HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SISWA-SISWI SMAN 1 SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Saint Terapan MARTINDA BAKTI R0106034 PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 HALAMAN PERSETUJUAN KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SISWA-SISWI SMAN 1 SUKOHARJO Telah disetujui oleh Pembimbing untuk diuji Dihadapan Tim Penguji Disusun oleh : Martinda Bakti R0106034 Pada tanggal : Pembimbing I Pembimbing II M. Nur Dewi K, A.Md., SST, M.Kes _______________ Ika Sumiyarsi, S.SiT, M.Kes ______________ Ketua Tim KTI Mochammad Arief Tq, dr, MS, PHK NIP 19500913 198003 1 002 HALAMAN PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SISWA-SISWI SMAN 1 SUKOHARJO Disusun oleh : Martinda Bakti R0106034 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Studi Pada hari Senin, 12 Juli 2010 Pembimbing II Pembimbing I M. Nur Dewi K, A.Md.,SST, M.Kes. _____________ Penguji Endang Listyaningsih, dr, M.Kes. NIP 19640810 199802 2 001 Ika Sumiyarsi ,S.SiT, M. Kes Ketua Tim KTI Mochammad Arief Tq, dr, MS, PHK NIP 19500913 198003 1 002 Mengesahkan Ketua Program Studi D IV Kebidanan FK UNS H. Tri Budi Wiryanto, dr, Sp.OG (K) NIP : 195104211980111002 ABSTRACT Martinda Bakti. R0106034. 2010. The relationship between the level of Reproductive Health Knowledge with Adolescent Sexual Behavior Students SMA Negeri 1 Sukoharjo. D IV Midwifery Studies Program Faculty of Medicine, Sebelas Maret University. Sexual behavior problems are strongly associated with adolescents. This is caused by physical and psychological development of teenagers who encourage their curiosity about sexual matters that would affect their sexual behavior. So the level of knowledge of reproductive health is one factor that may affect adolescent sexual behavior. The purpose of this study is to determine the level of knowledge about reproductive health and sexual behavior of the students of SMAN 1 Sukoharjo and to investigate the relationship between the level of knowledge of reproductive health with adolescent sexual behavior. This research is an observational study with cross sectional analytic. The study was conducted in April 2010 and the sample in this study were students of SMAN 1 Sukoharjo class XI IPA which amounted to 55 respondents are taken using simple random sampling technique. The data in this study are primary data collected directly from respondents through questionnaire distribution. The variable in this study is the level of knowledge of reproductive health as independent variables and adolescent sexual behavior as the dependent variable. Analysis of the data in this study using the formula of Spearman Rank with SPSS 17 for Windows. The results from 55 respondents indicate their level of knowledge about reproductive health respondents mostly had good knowledge (80%) and the remainder were knowledgeable (20%). On sexual behavior data shows most of the students behaves quite good (70.9%), behaves poorly (12.7%) and good behavior (16.4%). Results of data analysis shows no significant correlation between the level of reproductive health knowledge and adolescent sexual behavior (p values> 0.05 ie 0.716) with the direction of the negative correlation (rho coefficient 0.050). Key words: knowledge of reproductive health, adolescent sexual behavior ABSTRAK Martinda Bakti. R0106034. 2010. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Remaja Siswa-Siswi SMA Negeri 1 Sukoharjo. Program Studi D IV Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Masalah perilaku seksual merupakan hal yang berkaitan erat dengan remaja. Hal ini disebabkan oleh perkembangan fisik dan psikis remaja yang mendorong rasa keingintahuan mereka tentang masalah seksual yang kelak akan mempengaruhi perilaku seksual mereka. Jadi tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan perilaku seksual siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo serta untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan April 2010 dan sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo kelas XI IPA berjumlah 55 responden yang diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling. Data pada penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan secara langsung dari responden melalui penyebaran kuesioner. Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi sebagai variabel bebas dan perilaku seksual remaja sebagai variabel terikat. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan rumus Spearman Rank dengan bantuan program SPSS 17 for Windows. Hasil penelitian dari 55 responden menunjukkan tingkat pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi sebagian besar mempunyai pengetahuan baik (80%) dan sisanya berpengetahuan sedang (20%). Pada data perilaku seksual menunjukkan sebagian besar siswa-siswi berperilaku cukup baik (70,9 %), berperilaku kurang baik (12,7 %) dan berperilaku baik (16,4 %). Hasil analisis data menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja (nilai p > 0,05 yaitu 0,716) dengan arah korelasi negatif ( nilai koefisien rho -0,050). Kata kunci : pengetahuan kesehatan reproduksi, perilaku seksual remaja KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul ”Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Remaja Siwa-siswi SMAN 1 Sukoharjo”. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana saint terapan Program Studi Diploma IV Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. A. A. Subijanto, dr, M. S. selaku Dekan Fakultas Kedokteran UNS Surakarta. 2. H. Tri Budi W, dr, SpOG (K), Ketua Prodi D IV Kebidanan Fakultas Kedokteran UNS Surakarta. 3. M. Nur Dewi K, A.Md.,SST, M.Kes. selaku pembimbing utama karya tulis. 4. Ika Sumiyarsi ,S.SiT, M. Kes selaku pembimbing pendamping karya tulis. 5. Endang Listyaningsih, dr, M.Kes. selaku penguji karya tulis. 6. Hj. Sri Lastari, S. Pd., M. Pd. selaku Kepala Sekolah SMAN 1 Sukoharjo. 7. Drs. Widodo selaku koordinator Bimbingan dan Konseling SMAN 1 Sukoharjo. 8. Drs. Heri Susanto selaku guru Bimbingan dan Konseling SMAN 1 Sukoharjo. 9. Bapak dan ibu yang telah membantu baik secara riil, materiil dan spiritual. 10. Bangkit Ary Pratama yang telah memberikan masukan, semangat dan motivasi. 11. Rekan-rekan mahasiswa DIV Kebidanan FK UNS yang telah banyak memberikan dukungannya. 12. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, maka dari itu penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan tugas yang akan datang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin Wassalamu’alaikum Wr. Wb Surakarta, 05 Juni 2010 Penulis RIWAYAT HIDUP Nama : MARTINDA BAKTI Tempat, tanggal lahir : Sukoharjo, 05 Juni 1989 Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Gronong RT 01 RW V Kelurahan Mandan, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah 57516 E-mail : [email protected] Riwayat pendidikan : 1. Lulus TK Dharmawanita tahun 1994 2. Lulus SD Negeri Mandan 3 tahun 2001 3. Lulus SMP Negeri 1 Sukoharjo tahun 2004 4. Lulus SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun 2006 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………. ii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………… …… iii ABSTRAK ………………………………………………………………… iv PERSEMBAHAN ………………………………………………………….. v KATA PENGANTAR ……………………………………………………… vi DAFTAR ISI ……………………………………………………………… vii DAFTAR TABEL ….………………………..…………………………… ix DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………. 1 B. Perumusan Masalah ………..………………………………………. 3 C. Tujuan ……..……………………………………………………….. 4 D. Manfaat ………………..…………………………………………… 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ……………………………….…………………. 6 B. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Remaja ………………………………….. 19 C. Kerangka Konsep …………………………………………………. 21 D. Hipotesis …………………………………………………………… 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian …….…………………………………………….. 23 B. Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………………… 23 C. Populasi Penelitian …………………………………………………. 23 D. Sampel dan Teknik Sampling ……………………………………… 24 E. Estimasi Besar Sampel …………………..………………………… 24 F. Kriteria Retriksi ……………………………….…………………… 25 G. Definisi Operasional Variabel ……………………………………… 26 H. Instumentasi ………………………………………………………... 29 I. Validitas dan Reliabilitas …………………………………………... 31 J. Pengolahan Data dan Analisis Data ………..……………………… 35 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden …………………………………………… 37 B. Analisis Univariat ………………………………………………….. 39 C. Analisis Bivariat ……………………………………………………. 42 BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden …………………………………………… 43 B. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi ……………………………….. 43 C. Perilaku Seksual Remaja …………………………………………… 45 D. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual …………………………………………… 46 BAB VI PENUTUP ………………………………………………………... 50 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Penilaian Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi ……... 26 Tabel 3.2 Penilaian Perilaku Seksual Remaja .......................................... 28 Tabel 3.3 Kisi-kisi Pertanyaan Kuesioner Kesehatan Reproduksi ……… 30 Tabel 3.4 Kisi-kisi Pertanyaan Kuesioner Perilaku Seksual ..................... 31 Tabel 3.5 Tabel Validitas Variabel Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi ................................................................................................ 32 Tabel 3.6 Tabel Validitas Variabel Perilaku Seksual Remaja ................. 33 Tabel 3.7 Panduan Interprestasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai p dan Arah Korelasi …………………………. 36 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ……………………………………………………………..…. 37 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur …………………………………………………………………………. 38 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi Pengetahuan Kesehatan Reproduksi ………………………………. 39 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi ... 40 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual Remaja ……………………. 41 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Jenis Perilaku Seksual Remaja ……………… 41 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………..... 21 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Jadwal Tahapan Penelitian ………………………………..... 55 Lampiran 2 Surat Pernyataan Keaslian ………………………………….. 56 Lampiran 3 Lembar Konsultasi Pembimbing I ………………………..... 57 Lampiran 4 Lembar Konsultasi Pembimbing II …………...…………..... 58 Lampiran 5 Surat Permohonan Penelitian ……………………………… 59 Lampiran 6 Kuesioner ……………………………………….………..... 60 Lampiran 7 Jawaban Kuesioner Tingkat Pengetahuan ………………….. 70 Lampiran 8 Validitas Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi ……. 71 Lampiran 9 Reliabilitas Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi ….. 80 Lampiran 10 Validitas Perilaku Seksual Remaja ……………………….. 81 Lampiran 11 Reliabilitas Perilaku Seksual Remaja……………………… 83 Lampiran 12 Analisis Bivariat Spearman Rho ………………………….. 84 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Remaja merupakan bagian fase kehidupan manusia dengan karakteristik khasnya yang penuh gejolak. Perkembangan emosi yang belum stabil dan bekal hidup yang masih perlu dipupuk menjadikan remaja lebih rentan mengalami gejolak sosial. Pada masa remaja terjadi perubahan bentuk persahabatan antara sesama jenis ke persahabatan dengan lawan jenis seperti pacaran dimana hal ini yang paling menonjol terjadi dalam sikap dan perilaku sosial remaja (Muzayyanah, 2008). Menurut WHO terdapat lebih dari separuh penduduk dunia berusia di bawah 25 tahun dan 80 % dari mereka tinggal di negara berkembang. Penduduk dunia yang berusia antara 10-24 tahun besarnya 30 %, sementara di Indonesia jumlah yang berumur 10-24 tahun mencapai 29,5 % dari total penduduk yaitu 61.925.000 jiwa. Melihat jumlahnya yang sangat besar, maka remaja sebagai generasi penerus bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang sehat secara jasmani, rohani dan mental spiritual. Tetapi faktanya, dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak remaja pada usia dini sudah terjebak dalam perilaku seksual yang tidak sehat (Pandiangan, 2005). Hasil penelitian program studi doktor Ilmu Kesehatan Mayarakat oleh Damayanti menunjukkan bahwa perilaku pacaran remaja SLTA di Jakarta menunjukkan 3,2 % sudah melakukan hubungan seks (BKKBN, 2007). Penelitian lain yang dilakukan oleh Arsita (2009) di SMAN 3 Sukoharjo menunjukkan bahwa perilaku negatif seks bebas remaja laki-laki dan perempuan mencapai 34,55 % yaitu 19 dari 55 responden dan 2 diantaranya telah melakukan hubungan seksual. Berdasarkan hasil survey PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) tahun 2003 dan survey IRRMA (Indonesian Reproductive Health & Right Monitoring and Advocation) tahun 2004, risiko yang dihadapi remaja menyangkut perkembangan kesehatan reproduksi dan seksualnya, antara lain sebanyak 15,8 % mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Selain itu, sebanyak 30,6 % remaja terkena infeksi HIV/AIDS dan 24,4 % terlibat pelacuran (Jameela, 2008). Siswanto A. Wilopo, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN menyatakan bahwa saat ini telah terjadi pergeseran perilaku seksual di kalangan remaja. Permasalahan utama kesehatan reproduksi remaja di Indonesia adalah kurangnya informasi mengenai kesehatan reproduksi (BKKBN, 2007). Kurangnya informasi yang diperoleh remaja tentang kesehatan reproduksi berdampak pada pengetahuan kesehatan reproduksi mereka. Data SKRRI (Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia) tahun 2002-2003 menyatakan bahwa pengetahuan kesehatan reproduksi remaja masih rendah. Pengetahuan remaja perempuan dan laki-laki tentang masa subur baru mencapai 29% dan 32,2%, pengetahuan tentang risiko kehamilan bila melakukan hubungan seksual sebanyak 49,5% dan 45,5% (Nastiti, 2009). Berdasarkan data-data di atas, peneliti bermaksud mengadakan penelitian mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo dengan pertimbangan bahwa SMAN 1 Sukoharjo merupakan salah satu SMAN favorit di Kabupaten Sukoharjo dimana kualitas input dari aspek kognitif sangat bagus. Tingginya kualitas aspek kognitif yang dimiliki siswa-siswi belum bisa menjamin tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi akan tinggi juga. Selain itu jika pengetahuan kesehatan reproduksi yang mereka miliki itu baik juga belum menjamin mereka akan berperilaku baik pula. Karena dari penelitianpenelitian yang ada, terungkap meskipun pengetahuan seseorang tentang kesehatan sudah tinggi, namun praktek perilaku hidup sehatnya masih rendah, ataupun sebaliknya seseorang berperilaku sehat meskipun pengetahuannya kurang (Notoatmodjo, 2007). Jadi peneliti tertarik untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo tentang kesehatan reproduksi serta bagaimana dampaknya terhadap perilaku seksual mereka. B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah adakah hubungan antara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja ? C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo tentang kesehatan reproduksi. b. Untuk mengetahui perilaku seksual yang sering dilakukan oleh siswasiswi SMAN 1 Sukoharjo. D. Manfaat penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi serta berbagai bentuk perilaku seksual remaja. 2. Manfaat aplikatif a. Institusi sekolah Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam pemberian pendidikan tentang kesehatan reproduksi remaja pada siswa-siswi SMA. b. Profesi Sebagai sumbangan aplikatif bagi tenaga kesehatan terutama bidan dalam memberikan pelayanan dan pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja. c. Remaja dan orang tua Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi remaja agar dapat memahami pentingnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sehingga perilaku seksual yang tidak sehat dapat dihindari. Manfaat bagi orang tua adalah untuk membuka wawasan mengenai pentingnya pendidikan seksual bagi anak. BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what. Apabila pengetahuan mempunyai sasaran tertentu, mempunyai metode atau pendekatan untuk mengkaji objek tersebut sehingga memperoleh hasil yang dapat disusun secara sistematis dan diakui secara umum, maka terbentuklah disiplin ilmu (Notoatmodjo, 2007). b. Tingkatan Menurut pendapat Notoatmodjo (2003) tingkat pengetahuan dapat dibagi menjadi 6, meliputi : 1) Tahu (Know) Kemampuan mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2) Memahami (Comprehention) Kemampuan untuk memperjelas objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3) Aplikasi (Aplication) Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. 4) Analisis (Analysis) Kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut. 5) Sintesis (Synthesis) Kemampuan menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru untuk menyusun suatu formulasi-formulasi. 6) Evaluasi (Evaluation) Kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian ini berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria-kriteria yang telah ada. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang menurut Notoatmodjo (2007), meliputi : 1) Pendidikan Merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan 2) Pengalaman Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat nonformal menambah 3) Informasi Orang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih luas pula. Salah satu sumber informasi yang berperan penting bagi pengetahuan adalah media masa 4) Lingkungan budaya Dalam hal ini faktor keturunan dan bagaimana orang tua mendidik sejak kecil mendasari pengetahuan yang dimiliki oleh remaja dalam berfikir selama jenjang hidupnya 5) Sosial ekonomi Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan biaya untuk menempuh pendidikan, sehingga pengetahuannya pun rendah 2. Remaja a. Pengertian Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Menurut Piaget, secara psikologis masa remaja adalah masa dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada di tingkatan yang sama (Hurlock, 2004). Pada tahun 1974, World Health Organization (WHO) memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual yaitu biologis, psikologik dan sosial ekonomi. Secara lengkap definisi tersebut adalah: 1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tandatanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual. 2) Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. 3) Menjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif mandiri. (Sarwono, 2000) Definisi remaja di atas didasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) wanita dan pria. WHO masih membagi kurun usia tersebut menjadi dua yaitu remaja awal usia 10-14 tahun dan remaja akhir usia 15-20 tahun (Sarwono, 2000). b. Tahap Perkembangan Remaja 1) Perkembangan Fisik a) Remaja laki-laki Pada remaja laki-laki pertumbuhan jakun menyebabkan suara remaja laki-laki parau beberapa waktu akhirnya turun satu oktaf. Pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder dan mulai mengalami ejakulasi (keluarnya air mani) akibat pengaruh dari hormon gonadotropin (Sarwono, 2000). b) Remaja Perempuan Perkembangan hormon pada remaja putri menyebabkan mereka mulai mengalami menstruasi. Pertumbuhan payudara dan munculnya tanda kelamin sekunder seringkali menyebabkan kecanggungan bagi remaja karena ia harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya (Sarwono, 2002). 2) Perkembangan Psikis Perkembangan psikis pada masa remaja biasanya ditandai dengan keadaan emosi yang tidak stabil dan tidak terkendali, kecenderungan untuk menyendiri, kesadaran untuk merawat diri sendiri dalam hal penampilan, meragukan konsep dan keyakinan akan religiusnya, meningkatnya keingintahuan tentang seks, dan sebagainya (Hurlock, 2004). 3. Kesehatan Reproduksi Remaja a. Pengertian Kesehatan Reproduksi Menurut Kartono dalam Nastiti (2009) kesehatan reproduksi remaja adalah keadaan sehat yang menyeluruh meliputi aspek fisik, mental dan sosial serta tidak ada penyakit, gangguan yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsinya maupun proses reproduksi itu sendiri. b. Faktor-faktor yang dapat berdampak buruk pada kesehatan reproduksi menurut Harahap (2009) adalah : 1) Faktor sosial ekonomi dan demografis Kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, ketidaktahuan tentang kesehatan reproduksi dan lokasi tempat tinggal yang terpencil. 2) Faktor budaya dan lingkungan Misalnya praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja. 3) Faktor psikologis Broken home (keretakan orang tua), depresi karena ketidakseimbangan hormon dan lain-lain. 4) Faktor biologis Cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit seksual, dan lain-lain. c. Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja 1) Organ reproduksi Organ reproduksi adalah bagian tubuh yang berfungsi untuk melanjutkan keturunan. Organ reproduksi pada wanita meliputi ovarium (indung telur), tuba fallopi, fimbrae (umbai-umbai), uterus (rahim), cervik uteri (leher rahim) dan vagina (lubang senggama). Organ reproduksi pada laki-laki meliputi Penis, glad penis, uretra (saluran kencing), vas deferens (saluran sperma), epedidimis, testis (pelir), scrotum (kantung pelir), kelenjar prostat, dan vesikula seminalis (Nastiti, 2009). 2) Menstruasi atau haid Menstruasi atau haid adalah keluarnya cairan bercampur darah dari vagina perempuan. Siklus mestruasi berulang setiap bulan. Ratarata 28-29 hari (normal 20-35 hari) dan dimulai pada saat pubertas, berhenti sesaat waktu hamil atau menyusui dan berakhir saat menopause ketika perempuan berumur sekitar 40-50 tahun (Nastiti, 2009). 3) Mimpi basah Mimpi basah adalah keluarnya sperma tanpa rangsangan pada saat tidur dan umumnya terjadi pada saat mimpi tentang seks. Sperma yang telah diproduksi akan dikeluarkan dari testis melalui saluran vas deferens kemudian berada dalam cairan mani. Sperma disimpan dalam kantung mani, jika penuh secara otomatis akan keluar. Jika tidak terjadi pengeluaran sperma ini akan diserap kembali oleh tubuh. Mimpi basah umumnya terjadi secara periodik berkisar setiap 2-3 minggu (Nastiti, 2009). 4) Kehamilan Merupakan suatu proses regenerasi yang diawali dengan pertemuan sel telur dengan sperma yang membentuk suatu sel embrio yang akan berkembang di dalam rahim sampai tejadi persalinan. Kehamilan pada remaja dapat menyebabkan beberapa resiko pada ibu dan bayi yang dilahirkan karena organ reproduksi remaja belum berkembang secara maksimal (Nastiti, 2009). 5) Onani atau mastrubasi Onani adalah aktivitas menyentuh atau meraba bagian tubuh dengan tujuan untuk merangsang secara seksual dirinya sendiri. Aktivitas ini dilakukan oleh laki-laki meupun perempuan. Menurut pertimbangan medis onani tidak membahayakan kesehatan selama tidak merusak bagian tubuh. Mitos yang mengatakan bahwa onani dapat menyebabkan kebutaan, kerusakan syaraf dan kemandulan adalah tidak benar. Secara psikologis onani banyak menimbulkan dampak antara lain ketagihan. Dampak yang paling berbahaya adalah karena pikiran dan perasaan yang terus mengarah pada masalah seks dan dapat menganggu aktivitas belajar. Onani biasanya membuat orang cepat lelah dan menurunkan produktifitas karena onani menghabiskan energi (Nastiti, 2009). 6) Penyakit menular seksual Penyakit menular seksual menurut Departemen Kesehatan RI adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual dengan penderita penyakit kelamin. Macam-macam penyakit menular seksual antara lain adalah HIV/AIDS, syphilis (raja singa), gonore, herpes genitalis, dan lain-lain (Burns, 2000). Akibat penyakit menular seksual adalah infeksi saluran reproduksi, kemandulan, keguguran kandungan, kanker mulut rahim, dan cacat janin. Cara pencegahannya dengan tidak melakukan hubungan seks pada usia remaja dan tidak berganti-ganti pasangan seks (Nastiti, 2009). 4. Perilaku a. Pengertian Perilaku Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2003) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan). Perilaku dari segi biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas makhluk hidup yang bersangkutan. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua : 1) Perilaku Tertutup Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung (covert) dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 2) Perilaku Terbuka Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Menurut teori Green dalam Notoatmodjo (2007), terbentuknya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : 1) Faktor predisposisi (predisposing faktors) Terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan lain-lain. 2) Faktor pendukung (enabling faktors) Terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas. 3) Faktor pendorong (reinforcing faktors) Terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Perubahan perilaku dalam kehidupan manusia menurut teori Bloom dalam Notoatmodjo (2007) terjadi melalui 3 tahap : 1) Pengetahuan Sebelum seseorang mengadopsi perilaku, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya. 2) Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. 3) Pelaksanaan apa yang diketahui atau disikapinya. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang sama menurut Notoatmodjo (2003) disebut determinan perilaku, meliputi : 1) Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. 2) Determinan atau faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang. b. Perilaku Seksual Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun sesama jenis. Bentuknya bisa bermacam-bermacam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama dengan objek bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sarwono, 2000). 1) Faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja, menurut Sarwono (2000) adalah sebagai berikut : a) Meningkatnya libido seksualitas Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu. b) Penundaan usia perkawinan Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain) c) Tabu dan larangan Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut. d) Kurangnya informasi tentang seks Kecenderungan pelanggaran semakin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa (contoh: VCD, foto, majalah, internet) yang menggunakan teknologi canggih menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya. Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini. e) Pergaulan yang semakin bebas Kebebasan pergaulan antara remaja pria dan wanita merupakan salah satu bentuk perilaku menyimpang yang melewati batas-batas norma ketimuran, seperti perilaku seks bebas. Penyebab utama remaja melakukan pergaulan bebas ini adalah kurangnya pegangan hidup remaja dalam hal agama atau keyakinan serta kondisi emosi remaja yang masih labil. Selain itu juga meningkatnya sikap permisif remaja terhadap perilaku seksual. Contohnya, jika seorang remaja bergaul dengan kelompok yang tidak permisif terhadap perilaku seksual maka kelompok akan menekan perilaku seksual remaja tersebut agar tidak permisif. 2) Beberapa bentuk perilaku seksual bermasalah atau menyimpang menurut penelitian program studi doktor Ilmu Kesehatan Mayarakat oleh Damayanti dalam BKKBN (2007) yang biasa dilakukan oleh remaja, meliputi : a) Berpegangan tangan b) Berangkulan c) Berpelukkan d) Berciuman pipi e) Berciuman bibir f) Meraba-raba dada g) Meraba-raba alat kelamin h) Menggesek-gesek alat kelamin i) Melakukan oral seks j) Hubungan seksual B. Hubungan antara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja Perilaku pada umumnya berkaitan dengan perilaku sehat yang memiliki pengertian merupakan perilaku yang didasarkan pada prinsip-prinsip kesehatan dimana hal tersebut didapat dari proses belajar. Belajar merupakan suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, pandangan dan ketrampilan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu sikap atau perilaku tertentu (Machfoedz, 2005). Perubahan perilaku dalam kehidupan manusia menurut teori Bloom dalam Notoatmodjo (2007) terjadi melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah pengetahuan yang merupakan hasil tahu setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang meliputi faktor pendidikan, pengalaman, informasi, lingkungan dan budaya serta kondisi sosial ekonomi seseorang (Notoatmodjo, 2007). Tahap kedua adalah sikap yang merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus sehingga tidak dapat langsung dilihat. Sikap merupakan kesiapan untuk bertindak tetapi bukan merupakan suatu tindakan (Notoatmodjo, 2007). Tahap ketiga adalah pelaksanaan dari apa yang disikapi seseorang, terwujud dalam tindakan nyata yang merupakan bentuk dari perilaku. Perilaku yang erat kaitannya dengan kesehatan reproduksi remaja adalah perilaku seksual dimana seluruh tingkah lakunya didorong oleh hasrat seksual (Notoatmodjo, 2007). Meningkatnya libido seksual pada remaja akibat perkembangan hormon menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu. Namun, penyaluran ini tidak bisa segera dilakukan karena adanya penundaan usia kawin akibat dari norma hukum dan norma sosial yang berlaku. Selain itu tabu dan larangan dari norma agama yang menyatakan tidak boleh melakukan hubungan seksual sebelum menikah mengakibatkan kecenderungan pelanggaran perilaku seksual oleh remaja. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya informasi yang diterima remaja menyangkut kesehatan reproduksi mereka serta makin maraknya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa. Pada masa remaja ini, mereka akan cenderung meniru apa yang mereka lihat apalagi nilai-nilai masyarakat terhadap seks semakin permisif menjadikan pelanggaran ini tidak terbendung lagi. Hal ini merupakan salah satu dampak dari pergaulan yang semakin bebas (Sarwono, 2002). C. Kerangka Konsep Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan : Pendidikan Pengalaman Informasi Lingkungan Budaya Sosial Ekonomi Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual : Peningkatan Libido Penundaan Usia Perkawinan Tabu dan Larangan Kurangnya Informasi Pergaulan Bebas Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi Perilaku seksual remaja 1. Berpegangan tangan 2. Berangkulan 3. Berpelukan 4. Berciuman pipi 5. Berciuman bibir 6. Meraba dada 7. Meraba alat kelamin 8. Menggesek alat kelamin 9. Oral seks 10. Hubungan seks 1. Tahu 2. Memahami 3. Aplikasi 4. Analisis Tahu 5. 1.Sintesis Memahami 6. 2.Evaluasi 3. Aplikasi 4. Analisis 5. Sintesis 6. Evaluasi Sikap Determinan perilaku : 1. Faktor Internal 2. Faktor Eksternal Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Keterangan : Yang diteliti Tidak diteliti D. Hipotesis Ada hubungan antara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional adalah suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara variabel bebas/ independent dengan variabel terikat/ dependent dengan melakukan pengukuran dan observasi sekaligus pada satu saat atau point time approach (Notoatmodjo 2005). B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Sukoharjo yang berada di wilayah Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah mulai bulan April 2010. C. Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan kelompok subjek dapat berupa manusia, hewan percobaan, data laboratorium dan lain-lain yang ciri-cirinya akan diteliti (Arief, 2008). 1. Populasi Target Pada penelitian ini populasi target yang digunakan adalah SMAN 1 Sukoharjo. 2. Populasi Aktual Pada penelitian ini populasi aktual yang digunakan adalah siswasiswi SMAN 1 Sukoharjo kelas XI. D. Sampel dan Teknik Sampling Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo kelas XI IPA. Pada kelas XI khususnya jurusan IPA, siswa-siswi telah mendapatkan pelajaran Biologi mengenai sistem reproduksi manusia. Oleh karena itu sampel yang digunakan memiliki karakteristik yang sama sehingga pengukuran tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dapat dilakukan. Pengambilan sampel menggunakan pendekatan probability sampling dimana setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih (Hidayat, 2007). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel untuk tujuan tertentu. E. Estimasi Besar Sampel Menurut Arikunto (2006), apabila subjeknya kurang dari seratus maka dapat diambil semua sebagai sampel. Apabila jumlah subjeknya terlalu besar maka besarnya sampel yang dapat diambil adalah antara (10-15%) atau (20-25%) dari jumlah keseluruhan, tergantung dari : a. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana. b. Sempit dan luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data. c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Populasi siswa-siswi di SMAN 1 Sukoharjo kelas XI IPA mencapai 216 siswa. Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah 25 % dari populasi yang ada. Jadi jumlah sampel yang diteliti sebesar 55 siswa-siswi (pembulatan) SMAN 1 Sukoharjo. F. Kriteria Retriksi Kriteria retriksi berfungsi untuk memudahkan proses sampling dan pengendalian variabel luar, yang terdiri dari : 1. Kriteria inklusi Merupakan karakeristik umum subjek pada populasi target dan aktual. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah : a. Remaja usia 16-18 tahun b. Sehat jasmani rohani atau tidak ada gangguan psikologis c. Bersedia menjadi responden 2. Kriteria eksklusi Merupakan subjek yang memenuhi kriteria inklusi tetapi dikeluarkan dari sampel karena beberapa alasan. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah: a. Tidak bersedia menjadi responden. b. Responden yang tidak jujur dalam menjawab pertanyaan pada quesioner L-MMPI. c. Tidak hadir pada saat penelitian. G. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel bebas : tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi Tingkat pengetahuan pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo tentang anatomi dan fisiologi alat reproduksi pria dan wanita, menstruasi, mimpi basah, proses terjadinya kehamilan, onani atau mastrubasi dan penyakit menular seksual. Pengukuran dilakukan dengan tes tertulis dengan bentuk soal pilihan ganda yang berisi 30 pertanyaan tertutup tentang kesehatan reproduksi. Tabel 3.1 Penilaian Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Jawaban pertanyaan Benar 1 Salah 0 Hasil akhir penilaian tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi menggunakan skala ordinal yang dikategorikan dengan tingkatan pengetahuan baik, cukup dan kurang. Kriteria penilaian dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Nursalam (2003). 1) Berpengetahuan rendah (kurang) Jika jawaban benar < 56 %. 2) Berpengetahuan sedang (cukup) Jika jawaban benar 56-75 %. 3) Berpengetahuan tinggi (baik) Jika jawaban benar 76-100 %. 2. Variabel terikat : perilaku seksual remaja Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun sesama jenis. Perilaku seksual pada penelitian ini berupa perilaku yang selama ini pernah dilakukan oleh siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo meliputi berpegangan tangan, berangkulan, berpelukan, berciuman pipi, berciuman bibir, meraba-raba dada, meraba-raba alat kelamin, menggesek-gesekkan alat kelamin, melakukan oral seks dan melakukan hubungan seksual. Pengukuran menggunakan kuesioner dengan model checklist yang berisi 10 pernyataan tentang perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja. Responden menjawab dengan cara memberikan tanda cek (√) sesuai dengan keadaan dirinya. Tabel 3.2 Penilaian Perilaku Seksual Remaja Jawaban pertanyaan Pernah 0 Tidak pernah 1 Hasil akhir penilaian perilaku seksual remaja menggunakan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga yaitu kurang baik, sedang dan baik. Kriteria penilaian dalam penelitian ini menggunakan pertimbangan eror standar dalam pengukuran yang mengacu pada pendapat Azwar (2007). 1) Kurang baik Jika skor jawaban responden < mean - Zά/z (Se) 2) Cukup baik Jika mean - Zά/z (Se) < skor jawaban responden < mean + Zά/z (Se) 3) Baik Jika skor jawaban responden > mean + Zά/z (Se) Keterangan : Zά/z : nilai statistik Z (deviasi normal) Se : eror standar dalam pengukuran mean - Zά/z (Se) = 4,5 – 1,5 = 3 mean + Zά/z (Se) = 4,5 + 1,5 = 6 H. Instrumentasi Alat ukur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner merupakan alat ukur berupa angket atau kuesioner dengan beberapa pertanyaan. Alat ukur ini digunakan apabila responden jumlahnya besar dan dapat membaca dengan baik yang dapat mengungkapkan hal-hal yang bersifat rahasia. Pembuatan kuesioner ini mengacu pada parameter yang sudah dibuat oleh peneliti terhadap penelitian yang akan dilakukan (Hidayat, 2007). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk mengukur kejujuran responden dengan Skala Inventori L-MMPI, kuesioner untuk mengukur tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dan kuesioner untuk mengukur perilaku seksual. a. Skala Iventori L-MMPI (Lie Scale Minnesota Multiphasic Personality Inventory) Menurut Salan dalam Wardana (2008), instrumen ini digunakan untuk menguji kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan yang ada pada kuesioner penelitian. Skala L-MMPI berisi 15 butir pertanyaan untuk dijawab responden dengan “ya” bila butir pertanyaan dalam L-MMPI sesuai dengan perasaan responden, dan “tidak” bila tidak sesuai dengan perasaan dan keadaan responden. Responden dapat dipertanggungjawabkan kejujurannya bila jawaban “tidak” berjumlah 10 atau kurang. Jika hasil jawaban responden tidak bisa dipertanggungjawabkan kejujurannya, maka jawaban kuesionernya dianggap tidak valid dan tidak diikutsertakan dalam pengolahan data. b. Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi Kuesioner tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang akan diujikan pada siswa-siswi memiliki soal yang berjumlah 30 item. Kuesioner ini disusun dengan menggunakan bentuk pertanyaan tertutup dengan empat alternatif jawaban, kemudian responden diminta untuk memilih salah satu dari empat alternatif jawaban tersebut. Tabel 3.3 Kisi-Kisi Pertanyaan Kuesioner Kesehatan Reproduksi Variabel Indikator Anatomi alat reproduksi Tingkat pengetahuan Fisiologi alat reproduksi kesehatan reproduksi Menstruasi Mimpi basah Terjadinya kehamilan Mastrubasi dan onani PMS Jumlah Soal Nomor Soal 1, 4, 7, 9, 11, 13, 15 3, 6, 8, 10, 16, 2, 5, 12, 14 17, 18 19, 20 22, 24, 21, 23 25, 27, 26 28, 29, 30 Jumlah Item 7 9 2 2 4 3 3 30 c. Perilaku seksual Kuesioner perilaku seksual remaja berisi 10 pernyataan mengenai perilaku seksual yang pernah dilakukan oleh siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo. Responden diminta untuk memberikan tanda cek (√) apabila pernah melakukan perilaku seksual sesuai dengan pernyataan yang ada. Tabel 3.4 Tabel Kisi-Kisi Pernyataan Kuesioner Perilaku Seksual Variabel Perilaku seksual Jenis Perilaku Seksual Berpegangan tangan Berangkulan Berpelukan Berciuman pipi Berciuman bibir Meraba dada Meraba alat kelamin Menggesek alat kelamin Oral seks Hubungan seksual Jumlah Soal Nomor Soal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Item 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 I. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas Sejauh mana pengukuran yang dilakukan benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur, dengan kata lain sejauh mana kesesuaian antara alat ukur, cara pengukuran dengan obyek pengukuran (Arief, 2008). Teknik yang dipakai untuk mengetahui validitas angket menggunakan rumus Pearson Product Moment, setelah itu dilihat penafsiran dari indeks korelasinya (rtabel). Rumus Pearson Product Moment : Keterangan : : koefisien korelasi : jumlah skor item : jumlah skor total n : jumlah responden Pengujian validitas dengan bantuan program SPSS 17 for Windows. Jika hasil rhitung > rtabel maka item dikatakan valid, begitu juga sebaliknya jika hasil rhitung < rtabel maka item dikatakan tidak valid. Pada penelitian ini, uji validitas dilakukan pada 36 siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo kelas XI IPA. Hasil uji validitas kuesioner tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang berisi 30 item pertanyaan, empat diantaranya merupakan pertanyaan yang tidak valid yaitu nomor 17, 28, 29 dan 30. Hal ini terjadi karena pada keempat pertanyaan tersebut, semua siswa-siswi mampu menjawab dengan benar. Sehingga pada saat uji validitas dengan program SPSS 17 tidak bisa membaca atau mengolah jawaban dari keempat pertanyaan tersebut karena konstan atau tidak ada variasi skor jawaban (semua jawaban bernilai satu). Tabel 3.5 Tabel Validitas Variabel Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Item pertanyaan P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 rhitung rtabel Validitas item 0,427 0,500 0,400 0,460 0,945 0,923 0,406 0,897 0,869 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P27 0,839 0,853 0,535 0,832 0,669 0,337 0,531 0,861 0,799 0,945 0,727 0,369 0,500 0,832 0,758 0,832 0,776 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Hasil uji validitas kuesioner perilaku seksual remaja yang berisi 10 item pernyataan, 3 diantaranya merupakan pernyataan yang tidak valid yaitu nomor 8, 9, dan 10. Hal ini terjadi karena pada ketiga pernyataan mengenai perilaku seksual yang pernah dilakukan, semua siswa-siswi menyatakan bahwa mereka belum pernah melakukan hal tersebut. Sehingga pada saat uji validitas dengan program SPSS 17 tidak bisa membaca atau mengolah jawaban dari ketiga pernyataan tersebut karena konstan atau tidak ada variasi skor jawaban (semua jawaban bernilai satu). Tabel 3.6 Tabel Validitas Variabel Perilaku Seksual Remaja Item pernyataan rhitung rtabel Validitas item Berpegangan tangan Berangkulan Berpelukan Berciuman pipi Berciuman bibir Meraba dada Meraba alat kelamin 0,385 0,784 0,856 0,826 0,849 0,563 0,439 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 0,329 valid valid valid valid valid valid valid 2. Reliabilitas Indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Untuk mengetahui reliabilitas angket digunakan rumus koefisien Cronbach’s Alpha sebagai berikut : Keterangan : R11 : reabilitas instrumen (koefisien Cronbach’s Alpha) Vt : varians total atau varians skor total : jumlah keseluruhan varians item n : jumlah item yang valid (Arikunto, 2006) Jika hasil rhitung > rtabel maka item dikatakan reliabel, begitu juga sebaliknya jika hasil rhitung < rtabel maka item dikatakan tidak reliabel. Instrumen memiliki reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien yang diperoleh > 0,60 (Ghozali, 2002). Pada penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan pada 36 siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo kelas XI IPA. Hasil uji reliabilitas kuesioner tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang berisi 26 item pertanyaan yang valid menunjukkan bahwa kuesioner tersebut reliabel dengan nilai rhitung>rtabel yaitu 0,959. Sedangkan hasil uji reliabilitas kuesioner perilaku seksual yang berisi 7 item pernyataan yang valid menunjukkan bahwa kuesioner tersebut reliabel dengan nilai rhitung>rtabel yaitu 0,815. J. Pengolahan Data dan Analisis Data 1. Pengolahan data Data yang telah terkumpul kemudian diolah, yang meliputi: a. Editing untuk mengecek kelengkapan data. b. Coding untuk melakukan skoring terhadap setiap item, dengan cara merubah tingkat persetujuan ke dalam nilai kuantitatif. c. Entry data, memasukkan data untuk diolah memakai program komputer untuk di analisis. d. Tabulating, kegiatan memasukkan data dalam bentuk tabel-tabel. 2. Analisis data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Analisis Univariat Menganalisis tiap-tiap variabel penelitian yang ada secara diskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi. Variabel yang dianalisis secara univariat dalam penelitian ini adalah karakteristik responden, variabel tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dan variabel perilaku seksual. b. Analisis Bivariat Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan kedua variabel, antara variabel bebas dengan variabel terikat. Menurut Hidayat (2007), analisa data dalam penelitian ini menggunakan statistik non-parametrik teknik analisis bivariat dengan menggunakan rumus Spearman Rank : Keterangan : = nilai korelasi Spearman Rank = selisih setiap pasangan Rank = jumlah pasangan Rank untuk Spearman Tabel 3.7 Panduan Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai p dan Arah Korelasi No 1 2 Parameter Kekuatan Korelasi (r) Nilai p Nilai 0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000 P < 0,05 P > 0,05 3 Arah Korelasi + (positif) - (negatif) Sumber : Dahlan (2008) Interprestasi Sangat Lemah Lemah Sedang Kuat Sangat Kuat Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji Searah, semakin besar nilai satu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya Berlawanan arah, semakin besar nilai satu variabel semakin kecil pula nilai variabel lainnya BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas XI IPA SMAN 1 Sukoharjo pada tanggal 26 April 2010. Besar sampel yang diambil sebanyak 55 responden sebagai subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan. Pengumpulan data tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja menggunakan kuesioner. A. Karakteristik Responden 1. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Karakteristik Responden (jenis kelamin) Laki-laki Perempuan Jumlah Sumber : Data primer (2010) Frekuensi Persentase 16 39 55 29,1 70,9 100 Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, diperoleh data terdapat remaja perempuan sebanyak 16 siswi (70,9%) dan remaja laki-laki sebanyak 39 siswa (29,1%). 2. Karakteristik berdasarkan umur Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Karakteristik Responden (Umur) 16 17 18 Jumlah Sumber : Data primer (2010) Frekuensi Persentase 25 28 2 55 45,5 50,9 3,6 100 Berdasarkan karakteristik umur, diperoleh data terdapat remaja yang berumur 16 tahun sebanyak 25 siswa (45,5%), berumur 17 tahun sebanyak 28 siswa (50,9%) dan berumur 18 tahun sebanyak 2 siswa (3,6%). 3. Karakteristik berdasarkan sumber informasi pengetahuan kesehatan reproduksi Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner, diketahui bahwa seluruh responden telah mendapatkan informasi sebelumnya mengenai kesehatan reproduksi remaja. Sumber informasi yang diperoleh pada tiap responden adalah bervariasi. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Karakteristik Responden (Sumber Informasi) Orang tua Teman Pacar Guru Petugas kesehatan Media cetak : buku pelajaran dan majalah Media elektronik : internet dan televisi Sumber : Data primer (2010) Frekuensi Persentase 16 19 5 41 24 25 29,1 34,5 9,1 74,5 43,6 45,5 35 63,6 Karakteristik responden berdasarkan sumber informasi pengetahuan kesehatan reproduksi adalah siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo paling banyak mendapatkan informasi dari guru yaitu sebanyak 41 siswa-siswi (74,5%) karena dalam mata pelajaran Biologi terdapat materi ini. Sedangkan sumber informasi yang paling sedikit digunakan oleh siswasiswi adalah pacar (9,1%). B. Analisis Univariat 1. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga yaitu rendah, sedang dan tinggi. Tingkat pengetahuan rendah jika jawaban benar < 56 %, sedang jawaban benar 56-75 % dan tinggi jika jawaban benar 76-100 %. Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi No Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi 1 Sedang 2 Tinggi Jumlah Sumber : Data primer (2010) Frekuensi Persentase 11 44 55 20 80 100 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 55 responden kelas XI IPA SMAN 1 Sukoharjo diperoleh data yaitu tidak ada siswa yang berpengetahuan rendah, sebanyak 11 siswa (20 %) berpengetahuan sedang dan 44 siswa (80%) berpengetahuan baik. 2. Perilaku Seksual Remaja Perilaku seksual pada penelitian ini meliputi berpegangan tangan, berangkulan, berpelukan, berciuman pipi, berciuman bibir, meraba-raba dada, meraba-raba alat kelamin, menggesek-gesekkan alat kelamin, melakukan oral seks dan melakukan hubungan seksual. Perilaku seksual remaja dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga yaitu kurang baik, sedang dan baik. Perilaku kurang baik jika skor jawaban responden < 3, sedang jika 3 < skor jawaban responden < 6 dan baik jika skor jawaban responden > 6. Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual Remaja No Perilaku seksual remaja 1 Kurang baik 2 Cukup baik 3 Baik Jumlah Sumber : Data primer (2010) Frekuensi 7 39 9 55 Persentase 12,7 70,9 16,4 100 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 55 responden kelas XI IPA SMAN 1 Sukoharjo diperoleh data yaitu sebanyak 7 siswa (12,7%) berperilaku kurang baik, sebanyak 39 siswa (70,9%) berperilaku cukup baik dan sebanyak 9 siswa (16,4%) berperilaku baik. Perilaku seksual yang dilakukan oleh siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo kelas XI IPA adalah berbeda-beda atau bervariasi pada tiap individu. Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Jenis Perilaku Seksual Remaja No Jenis perilaku seksual remaja 1 Berpegangan tangan 2 Berangkulan 3 Berpelukan 4 Berciuman pipi 5 Berciuman bibir 6 Meraba dada 7 Meraba alat kelamin Sumber : Data primer (2010) Frekuensi 46 28 26 25 8 4 1 Persentase 83,6 50,9 47,3 45,5 14,5 7,3 1,8 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 55 responden kelas XI IPA SMAN 1 Sukoharjo diperoleh data yaitu perilaku seksual yang paling banyak dilakukan oleh siswa-siswi adalah berpegangan tangan (83,6 %) karena siswa-siswi menganggap bahwa berpegangan tangan adalah sesuatu yang biasa atau wajar. Sedangkan perilaku seksual yang paling sedikit dilakukan oleh siswa siswi adalah meraba alat kelamin (1,8 %). C. Analisis Bivariat Perhitungan korelasi Spearman Rank dengan bantuan program SPSS 17 for Windows menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,716 dengan tingkat kesalahan 0,05. Bila nilai probabilitas lebih dari tingkat kesalahan maka dapat dinyatakan tidak terdapat hubungan antara kedua variabel yang diteliti yaitu tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja. Angka rho sebesar -0,050 menunjukkan bahwa kekuatan korelasi antara kedua variabel sangat lemah. Tanda negatif menunjukkan bahwa arah hubungan kedua variabel adalah berlawanan. Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh data bahwa hipotesis penelitian tidak diterima yaitu semakin tinggi tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi maka semakin kurang baik perilaku seksual remaja. BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo merupakan remaja yang sedang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Hal ini dapat dilihat dari tahap perkembangan fisik ketika tanda-tanda seksual sekunder berkembang dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif mandiri (Sarwono, 2000). Pada penelitian ini jumlah responden adalah 55 orang yang terdiri dari 16 (29,1%) responden laki-laki dan 39 (70,9%) responden perempuan. Dilihat dari segi umur, sebagian besar responden berumur 17 tahun (50,9%), sebanyak 45,5 % berumur 16 tahun dan sisanya berumur 18 tahun (3,6%). Menurut ciri perkembangannya, remaja umur 16-18 tahun termasuk masa remaja akhir (Sarwono, 2000). Pada masa ini, terjadi perubahan bentuk persahabatan antara sesama jenis ke persahabatan dengan lawan jenis seperti pacaran dimana hal ini yang paling menonjol terjadi dalam sikap dan perilaku sosial remaja (Muzayyanah, 2008). B. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Pengetahuan remaja terhadap sesuatu diperoleh dari berbagai sumber. Pendidikan, pengalaman, informasi, lingkungan budaya dan sosial ekonomi remaja ikut serta dalam mempengaruhi pengetahuan yang mereka miliki. Dari segi sumber informasi, pada penelitian ini siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi paling banyak diperoleh dari guru (74,5%) dan internet (63,6%). Guru memberikan informasi kepada siswa-siswi melalui proses belajar saat mereka dalam proses menempuh suatu pendidikan (Notoatmodjo, 2003). Remaja juga memperoleh informasi melalui internet, yang merupakan media elektronik terbanyak yang digunakan remaja untuk mengetahui berbagai persoalan yang berkaitan dengan dunianya terutama tentang fungsi-fungsi seksual dan reproduksi (Sanjaya, 2009). Informasi yang diperoleh remaja dari orang tua (29,1%) menunjukkan angka yang lebih kecil jika dibandingkan dengan informasi yang diperoleh dari media cetak (45,5%), petugas kesehatan (43,6%) maupun teman (34,5%). Hal ini terjadi karena ketidaktahuan orang tua akan masalah reproduksi maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai masalah reproduksi dengan anak (Sarwono, 2000). Pada perhitungan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo didapatkan hasil yang cukup membanggakan karena tidak ada responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah. Tingkat pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi sebagian besar mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi (80%) dan sebanyak 20 % memiliki tingkat pengetahuan yang sedang. Dikatakan memiliki tingkat pengetahuan baik karena mampu menjawab pertanyaan kuesioner dengan benar sebanyak 76-100 % pertanyaan dan berpengetahuan sedang karena mampu menjawab 56-75 % pertanyaan. Menurut Notoatmodjo (2007), ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, antara lain adalah pendidikan dan informasi. Siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo kelas XI IPA telah mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi dari guru Biologi. Materi tentang kesehatan reproduksi ini masuk dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk kelas XI IPA yang disampaikan pada semester dua. Sehingga tidak mengherankan jika siswa-siswi kelas XI sebagian besar memiliki pengetahuan yang tinggi. C. Perilaku Seksual Remaja Berdasarkan tabel 4.5 terlihat data perilaku seksual remaja pada siswasiswi SMAN 1 Sukoharjo sebagian besar mempunyai perilaku cukup baik (70,9%). Remaja yang berperilaku cukup baik merupakan remaja yang melakukan perilaku seksual menyimpang mulai dari berpegangan tangan, berangkulan, berpelukan, berciuman pipi dan berciuman bibir. Sedangkan remaja yang berperilaku kurang baik (12,7%) merupakan remaja yang melakukan perilaku seksual menyimpang mulai dari berpegangan tangan, berangkulan, berpelukan, berciuman pipi, berciuman bibir, meraba dada serta meraba alat kelamin lawan jenis. Berdasarkan hasil penelitian Soetjiningsih dari 398 subjek penelitian, sebanyak 60% subjek penelitian menyatakan bahwa tingkat perilaku seksual yang boleh dilakukan sebelum menikah adalah sebatas ciuman bibir sambil berpelukan. Aktivitas ciuman ini oleh banyak kalangan remaja dianggap sebagai sesuatu yang biasa atau wajar. Hasil penelitian lain juga menunjukkan hal yang sama bahwa aktifitas remaja sekarang ini cenderung sampai pada level yang sangat jauh. Bukan sekedar kencan, jalan-jalan dan berduaan, tetapi data menunjukkan bahwa ciuman dan meraba anggota tubuh merupakan hal yang biasa terjadi (Najma, 2009). Padahal melakukan salah satu perilaku seksual saja sudah dikatakan salah atau menyimpang. Oleh karena itu, remaja dikatakan berperilaku baik (16,4%) apabila tidak pernah melakukan perilaku seksual tersebut. Fenomena yang terjadi ini sesuai dengan penyataan Siswanto selaku Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN yang menyatakan bahwa saat ini telah terjadi pergeseran perilaku seksual di kalangan remaja (BKKBN, 2007). D. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Remaja Berdasarkan hasil pengolahan data yang menggunakan perhitungan korelasi Speaman Rank dengan bantuan program SPSS 17 for Windows menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,716 dengan nilai korelasi -0,050. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian tidak diterima dengan nilai korelasi yang sangat lemah, semakin tinggi tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang dimiliki remaja maka semakin kurang baik perilaku seksual remaja tersebut. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007) yaitu meskipun pengetahuan seseorang tentang kesehatan sudah tinggi, namun praktek perilaku hidup sehatnya masih rendah. Nilai korelasi yang sangat lemah menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual selain pengetahuan. Menurut Sarwono (2002) terdapat beberapa faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja terutama pada perilaku seksual mereka, salah satunya adalah kurangnya informasi tentang seks. Faktor kurangnya informasi tentang seks disebabkan karena pada umumnya remaja belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap, baik melalui informasi yang mereka dapatkan melalui media massa maupun dari orang tua. Siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo banyak memanfaatkan media massa dalam mendapatkan informasi terutama media elektronik (63,6 %) seperti internet dan televisi. Dalam mengakses internet, siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo mendapatkan kemudahan karena di SMAN 1 Sukoharjo sudah tersedia jaringan internet sendiri yang biasa dikenal dengan istilah hot spot. Jadi siswa-siswi dapat dengan leluasa menggunakan internet untuk membuka berbagai situs yang ada untuk mendapatkan informasi. Beberapa fakta terbaru di Indonesia, dari sekitar 1,8 juta penduduk Indonesia telah mengenal internet dan 50% diantaranya tidak mampu menahan diri untuk tidak membuka situs porno (Najma, 2009). Padahal paparan informasi seksual melalui internet tidak begitu banyak memberikan kontribusi positif bagi remaja. Informasi yang sifatnya mendidik masih kurang memadai. Keadaan ini akan menimbulkan kecenderungan pelanggaran perilaku seksual yang semakin meningkat (Laksmiwati, 2008). Selain dari internet, siswa-siswi juga mendapatkan informasi dari televisi. Oleh banyak kalangan, sarana hiburan film yang ditanyangkan di televisi disinyalir sebagai salah satu faktor yang mendorong perilaku reproduksi tidak sehat dikalangan remaja (Laksmiwati, 2008). Lain halnya dengan informasi yang didapatkan dari orang tua. Informasi yang diperoleh siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo dari orang tua (29,1%) menunjukkan angka yang lebih kecil jika dibandingkan dengan informasi yang diperoleh dari media massa (elektronik 63,6 % dan cetak 45,5 %). Informasi yang didapat dari orang tua sering tidak memuaskan karena pada umumnya lebih banyak berisi pesan-pesan moral, sedangkan informasi tentang seks tidak disampaikan secara terbuka karena dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan (Sanjaya, 2009). Berdasarkan penelitian Indrijati pada tahun 2001 menunjukkan bahwa perilaku seksual remaja dapat dipengaruhi oleh kualitas komunikasi remaja dengan orang tua. Sehingga semakin baik kualitas komunikasi remaja dengan orang tua maka perilaku seksual yang menyimpang dapat lebih diminimalkan, begitu juga sebaliknya (Najma, 2009). Hasil dari penelitian mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan reproduksi dengan perilaku seksual remaja sesuai dengan pendapat dr.Muzayyanah (2008) yang menganalisa gagasan kesehatan reproduksi yang dipopulerkan oleh International Conference on Population and Development (ICPD) atau Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan yang menyatakan fakta bahwa pelaksanaan pendidikan seksual pada remaja justru meningkatkan seks bebas itu sendiri. Pendidikan seksual yang komprehensif tidak hanya mencakup fakta-fakta biologis, tapi juga memberikan informasi dan ketrampilan praktis kepada remaja mengenai hubungan seksual dan penggunaan kontrasepsi. Padahal pendidikan seks diadakan karena kurangnya pengetahuan remaja mengenai seks serta bertujuan untuk menyadarkan remaja bahwa pemegang kendali utama tubuh mereka adalah diri mereka sendiri bukan orang tua, teman ataupun pacar. E. Keterbatasan Penelitian 1. Adanya keterbatasan pada jumlah sampel, waktu, tenaga dan biaya dalam penelitian. 2. Penelitian hanya terbatas pada tingkat pengetahuan tahu tanpa disertai penelitian pada tingkat memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. 3. Pembahasan pada faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja hanya terbatas pada faktor kurangnya informasi tentang seks tanpa disertai faktor lain seperti meningkatnya libido seks, adanya penundaan usia nikah, tabu dan larangan serta pergaulan yang semakin bebas. BAB VI PENUTUP E. Kesimpulan Berdasarkan tujuan penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi siswa-siswi SMA Negeri 1 Sukoharjo kelas XI IPA yaitu sebanyak 44 siswa-siswi (80%) berpengetahuan baik dan sebanyak 11 siswa-siswi (20%) berpengetahuan sedang. 2. Perilaku seksual remaja siswa-siswi SMA Negeri 1 Sukoharjo kelas XI IPA menunjukkan 9 siswa-siswi (16,4 %) berperilaku baik, 39 siswa-siswi (70,9 %) berperilaku cukup baik dan 7 siswa-siswi (12,7 %) berperilaku kurang baik. 3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja (nilai p > 0,05 yaitu 0,716) dengan arah korelasi negatif ( nilai koefisien rho -0,050). F. Saran 1. Bagi institusi sekolah Pihak SMAN 1 Sukoharjo diharapkan dapat menjalin komunikasi yang baik dengan siswa-siswi serta mengarahkan mereka untuk turut serta dalam kegiatan yang positif seperti kegiatan ekstrakurikuler. Jika ada siswa-siswi yang melanggar tata terbib hendaknya diberikan sanksi yang tegas agar mereka tidak mengulanginya lagi. 2. Bagi profesi Bagi profesi khususnya bidan diharapkan dapat meningkatkan perannya sebagai tenaga pendidik dalam memberikan pendidikan kesehatan dan konseling mengenai kesehatan reproduksi serta perilaku seksual yang sehat. Hal ini dapat dilakukan dengan pengadaan penyuluhan di tiap-tiap sekolah khususnya SMA. 3. Bagi remaja dan orang tua Siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo sebaiknya lebih selektif lagi dalam mencari teman bergaul agar tidak terpengaruh serta terjerumus pada pergaulan bebas yang tidak bertanggung jawab. Selain itu ekspresikan rasa kecintaan pada seseorang seperti pacar melalui hal yang lebih positif seperti membuat lagu atau puisi. Hal ini akan membuat siswa-siswi manjadi lebih produktif. Dipihak lain, orang tua sebaiknya dapat lebih mendekatkan diri dengan anak-anak sehingga akan lebih mudah dalam memberikan pendidikan serta pemahaman mengenai masalah seksual. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S., 2006. “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”. Jakarta : Rineka Cipta Arsita, D., 2009. “Hubungan Sikap Remaja dengan Perilaku Seks Bebas di SMAN 3 Sukoharjo”. Karya Tulis Ilmiah. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Azwar, S., 2007. “Penyusunan Skala Psikologi”. Yogyakarta : Pustaka Pelajar BKKBN, 2007. “Lima dari 100 siswa SLTA di DKI Berhubungan Seks Sebelum Menikah”. http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailRubrik.php?MyID=518 . Last Updated 05 Januari 2007 (diakses pada tanggal 10 Januari 2010) Dahlan, M.S., 2008. “Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan”. Jakarta : Salemba Medika Ghozali, I., 2002. “Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS”. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Harahap, J., 2009. “Kesehatan Reproduksi”. http://www.library.usu.ac.id//download/duniapsikologi.dagdigdug.com/files /2008/12/kesehatan -reproduksi.pdf . Last Updated 13 Januari 2009 (diakses pada tanggal 10 Januari 2010) Hidayat, A. A., 2007. “Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data”. Jakarta : Salemba Medika Hurlock, Elizabeth, 2004. “Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan”. Jakarta : Erlangga Jameela, A. R., 2008. “Remaja Indonesia Sangat Membutuhkan Informasi Kesehatan Reproduksi”. http://www.kesrepro.info/?q=node/407 . Last Updated 30 Mei 2008 (diakses pada tanggal 10 Januari 2010) Laksmiwati, I. A. A., 2008. “Transformasi Sosial dan Perilaku Reproduksi Remaja”. http://ceria.bkkbn.go.id/penelitian/detail/495 . (diakses pada tanggal 10 Januari 2010) Machfoeds, I., 2005. “Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan dan Kebidanan”. Jogjakarta : Fitramaya ----------------, 2005. “Pendidikan Kesehatan Bagian dari Promosi Kesehatan”. Jogjakarta : Fitramaya ----------------, 2005. “Teknik Membuat Alat Ukur Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan dan Kebidanan”. Jogjakarta : Fitramaya Martaadisoebrata, R., 2005. “Bunga Rampai Obstretri dan Gynekologi Sosial”. Jakarta : YBPSP Muzayyanah, S. N., 2008. “Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja : Bagaimana Menyikapinya?”. http://halalsehat.com/index.php/AnakSehat/PENDIDIKAN-KESEHATAN-REPRODUKSI-REMAJABAGAIMANA-MENYIKAPINYA-*.html . Last Update 19 Mei 2008 (diakses pada tanggal 10 Januari 2010) Najma, 2009. “Perilaku Seks Pranikah pada Remaja yang Menggunakan Cybersex”. http://n4jm4.wordpress.com/2009/09/10/pi-ku-perilaku-sekspranikah-pada-remaja-yang-menggunakan-cybersex/ . Last Update 10 September 2009 (diakses pada tanggal 10 Januari 2010) Nastiti, A. D., 2009. “Hubungan Banyaknya Media Massa dengan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi pada Remaja di SMU Negeri 5 Madiun”. Karya Tulis Ilmiah. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Notoatmodjo, S., 2003. “Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip Dasar)”. Jakarta : Rineka Cipta ----------------, 2005. “Metodologi Penelitian Kesehatan”. Jakarta : Rineka Cipta ----------------, 2007. “Promosi Kesehatan”. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam, 2003. “Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan”. Jakarta : Salemba Medika Pandiangan, T., 2005. “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Reproduksi melalui Metode Ceramah, Media Audio Visual, Ceramah Plus Audio Visual pda Pengetahuan dan Sikap Remaja SLTP di Tapanuli Utara”. Tesis. Tidak diterbitkan. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta Pratiknya, A. W., 2007. “Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran Kesehatan”. Jakarta : Rajawali Pers Rahmawati, 2004. “Remaja Lakukan Aborsi Karena Kehamilan Tak Diinginkan”. http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=2525 . Last Update 28 Oktober 2004 (diakses pada tanggal 08 Februari 2010) Sanjaya. 2009. “Perilaku Siswa SMU dalam Mengakses Situs Kesehatan Reproduksi”. http://id-jurnal.blogspot.com/2009/07/perilaku-siswa-smudalam-mengakses.html . Last Update Juli 2009 (diakses pada tanggal 10 Januari 2010) Sarwono, S. W., 2000. “Psikologi Remaja”. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Soetjiningsih. “Remaja Usia 15-18 Tahun Banyak Lakukan Perilaku Seksual Pranikah”. http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=1659 . Diakses pada tanggal 10 Januari 2010 Taufiqurrohman, M. A., 2008. “Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan”. Surakarta : LPP UNS Wardana, T. T., 2008. “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Koitus Pranikah Remaja Penghuni Rumah Kos di Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta”. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta