PROGRAM REINTEGRASI SOSIAL PADA WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DI LAPAS KLAS II A NARKOTIKA CIPINANG JAKARTA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh ASISAH NIM : 1110054100007 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/1436 H ABSTRAK Asisah Program Reintegrasi Sosial Pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Klas II A Narkotika Cipinang Jakarta Penelitian ini merupakan upaya untuk memahami bagaimana Program Reintegrasi Sosial dapat mengurangi over kapasitas di penjara dan juga dapat memberikan mantan warga binaan kehidupan normalnya kembali ke masyarakat tanpa mendapatkan labeling sebagai bekas warga binaan melalui pembinaan yang diadakan oleh Lapas dan Bapas dalam Program Reintegrasi Sosial. Oleh karena itu Lapas sebagai UPT yang bertanggung jawab dalam memberikan pembinaan kepada Warga Binaan agar dapat kembali bersosialisasi dengan masyarakat melakukan optimalisasi pemberian hak-hak Warga Binaan yaitu pemberian Pembebasan Bersyarat dalam Program Reintegrasi Sosial. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif serta di dukung oleh data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan kejadian yang diamati. Lokasi penelitian yang dipilih adalah di Lapas Klas II A Narkotika Cipinang. Kemudian dilakukan upaya untuk menemui dan mewawancarai satu bekas Warga Binaan dari Lapas tersebut sebagai informan kunci dan beberapa informan pendukung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Program Reintegrasi Sosial bermanfaat untuk mengurangi over kapasitas di Lapas namun pelaksanannya di Lapas maupun di Bapas masih sangat kurang. Karena apa yang peneliti temukan masih ada stigma negatif yang diberikan masyarakat terhadap warga binaan. Pemberian bimbingan setelah keluar dari Lapas diharapkan mampu mencegah terjadinya cap negatif dan mencegah pengulangan tindakan yang melanggar hukum namun pada kenyataannya tidak ada lagi bimbingan yang diberikan. Tidak semua klien Bapas yaitu bekas warga binaan mendapatkan bimbingan baik itu bimbingan kepribadian dan bimbingan keterampilan yang menjadi sangat penting karena usaha developmental setelah menjalani proses rehabilitative di Lapas dapat pulih kembali sehingga tidak lagi menjadi penyandang masalah sosial dan dapat mengembangkan dirinya ke arah lebih baik. Adapun hambatan yang menjadi dihadapi dalam menjalani program reintegrasi sosial ini adalah dari warga binaan itu sendiri. Kurangnya kegiatan setelah keluar dari Lapas disinyalir menjadi alasan bekas warga binaan kembali ke kehidupan lamanya. Kedua kurang memadai sarana dan prasarana, misalnya sarana fisik, seperti kelas-kelas, perlengkapan, dll. Selain sarana fisik, anggaran yang tidak mencukupi untuk memberikan keterampilan seluruh Warga Binaan juga menjadi masalah yang harus dicari jalan keluarnya. KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya ilmiah berupa skripsi ini, dengan judul Program Reintegrasi Sosial Pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Klas II A Narkotika Jakarta, yang disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Besar Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Dan apa yang telah peneliti lakukan ini, tentunya tidak terlepas dari berbagai saran, bantuan dan peran dari berbagai pihak. Oleh karenanya peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Wakil Dekan I, II, III, yang secara langsung maupun tidak langsung turut membantu studi mahasiswa S1 di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 2. Ibu Siti Napsiyah, MSW, selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang turut memotivasi dan berkontribusi dalam memberikan ilmu kepada peneliti selama peneliti menyelesaikan studinya. 3. Bapak Ahmad Zaky, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial dan juga selaku Pembimbing Akademik angkatan 2010 yang telah meluangkan dan mengorbankan waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan kepada Mahasiswa khususnya kepada jurusan Kesejahteraan Sosial. 4. Ibu Nurhayati Nurbus, M.Si, selaku Dosen Pembimbing peneliti yang telah banyak memberikan saran, arahan, masukan dan waktunya hingga peneliti menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih banyak Ibu atas bimbingannya dan mohon maaf jika ada kata-kata dan tindakan yang kurang berkenan. 5. Segenap dosen yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan hingga selesainya perkuliahan peneliti di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Seluruh pihak staff perpustakaan, baik Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah maupun Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah direpotkan peneliti dalam pencarian, peminjaman dan pengembalian buku perpustakaan. Juga kepada pihak Perpustakaan Nasional, baik yang di Salemba maupun yang di Medan Merdeka Selatan. Koleksi bukunya sangat bermanfaat dalam pencarian peneliti menyempurnakan penelitian ini. 7. Bapak Diding Alpian, Amd, IP, S.Sos, M.Si selaku Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan Anak Didik di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta yang telah memberikan waktunya, ilmunya dan candanya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian. 8. Seluruh pegawai dan staff Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta, terima kasih atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. 9. Seluruh Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih banyak atas segala cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya. 10. Kedua Orang Tua tercinta Bapak Samsari dan Ibu Ativah. Thank you for working hard for me, taking care of me and making sure I have everything I need. Juga untuk do’anya, dukungan, bimbingan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga kita. Juga terima kasih kepada Kakak dan Adik laki-laki ku Fathul Ahda dan Asphar yang selalu memberi dan melakukan apapun yang aku pinta. 11. Sahabat-sahabat Peneliti yang telah menghabiskan waktunya selama 12 tahun. Diyah Estuningtiyaas, AmKeb; Indri Zulfia Chapsari, Amk; Mutmainah Amd, dan Siti Nurwahyuni. Terima kasih kepada kalian yang selalu mengganggu dan membantu peneliti dalam penyelesaian penelitian ini. Sometimes having crazy, hilarious, having deep conversation, watching “the kids” can be the reason why it is still okay to have no love life for now hahaha. I miss those moments that I randomly remember. Semoga hubungan kita tetap terjalin baik sampai kapanpun. 12. Syarifah Lubna Asseggaf S. Sos, Epida Sari S. Sos dan Nur Hikmah S. Sos, teman pertama peneliti ketika masuk kuliah semester pertama. Terima kasih atas waktu dan kenangannya. Semoga kita masih tetap seperti dulu. 13. Ratih Eka Susilawati S. Sos dan Ilmawati Hasanah yang telah membantu peneliti menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas bantuan, masukan dan cerita-ceritanya. I think I’ve grown so close to you, people I thought I’d never talk to. 14. My roommate, Fithria Luthfiyani S.S, lets meet again and do something crazy like we did in the past. Thanks for everything 15. Teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2010 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah bersama-sama berjuang menuntut ilmu di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta. 16. And for those who had ruined my life but at the same time gave me happiness, thank you guys. My life actually would be boring if I didn’t have you. Akhirnya kepada Allah SWT jualah segalanya peneliti serahkan, dengan harapan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan di masa mendatang. Amin. Jakarta, 21 April 2015 Peneliti Asisah NIM : 1110054100007 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................. ii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ........................................... iii LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iv ABSTRAK ...................................................................................................... v KATA PENGANTAR ................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................. x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................. 9 1. Pembatasan Masalah ....................................................... 9 2. Perumusan Masalah ......................................................... 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................... 9 1. Tujuan Penelitian ............................................................. 9 2. Manfaat Penelitian ........................................................... 10 D. Metodologi Penelitian ........................................................ 10 1. Pendekatan Penelitian ..................................................... 10 2. Jenis Penelitian ............................................................... 11 3. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................... 12 4. Subyek, Informan dan Obyek Penelitian ........................ 12 5. Sumber Data ................................................................... 16 6. Teknik Pengumpulan Data ............................................. 16 7. Teknik Analisis Data ...................................................... 18 8. Teknik Keabsahan Data .................................................. 18 9. Review Literature ............................................................ 19 10. Sistematika Penulisan ................................................... 20 BAB II LANDASAN TEORI A. Integrasi Sosial ................................................................... 23 1. Pengertian Integrasi Sosial ............................................. 23 2. Integrasi dan Resosialisasi .............................................. 25 3. Tahap Resosialisasi ......................................................... 28 B. Pidana dan Pemidanaan ...................................................... 31 1. Definisi Pidana dan Pemidanaan .................................... 31 2. Teori Tujuan Pemidanaan ............................................... 32 3.Tujuan Pemidanaan ......................................................... 36 C. Teori Labelling ................................................................... 37 D. Teori Perilaku ..................................................................... 39 1. Pengetahuan .................................................................... 39 2. Sikap ............................................................................... 40 3. Perilaku ........................................................................... 42 E. Narkotika ............................................................................ 42 1. Pengertian Narkotika ...................................................... 42 2. Penyalahgunaan Narkotika ............................................. 43 F. Lembaga Pemasyarakatan, Narapidana/WBP .................... 44 1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan ............................ 44 2. Prinsip Pokok Pemasyarakatan ....................................... 45 3. Pengertian Narapidana .................................................... 47 4. Hak Narapidana .............................................................. 47 BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A NARKOTIKA JAKARTA BAB IV BAB V A. Sejarah Singkat Lapas Narkotika ....................................... 49 B. Alamat Lapas Narkotika ..................................................... 50 C. Letak Geografis .................................................................. 50 D. Tugas dan Fungsi ................................................................ 51 E. Visi, Misi dan Motto ........................................................... 51 F. Sarana dan Prasarana .......................................................... 52 G. Struktur Organisasi Lapas Narkotika Jakarta ..................... 53 H. Gambaran SDM/Staff Lapas Narkotika Jakarta ................. 54 I. Keadaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ............... 54 J. Jadwal Kegiatan Sehari-hari WBP di Lapas ....................... 57 K. Tahapan Sistem Pemasyarakatan Narapidana ................... 58 L. Syarat-syarat Pembebasan Bersyarat .................................. 62 M. Prosedur Untuk Memperoleh Pembebasan Bersyarakat .... 63 N. Program Pembimbingan Klien Oleh Bapas Jakarta Pusat .. 65 TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA A. Program Reintegrasi Sosial di Lapas Klas II A Jakarta .... 70 1. Pembebasan Bersyarat .................................................. 71 B. Tahapan Pembebasan Bersyarat pada WBP ..................... 78 C. Faktor Penghambat Program Reintegrasi Sosial ............... 84 PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................... 88 B. Saran ................................................................................. 90 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 93 LAMPIRAN ................................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang mempunyai jumlah penduduk sekitar 245.862.034 jiwa. 1 Dengan banyaknya jumlah penduduk yang hampir seperempat milyar tersebut Indonesia kerap kali dihadapkan oleh berbagai permasalahan seperti kemiskinan, kesehatan, pendidikan, keamanan dan lain-lain. Kemiskinan di anggap menjadi permasalahan terberat negara yang mempunyai luas wilayah 1.904.569 km2 ini. Badan Pusat Statistik Nasional dalam halaman webnya www.bps.go.id mengatakan bahwa saat ini jumlah penduduk miskin di Indonesia sampai Maret 2014 sebanyak 28.55 juta orang. Tingginya angka kemiskinan menjadi penyebab utama maraknya kriminalitas di Indonesia. Dengan segala keterbatasan, sejumlah orang rela menghalalkan berbagai cara demi memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan dengan tindakan kriminal. Aksi kriminalitas di Indonesia saat ini sudah menjadi hal yang mengkhawatirkan. Setiap harinya ratusan orang diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Selain aksi kriminalitas yang membuat orang memenuhi penjara atau Lembaga Pemasyarakatan (selanjutnya disingkat Lapas) di Indonesia, ada juga kasus narkoba yang hampir menyita hampir setengah dari penghuni lapas. Memanfaatkan data di Sistem Data based Pemasyarakatan (SDP) yang terintegrasi data dari Lapas dan Rutan seluruh Indonesia kita dapat mengetahui peningkatan jumlah penghuni yang sangat signifikan. Per 31 Desember 2011 terdata 136.145 penghuni, setahun kemudian 31 Desember 2012 bertambah menjadi 1 Berdasarkan data BPS per September 2014. Diakses pada 24 April 2015 dari www.bps.go.id 150.592. Akhir 2013 sudah berjumlah 160.061 orang dan per Juli 2014 sebanyak 167.163 penghuni. Terjadi peningkatan isi lapas/rutan dalam kurun waktu 2,5 tahun, isi lapas/rutan bertambah lebih dari 31 ribu. Sementara kapasitas yang tersedia di 463 Lapas/Rutan se Indonesia hanya mampu menampung 109.231 orang. Artinya saat ini 167.163 orang harus berdesakan di ruang hunian yang kapasitasnya 109.231. Atau dengan kata lain over crowded sebesar 153%.2 Dan apabila kita lihat lebih rinci di laman www.smslap.ditjenpas.go.id menunjukkan jumlah narapidana atau tahanan kasus narkotika mendominasi penghuni lapas atau rutan seluruh Indonesia. Tercatat sebanyak 47.231 orang, artinya lebih dari 30% dihuni narapidana dengan kasus narkotika. Diantara jumlah tersebut, yang tergolong dalam narapidana kasus narkotika murni sebagai pecandu (Pasal 127 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika) sebanyak 18.973 orang menjadi penyumbang crowded.3 Untuk menekan over crowded yang terjadi di Lapas, Kemenkumham memberikan beberapa alternatif, diantaranya adalah menambah kapasitas hunian dan pemindahan narapidana. Langkah ini dilakukan hanya untuk meratakan kapasitas dari wilayah yang over crowded ke wilayah yang memungkinkan daya tampungnya namun tidak menjawab penanggulangan yang komprehensif khususnya hak-hak dasar penghuni lapas atau rutan. Hal ini manjadi keluhan keluarga narapidana karena mereka akan dijauhkan oleh anggota keluarganya yang menjadi narapidana. Hal ini diungkapkan oleh Staff Bimkemsywat Lapas Narkotika Cipinang Jakarta, yaitu Bapak David. 2 3 Berdasarkan data Ditjenpas yang diakses pada 24 April 2015 dari www.smlap.ditjenpas.go.id Ibid Tapi kalau untuk mengurangi over kapasitas, bisa juga napi ini dipindahkan ke lapas lain yang masih cukup kapasitasnya. Yang ini banyak dikeluhkan keluarga napi, karena kalau mau menjenguk kan susah, jadi jauh.4 Dua kebijakan di atas, baik menambah kapasitas dan pemindahan narapidana memerlukan anggaran yang sangat besar, namun di rasakan belum mampu menekan tingkat hunian lapas/rutan, bahkan tetap saja dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Langkah lain yang dilakukan Kemenkumham adalah melakukan optimalisasi pemberian hak-hak warga binaan yaitu pemberian Remisi (pengurangan masa pidana) dan program reintegrasi sosial, seperti Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat (CB) dan Cuti Menjelang Bebas (CMB).5 Kemenkumham meyakini bahwa pemberian hak-hak warga binaan ini menjadi salah satu faktor yang mampu mengendalikan perilaku warga binaan selama hidup di dalam lapas/rutan. Karena salah satu syarat untuk mendapatkan hak ini adalah mengikuti program pembinaan di dalam Lapas/Rutan serta tidak melanggar aturan. Sekjen Kementrian Hukum dan HAM, Y. Ambeg Paramarta menjelaskan saat ini jumlah penghuni lapas mencapai 160 ribu jiwa, sedangkan total kapasitas lapas yang tersedia hingga akhir tahun 2014 nanti hanya dapat menampung sekitar 120 ribu jiwa. Selain dengan merehabilitasi para pecandu narkoba untuk mengurangi over kapasitas di Lapas, cara lainnya adalah dengan Reintegrasi Sosial. Y. Ambeg menuturkan dengan program reintegrasi sosial seperti pembebasan bersyarat, asimilasi, dan cuti bersyarat, jumlah napi yang dapat memperoleh program ini mencapai 25 ribu jiwa. Meski demikian, lanjut Ambeg program reintegrasi sosial harus benar-benar memperhatikan persyaratan yang telah ditetapkan 4 5 Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak. David. Jakarta 26 November 2014 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sehingga hanya penghuni Lapas yang memenuhi syarat yang dapat mengikuti program tersebut.6 Salah satu lapas khusus narkotika yang terdapat di Jakarta yaitu Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang misalnya mempunyai kapasitas atau daya tampung sebanyak 1084 orang, namun kenyataannya per Oktober 2014 jumlah narapidana yang yang menjadi penghuni lapas tersebut adalah sebanyak 2845 orang. Ini artinya ada kelebihan muatan sebesar 1761 orang atau dengan kata lain sebesar 162%.7 Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta adalah Unit Pelaksana Teknis dibidang pemasyarakatan yang berada di bawah Kementrian Hukum dan HAM RI Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan bertanggung jawab kepada Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM RI, dengan salah satu fungsinya yaitu melakukan pembinaan narapidana dan anak didik. Lapas Narkotika Cipinang juga melakukan optimalisasi pemberian hak-hak Warga Binaan yaitu pemberian Asimilasi dan Pembebasan Bersyarat dalam Program Reintegrasi Sosial sebagai upaya dalam melakukan pembinaan di luar lapas. Program reintegrasi sosial bagi narapidana narkotika bertujuan untuk memutus mata rantai peredaran narkotika melalui internalisasi nilai-nilai yang dilakukan di dalam lembaga pemasyarakatan. Sehingga ketika kembali ke masyarakat, mantan terpidana narkotika tidak lagi menjadi pecandu ataupun pengedar kembali. Tujuan ini sejalan dengan tujuan dari pemidanaan, yaitu mencakup hal-hal sebagai berikut : 8 1. Memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri. 2. Membuat orang menjadi jera melakukan kejahatan-kejahatan. 6 Taufik, M. Reintegrasi Sosial untuk Atasi Kelebihan Kapasitas Lapas. Diakses pada 18 November 2014 dari http://m.pemasyarakatan.com/Reintegrasi-Sosial-untuk-Atasi-Kelebihan-Kapasitas-Lapas/ 7 Berdasarkan data Bagian Registrasi Lapas Narkotika Klas IIA Cipinang Jakarta 8 Tolib, Setiady. Pokok-pokok Hukum Penitensier Indonesia. (Bandung : Alfabeta. 2010). h. 31. 3. Membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatankejahatan yang lain, yakni penjahat-penjahat yang dengan cara lain sudah tidak dapat diperbaiki kembali. Sebelumnya, menurut dua hasil studi literatur yang peneliti dapatkan, Program Reintegrasi Sosial bermanfaat untuk Lapas namun masih banyak kekurangan yang terjadi dalam menjalankannya. Hasil studi literatur pertama yang peneliti peroleh adalah tentang Program Reintegrasi Sosial di Lapas dari Tesis yang berjudul "Program Reintegrasi Sosial bagi Narapidana di Lapas Klas IIA Bogor Dalam Konteks Persepsi Narapidana dan Residivisme" oleh Yudi Suseno, berkesimpulan bahwa saat ini Lapas Klas IIA Bogor mengalami over crowded dikarenakan jumlah hunian yang sudah melebihi kapasitas yang sebenarnya dan Program Reintegrasi Sosial dapat mengurangi over kapasitas yang terjadi di Lapas. Namun masih banyak perbaikan dan peningkatan sarana yang diperlukan dalam menjalani program reintegrasi. Selain itu perlu penggalangan kerja sama dari berbagai pihak dan monitoring atau pendampingan yang juga harus dilakukan. Hasil studi literatur selanjutnya yang peneliti peroleh adalah dari Tesis yang berjudul "Reintegrasi sosial dan Resosialisasi Bekas Narapidana Wanita Dari Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanggerang ke Dalam Masyarakat" oleh Armein Daulay, berkesimpulan bahwa bentuk reaksi sosial yang terjadi setelah Narapidana Wanita keluar dari penjara dengan program reintegrasi sosial adalah penggerebekan rumah, menangkap dan menggiring, menjauhi dengan publikasi terhadap bekas narapidana wanita dimana mereka berdomisili. Namun ada juga yang diterima kembali sepenuhnya menjadi warga masyarakat. Kesemua ini tidak terlepas dari perilaku bekas narapidana wanita yang terampil ketika diwawancarai yang berusaha menghilangkan identitas diri, tidak berterus terang serta mencoba menyangkal dirinya telah berbuat kesalahan. Kesimpulan dari dua studi literatur diatas adalah bahwa program reintegrasi sosial saat ini bermanfaat untuk mengurangi over kapasitas di Lapas namun banyak perbaikan yang harus dilaksanakan salah satunya adalah dari masyarakat yang masih menyandang bekas Warga Binaan sebagai penjahat dengan reaksi sosial yang ditampilkan yaitu penggerebekan, menangkap, menggiring sampai dengan menjauhi dengan publikasi. Hasil studi literatur di atas menggambarkan bagaimana program reintegrasi sosial selain dapat bermanfaat untuk Lapas tetapi masih banyak perbaikan yang harus dilakukan agar narapidana juga dapat mendapatkan hal yang positif dan tidak mendapatkan reaksi sosial yang tidak diinginkan. Sudah menjadi kebiasaan bahwa masyarakat yang sarat dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial dirasakan terganggu oleh perilaku penyimpangan yang dilakukan oleh anggota masyarakatnya, sehingga label yang diberikan ternyata tidak serta merta memudahkan mereka kembali ke lingkungannya. Bagi penyandang masalah baik pada level individu, kelompok atau masyarakat yang sudah di rehabilitasi dan sudah berada dalam kondisi normal kembali pada umumnya masih tetap rentan untuk kembali pada kondisi yang bermasalah lagi. Upaya developmental pasca rehabilitasi dapat mengurangi kerentanan tersebut sehingga mempunyai fungsi pencegahan agar penyandang masalah yang sudah dikembalikan dalam kehidupan normal tidak terjerumus kembali pada masalah sosial berikutnya. Oleh sebab itu, pada umumnya intervensi dan pelayanan tidak sama sekali dihentikan setelah tindakan rehabilitative dianggap selesai melainkan dilanjutkan dengan monitoring dan pelayanan lanjutan untuk memfasilitasi bekas penyandang masalah melakukan pengembangan diri.9 Di sisi lain, upaya developmental juga dapat mendukung upaya preventif untuk mencegah agar individu, kelompok atau masyarakat yang normal tidak menjadi bermasalah dan agar penyandang masalah yang sudah di rehabilitasi tidak kambuh lagi.10 Untuk kasus narkotika ada beberapa alasan mengapa ia cepat kembali terpengaruh kepada barang haram tersebut. Didin Sudirman dalam bukunya yang berjudul Reposisi dan Revitalisasi Pemasyarakatan Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia menyatakan bahwa ada berbagai kendala yang dihadapi dalam penanggulangan kejahatan narkoba, diantaranya :11 1. Adanya sifat dari narkotika yang menimbulkan efek ketergantungan dan secara fungsional dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan (stress) dalam menghadapi kehidupan yang penuh konflik akibat budaya persaingan. 2. Bisnis narkotik dapat menghasilkan keuntungan yang sangat besar, karena bahan baku yang berupa tanaman ganja dan candu mudah tumbuh di daerah pegunungan. 3. Berhubung ancaman pidana yang relatif berat bahkan hukuman mati bagi para pengedarnya maka bisnis ini dilakukan sangat tersembunyi. 4. Sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa kejahatan narkotik ini juga melibatkan backing yang justru terkadang muncul dari aparatur sendiri 5. Kejahatan narkotika pada umumnya tidak dilakukan oleh perseorangan melainkan dilakukan secara bersama-sama (sindikat). 9 Soetomo. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. (Yogyakarta : Pustaka Belajar. 2008). Hal 65 Ibid, Hal 64 11 Sudirman, Didin. Reposisi dan Revitalisasi Pemasyarakatan Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. (Jakarta : CV. Alnindra Dunia Perkasa. 2007). Hal 253-256 10 Peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Program Reintegrasi Sosial yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika. Karena dengan diberikannya program reintegrasi sosial hanya memberikan manfaat kepada lapas saja untuk mengurangi over kapasitas lalu bagaimana dengan narapidana yang berkali-kali keluar masuk penjara (residivis). Apakah dengan proram reintegrasi sosial dapat mencegah pelaku kejahatan kembali lagi mengulangi tindakan melanggar hukumnya lagi. Oleh karena itu peneliti mengambil judul, Program Reintegrasi Sosial pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Bertolak dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang menjadi pokok kajian penelitian adalah Program Reintegrasi Sosial terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta. Hal ini dikarenakan masih banyak warga binaan yang masih menyandang label sebagai bekas penjahat setelah keluar dari Lapas dengan program reintegrasi sosial. 2. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang peneliti dapat merumuskan permasalahan yang akan menjadi objek penelitian peneliti yaitu Bagaimana Program Reintegrasi Sosial Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Klas II A Narkotika Cipinang Jakarta. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Di dalam setiap penelitian maupun penelitian karya ilmiah baik tulisan-tulisan yang lainnya, tentu saja memiliki tujuan yang mendasari penelitian atau penelitian tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah memaparkan bagaimana Program Reintregasi Sosial Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis 1. Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang kesejahteraan sosial yang berkaitan dengan program reintegrasi sosial di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika. 2. Dapat memberi khasanah ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan sumber informasi bagi peneliti dengan tema sejenis. b. Manfaat Praktis 1. Untuk bahan informasi bagi lembaga atau instansi pemerintahan dan penanggung jawab program reintegrasi sosial mengenai proses pemulihan kembali WBP dan upaya mengatasi masalah tersebut. 2. Hasil penelitian ini juga diharapkan berguna sebagai media koreksi dan evaluasi, dan dapat juga bertukar pikiran mengenai konsep reintegrasi dalam praktek pekerjaan sosial dengan Program Reintegrasi Sosial yang telah tersusun di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta. D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian dan memperoleh gambaran yang mendalam dari penelitian ini, maka pendekatan penelitian yang peneliti gunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti. Data yang dikumpulkan dari metode deskriptif ini berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif.12 Penelitian kualitatif juga diartikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan metode penelitian tersebut peneliti bermaksud memberikan pandangan yang lengkap dan pemahaman yang mendalam mengenai Program Reintegrasi Sosial pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta. 2. Jenis Penelitian Berdasarkan tujuan penelitiannya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dan dokumentasi resmi lainnya. Peneliti menggunakan jenis penelitian ini karena sesuai dengan penelitian yang ingin diteliti, yaitu untuk menguraikan, memaparkan dan 12 Lexy, J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung : PT Rosdakarya. 2004). Hal 9-10 menggambarkan serinci mungkin Program Reintegrasi Sosial pada Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II. 3. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Cipinang yang beralamat di Jalan Raya Bekasi Timur No 170 A, Jakarta Timur. b. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian kurang lebih selama 3 bulan yakni berawal dari bulan Oktober 2014 sampai Januari 2015. 4. Subjek, Informan dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini dipilih secara sengaja. Karena peneliti bertujuan memilih informan yang sesuai dengan data yang ditujukan untuk didapatkan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Maka dari itu, informan yang dipilih oleh peneliti adalah Staff Lapas Klas II A Narkotika Jakarta, Staff Balai Pemasyarakatan, WBP atau Narapidana yang menjalankan masa pemasyarakatannya di Lapas Klas II A Narkotika Jakarta, salah satu keluarga Warga Binaan dan salah satu warga lingkungan tempat tinggal Narapidana. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Ia berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal, sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan dengan kesukarelaannya informan tersebut dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayannya yang menjadi latar penelitian tersebut.13 Dalam memilih informan, teknik yang perlu diperhatikan adalah tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai peneliti yaitu untuk mendeskripsikan program reintegrasi sosial pada warga binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta. Informan merupakan orang yang memberikan informasi untuk peneliti sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini, informan yang akan dipilih adalah: Tabel 1 Tabel Informan No Nama Profesi Alasan Pemilihan Keterangan Informan 1 Diding Kasi Binadik Informan sebagai Kepala Laki-laki usia Alpian Lapas Klas II A Seksi Bina Narapidana 41 tahun Narkotika dan Anak Didik. Dengan Jakarta memilih beliau sebagai informan akan diperoleh data terkait dengan pembinaan yang berkaitan dengan syaratsyarat Program Reintegrasi Sosial. 2 13 David Nur Staff Informan David adalah Laki-laki usia Lexy, J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2004.) Hal 112 Iman Bimkemasywat salah satu staff yang Lapas Klas II A bertugas menyiapkan Narkotika narapidana untuk Jakarta mengikuti program 34 tahun. reintegrasi sosial. 3 Agus Kasubsi Informan Agus adalah Maman, SH Bimkemas Kasubsi Bimkemas Klien Klien Dewasa Dewasa Bapas Pusat, Bapas Pusat diharapkan peneliti - mendapatkan informasi mengenai pembimbingan yang dilakukan Bapas kepada narapidana di luar lapas. 4 S Alias Opik Warga Binaan Informan S adalah Pemasyarakatan informan utama. Ia atau adalah salah satu Narapidana narapidana yang Laki-laki usia 39 tahun mengikuti program reintegrasi sosial setelah menghabiskan 2/3 masa tahanan. 5 U Ibu WBP atau Informan U adalah Ibu - Narapidana dari WBP S yang menjadi penanggung jawab dalam mengikuti program reintegrasi tersebut. Juga beliau yang tinggal bersama WBP selama hidupnya, jadi peneliti akan memperoleh data yang diperlukan terkait dengan data WBP. 6 Y Warga tempat Dengan memilih Y WBP tinggal sebagai informan, diharapkan peneliti mendapatkan data tentang bagaimana program reintegrasi sosial berjalan dan reaksi masyarakat mengenai program yang dijalani oleh WBP S. Sumber : olahan sendiri - Objek penelitian ini adalah Program Reintegrasi Sosial pada warga binaan pemasyarakatan di Lapas Klas II A Narkotika Jakarta dan juga lingkungan tempat Warga Binaan tinggal yaitu di Menteng Tenggulun, Jakarta Pusat. 5. Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen, dll. Oleh karena itu, uuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, peneliti mengkategorikannya menjadi dua, yaitu sebagai berikut : a. Data Primer Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan atau suatu organisasi secara langsung dari objek yang diteliti dan untuk kepentingan studi yang bersangkutan. Data primer yang dimaksud adalah hasil wawancara. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dan disatukan oleh studistudi sebelumnya atau diterbitkan oleh berbagai instansi lain. Data yang dimaksud diperoleh secara tidak langsung berupa data dokumentasi, arsip-arsip resmi, dan berbagai literatur lainnya yang berkaitan dengan tema penelitian. 6. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam memperoleh data yang diinginkan, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : a. Wawancara Wawancara adalah metode pengumpulan data untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab. Tujuan peneliti menggunakan metode ini adalah untuk memperoleh data secara jelas dan kongkret tentang proses intervensi sosial yang dilakukan oleh oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Cipinang. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif dan wawancara terbuka. Wawancara ini mirip dengan percakapan informal. Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk tertentu informasi dari semua informan, tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan cirri-ciri tiap informan.14 b. Dokumentasi Metode dokumentasi dilakukan ketika peneliti tidak mendapatkan data dari hasil wawancara ataupun observasi. Metode ini biasanya berupa gambar atau foto, literature, brosur ataupun arsip-arsip yang isinya berkaitan dengan upaya lapas dalam mengatasi permasalahan wbs tentunya sesuai dengan izin dari lembaga yang bersangkutan. 7. Teknik Analisa Data Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan menyatakan dalam buku karangan Sugiyono, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat 14 Ghony, M.Djunaidi dan Almanshur Fauzan. Metode Penelitian Kualitatif. (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. 2012). Hal 176-177. mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.15 8. Teknik Keabsahan Data Untuk meningkatkan kualitas data (truthworthiness) peneliti memilih metode triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.16 Teknik ini dilakukan oleh peneliti dengan cara mengkonfirmasi ulang pernyataan informan kepada informan lain yang peneliti anggap dapat memberikan informasi dengan objektif. Adapun yang dijadikan informan untuk meningkatkan truthworthiness adalah bekas Warga Binaan Lapas Narkotika yang sedang menjalani program Reintegrasi Sosial dan staff Lapas Narkotika serta staff Bapas Salemba, oleh karena itu, peneliti menggunakan triangulasi dengan sumber yang berarti menngecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif17 dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, apa yang dikatakan depan umum dengan pribadi serta hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan jadi dengan cara ini, merupoakan cara terbaik karena peneliti dapat me-recheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori. 9. Review Literature Sebelum mengadakan penelitian lebih lanjut, peneliti kemukakan sesuatu tinjauan pustaka sebagai langkah awal dari penyusunan skripsi yang peneliti buat agar terhindar 15 Sugiyono. Metode Penelitian Manajemen. (Bandung : Alfabeta. 2014). Hal 401 Lexy, J. Moleong. Metode Peneltian Kualitatif. (Bandung : PT Rosdakarya. 2000). Hal 330 17 Lexy, J. Moleong. Metode Peneltian Kualitatif. (Bandung : PT Rosdakarya. 2000). Hal 331 16 dari kesamaan judul dan lain-lainnya dari skripsi-skripsi sebelumnya. Lebih lanjut peneliti akan memaparkan studi literatur yang dijadikan pedoman, yaitu sebagai berikut : a. Tesis oleh Armein Daulay, Program Studi Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia Pascasarjana 2000 yang berjudul Reintegrasi sosial dan Resosialisasi Bekas Narapidana Wanita Dari Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanggerang ke Dalam Masyarakat. Tesis ini merupakan upaya untuk memahami reaksi sosial terhadap bekas narapidana wanita dari Lembaga Pemasyarakatan (disingkat : lapas) Wanita Tangerang yang menyandang label sebagai bekas penjahat. b. Tesis oleh Yudi Suseno, Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Pascasarjana 2006 yang berjudul Program Reintegrasi Sosial bagi Narapidana di Lapas Klas IIA Bogor Dalam Konteks Persepsi Narapidana dan Residivisme. Tesis ini berusaha mengungkap pelaksanaan program reintegrasi sosial di Lapas Klas IIA Bogor dan peranannya dalam mencegah residivisme. Tesis tersebut memiliki persamaan dalam pengambilan judul yang diambil peneliti yaitu sama-sama mengambil tema tentang Reintegrasi Sosial. Sedangkan yang dikaji dalam penelitian ini adalah Program Reintegrasi Sosial pada Warga Binaan di Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta. Penelitian ini lebih fokus terhadap program dan tahapan reintegrasi sosial yang dijalankan oleh bekas warga binaan Lapas dalam upaya memperoleh hak-hak selayaknya warga binaan pemasyarakatan pada umumnya, serta proses pendampingan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan agar klien dapat diterima dan kembali dilingkungan keluarga dan lingkungan tanpa menyandang label sebagai bekas penjahat. 10. Sistematika Penulisan Pembahasan skripsi terdiri dari 5 bab, berikut adalah sistematika penelitian skripsi : BAB I Pendahuluan, didalamnya meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta metodologi yang digunakan dalam penelitian mulai dari pendekatan penelitian, jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek, informan dan objek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, teknik keabsahan data dan teknik penelitian, dan terakhir yaitu sistematika penelitian. BAB II Landasan Teori, Teori Integratif, Integrasi dan Resosialisasi, Tahap Resosialisasi, Pidana dan Pemidanaan, Teori Labelling, Teori Perilaku, Narkotika, Lembaga Pemasyarakatan, Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan. BAB III Gambaran Lembaga, membahas tentang deskripsi data atau gambaran umum di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Cipinang yang terdiri dari : Gambaran Umum Lapas. Struktur Organisasi. Program Rehabilitasi Sosial. Karakteristik, Tugas Pokok, Fungsi dan Prinsip Lapas, Sarana dan Prasaranan, Struktur Organisasi, Gambaran SDM/ Staff Lapas, Keadaan Warga Binaan Pemasyarakatan, Tahapan Sistem Pemasyarakatan Narapidana Pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Cipinang Jakarta, Syarat-syarat Pembebasan Bersyarat yang Diberlakukan oleh Lapas Klas II A Narkotika Sesuai dengan PP RI No 99 Tahun 2012, Prosedur Untuk Memperoleh Tahap Reintegrasi Sosial, Program Pembimbingan Klien Oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) Klas I Jakarta Pusat. BAB IV Temuan Lapangan dan Analisis data, bab ini menjelaskan mengenai temuan lapangan yang didapat dari hasil pengumpulan data di lapangan, yaitu Program Reintegrasi Sosial di Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta, Tahapan Pembebasan Bersyarat pada Warga Binaan Pemasyarkaatan, Faktor Penghambat Program Reintegrasi Sosial di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Cipinang. Data ini kemudian di analisa dengan mengaitkan temuan lapangan yang ada dengan tinjauan pustaka. BAB V Penutup, merupakan bab penutup yang menyimpulkan keseluruhan bab penelitian yang di lakukan dan memberikan saran-saran yang berguna. BAB II LANDASAN TEORI A. Integrasi Sosial 1. Pengertian Integrasi Sosial Berdasarkan teori retributif yang memahami tujuan pidana adalah pembalasan, dimana hukum dilihat sebagai cara untuk memuaskan nafsu karena kerugian dan derita orang yang dirugikan. Demikian juga teori utilitarian dengan pencegahan (yang memandang hukuman sarana mencegah kejahatan). Rehabilitasi sebagai suatu teori yang cenderung tidak menginginkan pembalasan dan terkesan “manusiawi” ternyata menimbulkan masalah, karena munculnya sikap masyarakat yang tidak dapat menerima proses pembinaan narapidana, karena masyarakat merasa tidak cukup melihat terpidana itu disengsarakan. Dari semua itu munculah teori integrative. Falsafah pidana ini muncul seiring dengan tidak puasnya atas hasil yang dicapai teori-teori sebelumnya. Teori integrative (teori gabungan) sebagaimana dikatakan Muladi mengkategorikan tujuan pemidanaan ke dalam empat tujuan, yaitu :18 a. Pencegahan (Umum dan Khusus) Salah satu tujuan utama pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana mencegah atau menghalangi pelaku tindak pidana tersebut dan juga orang lain yang mungkin punya 18 Pandjaitan, Petrus dan Samuel Kikilaitety. Pidana Penjara Mau Kemana. (Jakarta : CV. Indhill Co. 2007). Hal 27-28 maksud untuk melakukan kejahatan-kejahatan semacam karenanya mencegah kejahatan lebih lanjut. b. Perlindungan Masyarakat Sebagai tujuan pemidanaan mempunyai dimensi yang bersifat luas, karena secara fundamental ia merupakan tujuan pemidanaan. Secara sempit hal ini digambarkan sebagai kebijaksanaan pengadilan untuk mencari jalan melalui pemidanaan agar masyarakat terlindung dari bahaya pengulangan tindak pidana. c. Memelihara solidaritas masyarakat Pemidanaan bertujuan untuk menegakkan adat istiadat masyarakat dan mencegah balas dendam perseorangan. d. Pidana bersifat pengimbalan atau pengimbangan. Tujuan pemidanaan integrative sebagaimana dikemukakan di atas, memberikan gambaran bahwasannya pidana itu seperti pedang bermata dua, sisi yang satu menggambarkan keadilan, yaitu keadilan bagi pelaku dan adil bagi masyarakat, sisi yang lain menunjukkan adanya perlindungan, bagi pelaku dari tindakan balas dendam masyarakat begitu pula masyarakat terlindung dari perbuatan yang tidak adil dimana pelaku menerima pidana atas perbuatannya.19 Sebagai suatu teori yang mengedepankan baik buruknya suatu hukuman yang diterima pelaku kejahatan, maka menurut Muladi 20 , Teori Integrative tentang tujuan pemidanaan itu haruslah didasarkan atas alasan-alasan : 19 Pandjaitan, Petrus dan Kikilaitety, Samuel. Pidana Penjara Mau Kemana. (Jakarta : CV. Indhill Co. 2007). Hal 28-29 20 Gregorius, Aryadi. Putusan Hukum dalam Perkara Pidana. (Jakarta : Universitas Atmajaya. 1995). Hal 25 a. Yang besifat sosiologis, bahwa pidana harus sesuai dengan masyarakat dan kondisi bangsa Indonesia, yang mengutamakan keseimbangan, keserasian, keharmonisan antara dunia lahir dan dunia gaib, antara perorangan dengan manusia seluruhnya sebagai satu kesatuan. b. Alasan secara ideologis, pemidanaan bertujuan memelihara ketertiban, keamanan dan perdamaian berdasarkan Pancasila yang menempatkan manusia kepada keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk pribadi dan makhluk sosial. c. Alasan secara yuridis filosofis, dua tujuan pemidanaan adalah pengenaan penderitaan yang setimpal terhadap penjahat dan pencegahan kejahatan. Teori integrative menempatkan pidana itu bukan semata-mata sebagai sarana dalam menanggulangi kejahatan, dalam hal ini fungsi pidana harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakatnya antara lain pidana untuk melindungi kepentingan hukum, masyarakat dan negara. Dalam hal ini, praktek penerapan hukum pidana tidak harus dengan pemanfaatan pidana sebagai sarana efektif menjerakan pelaku. 2. Integrasi dan Resosialisasi Salah satu bentuk sosialisasi sekunder yang sering dijumpai dalam masyarakat ialah apa yang dinamakan proses resosialisasi (resocialization) yang didahului dengan proses desosialisasi (desocialization). Dalam proses desosialisasi seseorang mengalami “pencabutan” diri yang dimilikinya, sedangkan dalam proses resosialisasi seseorang diberi suatu diri yang baru. Proses desosialisasi dan resosialisasi ini sering dikaitkan dengan proses yang berlangsung dalam apa yang oleh Goffman dinamakan institusi total (total institutions). 21 Suatu tempat tinggal dan bekerja yang didalamnya sejumlah individu dalam situasi sama, terputus dari masyarakat yang lebih luas untuk suatu jangka waktu tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkungkung dan diatur secara formal. Rumah tahanan, rumah sakit jiwa, dan lembaga pendidikan militer merupakan contoh institusi total tersebut. Seseorang yang berubah status dari orang bebas, kemudian tahanan, dan akhirnya menjadi narapidana mula-mula mengalami desosialisasi. Ia harus menanggalkan busana bebasnya dan menggantinya dengan seragam tahanan, berbagai kebebasan yang semula dinikmatinya dicabut, berbagai milik pribadinya disita atau disimpan oleh penjaga, namanya mungkin tidak digunakan dan diganti dengan suatu nomor. Setelah menjalani proses yang cenderung membawa dampak terhadap citra diri serta harga diri ini, ia kemudian menjalani resosialisasi, yaitu dididik untuk menerima aturan dan nilai baru untuk mempunyai diri yang sesuai dengan keinginan masyarakat.22 Sejalan dengan pengertian resosialisasi di atas, reintegrasi sosial menurut Sakidjo yaitu proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai baru untuk menyesuaikan diri dengan lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan.23 Resosialisasi dan Reintegrasi sama-sama menekankan pengembalian seseorang yang pernah melanggar norma dan nilai sosial untuk menyesuaikan diri dengan keinginan masyarakat. 21 Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. (Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI. 2004). Hal 29 Ibid. Hal 30 23 Sakidjo, dkk. Uji Coba Pola Pemberdayaan Masyarakat dalam Peningkatan Integrasi Sosial di Daerah Rawan Konflik. (Jakarta : Departemen Sosial RI, Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial. 2002) Hal 8-9. 22 Tahap reintegrasi tersebut dilaksanakan apabila norma-norma dan nilai-nilai baru telah “institutionalized” dalam diri warga masyarakat. Berhasil tidaknya proses “institutionalization” tersebut diformulasikan sebagai berikut :24 Efektifitas Masyarakat (kekuatan menentang-menanam) dari Institutionalization = Kecepatan Menanam Yang dimaksud dengan efektivitas menanam adalah hasil positif dari penggunaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi dan metode untuk menanamkan nilai baru di dalam masyarakat. Semakin besar kemampuan tenaga manusia, semakin ampuh alat-alat yang digunakan, dan semakin rapi dan teratur organisasinya, makin sesuai sistem penanaman itu dengan kebudayaan masyarakat, dan makin besar hasil yang dapat dicapai oleh usaha penanaman lembaga baru. Akan tetapi setiap usaha menanam sesuatu yang baru, pasti mengalami reaksi dari beberapa golongan dari masyarakat yang merasa dirinya dirugikan. Kekuatan menentang dari dalam masyarakat tersebut berdampak negative terhadap keberhasilan proses “institutionalization.”25 Apabila anggota-anggota masyarakat merasa bahwa mereka tidak dirugikan dalam kehidupan kelompoknya ataupun merasa bahwa keuntungan yang diperoleh daripadanya masih lebih besar daripada kerugiannya, maka dengan sendirinya anggota akan tinggal dalam kehidupan kelompok yang bersangkutan.26 Guna merubah perilaku individu dan kelompok dalam suatu perubahan sosial ataupun pembangunan sosial dewasa ini, diperlukan adanya produk sosial (social product) 24 Ibid, Hal 9. Sakidjo, dkk. Uji Coba Pola Pemberdayaan Masyarakat dalam Peningkatan Integrasi Sosial di Daerah Rawan Konflik. (Jakarta : Departemen Sosial RI, Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial. 2002) Hal 9. 26 Astrid, Phill dan Susanto. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. (Bandung : Bina Cipta. 1979). Hal 125 25 yang inovatif, maka para praktisi di bidang ini (seperti perencana sosial, community worker maupun pembuat kebijakan) dituntut untuk melakukan penilaian (assessment) terhadap kebutuhan masyarakat secara berkesinambungan.27 3. Tahap Resosialisasi Tahap resosialisasi terdiri dari lima kegiatan menurut Pramuwito dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Kesejahteraan Sosial, yaitu : 28 a. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemauan masyarakat untuk menerima kembali kehadiran para penyandang masalah kesejahteraan sosial yang telah selesai mendapatkan pelayanan rehabilitasi di tengahtengah lingkungan sosialnya. Pelaksana dari kegiatan ini adalah para petugas dari organisasi-organisasi sosial yang ada yang telah menyatakan berpartisipasi dalam program. Sedang cara pelaksanaannya adalah dengan melalui penyuluhan sosial dalam keluarga, masyarakat, serta konsultasi kerja dengan tokoh-tokoh formal serta dengan tokoh-tokoh masyarakat informal. b. Bimbingan sosial hidup masyarakat Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan para penerima pelayanan untuk menyesuaikan diri dan melakukan kegiatan-kegiatan dalam kehidupan kemasyarakatan. Cara pelaksanaannya melalui penyuluhan-penyuluhan dan mengadakan praktek langsung di tengah-tengah masyarakat. 27 Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. 2001). Hal 31 28 Pramuwito, C. Pengantar Ilmu Kesejahteraan Sosial. (Yogyakarta : Departemen Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial. 1996). Hal 81-82 c. Bimbingan Pembinaan Bantuan Stimulan Usaha Produktif (SUP) Sebagai modal kerja biasanya para penerima pelayanan mendapatkan bantuan sebagai modal usaha setelah menerima pelayanan di lembaga. Bantuan itu merupakan bantuan stimulant dengan maksud menstimulir mereka agar mau melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berupa usaha produktif. Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut : 1) Pemberian bantuan paket stimulant serta bimbingan pemanfaatan bantuan stimulant dan pengelolaannya guna melaksanakan usaha atau kerja. 2) Melalui latihan dan bimbingan kerja. d. Bimbingan Usaha atau Kerja Produktif Kegiatan ini bertujuan untuk menerapkan keterampilan usaha atau kerja serta memanfaatkan bantuan stimulant dan pengelolaannya guna melaksanakan usaha atau kerja. Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut : 1) Melalui bimbingan pemanfaatan dan pengelolaan stimulant 2) Melalui bimbingan membuka usaha atau lapangan kerja, diutamakan secara kelompok. e. Penyaluran Kegiatan ini bertujuan untuk menempatkan penerima pelayanan pada lapangan usaha atau kerja sesuai dengan keterampilan yang dimiliki dan perangkat yang tersedia. Adapun caranya adalah melalui pemantapan penempatan penyandang masalah sosial pada lapangan usaha atau kerja. Syarat berhasilnya reintegrasi sosial menurut Meyer Nimkoff dan William F. Ogburn, dalam buku karya Niniek Sri Wahyuni dan Yusniati yang berjudul Manusia dan Masyarakat adalah :29 1. Tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya. 2. Tercapainya konsesus (kesepakatan) mengenai nilai dan norma-norma sosial. 3. Norma-norma berlaku cukup lama dan konsisten. B. Pidana dan Pemidanaan 1. Definisi Pidana dan Pemidanaan Pidana berasal dari kata “straf” (Belanda), yang pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan/nestapa yang sengaja dikenakan atau dijatuhkan kepada seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu sehingga dapat dikatakan melakukan tindak pidana.30 Menurut Moeljatno dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, istilah hukuman yang berasal dari kata straf, merupakan suatu istilah yang konvensional. Moeljatno menggunakan istilah yang inkonvensional, yaitu pidana. 31 Menurut Hulsman dalam buku Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia karangan Dwi Priyatno, hakikat pidana adalah “menyerukan untuk tertib” (tot de orde reopen). Pidana pada hakikatnya mempunyai dua tujuan utama, yakni untuk mempengaruhi tingkah laku (gedragsbeinvloeding) dan penyelesaian konflik (conflictoplossing). Penyelesaian konflik dapat terdiri dari perbaikan kerugian yang 29 Wahyuni, Niniek Sri dan Yusniati. Manusia dan Masyarakat. (Jakarta : Ganeca Exact. 2007) Sudarto. Hukum Pidana I. (Semarang : F.H. Universitas Diponogoro.1990). Hal 5 31 Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. (Bandung : Alumni. 2005). Hal.1. 30 dialami atau perbaikan hubungan baik yang dirusak atau pengembalian kepercayaan antar sesama manusia.32 2. Teori Tujuan Pemidanaan Salah satu cara untuk mencapai tujuan hukum pidana adalah dengan menjatuhkan pidana terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana. Pada dasarnya pidana itu merupakan suatu penderitaan dan nestapa yang sengaja dijatuhkan negara kepada mereka atau seseorang yang telah melakukan tindak pidana. Dalam hukum pidana dikenal beberapa teori tentang penjatuhan pidana kepada seseorang yang melakukan tindak pidana, terdapat tiga golongan, yaitu :33 a. Teori Absolut atau Teori Pembalasan Pidana itu merupakan suatu akibat hukum yang mutlak harus ada sebagai suatu pembalasan kepada seseorang yang telah melakukan kejahatan. Menurut Andi Hamzah “tujuan pembalasan (revenge) disebut juga sebagai tujuan untuk memuaskan pihak yang dendam baik masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban kejahatan.” Sehingga pidana dimaksudkan semata-mata hanya untuk memberikan penderitaan kepada orang yang melakukan kejahatan. Pada dasarnya teori pembalasan mempunyai 2 sudut, yaitu : 1) Sudut Subjektif (subjecteive vergelding) yang pembalasannya ditujukan kepada orang lain yang berbuat salah. 2) Sudut Objektif (objectieve vergelding) yang pembalasannya ditujukan untuk memenuhi perasaan balas dendam masyarakat. 32 33 Priyatno, Dwi. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. (Bandung : Refika Aditama 2007). Hlm. 8-9. Setiady, Tolib. Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia. (Bandung : Alfabeta. 2010). Hal. 52 b. Teori Relatif atau Teori Tujuan Teori ini muncul sebagai reaksi keberatan terhadap teori absolut. Menurut teori ini, memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu sebagaimana yang telah dikutip dari J. Andenles, dapat disebut sebagai “teori perlindungan masyarakat” (the theory of social defense).34 Bertitik tolak pada dasar pemikiran bahwa tujuan utama pidana adalah alat untuk menyelenggarakan, menegakkan dan mempertahankan serta melindungi kepentingan pribadi maupun publik dan mempertahankan tata tertib hukum dan tertib sosial dalam masyarakat (rechtsorde; social orde) untuk prevensi terjadinya kejahatan. Maka dari itu untuk merealisasikannya diperlukan pemidanaan, yang dimana menurut sifatnya adalah: menakuti, memperbaiki, atau membinasakan. Dengan demikian menurut Wirjono Prodjodikoro, tujuan dari hukum pidana ialah untuk memenuhi rasa keadilan. Selanjutnya ia mengatakan, “Di antara para sarjana hukum diutarakan bahwa tujuan hukum pidana ialah” :35 1) Untuk menakut-nakuti orang agar tidak melakukan kejahatan, baik menakutnakuti orang banyak (generale preventie), maupun menakut-nakuti orang tertentu yang telah melakukan kejahatan, agar di kemudian hari ia tidak melakukan kejahatan lagi (speciale preventie). 34 35 Marlina. Hukum Penitensier. (Bandung : Refika Aditama. 2011). Hlm 27-28 Syarifin, Pipin. Hukum Pidana Di Indonesia. (Bandung : Pustaka Setia. 2008). Hlm. 22 2) Untuk mendidik atau memperbaiki orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan, agar menjadi orang yang baik tabiatnya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat. Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, baik pencegahan khusus (speciale preventie) yang ditujukan kepada pelaku maupun pencegahan umum (general preventie) yang ditujukan ke masyarakat. Dengan penjelasan bahwa pencegahan umum (menakut-nakuti dengan cara pelaku yang tertangkap dijadikan contoh, dengan harapan menghendaki agar orang-orang pada umumnya tidak melakukan delik) dan pencegahan khusus (tujuan dari pidana adalah untuk mencegah niat jahat dari si pelaku tindak pidana yang telah dijatuhi pidana agar tidak melakukan tindak pidana lagi). Van Hamel menunjukkan bahwa prevensi khusus suatu pidana ialah :36 1) Pidana harus memuat suatu unsur menakutkan supaya mencegah penjahat yang mempunyai kesempatan untuk tidak melaksanakan niat buruknya. 2) Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana. 3) Pidana mempunyai unsur membinasakan penjahat yang tidak mungkin diperbaiki. 4) Tujuan satu-satunya suatu pidana ialah mempertahankan tata tertib hukum. Teori relatif ini berasas pada tiga tujuan utama pemidanaan yaitu preventif, detterence, dan reformatif. Tujuan preventif (prevention) untuk melindungi masyarakat dengan menempatkan pelaku kejahatan terpisah dari masyarakat. Tujuan menakuti (detterence) untuk menimbulkan rasa takut melakukan kejahatan, baik bagi 36 Chazawi, Adami. Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1 : Stelsel Pidana Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2002). Hlm. 160 individual pelaku agar tidak mengulangi perbuatanya, maupun bagi publik sebagai langkah panjang. Sedangkan tujuan perubahan (reformation) untuk mengubah sifat jahat si pelaku dengan dilakukannya pembinaan dan pengawasan, sehingga nantinya dapat kembali melanjutkan kebiasaan hidupnya sehari-hari sebagai manusia yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya Christian mengatakan bahwa adapun ciri-ciri Teori Relatif, yaitu:37 1) Tujuan pemidanaan adalah untuk pencegahan 2) Pencegahan ini bukanlah tujuan akhir (final aim), tetapi merupakan saran untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi lagi, yaitu kesejahteraan masyarakant (social welfare) 3) Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada pelaku kejahatan, berupa kesengajaan atau kelalaian, sebagai syarat untuk dijatuhkannya pidana. c. Teori Gabungan Teori gabungan terbagi menjadi tiga (3) golongan, yaitu : 1) Menitikberatkan pidana pada pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melebihi daripada yang diperlukan dalam mempertahankan ketertiban masyarakat. 2) Menitikberatkan pidana pada pertahanan ketertiban masyarakat, tetapi tidak boleh lebih berat daripada beratnya penderitaan yang sesuai dengan beratnya perbuatan si terpidana. 3) Menitikberatkan sama baiknya antara pembalasan dan juga pertahanan ketertiban masyarakat. 37 Marlina. Hukum Penitensier. (Bandung : Refika Aditama. 2011). Hlm. 54 3. Tujuan Pemidanaan Pemikiran mengenai tujuan dari suatu pemidanaan yang dianut orang-orang saat ini sebenarnya bukan merupakan suatu pemikiran baru, melainkan sedikit banyak telah mendapatkan dari para-para pemikir berabad-abad yang lalu. Dari pemikiran para pemikir yang telah ada, ternayata tidaklah memiliki kesamaan pendapat, namun pada dasarnya terdapat tiga (3) pokok pikiran tentang tujuan yang akan dicapai dengan adanya suatu pemidanaan, yaitu :38 a. Untuk memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri b. Untuk membuat orang menjadi jera untuk melakukan kejahatan-kejahatan. c. Untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan lain, yakni penjahat-penjahat yang dengan cara-cara yang lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi. C. Teori Labelling Teori ini dipelopori oleh Edwin M. Lemert. Menurut Lemert, seseorang menjadi penyimpang karena proses labeling –pemberian julukan, cap, etiket merek- yang diberikan kepadanya. Mula-mula seseorang melakukan suatu penyimpangan primer (primer deviation). Akibat dilakukannya penyimpangan tersebut, misalnya pencurian, penipuan, pelanggaran asusila, perilaku aneh, si penyimpang lau diberi cap pencuri, penipu, pemerkosa, perempuan nakal, orang gila. Sebagai tanggapan terhadap pemberian cap oleh orang lain, maka si pelaku penyimpangan primer kemudian mendefinisikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi perbuatan menyimpangnya-melakukan penyimpangan sekunder (secondary 38 Setiady, Tolib. Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia. (Bandung : Alfabeta. 2010). Hal 31 deviation), sehingga mulai menganut suatu gaya hidup yang menyimpang (deviant life style) yangmenghasilkan suatu karir yang menyimpang (deviant career).39 Teori Merton, kalau Lemert mengkaji penyimpangan terjadi pada jenjang mikro, yaitu pada jenjang interaksi sosial, maka Robert K. Merton mencoba menjelaskan penyimpangan sosial pada jenjang mikro, yaitu pada jenjang struktur sosial. Menurut argumen Merton, struktur sosial tidak hanya menghasilkan perilaku konformis, tetapi menghasilkan pula perilaku menyimpang. Struktur sosial menciptakan keadaan yang menghasilkan pelanggaran terhadap aturan sosial, menekan orang tertentu kearah perilaku nonkonform.40 Pendekatan teori labelling dapat dibedakan dalam dua bagian.41 1. Persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label 2. Efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya. Persoalan labeling ini, memperlakukan labeling sebagai dependent variable atau variabel tidak bebas dan keberadaannya memerlukan penjelasan. Labeling dalam arti ini adalah labeling sebagai akibat dari reaksi masyarakat. Menurut Howard S. Becker (1963) : 42 Social group create deviance by making the rules whose infraction constitute deviance... The deviant is ne to whom that label has succesfully been applied : deviant behavior is behavior that people so label. Persoalan labeling kedua (efek labeling) adalah bagaimana labeling mempengaruhi seseorang yang terkena label atau cap. Persoalan ini memperlakukan labeling sebagai 39 Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2004). Hal 179. 40 Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2004). Hal 180 41 Atmasasmita, Romli. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. (Bandung : PT Refika Aditama. 2010). Hal 50 42 Ibid variabel yang independen atau variabel bebas/mempengaruhi. Dalam kaitan ini, terdapat dua proses bagaimana labeling mempengaruhi seseorang yang terkena cap/label untuk melakukan penyimpangan tingkah lakunya. Pertama, cap/label tersebut menarik perhatian pengamat dan mengakibatkan pengamat selalu memperhatikannya dan kemudian seterusnya cap/label itu diberikan padanya oleh si pengamat. Kedua, label/cap tersebutsudah diadopsi oleh seseorang dan mempengaruhi dirinya sehingga ia mengakui dengan sendirinya sebagaisebagaimana cap/label itu diberikan padanya oleh si pengamat. Salah satu dari kedua proses diatas dapat memperbesar penyimpangan tingkah laku (kejahatan) dan membentuk karakter kriminal seseorang. Seorang yang telah memperoleh cap/label dengan sendirinya akan menjadi perhatian orang-orang disekitarnya. Selanjutnya, kewaspadaan atau perhatian orang-orang disekitarnya akan mempengaruhi orang dimaksud sehingga kejahatan kedua dan selanjutnya akan mungkin terjadi lagi.43 D. Teori Perilaku 1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Berdasarkan hasil penelitian dalam buku yang berjudul Pendidikan dan Perilaku Kesehatan karangan Seokidjo Notoatmodjo mengungkapkan bahwa sebelum orang 43 Atmasasmita, Romli. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. (Bandung : PT Refika Aditama. 2010). Hal 50-51 mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :44 a. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek terlebih dahulu). b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus c. Evaluation, menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. 2. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Selain itu, menurut Seokidjo, Allport menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen, yakni " a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek c. Kecenderungan untuk bertindak ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting, Misalnya, seorang ibu telah mendengar penyakit polio 44 Notoatmodjo, Soekidjio. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. (Jakarta : Rineka Cipta. 2003). Hal 45-48 (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio. Dalam berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat akan mengimunisasikan anaknya untuk mencegah anaknya terkena polio. Sikap terdiri dari berbagai tindakan, yakni : a. Menerima (Receiving) Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek b. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu masalah. d. Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan tingkat sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. 3. Perilaku Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Skinner, seorang ahli psikologi dalam Soekidjo Notoarmodjo merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses :45 Stimulus Organisme Respons atau "S-O-R" E. Narkotika 1. Pengertian Narkotika Narkotik (narcotics-obat bius) adalah semua bahan obat yang mempunyai efek kerja yang bersifat meningkatkan membiuskan prestasi menurunkan (stimulant), kesadaran menagihkan (depressant), ketergantungan merangsang (dependance), mengkhayalkan (halusinasi). Penyalahgunaan narkotik membahayakan eksistensi bangsa, karena meracuni jiwa pemuda sehingga seluruh dunia dibayangi ketakutan. Drug addiction, ekslasi merupakan bahaya yang mengancam kesehatan mental individu anggota masyarakat.46 Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dapat dilihat pengertian dari Narkotika itu sendiri yakni: Pasal 1 point 1 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. 45 46 Notoatmodjo, Soekidjio. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. (Jakarta : Rineka Cipta. 2003). Simandjuntak, B. Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. (Bandung : Tarsito. 1981). Hal 299-300 2. Penyalahgunaan Narkotika Secara etimologis, penyalahgunaan itu sendiri dalam bahasa asingnya disebut “abuse”, yaitu memakai hak miliknya yang bukan pada tempatnya. Dapat juga diartikan salah pakaiatau “misuse”, yaitu mempergunakan sesuatu yang tidak sesuai dengan fungsinya.47 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988 menyebut penyalahgunaan obat terlarang sebagai tindak pidana kejahatan dan dapat dihukum oleh hukum domestik setempat (dari negara yang menjadi para pihak di dalamnya) dimana perbuatan penyalahgunaan tersebut dilakukan. Begitu besarnya akibat dan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkotika, sehingga dalam Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dinyatakan bahwa:48 “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).” F. Lembaga Pemasyarakatan, Narapidana / Warga Binaan Pemasyarakatan 1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.49 47 Ma’roef, M. Ridha. Narkotika Masalah dan Bahayanya. (Jakarta: CV Marga Djaya. 1986). Hal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 114 ayat (1) 49 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan BAB I Pasal 1 48 Lembaga Pemasyarakatan yang dianut di Indonesia berlainan dengan sistem kepenjaraan yang dianut oleh bangsa luar terutama negara-negara barat yang berasaskan liberalisme/individualisme dan juga berbeda dengan negara-negara yang berasaskan sosialisme/kolektifisme.50 Kata lembaga pertama kali muncul pada tahun 1963 dan kata tersebut dimaksudkan untuk menggantikan kata "penjara" yang berfungsi sebagai wadah pembinaan narapidana.51 berbicara tentang istilah pemasyarakatan tidak bisa dipisahkan dari seorang ahli hukum bernama Sahardjo, karena istilah tersebut dikemukakan oleh beliau antara lain mengatakan : tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan. pada waktu itu peraturan yang dijadikan dasar untuk pembinaan narapidana dan anak didik adalah gestichten reglement (reglemen kepenjaraan) STB 1917 Nomor 708 dan kemudian diganti dengan Undang-undang No 12 Tahun 1995 tentang pemasyarkatan. Lembaga Pemasyarakatan sebagai instansi terakhir dalam pembinaan narapidana harus memperhatikan secara sungguh-sungguh hak dan kepentingan narapidana (warga binaan yang bersangkutan). Harus kita akui bahwa peran serta lembaga pemasyarakatan dalam membina sangat strategis dan dominan, terutama dalam memulihkan kondisi warga binaan pada kondisi sebelum melakukan tindakan pidana, dan melakukan pembinaan di bidang kerohanian dan keterampilan seperti pertukangan, menjahit dan sebagainya.52 50 Samosir, Djisman. Sekelumit tentang Penologi dan Pemasyarakatan. (Bandung : Alfabeta. 2012). Hal 126 Ibid, Hal 128 52 Samosir, Djisman. Sekelumit tentang Penologi dan Pemasyarakatan. (Bandung : Alfabeta. 2012). Hal 129 51 2. Prinsip Pokok Pemasyarakatan Sesuai hasil konferensi oleh Dinas Direktorat Pemasyarakatan pada 27 April 1964 - 9 Mei 1964 di Bandung, ditetapkanlah beberapa prinsip pokok konsep pemasyarakatan yaitu : a. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat. b. Menjalani pidana bukan tindakan balas dendam dari negara. c. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan. d. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau menjadi lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga. e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan daripadanya. f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukkan kepentingan jawatan atau kepentingan negara sewaktu saja. g. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan Pancasila. h. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlukan sebagai manusia, meskipun ia telah tersesat. i. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan. Upaya pembinaan terhadap narapidana tidak terlepas dari upaya menumbuh kembangkan sikap mental dan skill dari para narapidana. Supaya narapidana saat keluar dari Lembaga Pemasyarakatan mampu dan mau bekerja dan bersosialisasi dengan masyarakat, mereka harus diperlakukan secara manusiawi. Hal ini didorong oleh beberapa faktor antara lain : a. Individu adalah makhluk sosial, oleh sebab itu setiap manusia tidak akan hidup tanpa adanya bantuan orang lain/ masyarakat. Oleh sebab itu walau secara hukum narapidana terasing oleh dunia luar namun ia tetap manusia yang membutuhkan sosialisasi. b. Narapidana merupakan manusia yang salah/ melanggar hukum namun mereka tetap manusia yang memiliki hati nurani. Oleh sebab itu mereka harus dimanusiakan juga karena tidak bisa sepenuhnya mengingatkan orang dengan perlakuan tidak manusiawi/ penyiksaan. c. Narapidana harus dibina dan diarahkan agar memiliki dedikasi dan nasionalisme serta beridiologi Pancasila yang baik. Karena mereka saat kembali ke masyarakat mampu memberi suntikan nilai idiologi Pancasila yang baik pula. d. Narapidana harus diberi skill/ kemampuan mengembangkan kemampuan dalam memenuhi ekonomi mereka sendiri sehingga saat keluar tidak terjerumus kedalam kejahatan yang lebih besar. 3. Pengertian Narapidana Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Selanjutnya Harsono mengatakan narapidana adalah seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum dan harus menjalani hukuman. Sedangkan Wilson mengatakan bahwa narapidana adalah manusia bermasalah yang dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik. 4. Hak Narapidana Walaupun hilang kemerdekaannya, narapidana dalam lapas berhak :53 a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya b) Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak e) Menyampaikan keluhan f) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang g) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan h) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum atau orang terentu lainnya i) Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi) j) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga k) Mendapatkan pembebasan bersyarat l) Mendapatkan cuti menjelang bebas, dan m) Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya untuk menjamin terselenggaranya hak-hak tersebut, selain diadakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan yang secara langsung melaksanakan pembinaan, diadakan pula Balai Pertimbangan kepada Menteri mengenai pelaksanaan sistem pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan yang memberi saran mengenai program pembinaan WBP di setiap UPT dan berbagai sarana penunjang lainnya. 53 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan BAB I Pasal 3 BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A NARKOTIKA JAKARTA A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan yang berada dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM DKI Jakarta. Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta didirikan berdasarkan Surat Keputusan Mentri Kehakiman dan HAM RI No. M-04.PR.07.03 Tahun 2003 Tanggal 16 April 2003. Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta diresmikan oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri pada tanggal 30 Oktober 2003. Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta memiliki bangunan di atas lahan seluas kurang lebih 27.000 m2 (meter persegi) dan spesifikasi narapidana khusus berlatar belakang kasus narkotika dan psikotropika. Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta memiliki daya tampung atau kapasitas penghuni sebanyak 1084 orang yang dibagi ke dalam 4 (empat) blok hunian dengan perincian kamar sebagai berikut : 1. Blok A, yaitu blok yang mempunyai kapasitas kamar sebanyak 60 kamar dan tiap-tiap kamar memiliki kapasitas 7 orang. Dengan demikian blok ini mampu menampung Warga Binaan Pemasyarakatan Narkotika dan Psikotropika sebanyak 420 orang. 2. Blok B, yaitu blok yang mempunyai kapasitas kamar sebanyak 324 kamar. Blok ini merupakan blok terbanyak jumlah kamarnya. Namun demikian pada tiap-tiap kamar hanya diperuntukkan satu orang sehingga daya tampungnya sesuai dengan jumlah kamar yang ada. 3. Blok C, yaitu blok hunian yang mempunyai kapasitas kamar dengan dua tipe dengan kapasitas penghuni seluruhnya sebanyak 324. Sayap kanan memiliki kapasitas penghuni sebanyak 3 orang sedangkan sayap kiri dari blok ini memiliki kapasitas penghuni sebanyak 5 orang. Blok isolasi, yaitu blok yang mempunyai kapasitas kamar sebanyak 10 kamar dengan kapasitas penghuni sebanyak 16 orang.54 B. Alamat Lapas Klas II A Narkotika Jakarta Jalan Raya Bekasi Timur No. 170 A, Jakarta Timur Telp. (021) 85910104, 85910238, Fax (021) 85909891 Email : [email protected] C. Letak Geografis Lapas Klas II A Narkotika Jakarta terletak di Jalan Raya Bekasi Timur No. 170A, Cippinang Jakarta Timur. Bangunan lapas terletak di antara Rutan Cipinang dan Kantor Imigrasi Jakarta Timur. Gedung ini juga berdekatan dengan Lapas Klas I Cipinang. Di sekelilingnya ada perumahan warga sehingga kesan lapas atau penjara yang dingin dan terisolir sangat jauh berbeda. Gedung yang dilalui dengan busway dan kereta ini berada di pinggir jalan sehingga akses angkutan umum yang dilalui sangat mudah. Lokasi yang cukup strategis dan aman baik dari banjir ataupun gempa bumi. Kemudian mudah dijangkau oleh instansi pendidikan, dan sarana kesehatan. 54 Diambil dari Profil Lapas Narkotika Jakarta 2014 D. Tugas dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta mempunyai tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan tindak pidana narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya (narkoba). Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta mempunyai fungsi : 1. Melaksanakan Pembinaan Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan Kasus Narkoba 2. Memberikan bimbingan, terapi dan rehabilitasi Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan Narkoba. 3. Melakukan bimbingan sosial kerohanian 4. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Lembaga Pemasyarakatan 5. Melakukan urusan Tata Usaha dan Rumah Tangga E. Visi, Misi dan Motto 1. Visi Memberikan pelayanan yang akuntabel dan transparan serta mampu mewujudkan tertib pemasyarakatan. 2. Misi a. Memberikan kemudahan pelayanan bagi masyarakat secara tepat dan efektif b. Menghilangkan komersialisasi dan diskriminasi dalam pelayanan c. Menyediakan prosedur layanan tentang hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan d. Mengedepankan profesionalisme dan keterbukaan dalam memberikan pelayanan. 3. Motto Berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang berorientasi pada kepuasan masyarakat 4. Maklumat “Dengan ini, kami menyatakan sanggup menyelenggarakan pelayanan sesuai standar pelayanan yang telah ditetapkan. Dan apabila tidak menepati janji ini kami siap menerima sanksi, sesuai peraturan perundang-undangan. F. Sarana dan Prasarana Lapas Klas II A Narkotika Jakarta memiliki empat buah gedung, yaitu 3 gedung kantor dan satu blok hunian tempat Warga Binaan Pemasyarakatan tinggal. Kapasitas hunian dari Lapas Narkotika ini adalah sebanyak 1084 orang. Blok hunian ini terletak di bagian gedung paling dalam dan terpisah. Blok ini dibatasi oleh lapangan yang sangat luas tempat WBP berkumpul guna melaksanakan program-program yang sudah diberikan oleh lapas. Juga ada masjid dan gereja tempat beribadah umat islam dan Kristen. G. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta KALAPAS KASUBAG TATA USAHA Kepala Umum Kepegawaian dan Keuangan Kepala Urusan Umum KA. KPLP KASI BINADIK KASI GIATJA KASI ADM. KAMTIB REGU PENGAMANAN KASUBSI REG KASUBSI BIMKER DAN PHK KASUBSI KEAMANAN KASUBSI BIMPAS KASUBSI SARKER I II III IV Keterangan : KALAPAS Kasubag Tata Usaha KA. KPLP KASI BINADIK KASI GIATJA KASI ADM. KAMTIB KASUBSI REG KASUBSI BIMKER dan PHK KASUBSI BIMPAS KASUBSI SARKER KASUBSI PELAPORAN DAN TATA TERTIB : Kepala Lembaga Pemasyarakatan : Kepala Sub Bagian Tata Usaha : Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan : Kepala Seksi Bina Narapidana atau Anak Didik : Kepala Seksi Kegiatan Kerja : Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Ketertiban : Kepala Sub Registrasi : Kepala Sub Seksi Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil Kerja : Kepala Sub Seksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan : Kepala Sub Seksi Sarana Kerja H. Gambaran SDM/ Staff Lapas Narkotika Klas II A Jakarta Jumlah Karyawan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II A Jakarta saat ini berjumlah 202 orang. Berikut gambaran petugas Lapas Narkotika berdasarkan jenis kelamin dan jenjang pendidikan periode September 2014. Tabel 4 Kondisi SDM Petugas Pemasyarakatan Ditinjau dari Jenjang Kepangkatan Periode September 2014 UPT JENIS KELAMIN SD SLTP SLTA AKIP DIII S1 S2 JML L P L P L P L P L P L P L P L P 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 LAPAS KLAS II A NARKOTIKA JAKARTA 160 45 - - - - 95 13 4 - 2 6 43 23 14 2 202 JUMLAH 205 - - 108 4 8 66 16 202 Sumber : bagian Kepegawaian Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta (September 2014) I. Keadaan Warga Binaan Pemasyarakatan Tidak semua yang menempati Lembaga Pemasyarakatan adalah Warga Binaan, tetapi ada juga yang berstatus sebagai tahanan. Yang dimaksud dengan tahanan adalah terdakwa yang dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam proses persidangan di Pengadilan. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) / narapidana dan tahanan memiliki perbedaan yaitu : Warga binaan merupakan mereka yang telah mendapat vonis hukuman dari Kejaksaan Tahanan merupakan mereka yang masih dalam proses persidangan dan masih menjadi orang titipan dari Kejaksaan.. Tabel 5 Jumlah Tahanan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II A Jakarta No Golongan Jumlah 1 AI 2 A II 2 3 A III 92 Orang 4 A IV 7 5 AV 12 Orang - Jumlah Orang Orang Orang 113 Orang Sumber : Bagian Registrasi Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta (Oktober 2014) Keterangan : AI : Tahanan Polisi A II : Tahanan Kejaksaan A III : Tahanan Pengadilan Negeri (PN) A IV : Tahanan Pengadilan Tinggi (Banding) A V : Tahanan Mahkamah Agung (Kasasi) Tabel 6 Jumlah Warga Binaan Pemayarakatan (WBP) atau Narapidana Lapas Narkotika Klas II A Cipinang Jakarta No 1 Golongan Mati Jumlah 1 Orang 2 SH 11 Orang 3 BI 2661 Orang 4 B II A - Orang 5 B II B - Orang 6 B III S 58 Orang 7 Titipan 1 Orang 2732 Orang Jumlah Sumber : Bagian Registrasi Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta (Oktober 2014) Keterangan : Mati : Narapidana yang menjalani hukuman mati SH : Narapidana yang menjalani hukuman Seumur Hidup BI : Narapidana yang menjalani hukuman di atas 1 (satu) tahun B II A : Narapidana yang menjalani hukuman di bawah satu (1) tahun. 3-12 bulan. B II B : Narapidana yang menjalani hukuman 1 hari sampai 3 bulan. B III S : Narapidana yang menjalani Hukuman kurungan atau pengganti denda Titipan : Narapidana titipan dari Lapas atau Rutan lain. Tabel 7 Jumlah Tahanan dan Narapidana di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta berdasarkan Agama No Agama Jumlah 1 Islam 2518 Orang 2 Kristen 244 Orang 3 Katholik 49 Orang 4 Hindu 5 Orang 5 Budha 92 Orang 6 Konghucu 2 Orang Jumlah 2845 Orang Sumber : Bagian Registrasi Lapas Narkotika Kelas IIA Jakarta (Oktober 2014) J. Jadwal Kegiatan Sehari-hari Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta Dalam menjaga keteraturan dan kedisiplinan narapidana dalam mengikuti pembinaan di Lapas, maka dibutuhkan jadwal kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengatur kegiatan yang harus dilakukan oleh narapidana mulai dai bangun pagi sampai dengan istirahat di malam hari. Setiap harinya ada jadwal berbeda yang harus diikuti oleh WBP. Kegiatan narapidana di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta dimulai dari pukul 04.30 WIB sampai dengan pukul 19.30 WIB. Jadwal kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Narkotika Klas II A Jakarta dapat dilihat pada lampiran. K. Tahapan Sistem Pemasyarakatan Narapidana Pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Cipinang Jakarta Dalam rangka mencapai tujuan reintegrasi sosial yang lebih dikenal dengan nama Pembebasan Bersyarat, maka Lembaga Pemasyarakatan harus memberikan pembinaan dalam program pembinaan dan keterampilan agar mereka menjadi manusia yang seutuhnya, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dan dapat berperan aktif dalam pembangunan dan juga yang paling penting adalah dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Pembinaan yang dimaksud diatas termasuk dalam Proses Pemasyarakatan. Proses pemasyarakatan adalah suatu proses sejak seorang narapidana masuk Lembaga Pemasyarakatan sampai lepas yang sesungguhnya dan kembali ke tengah-tengah masyarakat. Kegiatan tersebut dimulai sejak yang bersangkutan masih berstatus tersangka sampai menjadi status narapidana. Proses pemasyarakatan terdiri dalam empat tahap. Empat tahap tersebut antara lain :55 a. Tahap Admisi dan Orientasi (Maximum Security) Mapenaling (Masa Pengenalan Lingkungan) diberikan ketika mereka menjadi tahanan dan akan menjadi narapidana. Mapenaling diberikan untuk memberi bekal pada narapidana agar mampu memenuhi hak dan kewajiban serta wewenangnya dalam Lembaga Pemasyarakatan. Mereka diberi pengarahan tentang lembaga Lembaga Pemasyarakatan, blok-blok Lembaga Pemasyarakatan, dan dimana mereka akan ditempatkan serta peraturan yang berlaku. Tujuan dari semua itu ialah agar para narapidana mampu menyesuaikan dengan lingkungan barunya. Sehingga tidak terjadi tindakan / sanksi yang merugikan mereka. Kemudian secara luasnya ialah supaya narapidana mampu merenungi kesalahan dan pelanggaran yang mereka lakukan. Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 12 pasal 16 ayat 2 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan bahwa ”ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.” b. Pembinaan Kepribadian Lanjutan (Minimum Security) Tahap ini disebut pembinaan lanjutan dari tahap pembinaan orientasi/admisi. Sekurang-kurangnya mereka harus menjalani tahap ini 1/3 –1/2 dari masa pidana yang harus dijalani. Mereka pada masa ini diawasi dan dipantau lebih longgar dari pada saat 55 Berdasarkan keterangan papan banner di Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta masa orientasi / admisi (Maximum security). Bentuk pembinaan yang diberikan antara lain; pembinaan kepribadian (mental dan spiritual), keterampilan untuk mendukung usaha mandiri, keterampilan untuk mendukung usaha industri kecil, keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing dan keterampilan untuk mendukung usaha industri pertanian atau perkebunan dengan teknologi industri. c. Asimilasi (Medium Security) Pembinaan pada tahap ini dimulai dari masa pidana hingga 2/3 masa pidana. Hal itu pun harus didukung penilaian team Pembina Pemasyarakatan apakah narapidana tersebut sudah memiliki sikap mental, keterampilan dan fisik yang baik. Pada masa ini pengawasan sudah relatif kurang (medium security). Menurut informan staff bimkemasywat di Lapas Narkotika asimilasi adalah salah satu bentuk reintegrasi sosial yang diberikan kepada narapidana sesuai dengan syarat yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang. Lebih lanjut asimilasi ialah sebagai pemberdayaan dan jembatan antara narapidana dengan lingkungan luar sebelum mereka keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Asimilasi disini dibagi dua yaitu asimilasi dalam Lembaga Pemasyarakatan terbuka (open camp) dan asimilasi dalam Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana yang melakukan proses ini antara lain melakukan kegiatan bekerja untuk kantor-kantor dalam Lembaga Pemasyarakatan dan narapidana yang mengajar dalam lingkungan Lembaga Pemasyarakatan. Kemudian untuk asimilasi narapidana dalam Lembaga Pemasyarakatan terbuka semisal kerja bakti bersama lingkungan masyarakat sekitar, kerja mandiri, dan lain-lain. Tahap ini memberi pembinaan secara luas, bukan hanya di lingkungan dalam Lembaga Pemasyarakatan, tetapi juga membaur antara narapidana dengan masyarakat tertentu. Program ini bertahap dilakukan mulai dari kegiatan yang sempit cakupannya dan mengarah pada kegiatan masyarakat secara luas sesuai bakat dan keterampilan yang dimiliki narapidana. Ketika melaksanakan program asimilasi, narapidana harus diseleksi secara khusus oleh petugas lembaga pemasyarakatan dan terencana secara matang. Hal tersebut bertujuan agar tidak terjadi kegiatan narapidana yang merugikan narapidana dan masyarakat seperti larinya narapidana dari area asimilasi yang ditentukan, dll. Namun sejak tahun 2015 asimilasi sudah tidak diadakan lagi di Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang karena narapidana narkotika perlu adanya pengetatan syarat dan tata cara pelaksanaannya.56 d. Tahap Integrasi dengan Lingkungan Masyarakat (Minimum Security) Pada masa ini merupakan akhir dari masa pembinaan yang diberikan kepada narapidana. Apabila pembinaan dari tahap orientasi hingga asimilasi berjalan dengan baik dan masa pidana yang dijalani telah 2/3 dijalani atau sedikitnya 9 bulan dilalui, kemudian narapidana diberi pembebasan bersyarat (PB) dan cuti menjelang bebas (CMB). Pada proses ini pembinaan dilaksanakan pada lingkungan masyarakat luas. Dan pengawasannya pada tahap ini sangat kurang (minimum security). Landasan hukum untuk Pembebasan Bersyarat adalah Pasal 15 ayat 1 (satu) KUHP: "Orang yang dipidana penjara dapat dilepaskan dengan syarat, apabila telah lalu dua pertiga dari masa pidananya yang sebenarnya dan juga sekurang-kurangnya sembilan bulan daripada itu. Kalau orang yang dipidana itu harus menjalani beberapa kali pidana penjara berturutturut maka dalam hal itu semua pidana dijumlahkan jadi satu". Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas dilaksanakan di bawah pengawasan langsung oleh Balai Pemasyarakatan bukan lagi pihak Lembaga 56 Wawancara pribadi penulis dengan Kasi Binadik, Bpk Diding pada 4 Desember 2014 Pemasyarakatan. Narapidana dapat menjalani sisa dari masa pidana atau 1/3 (sepertiga) di rumah dan narapidana yang bersangkutan harus wajib melaporkan diri ke Balai Pemasyarakatan. Jika pada tahap integrasi tersebut narapidana kembali melakukan tindak pidana maka, narapidana tersebut harus kembali menjalani sisa masa pidananya itu di dalam Lembaga Pemasyarakatan, ditambah lagi dengan sanksi pidana yang baru dilakukan tersebut. L. Syarat-syarat Pembebasan Bersyarat yang Diberlakukan oleh Lapas Klas II A Narkotika Sesuai dengan PP RI No 32 Tahun 1999 Dalam Pasal 43A PP RI Nomor 99 Tahun 2012 berbunyi :57 (1) Pemberian Pembebasan Bersyarat untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan precursor narkotika, prikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) juga harus memenuhi persyaratan : a. Bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya b. Telah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 masa pidana tersebut paling sedikit 9 (Sembilan) bulan c. Telah menjalani asimilasi paling sedikit ½ (satu per dua) dari sisa masa pidana yang wajib dijalani. d. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana yang menyatakan ikrar : 57 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 Pasal 43 1) Kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau 2) Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme. (2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap Narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. (3) Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan secara tertulis oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. M. Prosedur Untuk Memperoleh Pembebasan Bersyarat 1. Tim pengamat Pemasyarakatan pada Lapas Klas II A Narkotika Cipinang Jakarta, setelah mendengar pendapat anggota tim serta mempelajari Laporan Penelitian Kemasyarakatan dari BAPAS mengusulkan kepada Kepala Lapas Klas IIA Cipinang yang dituangkan dalam formulir yang telah ditetapkan. 2. Apabila usulan tsb disetujui oleh KALAPAS, maka proses pengusulan diteruskan kepada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM DKI Jakarta. 3. Kanwil dapat menolak atau menyetujui usul KALAPAS setelah mempertimbangkan hasil sidang TPP Kanwil. 4. Apabila Kanwil menolak usulan tsb, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul tsb memberitahukan alasan-alasan yang menjadi dasar penolakan kepada KALAPAS. 5. Apabila Kanwil menyetujui usulan tsb, maka selambat-lambatnya 14 hari maka diteruskan ke Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas). 6. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya usulan tersebut, menetapkan persetujuan atau penolakan terhadap usulan tersebut. 7. Apabila Dirjenpas menyetujui usul Kanwil, maka ia meneruskan usul tersebut kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumhan) untuk mendapatkan persetujuan. 8. Apabila Menkumham menyetujui usul tersebut, maka kemudian dibuat keputusan mengenai pemberian pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas. 9. Wewenang membuat keputusan tersebut selanjutnya dilaksanakan : a. Untuk pembebasan bersyarat, keputusannya dibuat oleh Dirjenpas b. Untuk cuti menjelang bebas, keputusan dibuat oleh Kanwil. N. Program Pembimbingan Klien Oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) Klas I Jakarta Pusat 1. Tahap Awal 1/3 (0-1/3) dari masa bimbingan a. Yuridis dan Administrasi Pemeriksaan surat-surat yang sah oleh petugas Bapas setelah klien keluar dari Lapas, lalu pencatatan registrasi dan pengambilan sidik jari serta foto. b. Assesment dan Penyusunan Petugas Kemasyarakatan menggali permasalahan klien, apa kesulitan yang dihadapi klien setelah keluar dari Lapas atau Rutan. c. Intervensi Bentuk intervensi yang disediakan oleh Bapas adalah Konseling. Dari konseling tersebut petugas mengetahui permasalahan yang menimpa klien dan membantu menyelesaikan masalah tersebut dengan merujuk pada badan-badan sosial yang bersangkutan. d. Rujukan Dari intervensi yang dilakukan oleh petugas, Bapas membantu klien dengan merujuk pada lembaga yang sesuai dengan permasalahan klien. Seperti jika ada yang bermasalah dengan penyakit, bapas menunjuk rumah sakit yang bekerja sama dengan Bapas atau ada juga permasalahan yang paling sering dikeluhkan yaitu sulitnya mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu Bapas mengadakan bimbingan kepribadian. e. Bimbingan Kepribadian Bimbingan kepribadian rutin diadakan oleh Bapas untuk memberikan sosialisasi kepada para klien dengan tema yang berbeda-beda setiap jadwalnya. Ada tentang agama, hukum, kesadaran berbangsa dan bernegara, dll. Selain bimbingan kepribadian yang bersifat sosialisasi ada juga bimbingan keterampilan. Keterampilan yang disediakan oleh Bapas diantaranya adalah setir mobi, service hp, montir motor, salon, dll. f. Monitoring dan Evaluasi Setelah tahap pertama selesai diadakan evaluasi apakah program sesuai dengan rencana atau sesuai dengan kebutuhan klien dan menyusun program lanjut sesuai dengan hasil yang sudah didapat. 2. Tahap Lanjut ½ (1/3-2/3) a. Program Lanjutan Melanjutkan program yang sudah dijalani pada tahap awal dengan setiap bulannya klien harus melapor ke Bapas. b. Bimbingan Kepribadian Mengadakan sosialisasi kembali kepada klien dengan tema berbeda yang sudah di jadwalkan. c. Bimbingan Intelektual Untuk klien yang masih anak di bawah umur diberikan bimbingan intelektual yaitu kembali bersekolah atau pesantren yang sudah bekerja sama dengan Bapas. d. Bimbingan Kemandirian Melanjutkan menjalani pelatihan ketermpilan yang sudah dipilih oleh klien dengan jangka waktu yang sudah ditentukan setiap klien. e. Bimbingan Psikososial Diberikan terapi sosial kepada klien untuk membantu mengatasi masalah yang ada pada dirinya. f. Monitoring dan Evaluasi Setelah menjalani semua tahapan yang kedua ini diadakan evaluasi apakah sudah sesuai dengan rencana dan kebutuhan klien, dan menyusun program akhir. 3. Tahap Akhir (2/3-3/3) a. Intervensi dan Program Akhir Dengan bimbingan kepribadian dan pelatihan keterampilan sudah saatnya klien memasuki tahap akhir yaitu mengaplikasikan apa yang sudah didapat dari bimbingan yang diberikan oleh Bapas. Bapas bekerja sama dengan pihak ke-3 untuk penyaluran kerja klien-klien yang sudah dibimbing sebelumnya. Namun semua tergantung dengan klien apakah ia ingin mencari sendiri atau tidak. b. Monitoring dan Evaluasi Bapas menilai semua program yang sudah di jalankan dari tahap awal sampai pada tahap akhir apakah kegiatan sudah sesuai dengan rencana kerja atau belum. c. Sidang TPP Sidang TPP diadakan di Bapas dengan tujuan untuk mengevaluasi apakah klien sudah menjalani sesuai dengan proses pembimbingan yang sudah tertera dan klien tidak mengulangi perbuatan melanggar hukumnya kembali. Jika sudah sesuai dengan syarat-syarat reintegrasi sosial maka klien dapat mengkahiri bimbingan. d. Pengkahiran Bimbingan Bimbingan sudah diakhiri namun klien masih harus melapor kepada Bapas sebulan sekali sampai sisa waktu masa pidananya selesai BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA Pada bab empat ini diuraikan mengenai temuan lapangan yang selanjutnya dianalisa sesuai dengan tinjauan pustaka yang digunakan mengenai Program Reintegrasi Sosial yang diselenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta dalam rangka mengembalikan keberfungsian sosial Warga Binaan Pemasyarakatan. Dari hasil temuan lapangan tersebut, peneliti melakukan analisis yang juga dijelaskan dalam bab ini. A. Program Reintegrasi Sosial di Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta Tahap integrasi dalam Lapas merupakan akhir dari masa pembinaan yang diberikan kepada narapidana. Pembinaan ini dilakukan di dalam dan luar Lapas dengan mengintegrasikan ketiga subyek yakni warga binaan, petugas kemasyarakatan dan masyarakat. Pembinaan di luar Lembaga Pemasyarakatan bertujuan agar narapidana lebih mendekatkan diri dengan masyarakat dan merupakan realisasi dari salah satu prinsip pemasyarakatan yakni selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Ada dua macam bentuk reintegrasi sosial yang dilakukan oleh Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta, yaitu Pembebasan Bersyarat. 1. Pembebasan Bersyarat Pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut minimal 9 (sembilan) bulan. Hal ini dijelaskan oleh staff bimkemasywat Lapas Narkotika, Bapak David. “ bentuk reintegrasi sosial ada Pembebasan Bersyarat (PB) dan CMB (Cuti Menjelang Bebas). Nah kalau yang ini seringnya pada ikut PB, jarang ada yang CMB. PB itu pembebasan beryarat. Syaratnya dia minimal sudah menjalani 2/3 dari masa hukuman. Kaya contohnya ada napi yang udah ketok palu dihukumnya 6 tahun, berarti 2/3 dari 6 tahun itu kan 4 tahun. Nah kalau sudah 4 tahun ia boleh keluar dengan syarat-syarat seperti yang sudah saya jelaskan tadi.”58 Berdasarkan wawancara diatas, warga binaan yang sudah menjalani 2/3 dari masa tahanannya dapat mengikuti Pembebasan Bersyarat (PB). Pembebasan bersyarat dapat diikuti oleh seluruh warga binaan setelah memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan. Pembinaan narapidana yang dilaksanakan berdasarkan sistem kemasyarakatan diharapkan mampu untuk mencapai tujuan-tujuan dari pemidanaan, untuk mewujudkan tujuan tersebut salah satu upayanya adalah dengan pemberian pembebasan bersyarat. Karena sesuai dengan BAB II Hal 25 warga binaan membutuhkan pemidanaan yang sifatnya bukan balas dendam namun yang sifatnya memperbaiki. Pembinaan di luar lapas tersebut bertujuan untuk mengembalikan mantan warga binaan untuk dapat kembali bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat. Hal ini berdasarkan wawancara dengan Bapak David dan Bapak Diding mengenai pembinaan warga binaan. “Setiap narapidana yang diasingkan, diasingkan disini maksudnya dia berada dalam lapas dan hilang kemerdekaannya harus tetap diberikan pembinaan dan bimbingan”59 “Narapidana itu bukan penjahat, mereka hanya salah jalan, tersesat, melanggar ketentuan pidana. Oleh karena itu agar mereka tidak salah jalan lagi, di lapas ada yang namanya program pembinaan dengan waktu yang telah di tentukan, 58 59 Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014 Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014 baik di dalam lapas maupun di luar lapas mereka bisa belajar satu keterampilan yang dia bisa agar nanti setelah keluar dari lapas mereka bisa bersosialisasi kembali. Salah satu programnya adalah PB (Pembebasan Bersayarat).”60 “… saya ikut program pesantren masjid kerjanya ya ngurus-ngurus masjid gitu. disitu saya belajar baca Al-Qur’an, belajar dakwah juga mba semacam ngasih tausiyahlah tapi sesama napi aja. Kita juga diajarin pentingnya puasa. Banyak lah mba ilmu yang saya dapet dari ustad.”61 Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa narapidana yang menjalani pembinaan di lapas harus tetap mendapatkan haknya sebagai manusia yaitu mendapat pembinaan baik itu pembinaan kepribadian maupun keterampilan untuk memperbaiki kesalahan yang mereka lakukan di masa lalu sehingga nantinya mereka dapat kembali bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat sebagai pribadi yang baru yang sesuai dengan nilai dan norma masyarakat. Bimbingan kepribadian yang Opik dapat adalah pembinaan dalam keagamaan. Dengan mengikuti pembinaan keagamaan di Lapas ia dapat meningkatkan ibadah yang selama ini kurang ia lakukan. Mendapatkan pembinaan sebagai bentuk keadilan pelaku kejahatan untuk tidak kembali mengulangi perbuatannya hal ini sesuai dengan tujuan hukum pidana pada BAB II hal 24. Bimbingan yang diberikan untuk mempersiapkan warga binaan dimulai dari seorang narapidana dijatuhi vonis oleh Hakim sampai dengan tahap integrasi yang dilakukan di luar lapas dengan penjagaan yang kurang (low security). “Sebelum benar-benar kembali ke masyarakat, narapidana harus kita beri bimbingan terlebih dahulu. Karena menyangkut keselamatan masyarakat maka tidak kita keluarkan begitu saja narapidana yang sudah habis masa tahanannya.“62 60 Wawancara pribadi peneliti dengan Kasi Binadik, Bapak Diding, Jakarta 4 Desember 2014 Wawancara pribadi dengan WBP, Opik, Jakarta 8 Desember 2014 62 Wawancara pribadi peneliti dengan Kasi Binadik, Bapak Diding, Jakarta 4 Desember 2014 61 “Sebelum mereka dapat mengikuti program reintegrasi sosial harus ada syaratsyarat yang harus mereka penuhi.”63 “Pertamanya saya ikut program tamping masjid itu mba, setau saya kalo mau ikut PB mesti ikut program. Ibu saya yang jadi penanggung jawab yang ngurusin (pembebasan bersyarat), ke RT, RW, Kelurahan. Berkas semuanya beres, terus saya sidang mba. Saya dikabulin pemintaan PB-nya karena semua syarat kan udah saya penuhin. Abis itu yaudah deh tunggu tanggal keluarnya”64 Dari penjelasan diatas diperoleh bahwa sebelum mengikuti program reintegrasi sosial yang lebih dikenal dengan Pembebasan Bersyarat, narapidana harus mengikuti proses pemasyarakatan terlebih dahulu. Pembebasan bersyarat bukan berarti mengobral masa tahanan narapidana, karena untuk mendapatkan hak ini Kemenkumham sudah memperketat persyaratannya dengan mengubah PP 32/99 dengan PP 28/2006 dan kemudian disempurnakan dengan PP 99/2012. 1/3 masa tahanan narapidana dijalankan di tengah-tengah masyarakat, oleh karena itu harus ada keseimbangan antara warga binaan dan masyarakat agar masyarakat tetap aman dan warga binaan dapat kembali bersosialisasi sesuai dengan nilai dan norma yang ada di masyarakat. Hal ini sesuai dengan BAB II Hal 24 menurut Muladi bahwa tujuan pemidanaan yang dilakukan oleh Lapas tidak hanya memberikan keadilan bagi warga binaan tetapi juga harus memberikan perlindungan ke masyarakat. Pembinaan yang diberikan salah satunya adalah pembinaan kepribadian. Informan Opik mengikuti program pembinaan yaitu Program Pesantren Terpadu Daarussyifa dan dia tunjuk sebagai Tamping (Tahanan Pendamping) 65 Masjid, tujuannya adalah untuk lebih mendalami perihal agama dan dapat mengikuti program Pembebasan Bersyarat (PB) 63 Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014 Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 8 Desember 2014 65 Tahanan pendamping atau tamping ialah orang yang dipercaya sebagai penghubung antara narapidana dan staff /petugas lapas. 64 yang memang salah satu syaratnya yaitu syarat substantif adalah Warga Binaan aktif minimal satu program pembinaan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan informan Opik dan Bapak David. “Yah pengen lebih tau agama lah ikut program di masjid. Terus juga kan kalo ga ikut program saya susah mba kalo mau daftar pb nya. Daftar PB (Pembebasan Bersyarat) kan mesti ikut program dulu.”66 “ada juga syarat substantif yaitu perilakunya sudah berubah atau belum. Sudah berubah atau belumnya kita bisa lihat dari selama 9 bulan ia di lapas ia tidak pernah ada Register F (Pelanggaran Tata Tertib). Lalu dia juga aktif dalam program pembinaan.”67 “Dia kan di lapas ikut yang di masjid itu katanya. Saya liatnya udah ada perubahan sih. Sekarang mah udah ga pernah keluar malem. Sholat juga rajin. Terus sekarang katanya mau dakwah tuh.”68 Berdasarkan pernyataan Ibu Opik diatas, sudah ada respon atau reaksi Opik mau menerima pengetahuan yang ia dapatkan di program pesantren masjid. Dari program tersebut Opik dibekali pentingnya sholat lima waktu, membaca Al-Qur’an dan juga pentingnya puasa. Hal tersebut dapat menjadi bekal bagi Opik untuk kembali ke tengahtengah masyarakat dengan mengadaptasi pengetahuan yang ia peroleh di program pesantren seperti puasa, sholat, mengaji, dll yang dapat diterima oleh masyarakat tempat ia tinggal. Perubahan yang dilakukan Opik diatas sesuai dengan teori Perilaku menurut Soekidjo dalam BAB II Hal 39. Dari kutipan wawancara diatas juga ditekankan pentingnya syarat substantif disamping syarat administratif. Bapak David mengatakan bahwa selama 9 bulan Opik di Lapas dan mengikuti program pembinaan apakah ia melakukan pelanggaran tata tertib 66 Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 8 Desember 2014 Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014 68 Wawancara pribadi peneliti dengan Ibu WBP, Opik, Jakarta 15 Desember 2014 67 atau tidak, melakukan pelanggaran ringan atau berat. Kalau pelanggaran berat misalnya seperti melakukan tindakan kekerasan terhadap sesama penghuni ataupun petugas maka akan diperiksa dan diberikan tindakan disiplin berupa penempatan sementara dalam sel pengasingan. Dari hal tersebut ketika pemeriksaan berkas untuk mengajukan Pembebasan Bersyarat maka akan dipertimbangkan. Setelah menjalani 2/3 masa tahanan dan memenuhi persyaratan lalu mengajukan permohonan Pembebasan Bersyarat maka Lapas menunjuk Bapas tempat penanggung jawab tinggal dan diadakan Penelitian Kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Bapak. David, yaitu : “Nah dari lapas lalu diserahkan ke bapas. Nanti bapas melakukan wawancara kepada narapidana dan survey ke alamat penjamin. Apakah di alamat penjamin eks napi ini bisa diterima atau tidak. Setelah itu bapas menuliskan laporan untuk diserahkan ke lapas untuk rekomendasi.”69 “Yang pertama kita lakukan adalah melakukan penelitian masyarakat. Kita berkunjung ke rumah penanggung jawab si klien ini. Kita mengambil data-data lingkungannya, bagaimana kondisi lingkungannya semuanya ya lalu kita ke pemerintah setempat menyetujui atau tidak ini orang dikembalikan ke lingkungan setempat.”70 “saya yang ngurusin si Opik daftar PB itu. Saya dateng ke lapas terus di kasih penjelasan saya mesti ngawasin si Opik ntar kalo dia udah keluar. Kita ke pa RT juga minta tanda tangan bisa ga si Opik tinggal disini lagi gitu sama ada petugas yang nemenin kita.”71 Penjelasan di atas menunjukkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan bekerja sama dengan Balai Pemasyarakatan (Bapas) dalam penelitian kemasyarakatan. Karena setelah narapidana selesai menjalani masa pembinaannya di Lapas dan mengikuti program 69 Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014 Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014 71 Wawancara pribadi peneliti dengan Ibu WBP, pada 15 Desember 2014 70 reintegrasi sosial maka Bapas sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam memberikan pembinaan sampai masa tahanan si narapidana selesai. Bapas yang bertanggung jawab disini adalah Bapas yang sesuai dengan tempat tinggal si penanggung jawab. Contohnya adalah Opik, karena penanggung jawabnya yakni ibunya tinggal di Menteng, Jakarta Pusat maka Bapas yang di tunjuk adalah Bapas yang terletak di Jakarta Pusat yaitu Bapas Salemba. Dari wawancara di atas juga pihak Lapas tidak hanya memberikan pembinaan kepada narapidananya saja, tetapi juga masyarakat berhak mengetahui bahwa nantinya akan ada bekas warga binaan tinggal bersama mereka dalam satu lingkungan (Lihat BAB II hal 24). Hal ini bertujuan untuk sedapat mungkin menghindarkan adanya pemberian labelling atau stigma yang biasanya dialamatkan pada bekas pelaku tindak pidana kejahatan. Karena hal tersebut disadari atau tidak akan mempersulit pengembalian mereka (reintegrasi) ke dalam masyarakat (Lihat BAB II Hal 37). Setelah Penelitian Kemasyarakatan dilakukan oleh Bapas, maka Sidang TPP pun dilaksanakan. Sidang ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pembebasan Bersyarat yang diajukan dapat diteruskan atau tidak. Hal ini dijelaskan oleh Bapak David dan Bapak Agus. “Setelah itu setiap hari kamis dua minggu sekali lapas mengadakan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan atau sidang TPP. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah reintegrasi sosial ini akan dilanjutkan atau tidak kalo misalnya di lingkungannya dia di tolak. Penjamin dan narapidana harus datang. Sebagai ketua tim yaitu KASI BINADIK. Setelah selesai, hasil sidang diusulkan ke KALAPAS, baru setelah itu ke KANWIL. Dari KANWIL sidang TPP tersebut bila disetujui maka diserahkan ke DIRJEN PAS baru setelah itu ke Menteri Hukum dan HAM.”72 72 Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014 “…nah nanti baru kita sidang lagi menentukan apakah si napi ini boleh tinggal di tempat si penanggung jawab ini apa tidak. Setelah sidang disetujui dan melakukan pemeriksaan berkas.”73 “Berkas semuanya beres, terus saya sidang mba, pake kemeja putih celana item kaya orang mau interview kerjaan gitu hehehe. Saya dikabulin pemintaan PB nya karena semua syarat kan udah saya penuhin. Abis itu yaudah deh tunggu tanggal keluarnya.”74 Dari hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa untuk memperoleh reintegrasi sosial, narapidana harus mengikuti serangkaian persyaratan yang sudah diperketat oleh Kemenkumham dengan mengubah PP 32/99 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dengan PP 28/2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999, dan kemudian disempurnakan dengan PP 99/2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP terakhir menambah beberapa persyaratan remisi dan PB khusus kepada warga binaan kategori khusus seperti narkoba, teroris, korupsi dan kejahatan transnasional lainnya. B. Tahapan Pembebasan Bersyarat pada Warga Binaan Pemasyarakatan Pembinaan tidak hanya dilakukan di dalam Lapas namun ada juga yang dilakukan di luar Lapas. Pembinaan yang dilakukan di luar lapas menjadi tanggung jawab Balai Pemasyarakatan (Bapas). Balai Pemasyarakatan yang dijadikan bahan penelitian ini adalah Bapas yang terletak di Pusat Jakarta sesuai dengan apa yang peneliti jelaskan sebelumnya. Setelah menjalani 2/3 masa tahanan dan diizinkan untuk mengikuti PB (Pembebasan Bersyarat), maka sepenuhnya Opik berada di bawah pengawasan Bapas. Seminggu setelah tanggal Opik keluar maka ia diwajibkan untuk melapor ke Kejaksaan dan Bapas. 73 74 Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014 Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 8 Desember 2014 “seminggu keluar dari lapas saya disuruh lapor ke Kejaksaan sama Bapas mba. Dari bapas pusat ga ada program lagi katanya. Saya malah disuruh nyari pekerjaan sendiri dan setiap bulan harus lapor ke kejaksaan dan bapas pusat.”75 “Setelah sidang disetujui dan melakukan pemeriksaan berkas, seminggu setelahnya kita Bapas melakukan assessment yaitu menggali permasalahan klien. Apa sih kesulitan klien nanti setelah keluar. Kebanyakan sih mereka itu susah mencari pekerjaan. Ada juga yang bermasalah dengan keluarga, makanya kita adakan konseling.”76 Dari pernyataan di atas terlihat bahwa apa yang di dapatkan Opik tidak sesuai dengan apa yang sudah di jelaskan oleh Bapak Agus. Opik mengatakan bahwa ia hanya melapor bahwa ia masih tinggal di Menteng dan diminta untuk mencari pekerjaan sendiri. Padahal setelah menjalani proses pembinaan di Lapas, narapidana masih membutuhkan peran lembaga untuk dapat mengembangkan dirinya dan dapat kembali menjadi manusia normal seperti sebelum ia melakukan tindak pidana kejahatan (Lihat BAB II Hal 29). Selain harus melapor setiap bulan sekali ke Bapas, Klien juga harus mengikuti penyuluhan yang diadakan dengan tema-tema yang berbeda. Temanya antara lain tentang hukum, agama, dan lain-lain. Penyuluhan yang diberikan hanya untuk klien. Hal ini sesuai dengan apa yang di ungkapkan oleh Bapak Agus. “Setelah pemberkasan beres semua, si klien ini masih tetap harus lapor ke Bapas sebulan sekali. Kami juga melakukan penyuluhan kepada semua klien. Namanya Bimbingan Kepribadian. Jadi kita kumpulkan semua klien yang bersedia, lalu kita adakan penyuluhan. Tema nya macam-macam, ada tentang hukum, agama dan lain-lain.”77 Berdasarkan wawancara di atas, pihak Bapas memberikan Bimbingan Kepribadian kepada para klien guna mendapatkan pengetahuan sesuai dengan tema yang diberikan. Namun tidak mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tempat klien tinggal. 75 Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 15 Desember 2014 Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014 77 Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014 76 Hal ini menjadi begitu sangat penting karena kebanyakan orang masih memberikan labelling kepada mereka yang pernah menjadi bekas narapidana. Padahal jika ingin reintegrasi sosial berhasil harus ada interaksi antar ketiga subyek, yaitu warga binaan, masyarakat dan petugas kemasyarakatan (Lihat Bab II Hal 30) Langkah yang dilakukan oleh Bapas dalam memberikan bimbingan kepribadian kepada klien namun tidak dibarengi oleh penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat membuat anggota masyarakat tidak mempunyai kepercayaan kepada bekas warga binaan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Y, salah seorang warga tempat Opik tinggal mengatakan bahwa : “…Ya kita mah nerima-nerima aja mba, namanya dia juga warga disini udah lama juga. Tapi ya kadang khawatir juga sih. Dia masih make apa ngga. Kemaren aja saya liat dia ke rumah perempuan itu (perempuan tetangga Ibu Y yang dicurigai sebagai pengedar narkoba) tuh mba. Ngapain coba kalo ga beli (narkoba). Yah tapi saya udahlah ga mau suudzon (berprasangka buruk), yang penting jaga diri sendiri sama keluarga aja. Dia juga udah kerja sih, di tempat yang kemaren tuh. Kemaren dia kerja di matrial jadi ngangkat-ngangkat barang gitu. Dia kerja disitu lagi kayanya”78 Dari wawancara diatas terlihat bahwa salah seorang anggota masyarakat tidak berkeberatan jika Opik tinggal di lingkungannya karena ia merasa Opik adalah bagian dari lingkungannya juga. Tetapi ia masih merasa was-was karena ia pernah melihat Opik datang ke rumah perempuan yang dicurigai sebagai pengedar narkoba. Dari situ Ibu Y tidak langsung percaya bahwa Opik sudah berhenti menjadi pemakai. Atas tindakan yang dilakukan Opik, hal ini memberikan interpretasi kepada Ibu Y bahwa Opik masih merupakan seorang pecandu narkoba dan memberikan reaksinya bahwa ia harus menjaga 78 Wawancara pribadi peneliti dengan Warga tempat WBP tinggal, Ibu Y pada 15 Desember 2014 dirinya dan keluarganya agar tidak terpengaruh apa yang dilakukan Opik (Lihat Bab II Hal 36). Susahnya pecandu narkoba melepaskan ketergantungannya tidak terlepas dari pengendalian dirinya sendiri dan lingkungan tempat ia bergaul. Dengan mental dan agama yang kuat seharusnya tidak menjadi masalah jika narkoba kembali menyerang tubuhnya. Namun kadangkala lingkungan bisa menjadi senjata mematikan jika tidak bisa menahan diri. Sudah menjadi rahasia umum lingkungan tempat tinggal Opik menjadi sarang peredaran narkoba. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Y yang sudah tinggal disana selama hidupnya. “Wah daerah sini mah udah rusak mba. Serem deh. Saya aja ati-ati banget nih tinggal disini, mana saya kan punya anak laki-laki. Seremnya ya pada gitu, pada ngegele (pakai ganja). Disitu aja tuh di depan ada pengedarnya tuh. Mana perempuan, pake jilbab kalo mba mau tau. Ga percaya kan mba ? saya juga ga percaya tadinya, tapi ngeliat orang-orang yang ngegele pada ngedatengin dia ya tau deh kita.”79 Hal di atas menjelaskan bahwa Opik dan warga tempat tinggalnya dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya dalam hal narkoba. Namun sudah jelas bahwa bukan itu tujuan dari reintegrasi sosial. Oleh karena itu Bapas harus memberikan bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat untuk Opik dapat kembali ke masyarakat sebagai pribadi yang baru dan bersih. Juga agar tidak ada pihak yang menjadi Opik kedua (Lihat Bab II Hal 29). Untuk menyesuaikan diri di tengah masyarakat tanpa harus melakukan hal yang sama seperti sebelum masuk Lapas, Bapas memberikan bimbingan keterampilan yang dapat diikuti oleh klien. Bimbingan keterampilan yang disediakan oleh Bapas terdiri dari service HP, Sekolah Mengemudi, Salon, Massage, Service Ac, dan lain-lain. 79 Wawancara pribadi peneliti dengan Warga tempat WBP tinggal, Ibu Y pada 15 Desember 2014 “Selain penyuluhan kita juga bekerja sama dengan pihak ke-3 untuk Bimbingan Keterampilan. Ada beberapa keterampilan yang kita sediakan, ada service HP, sekolah mengemudi nah sekolah mengemudi ini kita usahakan sampai mereka mendapat SIM A dan mendapat sertifikat, lalu ada salon kebanyakan yang wanita yang ikut keterampilan ini, ada juga service AC, sama pijet atau massage.”80 “Dari bapas pusat ga ada program lagi katanya. Saya malah disuruh nyari pekerjaan sendiri dan setiap bulan harus lapor ke kejaksaan dan bapas pusat.”81 Dari wawancara di atas, kita dapat melihat kembali kutipan Opik yang tidak mendapatkan program yang diadakan oleh Bapas. Memang banyak keterbatasan dalam memberikan program baik itu bimbingan kepribadian dan keterampilan. “Dari seribuan klien kita, kita hanya mampu seratusan untuk mengikuti bimker ini. Karena ya itu tadi anggaran kita sangat kurang.”82 “tidak bisa semua kita berikan bimbingan to, kita kan punya keterbatasan anggaran. Setahun hanya 80 yang kita berikan bimker. Dari 80 orang itu kita lihat kebanyakan apa yang mau mereka ambil. Kebanyakan setir mobil.”83 84 Berdasarkan hasil wawancara di atas dijelaskan bahwa pendalaman masalah kepada klien sangat diperlukan agar pemberian keterampilan tidak salah sasaran dikarenakan anggaran yang tidak mencukupi. Untuk Opik sendiri ia memang sudah berencana setelah keluarnya dari Lapas ia ingin menjadi seorang pendakwah yang tergabung dalam Majelis Dakwah di Kebon Jeruk. Seperti yang ia ungkapkan sebagai berikut : “Kalo saya nanti keluar saya mau gabung di Jamaah Dakwah yang ada di Kebon Jeruk mba. Siapa tau ada rezeki dari situ. Saya bisa ke kota-kota di Indonesia 80 Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014 Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 15 Desember 2014 82 Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014 83 Wawancara pribadi peneliti dengan Kepala Seksi Bimbingan Klien Dewasa Bapas Pusat, Bapak Fredy pada 5 Maret 2015 84 Bapak Fredy adalah Kepala Bimbingan Klien Dewasa di Balai Pemasyarakatan Salemba Jakarta Pusat. Tugas beliau adalah melakukan penelitian kemasyarakatan dengan tim nya dan juga melakukan pendampingan, pengawasan dan pembimbingan. 81 nyebarin dakwah. Yang penting kan kita akhirat dapet insya Allah dunia juga dapet. Itu aja sih sekarang pikiran saya. Mudah-mudahan masyarakat seneng lah sama perubahan saya yang begini.” 85 Dari petikan wawancara di atas terlihat bahwa Opik mencoba untuk mengefektivkan dirinya untuk kembali bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat walaupun tanpa bantuan dari Lapas dan Bapas. Semakin keras usaha Opik untuk merubah nilai negatif yang ada dirinya, semakin ampuh Opik menjadikan dakwah sebagai jembatan sosialisasi dengan masyarakat maka makin besar hasil yang dicapai untuk Opik dapat diterima kembali oleh masyarakat tanpa harus mendapatkan label sebagai seorang bekas pecandu narkotika (Lihat Bab II Hal 27). C. Faktor Penghambat Program Reintegrasi Sosial di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Cipinang Pentingnya dikemukakan mengenai beberapa unsur yang merupakan subyek bagi berhasilnya reintegrasi. Adanya problematika dalam pelaksanaan program reintegrasi sosial bagi narapidana menyebabkan sistem kemasyarakatan belum berjalan seperti yang diharapkan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, peneliti menemukan beberapa faktor penghambat efektifitas dalam pelaksanaan program reintegrasi sosial bagi narapidana. Yang pertama yaitu dari Warga Binaan itu sendiri. Karena dalam proses pemasyarakatan sering terbentur sikap kemauan Warga Binaan yang tidak ingin berubah. Ia merasa sudah nyaman dengan kehidupan sebelumnya. Juga daya serap narapidana yang berbeda-beda dalam menerima bimbingan. Kurangnya partisipasi aktif dari masyarakat luar untuk menerima 85 Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 15 Desember 2014 Warga Binaan secara terbuka tanpa penuh kecurigaan karena masih menganggap Warga Binaan adalah pelaku kriminal. Hal ini di ungkapkan oleh informan Y mengenai aktifitas Opik di rumah. “Hambatannya adalah dari beberapa dari napi tidak berubah. Juga pandangan masyarakat masih menganggap kriminal.”86 “…tapi ya kadang khawatir juga sih. Dia (Opik) masih make apa ngga. Kemaren aja saya liat dia ke rumah perempuan (perempuan yang dicurigai sebagai pengedar narkoba) itu tuh mba. Ngapain coba kalo ga beli.”87 Dari penjelasan di atas terlihat bahwa masyarakat belum sepenuhnya percaya kepada Opik, karena aktivitas Opik yang masih belum melepaskan barang haram tersebut. Itu berarti ada dalam diri Opik yang masih tidak mau berubah karena sudah terlanjur nyaman dengan kehidupan sebelumnya. Pengendalian diri sendiri harus kuat agar tidak terpengaruh hal-hal yang negatif. Hal ini dipertegas oleh beberapa kalimat yang keluar dari Opik sendiri mengenai narkoba yang biasa ia konsumsi. “…tapi kalo lagi bengong sendiri kadang-kadang mikir pengen make lagi, kebayangbayang terus mba rasanya. Apalagi putaw.”88 Dari kutipan wawancara di atas terlihat bahwa bimbingan sebaik apapun yang diberikan tidak akan berhasil bila dari dirinya sendiri tidak memiliki keinginan untuk berubah. Usaha Opik dalam merubah nilai-nilai dalam dirinya dengan mengikuti bimbingan keagamaan tidak akan terwujud jika tidak ada pengendalian dalam dirinya juga lingkungan yang masih menyediakan barang haram tersebut dengan mudah. 86 Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014 Wawancara pribadi peneliti dengan Warga tempat WBP tinggal, Ibu Y pada 15 Desember 2014 88 Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 15 Desember 2014 87 Kurang memadai sarana dan prasarana, misalnya sarana fisik, seperti kelas-kelas, perlengkapan, apalagi jumlah Warga Binaan tersebut melebihi kapasitas Lembaga Pemasyarakatan juga menjadi masalah yang harus diperhatikan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Bapak Diding pada peneliti. “Untuk hambatan Kita tidak bisa menyentuh semua warga binaan karena keterbatasan program yang tersedia, tempat terbatas, waktu terbatas. Tempat yang kita punya sangat terbatas hanya ada beberapa kelas tidak mungkin cukup untuk menampung semua warga binaan yang berjumlah 3000.” 89 Selain sarana fisik, anggaran yang tidak mencukupi untuk memberikan keterampilan seluruh Warga Binaan juga menjadi masalah yang harus dicari jalan keluarnya. Akibat dari kurangnya anggaran hanya beberapa Warga Binaan yang dapat diberikan keterampilan. Selain dari anggaran bidang keterampilan ini juga dapat menjadi hambatan, karena pada awalnya banyak narapidana tidak memiliki keahlian khusus jadi harus di lihat dulu apakah memang serius atau tidak ingin mengikuti keterampilan ini. “Untuk hambatan dari Bapas, kita sangat kekurangan anggaran. Untuk besarannya saya tidak tahu berapa karena itu kan bukan kapasitas saya.”90 “Dari seribuan klien kita, kita hanya mampu seratusan untuk mengikuti bimker ini. Karena ya itu tadi anggaran kita sangat kurang. Kita lihat apakah dia benar-benar serius ingin ikut bimbingan atau tidak. Kita bisa lihat dia rajin melapor tidak selama sebulan. Kalau dia rutin melapor sesuai jadwal dan melihat keseriusan ingin mengikuti bimker, maka kita persilakan. Kan sayang dananya juga kalo sudah kita sediakan ternyata merekanya malas-malasan. Jadi kita seleksi lah istilahnya”91 89 Wawancara pribadi peneliti dengan Kasi Binadik, Bapak Diding, Jakarta 4 Desember 2014 Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Klien Dewasa, Bapak. Agus pada 31 Desember 2014. 91 Wawancara pribadi peneliti dengan Kepala Seksi Bimbingan Klien Dewasa Bapas Pusat, Bapak Fredy pada 5 Maret 2015 90 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemaparan yang telah penulis kemukakan tentang Program Reintegrasi Sosial Pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Klas II A Narkotika Cipinang Jakarta, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan sebagai berikut : 1. Program Reintegrasi Sosial atau yang lebih dikenal dengan Pembebasan Bersyarat oleh para Warga Binaan Pemasyarakatan ini bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan untuk kembali bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat sebagai seorang yang pernah terkena masalah hukum tanpa harus memberikan stigma negatif terhadap perbuatan atau kesalahan yang telah mereka buat dengan pembinaan yang mereka dapatkan di Lapas. Berbicara masalah keefektifan suatu pemidanaan tak terbatas hanya pada berat vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim ataupun lama masa pemidanaan seorang narapidana, akan tetapi juga sangat bergantung pada sarana maupun fasilitas-fasilitas penunjang yang ada di dalam suatu lembaga pemasyarakatan. Selain untuk mengembalikan keseimbangan dari sikap pelaku kejahatan agar jera dan tidak mengulang kejahatannya lagi, lembaga pemasyarakatan narkotika memiliki tugas penting untuk menangani dan berusaha menghilangkan sifat ketergantungan narkotika dari warga binaannya. Namun pembinaan bagi narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari tanggapan masyarakat yang masih khawatir dengan mantan warga binaan kembali lagi menjadi seorang pecandu narkotika. 2. Faktor pendorong pembinaan bagi narapidana narkotika adalah karena terorisme merupakan kejahatan yang harus ditanggulagi. Pembinaan juga merupakan amanat dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan serta visi dan misi dari lembaga pemasyarakatan. Upaya pembinaan merupakan salah satu gerakan perlindungan masyarakat. 3. Faktor penghambat setia mengiringi jalannya Program Reintegrasi Sosial di Lapas. Beberapa faktor penghambat yang harus segera diselesaikan permasalahannya adalah yang pertama yaitu dari Warga Binaan itu sendiri. Karena dalam proses pemasyarakatan sering terbentur sikap kemauan Warga Binaan yang tidak ingin berubah. Ia merasa sudah nyaman dengan kehidupan sebelumnya Kedua kurangnya partisipasi aktif dari masyarakat luar untuk menerima Warga Binaan secara terbuka tanpa penuh kecurigaan karena masih menganggap Warga Binaan adalah pelaku kriminal. Ketiga kurang memadai sarana dan prasarana, misalnya sarana fisik, seperti kelas-kelas, perlengkapan, apalagi jumlah Warga Binaan tersebut melebihi kapasitas Lembaga Pemasyarakatan. Keempat anggaran yang tidak mencukupi untuk memberikan keterampilan seluruh Warga Binaan. Last buat not least kelebihan daya tampung atau over capacity menjadi salah satu kendala utama yang dihadapi oleh Lapas, tidak hanya di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta tetapi hampir disemua Lapas di Indonesia. B. SARAN Dalam menjalankan Program Reintegrasi Sosial masih banyak kendala dan hambatan yang perlu diselesaikan. Berikut adalah kendala dan saran yang penulis rangkum mengenai Program Reintegrasi Sosial di Lapas Klas II A Narkotika Cipinang Jakarta : 1. Mengenai Warga Binaan itu sendiri. Karena dalam proses pemasyarakatan sering terbentur sikap kemauan Warga Binaan yang tidak ingin berubah. Ia merasa sudah nyaman dengan kehidupan sebelumnya. Juga daya serap narapidana yang berbeda-beda dalam menerima bimbingan. Untuk Warga Binaan yang tidak ingin berubah karena sudah nyaman dengan kehidupan sebelumnya, harusnya ada Pekerja Sosial yang diperkerjakan guna membantu permasalahan yang dihadapi oleh Warga Binaan. Pekerja sosial dapat menjadi konselor yang akan memberikan bimbingan sosial dan dapat menjadi broker, yaitu menghubungkan Warga Binaan yang dibantunya dengan sumber-sumber yang terdapat dalam Lapas jika Warga Binaan memiliki kemauan yang berbeda dengan program-prgram yang disediakan oleh Lapas. 2. Kurang memadai sarana dan prasarana, misalnya sarana fisik, seperti kelas-kelas, perlengkapan, apalagi jumlah Warga Binaan tersebut melebihi kapasitas Lembaga Pemasyarakatan. Memanfaatkan sekecil mungkin sarana fisik yang tidak terpakai. Untuk kelas-kelas yang dirasa kurang, Lapas dapat memanfaatkan lapangan atau spot-spot kosong yang memungkinkan untuk menjalani pembinaan. Karena belajar tidak harus dilaksanakan di kelas yang tersedia meja, kursi dan papan tulis. 3. Kurangnya partisipasi aktif dari masyarakat luar untuk menerima Warga Binaan secara terbuka tanpa penuh kecurigaan karena masih menganggap Warga Binaan adalah pelaku kriminal. Perlunya sosialisasi kepada masyarakat tentang Warga Binaan yang sejatinya sama dengan manusia lainnya. Pernah berbuat kesalahan dan sudah menebusnya dengan menjalani pembinaan di Lapas. Pekerja Sosial dapat menjadi Educator kepada masyarakat, menjelaskan pembinaan yang dilakukan oleh Lapas kepada Warga Binaan agar mereka dapat kembali bersosialisasi dan tidak akan mengulangi perbuatan yang melanggar nilai dan norma sosial lagi. 4. Anggaran yang tidak mencukupi untuk memberikan keterampilan seluruh Warga Binaan. Akhirnya hanya dapat beberapa Warga Binaan yang dapat diberikan keterampilan. Para Warga Binaan yang menjalani keterampilan dapat mengasah kemampuannya dan menghasilkan karya sehingga karya tersebut dapat di pasarkan dan keuntungannya dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan kelas keterampilan yang membutuhkan. 5. Hambatan di bidang keterampilan karena pada awalnya banyak narapidana tidak memiliki keahlian khusus. Keterampilan sangat penting bagi Warga Binaan, karena bagaimanapun setelah menyelesaikan masa tahanan, Warga Binaan perlu mempunyai minimal satu keterampilan khusus yang nantinya akan ia manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu Lapas dapat menjalin kerjasama yang intensif dengan beberapa instansi. Misalnya dengan Depnaker (Departemen Tenaga Kerja) sebagai instansi yang berwenang mengatasi lapangan kerja, atau bekerjasama dengan pihak swasta yang bergerak pada bimbingan kerja. 6. Menurut Menkumham Yasonna, masalah paling berat soal overcrowding di Indonesia adalah kejahatan narkoba. Oleh karena itu untuk mengurangi overcrowding yang terjadi di Lapas adalah dengan merehabilitasi para pecandu narkoba. Atau dengan cara lain yaitu me-redistribusi Warga Binaan ke Rutan atau Lapas yang kosong. Cara yang saat ini dilakukan adalah dengan Pogram Reintegrasi Sosial. DAFTAR PUSTAKA Buku : Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2001. Astrid, Phill dan Susanto. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung : Bina Cipta. 1979. Atmasasmita, Romli. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. Bandung : PT Refika Aditama. 2010. Chazawi, Adami. Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1 : Stelsel Pidana Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2002. Ghony, M.Djunaidi dan Almanshur Fauzan. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2012. Gregorius, Aryadi. Putusan Hukum dalam Perkara Pidana. Jakarta : Universitas Atmajaya. 1995. Lexy, J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004. Ma’roef, M. Ridha. Narkotika Masalah dan Bahayanya. Jakarta: CV Marga Djaya. 1986. Marlina. Hukum Penitensier. Bandung : Refika Aditama. 2011. Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung : Alumni. 2005. Notoatmodjo, Soekidjio. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2003. Pandjaitan, Petrus dan Samuel Kikilaitety. Pidana Penjara Mau Kemana. Jakarta : CV. Indhill Co. 2007 Pramuwito. Pengantar Ilmu Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta : Departemen Sosial RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 1997. RM, Suharto. Hukum Pidana Materil. Jakarta: Sinar Grafika. 1991. Sakidjo, dkk. Uji Coba Pola Pemberdayaan Masyarakat dalam Peningkatan Integrasi Sosial di Daerah Rawan Konflik. Jakarta : Departemen Sosial RI, Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial, 2002. Samosir, Djisman. Sekelumit tentang Penologi dan Pemasyarakatan. Bandung : Alfabeta. 2012. Simandjuntak, B. Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. Bandung : Tarsito. 1981. Soetomo. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2008. Sudarto. Hukum Pidana I. Semarang : F.H. Universitas Diponogoro.1990. Sudirman, Didin. Reposisi dan Revitalisasi Pemasyarakatan Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Jakarta : CV. Alnindra Dunia Perkasa. 2007 Sugiyono. Metode Penelitian Manajemen. Bandung : Alfabeta. 2014 Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004. Syarifin, Pipin. Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung : Pustaka Setia. 2008. Tolib, Setiady. Pokok-pokok Hukum Penitensier Indonesia. Bandung : Alfabeta. 2010. Wahyuni, Niniek Sri dan Yusniati. Manusia dan Masyarakat. Jakarta : Ganeca Exact, 2007 Perundang-undangan : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012. Website : Friastuti, Rini. “Kepala BNN : Pemakai Narkoba Jangan Dipidana, Tapi Diregabillitasi.” Artikel di akses pada 18 November 2014 dari http://news.detik.com/read/2014/10/29/162706/2733399/10/2/kepala-bnn-pemakainarkoba-jangan-dipidana-tapi-direhabilitasi Muhammad Hafil. “Puluhan Ribu Narapidana Dibina di Luar Lapas.” Artikel di akses pada 18 November 2014 dari http://m.republika.co.id/berita/koran/kesra/14/09/15/nbxhun49/puluhan-ribu-narapidanadibina-di-luar-lapas Taufik, M. “Reintegrasi Sosial untuk Atasi Kelebihan Kapasitas Lapas.” Artikel di akses pada 18 November 2014 dari http://m.pemasyarakatan.com/Reintegrasi-Sosial-untuk-Atasi- Kelebihan-Kapasitas-Lapas/ Skripsi dan Tesis Putri Anisa Yuliani (109054100019) Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah 2014. Program Pembinaan Kepribadian di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas IIB Jakarta. Armein Daulay, Program Studi Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia Pascasarjana 2000. Reintegrasi sosial dan Resosialisasi Bekas Narapidana Wanita Dari Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanggerang ke Dalam Masyarakat. Brosur Brosur Profil Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Pusat Pedoman wawancara untuk Kepala Seksi Bina Narapidana dan Anak Didik Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta Tempat / Ruang Wawancara : Hari, Tanggal Wawancara : Pukul : Informan : Pertanyaan 1. Apa yang dimaksud dengan reintegrasi sosial ? 2. Apa tujuan dibentuknya program tersebut ? 3. Bagaimana lapas mewujudkan program reintegrasi sosial tersebut ? 4. Bekerja sama dengan siapa saja lapas menjalankan program tersebut ? 5. Apa saja manfaat program reintegrasi sosial bagi lapas, narapidana dan masyarakat ? 6. Apa saja hambatan atau kendala ketika menjalankan program tersebut ? Pedoman wawancara untuk Staff Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta Tempat / Ruang Wawancara : Hari, Tanggal Wawancara : Pukul : Informan : Pertanyaan 1. Apa yang dimaksud dengan program reintegrasi sosial ? 2. Apa tujuan diadakannya program tersebut ? 3. Siapa yang membuat program ? 4. Bagaimana proses reintegrasi sosial tersebut ? 5. Apa kelebihan dan kekurangan program reintegrasi sosial ? 6. Apa syarat mengikuti program tersebut ? 7. Bekerja sama dengan siapa saja program tersebut ? Pedoman wawancara untuk Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta Tempat / Ruang Wawancara : Hari, Tanggal Wawancara : Pukul : Informan : Pertanyaan 1. Bagaimana kronologis penangkapan anda ? 2. Apa kegiatan atau program yang anda ikuti ? 3. Apa peran lapas atau pegawai terhadap kegiatan anda ? 4. Apa alasan anda mengikuti program ? 5. Alasan anda mengikuti pembebasan bersyarat ? 6. Bagaimana proses anda mengikuti program pembebasan bersyarat ? 7. Apakah ada kekhawatiran sebagai eks napi untuk berinteraksi dengan masyarakat ketika anda keluar nanti ? 8. Apa yang anda harapkan ketika keluar nanti ? 9. Apakah kesulitan atau hambatan anda selama anda berada di lapas ? Pedoman wawancara untuk Keluarga Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta Tempat / Ruang Wawancara : Hari, Tanggal Wawancara : Pukul : Informan : Pertanyaan 1. Bagaimana kehidupan sehari-hari WBP di rumah ? 2. Apa yang menjadi alasan WBP menggunakan narkoba ? 3. Bagaimana perasaan anda ketika WBP menjadi tahanan Lapas ? 4. Apa alasan anda bersedia menjadi penanggung jawab WBP ? 5. Apakah ada perubahan yang terjadi kepada WBP ? 6. Apakah anda khawatir terhadap tanggapan masyarakat setelah WBP keluar dari Lapas ? 7. Harapan anda terhadap program Lapas ? Pedoman wawancara untuk Kepala Sub Seksi Pemasyarakatan Klien Dewasa Balai Pemasyarakatan Klas I A Salemba, Jakarta Pusat Tempat / Ruang Wawancara : Hari, Tanggal Wawancara : Pukul : Informan : Pertanyaan 1. Bagaimana proses Bapas dalam melakukan pembinaan klien di luar Lapas ? 2. Apa saja program yang Bapas melakukan pembinaan klien di luar Lapas ? 3. Peran Bapas dalam mengembalikan klien (Warga Binaan Pemasyarakatan) untuk kembali bersosialisasi dengan masyarakat ? 4. Adakah program khusus untuk terpidana narkoba ? 5. Apa manfaat dan hambatan dalam melakukan pembinaan ? Pedoman wawancara untuk Warga Tempat Tinggal Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta Tempat / Ruang Wawancara : Hari, Tanggal Wawancara : Pukul : Informan : Pertanyaan 1. Apa hubungan anda dengan Opik dan sudah berapa lama kenal dengannya ? 2. Bagaimana perilaku Opik yang anda kenal selama ini ? 3. Bagaimana situasi atau kondisi lingkungan tempat anda dan Opik tinggal ? 4. Apakah ada kegiatan yang atau pihak yang membantu memberantas peredaran narkoba disini ? dari warga atau dari pihak luar ? 5. Bagaimana tanggapan atau reaksi masyarakat tempat anda tinggal setelah Opik keluar dari Lapas ? 6. Apa harapan anda sebagai masyarakat yang lingkungan tempat tinggalnya terdapat bekas narapidana khususnya narapidana kasus narkotika ? Transkrip Wawancara Program Reintegrasi Sosial pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta Tempat / Ruang Wawancara : Ruang Kasi Binadik Waktu Wawancara : Kamis, 4 Desember 2014 Pukul : 11.30 WIB Informan : Bpk. Diding Alpian, Amd.IP ,S.Sos, M.Si Jabatan : Kepala Seksi Bina Narapidana atau Anak Didik Pertanyaan : No 1 Pertanyaan Menurut Bapak, apa yang dimaksud dengan Reintegrasi Sosial ? 2 Apa tujuan dibentuknya program tersebut ? 3 Bagaimana Lapas mewujudkan program reintegrasi sosial tersebut ? Jawaban Reintegrasi sosial yaitu memasyarakatkan kembali warga binaan yang sudah selesai mengikuti progaram dengan waktu yang telah ditentukan. Narapidana itu bukan penjahat, mereka hanya salah jalan, tersesat, melanggar ketentuan pidana. Oleh karena itu agar mereka tidak salah jalan lagi, di lapas ada yang namanya program pembinaan dengan waktu yang telah di tentukan, baik di dalam lapas maupun di luar lapas mereka bisa belajar satu keterampilan yang dia bisa agar nanti setelah keluar dari lapas mereka bisa bersosialisasi kembali. Salah satu programnya adalah Asimilasi dan PB (Pembebasan Bersayarat). Sebelum benar-benar kembali ke masyarakat, narapidana harus kita beri bimbingan terlebih dahulu. Karena menyangkut keselamatan masyarakat tidak kita keluarkan begitu saja narapidana yang sudah habis masa tahanannya. Tahapannya adalah sebagai berikut : Pertama Warga Binaan akan di daftarkan di Bagian Registrasi. Disini para Warga Binaan akan dikenalkan dengan lingkungan barunya yaitu lembaga pemasyarakatan. Warga Binaan dijelaskan mengenai kenapa dirinya harus dibina di lembaga pemasyarakatan, dan agar menyadari kesalahannya, serta mengenai pembinaan akan kesadaran beragama; kesadaran berbangsa dan bernegara, kesadaran hukum dan kemampuan intelektual, hal tersebut diadakan di dalam program criminon. Disana juga akan diperiksa kesehatannya. Ada kader kesehatan yang akan screening. Bersama dengan dokter dan perawat melihat dari sisi kesehatan. Mereka dilihat ada ketergantungan tidak, atau terkena HIV tidak. Mereka akan mendapatkan VCT, VCT itu pemeriksaan untuk mengetahui apakah ia terkena HIV atau tidak. Dari pemeriksaan itu, bisa terukur dosisnya, ketergantungan atau tidak. Bisa diminimalisir. Atau ada yang punya penyakit bisa diobati. Nah itu dari sisi rehabilitasi medis yang pertama melalui tahapan Mapenaling. Kedua, yaitu Pembinaan tahap lanjutan, setelah pembinaan tahap awal itu dijalani. Warga Binaan setelah selesai menjalani 1/3-1/2 masa pidananya, dan telah lulus menjalani sidang Tim Pengamatan Pemasyarakatan (yang selanjutnya disebut TPP). Pembinaan tahap ini merupakan pembinaan lajutan dari pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian pada pembinaan di tahap awal. Warga Binaan dipekerjakan dalam kegiatan kerja di dalam Balai Latihan Kerja, serta akan tetap mendapatkan program pembinaan kepribadian. Setelah 1/2-2/3 masa pidana dan melalui sidang TPP lagi maka Warga Binaan akan melaksanakan program asimilasi. Dalam tahap ini mereka masuk ke kelas-kelas pembinaan yang sudah kita sediakan. Tapi karena saking banyaknya Warga Binaan, disini ada 3000 napi coba kamu bayangin, kelas-kelas kita sangat terbatas untuk menampung mereka. Jadi karena terbatasnya sarana dan prasarana kita batasi waktu. Mereka bebas milih mau ikut program apa saja. Namun tiap program kita batasi waktu tiga bulan. Setelah tiga bulan mereka pilih lagi mau program apa. Programprogramnya kamu sudah tau kan ? nah dari program-program itu nanti mereka gantigantian. Program ini salah satu syarat untuk 4 Bekerja sama dengan siapa saja ketika menjalankan program tersebut ? Ada pihak luar yang membantu ? 5 Apa saja manfaat dan hambatan program reintegrasi sosial bagi lapas dan narapidana ? warga binaan mengajukan syarat PB. Kalau mereka tidak ikut program mereka tidak bisa ngajuin PB. setelah rehabilitasi sosial, ada yang namanya After Care. Program-program after care itu ada PKBM, Pramuka. Ada juga pembinaan kemandirian. Ada 9 PK, ada perikanan, pertanian, limbah karet, barber shop, akupuntur aduh saya lupa udah berapa tadi (penulis mengulangi program yang tadi diberitahu) oh iya roti, laundry, menjahit sama kaligrafi. Ada sekolah Al-Kitab untuk nasrani, pesantren, ada juga Pengurus Blok tugasnya membantu menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan, distribusi makanan. Komputer juga kita ada, mereka belajar microsoft awal sama desain grafis ada 3 kelas yang belajarnya selama 6 bulan. Ketiga, Pembinaan tahap akhir, dalam tahap ini merupakan masa-masa akhir dari proses pembinaan. Tahap ini dilaksanakan setelah tahap lanjutan dan dijalani sampai masa pidananya berakhir. Dalam tahap ini Warga Binaan telah dirasakan cukup bekal untuk kembali menjalani kehidupannya dalam masyarakat. Warga Binaan mengalami program integrasi agar dapat mengembalikan hubungan kemasyarakatan yang baik dengan masyarakat luar. Ada instruktur dari BNN untuk program TC (Therapeutic Community), Criminon dan Komplementer. Tapi sejauh ini sudah tidak ada, pegawai kita sudah mendapat pelatihan dari tahun 2003 seperti mentor PC (Peer Community)untuk menjalani program.Terakhir kita latihan dengan LSM khusus program TC. Jadi semuanya sudah kita sendiri. Tapi untuk pengajar rohani memang ada yang dari Depag. Untuk lapas peran aktif mereka (warga binaan) otomatis mengurangi penjagaan kantib. Harapannya mereka dapat berkelakuan baik jadi mengurangi masa pidana, mengurangi over capacity. Untuk narapidananya sendiri mereka bertambah sehat, pola hidup sehat, bertambah skill dan knowledge. Mengisi waktu yang bermanfaat juga kan. Ketika sudah di masyarakat pun diharapkan mereka tidak mengulangi tindak pidana, dapat hidup normal kembali, sadar hukum dan masyarakatpun tidak memberikan stigma negatif kepada mereka. Untuk hambatan Kita tidak bisa menyentuh semua warga binaan karena keterbatasan program yang tersedia, tempat terbatas, waktu terbatas. Tempat yang kita punya sangat terbatas hanya ada beberapa kelas tidak mungkin cukup untuk menampung semua warga binaan yang berjumlah 3000. Oleh karena itu kita batasi waktu mereka mengikuti program. Intinya sarana dan prasarana yang tidak cukup. Transkrip Wawancara Program Reintegrasi Sosial pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Narkotika Kelas II A Jakarta Tempat / Ruang Wawancara : Ruang Bimkemasywat Waktu Wawancara : Rabu, 26 November 2014 Pukul : 11.00 wib Informan : Bpk. David Nur Iman, SH.MH Jabatan : Staff Bimkemasywat Pertanyaan : No 1 Pertanyaan Jawaban Apa yang dimaksud dengan Reintegrasi sosial yaitu setiap narapidana program reintegrasi sosial yang diasingkan, diasingkan disini yang ada di lapas ? maksudnya dia berada dalam lapas dan hilang kemerdekaannya harus tetap diberikan pembinaan dan bimbingan. Narapidana yang diasingkan sebelum ia keluar atau bebas harus ada persyaratan yang ia harus penuhi. Syaratsyaratnya ada dalam Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1999. Bentuk-bentuk reintegrasi sosial yaitu ada asimilasi, yaitu setiap narapidana yang sudah menjalani ½ masa hukumannya dan mengikuti program pembinaan dengan baik juga berkelakuan baik tidak pernah melanggar tata tertib dia dapat mengikuti program asimilasi. Dia bisa belajar berinteraksi dengan masyarakat, menjalani kehidupannya sebelum masuk lapas, yaitu bekerja atau sekolah. Bekerjanya bisa macammacam, kaya yang didepan tuh ada kebersihan lingkungan. Itu napi juga. Bisa juga kerjanya dengan pihak ke-3, pihak ke-3 maksudnya dengan pihak luar seperti perusahaan-perusahaan atau kegiatan perseorangan yang tidak berhubungan dengan lapas. Tapi tentu saja dengan syarat-syarat. Sebulan sekali dia harus laporan. Juga tidak boleh melanggar hukum lagi. Kalau dia melanggar hukum pas lagi dalam masa 2 3 asimilasi, dia berhak masuk penjara lagi dan sisa hukuman sebelum dia asimilasi harus dia ikutin kembali. Selain asimilasi ada Pembebasan Bersyarat (PB), CMB (Cuti Menjelang Bebas), CMK (Cuti Mengunjungi Keluarga). Nah kalau yang ini seringnya pada ikut PB, jarang ada yang CMB atau CMK. PB itu pembebasan beryarat. Syaratnya dia minimal sudah menjalani 2/3 dari masa hukuman. Kaya contohnya ada napi yang udah ketok palu dihukumnya 6 tahun, berarti 2/3 dari 6 tahun itu kan 4 tahun. Nah kalau sudah 4 tahun ia boleh keluar dengan syaratsyarat seperti yang sudah saya jelaskan tadi. Untuk mengurus berkas-berkasnya bisa diurus 6 bulan sebelum 2/3 tanggal masa hukumannya. Apa tujuan diadakan Tujuannya adalah untuk mempersiapkan program reintegasi sosial WBP atau kita nyebutnya kalau lebih familiar tersebut ? napi ya, terjun ke dunia luar setelah diasingkan. Kadang-kadang kan masyarakat taunya orang yang keluar dari penjara jahat. Padahal mereka di penjara juga kita bina, kita kasih pelajaran biar dia jadi bener lagi. Tapi masyarakat sudah mempunyai stigma negatif duluan ke napi. Makanya kita ngasih pengertian juga ke masyarakat tentang bagaimana eks napi ini di lapas. Selain kita mempersiapkan napi ini terjun ke masyarakat, kita juga mempersiapkan masyarakat untuk menerima eks napi ini. Caranya adalah dengan sosialisasi yang dilakukan oleh BAPAS. Selain untuk mempersiapkan napi masuk kembali ke dunia luar, program ini juga adalah untuk mengurangi over kapasitas di lapas. Tapi kalau untuk mengurangi over kapasitas, bisa juga napi ini dipindahkan ke lapas lain yang masih cukup kapasitasnya. Yang ini banyak dikeluhkan keluarga napi, karena kalau mau menjenguk kan susah, jadi jauh. Siapa yang membuat Program reintegrasi sosial itu di setiap lapas program ? ada. Dan peraturannya pun ada di UU No 12 Tahun 1995, PP No 32 Tahun 1999, PP No 28 Tahun 2006 dan PP No 99 Tahun 2012. Berbeda dengan program pembinaan, setiap 4 lapas di seluruh Indonesia mempunyai macam-macam program pembinaan yang disesuaikan oleh jumlah napinya dan keperluannya, juga sarana dan prasarana yang tersedia. Jadi program reintegrasi sosial ini adalah program pemerintah berdasarkan hakhak wbp atau napi yang tadi ada di UU sama PP tuh. Bagaimana proses reintegrasi Sebelum mereka dapat mengikuti program sosial tersebut ? reintegrasi sosial harus ada syarat-syarat yang harus mereka penuhi. Syarat-syaratnya, yang pertama adalah syarat administratif yaitu lengkap dulu berkasnya, berkas-berkas yang seperti apa ? yaitu ada surat perintah penahanan dari kepolisian. Lalu ada vonis dari pengadilan. Selanjutnya ada eksekusi dari kejaksaan. Selain syarat administratif, ada juga syarat substantif yaitu perilakunya sudah berubah atau belum. Sudah berubah atau belumnya kita bisa lihat dari selama 9 bulan ia di lapas ia tidak pernah ada Register F (Pelanggaran Tata Tertib). Lalu dia juga aktif dalam program pembinaan. Untuk ngurusnya, asimilasi sudah harus diurus 3-4 bulan sebelum ½ masa hukumannya. Untuk PB setelah 6 bulan di lapas sebelum 2/3 tanggal masa hukumannya. Juga yang paling penting harus ada penjaminnya. Penjaminnya yaitu keluarga. Yang dimaksud dengan keluarga sesuai dengan PP No 32 Tahun 1999 adalah istri atau suami, anak kandung atau angkat atau tiri, orang tua kandung atau angkat atau tiri atau ipar, saudara kandung atau angkat atau tiri atau ipar, dan keluarga dekat lainnya sampai derajat kedua, baik horizontal maupun vertikal. Syarat selanjutnya adalah kalau memang sudah waktunya. Waktu yang tadi kaya asimilasi ½ masa penahanan kalo pb 2/3. Membuat surat jaminan pemasyarakatan juga adalah salah satu syarat substantif yang harus dipenuhi, suratnya harus ditandatangani oleh RT dan RW lalu diserahkan ke lapas. Nah dari lapas lalu diserahkan ke bapas. Nanti bapas melakukan wawancara kepada narapidana dan survey ke alamat penjamin. Apakah di alamat penjamin eks napi ini bisa 5 diterima atau tidak. Setelah itu bapas menuliskan laporan untuk diserahkan ke lapas untuk rekomendasi. Setelah itu setiap hari kamis dua minggu sekali lapas mengadakan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan atau sidang TPP. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah reintegrasi sosial ini akan dilanjutkan atau tidak kalo misalnya di lingkungannya dia di tolak. Penjamin dan narapidana harus datang. Sebagai ketua tim yaitu KASI BINADIK. Setelah selesai, hasil sidang diusulkan ke KALAPAS, baru setelah itu ke KANWIL. Dari KANWIL sidang TPP tersebut bila disetujui maka diserahkan ke DIRJEN PAS baru setelah itu ke Menteri Hukum dan HAM. Apa manfaat dan hambatan Untuk manfaatnya yang pasti kita mencoba program reintegrasi sosial ? mengurangi over kapasitas, karena banyak yang keluar, yang masuk pun tidak terlalu banyak. Juga kita bisa mempersiapkan napi untuk terjun ke masyarakat. Hal lain juga kita bisa mengurangi anggaran makan, air dan listrik. Hambatannya adalah dari beberapa dari napi tidak berubah. Juga pandangan masyarakat masih menganggap kriminal. Transkrip Wawancara Program Reintegrasi Sosial pada WBP di Lapas Narkotika Kelas II A Jakarta Tempat / Ruang Wawancara : Pelataran Ruang Kasi Binadik Waktu Wawancara : Senin, 08 Desember 2014 Pukul : 11.00 wib Informan : S alias O Usia : 39 th ( 28 Januari 1975) Pertanyaan Tempat wawancara pertama kami lakukan di Ruang Konseling, sebelumnya sudah ada beberapa petugas dari BAPAS yang sedang melakukan wawancara dengan narapidana lain. Karena itu ruangan satu-satunya yang dapat dipergunakan, akhirnya penulis dan informan memutuskan untuk melakukan wawancara di tempat tersebut. Setelah beberapa saat kami melakukan wawancara, suasana yang tidak kondusif akhirnya menjadikan penulis dan informan pindah ke pelataran ruang Kasi Binadik Gedung Dua yang di depannya ada kolam ikan. Saat itu di pelataran Gedung Dua tepatnya di depan Ruang Administrasi Bimkemasywat sedang ada Mapenaling terhadap Tahanan yang baru datang dari berbagai Rutan di Jakarta. Petugas Lapas sedang melakukan pengarahan kepada mereka dan melakukan penggundulan rambut. No 1 2 3 4 5 6 Pertanyaan Selamat siang bapak, saya Asisah pak dari UIN mau wawancara sebentar sama bapak ga papa ya pa ? Sedang sibuk apa pa ? saya ganggu ga kira-kira ? (karena masih dalam waktu pembinaan, penulis khawatir wbp masih mengikuti program) oh gitu pa, nama bapa siapa pak ? oke, saya manggilnya pak O yah ? bapak sampe bisa masuk sini gimana ceritanya pak ? pasti karena narkoba kan ? kronologis bapak ketangkep gimana ? 1 paket apa tuh pa? beratnya berapa pa ? harganya berapa ? Jawaban oh iya mba boleh oh ngga, saya kan ikut tamping masjid masih ada 9 orang disana. saya S mba tapi biasa di panggil O yah S alias O lah gitu. (tersenyum) ia mba karena narkoba. Waktu itu saya sama temen saya nyamperin ke manggarai, beli barang 1 paket. 1 paket ganja mba beratnya 1 kilo, segitu harganya dua setengah ( Rp 2.500.000,-) mba. wah besar juga ya pa, terus pa barang udah di tangan kita nih mba terus gimana lagi ? 7 ko polisi bisa tiba-tiba nangkep bapa ? saya sama temen balik naek motor tuh, pas di jembatan manggarai udah ada yang nangkep aja. Polisi 6 orang brentiin kita terus di periksa. Kedapetan ada barang ya di tangkeplah kita. ada yang ngelaporin mba, yang jual barang ke kita tadi yang ngelaporin. Di jebak kita. Banyak banget yang begitu, beli tau-tau udah diincer sama polisi. Karena suasana yang tidak kondusif di Ruang Konseling akhirnya kami pindah ke pelataran Ruang Kasi Binadik 8 Sejak kapan bapa kenal saya pake dari SMP mba, dari tahun narkoba ? 80an lah kira-kira. 9 Siapa yang ngenalin (narkoba) dulu mah saya paling ngeroko doang ke bapa ? mba. Tau ganja itu dari temen-temen nongkrong. Ikut-ikutan aja. Namanya anak nongkrong-nongkrong gitu ada ajalah yang pake, terus saya ngeliat pengen akhirnya beli. Waktu itu jajan saya kan gope (lima ratus rupiah), dulu mah ganja murah mba duit gope juga saya udah bisa beli 1 empel (1 amplop, 3 linting) saya pake tuh. Biasa make sih di tempat nongkrong itu, tapi juga di rumah sering. Pernah ketauan tuh sama bapa saya karena ganja kan bau gitu kalo abis dipake kaya abis ngeroko lah gitu, marah banget bapa saya tapi mau gimana lagi diomel-omelin saya. Tapi besoknya saya make lagi. Saya tau itu dosa cuma ya karena ga tau dosa nya dosa apaan ya saya make lagi. Dulu juga keluarga agamanya kurang. Orang tua sih nyuruhin solat tapi ya gitu doang, ngga di kasih tau solat buat apa manfaatnya apa. Kurang ngerti agama lah dulu. Sekarang sih insya Allah ngerti kan saya ikut tamping masjid. Sering 10 Tujuan bapa make ganja selain ikut nongkrong-nongkrong ada lagi pa ? 11 masuk penjara dong bapa kan pernah nusuk orang katanya ? 12 tapi ngga ada yang ngelaporin polisi tuh pa ? 13 karena apa pa ? berantem ? denger ustad-ustad tausiyah. Mending jadi bekas orang jahat mba dari pada bekas orang baik ya kan. Anak saya juga sering saya nasehatin , “ga usahlah make barang-barang begini, saya bilang lu liat sendiri kan bapa lu gimana. Gua tau lu kalo make. Jangan ngebodohin gua. Gua tau mukanya orang yang pake-pake begituan.“ buat penyemangat aja mba, saya kalo pake ganja lebih konsen kerja lebih semangat, nafsu makan juga nambah biasanya cuma satu piring saya bisa dua piring, ga cukup juga saya nyemilnyemil mba kalo ada tukang mie ayam apa somay padahal ngga lama baru makan. Terus juga biar lebih berani aja mba. Dulu kan saya tukang berantem tuh, kalo pake itu biar tambah berani aja. Dulu saya pernah nusuk orang mba, pas berantem itu. Tapi saya berantemnya bukan maksud nyari keributan di kampung. Justru saya yang nenangin. Kalo ada orang-orang yang bikin keributan saya yang maju mba, aduh kalo inget-inget banyak banget dosa yang saya bikin. (wbp terdiam sebentar, seperti mengingat perbuatan-perbuatan dia kemarin) ngga, ya diurus aja begitu. Lagian yang saya tusuk itu juga orang yang sering bikin masalah di kampung mba. ngga ada mba, masyarakat disana juga kurang suka sama yang saya tusuk itu. Saya kan pernah masuk penjara mba sebelumnya, sebelum ini. narkoba juga mba, 3 kali saya masuk termasuk ini. Yang pertama saya masuk lapas kriminal kelas 1 cipinang juga tuh yang disebelah, dulu kan masih 14 selain make (ganja) apa lagi yang bapa pake ? 15 Lama pake putaw ? 16 Terus disini bapa ikut program apa aja pa ? dari awal bapa masuk sini apa saja yang Lapas lakukan ? campuran kriminal sama narkoba. Saya dihukum 1 tahun 8 bulan. Yang kedua saya masuk Lapas Salemba setahun dua bulan. Saya jalanin aja lah emang saya yang salah kok. saya pake putaw mba. Dulu sempet ngedar juga. Ngedar putaw itu. Abis kita kalo ga ngedar dapet (narkoba) dari mana. Ya akhirnya saya ngedar. Saya lama pake putaw. Wah lama mba. Ga lama pake ganja, saya nyobain putaw. Putaw itu yang bikin saya ketergantungan. Kalo ga pake putaw rasanya gimana gitu. Saya kalo ga pake ganja gapapa. Tapi kalo ga pake putaw wah menggigil badan saya, pokonya pengen make terus-terusan mba. Saya selalu kebayang-bayang gitu sama rasanya. Jadi tiap lagi diem, lagi ga ngapa-ngapain saya selalu mikirin pake putaw itu. Saya pakenya ya diisep aja gitu, pake alumunium terus dibakar. Waktu itu paling beli putaw bareng sama temen, terus pas udah kerja beli sendiri. Ngedar juga. Kalo ngedar kan kita beli berapa dapet bonus. Lumayanlah, dapet uang juga kan. Uangnya buat beli putaw lagi. Ya gitugitu aja. Pertamanya saya daftar terus ada penyuluhan tentang lapas. Kenapa saya masuk sini. Udah gitu saya di bawa ke poliklinik mba di periksa dahaknya, terus ditanyain ada penyakit gak udah gitu doang. Terus saya di arahin ikut program, banyak banget mba programnya. Tapi waktu itu saya ga mau ikut apa-apa. Saya pergi ke masjid aja. 4 bulanan tuh saya sholat terus di masjid, jadi kalo jam 12 sampe jam setengah 17 dua belas kan mesti masuk sel lagi tuh di apel tapi saya di masjid aja ntar kalo petugasnya nanyain saya temen-temen bilang paling di masjid udah gitu aja saya selama 4 bulanan. Mungkin ada yang ngeliat saya rajin banget kali di mesjid ada yang ngajakin saya ikut program pesantren masjid kerjanya ya ngurus-ngurus masjid gitu. Akhirnya saya ikut, disitu saya belajar baca AlQur’an, belajar dakwah juga mba semacam ngasih tausiyahlah tapi sesama napi aja. Kita juga diajarin pentingnya puasa. Banyak lah mba ilmu yang saya dapet dari ustad. sampe akhirnya saya ditunjuk jadi tamping (tahanan pendamping) masjid. Tapi saya masih ga mau mba waktu itu. Soalnya kalo jadi tamping masjid kan mesti beda sel sama temen-temen saya, padahal udah nyaman banget sama temen-temen sel saya Jadi tamping masjid saya tausiyah bertukar pikiran sama napi-napi yang lain, ngajar ngaji juga alhamdulillah sekarang mah udah lancar ga kaya dulu, bersih-bersih mesjid juga saya mba disini. Yah pengen lebih tau agama lah ikut tamping masjid. Terus juga kan kalo ga ikut program saya susah mba kalo mau daftar pb nya. Daftar PB (Pembebasan Bersyarat) kan mesti ikut program dulu. Selain PB bapak tahu tentang ngga mba, saya ngga ikut asimilasi. asimilasi ? ikut asimilasi gak ? Jarang pada ikut asimilasi. Paling banyak ikut ya PB disini. CMB juga jarang yang cuti-cuti itu. Kalo ada yang meninggal apa nikahan gitu misalnya diizinan keluar tapi itu juga ada petugasnya yang ngawal abis itu balik lagi ke lapas. Kalo remisi kan emang 18 Tujuan bapak sendiri ikut PB apa pa selain keluar lebih cepat dari masa tahanan ? 19 Gimana tuh pa dulu pas bapa ngurus PB ? 20 Setelah bapa keluar dari lapas udah pasti tuh dapet. Kalo asimilasi ngga ikut karena ngga tau sih syaratsyaratnya. Kita mah ikut yang lain aja. Pada ikut PB ya kita ikut juga. Kan saya udah ikut program nih Tamping masjid jadi ada lah bekal saya buat kalo keluar nanti. Saya ikut PB tuh mba. Jadi dari masa tahanan saya yang 6 tahun, 4 tahun udah bisa keluar. Yang penting ngerubah diri kita dulu nih dari saya ikut tamping mesjid. Kan udah banyak yang di ajarin disini. Lagian ngapain mba lama-lama disini, saya malah takut balik lagi make. Namanya penjara kan banyak orang macemmacem lah. Saya ngerasa sih udah ada perubahan, saya sekarang udah solat lima waktu, udah bisa ngaji. Pengen dakwah saya. Alhamdulillah sedikit banyaknya saya sudah tahu ilmu agama, nanti di luar sambil belajar juga. Pertamanya saya ikut program tamping masjid itu mba, setau saya kalo mau ikut PB mesti ikut program. Nanti ada suratnya kalo kita bener ngikutin program. Nah ntar jari kita di scan, nanti keliatan identitas kita tanggal berapa kita masuk terus dapet remisi berapa semuanya ketauan. Diitung deh berapa kali kita dapet remisi terus ntar ketauan kita dapet Pembebasan Bersyarat (PB). ngurusi berkas-berkas tuh. Ibu saya yang jadi penanggung jawab yang ngurusin, ke RT, RW, Kelurahan. Berkas semuanya beres, terus saya sidang mba, pake kemeja putih celana item kaya orang mau interview kerjaan gitu hehehe. Saya dikabulin pemintaan PB nya karena semua syarat kan udah saya penuhin. Abis itu yaudah deh tunggu tanggal keluarnya. yang penting sih saya udah berubah 21 ada ga sih kekhawatiran bapa mba. Mau masyarakat gimana terhadap reaksi masyarakat, tanggepannya, saya udah ga mau lagi bapak sebagai seorang eks napi ? lah pake-pake gituan saya mau dakwah mba. Di tamping masjid itu saya kan di ajarin berdakwah saya mau nyalurin aja. Kalo saya nanti keluar saya mau gabung di Jamaah Dakwah yang ada di Kebon Jeruk mba. Siapa tau ada rezeki dari situ. Saya bisa ke kota-kota di Indonesia nyebarin dakwah. Yang penting kan kita akhirat dapet insya Allah dunia juga dapet. Itu aja sih sekarang pikiran saya. Mudah-mudahan masyarakat seneng lah sama perubahan saya yang begini. apa kesulitan bapa mengikuti ngga ada kesulitan sih mba. Biasa-biasa program disini pa ? ada pesan ga aja saya. Tapi ya saya aga sedikit buat lapas ? kecewa aja sih mba. Seharusnya petugas disini bisa lebih tegas, bisa ngejagain napi disini (wbp ngomong sambil berbisik-bisik) banyak lah yang bikin saya kecewa. Harusnya disini kan yang buruk bisa berubah jadi baik. Tapi yang saya liat disini yang baik bisa berubah jadi buruk, yang buruk bisa bertambah jadi buruk. Kalo mba liat berita-berita di luar sana tentang lapas belum ada apaapanya lah kalo belum nyaksiin sendiri. Seminggu setelah Warga Binaan resmi melakukan pembinaan di luar lapas, penulis mengunjungi kediamannya untuk mengetahui kondisi Warga Binaan di luar lapas dan juga ingin mengetahui kondisi lingkungan tempat tinggal dan masyarakat Warga Binaan. Hari itu tepatnya pukul 13.00 wib tanggal 15 Desember penulis tiba di kediaman Warga Binaan. Kami sedikit mengobrol mengenai bagaimana kehidupan setelah keluar dari Lapas. No 1 2 Pertanyaan Jawaban Assalamualaikum, gimana Alhamdulillah baik mba, ini saya abis dari bang kabarnya ? makam bapak. Abis ziarah. Gimana perasaan setelah Seneng mba. Bisa ketemu anak saya, ponakan keluar dari lapas ? saya. Udah pada gede-gede nih. Dulu mah saya 3 4 Proses masih berjalan terus bang ? Setelah keluar dari lapas, ada kegiatan apa nih bang ? terakhir liat masih di gendong mamanya. Sekarang udah bisa lari-larian. Masih mba, seminggu keluar dari lapas saya disuruh lapor ke Kejaksaan sama Bapas mba. Belom ada si mba. Saya lagi ngelamar kerjaan aja nih. Kemaren saya ke habis dari kejaksaan sama Bapas pusat. Dari bapas pusat ga ada program lagi katanya. Saya malah disuruh nyari pekerjaan sendiri dan setiap bulan harus lapor ke kejaksaan dan bapas pusat. Ya biasa-biasa aja sih. Cuma mereka udah tau kalo saya udah balik gitu. Temen-temen saya udah pada ngga ada mba disini. Udah meninggal semua. Gara-gara narkoba semua. Mereka udah parah itu. Saya ga mau kaya gitu. Makanya lagi pengen nyari kerja aja yang bener. Tapi kalo lagi bengong sendiri kadang-kadang mikir pengen make lagi, kebayang-bayang terus mba rasanya. Apalagi putaw. Makanya saya lagi nyari kesibukan nih biar ga mikirin gituan terus. Iya mba. Saya juga udah jarang keluar-keluar lagi sih. Paling ya disini-sini doang. 5 Oh gitu bang, jadi sekarang nyantai aja bang di rumah ? gimana sama lingkungan disini ? udah ga mikirin make (narkoba) lagi kan bang ? 6 Jadi masyarakat intinya menerima bang opik ya setelah dari lapas ? Udah ngelamar kerja Di tempat kramik, di TIKI, sama di rumah orang dimana bang ? jadi bantu-bantu gitu mba. Yang penting halal saya cari kerja mba. Biar ada kesibukan juga, ga mikirin begituan (narkoba) lagi. Itu usaha sendiri ya bang Iya mba usaha sendiri, saya nyari-nyari sendiri. cari kerja ? Mudah-mudahan diterima. 7 8 Transkrip Wawancara Program Reintegrasi Sosial pada WBP di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta Tempat / Ruang Wawancara : Menteng, Jakarta Pusat (Tempat Tinggal WBP) Waktu Wawancara : Senin, 15 Desember 2014 Pukul : 14.00 wib Informan : U (ibu Opik) Pertanyaan : Penulis mengunjungi rumah wbp dan bertemu dengan informan yakni ibu dari wbp. Kami mengobrol di dalam rumah berukuran 4x3 meter yang menjadi tempat tinggal tinggal Ibu U, WBP dan dua anaknya. Kami duduk di lantai, karena memang tidak tersedia kursi di rumah tersebut. No 1 2 Pertanyaan Assalamaualaikum ibu, maaf ya bu ganggu. Saya Asisah bu mahasiswa UIN yang lagi penelitian di Lapas. ibu tinggal disini dari kapan bu ? 3 oh gitu bu. berarti lingkungan disini udah kenal banget ya bu ? 4 wih hebat dong bu, pemain film suaminya 5 Ibu tau bang Opik make (narkoba) bu ? gimana tuh bu dulu bang Opik ? Jawaban Wallaikumsalam … oh iya neng, masuk neng. Maap ya neng rumahnya adanya begini neng. (sambil mempersilahkan penulis duduk) udah dari tahun 70an neng. Sebelum si Opik lahir. Emang rumah ini yang dari dulu saya tempatin. Opik lahir kita mah ga pindah-pindah neng. Udah aja disini. (logat Betawinya sangat kental) udah neng. Dulu mah ga begini neng. Liat tuh kali yang di depan, dulu masih masih bisa buat mandi, nyuci. Sekarang udah item gitu. Lingkungan disini kita udah kenal banget neng. Apalagi dulu bapa nya si Opik pemain pelem. Ya kaga gede-gede si perannya. Tapi ada lah beberapa artis yang kenal. Makanya pada tau neng ama kita. iya neng. Tapi udah meninggal neng bapa tahun 98an. Sekarang mah kita di kasih duitnya ama ade nya si Opik nih. Kan punya adek perempuan dua. Udah kaga tinggal disini sih. Tapi tiap bulan ngasih. Buat anak-anak (anak bang Opik satu laki-laki dan satu perempuan yang masih sekolah menengah atas) aja uangnya. Yah kita mah ngalah aja neng. Lagian buat apaan lagi sih kita mah. Yang penting anak-anak sekolah yang bener, bisa makan. tau sih. Dulu susah di atur. Ga tau dari kapan makenya. Kalo saya gimana ya dari dulu sebagai orang tua. Dia juga jarang pulang. Ga mau nginiin (cerita kalau ada apa-apa) orang tua juga dia jadi kita mah taunya ya dia sekolah, maen ya gitu aja neng hhehe 6 7 8 9 10 11 kalo sekolahnya dulu gimana ya sekolah mah sekolah neng. SD dulu udah pada kenal bu ? katanya nih nanti kasih mamanya goreng telor (nilainya 0). Nilainya ga pernah bagus, maen mulu dia ga pernah belajar. Udah gitu pas SMP ga dapet negeri, SMA juga dia masuk STM tuh di Manggarai. Cuma alhamdulillah sih dari kelas 1 sampe SMA ga pernah di panggil buat orang tua. Bayaran juga kita mah bayaran neng. Dari segi agama gimana bang Kalo agama mah neng dari dulu juga saya udah ngajarin, Opik dari kecil bu ? solat ya solat, ngaji ya ngaji. Tapi emang dari anaknya sendiri sih neng yang susah. Makanya kita juga mau gimana lagi, orang anaknya aja udah susah begitu di aturnya. Gimana bu perasaan ibu yah kita mah gimana ya neng, sebagai orang tua bukannya waktu Bang Opik ketangkep ga mau mikirin. Cuma biarin aja lah dia biar suruh mikir lagi bu ? udah berapa kali ketangkep. Nah sekarang dia mau berubah apa ngga. Kasian ga dia sama saya sama anak sama ade-adenya. Dia kan di lapas ikut yang di masjid itu katanya. Saya liatnya udah ada perubahan sih. Sekarang mah udah ga pernah keluar malem. Sholat juga rajin. Terus sekarang katanya mau dakwah tuh. Asal jangan maen lagi lah sama anak-anak sini. Saya takutnya nanti dia balik lagi. Namanya anak-anak sini kan begitu neng takut di ajak-ajakin lagi dia. Tapi Insya Allah ngga lah, yang penting kan ada niatnya dari dia mau berubah. oh gitu ya bu. Tapi udah kebiasaan dari dulu sih neng, susah jadinya kalo mau masyarakat sendiri disini di apa-apain juga. Apalagi kan ntar takutnya ada resah ngga sih bu sama yang berantem-berantem gitu. Ga mau lah saya begitu neng. pada nongkrong-nongkrong ? Pengennya sih idup tentrem aja gitu. Makanya nih si Opik kalo dia mau niat dakwah, dakwah dah. Mau ke luar kota juga katanya. Ikut yang di mesjid kebon jeruk itu. Ya mudah-mudahan lah jalannya dia disitu. Rezeki mah kan udah ada yang ngatur ya neng hehehe. kalau tanggepan masyarakat ya ga gimana-gimana neng. Biasa aja. Karena kan udah sendiri gimana sih bu sama tau lah gimana si Opik. Pada ngobrol aja biasa gitu. Tuh bang Opik keluar dari lapas ? tadi sebelum neng dateng si Opik lagi ngobrol-ngobrol sama tetangga situ tuh (sambil menunjuk segerombolan warga). Ga pernah ada heboh-heboh apa gitu. Ibu kan sebagai penanggung Iya neng jadi apa tuh, pokonya saya yang ngurusin si Opik jawab bang Opik ya bu, daftar PB itu. Saya dateng ke lapas terus di kasih gimana perasaan ibu ? ada penjelasan saya mesti ngawasin si Opik ntar kalo dia udah kekhawatiran bang Opik keluar. Kita ke pa RT juga minta tanda tangan bisa ga si make lagi gak ? terus masuk Opik tinggal disini lagi gitu sama ada petugas yang penjara lagi ? nemenin kita. Namanya orang tua neng kita mah udah berusaha ngasih yang bener-bener buat dia tapi kan tergantung dianya neng. Ya mudah-mudahan aja lah dia ga pake gitu-gituan lagi. 12 13 harapan ibu setelah keluarnya yah kita mah sebagai orang tua pengen dia sehat neng. bang Opik apa bu ? Pengen dia berenti lah pake-pake gituan (narkoba). Lagian dapet apaan sih dia make gituan. Pengen dia dapet kerja juga. Tapi dia udah punya rencana sih neng katanya pengen dakwah-dakwah gitu ya (sambil menanyakan ke Bang Opik). Pengennya sih dari lapas ngebantuin gitu. Ada penyaluran kerja. Kan dia udah ikut yang mesjidmesjid gitu dulu disana (lapas) Iya bu semoga aja nanti pihak iya neng, biar dia kaga mikirin gituan lagi dah neng. lapas atau bapas ngebantu ya Kasian saya sebenernya sama dia. bu. Transkrip Wawancara Program Reintegrasi Sosial pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta Tempat / Ruang Wawancara : Ruang Bimbingan Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Pusat, Salemba Waktu Wawancara : 31 Desember 2014 Pukul : 13.00 WIB Informan : Bpk. Agus Maman, SH Jabatan : Kasubsi Bimkemas Klien Dewasa Pertanyaan : Peneliti mengambil data di Bapas Pusat karena sesuai dengan narapidana yang klien teliti. Ia bertempat tinggal di daerah Jakarta Pusat, maka yang berkewajiban melakukan pembimbingan adalah Bapas Jakarta Pusat. Penulis menceritakan keadaan klien (narapidana) dan keinginannya setelah keluar dari Lapas. No 1 Pertanyaan Jawaban Proses Bapas dalam Yang pertama kita lakukan adalah melakukan melakukan pembinaan klien penelitian masyarakat. Kita berkunjung ke (narapidana) ? rumah penanggung jawab si klien ini. Kita mengambil data- data lingkungannya, bagaimana kondisi lingkungannya semuanya ya lalu kita ke pemerintah setempat menyetujui atau tidak ini orang dikembalikan ke lingkungan setempat. Kita berikan penjelasan-penjelasan mengenai si Warga Binaan ini ya bahwa dia telah menerima pembinaan dan sudah mau berubah. Kalau setelah itu selesai baru kita sidang TPP, diadakan di Bapas sidang berkas setelah penanggung jawab diberikan penjelasan-penjelasan tentang peraturan-peraturan kepada penanggung jawab. Jadi modelnya kita tuh begini (memberikan contoh dokumen surat untuk peraturan penanggung jawab dan surat-surat untuk klien). Surat- surat ini diberikan kepada penanggung jawab dan klien untuk dipelajari dan di tandatangani, sebelum itu saya klien saya wawancarai terlebih dahulu mengenai isi surat 2 Lalu setelah si Klien dan penanggung jawab ini disetujui sidangnya, tugas BAPAS selanjutnya apa pak ? tersebut. Kita punya komitmen apakah penanggung jawab mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diberikan sebagai penanggung jawab klien. Untuk wawancara ini kita melakukan di lapas, jadi sebelum si napi ini keluar. Itupun kalau nanti itu disetujuin dengan penelitian kita ini. Dari lapas ini meminta kita untuk melakukan penelitian kemasyarakatan ini apakah dari pemerintah setempat disetujui atau tidak, nah nanti baru kita sidang lagi menentukan apakah si napi ini boleh tinggal di tempat si penanggung jawab ini apa tidak. Setelah sidang disetujui dan melakukan pemeriksaan berkas, seminggu setelahnya kita Bapas melakukan assessment yaitu menggali permasalahan klien. Apa sih kesulitan klien nanti setelah keluar. Kebanyakan sih mereka itu susah mencari pekerjaan. Ada juga yang bermasalah dengan keluarga, makanya kita adakan konseling. Karena kan kalau si napi ini bermasalah dengan keluarga, tidak bisa dong tinggal bersama oleh karena itu kita adakan konseling. Tapi itu jarang sih. Nah dari assessment itu nanti kalau kita tahu ada yang punya penyakit kita lanjutkan merujuk klien ke rumah sakit yang sebelumnya sudah di tunjuk Lapas. Nah kalau untuk klien anak-anak biasanya permasalahannya adalah sekolah, jadi kita merujuk ke sekolah dan bekerja sama dengan panti-panti sosial. Setelah pemberkasan beres semua, si klien ini masih tetap harus lapor ke Bapas sebulan sekali. Kami juga melakukan penyuluhan kepada semua klien. Namanya Bimbingan Kepribadian. Jadi kita kumpulkan semua klien yang bersedia, lalu kita adakan penyuluhan. Tema nya macammacam, ada tentang hukum, agama dan lain-lain. Selain penyuluhan kita juga bekerja sama dengan pihak ke-3 untuk Bimbingan Keterampilan. Ada beberapa keterampilan yang kita sediakan, ada service HP, sekolah mengemudi nah sekolah mengemudi ini kita usahakan sampai mereka mendapat SIM A dan mendapat sertifikat, lalu ada salon kebanyakan yang wanita yang ikut keterampilan ini, ada juga service AC, sama pijet atau massage. Untuk 3 Dalam reintegrasi, tujuan yang ingin dicapai adalah agar si narapidana ini dapat kembali bersosialisasi dengan masyarakat. Lalu peran Bapas dalam hal ini seperti apa ? 5 Lalu bagaimana dengan yang tidak mendapatkan bimbingan keterampilan tersebut ? 4 Kalau untuk narapidana narkoba apakah ada tempatnya kita sediakan disini dengan kerja sama dari pihak ke tiga tadi, kita sediakan alatalatnya seperti service hp kita sediakan solder dan macam-macam lainnya. Nanti itu tergantung apakah pihak ke-3 mau tetap melanjutkan dengan klien kita atau tidak. Semua tergantung dari masing-masing klien. Apakah mereka serius atau tidak Sedangkan untuk waktunya kita sesuaikan dengan anggaran, misalnya berapa minggu gitu kan. Dari seribuan klien kita, kita hanya mampu seratusan untuk mengikuti bimker ini. Karena ya itu tadi anggaran kita sangat kurang. Kita kan tidak bisa menyalahkan masyarakat untuk memberikan stigma negative kepada klien. Tapi ya itu tadi kita memberikan bimbingan kepribadian dan keterampilan kepada klien agar klien dapat kembali lagi menjadi masyarakat yang normal. Kita fokus kesitu. Untuk masyarakat, kita kan pertama kali melakukan penelitian kemasyarakatan menanyakan pemerintah setempat apakah bisa diterima klien kita ini. Nah kalau pemerintah setempat mengizinkan seharusnya tidak ada masalah, karena dari situ klien sudah mendapatkan kepercayaan untuk bersosialisasi kembali. Jadi harus ada 122 imbale baliknya, pemerintah setempat dan masyarakat sudah memberikan kepercayaan maka klien kita ini juga harus menunjukkan sikap yang baik. Kalau ternyata klien kita ini masih melakukan perbuatan yang melanggar hukum padahal masih dalam masa pembebasan bersyarat maka ia diproses kembali secara hukum. Dia malakukan tindakan apa, divonis oleh hakim berapa tahun dan ditambah dengan masa PB yang belum habis. Makanya kita melihat apakah dia benar-benar serius ingin ikut bimbingan atau tidak. Kita bisa lihat dia rajin melapor tidak selama sebulan. Kalau dia rutin melapor sesuai jadwal dan melihat keseriusan ingin mengikuti bimker, maka kita persilakan. Kan sayang dananya juga kalo sudah kita sediakan ternyata merekanya malas-malasan. Jadi kita seleksi lah istilahnya. Perlakuan khusus paling kita mengingatkan ya kepada klien dan keluarganya. Mengingatkan 5 5 perlakuan khusus terhadap bahayanya, ya mereka tau lah bahayanya lingkungan tempat ia memakai narkoba dan apa akibatnya. Mereka tinggal ? sudah merasakannya. Kita juga tidak bisa tibatiba mengumpulkan masyarakat, mereka juga 123a nada yang kerja. Tapi ya yang penting kita memberikan bimbingan yang tadi itu. Juga mereka kan di lapas sudah mendapatkan pembinaan, mudah-mudahan tidak kembali mengkonsumsi narkoba. Bagaimana dengan yang Kalau untuk penyaluran, yang sudah saya bilang sudah mempunyai rencana, kita masih kekurangan anggaran. Sejauh ini kita ingin bekerja di salah satu hanya memberikan bimbingan keterampilan tempat misalnya. Apakah kerja saja, itu juga dengan waktu yang Bapas dapat disesuaikan dengan jumlah anggaran. Seperti menyalurkannya atau yang mba ceritakan tadi, klien kami yang tidak ? bernama Bapak S kebetulan mba teliti itu dia punya niatan untuk terjun ke jalur dakwah. Karena dalam bimbingan keterampilan kita tidak ada, ya kami mempesilakan dia untuk menjalankan apa yang ia inginkan gitu kan. Kita juga ga bisa maksa dia untuk ikut keterampilan ini keterampilan itu. Yang penting dia ada niat untuk berubah dan mencari rezeki yang halal ya Alhamdulillah. Kita bersyukur sekali. Manfaat dan hambatan Untuk klien mereka dapat bekal kepribadian agar dalam melakukan menjadi orang yang lebih baik lagi, karena kita pembinaan pak ? kan memilih yang ikut bimbingan kepribadian yang serius. Dari seribuan klien hanya ada beberapa paling yang ingin mengikuti bimbingan tersebut. Jadi dari situ mudah-mudahan mereka memang berniat ingin menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Juga mereka mendapatkan sedikitnya satu keterampilan untuk supaya mereka dapat mandiri dan melanjutkan hidupnya dengan mencari rezeki yang halal. Untuk hambatan dari Bapas, kita sangat kekurangan anggaran. Untuk besarannya saya tidak tahu berapa karena itu kan bukan kapasitas saya. Transkrip Wawancara Program Reintegrasi Sosial pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta Tempat / Ruang Wawancara : Rumah Ketua RT tempat tinggal Opik Waktu Wawancara : Senin, 15 Desember 2014 Pukul : 16.00 WIB Informan : Ibu Y Hubungan : Warga tempat tinggal WBP Opik Pertanyaan : Wawancara dilaksanakan hari Senin, 15 Desember 2014. Setelah melakukan wawancara dengan Ibu WBP, penulis mengunjungi rumah ketua RT tempat WBP tinggal. Rumahnya terletak di belakang rumah WBP Opik. penulis bertemu dengan keluarga Bpk Ketua RT. Ketika diminta untuk menjadi informan, beberapa dari mereka tampak ragu-ragu karena khawatir yang datang adalah polisi yang sedang menyamar. Lalu penulis menjelaskan maksud dan tujuan sampai akhirnya informan bersedia di wawancara. Ibu Y lah yang bersedia menjadi informan penulis. Karena ibu Y teman semasa kecil WBP Opik dan masih bertetangga sampai sekarang. No 1 Pertanyaan Berapa lama ibu kenal dan apa hubungan ibu dengan opik ? 2 Bagaimana perilaku Opik dari kecil ? 3 Bagaimana situasi lingkungan didaerah sini bu ? 4 Apakah ada kegiatan yang atau pihak yang membantu memberantas peredaran narkoba disini ? dari warga atau dari pihak luar ? Jawaban Saya kenal udah lama banget ya (sambil menyakinkan kepada teman disebelahnya, temannya pun mengangguk mengiyakan). Udah kenal dari lama tapi ya biasa-biasa aja gitu. Maen sih bareng yah dulu kita. Biasa-biasa aja sih mba. Ya maen-maen gimana gitu anak kecil biasanya. Nakal juga nakal anak kecil, maksudnya ngga yang sampe nimbulin masalah. Tapi pas setelah SMA itu dia kena masalah itu lah narkoba. Saya juga ga tau tiba-tiba dia udah ketangkep aja gitu. Wah daerah sini mau udah rusak mba. Serem deh. Saya aja ati-ati banget nih tinggal disini, mana saya kan punya anak laki-laki. Seremnya ya pada gitu, pada ngegele (pakai narkoba). Disitu aja tuh di depan ada pengedarnya tuh. Mana perempuan, pake jilbab kalo mba mau tau. Ga percaya kan mba ? saya juga ga percaya tadinya, tapi ngeliat orang-orang yang ngegele pada ngedatengin dia ya tau deh kita. Semua warga udah pada tau sih lingkungan disini gimana. Tapi mau gimana lagi. Ya kita sendiri aja deh ati-ati. Jaga diri sendiri sama keluarga aja. Urusan mereka lah itu yang pada make narkoba. Yang penting jangan sampe kena ke kita gitu. Kemarenan aja udah banyak yang mati mba disini. Gara-gara narkoba itu, pada nyuntik kan itu bahaya ya. Ada juga yang di tembak polisi, darahnya muncrat kemanamana mba ih ngeri saya. Gara-gara narkoba itu semuanya. Kebanyakan si anak-anak muda sini yang pengangguran gitu pada nongkrongnongkrong. Tapi kalo di RT sini mah agak lumayan mba, tapi kalo udah ke depan situ dikit wah itu udah daerah gitu deh. Disini jam 9 – 10 udah pada nutup pintu. Disini juga lumayan sepi. Yah kita mah gimana ya mba, namanya juga tetangga. Serba salah gitu, mau ngelaporin dia juga kan punya keluarga yang diurus ga tega juga, mana dia kalo di depan kita kan bae banget mba. Masa ujuk-ujuk kita nangkep dia gitu. Ngga ngelaporin juga takutnya keluarga kita kena. Saya sih bilang aja sama anak saya jangan mau kalo dikasih apa-apa sama orang 5 Untuk bang Opik sendiri bagaimana tanggapan ibu setelah dia keluar dari lapas, ada kekhawatiran terhadap kasus yang menimpanya ? 6 Sebelum bang Opik kleuar, ibunya izin dulu kesini kan bu (RT) ? berarti ibu sebagai masyarakat disini menerima Opik ya bu ? yang ga dikenal. Kegiatan juga udah ga ada mba. Harusnya ada kan ya pengajian atau karang taruna gitu buat pemuda-pemudanya, dari pada waktu kosong di buat nongkrongnongkrong ga jelas gitu. Tapi udah pada ngerti duit sih yah, ga pada mau bergerak kalo ga ada duitnya gitu. Dulu juga warga sini pernah nelponin pihak sana (polisi) tuh ada yang pake narkoba, pas dia tau jenisnya putaw ga di tanggepin laporan kita. Katanya barang kecil itu mah. Berapa sih itu sebungkus gitu paling lima belas ribu. Kesel banget kita, akhirnya yaudahlah begitu aja jadinya. Kita mau bergerak sendiri juga kan mikirin keselamatan, takutnya tuh orang lagi mabok atau apa kita yang kena nantinya. Ngga sih mba, kita biasa-biasa aja. Keluarganya kali yang khawatir. Pernah sih cerita sama saya adiknya. “abang gue udah mau balik nih, gue mau cari rumah aja”. Katanya dulu sih uang sama barang-barangnya pernah pada ilang gitu. Makanya tuh pas si Opik mau balik dia mau keluar aja mendingan. Jadi di rumahnya tinggal sama ibu sama anaknya yang perawan. Kalau kita sendiri sih sebagai warga belom pernah merasa dirugikan, apa dia yang rapi kali ya maennya hahaha iya belom pernah ada keilangan apa-apa gitu. Biasanya kan yang pake narkoba gitu kalo udah sakau terus ga punya uang kan ya nyuri ya mba. Tapi ngga pernah sih disini. Tapi dulu ada tuh berantem orang sini sama daerah sebrang situ pasar rumput, pada berantem gara-gara rebutan pelanggan gitu mba. Serem mba berantemnya. Namanya orang narkoba gitu kan, pada setia kawan ya namanya sesama orang yang make gitu mereka pada ngebantuin. Mereka lebih ngedengerin kawannya itu kali daripada orang tuanya. Iya mba, itu ibunya yang ngurusin-ngurusin surat-surat gitu dah. Minta izin. Sempet juga ada petugas yang nanya-nanyain. Ya kita jawab aja begini adanya. Nanya lingkungan disini gimana. Ya kita mah nerima-nerima mba, namanya dia juga warga disini udah lama juga. Tapi ya 7 kadang khawatir juga sih. Dia masih make apa ngga. Kemaren aja saya liat dia ke rumah perempuan itu tuh mba. Ngapain coba kalo ga beli. Yah tapi saya udahlah ga mau suudzon, yang penting jaga diri sendiri sama keluarga aja. Dia juga udah kerja sih, di tempat yang kemaren tuh. Kemaren dia kerja di matrial jadi ngangkat-ngangkat barang gitu. Dia kerja disitu lagi kayanya. Harapan ibu sebagai Kita sih pengennya dia berenti pake-pake gitu. masyarakat yang Resah juga sih kita sebagai warga. Tapi yah lingkungannya terdapat selama dia ngga ngerugiin kita, kita sih ga bekas narapidana ? masalah. Di sana (lapas) juga kan dia di kasih apa tuh pembinaan ya harusnya berubah lah dia. Tapi disana bukannya makin parah yah haha