BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
a. Teori U Terbalik (Inverted U Theory)
Teori kurva U terbalik adalah model yang paling banyak digunakan
untuk menjelaskan hubungan antara tekanan dan kinerja (Asna Manullang,
2010). Menurut Robbins (2006), logika yang mendasari teori U terbalik
(Gambar 2.1) bahwa stres pada tingkat rendah sampai sedang merangsang
tubuh dan meningkatkan kemampuan bereaksi. Pada saat itu individu
biasanya mampu melakukan pekerjaan dengan lebih baik, lebih intensif atau
lebih cepat. Tetapi apabila terlalu banyak stres akan menempatkan tuntutan
yang tidak dapat dicapai atau kendala seseorang, yang mengakibatkan kinerja
menurun. Sedangkan stres didefinisikan sebagai kondisi yang di dalamnya
individu menghadapi peluang, kendala (constrains), atau tuntutan (demans)
yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya yang
dipersepsikan sebagai sesuatu yang tidak pasti tetapi penting (Robbins, 2006).
Model teori U terbalik juga menggambarkan reaksi terhadap stres dari waktu
ke waktu dan terhadap perubahan intensitas stres. Robbins (2006), juga
menyebutkan bahwa model ini tidak mendapatkan banyak dukungan secara
empiris. Hubungan linier tersebut menjadi dasar penelitian ini dalam
menghubungkan antara time budget pressure, risiko audit, kompleksitas
audit.
Gambar 2.1
Kurva U Terbalik
tinggi
Kinerja
rendah
rendah
tinggi
Stres
Sumber: Robbins (2006)
b. Auditing
Menurut Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark S. Beasley (2011;4)
dalam Sukrisno Agoes (2012;3)
“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about
information to determine and report on the degree of correspondence
between the information and established criteria. auditing should be done by
a competent, independent person”.
“Audit adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk
menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria
yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh yang kompeten, orang
independen.”
Menurut Sukrisno Agoes (2012) pengertian audit adalah,
“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh
pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh
manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya,
dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan
keuangan tersebut.”
c. Prosedur Audit
Prosedur audit adalah rincian instruksi yang menjelaskan bukti
audit yang harus diperoleh selama audit (Alvin A. Arens, 2008). Dalam
memutuskan prosedur audit mana yang akan digunakan, auditor dapat
memilihnya dari delapan kategori bukti yang luas,yang disebut sebagai
jenis-jenis bukti. Setiap prosedur audit mendapat satu atau lebih jenis-jenis
bukti berikut:
1. Pemeriksaan fisik (physical examination)
2. Konfirmasi (comfirmtion)
3. Dokumentasi (documentation)
4. Prosedur analitis (analytical procedures)
5. Wawancara dengan klien (inquiries of the client)
6. Rekalkulasi (recalculation)
7. Pelaksanaan-ulang (reperformance)
8. Observasi (observation)
d. Standar Auditing
Pada tahun 1972 untuk pertama kali Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
berhasil menerbitkan norma hasil pemeriksaan akuntan. Pada kongres IAI
ke VII pada yahun 1994 disahkan Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAK) yang memuat uraian mengenai standard profesi akuntan publik,
berbagai standard auditing yang telah diklasifikasikan, pernyataan standard
atestasi yang telah diklasifikasikan, serta pernyataan jasa akuntansi dan
review.
Standar auditing merupakan pedoman untuk membantu auditor
dalam memenuhi tanggung jawab profesinya untuk melakukan audit atas
laporan keuangan.Standar audit mencerminkan ukuran mutu pekerjaan audit
laporan keuangan (Arens, 2010;42). Menurut standard audit referensi
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), terdiri atas sepuluh
standard,dan terbagi dalam tiga kelompok yaitu:
a. Standar Umum
1. Keahlian dan kompetensi teknis yang memadai
2. Sikap mental yang independen
3. Kemahiran professional dengan cermat dan seksama
b. Standar Pekerjaan Lapangan
Merupakan pedoman auditor dalam melaksanakan prosedur audit,
standard pekerjaan lapangan antara lain: Perencanaan Dan Supervisi
Audit.
a) Perencanaan,
merupakan
pengembangan
strategi
menyeluruh
pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan, yang meliputi
penentuan: (i) Sifat, luas, dan pelaksanaan audit. (i) Program audit
b) Supervisi, mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan
audit atau penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervise
adalah:
(1) Memberikan instruksi kepada asisten.
(2) Menjaga informasi maslah-masalah penting yang dijumpai dalam
audit.
(3) Mereview pekerjaan yang dilaksanakan.
(4) Menyelesaikan perbedaan pendapat diantara staf audit kantor
akuntan.
(5) Pemahaman memadai atas pengendalian intern.
Auditor
pengendalian
harus
intern
memperoleh
yang
memadai
pemahaman
untuk
tentang
merencanakan
audit,menentukan sifat, saran dan ruang lingkup pengujian
dengan
melaksanakan
prosedur
untuk
memahami
desain
pengendalian yang relavan dengan audit atas laporan keuangan,
dan apakah pengendalian intern tersebut dioperasikan.
c) Bukti Kompeten Yang Cukup
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh mealui
inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai
dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.
c. Standar Pelaporan
1) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
2) Laporan auditor harus menunjukkan dan menyatakan, jika ada
ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan
prinsip tersebut dalam periode sebelumnya.
3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan serta keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyatan
demikian tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam hal ini nama auditor dikaitkan dalam laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat
pekerjaan audit yang diaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung
jawab yang dipikul oleh auditor.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa standard
auditing berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu pelaksanaan
audit serta tujuan yang akan dicapai. Dan secara spesifik standar
auditing dikelompokkan menjadi tiga, yaitu standar umum, standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Standar umum mencakup
keahlian, sikap mental independen seorang auditor, dan kemahiran
professional kinerja seorang auditor, dengan standar pekerjaan
lapangan yang mencakup perencanaan dan supervise audit dan bukti
kompeten yang cukup, serta standar pelaporan yang berkaitan dengan
pengaturan penyajian laporan hasil audit.
e. Jenis- jenis Audit
Sukrisno Agoes (2012), ditinjau dari luasnya pemeriksaan,audit
bisa dibedakan atas;
1. Pemerikasaan Umum (General Audit)
Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang
dilakukan oleh KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan
pendapat
mengenai
kewajaran
laporan
keuangan
secara
keseluruhan.Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan
Standar Profesional Akuntan Publik atau ISA atau Panduan Audit
Entitas Bisnis Kecil dan memperhatikan Kode Etik Akuntan Indonesia.
2. Pemriksaan Khusus (Special Audit)
Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee)
yang dilakukan oleh KAP yang independen, dan pada akhir
pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap
kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat yang
diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa,
karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas.
f. Tujuan Audit
Tujuan Audit umum atas laporan keuangan oleh auditor independen
adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam semua hal yang
material, posisi keuangan, hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsipprinsip akuntansi yang berlaku umum. Langkah-langkah untuk menyusun
berbagai tujuan audit adalah sebagai berikut (Halim, 2008; 147) dalam
(Abdul Muhshyi, 2013):
a) Memahami berbagai tujuan dan tanggungjawab audit.
b) Memecahkan laporan keuangan menjadi berbagai siklus.
c) Mengetahui berbagai asersi manajemen tentang aku-akun.
d) Mengetahui berbagai tujuan audit umum atas berbagai akun dan kelas
transaksi
e) Mengetahui berbagai tujuan audit spesifik atas berbagai akun dan kelas
transaksi.
g. Time Budget Pressure
Time budget pressure adalah keadaan yang menunjukkan auditor
dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah
disusun atau terdapat pembahasan waktu anggaran yang sangat ketat dan
kaku (Sososutikno, 2003) dalam (Rr. Putri Arsika Nirmala, Nur Cahyonowati
2013). Dalam praktiknya, time budget digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi auditor dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya. Ketepatan waktu
dalam menyelesaikan tugas audit merupakan komponen penting dalam
penilaian kinerja auditor. Hal ini yang kemudian menimbulkan tekanan bagi
auditor untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai waktu yang telah
dianggarkan (Rr. Putri Arsika Nirmala, Nur Cahyonowati 2013).
Nataline (2007) dalam Abdul Muhshyi (2013), yang menyebutkan
bahwa saat menghadapi tekanan anggaran waktu, auditor akan memberikan
respon dengan dua cara yaitu, fungsional dan disfungsional. Tipe fungsional
adalah perilaku auditor untuk bekerja lebih baik dan menggunakan waktu
sebaik-baiknya.Sedangkan, tipe disfungsional adalah perilaku auditor yang
membuat penurunan kualitas audit (Setyorini, 2011:15) dalam (Abdul
Muhshyi, 2013).
Time pressure yang diberikan oleh Kantor Akuntan Publik kepada
auditornya bertujuan untuk mengurangi biaya audit. Semakin cepat waktu
pengerjaan audit, maka biaya pelaksanaan audit akan semakin kecil (Abdul
Muhshyi, 2013). Keberadaan time pressure ini memaksa auditor untuk
menyelesaikan tugas secepatnya/sesuai dengan anggaran waktu yang telah
ditetapkan. Pelaksanaan prosedur audit seperti ini tentu saja tidak akan sama
hasilnya bila prosedur audit dilakukan dalam kondisi tanpa time pressure.
Agar menepati anggaran waktu yang telah ditetapkan, ada kemungkinan bagi
auditor untuk melalukan pengabaian terhadap prosedur audit bahkan
pemberhentian prosedur audit (Lestari, 2010:18).
Time Pressure memiliki dua dimensi yaitu time budget pressure
(keadaan dimana auditor dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap
anggaran waktu yang telah disusun, atau terdapat pembatasan waktu dalam
anggaran yang sangat ketat) dan time dealine pressure (kondisi dimana
auditor dituntut untuk menyelesaikan tugas audit tepat pada waktunya)
(Heryningsih, 2001; 45) dalam (Abdul Muhshyi, 2013). Fungsi Anggaran
waktu dalam Kantor Akuntan Publik adalah sebagai dasar estimasi biaya
audit, alokasi staf ke masing-masing pekerja dan evaluasi kinerja staf auditor
Suryanita,, dkk(2007;23).
Apabila KAP tidak bisa mengalokasikan waktu, sehingga waktu audit
menjadi lebih lama maka berdampak pula pada cost audit yang semakin
besar. Hal ini akan membuat klien memilih KAP lain yang bisa
menyelesaikan tugas auditnya dengan efektif dan efesien (Sososutiksno,
2005; 3).
Auditor yang menyelesaikan tugas melebihi waktu normal yang telah
dianggarkan cenderung dinilai memiliki kinerja yang buruk oleh atasannya
atau sulit mendapatkan promosi. Kriteria untuk memperoleh peringkat yang
baik adalah pencapaian anggaran waktu. Akhir-akhir ini tuntutan tersebut
semakin besar dan menimbulkan time pressure (Lestari, 2010:17).
h. Risiko audit
Risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari
tidak memodifikasikan pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu
laporan keuangan yang mengandung salah saji material (Sukrisno Agoes,
2012). Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, akan semakin
rendah pula risiko audit yang auditor bersedia menanggungnya, Begitu juga
sebaliknya (IAI 2012).
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pengaruh tekanan anggaran
waktu pada perilaku auditor disebabkan oleh risiko dan pentingnya keputusan
yang mendasarinya. Ben Zur dan Breznitz (1981) dalam Abdul Muhshyi
(2013), menemukan bahwa keputusan yang diambil oleh auditor cenderung
tidak berisiko pada tekanan anggaran waktu yang tinggi.
Penilaian terhadap risiko yang dihadapi oleh auditor secara jelas
dinyatakan dalam standard audit yaitu Pernyataan Stadar Auditing (PSA)
Seksi 312, risiko audit dan materrialitas dalam pelaksanaan audit (IAI)
dimana risiko audit perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat dan
lingkup prosedur audit perlu dipertimbangkan dalam menetukan sifat, saat
dan lingkup prosedur audit serta dalam mengevaluasi prosedur tersebut. Pada
tingkat saldo atau golongan transaksi, risiko audit terdiri dari:
a) Risiko Bawaan (Inherent risk)
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan
transaksi terhadap salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak
terdapat
pengendalian
kompleksitas
transaksi,
yang terkait,
seperti
perkembangan
pengukuran
teknologi
dan
tingkat
operasi,
pengamatan laporan audit terdahulu, akun-akun atau transaksi yang sulit
diaudit.
b) Risiko Pengendalian (Control risk)
Risiko pengendalian adalah risiko salah saji yang dapat terjadi
dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu
oleh pengendalian intern entitas, maka dapat dilihat berdasarkan struktur
organisasi klien teknik dalam sistem pengendalian, bukti dan efektifitas
pengendalian internal klien.
c) Risiko Deteksi (Detection risk)
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi
salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko dekteksi
merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh
auditor. Risiko ini timbul sebagian arena adanya ketidakpastian.
Ketidakpastian ini muncul karena auditor mungkin memilih salah satu
preosedur audit yang tidak sesuai, menerapkan secara keliru prosedur
yang
semestinya,
atau
menafsirkan
secara
keliru
hasil
audit.
Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada tingkat yang dapat
diabaikan melalui perncanaan penerimaan tingkat risiko, pengujian
subtantif risiko klien, hubungan penetapan resiko bawaan dan
pengendalian.
PSA Seksi 312 juga menyebutka bahwa, auditor juga mengalami
risiko praktek profesioal lainnya akibat dari tuntutan pengadilan,
publikasi negatif atau peristiwa lain yang timbul berkaitan dengan
laporan keuangan yang telah diaudit dan dilaporkan. Risiko ini tetap
dihadapi oleh auditor meskipun telah melaksanakan tugas berdasarkan
standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan telah
melaporkan hasil audit atas laporan keuagan dengan semestinya.Hal ini
mensyaratan bahwa meskipun auditor menetapkan risiko pada tingkat
yang rendah, auditor tidak boleh melakasanakan prosedur yang kurang
luas sebagaimana yang seharusnya (Simanjuntak).
i. Kompleksitas Audit
Kompleksitas
audit
merupakan
audit
yang tidak
terstruktur,
membingungkan dan sulit (Halim, Abdul ,2005). Akuntan selalu dihadapkan
dengan tugas-tugas yang kompleks, berbeda-beda dan saling terkait satu
dengan yang lainnya. Kompleksitas audit didasarkan pada persepsi tentang
kesulitas suatu tugas audit. Persepsi menimbulkan kemungkinan bahwa suatu
tugas audit sulit bagi seorang, namun mungkin juga mudah bagi orang lain
(Halim, Abdul, 2005). Terkait dengan tugas pengauditan, tingginya
kompleksitas audit dapat menyebabkan auditor berperilaku disfungsional
sehingga menyebabkan penurunan kualitas audit (Rr. Putri Arsika Nirmala,
Nur Cahyonowati, 2013)
Jamilah (2007:10) mengemukakan ada tiga alasan yang cukup
mendasar mengapa pengujian terhadap kompleksitas tugas untuk sebuah
situasi audit perlu dilakukan:
1. Kompleksitas tugas ini diduga berpengaruh signifikan terhadap kinerja
seorang auditor.
2. Sarana dan teknik pembuatan keputusan dan latihan tertentu diduga telah
dikondisikan sedemikian rupa ketika para peneliti memahami keganjilan
pada kompleksitas tugas audit.
3. Pemahaman terhadap kompleksitas dari sebuah tugas dapat membantu tim
manajemen audit perusahaan menentukan solusi terbaik bagi staf audit dan
tugas audit.
Restu Indriantoro (2006; 108) menyatakan bahwa kompleksitas
muncul dari ambiguitas dan struktur yang lemah, baik dalam tugas-tugas
utama maupun tugas-tugas lain. Pada tugas-tugas yang membingungkan
/ambigous dan tidak terstruktur, alternatif-alternatif yang ada tidak dapat
diidentifikasi, sehingga tidak dapat diperoleh dan outputnya tidak dapat
diprediksi.
Audit menjadi semakin kompleks dikarenakan tingkat kesulitan
(task difficulity) dan variabilittas tugas (task variability) audit yang
semakin tinggi. Beberapa tugas audit dipertimbangkan sebagai tugas
dengan kompleksitas yang tinggi dan sulit sementara yang lain
memprespsikannya sebagai tugas yang mudah (Jiambalvo dan Pratt, 1982)
dalam (Abdul Muhshyi, 2013). Kompleksitas tugas pada penelitian ini
didefinisikan sebagai tugas yang kompleks, terdiri atas bagianbagian yang
banyak, berbeda-beda dan saling terkait satu sama lain. Dalam
pelaksanaan tugasnya yang kompleks, auditor junior sebagai anggota pada
suatu tim audit memerlukan keahlian, kemampuan dan tingkat kesabaran
yang tinggi (Sabarudinsah, 2007:7)
j. Kualitas Audit
Kualitas Audit diartikan oleh De Angelo, 1981 dalam (Simajuntak,
2008:15)
“Sebagai
gabungan
probabilitas
seorang
auditor
untuk
dapat
menemukan dan melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam sistem
akuntansi klien. Seorang auditor dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas
pekerjaaan yang tinggi, karena auditor mempunyai tanggung jawab yang besar
terhadap pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu
perusahaan termasuk masyarakat. Tidak hanya bergantung pada klien saja.”
Kualitas audit terkait dengan adanya jaminan auditor bahwa laporan
keuangan tidak menyajikan kesalahan yang material atau memuat kecurangan
(Astriana, 2010). Kualitas audit atau Audit quality oleh Kane dan Velury
(2005), didefinisikan sebagai tingkat kemampuankantor akuntan dalam
memahami bisnis klien. Banyak factor
yang memainkan peran tingkat
kemampuan tersebut seperti nilai akuntansi yang dapat menggambarkan
keadaan ekonomi perusahaan, termasuk fleksibilitas penggunaan dari
generally accepted accounting principles (GAAP) sebagai suatu aturan
standard, kemampuan bersaing secara kompetitif yang digambarkan pada
laporan keuangan dan hubungannya dengan resiko bisnis,dan lain sebagainya
(Simanjutak, 2008).
Audit sendiri dalam arti luas didefinisikan sebagai suatu proses
sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif
mengenai asersi-asersi tentang kegiatan dan kejadian ekonomi untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria
yang telah ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasil kepada para pengguna
yang berkepentingan. Dari pendapat tersebut dapat digambarkan hal-hal
penting sebagai berikut (Simanjuntak, 2008: 14).
1. Audit harus dilakukan secara sistematis. Hal ini berarti audit tersebut
dilakukan secara terencana dan menggunakan orang–orang yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang memadai sebagai auditor, serta mampu
menjadi independensi dalam sikap mental baik dalam penampilan maupun
dalam tindakan.
2. Harus memperoleh bukti-bukti untuk dapat membuktikan hasil investigasi
serta mengevaluasi apakah informasi keuangan telah sesuai dengan kriteria
dan standar akuntansi yang telah ditetapkan.
3. Menetapkan tingkat kesesuaian atau kewajaran antara asersi-asersi dalam
laporan keuangan klien dengan kriteria atau standar yang telah ditetapkan.
Kriteria atau standar yang dimaksud adalah sesuai prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
4. Menyampaikan hasil-hasil auditannya kepada para pengguna yang
berkepentingan (kepada managerial ownership), sehingga para pengguna
yang berkepentingan dengan informasi tersebut akan dapat membuat
keputusan ekonomi.
Kualitas audit terkait dengan adanya jaminan auditor bahwa laporan
keuangan tidak menyajikan kesalahan yang material atau memuat kecurangan
(Astriana, 2010). De Angelo (1981) dalam Coram, dkk, (2004:10)
menyatakan bahwa kualitas audit dapat dilihat dari tingkat kepatuhan auditor
dalam melaksanakan berbagai tahapan yang seharusnya dilaksanakan dalam
sebuah kegiatan pengauditan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kualitas audit
menyangkut kepatuhan auditor dalam memenuhi hal yang bersifat procedural
untuk memastikan keyakinan terhadap keterandalan laporan keuangan
(Simanjuntak, 2008:15-16).
Audit adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang
kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat
kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan Mulyadi (2002:9).
Simanjuntak (2008:17), menyebutkan bahwa terdapat berbagai
dimensi dari kualitas audit. Hal ini dapat dilihat dari hubungan antara
komponen kualitas audit yaitu produk yang dihasilkan dari kualitas audit
dan pengaruhnya terhadap informasi laporan keuangan. Komponen dari
kualitas audit adalah reputasi auditor dan kekuatan monitoring auditor yang
didapatkan dari para professional dan literatur akademis.
k. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini merupakan penggabungan variabel-variabel
dari penelitian sebelumnya. Asna Manulang (2010) meneliti adanya
pengaruh tekanan anggaran waktu dan resiko kesalahan terhadaap kualitas
audit, Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa tekanan anggaran waktu
mempunyai pengaruh terhadap berbagai perilaku auditor dalam yang
menyebabkan penurunan kualitas audit. Tekanan yang diberikan oleh
manajemen dalam menentukan anggaran waktu diperkirakan merupakan
faktor yang terlibat penting dalam perilaku auditor. Hal ini ditunjukkan
dalam beberapa tingkat tekanan waktu dan resiko yang dihadapi oleh
auditor dalam penugasan audit.
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
NO
Nama Peneliti
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
1.
Asna Manullang (2010)
“Pengaruh Tekanan Anggaran
Waktu dan Resiko Kesalahan
terhadap kualitas audit”
Sampel: Auditor yang
bekerja pada KAP The big
four dan non the big four di
DKI Jakarta.
Alat Uji: Menggunakan
uji statistik SPSS Versi 13.
Tekanan Anggarn Waktu dan
Resiko Kesalahan berpengaruh
negatif signifikan terhadap
kualitas audit.
2.
Goodman Hutabarat (2012)
“Pengaruh Time Budget
Pressure dan Etika Auditor
terhadap kualitas audit”
Sample: Auditor yang
terdapat di KAP Jawa
Tengah. Metode samplimg
yang digunakan adalah
metode purposive sampling.
Masing-masing variable
independen secara bersamaan
(simultan) berpengaruh positif
terhadap penurunan kualias audit.
3.
Margi Kurniasih,abdul Rohman
(2014) “Pengaruh fee audit
audit tenure, dan rotasi audit
terhadap kualitas audit”
Sample:Perusahaan yang
terdapat di BEI pada periode
2008-2012 berjumlah 230
perusahaan
Fee audit dan rotasi audit
berpengaruh signifikan positif
terhadap kualitas audit, sedangkan
audit tenur berpengaruh signifikan
negative terhadap kualitas audit.
4.
Widiarti (2013) “pengaruh
gender, umur dan kompleksitas
tugas auditor pada kualitas audit
kantor akuntan publik di bali”
Populasi:KAP yang terdaftar
sebagai anggota
(IAPI) yang berjumlah
sebanyak 71 audito
Metode: purposive sampling
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa gender, umur, dan
kompleksitas berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit.
5.
A.A Putu Ratih Cahaya
Ningsih, P.Dysan
Yaniartha(2013)
“Pengaruh kompetensi,
independensi, dan time budget
pressure terhadap kualitas audit”
Sampel: Auditor yang
bekerja pada KAP di Bali
dan sekurang-kurangnya
telah melakukan audit 3 kali
dalam 2 tahun.
Metode yang dlakukan
adalah purposive sampling
Kompetensi dan independensi
berpengaruh positif signifikan
terhadap kualitas audit, sedangkan
time budget pressure berpengaruh
negatif signifikan terhadap
kualitas audit.
B. Rerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian di atas, gambaran menyeluruh tentang pengaruh
time badged pressure, risiko audit dan kompleksitas audit terhadap kualitas
audit adalah sebagai berikut:
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran
X1
Pressure
Time Budged
Y
Variabel
Independen
X2
Resiko Audit
X3
X3
Kompleksitas
Audit
Kualitas
Audit
Variabel
dependen
C. Hipotesis
1. Pengaruh time Budget Pressure terhadap Kualitas Audit
Time budget pressure adalah keadaan yang menunjukkan auditor
dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah
disusun atau terdapat pembahasan waktu anggaran yang sangat ketat dan
kaku (Sososutikno, 2003). Tekanan yang dihasilkan oleh anggaran waktu
yang ketat,secara konsisten berhubungan dengan perilaku disfungsional.
Penelitian Prasita dan Adi (2007) menunjukan bahwa tekanan
anggaran waktu memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap
kualitas audit, sehingga menimbulkan stress yang pada akhirnya mendorong
auditor melakukan pelanggaran terhadap standar audit dan mendorong
adanya prilaku-prilaku yang tidak etis atau disfungsional yang justru
menghasilkan kinerja buruk auditor yang berakibat rendahnya kualitas
audit.Konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Asna Manullang
(2010) yang meneliti tentang “tekanan anggaran waktu dan risiko audit
terhadap kualitas audit” dimana tekanan anggaran waktu berpengaruh
negatif terhadap kualitas audit.
Dalampraktiknya, time budget digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi auditor dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya. Ketepatan waktu
dalam menyelesaikan tugas audit merupakan komponen penting dalam
penilaian kinerja auditor. Hal ini yang kemudian menimbulkan tekanan bagi
auditor untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai waktu yang telah
dianggarkan. Tekanan inilah yang memungkinkan auditor mengurangi
kepatuhannya dalam mengikuti dan menjalankan prosedu raudit. Dengan
demikian hipotesis yang dapat diajukan adalah:
H1: Time budget pressure berpengaruh negatif terhadap kualitas audit
2. Pengaruh risiko audit terhadap kualitas audit
Penilaian risiko untuk pelaporan keuangan adalah identifikasi
manajemen dan analisis risiko yang relevan dengan persiapan laporan
keuangan yang sesuai GAAP/ Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP).
Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit, “Risiko Audit
adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan
keuangan yang mengandung salah saji material”. Semakin pasti auditor
dalam menyatakan pendapatnya, akan semakin rendah pula risiko audit
yang auditor bersedia menanggungnya.
Penelitian terhadap kualitas audit yang berhubungan dengan
pengaruh dari berbagai tingkatan tekanan anggaran waktu dapat
menggunakan berbagai alternatif pendekatan. Sebuah alternatif pendekatan
yang rasional sehubungan dengan perilaku kualitas audit adalah hubungan
kinerja pekerjaan yang dilakukan pada kondisi “risiko rendah” pada saat
penugasan audit. Hasil penelitian yang dilakukan Asna Manullang (2010)
menemukan bahwa risiko audit berpengaruh negatif terhadap kualitas
audit.Willet dan Page (1996) dalam Abdul Muhshyi (2013) menemukan
bahwatekanan anggaran waktu merupakan alasan untuk melakukan perilaku
kualitas audit dalam kondisi tingat risiko pekejaan yang rendah, sehingga
auditor menentukan bahwa terdapat hal-hal yang merupakan “pekerjaan
yang tidak penting”. Dengan demikian hipotesis yang dapat diajukan
adalah:
H2: Risiko audit berpengaruh negatif terhadap kualitas audit
3. Pengaruh kompleksitas audit terhadap kualitas audit
Kompleksitas audit merupakan salah satu faktor penentu kualitas
audit. Menurut Libby dan Lipe (1992) dan Kennedy (1993) dalam
Marganingsih dan martini (2009:9) menyatakan bahwa kompleksitas audit
sebagai alat untuk meningkatkan kualitas kerja. Hal tersebut dapat
mempengaruhi usaha auditoruntuk mencapai hasil audit yang berkualitas
dengan peningkatkan kualitas kerja.
Marganingsih dan Martani (2009) dalam Sadewa Parama (2011:37)
menjelaskan bahwa kompleksitas tugas tidak memiliki pengaruh terhadap
kinerja auditor dan efeknya terhadap kualitas audit.
Setiap
tugas
ditanggapi
berbeda-beda
berdasarkan
persepsi
auditor.Selain dapat menggambarkan kemampuan dari seorang auditor,
kompleksitas tugas juga membantu Kantor Akuntan Publik dalam pemilihan
staf terkait tugas yang diberikan, Chung dan Monroe (2001:112). Penelitian
Prasita dan Andi (2007) menunjukan bahwa kompleksitas audit mempunyai
pengaruh negatif terhadap kualitas audit. Kompleksitas audit muncul karena
semakin tinggi variabilitas dan ambiguitas dalam tugas pengauditan
sehingga menjadi indikasi penyebab turunnya kualitas audit dan kinerja
auditor. Namun hasil berbeda ditunjukan oleh Tan et.al (2002) dan
Marganiangsih dan Martani (2009) yang menunjukan bahwa kompleksitas
tugas tidak terbukti signifikan mempengaruhi kinerja auditor.
Ketika tugas dirasakan sulit atau tidak terstruktur, maka akan
berpengaruh terhadap lamanya penyelesaian tugas audit dan akan
menurunkan tingkat keberhasilan tugas tersebut (Zuraidah dan takiah,
2007:5) dalam sadewa (2011:38). Maka, sesuai dengan penelitian Prasita
dan Adi (2007) serta Zuraidah dan Takiah (2007), peneliti menyatakan
hipotesa bahwa kompleksitas audit diduga berpengaruh terhadap kualitas
Audit.
Terkait dengan tugas pengauditan, tingginya kompleksitas audit
dapat
menyebabkan
auditor
berperilaku
disfungsiona
lsehingga
menyebabkan penurunan kualitas audit. Dengan demikian hipotesis yang
dapat diajukan:
H3: Kompleksitas audit berpengaruh negatif terhadap kualitas audit
Download