1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu pemanasan global

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu pemanasan global yang diindikasikan sebagai penyebab perubahan
iklim sudah menjadi pengetahuan yang umum saat ini. Pemanasan global adalah
kondisi dimana terdapat peningkatan pada suhu bumi yang diakibatkan karena
bertambahnya Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO2, metan, N2O, CFC, HCFs,
dan SF6 di atmosfer. Disebut sebagai gas rumah kaca karena gas-gas ini bersifat
seperti efek rumah kaca yaitu memantulkan kembali radiasi dari Bumi lalu
kembali lagi ke Bumi (Samiaji, 2011).
Pemanasan global akan mengakibatkan terjadinya perubahan iklim, yang
berdampak pada pergeseran musim hujan dan kemarau, perubahan curah hujan,
serta perubahan suhu untuk periode 30 tahunan. Dalam isu perubahan iklim, gas
CO2 memegang peranan yang penting dalam mengontrol suhu di permukaan bumi
dibandingkan dengan gas rumah kaca lainnya. Konsentrasi dari CO2 di atmosfer
merupakan yang paling besar setelah uap air sehingga kontribusinya terhadap
perubahan suhu adalah yang paling dominan bila dibandingkan dengan gas rumah
kaca yang lain (Samiaji, 2011). Namun, meskipun uap air memiliki konsentrasi
paling besar, tetapi uap air dengan mudah dapat berubah menjadi air, sehingga
konsentrasinya juga dapat mudah berkurang di atmosfer. Sementara gas CO2
mempunyai waktu hidup diatmosfer sekitar puluhan ribu tahun (Daniel, 1999).
1
Iklim merupakan kondisi rata-rata curah hujan,
suhu udara, tekanan
udara, kelembaban udara, arah angin, dan parameter iklim lain dalam jangka
waktu yang panjang (Tjasyono, 2004). Sementara perubahan iklim adalah adanya
perubahan dari kondisi rata-rata parameter iklim yang terjadi secara perlahan
namun dalam jangka waktu yang sangat panjang (Panjiwibowo dkk, 2003).
Peningkatan pada emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akan mendorong
terjadinya peningkatan suhu di bumi dan menyebabkan terjadinya perubahan
iklim global. Mengingat iklim adalah salah satu unsur utama dalam sistem
metabolisme dan fisiologi tanaman, maka terjadinya perubahan iklim global akan
memberikan dampak besar pada sektor pertanian.
Menurut Balitbang Pertanian (BBSDLP, 2011), sektor pertanian adalah
salah satu sektor yang paling terancam, menderita, dan rentan (vulnerable)
terhadap perubahan iklim. Salinger (2005) memaparkan pendapatnya mengenai
tiga faktor utama pada sektor pertanian akibat dari perubahan iklim global, yaitu :
(1) perubahan pola hujan, (2) meningkatnya kejadian iklim ekstrim (banjir dan
kekeringan), dan (3) peningkatan suhu udara.
Dampak dari perubahan iklim yang sering terjadi di Indonesia adalah
banjir. Bencana banjir yang sering terjadi ini tidak hanya berdampak pada
kegiatan masyarakat tetapi juga aktivitas ekonomi masyarakatnya, khususnya di
sektor pertanian. Perubahan iklim ekstrim dan akibat yang ditimbulkan sangat
berpengaruh terhadap sektor pertanian. Hal itu terjadi karena, perubahan iklim
akan menyebabkan terjadinya perubahan pada pola dan jumlah hujan yang
berakibat pada pergeseran awal musim tanam dan periode masa tanam. Perubahan
2
pola hujan akan mempengaruhi waktu dan musim tanam, pola tanam, degradasi
lahan, kerusakan tanaman dan produktivitas, luas areal tanam dan areal panen,
serta kerusakan keanekaragaman hayati, khususnya tanaman pangan. Hal ini
disebabkan karena tanaman pangan dan holtikultura pada umumnya merupakan
tanaman musiman yang relatif sensitif terhadap cekaman seperti kelebihan dan
kekurangan air (Runtunuwu dan Syahbuddin, 2007).
Banjir pada lahan sawah akan menyebabkan berkurangnya luas areal
panen dan turunnya produksi padi secara signifikan. Provinsi Jawa Tengah
merupakan provinsi terbesar kedua setelah Jawa Timur dengan jumlah luas lahan
sawah yang rawan terhadap banjir/genangan (Tabel 1.1). Meskipun begitu,
Provinsi Jawa Tengah tetap menjadi salah satu pemasok padi terbesar di
Indonesia.
Tabel 1.1
Luas lahan sawah yang rawan banjir/genangan di Pulau Jawa.
Provinsi
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Total Persentase
Sangat rawan
(ha)
27.654
7.509
49.569
-
Rawan
(ha)
205.304
53.472
503.803
15.301
Kurang
rawan (ha)
324.734
89.291
188.688
34.459
Tidak rawan
(ha)
409.984
42.259
303.346
13.622
Jumlah
(ha)
967.676
192.531
1.045.406
63.382
105.544
162.622
4,5
306.337
1.084.217
30,3
533.447
1.170.619
32,7
359.630
1.128.841
32,5
1.304.958
3.573.953
100
Sumber: Boer et al. (2009)
Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu kabupaten yang berperan
sebagai pemasok padi dan penyangga pangan terbesar di Jawa Tengah. Padi
merupakan hasil pertanian utama di Kabupaten Sukoharjo. Pada tahun 2014,
3
produktivitas padi di Kabupaten Sukoharjo berhasil mencapai 63,38 kw/ha,
dengan produksi sebesar 310.753 ton dan luas panen sebesar 49.028 ha. Angka ini
mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar
68,47 kw/ha (Tabel 1.2).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Badan Pusat
Statistik Kabupaten Sukoharjo tahun 2015, Produksi padi di Kecamatan
Sukoharjo menempati urutan ketiga setelah Kecamatan Polokarto dan Mojolaban
(Tabel 1.2).
Tabel 1.2
Luas Panen, Rata-rata Produksi Padi Sawah
Menurut Kecamatan tahun 2014
Padi Sawah
Kecamatan
Luas
Produktivitas
Panen (ha)
(kw/ha)
(1)
(2)
(3)
4 722
63
01. W e r u
2 240
65
02. B u l u
4 112
64
03. Tawangsari
5 952
64
04. Sukoharjo
5 515
63
05. Nguter
5 193
63
06. Bendosari
6 401
63
07. Polokarto
6 056
65
08. Mojolaban
2 197
62
09. Grogol
2 667
62
10. B a k i
2 806
62
11. G a t a k
1 167
59
12. Kartasura
49 028
63
Jumlah
Sumber data: BPS Kecamatan Sukoharjo Tahun 2015
Produksi
(ton)
(4)
29 867
14 507
26 342
38 127
34 954
32 735
40 157
39 427
13 667
16 616
17 421
6 933
310 753
Kecamatan Sukoharjo terdiri dari 14 kelurahan, dimana sebagian besar
dari lahan yang ada digunakan sebagai lahan sawah. Penggunaan lahan sawah
di Kecamatan Sukoharjo pada tahun 2013 sebesar 2.363 ha atau 53% dari luas
4
keseluruhan wilayahnya. Dapat dilihat pada Tabel 1.3, Penggunaan luas
sawah terbesar di Kecamatan Sukoharjo terdapat di Kelurahan Sonorejo,
dengan luas penggunaan sawah sebesar 302 ha atau 68% dari luas wilayahnya
(444 ha). Namun, pada beberapa titik sawah yang terdapat di Kelurahan
Sonorejo merupakan sawah yang rawan terhadap banjir/genangan.
Berdasarkan hasil pemetaan dengan Sistem Informasi Geografi (SIG)
dan hasil wawancara dengan Kepala Kelurahan dan Kepala Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan) Sonorejo, lahan sawah yang paling rawan
terhadap banjir/genangan berada pada wilayah bagian timur dari Kelurahan
Sonorejo yaitu Dusun Langsur dan Ngiser, yang berbatasan langsung dengan
Kelurahan Bulakrejo dan Sukoharjo. Hal itu disebabkan karena ketinggian
dataran yang lebih rendah dibandingkan wilayah disekitarnya dan saluran air
(drainase) yang tidak baik, sehingga air yang mengalir ke wilayah ini akan
menggenangi lahan sawahnya.
Tabel 1.3
Luas Penggunaan Lahan
5
Menurut Desa Tahun 2013 (Ha)
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Lahan
Sawah
Bukan
Lahan
Sawah
Jumlah
Kenep
Banmati
Mandan
Begajah
Gayam
Joho
Jetis
Gombongan
Kriwen
Bulakan
Dukuh
Sukoharjo
Bulakrejo
Sonorejo
143
123
190
142
75
90
45
174
136
132
257
296
258
302
140
116
128
175
136
126
146
152
177
169
137
199
153
142
283
239
318
317
211
216
191
325
313
301
394
495
411
444
JUMLAH
2363
2095
4458
Kelurahan
Sumber: Cabang Dinas Pertanian Kecamatan Sukoharjo Tahun 2014
B. Rumusan Masalah
Pengaruh perubahan iklim dibedakan atas dua indikator, yaitu kerentanan
dan dampak. Kerentanan (vulnerable) terhadap perubahan iklim adalah kondisi
yang dapat mengurangi kemampuan (manusia, tanaman, dan ternak) beradaptasi
atau menjalankan fungsi fisiologis/biologis, pertumbuhan dan produksi serta
reproduksi secara optimal (wajar) akibat cekaman perubahan iklim. Dampak
perubahan iklim adalah gangguan atau kondisi kerugian dan keuntungan, baik
secara fisik maupun sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh cekaman iklim
(Deptan, 2011).
Kelurahan Sonorejo, merupakan daerah dengan penggunaan luas lahan
sawah lebih besar dibandingkan dengan penggunaan untuk lahan lainnya. Namun,
6
lahan sawah yang terdapat pada Dusun Langsur dan Ngiser di Kelurahan
Sonorejo cenderung rawan terhadap banjir/genangan. Padahal, mayoritas dari
penduduk Kelurahan Sonorejo bertumpu pada sektor pertanian khususnya
subsektor tanaman bahan pangan padi sawah. Hal ini menyebabkan kerentanan
terhadap penghidupan dari petani dan rumah tangganya.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat diambil beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana persebaran wilayah lahan sawah rawan banjir di Kabupaten
Sukoharjo?
2. Bagaimana tingkat kerentanan penghidupan petani terhadap perubahan iklim
di Kabupaten Sukoharjo?
3. Bagaimana dampak perubahan iklim terhadap pertumbuhan sektor pertanian
di Kabupaten Sukoharjo?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:
1. Memetakan wilayah yang lahan sawahnya rawan terhadap banjir di
Kabupaten Sukoharjo.
2. Mengukur tingkat kerentanan penghidupan petani terhadap perubahan iklim di
Kabupaten Sukoharjo.
3. Mengetahui dampak perubahan iklim terhadap pertumbuhan sektor pertanian
di Kabupaten Sukoharjo
D. Manfaat Penelitian
7
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
mengembangkan teknologi dan inovasi di sektor pertanian untuk menghadapi
masalah perubahan iklim seperti banjir.
2. Bagi petani, diharapkan dapat menjadi pertimbangan saat berhadapan dengan
masalah yang sama.
3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi
dan bahan informasi sebagai acuan untuk melakukan penelitian mengenai
kerentanan penghidupan petani pada perubahan iklim.
8
Download