asap Rokok sebagai Bahan pencemar dalam Ruangan

advertisement
Tinjauan Pustaka
Asap Rokok sebagai
Bahan Pencemar dalam Ruangan
Aila Haris, Mukhtar Ikhsan, Rita Rogayah
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Persahabatan, Jakarta
PENDAHULUAN
Indonesia setiap tahunnya mengkonsumsi
215 milyar batang rokok, menduduki peringkat ke lima negara pengkonsumsi rokok
terbanyak di dunia setelah Cina, Amerika
Serikat, Jepang dan Rusia.1 Konsumsi
rokok tersebut meningkat sejak tahun
1970. Prevalensi perokok berusia 15 tahun
ke atas meningkat dari 26,9% pada tahun
1995 menjadi 31,5% pada tahun 2001; hal
ini dikaitkan dengan peningkatan prevalensi perokok pada laki-laki dari 53,4 %
menjadi 62,2% selama kurun waktu tersebut sedangkan pada perempuan tidak ada
perubahan berarti.2 Data WHO menyebutkan 59% laki-laki dan 3,7% perempuan
Indonesia adalah perokok.1 Secara keseluruhan pada tahun 2001, penduduk Indonesia yang merokok sekitar 31,5%, berarti terdapat sekitar 60 juta perokok di Indonesia.2
Asap rokok merupakan bahan penyebab
terbanyak pencemaran udara terutama di
dalam ruangan.3,4
Kualitas udara dalam ruangan merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap
kesehatan manusia. Menurut National
Institute of Occupational Safety and
Health (NIOSH) tahun 1997, penyebab
masalah kualitas udara dalam ruangan
pada umumnya oleh beberapa hal yaitu
kurangnya ventilasi udara (52%), sumber
pencemaran di dalam ruangan (16%),
sumber pencemaran di luar ruangan
(10%), mikroba (5%), bahan material bangunan (4%) dan lain-lain (13%).5 Pada
tinjauan pustaka ini akan dibahas asap
rokok sebagai bahan pencemar udara di
dalam ruangan dan pengaruh yang dapat
ditimbulkannya.
PENCEMARAN UDARA
Pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat atau bahan kimia
ke dalam lingkungan udara normal yang
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
mencapai jumlah tertentu sehingga dapat
dideteksi oleh manusia serta dapat memberikan efek pada manusia dan lingkungan.4 Departemen Kesehatan mendefinisikan pencemaran udara yaitu masuk atau
dimasukkannya zat, energi dan atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan
manusia sehingga mutu udara turun sampai
ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau
mempengaruhi kesehatan manusia.5 Kumar
mendefinisikan pencemaran udara adalah
terdapatnya bahan polutan di atmosfer dalam konsentrasi tertentu yang akan mengganggu keseimbangan dinamik atmosfir
dan mempunyai efek pada manusia dan
lingkungannya.6
Bahan pencemar udara atau polutan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu polutan primer dan sekunder. Polutan primer
adalah polutan yang dikeluarkan langsung
dari sumber tertentu dan dapat berupa gas
maupun partikel. Polutan yang termasuk
dalam bentuk gas adalah senyawa karbon
(C), sulfur (S), nitrogen (N), halogen sedangkan polutan dalam bentuk partikel
berupa zat padat maupun suspensi aerosol
cair. Berdasarkan ukuran partikel dibedakan
menjadi partikel debu kasar bila ukurannya
> 10 µ, partikel debu, uap dan asap jika diameternya 1-10 µ serta aerosol jika ukurannya < 1 µ.4
Polutan sekunder terjadi karena reaksi
dua atau lebih bahan kimia di udara misalnya reaksi foto kimia yaitu disosiasi nitrogen dioksida (NO2) yang menghasilkan nitrogen oksida (NO) dan oksida
(O) radikal. Proses kecepatan dan arah
reaksi dipengaruhi oleh faktor konsentrasi relatif dari bahan reaktan, derajat
fotoaktivasi, kondisi iklim, tofografi dan
embun. Polutan sekunder ini mempunyai
sifat fisis dan kimia yang tidak stabil. Termasuk dalam polutan sekunder adalah
ozon (O3), peroksilaksil nitrat (PAN), dan
formaldehid. 4
Pencemaran udara di dalam ruangan
Pencemaran udara dalam ruangan dapat
sangat berbahaya karena sumbernya berdekatan dengan manusia secara langsung.
Di negara berkembang masalah pencemaran udara dalam ruangan yang penting
adalah pencemaran dalam rumah karena
memasak atau membakar kayu untuk pemanasan tanpa cerobong asap yang memadai. Polutan lain yang berdampak buruk
pada kesehatan adalah O3, radiasi pengion
dan asap rokok. WHO memperkirakan setiap tahun terdapat sekitar tiga juta kasus
akibat pencemaran udara dalam ruangan dan 0,2 juta akibat pencemaran di luar
ruangan.7 Berdasarkan penelitian American
College of Allergies sekitar 50% penyakit
disebabkan oleh pencemaran udara dalam ruangan. United States Enviromental
Protection Agency (US EPA) menyatakan
bahwa udara dalam ruangan dua sampai
sepuluh kali lebih berbahaya dibandingkan
udara luar ruangan. Scientific America melaporkan bahwa bayi yang sedang merangkak di atas lantai menghirup debu karpet,
jamur, lumut, tungau dan lain-lain setara
dengan menghisap empat batang rokok
sehari. Lebih dari 90% orang menghabiskan waktunya dalam ruangan sehingga
pencemaran udara dalam ruangan memberikan dampak kesehatan yang lebih berbahaya dibandingkan pencemaran udara
luar ruangan.8,9
Peningkatan kadar bahan polutan di dalam ruangan selain berasal dari penetrasi
polutan luar ruangan dapat juga dari
sumber polutan dalam ruangan seperti
asap rokok, asap yang berasal dari dapur
atau pemakaian obat anti nyamuk. Sumber lain bahan polutan di dalam ruangan
adalah perlengkapan pekerjaan seperti
pakaian, sepatu atau perlengkapan lainnya yang dibawa masuk ke dalam rumah
dari tempat kerja. Perbedaan bahan polutan di dalam dan luar ruangan tergantung
faktor gaya hidup individu, sosial ekono-
17
Tinjauan Pustaka
mi, struktur gedung, kondisi bahan polutan di dalam dan luar ruangan, ventilasi
dan sistem pendingin ruangan, geografi
dan meteorologi serta lokasi sumber polutan di luar ruangan.4 Sumber polutan
udara dalam ruangan dapat dilihat pada
gambar 1.
Kualitas udara dalam ruang yang baik
didefinisikan sebagai udara yang bebas
pencemaran, bebas iritasi, ketidaknyamanan atau terganggunya kesehatan penghuni.
Menurut Environmental Protection Agency
(1991) terdapat empat elemen yang mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan
yaitu :10
- Sumber pencemaran
- Heating ventilation and air conditioning
system (HVAC)
- Media yaitu berupa udara
- Pekerja atau penghuni yang berada
dalam ruangan tersebut apakah
mempunyai riwayat penyakit pernapasan atau alergi.
62-2001 mengenai ventilasi untuk kualitas udara yang memadai (ventilation for
acceptable indoor air quality). Pengertian
kualitas udara yang memadai menurut
pedoman tersebut adalah udara yang
tidak ada kontaminan pada konsentrasi
membahayakan dan sudah ditetapkan
oleh para ahli yaitu bila sebanyak 80%
atau lebih para penghuni suatu gedung
tidak merasakan ketidakpuasan atau ketidaknyamanan.11
Menurut NIOSH, terdapat lima sumber
pencemar di dalam ruangan:11
a. Pencemaran dari dalam gedung seperti
asap rokok, pestisida, bahan-bahan
pembersih ruangan.
b. Pencemaran dari luar gedung yang dapat masuk ke dalam ruangan seperti
gas buangan kendaraan bermotor, gas
cerobong asap atau dapur yang terletak dekat gedung umumnya disebabkan karena penempatan lokasi lubang
bahan kimia yg dilepaskan dari
bahan bangunan dan perabotan
polusi udara luar
jamur dan bakteri
bahan kimia dari produk
pembersih
gas pembakaran dari perapian
dan kompor kayu
bulu dan kulit
hewan
CO dari garasi
gas kimia dari cat dan
pelarut
asap rokok
gas termasuk radon dari tanah
Gambar 1. Sumber Pencemaran udara dalam ruangan10
Definisi dan pedoman mengenai kualitas
udara yang memadai dan umum digunakan adalah berdasarkan pedoman American Society of Heating Refrigerating and
Air Conditioning Enginering (ASHRAE)
18
udara yang tidak tepat.
c. Pencemaran akibat bahan bangunan, seperti formaldehid, lem, asbes, fiberglass,
dan bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut.
d. Pencemaran akibat mikroba berupa
bakteri, jamur, protozoa, dan produk
mikroba lainnya yang ditemukan di saluran udara serta alat pendingin beserta
seluruh sistemnya.
e. Gangguan ventilasi udara berupa
kurangnya udara segar yang masuk
serta buruknya distribusi udara dan
kurangnya perawatan sistem ventilasi
udara.
Asap rokok sebagai bahan pencemar
udara dalam ruangan
Kebiasaan merokok merupakan masalah
penting dewasa ini. Rokok oleh sebagian
orang sudah menjadi kebutuhan hidup
yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat yang merokok pertama kali adalah suku bangsa Indian
di Amerika untuk keperluan ritual seperti
memuja dewa atau roh. Pada abad ke-16
ketika bangsa Eropa menemukan benua
Amerika, sebagian para penjelajah Eropa
itu meniru dengan mencoba menghisap
rokok dan kemudian membawa tembakau
ke Eropa.12
Klasifikasi rokok
Di Indonesia rokok dibedakan berdasarkan bahan pembungkus rokok, bahan baku
atau isi rokok, proses pembuatan rokok dan
penggunaan filter pada rokok.
Berdasarkan bahan pembungkus maka
rokok dibedakan menjadi : 12
- Klobot : rokok yang bahan pembungkus
berupa daun jagung.
- Kawung : rokok yang bahan pembungkus berupa daun aren.
- Sigaret : rokok yang bahan pembungkus
berupa kertas.
- Cerutu : rokok yang bahan pembungkus
berupa daun tembakau.
Sedangkan berdasarkan bahan baku atau
isi, rokok dibedakan menjadi : 12
- Rokok putih : rokok yang bahan baku
atau isinya hanya daun tembakau yang
diberi saus untuk mendapatkan efek rasa
dan aroma tertentu.
- Rokok kretek : rokok yang bahan baku
atau isinya berupa daun tembakau dan
cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
- Rokok klembak : rokok yang bahan
baku atau isinya berupa daun tembakau,
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
Tinjauan Pustaka
cengkeh dan kemenyan yang diberi saus
untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.
Pembagian rokok berdasarkan proses pembuatannya: 12
- Sigaret kretek tangan (SKT) : rokok
yang proses pembuatannya dengan cara
digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana.
- Sigaret kretek mesin (SKM) : rokok
yang proses pembuatannya menggunakan mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam mesin
pembuat rokok. Keluaran yang dihasilkan mesin pembuat rokok berupa rokok
batangan.
Berdasarkan penggunaan filter pada
rokok maka rokok dibedakan menjadi rokok filter (RF) dan rokok non filter
(NRF). Rokok filter adalah rokok yang
pada bagian pangkalnya terdapat gabus
sedangkan rokok non filter adalah rokok
yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus12
Bahan-bahan yang terkandung dalam
asap rokok
Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan
zat organik berupa gas maupun partikel
yang telah diidentifikasi dari daun tembakau maupun asap rokok. Bahan tersebut
umumnya bersifat toksik, karsinogenik di
samping beberapa bahan yang bersifat
radioaktif dan adiktif. Komponen dalam
rokok dapat dibedakan dalam dua bentuk
yaitu fase gas dan fase tar (fase partikulat).
Fase gas adalah berbagai macam gas berbahaya yang dihasilkan oleh asap rokok;
terdiri dari nitrosamin, nitrosopirolidin, hidrasin, vinil klorida, uretan, formaldehid,
hidrogen sianida, akrolein, asetaldehida,
nitrogen oksida, amonia piridin, dan karbon monoksida. Fase tar adalah bahan
yang terserap dari penyaringan asap rokok
menggunakan filter cartridge dengan ukuran pori-pori 0,1 µm. Fase ini terdiri dari
bensopirin, dibensakridin, dibensokarbasol,
piren, fluoranten, hidrokarbon aromatik,
polinuklear, naftalen, nitrosamin yang tidak
mudah menguap, nikel, arsen, nikotin, alkaloid tembakau, fenol dan kresol. Bahan
yang terkandung dalam asap rokok dapat
dilihat pada gambar 2.13
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
Asetaldehid
Akrolein
Aseton
Asam Sianida
Toluidin
Amoniak (deterjen)
Uretan
Fenol
Butana
Dibenzakridin
Toluen (Kimia industri)
Arsenik (Recun berat)
Polonium 210
pembakaran menjadi kurang lengkap dan
mengeluarkan lebih banyak bahan kimia.15
Gambar 2. Bahan-bahan yang terkandung
dalam rokok13
Dalam hal perokok pasif, International Non
Governmental Coalition Against Tobacco
(INGCAT) telah menyampaikan rekomendasi yang didukung oleh lebih dari 60
negara di seluruh dunia yang dimuat dalam
IUALTD News Bulletin on Tobacco and
Health 1997. Rekomendasi ini berbunyi
”paparan terhadap asap rokok lingkungan
yang sering kali disebut perokok pasif dapat menyebabkan kanker paru dan kerusakan kardiovaskuler pada orang dewasa yang
tidak merokok dan dapat merusak kesehatan paru dan pernapasan pada anak”.16
Pajanan asap rokok
Besar pajanan asap rokok bersifat kompleks
dan dipengaruhi oleh jumlah rokok yang
dihisap dan pola penghisapan rokok tersebut. Faktor lain yang dapat mempengaruhi
pajanan asap rokok adalah usia mulai merokok, lama merokok dan dalamnya hisapan.
Jumlah rokok yang dihisap dapat dinyatakan dalam packyears setara dengan berapa
bungkus rokok yang dihisap dalam satu hari
(1 bungkus = 20 batang) dikalikan lamanya
merokok dalam tahun. Pola penghisapan
rokok sangat bervariasi tergantung pada
kebiasaan seseorang. Udara yang dihisap
melalui rokok berkisar 25-50 ml tiap hisapan. Udara dapat dihisap melalui mulut
atau hidung kemudian dikeluarkan kembali
dengan cara serupa.3,14
Pengaruh asap rokok pada organ tubuh
Asap rokok dapat menimbulkan kelainan
atau penyakit pada hampir semua organ
tubuh yaitu :17
a. Otak : stroke, perubahan kimia otak
b. Mulut dan tenggorokan : kanker bibir,
mulut, tenggorokan dan laring
c. Jantung : kelemahan arteri, meningkatkan serangan jantung
d. Paru : penyakit paru obstruktif kronik,
kanker paru, asma
e. Hati : kanker hati
f. Abdomen : kanker lambung, pankreas
dan usus besar
g. Ginjal dan kandung kemih : kanker
h. Reproduksi : impotensi, kanker leher rahim, mandul
i. Kaki : gangren
Dimetilnitrosamin
Naftalen
Nikotin
Naftilamin
Metanol
Piren
Kadmium
Karbon monoksida
Benzopiren
Vinil klorida
Merkuri
Striren
DDT (insektisida)
Goudron
Plomb
Perokok pasif
Asap rokok yang dihisap ke dalam paru
oleh perokok disebut asap rokok utama
(mainstream smoke/MS) sedangkan asap
rokok yang berasal dari ujung rokok yang
terbakar disebut asap rokok samping (sidestream smoke/SS). Polusi udara yang ditimbulkan disebut asap rokok lingkungan
(ARL) atau environment tobacco smoke
(ETS). Mereka yang menghisap ETS disebut perokok pasif. Mereka yang tidak merokok tetapi terpaksa menghisap asap rokok
dari lingkungannya mungkin akan menderita berbagai penyakit akibat rokok kendati
mereka sendiri tidak merokok. Kandungan
bahan kimia pada asap rokok sampingan
ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan
asap rokok utama antara lain karena tembakau terbakar pada temperatur yang lebih rendah ketika sedang dihisap membuat
Merokok menyebabkan kerusakan dan penyakit pada semua bagian tubuh
Rambut rontok
Katarak
Kanker hidung
Karies
Gigi berlubang dan berwarna kuning
dialami oleh hampir semua perokok
Kanker lidah, mulut,
kelenjar ludah, tenggorokan,
kerongkongan
Kanker payudara
Banyak diderita oleh
wanita yang suaminya
adalah perokok
Jari-jari pucat
Kanker rahim
Kerusakan sperma
Kulit keriput
Hilangnya pendengaran
Kanker Kulit
Osteoporosis
(Pengeroposan tulang)
Penyakit jantung
Perokok berisiko mengalami
mati mendadak 4 kali lipat
dibanding bukan perokok
Kanker Paru
90% pasien kanker paru
adalah perokok
Emphysema
Tukak lambung dan
kanker lambung
Kanker usus besar dan
kanker anus
Kanker ginjal, kandung
kemih, penis, pankreas
Mutu dan jumlah sperma
akan berkurang jika Anda
terus merokok
Peradangan pada kulit
yang sangat gatal
Amputasi Kaki
Karena penyumbatan
pembuluh darah pada kaki
Penyakit pembuluh darah
dan pembusukan jari-jari kaki
Gambar 3. Penyakit yang ditimbulkan akibat merokok17
19
Tinjauan Pustaka
Pengaruh asap rokok pada saluran pernapasan
Mekanisme asap rokok menimbulkan penyakit pada saluaran napas dapat dilihat
pada gambar 4.18
a. Penyakit paru obstruktif kronik
Iritasi saluran napas oleh asap rokok dan
bahan toksik lain akan menimbulkan
reaksi inflamasi saluran napas sehingga
terjadi deposit sel radang neutrofil maupun makrofag di tempat tersebut. Neutrofil akan mengeluarkan elastase yang
berlebihan mengakibatkan metaplasia sel
epitel sekretori dan hipertrofi kelenjar mukus. Elastase netrofil menghambat mucociliary clearance. Di samping itu elastase
neutrofil akan merangsang produksi mukus berlebihan akibat hipertrofi kelenjar
dan metaplasia sel sekretori.
b. Kanker paru
Telah diketahui perokok merupakan faktor
risiko kanker paru. Asap rokok mengandung bahan toksin dan iritan, mutagenik
dan karsinogenik termasuk reactive organic
radicals (RORs) yang memicu proliferasi
sel, kerusakan kromosom, perubahan formasi DNA dan aktivasi onkogen.
c. Interstitial lung disease (ILD)
Merupakan sekelompok penyakit heterogen paru umumnya ditandai dengan
sesak napas, batuk kering, diffuse interstitial infiltrate yang membatasi fungsi
paru dan gangguan pertukaran gas.
Interstitial lung disease dapat berupa
sarkoidosis, fibrosis paru idiopatik (IPF),
pneumokoniosis dan penyakit yang berhubungan dengan jaringan ikat.
SIMPULAN
1. Pencemaran udara adalah bertambahnya bahan pencemar ke dalam lingkungan udara normal yang memberikan
efek pada manusia dan lingkungan.
2. Pencemaran udara di dalam ruangan
lebih berbahaya dibandingkan dengan
di luar ruangan.
3. Asap rokok merupakan sumber utama
pencemaran udara dalam ruangan.
4. Asap rokok terdiri dari asap rokok utama dan samping.
5. Perokok pasif adalah mereka yang
menghisap ETS yang berasal dari asap
rokok samping.
6. Asap rokok menimbulkan kelainan
pada hampir semua organ tubuh.
20
asap rokok
oksidan
aldehid
asam
amonia dll
gangguan
pembersihan
siliar
retensi mukus
dan toksin
iritasi lokal epitel jln napas
injuri/kematian sel
influks netrofil
inflamasi
PPOK dan penyakit inflasi paru lain
infeksi
oksidan
hidrokarbon aromatik
nitrosamin dll
sinyal pertumbuhan naik
kerusakan kromosom dan
aduksi DNA
ekspresi onkogen
karsinogenesis
kanker paru
Gambar 4. Mekanisme asap rokok menimbulkan penyakit pada saluran napas18
DAFTAR PUSTAKA
1. Mackay J, Eriksen M. The tobacco atlas 2002. Geneva: WHO;2002.p.30-3.
2. Soerojo W. Mitos dan fakta tentang tembakau di Indonesia. Disampaikan pada Seminar Parlemen Menyikapi
Masalah Rokok, Gedung MPR/DPR RI. Jakarta;2004.p.1-4.
3. Lumb AB. Smoking and air polluton. In: Lumb AB. Nunn’s Applied Respiratory Physiology, 5th ed. London:
Butterworth-Heinemann; 2000.p.407-14.
4. Mukono HJ. Pencemaran udara dan pengaruhnya terhadap gangguan pernapasan.Surabaya: Airlangga
University Press; 2003.p.1-3.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1407/Menkes/SK/XI/2002/ tentang pedoman
pengendalian dampak pencemaran udara.
6. Kumar A. Enviromental chemistry. New Delhi: Wiley Eastern Limited:1987.p.26-9.
7. World Health Organization. Health environment in sustainable development. Geneva: WHO;1997.p.3-6.
8. Indoor air quality epidemic. [cited 2010 Aug. 30]. Available from: http://www.indoorpurifiers.com/iaqepid.
htm
9. Koenig JQ, Mar TF, Allen RW, Jansen K, Lumley T, Sullivan JH, et al. Pulmonary effects indoor and outdoor
generated particle in children with asthma. Environ Health Perspect. 2005; 113:499-503.
10. EPA. A standardized EPA protocol for characterization indoor air quality in large office building; 2003.pp
15-9.
11. ASHRAE. Handbook-fundamentals, Am. Soc. of Heating, Refrigerating air-conditioning Engineers Inc.,
Atlanta. GA; 2001.p.24-6.
12. Jaya M. Pembunuh berbahaya itu bernama rokok. Yogyakarta: Rizma; 2009. p.15-8.
13. Pignot J. Quantification and chemical markers of tobacco exposure. Eur J Resp Dis. 1987;70:1-7.
14. American Thoracic Society. Cigarette smoking and health. Am J Respir Crit Care Med. 1996;153:861-5.
15. Aditama TY. Perokok pasif. In: Andi A. Masalah merokok dan penanggulangannya. Jakarta: Yayasan Penerbit
Ikatan Dokter Indonesia; 2001.p.10-4.
16. Mackay J. Tobacco control now in future. Proc. INGCAT International NGO Mobilisation Meeting.
Geneva; 1999. p.11-4.
17. Mackay J, Eriksen M. The Tobacco Atlas 2002. Geneva: WHO;2002.p.32-5.
18. Behr J, Nowak D. Tobacco and smoke respiratory disease. Eur Respir Mon 2002;21:161-79.
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
Tinjauan Pustaka
Sick Building Syndrome
Dian Yulianti, Mukhtar Ikhsan, Wiwien Heru Wiyono
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Persahabatan, Jakarta, Indonesia
PENDAHULUAN
Gedung-gedung tinggi dibangun dengan
struktur lebih tertutup dan umumnya dilengkapi sistim sirkulasi udara serta pendingin buatan untuk menciptakan kondisi
lingkungan kerja yang nyaman. Udara luar
yang masuk ke dalam sistim ventilasi gedung akan berkurang bahkan mencapai titik
nol, hanya udara resirkulasi yang digunakan
untuk bernapas. Hal tersebut menyebabkan buruknya kualitas udara dalam ruangan
(indoor air quality atau IAQ) dan terdapat
banyak radikal bebas bersumber dari asap
rokok, ozon dari mesin fotokopi dan printer,
perabotan, cat serta bahan pembersih.1
Sick building syndrome (SBS) atau sindrom
gedung sakit dikenal sejak tahun 1970. Kedokteran okupasi tahun 1980 memperkenalkan konsep SBS sebagai masalah kesehatan akibat lingkungan kerja berhubungan
dengan polusi udara, IAQ dan buruknya
ventilasi gedung perkantoran. World Health
Organization (WHO) tahun 1984 melaporkan 30% gedung baru di seluruh dunia
memberikan keluhan pada pekerjanya dihubungkan dengan IAQ. Di seluruh dunia
2,7 juta jiwa meninggal akibat polusi udara,
2,2 juta di antaranya akibat indoor air pollution atau polusi udara di dalam ruangan.1
Sick building syndrome terjadi akibat kurang
baiknya rancangan, pengoperasian dan
pemeliharaan gedung. Gejala yang dapat
terjadi berupa iritasi kulit, mata dan nasofaring, sakit kepala, lethargy, fatique, mual,
batuk, dan sesak. Gejala tersebut akan
berkurang atau hilang bila pekerja tidak
berada di dalam gedung, hal tersebut dapat terjadi pada satu atau dapat tersebar di
seluruh lokasi gedung.2,3
DEFINISI
Sick building syndrome adalah keadaan
yang menyatakan bahwa gedung-gedung
industri, perkantoran, perdagangan, dan
rumah tinggal memberikan dampak penya-
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
kit2 dan merupakan kumpulan gejala yang
dialami oleh pekerja dalam gedung perkantoran berhubungan dengan lamanya berada di dalam gedung serta kualitas udara.
Environmental Protection Agency (EPA)
tahun 1991 mengatakan sindrom ini timbul
berkaitan dengan waktu yang dihabiskan
seseorang dalam sebuah bangunan, namun
gejalanya tidak spesifik dan penyebabnya
tidak bisa diidentifikasi.
National Institute of Occupational Safety and
Health (NIOSH) tahun 1997 menyebutkan
52% penyakit pernapasan terkait dengan
SBS akibat buruknya ventilasi gedung dan
kinerja air conditioner (AC) akibat jarang
dibersihkan.4 Penelitian terhadap 350 karyawan dari 18 kantor di Jakarta selama 6
bulan (Juli-Desember 2008) menunjukkan
penurunan kesehatan pekerja dalam ruangan akibat udara ruangan tercemar radikal
bebas (bahan kimia), berasal dari dalam
maupun luar ruangan dan 50% orang yang
bekerja dalam gedung perkantoran cenderung mengalami SBS.5 Penelitian Occupational Safety and Healthy Act (OSHA)
mendapatkan dari 446 gedung, penyebab
polusi udara dalam gedung karena ventilasi tidak adekuat (52%), alat/bahan dalam
gedung (7%), polusi luar gedung (11%),
mikroba (5%), bahan bangunan/alat kantor (3%), dan tidak diketahui (12%). Gejala yang terjadi tidak spesifik, berupa nyeri
kepala, iritasi membran mukosa, mata serta
nasofaring, batuk, sesak, rinitis dan gejala lain tetapi bukan merupakan penyakit
spesifik dan penyebabnya tidak diketahui
dengan jelas.6
PATOFISIOLOGI
Terdapat 3 hipotesis untuk menjelaskan gejala SBS antara lain hipotesis kimia bahwa
volatile organic compounds (VOCs) yang
berasal dari perabot, karpet, cat serta debu,
karbon monoksida atau formaldehid yang
terkandung dalam pewangi ruangan dapat
menginduksi respons reseptor iritasi terutama pada mata dan hidung. Iritasi saluran
napas menyebabkan asma dan rinitis melalui interaksi radikal bebas sehingga terjadi
pengeluaran histamin, degradasi sel mast
dan pengeluaran mediator inflamasi menyebabkan bronkokonstriksi. Pergerakan
silia menjadi lambat sehingga tidak dapat
membersihkan saluran napas, peningkatan produksi lendir akibat iritasi oleh bahan
pencemar, rusaknya sel pembunuh bakteri
di saluran napas, membengkaknya saluran
napas dan merangsang pertumbuhan sel.
Akibatnya terjadi kesulitan bernapas, sehingga bakteri atau mikroorganisme lain
tidak dapat dikeluarkan dan memudahkan
terjadinya infeksi saluran napas.
Hipotesis ke dua adalah hipotesis bioaerosol; penelitian cross sectional menunjukkan bahwa individu yang mempunyai
riwayat atopi akan memberikan reaksi terhadap VOCs konsentrasi rendah dibandingkan individu tanpa atopi. Hipotesis ke
tiga ialah faktor pejamu, yaitu kerentanan
individu akan mempengaruhi timbulnya
gejala.7 Stres karena pekerjaan dan faktor
fisikososial juga mempengaruhi timbulnya
gejala SBS.
Building related illness (BRI) berbeda dengan SBS, adalah suatu penyakit yang dapat didiagnosis dan diketahui penyebabnya
berkaitan dengan kontaminasi udara dalam
gedung.8
LINGKUNGAN KANTOR
Konsep lingkungan kantor terbagi 2 yaitu
lingkungan fisis terdiri dari faktor-faktor
fisis, kimia dan lingkungan sosial terdiri
dari faktor organisasi, aturan dan norma;
keduanya berpengaruh pada kesehatan
manusia. Lingkungan kantor merupakan kombinasi antara penerangan, suhu,
kelembaban, kualitas udara dan tata ruang. Hubungan antara pekerja dengan
lingkungan kantor dapat menimbulkan
keluhan fisik (objektif) dan mental (subjektif). Sick building syndrome disebabkan
multifaktor termasuk faktor fisik, kimia,
21
Tinjauan Pustaka
biologis dan fisiologis. Jika faktor tersebut terpelihara baik maka lingkungan
kantor menjadi tempat yang nyaman dan
sehat untuk bekerja.8 Di beberapa kantor
pekerjanya dapat mengalami gangguan
kesehatan karena ketidakimbangan lingkungan kantor. Sistim pendingin merupakan penyebab terbanyak SBS karena
tidak terjadi pertukaran udara optimal dan
menjadi sumber infeksi mikroorganisme
serta menambah kontaminasi tempat
kerja. Melius (1984), Collet dan Sterling
(1988)6 mendapatkan SBS 50-68 % berhubungan dengan kondisi ventilasi buruk
dan polusi udara.
Exhaust
Outdoor Air
Relief
Roof
Tabel 1. Asal polusi dan polutan yang mempengaruhi IAQ lingkungan kantor 3
Asal polusi
Polutan
Polusi dari luar gedung
Lalu lintas
NOX, CO,SO2, partikel
Industri
NOX, CO, SO2, partikel
Polusi dari dalam gedung
Alat tulis kantor
formaldehid (VOCs)
Pembersih
formaldehid (VOCs)
Bahan lembab
jamur
Konstruksi gedung
Mempengaruhi penetrasi dan dilusi dari luar ke dalam gedung
Sistim HVAC
Ventilasi
Mempengaruhi distribusi dan dilusi polutan
Pemanas
Mempunyai efek pada suhu
Pelembab
Berpotensi sebagai sumber mikroba
Penghuni gedung
Virus, bakteri, asap rokok
Keterangan tabel: NOX: nitrogen oksida, CO: karbon monoksida, SO2: sulfur dioksida
Return
Air Hendling Unit
Supply
Gambar 1. Ventilasi gedung 1
Ventilasi gedung dan sumber polusi
Sistim pendingin gedung dirancang dan
dioperasikan tidak hanya untuk pendinginan tetapi juga untuk mencukupi pertukaran udara dari dalam dan luar gedung.
Masalah timbul saat sistim pendingin
tidak dapat membawa udara luar ke dalam gedung, hal ini menyebabkan kualitas udara dalam gedung menjadi buruk.
Buruknya ventilasi dapat juga terjadi jika
sistem pemanasan atau heating, ventilasi
dan air conditioning (HVAC) tidak efektif
mendistribusikan udara dan menjadi sumber polusi udara dalam ruangan, menyebabkan gangguan kesehatan dan kenyamanan para pekerja.9 American Society of
Heating, Refrigerating and Air-conditioning
Engineers (ASHRAE) menganjurkan ventilasi dalam gedung minimum 15 m3/me-
Gambar 2. Sumber polusi udara dalam ruangan 8
22
nit dan sampai dengan 20 m3/menit pada
tempat-tempat tertentu, misalnya ruang
khusus untuk merokok.
Sumber polusi dalam ruangan antara lain
berasal dari karpet, perekat (lem), mesin
fotokopi dan bahan pembersih yang mengandung gas toksik dan mudah meng­
uap seperti formaldehid atau volatile
organic compounds (VOCs).8,9 (Tabel 1).
Identifikasi dan mekanisme iritasi senyawa
atau zat dalam ruangan yang dapat menimbulkan SBS masih belum diketahui
dengan jelas. Para pekerja kantor juga
merupakan sumber polutan dalam gedung. Virus, bakteri, karbon dioksida,
karbon monoksida, aseton, alkohol, dan
gas organik lain merupakan polutan yang
dapat dikeluarkan oleh pekerja kantor
melalui pernapasan dan keringat. Partikel
yang melekat pada pakaian yang berasal
dari luar dapat disebarkan ke dalam lingkungan kantor. Asap rokok merupakan
sumber terbesar partikel kimia iritatif di
dalam gedung.10 Ooi dkk.8 mendapatkan
faktor stres secara signifikan berpengaruh
pada terjadinya SBS.
Suhu dan kelembapan udara dalam gedung
Manusia dapat bekerja nyaman pada suhu
20-26°C dengan kelembapan 40-60%.
Suhu ruangan dapat mempengaruhi secara
langsung saraf sensorik membran mukosa
dan kulit serta dapat memberikan respons
neurosensoral secara tidak langsung yang
mengakibatkan perubahan sirkulasi darah.
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
Tinjauan Pustaka
Kelembapan dapat mempengaruhi gejala
SBS dan terdapat hubungan signifikan
antara udara kering, lembap, suhu dengan
gejala pada membran mukosa.11 Polutan
kimia dan partikel pada kelembapan rendah dapat menimbulkan kekeringan, iritasi
mata serta saluran napas dan kelembapan
di atas 60% menyebabkan kelelahan dan
sesak. Perubahan tingkat kelembapan dan
suhu mempengaruhi emisi dan absorpsi
VOCs. Akumulasi uap pada konstruksi
gedung menyebabkan kelembapan dan
pertumbuhan mikroba. Perubahan warna,
pengelupasan permukaan meterial, noda
basah, perlekatan dan bau jamur merupakan tanda kelembapan. Sumber kelembaban berasal dari air hujan, air permukaan,
air tanah, air lokal yang tidak terdrainase
baik dan mengalami kondensasi.12 Harrison dkk.13 melaporkan prevalensi gejala
SBS berkaitan dengan derajat polutan
bakteri dan jamur di udara pada gedung
perkantoran di Inggris. Dermatophagoides pteronyssinus dan D farinae adalah tungau debu rumah yang sering ditemukan
pada gedung lembap dan menyebabkan
sensitisasi alergi. Beberapa pekerja kantor pada 19 gedung di Taiwan menunjukkan keluhan pada mata, batuk dan letargi
yang dikaitkan dengan kelembapan dan
jamur. Aspergilus, Stachybotrys, Penicillium spesies merupakan jenis jamur yang
sering ditemukan pada pemeriksaan udara
dalam gedung.14
GEJALA DAN DIAGNOSIS
Terdapat dua komponen diagnosis SBS,
pertama apakah gejala terjadi pada satu
atau beberapa pekerja dalam gedung yang
sama dan kedua adalah gejala muncul saat
berada di dalam gedung dan menghilang
bila berada di luar gedung. Sick building
syndrome bukan penyakit tunggal yang
dapat didiagnosis segera pada pekerja di
dalam gedung. Asma, rinitis dan konjungtivitis alergi adalah penyakit alergi yang
mempunyai gejala sama dengan SBS. Sakit
kepala dan lethargy merupakan gejala nonspesifik yang dapat terjadi pada sebagian
besar penyakit dan dapat berkaitan dengan pajanan okupasi.15 Pengenalan gejala,
pemeriksaan fisis serta laboratorium bila
tersedia merupakan langkah awal dalam
mendiagnosis dan penatalaksanaan SBS
bertujuan untuk menyingkirkan kondisi lain
yang mempunyai gejala sama (Tabel 2).
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
Tabel 2. Gejala dan tanda SBS 5
Kelainan
Iritasi membran mukosa
Gejala neurologis
Gejala menyerupai asma
Gangguan kulit
Gejala gastrointestinal
Gejala
Iritasi mata, hidung
dan tenggorokan
Nyeri kepala
Kelelahan
Sulit konsentrasi
Cepat marah
Dada terasa tertekan
Wheezing
Kulit kering
Iritasi kulit
Diare
Pekerja dengan SBS lebih sensitf terhadap
stimuli dibandingkan dengan pekerja tanpa
SBS. Keluhan wheezing dan atau dada tertekan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan peakflow meter atau spirometri
sebelum dan sesudah kerja. Jika hasil pemeriksaan tidak ditemukan kelainan maka
tidak terdapat penyakit. Waktu saat timbulnya penyakit merupakan salah satu faktor penting pada SBS.16 Beberapa metode
dapat digunakan untuk membantu dalam
mendiagnosis SBS (tabel 3).
Tabel 3. Metode penilaian efek pada SBS 5
Efek
Metode
Gejala
Iritasi hidung,
kemerahan
Wawancara
Nasal lavage
Acoustic rhinometry
Anterior dan posterior
rhinomanometry
Conjunctival photography
Tear film break-up time
Peak flow meter
Spirometri
Uji metakolin
Tes neurofisiologik
Pemeriksaan vestibular
Pengukuran Ig E spesifik
Iritasi mata
Reaktiviti bronkus
Sistim saraf pusat
Respons imunologi
Lingkungan sosial merupakan salah satu
faktor penyebab SBS. Stres akibat lingkungan kerja mekanismenya belum jelas diketahui, diduga karena tidak ada keseimbangan
antara kebutuhan dengan kemampuan.13,16
Stres merupakan gabungan antara beban
kerja di kantor dengan lingkungan sosial
dan faktor ini dapat memberikan fenomena fisiologis maupun psikologis. Kuantitas
kerja dapat menghambat kenyamanan bekerja dan berperan pada iritasi mukosa dan
keluhan umum lainnya. Hal ini merupakan
indikator tidak langsung akibat stres kerja.
Pasila Office Center melaporkan bahwa
suasana lingkungan sosial kerja menjadi
faktor kuat terjadinya SBS.17
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terbaik adalah pencegahan dan atau menghilangkan sumber kontaminasi penyebab SBS. Pasien dianjurkan
menghindari gedung yang dapat menimbulkan keluhan meskipun tidak selalu dapat
terlaksana karena dapat menyebabkan kehilangan pekerjaan. Menghilangkan sumber polutan, memperbaiki laju ventilasi dan
distribusi udara, membuka jendela sebelum
menggunakan pendingin, menjaga kebersihan udara dalam gedung, pendidikan
dan komunikasi merupakan beberapa cara
mengatasi SBS.18
Laju ventilasi dalam gedung harus adekuat,
direkomendasikan minimum 15 L/detik/
orang. Jendela dan atau pintu yang dapat terbuka serta pemeliharaan rutin sistim
HVAC dengan membersihkan dan mengganti penyaring secara periodik (setiap 3
bulan) dapat memberikan ventilasi yang
baik, kenyamanan bekerja serta lingkungan kerja yang sehat. Larangan merokok di
ruangan harus dilaksanakan. Pencegahan
SBS dengan menentukan lokasi dan arsitektur gedung yang sehat, jauh dari sumber
polutan dengan bahan bangunan ramah
lingkungan, merancang pemeliharan yang
baik dan dikhususkan pada sistim HVAC
sebagai penyebab tersering SBS.19 Diperlukan komunikasi yang baik antara pekerja, manager dan pemelihara gedung untuk
mengetahui, mencegah serta mengatasi
masalah SBS.
SIMPULAN
1. Sick building syndrome merupakan
kumpulan gejala yang akut pada pekerja di gedung perkantoran dapat
berupa nyeri kepala, batuk, sesak, iritasi kulit, membran mukosa dan gejala
lain tetapi bukan merupakan penyakit
spesifik dan penyebabnya tidak dapat
diidentifikasi dengan jelas.
2. Sick building syndrome terjadi karena
buruknya kualitas udara dalam ruangan (IAQ).
3. Pengenalan SBS mencakup penilaian
terhadap faktor individu dan lingkungan.
4. Pencegahan dan penatalaksanaan SBS
bersifat komprehensif, melibatkan pekerja, manager dan organisasi.
23
Tinjauan Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
1. Utami ET. Hubungan antara kualitas udara pada ruangan ber-AC sentral dan sick building sindrome di kantor Telkom Divre IV Jateng-DIY. Tesis DIY:UNNES:2005.
2. Heimlich JE. Environmental Health Center. Sick building syndrome. [Online]. 2009 [cited 2001 Jan 26]; Available from URL: http://www.nsc.org/ehc/indoor/sbs.htm.
3. Jaakkola K, Jaakkola MS. Sick building syndrome. In: Hendrik DJ, Burge PS, Beckett WS, Churg A, editors. Occupational disorder of the lung: recognation management
and prevention. 5th ed. London: WB Saunders;2002.p.241-55.
4. U.S Environmental Protection Agency. Indoor air facts no.4 (revised): sick Building syndrome (SBS). [Online]. 2009. [cited 2004 Jan 14]; Available from: URL: http://
www.epa.gov/cgibin/epaprintonly.cgi.
5. Aditama TY, Andarini SL. Sick building syndrome. Med J Indones 2002;11: 124-31.
6. Menzies D, Bourbeau J. Building related illnesses. N Engl J Med 1997;337:1524-31.
7. Winarti M, Basuki B, Hamid A. Air movement, gender and risk of sick building syndrome headache among employees in Jakarta office. Med J Indones 2003;12: 171-2.
8. Ooi PL, Goh KT. Sick building syndrome: an emerging stress-related disorder Int J Epidemiol 1997;26:1243-9.
9. Trout D, Bernstein J, Martinez K, Biagini R, Wallingford K. Bioaerosol lung damage in a worker with repeated exposure to fungi in a water-damaged building. Environ
Health Perspect 200;109:641-4.
10. Harrison J, Pickering CA, Faragher FB. An investigation of the relationships between microbial and particulate indoor air pollution and the sick building syndrome.
Respir Med 1992;86:225-35.
11. Husman T. Health effects of indoor air microorganisms. Scan J Work Environt Health 1996;22:5-13.
12. Sabir M, Shashikiran U, Kochar SK. Building related illness and indoor pollution.
J Assoc Physicians India 1999;47:426-30.
13. Muzi G, Dell Omo M, Abbritti G. Objective assessment of ocular and respiratory alterations in employee a sick building. Am J Ind Med 1998;34:79-88.
14. Baker DB. Social and organizational factors in office building associated illness. Occup Med 1989;4:607-24.
15. Jaakkola JJK, Heinnonen OP, Seppanen O. Mechanical ventilation in office building and the sick building syndrome: an experimental and epidemiological study. Indoor
Air 1991;1:111-21.
16. Sujayanto G. Gedung tertutup bisa menyebabkan sakit. [cited 2001 Sept 12]; Available from: URL:http//www.indomedia.com/intisari/ewi/sept/airud/htm.
17. Baker DB. Social and organizational factors in office building associated illness. Occup Med 1989;15:286-92.
18. Hodgson M. Indoor environmental exposure and symptoms. Environ Health Perspect 2002;110:663-7.
19. Saijo y, Kishi R, Seta F, Katakura Y, Urashima Y, Hatakayama A, et al. Symptoms in relation to chemicals and dampness in newly built dwellings. Int Arch Occup Environ
Health 2004;77:461-70.
24
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
Download