perbandingan sifat kimia dan biologi tanah akibat

advertisement
PERBANDINGAN SIFAT KIMIA DAN BIOLOGI TANAH
AKIBAT KETERBUKAAN LAHAN PADA HUTAN REBOISASI
PINUS DI KECAMATAN POLLUNG KABUPATEN HUMBANG
HASUNDUTAN SUMATERA UTARA
MOHAMAD EKO PURWANTO
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERBANDINGAN SIFAT KIMIA DAN BIOLOGI TANAH
AKIBAT KETERBUKAAN LAHAN PADA HUTAN REBOISASI
PINUS DI KECAMATAN POLLUNG KABUPATEN HUMBANG
HASUNDUTAN SUMATERA UTARA
MOHAMAD EKO PURWANTO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ABSTRACT
MOHAMAD EKO PURWANTO. Comparison of Soil’s Chemical and Biological
Characteristics Caused Land Openness of Pine Reforested Forest in Pollung Subdistrict of Humbang Hasundutan District, North Sumatera. Supervised by
BASUKI WASIS and YADI SETIADI.
Forest clearing activity has been caused land openness in some forest areas
such as reforested forest. Land openness could cause the decreasing of fertility
value of forest soil. The objective of this research was to comparing of soil’s
chemical and biological characteristics in open area with pine forest in pine
reforested forest in Pollung sub-district of Humbang Hasundutan district, North
Sumatera. This research was using secondary data of soil’s chemical and
biological characteristics analysis results from Team of Living Environmental
Ministry 2010. Descriptively, this research has shown that land openness has
caused lower comparison of all average value of soil’s chemical and biological
parameters. Highest percentage of comparison difference in open area was total of
C-organic content that amounted 59,90% and total of soil fungi that amounted
94,18% lower than pine forests. Degradation of soil’s chemical and biological
values was caused by the decreasing of total organic content of soil and nutrient
washing by rain water. Considering to negative impact that will be caused thus
needed an effort of soil resiliency through land rehabilitation by whitewashing of
acid soil and re-vegetation.
Keywords: soil degradation, pine forest, open area, soil’s chemical characteristic,
soil’s biological characteristic
RINGKASAN
MOHAMAD EKO PURWANTO. Perbandingan Sifat Kimia dan Biologi Tanah
Akibat Keterbukaan Lahan pada Hutan Reboisasi Pinus di Kecamatan Pollung
Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara. Dibimbing oleh BASUKI
WASIS dan YADI SETIADI.
Aktivitas perambahan hutan mengakibatkan keterbukaan lahan di beberapa
areal hutan seperti hutan hasil reboisasi. Keterbukaan lahan dapat menurunkan
nilai kesuburan tanah hutan sehingga lahan mudah terdegradasi terutama pada sifat
kimia dan biologi tanah. Tujuan penelitian ini membandingkan sifat kimia dan
biologi tanah di lahan terbuka dengan hutan pinus yang berada pada areal hutan
reboisasi pinus di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera
Utara.
Bahan penelitian ini menggunakan data sekunder hasil analisis sifat kimia dan
biologi tanah dari Tim Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2010 di hutan pinus
reboisasi dan lahan terbuka bekas tebangan umur 5 bulan, masing-masing pada
kedalaman 0−20 cm dari permukaan tanah. Menurut data stasiun klimatologi
Sampali Medan menyebutkan angka curah hujan tahunan di Kabupaten Humbang
Hasundutan sebesar 3.322 mm di tahun 2010. Berdasarkan hasil analisis secara
deskriptif, menunjukkan bahwa keterbukaan lahan mengakibatkan perbandingan
pada semua nilai rata-rata parameter kimia dan biologi tanah lebih rendah dari
hutan pinus. Persentase selisih perbandingan di lahan terbuka tertinggi pada
jumlah kandungan C-Organik sebesar 59,90% dari nilai rata-rata di hutan pinus
sedangkan untuk parameter biologi tertinggi pada jumlah fungi tanah yang
mengalami selisih perbandingan sebesar 94,18% lebih rendah dari hutan pinus.
Degradasi nilai sifat kimia dan biologi tanah disebabkan oleh penurunan
jumlah bahan organik tanah dan pencucian hara oleh air hujan, sehingga kondisi
ekologi dan aktivitas organisme pada ekosistem tanah juga terganggu. Menyadari
dampak negatif yang akan ditimbulkan, maka perlu upaya resiliensi tanah dengan
rehabilitasi lahan melalui pemupukan kompos dan penutupan lahan kembali.
Kata kunci : degradasi tanah, hutan pinus, lahan terbuka, sifat kimia tanah, sifat
biologi tanah
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Sifat Kimia
dan Biologi Tanah Akibat Keterbukaan Lahan pada Hutan Reboisasi Pinus di
Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara adalah
benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan Dr. Ir. Basuki Wasis MS
dan Dr. Ir. Yadi Setiadi M.Sc dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah
pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau
yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2012
Mohamad Eko Purwanto
NRP E44070009
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Perbandingan Sifat Kimia dan Biologi Tanah
Akibat Keterbukaan Lahan Pada Hutan Reboisasi
Pinus di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang
Hasundutan Sumatera Utara
: Mohamad Eko Purwanto
: E44070009
Nama
NIM
Menyetujui:
Komisi Pembimbing
Ketua,
Anggota,
Dr. Ir. Basuki Wasis MS
NIP. 19651002 199103 1 003
Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc
NIP. 19551205 198003 1 004
Mengetahui:
Ketua Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan IPB,
Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto MS
NIP. 19601024 198403 1 009
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, dengan limpahan rahmat
dan kasih sayang-Nya, serta kemudahan yang diberikan sehingga penulis telah
dapat menyelesaikan skripsi berjudul Perbandingan Sifat Kimia dan Biologi Tanah
Akibat Keterbukaan Lahan pada Hutan Reboisasi Pinus di Kecamatan Pollung
Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara yang disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Tujuan pembuatan skripsi ini adalah membandingkan sifat kimia dan biologi
tanah di lahan terbuka dengan hutan pinus yang berada pada areal hutan reboisasi
pinus di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam upaya
rehabilitasi lahan dan menjaga kelestarian fungi lindung hutan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu,
baik pada saat penyusunan proposal, pelaksanaan kegiatan penelitian dan
penyelesaian skripsi ini. Dengan menyadari ketidaksempurnaan diri sebagai
manusia, penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Maret 2012
Mohamad Eko Purwanto
RIWAYAT HIDUP
Mohamad Eko Purwanto dilahirkan di Tegal pada tanggal 14 Maret 1989
sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan RB Siswanto dan Rokhayatun.
Jenjang pendidikan formal pertama ditempuh di Sekolah Dasar Negeri Karet 01
Pagi Jakarta pada tahun 1995–2001. Pada tahun 2001–2004 penulis melanjutkan
pendidikan di SLTP Negeri 58 Jakarta. Selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan di SMU Negeri 79 Jakarta pada tahun 2004–2007. Selama pendidikan
di SMU penulis memperoleh beasiswa prestasi dari Sampoerna Foundation tahun
2004–2007.
Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB dan menjadi mahasiswa Departemen Silvikultur,
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam: 1) Forum for Scientific
Study IPB tahun 2007–2009 sebagai staf Human Resources Development (HRD),
2) Wahana Masyarakat Tani Indonesia Cabang Bogor tahun 2008, 3) Direktur
FORCES Company tahun 2008–2009, 4) Direktur Beastudi Etos Bogor Company
tahun 2008–2009, 5) staf HRD Himpro Silvikultutr Tree Grower Community
(TGC) tahun 2008–2009, 6) Ketua Beastudi Etos Bogor Community 2009–2010,
7) Panitia Bina Corps Rimbawan (BCR) Fakultas Kehutanan tahun 2009, 8)
Belantara Departemen Silvikultur tahun 2009.
Penulis memiliki pengalaman sebagai asisten praktikum mata kuliah
Pengaruh Hutan pada tahun 2010 dan 2011. Pada tahun 2011 juga berkesempatan
untuk menjadi Asisten Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
Pangandaran. Selama jenjang di perguruan tinggi penulis memperoleh beasiswa
prestasi dari Beastudi Etos Dompet Dhuafa Republika tahun 2007–2010 dan Karya
Salemba Empat tahun 2010–2012. Pada tahun 2009 Penulis mendapat prestasi
sebagai Mahasiswa Berprestasi Kedua Fakultas Kehutanan dan tahun 2010 sebagai
Mahasiswa Berprestasi Departemen Silvikultur Fahutan IPB. Program Kreativitas
Makasiswa yang didanai oleh DIKTI tahun 2010. Sebagai Staf Pengajar SD,SMP
dan SMP di bimbingan belajar Kharisma Prestasi tahun 2010–2012.
Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
Pangandaran dan Gunung sawal pada tahun 2009 dan Praktek Pengolahan Hutan
(PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi pada tahun 2010. Magang di
Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman, CSR Nestle Lampung Sumatera Selatan
tahun 2009. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) di perusahaan
tambang PT International Nickel Indonesia (INCO) Tbk, Sorowako Sulawesi
Selatan pada tahun 2011.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis melakukan
penelitian skripsi dengan judul Perbandingan Sifat Kimia dan Biologi Tanah
Akibat keterbukaan Lahan pada Hutan Reboisasi Pinus Terdegradasi di
Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara di bawah
bimbingan Dr. Ir. Basuki Wasis MS dan Dr. Ir Yadi Setiadi M.Sc pada tahun
2011–2012.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan yang baik ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini:
1.
Dr. Ir. Basuki Wasis MS dan Dr. Ir. Yadi Setiadi M.Sc selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan, motivasi dan
bimbingan selama pelaksanaan skripsi ini.
2.
Kedua orangtua penulis, RB Siswanto dan Rokhayatun atas segala kasih
sayang yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan doa, moril dan
materil.
3.
Sampoerna Foundation, Beastudi Etos Dompet Dhuafa Republika dan Karya
Salemba Empat, yang telah mendukung dalam memberikan beasiswa,
motivasi dan pelatihan-pelatihan selama pendidikan di Perguruan Tinggi.
4.
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana MS selaku dosen pembimbing akademik selama
pendidikan di IPB.
5.
Dr. Ir. Cahyo Wibowo M.ScF selaku dosen pembimbing Praktek Kerja
Profesi di PT INCO Tbk. atas motivasi dan bimbingan dalam melakukan
praktek.
6.
Linda Purnama Sari, adik yang selalu membantu dan memotivasi baik materil
maupun moril serta keluarga besar di kampung halaman.
7.
Atik Wuryani atas perhatian, motivasi, dukungan dan waktu yang diberikan
untuk mendampingi penulis.
8.
Keluarga besar Etos Bogor, Mas Setyo Budi, Fauzi, Nasrul, Kautsar, Nini,
Siti Khadijah, Desi, Indah dan Iis, pejuang-pejuang keluarga yang selalu
memberi dukungan dan kerjasama untuk meraih mimpi di perguruan tinggi.
9.
Alm. Mba Puteri dan Ibu Kokom, yang selau memotivasi dan mendukung
secara moril dan spiritual serta Pak Dedi, Pak Wardana, Bu Aliyah, Pak
Waluyo. Pak Ismail, Pak Saeful dan staf KPAP lainnya Departemen
Silvikultur yang memberi motivasi dan dukungan.
10. Mba Nana, Mba Fai dan seluruh keluarga besar PAU telah membantu,
mendukung, memotivasi dan berbagi pengalaman.
11. Keluarga besar lab. Pengaruh Hutan yang senantiasa membantu dan memberi
motivasi (Ibu Atikah, Pak Dadan, Mba Desty, Mba Ghina dan lainnya)
12. Pak Aris Prio Ambodo, Bu Erlin, Pak Munaji, bu Jumrawati dan karyawan PT
INCO Tbk. yang telah memberikan ilmu, motivasi dan kesempatan mencari
pengalaman.
13. Bang Ipon, Yuda, Rahmat, Eri dan temen-teman silvikultur 44 atas segala
dukungan, kebersamaan, dan semua hal yang bisa membuat selalu
bersemangat.
14. Teman-teman kelompok PPEH, PPH dan PKP yang telah banyak membantu
selama pelaksanaan praktek
15. Keluarga besar Silvikultur, Fahutan 44 dan keluarga besar Fahutan atas
kerjasama dan kekeluargaannya selama ini.
16. Pak Saeful, Mas Badlan, Azhar, Ardiyansah penghuni pondok Mandala Umi,
Teteh yang telah mendukung dan membantu serta motivasinya selama ini,
17. Para staf pengajar bimbel Kharisma Prestasi atas dukungan dan kerjasamanya.
18. Semua orang yang telah berinteraksi, membagi ilmu dan memberikan
pengalaman dan kenangan baik.
19. Semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga segala bantuan dan dukungannya dicatat sebagai pahala dari Allah SWT.
Mohon maaf apabila banyak kesalahan yang telah diperbuat penulis. Amin.
Bogor, Maret 2012
Mohamad Eko Purwanto
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .......................................................................................
Halaman
xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1.2 Tujuan Penelitian ...........................................................................
1.3 Manfaat Penelitian .........................................................................
1
2
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Kimia Tanah ..........................................................................
2.1.1 Reaksi tanah (pH)..................................................................
2.1.2 C-Organik..............................................................................
2.1.3 N-Total ..................................................................................
2.1.4 P Bray ....................................................................................
2.1.5 Kalium (K) ............................................................................
2.1.6 Natrium (Na) ........................................................................
2.1.7 Kalsium (Ca) .........................................................................
2.1.8 Magnesium (Mg)...................................................................
2.1.9 Kapasitas Tukar Kation (KTK) .............................................
2.1.10 Kejenuhan Basa (KB) ........................................................
2.2 Sifat Biologi Tanah ........................................................................
2.2.1 Total Mikroorganisme Tanah................................................
2.2.2 Jumlah Fungi Tanah ..............................................................
2.2.3 Jumlah Bakteri Pelarut P .......................................................
2.2.4 Total Respirasi Tanah ...........................................................
2.3 Bioekologi Pinus merkusii Jungh .................................................
2.3.1 Taksonomi dan Tata Nama ...................................................
2.3.2 Penyebaran dan Habitat.........................................................
2.3.3 Pembungaan dan Pembuahan................................................
2.3.4 Kegunaan ..............................................................................
3
3
3
4
4
5
5
5
6
6
6
7
7
7
7
8
8
8
8
9
9
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................
3.2 Bahan Penelitian ...........................................................................
3.3 Metode Penelitian ..........................................................................
3.5 Analisis Data ..................................................................................
10
10
10
10
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Luas dan Lokasi .............................................................................
4.1 Keadaan Geografis dan Topografis................................................
11
11
xii BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil ..............................................................................................
5.1.1 Sifat Kimia Tanah .................................................................
5.1.3 Sifat Biologi Tanah ...............................................................
5.2 Pembahasan ...................................................................................
5.2.1 Perbandingan sifat kimia tanah .............................................
5.2.2 Perbandingan sifat biologi tanah ...........................................
13
13
16
18
19
23
BAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN
6.2 Kesimpulan ...................................................................................
6.2 Saran .............................................................................................
26
26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
27
LAMPIRAN ..................................................................................................
29
xiii DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil analisis sifat kimia tanah di hutan pinus .........................................
13
2 Hasil analisis sifat kimia tanah di lahan terbuka .......................................
14
3 Rekapitulasi perbandingan nilai rata-rata sifat kimia tanah di hutan
pinus dan lahan terbuka ............................................................................
15
4 Hasil analisis sifat biologi tanah di hutan pinus........................................
16
5 Hasil analisis sifat biologi tanah di lahan terbuka.....................................
16
6 Hasil rekapitulasi perbandingan nilai rata-rata sifat biologi tanah di
hutan pinus dan lahan terbuka .................................................................
17
xiv DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Peta Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera
Utara (Sanudin daan Harianja 2008)..........................................................
12
2 Persentase selisih perbandingan sifat kimia tanah di lahan terbuka ..........
15
3 Persentase selisih nilai biologi tanah di lahan terbuka...............................
18
xv DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Hasil analisis sifat kimia tanah ..................................................................
30
2 Hasil analisis sifat biologi tanah ................................................................
31
3 Rata-rata kelembapan relatif udara, curah hujan, penyinaran matahari
kecepatan angin dan penguapan menurut stasiun tahun 2010 (Stasiun
Klimatologi Sampali Medan/ Samapali Climatology Station, Medan)
kimia tanah di hutan pinus dan lahan terbuka ..........................................
32
xvi BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terhitung sejak tahun 2006, luas lahan terbuka di Indonesia mencapai 60,9
juta ha, sekitar 39,2 juta ha (64,4%) berada dalam kawasan hutan negara dan
sisanya 21,7 ha (35,6%) berada di luar kawasan hutan (Darori 2006). Tingginya
angka kerusakan hutan tersebut, mendesak pemerintah pusat hingga pemerintah
daerah bahkan pelosok desa untuk lebih gemar menanam lahan terbuka atau
kegiatan reboisasi. Dinas Pertambangan dan Kehutanan Humbahas (2007)
menyebutkan Kabupaten Humbahas memiliki luas kawasan hutan 95.512,84 ha,
dengan hutan hasil reboisasi seluas 21.712,84 ha dengan pinus sebagai
komoditinya.
Tanaman pinus (Pinus merkusii) memiliki potensi hasil hutan yang baik di
Sumatera Utara. Dampak kerusakan hutan mengurangi pasokan kayu dan hasil
hutan lainnya. Peningkatan potensi hutan rakyat dan hutan reboisasi merupakan
alternatif utama masalah tersebut. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa
perambahan hutan juga telah mengancam hutan hasil reboisasi. Kabupaten
Humbang Hasundutan Propinsi Sumatera Utara memiliki hutan rakyat pinus
dengan estimasi luas 30.000 ha, menyebar hampir disemua Humbahas dengan
estimasi produksi sekitar 130.000 m3, baik dari hutan rakyat maupun hutan
reboisasi (Sanudin dan Harianja 2008).
Kerusakan akibat pemanenan kayu secara illegal di hutan reboisasi pinus
menyebabkan keterbukaan lahan. Keterbukaan lahan ini berakibat meningkatnya
laju aliran permukaan, erosi tanah dan sedimentasi serta menurunnya tingkat
kesuburan dan stabilitas lahan (Setiadi 2010). Manajemen lahan yang kurang baik
berakibat lahan terbuka mengalami degradasi, terutama pada sifat kimia dan
biologi tanah. Perubahan sifat tanah dapat mengakibatkan berkurangnya umur
pemakaian lahan, peningkatan potensi kekurangan hara tanah, dan menurunnya
mutu produksi tanaman pinus (P. merkusii). Oleh karena itu, perlu dilakukannya
penelitian mengenai perbandingan sifat kimia dan biologi tanah akibat
keterbukaan lahan pada hutan reboisasi pinus di Kecamatan Pollung Kabupaten
Humbang Hasundutan Propinsi Sumatera Utara.
2
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini membandingkan sifat kimia dan biologi tanah di lahan
terbuka dengan hutan pinus yang berada pada areal hutan reboisasi pinus di
Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini menyajikan informasi perbandingan sifat tanah pada
lahan terbuka di hutan reboisai pinus berupa data hasil analisis sifat tanah, faktorfaktor yang mempengaruhi ketersediaan hara tanah serta solusi yang harus
dilakukan dalam mengembalikan kondisi ketersediaan hara yang optimal dalam
tanah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Kimia Tanah
2.1.1 Reaksi Tanah (pH)
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang
dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion
hidrogen (H+) di dalam tanah, makin tinggi nilai kadar ion H+ dalam tanah, makin
masam tanah tersebut. Nilai pH berkisar dari 0−14 dengan pH 7 disebut netral
sedang pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Tanah
yang terlalu masam dapat dinaikkan pHnya dengan menambahkan kapur ke dalam
tanah sedangkan tanah yang terlalu alkalis dapat diturunkan pHnya dengan
penambahan belerang.
Dalam tanah pH sangat penting dan erat hubungannya dengan hal-hal berikut
ini:
1. Menunjukkan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman, pada
umumnya unsur hara mudah diserap tanaman. Pada pH sekitar netral, unsur
hara mudah diserap akar tanaman karena pada pH tersebut mudah larut dalam
air. Pada tanah masam unsur P diikat (difiksasi) oleh Al, sedangkan pada
tanah alkalis unsur P diikat oleh Ca sehingga unsur tersebut tidak dapat
diserap tanaman.
2. Menunjukkan kemungkinan adanya unsur beracun. Pada tanah masam, unsur
mikro (Fe, Mn, Zn, Cu, Co) mudah terlarut sehingga ditemukan unsur mikro
berlebih sedangkan pemakaiannya dalam jumlah kecil sehingga menjadi
racun.
3. Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme. Bakteri (bakteri pengikat
nitrogen dari udara dan bakteri nitrifikasi) berkembang baik pada pH 5,5 atau
lebih, sedang jamur dapat berkembang baik pada segala tingkat kemasaman
tanah (Hardjowigeno 2003).
2.1.2 C-Organik
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang
berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini
4
dikarenakan bahan organik dapat meningkatakan kesuburan kimia, fisika maupun
biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah
C-Organik (Hanafiah 2005).
Musthofa (2007) menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk
C-Organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari dua persen. Agar
kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses
dekomposisi mineralisasi, maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan
organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik sangat
erat berkaitan dengan KTK yakni mampu meningkatkan KTK tanah. Tanpa
pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi
tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan pemadatan tanah (Foth
1994).
2.1.3 N-Total
Bahan organik merupakan sumber Nitrogen (N) yang utama di dalam tanah.
Pada bahan organik halus jumlah N tinggi maka perbandingan C/N rendah,
sedangkan bahan organik kasar jumlah N rendah sehingga C/N tinggi. Nitrogen
berfungsi memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbuh
pada tanah yang cukup N, berwarna lebih hijau dan berperan dalam pembentukan
protein. Nitrogen diambil tanaman dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat
(NO3-). Tambahan nitrogen pada tanah berasal dari hujan dan debu, penambatan
secara tak simbiosis, penambatan secara simbiosis dan kotoran hewan dan
manusia. Kehilangan nitrogen dari tanah disebabkan oleh penguapan, pencucian,
denitrifikasi, pengikisan dan penyerapan oleh tanaman. Denitrifikasi terjadi
karena drainase buruk, lokasi tergenang, dan tata udara dalam tanah buruk
(Hardjowigeno 2003).
2.1.4 P-Bray
Fosfor dalam tanah tidak dapat segera tersedia, tergantung pada sifat dan ciri
tanah serta pengelolaan tanah dikarenakan laju kelarutan fosfor sangat lambat
(Soepardi 1983). Kemasaman tanah memberikan fosfor terlarut dalam tanah,
kenaikan pH akan menaikkan kelarutan dari ferifosfat dan alumunium sulfat dan
5
menurunkan dari Ca fospat. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH
sekitar 6−7 (Hardjowigeno 1989).
Fosfor bersumber dari bahan organik, pupuk buatan, dan mineral-mineral
tanah, di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor organik dan fosfor
anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas yang
lebih kaya akan bahan organik, diduga mengandung kurang lebih 0,21% fosfor
(Hakim et al. 1986). Menurut Foth (1994) jika kekurangan fosfor, pembelahan sel
pada tanaman terhambat dan pertumbuhannya kerdil.
2.1.5 Kalium (K)
Unsur K dalam tanah berasal dari mineral primer tanah (feldspar, mika dan
lain-lain) dan pupuk buatan ZK. Tanaman cenderung mengambil K dalam jumlah
yang jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan tetapi tidak menambah produksi.
Unsur K berfungsi dalam pembentukkan pati, mengaktifkan enzim, pembukaan
stomata (mengatur pernapasan dan penguapan), perkembangan akar. Unsur K
mudah bergerak (mobile) di dalam tanaman sehingga gejala-gejala kekurangan K
pada daun terlihat terutama pada daun tua, pinggiran daun berwarna coklat dan
tanaman tidak tinggi (Hardjowigeno 2003).
2.1.6 Natrium (Na)
Natrium merupakan unsur penyusun lithosfer keenam setelah Ca yaitu
2,75%. Berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan
tanaman terutama di daerah kering dan agak kering yang berdekatan dengan
pantai. Tingginya kadar Na di laut menyebabkan suatu tanah alkali jika KTK atau
muatan negatif koloid-koloid dijenuhi oleh ≥ 15% Na, mencerminkan unsur ini
merupakan komponen dominan dari garam-garam larut yang ada. Sebagaimana
unsur mikro, Na juga bersifat toksik bagi tanaman jika terdapat dalam tanah dalam
jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah 2005).
2.1.7 Kalsium (Ca)
Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti
magnesium dan belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman,
diambil jasad renik, terikat oeh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali
sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci (Leiwakabessy 1988). Soepardi
6
(1983) menyatakan bahwa mudah tidaknya kalsium dibebaskan tergantung dari
mineral apa dan tingkat hancurannya. Mineral utama yang banyak mengandung
kalsium tanah adalah kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2). Kadar kalsium
tanah mineral rata-rata adalah 0,4% pada lapisan tanah atas, sedangkan pada
tanah-tanah organik kadarnya lebih tinggi, yaitu dapat mencapai 2,8%. Tingginya
kadar kalsium tanah disebabkan air yang mengalir banyak membawa kapur larut
di dalamnya (Hakim et al. 1986).
2.1.8 Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan
beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna
yang khas pada daun. Terkadang pengguguran daun sebelum waktunya
merupakan dampak dari kekurangan magnesium (Hanafiah 2005).
2.1.9 Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kation adalah ion bermuatan positif seperti Ca2+, Mg2+, K+, NH4+, Na+ dan
sebagainya. Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah
per satuan berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan kapasitas tukar kation
(KTK). KTK tanah sangat erat dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK
tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah
dengan KTK rendah. Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergatung pada sifat
dan ciri tanah itu sendiri, yakni sebagai berikut: (1) reaksi tanah, (2) tekstur atau
jumlah liat, (3) jenis mineral liat, (4) bahan organik dan (5) pengapuran serta
pemupukan (Hardjowigeno 2003).
2.1.10 Kejenuhan Basa (KB)
Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa
dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam
kompleks jerapan tanah. Termasuk kation-kation basa adalah Ca2+, Mg2+, K+ dan
Na+, sedang yang termasuk kation-kation asam adalah H+ dan Al3+. Jumlah
maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas
tukar kation tanah tersebut. Kejenuhan basa berhubungan erat dengan pH tanah,
tanah dengan pH rendah umumnya memiliki kejenuhan basa rendah begitupun
sebaliknya. Tanah- tanah dengan kejenuhan basa rendah, berarti kompleks jerapan
7
lebih banyak diisi oleh kation-kation asam yaitu Al3+ dan H+ . Apabila jumlah
kation asam terlalu banyak terutama Al3+, dapat merupakan racun bagi tanaman.
Keadaan seperti ini terdapat pada tanah-tanah masam (Hardjowigeno 2003).
2.2 Sifat Biologi Tanah
2.2.1 Total Mikroorganisme Tanah
Anas (1989) menyatakan bahwa jumlah total mikroorganisme yang terdapat
di dalam tanah digunakan sebagai indeks kesuburan tanah (fertility indeks), tanpa
mempertimbangkan hal-hal lain. Tanah yang subur mengandung sejumlah
mikroorganisme, populasi yang tinggi ini menggambarkan adanya suplai makanan
atau energi yang cukup dengan temperatur yang sesuai, ketersediaan air yang
cukup, kondisi ekologi lain yang mendukung perkembangan mikroorganisme
pada tanah tersebut.
Jumlah mikroorganisme sangat berguna dalam menentukan tempat organisme
dalam hubungannya dengan sistem perakaran, sisa bahan organik dan kedalaman
profil tanah. Data ini juga berguna dalam membandingkan keragaman iklim dan
pengelolaan tanah terhadap aktivitas organisme dalam tanah (Anas 1989).
2.2.2 Jumlah Fungi Tanah
Fungi (jamur) dibedakan menjaid yang bersifat parasitik, saprofitik dan
simbiotik. Fungi parasitik adalah yang menyebabkan penyakit tanaman seperti
bercak akar kapas (cotton root rot). Fungi saprofitik mendapatkan makanan dari
dekomposisi bahan organik. Fungi simbiotik hidup pada akar-akar tanaman
dimana tanaman maupun fungi saling beruntung misal mikorhiza. Fungi simbiotik
membantu akar tanaman meningkatkan penyerapan unsur hara dengan
meningkatkan luas permukaan akar yang efektif menyerap unsur hara. Fungi
penting dalam tanah terutama dalam penghancuran selulosa dan lignin di samping
aktif juga dalam penghancuran bahan mudah hancur seperti gula, pati dan protein
(Hardjowigeno 2003).
2.2.3 Jumlah Bakteri Pelarut Fosfat (P)
Bakteri pelarut P pada umumnya dalam tanah ditemukan di sekitar perakaran
yang jumlahnya berkisar 103−106 sel/g tanah. Bakteri ini dapat menghasilkan
enzim Fosfatase maupun asam-asam organik yang dapat melarutkan fosfat tanah
8
maupun sumber fosfat yang diberikan (Santosa et al. 1999 dalam Mardiana 2006).
Fungsi bakteri tanah yaitu turut serta dalam semua perubahan bahan organik,
memegang monopoli dalam reaksi enzimatik yaitu nitrifikasi dan pelarut fosfat.
Pada umumnya jumlah bakteri terbanyak dijumpai di lapisan atas. Jumlah
yang biasa dijumpai dalam tanah berkisar antara 3−4 milyar tiap gram tanah
kering dan berubah dengan musim (Soepardi 1983).
2.2.4 Total Respirasi Tanah
Respirasi
mikroorganisme
tanah
mencerminkan
tingkat
aktivitas
mikroorganisme tanah. Penetapan respirasi tanah didasarkan pada : (1) Jumlah
CO2 yang dihasilkan, (2) Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroba tanah.
Pengukuran respirasi ini berkorelasi baik dengan peubah kesuburan tanah yang
berkaitan dengan aktivitas mikroba seperti kandungan bahan organik, transformasi
N atau P, hasil antara, pH dan rata-rata jumlah mikroorganisme (Anas 1989).
2.3 Bioekologi Pinus merkusii Jungh
2.3.1 Taksonomi dan Tata Nama
Pinus merupakan famili Pinaceae, sinonimnya P. sumatrana Jungh; P.
finlaysoniana Wallich; P. latteri Mason; P. merkiana Gordon. Nama lokal pinus
yakni tusam (Indonesia); uyam (Aceh); son song bai (Thai); merkus pine
(perdagangan); Mindoro pine (Philipina); tenasserim pine (Inggris)
2.3.2 Penyebaran dan Habitat
Penyebaran pinus di kawasan Asia Tenggara menyebar di Burma, Thailand,
Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia (Sumatera) dan Filipina (Pulau Luzon dan
Mindoro). Tersebar 23ºLU−2ºLS. Satu-satunya pinus yang sebaran alaminya
sampai di Selatan khatulistiwa. Di Jawa dan Sulawesi Selatan diperkirakan
sebagai hasil penanaman. Tumbuh pada ketinggian 30−1.800 mdpl, pada berbagai
tipe tanah dan iklim. Curah hujan tahunan rata-rata 3.800 mm di Filipina. Di
tegakan alam Sumatera (Aceh,Tapanuli dan Kerinci) tidak satupun curah hujan
kurang dari 50 mm, artinya tidak ada bulan kering. Suhu tahunan rata-rata
19−28ºC (Hidayat dan Hansen 2001).
9
2.3.3 Pembungaan dan Pembuahan
Strobili jantan dan betina dapat ditemukan sepanjang tahun. Puncak
pembungaan di Indonesia Maret dan berakhir Juni. Penyerbukan oleh angin,
perkembangan menjadi buah selama 11 15 bulan. Di Indonesia puncak
pembuahan bulan Mei−Juli, bervariasi menurut pohon maupun antar tegakan.
Pohon mulai menghasilkan benih setelah umur 10−15 tahun. Benih disebarkan
angin (Hidayat dan Hansen 2001).
2.3.4 Kegunaan
Kayunya untuk berbagai keperluan, konstruksi ringan, mebel, pulp, korek api
dan sumpit. Pinus juga sering disadap getahnya. Pohon tua dapat menghasilkan
30−60 kg getah, 20−40 kg resin murni dan 7−14 kg terpentin per tahun. Cocok
untuk rehabilitasi lahan kritis, tahan kebakaran dan tanah tidak subur (Hidayat dan
Hansen 2001).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penyiapan dan analisis data sekunder hasil penelitian dari Tim Kementerian
Negara Lingkungan Hidup, dilakukan di Laboratorium Pengaruh Hutan Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor pada bulan Agustus sampai dengan Oktober
2011.
3.2 Bahan Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil analisis sifat kimia dan
biologi tanah yang merupakan hasil penelitian dari Tim Peneliti Kementerian
Negara Lingkungan Hidup, pengambilan sampel dilakukan di hutan hasil
reboisasi pinus di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi
Sumatera Utara pada tanggal 15 sampai dengan 17 Agustus 2010, analisis tanah
dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas pertanian IPB.
3.3 Metode Penelitian
Data sekunder hasil analisis sifat kimia tanah berupa data sifat kimia dan
biologi tanah pada hutan pinus dan lahan terbuka yang diperoleh dari Tim Peneliti
Kementerian Lingkungan Hidup dianalisis secara deskriptif dengan cara
membandingkan nilai pada masing-masing parameter sifat kimia dan biologi
tanah antara kedua lokasi, kemudian dihitung persentase selisih nilai parameter
tersebut untuk mengetahui tingkat ketersediaan hara pada semua parameter sifat
kimia dan biologi tanah di lahan terbuka akibat keterbukaan lahan di hutan
reboisasi pinus tersebut (Sevila et al. 1993).
3.4 Analisis Data
Analisis data penelitian ini menggunakan analisis data secara deskriptif
dengan cara membandingkan data sekunder hasil analisis sifat kimia dan biologi
tanah di lahan terbuka dengan hutan pinus.
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Luas dan Lokasi
Kabupaten Humbang Hasundutan adalah kabupaten yang baru dimekarkan
dari Kabupaten Tapanuli Utara, tanggal 28 Juli 2003 sesuai dengan UU Nomor 9
tahun 2003, yang terletak di tengah Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten
Humbahas dengan luas wilayah 233,533 ha memiliki luas kawasan hutan
95.512,84 ha yang terdiri dari hutan lindung (HL) 29.100 ha, hutan produksi (HP)
41.600 ha, hutan produksi terbatas (HPT) 3.100 ha dan hutan reboisasi (inlijving)
21.712,84 ha. Hutan rakyat pinus menyebar hampir di semua Humbahas dengan
estimasi luas 30.000 ha dan estimasi produksi sekitar 130.000 m3, baik dari hutan
rakyat maupun hutan reboisasi (Dinas Pertambangan dan Kehutanan Humbahas
2007).
Kabupaten Humbahas terdiri dari 10 kecamatan, 1 kelurahan dan 117 desa.
Memiliki jumlah penduduk 155.222 jiwa. Lokasi penelitian berada di Desa
Pasingguran Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera
Utara. Lokasi tersebut merupakan daerah pesisir Danau Toba.
4.2 Keadaan Geografis dan Topografis
Letak geografis kabupaten Humbahas terletak diantara 2º1” 2º28’ Lintang
Utara, 98º10” 98º58’ Bujur Timur, dengan batas kabupaten sebelah Utara adalah
Kabupaten Samosir, sebelah Timur adalah Kabupaten Tapanuli Utara, sebelah
Selatan adalah Kabupaten Tapanuli Tengah dan sebelah Barat adalah Kabupaten
Pakpak Barat. Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan daerah dataran tinggi
yang mempunyai ketinggian bervariasi antara 330−2.075 mdpl, dengan perincian:
(1) Datar = 260,95 km2, (2) Landai = 459,60 km2, (3) Miring = 993,68 km2, (4)
Terjal = 621,10 km2 (Sanudin dan Harianja 2008).
12
Lokasi
penelitian
Gambar 1 Peta Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera
Utara (Sanudin dan Harianja 2008)
13
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Sifat Kimia Tanah
Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu pH tanah, C-Org,
N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas tukar kation dan
kejenuhan basa. Sampel tanah diambil di hutan pinus dan lahan terbuka bekas
tebangan 5 bulan, masing-masing pada kedalaman 0−20 cm dari permukaan tanah.
Pengambilan sampel tanah dilakukan pada bentang lahan dan waktu yang sama
oleh Tim Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada tahun 2010. Hasil analisis
sifat kimia tanah di hutan pinus disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil analisis sifat kimia tanah di hutan pinus
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sifat Kimia
pH
C-Org (%)
N Total (%)
P Bray (ppm)
Ca (me/100g)
Mg (me/100g)
K (me/100g)
Na (me/100g)
KTK (me/100g)
KB (%)
Plot 1
5,00
48,15
0,47
23,80
3,06
6,73
0,36
0,41
34,76
30,40
Hutan Pinus
Plot 2
Plot 3
5,20
5,40
32,54
25,66
0,42
0,43
17,80
27,40
3,63
5,81
6,92
3,46
0,49
0,10
0,30
0,15
39,90
54,20
39,90
54,20
Rata-rata
5,20
35,45
0,44
23,00
4,17
5,70
0,32
0,29
42,95
41,50
Hasil analisis sifat kimia tanah di atas, data tersebut memperlihatkan
parameter sifat kimia tanah di hutan pinus Kecamatan Pollung Kabupaten
Humbang Hasundutan Sumatera Utara memiliki nilai yang bervariasi dari tiga
plot pengamatan. Tabel 1 menunjukkan bahwa tanah di hutan pinus tergolong
masam dengan pH rata-rata dari tiga plot pengamatan sebesar 5,20. Persentase
nilai C-Org sebesar 35,45% dan N total sebesar 0,44%. Hutan pinus memiliki
kandungan P sebesar 23,00 ppm dan jumlah kation basa di antaranya Ca 4,17
me/100g, Mg 5,70 me/100g, K 0,32 me/100g dan Na 0,32 me/100g. KTK dan
kejenuhan basa memiliki kesamaan nilai antara plot 2 dan plot 3 masing-masing
sebesar 39,90% dan 54,20%.
14
Tabel 2 Hasil analisis sifat kimia tanah di lahan terbuka
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sifat Kimia
pH
C-Org (%)
N Total (%)
P Bray (ppm)
Ca (me/100g)
Mg (me/100g)
K (me/100g)
Na (me/100g)
KTK (me/100g)
KB (%)
Plot 1
4,80
18,62
0,28
23,50
2,44
4,67
0,44
0,37
28,60
28,60
Lahan Terbuka
Plot 2
Plot 3
4,50
3,90
20,84
3,19
0,36
0,23
8,60
14,30
1,16
3,24
3,55
1,28
0,36
0,03
0,29
0,12
34,70
44,90
34,70
44,90
Rata-Rata
4,40
14,22
0,29
15,47
2,28
3,17
0,28
0,26
36,07
36,07
Tabel 2 menginformasikan semua parameter kimia tanah di lahan terbuka
lebih rendah dibandingkan di hutan pinus. Nilai pH rata-rata di lahan terbuka
sebesar 4,40. Keterbukaan lahan menyebabkan hilangnya sejumlah bahan organik
tanah, pada plot 3 menunjukkan nilai kandungan C-Org sebesar 3,19% lebih
rendah dibandingkan dengan nilai C-Org di plot lain, sedangkan nilai C-Org ratarata sebesar 14,22%. Nilai K di plot 3 juga memiliki nilai yang lebih rendah
sebesar 0,03 me/100g. Terdapat kesamaan nilai KTK dan KB pada setiap plot.
Secara
deskriptif
dapat
dijelaskan
bahwa
hilangnya
penutupan
lahan
menyebabkan degradasi tanah meningkat di lahan terbuka. Perbandingan nilai
sifat kimia tanah yang bervariasi pada setiap plot di lahan terbuka menunjukkan
keterbukaan lahan sangat berpengaruh terhadap nilai tersebut.
Uraian di atas memberikan informasi bahwa secara deskriptif nilai rata-rata
parameter sifat kimia tanah di lahan terbuka memiliki nilai yang lebih rendah
dibandingkan dengan di hutan pinus. Kegiatan perambahan hutan yang
berlangsung sejak tahun 2010 pada umur tebangan 5 bulan menyebabkan sebagian
besar suplai bahan organik berpindah dan hilang. Keterbukaan lahan akibat
perambahan hutan juga menyebabkan kation basa atau unsur hara essensial seperti
Ca dan Mg hilang tercuci oleh air hujan dan erosi tanah.
15
Tabel 3 Rekapitulasi perbandingan nilai rata-rata sifat kimia tanah di hutan pinus
dan lahan terbuka
No.
Sifat Kimia
Hutan Pinus
(X)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
pH
C-Org (%)
N Total (%)
P Bray (ppm)
Ca (me/100g)
Mg (me/100g)
K (me/100g)
Na (me/100g)
KTK (me/100g)
KB (%)
5,20
35,45
0,44
23,00
4,17
5,70
0,32
0,29
42,95
41,50
Lahan
Terbuka (Y)
4,40
14,22
0,29
15,47
2,28
3,17
0,28
0,26
36,07
36,07
Selisih
Persentase
Perbandingan perbandingan
(Y-X)
(%)
-0,80
15,38
-21,23
59,90
-0,15
34,09
-7,53
32,75
-1,89
45,28
-2,53
44,39
-0,04
12,63
-0,03
9,30
-6,88
16,02
-5,43
13,09
Keterangan: (-) lebih rendah
Hasil selisih antara setiap nilai parameter sifat kimia menunjukkan nilai
perbandingan yang bervariasi seperti yang disajikan pada Tabel 3. Besarnya nilai
perbandingan setiap parameter sifat kimia tanah membuktikan bahwa kegiatan
perambahan hutan yang berlangsung sejak tahun 2010 pada umur tebangan 5
bulan memberikan dampak persentase perbandingan paling tinggi adalah
kandungan C-organik sebesar 59,90%, kemudian Ca 45,28% dan Mg 44,39% dari
jumlah rata-rata nilai kimia tanah di hutan pinus. Persentase perbandingan
terendah adalah jumlah Na sebesar 9,30%, seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2.
Gambar 2 Persentase selisih perbandingan sifat kimia tanah di lahan terbuka
16
5.1.2 Sifat Biologi Tanah
Parameter sifat biologi yang dianalisis di antaranya sebagai berikut: total
mikroorganisme tanah, jumlah fungi tanah, jumlah bakteri pelarut P dan total
respirasi tanah. Hasil analisis sifat biologi tanah dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil analisis sifat biologi tanah di hutan pinus
No.
Sifat Biologi tanah
Plot 1
Hutan Pinus
Plot 2
Plot 3
25,00
23,50
17,50
22,00
Rata-rata
1
Total Mikroorganisme tanah
(x 106 spk/g)
2
Jumlah Fungi Tanah
(x 104 spk/g)
9,50
4,00
3,50
5,67
3
Jumlah Bakteri Pelarut P
(x 103 spk/g)
Total Respirasi Tanah
(mgC-CO2/kg tanah/hari)
7,00
33,00
1,00
13,67
12,90
16,80
10,20
13,30
4
Data hasil analisis sifat biologi tanah seperti yang ditampilkan pada Tabel 8,
memberikan informasi bahwa dari empat parameter sifat biologi tanah tersebut
nilai total mikroorganisme tanah rata-rata sangat dominan sebesar 22,00 x 106
spk/g, kemudian jumlah bakteri pelarut P sangat besar di plot 2 sebesar 33,00 x
103 spk/g dibandingkan dengan plot 3 hanya 1,00 x 103 spk/g. Kondisi hutan yang
masih baik menunjukkan aktivitas mikroorganisme di dalamnya cukup tinggi.
Keterbukaan lahan menyebabkan hilangnya sumber energi dan kondisi
ekologi pada ekosistem tanah terganggu. Secara langsung berdampak pada jumlah
dan aktivitas organisme tanah (Tabel 5).
Tabel 5 Hasil analisis sifat biologi tanah di lahan terbuka
No.
1
2
3
4
Sifat Biologi tanah
Total Mikroorganisme tanah
(x 106 spk/g)
Jumlah Fungi Tanah
(x 104 spk/g)
Jumlah Bakteri Pelarut P
(x 103 spk/g)
Total Respirasi Tanah
(mgC-CO2/kg tanah/hari)
Plot 1
Lahan Terbuka
Plot 2
Plot 3 Rata-Rata
10,00
9,50
2,50
7,33
0,00
0,00
1,00
0,33
6,00
2,00
1,00
3,00
11,70
12,90
7,50
10,70
Lahan terbuka memiliki nilai selisih yang lebih rendah dibandingkan dengan
hutan pinus. Bahkan pada plot 1 dan 2 tidak ditemukan fungi tanah. Pada plot 3
17
memiliki kandungan biologi tanah yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan
plot pengamatan lainnya. Aktivitas mikroorganisme memburuk ditandai dengan
rendahnya nilai total respirasi tanah dibandingkan dengan di hutan pinus. Tabel 5
menunjukkan parameter yang sangat signifikan perbandingannya adalah jumlah
fungi tanah.
Perbandingan nilai biologi tanah antara hutan pinus dengan lahan terbuka
secara deskriptif dapat menggambarkan status biologi tanah pada hutan reboisasi
pinus yang terdegradasi tersebut. Kondisi yang telah disajikan di atas menjelaskan
semua parameter-parameter biologi tanah mengalami perbandingan yang lebih
rendah pada lahan terbuka. Untuk melihat perbandingan selisih pada masingmasing parameter biologi tanah tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil rekapitulasi perbandingan nilai rata-rata sifat biologi tanah di hutan
pinus dan lahan terbuka
No.
sifat biologi tanah
1
Total Mikroorganisme tanah
(x 106 spk/g)
Jumlah Fungi Tanah
(x 104 spk/g)
Jumlah Bakteri Pelarut P
(x 103 spk/g)
Total Respirasi Tanah
(mgC-CO2/kg tanah/hari)
2
3
4
Hutan
Pinus (X)
Lahan
Terbuka (Y)
Selisih
Persentase
perbandingan perbandingan
(Y-X)
(%)
22,00
7,33
-14,67
66,68
5,67
0,33
-5,34
94,18
13,67
3,00
-10,67
78,05
13,30
10,70
-2,60
19,55
Keterangan: (-) lebih rendah
Jika melihat dari hasil rekapitulasi data di atas, dapat disebutkan bahwa
keempat parameter memiliki selisih yang sangat tinggi >50% pada kedua lokasi
kecuali total respirasi tanah sebesar 19,55%. Kegiatan perambahan hutan pada
umur tebangan 5 bulan mengakibatkan 94,18% jumlah fungi tanah hilang dari
tanah. Sedangkan total mikroorganisme tanah sebesar 66,68% dan bakteri pelarut
P sebesar 78,05%. Persentase perbandingan parameter biologi tersebut dapat
diilustrasikan pada Gambar 3.
18
Gambar 3 Persentase selisih nilai biologi tanah di lahan terbuka
Gambar 3 menginformasikan persentase selisih jumlah fungi tanah di lahan
terbuka sangat tinggi dibandingkan dengan parameter lainnya. Sebagian besar
aktivitas mikroba tanah sangat dipengaruhi oleh sifat kimiawi tanah. Keterbukaan
lahan juga berakibat menurunnya kondisi ekologi pada ekosistem tanah sehingga
keseimbangan yang mendukung kehidupan perkembangbiakan biota tanah
terganggu. 5.2 Pembahasan
Kegiatan perambahan hutan di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang
Hasundutan Sumatera Utara yang sedang berlangsung hingga saat ini,
menyebabkan sebagian kawasan hutan reboisasi pinus mengalami keterbukaan
lahan kembali. Hal tersebut dapat mengancam hilangnya fungsi lindung hutan,
apalagi kawasan ini berada di sekitar Danau Toba. Saat ini kondisi lahan terbuka
pada umur tebangan 5 bulan tidak menyisakan vegetasi yang dominan hanya
berupa ilalang dan bekas areal pemanenan hutan.
Keterbukaan lahan mengakibatkan meningkatnya laju aliran permukaan,
erosi tanah dan sedimentasi serta menurunnya tingkat kesuburan dan stabilitas
lahan (Setiadi 2010). Dampak yang paling signifikan yaitu terjadi degradasi tanah
ditandai dengan memburuknya kualitas sifat tanah (fisik, kimia dan biologi)
19
sehingga tidak mampu menghasilkan produk. Kondisi iklim Indonesia dengan
curah hujan dan suhu yang tinggi khususnya Indonesia bagian barat,
menyebabkan tanah-tanah sangat rentan terdegradasi menjadi lahan kritis. Badan
Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara menyebutkan angka curah hujan tahunan
di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 3.322 mm di tahun 2010 bersumber
dari stasiun klimatologi Sampali Medan. Degradasi yang paling penting di iklim
tropis basah adalah erosi tanah, degradasi sifat kimia tanah berupa penurunan
kandungan bahan organik tanah dan pencucian unsur hara (Firmansyah 2003).
Tingkat kecepatan bahaya erosi dan pencucian hara juga dipengaruhi oleh
kondisi topografi di lokasi tersebut. Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang
Hasundutan memiliki kontur yang relatif miring.
5.2.1 Perbandingan sifat kimia tanah
Setelah menganalisis data parameter sifat kimia tanah pada hasil penelitian di
atas dijelaskan bahwa pada keseluruhan parameter kimia tanah mengalami selisih
penurunan nilai rata-rata kimia tanah di lahan terbuka terhadap hutan pinus.
Dampak terjadinya degradasi kimia tanah akibat keterbukaan lahan adalah
penurunan kandungan bahan organik tanah dan pencucian unsur hara. Reaksi
tanah di lahan terbuka menjadi lebih masam ditandai dengan pH 4,40.
Perbandingan yang lebih rendah ini disebabkan oleh keterbukaan lahan yang
menyebabkan terjadinya pencucian kation basa saat hujan.
Foth (1994) menjelaskan akibat meningkatnya perpindahan air melalui tanah
maka kation basa seperti Ca2+, Mg2+, K+ dan Na+ akan hilang dari tanah kemudian
H+ mulai menjenuhi kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa pun menurun.
Selama pencucian terus menerus pH tanah akan menurun berdasarkan reduksi dari
pH bahan organik. Pada kondisi masam, alumunium akan tertarik ke luar struktur
liat dan menduduki muatan-muatan negatif yang kosong. Aluminium dapat
ditukar (Aldd) ini diadsorpsi sangat kuat oleh koloid dan ketika terjadi hidrolisis
Al, hal ini menjadi sumber utama ion-ion H+. Faktor-faktor lain yang kadangkala
mempengaruhi pH tanah terutama di daerah industri gas, antara lain adalah sulfur
jika bereaksi dengan air akan menghasilkan asam sulfur dan asam nitrit yang
secara alamiah merupakan komponen dari air hujan (Hanafiah 2005).
20
Dampak terjadinya degradasi kimia tanah akibat keterbukaan lahan adalah
penurunan kandungan bahan organik tanah dan pencucian unsur hara. Kandungan
C-Organik merupakan penyusun utama bahan organik tanah. Fakta yang menarik
bahwa jumlah bahan organik total sama pada setiap ekosistem tetapi sebagian
besar bahan-bahan organik didalam hutan terdapat di dalam hutan terdapat pada
pohon-pohon yang tegak yaitu jaringan organik tanaman baik berupa daun,
batang/cabang, ranting, buah maupun akar, sementara itu lebih dari 90% bahan
organik terdapat di dalam tanah (Foth 1994). Hal tersebut membuktikan bahwa
tingginya kandungan C-Organik dihutan pinus sebesar 35,45% berasal dari
vegetasi pinus dan biologi tanah didalamnya. Perambahan hutan menjadi faktor
penyebab tingginya selisih perbandingan sebesar 21,23% jumlah kandungan COrganik menjadi 14,22% atau 59,90% lebih rendah dibandingkan hutan pinus.
Foth (1994) menyebutkan jika terjadi penebangan hutan maka bersamaan dengan
itu terjadi pemindahan setengah dari bahan organik tanah. Menurunnya jumlah
bahan organik tanah disebabkan oleh hilangnya penutupan lahan sehingga
pemasok utama bahan organik tanah pun hilang. Keberadaan bahan organik tanah
ini sangat penting dalam penentuan kesuburan suatu tanah.
Pada bahan organik tersimpan unsur-unsur hara seperti N total, hara
essensial, mineral tanah dan sebagainya. Secara biologis merupakan sumber
energi dan karbon bagi organisme hidup dan mikrobia heterotrofik. Berkurangnya
jumlah kandungan N Total seiring dengan berkurangnya bahan organik tanah.
Hardjowigeno (2003) menjelaskan nitrogen dalam tanah berasal dari bahan
organik
tanah dan pengikatan mikroorganisme N di udara. Rendahnya nilai
kandungan N total sangat dipengaruhi oleh pH masam dan jenis bahan organik.
Nilai pH yang semakin masam di lahan terbuka menyebabkan proses dekomposisi
bahan organik sangat lambat juga bahan organik yang berasal dari pinus sulit
dihancurkan sehingga fiksasi N dalam tanah terhambat. Nitrogen dalam tanah
dikenal dengan istilah humus dan dapat berbentuk protein, senyawa amino,
ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Hilangnya N dari tanah juga disebabkan
penggunaan untuk metabolisme tanaman dan mikrobia selain itu juga N dalam
bentuk nitrat sangat mudah tercuci oleh air hujan (Hanafiah 2005). Angka curah
hujan yang tinggi dan tanpa penutupan lahan menyebabkan aliran permukaan
21
meningkat bersama hilangnya kandungan N Total. Oleh karena itu di lahan
terbuka kandungan N hanya sebesar 0.29 % atau 34,09 % lebih rendah dari hutan
pinus.
P-tersedia dalam tanah relatif lebih cepat menjadi tidak tersedia akibat segera
terikat oleh kation tanah (terutama Al dan Fe pada kondisi masam atau dengan Ca
dan Mg pada kondisi netral) selain itu yang menjadi faktor ketidak tersediaan P
dalam tanah akibat menurunnya pH tanah di lahan terbuka menjadi masam atau
dibawah 5,6. P optimum tersedia pada pH berkisar 6,0−7,0 (Foth 1994). Fosfor
dalam tanah tidak dapat segera tersedia, hal ini tergantung pada sifat dan ciri tanah
serta pengelolaan tanah, hal tersebut dikarenakan laju kelarutan fosfor sangat
lambat (Soepardi 1983). Penurunan jumlah kandungan unsur P sebesar 7,53 ppm
(32,75%) juga merupakan dampak dari hilangnya bahan organik tanah. Fosfor
bersumber dari bahan organik, pupuk buatan, dan mineral-mineral tanah, di dalam
tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor organik dan fosfor anorganik. Bentuk
fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas yang lebih kaya akan
bahan organik diduga mengandung kurang lebih 0,21% fosfor (Hakim et al.
1986).
Pembahasan sebelumnya menyebutkan bahwa reaksi tanah pada kedua lokasi
baik hutan pinus maupun lahan terbuka pH tanah tergolong masam. Peningkatan
kemasaman tanah ini diperlihatkan dengan lebih rendahnya pH tanah di lahan
terbuka berdampak pada hilangnya kation-kation basa seperti Ca2+, Mg2+, K+ dan
Na+. Kandungan kalsium (Ca) dihutan pinus 4,17 me/100g sedangkan di lahan
terbuka 2,28 me/100g atau 45,28% lebih rendah. Kalsium tergolong dalam unsurunsur mineral essensial sekunder seperti magnesium dan belerang. Ca2+ dalam
larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat oleh
kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder
dan tercuci (Leiwakabessy 1988). Kalsium dan magnesium memiliki kesamaan
yaitu bervalensi dua dan merupakan kation penyusun kalsit (CaCO3) dan dolomit
(CaMg(CO3)2) yang terkait dengan upaya pengapuran tanah masam (Hanafiah
2005). Menurut Foth (1994) kation dengan valensi lebih besar diabsorbsi lebih
kuat atau lebih efisien daripada kation dengan valensi yang lebih rendah yaitu
22
Ca>Mg>K>Na. Ketersediaan Ca dan Mg terkait dengan kapasitas tukar kation
dan persen kejenuhan kation basa.
Magnesium sangat berperan dalam pembentukan klorofil dan aktivator pada
beberapa sistem enzim. Berdasarkan hasil analisis parameter kimia tanah
kandungan magnesium di hutan pinus relatif tinggi 5,70 me/100g dan 3,17
me/100g di lahan terbuka. Persentase penurunan Ca dan Mg tergolong tinggi
berturut-turut sebesar 45,28% dan 44,39%. Kation basa lainnya yaitu kalium dan
natrium, unsur K merupakan unsur hara makro kedua setelah N yang paling
banyak diserap oleh tanaman. Ketersediaan K dalam tanah dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti tipe koloid tanah, temperatur, kondisi basah-kering pH
tanah dan tingkat pelapukan (Hanafiah 2005). Ion-Ion K dengan valensi satu tidak
terikat secara kuat dibandingkan Ca dan Mg yang bervalensi dua.
Pembukaan hutan dengan curah hujan yang cukup tinggi menyebabkan K
terlarut jika tidak dimanfaatkan oleh tanaman atau mikrobia akan mudah hilang
melalui aliran air tanah atau pencucian air hujan. Pengambilan K oleh tanaman
cenderung mengambil K dalam jumlah yang jauh lebih banyak dari yang
dibutuhkan tetapi tidak menambah produksi. Perbandingan kandungan K dalam
tanah antara hutan pinus dan lahan terbuka relatif stabil dengan perbandingan
selisih 12,63% sebesar 0,04 me/100g.
Jumlah kandungan natrium memiliki persentase selisih terkecil 9,30%
sebesar 0,03 me/100g dibandingkan parameter kimia lainnya. Ketersediaan unsur
natrium ini relatif stabil terhadap keterbukaan lahan, menunjukkan bahwa unsur
natrium termasuk sebagai hara non essensial sangat sedikit kebutuhannya untuk
tanaman. Walaupun kebutuhannya kecil tetapi harus tetap tersedia dalam tanah,
tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih.
Uraian di atas menjelaskan kation atau unsur-unsur hara tersebut terlarut
dalam air tanah atau di jerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam
miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah per satuan berat tanah (biasanya per
100 g) dinamakan kapasitas tukar kation (KTK) (Hardjowigeno 2003). Persentase
selisih perubahan KTK tanah 16,02% atau sebesar 6,88 me/100g lebih rendah
dibandingkan di hutan pinus. Besarnya nilai pH, kandungan C-Organik dan kation
basa (Ca2+, Mg2+, K+ dan Na+) sangat erat kaitannya dengan KTK tanah. KTK
23
tanah di hutan pinus sebesar 42,95 me/100g sedangkan di lahan terbuka sebesar
36,07 me/100g. Sebagian besar tanah, bahan organik merupakan komponen
dengan kapasitas tukar kation paling besar. Perubahan pH tanah juga
menentukkan besarnya nilai KTK tanah. KTK merupakan sifat kimia tanah yang
sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah yakni sebanding dalam
kemampuan menjerap dan menyediakan unsur hara tanaman (Hardjowigeno
2003).
Nilai KTK efektif sering disebut sebagai kejenuhan basa (% KB). Besarnya
jumlah kation basa di atas, kation-kation basa umumnya merupakan unsur hara
essensial bagi tanaman dan sangat mudah tercuci oleh air hujan. Penyebab
menurunnya nilai perbandingan kejenuhan basa pada lahan terbuka adalah
disebabkan oleh faktor pencucian hara akibat air hujan dan pembukaan lahan.
Tanah-tanah dengan KB rendah berarti kompleks jerapan lebih banyak diisi oleh
kation asam yaitu Al3+ dan H+ . ditandai dengan pH tanah menjadi lebih masam
seperti pada penelitian ini. Persentase selisih perubahan KB tanah sebesar
13,09%.
Perambahan hutan menyebabkan sebagian besar suplai bahan organik
berpindah dan menurun. Keterbukaan lahan akibat perambahan yang tidak
terkendali menyebabkan kation basa atau unsur hara essensial seperti Ca dan Mg
hilang tercuci oleh air hujan dan erosi tanah.
Pada umumnya kimia tanah merupakan bagian yang relatif kecil
dibandingkan dengan jumlah unsur total yang ada di dalam tanah, namun kimia
tanah tersedia bagi tanaman dan penting untuk pertumbuhan tanaman. Perubahan
baik meningkat atau menurunnya nilai kimia tanah sangat perlu diperhatikan. Hal
yang perlu diperhatikan terutama kemampuan resiliensi tanah yaitu kemampuan
sistem tanah untuk kembali pada kondisi semula. Upaya resiliensi erat kaitannya
dengan kegiatan rehabilitasi dan evaluasi kesesuaian dan kemampuan lahan untuk
mencapai kesuburan lahan.
5.2.2 Perbandingan sifat biologi tanah
Perbandingan sifat biologi tanah di hutan pinus dan lahan terbuka
menghasilkan kecenderungan yang sama dengan parameter sifat kimia tanah.
Interaksi saling membutuhkan dan ketergantungan menyebabkan ketersediaan
24
parameter biologi tanah seperti total mikroorganisme tanah, jumlah fungi tanah,
jumlah bakteri pelarut P dan total respirasi tanah mengalami selisih yang sangat
besar pada lahan terbuka. Pembukaan lahan menyebabkan hilangnya bahan
organik tanah, menurunnya pH dan KTK tanah maka ketersedian hara atau
makanan pun berkurang dan juga merusak susunan ekologi pada ekosistem tanah.
Hasil analisis sifat biologi tanah, jumlah mikroorganisme tanah memiliki
selisih 14,67 x 106 spk/g atau 66,68% lebih rendah dari hutan pinus. Pada lahan
terbuka, total mikroorganisme tanah adalah sebesar 7,33 x 106 spk/g. Tanah yang
subur mengandung sejumlah mikroorganisme, populasi yang tinggi ini
menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup dengan
temperatur yang sesuai, ketersediaan air yang cukup, kondisi ekologi lain yang
mendukung perkembangan mikroorganisme pada tanah tersebut. Mikrobia ini
sangat berperan dalam mensuplai bahan organik tanah terutama dalam membantu
dekomposisi senyawa organik tanah.
Hal serupa juga dialami pada jumlah fungi dan bakteri pelarut P, perubahan
kondisi keterbukaan lahan menyebabkan ketidaksesuaian ekologi bagi fungi dan
bakteri. Jumlah fungi tanah berubah sangat signifikan bahkan tidak diketemukan
pada beberapa lokasi atau plot penelitian di lahan terbuka. Jumlah fungi tanah di
lahan terbuka hanya sebesar 0,33 x104 spk/g. Persentase selisih perbandingan
jumlah fungi tanah tertinggi dibandingkan parameter biologi lainnya sebesar
94,18% dari jumlah rata-rata di hutan pinus. Fungi simbiotik hidup pada akar-akar
tanaman di mana tanaman maupun fungi saling beruntung. Fungi penting dalam
tanah terutama dalam penghancuran selulosa dan lignin di samping aktif juga
dalam penghancuran bahan yang mudah hancur seperti gula, pati dan protein.
Jenis fungi tanah yang penting dalam tanah yaitu salah satunya mikoriza
(Hardjowigeno 2003).
Sedangkan bakteri pelarut P pada umumnya dalam tanah ditemukan di sekitar
perakaran yang jumlahnya berkisar 103−106 sel/g tanah. Hasil penelitian ini
besarnya jumlah bakteri pelarut P di lahan terbuka berjumlah 3,00 x103 spk/g,
lebih rendah 78,05% dari hutan pinus. Bakteri ini dapat menghasilkan enzim
phosphatase maupun asam-asam organik yang dapat melarutkan fosfat tanah
maupun sumber fosfat yang diberikan (Santosa et al. 1999 dalam Mardiana 2006).
25
Selain berubahnya ekologi tanah baik suhu, iklim dan penutupan lahan, pH tanah
juga sangat mempengaruhi perkembangbiakan bakteri. Hardjowigeno (2003)
menyebutkan bakteri mampu berkembang dengan baik pada pH 5,5 atau lebih,
sedangkan di lahan terbuka sebesar pH 4,4.
Bentuk perubahan pada parameter biologi tanah lainya adalah total respirasi
tanah. Pada hutan pinus total respirasi tanah sebesar 13,30 mgC-CO2/kg tanah/hari
namun pada lahan terbuka memiliki selisih 2,60 mgC-CO2/kg (19,55%) lebih
rendah dibandingkan hutan pinus yakni sebesar 10,70 mgC-CO2/kg. Menurut
Anas (1989) respirasi tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme
tanah. Penetapan respirasi tanah didasarkan pada: (1) Jumlah CO2 yang
dihasilkan, (2) Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroba tanah. Pengukuran
respirasi ini berkorelasi baik dengan peubah kesuburan tanah yang berkaitan
dengan aktivitas mikroba seperti kandungan bahan organik, transformasi N atau P,
pH dan rata-rata jumlah mikroorganisme (Anas 1989).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini menunjukkan semua parameter sifat kimia dan
biologi tanah pada hutan reboisasi pinus di Kecamatan Pollung Kabupaten
Humbang Hasundutan Sumatera Utara memiliki perbandingan yang relatif lebih
rendah di lahan terbuka dibandingkan dengan di hutan pinus. Keterbukaan lahan
menyebabkan penurunan bahan organik tanah dan pencucian hara oleh air hujan.
Hal ini mengakibatkan sebagian besar kation basa yang merupakan unsur hara
essensial bagi tanaman, larut dan hilang akibat tercuci. Kejenuhan basa rendah
maka pH tanah lebih masam di lahan terbuka. Nilai pH erat kaitannya dengan
KTK dan kesuburan tanah, pH masam memiliki kemampuan menyediakan hara
tanah kurang baik.
6.2 Saran
Rehabilitasi lahan sangat perlu dilakukan di lahan terbuka untuk mengurangi
pencucian hara akibat keterbukaan lahan dan upaya peningkatan kandungan hara
dengan pemberian bahan organik tanah (kompos).
DAFTAR PUSTAKA
Anas I. 1989. Petunjuk Laboratorium: Biologi Tanah dalam Praktek. Bogor:
Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Darori. 2006. Potret program gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan
(gagasan, capaian dan kebutuhan reorientasi program). Di dalam: Seminar
Nasional Arah Pembentukan Unit Manajemen, Kelembagaan Kawasan
Kelola dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Program Gerakan
Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan; Yogyakarta, Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada 29−30 Agustus 2006.
Dinas Pertambangan dan Kehutanan Kabupaten Humbahas.
2007. Data
Pembangunan Kehutanan Kabupaten Humbahas Sampai Akhir Tahun 2006.
Dolok Sanggul: Dinas Pertambangan dan Kehutanan Kabupaten Humbahas.
Foth HD. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Erlangga.
Hakim N, Yusuf N, Lubis AM, Sutopo GN, Amin MD, Go BH, Bailley HH.
1986. Dasar- dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung Press.
Hanafiah KA.
Persada.
2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT Raja Grafindo
Hardjowigeno S. 1989. Ilmu Tanah. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.
Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika
Pressindo.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Hidayat J, Hansen CP. 2001. Informasi Singkat Benih Pinus merkusii Jungh.
Bandung: Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan.
Leiwakabessy FM. 1988. Kesuburan Tanah. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Musthofa A. 2007. Perubahan sifat fisik, kimia dan biologi tanah pada hutan alam
yang diubah menjadi lahan pertanian di kawasan Taman Nasional Gunung
Leuser [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Sanudin, Harianja A. 2008. Penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat (kasus di
Kabupaten Humbang Hasundutan dan Samosir). Di dalam: Makalah HasilHasil Penelitian. Medan, 3 Desember 2008.
Setiadi Y. 2010. Teknik Merestorasi Lahan Pasca Tambang. Bogor: Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
28
Sevilla CG, Ochave JA, Punsalan TG, Regala BP, Uriarte GG. 1993. Pengantar
Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis sifat kimia tanah (analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian IPB)
No.
No.
Lapangan
1.H
2.
3.H
4.H
5.
6.
Swanto 1
Swanto 2
Swanto 3
Swanto 4
Swanto 5
Swanto 6
pH 1 : 1
H2O
5,0
4,8
5,2
5,4
4,5
3,9
C-Org
KCl
4,2
4,0
4,2
4,6
4,4
4,0
%
48,15
18,62
32,54
25,66
20,84
3,19
Kation
Asam
me/100 g
%
Ppm
Ca
Mg
K
Na
KTK
%
Al
H
0,47
23,8
3,06
6,73 0,36 0,41
34,76 30,4
Tr
0,74
0,28
23,5
2,44
4,67 0,44 0,37
28,6
28,6
0,16 0,64
0,42
17,8
3,63
6,92 0,49 0,30
39,9
39,9
0,88 0,43
0,43
27,4
5,81
3,46 0,10 0,15
54,2
54,2
1,76 0,26
0,36
8,6
1,16
3,55 0,36 0,29
34,7
34,7
1,12 0,34
0,23
14,3
3,24
1,28 0,03 0,12
44,9
44,9
2,28 0,23
N
Total
P
Bray
Kation Basa (N NH4Oac pH 7)
me/100 g
0,5 N HCl
(ppm)
KB
Fe
-
Cu
-
Tekstur
(%)
Zn
-
Mn
-
Pasir
Debu
Liat
38,1
41,8
20,1
46,9
37,8
15,3
Kedalaman tanah 0–20 cm, No lapangan 1,3 dan 4 adalah hutan pinus, No lapangan 2,5 dan 6 adalah lahan terbuka
30
32
Lampiran 2 Hasil analisis sifat biologi tanah (analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu tanah Fakultas
Pertanian IPB
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
No. Lapangan
Swanto 1
Swanto 2
Swanto 3
Swanto 4
Swanto 5
Swanto 6
Total
Mikroorganisme
Tanah
Jumlah Fungi
Tanah
Jumlah Bakteri
Pelarut P
Total Respirasi
Tanah
x 106 spk/g
x 104 spk/g
x 103 spk/g
25,00
10,00
23,50
9,50
2,50
17,50
9,50
0
4,00
0
1,00
3,50
7,00
6,00
33,00
2,00
1,00
1,00
mgC-CO2/kg
tanah/hari
12,90
11,70
16,80
12,90
7,50
10,20
Keterangan
Hutan
Lahan terbuka
Hutan
Lahan terbuka
Lahan terbuka
Hutan
31
32
Lampiran 3 Rata-rata kelembaban relatif udara, curah hujan,penyinaran matahari,
kecepatan angin dan penguapan menurut stasiun tahun 2010 (Stasiun
Klimatologi Sampali Medan/Sampali Climatology Station, Medan)
Stasiun/Station
1. Sampali
2. Polonia
3. Belawan
4. Tanjung Morawa
5. Kuta Gadung
6. Marihat RS
7. Pinang Sori
8. Gurgur Balige
9. Gabe Hutaraja
10. Binaka Gn.Sitoli
11. Sidamanik
12. Sitinjo
13. Gunung Pamela
14. Aek Torop
15. Tongkoh
Kelembaban Curah Penyinaran
Matahari
Hujan
Udara/Air
Rainfall Sunshine
Humidity
(%)
(mm)
(%)
83
79
81
85
84
85
91
79
-
16 050
1 946
1 681
2 663
3 322
952
2 708
1 490
-
Keterangan/Note : -) Data Tidak Tersedia/Data Not Available
52
46
58
56
58
49
49
61
-
Kecepatan
Penguapan/
Angin/
Evaporation
Wind
(mm/hari)
Velocity
(m/sec)
1,81
3,8
2,80
4,6
1,70
4,1
0,02
3,2
3,20
4,7
0,70
2,4
2,90
3,4
1,18
NR
-
Download