Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014 PENDAMPINGAN DAN PEMBIASAAN: “MEMBUKA DIALEKTIKA ANTARA GURU DAN SISWA” (MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DI MAN TULUNGAGUG 1) Laili Nikmah MAN Tulungagung 1 Abstrak; Adanya persoalan moral yang terjadi di negeri baik yang dilakukan oleh rakyat, pejabat dan juga pelajar menuntut kita untuk meninjau kembali pendidikan karakter di sekolah/madrasah. Hal ini dilandasi karena pendidikan diyakini sebagai proses pembentukan dan pendewasaan peserta didik seharusnya mampu menjawab persoalan moral tersebut. Karena itu diperlukan program yang efektif yang mampu mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah. Untuk menjawab persoalan tersebut MAN Tulungagung 1 mempunyai program Pendampingan dan Pembiasaan yang mampu membuka ruang dialektika antar peserta didik dan guru sehingga menjadi media penanaman karakter bagi peserta didik. Dari penelitian ini dapat dijadikan model alternative pendidikan karakter di madrasah. Adapun jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif. Adapun pengambilan data dilakukan dengan wawancara dan questioner serta trianggulasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya banyak faktor yang menghambat komunikasi antar siswa dengan orang tua sehingga peranan guru sangat diperlukan dalam membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa, memotivasi peserta didik serta membentuk karakter siswa. Direkomendasikan pada steakholder sekolah untuk lebih menyadari peran guru dalam melakukan pembentukan karakter siswa dengan mengimplementasikan program-program yang komprehensif di madrasah/ sekolah. Kata Kunci: Pedampingan dan Pembiasaan, Dialektika guru dan siswa Model Pendidikan Karakter PENDAHULUAN Di era komunikasi dan teknologi saat ini kita sering dikagetkan dengan moralitas masyarakat di negeri ini semakin hari semakin mengkhawatirkan. Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan moral tidak habis-habisnya terjadi di negeri ini, pelakunya mulai dari rakyat kecil hingga pejabat. Setiap harinya media massa tidak kehabisan berita tentang perilaku buruk masyarakat. Berbagai kasus seperti korupsi, penipuan sampai pada tindakan asusila yang terjadi akhir-akhir ini banyak sekali melibatkan Laili Nikmah nama-nama pejabat tinggi di negeri ini. Hal ini memperlihatkan bahwa banyak kaum intelektual di negeri ini yang memiliki moralitas yang buruk. Dari data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan angka korupsi di Indonesia semakin meningkat. Selama tahun 2013 KPK menerima pengaduan masyarakat sebanyak 5.842 kasus dugaan korupsi (www.kpk.go.id). Pelaku korupsi ini tentunya bukan orang bodoh yang tidak bependidikan, dan dari beberapa kasus diketahui bahwa tindak korupsi ini dilakukan secara bersama-sama. Fakta-fakta tersebut semakin memperlihatkan bahwa krisis moralitas sedang mendera negeri ini. Sementara itu pemandangan yang sama juga terjadi di kalangan pelajar. Banyak perilaku yang menunjukkan terjadi kemerosotan moral pada diri mereka. Dari hilangnya sikap sopan santun, merebaknya seks bebas, tawuran pelajaran, dan juga tindak kriminalitasnya lainnya kini mulai sering dijumpai. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat 439 tawuran pelajar terjadi sepanjang 2013. Kasus tawuran pelajar ini meningkat 128 kasus jika dibandingkan tahun 2012 dan terdapat 92 pelajar tewas akibat kasus tawuran ini (www.detiknews.com). Guru sebagai pendidik dan role model bagi siswanya juga kurang mampu membina dan menjadi teladan, bahkan akhir-akhir ini marak terjadi pelecehan seksual di lingkungan sekolah. Ini adalah sebuah fakta yang sulit di percaya dilakukan oleh pelajar yang setiap harinya datang ke sekolah untuk mendapatkan pendidikan. Di tempa dengan berbagai ilmu , pengetahuan dan pendidikan moral oleh tenaga pendidik yang professional. Hal ini tentunya perlu kita kaji ulang tentang pendidikan yang ada disekolah. Kemerosotan moral bangsa ini tidak boleh dibiarkan begitu saja dan menjadi masalah yang berlarut-larut. Perbaikan terhadap moralitas harus diupayakan melalui pengoptimalan fungsi dan peran pendidikan. Pendidikan moral akan membentuk generasi penerus bangsa sebagai pribadi yang berakhlak mulia, jujur dan bertanggung jawab. Generasi yang cerdas dan bermoral ini kelak diharapkan akan menjadi modal berharga untuk pembangunan bangsa. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia secera individual maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Sugihartono, dkk, 2007). Fungsi pendidikan diatur dalam pasar 2 UU No. 20 tahun 2003 pasal 3, yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan membentu watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurut Siswoyo (2007) pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu yang mempengaruhi 106 Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014 Pendampingan dan Pembiasaan: “Membuka Dialektika Antara Guru dan Siswa” perkembangan fisiknya, daya jiwanya, sosialnya dan moralitasnya. Pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa (mind), watak (character), atau kemampuan fisik (ability) (George F. Kneller; dalam Siswoyo, 2007). Dari berbagai definisi mengenai pendidikan di atas, moralitas menjadi bagian penting dan tak terpisahkan dalam pendidikan. Pendidikan secara popular disamakan dengan persekolahan (schooling) yang lazim dikenal dengan pendidikan formal, yang bergerak dari tingkat pertama sekolah dasar hingga mencapai tingkat akhir dan perguruan tinggi (Siswoyo, dkk, 2007). Secara khusus, pendidikan moral memang sudah terimplementasi dalam beberapa mata pelajaran yang ada disekolah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dinyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: (a) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; (b) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (c) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; (d) kelompok mata pelajaran estetika; (e) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah sebagai upaya menjawab persoalan tersebut,diantaranya adalah menyelipkan pendidikan karakter pada kurikulum, memasukkan kararket pada silabus , sudahkan ini efektif untuk membentuk karakter siswa. Kenyataaena yang sering kita temukan sekolah lebih terfokus pada pembelajaran , dan transfor keilmuan sehungga siswa diharapkan bisa lulus ujian dengan nilai yang memuaskan. Sementara mendidik adalah tugas orangtua dirumah. Padahal masayarakat telah mempercayakan pengajaran dan pendidikan di sekolah. Karena itu sekolah harusnya mampu menerjemahkan pendidikan karakter di sekolah dengan mengimplementasikan pendidikan karakter melalui program yang komprehensip. Untuk menjawab persoalan diatas Madrasah Aliyah Negeri Tulungagung1 memprogramkan pembiasaan dan pendampingan siswa oleh semua guru sebagai implementasi pendidikan karakter di madrasah. Program ini dilakukan dengan cara satu guru mendampingi / menjadi orang tua di sekolah dari dua puluh sampai dua puluh lima siswa . Pendampingan ini diharapkan mampu memjembatani dan menjadi media guru untuk membentuk karakter anak. Karena menjadi pedamping berarti melakukan dialektika dengan siswa dampinganya minimal sekali dalam seminggu. Sebagai penguat dari system pendampingan dilaksanakan program pembiasaan di bawah pengawasan orang tua, guru mata pelajaran dan guru pendamping. Secara lebih lengkap bagaimana model pedampingan dan pembiasaan ini akan dipaparkan dalam artikel ini Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014 107 Laili Nikmah dengan judul “Pendampingan dan Pembiasaan: Pembuka Dialektika antara Guru dan Siswa”. (Model Pendidikan Karakter di MAN Tulungagug 1). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan fenomenafenomena yang ada baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian ini mengkaji bentuk , aktifitas, perubahan , hubungan, kesamaan dan perbedaanya dengan fenomena lain ( Sukmadinata, S.N,2012: 72). Penelitian ini di laksanakan untuk mendeskripsikan secara detail pelaksanaan pedampingan siswa di MAN 1 Tulungagung sebagai media pendidikan untuk membentuk karakter siswa. Dalam penelitian ini pengambilan data dilakukan dengan purposive sampling , yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.Dengngan kata lain sampel dipilah karena memang menjadi sumber dan kaya dengan informasi tentang fenomena yang ingin diteliti, Sukmadinata, N.S( 2012: 101). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Wawancara, questioner dan dokumentasi dan Trianggulasi. Quesioner diberikan pada siswa dengan ketentuan siswa yang berprestasi, siswa yang berasal dari keluraga yang broken home, siswa yang tinggal di pesantren atau kost –kostan, siswa yang sulit belajar. Adapaun wawancara dilakukan kepada kepala madrasah, wali murid, guru pendamping dan wali kelas. Dokumentasi meliputi form-form yang digunakan dalam pembiasaan dan pendampingan. Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksiskan makana dalam suatau topic tertentu (Sugiyono, 2013: 317). Angket atau questioner adalah Tanya jawab tidak langsung antara peneliti dengan responden, adapun instrument pengumpulan datanya berupa angket yang berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab ataupun di respon oleh responden (Sukmadinat,N.S, 2012: 219). Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang(Sugiyono, 2013: 331) . Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena , tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan .Sugiyono, 2013: 331). 108 Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014 Pendampingan dan Pembiasaan: “Membuka Dialektika Antara Guru dan Siswa” KAJIAN PUSTAKA Pengertian Pendidikan Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan adalah segala daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. John Dewey mengartikan pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok di mana dia hidup.( www.google.pengertian pendidikan.ac.id ). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang sistematis anatara yang melibatkan orang dewasa untuk menanamkan nilai-nilai untuk membentuk budi pekerti peserta didik. Dalam hal ini pendidikan karakter hendaknya dilakukan melalui proses yang sistematis. Tugas dan Tanggung Jawab guru Tugas dan tanggung jawab seorang guru diantaranya adalah menciptakan suasana atau iklim proses pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat (Djamarah, 1997: Menurut Rosmali (2005), tugas seorang guru itu mencakup beberapa hal, yaitu sebagai berikut:guru memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan, dan bidang kemasyarakatan. 1. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih: a. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. b. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi c. Sedangkan melatih berarti keterampilan pada siswa. mengembangkan keterampilan- 2. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orangtua kedua. Guru harus mampu menarik simpati sehingga guru tersebut menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswa dalam Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014 109 Laili Nikmah belajar. Apabila seorang guru dalam penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah guru tidak akan dapat menanamkan benih pengajarannya itu kepada para siswanya. Para siswa akan enggan menghadapi guru yang tidak menarik. Dari perbedaan antara mendidik dan membimbing, sering kita temukan bahwa kegiatan membimbing lebih mendominasi kegiatan guru disekolah dibanding dengan mendidik. Adanya minimal jam mengajar guru professional 24 jam adalah salah satu indikator kegiatan pengajaran mendominasi aktifitas guru. Sementara itu untuk membentuk karakter siswa bukan hanya membimbing siswa tetapi juga sekaligus menjadi pendidik, sebagi wakil orang tua di sekolah. Apalagi kita tahu hamper 7-8 jam kegiatan siswa dihabiskan di sekolah. Pendidikan Karakter di Sekolah/Madrasah dimulai dengan Pembiasaan dan Dialetika Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kapada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter membantu siswa untuk mengetahui yang baik, mencintai yang baik, dan melakukan yang baik (Ryan, 1993; dalam Sewell, et. al, 2003). Menurut Berkowitz, pendidikan karakter adalah usaha sekolah untuk meningkatkan kapasitas pemahaman siswa untuk kritis tentang alasan, motivasi, dan kemampuan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip etika. Menurut T. Ramli (dalam panduan pendidikan karakter, 2011) pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Dalam karakter manusia terdapat tiga komponen. Yang pertama pengetahuan moral (moral knowing). Dalam komponen pengetahuan moral tercakup penalaran moral dan strategi kognitif yang digunakan untuk mengambil keputusan secara sistematis. Melalui komponen ini individu dapat membayangkan konskuensi yang akan terjadi di kemudian hari dari keputusan yang di ambil dan siap bagaimana menghadapi konskuensi tersebut. Kedua, perasaan moral (moral affect), yang mencakup identitas moral, ketertarikan terhadap kebaikan, komitmen, hati nurani, dan empati yang semuanya merupakan sisi afektif dari moral pada diri individu, perasaan moral juga berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan moral dan tindakan moral. Ketiga, tindakan moral (moral action) yang memiliki tiga komponen yaitu kehendak, kompetensi, dan kebiasaan. 110 Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014 Pendampingan dan Pembiasaan: “Membuka Dialektika Antara Guru dan Siswa” Dari teori diatas dapat kita simpulkan penanaman karakter hendaknya dimulai dengan empati yang itu bisa diawali dengan dialetika yang selanjutnya harus dibiasakan. PEMBAHASAN Dari hasil wawancara dengan kepala madrasah dengan dan questioner kepada siswa dengan terkait dengan latar belakang dan pentingnya serta pelaksanaan pendampingan dan pembiasaan di MAN Tulungagung 1 sebagai implementasi pendidikan karakter siswa dapat dideskripsikan sebagai berikut: PEDAMPINGAN DAN PEMBIASAAN DI MAN TULUNGAGUNG 1 Tujuan Program Pembiasan dan Pendampingan Siswa Program pendampingan bertujuan untuk membentuk karakter anak melalui pendidikan disekolah sehingga bisa menjadi pribadi yang dewasa sesuai dengan tujuan pendidikan nasiol Undang-Undang RI No 2 tahun 1989 pasal 4, Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan” serta mewujudkan visi dan misi MAN Tulungagung 1. Visi MAN Tulungagung 1 adalah mewujudkan Generasi Islam yang cerdas, terampil dan berakhlakul karimah serta berwawasan lingkungan. Adapun Misi MAN Tulungagung yaitu: a. Melaksanakan pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga dapat berkembang secara optimal. b. Membantu dan mendorong setiap siswa untuk mengenali kemampuan diri sendiri. c. Menerapkan disiplin tinggi dalam segala bidang. d. Menumbuhkan kebiasaan yang Islam. Hal ini karena pendampingan dan pembiasaan diyakini bisa menjadi jembatan bagi guru untuk lebih dekat kepada siswa dalam membentuk karakter siswa. Sebagaimana keyakinan ibu kepala madrasah bahwa pendidikan karakter itu bukan semata -mata masalah pengetahuan, tetapi harus diajarkan melalui perilaku dan kebiasaan (Habit). Suasana sekolah dan aturan-aturan yang berlaku Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014 111 Laili Nikmah Pelaksanaan Program Pendampingan Harus mampu menjadi supporting system bagi penanaman nilai-nilai moral dan membentuk perilaku yang baik. Dengan adanya habit ataupun kebiasaan yang baik di yakini akan berpengaruh pada kemampuan akademik siswa. Program pendampingan dilaksanakan dengan menjadika 1 guru sebagi pendamping untu 15-20 siswa. Guru pendamping wajib mengenali siswa mulai dari latar belakang siswa , menggali masalah yang dihadapi siswa, membantu memecahkan masalah tersebut, memberikan dudkungan dan motifasi pada siswa dalam menghadapi persoalan dan juga menanamkan nilai-nilai yang baik pada siswa. Tiap guru berperan sebagai konsultan bagi siswa yang didampingi. Ada pertemuan wajib antar siswa dan guru pedamping dalam satu minggu sekali dilaksanakan pada jam 01.00 sampai jam 02.00 di kelas. Guru bisa memanggil siswa dampinganya diluar jam tersebut. Ada beberapa kegiatan wajib yang harus dilakukan pada jam pendampingan tersebut, yaitu a. Mengecek buku kegiatan siswa( terlampir) b. Mengecek absensi siswa (Terlampir) c. Mengecek dan mengomentari buku point siswa( terlampir) d. Tanya jawab atau berdialeg dengan siswa. Kegiatan ini dilakukan di dalam kelas ada dua guru yang masuk pada jam pedampingantersebut yang telah ditetapkan tiap tahun sebagai pedamping siswa. Masing masing guru duduk di dean dan berjauhan sehingga bisa melakukan dialaektika dengan masing-masing siswa dampinganya. Siswa yang lain sambil menunggu giliran di menceritakan masalah yang dihadapi dalam buku harian siswa.Sehingga guu bisa bisa membaca dilura jam tersebut dan memanggil siswa yang dianggap perlu mendapatkan bimbingan khususs di akhir jam pedampingan guru diwajibkan memberika motivasi pada siswa dengan tema-tema yang telah ditetapkan. Pelaksanaan Pembiasaan Pembiasaan iniyang dimaksud disini adalah membiasakan anak-anak dengan kegiatan-kegitan yang baik termasuk di dalamnya sholat berjamaah, membaca al-quran, melaksanakan sholat sunnah rowati, tahajud, dhuha, puasa senin-kamis, belajar dan lain-lain. Pembiasaan ini bisa dipantau melalui buku kegiatan siswa yang setiap hari dikumpulkan dan ditanda tangani guru jam pertama, dipantau tiap satu minggu oleh guru pedamping dan oleh orang tua, dalam hal ini orang tua diwajibkan tanda tangan dalam buku kegiatan siswa setiap minggu sekali.Diharapkan dengan pembiasaan- 112 Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014 Pendampingan dan Pembiasaan: “Membuka Dialektika Antara Guru dan Siswa” pembiasaan yang baik ini bisa menjadikan supporting system yang baik bagi terbentuknya kebiasaan yang baik dan tentunya akan tertanan karakter yang baik pula. Guru sebagai pengajar sekaligus pendidik menjadi ujung tombak keberhasilan program tersebut, guru harus memiliki kesadaranan sebagi orang tua kedua murid setelah orang tua mereka dirumah, berusaha menjadikan siswa nyaman berkomunikasi dan sharing masalah yang dia hadapi sekaligus juga sebagi motivator bagi siswa untuk bisa menghadapi segala persoalan yang dihadapi dan sekaligus menjadi model orang dewasa yang memiliki karakter yang bagus. Menurut Imam Al-Ghazali (t.t.:55-58) dalam bahwa kode etik dan tugas-tugas guru adalah sebagai berikut : 1) kasih sayang kepada peserta didik dan memperlakukannya sebagai anaknya sendiri2) meneladani Rasulullah sehingga jangan menuntut upah, imbalan maupun penghargaan3) hendaknya tidak memberi predikat atau martabat kepada peserta didik sebelum ia pantas dan kompenten untuk menyandangnya dan jangan memberi ilmu yang samar sebelum tuntas ilmu yang jelas4) hendaknya mencegah peserta didik dari akhlak yang jelek (sedapat mungkin) dengan cara sindiran dan tidak tunjuk hidung5) guru yang memegang bidang studi tertentu sebaiknya tidak menjelek-jelekkan atau meremehkan bidang studi yang lain 6) menyajikan pelajaran kepada peserta didik sesuai dengan taraf kemampuan mereka 7) dalam menghadapi peserta didik yang kurang mampu, sebaiknya diberi ilmu-ilmu yang global dan tidak perlu menyejikan detailnya 8) guru hendaknya mengamalkan ilmunya, dan jangan sampai ucapannya bertentangan dengan perbuatannya. Karena itu lah madrasah diharapkan memiliki potensi yang lebih besar untuk bisa melaksanakan program ini dengan baik. Sehingga juga mampu menghasilkan siswa-siswa yang yang berakhlakul karimah. Pentingnya Program Pendampingan dan Pembiasaan di Madrasah/Sekolah Dari hasil kuesioner siswa Program ini dilatarbelakangi dengan minimnya kesadaran orang tua di rumah terhadap perkembangan pendidikan dan juga pembentukan watak berdasrkan survey yang pernah dilakukan pihak sekolah berdasarkan buku pribadi siswa terkait dengan kegiatan harian siswa meliputu pelajaran yang dipelajari, yang terjadi karena beberapa hal diantaranya kemampuan orang tua yang lemah karena lebih disibukkan memenuhi kebutuhan hidup. Karena itu pihak sekolah harus mampu menggantikan peran tersebut dan juga melengkapi kekurangankekurangan pada siswa, kalaupun sudah ada sehingga siswa benar-benar bisa menjadi siswa yang mandiri, tanggung jawab dan berakhlakul karimah. Sebab tidak semua anak bisa berkomunikasi dengan orang tua dengan beberapa alasan diantaranya: Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014 113 Laili Nikmah Tinggal di Kost atau Pesantren Sebagian dari siswa tinggal di kost dan juga di pesantren sehingga tidak bisa bertemu dengan orang tua setiap hari sehingga tidak bisa berkomunikasi dengan orang tua sehari-hari. Para siswa yang tinggal di kost biasanya pulang satu minggu sekali, sementara untuk siswa yang tinggal di pesantren ketika ada libur pesantren dan sekolah yang tidak selalu sama. Siswa yang tinggal di kost dan pesantren memiliki tanggung jawab yang lebih besar dari siswa yang tinggal bersama orang tua yang ada dirumah termasuk managemen waktu dan keuangan. Sehingga siswa ini cenderung rentan dengan masalah, walaupun adanya alat komunikasi dapat sedikit membantu persoalan ini. Orang Tua Menjadi Buruh Migrant. Ketika salah satu orang tua menjadi TKI di luar negeri secara otomatis ruang komunikasi anak dan orang tua terbatasi. Apalgi jika seorang ibu yang menjadi buruh migrant, ini adalah persoalan yang cukup besar tidak hanya komunikasi yang tidak bisa dilakukan dengan inten, tapi juga pola asuh yang seringkali dialihkan kepada nenek atau kerabat yang lain, menjadikan beban tersendiri bagi siswa. Sehingga seringkali memicu persoalan-persoalan yang komplek ketika anak tidak benar-benar mampu menghadapi masalahnya. Kecenderungan memiliki uang yang lebih banyak dari orang tua karena bekerja di luar negeri dengan pengawasan yang minim sering menjadikan anak bebas bergaul dan tidak jarang terjerumus pada petgaulan bebas, narkotika dan lain-lain. Karena itu pedampingan orang dewasa dalam konteks ini guru sangat di perlukan Terbatasnya Waktu Sebagian terbesar pekerjaan anak di MAN 1 adalah buruh tani dan swasta yang rata-rata menghabiskan wajktu seharian untuk bekerja sehingga ketika malam bertemu dengan anak seringkali orangtua sudah dalm kondisi lelah. Belum lagi dari factor anak yang berada di sekolah sampai jam 14.45 dan jam 16.00 untuk siswa unggulan dan akselerasi adalah menjadikan kesempatan untuk berinteraksi antara anak dan orang tua semakin sedikit. Biasanya ketika anaka dan orang tua sudah sama-sama lelah meskipun mereka berada dalam satu rumah cenderung ingin mencari kesenangan masing-masing , baik dengan TV, maupun gudjed masing-masing. Hal ini tentunya juga menjadikan kesempatan berdialektika dan pembentukan karakter anak semakin terkikis. 114 Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014 Pendampingan dan Pembiasaan: “Membuka Dialektika Antara Guru dan Siswa” Tidak Nyaman Sebagian siswa tidak nyaman berkomunikasi dengan orang tua. Karena seringkali orang tua sulit memahami karakter anak remaja saat ini. Sehingga banayak orang tua sering marah-marah dan membentak anak dalam komunikasi. Hal sangat dimungkinkan terjadi karena latar belakang pendidikan orang tua. Mengingat pendikan orang tua siswa MAN 1 adalah lulus Sekolah Dasar. Adapun prosentasi wali murid siswa MAN 1 adalah 39 % lulusan SD, 21% lulusan SMP, 29% lulusan SMA, diploma dan sarjana 11%. Adanya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin canggih orang tua akan semakin tertinggal dari anak jika tidak dapat meng-upgrade kemampuan komunikasi dan teknologi informasi. Dan fenomena ini yang sering tidak sadari oleh orang tua. Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014 115 Laili Nikmah PENUTUP Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahawa: 1. Pembiasaan dan Pengembangan adalah model pendidikan karakter yang memberikan ruang bagi siswa dan guru untuk melakukan dialektika yang lebih banyak sehingga siswa menjadikan guru sebagi orang tua yang mampu menjadi tempat berkeluh kesah, ketika siswa memiliki masalah.Di samping itu pembiasaan adalah supporting system bagi siswa untuk membiasakan melakukan kegiatan-kegiatan yang positif ditengah-tengah pengaruh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi saat ini. 2. Pembiasaan dan Pengembangan Pembiasan dan pengembangan sangat bisa menjadi salah satu alternative untuk mengatasi kekurangan komunikasi siswa ddengan orang tua karena berbagai kondisi yang dihadapi oleh siswa, sehingga sekolah bisa mejembatani kebuntuhan tersebut, dan melakukan pembentukan karakter secara lebih bagus kepada siswa. Saran Dari hasil Penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan kepada : 1. Kepala Madrasah/sekolah Dalam membuat kebijakan hendaknya kepala madrasah lebih memperhatikan implementasikan pendidikan karakter untuk siswa melalui program yang komprehensip tanpa mengabaikan pembelajaran. Sehingga Pendidikan karakter tidak hanya menjadi kebijakan dia atas kertas , namun benar-benar di implementasikan di madrasah. 2. Guru Guru hendaknya lebih peduli terhadap pembentukan karakter anak dan juga meningkatkan kemampuan tidak hanya dalam pengajaran tetapi juga dalam mendidik dan membentuk karakter siswa. 3. Orang Tua Diharapkan orang tua lebih memperhatikan kebutuhan psikis anak serta membangun komunikasi yang baik dengan anak sehingga anak akan merasakan kenyamanan berkomunikasi dengan orang tua dan bisa menanamkan nilai-nilai yang baik terhadap anak.. 4. Siswa Diharapkan siswa lebih terbuka dengan orang tua dan guru sehingga tidak terpengaruh pergaulan ynag tidak baik dan bisa menyelasaikan masalah yang dihadapi dengan lebih baik. 116 Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014 Pendampingan dan Pembiasaan: “Membuka Dialektika Antara Guru dan Siswa” DAFTAR PUSTAKA Al-Attas, Syed Muhammad Al-Naquib, Konsep Pendidikan dalam Islam, Bandung: Mizan, 1987. Ashraf, Ali, “Aim and Objectives of Islamic Education”, dalam Sajjad Husain dan Ali Ashraf (eds), Crisis Muslim Education, Jeddah: Hodder and Stughton King Abdul Aziz University, 1979. Barnadib, Imam, Dasar-DasarKependidikan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996. _______, FilsafatPendidikan, Yogyakarta: Andi Offset, 1997. Daradjat, Zakiyah, et. al, IlmuPendidikan Islam, cet. 9, Jakarta: BumiAksara, 2011. Ebel, Robert L., “What are Schools for” dalam Harvey F. Clarizio et all (ed)., Contemporary Issues in Educational Psychology, llyn and Bacon, Inc, Boston, 1977. Knight, George R., Issues and Alternatives in Educational Philosophy, Michigan: Andrews University Press, 1982. Mastuhu, Membumikan SistemPendidikan Islam, Jakarta: Logos WacanaIlmu, 1999. Muchsin, M. Bashori, Moh Sulthon, dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik, Bandung: RefikaAditama, 2010. Zuchdi, Darmiyati, HumanisasiPendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014 117