BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Materi tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya sudah banyak diangkat sebagai judul untuk menyelesaikan studi di Jurusan Teknik Elektro. Tugas Akhir Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Negeri Padang misalnya, mengangkat judul Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Dengan Menggunakan Solar Cell 100 WP Sebagai Sumber Energi Alternatif Pada Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang (Parulian Sitorus, 2010). Dalam tulisannya Parulian Sitorus tidak memanfaatkan Tugas Akhirnya sebagai instrumen praktikum. Tugas akhir di maksud hanya membatasi pada perakitan dan pengujian karateristik sistem pembangkit listrik tenaga surya dengan menggunakan Solar Cell 100 WP pada Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang. Tugas Akhir lainnya misalnya dibuat oleh mahasiswa Teknik Elektro Universitas Negeri Gorontalo yang berjudul Optimalisasi Solar Home System Sebagai Pembangkit Alternatif Skala Kecil Di Gorontalo (I Komang Subagio, 2005). Tugas Akhir ini bertujuan mengoptimalisasi pemanfaatan panel surya dengan menentukan posisi modul surya yang baik dan merancang inverter sehingga arus listrik yang dihasilkan bukan hanya untuk penerangan dengan tegangan 12 V DC saja tetapi dapat pula digunakan untuk peralatan yang menggunakan tegangan 220 V AC. Tugas akhir ini diterapkan pada bantuan pemerintah berupa modul surya dengan output tegangan DC yang diaplikasikan pada desa yang berada di pesisir pantai. Dari penelusuran pustaka yang telah dilakukan, khususnya terkait dengan materi pembangkit tenaga surya, belum ditemukan adanya perancangan alat praktikum serta modul praktikum pembangkit tenaga surya. Referensi yang 5 ditemukan hanya sekedar memberikan teori singkat tentang pemanfaatan energi matahari (surya) menjadi energi listrik dan belum mencantumkan kajian ataupun pembahasan mengenai perancangan modul praktikum Pembangkit Listrik Tenaga Surya seperti yang dilakukan dengan tugas akhir yang dibuat. 2.2 LANDASAN TEORI 2.2.1 ENERGI MATAHARI Sang surya atau matahari merupakan bintang yang istimewa dan mempunyai radius sejauh 6,96 x 105 km dan terletak sejauh 1,496 x 105 km dari bumi. Besar jumlah energi yang dikeluarkan oleh matahari sukar dibayangkan. Menurut salah satu perkiraan, inti sang surya merupakan suatu tungku termonuklir bersuhu 100 juta derajat celcius setiap detik mengonversi 5 tonne materi menjadi energi yang dipancarkan ke angkasa luas sebanyak 6,41 x 107 W/m2. (Suyitno, 2011) Gambar 2.1 Bumi Menerima Radiasi Surya Matahari (Suyitno, 2011) 2.2.2 RADIASI ENERGI MATAHARI 6 Energi Matahari merupakan sumber energi utama untuk proses–proses yang terjadi di Bumi. Energi matahari sangat membantu berbagai proses fisis dan biologis di Bumi. Radiasi adalah suatu proses perambatan energi (panas) dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang tanpa memerlukan zat perantara. Energi Matahari bisa sampai ke permukaan Bumi adalah dengan cara radiasi (pancaran), karena diantara Bumi dan Matahari terdapat ruang hampa (tidak ada zat perantara), sedangkan gelombang elektromagnetik adalah suatu bentuk gelombang yang dirambatkan dalam bentuk komponen medan listrik dan medan magnet, sehingga dapat merambat dengan kecepatan yang sangat tinggi dan tanpa memerlukan zat atau medium perantara. (ta_ptk_0808225_chapter2.pdf, 25 Juni 2012) Dari sekian banyak energi yang dikeluarkan matahari yang sampai ke Bumi melalui melalui proses perambatan tadi kemudian diserap oleh Bumi. Energi yang diserap ini akan menyebabkan suhu dari Bumi akan naik. Pada gilirannya, suhu Bumi yang hangat atau panas ini akan memancarkan juga sebagian energinya, sehingga energi yang diterima Bumi = energi yang diserap Bumi + energi yang dipancarkan Bumi. (Suyitno, 2011) 2.2.3 RADIASI PADA PERMUKAAN Radiasi yang jatuh pada permukaan material pada umumnya akan mengalami refleksi, absorbs, dan transmisi. Dari tiga proses ini maka material akan memiliki refleksivitas (ρ), absorbsivitas (α), dan transmisivitas (τ). Refleksi adalah pemantulan dari sebagian radiasi tersebut. Refleksi tergantung pada harga indeks bias dan sudut datang radiasi. Refleksi secara umum ada dua yaitu: 1. Refleksi spektakular, terjadi seperti pantulan sinar pada sebuah cermin datar dimana sudut datang sama dengan sudut pantul. 2. Refleksi difussi, terjadi berupa pantulan ke segala arah 7 Transmisi memberikan nilai besar radiasi yang dapat diteruskan oleh suatu lapisan permukaan. Kemampuan penyerapan (Absorbsivitas) dari suatu permukaan merupakan hal yang penting dalam pemanfaatan radiasi seperti pada pemamfaatan radiasi surya. Sebagian besar cahaya menembus bahan tembus cahaya, bagian flux cahaya yang dapat menembus ditentukan oleh faktor transmisi. Absorbsivitas memberikan nilai besarnya radiasi yang dapat diserap. Misalnya pada bagian absorber pada sebuah pengumpul radiasi surya. Ketiga proses tersebut diatas yaitu, absorbsi, refleksi, dan transmisi adalah hal yang penting dalam proses pemanfaatan radiasi surya karena ini menyangkut efektifitas pemanfaatan pada sebuah pengumpul radiasi surya. Bagian yang diserap ini menimbulkan panas dari permukaan tersebut. (Parulian Sitorus, 2010) 2.2.4 PEMANFAATAN ENERGI MATAHARI Pada pelaksanaan pemanfaatan energi matahari, dapat dibedakan tiga cara. Pertama adalah prinsip pemanasan langsung. Dalam hal ini sinar-sinar matahari memanasi langsung benda yang akan dipanaskan, atau memanasi secara langsung medium misalnya untuk menjemur pakaian, dan mengeringkan ikan bagi para nelayan. Kedua pemanfaatan sinar matahari untuk memanasi suatu medium dengan menggunakan kolektor surya. Dan cara ketiga adalah sinar atau energi matahari dikonversi menjadi energi listrik menggunakan solar cell. 2.2.5 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pada dasarnya adalah pecatu daya (alat yang menyediakan daya), dan dapat dirancang untuk mencatu kebutuhan listrik yang kecil sampai dengan besar, baik secara mandiri, maupun dengan 8 hybrid (dikombinasikan dengan sumber energi lain) baik dengan metode Desentralisasi (satu rumah satu pembangkit) maupun dengan metode Sentralisasi (listrik didistribusikan dengan jaringan kabel). Pada siang hari modul surya/panel solar cell menerima cahaya matahari yang kemudian diubah menjadi listrik melalui proses photovoltaic. Energi listrik yang dihasilkan oleh modul surya dapat langsung disalurkan ke beban atau disimpan dalam baterai sebelum digunakan ke beban. Dan arus searah DC (direct current) yang dihasilkan dari modul surya yang telah tersimpan dalam baterai sebelum digunakan ke beban terlebih dahulu. Gambar 2.2 Skema Instalasi PLTS (miftahelectric.blogspot.com, 21 Juli 2012) Susunan komponen yang terdapat pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya adalah sebagai berikut: 1. Modul Surya / Solar Cell (Photovoltaic) Modul ini berfungsi merubah cahaya matahari menjadi listrik arus searah (DC). Listrik tenaga matahari dibangkitkan oleh komponen yang disebut solar cell, komponen ini mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik. Solar cell merupakan komponen vital yang terbuat dari bahan semi konduktor. Tenaga listrik dihasilkan oleh satu solar cell sangat kecil, maka beberapa solar cell harus digabung sehingga terbentuklah satuan komponen yang disebut module. Pada aplikasinya karena tenaga listrik yang dihasilkan oleh module ini masih kecil, maka dalam pemanfaatannya 9 beberapa modul digabungkan sehingga terbentuklah apa yang disebut array. Perhatikan Gambar berikut ini. Gambar 2.3 Panel Sel Surya Sel surya atau photovoltaic adalah perangkat yang mengkonversi radiasi sinar matahari menjadi energi listrik. Efek photovoltaic ini ditemukan oleh Becquerel pada tahun 1839, dimana Becquerel mendeteksi adanya tegangan foto ketika sinar matahari mengenai elektroda pada larutan elektrolit. Pada tahun 1954 peneliti menemukan untuk pertama kali sel surya silikon berbasis p-n junction dengan efisiensi 6%. Sekarang ini, selsurya silikon mendominasi pasar sel surya dengan pangsa pasar sekitar 82% dan efisiensi lab dan komersil berturut-turut yaitu 24,7% dan 15%. (ta_ptk_0808225_chapter2.pdf, 25 Juni 2012) Kepingan sel photovoltaic terdiri atas kristal silikon yang memiliki dua lapisan silisium doped, yaitu lapisan sel surya yang menghadap ke cahaya matahari memiliki doped negatif dengan lapisan fosfor, sementara lapisan di bawahnya terdiri dari doped positif dengan lapisan borium. Antara kedua lapisan dibatasi oleh penghubung p-n. Jika pada permukaan sel photovoltaic terkena cahaya matahari maka pada sel bagian atas akan terbentuk muatan-muatan negatif yang bersatu pada lapisan fosfor. Sedangkan pada bagian bawah lapisan sel photovoltaic akan membentuk muatan positif pada lapisan borium. Kedua permukaan tersebut akan saling mengerucut muatan masingmasingnya jika sel photovoltaic terkena sinar matahari. Sehingga pada kedua sisi sel photovoltaic akan menghasilkan beda potensial berupa 10 tegangan listrik. Jika kedua sisnya dihubungkan dengan beban berupa lampu menyebabkan lampu akan menyala. Suatu kristal silikon tunggal photovoltaic dengan luas permukaan 100 cm2 akan menghasilkan sekitar 1,5 W dengan tegangan sekitar 0,5 V tegangan searah (0,5 V-DC) dan arus sekitar 2 A di bawah cahaya matahari dengan panas penuh (intensitas sekitar 1000W/m2). Perhatikan gambar berikut. (Parulian Sitorus, 2010) Gambar 2.4 Karakteristik Sel Photovoltaic (poohdandan.wordpress.com, 21 Juli 2012) Prinsip kerja sel surya silikon adalah berdasarkan konsep semikonduktor p-n junction. Sel terdiri dari lapisan semikonduktor doping-n dan doping-p yang membentuk p-n junction, lapisan antirefleksi, dan substrat logam sebagai tempat mengalirnya arus dari lapisan tipe-n (elektron) dan tipe-p (hole). Gambar 2.5 Struktur Sel Surya Silikon PN-Junction (zanjuma.blogspot.com, 21 Juli 2012) Semikonduktor tipe-N didapat dengan men-doping silikon dengan unsur dari golongan V sehingga terdapat kelebihan elektron valensi 11 dibanding atom sekitar. Pada sisi lain semikonduktor tipe-p didapat dengan doping oleh golongan III sehingga elektron valensinya defisit satu dibanding atom sekitar. Ketika dua tipe material tersebut mengalami kontak maka kelebihan elektron dari tipe-n berdifusi pada tipe-p. Sehingga area doping-n akan bermuatan positif sedangkan area doping-p akan bermuatan negatif. Medan elektrik yang terjadi antara keduanya mendorong elektron kembali ke daerah-n dan hole ke daerah-p. Pada proses ini telah terbentuk p-n junction. Dengan menambahkan kontak logam pada area p dan n maka telah terbentuk diode (penyearah). Gambar 2.6 Cara Kerja Sel Surya (zanjuma.blogspot.com, 21 Juli 2012) Ketika junction disinari, photon yang mempunyai energi sama atau lebih besar dari lebar pita energi material tersebut akan menyebabkan eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi dan akan meninggalkan hole pada pita valensi. Elektron dan hole ini dapat bergerak dalam material sehingga menghasilkan pasangan elektron-hole. Apabila ditempatkan hambatan pada terminal sel surya, maka elektron dari area-n akan kembali ke area-p sehingga menyebabkan perbedaan potensial dan arus akan mengalir. a) Performansi Sel Surya Daya listrik yang dihasilkan sel surya ketika mendapat cahaya diperoleh dari kemampuan perangkat sel surya tersebut untuk 12 memproduksi tegangan ketika diberi beban dan arus melalui beban pada waktu yang sama. Gambar 2.7 Karakteristik Kurva I-V Pada Sel Surya (zanjuma.blogspot.com, 21 Juli 2012) Ketika sel dalam kondisi short circuit, arus maksimum atau arus short circuit (Isc) dihasilkan, sedangkan pada kondisi open circuit tidak ada arus yang dapat mengalir sehingga tergangannya maksimum, disebut tegangan open circuit (Voc). Titik pada kurva I-V yang menghasilkan arus dan tegangan maksimum disebut titik daya maksimum (MPP). (ta_ptk_0808225_chapter2.pdf, 25 Juni 2012) b) Konversi Energi Photovoltaic Energi radiasi dapat diubah menjadi arus listrik searah dengan menggunakan lapisan-lapisan tipis dari silikon (Si) murni atau bahkan semikonduktor lainnya. Pada saat ini silikon merupakan bahan terbanyak dipakai. Silikon merupakan pula suatu unsur yang banyak terdapat dialam. Untuk keperluan pemakaian sebagai semikonduktor, silikon harus dimurnikan hingga suatu tingkat pemurnian yang tinggi sekali. Bentuk kristalisasi demikian akan terjadi bilamana silikon cair menjadi padat, hal mana disebabkan karena tiap atom silikon mempunyai elektron valensi. Dengan demikian terjadi suatu bentuk kristal dimana setiap atom silikon mempunyai jumlah 4 tetangga terdekat. Tiap dua atom silikon yang bertetangga saling memiliki 13 salah satu elektron valensinya. Bentuk kristal menurut gambar 2.8 sering juga dinamakan kisi intan. Gambar 2.8 Pengaturan Atom Dalam Kristal Silikon (Abdul Kadir, 1995) Struktur tiga dimensi menurut gambar 2.8 secara skematis dengan bentuk dua dimensi, dalam gambar ini terlihat pula bahwa tiap atom mempunyai empat tetangga terdekat. Kedua garis antara tiap atom merupakan dua elektron valensi, satu buah dari masing-masing atom. Tiap pasangan elektron valensi adalah suatu ikatan kovalensi, yang pada asasnya merupakan hubungan yang mengikat atom-atom Kristal. Pada sushu nol absolut (0˚K) semua ikatan kovalensi berada dalam keadaan utuh dan lengkap. Bilamana suhu naik, atom-atom akan mengalami keadaan getaran thermal. Getaran-getaran ini yang meningkat dengan suhu, pada suatu saat dapat mengganggu beberapa ikatan kovalensi. Terganggunya ikatan valensi dalam kristal semikonduktor pada suhu lingkungan biasa mempunyai beberapa akibat besar terhadap sifat-sifat listrik kristal itu dan penting dalam penjelasan efek photovoltaic. Dari gambar 2.9 terlihat bahwa terputusnya ikatan valensi melepaskan sebuah elektron, yang dapat bergerak bebas dalam kristal dan dapat berperanserta dalam proses hantaran. Cara hantaran 14 listrik dapat terjadi bila sebuah lubang yang terjadi karena pelepasan elektron, diisi oleh elektron lain dari tetangganya, dan seterusnya. Gambar 2.9 Struktur Atom 2 Dimensi (Abdul Kadir, 1995) Jika kristal itu diletakan dalam suatu medan listrik, maka elektron-elektron bebas itu condong mengalir kearah melawan medan sedangkan lubang-lubang yang terjadi akan memiliki arah yang berlawanan. Lubang-lubang itu berperan sebagai partikel dengan muatan positif. Dengan demikian seolah-olah dalam sebuah semikonduktor terjadi dua arus dengan arah saling berlawanan. Jumlah elektron yang mengalir dalam semikonduktor jauh lebih kecil daripada yang merupakan konduktor. Sebagai perbandingan, dalam bahan silikon murni, pada suhu ruangan biasa, terdapat kira-kira satu pasangan elektron dan lubang atom. Untuk kebanyakan kristal logam angka itu adalah satu persatu. Gambar 2.10 Kristal Silikon Dalam Arsen (Abdul Kadir, 1995) 15 2. Pengisi Baterai (Charge Controller) Charge controller berfungsi mengatur lalu lintas listrik dari modul surya ke baterai. Alat ini juga memiliki banyak fungsi yang pada dasarnya ditujukan untuk melindungi baterai. Pengisi baterai atau charge controlleradalah peralatan elektronik yang digunakan untuk mengatur arus searah DC yang diisi ke baterai dan diambil dari baterai ke beban. Charge controller mengatur overcharging (kelebihan pengisian karena baterai sudah penuh) dan kelebihan tegangan (overvoltage) dari panel surya. Kelebihan tegangan dan pengisian akan mengurangi umur baterai. Charge controller menerapkan teknologi Pulse Width Modulation (PWM) untuk mengatur fungsi pengisian baterai dan pembebasan arus dari baterai ke beban. Panel surya 12 V umumnya memiliki tegangan output 16 - 21 V. Jadi tanpa charge controller, baterai akan rusak oleh overcharging dan ketidakstabilan tegangan. Baterai umumnya di-charge pada tegangan 14-14,7 V. Fungsi detail dari charge controller antara lain: a) Mengatur arus untuk pengisian ke baterai, menghindari overcharging, dan overvoltage. Apabila baterai dalam keadaan kondisi sudah terisi penuh maka listrik yang disuplai dari modul surya tidak akan dimasukan lagi pada baterai dan sebaliknya juga jika keadaan kondisi baterai sudah kurang dari 30% maka charge controller tersebut akan mengisi kembali baterai sampai penuh. Proses pengisian baterai dan modul surya tersebut melalui charge controller akan terus berulang secara otomatis (smart charging) selama energi surya masih cukup untuk bias diproses oleh modul surya (selama matahari terang benderang). Charge controller juga berfungsi melindungi baterai ketika sedang mengalami proses pengisian dari modul surya untuk menghindari arus berlebih dari proses pengisian tersebut, yang akan menyebabkan kerusakan pada 16 baterai. Sehingga dengan cara tersebut baterai dalam pemakaiannya memiliki usia yang lebih lama. b) Mengatur arus yang dibebaskan atau diambil dari baterai agar baterai tidak full discharge dan overloading. c) Monitoring temperatur baterai Charge controller biasanya terdiri dari satu input (dua terminal) yang terhubung dengan output panel sel surya, satu output (dua terminal) yang terhubung dengan baterai/aki dan satu output (dua terminal) yang terhubung dengan beban. Arus listrik DC yang berasal dari baterai tidak mungkin masuk ke panel surya karena biasanya ada dioda proteksi yang hanya melewatkan arus listrik DC dari panel surya ke baterai, bukan sebaliknya. Adapun dua jenis teknologi charge controller yang digunakan, yaitu : a) PWM (Pulse Wide Modulation), seperti namanya menggunakan lebar pulse dari on dan off electrical, sehingga menciptakan seakanakan sine wave electrical form. Gambar 2.11 Charge Controller tipe PWM (pvsolarchina.com, 21 Juli 2012) b) MPPT (Maximun Power Point Tracker), yang lebih efisien konversi DC to DC (Direct Current). MPPT dapat mengambil daya maksimum dari panel surya. MPPT charge controller dapat menyimpan kelebihan daya yang tidak digunakan oleh beban ke dalam baterai, dan apabila daya yang dibutuhkan beban lebih besar dari daya yang dihasilkan oleh panel surya, maka daya dapat diambil dari baterai. 17 Gambar 2.12 Charge Controller tipe MPPT (solar-wholesaler.com, 21 Juli 2012) Contoh dari kelebihan MPPT adalah panel surya ukuran 120 W, memiliki karakteristik Maximun Power Voltage 17,1 V dan Maximun Power Current 7,02 A. Dengan charge controller selain MPPT dan tegangan baterai 12,4 V berarti daya yang dihasilkan adalah 12,4 V x 7,02 A = 87,05 W. Dengan MPPT, arus yang bisa diberikan adalah sekitar 120 W : 12,4 V = 9,68 A. (ta_ptk_0808225_chapter2.pdf, 25 Juni 2012) 3. Baterai (Battery/Accumulator) Baterai pada PLTS berfungsi untuk menyimpan arus listrik yang dihasilkan oleh panel surya sebelum dimanfaatkan untuk mengoperasikan beban. Beban dapat berupa lampu refrigerator atau peralatan elektronik dan peralatan lainnya yang membutuhkan listrik DC. Accumulator atau yang akrab disebut accu/aki adalah salah satu komponen penting pada kendaraan bermotor. Selain berfungsi untuk menggerakkan motor starter, aki juga berperan sebagai penyimpan listrik dan sekaligus sebagai penstabil tegangan dan arus listrik kendaraan. Menurut Syam Hardi akumulator ini berasal dari bahasa asing yaitu: accu (mulator) = baterij (Belanda), accumulator = storange battery (Inggris), akkumulator = bleibatterie (Jerman). Pada umumnya semua 18 bahasa-bahasa itu mempunyai satu arti yang dituju, yaitu “acumulate” atau accumuleren. Ini semua berarti menimbun, mengumpulkan atau menyimpan. Menurut Daryanto akumulator adalah baterai yang merupakan suatu sumber aliran yang paling populer yang dapat digunakan dimanamana untuk keperluan yang beranekaragam. (ta_ptk_0808225_chapter2.pdf, 25 Juni 2012) Menurut Rudolf Michael, akumulator dapat diartikan sebagai sel listrik yang berlangsung proses elekrokimia secara bolak-balik (reversible) dengan nilai efisiensi yang tinggi. Disini terjadi proses pengubahan tenaga kimia menjadi tenaga listrik, dan sebaliknya tenaga listrik menjadi tenaga kimia dengan cara regenerasi dari elektroda yang dipakai, yaitu dengan melewatkan arus listrik dengan arah yang berlawanan di dalam sel-sel yang ada dalam akumulator. (ta_ptk_0808225_chapter2.pdf, 25 Juni 2012) Saat pengisian tenaga listrik dari luar diubah menjadi tenaga listrik didalam akumulator dan disimpan didalamnya. Sedangkan saat pengosongan, tenaga di dalam akumulator diubah lagi menjadi tenaga listrik yang digunakan untuk mencatu energi dari suatu peralatan listrik. Dengan adanya proses tersebut akumulator sering dikenal dengan elemen primer dan sekunder. Gambar 2.13 Baterai atau Aki 19 a. Jenis Jenis Aki Aki terdiri dari beragam jenis: a) Aki Basah Hingga saat ini aki yang populer digunakan adalah aki model basah yang berisi cairan asam sulfat (H2SO4). Ciri utamanya memiliki lubang dengan penutup yang berfungsi untuk menambah air aki saat kekurangan akibat penguapan saat terjadi reaksi kimia antara sel dan air aki. Sel-selnya menggunakan bahan timbal (Pb). Kelemahan aki jenis ini adalah pemilik harus rajin memeriksa ketinggian level air aki secara rutin. Cairannya bersifat sangat korosif. Uap air aki mengandung hidrogen yang cukup rentan terbakar dan meledak jika terkena percikan api. Memiliki sifat self-discharge paling besar dibanding aki lain sehingga harus dilakukan penyetruman ulang saat ia didiamkan terlalu lama. b) Accumulator Hybrid Pada dasarnya aki hybrid tak jauh berbeda dengan aki basah. Bedanya terdapat pada material komponen sel aki. Pada aki hybrid selnya menggunakan low-antimonial pada sel (+) dan kalsium pada sel (-). Aki jenis ini memiliki performa dan sifat self-discharge yang lebih baik dari aki basah konvensional. c) Accumulator Calcium Kedua selnya, baik (+) maupun (-) mengunakan material kalsium. Aki jenis ini memiliki kemampuan lebih baik dibanding aki hybrid. Tingkat penguapannya pun lebih kecil dibanding aki basah konvensional. d) Aki Bebas Perawatan (Maintenance Free / MF) Aki jenis ini dikemas dalam desain khusus yang mampu menekan tingkat penguapan air aki. Uap aki yang terbentuk akan mengalami kondensasi sehingga dan kembali menjadi air murni yang 20 menjaga level air aki selalu pada kondisi ideal sehingga tak lagi diperlukan pengisian air aki. Aki jenis ini biasanya terbuat dari basis jenis aki hybrid maupun aki kalsium. e) Aki Tertutup (Accumulator Sealed) Aki jenis ini selnya terbuat dari bahan kalsium yang disekat oleh jaring berisi bahan elektrolit berbentuk gel. Dikemas dalam wadah tertutup rapat. Aki jenis ini kerap dijuluki sebagai aki kering. Sifat elektrolitnya memiliki kecepatan penyimpanan listrik yang lebih baik. Karena sel terbuat dari bahan kalsium, aki ini memiliki kemampuan penyimpanan listrik yang jauh lebih baik seperti pada aki jenis kalsium pada umumnya. Pasalnya aki ini memiliki self-discharge yang sangat kecil sehingga aki sealed ini masih mampu melakukan start saat didiamkan dalam waktu cukup lama. Kemasannya yang tertutup rapat membuat aki jenis ini bebas ditempatkan dengan berbagai posisi tanpa khawatir tumpah. Namun karena wadahnya tertutup rapat pula aki seperti ini tidak tahan pada temperature tinggi sehingga dibutuhkan penyekat panas tambahan jika ia diletakkan di ruang mesin. Tetapi pada umumnya aki bisa dipilah hanya menjadi tiga jenis. Pertama, aki konvensional atau dikenal dengan istilah aki basah yang memerlukan penambahan air atau elektrolit yang relatif lebih sering. Kedua aki hybrid yang tergolong low maintenance. Jenis aki ini perawatannya dianggap lebih mudah karena penambahan air aki cukup antara tiga hingga beberapa bulan sekali. Dan ketiga, aki jenis MF atau maintenance free yang tidak perlu penambahan air aki sama sekali. Perbedaan utama dari teknologi ketiga jenis aki tersebut terletak pada intensitas penguapan cairan di dalam aki. Sementara besar-kecilnya penguapan, sangat ditentukan kandungan bahan kimia. Singkatnya, persentase kandungan antara timbal (Pb) dan kalsium (Ca), inilah yang 21 membedakan jenis aki konvensional, hybrid maupun MF. Penambahan Ca menghasilkan penguapan pada aki dapat ditekan sekecil mungkin. Kalsium memegang peranan penting untuk mengurangi terjadinya penguapan elektrolit secara berlebihan. Perbedaan teknologi dan komposisi itu pula yang menjadikan harga ketiga jenis aki tersebut berbeda. Tipe MF memiliki harga paling mahal dibandingkan jenis lainnya. Pada teknologi aki konvensional, rata-rata setiap sel positif dan negatif memiliki kandungan timbal (Pb) sebanyak 2,5%. Untuk hibryd, kandungan Pb berkurang menjadi 1,7% di sel positifnya. Sedangkan sel negatifnya 1,7% tetapi telah dicampur dengan Ca. Khusus aki MF, kandungan Pb sel positifnya tetap 1,7%, namun sel negatifnya tidak mengandung Pb karena telah digantikan oleh Ca sebanyak 1,7%. (ta_ptk_0808225_chapter2.pdf, 25 Juni 2012) Dari proses pencampuran bahan antara timbal dan kalsium, dapat diketahui tingkat perawatan aki. Semakin banyak kalsium digunakan, semakin bebas dari perawatan. b. Proses Elektrokimia Akumulator 1. Pembangkitan Arus Apabila sebuah elektroda dicelupkan ke dalam larutan elektrolit maka ion-ion partikel listrik didorong dari elektroda ke dalam elektrolit yang hasilnya dinamakan tekanan larutan. Dalam hal ini elektroda-elektroda timah melepaskan 2 elektron ke dalam elektrolit, sebagai akibat pelepasan ion positif timah, muatan negatif berada/tinggal di elektroda timah. Dalam sebuah sel penyimpanan, perbedaan potensial atau voltase ini adalah 2 V, gambaran tersebut dimana oleh partikel muatan (ion timah) dilepas kedalam elektrolit sangat cepat sehingga mengakibatkan kondisi baru pada keseimbangan dengan elektrolit karena muatan negatif tinggal pada 22 elektroda timah dan berusaha mendorong kembali ion positif tempat dimasuki elektrolit. Tenaga pengembalian ini secara tepat untuk tekanan larutan membuat kondisi keseimbangan baru. Hanya ketika sel diperlukan untuk mengemudikan arus listrik, keseimbangan antara tekanan larutan dan atraksi pengembalian berjalan serta penambahan partikel muatan ke dalam dan keluar elektrolit pada elektroda. Gambar 2.14 Skema Bagian Accumulator (ta_ptk_0808225_chapter2.pdf, 25 Juni 2012) 2. Proses pengisian elektrokimia Pada akumulator diisi pada kedua elektroda positif dan negatif yang terdiri dari timah sulfat ( PbSO warna putih). Elektrolit adalah asam sulfat lemah dengan berat jenis 1,12 Kg per liter. Disusun sekitar 17 % asam sulfat murni dan sekitar 83 % air. Sebagai akibat hasil komponen asam sulfat, penghantaran listrik yang cukup ke dalam elektrolit dapat ditentukan, air murni tidak dapat menghantarkan arus listrik. Jika sel timah bermuatan maka kedua elektrodanya dihubungkan ke sumber yang sesuai pada arus langsung. Sumber arus pengisian membawa elektron-elektron dari elektroda positif dan mendorongnya ke elektroda negatif. Oleh karena elektronelektron didorong ke dalam elektroda negatif oleh sumber pengisisn 23 arus timah bervalensi nol yang dibentuk pada elektroda negatif dari dua valensi positif atom timah, memecah molekul timah sulfat (PbSO4). Pada waktu bersamaan muatan negatif ion sulfat (SO) dilepas dari elektroda negatif ke dalam elektrolit. Pada elektroda positif timah bivalensi diubah ke dalam bentuk tetravalensi timah positif melalui pemindahan elektron. Tetravalensi positif dikombinasikan dengan oksigen yang dilepas dari air (H2O) ke bentuk timah peroxida (PbSO4). Pada waktu yang sama ion-ion dilepas selama proses oksidasi, SO memasuki elektrolit dan elektrode negatif, sebagai hasil proses pengisian. Untuk itu ion + H2O dan SO dalam elektrolit ditambah, asam sulfat baru terbentuk dan berat jenis elektrolit meningkat. Sesudah timah sulfat pada elektoda positif diubah ke timah peroxida dan timah sulfat pada elektroda negatif diubah ke logam timah maka proses pengisian telah lengkap. Sel timah penyimpan arus dapat diputuskan sekarang dari sumber. Sebagai hasil proses pengisian arus, energi listrik terbentuk ke dalam sel telah diubah menjadi energi kimia dan disimpan. 3. Proses pengaliran arus pada beban Apabila dua terminal sel timah penyimpan dihubungkan satu sama lain melalui sebuah beban listrik (misalkan lampu), elektron mengalir dari elektroda negatif melalui beban kemudian ke elektroda positif karena perbedaan potensial antar terminal. Sebagai akibat influk elektron-elektron, tetravalensi timah positif dalam elektroda positif diubah ke bivalen timah positif dan ikatan yang menghubungkan tetravalen timah positif ke atom oksigen pecah. Atom oksigen dilepas dan bergabung dengan ion hidrogen + H dibawa dari asam sulfur ke bentuk air. Pada elektroda negatif bivalen timah positif juga telah dibentuk sebagai akibat pergerakan elektron dari logam timah ke elektroda 24 positif. Bivalen ion sulfat negatif dari asam, sulfat merupakan kombinasi dengan bivalen timah positif pada kedua elektroda, lalu timah sulfat (PbSO4) dibentuk sebagai produk pengaliran pada kedua elektroda. Kedua elektroda kembali ke kondisi semula, energi kimia disimpan dalam sel yang telah diubah kembali ke dalam energi dan telah dibalik dalam bentuk ini. (ta_ptk_0808225_chapter2.pdf, 25 Juni 2012) 4. Inverter Untuk kebutuhan listrik AC, energi listrik yang disimpan di baterai dirubah menjadi listrik AC menggunakan Inverter. Inverter adalah perangkat elektrik yang digunakan untuk mengubah arus listrik searah (DC) menjadi arus listrik bolak balik (AC). Inverter mengkonversi arus DC 12-24 V dari perangkat seperti baterai, panel surya/solar cell menjadi arus AC 220 V. Gambar 2.15 Inverter Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan inverter: 1. Kapasitas beban dalam Watt, usahakan memilih inverter yang beban kerjanya mendekati dengan beban yang hendak kita gunakan agar effisiensi kerjanya maksimal. 2. Input DC 12 V atau 24 V. 3. Sinewave ataupun square wave outuput AC. True sine wave inverter diperlukan terutama untuk beban-beban yang masih menggunakan motor agar bekerja lebih mudah, lancar dan tidak cepat 25 panas. Oleh karena itu dari sisi harga maka true sine wave inverter adalah yang paling mahal diantara yang lainnya karena dialah yang paling mendekati bentuk gelombang asli dari jaringan listrik PLN. Sedangkan pada square wave inverter beban-beban listrik yang menggunakan kumparan/motor tidak dapat bekerja sama sekali. Rugi-rugi/loss yang terjadi pada inverter biasanya berupa dissipasi daya dalam bentuk panas. Pada umumnya efisiensi inverter adalah berkisar 50-90% tergantung dari beban outputnya. Bila beban outputnya semakin mendekati beban kerja inverter yang tertera maka efisiensinya semakin besar. (http://www.panelsurya.com, 25 Juni 12) 26