gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan

advertisement
GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN
INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS KECAMATAN
PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh :
Fitri Aryani
109101000089
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013 M / 1434 H
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI MASYARAKAT
Skripsi, Agustus 2013
Fitri Aryani, NIM: 109101000089
GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI
MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS KECAMATAN PESANGGRAHAN
JAKARTA SELATAN TAHUN 2013
xvii + 103 Halaman + 2 Bagan + 3 Tabel + 7 Singkatan + 8 Lampiran
ABSTRAK
Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah
lahir. Pada prinsipnya IMD adalah kontak kulit antara ibu dan bayi setelah lahir
minimal selama satu jam (Roesli, 2012). Berdasarkan penelitian sebelumnya,
diketahui bahwa bidan berperan dominan dalam mendukung keberhasilan
pelaksanaan IMD (Fikawati & Syafiq, 2003). Berdasarkan studi pendahuluan
terhadap dua orang ibu bersalin di PKM Kecamatan Pesanggrahan pada bulan
Februari-Maret 2013, diketahui bahwa tidak ada bayi yang berhasil melakukan IMD.
Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui gambaran perilaku bidan dalam
pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Sumber data diperoleh
dari informan utama (8 bidan penolong persalinan) dan informan pendukung (2 ibu
bersalin). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, studi
dokumen, dan wawancara mendalam. Untuk menjaga keabsahan data, peneliti
melakukan perpanjangan pengamatan, triangulasi sumber dan triangulasi teknik.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bidan sudah memfasilitasi bayi
untuk melakukan IMD. Namun, saat pelaksanaan IMD, bidan masih mengarahkan
mulut bayi ke dekat puting susu ibunya, mengangkat bayi dari dada ibunya saat akan
menjahit perineum ibu, serta tidak memberikan kesempatan kembali kepada bayi
untuk melanjutkan kontak kulit dengan ibunya setelah bayi ditimbang, diukur, dan
dicap padahal bayi belum berhasil menemukan puting susu ibunya.
Berdasarkan hasil analisis perilaku dapat disimpulkan bahwa bidan belum
mengetahui lima tahapan perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Hal tersebut
menyebabkan bidan melakukan tindakan yang kurang tepat dalam pelaksanaan IMD.
Oleh sebab itu peneliti menyarankan agar Dinas Kesehatan Jakarta Selatan sebagai
pihak pelaksana pelatihan konselor ASI menekankan pada pemberian materi IMD
khususnya mengenai perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Selain itu, diharapkan
koordinator program gizi di PKM Kecamatan Pesanggrahan untuk memonitor
ketepatan pelaksanaan IMD.
Daftar bacaan : 36 (1974-2012)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH
DEPARTMENT STUDY OF PUBLIC HEALTH
INTERESTED STUDY OF NUTRITION COMMUNITY
Undergraduated, August 2013
Fitri Aryani, NIM: 109101000089
DESCRIPTION OF MIDWIFE BEHAVIOR IN THE IMPLEMENTATION
OF THE EARLY INITIATION OF BRESTFEEDING (EIB) IN
PESANGGRAHAN DISTRIC COMMUNITY HEALTH CENTRE IN SOUTH
JAKARTA 2013
xvii + 103 pages + 2 diagram + 3 tables + 7 abbreviation + 8 attachments
ABSTRACT
Early initiation of breastfeeding (EIB) is the babies start to suckle by
themselves after birth. In principle, the EBI is skin contact between mother and baby
after birth for at least an hour (Roesli, 2012). Based on previous research, it’s known
that the midwives have dominant role in supporting the successful of EBI
implementation (Fikawati & Syafiq, 2003).
Based on introduction research that is two patient where utter in
Pesanggrahan Distric Community Health Centre in February-March 2013, it’s
revealed that babies did not yet to EBI. Therefore, researcher want to know
description of midwife behavior in the implementation of the early initiation of
brestfeeding (EIB) in Pesanggrahan Distric Community Health Centre In South
Jakarta 2013
This research is qualitative research. Sources of data obtained from key
informants (8 birth attendant midwives) and the informant supporters (2 maternal).
Data collection techniques used were observation, document study, and in-depth
interviews. To maintain the validity of the data, the researcher used observation in
two month and triangulation of sources and techniques.
Based on the survey results, it’s revealed that midwives had facilitated baby to
EBI. However, while EBI implementation, midwives directed baby's mouth to the
nipple, midwives lifted the babies from their mother's breast when they would sew
perineum, and also midwives did not give the babiesthe chance to do skin contact
with their mother after the babies were weighed, measured, and stamped while the
babies were not able yet to find the nipple.
Based on the analysis of the behavior it can be concluded that the midwives
did not know the five stages of behavior when babies started suckle by themselves
after birth. This causes a lack appropriate performance of midvives in the EBI
implementation. Therefore, researcher suggested that the South Jakarta Health
iii
Agency as the implementing agency breastfeeding counselor training emphasized
providing EBI in particular concerning the behavior of the material during feeding
baby first. In addition, it’s expected for nutrition program coordinator in
pesanggrahan distric community health centre to monitor the accuracy of EBI
implementation.
List Literature: 36 (1974-2012)
iv
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama Lengkap
: Fitri Aryani
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 19 Desember 1991
Alamat
: Perum Bukit Kemiling Permai Blok U No. 119
Kelurahan Kemiling Permai, Kecamatan Kemiling,
Kota Bandar Lampung 35153
Jenis Kelamin
: Perempuan
Kewarganegaraan
: Indonesia
Agama
: Islam
Email
: [email protected]
Telepon
: 085285578871
Riwayat Pendidikan
:
1995 – 1997
TK Muslim Jakarta
1997 – 2003
SDN 01 Pasar Baru Pesawaran Lampung
2003 – 2006
MTs Diniyyah Puteri Lampung
2006 – 2009
MA Diniyyah Puteri Lampung
2009 – sekarang
Peminatan Gizi – Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim
Segala puji hanya milik Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya yang tak
terbilang hingga tiada pilihan selain bersyukur. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Agung pilihan-Nya Muhammad SAW beserta
seluruh keluarga dan para sahabat yang tampak indah dengan gaun takwa. Semoga
kita termasuk ummat yang akan mendapatkan syafaatnya di akhirat kelak. Aamiin.
Skripsi ini penulis buat untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
sarjana kesehatan masyarakat (SKM). Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Kedua orang tua penulis, mamah dan ayah tercinta (Hj. Alimatus Zahro dan H.
Maimun Karim) beserta kakak-kakak dan adikku tersayang (Nurlaili hasanah,
S.Psi, Desi Amalia, SHI, dan M. Syukron) atas doa, kasih sayang dan kehangatan
dalam keluarga yang tak pernah berakhir, selalu menguatkan ananda dalam
sujud-sujud panjang menelusuri jejak surga yang dirindukan. Semoga Allah
selalu menyayangi dan mengampuni dosa kita. Aamiin.
2.
Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh kepada penulis
untuk melanjutkan kuliah.
4.
Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku kepala program studi kesehatan masyarakat
sekaligus dosen pembimbing 1 atas kesabarannya dalam membimbing penulis
selama ini bagaikan pancaran cahaya yang setia menemani.
5.
Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku dosen pembimbing 2 atas bimbingan dan
dukungan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.
viii
6.
Bapak Drs. M. Farid Hamzens, M.SI, Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, dan Ibu
Reti Riseti, M.Si selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam
penyempurnaan skripsi ini.
7.
Pihak PKM Kec. Pesanggrahan yang telah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian.
8.
Teman-teman Kesmas angkatan 2009 khususnya gidzaholic yang saling
menyemangati dan berbagi keceriaan.
9.
Teman-teman seperjuangan Kiki Chairani, SKM, Nur Syamsiah, SKM, dan
Desly Ahdikanta, SKM yang selalu melangkah bersama menyelesaikan tugas
akhir ini.
10. Kak Dewi Aminah, S.Psi dan Wahyu Pramana terimakasih telah mendengarkan
dan berbagi paham-paham baik akan arti kehidupan.
Dari lubuk hati terdalam, penulis memanjatkan doa agar semua kebaikan juga
mendapat balasan pahala dari Allah swt. Akhirnya, penulis menyadari bahwa
penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga sangat diharapkan saran
dan masukannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, Agustus 2013
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Cover
Lembar pernyataan ........................................................................................ i
Abstrak ............................................................................................................
ii
Abstract ...........................................................................................................
iii
Lembar persetujuan ....................................................................................... v
Lembar pengesahan .......................................................................................
vi
Riwayat hidup .................................................................................................
vii
Kata pengantar ...............................................................................................
viii
Daftar isi .......................................................................................................... x
Daftar bagan ...................................................................................................
xiv
Daftar tabel .....................................................................................................
xv
Daftar singkatan .............................................................................................
xvi
Daftar lampiran .............................................................................................. xvii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang .....................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ................................................................................
6
C. Pertanyaan Penelitian ...........................................................................
6
D. Tujuan Penelitian .................................................................................. 7
E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 7
F. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................
x
8
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
1. Pengertian IMD ..............................................................................
9
2. Manfaat IMD .................................................................................. 10
3. Langkah-Langkah IMD .................................................................. 11
4. Tatalaksana IMD Pada Kelahiran Normal .....................................
15
5. Perilaku Bayi Saat IMD .................................................................
16
6. Anggapan Yang Salah Tentang IMD .............................................
17
7. Definisi Rawat Gabung ..................................................................
20
8. Manfaat Rawat Gabung .................................................................. 21
B. Perilaku
1. Pengertian Perilaku ........................................................................
22
2. Determinan Perilaku ....................................................................... 22
3. Domain Perilaku ............................................................................. 24
4. Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD ....................................... 24
C. Bidan
1. Pengertian Bidan ............................................................................
26
2. Wewenang Bidan ...........................................................................
26
D. Kerangka Teori ..................................................................................... 28
BAB III Kerangka Berfikir Dan Definisi Istilah
A. Kerangka Berfikir ................................................................................. 30
xi
B. Definisi Istilah ......................................................................................
32
BAB IV Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian .....................................................................................
33
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ............................................................... 34
C. Informan Penelitian ..............................................................................
34
D. Instrumen Penelitian ............................................................................. 35
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................
35
F. Analisis Data ........................................................................................
39
G. Keabsahan Data .................................................................................... 43
BAB V Hasil Penelitian
A. Gambaran Umum PKM Kec. Pesanggrahan
1. Profil PKM Kec. Pesanggrahan .....................................................
46
2. Visi Dan Misi PKM Kec. Pesanggrahan ........................................
46
3. Fasilitas PKM Kec. Pesanggrahan .................................................
47
B. Karakteristik Informan
1. Informan Utama .............................................................................
48
2. Informan Pendukung ......................................................................
51
C. Gambaran Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD ...........................
53
1. Langkah Pertama ............................................................................ 54
2. Langkah Kedua ..............................................................................
58
3. Langkah Ketiga ..............................................................................
64
xii
BAB VI Pembahasan
A. Keterbatasan Penelitian ........................................................................
71
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Gambaran Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD .....................
71
2. Perilaku Bidan Dalam Langkah Pertama Pelaksanaan IMD .......... 80
3. Perilaku Bidan Dalam Langkah Kedua Pelaksanaan IMD ............
85
4. Perilaku Bidan Dalam Langkah Ketiga Pelaksanaan IMD ............
94
BAB VII Simpulan Dan Saran
A. Simpulan ............................................................................................... 102
B. Saran ..................................................................................................... 103
Daftar Pustaka
Lampiran
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan
Halaman
2.1
Kerangka Teori
29
3.1
Kerangka Pikir
31
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
3.1
Definisi Istilah
32
5.1
Karakteristik Informan Utama
51
5.2
Karakteristik Informan Pendukung
52
xv
DAFTAR SINGKATAN
AIMI : Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia
AKB : Angka Kematian Bayi
APN
: Asuhan Persalinan Normal
ASI
: Air Susu Ibu
IMD
: Inisiasi Menyusu Dini
MDGs : Mellineum Development Goals
PKM : Puskesmas
RB
: Rumah Bersalin
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat izin penelitian skripsi
Lampiran 2 Surat keterangan melakukan penelitian di PKM Kec. Pesanggrahan
Lampiran 3 Panduan observasi langkah-langkah pelaksanaan IMD
Lampiran 4 Pedoman wawancara dengan bidan penolong persalinan
Lampiran 5 Pedoman wawancara dengan ibu bersalin
Lampiran 6a Hasil observasi langkah pertama pelaksanaan IMD
Lampiran 6b Hasil observasi langkah kedua pelaksanaan IMD
Lampiran 6c Hasil observasi langkah ketiga pelaksanaan IMD
Lampiran 6d Hasil observasi langkah ketiga pelaksanaan IMD
Lampiran 7 Matriks wawancara dengan bidan penolong persalinan
Lampiran 8 Matriks wawancara dengan ibu bersalin
Lampiran 9 Hasil studi dokumen data persalinan
Lampiran 10 Gambar ruang bersalin dan ruang rawat gabung
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu tanda
peningkatan derajat kesehatan. Di Indonesia, AKB memang telah mengalami
penurunan dari 34 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2007 menjadi 31 per
1.000 kelahiran hidup di tahun 2010 dan 30 per 1.000 kelahiran hidup di
tahun 2011. Sementara target yang harus dicapai sesuai kesepakatan
Mellinium Development Goals (MDGS) tahun 2015, AKB menjadi 19 per
1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2012). Salah satu
upaya yang
dilakukan untuk mempercepat penurunan AKB adalah melalui pemberian air
susu ibu. Sedangkan salah satu faktor yang mempengaruhi keberlangsungan
pemberian ASI adalah inisiasi menyusu dini (Legawati, dkk, 2011).
Inisiasi menyusu dini (IMD) merupakan program yang dikeluarkan
oleh WHO dan UNICEF pada tahun 2007, dimana pada prinsipnya bukan ibu
yang menyusui bayi, tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting
susu ibu serta melakukan kontak kulit ibu dengan kulit bayi segera setelah
lahir selama paling sedikit satu jam (Depkes, 2007). Dalam program tersebut,
1
2
dinyatakan agar semua sarana pelayanan kesehatan menerapkan 10 langkah
menuju keberhasilan menyusui (LMKM) atau ten step to successful
breastfeeding. Salah satu isinya menganjurkan seluruh petugas kesehatan
untuk membantu para ibu dalam pelaksanaan IMD setelah melahirkan
(Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010).
IMD adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Jadi,
sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain mempunyai
kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan dibiarkan kontak kulit dengan
kulit ibunya, setidaknya selama satu jam setelah lahir. Jika dituntun dengan
cara yang benar, maka dalam satu jam pertama kehidupan bayi, dia dapat
mencari sendiri cara untuk menyusu kepada ibunya (Roesli, 2012). IMD tetap
dapat dilakukan meskipun bayi dipisahkan dari ibunya untuk keperluan
penimbangan ataupun bayi yang lahir dengan cara sesar, vakum, episiotomi.
Hanya peluang untuk menemukan sendiri puting ibu akan berkurang sampai
50% (Wulandari, 2009).
IMD merupakan langkah awal menuju keberhasilan menyusui
(Wulandari, 2009). Bayi yang begitu lahir difasilitasi untuk melakukan IMD
pada waktu 50 menit akan mampu menyusu lebih baik, sedangkan bayi yang
tidak difasilitasi untuk melakukan IMD pada waktu yang sama sebanyak 50%
tidak dapat menyusu dengan baik (Mashudi, 2011). Selain itu, IMD juga dapat
memberikan kontribusi sebesar 49% untuk praktik menyusui dalam satu bulan
pertama kehidupan bayi (Legawati dkk, 2011).
3
Berdasarkan penelitian Mashudi (2011), IMD merupakan salah satu
upaya untuk mencapai keberhasilan ASI eksklusif. Bayi yang begitu lahir
difasilitasi untuk melakukan IMD sebanyak 59% berhasil mencapai ASI
eksklusif selama enam bulan. Selin itu, berdasarkan penelitian Fikawati &
Syafiq (2003) bahwa IMD akan 2-8 kali memungkinkan pemberian ASI
eksklusif selama empat bulan. Di samping itu, IMD juga akan 1,8-5,3 kali
memungkinkan untuk tidak memberikan makanan atau minuman prelakteal
kepada bayi sehingga dapat mencapai keberhasilan ASI Eksklusif.
Kontak kulit ibu dan bayi dalam proses IMD akan meningkatkan kadar
hormon prolaktin untuk memproduksi ASI dan merangsang hormon oksitosin
untuk mengeluarkan kolostrum. Melalui IMD, bayi akan mendapatkan
kolostrum dan akan memperoleh ASI secara eksklusif (Wulandari, 2009).
Kolostrum merupakan cairan kental berwarna kekuning-kuningan
yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara pada hari pertama sampai
hari ketiga atau keempat. Kolostrum mengandung antibodi yang dapat
memberikan perlindungan bagi bayi sampai umur 6 bulan (Soetjiningsih,
1997). Sedangkan pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian hanya
ASI tanpa memberikan cairan atau makanan padat lainnya kecuali vitamin,
mineral atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 6 bulan (WHO,
1998).
Berdasarkan penelitian Tjandrarini dkk (2000) dalam Raya (2008)
mengatakan bahwa faktor yang paling berperan dalam pemberian kolostrum
4
dalam satu jam setelah melahirkan adalah penolong persalinan. Bidan sebagai
tenaga penolong persalinan berperan penting dalam memberikan dukungan
pada ibu hamil untuk melaksanakan IMD. Salah satu faktor yang
menyebabkan
bidan
memberikan dukungan
pada
ibu
hamil
untuk
melaksanakan IMD adalah pengetahuan tentang IMD dan ASI yang dimiliki
oleh bidan.
Penolong persalinan merupakan kunci utama keberhasilan IMD karena
dalam 30 menit pertama setelah bayi lahir umumnya peran penolong
persalinan masih sangat dominan. Apabila ibu difasilitasi oleh penolong
persalinan untuk segera memeluk bayinya diharapkan interaksi ibu dan bayi
akan segera terjadi. Dengan IMD, ibu semakin percaya diri untuk tetap
memberikan ASI nya sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan
makanan atau minuman apapun kepada bayi karena bayi bisa nyaman
menempel pada payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera setelah
lahir (Fikawati & Syafiq, 2003) .
Apabila penolong persalinan terlambat memfasilitasi IMD lebih dari
20-30 menit, maka kadar hormon prolaktin dalam darah ibu akan menurun
dan sulit untuk menstabilkannya kembali. Hal tersebut menyebabkan produksi
ASI kurang lancar dan baru akan keluar setelah 3 hari atau lebih. Keadaan ini
membuat bayi menjadi rewel karena kehauasan, sehingga penolong persalinan
akan memberikan makanan atau minuman prelakteal yang meneyebabkan
kegagalan ASI eksklusif (Fikawati & Syafiq, 2003) .
5
Penelitian Niswah dan Noveri (2010) di Semarang menyatakan bahwa
bidan dengan tingkat pengetahuan baik dan memiliki sikap positif yang
mendukung program IMD cenderung akan memfasilitasi IMD dengan baik.
Sedangkan penelitian Legawati, dkk (2011) di Palangka Raya menyatakan
bahwa bidan masih memiliki pemahaman yang berbeda mengenai
pelaksanaan IMD karena program ini masih dianggap baru, sehingga
menimbulkan keraguan dan kesulitan untuk menerapkannya. Selain itu,
ketidaksabaran bidan dalam memfasilitasi IMD karena alasan keterbatasan
waktu padahal masih banyak tugas yang harus diselesaikan menjadi penyebab
kegagalan pelaksanaan IMD.
Target pencapaian ASI eksklusif di Indonesia sebesar 80%, namun
angka pemberian ASI segera di Indonesia masih rendah. Berdasarkan Laporan
Riskesdas (2010), IMD di Indonesia sebesar 29,3%. Sedangkan DKI Jakarta
memiliki persentase IMD sebesar 33,1%. Meskipun DKI Jakarta memiliki
persentase IMD lebih tinggi dari rata-rata nasional, namun persentase tersebut
menunjukkan bahwa DKI Jakarta belum mencapai target ASI Eksklusif.
Cakupan ASI eksklusif di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta
Selatan tahun 2012 sebesar 51,2% (Anggraeni, 2012). Sedangkan salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai target ASI eksklusif adalah
melalui IMD.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui observasi persalinan,
bahwa dari dua orang ibu yang melahirkan secara normal di RB PKM
Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan bulan Februari sampai Maret 2013
tidak ada satupun bayi yang berhasil melakukan IMD. Hal ini terjadi karena
bidan belum
melakukan tindakan
IMD dengan tepat sesuai pedoman
langkah-langkah IMD dalam asuhan bayi baru lahir.
Tindakan bidan yang kurang tepat dalam pelaksanaan IMD yaitu bidan
tidak segera meletakkan bayi tengkurap di dada ibu setelah tali pusat
dipotong. Selain itu, bidan juga tidak memberi kesempatan pada bayi untuk
melakukan kontak kulit antara ibu dan bayi minimal selama satu jam.
Ketidaktepatan tindakan bidan tersebut menyebabkan tidak ada kesempatan
bagi bayi untuk mencari dan menemukan puting susu ibu untuk mulai
menyusu. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti perilaku bidan dalam
pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan
tahun 2013.
C. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013?
7
D. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013.
2.
Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran perilaku bidan dalam langkah pertama
pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta
Selatan tahun 2013.
b. Diketahuinya gambaran perilaku bidan dalam langkah kedua
pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta
Selatan tahun 2013.
c. Diketahuinya gambaran perilaku bidan dalam langkah ketiga
pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta
Selatan tahun 2013.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
a. Menambah wawasan peneliti mengenai inisiasi menyusu dini.
b. Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan.
c. Memiliki pengalaman dalam melakukan penelitian terkait dengan gizi
kesehatan masyarakat.
2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Menjadi referensi tambahan bagi penelitian serupa.
8
3. Bagi Puskesmas
Memberikan masukan kepada pihak puskesmas untuk meningkatkan
kualitas bidan penolong persalinan dalam pelaksanaan IMD.
4. Bagi Kementerian Kesehatan
Mensosialisasikan program IMD secara rutin dan berkesinambungan di
seluruh Indonesia.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan oleh Mahasiswa Peminatan Gizi Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan
April sampai Agustus 2013 tentang gambaran perilaku bidan dalam
pelaksanaan inisasi menyusu dini di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Jakarta Selatan tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini menggunakan perpanjangan pengamatan serta triangulasi
sumber dan teknik untuk menjaga validitas data penelitian.
Perpanjangan pengamatan
yaitu melakukan observasi terus-menerus
terhadap pelaksanaan IMD dalam jangka waktu dua bulan. Selanjutnya,
triangulasi sumber yang digunakan adalah wawancara mendalam terhadap
bidan penolong persalinan dan ibu bersalin di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan. Kemudian, triangulasi teknik yang digunakan adalah observasi
dan wawancara mendalam tentang pelaksanaan IMD kepada bidan penolong
persalinan serta studi dokumen data persalinan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
1. Pengertian IMD
Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah bayi mulai menyusu sendiri segera
setelah lahir. Jadi, sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain
mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan dibiarkan
kontak kulit bayi dengan kulit ibunya, setidaknya selama satu jam segera
setelah lahir. Cara bayi melakukan IMD ini dinamakan the breast crawl
atau merangkak mencari payudara (Roesli, 2012).
Ada beberapa intervensi yang dapat mengganggu kemampuan alami
bayi untuk mencari dan menemukan sendiri payudara ibunya. Di
antaranya obat kimiawi yang diberikan saat ibu melahirkan bisa sampai ke
janin melalui ari-ari dan mungkin menyebabkan bayi sulit menyusu pada
payudara ibu. Selanjutnya, kelahiran dengan obat-obatan atau tindakan,
seperti operasi caesar, vakum atau forcep, bahkan perasaan sakit di daerah
kulit yang digunting saat episiotomi dapat pula mengganggu kemampuan
alamiah ini (Roesli, 2012).
9
10
2. Manfaat IMD
Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), pelaksanaan IMD dapat
memberikan manfaat bagi ibu dan bayi.
a. Manfaat IMD bagi ibu
IMD akan merangsang produksi hormon prolaktin dan oksitosin
pada ibu. Fungsi hormon prolaktin adalah:
1) Meningkatkan produksi ASI. Setelah melahirkan, kadar hormon
progesteron menyusut drastis, memberi kesempatan prolaktin
untuk bereaksi selama masa laktogenesis.
2) Membantu ibu mengatasi stres terhadap berbagai rasa kurang
nyaman.
3) Memberi efek relaksasi pada ibu setelah bayi selesai menyusu.
4) Menunda ovulasi.
Selanjutnya fungsi hormon oksitosin adalah:
1) Stimulasi kontraksi uterus dan menurunkan risiko perdarahan
pascapersalinan.
2) Merangsang pengeluaran kolostrum dan meningkatkan produksi
ASI. Saat bayi mengisap puting susu ibu, serangkaian impuls akan
menuju medulla spinalis, lalu ke otak, dan menyusup ke dalam
kelenjar hipofisis, memicu sekresi oksitosin pada bagian posterior
11
hipofisis. Keberadaan oksitosin menyebabkan kontraksi sel-sel
epitel otot polos yang membungkus alveolus sehingga air susu
yang terkandung di dalamnya tersembur ke setiap duktus dan
sinus.
3) Ibu menjadi lebih tenang, fasilitasi kelahiran plasenta dan
pengalihan rasa nyeri dari berbagai prosedur pascapersalinan
lainnya.
b. Manfaat IMD bagi bayi
1) Makanan dengan kualitas dan kuantitas optimal. Mendapat
kolostrum segera, disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
2) Segera memberikan kekebalan pasif pada bayi. Kolostrum adalah
imunisasi pertama bagi bayi.
3) Meningkatkan kecerdasan.
4) Membantu bayi mengkoordinasikan kemampuan hisap, telan dan
napas.
5) Meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi.
6) Mencegah terjadinya gangguan napas pada bayi.
3. Langkah-Langkah IMD
Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), terdapat tiga langkah IMD
dalam asuhan bayi baru lahir, yaitu:
a. Langkah 1
1)
Saat bayi lahir, catat waktu kelahiran.
12
2) Kemudian letakkan bayi di perut bawah ibu.
3) Nilai bayi apakah diperlukan resusitasi atau tidak (2 detik).
4) Bila tidak perlu resusitasi, keringkan tubuh bayi mulai dari muka,
kepala
dan
bagian
tubuh
lainnya
dengan
halus
tanpa
membersihkan verniks. Verniks akan membantu menghangatkan
tubuh bayi. Setelah kering, selimuti bayi dengan kain kering untuk
menunggu 2 menit sebelum tali pusat di klem.
5) Hindari mengeringkan tangan bayi. Bau cairan amnion pada
tangan bayi juga membantunya mencari putting ibunya yang
berbau sama.
6) Lendir cukup dilap dengan kain bersih. Pengisapan lendir di dalam
mulut atau hidung bayi dapat merusak selaput lendir dan
meningkatkan resiko infeksi pernapasan.
7) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi
dalam uterus (hamil tunggal) kemudian suntikkan Intramuskular
10 UI oksitosin pada ibu. Jaga bayi tetap hangat.
b. Langkah 2
1)
Setelah tali pusat dipotong dan diikat, letakkan bayi tengkurap di
dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada
ibu. Kepala bayi harus berada di antara payudara ibu, tetapi lebih
rendah dari puting.
13
2) Kemudian selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang
topi di kepala bayi.
3) Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu
paling sedikit satu jam. Mintalah ibu untuk memeluk dan
membelai bayinya. Bila perlu letakkan bantal di bawah kepala ibu
untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan bayi. Sebagian
besar bayi akan berhasil melakukan IMD dalam waktu 30-60
menit.
4) Hindari menyeka atau membasuh payudara ibu sebelum bayi
menyusu.
5) Selama kontak kulit ke kulit tersebut, lanjutkan dengan langkah
manajeman aktif kala 3 persalinan.
c. Langkah 3
1) Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu.
2) Anjurkan ibu dan orang lainnya untuk tidak menginterupsi upaya
bayi untuk menyusu misalnya, memindahkan bayi dari satu
payudara ke payudara lainnya. Menyusu pertama biasanya
berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu
payudara.
3) Menunda semua asuhan BBL lahir normal lainnya hingga bayi
selesai menyusu. Tunda memandikan bayi 6-24 jam setelah bayi
lahir untuk mencegah terjadinya hipotermia.
14
4) Usahakan tetap menempatkan ibu dan bayi di ruang bersalin
hingga bayi selesai menyusu.
5) Segera setelah BBL selesai menghisap, bayi akan berhenti
menelan dan melepaskan puting. Bayi dan ibu akan merasa
mengantuk. Bayi kemudian diselimuti dengan kain bersih, lalu
lakukan penimbangan dan pengukuran bayi, mengoleskan salep
antibiotika pada mata bayi dan memberikan suntikan vitamin K1.
Jika bayi belum melakukan IMD dalam waktu 1 jam, posisikan
bayi lebih dekat dengan putting ibu dan biarkan kontak kulit
dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya. Jika bayi masih
belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan ibu ke
ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan
BBL dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.
6) Kenakan pakaian pada bayi atau tetap selimuti untuk menjaga
kehangatannya. Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama
beberapa hari pertama. Bila suatu saat kaki bayi terasa dingin saat
disentuh, buka pakaiannya kemudian telungkupkan kembali di
dada ibu sampai bayi hangat kembali.
7) Satu jam kemudian berikan bayi suntikan Hepatitis B pertama.
8) Lalu tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Letakkan
kembali bayi dekat ibu sehingga mudah terjangkau dan bayi bisa
menyusu sesering keinginannya.
15
4. Tata laksana IMD pada kelahiran normal
Menurut Roesli (2012), terdapat 10 poin tatalaksana IMD pada
kelahiran normal.
a. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan.
b. Disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi
saat persalinan. Dapat diganti dengan cara non-kimiawi, misalnya
dengan cara pijat, aromaterapi, atau geraka-gerakan ringan.
c. Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan misalnya
melahirkan normal; di dalam air, atau dengan cara jongkok.
d. Seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya, kecuali kedua
tangannya. Lemak putih (vernix caseosa) yang akan membuat kulit
bayi terasa nyaman.
e. Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat
dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan
minimal satu jam atau setelah menyusu awal selesai.
f. Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi
dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke putting
susu.
g. Ayah memberikan dukungan kepada ibu untuk rasa percaya diri ibu.
h. Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan kulit
ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi caesar.
16
i. Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur dan dicap setelah
satu jam atau penyusunan awal selesai. Sesuai dengan prosedur
misalnya suntik Vitamin K1 untuk bayi (Neo K) dengan dosis 0,5 cc
IM 1/3 paha bagian atas dan salf mata bayi cholamphenicol 1% dapat
ditunda.
j. Rawat gabung yaitu ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar selama 24
jam ibu bayi tidak dipisahkan. Pemberian minuman pre-laktal (cairan
sebelum ASI keluar) dihindarkan.
5. Perilaku Bayi Saat IMD
Menurut Roesli (2012), jika bayi baru lahir segera dikeringkan
dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak
dipisahkan dari ibunya setidaknya selama satu jam, semua bayi dengan
sendirinya akan berhasil menemukan puting susu ibunya melalui lima
tahapan perilaku saat menyusu pertama kali.
Tahap pertama dimulai dalam 30 menit Awal. Pada tahap ini bayi
akan beristirahat dan tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar
melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian
peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan diluar kandungan.
Keadaan ini merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman
yang dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan
praktik menyusui selanjutnya dan mendidik bayi (Roesli, 2012).
17
Tahap kedua dimulai dalam 30-40 menit selanjutnya. Pada tahap
ini bayi mulai mengeluarkan suara, menggerakkan mulut seperti ingin
minum, mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan
cairan ketuban yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau cairan
yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi
untuk menemukan payudara dan puting susu ibu (Roesli, 2012).
Tahap ketiga yaitu bayi mulai mengeluarkan air liur. Bayi mulai
mengeluarkan air liurnya saat menyadari bahwa ada makanan di
sekitarnya. Kemudian, bayi berusaha untuk mencapai areola (Roesli,
2012).
Tahap keempat yaitu bayi mulai bergerak ke arah payudara. Kaki
bayi akan menekan perut ibu untuk mencapai areola. Bayi akan menjilatjilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepalanya ke dada ibu, menoleh ke
kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan
sekitarnya dengan tangannya yang mungil (Roesli, 2013).
Tahap kelima yaitu
bayi mulai menemukan puting susu ibu.
Kemudian, bayi akan menjilat dan mengulum puting susu ibu. Mulut
bayi akan terbuka lebar untuk menghisap puting sus ibu. Kemudian, bayi
akan melekat di dada ibunya dengan baik (Roesli, 2012).
6. Anggapan Yang Salah Tentang IMD
Menurut Roesli (2012), terdapat beberapa pendapat yang tidak benar
yang dianggap dapat menghambat terjadinya IMD, yaitu:
18
a. Bayi Kedinginan
Bayi akan berada pada suhu yang aman jika melakukan kontak kulit
dengan sang ibu. Suhu payudara ibu akan meningkat 0,5 derajat dalam
waktu 2 menit jika bayi diletakkan di dada ibu. Berasarkan hasil
penelitian Dr. Niels Bergman (2005) dalam Roesli (2012), ditemukan
bahwa suhu dada ibu yang melahirkan menjadi 10C lebih panas
daripada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang
diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 10C.
Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 20C untuk
menghangatkan bayi. Jadi, dada ibu yang melahirkan merupakan
tempat terbaik bagi bayi baru lahir.
b. Ibu Terlalu Lelah
Saat terjadi kontak kulit ibu dan bayi maka hormon oksitosin akan
membantu menenangkan ibu sehingga ibu tidak merasa lelah untuk
memeluk bayinya.
c. Tenaga Kesehatan Kurang Tersedia
Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan
tugasnya. Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan ayah
atau keluarga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi dukungan
pada ibu.
19
d. Kamar Bersalin Atau Kamar Operasi Sibuk
Tetap berikan kesempatan pada bayi untuk mencapai payudara dan
menyusu dini saat dipindahkan ke ruang pulih atau kamar perawatan.
e. Ibu Harus Dijahit
Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara.
Sedangkan yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu. Sehingga tidak
ada masalah bagi bayi untuk tetap melakukan IMD.
f. Segara Memberikan Vitamin K Dan Tetes Mata Untuk Mencegah
Penyakit Gonorrhea
Menurut American Collage of Obstetrics and Gynecology dan
Academy Breastfeeding Medicine (2007) dalam Roesli (2012),
tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam
sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi.
g. Bayi Harus Segera Dibersihkan, Dimandikan, Ditimbang, Dan
Diukur
Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas
badan bayi. Selain itu, kesempatan vernix meresap, melunakkan dan
melindungi kulit bayi lebih besar. Penimbangan dan pengukuran dapat
ditunda sampai menyusu awal selesai.
h. Bayi Kurang Siaga
Pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga. Setelah itu, bayi
akan tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat
yang dikonsumsi ibu, justru kontak kulit akan lebih penting lagi karena
bayi memerlukan bantuan lebih untuk ikatan kasih sayang (bonding).
20
i. Kolostrum Tidak Keluar Atau Jumlah Kolostrum Tidak
Mencukupi
Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi
dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai
pada saat itu.
j. Kolostrum Berbahaya Bagi Bayi
Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Selain
sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru
lahir, kolostrum juga melindungi dan mematangkan dinding usus bayi.
7. Definisi Rawat Gabung
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak RI (2010), menyatakan bahwa rawat gabung adalah
upaya
menempatkan ibu dan bayi di tempat yang sama selama 24 jam.
Pelaksanaan rawat gabung merupakan poin nomer tujuh dalam pedoman
peningkatan penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui.
Untuk mewujudkannya, setiap fasilitas kesehatan harus melakukan
lima langkah pelaksanaan rawat gabung. Pertama, mengupayakan
penyediaan rawat gabung dengan sarana dan prasana yang memadai.
Kedua, mempraktekkan rawat gabung selama 24 jam kecuali bayi
mengalami indikasi medis harus dirawat secara terpisah. Ketiga, menjamin
kebersihan dan kenyamanan ruangan rawat gabung. Keempat, menjamin
ketertiban waktu kunjungan. Kelima, mengupayakan agar ibu tetap dapat
21
menyusui walaupun bayi harus dirawat terpisah atas indikasi medis (KP3A
RI, 2010).
8. Manfaat Rawat Gabung
Menurut Wijayanti (2011), manfaat rawat gabung dapat ditinjau dari
berbagai aspek, yaitu aspek fisik, fisiologis, psikologi, edukatif, ekonomi,
dan medis. Manfaat rawat gabung ditinjau dari aspek fisik yaitu, ibu dapat
dengan mudah menjangkau bayinya untuk melakukan perawatan sendiri
dan mnyusui sesuai keinginan bayi. Selanjutnya, dari aspek fisiologi, maka
dengan adanya rawat gabung bayi akan segera dan lebih sering disusui.
Sehingga, akan timbul refleks oksitosin dan prolaktin.
Kemudian, dari aspek psikologi, maka dengan adanya rawat gabung
akan terjalin proses lekat antara ibu dan bayi. Hal ini mempunyai
pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologi bayi selanjutnya,
karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak
dibutuhkan oleh bayi. Selanjutnya, dari aspek edukatif, maka dengan
adanya rawat gabung ibu akan mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan tentang cara menyusui yag benar, merawat tali pusat,
merawat payudara, dan memandikan bayi (Wijayanti, 2011).
Selanjutnya, dari aspek ekonomi, maka dengan adanya rawat gabung
pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Sehingga, dapat
menghemat anggaran pengeluaran untuk pembelian susu formula, botol
susu, dot, serta peralatan lain yang dibutuhkan. Terakhir, dari aspek
22
medis, maka dengan adanya rawat gabung akan menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (Wijayanti, 2011).
B. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Menurut Green (1990), perilaku manusia merupakan hasil dari
berbagai
macam
pengalaman
serta
interaksi
manusia
dengan
lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan
tindakan. Selanjutnya, menurut Sarwono (1993), menyatakan bahwa
perilaku dalam bentuk pengetahuan artinya mengetahui situasi dan
rangsangan dari luar. Perilaku dalam bentuk sikap artinya tanggapan batin
terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri subjek, sehingga alam akan
mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat
dan keadaan alam tersebut. Sedangkan perilaku dalam bentuk tindakan
artinya perbuatan (action) terhadap situasi dan rangsangan dari luar.
2. Determinan Perilaku
Menurut Green et all (2005), determinan perilaku merupakan faktor
penentu yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda. Hal ini
berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi sekelompok orang, namun
respon yang dihasilkan pada setiap orang akan berbeda. Green menganalisis
perilaku manusia dari tingkat kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu
faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behavior
23
causes). Faktor di luar perilaku contohnya genetik dan faktor perilaku
ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :
a.
Faktor
predisposing
(predisposisi)
termasuk
ilmu
pengetahuan
seseorang/masyarakat, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, persepsi yang
memfasilitasi/menghalangi motivasi untuk perubahan. faktor predisposing
menyangkut pengalaman masa kanak-kanak yang membentuk sikap, nilai,
dan persepsi pertama kali.
b.
Faktor reinforcing (penguat) yaitu penghargaan yang diterima dan timbal
balik yang diterima oleh pembelajar dari orang lain yang diikuti
penyerapan tingkah laku yang bisa mendorong atau menghalangi
keberlanjutan dari tingkah laku tersebut. Faktor pendukung menghasilkan
gaya hidup (membentuk pola tingkah laku) yang selanjutnya lingkungan
mempengaruhi norma sosial, permintaan pelanggan, atau sejumlah
perbuatan.
c.
Faktor enabling (pemungkin) adalah kemampuan sumber daya atau
batasan yang dapat membantu/menghalangi keinginan perubahan tingkah
laku seperti perubahan lingkungan. Seseorang dapat melihatnya sebagai
kendala/batasan, yang pada umumnya dihasilkan oleh kekuatan sosial
atau sistem. Fasilitas dan sumber daya manusia/masyarakat mungkin bisa
mencukupi atau tidak seperti kekuatan pendapatan atau asuransi
kesehatan dan hukum serta status mungkin dapat mendukung atau
menghalangi.
24
3. Domain Perilaku
Menurut Bloom (1905) dalam Notoatmodjo (2007), perilaku manusia
itu sangat komplek dan memiliki ruang lingkup yang sangat luas, sehingga
perilaku manusia dibagi dalam tiga domain (ranah/kawasan) meskipun
kawasan-kawasan tersebut tidak memilki batasan yang tegas dan jelas.
a.
Domain Kognitif, merupakan perilaku yang menekankan pada aspek
intelektual (otak). Segala upaya yang menyangkut aktifitas otak yaitu
berfikir dan bernalar adalah termasuk dalam domin kognitif
(Krathwohl, dkk, 1974).
b.
Domain Afektif, merupakan perilaku yang menekankan pada aspek
emosional, seperti perasaan, minat, sikap dan kepatuhan (Krathwohl,
dkk, 1974).
c.
Domain Psikomotorik, merupakan perilaku yang menekankan pada
aspek motorik yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi
yang melibatkan otot dan kekuatan fisik (Huitt, 2003).
4. Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD
Pemerintah telah menghimbau kepada seluruh fasilitas kesehatan baik
pemerintah maupun swasta untuk menerapkan sepuluh langkah menuju
keberhasilan menyusui (LMKM). Poin nomer empat dalam 10 LMKM
adalah agar penolong persalinan membantu ibu untuk menyusui bayinya
dalam waktu 60 menit pertama setelah melahirkan (Kementerian
25
Perempuan dan Perlindungan Anak RI, 2010). Selain itu, pemerintah juga
telah mengatur standar operasional tindakan yang harus dilakukan setiap
penolong persalinan dalam pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru
lahir (Depkes, 2008).
IMD merupakan salah satu wewenang bidan dalam memberikan
pelayanan kebidanan sebagai langkah mencapai keberhasilan menyusui
(Kemenkes RI, 2010). Penelitian Rahardjo (2006) menyatakan, ada
hubungan yang bermakna antara bidan sebagai tenaga penolong
persalinan dengan pelaksanaan IMD.
Bidan merupakan kunci utama
keberhasilan pemberian ASI dalam satu jam pertama setelah melahirkan
(immediate breastfeeding) karena dalam waktu tersebut peran penolong
persalinan masih sangat dominan. Apabila bidan memfasilitasi ibu untuk
segera memeluk bayinya maka interaksi ibu dan bayi diharapkan segera
terjadi. Dengan immediate breastfeeding ibu semakin percaya diri untuk
tetap memberikan ASInya sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan
makanan atau minuman apapun kepada bayi karena bayi merasa nyaman
menempel pada payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera
setelah lahir (Fikawati & Syafiq, 2003).
Selanjutnya penelitian Legawati dkk (2011), menyatakan bahwa bidan
masih memiliki pemahaman yang berbeda mengenai pelaksanaan IMD
karena program ini masih dianggap baru sehingga menimbulkan keraguan
dan kesulitan untuk menerapkannya. Selain itu, ketidaksabaran bidan
26
dalam memfasilitasi IMD karena alasan waktu padahal masih banyak
tugas yang harus diselesaikan menjadi penyebab kegagalan pelaksanaan
IMD.
C. Bidan
1. Pengertian Bidan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia nomor
369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Kebidanan, bidan
adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan bidan serta diakui oleh pemerintah dan telah lulus ujian sesuai
persyaratan yang berlaku dan memperoleh kualifikasi untuk registrasi
serta memperoleh izin untuk melaksanakan praktik kebidanan. Selain itu,
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/149/1/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan, bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari
pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan.
2. Wewenang Bidan
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/149/1/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan, menyatakan bahwa bidan dalam menjalankan praktik
berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi: pelayanan
27
kebidanan, pelayanan kesehatan reproduksi perempuan, dan pelayanan
kesehatan masyarakat.
a. Pelayanan kebidanan meliputi:
1) Pemberian imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah
2) Bimbingan senam hamil
3) Episiotomi
4) Penjahitan luka episiotomi
5) Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan
dengan perujukan
6) Pencegahan anemia
7) Inisiasi menyusui dini dan promosi ASI eksklusif
8) Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
9) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
10) Pemberian minum dengan sonde/pipet
11) Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan
manajemen aktif kala tiga
12) Pemberian surat keterangan kelahiran
13) Pemberian
surat
keterangan
hamil
untuk
keperluan
cuti
melahirkan.
b. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan meliputi:
1) Pemberian alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi
dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah
28
2) Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter
3) Penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi
4) Pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah
5) Penyuluhan/konseling
dan
tindakan
pencegahan
kepada
perempuan pada masa pranikah dan prahamil
c. Pelayanan kesehatan masyarakat
1) Pembinaan masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi
2) Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas
3) Pelaksanaan deteksi dini, perujukan dan penyuluhan Infeksi
Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika
dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
D. Kerangka Teori
Departemen Kesehatan
RI (2008) telah
menyusun
pedoman
pelaksanaan IMD yang harus dilakukan setiap penolong persalinan dalam
asuhan bayi baru lahir. Terdapat tiga langkah pelaksanaan IMD yang harus
dilakukan, sebagaimana bagan berikut:
29
Bagan 2.1
Kerangka Teori (Depkes RI, 2008)
Pedoman pelaksanaan IMD dalam asuhan
bayi baru lahir
Langkah 1
Menilai kondisi awal bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi
Langkah 2
Memberikan kesempatan kontak kulit antara ibu dan bayi minimal
selama satu jam
Langkah 3
Memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari, menemukan puting
susu ibunya, dan mulai menyusu
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Berpikir
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif untuk mengetahui gambaran
pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan
tahun 2013. Dalam penelitian ini, peneliti menggunkan pedoman pelaksanaan
IMD dalam asuhan bayi baru lahir yang dibuat oleh Departemen Kesehatan RI
tahun 2008.
Terdapat tiga langkah yang harus dilakukan setiap penolong persalinan
dalam pelaksanaan IMD. Langkah pertama, yaitu mencatat waktu kelahiran
bayi dan menilai kondisi bayi. Langkah kedua, yaitu memberikan kesempatan
pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya minimal selama satu
jam. Langkah ketiga, yaitu memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari,
menemukan puting susu ibunya, dan mulai menyusu.
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengobservasi setiap tindakan
yang dilakukan bidan dalam ketiga langkah pelaksanaan IMD. Selanjutnya,
peneliti akan melakukan wawancara untuk mengetahui alasan bidan dalam
melakukan setiap tindakan tersebut.
30
31
Bagan 3.1
Kerangka Berpikir
Gambaran perilaku bidan dalam
pelaksanaan IMD di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan
Langkah 1
Menilai kondisi awal bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi
Langkah 2
Memberikan kesempatan kontak kulit antara ibu dan bayi minimal selama satu jam
Langkah 3
Memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari, menemukan puting susu ibunya,
dan mulai menyusu
32
B. Definisi Istilah
Tabel 3.1
Definisi Istilah
Istilah
Perilaku
Langkah
pertama
Langkah
kedua
Langkah
ketiga
Definisi
Tahapan tindakan yang dilakukan
bidan dalam melaksanakan IMD.
Tindakan yang dilakukan bidan
dalam melakukan penilaian awal
kondisi bayi dan mengeringkan
tubuh bayi.
Tindakan yang dilakukan bidan
dalam memberikan kesempatan
pada bayi untuk melakukan
kontak kulit dengan ibunya.
Tindakan yang dilakukan bidan
untuk memberikan kesempatan
pada bayi agar mencari dan
menemukan puting susu ibunya.
Cara
pengumpulan
data
Alat
ukur
Observasi
Pedoman
observasi
Observasi
Pedoman
observasi
Observasi
Pedoman
observasi
Observasi
Pedoman
observasi
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, secara menyeluruh
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah
(Moleong, 2006).
Terdapat beberapa hal yang menjadi alasan untuk memilih jenis
penelitian kualitatif. Diantaranya, penelitian kualitatif berfungsi untuk
meneliti sesuatu dari segi prosesnya dan penelitian kualitatif berfungsi untuk
keperluan evaluasi (Moleong, 2006).
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui gambaran perilaku
bidan dalam pelaksanaan IMD secara menyeluruh. Selain itu, hasil penelitian
ini juga diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi PKM Kecamatan
Pesanggrahan untuk meningkatkan kualitas bidan dalam pelaksanaan IMD.
Sehingga, penelitian ini dapat dilakukan menggunakan jenis penelitian
kualitatif.
33
34
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan
di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Jakarta Selatan dari bulan April sampai Agustus 2013.
C. Informan Penelitian
Pemilihan informan berfungsi untuk mendapatkan informansi yang
maksimum, bukan untuk digeneralisasikan. Penentuan informan dianggap
telah memadai apabila telah sampai pada taraf redundancy yaitu data yang
diperoleh telah jenuh, sehingga informan tidak lagi memberikan informansi
baru (Sugiyono, 2009).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis informan, yaitu
informan utama dan informan pendukung. Informan utama dalam penelitian
ini adalah bidan penolong persalinan yang diobservasi saat menolong
persalinan. Observasi tersebut bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah
pelaksanaan IMD yang dilakukan oleh bidan. Selanjutnya, peneliti juga
melakukan wawancara mendalam terhadap informan utama. Wawancara
mendalam bertujuan untuk mendapatkan informansi mengenai alasan bidan
dalam pelaksanaan IMD.
Sedangkan, informan pendukung adalah ibu bersalin di RB PKM
Kecamatan Pesanggrahan.
Peneliti melakukan wawancara mendalam
terhadap informan pendukung untuk mengetahui tindakan yang dilakukan
bidan dalam pelaksanaan IMD.
35
D. Instrumen Penelitian
Menurut Nasution (1988) dalam Sugiyono (2009), menyatakan bahwa
manusia merupakan instrumen dalam penelitian kualitatif. Alasannya karena
segala sesuatu dalam penelitian kualitatif belum memiliki bentuk yang jelas.
Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan,
bahkan hasil yang diharapkan tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas
sehingga masih perlu dikembangkan selama penelitian. Dalam keadaan
tersebut, hanya peneliti sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat
mencapainya.
Setelah masalah yang akan dipelajari menjadi jelas, maka baru dapat
dikembangkan suatu instrumen. Pengembangan instrument diharapkan dapat
melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan
selama
penelitian
(Sugiyono,
2009).
Dalam
penelitian
ini
peneliti
mengembangkan instrumen untuk menjawab masalah penelitian. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi: pedoman observasi, pedoman
wawancara, perekam suara, kamera, dan alat pencatat.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono,
2009). Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
36
1. Observasi
Observasi merupakan kegiatan dengan menggunakan panca indera
untuk memperoleh informansi yang diperlukan untuk menjawab masalah
penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek,
kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi
dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian
untuk menjawab pertanyaan penelitian. Observasi merupakan salah satu
teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian
kualitatif (Bungin, 2007).
Observasi banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu
ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam
situasi sebenarnya maupun dalam situasi buatan (Sudjana, 2010). Oleh
sebab itu, peneliti menggunakan teknik observasi untuk melihat tindakan
yang dilakukan bidan dalam memfasilitasi pelaksanaan IMD. Sehingga,
diketahui langkah-langkah IMD yang dilakukan oleh informan utama.
Langkah pertama yang dilakukan peneliti dalam melakukan observasi,
yaitu menentukan tujuan yang ingin dicapai dari hasil observasi. Tujuan
observasi dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui tindakan yang
dilakukan bidan dalam langkah-langkah pelaksanaan IMD di PKM Kec.
Pesanggrahan tahun 2013.
Langkah kedua, yaitu membuat pedoman observasi. Pedoman
observasi dibuat sesuai dengan pedoman pelaksanaan IMD dalam asuhan
37
bayi baru lahir. Hasil observasi ditampilkan dalam kolom lembar chek list
pada tiap tindakan langkah-langkah pelaksanaan IMD.
Langkah ketiga, yaitu peneliti melakukan observasi pelaksanaan IMD
terhadap informan utama saat proses persalinan berlangsung. Kemudian,
hasil observasi dimasukkan dalam kolom lembar chek list pedoman
observasi. Pengisian kolom lembar chek list segera dilakukan setelah
selesai mengobservasi di tempat penelitian.
Langkah keempat, yaitu membuat kesimpulan hasil observasi
berdasarkan isian kolom lembar chek list pedoman observasi. Kesimpulan
hasil observasi ditampilkan dalam bentuk narasi.
2. Studi dokumen
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Studi
dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan dokumen data registrasi persalinan di RB PKM
Kec. Pesanggrahan tahun 2013. Informansi yang digunakan dalam
dokumen data registrasi persalinan, yaitu nama bidan penolong persalinan,
nama ibu bersalin beserta suami, jumlah kelahiran, waktu melahirkan, dan
alamat ibu bersalin. Dokumen ini digunakan untuk melengkapi data hasil
observasi dan untuk mencari data informan pendukung.
38
3. Wawancara mendalam
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan
tersebut (Moleong, 2006). Kelebihan teknik wawancara ialah terjadinya
kontak langsung antara pewawancara dan terwawancara. Selain itu, hasil
wawancara pun dapat direkam (Sudjana, 2010).
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam
berdasarkan hasil observasi terhadap informan utama dalam melakukan
tindakan langkah-langkah pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir.
Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada informan pendukung untuk
mengetahui tindakan yang dilakukan informan utama dalam pelaksanaan
IMD.
Teknik ini dipilih karena dengan wawancara akan terjadi kontak
langsung antara peneliti dan informan, sehingga informan dapat
mengungkapkan jawaban secara lebih bebas dan mendalam. Selain itu,
peneliti juga dapat mencatat hasil penelitian secara lengkap melalui hasil
rekaman wawancara.
Langkah pertama yang dilakukan dalam wawancara, yaitu menentukan
tujuan yang ingin dicapai dari hasil wawancara mendalam. Tujuan
wawancara mendalam dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui alasan
39
informan utama melakukan tindakan dalam langkah-langkah pelaksanaan
IMD di PKM Kec. Pesanggrahan tahun 2013.
Langkah kedua, yaitu membuat pedoman wawancara berdasarkan
hasil observasi. Melalui pedoman ini, peneliti lebih terarah melakukan
wawancara untuk mencapai tujuan penelitian. Langkah ketiga, yaitu
melakukan wawancara dengan informan utama dan informan pendukung.
Wawancara direkam melalui alat perekam suara.
Langkah keempat, yaitu mencatat hasil wawancara secara lengkap
berdasarkan
hasil
rekaman
wawancara.
Kemudian,
peneliti
mengelompokkan hasil wawancara berdasarkan istilah penelitian. Langkah
kelima, yaitu menarik kesimpulan berdasarkan hasil pengelompokkan
istilah penelitian. Kesimpulan penelitian ditampilkan dalam bentuk narasi.
F. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data yang digunakan
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana
yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
difahami oleh peneliti maupun orang lain (sugiyono, 2009).
Pada penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah content
analysis. Menurut Neuman (2000) dalam Afifah (2008), content analysis
adalah teknik mengumpulkan data dan kemudian dilakukan analisis terhadap
40
isi naskah atau hasil data yang diperoleh untuk kemudian dibandingkan
dengan teori-teori pada tinjauan kepustakaan atau hasil penelitian terdahulu.
Dalam
pelaksanaannya,
peneliti
melakukan
ketiga
teknik
pengumpulan data, yaitu observasi, studi dokumen, dan wawancara
mendalam. Selanjutnya, peneliti menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan
data yang diperoleh dari ketiga teknik pengumpulan data tersebut. Kemudian,
peneliti membandingkan hasil penelitian dengan teori-teori yang ada pada
tinjauan kepustakaan hasil hasil penelitian terdahulu.
Menurut Nasution (1988) dalam Sugiyono (2009), menyatakan bahwa
analisis telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah sebelum
terjun ke lapangan, selama di lapangan sampai penulisan hasil penelitian.
Namun, analisis lebih difokuskan selama di lapangan bersamaan dengan
pengumpulan data.
1. Analisis sebelum di lapangan
Dalam penelitian kualitatif, analisis data telah dilakukan sebelum
peneliti memasuki lapangan. Analisis ini dilakukan terhadap data hasil
studi pendahuluan (sugiyono, 2009). Dalam studi pendahuluan, peneliti
menggunakan teknik observasi untuk melihat tindakan bidan dalam
pelaksanaan IMD. Berdasarkan hasil observasi tersebut peneliti menarik
kesimpulan untuk menentukan masalah penelitian.
41
2. Analisis data di lapangan
Menurut Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2009),
mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif saat pengumpulan data di lapangan dan berlangsung
secara terus menerus sampai tuntas, hingga data yang diperoleh telah
jenuh. Terdapat tiga tahap aktivitas yang dilakukan dalam analisis data
kualitatif, yaitu:
a. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan
kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Aktivitas
yang dilakukan pada tahap reduksi data yaitu merangkum, memilih
hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema
dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti
untuk pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya apabila
diperlukan (Sugiyono, 2009).
Peneliti melakukan reduksi data dari hasil observasi dan
wawancara. Sebelum melakukan observasi, peneliti sudah menyiapkan
lembar pedoman observasi yang diadaptasi dari pedoman langkah
IMD dalam asuhan bayi baru lahir berdasarkan ketetapan Departemen
Kesehatan RI 2008. Melalui lembar pedoman observasi, peneliti dapat
memfokuskan permasalahan penelitian mengenai pelaksanaan IMD.
42
Proses observasi dilakukan secara berulang hingga tidak ada lagi
temuan baru.
Sedangkan, sebelum melakukan wawancara, peneliti sudah
menyiapkan pedoman wawancara yang dibuat berdasarkan teori-teori
yang memfokuskan dalam pelaksanaan IMD. Wawancara dilakukan
terhadap informan utama dan informan pendukung. Setelah melakukan
wawancara, peneliti merangkum hasil wawancara dalam bentuk
matriks wawancara. Wawancara dilakukan sampai informansi yang
diperoleh telah jenuh.
b. Penyajian data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk bagan, tabel atau teks yang
bersifat naratif. Penyajian data akan memudahkan peneliti untuk
memahami apa yang terjadi serta merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah difahami (Sugiyono, 2009).
Peneliti menyajikan data hasil observasi dalam bentuk tabel pada
lampiran 6. Sedangkan data hasil wawancara ditampilkan dalam
bentuk matriks wawancara pada lampiran 7 dan lampiran 8. Melalui
cara ini, peneliti dapat menentukan kejenuhan data yang telah
diperoleh.
c. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan yang disertai dengan bukti-bukti yang valid
dan konsisten akan mengahasilkan kesimpulan yang dapat dipercaya.
43
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau
gambaran obyek yang sebelumnya belum jelas menjadi lebih jelas
(Sugiyono, 2009).
Dalam penelitian ini, peneliti menarik kesimpulan berdasarkan
temuan dalam observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil observasi
dan wawancara terhadap informan utama disimpulkan bahwa bidan
kurang tepat dalam melaksanakan IMD. Kesimpulan tersebut
didukung berdasarkan kesimpulan wawancara terhadap informan
pendukung, yaitu informan utama masih kurang tepat dalam
melaksanakan IMD.
G. Keabsahan Data
Pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi: uji
kredibilitas data (validitas internal) yaitu berkenaan dengan derajat akurasi
desain penelitian degan hasil yang ingin dicapai, uji transferabilitas (validitas
eksternal) yaitu berkenaan dengan derajat akurasi hasil penelitian dapat
diterapkan wilayah penelitian, uji depenabilitas (reliabilitas) yaitu berkenaan
dengan derajat konsistensi temuan, dan uji konfirmabilitas (obyektivitas) yaitu
berkenaan dengan derajat kesepakatan antar banyak orang terhadap temuan
yang diperoleh (Sugiyono, 2009).
Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan uji kredibilitas data
karena penelitian ini bersifat studi kasus sehingga data yang diperoleh tidak
44
dapat digeneralisasikan. Selain itu, belum ada hasil penelitian serupa yang
menggunakan instrumen yang sama seperti pada penelitian ini.
Dalam penelitian ini, peneliti
hanya
menggunakan
perpanjangan
pengamatan dan triangulasi sebagai cara untuk menguji kredibilitas data
penelitian.
1. Perpanjangan Pengamatan
Menurut Sugiyono (2009), perpanjangan pengamatan berarti peneliti
kembali ke lapangan, melakukan observasi ataupun wawancara kembali
dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Melalui
perpanjangan pengamatan diharapkan hubungan peneliti dengan sumber
data akan semakin terbentuk. Sehingga, kehadiran peneliti tidak
mempengaruhi perilaku yang dipelajari.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan perpanjangan waktu
observasi selama dua bulan. Observasi dilakukan sejak bulan Mei sampai
Juni 2013. Melalui perpanjangan waktu observasi ini, diharapkan terjalin
hubungan yang terbuka antara peneliti dan bidan. Sehingga, kehadiran
peneliti tidak mengganggu perilaku bidan dalam melakukan setiap tindakan
dalam pelaksanaan IMD.
2. Triangulasi
Menurut Sugiyono (2009), triangulasi dalam pengujian kredibilitas
diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai
cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat tiga jenis triangulasi
45
dalam pengujian kredibilitas, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik,
dan triangulasi waktu. Namun, dalam penelitian ini peneliti tidak
menggunakan triangulasi waktu dalam melakukan observasi pelaksanaan
IMD karena keterbatasan waktu penelitian.
a. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang
telah diperoleh melalui sumber yang berbeda (Sugiyono, 2009). Dalam
triangulasi sumber, peneliti mengumpulkan data dari informan utama
yaitu bidan penolong persalinan dan informan pendukung yaitu ibu
bersalin.
b. Triangulasi teknik
Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada
sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2009).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi, studi
dokumen, dan wawancara mendalam.
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
1. Profil Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan dibangun di lokasi Jl. Cenek I
No.1 Kecamatan Pesanggrahan pada tahun 2002 dan mulai beroperasi
sejak tahun 2003. Sebelumnya Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
menempati lokasi di Jl. Wijaya Kusuma No.1 bergabung dengan
Puskesmas Kelurahan Pesanggrahan.
2. Visi dan Misi Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
a. Visi
Menjadi
puskesmas
terdepan
yang
mengutamakan
pelanggan melalui pelayanan prima.
b. Misi
1) Memberdayakan SDM secara Profesional
2) Mengembangkan sistem promosi kesehatan
3) Mengembangkan pelayanan kesehatan yang prima
4) Mengembangkan sistem informasi kesehatan
46
kepuasan
47
5) Menggalang kemitraan dengan sektor terkait
3. Fasilitas Puskesmas Kec. Pesanggrahan
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan dibangun di atas tanah seluas
2566 m2 dengan luas bangunan 1677 m2. Puskesmas ini memiliki tiga
lantai. Lantai pertama terdiri dari ruang pelayanan 24 jam, ruang bersalin,
poli kesehatan ibu hamil trimester I dan II, poli kesehatan ibu hamil
trimester III, gudang obat dan ruang radiologi. Lantai kedua terdiri dari
loket, laboratorium, poli umum, poli gigi, poli keluarga berencana (KB),
poli menejemen terpadu balita sakit (MTBS), poli paru, poli lansia, poli
diabetes melitus (DM), ruang konseling, gudang alat kesehatan, ruang
fisioterapi, apotik dan koperasi. Sedangkan lantai ketiga terdiri dari ruang
Kepala Puskesmas, ruang penyakit menular dan kesehatan lingkungan,
ruang promosi kesehatan dan program gizi, ruang perencanaan dan satuan
kerja, ruang keuangan, ruang tata usaha (TU), ruang pendidikan dan
pelatihan
(Diklat),
ruang
pemeriksaan
kesehatan
haji
dan
elektrokardiografi (EKG), aula dan mushola.
Kapasitas listrik yang dimiliki oleh puskesmas ini yaitu sebesar 66.000
watt. Selanjutnya, sumber air yang digunakan di puskesmas ini berasal
dari air tanah. Selain itu, Puskesmas Kecamatan Pesanggarahan juga
memiliki dua buah telepon, dua buah faximili, dua buah mobil
ambulance, satu buah mobil dinas merk APV dan enam buah sepeda
motor.
48
B. Karakteristik Informan
Informan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu
informan utama dan informan pendukung. Karakteristik informan utama yang
diperoleh dalam penelitian ini, yaitu nama, usia, jabatan, pendidikan terakhir,
lama tugas sebagai bidan, lama tugas di PKM Kec. Pesanggrahan. Sedangkan,
karakteristik informan pendukung yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu
waktu melahirkan, pendamping persalinan, jumlah kelahiran anak dan bidan
penolong persalinan.
1. Informan Utama
Informan utama dalam penelitian ini adalah bidan yang bertugas di RB
PKM Kecamatan Pesanggrahan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui
bahwa jadwal kerja bidan di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan terbagi
dalam tiga waktu, yaitu dari pukul 07.00-15.00 WIB, kemudian dari pukul
15.00-23.00 WIB, selanjutnya dari pukul 23.00-07.00 WIB. Jadwal kerja
tersebut dibagi secara bergilir untuk setiap bidan. Namun, khusus untuk
satu orang informan utama yang menjabat sebagai bidan koordinator
memiliki jadwal kerja tetap. Bidan koordinator memiliki jadwal kerja dari
hari senin sampai jumat mulai pukul 07.000-16.00 WIB. Meskipun bidan
koordinator memiliki jadwal kerja khusus, namun tugas bidan sebagai
penolong persalinan tetap sama.
Informan 1 dengan inisial N berusia 46 tahun yang memiliki latar
belakang pendidikan DIV kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai
49
bidan selama 25 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,
informan bertugas di PKM Kelurahan Mampang Jakarta Selatan.
Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2007 dan
menjabat sebagai koordinator RB. Selain itu, informan juga bekerja
sebagai bidan praktek di RB milik pribadi.
Informan 2 dengan inisial SA berusia 29 tahun yang memiliki latar
belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai
bidan selama 9 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,
informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai
bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2005 dan menjabat
sebagai bidan pelaksana.
Informan 3 dengan inisial SH berusia 30 tahun yang memiliki latar
belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai
bidan selama 9 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,
informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai
bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2005 dan menjabat
sebagai bidan pelaksana. Selain itu, informan juga bekerja sebagai bidan
praktek di RB milik pribadi.
Informan 4 dengan inisial E berusia 24 tahun yang memiliki latar
belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai
bidan selama 3 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,
informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta dan Rumah Sakit
50
Bina Kasih Medan. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan
sejak tahun 2012 dan menjabat sebagai bidan pelaksana.
Informan 5 dengan inisial R berusia 31 tahun yang memiliki latar
belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai
bidan selama 8,5 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,
informan bertugas di RB Budi Kemuliaan Cabang Dempo Kebayoran
Baru Jakarta Selatan, RB Marlina Ciputat, RSUD Kota Depok. Informan
mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2010 dan menjabat
sebagai bidan pelaksana.
Informan 6 dengan inisial A berusia 25 tahun yang memiliki latar
belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai
bidan selama 5 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,
informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai
bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2009 dan menjabat
sebagai bidan pelaksana.
Informan 7 dengan inisial P berusia 26 tahun yang memiliki latar
belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai
bidan selama 6 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,
informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai
bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2008 dan menjabat
sebagai bidan pelaksana.
51
Informan 8 dengan inisial Y berusia 31 tahun yang memiliki latar
belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai
bidan selama 4 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan,
informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai
bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2010 dan menjabat
sebagai bidan pelaksana.
Tabel 5.1
Karakteristik Informan
Nama
Usia
N
46 thn
SA
29 thn
SH
30 thn
E
24 thn
R
31 thn
A
25 thn
P
26 thn
Y
31 thn
Pendidikan
Terakhir
Jabatan
DIV
Kebidanan
DIII
Kebidanan
DIII
Kebidanan
DIII
Kebidanan
DIII
Kebidanan
DIII
Kebidanan
DIII
Kebidanan
DIII
Kebidanan
Bidan
Koor. RB
Bidan
Pelaksana
Bidan
Pelaksana
Bidan
Pelaksana
Bidan
Pelaksana
Bidan
Pelaksana
Bidan
Pelaksana
Bidan
Pelaksana
Lama
Tugas
Sbg P.K
Lama
Tugas di
PKM Kec.
PSG
25 thn
6 thn
9 thn
8 thn
9 thn
8 thn
3 thn
1 thn
8,5 thn
3 thn
5 thn
4 thn
6 thn
5 thn
4 thn
3 thn
2. Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah ibu bersalin yang
melahirkan di RB Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan yang tidak
52
sempat diobservasi saat persalinan. Penentuan informan pendukung
dilakukan dengan cara telaah dokumen dari buku data registrasi pasien
RB Puskesmas Kec. Pesanggrahan tahun 2013. Tujuan dilakukan
wawancara dengan informan pendukung adalah sebagai bentuk
triangulasi informan untuk mengetahui tindakan yang dilakukan bidan
dalam pelaksanaan IMD.
Informan pendukung pertama berinisial U berusia 22 tahun.
Melahirkan pada hari Jum’at tanggal 7 Juni 2013 pukul 16.05 WIB.
Pendamping saat persalinan adalah suami informan dengan inisial A
berusia 34 tahun. Informan baru melahirkan anak pertama yang ditolong
oleh bidan N dan bidan A.
Informan pendukung kedua berinisial M berusia 21 tahun. Melahirkan
pada hari Minggu tanggal 9 Juni 2013 pukul 20.36 WIB. Pendamping
saat persalinan adalah suami informan dengan inisial AJ berusia 23 tahun.
Informan baru melahirkan anak pertama yang ditolong oleh bidan E dan
bidan SH.
Tabel 5.2
Karakteristik Informan Pendukung
Nama
U
M
Waktu
Pendamping Anak Penolong
melahirkan persalinan
ke- persalinan
Jum’at
Bidan N &
22 thn 7 Juni 2013
Suami
1
Bidan A
16.05 WIB
Minggu,
Bidan E &
21 thn 9 Juni 2013
Suami
1
Bidan SH
20.36 WIB
Usia
53
C. Gambaran Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD
Setelah melakukan observasi terhadap proses persalinan sebanyak 15
kali di PKM Kecamatan Pesanggrahan diketahui bahwa setiap persalinan di
PKM Kecamatan Pesanggarahan ditolong oleh dua orang bidan. Kedua orang
bidan tersebut berada di sisi kanan dan sisi kiri ibu bersalin saat pembukaan
sudah lengkap. Kedua orang bidan tersebut bekerja sama dalam menolong
persalinan dengan cara berbagi tugas. Satu orang bidan memfokuskan
tugasnya untuk menolong ibu bersalin. Sedangkan, satu orang bidan lainnya
bertugas menolong bayi.
Selama observasi, bidan A dan bidan E pernah menolong persalinan
sendirian. Hal tersebut terjadi karena masing-masing rekan kerja kedua bidan
pada saat tugas sedang beristirahat. Sehingga, bidan A dan bidan E harus
menolong persalinan sendirian. Sedangkan, bidan SH dan bidan P juga pernah
menolong persalinan sendirian karena pada waktu bersamaan saat mereka
bertugas, terdapat dua orang pasien ibu bersalin di RB PKM Kecamatan
Pesanggrahan. Sehingga, bidan SH dan bidan P harus menolong persalinan
sendiri-sendiri. Hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 9.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama diketahui
bahwa pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan sudah
dilaksanakan sejak Departemen Kesehatan RI mengeluarkan program IMD.
Berikut pemaparan informan utama:
54
“...awal-awal neng, kan udah ada APN+IMD tuh 2008, yaaa sekitar
2009 dah kayaknya...”(bidan N)
“Pokoknya pertama dicetuskan dan Depkes menyetujui yaudah kita
langsung melaksanakan...”(bidan SA)
“...kalo gak salah sekitar 2009 apa 2010 lah gitu...(bidan A)
Perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan terkait dengan tindakan yang dilakukan bidan dalam langkahlangkah pelaksanaan IMD. Saat bayi lahir, terdapat tiga langkah pelaksanaan
IMD yang dilakukan oleh bidan.
1.
Langkah pertama
Setelah melakukan observasi terhadap proses persalinan sebanyak 15
kali di PKM Kecamatan Pesanggrahan diketahui bahwa langkah pertama
yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD dimulai dengan menilai
kondisi bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi. Penilaian awal
kondisi bayi baru lahir dimulai dengan mencatat waktu kelahiran bayi
dalam lembar catatan persalinan. Selanjutnya, dalam waktu dua detik
pertama setelah kelahiran bayi, bidan segera menilai kondisi bayi untuk
memastikan kemungkinan melakukan tindakan resusitasi pada bayi.
Berdasarkan seluruh proses persalinan yang diobservasi, tidak ada
bayi yang menunjukkan gejala asfiksia. Sehingga, bidan tidak melakukan
tindakan resusitasi pada bayi.
lampiran 6a.
Hasil observasi diapat dilihat pada
55
Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap
informan utama yang menyatakan bahwa tindakan resusitasi harus
dilakukan apabila bayi baru lahir menunjukkan gejala asfiksia. Berikut
pemaparan informan utama:
“...bayi lahir tidak menangis, gak mungkin dong langsung IMD, pasti
resusitasi dulu...”(bidan N)
“...kita lihat kondisi bayi kan, kalo pernapasannya bagus kita
langsung bersihin...”(bidan SA)
“...kalo dia asfiksia berarti kan kita perlu pertolongan asfiksianya
dulu...”((bidan A)
Setelah dipastikan bayi tidak mengalami asfiksia, bidan mulai
mengeringkan seluruh tubuh bayi kecuali kedua tangan bayi. Hasil
observasi diapat dilihat pada lampiran 6a.
Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap
informan utama yang menyatakan bahwa jika bayi tidak menunjukkan
gejala asfiksia, maka bidan segera mengeringkan tubuh bayi kecuali
kedua tangan bayi. Berikut pemaparan informan utama:
“...kalo pernapasannya bagus kita langsung bersihin kan..”(bidan SA)
“...kalo bayi lahir dia nangis, langsung taro ke atas perut ibunya,
secara tidak langsung tanpa di lap tangan-tangannya...”(bidan A)
Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama
diketahui bahwa bidan tidak membersihkan kedua tangan bayi karena
tidak ada perintah bagi bidan untuk mengeringkan tangan bayi. Selain itu,
56
bau air ketuban yang melekat di tangan bayi memiliki bau yang sama
dengan payudara ibu, sehingga dapat membantu bayi untuk menemukan
puting susu ibunya. Berikut pemaparan informan utama:
“...karna gak ada teorinya
membersihkan...”(bidan N)
neng
untuk
memerintah
kita
“...bau air ketubannya itu sama kayak payudara ibu...”(bidan SA)
“ya lemaknya jangan, karena itu bau air ketuban kan untuk
ngerangsang dia...”(bidan E)
“...karna air ketuban
ibunya...”(bidan A)
itu
baunya
sama
dengan
si
puting
Setelah tubuh bayi dibersihkan, bidan mengklem dan memotong tali
pusat bayi. Selanjutnya, bidan memberikan suntikan syntosinon 10UI
pada bagian paha ibu bersalin.
Hasil observasi dapat dilihat pada
lampiran 6a.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama, diketahui
bahwa terdapat lima jenis obat kimiawi yang digunakan selama
persalinan, yaitu sintosinon, methergin, cairan infus, antibiotik, dan
vitamin A. Namun, menurut informan utama, dari kelima jenis obat
kimiawi tersebut hanya sintosinon yang wajib diberikan kepada ibu
bersalin sesuai dengan standar dalam APN. Pemberian suntikan
sintosinon 10UI pada ibu bersalin bertujuan untuk merangsang kontraksi
uterus agar plasenta segera lahir. Sedangkan, penggunaan keempat jenis
obat kimiawi lainnya disesuaikan dengan kondisi ibu bersalin dan
57
tindakan yang akan dilakukan oleh bidan. Berikut pemaparan informan
utama:
“...oh iya sinto, methergin, vitamin A.Gak juga, yang utama sinto
neng...”(bidan N)
“...sintosinon itu aja yang paling utama, kan standarnya dalam APN
emang pake itu, kalo misalnya kontraksinya darahnya agak banyak
kita kasih methergin, selebihnya si obat biasa, kayak antibiotik sama
vitamin A...standarnya emang ada dalam APN juga pake itu..,biasa
sintosinon aja yang paling utama untuk merangsang kontraksi
uterus...”(bidan SA)
“Saat persalinan ya sintosinon, ada juga methergin, abis itu ya paling
obat oral antibiotik sama vitamin A, sintosinon itu di injeksi biar
rahim kontraksi...”(bidan E)
“...kalo di APN semua pasien setiap baru lahir dua menit pertama itu
pasti dikasih sintosinon, itu kan untuk merangsang plasenta lahir, kalo
misalkan dia retensio plasenta otomatiskan dia butuh sinto lagi, terus
butuh cairan infus juga, kalo darah keluar terus pasti butuh
methergin...”(bidan A)
Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama mengenai
pemberian suntikan syntosinon juga diperkuat dengan hasil wawancara
terhadap informan pendukung. Berikut pemaparan informan pendukung:
“...ia disuntik di paha kiri...”(Ny. U)
Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa bidan sudah melakukan
semua tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Semua
tindakan tersebut segera dilakukan saat bayi lahir pada setiap proses
persalinan tanpa melihat panduan pelaksanaan IMD. Semua tindakan juga
sudah dilakukan secara tepat dan berurutan.
58
Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama
diketahui bahwa bidan sudah mengetahui alasan melakukan setiap
tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Selain itu,
berdasarkan hasil wawancara terhadap informan pendukung juga
diketahui bahwa tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah pertama
pelaksanaan IMD sama dengan tindakan yang dilakukan bidan saat
diobservasi.
2.
Langkah kedua
Setelah melakukan observasi terhadap langkah pertama pelaksanaan
IMD dalam proses persalinan sebanyak 15 kali di PKM Kecamatan
pesanggrahan, diketahui bahwa langkah kedua yang dilakukan bidan
dalam pelaksanaan IMD adalah memberikan kesempatan pada bayi untuk
melakukan kontak kulit dengan ibunya.
Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa setelah tali pusat bayi
dipotong, bidan segera menengkurapkan bayi di dada ibunya dengan cara
mendekatkan mulut bayi ke puting susu ibu sebelah kanan. Kemudian,
bidan menyelimuti bayi menggunakan kain bersih. Namun, dari 15 proses
persalinan yang observasi, terlihat bahwa bidan P pernah dalam satu kali
menolong persalinan tidak memberikan kesempatan pada bayi untuk
melakukan kontak kulit dengan ibunya. Saat peneliti melakukan
observasi, terlihat bahwa bidan P bertugas sendirian menolong proses
persalinan. Bidan P terlihat tergesa-gesa selama menolong proses
59
persalinan, karen ibu bersalin yang ditolong oleh bidan P sudah
mengalami bukaan lengkap saat masuk ke RB. Bidan P belum sempat
menyiapkan peralatan persalinan. Hasil observasi diapat dilihat pada
lampiran 6b.
Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap
informan utama yang menyatakan bahwa bidan mengarahkan mulut bayi
dekat dengan puting ibunya saat bayi ditengkurapkan di dada ibu. Berikut
pemaparan informan utama:
“...langsung taro di dada ibunya deket payudara...”(bidan SA)
“...yang penting lahir taro langsung di dadanya kan, biasanya yang
berhasil pun harus pake bantuan deketin ke puting ibunya...”(bidan E)
Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama juga
diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan pendukung diketahui
bahwa bidan menengkurapkan bayi di dada ibunya dengan cara
mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting susu ibu. Berikut
pemaparan informan pendukung:
“...pokoknya di sekitar dada deket susu...”(Ny.U)
“...ditaro di dada, ia mulut bayinya diarahin ke payudara karna
bayinya gak nyari...”(NyM)
Saat peneliti melakukan konfirmasi terhadap bidan P yang tidak
memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan
ibunya, maka bidan P menolak untuk memberikan jawaban. Saat
60
penelitian berlangsung, peneliti berusaha kembali untuk melakukan
konfirmasi ulang terhadap bidan P. Namun, tetap saja bidan P tidak mau
memberikan jawaban.
Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi pada tabel 5.6 diketahui
bahwa saat bayi berada di dada ibunya, bidan meminta bantuan
pendamping persalinan untuk memberikan bantal di bawah kepala ibu
bersalin agar mempermudah kontak visual antara ibu dan bayinya.
Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap
informan utama. Informan utama menyatakan bahwa peran pendamping
persalinan adalah untuk memberikan semangat kepda ibu bersalin dan
membantu bidan melengkapi kebutuhan ibu bersalin. Berikut pemaparan
informan utama:
“Biasanya ibunya lebih nyaman kalo ditemenin, kalo misalnya kita
perlu apa-apa pun cepet gitu ngasih tau keluarganya...”(bidan SA)
“Buat motivasi ibunya...”(bidan E)
“...supaya ibunya merasa aman nyaman, terus bisa juga bantuin
ibunya kalo misalkan lagi butuh apa atau apa gitu kan...”(bidan A)
Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi pada tabel 5.6 diketahui
bahwa bidan memerintahkan ibu bersalin untuk memeluk bayinya saat
bayi ditengkurapkan di dada ibu bersalin. Hasil observasi tersebut
diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang
menyatakan bahwa memeluk bayi saat berada di dada ibunya dilakukan
agar ibu dan bayi sama-sama merasa nyaman. Meskipun, sebenarnya
61
tindakan memeluk bayi dilakukan berdasarkan keinginan langsung dari
ibu bersalin. Berikut pemaparan informan utama:
“perlu karena kan bayinya gerak-gerak kan, kan aman kalo langsung
dipegangin sama dia, dan biasanya ibunya juga kan langsung meluk
sendiri ya dia megang sendiri dan ibunya lebih nyaman kalo dipegang
langsung...”(bidan SA)
“...“biasanya inisiatif ibunya sendiri...”(bidan E)
“perlu, karna kan secara tidak langsung ada kontak antara ibu sama
bayinya, kedua juga menjaga keamanan si bayi, terus menjaga
kehangatan si bayi juga, selama ini si gak pernah ada ibu yang gak
mau...”(bidan A)
Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama diperkuat
dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung yang menyatakan
bahwa saat bayi berada di dada ibu, bidan meminta ibu bersalin untuk
memeluk bayinya. Berikut pemaparan informan pendukung:
“...ya iya disuruh dipeluk.”(Ny.U)
“...iya disuruh bidannya meluk bayi.”(Ny.M)
Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa saat bayi
berada di dada ibunya, bidan melanjutkan langkah manajemen aktif kala
tiga persalinan (menolong lahirnya plasenta). Hasil observasi dapat dilihat
pada lampiran 6b.
Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa bidan
memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan
ibunya sampai plasenta lahir sempurna. Saat plasenta telah lahir
sempurna, bidan mengangkat bayi dari dada ibunya.
62
Berdasarkan semua proses persalinan yang diobservasi diketahui
bahwa proses lahirnya plasenta tidak ada yang melebihi waktu 30 menit,
yaitu berkisar antara 10 sampai 30 menit. Sehingga, bidan hanya
memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan
ibunya selama 10 sampai 30 menit. Setelah plasenta lahir sempurna dan
bayi diangkat dari dada ibunya, bidan melanjutkan tugasnya menjahit
perineum. Hasil observasi diapat dilihat pada lampiran 9.
Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap
informan utama yang menyatakan bahwa IMD dapat dihentikan atau
tidak dilaksanakan apabila ibu mengalami stres dan merasa tidak nyaman
setelah melahirkan. Berikut pemaparan informan utama:
“...kondisi ibunya, ntar kalo di taro di sini bergerak-gerak dia jatoh
itu gak bisa IMD karna ntar bayinya dilempar kan repot...”(bidan N)
“...kita si ngeliat kondisi ibunya kalo dia bener-bener gak nyaman dan
kesakitan yaudah kita angkat... dia pengennya kan buru-buru kalo
udah satu jam kan selesai semuanya udah bersalin udah dibersihin
udah dijait gitu...”(bidan SA)
“...terserah ibunya kalo kesakitan ya kita angkat aja... gak nyampe
sejam udah dulu kita bersihin bayinya...”(bidan E)
Selain itu, informan utama juga menyatakan bahwa waktu yang
diberikan untuk pelaksanaan IMD minimal selama satu jam dianggap
terlalu lama. Berikut pemaparan informan utama:
“Kelamaan, kelamaan kan kita tunggu satu jam pun gak ada yang
berhasil si sebenernya...”(bidan SA)
“Kelamaan itu mah, harusnya udah beres semua kan...”(bidan E)
63
Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama diperkuat
dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung yang meyatakan
bahwa kondisi skin to skin contact antara ibu dan bayinya hanya
dipertahankan selama tidak lebih dari setengah jam. Berikut pemaparan
informan pendukung:
“...yaaa sekitar kira-kira setengah jam lah, kurang lebih sekitar
segitu...”(Ny.U)
“...kayaknya nyampe-nyampe tiga puluh menit. kayaknya enggak
nyampe satu jam deh.”(Ny.M)
Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa belum semua bidan
melakukan semua tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD.
Contohnya dalam satu proses persalinan yang diobservasi, bidan P tidak
memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan
ibunya. Selain itu, masih terdapat beberapa tindakan dalam langkah kedua
pelaksanaan IMD yang dilakukan kurang tepat, yaitu mengarahkan mulut
bayi ke bagian puting sebelah kanan ibu dan mengangkat bayi dari dada
ibunya sebelum kontak kulit antara ibu dan bayi berlangsung selama satu
jam.
Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama juga
diketahui bahwa bidan masih memiliki alasan yang belum tepat dalam
melakukan beberapa tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD.
Alasan bidan yang belum tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi dekat
64
dengan puting ibunya saat bayi berada di dada ibunya agar bayi berhasil
IMD dan
mengangkat bayi dari dada ibunya karena bidan akan
melakukan penjahitan perineum Selain itu, berdasarkan hasil wawancara
terhadap informan pendukung juga diketahui bahwa tindakan yang
dilakukan bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD sama dengan
tindakan yang dilakukan bidan saat diobservasi.
3.
Langkah ketiga
Setelah melakukan observasi langkah kedua pelaksanaan IMD pada
proses persalinan sebanyak 15 kali di PKM Kecamatan pesanggrahan,
diketahui bahwa langkah ketiga yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan
IMD adalah memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari puting
susu ibunya. Tindakan yang dilakukan bidan untuk memberikan
kesempaatan pada bayi mencari puting susu ibunya yaitu dengan cara
memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan
ibunya.
Berdasarkan hasil observasi pada lampiran 9, diketahui bahwa kontak
kulit antara ibu dan bayi berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Kecuali
pada observasi persalinan kedua yang ditolong oleh bidan P, dimana
bidan P sama sekali tidak memberikan kesempatan pada bayi untuk
melakukan kontak kulit dengan ibunya. Hasil observasi dapat dilihat pada
lampiran 6c.
65
Hasil observasi tersebut berbeda dengan hasil wawancara terhadap
informan utama yang menyatakan bahwa IMD dilakukan dengan cara
kontak kulit antara ibu dan bayi selama satu jam. Berikut pemaparan
informan utama:
“...karna kan kalo dia IMD satu jam...”(bidan N)
“...ya itu kita biarin aja dulu sampai satu jam kan ya...”(bidan SA)
“...di dada ibunya, nah itu sampai satu jam.”(bidan A)
Hasil wawancara terhadap informan utama tersebut berbeda dengan
hasil wawancara selanjutnya yang menyatakan bahwa kontak kulit antara
ibu dan bayi yang dilakukan selama satu jam dianggap terlalu lama.
Berikut pemaparan informan utama:
“...kelamaan, kan kita tunggu satu jam pun gak ada yang berhasil si
sebenernya...”(bidan SA)
“...kelamaan itu mah, harusnya udah beres semuanya kan...”(bidan E)
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa kontak kulit antara ibu
dan bayi memang tidak ada yang berlangsung sampai satu jam. Hal ini
terjadi karena sebelum bidan melakukan penjahitan perineum, bidan
mengangkat bayi dari dada ibunya untuk
melakukan kegiatan
penimbangan, pengukuran dan pengecapan kedua telapak kaki bayi,
meskipun kontak kulit antara ibu dan bayinya belum mencapai waktu satu
jam dan bayi pun belum ada yang berhasil menyusu.
66
Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap
informan utama yang menyatakan bahwa bayi boleh segera dipisahkan
dari ibunya untuk kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan
meskipun bayi belum berhasil menyusu. Selain itu, informan utama juga
menyatakan bahwa kegiatan tersebut boleh dilakukan karena sebelum ada
program IMD pun kegiatan tersebut dilakukan sebelum bayi berhasil
menyusu. Berikut pemaparan informan utama:
“...kadang kalo kelamaan dia gak dapet-dapet puting ibunya kita
angkat dulu, kita timbang, kita ukur, kita bersihin, kita bungkus, nanti
ibunya suruh disusuin, dulu juga gak pake IMD kalo dulu mah.”(bidan
SA)
“...lagian dulu kan sebelum ada IMD juga gitu kok, gak papa lah
diangkat dulu, diberesin, terus kan kita kasih lagi sama
ibunya...”(bidan E)
“...jadi bisa aja sambil kita bersihkan ibunya, bayinya kita angkat
dulu, sambil waktu untuk nimbang dan lain-lain...”(bidan A)
Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa setelah bayi
ditimbang, diukur dan di cap, bidan memberikan kembali bayi kepada
ibunya untuk di susui dalam keadaan sudah dibedong. Ibu dan bayi tetap
berada di RB sampai waktu dua jam setelah persalinan. Waktu penyusuan
awal terjadi di RB dalam keadaan bayi sudah dibedong.
Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap
informan utama yang menyatakan bahwa setelah bidan menimbang,
mengukur, dan mengecap, bidan mengembalikan bayi kepada ibunya
untuk disusui. Berikut pemaparan informan utama:
67
“...kita selalu tau kalo belom dua jam pasti masih di ruang
bersalin...”(bidan N)
“...kita angkat dulu, kita timbang, kita ukur, kita bersihin, kita
bungkus, nanti ibunya suruh disusuin.”(bidan SA)
“...gak nyampe sejam udah dulu, kita bersihin bayinya baru kita taro
lagi biar di susuin.”(bidan E)
“...bisa aja sambil kita bersihkan ibunya, bayinya kita angkat dulu,
sambil waktu untuk nimbang dan lain-lain, kan abis itu bisa
dilanjutkan nyusui gitu.”(bidan A)
Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama tersebut
diperkuat dengan hasil observasi selanjutnya yang terlihat bahwa bidan
tidak memberikan kesempatan lagi kepada bayi untuk melanjutkan kontak
kulit dengan ibunya setelah bidan menimbang, mengukur dan mengecap
kedua telapak kaki bayi. Bidan hanya memerintahkan kepada ibu bersalin
agar tetap berada di RB sampai waktu dua jam setelah melahirkan. Saat
berada di RB, bidan memerintahkan ibu bersalin untuk menyusui bayinya
yang sudah dibedong. Hasil observasi diapat dilihat pada lampiran 6d.
Hasil observasi ini diperkuat dengan hasil wawancara terhadap
informan utama yang menyatakan bahwa sebelum dipindah ke ruang
perawatan bidan memberikan suntikan hepatitis B pertama pada bayi.
Berikut pemaparan informan utama:
“...dua jam kemudian HB 0, abis HB 0 kita pindahkan ke ruang
perawatan...”(bidan N)
“...di RB sampe dua jam, terus kan kita kasih HB 0, baru pindah ke
ruang perawatan...”(bidan SA)
68
“...kan aturannya gitu, HB 0 tuh dua jam post partum, baru boleh
dipindahin...(bidan E)
“...oh iya dalam APN gitu juga...”(bidan A)
Hasil observasi terakhir menunjukkan bahwa setelah ibu dan bayi
berada di RB selama dua jam setelah melahirkan, bidan meminta bantuan
suami/keluarga yang mendampingi persalinan untuk memindahkan ibu
bersalin dan bayinya ke ruang perawatan. Hasil observasi diapat dilihat
pada lampiran 6d.
Hasil observasi ini diperkuat dengan hasil wawancara terhadap
informan utama yang menyatakan bahwa setelah dua jam melahirkan, ibu dan
bayi dipindahkan ke ruang perawatan. Tindakan tersebut merupakan aturan
dari PKM untuk memberikan fasilitas rawat gabung sampai dua hari setelah
melahirkan. Berikut pemaparan informan utama:
“...abis HB 0 kita pindahkan ke ruang perawatan, rawat gabung,
udah, kita selalu tau kalo belom dua jam pasti masih di ruang
bersalin...”(bidan N)
“...setelah 2 jam pindah ke ruang perawatan ya biasanya
perawatannya sampe 3 hari si kalo disini mah, pokoknya terhitung
dari dia masuk sampe dia pulang 3 hari kok...”(bidan SA)
“...dari dua jam pindah sampe dua hari post partum...pokoknya sampe
dia lahiran trus masuk ruang perawataan terus sampe besoknya dia
pulang jadi tiga hari...”(bidan E)
“...minimal kalo di sini sih 3x24 jam setelah dia lahir... kalo di sini
emang peraturannya seperti itu...”(bidan A)
Hasil wawancara terhadap informan utama selanjutnya menyatakan
bahwa rawat gabung adalah menempatkan bayi di tempat yang sama
69
dengan ibunya, sehingga bayi selalu berada di dekat ibunya. Menurut
informan utama, rawat gabung dilakukan agar ibu terlatih untuk merawat
dan menyusui bayinya. Selain itu, bayi akan lebih sering menyusu
sehingga memperoleh ASI eksklusif. Berikut pemaparan informan
pendukung:
“...kalo rawat gabung kan bayi sama-sama, udah oke ya...”(bidan N)
“...biar ASInya lebih eksklusif, ibunya juga terlatih nyusuin gitu,
ngerawat di rumah juga lebih gampang...”(bidan SA)
“...bareng-bareng ibu sama bayinya, biar ibunya lebih teratur
nyusuin...”(bidan E)
“...bayi ada di deket ibunya terus, rawat gabung berarti si ibu lebih
memperhatikan si bayi, si ibu bertanggung jawab atas bayinya,
apalagi awal-awal abis lahiran kan belum tentu ASInya keluar,
dengan terus dirangsang kan otomatis bakal keluar ASInya...”(bidan
A)
Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama diperkuat
dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung yang menyatakan
bahwa ibu dan bayi dipindahkan ke ruang perawatan sampai waktu dua
hari setelah melahirkan. Berikut pemaparan informan pendukung:
“...kalo gak salah di puskes itu dua hari...”(Ny.U)
“...kan dua hari baru pulang...”(Ny.M)
Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa semua tindakan dalam
langkah ketiga pelaksanaan IMD
dilakukan tanpa melihat panduan
pelaksanaan IMD. Semua tindakan sudah dilakukan secara berurutan.
Namun, masih ada beberapa tindakan yang tidak dilakukan kurang tepat,
70
yaitu bidan melakukan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan
sebelum bayi melakukan kontak kulit dengan ibunya selama satu jam,
bidan tidak
memberikan kesempatan pada bayi untuk melanjutkan
kembali kontak kulit dengan ibunya setelah kegiatan penimbangan,
pengukuran, dan pengecapan.
Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama juga
diketahui bahwa bidan masih memiliki alasan yang belum tepat dalam
melakukan beberapa tindakan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD.
Alasan bidan yang belum tepat, yaitu penyusuan awal dilakukan dalam
keadaan bayi sudah dibedong. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara
terhadap informan pendukung juga diketahui bahwa tindakan yang
dilakukan bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD sama dengan
tindakan yang dilakukan bidan saat diobservasi.
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti hanya dapat menjelaskan bagaimana gambaran
tiap langkah yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD. Sehingga, peneliti
hanya dapat menjawab pertanyaan tindakan apa yang dilakukan dalam setiap
langkah pelaksanaan IMD serta bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Namun,
peneliti belum dapat menjawab pertanyaan mengapa tindakan tersebut dilakukan.
Oleh sebab itu, diperlukan penelitian serupa untuk menjawab pertanyaan
mengapa bidan berperilaku seperti itu dalam pelaksanaan IMD.
Selain itu, peneliti juga tidak dapat menampilkan gambar setiap tindakan yang
dilakukan bidan dalam ketiga langkah pelaksanaan IMD karena pihak PKM tidak
memperbolehkan peneliti untuk mengambil gambar dalam proses persalinan.
Oleh sebab itu, peneliti menggunakan triangulasi waktu dalam melakukan
observasi. Hal ini dilakukan untuk menjaga validitas data hasil observasi.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1.
Gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD
IMD merupakan program yang dikeluarkan oleh WHO dan UNICEF
pada tahun 2007, dimana pada prinsipnya bukan ibu yang menyusui bayi,
tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu, serta
melakukan kontak kulit ibu dengan kulit bayi segera setelah lahir selama
71
72
paling sedikit satu jam (Depkes, 2007).
Meskipun program IMD telah
diresmikan sejak tahun 2007, namun Departemen Kesehatan RI baru
mengeluarkan pedoman bagi penolong persalinan dalam melakukan
langkah-langkah pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir pada tahun
2008 (Depkes RI, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa PKM Kecamatan
Pesanggrahan sudah menjalankan program IMD sejak Departemen
Kesehatan RI mengeluarkan program IMD. Pelaksanaan program IMD di
PKM Kecamatan Pesanggrahan tepatnya dimulai sejak tahun 2009.
Dalam program IMD, dinyatakan agar semua sarana pelayanan
kesehatan menerapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM)
atau ten step to successful breastfeeding. Poin nomer empat dalam penerapan
LMKM yaitu menganjurkan seluruh petugas kesehatan untuk membantu
para ibu dalam pelaksanaan IMD setelah melahirkan (Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010).
Untuk mewujudkannya, setiap fasilitas kesehatan harus melakukan
lima langkah pelaksanaan IMD. Pertama, IMD harus dilakukan baik di ruang
bersalin maupun di ruang operasi. Kedua, IMD dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan yang membantu proses persalinan. Ketiga, ibu bersalin dan pihak
keluarga berhak meminta pihak penyedia pelayanan kesehatan untuk
melakukan IMD sepanjang ibu dan bayi tidak mengalami indikasi medis.
Keempat, ibu bersalin yang menjalani operasi caesar dan menggunakan
73
anestesi lumbal (bukan anestesi lokal) tetap dibantu untuk melakukan IMD
di ruang operasi. Kelima, setiap fasilitas bersalin harus menerapkan IMD
sesuai dalam prosedur tetap mulai dari konsultasi pada waktu kunjungan ibu
hamil
hingga saat
persalinan dan waktu
menyusui
(Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian dikatahui bahwa setiap proses persalinan
di PKM Kecamatan Pesanggrahan merupakan persalinan normal. Sehingga,
pelaksanaan IMD terjadi di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan. Meskipun,
tidak ada ibu bersalin atau keluarga yang mendampingi persalinan yang
meminta bidan untuk melaksanakan IMD, namun bidan tetap melaksanakan
IMD setiap menolong persalinan.
Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian dikatahui bahwa bidan selalu
memberitahu ibu bersalin dan keluarga yang mendampingi persalinan pada
setiap tindakan yang akan dilakukan. Bidan penolong persalinan melakukan
prosedur tetap pelaksanaan IMD hanya pada saat menolong persalinan sesuai
pedoman langkah-langkah pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir.
Sedangkan, konsultasi mengenai IMD pada waktu kunjungan ibu hamil dan
ibu menyusui dilakukan oleh bidan pemeriksa kehamilan di bagian Poli
Kesehatan Ibu dan Anak (Poli KIA). Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa
bidan di PKM Kecamatan Pesanggrahan sudah mewujudkan langkah menuju
keberhasilan menyusui melalui pelaksanaan IMD.
74
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat tiga langkah
pelaksanaan IMD yang dilakukan oleh bidan saat menolong persalinan.
Langkah pertama, bidan melakukan penilaian awal pada bayi baru lahir dan
mengeringkan tubuh bayi. Semua tindakan yang dilakukan bidan dalam
langkah pertama pelaksanaan IMD sudah dilakukan secara berurutan dan
tepat.
Langkah kedua, bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk
melakukan kontak kulit dengan ibunya. Setiap tindakan dalam langkah ini
sudah dilakukan secara berurutan. Namun, masih terdapat tindakan yang
dilakukan kurang tepat. Bidan mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting
susu ibu sebelah kiri. Selain itu, bidan juga hanya memberi kesempatan pada
bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya tidak ada yang lebih dari
30 menit.
Langkah
ketiga, bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk
mencari puting susu ibunya. Dalam langkah ini, masih terdapat tindakan
yang dilakukan kurang tepat. Bidan mengangkat bayi dari dada ibunya untuk
ditimbang, diukur, dan dicap sebelum bayi berhasil menemukan puting susu
ibunya. Selain itu, masih terdapat tindakan yang belum dilakukan oleh bidan.
Bidan tidak memberikan kesempatan kembali kepada bayi yang belum
berhasil menemukan puting susu ibunya untuk melakukan kontak kulit
dengan ibunya setelah kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan.
Meskipun tidak ada bayi yang berhasil melakukan IMD, bidan tetap
75
memerintahkan kepada ibu bersalin untuk melakukan penyusuan awal di RB
dalam keadaan bayi sudah dibedong.
Menurut penelitian Ja’fara (2001), menyatakan bahwa petugas
kesehatan tidak dapat bekerja sesuai SOP karena banyak pasien yang harus
dilayani. Selain itu, menurut Roesli (2012), menyatakan bahwa anggapan
tenaga kesehatan yang kurang tersedia merupakan anggapan yang salah yang
dapat menghambat pelaksanaan IMD. Namun, berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa dalam waktu 24 jam setidaknya hanya ada 2-3 orang ibu
bersalin di PKM Kecamatan Pesanggrahan. Selain itu, setiap persalinan akan
ditolong oleh dua orang bidan. Sehingga, kurang tepat jika alasan bidan
belum melaksanakan IMD karena banyaknya jumlah pasien yang harus
dilayani dan kurang tersedianya tenaga penolong persalinan.
Menurut Sukma (2009), IMD dikatakan berhasil apabila bayi dapat
menemukan puting susu ibu dan mulai menyusu. Selanjutnya, menurut
Roesli (2012), jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut
ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya
selama satu jam, semua bayi dengan sendirinya akan berhasil menemukan
puting susu ibunya melalui lima tahapan perilaku saat menyusu pertama kali.
Tahap pertama dimulai dalam 30 menit Awal. Pada tahap ini bayi
akan beristirahat dan tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar melihat
ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan
dari keadaan dalam kandungan ke keadaan diluar kandungan. Keadaan ini
76
merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman yang dapat
meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan praktik menyusui
selanjutnya dan mendidik bayi (Roesli, 2012).
Tahap kedua dimulai dalam 30-40 menit selanjutnya. Pada tahap ini
bayi mulai mengeluarkan suara, menggerakkan mulut seperti ingin minum,
mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban
yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan
payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan
payudara dan puting susu ibu (Roesli, 2012).
Tahap ketiga yaitu bayi mulai mengeluarkan air liur. Bayi mulai
mengeluarkan air liurnya saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya.
Kemudian, bayi berusaha untuk mencapai areola (Roesli, 2012).
Tahap keempat yaitu bayi mulai bergerak ke arah payudara. Kaki bayi
akan menekan perut ibu untuk mencapai areola. Bayi akan menjilat-jilat kulit
ibu, menghentak-hentakkan kepalanya ke dada ibu, menoleh ke kanan dan
ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya
dengan tangannya yang mungil (Roesli, 2013).
Tahap kelima yaitu
bayi mulai menemukan puting susu ibu.
Kemudian, bayi akan menjilat dan mengulum puting susu ibu. Mulut bayi
akan terbuka lebar untuk menghisap puting sus ibu. Kemudian, bayi akan
melekat di dada ibunya dengan baik (Roesli, 2012).
77
Selanjutnya, menurut Mashudi (2011), masih terdapat beberapa
kesalahan dalam pelaksanaan IMD, yaitu bayi baru lahir diletakkan di perut
ibu yang sudah dialasi kain kering, tali pusat dipotong lalu diikat, bayi
segera dibedong karena takut kedinginan, bayi diletakkan di dada ibu dalam
keadaan sudah dibedong, bayi dibiarkan di dada ibu selama 10-15 menit atau
sampai tenaga kesehatan selesai menjahit perineum. Selanjutnya, bayi
disusukan dengan cara memasukkan puting susu ibu ke mulut bayi.
Menurut penelitian Fikawati dan Syafiq (2003), menyatakan bahwa
penolong persalinan merupakan faktor kunci keberhasilan pelaksanaan IMD.
Dalam 30 menit pertama setelah bayi lahir umumnya peran penolong
persalinan masih sangat dominan. Apabila ibu bersalin difasilitasi oleh
penolong persalinan untuk segera memeluk bayinya diharapkan interaksi ibu
dan bayi akan segera terjadi. Dengan IMD, ibu semakin percaya diri untuk
tetap memberikan ASI nya sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan
makanan atau minuman apapun kepada bayi karena bayi bisa nyaman
menempel pada payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera setelah
lahir.
Sejalan dengan hasil penelitian di atas, menurut penelitian Rahardjo
(2006),
juga menyatakan bahwa tenaga kesehatan merupakan faktor
dominan yang berhubungan dengan pelaksanaan IMD. Sehingga, perlu
adanya perilaku yang suportif dari petugas kesehatan dalam melaksanakan
IMD (Afifah, 2008).
78
Menurut penelitian Fikawati & Syafiq (2003), ketidakberhasilan bayi
melakukan IMD disebabkan karena ketidaktepatan penolong persalinan
dalam memfasilitasi pelaksanaan IMD. Hal tersebut menyebabkan bayi
kehilangan kemampuan untuk menyusu. Padahal, bayi yang berhasil
melakukan IMD akan memiliki kesempatan delapan kali untuk berhasil
memperoleh ASI eksklusif. Sehingga, kegagalan IMD dapat menyebabkan
kemungkinan ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif.
Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, diketahui bahwa perilaku
bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan
sebenarnya sudah dominan dan suportif, karena dalam waktu 30 menit
pertama bayi lahir, bidan sudah memfasilitasi bayi untuk melakukan IMD.
Bidan sebenarnya sudah melaksanakan tiap langkah pelaksanaan IMD.
Namun, masih terdapat beberapa tindakan yang dilakukan kurang tepat.
Tindakan tersebut menyebabkan tidak ada bayi yang berhasil menemukan
puting susu ibunya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan IMD di
PKM Kecamatan Pesanggrahan belum berhasil.
Menurut penelitian Niswah & Noveri (2010), menyatakan bahwa
bidan akan memfasilitasi IMD dengan baik apabila bidan memiliki
pengetahuan yang baik dan sikap yang positif terhadap pelaksanaan IMD.
Selain itu, menurut penelitian Legawati, dkk (2011), menyatakan bahwa
bidan masih memiliki pemahaman yang berbeda mengenai pelaksanaan IMD
karena program ini masih dianggap baru. Sehingga, menimbulkan keraguan
79
dan
kesulitan
untuk
menerapkannya.
Ketidaksabaran
bidan
dalam
memfasilitasi IMD karena alasan keterbatasan waktu padahal masih banyak
tugas yang harus diselesaikan juga dapat menjadi penyebab kegagalan
pelaksanaan IMD.
Selanjutnya, menurut penelitian Afifah (2008), menyatakan bahwa
petugas kesehatan yang belum pernah mengikuti pelatihan IMD dan ASI
serta tidak adanya kebijakan dan supervisi pelaksanaan IMD di sarana
pelayanan kesehatan kemungkinan dapat menyebabkan petugas kesehatan
berprilaku pasif terhadap pelaksanaan IMD.
Selanjutnya, menurut penelitian Puspita (2010), menyatakan bahwa
masih ada penolong persalinan belum meyakini manfaat IMD. Sehingga,
dimungkinkan penolong persalinan tidak akan melaksanakan IMD apabila
terjadi hambatan dalam pelaksanannya.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bidan sudah melakukan
tiga langkah dalam pelaksanaan IMD, yaitu dimulai dengan menilai kondisi
bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi, memberikan kesempatan pada
bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya, dan memberikan
kesempatan pada bayi untuk mencari puting susu ibunya. Meskipun secara
umum bidan sudah melakukan ketiga langkah tersebut, namun masih
terdapat beberapa tindakan bidan yang dilakukan kurang tepat.
Menurut Green et all (2005), terdapat tiga faktor yang menentukan
perilaku seseorang yaitu faktor predisposisi, faktor penguat, dan faktor
80
pemungkin. Faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan,
nilai-nilai, persepsi, dan motivasi. Faktor penguat meliputi penghargaan dan
keuntungan yang diperoleh dalam berperilaku. Faktor pemungkin adalah
keberadaan fasilitas atau sumber daya yang ada.
Berdasarkan teori tersebut, peneliti menduga bahwa perilaku bidan
dalam pelaksanaan IMD disebabkan oleh adanya dua faktor determinan
perilaku, yaitu faktor predisposisi dan faktor pemungkin. Faktor predisposisi
meliputi pengetahuan dan sikap yang dimiliki bidan menjadi alasan bidan
untuk melakukan setiap tindakan dalam langkah-langkah pelaksanaan IMD.
Sedangkan faktor penguat meliputi kebijakan mengenai program IMD yang
telah dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI
merupakan faktor
pemungkin bagi para bidan untuk melaksanakan IMD dalam setiap
menolong persalinan.
2.
Perilaku bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD
Berasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa langkah pertama yang
dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah melakukan penialaian awal
pada bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi. Penilaian awal pada bayi
baru lahir diawali dengan mencatat waktu bayi lahir. Selanjutnya, menilai
kondisi pernapasan dan fisik bayi. Melalui penilaian awal pada bayi baru
lahir, bidan dapat mengenali gejala asfiksia pada bayi baru lahir.
Menurut bidan, jika bayi mengalami gejala asfiksia, maka bidan akan
melakukan tindakan resusitasi. Sehingga, langkah selanjutnya dalam
81
pelaksanaan IMD dapat ditunda sampai tindakan resusitasi berhasil. Namun,
jika bayi tidak mengalami gejala asfiksia, maka bidan akan membersihkan
seluruh tubuh bayi kecuali kedua tangan bayi menggunakan kain bersih.
Sehingga, bidan dapat melanjutkan langkah pelaksanaan IMD.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2008),
tindakan awal dalam
langkah pertama pelaksanaan IMD adalah mencatat waktu bayi lahir dan
menilai kondisi bayi. Catatan waktu kelahiran bayi merupakan salah satu isi
dalam catatan lembar persalinan. Sedangkan, tindakan menilai kondisi bayi
merupakan cara untuk mengenali gejala asfiksia pada bayi baru lahir.
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir. Kondisi tersebut, berkaitan dengan kondisi kesehatan
ibu saat hamil, kondisi bayi saat berada dalam kandungan, dan masalah yang
terjadi selama proses persalinan. Dalam menolong persalinan, bidan harus
siap melakukan tindakan resusitasi pada bayi baru lahir yang mengalami
asfiksia (Depkes RI, 2008).
Berdasarkan Profil PKM Kecamatan Pesanggrahan (2011), dinyatakan
bahwa Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan hanya menerima pasien yang
melahirkan secara normal. Sehingga, harus sudah dipastikan ibu hamil dan
bayi dalam kandungan berada dalam kondisi yang sehat. Hal tersebut
terbukti bahwa dari seluruh persalinan yang diobservasi, tidak ada bayi yang
mengalami asfiksia. Sehingga,
resusitasi.
bidan tidak perlu melakukan tindakan
82
Tindakan selanjutnya yang dilakukan bidan dalam langkah pertama
pelaksanaan IMD adalah mengeringkan seluruh tubuh bayi kecuali kedua
tangan bayi. Menurut bidan, kedua tangan bayi baru lahir tidak boleh
dibersihkan karena tindakan tersebut tidak ada dalam pedoman APN. Selain
itu, menurut bidan bau air ketuban yang melekat di tangan bayi memiliki bau
yang sama dengan payudara ibu, sehingga dapat membantu bayi untuk
menemukan puting susu ibunya.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), tindakan membersihkan
kedua tangan bayi baru lahir tidak diperbolehkan dalam asuhan bayi baru
lahir. Menurut Roesli (2012), bayi akan mencium dan menjilat tangannya
dalam waktu 30-40 menit pertama kontak kulit antara ibu dan bayi. Saat bayi
mencium dan menjilat tangannya, ia merasakan cairan ketuban yang masih
melakat di tangannya. Bau tersebut memiiki bau yang sama dengan cairan
yang dikeluarkan oleh payudara ibu. Sehingga, bau tersebut dapat
membimbing bayi untuk menemukan puting susu ibunya.
Setelah tubuh bayi dibersihkan, bidan memberikan suntikan oksitosin
10UI pada bagian paha ibu bersalin. Selanjutnya, bidan memotong dan
mengikat tali pusat bayi. Menurut bidan, pemberian suntikan oksitosin 10UI
dilakukan untuk merangsang kontraksi uterus agar plasenta segera lahir.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), penyuntikkan oksitosin
merupakan pertolongan persalinan kala III. Persalinan kala III merupakan
tahap pengeluaran plasenta. Penyuntikan oksitosin berfungsi untuk
83
mempercepat lahirnya plasenta. Proses lahirnya plasenta berlangsung selama
5-30 menit setelah bayi lahir. Penyuntikan oksiotin dilakukan sebelum tali
pusat dipotong.
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa bidan sudah
mengetahui setiap tindakan yang harus dilakukan dalam langkah pertama
pelaksanaan IMD. Menurut peneliti, bidan juga sudah memberikan alasan
yang tepat dalam melakukan setiap tindakan di langkah pertama pelaksanaan
IMD.
Menurut Krathwohl dkk (1974),
perilaku yang menekankan pada
aspek intelektual (otak) termasuk dalam domain kognitif. Peneliti menduga
bahwa salah satu faktor perilaku bidan dalam langkah pertama pelaksanaan
IMD adalah pengetahuan yang dimiliki bidan. Pengetahuan yang dimiliki
bidan menjadi alasan bidan dalam melakukan setiap tindakan di langkah
pertama pelaksanaan IMD. Pengetahuan merupakan salah satu bentuk dalam
domain kognitif. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pengetahuan
yang
dimiliki bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD merupakan perilaku
dalam domain kognitif.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan menyatakan
setuju terhadap program IMD untuk mencapai keberhasilan pemberian ASI
eksklusif. Bidan juga menyetujui semua tindakan yang harus dilakukan
dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Sehingga, dapat dikatakan bahwa
bidan memiliki sikap yang positif dalam langkah pertama pelaksanaan IMD.
84
Menurut Krathwohl dkk (1974),
perilaku yang menekankan pada
aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, dan kepatuhan termasuk
dalam domain afektif. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa sikap bidan
terhadap langkah pertama dalam pelaksanaan IMD merupakan perilaku
dalam domain afektif. Selain itu, peneliti juga menduga bahwa selain
pengetahuan, sikap positif yang dimiliki bidan juga menjadi salah satu faktor
ketepatan perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD.
Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa bidan sudah
melakukan semua tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD.
Semua tindakan tersebut dilakukan secara berurutan dan tepat tanpa melihat
pedoman pelaksanaan IMD.
Menurut
Azizahwati
(2010),
keterampilan
merupakan
tingkat
kemahiran dalam penguasaan suatu gerak. Selanjutnya, menurut Dave
(1967) dalam Huitt (2003), keterampilan dapat dikelompokkan dalam lima
tingkatan, yaitu meniru, manipulasi, ketepatan gerakan, artikulasi, dan
naturalisasi.
Oleh sebab itu, peneliti menduga bahwa bidan sudah terampil dalam
melakukan setiap tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD.
Selanjutnya, peneliti juga menduga bahwa keterampilan bidan dalam
langkah pertama pelaksanaan IMD sudah sampai pada tingkat naturalisasi,
karena berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa bidan selalu melakukan
tindakan yang sama dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Semua
85
tindakan tersebut dilakukan secara beururtan sesuai pedoman pelaksanaan
IMD. Selain itu, setiap tindakan juga dilakukan dengan tepat tanpa melihat
pedoman pelaksanaan IMD.
3.
Perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa langkah kedua yang
dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah memberikan kesempatan
pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Setelah tali pusat
bayi dipotong, bidan segera menengkurapkan bayi di dada ibunya dengan
cara mendekatkan mulut bayi ke puting susu ibu sebelah kanan. Kemudian,
bidan menyelimuti bayi menggunakan kain bersih. Menurut bidan, bayi
akan berhasil menemukan puting susu ibunya apabila mulut bayi diarahkan
dekat dengan puting susu ibunya.
Menurut Roesli (2012), jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan
diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari
ibunya setidaknya selama satu jam, semua bayi dengan sendirinya akan
berhasil menemukan puting susu ibunya melalui lima tahapan perilaku saat
menyusu pertama kali.
Tahap pertama dimulai dalam 30 menit Awal. Pada tahap ini bayi
akan beristirahat dan tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar melihat
ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan
dari keadaan dalam kandungan ke keadaan diluar kandungan. Keadaan ini
merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman yang dapat
86
meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan praktik menyusui
selanjutnya dan mendidik bayi (Roesli, 2012).
Tahap kedua dimulai dalam 30-40 menit selanjutnya. Pada tahap ini
bayi mulai mengeluarkan suara, menggerakkan mulut seperti ingin minum,
mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban
yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan
payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan
payudara dan puting susu ibu (Roesli, 2012).
Tahap ketiga yaitu bayi mulai mengeluarkan air liur. Bayi mulai
mengeluarkan air liurnya saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya.
Kemudian, bayi berusaha untuk mencapai areola (Roesli, 2012).
Tahap keempat yaitu bayi mulai bergerak ke arah payudara. Kaki bayi
akan menekan perut ibu untuk mencapai areola. Bayi akan menjilat-jilat kulit
ibu, menghentak-hentakkan kepalanya ke dada ibu, menoleh ke kanan dan
ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya
dengan tangannya yang mungil (Roesli, 2013).
Tahap kelima yaitu
bayi mulai menemukan puting susu ibu.
Kemudian, bayi akan menjilat dan mengulum puting susu ibu. Mulut bayi
akan terbuka lebar untuk menghisap puting sus ibu. Kemudian, bayi akan
melekat di dada ibunya dengan baik (Roesli, 2012).
Oleh sebab itu, tindakan bidan mengarahkan mulut bayi ke dekat
puting susu ibu dengan alasan bahwa bayi akan berhasil menemukan puting
87
susu ibunya apabila mulut bayi diarahkan dekat dengan puting susu ibunya
tersebut dapat dikatakan kurang tepat.
Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian, setelah bayi ditengkurapkan
di dada ibunya, bidan meminta bantuan pendamping persalinan untuk
memberikan bantal di bawah kepala ibu bersalin agar mempermudah kontak
visual antara ibu dan bayinya. Selain itu, menurut bidan, keberadaan
pendamping persalinan akan memberikan semangat kepada ibu bersalin dan
membantu bidan melengkapi kebutuhan ibu bersalin.
Menurut Hodnett (1997) dalam Sukmawati (2012), kehadiran
pendamping persalinan akan memberikan dukungan emosional berupa rasa
aman, semangat dan membesarkan hati ibu yang menghadapi persalinan.
Sesuai dengan pendapat Hodnett (1997), menurut Hemilton (1994) dalam
Sukmawati (2012), ketenangan hati ibu merupakan hal yang penting dalam
menghadapi persalinan. Suami atau keluarga diharapkan dapat mendukung
dan memotivasi istri untuk menjaga agar persalinan berjalan lancar dan
selamat.
Selain itu, menurut Cohen (1991) dalam Sukmawati (2012), bahwa
dukungan suami saat persalinan sangat berharga. Ibu bersalin lebih
menginginkan tindakan suportif dari suaminya dibandingkan dari petugas
profesional. Sebagai pendamping persalinan, suami dapat membantu para
istri saat terjadi kontraksi, melatih bernapas serta
keinginannya kepada petugas kesehatan.
mengkomunikasikan
88
Oleh sebab itu, memang tepat pendapat bidan yang menyatakan bahwa
keberadaan pendamping persalinan dapat memberikan semangat kepada
ibu bersalin. Selain itu, keberadaan pendamping persalinan juga dapat
melancarkan proses pelaksanaan IMD dengan cara mengawasi kondisi ibu
dan bayi saat kontak kulit antara ibu dan bayi berlangsung.
Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa saat bayi
berada di dada ibunya, bidan juga meminta ibu untuk memeluk bayinya.
Menurut bidan, memeluk bayi saat berada di dada ibunya dilakukan agar
ibu dan bayi sama-sama merasa nyaman.
Kemudian,
melakukan
bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk
kontak kulit dengan ibunya
yang berlangsung sampai
plasenta lahir sempurna. Setelah plasenta lahir, bidan mengangkat bayi
dari ibunya karena bidan akan melakukan penjahitan perineum. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari semua proses persalinan yang
diobservasi, proses lahirnya plasenta tidak ada yang lebih dari 30 menit.
Sehingga, kontak kulit antara ibu dan bayi juga tidak ada yang
berlangsung lebih dari 30 menit.
Bidan menganggap waktu yang diberikan bagi bayi untuk melakukan
kontak kulit dengan ibunya selama minimal satu jam terlalu lama. Selain
itu, bidan juga harus melakukan penjahitan perineum. Sehingga,
dikhawatirkan ibu akan merasa tidak nyaman jika harus dilanjutkan
melaksanakan IMD.
89
Menurut Roesli (2012), IMD adalah bayi mulai menyusu sendiri
setelah lahir. Bayi baru lahir sebenarnya memiliki kemampuan untuk
menyusu sendiri. Asalkan diberikan kesempatan untuk melakukan kontak
kulit dengan ibunya minimal selama satu jam. Pendapat ini sesuai dengan
pedoman langkah pelaksanaan IMD, yang menyatakn bahwa kontak kulit
antara ibu dan bayi dipertahankan minimal sampai satu jam (Depkes RI,
2008).
Selain itu, menurut Mashudi (2011), IMD merupakan program yang
sedang gencar dianjurkan pemerintah. Menyusu dan bukan menyusui
merupakan gambaran bahwa IMD bukan program ibu menyusui bayi
tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu. Namun,
bagi seorang Ibu, proses ini berarti tahap awal pelaksanaan ASI ekslusif.
Menurut Roesli (2012), IMD harus tetap dilakukan meskipun ibu
harus dijahit, karena kegiatan bayi merangkak mencari payudara terjadi di
area payudara, sedangkan yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu.
Apabila kondisi ibu tidak mendukung untuk pelaksanaan IMD, maka
seharusnya bidan memberikan dukungan kepada ibu untuk melaksanakan
IMD.
Menurut Suryani (2012), bidan harus melibatkan suami atau keluarga
yang mendampingi persalinan untuk turut mendukung ibu agar IMD
berhasil. Suami juga turut berperan dalam keberhasilan IMD dengan hadir
90
dan memberikan dukungan kepada ibu saat melahirkan dan membangun
percaya diri ibu agar mau dan mampu menyusui.
Sesuai dengan pendapat Akhmadi (2009) dalam Suryani (2011), yang
menyatakan bahwa dukungan merupakan informasi dari orang lain bahwa
ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta
merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama.
Dapat juga diartikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran,
bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang
yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang
berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan
emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.
Menurut Roesli (2012), kelahiran dengan tindakan seperti operasi
caesar, vakum atau forcep, bahkan perasaan sakit di daerah kulit yang
digunting saat episiotomi memang dapat mengganggu kemampuan
alamiah bayi untuk mencari dan menemukan puting susu ibunya. Namun,
bukan berarti dalam keadaan tersebut bidan diperbolehkan untuk tidak
memfasilitasi pelaksanaan IMD. Justru bidan harus terus memberikan
dukungan untuk tetap melaksanakan IMD.
Sehingga, kurang tepat tindakan bidan mengangkat bayi dari dada
ibunya saat akan menjahit perineum ibu. Artinya, bayi hanya memiliki
kesempatan untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya kurang dari
satu jam. Peneliti menduga ketidaktepatan tindakan bidan dalam langkah
91
kedua pelaksanaan IMD karena bidan menghawatirkan kondisi ibu yang
stres setelah melahirkan dan kesakitan saat penjahitan perineum akan
membahayakan kondisi ibu dan bayi jika tetap melanjutkan pelaksanaan
IMD.
Berdasarkan
hasil
wawancara,
diketahui
bahwa
bidan
telah
mengetahui tindakan yang harus dilakukan dalam langkah kedua
pelaksanaan IMD. Namun, bidan belum mengetahui lima tahapan
perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Bidan menyatakan bahwa bayi
akan berhasil menemukan puting susu ibunya apabila bidan mengarahkan
mulut bayi ke dekat puting susu ibunya. Sehingga, saat bayi
ditengkurapkan di dada ibunya, bidan selalu mengarahkan mulut bayi ke
dekat puting susu ibunya sebelah kiri.
Menurut Krathwohl dkk (1974),
aspek intelektual
perilaku yang menekankan pada
(otak) termasuk dalam domain kognitif. Domain
kognitif meliputi pengetahuan yang dimiliki seseorang. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki bidan dalam langkah kedua
pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain kognitif.
Peneliti menduga bahwa ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah
kedua pelaksanaan IMD disebabkan oleh pengetahuan yang dimiliki
bidan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan belum
mengetahui lima tahapan perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Bidan
beranggapan bahwa keberhasilan IMD disebabkan karena bidan
92
mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya. Hal tersebut
menyebabkan bidan selalu membantu bayi untuk menemukan puting susu
ibunya dengan cara selalu mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting
susu ibunya sebelah kiri. Sehingga bidan kurang tepat dalam melakukan
tindakan di langkah kedua pelaksanaan IMD.
Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan
menyatakan kurang setuju terhadap waktu minimal yang harus diberikan
untuk pelaksanaan IMD. Menurut bidan, kontak kulit antara ibu dan bayi
yang berlangsung selama satu jam dianggap terlalu lama. Sehingga, bidan
selalu memisahkan bayi dari ibunya sebelum kontak kulit berlangsung
selama satu jam.
Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada
aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap dan kepatuhan merupakan
perilaku dalam domain afektif.
Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa
sikap bidan terhadap langkah kedua dalam pelaksanaan IMD merupakan
perilaku dalam domain afektif. Selain itu, peneliti juga menduga bahwa
selain pengetahuan, sikap yang dimiliki bidan juga menjadi salah satu
faktor ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan
IMD.
Kemudian, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa bidan sudah
melakukan semua tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD.
Semua tindakan tersebut dilakukan secara berurutan tanpa melihat
93
pedoman pelaksanaan IMD. Namun, masih terdapat beberapa tindakan
yang dilakukan kurang tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi dekat dengan
puting susu ibunya sebelah kanan dan hanya memberikan kesempatan
pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya tidak lebih dari
30 menit.
Menurut
Azizahwati
(2010),
keterampilan
merupakan
tingkat
kemahiran dalam penguasaan suatu gerak. Selanjutnya, menurut Dave
(1967) dalam Huitt (2003), keterampilan dapat dikelompokkan dalam
lima tingkatan, yaitu meniru, manipulasi, ketepatan gerakan, artikulasi,
dan naturalisasi.
Oleh sebab itu, peneliti menduga bahwa sebenarnya bidan sudah
terampil dalam melakukan setiap tindakan dalam langkah kedua
pelaksanaan
IMD.
Selanjutnya,
peneliti
keterampilan bidan dalam langkah kedua
juga
menduga
bahwa
pelaksanaan IMD hanya
termasuk pada tingkat meniru, manipulasi, dan naturalisasi, karena
berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa bidan selalu melakukan
tindakan yang sama dalam langkah kedua pelaksanaan IMD tanpa melihat
pedoman pelaksanaan IMD. Semua tindakan tersebut dilakukan secara
berurutan sesuai pedoman pelaksanaan IMD. Namun, masih terdapat
tindakan yang dilakukan kurang tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi
kedekat puting susu ibunya sebelah kiri.
94
4.
Perilaku bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa langkah ketiga yang
dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah memberikan kesempatan
pada bayi untuk mencari puting susu ibunya. Tindakan yang dilakukan bidan
untuk memberikan kesempaatan pada bayi mencari puting susu ibunya yaitu
dengan cara memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak
kulit dengan ibunya. Namun, bidan hanya memberikan kesempatan kontak
kulit antara ibu dan bayi sampai plasenta lahir sempurna. Sedangkan, proses
lahirnya plasenta hanya berlangsung selama 5-30 menit setelah bayi lahir.
Sehingga, tidak ada bayi yang melakukan kontak kulit dengan ibunya selama
satu jam.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebenarnya bidan telah
mengetahui bahwa kondisi kontak kulit antara ibu dan bayi harus
dipertahankan sampai satu jam. Namun, bidan menganggap waktu tersebut
terlalu lama. Bidan juga menyatakan bahwa dalam waktu satu jam setelah
persalinan, bayi harus sudah ditimbang, diukur, dan dicap. Pada waktu yang
bersamaan pula bidan harus selesai menjahit perineum dan membersihkan
tubuh ibu bersalin.
Alasan lain bidan juga menyatakan bahwa sebelum ada program IMD
pun kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan
dilakukan
sebelum bayi menemukan puting susu ibunya dan mulai menyusu. Namun,
penyusuan awal tetap dapat kembali dilanjutkan di RB dalam keadaan bayi
95
sudah dibedong. Bidan memberikan kesempatan pada ibu untuk menyusui
bayinya di RB sampai waktu dua jam setelah persalinan.
Menurut Roesli (2012), kemampuan bayi menemukan dan mengisap
puting susu ibu terjadi selama satu jam dalam keadaan kontak kulit antara
ibu dan bayi. Selain itu, menurut Arvidson (2001) dalam Utami (2012),
menyatakan bahwa kemampuan bayi untuk mengisap puting susu ibu paling
kuat dilakukan dalam waktu setengah jam setelah lahir.
Selanjutnya, menurut Fikawati dan Syafiq (2003), menyatakan bahwa
tindakan memisahkan bayi dari ibunya sebelum bayi berhasil menemukan
puting susu ibu menyebabkan kegagalan pelaksanaan IMD. Keadaan
tersebut menyebabkan kadar hormon prolaktin dalam darah ibu akan
menurun
dan
sulit
untuk
menstabilkannya
kembali.
Hal
tersebut
menyebabkan produksi ASI kurang lancar dan baru akan keluar setelah tiga
hari atau lebih. Keadaaan ini membuat bayi menjadi rewel karena
kehauasan, sehingga penolong persalinan akan memberikan makanan atau
minuman prelakteal. Akibatnya adalah kegagalan praktek pemberian ASI
eksklusif.
Selain itu, menurut Depkes RI (2008), bahwa bayi baru lahir sangat
mudah mengalami hipotermia. Salah satu cara yang menyebabkan
hipotermia pada bayi baru lahir adalah konduksi. Konduksi adalah
kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan
permukaan yang dingin, seperti meja, tempat tidur atau timbangan
96
Menurut hasil penelitian Bergman dalam Roesli (2012), menyatakan
bahwa kulit ibu bersifat termoregulator bagi suhu bayi. Kulit dada ibu yang
melahirkan satu derajat lebih panas dibandingkan ibu yang tidak melahirkan.
Jika bayi kedinginan, suhu kulit ibu otomatis naik dua derajat untuk
menghangatkan bayi. Namun, jika bayi kepanasan, suhu kulit ibu otomatis
turun satu derajat untuk mendinginkan bayinya.
Oleh sebab itu, tindakan bidan memisahkan bayi dari ibunya untuk
ditimbang, diukur, dan dicap sebelum kontak kulit antara ibu dan bayi
berlangsung selama satu jam dan bayi belum berhasil melakukan penyusuan
awal adalah kurang tepat.
Tindakan tersebut menyebabkan kegagalan
praktek IMD karena bayi tidak berhasil menemukan puting susu ibunya.
Selain itu, bayi juga dapat mengalami hipotermi karena harus segera
dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang, diukur, dan dicap.
Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa bidan tidak
memberikan kesempatan kembali kepada bayi untuk melanjutkan kontak
kulit dengan ibunya setelah kegiatan penimbangan, pengukuran, dan
pengecapan. Padahal sebelum kegiatan tersebut dilakukan, bayi belum
berhasil menemukan puting susu ibunya. Artinya, bidan tidak memberikan
kesempatan kepada bayi untuk menyusu sendiri. Hal tersebut dapat
menjadikan bayi kehilangan kemampuan untuk mengisap puting susu ibu.
Sehingga, akan menghambat refleks prolaktin dan reflek oksitosin.
97
Meskipun bayi tidak berhasil menemukan puting susu ibunya, bidan
tetap memberikan kesempatan pada ibu untuk melakukan penyusuan awal di
RB. Penyusuan awal tersebut dilakukan dengan cara ibu memasukkan puting
susunya ke mulut bayi. Selain itu, saat menyusu pertama kali bayi sudah
dalam keadaan dibedong. Penyusuan awal di RB berlangsung sampai waktu
dua jam setelah persalinan. Selanjutnya, bidan memberikan suntikan
hepatitis B pertama pada bayi dan memindahkan ibu dan bayinya ke ruang
perawatan untuk melanjutkan rawat gabung.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan rawat
gabung di PKM Kecamatan Pesanggrahan berlangsung selama dua hari
setelah melahirkan. Menurut bidan pelaksanaan rawat gabung selama dua
hari tersebut sesuai dengan peraturan yang telah dibuat oleh pihak PKM
Kecamatan Pesanggrahan.
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan
Anak RI (2010), pelaksanaan rawat gabung merupakan poin nomer tujuh
dalam pedoman peningkatan penerapan 10 langkah menuju keberhasilan
menyusui. Dalam pedoman tersebut disebutkan bahwa rawat gabung adalah
upaya menempatkan ibu dan bayi ditempat yang sama selama 24 jam.
Pelaksanaan rawat gabung dimulai dengan cara mengupayakan
penyediaan rawat gabung dengan sarana dan prasarana yang memadai,
mempraktekkan
rawat
gabung
kecuali
ada
indikasi
medis
yang
mengharuskan bayi dirawat secara terpisah, menjamin kebersihan dan
98
kenyamanan ruangan, menjamin ketertiban jam kunjung ibu dan bayi, dan
mengupayakan agar ibu tetap dapat menyusui meskipun bayi harus dirawat
terpisah atas indikasi medis (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak RI, 2013).
Oleh sebab itu, aturan di PKM Kecamatan Pesanggrahan untuk
memberikan fasilitas rawat gabung pada setiap proses persalinan sudah
tepat. Sehingga, ibu dan bayi dapat sama-sama merasakan manfaat rawat
gabung untuk mencapai langkah keberhasilan menyusui.
Bidan juga menyatakan bahwa dengan adanya rawat gabung, maka ibu
akan terlatih untuk merawat dan menyusui bayinya. Selain itu, menurut
bidan, dengan adanya rawat gabung, maka bayi akan lebih sering menyusu
sehingga memperoleh ASI eksklusif karena ibu dapat menyusui sesuai
permintaan bayi.
Menurut Wijayanti (2011), manfaat rawat gabung dapat ditinjau dari
berbagai aspek, yaitu aspek fisik, fisiologis, psikologi, edukatif, ekonomi,
dan medis. Manfaat rawat gabung ditinjau dari aspek fisik yaitu, ibu dapat
dengan mudah menjangkau bayinya untuk melakukan perawatan sendiri dan
mnyusui sesuai keinginan bayi. Selanjutnya, dari aspek fisiologi, maka
dengan adanya rawat gabung bayi akan segera dan lebih sering disusui.
Sehingga, akan timbul refleks oksitosin dan prolaktin.
Kemudian, dari aspek psikologi, maka dengan adanya rawat gabung
akan terjalin proses lekat antara ibu dan bayi. Hal ini mempunyai pengaruh
99
yang besar terhadap perkembangan psikologi bayi selanjutnya, karena
kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan
oleh bayi. Selanjutnya, dari aspek edukatif, maka dengan adanya rawat
gabung ibu akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang cara
menyusui yag benar, merawat tali pusat, merawat payudara, dan
memandikan bayi (Wijayanti, 2011).
Selanjutnya, dari aspek ekonomi, maka dengan adanya rawat gabung
pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Sehingga, dapat
menghemat anggaran pengeluaran untuk pembelian susu formula, botol
susu, dot, serta peralatan lain yang dibutuhkan. Terakhir, dari aspek medis,
maka dengan adanya rawat gabung akan menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi (Wijayanti, 2011).
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan menyatakan bayi
boleh dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang, diukur, dan dicap meskipun
bayi belum berhasil menemukan puting susu ibunya. Setelah kegiatan
tersebut dilakukan, bayi dapat kembali diberi kesempatan untuk melakukan
penyusuan awal dalam keadaan telah dibedong.
Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada
aspek intelektual (otak) termasuk dalam domain kognitif. Domain kognitif
meliputi pengetahuan yang dimiliki seseorang. Sehingga, dapat dikatakan
bahwa pengetahuan yang dimiliki bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan
IMD merupakan perilaku dalam domain kognitif.
100
Peneliti menduga bahwa ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah
ketiga pelaksanaan IMD disebabkan oleh pengetahuan yang dimiliki bidan.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa menyatakan sebelum
dikeluarkannya program IMD, kegiatan penimbangan, pengukuran, dan
pengecapan memang biasa dilakukan sebelum bayi menyusu. Sehingga,
bidan menganggap kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan
boleh saja dilakukan meskipun bayi belum berhasil menemukan puting susu
ibunya.
Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada
aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap dan kepatuhan merupakan
domain afektif. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa sikap bidan terhadap
langkah ketiga dalam pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain
afektif. Selain itu, peneliti juga menduga bahwa selain pengetahuan, sikap
yang dimiliki bidan juga menjadi salah satu faktor ketidaktepatan perilaku
bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD.
Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa bidan belum
melakukan semua tindakan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD. Bidan
tidak memberikan kesempatan kembali kepada bayi yang telah dipisahkan
dari ibunya untuk kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan
untuk kembali melakukan kontak kulit dengan ibunya sampai berhasil
menemukan puting susu ibunya dan berhasil melakukan penyusuan awal.
101
Menurut
Azizahwati
(2010),
keterampilan
merupakan
tingkat
kemahiran dalam penguasaan suatu gerak. Selanjutnya, menurut Dave
(1967) dalam Huitt (2003), keterampilan dapat dikelompokkan dalam lima
tingkatan, yaitu meniru, manipulasi, ketepatan gerakan, artikulasi, dan
naturalisasi.
Oleh sebab itu, sama halnya dengan perilaku bidan dalam langkah
kedua pelaksanaan IMD, peneliti juga menduga bahwa sebenarnya bidan
sudah terampil dalam melakukan setiap tindakan dalam langkah ketiga
pelaksanaan IMD. Selanjutnya, peneliti juga menduga bahwa keterampilan
bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD hanya termasuk pada tingkat
meniru, manipulasi, dan naturalisasi, karena berdasarkan hasil observasi
terlihat bahwa bidan selalu melakukan tindakan yang sama dalam langkah
ketiga pelaksanaan IMD tanpa melihat pedoman pelaksanaan IMD. Semua
tindakan tersebut dilakukan secara berurutan sesuai pedoman pelaksanaan
IMD. Namun, masih terdapat tindakan yang belum dilakukan.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan
tahun 2013 sudah dominan dan suportif karena dalam waktu 30 menit
pertama setelah bayi lahir, bidan memfasilitasi bayi untuk melakukan
IMD.
2. Tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD,
yaitu mencatat waktu kelahiran bayi, menilai kondisi bayi, membersihkan
tubuh bayi kecuali kedua tangan, memberikan suntikan oksitosin 10UI di
paha ibu bersalin, mengklem dan memotong tali pusat. Semua tindakan
dalam langkah pertama pelaksanaan IMD sudah dilakukan secara
berurutan dan tepat.
3. Tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD,
yaitu menengkurapkan bayi di dada ibunya (tidak lebih dari 30 menit)
dengan cara mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya sebelah
kiri, menyelimuti bayi dengan kain bersih, meminta ibu bersalin untuk
memeluk bayinya, menolong lahirnya plasenta, dan menjahit perineum ibu
bersalin. Semua tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD sudah
dilakukan secara berurutan, namun masih terdapat tindakan yang
dilakukan kurang tepat.
102
103
4. Tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD,
yaitu menimbang, mengukur, mengecap kedua telapak kaki bayi,
memberikan suntikan vitamin K pada bayi, memberikan kesempatan pada
ibu dan bayi untuk melakukan penyusuan awal di RB dalam keadaan bayi
sudah dibedong, memberikan suntikan HB 0 pada bayi setelah dua jam
persalinan, melanjutkan pelaksanaan rawat gabung di ruang perawatan
sampai dua hari setelah melahirkan. Masih terdapat tindakan yang belum
dilakukan dalam langkah ketiga
pelaksanaan IMD, yaitu tidak
memberikan kesempatan kembali pada bayi untuk melakukan kontak kulit
dengan ibunya sampai berhasil menemukan puting susu ibunya.
B. Saran
1. Disarankan kepada koordinator program gizi di PKM Kecamatan
Pesanggrahan agar memonitor ketepatan pelaksanaan IMD di RB PKM
Kecamatan Pesanggrahan.
2. Disarankan kepada Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk
melakukan pelatihan konselor ASI bagi semua bidan puskesmas di DKI
Jakarta.
3. Disarankan kepada pihak Dinas Kesehatan Jakarta Selatan sebagai
pelaksana pelatihan konselor ASI untuk lebih banyak menekankan pada
pemberian materi IMD khususnya mengenai lima tahapan perilaku bayi
saat menyusu pertama kali.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Evi. 2008. Perilaku Petugas Kesehatan Dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu
Dini (IMD) Pada Pasien Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak (RSIA) Mutiara
Bunda Ciledug Tangerang Tahun 2008. Jakarta: Skripsi FKIK Jakarta
Anggraeni, Annisa. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI
Eksklusif Pada Ibu Yang Melahirkan Di Rumah Bersalin Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2012. Jakarta: Skripsi
FKIK Jakarta
Azizahwati, dkk . 2010. Keterampilan Psikomotor Fisika Siswa Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together. Jurnal Geliga
Sains.
Vol.
IV
(1).
Hal
12-17.
Diakses
dari
http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JGS/article/download/990/983. Pada
tanggal 25 Juli 2013
Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Departemen Kesehatan RI. 2008. Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial,
Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan
Bayi Baru Lahir. Jakarta: JNPKKR
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pelatihan APN Bahan Tambahan IMD. Jakarta:
JNPKKR
Fikawati, Sandra & Ahmad Syafiq.2003. Hubungan Antara Menyusui Segera
(Immediate Breastfeeding) dan Pemberian ASI Eksklusif Sampai dengan
Empat Bulan. Jurnal Kedokteran Trisakti, Vol.22 (2), Hal. 47-55.
http://www.univmed.org/wpDiakses
dari
content/uploads/2011/02/Sandra.pdf. Pada tanggal 10 Oktober 2012
Green et all. 1990. Perencanaan Pendidikan Kesehatan Sebuah Pendekatan
Diagnostik. Jakarta: Proyek pengembangan FKM UI DEPDIKBUD RI.
Green, L.W. and Kreuter, M.W. 2005. Health Program Planning: An Educational
and Ecological Approach. 4th edition. NY: McGraw-Hill Higher
Education
Huitt, W. 2003. The Psychomotor Domain. Educational Psychology Interactive.
Valdosta,
GA:
Valdosta
State
University.
Diakses
dari
http://wed.siu.edu/faculty/JCalvin/psychomotor.pdf. Pada tanggal 21
Agustus 2013
Ja’fara, Carlos. 2001. Analisis Kualitatif Kepatuhan Petugas Kesehatan Terhadap
Penatalaksanaan Penyakit Ispa Pada Balita Di Puskesmas Condong Dan
Singkawang Kab.Bengkayang Tahun 2004. Depok: Tesis Program Pasca
Sarjana FKM UI
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Keputusan
Menteri Kesehatan RI No.
450/Menkes/SK/IV/2004 Tentang Pemberian ASI Eksklusif. Diakses dari
www.perpustakaan.depkes.go.id. Pada tanggal 3 Maret 2013
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Keputusan
Menteri Kesehatan RI
No.
369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Kebidanan. Diakses
dari www.indonesian-publichealth.com Pada tanggal 3 Maret 2013
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Peraturan Pemerintah RI No.33 Tahun 2012
Tentang Pemberian ASI Eksklusif. Diakses dari www.depkes.go.id Pada
tanggal 3 Maret 2013
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
HK.02.02/MENKES/149/1/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan. Diakses dari www.indonesian-publichealth.com Pada
tanggal 3 Maret 2013
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. 2010. Pedoman
Peningktan Penerapan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui Yang
Responsif Gender Bagi Pusat Dan Daerah. Diakses dari http://aimiasi.org/wp-content/uploads/2010/08/17-permenegpp-3-2010.pdf.
Pada
tanggal 18 Juli 2013
Krathwohl, David R, dkk. 1974. Taxonomy Of Educational Objectives The
Classification of Educational Goals Handbook II: Affective Domain. New
York: David McKay Company
Legawati, dkk. 2011. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Praktik Menyusui 1
Bulan Pertama. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Vol.VIII (2), Hal. 60-68.
Diakses
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/article/view/1122.
tanggal 2 Oktober 2012
dari
Pada
Mashudi, Sugeng. 2011. Inisiasi Menyusui Dini Langkah Awal Keberhasilan
Program ASI Ekslusif. Skripsi. Ponorogo: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas
Muhammadiyah
Ponorogo.
Diakses
dari
http://lib.umpo.ac.id/index.php/baca/koleksi/33/-inisiasi-menyusui-dinilangkah-awal-keberhasilan-program-asi-ekslusif. Pada tanggal 20 April
2013
Moleong. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Cetakan kedua puluh dua
Niswah & Noveri Aisyaroh. 2010. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Bidan
tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan Praktik Inisiasi Menyusu
Dini
di
Puskesmas
Kota
Semarang.
Diakses
dari
http://journal.unissula.ac.id/majalahilmiahsultanagung/article/view/147/1
08. Pada tanggal 22 November 2012
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta
Profil Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2011
Puspita, Indah. 2010. Analisis Sikap Petugas Kesehatan Sebagai Pennolong
Persalinan Terhadap Praktek Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kampung Sawah Tahun 2010 (Studi Kualitatif). Jakarta:
Skripsi FKIK Jakarta
Rahardjo, Setiyowati. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemberian
ASI Satu
Jam
Pertama Setelah Melahirkan. Junal Kesehatan
Masyarakat Nasional, Vol.I (1), Hal. 11-17. Diakses dari
http://www.jurnalkesmas.org/berita-131-faktorfaktor-yang-berhubungandengan-pemberian-asi-satu-jam-pertama-setelah-melahirkan.html. Pada
tanggal 22 November 2012
Raya, Reynie Purnama. 2008. Pengetahuan Bidan Mengenai IMD. Jurnal
Keperawatan Indonesia. Vol. X
(18). Hal. 52.
Diakses dari
http://journals.unpad.ac.id/mku/article/view/123/105. Pada tanggal 22
November 2012
Roesli, Utami. 2012. Panduan Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta:
Pustaka Bunda
Siswanto, dkk. 2008. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini Dengan Pemberian ASI
Eksklusif Pada Bayi Usia 6 – 12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kedungkandang
Kota
Malang.
Diakses
dari
http://fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/gizi/RATIH%20ADELITA%20
SARI.pdf. Pada tanggal 8 Juli 2013
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta
Sukmawati. 2012. Hubungan Kehadiran Pendamping Ibu Bersalin Terhadap
Persalinan Kala II. Jurnal Medika Respati. Vol. VII (3). Diakses dari
http://e-journal.respati.ac.id/node/37. Pada tanggal 30 Juli 2013
Suryani, Devi Nanda. 2011. Hubungan Dukungan Suami Dengan Pelaksanaan
Inisiasi Menyusu Dini Pad Ibu Post Partum Di BPS Kota Semarang.
Jurnal
Dinamika
Kebidanan.
Vol.I
(1).
Diakses
Dari
http://jurnal.abdihusada.com. Pada tanggal 30 Juli 2013
Utami, Aris Puji. 2012. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini Dengan Kecepatan
Keluarnya ASI Pada Ibu Post Partum Di BPS Firda Tuban. Vol. II (1).
Diakses
dari
http://journal.stikesnu.com/index.php/jurnaldosen/article/view/46. Pada
tanggal 22 November 2012
World Health Organization. 1998. Complementary feeding of young children in
developing countries: a review of current scientific knowledge. Geneva:
WHO
Wulandari, Atik S. 2009. Inisiasi Menyusu Dini Untuk Awali ASI Eksklusif. Diakses
dari www.fk.uwks.ac.id. Pada tanggal 22 November 2012
Wijayanti, Desi. 2011. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Sikap Ibu Bersalin
Terhadap Rawat Gabung Di Polindes Mekar Sari Desa Bebengan
Kecamatan Boja Kabupaten Kendal. Jurnal Ilmu Kesehatan. Vol. 1 (2).
Diakses
dari
http://jurnal.akbiduniska.ac.id/index.php/AKU/article/view/5/4.
Pada
tanggal 30 Juli 2013
LAMPIRAN 3
Panduan Observasi Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Jakarta Selatan Tahun 2013
Kegiatan Observasi
Informan
Pelaksanaan
Ya
Tidak
A. Penilaian awal, pengeringan tubuh bayi
1
bidan mencatat waktu kelahiran saat bayi lahir
2
bidan menilai apakah diperlukan resusitasi atau tidak
dalam waktu 2 detik
3
bila tidak diperlukan resusitasi, bidan mengeringkan
tubuh bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian
tubuh lainnya kecuali telapak tangan menggunakan
kain bersih
4
bidan menyelimuti bayi dengan kain kering untuk
menunggu 2 menit sebelum tali pusat diklem
5
bidan memeriksa uterus ibu bersalin untuk
memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus
6
bidan memberikan suntikan Intramuskular 10 UI
oksitosin pada ibu bersalin
Kegiatan Observasi
B. Pemberian kesempatan pada bayi melakukan
kontak kulit dengan ibunya minimal 1 jam
1
bidan meletakkan bayi dalam posisi tengkurap di
dada ibu setelah memotong dan mengklem tali
pusat
2
bidan menyelimuti ibu dan bayi menggunakan kain
Informan
Pelaksanaan
Ya
Tidak
hangat dan memasangkan topi di kepala bayi
3
bidan membiarkan bayi untuk melakukan kontak
kulit dengan ibunya minimal selama 1 jam
(sebagian besar bayi akan berhasil melakukan IMD
dalam waktu 30-60 menit)
4
bidan meminta ibu bersalin untuk memeluk dan
membelai bayinya
5
bidan memberikan bantal di bawah kepala ibu
bersalin untuk mempermudah kontak visual antara
ibu dan bayinya (bila perlu)
6
bidan tidak membasuh atau menyeka payudara ibu
bersalin sebelum bayi menyusu
7
Bidan melanjutkan langkah manajemen aktif kala
tiga persalinan selama kontak kulit ke kulit tersebut
Kegiatan Observasi
Informan
Pelaksanaan
Ya
Tidak
C. Pemberian kesemptan pada bayi untuk mencari, menemukan puting ibunya
dan mulai menyusu
1
bidan membiarkan bayi mencari dan menemukan
puting ibu dan mulai menyusu
2
bidan menganjurkan ibu bersalin dan keluarga yang
mendampingi persalinan untuk tidak menginterupsi
upaya bayi untuk mulai menyusu, misalnya
memindahkan bayi dari satu payudara ke payudara
lainnya
3
bidan menunda semua asuhan BBL normal lainnya
hingga bayi selesai menyusu
4
Bidan menunda memandikan bayi 6-24 jam setelah
bayi lahir untuk mencegah terjadinya hipotermia
5
bidan membiarkan ibu dan bayinya tetap berada di
ruang bersalin hingga bayi selesai menyusu
6
bidan menyelimuti bayi dengan kain bersih lalu
menimbang dan mengukur bayi, mengoleskan salep
antibiotik pada mata bayi dan memberikan suntikan
vitamin K1 dan suntikan Hepatitis B pertama setelah
bayi selesai menghisap puting ibu
7
apabila bayi belum melakukan IMD dalam waktu 1
jam, bidan memposisikan bayi lebih dekat dengan
puting ibu dan membiarkan kontak kulit bayi dan
ibu berlangsung selama 30-60 menit berikutnya
8
apabila bayi belum melakukan IMD dalam waktu 2
jam, bidan memindahkan ibu ke ruang
pemulihan/perawatan dengan posisi bayi tetap
berada di dada ibu
9
bidan memakaikan pakaian pada bayi dan menutupi
kepala bayi dengan topi selama beberapa hari
pertama
10 bidan memberikan suntikan Hepatitis B pertama
pada bayi setelah satu jam kemudian
11 bidan meletakkan bayi dekat dengan ibu sehingga
mudah terjangkau dan bayi bisa menyusu sesuai
keinginannya
LAMPIRAN 4
PEDOMAN WAWANCARA
DENGAN BIDAN PENOLONG PERSALINAN
“PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN
INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS KECAMATAN
PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2013”
A. Tujuan wawancara dengan bidan penolong persalinan
1. Mendapatkan gambaran langkah pertama, kedua, dan ketiga yang
dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM Kec. Pesanggrahan.
B. Petunjuk Wawancara
1. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara.
2. Berikan penjelasan kepada informan tentang maksud dan tujuan
wawancara.
3. Informan bebas menyampaikan jawaban.
4. Semua jawaban informan akan dijamin kerahasiannya.
5. Wawancara akan direkam untuk membantu penulisan hasil.
6. Sampaikan ucapan terimakasih kepada informan atas kesediannya
meluangkan waktu untuk diwawancara.
C. Identitas Informan
1. Nama
2. Usia
3. Pendidikan terakhir
4. Jabatan
5. Pengalaman kerja
6. Lama bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan
D. Pedoman Wawancara
1. Definisi IMD
2. Manfaat IMD
3. Langkah-langkah pelaksanaan IMD
4. Peran suami/keluarga saat persalinan
5. Penggunaan obat kimiawi saat persalinan
6. Rawat gabung
7. Tahun pelaksanaan IMD di PKM Kec. Pesanggrahan
LAMPIRAN 5
PEDOMAN WAWANCARA
DENGAN IBU BERSALIN
“PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN
INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS KECAMATAN
PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2013”
A. Tujuan wawancara dengan bidan penolong persalinan
1. Mendapatkan gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM
Kec. Pesanggrahan.
B. Petunjuk Wawancara
1. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara.
2. Berikan penjelasan kepada informan tentang maksud dan tujuan
wawancara.
3. Informan bebas menyampaikan jawaban.
4. Semua jawaban informan akan dijamin kerahasiannya.
5. Wawancara akan direkam untuk membantu penulisan hasil.
6. Sampaikan ucapan terimakasih kepada informan atas kesediannya
meluangkan waktu untuk diwawancara.
C. Identitas Informan
1. Nama
2. Usia
3. Pendamping persalinan
4. Jumlah kelahiran
5. Waktu melahirkan
D. Pedoman Wawancara
1. Anjuran pendamping persalinan
2. Penggunaan obat kimiawi saat persalinan
3. Posisi melahirkan
4. Pelaksanaan IMD
5. Rawat gabung
LAMPIRAN 6a
Hasil Observasi Perilaku Bidan Dalam Langkah Pertama Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Di Puskesmas Ke. Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013
Bidan
Kegiatan Observasi
A. Penilaian awal, pengeringan
tubuh bayi
1 bidan mencatat waktu
kelahiran saat bayi lahir
2 bidan menilai apakah
diperlukan resusitasi atau
tidak dalam waktu 2 detik
3 bila tidak diperlukan
resusitasi, bidan
mengeringkan tubuh bayi
mulai dari muka, kepala, dan
bagian tubuh lainnya kecuali
telapak tangan menggunakan
kain bersih
4 bidan menyelimuti bayi
dengan kain kering untuk
menunggu 2 menit sebelum
tali pusat diklem
5 bidan memeriksa uterus ibu
bersalin untuk memastikan
tidak ada lagi bayi dalam
uterus
6 bidan memberikan suntikan
Intramuskular 10 UI oksitosin
pada ibu bersalin
N
SA
SH
E
R
A
P
Y
1
2
1
2
3
4
1
2
3
1
2
3
4
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
1
2
1
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
LAMPIRAN 6b
Hasil Observasi Perilaku Bidan Dalam Langkah Kedua Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Di Puskesmas Ke. Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013
Kegiatan Observasi
B. Pemberian kesempatan pada bayi
melakukan kontak kulit dengan ibunya
minimal 1 jam
1
bidan meletakkan bayi dalam posisi
tengkurap di dada ibu setelah
memotong dan mengklem tali pusat
2
bidan menyelimuti ibu dan bayi
menggunakan kain hangat dan
memasangkan topi di kepala bayi
3
bidan membiarkan bayi untuk
melakukan kontak kulit dengan
ibunya minimal selama 1 jam
(sebagian besar bayi akan berhasil
melakukan IMD dalam waktu 30-60
menit)
4
bidan meminta ibu bersalin untuk
memeluk dan membelai bayinya
5
6
7
bidan memberikan bantal di bawah
kepala ibu bersalin untuk
mempermudah kontak visual antara
ibu dan bayinya (bila perlu)
bidan tidak membasuh atau menyeka
payudara ibu bersalin sebelum bayi
menyusu
Bidan melanjutkan langkah
manajemen aktif kala tiga persalinan
selama kontak kulit ke kulit tersebut
Bidan
N
SA
SH
E
R
A
P
Y
1
2
1
2
3
4
1
2
3
1
2
3
4
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
1
2
1
V
V
V
V
V
V
V
V
V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
V
X
X
X
X
X
X
X
X
X X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
LAMPIRAN 6c
Hasil Observasi Perilaku Bidan Dalam Langkah Ketiga Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Di Puskesmas Ke. Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013
Kegiatan Observasi
C. Pemberian kesemptan pada bayi untuk
mencari, menemukan puting ibunya dan
mulai menyusu
1 bidan membiarkan bayi mencari dan
menemukan puting ibu dan mulai
menyusu
2 bidan menganjurkan ibu bersalin dan
keluarga yang mendampingi persalinan
untuk tidak menginterupsi upaya bayi
untuk mulai menyusu, misalnya
memindahkan bayi dari satu payudara
ke payudara lainnya
3 bidan menunda semua asuhan BBL
normal lainnya hingga bayi selesai
menyusu
4 Bidan menunda memandikan bayi 6-24
jam setelah bayi lahir untuk mencegah
terjadinya hipotermia
5 bidan membiarkan ibu dan bayinya
tetap berada di ruang bersalin hingga
bayi selesai menyusu
6 bidan menyelimuti bayi dengan kain
bersih lalu menimbang dan mengukur
bayi, mengoleskan salep antibiotik
pada mata bayi dan memberikan
suntikan vitamin K1 dan suntikan
Hepatitis B pertama setelah bayi
selesai menghisap puting ibu
Bidan
N
SA
SH
E
R
A
P
Y
1
2
1
2
3
4
1
2
3
1
2
3
4
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
1
2
1
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
V
V
V
X
X
V
V
V
V
V
X
X
V
V
X X
X
V
X
V
V
V
V
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
LAMPIRAN 6d
Hasil Observasi Perilaku Bidan Dalam Langkah Ketiga Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Di Puskesmas Ke. Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013
Kegiatan Observasi
C. Pemberian kesemptan pada bayi untuk
mencari, menemukan puting ibunya dan
mulai menyusu
7
8
9
10
11
apabila bayi belum melakukan IMD
dalam waktu 1 jam, bidan
memposisikan bayi lebih dekat dengan
puting ibu dan membiarkan kontak
kulit bayi dan ibu berlangsung selama
30-60 menit berikutnya
apabila bayi belum melakukan IMD
dalam waktu 2 jam, bidan
memindahkan ibu ke ruang
pemulihan/perawatan dengan posisi
bayi tetap berada di dada ibu
bidan memakaikan pakaian pada bayi
dan menutupi kepala bayi dengan topi
selama beberapa hari pertama
bidan memberikan suntikan Hepatitis
B pertama pada bayi setelah satu jam
kemudian
bidan meletakkan bayi dekat dengan
ibu sehingga mudah terjangkau dan
bayi bisa menyusu sesuai keinginannya
Bidan
N
SA
SH
E
R
A
P
Y
1
2
1
2
3
4
1
2
3
1
2
3
4
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
1
2
1
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
LAMPIRAN 7
Matriks Wawancara Informan Utama
Item Pertanyaan
Domain Kognitif
Informan
N
SA
Pengetahuan
Mengenai Definisi
IMD
Pengetahuan
Mengenai Manfaat
IMD
Pengetahuan
Mengenai LangkahLangkah Pelaksanaan
IMD
Jawaban
IMD yaitu skin to skin selama 1 jam.
IMD yaitu skin to skin dan merupakan reflek awal bayi
E
untuk menyusu.
IMD yaitu perkenalan bayi untuk menyusu, dimulai saat
A
lahir dengan cara skin to skin selama 1 jam.
Definisi IMD adalah refleks awal bayi untuk menyusu
Kesimpulan yang dilakukan dengan cara skin to skin contact antara
ibu dan bayi selama 1 jam.
N
Mendukung keberhasilan ASI eksklusif.
SA
Mencegah hipotermi.
Merangsang refleks awal bayi untuk menyusu, mencegah
E
hipotermi, menjalin kedekatan antara ibu dan bayi,
menjadikan ibu lebih senang.
Perkenalan bayi untuk menyusu, menjalin kedekatan
A
antara ibu dan bayi, menjaga kehangatan bayi,
merangsang kontraksi rahim.
Manfaat dilaksanakan IMD adalah untuk merangsang
refleks awal bayi untuk menyusu yang akan
mempengaruhi keberlangsungan praktik menyusui
sehingga diharapkan dapat mencapai keberhasilan ASI
Kesimpulan eksklusif. Selain itu, dengan adanya skin to skin contact
antara ibu dan bayi, maka dapat mencegah hipotermi
pada bayi dan menjalin ikatan kasih sayang antara ibu
dan bayi. Manfaat IMD juga dapat merangsang kontraksi
uterus ibu sehingga plasenta dapat segera lahir.
Memeriksa pernapasan bayi, kemudian memfasilitasi
IMD sampai satu jam, selanjutnya memberikan vitamin
N
K, dua jam kemudian memberikan imunisasi hepatitis B
pertama dan melaksanakan rawat gabung.
Memeriksa pernapasan bayi, jika tidak diperlukan
resusitasi maka seluruh tubuh bayi dibersihkan kecuali
SA
kedua tangan, letakkan bayi di antara payudara ibu dan
dibiarkan selama 1 jam.
Meletakkan bayi di dada ibu sampai 1 jam, posisi tangan
E
di dada ibu dan diarahkan ke puting ibu.
A
Kesimpulan
Pengetahuan
Mengenai Kondisi
Ibu Yang Beresiko
Untuk Melaksanakan
IMD
N
SA
E
A
Kesimpulan
N
SA
E
A
Pengetahuan
Mengenai Kondisi
Bayi Yang Beresiko
Untuk Melaksanakan
IMD
Kesimpulan
Pengetahuan
Mengenai Jenis Obat
Kimiawi Yang
Digunakan Saat
Persalinan
N
SA
E
A
Kesimpulan
Memeriksa pernapasan bayi, jika tidak diperlukan
resusitasi maka letakkan bayi di perut ibunya tanpa
membersihkan kedua tangan bayi, biarkan selama 1 jam
sampai bayi menemukan puting ibunya. Jika bayi
memerlukan resusitasi maka harus ada penanganan
resusitasi terlebih dahulu.
Langkah-langkah IMD dimulai dengan cara melakukan
penilaian awal pada bayi baru lahir. Penilaian awal
tersebut dilakukan dengan cara mengenali gejala asfiksia
pada bayi baru lahir. Jika dinyatakan positif asfiksia,
maka bidan akan melakukan tindakan resusitasi terlebih
dahulu , sehingga pelaksanaan IMD ditunda sampai
keadaan bayi kembali normal. Namun, jika bayi baru
lahir tidak menunjukkan gejala asfiksia maka bidan akan
membersihkan seluruh tubuh bayi kecuali kedua lemak
yang ada di tangan bayi menggunakan kain bersih.
Selanjutnya meletakkan bayi di antara kedua payudara
ibu (skin to skin contact), lalu memberi kesempatan
kepada bayi untuk berusaha sendiri menemukan puting
susu ibunya dan mulai menyusu. Keadaan tersebut
dipertahankan sampai 1 jam.
Ibu stres setelah melahirkan.
Ibu merasa tidak nyaman karena kesakitan saat dijahit.
Ibu merasa tidak nyaman karena kesakitan saat dijahit.
Ibu merasa kesakitan saat dijahit, namun tetap harus
diberi pengertian.
Kondisi ibu yang beresiko dalam pelaksanaan IMD
adalah ibu stres setelah melahirkan dan ibu merasa tidak
nyaman karena kesakitan saat dijahit.
Tidak menangis saat lahir.
Napas cepat, badan membiru dan tidak menangis.
Napas cepat dan tidak menangis.
Asfiksia.
Kondisi bayi yang beresiko dalam pelaksanaan IMD
adalah baayi yang menunjukkan gejala asfiksia yaitu bayi
tidak menangis saat lahir, napas bayi cepat dan tubuh
bayi biru.
Syntosinon, methergin, dan vitamin A.
Syntosinon, methergin, antibiotik dan vitamin A.
Syntosinon, methergin, antibiotik dan vitamin A.
Syntosinon, cairan infus dan methergin.
Jenis obat kimiawi yang digunakan saat persalinan yaitu
Pengetahuan
Mengenai Manfaat
Penggunaan Obat
Kimiawi Saat
Persalinan
Pengetahuan
Mengenai Definisi
Rawat Gabung
Pengetahuan
Mengenai Manfaat
Rawat Gabung
syntosion, methergin, cairan infus, antibiotik dan vitamin
A.
N
Syntosinon merangsang kontraksi uterus.
Syntosinon merangsang kontraksi uterus, methergin
SA
menghentikan pendarahan, antibiotik mengurangi rasa
nyeri dan vitamin A sebagai penambah darah.
Syntosinon merangsang kontraksi uterus dan methergin
E
menghentikan perdarahan.
Syntosinon merangsang kontraksi uterus dan methergin
A
menghentikan perdarahan.
Manfaat pemberian syntosinon setelah melahirkan yaitu
agar uterus berkontraksi sehingga mempercepat lahirnya
plasenta. Selanjutnya pemberian methergin hanya pada
kasus-kasus tertentu saja karena pemberian methergin
pada ibu bersalin dapat menghambat produksi ASI
sehingga ASI yang dihasilkan menjadi lebih sedikit.
Kesimpulan
Manfaat pemberian methergin setelah melahirkan adalah
untuk menghentikan pendarahan pada ibu bersalin yang
mengalami retensio plasenta. Sedangkan manfaat
pemberian antibiotik yaitu untuk mengurangi rasa sakit
setelah penjahitan dan manfaat vitamin A sebagai
penambah darah.
N
Ibu dan bayi berada pada tempat yang sama.
SA
E
Ibu dan bayi berada pada tempat yang sama.
A
Bayi selalu ada di dekat ibunya.
Rawat gabung adalah menempatkan ibu dan bayi di
Kesimpulan tempat yang sama dengan ibunya. Sehingga, bayi selalu
berada dekat dengan ibunya.
N
Bayi akan lebih sering menyusu. Sehingga, memperoleh
SA
ASI eksklusif. Ibu pun akan terlatih untuk menyusui dan
merawat bayinya saat di rumah.
E
Agar ibu lebih teratur menyusui bayinya.
Ibu akan lebih sering memperhatikan dan bertanggung
jawab terhadap bayinya. Selain itu, rawat gabung
A
menjadikan ibu lebih sering menyusui sehingga
merangsang pengeluaran ASI.
Manfaat rawat gabung yaitu agar ibu terlatih untuk
merawat dan menyusui bayinya. Selain itu, bayi akan
Kesimpulan
lebih sering menyusu sehingga memperoleh ASI
eksklusif.
Item pertanyaan
Domain Afektif
Informan
N
SA
E
Sikap Terhadap
Program IMD
A
Kesimpulan
N
Sikap Terhadap
Keberadaan
Pendamping
Persalinan
SA
E
A
Kesimpulan
Sikap Terhadap
Penggunaan Obat
Kimiawi Saat
Persalinan
Sikap Terhadap
Larangan
Membersihkan Kedua
Tangan Bayi
Sikap Terhadap
Waktu Yang
Diberikan Untuk
Melakukan IMD
N
SA
E
A
Kesimpulan
N
SA
E
A
Kesimpulan
N
SA
E
A
Kesimpulan
Jawaban
Menyetujui dan mendukung adanya program IMD untuk
mencapai keberhasilan ASI eksklusif.
Menerima adanya program IMD.
Mau memfasilitasi IMD dalam setiap persalinan normal
Mau memfasilitasi IMD dalam setiap persalinan normal
dan pada kasus asfiksia. Namun, terlebih dahulu
melakukan tindakan resusitasi.
Bidan menyetujui dan mendukung program IMD. Selain
itu, bidan mau memfasilitasi pelaksanaan IMD dalam
setiap persalinan.
Setuju dan mewajibkan suami/keluarga
untuk
mendampingi persalinan.
Setuju dan mewajibkan suami/keluarga
untuk
mendampingi persalinan.
Setuju namun tidak mewajibkan suami/keluarga untuk
mendampingi persalinan.
Setuju namun tidak mewajibkan suami/keluarga untuk
mendampingi persalinan.
- Setuju dan mewajibkan suami/keluarga untuk
mendampingi persalinan.
- Setuju namun tidak mewajibkan suami/keluarga
untuk mendampingi persalinan.
Mewajibkan pemberian syntosinon.
Mewajibkan pemberian syntosinon.
Mewajibkan pemberian syntosinon.
Mewajibkan pemberian syntosinon.
Harus memberikan syntosinon.
Tidak boleh membersihkan tangan bayi.
Boleh saja membersihkan tangan bayi.
Boleh saja membersihkan tangan bayi.
Tidak boleh membersihkan tangan bayi.
- Tidak boleh membersihkan tangan bayi.
- Boleh saja membersihkan tangan bayi.
Setuju dilakukan sampai 1 jam
Tidak setuju dilakukan sampai 1 jam
Tidak setuju dilakukan sampai 1 jam
Setuju dilakukan sampai 1 jam
- Setuju dilakukan sampai 1 jam.
- Tidak setuju dilakukan sampai 1 jam.
Sikap Terhadap
Penundaan Kegiatan
penimbangan,
pengukuran dan
pengecapan
Sikap Terhadap
Pelaksanaan Rawat
Gabung
Sikap Terhadap
Larangan Pemberian
Makanan/Minuman
Prelakteal
N
SA
E
A
Kesimpulan
N
Boleh saja.
Boleh saja dan tidak keberatan untuk melakukannya.
Boleh saja dan tidak keberatan untuk melakukannya.
Boleh saja.
Boleh saja dan tidak keberatan untuk melakukannya.
Wajib memberikan fasilitas rawat gabung.
Wajib memberikan fasilitas rawat gabung pada bayi
SA
dengan kondisi normal.
Wajib memberikan fasilitas rawat gabung pada bayi
E
dengan kondisi normal.
A
Wajib memberikan fasilitas rawat gabung.
Wajib memberikan fasilitas rawat gabung pada bayi
Kesimpulan
dengan kondisi normal.
N
Setuju.
SA
Setuju.
E
Setuju.
A
Setuju.
Kesimpulan Setuju.
LAMPIRAN 8
Matriks Wawancara Informan Pendukung
Item
pertanyaan
Informan
Ny. M
Anjuran
pendamping
persalinan
Ny. U
Kesimpulan
Ny. M
Penggunan
obat saat
persalinan
Waktu yang
digunakan
untuk Skin to
skin contact
Waktu
menyusui
pertama kali
Ny. U
Kesimpulan
Ny. M
Ny. U
Kesimpulan
Ny. M
Ny. U
Kesimpulan
Waktu rawat
gabung
Ny. M
Ny. U
Kesimpulan
Jawaban
Bidan meminta suami saya untuk mendampingi
persalinan.
Bidan meminta suami saya untuk mendampingi
persalinan.
Bidan meminta para suami para informan untuk
mendampingi persalinan.
Hanya dipasang oksigen sebelum persalinan karenan
detak jantung janin terlalu cepat.
Diberikan suntikan di bagian paha sebelah kiri.
Informan Ny.M dipasangkan oksigen sebelum
persalinan karena DJJ terlalu cepat sedangkan
informan Ny.U diinjeksi di bagian paha sebelah kiri.
Sekitar 30 menit.
Sekitar 30 menit.
Tidak sampai 1 jam, yaitu kurang lebih sekitar 30
menit.
Di RB setelah bayi dibedong namun ASI belum
keluara, kemudian dilanjutkan di ruang perawatan
meskipun ASI tetap tidak keluar sehingga setelah 2
hari diberi susu formula dengan cara diberikan melalui
sendok.
Di RB setelah bayi dibedong
Menyusui pertama kali di RB dalam keadaan bayi
sudah dibedong.
Dari RB dipindah ke ruang perawatan sampai 2 hari.
Dari RB dipindah ke ruang perawatan sampai 2 hari.
Dari RB dipindah ke ruang perawatan sampai 2 hari.
LAMPIRAN 9
Hasil Studi Dokumen Data Persalinan
Di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Hari
Tanggal
Waktu melahirkan
Senin, 27 Mei 2013
01.28WIB
Selasa, 28 Mei 2013
02.00WIB
Selasa, 28 Mei 2013
06.30WIB
Minggu, 2 Juni 2013
22.35WIB
Senin, 3 Juni 2013
21.42WIB
Rabu, 5 Juni 2013
13.45 WIB
Jumat, 7 Juni 2013
09.10 WIB
Jumat, 7 Juni 2013
15.03 WIB
Jumat, 7 Juni 2013
18.45WIB
Sabtu, 8 Juni 2013
12.07 WIB
Sabtu, 8 Juni 2013
13.03WIB
Minggu, 9 Juni 2013
21.55 WIB
Selasa, 11 Juni 2013
12.30 WIB
Rabu, 12 Juni 2013
03.45 WIB
Rabu, 12 Juni 2013
20.30 WIB
Nama
Istri
Pendamping
persalinan
Anak
ke-
Waktu
Skin to
Skin
Contact
Bidan penolong
Ny. A
Tn. TJ
6
±10 menit
Ny. IY
Tn. S
2
±15 menit
Ny. N
Tn. M
5
±15 menit
Ny. P
Tn. K
5
±15 menit
Ny. E
Tn. N
3
±10 menit
Ny. M
Tn. MC
1
± 30 menit
V
Ny. SW
Tn. D
6
± 30 menit
V
Ny. F
Tn. RS
1
± 20 menit
Ny. I
Tn. RA
1
± 30 menit
Ny. M
Tn. AB
6
± 20 menit
Ny. MA
Tn. AR
3
-
Ny. AM
Tn. RM
3
± 15 menit
Ny. SA
Tn. W
2
± 25 menit
Ny. SY
Tn. AS
2
± 20 menit
Ny. S
Tn. K
2
± 20 menit
E
S
A
S
H
E
R
A
P
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Y
V
LAMPIRAN 10
Gambar Ranjang Persalinan
Gambar Tempat Pengukuran dan
Penimbangan Bayi
Gambar Ruang Rawat Gabung
Gambar Tempat Tidur Bayi
Download