PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA KELAS II B JAKARTA DALAM PROSES REINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (WBP) (PERSPEKTIF PEKERJA SOSIAL KOREKSIONAL) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh Rizky Pratomo Aji NIM 1111054100010 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA KELAS II B JAKARTA DALAM PROSES REINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (WBP) (PERSPEKTIF PEKERJA SOSIAL KOREKSIONAL) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Rizky Pratomo Aji NIM : 1111054100010 Di Bawah Bimbingan: Drs. Helmi Rustandi, MA NIP : 19601208 198803 001 5 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi ini berjudul “PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA KELAS II B JAKARTA DALAM PROSES REINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASARAKATAN (WBP) (PERSPEKTIF PEKERJA SOSIAL KOREKSIONAL)” Disusun oleh Rizky Pratomo Aji, Nim 1111054100010 telah diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 01 April 2016. Sripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.sos) pada Program Studi Kesejahteraan Sosial. Jakarta 01 April 2016 Sidang Munaqasyah Sekretaris Anggota Penguji I Penguji II Di Bawah Bimbingan Helmi Rustandi, M.A NIP. 19601208 198803 001 5 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa dalam penulisan skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 24 Maret 2016 Rizky Pratomo Aji ABSTRAK Rizky Pratomo Aji, 1111054100010 Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta dalam proses reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) (Perspektif Pekerja Sosial Koreksional) Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta sebagai UPT yang bertanggung jawab dalam meberikan pembinaan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar dapat kembali bersosialisasi dengan masyarakat. Lapas Terbuka klas II B Jakarta memiliki program pembinaan yang khusus serta aturan yang khusus dibandingkan dengan lapas pada umumnya. Selain itu tidak mudah untuk mengembalikan peran serta status seorang narapidana di masyarakat seperti sedia kala. Karena stigma negatif yang melekat pada diri bekas narapidana tidaklah mudah untuk dihilangkan. Selanjutnya, terbentuklah Lembaga Pemasyarakatan Terbuka sebagai langkah untuk merehabilitasi dan mereintegrasi sosial dengan memberikan pembinaan terhadap pelanggar tindak kriminal. Diperlukan peranan dari berbagai pihak untuk mencapai reintegrasi sosial, baik dari pihak lapas, masyarakat, dan dari narapidana itu sendiri. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembinaan dan tahapan Warga Binaan Pemasyarakatan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta untuk mencapai reintegrasi sosial. Hasil penemuan yang dilakukan peneliti Lapas Terbuka memiliki suatu keistimewaan sendiri dimana tidak terdapatnya aturan, keamanan ditekan hingga batas minimal dengan penjagaan yang tidak terlalu ketat seperti Lembaga Pemasyarakatan pada umumnya. Hal ini diterapkan karena lapas terbuka diperuntukan bagi Narapidana yang telah menjalankan setengah dari masa pidananya serta berkelakuan baik dengan pengawasan dan proses seleksi yang ketat dari Lapas tempat ia menjalani masa hukum pidana sebelumnya. Dapat dibagi menjadi 3 tahapan yaitu, tahap awal, tahap lanjutan, dan tahap akhir. Tahap awal yaitu tahap dimana proses penerimaan di Lapas Terbuka dengan memenuhi persyaratan yang berlaku. Selanjutnya tahap lanjutan, yaitu masa pengenalan WBP dengan lingkungan Lapas Terbuka, wali pemasyarakatan, teman sesama WBP, kamar hunian dan sebagainya. Selanjutnya yaitu penetapan program lebih ditekankan kepada kepribadian atau kemandirian dengan berbagai kegiatan. Dan tahap akhir yaitu integrasi, dengan diberikan pembebasan bersyarat / cuti bersyarat sebelum nantinya WBP benar-benar bebas murni. Ketiga tahap tersebut merupakan proses asimilasi yang diberikan terhadap WBP. Dari berbagai cara dan peranan tersebut dapat menjadi landasan dalam tercapainya reintegrasi sosial bagi warga binaan pemasyarakatan. i KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi, penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial. 3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis. 4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya. 6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. ii 8. Bapak Adam Ridwansyah, A.Md.IP, S.H, M.Si. dan Bapak Liwi Biantono, S.H, M.Si. yang membimbing saya di lapas terbuka telah memberikan waktunya, ilmunya dan candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian. 9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. 10. Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya. 11. Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa, dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga kita. 12. Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan semangat kepada penulis. 13. Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman. 14. Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis. 15. Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. iii Akhirnya kepada Allah SWT segala peneliti serahkan, dengan harapan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan di masa mendatang. Aamiin Jakarta, 24 Maret 2016 Rizky Pratomo Aji iv KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi, penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial. 3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis. 4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya. 6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. ii 8. Bapak Adam Ridwansyah, A.Md.IP, S.H, M.Si. dan Bapak Liwi Biantono, S.H, M.Si. yang membimbing saya di lapas terbuka telah memberikan waktunya, ilmunya dan candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian. 9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. 10. Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya. 11. Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa, dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga kita. 12. Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan semangat kepada penulis. 13. Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman. 14. Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis. 15. Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. iii Akhirnya kepada Allah SWT segala peneliti serahkan, dengan harapan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan di masa mendatang. Aamiin Jakarta, 24 Maret 2016 Rizky Pratomo Aji iv KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi, penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial. 3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis. 4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya. 6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. ii 8. Bapak Adam Ridwansyah, A.Md.IP, S.H, M.Si. dan Bapak Liwi Biantono, S.H, M.Si. yang membimbing saya di lapas terbuka telah memberikan waktunya, ilmunya dan candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian. 9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. 10. Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya. 11. Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa, dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga kita. 12. Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan semangat kepada penulis. 13. Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman. 14. Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis. 15. Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. iii Akhirnya kepada Allah SWT segala peneliti serahkan, dengan harapan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan di masa mendatang. Aamiin Jakarta, 24 Maret 2016 Rizky Pratomo Aji iv KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi, penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial. 3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis. 4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya. 6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. ii 8. Bapak Adam Ridwansyah, A.Md.IP, S.H, M.Si. dan Bapak Liwi Biantono, S.H, M.Si. yang membimbing saya di lapas terbuka telah memberikan waktunya, ilmunya dan candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian. 9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. 10. Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya. 11. Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa, dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga kita. 12. Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan semangat kepada penulis. 13. Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman. 14. Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis. 15. Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. iii Akhirnya kepada Allah SWT segala peneliti serahkan, dengan harapan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan di masa mendatang. Aamiin Jakarta, 24 Maret 2016 Rizky Pratomo Aji iv DAFTAR ISI ABSTRAK .................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................................ v DAFTAR TABEL ......................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. x BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................................... 9 1. Pembatasan Masalah .............................................................................. 9 2. Perumusan Masalah ............................................................................... 9 C. Tujuan dan Manfaat ..................................................................................... 10 1. Tujuan Penelitian ................................................................................... 10 2. Manfaat Penelitian ................................................................................. 10 D. Metodologi Penelitian .................................................................................. 11 1. Pendekatan Penelitian ............................................................................ 11 2. Jenis Penelitian ...................................................................................... 11 3. Sumber Data .......................................................................................... 12 4. Teknik Pemilihan Informan ................................................................... 13 5. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 13 6. Teknik Analisa Data .............................................................................. 15 7. Teknik Keabsahan Data ......................................................................... 15 8. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 16 9. Teknik Penulisan ................................................................................... 16 E. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 16 F. Sistematika Penulisan .................................................................................. 17 BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................................ 19 A. Peran ........................................................................................................... 19 1. Pengertian Peran .................................................................................... 19 2. Ciri Peran .............................................................................................. 20 3. Fungsi Peran .......................................................................................... 21 4. Bentuk Peran ......................................................................................... 21 B. Lembaga Pemasyarakatan ............................................................................ 23 v 1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan ..................................................... 23 2. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan ........................................................... 25 3. Konsep Lembaga Pemasyarakatan Terbuka ........................................... 25 4. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka .............................................. 27 C. Pengertian Narapidana dan Warga Binaan Pemasyarakatan ........................................................................................... 29 1. Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan ................................................ 30 D. Reintegrasi Sosial ........................................................................................ 32 E. Pekerja Sosial Koreksional ........................................................................... 35 1. Peran Pekerjaan Sosial Koreksional ........................................................ 35 2. Fungsi Pekerja Sosial Koreksional .......................................................... 35 BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA KLAS II B JAKARTA .................................... 37 A. Sejarah Berdirinya Lapas Terbuka Jakarta ................................................... 37 1. Alamat Lapas Terbuka ............................................................................. 39 2. Dasar Hukum Pembentukan Lapas Terbuka Jakarta ................................. 39 3. Dasar Hukum Lembaga ........................................................................... 40 4. Visi dan Misi Lapas Terbuka Jakarta ...................................................... 41 5. Status Luas Tanah dan Bangunan ............................................................ 42 B. Organisasi dan Struktur Lapas Terbuka Jakarta.............................................. 42 1. Gambaran SDM/Petugas Lapas Terbuka Jakarta ...................................... 45 2. Kriteria penghuni Lapas Terbuka Jakarta ................................................. 46 C. Tahapan Sistem PembinaanWarga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ........................................................................................................... 49 1. Pendekatan Keamanan Lembaga ............................................................... 49 2. Pola Kehidupan dan Proses Pembinaan di Lembaga .................................. 50 2.1. Proses Pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta ............................ 50 2.2. Jadwal Kegiatan Narapidana di Lapas Terbuka Jakarta............................................................................................. 51 3. Pola Pembinaan Yang Diterapkan Lembaga ............................................. 52 3.1. Pembinaan Kepribadian .................................................................. 52 3.2. Pembinaan Kemandirian ................................................................. 53 3.3. Pembinaan Mengintegrasikan Diri Dengan Masyarakat...................................................................................... 53 4. Program Unggulan ................................................................................... 53 BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA ......................................... 55 A. Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta Dalam Melakukan Proses Reintegrasi Sosial Warga Binaan Pemasyrakatan (WBP) ........................................................................................................... 55 vi 1. Proses warga binaan pemasyarakatan kedalam lembaga pemasyarakatan ....................................................................................... 59 1.1 Kriteria Penghuni Lembaga/Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)...................................................................... 60 1.2 Proses Pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta ............................... 67 2. Penerapan Pembinaan Oleh Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan .................................... 70 2.1 Fungsi Pencegahan (Preventif) ........................................................... 72 2.2 Fungsi Penyembuhan (Curative) ........................................................ 72 2.3 Fungsi Pengembangan (Development)................................................ 73 2.4 Fungsi Penunjang (Supportive)........................................................... 73 3. Tahap Akhir Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ............................... 76 B. Prospek Pekerja Sosial Koreksional di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta ............................................................................ 79 Hasil Observasi Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta ........................................................................................................... 81 BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 85 A. Kesimpulan ................................................................................................... 85 B. Saran ............................................................................................................. 87 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 89 LAMPIRAN ................................................................................................................ 93 vii DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Daftar Petugas Lapas Klas II B Terbuka Jakarta Berdasarkan Kategori Latar Belakang Pendidikan ........................................................ 45 Tabel 3.2 Daftar Petugas Lapas Klas II B Terbuka Jakarta Berdasarkan Kategori kepangkatan .......................................................... 46 Tabel 3.3 Jadwal Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan LAPAS Klas II B Terbuka Jakarta.............................................................52 viii DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta ........................................................................................ 44 Gambar 4.1 Alur pencapaian Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta.......................................................................... 56 ix DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Catatan Observasi Lampiran 2. Transkip Wawancara Dengan Kasubsi Registrasi dan Bimkemas Lapas Terbuka Lampiran 3. Transkip Wawancara Dengan Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang Lampiran 4. Transkip Wawancara Dengan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) OM Lampiran 5. Transkip Wawancara Dengan Warga Binaan Pemasyarakat (WBP) BL Lampiran 6. Surat Persetujuan Dosen Pembimbing Akademik Lampiran 7. Surat Keterangan Izin Penelitian Skripsi Lampiran 8. Surat Keterangan Dosen Pembimbing Skripsi Lampiran 9. Surat Permohonan Penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta Lampiran 10. Surat Keterangan Penelitian di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta Lampiran 11. Foto Dokumentasi x 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu kenyataan bahwa didalam pergaulan hidup manusia, individu maupun kelompok, sering terdapat adanya penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidupnya, terutama yang dikenal sebagai norma hukum. Di mana dalam pergaulan manusia bersama, penyimpangan norma hukum ini disebut kejahatan. Sebagai salah satu perbuatan yang menyimpang dari norma pergaulan hidup manusia, kejahatan merupakan masalah sosial, yaitu masalah ditengah-tengah masyarakat, di mana si pelaku dan korbannya adalah anggota masyarakat juga. Kejahatan merupakan gejala sosial, yang memperhatikan manusia pelakunya dalam kedudukannya di tengah-tengah masyarakat.1 Indonesia sebagai Negara yang tengah membangun, yang mengalami perubahanperubahan sosial ekonomi, masalah kejahatan ini senantiasa harus memerlukan penanganan dengan mengacu pada konteks sosial yang lebih luas dengan mempertimbangkan kenyataan pelaksanaan berfungsinya aparat dalam lingkungan sosial, ekonomi, politik, hukum dan teknologi yang semakin kompleks. Kejahatan tidak terlepas dari proses-proses dan struktur-struktur sosial ekonomi yang tengah berlangsung dan mengkordinasikan bentuk-bentuk sikap serta perilaku para warga masyarakat. 1 Djoko Prakoso, Peranan Psikologi Dalam Pemeriksaan Tersangka Pada Tahap Penyidikan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), h. 137. 2 Sebagai contoh, peneliti mengutip berita dari salah satu media yang menceritakan mengenai penangkapan residivis setelah menjambret Ibu yang sedang membeli jajanan gorengan di jalan Raden Saleh, Sukmajaya, Depok. Pelaku ditangkap, kemudian babak belur dihajar massa. Sekujur tubuhnya babak belur setelah dikeroyok warga lantaran mencoba merampas dompet milik Tumiyem. Pelaku bernama Nasrul, baru keluar penjara enam bulan lalu karena kasus pencurian. Menurut kapolsek Sukmajaya, pelaku pernah menjadi tahanan sebelumnya atas kasus yang sama “saat beraksi pelaku dalam pengaruh mabuk. Pelaku melakukan aksinya dengan sepeda motor.2 Dengan adanya kasus tersebut, seharusnya orang yang pernah dipenjara tidak lagi mengulangi perbuatan yang melanggar hukum. Menurut data Statistik Indonesia 2014, pada tahun 2011, tindak pidana (tindak kriminal) yang terjadi di Indonesia sebanyak 347.605 kasus. Kemudian pada tahun 2012, turun sekitar 1,85 persen, tetapi terlihat naik pada tahun 2013 kemarin sebesar 0,27 persen.3 Pada data tersebut presentase tindak kriminal pada tahun 2012 mengalami penurunan dan kenaikan tindak kriminal pada tahun 2013, dampak yang terjadi pada masyarakat sangat bisa dirasakan dan dianggap merugikan. Tidak hanya itu jumlah tindak pidana yang terjadi di Indonesia terbilang semakin tinggi dan meresahkan berbagai kalangan. Untuk menyikapi tindakan kriminal yang semakin tinggi, pihak kepolisian sebagai keamanan negara memberlakukan sistem kepenjaraan 2 Diakses pada tanggal 20 April 2015 dari m.tribunnews.com/metropolitan/2014/12/12/residivis-kasus-pencurian-tertangkap-di-sukmajayadepok 3 Joko Ade Nursiyono, diakses pada tanggal 18 April dari http://regional.kompasiana.com/2014/10/24/tindak-pidana-di-indonesia-masih-tinggi-inipenyebabnya-697771.html 3 untuk seseorang yang melanggar nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Dengan harapan pelaku tindak kejahatan merasa jera dan tidak mengulangi tindakannya tersebut. Namun realitanya, sistem penjara ini tidak membuat jera pada pelakunya, banyak dari mereka yang mengulangi tindak kejahatan yang telah dilakukannya. Tidak hanya itu, sistem penjara dilaksanakan dengan prinsip balas dendam terhadap mereka yang melakukan pelanggaran hukum, dan juga penjagaannya yang ketat membuat terasing secara keseluruhan dari kehidupan masyarakat. Bahwa penjara itu diadakan untuk memberikan jaminan keamanan kepada rakyat banyak, agar kalis (terhindar) dari gangguan kejahatan. “Jadi, pengadaan lembaga kepenjaraan itu merupakan respon dinamis dari rakyat untuk menjamin keselamatan diri”.4 Dapat disimpulkan bahwa penjara diadakan untuk mempertanggungjawabkan tindak kriminal yang telah dilakukan. Penjara diadakan untuk menumbuhkan rasa aman dari gangguan kejahatan, serta agar narapidana dapat dengan tenang menjalankan hukuman pidananya, bukan malah mengancam keselamatan diri terpidana. Selain itu tidak mudah untuk mengembalikan peran serta status seorang narapidana di masyarakat seperti sedia kala. Karena stigma negatif yang melekat pada diri bekas narapidana tidaklah mudah untuk dihilangkan. Dengan demikian maka berkembanglah sebuah sistem pemasyarakatan yang merupakan usaha untuk rehabilitasi dan reintegrasi sosial dengan memberikan pembinaan terhadap pelanggar tindak kriminal. 4 Ahmad Taufik, Penjara untold stories (Jakarta: 2010) h.182. 4 Dengan bergantinya konsep penjara menjadi pemasyarakatan, maka terbentuk Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan. Pengertian tentang pemasyarakatan dalam Undang-Undang tersebut diatur dalam Pasal 1 ayat (1), yang menyatakan “Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana”.5 Istilah pemasyarakatan diperkenalkan pertama kali oleh Sahardjo pada tahun 1963, Sahardjo yang saat itu menjabat Menteri Kehakiman di dalam pidato pengukuhannya sebagai Doktor Honoris Causa (DR HC) dari Universitas Indonesia, mengganti istilah penjara dengan “pemasyarakatan”, dengan karakteristik sepuluh prinsip pokok yang semuanya bermuara pada suatu falsafah, narapidana bukanlah orang hukuman. 6 Istilah Lembaga Pemasyarakatan digunakan secara resmi sejak tanggal 27 April 1964 bersamaan dengan berubahnya sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan.7 Fungsi lembaga pemasyarakatan itu sendiri adalah menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.8 Lembaga pemasyarakatan yang berada di bawah naungan Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan 5 Undang-undang No.1 tentang Pemasyarakatan BAB I tentang ketentuan Umum Petrus Irwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan dalam prespektif Sistem Peradilan Pidana Penjara, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 25. 7 Ibid, h. 37 8 Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan BAB I tentang Ketentuan Umum pasal 3. 6 5 Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) saat ini jumlahnya 439 Unit Pelayanan Teknis dengan total jumlah narapidana maupun tahanan yang berada di dalamnya sebanyak 163.173 orang yang tersebar di 33 Provinsi di seluruh Indonesia9. Dari jumlah yang ada lembaga pemasyarakatan di Indonesia narapidana maupun tahanan rata-rata sudah melebihi kapasitas. Untuk dapat melaksanakan sistem pemasyarakatan dibutuhkan keikutsertaan masyarakat dengan bekerjasama dalam pembinaan maupun sikap menerima kembali di masyarakat setelah menjalani masa pidananya. Pada sistem pemasyarakatan terdapat tahap asimilasi, dimana proses pendekatan yang dilakukan oleh suatu lembaga pemasyarakatan untuk mengenalkan kembali narapidana terhadap kehidupan masyarakat, dengan cara membaurkan narapidana kedalam lingkungan masyarakat. Diperjelas lagi tentang asimilasi pada Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pada pasal 6 ayat (1) alinea ke (2), yang menyatakan bahwa “Pembinaan ekstramural yang dilakukan di Lapas disebut asimilasi, yaitu proses pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka ke dalam kehidupan bermasyarakat”. Maka berdasarkan Surat edaran Kepala Direktorat Pemasyarakatan No. Kp 10. 13/3/1/tanggal 8 Februari 1965, telah ditetapkan pemasyarakatan sebagai proses dalam pembinaan narapidana dan dilaksanakan melalui empat tahap10 yaitu, pertama tahap keamanan maksimal sampai batas 1/3 dari masa 9 Data diperoleh dari pada hari Senin, 7 April 2015. Data jumlah narapidana dan tahanan selalu diperbarui setiap hari melalui pesan singkat dari setiap UPT di seluruh Indonesia. 10 Dipertegas dalam Pasal 7 ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. 6 pidana yang sebenarnya. Pembinaan ini merupakan tahap awal pengenalan lingkungan yang dilakukan sejak diterimanya narapidana sekurang-kurangnya 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya. Pembinaannya di dalam Lapas dengan tingkat pengamanannya maksimum. Tahap kedua yaitu Keamanan Menengah sampai batas ½ dari masa pidana yang sebenarnya. Pembinaan tahap lanjutan lebih dari 1/3 sampai dengan ½ masa tahanan yang sebenarnya, dan dievaluasi perkembangannya. Apabila menurut penelitian Tim Pengamat Pemasyarakatan, narapidana menunjukkan keinsyafan, perbaikan, disiplin, dan patuh pada tata tertib yang berlaku maka kepada narapidana diberikan lebih banyak kebebasan didalam lapas pengamanan medium. Tahap ketiga Keamanan Minimal sampai batas 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya. Diharapkan narapidana sudah menunjukkan kemajuan positif baik mental maupun spiritual serta keterampilan lainnya, dan yang paling penting telah siap untuk berasimilasi dengan masyarakat. Tahap keempat integrasi dan selesainya 2/3 dari masa tahanan sampai habis masa pidananya. Sebagai tahap terakhir diharapkan narapidana benar-benar siap kembali ke masyarakat menjelang bebas, atau Pembebasan Bersyarat (PB) atau Cuti Menjelang Bebas (CMB). Pada tahap asimilasi warga binaan diberikan pembinaan untuk bekal membangun kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman pidananya. Dengan tujuan agar tidak mengulangi tindak pidana. Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka (Lapas Terbuka), sambil menunggu masa pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas. Didalam lapas terbuka pun 7 memiliki program-program pembinaan keterampilan yang disiapkan untuk warga binaan pemasyarakatan (WBP). Lapas Terbuka memiliki suatu keistimewaan sendiri dimana tidak terdapatnya aturan, keamanan ditekan hingga batas minimal dengan penjagaan yang tidak terlalu ketat seperti Lapas pada umumnya. Hal ini diterapkan karena lapas terbuka diperuntukan bagi Narapidana yang telah menjalankan setengah dari masa pidananya serta berkelakuan baik dengan pengawasan dan proses seleksi yang ketat dari Lapas tempat ia menjalani masa hukum pidana sebelumnya. Hal ini dimaksudkan seiring dengan tujuan pendirian. Lapas Terbuka yaitu menjadi Lembaga asimilasi bagi Narapidana agar dapat berintegrasi dan berbaur berasimilasi dengan masyarakat sebelum masa pidananya selesai. Dalam rangka mempersiapkan narapidana kembali berintegrasi dengan masyarakat, maka dibentuklah LAPAS Terbuka. Pasal 38 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan meyebutkan bahwa LAPAS Terbuka merupakan salah satu tempat untuk melaksanakan asimilasi. LAPAS Terbuka merupakan suatu institusi baru di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Keberadaan LAPAS Terbuka di Indonesia hanya ada 6 (enam) LAPAS Terbuka yaitu, LAPAS Terbuka klas II B Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusa Kambangan, Mataram, dan Waikabubak. Pembentukan LAPAS Terbuka ini merupakan 8 implementasi dari Surat Keputusan Menteri Hukum dan Ham Republik Indonesia Nomor : M.03.PR.0703 Tahun 2003 Tertanggal 16 April 2003.11 Upaya mengintegrasikan narapidana dengan masyarakat pada LAPAS Terbuka terlihat dengan berdekatannya lingkungan pembinaan dengan lingkungan masyarakat tanpa adanya tembok atau jeruji pembatas sebagaimana LAPAS Tertutup atau Rumah Tahanan (RUTAN). Di LAPAS Terbuka tersebut narapidana berinteraksi dan berkomunikasi secara langsung dengan masyarakat sekitarnya. Hal ini menunjukkan terjadinya suatu perubahan dinamis dalam bidang hukum pidana menyangkut dengan perlakuan terhadap seseorang yang melakukan kejahatan menuju bentuk modern dalam sistem hukum pidana Indonesia. 12 Labeling yang melekat pada seoarang narapidana tidak mudah untuk dihilangkan, hal ini jelas dapat menyebabkan ketidakberfungsian sosial seorang narapidana dapat terjadi. Sehingga seorang narapidana yang telah bebas atau keluar dari penjara tidak bisa menjalankan aktivitasnya secara optimal seperti sedia kala karena adanya stigma negatif yang disandangnya. Oleh karena itu, peneliti memilih penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta atau yang biasa disebut Kampung Asimilasi Gandul. Alasan peneliti memilih tempat penelitian disana karena Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta merupakan salah satu institusi di bawah Direktorat Jendral Pemasyarakatan Departemen Hukum dan 11 Tholib, Pemberdayaan Lapas Terbuka Sebagai Wujud Pelaksanaan Community Based Corrections Di Indonesia, Dikutip dari http://www.ditjenpas.go.id, Diakses pada Tanggal 5 Oktober 2015 12 Hamid Awaludin, dalam kata sambutan peresmian LAPAS Terbuka Jakarta, Dikutip dari http://www. Kompas.co.id/news/16/05/06, Diakses pada Tanggal 5 Oktober 2015. 9 Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, yang secara khusus melaksanakan pembinaan lanjutan terhadap narapidana pada tahap asimilasi. Berdasarkan paparan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta Dalam Proses Reintegrasi Sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) (Perspektif Pekerja Sosial Koreksional)”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam sebuah penelitian harus dibentuk sebuah pembatasan masalah agar peneliti fokus untuk mencari dan meneliti objek penelitiannya. Dari uraian latar belakang yang telah peneliti paparkan di sub bab latar belakang sebelumnya, maka peneliti membatasi objek permasalahan yang akan diteliti pada Lembaga Pemasyarakatan Terbuka “Keamanan Minimum” yaitu Peranan Lembaga Pemasyarakatan terbuka kelas II B Jakarta dalam proses reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). 2. Perumusan Masalah Dalam peranan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), kita dapat melihat runtutan masalah yang terkait dimana Lapas terbuka kelas IIB Jakarta untuk mencapai reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan (WBP). Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : 10 a. Bagaimana peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka kelas II B Jakarta dalam melakukan proses reintegrasi sosial Warga sosial koreksional di Binaan Pemasyarakatan (WBP)? b. Bagaimana prospek pekerja Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta kelas II B Jakarta? C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka kelas II B Jakarta dalam melakukan proses reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). b. Untuk mengetahui prospek pekerja sosial koreksional di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta kelas II B Jakarta. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Manfaat Akademis 1) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu kesejahteraan sosial khususnya dalam studi tentang Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) terbuka. 2) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian mengenai penelitian serupa dimasa yang akan datang. 11 b. Manfaat Praktis 1) Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan sumbangan bagi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas IIB Jakarta. D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Metode penelitian adalah suatu cara untuk memahami objek penelitian dalam rangka menemukan, menguji, pada suatu kebenaran atau pengetahuan. Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat di amati. 13 Dalam penelitian ini, peneliti akan menggambarkan secara komprehensif melalui pengumpulan data dengan melakukan observasi dan wawancara secara mendalam mengenai proses pembinaan lembaga pemasyarakatann terbuka dalam meningkatkan keberfungsian sosial. 2. Jenis Penelitian Pada penelitian ini penulis menggunakan penulisan deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau penghubungan dengan variabel lain. Jenis penelitian ini menghasilkan 13 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001) Cet. Ke-15, h.3. 12 data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati guna mendapat data-data yang dipelukan. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata karna adanya penerapan metode kualitatif. Laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.14 3. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam, yaitu data primer dan data sekunder. a. Data Primer, yaitu data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara) yang secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. Dalam hal ini peneliti memperoleh data primer melalui wawancara yang akan dilakukan terhadap staf lembaga pemasyarakatan serta Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang sedang menjalani masa pemasyarakatan di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung yang diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data sekunder dengan mempelajari dokumen-dokumen, arsip yang relevan, buku-buku, dan media massa mengenai Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas IIB Jakarta. 14 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Cetakan 24, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007), h.11. 13 4. Teknik Pemilihan Informan Teknik yang digunakan peneliti untuk pemilihan informan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling, bertujuan dimana informan penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat dalam memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. 15 5. Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan pengumpulan data, peneliti menggunakan tiga teknik, yaitu sebagai berikut : a. Interview atau wawancara, yaitu metode yang dilakukan melalui dialog secara langsung antara pewawancara dengan terwawancara untuk memperoleh data atau informasi yang dibutuhkan.16 Wawancara juga merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Menurut Dr. Lexy J. Moleong, M.A. wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. 15 Soeharto Irawan, Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h.63. 16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), cet IV, h. 231. 14 b. Studi Dokumentasi, yaitu data-data yang tertulis yang mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang masih aktual.17 Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karyakarya monumental seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk karya misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain. c. Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.18 Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Jika wawancara dan kuesioner selalu terjadi kontak komunikasi dengan orang lain, sedangkan observasi itu sendiri tidak terbatas pada orang, melainkan dengan obyek-obyek alam yang lain sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non participant observation (observari tidak berperan serta). 17 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001) Cet. Ke-15, h.13. 18 Husaini Usman dan Purnomo, Metodelogi Penelitian Sosial, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000), h. 54. 15 Observasi berperan serta yaitu peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Namun, berbeda halnya dengan observasi non partisipan, peneliti tidak terlibat tetapi hanya menjadi pengamat independen. Dalam observasi ini, yang peneliti lakukan adalah observasi berperan serta. Peneliti turun langsung ke lapangan tempat dimana penelitian dilakukan. Hal ini bertujuan guna memperoleh data dan informasi yang konkret mengenai hal-hal yang menjadi objek penelitian. 6. Teknik Analisa Data Dalam melakukan pengolahan data, penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu teknik analisa data, dimana penulis terlebih dahulu memaparkan data-data yang diperoleh, kemudian mendeskripsikan temuantemuan yang ada dengan berpedoman pada sumber-sumber tertulis. Peneliti terlebih dahulu memaparkan data-data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi mengenai Lembaga Pemasyarakatan Terbuka dan Warga binaan Pemasyarakatan (WBP) yang mendapatkan pembinaan, dan kemudian mendeskripsikan. 7. Teknik Keabsahan Data Seperti yang telah dijelaskan oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya Metodelogi Kualitatif, untuk menentukan keabsahan data adalah dengan melakukan triangulasi. Dimana triangulasi adalah teknik pemeriksaan data 16 yang memanfaatkan seseuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.19 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi dengan cara membandingkan sumber-sumber data yang diperoleh di lapangan dengan kenyataan yang ada pada saat penelitian. 8. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2015 hingga bulan Oktober 2015. Penelitian ini bertempat di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas IIB Jakarta, yang beralamat di Jl. Raya Gandul, Desa Gandul, Kecamatan Limo, Kabupaten Depok, terletak didalam kompleks Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Hukum dan HAM. 9. Teknik Penulisan Teknik penulisan dalam penelitian ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh Center For Quality Development and Assurance (CeQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. E. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan (literatur) yang berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan pada penelitian skripsi ini. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan 19 Lexy J. Moleong, MA. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2009) edisi revisi cet. Ke 26, h. 330. 17 mengetahui dengan jelas penelitian yang akan dilakukan untuk skripsi ini, peneliti menggunakan literatur berupa skripsi, yaitu: 1. Nama : Fahrur Rohman NIM : 104054002085 Judul : Pemberdayaan Narapidana Melalui Program Jenjang S1 Hukum Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta. 2. Nama : Putri Anisa Yuliani NIM : 109054100019 Judul : Program Pembinaan Kemandirian Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta Kedua Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sama-sama mengambil lokasi penelitian di Lembaga Pemasyarakatan walaupun di Lembaga Pemasyarakatan yang berbeda. Letak Perbedaan kedua skripsi tersebut dengan judul yang diambil oleh penulis yaitu tema yang diambil penulis mengenai program pembinaan kewirausahaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan. F. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab, termasuk Pendahuluan, Isi dan Penutup. Berikut ini uraiannya secara ringkas : 18 BAB I Pendahuluan, Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, pedoman penulisan skripsi, tinjauan pustaka, serta sistematika penulisan. BAB II Landasan Teori, Berisikan teori-teori yang dijadikan peneliti sebagai dasar teori dalam melakukan penelitian sejak pengumpulan data, penyaringan data hingga analisi data. BAB III Gambaran Umum Lembaga, menjelaskan sejarah berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta, landasan hukum, tugas pokok dan fungsi, program lembaga, struktur lembaga dan divisi-divisi, tahapan pelayanan, sarana dan prasarana, serta daya tampung. BAB IV Hasil Penelitian, Menjelaskan bentuk analisa tentang peranan lembaga pemasyarakatan terbuka klas IIB Jakarta dalam proses reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan (WBP) dan perspektif pekerja sosial koreksional, serta hasil wawancara peneliti yang dilakukan kepada narapidana di lembaga tersebut penerima manfaat. BAB V Penutup, Dalam hal ini akan ditarik beberapa kesimpulan mengenai hasil penelitian serta saran-saran sebagai bentuk hasil dari analisa dalam penelitian. 19 BAB II LANDASAN TEORI A. Peran 1. Pengertian Peran Peran diartikan sebagai fungsi, kedudukan atau bagian dari kedudukan, seseorang dikatakan berperan atau memiliki peran karena mempunyai status dalam masyarakat walaupun kedudukannya ini berbeda antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi masing-masing dirinya berperan sesuai dengan statusnya. Peran menurut Sarlito Wirawan Sarwono mendefinisikan bahwa sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok yang menempati kedudukan sosial tertentu.19 Sedangkan menurut Biddle dan Thomas peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Selanjutnya, Biddle & Thomas membagi peristilahan dalam teori peran dalam 4 golongan yaitu istilah yang menyangkut: a. Orang yang mengambil bagian dalam interaksi tersebut. b. Perilaku yang muncul dalam istilah tersebut. c. Kedudukan orang dalam perilaku. d. Kaitan antara orang dan perilaku. 20 19 Sarlito Wirawan Sarwono, “Teori-Teori Psikologi Sosial”, (Jakarta: Rajawali, 1984) cet ke-1, h.235. 20 Sarlito Wirawan Sarwono, “Teori Psikologi Sosial”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003) cet ke8, h.215. 20 Menurut Soerjono Soekanto peran didefiniskan aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya maka ia menjalankan suatu peranan. 21 2. Ciri Peran Menurut Levinson dikutip oleh Soekanto ciri pokok yang berhubungan dengan istilah peran dalam lingkungan sosial adalah terletak pada adanya hubungan-hubungan sosial seseorang dalam masyarakat yang menyangkut dinamika dari cara-cara bertindak dengan berbagai norma yang berlaku dalam masyarakat, sebagaimana pengakuan terhadap status sosialnya. Sedangkan fasilitas utama seseorang menjalan peran adalah lembaga-lembaga sosial yang ada dalam masyarakat. Levinson sebagaimana dikutip oleh Soekanto, bahwa peran itu mencakup 3 hal yaitu : a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. b. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. c. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.22 21 Soejono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet ke-34, h.243. 22 Abdulsyani, “Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan”, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), cet ke-4, h.94. 21 3. Fungsi Peran Menurut Soekanto, dalam pembahasan tentang aneka macam peran yang melekat pada individu-individu dalam masyarakat ada beberapa pertimbangan sehubungan dengan fungsi peran, yaitu sebagai berikut : a. Bahwa peran tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya. b. Peranan tersebut seyogyanya dilekatkan pada individu yang oleh masyarakat dianggap mampu untuk melaksanakannya. Mereka harus telah terlebih dahulu terlatih dan mempunyai pendorong untuk melaksanakannya. c. Dalam masyarakat kadang-kadang dijumpai individu-individu yang tak mampu melaksanakan perannya sebagaimana diharapkan masyarakat. Oleh karena mungkin pelaksanaannya pengorbanan yang terlalu oleh memerlukan banyak dari kepentingan-kepentingan pribadinya. d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan perannya, belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang. Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang-peluang tersebut.23 4. Bentuk Peran Bentuk peran atau role menurut Bruce J. Cohen dikutip oleh Soekanto, yakni sebagai berikut : 23 Ibid, h.95 22 a. Peranan nyata (Anacted Role) adalah suatu cara yang betul-betul dijalankan seseorang dalam menjalankan suatu peranan. b. Peranan yang dianjurkan (Prescribed Role) adalah cara yang diharapkan masyarakat dari kita dalam menjalankan peranan tertentu. c. Konflik peranan (Role Conflict) adalah suatu kondisi yang dialami seseorang yang menduduki suatu status atau lebih yang menuntut harapan dan tujuan peranan yang saling bertentangan satu sama lain. d. Kesenjangan Peranan (Role Distance) adalah Pelaksanaan Peranan secara emosional. e. Kegagalan Peran (Role Failure) adalah kagagalan seseorang dalam menjalankan peranan tertentu. f. Model peranan (Role Model) adalah seseorang yang tingkah lakunya kita contoh, tiru, diikuti. g. Rangkaian atau lingkup peranan (Role Set) adalah hubungan seseorang dengan individu lainnya pada saat dia sedang menjalankan perannya. h. Ketegangan peranan (Role Strain) adalah kondisi yang timbul bila seseorang mengalami kesulitan dalam memenuhi harapan atau tujuan peranan yang dijalankan dikarenakan adanya ketidakserasiaan yang bertentangan satu sama lain. 24 Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi atau tempatnya dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi atau tempat 24 H. Khufron, “Kegagalan Peran”, h. 11, diakses pada 10 Juni 2015 dari http://digilib.unila.ac.id/740/3/BAB%20II.pdf , pada pukul 14.00 WIB. 23 seseorang dalam masyarakat (social-position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu dalam organisasi masyarakat. Peran dalam ilmu peranan sosial adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya. 25 Maka dari itu dari yang dapat peneliti simpulkan dari teori yang diutarakan oleh Soerjono Soekanto bahwa seseorang dikatakan berperan jika ia telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status sosial dalam masyarakat. Atas dasar definisi tersebut maka peran dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai aspek dinamis dari status. Karena peran memiliki cakupan untuk membimbing seseorang dalam memenuhi peraturan yang ada didalam masyarakat (organisasi) yang diikutinya. Sebab aturan yang berlaku dapat terpenuhi apabila adanya interaksi antar individu. Fungsi dari peran ini untuk mempertahankan struktur masyarakat dan agar masyarakat memberikan peluang terhadap individu-individu. Tetapi apabila dari bentuk, ciri, dan fungsi peran satu sama lainnya tidak dijalankan dengan baik maka yang terjadi adalah konflik peran bagi individu itu sendiri. B. Lembaga Pemasyarakatan 1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya di sebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik 25 106. Drs. H. Abu Ahmadi, “Psikologi Sosial”, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2007), cet ke-3, h. 24 Pemasyarakatan.26 Sebagai tahap eksekusi, Lembaga Pemayarakatan mempunyai kegiatan untuk melakukan pembinaan Pemasyarakatan. merupakan Pembinaan bagian Warga akhir dari Binaan sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Lembaga Pemasyarakatan sebagai instansi terakhir didalam sistem Peradilan Pidana dan pelaksanaan putusan pengadilan (Hukuman) didalam kenyataannya tidak mempersoalkan seseorang ynag benar-benar terbukti bersalah atau tidak. Lembaga Pemasyarakatan tujuan pembinaan pelanggar hukum tidak semata-mata membalas tapi juga memperbaiki. Mengalami perunahan seperti yang terkandung dalam sistem pemasyarakatan yang memandang narapidana orang tersesat dan mempunyai waktu untuk bertobat.27 Bahwa sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat.28 tujuannya untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, serta dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. 26 Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan BAB I Pasal 1 butir 3 27 Petrus Irwan Panjaitan, Pendapotan Simorangkir. Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana. (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995) Hal. 63 28 Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan BAB I Pasal 1 butir 2 25 2. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Dr. Sahardjo dalam pidato pengukuhan gelar Doctor Honoriscausa di UI membuat suatu sejarah baru dalam dunia kepenjaraan Indonesia. Dikatakan, narapidana adalah orang yang tersesat yang mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertobat, yang dalam keberadaannya perlu mendapat pembinaan. Tobat tidak dapat dicapai dengan hukuman dan penyiksaan, tetapi dengan bimbingan agar kelak berbahagia di dunia dan akhirat. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang di lontarkan Sahardjo, dipakai sistem pemasyarakatan sebagai metode dan pemasyarakatan sebagai proses. terjadi perubahan fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang tadinya sebagai tempat pembalasan berganti sebagai tempat pembinaan. Tujuan pembinaan narapidana selanjutnya dikatakan untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak (Budi Pekerti) para narapidana dan anak didik yang berada didalam Lembaga Pemasyarakatan.29 3. Konsep Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan salah satu inovasi baru dalam penyempurnakan sistem pemasyarakatan di Indonesia. Pembentukan sistem pemasyarakatan Terbuka sebagai implementasi dari surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No : M.03.pr.0703 tahun tanggal 16 April 2003. 29 Petrus Irwan Panjaitan, Pendapotan Simorangkir. Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana. (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995) Hal. 63 26 Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan suatu sistem pembinaan dengan pengawasan minimum (Minimum Security) yang penghuninya telah memasuki tahap asimilasi dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dimana diantaranya telah menjalani setengah dari masa pidananya dan sistem pembinaan serta bimbingan yang dilaksanakan mencerminkan situasi dan kondisi yang ada pada masyarakat sekitar. Hal ini dimaksudkan dalam rangka menciptakan kesiapan narapidana kembali ke tengah masarakat (integrasi). Dengan sistem pembinaan yang berorientasi kepada masyarakat maka LAPAS Terbuka seharusnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Tidak ada sarana dan prasarana yang nyata-nyata berfungsi pencegah pelarian (seperti tembok yang tebal dan tinggi, sel yang kokoh dengan jeruji yang kuat dan pengamanan yang maksimal) b. Bersifat terbuka dalam arti bahwa sistem pembinaan didasarkan atas tertib diri dan atas rasa tanggung jawab Narapidana terhadap kelompok dimana ia tergolong. c. Berada di tengah-tengah masyarakat atau di alam terbuka. Namun secara khusus pembentukan LAPAS Terbuka mengandung maksud dan tujuan sebagai berikut 30 : a. Memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan dan penghidupan narapidana di tengah tengah masyarakat; 30 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tetang Pemasyarakatan 27 b. Memberi kesempatan bagi Narapidana untuk menjalankan fungsi sosial secara wajar yang selama ini dibatasi ruang geraknya selama di dalam Lembaga Pemasyarakatan, dengan begitu maka seorang Narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka dapat berjalan berperan sesuai dengan ketentuan norma yang berlaku didalam masyarakat; c. Meningkatkan peran aktif petugas, masyarakat dan Narapidana itu sendiri dalam rangka pelaksanaan proses pembinaan; d. Membangkitkan motivasi atau dorongan kepada narapidana serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Narapidana dalam meningkatkan kemampuan atau keterampilan guna mempersiapkan dirinya hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat setelah selesai menjalani masa pidananya; e. Menumbuh kembangkan amanat sepuluh (10) prinsip Pemasyarakatan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara; 4. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka adalah : 1. Sebagai upaya memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan dan penghidupan antara Narapidana sebelumnya retak dengan Narapidana untuk menduduki dengan memberikan masyarakat yang berfungsi penuh. tempatnya masyarakat kesempatan di yang kepada Tengah-tengah 28 2. Memulihkan kembali harkat dan martabat serta kepercayaan diri Narapidana sehingga memiliki kemampuan yang bertanggung jawab baik kepada dirinya maupun kepada anggota masyarakat. 3. Menghindari pengaruh dari prisonisasi yaitu pengaruh negatif dari penempatan Narapidana yang relatif terlampau lama di lingkungan bangunan LAPAS tempat pelaksanaan pidana Berkenaan dengan fungsi ketiga dalam sistem Pemasyarakatan yang menggunakan model Multy-purpose prison seperti di Indonesia kemungkinan terjadinya prisonisasi sangat besar, mengingat penempatan narapidana dengan berbagi jenis latar belakang kejahatan dalam satu Lapas/Rutan sangat berpotensi terjadinya penularan kejahatan. Tembok dan jeruji LAPAS tidak hanya mencegah Narapidana untuk melarikan diri, namun juga memisahkan mereka dari kehidupan masyarakat, padahal dari semua narapidana yang masuk ke dalam Lapas/Rutan tidak seluruhnya terdiri dari orang-orang yang memiliki sifat anti sosial, bisa jadi seseorang dipidana hanya karena ketidak tahuannya tentang masalah-masalah hukum atau bahkan karena korban keadilan (fitnah). Terhadap orang-orang seperti inilah yang perlu diselamatkan dari pengaruh-pengaruh negatif dari pemidanaan di Lapas/Rutan, dan lembaga pemasyarakatan Terbuka menjadi pilihan alternatif yang paling memungkinkan untuk menjauhkan mereka dari pengaruh prisonisasi. Selain itu Lapas Terbuka juga mempunyai fungsi untuk memperbaiki 29 warga binaan yang telah menunjukan perkembangan yang positif dalam pembinaan di Lapas/Rutan.31 C. Pengertian Narapidana dan Warga Binaan Pemasyarakatan Warga binaan atau Narapidana adalah orang yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan, sedangkan yang di maksud Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) ialah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana atau warga binaan. Pembagian Narapidana berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pasal 1 yaitu : Pertama narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS. Kedua anak didik pemasyarakatan adalah : Anak pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun. Anak negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun. Anak sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk didik di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun. 31 Artikel Pemberdayaan Lapas Terbuka Di Indonesia, ditulis oleh Drs. Tholib, Bc. IP. SH. MH diambil dari website pada tanggal 5 Oktober 2015 pukul 07:57 WIB 30 Klien pemasyarakatan yang selanjutnya disebut klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS. Dalam rangka pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP), maka ada penggolongan WBP berdasarkan: ï‚· Umur ï‚· Jenis kelamin ï‚· Lama pidana yang dijatuhkan ï‚· Kejahatan yang dilakukan ï‚· Kriteria lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan pembinaan. 32 1. Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) adalah warga masyarakat yang memiliki label dalam diri mereka karena telah melakukan suatu tindak kriminal sehingga harus mendapatkan konsekuensi yaitu hukum pidana di Lembaga Pemasyarakatan. Walaupun tengah menjalani masa hukuman pidana, tidak membuat seorang Warga Binaan Pemasyarakatan tidak memiliki hak sama sekali di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyrakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan 32 Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan BAB III Warga Binaan Pemasyarakatan Pasal 12 31 kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.33 Hak-hak warga binaan pemasyarakatan atau narapidana itu antara lain : a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya b) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak e) Menyampaikan keluhan f) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang g) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan h) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya i) Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi) j) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga k) Mendapatkan pembebasan bersyarat l) Mendapatkan cuti menjelang bebas m) Mendapat hak-hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 34 33 I Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan BAB 32 Selanjutnya tersebut, selain untuk menjamin diadakan Unit terselenggaranya Pelaksana hak-hak Teknis (UPT) pemasyarakatan yang secara langsung melaksanakan pembinaan, diadakan pula Balai Pertimbangan kepada Menteri mengenai pelaksanaan sistem pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan yang memberi saran mengenai program pembinaan warga binaan pemasyarakatan di setiap UPT dan berbagai sarana penunjang lainnya. D. Reintegrasi sosial Menurut Sakidjo adalah proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai baru untuk menyesuaikan diri dengan lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan. Tahap integrasi tersebut dilaksanakan apabila norma-norma dan nilai-nilai baru telah “institutionalized” dalam dari warga masyarakat. Berhasil tidaknya proses “institutionalization” tersebut diformulasikan sebagai berikut. Efektivitas (kekuatan menentang-menanam) dari masyarakat Institutionalization = Kecepatan menanam Yang dimaksud dengan efektivitas menanam adalah hasil positif dari penggunaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi dan metode untuk menanamkan nilai baru di dalam masyarakat. semakin besar kemampuan tenaga manusia, semakin ampuh alat-alat yang dipergunakan, dan semakin 34 Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan BAB III Warga Binaan Pemasyarakatan Pasal 14 33 teratur oranisasinya, makin sesuai sistem penanaman itu dengan kebudayaan masyarakat, dan makin besar hasil yang dapat dicapai oleh usaha penanaman lembaga baru. Kekuatan menentang dari dalam masyarakat tersebut berdampak “institutionalization”. negatif Apabila terhadap keberhasilan menanam kecil, proses sedangkan kekuatan menentang dari masyarakat besar, dan kecenderungan suksesnya proses institutionalization menjadi kecil bahkan bisa hilang. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan integrasi sosial masyarakat didaerah rawan konflik adalah upaya penanggulangan, pencegahan atau penyelesaian konflik yang dilakukan masyarakat beserta lembaga sosial masyarakat melalui kerjasama antar pihak. 35 Merubah perilaku individu dan kelompok dalam suatu perubahan sosial ataupun pembangunan sosial dewasa ini, diperlukan adanya produk sosial (sosial product) yang inovatif, maka praktisi di bidang ini (seperti perencana sosial, community worker maupun pembuat kebijakan) dituntut untuk melakukan penilaian (assesment) terhadap kebutuhan masyarakat secara berkesinambungan.36 Rehabilitasi sebagai suatu teori yang cenderung tidak menginginkan pembalasan dan terkesan manusiawi ternyata menimbulkan masalah, karena munculnya sikap masyarakat merasa tidak dapat menerima proses 35 Sakidjo dkk, Ujicoba Pola Pemberdayaan Masyarakat Dalam Peningkatan Integrasi Sosial di Daerah Rawan Konflik (Yogyakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2002) hal. 10 36 Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI 2001). H. 31 34 pembinaan narapidana, karena masyarakat merasa tidak cukup melihat terpidana disengsarakan. Dari semua itu muncullah teori integrative. Teori integrative sebagaimana dikatakan muladi mengkategorikan tujuan pemidanaan kedalam empat tujuan, yaitu : a) Pencegahan (umum dan Khusus) b) Perlindungan masyarakat c) Memelihara solidaritas masyarakat d) Pidana bersifat penghambat atau pengimbangan Tujuan pemidanaan integrative sebagaimana dikemukakan di atas, memberikan gambaran bahwasannya pidana itu seperti pedang bermata dua, sisi yang satu menggambarkan keadilan, yaitu bagi pelaku dan adil bagi masyarakat, sisi yang lalu menunjukkan adanya perlindungan.37 Bagi pelaku dari tindakan balas dendam masyarakat begitu pula masyarakat terlindungi dari perbuatan yang tidak adil dimana pelaku menerima pidana atas perbuatannya. Asimilasi yang dimaksud menurut ilmu sosiologi sosial adalah “suatu proses sosial dalam yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama”. 37 Pandjaitan Petrus dan kikilaitety, samuel. Pidana Penjara Mau Kemana. (Jakarta : CV. Indhill Co, 2007). Hal 28-29 35 E. Pekerja Sosial Koreksional 1. Peran Pekerjaan Sosial Koreksional Pekerja sosial mendayagunakan pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan koreksional rehabilitasi individu. Membantu klien agar dapat kembali dan menjadi bagian masyarakat serta membimbing mereka agar percaya dengan diri mereka sendiri dan rekan-rekannya. Peran Pekerja Sosial yang utama adalah membantu narapidana, tidak membalas dendam atau menghukum. Pekerja Sosial koreksional bekerja sebagai bagian dari team, termasuk diantaranya petugas petugas probasi dan parol, psikologi, psikiater, konselor vokasional pendidik dan pihak lain dalam memberi pelayanan dan membantu narapidana merubah perilakunya. 38 2. Fungsi Pekerja Sosial Koreksional Dalam Melaksanakan peranan sebagai pekerja sosial di bidang koreksional, maka pekerja sosial memiliki fungsinya sebagai pekerja sosial dalam pelayanan koreksional. Berikut fungsi pekerjaan sosial koreksional yaitu : a. Membantu narapidana memperkuat motivasinya. b. Memberikan kesempatan kepada narapidana untuk menyalurkan perasaannya dan memberikan informasi kepada narapidana. c. Membantu pelanggar hukum untuk membuat keputusan – keputusan. 38 Data diakses pada tanggal 7 April 2016 dari www.scribd.com/TUGAS-INDIVIDUKOREKSIONAL pada pukul 18:45 WIB 36 d. Membantu narapidana merumuskan situasi yang dialaminya. e. Memberikan bantuan dalam hal merubah atau mengidentifikasi lingkungan keluarga dan lingkungan dekat. f. Membantu pelanggar hukum mengorganisasi kembali pola-pola perilakunya dan memfasilitasi kegiatan rujukan. Fungsi pekerja sosial diatas adalah bahwa setiap orang dapat mengalami ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi sosialnya. Karena itu mereka membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk menentukan tujuan dan aspirasi bagi dirinya serta dapat mengambil keputusan yang akan dilaksanakan serta mencapai suatu tujuan. Fungsi pekerja sosial adalah membantu mereka yang membutuhkan pertolongan, seperti narapidana yang berbagai alasan tidak mampu menghilangkan tekanan-tekanan psikis dalam kehidupan di masyarakat. BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA JAKARTA A. SEJARAH BERDIRINYA LAPAS TERBUKA JAKARTA.38 Awal mula pembangunan Lapas Terbuka, menggunakan lahan kosong milik Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM yang pada tahun 2003 yang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I No : M.03.PR.07.03. Tahun 2003, tanggal 16 April 2003. Pada awalnya, dibangun 6 (enam) kamar Warga Binaan Pemasyarakatan dengan kapasitas 30 orang, 1 (satu) ruangan Kalapas (yang sekarang menjadi kamar 01 lantai 1), 1 (satu) ruangan Kepala Sub Bagian Tata usaha (TU) bersama dengan Kelapa Urusan Keuangan & Kepegawaian dan Kepala Urusan Umum, 1 (satu) ruangan Kepala Seksi Pembinaan Kegiatan Kerja. Kemudian, pada akhir 2004 sekitar bulan Oktober dilakukan pembangunan gedung perkantoran, gedung kegiatan kerja (yang berlokasi di depan) dan penambahan kamar blok hunian menjadi 10 kamar dengan kapasitas 50 orang. Pada tahun anggaran 2008/2009 telah dilakukan peningkatan gedung perkantoran menjadi 2 (dua) lantai dan penambahan kamar hunian menjadi 20 kamar yang kapasitasnya menjadi 100 orang hingga sekarang. Kamar hunian yang ada di Lapas Terbuka berbeda dengan kamar hunian yang terdapat di Lapas tertutup, perbedaan terdapat pada bentuk bangunannya, di Lapas Terbuka kamar 38 Diambil dari profil lembaga pemasyarakatan terbuka 37 38 hunian berbentuk seperti kamar asrama atau kost yang tidak dilengkapi dengan jeruji besi seperti yang biasa digunakan oleh kamar hunian Lapas tertutup. Lembaga Pemasyarakatan Terbuka adalah salah satu institusi di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang secara khusus melaksanakan pembinaan lanjutan terhadap narapidana pada tahap asimilasi yaitu dengan masa pidana antara 1/2 sampai dengan 2/3 dari masa pidana yang harus dijalani oleh narapidana yang bersangkutan. Asimilasi yang dimaksud menurut penjelasan Undang – Undang No.12 tahun 1999 tentang Pemasyarakatan pasal demi pasal, pasal 6 ayat 1 alinea ke 2, Pembinaan secara ekstramural yang dilakukan di LAPAS disebut asimilasi, yaitu proses pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka ke dalam kehidupan bermasyarakat. Pembentukan Lapas Terbuka didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. No : M.03.PR.07.03. Tahun 2003, tanggal 16 April 2003, perihal pembentukan Lapas Terbuka Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusakambangan, Mataram dan Waikabubak yang ditandatangani oleh Bapak Prof.Dr. Yusril Ihza Mahendra dan merupakan pengejawantahan dari konsep Community-Based Correction. 39 Peresmian Lapas Terbuka Jakarta dilakukan oleh Bapak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berikutnya yaitu Dr. Hamid Awaludin, SH.LLM , pada tanggal 14 Mei 2005. Lapas Terbuka Jakarta 39 Pola Pembinaan yang diterapkan di Lapas Terbuka darihttps://lapasterbukajakarta.wordpress.com/ 16 Oktober 2015 pukul 15:19 WIB diambil 39 berlokasi di belakang komplek Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. dengan alamat, Jl. Raya Gandul, Desa Gandul, Kecamatan Limo, Kabupaten Depok. Kapasitas hunian dari Lapas Terbuka Jakarta saat pertama didirikan mampu menampung 50 orang yang dibagi dalam 10 kamar hunian dan sejak tahun anggaran 2008/2009 telah dilakukan peningkatan kapasitas hunian menjadi 100 orang, yang dibagi menjadi 20 kamar. Kamar hunian yang ada di Lapas Terbuka berbeda dengan kamar hunian yang terdapat di Lapas tertutup, perbedaan terdapat pada bentuk bangunannya, di Lapas Terbuka kamar hunian berbentuk seperti kamar asrama atau kost yang tidak dilengkapi dengan jeruji besi seperti yang biasa digunakan oleh kamar hunian Lapas tertutup sebagai penghalang bagi narapidana agar tidak melarikan diri. 1. Alamat Lapas Terbuka Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta berlokasi di belakang Komplek Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM dengan alamat di Jalan Raya Gandul, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Kota Depok 16512, Telepon/Faks : (021)7540122 2. DASAR HUKUM PEMBENTUKAN LAPAS TERBUKA JAKARTA Pembentukan Lapas Terbuka didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I No : M.03.PR.07.03. Tahun 2003, tanggal 16 April 2003, perihal pembentukan Lapas Terbuka Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusakambangan, Mataram dan Waikabubak yang ditandatangani oleh Bapak Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra dan merupakan pengejawantahan dari 40 konsep Community-Based Correction. Peresmian Lapas Terbuka Jakarta dilakukan oleh Bapak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berikutnya yaitu Dr. Hamid Awaludin, SH. LLM, pada tanggal 14 Mei 2005. 3. Dasar Hukum Lembaga a. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 b. Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. c. Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. d. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. e. Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan No. Pembinaan 57 dan tahun 1999 tentang Pembimbingan Kerjasama Warga Binaan Pemasyarakatan. f. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI No. M.01PR.07.03 tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan. g. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI No. M.01PK.04.01 tahun 1989 tentang Asimilasi, Cuti Menjelang Bebas, dan Pembebasan Bersyarat. h. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI No. M.01PR.07.01 tentang Organnisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI. 41 i. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. M.03.PR.07.03 tahun 2003 tentang Pembentukan Lapas Terbuka Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusakambangan, Mataram, dan Wakaibubak. j. Keputusan Direktur Jendral Pemasyarakatan No. E.PK.04.10-115 tahun 2004 tentang Penempatan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka. Tugas : Melaksanakan pemasyarakatan narapidana. Fungsi : a. Melakukan pembinaan narapidana. b. Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil karya. c. Melakukan bimbingan sosial/kerohanian narapidana. d. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib. e. Melakukan tata usaha dan rumah tangga. 4. VISI DAN MISI LAPAS TERBUKA JAKARTA. Visi dari Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta memiliki kesamaan dengan visi dari Pemasyarakatan, yaitu : 42 Pemulihan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan YME (Membangun Manusia Mandiri).40 Sedangkan misi dari Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta adalah : Melaksanakan pembinaan dan pembimbingan tahap lanjutan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dalam Kerangka integrasi social, penegakan hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). 5. STATUS LUAS TANAH DAN BANGUNAN Luas keseluruhan tanah Lapas Terbuka Jakarta 4.415 m2. Status tanah di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta adalah milik Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM yang beralamat di Jalan Raya Gandul, Kel.Gandul, Kec.Cinere, Depok. Sedangkan status bangunan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta merupakan milik Lapas Terbuka yang pembangunannya menggunakan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Lapas Terbuka. B. Organisasi dan Struktur Lapas Terbuka Jakarta Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Nomor : M. 03.PR. 07.03 Tahun 2003, Tanggal 16 April 2003. Tentang struktur organisasi Lapas Terbuka, maka struktur organisasi Lapas Terbuka Jakarta terdiri dari : 40 Pola Pembinaan yang diterapkan di Lapas Terbuka darihttps://lapasterbukajakarta.wordpress.com/ 16 Oktober 2015 pukul 15:21 WIB diambil 43 1. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (KALAPAS); ITUN WARDATUL HAMRO, Bc.IP., S.Sos., M.Si. 2. Kepala Sub. Bagian Tata Usaha (KASUBAG T.U); LIWI BIANTONO, S.H., M.Si. 3. Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (Ka.KPLP); SARWO EDY, A.Md.IP., S.H., M.Si. 4. Kepala Seksi Bimbingan Narapidana dan Kegiatan Kerja (KASI BINAPI GIATJA); ANDRIAN IBRAHIM, Bc.I.P., S.H. 5. Kepala Seksi Administrasi Keamanan ADM.KAMTIB); SUWITO 6. Kepala Urusan Kepagawaian dan Keuangan; CHRISTIN SARI, A.Md.Kep., S.H., M.Si. 7. Kepala Urusan Umum; MASWANIH 8. Kepala Sub Seksi Keamanan; MOHAMAD FADIL, A.Md.IP., S.H., M.H. 9. Kepala Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib; D. ELYANA SUSANTI, A.Md.IP., S.H., M.H. 10. Kepala Sub Seksi Registrasi dan Bimkemasy; ADAM RIDWANSAH, A.Md.I.P., S.H., M.Si. 11. Kepala Sub Seksi Perawatan; dan Ketertiban (KASI 44 INDAH SISWANTY, A.Md.IP., S.H., M.H. 12. Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja. 41 DJAROT, S.H., M.H. 1. Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja. Gambar 3.1 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta KALAPAS Ka.KPLP KASUBAG T.U. RUPAM KAUR KEPEGAWAIAN DAN KEUANGAN I II III IV KASI BINAPI GIATJA KASUBSI REGISTRASI DAN BIMKEMASY KASUBSI PERAWATAN KAUR UMUM KASI ADM.KAMTIB KASUBSI KEGIATAN KERJA KASUBSI KEAMANANN KASUBSI PELAPORAN DAN TATA TERTIB Sumber : Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, dalam penerapannya pegawai Lapas Tebuka Jakarta saling membantu tugas pegawai satu sama lainnya di 41 Data diperoleh dari Kasi Kepegawaian Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta tanggal September 2015 08 45 bidang yang berbeda, namun masih dalam jangkauan yang dapat dikuasai. Pada setiap bidang dalam stuktur organisasi di Lapas Terbuka Jakarta saling berkoordinasi dan bekerjasama untuk memberikan pelayanan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan agar keberfungsiannya secara sosial dapat tercipta kembali. Kinerja pegawai dari stuktur organisasi ini dipantau oleh Kepala Lapas Terbuka Jakarta, yang akan bertanggung jawab secara administratif dan implementatif kepada Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. 1. GAMBARAN SDM / PETUGAS LAPAS TERBUKA JAKARTA. Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta memiliki jumlah pegawai sebanyak 58 orang, dengan komposisi jumlah pegawai laki – laki sebanyak 46 orang dan pegawai perempuan sebanyak 12 orang. Berikut ini adalah gambaran petugas Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta berdasarkan kategori pendidikan dan golongan kepangkatan: Tabel 3.1 Daftar Petugas Lapas Klas II B Terbuka Jakarta Berdasarkan Kategori Latar Belakang Pendidikan Pendidikan No Jenis Kelamin Jumlah SLTP SLTA D3 S1 S2 1 Laki-laki - 33 3 8 2 46 2 Perempuan - 4 2 6 - 12 - 37 5 14 2 58 Jumlah Sumber : Urusan Kepegawaian dan Keuangan Lapas Terbuka Jakarta 46 Tabel 3.2 Daftar Petugas Lapas Klas II B Terbuka Jakarta Berdasarkan Kategori kepangkatan Gol. Kepangkatan No Jenis Kelamin Jumlah I II III IV 1 Laki-laki - 33 13 - 46 2 Perempuan - 4 - 12 - 37 21 - 58 Jumlah 8 Sumber : Urusan Kepegawaian dan Keuangan Lapas Terbuka Jakarta 2. KRITERIA PENGHUNI LAPAS TERBUKA JAKARTA. Berdasarkan surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan nomor : E.PR.07.03-725 tanggal 05 Desember 2003, perihal Operasionalisasi Lapas Terbuka Jakarta, maka penempatan narapidana pada Lapas Terbuka Jakarta adalah berasal dari UPT Wilayah DKI Jakarta, Wilayah Jawa Barat , Wilayah Banten, maupun narapidana yang berdomisili di sekitar wilayah Lapas Terbuka Jakarta. Namun demikian tidak semua narapidana dapat diterima untuk menjadi penghuni Lapas Terbuka Jakarta, karena narapidana dengan kasus narkotika, teroris, illegal logging, 378 (penipuan) dan pidana khusus lainnya untuk sementara tidak direkomendasikan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan untuk ditempatkan di Lapas Terbuka. Pendekatan keamanan yang diterapkan di Lapas Terbuka Jakarta bersifat Minimum Security, maka narapidana yang akan ditempatkan di Lapas ini harus memenuhi persyaratan – persyaratan sebagai berikut : 47 Pertama syarat substantif berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman, Nomor : M.01.PK.04.10, Tahun 1999, Tentang asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, pasal 7 ayat (2) yaitu: a. Narapidana telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana. b. Narapidana telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral yang positif. c. Narapidana telah berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan bersemangat. d. Kondisi masyarakat telah dapat menerima program kegiatan pembinaan yang bersangkutan. e. Selama menjalankan pidana narapidana tidak pernah mendapat hukuman disiplin sekurang – kurangnya dalam waktu 9 bulan terakhir sehingga narapidana yang diasimilasikan adalah narapidana yang mempunyai masa pidana 12 bulan atau lebih. f. Masa pidana yang telah dijalani; untuk asimilasi, narapidana telah menjalani minimal 1/2 (setengah) dari masa pidana, setelah dikurangi masa tahanan dan remisi dihitung sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hokum tetap. Kedua syarat administratif berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman, Nomor : M.01.PK.04.10, Tahun 1999, Tentang asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, pasal 8 yaitu : a. Terdapat salinan putusan pengadilan (ekstrak vonis). 48 b. Surat Keterangan asli dari Kejaksaan bahwa narapidana yang bersangkutan tidak mempunyai perkara atau tersangkut dengan tindak pidana lainnya. c. Adanya Laporan Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS) dari Bapas tentang pihak keluargayang akan menerima narapidana, keadaan masyarakat sekitar dan pihak lain yang ada hubungannya dengan narapidana. d. Salinan daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tetib yang dilakukan narapidana selama menjalani pidana dari Kalapas. e. Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti garasi, remisi, dan lain – lain dari Kalapas. f. Surat pernyataan kesanggupan menerima / jaminan dari keluarga yang diketahui oleh Pemda setempat serendah – rendahnya Lurah atau Kepala Desa. g. Surat Keterangan kesehatan dari dokter bahwa narapidana sehat jasmani maupun jiwanya. Telah mendapat persetujuan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Lapas yang bersangkutan (yang mengirim) dan mendapat persetujuan Kalapas serta Keputusan asimilasi dibuat oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM dengan tembusan Kepala Kepolisian setempat, Pemda dan Hakim Wasmat. 49 C. Tahapan Sistem Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) 1. Pendekatan Keamanan Lembaga Untuk mencapai tujuan pembinaan yang sesuai dengan harapan maka lingkungan dan suasana Lapas Terbuka harus dirancang sedemikian rupa agar menyerupai keadaan lingkungan sosial masyarakat pada umumnya. Selain itu pendekatan keamanan pada warga binaan pemasyarakatan yang berada pada tahapan asimilasi harus bersifat minimum security. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan tanggungjawab warga binaan terhadap kepercayaan yang telah dibebankan kepadanya, baik itu berupa pekerjaan maupun tanggung jawab untuk mengikuti peraturan dan tata tertib yang ada di lingkungan Lapas Terbuka Jakarta. Strategi keamanan yang dilakukan Lapas Terbuka Jakarta untuk mengantisipasi terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban adalah dengan cara pendekatan personal terhadap masing – masing individu warga binaan pemasyarakatan (Personality Approach). Strategi ini terbukti berjalan efektif karena sampai saat ini kasus gangguan keamanan yang terjadi cenderung relatif rendah jika dilihat dari sudut pandang bentuk bangunan dan sarana prasarana keamanan pendukung lainnya. Efektifitas penggunaan strategi ini terletak pada kemampuan petugas keamanan yang dapat menyatu dengan warga binaan pemasyarakatan. Petugas keamanan dapat menjadi pendengar yang baik bagi keluh kesah para narapidana dan dapat memberikan nasehat atau jalan keluar, sehingga terjadi kedekatan emosional. 50 2. Pola Kehidupan dan Proses Pembinaan di Lembaga 2.1. Proses Pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta. Lapas Terbuka Jakarta memiliki alur pembinaan yang berbeda dengan Lapas biasa. Warga binaan pemasyarakatan yang baru masuk dan diterima oleh Lapas Terbuka akan terlebih dahulu dilakukan screening. Pada proses screening tersebut narapidana akan diberikan pertanyaan semacam pre test dengan isi pertanyaan berkaitan dengan pemahaman beragama, pemahaman tentang kesadaran berbangsa dan bernegara, pemahaman tentang kesadaran hukum dan pertayaan mengenai minat, bakat dan potensi diri yang dimiliki oleh narapidana. Tujuan dari dilakukannya screening ini adalah guna mengetahui apakah pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian yang dilakukan oleh Lapas sebelumnya sudah berhasil. Apabila dirasa belum, maka Lapas Terbuka Jakarta akan mengarahkan warga binaan pemasyarakatan yang bersangkutan ke program pembinaan yang dirasakan belum berhasil tersebut. Contoh apabila dari hasil screening diketahui bahwa pemahaman agama narapidana yang bersangkutan masih rendah maka porsi pembinaan kerohanian baginya akan lebih diintensifkan. Targetnya sehari sebelum narapidana tersebut bebas dia dapat menjawab pertanyaan post test dengan skor lebih baik dengan skor saat pre test. Hal itu dilakukan untuk membandingkan kemampuan yang dimilikinya saat 51 pertama masuk ke Lapas Terbuka Jakarta dengan setelah mendapatkan pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta. 2.2. Jadwal Kegiatan Narapidana di Lapas Terbuka Jakarta. Dalam menjaga keteraturan dan kedisplinan warga binaan pemasyarakatan dalam mengikuti pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta, maka dibutuhkan jadwal kegiatan warga binaan pemasyarakatan yang mengatur kegiatan yang harus dilakukan, mulai dari bangun pagi sampai dengan istirahat di malam hari. Kegiatan warga binaan pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta dimulai dari pukul 05.00 WIB sampai dengan pukul 20.00 WIB. 52 Tabel 3.3 Jadwal Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan LAPAS Klas II B Terbuka Jakarta No Waktu Jenis Kegiatan Keterangan a. Sabtu dan Minggu kegiatan 1 05.00-06.00 Sholat subuh berjama'ah dilanjutkan kultum Pembinaan Kemandirian diganti 2 06.00-07.00 Senam pagi dengan kegiatan seni atau rekreasi. 3 07.00-07.15 Apel pagi b. Hari Minggu dilaksanakan kebaktian 4 07.15-08.30 Kebersihan lingkungan (kamar dan kantor) bagi narapidana beragama Kristen pada pukul 10.00 sampai dengan 5 08.30-09.00 Makan pagi 12.00 WIB. 6 09.00-12.00 Pembinaan Kemandirian 7 12.00-13.00 Sholat dzuhur berjama'ah dilanjutkan ceramah 8 13.00-13.30 Makan siang 9 13.30-15.15 Pembinaan Kemandirian 10 15.15-16.30 Sholat ashar 11 16.30-17.30 Kebersihan lingkungan (kamar dan kantor) 12 17.30-18.00 Makan malam 13 18.00-19.00 Sholat maghrib berjama'ah dan baca Al-Qur'an 14 19.00-19.30 Apel malam 15 19.30-20.00 Sholat isya' berjama'ah 16 20.00-05.00 ISTIRAHAT Sumber : Seksi Binapi Giatja 3. Pola Pembinaan Yang Diterapkan Lembaga Pembinaan yang diberikan oleh Lapas Terbuka Jakarta terhadap para WBP dibagi menjadi tiga kategori yaitu pembinaan kepribadian, pembinaan kemandirian dan mengintegrasikan diri dengan masyarakat; 3.1. Pembinaan Kepribadian adalah pembinaan yang bertujuan meningkatkan kualitas pribadi narapidana agar memiliki mental spiritual yang baik, memiliki kesadaran hukum yang baik, memiliki kesadaran 53 berbangsa dan bernegara yang baik dan memiliki kemampuan intelektual yang lebih baik. 3.2. Pembinaan Kemandirian adalah pembinaan yang bertujuan meningkatkan kemampuan narapidana untuk mencari penghidupan melalui kegiatan bimbingan kerja. 3.3. Mengintegrasikan Diri Dengan Masyarakat adalah pembinaan yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan antara Narapidana dengan masyarakatnya, denga memberikan kesempatan mengembangkan aspek – aspek pribadinya, seperti Pembebasan Bersyarat (PB), atau Cuti Bersyarat (CB) memberikan keleluasaan yang lebih besar untuk berintegrasi dengan masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti : bekerja dengan pihak ketiga, melanjutkan pendidikan di sekolah umum, beribadah di tempat ibadah luar Lapas dan lainnya. 4. PROGRAM UNGGULAN Lapas Pada tahun 2013, yang menjadi program unggulan Lapas Terbuka yaitu peternakan ayam potong dan budidaya jamur tiram. Kemudian, pada akhir tahun 2013, sektor peternakan ayam dan budidaya jamur tiram untuk sementara waktu berhenti pelaksanaannya dikarenakan terbatasnya anggaran. Pada akhir tahun 2013 dilakukan MoU dengan pihak ke tiga berupa Peternakan Lele Sangkuriang, sehingga ruangan tempat budidaya jamur akan digunakan sebagai ruangan budidaya cacing sutera sebagai bahan makanan lele sangkuriang. 54 Pada tahun 2014 hingga kedepan, pembibitan dan peterankan lele menjadi program unggulan bagi Lapas Terbuka Jakarta, mengingat target pembibitan dan peternakan yang mencapai satu juta ekor lele sangkuriang tiap bulan dan penyediaan pakan lele berupa cacing sutera yang dilakukan secara mandiri sehingga mampu menekan biaya penyediaan pakan dan juga dapat diperjualbelikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Pembangunan kolam lele sudah selesai, sekarang ini sedang dilakukan uji kolam dengan diisi air sambil menunggu mesin pompa air yang digunakan untuk sirkulasi air kolam lele. 42 42 Data diperoleh dari Kepala Sub Seksi Registrasi & Bimkesmas Lapas Terbuka Klas II B Jakarta tanggal 08 September 2015 BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA Pada bab ini diuraikan mengenai temuan lapangan yang peneliti temukan melalui penelitian yang telah dilakukan mengenai peranan lembaga pemasyarakatan terbuka kelas II B Jakarta dalam rangka untuk mencapai reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan (WBP). Dari hasil temuan lapangan tersebut, peneliti melakukan analisis yang juga dijelaskan dalam bab ini. A. Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta dalam melakukan proses reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan (WBP) Setiap organisasi sosial memiliki program pelayanan untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam meneliti peran Lembaga Pemasyarakatan, dibutuhkan beberapa kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan untuk mencapai reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan (WBP). Dipaparkan di bawah sebagai kerangka pemikiran sebagai berikut : 55 56 GAMBAR 4.1 Narapidana / WBP (Warga Binaan Pemsyarakatan) Organisasi Sosial di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta Bentuk Pelayanan Asimilasi : Meningkatkan Keberfungsian Sosial untuk mencapai Integrasi Sosial 1. Bentuk Pelayanan Asimilasi : 2. Tahap awal, penempatan narapidana 3. Tahap lanjutan, a. Mapenaling b. Penetapan program c. Pelaksanaan 4. Tahap akhir yaitu integrasi Warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang sebelumnya berada di Lembaga Pemasyarakatan tertutup, setelah memenuhi persyaratan yang ada kemudian dapat menjalani masa pidanaya di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka. Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan organisasi sosial di bawah naungan Kemenkumham yang memberikan pelayanan asimilasi. Salah satu pelayanan yang dianggap mampu menangani masalah sosial terkait pembauran kembali kedalam kehidupan masyarakat adalah pembinaan yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta. Selain dengan diberikan pembinaan, Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat warga binaan pemasyarakatan yang merasa terisolasi karena harus berada didalam penjara, akan beradaptasi dengan masyarakat kembali. 57 Bentuk pelayanan asimilasi yang pertama tahap awal, kelengkapan warga binaan pemasyarakatan di kroscek data ulang tujuannya agar proses asimilasi dapat berjalan dengan baik. Seleksi penempatan narapidana di lapas terbuka. Tahap kedua lanjutan, di tahap mapenaling tidak langsung mengikuti kegiatan, WBP beradaptasi dengan lingkungan, teman-teman WBP, petugas Lembaga Pemasyarakatan, kamar hunian, mengamati kegiatan di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka. Selanjutnya penetapan program WBP diberikan pilihan sesuai dengan minat dan bakatnya. Pelaksanaan kegiatan terbagi menjadi dua, pertama Pembinaan Kepribadian tujuannya meningkatkan kualitas pribadi narapidana agar memiliki mental spiritual yang baik. Memiliki kesadaran hukum yang baik, memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang baik dan memiliki kemampuan intelektual yang baik. Selanjutnya yang kedua Pembinaan Kemandirian tujuannya agar memiliki keterampilan setelah bebas dari lapas terbuka sehingga meminimalisir tindakan kriminalitas dan meningkatkan kemampuan warga binaan pemasyarakatan untuk mencari penghidupan melalui kegiatan bimbingan kerja. Tahap akhir yaitu integrasi sosial, secara otomatis WBP menjadi tanggung jawab Balai Pemasyarakatan (BAPAS) dan putus hubungan dengan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka. Warga binaan pemasyarakatan tidak menjalani sisa hukuman didalam BAPAS, melainkan WBP sudah bisa tinggal di rumahnya, tetapi wajib lapor setiap seminggu sekali dan mengikuti kegiatan yang diselenggarakan BAPAS. 58 Menghilangkan stigma negatif di masyarakat, WBP bisa diterima kembali oleh msayarakat dan dapat menjalankan fungsi sosisalnya di masyarakat. Narapidana setelah menjalani masa pidana dan bebas nantinya akan kembali kedalam kehidupan bermasyarakat untuk menjalani kehidupannya. Bekas narapidana atau residivis untuk kembali ke dalam masyarakat tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena stigma negatif yang melekat pada dirinya tidak mudah untuk diterima oleh masyarakat kembali. Seakan kepercayaan masyarakat terhadap residivis tersebut telah pudar dan sulit untuk dibangun kembali. Untuk kembali menjalani kehidupannya, narapidana membutuhkan penguatan psikis, dan tentunya membutuhkan bantuan dari berbagai pihak salah satunya dari organisasi sosial. Rehabilitasi sebagai suatu teori yang cenderung tidak menginginkan pembalasan dan terkesan “manusiawi” ternyata menimbulkan masalah, karena munculnya sikap masyarakat yang tidak dapat menerima proses pembinaan narapidana, karena masyarakat merasa tidak cukup melihat terpidana itu disengsarakan. Dari semua itu muncullah teori integrative. Falsafah pidana ini muncul seiring dengan tidak puasnya atas hasil yang dicapai teori-teori sebelumnya.43 Lembaga Pemasyarakatan Klas II Terbuka Jakarta merupakan bentuk dari lembaga sosial yang melakukan usaha kesejahteraan sosial dibidang Hak Asasi Manusia. Untuk membantu meningkatkan kondisi dan dapat mengembalikan 43 Pandjaitan, Petrus dan Samuel Kikilaitety. Pidana Penjara Mau Kemana. (Jakarta : CV Indhill Co. 2007). Hal 27-28 59 keberfungsian sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan mencapai reintegrasi sosial. Sehingga WBP dapat menjalankan perannya sesuai dengan statusnya di dalam kehidupan masyarakat. 1. Proses Warga Binaan Pemasyarakatan kedalam Lembaga Pemasyarakatan. Proses reintegrasi dilakukan dengan cara membaurkan warga binaan pemasyarakatan sebelum dia bebas dan kembali ke masyarakat diberikan pembekalan terlebih dahulu. Prosesnya dilakukan dengan pengusulan dari pihak Lapas asal berupa dokumen usulan untuk pemberian asimilasi terhadap warga binaan pemasyarakatan, kepada Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM. Tentunya setelah menjalani setengah dari masa pidananya. Kemudian, Kantor Wilayah mengeluarkan surat keputusan asimilasi dan merekomendasikan kepada Lapas Terbuka untuk melaksanakan assessment terhadap warga binaan pemasyarakatan ke Lapas Asal. Setelah pihak Lapas Terbuka melakukan assessment, maka hasil dari assessment tersebut diberikan ke Kantor Wilayah untuk diproses dan mengeluarkan hasil keputusan untuk berpindah asimilasi pada tahap selanjutnya di Lapas Terbuka atau tidak. Diawali dengan penempatan WBP di Lapas Terbuka, pada saat diterima di Lapas terbuka dilakukan screening test, dimana pada tahap ini dilakukan wawancara terhadap warga binaan pemasyarakatan dengan mengkroscek tentang identitas diri, data perkara, rekap medis dari upt asal, penjamin dan sebagainya. Seperti yang dikatakan Bapak Adam selaku 60 Kasubsie Registrasi dan Bimkemasy mengenai penerimaan warga binaan pemasyarakatan : “untuk proses penerimaan, kita langsung menerima data dari upt asal, haah data dari upt asal baik itu data biodata, rekap medis seperti itu terus silsilah keluarga, itu data langsung kita dapat karena kita sudah punya sistem SDP ya, sistem database pemasyarakatan dan itu sudah satu link, link data itu yang kita ambil lagi dan disini pun memang kita eee.. mintakan data hanya sebatas pengecekan bukan data awal, karna data sudah masuk semua. Untuk medical check up, kita terima datanya kemudian kita check lagi bener ga nih. Kan disini ada poliklinik tuh, nah misalnya rekap medis dari sana punya riwayat penyakit TBC, nah kita check lagi disini apakah benar. Yang paling utama khawatir nya warga binaan tersebut HIV atau menggunakan narkoba nah.” 44 Dengan sistem database pemasyarakatan, mempermudah staff Lapas Terbuka Jakarta untuk melakukan krosecek data. Data yang diperoleh dari pihak kepolisian atau jaksa saat proses penyidikan sebelum warga binaan pemasyarakatan dijatuhkan hukuman, sehingga meminimalisir kebohongan terjadi. 1.1 Kriteria Penghuni Lembaga/Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Berdasarkan surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan nomor : E.PR.07.03-725 tanggal 05 Desember 2003, perihal Operasionalisasi Lapas Terbuka Jakarta, maka penempatan warga binaan pemasyarakatan pada Lapas Terbuka Jakarta adalah berasal dari UPT Wilayah DKI Jakarta, Wilayah Jawa Barat , Wilayah Banten, maupun narapidana yang berdomisili di sekitar wilayah Lapas Terbuka Jakarta. 44 2015 Wawancara dengan Bapak AR selaku Kasubsie Registrasi dan Bimkemasy, 08 September 61 Namun demikian tidak semua narapidana dapat diterima untuk menjadi penghuni Lapas Terbuka Jakarta, karena narapidana dengan kasus narkotika, teroris, illegal logging, 378 (penipuan) dan pidana khusus lainnya tidak direkomendasikan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan untuk ditempatkan di Lapas Terbuka. Karena pendekatan keamanan yang diterapkan di Lapas Terbuka Jakarta bersifat Minimum Security, maka warga binaan pemasyarakatan yang akan ditempatkan di Lapas Terbuka Jakarta harus memenuhi persyaratan – persyaratan, pertama syarat substantif berdasarkan Surat M.01.PK.04.10, Keputusan Tahun 1999, Menteri Kehakiman, Tentang asimilasi, Nomor : Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, pasal 7 ayat (2) yaitu : 1. Narapidana telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana. 2. Narapidana telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral yang positif. 3. Narapidana telah berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan bersemangat. 4. Kondisi masyarakat telah dapat menerima program kegiatan pembinaan yang bersangkutan. 5. Selama menjalankan pidana narapidana tidak pernah mendapat hukuman disiplin sekurang – kurangnya dalam waktu 9 bulan 62 terakhir sehingga narapidana yang diasimilasikan adalah narapidana yang mempunyai masa pidana 12 bulan atau lebih. 6. Masa pidana yang telah dijalani; untuk asimilasi, narapidana telah menjalani minimal 1/2 (setengah) dari masa pidana, setelah dikurangi masa tahanan dan remisi dihitung sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Kedua syarat administratif berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman, Nomor : M.01.PK.04.10, Tahun 1999, Tentang asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, pasal 8 yaitu : Terdapat salinan putusan pengadilan (ekstrak vonis). Surat Keterangan asli dari Kejaksaan bahwa narapidana yang bersangkutan tidak mempunyai perkara atau tersangkut dengan tindak pidana lainnya. Adanya Laporan Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS) dari Bapas tentang pihak keluarga yang akan menerima narapidana, keadaan masyarakat sekitar dan pihak lain yang ada hubungannya dengan narapidana. ï‚· Salinan daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tetib yang dilakukan narapidana selama menjalani pidana dari Kalapas. 63 ï‚· Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti garasi, remisi, dan lain – lain dari Kalapas. ï‚· Surat pernyataan kesanggupan menerima / jaminan dari keluarga yang diketahui oleh Pemda setempat serendah – rendahnya Lurah atau Kepala Desa. ï‚· Surat Keterangan kesehatan dari dokter bahwa narapidana sehat jasmani maupun jiwanya. Telah mendapat persetujuan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Lapas yang bersangkutan (yang mengirim) dan mendapat persetujuan Kalapas serta Keputusan asimilasi dibuat oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM dengan tembusan Kepala Kepolisian setempat, Pemda dan Hakim Wasmat. Reintegrasi sosial sebagai tujuan yang ingin dicapai dari sistem pemasyarakatan didasarkan pada pemahaman bahwa pelanggaran hukum terjadi karena adanya keretakan hubungan di dalam masyarakat. Oleh karena itu, terbangun apabila ada ruang yang luas dalam interaksi yang sehat diantara keduanya. Jelas bahwa seseorang yang sedang menjalani hukuman pidana karena melanggar hukum sangat membutuhkan apresiasi masyarakat, berupa dukungan sosial untuk kembali ke dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan menerima kembali bekas narapidana untuk 64 bermasyarakat, karena manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Oleh sebab itu pada reintegrasi sosial sangat dibutuhkan peran serta masyarakat untuk menerima kembali bekas narapidana. Reintegrasi tidak dapat dipisahkan dengan Community Based Corrections. Karena pembenaran konsep Community Based Corrections adalah bahwa masyarakat merupakan tempat yang paling ideal untuk melakukan upaya pembinaan pelanggaran hukum. Syarat yang harus dipenuhi untuk bisa mendapatkan asimilasi ada 2 syarat, yaitu administrasi dan substansi. Administrasi berupa usulan-usulan, tidak ada register f, berkelakuan baik, catatan riwayat pembinaannya baik, kemudian yang terpenting telah memasuki setengah masa pidana. Substansinya adalah kelakuan warga binaan pemasyarakatan di lapas sebelumnya, dimana kelakuannya baik atau menunjukkan perubahan, tidak pernah melakukan pelanggaran atau indisiplin (tindakan tidak disiplin). Hal ini dijelaskan oleh salah satu staff Lapas Terbuka Jakarta, yaitu Bapak AR. “untuk proses penerimaan, kita langsung menerima data dari upt asal, haah data dari upt asal baik itu data biodata, rekap medis seperti itu terus silsilah keluarga, itu data langsung kita dapat karena kita sudah punya sistem SDP ya, sistem database pemasyarakatan dan itu sudah satu link, link data itu yang kita ambil lagi dan disini pun memang kita eee.. mintakan data hanya sebatas pengecekan bukan data awal, karna data sudah masuk semua. Untuk medical check up, kita terima datanya kemudian kita check lagi bener ga nih. Kan disini ada poliklinik tuh, nah misalnya rekap medis dari 65 sana punya riwayat penyakit TBC, nah kita check lagi disini apakah benar. Yang paling utama khawatir nya warga binaan tersebut HIV atau menggunakan narkoba nah.”45 Dengan sistem database pemasyarakatan, mempermudah staff Lapas Terbuka Jakarta untuk melakukan krosecek data. Sehingga meminimalisir kebohongan terjadi, tidak hanya itu data yang diperoleh pun dari pihak kepolisian atau jaksa saat proses penyidikan sebelum warga binaan pemasyarakatan dijatuhkan hukuman. sehingga meminimalisir kebohongan terjadi. Dipertegas lagi oleh pendapat Bapak AWR, A.Md.IP., S.H., S.Sos., M.Si. selaku Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang, Bapak Andi Wijaya Rifai memiliki pengalaman menjadi Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta dan menjadi salah seorang yang terkaitan dalam pembuatan Peraturan Pemerintah, salah satunya adalah Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Bapak AWR mengatakan bahwa : “ya itu sebagian dari faktor-faktor yang menilai apakah dia layak atau tidak diasimilasikan. Kalo memang ngga bener data penjaminnya ngga jelas, kita konservasi ngga jelas yauda ngga usah diterima, ah dulu kaya gitu saya. Jadi dia ngga jadi di asimilasi ke lapas terbuka.”46 45 2015 46 Wawancara dengan Bapak AR selaku Kasubsie Registrasi dan Bimkemasy, 08 September Wawancara dengan AWR. selaku Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang, tanggal 10 Juni 2015) 66 Saat data tidak sesuai antara yang didapat dengan wawancara terhadap WBP, maka pihak Lapas Terbuka menolak warga binaan tersebut untuk diasimilasikan. Maka dari itu pada tahap penerimaan, warga binaan pemasyarakatan juga diberikan arahan untuk mengikuti aturan yang ada di Lapas Terbuka. Yang perlu diperhatikan pada saat berpindahnya warga binaan pemasyarakatan atau penerimaan ke Lapas Terbuka adalah penyesuaian, budaya keras saat berada di Lapas Tertutup harus dihilangkan agar pembauran dengan masyarakat dapat berjalan maksimal dan tujuan dari asimilasi dapat tercapai. Hal ini seperti harapan yang disampaikan oleh Bapak AWR untuk warga binaan yang melaksanakan asimilasi di Lapas Terbuka harus dipilih yang benar-benar serius menjalankannya, diperjelas dengan pemaparan sebagai berikut : “yang pertama ee.. mereka yang asimilasi harus betul betul, mereka yang sudah melalui assessment. Kalo dia memang layak bukan secara admistrasi dan secara substansi. Kalo dia perilakunya betul-betul baik, perilakunya yang penting nantinya. Terus yang kedua, selama proses asimilasi juga harus dilakukan pengawasan secara baik. Peran masyarakat disitu juga penting, jadi masyarakat ikut mengawasi proses asimilasi” 47 Tidak hanya itu, warga binaan pemasyarakatan yang memiliki riwayat pernah melakukan tindak pidana, tidak dapat diasimilasikan di Lapas Terbuka. Hal ini dikarenakan, saat asimilasi lalu tidak dapat menerapkannya dengan baik. Bahkan menurut Bapak AR pernah ada 47 Wawancara dengan AWR. selaku Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang, tanggal 10 Juni 2015) 67 yang telah pindah ke Lapas Terbuka, tetapi karena kelakuannya yang buruk, warga binaan pemasyarakatan tersebut di kembalikan ke upt asal. Hal ini yang kemudian menentukan layak atau tidaknya warga binaan tersebut berpindah ke Lapas Terbuka. Dipertegas dengan pemaparan yang diberikan oleh Bapak AWR, bahwa : “eehh.. aturannya sih ngga ada, kemarin kebetulan waktu saya di lapas terbuka memang eee.. kebijakannya begini, kita kan yang pertama melakukan assessment jadi orang-orang atau narapidana yang akan dikirimkan kesana yang sudah diusulkan dari lapas tertutup akan ditempatkan di lapas terbuka, kita lakukan assessment lagi dari kita yang melakukan assessment. Kita datang ke lapas Cipinang misalnya kan, kita wawancara dia sambil cek datanya, apakah dia layak atau tidak di lapas terbuka. Layak dalam pengertian dia memang punya kemauan untuk disana, yang kedua misalnya ehem.. apakah penjaminnya jelas atau tidak. Salah satu assessment yang tadi juga berfungsi begini, saya bilang cek datanya apakah dia sudah residivis apa bukan, apakah dia pernah di lapas terbuka atau tidak, kalo itu dia residivis dan pernah dilapas terbuka maka tolak. Tolak, karna apa berartikan waktu dia di lapas terbuka tidak mampu menjadikan dia berdedikasi dengan baik, makanya kita tolak. Karna mungkin potensi-potensi dia melakukan penyimpangan lagi lebih besar kalo dia punya praktek-praktek seperti itu pemikiran saya waktu itu. Makanya kita tolak yang residivis yang pernah kesana, apa lagi yang pernah kesana kan berarti anggaplah kita gagal di lapas terbuka buat dia lebih baik, atau ada faktor lain misalnya.”48 1.2 Proses Pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta. Lapas Terbuka Jakarta memiliki alur pembinaan yang berbeda dengan Lapas biasa. Warga binaan pemasyarakatan yang baru masuk dan diterima oleh Lapas Terbuka akan terlebih dahulu dilakukan 48 Wawancara dengan AWR. selaku Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang, tanggal 10 Juni 2015) 68 screening. Pada proses screening tersebut narapidana akan diberikan pertanyaan semacam pre test dengan isi pertanyaan berkaitan dengan pemahaman beragama, pemahaman tentang kesadaran berbangsa dan bernegara, pemahaman tentang kesadaran hukum dan pertayaan mengenai minat, bakat dan potensi diri yang dimiliki oleh narapidana. Tujuan dari dilakukannya screening ini adalah guna mengetahui apakah pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian yang dilakukan oleh Lapas sebelumnya sudah berhasil. Apabila dirasa belum, maka Lapas Terbuka Jakarta akan mengarahkan warga binaan pemasyarakatan yang bersangkutan ke program pembinaan yang dirasakan belum berhasil tersebut. Contoh apabila dari hasil screening diketahui bahwa pemahaman agama narapidana yang bersangkutan masih rendah maka porsi pembinaan kerohanian baginya akan lebih diintensifkan. Targetnya sehari sebelum narapidana tersebut bebas dia dapat menjawab pertanyaan post test dengan skor lebih baik dengan skor saat pre test. Hal itu dilakukan untuk membandingkan kemampuan yang dimilikinya saat pertama masuk ke Lapas Terbuka Jakarta dengan setelah mendapatkan pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta. Pembinaan yang diberikan terhadap WBP dilakukan di masyarakat dengan cara membaurkan kembali WBP dikehidupan 69 bermasyarakat demi terciptanya integrasi sosial dikehidupan masyarakat sehingga keberfungsian sosial dapat tercipta. Kemudian diperjelas lagi dengan isi dari Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.2.PK.04-10 tahun 2007 pasal 4 yang berbunyi sebagai berikut : Asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan : a. Membangkitkan motivasi atau dorongan pada diri narapidana dan anak didik pemasyarakatan ke arah pencapaian tujuan pembinaan; b. Memberi kesempatan pada narapidana dan anak didik pemasyarakatan untuk pendidikan dan ketrampilan guna mempersiapkan diri hidup mandiri di tengah masyarakat setelah bebas menjalani pidana; c. Mendorong masyarakat untuk berperan serta secara aktif dalam penyelenggaraan pemasyarakatan. (Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.2.PK.04-10) Diperjelas lagi dengan hasil rapat kerja komisi III DPR RI dengan Menteri Hukum Dan HAM RI (2015), “Bahwa Kementerian Hukum dan HAM, telah melakukan kerja sama dengan swasta, melalui dana CSR perusahaan, yang juga digunakan sebagai pembinaan sosial”. 70 Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Pasal 14 huruf (j) menyebutkan bahwa, “asimilasi merupakan salah satu hak yang dapat diperoleh narapidana. Asimilasi ini diberikan kepada narapidana apabila telah memenuhi persyaratan yaitu, telah berkelakuan baik, dapat mengikuti program pembinaan dengan baik, dan telah menjalani ½ (setengah) masa pidananya.” 2. Penerapan pembinaan oleh Lembaga Pemasyarakatan Terbuka terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan Pembinaan yang diberikan oleh Lapas Terbuka Jakarta terhadap para WBP dibagi menjadi tiga kategori yaitu pembinaan kepribadian, pembinaan kemandirian dan pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Pembinaan yang dilakukan oleh Lapas Terbuka merupakan program yang dirancang sedemikian sehingga dapat mengembalikan keberfungsian sosial warga binaan pemasyarakatan. Warga binaan pemasyarakatan diberikan pelatihan berupa pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian, sehingga dapat mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Berikut pernyataan yang disampaikan oleh Bapak AR yaitu : “Pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Kepribadian nih contohnya kaya sekolah, trus ee.. pembinaan rohani, kaya dimasjid masjid gitu kan, kaya apa lagi ya? Pokoknya konselingkonseling gitu, itu pembinaan kepribadian ya. Ini dilakukan pada tahap awal, jadi mereka dibekali dulu dengan pembinaan kemandirian. Setelah itu nanti ini ada proses nya lagi nih (nunjuk gambar). Setelah itu.. eee.. diberikan pembinaan kemandirian. Kemandirian tuh kaya.. ini tuh ada dua, misalnya pelatihan dan.. 71 pelatihan dan apa itu kegiatan kerja. Pelatihan itu, misalnya dia itu kan misalnya dia belum bisa jahit, dilatih jahit. Dia belum bisa sablon, dilatih sablon. Setelah itu, ini baru pelatihan nanti setelah berlatih dia bisa, baru dikaryakan didalem itu. ..Nah pembinaan, pembinaan ini pun ada tahapannya. Ini kan tadi baru jenis-jenis kegiatan pembinaan nih kaya nyablon, jahit, laudry dan sebagainya itu baru jenisnya saja. Belum tahapannya, tahapannya eee.. tahapannya gini (membuat tabel) ini maksimum, ini medium, ini minimum. Maksimum tuh 0 sampe sepertiga ya kan. Udah tau yakan ya? Nah terhadap mereka bisa diberikan asimilasi, asimilasi tentunya yang sudah di tahapan ini (nunjuk table medium) tahapan medium.. ya tapi nanti dilihat lagi tentang detail kapan dia bisa diberikan asimilasi.49 Pembinaan yang dilakukan berupa keterampilan pelatihan kerja, pembekalan mental spiritual, kesadaran berbangsa dan bernegara, kecerdasan intelektual, mengintegrasikan diri dengan masyarakat, dan lain-lain. Seperti yang dipaparkan menurut Bapak AWR berikut : “Pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Kepribadian nih contohnya kaya sekolah, trus ee.. pembinaan rohani, kaya dimasjid masjid gitu kan, kaya apa lagi ya? Pokoknya konselingkonseling gitu, itu pembinaan kepribadian ya. Ini dilakukan pada tahap awal, jadi mereka dibekali dulu dengan pembinaan kemandirian. Setelah itu nanti ini ada proses nya lagi nih (nunjuk gambar). Setelah itu.. eee.. diberikan pembinaan kemandirian. Kemandirian tuh kaya.. ini tuh ada dua, misalnya pelatihan dan.. pelatihan dan apa itu kegiatan kerja. Pelatihan itu, misalnya dia itu kan misalnya dia belum bisa jahit, dilatih jahit. Dia belum bisa sablon, dilatih sablon. Setelah itu, ini baru pelatihan nanti setelah berlatih dia bisa, baru dikaryakan didalem itu. ..Nah pembinaan, pembinaan ini pun ada tahapannya. Ini kan tadi baru jenis-jenis kegiatan pembinaan nih kaya nyablon, jahit, laudry dan sebagainya itu baru jenisnya saja. Belum tahapannya, tahapannya eee.. tahapannya gini (membuat tabel) ini maksimum, ini medium, ini minimum. Maksimum tuh 0 sampe sepertiga ya kan. Udah tau yakan ya? Nah terhadap mereka bisa diberikan asimilasi, asimilasi tentunya yang sudah di tahapan ini (nunjuk table medium) tahapan medium.. ya 49 2015 Wawancara dengan Bapak AR selaku Kasubsie Registrasi dan Bimkemasy, 08 September 72 tapi nanti dilihat lagi tentang detail kapan dia bisa diberikan asimilasi.”50 Pada pelaksanaan kegiatan ini tentunya warga binaan pemasyarakatan sebagai penerima pelayanan di Lapas Terbuka Jakarta. Program pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta merupakan usaha kesejahteraan sosial dalam mengatasi masalah kejahatan yang bertujuan untuk meciptakan kesejahteran sosial bagi warga binaan pemasyarakatan agar terpenuhi hak dan kebutuhannya. Selain itu, dibahas juga tentang peran pekerja sosial dalam menangani atau menyikapi warga binaan pemasyarakatan. Pelayanan sosial sebagai bentuk dari usaha kesejahteraan sosial ini memiliki fungsi untuk mendukung kegiatan yang dilakukan oleh lembaga fungsi-fungsi dari kesejahteraan sosial tersebut ada empat, yaitu : 2.1 Fungsi Pencegahan (Preventif) Kesejahteraan sosial di tujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru. Dalam masyarakat transisi, upaya pencegahan di tekankan pada kegiatan-kegiatan untuk membantu menciptakan pola-pola baru dalam hubungan sosial serta lembaga-lembaga sosial baru. 2.2 Fungsi Penyembuhan (Curative) Kesejahteraan sosial ditunjukkan untuk menghilangkan kondisikondisi ketidakmampuan fisik, emosional, dan sosial agar orang yang 50 Wawancara dengan AWR. selaku Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang, tanggal 10 Juni 2015) 73 mengalami masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat. Dalam fungsi ini tercakup juga fungsi pemulihan rehabilitasi. 2.3 Fungsi Pengembangan (Development) Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung ataupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat. 2.4 Fungsi penunjang (Supportive) Kesejahteraan sosial ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain. 51 Dari penjelasan diatas dapat dilihat, bahwa fungsi usaha kesejahteraan sosial yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta adalah fungsi penyembuhan (curative), yaitu mencakup fungsi rehabilitasi atau pemulihan. Untuk mengembalikan keberfungsian sosial warga binaan pemasyarakatan (WBP) secara wajar. Dan fungsi penunjang (supportive), yaitu dengan kegiatan pembinaan untuk memberikan bekal pada WBP agar kelak setelah bebas memiliki kemampuan. Pembinaan yang diberikan terhadap WBP dilakukan di masyarakat dengan cara membaurkan kembali WBP dikehidupan bermasyarakat agar terciptanya integrasi sosial dikehidupan masyarakat sehingga keberfungsian 51 Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2014), h. 13. 74 sosial dapat tercipta. Pembinaan yang dilakukan merupakan tahapan asimilasi, Dari penjelasan diatas terkait dengan penelitian yang penulis lakukan, asimilasi yang dimaksud adalah menyatukan narapidana kembali ke dalam kehidupan masyarakat dengan kegiatan sosial dan interaksi sosial terhadap masyarakat, juga sebagai pembentukan sikap dan mental serta kesadaran untuk tidak mengulang kembali tindak kejahatan yang telah dilakukan. Alasan disatukannya WBP ke dalam masyarakat, karena terisolasi dari masyarakat membuat tingkah laku dan peran secara sosial berubah. Asimilasi yang dimaksud menurut ilmu sosiologi sosial adalah “suatu proses sosial dalam yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama”. Asimilasi yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu bentuk pembinaan, seperti halnya kerja sama dengan pihak ketiga. Asimilasi ini bentuk integrasi sosial terhadap masyarakat. Seperti penjelasan yang dikemukakan oleh Bapak AWR berikut : “iyaa.. salah satu bentuk pembinaan tuh asimilasi. Jadi pembinaan tuh, kalo ini rumpun besar nya pembinaan, lapas kan tugas utamanya pembinaan kan ya. Nah itu macem-macem, pembinaan kemandirian pembinaan kepribadian kan gitu. Pembinaan kemandirian ini macem-macem gitu kan, dengan jenis jenis sekian. Nih kalo misalkan jenis ya kaya tadi, jenis kaya apa itu tadi.. jenis kegiatannya apa, trus kalo berdasarkan waktunya maka ehem.. ada 75 yang uda setengah itu bisa CMK, yang sudah dua pertiga bisa PB, ada CMB, CMB tuh minimal eh maksimal sebesar remisi terakhir.”52 Jadi dapat disimpulkan bahwa asimilasi dapat di lakukan di Lapas Tertutup dan juga Lapas Terbuka, hanya saja pada Lapas Terbuka merupakan tahap lanjutan dari asimilasi yang dilakukan oleh Lapas Tertutup. Seperti yang di jelaskan oleh Bapak AWR berikut : “sebenarnya ngga ada bedanya ya, Cuma kalo yang di lapas terbuka itu ehem.. eee… karna tidak semua kabupaten kota ini kan punya lapas terbuka jadi hanya tertentu saja. Jadi eee.. ehem.. mereka-mereka sudah mau memenuhi syarat untuk diasimilasikan, asimilasi itu kan ehem.. sudah setengah masa pidana ya.. dia bisa dipindah asimilasikan ke luar, salah satunya bisa dipindahkan ke lapas terbuka. Jadi lapas terbuka itu adalah salah satu bentuk tempat dilakukan asimilasi, selain dengan pihak ketiga gitu dilapas terbuka salah satu tempat melakukan asimilasi, jadi ada asimilasi dengan pihak ketiga ada asimilasi di lapas terbuka jadi kaya gitu. Jadi lapas terbuka jadi salah satu tempat untuk melakukan asimilasi” 53 Jelas bahwa seseorang yang sedang menjalani hukuman pidana karena melanggar hukum sangat membutuhkan apresiasi masyarakat, berupa dukungan sosial untuk kembali ke dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan menerima kembali bekas narapidana untuk bermasyarakat, karena manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Tanpa dukungan yang diberikan, tujuan dari pemasyarakatan tidak akan tercapai. Seperti yang dikemukakan informan ahli berikut : 52 Wawancara dengan AWR. selaku Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang, tanggal 10 Juni 2015) 53 Wawancara dengan AWR. selaku Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang, tanggal 10 Juni 2015) 76 “kalo dukungan itu kan ada 3 pilar, yang pertama petugasnya, yang kedua masyarakat dan ketiga narapidana itu sendiri. Jadi ya ketiga pilar itu harus selalu ada harus bekerja sama. Kalo salah satunya ngga ada ya berarti kan ngga optimal. Kalo misalnya narapidana mau bekerja nih punya keinginan yang kuat, petugasnya lapasnya bisa memfasilitasi ternyata diluar ngga ada yang menerima ngga bisa jalan masyarakat ngga bisa. Walaupun asimilasi itu kan bukan hanya narapidana yang keluar, masyarakat kedalem pun itu sebagai bentuk mengenalkan masyarakat dengan narapidana” 54 3. Tahap Akhir Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Tahap akhir dari asimilasi adalah integrasi dengan pembebasan bersyarat atau cuti bersyarat.Terkait penelitian yang penulis lakukan, integrasi sosial yang ingin dicapai WBP di Lembaga Pemasyarakatan adalah keberfungsian sosial. Dimana WBP dapat kembali berinteraksi di dalam kehidupan bermasyarakat tanpa melihat perilaku masa lalunya Terkait penelitian yang penulis lakukan, keberfungsian sosial yang ingin dicapai WBP di Lembaga Pemasyarakatan adalah reintegrasi sosial. Dimana WBP dapat kembali berinteraksi di dalam kehidupan bermasyarakat tanpa melihat perilaku masa lalunya. Integrasi sosial sebagai tujuan yang ingin dicapai dari sistem pemasyarakatan didasarkan pada pemahaman bahwa pelanggaran hukum terjadi karena adanya keretakan hubungan di dalam masyarakat. Untuk mencapai reintegrasi sosial, yang dilakukan dengan pembebasan bersyarat dan cuti bersyarat. Sebelum nantinya mereka bebas 54 Wawancara dengan AWR. selaku Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang, tanggal 10 Juni 2015) 77 secara murni dan kembali ke masyarakat, hal ini tentunya membutuhkan dukungan dari masyarakat. Diperjelas oleh Bapak AR tentang pembebasan bersyarat atau cuti bersyarat yaitu : “bebas tapi bersyarat iya pengertiannya gitu, maksudnya dia secara fisik tidak berada dilapas tapi kemudian kalo di lapas kan disebutnya pembinaan, mereka tidak mendapat pembinaan di lapas tapi mereka proses selanjutnya diserahkan pembimbingan ke Bapas. Jadi mereka masih tetap ada tanggung jawab dengan kita, walaupun apa.. dalam satu ini satu lembaga pemasyarakatan itu ada lapas ada bapas. Ketika proses CB ataupun PB tadi, mereka diberikan pembimbingan namanya oleh pihak Bapas”55 Kemudian diperjelas lagi oleh paparan Bapak AWR bahwa PB/CB merupakan salah satu program yang diberikan sebagai hadiah untuk warga binaan pemasyarakatan, agar menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya serta mencapai tujuan dari pemasyarakatan yaitu dia bisa sadar kesalahannya, atas perbuatannya salah, kemudian tidak mengulanginya lagi, dan mengganti dengan perbuatan yang jauh lebih baik. Yang terpenting dalam pemberian pembebasan bersyarat maupun cuti bersyarat sebelum nantinya benar-benar bebas murni, apakah pembinaan yang diberikan baik itu pembinaan kemandirian ataupun pembinaan kepribadian dapat diterapkan oleh warga binaan pemasyarakatan. Sehingga mereka para residivis tidak mengulangi tindak kriminal yang pernah dilakukan. 55 2015 Wawancara dengan Bapak AR selaku Kasubsie Registrasi dan Bimkemasy, 08 September 78 Sama halnya seperti asimilasi yang dapat diberikan saat berada di Lapas Tertutup, saat mengusulkan pembebasan bersyarat atau cuti bersyarat juga dapat diajukan di Lapas Tertutup. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak AR, yaitu : “ya benar, pembebasan bersyarat itu tidak eee… serta merta dilakukan dilakukan dilapas terbuka, nah dilapas tertutup pun itu sudah diberikan seperti itu. Proses mmm.. baik pemberiannya ataupun proses pengusulannya ya itu sudah diusulkan dilapas tertutup.” 56 Tentunya dengan memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan, menurut informan H dan informan Ompong adalah dengan adanya penjamin, kartu keluarga, kartu tanda penduduk, berkelakuan baik, telah menjalani setengah masa pidana. Kemudian ditambahkan oleh informan AR, bahwa yang menjadi syarat mengajukan PB/CB adalah sebagai berikut : “hampir mirip kaya asimilasi tadi, yang jelas dia harus ada penjamin dan penjamin bersedia untuk eee.. menjamin dia. Ini tambahan ya, syarat-syaratnya tadi seperti asimilasi. Ada syarat substansi dan administrasi tambahannya penjamin, penjaminnya bersedia atau tidak. Kemudian yang lainnya ada hasil dari litmas (penelitian kemasyarakatan) tapi bukan dari kita, dari bapas. Ini yang menilai dia boleh atau tidak, layak atau tidak untuk dia diberikan PB/CB57 Saat penangguhan pembebasan bersyarat dan cuti bersyarat, dengan pembinaan yang telah diberikan terhadap warga binaan pemasyarakatan, efektif atau tidaknya pembinaan yang diberikan sesuai dengan orang yang memberikan pembinaan dapat dimengerti oleh warga binaan pemasyarakatan 56 2015 57 Wawancara dengan Bapak AR selaku Kasubsie Registrasi dan Bimkemasy, 08 September Wawancara dengan Bapak Adam selaku Kasubsie Registrasi dan Bimkemasy, 08 September 2015 79 atau tidak, sehingga kesiapan untuk bebas secara murni nantinya memiliki bekal keterampilan. B. Prospek Pekerja Sosial Koreksional di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta Kutipan dari Bab II hal 34, bahwa peran pekerja sosial koreksional yaitu, mendayagunakan pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan koreksional rehabilitasi individu. Membantu klien agar dapat kembali dan menjadi bagian dari masyarakat serta membimbing mereka agar percaya dengan diri mereka sendiri dan rekan-rekanny. Fungsi pekerja sosial koreksional yaitu, membantu narapidana memperkuat motivasinya, memberikan kesempatan kepada narapidana untuk menyalurkan perasaannya dan memberikan informasi kepada narapidana, membantu pelanggar hukum untuk membuat keputusan-keputusan, membantu narapidana merumuskan situasi yang dialaminya, memberikan bantuan dalam hal merubah atau mengidentifikasi lingkungan keluarga dan lingkungan dekat, membantu pelanggar hukum mengorganisasi kembali pola-pola perilakunya dan memfasilitasi kegiatan rujukan. Maksud dari fungsi pekerja sosial di atas adalah bahwa setiap orang dapat mengalami ketidakmampuan untuk melakukan fungsi sosialnya, karena itu WBP membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk menentukuan tujuan dan aspirasi bagi dirinya serta dapat mengambil keputusan yang akan dilaksanakan untuk 80 mencapai suatu tujuan. Pada Lembaga Pemasyarakatan walaupun didalamnya merupakan manusia hasil sanksi hukum namun mereka tetap punya hak untuk mendapatkan binaan. Walaupun didalam penjara tetapi mereka memerlukan suntikan moril dan skill agar pada saat keluar dari Lembaga Pemasyarakatan dapat hidup berdampingan secara layak dan normal di masyarakat. Mempersiapkan Sumber daya manusia yang handal dan kompeten serta berkomitmen dalam menjalankan pekerjaannya merupakan sasaran dan tujuan dari sebuah pembinaan. Pada Lembaga Pemasyarakatan pembinaan juga harus melihat aspek-aspek tersebut. Karena ketakutan masyarakat terhadap sistem pembinaan yang salah atau alat hanya untuk balas dendam oleh elit penguasa maka diperlukan suatu pengawasan dan tujuan yang jelas terhadap binaan yang disampaikan dan diterapkan. Keberadaan pekerja sosial sangat diperlukan di dalam Lembaga Pemaysrakatan, karena pekerja sosial berusaha untuk memfungsikan kembali warga binaan pemasyarakatan atau orang-orang pelaku tindak kriminal sehingga mampu berfungsi secara sosialnya dan mengetahui atau kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh warga binaan pemasyarakatan tersebut. Meskipun dirasa sangat penting keberadaan pekerja sosial di dalam Lembaga Pemasyarakatan Terbuka kelas II B Jakarta, namun belum ada pengakuan terhadap pekerja sosial baik secara struktural maupun istilah di dalam Lembaga Pemasyarakatan Terbuka kelas II B Jakarta tersebut. Padahal dalam bidang koreksional, peran pekerja sosial sangat diperlukan dalam kaitannya 81 pembimbingan dan pembinaan warga binaan pemasyarakatan, karena peran pekerja sosial tersebut diharapkan dapat menjadikan warga binaan pemasyarakatan tersebut berfungsi secara sosialnya. Hasil Observasi di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta 58 Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta, terlihat bahwa lingkungan Lapas Terbuka Jakarta memiliki tempat yang nyaman, sejuk, karena letak bangunannya diatas kolam ikan. Jauh dari keramaian aktivitas jalan raya yang bising, sangat nyaman dijadikan tempat asimilasi warga binaan. Letaknya yang berada di dalam komplek BPSDM dan berada satu lokasi dengan Akademi Imigrasi dan Kampus BPSDM Hukum dan HAM. Secara umum Lapas Terbuka Jakarta memiliki fasilitas yang cukup untuk memberikan pembinaan lanjutan terhadap warga binaan pemasyarakatan. Seperti adanya lahan tempat peternakan, lahan tempat menanam kangkung, lahan tempat budidaya jamur, tempat bimbingan kerja, mushola, lapangan olahraga dan perpustakaan. Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta, merupakan Keamanan Minimal sampai batas 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) sudah menunjukkan kemajuan positif baik mental maupun spiritual serta keterampilan lainnya, dan yang paling penting telah siap untuk berasimilasi dengan masyarakat. Tahap keempat integrasi 58 Catatan lapangan peneliti di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas II B Jakarta 82 dan selesainya 2/3 dari masa tahanan sampai habis masa pidananya. Sebagai tahap terakhir diharapkan narapidana benar-benar siap kembali ke masyarakat menjelang bebas, atau Pembebasan Bersyarat (PB) atau Cuti Menjelang Bebas (CMB). Pada tahap asimilasi warga binaan diberikan pembinaan untuk bekal membangun kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman pidananya. Dengan tujuan agar tidak mengulangi tindak pidana. Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka (Lapas Terbuka), sambil menunggu masa pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas. Didalam lapas terbuka pun memiliki program-program pembinaan keterampilan yang disiapkan untuk warga binaan pemasyarakatan (WBP). Lapas Terbuka memiliki suatu keistimewaan sendiri dimana tidak terdapatnya aturan, keamanan ditekan hingga batas minimal dengan penjagaan yang tidak terlalu ketat seperti Lembaga Pemasyarakatan pada umumnya. Hal ini diterapkan karena Lembaga Pemasyarakatan Terbuka kelas II B Jakarta diperuntukan bagi Narapidana yang telah menjalankan setengah dari masa pidananya serta berkelakuan baik dengan pengawasan dan proses seleksi yang ketat dari Lembaga Pemasyarakatan tempat ia menjalani masa hukum pidana sebelumnya. Hal ini dimaksudkan seiring dengan tujuan pendirian. Lembaga Pemasyarakata Terbuka kelas II B Jakarta yaitu menjadi Lembaga asimilasi bagi Narapidana agar dapat berintegrasi dan berbaur berasimilasi dengan masyarakat sebelum masa pidananya selesai. 83 Peneliti juga melakukan observasi ke Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, untuk melihat perbedaan asimilasi pada Lapas Terbuka dan Lapas Tertutup. Bedanya pada Lapas Cipinang, pembinaan yang ada sebanyak 13 pembinaan dengan memanggil ahli di bidangnya untuk memberikan pembinaan. Hal ini dikarenakan lahan yang dimiliki Lapas Cipinang lebih luas dari pada Lapas Terbuka Jakarta dan juga memiliki dana yang cukup untuk memfsilitasi pembinaan. Kegiatan pembinaan yang ada disana, diantaranya pembinaan pembuatan roti, pengolahan limbah karet, seni pahat, laundry, sablon, pertamanan, sulam kain perca, perbengkelan, budidaya ikan hias, perkebunan, pembuatan celana pendek, dan sebagainya. Beda halnya dengan Lapas Terbuka Jakarta, pembinaan yang diadakan disana tanpa dihadirkan seorang ahli yang memang memahami dengan benar tentang pembinaan yang diajarkan. Hal ini dikarenakan kurangnya dana yang diberikan untuk membayar orang ahli tersebut. Sehingga pembinaan yang diberikan terhadap warga binaan pemasyarakatan hanya dari petugas yang memang sudah menggeluti pembinaan disana. Terkait dengan keterbatasan dana yang ada, agar tetap dapat menjalankan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan kerja sama dengan pihak ketiga. Warga binaan yang bekerja dengan pihak ketiga, diberi upah sesuai dengan hasil kerja kerasnya, sebagai bentuk penghargaan atas kerja kerasnya. Pada saat peneliti melakukan penelitian Lapas Terbuka Jakarta, warga binaan yang tinggal disana ada 15 orang. Menurut petugas di Lapas Terbuka, tidak 84 menjadi masalah berapapun warga binaan yang berada disana. Karena proses asimilasi akan tetap terus dijalankan. Sampai saat ini, warga binaan yang berada di Lapas Terbuka belum pernah tidak ada sama sekali. 85 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta Dalam Melakukan Proses Reintegrasi Sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Salah satu pelayanan dianggap mampu menangani masalah sosial terkait pembauran kembali ke dalam kehidupan masyarakat adalah pembinaan yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Terbuka Jakarta. Selain dengan diberikan pembinaan, Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat dimana WBP yang merasa terisolasi karena harus berada di dalam penjara, akan beradaptasi dengan masyarakat kembali. Pembinaan yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta terhadap para warga binaan pemasyarakatan (WBP) dibagi menjadi tiga kategori yaitu pembinaan kepribadian, pembinaan kemandirian dan mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Pada reintegrasi sosial sangat dibutuhkan peran serta masyarakat untuk menerima kembali bekas narapidana. Terdapat perbedaan asimilasi pada Lapas Terbuka dan Lapas Tertutup. Bedanya pada Lapas Cipinang (Tertutup), pembinaan yang ada sebanyak 13 pembinaan dengan memanggil ahli di bidangnya 86 untuk memberikan pembinaan. Hal ini dikarenakan lahan yang dimiliki Lapas Cipinang lebih luas dari pada Lapas Terbuka Jakarta dan juga memiliki dana yang cukup untuk memfasilitasi pembinaan. Beda halnya dengan Lapas Terbuka Jakarta, pembinaan yang diadakan disana tanpa dihadirkan seorang ahli yang memang memahami dengan benar tentang pembinaan yang diajarkan. Hal ini dikarenakan kurangnya dana yang diberikan untuk membayar orang ahli tersebut. Bahwa asimilasi dapat di lakukan di Lapas Tertutup dan juga Lapas Terbuka, hanya saja pada Lapas Terbuka merupakan tahap lanjutan dari asimilasi yang dilakukan oleh Lapas Tertutup. Proses asimilasi yang tujuannya adalah integrasi sosial, dengan mengajukan Pembebasan Bersyarat atau Cuti Bersyarat sebelum benar-benar bebas murni nantinya. PB/CB dapat diajukan saat berada di Lapas Tertutup atau UPT asal dan juga di Lapas terbuka, dengan syarat telah menjalani setengah dari masa pidana, memenuhi syarat administrasi dan substansi ditambah dengan hasil litmas (penelitian masyarakat) dan adanya penjamin. PB/CB dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan sehingga hubungan dengan Lapas Terbuka Terhenti saat warga binaan pemasyarakatan mendapat PB/CB. 2. Prospek Pekerja Sosial Koreksional di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta Warga binaan pemasyarakatan (WBP) menjalani hukuman pidana membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk menentukuan 87 tujuan dan aspirasi bagi dirinya. Dapat mengambil keputusan yang akan dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan, berupa dukungan sosial untuk kembali ke dalam kehidupan bermasyarakat. Bahwa warga binaan pemasyarakatan mengalami ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi sosialnya. Keberadaan pekerja sosial sangat diperlukan di dalam Lembaga Pemaysrakatan, karena pekerja sosial berusaha untuk memfungsikan kembali warga binaan pemasyarakatan atau orang-orang pelaku tindak kriminal sehingga mampu berfungsi secara sosialnya dan mengetahui atau kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh warga binaan pemasyarakatan tersebut. Padahal dalam bidang koreksional, peran pekerja sosial sangat diperlukan dalam kaitannya pembimbingan dan pembinaan warga binaan pemasyarakatan, karena peran pekerja sosial tersebut diharapkan dapat menjadikan warga binaan pemasyarakatan tersebut berfungsi secara sosialnya. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, dapat diberikan saran yang penulis rangkum sebagai berikut : (1) Mengenai proses awal warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakat Terbuka Kelas II B Jakarta perlu peningkatan yang lebih optimal supaya bisa lebih banyak menerima para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). 88 (2) Penerapan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan terbuka, diperlukan intervensi pemerintah untuk mengembangkan keahlian warga binaan pemasyarakatan saat mereka kembali ke masyarakat. Berikutnya petugas Lapas dapat memberikan berbagai macam keterampilan atau menghadirkan orang yang ahli dalam bidangnya untuk memberikan pelatihan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan. Serta memberikan pembinaan yang lebih dibutuhkan di era globalisasi seperti saat ini, misalnya pelatihan otomotif, service handphone, service komputer yang mungkin lebih bermanfaat bagi warga binaan pemasyarakatan setelah mereka kembali ke masyarakat. (3) Perlunya sosialisasi kepada masyarakat tentang warga binaan pemasyarakatan yang sejatinya sama dengan manusia lainnya. Perlu pekerja sosial yang dapat menjadi educator kepada masayarakat, menjelaskan pembinaan yang dilakukan oleh lapas kepada warga binaan pemasyarakatan agar bisa dapat kembali bersosialisasi dan tidak akan mengulangi perbuatan yang melanggar nilai dan norma sosial lagi. Ada baiknya memberikan sertifikat kepada warga binaan pemasyarakatan yang telah mengikuti pembinaan, agar lebih bermanfaat di kehidupannya setelah bebas nanti untuk bekerja. Lebih meningkatkan kepedulian terhadap WBP, serta meningkatkan pemahaman dan kesadaran bahwa WBP juga manusia yang memiliki hak. Biarpun mereka telah melakukan kesalahan tetapi kita harus bisa memberi kesempatan untuknya berbuat baik tanpa mengisolasikannya. 89 DAFTAR PUSTAKA Buku : Prakoso, Djoko. Peranan Psikologi Dalam Pemeriksaan Tersangka Pada Tahap Penyidikan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986. Taufik, Ahmad. Penjara untold stories. Jakarta: 2010. Irwan Panjaitan, Petrus. dan Simorangkir, Pandapotan. Lembaga Pemasyarakatan dalam prespektif Sistem Peradilan Pidana Penjara,. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995. Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001 Irawan, Soeharto. Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004 Usman, Husaini dan Purnomo. Metodelogi Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2008 Wirawan Sarwono, Sarlito. “Teori-Teori Psikologi Sosial”. Jakarta: Rajawali, 1984 Soekanto, Soejono. “Sosiologi Suatu Pengantar”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002 90 Abdulsyani. “Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan”. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012 Ahmadi, Abu. “Psikologi Sosial”. Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2007 Irwan Panjaitan, Petrus dan Simorangkir, Pendapotan. Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana.. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995 Sakidjo dkk. Ujicoba Pola Pemberdayaan Masyarakat Dalam Peningkatan Integrasi Sosial di Daerah Rawan Konflik. Yogyakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2002 Adi, Rukminto, Isbandi. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI 2001 Pandjaitan, Petrus dan Samuel Kikilaitety. Pidana Penjara Mau Kemana. Jakarta : CV Indhill Co. 2007 Website : Diakses pada tanggal 20 April 2015 dari m.tribunnews.com/metropolitan/2014/12/12/residivis-kasus-pencurian tertangkap-di-sukmajaya-depok Ade Nursiyono, Joko. diakses pada tanggal 18 April http://regional.kompasiana.com/2014/10/24/tindak-pidana-diindonesia-masih-tinggi-ini-penyebabnya-697771.html dari 91 Data diakses dari website pada hari Senin, 7 April 2015. Data jumlah narapidana dan tahanan selalu diperbarui setiap hari melalui pesan singkat dari setiap UPT di seluruh Indonesia. Diakses pada Tanggal 5 Oktober 2015. Tholib. Pemberdayaan Lapas Terbuka Sebagai Wujud Pelaksanaan Community Based Corrections Di Indonesia. Dikutip dari http://www.ditjenpas.go.id Diakses pada Tanggal 5 Oktober 2015. Awaludin, Hamid dalam kata sambutan peresmian LAPAS Terbuka Jakarta, Dikutip dari http://www. Kompas.co.id/news/16/05/06 Diakses pada tanggal 2 Maret 2015. H. Khufron, “Kegagalan Peran”, h. 11dari http://digilib.unila.ac.id/740/3/BAB%20II.pdf, pada pukul 14.00 WIB Perundang-undangan : Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan BAB I tentang ketentuan Umum Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan BAB I Pasal 1 butir 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesian Nomor 31 Tahun 1999. Pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 dan Pasal 9 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. 92 Skripsi : Fahrur Rohman (104054002085) “Pemberdayaan Narapidana Melalui Program Jenjang S1 Hukum Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Putri Anisa Yuliani (109054100019) “Program Pembinaan Kemandirian Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Lembar Catatan Observasi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta Hasil Observasi Pada tanggal 20 Agustus 2015 peneliti tiba di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta. Peneliti datang pukul 09.00 WIB bertemu dengan petugas piket di pintu masuk gerbang Lapas. Peneliti menjelaskan tujuan untuk datang ke Lapas Terbuka, peneliti langsung diantarkan ke kantor yang berada di lantai 2. Setelah melihat surat perizinan peneliti diberikan izin untuk penelitian di Lapas Terbuka Kelas II B Jakarta. Pada tanggal 10 Juni 2015 peneliti datang ke Lapas kelas I Cipinang untuk melakukan wawancara dengan Bapak AWR sebagai Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Kelas I Cipinang. Pak AWR sebelumnya menjabat sebagai Kepala Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta. Sebelumnya peneliti sudah berjanjian di sana. Peneliti masuk ke dalam Lapas dengan penjagaan yang sangat ketat, banyak sekali petugas penjaga pintu. Peneliti diperiksa untuk masuk kedalam Lapas kelas I Cipinang. Tidak semua orang bisa masuk kedalam Lapas tanpa alesan yang jelas. Untuk masuk kedalam ruangan Pak AWR lumayan jauh, dari pintu masuk peneliti dianterin oleh petugas piket menuju rruang Pak AWR, sampai diruangannya peneliti langsung disambut oleh Pak AWR. Peneliti langsung mewawancarai Pak AWR. Banyak kegiatan disana tidak seperti di Lapas Terbuka. Pak AWR juga mengajak peneliti untuk melihat-lihat kegiatan di Lapas Kelas I Cipinang, seperti menjahit baju, pembuatan roti. Peneliti diperkenalkan dengan WBP yang sedang melakukan kegiatan pembinaan. Setelah peneliti berkeliling kurang lebih satu setengah jam peneliti berpamitan dengan Pak AWR. Pada tanggal 8 September 2015 penelit datang ke Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta untuk melakukan wawancara dengan Pak AR sebagai Kasubsie Registasi dan Bimkemasy. Pak AR telah bekerja selama 2 tahun 5 bulan di Lapas Terbuka Jakarta. Pendidikan terakhir Pak AR adalah S2. Saat peneliti tiba di Lapas Terbuka, peneliti di persilakan masuk untuk bertemu dengan Pak AR. Banyak penjaga yang berjaga di sekitar Lapas Terbuka. Ada tiga orang di pos jaga yang terletak beberapa meter sebelum pintu masuk Lapas Terbuka, dua orang di meja piket yang terletak dekat dengan aula. Peneliti mewawancarai Pak AR di ruang tunggu. Peneliti disambut dengan Pak AR dengan ramah. Saat peneliti mengajukan pertanayaan ia tidak ragu untuk mejawabnya. Hal itu terlihat saat menjawab pertanayaan peneliti. Setelah melakukan wawancara yang berlangsung kurang lebih satu jam, peneliti melanjutkan untuk mengamati lingkungan Lapas Terbuka. Pada tanggal 8 September 2015 peneliti datang ke Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta untuk melakukan wawancara dengan warga binaan pemasyarakatan. Saat tiba peneliti disuruh untuk menunggu, karena ada petugas piket yang akan memanggilkan WBP untuk diwawancarai. Selama kurang lebih 15 Menit WBP tiba dengan tersenyum menyambut peneliti. Kami berdua duduk saling berhadapan. Peneliti berkenalan dengan WBP dia berinisial OM. Dengan tenangnya OM menjawab pertanyaan peneliti. Kurang lebih satu jam peneliti mewawancarai OM. Setelah selesai OM meminta untuk pamit dengan peneliti untuk melanjutkan kegiatan bersih-bersih taman. Suasana di Lapas Terbuka sepi, tidak banyak orang yang jalan-jalan. Petugas lapas sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Pada tanggal 9 September 2015 peneliti datang ke Lapas Terbuka kelas II B Jakarta bertemu dengan petugas penjaga pintu masuk Lapas Terbuka kelas II B Jakarta. peneliti bertujuan untuk mewawancarai salah seorang WBP. Setelah itu petugas menyuruh duduk di ruang tunggu, WBP di panggil oleh petugas tersebut. peneliti menunggu kurang lebih 15 Menit, tiba tiba WBP datang dan peneliti langsung berkenalan dengan BL. Peneliti mengobro biasa sambil minum teh botol dengan BL. Banyak pengalaman yang BL ceritakan ke peneliti. BL sedang melakukan kegiatan tanaman hydroponic. Setelang kurang lebih satu jam mengobrol dengan peneliti, BL melanjutkan kegiatan. Peneliti megamati kegiatan-kegiatan yang dilakukan warga binaan pemasyarakatan, ada yang melakukan kegiatan ada yang tudur-tiduran juga yang sedang mengobrol dengan petugas Lapas Terbuka. Transkip Wawancara Subyek : Bapak AR Hari/Tanggal : Selasa 8 September 2015 Waktu Wawancara : 10 : 05 WIB Tempat : Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas II B Jakarta Jabatan : Kasubsi Registrasi dan Bimkemas Lapas Terbuka Jakarta Pertanyaan : 1. Bagaimana peran lapas untuk mencapai reintegrasi sosial wbp? “Lapas melakukan program2 kegiatan pembinaan diantaranya adalah pembinaan kemandirian(lat keterampilan kerja), pem kerohanian, pem kesehatan, pem kesenian dan olah raga, pem berbangsa dan bernegara, baik yg dilakukan di dalam lapas ataupun dilaksanakan di luar lapas dengan cara melakukan kontrak kerja sama dengan pihak ke-3 membaurkan kembali warga binaan dengan masyarakat di luar lembaga agar supaya kelak setelah mereka telah selesai melaksanakan pidananya tidak terjadi pengulangan tindak pidana kembali dan dapat menghidupi keluarganya dalam hal ekonomi yg lebih Baik”. 2. Data apa saja yang dibutuhkan dalam proses penerimaan? “untuk proses penerimaan, kita langsung menerima data dari upt asal, haah data dari upt asal baik itu data biodata, rekap medis seperti itu terus silsilah keluarga, itu data langsung kita dapat karena kita sudah punya sistem SDP ya, sistem database pemasyarakatan dan itu sudah satu link, link data itu yang kita ambil lagi dan disini pun memang kita eee.. mintakan data hanya sebatas pengecekan bukan data awal, karna data sudah masuk semua” 3. Pada penerimaan terdapat tahap wawancara, untuk apa wawancara tersebut dilakukan? “disini pun memang kita eee.. mintakan data hanya sebatas pengecekan bukan data awal, karna data sudah masuk semua.” 4. Bagaimana cara memverifikasikan data WBP? “kita sudah punya sistem SDP ya, sistem database pemasyarakatan dan itu sudah satu link, link data itu yang kita ambil lagi. Untuk medical check up, kita terima datanya kemudian kita check lagi bener ga nih. Kan disini ada poliklinik tuh, nah misalnya rekap medis dari sana punya riwayat penyakit TBC, nah kita check lagi disini apakah benar. Yang paling utama khawatir nya warga binaan tersebut HIV atau menggunakan narkoba nah.” 5. Apa yang menjadi kendala dalam proses wawancara WBP? “mmm.. ya makanya tadi kita cek data ulang pastikan kebohongan itu pasti ada , tapikan kita sudah terima data dari upt yang lama. Satu contoh pidana kamu apa, misalkan pembunuhan tapi dia mengakuinya misalkan perampokan misalkan bisa jadi seperti itu. Tapi gini kita tetep pake data awal, karena data awal itu diambil pada saat meraka eee.. disidik di kepolisian seperti itu” 6. Siapa yang membuat kegiatan-kegiatan di lapas terbuka? “Seluruh petugas lapas mulai dari pimpinan sampai ketingkat staff yg bertugas di bagian tekhnis pembinaan” 7. Kegiatan-kegiatan apa saja yang ada di lapas? “Kegiatan pembinaan kemandiriran: klompok kerja pertanian, perikanaan, peternakan, budidaya jamur, dan kerjinan tangan. Kegiatan pembinaan kerohanian yaitu pengajian rutin satu minggu 2 kali (baca tulis alquran dan tausyiah agama unk yg muslim), kebaktian umat nasrani setiap hari jumat siang, dan memperingati hari2 besar agama baik islam atau Kristen. Pembinaan kesehatan misalnya melaksnakan pengecekan thp warga binaan yg baru masuk lembaga, melaksanakan kegiatan jumat bersih dan jumat bebas jentik nyamuk DBD. Pembinaan kesenian dan olah raga yaitu pelaksaan olah raga bersama senam kesegaran jasmani setiap hari jumat pagi bersama2 warga binaan dan petugas lapas, olahraga di luar lembaga yaitu latihan futsal bersama petugas pria di lapangan terdekat di luar lembaga dan pertandingan2 olahraga bersama warga2 lain di lembaga2 tertutup pada saat ada even/tournament yg di selenggarakan oleh pihak kantor wilayah. Pembinaan berbangsa dan bernegara, pelaksanaan apel oengecekan warga secara rurtin sesuai jadwal yg telah di tentukan, pelaksanan upacara hari2 besar nasional (HUT kmerdekaan RI, HUT kmentrian huk dan ham, HUT pemasyarakatan), dan pendidikan kepramukaan”. 8. Bagaimana cara mengetahui keterampilan apa yang disesuai bakat yang dimiliki masing-masing WBP? “pada saat tahap penerimaan kita lakukan proses pencarian kan bakat dan minat, bakata kamu apa minat kamu apa. Misalnya gini saya bakatnya misalkan mekanik mobil atau apalah gitu loh. Kita berikan eee.. pelatihan atau misalkan diberikan sarana untuk klien itu dapat mengembangkan bakatnya dong. Contohnya mungkin paling tidak kita pernah melaksanakan pembongkaran mesin-mesin pembabat rumput, nah itu salah satunya ya memang bukan mekanin mobil juga tapi paling tidak kita pernah laksanakan. Disamping itu untuk menyalurkan bakat yang ada, kita punya kendaraan ventaris disini. Untuk perawatannya diserahkan kepada mereka yang memang bakat-bakatnya kesitu. Ada juga yang dengan memang bakatnya kearah musik, kita apah kita berikan prasarana nya untuk kegiatan musik, ada yang bakatnya marawis kita berikan juga gitu” 9. Sejauh mana keaktifan wbp dalam melakukan kegiatan tersebut? “Keaktifan wbp cukup antusias di setiap kegiatan yg di laksanakan oleh lembaga karena dari jumlah wbp yg yg masih sngat kurang untuk memenuhi setiap jenis kegiatan pembinaan yg di laksnakan di lapas, bahkan kegiatan2 tsb sebagian besar masih di bantu oleh petugas lapas karena masih kekurangan wbp” 10. Apa saja syarat yang harus dipenuhi saat melaksanakan asimilasi? “syarat-syarat ketentuan melaksanakan asimilasi? Ya adaaa, dikhususkan kepada warga binaan atau klien yang pidananya terkait PP 99 atau PP 28 yang menerangkan bahwa di PP tersebut menerangkan tidak diperkenankan mengikuti asimilasi apabila warga binaan tersebut terkena pidana misalkan 1 jadi ada beberapa pidana yang tidak boleh mengikuti asimilasi. Pertama mungkin pelaku kejahatan HAM berat, terorisme, narkoba, ilegallogi heeh terus trafficking. Bukan beda tempat, memang dari aturan tersebut mematahkan mereka untuk asimilasi tidak diberikan asimilasi sama sekali seperti itu. Ketentuan terbaru soalnya 2013, ditambah lagi ada lagi ketentuan dari kantor wilayah khusus DKI Jakarta bagi pidana 378 atau pidana penipuan tidak diperkenankan juga untuk diasimilasikan ke lapas terbuka seperti itu. Jadi terkait tadi yang saya sebutkan itu, itu boleh asimilasi di lapas terbuka” 11. Apakah menurut bapak kegiatan tersebut bermanfaat bagi wbp? “Sangat bermanfaat sekali karena menjadikan wbp akan lebih mandiri dan dapat meningjkatkan taraf hidup keluarganya nanti setelah di luar lembaga, lebih fokusnya lagi agar supanya wbp tersebut tidak mengulanginya tindak pidana kembali”. 12. Sejauh mana manfaatnya? “Selama wbp tsb memandang masih berpotensi untuk melaksanakan keg tsb kami dari pihak lapas akan selalu berinovasi untk menikngkatkan pemb tsb, dan yg pastinya akan bermanfaat sampai wbp tersebut kembali ke masyarakat”. 13. Apakah ada kendala dalam melaksanakan pembinaan di lapas? “kendala yang ada disini ya memang kita sumber daya, sdm petugas kita sampai sekarangpun kita belum punya petugas yang memang expert dalam bidang pembinaan tersebut, heem salah satu contoh kita belum punya petgas yang bergelar pekerja sosial itu, kita belum ada di lapas terbuka. Seharusnya memang yang berkecimpung di asimilasi itu ada 1 atau 2 orang yang bergelar itu. Ditambah lagi belum adanya pelatihan-pelatihan terhadap petugas kami petugas kita yang khusus memang menangani asimilasi gitu loh. Khusu menangani gimana sih caranya membuat membaurkan si klien ini eee.. warga binaan ini dapat berbaur kembali ke masyarakat, itu sumber eemm apa kendala dari sumber daya manusia. Mungkin keduanya terkait anggaran, haah selain sdm pun anggaran. Mungkin terpisah sdm kan terkait manusia (sambil menunjuk kertas yang penulis catat). Dari anggaran aaa.. bagi klien atau wbp yang sudah menjalankan asimilasi, mereka harus diberikan keahlian keahlian dong. Naahh keahlian-keahlian yang mungkin seharusnya bersertifikasi bahwa dia itu sudah ahli, nah untuk menunjang proses keahlian tersebut gitu loh pelaksanaan kegiatan mungkin kaya seperti kursus atau misalkan aaa seperti pelatihan –pelatihan itu belum, anggarannya pun belum kearah situ haah jadi kita masih melaksanakan pembinaan kemandirian menyesuaikan anggaran yang sudah ada begitu” 14. Sejauh mana fungsi dari masing-masing kegaiatan bagi wbp? “setiap pemb akan berpengaruh thp wbp tsb baik dari cara mereka hidup dan cara mereka beribadah di tambah juga dengan di terapkan keahlian2 khususdan pelatihan2 yg di laksananakan didalam lembaga, fungsi utama agar tidak mengulangi tindak pidanannya kembali” 15. Kegiatan apa yang dilakukan dalam pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat? “salah satu nya itu dengan pihak ketiga, terus ditambah lagi yang tadi saya jelaskan itu kita melakukan dengan masyarakat contohnya ibadah dengan warga luar, balik lagi kesitu memang melakukan ibadah luar“ 16. Bentuk dari keterampilan tersebut? “lapas terbuka punya usaha mandiri, nah otomatis si klien harus mendukung dong kegiatan usaha lapas terbuka. Mau disebutin contohcontohnya? Kan banyak kan kita proses jamur kita uda mulai nih, uda masuk 1000 jamur. Mungkin dalam waktu 2 minggu ini nanti kalau sudah numbuh kamu bisa foto deh. Salah satunya itu, terus ada perikanan, pertanian, ada peternakan sedang berjalan.” 17. Bagaimana cara mengetahui keterampilan apa yang disesuai bakat yang dimiliki masing-masing WBP? “pada saat tahap penerimaan kita lakukan proses pencarian kan bakat dan minat, bakata kamu apa minat kamu apa. Misalnya gini saya bakatnya misalkan mekanik mobil atau apalah gitu loh. Kita berikan eee.. pelatihan atau misalkan diberikan sarana untuk klien itu dapat mengembangkan bakatnya dong. Contohnya mungkin paling tidak kita pernah melaksanakan pembongkaran mesin-mesin pembabat rumput, nah itu salah satunya ya memang bukan mekanin mobil juga tapi paling tidak kita pernah laksanakan. Disamping itu untuk menyalurkan bakat yang ada, kita punya kendaraan ventaris disini. Untuk perawatannya diserahkan kepada mereka yang memang bakat-bakatnya kesitu. Ada juga yang dengan memang bakatnya kearah musik, kita apah kita berikan prasarana nya untuk kegiatan musik, ada yang bakatnya marawis kita berikan juga gitu” 18. Apa kelebihan dari kegiata-kegiatan di lapas? “Kelebihannya kegiatan tsb bias dilaksnaakan setiap saat tanpa batasan waktu jam kerja, pekerja wbp mudah di pantau dan mudah di arahkan” 19. Apa kelemahan dari kegiatan-kegiatan di lapas? “Kurangnya tenaga pelatih dari luar lembaga yg dapat memberikan sumbangan inovasi terbaru untk kegiatan di lapas atau kurangnya pelatihan2 thp petugas kami dlam hal inovasi2 klompok kerja, sedidikitnya masa beradanya wbp di lapas terbuka sehingga tidak continue nya klompok kerja yg sudah berjalan menjadikan tugas extra bagi setiap petugas lapas untuk mengulangi kembali pelatihan thp wbp yg baru masuk lembaga, tigdak adanya sertifikasi bagi wbp yg memanfg sudah ahli dlm bidang klompok kerja yg sudh di berikan slama didalam lapas karena dengan sertifikat tsb memudahkan bagi seorang mantan wbp untk mencari pekerjaan di luar lembaga, sulitnya mencari rekanan pihak ke tiga untk penjualan hasil produksi” 20. Kendala dalam melaksanakan keterampilan tersebut? “kendalanya mungkin eee… kita masih sebatas melakukan pelatihan ya. Pelatihan belum mecapai pada produksi heeh karna ini baru 1000, untuk mencapai produksi kita harus mencapai 5000. Hasilnya tuh bisa dikonsumsi atau dikembalikan ke modal karena butuh modal kan hasilnya kita kembalikan hasilnya kita kembalikan. Beda dengan prosuksi kan, kita harus dapet untung nah ini belum. Perikanan pun sama, kita masukan berapa kintal eee.. berapa ikan hasilnya tidak untuk dijual” 21. Bagaimana proses untuk mendapatkan PB atau CB? “prosesnya kalau sudah setengah masa pidana lagsung mengusulkan, saya sudah setengah nah diusulkanlah ke kantor wilayah, ini warga binaan mengusulkan untuk pembebasan bersyarat karna pidananya sudah setengah dari masa pidananya, disamping syarat yang lain banyak yah disamping berkelakuan baik, banyak hal lah tidak melanggar register f gitu loh, terus ee… banyak hal. Itu diusulkan di kantor wilayah, nanti kantor wilayah mengusulkan lagi ke Direktorat jendral. Nah dari dirktorat jendral mengeluarkan SK ke kanwil lagi, nah dari kanwil baru kesini. Tapi untuk proses CB beda, kalo CB hanya sampai kantor wilayah. Karna bisa dibilang CB yang melalui proses CB ini tindak pidana ringan, hanya satu tahun empat bulan kan. Setelah SK sampai lapas terbuka, klien dihadapkan kemudian dianter ke bapas, kita hadapkan ini sudah mendapat SK PB atau CB, mohon dilakukan pembimbingan dan pengawasan seperti itu. Jadi selama mereka keluarpu tidak terputus dengan pihak Bapas itu, apabila Bapas mengadakan pembimbingan atau apa itu mereka harus ikut. Banyak tuh di Bapas ada pembimbingan service handphone, ada pembimbngan apa banyak hal juga di Bapas. Setelah di Bapas klien dengan lapas terbuka terputus, selanjutnya dilakukan pembimbingan dan pengawasan pihak Bapas. Karena mereka pun sudah diluar, tidak di dalam lembaga lagi. Sebagai contoh kaya di panti asuhan atau lembaga, balai balai pengasuhan, saya rasa mereka sama, dia 6 bulan proses rehab gitu loh tidak langsung dikeluarkan dilepas langsung ke masyarakat, tapi ada satu proses dimana mereka ada pengawasan atau pembimbingan pasti ada, satu panti atau rehabilitasi pasti ada. Supaya mereka tidak melakukan lagi dong. Atau melakukan penyimpangan apa? Ya seperti itulah” 22. Apa saja yang menjadi syarat dari PB / CB? “satu contoh misalkan warga binaan atas nama W dia pidananya 12 tahun tapi sudah menjalani pidana di lapas Cipinang selama 7 tahun lewat. Berati sudah lewat dari setengahnya kan 7 lebih. Dipindahkan kesini aaa.. disini melalui proses pemotongan apa eee.. remisi, terus ada remisi pemuka, remisi khusus dia menajalani disini kalau tidak salah satu tahun setengah langsung dia mengusulkan untuk pembebasan bersyarat menginjak ke dua per tiga dia bebas” 23. Apa tujuan diberlakukannya pembebasan dan cuti bersyarat? “iya setelah tahap asimilasi tuh menginjak ke PB atau CB, langsung setelah proses re integrasi dengan masyarakat langsung di integrasikan gitu loh” 24. Apakah perbedaan dari PB dan CB? “Jadi memang pembebasan bersyarat itu pemberian bisa dibilang hadiah intinya pengurangan masa pidana eee.. iyah semacam remisi hanya mereka diberikan dengan ketentuan yang sudah ditentukan oleh undang-undang seperti hal nya gini pemberian pembebasan bersyarat diberikan kepada warga binaan ya kan, yang sudah menjalani dua per tiga dari masa pidananya. Di searching pun ada itu banyak, nah diberikanlah dia pembebasan bersyarat yang dinamakan integrasi dengan masyarakat kan. Nah pembebasan bersyarat itu namanya integrasi, dia melakukan bebas dari lembaga melalui proses pembebasan bersyarat tapi status wbp nya itu masih melekat, masih melekat jadi setiap bulannya mereka harus wajib lapor ke balai pemasyarakatan. Kalau untuk cuti bersyarat oh CB, cuti bersyarat tuh hampir sama Cuma yang membedakan masanya. Cuti bersyarat diberikan kepada warga binaan yang pidananya hanya dibawah satu tahun empat bulan. Jadi yang PB itu diatas satu tahun 4 bulan dia melalui proses PB eh mengusulkannya ya, tapi kalo CB eee.. dia satu tahun empat bulan cuti bersyarat” 25. Apakah PB/CB sebagai bagian akhir dari tahap asimilasi di Lapas Terbuka? “ya benar, “pembebasan bersyarat itu tidak eee… serta merta dilakukan dilakukan dilapas terbuka, nah dilapas tertutup pun itu sudah diberikan seperti itu. Proses mmm.. baik pemberiannya ataupun proses pengusulannya ya itu sudah diusulkan dilapas tertutup.” 26. Harapan untuk lapas tebuka? “kalo harapansaya pribadi ya, harapan apa harapan lembaga nih? hahahhaha pribadi.mungkin harapan pribadi saya lapas terbuka eee… lebih mengutamakan lagi pembinaan kemandirian terhadap warga binaan yang dilakukan secara optimal gitu loh. Dan expert atau ahli dan bersertifikasi itu ingat. Selama ini belum bersertifikasi, pada saat keluar ini kalo punya sertifikat lebih bagus gitu loh. Saya ahli dalam perikanan ini sertifikatnya, itu diluarpun diterima sama masyarakat, oh ini bener sertifikat nya dari lapas terbuka sudah ahli, sudah bisa ini sudah bisa ini. Itu harapan saya satu-satunya itu, ya mungkin semua terkait dianggran ya, tapi kan harapan apa aja bisa kan ya hahahahahha seperti itu. Ada lagi?” 27. Sejauh ini apakah lapas klas II B sudah mencapai target reintegrasi sosial? “Untuk target, disetiap lapas yg ada klo dalam hal pembinaan tidak di sampaikan target yang harus di capai tetapi data ukurnya yaitu melemahnya tindak pengulangan pidana kembali di masyarakat, dan tidak terlalu sering terjadi pelanggaran kamtib di lapas karena apabila pembinaan berjalan maka keamanan pun akan stabil” Transkip Wawancara Subyek : Bapak AWR Hari/Tanggal : Rabu 10 Juni 2015 Waktu : 10:30 WIB Tempat : Lembaga Pemasyarakatan klas 1 Cipinang Jabatan : Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang Pendidikan Terakhir : Pascasarjana Universitas Indonesia Perencanaan Strategik dan Kebijakan Pertanyaan : 1. Dalam tahap penerimaan, saat ada data yang tidak valid bagaimana cara mengklarisifikasinya? “ya itu sebagian dari faktor-faktor yang menilai apakah dialayak atau tidak diasimilasikan. Kalo memang ngga bener data penjaminnya ngga jelas, kita konservasi ngga jelas yauda ngga usah diterima, ah dulu kaya gitu saya. Jadi dia ngga jadi di asimilasi ke lapas terbuka” 2. Apa tujuan dilakukannya pembinaan pada tahap asimilasi? “ya itu tadi kembali ke definisi tentang asimilasi, jadi biar lebih dekat lagi ke masyarakat. Jadi kalo misalnya asimilasinya di dalam lapas kan dia tidak program ke masyarakat kan kurang, walaupun ada masyarakat yang masuk ke dalam lapas ya. Tapi kalau dengan membaurkan keluar kan berarti lebih.. lebih apa tuh peluang untuk berbaurnya lebih besar” 3. Mengapa bentuk pembinaan yang dipilih untuk diberikan berupa pelatihan memproduksi atau pelatihan kegiatan kerja? “oh tergantung ini tergantung narapidananya dan juga ketersediaan sumber daya yang ada di lapas. Kan disitu ada sebelum dia bekerja kan dilakukan setelah semacam assessment. Jadi penggalian minat dan bakat, jadi dia bakatnya apa minatnya apa nanti setelah di inventalisir nanti di ajukan dalam siding TPP gitu kan prosedurnya ehem.. Tim Pengamat Pemasyarakatan, disidangkan, misalnya nih saya sedang mengajukan sekarang nih sedang ngajukan 4 orang untuk bekerja di asimilasi diluar, untuk mengurus kebun di depan lapas kan ada tuh. Nah kita diajukan 4 orang untuk disidangkan TPP, nanti dilihat lagi persyaratannya sudah terpenuhi belum nih persyaratannya. Trus bersama dengan potensi-potensi lain misalnya potensi macem-macem, melarikan diri, kita sidangkan TPP. Kalo sidang TPP oke, kita masukan ke kalapas untuk disetujui dan di buatkan SK nya. Udah, kalo udah setuju maka ada SK, dia bekerja kalo sidang lanjutan dia bekerja di kebun depan itu 4 orang di asimilasi” 4. Siapa yang melakukan assessment dan sidang TPP? “kita, iya lapas tertutup. Ya masing-masing lapas ada sidang TPP. Iya semua lapas ada sidang TPP, pokonya setiap program pembinaan itu ada sidang TPP. Pentahapan sidang TPP melihat bisa untuk menentukan ee.. mengawali program pembinaan, melakukan evaluasi dan melanjutkan program-program itu semua melalui sidang TPP.” 5. Kalo di Lapas Terbuka, narapidana yang pernah diasimilasikan disana tidak bisa kembali kesana lagi saat melakukan tindak pidana lagi? “eehh.. aturannya sih ngga ada, kemarin kebetulan waktu saya di lapas terbuka memang eee.. kebijakannya begini, kita kan yang pertama melakukan assessment jadi orang-orang atau narapidana yang akan dikirimkan kesana yang sudah diusulkan dari lapas tertutup akan ditempatkan di lapas terbuka, kita lakukan assessment lagi dari kita yang melakukan assessment. Kita datang ke lapas Cipinang misalnya kan, kita wawancara dia sambil cek datanya, apakah dia layak atau tidak di lapas terbuka. Layak dalam pengertian dia memang punya kemauan untuk disana, yang kedua misalnya ehem.. apakah penjaminnya jelas atau tidak. Salah satu assessment yang tadi juga berfungsi begini, saya bilang cek datanya apakah dia sudah residivis apa bukan, apakah dia pernah di lapas terbuka atau tidak, kalo itu dia residivis dan pernah dilapas terbuka maka tolak. Tolak, karna apa berartikan waktu dia di lapas terbuka tidak mampu menjadikan dia berdedikasi dengan baik, makanya kita tolak. Karna mungkin potensi-potensi dia melakukan penyimpangan lagi lebih besar kalo dia punya praktek-praktek seperti itu pemikiran saya waktu itu. Makanya kita tolak yang residivis yang pernah kesana, apa lagi yang pernah kesana kan berarti anggaplah kita gagal di lapas terbuka buat dia lebih baik, atau ada faktor lain misalnya” 6. Bagaimana dengan lapas tertutup? Apakah diperbolehkan? “oh.. biasanya sih untuk asimilasi itu lebih di perhitungkan, lebih pantang kalo residivis ya. Jadi catatan khusus lah” 7. Menurut anda, perlukah seorang pekerja sosial atau psikolog dikerahkan di lapas terbuka? “oh ya butuh, 8. Apakah kendala yang dihadapi pada pembinaan? “kendalanya kalo misalnya dia asimilasi dalam bentuk kerja pihak ketiga, kendalanya jarang mereka yang ada diluar di pabrik, diperusahaan atau apa yang mau menerima narapidana yang mau bekerja di mereka. Itu kendalanya, kalaupun ada pihak ketiga yang menerima itu biasanya ada hubungan keluarga dengan si narapidana ini, jadi dia mau menerima. Kalo ngga sangat jarang, itu kendalanya ehem..” 9. Bagaimana solusi untuk menyikapi kendala yang terjadi pada proses asimilasi? “kalo solusinya harus banyak apa itu jalinan kerja sama dengan perusahaanperusahaan yang mau. Tapi sejauh ini sih masih jarang malah belom ada. Kalo dengan departemen sosial ada nih yang kerja” 10. Seberapa penting dukungan masyarakat untuk mendukung asimilasi? “kalo dukungan itu kan ada 3 pilar, yang pertama petugasnya, yang kedua masyarakat dan ketiga narapidana itu sendiri. Jadi ya ketiga pilar itu harus selalu ada harus bekerja sama. Kalo salah satunya ngga ada ya berarti kan ngga optimal. Kalo misalnya narapidana mau bekerja nih punya keinginan yang kuat, petugasnya lapasnya bisa memfasilitasi ternyata diluar ngga ada yang menerima ngga bisa jalan masyarakat ngga bisa. Walaupun asimilasi itu kan bukan hanya narapidana yang keluar, masyarakat kedalem pun itu sebagai bentuk mengenalkan masyarakat dengan narapidana” 11. Seberapa penting pembinaan diberikan terhadap WBP? “ya sangat penting, ya kan tugas lapas memang memberikan pembinaan. Kalo dia tidak diberikan pembinaan, sementara ya dia ini hanya bidang saja, bidangnya orang kan gitu kan. Kan harapannya mereka masuk lapas, dibina, setelah keluar dia yang pertama dia tidak mengulanginya lagi tindak kejahatannya, yang kedua dia bisa mandiri kalo memang dia ehem.. pada saat belum sebelum masuk dia belum mandiri kan misalnya kan, yang ketiga dia mempunyai keahlian keterampilan ya, yang keempat dia bisa bergaul dengan masyarakat lebih baik. Kan tujuan akhirnya kan ini” 12. Sejauh ini apakah pembinaan yang diberikan mampu membuat WBP mengintegrasikan diri dengan masyarakat? “ya ada yang bisa, ada yang ngga. Yang ngga kan indikatornya dia masuk lagi berartikan dia belom bisa nih menerapkan asimilasi dengan baik kan gitu. Tapi kan ketika dia keluar paling kita menghitungnya oh kalo dia balik lagi kan tau berarti dia masih belom bagus berintegrasinya karna indikatornya dia masuk lagi. Tapi kalo yang sudah keluarkan kita tidak pernah mengkontrolnya lagi, kita tidak pernah melakukan monitor atau monitoring lagi” 13. Sejauh ini tingkat keberhasilan peranan lapas sudah mencapai keberfungsian sosial belum? “yaa... sudah. Kalo saya anggap sudah sih. Ngga ada, yang jelas indikatornya kalo dia tidak melakukan tindak pidana lagi, walaupun kita belum pernah mengukur ya seberapa besar sih tingkat keberfungsian sosial ini. Paling PB nih pembebasan bersyarat, dia dianggap gagal tuh kalo dia melakukan tindak pidana lagi. Padahal syarat-syarat PB tuh dia minum-minuman keras saja saya rasa itu sudah melanggar syarat PB dan harus dimasukkan lagi ke dalam lapas, tapi selama ini sih saya anggap ngga” 14. Apakah PB/CB merupakan proses akhir dari pelaksanaan asimilasi? “iya.. jadi kan asimilasi tuh kaya CMK,bekerja di dalem, bekerja di luar. ini kan belajar nih belajar nanti pasti ada CMB, ada PB setelah itu baru bebas murni” 15. Harapan untuk proses asimilasi dan sistem pemasyarakatan untuk kedepannya bagaimana? “yang pertama ee.. mereka yang asimilasi harus betul betul, mereka yang sudah melalui assessment. Kalo dia memang layak bukan secara admistrasi dan secara substansi. Kalo dia perilakunya betul-betul baik, perilakunya yang penting nantinya. Terus yang kedua, selama proses asimilasi juga harus dilakukan pengawasan secara baik. Peran masyarakat disitu juga penting, jadi masyarakat ikut mengawasi proses asimilasi” Transkip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Subyek : OM Hari/Tanggal : Selasa 8 September 2015 Waktu : 09:15 WIB Tempat : Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas II B Jakarta Tindak Pidana : Pencurian Kendaraan Bermotor 1. Kegiatan apa saja yang dilakukan pada tahap asimilasi? “ya nyapu-nyapu, masak. Ya biasa, iya ikan sama sama ini (nunjuk ke arah sesama WBP). Ikan, metikin bayem” 2. Bagaimana anda bisa berada di Lapas Terbuka? “pasal 170 tentang pengeroyokan” 3. Apa perbedaan yang anda rasakan saat berada di lapas tertutup dan lapas terbuka? “beda, ya bedanya kan disini tenang, ngga banyak orang. Kalo disana kan rame. Kalo disini kan ramah-ramah” 4. Bagaimana perasaan anda mengikuti asimilasi di Lapas Terbuka? “ya biasa aja” 5. Bagaimana anda menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di Lapas Terbuka? “ya biasa aja, bergaul, ramah, suruh nyapu-nyapu” 6. Apakah ada kendala saat pengenalan dengan lingkungan sekitar? “ngga ada, baik-baik aja” 7. Manfaat apa yang anda rasakan setelah mengikuti pembinaan? “ya.. banyak sih. Ada yang nanem nanem kangkung, nambah ilmu” 8. Pembinaan apa yang anda ikuti? “nanem kangkung, jamur. Ya sama ini bertiga, ya Cuma ini beda kasus” 9. Apakah pembinaan dilakukan setiap hari? “seminggu sekali, kalo rutin ya nyapu setiap hari. ” 10. Apakah pembinaan yang dilakukan sudah cukup atau perlu ditingkatkan lagi? “kalo pembinaan ini ya udah cukup” 11. Menurut anda, apa yang harus ditingkatkan dalam pembinaan yang dilakukan Lapas Terbuka? “ya tahanannya, kaga ada” 12. Bagaimana dengan fasilitas yang ada disini? “ya kan kalo kerjanya kan itu bertiga,bertiga dikerjain semua” 13. Kalo tidak mengikuti pembinaan, apakah ada sanksinya? “ya ngga ada, ya kan ikutin aturan sini aja” 14. Kegiatan apa saja yang ada di Lapas Terbuka, untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan? “sholat, pengajian mah ngga ada” 15. Bagaimana interaksi dengan sesama WBP dan staff? “ya sering, tiap hari. Ya kan orang bertiga ya sering. Kalo sama staff ya jarang, kadang-kadang ngobrol kalo lagi ngga sibuk di pokja ngobrol” 16. Manfaat yang didapat dari bertukar fikiran? “ya nambah pengalaman aja” 17. Perbedaan apa yang anda rasakan saat di rutan dan di lapas terbuka? “kalo disinikan ramah-ramah, beda” 18. Apakah ada WBP yang mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan diri? “ya biasa aja” 19. Seberapa akrab anda dengan teman sesama WBP dan staff di Lapas Terbuka? “deket, orang Cuma bertiga ya ngobrol tiap hari” 20. Apakah anda mengikuti pembinaan kemandirian? “ikut, ngecat. Ngecat itu lapangan, nyemprot-nyemprot, ya itu selamat datang saya yang ngecat” 21. Kegiatan pembinaan kemandirian apa saja yang ada di Lapas Terbuka? “ya bimbingan kerja” 22. Apakah anda mengikuti keterampilan mendukung usaha mandiri? “ngga” 23. Apakah anda mendapat upah? “ya ngga lah, paling makan sama rokok aja udah Alhamdulillah” 24. Apakah anda mengajukan PB/CB? “iya, saya CB waktu di Salemba. Disini mah tinggal ngejalanin sisanya doing. Disini ngga ada, jadi prosesnya disono” 25. Apa harapan anda setelah bebas nanti? “harapan saya setelah bebas nanti ya kerja di jakarta, ya kan nyari ongkos buat ke Indramayu” Transkip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Subyek : BL Hari/Tanggal : Selasa 8 September 2015 Waktu : 13:20 WIB Tempat : Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas II B Jakarta Tindak Pidana : Pengeroyokan 1. Apa perbedaan yang anda rasakan di lapas terbuka dan lapas tertutup? “hmm beda ya, kalo di lapas tertutup cenderung kita jenuh, ya karena jarang kegiatan gitu kan. Mungkin kan kalo disini kan ada kegiatan, banyak kegiatan lah kita bisa, tergantung kita ini nya ajah. Bercocok tanam bisa ya kan, jadi semua fasilitas ada disini mendukung lah” 2. Kegiatan apa saja yang dilakukan pada tahap asimilasi? “yaa seperti ini nanem kangkung ya kan, terus ternak ikan, gitu aja sih. Kalo masak biasanya kita tugas ya bagi-bagi,jadi ada bagian masak,bagian bersih-bersih, bagian dikebun, untuk cuci tangan cuci tangan. ya bagaimana ini nya aja basic nya mampunya dimana gitu. Disini ngga harus dipaksa sesuai keinginan, harus masak ngga” 3. Bagaimana perasaan anda mengikuti asimilasi di Lapas Terbuka? “hmmm yang jelas fikiran agak tenang, eee.. lebih.. lebih ini apa ngga terlalu jenuh lah karna ada aja kegiatan” 4. Apa yang dilakukan staff saat memverifikasi data? “seputar kejadian perkara, pasal-pasal sama istilahnya paling disini yang paling utama dianu kan ya istilahnya ya berkelakuan baik aja lah dan tidak ada masalah gitu aja” 5. Bagaimana anda menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di Lapas Terbuka? “justru lebih mudah disini ketimbang, lebih mudah disini petugasnya pun ramah, ngga seperti istilahnya bebas ya tapi tetep pake aturan kita” 6. Apakah ada kendala saat pengenalan dengan lingkungan sekitar? “ngga ada sih, baik baik aja lancar-lancar aja” 7. Manfaat apa yang anda rasakan setelah mengikuti pembinaan? “manfaatnya jadi lebih tau ya, tentang pertanian gimana, perikanan” 8. Pembinaan apa yang anda ikuti? “banyak sih, kaya tanem jamur ya hampir semua,kaya tanem jamur, tanem kangkung, perikanan juga dikolam. Banyak kegiatan juga sih ngga terlalu ini jadi gimana kita maunya aja.” 9. Apakah pembinaan dilakukan setiap hari? “iya, setiap hari. Kalo sabtu minggu terus 10. Apakah pembinaan yang dilakukan sudah cukup atau perlu ditingkatkan lagi? “saya rasa cukup ya” 11. Menurut anda, apa yang harus ditingkatkan dalam pembinaan yang dilakukan Lapas Terbuka? “hmmm yang harus ditingkatin dari ini nya, pengadaan bibit, hewan ternak, pengadaan itu aja sih” 12. Adakah sanksi yang diterima saat tidak mengikuti pembinaan? “ngga, ngga ada” 13. Kegiatan apa saja yang ada di Lapas Terbuka, untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan? “sholat berjamaa’ah sering, pengajian” 14. Apakah anda mengikuti pembinaan kemandirian? “oh ngga, karna kurang suka, kurang minat” 15. Apakah anda mengajukan PB/CB? “ini lagi proses” 16. Apa saja yang dibutuhkan untuk mengajukan PB/CB? “pertama yang jelas berkelakuan baik, sama ngga pernah ada masalah di lapas tertutup, sudah setengah masa hukuman.Cuma itu aja syaratnya sama ada penjamin, keluarga, orang tua. Di lapas tertutup ngajuin ke staff nya bagian administrasi, administrasi nanti dikasih pengarahan disana, harus ini ini ini, eksekusi, pengadilan jaksa, stempek rt rw, penjamin. Udah itu aja sih” 17. Apa rencana anda setelah bebas nanti? “rencana yang jelas mau menata hidup yang lebih baik aja, pengen jadi yang lebih baik”