peran lembaga pemasyarakatan terbuka kelas ii b jakarta dalam

advertisement
PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA KELAS
II B JAKARTA DALAM PROSES REINTEGRASI SOSIAL
WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (WBP)
(PERSPEKTIF PEKERJA SOSIAL KOREKSIONAL)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh
Rizky Pratomo Aji
NIM 1111054100010
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA KELAS II B
JAKARTA DALAM PROSES REINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN
PEMASYARAKATAN (WBP) (PERSPEKTIF PEKERJA SOSIAL
KOREKSIONAL)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Rizky Pratomo Aji
NIM : 1111054100010
Di Bawah Bimbingan:
Drs. Helmi Rustandi, MA
NIP : 19601208 198803 001 5
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi ini berjudul “PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN
TERBUKA KELAS II B JAKARTA DALAM PROSES REINTEGRASI
SOSIAL WARGA BINAAN PEMASARAKATAN (WBP) (PERSPEKTIF
PEKERJA SOSIAL KOREKSIONAL)” Disusun oleh Rizky Pratomo Aji, Nim
1111054100010 telah diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah
dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 01 April 2016. Sripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.sos)
pada Program Studi Kesejahteraan Sosial.
Jakarta 01 April 2016
Sidang Munaqasyah
Sekretaris
Anggota
Penguji I
Penguji II
Di Bawah Bimbingan
Helmi Rustandi, M.A
NIP. 19601208 198803 001 5
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) Jurusan
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa dalam penulisan skripsi ini
bukan hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya
orang lain (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 Maret 2016
Rizky Pratomo Aji
ABSTRAK
Rizky Pratomo Aji, 1111054100010
Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta dalam proses
reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) (Perspektif Pekerja
Sosial Koreksional)
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta sebagai UPT yang
bertanggung jawab dalam meberikan pembinaan kepada Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP) agar dapat kembali bersosialisasi dengan masyarakat. Lapas
Terbuka klas II B Jakarta memiliki program pembinaan yang khusus serta aturan
yang khusus dibandingkan dengan lapas pada umumnya. Selain itu tidak mudah
untuk mengembalikan peran serta status seorang narapidana di masyarakat seperti
sedia kala. Karena stigma negatif yang melekat pada diri bekas narapidana tidaklah
mudah untuk dihilangkan. Selanjutnya, terbentuklah Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka sebagai langkah untuk merehabilitasi dan mereintegrasi sosial dengan
memberikan pembinaan terhadap pelanggar tindak kriminal. Diperlukan peranan dari
berbagai pihak untuk mencapai reintegrasi sosial, baik dari pihak lapas, masyarakat,
dan dari narapidana itu sendiri.
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan analisis
deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan studi
dokumentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembinaan dan
tahapan Warga Binaan Pemasyarakatan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan Terbuka
Klas II B Jakarta untuk mencapai reintegrasi sosial.
Hasil penemuan yang dilakukan peneliti Lapas Terbuka memiliki suatu
keistimewaan sendiri dimana tidak terdapatnya aturan, keamanan ditekan hingga
batas minimal dengan penjagaan yang tidak terlalu ketat seperti Lembaga
Pemasyarakatan pada umumnya. Hal ini diterapkan karena lapas terbuka
diperuntukan bagi Narapidana yang telah menjalankan setengah dari masa pidananya
serta berkelakuan baik dengan pengawasan dan proses seleksi yang ketat dari Lapas
tempat ia menjalani masa hukum pidana sebelumnya. Dapat dibagi menjadi 3 tahapan
yaitu, tahap awal, tahap lanjutan, dan tahap akhir. Tahap awal yaitu tahap dimana
proses penerimaan di Lapas Terbuka dengan memenuhi persyaratan yang berlaku.
Selanjutnya tahap lanjutan, yaitu masa pengenalan WBP dengan lingkungan Lapas
Terbuka, wali pemasyarakatan, teman sesama WBP, kamar hunian dan sebagainya.
Selanjutnya yaitu penetapan program lebih ditekankan kepada kepribadian atau
kemandirian dengan berbagai kegiatan. Dan tahap akhir yaitu integrasi, dengan
diberikan pembebasan bersyarat / cuti bersyarat sebelum nantinya WBP benar-benar
bebas murni. Ketiga tahap tersebut merupakan proses asimilasi yang diberikan
terhadap WBP. Dari berbagai cara dan peranan tersebut dapat menjadi landasan
dalam tercapainya reintegrasi sosial bagi warga binaan pemasyarakatan.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat
dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi
ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi,
penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang
membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak,
baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris
Program Studi Kesejahteraan Sosial.
3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.
4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu
pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya.
6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
ii
8. Bapak Adam Ridwansyah, A.Md.IP, S.H, M.Si. dan Bapak Liwi Biantono, S.H, M.Si.
yang membimbing saya di lapas terbuka telah memberikan waktunya, ilmunya dan
candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian.
9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih
atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
10. Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B
Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman
hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala
cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya.
11. Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah
membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa,
dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga
kita.
12. Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan
semangat kepada penulis.
13. Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut
ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman.
14. Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis.
15. Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan
penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
iii
Akhirnya kepada Allah SWT segala peneliti serahkan, dengan harapan penelitian
ini dapat bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan di masa
mendatang. Aamiin
Jakarta, 24 Maret 2016
Rizky Pratomo Aji
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat
dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi
ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi,
penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang
membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak,
baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris
Program Studi Kesejahteraan Sosial.
3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.
4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu
pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya.
6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
ii
8. Bapak Adam Ridwansyah, A.Md.IP, S.H, M.Si. dan Bapak Liwi Biantono, S.H, M.Si.
yang membimbing saya di lapas terbuka telah memberikan waktunya, ilmunya dan
candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian.
9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih
atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
10. Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B
Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman
hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala
cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya.
11. Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah
membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa,
dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga
kita.
12. Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan
semangat kepada penulis.
13. Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut
ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman.
14. Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis.
15. Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan
penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
iii
Akhirnya kepada Allah SWT segala peneliti serahkan, dengan harapan penelitian
ini dapat bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan di masa
mendatang. Aamiin
Jakarta, 24 Maret 2016
Rizky Pratomo Aji
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat
dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi
ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi,
penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang
membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak,
baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris
Program Studi Kesejahteraan Sosial.
3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.
4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu
pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya.
6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
ii
8. Bapak Adam Ridwansyah, A.Md.IP, S.H, M.Si. dan Bapak Liwi Biantono, S.H, M.Si.
yang membimbing saya di lapas terbuka telah memberikan waktunya, ilmunya dan
candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian.
9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih
atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
10. Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B
Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman
hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala
cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya.
11. Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah
membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa,
dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga
kita.
12. Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan
semangat kepada penulis.
13. Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut
ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman.
14. Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis.
15. Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan
penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
iii
Akhirnya kepada Allah SWT segala peneliti serahkan, dengan harapan penelitian
ini dapat bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan di masa
mendatang. Aamiin
Jakarta, 24 Maret 2016
Rizky Pratomo Aji
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat
dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi
ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi,
penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang
membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak,
baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris
Program Studi Kesejahteraan Sosial.
3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.
4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu
pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya.
6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
ii
8. Bapak Adam Ridwansyah, A.Md.IP, S.H, M.Si. dan Bapak Liwi Biantono, S.H, M.Si.
yang membimbing saya di lapas terbuka telah memberikan waktunya, ilmunya dan
candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian.
9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih
atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
10. Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B
Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman
hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala
cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya.
11. Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah
membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa,
dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga
kita.
12. Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan
semangat kepada penulis.
13. Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut
ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman.
14. Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis.
15. Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan
penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
iii
Akhirnya kepada Allah SWT segala peneliti serahkan, dengan harapan penelitian
ini dapat bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan di masa
mendatang. Aamiin
Jakarta, 24 Maret 2016
Rizky Pratomo Aji
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................................... 9
1. Pembatasan Masalah .............................................................................. 9
2. Perumusan Masalah ............................................................................... 9
C. Tujuan dan Manfaat ..................................................................................... 10
1. Tujuan Penelitian ................................................................................... 10
2. Manfaat Penelitian ................................................................................. 10
D. Metodologi Penelitian .................................................................................. 11
1. Pendekatan Penelitian ............................................................................ 11
2. Jenis Penelitian ...................................................................................... 11
3. Sumber Data .......................................................................................... 12
4. Teknik Pemilihan Informan ................................................................... 13
5. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 13
6. Teknik Analisa Data .............................................................................. 15
7. Teknik Keabsahan Data ......................................................................... 15
8. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 16
9. Teknik Penulisan ................................................................................... 16
E. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 16
F. Sistematika Penulisan .................................................................................. 17
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................................ 19
A. Peran ........................................................................................................... 19
1. Pengertian Peran .................................................................................... 19
2. Ciri Peran .............................................................................................. 20
3. Fungsi Peran .......................................................................................... 21
4. Bentuk Peran ......................................................................................... 21
B. Lembaga Pemasyarakatan ............................................................................ 23
v
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan ..................................................... 23
2. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan ........................................................... 25
3. Konsep Lembaga Pemasyarakatan Terbuka ........................................... 25
4. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka .............................................. 27
C. Pengertian Narapidana dan Warga Binaan
Pemasyarakatan ........................................................................................... 29
1. Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan ................................................ 30
D. Reintegrasi Sosial ........................................................................................ 32
E. Pekerja Sosial Koreksional ........................................................................... 35
1. Peran Pekerjaan Sosial Koreksional ........................................................ 35
2. Fungsi Pekerja Sosial Koreksional .......................................................... 35
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA
PEMASYARAKATAN TERBUKA KLAS II B JAKARTA .................................... 37
A. Sejarah Berdirinya Lapas Terbuka Jakarta ................................................... 37
1. Alamat Lapas Terbuka ............................................................................. 39
2. Dasar Hukum Pembentukan Lapas Terbuka Jakarta ................................. 39
3. Dasar Hukum Lembaga ........................................................................... 40
4. Visi dan Misi Lapas Terbuka Jakarta ...................................................... 41
5. Status Luas Tanah dan Bangunan ............................................................ 42
B. Organisasi dan Struktur Lapas Terbuka Jakarta.............................................. 42
1. Gambaran SDM/Petugas Lapas Terbuka Jakarta ...................................... 45
2. Kriteria penghuni Lapas Terbuka Jakarta ................................................. 46
C. Tahapan Sistem PembinaanWarga Binaan Pemasyarakatan
(WBP) ........................................................................................................... 49
1. Pendekatan Keamanan Lembaga ............................................................... 49
2. Pola Kehidupan dan Proses Pembinaan di Lembaga .................................. 50
2.1. Proses Pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta ............................ 50
2.2. Jadwal Kegiatan Narapidana di Lapas Terbuka
Jakarta............................................................................................. 51
3. Pola Pembinaan Yang Diterapkan Lembaga ............................................. 52
3.1. Pembinaan Kepribadian .................................................................. 52
3.2. Pembinaan Kemandirian ................................................................. 53
3.3. Pembinaan Mengintegrasikan Diri Dengan
Masyarakat...................................................................................... 53
4. Program Unggulan ................................................................................... 53
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA ......................................... 55
A. Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta Dalam
Melakukan Proses Reintegrasi Sosial Warga Binaan Pemasyrakatan
(WBP) ........................................................................................................... 55
vi
1. Proses warga binaan pemasyarakatan kedalam lembaga
pemasyarakatan ....................................................................................... 59
1.1 Kriteria Penghuni Lembaga/Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP)...................................................................... 60
1.2 Proses Pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta ............................... 67
2. Penerapan Pembinaan Oleh Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan .................................... 70
2.1 Fungsi Pencegahan (Preventif) ........................................................... 72
2.2 Fungsi Penyembuhan (Curative) ........................................................ 72
2.3 Fungsi Pengembangan (Development)................................................ 73
2.4 Fungsi Penunjang (Supportive)........................................................... 73
3. Tahap Akhir Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ............................... 76
B. Prospek Pekerja Sosial Koreksional di Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka Kelas II B Jakarta ............................................................................ 79
Hasil Observasi Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B
Jakarta ........................................................................................................... 81
BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 85
A. Kesimpulan ................................................................................................... 85
B. Saran ............................................................................................................. 87
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 89
LAMPIRAN ................................................................................................................ 93
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Daftar Petugas Lapas Klas II B Terbuka Jakarta Berdasarkan
Kategori Latar Belakang Pendidikan ........................................................ 45
Tabel 3.2
Daftar Petugas Lapas Klas II B Terbuka Jakarta
Berdasarkan Kategori kepangkatan .......................................................... 46
Tabel 3.3
Jadwal Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan LAPAS
Klas II B Terbuka Jakarta.............................................................52
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1
Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Terbuka Jakarta ........................................................................................ 44
Gambar 4.1
Alur pencapaian Warga Binaan Pemasyarakatan
di Lapas Terbuka Jakarta.......................................................................... 56
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lembar Catatan Observasi
Lampiran 2.
Transkip Wawancara Dengan Kasubsi Registrasi dan Bimkemas
Lapas Terbuka
Lampiran 3.
Transkip Wawancara Dengan Kepala Bidang Kegiatan Kerja di
Lapas Klas I Cipinang
Lampiran 4.
Transkip Wawancara Dengan Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP) OM
Lampiran 5.
Transkip Wawancara Dengan Warga Binaan Pemasyarakat (WBP)
BL
Lampiran 6.
Surat Persetujuan Dosen Pembimbing Akademik
Lampiran 7.
Surat Keterangan Izin Penelitian Skripsi
Lampiran 8.
Surat Keterangan Dosen Pembimbing Skripsi
Lampiran 9.
Surat Permohonan Penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka
Klas IIB Jakarta
Lampiran 10. Surat Keterangan Penelitian di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta
Lampiran 11. Foto Dokumentasi
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Suatu kenyataan bahwa didalam pergaulan hidup manusia, individu
maupun kelompok, sering terdapat adanya penyimpangan-penyimpangan
terhadap norma-norma pergaulan hidupnya, terutama yang dikenal sebagai
norma hukum. Di mana dalam pergaulan manusia bersama, penyimpangan
norma hukum ini disebut kejahatan. Sebagai salah satu perbuatan yang
menyimpang dari norma pergaulan hidup manusia, kejahatan merupakan
masalah sosial, yaitu masalah ditengah-tengah masyarakat, di mana si pelaku
dan korbannya adalah anggota masyarakat juga.
Kejahatan merupakan gejala sosial, yang memperhatikan manusia
pelakunya dalam kedudukannya di tengah-tengah masyarakat.1 Indonesia
sebagai Negara yang tengah membangun, yang mengalami perubahanperubahan sosial ekonomi,
masalah kejahatan ini senantiasa
harus
memerlukan penanganan dengan mengacu pada konteks sosial yang lebih luas
dengan mempertimbangkan kenyataan pelaksanaan berfungsinya aparat dalam
lingkungan sosial, ekonomi, politik, hukum dan teknologi yang semakin
kompleks.
Kejahatan tidak terlepas dari proses-proses dan struktur-struktur sosial
ekonomi yang tengah berlangsung dan mengkordinasikan bentuk-bentuk sikap
serta perilaku para warga masyarakat.
1
Djoko Prakoso, Peranan Psikologi Dalam Pemeriksaan Tersangka Pada Tahap
Penyidikan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), h. 137.
2
Sebagai contoh, peneliti mengutip berita dari salah satu media yang
menceritakan mengenai penangkapan residivis setelah menjambret Ibu yang
sedang membeli jajanan gorengan di jalan Raden Saleh, Sukmajaya, Depok.
Pelaku ditangkap, kemudian babak belur dihajar massa. Sekujur tubuhnya
babak belur setelah dikeroyok warga lantaran mencoba merampas dompet
milik Tumiyem. Pelaku bernama Nasrul, baru keluar penjara enam bulan lalu
karena kasus pencurian. Menurut kapolsek Sukmajaya, pelaku pernah menjadi
tahanan sebelumnya atas kasus yang sama “saat beraksi pelaku dalam
pengaruh mabuk. Pelaku melakukan aksinya dengan sepeda motor.2
Dengan adanya kasus tersebut, seharusnya orang yang pernah dipenjara
tidak lagi mengulangi perbuatan yang melanggar hukum. Menurut data
Statistik Indonesia 2014, pada tahun 2011, tindak pidana (tindak kriminal)
yang terjadi di Indonesia sebanyak 347.605 kasus. Kemudian pada tahun
2012, turun sekitar 1,85 persen, tetapi terlihat naik pada tahun 2013 kemarin
sebesar 0,27 persen.3 Pada data tersebut presentase tindak kriminal pada tahun
2012 mengalami penurunan dan kenaikan tindak kriminal pada tahun 2013,
dampak yang terjadi pada masyarakat sangat bisa dirasakan dan dianggap
merugikan. Tidak hanya itu jumlah tindak pidana yang terjadi di Indonesia
terbilang semakin tinggi dan meresahkan berbagai kalangan.
Untuk menyikapi tindakan kriminal yang semakin tinggi, pihak
kepolisian sebagai keamanan negara memberlakukan sistem kepenjaraan
2
Diakses pada tanggal 20 April 2015 dari
m.tribunnews.com/metropolitan/2014/12/12/residivis-kasus-pencurian-tertangkap-di-sukmajayadepok
3
Joko Ade Nursiyono, diakses pada tanggal 18 April dari
http://regional.kompasiana.com/2014/10/24/tindak-pidana-di-indonesia-masih-tinggi-inipenyebabnya-697771.html
3
untuk seseorang yang melanggar nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Dengan harapan pelaku tindak kejahatan merasa jera dan tidak mengulangi
tindakannya tersebut. Namun realitanya, sistem penjara ini tidak membuat jera
pada pelakunya, banyak dari mereka yang mengulangi tindak kejahatan yang
telah dilakukannya. Tidak hanya itu, sistem penjara dilaksanakan dengan
prinsip balas dendam terhadap mereka yang melakukan pelanggaran hukum,
dan juga penjagaannya yang ketat membuat terasing secara keseluruhan dari
kehidupan masyarakat.
Bahwa penjara itu diadakan untuk memberikan jaminan keamanan
kepada rakyat banyak, agar kalis (terhindar) dari gangguan kejahatan. “Jadi,
pengadaan lembaga kepenjaraan itu merupakan respon dinamis dari rakyat
untuk menjamin keselamatan diri”.4 Dapat disimpulkan bahwa penjara
diadakan untuk mempertanggungjawabkan tindak kriminal yang telah
dilakukan. Penjara diadakan untuk menumbuhkan rasa aman dari gangguan
kejahatan, serta agar narapidana dapat dengan tenang menjalankan hukuman
pidananya, bukan malah mengancam keselamatan diri terpidana.
Selain itu tidak mudah untuk mengembalikan peran serta status seorang
narapidana di masyarakat seperti sedia kala. Karena stigma negatif yang
melekat pada diri bekas narapidana tidaklah mudah untuk dihilangkan.
Dengan demikian maka berkembanglah sebuah sistem pemasyarakatan yang
merupakan usaha untuk rehabilitasi dan reintegrasi sosial dengan memberikan
pembinaan terhadap pelanggar tindak kriminal.
4
Ahmad Taufik, Penjara untold stories (Jakarta: 2010) h.182.
4
Dengan bergantinya konsep penjara menjadi pemasyarakatan, maka
terbentuk Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Lembaga
Pemasyarakatan. Pengertian tentang pemasyarakatan dalam Undang-Undang
tersebut diatur dalam Pasal 1 ayat (1), yang menyatakan “Pemasyarakatan
adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan
berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan
bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana”.5
Istilah pemasyarakatan diperkenalkan pertama kali oleh Sahardjo pada
tahun 1963, Sahardjo yang saat itu menjabat Menteri Kehakiman di dalam
pidato pengukuhannya sebagai Doktor Honoris Causa (DR HC) dari
Universitas Indonesia, mengganti istilah penjara dengan “pemasyarakatan”,
dengan karakteristik sepuluh prinsip pokok yang semuanya bermuara pada
suatu falsafah, narapidana bukanlah orang hukuman. 6 Istilah Lembaga
Pemasyarakatan digunakan secara resmi sejak tanggal 27 April 1964
bersamaan
dengan
berubahnya
sistem
kepenjaraan
menjadi
sistem
pemasyarakatan.7
Fungsi lembaga pemasyarakatan itu sendiri adalah menyiapkan Warga
Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar dapat berintegrasi secara sehat dengan
masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat
yang bebas dan bertanggung jawab.8 Lembaga pemasyarakatan yang berada di
bawah naungan Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan
5
Undang-undang No.1 tentang Pemasyarakatan BAB I tentang ketentuan Umum
Petrus Irwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan dalam
prespektif Sistem Peradilan Pidana Penjara, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 25.
7
Ibid, h. 37
8
Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan BAB I tentang Ketentuan
Umum pasal 3.
6
5
Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) saat ini jumlahnya 439 Unit Pelayanan
Teknis dengan total jumlah narapidana maupun tahanan yang berada di
dalamnya sebanyak 163.173 orang yang tersebar di 33 Provinsi di seluruh
Indonesia9. Dari jumlah yang ada lembaga pemasyarakatan di Indonesia
narapidana maupun tahanan rata-rata sudah melebihi kapasitas.
Untuk
dapat
melaksanakan sistem pemasyarakatan dibutuhkan
keikutsertaan masyarakat dengan bekerjasama dalam pembinaan maupun
sikap menerima kembali di masyarakat setelah menjalani masa pidananya.
Pada sistem pemasyarakatan terdapat tahap asimilasi, dimana proses
pendekatan yang dilakukan oleh suatu lembaga pemasyarakatan untuk
mengenalkan kembali narapidana terhadap kehidupan masyarakat, dengan
cara membaurkan narapidana kedalam lingkungan masyarakat.
Diperjelas lagi tentang asimilasi pada Undang-Undang Nomor 12 tahun
1995 tentang pemasyarakatan pada pasal 6 ayat (1) alinea ke (2), yang
menyatakan bahwa “Pembinaan ekstramural yang dilakukan di Lapas disebut
asimilasi, yaitu proses pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah
memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka ke dalam
kehidupan bermasyarakat”.
Maka berdasarkan Surat edaran Kepala Direktorat Pemasyarakatan No.
Kp 10. 13/3/1/tanggal 8 Februari 1965, telah ditetapkan pemasyarakatan
sebagai proses dalam pembinaan narapidana dan dilaksanakan melalui empat
tahap10 yaitu, pertama tahap keamanan maksimal sampai batas 1/3 dari masa
9
Data diperoleh dari pada hari Senin, 7 April 2015. Data jumlah narapidana dan tahanan
selalu diperbarui setiap hari melalui pesan singkat dari setiap UPT di seluruh Indonesia.
10
Dipertegas dalam Pasal 7 ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
6
pidana yang sebenarnya. Pembinaan ini merupakan tahap awal pengenalan
lingkungan yang dilakukan sejak diterimanya narapidana sekurang-kurangnya
1/3 dari masa pidana yang sebenarnya. Pembinaannya di dalam Lapas dengan
tingkat pengamanannya maksimum. Tahap kedua yaitu Keamanan Menengah
sampai batas ½ dari masa pidana yang sebenarnya. Pembinaan tahap lanjutan
lebih dari 1/3 sampai dengan ½ masa tahanan yang sebenarnya, dan dievaluasi
perkembangannya.
Apabila
menurut
penelitian
Tim
Pengamat
Pemasyarakatan, narapidana menunjukkan keinsyafan, perbaikan, disiplin, dan
patuh pada tata tertib yang berlaku maka kepada narapidana diberikan lebih
banyak kebebasan didalam lapas pengamanan medium.
Tahap ketiga Keamanan Minimal sampai batas 2/3 dari masa pidana
yang sebenarnya. Diharapkan narapidana sudah menunjukkan kemajuan
positif baik mental maupun spiritual serta keterampilan lainnya, dan yang
paling penting telah siap untuk berasimilasi dengan masyarakat. Tahap
keempat integrasi dan selesainya 2/3 dari masa tahanan sampai habis masa
pidananya. Sebagai tahap terakhir diharapkan narapidana benar-benar siap
kembali ke masyarakat menjelang bebas, atau Pembebasan Bersyarat (PB)
atau Cuti Menjelang Bebas (CMB).
Pada tahap asimilasi warga binaan diberikan pembinaan untuk bekal
membangun kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman pidananya.
Dengan tujuan agar tidak mengulangi tindak pidana. Di Lembaga
Pemasyarakatan
Terbuka
(Lapas Terbuka),
sambil
menunggu
masa
pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas. Didalam lapas terbuka pun
7
memiliki program-program pembinaan keterampilan yang disiapkan untuk
warga binaan pemasyarakatan (WBP).
Lapas Terbuka memiliki suatu keistimewaan sendiri dimana tidak
terdapatnya aturan, keamanan ditekan hingga batas minimal dengan penjagaan
yang tidak terlalu ketat seperti Lapas pada umumnya. Hal ini diterapkan
karena lapas terbuka diperuntukan bagi Narapidana yang telah menjalankan
setengah dari masa pidananya serta berkelakuan baik dengan pengawasan dan
proses seleksi yang ketat dari Lapas tempat ia menjalani masa hukum pidana
sebelumnya. Hal ini dimaksudkan seiring dengan tujuan pendirian. Lapas
Terbuka yaitu menjadi Lembaga asimilasi bagi Narapidana agar dapat
berintegrasi dan berbaur berasimilasi dengan masyarakat sebelum masa
pidananya selesai.
Dalam rangka mempersiapkan narapidana kembali berintegrasi dengan
masyarakat, maka dibentuklah LAPAS Terbuka. Pasal 38 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan
Hak Warga Binaan Pemasyarakatan meyebutkan bahwa LAPAS Terbuka
merupakan salah satu tempat untuk melaksanakan asimilasi. LAPAS Terbuka
merupakan
suatu
institusi
baru
di
lingkungan
Direktorat
Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Keberadaan
LAPAS Terbuka di Indonesia hanya ada 6 (enam) LAPAS Terbuka yaitu,
LAPAS Terbuka klas II B Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusa Kambangan,
Mataram, dan Waikabubak. Pembentukan LAPAS Terbuka ini merupakan
8
implementasi dari Surat Keputusan Menteri Hukum dan Ham Republik
Indonesia Nomor : M.03.PR.0703 Tahun 2003 Tertanggal 16 April 2003.11
Upaya mengintegrasikan narapidana dengan masyarakat pada LAPAS
Terbuka terlihat dengan berdekatannya lingkungan pembinaan dengan
lingkungan
masyarakat
tanpa
adanya
tembok atau jeruji pembatas
sebagaimana LAPAS Tertutup atau Rumah Tahanan (RUTAN). Di LAPAS
Terbuka tersebut narapidana berinteraksi dan berkomunikasi secara langsung
dengan masyarakat sekitarnya. Hal ini menunjukkan terjadinya suatu
perubahan dinamis dalam bidang hukum pidana menyangkut dengan
perlakuan terhadap seseorang yang melakukan kejahatan menuju bentuk
modern dalam sistem hukum pidana Indonesia. 12
Labeling yang melekat pada seoarang narapidana tidak mudah untuk
dihilangkan, hal ini jelas dapat menyebabkan ketidakberfungsian sosial
seorang narapidana dapat terjadi. Sehingga seorang narapidana yang telah
bebas atau keluar dari penjara tidak bisa menjalankan aktivitasnya secara
optimal seperti sedia kala karena adanya stigma negatif yang disandangnya.
Oleh
karena
itu,
peneliti
memilih
penelitian
di
Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta atau yang biasa disebut Kampung
Asimilasi Gandul. Alasan peneliti memilih tempat penelitian disana karena
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta merupakan salah satu
institusi di bawah Direktorat Jendral Pemasyarakatan Departemen Hukum dan
11
Tholib, Pemberdayaan Lapas Terbuka Sebagai Wujud Pelaksanaan Community Based
Corrections Di Indonesia, Dikutip dari http://www.ditjenpas.go.id, Diakses pada Tanggal 5
Oktober 2015
12
Hamid Awaludin, dalam kata sambutan peresmian LAPAS Terbuka Jakarta, Dikutip
dari http://www. Kompas.co.id/news/16/05/06, Diakses pada Tanggal 5 Oktober 2015.
9
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, yang secara khusus melaksanakan
pembinaan lanjutan terhadap narapidana pada tahap asimilasi.
Berdasarkan paparan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Peran Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka Kelas II B Jakarta Dalam Proses Reintegrasi Sosial Warga
Binaan Pemasyarakatan (WBP) (Perspektif Pekerja Sosial Koreksional)”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam sebuah penelitian harus dibentuk sebuah pembatasan
masalah agar peneliti fokus untuk mencari dan meneliti objek penelitiannya.
Dari uraian latar belakang yang telah peneliti paparkan di sub bab latar
belakang sebelumnya, maka peneliti membatasi objek permasalahan yang
akan
diteliti
pada
Lembaga
Pemasyarakatan
Terbuka
“Keamanan
Minimum” yaitu Peranan Lembaga Pemasyarakatan terbuka kelas II B
Jakarta dalam proses reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP).
2. Perumusan Masalah
Dalam peranan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), kita dapat
melihat runtutan masalah yang terkait dimana Lapas terbuka kelas IIB
Jakarta untuk mencapai reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan
(WBP).
Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut :
10
a. Bagaimana peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka kelas II B Jakarta
dalam
melakukan
proses
reintegrasi
sosial
Warga
sosial
koreksional
di
Binaan
Pemasyarakatan (WBP)?
b. Bagaimana
prospek
pekerja
Lembaga
Pemasyarakatan Terbuka Jakarta kelas II B Jakarta?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka kelas II B
Jakarta dalam melakukan proses reintegrasi sosial Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP).
b. Untuk mengetahui prospek pekerja sosial koreksional di Lembaga
Pemasyarakatan Terbuka Jakarta kelas II B Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Manfaat Akademis
1)
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan
ilmiah bagi ilmu kesejahteraan sosial khususnya dalam studi
tentang Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) terbuka.
2)
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian mengenai
penelitian serupa dimasa yang akan datang.
11
b. Manfaat Praktis
1)
Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan
sumbangan bagi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas IIB
Jakarta.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara untuk memahami objek
penelitian dalam rangka menemukan, menguji, pada suatu kebenaran atau
pengetahuan. Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat di amati. 13
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggambarkan secara
komprehensif melalui pengumpulan data dengan melakukan observasi dan
wawancara secara mendalam mengenai proses pembinaan lembaga
pemasyarakatann terbuka dalam meningkatkan keberfungsian sosial.
2. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini penulis menggunakan penulisan deskriptif,
yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri,
baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan,
atau penghubungan dengan variabel lain. Jenis penelitian ini menghasilkan
13
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2001) Cet. Ke-15, h.3.
12
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
prilaku yang diamati guna mendapat data-data yang dipelukan. Data yang
dikumpulkan adalah berupa kata-kata karna adanya penerapan metode
kualitatif. Laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk
memberi gambaran penyajian laporan tersebut.14
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi
dua macam, yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data Primer, yaitu data penelitian yang diperoleh secara langsung dari
sumber asli (tidak melalui perantara) yang secara khusus dikumpulkan
oleh peneliti untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. Dalam
hal ini peneliti memperoleh data primer melalui wawancara yang akan
dilakukan terhadap staf lembaga pemasyarakatan serta Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP) yang sedang menjalani masa pemasyarakatan
di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta.
b.
Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung yang diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti.
Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data sekunder dengan
mempelajari dokumen-dokumen, arsip yang relevan, buku-buku, dan
media massa mengenai Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas IIB
Jakarta.
14
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Cetakan 24, (Bandung:
PT Remaja Rosda Karya, 2007), h.11.
13
4. Teknik Pemilihan Informan
Teknik yang digunakan peneliti untuk pemilihan informan dalam
penelitian ini adalah teknik purposive sampling, bertujuan dimana
informan penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dan
dianggap sebagai orang-orang yang tepat dalam memberikan informasi
yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. 15
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengumpulan data, peneliti menggunakan tiga
teknik, yaitu sebagai berikut :
a.
Interview atau wawancara, yaitu metode yang dilakukan melalui
dialog secara langsung antara pewawancara dengan terwawancara
untuk
memperoleh data
atau
informasi
yang
dibutuhkan.16
Wawancara juga merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi
dan
ide
melalui
tanya
jawab,
sehingga
dapat
dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Menurut Dr. Lexy
J. Moleong, M.A. wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewee)
yang
memberikan
jawaban
atas
pertanyaan tersebut.
15
Soeharto Irawan, Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h.63.
16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2008), cet IV, h. 231.
14
b.
Studi Dokumentasi, yaitu data-data yang tertulis yang mengandung
keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang
masih aktual.17 Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karyakarya monumental seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan,
kebijakan. Dokumen yang berbentuk karya misalnya foto, gambar
hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya
karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain.
c.
Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap
gejala-gejala yang diteliti.18 Observasi sebagai teknik pengumpulan
data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik
yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Jika wawancara dan
kuesioner selalu terjadi kontak komunikasi dengan orang lain,
sedangkan observasi itu sendiri tidak terbatas pada orang, melainkan
dengan obyek-obyek alam yang lain sesuai dengan kebutuhan
penelitian.
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi
dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan
serta) dan non participant observation (observari tidak berperan
serta).
17
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2001) Cet. Ke-15, h.13.
18
Husaini Usman dan Purnomo, Metodelogi Penelitian Sosial, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2000), h. 54.
15
Observasi berperan serta yaitu peneliti terlibat langsung
dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang
digunakan sebagai sumber data penelitian. Namun, berbeda halnya
dengan observasi non partisipan, peneliti tidak terlibat tetapi hanya
menjadi pengamat independen.
Dalam observasi ini, yang peneliti lakukan adalah observasi
berperan serta. Peneliti turun langsung ke lapangan tempat dimana
penelitian dilakukan. Hal ini bertujuan guna memperoleh data dan
informasi yang konkret mengenai hal-hal yang menjadi objek
penelitian.
6. Teknik Analisa Data
Dalam melakukan pengolahan data, penulis menggunakan metode
deskriptif, yaitu teknik analisa data, dimana penulis terlebih dahulu
memaparkan data-data yang diperoleh, kemudian mendeskripsikan temuantemuan yang ada dengan berpedoman pada sumber-sumber tertulis.
Peneliti terlebih dahulu memaparkan data-data yang diperoleh dari hasil
observasi, wawancara dan dokumentasi mengenai Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka dan Warga binaan Pemasyarakatan (WBP) yang mendapatkan
pembinaan, dan kemudian mendeskripsikan.
7. Teknik Keabsahan Data
Seperti yang telah dijelaskan oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya
Metodelogi Kualitatif, untuk menentukan keabsahan data adalah dengan
melakukan triangulasi. Dimana triangulasi adalah teknik pemeriksaan data
16
yang memanfaatkan seseuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.19
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi dengan
cara membandingkan sumber-sumber data yang diperoleh di lapangan dengan
kenyataan yang ada pada saat penelitian.
8. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2015 hingga bulan Oktober
2015. Penelitian ini bertempat di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas IIB
Jakarta, yang beralamat di Jl. Raya Gandul, Desa Gandul, Kecamatan Limo,
Kabupaten Depok, terletak didalam kompleks Balai Pengembangan Sumber
Daya Manusia, Kementerian Hukum dan HAM.
9. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dalam penelitian ini berpedoman pada buku
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang
diterbitkan oleh Center For Quality Development and Assurance (CeQDA)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan (literatur) yang
berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan pada penelitian
skripsi ini. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan
19
Lexy J. Moleong, MA. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya,
2009) edisi revisi cet. Ke 26, h. 330.
17
mengetahui dengan jelas penelitian yang akan dilakukan untuk skripsi ini,
peneliti menggunakan literatur berupa skripsi, yaitu:
1. Nama
: Fahrur Rohman
NIM
: 104054002085
Judul
: Pemberdayaan Narapidana Melalui Program Jenjang S1
Hukum Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang
Jakarta.
2. Nama
: Putri Anisa Yuliani
NIM
: 109054100019
Judul
:
Program
Pembinaan
Kemandirian
Di
Lembaga
Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta
Kedua Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sama-sama mengambil lokasi penelitian
di Lembaga Pemasyarakatan walaupun di Lembaga Pemasyarakatan yang
berbeda. Letak Perbedaan kedua skripsi tersebut dengan judul yang
diambil oleh penulis yaitu tema yang diambil penulis mengenai program
pembinaan kewirausahaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab, termasuk Pendahuluan, Isi dan Penutup.
Berikut ini uraiannya secara ringkas :
18
BAB I
Pendahuluan, Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan
masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian, pedoman penulisan skripsi, tinjauan pustaka,
serta sistematika penulisan.
BAB II
Landasan Teori, Berisikan teori-teori yang dijadikan peneliti
sebagai dasar teori dalam melakukan penelitian sejak pengumpulan
data, penyaringan data hingga analisi data.
BAB III
Gambaran Umum Lembaga, menjelaskan sejarah berdirinya
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta, landasan
hukum, tugas pokok dan fungsi, program lembaga, struktur
lembaga dan divisi-divisi, tahapan pelayanan, sarana dan
prasarana, serta daya tampung.
BAB IV
Hasil Penelitian, Menjelaskan bentuk analisa tentang peranan
lembaga pemasyarakatan terbuka klas IIB Jakarta dalam proses
reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan (WBP) dan
perspektif pekerja sosial koreksional, serta hasil wawancara
peneliti yang dilakukan kepada narapidana di lembaga tersebut
penerima manfaat.
BAB V
Penutup, Dalam hal ini akan ditarik beberapa kesimpulan
mengenai hasil penelitian serta saran-saran sebagai bentuk hasil
dari analisa dalam penelitian.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Peran
1. Pengertian Peran
Peran diartikan sebagai fungsi, kedudukan atau bagian dari
kedudukan, seseorang dikatakan berperan atau memiliki peran karena
mempunyai status dalam masyarakat walaupun kedudukannya ini berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi masing-masing dirinya
berperan sesuai dengan statusnya. Peran menurut Sarlito Wirawan Sarwono
mendefinisikan
bahwa
sebagai
seperangkat
harapan-harapan
yang
dikenakan pada individu atau kelompok yang menempati kedudukan sosial
tertentu.19 Sedangkan menurut Biddle dan Thomas peran adalah serangkaian
rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang
kedudukan tertentu. Selanjutnya, Biddle & Thomas membagi peristilahan
dalam teori peran dalam 4 golongan yaitu istilah yang menyangkut:
a. Orang yang mengambil bagian dalam interaksi tersebut.
b. Perilaku yang muncul dalam istilah tersebut.
c. Kedudukan orang dalam perilaku.
d. Kaitan antara orang dan perilaku. 20
19
Sarlito Wirawan Sarwono, “Teori-Teori Psikologi Sosial”, (Jakarta: Rajawali, 1984) cet
ke-1, h.235.
20
Sarlito Wirawan Sarwono, “Teori Psikologi Sosial”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003) cet ke8, h.215.
20
Menurut Soerjono Soekanto peran didefiniskan aspek dinamis
kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya
maka ia menjalankan suatu peranan. 21
2. Ciri Peran
Menurut Levinson dikutip oleh Soekanto ciri pokok yang
berhubungan dengan istilah peran dalam lingkungan sosial adalah terletak
pada adanya hubungan-hubungan sosial seseorang dalam masyarakat yang
menyangkut dinamika dari cara-cara bertindak dengan berbagai norma yang
berlaku dalam masyarakat, sebagaimana pengakuan terhadap status
sosialnya. Sedangkan fasilitas utama seseorang menjalan peran adalah
lembaga-lembaga sosial yang ada dalam masyarakat. Levinson sebagaimana
dikutip oleh Soekanto, bahwa peran itu mencakup 3 hal yaitu :
a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan.
b. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.22
21
Soejono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2002), cet ke-34, h.243.
22
Abdulsyani, “Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan”, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012),
cet ke-4, h.94.
21
3. Fungsi Peran
Menurut Soekanto, dalam pembahasan tentang aneka macam peran
yang melekat pada individu-individu dalam masyarakat ada beberapa
pertimbangan sehubungan dengan fungsi peran, yaitu sebagai berikut :
a. Bahwa peran tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat
hendak dipertahankan kelangsungannya.
b. Peranan tersebut seyogyanya dilekatkan pada individu yang oleh
masyarakat dianggap mampu untuk melaksanakannya. Mereka harus
telah terlebih dahulu terlatih dan mempunyai pendorong untuk
melaksanakannya.
c. Dalam masyarakat kadang-kadang dijumpai individu-individu yang tak
mampu
melaksanakan
perannya
sebagaimana
diharapkan
masyarakat. Oleh karena mungkin pelaksanaannya
pengorbanan
yang terlalu
oleh
memerlukan
banyak dari kepentingan-kepentingan
pribadinya.
d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan perannya,
belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang
seimbang. Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa
membatasi peluang-peluang tersebut.23
4. Bentuk Peran
Bentuk peran atau role menurut Bruce J. Cohen dikutip oleh
Soekanto, yakni sebagai berikut :
23
Ibid, h.95
22
a. Peranan nyata (Anacted Role) adalah suatu cara yang betul-betul
dijalankan seseorang dalam menjalankan suatu peranan.
b. Peranan yang dianjurkan (Prescribed Role) adalah cara yang diharapkan
masyarakat dari kita dalam menjalankan peranan tertentu.
c. Konflik peranan (Role Conflict) adalah suatu kondisi yang dialami
seseorang yang menduduki suatu status atau lebih yang menuntut
harapan dan tujuan peranan yang saling bertentangan satu sama lain.
d. Kesenjangan Peranan (Role Distance) adalah Pelaksanaan Peranan
secara emosional.
e. Kegagalan Peran (Role Failure) adalah kagagalan seseorang dalam
menjalankan peranan tertentu.
f. Model peranan (Role Model) adalah seseorang yang tingkah lakunya
kita contoh, tiru, diikuti.
g. Rangkaian atau lingkup peranan (Role Set) adalah hubungan seseorang
dengan individu lainnya pada saat dia sedang menjalankan perannya.
h. Ketegangan peranan (Role Strain) adalah kondisi yang timbul bila
seseorang mengalami kesulitan dalam memenuhi harapan atau tujuan
peranan yang dijalankan dikarenakan adanya ketidakserasiaan yang
bertentangan satu sama lain. 24
Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan
posisi atau tempatnya dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi atau tempat
24
H. Khufron, “Kegagalan Peran”, h. 11, diakses pada 10 Juni 2015 dari
http://digilib.unila.ac.id/740/3/BAB%20II.pdf , pada pukul 14.00 WIB.
23
seseorang dalam masyarakat (social-position) merupakan unsur statis yang
menunjukkan tempat individu dalam organisasi masyarakat. Peran dalam
ilmu peranan sosial adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap
caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu
berdasarkan status dan fungsi sosialnya. 25
Maka dari itu dari yang dapat peneliti simpulkan dari teori yang
diutarakan oleh Soerjono Soekanto bahwa seseorang dikatakan berperan jika
ia telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status sosial
dalam masyarakat. Atas dasar definisi tersebut maka peran dalam kehidupan
masyarakat adalah sebagai aspek dinamis dari status. Karena peran memiliki
cakupan untuk membimbing seseorang dalam memenuhi peraturan yang ada
didalam masyarakat (organisasi) yang diikutinya. Sebab aturan yang berlaku
dapat terpenuhi apabila adanya interaksi antar individu. Fungsi dari peran
ini untuk mempertahankan struktur masyarakat dan agar masyarakat
memberikan peluang terhadap individu-individu.
Tetapi apabila dari
bentuk, ciri, dan fungsi peran satu sama lainnya tidak dijalankan dengan
baik maka yang terjadi adalah konflik peran bagi individu itu sendiri.
B. Lembaga Pemasyarakatan
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya di sebut LAPAS adalah
tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik
25
106.
Drs. H. Abu Ahmadi, “Psikologi Sosial”, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2007), cet ke-3, h.
24
Pemasyarakatan.26 Sebagai tahap eksekusi, Lembaga Pemayarakatan
mempunyai kegiatan untuk
melakukan pembinaan
Pemasyarakatan.
merupakan
Pembinaan
bagian
Warga
akhir
dari
Binaan
sistem
pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
Lembaga Pemasyarakatan sebagai instansi terakhir didalam sistem
Peradilan Pidana dan pelaksanaan putusan pengadilan (Hukuman) didalam
kenyataannya tidak mempersoalkan seseorang ynag benar-benar terbukti
bersalah atau tidak. Lembaga Pemasyarakatan tujuan pembinaan pelanggar
hukum tidak semata-mata membalas tapi juga memperbaiki. Mengalami
perunahan seperti yang terkandung dalam sistem pemasyarakatan yang
memandang narapidana orang tersesat dan mempunyai waktu untuk
bertobat.27
Bahwa sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah
dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan
Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina,
dan masyarakat.28 tujuannya untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan
Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, serta dapat hidup
secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
26
Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan
BAB I Pasal 1 butir 3
27
Petrus Irwan Panjaitan, Pendapotan Simorangkir. Lembaga Pemasyarakatan Dalam
Perspektif Sistem Peradilan Pidana. (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995) Hal. 63
28
Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan
BAB I Pasal 1 butir 2
25
2. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan
Dr. Sahardjo dalam pidato pengukuhan gelar Doctor Honoriscausa di
UI membuat suatu sejarah baru dalam dunia kepenjaraan Indonesia.
Dikatakan, narapidana adalah orang yang tersesat yang mempunyai waktu
dan kesempatan untuk bertobat, yang dalam keberadaannya perlu mendapat
pembinaan. Tobat tidak dapat dicapai dengan hukuman dan penyiksaan,
tetapi dengan bimbingan agar kelak berbahagia di dunia dan akhirat.
Fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang di lontarkan Sahardjo,
dipakai sistem pemasyarakatan sebagai metode dan pemasyarakatan sebagai
proses. terjadi perubahan fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang tadinya
sebagai tempat pembalasan berganti sebagai tempat pembinaan. Tujuan
pembinaan narapidana selanjutnya dikatakan untuk memperbaiki dan
meningkatkan akhlak (Budi Pekerti) para narapidana dan anak didik yang
berada didalam Lembaga Pemasyarakatan.29
3. Konsep Lembaga Pemasyarakatan Terbuka
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan salah satu inovasi
baru dalam penyempurnakan sistem pemasyarakatan di Indonesia.
Pembentukan sistem pemasyarakatan Terbuka sebagai implementasi dari
surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No :
M.03.pr.0703 tahun tanggal 16 April 2003.
29
Petrus Irwan Panjaitan, Pendapotan Simorangkir. Lembaga Pemasyarakatan Dalam
Perspektif Sistem Peradilan Pidana. (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995) Hal. 63
26
Lembaga
Pemasyarakatan
Terbuka
merupakan
suatu
sistem
pembinaan dengan pengawasan minimum (Minimum Security) yang
penghuninya telah memasuki tahap asimilasi dan memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan dimana diantaranya telah menjalani setengah dari
masa pidananya dan sistem pembinaan serta bimbingan yang dilaksanakan
mencerminkan situasi dan kondisi yang ada pada masyarakat sekitar. Hal ini
dimaksudkan dalam rangka menciptakan kesiapan narapidana kembali ke
tengah masarakat (integrasi).
Dengan sistem pembinaan yang berorientasi kepada masyarakat
maka LAPAS Terbuka seharusnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Tidak ada sarana dan prasarana yang nyata-nyata berfungsi pencegah
pelarian (seperti tembok yang tebal dan tinggi, sel yang kokoh dengan
jeruji yang kuat dan pengamanan yang maksimal)
b. Bersifat terbuka dalam arti bahwa sistem pembinaan didasarkan atas
tertib diri dan atas rasa tanggung jawab Narapidana terhadap
kelompok dimana ia tergolong.
c. Berada di tengah-tengah masyarakat atau di alam terbuka.
Namun secara khusus pembentukan LAPAS Terbuka mengandung
maksud dan tujuan sebagai berikut 30 :
a. Memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan dan penghidupan
narapidana di tengah tengah masyarakat;
30
Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tetang Pemasyarakatan
27
b. Memberi kesempatan bagi Narapidana untuk menjalankan fungsi
sosial secara wajar yang selama ini dibatasi ruang geraknya selama di
dalam Lembaga Pemasyarakatan, dengan begitu maka seorang
Narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka dapat
berjalan berperan sesuai dengan ketentuan norma yang berlaku
didalam masyarakat;
c. Meningkatkan peran aktif petugas, masyarakat dan Narapidana itu
sendiri dalam rangka pelaksanaan proses pembinaan;
d. Membangkitkan motivasi atau dorongan kepada narapidana serta
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Narapidana
dalam
meningkatkan
kemampuan
atau
keterampilan
guna
mempersiapkan dirinya hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat
setelah selesai menjalani masa pidananya;
e. Menumbuh kembangkan amanat sepuluh (10) prinsip Pemasyarakatan
dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara;
4. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka adalah :
1. Sebagai upaya memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan dan
penghidupan
antara
Narapidana
sebelumnya
retak
dengan
Narapidana
untuk
menduduki
dengan
memberikan
masyarakat yang berfungsi penuh.
tempatnya
masyarakat
kesempatan
di
yang
kepada
Tengah-tengah
28
2. Memulihkan kembali harkat dan martabat serta kepercayaan diri
Narapidana sehingga memiliki kemampuan yang bertanggung jawab
baik kepada dirinya maupun kepada anggota masyarakat.
3. Menghindari pengaruh dari prisonisasi yaitu pengaruh negatif dari
penempatan Narapidana yang relatif terlampau lama di lingkungan
bangunan LAPAS tempat pelaksanaan pidana
Berkenaan dengan fungsi ketiga dalam sistem Pemasyarakatan
yang menggunakan model Multy-purpose prison seperti di Indonesia
kemungkinan terjadinya prisonisasi sangat besar, mengingat penempatan
narapidana dengan berbagi jenis latar belakang kejahatan dalam satu
Lapas/Rutan sangat berpotensi terjadinya penularan kejahatan. Tembok
dan jeruji LAPAS tidak hanya mencegah Narapidana untuk melarikan
diri, namun juga memisahkan mereka dari kehidupan masyarakat,
padahal dari semua narapidana yang masuk ke dalam Lapas/Rutan tidak
seluruhnya terdiri dari orang-orang yang memiliki sifat anti sosial, bisa
jadi seseorang dipidana hanya karena ketidak tahuannya tentang
masalah-masalah hukum atau bahkan karena korban keadilan (fitnah).
Terhadap orang-orang seperti inilah yang perlu diselamatkan dari
pengaruh-pengaruh negatif dari pemidanaan di Lapas/Rutan, dan
lembaga pemasyarakatan Terbuka menjadi pilihan alternatif yang paling
memungkinkan untuk menjauhkan mereka dari pengaruh prisonisasi.
Selain itu Lapas Terbuka juga mempunyai fungsi untuk memperbaiki
29
warga binaan yang telah menunjukan perkembangan yang positif dalam
pembinaan di Lapas/Rutan.31
C. Pengertian Narapidana dan Warga Binaan Pemasyarakatan
Warga binaan atau Narapidana adalah orang yang menjalani pidana
hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan, sedangkan yang di
maksud
Lembaga
Pemasyarakatan
(Lapas)
ialah
tempat
untuk
melaksanakan pembinaan narapidana atau warga binaan. Pembagian
Narapidana berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan pasal 1 yaitu :
Pertama narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di LAPAS.
Kedua anak didik pemasyarakatan adalah :
Anak pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
menjalani pidana di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18
tahun.
Anak negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS
anak paling lama sampai berumur 18 tahun.
Anak sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya
memperoleh penetapan pengadilan untuk didik di LAPAS anak
paling lama sampai berumur 18 tahun.
31
Artikel Pemberdayaan Lapas Terbuka Di Indonesia, ditulis oleh Drs. Tholib, Bc. IP. SH.
MH diambil dari website pada tanggal 5 Oktober 2015 pukul 07:57 WIB
30
Klien pemasyarakatan yang selanjutnya disebut klien adalah seseorang
yang berada dalam bimbingan BAPAS.
Dalam rangka pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan
(WBP), maka ada penggolongan WBP berdasarkan:
ï‚·
Umur
ï‚·
Jenis kelamin
ï‚·
Lama pidana yang dijatuhkan
ï‚·
Kejahatan yang dilakukan
ï‚·
Kriteria lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan
pembinaan. 32
1. Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan
Warga
Binaan
Pemasyarakatan
(WBP)
adalah
warga
masyarakat yang memiliki label dalam diri mereka karena telah
melakukan suatu tindak kriminal sehingga harus mendapatkan
konsekuensi yaitu hukum pidana di Lembaga Pemasyarakatan.
Walaupun tengah menjalani masa hukuman pidana, tidak membuat
seorang Warga Binaan Pemasyarakatan tidak memiliki hak sama
sekali di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan
berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyrakatan agar dapat
berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan
32
Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan BAB III Warga Binaan
Pemasyarakatan Pasal 12
31
kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung
jawab.33
Hak-hak warga binaan pemasyarakatan atau narapidana itu
antara lain :
a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya
b) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran
d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
e) Menyampaikan keluhan
f) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya yang tidak dilarang
g) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
h) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang
tertentu lainnya
i) Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
j) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga
k) Mendapatkan pembebasan bersyarat
l) Mendapatkan cuti menjelang bebas
m) Mendapat hak-hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. 34
33
I Pasal 3
Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan BAB
32
Selanjutnya
tersebut,
selain
untuk
menjamin
diadakan
Unit
terselenggaranya
Pelaksana
hak-hak
Teknis
(UPT)
pemasyarakatan yang secara langsung melaksanakan pembinaan,
diadakan pula Balai Pertimbangan kepada Menteri mengenai
pelaksanaan
sistem
pemasyarakatan
dan
Tim
Pengamat
Pemasyarakatan yang memberi saran mengenai program pembinaan
warga binaan pemasyarakatan di setiap UPT dan berbagai sarana
penunjang lainnya.
D. Reintegrasi sosial
Menurut Sakidjo adalah proses pembentukan norma-norma dan
nilai-nilai baru untuk menyesuaikan diri dengan lembaga kemasyarakatan
yang telah mengalami perubahan. Tahap integrasi tersebut dilaksanakan
apabila norma-norma dan nilai-nilai baru telah “institutionalized” dalam dari
warga masyarakat. Berhasil tidaknya proses “institutionalization” tersebut
diformulasikan sebagai berikut.
Efektivitas (kekuatan menentang-menanam) dari masyarakat
Institutionalization =
Kecepatan menanam
Yang dimaksud dengan efektivitas menanam adalah hasil positif dari
penggunaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi dan metode untuk
menanamkan nilai baru di dalam masyarakat. semakin besar kemampuan
tenaga manusia, semakin ampuh alat-alat yang dipergunakan, dan semakin
34
Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan BAB
III Warga Binaan Pemasyarakatan Pasal 14
33
teratur oranisasinya, makin sesuai sistem penanaman itu dengan kebudayaan
masyarakat, dan makin besar hasil yang dapat dicapai oleh usaha
penanaman lembaga baru. Kekuatan menentang dari dalam masyarakat
tersebut
berdampak
“institutionalization”.
negatif
Apabila
terhadap
keberhasilan
menanam kecil,
proses
sedangkan kekuatan
menentang dari masyarakat besar, dan kecenderungan suksesnya proses
institutionalization
menjadi
kecil
bahkan
bisa
hilang.
Sedangkan
pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan integrasi sosial masyarakat
didaerah rawan konflik adalah upaya penanggulangan, pencegahan atau
penyelesaian konflik yang dilakukan masyarakat beserta lembaga sosial
masyarakat melalui kerjasama antar pihak. 35
Merubah perilaku individu dan kelompok dalam suatu perubahan
sosial ataupun pembangunan sosial dewasa ini, diperlukan adanya produk
sosial (sosial product) yang inovatif, maka praktisi di bidang ini (seperti
perencana sosial, community worker maupun pembuat kebijakan) dituntut
untuk melakukan penilaian (assesment) terhadap kebutuhan masyarakat
secara berkesinambungan.36
Rehabilitasi sebagai suatu teori yang cenderung tidak menginginkan
pembalasan dan terkesan manusiawi ternyata menimbulkan masalah, karena
munculnya sikap masyarakat merasa tidak dapat menerima proses
35
Sakidjo dkk, Ujicoba Pola Pemberdayaan Masyarakat Dalam Peningkatan Integrasi
Sosial di Daerah Rawan Konflik (Yogyakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Penelitian
Kesejahteraan Sosial, 2002) hal. 10
36
Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi UI 2001). H. 31
34
pembinaan narapidana, karena masyarakat merasa tidak cukup melihat
terpidana disengsarakan. Dari semua itu muncullah teori integrative. Teori
integrative
sebagaimana
dikatakan
muladi
mengkategorikan
tujuan
pemidanaan kedalam empat tujuan, yaitu :
a) Pencegahan (umum dan Khusus)
b) Perlindungan masyarakat
c) Memelihara solidaritas masyarakat
d) Pidana bersifat penghambat atau pengimbangan
Tujuan pemidanaan integrative sebagaimana dikemukakan di atas,
memberikan gambaran bahwasannya pidana itu seperti pedang bermata dua,
sisi yang satu menggambarkan keadilan, yaitu bagi pelaku dan adil bagi
masyarakat, sisi yang lalu menunjukkan adanya perlindungan.37 Bagi pelaku
dari tindakan balas dendam masyarakat begitu pula masyarakat terlindungi
dari perbuatan yang tidak adil dimana pelaku menerima pidana atas
perbuatannya.
Asimilasi yang dimaksud menurut ilmu sosiologi sosial adalah
“suatu proses sosial dalam yang ditandai dengan adanya usaha-usaha
mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau
kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk
mempertinggi
kesatuan,
sikap
dan
proses-proses
mental
dengan
memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama”.
37
Pandjaitan Petrus dan kikilaitety, samuel. Pidana Penjara Mau Kemana. (Jakarta : CV.
Indhill Co, 2007). Hal 28-29
35
E. Pekerja Sosial Koreksional
1. Peran Pekerjaan Sosial Koreksional
Pekerja sosial mendayagunakan pengetahuan dan keterampilan
dalam kegiatan koreksional rehabilitasi individu. Membantu klien agar
dapat kembali dan menjadi bagian masyarakat serta membimbing
mereka agar percaya dengan diri mereka sendiri dan rekan-rekannya.
Peran Pekerja Sosial yang utama adalah membantu narapidana, tidak
membalas dendam atau menghukum.
Pekerja Sosial koreksional bekerja sebagai bagian dari team,
termasuk diantaranya petugas petugas probasi dan parol, psikologi,
psikiater, konselor vokasional pendidik dan pihak lain dalam memberi
pelayanan dan membantu narapidana merubah perilakunya. 38
2. Fungsi Pekerja Sosial Koreksional
Dalam Melaksanakan peranan sebagai pekerja sosial di bidang
koreksional, maka pekerja sosial memiliki fungsinya sebagai pekerja
sosial dalam pelayanan koreksional.
Berikut fungsi pekerjaan sosial koreksional yaitu :
a. Membantu narapidana memperkuat motivasinya.
b. Memberikan kesempatan kepada narapidana untuk menyalurkan
perasaannya dan memberikan informasi kepada narapidana.
c. Membantu pelanggar hukum untuk membuat keputusan – keputusan.
38
Data diakses pada tanggal 7 April 2016 dari www.scribd.com/TUGAS-INDIVIDUKOREKSIONAL pada pukul 18:45 WIB
36
d. Membantu narapidana merumuskan situasi yang dialaminya.
e. Memberikan bantuan dalam hal merubah atau mengidentifikasi
lingkungan keluarga dan lingkungan dekat.
f. Membantu pelanggar hukum mengorganisasi kembali pola-pola
perilakunya dan memfasilitasi kegiatan rujukan.
Fungsi pekerja sosial diatas adalah bahwa setiap orang dapat
mengalami ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi sosialnya.
Karena itu mereka membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk
menentukan tujuan dan aspirasi bagi dirinya serta dapat mengambil
keputusan yang akan dilaksanakan serta mencapai suatu tujuan. Fungsi
pekerja
sosial
adalah
membantu
mereka
yang
membutuhkan
pertolongan, seperti narapidana yang berbagai alasan tidak mampu
menghilangkan tekanan-tekanan psikis dalam kehidupan di masyarakat.
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA
JAKARTA
A. SEJARAH BERDIRINYA LAPAS TERBUKA JAKARTA.38
Awal mula pembangunan Lapas Terbuka, menggunakan lahan kosong
milik Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM yang pada
tahun 2003 yang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia R.I No : M.03.PR.07.03. Tahun 2003, tanggal 16 April 2003. Pada
awalnya, dibangun 6 (enam) kamar Warga Binaan Pemasyarakatan dengan
kapasitas 30 orang, 1 (satu) ruangan Kalapas (yang sekarang menjadi kamar 01
lantai 1), 1 (satu) ruangan Kepala Sub Bagian Tata usaha (TU) bersama dengan
Kelapa Urusan Keuangan & Kepegawaian dan Kepala Urusan Umum, 1 (satu)
ruangan Kepala Seksi Pembinaan Kegiatan Kerja. Kemudian, pada akhir 2004
sekitar bulan Oktober dilakukan pembangunan gedung perkantoran, gedung
kegiatan kerja (yang berlokasi di depan) dan penambahan kamar blok hunian
menjadi 10 kamar dengan kapasitas 50 orang.
Pada tahun anggaran 2008/2009 telah dilakukan peningkatan gedung
perkantoran menjadi 2 (dua) lantai dan penambahan kamar hunian menjadi 20
kamar yang kapasitasnya menjadi 100 orang hingga sekarang. Kamar hunian yang
ada di Lapas Terbuka berbeda dengan kamar hunian yang terdapat di Lapas
tertutup, perbedaan terdapat pada bentuk bangunannya, di Lapas Terbuka kamar
38
Diambil dari profil lembaga pemasyarakatan terbuka
37
38
hunian berbentuk seperti kamar asrama atau kost yang tidak dilengkapi dengan
jeruji besi seperti yang biasa digunakan oleh kamar hunian Lapas tertutup.
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka adalah salah satu institusi di bawah
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia yang secara khusus melaksanakan pembinaan
lanjutan terhadap narapidana pada tahap asimilasi yaitu dengan masa pidana
antara 1/2 sampai dengan 2/3 dari masa pidana yang harus dijalani oleh
narapidana yang bersangkutan. Asimilasi yang dimaksud menurut penjelasan
Undang – Undang No.12 tahun 1999 tentang Pemasyarakatan pasal demi pasal,
pasal 6 ayat 1 alinea ke 2, Pembinaan secara ekstramural yang dilakukan di
LAPAS
disebut
asimilasi,
yaitu
proses
pembinaan
Warga
Binaan
Pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkan
mereka ke dalam kehidupan bermasyarakat.
Pembentukan Lapas Terbuka didasarkan pada Surat Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. No : M.03.PR.07.03. Tahun 2003, tanggal
16 April 2003, perihal pembentukan Lapas Terbuka Pasaman, Jakarta, Kendal,
Nusakambangan, Mataram dan Waikabubak yang ditandatangani oleh Bapak
Prof.Dr. Yusril Ihza Mahendra dan merupakan pengejawantahan dari konsep
Community-Based Correction. 39 Peresmian Lapas Terbuka Jakarta dilakukan
oleh Bapak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berikutnya yaitu Dr.
Hamid Awaludin, SH.LLM , pada tanggal 14 Mei 2005. Lapas Terbuka Jakarta
39
Pola
Pembinaan
yang
diterapkan
di
Lapas
Terbuka
darihttps://lapasterbukajakarta.wordpress.com/ 16 Oktober 2015 pukul 15:19 WIB
diambil
39
berlokasi di belakang komplek Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
(BPSDM) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. dengan alamat, Jl.
Raya Gandul, Desa Gandul, Kecamatan Limo, Kabupaten Depok.
Kapasitas hunian dari Lapas Terbuka Jakarta saat pertama didirikan
mampu menampung 50 orang yang dibagi dalam 10 kamar hunian dan sejak
tahun anggaran 2008/2009 telah dilakukan peningkatan kapasitas hunian
menjadi 100 orang, yang dibagi menjadi 20 kamar. Kamar hunian yang ada di
Lapas Terbuka berbeda dengan kamar hunian yang terdapat di Lapas tertutup,
perbedaan terdapat pada bentuk bangunannya, di Lapas Terbuka kamar hunian
berbentuk seperti kamar asrama atau kost yang tidak dilengkapi dengan jeruji
besi seperti yang biasa digunakan oleh kamar hunian Lapas tertutup sebagai
penghalang bagi narapidana agar tidak melarikan diri.
1. Alamat Lapas Terbuka
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta berlokasi di belakang
Komplek Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum
dan HAM dengan alamat di Jalan Raya Gandul, Kelurahan Gandul,
Kecamatan Cinere, Kota Depok 16512, Telepon/Faks : (021)7540122
2. DASAR HUKUM PEMBENTUKAN LAPAS TERBUKA JAKARTA
Pembentukan Lapas Terbuka didasarkan pada Surat Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I No : M.03.PR.07.03. Tahun 2003, tanggal
16 April 2003, perihal pembentukan Lapas Terbuka Pasaman, Jakarta,
Kendal, Nusakambangan, Mataram dan Waikabubak yang ditandatangani oleh
Bapak Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra dan merupakan pengejawantahan dari
40
konsep Community-Based Correction. Peresmian Lapas Terbuka Jakarta
dilakukan oleh Bapak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berikutnya
yaitu Dr. Hamid Awaludin, SH. LLM, pada tanggal 14 Mei 2005.
3. Dasar Hukum Lembaga
a. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
b. Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
c. Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
d. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
e. Peraturan
Pemerintah
Penyelenggaraan
No.
Pembinaan
57
dan
tahun
1999
tentang
Pembimbingan
Kerjasama
Warga
Binaan
Pemasyarakatan.
f. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI No. M.01PR.07.03 tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Pemasyarakatan.
g. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI No. M.01PK.04.01 tahun 1989 tentang Asimilasi, Cuti Menjelang Bebas, dan
Pembebasan Bersyarat.
h. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI No. M.01PR.07.01 tentang Organnisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia RI.
41
i. Keputusan
Menteri
Hukum
dan
Hak
Asasi
Manusia
RI
No.
M.03.PR.07.03 tahun 2003 tentang Pembentukan Lapas Terbuka
Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusakambangan, Mataram, dan Wakaibubak.
j. Keputusan Direktur Jendral Pemasyarakatan No. E.PK.04.10-115 tahun
2004 tentang Penempatan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka.
Tugas :
Melaksanakan pemasyarakatan narapidana.
Fungsi :
a. Melakukan pembinaan narapidana.
b. Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil
karya.
c. Melakukan bimbingan sosial/kerohanian narapidana.
d. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib.
e. Melakukan tata usaha dan rumah tangga.
4. VISI DAN MISI LAPAS TERBUKA JAKARTA.
Visi dari Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta memiliki
kesamaan dengan visi dari Pemasyarakatan, yaitu :
42
Pemulihan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan
Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat
dan makhluk Tuhan YME (Membangun Manusia Mandiri).40
Sedangkan misi dari Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta adalah :
Melaksanakan pembinaan dan pembimbingan tahap lanjutan bagi Warga
Binaan Pemasyarakatan dalam Kerangka integrasi social, penegakan
hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan
perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).
5. STATUS LUAS TANAH DAN BANGUNAN
Luas keseluruhan tanah Lapas Terbuka Jakarta 4.415 m2. Status tanah
di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta adalah milik Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM yang
beralamat di Jalan Raya Gandul, Kel.Gandul, Kec.Cinere, Depok. Sedangkan
status bangunan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta
merupakan milik Lapas Terbuka yang pembangunannya menggunakan Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Lapas Terbuka.
B. Organisasi dan Struktur Lapas Terbuka Jakarta
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia, Nomor : M. 03.PR. 07.03 Tahun 2003, Tanggal 16 April
2003. Tentang struktur organisasi Lapas Terbuka, maka struktur organisasi Lapas
Terbuka Jakarta terdiri dari :
40
Pola
Pembinaan
yang
diterapkan
di
Lapas
Terbuka
darihttps://lapasterbukajakarta.wordpress.com/ 16 Oktober 2015 pukul 15:21 WIB
diambil
43
1. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (KALAPAS);
ITUN WARDATUL HAMRO, Bc.IP., S.Sos., M.Si.
2. Kepala Sub. Bagian Tata Usaha (KASUBAG T.U);
LIWI BIANTONO, S.H., M.Si.
3. Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (Ka.KPLP);
SARWO EDY, A.Md.IP., S.H., M.Si.
4. Kepala Seksi Bimbingan Narapidana dan Kegiatan Kerja (KASI BINAPI
GIATJA);
ANDRIAN IBRAHIM, Bc.I.P., S.H.
5. Kepala
Seksi
Administrasi
Keamanan
ADM.KAMTIB);
SUWITO
6. Kepala Urusan Kepagawaian dan Keuangan;
CHRISTIN SARI, A.Md.Kep., S.H., M.Si.
7. Kepala Urusan Umum;
MASWANIH
8. Kepala Sub Seksi Keamanan;
MOHAMAD FADIL, A.Md.IP., S.H., M.H.
9. Kepala Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib;
D. ELYANA SUSANTI, A.Md.IP., S.H., M.H.
10. Kepala Sub Seksi Registrasi dan Bimkemasy;
ADAM RIDWANSAH, A.Md.I.P., S.H., M.Si.
11. Kepala Sub Seksi Perawatan;
dan
Ketertiban
(KASI
44
INDAH SISWANTY, A.Md.IP., S.H., M.H.
12. Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja. 41
DJAROT, S.H., M.H.
1. Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja.
Gambar 3.1
Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta
KALAPAS
Ka.KPLP
KASUBAG T.U.
RUPAM
KAUR KEPEGAWAIAN
DAN KEUANGAN
I II III IV
KASI BINAPI
GIATJA
KASUBSI
REGISTRASI
DAN
BIMKEMASY
KASUBSI
PERAWATAN
KAUR UMUM
KASI
ADM.KAMTIB
KASUBSI
KEGIATAN
KERJA
KASUBSI
KEAMANANN
KASUBSI
PELAPORAN
DAN TATA
TERTIB
Sumber : Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, dalam penerapannya pegawai
Lapas Tebuka Jakarta saling membantu tugas pegawai satu sama lainnya di
41
Data diperoleh dari Kasi Kepegawaian Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta tanggal
September 2015
08
45
bidang yang berbeda, namun masih dalam jangkauan yang dapat dikuasai. Pada
setiap bidang
dalam stuktur organisasi di Lapas Terbuka Jakarta saling
berkoordinasi dan bekerjasama untuk memberikan pelayanan kepada Warga
Binaan Pemasyarakatan agar keberfungsiannya secara sosial dapat tercipta
kembali. Kinerja pegawai dari stuktur organisasi ini dipantau oleh Kepala Lapas
Terbuka Jakarta, yang akan bertanggung jawab secara administratif dan
implementatif kepada Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
1. GAMBARAN SDM / PETUGAS LAPAS TERBUKA JAKARTA.
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta memiliki jumlah pegawai
sebanyak 58 orang, dengan komposisi jumlah pegawai laki – laki sebanyak 46
orang dan pegawai perempuan sebanyak 12 orang. Berikut ini adalah
gambaran petugas Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta berdasarkan
kategori pendidikan dan golongan kepangkatan:
Tabel 3.1
Daftar Petugas Lapas Klas II B Terbuka Jakarta
Berdasarkan Kategori Latar Belakang Pendidikan
Pendidikan
No Jenis Kelamin
Jumlah
SLTP SLTA D3 S1 S2
1
Laki-laki
-
33
3
8
2
46
2
Perempuan
-
4
2
6
-
12
-
37
5
14
2
58
Jumlah
Sumber : Urusan Kepegawaian dan Keuangan Lapas Terbuka Jakarta
46
Tabel 3.2
Daftar Petugas Lapas Klas II B Terbuka Jakarta
Berdasarkan Kategori kepangkatan
Gol. Kepangkatan
No Jenis Kelamin
Jumlah
I
II III IV
1
Laki-laki
-
33 13 -
46
2
Perempuan
-
4
-
12
-
37 21 -
58
Jumlah
8
Sumber : Urusan Kepegawaian dan Keuangan Lapas Terbuka Jakarta
2. KRITERIA PENGHUNI LAPAS TERBUKA JAKARTA.
Berdasarkan surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan nomor :
E.PR.07.03-725 tanggal 05 Desember 2003, perihal Operasionalisasi Lapas
Terbuka Jakarta, maka penempatan narapidana pada Lapas Terbuka Jakarta
adalah berasal dari UPT Wilayah DKI Jakarta, Wilayah Jawa Barat , Wilayah
Banten, maupun narapidana yang berdomisili di sekitar wilayah Lapas
Terbuka Jakarta. Namun demikian tidak semua narapidana dapat diterima
untuk menjadi penghuni Lapas Terbuka Jakarta, karena narapidana dengan
kasus narkotika, teroris, illegal logging, 378 (penipuan) dan pidana khusus
lainnya untuk sementara tidak direkomendasikan oleh Direktur Jenderal
Pemasyarakatan untuk ditempatkan di Lapas Terbuka.
Pendekatan keamanan yang diterapkan di Lapas Terbuka Jakarta
bersifat Minimum Security, maka narapidana yang akan ditempatkan di Lapas
ini harus memenuhi persyaratan – persyaratan sebagai berikut :
47
Pertama syarat substantif berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehakiman, Nomor : M.01.PK.04.10, Tahun 1999, Tentang asimilasi,
Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, pasal 7 ayat (2) yaitu:
a. Narapidana telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas
kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana.
b. Narapidana telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan
moral yang positif.
c. Narapidana telah berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan
dengan tekun dan bersemangat.
d. Kondisi masyarakat telah dapat menerima program kegiatan
pembinaan yang bersangkutan.
e. Selama menjalankan pidana narapidana tidak pernah mendapat
hukuman disiplin sekurang – kurangnya dalam waktu 9 bulan
terakhir sehingga narapidana yang diasimilasikan adalah narapidana
yang mempunyai masa pidana 12 bulan atau lebih.
f. Masa pidana yang telah dijalani; untuk asimilasi, narapidana telah
menjalani minimal 1/2
(setengah) dari masa pidana, setelah
dikurangi masa tahanan dan remisi dihitung sejak putusan
pengadilan memperoleh kekuatan hokum tetap.
Kedua syarat administratif berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehakiman, Nomor : M.01.PK.04.10, Tahun 1999, Tentang asimilasi,
Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, pasal 8 yaitu :
a. Terdapat salinan putusan pengadilan (ekstrak vonis).
48
b. Surat Keterangan asli dari Kejaksaan bahwa narapidana yang
bersangkutan tidak mempunyai perkara atau tersangkut dengan
tindak pidana lainnya.
c. Adanya Laporan Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS) dari Bapas
tentang pihak keluargayang akan menerima narapidana, keadaan
masyarakat sekitar dan pihak lain yang ada hubungannya dengan
narapidana.
d. Salinan daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tetib yang
dilakukan narapidana selama menjalani pidana dari Kalapas.
e. Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti
garasi, remisi, dan lain – lain dari Kalapas.
f. Surat pernyataan kesanggupan menerima / jaminan dari keluarga
yang diketahui oleh Pemda setempat serendah – rendahnya Lurah
atau Kepala Desa.
g. Surat Keterangan kesehatan dari dokter bahwa narapidana sehat
jasmani maupun jiwanya.
Telah mendapat persetujuan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP)
Lapas yang bersangkutan (yang mengirim) dan mendapat persetujuan Kalapas
serta Keputusan asimilasi dibuat oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen
Hukum dan HAM dengan tembusan Kepala Kepolisian setempat, Pemda dan
Hakim Wasmat.
49
C. Tahapan Sistem Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
1. Pendekatan Keamanan Lembaga
Untuk mencapai tujuan pembinaan yang sesuai dengan harapan maka
lingkungan dan suasana Lapas Terbuka harus dirancang sedemikian rupa agar
menyerupai keadaan lingkungan sosial masyarakat pada umumnya. Selain itu
pendekatan keamanan pada warga binaan pemasyarakatan yang berada pada
tahapan asimilasi harus bersifat minimum security. Hal ini bertujuan untuk
menumbuhkan tanggungjawab warga binaan terhadap kepercayaan yang telah
dibebankan kepadanya, baik itu berupa pekerjaan maupun tanggung jawab
untuk mengikuti peraturan dan tata tertib yang ada di lingkungan Lapas
Terbuka Jakarta.
Strategi keamanan
yang dilakukan Lapas Terbuka Jakarta untuk
mengantisipasi terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban adalah dengan
cara pendekatan personal terhadap masing – masing individu warga binaan
pemasyarakatan (Personality Approach). Strategi ini terbukti berjalan efektif
karena sampai saat ini kasus gangguan keamanan yang terjadi cenderung
relatif rendah jika dilihat dari sudut pandang bentuk bangunan dan sarana
prasarana keamanan pendukung lainnya. Efektifitas penggunaan strategi ini
terletak pada kemampuan petugas keamanan yang dapat menyatu dengan
warga binaan pemasyarakatan. Petugas keamanan dapat menjadi pendengar
yang baik bagi keluh kesah para narapidana dan dapat memberikan nasehat
atau jalan keluar, sehingga terjadi kedekatan emosional.
50
2. Pola Kehidupan dan Proses Pembinaan di Lembaga
2.1. Proses Pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta.
Lapas Terbuka Jakarta memiliki alur pembinaan yang berbeda
dengan Lapas biasa. Warga binaan pemasyarakatan yang baru masuk
dan diterima oleh Lapas Terbuka akan terlebih dahulu dilakukan
screening. Pada proses screening tersebut narapidana akan diberikan
pertanyaan semacam pre test dengan isi pertanyaan berkaitan dengan
pemahaman beragama, pemahaman tentang kesadaran berbangsa dan
bernegara, pemahaman tentang kesadaran hukum dan pertayaan
mengenai minat, bakat dan potensi diri yang dimiliki oleh narapidana.
Tujuan dari dilakukannya screening ini adalah guna mengetahui
apakah pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian yang
dilakukan oleh Lapas sebelumnya sudah berhasil.
Apabila dirasa belum, maka Lapas Terbuka Jakarta akan
mengarahkan warga binaan pemasyarakatan yang bersangkutan ke
program pembinaan yang dirasakan belum berhasil tersebut. Contoh
apabila dari hasil screening diketahui bahwa pemahaman agama
narapidana yang bersangkutan masih rendah maka porsi pembinaan
kerohanian baginya akan lebih diintensifkan. Targetnya sehari
sebelum narapidana tersebut bebas dia dapat menjawab pertanyaan
post test dengan skor lebih baik dengan skor saat pre test. Hal itu
dilakukan untuk membandingkan kemampuan yang dimilikinya saat
51
pertama masuk ke Lapas Terbuka Jakarta dengan setelah mendapatkan
pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta.
2.2. Jadwal Kegiatan Narapidana di Lapas Terbuka Jakarta.
Dalam menjaga keteraturan dan kedisplinan warga binaan
pemasyarakatan dalam mengikuti pembinaan di Lapas Terbuka
Jakarta,
maka
dibutuhkan
jadwal
kegiatan
warga
binaan
pemasyarakatan yang mengatur kegiatan yang harus dilakukan, mulai
dari bangun pagi sampai dengan istirahat di malam hari. Kegiatan
warga binaan pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta dimulai dari
pukul 05.00 WIB sampai dengan pukul 20.00 WIB.
52
Tabel 3.3
Jadwal Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan LAPAS Klas II B Terbuka
Jakarta
No
Waktu
Jenis Kegiatan
Keterangan
a. Sabtu
dan Minggu kegiatan
1
05.00-06.00 Sholat subuh berjama'ah dilanjutkan kultum
Pembinaan Kemandirian diganti
2
06.00-07.00 Senam pagi
dengan kegiatan seni atau rekreasi.
3
07.00-07.15 Apel pagi
b. Hari Minggu dilaksanakan kebaktian
4
07.15-08.30 Kebersihan lingkungan (kamar dan kantor)
bagi narapidana beragama Kristen
pada pukul 10.00 sampai dengan
5
08.30-09.00 Makan pagi
12.00 WIB.
6
09.00-12.00 Pembinaan Kemandirian
7
12.00-13.00 Sholat dzuhur berjama'ah dilanjutkan ceramah
8
13.00-13.30 Makan siang
9
13.30-15.15 Pembinaan Kemandirian
10
15.15-16.30 Sholat ashar
11
16.30-17.30 Kebersihan lingkungan (kamar dan kantor)
12
17.30-18.00 Makan malam
13
18.00-19.00 Sholat maghrib berjama'ah dan baca Al-Qur'an
14
19.00-19.30 Apel malam
15
19.30-20.00 Sholat isya' berjama'ah
16 20.00-05.00 ISTIRAHAT
Sumber : Seksi Binapi Giatja
3. Pola Pembinaan Yang Diterapkan Lembaga
Pembinaan yang diberikan oleh Lapas Terbuka Jakarta terhadap para
WBP dibagi menjadi tiga kategori yaitu pembinaan kepribadian, pembinaan
kemandirian dan mengintegrasikan diri dengan masyarakat;
3.1. Pembinaan
Kepribadian
adalah
pembinaan
yang
bertujuan
meningkatkan kualitas pribadi narapidana agar memiliki mental spiritual
yang baik, memiliki kesadaran hukum yang baik, memiliki kesadaran
53
berbangsa dan bernegara yang baik dan memiliki kemampuan
intelektual yang lebih baik.
3.2. Pembinaan
Kemandirian
adalah
pembinaan
yang
bertujuan
meningkatkan kemampuan narapidana untuk mencari penghidupan
melalui kegiatan bimbingan kerja.
3.3. Mengintegrasikan Diri Dengan Masyarakat adalah pembinaan yang
bertujuan untuk memperbaiki hubungan antara Narapidana dengan
masyarakatnya, denga memberikan kesempatan mengembangkan aspek
– aspek pribadinya, seperti Pembebasan Bersyarat (PB), atau Cuti
Bersyarat (CB) memberikan keleluasaan yang lebih besar untuk
berintegrasi dengan masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti
: bekerja dengan pihak ketiga, melanjutkan pendidikan di sekolah
umum, beribadah di tempat ibadah luar Lapas dan lainnya.
4. PROGRAM UNGGULAN
Lapas Pada tahun 2013, yang menjadi program unggulan Lapas
Terbuka yaitu peternakan ayam potong dan budidaya jamur tiram. Kemudian,
pada akhir tahun 2013, sektor peternakan ayam dan budidaya jamur tiram
untuk sementara waktu berhenti pelaksanaannya dikarenakan terbatasnya
anggaran. Pada akhir tahun 2013 dilakukan MoU dengan pihak ke tiga berupa
Peternakan Lele Sangkuriang, sehingga ruangan tempat budidaya jamur akan
digunakan sebagai ruangan budidaya cacing sutera sebagai bahan makanan
lele sangkuriang.
54
Pada tahun 2014 hingga kedepan, pembibitan dan peterankan lele
menjadi program unggulan bagi Lapas Terbuka Jakarta, mengingat target
pembibitan dan peternakan yang mencapai satu juta ekor lele sangkuriang tiap
bulan dan penyediaan pakan lele berupa cacing sutera yang dilakukan secara
mandiri sehingga mampu menekan biaya penyediaan pakan dan juga dapat
diperjualbelikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Pembangunan kolam
lele sudah selesai, sekarang ini sedang dilakukan uji kolam dengan diisi air
sambil menunggu mesin pompa air yang digunakan untuk sirkulasi air kolam
lele. 42
42
Data diperoleh dari Kepala Sub Seksi Registrasi & Bimkesmas Lapas Terbuka Klas II B
Jakarta tanggal 08 September 2015
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA
Pada bab ini diuraikan mengenai temuan lapangan yang peneliti temukan
melalui
penelitian
yang
telah
dilakukan
mengenai
peranan
lembaga
pemasyarakatan terbuka kelas II B Jakarta dalam rangka untuk mencapai
reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan (WBP). Dari hasil temuan
lapangan tersebut, peneliti melakukan analisis yang juga dijelaskan dalam bab ini.
A. Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta dalam
melakukan proses reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan (WBP)
Setiap organisasi sosial memiliki program pelayanan untuk mencapai
tujuan organisasi. Dalam meneliti peran Lembaga Pemasyarakatan, dibutuhkan
beberapa kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan untuk mencapai
reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan (WBP). Dipaparkan di bawah
sebagai kerangka pemikiran sebagai berikut :
55
56
GAMBAR 4.1
Narapidana / WBP (Warga
Binaan Pemsyarakatan)
Organisasi Sosial di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B
Terbuka Jakarta
Bentuk Pelayanan Asimilasi :
Meningkatkan Keberfungsian
Sosial untuk mencapai Integrasi
Sosial
1. Bentuk Pelayanan Asimilasi :
2. Tahap awal, penempatan
narapidana
3. Tahap lanjutan,
a. Mapenaling
b. Penetapan program
c. Pelaksanaan
4. Tahap akhir yaitu integrasi
Warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang sebelumnya berada di
Lembaga Pemasyarakatan tertutup, setelah memenuhi persyaratan yang ada
kemudian dapat menjalani masa pidanaya di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka.
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan organisasi sosial di bawah
naungan Kemenkumham yang memberikan pelayanan asimilasi. Salah satu
pelayanan yang dianggap mampu menangani masalah sosial terkait pembauran
kembali kedalam kehidupan masyarakat adalah pembinaan yang diberikan oleh
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta. Selain dengan diberikan
pembinaan, Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat
warga binaan
pemasyarakatan yang merasa terisolasi karena harus berada didalam penjara, akan
beradaptasi dengan masyarakat kembali.
57
Bentuk pelayanan asimilasi yang pertama tahap awal, kelengkapan warga
binaan pemasyarakatan di kroscek data ulang tujuannya agar proses asimilasi
dapat berjalan dengan baik. Seleksi penempatan narapidana di lapas terbuka.
Tahap kedua lanjutan, di tahap mapenaling tidak langsung mengikuti kegiatan,
WBP beradaptasi dengan lingkungan, teman-teman WBP, petugas Lembaga
Pemasyarakatan, kamar hunian, mengamati kegiatan di Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka. Selanjutnya penetapan program WBP diberikan pilihan sesuai dengan
minat dan bakatnya. Pelaksanaan kegiatan terbagi menjadi dua, pertama
Pembinaan Kepribadian tujuannya meningkatkan kualitas pribadi narapidana agar
memiliki mental spiritual yang baik. Memiliki kesadaran hukum yang baik,
memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang baik dan memiliki kemampuan
intelektual yang baik.
Selanjutnya yang kedua Pembinaan Kemandirian tujuannya agar memiliki
keterampilan setelah bebas dari lapas terbuka sehingga meminimalisir tindakan
kriminalitas dan meningkatkan kemampuan warga binaan pemasyarakatan untuk
mencari penghidupan melalui kegiatan bimbingan kerja. Tahap akhir yaitu
integrasi sosial, secara otomatis WBP menjadi tanggung jawab Balai
Pemasyarakatan (BAPAS) dan putus hubungan dengan Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka. Warga binaan pemasyarakatan tidak menjalani sisa hukuman didalam
BAPAS, melainkan WBP sudah bisa tinggal di rumahnya, tetapi wajib lapor
setiap seminggu sekali dan mengikuti kegiatan yang diselenggarakan BAPAS.
58
Menghilangkan stigma negatif di masyarakat, WBP bisa diterima kembali oleh
msayarakat dan dapat menjalankan fungsi sosisalnya di masyarakat.
Narapidana setelah menjalani masa pidana dan bebas nantinya akan
kembali kedalam kehidupan bermasyarakat untuk menjalani kehidupannya. Bekas
narapidana atau residivis untuk kembali ke dalam masyarakat tidak semudah
membalikkan telapak tangan, karena stigma negatif yang melekat pada dirinya
tidak mudah untuk diterima oleh masyarakat kembali. Seakan kepercayaan
masyarakat terhadap residivis tersebut telah pudar dan sulit untuk dibangun
kembali. Untuk kembali menjalani kehidupannya, narapidana membutuhkan
penguatan psikis, dan tentunya membutuhkan bantuan dari berbagai pihak salah
satunya dari organisasi sosial.
Rehabilitasi sebagai suatu teori yang cenderung tidak menginginkan
pembalasan dan terkesan “manusiawi” ternyata menimbulkan masalah, karena
munculnya sikap masyarakat yang tidak dapat menerima proses pembinaan
narapidana, karena masyarakat merasa tidak cukup melihat terpidana itu
disengsarakan. Dari semua itu muncullah teori integrative. Falsafah pidana ini
muncul seiring dengan tidak puasnya atas hasil yang dicapai teori-teori
sebelumnya.43
Lembaga Pemasyarakatan Klas II Terbuka Jakarta merupakan bentuk dari
lembaga sosial yang melakukan usaha kesejahteraan sosial dibidang Hak Asasi
Manusia. Untuk membantu meningkatkan kondisi dan dapat mengembalikan
43
Pandjaitan, Petrus dan Samuel Kikilaitety. Pidana Penjara Mau Kemana. (Jakarta : CV
Indhill Co. 2007). Hal 27-28
59
keberfungsian sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan mencapai
reintegrasi sosial. Sehingga WBP dapat menjalankan perannya sesuai dengan
statusnya di dalam kehidupan masyarakat.
1. Proses
Warga
Binaan
Pemasyarakatan
kedalam
Lembaga
Pemasyarakatan.
Proses reintegrasi dilakukan dengan cara membaurkan warga binaan
pemasyarakatan sebelum dia bebas dan kembali ke masyarakat diberikan
pembekalan terlebih dahulu. Prosesnya dilakukan dengan pengusulan dari
pihak Lapas asal berupa dokumen usulan untuk pemberian asimilasi terhadap
warga binaan pemasyarakatan, kepada Kantor Wilayah Kementrian Hukum
dan HAM. Tentunya setelah menjalani setengah dari masa pidananya.
Kemudian, Kantor Wilayah mengeluarkan surat keputusan asimilasi dan
merekomendasikan kepada Lapas Terbuka untuk melaksanakan assessment
terhadap warga binaan pemasyarakatan ke Lapas Asal. Setelah pihak Lapas
Terbuka melakukan assessment, maka hasil dari assessment tersebut diberikan
ke Kantor Wilayah untuk diproses dan mengeluarkan hasil keputusan untuk
berpindah asimilasi pada tahap selanjutnya di Lapas Terbuka atau tidak.
Diawali dengan penempatan WBP di Lapas Terbuka, pada saat
diterima di Lapas terbuka dilakukan screening test, dimana pada tahap ini
dilakukan wawancara terhadap warga binaan pemasyarakatan dengan
mengkroscek tentang identitas diri, data perkara, rekap medis dari upt asal,
penjamin dan sebagainya. Seperti yang dikatakan Bapak Adam selaku
60
Kasubsie Registrasi dan Bimkemasy mengenai penerimaan warga binaan
pemasyarakatan :
“untuk proses penerimaan, kita langsung menerima data dari
upt asal, haah data dari upt asal baik itu data biodata, rekap medis
seperti itu terus silsilah keluarga, itu data langsung kita dapat
karena kita sudah punya sistem SDP ya, sistem database
pemasyarakatan dan itu sudah satu link, link data itu yang kita
ambil lagi dan disini pun memang kita eee.. mintakan data hanya
sebatas pengecekan bukan data awal, karna data sudah masuk
semua. Untuk medical check up, kita terima datanya kemudian kita
check lagi bener ga nih. Kan disini ada poliklinik tuh, nah misalnya
rekap medis dari sana punya riwayat penyakit TBC, nah kita check
lagi disini apakah benar. Yang paling utama khawatir nya warga
binaan tersebut HIV atau menggunakan narkoba nah.” 44
Dengan sistem database pemasyarakatan, mempermudah staff Lapas
Terbuka Jakarta untuk melakukan krosecek data. Data yang diperoleh dari
pihak kepolisian atau jaksa saat proses penyidikan sebelum warga binaan
pemasyarakatan dijatuhkan hukuman, sehingga meminimalisir kebohongan
terjadi.
1.1 Kriteria Penghuni Lembaga/Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP)
Berdasarkan surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan nomor :
E.PR.07.03-725 tanggal 05 Desember 2003, perihal Operasionalisasi
Lapas
Terbuka
Jakarta,
maka
penempatan
warga
binaan
pemasyarakatan pada Lapas Terbuka Jakarta adalah berasal dari UPT
Wilayah DKI Jakarta, Wilayah Jawa Barat , Wilayah Banten, maupun
narapidana yang berdomisili di sekitar wilayah Lapas Terbuka Jakarta.
44
2015
Wawancara dengan Bapak AR selaku Kasubsie Registrasi dan Bimkemasy, 08 September
61
Namun demikian tidak semua narapidana dapat diterima untuk
menjadi penghuni Lapas Terbuka Jakarta, karena narapidana dengan
kasus narkotika, teroris, illegal logging, 378 (penipuan) dan pidana
khusus lainnya tidak direkomendasikan oleh Direktur Jenderal
Pemasyarakatan untuk ditempatkan di Lapas Terbuka.
Karena pendekatan keamanan yang diterapkan di Lapas
Terbuka Jakarta bersifat Minimum Security, maka warga binaan
pemasyarakatan yang akan ditempatkan di Lapas Terbuka Jakarta
harus memenuhi persyaratan – persyaratan, pertama syarat substantif
berdasarkan
Surat
M.01.PK.04.10,
Keputusan
Tahun
1999,
Menteri
Kehakiman,
Tentang
asimilasi,
Nomor
:
Pembebasan
Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, pasal 7 ayat (2) yaitu :
1. Narapidana telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas
kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana.
2. Narapidana telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan
moral yang positif.
3. Narapidana telah berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan
dengan tekun dan bersemangat.
4. Kondisi masyarakat telah dapat menerima program kegiatan
pembinaan yang bersangkutan.
5. Selama menjalankan pidana narapidana tidak pernah mendapat
hukuman disiplin sekurang – kurangnya dalam waktu 9 bulan
62
terakhir
sehingga
narapidana
yang
diasimilasikan
adalah
narapidana yang mempunyai masa pidana 12 bulan atau lebih.
6. Masa pidana yang telah dijalani; untuk asimilasi, narapidana telah
menjalani minimal 1/2
(setengah) dari masa pidana, setelah
dikurangi masa tahanan dan remisi dihitung sejak putusan
pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Kedua syarat
administratif berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman,
Nomor : M.01.PK.04.10, Tahun 1999, Tentang asimilasi,
Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, pasal 8 yaitu :
Terdapat salinan putusan pengadilan (ekstrak vonis). Surat
Keterangan asli dari Kejaksaan bahwa narapidana yang bersangkutan
tidak mempunyai perkara atau tersangkut dengan tindak pidana
lainnya.
Adanya Laporan Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS) dari
Bapas tentang pihak keluarga yang akan menerima narapidana,
keadaan masyarakat sekitar dan pihak lain yang ada hubungannya
dengan narapidana.
ï‚·
Salinan daftar yang memuat tentang pelanggaran tata
tetib yang dilakukan narapidana selama menjalani
pidana dari Kalapas.
63
ï‚·
Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa
pidana, seperti garasi, remisi, dan lain – lain dari
Kalapas.
ï‚·
Surat pernyataan kesanggupan menerima / jaminan dari
keluarga yang diketahui oleh Pemda setempat serendah
– rendahnya Lurah atau Kepala Desa.
ï‚·
Surat
Keterangan
kesehatan
dari dokter
bahwa
narapidana sehat jasmani maupun jiwanya.
Telah mendapat persetujuan Tim Pengamat Pemasyarakatan
(TPP) Lapas yang bersangkutan (yang mengirim) dan mendapat
persetujuan Kalapas serta Keputusan asimilasi dibuat oleh Kepala
Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM dengan tembusan
Kepala Kepolisian setempat, Pemda dan Hakim Wasmat.
Reintegrasi sosial sebagai tujuan yang ingin dicapai dari sistem
pemasyarakatan didasarkan pada pemahaman bahwa pelanggaran
hukum terjadi karena adanya keretakan hubungan di dalam
masyarakat. Oleh karena itu, terbangun apabila ada ruang yang luas
dalam interaksi yang sehat diantara keduanya.
Jelas bahwa seseorang yang sedang menjalani hukuman pidana
karena melanggar hukum sangat membutuhkan apresiasi masyarakat,
berupa dukungan sosial untuk kembali ke dalam kehidupan
bermasyarakat. Dengan menerima kembali bekas narapidana untuk
64
bermasyarakat, karena manusia diciptakan sebagai makhluk sosial
yang tidak bisa hidup sendiri. Oleh sebab itu pada reintegrasi sosial
sangat dibutuhkan peran serta masyarakat untuk menerima kembali
bekas narapidana.
Reintegrasi tidak dapat dipisahkan dengan Community Based
Corrections.
Karena
pembenaran
konsep
Community
Based
Corrections adalah bahwa masyarakat merupakan tempat yang paling
ideal untuk melakukan upaya pembinaan pelanggaran hukum.
Syarat yang harus dipenuhi untuk bisa mendapatkan asimilasi
ada 2 syarat, yaitu administrasi dan substansi. Administrasi berupa
usulan-usulan, tidak ada register f, berkelakuan baik, catatan riwayat
pembinaannya baik,
kemudian yang terpenting telah memasuki
setengah masa pidana. Substansinya adalah kelakuan warga binaan
pemasyarakatan di lapas sebelumnya, dimana kelakuannya baik atau
menunjukkan perubahan, tidak pernah melakukan pelanggaran atau
indisiplin (tindakan tidak disiplin). Hal ini dijelaskan oleh salah satu
staff Lapas Terbuka Jakarta, yaitu Bapak AR.
“untuk proses penerimaan, kita langsung menerima
data dari upt asal, haah data dari upt asal baik itu data
biodata, rekap medis seperti itu terus silsilah keluarga, itu
data langsung kita dapat karena kita sudah punya sistem SDP
ya, sistem database pemasyarakatan dan itu sudah satu link,
link data itu yang kita ambil lagi dan disini pun memang kita
eee.. mintakan data hanya sebatas pengecekan bukan data
awal, karna data sudah masuk semua. Untuk medical check up,
kita terima datanya kemudian kita check lagi bener ga nih.
Kan disini ada poliklinik tuh, nah misalnya rekap medis dari
65
sana punya riwayat penyakit TBC, nah kita check lagi disini
apakah benar. Yang paling utama khawatir nya warga binaan
tersebut HIV atau menggunakan narkoba nah.”45
Dengan sistem database pemasyarakatan, mempermudah staff
Lapas Terbuka Jakarta untuk melakukan krosecek data. Sehingga
meminimalisir kebohongan terjadi, tidak hanya itu data yang diperoleh
pun dari pihak kepolisian atau jaksa saat proses penyidikan sebelum
warga
binaan
pemasyarakatan
dijatuhkan
hukuman.
sehingga
meminimalisir kebohongan terjadi. Dipertegas lagi oleh pendapat
Bapak AWR, A.Md.IP., S.H., S.Sos., M.Si. selaku Kepala Bidang
Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang, Bapak Andi Wijaya Rifai
memiliki pengalaman menjadi Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas
II B Terbuka Jakarta dan menjadi salah seorang yang terkaitan dalam
pembuatan Peraturan Pemerintah, salah satunya adalah Peraturan
Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Bapak AWR
mengatakan bahwa :
“ya itu sebagian dari faktor-faktor yang menilai
apakah dia layak atau tidak diasimilasikan. Kalo memang
ngga bener data penjaminnya ngga jelas, kita konservasi ngga
jelas yauda ngga usah diterima, ah dulu kaya gitu saya. Jadi
dia ngga jadi di asimilasi ke lapas terbuka.”46
45
2015
46
Wawancara dengan Bapak AR selaku Kasubsie Registrasi dan Bimkemasy, 08 September
Wawancara dengan AWR. selaku Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang,
tanggal 10 Juni 2015)
66
Saat data tidak sesuai antara yang didapat dengan wawancara
terhadap WBP, maka pihak Lapas Terbuka menolak warga binaan
tersebut untuk diasimilasikan. Maka dari itu pada tahap penerimaan,
warga binaan pemasyarakatan juga diberikan arahan untuk mengikuti
aturan yang ada di Lapas Terbuka. Yang perlu diperhatikan pada saat
berpindahnya warga binaan pemasyarakatan atau penerimaan ke Lapas
Terbuka adalah penyesuaian, budaya keras saat berada di Lapas
Tertutup harus dihilangkan agar pembauran dengan masyarakat dapat
berjalan maksimal dan tujuan dari asimilasi dapat tercapai.
Hal ini seperti harapan yang disampaikan oleh Bapak AWR
untuk warga binaan yang melaksanakan asimilasi di Lapas Terbuka
harus dipilih yang benar-benar serius menjalankannya, diperjelas
dengan pemaparan sebagai berikut :
“yang pertama ee.. mereka yang asimilasi harus betul
betul, mereka yang sudah melalui assessment. Kalo dia
memang layak bukan secara admistrasi dan secara substansi.
Kalo dia perilakunya betul-betul baik, perilakunya yang
penting nantinya. Terus yang kedua, selama proses asimilasi
juga harus dilakukan pengawasan secara baik. Peran
masyarakat disitu juga penting, jadi masyarakat ikut
mengawasi proses asimilasi” 47
Tidak hanya itu, warga binaan pemasyarakatan yang memiliki
riwayat pernah melakukan tindak pidana, tidak dapat diasimilasikan di
Lapas Terbuka. Hal ini dikarenakan, saat asimilasi lalu tidak dapat
menerapkannya dengan baik. Bahkan menurut Bapak AR pernah ada
47
Wawancara dengan AWR. selaku Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang,
tanggal 10 Juni 2015)
67
yang telah pindah ke Lapas Terbuka, tetapi karena kelakuannya yang
buruk, warga binaan pemasyarakatan tersebut di kembalikan ke upt
asal. Hal ini yang kemudian menentukan layak atau tidaknya warga
binaan tersebut berpindah ke Lapas Terbuka. Dipertegas dengan
pemaparan yang diberikan oleh Bapak AWR, bahwa :
“eehh.. aturannya sih ngga ada, kemarin kebetulan
waktu saya di lapas terbuka memang eee.. kebijakannya
begini, kita kan yang pertama melakukan assessment jadi
orang-orang atau narapidana yang akan dikirimkan kesana
yang sudah diusulkan dari lapas tertutup akan ditempatkan di
lapas terbuka, kita lakukan assessment lagi dari kita yang
melakukan assessment. Kita datang ke lapas Cipinang
misalnya kan, kita wawancara dia sambil cek datanya, apakah
dia layak atau tidak di lapas terbuka. Layak dalam pengertian
dia memang punya kemauan untuk disana, yang kedua
misalnya ehem.. apakah penjaminnya jelas atau tidak. Salah
satu assessment yang tadi juga berfungsi begini, saya bilang
cek datanya apakah dia sudah residivis apa bukan, apakah dia
pernah di lapas terbuka atau tidak, kalo itu dia residivis dan
pernah dilapas terbuka maka tolak. Tolak, karna apa
berartikan waktu dia di lapas terbuka tidak mampu
menjadikan dia berdedikasi dengan baik, makanya kita tolak.
Karna mungkin potensi-potensi dia melakukan penyimpangan
lagi lebih besar kalo dia punya praktek-praktek seperti itu
pemikiran saya waktu itu. Makanya kita tolak yang residivis
yang pernah kesana, apa lagi yang pernah kesana kan berarti
anggaplah kita gagal di lapas terbuka buat dia lebih baik, atau
ada faktor lain misalnya.”48
1.2 Proses Pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta.
Lapas Terbuka Jakarta memiliki alur pembinaan yang berbeda
dengan Lapas biasa. Warga binaan pemasyarakatan yang baru masuk
dan diterima oleh Lapas Terbuka akan terlebih dahulu dilakukan
48
Wawancara dengan AWR. selaku Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang,
tanggal 10 Juni 2015)
68
screening. Pada proses screening tersebut narapidana akan diberikan
pertanyaan semacam pre test dengan isi pertanyaan berkaitan dengan
pemahaman beragama, pemahaman tentang kesadaran berbangsa dan
bernegara, pemahaman tentang kesadaran hukum dan pertayaan
mengenai minat, bakat dan potensi diri yang dimiliki oleh narapidana.
Tujuan dari dilakukannya screening ini adalah guna mengetahui
apakah pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian yang
dilakukan oleh Lapas sebelumnya sudah berhasil.
Apabila dirasa belum, maka Lapas Terbuka Jakarta akan
mengarahkan warga binaan pemasyarakatan yang bersangkutan ke
program pembinaan yang dirasakan belum berhasil tersebut. Contoh
apabila dari hasil screening diketahui bahwa pemahaman agama
narapidana yang bersangkutan masih rendah maka porsi pembinaan
kerohanian baginya akan lebih diintensifkan. Targetnya sehari
sebelum narapidana tersebut bebas dia dapat menjawab pertanyaan
post test dengan skor lebih baik dengan skor saat pre test. Hal itu
dilakukan untuk membandingkan kemampuan yang dimilikinya saat
pertama masuk ke Lapas Terbuka Jakarta dengan setelah mendapatkan
pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta.
Pembinaan yang diberikan terhadap WBP dilakukan di
masyarakat dengan cara membaurkan kembali WBP dikehidupan
69
bermasyarakat
demi
terciptanya
integrasi
sosial
dikehidupan
masyarakat sehingga keberfungsian sosial dapat tercipta.
Kemudian diperjelas lagi dengan isi dari Peraturan Menteri
Hukum dan HAM RI Nomor M.2.PK.04-10 tahun 2007 pasal 4 yang
berbunyi sebagai berikut :
Asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan
cuti bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan :
a. Membangkitkan motivasi atau dorongan pada diri narapidana
dan anak didik pemasyarakatan ke arah pencapaian tujuan
pembinaan;
b. Memberi kesempatan pada narapidana dan anak didik
pemasyarakatan untuk pendidikan dan ketrampilan guna
mempersiapkan diri hidup mandiri di tengah masyarakat
setelah bebas menjalani pidana;
c. Mendorong masyarakat untuk berperan serta secara aktif dalam
penyelenggaraan pemasyarakatan. (Peraturan Menteri Hukum
dan HAM RI Nomor M.2.PK.04-10)
Diperjelas lagi dengan hasil rapat kerja komisi III DPR RI
dengan Menteri Hukum Dan HAM RI (2015), “Bahwa Kementerian
Hukum dan HAM, telah melakukan kerja sama dengan swasta,
melalui dana CSR perusahaan, yang juga digunakan sebagai
pembinaan sosial”.
70
Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan Pasal 14 huruf (j) menyebutkan bahwa, “asimilasi
merupakan salah satu hak yang dapat diperoleh narapidana. Asimilasi
ini diberikan kepada narapidana apabila telah memenuhi persyaratan
yaitu, telah berkelakuan baik, dapat mengikuti program pembinaan
dengan baik, dan telah menjalani ½ (setengah) masa pidananya.”
2. Penerapan pembinaan oleh Lembaga Pemasyarakatan Terbuka terhadap
Warga Binaan Pemasyarakatan
Pembinaan yang diberikan oleh Lapas Terbuka Jakarta terhadap para
WBP dibagi menjadi tiga kategori yaitu pembinaan kepribadian, pembinaan
kemandirian dan pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat.
Pembinaan yang dilakukan oleh Lapas Terbuka merupakan program yang
dirancang sedemikian sehingga dapat mengembalikan keberfungsian sosial
warga binaan pemasyarakatan. Warga binaan pemasyarakatan diberikan
pelatihan berupa pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian,
sehingga dapat mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Berikut pernyataan
yang disampaikan oleh Bapak AR yaitu :
“Pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian.
Kepribadian nih contohnya kaya sekolah, trus ee.. pembinaan rohani,
kaya dimasjid masjid gitu kan, kaya apa lagi ya? Pokoknya konselingkonseling gitu, itu pembinaan kepribadian ya. Ini dilakukan pada
tahap awal, jadi mereka dibekali dulu dengan pembinaan
kemandirian. Setelah itu nanti ini ada proses nya lagi nih (nunjuk
gambar). Setelah itu.. eee.. diberikan pembinaan kemandirian.
Kemandirian tuh kaya.. ini tuh ada dua, misalnya pelatihan dan..
71
pelatihan dan apa itu kegiatan kerja. Pelatihan itu, misalnya dia itu
kan misalnya dia belum bisa jahit, dilatih jahit. Dia belum bisa
sablon, dilatih sablon. Setelah itu, ini baru pelatihan nanti setelah
berlatih dia bisa, baru dikaryakan didalem itu. ..Nah pembinaan,
pembinaan ini pun ada tahapannya. Ini kan tadi baru jenis-jenis
kegiatan pembinaan nih kaya nyablon, jahit, laudry dan sebagainya
itu baru jenisnya saja. Belum tahapannya, tahapannya eee..
tahapannya gini (membuat tabel) ini maksimum, ini medium, ini
minimum. Maksimum tuh 0 sampe sepertiga ya kan. Udah tau yakan
ya? Nah terhadap mereka bisa diberikan asimilasi, asimilasi tentunya
yang sudah di tahapan ini (nunjuk table medium) tahapan medium.. ya
tapi nanti dilihat lagi tentang detail kapan dia bisa diberikan
asimilasi.49
Pembinaan yang dilakukan berupa keterampilan pelatihan kerja,
pembekalan mental spiritual, kesadaran berbangsa dan bernegara, kecerdasan
intelektual, mengintegrasikan diri dengan masyarakat, dan lain-lain. Seperti
yang dipaparkan menurut Bapak AWR berikut :
“Pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian.
Kepribadian nih contohnya kaya sekolah, trus ee.. pembinaan rohani,
kaya dimasjid masjid gitu kan, kaya apa lagi ya? Pokoknya konselingkonseling gitu, itu pembinaan kepribadian ya. Ini dilakukan pada
tahap awal, jadi mereka dibekali dulu dengan pembinaan
kemandirian. Setelah itu nanti ini ada proses nya lagi nih (nunjuk
gambar). Setelah itu.. eee.. diberikan pembinaan kemandirian.
Kemandirian tuh kaya.. ini tuh ada dua, misalnya pelatihan dan..
pelatihan dan apa itu kegiatan kerja. Pelatihan itu, misalnya dia itu
kan misalnya dia belum bisa jahit, dilatih jahit. Dia belum bisa
sablon, dilatih sablon. Setelah itu, ini baru pelatihan nanti setelah
berlatih dia bisa, baru dikaryakan didalem itu. ..Nah pembinaan,
pembinaan ini pun ada tahapannya. Ini kan tadi baru jenis-jenis
kegiatan pembinaan nih kaya nyablon, jahit, laudry dan sebagainya
itu baru jenisnya saja. Belum tahapannya, tahapannya eee..
tahapannya gini (membuat tabel) ini maksimum, ini medium, ini
minimum. Maksimum tuh 0 sampe sepertiga ya kan. Udah tau yakan
ya? Nah terhadap mereka bisa diberikan asimilasi, asimilasi tentunya
yang sudah di tahapan ini (nunjuk table medium) tahapan medium.. ya
49
2015
Wawancara dengan Bapak AR selaku Kasubsie Registrasi dan Bimkemasy, 08 September
72
tapi nanti dilihat lagi tentang detail kapan dia bisa diberikan
asimilasi.”50
Pada pelaksanaan kegiatan ini tentunya warga binaan pemasyarakatan
sebagai penerima pelayanan di Lapas Terbuka Jakarta. Program pembinaan di
Lapas Terbuka Jakarta merupakan usaha kesejahteraan sosial dalam
mengatasi masalah kejahatan yang bertujuan untuk meciptakan kesejahteran
sosial bagi warga binaan pemasyarakatan agar terpenuhi hak dan
kebutuhannya. Selain itu, dibahas juga tentang peran pekerja sosial dalam
menangani atau menyikapi warga binaan pemasyarakatan.
Pelayanan sosial sebagai bentuk dari usaha kesejahteraan sosial ini
memiliki fungsi untuk mendukung kegiatan yang dilakukan oleh lembaga
fungsi-fungsi dari kesejahteraan sosial tersebut ada empat, yaitu :
2.1 Fungsi Pencegahan (Preventif)
Kesejahteraan sosial di tujukan untuk memperkuat individu, keluarga,
dan masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru.
Dalam masyarakat transisi, upaya pencegahan di tekankan pada
kegiatan-kegiatan untuk membantu menciptakan pola-pola baru dalam
hubungan sosial serta lembaga-lembaga sosial baru.
2.2 Fungsi Penyembuhan (Curative)
Kesejahteraan sosial ditunjukkan untuk menghilangkan kondisikondisi ketidakmampuan fisik, emosional, dan sosial agar orang yang
50
Wawancara dengan AWR. selaku Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang,
tanggal 10 Juni 2015)
73
mengalami masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar
dalam masyarakat. Dalam fungsi ini tercakup juga fungsi pemulihan
rehabilitasi.
2.3 Fungsi Pengembangan (Development)
Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan
langsung ataupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau
pengembangan tatanan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat.
2.4 Fungsi penunjang (Supportive)
Kesejahteraan sosial ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu
mencapai tujuan sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial
yang lain. 51
Dari penjelasan diatas dapat dilihat, bahwa fungsi usaha kesejahteraan
sosial yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta
adalah fungsi penyembuhan (curative), yaitu mencakup fungsi rehabilitasi
atau pemulihan. Untuk mengembalikan keberfungsian sosial warga binaan
pemasyarakatan (WBP) secara wajar. Dan fungsi penunjang (supportive),
yaitu dengan kegiatan pembinaan untuk memberikan bekal pada WBP agar
kelak setelah bebas memiliki kemampuan.
Pembinaan yang diberikan terhadap WBP dilakukan di masyarakat
dengan cara membaurkan kembali WBP dikehidupan bermasyarakat agar
terciptanya integrasi sosial dikehidupan masyarakat sehingga keberfungsian
51
Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2014), h. 13.
74
sosial dapat tercipta. Pembinaan yang dilakukan merupakan tahapan asimilasi,
Dari penjelasan diatas terkait dengan penelitian yang penulis lakukan,
asimilasi yang dimaksud adalah menyatukan narapidana kembali ke dalam
kehidupan masyarakat dengan kegiatan sosial dan interaksi sosial terhadap
masyarakat, juga sebagai pembentukan sikap dan mental serta kesadaran
untuk tidak mengulang kembali tindak kejahatan yang telah dilakukan. Alasan
disatukannya WBP ke dalam masyarakat, karena terisolasi dari masyarakat
membuat tingkah laku dan peran secara sosial berubah.
Asimilasi yang dimaksud menurut ilmu sosiologi sosial adalah “suatu
proses sosial dalam yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi
perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok
manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan, sikap
dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan
dan tujuan-tujuan bersama”.
Asimilasi yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah
satu bentuk pembinaan, seperti halnya kerja sama dengan pihak ketiga.
Asimilasi ini bentuk integrasi sosial terhadap masyarakat. Seperti penjelasan
yang dikemukakan oleh Bapak AWR berikut :
“iyaa.. salah satu bentuk pembinaan tuh asimilasi. Jadi
pembinaan tuh, kalo ini rumpun besar nya pembinaan, lapas kan
tugas utamanya pembinaan kan ya. Nah itu macem-macem,
pembinaan kemandirian pembinaan kepribadian kan gitu. Pembinaan
kemandirian ini macem-macem gitu kan, dengan jenis jenis sekian.
Nih kalo misalkan jenis ya kaya tadi, jenis kaya apa itu tadi.. jenis
kegiatannya apa, trus kalo berdasarkan waktunya maka ehem.. ada
75
yang uda setengah itu bisa CMK, yang sudah dua pertiga bisa PB,
ada CMB, CMB tuh minimal eh maksimal sebesar remisi terakhir.”52
Jadi dapat disimpulkan bahwa asimilasi dapat di lakukan di Lapas
Tertutup dan juga Lapas Terbuka, hanya saja pada Lapas Terbuka merupakan
tahap lanjutan dari asimilasi yang dilakukan oleh Lapas Tertutup. Seperti
yang di jelaskan oleh Bapak AWR berikut :
“sebenarnya ngga ada bedanya ya, Cuma kalo yang di lapas
terbuka itu ehem.. eee… karna tidak semua kabupaten kota ini kan
punya lapas terbuka jadi hanya tertentu saja. Jadi eee.. ehem..
mereka-mereka sudah mau memenuhi syarat untuk diasimilasikan,
asimilasi itu kan ehem.. sudah setengah masa pidana ya.. dia bisa
dipindah asimilasikan ke luar, salah satunya bisa dipindahkan ke
lapas terbuka. Jadi lapas terbuka itu adalah salah satu bentuk tempat
dilakukan asimilasi, selain dengan pihak ketiga gitu dilapas terbuka
salah satu tempat melakukan asimilasi, jadi ada asimilasi dengan
pihak ketiga ada asimilasi di lapas terbuka jadi kaya gitu. Jadi lapas
terbuka jadi salah satu tempat untuk melakukan asimilasi” 53
Jelas bahwa seseorang yang sedang menjalani hukuman pidana karena
melanggar hukum sangat membutuhkan apresiasi masyarakat, berupa
dukungan sosial untuk kembali ke dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan
menerima kembali bekas narapidana untuk bermasyarakat, karena manusia
diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Tanpa
dukungan yang diberikan, tujuan dari pemasyarakatan tidak akan tercapai.
Seperti yang dikemukakan informan ahli berikut :
52
Wawancara dengan AWR. selaku Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang,
tanggal 10 Juni 2015)
53
Wawancara dengan AWR. selaku Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang,
tanggal 10 Juni 2015)
76
“kalo dukungan itu kan ada 3 pilar, yang pertama petugasnya,
yang kedua masyarakat dan ketiga narapidana itu sendiri. Jadi ya
ketiga pilar itu harus selalu ada harus bekerja sama. Kalo salah
satunya ngga ada ya berarti kan ngga optimal. Kalo misalnya
narapidana mau bekerja nih punya keinginan yang kuat, petugasnya
lapasnya bisa memfasilitasi ternyata diluar ngga ada yang menerima
ngga bisa jalan masyarakat ngga bisa. Walaupun asimilasi itu kan
bukan hanya narapidana yang keluar, masyarakat kedalem pun itu
sebagai bentuk mengenalkan masyarakat dengan narapidana” 54
3. Tahap Akhir Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
Tahap akhir dari asimilasi adalah integrasi dengan pembebasan
bersyarat atau cuti bersyarat.Terkait penelitian yang penulis lakukan, integrasi
sosial yang ingin dicapai WBP di Lembaga Pemasyarakatan adalah
keberfungsian sosial. Dimana WBP dapat kembali berinteraksi di dalam
kehidupan bermasyarakat tanpa melihat perilaku masa lalunya
Terkait penelitian yang penulis lakukan, keberfungsian sosial yang
ingin dicapai WBP di Lembaga Pemasyarakatan adalah reintegrasi sosial.
Dimana WBP dapat kembali berinteraksi di dalam kehidupan bermasyarakat
tanpa melihat perilaku masa lalunya. Integrasi sosial sebagai tujuan yang
ingin dicapai dari sistem pemasyarakatan didasarkan pada pemahaman bahwa
pelanggaran hukum terjadi karena adanya keretakan hubungan di dalam
masyarakat.
Untuk
mencapai
reintegrasi
sosial,
yang
dilakukan
dengan
pembebasan bersyarat dan cuti bersyarat. Sebelum nantinya mereka bebas
54
Wawancara dengan AWR. selaku Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang,
tanggal 10 Juni 2015)
77
secara murni dan kembali ke masyarakat, hal ini tentunya membutuhkan
dukungan dari masyarakat.
Diperjelas oleh Bapak AR tentang pembebasan bersyarat atau cuti
bersyarat yaitu :
“bebas tapi bersyarat iya pengertiannya gitu, maksudnya dia
secara fisik tidak berada dilapas tapi kemudian kalo di lapas kan
disebutnya pembinaan, mereka tidak mendapat pembinaan di lapas
tapi mereka proses selanjutnya diserahkan pembimbingan ke Bapas.
Jadi mereka masih tetap ada tanggung jawab dengan kita, walaupun
apa.. dalam satu ini satu lembaga pemasyarakatan itu ada lapas ada
bapas. Ketika proses CB ataupun PB tadi, mereka diberikan
pembimbingan namanya oleh pihak Bapas”55
Kemudian diperjelas lagi oleh paparan Bapak AWR bahwa PB/CB
merupakan salah satu program yang diberikan sebagai hadiah untuk warga
binaan pemasyarakatan, agar menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya serta
mencapai tujuan dari pemasyarakatan yaitu dia bisa sadar kesalahannya, atas
perbuatannya salah, kemudian tidak mengulanginya lagi, dan mengganti
dengan perbuatan yang jauh lebih baik.
Yang terpenting dalam pemberian pembebasan bersyarat maupun cuti
bersyarat sebelum nantinya benar-benar bebas murni, apakah pembinaan yang
diberikan baik itu pembinaan kemandirian ataupun pembinaan kepribadian
dapat diterapkan oleh warga binaan pemasyarakatan. Sehingga mereka para
residivis tidak mengulangi tindak kriminal yang pernah dilakukan.
55
2015
Wawancara dengan Bapak AR selaku Kasubsie Registrasi dan Bimkemasy, 08 September
78
Sama halnya seperti asimilasi yang dapat diberikan saat berada di
Lapas Tertutup, saat mengusulkan pembebasan bersyarat atau cuti bersyarat
juga dapat diajukan di Lapas Tertutup. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak
AR, yaitu :
“ya benar, pembebasan bersyarat itu tidak eee… serta merta
dilakukan dilakukan dilapas terbuka, nah dilapas tertutup pun itu
sudah diberikan seperti itu. Proses mmm.. baik pemberiannya ataupun
proses pengusulannya ya itu sudah diusulkan dilapas tertutup.” 56
Tentunya dengan memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan, menurut
informan H dan informan Ompong adalah dengan adanya penjamin, kartu
keluarga, kartu tanda penduduk, berkelakuan baik, telah menjalani setengah
masa pidana. Kemudian ditambahkan oleh informan AR, bahwa yang menjadi
syarat mengajukan PB/CB adalah sebagai berikut :
“hampir mirip kaya asimilasi tadi, yang jelas dia harus ada
penjamin dan penjamin bersedia untuk eee.. menjamin dia. Ini
tambahan ya, syarat-syaratnya tadi seperti asimilasi. Ada syarat
substansi dan administrasi tambahannya penjamin, penjaminnya
bersedia atau tidak. Kemudian yang lainnya ada hasil dari litmas
(penelitian kemasyarakatan) tapi bukan dari kita, dari bapas. Ini yang
menilai dia boleh atau tidak, layak atau tidak untuk dia diberikan
PB/CB57
Saat penangguhan pembebasan bersyarat dan cuti bersyarat, dengan
pembinaan yang telah diberikan terhadap warga binaan pemasyarakatan,
efektif atau tidaknya pembinaan yang diberikan sesuai dengan orang yang
memberikan pembinaan dapat dimengerti oleh warga binaan pemasyarakatan
56
2015
57
Wawancara dengan Bapak AR selaku Kasubsie Registrasi dan Bimkemasy, 08 September
Wawancara dengan Bapak Adam selaku Kasubsie Registrasi dan Bimkemasy, 08
September 2015
79
atau tidak, sehingga kesiapan untuk bebas secara murni nantinya memiliki
bekal keterampilan.
B. Prospek Pekerja Sosial Koreksional di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka
Kelas II B Jakarta
Kutipan dari Bab II hal 34, bahwa peran pekerja sosial koreksional
yaitu, mendayagunakan pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan
koreksional rehabilitasi individu. Membantu klien agar dapat kembali dan
menjadi bagian dari masyarakat serta membimbing mereka agar percaya
dengan diri mereka sendiri dan rekan-rekanny. Fungsi pekerja sosial
koreksional yaitu, membantu narapidana memperkuat motivasinya,
memberikan
kesempatan
kepada
narapidana
untuk
menyalurkan
perasaannya dan memberikan informasi kepada narapidana, membantu
pelanggar hukum untuk membuat keputusan-keputusan, membantu
narapidana merumuskan situasi yang dialaminya, memberikan bantuan
dalam hal merubah atau mengidentifikasi lingkungan keluarga dan
lingkungan dekat, membantu pelanggar hukum mengorganisasi kembali
pola-pola perilakunya dan memfasilitasi kegiatan rujukan.
Maksud dari fungsi pekerja sosial di atas adalah bahwa setiap orang dapat
mengalami ketidakmampuan untuk melakukan fungsi sosialnya, karena itu WBP
membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk menentukuan tujuan dan aspirasi
bagi dirinya serta dapat mengambil keputusan yang akan dilaksanakan untuk
80
mencapai suatu tujuan. Pada Lembaga Pemasyarakatan walaupun didalamnya
merupakan manusia hasil sanksi hukum namun mereka tetap punya hak untuk
mendapatkan binaan. Walaupun didalam penjara tetapi mereka memerlukan
suntikan moril dan skill agar pada saat keluar dari Lembaga Pemasyarakatan
dapat
hidup
berdampingan
secara
layak
dan
normal
di
masyarakat.
Mempersiapkan Sumber daya manusia yang handal dan kompeten serta
berkomitmen dalam menjalankan pekerjaannya merupakan sasaran dan tujuan
dari sebuah pembinaan. Pada Lembaga Pemasyarakatan pembinaan juga harus
melihat aspek-aspek tersebut. Karena ketakutan masyarakat terhadap sistem
pembinaan yang salah atau alat hanya untuk balas dendam oleh elit penguasa
maka diperlukan suatu pengawasan dan tujuan yang jelas terhadap binaan yang
disampaikan dan diterapkan.
Keberadaan pekerja sosial sangat diperlukan di dalam Lembaga
Pemaysrakatan, karena pekerja sosial berusaha untuk memfungsikan kembali
warga binaan pemasyarakatan atau orang-orang pelaku tindak kriminal sehingga
mampu berfungsi secara sosialnya dan mengetahui atau kemampuan dan potensi
yang dimiliki oleh warga binaan pemasyarakatan tersebut.
Meskipun dirasa sangat penting keberadaan pekerja sosial di dalam
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka kelas II B Jakarta, namun belum ada
pengakuan terhadap pekerja sosial baik secara struktural maupun istilah di dalam
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka kelas II B Jakarta tersebut. Padahal dalam
bidang koreksional, peran pekerja sosial sangat diperlukan dalam kaitannya
81
pembimbingan dan pembinaan warga binaan pemasyarakatan, karena peran
pekerja
sosial
tersebut
diharapkan
dapat
menjadikan
warga
binaan
pemasyarakatan tersebut berfungsi secara sosialnya.
Hasil Observasi di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta 58
Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama melakukan penelitian di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta, terlihat bahwa lingkungan
Lapas Terbuka Jakarta memiliki tempat yang nyaman, sejuk, karena letak
bangunannya diatas kolam ikan. Jauh dari keramaian aktivitas jalan raya yang
bising, sangat nyaman dijadikan tempat asimilasi warga binaan. Letaknya yang
berada di dalam komplek BPSDM dan berada satu lokasi dengan Akademi
Imigrasi dan Kampus BPSDM Hukum dan HAM.
Secara umum Lapas Terbuka Jakarta memiliki fasilitas yang cukup untuk
memberikan pembinaan lanjutan terhadap warga binaan pemasyarakatan. Seperti
adanya lahan tempat peternakan, lahan tempat menanam kangkung, lahan tempat
budidaya jamur, tempat bimbingan kerja, mushola, lapangan olahraga dan
perpustakaan. Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta,
merupakan Keamanan Minimal sampai batas 2/3 dari masa pidana yang
sebenarnya.
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) sudah menunjukkan kemajuan
positif baik mental maupun spiritual serta keterampilan lainnya, dan yang paling
penting telah siap untuk berasimilasi dengan masyarakat. Tahap keempat integrasi
58
Catatan lapangan peneliti di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas II B Jakarta
82
dan selesainya 2/3 dari masa tahanan sampai habis masa pidananya. Sebagai
tahap terakhir diharapkan narapidana benar-benar siap kembali ke masyarakat
menjelang bebas, atau Pembebasan Bersyarat (PB) atau Cuti Menjelang Bebas
(CMB).
Pada tahap asimilasi warga binaan diberikan pembinaan untuk bekal
membangun kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman pidananya.
Dengan tujuan agar tidak mengulangi tindak pidana. Di Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka (Lapas Terbuka), sambil menunggu masa pembebasan bersyarat atau cuti
menjelang bebas. Didalam lapas terbuka pun memiliki program-program
pembinaan keterampilan yang disiapkan untuk warga binaan pemasyarakatan
(WBP).
Lapas Terbuka memiliki suatu keistimewaan sendiri dimana tidak
terdapatnya aturan, keamanan ditekan hingga batas minimal dengan penjagaan
yang tidak terlalu ketat seperti Lembaga Pemasyarakatan pada umumnya. Hal ini
diterapkan karena Lembaga Pemasyarakatan Terbuka kelas II B Jakarta
diperuntukan bagi Narapidana yang telah menjalankan setengah dari masa
pidananya serta berkelakuan baik dengan pengawasan dan proses seleksi yang
ketat dari Lembaga Pemasyarakatan tempat ia menjalani masa hukum pidana
sebelumnya. Hal ini dimaksudkan seiring dengan tujuan pendirian. Lembaga
Pemasyarakata Terbuka kelas II B Jakarta yaitu menjadi Lembaga asimilasi bagi
Narapidana agar dapat berintegrasi dan berbaur berasimilasi dengan masyarakat
sebelum masa pidananya selesai.
83
Peneliti juga melakukan observasi ke Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang, untuk melihat perbedaan asimilasi pada Lapas Terbuka dan Lapas
Tertutup. Bedanya pada Lapas Cipinang, pembinaan yang ada sebanyak 13
pembinaan dengan memanggil ahli di bidangnya untuk memberikan pembinaan.
Hal ini dikarenakan lahan yang dimiliki Lapas Cipinang lebih luas dari pada
Lapas Terbuka Jakarta dan juga memiliki dana yang cukup untuk memfsilitasi
pembinaan. Kegiatan pembinaan yang ada disana, diantaranya pembinaan
pembuatan roti, pengolahan limbah karet, seni pahat, laundry, sablon,
pertamanan, sulam kain perca, perbengkelan, budidaya ikan hias, perkebunan,
pembuatan celana pendek, dan sebagainya.
Beda halnya dengan Lapas Terbuka Jakarta, pembinaan yang diadakan
disana tanpa dihadirkan seorang ahli yang memang memahami dengan benar
tentang pembinaan yang diajarkan. Hal ini dikarenakan kurangnya dana yang
diberikan untuk membayar orang ahli tersebut. Sehingga pembinaan yang
diberikan terhadap warga binaan pemasyarakatan hanya dari petugas yang
memang sudah menggeluti pembinaan disana.
Terkait dengan keterbatasan dana yang ada, agar tetap dapat menjalankan
pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan kerja sama dengan pihak
ketiga. Warga binaan yang bekerja dengan pihak ketiga, diberi upah sesuai
dengan hasil kerja kerasnya, sebagai bentuk penghargaan atas kerja kerasnya.
Pada saat peneliti melakukan penelitian Lapas Terbuka Jakarta, warga binaan
yang tinggal disana ada 15 orang. Menurut petugas di Lapas Terbuka, tidak
84
menjadi masalah berapapun warga binaan yang berada disana. Karena proses
asimilasi akan tetap terus dijalankan. Sampai saat ini, warga binaan yang berada
di Lapas Terbuka belum pernah tidak ada sama sekali.
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta Dalam
Melakukan Proses Reintegrasi Sosial Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP)
Salah satu pelayanan dianggap mampu menangani masalah
sosial terkait pembauran kembali ke dalam kehidupan masyarakat
adalah pembinaan yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II B Terbuka Jakarta. Selain dengan diberikan pembinaan,
Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat dimana WBP yang
merasa terisolasi karena harus berada di dalam penjara, akan
beradaptasi dengan masyarakat kembali. Pembinaan yang diberikan
oleh Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta terhadap
para warga binaan pemasyarakatan (WBP) dibagi menjadi tiga
kategori yaitu pembinaan kepribadian, pembinaan kemandirian dan
mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Pada reintegrasi sosial
sangat dibutuhkan peran serta masyarakat untuk menerima kembali
bekas narapidana.
Terdapat perbedaan asimilasi pada Lapas Terbuka dan Lapas
Tertutup. Bedanya pada Lapas Cipinang (Tertutup), pembinaan yang
ada sebanyak 13 pembinaan dengan memanggil ahli di bidangnya
86
untuk memberikan pembinaan. Hal ini dikarenakan lahan yang
dimiliki Lapas Cipinang lebih luas dari pada Lapas Terbuka Jakarta
dan juga memiliki dana yang cukup untuk memfasilitasi pembinaan.
Beda halnya dengan Lapas Terbuka Jakarta, pembinaan yang diadakan
disana tanpa dihadirkan seorang ahli yang memang memahami dengan
benar tentang pembinaan yang diajarkan. Hal ini dikarenakan
kurangnya dana yang diberikan untuk membayar orang ahli tersebut.
Bahwa asimilasi dapat di lakukan di Lapas Tertutup dan juga Lapas
Terbuka, hanya saja pada Lapas Terbuka merupakan tahap lanjutan
dari asimilasi yang dilakukan oleh Lapas Tertutup.
Proses asimilasi yang tujuannya adalah integrasi sosial,
dengan mengajukan Pembebasan Bersyarat atau Cuti Bersyarat
sebelum benar-benar bebas murni nantinya. PB/CB dapat diajukan
saat berada di Lapas Tertutup atau UPT asal dan juga di Lapas
terbuka, dengan syarat telah menjalani setengah dari masa pidana,
memenuhi syarat administrasi dan substansi ditambah dengan hasil
litmas (penelitian masyarakat) dan adanya penjamin. PB/CB dilakukan
oleh Balai Pemasyarakatan sehingga hubungan dengan Lapas Terbuka
Terhenti saat warga binaan pemasyarakatan mendapat PB/CB.
2. Prospek
Pekerja Sosial Koreksional di Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka Kelas II B Jakarta
Warga binaan pemasyarakatan (WBP) menjalani hukuman
pidana membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk menentukuan
87
tujuan dan aspirasi bagi dirinya. Dapat mengambil keputusan yang
akan dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan, berupa dukungan
sosial untuk kembali ke dalam kehidupan bermasyarakat. Bahwa
warga binaan pemasyarakatan mengalami ketidakmampuan untuk
melaksanakan fungsi sosialnya. Keberadaan pekerja sosial sangat
diperlukan di dalam Lembaga Pemaysrakatan, karena pekerja sosial
berusaha untuk memfungsikan kembali warga binaan pemasyarakatan
atau orang-orang pelaku tindak kriminal sehingga mampu berfungsi
secara sosialnya dan mengetahui atau kemampuan dan potensi yang
dimiliki oleh warga binaan pemasyarakatan tersebut.
Padahal dalam bidang koreksional, peran pekerja sosial sangat
diperlukan dalam kaitannya pembimbingan dan pembinaan warga
binaan pemasyarakatan, karena peran pekerja sosial tersebut
diharapkan dapat menjadikan warga binaan pemasyarakatan tersebut
berfungsi secara sosialnya.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diberikan saran yang penulis
rangkum sebagai berikut :
(1) Mengenai proses awal warga binaan pemasyarakatan di Lembaga
Pemasyarakat Terbuka Kelas II B Jakarta perlu peningkatan yang lebih
optimal supaya bisa lebih banyak menerima para Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP).
88
(2) Penerapan
pembinaan
di
Lembaga
Pemasyarakatan
terbuka,
diperlukan intervensi pemerintah untuk mengembangkan keahlian
warga binaan pemasyarakatan saat mereka kembali ke masyarakat.
Berikutnya petugas Lapas dapat memberikan berbagai macam
keterampilan atau menghadirkan orang yang ahli dalam bidangnya
untuk memberikan pelatihan pembinaan terhadap warga binaan
pemasyarakatan. Serta memberikan pembinaan yang lebih dibutuhkan
di era globalisasi seperti saat ini, misalnya pelatihan otomotif, service
handphone, service komputer yang mungkin lebih bermanfaat bagi
warga binaan pemasyarakatan setelah mereka kembali ke masyarakat.
(3) Perlunya sosialisasi kepada masyarakat tentang warga binaan
pemasyarakatan yang sejatinya sama dengan manusia lainnya. Perlu
pekerja sosial yang dapat menjadi educator kepada masayarakat,
menjelaskan pembinaan yang dilakukan oleh lapas kepada warga
binaan pemasyarakatan agar bisa dapat kembali bersosialisasi dan
tidak akan mengulangi perbuatan yang melanggar nilai dan norma
sosial lagi. Ada baiknya memberikan sertifikat kepada warga binaan
pemasyarakatan yang telah mengikuti pembinaan, agar lebih
bermanfaat di kehidupannya setelah bebas nanti untuk bekerja. Lebih
meningkatkan kepedulian terhadap
WBP,
serta meningkatkan
pemahaman dan kesadaran bahwa WBP juga manusia yang memiliki
hak. Biarpun mereka telah melakukan kesalahan tetapi kita harus bisa
memberi kesempatan untuknya berbuat baik tanpa mengisolasikannya.
89
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Prakoso, Djoko. Peranan Psikologi Dalam Pemeriksaan Tersangka Pada
Tahap Penyidikan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986.
Taufik, Ahmad. Penjara untold stories. Jakarta: 2010.
Irwan
Panjaitan,
Petrus.
dan
Simorangkir,
Pandapotan.
Lembaga
Pemasyarakatan dalam prespektif Sistem Peradilan Pidana Penjara,.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2001
Irawan, Soeharto. Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004
Usman, Husaini dan Purnomo. Metodelogi Penelitian Sosial. Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2000
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung:
Alfabeta, 2008
Wirawan Sarwono, Sarlito. “Teori-Teori Psikologi Sosial”. Jakarta: Rajawali,
1984
Soekanto, Soejono. “Sosiologi Suatu Pengantar”. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002
90
Abdulsyani. “Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan”. Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2012
Ahmadi, Abu. “Psikologi Sosial”. Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2007
Irwan
Panjaitan,
Petrus
dan
Simorangkir,
Pendapotan.
Lembaga
Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana.. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan, 1995
Sakidjo dkk. Ujicoba Pola Pemberdayaan Masyarakat Dalam Peningkatan
Integrasi Sosial di Daerah Rawan Konflik. Yogyakarta : Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2002
Adi, Rukminto, Isbandi. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas. (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan
Praktis). Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI 2001
Pandjaitan, Petrus dan Samuel Kikilaitety. Pidana Penjara Mau Kemana.
Jakarta : CV Indhill Co. 2007
Website :
Diakses
pada
tanggal
20
April
2015
dari
m.tribunnews.com/metropolitan/2014/12/12/residivis-kasus-pencurian
tertangkap-di-sukmajaya-depok
Ade
Nursiyono,
Joko.
diakses
pada
tanggal
18
April
http://regional.kompasiana.com/2014/10/24/tindak-pidana-diindonesia-masih-tinggi-ini-penyebabnya-697771.html
dari
91
Data diakses dari website
pada hari Senin, 7 April 2015. Data jumlah
narapidana dan tahanan selalu diperbarui setiap hari melalui pesan
singkat dari setiap UPT di seluruh Indonesia.
Diakses pada Tanggal 5 Oktober 2015. Tholib. Pemberdayaan Lapas Terbuka
Sebagai Wujud Pelaksanaan Community Based Corrections Di
Indonesia. Dikutip dari http://www.ditjenpas.go.id
Diakses pada Tanggal 5 Oktober 2015. Awaludin, Hamid dalam kata
sambutan
peresmian
LAPAS
Terbuka
Jakarta,
Dikutip
dari
http://www. Kompas.co.id/news/16/05/06
Diakses pada tanggal 2 Maret 2015. H. Khufron, “Kegagalan Peran”, h.
11dari
http://digilib.unila.ac.id/740/3/BAB%20II.pdf,
pada
pukul
14.00 WIB
Perundang-undangan :
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
BAB I tentang ketentuan Umum
Undang-undang
Republik
Indonesia
Nomor
:
12
Tahun
1995,
Tentang
Pemasyarakatan BAB I Pasal 1 butir 3
Peraturan Pemerintah Republik Indonesian Nomor 31 Tahun 1999. Pasal 7 ayat 1 dan
ayat 2 dan Pasal 9 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan.
92
Skripsi :
Fahrur Rohman (104054002085) “Pemberdayaan Narapidana Melalui Program
Jenjang S1 Hukum Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta”
(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta)
Putri Anisa Yuliani (109054100019)
“Program Pembinaan Kemandirian Di
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta” (Skripsi S1 Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Lembar Catatan Observasi
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta
Hasil Observasi
Pada tanggal 20 Agustus 2015 peneliti tiba di Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka Kelas II B Jakarta. Peneliti datang pukul 09.00 WIB bertemu dengan petugas
piket di pintu masuk gerbang Lapas. Peneliti menjelaskan tujuan untuk datang ke
Lapas Terbuka, peneliti langsung diantarkan ke kantor yang berada di lantai 2.
Setelah melihat surat perizinan peneliti diberikan izin untuk penelitian di Lapas
Terbuka Kelas II B Jakarta.
Pada tanggal 10 Juni 2015 peneliti datang ke Lapas kelas I Cipinang untuk
melakukan wawancara dengan Bapak AWR sebagai Kepala Bidang Kegiatan Kerja
di Lapas Kelas I Cipinang. Pak AWR sebelumnya menjabat sebagai Kepala Lembaga
Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta. Sebelumnya peneliti sudah berjanjian di
sana. Peneliti masuk ke dalam Lapas dengan penjagaan yang sangat ketat, banyak
sekali petugas penjaga pintu. Peneliti diperiksa untuk masuk kedalam Lapas kelas I
Cipinang. Tidak semua orang bisa masuk kedalam Lapas tanpa alesan yang jelas.
Untuk masuk kedalam ruangan Pak AWR lumayan jauh, dari pintu masuk peneliti
dianterin oleh petugas piket menuju rruang Pak AWR, sampai diruangannya peneliti
langsung disambut oleh Pak AWR. Peneliti langsung mewawancarai Pak AWR.
Banyak kegiatan disana tidak seperti di Lapas Terbuka. Pak AWR juga mengajak
peneliti untuk melihat-lihat kegiatan di Lapas Kelas I Cipinang, seperti menjahit baju,
pembuatan roti. Peneliti diperkenalkan dengan WBP yang sedang melakukan
kegiatan pembinaan. Setelah peneliti berkeliling kurang lebih satu setengah jam
peneliti berpamitan dengan Pak AWR.
Pada tanggal 8 September 2015 penelit datang ke Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka Kelas II B Jakarta untuk melakukan wawancara dengan Pak AR sebagai
Kasubsie Registasi dan Bimkemasy. Pak AR telah bekerja selama 2 tahun 5 bulan di
Lapas Terbuka Jakarta. Pendidikan terakhir Pak AR adalah S2. Saat peneliti tiba di
Lapas Terbuka, peneliti di persilakan masuk untuk bertemu dengan Pak AR. Banyak
penjaga yang berjaga di sekitar Lapas Terbuka. Ada tiga orang di pos jaga yang
terletak beberapa meter sebelum pintu masuk Lapas Terbuka, dua orang di meja piket
yang terletak dekat dengan aula. Peneliti mewawancarai Pak AR di ruang tunggu.
Peneliti disambut dengan Pak AR dengan ramah. Saat peneliti mengajukan
pertanayaan ia tidak ragu untuk mejawabnya. Hal itu terlihat saat menjawab
pertanayaan peneliti. Setelah melakukan wawancara yang berlangsung kurang lebih
satu jam, peneliti melanjutkan untuk mengamati lingkungan Lapas Terbuka.
Pada tanggal 8 September 2015 peneliti datang ke Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka Kelas II B Jakarta untuk melakukan wawancara dengan warga binaan
pemasyarakatan. Saat tiba peneliti disuruh untuk menunggu, karena ada petugas piket
yang akan memanggilkan WBP untuk diwawancarai. Selama kurang lebih 15 Menit
WBP tiba dengan tersenyum menyambut peneliti. Kami berdua duduk saling
berhadapan. Peneliti berkenalan dengan WBP dia berinisial OM. Dengan tenangnya
OM menjawab pertanyaan peneliti. Kurang lebih satu jam peneliti mewawancarai
OM. Setelah selesai OM meminta untuk pamit dengan peneliti untuk melanjutkan
kegiatan bersih-bersih taman. Suasana di Lapas Terbuka sepi, tidak banyak orang
yang jalan-jalan. Petugas lapas sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Pada tanggal 9 September 2015 peneliti datang ke Lapas Terbuka kelas II B
Jakarta bertemu dengan petugas penjaga pintu masuk Lapas Terbuka kelas II B
Jakarta. peneliti bertujuan untuk mewawancarai salah seorang WBP. Setelah itu
petugas menyuruh duduk di ruang tunggu, WBP di panggil oleh petugas tersebut.
peneliti menunggu kurang lebih 15 Menit, tiba tiba WBP datang dan peneliti
langsung berkenalan dengan BL. Peneliti mengobro biasa sambil minum teh botol
dengan BL. Banyak pengalaman yang BL ceritakan ke peneliti. BL sedang
melakukan kegiatan tanaman hydroponic. Setelang kurang lebih satu jam mengobrol
dengan peneliti, BL melanjutkan kegiatan. Peneliti megamati kegiatan-kegiatan yang
dilakukan warga binaan pemasyarakatan, ada yang melakukan kegiatan ada yang
tudur-tiduran juga yang sedang mengobrol dengan petugas Lapas Terbuka.
Transkip Wawancara
Subyek
: Bapak AR
Hari/Tanggal
: Selasa 8 September 2015
Waktu Wawancara
: 10 : 05 WIB
Tempat
: Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas II B Jakarta
Jabatan
: Kasubsi Registrasi dan Bimkemas Lapas Terbuka Jakarta
Pertanyaan :
1. Bagaimana peran lapas untuk mencapai reintegrasi sosial wbp?
“Lapas melakukan program2 kegiatan pembinaan diantaranya adalah
pembinaan kemandirian(lat keterampilan kerja), pem kerohanian, pem
kesehatan, pem kesenian dan olah raga, pem berbangsa dan bernegara, baik
yg dilakukan di dalam lapas ataupun dilaksanakan di luar lapas dengan cara
melakukan kontrak kerja sama dengan pihak ke-3 membaurkan kembali
warga binaan dengan masyarakat di luar lembaga agar supaya kelak setelah
mereka telah selesai melaksanakan pidananya tidak terjadi pengulangan
tindak pidana kembali dan dapat menghidupi keluarganya dalam hal ekonomi
yg lebih
Baik”.
2. Data apa saja yang dibutuhkan dalam proses penerimaan?
“untuk proses penerimaan, kita langsung menerima data dari upt asal,
haah data dari upt asal baik itu data biodata, rekap medis seperti itu terus
silsilah keluarga, itu data langsung kita dapat karena kita sudah punya sistem
SDP ya, sistem database pemasyarakatan dan itu sudah satu link, link data itu
yang kita ambil lagi dan disini pun memang kita eee.. mintakan data hanya
sebatas pengecekan bukan data awal, karna data sudah masuk semua”
3. Pada penerimaan terdapat tahap wawancara, untuk apa wawancara tersebut
dilakukan?
“disini pun memang kita eee.. mintakan data hanya sebatas pengecekan
bukan data awal, karna data sudah masuk semua.”
4. Bagaimana cara memverifikasikan data WBP?
“kita sudah punya sistem SDP ya, sistem database pemasyarakatan dan itu
sudah satu link, link data itu yang kita ambil lagi. Untuk medical check up,
kita terima datanya kemudian kita check lagi bener ga nih. Kan disini ada
poliklinik tuh, nah misalnya rekap medis dari sana punya riwayat penyakit
TBC, nah kita check lagi disini apakah benar. Yang paling utama khawatir
nya warga binaan tersebut HIV atau menggunakan narkoba nah.”
5. Apa yang menjadi kendala dalam proses wawancara WBP?
“mmm.. ya makanya tadi kita cek data ulang pastikan kebohongan itu
pasti ada , tapikan kita sudah terima data dari upt yang lama. Satu contoh
pidana kamu apa, misalkan pembunuhan tapi dia mengakuinya misalkan
perampokan misalkan bisa jadi seperti itu. Tapi gini kita tetep pake data awal,
karena data awal itu diambil pada saat meraka eee.. disidik di kepolisian
seperti itu”
6. Siapa yang membuat kegiatan-kegiatan di lapas terbuka?
“Seluruh petugas lapas mulai dari pimpinan sampai ketingkat staff yg
bertugas di bagian tekhnis pembinaan”
7. Kegiatan-kegiatan apa saja yang ada di lapas?
“Kegiatan pembinaan kemandiriran: klompok kerja pertanian, perikanaan,
peternakan, budidaya jamur, dan kerjinan tangan. Kegiatan pembinaan
kerohanian yaitu pengajian rutin satu minggu 2 kali (baca tulis alquran dan
tausyiah agama unk yg muslim), kebaktian umat nasrani setiap hari jumat
siang, dan memperingati hari2 besar agama baik islam atau Kristen.
Pembinaan kesehatan misalnya melaksnakan pengecekan thp warga binaan yg
baru masuk lembaga, melaksanakan kegiatan jumat bersih dan jumat bebas
jentik nyamuk DBD. Pembinaan kesenian dan olah raga yaitu pelaksaan olah
raga bersama senam kesegaran jasmani setiap hari jumat pagi bersama2 warga
binaan dan petugas lapas, olahraga di luar lembaga yaitu latihan futsal
bersama petugas pria di lapangan terdekat di luar lembaga dan pertandingan2
olahraga bersama warga2 lain di lembaga2 tertutup pada saat ada
even/tournament yg di selenggarakan oleh pihak kantor wilayah. Pembinaan
berbangsa dan bernegara, pelaksanaan apel oengecekan warga secara rurtin
sesuai jadwal yg telah di tentukan, pelaksanan upacara hari2 besar nasional
(HUT kmerdekaan RI, HUT kmentrian huk dan ham, HUT pemasyarakatan),
dan pendidikan kepramukaan”.
8. Bagaimana cara mengetahui keterampilan apa yang disesuai bakat yang
dimiliki masing-masing WBP?
“pada saat tahap penerimaan kita lakukan proses pencarian kan bakat dan
minat, bakata kamu apa minat kamu apa. Misalnya gini saya bakatnya
misalkan mekanik mobil atau apalah gitu loh. Kita berikan eee.. pelatihan atau
misalkan diberikan sarana untuk klien itu dapat mengembangkan bakatnya
dong. Contohnya
mungkin paling tidak kita pernah melaksanakan
pembongkaran mesin-mesin pembabat rumput, nah itu salah satunya ya
memang bukan mekanin mobil juga tapi paling tidak kita pernah laksanakan.
Disamping itu untuk menyalurkan bakat yang ada, kita punya kendaraan
ventaris disini. Untuk perawatannya diserahkan kepada mereka yang memang
bakat-bakatnya kesitu. Ada juga yang dengan memang bakatnya kearah
musik, kita apah kita berikan prasarana nya untuk kegiatan musik, ada yang
bakatnya marawis kita berikan juga gitu”
9. Sejauh mana keaktifan wbp dalam melakukan kegiatan tersebut?
“Keaktifan wbp cukup antusias di setiap kegiatan yg di laksanakan oleh
lembaga karena dari jumlah wbp yg yg masih sngat kurang untuk memenuhi
setiap jenis kegiatan pembinaan yg di laksnakan di lapas, bahkan kegiatan2
tsb sebagian besar masih di bantu oleh petugas lapas karena masih kekurangan
wbp”
10. Apa saja syarat yang harus dipenuhi saat melaksanakan asimilasi?
“syarat-syarat ketentuan melaksanakan asimilasi? Ya adaaa, dikhususkan
kepada warga binaan atau klien yang pidananya terkait PP 99 atau PP 28 yang
menerangkan bahwa di PP tersebut menerangkan tidak diperkenankan
mengikuti asimilasi apabila warga binaan tersebut terkena pidana misalkan 1
jadi ada beberapa pidana yang tidak boleh mengikuti asimilasi. Pertama
mungkin pelaku kejahatan HAM berat, terorisme, narkoba, ilegallogi heeh
terus trafficking. Bukan beda tempat, memang dari aturan tersebut
mematahkan mereka untuk asimilasi tidak diberikan asimilasi sama sekali
seperti itu. Ketentuan terbaru soalnya 2013, ditambah lagi ada lagi ketentuan
dari kantor wilayah khusus DKI Jakarta bagi pidana 378 atau pidana penipuan
tidak diperkenankan juga untuk diasimilasikan ke lapas terbuka seperti itu.
Jadi terkait tadi yang saya sebutkan itu, itu boleh asimilasi di lapas terbuka”
11. Apakah menurut bapak kegiatan tersebut bermanfaat bagi wbp?
“Sangat bermanfaat sekali karena menjadikan wbp akan lebih mandiri dan
dapat meningjkatkan taraf hidup keluarganya nanti setelah di luar lembaga,
lebih fokusnya lagi agar supanya wbp tersebut tidak mengulanginya tindak
pidana kembali”.
12. Sejauh mana manfaatnya?
“Selama wbp tsb memandang masih berpotensi untuk melaksanakan keg
tsb kami dari pihak lapas akan selalu berinovasi untk menikngkatkan pemb
tsb, dan yg pastinya akan bermanfaat sampai wbp tersebut kembali ke
masyarakat”.
13. Apakah ada kendala dalam melaksanakan pembinaan di lapas?
“kendala yang ada disini ya memang kita sumber daya, sdm petugas kita
sampai sekarangpun kita belum punya petugas yang memang expert dalam
bidang pembinaan tersebut, heem salah satu contoh kita belum punya petgas
yang bergelar pekerja sosial itu, kita belum ada di lapas terbuka. Seharusnya
memang yang berkecimpung di asimilasi itu ada 1 atau 2 orang yang bergelar
itu. Ditambah lagi belum adanya pelatihan-pelatihan terhadap petugas kami
petugas kita yang khusus memang menangani asimilasi gitu loh. Khusu
menangani gimana sih caranya membuat membaurkan si klien ini eee.. warga
binaan ini dapat berbaur kembali ke masyarakat, itu sumber eemm apa
kendala dari sumber daya manusia. Mungkin keduanya terkait anggaran, haah
selain sdm pun anggaran. Mungkin terpisah sdm kan terkait manusia (sambil
menunjuk kertas yang penulis catat). Dari anggaran aaa.. bagi klien atau wbp
yang sudah menjalankan asimilasi, mereka harus diberikan keahlian keahlian
dong. Naahh keahlian-keahlian yang mungkin seharusnya bersertifikasi
bahwa dia itu sudah ahli, nah untuk menunjang proses keahlian tersebut gitu
loh pelaksanaan kegiatan mungkin kaya seperti kursus atau misalkan aaa
seperti pelatihan –pelatihan itu belum, anggarannya pun belum kearah situ
haah jadi kita masih melaksanakan pembinaan kemandirian menyesuaikan
anggaran yang sudah ada begitu”
14. Sejauh mana fungsi dari masing-masing kegaiatan bagi wbp?
“setiap pemb akan berpengaruh thp wbp tsb baik dari cara mereka hidup
dan cara mereka beribadah di tambah juga dengan di terapkan keahlian2
khususdan pelatihan2 yg di laksananakan didalam lembaga, fungsi utama
agar tidak mengulangi tindak pidanannya kembali”
15. Kegiatan apa yang dilakukan dalam pembinaan mengintegrasikan diri dengan
masyarakat?
“salah satu nya itu dengan pihak ketiga, terus ditambah lagi yang tadi saya
jelaskan itu kita melakukan dengan masyarakat contohnya ibadah dengan
warga luar, balik lagi kesitu memang melakukan ibadah luar“
16. Bentuk dari keterampilan tersebut?
“lapas terbuka punya usaha mandiri, nah otomatis si klien harus
mendukung dong kegiatan usaha lapas terbuka. Mau disebutin contohcontohnya? Kan banyak kan kita proses jamur kita uda mulai nih, uda masuk
1000 jamur. Mungkin dalam waktu 2 minggu ini nanti kalau sudah numbuh
kamu bisa foto deh. Salah satunya itu, terus ada perikanan, pertanian, ada
peternakan sedang berjalan.”
17. Bagaimana cara mengetahui keterampilan apa yang disesuai bakat yang
dimiliki masing-masing WBP?
“pada saat tahap penerimaan kita lakukan proses pencarian kan bakat dan
minat, bakata kamu apa minat kamu apa. Misalnya gini saya bakatnya
misalkan mekanik mobil atau apalah gitu loh. Kita berikan eee.. pelatihan atau
misalkan diberikan sarana untuk klien itu dapat mengembangkan bakatnya
dong. Contohnya mungkin paling tidak kita pernah melaksanakan
pembongkaran mesin-mesin pembabat rumput, nah itu salah satunya ya
memang bukan mekanin mobil juga tapi paling tidak kita pernah laksanakan.
Disamping itu untuk menyalurkan bakat yang ada, kita punya kendaraan
ventaris disini. Untuk perawatannya diserahkan kepada mereka yang memang
bakat-bakatnya kesitu. Ada juga yang dengan memang bakatnya kearah
musik, kita apah kita berikan prasarana nya untuk kegiatan musik, ada yang
bakatnya marawis kita berikan juga gitu”
18. Apa kelebihan dari kegiata-kegiatan di lapas?
“Kelebihannya kegiatan tsb bias dilaksnaakan setiap saat tanpa batasan
waktu jam kerja, pekerja wbp mudah di pantau dan mudah di arahkan”
19. Apa kelemahan dari kegiatan-kegiatan di lapas?
“Kurangnya tenaga pelatih dari luar lembaga yg dapat memberikan
sumbangan inovasi terbaru untk kegiatan di lapas atau kurangnya pelatihan2
thp petugas kami dlam hal inovasi2 klompok kerja, sedidikitnya masa
beradanya wbp di lapas terbuka sehingga tidak continue nya klompok kerja yg
sudah berjalan menjadikan tugas extra bagi setiap petugas lapas untuk
mengulangi kembali pelatihan thp wbp yg baru masuk lembaga, tigdak
adanya sertifikasi bagi wbp yg memanfg sudah ahli dlm bidang klompok kerja
yg sudh di berikan slama didalam lapas karena dengan sertifikat tsb
memudahkan bagi seorang mantan wbp untk mencari pekerjaan di luar
lembaga, sulitnya mencari rekanan pihak ke tiga untk penjualan hasil
produksi”
20. Kendala dalam melaksanakan keterampilan tersebut?
“kendalanya mungkin eee… kita masih sebatas melakukan pelatihan ya.
Pelatihan belum mecapai pada produksi heeh karna ini baru 1000, untuk
mencapai produksi kita harus mencapai 5000. Hasilnya tuh bisa dikonsumsi
atau dikembalikan ke modal karena butuh modal kan hasilnya kita kembalikan
hasilnya kita kembalikan. Beda dengan prosuksi kan, kita harus dapet untung
nah ini belum. Perikanan pun sama, kita masukan berapa kintal eee.. berapa
ikan hasilnya tidak untuk dijual”
21. Bagaimana proses untuk mendapatkan PB atau CB?
“prosesnya kalau sudah setengah masa pidana lagsung mengusulkan, saya
sudah setengah nah diusulkanlah ke kantor wilayah, ini warga binaan
mengusulkan untuk pembebasan bersyarat karna pidananya sudah setengah
dari masa pidananya, disamping syarat yang lain banyak yah disamping
berkelakuan baik, banyak hal lah tidak melanggar register f gitu loh, terus
ee… banyak hal. Itu diusulkan di kantor wilayah, nanti kantor wilayah
mengusulkan lagi ke Direktorat jendral. Nah dari dirktorat
jendral
mengeluarkan SK ke kanwil lagi, nah dari kanwil baru kesini. Tapi untuk
proses CB beda, kalo CB hanya sampai kantor wilayah. Karna bisa dibilang
CB yang melalui proses CB ini tindak pidana ringan, hanya satu tahun empat
bulan kan. Setelah SK sampai lapas terbuka, klien dihadapkan kemudian
dianter ke bapas, kita hadapkan ini sudah mendapat SK PB atau CB, mohon
dilakukan pembimbingan dan pengawasan seperti itu. Jadi selama mereka
keluarpu tidak terputus dengan pihak Bapas itu, apabila Bapas mengadakan
pembimbingan atau apa itu mereka harus ikut. Banyak tuh di Bapas ada
pembimbingan service handphone, ada pembimbngan apa banyak hal juga di
Bapas. Setelah di Bapas klien dengan lapas terbuka terputus, selanjutnya
dilakukan pembimbingan dan pengawasan pihak Bapas. Karena mereka pun
sudah diluar, tidak di dalam lembaga lagi. Sebagai contoh kaya di panti
asuhan atau lembaga, balai balai pengasuhan, saya rasa mereka sama, dia 6
bulan proses rehab gitu loh tidak langsung dikeluarkan dilepas langsung ke
masyarakat, tapi ada satu proses dimana mereka ada pengawasan atau
pembimbingan pasti ada, satu panti atau rehabilitasi pasti ada. Supaya mereka
tidak melakukan lagi dong. Atau melakukan penyimpangan apa? Ya seperti
itulah”
22. Apa saja yang menjadi syarat dari PB / CB?
“satu contoh misalkan warga binaan atas nama W dia pidananya 12 tahun
tapi sudah menjalani pidana di lapas Cipinang selama 7 tahun lewat. Berati
sudah lewat dari setengahnya kan 7 lebih. Dipindahkan kesini aaa.. disini
melalui proses pemotongan apa eee.. remisi, terus ada remisi pemuka, remisi
khusus dia menajalani disini kalau tidak salah satu tahun setengah langsung
dia mengusulkan untuk pembebasan bersyarat menginjak ke dua per tiga dia
bebas”
23. Apa tujuan diberlakukannya pembebasan dan cuti bersyarat?
“iya setelah tahap asimilasi tuh menginjak ke PB atau CB, langsung
setelah proses re integrasi dengan masyarakat langsung di integrasikan gitu
loh”
24. Apakah perbedaan dari PB dan CB?
“Jadi memang pembebasan bersyarat itu pemberian bisa dibilang hadiah
intinya pengurangan masa pidana eee.. iyah semacam remisi hanya mereka
diberikan dengan ketentuan yang sudah ditentukan oleh undang-undang
seperti hal nya gini pemberian pembebasan bersyarat diberikan kepada warga
binaan ya kan, yang sudah menjalani dua per tiga dari masa pidananya. Di
searching pun ada itu banyak, nah diberikanlah dia pembebasan bersyarat
yang dinamakan integrasi dengan masyarakat kan. Nah pembebasan bersyarat
itu namanya integrasi, dia melakukan bebas dari lembaga melalui proses
pembebasan bersyarat tapi status wbp nya itu masih melekat, masih melekat
jadi setiap bulannya mereka harus wajib lapor ke balai pemasyarakatan. Kalau
untuk cuti bersyarat oh CB, cuti bersyarat tuh hampir sama Cuma yang
membedakan masanya. Cuti bersyarat diberikan kepada warga binaan yang
pidananya hanya dibawah satu tahun empat bulan. Jadi yang PB itu diatas satu
tahun 4 bulan dia melalui proses PB eh mengusulkannya ya, tapi kalo CB
eee.. dia satu tahun empat bulan cuti bersyarat”
25. Apakah PB/CB sebagai bagian akhir dari tahap asimilasi di Lapas Terbuka?
“ya benar, “pembebasan bersyarat itu tidak eee… serta merta dilakukan
dilakukan dilapas terbuka, nah dilapas tertutup pun itu sudah diberikan seperti
itu. Proses mmm.. baik pemberiannya ataupun proses pengusulannya ya itu
sudah diusulkan dilapas tertutup.”
26. Harapan untuk lapas tebuka?
“kalo harapansaya pribadi ya, harapan apa harapan lembaga nih?
hahahhaha pribadi.mungkin harapan pribadi saya lapas terbuka eee… lebih
mengutamakan lagi pembinaan kemandirian terhadap warga binaan yang
dilakukan secara optimal gitu loh. Dan expert atau ahli dan bersertifikasi itu
ingat. Selama ini belum bersertifikasi, pada saat keluar ini kalo punya
sertifikat lebih bagus gitu loh. Saya ahli dalam perikanan ini sertifikatnya, itu
diluarpun diterima sama masyarakat, oh ini bener sertifikat nya dari lapas
terbuka sudah ahli, sudah bisa ini sudah bisa ini. Itu harapan saya satu-satunya
itu, ya mungkin semua terkait dianggran ya, tapi kan harapan apa aja bisa kan
ya hahahahahha seperti itu. Ada lagi?”
27. Sejauh ini apakah lapas klas II B sudah mencapai target reintegrasi sosial?
“Untuk target, disetiap lapas yg ada klo dalam hal pembinaan tidak di
sampaikan target yang harus di capai tetapi data ukurnya yaitu melemahnya
tindak pengulangan pidana kembali di masyarakat, dan tidak terlalu sering
terjadi pelanggaran kamtib di lapas karena apabila pembinaan berjalan maka
keamanan pun akan stabil”
Transkip Wawancara
Subyek
: Bapak AWR
Hari/Tanggal
: Rabu 10 Juni 2015
Waktu
: 10:30 WIB
Tempat
: Lembaga Pemasyarakatan klas 1 Cipinang
Jabatan
: Kepala Bidang Kegiatan Kerja di Lapas Klas I Cipinang
Pendidikan Terakhir : Pascasarjana Universitas Indonesia Perencanaan Strategik dan
Kebijakan
Pertanyaan :
1. Dalam tahap penerimaan, saat ada data yang tidak valid bagaimana cara
mengklarisifikasinya?
“ya itu sebagian dari faktor-faktor yang menilai apakah dialayak atau tidak
diasimilasikan. Kalo memang ngga bener data penjaminnya ngga jelas, kita
konservasi ngga jelas yauda ngga usah diterima, ah dulu kaya gitu saya. Jadi
dia ngga jadi di asimilasi ke lapas terbuka”
2. Apa tujuan dilakukannya pembinaan pada tahap asimilasi?
“ya itu tadi kembali ke definisi tentang asimilasi, jadi biar lebih dekat lagi ke
masyarakat. Jadi kalo misalnya asimilasinya di dalam lapas kan dia tidak
program ke masyarakat kan kurang, walaupun ada masyarakat yang masuk ke
dalam lapas ya. Tapi kalau dengan membaurkan keluar kan berarti lebih..
lebih apa tuh peluang untuk berbaurnya lebih besar”
3. Mengapa bentuk pembinaan yang dipilih untuk diberikan berupa pelatihan
memproduksi atau pelatihan kegiatan kerja?
“oh tergantung ini tergantung narapidananya dan juga ketersediaan sumber
daya yang ada di lapas. Kan disitu ada sebelum dia bekerja kan dilakukan
setelah semacam assessment. Jadi penggalian minat dan bakat, jadi dia
bakatnya apa minatnya apa nanti setelah di inventalisir nanti di ajukan dalam
siding TPP gitu kan prosedurnya ehem.. Tim Pengamat Pemasyarakatan,
disidangkan, misalnya nih saya sedang mengajukan sekarang nih sedang
ngajukan 4 orang untuk bekerja di asimilasi diluar, untuk mengurus kebun di
depan lapas kan ada tuh. Nah kita diajukan 4 orang untuk disidangkan TPP,
nanti dilihat lagi persyaratannya sudah terpenuhi belum nih persyaratannya.
Trus bersama dengan potensi-potensi lain misalnya potensi macem-macem,
melarikan diri, kita sidangkan TPP. Kalo sidang TPP oke, kita masukan ke
kalapas untuk disetujui dan di buatkan SK nya. Udah, kalo udah setuju maka
ada SK, dia bekerja kalo sidang lanjutan dia bekerja di kebun depan itu 4
orang di asimilasi”
4. Siapa yang melakukan assessment dan sidang TPP?
“kita, iya lapas tertutup. Ya masing-masing lapas ada sidang TPP. Iya semua
lapas ada sidang TPP, pokonya setiap program pembinaan itu ada sidang TPP.
Pentahapan sidang TPP melihat bisa untuk menentukan ee.. mengawali
program pembinaan, melakukan evaluasi dan melanjutkan program-program
itu semua melalui sidang TPP.”
5. Kalo di Lapas Terbuka, narapidana yang pernah diasimilasikan disana tidak
bisa kembali kesana lagi saat melakukan tindak pidana lagi?
“eehh.. aturannya sih ngga ada, kemarin kebetulan waktu saya di lapas
terbuka memang eee.. kebijakannya begini, kita kan yang pertama melakukan
assessment jadi orang-orang atau narapidana yang akan dikirimkan kesana
yang sudah diusulkan dari lapas tertutup akan ditempatkan di lapas terbuka,
kita lakukan assessment lagi dari kita yang melakukan assessment. Kita
datang ke lapas Cipinang misalnya kan, kita wawancara dia sambil cek
datanya, apakah dia layak atau tidak di lapas terbuka. Layak dalam pengertian
dia memang punya kemauan untuk disana, yang kedua misalnya ehem..
apakah penjaminnya jelas atau tidak. Salah satu assessment yang tadi juga
berfungsi begini, saya bilang cek datanya apakah dia sudah residivis apa
bukan, apakah dia pernah di lapas terbuka atau tidak, kalo itu dia residivis dan
pernah dilapas terbuka maka tolak. Tolak, karna apa berartikan waktu dia di
lapas terbuka tidak mampu menjadikan dia berdedikasi dengan baik, makanya
kita tolak. Karna mungkin potensi-potensi dia melakukan penyimpangan lagi
lebih besar kalo dia punya praktek-praktek seperti itu pemikiran saya waktu
itu. Makanya kita tolak yang residivis yang pernah kesana, apa lagi yang
pernah kesana kan berarti anggaplah kita gagal di lapas terbuka buat dia lebih
baik, atau ada faktor lain misalnya”
6. Bagaimana dengan lapas tertutup? Apakah diperbolehkan?
“oh.. biasanya sih untuk asimilasi itu lebih di perhitungkan, lebih pantang kalo
residivis ya. Jadi catatan khusus lah”
7. Menurut anda, perlukah seorang pekerja sosial atau psikolog dikerahkan di
lapas terbuka?
“oh ya butuh,
8. Apakah kendala yang dihadapi pada pembinaan?
“kendalanya kalo misalnya dia asimilasi dalam bentuk kerja pihak ketiga,
kendalanya jarang mereka yang ada diluar di pabrik, diperusahaan atau apa
yang mau menerima narapidana yang mau bekerja di mereka. Itu kendalanya,
kalaupun ada pihak ketiga yang menerima itu biasanya ada hubungan
keluarga dengan si narapidana ini, jadi dia mau menerima. Kalo ngga sangat
jarang, itu kendalanya ehem..”
9. Bagaimana solusi untuk menyikapi kendala yang terjadi pada proses
asimilasi?
“kalo solusinya harus banyak apa itu jalinan kerja sama dengan perusahaanperusahaan yang mau. Tapi sejauh ini sih masih jarang malah belom ada. Kalo
dengan departemen sosial ada nih yang kerja”
10. Seberapa penting dukungan masyarakat untuk mendukung asimilasi?
“kalo dukungan itu kan ada 3 pilar, yang pertama petugasnya, yang kedua
masyarakat dan ketiga narapidana itu sendiri. Jadi ya ketiga pilar itu harus
selalu ada harus bekerja sama. Kalo salah satunya ngga ada ya berarti kan
ngga optimal. Kalo misalnya narapidana mau bekerja nih punya keinginan
yang kuat, petugasnya lapasnya bisa memfasilitasi ternyata diluar ngga ada
yang menerima ngga bisa jalan masyarakat ngga bisa. Walaupun asimilasi itu
kan bukan hanya narapidana yang keluar, masyarakat kedalem pun itu sebagai
bentuk mengenalkan masyarakat dengan narapidana”
11. Seberapa penting pembinaan diberikan terhadap WBP?
“ya sangat penting, ya kan tugas lapas memang memberikan pembinaan. Kalo
dia tidak diberikan pembinaan, sementara ya dia ini hanya bidang saja,
bidangnya orang kan gitu kan. Kan harapannya mereka masuk lapas, dibina,
setelah keluar dia yang pertama dia tidak mengulanginya lagi tindak
kejahatannya, yang kedua dia bisa mandiri kalo memang dia ehem.. pada saat
belum sebelum masuk dia belum mandiri kan misalnya kan, yang ketiga dia
mempunyai keahlian keterampilan ya, yang keempat dia bisa bergaul dengan
masyarakat lebih baik. Kan tujuan akhirnya kan ini”
12. Sejauh ini apakah pembinaan yang diberikan mampu membuat WBP
mengintegrasikan diri dengan masyarakat?
“ya ada yang bisa, ada yang ngga. Yang ngga kan indikatornya dia masuk lagi
berartikan dia belom bisa nih menerapkan asimilasi dengan baik kan gitu.
Tapi kan ketika dia keluar paling kita menghitungnya oh kalo dia balik lagi
kan tau berarti dia masih belom bagus berintegrasinya karna indikatornya dia
masuk lagi. Tapi kalo yang sudah keluarkan kita tidak pernah mengkontrolnya
lagi, kita tidak pernah melakukan monitor atau monitoring lagi”
13. Sejauh ini tingkat keberhasilan peranan lapas sudah mencapai keberfungsian
sosial belum?
“yaa... sudah. Kalo saya anggap sudah sih. Ngga ada, yang jelas indikatornya
kalo dia tidak melakukan tindak pidana lagi, walaupun kita belum pernah
mengukur ya seberapa besar sih tingkat keberfungsian sosial ini. Paling PB
nih pembebasan bersyarat, dia dianggap gagal tuh kalo dia melakukan tindak
pidana lagi. Padahal syarat-syarat PB tuh dia minum-minuman keras saja saya
rasa itu sudah melanggar syarat PB dan harus dimasukkan lagi ke dalam
lapas, tapi selama ini sih saya anggap ngga”
14. Apakah PB/CB merupakan proses akhir dari pelaksanaan asimilasi?
“iya.. jadi kan asimilasi tuh kaya CMK,bekerja di dalem, bekerja di luar. ini
kan belajar nih belajar nanti pasti ada CMB, ada PB setelah itu baru bebas
murni”
15. Harapan untuk proses asimilasi dan sistem pemasyarakatan untuk kedepannya
bagaimana?
“yang pertama ee.. mereka yang asimilasi harus betul betul, mereka yang
sudah melalui assessment. Kalo dia memang layak bukan secara admistrasi
dan secara substansi. Kalo dia perilakunya betul-betul baik, perilakunya yang
penting
nantinya. Terus yang kedua, selama proses asimilasi juga harus
dilakukan pengawasan secara baik. Peran masyarakat disitu juga penting, jadi
masyarakat ikut mengawasi proses asimilasi”
Transkip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
Subyek
: OM
Hari/Tanggal : Selasa 8 September 2015
Waktu
: 09:15 WIB
Tempat
: Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas II B Jakarta
Tindak Pidana : Pencurian Kendaraan Bermotor
1. Kegiatan apa saja yang dilakukan pada tahap asimilasi?
“ya nyapu-nyapu, masak. Ya biasa, iya ikan sama sama ini (nunjuk ke
arah sesama WBP). Ikan, metikin bayem”
2. Bagaimana anda bisa berada di Lapas Terbuka?
“pasal 170 tentang pengeroyokan”
3. Apa perbedaan yang anda rasakan saat berada di lapas tertutup dan lapas
terbuka?
“beda, ya bedanya kan disini tenang, ngga banyak orang. Kalo disana kan
rame. Kalo disini kan ramah-ramah”
4. Bagaimana perasaan anda mengikuti asimilasi di Lapas Terbuka?
“ya biasa aja”
5. Bagaimana anda menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di Lapas
Terbuka?
“ya biasa aja, bergaul, ramah, suruh nyapu-nyapu”
6. Apakah ada kendala saat pengenalan dengan lingkungan sekitar?
“ngga ada, baik-baik aja”
7. Manfaat apa yang anda rasakan setelah mengikuti pembinaan?
“ya.. banyak sih. Ada yang nanem nanem kangkung, nambah ilmu”
8. Pembinaan apa yang anda ikuti?
“nanem kangkung, jamur. Ya sama ini bertiga, ya Cuma ini beda kasus”
9. Apakah pembinaan dilakukan setiap hari?
“seminggu sekali, kalo rutin ya nyapu setiap hari. ”
10. Apakah pembinaan yang dilakukan sudah cukup atau perlu ditingkatkan lagi?
“kalo pembinaan ini ya udah cukup”
11. Menurut anda, apa yang harus ditingkatkan dalam pembinaan yang dilakukan
Lapas Terbuka?
“ya tahanannya, kaga ada”
12. Bagaimana dengan fasilitas yang ada disini?
“ya kan kalo kerjanya kan itu bertiga,bertiga dikerjain semua”
13. Kalo tidak mengikuti pembinaan, apakah ada sanksinya?
“ya ngga ada, ya kan ikutin aturan sini aja”
14. Kegiatan apa saja yang ada di Lapas Terbuka, untuk meningkatkan keimanan
dan ketaqwaan?
“sholat, pengajian mah ngga ada”
15. Bagaimana interaksi dengan sesama WBP dan staff?
“ya sering, tiap hari. Ya kan orang bertiga ya sering. Kalo sama staff ya
jarang, kadang-kadang ngobrol kalo lagi ngga sibuk di pokja ngobrol”
16. Manfaat yang didapat dari bertukar fikiran?
“ya nambah pengalaman aja”
17. Perbedaan apa yang anda rasakan saat di rutan dan di lapas terbuka?
“kalo disinikan ramah-ramah, beda”
18. Apakah ada WBP yang mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan diri?
“ya biasa aja”
19. Seberapa akrab anda dengan teman sesama WBP dan staff di Lapas Terbuka?
“deket, orang Cuma bertiga ya ngobrol tiap hari”
20. Apakah anda mengikuti pembinaan kemandirian?
“ikut, ngecat. Ngecat itu lapangan, nyemprot-nyemprot, ya itu selamat
datang saya yang ngecat”
21. Kegiatan pembinaan kemandirian apa saja yang ada di Lapas Terbuka?
“ya bimbingan kerja”
22. Apakah anda mengikuti keterampilan mendukung usaha mandiri?
“ngga”
23. Apakah anda mendapat upah?
“ya ngga lah, paling makan sama rokok aja udah Alhamdulillah”
24. Apakah anda mengajukan PB/CB?
“iya, saya CB waktu di Salemba. Disini mah tinggal ngejalanin sisanya
doing. Disini ngga ada, jadi prosesnya disono”
25. Apa harapan anda setelah bebas nanti?
“harapan saya setelah bebas nanti ya kerja di jakarta, ya kan nyari ongkos
buat ke Indramayu”
Transkip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
Subyek
: BL
Hari/Tanggal : Selasa 8 September 2015
Waktu
: 13:20 WIB
Tempat
: Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas II B Jakarta
Tindak Pidana : Pengeroyokan
1. Apa perbedaan yang anda rasakan di lapas terbuka dan lapas tertutup?
“hmm beda ya, kalo di lapas tertutup cenderung kita jenuh, ya karena
jarang kegiatan gitu kan. Mungkin kan kalo disini kan ada kegiatan, banyak
kegiatan lah kita bisa, tergantung kita ini nya ajah. Bercocok tanam bisa ya
kan, jadi semua fasilitas ada disini mendukung lah”
2. Kegiatan apa saja yang dilakukan pada tahap asimilasi?
“yaa seperti ini nanem kangkung ya kan, terus ternak ikan, gitu aja sih.
Kalo masak biasanya kita tugas ya bagi-bagi,jadi ada bagian masak,bagian
bersih-bersih, bagian dikebun, untuk cuci tangan cuci tangan. ya bagaimana
ini nya aja basic nya mampunya dimana gitu. Disini ngga harus dipaksa sesuai
keinginan, harus masak ngga”
3. Bagaimana perasaan anda mengikuti asimilasi di Lapas Terbuka?
“hmmm yang jelas fikiran agak tenang, eee.. lebih.. lebih ini apa ngga
terlalu jenuh lah karna ada aja kegiatan”
4. Apa yang dilakukan staff saat memverifikasi data?
“seputar kejadian perkara, pasal-pasal sama istilahnya paling disini yang
paling utama dianu kan ya istilahnya ya berkelakuan baik aja lah dan tidak ada
masalah gitu aja”
5. Bagaimana anda menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di Lapas
Terbuka?
“justru lebih mudah disini ketimbang, lebih mudah disini petugasnya pun
ramah, ngga seperti istilahnya bebas ya tapi tetep pake aturan kita”
6. Apakah ada kendala saat pengenalan dengan lingkungan sekitar?
“ngga ada sih, baik baik aja lancar-lancar aja”
7. Manfaat apa yang anda rasakan setelah mengikuti pembinaan?
“manfaatnya jadi lebih tau ya, tentang pertanian gimana, perikanan”
8. Pembinaan apa yang anda ikuti?
“banyak sih, kaya tanem jamur ya hampir semua,kaya tanem jamur,
tanem kangkung, perikanan juga dikolam. Banyak kegiatan juga sih ngga
terlalu ini jadi gimana kita maunya aja.”
9. Apakah pembinaan dilakukan setiap hari?
“iya, setiap hari. Kalo sabtu minggu terus
10. Apakah pembinaan yang dilakukan sudah cukup atau perlu ditingkatkan lagi?
“saya rasa cukup ya”
11. Menurut anda, apa yang harus ditingkatkan dalam pembinaan yang dilakukan
Lapas Terbuka?
“hmmm yang harus ditingkatin dari ini nya, pengadaan bibit, hewan
ternak, pengadaan itu aja sih”
12. Adakah sanksi yang diterima saat tidak mengikuti pembinaan?
“ngga, ngga ada”
13. Kegiatan apa saja yang ada di Lapas Terbuka, untuk meningkatkan keimanan
dan ketaqwaan?
“sholat berjamaa’ah sering, pengajian”
14. Apakah anda mengikuti pembinaan kemandirian?
“oh ngga, karna kurang suka, kurang minat”
15. Apakah anda mengajukan PB/CB?
“ini lagi proses”
16. Apa saja yang dibutuhkan untuk mengajukan PB/CB?
“pertama yang jelas berkelakuan baik, sama ngga pernah ada masalah di
lapas tertutup, sudah setengah masa hukuman.Cuma itu aja syaratnya sama
ada penjamin, keluarga, orang tua. Di lapas tertutup ngajuin ke staff nya
bagian administrasi, administrasi nanti dikasih pengarahan disana, harus ini
ini ini, eksekusi, pengadilan jaksa, stempek rt rw, penjamin. Udah itu aja sih”
17. Apa rencana anda setelah bebas nanti?
“rencana yang jelas mau menata hidup yang lebih baik aja, pengen jadi
yang lebih baik”
Download