ANALISA INTEGRASI CITRA IFSAR DAN LANDSAT

advertisement
ANALISA INTEGRASI CITRA IFSAR DAN LANDSAT UNTUK PEMBUATAN
PETA GEOLOGI DAERAH TAKALAR-SAPAYA
PROPINSI SULAWESI SELATAN
Ika Widi Reditya1 , Bangun Mulyo Sukojo 1 , Ipranto 2
Jurusan Teknik Geo matika 1 , Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus
ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia
Pusat Survei Geologi2 , Bandung
Abstrak
Pemetaan geologi di Indonesia dilakukan dengan metode konvensional dengan skala yang masih
relative kecil yakni 1:250.000, padahal kebutuhan akan peta geologi cukup tinggi dengan skala lebih besar
yaitu 1:50.000. Untuk menyelesaikan pemetaan secara konvensional dibutuhkan waktu sekitar 50 -100
tahun. Dengan kemajuan teknologi informasi maka penggunaan teknologi penginderaan jauh untuk
memetakan unsur geologi di seluruh wilayah Indonesia merupakan salah satu alternatif.
Citra IFSAR untuk pemetaan geologi merupakan salah satu aplikasi teknologi penginderaan jauh.
Data citra IFSAR yang mempunyai resolusi tinggi ini dianalisa sehingga dapat diperoleh infor masi
mengenai unsur geologi di daerah tersebut dengan skala 1:50.000. Data IFSAR berupa DSM (Digital
Surface Model) dan ORRI (Ortho Rectified Radar Image) didukung dengan citra Landsat ETM+7 dan data data sekunder lainnya diolah dengan menggunakan software ER Mapper 7.0 untuk pengolahan data citra
dan MapInfo 8.5 untuk proses klasifikasi dan kartografinya. Hasil dari penelitian ini adalah peta geologi
dengan skala 1:50.000, serta informasi unsur-unsur geologi daerah Takalar-Sapaya.
Dari hasil interpretasi dapat diketahui jika litologi daerah tersebut berupa satuan batu gamping,
satuan konglomerat, satuan tuf, diorite, basal, satuan breksi, satuan lava, endapan pantai, andesit, dan
endapan alluvial. Sedangkan untuk struktur geologi yang terlihat berupa kelurusan (lineaments)
Kata Kunci : Penginderaan Jauh, IFSAR, Pemetaan Geologi.
PENDAHULUAN
Pemetaan
geologi
merupakan
pekerjaan
pengumpulan dan penyajian data geologi, baik di
darat maupun lautan dengan berbagai macam
metode. Pemetaan geologi cukup penting untuk
memberikan informasi tentang suatu daerah.
Pemetaan geologi terdahulu telah dilakukan
dengan menggunakan metode konvensional.
Sedangkan memetakan seluruh pulau-pulau di
Indonesia dengan luas sekitar 1,9 juta km2
memerlukan metode serta pengukuran teliti. Jika
digunakan metode konvensional, pemetaan geologi
seluruh wilayah Indonesia dengan skala 1:50.000
membutuhkan waktu sekitar 50-100 tahun. Saat ini
telah tersedia peta geologi seluruh wilayah
Indonesia dengan skala 1:250.000. Maka
dimulailah pembuatan peta geologi dengan skala
1:50.000 menggunakan integrasi citra IFSAR dan
citra Landsat untuk pemetaan geologi. Wilayah
Sulawesi merupakan wilayah yang sering tertutup
awan dengan tutupan lahan berupa hutan, sehingga
untuk mempermudah pemetaan area digunakanlah
teknologi penginderaan jauh. Citra IFSAR yang
merupakan sistem aktif yang mampu menembus
awan dan resolusi tinggi diintegrasikan dengan
citra Landsat yang merupakan citra optic sistem
pasif dengan resolusi spectral tinggi. Kelebihan
dari teknologi penginderaan jauh yaitu daerah
liputan yang luas dan perekaman dilakukan
berulang-ulang, memiliki tingkat ketelitian yang
tinggi dan biaya yang relative murah dengan segala
keunggulannya, serta memberikan kemungkinan
untuk meningkatkan keakurasian dan efisiensi
dalam penyediaan data dan informasi sumber daya
lahan.
Perumusan Masalah
Bagaimana cara mengolah dan menganalisa citra
IFSAR sehingga menjadi sebuah peta geologi yang
akurat dan sesuai dengan keperluan.
Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Citra yang digunakan adalah citra IFSAR tahun
2001 dan Landsat 2004
2. Data citra IFSAR berupa DSM (Digital Surface
Model) dan ORRI (Ortho Rectified Radar
Image)
1
3. Wilayah penelitian terbatas pada Kabupaten
Takalar-Sapaya.
4. Data sekunder yang digunakan berupa softcopy
peta RBI Sulawesi Selatan skala 1:50.000, peta
geologi regional lembar Ujung Pandang skala
1:250.000, data pengamatan lapangan, analisa
laboratorium, dan literatur.
5. Hasil akhir dari penelitian ini berupa peta
geologi skala 1:50.000. Informasi yang
ditampilkan dalam peta geologi diantaranya
adalah batas litologi dan kelurusan geologi
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah Takalar yang
dibatasi secara geografis oleh koordinat
119°25’00” - 119°40’00” BT dan 5°15’0” 5°30’00” LS. Bagian Utara berbatasan dengan
Kota Makassar dan Kabupaten Gowa, bagian
Timur berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto
dan Kabupaten Gowa, bagian Selatan dibatasi oleh
Laut Flores, dan bagian Barat dibatasi oleh Selat
Makassar.
c. Softcopy Peta Geologi Regional lembar
Ujungpandang (Makassar) skala 1:250.000
yang digunakan sebagai data pembanding untuk
proses klasifikasi struktur dan litologi
d. Data sekunder berupa : Softcopy Peta Rupa
Bumi Indonesia (RBI) skala 1:50.000 lembar
Makassar
(Ujung
Pandang)
terbitan
BAKOSURTANAL dan data dokumentasi
lapangan Pusat Survei Geologi tahun 2008.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
a. Laptop
b. Software ER Mapper 7.0
c. Software MapInfo Professional 8.5
d. Software Ms. Word 2007
e. Software Ms. Visio 2007
Diagram Alir Penelitian
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Data dan Peralatan
Data
a. Data utama adalah citra IFSAR tahun 2003
berupa dua data DSM (Digital Surface Model)
format .bil dan dua data ORRI (Ortho Rectified
Radar Image) format .tif. DSM memiliki
resolusi spasial 5 meter, sedangkan ORRI
memiliki resolusi spasial 1.25 meter.
b. Data citra Landsat ETM+7 yang diambil pada
tanggal 12 Februari 2004, yang digunakan
sebagai data pelengkap IFSAR.
Pengolahan Data
Adapun diagram alir untuk tahapan pengolahan
data adalah sebagai berikut :
2
Gambar 3. Tahapan pengolahan data
Penjelasan dari diagram alir pengolahan data
adalah sebagai berikut :
a. Data yang digunakan adalah data IFSAR berupa
DSM dan ORRI diubah terlebih dahulu ke
format .ers
b. Setelah DSM dan ORRI menjadi format .ers,
dilakukan pembetulan citra secara geometric
sehingga proyeksi peta dan sistem koordinat
yang digunakan sesuai dengan dunia nyata.
c. Untuk citra Landsat, juga dilakukan rektifikasi
untuk pembetulan sistem proyeksi dan
koordinatnya.
d. Area penelitian diambil dari dua lembar peta
BAKOSURTANAL skala 1:50.000, yaitu
wilayah Takalar dan Sapaya. Untuk
menggabungkan scene Takalar dan Sapaya,
dilakukanlah mosaicking pada data DSM.
e. Setelah
data DSM
tergabung, maka
dilakukanlah proses pemotongan citra sesuai
dengan area penelitian. Data DSM yang telah
terpotong digunakan untuk memotong data
ORRI dan citra Landsat ETM+7.
f. Proses selanjutnya untuk DSM adalah
pemunculan relief (shaded relief ) . Untuk data
ORRI setelah terpotong, dilakukan proses
Layer Intensity untuk membuat tampilan ORRI
lebih mudah diinterpretasikan,.
g. Sedangkan pada citra Landsat yang telah
dipotong, dilakukan komposit band (color
composit) untuk mempermudah identifikasi
obyek. Untuk citra Landsat, digunakan
komposit band 457.
h. Setelah masing-masing data terproses, maka
dilakukanlah penggabungan ketiga data
(overlay) dengan susunan terbawah adalah data
Landsat, selanjutnya adalah ORRI, dan DSM
terletak pada layer paling atas.
i. Selanjutnya hasil overlay ketiga data disimpan
dan dilakukan penajaman untuk selanjutnya
dilakukan interpretasi dasar berdasarkan tujuh
kunci interpretasi.
j. Hasil dari citra terinterpretasi dioverlaykan
dengan peta Rupa Bumi Indonesia yang telah
berbentuk softcopy, supaya terlihat pola aliran
sungai yang nantinya akan membantu untuk
mengklasifikasi unsur-unsur geologi .
k. Setelah
proses
penggabungan
selesai,
dilakukanlah proses klasifikasi awal untuk
menentukan struktur dan litologi daerah
tersebut.
l. Dalam pembuatan peta, dibutuhkan data-data
sekunder dalam proses editing peta. Hasil foto
pengamatan lapangan dan peta geologi regional
skala 1:250.000 digunakan untuk memperbaiki
hasil klasifikasi pada proses sebelumnya.
m. Setelah proses editing selesai, maka dimulailah
proses kartografi digital, diantaranya adalah
membuat layout peta geologi sesuai dengan
standar yang ditentukan.
n. Hasil dari pengolahan data di atas adalah
sebuah peta geologi dengan skala 1:50.000.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Citra IFSAR dan Landsat
Data DSM (Digital Surface Model) yang telah
diregistrasi dan mengalami proses mosaicking,
pemotongan citra, dan selanjutnya shaded relief
(pembentukan relief) dengan menggunakan
software ER Mapper 7.0 dengan sudut azimuth 45°
dan elevasi 45° berfungsi untuk mengetahui
daerah-daerah yang terkena penyinaran matahari
dan menambah efek tampilan yang lebih
mendekati data topografi yang sebenarnya.
Sedangkan data ORRI (Ortho Rectified Radar
Image) yang telah dipotong dan diubah menjadi
layer intensity untuk mempertajam warna,
sehingga saat dioverlay dengan data DSM dan
Landsat akan meningkatkan tampilan citra.
3
Citra Landsat yang telah direktifikasi, dipotong,
dan dilakukan kombinasi band (color composit)
yang sesuai untuk pemetaan geologi yaitu RGB
457. Interpretasi sungai dan waduk pada kombinasi
band ini terlihat jelas, dimana badan air terlihat
berwarna hitam. Semakin jernih badan air, maka
akan muncul warna yang semakin hitam. Tetapi
jika badan air keruh, warna yang muncul
mendekati biru kehijauan. Secara umum, daerah ini
didominasi oleh warna merah yang menunjukkan
bahwa daerah Takalar-Sapaya ditutupi oleh
vegetasi hutan.
Data DSM, ORRI, dan Landsat selanjutnya
dioverlay dan dilakukan penajaman citra (image
enhancement), kemudian disimpan dalam format
.alg. Proses overlay dan penajaman dilakukan
untuk mendapatkan tampilan citra penginderaan
jauh yang lebih informatif dan menghasilkan peta
dalam skala sedang hingga besar, khususnya untuk
kepentingan pemetaan geologi rinci skala
1:50.000.
Format algoritma (.alg) merupakan tahapan yang
disarankan sehingga nantinya dapat dilaunch pada
software MapInfo. Format ini memiliki memori
sangat kecil, sehingga dapat menghemat memori
penyimpanan (ex. Harddisk).
Algoritma merupakan rangkaian tahap demi tahap
pemrosesan dalam ER Mapper yang digunakan
untuk mentransformasi data asli hingga proses
berakhir. Karena algoritma hanya berisi rangkaian
proses, maka file algoritma berukuran sangat kecil,
sehingga proses launch citra menjadi relative lebih
cepat
(http://konturgeo.blogspot.com/2008_09_06_archi
ve.html)
Untuk proses klasifikasi sampai dengan pembuatan
layout peta, dilakukan dengan menggunakan
software MapInfo.
Hasil Peta Geologi
1. Hasil peta geologi Kabupaten Takalar-Sapaya
skala 1:50.000 (terlampir)
Geologi Regional
Berdasarkan peta geologi skala 1:250.000 lembar
Ujung Pandang (Sukamto dan Supriatna, 1982),
jenis batuan yang terdapat pada lembar
Ujungpandang (Makassar) tersebut terdiri atas
Formasi Tonasa (Temt), Formasi Camba (Tmc),
batuan hasil akifitas gunung api Baturape yang
terdiri atas lava (Tpbl), pusat erupsi (Tpbc), breksi,
tufa, dan konglomerat (Tbbv), retas basal (b), dan
endapan alluvial. Selain formasi batuan, juga
terdapat beberapa kelurusan (lihat gambar 3.7).
Sedangkan elemen geologi yang terdapat pada
daerah Takalar-Sapaya pada peta geologi regional
berupa Formasi Tonassa (Temt), Formasi Camba
(Tmc), satuan breksi (Tpbv), endapan alluvium dan
pantai (Qac), satuan lava (Tpbl).
Dalam peneltian ini, jenis satuan yang didapatkan
dari proses interpretasi di daerah Takalar-Sapaya
terdiri dari satuan batu gamping (Temt), satuan
lava (Tpbl), satuan konglomerat (Tmcc), satuan
breksi (Tpbv), satuan andesit (Tpbc), satuan tuf
(Tmct), batuan diorit (d), batuan basal (b), endapan
alluvial (Qa), dan endapan pantai (Pa). Dengan
skala 1:50.000, maka satuan batuan yang
dihasilkan akan lebih rinci, sehingga terdapat lebih
banyak satuan batuan.
Satuan batuan
Berdasarkan hasil interpretasi dan data-data
sekunder yang ada, batuan di daerah penelitian ini
antara lain :
1. Satuan Batugamping
Pada citra dicirikan dengan morfologi daratan
dan perbukitan dengan puncak meruncing, pola
aliran sungai dendritik dengan lembah sempitlebar dan dangkal (Van Zuidam, 1983).
Citra yang dihasilkan dari integrasi IFSAR dan
Landsat cukup mudah untuk melihat satuan
batu gamping, sehingga dapat ditentukan batas
litologi untuk satuan batu gamping ini
Sedangkan berdasarkan data-data sekunder,
diperoleh kenampakan satuan ini di lapangan,
yaitu putih dan sangat keras,.Vegetasi
penutupnya berupa hutan gersang (daerah
perbukitan), ladang, dan persawahan (PSG,
2008).
2. Satuan Konglomerat
Pada citra, satuan dicirikan oleh warna yang
sangat
bervariasi,
tekstur
kasar-halus,
membentuk morfologi pegunungan dan dataran
bergelombang dengan pola aliran sungai
dendritik dan kerapatan sedang.
Cukup mudah untuk membedakan satuan
konglomerat pada citra integrasi Landsat dan
IFSAR. Karena klasifikasi morfologi untuk
satuan konglomerat cukup khas, sehingga batas
litologinya dapat dibedakan. Bahkan satuan
konglomeratnya dapat dibedakan lagi menjadi
beberapa jenis (lihat gambar 4.7 dan 4.8).
Vegetasi tutupannya berupa hutan , tegalan,
sawah, ladang, dan pemukiman.
4
3. Satuan tuf
Pengelompokan satuan ini berdasarkan ciri khas
pada citra, yaitu :
a. Warna satuan ini sangat bervariasi
b. Tekstur kasar
c. Morfologi
perbukitan
begelombang
sampai pegunungan
d. Pola aliran sungai yang berkembang
adalah sub-parallel dengan lembah lebar dan
dangkal.
e. Satuan ini berhubungan menjemari dengan
satuan konglomerat.
Penetapan batas litologi satuan tuf pada citra
juga cukup mudah, selain karena morfologinya
yang khas pada citra, asosiasi satuan ini juga
mempengaruhi penetapan, karena selalu
berhubungan dengan satuan konglomerat (Pusat
Survei Geologi Bandung).
Satuan ini di bagian morfologi pegunungan
ditutupi oleh hutan dan pada morfologi lebih
rendah biasanya digunakan sebagai sawah,
ladang, dan pemukiman
4. Batuan Diorit
Dapat diidentifikasi pada citra berdasarkan ciri
morfologi menonjol dan memamnjang yang
membentuk punggungan.
Interpretasi satuan ini pada citra cukup sulit
sehingga membutuhkan penglihatan yang teliti.
Ciri-ciri pada citra untuk batuan ini menyerupai
satuan basalt, maka dari itu, data-data lapangan
sangat dibutuhkan dalam menginterpretasi
satuan.
5. Batuan Basalt
Ciri-ciri batuan ini pada citra serupa dengan
satuan diorite, yang membedakan adalah batuan
ini arahnya menyebar terhadap gunung api
Camba.
6. Satuan Breksi
Pada citra, satuan ini dicirikan oleh morfologi
pegunungan dengan puncak-puncak meruncing,
pola aliran sungai menyebar (radial) dengan
lembah dalam dan sempit.
Satuan breksi pada citra dapat terlihat dengan
cukup mudah karena ciri morfologinya yang
khas, sehingga dapat ditetapkan batas
litologinya.
Bentang alam yang dibentuk berupa
pegunungan dengan vegetasi penutupnya hutan
yang sebagian telah dimanfaatkan untuk
ladang.(PSG, 2008)
7. Satuan Lava
Satuan ini terdapat lebih atas dari satuan breksi.
Pada citra, satuan lava dan satuan breksi
membentuk morfologi kerucut gunung api.
Jika terdapat satuan lava, maka pada area
tersebut nampak bercak-bercak biru yang
merupakan kenampakan endapan lava.
Bentang alam yang dibentuk merupakan
pegunungan dengan vegetasi penutupnya hutan,
sebagian kecil sawah dan ladang
8. Endapan alluvial dan pantai
Endapan ini terdiri atas kerikil, lempung, lanau,
dan lumpur yang merupakan hasil rombakan
batuan yang lebih tua. Endapan ini dapat
dijumpai di sepanjang lembah Sungai Berang.
Sungai ini dibendung di daerah Bili-Bili untuk
dibuat dam irigasi dan pembangkit tenaga
listrik.
Kelurusan / Lineaments
Struktur geologi yang dijumpai di daerah
penelitian berupa kelurusan-kelurusan. Ciri-ciri
kelurusan pada citra ditandai dengan adanya garis
lurus di antara batuan yang menyebabkan
terputusnya pola litologi (Pusat Survei Geologi)
Dalam citra integrasi IFSAR dan Lnadsat ini,
diperlukan
keterbiasaan
untuk
dapat
menginterpretasi kelurusan-kelurusan geologi pada
citra. Terkadang, terdapat sebuah kelurusan tetapi
karena kurang memahami ciri-ciri pada citra,
sehingga tidak melihatnya sebagai sebuah
kelurusan.
Perbandingan Hasil Kuantitas Antara Peta
Geologi Regional dengan Peta Geologi
Interpretasi
Dengan menggunakan software MapInfo 8.5, dapat
diperoleh hasil perhitungan masing-masing satuan
litologi dan panjang kelurusan pada Peta Geologi
Regional dan Peta Geologi Interpretasi. Pada hasil
penentuan batas litologi pada peta interpretasi
skala 1:50.000, terdapat perbedaan luas,
dikarenakan pada saat pembuatan peta hasil
interpretasi terdapat bangunan waduk seluas
10.967.582,02 m2 . Sedangkan untuk perbedaan
luasan litologi dan selisih lineasi didapatkan
sebagai berikut :
Untuk satuan breksi, terdapat selisih luasan
antara Peta Geologi Regional dengan Peta Hasil
Interpretasi sebesar 88.318.296,5 m2
5
Untuk satuan lava, terdapat selisih luasan antara
Peta Geologi Regional dengan Peta Hasil
Interpretasi sebesar 68.375.539,27 m2
Untuk batuan basalt, terdapat selisih luasan
antara Peta Geologi Regional dengan Peta Hasil
Interpretasi sebesar 2.164.584,76 m2
Untuk satuan batugamping (dalam Peta Geologi
Regional termasuk dalam Formasi Tonassa),
terdapat selisih luasan antara Peta Geologi
Regional dengan Peta Hasil Interpretasi sebesar
4.429.700,54 m2
Untuk endapan pantai dan endapan aluvial
(dalam Peta Geologi Regional termasuk dalam
Endapan Aluvial dan Pantai), terdapat selisih
luasan antara Peta Geologi Regional dengan
Peta Hasil Interpretasi sebesar 126.464.327,1
m2
Untuk satuan konglomerat dan tufa (pada Peta
Geologi Regional termasuk dalam Formasi
Camba), terdapat selisih luasan sebesar
274.028.549,2 m2
Selisih panjang total lineasi adalah 26,8926 km
Perbedaan selisih tersebut dapat dikarenakan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Dibangunnya waduk, sehingga satuan yang
terdapat pada Peta Geologi Regional tergerus
oleh adanya waduk
Ditemukannya ciri-ciri yang lebih spesifik dalam
pembuatan peta interpretasi, sehingga didapatkan
lebih banyak dan lebih teliti satuan litologi dan
panjang lineasinya
memperkirakan litologi area tersebut. Misalnya
untuk tekstur kasar dengan morfologi
perbukitan bergelombang dan pegunungan
terdapat satuan tuf. Sedangkan untuk tekstur
kasar morfologi pegunungan dan dataran
bergelombang terdapat satuan konglomerat.
3. Dari segi lokasi (association)
Dari citra, terlihat dengan baik area-area yang
berbeda, misalnya dataran dan gunung api.
Misalnya untuk daerah gunung api, kita bisa
memperkirakan litologi yang ada di area
tersebut, diantaranya satuan lava dan tuf.
4. Dari segi pola (pattern)
Dalam citra integrasi ini, dapat diketahui pola
dan daerah sungai yang dapat mempengaruhi
jenis litologinya. Selain sungai, tutupan
vegetasi juga berpengaruh terhadap jenis
litologinya. Misalnya di sepanjang sungai
terdapat endapan alluvial. Sedangkan untuk
satuan konglomerat selain dilihat dari tekstur,
juga dapat dilihat dari pola aliran sungai
dendritik. Selain itu dari pola vegetasi tutupan
seperti hutan, sawah, an pemukiman juga
berpotensi terdapat satuan konglomerat.
5. Dari segi bayangan (shadow)
Bayangan dapat digunakan untuk mencari jejak
sesar atau patahan, selain itu bayangan dapat
memperlihatkan perbedaan antara dataran tinggi
dan dataran rendah. Tetapi kekurangan dari
citra integrasi ini, tidak dapat diketahui
longsoran yang terjadi di tebing curam
Kelebihan dan kekurangan pengintegrasian
citra IFSAR dan Landsat ETM+7
Dalam proses interpretasi geologi digunakan
kunci-kunci interpretasi, Berikut ini merupakan
analisa kunci interpretasi dalam citra integrasi
IFSAR dan Landsat :
1. Dari segi warna (tone)
Penggabungan citra IFSAR dan Landsat
ETM+7 memberikan sebuah citra tiga dimensi
dengan resolusi spectral tinggi. Namun, dalam
proses penginterpretasian geologi, khususnya
analisa litologi dan kelurusan, tidak berdasarkan
perbedaan warnanya. Tetapi, warna dan kuncikunci lainnya bermanfaat untuk mendeteksi
interpretasi obyek di permukaan tersebut.
Misalnya, dalam citra ini, warna abu-abu
kehitaman menunjukkan area air (waduk).
2. Dari segi tekstur (texture)
Dalam citra, dapat terlihat dengan jelas untuk
perbedaan teksturnya sehingga kita bisa
PENUTUP
Kesimpulan
1. Citra IFSAR dapat digunakan untuk pemetaan
geologi teliti, karena resolusi spasialnya yang
tinggi dan dapat menampilkan kondisi
morfologi suatu daerah.
2. Kombinasi band citra Landsat yang sesuai
untuk interpretasi geologi adalah kombinasi
band RGB 457
3. Litologi daerah Takalar berupa satuan batu
gamping, satuan konglomerat, satuan tuf, diorit,
basal, satuan breksi, satuan lava, endapan
pantai, dan endapan alluvial
4. Satuan litologi yang terluas yaitu satuan
konglomerat seluas 456.783.821 m2 dan satuan
litologi minor yaitu diorit dengan luas
2.119.933,45 m2
5. Total panjang lineasi/kelurusan di daerah
Takalar Sapaya adalah 122,576 km.
6. Litologi wilayah pegunungan didominasi oleh
satuan breksi seluas 91.955.968,1 m2 dan satuan
6
lava seluas 49.060.718,63 m2 . Sedangkan untuk
litologi daratan hingga pantai didominasi oleh
satuan konglomerat seluas 456.783.821 m2 ,
endapan alluvial seluas 120.594.185,05 m2 , dan
endapan pantai seluas 6.599.911,67 m2 .
7. Selisih luasan litologi disebabkan karena
terdapat
perubahan
land
use
dan
ketidakterbiasaan
dalam menginterpretasi
satuan litologi, sehingga kemungkinan terjadi
salah pengklasifikasian.
8. Dalam proses identifikasi geologi (sebaran
batuan), tidak dapat dilakukan dengan
klasifikasi tak terbimbing ISOCLASS karena
unsur penyusun geologi heterogen.
Saran
1. Sebaiknya data ketinggian yang digunakan
berupa data DTM sehingga tekstur permukaan
lebih terlihat karena tidak terhalang obyek di
atas permukaan bumi.
2. Area yang didominasi oleh satuan breksi dan
satuan lava dapat dimanfaatkan sebagai daerah
agriculture, sedangkan untuk daerah daratan
yang didominasi oleh satuan batugamping dan
satuan konglomerat mempunyai kualitas yang
baik untuk kapur pertanian, bahan baku semen
Portland dan batu-poles.
3. Diperlukan
ketelitian
dan
keterbiasaan
mengamati karakteristik batuan dalam citra,
sehingga ketelitian hasil yang diperoleh lebih
tinggi.
4. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya
mencoba melakukan klasifikasi digital dengan
metode selain ISOCLASS
DAFTAR PUSTAKA
Amirudin dan Sidarto. 2006. Metode Pembuatan Peta
Geologi Hasil Interpretasi Citra IfSAR .
Bandung : Pusat Survei Geologi Badan Geo logi
Departemen ESDM
Curlander dan McDonough. 1991. Synthetic Apperture
Radar : Systems and Signal Processing. USA :
John Wiley & Sons Inc.Van Zu idam, Dr.RA.
1983. Guide To Geomorphologic Aerial
Photographic Intrpretation and Mapping.
Enschede : ITC
Hanssen, Ramon F. 2001. Radar Interferrometry Data
Interpretation and Error Analysis. USA : Kluwer
Academic Publishers.
INTERMAP. 2006. Geology Map Creation from STAR
Technology. (Training Program)
Kelo mpok Keilmuan Geodesi ITB. 2006. Teknologi
InSAR,
<URL:
http://geodesy.gd.itb.ac.id/?page_id=499>.
Lillesand, T.M., dan Kiefer, R.W. 1994. Remote
Sensing and Image Interpretation. New York:
John Wiley&Son, Inc,.
Lillesand T.M., Kiefer R.W., and Chip man J.W.2004.
Remote Sensing And Image Interpretation. Fifth
Edition. New York : John Wiley & Sons
Lutgens dan Tarbuck. 2006. Essentials Of Geology
Ninth Edition. New Jersey : Pearson Prentice
Hall.
Noor, Djauhari. 2006. Geologi Lingkungan. Yogyakarta
: Graha Ilmu.
Priyono, dkk, 2005. Inventarisasi dan Evaluasi Mineral
Logam di Kabupaten Takalar dan Kabupaten
Gowa
<URL:
http://psdg.bgl.esdm.go.id/index.php?option=co
m_content&view=article&id=267&Itemid=304>
Purbowaseso, B. 1995. Penginderaan Jauh Terapan.
Jakarta: UI-Press.
Purwadhi, SH. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta :
Grasindo
Pusat Survei Geologi. 2008. Data Lapangan dan
Dokumentasi Sulawesi Selatan. Bandung.(tidak
dipublikasikan)
Sidarto. 2009. Identifikasi Gunungapi Sapaya (Miosen)
di Sulawesi Selatan pada Data Inderaan Jauh,
<URL:
http://www.grdc.esdm.go.id/informasi/geosemin
ar/131-identifikasi-gunungapi-sapaya-miosen-disulawesi-selatan-pada-data-inderaan-jauh>.
Sukamto dan Supriatna. 1982. Peta Geologi Lembar
Ujungpandang, Benteng, dan Sinjai Sulawesi.
P3G : Bandung
Trefethen, Joseph M. 1959. Geology for Engineers.
USA : Van Nostrad Co mpany.
Twiss, R.J., dan Moores, E.M. 1992. Structural
Geology. USA : WH Freeman and Co mpany
Zuidam, RA Van. 1983. Guide to Geomorphological
Aerial
Photographic
Interpretation
and
Mapping. Enschede : ITC
Zulkifli, d kk. 2009. Inventarisasi dan Evaluasi Mineral
Logam di Kabupaten Takalar dan Kabupaten
Gowa Provinsi Sulawesi Selatan, <URL:
http://geologispit06.blogspot.com/2009_ 01_ 01_a
rchive.html>.
7
LAMPIRAN 1. HASIL PENGOLAHAN CITRA IFSAR (DSM dan ORRI) DAN LANDSAT
ETM+7
Data DS M yang telah dishaded relief
Citra Landsat ETM+7 komposit band 457
Data ORRI layer intensity
Hasil overlay data DS M, ORRI, dan Landsat ETM+7
8
LAMPIRAN 2. HASIL INTERPRETASI LITOLOGI PADA CITRA
Interpretasi satuan batugampi ng pada citra
Interpretasi batuan basalt
pada citra
Interpretasi satuan tuf pada citra
Interpretasi batuan di orit
pada citra
Interpretasi satuan lava pada citra
Interpretasi batuan andesit
pada citra
Interpretasi endapan alluvial pada citra
Interpretasi satuan breksi
pada citra
Interpretasi satuan konglomerat
pada citra
Interpretasi endapan pantai
pada citra
Interpretasi kelurusan/lineasi pada ci tra
9
LAMPIRAN 3. HASIL PERBANDINGAN LUASAN LITOLOGI DAN PANJANG
KELURUSAN PETA REGIONAL DAN PETA INTERPRETASI
Tabel Hasil Perhitung an Luasan Litologi Peta Regional
LUAS
NO
LITOLOGI
SIMBOL
(m2 )
1
Satuan Lava
Tpbl
117.436.257,97
2
Satuan Breksi
Tpbv
180.274.264,66
Enapan Aluviu m
3
Qac
253.658.423,89
dan Pantai
4
Formasi Camba
Tmc
202.692.155,31
5
Formasi Tonassa
Temt
10.677.070,91
6
Batuan Basalt
b
8.234.416,49
Tabel Hasil Perhitung an Luasan Litologi Peta Interpretasi
LUAS
NO
LITOLOGI
SIMBOL
(m2 )
1
Satuan Tuf
Tmct
19.936.883,53
2
Basal
b
6.069.831,73
3
Satuan Batugamping
Temt
6.247.370,37
4
Andesit
Tpbc
2.621.299,46
5
Satuan Lava
Tpbl
49.060.718,63
6
Diorit
d
2.119.933,45
7
Satuan Breksi
Tpbv
91.955.968,1
8
Endapan Aluvium
Qa
120.594.185,05
9
Endapan Pantai
Qc
6.599.911,67
10
Satuan Konglomerat_a
Tmcc_a
450.399.176,94
11
Satuan Konglomerat_b
Tmcc_b
6.384.644,14
Tabel Hasil Perbandingan Kelurusan/ Lineasi
Panjang (k m)
PETA GEOLOGI
REGIONAL
PETA HAS IL
INTERPRETAS I
95,6834
122,576
10
LAMPIRAN 4. HASIL PETA INTERPRETASI GEOLOGI
11
Download