SKRIPSI ANALISIS ISI PERBANDINGAN ISI FILM DAN NOVEL ”AYAT AYAT CINTA” DILIHAT DARI SISI PENCERITAANNYA Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) Ilmu Komunikasi Disusun Oleh : Nama : FIDYA MULIA SARI Nim : 44105010-205 Jurusan : Broadcasting FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009 FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI 1. Nama : Fidya Mulia Sari 2. NIM : 44105010-205 3. Fakultas : Ilmu Komunikasi 4. Bidang Studi : Broadcasting 5. Judul : Analisis Isi Perbandingan Isi Film Dan Novel “Ayat Ayat Cinta” Dilihat Dari Sisi Penceritaannya Mengetahui, Pembimbing (Ponco Budi Sulistyo, S.Sos, M.Comm) i FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA LEMBAR TANDA LULUS SIDANG 1. Nama : Fidya Mulia Sari 2. NIM : 44105010-205 3. Fakultas : Ilmu Komunikasi 4. Bidang Studi : Broadcasting 5. Judul : Analisis Isi Perbandingan Isi Film Dan Novel “Ayat Ayat Cinta” Dilihat Dari Sisi Penceritaannya Jakarta, 20 Februari 2009 Mengetahui, 1. Ketua Sidang Feni Fasta, SE, M.Si (..............................) 2. Penguji Ahli Afdal Makkuraga, S.Sos, MM, M.Si (..............................) 3. Pembimbing Skripsi Ponco Budi Sulistyo, S.Sos, M.Comm ii (..............................) FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI 1. Nama : Fidya Mulia Sari 2. NIM : 44105010-205 3. Fakultas : Ilmu Komunikasi 4. Bidang Studi : Broadcasting 5. Judul : Analisis Isi Perbandingan Isi Film Dan Novel “Ayat Ayat Cinta” Dilihat Dari Sisi Penceritaannya Jakarta, 20 Februari 2009 Mengetahui, 1. Ketua Sidang Feni Fasta, SE, M.Si (..............................) 2. Penguji Ahli Afdal Makkuraga, S.Sos, MMSi (..............................) 3. Pembimbing Skripsi Ponco Budi Sulistyo, S.Sos, M.Comm iii (..............................) FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI 1. Nama : Fidya Mulia Sari 2. NIM : 44105010-205 3. Fakultas : Ilmu Komunikasi 4. Bidang Studi : Broadcasting 5. Judul : Analisis Isi Perbandingan Isi Film Dan Novel “Ayat Ayat Cinta” Dilihat Dari Sisi Penceritaannya Jakarta, 20 Februari 2009 Disetujui dan diterima oleh: Pembimbing (Ponco Budi Sulistyo, S.Sos, M.Comm) Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (Dra. Diah Wardhani, M.si) Kepala Jurusan Broadcasting (Ponco Budi Sulistyo, S.Sos, M.Comm) iv FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA PROGRAM STUDI BROADCASTING Nama NIM Judul Bilbiografi : Fidya Mulia Sari : 44105010-205 : Perbandingan Isi Film Dan Novel “Ayat Ayat Cinta” Dilihat Dari Sisi Penceritaanya : 5 Bab+145 Halaman+13 Tabel+24 Tabel Grafik+34 Referensi+6 Lampiran+Biografi ABSTRAKSI Media massa saat ini, telah menjadi sebuah industri selain sebagai penyalur pesan. Dan film adalah salah satunya. Selama bertahun-tahun, novelnovel populer menjadi salah satu bahan untuk film-film komersil. Semenjak bangkitnya perfilman di Indonesia hadir beberapa film yang disadur dari novelnovel best seller. Dari sekian banyak film yang diangkat dari novel. Film “AyatAyat Cinta”, besutan sutradara Hanung Bramantyo yang diangkat dari novel dengan judul yang sama karya Habiburrahman El Shirazy adalah film religi pertama yang paling banyak menyedot perhatian pada masa tayangnya. Film produksi MD entertainment ini, mampu menarik penonton hingga mencapai angka 2.8 juta. Ketika sebuah novel dipindahkan menjadi film, bisa saja terjadi perubahan pada pokok cerita dan pada isi cerita. Hal itulah yang membuat penulis tertarik untuk menganalisa kecenderungan isi film dan novel Ayat Ayat Cinta yang dilihat dari sisi penceritaanya. Serta membandingkan isi film dan novel novel tersebut. Sehingga dapat diketahui kecenderungan isi film dan novel tersebut juga akan terlihat perbedaan dari hasil membandingkan film dan novel Ayat Ayat Cinta. Metode yang digunakan untuk menganalisa adalah metode analisis isi komparatif dengan 2 (dua) koder yakni, Boim Lebon (penulis) dan Dian W Sasmita (sutradara film “Dea Lova” dan produser). Analisis isi digunakan untuk mendeskripsikan secara objektif, sistematik dan kuantitatif isi komunikasi yang tampak. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang mendasar dari film dan novel Ayat Ayat Cinta. Hal tersebut langsung terlihat jelas pada tema keduanya. Film lebih cenderung mengetengahkan tema percintaaan yang dibalut unsur religi dan keikhlasan. Novel cenderung mengangkat tema religi (islam) yang diwarnai cinta atas dasar islami. Film Ayat Ayat Cinta menghilangkan banyak inti utama cerita yang terdapat pada novel. Sehingga esensi pesan yang pada dasarnya sama pada akhirnya dapat terpersepsikan dengan berbeda. Dalam pembuatan film yang diangkat dari novel sebaiknya dilakukan observasi mendalam (baik itu riset ataupun diskusi dengan penulis novel). Agar cita rasa utama cerita tak hilang. v KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan banyak kesempatan dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Perbandingan Isi Film Dan Novel Ayat Ayat Cinta Dilihat Dari Sisi Penceritaannya”. Skripsi ini disusun guna melengkapi salah satu prasyarat dalam memperoleh gelar Strata 1 (S1) Ilmu Komunikasi. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak membimbing serta membantu penulis, baik yang bersifat moril maupun materil. Dengan demikian pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Ponco Budi Sulistyo, S.Sos, M.Comm selaku pembimbing skripsi, yang telah banyak membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. 2. Mulyono & Endang.S.Rini (my lovely parents), adik-adikku tersayang (Eliana Ayu Karinda & Netty Rianti Mulia). 3. Ibu Nurprapti sebagai pembimbing akademik, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana), Dra. Diah Wardhani, M.Si (Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana), pak Yul Andriyono. Ibu Feni Fasta, SE, M.Si selaku ketua sidang dan pak Afdal Makkuraga Putra, S.Sos, M.Si selaku penguji ahli. 4. Sutradara Ayat-Ayat Cinta (mas Hanung), penulis skenario Ayat-Ayat Cinta (mas Salman dan mbak Gina). Pihak Md Entertainment (mbak Mita Nurani, mbak Ciria dan staff). vi 5. Pak Boim Lebon (penulis sekaligus dosen) dan mbak Dian W Sasmita (sutradara film ”Dea lova dan produser FTV Sinemart) selaku koder. 6. Keluarga besarku (Om Ipung, Biyan, tante Ipi, Adis, Alm. Eyang Kung-Eyang Ti, Alm. Mbah Aziz, keluarga dari papa & mama, keluarga pondok karya). 7. Sahabat-sahabatku (Danya Trieska Pratiwi, Farah Maria Gibtia, Indayani, Niken Dwi Pramesti, Dianissa Rahmiandini, Kania Windyasih, Istianah Riski, Aditya Priadi), terima kasih atas segala bentuk bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis 8. Ayahku di kampus, bapak H. Sjahrial (Terima kasih atas nasihat, dukungan dan kasih sayangnya yang diberikan kepada penulis). Bapak Adi Bajuri (Terima kasih atas bimbingannya). Serta Ibu Srijanti (Thanks for Your Support). 9. Pemasaran Universitas Mercu Buana (bu Ela, mbak Rika, mbak Silvi, mas Indra, mas Anton, pak Podo, pak Jum, bu Intan dan lain-lain). Biro kemahasiswaan (bu Heny, mas Rohandi, pak Joko, pak Zalzuli dan lain-lain). 10. D’Sholeha (Elsya Aulia, Poetri Hanzani, Tyas Sayekti) dan Sholeh (Arly Nursalim), terima kasih atas support yang tak pernah henti diberikan kepada penulis. My brother (Arief Yuniaji Wibowo, Ahmad Deny Murdani, bang Fajar, Tri Handono, Arif ’Ayam’, Yus Ilham Sangaji) and my sister (kak Dyah, kak Tuti, Eci, Nita, Dewi, Vika). 11. Keluarga besar UKM Radio Mercu Buana, Abdul Malik, Ryan, Wahyu, Topik, Qnoy, kak iyang, kak Indy, kak Tia, kak Arif ’coma-cami’, Temmy, Ipul, Hikma, Bang Ryan, Mario, Yudi, kak Irma, kak Nana, Anjar, kakak- vii kakak seniorku (bang Ardi, bang Ipung, bang Anjar, bang Bayu, bang Cuplis, dan senior lainnya), serta semua crew RMB lainnya. 12. Teman-teman seperjuangan Fikom 2005, Tuning, Wiwid, brother (Qibul, Wawo), Bandrek, Reza, Wigih, Bakpao, Ceni, Maul, Wage, Bisma, Panji, Eka `Robot`, Pipit ‘teteh’, Pipit, Wiwin, Intan ‘bontot’, abang Heri, Engkong, Fitiria, Jebew, Topik “Kol”, Inyong, dan rekan-rekan Fikom yang lain. Unfil Community (Ferdinand Alamsyah, Zakaria Harry Utomo, Lolo, Mahatir, Awaluddin, Thomas, Zaki, Kisut, Abi, Kiting) 13. Yogha Indra Nugraha (Terima kasih atas bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis), Gandhi Achmad (Terima kasih bimbingan, dukungan dan bantuannya), Geng Informatika (Andri Winata (Terima kasih atas semangat dan support-nya), Hadi ‘Pentol’ Susanto, Bombom, Gondel, Daryl, Mamet dan lain-lain), Mahadita, Arfan ‘Psikologi’, Muhajar, Nexbrent, Gusti Auliani (Terima kasih atas pinjaman skripsinya), Seto Nugro Hutomo (Thanks). 14. Teman-teman 47’ers (Anggi, Angga, Enjoy, Karim, Alen, Furkhanda, dan teman-teman yang lain). Teman-teman Samdoe (Chairul, Fajar ‘Jajang’, Reinaldi, Erdo, Cesar, Isyana dan teman-teman yang lain). 15. Semua pihak yang tidak tersebutkan namanya satu persatu. Jakarta, Februari 2009 Penulis viii DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI ................................................ i LEMBAR TANDA LULUS SIDANG ................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI ....................................... iii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ iv ABSTRAKSI ......................................................................................................... v KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi DAFTAR ISI......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .............................................................................................. xv DAFTAR GRAFIK ........................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................ 8 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 8 1.4 Signifikansi Akademis ..................................................................................... 9 1.4.1 Signifikansi Akademis ...................................................................... 9 1.4.2 Signifikansi Praktis ........................................................................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 10 2.1 Komunikasi Massa ......................................................................................... 10 2.1.1 Pengertian Komunikasi Massa ....................................................... 10 ix 2.1.2 Elemen-elemen Komunikasi Massa ............................................... 12 2.1.3 Karakteristik Komunikasi Massa.................................................... 14 2.1.4 Fungsi Komunikasi Massa.............................................................. 16 2.1.5 Isi Pesan Komunikasi Massa .......................................................... 18 2.2 Media Massa .................................................................................................. 19 2.2.1 Pengertian Media Massa ................................................................. 19 2.2.2 Jenis-jenis Media Massa ................................................................. 20 2.2.3 Karakteristik Media Massa ............................................................. 23 2.2.4 Fungsi Media Massa ....................................................................... 24 2.3 Film Sebagai Media Massa ............................................................................ 25 2.3.1 Pengertian Film ............................................................................... 25 2.3.2 Karakteristik Film ........................................................................... 27 2.3.3 Jenis-jenis Film ............................................................................... 28 2.3.4 Unsur-unsur Film ........................................................................... 31 2.3.5 Fungsi Film ..................................................................................... 34 2.3.6 Jenis Cerita Film .............................................................................. 35 2.4 Penceritaan Film ............................................................................................ 37 2.4.1 Tema Cerita ..................................................................................... 37 2.4.2 Struktur Cerita ................................................................................. 39 2.4.3 Struktur Tiga Babak ........................................................................ 41 2.4.4 Karakter atau Penokohan ................................................................ 42 2.4.4.1 Tipologi Tokoh..................................................................... 43 2.4.5 Unsur Dramatik ............................................................................... 45 x 2.4.6 Bahasa Film .................................................................................... 47 2.4.7 Setting Cerita .................................................................................. 48 2.4.8 Sudut Pandang ................................................................................ 49 2.5 Novel sebagai Sumber Skenario Film............................................................ 49 2.5.1 Pengertian Novel ............................................................................. 49 2.5.2 Karakteristik Novel ......................................................................... 51 2.5.3 Jenis-jenis Novel ............................................................................. 51 2.6 Penceritaan Novel .......................................................................................... 54 2.6.1 Tema ............................................................................................... 54 2.6.2 Alur ................................................................................................. 54 2.6.3 Karakter atau Penokohan ................................................................ 57 2.6.4 Setting ............................................................................................. 58 2.6.5 Bahasa (Gaya Bahasa) .................................................................... 59 2.6.6 Sudut Pandang Pencerita................................................................. 59 2.6.7 Amanat/Pesan ................................................................................. 60 BAB III METODOLOGI .................................................................................. 61 3.1 Sifat Penelitian ............................................................................................... 61 3.2 Metode Penelitian .......................................................................................... 62 3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 63 3.3.1 Data Primer ..................................................................................... 63 3.3.2 Data Sekunder.................................................................................. 63 xi 3.4 Unit Analisis .................................................................................................. 64 3.5 Definisi Konsep Dan Operasional Kategorisasi............................................. 64 3.5.1 Definisi Konsep .............................................................................. 64 3.5.1.1 Film ................................................................................. 64 3.5.1.2 Novel ............................................................................... 64 3.5.1.3 Kecenderungan Isi Media................................................ 65 3.5.1.4 Penceritaan ...................................................................... 65 3.5.2 Operasional Kategorisasi ................................................................. 65 3.6 Teknik Analisis Data...................................................................................... 67 3.7 Uji Reliabilitas ............................................................................................... 69 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 71 4.1 Profil MD Entertainment ............................................................................... 71 4.1.1 Sejarah MD Entertainment................................................................... 71 4.1.2 Tujuan Dibentuknya MD Entertainment.............................................. 72 4.1.3 Motto MD Entertainment..................................................................... 72 4.1.4 Visualisasi Logo MD Entertainment.....................................................72 4.1.5 Manajemen MD Entertainment............................................................. 73 4.1.6 Pertumbuhan MD Entertainment.......................................................... 73 4.1.7 Penghargaan.......................................................................................... 74 4.2 Sekilas Tentang MD Pictures ........................................................................ 75 4.3 Profil Film Ayat Ayat Cinta ........................................................................... 76 xii 4.3.1 Sinopsis................................................................................................ 76 4.3.2 Karakter Tokoh Utama......................................................................... 78 4.3.3 Crew dan Cast..................................................................................... 79 4.3.3.1 Crew......................................................................................... 79 4.3.3.1 Cast.......................................................................................... 80 4.3.4 Prestasi Film Ayat Ayat Cinta............................................................... 81 4.4 Hasil Penelitian .............................................................................................. 81 4.5 Kecenderungan Isi Film Ayat Ayat Cinta....................................................... 82 4.5.1 Tema...................................................................................................... 82 4.5.2 Opening................................................................................................. 88 4.5.3 Karakter Tokoh Utama......................................................................... 92 4.5.4 Alur Cerita/Plot.................................................................................... 95 4.5.5 Konflik................................................................................................. 99 4.5.6 Gaya Bahasa........................................................................................102 4.5.7 Closing............................................................................................... 106 4.5.8 Pesan.................................................................................................. 108 4.5.9 Pola Alur/Jalan Cerita........................................................................ 112 4.5.10 Sudut Pandang Pencerita.................................................................. 117 4.5.11 Unsur Dramatik................................................................................ 120 4.5.12 Tipologi Tokoh................................................................................. 124 4.5 Pembahasan .................................................................................................. 127 xiii BAB V PENUTUP............................................................................................ 142 5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 142 5.2 Saran ............................................................................................................ 144 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN BIOGRAFI xiv DAFTAR TABEL Tabel 5.1.1 Tema................................................................................................. 83 Tabel 5.2.1 Opening............................................................................................ 89 Tabel 5.3.1 Karakter Tokoh Utama..................................................................... 92 Tabel 5.4.1 Alur Cerita/Plot................................................................................. 96 Tabel 5.5.1 Konflik.............................................................................................. 99 Tabel 5.6.1 Gaya Bahasa.................................................................................. 103 Tabel 5.7.1 Closing .......................................................................................... 106 Tabel 5.8.1 Pesan.............................................................................................. 109 Tabel 5.9.1 Pola Alur/Jalan Cerita.................................................................... 113 Tabel 5.10.1 Sudut Pandang Pencerita............................................................. 118 Tabel 5.11.1 Unsur Dramatik........................................................................... 120 Tabel 5.12.1 Tipologi Tokoh Film................................................................... 124 Tabel 6.1 Perbandingan Film dan Novel Ayat Ayat Cinta.................................132 xv DAFTAR TABEL GRAFIK Tabel Grafik 5.1.2 Tema Film “Ayat Ayat Cinta”............................................... 84 Tabel Grafik 5.1.3 Tema Novel “Ayat Ayat Cinta”............................................ 87 Tabel Grafik 5.2.2 Opening Film “Ayat Ayat Cinta”.......................................... 89 Tabel Grafik 5.2.3 Opening Novel “Ayat Ayat Cinta”....................................... 91 Tabel Grafik 5.3.2 Karakter Tokoh Utama Film “Ayat Ayat Cinta”................... 93 Tabel Grafik 5.3.3 Karakter Tokoh Utama Novel “Ayat Ayat Cinta”................. 94 Tabel Grafik 5.4.2 Alur Cerita/Plot Film “Ayat Ayat Cinta”............................... 97 Tabel Grafik 5.4.3 Alur Cerita/Plot Novel “Ayat Ayat Cinta”............................. 98 Tabel Grafik 5.5.2 Konflik Film “Ayat Ayat Cinta”.......................................... 100 Tabel Grafik 5.5.3 Konflik Novel “Ayat Ayat Cinta”...................................... 101 Tabel Grafik 5.6.2 Gaya Bahasa Film “Ayat Ayat Cinta”................................. 104 Tabel Grafik 5.6.3 Gaya Bahasa Novel “Ayat Ayat Cinta”............................. 105 Tabel Grafik 5.7.2 Closing Film “Ayat Ayat Cinta”.......................................... 107 Tabel Grafik 5.7.3 Closing Novel “Ayat Ayat Cinta”....................................... 108 Tabel Grafik 5.8.2 Pesan Film “Ayat Ayat Cinta”............................................. 110 Tabel Grafik 5.8.3 Pesan Novel “Ayat Ayat Cinta”......................................... 111 Tabel Grafik 5.9.2 Pola Alur/Jalan Cerita Film “Ayat Ayat Cinta”.................. 114 Tabel Grafik 5.9.3 Pola Alur/Jalan Cerita Novel “Ayat Ayat Cinta”............... 116 Tabel Grafik 5.10.2 Sudut Pandang Pencerita Film “Ayat Ayat Cinta”............ 118 Tabel Grafik 5.10.3 Sudut Pandang Pencerita Novel “Ayat Ayat Cinta”......... 119 xvi Tabel Grafik 5.11.2 Unsur Dramatik Film “Ayat Ayat Cinta”.......................... 121 Tabel Grafik 5.11.3 Unsur Dramatik Novel “Ayat Ayat Cinta”........................ 123 Tabel Grafik 5.12.2 Tipologi Tokoh Film “Ayat Ayat Cinta”........................... 125 Tabel Grafik 5.12.3 Tipologi Tokoh Novel “Ayat Ayat Cinta”... ..................... 126 xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini media massa ada di mana-mana, dalam berbagai bentuk dan dapat diakses kapan saja oleh siapa saja. Selain itu, media massa kini telah menjadi sebuah industri. Ciri dari media massa adalah kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan (simultaneity) pada khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan secara cepat, bersifat transien dan terbuka untuk semua orang.1 Pakar komunikasi McLuhan (1964) mengungkapkan pengertian media massa sebagai suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pengertian “dapat” di sini menekankan pada pengertian, bahwa jumlah sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidaklah esensial. Yang penting ialah: “The communicator is a social organization capable or reproducing the message and sending it simultaneously to large number of people who are spartially separated” (Tan, 1981 : 73)2. Media komunikasi yang termasuk media massa adalah radio siaran, dan televisi – keduanya dikenal sebagai media elektronik; surat kabar dan majalah – keduanya disebut media 1 Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M.A., Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosdakarya Karya, Bandung, halaman 30. 2 McLuhan, M. (1964). Understanding Media : The Extensive of Man, New York , McGraw – Hill. 1 2 cetak; serta media film. Film yang dijadikan sebagai media komunikasi massa adalah film bioskop.3 Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie (semula pelesetan untuk ‘berpindah gambar’). Secara kolektif, film sering disebut sinema. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan, dan juga bisnis. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera, dan atau oleh animasi4. Potensi bercerita dari sebuah film begitu khas hingga ia mengembangkan kerjasama yang kuat sekali dengan novel. Novel adalah cerita fiktif yang panjang. Bukan hanya panjang dalam arti fisik, tetapi juga isinya. Novel terdiri dari satu cerita pokok, dijalani dengan beberapa cerita sampingan yang lain, banyak kejadian dan kadang banyak masalah juga. Yang semuanya merupakan sebuah kesatuan yang bulat.5 Novel menyajikan hasil pemikiran melalui wujud penggambaran pengalaman konkrit manusia. Dari sinilah sebuah karya ditentukan nilainya: apakah ia mewujudkan pengalaman-pengalaman ringan dan dangkal dalam kehidupan atau ia berhasil menunjukkan segi pengalaman-pengalaman baru, segar, otentik, dan penting dalam kehidupan ini.6 Film di Indonesia, pertamakali diperkenalkan pada 5 Desember 1900 di Batavia (Jakarta), lima tahun setelah film dan bioskop pertama lahir di Perancis. Pada masa itu Film disebut Gambar Idoep. 3 Elvinaro Ardianto dan Lukiati K. Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004 halaman 3. 4 http://id.wikipedia.org/wiki/Film 5 Didik Komaidi, Aku Bisa Menulis (Panduan Prakti Menulis Kreatif lengkap), Sabda Media, Yogyakarta, 2007, halaman 194. 6 Jakob Sumarjo, Novel Populer Indonesia, CV. Nur Cahaya, Yogyakarta, 1982, halaman 23. 3 Sedangkan novel di Indonesia yang pertama adalah Si Jamin dan si Johan yang merupakan saduran atas novel Justus van Maurik, Jan Smees, yang dikerjakan oleh Merari Siregar pada tahun 1919. Dan novel Indonesia asli yang pertama ditulis setahun kemudian oleh pengarang yang sama judulnya azab dan Sengsara. Baik film maupun novel mengisahkan cerita-cerita yang panjang dengan detail yang cukup kaya dan hal ini dilakukan dari sudut pandang seorang pengisah. Apapun yang diceritakan melalui sebuah novel dapat juga dikisahkan atau diceritakan dalam film. Perbedaan kedua bentuk seni ini, disamping perbedaan menyolok antara kisah dengan gambar dan kisah linguistik, akan kelihatan dengan mudah. Pertama-tama, karena film bergerak dalam jangka waktu tertentu dan relatif singkat, maka alur ceritanya lebih terbatas. Novel berakhir kapan dihendaki. Sedangkan film umumnya terbatas pada apa yang disebut Shakespeare “dua jam lalu lintas panggung yang singkat”.7 Selama bertahun-tahun novel-novel populer merupakan sumber bahan untuk film-film komersial. Bahkan ekonomi novel populer sekarang ini diatur sedemikian rupa sehingga kemungkinan untuk dijadikan film merupakan pertimbangan pokok untuk kebanyakan penerbit. Malah kadang-kadang kita memperoleh kesan seolah-olah novel-novel populer sebetulnya merupakan rancangan percobaaan pertama untuk film. 7 James Monaco. Cara Menghayati Sebuah Film: jilid 1, diterjemahkan oleh Asrul Sani, Yayasan Citra, Jakarta, 1984, halaman 34. 4 Sebuah skenario film panjangnya rata-rata 125-150 halaman, sedangkan panjang sebuah novel rata-rata dua kali itu. Dalam pemindahan dari buku ke film maka tidak bisa dielakkan hilangnya sejumlah besar detail peristiwa. Film terbatas pada kisah-kisah yang lebih pendek, biarpun ia tentu saja memiliki kemungkinan piktorial yang tidak dimiliki oleh novel. Hal-hal yang tidak bisa dipindahkan oleh kejadian mungkin dapat diterjemahkan ke dalam imaji. Di sini kita memasuki perbedaan yang paling hakiki antara kedua bentuk kisah ini. Novel dikisahkan oleh sang pengarang. Kita melihat dan mendengar yang pengarang ingin supaya kita lihat dan kita dengar. Dalam pengertian tertentu, film juga dikisahkan oleh para pembuatnya, kita melihat dan mendengar lebih banyak dari pada apa yang diniatkan oleh seorang sutradara. Tapi yang lebih penting, ialah, semua yang dilukiskan oleh seorang pengarang novel selalu dipaparkan lewat bahasa, prasangka-prasangka dan sudut pandangannya. Sedangkan pada film sutradara memiliki sejumlah kebebasan untuk memilih, untuk lebih memperhatikan suatu detail, lebih daripada yang lainnya. Kekuatan sebuah novel berada dalam hubungan antara bahan cerita (plot, watak-watak, lingkungan, tema dan sebagainya) dan pengisahannya dengan bahasa; antara kisah dan pengisah. Sedangan kekuatan sebuah film, sebaliknya berada antara bahan cerita dan sifat obyektif imaji. Pencipta atau sutradara sebuah film seolah-olah selalu berada dalam konflik berkelanjutan dengan adegan yang sedang ia kerjakan. Unsur kebetulan memainkan peranan lebih besar, dan hasil 5 terakhir memberikan kesempatan pada penonton untuk ikut serta dalam pengalaman ini secara aktif. Kata-kata di atas halaman kertas tidak berubah-ubah. Tapi imaji di atas layar putih berubah dan setiap kali mengganti arah perhatian penonton. Dengan demikian film merupakan pengalaman yang lebih kaya. Tapi sekaligus ia juga lebih miskin, karena tokoh pengisah jauh lebih lemah. Film dapat mendekati ironi yang dikembangkan novel dalam mengembangkan kisahnya, tapi film tidak akan dapat menyamai novel. Dengan sendirinya novel menghadapi tantangan film dengan pengembangan kegiatan di bidang ini: ironi narasi yang halus dan kompleks. Kekuatan novel yang paling hakiki ialah kesanggupannya untuk mempermainkan kita. Film tentu juga punya kata-kata, tapi biasanya tidak begitu mewah dan tidak bisa menandingi realita konkrit dari halaman yang dicetak. Peningkatan mutu filmis dari genre-genre film nasional yang laris sekarang ini dapat meningkatkan daya apresiasi film bermutu di lingkungan penonton urban yang marginal, tetapi mungkin juga dapat ditonton oleh golongan terpelajar dan intelektual. Untuk membuat film bermutu yang laris ke semua golongan penonton dengan latar belakang budaya mereka yang berbeda-beda adalah dengan memberi kesempatan kepada para sineasnya.8 Membuat film adalah suatu kerja kolaboratif. Sebuah film dihasilkan oleh kerjasama berbagai macam variabel yang saling mendukung. Produksi film yang 8 Sudwikatmono, “Sinepleks dan Industri film Indonesia”, dalam Layar Perak, Gramedia, Jakarta, 199. 6 normal membutuhkan kooperasi banyak ahli dan teknisi yang bekerjasama sebagai satu tim, sebagai satu unit produksi.9 Semenjak bangkitnya perfilman di Indonesia yang ditandai dengan munculnya film Petualangan Sherina pada tahun 2000 dan Ada Apa Dengan Cinta pada tahun 2002. Hadir beberapa film yang disadur dari novel-novel best seller, seperti Eiffel I’m In Love, Dea Lova, Me Versus High Heels dan lain sebagainya. Dari sekian banyak film yang diangkat dari novel. Film Ayat Ayat Cinta, besutan sutradara Hanung Bramantyo yang diangkat dari novel dengan judul yang sama karya Habiburrahman El Shirazy adalah film religi yang paling banyak menyedot perhatian masyarakat. Bahkan, beberapa media asing seperti AP membuat tulisan tentang film ini. Dengan judul Indonesian Story A Big Hit. Selama ini belum pernah ada film religi nasional dengan jumlah penonton melebihi Ayat Ayat Cinta. Film Ayat Ayat Cinta adalah film produksi MD Pictures, anak perusahaan dari MD Entertainment. Tema yang diangkat film ini adalah cinta.10 Dimana cerita film ini berpusar pada kompleksitas hubungan cinta antara seorang laki-laki dengan empat perempuan. Fahri Abdullah Shidiq, pelajar Indonesia yang sedang menimba ilmu di Universitas Al Azhar Mesir. Aisha, gadis keturunan JermanTurki, Maria, perempuan Mesir muda pemeluk Kristen Koptik. Nurul, pelajar Indonesia anak kiai ternama. Dan, Noura, gadis Mesir yang menjadi korban kesewenangan keluarga. 9 10 Ernest Lindgren, The Art Of The Film, Collier Books, New York, 1963, halaman 4. Wawancara dengan Hanung Bramantyo, Sutradara Film “Ayat Ayat Cinta, Jakarta, tanggal 21 Januari 2009. 7 Kompleksitas cerita dibangun dengan menyuguhkan keikhlasan Aisha yang meminta Fahri menikahi Maria demi keutuhan rumah tangga mereka meski harus berperang dengan perasaannya. Jalinan cinta bertumpang tindih di antara eksotisme Mesir. Selain tema cinta, film ini juga menjelaskan bagaimana menghormati hak-hak wanita; toleransi sesama manusia, pengorbanan, dan kesabaran; serta persahabatan. Melalui film ini pula, pesan keagamaan bisa disampaikan dengan lugas. Itulah daya tarik dari film ini. Sedangkan novel Ayat Ayat Cinta sendiri adalah sebuah novel pembangun jiwa. yang bercerita mengenai seorang santri salaf metropolis dan musafir yang haus ilmu. Keindahan cinta yang terdapat dalam cerita novel ini, dibangun di bawah syariat ajaran agama Islam. Ketika novel dipindahkan menjadi film, bisa saja terjadi perubahan pada pokok cerita dan pada isi cerita.11 Seperti halnya film Ayat Ayat Cinta dimana banyak cerita yang masih kurang dan belum dikupas.12 Hal itulah yang membuat penulis tertarik untuk menganalisa perbandingan isi cerita antara film Ayat Ayat Cinta yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dengan novel Ayat Ayat Cinta karya Habibburahman El Shirazy. Dengan menggunakan metode analisis isi komparatif. Metode ini digunakan untuk melihat perbandingan penceritaan antara novel dengan film yang diangkat dari novel. Sehingga akan terlihat perbedaan sisi-sisi penceritaan yang terdapat antara sebuah film yang disadur dari novel best 11 Misbach Yusa Biran, Teknik Menulis Skenario Film Cerita, Pustaka Jaya, Jakarta, 2007, halaman 239. 12 Kutipan Wawancara, Habbiburahman El Shirazy, Penulis Novel “Ayat Ayat Cinta, Tabloid XO Edisi 15, Jakarta, 2008. 8 seller dan novel itu sendiri. Dan judul yang akan penulis angkat adalah “Analisis Isi Perbandingan Isi Film dan Novel Ayat Ayat Cinta Dilihat Dari Sisi Penceritaannya”. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kecenderungan isi film “Ayat Ayat Cinta” dilihat dari sisi penceritaannya? 2. Bagaimana kecenderungan isi novel “Ayat Ayat Cinta” dilihat dari sisi penceritaannya? 3. Bagaimana perbandingan isi film dan novel “Ayat Ayat Cinta” dilihat dari sisi penceritaannya? 1.3 Tujuan Penelitian Sementara tujuan penelitian dari rumusan masalah di atas adalah : 1. Untuk mengetahui kecenderungan isi dari film “Ayat Ayat Cinta” yang dilihat dari sisi penceritaannya. 2. Untuk mengetahui kecenderungan isi dari novel “Ayat Ayat Cinta” yang dilihat dari sisi penceritaannya. 3. Untuk mengetahui perbandingan isi dari film dan novel “Ayat Ayat Cinta” yang dilihat dari sisi penceritaannya. 9 1.4 Signifikansi Penelitian 1.4.1 Signifikansi Akademis Perlu diketahui signifikansi akademis penelitian ini adalah agar dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa yang akan datang. Khususnya dalam kajian penceritaan sebuah film yang diangkat dari sebuah novel. Maupun mengenai penceritaan film itu sendiri. 1.4.2 Signifikansi Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada production house (rumah produksi) dalam hal ini MD Pictures dalam hal penceritaan sebuah film yang diangkat dari novel best seller. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Massa 2.1.1 Pengertian Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan melalui media massa (media cetak dan elektronik) kepada khalayak luas (masyarakat) tidak tebatas oleh letak geografis maupun teritorial. Komunikasi massa merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass communication). Ahli komunikasi Severin and Tankard Jr. (1992: 3) dalam bukunya Communication Theories: Origins, Methods, and uses In The Mass Media mendefinisikan komunikasi massa sebagai sebagian keterampilan, sebagian seni, dan sebagian ilmu. Sebagai keterampilan jika komunikasi massa meliputi teknik-teknik fundamental tertentu yang dapat dipelajari seperti memfokuskan kamera televisi, mengoperasikan tape recorder atau mencatat ketika berwawancara. Sebagai seni dalam pengertian bahwa ia meliputi tantangan-tantangan kreatif seperti menulis script untuk program televisi, mengembangkan tata letak yang estetis untuk iklan majalah atau menampilkan teras berita yang memikat bagi sebuah kisah berita. Ia adalah ilmu dalam pengertian bahwa ia meliputi prinsip- 10 11 prinsip tertentu tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikembangkan untuk membuat berbagai hal menjadi baik.13 Ahli komunikasi yang lain Joseph A. Devito dalam bukunya, communilogy: An Introduction to study of communication mendefinisikan komunikasi massa sebagai berikut: “First, mass communication is communication addressed to the masses, to an extremely large audience. This does not mean that the audience includes all people or everyone who reack or everyone who watches television; rather it means an audience that is large and generally rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/or visual transmitters. Mass communiaction is perhaps most easily and most logically defined by its forms: television, radio, newspaper, magazines, films, books and tapes.” (Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan logis bila didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan pita)14 Dari definisi-definisi komunikasi massa tersebut, Jalaluddin Rakhmat merangkumnya menjadi: komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.15 13 Siti Karlinah, Betty Soemirat dan Lukiati Komala, Komunikasi Massa, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta, 2004, halaman 1.5-1.6. 14 Ibid., halaman 1.6. 15 Ibid. 12 2.1.2 Elemen-elemen Komunikasi Massa Elemen-elemen komunikasi massa adalah sebagai berikut:16 1. Komunikator Komunikator disini merupakan gabungan dari berbagai individu dalam sebuah lembaga media massa. 2. Isi Berita dan informasi merupakan hal pokok yang harus dimiliki oleh media massa. Setiap hari media massa memberikan informasi dan berbagai kejadian diseluruh dunia kepada para audience 3. Audience Audience yang dimaksud komunikasi massa sangat beragam. Menurut Hiebert, audience dalam komunikasi massa setidaknya mempunyai lima karakteristik sebagai berikut: a. Audience cenderung berisi individu-individu yang condong untuk berbagi pengalaman dan dipengaruhi oleh hubungan sosial diantara mereka. b. Audience cenderung besar. Besar disini berarti tersebar ke berbagai wilayah jangkauan sasaran komunikasi massa. c. Audience cenderung heterogen. d. Audience cenderung anonim, yakni tidak mengenal satu sama lain. e. Audience secara fisik dipisahkan oleh komunikator. 16 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007, halaman 95133. 13 4. Umpan balik Di dalam komunikasi massa umpan balik terjadi tidak secara langsung. 5. Gangguan a. Gangguan saluran Gangguan saluran dalam komunikasi massa biasanya berupa sesuatu hal, seperti kesalahan cetak, kata yang hilang, atau paragraf yang dihilangkan dari surat kabar, gambar yang tidak jelas di pesawat televisi, gangguan gelombang radio, baterai yang sudah haus atau langganan majalah yang tidak datang. Gangguan juga bisa disebabkan oleh faktor luar. b. Gangguan semantik Gangguan semantik adalah gangguan yang berhubungan dengan bahasa. 6. Gatekeeper John R. Bittner (1996) mengistilahkan gatekeeper sebagai “individuindividu atau sekelompok orang yang memantau arus informasi dalam sebuah saluran komunikasi (massa)”. 7. Pengatur Yang dimaksud pengatur dalam media massa adalah mereka yang secara tidak langsung ikut mempengaruhi proses aliran pesan media massa. 8. Filter Filter adalah kerangka pikir melalui mana audience menerima pesan. 14 2.1.3 Karakteristik Komunikasi Massa Karakteristik komunikasi massa adalah:17 1. Komunikator Terlembaga Komunikasi massa melibatkan lembaga dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks. 2. Pesan Bersifat Umum Komunikasi massa bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum. Pesan komunikasi massa dapat berupa fakta, peristiwa atau opini. 3. Komunikannya Anonim dan Heterogen Komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen. Komunikasi massa bersifat anonim berarti, komunikator tidak mengenal komunikan. Sedangkan komunikasi massa bersifat heterogen berarti, komunikan terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokkan berdasarkan faktor: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, agama dan tingkat ekonomi. 4. Media Massa Menimbulkan Keserempakan Effendy (1981) mengartikan keserempakan media massa itu sebagai keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang 17 Elvinaro Ardianto dan Lukiati K. Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Op. Cit., halaman 6-12. 15 jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah. 5. Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan Salah satu prinsip komunikasi adalah bahwa komunikasi mempunyai dimensi isi dan dimensi hubungan (Mulyana, 2000:99). Dimensi isi menunjukkan muatan atau isi komunikasi, yaitu apa yang dikatakan, sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu. 6. Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah Pada proses komunikasi massa, komunikator dan komunikan tidak dapat melakukan kontak langsung karena pesan disampaikan melalui media massa. Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog. 7. Stimulasi Alat Indra Terbatas Dalam komunikasi massa, stimuli alat indra bergantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan indra penglihatan dan pendengaran. 8. Umpan Balik Tertunda (Delayed) dan Tidak Langsung (Indirect) Dalam proses komunikasi massa, umpan balik bersifat tidak langsung (indirect) dan tertunda (delayed). Artinya, komunikator komunikasi massa tidak dapat dengan segera mengetahui bagaimana reaksi khalayak terhadap 16 pesan yang disampaikannya. Tanggapan khalayak bisa diterima lewat telepon, e-mail, atau surat pembaca. Proses penyampaian feedback lewat telepon, email atau surat pembaca itu menggambarkan feedback komunikasi massa bersifat indirect. Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk menggunakan telepon, menulis surat pembaca, mengirim e-mail itu menunjukkan bahwa feedback komunikasi massa bersifat tertunda (delayed). 2.1.4 Fungsi Komunikasi Massa Fungsi komunikasi massa menurut Dominick (2001) terdiri dari :18 1. Surveillance (Pengawasan) Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama: a. Warning or beware surveillance (pengawasan peringatan) Fungsi pengawasan peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari angin topan, meletusnya gunung merapi, kondisi yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan militer. b. Instrumental surveillance (pengawasan instrumental) Fungsi pengawasan instrumental adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. 18 Ibid., halaman 14-17. 17 2. Interpretation (Penafsiran) Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi antarpesona atau komunikasi kelompok. 3. Linkage (Pertalian) Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. 4. Transmission of Values (Penyebaran Nilai-Nilai) Fungsi penyebaran nilai juga disebut sosialization (sosialisasi). Sosialisasi mengacu kepada cara, dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar dan dibaca. 5. Entertainment (Hiburan) Fungsi dari media massa sebagai fungsi menghibur tiada lain tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan membaca berita-berita ringan atau melihat tayangan hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali. 18 2.1.5 Isi Pesan Komunikasi Massa Isi pesan yang disampaikan media mengandung unsur-unsur :19 1. Novelty (Sesuatu yang Baru) Sesuatu yang “baru” merupakan unsur yang terpenting bagi suatu pesan media. 2. Jarak (Dekat atau Jauh) Jarak terjadinya suatu peristiwa dengan tempat dipublikasinya peristiwa itu, mempunyai arti penting. Khalayak akan tertarik untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan langsung dengan kehidupan dan lingkungannya. 3. Popularitas Peliputan tentang tokoh, organisasi/kelompok , tempat dan waktu yang penting dan terkenal akan menarik perhatian khalayak. 4. Pertentangan (Conflict) Hal-hal yang mengungkapkan pertentangan, baik dalam bentuk kekerasan ataupun menyangkut perbedaan pendapat dan nilai, biasanya disukai oleh khalayak yakni untuk mengetahui siapa yang akan keluar sebagai pemenang. 5. Komedi (Humor) Bentuk-bentuk penyampaian pesan yang bersifat humor (komedi) lazimnya disenangi khalayak karena manusia pada dasarnya tertarik dengan hal-hal yang lucu dan menyenangkan. 19 Sasa Djuarsa Sendjaya, Pengantar Komunikasi: cetakan kelima, Universitas Terbuka, Jakarta, 2005, halaman 7.15-7.17. 19 6. Seks dan Keindahan Salah satu sifat manusia adalah menyenangi unsur seks dan keindahan atau kecantikan, sehingga kedua unsur tersebut bersifat universal. Karena unsur seks dan keindahan, kecantikan yang bersifat universal dan menarik perhatian khalayak, maka media massa seringkali menonjolkan kedua unsur ini. 7. Emosi Menurut Abrahan A. Maslow, kebutuhan dasar manusia mencakup kebutuhan fisik (pangan, sandang, papan), rasa aman sosial, harga diri dan aktualisasi diri. 8. Nostalgia Pengertian nostalgia disini adalah menunjukkan pada hal-hal yang mengungkapkan pengalaman dimasa lalu. 9. Human Interest Setiap orang pada dasarnya ingin mengetahui segala peristiwa atau hal yang menyangkut kehidupan orang lain. Gambaran tentang kehidupan orang ini (cerita-cerita human interest) dapat dikemas dalam bentuk berita, feature, biografi dan berbagai bentuk acara deskriptif lainnya. 2.2 Media Massa 2.2.1 Pengertian Media Massa Media massa khusus digunakan untuk menyalurkan komunikasi massa. Istilah media massa berasal dari istilah bahasa Inggris, mass media. Mass media 20 ini adalah singkatan dari mass media communication atau media of mass communication. Sebabnya disebut mass media ialah karena adanya mass character yang melekat atau dimiliki oleh media itu.20 Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dari anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.21 Media massa juga dapat dikatakan sebagai alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio dan televisi.22 2.2.2 Jenis-jenis Media Massa Media massa sebenarnya dibagi menjadi dua yaitu, media massa cetak dan media elektronik. Media cetak yang memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah. Sedangkan media elektronik yang memenuhi kriteria media massa adalah radio, televisi, film dan media on-line(internet). Surat kabar Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah telah mencatat keberadaan surat 20 Sunarjo dan Djoenaesih, Himpunan Istilah Komunikasi: edisi kedua, Liberty, Yogyakarta, 1983, halaman 70-71. 21 McLuhan, 1964; Bittner, 1980 : 10 : Wright, 1985: 2-7; Susanto Para Pakar Komunikasi, 1980: 2; NCSS,2002. 22 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi: edisi revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, halaman 126. 21 kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Gutenberg di Jerman. Sedangkan di Indonesia, keberadaan surat kabar ditandai dengan perjalanan panjang melalui lima periode yakni masa penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan dan awal kemerdekaan, serta zaman orde lama dan serta orde baru. Surat kabar dapat dikelompokkan pada berbagai kategori. Dilihat dari ruang lingkupnya, maka kategorisasinya adalah surat kabar lokal, regional dan nasional. Ditinjau dari bentuknya, ada bentuk surat kabar biasa dan tabloid. Sedangkan dilihat dari bahasa yang digunakan, ada surat kabar berbahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa daerah. a. Majalah Edisi perdana majalah yang diluncurkan di Amerika pada pertengahan 1930-an memperoleh kesuksesan besar. Majalah telah membuat segmentasi pasar tersendiri dan membuat fenomena baru dalam dunia media massa cetak di Amerika. Sedangkan di Indonesia, keberadaan majalah sebagai media massa dimulai menjelang dan pada awal kemerdekaan Indonesia. Tipe suatu majalah ditentukan oleh sasaran khalayak yang dituju. Artinya, sejak awal redaksi sudah menentukan siapa yang akan menjadi pembacanya, apakah anak-anak, remaja, wanita dewasa, pria dewasa, atau untuk pembaca umum dari remaja sampai dewasa. Bisa juga sasaran pembacanya kalangan profesi tertentu, seperti pelaku bisnis; atau pembaca dengan hobi tertentu, seperti bertani, beternak dan memasak. Majalah-majalah yang terbit dapat dikategorikan sebagai berikut: majalah berita, majalah 22 keluarga, majalah wanita, majalah pria, majalah remaja wanita, majalah remja pria, majalah anak-anak, majalah ilmiah populer, majalah umum, majalah hukum, majalah pertanian, majalah humor, majalah olah raga, majalah agama, majalah berbahasa daerah, majalah hobi, majalah musik, dan majalah profesi. b. Radio Radio adalah media massa elektronik tertua dan sangat luwes. Keunggulan radio adalah berada dimana saja; di tempat tidur, di dapur, di dalam mobil, di kantor, di jalanan, di pantai dan berbagai tempat lainnya. Radio memiliki kemampuan menjual bagi pengiklan yang produknya dirancang khusus untuk khalayak tertentu. c. Televisi Dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai pada tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan pesta olahraga se-Asia IV atau Asean Games di Senayan. d. Film Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi dan film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi hiburan dibanding radio siaran dan televisi. 23 e. Komputer dan internet Menurut Laquey (1997), internet merupakan jaringan longgar dari ribuan komputer yang mejangkau jutaan orang di seluruh dunia. Misi awalnya adalah sarana bagi para peneliti untuk mengakses data dari sejumlah daya perangkat keras komputer yang mahal. Namun, sekarang internet telah berkembang menjadi ajang komunikasi yang sangat cepat dan efektif, sehingga telah menyimpang jauh dari misi awalnya. Dewasa ini, internet telah tumbuh menjadi sedemikian besar dan berdaya sebagai alat informasi dan komunikasi yang tak dapat diabaikan. 23 2.2.3 Karakteristik Media Massa Karakteristik media massa adalah sebagai berikut:24 a. Publisitas Media massa diperuntukkan bagi masyarakat umum. Tidak ada batasan siapa yang boleh atau harus membaca, menonton atau mendengarkan dan siapa yang tidak boleh membaca, menonton atau mendengarkan. b. Universalitas Media massa bersifat umum dalam menyampaikan suatu materi pada khalayaknya. 23 Elvinaro Ardianto dan Lukiati K. Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Op. Cit., halaman. 103-150. 24 Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan dan Teori dan Praktik, Logos Wacana Ilmu, Bandung, 1999, halaman 80. 24 c. Aktualitas Media massa harus mampu menyampaikan berita secara cepat kepada khalayak. 2.2.4 Fungsi Media Massa Fungsi dari media massa adalah sebagai berikut:25 1. Fungsi memberikan informasi (to inform) Fungsi memberikan informasi ini diartikan bahwa media massa adalah penyebar informasi bagi pembaca, pendengar atau pemirsa. Berbagai informasi dibutuhkan oleh khalayak media massa yang bersangkutan sesuai dengan kepentingan khalayak. Khalayak sebagai manusia sosial akan selalu merasa haus informasi tentang segala sesuatu yang terjadi. 2. Fungsi memberikan pendidikan atau membimbing (to educated) Media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayak (mass education). Oleh karena itu, media massa banyak menyajikan hal-hal yang sifatnya mendidik. Salah satu cara mendidik yang dilakukan media massa adalah melalui pengajaran nilai-nilai, opini serta aturan-aturan yang dianggap benar kepada pemirsa atau pembaca. Artinya sebagian dari fungsi pendidikan (edukasi) media massa diarahkan untuk membuat khalayak tersosialisasi. 25 Siti Karlinah, Betty Soemirat dan Lukiati Komala, Komunikasi Massa, Op. cit., halaman 5.3-5.6 25 3. Fungsi menghibur (to entertain) Fungsi menghibur dari media massa bertujuan untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak dikarenakan membaca berita-berita berat atau melihat tayangan dari televisi yang mempunyai bobot ilmiah. 4. Fungsi mempengaruhi khalayak (to influence) Fungsi mempengaruhi khalayak dari media massa sangat penting artinya, karena hal tersebut menyebabkan media massa memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Fungsi mempengaruhi dari media massa secara implisit terdapat pada Tajuk/ Editorial, Features, Iklaniklan, Artikel-artikel dan sebagainya. 2.3 Film Sebagai Media Massa 2.3.1 Pengertian Film Istilah film pada mulanya mengacu pada suatu media sejenis plastik yang dilapisi dengan zat peka cahaya. Media peka cahaya ini sering disebut selluloid. Dalam bidang fotografi film ini menjadi media yang dominan digunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang tertangkap lensa. Pada generasi berikutnya fotografi bergeser pada penggunaan media digital elektronik sebagai penyimpan gambar. Dalam bidang sinematografi perihal media penyimpan ini telah mengalami perkembangan yang pesat. Berturut-turut dikenal media penyimpan selluloid (film), pita analog, dan yang terakhir media digital (pita, cakram,memori chip). 26 Bertolak dari pengertian ini maka film pada awalnya adalah karya sinematografi yang memanfaatkan media selluloid sebagai penyimpannya. Sejalan dengan perkembangan media penyimpan dalam bidang sinematografi, maka pengertian film telah bergeser. Sebuah film cerita dapat diproduksi tanpa menggunakan selluloid (media film). Bahkan saat ini sudah semakin sedikit film yang menggunakan media selluloid pada tahap pengambilan gambar. Pada tahap pasca produksi gambar yang telah diedit dari media analog maupun digital dapat disimpan pada media yang fleksibel. Hasil akhir karya sinematografi dapat disimpan pada media selluloid, analog maupun digital. Perkembangan teknologi media penyimpan ini telah mengubah pengertian film dari istilah yeng mengacu pada bahan ke istilah yang mengacu pada bentuk karya seni audio-visual. Singkatnya film kini diartikan sebagai suatu genre (cabang) seni yang menggunakan audio (suara) dan visual (gambar) sebagai medianya. Film sebagai media komunikasi massa pandang dengar mempunyai peranan penting didalam memantapkan ketahanan nasional, karena merupakan salah satu sarana yang efektif dalam mengobarkan semangat pengabdian dan perjuangan bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan, mempertebal kepribadian dan kecerdasan bangsa serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sedangkan sebagai karya cipta seni budaya, film merupakan sarana di dalam mengembangkan dan memantapkan budaya bangsa.26 26 Undang-undang perfilman 27 Film sebagai sarana baru digunakan untuk menghibur, memberikan informasi serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum.27 2.3.2 Karakteristik Film Faktor-faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film adalah:28 1. Layar yang Luas/Lebar Layar film yang luas memberikan keleluasaan penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film. Dengan adanya kemajuan teknologi, layar film di bioskop-bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak. 2. Pengambilan Gambar Pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot, dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan menyeluruh. Shot-shot tersebut dipakai untuk memberi kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik. 3. Konsentrasi Penuh Saat menonton film di bioskop kita terbebas dari gangguan hiruk pikuk. Semua mata tertuju pada layar, sementara pikiran perasaan tertuju pada alur cerita. Emosi pun terbawa suasana, kita akan tertawa terbahak-bahak manakala adegan film lucu atau sedikit senyum dikulum apabila ada adegan yang 27 28 Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta, 1987, halaman 3. Siti Karlinah, Betty Soemirat dan Lukiati Komala, Komunikasi Massa, Op. cit., halaman 7.247.26. 28 menggelitik. Namun dapat pula kita menjerit ketakutan bila adegan menyeramkan dan bahkan menangis melihat adegan menyedihkan. 4. Identifikasi Psikologis Pengaruh film terhadap jiwa manusia (penonton) tidak hanya sewaktu atau selama duduk di gedung bioskop, tetapi terus sampai waktu yang cukup lama, misalnya peniruan terhadap cara berpakaian atau model rambut. 2.3.3 Jenis-jenis Film Jenis-jenis film yang biasa diproduksi adalah:29 1. Film Dokumenter (Documentary Films) Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film pertama karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan (travelogues) yang dibuat sekitar tahun 1890-an. Film dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan, dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Intinya, film dokumenter tetap berpijak pada hal-hal senyata mungkin. Seiring dengan perjalanan waktu, muncul berbagai aliran dari film documenter misalnya dokudrama (docudrama). Dalam dokudrama, terjadi reduksi realita demi tujuan-tujuan estetis, agar gambar dan cerita menjadi lebih menarik. Sekalipun demikian, jarak antara kenyataan dan hasil yang 29 Heru Effendy, Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser, Yogyakarta, 2005, halaman 11-14. 29 tersaji lewat dokudrama biasanya tak berbeda jauh. Dalam dokudrama, realita tetap menjadi pegangan. 2. Film Cerita Pendek (Short Films) Durasi film cerita pendek biasanya di bawah 60 menit. Di banyak negara seperti Jerman, Australia, Kanada, Amerika Serikat dan juga Indonesia, film cerita pendek dijadikan laboratorium eksperimen dan batu loncatan bagi seseorang/sekelompok orang untuk kemudian memproduksi film cerita panjang. Jenis film ini banyak dihasilkan oleh para mahasiswa jurusan film atau orang/kelompok yang menyukai dunia film dan ingin berlatih membuat film dengan baik. Sekalipun demikian, ada juga yang memang mengkhususkan diri untuk memproduksi film pendek, umumnya hasil produksi ini dipasok ke rumah-rumah produksi atau saluran televisi. 3. Film Cerita Panjang (Feature-Length Films) Film dengan durasi lebih dari 60 menit lazimnya berdurasi 90-100 menit. Film yang diputar di bioskop umumnya termasuk dalam kelompok ini. Film-film jenis lain: 1. Profil Perusahaan (Corporate Profile) Film ini diproduksi untuk kepentingan institusi tertentu berkaitan dengan kegiatan yang mereka lakukan, misal tayangan “Usaha Anda” di SCTV. Film ini sendiri berfungsi sebagai alat bantu presentasi atau promosi. 30 2. Iklan Televisi (TV Commercial) Film ini diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi, baik tentang produk (iklan produk) maupun layanan masyarakat (iklan layanan masyarakat atau public service announcement/PSA). Iklan produk biasanya menampilkan produk yang diiklankan secara eksplisit, artinya ada stimulus audio-visual yang jelas tentang produk tersebut. Sedangkan iklan layanan masyarakat menginformasikan kepedulian produsen suatu produk terhadap fenomena sosial yang diangkat sebagai topik iklan tersebut. Dengan demikian, iklan layanan masyarakat umumnya menampilkan produk secara implisit. 3. Program Televisi (TV Programme) Program ini diproduksi untuk konsumsi pemirsa televisi. Secara umum, program televisi dibagi menjadi dua jenis yakni cerita dan noncerita. Jenis cerita terbagi menjadi dua kelompok yakni fiksi dan nonfiksi. Kelompok fiksi memproduksi film serial (TV series), film televisi/FTV (populer lewat saluran televisi SCTV) dan film cerita pendek. Kelompok nonfiksi menggarap aneka program pendidikan, film dokumenter atau profil tokoh dari daerah tertentu. Sedangkan program non cerita sendiri menggarap variety show, TV quiz, talkshow, dan liputan/berita. 4. Video Klip (Music Video) Video klip adalah sarana bagi produser musik untuk memasarkan produknya lewat media televisi. Dipopulerkan pertama kali lewat saluran 31 televisi MTV tahun 1981. Di Indonesia, video klip ini sendiri kemudian berkembang sebagai bisnis yang mengiurkan seiring dengan pertumbuhan televisi swasta. Akhirnya video klip tumbuh sebagai aliran dan industri tersendiri. Beberapa rumah produksi mantap memilih video klip menjadi bisnis utama (core business) mereka. Di Indonesia tak kurang dari 60 video klip diproduksi tiap tahun. 2.3.4 Unsur-unsur Film Produksi film melibatkan sejumlah keahlian tenaga kreatif yang menghasilkan bahasa film yang harus dikenali karena film bercerita tentang kehidupan dan segala hal di dunia, sehingga penting untuk mengenali dan memahami teknik-teknik visual dan filmis atau unsur-unsur film sebagai berikut:30 1. Sutradara Sutradara memiliki tanggung jawab yang meliputi aspek-aspek kreatif, baik interpretatif maupun teknis dari sebuah produksi film. Sutradara juga harus mampu membuat film dengan wawasan serta keartistikan untuk mengontrol film dan awal produksi hingga tahap penyelesaian. Dengan demikian, seorang sutradara harus membuat unsur-unsur yang terpisah menjadi suatu kesatuan dan mengisi film dengan atau jiwa dan makna. 30 Marselli Sumarno, Dasar-Dasar Apresiasi Film, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1996, halaman 31-84. 32 2. Penulis skenario Skenario film atau script diibaratkan kerangka bagi tubuh manusia. Skenario yang baik dinilai dari efektifitasnya sebagai cetak biru untuk sebuah film. Skenario film harus disampaikan dalam deskripsi visual dan harus mengandung ritme adegan beserta dialog yang selaras dengan tuntutan sebuah film. 3. Penata fotografi Penata fotografi atau juru kamera bekerja sama dengan sutradara untuk menentukan jenis shot, jenis lensa, membuat komposisi dari subjek yang hendak direkam. Ia juga bertanggungjawab memeriksa hasil syuting dan menjadi pengawas pada proses film di laboratorium agar mendapatkan hasil karya yang bagus. 4. Penyunting Seorang editing atau editor bertugas menyusun hasil syuting hingga membentuk pengertian cerita agar sempurna dan mendapatkan isi yang diinginkan. 5. Penata artistik Tata artistik berarti penyusunan segala sesuatu melatarbelakangi cerita film atau yang disebut dengan setting. Penata artistik bertugas menerjemahkan konsep visual sutradara kepada pengertian-pengertian visual. Penata artistik didampingi oleh tim kerja yang terdiri dari penata kostum, bagian make up, tenaga dekorasi, dan jika diperlukan tenaga pembuat efek khusus. 33 6. Penata suara Penata suara adalah media audio-visual dalam film, yang akan membuat pertunjukkan film menjadi lebih hidup. 7. Penata musik Sejak dulu musik diangap penting untuk mendampingi film, karena musik memiliki fungsi: a. Merangkaikan adegan. b. Menutupi kelemahan atau cacat dalam film. c. Menunjukkan suasana batin tokoh-tokoh utama film. d. Menunjukkan suasana waktu dan tempat. e. Mengiringi kemunculan susunan kerabat kerja atau nama-nama pendukung produksi. f. Mengiringi adegan dengan ritme yang cepat. g. Mengantisipasi adegan mendatang dan membentuk ketegangan dramatik. h. Menegaskan karakter lewat musik. 8. Pemeran/Cast Akting film diartikan sebagai kemampuan berlaku sebagai orang lain. Seorang pemeran harus memiliki kecerdasan untuk menguasai diri dan melakukan pengamatan serta latihan sebelum pelaksanaan syuting. Delapan syarat kita dapat menikmati akting dalam film: a. Pemilihan pemeran yang tepat dalam setiap produksi film. b. Make up yang memuaskan. 34 c. Pemahaman yang cerdas dari pemeran tentang peran yang dibawakan. d. Kecakapan pemeran dalam menampilkan emosi tertentu. e. Kewajaran dalam akting. f. Kecakapan menggunakan dialog. g. Memiliki kemampuan untuk melakukan timing, yaitu tampil dengan tepat, berbicara pada saat yang tepat, bergerak dengan waktu yang cepat. 2.3.5 Fungsi Film Fungsi film ada dua, yakni:31 a. Fungsi hiburan Dalam mensejahterahkan rohani manusia karena membutuhkan kepuasan batin untuk melihat secara visual serta pembinaan. b. Fungsi penerangan Dalam film segala informasi dapat disampaikan secara audio-visual sehingga dapat mudah dimengerti. c. Fungsi pendidikan Dapat memberikan contoh suatu peragaan yang bersifat mendidik, tauladan di dalam masyarakat dan mempertontonkan perbuatan-perbuatan yang baik. 31 Buku Sejarah PPH UI, Jakarta, 1998, halaman 48. 35 2.3.6 Jenis Cerita Film Cerita dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis, yakni:32 1. Drama Cerita drama adalah jenis cerita fiksi yang bercerita tentang kehidupan dan perilaku manusia sehari-hari. Jenis cerita drama jika mengikuti teori Aristoteles, hanya digolongkan menjadi tragedi, komedi, dan gabungan antara tragedi dan komedi. 2. Drama tragedi Cerita drama yang termasuk jenis ini adalah cerita yang berakhir dengan duka lara atau kematian. 3. Drama komedi Jenis drama ini dapat digolongkan menjadi beberapa jenis lagi: a. Komedi situasi, cerita lucu yang kelucuannya bukan berasal dari para pemain, melainkan karena situasinya. b. Komedi slapstic, cerita lucu yang diciptakan dengan adegan menyakiti para pemainnya, atau dengan gerak vulgar dan kasar. c. Komedi satire, cerita lucu yang penuh sindiran tajam. d. Komedi farce, cerita lucu yang bersifat dagelan, sengaja menciptakan kelucuan-kelucuan dengan dialog dan gerak laku lucu. 4. Drama misteri Jenis ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian: 32 Elizabeth Lutters, Kunci Sukses Menulis Skenario, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006, halaman 35-38. 36 a. Kriminal, misteri yang sangat terasa unsur ketegangannya/suspense, dan biasanya menceritakan seputar kasus pembunuhan atau pemerkosaan. Si pelaku biasanya akan menjadi semacam misteri karena penulis skenario memperkuat alibinya. Sering kali dalam cerita jenis ini, beberapa tokoh bayangan dimasukkan untuk mengecoh penonton. b. Horor, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan roh halus atau makhluk yang menakutkan, semacam setan. c. Mistik, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang bersifat klenik, perdukunan, atau unsur gaib. 5. Drama action/laga a. Modern, cerita drama yang lebih banyak menampilkan adegan perkelahian atau pertempuran, namun dikemas dalam setting yang modern. b. Tradisional, cerita drama yang juga menampilkan adegan laga, namun dikemas secara tradisional. 6. Melodrama Cerita ini bersifat sentimental dan melankolis. Ceritanya cenderung terkesan mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan. Emosi penonton dipancing untuk merasa iba pada tokoh protagonis dengan menampilkannya sedemikian rupa. 37 7. Drama sejarah Drama sejarah adalah cerita jenis drama yang menampilkan kisahkisah sejarah masa lalu, baik tokoh maupun peristiwanya. 2.4 Penceritaan Film 2.4.1 Tema Cerita Tema cerita adalah pokok pikiran dalam sebuah karangan. Atau, dapat diartikan pula sebagai dasar cerita yang ingin disampaikan oleh penulisnya. 1. Percintaan Tema cerita paling umum, dan hampir tiap sinetron/film menampilkannya, adalah seputar percintaan. 2. Rumah tangga Tema ini biasanya bercerita tentang problema rumah tangga atau keluarga. Mulai dari kisah seorang ibu yang bekerja di luar rumah sehingga tidak sempat mengurus anak-anaknya, sampai konflik dengan suaminya. Atau, cerita tentang seorang bapak yang terpaksa bekerja keras menjadi tukang becak untuk menghidupi keluarganya. 3. Perselingkuhan Tema ini bercerita tentang seorang suami atau istri yang tertarik pada wanita atau pria lain. Cerita ini biasanya berawal dari munculnya masalah dalam kehidupan rumah tangga, lalu timbullah konflik. Kemudian, salah satu dari pasangan suami-istri itu menemukan teman curhat (curahan hati) 38 yang kebetulan berlainan jenis kelamin. Hubungan pun semakin erat, hingga terjadilah perselingkuhan. 4. Pembauran Tema pembauran di Indonesia lebih banyak bercerita tentang asimilasi (perkawinan/persatuan) warga pribumi dengan keturunan Cina. 5. Persahabatan Tema ini biasanya banyak terdapat dalam film atau sinetron anak-anak dan remaja. Dalam setting cerita remaja di sekolah, selalu ditampilkan dengan persahabatan antar si tokoh dan gengnya. Umumnya seorang tokoh protagonis didampingi dua atau tiga teman. Demikian pula dengan antagonis yang jadi rivalnya, pasti didampingi oleh sahabat-sahabatnya. 6. Kepahlawanan/Heroik Tema kepahlawanan banyak terdapat pada sinetron atau film anakanak. Biasanya tokoh utamanya adalah seorang yang hebat dan memiliki kelebihan dibanding manusia pada umumnya. Misalnya, tokoh itu bisa terbang atau menghilang. Namun, di antara tokoh-tokoh hebat tersebut ada satu hal yang sama, yakni sifat tokoh yang selalu menolong dan membela kebenaran. Penampilan tokoh ini selalu menarik, telihat dari kostum dan dandanannya yang berbeda dari manusia biasa. 7. Petualangan Tema petualangan biasanya banyak terdapat pada cerita anak dan remaja. Dalam tema ini penulis sering menampilkan setting hutan atau 39 rumah tua, seperti dalam kisah-kisah 5 (lima) sekawan. Atau, kisah tentang para remaja yang kemping di hutan dan mendaki gunung. 8. Balas dendam Balas dendam juga banyak dipakai sebagai tema sebuah cerita. Ceritacerita yang kategori umum banyak menampilkan tema ini terutama pada kisah laga/action. Jenis film bertemakan balas dendam biasanya ada pada film-film koboi, silat, atau mafia. 9. Keagamaan/Religi33 2.4.2 Struktur Cerita 1. Inti Cerita Inti cerita atau premise akan menjadi dasar dalam membentuk plot cerita (plotline). Intisari cerita bisa dikaitkan dengan pesan yang ingin disampaikan oleh cerita, atau sesuatu yang menentukan arah cerita. 2. Plot Plot adalah jalan cerita atau alur cerita dari awal, tengah, dan akhir.34 Plot dapat dibagi menjadi:35 a. Plot lurus Plot lurus biasa disebut plot linier. Plot ini banyak digunakan dalam membuat skenario untuk cerita-cerita lepas semacam telesinema, FTV, film, atau juga serial lepas. Plot linier adalah plot yang alur ceritanya terfokus 33 Ibid., halaman 41-45. Sony Set dan Sidharta, Menjadi Penulis Skenario Profesional, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2003, halaman 26. 35 Elizabeth Lutters, Kunci Sukses Menulis Skenario, Op. cit., halaman 50-51. 34 40 hanya pada konflik seputar tokoh sentral. Misalnya, tokoh sentral berkonflik dengan pacarnya, dengan orang tuanya, dengan dirinya sendiri, dan sebagainya. Namun, semua konflik tetap harus berkesinambungan dengan benang merah cerita. Konfliknya tidak bisa terpisah-pisah. b. Plot bercabang Plot bercabang biasa disebut multiplot. Plot ini lebih banyak dipakai untuk memuat skenario serial panjang. Multiplot adalah plot yang jalan ceritanya sedikit melebar ke tokoh lain. Meski begitu, melebarnya tidak boleh terlalu jauh, harus masih berhubungan dengan tokoh sentral. Plot dalam sebuah film memiliki pola-pola yakni:36 a. Pola cinta Disini pemuda ketemu gadis, pemuda kehilangan gadis, pemuda dapat gadis lain sebagai penyelesaian cerita. b. Pola sukses Pola ini berkaitan dengan perjuangan seseorang dalam mencapai sukses. Perjuangan akan tercapai atau gagal, sesuai dengan jenis cerita. c. Pola Cinderella Ini adalah kisah kuno tentang “itik buruk” yang nantinya menjelma sebagai gadis cantik. d. Pola segitiga Hubungan cinta antara tiga protagonis. 36 Misbach Yusa Biran, Teknik Menulis Skenario Film Cerita, Op. cit., halaman 178-180. 41 e. Pola kembali Pola ini meliputi cerita-cerita seperti: kembalinya secara dramatik si anak yang hilang, kembalinya ayah yang kabur, pulangnya isteri yang menyeleweng. f. Pola balas dendam Ini adalah pola dasar sebagian besar cerita misteri pembunuhan. g. Pola konversi Pola ini bertutur mengenai kisah orang jahat yang berubah menjadi insaf. h. Pola pengorbanan Pada pola ini seseorang dikisahkan mengorbankan kepentingan dirinya untuk menolong orang lain mencapai tujuan. i. Pola keluarga Kisah berlangsung dalam satu kelompok orang yang tergabung sebagai suatu keluarga. 2.4.3 Struktur Tiga Babak 1. Babak I - Perkenalan karakter tokoh - Menghadapkan pada problema atau krisis - Memperkenalkan antagonis - Membangun alternatif yang mengerikan 42 2. Babak II Intensif problem sang tokoh dengan sejumlah komplikasi 3. Babak III Pemecahan masalah yakni selamat, sukses atau sebaliknya tragis. 2.4.4 Karakter atau Penokohan Karakter adalah pemain yang melakukan dialog dalam scene dan selalu ditulis dalam huruf besar. Karakter dapat berupa manusia (laki-laki dan perempuan), hewan, robot, komputer atau makhluk-makhluk tertentu yang breperan dalam isi dialog. Secara garis besar terdapat pembagian jenis-jenis karakter yang mewarnai sebuah cerita.37 1. Karakter Protagonis Karakter ini sering disebut sebagai karakter utama. Ia mewakili sisi kebaikan dan mencerminkan sifat-sifat kebenaran yang mewarnai setiap aktivitas dalam cerita. 2. Karakter Sidekick Karakter ini berpasangan dengan karakter protagonis. Tugasnya membantu setiap tugas yang diemban sang karakter protagonis. 3. Karakter Antagonis Karakter antagonis selalu berlawanan dengan karakter protagonis. Ia selalu berupaya menggagalkan setiap upaya karakter protagonis dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya. 37 Sony Set dan Sidharta, Menjadi Penulis Skenario Profesional, Op. cit., halaman 74. 43 4. Karakter Kontagonis Kontagonis adalah karakter yang membantu setiap aktivitas yang dilakukan antagonis dalam menggagalkan langkah sang protagonis. 5. Karakter Skeptis Sesuai dengan sifat skeptis yang disandangnya, tokoh ini adalah karakter yang paling tidak peduli terhadap aktivitas yang dilakukan sang tokoh protagonis. 2.4.4.1 Tipologi Tokoh Tipologi adalah istilah psikologis untuk membedakan manusia berdasarkan tipe. Agar lebih sederhana, tipologi tokoh ini dapat dibedakan menjadi tipe fisik dan tipe psikis, dengan menggunakan teori dari dua tokoh yang berbeda. 1. Tipologi tipe fisik Tipe ini bisa disebut penggolongan tipe manusia berdasarkan bentuk tubuh, berdasarkan teori E. Kretschmer. Tipologi Kretschmer ada 4 tipe, yaitu: a. Piknis Tipe piknis mengarah pada tubuh dengan ciri-ciri pendek dan gemuk (berat badan melebihi berat normal). Jenis tubuh ini memperlihatkan banyak lemak sehingga tulang-tulangnya tidak tampak. Kegemaran tipologi piknis yang paling menonjol adalah suka makan dan tidur. 44 b. Leptosom Tipe leptosom mengarah pada tubuh tinggi dan kurus (berat badan kurang dari normal). Jenis tubuh ini adalah kebalikan dari piknis sehingga tulang-tulangnya pun terlihat menonjol. Wajahnya cenderung memelas atau sedih. Kegemaran atau hobi dari tipe ini adalah membaca buku, suka menyendiri, dan melamun. Karakter dari tipe ini kebalikan dari karakter tipe piknis, yaitu melankolis. c. Atletis Tipe atletis mengarah pada bentuk tubuh yang tinggi dan kekar. Tidak banyak lemak, tapi tidak juga tampak tulang-tulang di tubuhnya. Yang tampak menonjol adalah urat-uratnya. Biasanya badannya tegap dan kuat. Perbandingan tinggi dan berat badan seimbang. Kegemaran atau hobi manusia dengan tipologi ini yang utama adalah olahraga dan bekerja kasar. Karakter yang menyertai tipologi ini adalah koleris. d. Displastis Tipe displastis adalah bentuk tubuh yang khas atau tidak umum. Kategori ini tidak dapat dijabarkan dengan detail tertentu, mengingat tipe ini menyimpang dari konstitusi normal, atau bisa dibilang spesifik. Kegemaran atau hobinya pun tidak dapat dipertegas. Hanya untuk karakter, biasanya tipe ini adalah flegmantis. 45 2. Tipologi tipe psikis Menurut teori Immanuel Kant, tipologi tipe psikis dibagi ke dalam empat tipe, yaitu: a. Sanguinis Sifat-sifat dasar: periang, ramah, suka tertawa atau gembira, mudah berganti haluan. b. Melankolis Sifat-sifat dasar: pemurung, penuh angan-angan, muram, pesimistis, mudah kecewa, daya juang kurang, bila mengerjakan sesuatu mesti dipikir dengan matang. c. Koleris Sifat-sifat dasar: hidup keras, bersemangat, daya juang besar, optimistis, hatinya mudah terbakar atau terpengaruh, mudah marah dan kasar. d. Flegmantis Sifat-sifat dasar: tidak suka buru-buru, kalem, tenang, tidak mudah dipengaruhi, setia.38 2.4.5 Unsur Dramatik Unsur dramatik dalam istilah lain disebut dramaturgi, yakni unsurunsur yang dibutuhkan untuk melahirkan gerak dramatik pada cerita atau pada pihak pikiran penontonnya. 38 Elizabeth Lutters, Kunci Sukses Menulis Skenario, Op. cit., halaman 70-76. 46 1. Konflik Konflik adalah permasalahan yang kita ciptakan untuk menghasilkan pertentangan dalam sebuah keadaan sehingga menimbulkan dramatik yang menarik. Konflik biasanya timbul jika seorang tokoh tidak berhasil mencapai apa yang diinginkannya. Sasaran pelampiasannya bisa bermacam-macam, misal tokoh lawannya, tokoh pendampingnya, diri sendiri, binatang, atau benda-benda yang berada di sekitarnya. Konflik bisa bermacam-macam bentuknya, bisa meledak-ledak, bisa datar tapi tajam, dan bisa juga konflik dalam diri sendiri atau konflik batin. 2. Suspense Suspense adalah ketegangan. Ketegangan yang dimaksudkan di sini tidak berkaitan dengan hal yang menakutkan, melainkan menanti sesuatu yang bakal terjadi, atau H2C (harap-harap cemas). Penonton digiring agar merasa berdebar-debar menanti risiko yang bakal dihadapi oleh tokoh dalam mengahadapi problemnya. Hal ini biasanya sering menimpa tokoh protagonis sehingga suspense pada penonton semakin tinggi tensi-nya, dibandingkan jika tokoh antagonis yang menghaapi hambatan. Ketegangan penonton akan semakin terasa jika penonton tahu hambatan yang dihadapi tokoh cukup besar dan keberhasilannya semakin kecil. Pada film-film action, unsur ini sangat dominan dibandingkan pada film-film drama. Namun, pada semua cerita drama, unsur ini juga sangat penting dan tak bisa diabaikan begitu saja.. 47 3. Curiosity Curiosity adalah rasa ingin tahu atau penasaran penonton terhadap sebuah adegan yang kita ciptakan. Hal ini bisa ditimbulkan dengan cara menampilkan sesuatu yang aneh sehingga memancing keingintahuan penonton. Atau, bisa juga dengan berusaha mengulur informasi tentang sebuah masalah sehingga membuat penonton merasa penasaran. 4. Surprise Surprise adalah kejutan. Dalam penjabaran sebuah cerita, perasaan surprise pada penonton timbul karena jawaban yang mereka saksikan adalah di luar dugaan.39 2.4.6 Bahasa Film “Bahasa” dalam pengertiannya, yakni sebagai sistim, lambang, tandatanda (signs) sebagai alat untuk berkomunikasi. Sarana fisik dari bahasa adalah media gambar (visual) dan media suara (audio). Kemampuan masing-masing unsur media visual dan media suara berfungsi sebagai alat komunikasi dan alat untuk menciptakan dramatik.40 a. Media visual Media gambar atau visual adalah segala sesuatu yang diinformasikan bagi mata. Unsur-unsur media visual, dalam rangka penyajian cerita adalah: pelaku (aktor), set (tempat kejadian), properti dan cahaya. Artinya informasi cerita yang akan disampiakan kepada mata penonton adalah dengan 39 40 Elizabeth Lutters, Kunci Sukses Menulis Skenario, Op. cit., halaman 100-103. Misbach Yusa Biran, Teknik Menulis Skenario Film Cerita, Op. cit., halaman 45. 48 penampilan akting pelaku, dengan penampilan set, dengan pengkaitan properti dengan set atau pelaku dengan cahaya menurut penataan tertentu. Media visual pada pertunjukan film menjadi andalan utama dalam menyampaikan informasi kepada penonton. b. Media audio Media audio berfungsi sebagai pendukung visual/gambar. 41 Media audio adalah media informasi yang berbentuk suara, yang diterima oleh penonton dengan indra telinganya. Unsur-unsur media audio terdiri dari dialog, sound effect, dan ilustrasi musik.42 2.4.7 Setting Cerita Setting cerita adalah lokasi tempat cerita ini ingin ditempatkan atau diwadahi. a. Media/tempat Setting dalam arti media dapat dibedakan menjadi in door dan out door. Setting in door selain diartikan sebagai setting di dalam ruangan (dalam rumah), juga diartikan setting buatan di dalam studio. Sedangkan setting out door dibuat di luar studio. 41 42 Ibid., halaman 47. Ibid., halaman 61. 49 b. Budaya Setting dikaitkan dengan budaya tertentu. Semua unsur yang terkait dengan setting tersebut disesuaikan dengan daerah dan budaya yang akan ditampilkan.43 2.4.8 Sudut Pandang Pengambilan sudut pandang oleh pengarang adalah untuk memberi kesan akhir yang dia inginkan. Menilai ketepatan sudut pandang yang dipakai adalah dengan melihat betul-tidaknya pengertian akhir yang bisa ditimbulkan.44 2.5 Novel Sebagai Sumber Skenario Film 2.5.1 Pengertian Novel The Dictionary of Contemporary American English, Monroe Allen Publishers Inc., 2000: 1023 menjelaskan novel sebagai berikut: “Novel a fulllength work of fiction (noun). New and different (adj.) ả he thought of a novel solution to the problem.” Sementara itu, kamus Inggris-Indonesia susunan John M. Echols dan Hassan Shadily, Gramedia Pustaka Utama, Maret 2002: 389 mengartikan, “Novel = (cerita) roman.” Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga, Pusat Bahasa, Depdiknas-Balai Pustaka, 2001: 788 menjelaskan: “Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung 43 44 Elizabeth Lutters, Kunci Sukses Menulis Skenario, Op. cit., halaman 56-58. Misbach Yusa Biran, Teknik Menulis Skenario Film Cerita, Op. cit., halaman 239-240. 50 rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekeliling dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.”45 Novel dalam pengertian umum adalah cerita karangan yang panjang dalam bentuk prosa, yang mengemukakan watak-watak, menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara sistematik. Jadi, novel merupakan sebuah cerita tentang manusia dan boleh juga tentang binatang atau makhluk lain.46 Sedangkan novel secara luas diartikan sebagai cerita panjang yang berwujud prosa. Penekanan novel lebih terletak pada “kekinian” baik berupa kenyataan formal maupun persoalan.47 Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif; biasanya dalam bentuk cerita. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti "sebuah kisah, sepotong berita". Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitikberatkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut. Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan dari roman. Sebuah roman alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita juga lebih banyak.48 45 R. Masri Sareb Putra dan Yennie Hardiwidjaja, How to Write and Market a Novel, Kolbu, Bandung, 2007, halaman 21. 46 Othman Puteh, Persediaan Menulis Novel, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur, 1992, halaman 18. 47 Jakob Sumardjo, Segi Sosiologis Novel Indonesia, Pustaka Prima, Jakarta,1981, halaman 12. 48 http://id.wikipedia.org/wiki/Novel 51 2.5.2 Karakteristik Novel Novel memiliki beberapa karakter yang memberikan identitas pada sebuah novel: 49 2. Ceritanya panjang (lebih panjang dari cerpen). 3. Memiliki lebih dari satu alur (terdiri dari beberapa alur). 4. Peristiwa pada novel akan senantiasa berkembang. 5. Manuskrip novel mengandung antara 25.000 hingga 40.000 perkataan, atau antara 120-200 halaman berukuran kuarto atau A4. 6. Dari segi tempo bercerita, novel bergerak cepat dan meyakinkan. 7. Setiap bab tidak terlalu panjang. 8. Ada cetusan konflik dalam bercerita. 9. Watak/karakter didalam cerita bisa berubah-ubah, dari antagonis menjadi protagonis dan begitupun sebaliknya. 10. Background (latar) ceritanya dapat bermacam-macam dan bisa berpindahpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. 11. Lebih detail/lengkap menggambarkan situasi dan kondisi. 2.5.3 Jenis-Jenis Novel Dilihat dari isi dan wilayahnya, novel dapat digolongkan menjadi sembilan jenis yaitu:50 49 50 Wawancara dengan Boim Lebon, Penulis, Jakarta, tanggal 25 April 2008. R. Masri Sareb Putra dan Yennie Hardiwidjaja, How to Write and Market a Novel ,Op. Cit., halaman 22-26. 52 1. Picaresque novel Novel ini berbentuk episodik dan berisi kisah-kisah petualangan yang eksentrik dan kisah kepahlawanan yang luar biasa. Contohnya novel petualangan Dwianto Setyawan, seperti Terlibat di Trowulan dan Terlibat di Bromo. 2. Epistolary novel Bentuk novel ini seperti surat/jurnal, buku harian. Gaya penulisannya populer, menggunakan tokoh “aku”. Biasanya, novel jenis ini berbentuk catatan harian pribadi, atau diawali seperti pesan singkat atau sms. Novel yang mengambil bentuk jenis ini adalah karya Dyan Nuranindya dengan Dealova, Yennie Hardiwidjaja dengan Miss Jutek, dan lain sebagainya. 3. Historical novel Dalam bahasa Indonesia disebut novel historis, yakni novel yang mengambil latar sejarah. Beberapa novel Pramoedya ananta Toer dapat disebut sebagai novel sejarah karena mengambil setting sejarah. 4. Regional novel Regional novel ialah novel yang mengambil setting disuatu daerah tertentu. Novel Ashadi Siregar, Cintaku di Kampus Biru dapat dimasukkan dalam jenis novel ini. Karena setting novelnya mengambil setting kampus Universitas Gajah Mada, Jogjakarta. 5. Bildungsroman Istilah ini berasal dari bahasa Jerman, yang secara harfiah berarti novel perkembangan. Jenis novel ini mengambil setting perkembangan anak-anak, 53 termasuk juga autobiografi fiktif. Contohnya karya Charles Dickens berjudul Great Expectations. 6. Roman ả thẻse Istilah ini berasal dari bahasa Perancis yang secara harfiah berarti novel yang ditulis dengan argumen. Novel jenis ini didasarkan pada masalah sosial atau politik yang mencerminkan kenyataan dan mencari pengaruh perubahan sosial dalam masyarakat, seperti novel Parakitri T.Simbolon, Kusni Kasdut (1979). 7. Roman ả clef Berasal dari bahasa Perancis yang secara harfiah berarti novel yang mempunyai “kunci” khusus. Novel yang ditulis berdasarkan imajinasi satu pihak, dipadukan dengan karakter manusia secara terselubung di pihak lain. Sebagai contoh, karya Aldous Huxley berjudul Pont Counter Point (1928). 8. Roman-fieuve Arti harfiah dari bahasa Perancisnya ialah novel arus. Tema atau cakupan dari karakter novel ini terlentang luas dan panjang, membentuk sejumlah novel. Sebagai contoh, novel Antony Powel, A Dance to the Music of Time (1951-1928). 9. Non-fictional novel Bertentangan dengan namanya, novel jenis ini ialah novel yang ditulis berdasarkan kisah nyata masa kini dan benar-benar dialami. Contohnya novel Norman Mailer berjudul The Executioner’s Story (1965). 54 2.6 Penceritaan Novel 2.6.1 Tema Secara harfiah, tema berarti makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Makna yang terdapat pada sebuah tema masih bersifat umum dan masih perlu dibuat secara mendetail. 2.6.2 Alur Alur atau sering disebut dengan plot ialah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama dan menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan ke arah klimaks dan penyelesaian (KBBI, 2001: 33). Jalan cerita berbeda dengan logika cerita. Jalan cerita merupakan langkah demi langkah membangun sebuah peristiwa. Jalan cerita tidak harus tegak lurus berdasarkan kronologi waktu, masa lampau, kini, dan akan datang. Sebuah cerita merupakan rangkaian peristiwa, yang disajikan dengan urutan tertentu, seperti pendapat Panuti Sudjiman berikut: “Didalam cerita rekaan berbagai peristiwa disajikan dengan urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itu membangun tulang punggung cerita yaitu alur. (1998: 29) Urutan tertentu itu menghasilkan irama alur yang dapat dibedakan menjadi awal, tengah dan akhir (ibid: 30) Dalam alur cerita novel terdapat tiga kata kunci, yaitu watak, latar waktu dan latar tempat. Jadi, tiap-tiap peristiwa yang dialami oleh tokoh dalam cerita dapat disusun dengan berbagai ragam pola, seperti susunan pola berdasarkan urutan waktu berlakunya berikut: 55 Urutan Peristiwa a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z G A B H I J D F T U W Y Z Urutan Plot Dari a sampai z adalah urutan peristiwa dalam kehidupan seorang tokoh. Akan tetapi, tidak berarti pula semua kejadian dalam kehidupan watak itu akan ditampilkan secara berurutan dan lengkap sejak dari waktu kelahirannya hingga ke akhir hayat sang tokoh. Peristiwa-peristiwa yang dipilih adalah peristiwa yang penting dan bermakna untuk dapat membina cerita. Urutan peristiwa dapat disusun secara berurutan, yang sifatnya kronologis. Atau dapat pula secara flashback. Yang penting harus diperhatikan dalam pengaluran peristiwa cerita adalah hubungan sebab-akibat (kausaliti) dalam suatu cerita. E.M. Forster dalam buku Aspect of the novel (1955:86) menegaskan: ....... a story as a narrative of events arranged their time-sequence. A plot is also a narrative of events, the emphasis falling on causality. The king died and then the queen died, is a story. ‘The king died and the queen died of grief’, is a plot. The time-sequence is preserved, but the sense of causality over-shadow it. Or again: ‘The Queen died, no one knew why, until it was discovered that is was through grief at the death of king’. This is a plot with a mystery in it, a form capable of high development..... a plot demands intelligence and memory also.51 51 Othman Puteh, Persediaan Menulis Novel, Op. Cit., halaman 36-37. 56 Sebuah cerita yang dimulai dengan masa sekarang kemudian loncat ke masa lalu dinamakan flash-back (alur mundur). Cerita dimulai dengan masa lalu kemudian secara kronologis diceritakan berurut hingga masa depan, disebut fore-shadowing (alur maju). Dalam pengembangan sebuah alur (plot) cerita terdapat tiga unsur yang sangat esensial, yaitu:52 1. Peristiwa Sebuah peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan satu keadaan ke keadaan yang lain. 2. Konflik Konflik secara harfiah berarti percecokan, perselisihan, dan pertentangan. Namun dalam sastra, konflik merupakan “ketegangan atau pertentangan di dalam cerita atau drama (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh pertentangan antara dua tokoh, dan sebagainya)”. Konflik dalam novel dibedakan menjadi dua, yakni: a. Konflik internal Konflik internal adalah konflik yang terjadi dan dialami sang tokoh. b. Konflik eksternal Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi diluar dirinya, namun tetap ada pengaruhnya pada pelaku. 52 R. Masri Sareb Putra dan Yennie Hardiwidjaja, How to Write and Market a Novel, Op. Cit., halaman 102-106. 57 3. Klimaks dan penyelesaian Klimaks ialah puncak dari sebuah cerita. Setelah mengalami pergumulan yang menegangkan dan melelahkan, sampailah pada puncak, untuk kemudian berakhir (ending). Struktur alur yang umum dalam penceritaan novel adalah sebagai berikut:53 a. Permulaan - exposition - inciting moment - rising action b. Pertengahan - konflik - complication - klimaks c. Pengakhiran 2.6.3 - falling action - penyelesaian Karakter atau Penokohan Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya dari pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Ada berapa orang jumlah pelaku novel itu”, atau Siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam novel 53 Othman Puteh, Persediaan Menulis Novel, Op.Cit., halaman 38. 58 itu?” dan sebagainya. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sikap dan sifat para tokoh seperti yang ditafsirkan pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi sering disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan menunjuk pada penempatan tokohtokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. 1. Tokoh tumpuan atau tokoh pusat (protagonis) Tokoh ini menjadi pusat tumpuan perkembangan dalam pengisahan cerita. 2. Tokoh Penentang (antagonis) Tokoh ini bukanlah tokoh tumpuan tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menyokong atau mendukung peranan watak utama. 3. Tokoh Pipih (datar) Tokoh ini bersifat statis.54 2.6.4 Setting Setting atau latar dalam karya fiksi dapat berarti lokasi peristiwa yang dilukiskan tempat terjadinya addegan-adegan yang dilakoni para tokoh. Latar memberikan pijakan cerita secara konkrit dan jelas. Setting meliputi tempat, latar belakang, waktu, dan peristiwa (sejarah misalnya). Selain itu, setting juga bisa diartikan sebagai suatu suasana yang dibangun penulis dalam sebuah novel. 54 Ibid., halaman 30. 59 2.6.5 Bahasa (Gaya Bahasa) Bahasa didalam novel melukiskan suasana dalam sebuah novel. Isi, adegan, pesan, dan keindahan di dalam sebuah novel tidak akan mempunyai efek dahsyat jika tidak ditunjang dengan bahasa yang baik, benar, indah, memikat, dan menyentuh. 2.6.6 Sudut Pandang Pencerita Secara terperinci, sudut pandang dikategorikan menjadi:55 1. Orang pertama tunggal Pengarang atau pencerita terlibat dalam cerita sebagai tokoh utama dan atau tokoh pemerhati (sampingan). Sudut pandangan ini dikenali juga sebagai pencerita akuan karena tokoh utamanya menggunakan kata ganti nama orang pertama (tunggal) ‘aku’ atau ‘saya’. 2. Orang ketiga serba tahu Pengarang atau pencerita berada diluar cerita dan mengisahkannya dengan menggunakan kata ganti nama ‘dia’ dan atau memakai nama tokoh. 3. Orang ketiga terbatas Menggunakan kata ganti nama orang ketiga ‘dia’ atau menggunakan nama sebenarnya tokoh. Cuma, dalam novel yang demikian, pengaranng menentukan satu tokoh saja yang bercerita. 55 Ibid., halaman 44-46. 60 2.6.7 Amanat/Pesan Amanat atau pesan sering disebut message adalah salah satu pilar penting dalam novel. Sebuah novel yang tidak mengandung pesan, menjadi sebuah karya yang dangkal dan tidak banyak faedahnya. Akan tetapi, pesan yang disampaikan sebaiknya terselubung, dibangun serasi, dan wajar, dengan karakter atau ucapan yang wajar dari sang tokoh. Yang perlu diperhatikan dalam penyampaian pesan adalah sebaiknya pesan tersebut tidak bersifat menggurui, atau juga menyimpulkan pesan itu sesudah bercerita. 61 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti.56 Penelitian deskriptif ditujukan untuk: (1) mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, (2) mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, (3) membuat perbandingan dan evaluasi, (4) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.57 Selain itu, penelitian deskriptif memiliki tujuan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.58 56 Ronny Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, PPM, Jakarta, 2003, halaman 105. 57 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikas, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, halaman 24. 58 Issac dan Michael dalam Jalaludin Rachmat, Metode Penelitian Komunikasi, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000 halaman 22. 61 62 Metode dekriptif mengumpulkan data secara univariat yang diperoleh dengan ukuran-ukuran kecenderungan pusat (centaral tendency) atau ukuran sebaran (dispersion). Pendekatan kuantitatif yakni, merupakan penelitian yang hasilnya berupa laporan yang menggunakan bilangan atau angka-angka. Pendekatan kuantitatif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.59 Pendekatan kuantitatif didasarkan atas pendekatan positivisme (klasik/ objektif).60 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah metode analisis isi dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Barelson, analisis isi sebagai teknik penelitian untuk mendeskripsikan secara objektif, sistematik dan kuantitatif isi komunikasi yang tampak.61 Objektif berarti bahwa periset harus mengesampingkan faktor-faktor yang bersifat subjektif atau bias personal, sehingga hasil analisis benar-benar objektif dan bila dilakukan riset lagi oleh orang lain, maka hasilnya relatif sama. Sistematik berarti bahwa segala proses analisis harus tersusun melalui proses yang sistematik, mulai dari penentuan isi komunikasi yang dianalisis, cara menganalisisnya, maupun kategori yang dipakai 59 Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, Universitas terbuka, Jakarta, 1995, hal 114. Rachmat Kriyantono, Riset Komunikasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, halaman 52. 61 Alex Sobur, Analisis Teks Media, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, halaman 145. 60 63 untuk menganalisis.62 Analisis isi digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lambang. 3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Data Primer Data Primer didapat dengan mengumpulkan data-data dalam bentuk dokumentasi yang terdiri: 1. Film “Ayat Ayat Cinta”. 2. Novel ”Ayat-Ayat Cinta”. 3.3.2 Data Sekunder Penulis memilih dua jenis data yang digunakan sebagai data sekunder untuk menunjang dan melengkapi data, yakni: 1. Wawancara Peneliti melakukan wawancara dengan pihak penulis novel, penulis skenario (script writer), produser, pemain/ cast (extra talent), sutradara film ‘Ayat-Ayat Cinta’. 2. Studi kepustakaaan Peneliti mempergunakan buku-buku sebagai menunjang penelitian. 62 Rachmat Kriyantono, Riset Komunikasi, Op. Cit., halaman 61-63. referensi untuk 64 3.4 Unit Analisis Unit analisis dalam penelitian ini adalah sequence yang ada pada film “Ayat Ayat Cinta” serta bab pada novel “Ayat Ayat Cinta”. 3.5 Definisi Konsep dan Operasional Kategorisasi 3.5.1 Definisi Konsep 3.5.1.1 Film Film ialah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa audio-visual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan sistem perekaman menggunakan pita seluloid, pita video, piringan video dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk jenis dan atau ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik dan lain sebagainya. 3.5.1.2 Novel Novel adalah cerita fiktif yang panjang. Terdiri dari satu cerita pokok, dijalani dengan beberapa cerita sampingan yang lain, banyak kejadian dan kadang banyak masalah juga. Yang merupakan sebuah kesatuan yang bulat. Novel menyajikan hasil pemikirannya melalui wujud penggambaran pengalaman konkrit manusia. 65 3.5.1.3 Kecenderungan Isi Media Kecenderungan isi media adalah “kecondongan” dari sebuah media mengarahkan isi dari tayangannya. Apakah ke arah pendidikan, kontrol sosial, politik, atau hiburan. Hal tersebut dapat terlihat dari bentuk dan format yang ditunjukkan oleh tayangan dari media tersebut.63 3.5.1.4 Penceritaan Penceritaan dapat diartikan sebagai rangkaian dari kejadian. 64 Cerita; susunan sebuah cerita yang datar dan berurutan. Sebuah pengertian yang penting dalam SEMIOLOGI.65 3.5.2 Operasional Kategorisasi Kategori 1. Tema 63 Sampel Film Novel Percintaan Rumah tangga Perselingkuhan Pembauran Persahabatan Kepahlawanan/Heroik Petualangan Balas dendam Keagamaan/Religi Wawancara dengan Adi Badjuri, Praktisi Jurnalistik, Jakarta, Tanggal 28 Januari 2009. Nathan Abrams, Ian Bell, Jan Udris, Stuying Film, Oxford University Press Inc. New York, London, 2001, halaman 132. 65 James Monaco. Cara Menghayati Sebuah Film: jilid 2, diterjemahkan oleh Asrul Sani, Yayasan Citra, Jakarta, 1984, halaman 200. 64 66 2. Opening 3. Karakter Tokoh Utama 4. Alur Cerita/ Plot 5. Konflik 6. Gaya Bahasa 7. Closing 8. Pesan 9. Pola Alur/Jalan Cerita Exposition Inciting Moment Rising Action Protagonis Sidekick Antagonis Kontagonis Skeptis Maju Mundur Cepat Lambat Lurus Bercabang Internal Eksternal Sehari-hari Resmi Bertutur Audio Visual Sad Ending Happy Ending Moral Agama Sosial Pola Cinta Pola sukses Pola Cinderella Pola Segitiga Pola Kembali Pola Balas Dendam Pola Konversi Pola Pengorbanan Pola Keluarga 10. Sudut Pandang Pencerita Orang Pertama Tunggal 67 11. Unsur Dramatik 12. Tipologi Tokoh Orang Ketiga Serba Tahu Orang Ketiga Terbatas Konflik Suspense Curiosty Surprise Piknis Leptosom Atletis Displastis Sanguinis Melankolis Koleris Flegmantis 3.6 Teknik Analisis Data Analisis data menurut Palton (1980:268), adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola kategori, dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian. Dari rumusan tersebut diatas dapatlah kita menarik garis bahwa analisis data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data.66 Setelah peneliti memperoleh data, maka akan mengumpulkan unit analisis. Unit analisis dipilih berdasarkan jenis-jenisnya, kemudian diteliti dengan cara 66 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1998, halaman 3. 68 dibandingkan antara novel dan film. Berikut tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menganalisis data:67 a. Menyiapkan data Pengolahan data adalah kegiatan lanjutan setelah pengumpulan data dilaksanakan pada penelitian kuantitatif, pengolahan data secara umum dilaksanakan dengan melalui tahapan memeriksa (editing), proses pemberian identitas (coding) dan proses pembeberan (tabulating). b. Editing Editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai menghimpun data di lapangan. Proses editing dimulai dengan memberi identitas pada instrumen penelitian yang telah terjawab. Kemudian memeriksa satu per satu lembaran instrumen pengumpulan data, kemudian memeriksa poin-poin serta jawaban yang tersedia. c. Pengkodean Setelah tahap editing selesai dilakukan, kegiatan berikutnya adalah mengklasifikasi data-data tersebut melalui tahapan coding. Pengkodean ini menggunakan dua cara, pengkodean frekuensi dan pengkodean lambang. Pengkodean frekuensi digunakan apabila jawaban pada poin tertentu memiliki bobot atau arti frekuensi tertentu. Sedangkan pengkodean lambang, digunakan pada poin yang tidak memiliki bobot tertentu. 67 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Prenada Media, Jakarta, 2005, halaman 164168. 69 d. Tabulasi (Proses Pembeberan) Tabulasi adalah bagian terakhir dari pengolahan data. Maksud tabulasi adalah memasukkan data pada tabel-tabel tertentu dan mengatur angka-angka serta menghitungnya. 3.7 Uji Reliabilitas Roger D. Winner dan Joseph R. Dominique menjelaskan bahwa reliabilitas merupakan bagian yang sangat penting dalam analisis isi. Untuk itu analisis isi harus objektif. Maka ukuran-ukuran dan prosedur-prosedur yang dipergunakan harus dapat dipercaya, berarti apabila dilakukan penelitian ulang dengan bahan yang sama akan diperoleh hasil yang sama.68 Reliabilitas artinya memiliki sifat dapat dipercaya. Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas apabila dipergunakan berkali-kali oleh peneliti yang sama atau oleh peneliti yang lain tetap memberikan hasil yang sama (Forcese dan Richer, 1973: 71).69 Cara yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan cara Ole R. Holsti (1969) dengan formulanya:70 CR = 2M N1+N2 = 2(9+10) 24+24 68 Siti Nurmala Analisis Isi Berita Politik Tayangan Jurnal ANTV Pagi Periode April 2004, Skripsi Fakultas Ilmu Komunikasi Mercu Buana 2004, halaman 32. 69 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikas, Op. Cit., halaman 17. 70 Rachmat Kriyantono, Riset Komunikasi, Op. Cit., halaman 235.. 70 = 2(19) 48 = 40 48 CR = 0.79 CR = 0.79 x 100% = 79% Keterangan : CR : Coeficient Reliability M : Jumlah pernyataan yang disetujui oleh pengkoding (hakim) dan periset N1, N2 : Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding (hakim) dan periset Dalam formula Holsti, angka reliabilitas minimum yang ditoleransi adalah 70%. Artinya, kalau hasil perhitungan menunjukkan angka reliabilitas di atas 70%, berarti alat ukur itu benar-benar reliabel. Tetapi jika di bawah angka 70%, berarti alat ukur (coding sheet) bukan alat yang reliabel.71 71 ISAI, Panduan Analisis Isi Media, Jakarta, ISAI-TAF, 2005, halaman 51. 71 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1.1 Profil MD Entertainment Sejarah MD Entertainment MD Entertainment berdiri pada tanggal 1 Agustus 2002 atas gagasan 4 orang pendirinya yaitu: Dhamoo Punjabi, Manoj Punjabi, Sunita Punjabi dan Shania Punjabi. Pada awal berdirinya, MD entertainment berkantor di Bursa Efek Jakarta lalu pindah ke Plaza Permata, sampai akhirnya dapat menempati gedung sendiri yang beralamat di JL. Tanah Abang III no. 23A. Gedung MD entertainment yang baru, diresmikan pada tanggal 6 September 2003 oleh Gubernur DKI Jakarta yang saat itu menjabat yaitu bapak Sutiyoso dan Menteri Komunikasi & Informasi saat itu yaitu bapak Syamsul Mu’arif. Kata MD didepan tulisan Entertainment bukanlah suatu singkatan, melainkan sepasang huruf yang menarik yang memancing rasa ingin tahu namun juga mudah diingat, baik bila diucapkan dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Inggris. MD adalah sebuah rumah produksi baru yang terbentuk dalam situasi unik yang penuh tantangan, dimana pengalaman yang dimiliki digabungkan dengan kesempatan yang berlandaskan pendekatan segar dengan situasi yang baru dan penuh tantangan dengan dukungan tenaga-tenaga kerja muda yang penuh semangat, kreatif, dan dedikasi yang tinggi. 71 72 4.1.2 Tujuan dibentuknya MD Entertainment MD bertujuan untuk selalu menghasilkan sinetron yang didasarkan atas cerita yang menarik yang dapat memberikan makna dan warna bagi kehidupan, sehingga sinetron MD tidak hanya mempunyai nilai seni dan estetika yang dapat memberikan hiburan segar tapi juga sekaligus mempunyai nilai moral dan pendidikan (edukatif) bagi pemirsanya, sehingga tidak hanya sekedar menjual mimpi dan parade bintang. Sajian MD juga ditujukan bagi segala usia dan semua lapisan serta golongan masyarakat, bahkan setiap individu, karena semua orang berhak untuk mendapatkan hiburan yang berkualitas. 4.1.3 Motto MD Entertainment Motto MD Entertainment adalah inovasi, kreatifiti, kualitas. 4.1.4 Visualisasi Logo MD Entertainment Visualisasi logo MD yang sederhana, mewakili teknologi maju yang mutakhir, khususnya dalam pendekatan terhadap kreasi sebuah entertainment. Tiga tiang penyangga yang solid dari huruf M, memberikan indikasi kekuatan dan keyakinan atas tiga prinsip yang menjadi acuan bagi MD, yaitu inovasi, keanggunan dan kualitas. Kekuatan dan keyakinan ini dibuat lentur oleh lengkungan halus untuk menggambarkan keluwesan yang diperlukan untuk mendukung keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Kombinasi warna hijau, kuning dan coklat, merupakan warna-warna yang mempertegas warna emas huruf 'MD'. Warna yang luar biasa ini diramu 73 dari warna-warna yang semula biasa-biasa saja, merupakan simbol dari nilai kreatif sebuah tim kerja yang inovatif. Sebuah kreasi baru dari hakekat kilau emas dengan menghindari kesan glamor yang selalu dikaitkan dengan dunia entertainment/showbiz selama ini. Warna hitam yang menjadi latar belakang, menunjukkan keanggunan dan kewibawaan yang melambangkan pendekatan modern yang diterapkan oleh MD. Diharapkan MD dapat lebih maju dan berkembang dalam ikut memperkaya khasanah dunia entertainment di Indonesia, khususnya melalui produksi sinetron-sinetron dan film yang berkualitas. 4.1.5 Manajemen MD Entertainment Board of Commissioners : 1.o Punjabi – President Commissioner 2. Mrs. Sunita Punjabi – Commissioner Board of Directors : 1. Mr. Manoj Punjabi – President Director 2. Mrs. Shania Punjabi – Director of Corporate Affairs 4.1.6 Pertumbuhan MD Entertainment Awal dibangun, MD entertainment hanya terdiri dari lima karyawan dan satu ruang kerja. Namun saat ini MD entertainment telah memiliki kurang lebih 200 karyawan tetap dan ratusan karyawan kontrak. 74 Di tahun pertama, MD memproduksi beberapa sinetron yang laris di televisi seperti ‘Si Yoyo’, ‘Si Kembar’, dan ‘Dia’. Dan saat ini MD telah memproduksi lebih dari 100 (seratus) judul dan program-program MD mengudara sebanyak 25 jam per minggunya. 4.1.7 Penghargaan Dalam 3 (tiga) tahun belakangan ini MD entertainment telah menerima beberapa penghargaan, yakni: 1. Tahun 2005 Di tahun ini, sinetron ‘Malin Kundang’ mendapat penghargaan ‘best programme’ dalam ajang SCTV Awards dan ‘Bawang Merah Bawang Putih’ mendapat penghargaan ‘Top Show of The Year’ dalam ajang penghargaan Panasonic Awards. 2. Tahun 2006 Di tahun ini, sinetron musikal ‘Mimpi Manis’ mendapat penghargaan ‘best programme’ dalam ajang SCTV Awards dan ‘Hikma 2’ mendapat penghargaan ‘Top Show of The Year’ dalam ajang penghargaan Panasonic Awards. 3. Tahun 2007 Di tahun ini, sinetron ‘Cinderella’ mendapat penghargaan ‘best programme’ dalam ajang SCTV Awards dan ‘Hikma 2’. 75 4.2 Sekilas Tentang MD Pictures Saat ini dunia perfilman Indonesia kembali bangkit dengan banyak dihasilkannya film-film karya anak bangsa yang bermutu, berawal dari semangat ingin memajukan & menyemarakkan perfilman Indonesia. Dua tahun lalu MD mengembangkan produksinya ke layar lebar, maka lahirlah MD pictures. Film perdana MD pictures berjudul KALA yang disutradarai sekaligus ditulis oleh Joko Anwar (Best Director Janji Joni di dalam Film Festival Bali, penulis skenario terbaik film Arisan di Festival Film Bandung) berhasil mendapatkan banyak penghargaan dalam beberapa festival film internasional, seperti: 1. Best Cinematography (FFI 2007) 2. Best Indonesian Language (FFI 2007) 3. Best Film Of The World (Sound Magazine U.K 2008) 4. Best Film (Berlin Asia Hot Shots Film Festival Germany 2008) 5. Best Visual Achievement (Jury Awards-NY Asian Film Festival USA 2008) Film lain yang juga mendapat sambutan luar biasa, baik nasional maupun internasional adalah Ayat Ayat Cinta. Berikut adalah film-film produksi MD pictures: 1. Kala : Fachry Albar, Fahrani, Shanty, dll. (2007) 2. Suster Ngesot : Nia Ramadhani, Mike Lewis, dll. (2007) 3. Lawang Sewu : Thalita Latief, Marcell Darwin dll. (2007) 4. Beranak Dalam Kubur : Aditya Putri, Jula Perez dll. (2007) 5. Hantu Jembatan Ancol : Ben Joshua, Nia Ramadhani, dll. (2008) 76 6. Ayat Ayat Cinta : Fedi Nuril, Rianty, Carissa dll. (2008) 7. Kesurupan : Nia Ramadhani, dll. (2008) 8. Namaku Dick : Tora Sudiro, VJ Marissa dll. (2008) 9. Best Friend : Nikita Willy, Risty Tagor dll. (2008) 10. Oh Baby : Cinta Laura, Randy P dll (2008) 11. Asoy Geboy : Raffi Ahmad, Indah Kalalo dll. (2008) 12. Cinta Lokasi : Luna Maya, Tora Sudiro dll. (2008) Struktur kepemimpinan di MD pictures adalah sebagi berikut: 1. Producer : Dhammo Punjabi & Manoj Punjabi 2. Executive Producer : Shania Punjabi 3. Produser Pelaksana : Karan Mahtani 4. Director of Sales & Promotion : Shania Punjabi 5. Public Relation Manager : Mita Nurani 6. Casting Director : Sanjay Mulani 4.3 Profil Film Ayat Ayat Cinta 4.3.1 Sinopsis Ini adalah kisah cinta. Tapi bukan cuma sekedar kisah cinta yang biasa. Ini tentang bagaimana menghadapi turun-naiknya persoalan hidup dengan cara Islam. Fahri bin Abdillah adalah pelajar Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al Azhar. Berjibaku dengan panas-debu Mesir. Berkutat dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Bertahan dengan 77 menjadi penerjemah buku-buku agama. Semua target dijalani Fahri dengan penuh antusiasme kecuali satu: menikah. Kenapa? Karena Fahri adalah laki-laki taat yang begitu ‘lurus’. Dia tidak mengenal pacaran sebelum menikah. Dia kurang artikulatif saat berhadapan dengan mahluk bernama perempuan. Hanya ada sedikit perempuan yang dekat dengannya selama ini. Neneknya, Ibunya dan saudara perempuannya. Betul begitu? Sepertinya pindah ke Mesir membuat hal itu berubah. Tersebutlah Maria Girgis. Tetangga satu flat yang beragama Kristen Koptik tapi mengagumi Al Quran. Dan menganggumi Fahri. Kekaguman yang berubah menjadi cinta. Sayang cinta Maria hanya tercurah dalam diary saja. Lalu ada Nurul. Anak seorang kyai terkenal yang juga mengeruk ilmu di Al Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis manis ini. Sayang rasa mindernya yang hanya anak keturunan petani membuatnya tidak pernah menunjukkan rasa apa pun pada Nurul. Sementara Nurul pun menjadi ragu dan selalu menebak-nebak. Setelah itu ada Noura. Juga tetangga yang selalu disika Ayahnya sendiri. Fahri berempati penuh dengan Noura dan ingin menolongnya. Sayang hanya empati saja. Tidak lebih. Namun Noura yang mengharap lebih. Dan nantinya ini menjadi masalah besar ketika Noura menuduh Fahri memperkosanya. Terakhir muncullah Aisha. Si mata indah yang menyihir Fahri. Sejak sebuah kejadian di metro, saat Fahri membela Islam dari tuduhan kolot dan 78 kaku, Aisha jatuh cinta pada Fahri. Dan Fahri juga tidak bisa membohongi hatinya. Lalu bagaimana bocah desa nan lurus itu menghadapi ini semua? Siapa yang dipilihnya? Bisakah dia menjalani semua dalam jalur Islam yang sangat dia yakini? 4.3.2 Karakter Tokoh Utama a. Fahri bin Abdullah, 28 th (Fedi Nuril) Mahasiswa bersahaja yang memegang teguh prinsip hidup dan kehormatannya. Cerdas dan simpatik hingga membuat beberapa gadis 'jatuh hati'. Dihadapkan pada kejutan-kejutan menarik atas pilihan hatinya. b. Aisha, 25 th (Rianti Cartwright) Mahasiswi asing keturunan Jerman dan Turki, cerdas, cantik dan kaya raya. Latar belakang keluarganya yang berliku mempertemukan dirinya dengan Fahri. c. Maria Girgis, 26 th (Carissa Putri) Gadis Kristen Koptik yang jatuh cinta pada Islam. Dia menderita karena cinta yang teramat dalam kepada Fahri. d. Noura bin Bahadur, 22 th (Zaskia Adya Mecca) Siksa telah menjadi bagian dalam hidupnya. Janin yang dikandungnya 79 menjadikannya terobsesi pada Fahri untuk menjadi ayah dari calon bayinya. e. Nurul binti Ja'far Abdur Razaq, 26 th (Melanie Putria) Anak kyai besar di Jawa Timur. Dengan aura yang menenangkan, kecerdasan dan kualitasnya menyatukan segala kelebihannya, dia sangat percaya diri untuk meminang Fahri sebagai suaminya. 4.3.3 Crew dan Cast 4.3.3.1 Crew Director : Hanung Bramantyo Producer : Dhamoo Punjabi Manoj Punjabi Executive Producer : Shania Punjabi Co-Producer : Karan Mahtani Line Producer : Tika Angela Sandy Muslich Widjaya Screenplay : Ginatri S. Noer Salman Aristo Hanung Bramantyo Still Photo : Erick Wirasakti Director of Photography : Faozan Rizal Film Editor : Sastha Sunu Music Composed : Tya Subiyakto 80 Sound Designer : Satrio Budiono Adimolana Mahmud Art Director : Allan Sebastian Make Up : Didin Syamsudin Costume Designer : Retno Ratih Damayanti Casting : Sanjay Mulani Ameliya Octavia Ruth Damai Pakpahan 4.3.3.2 Cast 1. Fedi Nuril 2. Rianty Rhiannon Cartwright 3. Carissa Puteri 4. Melanie Putria 5. Zaskia Adya Mecca 6. Marini Burhan 7. Surya Saputra 8. Rudi Wowor 9. Leroy Osmani 10. Hj. Mieke Wijaya 11. Oka Antara 12. Dennis Adhiswara 13. Sellen Fernandez 81 Also Starring : Mochtar Sum Sito Resmi Amak Baldjun 4.3.4 Prestasi Film Ayat Ayat Cinta Film Ayat Ayat Cinta merupakan film paling fenomenal di eranya, karena berhasil memperoleh penonton sampai 3,8 juta orang. Tidak hanya di Indonesia, film ini juga diputar di Malaysia, Singapore, Hongkong, CannesPerancis, Jepang, Tehran-Iran dan Alexandria-Cairo. Beberapa penghargaan yang diperoleh film ini adalah sebagai berikut: 2. Best Movie (Festival Film Bandung 2008) 3. Rolling Stone Award 2008 (Box Office Movie Of The Year) 4. Muri Award 2008 4.4 Hasil Penelitian Pada bab ini, peneliti menguraikan hasil penelitian dari data yang diperoleh dengan cara mendeskripsikan data mengenai perbandingan isi film dan novel Ayat Ayat Cinta dilihat dari sisi penceritannya. Berdasarkan penelitian yang diperoleh peneliti menunjuk dua orang koder yakni, Boim Lebon (penulis) dan Dian W Sasmita (sutradara film “Dea Lova" dan produser). 82 4.5 Kecenderungan Isi Film dan Novel Ayat Ayat Cinta Dilihat Dari Sisi Penceritaannya 4.5.1 Tema Tema dapat diartikan sebagai makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema dalam sebuah film dan novel mengandung makna yang masih sangat umum yang nantinya akan diperinci lagi dalam sequence maupun bab. Pada film Ayat Ayat Cinta, tema film diperinci ke dalam 8 (delapan) sequence.72 Sedangkan pada novel, tema di masukkan ke dalam 33 bab Berikut hasil analisis kecenderungan tema yang terdapat dalam film dan novel Ayat Ayat Cinta pada setiap sequence dan bab. 72 Wawancara dengan Salman Aristo, Penulis Skenario Film “Ayat Ayat Cinta”, Jakarta, tanggal 24 Desember 2008. 83 Tabel 5.1.1 Tema Tema ∑ Film Sequence % Tema ∑ Novel Bab % Percintaan 0 0.00% Percintaan 2 6.06% Rumah Tangga 0 0.00% Rumah tangga 2 6.06% Perselingkuhan 0 0.00% Perselingkuhan 0 0.00% Pembauran 0 0.00% Pembauran 2 6.06% Persahabatan 0 0.00% Persahabatan 1 3.03% Kepahlawanan/heroik 0 0.00% Kepahlawanan/heroik 3 9.09% Petualangan 0 0.00% Petualangan 0 0.00% Balas dendam 0 0.00% Balas dendam 2 6.06% Keagamaan/religi 0 0.00% Keagamaan/religi 6 18.18% Persahabatan dan religi 1 12.5% Religi dan pembauran 4 12.12% Kepahlawanan dan percintaan 1 12.5% Pembauran dan persahabatan 1 3.03% Percintaan dan pembauran 1 12.5% Pembauran, persahabatan dan religi 2 6.06% Percintaan dan balas dendam 1 12.5% Percintaan dan persahabatan 1 3.03% Religi dan keikhlasan 1 12.5% Percintaan dan religi 4 12.12% Keikhlasan 1 12.5% Rumah tangga dan religi 1 3.03% Percintaan dan keikhlasan 1 12.5% Balas dendam dan religi 1 3.03% Rumah tangga dan religi 1 12.5% Keikhlasan, religi dan pembauran 1 3.03% 8 100% 33 100% Jumlah Jumlah 84 Tabel Grafik 5.1.2 Tema Film “Ayat Ayat Cinta” Tema Film Percintaan Rumah Tangga Perselingkuhan Pembauran Persahabatan Kepahlawanan/ heroik Petualangan Balas dendam 13% 0% 13% 13% 13% 13% 13% 13% 13% Keagamaan/ religi Persahabatan dan religi Kepahlawanan dan percintaan Percintaan dan pembauran Percintaan dan balas dendam Religi dan keikhlasan Keikhlasan Percintaan dan keikhlasan Rumah tangga dan religi Sumber: Hasil Penelitian 85 Berdasarkan tabel di atas terlihat, dalam setiap sequence film Ayat Ayat Cinta terdapat tema yang berbeda-beda yakni: 1. Pada sequence 1 (satu) mengangkat tema persahabatan dan religi. 2. Sequence 2 (dua) bertemakan kepahlawanan dan percintaan. 3. Sequence 3 (tiga) memiliki tema percintaan dan pembauran. 4. Sequence 4 (empat) mengambil tema percintaan dan balas dendam. 5. Pada sequence 5 (lima) mengangkat tema religi dan keikhlasan. 6. Sequence 6 (enam) bertemakan keikhlasan. 7. Sequence 7 (tujuh) mengambil tema percintaan dan keikhlasan 8. Sequence terakhir, yaitu sequence 8 (delapan) memiliki tema rumah tangga dan religi. Kesemua tema diatas memiliki frekuensi yang sama sebesar 12.5%. Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasanya, kecenderungan tema yang diangkat dalam film Ayat Ayat Cinta adalah percintaan yang juga didasari oleh religi serta keikhlasan. Tema percintaan yang diangkat berkutat seputar cinta segitiga antara tokoh Fahri dengan Maria dan Aisha, yang pada akhirnya terjebak pada pernikahan poligami. Juga mengenai perempuan-perempuan disekeliling Fahri yang memendam perasaan cinta terhadap Fahri. Tokoh perempuan yang kental terlihat memendam perasaan cinta pada Fahri adalah tokoh Nurul dan Noura. Bahkan cinta Noura digambarkan sebagai cinta yang berubah menjadi obsesi dan kekecewaan yang berimplementasi negatif, sehingga pada akhirnya membuat Noura memfitnah Fahri. 86 Tema religi dalam film ini, terwujud pada atmosfir yang dibangun cerita yang sarat akan nuansa islami. Selain itu, setting kota Cairo yang memang termasuk ke dalam negara islam memperkuat unsur religi (islam) dalam film ini. Sedangkan tema keikhlasan sangat identik dengan tokoh Aisha yang rela di poligami. 87 Tabel Grafik 5.1.3 Tema Novel “Ayat Ayat Cinta” Tema Novel Percintaan Rumah tangga Perselingkuhan Pembauran Persahabatan Kepahlawanan/heroik Petualangan 12% 3% 3%3% 3% 6% Balas dendam Keagamaan/religi 9% 0% 6% 6% 3% 12% 6%0% 6% 3% Religi dan pembauran 18% Pembauran dan persahabatan Pembauran, persahabatan dan religi Percintaan dan persahabatan Percintaan dan religi Rumah tangga dan religi Balas dendam dan religi Keikhlasan, religi dan pembauran Sumber: Hasil Penelitian 88 Tema dalam sebuah novel menjadi identitas novel tersebut. Dari hasil analisa di atas diketahui kecenderungan tema yang terdapat dalam novel Ayat Ayat Cinta yakni, keagamaan/religi dengan persentase 18.18%. Dalam novel ini dijelaskan bagaimana seorang santri menjalani kehidupan keagamaannnya. Dimana santri tersebut adalah seorang pelajar Indonesia yang menempuh pendidikan di universitas Al Azhar, Cairo. Sosok santri tersebut digambarkan sangat memegang teguh ajaran agama yang dianutnya yaitu, islam. Dari sinilah tema keagamaan sangat kental terasa. Selain itu perjalanan santri tersebut yang mencari pendamping hidup melalui proses ta’aruf serta caranya menghadapi permasalahan yang terjadi dalam kehidupannya, menjadikan novel ini penuh dengan nuansa keagamaan/religi. Disamping dalam beberapa bab juga mengangkat tematema yang lain seperti, tema percintaaan dan pembauran yang menambah warna pada novel ini, serta tema-tema yang lain. 4.5.2 Opening Opening merupakan elemen awal dalam sebuah cerita film dan novel. Pada film, elemen ini digunakan untuk menarik perhatian penonton. Sedangkan dalam sebuah novel menandai adanya bab baru yang memiliki kesinambungan dengan bab sebelumnya. Berikut hasil analisa opening pada film serta novel Ayat-Ayat Cinta. 89 Tabel 5.2.1 Opening Opening ∑ Film Sequence % Opening ∑ Novel Bab % Exposition 1 12.5% Exposition 16 48.48% Inciting moment 3 37.5% Inciting moment 4 12.12% Rising action 4 50% Rising action 13 39.39% 8 100% 33 100% Jumlah Jumlah Tabel Grafik 5.2.2 Opening Film “Ayat Ayat Cinta” Opening Film 13% Exposition Inciting moment 49% 38% Sumber: Hasil Penelitian Rising action 90 Hasil tabel diatas menunjukkan sebagian besar opening pada film ini, cenderung menggunakan rising action, yakni sebesar 50%. Secara umum rising action digunakan untuk membuat penonton bersimpati pada pada tokoh protagonis. Sequence-sequence yang menggunakan rising action dalam opening-nya adalah : 1. Sequence 4 Sequence ini diawali dengan sakitnya (berupa mental dan fisik) tokoh Maria akibat depresi karena Fahri telah menikah. 2. Sequence 5 Pada sequence ini, Aisha menemui pengacara Indonesia untuk membela Fahri di persidangan. Lalu datang ke flat Fahri demi mencari tahu mengenai sosok Fahri yang sebenarnya. 3. Sequence 6 Sequence 6 menggunakan opening yang ditandai dengan ke datangan Aisha menemui ibu dari Maria. Kemudian madame Nahed (ibu dari Maria) bercerita mengenai sakitnya Maria. 4. Sequence 8 Sequence ini dibuka dengan kedatangan Maria ke rumah Fahri dan Aisha untuk tinggal bersama. Pada adegan ini terlihat mimik wajah Maria yang “kikuk”. 91 Tabel Grafik 5.2.3 Opening Novel “Ayat-Ayat Cinta” Opening Novel 39% 49% Exposition Inciting moment Rising moment 12% Sumber: Hasil Penelitian Dari grafik diatas dapat diketahui, 48.48% opening dalam novel Ayat Ayat Cinta berbentuk exposition, 39.39% rising action dan 12.12% inciting moment. Dari hasil tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwasanya kecenderungan opening dalam novel Ayat Ayat Cinta adalah exposition. Dimana pencerita akan memberikan “keterangan” terlebih dahulu, tidak langsung masuk ke dalam pokok permasalahan yang diangkat dalam bab tersebut. 92 4.5.3 Karakter Tokoh Utama Tokoh utama dalam sebuah film merupakan tokoh tumpuan. Dimana tokoh ini yang menjadi sorotan utama. Film Ayat Ayat Cinta memiliki 3 (tiga) tokoh utama yakni Fahri, Aisha dan Maria.73 Sedangkan tokoh utama pada novel Ayat Ayat Cinta digambarkan hanya 1 (satu) orang yaitu, Fahri Bin Abdullah Syiddiq. Dan Tabel dibawah ini adalah hasil analisa penulis mengenai kecenderungan karakter tokoh utama dalam setiap sequence dan bab. Tabel 5..3.1 Karakter Tokoh Utama Karakter ∑ Tokoh Utama Sequence % ∑ % Tokoh Utama Bab Film Novel Protagonis 8 100% Protagonis 33 100% Sidekick 0 0.00% Sidekick 0 0.00% Antagonis 0 0.00% Antagonis 0 0.00% Kontagonis 0 0.00% Kontagonis 0 0.00% Skeptis 0 0.00% Skeptis 0 0.00% 8 100% 33 100% Jumlah 73 Karakter Jumlah Wawancara dengan Ginatri S Noer, Penulis Skenario “Ayat Ayat Cinta, Jakarta, tanggal 29 Januari 2009. 93 Tabel Grafik 5.3.2 Karakter Tokoh Utama Film “Ayat Ayat Cinta” Karakter Tokoh Utama Film 0% Protagonis Sidekick Antagonis Kontagonis 100% Skeptis Sumber: Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan karakter tokoh utama dalam film Ayat Ayat Cinta yaitu protagonis. Hal tersebut dapat terlihat dari data tabel diatas yang menunjukkan angka 100%. Pada karakter Fahri kekuatan karakter ini terdapat pada ketaatan yang dimilikinya. Sedangkan kekuatan karakter pada tokoh Maria terdapat pada bagaimana ia memendam rasa cintanya kepada Fahri. Sebab Maria adalah simbol cinta pada film ini, yang menggambarkan cinta yang tulus, cinta yang penuh dengan pengorbanan. Tokoh Aisha sendiri adalah simbol godaan (harta, cantik) yang berwujud duniawi, yang bersifat positif. 94 Tabel Grafik 5.3.3 Karakter Tokoh Utama Novel “Ayat Ayat Cinta” Karakter Tokoh Utama Novel 0% Protagonis Sidekick Antagonis Kontagonis 100% Skeptis Sumber: Hasil Penelitian Dari hasil analisis diketahui bahwa karakter tokoh Fahri dalam novel Ayat Ayat Cinta adalah protagonis. Hal ini tergambar dari sosoknya yang bersahaja, memiliki rasa kepedulian yang tinggi, taat beribadah dan sopan serta sangat menghargai wanita. Pada novel ini, tokoh Fahri digambarkan sebagai sosok yang “sempurna” oleh sang penulis (Habbiburahman El Shirazy). Terlihat dari kepribadian Fahri seperti yang diungkapkan diatas. 95 4.5.4 Alur Cerita/Plot Alur/plot merupakan urutan dalam sebuah cerita. Film dapat dikatakan memiliki cerita jika telah memiliki alur/plot, begitupun pada novel. Alur dalam sebuah novel menjadi “lalu lintas” cerita yang dihadapi. Alur tersebut sangat menentukan bagaimana sebuah novel dapat menarik bagi pembacanya agar terhanyut ke dalam cerita yang dibawa novel itu. Dalam hal ini peneliti akan mencoba memaparkan alur yang dipakai dalam penceritaan film dan novel Ayat Ayat Cinta. 96 Tabel 5.4.1 Alur Cerita/ Plot Alur Cerita/ Plot ∑ Film Sequence % Alur Cerita/Plot ∑ Novel Bab % Maju 1 12.5% Maju 28 84.85% Mundur 0 0.00% Mundur 0 0.00% Cepat 0 0.00% Cepat 0 0.00% Lambat 0 0.00% Lambat 5 15.15% Lurus 1 12.5% Lurus 0 0.00% Bercabang 0 0.00% Bercabang 0 0.00% Maju dan mundur 2 25% Maju dan lurus 4 50% 8 100% 33 100% Jumlah Jumlah 97 Tabel Grafik 5.4.2 Alur Cerita/ Plot Film “Ayat Ayat Cinta” Alur Cerita/ Plot Film Maju 13% Mundur 0% 13% Cepat Lambat 49% 0% 25% Lurus Bercabang Maju dan mundur Maju dan lurus Sumber: Hasil Penelitian Dari hasil analisis diketahui, sebagian besar sequence yang terdapat pada film Ayat Ayat Cinta cenderung menggunakan alur maju dan lurus dengan frekuensi 50%. Penggambaran alur pada film ini dimulai dari Fahri bertemu dengan Maria lalu Aisha dan menikah dengan Aisha serta karena pernikahan itu, Maria sakit. Kemudian hadirnya Noura yang memfitnah Fahri dan pada akhirnya Fahri dibebaskan dari dakwaan. Kemudian Fahri, Aisha dan Maria menjalani kehidupan bertiga (dalam pernikahan poligami). Terakhir Maria meninggal dunia. Pada tabel diatas juga ditunjukkan sebesar 25% bagian dari alur menggunakan alur maju dan mundur dimana alur ini dipakai pada sequence yang terdapat pengangkatan peristiwa flashback yang kemudian kembali lagi 98 ke alur utama. Alur maju dan mundur dalam film ini, terdapat dalam sequence 6 (enam) dan sequence 7 (tujuh). Pada sequence 6 (enam), alur maju dan mundur terlihat pada saat Fahri diminta Aisha untuk merekam suaranya saat di penjara. Sequence 7 (tujuh), ketika Maria memberikan kesaksiannya untuk membela Fahri di pengadilan. Tabel Grafik 5.4.3 Alur Cerita/Plot Novel “Ayat Ayat Cinta” Alur Cerita/ Plot Novel 15% 0% Maju 0% Mundur Cepat Lambat Lurus 85% Bercabang Sumber: Hasil Penelitian Alur cerita/plot yang cenderung ada pada novel Ayat Ayat Cinta adalah alur maju. Dimana menceritakan dari asal mula Fahri mendapatkan pasangan hidup juga konflik yang mendera hidupnya. Selain 99 alur maju dalam bab ini juga terdapat alur lambat. Dimana alur tersebut menjadi kekhasan dari beberapa novel. 4.5.5 Konflik Tabel berikut ini, menganalisa konflik yang terdapat dalam film dan novel Ayat Ayat Cinta. Tabel 5.5.1 Konflik Konflik ∑ Film Sequence Internal 5 62.5% Internal 9 27.27% Eksternal 3 37.5% Eksternal 11 33.33% Datar (Flat) 12 36.36% Internal dan eksternal 1 3.03% Jumlah 33 100% Jumlah 8 % Konflik Novel ∑ % Bab 100% 100 Tabel Grafik 5.5.2 Konflik Film “Ayat Ayat Cinta” Konflik Film 38% Internal Eksternal 62% Sumber: Hasil Penelitian Dari hasil analisa penulis diketahui bahwa sebesar 62.5% konflik yang terjadi pada film Ayat Ayat Cinta yaitu cenderung kepada konflik internal. Konflik internal ini terdapat pada beberapa sequence, yakni: 1. Sequence 4 Konflik pada sequence ini didasari oleh pernikahan Fahri dengan Aisha yang membuat Maria sakit karena depresi yang berkepanjangan. 2. Sequence 5 Pada sequence ini konflik dimulai pada saat Fahri berada di dalam penjara. Dimana ia mengalami pergulatan batin yang luar biasa. 101 3. Sequence 6 Sequence ini menengahkan konflik batin yang dialami oleh Aisha saat meminta Fahri untuk menikahi Maria. 4. Sequence 7 Konflik dalam sequence ini muncul ketika Maria memasuki kehidupan Fahri dan Aisha. 5. Sequence 8 Sequence kedelapan memberikan gambaran konflik rumah tangga yang didasari oleh pernikahan poligami dengan dibalut cinta segitiga antara ketiga tokoh utama. Tabel Grafik 5.5.3 Konflik Novel “Ayat Ayat Cinta” Konflik Novel 3% 27% 37% Internal Eksternal Datar (Flat) 33% Sumber: Hasil Penelitian Internal dan eksternal 102 Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa konflik yang terdapat pada novel Ayat Ayat Cinta adalah 36.36% datar (flat), 33.33% eksternal dan 27.27% internal. Konflik datar dalam sebuah novel memang sering digunakan dalam setiap babnya. Sebab pada bab-bab tersebut digunakan untuk memberi “keterangan” cerita. Yang digunakan untuk memancing rasa penasaran pembaca novel. Konflik utama biasanya akan muncul di pertengahan/pun mendekati akhir cerita. 4.5.6 Gaya Bahasa Film dan novel memiliki gaya bahasanya sendiri, meskipun film dan memiliki kesamaan yakni mengkomunikasikan pesan. Dan berikut ini adalah hasil analisis penulis mengenai gaya bahasa yang terdapat dalam film serta novel Ayat Ayat Cinta. 103 Tabel 5.6.1 Gaya Bahasa Gaya Bahasa ∑ Film Sequence % Gaya Bahasa ∑ Novel Bab % Sehari-hari 0 0.00% Sehari-hari 0 0.00% Resmi 0 0.00% Resmi 0 0.00% Bertutur 0 0.00% Bertutur 33 100% Audio 0 0.00% Audio 0 0.00% Visual 0 0.00% Visual 0 0.00% Audio dan visual 8 100% Audio dan visual 0 0.00% 8 100% Jumlah 33 100% Jumlah 104 Tabel Grafik 5.6.2 Gaya Bahasa Film “Ayat Ayat Cinta” Gaya Bahasa Film 0% Sehari-hari Resmi Bertutur Audio Visual 100% Audio dan visual Sumber: Hasil Penelitian Film memiliki grammer sendiri yang diwujudkan dalam audio dan visual. Dari hasil analisa, gaya bahasa yang digunakan pada film Ayat Ayat Cinta cenderung berupa audio dan visual dengan frekuensi 100%. Pada film Ayat Ayat Cinta, gaya bahasa visual yang digunakan didekatkan pada SPOK (gaya bahasa dalam teks) sehingga tidak berjarak. Jadi penonton akan lebih mudah menangkap pesan yang dimaksud dalam film ini. Karena sejak awal, film sudah diproyeksikan untuk visual yang juga menjadi aspek utama dalam sebuah film. Sebab film adalah sebuah media, dimana esensi utama sebuah media adalah menyampaikan pesan. Visual yang digunakan film Ayat Ayat Cinta adalah cerminan dari cerita yang berlatar belakang muslim. Dengan menampilkan elemen-elemen 105 dasar seperti perempuan berjilbab, baju kokoh, peci dan lain sebagainya. Juga menampilkan elemen-elemen lain yang tidak biasa seperti masjid AlAzhar, kisi-kisi/sekat-sekat di tembok serta properti-properti seperti sajadah, Al-Qur’an, tasbih, dan lain-lain. Sedangkan audio yang digunakan dalam gaya bahasa film Ayat-Ayat Cinta tidak hanya berupa dialog tapi juga suarasuara lain seperti suara orang mengaji di dalam ruangan dan suara adzan di lorong-lorong eksterior yang dipakai untuk memperkuat visual/memberikan simbol pada film ini. Juga digunakan untuk membangun sebuah dunia di dalam frame agar dipahami penonton sebagai film dengan nuansa islami. Tabel Grafik 5.6.3 Gaya Bahasa Novel “Ayat Ayat Cinta” Gaya Bahasa Novel 0% Sehari-hari Resmi Bertutur Audio Visual 100% Sumber: Hasil Penelitian Audio dan visual 106 Hasil penelitian menunjukkan gaya bahasa yang digunakan pada novel Ayat ayat Cinta adalah bertutur. Gaya bahasa bertutur adalah gaya bahasa bercerita, yang memang lazim digunakan oleh novel-novel dalam mengungkapkan kisah yang terdapat di dalamnya. Sehingga akan memancing imajinasi pembaca untuk “hanyut” ke dalam cerita tersebut. 4.5.7 Closing Closing pada sebuah film digunakan untuk menandai berakhirnya satu bagian cerita. Sedangkan pada novel, closing menandai berakhirnya satu bagian cerita yang terdapat dalam bab. Tabel dibawah ini adalah analisa penulis mengenai closing yang terdapat dalam film dan novel Ayat Ayat Cinta, yang didasarkan atas sequence per sequence serta bab per bab Tabel 5.7.1 Closing Closing ∑ Film Sequence % Closing ∑ Novel Bab % Sad Ending 4 50% Sad Ending 10 30.30% Happy Ending 4 50% Happy Ending 14 42.42% Flat Ending 9 27.27% Jumlah 33 100% Jumlah 8 100% 107 Tabel Grafik 5.7.2 Hasil Analisis Isi Closing Film Ayat Ayat Cinta Closing Film Sad Ending 50% 50% Happy Ending Sumber: Hasil Penelitian Dalam film Ayat Ayat Cinta, closing digunakan sebagai ‘benang merah’ antar sequence selain sebagai ending cerita keseluruhan. Menurut hasil analisa, kecenderungan closing film ini sama-sama mengarah ke sad ending dan happy ending dengan frekuensi yang sama yakni 50%. Closing sad ending pada film Ayat Ayat Cinta terdapat pada sequence 3-6. Sedangkan closing happy ending film ini terdapat pada sequence 1-2, 78. Dimana dalam sequence kedelapan digunakan sebagai ending seluruh cerita film. 108 Tabel Grafik 5.7.3 Closing Novel “Ayat Ayat Cinta” Closing Novel 27% 30% Sad Ending Happy Ending Flat Ending 43% Sumber: Hasil Penelitian Tabel di atas menunjukkan bahwa kecenderungan closing dalam novel Ayat Ayat Cinta yakni, happy ending. Hal tersebut dapat terlihat dari bab 3, 4, 6, 11, 12, 15, 18, 20, 21, 22, 23, 25, 32, dan bab terakhir yaitu bab 33. 4.5.8 Pesan Film adalah media yang memberikan pengaruh yang kuat. Untuk itu dalam setiap film terdapat pesan yang terkandung. Pesan inilah yang kemudian akan dihantarkan kepada masyarakat. Dan pada novel, pesan dapat dikatakan sebagai amanat. Berikut adalah analisis penulis terhadap pesan yang terdapat pada film juga novel Ayat Ayat Cinta. 109 Tabel 5.8.1 Pesan Pesan Film ∑ % Pesan Novel Sequence ∑ % Bab Moral 1 12.5% Moral 3 9.09% Agama 3 37.5% Agama 11 33.33% Sosial 0 0.00% Sosial 6 18.18% Moral, agama dan sosial 2 Agama dan sosial 4 12.12% Moral dan sosial 1 12.5% Agama dan moral 6 18.18% Moral dan agama 1 12.5% Sosial dan Moral 3 9.09% 8 100% 33 100% Jumlah 25% Jumlah 110 Tabel Grafik 5.8.2 Pesan Film “Ayat-Ayat Cinta” Pesan Film 13% Moral 13% Agama 13% Sosial 37% 24% 0% Moral, agama dan sosial Moral dan sosial Moral dan agama Sumber: Hasil Penelitian Hasil tabel di atas menunjukkan, 37.5% pesan bersifat agama, 25% gabungan antara moral, agama dan sosial. Serta moral, moral dan sosial, moral dan agama masing-masing 12.5%. Hal tersebut menunjukkan bahwasanya kecenderungan pesan film ini adalah pesan keagamaan. Pesan tersebut dapat ditangkap melalui visualisasi yang diwujudkan dalam film ini. Seperti adegan Fahri sedang talaqi, Fahri yang tidak mau menjabat tangan perempuan yang bukan muhrimnya juga proses ta’aruf yang dijalani FahriAisha, adegan Fahri didalam penjara serta adegan-adegan yang lainnya. 111 Selain itu pesan moral dan sosial juga berusaha disampaikan film ini selain pesan utama tadi. Pesan moral dapat terlihat dari penggambaran tokoh Fahri yang begitu menghormati wanita. Sedangkan pada pesan sosial, terlihat pada kehidupan Fahri dengan kawannya dan Maria serta pernikahan Fahri dengan Aisha dan lain-lain. Yang menunjukkan bagaimana multikultural itu dapat hidup berdampingan dengan damai. Tabel Grafik 5.8.3 Pesan Novel “Ayat Ayat Cinta” Pesan Novel 9% Moral 9% Agama 18% Sosial 34% Agama dan sosial Agama dan moral 12% 18% Sosial dan Moral Sumber: Hasil Penelitian Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa kecenderungan pesan yang terkandung dalam novel Ayat Ayat Cinta adalah agama. Dimana hal 112 tersebut kental digambarkan melalui tokoh Fahri. Dan didukung oleh beberapa tokoh disekitar fahri seperti Aisha. Serta keseharian para tokoh yang terdapat pada novel ini. 4.5.9 Pola Alur/Jalan Cerita Pola alur dalam sebuah penceritaan film serta novel merupakan desain jalan cerita. Dimana menghubungkan sequence yang satu dengan sequence yang lainnya, juga bab yang satu dengan bab yang lainnya. Berikut adalah hasil analisa pola alur/jalan cerita dari film dan novel Ayat Ayat Cinta. 113 Tabel 5.9.1 Pola Alur/Jalan Cerita Pola Alur/ Jalan Cerita ∑ Film Sequence % Pola Alur/Jalan Cerita ∑ Novel Bab % Pola Cinta 0 0.00% Pola Cinta 9 27.27% Pola Sukses 0 0.00% Pola Sukses 4 12.12% Pola Cinderella 0 0.00% Pola Cinderella 0 0.00% Pola Segitiga 0 0.00% Pola Segitiga 1 3.03% Pola Kembali 0 0.00% Pola Kembali 0 0.00% Pola Balas Dendam 1 12.5% Pola Balas Dendam 3 9.09% Pola Konversi 0 0.00% Pola Konversi 0 0.00% Pola Pengorbanan 2 25% Pola Pengorbanan 4 12.12% Pola Keluarga 0 0.00% Pola Keluarga 3 9.09% Pola Pengorbanan dan Pola 1 12.5% Tidak 9 27.27% cinta 2 25% Pola Cinta dan Pola Segitiga 1 12.5% Pola Cinta dan Pola Balas 1 12.5% 8 100% 33 100% ada pola yang spesifik Dendam Pola Segitiga dan Pola Sukses Jumlah Jumlah 114 Tabel Grafik 5.9.2 Pola Alur/Jalan Cerita “Ayat Ayat Cinta” Pola Cinta Pola Alur/ Jalan Cerita Film Pola Sukses Pola Cinderella Pola Segitiga Pola Kembali 0% 6% Pola Balas Dendam 0% 13% 0% 6% Pola Konversi Pola Pengorbanan 50% 13% 6% 6% Pola Keluarga Pola Pengorbanan dan Pola cinta Pola Cinta dan Pola Segitiga Pola Cinta dan Pola Balas Dendam Pola Segitiga dan Pola Sukses Sumber: Hasil Penelitian Dari data pada tabel diatas dapat diketahui bahwa pola pengorbanan serta pola cinta dan pola segitiga menjadi kecenderungan pola yang dipakai pada sequence film Ayat Ayat Cinta, yaitu masing-masing sebesar 25%. 115 Kemudian disusul oleh pola balas dendam, serta gabungan antara pola pengorbanan dan pola cinta, pola cinta dan pola balas dendam, pola segitiga dan pola sukses. Masing-masing dengan persentase 12.5%. Berdasarkan hasil analisa yang diperoleh terlihat jelas jika film Ayat Ayat Cinta penuh dengan atmosfer cinta. Cinta yang digambarkan disini adalah cinta dengan berbagai bentuk yakni, cinta yang dilandasi dengan rasa iman, cinta dengan pengorbanan, cinta segitiga, cinta yang menimbulkan efek negatif dan cinta yang menyatukan kultur yang berbeda. 116 Tabel 5.9.3 Hasil Analisis Isi Pola Alur/Jalan Cerita Novel “Ayat Ayat Cinta” Pola Alur/Jalan Cerita Novel Pola Cinta Pola Sukses Pola Cinderella Pola Segitiga 27% 28% Pola Kembali Pola Balas Dendam 9% 12% 0% 9% 0% 3% 0% 12% Pola Konversi Pola Pengorbanan Pola Keluarga Tidak ada pola yang spesifik Sumber : Hasil Penelitian Dari hasil diatas diketahui bahwa novel Ayat Ayat Cinta memiliki 2 (kecenderungan) pola alur/jalan cerita dengan persentase yang sama yakni, 27.27%. Pertama pola cinta yang mengisahkan mengenai kisah cinta Fahri dengan Aisha, serta tokoh Nurul, Maria dan Noura yang diam-diam mencintai 117 Fahri. Kedua adalah tidak ada pola alur/jalan cerita yang spesifik. Hal tersebut dikarenakan dalam beberapa bab, hanya menceritakan tentang “keteranganketerangan” seperti kegiatan yang dilakukan tokoh Fahri selama 1 (satu hari) penuh atau perjalanan Fahri ke masjid untuk talaqi dan lain-lain. Tidak adanya pola yang spesifik dalam bab yang terdapat pada sebuah novel adalah hal biasa. Sebab ada beberapa jenis novel yang tidak masuk langsung ke dalam inti cerita. Dan novel Ayat Ayat Cinta termasuk didalamnya. 4.5.10 Sudut Pandang Pencerita Pengambilan sudut pandang pencerita dalam sebuah film adalah untuk memberi kesan akhir yang diinginkan. Dan Sudut pandang pencerita dalam sebuah novel digunakan untuk membatasi si pencerita dalam menempatkan dirinya pada novel. Tabel berikut ini adalah analisa sudut pandang pencerita film serta novel Ayat Ayat Cinta. 118 Tabel 5.10.1 Sudut Pandang Pencerita Sudut Pandang Pencerita ∑ Film Sequence % Sudut Pandang Pencerita ∑ Novel Bab % Orang Pertama Tunggal 0 0.00% Orang Pertama Tunggal 33 100% Orang Ketiga Serba Tahu 8 100% 0 0.00% Orang Ketiga Terbatas 0 0.00% Orang Ketiga Terbatas 0 0.00% 8 100% 33 100% Jumlah Orang Ketiga Serba Tahu Jumlah Tabel Grafik 5.10.2 Sudut Pandang Pencerita Film “Ayat Ayat Cinta” Sudut Pandang Pencerita dalam Film 0% Orang Pertama Tunggal Orang Ketiga Serba Tahu 100% Sumber: Hasil Penelitian Orang Ketiga Terbatas 119 Hasil analisa di atas menunjukkan bahwa pencerita dalam film Ayat Ayat Cinta cenderung menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu sebesar 100%/keseluruhan. Dimana sang pencerita berada di luar tokoh-tokoh atau cerita film ini. Di tangan sang pencerita-lah arah cerita dibawa. Tabel Grafik 5.10.3 Sudut Pandang Pencerita Novel “Ayat Ayat Cinta” Sudut Pandang Pencerita Novel 0% Orang Pertama Tunggal Orang Ketiga Serba Tahu 100% Orang Ketiga Terbatas Sumber: hasil Penelitian Hasil tabel tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan sudut pandang pencerita novel Ayat Ayat Cinta menempatkan dirinya adalah sebagai orang pertama tunggal dengan persentase 100%. Ciri dari sudut pandang itu adalah kata aku/saya yang dipakai dalam menceritakan sebuah 120 cerita. Biasa disebut sebagai “akuan”. Dalam novel ini pencerita menempatkan dirinya sebagai tokoh Fahri. 4.5.11 Unsur Dramatik Jika pada film unsur dramatik dibutuhkan untuk melahirkan gerak cerita pada film itu sendiri. Maka unsur dramatik dalam novel digunakan sebagai “bumbu” cerita agar pembaca novel dapat ikut masuk ke dalam cerita.Dalam film dan novel Ayat Ayat Cinta, hasil analisa penulis mengenai unsur dramatik adalah sebagai berikut. Tabel 5.11.1 Unsur Dramatik Unsur Dramatik ∑ Film Sequence % Unsur Dramatik ∑ Novel Bab % Konflik 6 75% Konflik 4 12.12% Suspense 2 25% Suspense 3 9.09% Curiosty 0 0.00% Curiosty 25 75.76% Surprise 0 0.00% Surprise 1 3.03% 8 100% 33 100% Jumlah Jumlah 121 Tabel Grafik 5.11.2 Unsur Dramatik Film “Ayat Ayat Cinta” Unsur Dramatik Film 25% 0% Konflik Suspense Curiosty 75% Surprise Sumber: Hasil Penelitian Menurut hasil analisa di atas, unsur dramatik yang cenderung dipakai oleh film Ayat-Ayat Cinta adalah konflik yang memiliki presentase 75%. Penggambaran konflik disini dapat dirasakan pada sequence 1-3, sequence 5-6, dan yang terakhir sequence 8. Sequence 1 (satu), konflik yang diwujudkan lebih kepada konflik yang muncul dari luar tokoh utama tapi menyangkut tokoh utama yakni, kejadian di metro, saat itu Aisha berdebat dengan penduduk setempat karena memberi tempat duduk kepada orang Amerika. Lalu Fahri yang coba menolong malah terkena hantaman dari penduduk tersebut. 122 Pada sequence 2 (dua), bentuk konflik yang ditonjolkan adalah konflik yang terjadi antara Noura dengan ayah tirinya. Bagaimana sang ayah memperlakukan Noura dengan tidak manusiawi sampai ingin menjual Noura. Konflik dalam sequence 3 (tiga) ini lebih kepada konflik percintaan antara Fahri dengan para wanita yang mengagumi dan memendam perasaan pada dirinya. Jika pada sequence-sequence sebelumnya konflik yang berasal dari luar diri. Kali ini, konflik yang ditonjolkan sequence 5 (lima) lebih kepada konflik dalam diri sendiri atau konflik batin. Dan hal tersebut sangat nampak saat frame Fahri berada di penjara. Juga saat Aisha bergelut dengan perasaannya sendiri. Apakah ia harus mempercayai Fahri/tidak dan rahasia apa saja yang disimpan Fahri? Semua pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari visualisasi diri Aisha menggambarkan konflik yang terjadi di dalam dirinya. Pada sequence 6 (enam) terjadi konflik yang datar tapi tajam. Dimana seorang isteri harus merelakan suaminya menikah lagi demi membebaskan sang suami dari segala fitnah dan hukum pidana yang dialamatkan. Sedangkan sequence terakhir, yakni sequence 8 (delapan) lebih mengedepankan konflik rumah tangga yang didasarkan atas poligami antara Aisha, Fahri dan Maria. 123 Tabel Grafik 5.11.2 Unsur Dramatik Novel “Ayat Ayat Cinta” Unsur Dramatik Novel 3% 12% 9% Konflik Suspense Curiosty Surprise 76% Sumber: Hasil Penelitian Hasil tabel diatas menunjukkan kecenderungan unsur dramatik yang dipakai dalam novel Ayat Ayat Cinta adalah curiosty sebanyak 75.76%. Unsur dramatik ini digunakan sebagai pemancing rasa keingintahuan pembaca mengenai tokoh atau kelanjutan cerita. cerita dibuat Biasanya dalam sebuah sedikit “menggantung” atau memunculkan hal-hal yang membuat pembaca novel menebak-nebak. Dan unsur dramatik tersebut terdapat pada bab 1, bab 2, bab 4, bab 5, bab 7-16, bab 20-25 dan bab 29-31. 124 4.5.12 Tipologi Tokoh Tipologi adalah istilah psikologi untuk membedakan tipe manusia. Dalam sebuah film dan novel, tipologi digunakan sebagai dasar membangun karakter tokoh. Di bawah ini adalah tabel analisa tipologi tokoh yang terdapat dalam film serta novel Ayat Ayat Cinta. Tabel 5.12.1 Tipologi Tokoh Tipologi Tokoh ∑ Film Sequence % Tipologi Tokoh ∑ Novel Bab % Piknis 0 0.00% Piknis 0 0.00% Leptosom 0 0.00% Leptosom 0 0.00% Atletis 0 0.00% Atletis 0 0.00% Displastis 0 0.00% Displastis 0 0.00% Sanguinis 2 Sanguinis 0 0.00% Melankolis 1 12.5% Melankolis 6 18.18% Koleris 1 12.5% Koleris 2 6.06% Flegmantis 4 50% 25 75.76% 8 100% 33 100% Jumlah 25% Flegmantis Jumlah 125 Tabel Grafik 5.12.2 Tipologi Tokoh Film “Ayat Ayat Cinta” Tipologi Tokoh dalam Film Piknis 0% 25% Leptosom Atletis Displastis Sanguinis 49% 13% 13% Melankolis Koleris Flegmantis Sumber: Hasil Penelitian Berdasarkan data tabel diatas, tipologi tokoh yang cenderung terlihat dalam sequence-sequence yang ada pada film Ayat Ayat Cinta yaitu flegmantis, sebesar 50%. 126 Tabel Grafik 5.12.3 Tipologi Tokoh Novel “Ayat Ayat Cinta” Tipologi Tokoh Novel Piknis 0% Leptosom 18% 6% Atletis Displastis Sanguinis Melankolis 76% Koleris Flegmantis Sumber: Hasil Penelitian Hasil analisa penulis menunjukkan kecenderungan tipologi tokoh dalam novel Ayat Ayat Cinta adalah flegmantis sebesar 75.76%. Namun dalam beberapa bab, tokoh ini juga digambarkan memiliki tipologi melankolis dengan persentase 18.18%. Penggambaran tipologi tokoh yang flegmantis terlihat dari betapa Fahri memegang teguh janji dan keputusannya. Sedangkan melankolis ditunjukkan dari beberapa bab dimana Fahri adalah tokoh yang memiliki tingkat sensitifitas yang cukup tingi. Digambarkan melalui beberapa hal yang membuat Fahri menangis dan ungkapan-ungkapan dirinya mengenai rasa ketidakpercayaan dirinya yang dilatar belakangi oleh faktor ekonomi dan keluarganya. 127 4.6 Pembahasan Film merupakan sebuah karya seni yang berbentuk media. Dimana esensi utama sebuah film adalah mengkomunikasikan pesan. Film yang diwujudkan ke atas layar umumnya memiliki grammer tersendiri yang berbeda dengan karya seni yang lainnya. Novel sebagai karya seni serta bentuk lain dari media sering digunakan sebagai inspirasi dari sebuah film. Novel-novel yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi dalam ceritanya menjadi suatu ketertarikan tersendiri untuk diangkat ke media yang lain, seperti film. Film Ayat Ayat Cinta yang disadur dari novel dengan judul yang sama merupakan film religi yang paling banyak menarik perhatian pada masa tayangnya. Dari hasil analisis penulis mengenai perbandingan isi dari film dan novel Ayat Ayat Cinta yang dilihat dari sisi penceritaannya, ditemukan beberapa perbedaan dan kesamaan yang mendasar. Pada tema, film Ayat Ayat Cinta cenderung mengetengahkan tema percintaan yang diikuti dengan tema religi dan keiikhlasan. Tema percintaan yang utama diangkat dalam film ini adalah cinta segitiga, antara Fahri dengan Aisha dan Maria. Dimana cinta mereka diiringi dengan pernikahan poligami yang membingungkan (complicated). Tema cinta ini juga mendasari pemasalahan yang diangkat film ini. Dimana cinta Noura yang bertepuk sebelah tangan membuat ia memfitnah Fahri yang mengangkibatkan Fahri di penjara. Juga terdapat kisah cinta seorang gadis bernama Nurul yang diam-diam memendam perasaan terhadap Fahri. Dimana saat Fahri menikah, ia mengalami kekecewaan yang mendalam 128 yang diakibatkan oleh patah hati. Sedangkan pada novel lebih diketengahkan unsur religi dengan presentase 18,18%, yang diselimuti oleh cinta yang islami. Novel ini lebih menekankan pada perjalanan seorang tokoh bernama Fahri yang berlabel sebagai santri, yang menjalani pendidikan di universitas Al Azhar-Cairo. Dimana ia menjalani kesehariannnya sebagai seorang yang memegang teguh keimanannya dengan segala rintangan yang dihadapi. Serta bagaimana dirinya menyelesaikan segala permasalahan yang selalu didasari atas agama (islam). Opening yang cenderung digunakan pada awal cerita film adalah rising action sebesar 50%. Di sini penonton film akan langsung diajak untuk mengetahui persoalan apa yang terjadi pada tokoh utama film. Hal tersebut dikarenakan oleh keterbatasan media film. Sedangkan pada novel, opening yang cenderung digunakan adalah exposition dengan persentase 48.48%. Opening jenis ini mengarahkan pembaca novel untuk tetap berkonsentrasi pada cerita dan menebaknebak cerita selanjutnya. Pengungkapan opening ini biasanya dimainkan melalui kosakata-kosakata dalam kalimatnya. Karakter tokoh utama pada film Ayat ayat Cinta ada tiga orang yakni, Fahri, Aisha dan Maria. Ketiganya memiliki karakter protagonis selama keseluruhan cerita di film (100%). Sedangkan di novel hanya memiliki satu tokoh utama yaitu Fahri yang juga digambarkan sebagai karakter protagonis. Alur cerita pada film ayat-Ayat Cinta cenderung maju dan lurus dengan persentase 50%. Dimana perjalanan dimulai dengan Fahri dan Maria lalu pertemuan Fahri dengan Aisha dilanjutkan dengan pernikahan Fahri dengan Aisha, persidangan sampai Maria akhirnya meninggal dunia. Namun alur 129 cerita/plot tersebut juga iikuti oleh pola maju-mundur dibeberapa sequence untuk menjelaskan latar belakang kejadian agar lebih ringkas. Pada novel alur/plot yang digunakan cenderung maju dengan persentase 84.85%. Lalu diikuti dengan pola lambat sebesar 15.15% yang menjadi ciri dari sebuah novel. Dimana pada bab yang berpola lambat hanya menerangkan mengenai kegiatan yang dilakukan sang tokoh seperti, perjalanan ke Masjid untuk talaqi atau proses dirinya (Fahri) menyelesaikan terjemahan. Konflik yang dibangun dalam film cenderung kepada konflik internal yang langsung melibatkan tokoh utama, berpresentase 62.5%. Sedangkan pada novel, konflik yang dibangun cenderung datar (flat) dengan persentase 36.36%. Hal ini dikarenakan kosakata yang digunakan media novel dalam mengisahkan cerita di dalam novel tersebut, yang lebih terperinci/mendetail. Namun kecenderungan konflik ini juga diikuti oleh konflik eksternal sebesar 33.33%. Konflik yang terjadi lebih banyak dari luar tokoh utama karena pada novel ini hanya terdapat satu tokoh utama. Seperti konflik Maria dan Nurul dengan perasaannnya masing-masing, konflik Noura dengan ayah tirinya yang menarik perhatian tokoh utama serta konflik Aisha dengan kegamangannya dalam mengizinkan Fahri menikah lagi. Namun konflik eksternal yang terjadi dalam cerita tersebut tetap berhubungan dengan tokoh utama yaitu, Fahri. Gaya bahasa dalam film Ayat Ayat Cinta ini sama dengan gaya bahasa film kebanyakan yakni, audio dan visual dengan persentase 100%. Sedangkan pada novel gaya bahasa yang digunakan adalah bertutur juga dengan persentase 130 100%. Gaya bahasa bertutur adalah gaya bahasa bercerita yang menggunakan kosakata. Pada film Ayat Ayat Cinta kecenderungan closing pada setiap sequence memiliki persentase yang sama yaitu 50%, masing-masing untuk sad ending dan happy ending Hal tersebut dapat terjadi karena untuk mempermainkan perasaan penonton agar kesan yang ingin ditautkan dapat tercapai dengan baik. Sedangkan pada novel closing cenderung happy ending dengan persentase 42.42%. Dimana pada novel permasalahan-permasalahan yang timbul disekeliling cerita dapat terselesaikan satu per satu, baik itu dalam satu bab ataupun dua bab. Yang nantinya akan mengarah kepada ending di bab terakhir. Pesan pada film dan novel Ayat Ayat Cinta memiliki kecenderungan yang sama, yaitu pesan agama. Namun masing-masing memiliki persentase yang berbeda, pada film persentasenya 37.5% dan pada novel 33.33%. Hal tersebut membuktikan bahwa kedua media ini memiliki kesamaan pesan yang ingin dikomunikasikan kepada khalayak yakni agama. Pola alur/jalan cerita dalam film ini lebih didominasi oleh pola cinta. Hal tersebut berimplementasi dari kecenderungan tema yang diangkat pada film. Sedangkan pada novel, kecenderungannya terletak pada dua hal. Tidak ada pola yang spesifik dan pola cinta, masing-masing dengan persentase 27.27%, Hal tersebut dikarenakan alur dan opening cerita. Alur yang lambat menjadikan sebuah novel memiliki bab-bab tertentu yang hanya sebagai “keterangan”, begitupun pada opening yang exposition. 131 Sudut pandang yang digunakan film ini adalah orang ketiga serba tahu dengan persentase 100%. Dimana sang pencerita menempatkan dirinya diluar tokoh cerita. Sedangkan pada novel Ayat Ayat Cinta sebaliknya. Pencerita menggunakan kata “akuan” yang berarti ia menempatkan dirinya sebagai tokoh utama atau orang pertama tunggal yang juga berpresentase sebesar 100%. Unsur dramatik yang dibangun film Ayat Ayat Cinta cenderung ke konflik, yang berpresentase 75%. Unsur ini digunakan untuk menggerakkan cerita yang memiliki “keterbatasan”. Sedangkan pada novel, lebih cenderung kepada curiosty yang memiliki presentase 75.76%. Sebab pada novel yang diandalkan adalah permainan kata-kata. Sehingga para pembaca akan diajak untuk berfikir terlebih dahulu. Tipologi tokoh pada film Ayat Ayat Cinta lebih beragam dibandingkan novel. Pada film tokoh digambarkan pada tipologi Flegmantis, Sanguinis, Melankolis dan Koleris. Namun kecenderungan tipologi tokoh dalam film ini adalah flegmantis dengan presentase 50%. Sedangkan pada novel tipologi tokoh hanya 2 (dua) yaitu, flegmantis dengan presentase 75.76% dan melankolis yang berpresentase 18.18%. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa kecenderungan tipologi tokoh pada film dan novel Ayat Ayat Cinta sama yakni, flegmantis. Pembahasan diatas dapat diperkuat lagi dengan hasil penemuan penulis pada beberapa perbedaan yang nyata terlihat dalam film dan novel berikut: 132 Tabel 6.1 Perbandingan Film dan Novel Ayat Ayat Cinta No. 1. Film Novel Maria hanya tinggal Tokoh Maria tinggal bersama Madame Nahed bersama Tuan Boutros (ibunya). (ayah), Madame Nahed Unsur Penceritaan Penokohan (ibu), dan Yousef (adik lelakinya). 2. Saat di Metro, Aisha Saat pertemuan dengan memakai cadar hitam Fahri di Metro (kereta (cadar warna ini selalu listrik), Aisha memakai digunakan untuk seluruh cadar putih dan ada 3 adegan di film) dan (tiga) orang bule yang hanya dua orang bule masuk, yaitu seorang yang masuk, yaitu nenek, pemudi (Alicia), seorang wanita muda dan pemuda yang (Alicia) dan seorang memakai topi nenek. (Sequence 1) berbendera Amerika. Pola Alur (Bab 3) 3. Nama wartawati Nama wartawati Amerika itu adalah Amerika yang dikenal Penokohan 133 Alicia Abrams (terlihat Fahri di Metro adalah dari kartu nama yang Alicia Brown. diberikan). 4. Tidak ada adegan Fahri memberi hadiah pemberian hadiah. ulang tahun kepada Pola Alur Madame Nahed sebuah tas tangan dan untuk Yousef (adik Maria) sebuah kamus bahasa Perancis. (Bab 9) 5. Tidak ada adegan makan Tuan Boutros Pola Alur bersama Tuan Boutros sekeluarga mengajak dengan Fahri dan kawan- Fahri dan teman-teman kawan di restoran. satu flatnya untuk makan bersama di sebuah restoran mewah bernama Cleopatra Restaurant. (Bab 10) 6. Fahri sering jalan berdua Fahri tidak biasa jalan Tipologi Tokoh Maria berdua dengan Maria. dengan (beriringan). 7. (Sequence Fahri selalu berjalan 1) didepan Maria. (Bab 12) Fahri dan Maria Tidak ada dialog antara Pola Alur 134 berbincang soal jodoh Fahri dan Maria soal sambil menikmati jodoh. sungai nil. (Sequence 1) 8. Noura disiksa hanya oleh Noura disiksa oleh Bahadur terlihat ketika sibuk kamarnya Pola Alur Fahri Bahadur dan kakaknya di ketika Fahri dan temansambil temannya sedang memegang kamus yang bersantap malam di atap diberikan 9. Maria. flat saat tengah malam. (Sequence 2) (Bab 6) Tuan Boutros sejak awal Keluarga tidak ditampilkan mengetahui kalau Noura sehingga adegan tersebut disiksa tidak ada. malam Boutros Pola Alur oleh Bahadur itu mengusulkan dan kepada Fahri bahwa sebaiknya Noura tinggal sementara di rumah orang yang seiman daripada tinggal di rumah mereka karena berbagai alasan 10. Fahri menemui langsung Fahri meminta Nurul Nurul untuk meminta hal melalui telepon agar Pola Alur 135 tersebut. (Sequence 2) bersedia menampung Noura di rumahnya. (Bab 7) 11. Noura mau bercerita Noura tidak mau secara terbuka masalah bercerita masalah yang yang menimpanya menimpanya kepada kepada Maria dan Fahri Maria dan Fahri saat dia saat berada di tempat bersama mereka. Noura Nurul. (Sequence 2) baru bercerita setelah Pola Alur beberapa hari tinggal di flat Nurul. Dan itu hanya kepada Nurul. (Bab 10) 12. Tidak ada adegan Fahri Fahri sakit parah karena sakit. terlalu sering kepanasan Pola Alur sehingga masuk rumah sakit. (Bab 14 dan 15) 13. Syaikh Ustman terlihat melakukan dan Fahri tidak Saat mengaji dengan itu Syaikh Ustman, Fahri langsung ditawari syaikh untuk datang begitu saja ke berjodoh dengan perjodohan. keponakannya dengan memberikan album foto Pola Alur 136 calon istri yang ditawarkan agar Fahri dapat mengenalnya. 14. Fahri menikah di flat Fahri menikah di masjid Aisha. (Sequence 3) Abu Bakar Ash-Shiddiq, Setting Shubra El-Khaima. (Bab 20) 15. Aisha gampang cemburu Setelah menikah dengan kepada Fahri. Aisha Fahri, Aisha tidak digambarkan lebih egois pernah terlihat cemburu dan memamerkan harta kepada Fahri. Sosok yang dimiliki. (Sequence Aisha lebih 4) digambarkan sebagai Tipologi Tokoh istri yang sabar dan “kalem” (penurut). (Bab 23-25) 16. Tidak ada adegan Aisha memberikan 2 pemberian ATM. buah ATM kepada Fahri. Agar Fahri memilih mana yang akan dipegangnya. Karena Fahri sebagai kepala keluarga Pola Alur 137 sekaligus imam bagi Aisha. (Bab 23) 17. Tidak ada adegan Aisha menceritakan menceritakan masa lalu. masa lalu keluarga, ayah Pola Alur dan ibunya kepada Fahri. (Bab 22) 18. Pola Alur Menikahnya Fahri Sejak tahu Fahri dengan Aisha tidak menikahi Aisha, Maria mengakibatkan Maria sakit hati dan langsung jatuh sakit dan sakitnya jatuh sakit. Maria justru karena ditabrak mobil. 19. 20. Maria ditabrak mobil Tidak ada cerita Maria oleh orang suruhan ditabrak orang suruhan Bahadur. (Sequence 4) Bahadur. Aisha menjual komputer Tidak PC Fahri tanpa komputer sepengetahuan Fahri dan dijual oleh Aisha. ada PC Pola Alur cerita Pola Alur Fahri menggantinya dengan laptop (Sequence 4). 21. Fahri mengetahui bahwa Fahri baru mengetahui Pola Alur Nurul ternyata menyukainya juga bahwa Nurul ternyata sesudah juga menyukainya 138 dia menikahi Aisha. sebelum dia menikahi (Sequence 4) 22. Aisha. (Bab 19) Fahri langsung tinggal di Setelah menikah, Aisha Pola Alur flat Aisha dan tidak ada dan Fahri pindah di flat 23. adegan pindah rumah. mewah Aisha. Teman satu sel Fahri Teman satu sel Fahri di hanya 1 (satu) orang. penjara berjumlah 5 Pola Alur (lima) orang. 24. Fahri hanya sekali sekali Dalam penjara, Fahri Pola Alur saja disiksa. (Sequence disiksa setiap hari oleh 25. 5) polisi Mesir. (Bab 27) Tidak ada adegan Aisha sempat ingin percobaan perkosaan. diperkosa oleh polisi Pola Alur Mesir yang ikut menangkap Fahri. (Bab 28) 26. 27. Buku harian Maria Buku harian Maria diserahkan oleh Madame diserahkan oleh Nahed kepada Aisha. Madame Nahed kepada (Sequence 6) Fahri. (Bab 31) Aisha yang meminta Madame Nahed dan Fahri agar merekam Yousef yang meminta suaranya untuk Fahri agar merekam Pola Alur Pola Alur 139 diperdengarkan dengan suaranya untuk Maria. (Sequence 6) diperdengarkan dengan Maria. (Bab 31) 28. 29. Aisha yang mengajukan Tuan Boutros dan izin kepada kepala Madame Nahed yang penjara agar mengajukan izin kepada membolehkan Fahri kepala penjara agar untuk menjenguk Maria membolehkan Fahri di rumah sakit dengan untuk menjenguk Maria bantuan atase di rumah sakit dengan pertahanaan Jerman. jaminan diri mereka. (Sequence 6) (Bab 31) Tidak ada adegan Maria Maria jatuh pingsan saat jatuh pingsan. memberikan kesaksian Pola Alur Pola Alur di pengadilan. (Bab 32) 30. Penembak burung hantu Seorang penembak yang menjadi saksi tidak burung hantu yang mengakui sebelumnya kebohongannya. memberikan kesaksian palsu akhirnya mengakui kebohongannya saat di persidangan Fahri. (bab Pola Alur 140 32) 31. Menjelang akhir Menjelang akhir Pola Alur hayatnya, Maria meminta hayatnya, Maria Fahri untuk meminta Fahri untuk mengajarkannya shalat mengajarkannya dan Maria tidak berwudhu karena dia diceritakan bermimpi. bermimpi bahwa dia (Sequence 8) tidak dapat masuk surga kalau tidak berwudhu. (Bab 33) 32. Maria sempat menjalani Di akhir cerita Maria kehidupan berumah jatuh sakit dan koma tangga (poligami) setelah memberikan dengan Fahri dan Aisha. kesaksian di pengadilan (Sequence 8) dan tak sempat Pola Alur menjalani kehidupan berumah tangga (poligami)dengan Fahri dan Aisha. (Bab 33) 33. Maria Langsung Setelah dinikahkan mengucapkan begitu Maria tidak langsung sadar dari koma. masuk Islam. Maria (sequence 7) masuk Islam setelah Pola Alur 141 bermimpi. (Bab 31) 34. Aisha baru mengenal Aisha sudah mengenal Pola Alur Nurul setelah menikah Nurul jauh sebelum saat dibawa Fahri ke menikah dengan Fahri. Wisma (Sequence 4) Nusantara. Saat dibawa Fahri ke mesjid Indonesia. (Bab 8) 142 BAB V PENUTUP Kesimpulan Setelah peneliti menyelesaikan penelitian ini dan sesuai dengan apa yang dieskripsikan dalam hasil penelitian, pembahasan, maka diperoleh kesimpulan yakni: 1. Tema pada film dan novel Ayat Ayat Cinta berbeda. Film lebih cenderung mengetengahkan tema percintaaan yang dibalut unsur religi dan keikhlasan. Novel cenderung mengangkat tema religi (islam) yang diwarnai cinta atas dasar islami. 2. Opening pada film dan novel juga berbeda. Jika pada film setiap sequencenya cenderung menggunakan rising action, sedangkan novel cenderung menggunakan exposition. 3. Kecenderungan alur cerita/plot yang dibangun film serta novel Ayat Ayat Cinta hampir sama yakni maju. Dikatakan hampir sama karena tidak identik. Sebab pada film kecenderungan alur maju yang dibangun diiringi dengan alur lurus dan pada novel kecenderungan alur maju diiringi dengan alur lambat. 4. Konflik yang diutarakan pada film adalah cenderung kepada konflik internal dengan presentase 62.5%. Sedangkan pada novel cenderung mengarah ke datar (flat). 142 143 5. Kecenderungan gaya bahasa yang digunakan film dan novel sangat berbeda. Film menggunakan gaya bahasa audio-visual sedangkan novel menggunakan gaya bahasa bertutur. 6. Closing yang digunakan setiap sequence pada film Ayat Ayat Cinta memiliki 2 (dua) kecenderungan yakni, happy ending dan sad ending, yang sama-sama berpresentase 50%. Sedangkan pada novel, closing cenderung ke happy ending pada setiap bab-nya dengan presentase 42.42%. 7. Pola alur/jalan cerita pada film cenderung mengarah pada pola cinta. Sedangkan pada novel cenderung ke arah 2 pola yaitu, pola cinta dan tidak memiliki pola yang spesifik dengan presentase masing-masing 27.27%. 8. Sudut pandang pencerita pada film cenderung ke orang ketiga serba tahu dengan persentase 100%. Berbanding terbalik dengan film, novel menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal berpresentase 100%. 9. Unsur dramatik yang dibangun pada film cenderung mengarah pada konflik yang berpresentase 75% sedangkan novel lebih kepada curiosty dengan presentase 75.76%. 10. Dari 12 unsur penceritaan yang dianalisis hanya 3 (tiga) unsur penceritaan pada film dan novel yang memiliki kecenderungan yang sama. Yakni, karakter tokoh utama, pesan dan tipologi tokoh. 11. Meskipun kecenderungan karakter tokoh utama dan tipologi tokoh pada film dan novel Ayat Ayat Cinta sama yakni, protagonis dan flegmantis. Terdapat perbedaan tokoh utama, pada film ada 3 (tiga) tokoh utama (Fahri, Aisha, Maria) dan novel hanya 1 (satu) tokoh utama (Fahri). 144 Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, penceritaan film dan novel memiliki “jurang” pembeda yang memberikan identitas pada cerita tersebut. Film dengan segala keterbatasannya lebih mengungkapkan banyak hal melalui simbol-simbol yang divisualisasikan. Sedangkan pada novel, kata-kata yang memiliki ruang yang lebih luas menjadikan sebuah cerita dapat diutarakan dengan lebih panjang. Film Ayat Ayat Cinta memiliki banyak sekali perbedaan-perbedaan unsur penceritaan dengan novel (sumber film tersebut). Film Ayat Ayat Cinta menghilangkan banyak inti utama cerita yang terdapat pada novel. Hal tersebut dapat langsung terlihat dari kecenderungan tema yang berbeda. Sehingga esensi pesan yang pada dasarnya sama pada akhirnya dapat terpersepsikan dengan berbeda. Saran Sebagai bahan masukan, penulis akan mengungkapkan beberapa hal yang terkait dengan pengangkatan sebuah novel best seller ke dalam film: 1. MD pictures bersama sutradara hendaknya tidak menghilangkan esensi utama cerita karena novel yang memiliki tingkat penjualan tinggi telah memiliki banyak pembaca. Sehingga penghilangan tersebut akan memberikan nilai min (kurang) pada film 145 2. Bagi sutradara dan rumah produksi, diharapkan melakukan observasi dan riset yang lebih dalam serta banyak melakukan diskusi dengan penulis novel, agar film tersebut dapat tervisualisasikan dengan lebih baik lagi. 3. Terus melahirkan karya-karya sinematografi nasional yang berkualitas untuk memajukan industri perfilman nasional baik dari segi unsur penceritaan, penokohan maupun visualisasi gambar. DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Elvinaro dan . Erdinaya , K, Lukiati, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004. Biran, Yusa, Misbach, Teknik Menulis Skenario Film Cerita, Pustaka Jaya, Jakarta, 2007. Broom, M. , Glen, dan Dozier, M., David, Using Research In Public Relation Applications to Programme Management Prentice Hal, New Jersey. Bungin, Burhan, Metode Penelitian Kuantitatif, Rajawali Press, Jakarta, 1993. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Prenada Media, Jakarta, 2005. Effendy, Heru, Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser, Yogyakarta, 2005. Effendy , Uchjana, Onong., Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT. Remaja Rosdakarya Karya, Bandung. ISAI, Panduan Analisis Isi Media, Jakarta, ISAI-TAF, 2005. Issac dan Michael dalam Rachmat, Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000. Karlinah, Siti, Soemirat, Betty dan Komala, Lukiati, Komunikasi Massa, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta, 2004. Komaidi, Didik, Aku Bisa Menulis (Panduan Praktis Menulis Kreatif lengkap), Sabda Media, Yogyakarta, 2007. Kountur, Ronny, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, PPM, Jakarta, 2003. Kriyantono, Rachmat, Riset Komunikasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006. Lindgren, Ernest, The Art Of The Film, Collier Books, New York, 1963. McLuhan, 1964; Bittner, 1980 : 10 : Wright, 1985: 2-7; Susanto Para Pakar Komunikasi, 1980: 2; NCSS,2002. M , McLuhan, Understanding Media : The Extensive of Man, New York , McGraw – Hill. M , McLuhan, Understanding Media : The Extensive of Man, New York , McGraw – Hill. McQuail, Denis, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta, 1987. Moleong, J. , Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1998. Monaco, James, Cara Menghayati Sebuah Film, terjemahan oleh Sani, Asrul, Yayasan Citra, Jakarta, 1984. Muhtadi, Saeful, Asep, Jurnalistik Pendekatan dan Teori dan Praktik, Logos Wacana Ilmu, Bandung, 1999. Nurmala, Siti, Analisis Isi Berita Politik Tayangan Jurnal ANTV Pagi Periode April 2004, Skripsi Fakultas Ilmu Komunikasi Mercu Buana 2004. Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007. Puteh, Othman, Persediaan Menulis Novel, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur, 1992. Putra, Sareb, R. Masri dan Hardiwidjaja, Yennie, How to Write and Market a Novel, Kolbu, Bandung, 2007. Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007. Sendjaya, Djuarsa, Sasa, Pengantar Komunikasi: cetakan kelima, Universitas Terbuka, Jakarta, 2005. Set, Sony dan Sidharta, Menjadi Penulis Skenario Profesional, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2003. Sobur, Alex, Analisis Teks Media, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002. Sudwikatmono, “Sinepleks dan Industri film Indonesia”, dalam Layar Perak, Gramedia, Jakarta, 199. Sumardjo, Jakob, Novel Populer Indonesia, CV. Nur Cahaya, Yogyakarta, 1982. Segi Sosiologis Novel Indonesia, Pustaka Prima, Jakarta,1981. Sumarno, Marselli, Dasar-Dasar Apresiasi Film, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1996. Sunarjo dan Djoenaesih, Himpunan Istilah Komunikasi: edisi kedua, Liberty, Yogyakarta, 1983. Sumber lain: Buku Sejarah PPH UI, Jakarta, 1998. http://id.wikipedia.org/wiki/Film http://id.wikipedia.org/wiki/Novel Undang-undang perfilman Kutipan Wawancara, Habbiburahman El Shirazy, Penulis Novel “Ayat Ayat Cinta, Tabloid XO Edisi 15, Jakarta, 2008. Wawancara dengan Boim Lebon, Penulis, Jakarta, tanggal 25 April 2008. Wawancara dengan Salman Aristo, Penulis Skenario Film ”Ayat Ayat Cinta”, Jakarta, tanggal 24 Desember 2008. Wawancara dengan Hanung Bramantyo, Sutradara Film ”Ayat Ayat Cinta”, Jakarta, tanggal 21 Januari 2009. Wawancara dengan Adi Badjuri, Praktisi Jurnalistik, Jakarta, tanggal 28 Januari 2009. Wawancara dengan Ginatri S Noer, Penulis Skenario Film ”Ayat Ayat Cinta”, Jakarta, tanggal 29 Januari 2009. HASIL WAWANCARA PENULIS SKENARIO FILM ”AYAT AYAT CINTA” (SALMAN ARISTO, [email protected], 24 Desember 2008) 1. Apa pengertian dari penceritaan film? • Penceritaan film adalah proses cerita yang terdapat di dalam film. 2. Sepenting apakah unsur penceritaan di dalam film? • Sangat penting karena film buat kami adalah bercerita. Film itu storytelling. 3. Apa saja unsur-unsur penceritaan yang terdapat di film “Ayat Ayat Cinta”? • Unsurnya sama dengan film lain. Ada pembabakan, karakter, plot, objektif karakter utama dan konflik. 4. Apa tema yang diangkat dalam film “Ayat Ayat Cinta”? • Keikhlasan, 5. Berapa banyak sequence yang terdapat didalam film “Ayat Ayat Cinta”? • Ada delapan sequence besar. 6. Berapa banyak scene yang terdapat di dalam film “Ayat Ayat Cinta”? • Ada dua ratus lebih. 7. Berapa tokoh yang diusung film “Ayat Ayat Cinta”? • Ada banyak sekali. Tapi yang utama ada 3. 8. Siapa saja tokoh yang ada di film “Ayat Ayat Cinta”? • Ada 3 tokoh utama. Fahri, Aisha, dan Maria 9. Bagaimana karakteristik masing-masing tokoh yang ada di film ”Ayat Ayat Cinta”? • Fahri berusaha menjalankan segala hal sesuai dengan keyakinannya. Termasuk dalam hal percintaan. Meski kadang ada hal yang berbenturan. Aisha adalah gadis mandiri yang tegas dalam menjalankan pilihan-pilihannya. Maria adalah gadis riang yang selalu berusaha merayakan hidup setoleran mungkin. 10. Pesan apa yang ingin disampaikan dalam film “Ayat Ayat Cinta”? • Bahwa selain kepatuhan dan keyakinan hidup juga harus diterima dengan ikhlas. 11. Bagaimana proses pengerjaan skenario “Ayat Ayat Cinta”? dan apa saja tahapan-tahapannya? • Prosesnya berlangsung hampir sekitar 10 bulan. Menghasilkan 11 draft. Tahapannya mulai dari sinopsis, treatment sampai skenario. HASIL WAWANCARA PENULIS SKENARIO FILM ”AYAT AYAT CINTA” (GINATRI S NOER, Shushi ET-Pondok Indah Mall 2, 29 Januari 2009) 1. Apa pengertian dari penceritaan film? • Proses cerita. Bagaimana cerita itu, karakter dari awal sampai akhir. Dalam kasus Ayat Ayat Cinta Fachri itu menganggap dirinya selalu benar. Saat dipenjara dia baru memiliki bayangan, bahwa manusia itu memiliki banyak sisi. 2. Sepenting apakah unsur penceritaan di dalam film? • Intinya. Jika tidak ada penceritaan maka tidak ada film. 3. Apa saja unsur-unsur penceritaan yang terdapat di film “Ayat Ayat Cinta”? • Ada pembabakan, karakter, plot, objektif karakter utama dan konflik. 4. Apa tema yang diangkat dalam film “Ayat Ayat Cinta”? • Keikhlasan, bahwa dalam beragama harus ikhlas. Terkadang kita melakukan kesalahan dan mendapat cobaan yang berat. 5. Berapa banyak sequence yang terdapat didalam film “Ayat Ayat Cinta”? • Ada delapan sequence besar. 6. Berapa banyak scene yang terdapat di dalam film “Ayat Ayat Cinta”? • Dua ratusan. 7. Berapa tokoh yang diusung film “Ayat Ayat Cinta”? • Ada banyak sekali. Tapi yang utama ada 3. 8. Siapa saja tokoh yang ada di film “Ayat Ayat Cinta”? • Ada 3 tokoh utama. Fahri, Aisha, dan Maria. Noura dan Nurul tokoh pendukung (subplot). 9. Bagaimana karakteristik masing-masing tokoh yang ada di film ”Ayat Ayat Cinta”? • Fahri berusaha menjalankan segala hal sesuai dengan keyakinannya. Termasuk dalam hal percintaan. Meski kadang ada hal yang berbenturan. Aisha adalah gadis mandiri yang tegas dalam menjalankan pilihan-pilihannya. Maria adalah gadis riang yang selalu berusaha merayakan hidup setoleran mungkin. 10. Pesan apa yang ingin disampaikan dalam film “Ayat Ayat Cinta”? • Bahwa selain kepatuhan dan keyakinan hidup juga harus diterima dengan ikhlas. 11. Bagaimana proses pengerjaan skenario “Ayat Ayat Cinta”? dan apa saja tahapan-tahapannya? • Prosesnya berlangsung hampir sekitar 10 bulan. Menghasilkan 11 draft. Tahapannya mulai dari sinopsis, storyline, treatment sampai skenario. HASIL WAWANCARA SUTRADARA FILM ”AYAT AYAT CINTA” (HANUNG BRAMANTYO, Jl. Abdul Majid, no.40 Cipete, 21 Januari 2009) 1. Apa pengertian dari penceritaan film? • Film adalah sebuah media sebagaimana teks. Ada pesan untuk dikomunikasikan. Film itu sendiri memiliki aspek penceritaan. Sejak awal film memang di proyeksikan untuk visual (aspek utama dari sebuah film grammer). Selain gambar, suara juga sebagai aspek pembentuk film. Suara tidak hanya berupa dialog. Suara sama dengan kekuatan visual tidak harus mensuarakan apa yang semestinya. Suara memiliki pesan yang lain. 2. Sepenting apakah unsur penceritaan di dalam film? • Unsur-unsur penceritaan dalam film sangat penting sekali. Dengan adanya unsur-unsur penceritaan, penonton bisa memahami apa yang digambarkan, dibawakan dan disampaikan. 3. Apa saja unsur-unsur penceritaan yang terdapat di film “Ayat Ayat Cinta”? • Tergantung bagaimana film ini mau ditunjukkan kepada siapa. Kalau film ini ingin ditunjukkan kepada masyarakat dimana masyarakat itu lagi mengalami krisis tentang kasih sayang/cinta maka film ini harus menjawab kegelisahan itu. Bagaimana kemudian cerita cinta itu dibalut, dengan elemen apa? Sehingga penonton tidak hanya menonton cerita cinta yang biasa. Di Ayat Ayat Cinta pilihannya adalah unsur cerita cinta muslim yang berlatar belakang kota Cairo, yang memiliki kultur yang berbeda. 4. Apa tema yang diangkat dalam film “Ayat Ayat Cinta”? • Cinta 5. Berapa banyak sequence yang terdapat didalam film “Ayat Ayat Cinta”? • 8 sequence 6. Berapa banyak scene yang terdapat didalam film “Ayat Ayat Cinta”? • 250 scene 7. Pesan apa yang ingin disampaikan dalam film “Ayat Ayat Cinta”? • - Bagaimana multikultur itu hidup dalam 1 (satu) rumah tangga. - Islam adalah sebuah agama yang mengedepankan rasa cinta. 8. Yang paling “dijual” di film “Ayat Ayat Cinta”? • Cerita Lembar Coding Kategori 1. Tema 2. Opening 3. Karakter Tokoh Utama 4. Alur Cerita/ Plot Percintaan Rumah tangga Perselingkuhan Pembauran Persahabatan Kepahlawanan/ Heroik Petualangan Balas dendam Keagamaan/ Religi Persahabatan dan Religi Kepahlawanan dan Percintaan Exposition Inciting Moment Rising Action Protagonis Sidekick Antagonis Kontagonis Skeptis Maju Mundur Cepat Lambat Lurus Bercabang Maju dan Lurus 1 2 1 3 Unit Analisis (Sequence) 4 5 1 1 6 1 1 7 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Kategori 5. Konflik 6. Gaya Bahasa 7. Closing 8. Pesan 9. Pola Alur / Jalan Cerita Internal Eksternal Sehari-hari Resmi Bertutur Audio Visual Audio dan Visual Sad Ending Happy Ending Moral Agama Sosial Moral, Agama dan Sosial Moral dan Sosial Pola Cinta Pola sukses Pola Cinderella Pola Segitiga Pola Kembali Pola Balas Dendam Pola Konversi Pola Pengorbanan Pola Keluarga Pola Pengorbanan dan Pola Cinta Pola Cinta dan Pola Segitiga Pola Cinta dan Pola Balas Dendam 1 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Unit Analisis (Sequence) 4 5 1 1 1 1 1 1 6 1 7 1 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Kategori 10. Sudut Pandang Pencerita 11. Unsur Dramatik 12. Tipologi Tokoh Orang Pertama Tunggal Orang Ketiga Serba Tahu Orang Ketiga Terbatas Konflik Suspense Curiosty Surprise Piknis Leptosom Atletis Displastis Sanguinis Melankolis Koleris Flegmantis 1 2 3 1 1 1 1 1 1 Unit Analisis (Sequence) 4 5 1 6 7 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Lembar Koding Unit Analisis (Bab) Kategori 1 1. Tema 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Percintaan 1 1 Rumah tangga 1 1 Perselingkuhan Pembauran 1 Persahabatan 1 1 Kepahlawanan/ Heroik 1 1 1 Petualangan Balas dendam Keagamaan/ Religi 1 1 Religi dan Pembauran 1 1 1 1 1 1 Pembauran dan Persahabatan 1 1 1 1 Pembauran, Persahabatan dan religi 1 Percintaan dan Persahabatan 1 1 Percintaan dan Religi 1 1 1 1 Rumah tangga dan Religi 1 Balas Dendam dan Keagamaan 1 Keikhlasan, Religi dan Pembauran 2. Opening Exposition 1 1 1 Inciting Moment 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Protagonis Tokoh Sidekick Utama Antagonis Kontagonis 1 1 1 1 1 1 1 1 Rising Action 3. Karakter 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Unit Analisis (Bab) Kategori 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Skeptis 4. Alur Cerita/ Plot Maju 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Mundur Cepat Lambat 1 1 1 1 1 Lurus Bercabang 5. Konflik Internal 1 Eksternal Datar (Flat ) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Eksternal dan Internal 1 6. Gaya Bahasa Sehari-hari Resmi Bertutur 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Audio Visual 7. Closing Sad Ending 1 Happy Ending Flat Ending 8. Pesan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sosial Agama dan Sosial Agama dan Moral Sosial dan Moral 1 1 Moral Agama 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Unit Analisis (Bab) Kategori 1 9. Pola Alur / Jalan Cerita 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Pola Cinta 1 Pola sukses 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Pola Cinderella Pola Segitiga 1 Pola Kembali Pola Balas Dendam 1 1 1 Pola Konversi Pola Pengorbanan 1 1 1 1 Pola Keluarga 10. Sudut Tidak ada pola yang spesifik 1 1 Orang Pertama Tunggal 1 1 Pandang Orang Ketiga Serba Tahu Pencerita Orang Ketiga Terbatas 11. Unsur Dramatik 1 Konflik 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Tokoh 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Surprise 12. Tipologi 1 1 1 Suspense Curiosty 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Piknis Leptosom Atletis Displastis Sanguinis Melankolis 1 1 1 1 1 1 Koleris Flegmantis 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1