electronic nose test unit untuk mengidentifikasi

advertisement
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015
ISSN : 2302-3805
STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
ELECTRONIC NOSE TEST UNIT UNTUK MENGIDENTIFIKASI
KANDUNGAN BORAKS DALAM MAKANAN
I Dewa Gede Rai M1), Madha Christian W2), Harianto3)
1), 2), 3)
Sistem Komputer STMIK Surabaya
Jl Raya Kedung Baruk 98, Surabaya
Email : [email protected]), [email protected]) , [email protected])
Hidung sebagai indera penciuman merupakan
salah satu organ yang sangat istimewa dengan jutaan
sensor yang mampu membedakan lebih dari ratusan jenis
bau. Dengan hidung ini kita mampu mendeteksi berbagai
macam objek seusai dengan aroma yang ditangkap oleh
hidung. Disisi lain perkembangan dunia elektronika yang
semakin maju memungkinkan untuk menciptakan
berbagai macam sensor untuk berbagai kebutuhan.
Aplikasi E-nose sekarang digunakan untuk
berbagai bidang penelitian, dimulai dari evaluasi kualitas
dalam industri bahan makanan (A.Loutfi, 2002) untuk
aplikasi medis (R.Dutta,2002). Dalam konteks ini, E-nose
didefinisikan sebagai array sensor gas kimia dan
komponen pengenalan pola yang dapat mengklasifikasi
dan mengidentifikakasi bau yang sederhana maupun
kompleks (J. Gardner, 1999).
Penelitian E-Nose pernah dilakukan sebelumnya
dengan judul Electronic Nose For Black Tea Quality
Evaluation Using Kernel Based Clustering Approach
(Tripathy dkk, 2012) yaitu dengan memanfaatkan
electronic nose utuk menggantikan peran manusia dalam
memberikan penilaian terhadap kualitas dari beberapa
hasil produksi teh hitam. Hal ini ditujukan untuk
mengurangi nilai subyektifitas dalam pemberian score
terhadap masing-masing jenis produksi teh hitam.
Penelitian tersebut memanfaatkan metode clustering
dengan model Kernel Based Priciple Component Analysis
(KPCA) dan Kernel Based Linear Discriminant Analysis
(KLDA) untuk mengklasifikasikan kualitas dari teh
hitam.
Penelitian E-Nose lainnya yaitu dengan
memanfaatkan
jaringan
syaraf
tiruan
untuk
mengidentifikasi aroma teh (Nugroho dkk, 2009), namun
alat
tersebut
dinilai
kurang
praktis
karena
diimplemetasikan pada laboratorium. Oleh karena itu
dalam penelitian berusaha melakukan penelitian untuk
merancang prototype E-Nose yang dilengkapi dengan
minimum system dimana didalam minimum system
tersebut telah dilengkapi dengan kecerdasan buatan untuk
mengidentifikasi kandungan boraks dalam makanan.
Dengan berbagai penelitian tentang Enose yang
pernah dilakukan diatas maka penelitian ini bertujuan
untuk menciptakan sebuah prototype Enose yang mampu
mendeteksi kandungan boraks dalam makanan dengan
menggunakan Metode Neural Network, hal ini dilakukan
dengan menggunakan bebarapa sensor TGS untuk
mendeteksi kandungan odor/gas dari boraks yang
Abstrak
Bahaya boraks jika terhirup, mengenai kulit dan
tertelan bisa menyebabkan iritasi saluran pernapasan,
iritasi kulit, iritasi mata dan kerusakan ginjal. Jika boraks
5-10 gram tertelan oleh anak-anak bisa menyebabkan
shock dan kematian. Efek akut dari boraks bisa
menyebabkan badan berasa tidak enak, mual, nyeri hebat
pada perut bagian atas, perdarahan gastro-enteritis
disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam,
dan sakit kepala.
Memperhatikan fakta terhadap bahaya boraks
apabila dicampur dengan bahan makanan, maka perlu
adanya sebuah test unit yang mampu mengidentifikasi
kandungan boraks dalam makanan tersebut. Dengan
adanya test unit yang berupa electronic nose dimana
didalamnya terdapat minimum system yang dilengkapi
dengan kecerdasan buatan yaitu multi layer perceptron
diharapkan mampu mengenali kandungan boraks dalam
makanan sehingga resiko negatif dari boraks terhadap
manusia dapat dihindari.
Hasil penenlitian menujukkan dengan pengujian
masing-masing 30 sampel untuk makanan tanpa boraks,
mengandung sedikit boraks, mengandung banyak boraks
dan boraks itu sendiri menujukkan rata-rata tingkat
keberhasilan sebesar 58.25%.
Kata kunci: Boraks, Electronic nose, TGS, multi layer
perceptron, back propagation.
1. Pendahuluan
Boraks merupakan senyawa kimia berbahaya
untuk pangan dengan nama kimia natrium tetrabonat
(NaB4O7 10H2O). Dapat dijumpai dalam bentuk padat
dan jika larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida
dan asam borat (H3BO3). Boraks atau asam borat biasa
digunakan sebagai bahan pembuat deterjen, bersifat
antiseptik dan mengurangi kesadahan air. Bahan
berbahaya ini haram digunakan untuk makanan. Bahaya
boraks jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan bisa
menyebabkan iritasi saluran pernapasan, iritasi kulit,
iritasi mata dan kerusakan ginjal. Jika boraks 5-10 gram
tertelan oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan
kematian. Efek akut dari boraks bisa menyebabkan badan
berasa tidak enak, mual, nyeri hebat pada perut bagian
atas, perdarahan gastro-enteritis disertai muntah darah,
diare, lemah, mengantuk, demam, dan sakit kepala.
3.8-7
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015
ISSN : 2302-3805
STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
tercampur dalam makanan tanpa perlu mengolah
(merasakan) makanan tersebut terlebih dahulu.
Pada penelitian ini yang akan dilakukan adalah
“bagaimana merancang Prototype E-Nose pada sebuah
minimum system sebagai indera pembau, dan dengan
menggunakan Neural Network untuk mengidentifikasi
kandungan boraks dalam makanan ?”. Bedasar
perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka pertanyaan penelitian dapat dituliskan sebagai
berikut.
1. Bagaimana merancang sebuah prototype test unit
enose yang didalamnya terdiri beberapa sensor array
sensor TGS sebagai electronic nose ?.
2. Bagaimana membuat dan menerapkan kecerdasan
buatan dengan menggunakan Multi Layer Perceptron
dengan metode error back propagation agar
minimum
system
mampu
mengidentifikasi
kandungan boraks dalam makanan ?.
3. Bagaimana mengukur tingkat akurasi terhadap
sistem kecerdasan buatan yang dirancang dalam
mengidentifikasi
kandungan
boraks
dalam
makanan?.
menggunakan metoda Back Propagation. Berikut ini
adalah diagram blok Penelitian yang digunakan.
Gambar 1. Diagram Blok Penelitian
Test unit dirancang memiliki kemampuan untuk
menghisap bau (odor) sebagai objek yang akan diamati,
kemudian odor tersebut dialirkan melalui selang menuju
heat chamber yang didalamnya telah berisi elemen
pemanas DC yang digunakan untuk memanaskan odor
yang akan diidentifikasi, selanjutnya odor akan masuk ke
vacum chamber yang didalamnya telah dilengkapi dengan
array sensor untuk mendeteksi odor. Array sensor
menggunakan beberapa sensor TGS yang memiliki
spesifikasi tersendiri yang nantinya menentukan
kandungan dalam gas yang akan di sample. O2 digunakan
sebagai gas pembersih dalam vacum chambersetelah
melakukan sampling. Sensor TGS mengeluarkan Data
berupa tegangan dikirimkan ke ADC pada Minimum
system.
Minimum system dilengkapi dengan Artificial Neural
Network
(Multi
Layer
Perceptron)
untuk
mengidentifikasi odor tersebut. Sebagai luaran dari Multi
layer perceptron maka menujukkan hasil identifikasi dari
odor yang masuk kedalam Test Unit bahwa makanan
mengandung boraks atau tidak.
2. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan
sistematis yang saling berhubungan dimulai dengan
mengumpulkan literature dari penelitian yang
sebelumnya, mempersiapkan perangkat keras yang akan
digunakan dalam merancang model, termasuk perangkat
keras untuk merancang modul elektronik. Selanjutnya
adalah merancang electronic nose agar memiliki
mekanisme serupa dengan cara kerja pernafasan pada
manusia, yaitu dimulai dengan menghirup udara
kemudian masuk kedalam paru-paru hingga kemudian
dikeluarkan.
Perancangan ini meliputi bagaimana memfungsikan
mini air pump sebagai penghisap yang mampu menghisap
bau (gas), mengatur vacuum valve yang digunakan
sebagai aktuator untuk membuka dan menutup sirkulasi
udara dari intake, heat chamber, vacuum chamber,
sampai pada sisi keluaran. Dan perancangan perangkat
lunak pada minimum system secara keseluruhan, yaitu
mulai dari kerja electronic nose, ADC yang digunakan
untuk mengolah luaran dari electronic nose, hingga
kecerdasan
buatan
(neural
network)
untuk
mengidentifikasi bau (gas) yang dihisap.
Sebagai masukan dari sistem adalah sampel
makanan yang mengadung boraks, tanpa boraks, dan
boraks itu sendiri. Sampel tersebut nantinya akan dihisap
oleh sistem dengan mekanisme tertentu untuk dialirkan
kedalam vacuum chamber yang didalamnya terdapat 4
buah sensor TGS. Sensor-sensor tersebut nantinya akan
bereaksi sesuai dengan kadungan gas dalam sampel dan
memberikan nilai yang akan diolah ADC. Nilai tersebut
merupakan masukan bagi neural network yang digunakan
untuk proses pelatihan untuk mendapatkan bobot tiap
neuron dan proses evaluasi agar sistem mampu mengenali
kandungan boraks dalam makanan berdasarkan bobot
yang telah didapatkan saat pelatihan dengan
a.
Perancangan Vacuum Chamber
Pembuatan e-nose dimulai dengan merancang
vacuum chamber. Vacuum chamber ini bekerja seolaholah sebagai paru-paru yang menyimpan udara yang
dihisap oleh mini air pump dalam waktu tertentu, untuk
membuka dan menutup digunakan vacuum valve yang
diatur dalam periode tertentu. Waktu untuk membuka dan
menutup ditentukan melalui beberapa percobaan.
Gambar 2. merupakan purwarupa untuk vacuum
chamber yang dari pipa PVC yang saling tertutup di
kedua ujungnya, dimana didalamnya terdapat array
sensor. Kedua penutup pipa ini diberi fitting agar selang
dapat masuk dengan sempurna tanpa menimbulkan
kebocoran, selang ini terhubung dengan electronic valve
sebagai saklar on/off yang mengatur aliran udara yang
masuk atau meninggalkan vacuum chamber.
Mini air pump diletakan sebelum odor intake
agar mampu memberikan volume gas yang cukup pada
vaccum chamber untuk diindentifikasi, hal ini dikarena
udara yang dihisap oleh mini air pump didorong untuk
masuk kedalam vacuum chamber selama waktu tertentu
3.8-8
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015
ISSN : 2302-3805
STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
dan valve pada waste odor dalam keadaan tertutup,
sehingga volume yang cukup yang menempati vacuum
chamber diharapakan mampu mewakili kondisi gas yang
sesungguhnya sesuai dengan kodisi gas yang berada
diluar sistem.
ini nantinya akan ditempatkan didalam vacuum chamber
yang sudah didesain sesuai pada Gambar 2.
Gambar 3. Layout PCB Tampak Bawah
Gambar 2. Vaccum Chamber
Gambar 4. Board Array Sensor TGS
b.
Perancangan Array Sensor TGS
Dalam penelitian ini digunakan 4 buah sensor TGS
dari Figaro yaitu TGS 2600, 2610, 2611, dan 2612 yang
memiliki karakteristik hampir mirip antara yang satu
dengan lainnya. Sesuai dengan datasheet, karakteristik
gas yang dapat terdeteksi yaitu gas yang mengandung
ethanol, methane, iso-butane dan propane. Sensor TGS
ini diharapkan memberikan respon dengan memberikan
luaran berupa tegangan tertentu apabila sensor tersebut
didekatkan dengan gas. Dalam hal penelitian gas tersebut
dihasilkan oleh boraks itu sendiri maupun gas yang
berasal dari makanan yang dicampur dengan boraks.
Nilai dari tegangan tersebut akan dikonversi
dengan ADC untuk dijadikan sebagai nilai input dari
Neural Network. Nilai tersebut selanjutnya sesuai dengan
desain jaringan akan digunakan sebagai proses palatihan
untuk mendapatkan bobot dengan metode Back
Propagation, dan juga akan digunakan sebagai proses
evaluasi sistem nantinya apakah neural netwotk mampu
mengenali kandungan gas boraks dalam makanan.
Agar dapat bekerja dengan baik sensor ini
membutuhkan dua tegangan masukan. Heater Voltage
(VH) digunakan sebagai tegangan heater dan Circuit
Voltage (Vc) merupakan tegangan supply rangkaian,
keduanya diberikan catu daya sebasar 5 volt DC. Nilai
resistor beban (RL) dapat dipilih atau di-adjust untuk
mengoptimasikan nilai alarm threshold, menjaga power
dissipation (Ps) semikonduktor di bawah batas 15mW.
Power dissipation (PS) akan menjadi sangat tinggi ketika
nilai RS adalah sama dengan nilai RL.
Resistansi yang digunakan pada nilai resistor
beban (RL) adalah 10 kΩ sedangkan nilai hambatan sensor
(RS) pada data sheet rata-rata 0,68kΩ sampai 6,8 kΩ,
sehingga menghasilkan nilai RS minimal yaitu 0,68.
Dari Hasil perhitungan diatas maka selajutnya
adalah mendesain layout PCB seperti yang ditujukan pada
Gambar 3 sampai dengan Gambar 4. Rangakaian sensor
c.
Perancangan Catu Daya Sensor
Agar dapat bekerja dengan baik sensor
membutuhkan dua tegangan masukan. Heater Voltage
(VH) digunakan sebagai tegangan heater dan Circuit
Voltage (Vc) merupakan tegangan supply rangkaian,
keduanya diberikan catu daya sebasar 5 volt DC. Dalam
penelitian ini tegangan untuk pemanas dan supply
rangkaian digabung menjadi satu untuk meminimalkan
jalur pengkabelan, namun sebagai konsekuensi arus yang
dibutuhkan menjadi bertambah besar sehingga dalam
penelitian ini membutuhkan transistor 2n3055 untuk
memberikan arus yang cukup terhadap rangkaian array
sensor. Rancangan catu daya array sensor dapat dilihat
pada Gambar 5 dan 6.
Gambar 5. Skematik Rangkaian Catu Daya
3.8-9
ISSN : 2302-3805
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015
STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
Gambar 6. Rangkaian Catu Daya
d.
Perancangan Perangkat Lunak untuk Trainning
Tujuan dari perancangan ini adalah membuat
aplikasi berbasis MLP dengan metode off-line Trainning
dengan error back propagation yang digunakan sebagai
metode pelatihan (learning) untuk mendapatkan bobot
yang sesuai dari masing-masing synapses, sehingga bobot
tersebut nantinya akan digunakan pada minimum system
(prototype) untuk mengidentifikasi gas tertentu sesuai
dengan tujuan dari penelitian ini.
Betuk jaringan MLP ini sebenarnya adalah
bentuk yang didapat dari beberapa kali percobaan
terhadap desain MLP itu sendiri. Dasin MLP (trial and
error) dilakukan mulai dari 1 buah hidden layer dengan 5
neuron, hingga 3 hidden layer masing-masing 40 neuron.
Dari beberapa kali percobaan hasil yang didapat (kondisi
konvergen) adalah dengan menggunakan 2 hidden layer
masing-masing 30 neuron.
Input
Layer
Hidden
Layer
Hidden
Layer
h11
h21
h12
h22
h13
h23
h14
h24
h15
h25
h120
h230
Output
Layer
TGS
2600
TGS
2610
Boraks
TGS
2611
Tidak
Neuron Respon
(Output)
Decision and
Analysis
∑
Target
TGS
2612
Error Back Propagation Algorithm
Learning Algorithm
Gambar 7. Bentuk jaringan MLP
Proses Feed Forward
Proses feed forward akan menghasilkan sebuah
nilai pada neuron-neuron output, nilai ini selanjutnya
akan dibandingkan dengan nilai target yang bersesuaian
dengan input yang dilatihkan. Nilai selisih antara target
dengan nilai output neuron pada ouput layer atau error
yang terjadi akan digunakan untuk meneruskan atau
menghentikan proses pembelajaran dan juga digunakan
untuk menyesuaikan nilai bobot hingga mencapai kondisi
yang convergen. Proses feed forward terdiri dari beberapa
langkah yaitu :
1. Menghitung u dengan mengakumulasikan seluruh
neuron input dikalikan dengan bobot masing-masing.
2. Menghitung nilai v dengan menambahkan hasil
akumulasi neuron (u) dengan nilai bias.
3. Melakukan aktifasi dengan menggunakan fungsi
aktivasi sigmoid bipolar terhadap terhadap fungsi v,
dengan nilai asimtot atau  = 1.
Dari beberapa langkah untuk merancang proses feed
forward maka berikut ini adalah script program yang
digunakan
For i=1 To nLayer
For j=0 To (nNeuron(i) - 1)
sigmaNeuron(i,j)=0
For k=0 To (nNeuron(i-1)-1)
sigmaNeuron(i,j) = sigmaNeuron(i,j)+
neuron((i-1),k)*
weight(i-1,k,j)
sigmaNeuron(i,j) = sigmaNeuron(i,j)+
bias(i,j)
neuron(i,j)
= 1/(1+Exp(-1*asimtot*
sigmaNeuron(i,j)))
Next j
Next i
Back Propagation untuk memperbaiki bobot
Proses feed forward akan menghasilkan sebuah nilai
pada neuron-neuron output, nilai ini selanjutnya akan
dibandingkan dengan nilai target yang bersesuaian
dengan input yang dilatihkan. Nilai selisih antara target
dengan nilai output neuron pada ouput layer atau error
yang terjadi akan digunakan untuk meneruskan atau
menghentikan proses pembelajaran dan juga digunakan
untuk menyesuaikan nilai bobot hingga mencapai kondisi
yang convergen. Nilai bobot tersebut selanjutnya akan
disimpan dalam sebuah file, jika kondisi convergen tidak
tercapai dan iterasi sudah mencapai maksimal maka
proses feed forward dapat diulangi lagi dengan
menggunakan kembali nilai bobot yang telah tersimpan
dalam file tersebut. Langkah yang dilkukan adalah :
1. Menghitung error pada output layer
2. Menghitung error pada hidden layer
3. Bila antara hasil feed-forward dan target terjadi error
yang nilai SSE-nya di luar batas toleransi (melebihi),
maka bobot harus diperbaiki. Perhitungan untuk
perbaikan bobot ini didasarkan pada persamaan (1).
Hal ini akan terus menerus dilakukan hingga salah
satu atau dua syarat terpenuhi yaitu SSE lebih kecil
dari Minimum Error yang diharapkan atau jumlah
iterasi telah melebihi nilai iterasi maksimal yang
telah ditentukan.
( )
( )
.....(1)
(
( )
3.8-10
+ 1) =
+
( ) ( ) (
,
)
ISSN : 2302-3805
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015
STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
Berikut ini script program yang didasarkan pada
persamaan 1.
Perancangan ini bertujuan untuk menerapkan NN
pada minimum system agar mampu mengidentifikasi gas
yang dijadikan sebagai objek penilitian. Secara umum
Perancangan MLP pada minimum system ini terdiri dari
tiga bagian. Pertama adalah memuat bobot yang telah
didapatkan pada proses pelatihan, yang kedua adalah
proses feed forward, yang ketiga adalah proses evaluasi
dari masukan sensor gas dengan luaran pada output layer
MLP. Hasil luaran dari output layer MLP ini menetukan
jenis gas yang dideteksi oleh minimum system. Secara
umum diagram alir perancangan untuk MLP pada
minimum system ini dapat dilihat pada Gambar 9.
If SSE > MaxEror Then
For k = nLayer To 1 Step-1
For i = 0 To (nNeuron(k-1)-1)
For j = 0 To (nNeuron(k)-1)
weight((k-1),i,j) = weight((k-1),i,j)
+(myu*dell(nLayer,j)
*neuron((k-1),i))
Next j
bias(k,i) = bias(k,i) +
(myu*dell(nLayer,j))
Next i
Next k
End If
START
Load Network:
Load Bobot dan Bias
i =1
j= 0
  nNeuron[i 1]1


neuron[i][ j ]  f    (neuron[i  1][k ] * weight[i  1][k ][ j ])   bias[i][ j ]
k



j++
True
True
i : index layer ; j : index neuron pada layer ke-i; nNeuron[i] : jumlah neuron pada layer ke-i
neuron[i][j] : neuron ke-j pada layer ke-i; bias[i][j] : bias dari neuron ke-j pada layer ke-i;
weight[i][k][j] : bobot yang menghubungkan neuron ke-k pada layer ke -i dengan neuron ke-j di layer
setelahnya (i+1)
j < nNeuron[i]
False
i++
Gambar 8. Aplikasi Trainning
i <= nLayer
Pembelajaran (learning) dilakukan dengan
menggunakan 40 data sampel, di mana masing-masing 10
data untuk odor yang dihasilkan oleh Boraks, Mie tanpa
Boraks, Mie dicampur dengan sedikit boraks dan mie
yang dicampur dengan lebih banyak boraks. MLP akan
melakukan proses pembelajaran untuk seluruh data
sampel tersebut. Setiap MLP melakukan proses feedforward untuk 40 data sampel tersebut, dianggap sebagai
1 iterasi pelatihan.
Proses pembelajaran dilakukan dengan nilai laju
pembelajaran µ sebesar 0,1 dan dilakukan selama hasil
pelatihan belum konvergen atau iterasi belum mencapai
maksimum. Kondisi konvergen adalah kondisi di mana
nilai SSE yang dihasilkan oleh proses feed-forward MLP
berada di bawah nilai least SSE yang didefinisikan ketika
proses pembelajaran dimulai, sebagai contoh least SSE
yang digunakan adalah 0,00001(10 ). Sedangkan iterasi
mencapai maksimum adalah kondisi ketika iterasi sudah
melebihi batas iterasi maksimum yang ditentukan, yaitu
1.000.000.000 (10 ).
e.
Perangkat Lunak
Minimum System
Pengenalan
Borak
False
END
Gambar 9. Flow Chart MLP pada Minimum System
Berikut ini adalah untuk proses feed forward pada
minimum system (prototype).
void feedforward(double tgs2600, double tgs2610,
double tgs2611, double
tgs2612)
{
nInput = nNeuron[0];
nOutput = nNeuron[nLayer];
pada
neuron[0][0]
neuron[0][1]
neuron[0][2]
neuron[0][3]
=
=
=
=
tgs2600;
tgs2610;
tgs2611;
tgs2612;
for(int i = 1; i <= nLayer; i++){
for(int j = 0; j <= (nNeuron[i]-1); j++){
sigmaNeuron[i][j] = 0;
for(int k = 0; k <= (nNeuron[i-1]-1);k++)
sigmaNeuron[i][j] = sigmaNeuron[i][j] +
neuron[(i-1)][k] *
weight[i-1][k][j];
sigmaNeuron[i][j] = sigmaNeuron[i][j] +
bias[i][j];
3.8-11
ISSN : 2302-3805
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015
STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
}
}
neuron[i][j] = (double) 1/(1+exp(-1 *
asimtot *
sigmaNeuron[i][j]));
3.
Berikut ini adalah script pada minimum system
untuk proses evaluasi hasil luaran dari output layer MLP.
int evaluation()
{
int temp = 0;
int dua = 1;
if(temp == 1)
return(0);
elseif(temp == 2)
return(1);
elseif(temp == 4)
return(2);
else
return(3);
}
Hasil Penelitian
Pengujian juga dilakukan dengan menggunakan 120
sampel uji, dengan masing-masing 30 kali pengujian
untuk boraks, mie tanpa borak, mie sedikit borak dan mie
lebih banyak borak.
f.
Tabel 1. Tingkat Keberhasilan Identifikasi Kandungan
Boraks
Jumlah
Pengujian
Boraks
Mie
Dengan
lebih
banyak
borak
Mie
dengan
sedikit
boraks
Mie
Tanpa
Boraks
30
Saran dalam penelitian berikutnya adalahMenetukan
bentuk jaringan MLP untuk meningkatkan tingkat
keberhasilan dan mencari sensor khusus yang responsif
terhadap boraks.
Daftar Pustaka
for(int i = 0; i <= (nNeuron[nLayer] - 1); i++)
{
if(neuron[nLayer][i] > 0.5)
temp = temp + (dua * 1);
else
temp = temp + (dua * 0);
dua = dua * 2;
}
Jenis
Sampel
Tingkat keberhasilan system secara keseluruhan
masih dibawah nilai yang diharapkan.
Jumlah Diintenfikasi
Sebagai
Bebas
Mengandung
Borak
Borak
12
18
[1]
Achim Lilienthal, Tom Duckett,. 2004. Building Gas
Concentration Gridmaps With A Mobile Robot. Elsevier. Robotics
and Autonomous Systems 48 pages 3–16
[2] Ashis Tripathy, A. K. Mohanty, Mihir Narayan Mohanty,. 2012.
Electronic Nose For Black Tea Quality Evaluation Using Kernel
Based Clustering Approach. IJIP Volume (6) Issue (2) pages 8693.
[3] Bambang. 2008. Dampak Penggunaan Formalin dan Borax.
Lampung.
http://smk.putraindonesiamalang.or.id/dampakpenggunaan-formalin-danborax. Diakses tanggal 29 April 2008.
[4] Figaro Egineering, Inc (2012). Datasheet TGS 2610. (Online).
(http://www.figaro.co.jp/en/data/pdf/20131004103614_87.pdf
diakses Mei 2012).
[5] Gao Daqi, Chen Wei,. 2007. Simultaneous Estimation Of Odor
Classes And Concentrations Using An Electronic Nose With
Function Approximation Model Ensembles. Elsevier. Sensors and
Actuators B 120 pages. 584–594
[6] Ham, M Fredric., Kostanic, Ivica. 2001, Priciples of
Neurocomputing for Science and Engineering. McGraw Hill.
[7] Julian W. Gardner, Philip Nigel Bartlett, 1999, Electronic Nose
Priciples And Applications, Oxford University Press
[8] Joko Nugroho, Dwi Muryani, Sri Rahayoe, Nursigit Bintoro,.
2009. Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Identifikasi Aroma
Teh Menggunakan Electronic Nose. Seminar Nasional Teknik
Pertanian halaman 1 - 15.
[9] Loutfi, Amy,. Coradeschi, Silvia. 2002. Relying On An Electronic
Nose For Odor Localization. IEEE pages 46 – 50.
[10] R Dutta, E L Hines, J W Gardner. P Boilot, Bacteria Classification
Using Cyranose 320 Electronic Nose. BioMedical Engineering
OnLine, 1:4, 2002, [5 year Impact Factor 1.61].
Biodata Penulis
%
60 %
30
14
16
53 %
30
17
13
57 %
30
19
11
63 %
3. Kesimpulan
Kesimpulan sementara dalam Penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Perangkat Keras baik itu vaccum chamber¸array
sensor, dan perangkat pendukung operasional
lainnya sudah selasi diimplementasi dan bekerja
sesuai dengan harapan.
2. Perangkat lunak pendukung seperti Multi Layer
erceptron dengan Error Back Propagation telah
berhasil dibuat pada komputer.
I Dewa Gede Rai Mardiana, memperoleh gelar Sarjana
Komputer (S.Kom), Jurusan Sistem Komputer STMIK
Surabaya, lulus tahun 2005. Memperoleh gelar Master Of
Engineering (M.Eng) Program Pasca Sarjana Magister
Teknik Instrumentasi Universitas Gajah Mada
Yogyakarta, lulus tahun 2013. Saat ini menjadi Dosen di
STMIK Surabaya.
Madha Christian Wibowo, memperoleh gelar Sarjana
Komputer (S.Kom), Jurusan Sistem Komputer STMIK
Surabaya, lulus tahun 2008. Sedang menempuh Program
S2 Teknik Elektro ITS Surabaya.Saat ini menjadi Dosen
di STMIK Surabaya.
Harianto, memperoleh gelar Sarjana Komputer (S.Kom),
Jurusan Sistem Komputer STMIK Surabaya, lulus tahun
2002. Memperoleh gelar Master Of Engineering (M.Eng)
Program Pasca Sarjana Magister Teknik Instrumentasi
Universitas Gajah Mada Yogyakarta, lulus tahun 2010.
Saat ini menjadi Dosen di STMIK Surabaya
3.8-12
Download