PROGRAM REINTEGRASI SOSIAL PADA WARGA

advertisement
PROGRAM REINTEGRASI SOSIAL PADA WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
DI LAPAS KLAS II A NARKOTIKA CIPINANG JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi salah satu syarat
mencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
ASISAH
NIM : 1110054100007
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
ABSTRAK
Asisah
Program Reintegrasi Sosial Pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Klas II A
Narkotika Cipinang Jakarta
Penelitian ini merupakan upaya untuk memahami bagaimana Program Reintegrasi Sosial
dapat mengurangi over kapasitas di penjara dan juga dapat memberikan mantan warga binaan
kehidupan normalnya kembali ke masyarakat tanpa mendapatkan labeling sebagai bekas warga
binaan melalui pembinaan yang diadakan oleh Lapas dan Bapas dalam Program Reintegrasi
Sosial. Oleh karena itu Lapas sebagai UPT yang bertanggung jawab dalam memberikan
pembinaan kepada Warga Binaan agar dapat kembali bersosialisasi dengan masyarakat
melakukan optimalisasi pemberian hak-hak Warga Binaan yaitu pemberian Pembebasan
Bersyarat dalam Program Reintegrasi Sosial.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif serta di dukung oleh data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan kejadian yang diamati. Lokasi
penelitian yang dipilih adalah di Lapas Klas II A Narkotika Cipinang. Kemudian dilakukan
upaya untuk menemui dan mewawancarai satu bekas Warga Binaan dari Lapas tersebut sebagai
informan kunci dan beberapa informan pendukung.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Program Reintegrasi Sosial bermanfaat untuk
mengurangi over kapasitas di Lapas namun pelaksanannya di Lapas maupun di Bapas masih
sangat kurang. Karena apa yang peneliti temukan masih ada stigma negatif yang diberikan
masyarakat terhadap warga binaan. Pemberian bimbingan setelah keluar dari Lapas diharapkan
mampu mencegah terjadinya cap negatif dan mencegah pengulangan tindakan yang melanggar
hukum namun pada kenyataannya tidak ada lagi bimbingan yang diberikan. Tidak semua klien
Bapas yaitu bekas warga binaan mendapatkan bimbingan baik itu bimbingan kepribadian dan
bimbingan keterampilan yang menjadi sangat penting karena usaha developmental setelah
menjalani proses rehabilitative di Lapas dapat pulih kembali sehingga tidak lagi menjadi
penyandang masalah sosial dan dapat mengembangkan dirinya ke arah lebih baik. Adapun
hambatan yang menjadi dihadapi dalam menjalani program reintegrasi sosial ini adalah dari
warga binaan itu sendiri. Kurangnya kegiatan setelah keluar dari Lapas disinyalir menjadi alasan
bekas warga binaan kembali ke kehidupan lamanya. Kedua kurang memadai sarana dan
prasarana, misalnya sarana fisik, seperti kelas-kelas, perlengkapan, dll. Selain sarana fisik,
anggaran yang tidak mencukupi untuk memberikan keterampilan seluruh Warga Binaan juga
menjadi masalah yang harus dicari jalan keluarnya.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan kepada peneliti
sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya ilmiah berupa skripsi ini, dengan judul Program
Reintegrasi Sosial Pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Klas II A Narkotika Jakarta,
yang disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda
Besar Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta para pengikutnya yang setia hingga
akhir zaman.
Dan apa yang telah peneliti lakukan ini, tentunya tidak terlepas dari berbagai saran, bantuan
dan peran dari berbagai pihak. Oleh karenanya peneliti menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Wakil Dekan I, II, III, yang secara
langsung maupun tidak langsung turut membantu studi mahasiswa S1 di Fakultas Dakwah
dan Ilmu Komunikasi.
2. Ibu Siti Napsiyah, MSW, selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang turut memotivasi dan
berkontribusi
dalam memberikan ilmu kepada peneliti selama peneliti menyelesaikan
studinya.
3. Bapak Ahmad Zaky, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial dan juga
selaku Pembimbing Akademik angkatan 2010 yang telah meluangkan dan mengorbankan
waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan kepada Mahasiswa khususnya kepada
jurusan Kesejahteraan Sosial.
4. Ibu Nurhayati Nurbus, M.Si, selaku Dosen Pembimbing peneliti yang telah banyak
memberikan saran, arahan, masukan dan waktunya hingga peneliti menyelesaikan penelitian
ini. Terima kasih banyak Ibu atas bimbingannya dan mohon maaf jika ada kata-kata dan
tindakan yang kurang berkenan.
5. Segenap dosen yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah banyak
memberikan bekal ilmu pengetahuan hingga selesainya perkuliahan peneliti di Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh pihak staff perpustakaan, baik Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah maupun
Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah direpotkan peneliti dalam
pencarian, peminjaman dan pengembalian buku perpustakaan. Juga kepada pihak
Perpustakaan Nasional, baik yang di Salemba maupun yang di Medan Merdeka Selatan.
Koleksi bukunya sangat bermanfaat dalam pencarian peneliti menyempurnakan penelitian ini.
7. Bapak Diding Alpian, Amd, IP, S.Sos, M.Si selaku Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan
Anak Didik di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta yang telah memberikan
waktunya, ilmunya dan candanya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian.
8. Seluruh pegawai dan staff Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta, terima
kasih atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
9. Seluruh Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman hidupnya sehingga peneliti
dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih banyak atas segala cerita, canda dan
kalimat-kalimat bijaknya.
10. Kedua Orang Tua tercinta Bapak Samsari dan Ibu Ativah. Thank you for working hard for
me, taking care of me and making sure I have everything I need. Juga untuk do’anya,
dukungan, bimbingan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih,
semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga kita. Juga terima
kasih kepada Kakak dan Adik laki-laki ku Fathul Ahda dan Asphar yang selalu memberi dan
melakukan apapun yang aku pinta.
11. Sahabat-sahabat Peneliti yang telah menghabiskan waktunya selama 12 tahun. Diyah
Estuningtiyaas, AmKeb; Indri Zulfia Chapsari, Amk; Mutmainah Amd, dan Siti Nurwahyuni.
Terima kasih kepada kalian yang selalu mengganggu dan membantu peneliti dalam
penyelesaian penelitian ini. Sometimes having crazy, hilarious, having deep conversation,
watching “the kids” can be the reason why it is still okay to have no love life for now hahaha.
I miss those moments that I randomly remember. Semoga hubungan kita tetap terjalin baik
sampai kapanpun.
12. Syarifah Lubna Asseggaf S. Sos, Epida Sari S. Sos dan Nur Hikmah S. Sos, teman pertama
peneliti ketika masuk kuliah semester pertama. Terima kasih atas waktu dan kenangannya.
Semoga kita masih tetap seperti dulu.
13. Ratih Eka Susilawati S. Sos dan Ilmawati Hasanah yang telah membantu peneliti
menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas bantuan, masukan dan cerita-ceritanya. I
think I’ve grown so close to you, people I thought I’d never talk to.
14. My roommate, Fithria Luthfiyani S.S, lets meet again and do something crazy like we did in
the past. Thanks for everything 
15. Teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2010 yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah bersama-sama berjuang menuntut ilmu di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Jakarta.
16. And for those who had ruined my life but at the same time gave me happiness, thank you guys.
My life actually would be boring if I didn’t have you.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah segalanya peneliti serahkan, dengan harapan
penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan di masa
mendatang. Amin.
Jakarta, 21 April 2015
Peneliti
Asisah
NIM : 1110054100007
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ..............................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...........................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN ..........................................................................
iv
ABSTRAK ......................................................................................................
v
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vi
DAFTAR ISI .................................................................................................
x
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .....................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................
9
1. Pembatasan Masalah .......................................................
9
2. Perumusan Masalah .........................................................
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................
9
1. Tujuan Penelitian .............................................................
9
2. Manfaat Penelitian ...........................................................
10
D. Metodologi Penelitian ........................................................
10
1. Pendekatan Penelitian .....................................................
10
2. Jenis Penelitian ...............................................................
11
3. Tempat dan Waktu Penelitian .........................................
12
4. Subyek, Informan dan Obyek Penelitian ........................
12
5. Sumber Data ...................................................................
16
6. Teknik Pengumpulan Data .............................................
16
7. Teknik Analisis Data ......................................................
18
8. Teknik Keabsahan Data ..................................................
18
9. Review Literature ............................................................
19
10. Sistematika Penulisan ...................................................
20
BAB
II
LANDASAN TEORI
A. Integrasi Sosial ...................................................................
23
1. Pengertian Integrasi Sosial .............................................
23
2. Integrasi dan Resosialisasi ..............................................
25
3. Tahap Resosialisasi .........................................................
28
B. Pidana dan Pemidanaan ......................................................
31
1. Definisi Pidana dan Pemidanaan ....................................
31
2. Teori Tujuan Pemidanaan ...............................................
32
3.Tujuan Pemidanaan .........................................................
36
C. Teori Labelling ...................................................................
37
D. Teori Perilaku .....................................................................
39
1. Pengetahuan ....................................................................
39
2. Sikap ...............................................................................
40
3. Perilaku ...........................................................................
42
E. Narkotika ............................................................................
42
1. Pengertian Narkotika ......................................................
42
2. Penyalahgunaan Narkotika .............................................
43
F. Lembaga Pemasyarakatan, Narapidana/WBP ....................
44
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan ............................
44
2. Prinsip Pokok Pemasyarakatan .......................................
45
3. Pengertian Narapidana ....................................................
47
4. Hak Narapidana ..............................................................
47
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN
KLAS II A NARKOTIKA JAKARTA
BAB IV
BAB V
A. Sejarah Singkat Lapas Narkotika .......................................
49
B. Alamat Lapas Narkotika .....................................................
50
C. Letak Geografis ..................................................................
50
D. Tugas dan Fungsi ................................................................
51
E. Visi, Misi dan Motto ...........................................................
51
F. Sarana dan Prasarana ..........................................................
52
G. Struktur Organisasi Lapas Narkotika Jakarta .....................
53
H. Gambaran SDM/Staff Lapas Narkotika Jakarta .................
54
I. Keadaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ...............
54
J. Jadwal Kegiatan Sehari-hari WBP di Lapas .......................
57
K. Tahapan Sistem Pemasyarakatan Narapidana ...................
58
L. Syarat-syarat Pembebasan Bersyarat ..................................
62
M. Prosedur Untuk Memperoleh Pembebasan Bersyarakat ....
63
N. Program Pembimbingan Klien Oleh Bapas Jakarta Pusat ..
65
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA
A. Program Reintegrasi Sosial di Lapas Klas II A Jakarta ....
70
1. Pembebasan Bersyarat ..................................................
71
B. Tahapan Pembebasan Bersyarat pada WBP .....................
78
C. Faktor Penghambat Program Reintegrasi Sosial ...............
84
PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................
88
B. Saran .................................................................................
90
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
93
LAMPIRAN ...................................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang mempunyai jumlah penduduk sekitar 245.862.034
jiwa. 1 Dengan banyaknya jumlah penduduk yang hampir seperempat milyar tersebut
Indonesia kerap kali dihadapkan oleh berbagai permasalahan seperti kemiskinan, kesehatan,
pendidikan, keamanan dan lain-lain. Kemiskinan di anggap menjadi permasalahan terberat
negara yang mempunyai luas wilayah 1.904.569 km2 ini. Badan Pusat Statistik Nasional
dalam halaman webnya www.bps.go.id mengatakan bahwa saat ini jumlah penduduk miskin
di Indonesia sampai Maret 2014 sebanyak 28.55 juta orang. Tingginya angka kemiskinan
menjadi penyebab utama maraknya kriminalitas di Indonesia. Dengan segala keterbatasan,
sejumlah orang rela menghalalkan berbagai cara demi memenuhi kebutuhan hidupnya,
bahkan dengan tindakan kriminal.
Aksi kriminalitas di Indonesia saat ini sudah menjadi hal yang mengkhawatirkan.
Setiap harinya ratusan orang diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Selain
aksi kriminalitas yang membuat orang memenuhi penjara atau Lembaga Pemasyarakatan
(selanjutnya disingkat Lapas) di Indonesia, ada juga kasus narkoba yang hampir menyita
hampir setengah dari penghuni lapas. Memanfaatkan data di Sistem Data based
Pemasyarakatan (SDP) yang terintegrasi data dari Lapas dan Rutan seluruh Indonesia kita
dapat mengetahui peningkatan jumlah penghuni yang sangat signifikan. Per 31 Desember
2011 terdata 136.145 penghuni, setahun kemudian 31 Desember 2012 bertambah menjadi
1
Berdasarkan data BPS per September 2014. Diakses pada 24 April 2015 dari www.bps.go.id
150.592. Akhir 2013 sudah berjumlah 160.061 orang dan per Juli 2014 sebanyak 167.163
penghuni. Terjadi peningkatan isi lapas/rutan dalam kurun waktu 2,5 tahun, isi lapas/rutan
bertambah lebih dari 31 ribu. Sementara kapasitas yang tersedia di 463 Lapas/Rutan se
Indonesia hanya mampu menampung 109.231 orang. Artinya saat ini 167.163 orang harus
berdesakan di ruang hunian yang kapasitasnya 109.231. Atau dengan kata lain over crowded
sebesar 153%.2
Dan apabila kita lihat lebih rinci di laman www.smslap.ditjenpas.go.id menunjukkan
jumlah narapidana atau tahanan kasus narkotika mendominasi penghuni lapas atau rutan
seluruh Indonesia. Tercatat sebanyak 47.231 orang, artinya lebih dari 30% dihuni narapidana
dengan kasus narkotika. Diantara jumlah tersebut, yang tergolong dalam narapidana kasus
narkotika murni sebagai pecandu (Pasal 127 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika)
sebanyak 18.973 orang menjadi penyumbang crowded.3
Untuk menekan over crowded yang terjadi di Lapas, Kemenkumham memberikan
beberapa alternatif, diantaranya adalah menambah kapasitas hunian dan pemindahan
narapidana. Langkah ini dilakukan hanya untuk meratakan kapasitas dari wilayah yang over
crowded ke wilayah yang memungkinkan daya tampungnya namun tidak menjawab
penanggulangan yang komprehensif khususnya hak-hak dasar penghuni lapas atau rutan.
Hal ini manjadi keluhan keluarga narapidana karena mereka akan dijauhkan oleh
anggota keluarganya yang menjadi narapidana. Hal ini diungkapkan oleh Staff Bimkemsywat
Lapas Narkotika Cipinang Jakarta, yaitu Bapak David.
2
3
Berdasarkan data Ditjenpas yang diakses pada 24 April 2015 dari www.smlap.ditjenpas.go.id
Ibid
Tapi kalau untuk mengurangi over kapasitas, bisa juga napi ini dipindahkan ke lapas
lain yang masih cukup kapasitasnya. Yang ini banyak dikeluhkan keluarga napi,
karena kalau mau menjenguk kan susah, jadi jauh.4
Dua kebijakan di atas, baik menambah kapasitas dan pemindahan narapidana
memerlukan anggaran yang sangat besar, namun di rasakan belum mampu menekan tingkat
hunian lapas/rutan, bahkan tetap saja dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Langkah lain yang dilakukan Kemenkumham adalah melakukan optimalisasi
pemberian hak-hak warga binaan yaitu pemberian Remisi (pengurangan masa pidana) dan
program reintegrasi sosial, seperti Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat (CB) dan Cuti
Menjelang Bebas (CMB).5
Kemenkumham meyakini bahwa pemberian hak-hak warga binaan ini menjadi salah
satu faktor yang mampu mengendalikan perilaku warga binaan selama hidup di dalam
lapas/rutan. Karena salah satu syarat untuk mendapatkan hak ini adalah mengikuti program
pembinaan di dalam Lapas/Rutan serta tidak melanggar aturan.
Sekjen Kementrian Hukum dan HAM, Y. Ambeg Paramarta menjelaskan saat ini
jumlah penghuni lapas mencapai 160 ribu jiwa, sedangkan total kapasitas lapas yang tersedia
hingga akhir tahun 2014 nanti hanya dapat menampung sekitar 120 ribu jiwa. Selain dengan
merehabilitasi para pecandu narkoba untuk mengurangi over kapasitas di Lapas, cara lainnya
adalah dengan Reintegrasi Sosial. Y. Ambeg menuturkan dengan program reintegrasi sosial
seperti pembebasan bersyarat, asimilasi, dan cuti bersyarat, jumlah napi yang dapat
memperoleh program ini mencapai 25 ribu jiwa. Meski demikian, lanjut Ambeg program
reintegrasi sosial harus benar-benar memperhatikan persyaratan yang telah ditetapkan
4
5
Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak. David. Jakarta 26 November 2014
Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
sehingga hanya penghuni Lapas yang memenuhi syarat yang dapat mengikuti program
tersebut.6
Salah satu lapas khusus narkotika yang terdapat di Jakarta yaitu Lapas Klas IIA
Narkotika Cipinang misalnya mempunyai kapasitas atau daya tampung sebanyak 1084 orang,
namun kenyataannya per Oktober 2014 jumlah narapidana yang yang menjadi penghuni
lapas tersebut adalah sebanyak 2845 orang. Ini artinya ada kelebihan muatan sebesar 1761
orang atau dengan kata lain sebesar 162%.7
Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta adalah Unit Pelaksana Teknis dibidang
pemasyarakatan yang berada di bawah Kementrian Hukum dan HAM RI Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan dan bertanggung jawab kepada Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan
HAM RI, dengan salah satu fungsinya yaitu melakukan pembinaan narapidana dan anak
didik. Lapas Narkotika Cipinang juga melakukan optimalisasi pemberian hak-hak Warga
Binaan yaitu pemberian Asimilasi dan Pembebasan Bersyarat dalam Program Reintegrasi
Sosial sebagai upaya dalam melakukan pembinaan di luar lapas.
Program reintegrasi sosial bagi narapidana narkotika bertujuan untuk memutus mata
rantai peredaran narkotika melalui internalisasi nilai-nilai yang dilakukan di dalam lembaga
pemasyarakatan. Sehingga ketika kembali ke masyarakat, mantan terpidana narkotika tidak
lagi menjadi pecandu ataupun pengedar kembali. Tujuan ini sejalan dengan tujuan dari
pemidanaan, yaitu mencakup hal-hal sebagai berikut : 8
1. Memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri.
2. Membuat orang menjadi jera melakukan kejahatan-kejahatan.
6
Taufik, M. Reintegrasi Sosial untuk Atasi Kelebihan Kapasitas Lapas. Diakses pada 18 November 2014 dari
http://m.pemasyarakatan.com/Reintegrasi-Sosial-untuk-Atasi-Kelebihan-Kapasitas-Lapas/
7
Berdasarkan data Bagian Registrasi Lapas Narkotika Klas IIA Cipinang Jakarta
8
Tolib, Setiady. Pokok-pokok Hukum Penitensier Indonesia. (Bandung : Alfabeta. 2010). h. 31.
3. Membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatankejahatan yang lain, yakni penjahat-penjahat yang dengan cara lain sudah tidak dapat
diperbaiki kembali.
Sebelumnya, menurut dua hasil studi literatur yang peneliti dapatkan, Program
Reintegrasi Sosial bermanfaat untuk Lapas namun masih banyak kekurangan yang terjadi
dalam menjalankannya. Hasil studi literatur pertama yang peneliti peroleh adalah tentang
Program Reintegrasi Sosial di Lapas dari Tesis yang berjudul "Program Reintegrasi Sosial
bagi Narapidana di Lapas Klas IIA Bogor Dalam Konteks Persepsi Narapidana dan
Residivisme" oleh Yudi Suseno, berkesimpulan bahwa saat ini Lapas Klas IIA Bogor
mengalami over crowded dikarenakan jumlah hunian yang sudah melebihi kapasitas yang
sebenarnya dan Program Reintegrasi Sosial dapat mengurangi over kapasitas yang terjadi di
Lapas. Namun masih banyak perbaikan dan peningkatan sarana yang diperlukan dalam
menjalani program reintegrasi. Selain itu perlu penggalangan kerja sama dari berbagai pihak
dan monitoring atau pendampingan yang juga harus dilakukan.
Hasil studi literatur selanjutnya yang peneliti peroleh adalah dari Tesis yang berjudul
"Reintegrasi
sosial
dan
Resosialisasi
Bekas
Narapidana
Wanita
Dari
Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Tanggerang ke Dalam Masyarakat" oleh Armein Daulay,
berkesimpulan bahwa bentuk reaksi sosial yang terjadi setelah Narapidana Wanita keluar dari
penjara dengan program reintegrasi sosial adalah penggerebekan rumah, menangkap dan
menggiring, menjauhi dengan publikasi terhadap bekas narapidana wanita dimana mereka
berdomisili. Namun ada juga yang diterima kembali sepenuhnya menjadi warga masyarakat.
Kesemua ini tidak terlepas dari perilaku bekas narapidana wanita yang terampil ketika
diwawancarai yang berusaha menghilangkan identitas diri, tidak berterus terang serta
mencoba menyangkal dirinya telah berbuat kesalahan.
Kesimpulan dari dua studi literatur diatas adalah bahwa program reintegrasi sosial
saat ini bermanfaat untuk mengurangi over kapasitas di Lapas namun banyak perbaikan yang
harus dilaksanakan salah satunya adalah dari masyarakat yang masih menyandang bekas
Warga Binaan sebagai penjahat dengan reaksi sosial yang ditampilkan yaitu penggerebekan,
menangkap, menggiring sampai dengan menjauhi dengan publikasi.
Hasil studi literatur di atas menggambarkan bagaimana program reintegrasi sosial
selain dapat bermanfaat untuk Lapas tetapi masih banyak perbaikan yang harus dilakukan
agar narapidana juga dapat mendapatkan hal yang positif dan tidak mendapatkan reaksi sosial
yang tidak diinginkan.
Sudah menjadi kebiasaan bahwa masyarakat yang sarat dengan
norma-norma dan nilai-nilai sosial dirasakan terganggu oleh perilaku penyimpangan yang
dilakukan oleh anggota masyarakatnya, sehingga label yang diberikan ternyata tidak serta
merta memudahkan mereka kembali ke lingkungannya.
Bagi penyandang masalah baik pada level individu, kelompok atau masyarakat yang
sudah di rehabilitasi dan sudah berada dalam kondisi normal kembali pada umumnya masih
tetap rentan untuk kembali pada kondisi yang bermasalah lagi. Upaya developmental pasca
rehabilitasi dapat mengurangi kerentanan tersebut sehingga mempunyai fungsi pencegahan
agar penyandang masalah yang sudah dikembalikan dalam kehidupan normal tidak
terjerumus kembali pada masalah sosial berikutnya. Oleh sebab itu, pada umumnya
intervensi dan pelayanan tidak sama sekali dihentikan setelah tindakan rehabilitative
dianggap selesai melainkan dilanjutkan dengan monitoring dan pelayanan lanjutan untuk
memfasilitasi bekas penyandang masalah melakukan pengembangan diri.9
Di sisi lain, upaya developmental juga dapat mendukung upaya preventif untuk
mencegah agar individu, kelompok atau masyarakat yang normal tidak menjadi bermasalah
dan agar penyandang masalah yang sudah di rehabilitasi tidak kambuh lagi.10
Untuk kasus narkotika ada beberapa alasan mengapa ia cepat kembali terpengaruh
kepada barang haram tersebut. Didin Sudirman dalam bukunya yang berjudul Reposisi dan
Revitalisasi Pemasyarakatan Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia menyatakan bahwa
ada berbagai kendala yang dihadapi dalam penanggulangan kejahatan narkoba,
diantaranya :11
1. Adanya sifat dari narkotika yang menimbulkan efek ketergantungan dan secara
fungsional dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan (stress) dalam menghadapi
kehidupan yang penuh konflik akibat budaya persaingan.
2. Bisnis narkotik dapat menghasilkan keuntungan yang sangat besar, karena bahan baku
yang berupa tanaman ganja dan candu mudah tumbuh di daerah pegunungan.
3. Berhubung ancaman pidana yang relatif berat bahkan hukuman mati bagi para
pengedarnya maka bisnis ini dilakukan sangat tersembunyi.
4. Sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa kejahatan narkotik ini juga melibatkan backing
yang justru terkadang muncul dari aparatur sendiri
5. Kejahatan narkotika pada umumnya tidak dilakukan oleh perseorangan melainkan
dilakukan secara bersama-sama (sindikat).
9
Soetomo. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. (Yogyakarta : Pustaka Belajar. 2008). Hal 65
Ibid, Hal 64
11
Sudirman, Didin. Reposisi dan Revitalisasi Pemasyarakatan Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia.
(Jakarta : CV. Alnindra Dunia Perkasa. 2007). Hal 253-256
10
Peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Program Reintegrasi Sosial yang
dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika. Karena dengan diberikannya
program reintegrasi sosial hanya memberikan manfaat kepada lapas saja untuk mengurangi
over kapasitas lalu bagaimana dengan narapidana yang berkali-kali keluar masuk penjara
(residivis). Apakah dengan proram reintegrasi sosial dapat mencegah pelaku kejahatan
kembali lagi mengulangi tindakan melanggar hukumnya lagi. Oleh karena itu peneliti
mengambil judul, Program Reintegrasi Sosial pada Warga Binaan Pemasyarakatan di
Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang menjadi
pokok kajian penelitian adalah Program Reintegrasi Sosial terhadap Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP) di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta. Hal ini dikarenakan masih
banyak warga binaan yang masih menyandang label sebagai bekas penjahat setelah
keluar dari Lapas dengan program reintegrasi sosial.
2. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang peneliti dapat merumuskan permasalahan yang akan
menjadi objek penelitian peneliti yaitu Bagaimana Program Reintegrasi Sosial Terhadap
Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Klas II A Narkotika Cipinang Jakarta.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Di dalam setiap penelitian maupun penelitian karya ilmiah baik tulisan-tulisan
yang lainnya, tentu saja memiliki tujuan yang mendasari penelitian atau penelitian
tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah memaparkan bagaimana Program
Reintregasi Sosial Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas II A
Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
1. Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang kesejahteraan sosial yang
berkaitan dengan program reintegrasi sosial di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika.
2. Dapat memberi khasanah ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan sumber informasi
bagi peneliti dengan tema sejenis.
b. Manfaat Praktis
1. Untuk bahan informasi bagi lembaga atau instansi pemerintahan dan penanggung
jawab program reintegrasi sosial mengenai proses pemulihan kembali WBP dan
upaya mengatasi masalah tersebut.
2. Hasil penelitian ini juga diharapkan berguna sebagai media koreksi dan evaluasi,
dan dapat juga bertukar pikiran mengenai konsep reintegrasi dalam praktek
pekerjaan sosial dengan Program Reintegrasi Sosial yang telah tersusun di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian dan memperoleh gambaran yang mendalam
dari penelitian ini, maka pendekatan penelitian yang peneliti gunakan adalah pendekatan
kualitatif.
Pendekatan
kualitatif
ini
bertujuan
untuk
mendeskripsikan
atau
menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat serta
hubungan antara fenomena yang diteliti. Data yang dikumpulkan dari metode deskriptif
ini berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya
penerapan metode kualitatif.12
Penelitian kualitatif juga diartikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. Dengan metode penelitian tersebut peneliti bermaksud memberikan
pandangan yang lengkap dan pemahaman yang mendalam mengenai Program Reintegrasi
Sosial pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta.
2. Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitiannya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian
deskriptif. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata,
gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi
kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut
mungkin berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dan
dokumentasi resmi lainnya. Peneliti menggunakan jenis penelitian ini karena sesuai
dengan penelitian yang ingin diteliti, yaitu untuk menguraikan, memaparkan dan
12
Lexy, J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung : PT Rosdakarya. 2004). Hal 9-10
menggambarkan
serinci
mungkin
Program
Reintegrasi
Sosial
pada
Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Klas II.
3. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A
Narkotika Cipinang yang beralamat di Jalan Raya Bekasi Timur No 170 A, Jakarta
Timur.
b. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian kurang lebih selama 3 bulan yakni berawal dari
bulan Oktober 2014 sampai Januari 2015.
4. Subjek, Informan dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini dipilih secara sengaja. Karena peneliti bertujuan memilih
informan yang sesuai dengan data yang ditujukan untuk didapatkan sesuai dengan
kebutuhan penelitian. Maka dari itu, informan yang dipilih oleh peneliti adalah Staff
Lapas Klas II A Narkotika Jakarta, Staff Balai Pemasyarakatan, WBP atau Narapidana
yang menjalankan masa pemasyarakatannya di Lapas Klas II A Narkotika Jakarta, salah
satu keluarga Warga Binaan dan salah satu warga lingkungan tempat tinggal Narapidana.
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi latar penelitian, jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang
latar penelitian. Ia berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim penelitian
walaupun hanya bersifat informal, sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan dengan
kesukarelaannya informan tersebut dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam
tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayannya yang menjadi latar
penelitian tersebut.13
Dalam memilih informan, teknik yang perlu diperhatikan adalah tujuan-tujuan
tertentu yang ingin dicapai peneliti yaitu untuk mendeskripsikan program reintegrasi
sosial pada warga binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta. Informan
merupakan orang yang memberikan informasi untuk peneliti sehingga dapat menjawab
pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini, informan yang akan dipilih adalah:
Tabel 1
Tabel Informan
No
Nama
Profesi
Alasan Pemilihan
Keterangan
Informan
1
Diding
Kasi Binadik
Informan sebagai Kepala
Laki-laki usia
Alpian
Lapas Klas II A
Seksi Bina Narapidana
41 tahun
Narkotika
dan Anak Didik. Dengan
Jakarta
memilih beliau sebagai
informan akan diperoleh
data terkait dengan
pembinaan yang
berkaitan dengan syaratsyarat Program
Reintegrasi Sosial.
2
13
David Nur
Staff
Informan David adalah
Laki-laki usia
Lexy, J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2004.) Hal 112
Iman
Bimkemasywat
salah satu staff yang
Lapas Klas II A
bertugas menyiapkan
Narkotika
narapidana untuk
Jakarta
mengikuti program
34 tahun.
reintegrasi sosial.
3
Agus
Kasubsi
Informan Agus adalah
Maman, SH
Bimkemas
Kasubsi Bimkemas Klien
Klien Dewasa
Dewasa Bapas Pusat,
Bapas Pusat
diharapkan peneliti
-
mendapatkan informasi
mengenai pembimbingan
yang dilakukan Bapas
kepada narapidana di luar
lapas.
4
S Alias Opik
Warga Binaan
Informan S adalah
Pemasyarakatan informan utama. Ia
atau
adalah salah satu
Narapidana
narapidana yang
Laki-laki usia
39 tahun
mengikuti program
reintegrasi sosial setelah
menghabiskan 2/3 masa
tahanan.
5
U
Ibu WBP atau
Informan U adalah Ibu
-
Narapidana
dari WBP S yang
menjadi penanggung
jawab dalam mengikuti
program reintegrasi
tersebut. Juga beliau yang
tinggal bersama WBP
selama hidupnya, jadi
peneliti akan memperoleh
data yang diperlukan
terkait dengan data WBP.
6
Y
Warga tempat
Dengan memilih Y
WBP tinggal
sebagai informan,
diharapkan peneliti
mendapatkan data
tentang bagaimana
program reintegrasi sosial
berjalan dan reaksi
masyarakat mengenai
program yang dijalani
oleh WBP S.
Sumber : olahan sendiri
-
Objek penelitian ini adalah Program Reintegrasi Sosial pada warga binaan
pemasyarakatan di Lapas Klas II A Narkotika Jakarta dan juga lingkungan tempat Warga
Binaan tinggal yaitu di Menteng Tenggulun, Jakarta Pusat.
5. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen, dll. Oleh karena itu, uuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini, peneliti mengkategorikannya menjadi dua,
yaitu sebagai berikut :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan atau suatu
organisasi secara langsung dari objek yang diteliti dan untuk kepentingan studi yang
bersangkutan. Data primer yang dimaksud adalah hasil wawancara.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dan disatukan oleh studistudi sebelumnya atau diterbitkan oleh berbagai instansi lain. Data yang dimaksud
diperoleh secara tidak langsung berupa data dokumentasi, arsip-arsip resmi, dan
berbagai literatur lainnya yang berkaitan dengan tema penelitian.
6. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian,
karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan
data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan. Dalam memperoleh data yang diinginkan, maka
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab. Tujuan peneliti menggunakan metode ini adalah untuk memperoleh
data secara jelas dan kongkret tentang proses intervensi sosial yang dilakukan oleh
oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Cipinang. Dalam penelitian ini,
peneliti akan melakukan wawancara tidak terstruktur.
Wawancara tidak terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam,
wawancara intensif, wawancara kualitatif dan wawancara terbuka. Wawancara ini
mirip dengan percakapan informal. Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk
tertentu informasi dari semua informan, tetapi susunan kata dan urutannya
disesuaikan dengan cirri-ciri tiap informan.14
b. Dokumentasi
Metode dokumentasi dilakukan ketika peneliti tidak mendapatkan data dari
hasil wawancara ataupun observasi. Metode ini biasanya berupa gambar atau foto,
literature, brosur ataupun arsip-arsip yang isinya berkaitan dengan upaya lapas dalam
mengatasi permasalahan wbs tentunya sesuai dengan izin dari lembaga yang
bersangkutan.
7. Teknik Analisa Data
Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan menyatakan dalam buku karangan
Sugiyono, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat
14
Ghony, M.Djunaidi dan Almanshur Fauzan. Metode Penelitian Kualitatif. (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. 2012).
Hal 176-177.
mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data
dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.15
8. Teknik Keabsahan Data
Untuk meningkatkan kualitas data (truthworthiness) peneliti memilih metode
triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain.16 Teknik ini dilakukan oleh peneliti dengan cara mengkonfirmasi ulang
pernyataan informan kepada informan lain yang peneliti anggap dapat memberikan
informasi dengan objektif. Adapun yang dijadikan informan untuk meningkatkan
truthworthiness adalah bekas Warga Binaan Lapas Narkotika yang sedang menjalani
program Reintegrasi Sosial dan staff Lapas Narkotika serta staff Bapas Salemba, oleh
karena itu, peneliti menggunakan triangulasi dengan sumber yang berarti menngecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif17 dengan cara membandingkan data hasil pengamatan
dengan data hasil wawancara, apa yang dikatakan depan umum dengan pribadi serta hasil
wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan jadi dengan cara ini, merupoakan
cara
terbaik
karena
peneliti
dapat
me-recheck
temuannya
dengan
jalan
membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori.
9. Review Literature
Sebelum mengadakan penelitian lebih lanjut, peneliti kemukakan sesuatu tinjauan
pustaka sebagai langkah awal dari penyusunan skripsi yang peneliti buat agar terhindar
15
Sugiyono. Metode Penelitian Manajemen. (Bandung : Alfabeta. 2014). Hal 401
Lexy, J. Moleong. Metode Peneltian Kualitatif. (Bandung : PT Rosdakarya. 2000). Hal 330
17
Lexy, J. Moleong. Metode Peneltian Kualitatif. (Bandung : PT Rosdakarya. 2000). Hal 331
16
dari kesamaan judul dan lain-lainnya dari skripsi-skripsi sebelumnya. Lebih lanjut
peneliti akan memaparkan studi literatur yang dijadikan pedoman, yaitu sebagai berikut :
a. Tesis oleh Armein Daulay, Program Studi Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia
Pascasarjana 2000 yang berjudul Reintegrasi sosial dan Resosialisasi Bekas
Narapidana Wanita Dari Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanggerang ke Dalam
Masyarakat. Tesis ini merupakan upaya untuk memahami reaksi sosial terhadap
bekas narapidana wanita dari Lembaga Pemasyarakatan (disingkat : lapas) Wanita
Tangerang yang menyandang label sebagai bekas penjahat.
b. Tesis oleh Yudi Suseno, Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Indonesia Pascasarjana 2006 yang berjudul Program Reintegrasi
Sosial bagi Narapidana di Lapas Klas IIA Bogor Dalam Konteks Persepsi Narapidana
dan Residivisme. Tesis ini berusaha mengungkap pelaksanaan program reintegrasi
sosial di Lapas Klas IIA Bogor dan peranannya dalam mencegah residivisme.
Tesis tersebut memiliki persamaan dalam pengambilan judul yang diambil
peneliti yaitu sama-sama mengambil tema tentang Reintegrasi Sosial. Sedangkan
yang dikaji dalam penelitian ini adalah Program Reintegrasi Sosial pada Warga
Binaan di Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta. Penelitian ini lebih fokus
terhadap program dan tahapan reintegrasi sosial yang dijalankan oleh bekas warga
binaan
Lapas dalam upaya memperoleh hak-hak selayaknya warga binaan
pemasyarakatan pada umumnya, serta proses pendampingan yang dilakukan oleh
Balai Pemasyarakatan agar klien dapat diterima dan kembali dilingkungan keluarga
dan lingkungan tanpa menyandang label sebagai bekas penjahat.
10. Sistematika Penulisan
Pembahasan skripsi terdiri dari 5 bab, berikut adalah sistematika penelitian skripsi :
BAB I
Pendahuluan, didalamnya meliputi latar belakang masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta metodologi
yang digunakan dalam penelitian mulai dari pendekatan penelitian, jenis
penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek, informan dan objek
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data,
teknik keabsahan data dan teknik penelitian, dan terakhir yaitu sistematika
penelitian.
BAB II
Landasan Teori, Teori Integratif, Integrasi dan Resosialisasi, Tahap
Resosialisasi, Pidana dan Pemidanaan, Teori Labelling, Teori Perilaku,
Narkotika, Lembaga Pemasyarakatan, Narapidana atau Warga Binaan
Pemasyarakatan.
BAB III
Gambaran Lembaga, membahas tentang deskripsi data atau gambaran
umum di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Cipinang yang
terdiri dari : Gambaran Umum Lapas. Struktur Organisasi. Program
Rehabilitasi Sosial. Karakteristik, Tugas Pokok, Fungsi dan Prinsip Lapas,
Sarana dan Prasaranan, Struktur Organisasi, Gambaran SDM/ Staff Lapas,
Keadaan Warga Binaan Pemasyarakatan, Tahapan Sistem Pemasyarakatan
Narapidana Pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Cipinang Jakarta,
Syarat-syarat Pembebasan Bersyarat yang Diberlakukan oleh Lapas Klas
II A Narkotika Sesuai dengan PP RI No 99 Tahun 2012, Prosedur Untuk
Memperoleh Tahap Reintegrasi Sosial, Program Pembimbingan Klien
Oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) Klas I Jakarta Pusat.
BAB IV
Temuan Lapangan dan Analisis data, bab ini menjelaskan mengenai
temuan lapangan yang didapat dari hasil pengumpulan data di lapangan,
yaitu Program Reintegrasi Sosial di Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang
Jakarta,
Tahapan
Pembebasan
Bersyarat
pada
Warga
Binaan
Pemasyarkaatan, Faktor Penghambat Program Reintegrasi Sosial di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Cipinang. Data ini kemudian di
analisa dengan mengaitkan temuan lapangan yang ada dengan tinjauan
pustaka.
BAB V
Penutup, merupakan bab penutup yang menyimpulkan keseluruhan bab
penelitian yang di lakukan dan memberikan saran-saran yang berguna.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Integrasi Sosial
1. Pengertian Integrasi Sosial
Berdasarkan teori retributif yang memahami tujuan pidana adalah pembalasan,
dimana hukum dilihat sebagai cara untuk memuaskan nafsu karena kerugian dan derita
orang yang dirugikan. Demikian juga teori utilitarian dengan pencegahan (yang
memandang hukuman sarana mencegah kejahatan). Rehabilitasi sebagai suatu teori yang
cenderung tidak menginginkan pembalasan dan terkesan “manusiawi” ternyata
menimbulkan masalah, karena munculnya sikap masyarakat yang tidak dapat menerima
proses pembinaan narapidana, karena masyarakat merasa tidak cukup melihat terpidana
itu disengsarakan. Dari semua itu munculah teori integrative. Falsafah pidana ini muncul
seiring dengan tidak puasnya atas hasil yang dicapai teori-teori sebelumnya. Teori
integrative (teori gabungan) sebagaimana dikatakan Muladi mengkategorikan tujuan
pemidanaan ke dalam empat tujuan, yaitu :18
a. Pencegahan (Umum dan Khusus)
Salah satu tujuan utama pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana mencegah atau
menghalangi pelaku tindak pidana tersebut dan juga orang lain yang mungkin punya
18
Pandjaitan, Petrus dan Samuel Kikilaitety. Pidana Penjara Mau Kemana. (Jakarta : CV. Indhill Co. 2007). Hal
27-28
maksud untuk melakukan kejahatan-kejahatan semacam karenanya mencegah
kejahatan lebih lanjut.
b. Perlindungan Masyarakat
Sebagai tujuan pemidanaan mempunyai dimensi yang bersifat luas, karena secara
fundamental ia merupakan tujuan pemidanaan. Secara sempit hal ini digambarkan
sebagai kebijaksanaan pengadilan untuk mencari jalan melalui pemidanaan agar
masyarakat terlindung dari bahaya pengulangan tindak pidana.
c. Memelihara solidaritas masyarakat
Pemidanaan bertujuan untuk menegakkan adat istiadat masyarakat dan mencegah
balas dendam perseorangan.
d. Pidana bersifat pengimbalan atau pengimbangan.
Tujuan pemidanaan integrative sebagaimana dikemukakan di atas, memberikan
gambaran bahwasannya pidana itu seperti pedang bermata dua, sisi yang satu
menggambarkan keadilan, yaitu keadilan bagi pelaku dan adil bagi masyarakat, sisi
yang lain menunjukkan adanya perlindungan, bagi pelaku dari tindakan balas dendam
masyarakat begitu pula masyarakat terlindung dari perbuatan yang tidak adil dimana
pelaku menerima pidana atas perbuatannya.19
Sebagai suatu teori yang mengedepankan baik buruknya suatu hukuman yang
diterima pelaku kejahatan, maka menurut Muladi 20 , Teori Integrative tentang tujuan
pemidanaan itu haruslah didasarkan atas alasan-alasan :
19
Pandjaitan, Petrus dan Kikilaitety, Samuel. Pidana Penjara Mau Kemana. (Jakarta : CV. Indhill Co. 2007). Hal
28-29
20
Gregorius, Aryadi. Putusan Hukum dalam Perkara Pidana. (Jakarta : Universitas Atmajaya. 1995). Hal 25
a. Yang besifat sosiologis, bahwa pidana harus sesuai dengan masyarakat dan kondisi
bangsa Indonesia, yang mengutamakan keseimbangan, keserasian, keharmonisan
antara dunia lahir dan dunia gaib, antara perorangan dengan manusia seluruhnya
sebagai satu kesatuan.
b. Alasan secara ideologis, pemidanaan bertujuan memelihara ketertiban, keamanan dan
perdamaian berdasarkan Pancasila yang menempatkan manusia kepada keluhuran
harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk pribadi dan makhluk sosial.
c. Alasan secara yuridis filosofis, dua tujuan pemidanaan adalah pengenaan penderitaan
yang setimpal terhadap penjahat dan pencegahan kejahatan.
Teori integrative menempatkan pidana itu bukan semata-mata sebagai sarana
dalam menanggulangi kejahatan, dalam hal ini fungsi pidana harus disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakatnya antara lain pidana untuk melindungi kepentingan hukum,
masyarakat dan negara. Dalam hal ini, praktek penerapan hukum pidana tidak harus
dengan pemanfaatan pidana sebagai sarana efektif menjerakan pelaku.
2. Integrasi dan Resosialisasi
Salah satu bentuk sosialisasi sekunder yang sering dijumpai dalam masyarakat
ialah apa yang dinamakan proses resosialisasi (resocialization) yang didahului dengan
proses desosialisasi (desocialization). Dalam proses desosialisasi seseorang mengalami
“pencabutan” diri yang dimilikinya, sedangkan dalam proses resosialisasi seseorang
diberi suatu diri yang baru. Proses desosialisasi dan resosialisasi ini sering dikaitkan
dengan proses yang berlangsung dalam apa yang oleh Goffman dinamakan institusi total
(total institutions). 21
Suatu tempat tinggal dan bekerja yang didalamnya sejumlah individu dalam
situasi sama, terputus dari masyarakat yang lebih luas untuk suatu jangka waktu tertentu,
bersama-sama menjalani hidup yang terkungkung dan diatur secara formal.
Rumah tahanan, rumah sakit jiwa, dan lembaga pendidikan militer merupakan
contoh institusi total tersebut. Seseorang yang berubah status dari orang bebas, kemudian
tahanan, dan akhirnya menjadi narapidana mula-mula mengalami desosialisasi. Ia harus
menanggalkan busana bebasnya dan menggantinya dengan seragam tahanan, berbagai
kebebasan yang semula dinikmatinya dicabut, berbagai milik pribadinya disita atau
disimpan oleh penjaga, namanya mungkin tidak digunakan dan diganti dengan suatu
nomor. Setelah menjalani proses yang cenderung membawa dampak terhadap citra diri
serta harga diri ini, ia kemudian menjalani resosialisasi, yaitu dididik untuk menerima
aturan dan nilai baru untuk mempunyai diri yang sesuai dengan keinginan masyarakat.22
Sejalan dengan pengertian resosialisasi di atas, reintegrasi sosial menurut Sakidjo
yaitu proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai baru untuk menyesuaikan diri
dengan lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan.23
Resosialisasi dan Reintegrasi sama-sama menekankan pengembalian seseorang
yang pernah melanggar norma dan nilai sosial untuk menyesuaikan diri dengan keinginan
masyarakat.
21
Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. (Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI. 2004). Hal 29
Ibid. Hal 30
23
Sakidjo, dkk. Uji Coba Pola Pemberdayaan Masyarakat dalam Peningkatan Integrasi Sosial di Daerah Rawan
Konflik. (Jakarta : Departemen Sosial RI, Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial. 2002) Hal 8-9.
22
Tahap reintegrasi tersebut dilaksanakan apabila norma-norma dan nilai-nilai baru
telah “institutionalized” dalam diri warga masyarakat. Berhasil tidaknya proses
“institutionalization” tersebut diformulasikan sebagai berikut :24
Efektifitas
Masyarakat
(kekuatan
menentang-menanam)
dari
Institutionalization =
Kecepatan Menanam
Yang dimaksud dengan efektivitas menanam adalah hasil positif dari penggunaan
tenaga manusia, alat-alat, organisasi dan metode untuk menanamkan nilai baru di dalam
masyarakat. Semakin besar kemampuan tenaga manusia, semakin ampuh alat-alat yang
digunakan, dan semakin rapi dan teratur organisasinya, makin sesuai sistem penanaman
itu dengan kebudayaan masyarakat, dan makin besar hasil yang dapat dicapai oleh usaha
penanaman lembaga baru. Akan tetapi setiap usaha menanam sesuatu yang baru, pasti
mengalami reaksi dari beberapa golongan dari masyarakat yang merasa dirinya dirugikan.
Kekuatan menentang dari dalam masyarakat tersebut berdampak negative terhadap
keberhasilan proses “institutionalization.”25
Apabila anggota-anggota masyarakat merasa bahwa mereka tidak dirugikan
dalam kehidupan kelompoknya ataupun merasa bahwa keuntungan yang diperoleh
daripadanya masih lebih besar daripada kerugiannya, maka dengan sendirinya anggota
akan tinggal dalam kehidupan kelompok yang bersangkutan.26
Guna merubah perilaku individu dan kelompok dalam suatu perubahan sosial
ataupun pembangunan sosial dewasa ini, diperlukan adanya produk sosial (social product)
24
Ibid, Hal 9.
Sakidjo, dkk. Uji Coba Pola Pemberdayaan Masyarakat dalam Peningkatan Integrasi Sosial di Daerah Rawan
Konflik. (Jakarta : Departemen Sosial RI, Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial. 2002) Hal 9.
26
Astrid, Phill dan Susanto. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. (Bandung : Bina Cipta. 1979). Hal 125
25
yang inovatif, maka para praktisi di bidang ini (seperti perencana sosial, community
worker maupun pembuat kebijakan) dituntut untuk melakukan penilaian (assessment)
terhadap kebutuhan masyarakat secara berkesinambungan.27
3. Tahap Resosialisasi
Tahap resosialisasi terdiri dari lima kegiatan menurut Pramuwito dalam bukunya
yang berjudul Pengantar Ilmu Kesejahteraan Sosial, yaitu : 28
a. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat
Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemauan
masyarakat untuk menerima kembali kehadiran para penyandang masalah
kesejahteraan sosial yang telah selesai mendapatkan pelayanan rehabilitasi di tengahtengah lingkungan sosialnya. Pelaksana dari kegiatan ini adalah para petugas dari
organisasi-organisasi sosial yang ada yang telah menyatakan berpartisipasi dalam
program. Sedang cara pelaksanaannya adalah dengan melalui penyuluhan sosial
dalam keluarga, masyarakat, serta konsultasi kerja dengan tokoh-tokoh formal serta
dengan tokoh-tokoh masyarakat informal.
b. Bimbingan sosial hidup masyarakat
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan para penerima pelayanan
untuk menyesuaikan diri dan melakukan kegiatan-kegiatan dalam kehidupan
kemasyarakatan.
Cara
pelaksanaannya
melalui
penyuluhan-penyuluhan
dan
mengadakan praktek langsung di tengah-tengah masyarakat.
27
Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada
Pemikiran dan Pendekatan Praktis). (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. 2001). Hal 31
28
Pramuwito, C. Pengantar Ilmu Kesejahteraan Sosial. (Yogyakarta : Departemen Sosial RI Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial. 1996). Hal 81-82
c. Bimbingan Pembinaan Bantuan Stimulan Usaha Produktif (SUP)
Sebagai modal kerja biasanya para penerima pelayanan mendapatkan bantuan sebagai
modal usaha setelah menerima pelayanan di lembaga. Bantuan itu merupakan
bantuan stimulant dengan maksud menstimulir mereka agar mau melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang berupa usaha produktif. Cara pelaksanaannya adalah sebagai
berikut :
1) Pemberian bantuan paket stimulant serta bimbingan pemanfaatan bantuan
stimulant dan pengelolaannya guna melaksanakan usaha atau kerja.
2) Melalui latihan dan bimbingan kerja.
d. Bimbingan Usaha atau Kerja Produktif
Kegiatan ini bertujuan untuk menerapkan keterampilan usaha atau kerja serta
memanfaatkan bantuan stimulant dan pengelolaannya guna melaksanakan usaha atau
kerja. Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1) Melalui bimbingan pemanfaatan dan pengelolaan stimulant
2) Melalui bimbingan membuka usaha atau lapangan kerja, diutamakan secara
kelompok.
e. Penyaluran
Kegiatan ini bertujuan untuk menempatkan penerima pelayanan pada lapangan usaha
atau kerja sesuai dengan keterampilan yang dimiliki dan perangkat yang tersedia.
Adapun caranya adalah melalui pemantapan penempatan penyandang masalah sosial
pada lapangan usaha atau kerja.
Syarat berhasilnya reintegrasi sosial menurut Meyer Nimkoff dan William F.
Ogburn, dalam buku karya Niniek Sri Wahyuni dan Yusniati yang berjudul Manusia dan
Masyarakat adalah :29
1. Tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan
yang lainnya.
2. Tercapainya konsesus (kesepakatan) mengenai nilai dan norma-norma sosial.
3. Norma-norma berlaku cukup lama dan konsisten.
B. Pidana dan Pemidanaan
1. Definisi Pidana dan Pemidanaan
Pidana berasal dari kata “straf” (Belanda), yang pada dasarnya dapat dikatakan
sebagai suatu penderitaan/nestapa yang sengaja dikenakan atau dijatuhkan kepada
seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu sehingga
dapat dikatakan melakukan tindak pidana.30
Menurut Moeljatno dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, istilah hukuman
yang berasal dari kata straf, merupakan suatu istilah yang konvensional. Moeljatno
menggunakan istilah yang inkonvensional, yaitu pidana. 31
Menurut Hulsman dalam buku Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia
karangan Dwi Priyatno, hakikat pidana adalah “menyerukan untuk tertib” (tot de orde
reopen). Pidana pada hakikatnya mempunyai dua tujuan utama, yakni untuk
mempengaruhi
tingkah
laku
(gedragsbeinvloeding)
dan
penyelesaian
konflik
(conflictoplossing). Penyelesaian konflik dapat terdiri dari perbaikan kerugian yang
29
Wahyuni, Niniek Sri dan Yusniati. Manusia dan Masyarakat. (Jakarta : Ganeca Exact. 2007)
Sudarto. Hukum Pidana I. (Semarang : F.H. Universitas Diponogoro.1990). Hal 5
31
Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. (Bandung : Alumni. 2005). Hal.1.
30
dialami atau perbaikan hubungan baik yang dirusak atau pengembalian kepercayaan antar
sesama manusia.32
2. Teori Tujuan Pemidanaan
Salah satu cara untuk mencapai tujuan hukum pidana adalah dengan menjatuhkan
pidana terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana. Pada dasarnya pidana itu
merupakan suatu penderitaan dan nestapa yang sengaja dijatuhkan negara kepada mereka
atau seseorang yang telah melakukan tindak pidana. Dalam hukum pidana dikenal
beberapa teori tentang penjatuhan pidana kepada seseorang yang melakukan tindak
pidana, terdapat tiga golongan, yaitu :33
a. Teori Absolut atau Teori Pembalasan
Pidana itu merupakan suatu akibat hukum yang mutlak harus ada sebagai suatu
pembalasan kepada seseorang yang telah melakukan kejahatan. Menurut Andi
Hamzah “tujuan pembalasan (revenge) disebut juga sebagai tujuan untuk memuaskan
pihak yang dendam baik masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau
menjadi korban kejahatan.” Sehingga pidana dimaksudkan semata-mata hanya untuk
memberikan penderitaan kepada orang yang melakukan kejahatan. Pada dasarnya
teori pembalasan mempunyai 2 sudut, yaitu :
1) Sudut Subjektif (subjecteive vergelding) yang pembalasannya ditujukan kepada
orang lain yang berbuat salah.
2) Sudut Objektif (objectieve vergelding) yang pembalasannya ditujukan untuk
memenuhi perasaan balas dendam masyarakat.
32
33
Priyatno, Dwi. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. (Bandung : Refika Aditama 2007). Hlm. 8-9.
Setiady, Tolib. Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia. (Bandung : Alfabeta. 2010). Hal. 52
b. Teori Relatif atau Teori Tujuan
Teori ini muncul sebagai reaksi keberatan terhadap teori absolut. Menurut
teori ini, memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan.
Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk
melindungi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu sebagaimana yang telah dikutip
dari J. Andenles, dapat disebut sebagai “teori perlindungan masyarakat” (the theory of
social defense).34
Bertitik tolak pada dasar pemikiran bahwa tujuan utama pidana adalah alat
untuk menyelenggarakan, menegakkan dan mempertahankan serta melindungi
kepentingan pribadi maupun publik dan mempertahankan tata tertib hukum dan tertib
sosial dalam masyarakat (rechtsorde; social orde) untuk prevensi terjadinya
kejahatan. Maka dari itu untuk merealisasikannya diperlukan pemidanaan, yang
dimana menurut sifatnya adalah: menakuti, memperbaiki, atau membinasakan.
Dengan demikian menurut Wirjono Prodjodikoro, tujuan dari hukum pidana ialah
untuk memenuhi rasa keadilan. Selanjutnya ia mengatakan, “Di antara para sarjana
hukum diutarakan bahwa tujuan hukum pidana ialah” :35
1) Untuk menakut-nakuti orang agar tidak melakukan kejahatan, baik menakutnakuti orang banyak (generale preventie), maupun menakut-nakuti orang tertentu
yang telah melakukan kejahatan, agar di kemudian hari ia tidak melakukan
kejahatan lagi (speciale preventie).
34
35
Marlina. Hukum Penitensier. (Bandung : Refika Aditama. 2011). Hlm 27-28
Syarifin, Pipin. Hukum Pidana Di Indonesia. (Bandung : Pustaka Setia. 2008). Hlm. 22
2) Untuk mendidik atau memperbaiki orang yang sudah menandakan suka
melakukan kejahatan, agar menjadi orang yang baik tabiatnya, sehingga
bermanfaat bagi masyarakat.
Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, baik
pencegahan khusus (speciale preventie) yang ditujukan kepada pelaku maupun
pencegahan umum (general preventie) yang ditujukan ke masyarakat. Dengan
penjelasan bahwa pencegahan umum (menakut-nakuti dengan cara pelaku yang
tertangkap dijadikan contoh, dengan harapan menghendaki agar orang-orang pada
umumnya tidak melakukan delik) dan pencegahan khusus (tujuan dari pidana adalah
untuk mencegah niat jahat dari si pelaku tindak pidana yang telah dijatuhi pidana agar
tidak melakukan tindak pidana lagi). Van Hamel menunjukkan bahwa prevensi
khusus suatu pidana ialah :36
1) Pidana harus memuat suatu unsur menakutkan supaya mencegah penjahat yang
mempunyai kesempatan untuk tidak melaksanakan niat buruknya.
2) Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana.
3) Pidana mempunyai unsur membinasakan penjahat yang tidak mungkin diperbaiki.
4) Tujuan satu-satunya suatu pidana ialah mempertahankan tata tertib hukum.
Teori relatif ini berasas pada tiga tujuan utama pemidanaan yaitu preventif,
detterence, dan reformatif. Tujuan preventif (prevention) untuk melindungi
masyarakat dengan menempatkan pelaku kejahatan terpisah dari masyarakat. Tujuan
menakuti (detterence) untuk menimbulkan rasa takut melakukan kejahatan, baik bagi
36
Chazawi, Adami. Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1 : Stelsel Pidana Teori-Teori Pemidanaan & Batas
Berlakunya Hukum Pidana. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2002). Hlm. 160
individual pelaku agar tidak mengulangi perbuatanya, maupun bagi publik sebagai
langkah panjang. Sedangkan tujuan perubahan (reformation) untuk mengubah sifat
jahat si pelaku dengan dilakukannya pembinaan dan pengawasan, sehingga nantinya
dapat kembali melanjutkan kebiasaan hidupnya sehari-hari sebagai manusia yang
sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya Christian mengatakan
bahwa adapun ciri-ciri Teori Relatif, yaitu:37
1) Tujuan pemidanaan adalah untuk pencegahan
2) Pencegahan ini bukanlah tujuan akhir (final aim), tetapi merupakan saran untuk
mencapai tujuan yang lebih tinggi lagi, yaitu kesejahteraan masyarakant (social
welfare)
3) Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada pelaku
kejahatan, berupa kesengajaan atau kelalaian, sebagai syarat untuk dijatuhkannya
pidana.
c. Teori Gabungan
Teori gabungan terbagi menjadi tiga (3) golongan, yaitu :
1) Menitikberatkan pidana pada pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh
melebihi daripada yang diperlukan dalam mempertahankan ketertiban masyarakat.
2) Menitikberatkan pidana pada pertahanan ketertiban masyarakat, tetapi tidak boleh
lebih berat daripada beratnya penderitaan yang sesuai dengan beratnya perbuatan
si terpidana.
3) Menitikberatkan sama baiknya antara pembalasan dan juga pertahanan ketertiban
masyarakat.
37
Marlina. Hukum Penitensier. (Bandung : Refika Aditama. 2011). Hlm. 54
3. Tujuan Pemidanaan
Pemikiran mengenai tujuan dari suatu pemidanaan yang dianut orang-orang saat ini
sebenarnya bukan merupakan suatu pemikiran baru, melainkan sedikit banyak telah
mendapatkan dari para-para pemikir berabad-abad yang lalu. Dari pemikiran para
pemikir yang telah ada, ternayata tidaklah memiliki kesamaan pendapat, namun pada
dasarnya terdapat tiga (3) pokok pikiran tentang tujuan yang akan dicapai dengan adanya
suatu pemidanaan, yaitu :38
a. Untuk memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri
b. Untuk membuat orang menjadi jera untuk melakukan kejahatan-kejahatan.
c. Untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan
kejahatan-kejahatan lain, yakni penjahat-penjahat yang dengan cara-cara yang lain
sudah tidak dapat diperbaiki lagi.
C. Teori Labelling
Teori ini dipelopori oleh Edwin M. Lemert. Menurut Lemert, seseorang menjadi
penyimpang karena proses labeling –pemberian julukan, cap, etiket merek- yang diberikan
kepadanya. Mula-mula seseorang melakukan suatu penyimpangan primer (primer deviation).
Akibat dilakukannya penyimpangan tersebut, misalnya pencurian, penipuan, pelanggaran
asusila, perilaku aneh, si penyimpang lau diberi cap pencuri, penipu, pemerkosa, perempuan
nakal, orang gila. Sebagai tanggapan terhadap pemberian cap oleh orang lain, maka si pelaku
penyimpangan primer kemudian mendefinisikan dirinya sebagai penyimpang dan
mengulangi lagi perbuatan menyimpangnya-melakukan penyimpangan sekunder (secondary
38
Setiady, Tolib. Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia. (Bandung : Alfabeta. 2010). Hal 31
deviation), sehingga mulai menganut suatu gaya hidup yang menyimpang (deviant life style)
yangmenghasilkan suatu karir yang menyimpang (deviant career).39
Teori Merton, kalau Lemert mengkaji penyimpangan terjadi pada jenjang mikro,
yaitu pada jenjang interaksi sosial, maka Robert K. Merton mencoba menjelaskan
penyimpangan sosial pada jenjang mikro, yaitu pada jenjang struktur sosial.
Menurut
argumen Merton, struktur sosial tidak hanya menghasilkan perilaku konformis, tetapi
menghasilkan pula perilaku menyimpang. Struktur sosial menciptakan keadaan yang
menghasilkan pelanggaran terhadap aturan sosial, menekan orang tertentu kearah perilaku
nonkonform.40
Pendekatan teori labelling dapat dibedakan dalam dua bagian.41
1. Persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label
2. Efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya.
Persoalan labeling ini, memperlakukan labeling sebagai dependent variable atau
variabel tidak bebas dan keberadaannya memerlukan penjelasan. Labeling dalam arti ini
adalah labeling sebagai akibat dari reaksi masyarakat. Menurut Howard S. Becker (1963) : 42
Social group create deviance by making the rules whose infraction constitute
deviance...
The deviant is ne to whom that label has succesfully been applied : deviant behavior
is behavior that people so label.
Persoalan labeling kedua (efek labeling) adalah bagaimana labeling mempengaruhi
seseorang yang terkena label atau cap. Persoalan ini memperlakukan labeling sebagai
39
Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
2004). Hal 179.
40
Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
2004). Hal 180
41
Atmasasmita, Romli. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. (Bandung : PT Refika Aditama. 2010). Hal 50
42
Ibid
variabel yang independen atau variabel bebas/mempengaruhi. Dalam kaitan ini, terdapat dua
proses bagaimana labeling mempengaruhi seseorang yang terkena cap/label untuk melakukan
penyimpangan tingkah lakunya. Pertama, cap/label tersebut menarik perhatian pengamat dan
mengakibatkan pengamat selalu memperhatikannya dan kemudian seterusnya cap/label itu
diberikan padanya oleh si pengamat. Kedua, label/cap tersebutsudah diadopsi oleh seseorang
dan mempengaruhi dirinya sehingga ia mengakui dengan sendirinya sebagaisebagaimana
cap/label itu diberikan padanya oleh si pengamat.
Salah satu dari kedua proses diatas dapat memperbesar penyimpangan tingkah laku
(kejahatan) dan membentuk karakter kriminal seseorang. Seorang yang telah memperoleh
cap/label dengan sendirinya akan menjadi perhatian orang-orang disekitarnya. Selanjutnya,
kewaspadaan atau perhatian orang-orang disekitarnya akan mempengaruhi orang dimaksud
sehingga kejahatan kedua dan selanjutnya akan mungkin terjadi lagi.43
D. Teori Perilaku
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra
manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
Berdasarkan hasil penelitian dalam buku yang berjudul Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan karangan Seokidjo Notoatmodjo mengungkapkan bahwa sebelum orang
43
Atmasasmita, Romli. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. (Bandung : PT Refika Aditama. 2010). Hal 50-51
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses
yang berurutan, yakni :44
a. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulus (objek terlebih dahulu).
b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
c. Evaluation, menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya
d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus.
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa
sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan
tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.
Selain itu, menurut Seokidjo, Allport menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3
komponen, yakni "
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek
c. Kecenderungan untuk bertindak
ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi
memegang peranan penting, Misalnya, seorang ibu telah mendengar penyakit polio
44
Notoatmodjo, Soekidjio. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. (Jakarta : Rineka Cipta. 2003). Hal 45-48
(penyebabnya, akibatnya, pencegahannya dan sebagainya). Pengetahuan ini akan
membawa ibu untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio. Dalam
berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat
akan mengimunisasikan anaknya untuk mencegah anaknya terkena polio. Sikap terdiri
dari berbagai tindakan, yakni :
a. Menerima (Receiving)
Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek
b. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti
orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu masalah.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan tingkat sikap
yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung
dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.
Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis,
kemudian ditanyakan pendapat responden.
3. Perilaku
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati secara langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Skinner,
seorang ahli psikologi dalam Soekidjo Notoarmodjo merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses :45
Stimulus
Organisme
Respons atau "S-O-R"
E. Narkotika
1. Pengertian Narkotika
Narkotik (narcotics-obat bius) adalah semua bahan obat yang mempunyai efek kerja
yang
bersifat
meningkatkan
membiuskan
prestasi
menurunkan
(stimulant),
kesadaran
menagihkan
(depressant),
ketergantungan
merangsang
(dependance),
mengkhayalkan (halusinasi). Penyalahgunaan narkotik membahayakan eksistensi bangsa,
karena meracuni jiwa pemuda sehingga seluruh dunia dibayangi ketakutan. Drug
addiction, ekslasi merupakan bahaya yang mengancam kesehatan mental individu anggota
masyarakat.46
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika dapat dilihat pengertian dari Narkotika itu sendiri yakni: Pasal 1 point 1
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang ini.
45
46
Notoatmodjo, Soekidjio. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. (Jakarta : Rineka Cipta. 2003).
Simandjuntak, B. Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. (Bandung : Tarsito. 1981). Hal 299-300
2. Penyalahgunaan Narkotika
Secara etimologis, penyalahgunaan itu sendiri dalam bahasa asingnya disebut
“abuse”, yaitu memakai hak miliknya yang bukan pada tempatnya. Dapat juga diartikan
salah pakaiatau “misuse”, yaitu mempergunakan sesuatu yang tidak sesuai dengan
fungsinya.47
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap
Narkotika dan Psikotropika 1988 menyebut penyalahgunaan obat terlarang sebagai tindak
pidana kejahatan dan dapat dihukum oleh hukum domestik setempat (dari negara yang
menjadi para pihak di dalamnya) dimana perbuatan penyalahgunaan tersebut dilakukan.
Begitu besarnya akibat dan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh penyalahgunaan
narkotika, sehingga dalam Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika dinyatakan bahwa:48
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
F. Lembaga Pemasyarakatan, Narapidana / Warga Binaan Pemasyarakatan
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk
melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.49
47
Ma’roef, M. Ridha. Narkotika Masalah dan Bahayanya. (Jakarta: CV Marga Djaya. 1986). Hal 9
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 114 ayat (1)
49
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan BAB I Pasal 1
48
Lembaga Pemasyarakatan yang dianut di Indonesia berlainan dengan sistem
kepenjaraan yang dianut oleh bangsa luar terutama negara-negara barat yang berasaskan
liberalisme/individualisme dan juga berbeda dengan negara-negara yang berasaskan
sosialisme/kolektifisme.50
Kata lembaga pertama kali muncul pada tahun 1963 dan kata tersebut
dimaksudkan untuk menggantikan kata "penjara" yang berfungsi sebagai wadah
pembinaan narapidana.51
berbicara tentang istilah pemasyarakatan tidak bisa dipisahkan dari seorang ahli
hukum bernama Sahardjo, karena istilah tersebut dikemukakan oleh beliau antara lain
mengatakan : tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan. pada waktu itu peraturan
yang dijadikan dasar untuk pembinaan narapidana dan anak didik adalah gestichten
reglement (reglemen kepenjaraan) STB 1917 Nomor 708 dan kemudian diganti dengan
Undang-undang No 12 Tahun 1995 tentang pemasyarkatan. Lembaga Pemasyarakatan
sebagai instansi terakhir dalam pembinaan narapidana harus memperhatikan secara
sungguh-sungguh hak dan kepentingan narapidana (warga binaan yang bersangkutan).
Harus kita akui bahwa peran serta lembaga pemasyarakatan dalam membina sangat
strategis dan dominan, terutama dalam memulihkan kondisi warga binaan pada kondisi
sebelum melakukan tindakan pidana, dan melakukan pembinaan di bidang kerohanian
dan keterampilan seperti pertukangan, menjahit dan sebagainya.52
50
Samosir, Djisman. Sekelumit tentang Penologi dan Pemasyarakatan. (Bandung : Alfabeta. 2012). Hal 126
Ibid, Hal 128
52
Samosir, Djisman. Sekelumit tentang Penologi dan Pemasyarakatan. (Bandung : Alfabeta. 2012). Hal 129
51
2. Prinsip Pokok Pemasyarakatan
Sesuai hasil konferensi oleh Dinas Direktorat Pemasyarakatan pada 27 April 1964
- 9 Mei 1964 di Bandung, ditetapkanlah beberapa prinsip pokok konsep pemasyarakatan
yaitu :
a. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan memberikan kepadanya bekal hidup
sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat.
b. Menjalani pidana bukan tindakan balas dendam dari negara.
c. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan.
d. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau menjadi lebih jahat
daripada sebelum ia masuk lembaga.
e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan dengan
masyarakat dan tidak boleh diasingkan daripadanya.
f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau
hanya diperuntukkan kepentingan jawatan atau kepentingan negara sewaktu saja.
g. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan Pancasila.
h. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlukan sebagai manusia, meskipun ia telah
tersesat.
i. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan.
Upaya pembinaan terhadap narapidana tidak terlepas dari upaya menumbuh
kembangkan sikap mental dan skill dari para narapidana. Supaya narapidana saat keluar
dari Lembaga Pemasyarakatan mampu dan mau bekerja dan bersosialisasi dengan
masyarakat, mereka harus diperlakukan secara manusiawi. Hal ini didorong oleh
beberapa faktor antara lain :
a. Individu adalah makhluk sosial, oleh sebab itu setiap manusia tidak akan hidup tanpa
adanya bantuan orang lain/ masyarakat. Oleh sebab itu walau secara hukum
narapidana terasing oleh dunia luar namun ia tetap manusia yang membutuhkan
sosialisasi.
b. Narapidana merupakan manusia yang salah/ melanggar hukum namun mereka tetap
manusia yang memiliki hati nurani. Oleh sebab itu mereka harus dimanusiakan juga
karena tidak bisa sepenuhnya mengingatkan orang dengan perlakuan tidak
manusiawi/ penyiksaan.
c. Narapidana harus dibina dan diarahkan agar memiliki dedikasi dan nasionalisme serta
beridiologi Pancasila yang baik. Karena mereka saat kembali ke masyarakat mampu
memberi suntikan nilai idiologi Pancasila yang baik pula.
d. Narapidana harus diberi skill/ kemampuan mengembangkan kemampuan dalam
memenuhi ekonomi mereka sendiri sehingga saat keluar tidak terjerumus kedalam
kejahatan yang lebih besar.
3. Pengertian Narapidana
Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, narapidana adalah
terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.
Selanjutnya Harsono mengatakan narapidana adalah seseorang yang telah dijatuhkan
vonis bersalah oleh hukum dan harus menjalani hukuman. Sedangkan Wilson
mengatakan bahwa narapidana adalah manusia bermasalah yang dipisahkan dari
masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik.
4. Hak Narapidana
Walaupun hilang kemerdekaannya, narapidana dalam lapas berhak :53
a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya
b) Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran
d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
e) Menyampaikan keluhan
f) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak
dilarang
g) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
h) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum atau orang terentu lainnya
i) Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
j) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga
k) Mendapatkan pembebasan bersyarat
l) Mendapatkan cuti menjelang bebas, dan
m) Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Selanjutnya untuk menjamin terselenggaranya hak-hak tersebut, selain diadakan Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan yang secara langsung melaksanakan pembinaan,
diadakan pula Balai Pertimbangan kepada Menteri mengenai pelaksanaan sistem
pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan yang memberi saran mengenai
program pembinaan WBP di setiap UPT dan berbagai sarana penunjang lainnya.
53
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan BAB I Pasal 3
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN
KLAS II A NARKOTIKA JAKARTA
A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta merupakan salah satu Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan yang berada dalam wilayah kerja Kantor Wilayah
Kementrian Hukum dan HAM DKI Jakarta. Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta
didirikan berdasarkan Surat Keputusan Mentri Kehakiman dan HAM RI No. M-04.PR.07.03
Tahun 2003 Tanggal 16 April 2003.
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta diresmikan oleh Presiden RI Megawati
Soekarnoputri pada tanggal 30 Oktober 2003. Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta
memiliki bangunan di atas lahan seluas kurang lebih 27.000 m2 (meter persegi) dan
spesifikasi narapidana khusus berlatar belakang kasus narkotika dan psikotropika. Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Jakarta memiliki daya tampung atau kapasitas penghuni sebanyak
1084 orang yang dibagi ke dalam 4 (empat) blok hunian dengan perincian kamar sebagai
berikut :
1. Blok A, yaitu blok yang mempunyai kapasitas kamar sebanyak 60 kamar dan tiap-tiap
kamar memiliki kapasitas 7 orang. Dengan demikian blok ini mampu menampung Warga
Binaan Pemasyarakatan Narkotika dan Psikotropika sebanyak 420 orang.
2. Blok B, yaitu blok yang mempunyai kapasitas kamar sebanyak 324 kamar. Blok ini
merupakan blok terbanyak jumlah kamarnya. Namun demikian pada tiap-tiap kamar
hanya diperuntukkan satu orang sehingga daya tampungnya sesuai dengan jumlah kamar
yang ada.
3. Blok C, yaitu blok hunian yang mempunyai kapasitas kamar dengan dua tipe dengan
kapasitas penghuni seluruhnya sebanyak 324. Sayap kanan memiliki kapasitas penghuni
sebanyak 3 orang sedangkan sayap kiri dari blok ini memiliki kapasitas penghuni
sebanyak 5 orang.
Blok isolasi, yaitu blok yang mempunyai kapasitas kamar sebanyak 10 kamar
dengan kapasitas penghuni sebanyak 16 orang.54
B. Alamat Lapas Klas II A Narkotika Jakarta
Jalan Raya Bekasi Timur No. 170 A, Jakarta Timur
Telp. (021) 85910104, 85910238, Fax (021) 85909891
Email : [email protected]
C. Letak Geografis
Lapas Klas II A Narkotika Jakarta terletak di Jalan Raya Bekasi Timur No. 170A,
Cippinang Jakarta Timur. Bangunan lapas terletak di antara Rutan Cipinang dan Kantor
Imigrasi Jakarta Timur. Gedung ini juga berdekatan dengan Lapas Klas I Cipinang. Di
sekelilingnya ada perumahan warga sehingga kesan lapas atau penjara yang dingin dan
terisolir sangat jauh berbeda. Gedung yang dilalui dengan busway dan kereta ini berada di
pinggir jalan sehingga akses angkutan umum yang dilalui sangat mudah. Lokasi yang cukup
strategis dan aman baik dari banjir ataupun gempa bumi. Kemudian mudah dijangkau oleh
instansi pendidikan, dan sarana kesehatan.
54
Diambil dari Profil Lapas Narkotika Jakarta 2014
D. Tugas dan Fungsi
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta mempunyai tugas pokok melaksanakan
pemasyarakatan narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan tindak pidana narkotika,
psikotropika dan bahan adiktif lainnya (narkoba).
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta
mempunyai fungsi :
1. Melaksanakan Pembinaan Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan Kasus
Narkoba
2. Memberikan bimbingan, terapi dan rehabilitasi Narapidana atau Warga Binaan
Pemasyarakatan Narkoba.
3. Melakukan bimbingan sosial kerohanian
4. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Lembaga Pemasyarakatan
5. Melakukan urusan Tata Usaha dan Rumah Tangga
E. Visi, Misi dan Motto
1. Visi
Memberikan pelayanan yang akuntabel dan transparan serta mampu mewujudkan tertib
pemasyarakatan.
2. Misi
a. Memberikan kemudahan pelayanan bagi masyarakat secara tepat dan efektif
b. Menghilangkan komersialisasi dan diskriminasi dalam pelayanan
c. Menyediakan prosedur layanan tentang hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan
d. Mengedepankan profesionalisme dan keterbukaan dalam memberikan pelayanan.
3. Motto
Berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang berorientasi pada kepuasan masyarakat
4. Maklumat
“Dengan ini, kami menyatakan sanggup menyelenggarakan pelayanan sesuai standar
pelayanan yang telah ditetapkan. Dan apabila tidak menepati janji ini kami siap
menerima sanksi, sesuai peraturan perundang-undangan.
F. Sarana dan Prasarana
Lapas Klas II A Narkotika Jakarta memiliki empat buah gedung, yaitu 3 gedung
kantor dan satu blok hunian tempat Warga Binaan Pemasyarakatan tinggal. Kapasitas hunian
dari Lapas Narkotika ini adalah sebanyak 1084 orang. Blok hunian ini terletak di bagian
gedung paling dalam dan terpisah. Blok ini dibatasi oleh lapangan yang sangat luas tempat
WBP berkumpul guna melaksanakan program-program yang sudah diberikan oleh lapas.
Juga ada masjid dan gereja tempat beribadah umat islam dan Kristen.
G. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta
KALAPAS
KASUBAG
TATA USAHA
Kepala Umum
Kepegawaian dan
Keuangan
Kepala Urusan
Umum
KA. KPLP
KASI BINADIK
KASI GIATJA
KASI ADM.
KAMTIB
REGU PENGAMANAN
KASUBSI REG
KASUBSI
BIMKER DAN
PHK
KASUBSI
KEAMANAN
KASUBSI
BIMPAS
KASUBSI
SARKER
I
II
III
IV
Keterangan :
KALAPAS
Kasubag Tata Usaha
KA. KPLP
KASI BINADIK
KASI GIATJA
KASI ADM. KAMTIB
KASUBSI REG
KASUBSI BIMKER dan PHK
KASUBSI BIMPAS
KASUBSI SARKER
KASUBSI
PELAPORAN
DAN TATA
TERTIB
: Kepala Lembaga Pemasyarakatan
: Kepala Sub Bagian Tata Usaha
: Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan
: Kepala Seksi Bina Narapidana atau Anak Didik
: Kepala Seksi Kegiatan Kerja
: Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Ketertiban
: Kepala Sub Registrasi
: Kepala Sub Seksi Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil Kerja
: Kepala Sub Seksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan
: Kepala Sub Seksi Sarana Kerja
H. Gambaran SDM/ Staff Lapas Narkotika Klas II A Jakarta
Jumlah Karyawan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II A Jakarta saat ini
berjumlah 202 orang. Berikut gambaran petugas Lapas Narkotika berdasarkan jenis kelamin
dan jenjang pendidikan periode September 2014.
Tabel 4
Kondisi SDM Petugas Pemasyarakatan Ditinjau dari Jenjang Kepangkatan
Periode September 2014
UPT
JENIS
KELAMIN
SD
SLTP
SLTA
AKIP
DIII
S1
S2
JML
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
LAPAS KLAS
II A
NARKOTIKA
JAKARTA
160
45
-
-
-
-
95
13
4
-
2
6
43
23
14
2
202
JUMLAH
205
-
-
108
4
8
66
16
202
Sumber : bagian Kepegawaian Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta (September 2014)
I. Keadaan Warga Binaan Pemasyarakatan
Tidak semua yang menempati Lembaga Pemasyarakatan adalah Warga Binaan, tetapi
ada juga yang berstatus sebagai tahanan. Yang dimaksud dengan tahanan adalah terdakwa
yang dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan dalam proses persidangan di Pengadilan.
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) / narapidana dan tahanan memiliki perbedaan yaitu :

Warga binaan merupakan mereka yang telah mendapat vonis hukuman dari Kejaksaan

Tahanan merupakan mereka yang masih dalam proses persidangan dan masih menjadi
orang titipan dari Kejaksaan..
Tabel 5
Jumlah Tahanan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II A Jakarta
No
Golongan
Jumlah
1
AI
2
A II
2
3
A III
92 Orang
4
A IV
7
5
AV
12 Orang
-
Jumlah
Orang
Orang
Orang
113 Orang
Sumber : Bagian Registrasi Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta (Oktober 2014)
Keterangan :
AI
: Tahanan Polisi
A II : Tahanan Kejaksaan
A III : Tahanan Pengadilan Negeri (PN)
A IV : Tahanan Pengadilan Tinggi (Banding)
A V : Tahanan Mahkamah Agung (Kasasi)
Tabel 6
Jumlah Warga Binaan Pemayarakatan (WBP) atau Narapidana Lapas Narkotika
Klas II A Cipinang Jakarta
No
1
Golongan
Mati
Jumlah
1
Orang
2
SH
11
Orang
3
BI
2661
Orang
4
B II A
-
Orang
5
B II B
-
Orang
6
B III S
58
Orang
7
Titipan
1
Orang
2732
Orang
Jumlah
Sumber : Bagian Registrasi Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta (Oktober 2014)
Keterangan :
Mati : Narapidana yang menjalani hukuman mati
SH
: Narapidana yang menjalani hukuman Seumur Hidup
BI
: Narapidana yang menjalani hukuman di atas 1 (satu) tahun
B II A : Narapidana yang menjalani hukuman di bawah satu (1) tahun. 3-12 bulan.
B II B : Narapidana yang menjalani hukuman 1 hari sampai 3 bulan.
B III S : Narapidana yang menjalani Hukuman kurungan atau pengganti denda
Titipan : Narapidana titipan dari Lapas atau Rutan lain.
Tabel 7
Jumlah Tahanan dan Narapidana di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta berdasarkan
Agama
No
Agama
Jumlah
1
Islam
2518 Orang
2
Kristen
244 Orang
3
Katholik
49 Orang
4
Hindu
5 Orang
5
Budha
92 Orang
6
Konghucu
2 Orang
Jumlah
2845 Orang
Sumber : Bagian Registrasi Lapas Narkotika Kelas IIA Jakarta (Oktober 2014)
J. Jadwal Kegiatan Sehari-hari Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas
II A Jakarta
Dalam menjaga keteraturan dan kedisiplinan narapidana dalam mengikuti pembinaan
di Lapas, maka dibutuhkan jadwal kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengatur
kegiatan yang harus dilakukan oleh narapidana mulai dai bangun pagi sampai dengan
istirahat di malam hari. Setiap harinya ada jadwal berbeda yang harus diikuti oleh WBP.
Kegiatan narapidana di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta dimulai dari pukul 04.30 WIB
sampai dengan pukul 19.30 WIB. Jadwal kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas
Narkotika Klas II A Jakarta dapat dilihat pada lampiran.
K. Tahapan Sistem Pemasyarakatan Narapidana Pada Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Cipinang Jakarta
Dalam rangka mencapai tujuan reintegrasi sosial yang lebih dikenal dengan nama
Pembebasan Bersyarat, maka Lembaga Pemasyarakatan harus memberikan pembinaan dalam
program pembinaan dan keterampilan agar mereka menjadi manusia yang seutuhnya,
menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dan dapat berperan aktif dalam
pembangunan dan juga yang paling penting adalah dapat hidup secara wajar sebagai warga
yang baik dan bertanggung jawab.
Pembinaan yang dimaksud diatas termasuk dalam Proses Pemasyarakatan. Proses
pemasyarakatan adalah suatu proses sejak seorang narapidana masuk Lembaga
Pemasyarakatan sampai lepas yang sesungguhnya dan kembali ke tengah-tengah masyarakat.
Kegiatan tersebut dimulai sejak yang bersangkutan masih berstatus tersangka sampai menjadi
status narapidana. Proses pemasyarakatan terdiri dalam empat tahap. Empat tahap tersebut
antara lain :55
a. Tahap Admisi dan Orientasi (Maximum Security)
Mapenaling (Masa Pengenalan Lingkungan) diberikan ketika mereka menjadi
tahanan dan akan menjadi narapidana. Mapenaling diberikan untuk memberi bekal pada
narapidana agar mampu memenuhi hak dan kewajiban serta wewenangnya dalam
Lembaga Pemasyarakatan. Mereka diberi pengarahan tentang lembaga Lembaga
Pemasyarakatan, blok-blok Lembaga Pemasyarakatan, dan dimana mereka akan
ditempatkan serta peraturan yang berlaku. Tujuan dari semua itu ialah agar para
narapidana mampu menyesuaikan dengan lingkungan barunya. Sehingga tidak terjadi
tindakan / sanksi yang merugikan mereka. Kemudian secara luasnya ialah supaya
narapidana mampu merenungi kesalahan dan pelanggaran yang mereka lakukan. Hal
tersebut sesuai dengan UU Nomor 12 pasal 16 ayat 2 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan bahwa ”ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan
sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”
b. Pembinaan Kepribadian Lanjutan (Minimum Security)
Tahap ini disebut pembinaan lanjutan dari tahap pembinaan orientasi/admisi.
Sekurang-kurangnya mereka harus menjalani tahap ini 1/3 –1/2 dari masa pidana yang
harus dijalani. Mereka pada masa ini diawasi dan dipantau lebih longgar dari pada saat
55
Berdasarkan keterangan papan banner di Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta
masa orientasi / admisi (Maximum security). Bentuk pembinaan yang diberikan antara
lain; pembinaan kepribadian (mental dan spiritual), keterampilan untuk mendukung usaha
mandiri, keterampilan untuk mendukung usaha industri kecil, keterampilan yang
dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing dan keterampilan untuk
mendukung usaha industri pertanian atau perkebunan dengan teknologi industri.
c. Asimilasi (Medium Security)
Pembinaan pada tahap ini dimulai dari masa pidana hingga 2/3 masa pidana. Hal itu
pun harus didukung penilaian team Pembina Pemasyarakatan apakah narapidana tersebut
sudah memiliki sikap mental, keterampilan dan fisik yang baik. Pada masa ini
pengawasan sudah relatif kurang (medium security). Menurut informan staff
bimkemasywat di Lapas Narkotika asimilasi adalah salah satu bentuk reintegrasi sosial
yang diberikan kepada narapidana sesuai dengan syarat yang sudah ditetapkan dalam
Undang-Undang. Lebih lanjut asimilasi ialah sebagai pemberdayaan dan jembatan antara
narapidana
dengan
lingkungan
luar
sebelum
mereka
keluar
dari
Lembaga
Pemasyarakatan.
Asimilasi disini dibagi dua yaitu asimilasi dalam Lembaga Pemasyarakatan terbuka
(open camp) dan asimilasi dalam Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana yang melakukan
proses ini antara lain melakukan kegiatan bekerja untuk kantor-kantor dalam Lembaga
Pemasyarakatan
dan
narapidana
yang
mengajar
dalam
lingkungan
Lembaga
Pemasyarakatan. Kemudian untuk asimilasi narapidana dalam Lembaga Pemasyarakatan
terbuka semisal kerja bakti bersama lingkungan masyarakat sekitar, kerja mandiri, dan
lain-lain. Tahap ini memberi pembinaan secara luas, bukan hanya di lingkungan dalam
Lembaga Pemasyarakatan, tetapi juga membaur antara narapidana dengan masyarakat
tertentu. Program ini bertahap dilakukan mulai dari kegiatan yang sempit cakupannya dan
mengarah pada kegiatan masyarakat secara luas sesuai bakat dan keterampilan yang
dimiliki narapidana. Ketika melaksanakan program asimilasi, narapidana harus diseleksi
secara khusus oleh petugas lembaga pemasyarakatan dan terencana secara matang. Hal
tersebut bertujuan agar tidak terjadi kegiatan narapidana yang merugikan narapidana dan
masyarakat seperti larinya narapidana dari area asimilasi yang ditentukan, dll.
Namun sejak tahun 2015 asimilasi sudah tidak diadakan lagi di Lapas Klas IIA
Narkotika Cipinang karena narapidana narkotika perlu adanya pengetatan syarat dan tata
cara pelaksanaannya.56
d. Tahap Integrasi dengan Lingkungan Masyarakat (Minimum Security)
Pada masa ini merupakan akhir dari masa pembinaan yang diberikan kepada
narapidana. Apabila pembinaan dari tahap orientasi hingga asimilasi berjalan dengan baik
dan masa pidana yang dijalani telah 2/3 dijalani atau sedikitnya 9 bulan dilalui, kemudian
narapidana diberi pembebasan bersyarat (PB) dan cuti menjelang bebas (CMB).
Pada proses ini pembinaan dilaksanakan pada lingkungan masyarakat luas. Dan
pengawasannya pada tahap ini sangat kurang (minimum security). Landasan hukum untuk
Pembebasan Bersyarat adalah Pasal 15 ayat 1 (satu) KUHP: "Orang yang dipidana
penjara dapat dilepaskan dengan syarat, apabila telah lalu dua pertiga dari masa
pidananya yang sebenarnya dan juga sekurang-kurangnya sembilan bulan daripada itu.
Kalau orang yang dipidana itu harus menjalani beberapa kali pidana penjara berturutturut maka dalam hal itu semua pidana dijumlahkan jadi satu".
Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas dilaksanakan di
bawah pengawasan langsung oleh Balai Pemasyarakatan bukan lagi pihak Lembaga
56
Wawancara pribadi penulis dengan Kasi Binadik, Bpk Diding pada 4 Desember 2014
Pemasyarakatan. Narapidana dapat menjalani sisa dari masa pidana atau 1/3 (sepertiga) di
rumah dan narapidana yang bersangkutan harus wajib melaporkan diri ke Balai
Pemasyarakatan. Jika pada tahap integrasi tersebut narapidana kembali melakukan tindak
pidana maka, narapidana tersebut harus kembali menjalani sisa masa pidananya itu di
dalam Lembaga Pemasyarakatan, ditambah lagi dengan sanksi pidana yang baru
dilakukan tersebut.
L. Syarat-syarat Pembebasan Bersyarat yang Diberlakukan oleh Lapas Klas II A
Narkotika Sesuai dengan PP RI No 32 Tahun 1999
Dalam Pasal 43A PP RI Nomor 99 Tahun 2012 berbunyi :57
(1) Pemberian Pembebasan Bersyarat untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan
tindak pidana terorisme, narkotika dan precursor narkotika, prikotropika, korupsi,
kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta
kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) juga harus memenuhi persyaratan :
a. Bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar
perkara tindak pidana yang dilakukannya
b. Telah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan
ketentuan 2/3 masa pidana tersebut paling sedikit 9 (Sembilan) bulan
c. Telah menjalani asimilasi paling sedikit ½ (satu per dua) dari sisa masa pidana yang
wajib dijalani.
d. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan
dijatuhi pidana yang menyatakan ikrar :
57
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 Pasal 43
1) Kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta tertulis bagi Narapidana
Warga Negara Indonesia, atau
2) Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi
Narapidana Warga Negara Asing yang dipidana karena melakukan tindak pidana
terorisme.
(2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor
narkotika, psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap
Narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
(3) Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus
dinyatakan secara tertulis oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
M. Prosedur Untuk Memperoleh Pembebasan Bersyarat
1. Tim pengamat Pemasyarakatan pada Lapas Klas II A Narkotika Cipinang Jakarta, setelah
mendengar pendapat anggota tim serta mempelajari Laporan Penelitian Kemasyarakatan
dari BAPAS mengusulkan kepada Kepala Lapas Klas IIA Cipinang yang dituangkan
dalam formulir yang telah ditetapkan.
2. Apabila usulan tsb disetujui oleh KALAPAS, maka proses pengusulan diteruskan kepada
Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM DKI Jakarta.
3. Kanwil dapat menolak atau menyetujui usul KALAPAS setelah mempertimbangkan hasil
sidang TPP Kanwil.
4. Apabila Kanwil menolak usulan tsb, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat
belas) hari sejak diterimanya usul tsb memberitahukan alasan-alasan yang menjadi dasar
penolakan kepada KALAPAS.
5. Apabila Kanwil menyetujui usulan tsb, maka selambat-lambatnya 14 hari maka
diteruskan ke Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas).
6. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
diterimanya usulan tersebut, menetapkan persetujuan atau penolakan terhadap usulan
tersebut.
7. Apabila Dirjenpas menyetujui usul Kanwil, maka ia meneruskan usul tersebut kepada
Menteri Hukum dan HAM (Menkumhan) untuk mendapatkan persetujuan.
8. Apabila Menkumham menyetujui usul tersebut, maka kemudian dibuat keputusan
mengenai pemberian pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas.
9. Wewenang membuat keputusan tersebut selanjutnya dilaksanakan :
a. Untuk pembebasan bersyarat, keputusannya dibuat oleh Dirjenpas
b. Untuk cuti menjelang bebas, keputusan dibuat oleh Kanwil.
N. Program Pembimbingan Klien Oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) Klas I Jakarta
Pusat
1. Tahap Awal 1/3 (0-1/3) dari masa bimbingan
a. Yuridis dan Administrasi
Pemeriksaan surat-surat yang sah oleh petugas Bapas setelah klien keluar dari Lapas,
lalu pencatatan registrasi dan pengambilan sidik jari serta foto.
b. Assesment dan Penyusunan
Petugas Kemasyarakatan menggali permasalahan klien, apa kesulitan yang dihadapi
klien setelah keluar dari Lapas atau Rutan.
c. Intervensi
Bentuk intervensi yang disediakan oleh Bapas adalah Konseling. Dari konseling
tersebut petugas mengetahui permasalahan yang menimpa klien dan membantu
menyelesaikan masalah tersebut dengan merujuk pada badan-badan sosial yang
bersangkutan.
d. Rujukan
Dari intervensi yang dilakukan oleh petugas, Bapas membantu klien dengan merujuk
pada lembaga yang sesuai dengan permasalahan klien. Seperti jika ada yang
bermasalah dengan penyakit, bapas menunjuk rumah sakit yang bekerja sama dengan
Bapas atau ada juga permasalahan yang paling sering dikeluhkan yaitu sulitnya
mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu Bapas mengadakan bimbingan kepribadian.
e. Bimbingan Kepribadian
Bimbingan kepribadian rutin diadakan oleh Bapas untuk memberikan sosialisasi
kepada para klien dengan tema yang berbeda-beda setiap jadwalnya. Ada tentang
agama, hukum, kesadaran berbangsa dan bernegara, dll. Selain bimbingan
kepribadian yang bersifat sosialisasi ada juga bimbingan keterampilan. Keterampilan
yang disediakan oleh Bapas diantaranya adalah setir mobi, service hp, montir motor,
salon, dll.
f. Monitoring dan Evaluasi
Setelah tahap pertama selesai diadakan evaluasi apakah program sesuai dengan
rencana atau sesuai dengan kebutuhan klien dan menyusun program lanjut sesuai
dengan hasil yang sudah didapat.
2. Tahap Lanjut ½ (1/3-2/3)
a. Program Lanjutan
Melanjutkan program yang sudah dijalani pada tahap awal dengan setiap bulannya
klien harus melapor ke Bapas.
b. Bimbingan Kepribadian
Mengadakan sosialisasi kembali kepada klien dengan tema berbeda yang sudah di
jadwalkan.
c. Bimbingan Intelektual
Untuk klien yang masih anak di bawah umur diberikan bimbingan intelektual yaitu
kembali bersekolah atau pesantren yang sudah bekerja sama dengan Bapas.
d. Bimbingan Kemandirian
Melanjutkan menjalani pelatihan ketermpilan yang sudah dipilih oleh klien dengan
jangka waktu yang sudah ditentukan setiap klien.
e. Bimbingan Psikososial
Diberikan terapi sosial kepada klien untuk membantu mengatasi masalah yang ada
pada dirinya.
f. Monitoring dan Evaluasi
Setelah menjalani semua tahapan yang kedua ini diadakan evaluasi apakah sudah
sesuai dengan rencana dan kebutuhan klien, dan menyusun program akhir.
3. Tahap Akhir (2/3-3/3)
a. Intervensi dan Program Akhir
Dengan bimbingan kepribadian dan pelatihan keterampilan sudah saatnya klien
memasuki tahap akhir yaitu mengaplikasikan apa yang sudah didapat dari bimbingan
yang diberikan oleh Bapas. Bapas bekerja sama dengan pihak ke-3 untuk penyaluran
kerja klien-klien yang sudah dibimbing sebelumnya. Namun semua tergantung
dengan klien apakah ia ingin mencari sendiri atau tidak.
b. Monitoring dan Evaluasi
Bapas menilai semua program yang sudah di jalankan dari tahap awal sampai pada
tahap akhir apakah kegiatan sudah sesuai dengan rencana kerja atau belum.
c. Sidang TPP
Sidang TPP diadakan di Bapas dengan tujuan untuk mengevaluasi apakah klien sudah
menjalani sesuai dengan proses pembimbingan yang sudah tertera dan klien tidak
mengulangi perbuatan melanggar hukumnya kembali. Jika sudah sesuai dengan
syarat-syarat reintegrasi sosial maka klien dapat mengkahiri bimbingan.
d. Pengkahiran Bimbingan
Bimbingan sudah diakhiri namun klien masih harus melapor kepada Bapas sebulan
sekali sampai sisa waktu masa pidananya selesai
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA
Pada bab empat ini diuraikan mengenai temuan lapangan yang selanjutnya dianalisa
sesuai dengan tinjauan pustaka yang digunakan mengenai Program Reintegrasi Sosial yang
diselenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta dalam
rangka mengembalikan keberfungsian sosial Warga Binaan Pemasyarakatan. Dari hasil temuan
lapangan tersebut, peneliti melakukan analisis yang juga dijelaskan dalam bab ini.
A. Program Reintegrasi Sosial di Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta
Tahap integrasi dalam Lapas merupakan akhir dari masa pembinaan yang diberikan
kepada narapidana. Pembinaan ini dilakukan di dalam dan luar Lapas dengan
mengintegrasikan ketiga subyek yakni warga binaan, petugas kemasyarakatan dan
masyarakat. Pembinaan di luar Lembaga Pemasyarakatan bertujuan agar narapidana lebih
mendekatkan diri dengan masyarakat dan merupakan realisasi dari salah satu prinsip
pemasyarakatan yakni selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus
dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Ada dua macam
bentuk reintegrasi sosial yang dilakukan oleh Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta,
yaitu Pembebasan Bersyarat.
1. Pembebasan Bersyarat
Pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan narapidana di luar Lembaga
Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidananya
dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut minimal 9 (sembilan) bulan.
Hal ini dijelaskan oleh staff bimkemasywat Lapas Narkotika, Bapak David.
“ bentuk reintegrasi sosial ada Pembebasan Bersyarat (PB) dan CMB (Cuti
Menjelang Bebas). Nah kalau yang ini seringnya pada ikut PB, jarang ada yang
CMB. PB itu pembebasan beryarat. Syaratnya dia minimal sudah menjalani 2/3
dari masa hukuman. Kaya contohnya ada napi yang udah ketok palu dihukumnya
6 tahun, berarti 2/3 dari 6 tahun itu kan 4 tahun. Nah kalau sudah 4 tahun ia
boleh keluar dengan syarat-syarat seperti yang sudah saya jelaskan tadi.”58
Berdasarkan wawancara diatas, warga binaan yang sudah menjalani 2/3 dari masa
tahanannya dapat mengikuti Pembebasan Bersyarat (PB). Pembebasan bersyarat dapat
diikuti oleh seluruh warga binaan setelah memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan.
Pembinaan
narapidana
yang
dilaksanakan
berdasarkan
sistem
kemasyarakatan
diharapkan mampu untuk mencapai tujuan-tujuan dari pemidanaan, untuk mewujudkan
tujuan tersebut salah satu upayanya adalah dengan pemberian pembebasan bersyarat.
Karena sesuai dengan BAB II Hal 25 warga binaan membutuhkan pemidanaan yang
sifatnya bukan balas dendam namun yang sifatnya memperbaiki.
Pembinaan di luar lapas tersebut bertujuan untuk mengembalikan mantan warga
binaan untuk dapat kembali bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat. Hal ini
berdasarkan wawancara dengan Bapak David dan Bapak Diding mengenai pembinaan
warga binaan.
“Setiap narapidana yang diasingkan, diasingkan disini maksudnya dia berada
dalam lapas dan hilang kemerdekaannya harus tetap diberikan pembinaan dan
bimbingan”59
“Narapidana itu bukan penjahat, mereka hanya salah jalan, tersesat, melanggar
ketentuan pidana. Oleh karena itu agar mereka tidak salah jalan lagi, di lapas
ada yang namanya program pembinaan dengan waktu yang telah di tentukan,
58
59
Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014
Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014
baik di dalam lapas maupun di luar lapas mereka bisa belajar satu keterampilan
yang dia bisa agar nanti setelah keluar dari lapas mereka bisa bersosialisasi
kembali. Salah satu programnya adalah PB (Pembebasan Bersayarat).”60
“… saya ikut program pesantren masjid kerjanya ya ngurus-ngurus masjid gitu.
disitu saya belajar baca Al-Qur’an, belajar dakwah juga mba semacam ngasih
tausiyahlah tapi sesama napi aja. Kita juga diajarin pentingnya puasa. Banyak
lah mba ilmu yang saya dapet dari ustad.”61
Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa narapidana yang menjalani
pembinaan di lapas harus tetap mendapatkan haknya sebagai manusia yaitu mendapat
pembinaan baik itu pembinaan kepribadian maupun keterampilan untuk memperbaiki
kesalahan yang mereka lakukan di masa lalu sehingga nantinya mereka dapat kembali
bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat sebagai pribadi yang baru yang sesuai dengan
nilai dan norma masyarakat. Bimbingan kepribadian yang Opik dapat adalah pembinaan
dalam keagamaan. Dengan mengikuti pembinaan keagamaan di Lapas ia dapat
meningkatkan ibadah yang selama ini kurang ia lakukan. Mendapatkan pembinaan
sebagai bentuk keadilan pelaku kejahatan untuk tidak kembali mengulangi perbuatannya
hal ini sesuai dengan tujuan hukum pidana pada BAB II hal 24.
Bimbingan yang diberikan untuk mempersiapkan warga binaan dimulai dari
seorang narapidana dijatuhi vonis oleh Hakim sampai dengan tahap integrasi yang
dilakukan di luar lapas dengan penjagaan yang kurang (low security).
“Sebelum benar-benar kembali ke masyarakat, narapidana harus kita beri
bimbingan terlebih dahulu. Karena menyangkut keselamatan masyarakat maka
tidak kita keluarkan begitu saja narapidana yang sudah habis masa
tahanannya.“62
60
Wawancara pribadi peneliti dengan Kasi Binadik, Bapak Diding, Jakarta 4 Desember 2014
Wawancara pribadi
dengan WBP, Opik, Jakarta 8 Desember 2014
62
Wawancara pribadi peneliti dengan Kasi Binadik, Bapak Diding, Jakarta 4 Desember 2014
61
“Sebelum mereka dapat mengikuti program reintegrasi sosial harus ada syaratsyarat yang harus mereka penuhi.”63
“Pertamanya saya ikut program tamping masjid itu mba, setau saya kalo mau
ikut PB mesti ikut program. Ibu saya yang jadi penanggung jawab yang ngurusin
(pembebasan bersyarat), ke RT, RW, Kelurahan. Berkas semuanya beres, terus
saya sidang mba. Saya dikabulin pemintaan PB-nya karena semua syarat kan
udah saya penuhin. Abis itu yaudah deh tunggu tanggal keluarnya”64
Dari penjelasan diatas diperoleh bahwa sebelum mengikuti program reintegrasi
sosial yang lebih dikenal dengan Pembebasan Bersyarat, narapidana harus mengikuti
proses pemasyarakatan terlebih dahulu. Pembebasan bersyarat bukan berarti mengobral
masa tahanan narapidana, karena untuk mendapatkan hak ini Kemenkumham sudah
memperketat persyaratannya dengan mengubah PP 32/99 dengan PP 28/2006 dan
kemudian disempurnakan dengan PP 99/2012. 1/3 masa tahanan narapidana dijalankan di
tengah-tengah masyarakat, oleh karena itu harus ada keseimbangan antara warga binaan
dan masyarakat agar masyarakat tetap aman dan warga binaan dapat kembali
bersosialisasi sesuai dengan nilai dan norma yang ada di masyarakat. Hal ini sesuai
dengan BAB II Hal 24 menurut Muladi bahwa tujuan pemidanaan yang dilakukan oleh
Lapas tidak hanya memberikan keadilan bagi warga binaan tetapi juga harus memberikan
perlindungan ke masyarakat.
Pembinaan yang diberikan salah satunya adalah pembinaan kepribadian. Informan
Opik mengikuti program pembinaan yaitu Program Pesantren Terpadu Daarussyifa dan
dia tunjuk sebagai Tamping (Tahanan Pendamping) 65 Masjid, tujuannya adalah untuk
lebih mendalami perihal agama dan dapat mengikuti program Pembebasan Bersyarat (PB)
63
Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014
Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 8 Desember 2014
65
Tahanan pendamping atau tamping ialah orang yang dipercaya sebagai penghubung antara
narapidana dan staff /petugas lapas.
64
yang memang salah satu syaratnya yaitu syarat substantif adalah Warga Binaan aktif
minimal satu program pembinaan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan informan
Opik dan Bapak David.
“Yah pengen lebih tau agama lah ikut program di masjid. Terus juga kan kalo ga
ikut program saya susah mba kalo mau daftar pb nya. Daftar PB (Pembebasan
Bersyarat) kan mesti ikut program dulu.”66
“ada juga syarat substantif yaitu perilakunya sudah berubah atau belum. Sudah
berubah atau belumnya kita bisa lihat dari selama 9 bulan ia di lapas ia tidak
pernah ada Register F (Pelanggaran Tata Tertib). Lalu dia juga aktif dalam
program pembinaan.”67
“Dia kan di lapas ikut yang di masjid itu katanya. Saya liatnya udah ada
perubahan sih. Sekarang mah udah ga pernah keluar malem. Sholat juga rajin.
Terus sekarang katanya mau dakwah tuh.”68
Berdasarkan pernyataan Ibu Opik diatas, sudah ada respon atau reaksi Opik mau
menerima pengetahuan yang ia dapatkan di program pesantren masjid. Dari program
tersebut Opik dibekali pentingnya sholat lima waktu, membaca Al-Qur’an dan juga
pentingnya puasa. Hal tersebut dapat menjadi bekal bagi Opik untuk kembali ke tengahtengah masyarakat dengan mengadaptasi pengetahuan yang ia peroleh di program
pesantren seperti puasa, sholat, mengaji, dll yang dapat diterima oleh masyarakat tempat
ia tinggal. Perubahan yang dilakukan Opik diatas sesuai dengan teori Perilaku menurut
Soekidjo dalam BAB II Hal 39.
Dari kutipan wawancara diatas juga ditekankan pentingnya syarat substantif
disamping syarat administratif. Bapak David mengatakan bahwa selama 9 bulan Opik di
Lapas dan mengikuti program pembinaan apakah ia melakukan pelanggaran tata tertib
66
Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 8 Desember 2014
Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014
68
Wawancara pribadi peneliti dengan Ibu WBP, Opik, Jakarta 15 Desember 2014
67
atau tidak, melakukan pelanggaran ringan atau berat. Kalau pelanggaran berat misalnya
seperti melakukan tindakan kekerasan terhadap sesama penghuni ataupun petugas maka
akan diperiksa dan diberikan tindakan disiplin berupa penempatan sementara dalam sel
pengasingan. Dari hal tersebut ketika pemeriksaan berkas untuk mengajukan Pembebasan
Bersyarat maka akan dipertimbangkan.
Setelah menjalani 2/3 masa tahanan dan memenuhi persyaratan lalu mengajukan
permohonan Pembebasan Bersyarat maka Lapas menunjuk Bapas tempat penanggung
jawab tinggal dan diadakan Penelitian Kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan apa yang
dijelaskan oleh Bapak. David, yaitu :
“Nah dari lapas lalu diserahkan ke bapas. Nanti bapas melakukan wawancara
kepada narapidana dan survey ke alamat penjamin. Apakah di alamat penjamin
eks napi ini bisa diterima atau tidak. Setelah itu bapas menuliskan laporan untuk
diserahkan ke lapas untuk rekomendasi.”69
“Yang pertama kita lakukan adalah melakukan penelitian masyarakat. Kita
berkunjung ke rumah penanggung jawab si klien ini. Kita mengambil data-data
lingkungannya, bagaimana kondisi lingkungannya semuanya ya lalu kita ke
pemerintah setempat menyetujui atau tidak ini orang dikembalikan ke lingkungan
setempat.”70
“saya yang ngurusin si Opik daftar PB itu. Saya dateng ke lapas terus di kasih
penjelasan saya mesti ngawasin si Opik ntar kalo dia udah keluar. Kita ke pa RT
juga minta tanda tangan bisa ga si Opik tinggal disini lagi gitu sama ada petugas
yang nemenin kita.”71
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan bekerja sama
dengan Balai Pemasyarakatan (Bapas) dalam penelitian kemasyarakatan. Karena setelah
narapidana selesai menjalani masa pembinaannya di Lapas dan mengikuti program
69
Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014
Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014
71
Wawancara pribadi peneliti dengan Ibu WBP, pada 15 Desember 2014
70
reintegrasi sosial maka Bapas sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam memberikan
pembinaan sampai masa tahanan si narapidana selesai. Bapas yang bertanggung jawab
disini adalah Bapas yang sesuai dengan tempat tinggal si penanggung jawab. Contohnya
adalah Opik, karena penanggung jawabnya yakni ibunya tinggal di Menteng, Jakarta
Pusat maka Bapas yang di tunjuk adalah Bapas yang terletak di Jakarta Pusat yaitu Bapas
Salemba.
Dari wawancara di atas juga pihak Lapas tidak hanya memberikan pembinaan
kepada narapidananya saja, tetapi juga masyarakat berhak mengetahui bahwa nantinya
akan ada bekas warga binaan tinggal bersama mereka dalam satu lingkungan (Lihat BAB
II hal 24). Hal ini bertujuan untuk sedapat mungkin menghindarkan adanya pemberian
labelling atau stigma yang biasanya dialamatkan pada bekas pelaku tindak pidana
kejahatan. Karena hal tersebut disadari atau tidak akan mempersulit pengembalian
mereka (reintegrasi) ke dalam masyarakat (Lihat BAB II Hal 37).
Setelah Penelitian Kemasyarakatan dilakukan oleh Bapas, maka Sidang TPP pun
dilaksanakan. Sidang ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pembebasan Bersyarat yang
diajukan dapat diteruskan atau tidak. Hal ini dijelaskan oleh Bapak David dan Bapak
Agus.
“Setelah itu setiap hari kamis dua minggu sekali lapas mengadakan sidang Tim
Pengamat Pemasyarakatan atau sidang TPP. Tujuannya adalah untuk
mengetahui apakah reintegrasi sosial ini akan dilanjutkan atau tidak kalo
misalnya di lingkungannya dia di tolak. Penjamin dan narapidana harus datang.
Sebagai ketua tim yaitu KASI BINADIK. Setelah selesai, hasil sidang diusulkan
ke KALAPAS, baru setelah itu ke KANWIL. Dari KANWIL sidang TPP tersebut
bila disetujui maka diserahkan ke DIRJEN PAS baru setelah itu ke Menteri
Hukum dan HAM.”72
72
Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014
“…nah nanti baru kita sidang lagi menentukan apakah si napi ini boleh tinggal di
tempat si penanggung jawab ini apa tidak. Setelah sidang disetujui dan
melakukan pemeriksaan berkas.”73
“Berkas semuanya beres, terus saya sidang mba, pake kemeja putih celana item
kaya orang mau interview kerjaan gitu hehehe. Saya dikabulin pemintaan PB nya
karena semua syarat kan udah saya penuhin. Abis itu yaudah deh tunggu tanggal
keluarnya.”74
Dari hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa untuk memperoleh reintegrasi
sosial, narapidana harus mengikuti serangkaian persyaratan yang sudah diperketat oleh
Kemenkumham dengan mengubah PP 32/99 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan
Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dengan PP 28/2006 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999, dan kemudian disempurnakan dengan PP
99/2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999
Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP
terakhir menambah beberapa persyaratan remisi dan PB khusus kepada warga binaan
kategori khusus seperti narkoba, teroris, korupsi dan kejahatan transnasional lainnya.
B. Tahapan Pembebasan Bersyarat pada Warga Binaan Pemasyarakatan
Pembinaan tidak hanya dilakukan di dalam Lapas namun ada juga yang dilakukan di
luar Lapas. Pembinaan yang dilakukan di luar lapas menjadi tanggung jawab Balai
Pemasyarakatan (Bapas). Balai Pemasyarakatan yang dijadikan bahan penelitian ini adalah
Bapas yang terletak di Pusat Jakarta sesuai dengan apa yang peneliti jelaskan sebelumnya.
Setelah menjalani 2/3 masa tahanan dan diizinkan untuk mengikuti PB (Pembebasan
Bersyarat), maka sepenuhnya Opik berada di bawah pengawasan Bapas. Seminggu setelah
tanggal Opik keluar maka ia diwajibkan untuk melapor ke Kejaksaan dan Bapas.
73
74
Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014
Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 8 Desember 2014
“seminggu keluar dari lapas saya disuruh lapor ke Kejaksaan sama Bapas mba.
Dari bapas pusat ga ada program lagi katanya. Saya malah disuruh nyari
pekerjaan sendiri dan setiap bulan harus lapor ke kejaksaan dan bapas pusat.”75
“Setelah sidang disetujui dan melakukan pemeriksaan berkas, seminggu
setelahnya kita Bapas melakukan assessment yaitu menggali permasalahan klien.
Apa sih kesulitan klien nanti setelah keluar. Kebanyakan sih mereka itu susah
mencari pekerjaan. Ada juga yang bermasalah dengan keluarga, makanya kita
adakan konseling.”76
Dari pernyataan di atas terlihat bahwa apa yang di dapatkan Opik tidak sesuai dengan
apa yang sudah di jelaskan oleh Bapak Agus. Opik mengatakan bahwa ia hanya melapor
bahwa ia masih tinggal di Menteng dan diminta untuk mencari pekerjaan sendiri. Padahal
setelah menjalani proses pembinaan di Lapas, narapidana masih membutuhkan peran
lembaga untuk dapat mengembangkan dirinya dan dapat kembali menjadi manusia normal
seperti sebelum ia melakukan tindak pidana kejahatan (Lihat BAB II Hal 29).
Selain harus melapor setiap bulan sekali ke Bapas, Klien juga harus mengikuti
penyuluhan yang diadakan dengan tema-tema yang berbeda. Temanya antara lain tentang
hukum, agama, dan lain-lain. Penyuluhan yang diberikan hanya untuk klien. Hal ini sesuai
dengan apa yang di ungkapkan oleh Bapak Agus.
“Setelah pemberkasan beres semua, si klien ini masih tetap harus lapor ke Bapas
sebulan sekali. Kami juga melakukan penyuluhan kepada semua klien. Namanya
Bimbingan Kepribadian. Jadi kita kumpulkan semua klien yang bersedia, lalu kita
adakan penyuluhan. Tema nya macam-macam, ada tentang hukum, agama dan
lain-lain.”77
Berdasarkan wawancara di atas, pihak Bapas memberikan Bimbingan
Kepribadian kepada para klien guna mendapatkan pengetahuan sesuai dengan tema yang
diberikan. Namun tidak mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tempat klien tinggal.
75
Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 15 Desember 2014
Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014
77
Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014
76
Hal ini menjadi begitu sangat penting karena kebanyakan orang masih memberikan
labelling kepada mereka yang pernah menjadi bekas narapidana. Padahal jika ingin
reintegrasi sosial berhasil harus ada interaksi antar ketiga subyek, yaitu warga binaan,
masyarakat dan petugas kemasyarakatan (Lihat Bab II Hal 30)
Langkah yang dilakukan oleh Bapas dalam memberikan bimbingan kepribadian
kepada klien namun tidak dibarengi oleh penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat
membuat anggota masyarakat tidak mempunyai kepercayaan kepada bekas warga binaan.
Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Y, salah seorang warga tempat Opik tinggal
mengatakan bahwa :
“…Ya kita mah nerima-nerima aja mba, namanya dia juga warga disini udah
lama juga. Tapi ya kadang khawatir juga sih. Dia masih make apa ngga.
Kemaren aja saya liat dia ke rumah perempuan itu (perempuan tetangga Ibu Y
yang dicurigai sebagai pengedar narkoba) tuh mba. Ngapain coba kalo ga beli
(narkoba). Yah tapi saya udahlah ga mau suudzon (berprasangka buruk), yang
penting jaga diri sendiri sama keluarga aja. Dia juga udah kerja sih, di tempat
yang kemaren tuh. Kemaren dia kerja di matrial jadi ngangkat-ngangkat barang
gitu. Dia kerja disitu lagi kayanya”78
Dari wawancara diatas terlihat bahwa salah seorang anggota masyarakat tidak
berkeberatan jika Opik tinggal di lingkungannya karena ia merasa Opik adalah bagian
dari lingkungannya juga. Tetapi ia masih merasa was-was karena ia pernah melihat Opik
datang ke rumah perempuan yang dicurigai sebagai pengedar narkoba. Dari situ Ibu Y
tidak langsung percaya bahwa Opik sudah berhenti menjadi pemakai. Atas tindakan yang
dilakukan Opik, hal ini memberikan interpretasi kepada Ibu Y bahwa Opik masih
merupakan seorang pecandu narkoba dan memberikan reaksinya bahwa ia harus menjaga
78
Wawancara pribadi peneliti dengan Warga tempat WBP tinggal, Ibu Y pada 15 Desember 2014
dirinya dan keluarganya agar tidak terpengaruh apa yang dilakukan Opik (Lihat Bab II
Hal 36).
Susahnya pecandu narkoba melepaskan ketergantungannya tidak terlepas dari
pengendalian dirinya sendiri dan lingkungan tempat ia bergaul. Dengan mental dan
agama yang kuat seharusnya tidak menjadi masalah jika narkoba kembali menyerang
tubuhnya. Namun kadangkala lingkungan bisa menjadi senjata mematikan jika tidak bisa
menahan diri. Sudah menjadi rahasia umum lingkungan tempat tinggal Opik menjadi
sarang peredaran narkoba. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Y yang sudah tinggal disana
selama hidupnya.
“Wah daerah sini mah udah rusak mba. Serem deh. Saya aja ati-ati banget nih
tinggal disini, mana saya kan punya anak laki-laki. Seremnya ya pada gitu, pada
ngegele (pakai ganja). Disitu aja tuh di depan ada pengedarnya tuh. Mana
perempuan, pake jilbab kalo mba mau tau. Ga percaya kan mba ? saya juga ga
percaya tadinya, tapi ngeliat orang-orang yang ngegele pada ngedatengin dia ya
tau deh kita.”79
Hal di atas menjelaskan bahwa Opik dan warga tempat tinggalnya dapat mengisi
kebutuhan antara satu dengan yang lainnya dalam hal narkoba. Namun sudah jelas bahwa
bukan itu tujuan dari reintegrasi sosial. Oleh karena itu Bapas harus memberikan
bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat untuk Opik dapat kembali ke masyarakat
sebagai pribadi yang baru dan bersih. Juga agar tidak ada pihak yang menjadi Opik kedua
(Lihat Bab II Hal 29).
Untuk menyesuaikan diri di tengah masyarakat tanpa harus melakukan hal yang
sama seperti sebelum masuk Lapas, Bapas memberikan bimbingan keterampilan yang
dapat diikuti oleh klien. Bimbingan keterampilan yang disediakan oleh Bapas terdiri dari
service HP, Sekolah Mengemudi, Salon, Massage, Service Ac, dan lain-lain.
79
Wawancara pribadi peneliti dengan Warga tempat WBP tinggal, Ibu Y pada 15 Desember 2014
“Selain penyuluhan kita juga bekerja sama dengan pihak ke-3 untuk Bimbingan
Keterampilan. Ada beberapa keterampilan yang kita sediakan, ada service HP,
sekolah mengemudi nah sekolah mengemudi ini kita usahakan sampai mereka
mendapat SIM A dan mendapat sertifikat, lalu ada salon kebanyakan yang wanita
yang ikut keterampilan ini, ada juga service AC, sama pijet atau massage.”80
“Dari bapas pusat ga ada program lagi katanya. Saya malah disuruh nyari
pekerjaan sendiri dan setiap bulan harus lapor ke kejaksaan dan bapas pusat.”81
Dari wawancara di atas, kita dapat melihat kembali kutipan Opik yang tidak
mendapatkan program yang diadakan oleh Bapas. Memang banyak keterbatasan dalam
memberikan program baik itu bimbingan kepribadian dan keterampilan.
“Dari seribuan klien kita, kita hanya mampu seratusan untuk mengikuti bimker
ini. Karena ya itu tadi anggaran kita sangat kurang.”82
“tidak bisa semua kita berikan bimbingan to, kita kan punya keterbatasan
anggaran. Setahun hanya 80 yang kita berikan bimker. Dari 80 orang itu kita
lihat kebanyakan apa yang mau mereka ambil. Kebanyakan setir mobil.”83 84
Berdasarkan hasil wawancara di atas dijelaskan bahwa pendalaman masalah
kepada klien sangat diperlukan agar pemberian keterampilan tidak salah sasaran
dikarenakan anggaran yang tidak mencukupi. Untuk Opik sendiri ia memang sudah
berencana setelah keluarnya dari Lapas ia ingin menjadi seorang pendakwah yang
tergabung dalam Majelis Dakwah di Kebon Jeruk. Seperti yang ia ungkapkan sebagai
berikut :
“Kalo saya nanti keluar saya mau gabung di Jamaah Dakwah yang ada di Kebon
Jeruk mba. Siapa tau ada rezeki dari situ. Saya bisa ke kota-kota di Indonesia
80
Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014
Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 15 Desember 2014
82
Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014
83
Wawancara pribadi peneliti dengan Kepala Seksi Bimbingan Klien Dewasa Bapas Pusat, Bapak Fredy pada 5
Maret 2015
84
Bapak Fredy adalah Kepala Bimbingan Klien Dewasa di Balai Pemasyarakatan Salemba Jakarta Pusat. Tugas
beliau adalah melakukan penelitian kemasyarakatan dengan tim nya dan juga melakukan pendampingan,
pengawasan dan pembimbingan.
81
nyebarin dakwah. Yang penting kan kita akhirat dapet insya Allah dunia juga
dapet. Itu aja sih sekarang pikiran saya. Mudah-mudahan masyarakat seneng lah
sama perubahan saya yang begini.” 85
Dari petikan wawancara di atas terlihat bahwa Opik mencoba untuk
mengefektivkan dirinya untuk kembali bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat
walaupun tanpa bantuan dari Lapas dan Bapas. Semakin keras usaha Opik untuk merubah
nilai negatif yang ada dirinya, semakin ampuh Opik menjadikan dakwah sebagai
jembatan sosialisasi dengan masyarakat maka makin besar hasil yang dicapai untuk Opik
dapat diterima kembali oleh masyarakat tanpa harus mendapatkan label sebagai seorang
bekas pecandu narkotika (Lihat Bab II Hal 27).
C. Faktor Penghambat Program Reintegrasi Sosial di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A
Narkotika Cipinang
Pentingnya dikemukakan mengenai beberapa unsur yang merupakan subyek bagi
berhasilnya reintegrasi. Adanya problematika dalam pelaksanaan program reintegrasi sosial
bagi narapidana menyebabkan sistem kemasyarakatan belum berjalan seperti yang
diharapkan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, peneliti menemukan beberapa faktor
penghambat efektifitas dalam pelaksanaan program reintegrasi sosial bagi narapidana. Yang
pertama yaitu dari Warga Binaan itu sendiri. Karena dalam proses pemasyarakatan sering
terbentur sikap kemauan Warga Binaan yang tidak ingin berubah. Ia merasa sudah nyaman
dengan kehidupan sebelumnya. Juga daya serap narapidana yang berbeda-beda dalam
menerima bimbingan. Kurangnya partisipasi aktif dari masyarakat luar untuk menerima
85
Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 15 Desember 2014
Warga Binaan secara terbuka tanpa penuh kecurigaan karena masih menganggap Warga
Binaan adalah pelaku kriminal. Hal ini di ungkapkan oleh informan Y mengenai aktifitas
Opik di rumah.
“Hambatannya adalah dari beberapa dari napi tidak berubah. Juga pandangan
masyarakat masih menganggap kriminal.”86
“…tapi ya kadang khawatir juga sih. Dia (Opik) masih make apa ngga. Kemaren aja
saya liat dia ke rumah perempuan (perempuan yang dicurigai sebagai pengedar
narkoba) itu tuh mba. Ngapain coba kalo ga beli.”87
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa masyarakat belum sepenuhnya percaya kepada
Opik, karena aktivitas Opik yang masih belum melepaskan barang haram tersebut. Itu berarti
ada dalam diri Opik yang masih tidak mau berubah karena sudah terlanjur nyaman dengan
kehidupan sebelumnya. Pengendalian diri sendiri harus kuat agar tidak terpengaruh hal-hal
yang negatif.
Hal ini dipertegas oleh beberapa kalimat yang keluar dari Opik sendiri mengenai
narkoba yang biasa ia konsumsi.
“…tapi kalo lagi bengong sendiri kadang-kadang mikir pengen make lagi, kebayangbayang terus mba rasanya. Apalagi putaw.”88
Dari kutipan wawancara di atas terlihat bahwa bimbingan sebaik apapun yang
diberikan tidak akan berhasil bila dari dirinya sendiri tidak memiliki keinginan untuk berubah.
Usaha Opik dalam merubah nilai-nilai dalam dirinya dengan mengikuti bimbingan
keagamaan tidak akan terwujud jika tidak ada pengendalian dalam dirinya juga lingkungan
yang masih menyediakan barang haram tersebut dengan mudah.
86
Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014
Wawancara pribadi peneliti dengan Warga tempat WBP tinggal, Ibu Y pada 15 Desember 2014
88
Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 15 Desember 2014
87
Kurang memadai sarana dan prasarana, misalnya sarana fisik, seperti kelas-kelas,
perlengkapan, apalagi jumlah Warga Binaan tersebut melebihi kapasitas Lembaga
Pemasyarakatan juga menjadi masalah yang harus diperhatikan. Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Bapak Diding pada peneliti.
“Untuk hambatan Kita tidak bisa menyentuh semua warga binaan karena
keterbatasan program yang tersedia, tempat terbatas, waktu terbatas. Tempat yang
kita punya sangat terbatas hanya ada beberapa kelas tidak mungkin cukup untuk
menampung semua warga binaan yang berjumlah 3000.” 89
Selain sarana fisik, anggaran yang tidak mencukupi untuk memberikan keterampilan
seluruh Warga Binaan juga menjadi masalah yang harus dicari jalan keluarnya. Akibat dari
kurangnya anggaran hanya beberapa Warga Binaan yang dapat diberikan keterampilan.
Selain dari anggaran bidang keterampilan ini juga dapat menjadi hambatan, karena pada
awalnya banyak narapidana tidak memiliki keahlian khusus jadi harus di lihat dulu apakah
memang serius atau tidak ingin mengikuti keterampilan ini.
“Untuk hambatan dari Bapas, kita sangat kekurangan anggaran. Untuk besarannya saya
tidak tahu berapa karena itu kan bukan kapasitas saya.”90
“Dari seribuan klien kita, kita hanya mampu seratusan untuk mengikuti bimker ini.
Karena ya itu tadi anggaran kita sangat kurang. Kita lihat apakah dia benar-benar
serius ingin ikut bimbingan atau tidak. Kita bisa lihat dia rajin melapor tidak selama
sebulan. Kalau dia rutin melapor sesuai jadwal dan melihat keseriusan ingin mengikuti
bimker, maka kita persilakan. Kan sayang dananya juga kalo sudah kita sediakan
ternyata merekanya malas-malasan. Jadi kita seleksi lah istilahnya”91
89
Wawancara pribadi peneliti dengan Kasi Binadik, Bapak Diding, Jakarta 4 Desember 2014
Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Klien Dewasa, Bapak. Agus pada 31 Desember 2014.
91
Wawancara pribadi peneliti dengan Kepala Seksi Bimbingan Klien Dewasa Bapas Pusat, Bapak Fredy pada 5
Maret 2015
90
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan yang telah penulis kemukakan tentang Program Reintegrasi
Sosial Pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Klas II A Narkotika Cipinang Jakarta,
maka dapat ditarik sebuah kesimpulan sebagai berikut :
1. Program Reintegrasi Sosial atau yang lebih dikenal dengan Pembebasan Bersyarat oleh
para Warga Binaan Pemasyarakatan ini bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan
untuk kembali bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat sebagai seorang yang pernah
terkena masalah hukum tanpa harus memberikan stigma negatif terhadap perbuatan atau
kesalahan yang telah mereka buat dengan pembinaan yang mereka dapatkan di Lapas.
Berbicara masalah keefektifan suatu pemidanaan tak terbatas hanya pada berat vonis
yang dijatuhkan oleh majelis hakim ataupun lama masa pemidanaan seorang narapidana,
akan tetapi juga sangat bergantung pada sarana maupun fasilitas-fasilitas penunjang yang
ada di dalam suatu lembaga pemasyarakatan. Selain untuk mengembalikan keseimbangan
dari sikap pelaku kejahatan agar jera dan tidak mengulang kejahatannya lagi, lembaga
pemasyarakatan narkotika memiliki tugas penting untuk menangani dan berusaha
menghilangkan sifat ketergantungan narkotika dari warga binaannya. Namun pembinaan
bagi narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan belum dilaksanakan secara
optimal. Hal ini dapat dilihat dari tanggapan masyarakat yang masih khawatir dengan
mantan warga binaan kembali lagi menjadi seorang pecandu narkotika.
2. Faktor pendorong pembinaan bagi narapidana narkotika adalah karena terorisme
merupakan kejahatan yang harus ditanggulagi. Pembinaan juga merupakan amanat dari
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan
Hak Warga Binaan Pemasyarakatan serta visi dan misi dari lembaga pemasyarakatan.
Upaya pembinaan merupakan salah satu gerakan perlindungan masyarakat.
3. Faktor penghambat setia mengiringi jalannya Program Reintegrasi Sosial di Lapas.
Beberapa faktor penghambat yang harus segera diselesaikan permasalahannya adalah
yang pertama yaitu dari Warga Binaan itu sendiri. Karena dalam proses pemasyarakatan
sering terbentur sikap kemauan Warga Binaan yang tidak ingin berubah. Ia merasa sudah
nyaman dengan kehidupan sebelumnya Kedua kurangnya partisipasi aktif dari
masyarakat luar untuk menerima Warga Binaan secara terbuka tanpa penuh kecurigaan
karena masih menganggap Warga Binaan adalah pelaku kriminal. Ketiga kurang
memadai sarana dan prasarana, misalnya sarana fisik, seperti kelas-kelas, perlengkapan,
apalagi jumlah Warga Binaan tersebut melebihi kapasitas Lembaga Pemasyarakatan.
Keempat anggaran yang tidak mencukupi untuk memberikan keterampilan seluruh
Warga Binaan. Last buat not least kelebihan daya tampung atau over capacity menjadi
salah satu kendala utama yang dihadapi oleh Lapas, tidak hanya di Lapas Narkotika Klas
II A Jakarta tetapi hampir disemua Lapas di Indonesia.
B. SARAN
Dalam menjalankan Program Reintegrasi Sosial masih banyak kendala dan hambatan
yang perlu diselesaikan. Berikut adalah kendala dan saran yang penulis rangkum mengenai
Program Reintegrasi Sosial di Lapas Klas II A Narkotika Cipinang Jakarta :
1. Mengenai Warga Binaan itu sendiri. Karena dalam proses pemasyarakatan sering
terbentur sikap kemauan Warga Binaan yang tidak ingin berubah. Ia merasa sudah
nyaman dengan kehidupan sebelumnya. Juga daya serap narapidana yang berbeda-beda
dalam menerima bimbingan. Untuk Warga Binaan yang tidak ingin berubah karena sudah
nyaman dengan kehidupan sebelumnya, harusnya ada Pekerja Sosial yang diperkerjakan
guna membantu permasalahan yang dihadapi oleh Warga Binaan. Pekerja sosial dapat
menjadi konselor yang akan memberikan bimbingan sosial dan dapat menjadi broker,
yaitu menghubungkan Warga Binaan yang dibantunya dengan sumber-sumber yang
terdapat dalam Lapas jika Warga Binaan memiliki kemauan yang berbeda dengan
program-prgram yang disediakan oleh Lapas.
2. Kurang memadai sarana dan prasarana, misalnya sarana fisik, seperti kelas-kelas,
perlengkapan, apalagi jumlah Warga Binaan tersebut melebihi kapasitas Lembaga
Pemasyarakatan. Memanfaatkan sekecil mungkin sarana fisik yang tidak terpakai. Untuk
kelas-kelas yang dirasa kurang, Lapas dapat memanfaatkan lapangan atau spot-spot
kosong yang memungkinkan untuk menjalani pembinaan. Karena belajar tidak harus
dilaksanakan di kelas yang tersedia meja, kursi dan papan tulis.
3. Kurangnya partisipasi aktif dari masyarakat luar untuk menerima Warga Binaan secara
terbuka tanpa penuh kecurigaan karena masih menganggap Warga Binaan adalah pelaku
kriminal. Perlunya sosialisasi kepada masyarakat tentang Warga Binaan yang sejatinya
sama dengan manusia lainnya. Pernah berbuat kesalahan dan sudah menebusnya dengan
menjalani pembinaan di Lapas. Pekerja Sosial dapat menjadi Educator kepada
masyarakat, menjelaskan pembinaan yang dilakukan oleh Lapas kepada Warga Binaan
agar mereka dapat kembali bersosialisasi dan tidak akan mengulangi perbuatan yang
melanggar nilai dan norma sosial lagi.
4. Anggaran yang tidak mencukupi untuk memberikan keterampilan seluruh Warga Binaan.
Akhirnya hanya dapat beberapa Warga Binaan yang dapat diberikan keterampilan. Para
Warga Binaan yang menjalani keterampilan dapat mengasah kemampuannya dan
menghasilkan karya sehingga karya tersebut dapat di pasarkan dan keuntungannya dapat
dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan kelas keterampilan yang membutuhkan.
5. Hambatan di bidang keterampilan karena pada awalnya banyak narapidana tidak
memiliki keahlian khusus. Keterampilan sangat penting bagi Warga Binaan, karena
bagaimanapun setelah menyelesaikan masa tahanan, Warga Binaan perlu mempunyai
minimal satu keterampilan khusus yang nantinya akan ia manfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Oleh karena itu Lapas dapat menjalin kerjasama yang intensif dengan
beberapa instansi. Misalnya dengan Depnaker (Departemen Tenaga Kerja) sebagai
instansi yang berwenang mengatasi lapangan kerja, atau bekerjasama dengan pihak
swasta yang bergerak pada bimbingan kerja.
6. Menurut Menkumham Yasonna, masalah paling berat soal overcrowding di Indonesia
adalah kejahatan narkoba. Oleh karena itu untuk mengurangi overcrowding yang terjadi
di Lapas adalah dengan merehabilitasi para pecandu narkoba. Atau dengan cara lain yaitu
me-redistribusi Warga Binaan ke Rutan atau Lapas yang kosong. Cara yang saat ini
dilakukan adalah dengan Pogram Reintegrasi Sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta : Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi UI, 2001.
Astrid, Phill dan Susanto. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung : Bina
Cipta. 1979.
Atmasasmita, Romli. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. Bandung : PT Refika
Aditama. 2010.
Chazawi, Adami. Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1 : Stelsel Pidana Teori-Teori
Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2002.
Ghony, M.Djunaidi dan Almanshur Fauzan. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta :
Ar-Ruzz Media, 2012.
Gregorius, Aryadi. Putusan Hukum dalam Perkara Pidana. Jakarta : Universitas
Atmajaya. 1995.
Lexy, J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2004.
Ma’roef, M. Ridha. Narkotika Masalah dan Bahayanya. Jakarta: CV Marga Djaya.
1986.
Marlina. Hukum Penitensier. Bandung : Refika Aditama. 2011.
Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung : Alumni.
2005.
Notoatmodjo, Soekidjio. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
2003.
Pandjaitan, Petrus dan Samuel Kikilaitety. Pidana Penjara Mau Kemana. Jakarta : CV.
Indhill Co. 2007
Pramuwito. Pengantar Ilmu Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta : Departemen Sosial RI,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 1997.
RM, Suharto. Hukum Pidana Materil. Jakarta: Sinar Grafika. 1991.
Sakidjo, dkk. Uji Coba Pola Pemberdayaan Masyarakat dalam Peningkatan Integrasi
Sosial di Daerah Rawan Konflik. Jakarta : Departemen Sosial RI, Badan Pelatihan dan
Pengembangan Sosial, 2002.
Samosir, Djisman. Sekelumit tentang Penologi dan Pemasyarakatan. Bandung : Alfabeta.
2012.
Simandjuntak, B. Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. Bandung : Tarsito. 1981.
Soetomo. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2008.
Sudarto. Hukum Pidana I. Semarang : F.H. Universitas Diponogoro.1990.
Sudirman, Didin. Reposisi dan Revitalisasi Pemasyarakatan Dalam Sistem Peradilan
Pidana di Indonesia. Jakarta : CV. Alnindra Dunia Perkasa. 2007
Sugiyono. Metode Penelitian Manajemen. Bandung : Alfabeta. 2014
Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004.
Syarifin, Pipin. Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung : Pustaka Setia. 2008.
Tolib, Setiady. Pokok-pokok Hukum Penitensier Indonesia. Bandung : Alfabeta. 2010.
Wahyuni, Niniek Sri dan Yusniati. Manusia dan Masyarakat. Jakarta : Ganeca Exact,
2007
Perundang-undangan :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012.
Website :
Friastuti, Rini. “Kepala BNN : Pemakai Narkoba Jangan Dipidana, Tapi Diregabillitasi.” Artikel
di
akses
pada
18
November
2014
dari
http://news.detik.com/read/2014/10/29/162706/2733399/10/2/kepala-bnn-pemakainarkoba-jangan-dipidana-tapi-direhabilitasi
Muhammad Hafil. “Puluhan Ribu Narapidana Dibina di Luar Lapas.” Artikel di akses pada 18
November 2014 dari
http://m.republika.co.id/berita/koran/kesra/14/09/15/nbxhun49/puluhan-ribu-narapidanadibina-di-luar-lapas
Taufik, M. “Reintegrasi Sosial untuk Atasi Kelebihan Kapasitas Lapas.” Artikel di akses pada 18
November
2014
dari
http://m.pemasyarakatan.com/Reintegrasi-Sosial-untuk-Atasi-
Kelebihan-Kapasitas-Lapas/
Skripsi dan Tesis
Putri Anisa Yuliani (109054100019) Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah 2014. Program Pembinaan Kepribadian di Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka Kelas IIB Jakarta.
Armein Daulay, Program Studi Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia Pascasarjana 2000.
Reintegrasi sosial dan Resosialisasi Bekas Narapidana Wanita Dari Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Tanggerang ke Dalam Masyarakat.
Brosur
Brosur Profil Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Pusat
Pedoman wawancara untuk Kepala Seksi Bina Narapidana dan Anak Didik
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta
Tempat / Ruang Wawancara
:
Hari, Tanggal Wawancara
:
Pukul
:
Informan
:
Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan reintegrasi sosial ?
2. Apa tujuan dibentuknya program tersebut ?
3. Bagaimana lapas mewujudkan program reintegrasi sosial tersebut ?
4. Bekerja sama dengan siapa saja lapas menjalankan program tersebut ?
5. Apa saja manfaat program reintegrasi sosial bagi lapas, narapidana dan masyarakat ?
6. Apa saja hambatan atau kendala ketika menjalankan program tersebut ?
Pedoman wawancara untuk Staff Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta
Tempat / Ruang Wawancara
:
Hari, Tanggal Wawancara
:
Pukul
:
Informan
:
Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan program reintegrasi sosial ?
2. Apa tujuan diadakannya program tersebut ?
3. Siapa yang membuat program ?
4. Bagaimana proses reintegrasi sosial tersebut ?
5. Apa kelebihan dan kekurangan program reintegrasi sosial ?
6. Apa syarat mengikuti program tersebut ?
7. Bekerja sama dengan siapa saja program tersebut ?
Pedoman wawancara untuk Warga Binaan Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta
Tempat / Ruang Wawancara
:
Hari, Tanggal Wawancara
:
Pukul
:
Informan
:
Pertanyaan
1. Bagaimana kronologis penangkapan anda ?
2. Apa kegiatan atau program yang anda ikuti ?
3. Apa peran lapas atau pegawai terhadap kegiatan anda ?
4. Apa alasan anda mengikuti program ?
5. Alasan anda mengikuti pembebasan bersyarat ?
6. Bagaimana proses anda mengikuti program pembebasan bersyarat ?
7. Apakah ada kekhawatiran sebagai eks napi untuk berinteraksi dengan masyarakat ketika anda
keluar nanti ?
8. Apa yang anda harapkan ketika keluar nanti ?
9. Apakah kesulitan atau hambatan anda selama anda berada di lapas ?
Pedoman wawancara untuk Keluarga Warga Binaan Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta
Tempat / Ruang Wawancara
:
Hari, Tanggal Wawancara
:
Pukul
:
Informan
:
Pertanyaan
1. Bagaimana kehidupan sehari-hari WBP di rumah ?
2. Apa yang menjadi alasan WBP menggunakan narkoba ?
3. Bagaimana perasaan anda ketika WBP menjadi tahanan Lapas ?
4. Apa alasan anda bersedia menjadi penanggung jawab WBP ?
5. Apakah ada perubahan yang terjadi kepada WBP ?
6. Apakah anda khawatir terhadap tanggapan masyarakat setelah WBP keluar dari Lapas ?
7. Harapan anda terhadap program Lapas ?
Pedoman wawancara untuk Kepala Sub Seksi Pemasyarakatan Klien Dewasa
Balai Pemasyarakatan Klas I A Salemba, Jakarta Pusat
Tempat / Ruang Wawancara
:
Hari, Tanggal Wawancara
:
Pukul
:
Informan
:
Pertanyaan
1. Bagaimana proses Bapas dalam melakukan pembinaan klien di luar Lapas ?
2. Apa saja program yang Bapas melakukan pembinaan klien di luar Lapas ?
3. Peran Bapas dalam mengembalikan klien (Warga Binaan Pemasyarakatan) untuk kembali
bersosialisasi dengan masyarakat ?
4. Adakah program khusus untuk terpidana narkoba ?
5. Apa manfaat dan hambatan dalam melakukan pembinaan ?
Pedoman wawancara untuk Warga Tempat Tinggal Warga Binaan
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Narkotika Jakarta
Tempat / Ruang Wawancara
:
Hari, Tanggal Wawancara
:
Pukul
:
Informan
:
Pertanyaan
1. Apa hubungan anda dengan Opik dan sudah berapa lama kenal dengannya ?
2. Bagaimana perilaku Opik yang anda kenal selama ini ?
3. Bagaimana situasi atau kondisi lingkungan tempat anda dan Opik tinggal ?
4. Apakah ada kegiatan yang atau pihak yang membantu memberantas peredaran narkoba
disini ? dari warga atau dari pihak luar ?
5. Bagaimana tanggapan atau reaksi masyarakat tempat anda tinggal setelah Opik keluar dari
Lapas ?
6. Apa harapan anda sebagai masyarakat yang lingkungan tempat tinggalnya terdapat bekas
narapidana khususnya narapidana kasus narkotika ?
Transkrip Wawancara
Program Reintegrasi Sosial pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas
II A Jakarta
Tempat / Ruang Wawancara : Ruang Kasi Binadik
Waktu Wawancara
: Kamis, 4 Desember 2014
Pukul
: 11.30 WIB
Informan
: Bpk. Diding Alpian, Amd.IP ,S.Sos, M.Si
Jabatan
: Kepala Seksi Bina Narapidana atau Anak Didik
Pertanyaan :
No
1
Pertanyaan
Menurut Bapak, apa
yang dimaksud dengan
Reintegrasi Sosial ?
2
Apa tujuan dibentuknya
program tersebut ?
3
Bagaimana Lapas
mewujudkan program
reintegrasi sosial
tersebut ?
Jawaban
Reintegrasi sosial yaitu memasyarakatkan
kembali warga binaan yang sudah selesai
mengikuti progaram dengan waktu yang telah
ditentukan.
Narapidana itu bukan penjahat, mereka hanya
salah jalan, tersesat, melanggar ketentuan
pidana. Oleh karena itu agar mereka tidak salah
jalan lagi, di lapas ada yang namanya program
pembinaan dengan waktu yang telah di
tentukan, baik di dalam lapas maupun di luar
lapas mereka bisa belajar satu keterampilan
yang dia bisa agar nanti setelah keluar dari
lapas mereka bisa bersosialisasi kembali. Salah
satu programnya adalah Asimilasi dan PB
(Pembebasan Bersayarat).
Sebelum benar-benar kembali ke masyarakat,
narapidana harus kita beri bimbingan terlebih
dahulu. Karena menyangkut keselamatan
masyarakat tidak kita keluarkan begitu saja
narapidana yang sudah habis masa tahanannya.
Tahapannya adalah sebagai berikut :
Pertama Warga Binaan akan di daftarkan di
Bagian Registrasi. Disini para Warga Binaan
akan dikenalkan dengan lingkungan barunya
yaitu lembaga pemasyarakatan. Warga Binaan
dijelaskan mengenai kenapa dirinya harus
dibina di lembaga pemasyarakatan, dan agar
menyadari kesalahannya, serta mengenai
pembinaan
akan
kesadaran
beragama;
kesadaran berbangsa dan bernegara, kesadaran
hukum dan kemampuan intelektual, hal tersebut
diadakan di dalam program criminon. Disana
juga akan diperiksa kesehatannya. Ada kader
kesehatan yang akan screening. Bersama
dengan dokter dan perawat melihat dari sisi
kesehatan. Mereka dilihat ada ketergantungan
tidak, atau terkena HIV tidak. Mereka akan
mendapatkan VCT, VCT itu pemeriksaan untuk
mengetahui apakah ia terkena HIV atau tidak.
Dari pemeriksaan itu, bisa terukur dosisnya,
ketergantungan atau tidak. Bisa diminimalisir.
Atau ada yang punya penyakit bisa diobati. Nah
itu dari sisi rehabilitasi medis yang pertama
melalui tahapan Mapenaling. Kedua, yaitu
Pembinaan tahap lanjutan, setelah pembinaan
tahap awal itu dijalani. Warga Binaan setelah
selesai menjalani 1/3-1/2 masa pidananya, dan
telah lulus menjalani sidang Tim Pengamatan
Pemasyarakatan (yang selanjutnya disebut
TPP). Pembinaan tahap ini merupakan
pembinaan lajutan dari pembinaan kemandirian
dan pembinaan kepribadian pada pembinaan di
tahap awal. Warga Binaan dipekerjakan dalam
kegiatan kerja di dalam Balai Latihan Kerja,
serta akan tetap mendapatkan program
pembinaan kepribadian. Setelah 1/2-2/3 masa
pidana dan melalui sidang TPP lagi maka
Warga Binaan akan melaksanakan program
asimilasi.
Dalam tahap ini mereka masuk ke kelas-kelas
pembinaan yang sudah kita sediakan. Tapi
karena saking banyaknya Warga Binaan, disini
ada 3000 napi coba kamu bayangin, kelas-kelas
kita sangat terbatas untuk menampung mereka.
Jadi karena terbatasnya sarana dan prasarana
kita batasi waktu. Mereka bebas milih mau ikut
program apa saja. Namun tiap program kita
batasi waktu tiga bulan. Setelah tiga bulan
mereka pilih lagi mau program apa. Programprogramnya kamu sudah tau kan ? nah dari
program-program itu nanti mereka gantigantian. Program ini salah satu syarat untuk
4
Bekerja sama dengan
siapa saja ketika
menjalankan program
tersebut ? Ada pihak
luar yang membantu ?
5
Apa saja manfaat dan
hambatan program
reintegrasi sosial bagi
lapas dan narapidana ?
warga binaan mengajukan syarat PB. Kalau
mereka tidak ikut program mereka tidak bisa
ngajuin PB. setelah rehabilitasi sosial, ada yang
namanya After Care. Program-program after
care itu ada PKBM, Pramuka. Ada juga
pembinaan kemandirian. Ada 9 PK, ada
perikanan, pertanian, limbah karet, barber shop,
akupuntur aduh saya lupa udah berapa tadi
(penulis mengulangi program yang tadi
diberitahu) oh iya roti, laundry, menjahit sama
kaligrafi. Ada sekolah Al-Kitab untuk nasrani,
pesantren, ada juga Pengurus Blok tugasnya
membantu menjaga keamanan, ketertiban,
kebersihan, distribusi makanan. Komputer juga
kita ada, mereka belajar microsoft awal sama
desain grafis ada 3 kelas yang belajarnya
selama 6 bulan.
Ketiga, Pembinaan tahap akhir, dalam tahap ini
merupakan masa-masa akhir dari proses
pembinaan. Tahap ini dilaksanakan setelah
tahap lanjutan dan dijalani sampai masa
pidananya berakhir. Dalam tahap ini Warga
Binaan telah dirasakan cukup bekal untuk
kembali menjalani kehidupannya dalam
masyarakat. Warga Binaan mengalami program
integrasi agar dapat mengembalikan hubungan
kemasyarakatan yang baik dengan masyarakat
luar.
Ada instruktur dari BNN untuk program TC
(Therapeutic Community), Criminon dan
Komplementer. Tapi sejauh ini sudah tidak ada,
pegawai kita sudah mendapat pelatihan dari
tahun 2003 seperti mentor PC (Peer
Community)untuk menjalani program.Terakhir
kita latihan dengan LSM khusus program TC.
Jadi semuanya sudah kita sendiri. Tapi untuk
pengajar rohani memang ada yang dari Depag.
Untuk lapas peran aktif mereka (warga binaan)
otomatis mengurangi penjagaan kantib.
Harapannya mereka dapat berkelakuan baik jadi
mengurangi masa pidana, mengurangi over
capacity. Untuk narapidananya sendiri mereka
bertambah sehat, pola hidup sehat, bertambah
skill dan knowledge. Mengisi waktu yang
bermanfaat juga kan. Ketika sudah di
masyarakat pun diharapkan mereka tidak
mengulangi tindak pidana, dapat hidup normal
kembali, sadar hukum dan masyarakatpun tidak
memberikan stigma negatif kepada mereka.
Untuk hambatan Kita tidak bisa menyentuh
semua warga binaan karena keterbatasan
program yang tersedia, tempat terbatas, waktu
terbatas. Tempat yang kita punya sangat
terbatas hanya ada beberapa kelas tidak
mungkin cukup untuk menampung semua
warga binaan yang berjumlah 3000. Oleh
karena itu kita batasi waktu mereka mengikuti
program. Intinya sarana dan prasarana yang
tidak cukup.
Transkrip Wawancara
Program Reintegrasi Sosial pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Narkotika
Kelas II A Jakarta
Tempat / Ruang Wawancara : Ruang Bimkemasywat
Waktu Wawancara
: Rabu, 26 November 2014
Pukul
: 11.00 wib
Informan
: Bpk. David Nur Iman, SH.MH
Jabatan
: Staff Bimkemasywat
Pertanyaan :
No
1
Pertanyaan
Jawaban
Apa yang dimaksud dengan Reintegrasi sosial yaitu setiap narapidana
program reintegrasi sosial yang
diasingkan,
diasingkan
disini
yang ada di lapas ?
maksudnya dia berada dalam lapas dan hilang
kemerdekaannya harus tetap diberikan
pembinaan dan bimbingan. Narapidana yang
diasingkan sebelum ia keluar atau bebas harus
ada persyaratan yang ia harus penuhi. Syaratsyaratnya ada dalam Peraturan Pemerintah No
32 Tahun 1999. Bentuk-bentuk reintegrasi
sosial yaitu ada asimilasi, yaitu setiap
narapidana yang sudah menjalani ½ masa
hukumannya
dan
mengikuti
program
pembinaan dengan baik juga berkelakuan baik
tidak pernah melanggar tata tertib dia dapat
mengikuti program asimilasi. Dia bisa belajar
berinteraksi dengan masyarakat, menjalani
kehidupannya sebelum masuk lapas, yaitu
bekerja atau sekolah. Bekerjanya bisa macammacam, kaya yang didepan tuh ada
kebersihan lingkungan. Itu napi juga. Bisa
juga kerjanya dengan pihak ke-3, pihak ke-3
maksudnya dengan pihak luar seperti
perusahaan-perusahaan
atau
kegiatan
perseorangan yang tidak berhubungan dengan
lapas. Tapi tentu saja dengan syarat-syarat.
Sebulan sekali dia harus laporan. Juga tidak
boleh melanggar hukum lagi. Kalau dia
melanggar hukum pas lagi dalam masa
2
3
asimilasi, dia berhak masuk penjara lagi dan
sisa hukuman sebelum dia asimilasi harus dia
ikutin kembali. Selain asimilasi ada
Pembebasan Bersyarat (PB), CMB (Cuti
Menjelang Bebas), CMK (Cuti Mengunjungi
Keluarga). Nah kalau yang ini seringnya pada
ikut PB, jarang ada yang CMB atau CMK. PB
itu pembebasan beryarat. Syaratnya dia
minimal sudah menjalani 2/3 dari masa
hukuman. Kaya contohnya ada napi yang
udah ketok palu dihukumnya 6 tahun, berarti
2/3 dari 6 tahun itu kan 4 tahun. Nah kalau
sudah 4 tahun ia boleh keluar dengan syaratsyarat seperti yang sudah saya jelaskan tadi.
Untuk mengurus berkas-berkasnya bisa diurus
6 bulan sebelum 2/3 tanggal masa
hukumannya.
Apa
tujuan
diadakan Tujuannya adalah untuk mempersiapkan
program reintegasi sosial WBP atau kita nyebutnya kalau lebih familiar
tersebut ?
napi ya, terjun ke dunia luar setelah
diasingkan. Kadang-kadang kan masyarakat
taunya orang yang keluar dari penjara jahat.
Padahal mereka di penjara juga kita bina, kita
kasih pelajaran biar dia jadi bener lagi. Tapi
masyarakat sudah mempunyai stigma negatif
duluan ke napi. Makanya kita ngasih
pengertian juga ke masyarakat tentang
bagaimana eks napi ini di lapas. Selain kita
mempersiapkan napi ini terjun ke masyarakat,
kita juga mempersiapkan masyarakat untuk
menerima eks napi ini. Caranya adalah
dengan sosialisasi yang dilakukan oleh
BAPAS. Selain untuk mempersiapkan napi
masuk kembali ke dunia luar, program ini
juga adalah untuk mengurangi over kapasitas
di lapas. Tapi kalau untuk mengurangi over
kapasitas, bisa juga napi ini dipindahkan ke
lapas lain yang masih cukup kapasitasnya.
Yang ini banyak dikeluhkan keluarga napi,
karena kalau mau menjenguk kan susah, jadi
jauh.
Siapa
yang
membuat Program reintegrasi sosial itu di setiap lapas
program ?
ada. Dan peraturannya pun ada di UU No 12
Tahun 1995, PP No 32 Tahun 1999, PP No 28
Tahun 2006 dan PP No 99 Tahun 2012.
Berbeda dengan program pembinaan, setiap
4
lapas di seluruh Indonesia mempunyai
macam-macam program pembinaan yang
disesuaikan oleh jumlah napinya dan
keperluannya, juga sarana dan prasarana yang
tersedia. Jadi program reintegrasi sosial ini
adalah program pemerintah berdasarkan hakhak wbp atau napi yang tadi ada di UU sama
PP tuh.
Bagaimana proses reintegrasi Sebelum mereka dapat mengikuti program
sosial tersebut ?
reintegrasi sosial harus ada syarat-syarat yang
harus mereka penuhi. Syarat-syaratnya, yang
pertama adalah syarat administratif yaitu
lengkap dulu berkasnya, berkas-berkas yang
seperti apa ? yaitu ada surat perintah
penahanan dari kepolisian. Lalu ada vonis
dari pengadilan. Selanjutnya ada eksekusi dari
kejaksaan. Selain syarat administratif, ada
juga syarat substantif yaitu perilakunya sudah
berubah atau belum. Sudah berubah atau
belumnya kita bisa lihat dari selama 9 bulan
ia di lapas ia tidak pernah ada Register F
(Pelanggaran Tata Tertib). Lalu dia juga aktif
dalam program pembinaan. Untuk ngurusnya,
asimilasi sudah harus diurus 3-4 bulan
sebelum ½ masa hukumannya. Untuk PB
setelah 6 bulan di lapas sebelum 2/3 tanggal
masa hukumannya. Juga yang paling penting
harus ada penjaminnya. Penjaminnya yaitu
keluarga. Yang dimaksud dengan keluarga
sesuai dengan PP No 32 Tahun 1999 adalah
istri atau suami, anak kandung atau angkat
atau tiri, orang tua kandung atau angkat atau
tiri atau ipar, saudara kandung atau angkat
atau tiri atau ipar, dan keluarga dekat lainnya
sampai derajat kedua, baik horizontal maupun
vertikal. Syarat selanjutnya adalah kalau
memang sudah waktunya. Waktu yang tadi
kaya asimilasi ½ masa penahanan kalo pb 2/3.
Membuat surat jaminan pemasyarakatan juga
adalah salah satu syarat substantif yang harus
dipenuhi, suratnya harus ditandatangani oleh
RT dan RW lalu diserahkan ke lapas. Nah
dari lapas lalu diserahkan ke bapas. Nanti
bapas
melakukan
wawancara
kepada
narapidana dan survey ke alamat penjamin.
Apakah di alamat penjamin eks napi ini bisa
5
diterima atau tidak. Setelah itu bapas
menuliskan laporan untuk diserahkan ke lapas
untuk rekomendasi. Setelah itu setiap hari
kamis dua minggu sekali lapas mengadakan
sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan atau
sidang TPP. Tujuannya adalah untuk
mengetahui apakah reintegrasi sosial ini akan
dilanjutkan atau tidak kalo misalnya di
lingkungannya dia di tolak. Penjamin dan
narapidana harus datang. Sebagai ketua tim
yaitu KASI BINADIK. Setelah selesai, hasil
sidang diusulkan ke KALAPAS, baru setelah
itu ke KANWIL. Dari KANWIL sidang TPP
tersebut bila disetujui maka diserahkan ke
DIRJEN PAS baru setelah itu ke Menteri
Hukum dan HAM.
Apa manfaat dan hambatan Untuk manfaatnya yang pasti kita mencoba
program reintegrasi sosial ?
mengurangi over kapasitas, karena banyak
yang keluar, yang masuk pun tidak terlalu
banyak. Juga kita bisa mempersiapkan napi
untuk terjun ke masyarakat. Hal lain juga kita
bisa mengurangi anggaran makan, air dan
listrik. Hambatannya adalah dari beberapa
dari napi tidak berubah. Juga pandangan
masyarakat masih menganggap kriminal.
Transkrip Wawancara
Program Reintegrasi Sosial pada WBP di Lapas Narkotika Kelas II A Jakarta
Tempat / Ruang Wawancara : Pelataran Ruang Kasi Binadik
Waktu Wawancara
: Senin, 08 Desember 2014
Pukul
: 11.00 wib
Informan
: S alias O
Usia
: 39 th ( 28 Januari 1975)
Pertanyaan
Tempat wawancara pertama kami lakukan di Ruang Konseling, sebelumnya sudah ada
beberapa petugas dari BAPAS yang sedang melakukan wawancara dengan narapidana lain.
Karena itu ruangan satu-satunya yang dapat dipergunakan, akhirnya penulis dan informan
memutuskan untuk melakukan wawancara di tempat tersebut. Setelah beberapa saat kami
melakukan wawancara, suasana yang tidak kondusif akhirnya menjadikan penulis dan informan
pindah ke pelataran ruang Kasi Binadik Gedung Dua yang di depannya ada kolam ikan. Saat itu
di pelataran Gedung Dua tepatnya di depan Ruang Administrasi Bimkemasywat sedang ada
Mapenaling terhadap Tahanan yang baru datang dari berbagai Rutan di Jakarta. Petugas Lapas
sedang melakukan pengarahan kepada mereka dan melakukan penggundulan rambut.
No
1
2
3
4
5
6
Pertanyaan
Selamat siang bapak, saya
Asisah pak dari UIN mau
wawancara sebentar sama bapak
ga papa ya pa ?
Sedang sibuk apa pa ? saya
ganggu ga kira-kira ? (karena
masih dalam waktu pembinaan,
penulis khawatir wbp masih
mengikuti program)
oh gitu pa, nama bapa siapa
pak ?
oke, saya manggilnya pak O
yah ? bapak sampe bisa masuk
sini gimana ceritanya pak ? pasti
karena narkoba kan ? kronologis
bapak ketangkep gimana ?
1 paket apa tuh pa? beratnya
berapa pa ? harganya berapa ?
Jawaban
oh iya mba boleh
oh ngga, saya kan ikut tamping masjid
masih ada 9 orang disana.
saya S mba tapi biasa di panggil O yah S
alias O lah gitu.
(tersenyum) ia mba karena narkoba.
Waktu itu saya sama temen saya
nyamperin ke manggarai, beli barang 1
paket.
1 paket ganja mba beratnya 1 kilo, segitu
harganya dua setengah ( Rp 2.500.000,-)
mba.
wah besar juga ya pa, terus pa barang udah di tangan kita nih mba terus
gimana lagi ?
7
ko polisi bisa tiba-tiba nangkep
bapa ?
saya sama temen balik naek motor tuh,
pas di jembatan manggarai udah ada
yang nangkep aja. Polisi 6 orang brentiin
kita terus di periksa. Kedapetan ada
barang ya di tangkeplah kita.
ada yang ngelaporin mba, yang jual
barang ke kita tadi yang ngelaporin. Di
jebak kita. Banyak banget yang begitu,
beli tau-tau udah diincer sama polisi.
Karena suasana yang tidak kondusif di Ruang Konseling akhirnya kami pindah ke
pelataran Ruang Kasi Binadik
8
Sejak kapan bapa kenal
saya pake dari SMP mba, dari tahun
narkoba ?
80an lah kira-kira.
9
Siapa yang ngenalin (narkoba)
dulu mah saya paling ngeroko doang
ke bapa ?
mba. Tau ganja itu dari temen-temen
nongkrong. Ikut-ikutan aja. Namanya
anak nongkrong-nongkrong gitu ada
ajalah yang pake, terus saya ngeliat
pengen akhirnya beli. Waktu itu jajan
saya kan gope (lima ratus rupiah), dulu
mah ganja murah mba duit gope juga
saya udah bisa beli 1 empel (1 amplop, 3
linting) saya pake tuh. Biasa make sih di
tempat nongkrong itu, tapi juga di
rumah sering. Pernah ketauan tuh sama
bapa saya karena ganja kan bau gitu
kalo abis dipake kaya abis ngeroko lah
gitu, marah banget bapa saya tapi mau
gimana lagi diomel-omelin saya. Tapi
besoknya saya make lagi. Saya tau itu
dosa cuma ya karena ga tau dosa nya
dosa apaan ya saya make lagi. Dulu juga
keluarga agamanya kurang. Orang tua
sih nyuruhin solat tapi ya gitu doang,
ngga di kasih tau solat buat apa
manfaatnya apa. Kurang ngerti agama
lah dulu. Sekarang sih insya Allah ngerti
kan saya ikut tamping masjid. Sering
10
Tujuan bapa make ganja selain
ikut nongkrong-nongkrong ada
lagi pa ?
11
masuk penjara dong bapa kan
pernah nusuk orang katanya ?
12
tapi ngga ada yang ngelaporin
polisi tuh pa ?
13
karena apa pa ? berantem ?
denger ustad-ustad tausiyah. Mending
jadi bekas orang jahat mba dari pada
bekas orang baik ya kan. Anak saya juga
sering saya nasehatin , “ga usahlah
make barang-barang begini, saya bilang
lu liat sendiri kan bapa lu gimana. Gua
tau lu kalo make. Jangan ngebodohin
gua. Gua tau mukanya orang yang
pake-pake begituan.“
buat penyemangat aja mba, saya kalo
pake ganja lebih konsen kerja lebih
semangat, nafsu makan juga nambah
biasanya cuma satu piring saya bisa dua
piring, ga cukup juga saya nyemilnyemil mba kalo ada tukang mie ayam
apa somay padahal ngga lama baru
makan. Terus juga biar lebih berani aja
mba. Dulu kan saya tukang berantem
tuh, kalo pake itu biar tambah berani
aja. Dulu saya pernah nusuk orang mba,
pas berantem itu. Tapi saya berantemnya
bukan maksud nyari keributan di
kampung. Justru saya yang nenangin.
Kalo ada orang-orang yang bikin
keributan saya yang maju mba, aduh
kalo inget-inget banyak banget dosa
yang saya bikin. (wbp terdiam sebentar,
seperti mengingat perbuatan-perbuatan
dia kemarin)
ngga, ya diurus aja begitu. Lagian yang
saya tusuk itu juga orang yang sering
bikin masalah di kampung mba.
ngga ada mba, masyarakat disana juga
kurang suka sama yang saya tusuk itu.
Saya kan pernah masuk penjara mba
sebelumnya, sebelum ini.
narkoba juga mba, 3 kali saya masuk
termasuk ini. Yang pertama saya masuk
lapas kriminal kelas 1 cipinang juga tuh
yang disebelah, dulu kan masih
14
selain make (ganja) apa lagi
yang bapa pake ?
15
Lama pake putaw ?
16
Terus disini bapa ikut program
apa aja pa ? dari awal bapa
masuk sini apa saja yang Lapas
lakukan ?
campuran kriminal sama narkoba. Saya
dihukum 1 tahun 8 bulan. Yang kedua
saya masuk Lapas Salemba setahun dua
bulan. Saya jalanin aja lah emang saya
yang salah kok.
saya pake putaw mba. Dulu sempet
ngedar juga. Ngedar putaw itu. Abis kita
kalo ga ngedar dapet (narkoba) dari
mana. Ya akhirnya saya ngedar. Saya
lama pake putaw.
Wah lama mba. Ga lama pake ganja,
saya nyobain putaw. Putaw itu yang
bikin saya ketergantungan. Kalo ga pake
putaw rasanya gimana gitu. Saya kalo ga
pake ganja gapapa. Tapi kalo ga pake
putaw wah menggigil badan saya,
pokonya pengen make terus-terusan
mba. Saya selalu kebayang-bayang gitu
sama rasanya. Jadi tiap lagi diem, lagi
ga ngapa-ngapain saya selalu mikirin
pake putaw itu. Saya pakenya ya diisep
aja gitu, pake alumunium terus dibakar.
Waktu itu paling beli putaw bareng
sama temen, terus pas udah kerja beli
sendiri. Ngedar juga. Kalo ngedar kan
kita beli berapa dapet bonus.
Lumayanlah, dapet uang juga kan.
Uangnya buat beli putaw lagi. Ya gitugitu aja.
Pertamanya saya daftar terus ada
penyuluhan tentang lapas. Kenapa saya
masuk sini. Udah gitu saya di bawa ke
poliklinik mba di periksa dahaknya,
terus ditanyain ada penyakit gak udah
gitu doang. Terus saya di arahin ikut
program,
banyak
banget
mba
programnya. Tapi waktu itu saya ga mau
ikut apa-apa. Saya pergi ke masjid aja. 4
bulanan tuh saya sholat terus di masjid,
jadi kalo jam 12 sampe jam setengah
17
dua belas kan mesti masuk sel lagi tuh di
apel tapi saya di masjid aja ntar kalo
petugasnya nanyain saya temen-temen
bilang paling di masjid udah gitu aja
saya selama 4 bulanan. Mungkin ada
yang ngeliat saya rajin banget kali di
mesjid ada yang ngajakin saya ikut
program pesantren masjid kerjanya ya
ngurus-ngurus masjid gitu. Akhirnya
saya ikut, disitu saya belajar baca AlQur’an, belajar dakwah juga mba
semacam ngasih tausiyahlah tapi sesama
napi aja. Kita juga diajarin pentingnya
puasa. Banyak lah mba ilmu yang saya
dapet dari ustad. sampe akhirnya saya
ditunjuk
jadi
tamping
(tahanan
pendamping) masjid. Tapi saya masih ga
mau mba waktu itu. Soalnya kalo jadi
tamping masjid kan mesti beda sel sama
temen-temen saya, padahal udah
nyaman banget sama temen-temen sel
saya Jadi tamping masjid saya tausiyah
bertukar pikiran sama napi-napi yang
lain, ngajar ngaji juga alhamdulillah
sekarang mah udah lancar ga kaya dulu,
bersih-bersih mesjid juga saya mba
disini. Yah pengen lebih tau agama lah
ikut tamping masjid. Terus juga kan
kalo ga ikut program saya susah mba
kalo mau daftar pb nya. Daftar PB
(Pembebasan Bersyarat) kan mesti ikut
program dulu.
Selain PB bapak tahu tentang ngga mba, saya ngga ikut asimilasi.
asimilasi ? ikut asimilasi gak ?
Jarang pada ikut asimilasi. Paling
banyak ikut ya PB disini. CMB juga
jarang yang cuti-cuti itu. Kalo ada yang
meninggal apa nikahan gitu misalnya
diizinan keluar tapi itu juga ada
petugasnya yang ngawal abis itu balik
lagi ke lapas. Kalo remisi kan emang
18
Tujuan bapak sendiri ikut PB
apa pa selain keluar lebih cepat
dari masa tahanan ?
19
Gimana tuh pa dulu pas bapa
ngurus PB ?
20
Setelah bapa keluar dari lapas
udah pasti tuh dapet. Kalo asimilasi
ngga ikut karena ngga tau sih syaratsyaratnya. Kita mah ikut yang lain aja.
Pada ikut PB ya kita ikut juga.
Kan saya udah ikut program nih
Tamping masjid jadi ada lah bekal saya
buat kalo keluar nanti. Saya ikut PB tuh
mba. Jadi dari masa tahanan saya yang 6
tahun, 4 tahun udah bisa keluar. Yang
penting ngerubah diri kita dulu nih dari
saya ikut tamping mesjid. Kan udah
banyak yang di ajarin disini. Lagian
ngapain mba lama-lama disini, saya
malah takut balik lagi make. Namanya
penjara kan banyak orang macemmacem lah. Saya ngerasa sih udah ada
perubahan, saya sekarang udah solat
lima waktu, udah bisa ngaji. Pengen
dakwah saya. Alhamdulillah sedikit
banyaknya saya sudah tahu ilmu agama,
nanti di luar sambil belajar juga.
Pertamanya saya ikut program tamping
masjid itu mba, setau saya kalo mau ikut
PB mesti ikut program. Nanti ada
suratnya kalo kita bener ngikutin
program. Nah ntar jari kita di scan,
nanti keliatan identitas kita tanggal
berapa kita masuk terus dapet remisi
berapa semuanya ketauan. Diitung deh
berapa kali kita dapet remisi terus ntar
ketauan
kita
dapet
Pembebasan
Bersyarat (PB). ngurusi berkas-berkas
tuh. Ibu saya yang jadi penanggung
jawab yang ngurusin, ke RT, RW,
Kelurahan. Berkas semuanya beres,
terus saya sidang mba, pake kemeja
putih celana item kaya orang mau
interview kerjaan gitu hehehe. Saya
dikabulin pemintaan PB nya karena
semua syarat kan udah saya penuhin.
Abis itu yaudah deh tunggu tanggal
keluarnya.
yang penting sih saya udah berubah
21
ada ga sih kekhawatiran bapa mba.
Mau
masyarakat
gimana
terhadap reaksi masyarakat, tanggepannya, saya udah ga mau lagi
bapak sebagai seorang eks napi ? lah pake-pake gituan saya mau dakwah
mba. Di tamping masjid itu saya kan di
ajarin berdakwah saya mau nyalurin aja.
Kalo saya nanti keluar saya mau gabung
di Jamaah Dakwah yang ada di Kebon
Jeruk mba. Siapa tau ada rezeki dari
situ. Saya bisa ke kota-kota di Indonesia
nyebarin dakwah. Yang penting kan kita
akhirat dapet insya Allah dunia juga
dapet. Itu aja sih sekarang pikiran saya.
Mudah-mudahan masyarakat seneng lah
sama perubahan saya yang begini.
apa kesulitan bapa mengikuti ngga ada kesulitan sih mba. Biasa-biasa
program disini pa ? ada pesan ga aja saya. Tapi ya saya aga sedikit
buat lapas ?
kecewa aja sih mba. Seharusnya petugas
disini bisa lebih tegas, bisa ngejagain
napi disini (wbp ngomong sambil
berbisik-bisik) banyak lah yang bikin
saya kecewa. Harusnya disini kan yang
buruk bisa berubah jadi baik. Tapi yang
saya liat disini yang baik bisa berubah
jadi buruk, yang buruk bisa bertambah
jadi buruk. Kalo mba liat berita-berita di
luar sana tentang lapas belum ada apaapanya lah kalo belum nyaksiin sendiri.
Seminggu setelah Warga Binaan resmi melakukan pembinaan di luar lapas, penulis
mengunjungi kediamannya untuk mengetahui kondisi Warga Binaan di luar lapas dan juga ingin
mengetahui kondisi lingkungan tempat tinggal dan masyarakat Warga Binaan. Hari itu tepatnya
pukul 13.00 wib tanggal 15 Desember penulis tiba di kediaman Warga Binaan. Kami sedikit
mengobrol mengenai bagaimana kehidupan setelah keluar dari Lapas.
No
1
2
Pertanyaan
Jawaban
Assalamualaikum, gimana Alhamdulillah baik mba, ini saya abis dari
bang kabarnya ?
makam bapak. Abis ziarah.
Gimana perasaan setelah Seneng mba. Bisa ketemu anak saya, ponakan
keluar dari lapas ?
saya. Udah pada gede-gede nih. Dulu mah saya
3
4
Proses masih berjalan terus
bang ?
Setelah keluar dari lapas,
ada kegiatan apa nih bang ?
terakhir liat masih di gendong mamanya.
Sekarang udah bisa lari-larian.
Masih mba, seminggu keluar dari lapas saya
disuruh lapor ke Kejaksaan sama Bapas mba.
Belom ada si mba. Saya lagi ngelamar kerjaan
aja nih. Kemaren saya ke habis dari kejaksaan
sama Bapas pusat. Dari bapas pusat ga ada
program lagi katanya. Saya malah disuruh nyari
pekerjaan sendiri dan setiap bulan harus lapor ke
kejaksaan dan bapas pusat.
Ya biasa-biasa aja sih. Cuma mereka udah tau
kalo saya udah balik gitu. Temen-temen saya
udah pada ngga ada mba disini. Udah meninggal
semua. Gara-gara narkoba semua. Mereka udah
parah itu. Saya ga mau kaya gitu. Makanya lagi
pengen nyari kerja aja yang bener. Tapi kalo lagi
bengong sendiri kadang-kadang mikir pengen
make lagi, kebayang-bayang terus mba rasanya.
Apalagi putaw. Makanya saya lagi nyari
kesibukan nih biar ga mikirin gituan terus.
Iya mba. Saya juga udah jarang keluar-keluar
lagi sih. Paling ya disini-sini doang.
5
Oh gitu bang, jadi sekarang
nyantai aja bang di rumah ?
gimana sama lingkungan
disini ? udah ga mikirin
make (narkoba) lagi kan
bang ?
6
Jadi masyarakat intinya
menerima bang opik ya
setelah dari lapas ?
Udah
ngelamar
kerja Di tempat kramik, di TIKI, sama di rumah orang
dimana bang ?
jadi bantu-bantu gitu mba. Yang penting halal
saya cari kerja mba. Biar ada kesibukan juga, ga
mikirin begituan (narkoba) lagi.
Itu usaha sendiri ya bang Iya mba usaha sendiri, saya nyari-nyari sendiri.
cari kerja ?
Mudah-mudahan diterima.
7
8
Transkrip Wawancara
Program Reintegrasi Sosial pada WBP di Lapas Narkotika Klas II A Jakarta
Tempat / Ruang Wawancara : Menteng, Jakarta Pusat (Tempat Tinggal WBP)
Waktu Wawancara
: Senin, 15 Desember 2014
Pukul
: 14.00 wib
Informan
: U (ibu Opik)
Pertanyaan :
Penulis mengunjungi rumah wbp dan bertemu dengan informan yakni ibu dari wbp.
Kami mengobrol di dalam rumah berukuran 4x3 meter yang menjadi tempat tinggal tinggal Ibu
U, WBP dan dua anaknya. Kami duduk di lantai, karena memang tidak tersedia kursi di rumah
tersebut.
No
1
2
Pertanyaan
Assalamaualaikum ibu, maaf
ya bu ganggu. Saya Asisah bu
mahasiswa UIN yang lagi
penelitian di Lapas.
ibu tinggal disini dari kapan
bu ?
3
oh gitu bu. berarti lingkungan
disini udah kenal banget ya
bu ?
4
wih hebat dong bu, pemain
film suaminya
5
Ibu tau bang Opik make
(narkoba) bu ? gimana tuh bu
dulu bang Opik ?
Jawaban
Wallaikumsalam … oh iya neng, masuk neng. Maap ya
neng rumahnya adanya begini neng. (sambil
mempersilahkan penulis duduk)
udah dari tahun 70an neng. Sebelum si Opik lahir. Emang
rumah ini yang dari dulu saya tempatin. Opik lahir kita
mah ga pindah-pindah neng. Udah aja disini. (logat
Betawinya sangat kental)
udah neng. Dulu mah ga begini neng. Liat tuh kali yang di
depan, dulu masih masih bisa buat mandi, nyuci. Sekarang
udah item gitu. Lingkungan disini kita udah kenal banget
neng. Apalagi dulu bapa nya si Opik pemain pelem. Ya
kaga gede-gede si perannya. Tapi ada lah beberapa artis
yang kenal. Makanya pada tau neng ama kita.
iya neng. Tapi udah meninggal neng bapa tahun 98an.
Sekarang mah kita di kasih duitnya ama ade nya si Opik
nih. Kan punya adek perempuan dua. Udah kaga tinggal
disini sih. Tapi tiap bulan ngasih. Buat anak-anak (anak
bang Opik satu laki-laki dan satu perempuan yang masih
sekolah menengah atas) aja uangnya. Yah kita mah ngalah
aja neng. Lagian buat apaan lagi sih kita mah. Yang
penting anak-anak sekolah yang bener, bisa makan.
tau sih. Dulu susah di atur. Ga tau dari kapan makenya.
Kalo saya gimana ya dari dulu sebagai orang tua. Dia juga
jarang pulang. Ga mau nginiin (cerita kalau ada apa-apa)
orang tua juga dia jadi kita mah taunya ya dia sekolah,
maen ya gitu aja neng hhehe
6
7
8
9
10
11
kalo sekolahnya dulu gimana ya sekolah mah sekolah neng. SD dulu udah pada kenal
bu ?
katanya nih nanti kasih mamanya goreng telor (nilainya
0). Nilainya ga pernah bagus, maen mulu dia ga pernah
belajar. Udah gitu pas SMP ga dapet negeri, SMA juga dia
masuk STM tuh di Manggarai. Cuma alhamdulillah sih
dari kelas 1 sampe SMA ga pernah di panggil buat orang
tua. Bayaran juga kita mah bayaran neng.
Dari segi agama gimana bang Kalo agama mah neng dari dulu juga saya udah ngajarin,
Opik dari kecil bu ?
solat ya solat, ngaji ya ngaji. Tapi emang dari anaknya
sendiri sih neng yang susah. Makanya kita juga mau
gimana lagi, orang anaknya aja udah susah begitu di
aturnya.
Gimana bu perasaan ibu yah kita mah gimana ya neng, sebagai orang tua bukannya
waktu Bang Opik ketangkep ga mau mikirin. Cuma biarin aja lah dia biar suruh mikir
lagi bu ?
udah berapa kali ketangkep. Nah sekarang dia mau
berubah apa ngga. Kasian ga dia sama saya sama anak
sama ade-adenya. Dia kan di lapas ikut yang di masjid itu
katanya. Saya liatnya udah ada perubahan sih. Sekarang
mah udah ga pernah keluar malem. Sholat juga rajin.
Terus sekarang katanya mau dakwah tuh. Asal jangan
maen lagi lah sama anak-anak sini. Saya takutnya nanti
dia balik lagi. Namanya anak-anak sini kan begitu neng
takut di ajak-ajakin lagi dia. Tapi Insya Allah ngga lah,
yang penting kan ada niatnya dari dia mau berubah.
oh gitu ya bu. Tapi udah kebiasaan dari dulu sih neng, susah jadinya kalo mau
masyarakat sendiri disini di apa-apain juga. Apalagi kan ntar takutnya ada
resah ngga sih bu sama yang berantem-berantem gitu. Ga mau lah saya begitu neng.
pada nongkrong-nongkrong ? Pengennya sih idup tentrem aja gitu. Makanya nih si Opik
kalo dia mau niat dakwah, dakwah dah. Mau ke luar kota
juga katanya. Ikut yang di mesjid kebon jeruk itu. Ya
mudah-mudahan lah jalannya dia disitu. Rezeki mah kan
udah ada yang ngatur ya neng hehehe.
kalau tanggepan masyarakat ya ga gimana-gimana neng. Biasa aja. Karena kan udah
sendiri gimana sih bu sama tau lah gimana si Opik. Pada ngobrol aja biasa gitu. Tuh
bang Opik keluar dari lapas ? tadi sebelum neng dateng si Opik lagi ngobrol-ngobrol
sama tetangga situ tuh (sambil menunjuk segerombolan
warga). Ga pernah ada heboh-heboh apa gitu.
Ibu kan sebagai penanggung Iya neng jadi apa tuh, pokonya saya yang ngurusin si Opik
jawab bang Opik ya bu, daftar PB itu. Saya dateng ke lapas terus di kasih
gimana perasaan ibu ? ada penjelasan saya mesti ngawasin si Opik ntar kalo dia udah
kekhawatiran bang Opik keluar. Kita ke pa RT juga minta tanda tangan bisa ga si
make lagi gak ? terus masuk Opik tinggal disini lagi gitu sama ada petugas yang
penjara lagi ?
nemenin kita. Namanya orang tua neng kita mah udah
berusaha ngasih yang bener-bener buat dia tapi kan
tergantung dianya neng. Ya mudah-mudahan aja lah dia
ga pake gitu-gituan lagi.
12
13
harapan ibu setelah keluarnya yah kita mah sebagai orang tua pengen dia sehat neng.
bang Opik apa bu ?
Pengen dia berenti lah pake-pake gituan (narkoba). Lagian
dapet apaan sih dia make gituan. Pengen dia dapet kerja
juga. Tapi dia udah punya rencana sih neng katanya
pengen dakwah-dakwah gitu ya (sambil menanyakan ke
Bang Opik). Pengennya sih dari lapas ngebantuin gitu.
Ada penyaluran kerja. Kan dia udah ikut yang mesjidmesjid gitu dulu disana (lapas)
Iya bu semoga aja nanti pihak iya neng, biar dia kaga mikirin gituan lagi dah neng.
lapas atau bapas ngebantu ya Kasian saya sebenernya sama dia.
bu.
Transkrip Wawancara
Program Reintegrasi Sosial pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas
II A Jakarta
Tempat / Ruang Wawancara
: Ruang Bimbingan Kemasyarakatan Balai
Pemasyarakatan Pusat, Salemba
Waktu Wawancara
: 31 Desember 2014
Pukul
: 13.00 WIB
Informan
: Bpk. Agus Maman, SH
Jabatan
: Kasubsi Bimkemas Klien Dewasa
Pertanyaan :
Peneliti mengambil data di Bapas Pusat karena sesuai dengan narapidana yang klien teliti.
Ia bertempat tinggal di daerah Jakarta Pusat, maka yang berkewajiban melakukan pembimbingan
adalah Bapas Jakarta Pusat. Penulis menceritakan keadaan klien (narapidana) dan keinginannya
setelah keluar dari Lapas.
No
1
Pertanyaan
Jawaban
Proses
Bapas dalam Yang pertama kita lakukan adalah melakukan
melakukan pembinaan klien penelitian masyarakat. Kita berkunjung ke
(narapidana) ?
rumah penanggung jawab si klien ini. Kita
mengambil data- data lingkungannya, bagaimana
kondisi lingkungannya semuanya ya lalu kita ke
pemerintah setempat menyetujui atau tidak ini
orang dikembalikan ke lingkungan setempat.
Kita berikan penjelasan-penjelasan mengenai si
Warga Binaan ini ya bahwa dia telah menerima
pembinaan dan sudah mau berubah. Kalau
setelah itu selesai baru kita sidang TPP, diadakan
di Bapas sidang berkas setelah penanggung
jawab diberikan penjelasan-penjelasan tentang
peraturan-peraturan kepada penanggung jawab.
Jadi modelnya kita tuh begini (memberikan
contoh dokumen surat untuk peraturan
penanggung jawab dan surat-surat untuk klien).
Surat- surat ini diberikan kepada penanggung
jawab dan klien untuk dipelajari dan di
tandatangani, sebelum itu saya klien saya
wawancarai terlebih dahulu mengenai isi surat
2
Lalu setelah si Klien dan
penanggung
jawab
ini
disetujui sidangnya, tugas
BAPAS selanjutnya apa
pak ?
tersebut. Kita punya komitmen apakah
penanggung jawab mampu melaksanakan
kewajiban-kewajiban yang diberikan sebagai
penanggung jawab klien. Untuk wawancara ini
kita melakukan di lapas, jadi sebelum si napi ini
keluar. Itupun kalau nanti itu disetujuin dengan
penelitian kita ini. Dari lapas ini meminta kita
untuk melakukan penelitian kemasyarakatan ini
apakah dari pemerintah setempat disetujui atau
tidak, nah nanti baru kita sidang lagi menentukan
apakah si napi ini boleh tinggal di tempat si
penanggung jawab ini apa tidak.
Setelah sidang disetujui dan melakukan
pemeriksaan berkas, seminggu setelahnya kita
Bapas melakukan assessment yaitu menggali
permasalahan klien. Apa sih kesulitan klien nanti
setelah keluar. Kebanyakan sih mereka itu susah
mencari pekerjaan. Ada juga yang bermasalah
dengan keluarga, makanya kita adakan
konseling. Karena kan kalau si napi ini
bermasalah dengan keluarga, tidak bisa dong
tinggal bersama oleh karena itu kita adakan
konseling. Tapi itu jarang sih. Nah dari
assessment itu nanti kalau kita tahu ada yang
punya penyakit kita lanjutkan merujuk klien ke
rumah sakit yang sebelumnya sudah di tunjuk
Lapas. Nah kalau untuk klien anak-anak
biasanya permasalahannya adalah sekolah, jadi
kita merujuk ke sekolah dan bekerja sama
dengan panti-panti sosial.
Setelah pemberkasan beres semua, si klien ini
masih tetap harus lapor ke Bapas sebulan sekali.
Kami juga melakukan penyuluhan kepada semua
klien. Namanya Bimbingan Kepribadian. Jadi
kita kumpulkan semua klien yang bersedia, lalu
kita adakan penyuluhan. Tema nya macammacam, ada tentang hukum, agama dan lain-lain.
Selain penyuluhan kita juga bekerja sama
dengan
pihak
ke-3
untuk
Bimbingan
Keterampilan. Ada beberapa keterampilan yang
kita sediakan, ada service HP, sekolah
mengemudi nah sekolah mengemudi ini kita
usahakan sampai mereka mendapat SIM A dan
mendapat sertifikat, lalu ada salon kebanyakan
yang wanita yang ikut keterampilan ini, ada juga
service AC, sama pijet atau massage. Untuk
3
Dalam reintegrasi, tujuan
yang ingin dicapai adalah
agar si narapidana ini dapat
kembali
bersosialisasi
dengan masyarakat. Lalu
peran Bapas dalam hal ini
seperti apa ?
5
Lalu bagaimana dengan
yang tidak mendapatkan
bimbingan
keterampilan
tersebut ?
4
Kalau untuk narapidana
narkoba
apakah
ada
tempatnya kita sediakan disini dengan kerja
sama dari pihak ke tiga tadi, kita sediakan alatalatnya seperti service hp kita sediakan solder
dan macam-macam lainnya. Nanti itu tergantung
apakah pihak ke-3 mau tetap melanjutkan
dengan klien kita atau tidak. Semua tergantung
dari masing-masing klien. Apakah mereka serius
atau tidak Sedangkan untuk waktunya kita
sesuaikan dengan anggaran, misalnya berapa
minggu gitu kan. Dari seribuan klien kita, kita
hanya mampu seratusan untuk mengikuti bimker
ini. Karena ya itu tadi anggaran kita sangat
kurang.
Kita kan tidak bisa menyalahkan masyarakat
untuk memberikan stigma negative kepada klien.
Tapi ya itu tadi kita memberikan bimbingan
kepribadian dan keterampilan kepada klien agar
klien dapat kembali lagi menjadi masyarakat
yang normal. Kita fokus kesitu. Untuk
masyarakat, kita kan pertama kali melakukan
penelitian
kemasyarakatan
menanyakan
pemerintah setempat apakah bisa diterima klien
kita ini. Nah kalau pemerintah setempat
mengizinkan seharusnya tidak ada masalah,
karena dari situ klien sudah mendapatkan
kepercayaan untuk bersosialisasi kembali. Jadi
harus ada 122 imbale baliknya, pemerintah
setempat dan masyarakat sudah memberikan
kepercayaan maka klien kita ini juga harus
menunjukkan sikap yang baik. Kalau ternyata
klien kita ini masih melakukan perbuatan yang
melanggar hukum padahal masih dalam masa
pembebasan bersyarat maka ia diproses kembali
secara hukum. Dia malakukan tindakan apa,
divonis oleh hakim berapa tahun dan ditambah
dengan masa PB yang belum habis.
Makanya kita melihat apakah dia benar-benar
serius ingin ikut bimbingan atau tidak. Kita bisa
lihat dia rajin melapor tidak selama sebulan.
Kalau dia rutin melapor sesuai jadwal dan
melihat keseriusan ingin mengikuti bimker,
maka kita persilakan. Kan sayang dananya juga
kalo sudah kita sediakan ternyata merekanya
malas-malasan. Jadi kita seleksi lah istilahnya.
Perlakuan khusus paling kita mengingatkan ya
kepada klien dan keluarganya. Mengingatkan
5
5
perlakuan khusus terhadap bahayanya, ya mereka tau lah bahayanya
lingkungan
tempat
ia memakai narkoba dan apa akibatnya. Mereka
tinggal ?
sudah merasakannya. Kita juga tidak bisa tibatiba mengumpulkan masyarakat, mereka juga
123a nada yang kerja. Tapi ya yang penting kita
memberikan bimbingan yang tadi itu. Juga
mereka kan di lapas sudah mendapatkan
pembinaan, mudah-mudahan tidak kembali
mengkonsumsi narkoba.
Bagaimana dengan yang Kalau untuk penyaluran, yang sudah saya bilang
sudah mempunyai rencana, kita masih kekurangan anggaran. Sejauh ini kita
ingin bekerja di salah satu hanya memberikan bimbingan keterampilan
tempat misalnya. Apakah kerja saja, itu juga dengan waktu yang
Bapas
dapat disesuaikan dengan jumlah anggaran. Seperti
menyalurkannya
atau yang mba ceritakan tadi, klien kami yang
tidak ?
bernama Bapak S kebetulan mba teliti itu dia
punya niatan untuk terjun ke jalur dakwah.
Karena dalam bimbingan keterampilan kita tidak
ada, ya kami mempesilakan dia untuk
menjalankan apa yang ia inginkan gitu kan. Kita
juga ga bisa maksa dia untuk ikut keterampilan
ini keterampilan itu. Yang penting dia ada niat
untuk berubah dan mencari rezeki yang halal ya
Alhamdulillah. Kita bersyukur sekali.
Manfaat dan hambatan Untuk klien mereka dapat bekal kepribadian agar
dalam
melakukan menjadi orang yang lebih baik lagi, karena kita
pembinaan pak ?
kan memilih yang ikut bimbingan kepribadian
yang serius. Dari seribuan klien hanya ada
beberapa paling yang ingin mengikuti bimbingan
tersebut. Jadi dari situ mudah-mudahan mereka
memang berniat ingin menjadi pribadi yang
lebih baik lagi. Juga mereka mendapatkan
sedikitnya satu keterampilan untuk supaya
mereka dapat mandiri dan melanjutkan hidupnya
dengan mencari rezeki yang halal. Untuk
hambatan dari Bapas, kita sangat kekurangan
anggaran. Untuk besarannya saya tidak tahu
berapa karena itu kan bukan kapasitas saya.
Transkrip Wawancara
Program Reintegrasi Sosial pada Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas
II A Jakarta
Tempat / Ruang Wawancara
: Rumah Ketua RT tempat tinggal Opik
Waktu Wawancara
: Senin, 15 Desember 2014
Pukul
: 16.00 WIB
Informan
: Ibu Y
Hubungan
: Warga tempat tinggal WBP Opik
Pertanyaan :
Wawancara dilaksanakan hari Senin, 15 Desember 2014. Setelah melakukan wawancara
dengan Ibu WBP, penulis mengunjungi rumah ketua RT tempat WBP tinggal. Rumahnya
terletak di belakang rumah WBP Opik. penulis bertemu dengan keluarga Bpk Ketua RT. Ketika
diminta untuk menjadi informan, beberapa dari mereka tampak ragu-ragu karena khawatir yang
datang adalah polisi yang sedang menyamar. Lalu penulis menjelaskan maksud dan tujuan
sampai akhirnya informan bersedia di wawancara. Ibu Y lah yang bersedia menjadi informan
penulis. Karena ibu Y teman semasa kecil WBP Opik dan masih bertetangga sampai sekarang.
No
1
Pertanyaan
Berapa lama ibu kenal dan
apa hubungan ibu dengan
opik ?
2
Bagaimana perilaku Opik
dari kecil ?
3
Bagaimana
situasi
lingkungan didaerah sini
bu ?
4
Apakah ada kegiatan yang
atau
pihak
yang
membantu memberantas
peredaran narkoba disini ?
dari warga atau dari pihak
luar ?
Jawaban
Saya kenal udah lama banget ya (sambil
menyakinkan kepada teman disebelahnya,
temannya pun mengangguk mengiyakan).
Udah kenal dari lama tapi ya biasa-biasa aja
gitu. Maen sih bareng yah dulu kita.
Biasa-biasa aja sih mba. Ya maen-maen
gimana gitu anak kecil biasanya. Nakal juga
nakal anak kecil, maksudnya ngga yang sampe
nimbulin masalah. Tapi pas setelah SMA itu
dia kena masalah itu lah narkoba. Saya juga ga
tau tiba-tiba dia udah ketangkep aja gitu.
Wah daerah sini mau udah rusak mba. Serem
deh. Saya aja ati-ati banget nih tinggal disini,
mana saya kan punya anak laki-laki. Seremnya
ya pada gitu, pada ngegele (pakai narkoba).
Disitu aja tuh di depan ada pengedarnya tuh.
Mana perempuan, pake jilbab kalo mba mau
tau. Ga percaya kan mba ? saya juga ga
percaya tadinya, tapi ngeliat orang-orang yang
ngegele pada ngedatengin dia ya tau deh kita.
Semua warga udah pada tau sih lingkungan
disini gimana. Tapi mau gimana lagi. Ya kita
sendiri aja deh ati-ati. Jaga diri sendiri sama
keluarga aja. Urusan mereka lah itu yang pada
make narkoba. Yang penting jangan sampe
kena ke kita gitu. Kemarenan aja udah banyak
yang mati mba disini. Gara-gara narkoba itu,
pada nyuntik kan itu bahaya ya. Ada juga yang
di tembak polisi, darahnya muncrat kemanamana mba ih ngeri saya. Gara-gara narkoba itu
semuanya. Kebanyakan si anak-anak muda
sini yang pengangguran gitu pada nongkrongnongkrong. Tapi kalo di RT sini mah agak
lumayan mba, tapi kalo udah ke depan situ
dikit wah itu udah daerah gitu deh. Disini jam
9 – 10 udah pada nutup pintu. Disini juga
lumayan sepi.
Yah kita mah gimana ya mba, namanya juga
tetangga. Serba salah gitu, mau ngelaporin dia
juga kan punya keluarga yang diurus ga tega
juga, mana dia kalo di depan kita kan bae
banget mba. Masa ujuk-ujuk kita nangkep dia
gitu. Ngga ngelaporin juga takutnya keluarga
kita kena. Saya sih bilang aja sama anak saya
jangan mau kalo dikasih apa-apa sama orang
5
Untuk bang Opik sendiri
bagaimana tanggapan ibu
setelah dia keluar dari
lapas, ada kekhawatiran
terhadap
kasus
yang
menimpanya ?
6
Sebelum
bang
Opik
kleuar, ibunya izin dulu
kesini kan bu (RT) ?
berarti
ibu
sebagai
masyarakat
disini
menerima Opik ya bu ?
yang ga dikenal. Kegiatan juga udah ga ada
mba. Harusnya ada kan ya pengajian atau
karang taruna gitu buat pemuda-pemudanya,
dari pada waktu kosong di buat nongkrongnongkrong ga jelas gitu. Tapi udah pada ngerti
duit sih yah, ga pada mau bergerak kalo ga ada
duitnya gitu. Dulu juga warga sini pernah
nelponin pihak sana (polisi) tuh ada yang pake
narkoba, pas dia tau jenisnya putaw ga di
tanggepin laporan kita. Katanya barang kecil
itu mah. Berapa sih itu sebungkus gitu paling
lima belas ribu. Kesel banget kita, akhirnya
yaudahlah begitu aja jadinya. Kita mau
bergerak sendiri juga kan mikirin keselamatan,
takutnya tuh orang lagi mabok atau apa kita
yang kena nantinya.
Ngga sih mba, kita biasa-biasa aja.
Keluarganya kali yang khawatir. Pernah sih
cerita sama saya adiknya. “abang gue udah
mau balik nih, gue mau cari rumah aja”.
Katanya dulu sih uang sama barang-barangnya
pernah pada ilang gitu. Makanya tuh pas si
Opik mau balik dia mau keluar aja mendingan.
Jadi di rumahnya tinggal sama ibu sama
anaknya yang perawan. Kalau kita sendiri sih
sebagai warga belom pernah merasa dirugikan,
apa dia yang rapi kali ya maennya hahaha iya
belom pernah ada keilangan apa-apa gitu.
Biasanya kan yang pake narkoba gitu kalo
udah sakau terus ga punya uang kan ya nyuri
ya mba. Tapi ngga pernah sih disini. Tapi dulu
ada tuh berantem orang sini sama daerah
sebrang situ pasar rumput, pada berantem
gara-gara rebutan pelanggan gitu mba. Serem
mba berantemnya. Namanya orang narkoba
gitu kan, pada setia kawan ya namanya sesama
orang yang make gitu mereka pada
ngebantuin. Mereka lebih ngedengerin
kawannya itu kali daripada orang tuanya.
Iya mba, itu ibunya yang ngurusin-ngurusin
surat-surat gitu dah. Minta izin. Sempet juga
ada petugas yang nanya-nanyain. Ya kita
jawab aja begini adanya. Nanya lingkungan
disini gimana.
Ya kita mah nerima-nerima mba, namanya dia
juga warga disini udah lama juga. Tapi ya
7
kadang khawatir juga sih. Dia masih make apa
ngga. Kemaren aja saya liat dia ke rumah
perempuan itu tuh mba. Ngapain coba kalo ga
beli. Yah tapi saya udahlah ga mau suudzon,
yang penting jaga diri sendiri sama keluarga
aja. Dia juga udah kerja sih, di tempat yang
kemaren tuh. Kemaren dia kerja di matrial jadi
ngangkat-ngangkat barang gitu. Dia kerja
disitu lagi kayanya.
Harapan
ibu
sebagai Kita sih pengennya dia berenti pake-pake gitu.
masyarakat
yang Resah juga sih kita sebagai warga. Tapi yah
lingkungannya
terdapat selama dia ngga ngerugiin kita, kita sih ga
bekas narapidana ?
masalah. Di sana (lapas) juga kan dia di kasih
apa tuh pembinaan ya harusnya berubah lah
dia. Tapi disana bukannya makin parah yah
haha
Download