion 2. Dalam hal kompleks nonionik, ditulis dalam satu kata 3. Nama ligan : Ligan netral → sesuai dengan namanya, kecuali : H2O (akuo), NH3 (ammin), NO (nitrosil), CO (karbonil). Ligan anion → berakhiran –o Ligan kation → berakhiran –iu 4 Urutan penyebutan ligan : berdasarkan abjad 5 Awalan yang menyatakan banyaknya ligan Ligan sederhana : di (2), tri (3), tetra (4), penta (5), heksa (6) Ligan yang namanya telah mengandung kata ’di’, ’tri’, dst : bis (2), tris (3), tetrakis (4), pentakis (5), heksakis (6). 6 Akhiran : kompleks anion → berakhiran at kompleks kation dan netral → tak berakhiran 1. Bilangan oksidasi ion pusat ditulis dengan nama angka romawi diantara tanda kurung 2. Ligan berjembatan Ligan yang menjembatani 2 atom pusat diberi awalan – µ 1. Kompleks yang memiliki isomir 1. Isomir geometri Jika terdapat ligan yang sama : awalan ’cis’ (ligan yang sama berdekatan) awalan ’trans’ (ligan yang sama berseberangan) 2Cl Br Br NO2 trans-dibromokloronitroplatinat(II) + NH3 Br Br NH3 NH3 NH3 Cis-tetrammindibromokabaltat(III) Jika tak terdapat ligan yang sama : kompleks bujur sangkar : yang diberi nomor yang abjadnya paling dulu dan yang berseberangan 1Cl Br NH3 NO2 1-ammin-3-bromo-kloronitroplatinat(II) kompleks oktahedral : yang diberi nomor yang abjadnya paling dulu sebagai no 1, selanjutnya ligan nomor 2, 4 dan 6 1 5 2 4 3 6 + Cl Py Br I NH3 NO2 1-ammin-3-bromo-4-iodo-6-piridinkloronitroplatina(IV) 1. Isomir optik Awalan d : memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan Awalan l : memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kiri Filed under Kimia Koordinasi Tagged with Pendahuluan BAB II: IKATAN DALAM SENYAWA KOORDINASI May 18, 2010 Leave a Comment II.1 Struktur Lewis Struktur Lewis suatu atom : lambang atom tersebut dikelilingi dengan sejumlah dot (sesuai dengan elektron valensinya). Struktur Lewis 6C, 7N, 8O, dan 9F adalah : . . . .. . . .C ..N::O ::F: . . Struktur Lewis suatu molekul : menggambarkan ikatan-ikatan antar atom dalam molekul tersebut, setiap ikatan (pasangan elektron) digambarkan dengan 2 dot. Struktur Lewis CH4, NH3, H2O dan HF adalah : H H .. .. H:C :H .. .. H:N:H .. .. H:O:H .. H:F: .. H Pada ikatan C-H, N-H, O-H, dan H-F tersebut masing-masing atom saling menerima dan memberi elektron, disebut ikatan kovalen. Jika kedua elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom, disebut ikatan kovalen koordinasi (ikatan koordinasi). II.2 Sifat kemagnetan Diamagnetik (jika semua elektron berpasangan) : ditolak (amat lemah) oleh medan magnet Paramagnetik (jika ada elektron yang tak berpasangan) : ditarik oleh medan magnet Feromagnetik (pada Fe, Co, Ni): ditarik (sangat kuat) oleh medan magnet. Secara kuantitatif ditunjukkan oleh momen magnetik (µ) : µ = √[n(n+2)] BM dengan n = jumlah elektron tak berpasangan BM= Bohr Magneton (satuan untuk momenmagnetik) II.3 Teori Ikatan Valensi • • sp Ikatan antara ion pusat dengan ligan merupakan ikatan koordinasi Struktur kompleks ditentukan oleh hibridisasi yang terjadi pada ion pusatnya. → linier sp2 → trigonal planar sp3 → tetrahedral sp3d → bipiramida segitiga sp3d2 → oktahedral dsp2 → bujur sangkar Contoh : a. [CoF6]3- → eksperimen : oktahedral, paramagnetik Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0 27 Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0 27 Karena [CoF6]3- paramagnetik, maka harus ada elektron tak berpasangan dalam hal ini pada sub kulit 3d. Enam orbital kosong yaitu 4s, 4px, 4py, 4pz, 4dx2-y2, dan 4dz2 mengalami hibridisasi sp3d2 menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari FKarena orbital d yang terhibridisasi berasal dari luar (4d), maka disebut komplek orbital luar. hibridisasi sp3d2 b. [Co(NH3)6]3+ → Eksperimen : oktahedral, diamagnetik Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0 27 Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0 27 Karena [Co(NH3)6]3+ diamagnetik, maka semua elektron (pada sub kulit 3d) berpasangan, sehingga terdapat orbital koson pada sub kulit 3d yaitu orbital 3dx2-y2 dan 3dz2. Enam orbital kosong yaitu 3dx2-y2, 3dz2, 4s, 4px, 4py, 4pz, mengalami hibridisasi d2sp3 menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari NH3. Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari dalam (3d), maka disebut komplek orbital dalam. hibridisasi d2sp3 II.4 Teori Medan Kristal • • • Dimulai dari struktur kompleks yang sudah pasti Ikatan antara ion pusat degan logam bersifat ionik Ligan berpengaruh terhadap tingkat energi orbital d Pengaruh ligan terhadap tingkat energi orbital d ü Orbital d dapat dibedakan menjadi 2 : orbital yang terdapat pada sumbu atom, yaitu dx2-y2 dan dz2 disebut orbital eg ; dan orbital yang berada di antara sumbu atom, yaitu dxy, dxz dan dyz disebut orbital t2g. ü Dalam struktur oktahedral, 6 ligan menempati titik-titik sudut bangun oktahedral yang terdapat pada sumbu atom. ü Secara keseluruhan 5 orbital pada subkulit d mengalami tolakan oleh ligan-ligan sehingga tingkat energinya naik. ü Orbital eg karena jaraknya lebih dekat mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t2g, sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g). ü Perbedaan tingkat energi antara eg dengan t2g disebut ∆o (10 Dq), yang besar kecilnya dipengaruhi oleh kekuatan medan ligan. Jika medan ligan kuat maka ∆o besar, sedang jika medan ligan lemah ∆o kecil. ü Jika ∆o besar, maka orbital eg tidak terisi elektron sebelum orbital t2g terisi penuh, keadaan ini disebut spin rendah. ü Jika ∆o kecil, maka tingkat energi eg dan t2g dianggap sama elektron tidak berpasangan sebelum masing-masing orbital terisi satu elektron, keadaan ini disebut spin tinggi. Contoh : 1. [CoF6]3- → eksperimen : oktahedral, paramagnetik F- merupakan ligan lemah (∆o kecil), maka 6 elektron tidak berpasangan sebelum masingmasing orbital terisi satu elektron. Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa [CoF6]3bersifat paramagnetik. 1. [Co(NH3)6]3+ → Eksperimen : oktahedral, diamagnetik NH3 merupakan ligan kuat (∆o besar), maka keenam elektron memenuhi orbital t2g (semuanya berpasangan). Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa [Co(NH3)6]3+ bersifat diamagnetik. II.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi ∆o • • • • Sebanding dengan besarnya muatan ion pusat : Fe3+ > Fe2+ Sebanding dengan ukuran orbital d : 5d > 4d > 3d Jumlah dan geometri ligan : 6 ligab oktahedral > 4 ligan tetrahedral/bujur sangkar Berbanding terbalik dengan ukuran ligan Deret spektrokimia : Ligan kuat Ligan sedang Ligan lemah CO, CN- > phen > NO2- > en > NH3 > NCS- > H2O > F- > RCOO- > OH- > Cl- > Br- > III.6 Energi Penstabilan Medan Kristal • Persamaan energi potensial klasik : E ≈ Q1Q2/R • • Sistem Persamaan tersebut cocok untuk ikatan pada senyawa ionik yang melibatkan logam-logam alkali, akan tetapi tidak cocok (terlalu kecil) jika dibanding dengan data eksperimen pada ikatan senyawa kompleks, seolah-olah di sini ada energi penstabilan tambahan. Energi penstabilan ini terkait dengan terjadinya splitting orbital d sehingga disebut Energi Penstabilan Medan Kristal (Crystallin Field Stabilization Energy, CFSE). CFSE dihitung dengan pedoman : penambahan CFSE sebesar 0,4∆o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital t2g dan pengurangan CFSE sebesar 0,6∆o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital eg. Konfigurasi CFSE Konfigurasi CFSE 0,4∆o (spin rendah) t2g4 1,6∆o (spin tinggi) 1 t2g d2 t2g2 0,8∆o t2g5 2,0∆o d3 t2g3 1,2∆o t2g6 2,4∆o d4 t2g3 eg1 0,6∆o t2g6 eg1 1,8∆o d5 t2g3 eg2 0 d6 t2g4 eg2 0,4∆o d7 t2g5 eg2 0,8∆o d8 t2g6 eg2 1,2∆o d9 t2g6 eg3 0,6∆o d10 t2g6 eg4 0 d 1 LL.7 Pola Pembelahan Orbital d Pada Berbagai Struktur Kompleks 1. Kompleks Oktahedral Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t2g (dxy, dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g). 1. Kompleks Tetragonal Tetragonal merupakan oktahedral cacat (terdistorsi) dimana 2 ligan yang berada pada sumbu z berjarak lebih jauh dibanding 4 ligan lainnya. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2, dxz dan dyz tingkat energinya turun, sedang orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya naik. 1. Kompleks bujur sangkar Kompleks bujur sangkar dapat dipandang sebagai distorsi ekstrim dari kompleks oktahedral, dimana 2 ligan yang berada pada sumbu z ditarik semakin jauh dari ion pusat. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2, dxz dan dyz tingkat energinya semakin turun, sebaliknya orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya semakin naik. 1. Kompleks tetrahedral Pada kompleks tetrahedral keempat ligan menempati titik-titik sudut tetrahedral yang berada di antara sumbu atom. Akibatnya Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan yang lebih lemah (oleh ligan) dibanding orbital t2g (dxy, dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibanding t2g). Pola pembelahan orbital d pada keempat struktur kompleks tersebut disajikan pada Gambar berikut : II.8 Warna Senyawa Kompleks Warna pada senyawa kompleks disebabkan oleh terjadinya perpindahan elektron pada orbital d, yaitu dari orbital yang tingkat energinya lebih rendah ke orbital yang tingkat energinya lebih tinggi ; misalnya dari t2g ke eg (pada kompleks oktahedral) atau dari eg ke t2g (pada kompleks tetrahedral). Perpindahan elektron tersebut dimungkinkan karena hanya memerlukan sedikit energi, yaitu bagian dari sinar tampak (pada panjang gelombang tertentu). Warna yang muncul sebagai warna senyawa kompleks tersebut adalah warna komplemen dari warna yang diserap dalam proses eksitasi tersebut. Misalnya larutan Ti(H2O)63+ bewarna violet, hal ini disebabkan oleh karena untuk proses eksitasi elektron pada orbital d (dari t2g ke eg) memerlukan energi pada panjang gelombang 5000 Ao yaitu warna kuning. Karena komplemen warna kuning adalah violet, maka larutan Ti(H2O)63+ bewarna violet. Spektra absorpsi larutan Ti(H2O)63+ disajikan pada gambar berkut : II.9 Teori Orbital Molekul • • • • • Ikatan kimia terbentuk melalui kombinasi linier yaitu penembahan dan pengurangan orbital-orbital atom (Linear Combination of Atomic Orbital, LCAO). 2 orbital atom yang berkombinasi linier akan menghasilkan orbital molekul, yaitu 1 orbital ikatan yang tingkat energinya lebih rendah dan 1 orbital anti ikatan yang tingkat energinya lebih tinggi. Awan elektron pada orbital ikatan terdapat pada ruang antara dua inti atom yang berikatan sehingga ditarik oleh kedua inti atoom tersebut, sedang untuk orbital anti ikatan, awan elektron terdapat di sebelah kanan dan kiri molekul yang terbentuk sehingga hanya ditarik oleh salah satu atom. Orbital ikatan menghasilkan pembentukan ikatan, sedang orbital anti ikatan menentang terjadinya ikatan. Jika orbital yang berkombinasi linier sejajar dengan sumbu antar inti dihasilkan ikatan σ, sedang jika tegak lurus dihasilkan ikatan π. Kombinasi linier antara 2 orbital s dan antara 2 orbital p disajikan pada diagram berikut: • • • Jumlah pasangan elektron pada orbital ikatan dikurangi jumlah pasangan elektron pada orbital anti ikatan disebut orde ikatan. Syarat terbentuknya ikatan adalah : orde ikatan > 0. Unsur-unsur gas mulia tidak stabil sebagai molekul diatomik karena orde ikatannya 0. Perbedaan tingkat energi antara orbital anti ikatan dengan orbital ikatan tergantung pada seberapa banyak overlapping orbital terjadi. Diagram orbital molekul untuk H2 dab He2+ disajikan pada gambar berikut: • Untuk ikatan antara atom yang berbeda (heteronuklir), unsur yang lebih elektronegatif memiliki tingkat energi yang lebih rendah. Besarnya perbedaan tingkat energi antara kedua atom sebanding dengan karakter ionik ikatan yang tebentuk, sedang besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital molekul sebanding dengan karakter kovalennya. Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital molekul juga mencerminkan sebarapa besar overlapping yang terjadi antara kedua atom. Diagram tingkat energi orbital molekul heteronuklir AB dissjikan pada diagram berikut : Diagram tingkat energi orbital molekul pada [CoF6]3- dan [Co(NH3)6]3+ disajikan pada gambar berikut. Orbital-orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami overlapping dengan ligan (membentuk orbital ikatan dan anti ikatan) karena posisinya dekat dengan ligan, sedang orbital-orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) tidak mengalami overlapping (orbital tan-ikatan) karena posisinya yang jauh dari ligan. Overlapping antara orbital 4s dengan ligan lebih sempurna sehingga tingkat energi σs paling rendah kemudian diikuti σp dan σd. Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital σd* dengan orbital t2g disebut ∆o. Jika ∆o kecil (misal pada [CoF6]3-) maka pengisian elektron mengikuti aturan Hund, tetapi jika ∆o besar (misal pada [Co(NH3)6]3+) maka orbital t2g harus terisi penuh terlebih dulu sebelum pengisian orbital σd*. Berbeda dengan teori medan kristal yang menyatakan bahwa splitting orbital d disebabkan oleh interaksi ionik antara orbital d dengan ligan, dalam teori orbital molekul splitting disebabkan oleh interaksi kovalen (overlapping) antara orbital eg dengan ligan. Semakin sempurna overlapping tersebut tingkat energi orbital σd* semakin besar yang berarti juga se makin besarnya ∆o. II.10 Pengaruh ikatan π terhadap stabilitas kompleks Ligan-ligan tertentu seperti CO, NO2-, RNC dan CN- memiliki medan ligan yang kuat sehingga dapat membentuk kompleks yang stabil dengan ∆o yang besar. Hal ini disebabkan oleh keterlibatan ikatan π seperti ditunjukkan pada diagram berikut dengan mengambil sebagai kompleks Fe(CN)64- sebagai contoh. Fe2+ memiliki orbital dπ (t2g) yang terisi elektron, sedang CN- memiliki orbital anti ikatan (π*) yang kosong dan orientasinya bersesuaian dengan orbital t2g. Dengan demikian interaksi antara Fe2+ dengan CN- selain terjadi melalui ikatan σ dimana CN- berperan sebagai basa Lewis, juga terjadi melalui ikatan π dimana CN- berperan sebagai asam Lewis. Dalam hal ini terjadi sinergi. Ikatan σ akan efektif jika CN- memiliki kerapatan elektron yang besar, hal ini terpenuhi karena adanya aliran elektron dari Fe2+ ke CN- melalui ikatan π. Aliran elektron tersebut juga berakibat rendahnya kerapatan elektron pada Fe2+, dan hal ini juga menambah efektifitas ikatan σ tersebut. Jadi adanya ikatan π menyebabkan ikatan σ lebih efektif, sebaliknya adanya ikatan σ mengakibatkan ikatan π lebih efektif. Dengan demikian ikatan π dalam hal ini memperbesar ∆o dan menambah kestabilan kompleks. Ikatan semacam ini juga dapat terjadi jika ligan memiliki orbital dπ kosong (misalnya pada R3P, R3As dan R2S). Dalam kasus yang lain keterlibatan ikatan π justru memperkecil atau mengurangi kestabilan kompleks, hal ini terjadi jika ligan berperan sebagai basa Lewis baik melalui ikatan σ maupun ikatan π, seperti yang terjadi pada ligan-ligan : F-, Cl-, Br-, I-, RO-, RS-, dll. Liganligan tersebut memiliki pasagan elektron pada orbital pπ yang dapat didonasikan kepada orbital kosong dπ pada ion pusat. Pengaruh ikatan π terhadap ∆o diilustrasikan dengan diagram berikut : Filed under Kimia Koordinasi BAB III: STEREOKOIMIA SENYAWA KOMPLEKS May 17, 2010 Leave a Comment III.1 Geometri Senyawa Koordinasi Menurut teori VSEPR (valence shell electron pair repulsion), pasangan-pasangan elektron kulit terluar atom pusat dalam suatu molekul akan berada pada posisi yang saling berjauhan sehingga tolak-menolak antara pasangan-pasangan elektron dalam masing-masing ikatab tersebut mimimal. Berdasarkan pada prinsip ini, maka geometri senyawa koordinasi secara umum dapat diprediksi berdasarkan jumlah ligannya, yaitu geometri linier, trigonal planar, tetrahedral, bipiramida trigonal, dan oktahedral untuk kompleks dengan bilangan koordinasi masing-masing 2, 3, 4, 5 dan 6. III.2 Distorsi Jahn-Teller Distorsi Jahn-Teller adalah penyimpangan geometri kompleks (dari oktahedral menjadi tetragonal) yang disebabkan oleh keberadaan elektron pada orbital d pada ion pusatnya. Dalam hal ini ligan dipandang sebagai muatan negatif, oleh karenanya akan mendapat tolakan oleh elektron (yang juga bermuatan negatif) yang terdapat pada orbital d. Walaupun demikian hanya elektron-elektron pada orbital-orbital tertentu yang tolakannya efektif sehingga distorsi Jahn-Teller teramati. Pada tabel berikut diringkaskan distorsi yang dihasilkan oleh elektron-elektron orbital d pada kompleks ”oktahedral”. Sistem Struktur yang diprediksikan Keterangan Spin tinggi Distorsi tetragonal Tidak teramati d1, d6 Distorsi tetragonal Tidak teramati d2, d7 Tidak terdistorsi Terbukti secara eksperimen d3, d8 Distorsi tetragonal yang besar Terbukti secara eksperimen d4, d9 Tidak terdistorsi Terbukti secara eksperimen d5, d10 Tidak terdistorsi Terbukti secara eksperimen Spin rendah Distorsi tetragonal yang besar Menghasilkan kompleks bujur sangkar d6 d8 Sistem d1, d6 : Pada sistem d1, satu elektron akan menempati salah satu orbital t2g, misalnya dxy. Secara teoritis 4 ligan yang terdapat pada sumbu-x dan sumbu-y akan mengalami tolakan sehingga posisinya menjadi lebih jauh dibanding dua ligan yang terdapat ada sumbu-z, dan dengan demikian terjadi distorsi tetragonal. Akan tetapi ternyata distorsi tetragonal dalam sistem d1 tidak teramati. Hal ini disebabkan oleh karena elektron berada pada jarak yang relatif jauh mengingat orbital dxy terletak diantara sumbu atom (pada hal ligan terletak pada sumbu atom). Untuk sistem d6 spin tinggi pada dasarnya sama dengan sistem d1 karena dari 6 elektron yang ada, 5 diantaranya telah terdistribusi pada kelima orbital d (masing-masing orbital 1 elektron). Sistem d2, d7 : Pada sistem d2, kedua elektron akan menempati orbital-orbital t2g yang terletak diantara sumbu atom. Oleh karena itu walaupun secara teoritis tejadi distorsi tetragonal, akan tetapi tidak teramati seperti halnya pada sistem d1. Untuk sistem d7 spin tinggi pada dasarnya sama dengan sistem d2 karena dari 7 elektron yang ada, 5 diantaranya telah terdistribusi pada kelima orbital d (masing-masing orbital 1 elektron). Sistem d3, d8 : Pada sistem d3, ketiga elektron akan terdistribusi pada orbital-orbital t2g (masing-masing orbital 1 elektron), sehingga keenam ligan menerima tolakan yang sama. Akibatnya geometri kompleks tetap oktahedral (tidak akan mengalami distorsi), dan hal ini sesuai dengan data eksperimen. Untuk sistem d8 spin tinggi pada dasarnya sama dengan sistem d3 karena dari 8 elektron yang ada, 5 diantaranya telah terdistribusi pada kelima orbital d (masing-masing orbital 1 elektron). Sistem d4, d9 : Pada sisrem d4 spin tinggi, tiga elektron pertama akan terdistribusi pada orbital-orbital t2g, sedang elektron ke-4 akan menempati orbital eg (dx2-y2 atau dz2). Jika menempati orbital dx2-y2 maka 4 ligan yang berada pada sumbu-x dan sumbu-y akan mengalami tolakan sehingga jaraknya terhadap ion pusat menjadi lebih jauh dibanding 2 ligan lainnya. Sebaliknya jika menempati orbital dz2 maka 2 ligan yang berada pada sumbu-z akan mengalami tolakan sehingga jaraknya terhadap ion pusat menjadi lebih jauh dibanding 4 ligan lainnya. Karena orbital dx2-y2 dan dz2 berjarak relatif dekat (berhadapan langsung) dengan ligan maka distorsi yang dihasilkan cukup kuat dan teramati pada eksperimen. Untuk sistem d9 spin tinggi pada dasarnya sama dengan sistem d4 karena dari 9 elektron yang ada, 6 diantaranya telah terdistribusi pada orbital eg dan 2 diantaranya telah terdistribusi pada orbital t2g. Sistem d5, d10 : Pada sistem d5 dan d10 elektron –elektron terdistribusi secara merata pada 5 orbital d sehingga masing-masing ligan mengalami tolakan yang sama dan dengan demikian tidak tidak menghasilkan distorsi. Hal ini sesuai dengan yhasil eksperimen. Dengan pola pikir yang sama dapat pula dijelaskan pengatuh elektron terhadap geometri kompleks pada sistem d6 dan d8 spin rendah. III.3 Isomeri Dalam Senyawa Kompleks Dalam senyawa kompleks (juga senyawa-senyawa karbon) sering dijumpai adanya 2 senyawa dengan kompsisi kimia sama namun berbeda dalam sifat-sifatnya. Perbedaan sifat ini disebabkan oleh perbedaan cara susun atom dalam molekul-molekul tersebut, inilah yang disebut isomeri. Secara garis besar dikenal 2 macam isomeri, yaitu isomer ruang (stereoisomer) dan isomer struktur. 1. Isomer ruang 1. Isomeri Geometri (isomeri cis-trans): ion pusat dikelilingi oleh ligan dengan jenis dan jumlah yang sama, namun ligan-ligan tersebut berbeda dalam posisi relatifnya terhadap ion pusat. Isomeri geometri terdapat pada kompleks bujur sangkar atau kompleks okahedral. Kompleks bujur sangkar : Kompleks bujur sangkar yang telah banyak dikaji dalam hal ini adalah kompleks Pt. - Jika terdapat dua ligan yang sama, tedapat 2 isomer : 2Cl Br Br NO2 trans-dibromokloronitroplatinat(II) 2Br Cl Br NO2 cis-dibromokloronitroplatinat(II) - Jika keempat ligan berbeda, tedapat 3 isomer : 1Cl Br NH3 NO2 [Pt<NH3Br><ClNO2>] 1-ammin-3-bromo-kloronitroplatinat(II) 1Br Cl NH3 NO2 [Pt<NH3Cl><BrNO2>] 1-ammin-3-kloro-bromonitroplatinat(II) 1Cl NO2 NH3 Br [Pt<NH3NO2>< BrCl>] 1-ammin-3-nitro-bromokloroplatinat(II) Jika ion pusat mengikat 2 ligan bidentat dengan atom donor berbeda, tedapat 2 isomer : B B A A cis B A A B trans Kompleks oktahedral : - Jika terdapat dua ligan yang sama, tedapat 2 isomer : + NH3 Br Br NH3 NH3 NH3 Cis-tetrammindibromokabaltat(III) + NH3 NH3 Br Br NH3 NH3 Trans-tetrammindibromokabaltat(III) - Jika keenam ligan berbeda, tedapat 15 isomer : Contoh : MABCDEF Posisi A trans terhadap B → terdapat 3 isomer A C F E D B A C F D E B A C EF B D Selanjutnya untuk posisi A trans terhadap C, A trans terhadap D, A trans terhadap E, dan A trans terhadap F masing-masing juga terdapat 3 isomeri sehingga secara keseluruhan berjumkah 15 isomeri. - Jika ion pusat mengikat 3 ligan bidentat dengan atom donor berbeda, tedapat 2 isomer Misal : triglisinatokromium(III) 1. Isomeri optik : ion pusat dikelilingi oleh ligan dengan jenis, jumlah dan posisi relatif yang sama, namun kedua senyawa tersebut membentuk bayangan cermin yang tidak bisa diimpitkan satu sama lain (seperti tangan kanan dan tangan kiri). Pasangan senyawa yang berisomer optik bersifat optis aktif, yaitu dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi (cahaya yang hanya merambat melalui 1 bidang getar). Isomer yang satu memutar bidang cahaya terpolarisasi ke arah kanan (disebut dekstro, d), dan yang lain memutar bidang cahaya terpolarisasi ke arah kiri (disebut levo, l). Jika pasangan isomer tersebut dicampurkan dengan konsentrasi yang sama, maka akan terjadi campuran rasemik yang tidak lagi bersifat optis aktif (karena saling menetralkan). Syarat suatu senyawa memiliki isomer optik adalah asimetri (tak memiliki bidang simetri). Untuk senyawa karbon hal ini terjadi jika terdapat atom C khiral (mengikat 4 atom/gugus yang berbeda). Kompleks-kompleks berstruktur linier, trigonal planar dan bujur sangkar tidak memiliki isomer optik, karena memiliki bidang simetri (minimal 1, yaitu bidang molekulnya). Hanya kompleks tetrahedral dan kompleks oktahedral dengan konfigurasi tertentu yang bersifat optis aktif. Kompleks tetrahedral : Isomer optik pada kompleks tetrahedral, dijumpai pada kompleks Be(II), B(III) dan Zn(II). Dalam hal ini tidak harus keempat ligannya berbeda (seperti pada senyawa karbon), yang penting tidak memiliki bidang simetri, misalnya pada bis-(benzoilasetonato)berilium(II) seperti ditunjukkan pada gambar berikut : Kompleks oktahedral : - [M(AA)3] : ion pusat mengikat 3 ligan bidentat dengan atom donor sama trioksalatokromat(III)tetrammin-µ-dihidroksodikobaltat(III) [M(AA)2X2] : ion pusat mengikat 2 ligan bidentat dengan atom donor sama dan 2 ligan monodentat sejenis Bis(etilendiamin)diklororhodium(III) - [M(AA)X2Y2] : ion pusat mengikat 1 ligan bidentat dengan atom donor sama, dan 2 jenis ligan monodentat masing-masing 2 Diamminetilendiammindiklorokobaltat(III) - [M(AAAAAA)] : ion pusat mengikat 1 ligan heksadentat [Co(EDTA)]- [M(ABCDEF)] : ion pusat mengikat 6 ligan monodentat [Pt(py)(NH3)(NO2)(Cl)(Br)(I)] 1. 2. Isomer struktur 2. Isomer koordinasi Terdapat dalam senyawa yang kation maupun anionnya merupakan ion kompleks sehingga ligan pada kation dapat dipertukarkan dengan ligan pada anion. Contoh : [Co(NH3)6][Cr(C2O4)3] dengan [Co(C2O4)3][Cr(NH3)6] 1. Isomer ionisassi Terdapat dalam senyawa-senyawa kompleks dengan komposisi kimia yang sama, tetapi jika dilarukan menghasilkan jenis ion yang berbeda. Contoh : [Co(NH3)4(Br)(NO2)]Cl dengan [Co(NH3)4(Cl)(NO2)]Br 1. Isomer ikatan Senyawa kompleks memiliki isomer ikatan jika mengandung ligan momodentat yang memiliki 2 macam atom donor. Contoh : [(NH3)5Co-NO2)]Cl2 dengan [(NH3)5Co-ONO)]Cl2 Filed under Kimia Koordinasi BAB IV: KESTABILAN SENYAWA KOMPLEKS May 16, 2010 Leave a Comment Dikenal 2 macam kestabilan senyawa kompleks, yaitu kestabilan termodinamika dan kestabilan kinetika. Kestabilan termodinamika menunjuk pada perubahan energi bebas Gibs (∆G) yang terjadi dalam perubahan dari reaktan menjadi produk, sedang kestabilan kinetika menunjuk pada enetgi aktivasi (∆G#) pada substitusi reaksi pertukaran ligan. IV.1 Kestabilan Termodinamika Kestabilan termodinamika senyawa kompleks lebih sering dinyatakan dengan konstanta kesetimbangan (ingat ∆G = -RT ln K) dalam reaksi ion logam terhidrasi dengan ligan yang sesuai selain air. Harga K memberikan gambaran tentang konsentrasi relatif masing-masing spesies dalam kesetimbangan. Jika harga K besar berarti konsentrasi kompleks jauh lebih besar dibanding konsentrasi komponen-komponen pembentuknya. Suatu kompleks stabil bilamana harga K dalam reaksi pembentukan kompleks tersebut besar. Kompleks logam terbentuk dalam larutan melalui tahap-tahap reaksi, dan konstanta kesetimbangan dapat ditulis untuk masing-masing tahap. Misalnya untuk reaksi pembentukan Cu(NH3)42+ : [Cu(H2O)4]2+ + NH3 ↔ [Cu(H2O)3(NH3)]2+ K1 = ([Cu(H2O)3(NH3)]2+)/([Cu(H2O)4]2+)( NH3) [Cu(H2O)3(NH3)]2+ + NH3 ↔ [Cu(H2O)2(NH3)2]2+ K2 = ([Cu(H2O)2(NH3)2]2+)/ [Cu(H2O)3(NH3)]2+( NH3) [Cu(H2O)2(NH3)2]2+ + NH3 ↔ [Cu(H2O)(NH3)3]2+ K3 = ([Cu(H2O)(NH3)3]2+)/ [Cu(H2O)2(NH3)2]2+( NH3) [Cu(H2O)(NH3)3]2+ + NH3 ↔ [Cu(NH3)4]2+ K4 = ([Cu(NH3)4]2+)/[Cu(H2O)(NH3)3]2+( NH3) Konstanta kesetimbangan juga dapat ditulis secara keseluruhan (over-all stability consant) denga notasi β. Untuk reaksi tersebut di atas : [Cu(H2O)4]2+ + NH3 ↔ [Cu(H2O)3(NH3)]2+ β 1 = ([Cu(H2O)3(NH3)]2+)/([Cu(H2O)4]2+) ( NH3) [Cu(H2O)4]2+ + 2NH3 ↔ [Cu(H2O)2(NH3)2]2+ β 2 = ([Cu(H2O)2(NH3)2]2+)/([Cu(H2O)4]2+) ( NH3)2 [Cu(H2O)4]2+ + 3NH3 ↔ [Cu(H2O)(NH3)3]2+ β 3 = ([Cu(H2O)(NH3)3]2+)/([Cu(H2O)4]2+) ( NH3)3 [Cu(H2O)4]2+ + 4NH3 ↔ [Cu(NH3)4]2+ β 4 = ([Cu(NH3)4]2+)/([Cu(H2O)4]2+) ( NH3)4 Dengan sedikit penjabaran matematis akan diperoleh hubungan : β 1 = K1 β 2 = K1. K2 β 3 = K1. K2.K3 β4 = K1. K2.K3.K4 Dalam reaksi pembentukan kompleks tersebut seringkali ligan H2O tidak ditulis karena jumlah molekul H2O yang menghidrasi masing-masing ion pada umumnya belum diketahui secara pasti, molekul-molekul air tidak mempengaruhi konstanta kesetimbangan (walaupun terlibat dalam reaksi), dan dalam larutan encer aktivitas air dapat dianggap 1. IV.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Ion Kompleks 1. Aspek ion pusat a. Rapat muatan (perbandingan muatan dengan jari-jari atom) Stabilitas ion kompleks bertambah jika rapat muatan ion pusat bertambah b. CFSE (energi psntabilan medan ligan) Stabilitas ion kompleks bertambah dengan adanya CFSE, karena CFSE pada dasarnya merupakan energi penstabilan tambahan yang diakibatkan oleh terjadinya splitting orbital d. Pengaruh CFSE terhadap K dapat dilihat pada diagram berikut. Bulatan-bulatan pada gambar tersebut adalah harga log K relatif masing-masing logam bedasarkan eksperimen, sedang garis putus-putus merupakan kecenderungan harga log K secara teoritis dengan tanpa memperhitungkan CFSE. c. Polarisabilitas Ion-ion logam klas a (asam keras) yaitu yang memiliki muatan tinggi dan ukuran kecil akan membentuk kompleks ysng stabil jika ligannya berasal dari basa keras, yaitu yang elektronegatifitasya besar dan berukuran kecil 2. Aspek ligan a. Efek khelat Kompleks khelat lebih stabil dibanding kompleks nonkhelat analog (yang atom donornya sama). [Ni(en)3]3+ dengan β3 sebesar 4.1018 adalah lebih stabil dibanding [Ni(NH3)6]3+ β6 sebesar 108 a. Ukuran cincin Jika ligan tidak memiliki ikatan angkap, ikatan cincin 5 adalah yang paling stabil, tetapi jka ligan memiliki ikatan rangkap, maka yang paling stabil adalah ikatan cincin 6. b. Hambatan ruang (steric effect) Ligan-ligan bercabang pada umumnya kurang stabi dibanding ligan-ligan tak yang analog. bercabang c. Polarisabilitas Ion-ion logam klas a (asam keras) yaitu yang memiliki muatan tinggi dan ukuran kecil akan membentuk kompleks ysng stabil jika ligannya berasal dari basa keras, yaitu yang elektronegatifitasya besar dan berukuran kecil IV.3 Kestabilan Kinetika. Kestabilan kinetika menunjuk pada enetgi aktivasi (∆G#) pada substitusi reaksi pertukaran ligan. Kestabilan kinetika bertambah jika ∆G# semakin besar. Kompleks yang ligannya dapat digantikan oleh ligan lain dengan cepat (kurang dari 1 menit pada suhu 25 oC dan konsentrasi larutan 0,1 M) disebut kompleks labil, sebaliknya jika reaksi pertukarannya berlangsung lambat disebut kompleks inert (lembam). Seringkali kompleks stabil bersifat inert dan kompleks tidak stabil bersifat labil, namun hal itu tidak berhubungan. Bisa saja suatu kompleks stabil namun labil. Sebagai contoh, CNmembentuk kompleks yang sangat stabil dengan Ni2+, hal ini tercermin dari harga K yang besar untuk reaksi berikut : [Ni(H2O)6]2+ + 4CN- ↔ [Ni(CN-)4]2- + 6H2O Namun jika ke dalam larutan ditambahkan ion berlabel 13CN- , ternyata terjadi reaksi pertukaran ligan yang sangat cepat antara CN- dengan 13CN- seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut : [Ni(CN-)4]2- + 4 13CN- ↔ [Ni(13CN-)4]2- + 4CN- Kasus sebaliknya, kompoleks [Co(NH3)6]3+ tidak stabil dalam larutan asam, sehingga reaksi berikut hampir sempurna berjalan ke kanan. 4[Co(NH3)6]3+ + 20H+ + 26H2O ↔ 4[Co(H2O)6]3+ + 24NH4+ + O2 Akan tetapi [Co(NH3)6]3+ dapat tinggal dalam larutan asam pada suhu kamar selama beberapa hari dengan tanpa terjadi perubahan. Ini berarti bahwa kestabilan suatu kompleks tidak menjamin keinertannya, sebaliknya kompleks yang tidak stabil dapat saja inert.. Kestabilan kinetika kompleks oktahedral dapat diprediksi berdasarkan Aturan Taube, yaitu : • Kompleks oktahedral labil bilamana pada atom pusatnya - mengandung elektron pada orbital eg atau - mengandung elektron pada orbital d kurang dari 3. • Kompleks oktahedral inert bilamana pada atom pusatnya - tidak mengandung elektron pada orbital eg dan - mengandung elektron pada orbital d minimal 3. Aturan Taube tersebut logis dan dapat dinalar. Kompleks yang mengandung elektron pada orbital eg labil, karena elektron tersebut posisinya dekat (behadapan langsung) dengan ligan sehingga memberikan tolakan yang signifikan terhadap ligan dan dengan demikian ligan tersebut relatif mudah lepas dan digantikan oleh ligan lain. Kompleks yang mengandung elektron pada orbital d kurang dari 3 labil, karena pada kompleks tersebut masih terdapat minimal 1 orbital t2g yang kosong dimana ligan pengganti dapat mendekati ion pusat dengan tolakan yang relatif kecil. Prediksi kestabilan kinetika berdasarkan Aturan Taube Sistem CFSE, ∆o (low spin) elektron pada eg jumlah e pada orbital d d0 tak ada Prediksi <3 labil d1 tak ada <3 labil d2 tak ada <3 labil d3 tak ada 3 inert d4 ada >3 labil d5 ada >3 labil d6 ada >3 labil d7 ada >3 labil d8 ada >3 labil d9 ada >3 labil d10 ada >3 labil Prediksi kestabilan kinetika berdasarkan Perubahan CFSE (kompleks inert jika Perubahan CFSE berharga positif) Sistem CFSE, ∆o Perubahan CFSE, ∆o (low spin) Oktahedral Piramida bujursangkar Harga Kesimp. d0 0 0 0 labil d1 0,4 0,45 -0,05 labil d2 0,8 0,91 -0,11 labil d3 1,2 1,0 +0,2 inert d4 0,6 0,91 -0,31 labil d5 0 0 0 labil d6 0,4 0,45 -0,05 labil d7 0,8 0,91 -0,11 labil d8 1,2 1,0 +0,2 inert d9 0,6 0,91 -0,31 labil d10 0 0 0 labil Filed under Kimia Koordinasi BAB V: REAKSI SENYAWA KOMPLEKS May 15, 2010 Leave a Comment V.1 Reaksi Substitusi Reaksi substitusi adalah reaksi di mana 1 arau lebih ligan dalam suatu kompleks digantikan oleh ligan lain. Karena ligan memiliki pasangan elektron bebas sehingga bersifat nukleofilik (menyukai inti atom), maka reaksi tersebut juga dikenal sebagai reaksi substitusi nukeofilik (SN). Berdasarkan mekanismenya reaksi substitusi dapat dibedakan menjadi : 1. 2. 3. 4. SN1 (lim) SN1 SN2 SN2 (lim) 1. SN1 (lim) : substitusi nukleofilik orde-1 ekstrim Mekanisme reaksi diawali dengan pemutusan salah satu ligan, ini berlangsung lambat sehingga merupakan tahap penentu reaksi (rate determining step). Dengan demikian konstanta laju reaksi (k) hanya dipengaruhi oleh jenis kompleks dan sama sekali tidak dipengaruhi oleh jenis ligan pengganti. Contoh : [Co(CN-)5(H2O)]2- + Y- ↔ [Co(CN-)5(Y-)]2- + H2O Diperoleh data harga k untuk berbagai ligan pengganti (Y-) sebagai berikut : ligan pengganti (Y-) k (detik-1) Br- 1,6 . 10-3 I- 1,6 . 10-3 SCN- 1,6 . 10-3 N3- 1,6 . 10-3 H2O- 1,6 . 10-3 Mekanisme reaksi : [Co(CN-)5(H2O)]2- ↔ [Co(CN-)5]2- + [Co(CN-)5]2- + Y- ↔ [Co(CN-)5(Y-)]2- (cepat) H2O (lambat) Persamaan laju reaksi : r = k ([Co(CN-)5(H2O)]2-) 1. SN1 : substitusi nukleofilik orde-1 Pada tahap penentu laju reaksi terjadi pemutusan maupun pembentukan ikatan. Pada saat ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti sudah hampir putus sudah terjadi pembentukan ikatan (walaupun sangat lemah) antara ion pusat dengan ligan pengganti. Dengan demikian tahap penentu utama laju reaksi adalah pemutusan ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pembentukan ikatan antara ion pusat dengan ligan pengganti. Harga k terutama ditentukan oleh jenis ion kompleks, namun jika jenis ligan pengganti divariasi ternyata memberikan sedikit pengaruh seperti tersaji pada tabel berikut : ligan pengganti (Y-) k [Ni(H2O)6]2+ [Co(H2O)6]2+ SO42- 1,5 2 Glisin 0,9 2,6 Diglisin 1,2 2,6 imidazol 1,6 4,4 1. SN2 : substitusi nukleofilik orde-2 Pada tahap penentu laju reaksi terjadi pemutusan maupun pembentukan ikatan. Pada saat ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti baru mulai melemah sudah terjadi pembentukan ikatan yang sudah hampir sempurna antara ion pusat dengan ligan pengganti. Dengan demikian tahap penentu utama laju reaksi adalah pembentukan ikatan antara ion pusat dengan ligan pengganti dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pemutusan ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti. 1. SN2-lim : substitusi nukleofilik orde-2 ekstrim Mekanisme reaksi diawali dengan pembentukan ikatan yang sempurna antara ion pusat dengan ligan pengganti, dilanjutkan dengan pemutusan ligan terganti. Dengan demikian zantara (intermediate) merupakan kompleks koordinasi 5. Konstanta laju reaksi (k) dipengaruhi baik oleh jenis kompleks maupun oleh jenis ligan pengganti. Contoh : [PtCl4]2- + X- ↔ [PtCl3X-]2- + Cl- Mekanisme : [PtCl4]2- + [PtCl4X-]2- ↔ X- ↔ [PtCl4X-]2- (lambat) [PtCl3X-]2- + Cl- (cepat) Persamaan laju reaksi : r = k ([PtCl4]2-)2(X-) Untuk reaksi SN2 (lim) tersebut dapat disusun urutan laju reaksi untuk bebagai ligan pengganti (Y-), dimana perbandingan laju reaksi bilamana digunakan ligan PR3 : OR- = 107 : 1 Reaksi substitusi pada kompleks oktahedral pada umunya berlangsung melalui mekanisme SN1 dan SN1-lim (mekanisme disosiatif), sedang substitusi pada kompleks bujursangkar pada umunya berlangsung melalui mekanisme SN2 dan SN2-lim (asosiatif). Hal ini dapat dipahami mengingat kompleks koordinat 6 sudah cukup crowded dan tidak ada tempat lagi bagi ligan pengganti untuk bergabung sehingga dihasilkan kompleks koordinat 7. Adapun untuk kompleks bujursangkar masih tersedia ruangan yang cukup longgar bagi ligan pengganti untuk bergabung membentuk intermediate berupa kompleks koordinat 5. V.2 Reaksi Redoks Reaksi redoks (reduksi-oksidasi) adalah reaksi dimana terjadi perubahan btlangan oksidasi pada ion-ion pusatya. Berdasarkan mekanismenya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu mekanisme bola dalam (inner sphere mechanism) dan mekanisme bola luar (outer sphere mechanism). a. Mekanisme bola dalam (inner sphere mechanism) Mekanisme bola dalam juga disebut mekanisme perpindahan ligan karena perpindahan elektron dalam reaksi ini juga disertai dengan perpindahan ligan. Selain itu juga dikenal sebagai mekanisme jembatan ligan karena kompleks teraktivasinya merupakan kompleks dimana ligan yang akan berpindah menjembatani dua ion pusat reaktan. Mekanisme ini terjadi antara dua kompleks di mana kompleks yang 1 innert dan yang lain labil. Contoh : [Co(NH3)5Cl]2+ + [Cr(H2O)6]2+ + 5H3O+ ↔ [Co(H2O)6]2+ + [CrCl(H2O)5]2+ + 5NH4+ Dalam reaksi tersebut tejadi perpindahan elektron dari Cr(II) ke Co(III) disertai dengan perpindahan ligan Cl- dari Co(III) ke Cr(II). Jika dalam reaksi digunakan [Co(NH3)5*Cl]2+ dan juga ditambahkan Cl- ke dalam larutan tenyata yang dihasilkan adalah [Cr*Cl(H2O)5]2+ dan bukan [CrCl(H2O)5]2+ , artinya Cl- yang terikat pada Cr adalah Cl- yang semula terikat oleh Co. Untuk menjelaskan hal itu, H.Taube mengusulkan bahwa kompleks teraktivasi merupakan kompleks dimana ligan yang akan berpindah menjembatani dua ion pusat reaktan, yaitu [(NH3)5Co-Cl-Cr(H2O)5]4+. Jadi Cl berfungsi sebagai “kabel” untuk perpindahan elektron dari Cr(II) ke Co(III) sehingga masing-masing berubah menjadi Cr(III) ke Co(II). Setelah terjadi perpindahan elektron jari-jari Cr mengecil (karena muatan positif bertambah), sebaliknya Co membesar (karena muatan positif berkurang). Akibatnya daya tarik Cr(III) terhadap ligan Cl- lebih besar dibanding daya tarik Co(II) terhadap ligan Cl- dan setelah ikatan putus Cl- terikat oleh Cr(III). Mekanisme : [Co(NH3)5Cl]2+ + [Cr(H2O)6]2+ ↔ [(NH3)5Co-Cl- Cr(H2O)5]4+ ↔ [(NH3)5Co]2+ + 5H3O+ + [(NH3)5Co-Cl-Cr(H2O)5]4+ + H2O [(NH3)5Co]2+ + H2O ↔ [Cl-Cr(H2O)5]2+ [Co(H2O)6]2+ + 5NH4+ Fakta lain yang mendukung usulan Taube tersebut adalah bahwa jika digunakan ligan yang lebih konduktif (lebih polar atau memiliki ikatan rangkap, ternyata reaksi berlangsung lebih cepat : VI- > VBr- > VClV-CH=CH-CH-COO- > V-CH2-CH2-CH2-COOb. Mekanisme bola luar (outer sphere mechanism) Dalam mekanisme ini hanya terjadi perpindahan electron dan tidak disertai dengan perpindahan ligan, sehingga juga dikenal sebagai mekanisme perpindahan electron. Mekanisme ini terjadi dalam reaksi antara 2 kompleks yang inert. Contoh : [*Fe(CN)6]4- + [Fe(CN)6]3- → [*Fe(CN)6]3- + [Fe(CN)6]4- Karena kedua kompleks bersifat innert, maka pelepasan berlangsung lambat. Adapun elektron, dapat berpindah dengan sangat cepat (jauh lebih cepat dari perpindahan ligan) ; oleh karena itu tidak mugkin terjadi kompleks teraktivasi jembatan ligan. Dalam hal ini akan ditinjau 2 kemungkinan mekanisme : • • Kedua kompleks saling mendekat kemudian diikuti oleh perpindahan elektron dari Fe(III) ke *Fe(II). Jika hal ini terjadi maka akan tejadi kompleks * Fe(II) dengan ikatan logam-ligan yang perlalu pendek, dan kompleks Fe(III) dengan ikatan logam-ligan yang perlalu panjang. Kedua produk tersebut memiliki tingkat energi yang tinggi (tak stabil), sehinga diduga tidak tejadi. Kedua kompleks terlebih dahulu membentuk ompleks yangh simetris. Ikatan logam-ligan pada *Fe(II) agak mengkerut sedang pada Fe(III) agak mulur. Hal ini juga memerlukan energi tetapi relatif sedikit. Setelah kedua kompleks bergeometri sama (keadaan teaktivasi elektron berrpindah dari Fe(III) ke *Fe(II) melalui ligan-ligan kedua kompleks yang saling berdekatan. Dugaan ini didukung oleh fakta bahwa jika perbedaan panjang ikatan logam-ligan dalam kedua kompleks semakin besar tenyata ternyata reaksi berlangsung semakin lambat. Pereaksi K (pada suhu 25 oC) [*Mn(CN)6]4- + [*Fe(CN)6]3- + [*Co(NH3)6]2+ + [Fe(CN)6]4- [Fe(CN)6]4[Co(NH3)6]3+ > 106 mol detik-1 ≈ 105 mol detik-1 ≈ 104 mol detik-1 V.3 Pengaruh Trans Dalam reaksi substitusi pada kompleks platinum teramati bahwa laju reaksi sangat dipengaruhi oleh sifat gugus yang berada pada posisi trans dari ligan terganti. Ligan-ligan dapat diurutkan berdasarkan ”pengaruh trans”, yaitu kemampuan melabilkan ligan lain yang berada pada posisi trans untuk siap digantikan. Dalam daftar berikut ligan diurutkan mulai dari yang memiliki ”pengaruh trans” paling kuat, : CO, CN-, C2H4 > PR3, H-, RO > CH3-, SC(NH2)2 > C6H5, NO2-, I-, SCN- > Br- > Cl- > NH3, Py, RNH2, F- > OH- > H2O. Contoh : Cl Cl Cl Cl Cl Cl NH3 Cl Cl Cl NH3 NH3 Cis Penjelasan : – Pada penambahan pertama, NH3 menggantikan Cl di sembarang posisi - Pada penambahan kedua, karena Cl memiliki pengaruh trans lebih kuat dibanding NH3 maka salah satu ligan (selain NH3) yang berada pada posisi trans terhadap Cl digantikan oleh NH3, sehingga diperoleh kompleks cis. NH3 NH3 NH3 NH3 NH3 Cl NH3 NH3 Cl NH3 Cl NH3 Trans Penjelasan : - Pada penambahan pertama, Cl menggantikan NH3 di sembarang posisi - Pada penambahan kedua, karena Cl memiliki pengaruh trans lebih kuat dibanding NH3 maka salah satu ligan yang berada pada posisi trans terhadap Cl digantikan oleh NH3, sehingga diperoleh kompleks trans WARNA WARNA KOMPLEMEN Hijau kekuningan Ungu kebiruan Hijau Ungu kemerahan Biru kehijauan Merah Hijau kebiruan Oranye Biru Kuning keoranyean Biru keunguan Kuning Filed under Kimia Koordinasi Categories • Kimia Koordinasi • APLIKASI SENYAWA • • KOMPLEKS DALAM KEHIDUPAN SEHARI- HARI Syahfrizal Tarigan, S.Pd Prodi Kimia Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan Email : [email protected]. • • [email protected] • Abstraksi • Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada ion logam pusat. Senyawa kompleks memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari – hari. Aplikasi senyawa ini meliputi bidang kesehatan, farmasi, industri, dan lingkungan, pertanian dan bidang lainnya. Banyak contoh aplikasi senyawa kompleks ini yang telah diterapkan dalam kehidupan sehari- hari yang pemamfaatannya sangat berguna bagi kelangsungan hidup manusia, hewan dan tanaman. Mulai dari pengikatan oksigen oleh Fe menjadi senyawa kompleks untuk bernapas, seperti Sulfadiazin dan sulfamerazin merupakan ligan yang sering digunakan untuk obat antibakteri. Penggunaannya secara luas untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif dan Gram negatif tertentu, beberapa jamur, dan protozoa, dapat mengurangi dampak negatif pencemaran lingkungan seperti polusi udara, dapat mengurangi bahkan menghentikan turunnya potensial fuel cell pada katoda, penghilang rasa nyeri tulang yang disebabkan oleh metastasis kanker prostat, payudara, paru-paru dan ginjal ke tulang, telah berhasil dilakukan diagnosa dini dan terapi terhadap penyakit kanker, pelapisan pupuk Nitrogen dengan asam humat menghasilkan pupuk urea yang lebih tidak mudah larut untuk peningkatan efisiensi. Masih banyak lagi aplikasi senyawa kompleks yang belum diuraikan. Selain aplikasi senyawa kompleks yang dapat mensejahterakan kehidupan, banyak juga senyawa kompleks yang aplikasinya dapat membahayakan kelangsungan hidup mahluk dimuka bumi ini. Contoh kecil aplikasi Rhodamin B dan metanil yellow yang seharusnya dipakai sebagai pewarna pada tekstil di salah gunakan menjadi pewarna pada makanan yang sering dikomsumsi anak-anak. Penelitian senyawa kompleks terus berkembang baik sintesis maupun aplikasinya yang dapat mensejahterakan kehidupan. • 1. PENDAHULUAN • Senyawa kompleks memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari - hari. Aplikasi senyawa ini meliputi bidang kesehatan, farmasi, industri, dan lingkungan. Manusia setiap hari senantiasa memerlukan oksigen untuk bernapas. Proses pengikatan oksigen oleh Fe menjadi senyawa kompleks dalam tubuh merupakan salah satu contoh aplikasi senyawa kompleks dalam keseharian. Senyawa kompleks terbentuk akibat terjadinya ikatan kovalen koordinasi antara suatu atom atau ion logam dengan suatu ligan ( ion atau molekul netral ). Logam yang dapat membentuk kompleks biasanya merupakan logam transisi, alkali, atau alkali tanah. Studi pembentukan kompleks menjadi hal yang menarik untuk dipelajari karena kompleks yang terbentuk dimungkinkan memberi banyak manfaat, misalnya untuk ekstraksi dan penanganan keracunan logam berat. • Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada ion logam pusat. Donasi pasangan elektron ligan kepada ion logam pusat menghasilkan ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks juga disebut senyawa koordinasi. Senyawa-senyawa kompleks memiliki bilangan koordinasi dan struktur bermacam-macam. Mulai dari bilangan koordinasi dua sampai delapan dengan struktur linear, tetrahedral, segi empat planar, trigonal bipiramidal dan oktahedral. Namun kenyataan menunjukkan bilangan koordinasi yang banyak dijumpai adalah enam dengan struktur pada umumnya oktahedral. (Iis Siti Jahro) • Penelitian kompleks terus berkembang dari kompleks inti tunggal mengarah pada kompleks yang memiliki dua ion logam pusat yang dikenal sebagai kompleks berinti ganda (binuklir). Pembentukan kompleks berinti ganda memerlukan ligan jembatan yang dapat menghubungkan ion logam pusat yang satu dengan yang lainnya. Ion oksalat (C2O42-) merupakan salah satu ligan jembatan yang banyak digunakan akhirakhir ini karena keunikannya yang dapat menghasilkan struktur kompleks multidimensi (1, 2 atau 3 dimensi). Selain itu ion oksalat dapat berperan sebagai mediator pertukaran sifat magnet diantara ion-ion logam pusat. Beberapa senyawa kompleks oksalat yang telah berhasil disintesis diantaranya; {[A][MIMIII(C2O4)3]} dengan MI = Li, Na, MIII = Cr, Fe, {[A][M2II(C2O4)3]}4 dengan MII = Mn, Fe dan {[A] [MIIMIII(C2O4)3]}5 dengan MII = Mn, MIII = CrIII. Pembentukan kompleks inti ganda [MnIICrIII(C2O4)3]- dari kompleks [CrIII(C2O4)3]3- dengan MnII dalam larutan air berlangsung melalui mekanisme reaksi adisi. (Iis Siti Jahro) • Senyawa kompleks telah banyak dipelajari dan diteliti melalui suatu tahapan-tahapan reaksi (mekanisme reaksi) dengan menggunakan ion-ion logam serta ligan yang berbeda-beda. Ligan memiliki kemampuan sebagai donor pasangan elektron sehingga dapat dibedakan atas ligan monodentat, bidentat, tridentat dan polidentat. • Dalam kimia koordinasi, NO atau NO2 dapat berperan sebagai ligan sehingga membentuk senyawa kompleks dengan beberapa logam transisi (Rilyanti, M dan Sembiring, Z., 2005). Beberapa ligan dapat dideretkan dalam suatu deret spektrokimia berdasarkan kekuatan medannya, yang tersusun sebagai berikut : I- <>- <>2- <>- <><>- <>- <>- <>2-<>- <>- < ox =" oksalat," en =" etilendiamin," bipi =" 2,2’bipiridin" fen =" fenantrolin">2 dalam deret spektrokimia lebih kuat dibandingkan ligan-ligan feroin (fenantrolin, bipiridin dan etilendiamin) dan lebih lemah dari ligan CN. • NOx merupakan kelompok gas yang terdapat di atmosfer, terdiri dari NO dan NO2, dimana gas NO tidak berwarna sedangkan gas NO2 berwarna coklat kemerahmerahan dan berbau tajam ( Sastrawijaya, 1991). NO atau NO2 adalah bahan pencemar yang berbahaya dan memerlukan penanggulangan. Sumber utama NOx selain dari aktivitas bakteri, aktivitas manusia juga merupakan konstribusi yang cukup besar (bplhd. jakarta.go.id/ info/ NKLD / 2001 /DOCS/ Buku-II/ docs/ 411.htm). • 2. APLIKASI SENYAWA KOMPLEKS • Aplikasi senyawa kompleks sangat beragam dan banyak sekali karena penelitian tentang senyawa kompleks terus berkembang dan perkembangannya sangat pesat sekali sejalan dengan perkembangan IPTEK. Dalam makalah ini diuraikan hanya sebagian kecil saja aplikasi senyawa kompleks tersebut. • Kobalt merupakan salah satu logam unsur transisi dengan konfigurasi elektron 3d 7 yang dapat membentuk kompleks. Kobalt yang relatif stabil berada sebagai Co(II) ataupun Co(III). Namun dalam senyawa sederhana Co, Co(II) lebih stabil dari Co(III). Ion – ion Co2+ dan ion terhidrasi [Co(H2O)6]2+ stabil di air. Kompleks kobalt dimungkinkan dapat terbentuk dengan berbagai macam ligan, diantaranya sulfadiazin dan sulfamerazin. Sulfadiazin dan sulfamerazin merupakan ligan yang sering digunakan untuk obat antibakteri. Keduanya merupakan turunan dari sulfonamid yang penggunaannya secara luas untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif dan Gram negatif tertentu, beberapa jamur, dan protozoa (Siswandono dan Soekardjo : 1995 ). • Salah satu keistimewaan dari reaksi kompleks adalah reaksi pergantian ligan melalui efek trans. Reaksi pergantian ligan ini terjadi dalam kompleks oktahedral dan segi empat. Ligan –ligan yang menyebabkan gugus yang letaknya trans terhadapnya bersifat labil, dikatakan mempunyai efek trans yang kuat. • Untuk mengetahui kemampuan senyawa kompleks dengan ligan- ligan feroin berinteraksi dengan gas NO2, maka perlu dilakukan penelitian meliputi sintesis dan karakterisasi senyawa kompleks Co(II) menggunakan ligan bipiridin dan sianida serta mempelajari interaksinya dengan gas NO2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman reaksi subtitusi kompleks melalui efek trans dan hasilnya digunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan senyawa kompleks sebagai absorben gas NOx, sehingga dapat mengurangi dampak negatif pencemaran lingkungan seperti polusi udara. • Berbagai senyawa kompleks yang mempunyai struktur planar N4, telah terbukti mempunyai kemampuan untuk mereduksi oksigen dengan 4-elektron transfer proses. Proses logam yang berkarat karena oksidasi pada permukaan logam adalah proses yang sangat familier. Proses respirasi biologis pada makhluk hidup dimana terjadi perubahan oksigen menjadi air pada hemoglobin adalah proses yang penting. Proses reduksi oksigen yang langsung menjadi air tanpa hasil samping adalah proses sempurna 4-elektron transfer (O2 + H+ + 4e- → H2O) pada hemoglobin. (Eniya Listiani Dewi) • Proses reduksi oksigen melalui senyawa kompleks Cytochrome-c Oxidase (Cyt-c) merupakan contoh proses seperti pada elektroda positif fuel cell (katoda). Pada proses biologis, transfer 4-elektron berjalan tanpa hasil sampingan peroksida (H2O2). Sedangkan pada katoda fuel cell, dimana saat ini state-of-the-art katalis adalah platina (Pt) yang mereduksi oksigen dengan 2-elektron transfer (O2 + 2H+ + 2e- → H2O2) menghasilkan peroksida dan selanjutnya tereduksi lagi menjadi air (H2O2 + 2H+ + 2e- → 2H2O). Sehingga terdapat 2 tahapan reaksi yang berlangsung pada katoda. Untuk itu dengan senyawa kompleks yang menyerupai struktur Cyt-c, dimana model planar katalis lebih memungkinkan untuk mereduksi oksigen dengan mudah, maka pada makalah akan dikenalkan katalis yang mampu mereduksi oksigen dengan bentuk planar berlogam center Fe, Co, dan Cu dengan ligan yang berbeda. (Eniya Listiani Dewi) • Dengan adanya aplikasi senyawa kompleks ini, diharapkan problem drop potensial yang disebabkan oleh peroksida pada katoda dimana menjadi penyebab utama turunnya potensial fuel cell, menjadi berkurang atau tidak ada, karena reaksi yang terjadi adalah 4-elektron transfer proses. (Eniya Listiani Dewi) • Senyawa kompleks renium-186 fosfonat, 186Re-HEDP (HEDP=hydroxyethyli dienediphosphonate) dan 186Re-EDTMP (EDTMP =ethylenediaminetetra methylphosphonate), dewasa ini telah luas digunakan sebagai penghilang rasa nyeri tulang yang disebabkan oleh metastasis kanker prostat, payudara, paru-paru dan ginjal ke tulang. • Penggunaan radiofarmaka tersebut merupakan pengganti penggunaan analgesik, hormon, kemoterapi, dan narkotik yang diketahui memberikanefek samping yang tidak diinginkan. Metode preparasi dan uji kualitas senyawa kompleks 186Re-HEDP dan 186Re-EDTMP telah dikembangkan untuk tujuan produksi komersial.Penentuan kemurnian radiokimia dengan kromatografi kertas dalam berbagai kepolaran pelarut menunjukkan kemurnian radiokimia diatas 90% sampai hari ketiga setelah proses penandaan dilakukan. ( Adang H.G , dkk) • Disamping itu hasil pengujian menunjukkan pula bahwa larutan senyawa kompleks bebas pirogen dan steril. Hasil uji pada binatang percobaan tikus putih menunjukkan kandungan senyawa kompleks di dalam darah mencapai puncaknya pada 5 menit setelah penyuntikan. Sedangkan ekskresi radiofarmaka kedua kompleks di dalam urin menunjukkan adanya keradioaktifan sekitar 41% dan 38,5 % dalam bentuk perenat, 186ReO4 -, setelah 20 jam penyuntikan. Hasil biodistribusi dan pencitraan (imaging) menggunakan kamera gamma terhadap mencit dan tukus putih normal menunjukkan bahwa senyawa kompleks 186Re-HEDP dan 186Re-EDTMP terakumulasi cukup nyata di tulang.( Adang H.G , dkk) • Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi IPTEK dalam bidang kedokteran nuklir sangat didukung oleh perkembangan iptek di bidang radiofarmaka. Dengan perkembangan iptek radio farmaka telah berhasil dilakukan diagnosa dini dan terapi terhadap penyakit kangker menggunakan radio nuklida yang sesuai. Penyakit kangker telah menghantui masyarakat dunia karena banyak menyebabkan kematian. Kedokteran nukilr telah menerapkan deteksi ini, berbagai macam kanker dan cara terapi yang efektif dengan memanfaatkan radiasi dari radio isotop yang diberikan kadalam tubuh atau sel kanker tang bersangkutan. .(Sulaiman, dkk ; 2007) • Radio isatop yang dapat digunakan untuk terapi kanker diantaranya adalah Ytrium-90 (90Y) yang merupakan radio isotop pemancar sinar β dengan energi 2,28 Mev dan waktu paro (T1/2) 64,1 jam. Itrium-90 yang digunakan untuk terapi dapat diperoleh dari hasil peluruhan stronsium-90 (90Sr) dapat dipisahkan dari induknya 90 Sr (campuran 90Sr - 90Y ) yang merupakan radio nuklir dan hasil belah 235U. Metode pemisahan yang telah dikembangkan saat ini adalah metode ekstraksi pelarut dan kromatografi kolm dengan menggunakan penukar ion.(Sulaiman, dkk ; 2007) • Pemupukan dalam kegiatan budidaya tebu memegang peranan yang teramat penting, selain dapat meningkatkan produksi biomassanya, pupuk juga dapat meningkatkan keragaman dan kualitas hasil yang diperoleh. Masalah utama penggunaan pupuk N pada lahan pertanian adalah efisiensinya yang rendah karena kelarutannya yang tinggi dan kemungkinan kehilangannya melalui penguapan, pelindian dan immobilisasi. Untuk itu telah dilakukan penelitian peningkatan efisiensi pemupukan N dengan rekayasa kelat urea-humat pada jenis tanah yang mempunyai tekstur kasar (Entisol) dengan menggunakan tanaman tebu varietas PS 851 sebagai tanaman indikator. (Sri Nuryani H.U, dkk ; 2007 ) • Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelapisan urea dengan asam humat yang berasal dari Gambut Kalimantan sebesar 1% menghasilkan pupuk urea yang lebih tidak mudah larut daripada yang dilapisi asam humat dari Rawa Pening. Dengan pelepasan N yang lebih lambat diharapkan keberadaan N di dalam tanah lebih awet dan pemupukan menjadi lebih efisien. Pupuk urea-humat telah diaplikasikan ke tanah Psamment (Entisol) yang kandungan pasirnya tinggi (tekstur kasar) untuk mewakili jenis-jenis tanah yang biasa ditanami tebu dengan tekstur yang paling kasar. Respons tanaman tebu varietas PS 851 menunjukkan kinerja pertumbuhan yang lebih baik di tanah Vertisol. (Sri Nuryani H.U, dkk ; 2007 ) • Rekayasa kelat urea-humat secara fisik dan kimia terbukti meningkatkan efisiensi pemupukan N pada tanaman tebu. Penelitian ini memperlihatkan bahwa memang efisiensi pemupukan N pada tanah Entisol dan Vertisol rendah, bahkan di Entisol lebih rendah (hanya sekitar 25 %). Aplikasi pupuk urea-humat pada tanah Vertisol dan Entisol terbukti meningkatkan efisiensi pemupukan N hingga 50 %. Di tanah Entisol bahkan efisiensi pemupukan yang lebih tinggi dicapai pada dosis pupuk yang lebih rendah. (Sri Nuryani H.U, dkk ; 2007 ) • Rhodamin B Nama Kimia : N-[9-(2-Carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanthen3-ethyethanaminium chlorida. Sinonim: tetra ethylrhodamine; D & C Red No. 19; Rhodamine B Chloride; C. l. Basic Violet 10; C. l. 45170. dan metanil yellow Nama kimia : 3-[[4-(phenylamino) phenyl] azo]; C.I. Acid yellow 36; merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil (Djalil, dkk, 2005). • Walaupun memiliki toksisitas yang rendah, namun pengkonsumsian rhodamin B dalam jumlah yang besar maupun berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif yaitu iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, dan gangguan hati/liver (Trestiati, 2003). Rhodamin B memiliki LD50 sebesar 89,5 mg/kg jika diinjeksikan pada tikus secara intravena (Merck Index, 2006). Sedangkan untuk metanil yellow dapat menyebabkan iritasi pada mata jika dikonsumsi dalam jangka panjang (Anonima, 2007). Kuning metanil juga dapat bertindak sebagai tumor promoting agent dan menyebabkan kerusakan hati (Djalil, dkk, 2005). Metanil yellow memiliki acute oral toxicity (LD50) sebesar 5000mg/kg pada tikus percobaan (Anonima, 2007). • Hasil penelitian yang dilakukan oleh Eddy Setyo Mudjajanto dari Institut Pertanian Bogor (IPB), menemukan banyak penggunaan zat pewarna rhodamin B dan metanil yellow pada produk makanan industri rumah tangga. Rhodamin B dan metanil yellow sering dipakai untuk mewarnai kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup, biskuit, sosis, makaroni goreng, minuman ringan, cendol,manisan, gipang, dan ikan asap. Makanan yang diberi zat pewarna ini biasanya berwarna lebih terang (Mudjajanto, 2007) • 3. KESIMPULAN • Setelah mengumpulkan dan memahami aplikasi senyawa kompleks yang bersumber dari jurnal ilmiah atau makalah ilmiah yang didownload dari internet maka penulis mengammbil kesimpulan sebagai berikut: • 1. Aplikasi senyawa kompleks sangat beragam dan banyak sekali. • 2. Tujuan utama penelitian tentang senyawa kompleks adalah untuk pengembangan IPTEK yang berguna untuk kesejahteraan umat manusia dan makhluk lain yang ada dimuka bumi ini • 3. Aplikasi senyawa kompleks banyak juga disalah gunakan oleh oknum atau manusia sehingga membahayakan kelangsungan hidup bahkan dapat menyebabkan kematian. • 4. Penelitian tentang senyawa kompleks ini akan terus berkembang sangat pesat baik sintesis maupun aplikasinya. • DAFTAR PUSTAKA • Adang H.G., Sri Aguswarini, Abidin, Karyadi, Sri Bagiawati . 2007. Evaluasi Biologis • Senyawa Kompleks Renium-186 Fosfonat Sebagai Radiofarmaka Terapi Paliatif Kanker Tulang. Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka – BATAN Kawasan PUSPIPTEK – Serpong • Iis Siti Jahro, Djulia Onggo, Ismunandar dan Susanto Imam Rahayu. Kajian Mekanisme Reaksi Kompleks Multi Inti FeII-MnII-CrIII Dengan Ligan Ion Oksalat Dan 2,(2’-pyridyl)quinoline Dalam Pelarut Metanol dan Air. Departemen Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung Jln. Ganesha No. 10 Bandung, 40132e-mail : [email protected] • Mita Rilyanti , Zipora Sembiring, R.A. Tri Handayani dan EM Subki. 2008. Sintesis Senyawa Kompleks Cis-[Co(Bipi)2(Cn)2] Dan Uji Interaksinya Dengan Gas No2 Menggunakan Metoda Spektrofotometri Uv-Vis Dan IR . Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II Universitas Lampung, • Sri Nuryani H.U*, Benito Heru Purwanto*, Azwar Maas*, Wiwik EW**, Oka A Bannati and K.D. Sasmita. 2007. Peningkatan Efisiensi Pemupukan N Pada Tanaman Tebu Melalui Rekayasa Khelat Urea-Humat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No.2. p: 93-102. • Eniya Listiani Dewi. BSS_96-1. Studi Respirasi Biologis 4-Elektron Transfer Sebagai Reaksi Katalis Inorganik Logam Pada Katoda Fuel Cell. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Pusat Teknologi Material. MH. Thamrin 8, BPPT II, Lt.22, Jakarta. Email: [email protected] • Sulaiman, Adang Hardi G dan Noor Anis Kundari. 2007. Pemisahan Dan Karakterisasi Spesi Senyawa Kompleks Ytrium-90 Dan Stronsium-90 Dengan Elektroforesis Kertas. JFN, Vol.1 No.2 . ISSN 1978-8738. Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka – BATAN. •