analisis pengendalian persediaan obat berdasarkan

advertisement
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT BERDASARKAN METODE ANALISIS ABC INDEKS
KRITIS DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BAUBAU TAHUN 2016
Putri Ayu Lestary1 Junaid2 Lisnawaty3
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo123
[email protected]@[email protected]
ABSTRAK
Instalasi farmasi merupakan revenue center utama dirumah sakit. Instalasi farmasi bertanggung
jawab menyediakan perbekalan farmasi dengan jumlah yang cukup, pada waktu yang dibutuhkan
dan dengan biaya yang serendah-rendahnya ,mengingat bahwa lebih dari 90% pelayanan kesehatan
dirumah sakit menggunakan perbekalan farmasi dan 50% dari seluruh pemasukan rumah sakit
berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi, besarnya kontribusi instalasi farmasi maka perbekalan
barang farmasi memerlukan suatu pengelolaan secara cermat dan penuh tanggung jawab. Penelitian
ini dilakukan diinstalasi farmasi RSUD Kota Baubau, pada penggunaan obat-obatan tahun 2015.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelompokan obat berdasarkan metode analisis
ABC indeks kritis dalam rangka pengendalian obat diinstalasi farmasi RSUD Kota Baubau tahun 2016.
Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan metode analisis ABC
indeks kritis. Data yang diambil adalah data sekunder yang ada diinstalasi farmasi terhadap
pemakaian obat serta data primer diperoleh dari pengisian daftar chek list obat oleh dokter-dokter
yang terlibat dalam peresepan dan dianggap mengetahui kekritisan obat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa, pada analisis ABC pemakaian dengan jumlah total pemakaian sebanyak
494.720 didapatkan kelompok A sebanyak 42 item obat, kelompok B sebanyak 53 item obat,
sedangkan pada kelompok C sebanyak 215 item obat. Pada analisis ABC investasi dengan total
investasi sebanyak Rp. 1.432.333.866 didapatkan kelompok A sebanyak 36 item obat, Kelompok B
sebanyak 57 item obat, sedangkan pada kelompok C sebanyak 217 item obat. Pada nilai kritis obat
didapatkan kelompok X sebanyak 50 item obat, kelompok Y sebanyak 179 item obat, kelompok Z
sebanyak 81 item obat, sedangkan pada kelompok O tidak ada. Pada analisis ABC indeks kritis
didapatkan kelompok A sebanyak 37 item obat, Kelompok B sebanyak 133 item obat, sedangkan
pada kelompok C sebanyak 140 item obat. Disarankan agar pihak rumah sakit untuk menggunakan
metode analisis ABC indeks kritis agar lebih berfokus pada obat-obat yang memiliki nilai kritis dan
nilai pemakaiannya lebih tinggi sehingga dapat ditangani lebih efisien.
Kata kunci: Pengendalian, Persediaan Obat, analisis ABC indeks kritis, Instalasi Farmasi.
THE ANALYSIS OF THE INVENTORY CONTROL OF MEDICINE BASED ON METHOD OF ABC CRITICAL
INDEX ANALYSE THE INDEX ABC CRITICAL IN PHARMACY INSTALATION PUBLIC HOSPITALS’ OF
BAUBAU 2016
Putri Ayu Lestary1 Junaid2 Lisnawaty3
The Faculty of Public Health of Halu Oleo University 123
[email protected]@[email protected]
ABSTRACT
Pharmacy installation is the especial revenue center at hospital. Pharmacy installation hold
responsible to provide the pharmacy provisions with the amount which enough, when required and
with the rock bottom expense, considering that more than 90% the health service at hospital uses
the pharmacy provisions and 50% from entire income of hospital is from management of pharmacy
provisions. Big of contribution of pharmacy installation hence provisions of pharmacy goods need a
management carefully and full of responsibility. This study is in installation of pharmacy in Public
Hospitals of Baubau at medicines using in 2015. This study aims to know the subdividing of
medicines based on to method ABC critical index analyze in order to operation medicine the
installation of pharmacy in Public Hospital of Baubau 2016. The type of study was quantitative
descriptive study with the approach was ABC critical index method. The data that used in this study
is secondary data that contained in pharmacy installation about medicines usage and also primary
data obtained from admission filling enlist the check list medicines by the doctors in concerned in
prescribing and assumed to know critical medicines. The result of this study shows that at analysis of
usage ABC with the total number of usage as much 494.720 got in group A as much 42 medicines
item, group B as much 53 medicines item, while at group C as much 215 medicines item. At analysis
of investment ABC totally of investment as much Rp. 1.432.333.866 got in group A as much 36
medicines item, Group B as much 57 medicines item, while at group C as much 217 medicines item.
At critical value of the drug got in group X as much 50 medicines item, group Y as much 179
medicines item, Z group as much 81 medicines item, while at group O was there no. At ABC critical
index analysis was got of group A as much 37 medicines item, Group B as much 133 medicines item,
while at group C as much 140 medicines item. Suggested that at a hospital to use the method
analyze ABC critical index to be more focusing at the medicines owning critical value and assess its
usage is higher so that can be handled by more efficient
Keywords:
Controlling, Medicine Provisions, ABC Critical Index, Pharmacy Instalation
PENDAHULUAN
Upaya kesehatan bertujuan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan dan
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
disebut sarana kesehatan. Berdasarkan UndangUndang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah
sakit, rumah sakit adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan adalah
upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan mengobati penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, kelompok
1
ataupun masyarakat.
Pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
2
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Dalam sebuah rumah sakit tentunya
memiliki titik-titik utama (revenue centre) yang
perlu diperhatikan guna menjamin berlangsungnya
kegiatan pelayanan rumah sakit yang maksimal
dan berkesinambungan. Ada 5 revenue center
dalam rumah sakit yaitu instalasi rawat jalan,
instalasi gawat darurat, instalasi laboratorium
patologi klinik dan patologi anatomi, instalasi
radiologi, dan instalasi farmasi. Instalasi farmasi
merupakan merupakan revenue center utama
mengingat bahwa lebih dari 90% pelayanan
kesehatan di RS menggunakan perbekalan farmasi
(obat–obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan
alat kesehatan habis, alat kedokteran, dan gas
medik), dan 50% dari seluruh pemasukan RS
berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi.
Mengingat besarnya kontribusi instalasi farmasi
dan merupakan instalasi yang memberikan
pemasukan terbesar di RS, maka perbekalan
barang farmasi memerlukan suatu pengelolaan
3
secara cermat dan penuh tanggung jawab.
Obat memegang peran yang penting
dalam pelayanan kesehatan karena obat
merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan
derajat kesehatan. Obat merupakan salah satu
komponen penting dalam pelayanan kesehatan
sehingga ketersediaannya harus terjamin dalam
jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan
kebutuhan, secara tepat waktu, merata, dan
berkesinambungan. Biaya obat merupakan bagian
terbesar dari anggaran kesehatan. Di beberapa
negara maju berkisar antara 10% - 15% dari
anggaran kesehatan dan di negara berkembang
4
biaya ini lebih besar lagi antara 35% - 66%.
Manajemen
persediaan
merupakan
jantung dari sistem persediaan obat. Persediaan
timbul disebabkan oleh tidak sinkronnya
permintaan dan penyediaan, serta waktu yang
digunakan untuk memproses bahan baku. Untuk
menjaga keseimbangan permintaan dengan
penyediaan bahan baku dan waktu proses, maka
diperlukan persediaan. Empat faktor fungsi
persediaan adalah faktor waktu, ketidakpastian
waktu datang, ketidakpastian penggunaan, dan
ekonomis. Dalam pengendalian persediaan
terdapat tiga kemungkinan yang dapat terjadi
yakni stockout, stagnant, dan obat yang
dibutuhkan sesuai dengan yang ada di persediaan.
Stockout adalah manajemen persediaan dimana
terdapat sisa obat akhir kurang dari jumlah
pemakaian rata-rata tiap bulan selama satu bulan
disebut stockout. Stockout adalah sisa stok obat
pada waktu melakukan permintaan obat, stok
kosong. Obat dikatakan stagnant jika sisa obat
pada akhir bulan lebih dari tiga kali rata-rata
5
pemakaian obat per bulan.
Analisis ABC disebut juga sebagai analisis
Pareto atau hukum Pareto 80/20 adalah salah satu
metode yang digunakan dalam manajemen logistik
untuk membagi kelompok barang menjadi tiga
yaitu A, B dan C. Kelompok A merupakan barang
dengan jumlah item sekitar 20% tapi mempunyai
nilai investasi sekitar 80% dari nilai investasi total,
kelompok B merupakan barang dengan jumlah
item sekitar 30% tapi mempunyai nilai investasi
sekitar 15% dari nilai investasi total, sedangkan
kelompok C merupakan barang dengan jumlah
item sekitar 50% tapi mempunyai nilai investasi
sekitar 5% dari nilai investasi total. Dengan
pengelompokan tersebut maka cara pengelolaan
masing-masing akan lebih mudah, sehingga
perencanaan, pengendalian fisik, keandalan
pemasok dan pengurangan besar stok pengaman
6
dapat menjadi lebih baik.
Menurut American Hospital Associaton,
99,5% rumah sakit di negara tersebut satu atau
lebih kekurangan obat enam bulan terakhir
(Januari-Juni 2011). Diantara rumah sakit yang
mengelami kekurangan sebanyak 21 atau lebih
obat. 82% dari RS menunda perawatan pasien
akibat kekurangan obat dan lebih dari setengahnya
tidak mampu menyediakan obat sesuai dengan
resep yang diberikan. Selain itu sebagian besar
rumah sakit tersebut melaporkan biaya obat
7
meningkat sebagai akibat dari kekurangan obat.
Berdasarkan hasil penelitian Mellen dan
Pudjiraharjo, RSU Haji Surabaya juga mengalami
Stock Out pada tahun 2012 selama Januari-april
2012 terdapat 116 jenis obat yang mengalami
Stock Out yang mengakibatkan terjadinya kerugian
yang dialami oleh RSU Haji Surabaya yaitu sebesar
Rp 244.023.752.
Hal serupa juga terjadi pada RSUD Kota
Baubau yang telah menjadi Badan Layanan Umum
Daerah yang ditetapkan melalui Surat Keputusan
Walikota Baubau Nomor : 81 Tahun 2014 tanggal
1 Januari 2015. RSUD Kota Baubau sebagai Instansi
pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya
memberi pelayanan kepada masyarakat dapat
menerapkan pola pengelolaan keuangan yang
fleksibel dengan menonjolkan produktivitas,
efisiensi, dan efektivitas dalam segala aktivitasnya.
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), diharapkan
menjadi contoh konkrit yang menonjol dari
penerapan manajemen keuangan berbasis pada
hasil (kinerja). Berdasarkan hasil observasi di
instalasi farmasi, masih terdapat masalah stock out
obat yang dialami oleh RSUD Kota Baubau.
Masalah stock out yang dialami RSUD
Kota
Baubau
ini
mengakibatkan
sering
dilakukannya pemesanan obat secara cito, artinya
pemesanan dilakukan insidental dan harus dikirim
saat itu juga. Namun sering terjadi keterlambatan
pengiriman, sehingga terjadi pembelian obat diluar
apotek RSUD Kota Baubau. Hal ini tentu menjadi
sebuah kerugian, karena obat yang dipesan pada
apotek luar harganya lebih mahal dibandingkan
membeli ke distributor.
Berdasarkan data yang diperoleh dari
instalasi farmasi RSUD Kota Baubau, terdapat 150
jenis obat yang pernah dibeli ke apotek luar RSUD
Kota Baubau pada tahun 2015. Hal ini menunjukan
bahwa terdapat pada 150 jenis obat yang belum
dapat disediakan dalam jumlah yang diminta pada
waktu yang dibutuhkan sehingga harus dibeli
secara cito ke apotek luar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
pihak manajemen instalasi farmasi RSUD Baubau
menyatakan bahwa pengadaan obat dilakukan
dengan sistem pembelian obat berdasarkan
Permenkes Nomor 63 Tahun 2014 tentang
Pengadaan Obat berdasarkan E-Katalog dan Non EKatalog (Manual) yaitu pembelian obat dengan
volume besar untuk setiap per satu tahun.
Menurut pihak manajemen instalasi
farmasi setelah dilakukan evaluasi, ditemukan
bahwa ada sekitar (6,21%) obat yang ED pada
tahun 2015. Expired date (ED) adalah tanggal yang
menunjukan zat tersebut tidak dapat digunakan
atau kadaluarsa. Obat yang mengalami ED
terutama cairan dan obat antibiotik yang massa ED
cukup singkat. Selain itu, banyaknya obat yang
kosong salah satu penyebabnya adalah
perencanaan dan pengendalian yang kurang baik.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik
untuk mengetahui pengelompokan obat dalam
rangka pengendalian obat pasien menggunakan
analisis ABC indeks Kritis di Instalasi Farmasi rawat
inap RSUD Kota Baubau.
METODE
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
deskriptif kuantitatif dengan pendekatan metode
Analisis ABC Indeks Kritis. Data yang diambil
adalah data sekunder yang ada di instalasi farmasi
terhadap pemakaian obat dan data primer didapat
dari daftar chek list obat yang dibagikan kepada
dokter umum dan dokter spesialis yang sering
terlibat dalam peresepan obat pasien sehingga
dapat diketahui tingkat kekritisan obat.
Penelitian ini dilakukan di instalasi farmasi
rumah sakit umum daerah (RSUD) Kota Baubau
yaitu dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni
2016.
Populasi adalah keseluruhan subyek
penelitian. Pada penelitian ini populasi yang
digunakan adalah seluruh penggunaan obat di
rumah sakit umum daerah Kota Baubau tahun
2015. pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan total sampling, yang menjadi
sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
9
penggunaan obat RSUD Kota Baubau tahun 2015 .
Analisis data dengan menggunakan
8
Microsoft Excel.
HASIL
Kelompok Obat Berdasarkan ABC Pemakaian
Distribusi Pengelompokan Obat Berdasarkan
Analisis ABC Pemakaian Di RSUD Kota Baubau
Jenis Obat
Pemakaian
No Kelompok
n
%
n
%
1.
A
42
14
494.720 70
2.
B
53
17
146.734 21
3.
C
215
69
67.447
9
Total
310 100
708.901 100
Sumber : Data Primer diolah Juni 2016
Berdasarkan perhitungan analisis ABC
Pemakaian pada tabel di atas menunjukan bahwa
kelompok A dengan nilai pemakain tinggi,
mendapatkan porsi nilai pemakaian sebesar
69,79% dari seluruh nilai pemakaian sebanyak
494.720 item obat. Kelompok obat A ini terdiri dari
42 item obat atau sebanyak 13,55% dari
keseluruhan obat yang digunakan di RSUD Kota
Baubau Tahun 2015.
Kelompok B dengan nilai pemakain
sedang, mendapatkan porsi nilai pemakaian
sebesar 20,70% dari seluruh nilai pemakaian
sebanyak 146.734 item obat. Kelompok obat B ini
terdiri dari 53 item obat atau sebanyak 17,10%
dari keseluruhan obat yang digunakan di RSUD
pemakaian sebanyak 67.447 item obat. Kelompok
Kota Baubau Tahun 2015. Kelompok C dengan nilai
obat C ini terdiri dari 215 item obat atau sebanyak
pemakain rendah, mendapatkan porsi nilai
69,35% dari keseluruhan obat yang digunakan di
pemakaian sebesar 9,51% dari seluruh nilai
RSUD Kota Baubau Tahun 2015.
Kelompok Obat Berdasarkan ABC Nilai Investasi
Distribusi Pengelompokan Obat Berdasarkan Analisis ABC Investasi di RSUD Kota Baubau
Jenis Obat
Investasi
No
Kelompok
n
Persen (%)
Jumlah (Rp)
Persen (%)
1.
A
36
11,61
Rp 1.432.333.866
70,18
2.
B
57
18,39
Rp 414.648.701
20,32
3.
C
217
70
Rp 193.962.485
9,50
Total
310
100.00
Rp 2.040.945.052
100.00
Sumber : Data Primer diolah Juni 2016
Berdasarkan perhitungan analisis ABC
Nilai Kritis Obat
Investasi pada tabel di atas menunjukkan bahwa
Distribusi Pengelompokan Obat Berdasarkan
kelompok A dengan nilai investasi tinggi,
Nilai Kritis Obat di RSUD Kota Baubau
mendapatkan porsi nilai investasi sebesar 70,18%
Nilai Kritis Obat
dari seluruh nilai investasi dengan biaya sebesar
No
Kelompok
n
%
Rp. 1.432.333.866. Kelompok obat A ini terdiri
1.
X
50
16,13
dari 36 item obat atau sebanyak 11,61% dari
2.
Y
179
57,74
keseluruhan obat yang digunakan di RSUD Kota
3.
Z
81
26,13
Baubau Tahun 2015.
4.
O
0
0
Kelompok B dengan nilai investasi
sedang, mendapatkan
porsi
nilai investasi
Total
310
100.00
sebesar 20,32% dari seluruh nilai investasi dengan
Sumber : Data Primer diolah Juni 2016
biaya sebesar Rp. 414.648.701. Kelompok obat ini
Berdasarkan tabel diatas menunjukan
terdiri atas 57 item obat atau sebanyak 18,39%
bahwa jumlah item obat pada kelompok X terdiri
dari total obat yang dipergunakan di RSUD Kota
50 i t e m o b a t dengan persentase sebesar
Baubau Tahun 2015.
16,13% dari total keseluruhan obat. Pada
Kelompok C dengan nilai investasi rendah,
kelompok Y terdapat 179 item obat dengan
mendapatkan porsi nilai investasi sebesar 9,50%
jumlah persentase sebesar 57,74% dari total
dari seluruh nilai investasi dengan biaya sebesar
keseluruhan obat. Pada kelompok Z terdapat 81
Rp. 193.962.485. Kelompok obat ini terdiri atas
item obat dengan persentase sebesar 26,13% dari
217 obat atau sebanyak 70% dari total obat yang
total keseluruhan obat sedangkan pada kelompok
dipergunakan di RSUD Kota Baubau Tahun 2015.
O tidak terdapat item obat dari total keseluruhan
obat yang ada di RSUD Kota Baubau Tahun 2015.
Kelompok Obat ABC Indeks Kritis
Distribusi Pengelompokan Obat Berdasarkan Analisis ABC Indeks Kritis di RSUD Kota Baubau
Jenis Obat
Investasi
No
Kelompok
Jumlah
Persen (%)
Jumlah (Rp)
Persen (%)
1.
A
37
11,94
1.132.250.926
55,48
2.
B
133
42,90
710.580.744
34,82
3.
C
140
45,16
198.113.382
9,71
Total
310
100.00
2.070.945.052
100.00
Sumber : Data Primer diolah Juni 2016
Berdasarkan tabel di atas menunjukan
sebanyak Rp. 710.580.744 atau sebesar 34,82%
bahwa jumlah obat pada kelompok A terdapat 37
dari total biaya pengeluaran obat di RSUD Kota
item obat dengan persentase sebesar 11,94% dan
Baubau selama tahun 2015, sedangkan pada
besar investasi sebanyak Rp. 1.132.250.926 atau
kelompok C terdapat 140 item obat dengan
sebesar 55,48% dari total biaya pengeluaran obat
persentase 45,16% dan menyerap biaya sebesar
di RSUD Kota Baubau selama tahun 2015. Pada
Rp. 198.113.382 atau sebesar 9,71% dari total
obat kelompok B terdapat 133 item obat dengan
biaya pengeluaran obat di RSUD Kota Baubau
persentase sebesar 42,90% dan besar investasi
selama tahun 2015.
DISKUSI
Analisis ABC Pemakaian
Berdasarkan analisis ABC pamakaian
pada tabel 2 menunjukan bahwa kelompok A
dengan jumlah pemakaian sebanyak 42 item obat
atau 13,55% dengan jumlah pemakaian 494.720
atau 69,79% dari total keseluruhan obat selama
satu tahun. Hasil penelitian dapat dilihat untuk
kelompok nilai pemakaian yang tinggi memiliki
jumlah item obat yang sedikit dapat dilihat pada
kelompok A tetapi jumlah pemakaian yang banyak
ada diantara kelompok obat B dan C dalam waktu
setahun. Dengan jumlah pemakaian paling banyak
perlu perhatian khusus agar tidak terjadi
kekosongan obat di RSUD Kota Baubau.
Hasil penelitian Atmajaya mengatakan
bahwa untuk kelompok A dengan pemakaian
paling banyak perlu dipastikan tersedianya stok
obat yang cukup untuk menghindari terjadinya
stock out yang dapat menghambat pelayanan
pasien dan menimbulkan kerugian bagi rumah
sakit. Obat kelompok A dengan analisis pemakaian
terdiri dari 42 item obat yaitu, Ringer Laktat Inf,
Asam Mefenamat 500 mg, Paracetamol 500 mg,
Amoxicilin 500 mg, Metformin Tab, Methyl
Prednisolon 4 mg Tab, Ranitidin 150 mg, Inh 300
mg, Cefadroxyl Tab, Ranitidin Inj, Vitamin B
Complex, Dexamethason 0,5 mg, Ketorolac inj,
Nacl 0,9 % Inf, Cefotaxim 1 gr, Amilodipine 5 mg,
Rifampiicin 450 mg, Aqua Pro inj, Pyrazinamid 500
mg, Captopril 25 mg, Gliserill Guaiacolat 100 mg,
Dexamethason inj, Ciprofloxacin 500 mg,
Ceftriaxon 1 gr, Neurodex Tab, Antasida Doen,
Diazepam 2 mg, Rifampiicin 300 mg, Clopidogrel
Tab, Omeprazol Tab, Isosorbid 5 mg Tab, Cendo
Berry Tab, Allopurinol Tab, Glicab 80 mg Tab,
Induxin Inj, Aspilet 80 mg, Pyridoxin 10 mg (Vit.
B6), Amilodipine 10 mg, Phenobarbital 30 mg,
Natrium Diclofenac 50 mg, Ptu 100 mg, Asam
9
Ascorbat (Vit. C).
Kelompok B terdiri dari 53 item obat atau
17,10% dengan jumlah pemakian 146.734 atau
20,70% dari total keseluruhan obat. Kelompok B
dengan nilai pemakaian sedang memiliki jumlah
item sedang berada diantara kelompok A dan C.
Kelompok obat B perlu perhatian khusus agar
pengendalian persediaan selalu dapat terkontrol.
Stok obat untuk kelompok B hendaknya ditekan
serendah mungkin tetapi frekuensi pembelian
dilakukan lebih sering. Hanya yang perlu
diperhatikan adalah kerjasama yang baik dengan
pihak supplier agar pemesanan dapat dipenuhi
tapat waktu sehimgga tidak terjadi kekosongan
persediaan. Kelompok B tidak perlu pengendalian
obat secara ketat dan perlu peninjauan secara
berkala dalam pemanfaatanya.
Sedangkan untuk kelompok C terdiri
dari 215 atau 69,35% item obat dengan jumlah
pemakaian 67.447 atau 9,51% dari total
keseluruhan obat. Pada kelompok C pihak
pengambil keputusan dapat mengambil langkah
untuk mengurangi item obat pada kelompok C
dengan memeperhatikan kandungan obat,
misalnya untuk obat-obat yang memiliki
kandungan yang sama hal ini dilakukan untuk
meminimalisir
variasi
obat
dan
untuk
mengantisipasi adanya obat-obat yang tidak
10
berjalan. Untuk obat kelompok C ini dapat
menjadi prioritas utama untuk dikurangkan jika
dana yang tersedia tidak cukup untuk permintaan
kebutuhan obat.
Penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Rahman, dimana dari hasil penelitian
diatas didapatkan bahwa pada kelompok A
memiliki jenis obat sedikit akan tetapi memiliki
pemakaian paling banyak. Pada kelompok B
memiliki jenis obat sedang dan jumlah pemakaian
obat tersebut setengah dari pemakaian obat pada
kelompok A. Sedangkan pada kelompok C memiliki
jenis obat yang banyak akan tetapi jumlah
pemakaiannya sedikit dibandingkan pada jenis
11
obat kelompok A dan kelompok B.
Analisis ABC Investasi
Berdasarkan analisis ABC Investasi pada
tabel 3 menunjukan bahwa kelompok A dengan
nilai investasi tinggi sebanyak 36 item obat atau
11,61% yang memiliki nilai investasi tertinggi yaitu
70,18% atau dengan biaya investasi sebesar Rp.
1.432.333.866 dari total investasi keseluruhan.
Obat kelompok A melalui analisis ABC investasi
terdiri dari 36 item obat yaitu Albumin 100 inj,
Ringer Laktat inf, Nacl 0,9 % inf, Aqua Pro inj,
Citicoline inj, Fentanyl inj, Carsive (Nikardipin) inj,
Sanmol inf, Cefotaxim 1 gr, Seftazidim inj,
Metronidazole inf, Forelax tab, Ketorolac inj, Zibac
inj, Paket Capd Rutin, Ceftriaxon 1 gr, Efedrin inj,
Induxin inj, Novorapid inj, Clopidogrel tab, Avamys
Spray, Recofol inj, Piracetam 3 gr inj, Antrain inj,
Cendo Berry tab, Tarivid Otic, Ranitidin inj,
Bupivacain inj, Apidra Solostar Pen, Farmavon inj,
Citicoline kapl, Dexamethason inj, Catapres inj,
Dextrose 5 %, Asam Tranexamat inj, Candesartan 8
mg tab.
Untuk obat kelompok A diperlukan
perlakuan khusus dari pihak manajemen instalasi
farmasi
RSUD
Kota
Baubau
dalam
pengendaliannya karena kelompok ini mempunyai
nilai investasi besar dari kelompok obat B dan
kelompok obat C sehingga besarnya nilai investasi
pada kelompok obat A ini maka akan
menyebabkan besarnya kerugian rumah sakit jika
terdapat obat Expire Date. Oleh karena itu, dari
pihak manajemen di instalasi farmasi perlu
dilakukan pemantauan dan peninjauan secara
ketat guna mengendalikan persediaan obat pada
kelompok A tersebut. Sesuai dengan konsep yang
dikemukakan oleh Heizer dan Render dalam Utari,
kelompok A barang dengan jumlah fisik kecil
dengan nilai investasi yang besar, sehingga obat
tersebut harus memiliki kontrol persediaan yang
lebih ketat, pencatatan harus lebih akurat serta
frekuensi pemeriksaan harus lebih sering.
Pengawasan fisik dapat dilakukan lebih ketat dan
secara periodik setiap satu bulan.
Kelompok B dengan nilai investasi
sedang dengan jumlah item obat sebanyak 57 atau
sebesar 18,39% dengan nilai investasi sebesar Rp.
414.648.701 atau sebesar 20.32% dari keseluruhan
total investasi. kelompok obat B dengan nilai
investasi sedang memerlukan perhatian khusus
pada pengendalian agar selalu terkontrol,
sedangkan persediaan minimum untuk kelompok
10
obat ini harus dapat ditekan serendah mungkin.
Mengacu pada konsep yang dikemukakan oleh
Heizer dan Render dalam Utari, kelompok B
barang dengan jumlah fisik sedang, sehingga obat
yang tergolong kelompok B memerlukan perhatian
yang cukup penting setelah kelompok A. Perlu
dilakukan pengawasan fisik yang dilakukan secara
periodik setiap 3 bulan sekali dengan dasar
perencanaan menggunakan penggunaan yang lalu
agar obat kelompok B tersebut tersedia dalam
12
jumlah yang cukup.
Kelompok C, dengan nilai investasi
rendah dengan jumlah item obat sebanyak 217
mempunyai persentase sebesar 70% dengan nilai
investasi sebesar Rp. 193.962.485 dengan
persentase sebesar 9,50% dari total investasi
keseluruhan. Kelompok C merupakan kelompok
dengan nilai investasi rendah dari total investasi
obat secara keseluruhan di RSUD Kota Baubau.
oleh Heizer dan Render dalam Utari, kelompok C
barang dengan jumlah fisik besar dengan nilai
investasi yang kecil, sehingga obat yang tergolong
kelompok C tidak memerlukan pengendalian ketat
seperti kelompok A dan B. Pengendalian dan
pemantauan tidak ketat dan cukup sederhana,
pengawasan fisik dapat dilakukan 6 bulan sekali.
Sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan Priatna mengatakan bahwa pada
kelompok C merupakan kelompok dengan nilai
investasi rendah dari total investasi obat,
persediaan minimumnya dapat ditambah lagi,
untuk memecah kekosongan persediaan. Tetapi
untuk kelompok C dimana pemakaian rendah,
investasi rendah, serta angka kekritisannya juga
rendah maka dipertimbangkan untuk dilakukan
pengadaannya dikurangi atau bahkan digantikan
dengan jenis obat lain yang memiliki nilai
pemakaian, nilai investasi atau nilai kekritisan yang
lebih tinggi.
Hasil penelitian Atmajaya menyatakan
bahwa dengan menggunakan analisis ABC akan di
dapat pengendalian lebih baik karena dapat
diperlakukan kontrol selektif pada setiap
kelompok obat. Selain itu, dengan analisis ABC
maka biaya dapat dikurangi dan digunakan
dengan lebih efisien dengan memprioritaskan
pada kelompok obat tertentu. Keuntungan
lainnya dengan menggunakan analisis ABC adalah
meningkatkan pelayanan. Dengan analisis ABC
maka organisasi dapat menyediakan persediaan
dengan jenis, jumlah, dan waktu yang tepat
sehingga dapat mengurangi pembelian segera
dan ketidakmampuan memenuhi permintaan.
Kelompok A adalah inventory dengan
nilai investasinya tinggi dengan jumlah sekitar 80%
atau mempunyai jumlah penggunaan tidak
melebihi 10% dari total nilai inventory, kelompok B
adalah inventory dengan nilai investasinya
mencapai 15% dan
mempunyai jumlah
penggunaan hingga 20% dari total nilai inventory,
sedangkan kelompok C adalah inventory dengan
nilai investasinya tidak lebih dari 15% dan
mempunyai nilai penggunaan mencapai 70% dari
13
total nilai inventory.
Jika kita bandingkan
dari hasil
penelitian
dengan
teori
maka
akan
didapatkan kesesuaian yaitu kelompok o b a t
A dengan nilai investasi yang tinggi memiliki
nilai item obat paling sedikit dibandingkan
dengan kelompok B dan C. Kelompok o b a t B
dengan investasi sedang maka jumlah item obat
pun sedang, berada diantara kelompok A dan C,
sedangkan untuk kelompok C yang memiliki
nilai investasi rendah maka jumlah item obat
pun akan semakin banyak. Dapat diartikan
bahwa semakin tinggi nilai investasi obat, maka
semakin kecil jumlah item obat dan untuk nilai
investasi rendah jumlah item obat akan semakin
besar.
Nilai Kritis Obat
Berdasarkan pengelompokan terhadap
nilai kritis pada tabel 4 menunjukkan bahwa
kelompok X terdiri 50 i t e m obat dengan
persentase
sebesar
16,13%
dari
total
keseluruhan obat dimana obat ini harus selalu ada
dalam proses pelayanan terhadap pasien. Pada
kelompok Y terdapat 179 item obat dengan
persentase
sebesar 57,74% dari total
keseluruhan obat dimana obat dapat diganti dan
apabila terjadi kekosongan obat kurang dari 48
jam dapat ditolerir. Pada kelompok Z terdapat
81 item obat dengan
persentase
sebesar
26,13% dari total keseluruhan obat dimana
kelompok obat ini dapat diganti dan apabila
terjadi kekosongan obat boleh lebih dari 48 jam
dapat ditolerir.
Pengelompokan
obat
dengan
mempertimbangkan nilai kritis obat berdasarkan
dampak terhadap kesehatan pasien. Melihat
pengaruh atau efek obat tersebut terhadap
pasien, tentu hal ini sangat tergantung dari
informan yang melakukan pengelompokan obat
tersebut, sehingga sangat mungkin untuk item
obat yang sama karena informanya berbeda maka
kelompok obatnya pun menjadi berbeda pula.
Selain itu
karena belum
adanya standar
obat/formularium di RSUD Kota Baubau, jadi
setiap dokter dapat meresepkan obat sesuai
dengan keinginan mereka sendiri sehingga
jumlah obat yang ada akhirnya tidak dapat
dimanfaatkan bersama, karena jika obat A
menurut dokter yang satu penting harus ada
sedangkan dokter lain akan mempunyai
pendapat yang berbeda begitu juga dengan obat
yang lain. Sehingga akan memungkinkan
timbulnya variasi obat yang sangat luas di
RSUD Kota Baubau padahal dalam kenyataannya
obat tersebut belum tentu kritis terhadap
pelayanan pasien.
Penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Zuliani yang dalam
hasil penelitianya mengatakan bahwa dokter pada
umumnya menganggap bahwa sangat sulit dalam
menilai tingkat kekritisan obat serta tidak adanya
standar obat yang ditentukan oleh pihak Rumah
Sakit sehingga setiap dokter dapat meresepkan
obat sesuai dengan keinginan mereka sendiri
14
dan terjadi variasi obat yang sangat luas.
Analisis ABC Indeks Kritis
Analisis ABC indeks kritis mencakup
jumlah pemakaian, nilai investasi, dan kritisnya
terhadap pelayanan pasien. Dengan begitu maka
barang yang nilainya rendah tetapi sebenarnya
kritis dalam pelayanan pasien akan tetap
diperhatikan dengan semestinya. Tetapi pada
analisis ABC indeks kritis ada kemungkinan terjadi
bias yang besar karena setiap pengguna obat
(user) dalam hal ini dokter yang memberikan
peresepan obat mempunyai keinginan masingmasing dan agak sulit menilai obat yang
jumlahnya banyak.
Berdasarkan analisis ABC indeks kritis
pada tabel 5 menunjukan bahwa kelompok A
dengan nilai indeks kritis antara 9,5-12 didapatkan
37 item obat atau 11,94% dengan investasi
sebesar Rp. 1.132.250.926 atau 55,48% dari total
biaya pengeluaran obat selama tahun 2015.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa
jumlah item obat kelompok A lebih sedikit
dibandingkan dengan kelompok B dan C akan
tetapi besar investasi pada pengadaan obat
kelompok A ini sangat besar sehingga perlu
perhatian
yang
lebih
dalam
bentuk
pengendaliannya, sebab jika tidak mendapat
perhatian yang khusus maka akan menimbulkan
kerugian yang lebih besar bagi RSUD Kota Baubau.
Pengendalian untuk setiap obat akan
berbeda, untuk obat kelompok A maka diperlukan
kontrol yang sangat ketat sehingga kontrol dapat
dilakukan oleh top level manajemen. Kontrol
dapat dialkukan setiap hari atau setiap minggu.
Obat kelompok A perlu perhatian khusus baik
dalam perencanaan, pengadaan, penyimpanan
dan distribusi. Dalam perencanaan memerlukan
perhitungan peramalan yang akurat untuk
mengurangi pemborosan biaya, penyimpanan
perlu diberi label dan dalam distribusi harus dijaga
keamananya.
kelompok B dengan nilai indeks kritis
antara 6,5-9,4 didapatkan 133 item obat atau
42,90% dengan investasi sebesar Rp. 710.580.744
atau 34,82% dari total biaya pengeluaran obat
selama tahun 2015. Pengawasan terhadap obat
kelompok B analisis ABC indeks kritis ini juga perlu
diperhatikan dan tingkat persediaan dapat ditekan
serendah mungkin.
Kelompok B merupakan kelompok yang
berperan penting dalam pengobatan namun tidak
sekritis pada kelompok A sehingga tidak perlu
dilakukan pemantauan untuk semua item obat.
Umumnya kelompok B hanya sebagian saja yang
perlu dipantau dengan model perhitungan
kuantitatif yang sesuai.
kelompok C dengan nilai indeks kritis
antara 4,0-6,4 didapatkan 140 item obat atau
45,16% dengan investasi sebesar Rp. 198.113.382
atau 9,71% dari total biaya pengeluaran obat
selama tahun 2015. Kelompok ini nilai
investasinya tidak terlalu besar sehingga
pengendaliannya tidak terlalu ketat. Bentuk
pengendalian kelompok ini meliputi kontrol yang
cukup yang dilakukan oleh departemen pengguna
yang dapat dilakukan setiap 3 bulan sekali dan
perkiraan kasar dapat digunakan sebagai dasar
perencanaan untuk pengadaan berikutnya.
KESIMPULAN
1. Berdasarkan analisis ABC pemakaian,
didapatkan bahwa kelompok A terdiri dari
obat kelompok A dengan nilai pemakaian
tinggi, mendapatkan porsi sebesar 69,79%
dari seluruh nilai pemakaian sebanyak
494.720 item obat. Kelompok obat ini
terdiri dari 42 item obat atau sebanyak
13,55% dari keseluruhan obat di RSUD Kota
Baubau. Kelompok obat B dengan nilai
pemakaian sedang, mendapatkan porsi nilai
pemakaian sebesar 20,70% dari seluruh
2.
3.
4.
nilai pemakaian sebanyak 146.734 item obat.
Kelompok obat ini terdiri dari 53 item obat
atau sebanyak 17,10%. Kelompok C dengan
nilai pemakaian rendah, mendapatkan porsi
nilai pemakaian sebesar 9,51% dari seluruh
nilai pemakaian sebanyak 67.447 item obat.
Kelompok obat ini terdiri dari 215 item obat
atau sebanyak 69,35%.
Berdasarkan
analisis
ABC
Investasi
didapatkan bahwa kelompok A dengan nilai
investasi tinggi, mendapatkan porsi nilai
investasi sebesar 70,18% dari seluruh nilai
investasi dengan
biaya
sebesar
Rp.
1.432.333.866. Kelompok obat A ini terdiri
dari 36 item obat atau sebanyak 11,61%.
Kelompok B dengan nilai investasi sedang,
mendapatkan porsi nilai investasi sebesar
20,32% dari seluruh nilai investasi dengan
biaya sebesar Rp. 414.648.701. Kelompok
obat ini terdiri atas 57 item obat atau
sebanyak 18,39%. Kelompok C dengan nilai
investasi rendah, mendapatkan porsi nilai
investasi sebesar 9,50% dari seluruh nilai
investasi dengan biaya
sebesar
Rp.
193.962.485. Kelompok obat ini terdiri atas
217 obat atau sebanyak 70%.
Berdasarkan nilai kritis obat menunjukan
jumlah item obat pada kelompok X terdiri
50 i t e m o b a t dengan persentase sebesar
16,13%. Kelompok Y terdapat 179 item obat
dengan jumlah persentase sebesar
57,74% dari total keseluruhan obat. Pada
kelompok Z terdapat 81 item obat dengan
persentase sebesar 26,13%
Berdasarkan analisis ABC indeks kritis
menunjukan jumlah obat pada kelompok A
terdapat 37 item obat dengan persentase
11,94% dan besar investasi sebanyak Rp.
1.132.250.926 atau sebesar 55,48% dari total
biaya pengeluaran obat selama tahun 2015.
Pada obat kelompok B terdapat 133 item
obat dengan persentase sebesar 42,90% dan
besar investasi sebanyak Rp. 710.580.744
atau sebesar 34,82% dari total biaya
pengeluaran obat selama tahun 2015,
sedangkan pada kelompok C terdapat 140
item obat dengan persentase 45,16% dan
menggunakan biaya sebesar Rp. 198.113.382
atau sebesar 9,71% dari total biaya
pengeluaran obat selama tahun 2015.
SARAN
1. Sebaiknya dalam pembuatan formulariun
obat di RSUD Kota Baubau, mesti melibatkan
banyak
pihak
yang
terlibat
dalam
penggunaan obat, bukan dari pihak
2.
3.
manjemen dan apoteker saja untuk
mementukan obat yang akan dipakai, akan
tetapi juga melibatkan dokter.
Diperlukan perbaikan sistem perencanaan
dan pengendalian untuk meningkatkan
efektifitas
dan
efisiensi
sehingga
memudahkan dalam menyusun kebutuhan
persediaan obat agar tidak banyak terjadi
kekosongan obat ataupun Expire Date.
Perlu diterapkan analisis ABC pemakaian, ABC
nilai investasi dan ABC indeks kritis untuk
memberikan priorotas yang berbeda
terhadap setiap kelompok obat. Metode
tersebut dapat membantu pihak manajemen
untuk lebih berfokus pada barang-barang
atau obat-obat yang memiliki nilai kritis dan
nilai pemakaiannya lebih tinggi sehingga
dapat ditangani lebih efisien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Azwar, Azrul. (2010). Pengantar Administrasi
Kesehatan. Tangerang: Binarupa Aksara
2. Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 58 Tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasi di
Rumah Sakit.
3. Sucianti, S dan Adisasmito, W.B.B. (2006).
Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC
Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Jurnal
manajemen Pelayanan Kesehatan, 09, 19-26.
4. Rahmawatie, Erni dan Stefanus Santosa
(2015). Sistem Informasi Perencanaan
Pengadaan Obat Di Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali. Jurnal Pseucode, Volume
2 Nomor 1, Februari 2015.
5. Mellen, R.C dan pudjirahardjo, W.J. (2013).
Faktor Penyebab Dan Kerugian Akibat
Stockout Dan Stagnant Obat Di Unit Logistik
Rsu Haji Surabaya. Jurnal Administrasi
Kesehatan Indonesia, Vol. 1(1), pp. 99-107.
6. Maimun, Ali. (2008). Perencanaan Obat
Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Metode
Konsumsi Dengan Analisis Abc Dan Reorder
Point Terhadap Nilai Persediaan Dan Turn
Over Ratio Di Instalasi Farmasi Rs Darul
Istiqomah
Kaliwungu
Kendal.
Tesis
Universitas Diponegoro: Semarang.
7. Fadhila, Rahmi. (2013). Study Pengendalian
Persediaan Obat Generik Melalui Metode
ABC, EOQ, dan ROP di Gudang Farmasi RSI
Asshobirin tahun 2013. UIN : Jakarta
8. Febriawati, Henni (2013). Manajemen
Logistik Farmasi Rumah Sakit. Yogyakarta :
Gosyen Publishing.
9. Atmaja, Hermina Karuna (2012). Penggunaan
Analisis ABC Indeks Kritis untuk pengendalain
persediaan Obat Antibiotik di Rumah Sakit
M.H
Thamrin Salemba Januari 2012.
10.
11.
12.
13.
14.
Program Pasca Sarjana Kajian Administrasi
Rumah Sakit. Depok.
Priatna, Heri. (2010). Analisis Perencanaan
dan Pengendalian Obat Kelompok A Pada
Analisis ABC di RS Melati Tangerang Tahun
2009. Program Studi Kajian
Administrasi
Rumah Sakit, Depok.
Rahman, (2014). Analisis Pengendalian Obat
Berdasarkan Metode Pareto Di Instalasi
Farmasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2013. Jurusan Kesehatan Masyarakat.
Kendari.
Utari, Anindita. (2015). Cara Pengendalian
Persediaan Obat Paten dengan Metode
Analisis ABC, Metode Economic Order
Quantity (EOQ), Buffer Stock dan Reorder
Point (ROP) di Unit Gudang Farmasi Rumah
Sakit Zahira Tahun 2014. Skripsi program
studi kesehatan masyarakat. Universitas
Islam Negri Syarifhidatullah.
Winasari, Ajrina, (2015). Gambaran Penyebab
Kekosongan Stok Obat Paten dan Upaya
Pengendaliannya Di Gudang Medis Instalasi
Farmasi Rsud Kota Bekasi Pada Triwulan I
Tahun 2015. UIN: Jakarta.
Zuliani, Nur Eni, (2009). Pengendalian
Persediaan Obat Antibiotik dengan Analisis
ABC Indeks Kritis di RSUD Pasar Rebo.
Program Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Depok.
Download