Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015 ISSN : 2302-3805 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015 ELECTRONIC NOSE TEST UNIT UNTUK MENGIDENTIFIKASI KANDUNGAN BORAKS DALAM MAKANAN I Dewa Gede Rai M1), Madha Christian W2), Harianto3) 1), 2), 3) Sistem Komputer STMIK Surabaya Jl Raya Kedung Baruk 98, Surabaya Email : [email protected]), [email protected]) , [email protected]) Hidung sebagai indera penciuman merupakan salah satu organ yang sangat istimewa dengan jutaan sensor yang mampu membedakan lebih dari ratusan jenis bau. Dengan hidung ini kita mampu mendeteksi berbagai macam objek seusai dengan aroma yang ditangkap oleh hidung. Disisi lain perkembangan dunia elektronika yang semakin maju memungkinkan untuk menciptakan berbagai macam sensor untuk berbagai kebutuhan. Aplikasi E-nose sekarang digunakan untuk berbagai bidang penelitian, dimulai dari evaluasi kualitas dalam industri bahan makanan (A.Loutfi, 2002) untuk aplikasi medis (R.Dutta,2002). Dalam konteks ini, E-nose didefinisikan sebagai array sensor gas kimia dan komponen pengenalan pola yang dapat mengklasifikasi dan mengidentifikakasi bau yang sederhana maupun kompleks (J. Gardner, 1999). Penelitian E-Nose pernah dilakukan sebelumnya dengan judul Electronic Nose For Black Tea Quality Evaluation Using Kernel Based Clustering Approach (Tripathy dkk, 2012) yaitu dengan memanfaatkan electronic nose utuk menggantikan peran manusia dalam memberikan penilaian terhadap kualitas dari beberapa hasil produksi teh hitam. Hal ini ditujukan untuk mengurangi nilai subyektifitas dalam pemberian score terhadap masing-masing jenis produksi teh hitam. Penelitian tersebut memanfaatkan metode clustering dengan model Kernel Based Priciple Component Analysis (KPCA) dan Kernel Based Linear Discriminant Analysis (KLDA) untuk mengklasifikasikan kualitas dari teh hitam. Penelitian E-Nose lainnya yaitu dengan memanfaatkan jaringan syaraf tiruan untuk mengidentifikasi aroma teh (Nugroho dkk, 2009), namun alat tersebut dinilai kurang praktis karena diimplemetasikan pada laboratorium. Oleh karena itu dalam penelitian berusaha melakukan penelitian untuk merancang prototype E-Nose yang dilengkapi dengan minimum system dimana didalam minimum system tersebut telah dilengkapi dengan kecerdasan buatan untuk mengidentifikasi kandungan boraks dalam makanan. Dengan berbagai penelitian tentang Enose yang pernah dilakukan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk menciptakan sebuah prototype Enose yang mampu mendeteksi kandungan boraks dalam makanan dengan menggunakan Metode Neural Network, hal ini dilakukan dengan menggunakan bebarapa sensor TGS untuk mendeteksi kandungan odor/gas dari boraks yang Abstrak Bahaya boraks jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan bisa menyebabkan iritasi saluran pernapasan, iritasi kulit, iritasi mata dan kerusakan ginjal. Jika boraks 5-10 gram tertelan oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan kematian. Efek akut dari boraks bisa menyebabkan badan berasa tidak enak, mual, nyeri hebat pada perut bagian atas, perdarahan gastro-enteritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan sakit kepala. Memperhatikan fakta terhadap bahaya boraks apabila dicampur dengan bahan makanan, maka perlu adanya sebuah test unit yang mampu mengidentifikasi kandungan boraks dalam makanan tersebut. Dengan adanya test unit yang berupa electronic nose dimana didalamnya terdapat minimum system yang dilengkapi dengan kecerdasan buatan yaitu multi layer perceptron diharapkan mampu mengenali kandungan boraks dalam makanan sehingga resiko negatif dari boraks terhadap manusia dapat dihindari. Hasil penenlitian menujukkan dengan pengujian masing-masing 30 sampel untuk makanan tanpa boraks, mengandung sedikit boraks, mengandung banyak boraks dan boraks itu sendiri menujukkan rata-rata tingkat keberhasilan sebesar 58.25%. Kata kunci: Boraks, Electronic nose, TGS, multi layer perceptron, back propagation. 1. Pendahuluan Boraks merupakan senyawa kimia berbahaya untuk pangan dengan nama kimia natrium tetrabonat (NaB4O7 10H2O). Dapat dijumpai dalam bentuk padat dan jika larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3). Boraks atau asam borat biasa digunakan sebagai bahan pembuat deterjen, bersifat antiseptik dan mengurangi kesadahan air. Bahan berbahaya ini haram digunakan untuk makanan. Bahaya boraks jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan bisa menyebabkan iritasi saluran pernapasan, iritasi kulit, iritasi mata dan kerusakan ginjal. Jika boraks 5-10 gram tertelan oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan kematian. Efek akut dari boraks bisa menyebabkan badan berasa tidak enak, mual, nyeri hebat pada perut bagian atas, perdarahan gastro-enteritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan sakit kepala. 3.8-7 Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015 ISSN : 2302-3805 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015 tercampur dalam makanan tanpa perlu mengolah (merasakan) makanan tersebut terlebih dahulu. Pada penelitian ini yang akan dilakukan adalah “bagaimana merancang Prototype E-Nose pada sebuah minimum system sebagai indera pembau, dan dengan menggunakan Neural Network untuk mengidentifikasi kandungan boraks dalam makanan ?”. Bedasar perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka pertanyaan penelitian dapat dituliskan sebagai berikut. 1. Bagaimana merancang sebuah prototype test unit enose yang didalamnya terdiri beberapa sensor array sensor TGS sebagai electronic nose ?. 2. Bagaimana membuat dan menerapkan kecerdasan buatan dengan menggunakan Multi Layer Perceptron dengan metode error back propagation agar minimum system mampu mengidentifikasi kandungan boraks dalam makanan ?. 3. Bagaimana mengukur tingkat akurasi terhadap sistem kecerdasan buatan yang dirancang dalam mengidentifikasi kandungan boraks dalam makanan?. menggunakan metoda Back Propagation. Berikut ini adalah diagram blok Penelitian yang digunakan. Gambar 1. Diagram Blok Penelitian Test unit dirancang memiliki kemampuan untuk menghisap bau (odor) sebagai objek yang akan diamati, kemudian odor tersebut dialirkan melalui selang menuju heat chamber yang didalamnya telah berisi elemen pemanas DC yang digunakan untuk memanaskan odor yang akan diidentifikasi, selanjutnya odor akan masuk ke vacum chamber yang didalamnya telah dilengkapi dengan array sensor untuk mendeteksi odor. Array sensor menggunakan beberapa sensor TGS yang memiliki spesifikasi tersendiri yang nantinya menentukan kandungan dalam gas yang akan di sample. O2 digunakan sebagai gas pembersih dalam vacum chambersetelah melakukan sampling. Sensor TGS mengeluarkan Data berupa tegangan dikirimkan ke ADC pada Minimum system. Minimum system dilengkapi dengan Artificial Neural Network (Multi Layer Perceptron) untuk mengidentifikasi odor tersebut. Sebagai luaran dari Multi layer perceptron maka menujukkan hasil identifikasi dari odor yang masuk kedalam Test Unit bahwa makanan mengandung boraks atau tidak. 2. Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan sistematis yang saling berhubungan dimulai dengan mengumpulkan literature dari penelitian yang sebelumnya, mempersiapkan perangkat keras yang akan digunakan dalam merancang model, termasuk perangkat keras untuk merancang modul elektronik. Selanjutnya adalah merancang electronic nose agar memiliki mekanisme serupa dengan cara kerja pernafasan pada manusia, yaitu dimulai dengan menghirup udara kemudian masuk kedalam paru-paru hingga kemudian dikeluarkan. Perancangan ini meliputi bagaimana memfungsikan mini air pump sebagai penghisap yang mampu menghisap bau (gas), mengatur vacuum valve yang digunakan sebagai aktuator untuk membuka dan menutup sirkulasi udara dari intake, heat chamber, vacuum chamber, sampai pada sisi keluaran. Dan perancangan perangkat lunak pada minimum system secara keseluruhan, yaitu mulai dari kerja electronic nose, ADC yang digunakan untuk mengolah luaran dari electronic nose, hingga kecerdasan buatan (neural network) untuk mengidentifikasi bau (gas) yang dihisap. Sebagai masukan dari sistem adalah sampel makanan yang mengadung boraks, tanpa boraks, dan boraks itu sendiri. Sampel tersebut nantinya akan dihisap oleh sistem dengan mekanisme tertentu untuk dialirkan kedalam vacuum chamber yang didalamnya terdapat 4 buah sensor TGS. Sensor-sensor tersebut nantinya akan bereaksi sesuai dengan kadungan gas dalam sampel dan memberikan nilai yang akan diolah ADC. Nilai tersebut merupakan masukan bagi neural network yang digunakan untuk proses pelatihan untuk mendapatkan bobot tiap neuron dan proses evaluasi agar sistem mampu mengenali kandungan boraks dalam makanan berdasarkan bobot yang telah didapatkan saat pelatihan dengan a. Perancangan Vacuum Chamber Pembuatan e-nose dimulai dengan merancang vacuum chamber. Vacuum chamber ini bekerja seolaholah sebagai paru-paru yang menyimpan udara yang dihisap oleh mini air pump dalam waktu tertentu, untuk membuka dan menutup digunakan vacuum valve yang diatur dalam periode tertentu. Waktu untuk membuka dan menutup ditentukan melalui beberapa percobaan. Gambar 2. merupakan purwarupa untuk vacuum chamber yang dari pipa PVC yang saling tertutup di kedua ujungnya, dimana didalamnya terdapat array sensor. Kedua penutup pipa ini diberi fitting agar selang dapat masuk dengan sempurna tanpa menimbulkan kebocoran, selang ini terhubung dengan electronic valve sebagai saklar on/off yang mengatur aliran udara yang masuk atau meninggalkan vacuum chamber. Mini air pump diletakan sebelum odor intake agar mampu memberikan volume gas yang cukup pada vaccum chamber untuk diindentifikasi, hal ini dikarena udara yang dihisap oleh mini air pump didorong untuk masuk kedalam vacuum chamber selama waktu tertentu 3.8-8 Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015 ISSN : 2302-3805 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015 dan valve pada waste odor dalam keadaan tertutup, sehingga volume yang cukup yang menempati vacuum chamber diharapakan mampu mewakili kondisi gas yang sesungguhnya sesuai dengan kodisi gas yang berada diluar sistem. ini nantinya akan ditempatkan didalam vacuum chamber yang sudah didesain sesuai pada Gambar 2. Gambar 3. Layout PCB Tampak Bawah Gambar 2. Vaccum Chamber Gambar 4. Board Array Sensor TGS b. Perancangan Array Sensor TGS Dalam penelitian ini digunakan 4 buah sensor TGS dari Figaro yaitu TGS 2600, 2610, 2611, dan 2612 yang memiliki karakteristik hampir mirip antara yang satu dengan lainnya. Sesuai dengan datasheet, karakteristik gas yang dapat terdeteksi yaitu gas yang mengandung ethanol, methane, iso-butane dan propane. Sensor TGS ini diharapkan memberikan respon dengan memberikan luaran berupa tegangan tertentu apabila sensor tersebut didekatkan dengan gas. Dalam hal penelitian gas tersebut dihasilkan oleh boraks itu sendiri maupun gas yang berasal dari makanan yang dicampur dengan boraks. Nilai dari tegangan tersebut akan dikonversi dengan ADC untuk dijadikan sebagai nilai input dari Neural Network. Nilai tersebut selanjutnya sesuai dengan desain jaringan akan digunakan sebagai proses palatihan untuk mendapatkan bobot dengan metode Back Propagation, dan juga akan digunakan sebagai proses evaluasi sistem nantinya apakah neural netwotk mampu mengenali kandungan gas boraks dalam makanan. Agar dapat bekerja dengan baik sensor ini membutuhkan dua tegangan masukan. Heater Voltage (VH) digunakan sebagai tegangan heater dan Circuit Voltage (Vc) merupakan tegangan supply rangkaian, keduanya diberikan catu daya sebasar 5 volt DC. Nilai resistor beban (RL) dapat dipilih atau di-adjust untuk mengoptimasikan nilai alarm threshold, menjaga power dissipation (Ps) semikonduktor di bawah batas 15mW. Power dissipation (PS) akan menjadi sangat tinggi ketika nilai RS adalah sama dengan nilai RL. Resistansi yang digunakan pada nilai resistor beban (RL) adalah 10 kΩ sedangkan nilai hambatan sensor (RS) pada data sheet rata-rata 0,68kΩ sampai 6,8 kΩ, sehingga menghasilkan nilai RS minimal yaitu 0,68. Dari Hasil perhitungan diatas maka selajutnya adalah mendesain layout PCB seperti yang ditujukan pada Gambar 3 sampai dengan Gambar 4. Rangakaian sensor c. Perancangan Catu Daya Sensor Agar dapat bekerja dengan baik sensor membutuhkan dua tegangan masukan. Heater Voltage (VH) digunakan sebagai tegangan heater dan Circuit Voltage (Vc) merupakan tegangan supply rangkaian, keduanya diberikan catu daya sebasar 5 volt DC. Dalam penelitian ini tegangan untuk pemanas dan supply rangkaian digabung menjadi satu untuk meminimalkan jalur pengkabelan, namun sebagai konsekuensi arus yang dibutuhkan menjadi bertambah besar sehingga dalam penelitian ini membutuhkan transistor 2n3055 untuk memberikan arus yang cukup terhadap rangkaian array sensor. Rancangan catu daya array sensor dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. Gambar 5. Skematik Rangkaian Catu Daya 3.8-9 ISSN : 2302-3805 Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015 Gambar 6. Rangkaian Catu Daya d. Perancangan Perangkat Lunak untuk Trainning Tujuan dari perancangan ini adalah membuat aplikasi berbasis MLP dengan metode off-line Trainning dengan error back propagation yang digunakan sebagai metode pelatihan (learning) untuk mendapatkan bobot yang sesuai dari masing-masing synapses, sehingga bobot tersebut nantinya akan digunakan pada minimum system (prototype) untuk mengidentifikasi gas tertentu sesuai dengan tujuan dari penelitian ini. Betuk jaringan MLP ini sebenarnya adalah bentuk yang didapat dari beberapa kali percobaan terhadap desain MLP itu sendiri. Dasin MLP (trial and error) dilakukan mulai dari 1 buah hidden layer dengan 5 neuron, hingga 3 hidden layer masing-masing 40 neuron. Dari beberapa kali percobaan hasil yang didapat (kondisi konvergen) adalah dengan menggunakan 2 hidden layer masing-masing 30 neuron. Input Layer Hidden Layer Hidden Layer h11 h21 h12 h22 h13 h23 h14 h24 h15 h25 h120 h230 Output Layer TGS 2600 TGS 2610 Boraks TGS 2611 Tidak Neuron Respon (Output) Decision and Analysis ∑ Target TGS 2612 Error Back Propagation Algorithm Learning Algorithm Gambar 7. Bentuk jaringan MLP Proses Feed Forward Proses feed forward akan menghasilkan sebuah nilai pada neuron-neuron output, nilai ini selanjutnya akan dibandingkan dengan nilai target yang bersesuaian dengan input yang dilatihkan. Nilai selisih antara target dengan nilai output neuron pada ouput layer atau error yang terjadi akan digunakan untuk meneruskan atau menghentikan proses pembelajaran dan juga digunakan untuk menyesuaikan nilai bobot hingga mencapai kondisi yang convergen. Proses feed forward terdiri dari beberapa langkah yaitu : 1. Menghitung u dengan mengakumulasikan seluruh neuron input dikalikan dengan bobot masing-masing. 2. Menghitung nilai v dengan menambahkan hasil akumulasi neuron (u) dengan nilai bias. 3. Melakukan aktifasi dengan menggunakan fungsi aktivasi sigmoid bipolar terhadap terhadap fungsi v, dengan nilai asimtot atau = 1. Dari beberapa langkah untuk merancang proses feed forward maka berikut ini adalah script program yang digunakan For i=1 To nLayer For j=0 To (nNeuron(i) - 1) sigmaNeuron(i,j)=0 For k=0 To (nNeuron(i-1)-1) sigmaNeuron(i,j) = sigmaNeuron(i,j)+ neuron((i-1),k)* weight(i-1,k,j) sigmaNeuron(i,j) = sigmaNeuron(i,j)+ bias(i,j) neuron(i,j) = 1/(1+Exp(-1*asimtot* sigmaNeuron(i,j))) Next j Next i Back Propagation untuk memperbaiki bobot Proses feed forward akan menghasilkan sebuah nilai pada neuron-neuron output, nilai ini selanjutnya akan dibandingkan dengan nilai target yang bersesuaian dengan input yang dilatihkan. Nilai selisih antara target dengan nilai output neuron pada ouput layer atau error yang terjadi akan digunakan untuk meneruskan atau menghentikan proses pembelajaran dan juga digunakan untuk menyesuaikan nilai bobot hingga mencapai kondisi yang convergen. Nilai bobot tersebut selanjutnya akan disimpan dalam sebuah file, jika kondisi convergen tidak tercapai dan iterasi sudah mencapai maksimal maka proses feed forward dapat diulangi lagi dengan menggunakan kembali nilai bobot yang telah tersimpan dalam file tersebut. Langkah yang dilkukan adalah : 1. Menghitung error pada output layer 2. Menghitung error pada hidden layer 3. Bila antara hasil feed-forward dan target terjadi error yang nilai SSE-nya di luar batas toleransi (melebihi), maka bobot harus diperbaiki. Perhitungan untuk perbaikan bobot ini didasarkan pada persamaan (1). Hal ini akan terus menerus dilakukan hingga salah satu atau dua syarat terpenuhi yaitu SSE lebih kecil dari Minimum Error yang diharapkan atau jumlah iterasi telah melebihi nilai iterasi maksimal yang telah ditentukan. ( ) ( ) .....(1) ( ( ) 3.8-10 + 1) = + ( ) ( ) ( , ) ISSN : 2302-3805 Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015 Berikut ini script program yang didasarkan pada persamaan 1. Perancangan ini bertujuan untuk menerapkan NN pada minimum system agar mampu mengidentifikasi gas yang dijadikan sebagai objek penilitian. Secara umum Perancangan MLP pada minimum system ini terdiri dari tiga bagian. Pertama adalah memuat bobot yang telah didapatkan pada proses pelatihan, yang kedua adalah proses feed forward, yang ketiga adalah proses evaluasi dari masukan sensor gas dengan luaran pada output layer MLP. Hasil luaran dari output layer MLP ini menetukan jenis gas yang dideteksi oleh minimum system. Secara umum diagram alir perancangan untuk MLP pada minimum system ini dapat dilihat pada Gambar 9. If SSE > MaxEror Then For k = nLayer To 1 Step-1 For i = 0 To (nNeuron(k-1)-1) For j = 0 To (nNeuron(k)-1) weight((k-1),i,j) = weight((k-1),i,j) +(myu*dell(nLayer,j) *neuron((k-1),i)) Next j bias(k,i) = bias(k,i) + (myu*dell(nLayer,j)) Next i Next k End If START Load Network: Load Bobot dan Bias i =1 j= 0 nNeuron[i 1]1 neuron[i][ j ] f (neuron[i 1][k ] * weight[i 1][k ][ j ]) bias[i][ j ] k j++ True True i : index layer ; j : index neuron pada layer ke-i; nNeuron[i] : jumlah neuron pada layer ke-i neuron[i][j] : neuron ke-j pada layer ke-i; bias[i][j] : bias dari neuron ke-j pada layer ke-i; weight[i][k][j] : bobot yang menghubungkan neuron ke-k pada layer ke -i dengan neuron ke-j di layer setelahnya (i+1) j < nNeuron[i] False i++ Gambar 8. Aplikasi Trainning i <= nLayer Pembelajaran (learning) dilakukan dengan menggunakan 40 data sampel, di mana masing-masing 10 data untuk odor yang dihasilkan oleh Boraks, Mie tanpa Boraks, Mie dicampur dengan sedikit boraks dan mie yang dicampur dengan lebih banyak boraks. MLP akan melakukan proses pembelajaran untuk seluruh data sampel tersebut. Setiap MLP melakukan proses feedforward untuk 40 data sampel tersebut, dianggap sebagai 1 iterasi pelatihan. Proses pembelajaran dilakukan dengan nilai laju pembelajaran µ sebesar 0,1 dan dilakukan selama hasil pelatihan belum konvergen atau iterasi belum mencapai maksimum. Kondisi konvergen adalah kondisi di mana nilai SSE yang dihasilkan oleh proses feed-forward MLP berada di bawah nilai least SSE yang didefinisikan ketika proses pembelajaran dimulai, sebagai contoh least SSE yang digunakan adalah 0,00001(10 ). Sedangkan iterasi mencapai maksimum adalah kondisi ketika iterasi sudah melebihi batas iterasi maksimum yang ditentukan, yaitu 1.000.000.000 (10 ). e. Perangkat Lunak Minimum System Pengenalan Borak False END Gambar 9. Flow Chart MLP pada Minimum System Berikut ini adalah untuk proses feed forward pada minimum system (prototype). void feedforward(double tgs2600, double tgs2610, double tgs2611, double tgs2612) { nInput = nNeuron[0]; nOutput = nNeuron[nLayer]; pada neuron[0][0] neuron[0][1] neuron[0][2] neuron[0][3] = = = = tgs2600; tgs2610; tgs2611; tgs2612; for(int i = 1; i <= nLayer; i++){ for(int j = 0; j <= (nNeuron[i]-1); j++){ sigmaNeuron[i][j] = 0; for(int k = 0; k <= (nNeuron[i-1]-1);k++) sigmaNeuron[i][j] = sigmaNeuron[i][j] + neuron[(i-1)][k] * weight[i-1][k][j]; sigmaNeuron[i][j] = sigmaNeuron[i][j] + bias[i][j]; 3.8-11 ISSN : 2302-3805 Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015 } } neuron[i][j] = (double) 1/(1+exp(-1 * asimtot * sigmaNeuron[i][j])); 3. Berikut ini adalah script pada minimum system untuk proses evaluasi hasil luaran dari output layer MLP. int evaluation() { int temp = 0; int dua = 1; if(temp == 1) return(0); elseif(temp == 2) return(1); elseif(temp == 4) return(2); else return(3); } Hasil Penelitian Pengujian juga dilakukan dengan menggunakan 120 sampel uji, dengan masing-masing 30 kali pengujian untuk boraks, mie tanpa borak, mie sedikit borak dan mie lebih banyak borak. f. Tabel 1. Tingkat Keberhasilan Identifikasi Kandungan Boraks Jumlah Pengujian Boraks Mie Dengan lebih banyak borak Mie dengan sedikit boraks Mie Tanpa Boraks 30 Saran dalam penelitian berikutnya adalahMenetukan bentuk jaringan MLP untuk meningkatkan tingkat keberhasilan dan mencari sensor khusus yang responsif terhadap boraks. Daftar Pustaka for(int i = 0; i <= (nNeuron[nLayer] - 1); i++) { if(neuron[nLayer][i] > 0.5) temp = temp + (dua * 1); else temp = temp + (dua * 0); dua = dua * 2; } Jenis Sampel Tingkat keberhasilan system secara keseluruhan masih dibawah nilai yang diharapkan. Jumlah Diintenfikasi Sebagai Bebas Mengandung Borak Borak 12 18 [1] Achim Lilienthal, Tom Duckett,. 2004. Building Gas Concentration Gridmaps With A Mobile Robot. Elsevier. Robotics and Autonomous Systems 48 pages 3–16 [2] Ashis Tripathy, A. K. Mohanty, Mihir Narayan Mohanty,. 2012. Electronic Nose For Black Tea Quality Evaluation Using Kernel Based Clustering Approach. IJIP Volume (6) Issue (2) pages 8693. [3] Bambang. 2008. Dampak Penggunaan Formalin dan Borax. Lampung. http://smk.putraindonesiamalang.or.id/dampakpenggunaan-formalin-danborax. Diakses tanggal 29 April 2008. [4] Figaro Egineering, Inc (2012). Datasheet TGS 2610. (Online). (http://www.figaro.co.jp/en/data/pdf/20131004103614_87.pdf diakses Mei 2012). [5] Gao Daqi, Chen Wei,. 2007. Simultaneous Estimation Of Odor Classes And Concentrations Using An Electronic Nose With Function Approximation Model Ensembles. Elsevier. Sensors and Actuators B 120 pages. 584–594 [6] Ham, M Fredric., Kostanic, Ivica. 2001, Priciples of Neurocomputing for Science and Engineering. McGraw Hill. [7] Julian W. Gardner, Philip Nigel Bartlett, 1999, Electronic Nose Priciples And Applications, Oxford University Press [8] Joko Nugroho, Dwi Muryani, Sri Rahayoe, Nursigit Bintoro,. 2009. Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Identifikasi Aroma Teh Menggunakan Electronic Nose. Seminar Nasional Teknik Pertanian halaman 1 - 15. [9] Loutfi, Amy,. Coradeschi, Silvia. 2002. Relying On An Electronic Nose For Odor Localization. IEEE pages 46 – 50. [10] R Dutta, E L Hines, J W Gardner. P Boilot, Bacteria Classification Using Cyranose 320 Electronic Nose. BioMedical Engineering OnLine, 1:4, 2002, [5 year Impact Factor 1.61]. Biodata Penulis % 60 % 30 14 16 53 % 30 17 13 57 % 30 19 11 63 % 3. Kesimpulan Kesimpulan sementara dalam Penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Perangkat Keras baik itu vaccum chamber¸array sensor, dan perangkat pendukung operasional lainnya sudah selasi diimplementasi dan bekerja sesuai dengan harapan. 2. Perangkat lunak pendukung seperti Multi Layer erceptron dengan Error Back Propagation telah berhasil dibuat pada komputer. I Dewa Gede Rai Mardiana, memperoleh gelar Sarjana Komputer (S.Kom), Jurusan Sistem Komputer STMIK Surabaya, lulus tahun 2005. Memperoleh gelar Master Of Engineering (M.Eng) Program Pasca Sarjana Magister Teknik Instrumentasi Universitas Gajah Mada Yogyakarta, lulus tahun 2013. Saat ini menjadi Dosen di STMIK Surabaya. Madha Christian Wibowo, memperoleh gelar Sarjana Komputer (S.Kom), Jurusan Sistem Komputer STMIK Surabaya, lulus tahun 2008. Sedang menempuh Program S2 Teknik Elektro ITS Surabaya.Saat ini menjadi Dosen di STMIK Surabaya. Harianto, memperoleh gelar Sarjana Komputer (S.Kom), Jurusan Sistem Komputer STMIK Surabaya, lulus tahun 2002. Memperoleh gelar Master Of Engineering (M.Eng) Program Pasca Sarjana Magister Teknik Instrumentasi Universitas Gajah Mada Yogyakarta, lulus tahun 2010. Saat ini menjadi Dosen di STMIK Surabaya 3.8-12