PENDAMPINGAN DAN PEMBIASAAN

advertisement
Jurnal Review Pendidikan Islam
Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
PENDAMPINGAN DAN PEMBIASAAN:
“MEMBUKA DIALEKTIKA ANTARA GURU DAN SISWA”
(MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DI MAN TULUNGAGUG 1)
Laili Nikmah
MAN Tulungagung 1
Abstrak; Adanya persoalan moral yang terjadi di negeri baik yang dilakukan
oleh rakyat, pejabat dan juga pelajar menuntut kita untuk meninjau kembali
pendidikan karakter di sekolah/madrasah. Hal ini dilandasi karena
pendidikan diyakini sebagai proses pembentukan dan pendewasaan peserta
didik seharusnya mampu menjawab persoalan moral tersebut. Karena itu
diperlukan program yang efektif yang mampu mengimplementasikan
pendidikan karakter di sekolah. Untuk menjawab persoalan tersebut MAN
Tulungagung 1 mempunyai program Pendampingan dan Pembiasaan yang
mampu membuka ruang dialektika antar peserta didik dan guru sehingga
menjadi media penanaman karakter bagi peserta didik. Dari penelitian ini
dapat dijadikan model alternative pendidikan karakter di madrasah. Adapun
jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif. Adapun
pengambilan data dilakukan dengan wawancara dan questioner serta
trianggulasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya banyak faktor yang
menghambat komunikasi antar siswa dengan orang tua sehingga peranan
guru sangat diperlukan dalam membantu menyelesaikan masalah yang
dihadapi siswa, memotivasi peserta didik serta membentuk karakter siswa.
Direkomendasikan pada steakholder sekolah untuk lebih menyadari peran
guru dalam melakukan pembentukan karakter siswa dengan
mengimplementasikan program-program yang komprehensif di madrasah/
sekolah.
Kata Kunci: Pedampingan dan Pembiasaan, Dialektika guru dan siswa Model
Pendidikan Karakter
PENDAHULUAN
Di era komunikasi dan teknologi saat ini kita sering dikagetkan
dengan moralitas masyarakat di negeri ini semakin hari semakin
mengkhawatirkan. Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan moral
tidak habis-habisnya terjadi di negeri ini, pelakunya mulai dari rakyat kecil
hingga pejabat. Setiap harinya media massa tidak kehabisan berita tentang
perilaku buruk masyarakat. Berbagai kasus seperti korupsi, penipuan sampai
pada tindakan asusila yang terjadi akhir-akhir ini banyak sekali melibatkan
Laili Nikmah
nama-nama pejabat tinggi di negeri ini. Hal ini memperlihatkan bahwa
banyak kaum intelektual di negeri ini yang memiliki moralitas yang buruk.
Dari data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan angka korupsi
di Indonesia semakin meningkat. Selama tahun 2013 KPK menerima
pengaduan masyarakat sebanyak 5.842 kasus dugaan korupsi
(www.kpk.go.id). Pelaku korupsi ini tentunya bukan orang bodoh yang tidak
bependidikan, dan dari beberapa kasus diketahui bahwa tindak korupsi ini
dilakukan
secara
bersama-sama.
Fakta-fakta
tersebut
semakin
memperlihatkan bahwa krisis moralitas sedang mendera negeri ini.
Sementara itu pemandangan yang sama juga terjadi di kalangan
pelajar. Banyak perilaku yang menunjukkan terjadi kemerosotan moral pada
diri mereka. Dari hilangnya sikap sopan santun, merebaknya seks bebas,
tawuran pelajaran, dan juga tindak kriminalitasnya lainnya kini mulai sering
dijumpai. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat 439
tawuran pelajar terjadi sepanjang 2013. Kasus tawuran pelajar ini meningkat
128 kasus jika dibandingkan tahun 2012 dan terdapat 92 pelajar tewas
akibat kasus tawuran ini (www.detiknews.com). Guru sebagai pendidik dan
role model bagi siswanya juga kurang mampu membina dan menjadi teladan,
bahkan akhir-akhir ini marak terjadi pelecehan seksual di lingkungan
sekolah.
Ini adalah sebuah fakta yang sulit di percaya dilakukan oleh pelajar
yang setiap harinya datang ke sekolah untuk mendapatkan pendidikan. Di
tempa dengan berbagai ilmu , pengetahuan dan pendidikan moral oleh
tenaga pendidik yang professional. Hal ini tentunya perlu kita kaji ulang
tentang pendidikan yang ada disekolah. Kemerosotan moral bangsa ini tidak
boleh dibiarkan begitu saja dan menjadi masalah yang berlarut-larut.
Perbaikan terhadap moralitas harus diupayakan melalui pengoptimalan
fungsi dan peran pendidikan. Pendidikan moral akan membentuk generasi
penerus bangsa sebagai pribadi yang berakhlak mulia, jujur dan bertanggung
jawab. Generasi yang cerdas dan bermoral ini kelak diharapkan akan menjadi
modal berharga untuk pembangunan bangsa.
Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan
sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia secera individual maupun
kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan (Sugihartono, dkk, 2007). Fungsi pendidikan diatur dalam pasar 2
UU No. 20 tahun 2003 pasal 3, yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan
membentu watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Menurut Siswoyo (2007) pendidikan merupakan suatu kekuatan yang
dinamis dalam kehidupan setiap individu yang mempengaruhi
106
Jurnal
Review Pendidikan Islam
Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
Pendampingan dan Pembiasaan:
“Membuka Dialektika Antara Guru dan Siswa”
perkembangan fisiknya, daya jiwanya, sosialnya dan moralitasnya.
Pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang
mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau
perkembangan jiwa (mind), watak (character), atau kemampuan fisik
(ability) (George F. Kneller; dalam Siswoyo, 2007). Dari berbagai definisi
mengenai pendidikan di atas, moralitas menjadi bagian penting dan tak
terpisahkan dalam pendidikan. Pendidikan secara popular disamakan
dengan persekolahan (schooling) yang lazim dikenal dengan pendidikan
formal, yang bergerak dari tingkat pertama sekolah dasar hingga mencapai
tingkat akhir dan perguruan tinggi (Siswoyo, dkk, 2007). Secara khusus,
pendidikan moral memang sudah terimplementasi dalam beberapa mata
pelajaran yang ada disekolah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dinyatakan
bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: (a) kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia; (b) kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian; (c) kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi; (d) kelompok mata pelajaran estetika; (e)
kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah sebagai upaya
menjawab persoalan tersebut,diantaranya adalah menyelipkan pendidikan
karakter pada kurikulum, memasukkan kararket pada silabus , sudahkan ini
efektif untuk membentuk karakter siswa. Kenyataaena yang sering kita
temukan sekolah lebih terfokus pada pembelajaran , dan transfor keilmuan
sehungga siswa diharapkan bisa lulus ujian dengan nilai yang memuaskan.
Sementara mendidik adalah tugas orangtua dirumah. Padahal masayarakat
telah mempercayakan pengajaran dan pendidikan di sekolah.
Karena itu sekolah harusnya mampu menerjemahkan pendidikan
karakter di sekolah dengan mengimplementasikan pendidikan karakter
melalui program yang komprehensip. Untuk menjawab persoalan diatas
Madrasah Aliyah Negeri Tulungagung1 memprogramkan pembiasaan dan
pendampingan siswa oleh semua guru sebagai implementasi pendidikan
karakter di madrasah. Program ini dilakukan dengan cara
satu guru
mendampingi / menjadi orang tua di sekolah dari dua puluh sampai dua
puluh lima siswa . Pendampingan ini diharapkan mampu memjembatani dan
menjadi media guru untuk membentuk karakter anak. Karena menjadi
pedamping berarti melakukan dialektika dengan siswa dampinganya
minimal sekali dalam seminggu. Sebagai penguat dari system pendampingan
dilaksanakan program pembiasaan di bawah pengawasan orang tua, guru
mata pelajaran dan guru pendamping. Secara lebih lengkap bagaimana
model pedampingan dan pembiasaan ini akan dipaparkan dalam artikel ini
Jurnal
Review Pendidikan Islam
Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
107
Laili Nikmah
dengan judul “Pendampingan dan Pembiasaan: Pembuka Dialektika antara
Guru dan Siswa”. (Model Pendidikan Karakter di MAN Tulungagug 1).
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian
kualitatif bertujuan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan fenomenafenomena yang ada baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa
manusia. Penelitian ini mengkaji bentuk , aktifitas, perubahan , hubungan,
kesamaan dan perbedaanya dengan fenomena lain ( Sukmadinata, S.N,2012:
72). Penelitian ini di laksanakan untuk mendeskripsikan secara detail
pelaksanaan pedampingan siswa di MAN 1 Tulungagung sebagai media
pendidikan untuk membentuk karakter siswa.
Dalam penelitian ini pengambilan data dilakukan dengan purposive
sampling , yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu.Dengngan kata lain sampel dipilah karena memang
menjadi sumber dan kaya dengan informasi tentang fenomena yang ingin
diteliti, Sukmadinata, N.S( 2012: 101). Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah Wawancara, questioner dan dokumentasi dan
Trianggulasi.
Quesioner diberikan pada siswa dengan ketentuan siswa yang
berprestasi, siswa yang berasal dari keluraga yang broken home, siswa yang
tinggal di pesantren atau kost –kostan, siswa yang sulit belajar. Adapaun
wawancara
dilakukan kepada kepala madrasah, wali murid, guru
pendamping dan wali kelas. Dokumentasi meliputi form-form yang
digunakan dalam pembiasaan dan pendampingan.
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi
dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksiskan makana
dalam suatau topic tertentu (Sugiyono, 2013: 317). Angket atau questioner
adalah Tanya jawab tidak langsung antara peneliti dengan responden,
adapun instrument pengumpulan datanya berupa angket yang berisi
sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab ataupun di respon
oleh responden (Sukmadinat,N.S, 2012: 219).
Dokumen
merupakan
catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang(Sugiyono, 2013: 331) .
Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data
yang telah ada. Tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran
tentang beberapa fenomena , tetapi lebih pada peningkatan pemahaman
peneliti terhadap apa yang telah ditemukan .Sugiyono, 2013: 331).
108
Jurnal
Review Pendidikan Islam
Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
Pendampingan dan Pembiasaan:
“Membuka Dialektika Antara Guru dan Siswa”
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Pendidikan
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan adalah segala daya
upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang
selaras dengan alam dan masyarakatnya. John Dewey mengartikan
pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini
mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa
dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan
untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan
pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan
kelompok di mana dia hidup.( www.google.pengertian pendidikan.ac.id ).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah
sebuah proses yang sistematis anatara yang melibatkan orang dewasa untuk
menanamkan nilai-nilai untuk membentuk budi pekerti peserta didik. Dalam
hal ini pendidikan karakter hendaknya dilakukan melalui proses yang
sistematis.
Tugas dan Tanggung Jawab guru
Tugas dan tanggung jawab seorang guru diantaranya adalah
menciptakan suasana atau iklim proses pembelajaran yang dapat memotivasi
siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat (Djamarah, 1997:
Menurut Rosmali (2005), tugas seorang guru itu mencakup beberapa
hal, yaitu sebagai berikut:guru memiliki tugas yang beragam yang
berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi bidang
profesi, bidang kemanusiaan, dan bidang kemasyarakatan.
1. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih:
a. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup
dan kehidupan.
b. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi
c. Sedangkan
melatih
berarti
keterampilan pada siswa.
mengembangkan
keterampilan-
2. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan
dirinya sebagai orangtua kedua. Guru harus mampu menarik simpati
sehingga guru tersebut menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun
yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswa dalam
Jurnal
Review Pendidikan Islam
Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
109
Laili Nikmah
belajar. Apabila seorang guru dalam penampilannya sudah tidak menarik,
maka kegagalan pertama adalah guru tidak akan dapat menanamkan
benih pengajarannya itu kepada para siswanya. Para siswa akan enggan
menghadapi guru yang tidak menarik.
Dari perbedaan antara mendidik dan membimbing, sering kita
temukan bahwa kegiatan membimbing lebih mendominasi kegiatan guru
disekolah dibanding dengan mendidik. Adanya minimal jam mengajar guru
professional 24 jam adalah salah satu indikator kegiatan pengajaran
mendominasi aktifitas guru. Sementara itu untuk membentuk karakter siswa
bukan hanya membimbing siswa tetapi juga sekaligus menjadi pendidik,
sebagi wakil orang tua di sekolah. Apalagi kita tahu hamper 7-8 jam kegiatan
siswa dihabiskan di sekolah.
Pendidikan Karakter di Sekolah/Madrasah dimulai dengan Pembiasaan dan
Dialetika
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kapada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut. Pendidikan karakter membantu siswa untuk mengetahui yang baik,
mencintai yang baik, dan melakukan yang baik (Ryan, 1993; dalam Sewell, et.
al, 2003). Menurut Berkowitz, pendidikan karakter adalah usaha sekolah
untuk meningkatkan kapasitas pemahaman siswa untuk kritis tentang
alasan, motivasi, dan kemampuan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai
dan prinsip-prinsip etika. Menurut T. Ramli (dalam panduan pendidikan
karakter, 2011) pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama
dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah
membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga
masyarakat, dan warga negara yang baik.
Dalam karakter manusia terdapat tiga komponen. Yang pertama
pengetahuan moral (moral knowing). Dalam komponen pengetahuan moral
tercakup penalaran moral dan strategi kognitif yang digunakan untuk
mengambil keputusan secara sistematis. Melalui komponen ini individu
dapat membayangkan konskuensi yang akan terjadi di kemudian hari dari
keputusan yang di ambil dan siap bagaimana menghadapi konskuensi
tersebut. Kedua, perasaan moral (moral affect), yang mencakup identitas
moral, ketertarikan terhadap kebaikan, komitmen, hati nurani, dan empati
yang semuanya merupakan sisi afektif dari moral pada diri individu,
perasaan moral juga berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan moral
dan tindakan moral. Ketiga, tindakan moral (moral action) yang memiliki tiga
komponen yaitu kehendak, kompetensi, dan kebiasaan.
110
Jurnal
Review Pendidikan Islam
Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
Pendampingan dan Pembiasaan:
“Membuka Dialektika Antara Guru dan Siswa”
Dari teori diatas dapat kita simpulkan penanaman karakter
hendaknya dimulai dengan empati yang itu bisa diawali dengan dialetika
yang selanjutnya harus dibiasakan.
PEMBAHASAN
Dari hasil wawancara dengan kepala madrasah dengan dan questioner
kepada siswa dengan terkait dengan latar belakang dan pentingnya serta
pelaksanaan pendampingan dan pembiasaan di MAN Tulungagung 1 sebagai
implementasi pendidikan karakter siswa dapat dideskripsikan sebagai
berikut:
PEDAMPINGAN DAN PEMBIASAAN DI MAN TULUNGAGUNG 1
Tujuan Program Pembiasan dan Pendampingan Siswa
Program pendampingan bertujuan untuk membentuk karakter anak
melalui pendidikan disekolah sehingga bisa menjadi pribadi yang dewasa
sesuai dengan tujuan pendidikan nasiol Undang-Undang RI No 2 tahun 1989
pasal 4, Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman
dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kepribadian yang mantap dan
mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan” serta
mewujudkan visi dan misi MAN Tulungagung 1. Visi MAN Tulungagung 1
adalah mewujudkan Generasi Islam yang cerdas, terampil dan berakhlakul
karimah serta berwawasan lingkungan. Adapun Misi MAN Tulungagung
yaitu:
a. Melaksanakan pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga dapat
berkembang secara optimal.
b. Membantu dan mendorong setiap siswa untuk mengenali kemampuan diri
sendiri.
c. Menerapkan disiplin tinggi dalam segala bidang.
d. Menumbuhkan kebiasaan yang Islam.
Hal ini karena pendampingan dan pembiasaan diyakini bisa menjadi
jembatan bagi guru untuk lebih dekat kepada siswa dalam membentuk
karakter siswa. Sebagaimana keyakinan ibu kepala madrasah bahwa
pendidikan karakter itu bukan semata -mata masalah pengetahuan, tetapi
harus diajarkan melalui perilaku dan kebiasaan (Habit). Suasana sekolah dan
aturan-aturan yang berlaku
Jurnal
Review Pendidikan Islam
Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
111
Laili Nikmah
Pelaksanaan Program Pendampingan
Harus mampu menjadi supporting system bagi penanaman nilai-nilai
moral dan membentuk perilaku yang baik. Dengan adanya habit ataupun
kebiasaan yang baik di yakini akan berpengaruh pada kemampuan akademik
siswa.
Program pendampingan dilaksanakan dengan menjadika 1 guru sebagi
pendamping untu 15-20 siswa. Guru pendamping wajib mengenali siswa
mulai dari latar belakang siswa , menggali masalah yang dihadapi siswa,
membantu memecahkan masalah tersebut, memberikan dudkungan dan
motifasi pada siswa dalam menghadapi persoalan dan juga menanamkan
nilai-nilai yang baik pada siswa. Tiap guru berperan sebagai konsultan bagi
siswa yang didampingi. Ada pertemuan wajib antar siswa dan guru
pedamping dalam satu minggu sekali dilaksanakan pada jam 01.00 sampai
jam 02.00 di kelas. Guru bisa memanggil siswa dampinganya diluar jam
tersebut. Ada beberapa kegiatan wajib yang harus dilakukan pada jam
pendampingan tersebut, yaitu
a. Mengecek buku kegiatan siswa( terlampir)
b. Mengecek absensi siswa (Terlampir)
c. Mengecek dan mengomentari buku point siswa( terlampir)
d. Tanya jawab atau berdialeg dengan siswa.
Kegiatan ini dilakukan di dalam kelas ada dua guru yang masuk pada
jam pedampingantersebut yang telah ditetapkan tiap tahun sebagai
pedamping siswa. Masing masing guru duduk di dean dan berjauhan
sehingga bisa melakukan dialaektika dengan masing-masing siswa
dampinganya. Siswa yang lain sambil menunggu giliran di menceritakan
masalah yang dihadapi dalam buku harian siswa.Sehingga guu bisa bisa
membaca dilura jam tersebut dan memanggil siswa yang dianggap perlu
mendapatkan bimbingan khususs di akhir jam pedampingan guru diwajibkan
memberika motivasi pada siswa dengan tema-tema yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan Pembiasaan
Pembiasaan iniyang dimaksud disini adalah membiasakan anak-anak
dengan kegiatan-kegitan yang baik termasuk di dalamnya sholat berjamaah,
membaca al-quran, melaksanakan sholat sunnah rowati, tahajud, dhuha,
puasa senin-kamis, belajar dan lain-lain. Pembiasaan ini bisa dipantau
melalui buku kegiatan siswa yang setiap hari dikumpulkan dan ditanda
tangani guru jam pertama, dipantau tiap satu minggu oleh guru pedamping
dan oleh orang tua, dalam hal ini orang tua diwajibkan tanda tangan dalam
buku kegiatan siswa setiap minggu sekali.Diharapkan dengan pembiasaan-
112
Jurnal
Review Pendidikan Islam
Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
Pendampingan dan Pembiasaan:
“Membuka Dialektika Antara Guru dan Siswa”
pembiasaan yang baik ini bisa menjadikan supporting system yang baik bagi
terbentuknya kebiasaan yang baik dan tentunya akan tertanan karakter yang
baik pula.
Guru sebagai pengajar sekaligus pendidik menjadi ujung tombak
keberhasilan program tersebut, guru harus memiliki kesadaranan sebagi
orang tua kedua murid setelah orang tua mereka dirumah, berusaha
menjadikan siswa nyaman berkomunikasi dan sharing masalah yang dia
hadapi sekaligus juga sebagi motivator bagi siswa untuk bisa menghadapi
segala persoalan yang dihadapi dan sekaligus menjadi model orang dewasa
yang memiliki karakter yang bagus. Menurut Imam Al-Ghazali (t.t.:55-58)
dalam bahwa kode etik dan tugas-tugas guru adalah sebagai berikut : 1)
kasih sayang kepada peserta didik dan memperlakukannya sebagai anaknya
sendiri2) meneladani Rasulullah sehingga jangan menuntut upah, imbalan
maupun penghargaan3) hendaknya tidak memberi predikat atau martabat
kepada peserta didik sebelum ia pantas dan kompenten untuk
menyandangnya dan jangan memberi ilmu yang samar sebelum tuntas ilmu
yang jelas4) hendaknya mencegah peserta didik dari akhlak yang jelek
(sedapat mungkin) dengan cara sindiran dan tidak tunjuk hidung5) guru
yang memegang bidang studi tertentu sebaiknya tidak menjelek-jelekkan
atau meremehkan bidang studi yang lain 6) menyajikan pelajaran kepada
peserta didik sesuai dengan taraf kemampuan mereka 7) dalam menghadapi
peserta didik yang kurang mampu, sebaiknya diberi ilmu-ilmu yang global
dan tidak perlu menyejikan detailnya 8) guru hendaknya mengamalkan
ilmunya, dan jangan sampai ucapannya bertentangan dengan perbuatannya.
Karena itu lah madrasah diharapkan memiliki potensi yang lebih
besar untuk bisa melaksanakan program ini dengan baik. Sehingga juga
mampu menghasilkan siswa-siswa yang yang berakhlakul karimah.
Pentingnya Program Pendampingan dan Pembiasaan di Madrasah/Sekolah
Dari hasil kuesioner siswa Program ini dilatarbelakangi dengan
minimnya kesadaran orang tua di rumah terhadap perkembangan
pendidikan dan juga pembentukan watak berdasrkan survey yang pernah
dilakukan pihak sekolah berdasarkan buku pribadi siswa terkait dengan
kegiatan harian siswa meliputu pelajaran yang dipelajari, yang terjadi karena
beberapa hal diantaranya kemampuan orang tua yang lemah karena lebih
disibukkan memenuhi kebutuhan hidup. Karena itu pihak sekolah harus
mampu menggantikan peran tersebut dan juga melengkapi kekurangankekurangan pada siswa, kalaupun sudah ada sehingga siswa benar-benar
bisa menjadi siswa yang mandiri, tanggung jawab dan berakhlakul karimah.
Sebab tidak semua anak bisa berkomunikasi dengan orang tua dengan
beberapa alasan diantaranya:
Jurnal
Review Pendidikan Islam
Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
113
Laili Nikmah
Tinggal di Kost atau Pesantren
Sebagian dari siswa tinggal di kost dan juga di pesantren sehingga
tidak bisa bertemu dengan orang tua setiap hari sehingga tidak bisa
berkomunikasi dengan orang tua sehari-hari. Para siswa yang tinggal di kost
biasanya pulang satu minggu sekali, sementara untuk siswa yang tinggal di
pesantren ketika ada libur pesantren dan sekolah yang tidak selalu sama.
Siswa yang tinggal di kost dan pesantren memiliki tanggung jawab yang lebih
besar dari siswa yang tinggal bersama orang tua yang ada dirumah termasuk
managemen waktu dan keuangan. Sehingga siswa ini cenderung rentan
dengan masalah, walaupun adanya alat komunikasi dapat sedikit membantu
persoalan ini.
Orang Tua Menjadi Buruh Migrant.
Ketika salah satu orang tua menjadi TKI di luar negeri secara
otomatis ruang komunikasi anak dan orang tua terbatasi. Apalgi jika seorang
ibu yang menjadi buruh migrant, ini adalah persoalan yang cukup besar tidak
hanya komunikasi yang tidak bisa dilakukan dengan inten, tapi juga pola
asuh yang seringkali dialihkan kepada nenek atau kerabat yang lain,
menjadikan beban tersendiri bagi siswa. Sehingga seringkali memicu
persoalan-persoalan yang komplek ketika anak tidak benar-benar mampu
menghadapi masalahnya. Kecenderungan memiliki uang yang lebih banyak
dari orang tua karena bekerja di luar negeri dengan pengawasan yang minim
sering menjadikan anak bebas bergaul dan tidak jarang terjerumus pada
petgaulan bebas, narkotika dan lain-lain. Karena itu pedampingan orang
dewasa dalam konteks ini guru sangat di perlukan
Terbatasnya Waktu
Sebagian terbesar pekerjaan anak di MAN 1 adalah buruh tani dan
swasta yang rata-rata menghabiskan wajktu seharian untuk bekerja sehingga
ketika malam bertemu dengan anak seringkali orangtua sudah dalm kondisi
lelah. Belum lagi dari factor anak yang berada di sekolah sampai jam 14.45
dan jam 16.00 untuk siswa unggulan dan akselerasi adalah menjadikan
kesempatan untuk berinteraksi antara anak dan orang tua semakin sedikit.
Biasanya ketika anaka dan orang tua sudah sama-sama lelah meskipun
mereka berada dalam satu rumah cenderung ingin mencari kesenangan
masing-masing , baik dengan TV, maupun gudjed masing-masing. Hal ini
tentunya juga menjadikan kesempatan berdialektika dan pembentukan
karakter anak semakin terkikis.
114
Jurnal
Review Pendidikan Islam
Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
Pendampingan dan Pembiasaan:
“Membuka Dialektika Antara Guru dan Siswa”
Tidak Nyaman
Sebagian siswa tidak nyaman berkomunikasi dengan orang tua.
Karena seringkali orang tua sulit memahami karakter anak remaja saat ini.
Sehingga banayak orang tua sering marah-marah dan membentak anak
dalam komunikasi. Hal sangat dimungkinkan terjadi karena latar belakang
pendidikan orang tua. Mengingat pendikan orang tua siswa MAN 1 adalah
lulus Sekolah Dasar. Adapun prosentasi wali murid siswa MAN 1 adalah 39
% lulusan SD, 21% lulusan SMP, 29% lulusan SMA, diploma dan sarjana 11%.
Adanya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin canggih
orang tua akan semakin tertinggal dari anak jika tidak dapat meng-upgrade
kemampuan komunikasi dan teknologi informasi. Dan fenomena ini yang
sering tidak sadari oleh orang tua.
Jurnal
Review Pendidikan Islam
Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
115
Laili Nikmah
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahawa:
1. Pembiasaan dan Pengembangan adalah model pendidikan karakter yang
memberikan ruang bagi siswa dan guru untuk melakukan dialektika yang
lebih banyak sehingga siswa menjadikan guru sebagi orang tua yang
mampu menjadi tempat berkeluh kesah, ketika siswa memiliki masalah.Di
samping itu pembiasaan adalah supporting system bagi siswa untuk
membiasakan melakukan kegiatan-kegiatan yang positif ditengah-tengah
pengaruh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi saat ini.
2. Pembiasaan dan Pengembangan
Pembiasan dan pengembangan sangat bisa menjadi salah satu alternative
untuk mengatasi kekurangan komunikasi siswa ddengan orang tua karena
berbagai kondisi yang dihadapi oleh siswa, sehingga sekolah bisa
mejembatani kebuntuhan tersebut, dan melakukan pembentukan karakter
secara lebih bagus kepada siswa.
Saran
Dari hasil Penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan kepada :
1. Kepala Madrasah/sekolah
Dalam membuat kebijakan hendaknya kepala madrasah lebih
memperhatikan implementasikan pendidikan karakter untuk siswa
melalui program yang komprehensip tanpa mengabaikan pembelajaran.
Sehingga Pendidikan karakter tidak hanya menjadi kebijakan dia atas
kertas , namun benar-benar di implementasikan di madrasah.
2. Guru
Guru hendaknya lebih peduli terhadap pembentukan karakter anak dan
juga meningkatkan kemampuan tidak hanya dalam pengajaran tetapi juga
dalam mendidik dan membentuk karakter siswa.
3. Orang Tua
Diharapkan orang tua lebih memperhatikan kebutuhan psikis anak serta
membangun komunikasi yang baik dengan anak sehingga anak akan
merasakan kenyamanan berkomunikasi dengan orang tua dan bisa
menanamkan nilai-nilai yang baik terhadap anak..
4. Siswa
Diharapkan siswa lebih terbuka dengan orang tua dan guru sehingga
tidak terpengaruh pergaulan ynag tidak baik dan bisa menyelasaikan
masalah yang dihadapi dengan lebih baik.
116
Jurnal
Review Pendidikan Islam
Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
Pendampingan dan Pembiasaan:
“Membuka Dialektika Antara Guru dan Siswa”
DAFTAR PUSTAKA
Al-Attas, Syed Muhammad Al-Naquib, Konsep Pendidikan dalam Islam,
Bandung: Mizan, 1987.
Ashraf, Ali, “Aim and Objectives of Islamic Education”, dalam Sajjad Husain
dan Ali Ashraf (eds), Crisis Muslim Education, Jeddah: Hodder and Stughton
King Abdul Aziz University, 1979.
Barnadib, Imam, Dasar-DasarKependidikan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996.
_______, FilsafatPendidikan, Yogyakarta: Andi Offset, 1997.
Daradjat, Zakiyah, et. al, IlmuPendidikan Islam, cet. 9, Jakarta: BumiAksara,
2011.
Ebel, Robert L., “What are Schools for” dalam Harvey F. Clarizio et all (ed).,
Contemporary Issues in Educational Psychology, llyn and Bacon, Inc,
Boston, 1977.
Knight, George R., Issues and Alternatives in Educational Philosophy, Michigan:
Andrews University Press, 1982.
Mastuhu, Membumikan SistemPendidikan Islam, Jakarta: Logos WacanaIlmu,
1999.
Muchsin, M. Bashori, Moh Sulthon, dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam
Humanistik, Bandung: RefikaAditama, 2010.
Zuchdi, Darmiyati, HumanisasiPendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Jurnal
Review Pendidikan Islam
Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
117
Download