GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS KECAMATAN PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2013 SKRIPSI Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh : Fitri Aryani 109101000089 PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M / 1434 H FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI MASYARAKAT Skripsi, Agustus 2013 Fitri Aryani, NIM: 109101000089 GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS KECAMATAN PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2013 xvii + 103 Halaman + 2 Bagan + 3 Tabel + 7 Singkatan + 8 Lampiran ABSTRAK Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Pada prinsipnya IMD adalah kontak kulit antara ibu dan bayi setelah lahir minimal selama satu jam (Roesli, 2012). Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui bahwa bidan berperan dominan dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan IMD (Fikawati & Syafiq, 2003). Berdasarkan studi pendahuluan terhadap dua orang ibu bersalin di PKM Kecamatan Pesanggrahan pada bulan Februari-Maret 2013, diketahui bahwa tidak ada bayi yang berhasil melakukan IMD. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Sumber data diperoleh dari informan utama (8 bidan penolong persalinan) dan informan pendukung (2 ibu bersalin). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, studi dokumen, dan wawancara mendalam. Untuk menjaga keabsahan data, peneliti melakukan perpanjangan pengamatan, triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bidan sudah memfasilitasi bayi untuk melakukan IMD. Namun, saat pelaksanaan IMD, bidan masih mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya, mengangkat bayi dari dada ibunya saat akan menjahit perineum ibu, serta tidak memberikan kesempatan kembali kepada bayi untuk melanjutkan kontak kulit dengan ibunya setelah bayi ditimbang, diukur, dan dicap padahal bayi belum berhasil menemukan puting susu ibunya. Berdasarkan hasil analisis perilaku dapat disimpulkan bahwa bidan belum mengetahui lima tahapan perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Hal tersebut menyebabkan bidan melakukan tindakan yang kurang tepat dalam pelaksanaan IMD. Oleh sebab itu peneliti menyarankan agar Dinas Kesehatan Jakarta Selatan sebagai pihak pelaksana pelatihan konselor ASI menekankan pada pemberian materi IMD khususnya mengenai perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Selain itu, diharapkan koordinator program gizi di PKM Kecamatan Pesanggrahan untuk memonitor ketepatan pelaksanaan IMD. Daftar bacaan : 36 (1974-2012) ii FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH DEPARTMENT STUDY OF PUBLIC HEALTH INTERESTED STUDY OF NUTRITION COMMUNITY Undergraduated, August 2013 Fitri Aryani, NIM: 109101000089 DESCRIPTION OF MIDWIFE BEHAVIOR IN THE IMPLEMENTATION OF THE EARLY INITIATION OF BRESTFEEDING (EIB) IN PESANGGRAHAN DISTRIC COMMUNITY HEALTH CENTRE IN SOUTH JAKARTA 2013 xvii + 103 pages + 2 diagram + 3 tables + 7 abbreviation + 8 attachments ABSTRACT Early initiation of breastfeeding (EIB) is the babies start to suckle by themselves after birth. In principle, the EBI is skin contact between mother and baby after birth for at least an hour (Roesli, 2012). Based on previous research, it’s known that the midwives have dominant role in supporting the successful of EBI implementation (Fikawati & Syafiq, 2003). Based on introduction research that is two patient where utter in Pesanggrahan Distric Community Health Centre in February-March 2013, it’s revealed that babies did not yet to EBI. Therefore, researcher want to know description of midwife behavior in the implementation of the early initiation of brestfeeding (EIB) in Pesanggrahan Distric Community Health Centre In South Jakarta 2013 This research is qualitative research. Sources of data obtained from key informants (8 birth attendant midwives) and the informant supporters (2 maternal). Data collection techniques used were observation, document study, and in-depth interviews. To maintain the validity of the data, the researcher used observation in two month and triangulation of sources and techniques. Based on the survey results, it’s revealed that midwives had facilitated baby to EBI. However, while EBI implementation, midwives directed baby's mouth to the nipple, midwives lifted the babies from their mother's breast when they would sew perineum, and also midwives did not give the babiesthe chance to do skin contact with their mother after the babies were weighed, measured, and stamped while the babies were not able yet to find the nipple. Based on the analysis of the behavior it can be concluded that the midwives did not know the five stages of behavior when babies started suckle by themselves after birth. This causes a lack appropriate performance of midvives in the EBI implementation. Therefore, researcher suggested that the South Jakarta Health iii Agency as the implementing agency breastfeeding counselor training emphasized providing EBI in particular concerning the behavior of the material during feeding baby first. In addition, it’s expected for nutrition program coordinator in pesanggrahan distric community health centre to monitor the accuracy of EBI implementation. List Literature: 36 (1974-2012) iv RIWAYAT HIDUP PENULIS Nama Lengkap : Fitri Aryani Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 19 Desember 1991 Alamat : Perum Bukit Kemiling Permai Blok U No. 119 Kelurahan Kemiling Permai, Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung 35153 Jenis Kelamin : Perempuan Kewarganegaraan : Indonesia Agama : Islam Email : [email protected] Telepon : 085285578871 Riwayat Pendidikan : 1995 – 1997 TK Muslim Jakarta 1997 – 2003 SDN 01 Pasar Baru Pesawaran Lampung 2003 – 2006 MTs Diniyyah Puteri Lampung 2006 – 2009 MA Diniyyah Puteri Lampung 2009 – sekarang Peminatan Gizi – Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta vii KATA PENGANTAR Bismillahirrohmaanirrohiim Segala puji hanya milik Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya yang tak terbilang hingga tiada pilihan selain bersyukur. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Agung pilihan-Nya Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan para sahabat yang tampak indah dengan gaun takwa. Semoga kita termasuk ummat yang akan mendapatkan syafaatnya di akhirat kelak. Aamiin. Skripsi ini penulis buat untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana kesehatan masyarakat (SKM). Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua orang tua penulis, mamah dan ayah tercinta (Hj. Alimatus Zahro dan H. Maimun Karim) beserta kakak-kakak dan adikku tersayang (Nurlaili hasanah, S.Psi, Desi Amalia, SHI, dan M. Syukron) atas doa, kasih sayang dan kehangatan dalam keluarga yang tak pernah berakhir, selalu menguatkan ananda dalam sujud-sujud panjang menelusuri jejak surga yang dirindukan. Semoga Allah selalu menyayangi dan mengampuni dosa kita. Aamiin. 2. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh kepada penulis untuk melanjutkan kuliah. 4. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku kepala program studi kesehatan masyarakat sekaligus dosen pembimbing 1 atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama ini bagaikan pancaran cahaya yang setia menemani. 5. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku dosen pembimbing 2 atas bimbingan dan dukungan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi. viii 6. Bapak Drs. M. Farid Hamzens, M.SI, Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, dan Ibu Reti Riseti, M.Si selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 7. Pihak PKM Kec. Pesanggrahan yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian. 8. Teman-teman Kesmas angkatan 2009 khususnya gidzaholic yang saling menyemangati dan berbagi keceriaan. 9. Teman-teman seperjuangan Kiki Chairani, SKM, Nur Syamsiah, SKM, dan Desly Ahdikanta, SKM yang selalu melangkah bersama menyelesaikan tugas akhir ini. 10. Kak Dewi Aminah, S.Psi dan Wahyu Pramana terimakasih telah mendengarkan dan berbagi paham-paham baik akan arti kehidupan. Dari lubuk hati terdalam, penulis memanjatkan doa agar semua kebaikan juga mendapat balasan pahala dari Allah swt. Akhirnya, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga sangat diharapkan saran dan masukannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Jakarta, Agustus 2013 Penulis ix DAFTAR ISI Cover Lembar pernyataan ........................................................................................ i Abstrak ............................................................................................................ ii Abstract ........................................................................................................... iii Lembar persetujuan ....................................................................................... v Lembar pengesahan ....................................................................................... vi Riwayat hidup ................................................................................................. vii Kata pengantar ............................................................................................... viii Daftar isi .......................................................................................................... x Daftar bagan ................................................................................................... xiv Daftar tabel ..................................................................................................... xv Daftar singkatan ............................................................................................. xvi Daftar lampiran .............................................................................................. xvii BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6 C. Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 6 D. Tujuan Penelitian .................................................................................. 7 E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 7 F. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... x 8 BAB II Tinjauan Pustaka A. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) 1. Pengertian IMD .............................................................................. 9 2. Manfaat IMD .................................................................................. 10 3. Langkah-Langkah IMD .................................................................. 11 4. Tatalaksana IMD Pada Kelahiran Normal ..................................... 15 5. Perilaku Bayi Saat IMD ................................................................. 16 6. Anggapan Yang Salah Tentang IMD ............................................. 17 7. Definisi Rawat Gabung .................................................................. 20 8. Manfaat Rawat Gabung .................................................................. 21 B. Perilaku 1. Pengertian Perilaku ........................................................................ 22 2. Determinan Perilaku ....................................................................... 22 3. Domain Perilaku ............................................................................. 24 4. Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD ....................................... 24 C. Bidan 1. Pengertian Bidan ............................................................................ 26 2. Wewenang Bidan ........................................................................... 26 D. Kerangka Teori ..................................................................................... 28 BAB III Kerangka Berfikir Dan Definisi Istilah A. Kerangka Berfikir ................................................................................. 30 xi B. Definisi Istilah ...................................................................................... 32 BAB IV Metode Penelitian A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 33 B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ............................................................... 34 C. Informan Penelitian .............................................................................. 34 D. Instrumen Penelitian ............................................................................. 35 E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 35 F. Analisis Data ........................................................................................ 39 G. Keabsahan Data .................................................................................... 43 BAB V Hasil Penelitian A. Gambaran Umum PKM Kec. Pesanggrahan 1. Profil PKM Kec. Pesanggrahan ..................................................... 46 2. Visi Dan Misi PKM Kec. Pesanggrahan ........................................ 46 3. Fasilitas PKM Kec. Pesanggrahan ................................................. 47 B. Karakteristik Informan 1. Informan Utama ............................................................................. 48 2. Informan Pendukung ...................................................................... 51 C. Gambaran Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD ........................... 53 1. Langkah Pertama ............................................................................ 54 2. Langkah Kedua .............................................................................. 58 3. Langkah Ketiga .............................................................................. 64 xii BAB VI Pembahasan A. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 71 B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Gambaran Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD ..................... 71 2. Perilaku Bidan Dalam Langkah Pertama Pelaksanaan IMD .......... 80 3. Perilaku Bidan Dalam Langkah Kedua Pelaksanaan IMD ............ 85 4. Perilaku Bidan Dalam Langkah Ketiga Pelaksanaan IMD ............ 94 BAB VII Simpulan Dan Saran A. Simpulan ............................................................................................... 102 B. Saran ..................................................................................................... 103 Daftar Pustaka Lampiran xiii DAFTAR BAGAN Bagan Halaman 2.1 Kerangka Teori 29 3.1 Kerangka Pikir 31 xiv DAFTAR TABEL Tabel Halaman 3.1 Definisi Istilah 32 5.1 Karakteristik Informan Utama 51 5.2 Karakteristik Informan Pendukung 52 xv DAFTAR SINGKATAN AIMI : Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia AKB : Angka Kematian Bayi APN : Asuhan Persalinan Normal ASI : Air Susu Ibu IMD : Inisiasi Menyusu Dini MDGs : Mellineum Development Goals PKM : Puskesmas RB : Rumah Bersalin xvi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat izin penelitian skripsi Lampiran 2 Surat keterangan melakukan penelitian di PKM Kec. Pesanggrahan Lampiran 3 Panduan observasi langkah-langkah pelaksanaan IMD Lampiran 4 Pedoman wawancara dengan bidan penolong persalinan Lampiran 5 Pedoman wawancara dengan ibu bersalin Lampiran 6a Hasil observasi langkah pertama pelaksanaan IMD Lampiran 6b Hasil observasi langkah kedua pelaksanaan IMD Lampiran 6c Hasil observasi langkah ketiga pelaksanaan IMD Lampiran 6d Hasil observasi langkah ketiga pelaksanaan IMD Lampiran 7 Matriks wawancara dengan bidan penolong persalinan Lampiran 8 Matriks wawancara dengan ibu bersalin Lampiran 9 Hasil studi dokumen data persalinan Lampiran 10 Gambar ruang bersalin dan ruang rawat gabung xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu tanda peningkatan derajat kesehatan. Di Indonesia, AKB memang telah mengalami penurunan dari 34 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2007 menjadi 31 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2010 dan 30 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2011. Sementara target yang harus dicapai sesuai kesepakatan Mellinium Development Goals (MDGS) tahun 2015, AKB menjadi 19 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2012). Salah satu upaya yang dilakukan untuk mempercepat penurunan AKB adalah melalui pemberian air susu ibu. Sedangkan salah satu faktor yang mempengaruhi keberlangsungan pemberian ASI adalah inisiasi menyusu dini (Legawati, dkk, 2011). Inisiasi menyusu dini (IMD) merupakan program yang dikeluarkan oleh WHO dan UNICEF pada tahun 2007, dimana pada prinsipnya bukan ibu yang menyusui bayi, tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu serta melakukan kontak kulit ibu dengan kulit bayi segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam (Depkes, 2007). Dalam program tersebut, 1 2 dinyatakan agar semua sarana pelayanan kesehatan menerapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) atau ten step to successful breastfeeding. Salah satu isinya menganjurkan seluruh petugas kesehatan untuk membantu para ibu dalam pelaksanaan IMD setelah melahirkan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010). IMD adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Jadi, sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan dibiarkan kontak kulit dengan kulit ibunya, setidaknya selama satu jam setelah lahir. Jika dituntun dengan cara yang benar, maka dalam satu jam pertama kehidupan bayi, dia dapat mencari sendiri cara untuk menyusu kepada ibunya (Roesli, 2012). IMD tetap dapat dilakukan meskipun bayi dipisahkan dari ibunya untuk keperluan penimbangan ataupun bayi yang lahir dengan cara sesar, vakum, episiotomi. Hanya peluang untuk menemukan sendiri puting ibu akan berkurang sampai 50% (Wulandari, 2009). IMD merupakan langkah awal menuju keberhasilan menyusui (Wulandari, 2009). Bayi yang begitu lahir difasilitasi untuk melakukan IMD pada waktu 50 menit akan mampu menyusu lebih baik, sedangkan bayi yang tidak difasilitasi untuk melakukan IMD pada waktu yang sama sebanyak 50% tidak dapat menyusu dengan baik (Mashudi, 2011). Selain itu, IMD juga dapat memberikan kontribusi sebesar 49% untuk praktik menyusui dalam satu bulan pertama kehidupan bayi (Legawati dkk, 2011). 3 Berdasarkan penelitian Mashudi (2011), IMD merupakan salah satu upaya untuk mencapai keberhasilan ASI eksklusif. Bayi yang begitu lahir difasilitasi untuk melakukan IMD sebanyak 59% berhasil mencapai ASI eksklusif selama enam bulan. Selin itu, berdasarkan penelitian Fikawati & Syafiq (2003) bahwa IMD akan 2-8 kali memungkinkan pemberian ASI eksklusif selama empat bulan. Di samping itu, IMD juga akan 1,8-5,3 kali memungkinkan untuk tidak memberikan makanan atau minuman prelakteal kepada bayi sehingga dapat mencapai keberhasilan ASI Eksklusif. Kontak kulit ibu dan bayi dalam proses IMD akan meningkatkan kadar hormon prolaktin untuk memproduksi ASI dan merangsang hormon oksitosin untuk mengeluarkan kolostrum. Melalui IMD, bayi akan mendapatkan kolostrum dan akan memperoleh ASI secara eksklusif (Wulandari, 2009). Kolostrum merupakan cairan kental berwarna kekuning-kuningan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara pada hari pertama sampai hari ketiga atau keempat. Kolostrum mengandung antibodi yang dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai umur 6 bulan (Soetjiningsih, 1997). Sedangkan pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian hanya ASI tanpa memberikan cairan atau makanan padat lainnya kecuali vitamin, mineral atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 6 bulan (WHO, 1998). Berdasarkan penelitian Tjandrarini dkk (2000) dalam Raya (2008) mengatakan bahwa faktor yang paling berperan dalam pemberian kolostrum 4 dalam satu jam setelah melahirkan adalah penolong persalinan. Bidan sebagai tenaga penolong persalinan berperan penting dalam memberikan dukungan pada ibu hamil untuk melaksanakan IMD. Salah satu faktor yang menyebabkan bidan memberikan dukungan pada ibu hamil untuk melaksanakan IMD adalah pengetahuan tentang IMD dan ASI yang dimiliki oleh bidan. Penolong persalinan merupakan kunci utama keberhasilan IMD karena dalam 30 menit pertama setelah bayi lahir umumnya peran penolong persalinan masih sangat dominan. Apabila ibu difasilitasi oleh penolong persalinan untuk segera memeluk bayinya diharapkan interaksi ibu dan bayi akan segera terjadi. Dengan IMD, ibu semakin percaya diri untuk tetap memberikan ASI nya sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan makanan atau minuman apapun kepada bayi karena bayi bisa nyaman menempel pada payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera setelah lahir (Fikawati & Syafiq, 2003) . Apabila penolong persalinan terlambat memfasilitasi IMD lebih dari 20-30 menit, maka kadar hormon prolaktin dalam darah ibu akan menurun dan sulit untuk menstabilkannya kembali. Hal tersebut menyebabkan produksi ASI kurang lancar dan baru akan keluar setelah 3 hari atau lebih. Keadaan ini membuat bayi menjadi rewel karena kehauasan, sehingga penolong persalinan akan memberikan makanan atau minuman prelakteal yang meneyebabkan kegagalan ASI eksklusif (Fikawati & Syafiq, 2003) . 5 Penelitian Niswah dan Noveri (2010) di Semarang menyatakan bahwa bidan dengan tingkat pengetahuan baik dan memiliki sikap positif yang mendukung program IMD cenderung akan memfasilitasi IMD dengan baik. Sedangkan penelitian Legawati, dkk (2011) di Palangka Raya menyatakan bahwa bidan masih memiliki pemahaman yang berbeda mengenai pelaksanaan IMD karena program ini masih dianggap baru, sehingga menimbulkan keraguan dan kesulitan untuk menerapkannya. Selain itu, ketidaksabaran bidan dalam memfasilitasi IMD karena alasan keterbatasan waktu padahal masih banyak tugas yang harus diselesaikan menjadi penyebab kegagalan pelaksanaan IMD. Target pencapaian ASI eksklusif di Indonesia sebesar 80%, namun angka pemberian ASI segera di Indonesia masih rendah. Berdasarkan Laporan Riskesdas (2010), IMD di Indonesia sebesar 29,3%. Sedangkan DKI Jakarta memiliki persentase IMD sebesar 33,1%. Meskipun DKI Jakarta memiliki persentase IMD lebih tinggi dari rata-rata nasional, namun persentase tersebut menunjukkan bahwa DKI Jakarta belum mencapai target ASI Eksklusif. Cakupan ASI eksklusif di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2012 sebesar 51,2% (Anggraeni, 2012). Sedangkan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai target ASI eksklusif adalah melalui IMD. 6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui observasi persalinan, bahwa dari dua orang ibu yang melahirkan secara normal di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan bulan Februari sampai Maret 2013 tidak ada satupun bayi yang berhasil melakukan IMD. Hal ini terjadi karena bidan belum melakukan tindakan IMD dengan tepat sesuai pedoman langkah-langkah IMD dalam asuhan bayi baru lahir. Tindakan bidan yang kurang tepat dalam pelaksanaan IMD yaitu bidan tidak segera meletakkan bayi tengkurap di dada ibu setelah tali pusat dipotong. Selain itu, bidan juga tidak memberi kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit antara ibu dan bayi minimal selama satu jam. Ketidaktepatan tindakan bidan tersebut menyebabkan tidak ada kesempatan bagi bayi untuk mencari dan menemukan puting susu ibu untuk mulai menyusu. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013. C. Pertanyaan Penelitian Bagaimana gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013? 7 D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran perilaku bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013. b. Diketahuinya gambaran perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013. c. Diketahuinya gambaran perilaku bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti a. Menambah wawasan peneliti mengenai inisiasi menyusu dini. b. Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan. c. Memiliki pengalaman dalam melakukan penelitian terkait dengan gizi kesehatan masyarakat. 2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Menjadi referensi tambahan bagi penelitian serupa. 8 3. Bagi Puskesmas Memberikan masukan kepada pihak puskesmas untuk meningkatkan kualitas bidan penolong persalinan dalam pelaksanaan IMD. 4. Bagi Kementerian Kesehatan Mensosialisasikan program IMD secara rutin dan berkesinambungan di seluruh Indonesia. F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilaksanakan oleh Mahasiswa Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan April sampai Agustus 2013 tentang gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan inisasi menyusu dini di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan perpanjangan pengamatan serta triangulasi sumber dan teknik untuk menjaga validitas data penelitian. Perpanjangan pengamatan yaitu melakukan observasi terus-menerus terhadap pelaksanaan IMD dalam jangka waktu dua bulan. Selanjutnya, triangulasi sumber yang digunakan adalah wawancara mendalam terhadap bidan penolong persalinan dan ibu bersalin di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan. Kemudian, triangulasi teknik yang digunakan adalah observasi dan wawancara mendalam tentang pelaksanaan IMD kepada bidan penolong persalinan serta studi dokumen data persalinan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) 1. Pengertian IMD Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Jadi, sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan dibiarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibunya, setidaknya selama satu jam segera setelah lahir. Cara bayi melakukan IMD ini dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari payudara (Roesli, 2012). Ada beberapa intervensi yang dapat mengganggu kemampuan alami bayi untuk mencari dan menemukan sendiri payudara ibunya. Di antaranya obat kimiawi yang diberikan saat ibu melahirkan bisa sampai ke janin melalui ari-ari dan mungkin menyebabkan bayi sulit menyusu pada payudara ibu. Selanjutnya, kelahiran dengan obat-obatan atau tindakan, seperti operasi caesar, vakum atau forcep, bahkan perasaan sakit di daerah kulit yang digunting saat episiotomi dapat pula mengganggu kemampuan alamiah ini (Roesli, 2012). 9 10 2. Manfaat IMD Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), pelaksanaan IMD dapat memberikan manfaat bagi ibu dan bayi. a. Manfaat IMD bagi ibu IMD akan merangsang produksi hormon prolaktin dan oksitosin pada ibu. Fungsi hormon prolaktin adalah: 1) Meningkatkan produksi ASI. Setelah melahirkan, kadar hormon progesteron menyusut drastis, memberi kesempatan prolaktin untuk bereaksi selama masa laktogenesis. 2) Membantu ibu mengatasi stres terhadap berbagai rasa kurang nyaman. 3) Memberi efek relaksasi pada ibu setelah bayi selesai menyusu. 4) Menunda ovulasi. Selanjutnya fungsi hormon oksitosin adalah: 1) Stimulasi kontraksi uterus dan menurunkan risiko perdarahan pascapersalinan. 2) Merangsang pengeluaran kolostrum dan meningkatkan produksi ASI. Saat bayi mengisap puting susu ibu, serangkaian impuls akan menuju medulla spinalis, lalu ke otak, dan menyusup ke dalam kelenjar hipofisis, memicu sekresi oksitosin pada bagian posterior 11 hipofisis. Keberadaan oksitosin menyebabkan kontraksi sel-sel epitel otot polos yang membungkus alveolus sehingga air susu yang terkandung di dalamnya tersembur ke setiap duktus dan sinus. 3) Ibu menjadi lebih tenang, fasilitasi kelahiran plasenta dan pengalihan rasa nyeri dari berbagai prosedur pascapersalinan lainnya. b. Manfaat IMD bagi bayi 1) Makanan dengan kualitas dan kuantitas optimal. Mendapat kolostrum segera, disesuaikan dengan kebutuhan bayi. 2) Segera memberikan kekebalan pasif pada bayi. Kolostrum adalah imunisasi pertama bagi bayi. 3) Meningkatkan kecerdasan. 4) Membantu bayi mengkoordinasikan kemampuan hisap, telan dan napas. 5) Meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi. 6) Mencegah terjadinya gangguan napas pada bayi. 3. Langkah-Langkah IMD Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), terdapat tiga langkah IMD dalam asuhan bayi baru lahir, yaitu: a. Langkah 1 1) Saat bayi lahir, catat waktu kelahiran. 12 2) Kemudian letakkan bayi di perut bawah ibu. 3) Nilai bayi apakah diperlukan resusitasi atau tidak (2 detik). 4) Bila tidak perlu resusitasi, keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan halus tanpa membersihkan verniks. Verniks akan membantu menghangatkan tubuh bayi. Setelah kering, selimuti bayi dengan kain kering untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat di klem. 5) Hindari mengeringkan tangan bayi. Bau cairan amnion pada tangan bayi juga membantunya mencari putting ibunya yang berbau sama. 6) Lendir cukup dilap dengan kain bersih. Pengisapan lendir di dalam mulut atau hidung bayi dapat merusak selaput lendir dan meningkatkan resiko infeksi pernapasan. 7) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal) kemudian suntikkan Intramuskular 10 UI oksitosin pada ibu. Jaga bayi tetap hangat. b. Langkah 2 1) Setelah tali pusat dipotong dan diikat, letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada ibu. Kepala bayi harus berada di antara payudara ibu, tetapi lebih rendah dari puting. 13 2) Kemudian selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi. 3) Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit satu jam. Mintalah ibu untuk memeluk dan membelai bayinya. Bila perlu letakkan bantal di bawah kepala ibu untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan bayi. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan IMD dalam waktu 30-60 menit. 4) Hindari menyeka atau membasuh payudara ibu sebelum bayi menyusu. 5) Selama kontak kulit ke kulit tersebut, lanjutkan dengan langkah manajeman aktif kala 3 persalinan. c. Langkah 3 1) Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu. 2) Anjurkan ibu dan orang lainnya untuk tidak menginterupsi upaya bayi untuk menyusu misalnya, memindahkan bayi dari satu payudara ke payudara lainnya. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara. 3) Menunda semua asuhan BBL lahir normal lainnya hingga bayi selesai menyusu. Tunda memandikan bayi 6-24 jam setelah bayi lahir untuk mencegah terjadinya hipotermia. 14 4) Usahakan tetap menempatkan ibu dan bayi di ruang bersalin hingga bayi selesai menyusu. 5) Segera setelah BBL selesai menghisap, bayi akan berhenti menelan dan melepaskan puting. Bayi dan ibu akan merasa mengantuk. Bayi kemudian diselimuti dengan kain bersih, lalu lakukan penimbangan dan pengukuran bayi, mengoleskan salep antibiotika pada mata bayi dan memberikan suntikan vitamin K1. Jika bayi belum melakukan IMD dalam waktu 1 jam, posisikan bayi lebih dekat dengan putting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan BBL dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu. 6) Kenakan pakaian pada bayi atau tetap selimuti untuk menjaga kehangatannya. Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila suatu saat kaki bayi terasa dingin saat disentuh, buka pakaiannya kemudian telungkupkan kembali di dada ibu sampai bayi hangat kembali. 7) Satu jam kemudian berikan bayi suntikan Hepatitis B pertama. 8) Lalu tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Letakkan kembali bayi dekat ibu sehingga mudah terjangkau dan bayi bisa menyusu sesering keinginannya. 15 4. Tata laksana IMD pada kelahiran normal Menurut Roesli (2012), terdapat 10 poin tatalaksana IMD pada kelahiran normal. a. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan. b. Disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi saat persalinan. Dapat diganti dengan cara non-kimiawi, misalnya dengan cara pijat, aromaterapi, atau geraka-gerakan ringan. c. Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan misalnya melahirkan normal; di dalam air, atau dengan cara jongkok. d. Seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya, kecuali kedua tangannya. Lemak putih (vernix caseosa) yang akan membuat kulit bayi terasa nyaman. e. Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimal satu jam atau setelah menyusu awal selesai. f. Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke putting susu. g. Ayah memberikan dukungan kepada ibu untuk rasa percaya diri ibu. h. Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan kulit ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi caesar. 16 i. Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur dan dicap setelah satu jam atau penyusunan awal selesai. Sesuai dengan prosedur misalnya suntik Vitamin K1 untuk bayi (Neo K) dengan dosis 0,5 cc IM 1/3 paha bagian atas dan salf mata bayi cholamphenicol 1% dapat ditunda. j. Rawat gabung yaitu ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar selama 24 jam ibu bayi tidak dipisahkan. Pemberian minuman pre-laktal (cairan sebelum ASI keluar) dihindarkan. 5. Perilaku Bayi Saat IMD Menurut Roesli (2012), jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya selama satu jam, semua bayi dengan sendirinya akan berhasil menemukan puting susu ibunya melalui lima tahapan perilaku saat menyusu pertama kali. Tahap pertama dimulai dalam 30 menit Awal. Pada tahap ini bayi akan beristirahat dan tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan diluar kandungan. Keadaan ini merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman yang dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan praktik menyusui selanjutnya dan mendidik bayi (Roesli, 2012). 17 Tahap kedua dimulai dalam 30-40 menit selanjutnya. Pada tahap ini bayi mulai mengeluarkan suara, menggerakkan mulut seperti ingin minum, mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu (Roesli, 2012). Tahap ketiga yaitu bayi mulai mengeluarkan air liur. Bayi mulai mengeluarkan air liurnya saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya. Kemudian, bayi berusaha untuk mencapai areola (Roesli, 2012). Tahap keempat yaitu bayi mulai bergerak ke arah payudara. Kaki bayi akan menekan perut ibu untuk mencapai areola. Bayi akan menjilatjilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepalanya ke dada ibu, menoleh ke kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil (Roesli, 2013). Tahap kelima yaitu bayi mulai menemukan puting susu ibu. Kemudian, bayi akan menjilat dan mengulum puting susu ibu. Mulut bayi akan terbuka lebar untuk menghisap puting sus ibu. Kemudian, bayi akan melekat di dada ibunya dengan baik (Roesli, 2012). 6. Anggapan Yang Salah Tentang IMD Menurut Roesli (2012), terdapat beberapa pendapat yang tidak benar yang dianggap dapat menghambat terjadinya IMD, yaitu: 18 a. Bayi Kedinginan Bayi akan berada pada suhu yang aman jika melakukan kontak kulit dengan sang ibu. Suhu payudara ibu akan meningkat 0,5 derajat dalam waktu 2 menit jika bayi diletakkan di dada ibu. Berasarkan hasil penelitian Dr. Niels Bergman (2005) dalam Roesli (2012), ditemukan bahwa suhu dada ibu yang melahirkan menjadi 10C lebih panas daripada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 10C. Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 20C untuk menghangatkan bayi. Jadi, dada ibu yang melahirkan merupakan tempat terbaik bagi bayi baru lahir. b. Ibu Terlalu Lelah Saat terjadi kontak kulit ibu dan bayi maka hormon oksitosin akan membantu menenangkan ibu sehingga ibu tidak merasa lelah untuk memeluk bayinya. c. Tenaga Kesehatan Kurang Tersedia Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan tugasnya. Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan ayah atau keluarga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi dukungan pada ibu. 19 d. Kamar Bersalin Atau Kamar Operasi Sibuk Tetap berikan kesempatan pada bayi untuk mencapai payudara dan menyusu dini saat dipindahkan ke ruang pulih atau kamar perawatan. e. Ibu Harus Dijahit Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara. Sedangkan yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu. Sehingga tidak ada masalah bagi bayi untuk tetap melakukan IMD. f. Segara Memberikan Vitamin K Dan Tetes Mata Untuk Mencegah Penyakit Gonorrhea Menurut American Collage of Obstetrics and Gynecology dan Academy Breastfeeding Medicine (2007) dalam Roesli (2012), tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi. g. Bayi Harus Segera Dibersihkan, Dimandikan, Ditimbang, Dan Diukur Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas badan bayi. Selain itu, kesempatan vernix meresap, melunakkan dan melindungi kulit bayi lebih besar. Penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu awal selesai. h. Bayi Kurang Siaga Pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga. Setelah itu, bayi akan tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang dikonsumsi ibu, justru kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk ikatan kasih sayang (bonding). 20 i. Kolostrum Tidak Keluar Atau Jumlah Kolostrum Tidak Mencukupi Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai pada saat itu. j. Kolostrum Berbahaya Bagi Bayi Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Selain sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum juga melindungi dan mematangkan dinding usus bayi. 7. Definisi Rawat Gabung Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (2010), menyatakan bahwa rawat gabung adalah upaya menempatkan ibu dan bayi di tempat yang sama selama 24 jam. Pelaksanaan rawat gabung merupakan poin nomer tujuh dalam pedoman peningkatan penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui. Untuk mewujudkannya, setiap fasilitas kesehatan harus melakukan lima langkah pelaksanaan rawat gabung. Pertama, mengupayakan penyediaan rawat gabung dengan sarana dan prasana yang memadai. Kedua, mempraktekkan rawat gabung selama 24 jam kecuali bayi mengalami indikasi medis harus dirawat secara terpisah. Ketiga, menjamin kebersihan dan kenyamanan ruangan rawat gabung. Keempat, menjamin ketertiban waktu kunjungan. Kelima, mengupayakan agar ibu tetap dapat 21 menyusui walaupun bayi harus dirawat terpisah atas indikasi medis (KP3A RI, 2010). 8. Manfaat Rawat Gabung Menurut Wijayanti (2011), manfaat rawat gabung dapat ditinjau dari berbagai aspek, yaitu aspek fisik, fisiologis, psikologi, edukatif, ekonomi, dan medis. Manfaat rawat gabung ditinjau dari aspek fisik yaitu, ibu dapat dengan mudah menjangkau bayinya untuk melakukan perawatan sendiri dan mnyusui sesuai keinginan bayi. Selanjutnya, dari aspek fisiologi, maka dengan adanya rawat gabung bayi akan segera dan lebih sering disusui. Sehingga, akan timbul refleks oksitosin dan prolaktin. Kemudian, dari aspek psikologi, maka dengan adanya rawat gabung akan terjalin proses lekat antara ibu dan bayi. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologi bayi selanjutnya, karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi. Selanjutnya, dari aspek edukatif, maka dengan adanya rawat gabung ibu akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang cara menyusui yag benar, merawat tali pusat, merawat payudara, dan memandikan bayi (Wijayanti, 2011). Selanjutnya, dari aspek ekonomi, maka dengan adanya rawat gabung pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Sehingga, dapat menghemat anggaran pengeluaran untuk pembelian susu formula, botol susu, dot, serta peralatan lain yang dibutuhkan. Terakhir, dari aspek 22 medis, maka dengan adanya rawat gabung akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (Wijayanti, 2011). B. Perilaku 1. Pengertian Perilaku Menurut Green (1990), perilaku manusia merupakan hasil dari berbagai macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Selanjutnya, menurut Sarwono (1993), menyatakan bahwa perilaku dalam bentuk pengetahuan artinya mengetahui situasi dan rangsangan dari luar. Perilaku dalam bentuk sikap artinya tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri subjek, sehingga alam akan mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat dan keadaan alam tersebut. Sedangkan perilaku dalam bentuk tindakan artinya perbuatan (action) terhadap situasi dan rangsangan dari luar. 2. Determinan Perilaku Menurut Green et all (2005), determinan perilaku merupakan faktor penentu yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi sekelompok orang, namun respon yang dihasilkan pada setiap orang akan berbeda. Green menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behavior 23 causes). Faktor di luar perilaku contohnya genetik dan faktor perilaku ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu : a. Faktor predisposing (predisposisi) termasuk ilmu pengetahuan seseorang/masyarakat, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, persepsi yang memfasilitasi/menghalangi motivasi untuk perubahan. faktor predisposing menyangkut pengalaman masa kanak-kanak yang membentuk sikap, nilai, dan persepsi pertama kali. b. Faktor reinforcing (penguat) yaitu penghargaan yang diterima dan timbal balik yang diterima oleh pembelajar dari orang lain yang diikuti penyerapan tingkah laku yang bisa mendorong atau menghalangi keberlanjutan dari tingkah laku tersebut. Faktor pendukung menghasilkan gaya hidup (membentuk pola tingkah laku) yang selanjutnya lingkungan mempengaruhi norma sosial, permintaan pelanggan, atau sejumlah perbuatan. c. Faktor enabling (pemungkin) adalah kemampuan sumber daya atau batasan yang dapat membantu/menghalangi keinginan perubahan tingkah laku seperti perubahan lingkungan. Seseorang dapat melihatnya sebagai kendala/batasan, yang pada umumnya dihasilkan oleh kekuatan sosial atau sistem. Fasilitas dan sumber daya manusia/masyarakat mungkin bisa mencukupi atau tidak seperti kekuatan pendapatan atau asuransi kesehatan dan hukum serta status mungkin dapat mendukung atau menghalangi. 24 3. Domain Perilaku Menurut Bloom (1905) dalam Notoatmodjo (2007), perilaku manusia itu sangat komplek dan memiliki ruang lingkup yang sangat luas, sehingga perilaku manusia dibagi dalam tiga domain (ranah/kawasan) meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak memilki batasan yang tegas dan jelas. a. Domain Kognitif, merupakan perilaku yang menekankan pada aspek intelektual (otak). Segala upaya yang menyangkut aktifitas otak yaitu berfikir dan bernalar adalah termasuk dalam domin kognitif (Krathwohl, dkk, 1974). b. Domain Afektif, merupakan perilaku yang menekankan pada aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap dan kepatuhan (Krathwohl, dkk, 1974). c. Domain Psikomotorik, merupakan perilaku yang menekankan pada aspek motorik yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik (Huitt, 2003). 4. Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD Pemerintah telah menghimbau kepada seluruh fasilitas kesehatan baik pemerintah maupun swasta untuk menerapkan sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM). Poin nomer empat dalam 10 LMKM adalah agar penolong persalinan membantu ibu untuk menyusui bayinya dalam waktu 60 menit pertama setelah melahirkan (Kementerian 25 Perempuan dan Perlindungan Anak RI, 2010). Selain itu, pemerintah juga telah mengatur standar operasional tindakan yang harus dilakukan setiap penolong persalinan dalam pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir (Depkes, 2008). IMD merupakan salah satu wewenang bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagai langkah mencapai keberhasilan menyusui (Kemenkes RI, 2010). Penelitian Rahardjo (2006) menyatakan, ada hubungan yang bermakna antara bidan sebagai tenaga penolong persalinan dengan pelaksanaan IMD. Bidan merupakan kunci utama keberhasilan pemberian ASI dalam satu jam pertama setelah melahirkan (immediate breastfeeding) karena dalam waktu tersebut peran penolong persalinan masih sangat dominan. Apabila bidan memfasilitasi ibu untuk segera memeluk bayinya maka interaksi ibu dan bayi diharapkan segera terjadi. Dengan immediate breastfeeding ibu semakin percaya diri untuk tetap memberikan ASInya sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan makanan atau minuman apapun kepada bayi karena bayi merasa nyaman menempel pada payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera setelah lahir (Fikawati & Syafiq, 2003). Selanjutnya penelitian Legawati dkk (2011), menyatakan bahwa bidan masih memiliki pemahaman yang berbeda mengenai pelaksanaan IMD karena program ini masih dianggap baru sehingga menimbulkan keraguan dan kesulitan untuk menerapkannya. Selain itu, ketidaksabaran bidan 26 dalam memfasilitasi IMD karena alasan waktu padahal masih banyak tugas yang harus diselesaikan menjadi penyebab kegagalan pelaksanaan IMD. C. Bidan 1. Pengertian Bidan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia nomor 369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Kebidanan, bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan serta diakui oleh pemerintah dan telah lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku dan memperoleh kualifikasi untuk registrasi serta memperoleh izin untuk melaksanakan praktik kebidanan. Selain itu, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/149/1/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. 2. Wewenang Bidan Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/149/1/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, menyatakan bahwa bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi: pelayanan 27 kebidanan, pelayanan kesehatan reproduksi perempuan, dan pelayanan kesehatan masyarakat. a. Pelayanan kebidanan meliputi: 1) Pemberian imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah 2) Bimbingan senam hamil 3) Episiotomi 4) Penjahitan luka episiotomi 5) Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan 6) Pencegahan anemia 7) Inisiasi menyusui dini dan promosi ASI eksklusif 8) Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia 9) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk 10) Pemberian minum dengan sonde/pipet 11) Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala tiga 12) Pemberian surat keterangan kelahiran 13) Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan. b. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan meliputi: 1) Pemberian alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah 28 2) Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter 3) Penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi 4) Pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah 5) Penyuluhan/konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil c. Pelayanan kesehatan masyarakat 1) Pembinaan masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi 2) Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas 3) Pelaksanaan deteksi dini, perujukan dan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya. D. Kerangka Teori Departemen Kesehatan RI (2008) telah menyusun pedoman pelaksanaan IMD yang harus dilakukan setiap penolong persalinan dalam asuhan bayi baru lahir. Terdapat tiga langkah pelaksanaan IMD yang harus dilakukan, sebagaimana bagan berikut: 29 Bagan 2.1 Kerangka Teori (Depkes RI, 2008) Pedoman pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir Langkah 1 Menilai kondisi awal bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi Langkah 2 Memberikan kesempatan kontak kulit antara ibu dan bayi minimal selama satu jam Langkah 3 Memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari, menemukan puting susu ibunya, dan mulai menyusu BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH A. Kerangka Berpikir Penelitian ini adalah penelitian kualitatif untuk mengetahui gambaran pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2013. Dalam penelitian ini, peneliti menggunkan pedoman pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir yang dibuat oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2008. Terdapat tiga langkah yang harus dilakukan setiap penolong persalinan dalam pelaksanaan IMD. Langkah pertama, yaitu mencatat waktu kelahiran bayi dan menilai kondisi bayi. Langkah kedua, yaitu memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya minimal selama satu jam. Langkah ketiga, yaitu memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari, menemukan puting susu ibunya, dan mulai menyusu. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengobservasi setiap tindakan yang dilakukan bidan dalam ketiga langkah pelaksanaan IMD. Selanjutnya, peneliti akan melakukan wawancara untuk mengetahui alasan bidan dalam melakukan setiap tindakan tersebut. 30 31 Bagan 3.1 Kerangka Berpikir Gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Langkah 1 Menilai kondisi awal bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi Langkah 2 Memberikan kesempatan kontak kulit antara ibu dan bayi minimal selama satu jam Langkah 3 Memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari, menemukan puting susu ibunya, dan mulai menyusu 32 B. Definisi Istilah Tabel 3.1 Definisi Istilah Istilah Perilaku Langkah pertama Langkah kedua Langkah ketiga Definisi Tahapan tindakan yang dilakukan bidan dalam melaksanakan IMD. Tindakan yang dilakukan bidan dalam melakukan penilaian awal kondisi bayi dan mengeringkan tubuh bayi. Tindakan yang dilakukan bidan dalam memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Tindakan yang dilakukan bidan untuk memberikan kesempatan pada bayi agar mencari dan menemukan puting susu ibunya. Cara pengumpulan data Alat ukur Observasi Pedoman observasi Observasi Pedoman observasi Observasi Pedoman observasi Observasi Pedoman observasi BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, secara menyeluruh dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006). Terdapat beberapa hal yang menjadi alasan untuk memilih jenis penelitian kualitatif. Diantaranya, penelitian kualitatif berfungsi untuk meneliti sesuatu dari segi prosesnya dan penelitian kualitatif berfungsi untuk keperluan evaluasi (Moleong, 2006). Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD secara menyeluruh. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi PKM Kecamatan Pesanggrahan untuk meningkatkan kualitas bidan dalam pelaksanaan IMD. Sehingga, penelitian ini dapat dilakukan menggunakan jenis penelitian kualitatif. 33 34 B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan dari bulan April sampai Agustus 2013. C. Informan Penelitian Pemilihan informan berfungsi untuk mendapatkan informansi yang maksimum, bukan untuk digeneralisasikan. Penentuan informan dianggap telah memadai apabila telah sampai pada taraf redundancy yaitu data yang diperoleh telah jenuh, sehingga informan tidak lagi memberikan informansi baru (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis informan, yaitu informan utama dan informan pendukung. Informan utama dalam penelitian ini adalah bidan penolong persalinan yang diobservasi saat menolong persalinan. Observasi tersebut bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah pelaksanaan IMD yang dilakukan oleh bidan. Selanjutnya, peneliti juga melakukan wawancara mendalam terhadap informan utama. Wawancara mendalam bertujuan untuk mendapatkan informansi mengenai alasan bidan dalam pelaksanaan IMD. Sedangkan, informan pendukung adalah ibu bersalin di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan. Peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap informan pendukung untuk mengetahui tindakan yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD. 35 D. Instrumen Penelitian Menurut Nasution (1988) dalam Sugiyono (2009), menyatakan bahwa manusia merupakan instrumen dalam penelitian kualitatif. Alasannya karena segala sesuatu dalam penelitian kualitatif belum memiliki bentuk yang jelas. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sehingga masih perlu dikembangkan selama penelitian. Dalam keadaan tersebut, hanya peneliti sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya. Setelah masalah yang akan dipelajari menjadi jelas, maka baru dapat dikembangkan suatu instrumen. Pengembangan instrument diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan selama penelitian (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini peneliti mengembangkan instrumen untuk menjawab masalah penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi: pedoman observasi, pedoman wawancara, perekam suara, kamera, dan alat pencatat. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 36 1. Observasi Observasi merupakan kegiatan dengan menggunakan panca indera untuk memperoleh informansi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian. Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif (Bungin, 2007). Observasi banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi sebenarnya maupun dalam situasi buatan (Sudjana, 2010). Oleh sebab itu, peneliti menggunakan teknik observasi untuk melihat tindakan yang dilakukan bidan dalam memfasilitasi pelaksanaan IMD. Sehingga, diketahui langkah-langkah IMD yang dilakukan oleh informan utama. Langkah pertama yang dilakukan peneliti dalam melakukan observasi, yaitu menentukan tujuan yang ingin dicapai dari hasil observasi. Tujuan observasi dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah-langkah pelaksanaan IMD di PKM Kec. Pesanggrahan tahun 2013. Langkah kedua, yaitu membuat pedoman observasi. Pedoman observasi dibuat sesuai dengan pedoman pelaksanaan IMD dalam asuhan 37 bayi baru lahir. Hasil observasi ditampilkan dalam kolom lembar chek list pada tiap tindakan langkah-langkah pelaksanaan IMD. Langkah ketiga, yaitu peneliti melakukan observasi pelaksanaan IMD terhadap informan utama saat proses persalinan berlangsung. Kemudian, hasil observasi dimasukkan dalam kolom lembar chek list pedoman observasi. Pengisian kolom lembar chek list segera dilakukan setelah selesai mengobservasi di tempat penelitian. Langkah keempat, yaitu membuat kesimpulan hasil observasi berdasarkan isian kolom lembar chek list pedoman observasi. Kesimpulan hasil observasi ditampilkan dalam bentuk narasi. 2. Studi dokumen Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dokumen data registrasi persalinan di RB PKM Kec. Pesanggrahan tahun 2013. Informansi yang digunakan dalam dokumen data registrasi persalinan, yaitu nama bidan penolong persalinan, nama ibu bersalin beserta suami, jumlah kelahiran, waktu melahirkan, dan alamat ibu bersalin. Dokumen ini digunakan untuk melengkapi data hasil observasi dan untuk mencari data informan pendukung. 38 3. Wawancara mendalam Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut (Moleong, 2006). Kelebihan teknik wawancara ialah terjadinya kontak langsung antara pewawancara dan terwawancara. Selain itu, hasil wawancara pun dapat direkam (Sudjana, 2010). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam berdasarkan hasil observasi terhadap informan utama dalam melakukan tindakan langkah-langkah pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir. Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada informan pendukung untuk mengetahui tindakan yang dilakukan informan utama dalam pelaksanaan IMD. Teknik ini dipilih karena dengan wawancara akan terjadi kontak langsung antara peneliti dan informan, sehingga informan dapat mengungkapkan jawaban secara lebih bebas dan mendalam. Selain itu, peneliti juga dapat mencatat hasil penelitian secara lengkap melalui hasil rekaman wawancara. Langkah pertama yang dilakukan dalam wawancara, yaitu menentukan tujuan yang ingin dicapai dari hasil wawancara mendalam. Tujuan wawancara mendalam dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui alasan 39 informan utama melakukan tindakan dalam langkah-langkah pelaksanaan IMD di PKM Kec. Pesanggrahan tahun 2013. Langkah kedua, yaitu membuat pedoman wawancara berdasarkan hasil observasi. Melalui pedoman ini, peneliti lebih terarah melakukan wawancara untuk mencapai tujuan penelitian. Langkah ketiga, yaitu melakukan wawancara dengan informan utama dan informan pendukung. Wawancara direkam melalui alat perekam suara. Langkah keempat, yaitu mencatat hasil wawancara secara lengkap berdasarkan hasil rekaman wawancara. Kemudian, peneliti mengelompokkan hasil wawancara berdasarkan istilah penelitian. Langkah kelima, yaitu menarik kesimpulan berdasarkan hasil pengelompokkan istilah penelitian. Kesimpulan penelitian ditampilkan dalam bentuk narasi. F. Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh peneliti maupun orang lain (sugiyono, 2009). Pada penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah content analysis. Menurut Neuman (2000) dalam Afifah (2008), content analysis adalah teknik mengumpulkan data dan kemudian dilakukan analisis terhadap 40 isi naskah atau hasil data yang diperoleh untuk kemudian dibandingkan dengan teori-teori pada tinjauan kepustakaan atau hasil penelitian terdahulu. Dalam pelaksanaannya, peneliti melakukan ketiga teknik pengumpulan data, yaitu observasi, studi dokumen, dan wawancara mendalam. Selanjutnya, peneliti menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan data yang diperoleh dari ketiga teknik pengumpulan data tersebut. Kemudian, peneliti membandingkan hasil penelitian dengan teori-teori yang ada pada tinjauan kepustakaan hasil hasil penelitian terdahulu. Menurut Nasution (1988) dalam Sugiyono (2009), menyatakan bahwa analisis telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah sebelum terjun ke lapangan, selama di lapangan sampai penulisan hasil penelitian. Namun, analisis lebih difokuskan selama di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. 1. Analisis sebelum di lapangan Dalam penelitian kualitatif, analisis data telah dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis ini dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan (sugiyono, 2009). Dalam studi pendahuluan, peneliti menggunakan teknik observasi untuk melihat tindakan bidan dalam pelaksanaan IMD. Berdasarkan hasil observasi tersebut peneliti menarik kesimpulan untuk menentukan masalah penelitian. 41 2. Analisis data di lapangan Menurut Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2009), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif saat pengumpulan data di lapangan dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, hingga data yang diperoleh telah jenuh. Terdapat tiga tahap aktivitas yang dilakukan dalam analisis data kualitatif, yaitu: a. Reduksi data Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Aktivitas yang dilakukan pada tahap reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya apabila diperlukan (Sugiyono, 2009). Peneliti melakukan reduksi data dari hasil observasi dan wawancara. Sebelum melakukan observasi, peneliti sudah menyiapkan lembar pedoman observasi yang diadaptasi dari pedoman langkah IMD dalam asuhan bayi baru lahir berdasarkan ketetapan Departemen Kesehatan RI 2008. Melalui lembar pedoman observasi, peneliti dapat memfokuskan permasalahan penelitian mengenai pelaksanaan IMD. 42 Proses observasi dilakukan secara berulang hingga tidak ada lagi temuan baru. Sedangkan, sebelum melakukan wawancara, peneliti sudah menyiapkan pedoman wawancara yang dibuat berdasarkan teori-teori yang memfokuskan dalam pelaksanaan IMD. Wawancara dilakukan terhadap informan utama dan informan pendukung. Setelah melakukan wawancara, peneliti merangkum hasil wawancara dalam bentuk matriks wawancara. Wawancara dilakukan sampai informansi yang diperoleh telah jenuh. b. Penyajian data Penyajian data dilakukan dalam bentuk bagan, tabel atau teks yang bersifat naratif. Penyajian data akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi serta merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami (Sugiyono, 2009). Peneliti menyajikan data hasil observasi dalam bentuk tabel pada lampiran 6. Sedangkan data hasil wawancara ditampilkan dalam bentuk matriks wawancara pada lampiran 7 dan lampiran 8. Melalui cara ini, peneliti dapat menentukan kejenuhan data yang telah diperoleh. c. Penarikan kesimpulan Penarikan kesimpulan yang disertai dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten akan mengahasilkan kesimpulan yang dapat dipercaya. 43 Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran obyek yang sebelumnya belum jelas menjadi lebih jelas (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini, peneliti menarik kesimpulan berdasarkan temuan dalam observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama disimpulkan bahwa bidan kurang tepat dalam melaksanakan IMD. Kesimpulan tersebut didukung berdasarkan kesimpulan wawancara terhadap informan pendukung, yaitu informan utama masih kurang tepat dalam melaksanakan IMD. G. Keabsahan Data Pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi: uji kredibilitas data (validitas internal) yaitu berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian degan hasil yang ingin dicapai, uji transferabilitas (validitas eksternal) yaitu berkenaan dengan derajat akurasi hasil penelitian dapat diterapkan wilayah penelitian, uji depenabilitas (reliabilitas) yaitu berkenaan dengan derajat konsistensi temuan, dan uji konfirmabilitas (obyektivitas) yaitu berkenaan dengan derajat kesepakatan antar banyak orang terhadap temuan yang diperoleh (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan uji kredibilitas data karena penelitian ini bersifat studi kasus sehingga data yang diperoleh tidak 44 dapat digeneralisasikan. Selain itu, belum ada hasil penelitian serupa yang menggunakan instrumen yang sama seperti pada penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan perpanjangan pengamatan dan triangulasi sebagai cara untuk menguji kredibilitas data penelitian. 1. Perpanjangan Pengamatan Menurut Sugiyono (2009), perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan observasi ataupun wawancara kembali dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Melalui perpanjangan pengamatan diharapkan hubungan peneliti dengan sumber data akan semakin terbentuk. Sehingga, kehadiran peneliti tidak mempengaruhi perilaku yang dipelajari. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan perpanjangan waktu observasi selama dua bulan. Observasi dilakukan sejak bulan Mei sampai Juni 2013. Melalui perpanjangan waktu observasi ini, diharapkan terjalin hubungan yang terbuka antara peneliti dan bidan. Sehingga, kehadiran peneliti tidak mengganggu perilaku bidan dalam melakukan setiap tindakan dalam pelaksanaan IMD. 2. Triangulasi Menurut Sugiyono (2009), triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat tiga jenis triangulasi 45 dalam pengujian kredibilitas, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Namun, dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan triangulasi waktu dalam melakukan observasi pelaksanaan IMD karena keterbatasan waktu penelitian. a. Triangulasi sumber Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui sumber yang berbeda (Sugiyono, 2009). Dalam triangulasi sumber, peneliti mengumpulkan data dari informan utama yaitu bidan penolong persalinan dan informan pendukung yaitu ibu bersalin. b. Triangulasi teknik Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi, studi dokumen, dan wawancara mendalam. BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan 1. Profil Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan dibangun di lokasi Jl. Cenek I No.1 Kecamatan Pesanggrahan pada tahun 2002 dan mulai beroperasi sejak tahun 2003. Sebelumnya Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan menempati lokasi di Jl. Wijaya Kusuma No.1 bergabung dengan Puskesmas Kelurahan Pesanggrahan. 2. Visi dan Misi Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan a. Visi Menjadi puskesmas terdepan yang mengutamakan pelanggan melalui pelayanan prima. b. Misi 1) Memberdayakan SDM secara Profesional 2) Mengembangkan sistem promosi kesehatan 3) Mengembangkan pelayanan kesehatan yang prima 4) Mengembangkan sistem informasi kesehatan 46 kepuasan 47 5) Menggalang kemitraan dengan sektor terkait 3. Fasilitas Puskesmas Kec. Pesanggrahan Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan dibangun di atas tanah seluas 2566 m2 dengan luas bangunan 1677 m2. Puskesmas ini memiliki tiga lantai. Lantai pertama terdiri dari ruang pelayanan 24 jam, ruang bersalin, poli kesehatan ibu hamil trimester I dan II, poli kesehatan ibu hamil trimester III, gudang obat dan ruang radiologi. Lantai kedua terdiri dari loket, laboratorium, poli umum, poli gigi, poli keluarga berencana (KB), poli menejemen terpadu balita sakit (MTBS), poli paru, poli lansia, poli diabetes melitus (DM), ruang konseling, gudang alat kesehatan, ruang fisioterapi, apotik dan koperasi. Sedangkan lantai ketiga terdiri dari ruang Kepala Puskesmas, ruang penyakit menular dan kesehatan lingkungan, ruang promosi kesehatan dan program gizi, ruang perencanaan dan satuan kerja, ruang keuangan, ruang tata usaha (TU), ruang pendidikan dan pelatihan (Diklat), ruang pemeriksaan kesehatan haji dan elektrokardiografi (EKG), aula dan mushola. Kapasitas listrik yang dimiliki oleh puskesmas ini yaitu sebesar 66.000 watt. Selanjutnya, sumber air yang digunakan di puskesmas ini berasal dari air tanah. Selain itu, Puskesmas Kecamatan Pesanggarahan juga memiliki dua buah telepon, dua buah faximili, dua buah mobil ambulance, satu buah mobil dinas merk APV dan enam buah sepeda motor. 48 B. Karakteristik Informan Informan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu informan utama dan informan pendukung. Karakteristik informan utama yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu nama, usia, jabatan, pendidikan terakhir, lama tugas sebagai bidan, lama tugas di PKM Kec. Pesanggrahan. Sedangkan, karakteristik informan pendukung yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu waktu melahirkan, pendamping persalinan, jumlah kelahiran anak dan bidan penolong persalinan. 1. Informan Utama Informan utama dalam penelitian ini adalah bidan yang bertugas di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa jadwal kerja bidan di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan terbagi dalam tiga waktu, yaitu dari pukul 07.00-15.00 WIB, kemudian dari pukul 15.00-23.00 WIB, selanjutnya dari pukul 23.00-07.00 WIB. Jadwal kerja tersebut dibagi secara bergilir untuk setiap bidan. Namun, khusus untuk satu orang informan utama yang menjabat sebagai bidan koordinator memiliki jadwal kerja tetap. Bidan koordinator memiliki jadwal kerja dari hari senin sampai jumat mulai pukul 07.000-16.00 WIB. Meskipun bidan koordinator memiliki jadwal kerja khusus, namun tugas bidan sebagai penolong persalinan tetap sama. Informan 1 dengan inisial N berusia 46 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIV kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai 49 bidan selama 25 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di PKM Kelurahan Mampang Jakarta Selatan. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2007 dan menjabat sebagai koordinator RB. Selain itu, informan juga bekerja sebagai bidan praktek di RB milik pribadi. Informan 2 dengan inisial SA berusia 29 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai bidan selama 9 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2005 dan menjabat sebagai bidan pelaksana. Informan 3 dengan inisial SH berusia 30 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai bidan selama 9 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2005 dan menjabat sebagai bidan pelaksana. Selain itu, informan juga bekerja sebagai bidan praktek di RB milik pribadi. Informan 4 dengan inisial E berusia 24 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai bidan selama 3 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta dan Rumah Sakit 50 Bina Kasih Medan. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2012 dan menjabat sebagai bidan pelaksana. Informan 5 dengan inisial R berusia 31 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai bidan selama 8,5 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di RB Budi Kemuliaan Cabang Dempo Kebayoran Baru Jakarta Selatan, RB Marlina Ciputat, RSUD Kota Depok. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2010 dan menjabat sebagai bidan pelaksana. Informan 6 dengan inisial A berusia 25 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai bidan selama 5 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2009 dan menjabat sebagai bidan pelaksana. Informan 7 dengan inisial P berusia 26 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai bidan selama 6 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2008 dan menjabat sebagai bidan pelaksana. 51 Informan 8 dengan inisial Y berusia 31 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai bidan selama 4 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2010 dan menjabat sebagai bidan pelaksana. Tabel 5.1 Karakteristik Informan Nama Usia N 46 thn SA 29 thn SH 30 thn E 24 thn R 31 thn A 25 thn P 26 thn Y 31 thn Pendidikan Terakhir Jabatan DIV Kebidanan DIII Kebidanan DIII Kebidanan DIII Kebidanan DIII Kebidanan DIII Kebidanan DIII Kebidanan DIII Kebidanan Bidan Koor. RB Bidan Pelaksana Bidan Pelaksana Bidan Pelaksana Bidan Pelaksana Bidan Pelaksana Bidan Pelaksana Bidan Pelaksana Lama Tugas Sbg P.K Lama Tugas di PKM Kec. PSG 25 thn 6 thn 9 thn 8 thn 9 thn 8 thn 3 thn 1 thn 8,5 thn 3 thn 5 thn 4 thn 6 thn 5 thn 4 thn 3 thn 2. Informan Pendukung Informan pendukung dalam penelitian ini adalah ibu bersalin yang melahirkan di RB Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan yang tidak 52 sempat diobservasi saat persalinan. Penentuan informan pendukung dilakukan dengan cara telaah dokumen dari buku data registrasi pasien RB Puskesmas Kec. Pesanggrahan tahun 2013. Tujuan dilakukan wawancara dengan informan pendukung adalah sebagai bentuk triangulasi informan untuk mengetahui tindakan yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD. Informan pendukung pertama berinisial U berusia 22 tahun. Melahirkan pada hari Jum’at tanggal 7 Juni 2013 pukul 16.05 WIB. Pendamping saat persalinan adalah suami informan dengan inisial A berusia 34 tahun. Informan baru melahirkan anak pertama yang ditolong oleh bidan N dan bidan A. Informan pendukung kedua berinisial M berusia 21 tahun. Melahirkan pada hari Minggu tanggal 9 Juni 2013 pukul 20.36 WIB. Pendamping saat persalinan adalah suami informan dengan inisial AJ berusia 23 tahun. Informan baru melahirkan anak pertama yang ditolong oleh bidan E dan bidan SH. Tabel 5.2 Karakteristik Informan Pendukung Nama U M Waktu Pendamping Anak Penolong melahirkan persalinan ke- persalinan Jum’at Bidan N & 22 thn 7 Juni 2013 Suami 1 Bidan A 16.05 WIB Minggu, Bidan E & 21 thn 9 Juni 2013 Suami 1 Bidan SH 20.36 WIB Usia 53 C. Gambaran Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD Setelah melakukan observasi terhadap proses persalinan sebanyak 15 kali di PKM Kecamatan Pesanggrahan diketahui bahwa setiap persalinan di PKM Kecamatan Pesanggarahan ditolong oleh dua orang bidan. Kedua orang bidan tersebut berada di sisi kanan dan sisi kiri ibu bersalin saat pembukaan sudah lengkap. Kedua orang bidan tersebut bekerja sama dalam menolong persalinan dengan cara berbagi tugas. Satu orang bidan memfokuskan tugasnya untuk menolong ibu bersalin. Sedangkan, satu orang bidan lainnya bertugas menolong bayi. Selama observasi, bidan A dan bidan E pernah menolong persalinan sendirian. Hal tersebut terjadi karena masing-masing rekan kerja kedua bidan pada saat tugas sedang beristirahat. Sehingga, bidan A dan bidan E harus menolong persalinan sendirian. Sedangkan, bidan SH dan bidan P juga pernah menolong persalinan sendirian karena pada waktu bersamaan saat mereka bertugas, terdapat dua orang pasien ibu bersalin di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan. Sehingga, bidan SH dan bidan P harus menolong persalinan sendiri-sendiri. Hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 9. Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama diketahui bahwa pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan sudah dilaksanakan sejak Departemen Kesehatan RI mengeluarkan program IMD. Berikut pemaparan informan utama: 54 “...awal-awal neng, kan udah ada APN+IMD tuh 2008, yaaa sekitar 2009 dah kayaknya...”(bidan N) “Pokoknya pertama dicetuskan dan Depkes menyetujui yaudah kita langsung melaksanakan...”(bidan SA) “...kalo gak salah sekitar 2009 apa 2010 lah gitu...(bidan A) Perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan terkait dengan tindakan yang dilakukan bidan dalam langkahlangkah pelaksanaan IMD. Saat bayi lahir, terdapat tiga langkah pelaksanaan IMD yang dilakukan oleh bidan. 1. Langkah pertama Setelah melakukan observasi terhadap proses persalinan sebanyak 15 kali di PKM Kecamatan Pesanggrahan diketahui bahwa langkah pertama yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD dimulai dengan menilai kondisi bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi. Penilaian awal kondisi bayi baru lahir dimulai dengan mencatat waktu kelahiran bayi dalam lembar catatan persalinan. Selanjutnya, dalam waktu dua detik pertama setelah kelahiran bayi, bidan segera menilai kondisi bayi untuk memastikan kemungkinan melakukan tindakan resusitasi pada bayi. Berdasarkan seluruh proses persalinan yang diobservasi, tidak ada bayi yang menunjukkan gejala asfiksia. Sehingga, bidan tidak melakukan tindakan resusitasi pada bayi. lampiran 6a. Hasil observasi diapat dilihat pada 55 Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa tindakan resusitasi harus dilakukan apabila bayi baru lahir menunjukkan gejala asfiksia. Berikut pemaparan informan utama: “...bayi lahir tidak menangis, gak mungkin dong langsung IMD, pasti resusitasi dulu...”(bidan N) “...kita lihat kondisi bayi kan, kalo pernapasannya bagus kita langsung bersihin...”(bidan SA) “...kalo dia asfiksia berarti kan kita perlu pertolongan asfiksianya dulu...”((bidan A) Setelah dipastikan bayi tidak mengalami asfiksia, bidan mulai mengeringkan seluruh tubuh bayi kecuali kedua tangan bayi. Hasil observasi diapat dilihat pada lampiran 6a. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa jika bayi tidak menunjukkan gejala asfiksia, maka bidan segera mengeringkan tubuh bayi kecuali kedua tangan bayi. Berikut pemaparan informan utama: “...kalo pernapasannya bagus kita langsung bersihin kan..”(bidan SA) “...kalo bayi lahir dia nangis, langsung taro ke atas perut ibunya, secara tidak langsung tanpa di lap tangan-tangannya...”(bidan A) Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama diketahui bahwa bidan tidak membersihkan kedua tangan bayi karena tidak ada perintah bagi bidan untuk mengeringkan tangan bayi. Selain itu, 56 bau air ketuban yang melekat di tangan bayi memiliki bau yang sama dengan payudara ibu, sehingga dapat membantu bayi untuk menemukan puting susu ibunya. Berikut pemaparan informan utama: “...karna gak ada teorinya membersihkan...”(bidan N) neng untuk memerintah kita “...bau air ketubannya itu sama kayak payudara ibu...”(bidan SA) “ya lemaknya jangan, karena itu bau air ketuban kan untuk ngerangsang dia...”(bidan E) “...karna air ketuban ibunya...”(bidan A) itu baunya sama dengan si puting Setelah tubuh bayi dibersihkan, bidan mengklem dan memotong tali pusat bayi. Selanjutnya, bidan memberikan suntikan syntosinon 10UI pada bagian paha ibu bersalin. Hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 6a. Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama, diketahui bahwa terdapat lima jenis obat kimiawi yang digunakan selama persalinan, yaitu sintosinon, methergin, cairan infus, antibiotik, dan vitamin A. Namun, menurut informan utama, dari kelima jenis obat kimiawi tersebut hanya sintosinon yang wajib diberikan kepada ibu bersalin sesuai dengan standar dalam APN. Pemberian suntikan sintosinon 10UI pada ibu bersalin bertujuan untuk merangsang kontraksi uterus agar plasenta segera lahir. Sedangkan, penggunaan keempat jenis obat kimiawi lainnya disesuaikan dengan kondisi ibu bersalin dan 57 tindakan yang akan dilakukan oleh bidan. Berikut pemaparan informan utama: “...oh iya sinto, methergin, vitamin A.Gak juga, yang utama sinto neng...”(bidan N) “...sintosinon itu aja yang paling utama, kan standarnya dalam APN emang pake itu, kalo misalnya kontraksinya darahnya agak banyak kita kasih methergin, selebihnya si obat biasa, kayak antibiotik sama vitamin A...standarnya emang ada dalam APN juga pake itu..,biasa sintosinon aja yang paling utama untuk merangsang kontraksi uterus...”(bidan SA) “Saat persalinan ya sintosinon, ada juga methergin, abis itu ya paling obat oral antibiotik sama vitamin A, sintosinon itu di injeksi biar rahim kontraksi...”(bidan E) “...kalo di APN semua pasien setiap baru lahir dua menit pertama itu pasti dikasih sintosinon, itu kan untuk merangsang plasenta lahir, kalo misalkan dia retensio plasenta otomatiskan dia butuh sinto lagi, terus butuh cairan infus juga, kalo darah keluar terus pasti butuh methergin...”(bidan A) Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama mengenai pemberian suntikan syntosinon juga diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung. Berikut pemaparan informan pendukung: “...ia disuntik di paha kiri...”(Ny. U) Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa bidan sudah melakukan semua tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Semua tindakan tersebut segera dilakukan saat bayi lahir pada setiap proses persalinan tanpa melihat panduan pelaksanaan IMD. Semua tindakan juga sudah dilakukan secara tepat dan berurutan. 58 Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama diketahui bahwa bidan sudah mengetahui alasan melakukan setiap tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan pendukung juga diketahui bahwa tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD sama dengan tindakan yang dilakukan bidan saat diobservasi. 2. Langkah kedua Setelah melakukan observasi terhadap langkah pertama pelaksanaan IMD dalam proses persalinan sebanyak 15 kali di PKM Kecamatan pesanggrahan, diketahui bahwa langkah kedua yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa setelah tali pusat bayi dipotong, bidan segera menengkurapkan bayi di dada ibunya dengan cara mendekatkan mulut bayi ke puting susu ibu sebelah kanan. Kemudian, bidan menyelimuti bayi menggunakan kain bersih. Namun, dari 15 proses persalinan yang observasi, terlihat bahwa bidan P pernah dalam satu kali menolong persalinan tidak memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Saat peneliti melakukan observasi, terlihat bahwa bidan P bertugas sendirian menolong proses persalinan. Bidan P terlihat tergesa-gesa selama menolong proses 59 persalinan, karen ibu bersalin yang ditolong oleh bidan P sudah mengalami bukaan lengkap saat masuk ke RB. Bidan P belum sempat menyiapkan peralatan persalinan. Hasil observasi diapat dilihat pada lampiran 6b. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa bidan mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting ibunya saat bayi ditengkurapkan di dada ibu. Berikut pemaparan informan utama: “...langsung taro di dada ibunya deket payudara...”(bidan SA) “...yang penting lahir taro langsung di dadanya kan, biasanya yang berhasil pun harus pake bantuan deketin ke puting ibunya...”(bidan E) Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama juga diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung. Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan pendukung diketahui bahwa bidan menengkurapkan bayi di dada ibunya dengan cara mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting susu ibu. Berikut pemaparan informan pendukung: “...pokoknya di sekitar dada deket susu...”(Ny.U) “...ditaro di dada, ia mulut bayinya diarahin ke payudara karna bayinya gak nyari...”(NyM) Saat peneliti melakukan konfirmasi terhadap bidan P yang tidak memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya, maka bidan P menolak untuk memberikan jawaban. Saat 60 penelitian berlangsung, peneliti berusaha kembali untuk melakukan konfirmasi ulang terhadap bidan P. Namun, tetap saja bidan P tidak mau memberikan jawaban. Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi pada tabel 5.6 diketahui bahwa saat bayi berada di dada ibunya, bidan meminta bantuan pendamping persalinan untuk memberikan bantal di bawah kepala ibu bersalin agar mempermudah kontak visual antara ibu dan bayinya. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama. Informan utama menyatakan bahwa peran pendamping persalinan adalah untuk memberikan semangat kepda ibu bersalin dan membantu bidan melengkapi kebutuhan ibu bersalin. Berikut pemaparan informan utama: “Biasanya ibunya lebih nyaman kalo ditemenin, kalo misalnya kita perlu apa-apa pun cepet gitu ngasih tau keluarganya...”(bidan SA) “Buat motivasi ibunya...”(bidan E) “...supaya ibunya merasa aman nyaman, terus bisa juga bantuin ibunya kalo misalkan lagi butuh apa atau apa gitu kan...”(bidan A) Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi pada tabel 5.6 diketahui bahwa bidan memerintahkan ibu bersalin untuk memeluk bayinya saat bayi ditengkurapkan di dada ibu bersalin. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa memeluk bayi saat berada di dada ibunya dilakukan agar ibu dan bayi sama-sama merasa nyaman. Meskipun, sebenarnya 61 tindakan memeluk bayi dilakukan berdasarkan keinginan langsung dari ibu bersalin. Berikut pemaparan informan utama: “perlu karena kan bayinya gerak-gerak kan, kan aman kalo langsung dipegangin sama dia, dan biasanya ibunya juga kan langsung meluk sendiri ya dia megang sendiri dan ibunya lebih nyaman kalo dipegang langsung...”(bidan SA) “...“biasanya inisiatif ibunya sendiri...”(bidan E) “perlu, karna kan secara tidak langsung ada kontak antara ibu sama bayinya, kedua juga menjaga keamanan si bayi, terus menjaga kehangatan si bayi juga, selama ini si gak pernah ada ibu yang gak mau...”(bidan A) Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung yang menyatakan bahwa saat bayi berada di dada ibu, bidan meminta ibu bersalin untuk memeluk bayinya. Berikut pemaparan informan pendukung: “...ya iya disuruh dipeluk.”(Ny.U) “...iya disuruh bidannya meluk bayi.”(Ny.M) Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa saat bayi berada di dada ibunya, bidan melanjutkan langkah manajemen aktif kala tiga persalinan (menolong lahirnya plasenta). Hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 6b. Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya sampai plasenta lahir sempurna. Saat plasenta telah lahir sempurna, bidan mengangkat bayi dari dada ibunya. 62 Berdasarkan semua proses persalinan yang diobservasi diketahui bahwa proses lahirnya plasenta tidak ada yang melebihi waktu 30 menit, yaitu berkisar antara 10 sampai 30 menit. Sehingga, bidan hanya memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya selama 10 sampai 30 menit. Setelah plasenta lahir sempurna dan bayi diangkat dari dada ibunya, bidan melanjutkan tugasnya menjahit perineum. Hasil observasi diapat dilihat pada lampiran 9. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa IMD dapat dihentikan atau tidak dilaksanakan apabila ibu mengalami stres dan merasa tidak nyaman setelah melahirkan. Berikut pemaparan informan utama: “...kondisi ibunya, ntar kalo di taro di sini bergerak-gerak dia jatoh itu gak bisa IMD karna ntar bayinya dilempar kan repot...”(bidan N) “...kita si ngeliat kondisi ibunya kalo dia bener-bener gak nyaman dan kesakitan yaudah kita angkat... dia pengennya kan buru-buru kalo udah satu jam kan selesai semuanya udah bersalin udah dibersihin udah dijait gitu...”(bidan SA) “...terserah ibunya kalo kesakitan ya kita angkat aja... gak nyampe sejam udah dulu kita bersihin bayinya...”(bidan E) Selain itu, informan utama juga menyatakan bahwa waktu yang diberikan untuk pelaksanaan IMD minimal selama satu jam dianggap terlalu lama. Berikut pemaparan informan utama: “Kelamaan, kelamaan kan kita tunggu satu jam pun gak ada yang berhasil si sebenernya...”(bidan SA) “Kelamaan itu mah, harusnya udah beres semua kan...”(bidan E) 63 Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung yang meyatakan bahwa kondisi skin to skin contact antara ibu dan bayinya hanya dipertahankan selama tidak lebih dari setengah jam. Berikut pemaparan informan pendukung: “...yaaa sekitar kira-kira setengah jam lah, kurang lebih sekitar segitu...”(Ny.U) “...kayaknya nyampe-nyampe tiga puluh menit. kayaknya enggak nyampe satu jam deh.”(Ny.M) Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa belum semua bidan melakukan semua tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD. Contohnya dalam satu proses persalinan yang diobservasi, bidan P tidak memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Selain itu, masih terdapat beberapa tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD yang dilakukan kurang tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi ke bagian puting sebelah kanan ibu dan mengangkat bayi dari dada ibunya sebelum kontak kulit antara ibu dan bayi berlangsung selama satu jam. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama juga diketahui bahwa bidan masih memiliki alasan yang belum tepat dalam melakukan beberapa tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD. Alasan bidan yang belum tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi dekat 64 dengan puting ibunya saat bayi berada di dada ibunya agar bayi berhasil IMD dan mengangkat bayi dari dada ibunya karena bidan akan melakukan penjahitan perineum Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan pendukung juga diketahui bahwa tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD sama dengan tindakan yang dilakukan bidan saat diobservasi. 3. Langkah ketiga Setelah melakukan observasi langkah kedua pelaksanaan IMD pada proses persalinan sebanyak 15 kali di PKM Kecamatan pesanggrahan, diketahui bahwa langkah ketiga yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari puting susu ibunya. Tindakan yang dilakukan bidan untuk memberikan kesempaatan pada bayi mencari puting susu ibunya yaitu dengan cara memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Berdasarkan hasil observasi pada lampiran 9, diketahui bahwa kontak kulit antara ibu dan bayi berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Kecuali pada observasi persalinan kedua yang ditolong oleh bidan P, dimana bidan P sama sekali tidak memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 6c. 65 Hasil observasi tersebut berbeda dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa IMD dilakukan dengan cara kontak kulit antara ibu dan bayi selama satu jam. Berikut pemaparan informan utama: “...karna kan kalo dia IMD satu jam...”(bidan N) “...ya itu kita biarin aja dulu sampai satu jam kan ya...”(bidan SA) “...di dada ibunya, nah itu sampai satu jam.”(bidan A) Hasil wawancara terhadap informan utama tersebut berbeda dengan hasil wawancara selanjutnya yang menyatakan bahwa kontak kulit antara ibu dan bayi yang dilakukan selama satu jam dianggap terlalu lama. Berikut pemaparan informan utama: “...kelamaan, kan kita tunggu satu jam pun gak ada yang berhasil si sebenernya...”(bidan SA) “...kelamaan itu mah, harusnya udah beres semuanya kan...”(bidan E) Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa kontak kulit antara ibu dan bayi memang tidak ada yang berlangsung sampai satu jam. Hal ini terjadi karena sebelum bidan melakukan penjahitan perineum, bidan mengangkat bayi dari dada ibunya untuk melakukan kegiatan penimbangan, pengukuran dan pengecapan kedua telapak kaki bayi, meskipun kontak kulit antara ibu dan bayinya belum mencapai waktu satu jam dan bayi pun belum ada yang berhasil menyusu. 66 Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa bayi boleh segera dipisahkan dari ibunya untuk kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan meskipun bayi belum berhasil menyusu. Selain itu, informan utama juga menyatakan bahwa kegiatan tersebut boleh dilakukan karena sebelum ada program IMD pun kegiatan tersebut dilakukan sebelum bayi berhasil menyusu. Berikut pemaparan informan utama: “...kadang kalo kelamaan dia gak dapet-dapet puting ibunya kita angkat dulu, kita timbang, kita ukur, kita bersihin, kita bungkus, nanti ibunya suruh disusuin, dulu juga gak pake IMD kalo dulu mah.”(bidan SA) “...lagian dulu kan sebelum ada IMD juga gitu kok, gak papa lah diangkat dulu, diberesin, terus kan kita kasih lagi sama ibunya...”(bidan E) “...jadi bisa aja sambil kita bersihkan ibunya, bayinya kita angkat dulu, sambil waktu untuk nimbang dan lain-lain...”(bidan A) Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa setelah bayi ditimbang, diukur dan di cap, bidan memberikan kembali bayi kepada ibunya untuk di susui dalam keadaan sudah dibedong. Ibu dan bayi tetap berada di RB sampai waktu dua jam setelah persalinan. Waktu penyusuan awal terjadi di RB dalam keadaan bayi sudah dibedong. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa setelah bidan menimbang, mengukur, dan mengecap, bidan mengembalikan bayi kepada ibunya untuk disusui. Berikut pemaparan informan utama: 67 “...kita selalu tau kalo belom dua jam pasti masih di ruang bersalin...”(bidan N) “...kita angkat dulu, kita timbang, kita ukur, kita bersihin, kita bungkus, nanti ibunya suruh disusuin.”(bidan SA) “...gak nyampe sejam udah dulu, kita bersihin bayinya baru kita taro lagi biar di susuin.”(bidan E) “...bisa aja sambil kita bersihkan ibunya, bayinya kita angkat dulu, sambil waktu untuk nimbang dan lain-lain, kan abis itu bisa dilanjutkan nyusui gitu.”(bidan A) Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama tersebut diperkuat dengan hasil observasi selanjutnya yang terlihat bahwa bidan tidak memberikan kesempatan lagi kepada bayi untuk melanjutkan kontak kulit dengan ibunya setelah bidan menimbang, mengukur dan mengecap kedua telapak kaki bayi. Bidan hanya memerintahkan kepada ibu bersalin agar tetap berada di RB sampai waktu dua jam setelah melahirkan. Saat berada di RB, bidan memerintahkan ibu bersalin untuk menyusui bayinya yang sudah dibedong. Hasil observasi diapat dilihat pada lampiran 6d. Hasil observasi ini diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa sebelum dipindah ke ruang perawatan bidan memberikan suntikan hepatitis B pertama pada bayi. Berikut pemaparan informan utama: “...dua jam kemudian HB 0, abis HB 0 kita pindahkan ke ruang perawatan...”(bidan N) “...di RB sampe dua jam, terus kan kita kasih HB 0, baru pindah ke ruang perawatan...”(bidan SA) 68 “...kan aturannya gitu, HB 0 tuh dua jam post partum, baru boleh dipindahin...(bidan E) “...oh iya dalam APN gitu juga...”(bidan A) Hasil observasi terakhir menunjukkan bahwa setelah ibu dan bayi berada di RB selama dua jam setelah melahirkan, bidan meminta bantuan suami/keluarga yang mendampingi persalinan untuk memindahkan ibu bersalin dan bayinya ke ruang perawatan. Hasil observasi diapat dilihat pada lampiran 6d. Hasil observasi ini diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa setelah dua jam melahirkan, ibu dan bayi dipindahkan ke ruang perawatan. Tindakan tersebut merupakan aturan dari PKM untuk memberikan fasilitas rawat gabung sampai dua hari setelah melahirkan. Berikut pemaparan informan utama: “...abis HB 0 kita pindahkan ke ruang perawatan, rawat gabung, udah, kita selalu tau kalo belom dua jam pasti masih di ruang bersalin...”(bidan N) “...setelah 2 jam pindah ke ruang perawatan ya biasanya perawatannya sampe 3 hari si kalo disini mah, pokoknya terhitung dari dia masuk sampe dia pulang 3 hari kok...”(bidan SA) “...dari dua jam pindah sampe dua hari post partum...pokoknya sampe dia lahiran trus masuk ruang perawataan terus sampe besoknya dia pulang jadi tiga hari...”(bidan E) “...minimal kalo di sini sih 3x24 jam setelah dia lahir... kalo di sini emang peraturannya seperti itu...”(bidan A) Hasil wawancara terhadap informan utama selanjutnya menyatakan bahwa rawat gabung adalah menempatkan bayi di tempat yang sama 69 dengan ibunya, sehingga bayi selalu berada di dekat ibunya. Menurut informan utama, rawat gabung dilakukan agar ibu terlatih untuk merawat dan menyusui bayinya. Selain itu, bayi akan lebih sering menyusu sehingga memperoleh ASI eksklusif. Berikut pemaparan informan pendukung: “...kalo rawat gabung kan bayi sama-sama, udah oke ya...”(bidan N) “...biar ASInya lebih eksklusif, ibunya juga terlatih nyusuin gitu, ngerawat di rumah juga lebih gampang...”(bidan SA) “...bareng-bareng ibu sama bayinya, biar ibunya lebih teratur nyusuin...”(bidan E) “...bayi ada di deket ibunya terus, rawat gabung berarti si ibu lebih memperhatikan si bayi, si ibu bertanggung jawab atas bayinya, apalagi awal-awal abis lahiran kan belum tentu ASInya keluar, dengan terus dirangsang kan otomatis bakal keluar ASInya...”(bidan A) Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung yang menyatakan bahwa ibu dan bayi dipindahkan ke ruang perawatan sampai waktu dua hari setelah melahirkan. Berikut pemaparan informan pendukung: “...kalo gak salah di puskes itu dua hari...”(Ny.U) “...kan dua hari baru pulang...”(Ny.M) Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa semua tindakan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD dilakukan tanpa melihat panduan pelaksanaan IMD. Semua tindakan sudah dilakukan secara berurutan. Namun, masih ada beberapa tindakan yang tidak dilakukan kurang tepat, 70 yaitu bidan melakukan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan sebelum bayi melakukan kontak kulit dengan ibunya selama satu jam, bidan tidak memberikan kesempatan pada bayi untuk melanjutkan kembali kontak kulit dengan ibunya setelah kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama juga diketahui bahwa bidan masih memiliki alasan yang belum tepat dalam melakukan beberapa tindakan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD. Alasan bidan yang belum tepat, yaitu penyusuan awal dilakukan dalam keadaan bayi sudah dibedong. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan pendukung juga diketahui bahwa tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD sama dengan tindakan yang dilakukan bidan saat diobservasi. BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti hanya dapat menjelaskan bagaimana gambaran tiap langkah yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD. Sehingga, peneliti hanya dapat menjawab pertanyaan tindakan apa yang dilakukan dalam setiap langkah pelaksanaan IMD serta bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Namun, peneliti belum dapat menjawab pertanyaan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian serupa untuk menjawab pertanyaan mengapa bidan berperilaku seperti itu dalam pelaksanaan IMD. Selain itu, peneliti juga tidak dapat menampilkan gambar setiap tindakan yang dilakukan bidan dalam ketiga langkah pelaksanaan IMD karena pihak PKM tidak memperbolehkan peneliti untuk mengambil gambar dalam proses persalinan. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan triangulasi waktu dalam melakukan observasi. Hal ini dilakukan untuk menjaga validitas data hasil observasi. B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD IMD merupakan program yang dikeluarkan oleh WHO dan UNICEF pada tahun 2007, dimana pada prinsipnya bukan ibu yang menyusui bayi, tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu, serta melakukan kontak kulit ibu dengan kulit bayi segera setelah lahir selama 71 72 paling sedikit satu jam (Depkes, 2007). Meskipun program IMD telah diresmikan sejak tahun 2007, namun Departemen Kesehatan RI baru mengeluarkan pedoman bagi penolong persalinan dalam melakukan langkah-langkah pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir pada tahun 2008 (Depkes RI, 2008). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa PKM Kecamatan Pesanggrahan sudah menjalankan program IMD sejak Departemen Kesehatan RI mengeluarkan program IMD. Pelaksanaan program IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan tepatnya dimulai sejak tahun 2009. Dalam program IMD, dinyatakan agar semua sarana pelayanan kesehatan menerapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) atau ten step to successful breastfeeding. Poin nomer empat dalam penerapan LMKM yaitu menganjurkan seluruh petugas kesehatan untuk membantu para ibu dalam pelaksanaan IMD setelah melahirkan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010). Untuk mewujudkannya, setiap fasilitas kesehatan harus melakukan lima langkah pelaksanaan IMD. Pertama, IMD harus dilakukan baik di ruang bersalin maupun di ruang operasi. Kedua, IMD dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang membantu proses persalinan. Ketiga, ibu bersalin dan pihak keluarga berhak meminta pihak penyedia pelayanan kesehatan untuk melakukan IMD sepanjang ibu dan bayi tidak mengalami indikasi medis. Keempat, ibu bersalin yang menjalani operasi caesar dan menggunakan 73 anestesi lumbal (bukan anestesi lokal) tetap dibantu untuk melakukan IMD di ruang operasi. Kelima, setiap fasilitas bersalin harus menerapkan IMD sesuai dalam prosedur tetap mulai dari konsultasi pada waktu kunjungan ibu hamil hingga saat persalinan dan waktu menyusui (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010). Berdasarkan hasil penelitian dikatahui bahwa setiap proses persalinan di PKM Kecamatan Pesanggrahan merupakan persalinan normal. Sehingga, pelaksanaan IMD terjadi di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan. Meskipun, tidak ada ibu bersalin atau keluarga yang mendampingi persalinan yang meminta bidan untuk melaksanakan IMD, namun bidan tetap melaksanakan IMD setiap menolong persalinan. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian dikatahui bahwa bidan selalu memberitahu ibu bersalin dan keluarga yang mendampingi persalinan pada setiap tindakan yang akan dilakukan. Bidan penolong persalinan melakukan prosedur tetap pelaksanaan IMD hanya pada saat menolong persalinan sesuai pedoman langkah-langkah pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir. Sedangkan, konsultasi mengenai IMD pada waktu kunjungan ibu hamil dan ibu menyusui dilakukan oleh bidan pemeriksa kehamilan di bagian Poli Kesehatan Ibu dan Anak (Poli KIA). Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa bidan di PKM Kecamatan Pesanggrahan sudah mewujudkan langkah menuju keberhasilan menyusui melalui pelaksanaan IMD. 74 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat tiga langkah pelaksanaan IMD yang dilakukan oleh bidan saat menolong persalinan. Langkah pertama, bidan melakukan penilaian awal pada bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi. Semua tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD sudah dilakukan secara berurutan dan tepat. Langkah kedua, bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Setiap tindakan dalam langkah ini sudah dilakukan secara berurutan. Namun, masih terdapat tindakan yang dilakukan kurang tepat. Bidan mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting susu ibu sebelah kiri. Selain itu, bidan juga hanya memberi kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya tidak ada yang lebih dari 30 menit. Langkah ketiga, bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari puting susu ibunya. Dalam langkah ini, masih terdapat tindakan yang dilakukan kurang tepat. Bidan mengangkat bayi dari dada ibunya untuk ditimbang, diukur, dan dicap sebelum bayi berhasil menemukan puting susu ibunya. Selain itu, masih terdapat tindakan yang belum dilakukan oleh bidan. Bidan tidak memberikan kesempatan kembali kepada bayi yang belum berhasil menemukan puting susu ibunya untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya setelah kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan. Meskipun tidak ada bayi yang berhasil melakukan IMD, bidan tetap 75 memerintahkan kepada ibu bersalin untuk melakukan penyusuan awal di RB dalam keadaan bayi sudah dibedong. Menurut penelitian Ja’fara (2001), menyatakan bahwa petugas kesehatan tidak dapat bekerja sesuai SOP karena banyak pasien yang harus dilayani. Selain itu, menurut Roesli (2012), menyatakan bahwa anggapan tenaga kesehatan yang kurang tersedia merupakan anggapan yang salah yang dapat menghambat pelaksanaan IMD. Namun, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dalam waktu 24 jam setidaknya hanya ada 2-3 orang ibu bersalin di PKM Kecamatan Pesanggrahan. Selain itu, setiap persalinan akan ditolong oleh dua orang bidan. Sehingga, kurang tepat jika alasan bidan belum melaksanakan IMD karena banyaknya jumlah pasien yang harus dilayani dan kurang tersedianya tenaga penolong persalinan. Menurut Sukma (2009), IMD dikatakan berhasil apabila bayi dapat menemukan puting susu ibu dan mulai menyusu. Selanjutnya, menurut Roesli (2012), jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya selama satu jam, semua bayi dengan sendirinya akan berhasil menemukan puting susu ibunya melalui lima tahapan perilaku saat menyusu pertama kali. Tahap pertama dimulai dalam 30 menit Awal. Pada tahap ini bayi akan beristirahat dan tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan diluar kandungan. Keadaan ini 76 merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman yang dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan praktik menyusui selanjutnya dan mendidik bayi (Roesli, 2012). Tahap kedua dimulai dalam 30-40 menit selanjutnya. Pada tahap ini bayi mulai mengeluarkan suara, menggerakkan mulut seperti ingin minum, mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu (Roesli, 2012). Tahap ketiga yaitu bayi mulai mengeluarkan air liur. Bayi mulai mengeluarkan air liurnya saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya. Kemudian, bayi berusaha untuk mencapai areola (Roesli, 2012). Tahap keempat yaitu bayi mulai bergerak ke arah payudara. Kaki bayi akan menekan perut ibu untuk mencapai areola. Bayi akan menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepalanya ke dada ibu, menoleh ke kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil (Roesli, 2013). Tahap kelima yaitu bayi mulai menemukan puting susu ibu. Kemudian, bayi akan menjilat dan mengulum puting susu ibu. Mulut bayi akan terbuka lebar untuk menghisap puting sus ibu. Kemudian, bayi akan melekat di dada ibunya dengan baik (Roesli, 2012). 77 Selanjutnya, menurut Mashudi (2011), masih terdapat beberapa kesalahan dalam pelaksanaan IMD, yaitu bayi baru lahir diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering, tali pusat dipotong lalu diikat, bayi segera dibedong karena takut kedinginan, bayi diletakkan di dada ibu dalam keadaan sudah dibedong, bayi dibiarkan di dada ibu selama 10-15 menit atau sampai tenaga kesehatan selesai menjahit perineum. Selanjutnya, bayi disusukan dengan cara memasukkan puting susu ibu ke mulut bayi. Menurut penelitian Fikawati dan Syafiq (2003), menyatakan bahwa penolong persalinan merupakan faktor kunci keberhasilan pelaksanaan IMD. Dalam 30 menit pertama setelah bayi lahir umumnya peran penolong persalinan masih sangat dominan. Apabila ibu bersalin difasilitasi oleh penolong persalinan untuk segera memeluk bayinya diharapkan interaksi ibu dan bayi akan segera terjadi. Dengan IMD, ibu semakin percaya diri untuk tetap memberikan ASI nya sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan makanan atau minuman apapun kepada bayi karena bayi bisa nyaman menempel pada payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera setelah lahir. Sejalan dengan hasil penelitian di atas, menurut penelitian Rahardjo (2006), juga menyatakan bahwa tenaga kesehatan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan pelaksanaan IMD. Sehingga, perlu adanya perilaku yang suportif dari petugas kesehatan dalam melaksanakan IMD (Afifah, 2008). 78 Menurut penelitian Fikawati & Syafiq (2003), ketidakberhasilan bayi melakukan IMD disebabkan karena ketidaktepatan penolong persalinan dalam memfasilitasi pelaksanaan IMD. Hal tersebut menyebabkan bayi kehilangan kemampuan untuk menyusu. Padahal, bayi yang berhasil melakukan IMD akan memiliki kesempatan delapan kali untuk berhasil memperoleh ASI eksklusif. Sehingga, kegagalan IMD dapat menyebabkan kemungkinan ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, diketahui bahwa perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan sebenarnya sudah dominan dan suportif, karena dalam waktu 30 menit pertama bayi lahir, bidan sudah memfasilitasi bayi untuk melakukan IMD. Bidan sebenarnya sudah melaksanakan tiap langkah pelaksanaan IMD. Namun, masih terdapat beberapa tindakan yang dilakukan kurang tepat. Tindakan tersebut menyebabkan tidak ada bayi yang berhasil menemukan puting susu ibunya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan belum berhasil. Menurut penelitian Niswah & Noveri (2010), menyatakan bahwa bidan akan memfasilitasi IMD dengan baik apabila bidan memiliki pengetahuan yang baik dan sikap yang positif terhadap pelaksanaan IMD. Selain itu, menurut penelitian Legawati, dkk (2011), menyatakan bahwa bidan masih memiliki pemahaman yang berbeda mengenai pelaksanaan IMD karena program ini masih dianggap baru. Sehingga, menimbulkan keraguan 79 dan kesulitan untuk menerapkannya. Ketidaksabaran bidan dalam memfasilitasi IMD karena alasan keterbatasan waktu padahal masih banyak tugas yang harus diselesaikan juga dapat menjadi penyebab kegagalan pelaksanaan IMD. Selanjutnya, menurut penelitian Afifah (2008), menyatakan bahwa petugas kesehatan yang belum pernah mengikuti pelatihan IMD dan ASI serta tidak adanya kebijakan dan supervisi pelaksanaan IMD di sarana pelayanan kesehatan kemungkinan dapat menyebabkan petugas kesehatan berprilaku pasif terhadap pelaksanaan IMD. Selanjutnya, menurut penelitian Puspita (2010), menyatakan bahwa masih ada penolong persalinan belum meyakini manfaat IMD. Sehingga, dimungkinkan penolong persalinan tidak akan melaksanakan IMD apabila terjadi hambatan dalam pelaksanannya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bidan sudah melakukan tiga langkah dalam pelaksanaan IMD, yaitu dimulai dengan menilai kondisi bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi, memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya, dan memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari puting susu ibunya. Meskipun secara umum bidan sudah melakukan ketiga langkah tersebut, namun masih terdapat beberapa tindakan bidan yang dilakukan kurang tepat. Menurut Green et all (2005), terdapat tiga faktor yang menentukan perilaku seseorang yaitu faktor predisposisi, faktor penguat, dan faktor 80 pemungkin. Faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, persepsi, dan motivasi. Faktor penguat meliputi penghargaan dan keuntungan yang diperoleh dalam berperilaku. Faktor pemungkin adalah keberadaan fasilitas atau sumber daya yang ada. Berdasarkan teori tersebut, peneliti menduga bahwa perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD disebabkan oleh adanya dua faktor determinan perilaku, yaitu faktor predisposisi dan faktor pemungkin. Faktor predisposisi meliputi pengetahuan dan sikap yang dimiliki bidan menjadi alasan bidan untuk melakukan setiap tindakan dalam langkah-langkah pelaksanaan IMD. Sedangkan faktor penguat meliputi kebijakan mengenai program IMD yang telah dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI merupakan faktor pemungkin bagi para bidan untuk melaksanakan IMD dalam setiap menolong persalinan. 2. Perilaku bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD Berasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa langkah pertama yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah melakukan penialaian awal pada bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi. Penilaian awal pada bayi baru lahir diawali dengan mencatat waktu bayi lahir. Selanjutnya, menilai kondisi pernapasan dan fisik bayi. Melalui penilaian awal pada bayi baru lahir, bidan dapat mengenali gejala asfiksia pada bayi baru lahir. Menurut bidan, jika bayi mengalami gejala asfiksia, maka bidan akan melakukan tindakan resusitasi. Sehingga, langkah selanjutnya dalam 81 pelaksanaan IMD dapat ditunda sampai tindakan resusitasi berhasil. Namun, jika bayi tidak mengalami gejala asfiksia, maka bidan akan membersihkan seluruh tubuh bayi kecuali kedua tangan bayi menggunakan kain bersih. Sehingga, bidan dapat melanjutkan langkah pelaksanaan IMD. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), tindakan awal dalam langkah pertama pelaksanaan IMD adalah mencatat waktu bayi lahir dan menilai kondisi bayi. Catatan waktu kelahiran bayi merupakan salah satu isi dalam catatan lembar persalinan. Sedangkan, tindakan menilai kondisi bayi merupakan cara untuk mengenali gejala asfiksia pada bayi baru lahir. Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Kondisi tersebut, berkaitan dengan kondisi kesehatan ibu saat hamil, kondisi bayi saat berada dalam kandungan, dan masalah yang terjadi selama proses persalinan. Dalam menolong persalinan, bidan harus siap melakukan tindakan resusitasi pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia (Depkes RI, 2008). Berdasarkan Profil PKM Kecamatan Pesanggrahan (2011), dinyatakan bahwa Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan hanya menerima pasien yang melahirkan secara normal. Sehingga, harus sudah dipastikan ibu hamil dan bayi dalam kandungan berada dalam kondisi yang sehat. Hal tersebut terbukti bahwa dari seluruh persalinan yang diobservasi, tidak ada bayi yang mengalami asfiksia. Sehingga, resusitasi. bidan tidak perlu melakukan tindakan 82 Tindakan selanjutnya yang dilakukan bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD adalah mengeringkan seluruh tubuh bayi kecuali kedua tangan bayi. Menurut bidan, kedua tangan bayi baru lahir tidak boleh dibersihkan karena tindakan tersebut tidak ada dalam pedoman APN. Selain itu, menurut bidan bau air ketuban yang melekat di tangan bayi memiliki bau yang sama dengan payudara ibu, sehingga dapat membantu bayi untuk menemukan puting susu ibunya. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), tindakan membersihkan kedua tangan bayi baru lahir tidak diperbolehkan dalam asuhan bayi baru lahir. Menurut Roesli (2012), bayi akan mencium dan menjilat tangannya dalam waktu 30-40 menit pertama kontak kulit antara ibu dan bayi. Saat bayi mencium dan menjilat tangannya, ia merasakan cairan ketuban yang masih melakat di tangannya. Bau tersebut memiiki bau yang sama dengan cairan yang dikeluarkan oleh payudara ibu. Sehingga, bau tersebut dapat membimbing bayi untuk menemukan puting susu ibunya. Setelah tubuh bayi dibersihkan, bidan memberikan suntikan oksitosin 10UI pada bagian paha ibu bersalin. Selanjutnya, bidan memotong dan mengikat tali pusat bayi. Menurut bidan, pemberian suntikan oksitosin 10UI dilakukan untuk merangsang kontraksi uterus agar plasenta segera lahir. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), penyuntikkan oksitosin merupakan pertolongan persalinan kala III. Persalinan kala III merupakan tahap pengeluaran plasenta. Penyuntikan oksitosin berfungsi untuk 83 mempercepat lahirnya plasenta. Proses lahirnya plasenta berlangsung selama 5-30 menit setelah bayi lahir. Penyuntikan oksiotin dilakukan sebelum tali pusat dipotong. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa bidan sudah mengetahui setiap tindakan yang harus dilakukan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Menurut peneliti, bidan juga sudah memberikan alasan yang tepat dalam melakukan setiap tindakan di langkah pertama pelaksanaan IMD. Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada aspek intelektual (otak) termasuk dalam domain kognitif. Peneliti menduga bahwa salah satu faktor perilaku bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD adalah pengetahuan yang dimiliki bidan. Pengetahuan yang dimiliki bidan menjadi alasan bidan dalam melakukan setiap tindakan di langkah pertama pelaksanaan IMD. Pengetahuan merupakan salah satu bentuk dalam domain kognitif. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain kognitif. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan menyatakan setuju terhadap program IMD untuk mencapai keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Bidan juga menyetujui semua tindakan yang harus dilakukan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Sehingga, dapat dikatakan bahwa bidan memiliki sikap yang positif dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. 84 Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, dan kepatuhan termasuk dalam domain afektif. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa sikap bidan terhadap langkah pertama dalam pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain afektif. Selain itu, peneliti juga menduga bahwa selain pengetahuan, sikap positif yang dimiliki bidan juga menjadi salah satu faktor ketepatan perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD. Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa bidan sudah melakukan semua tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Semua tindakan tersebut dilakukan secara berurutan dan tepat tanpa melihat pedoman pelaksanaan IMD. Menurut Azizahwati (2010), keterampilan merupakan tingkat kemahiran dalam penguasaan suatu gerak. Selanjutnya, menurut Dave (1967) dalam Huitt (2003), keterampilan dapat dikelompokkan dalam lima tingkatan, yaitu meniru, manipulasi, ketepatan gerakan, artikulasi, dan naturalisasi. Oleh sebab itu, peneliti menduga bahwa bidan sudah terampil dalam melakukan setiap tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Selanjutnya, peneliti juga menduga bahwa keterampilan bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD sudah sampai pada tingkat naturalisasi, karena berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa bidan selalu melakukan tindakan yang sama dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Semua 85 tindakan tersebut dilakukan secara beururtan sesuai pedoman pelaksanaan IMD. Selain itu, setiap tindakan juga dilakukan dengan tepat tanpa melihat pedoman pelaksanaan IMD. 3. Perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa langkah kedua yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Setelah tali pusat bayi dipotong, bidan segera menengkurapkan bayi di dada ibunya dengan cara mendekatkan mulut bayi ke puting susu ibu sebelah kanan. Kemudian, bidan menyelimuti bayi menggunakan kain bersih. Menurut bidan, bayi akan berhasil menemukan puting susu ibunya apabila mulut bayi diarahkan dekat dengan puting susu ibunya. Menurut Roesli (2012), jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya selama satu jam, semua bayi dengan sendirinya akan berhasil menemukan puting susu ibunya melalui lima tahapan perilaku saat menyusu pertama kali. Tahap pertama dimulai dalam 30 menit Awal. Pada tahap ini bayi akan beristirahat dan tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan diluar kandungan. Keadaan ini merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman yang dapat 86 meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan praktik menyusui selanjutnya dan mendidik bayi (Roesli, 2012). Tahap kedua dimulai dalam 30-40 menit selanjutnya. Pada tahap ini bayi mulai mengeluarkan suara, menggerakkan mulut seperti ingin minum, mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu (Roesli, 2012). Tahap ketiga yaitu bayi mulai mengeluarkan air liur. Bayi mulai mengeluarkan air liurnya saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya. Kemudian, bayi berusaha untuk mencapai areola (Roesli, 2012). Tahap keempat yaitu bayi mulai bergerak ke arah payudara. Kaki bayi akan menekan perut ibu untuk mencapai areola. Bayi akan menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepalanya ke dada ibu, menoleh ke kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil (Roesli, 2013). Tahap kelima yaitu bayi mulai menemukan puting susu ibu. Kemudian, bayi akan menjilat dan mengulum puting susu ibu. Mulut bayi akan terbuka lebar untuk menghisap puting sus ibu. Kemudian, bayi akan melekat di dada ibunya dengan baik (Roesli, 2012). Oleh sebab itu, tindakan bidan mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibu dengan alasan bahwa bayi akan berhasil menemukan puting 87 susu ibunya apabila mulut bayi diarahkan dekat dengan puting susu ibunya tersebut dapat dikatakan kurang tepat. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian, setelah bayi ditengkurapkan di dada ibunya, bidan meminta bantuan pendamping persalinan untuk memberikan bantal di bawah kepala ibu bersalin agar mempermudah kontak visual antara ibu dan bayinya. Selain itu, menurut bidan, keberadaan pendamping persalinan akan memberikan semangat kepada ibu bersalin dan membantu bidan melengkapi kebutuhan ibu bersalin. Menurut Hodnett (1997) dalam Sukmawati (2012), kehadiran pendamping persalinan akan memberikan dukungan emosional berupa rasa aman, semangat dan membesarkan hati ibu yang menghadapi persalinan. Sesuai dengan pendapat Hodnett (1997), menurut Hemilton (1994) dalam Sukmawati (2012), ketenangan hati ibu merupakan hal yang penting dalam menghadapi persalinan. Suami atau keluarga diharapkan dapat mendukung dan memotivasi istri untuk menjaga agar persalinan berjalan lancar dan selamat. Selain itu, menurut Cohen (1991) dalam Sukmawati (2012), bahwa dukungan suami saat persalinan sangat berharga. Ibu bersalin lebih menginginkan tindakan suportif dari suaminya dibandingkan dari petugas profesional. Sebagai pendamping persalinan, suami dapat membantu para istri saat terjadi kontraksi, melatih bernapas serta keinginannya kepada petugas kesehatan. mengkomunikasikan 88 Oleh sebab itu, memang tepat pendapat bidan yang menyatakan bahwa keberadaan pendamping persalinan dapat memberikan semangat kepada ibu bersalin. Selain itu, keberadaan pendamping persalinan juga dapat melancarkan proses pelaksanaan IMD dengan cara mengawasi kondisi ibu dan bayi saat kontak kulit antara ibu dan bayi berlangsung. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa saat bayi berada di dada ibunya, bidan juga meminta ibu untuk memeluk bayinya. Menurut bidan, memeluk bayi saat berada di dada ibunya dilakukan agar ibu dan bayi sama-sama merasa nyaman. Kemudian, melakukan bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk kontak kulit dengan ibunya yang berlangsung sampai plasenta lahir sempurna. Setelah plasenta lahir, bidan mengangkat bayi dari ibunya karena bidan akan melakukan penjahitan perineum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari semua proses persalinan yang diobservasi, proses lahirnya plasenta tidak ada yang lebih dari 30 menit. Sehingga, kontak kulit antara ibu dan bayi juga tidak ada yang berlangsung lebih dari 30 menit. Bidan menganggap waktu yang diberikan bagi bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya selama minimal satu jam terlalu lama. Selain itu, bidan juga harus melakukan penjahitan perineum. Sehingga, dikhawatirkan ibu akan merasa tidak nyaman jika harus dilanjutkan melaksanakan IMD. 89 Menurut Roesli (2012), IMD adalah bayi mulai menyusu sendiri setelah lahir. Bayi baru lahir sebenarnya memiliki kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan diberikan kesempatan untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya minimal selama satu jam. Pendapat ini sesuai dengan pedoman langkah pelaksanaan IMD, yang menyatakn bahwa kontak kulit antara ibu dan bayi dipertahankan minimal sampai satu jam (Depkes RI, 2008). Selain itu, menurut Mashudi (2011), IMD merupakan program yang sedang gencar dianjurkan pemerintah. Menyusu dan bukan menyusui merupakan gambaran bahwa IMD bukan program ibu menyusui bayi tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu. Namun, bagi seorang Ibu, proses ini berarti tahap awal pelaksanaan ASI ekslusif. Menurut Roesli (2012), IMD harus tetap dilakukan meskipun ibu harus dijahit, karena kegiatan bayi merangkak mencari payudara terjadi di area payudara, sedangkan yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu. Apabila kondisi ibu tidak mendukung untuk pelaksanaan IMD, maka seharusnya bidan memberikan dukungan kepada ibu untuk melaksanakan IMD. Menurut Suryani (2012), bidan harus melibatkan suami atau keluarga yang mendampingi persalinan untuk turut mendukung ibu agar IMD berhasil. Suami juga turut berperan dalam keberhasilan IMD dengan hadir 90 dan memberikan dukungan kepada ibu saat melahirkan dan membangun percaya diri ibu agar mau dan mampu menyusui. Sesuai dengan pendapat Akhmadi (2009) dalam Suryani (2011), yang menyatakan bahwa dukungan merupakan informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama. Dapat juga diartikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Menurut Roesli (2012), kelahiran dengan tindakan seperti operasi caesar, vakum atau forcep, bahkan perasaan sakit di daerah kulit yang digunting saat episiotomi memang dapat mengganggu kemampuan alamiah bayi untuk mencari dan menemukan puting susu ibunya. Namun, bukan berarti dalam keadaan tersebut bidan diperbolehkan untuk tidak memfasilitasi pelaksanaan IMD. Justru bidan harus terus memberikan dukungan untuk tetap melaksanakan IMD. Sehingga, kurang tepat tindakan bidan mengangkat bayi dari dada ibunya saat akan menjahit perineum ibu. Artinya, bayi hanya memiliki kesempatan untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya kurang dari satu jam. Peneliti menduga ketidaktepatan tindakan bidan dalam langkah 91 kedua pelaksanaan IMD karena bidan menghawatirkan kondisi ibu yang stres setelah melahirkan dan kesakitan saat penjahitan perineum akan membahayakan kondisi ibu dan bayi jika tetap melanjutkan pelaksanaan IMD. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa bidan telah mengetahui tindakan yang harus dilakukan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD. Namun, bidan belum mengetahui lima tahapan perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Bidan menyatakan bahwa bayi akan berhasil menemukan puting susu ibunya apabila bidan mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya. Sehingga, saat bayi ditengkurapkan di dada ibunya, bidan selalu mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya sebelah kiri. Menurut Krathwohl dkk (1974), aspek intelektual perilaku yang menekankan pada (otak) termasuk dalam domain kognitif. Domain kognitif meliputi pengetahuan yang dimiliki seseorang. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain kognitif. Peneliti menduga bahwa ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD disebabkan oleh pengetahuan yang dimiliki bidan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan belum mengetahui lima tahapan perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Bidan beranggapan bahwa keberhasilan IMD disebabkan karena bidan 92 mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya. Hal tersebut menyebabkan bidan selalu membantu bayi untuk menemukan puting susu ibunya dengan cara selalu mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting susu ibunya sebelah kiri. Sehingga bidan kurang tepat dalam melakukan tindakan di langkah kedua pelaksanaan IMD. Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan menyatakan kurang setuju terhadap waktu minimal yang harus diberikan untuk pelaksanaan IMD. Menurut bidan, kontak kulit antara ibu dan bayi yang berlangsung selama satu jam dianggap terlalu lama. Sehingga, bidan selalu memisahkan bayi dari ibunya sebelum kontak kulit berlangsung selama satu jam. Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap dan kepatuhan merupakan perilaku dalam domain afektif. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa sikap bidan terhadap langkah kedua dalam pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain afektif. Selain itu, peneliti juga menduga bahwa selain pengetahuan, sikap yang dimiliki bidan juga menjadi salah satu faktor ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD. Kemudian, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa bidan sudah melakukan semua tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD. Semua tindakan tersebut dilakukan secara berurutan tanpa melihat 93 pedoman pelaksanaan IMD. Namun, masih terdapat beberapa tindakan yang dilakukan kurang tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting susu ibunya sebelah kanan dan hanya memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya tidak lebih dari 30 menit. Menurut Azizahwati (2010), keterampilan merupakan tingkat kemahiran dalam penguasaan suatu gerak. Selanjutnya, menurut Dave (1967) dalam Huitt (2003), keterampilan dapat dikelompokkan dalam lima tingkatan, yaitu meniru, manipulasi, ketepatan gerakan, artikulasi, dan naturalisasi. Oleh sebab itu, peneliti menduga bahwa sebenarnya bidan sudah terampil dalam melakukan setiap tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD. Selanjutnya, peneliti keterampilan bidan dalam langkah kedua juga menduga bahwa pelaksanaan IMD hanya termasuk pada tingkat meniru, manipulasi, dan naturalisasi, karena berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa bidan selalu melakukan tindakan yang sama dalam langkah kedua pelaksanaan IMD tanpa melihat pedoman pelaksanaan IMD. Semua tindakan tersebut dilakukan secara berurutan sesuai pedoman pelaksanaan IMD. Namun, masih terdapat tindakan yang dilakukan kurang tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi kedekat puting susu ibunya sebelah kiri. 94 4. Perilaku bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa langkah ketiga yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari puting susu ibunya. Tindakan yang dilakukan bidan untuk memberikan kesempaatan pada bayi mencari puting susu ibunya yaitu dengan cara memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Namun, bidan hanya memberikan kesempatan kontak kulit antara ibu dan bayi sampai plasenta lahir sempurna. Sedangkan, proses lahirnya plasenta hanya berlangsung selama 5-30 menit setelah bayi lahir. Sehingga, tidak ada bayi yang melakukan kontak kulit dengan ibunya selama satu jam. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebenarnya bidan telah mengetahui bahwa kondisi kontak kulit antara ibu dan bayi harus dipertahankan sampai satu jam. Namun, bidan menganggap waktu tersebut terlalu lama. Bidan juga menyatakan bahwa dalam waktu satu jam setelah persalinan, bayi harus sudah ditimbang, diukur, dan dicap. Pada waktu yang bersamaan pula bidan harus selesai menjahit perineum dan membersihkan tubuh ibu bersalin. Alasan lain bidan juga menyatakan bahwa sebelum ada program IMD pun kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan dilakukan sebelum bayi menemukan puting susu ibunya dan mulai menyusu. Namun, penyusuan awal tetap dapat kembali dilanjutkan di RB dalam keadaan bayi 95 sudah dibedong. Bidan memberikan kesempatan pada ibu untuk menyusui bayinya di RB sampai waktu dua jam setelah persalinan. Menurut Roesli (2012), kemampuan bayi menemukan dan mengisap puting susu ibu terjadi selama satu jam dalam keadaan kontak kulit antara ibu dan bayi. Selain itu, menurut Arvidson (2001) dalam Utami (2012), menyatakan bahwa kemampuan bayi untuk mengisap puting susu ibu paling kuat dilakukan dalam waktu setengah jam setelah lahir. Selanjutnya, menurut Fikawati dan Syafiq (2003), menyatakan bahwa tindakan memisahkan bayi dari ibunya sebelum bayi berhasil menemukan puting susu ibu menyebabkan kegagalan pelaksanaan IMD. Keadaan tersebut menyebabkan kadar hormon prolaktin dalam darah ibu akan menurun dan sulit untuk menstabilkannya kembali. Hal tersebut menyebabkan produksi ASI kurang lancar dan baru akan keluar setelah tiga hari atau lebih. Keadaaan ini membuat bayi menjadi rewel karena kehauasan, sehingga penolong persalinan akan memberikan makanan atau minuman prelakteal. Akibatnya adalah kegagalan praktek pemberian ASI eksklusif. Selain itu, menurut Depkes RI (2008), bahwa bayi baru lahir sangat mudah mengalami hipotermia. Salah satu cara yang menyebabkan hipotermia pada bayi baru lahir adalah konduksi. Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin, seperti meja, tempat tidur atau timbangan 96 Menurut hasil penelitian Bergman dalam Roesli (2012), menyatakan bahwa kulit ibu bersifat termoregulator bagi suhu bayi. Kulit dada ibu yang melahirkan satu derajat lebih panas dibandingkan ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi kedinginan, suhu kulit ibu otomatis naik dua derajat untuk menghangatkan bayi. Namun, jika bayi kepanasan, suhu kulit ibu otomatis turun satu derajat untuk mendinginkan bayinya. Oleh sebab itu, tindakan bidan memisahkan bayi dari ibunya untuk ditimbang, diukur, dan dicap sebelum kontak kulit antara ibu dan bayi berlangsung selama satu jam dan bayi belum berhasil melakukan penyusuan awal adalah kurang tepat. Tindakan tersebut menyebabkan kegagalan praktek IMD karena bayi tidak berhasil menemukan puting susu ibunya. Selain itu, bayi juga dapat mengalami hipotermi karena harus segera dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang, diukur, dan dicap. Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa bidan tidak memberikan kesempatan kembali kepada bayi untuk melanjutkan kontak kulit dengan ibunya setelah kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan. Padahal sebelum kegiatan tersebut dilakukan, bayi belum berhasil menemukan puting susu ibunya. Artinya, bidan tidak memberikan kesempatan kepada bayi untuk menyusu sendiri. Hal tersebut dapat menjadikan bayi kehilangan kemampuan untuk mengisap puting susu ibu. Sehingga, akan menghambat refleks prolaktin dan reflek oksitosin. 97 Meskipun bayi tidak berhasil menemukan puting susu ibunya, bidan tetap memberikan kesempatan pada ibu untuk melakukan penyusuan awal di RB. Penyusuan awal tersebut dilakukan dengan cara ibu memasukkan puting susunya ke mulut bayi. Selain itu, saat menyusu pertama kali bayi sudah dalam keadaan dibedong. Penyusuan awal di RB berlangsung sampai waktu dua jam setelah persalinan. Selanjutnya, bidan memberikan suntikan hepatitis B pertama pada bayi dan memindahkan ibu dan bayinya ke ruang perawatan untuk melanjutkan rawat gabung. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan rawat gabung di PKM Kecamatan Pesanggrahan berlangsung selama dua hari setelah melahirkan. Menurut bidan pelaksanaan rawat gabung selama dua hari tersebut sesuai dengan peraturan yang telah dibuat oleh pihak PKM Kecamatan Pesanggrahan. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak RI (2010), pelaksanaan rawat gabung merupakan poin nomer tujuh dalam pedoman peningkatan penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui. Dalam pedoman tersebut disebutkan bahwa rawat gabung adalah upaya menempatkan ibu dan bayi ditempat yang sama selama 24 jam. Pelaksanaan rawat gabung dimulai dengan cara mengupayakan penyediaan rawat gabung dengan sarana dan prasarana yang memadai, mempraktekkan rawat gabung kecuali ada indikasi medis yang mengharuskan bayi dirawat secara terpisah, menjamin kebersihan dan 98 kenyamanan ruangan, menjamin ketertiban jam kunjung ibu dan bayi, dan mengupayakan agar ibu tetap dapat menyusui meskipun bayi harus dirawat terpisah atas indikasi medis (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, 2013). Oleh sebab itu, aturan di PKM Kecamatan Pesanggrahan untuk memberikan fasilitas rawat gabung pada setiap proses persalinan sudah tepat. Sehingga, ibu dan bayi dapat sama-sama merasakan manfaat rawat gabung untuk mencapai langkah keberhasilan menyusui. Bidan juga menyatakan bahwa dengan adanya rawat gabung, maka ibu akan terlatih untuk merawat dan menyusui bayinya. Selain itu, menurut bidan, dengan adanya rawat gabung, maka bayi akan lebih sering menyusu sehingga memperoleh ASI eksklusif karena ibu dapat menyusui sesuai permintaan bayi. Menurut Wijayanti (2011), manfaat rawat gabung dapat ditinjau dari berbagai aspek, yaitu aspek fisik, fisiologis, psikologi, edukatif, ekonomi, dan medis. Manfaat rawat gabung ditinjau dari aspek fisik yaitu, ibu dapat dengan mudah menjangkau bayinya untuk melakukan perawatan sendiri dan mnyusui sesuai keinginan bayi. Selanjutnya, dari aspek fisiologi, maka dengan adanya rawat gabung bayi akan segera dan lebih sering disusui. Sehingga, akan timbul refleks oksitosin dan prolaktin. Kemudian, dari aspek psikologi, maka dengan adanya rawat gabung akan terjalin proses lekat antara ibu dan bayi. Hal ini mempunyai pengaruh 99 yang besar terhadap perkembangan psikologi bayi selanjutnya, karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi. Selanjutnya, dari aspek edukatif, maka dengan adanya rawat gabung ibu akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang cara menyusui yag benar, merawat tali pusat, merawat payudara, dan memandikan bayi (Wijayanti, 2011). Selanjutnya, dari aspek ekonomi, maka dengan adanya rawat gabung pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Sehingga, dapat menghemat anggaran pengeluaran untuk pembelian susu formula, botol susu, dot, serta peralatan lain yang dibutuhkan. Terakhir, dari aspek medis, maka dengan adanya rawat gabung akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (Wijayanti, 2011). Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan menyatakan bayi boleh dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang, diukur, dan dicap meskipun bayi belum berhasil menemukan puting susu ibunya. Setelah kegiatan tersebut dilakukan, bayi dapat kembali diberi kesempatan untuk melakukan penyusuan awal dalam keadaan telah dibedong. Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada aspek intelektual (otak) termasuk dalam domain kognitif. Domain kognitif meliputi pengetahuan yang dimiliki seseorang. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain kognitif. 100 Peneliti menduga bahwa ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD disebabkan oleh pengetahuan yang dimiliki bidan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa menyatakan sebelum dikeluarkannya program IMD, kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan memang biasa dilakukan sebelum bayi menyusu. Sehingga, bidan menganggap kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan boleh saja dilakukan meskipun bayi belum berhasil menemukan puting susu ibunya. Menurut Krathwohl dkk (1974), perilaku yang menekankan pada aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap dan kepatuhan merupakan domain afektif. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa sikap bidan terhadap langkah ketiga dalam pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain afektif. Selain itu, peneliti juga menduga bahwa selain pengetahuan, sikap yang dimiliki bidan juga menjadi salah satu faktor ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD. Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa bidan belum melakukan semua tindakan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD. Bidan tidak memberikan kesempatan kembali kepada bayi yang telah dipisahkan dari ibunya untuk kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan untuk kembali melakukan kontak kulit dengan ibunya sampai berhasil menemukan puting susu ibunya dan berhasil melakukan penyusuan awal. 101 Menurut Azizahwati (2010), keterampilan merupakan tingkat kemahiran dalam penguasaan suatu gerak. Selanjutnya, menurut Dave (1967) dalam Huitt (2003), keterampilan dapat dikelompokkan dalam lima tingkatan, yaitu meniru, manipulasi, ketepatan gerakan, artikulasi, dan naturalisasi. Oleh sebab itu, sama halnya dengan perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD, peneliti juga menduga bahwa sebenarnya bidan sudah terampil dalam melakukan setiap tindakan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD. Selanjutnya, peneliti juga menduga bahwa keterampilan bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD hanya termasuk pada tingkat meniru, manipulasi, dan naturalisasi, karena berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa bidan selalu melakukan tindakan yang sama dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD tanpa melihat pedoman pelaksanaan IMD. Semua tindakan tersebut dilakukan secara berurutan sesuai pedoman pelaksanaan IMD. Namun, masih terdapat tindakan yang belum dilakukan. BAB VII SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan tahun 2013 sudah dominan dan suportif karena dalam waktu 30 menit pertama setelah bayi lahir, bidan memfasilitasi bayi untuk melakukan IMD. 2. Tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD, yaitu mencatat waktu kelahiran bayi, menilai kondisi bayi, membersihkan tubuh bayi kecuali kedua tangan, memberikan suntikan oksitosin 10UI di paha ibu bersalin, mengklem dan memotong tali pusat. Semua tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD sudah dilakukan secara berurutan dan tepat. 3. Tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD, yaitu menengkurapkan bayi di dada ibunya (tidak lebih dari 30 menit) dengan cara mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya sebelah kiri, menyelimuti bayi dengan kain bersih, meminta ibu bersalin untuk memeluk bayinya, menolong lahirnya plasenta, dan menjahit perineum ibu bersalin. Semua tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD sudah dilakukan secara berurutan, namun masih terdapat tindakan yang dilakukan kurang tepat. 102 103 4. Tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD, yaitu menimbang, mengukur, mengecap kedua telapak kaki bayi, memberikan suntikan vitamin K pada bayi, memberikan kesempatan pada ibu dan bayi untuk melakukan penyusuan awal di RB dalam keadaan bayi sudah dibedong, memberikan suntikan HB 0 pada bayi setelah dua jam persalinan, melanjutkan pelaksanaan rawat gabung di ruang perawatan sampai dua hari setelah melahirkan. Masih terdapat tindakan yang belum dilakukan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD, yaitu tidak memberikan kesempatan kembali pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya sampai berhasil menemukan puting susu ibunya. B. Saran 1. Disarankan kepada koordinator program gizi di PKM Kecamatan Pesanggrahan agar memonitor ketepatan pelaksanaan IMD di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan. 2. Disarankan kepada Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk melakukan pelatihan konselor ASI bagi semua bidan puskesmas di DKI Jakarta. 3. Disarankan kepada pihak Dinas Kesehatan Jakarta Selatan sebagai pelaksana pelatihan konselor ASI untuk lebih banyak menekankan pada pemberian materi IMD khususnya mengenai lima tahapan perilaku bayi saat menyusu pertama kali. DAFTAR PUSTAKA Afifah, Evi. 2008. Perilaku Petugas Kesehatan Dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Pada Pasien Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak (RSIA) Mutiara Bunda Ciledug Tangerang Tahun 2008. Jakarta: Skripsi FKIK Jakarta Anggraeni, Annisa. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Yang Melahirkan Di Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2012. Jakarta: Skripsi FKIK Jakarta Azizahwati, dkk . 2010. Keterampilan Psikomotor Fisika Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together. Jurnal Geliga Sains. Vol. IV (1). Hal 12-17. Diakses dari http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JGS/article/download/990/983. Pada tanggal 25 Juli 2013 Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Departemen Kesehatan RI. 2008. Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: JNPKKR Departemen Kesehatan RI. 2007. Pelatihan APN Bahan Tambahan IMD. Jakarta: JNPKKR Fikawati, Sandra & Ahmad Syafiq.2003. Hubungan Antara Menyusui Segera (Immediate Breastfeeding) dan Pemberian ASI Eksklusif Sampai dengan Empat Bulan. Jurnal Kedokteran Trisakti, Vol.22 (2), Hal. 47-55. http://www.univmed.org/wpDiakses dari content/uploads/2011/02/Sandra.pdf. Pada tanggal 10 Oktober 2012 Green et all. 1990. Perencanaan Pendidikan Kesehatan Sebuah Pendekatan Diagnostik. Jakarta: Proyek pengembangan FKM UI DEPDIKBUD RI. Green, L.W. and Kreuter, M.W. 2005. Health Program Planning: An Educational and Ecological Approach. 4th edition. NY: McGraw-Hill Higher Education Huitt, W. 2003. The Psychomotor Domain. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Diakses dari http://wed.siu.edu/faculty/JCalvin/psychomotor.pdf. Pada tanggal 21 Agustus 2013 Ja’fara, Carlos. 2001. Analisis Kualitatif Kepatuhan Petugas Kesehatan Terhadap Penatalaksanaan Penyakit Ispa Pada Balita Di Puskesmas Condong Dan Singkawang Kab.Bengkayang Tahun 2004. Depok: Tesis Program Pasca Sarjana FKM UI Kementerian Kesehatan RI. 2012. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 450/Menkes/SK/IV/2004 Tentang Pemberian ASI Eksklusif. Diakses dari www.perpustakaan.depkes.go.id. Pada tanggal 3 Maret 2013 Kementerian Kesehatan RI. 2012. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Kebidanan. Diakses dari www.indonesian-publichealth.com Pada tanggal 3 Maret 2013 Kementerian Kesehatan RI. 2012. Peraturan Pemerintah RI No.33 Tahun 2012 Tentang Pemberian ASI Eksklusif. Diakses dari www.depkes.go.id Pada tanggal 3 Maret 2013 Kementerian Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/MENKES/149/1/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Diakses dari www.indonesian-publichealth.com Pada tanggal 3 Maret 2013 Kementerian Kesehatan RI. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. 2010. Pedoman Peningktan Penerapan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui Yang Responsif Gender Bagi Pusat Dan Daerah. Diakses dari http://aimiasi.org/wp-content/uploads/2010/08/17-permenegpp-3-2010.pdf. Pada tanggal 18 Juli 2013 Krathwohl, David R, dkk. 1974. Taxonomy Of Educational Objectives The Classification of Educational Goals Handbook II: Affective Domain. New York: David McKay Company Legawati, dkk. 2011. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Praktik Menyusui 1 Bulan Pertama. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Vol.VIII (2), Hal. 60-68. Diakses http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/article/view/1122. tanggal 2 Oktober 2012 dari Pada Mashudi, Sugeng. 2011. Inisiasi Menyusui Dini Langkah Awal Keberhasilan Program ASI Ekslusif. Skripsi. Ponorogo: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Diakses dari http://lib.umpo.ac.id/index.php/baca/koleksi/33/-inisiasi-menyusui-dinilangkah-awal-keberhasilan-program-asi-ekslusif. Pada tanggal 20 April 2013 Moleong. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Cetakan kedua puluh dua Niswah & Noveri Aisyaroh. 2010. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Bidan tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan Praktik Inisiasi Menyusu Dini di Puskesmas Kota Semarang. Diakses dari http://journal.unissula.ac.id/majalahilmiahsultanagung/article/view/147/1 08. Pada tanggal 22 November 2012 Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Profil Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2011 Puspita, Indah. 2010. Analisis Sikap Petugas Kesehatan Sebagai Pennolong Persalinan Terhadap Praktek Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Sawah Tahun 2010 (Studi Kualitatif). Jakarta: Skripsi FKIK Jakarta Rahardjo, Setiyowati. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Satu Jam Pertama Setelah Melahirkan. Junal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol.I (1), Hal. 11-17. Diakses dari http://www.jurnalkesmas.org/berita-131-faktorfaktor-yang-berhubungandengan-pemberian-asi-satu-jam-pertama-setelah-melahirkan.html. Pada tanggal 22 November 2012 Raya, Reynie Purnama. 2008. Pengetahuan Bidan Mengenai IMD. Jurnal Keperawatan Indonesia. Vol. X (18). Hal. 52. Diakses dari http://journals.unpad.ac.id/mku/article/view/123/105. Pada tanggal 22 November 2012 Roesli, Utami. 2012. Panduan Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda Siswanto, dkk. 2008. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi Usia 6 – 12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungkandang Kota Malang. Diakses dari http://fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/gizi/RATIH%20ADELITA%20 SARI.pdf. Pada tanggal 8 Juli 2013 Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta Sukmawati. 2012. Hubungan Kehadiran Pendamping Ibu Bersalin Terhadap Persalinan Kala II. Jurnal Medika Respati. Vol. VII (3). Diakses dari http://e-journal.respati.ac.id/node/37. Pada tanggal 30 Juli 2013 Suryani, Devi Nanda. 2011. Hubungan Dukungan Suami Dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Pad Ibu Post Partum Di BPS Kota Semarang. Jurnal Dinamika Kebidanan. Vol.I (1). Diakses Dari http://jurnal.abdihusada.com. Pada tanggal 30 Juli 2013 Utami, Aris Puji. 2012. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini Dengan Kecepatan Keluarnya ASI Pada Ibu Post Partum Di BPS Firda Tuban. Vol. II (1). Diakses dari http://journal.stikesnu.com/index.php/jurnaldosen/article/view/46. Pada tanggal 22 November 2012 World Health Organization. 1998. Complementary feeding of young children in developing countries: a review of current scientific knowledge. Geneva: WHO Wulandari, Atik S. 2009. Inisiasi Menyusu Dini Untuk Awali ASI Eksklusif. Diakses dari www.fk.uwks.ac.id. Pada tanggal 22 November 2012 Wijayanti, Desi. 2011. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Sikap Ibu Bersalin Terhadap Rawat Gabung Di Polindes Mekar Sari Desa Bebengan Kecamatan Boja Kabupaten Kendal. Jurnal Ilmu Kesehatan. Vol. 1 (2). Diakses dari http://jurnal.akbiduniska.ac.id/index.php/AKU/article/view/5/4. Pada tanggal 30 Juli 2013 LAMPIRAN 3 Panduan Observasi Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013 Kegiatan Observasi Informan Pelaksanaan Ya Tidak A. Penilaian awal, pengeringan tubuh bayi 1 bidan mencatat waktu kelahiran saat bayi lahir 2 bidan menilai apakah diperlukan resusitasi atau tidak dalam waktu 2 detik 3 bila tidak diperlukan resusitasi, bidan mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali telapak tangan menggunakan kain bersih 4 bidan menyelimuti bayi dengan kain kering untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat diklem 5 bidan memeriksa uterus ibu bersalin untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus 6 bidan memberikan suntikan Intramuskular 10 UI oksitosin pada ibu bersalin Kegiatan Observasi B. Pemberian kesempatan pada bayi melakukan kontak kulit dengan ibunya minimal 1 jam 1 bidan meletakkan bayi dalam posisi tengkurap di dada ibu setelah memotong dan mengklem tali pusat 2 bidan menyelimuti ibu dan bayi menggunakan kain Informan Pelaksanaan Ya Tidak hangat dan memasangkan topi di kepala bayi 3 bidan membiarkan bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya minimal selama 1 jam (sebagian besar bayi akan berhasil melakukan IMD dalam waktu 30-60 menit) 4 bidan meminta ibu bersalin untuk memeluk dan membelai bayinya 5 bidan memberikan bantal di bawah kepala ibu bersalin untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan bayinya (bila perlu) 6 bidan tidak membasuh atau menyeka payudara ibu bersalin sebelum bayi menyusu 7 Bidan melanjutkan langkah manajemen aktif kala tiga persalinan selama kontak kulit ke kulit tersebut Kegiatan Observasi Informan Pelaksanaan Ya Tidak C. Pemberian kesemptan pada bayi untuk mencari, menemukan puting ibunya dan mulai menyusu 1 bidan membiarkan bayi mencari dan menemukan puting ibu dan mulai menyusu 2 bidan menganjurkan ibu bersalin dan keluarga yang mendampingi persalinan untuk tidak menginterupsi upaya bayi untuk mulai menyusu, misalnya memindahkan bayi dari satu payudara ke payudara lainnya 3 bidan menunda semua asuhan BBL normal lainnya hingga bayi selesai menyusu 4 Bidan menunda memandikan bayi 6-24 jam setelah bayi lahir untuk mencegah terjadinya hipotermia 5 bidan membiarkan ibu dan bayinya tetap berada di ruang bersalin hingga bayi selesai menyusu 6 bidan menyelimuti bayi dengan kain bersih lalu menimbang dan mengukur bayi, mengoleskan salep antibiotik pada mata bayi dan memberikan suntikan vitamin K1 dan suntikan Hepatitis B pertama setelah bayi selesai menghisap puting ibu 7 apabila bayi belum melakukan IMD dalam waktu 1 jam, bidan memposisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan membiarkan kontak kulit bayi dan ibu berlangsung selama 30-60 menit berikutnya 8 apabila bayi belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, bidan memindahkan ibu ke ruang pemulihan/perawatan dengan posisi bayi tetap berada di dada ibu 9 bidan memakaikan pakaian pada bayi dan menutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama 10 bidan memberikan suntikan Hepatitis B pertama pada bayi setelah satu jam kemudian 11 bidan meletakkan bayi dekat dengan ibu sehingga mudah terjangkau dan bayi bisa menyusu sesuai keinginannya LAMPIRAN 4 PEDOMAN WAWANCARA DENGAN BIDAN PENOLONG PERSALINAN “PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS KECAMATAN PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2013” A. Tujuan wawancara dengan bidan penolong persalinan 1. Mendapatkan gambaran langkah pertama, kedua, dan ketiga yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM Kec. Pesanggrahan. B. Petunjuk Wawancara 1. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara. 2. Berikan penjelasan kepada informan tentang maksud dan tujuan wawancara. 3. Informan bebas menyampaikan jawaban. 4. Semua jawaban informan akan dijamin kerahasiannya. 5. Wawancara akan direkam untuk membantu penulisan hasil. 6. Sampaikan ucapan terimakasih kepada informan atas kesediannya meluangkan waktu untuk diwawancara. C. Identitas Informan 1. Nama 2. Usia 3. Pendidikan terakhir 4. Jabatan 5. Pengalaman kerja 6. Lama bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan D. Pedoman Wawancara 1. Definisi IMD 2. Manfaat IMD 3. Langkah-langkah pelaksanaan IMD 4. Peran suami/keluarga saat persalinan 5. Penggunaan obat kimiawi saat persalinan 6. Rawat gabung 7. Tahun pelaksanaan IMD di PKM Kec. Pesanggrahan LAMPIRAN 5 PEDOMAN WAWANCARA DENGAN IBU BERSALIN “PERILAKU BIDAN DALAM PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS KECAMATAN PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2013” A. Tujuan wawancara dengan bidan penolong persalinan 1. Mendapatkan gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM Kec. Pesanggrahan. B. Petunjuk Wawancara 1. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara. 2. Berikan penjelasan kepada informan tentang maksud dan tujuan wawancara. 3. Informan bebas menyampaikan jawaban. 4. Semua jawaban informan akan dijamin kerahasiannya. 5. Wawancara akan direkam untuk membantu penulisan hasil. 6. Sampaikan ucapan terimakasih kepada informan atas kesediannya meluangkan waktu untuk diwawancara. C. Identitas Informan 1. Nama 2. Usia 3. Pendamping persalinan 4. Jumlah kelahiran 5. Waktu melahirkan D. Pedoman Wawancara 1. Anjuran pendamping persalinan 2. Penggunaan obat kimiawi saat persalinan 3. Posisi melahirkan 4. Pelaksanaan IMD 5. Rawat gabung LAMPIRAN 6a Hasil Observasi Perilaku Bidan Dalam Langkah Pertama Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Puskesmas Ke. Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013 Bidan Kegiatan Observasi A. Penilaian awal, pengeringan tubuh bayi 1 bidan mencatat waktu kelahiran saat bayi lahir 2 bidan menilai apakah diperlukan resusitasi atau tidak dalam waktu 2 detik 3 bila tidak diperlukan resusitasi, bidan mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali telapak tangan menggunakan kain bersih 4 bidan menyelimuti bayi dengan kain kering untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat diklem 5 bidan memeriksa uterus ibu bersalin untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus 6 bidan memberikan suntikan Intramuskular 10 UI oksitosin pada ibu bersalin N SA SH E R A P Y 1 2 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 1 V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V LAMPIRAN 6b Hasil Observasi Perilaku Bidan Dalam Langkah Kedua Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Puskesmas Ke. Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013 Kegiatan Observasi B. Pemberian kesempatan pada bayi melakukan kontak kulit dengan ibunya minimal 1 jam 1 bidan meletakkan bayi dalam posisi tengkurap di dada ibu setelah memotong dan mengklem tali pusat 2 bidan menyelimuti ibu dan bayi menggunakan kain hangat dan memasangkan topi di kepala bayi 3 bidan membiarkan bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya minimal selama 1 jam (sebagian besar bayi akan berhasil melakukan IMD dalam waktu 30-60 menit) 4 bidan meminta ibu bersalin untuk memeluk dan membelai bayinya 5 6 7 bidan memberikan bantal di bawah kepala ibu bersalin untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan bayinya (bila perlu) bidan tidak membasuh atau menyeka payudara ibu bersalin sebelum bayi menyusu Bidan melanjutkan langkah manajemen aktif kala tiga persalinan selama kontak kulit ke kulit tersebut Bidan N SA SH E R A P Y 1 2 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 1 V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X V X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V LAMPIRAN 6c Hasil Observasi Perilaku Bidan Dalam Langkah Ketiga Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Puskesmas Ke. Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013 Kegiatan Observasi C. Pemberian kesemptan pada bayi untuk mencari, menemukan puting ibunya dan mulai menyusu 1 bidan membiarkan bayi mencari dan menemukan puting ibu dan mulai menyusu 2 bidan menganjurkan ibu bersalin dan keluarga yang mendampingi persalinan untuk tidak menginterupsi upaya bayi untuk mulai menyusu, misalnya memindahkan bayi dari satu payudara ke payudara lainnya 3 bidan menunda semua asuhan BBL normal lainnya hingga bayi selesai menyusu 4 Bidan menunda memandikan bayi 6-24 jam setelah bayi lahir untuk mencegah terjadinya hipotermia 5 bidan membiarkan ibu dan bayinya tetap berada di ruang bersalin hingga bayi selesai menyusu 6 bidan menyelimuti bayi dengan kain bersih lalu menimbang dan mengukur bayi, mengoleskan salep antibiotik pada mata bayi dan memberikan suntikan vitamin K1 dan suntikan Hepatitis B pertama setelah bayi selesai menghisap puting ibu Bidan N SA SH E R A P Y 1 2 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 1 V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X V V V X X V V V V V X X V V X X X V X V V V V X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V X V V V V V V V V V V X X V V V V V V V V V V X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X LAMPIRAN 6d Hasil Observasi Perilaku Bidan Dalam Langkah Ketiga Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Puskesmas Ke. Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013 Kegiatan Observasi C. Pemberian kesemptan pada bayi untuk mencari, menemukan puting ibunya dan mulai menyusu 7 8 9 10 11 apabila bayi belum melakukan IMD dalam waktu 1 jam, bidan memposisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan membiarkan kontak kulit bayi dan ibu berlangsung selama 30-60 menit berikutnya apabila bayi belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, bidan memindahkan ibu ke ruang pemulihan/perawatan dengan posisi bayi tetap berada di dada ibu bidan memakaikan pakaian pada bayi dan menutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama bidan memberikan suntikan Hepatitis B pertama pada bayi setelah satu jam kemudian bidan meletakkan bayi dekat dengan ibu sehingga mudah terjangkau dan bayi bisa menyusu sesuai keinginannya Bidan N SA SH E R A P Y 1 2 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 1 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V LAMPIRAN 7 Matriks Wawancara Informan Utama Item Pertanyaan Domain Kognitif Informan N SA Pengetahuan Mengenai Definisi IMD Pengetahuan Mengenai Manfaat IMD Pengetahuan Mengenai LangkahLangkah Pelaksanaan IMD Jawaban IMD yaitu skin to skin selama 1 jam. IMD yaitu skin to skin dan merupakan reflek awal bayi E untuk menyusu. IMD yaitu perkenalan bayi untuk menyusu, dimulai saat A lahir dengan cara skin to skin selama 1 jam. Definisi IMD adalah refleks awal bayi untuk menyusu Kesimpulan yang dilakukan dengan cara skin to skin contact antara ibu dan bayi selama 1 jam. N Mendukung keberhasilan ASI eksklusif. SA Mencegah hipotermi. Merangsang refleks awal bayi untuk menyusu, mencegah E hipotermi, menjalin kedekatan antara ibu dan bayi, menjadikan ibu lebih senang. Perkenalan bayi untuk menyusu, menjalin kedekatan A antara ibu dan bayi, menjaga kehangatan bayi, merangsang kontraksi rahim. Manfaat dilaksanakan IMD adalah untuk merangsang refleks awal bayi untuk menyusu yang akan mempengaruhi keberlangsungan praktik menyusui sehingga diharapkan dapat mencapai keberhasilan ASI Kesimpulan eksklusif. Selain itu, dengan adanya skin to skin contact antara ibu dan bayi, maka dapat mencegah hipotermi pada bayi dan menjalin ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi. Manfaat IMD juga dapat merangsang kontraksi uterus ibu sehingga plasenta dapat segera lahir. Memeriksa pernapasan bayi, kemudian memfasilitasi IMD sampai satu jam, selanjutnya memberikan vitamin N K, dua jam kemudian memberikan imunisasi hepatitis B pertama dan melaksanakan rawat gabung. Memeriksa pernapasan bayi, jika tidak diperlukan resusitasi maka seluruh tubuh bayi dibersihkan kecuali SA kedua tangan, letakkan bayi di antara payudara ibu dan dibiarkan selama 1 jam. Meletakkan bayi di dada ibu sampai 1 jam, posisi tangan E di dada ibu dan diarahkan ke puting ibu. A Kesimpulan Pengetahuan Mengenai Kondisi Ibu Yang Beresiko Untuk Melaksanakan IMD N SA E A Kesimpulan N SA E A Pengetahuan Mengenai Kondisi Bayi Yang Beresiko Untuk Melaksanakan IMD Kesimpulan Pengetahuan Mengenai Jenis Obat Kimiawi Yang Digunakan Saat Persalinan N SA E A Kesimpulan Memeriksa pernapasan bayi, jika tidak diperlukan resusitasi maka letakkan bayi di perut ibunya tanpa membersihkan kedua tangan bayi, biarkan selama 1 jam sampai bayi menemukan puting ibunya. Jika bayi memerlukan resusitasi maka harus ada penanganan resusitasi terlebih dahulu. Langkah-langkah IMD dimulai dengan cara melakukan penilaian awal pada bayi baru lahir. Penilaian awal tersebut dilakukan dengan cara mengenali gejala asfiksia pada bayi baru lahir. Jika dinyatakan positif asfiksia, maka bidan akan melakukan tindakan resusitasi terlebih dahulu , sehingga pelaksanaan IMD ditunda sampai keadaan bayi kembali normal. Namun, jika bayi baru lahir tidak menunjukkan gejala asfiksia maka bidan akan membersihkan seluruh tubuh bayi kecuali kedua lemak yang ada di tangan bayi menggunakan kain bersih. Selanjutnya meletakkan bayi di antara kedua payudara ibu (skin to skin contact), lalu memberi kesempatan kepada bayi untuk berusaha sendiri menemukan puting susu ibunya dan mulai menyusu. Keadaan tersebut dipertahankan sampai 1 jam. Ibu stres setelah melahirkan. Ibu merasa tidak nyaman karena kesakitan saat dijahit. Ibu merasa tidak nyaman karena kesakitan saat dijahit. Ibu merasa kesakitan saat dijahit, namun tetap harus diberi pengertian. Kondisi ibu yang beresiko dalam pelaksanaan IMD adalah ibu stres setelah melahirkan dan ibu merasa tidak nyaman karena kesakitan saat dijahit. Tidak menangis saat lahir. Napas cepat, badan membiru dan tidak menangis. Napas cepat dan tidak menangis. Asfiksia. Kondisi bayi yang beresiko dalam pelaksanaan IMD adalah baayi yang menunjukkan gejala asfiksia yaitu bayi tidak menangis saat lahir, napas bayi cepat dan tubuh bayi biru. Syntosinon, methergin, dan vitamin A. Syntosinon, methergin, antibiotik dan vitamin A. Syntosinon, methergin, antibiotik dan vitamin A. Syntosinon, cairan infus dan methergin. Jenis obat kimiawi yang digunakan saat persalinan yaitu Pengetahuan Mengenai Manfaat Penggunaan Obat Kimiawi Saat Persalinan Pengetahuan Mengenai Definisi Rawat Gabung Pengetahuan Mengenai Manfaat Rawat Gabung syntosion, methergin, cairan infus, antibiotik dan vitamin A. N Syntosinon merangsang kontraksi uterus. Syntosinon merangsang kontraksi uterus, methergin SA menghentikan pendarahan, antibiotik mengurangi rasa nyeri dan vitamin A sebagai penambah darah. Syntosinon merangsang kontraksi uterus dan methergin E menghentikan perdarahan. Syntosinon merangsang kontraksi uterus dan methergin A menghentikan perdarahan. Manfaat pemberian syntosinon setelah melahirkan yaitu agar uterus berkontraksi sehingga mempercepat lahirnya plasenta. Selanjutnya pemberian methergin hanya pada kasus-kasus tertentu saja karena pemberian methergin pada ibu bersalin dapat menghambat produksi ASI sehingga ASI yang dihasilkan menjadi lebih sedikit. Kesimpulan Manfaat pemberian methergin setelah melahirkan adalah untuk menghentikan pendarahan pada ibu bersalin yang mengalami retensio plasenta. Sedangkan manfaat pemberian antibiotik yaitu untuk mengurangi rasa sakit setelah penjahitan dan manfaat vitamin A sebagai penambah darah. N Ibu dan bayi berada pada tempat yang sama. SA E Ibu dan bayi berada pada tempat yang sama. A Bayi selalu ada di dekat ibunya. Rawat gabung adalah menempatkan ibu dan bayi di Kesimpulan tempat yang sama dengan ibunya. Sehingga, bayi selalu berada dekat dengan ibunya. N Bayi akan lebih sering menyusu. Sehingga, memperoleh SA ASI eksklusif. Ibu pun akan terlatih untuk menyusui dan merawat bayinya saat di rumah. E Agar ibu lebih teratur menyusui bayinya. Ibu akan lebih sering memperhatikan dan bertanggung jawab terhadap bayinya. Selain itu, rawat gabung A menjadikan ibu lebih sering menyusui sehingga merangsang pengeluaran ASI. Manfaat rawat gabung yaitu agar ibu terlatih untuk merawat dan menyusui bayinya. Selain itu, bayi akan Kesimpulan lebih sering menyusu sehingga memperoleh ASI eksklusif. Item pertanyaan Domain Afektif Informan N SA E Sikap Terhadap Program IMD A Kesimpulan N Sikap Terhadap Keberadaan Pendamping Persalinan SA E A Kesimpulan Sikap Terhadap Penggunaan Obat Kimiawi Saat Persalinan Sikap Terhadap Larangan Membersihkan Kedua Tangan Bayi Sikap Terhadap Waktu Yang Diberikan Untuk Melakukan IMD N SA E A Kesimpulan N SA E A Kesimpulan N SA E A Kesimpulan Jawaban Menyetujui dan mendukung adanya program IMD untuk mencapai keberhasilan ASI eksklusif. Menerima adanya program IMD. Mau memfasilitasi IMD dalam setiap persalinan normal Mau memfasilitasi IMD dalam setiap persalinan normal dan pada kasus asfiksia. Namun, terlebih dahulu melakukan tindakan resusitasi. Bidan menyetujui dan mendukung program IMD. Selain itu, bidan mau memfasilitasi pelaksanaan IMD dalam setiap persalinan. Setuju dan mewajibkan suami/keluarga untuk mendampingi persalinan. Setuju dan mewajibkan suami/keluarga untuk mendampingi persalinan. Setuju namun tidak mewajibkan suami/keluarga untuk mendampingi persalinan. Setuju namun tidak mewajibkan suami/keluarga untuk mendampingi persalinan. - Setuju dan mewajibkan suami/keluarga untuk mendampingi persalinan. - Setuju namun tidak mewajibkan suami/keluarga untuk mendampingi persalinan. Mewajibkan pemberian syntosinon. Mewajibkan pemberian syntosinon. Mewajibkan pemberian syntosinon. Mewajibkan pemberian syntosinon. Harus memberikan syntosinon. Tidak boleh membersihkan tangan bayi. Boleh saja membersihkan tangan bayi. Boleh saja membersihkan tangan bayi. Tidak boleh membersihkan tangan bayi. - Tidak boleh membersihkan tangan bayi. - Boleh saja membersihkan tangan bayi. Setuju dilakukan sampai 1 jam Tidak setuju dilakukan sampai 1 jam Tidak setuju dilakukan sampai 1 jam Setuju dilakukan sampai 1 jam - Setuju dilakukan sampai 1 jam. - Tidak setuju dilakukan sampai 1 jam. Sikap Terhadap Penundaan Kegiatan penimbangan, pengukuran dan pengecapan Sikap Terhadap Pelaksanaan Rawat Gabung Sikap Terhadap Larangan Pemberian Makanan/Minuman Prelakteal N SA E A Kesimpulan N Boleh saja. Boleh saja dan tidak keberatan untuk melakukannya. Boleh saja dan tidak keberatan untuk melakukannya. Boleh saja. Boleh saja dan tidak keberatan untuk melakukannya. Wajib memberikan fasilitas rawat gabung. Wajib memberikan fasilitas rawat gabung pada bayi SA dengan kondisi normal. Wajib memberikan fasilitas rawat gabung pada bayi E dengan kondisi normal. A Wajib memberikan fasilitas rawat gabung. Wajib memberikan fasilitas rawat gabung pada bayi Kesimpulan dengan kondisi normal. N Setuju. SA Setuju. E Setuju. A Setuju. Kesimpulan Setuju. LAMPIRAN 8 Matriks Wawancara Informan Pendukung Item pertanyaan Informan Ny. M Anjuran pendamping persalinan Ny. U Kesimpulan Ny. M Penggunan obat saat persalinan Waktu yang digunakan untuk Skin to skin contact Waktu menyusui pertama kali Ny. U Kesimpulan Ny. M Ny. U Kesimpulan Ny. M Ny. U Kesimpulan Waktu rawat gabung Ny. M Ny. U Kesimpulan Jawaban Bidan meminta suami saya untuk mendampingi persalinan. Bidan meminta suami saya untuk mendampingi persalinan. Bidan meminta para suami para informan untuk mendampingi persalinan. Hanya dipasang oksigen sebelum persalinan karenan detak jantung janin terlalu cepat. Diberikan suntikan di bagian paha sebelah kiri. Informan Ny.M dipasangkan oksigen sebelum persalinan karena DJJ terlalu cepat sedangkan informan Ny.U diinjeksi di bagian paha sebelah kiri. Sekitar 30 menit. Sekitar 30 menit. Tidak sampai 1 jam, yaitu kurang lebih sekitar 30 menit. Di RB setelah bayi dibedong namun ASI belum keluara, kemudian dilanjutkan di ruang perawatan meskipun ASI tetap tidak keluar sehingga setelah 2 hari diberi susu formula dengan cara diberikan melalui sendok. Di RB setelah bayi dibedong Menyusui pertama kali di RB dalam keadaan bayi sudah dibedong. Dari RB dipindah ke ruang perawatan sampai 2 hari. Dari RB dipindah ke ruang perawatan sampai 2 hari. Dari RB dipindah ke ruang perawatan sampai 2 hari. LAMPIRAN 9 Hasil Studi Dokumen Data Persalinan Di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2013 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Hari Tanggal Waktu melahirkan Senin, 27 Mei 2013 01.28WIB Selasa, 28 Mei 2013 02.00WIB Selasa, 28 Mei 2013 06.30WIB Minggu, 2 Juni 2013 22.35WIB Senin, 3 Juni 2013 21.42WIB Rabu, 5 Juni 2013 13.45 WIB Jumat, 7 Juni 2013 09.10 WIB Jumat, 7 Juni 2013 15.03 WIB Jumat, 7 Juni 2013 18.45WIB Sabtu, 8 Juni 2013 12.07 WIB Sabtu, 8 Juni 2013 13.03WIB Minggu, 9 Juni 2013 21.55 WIB Selasa, 11 Juni 2013 12.30 WIB Rabu, 12 Juni 2013 03.45 WIB Rabu, 12 Juni 2013 20.30 WIB Nama Istri Pendamping persalinan Anak ke- Waktu Skin to Skin Contact Bidan penolong Ny. A Tn. TJ 6 ±10 menit Ny. IY Tn. S 2 ±15 menit Ny. N Tn. M 5 ±15 menit Ny. P Tn. K 5 ±15 menit Ny. E Tn. N 3 ±10 menit Ny. M Tn. MC 1 ± 30 menit V Ny. SW Tn. D 6 ± 30 menit V Ny. F Tn. RS 1 ± 20 menit Ny. I Tn. RA 1 ± 30 menit Ny. M Tn. AB 6 ± 20 menit Ny. MA Tn. AR 3 - Ny. AM Tn. RM 3 ± 15 menit Ny. SA Tn. W 2 ± 25 menit Ny. SY Tn. AS 2 ± 20 menit Ny. S Tn. K 2 ± 20 menit E S A S H E R A P V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V Y V LAMPIRAN 10 Gambar Ranjang Persalinan Gambar Tempat Pengukuran dan Penimbangan Bayi Gambar Ruang Rawat Gabung Gambar Tempat Tidur Bayi